tinjauan kritis pelaksanaan perencanaan partisipatif dan...

23
Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana Desa Copyright Iin Solihin [email protected] http://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan- alokasi-dana-desa/ Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana Desa Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana Desa [1] Oleh Iin Solihin, Katrin Roosita, Ernan Rustiadi, Drajat Martianto, Ahmad Yani [2] KEMISKINAN, DISPARITAS PEMBANGUNAN DESA-KOTA DAN OTONOMI DAERAH Persoalan kemiskinan sampai saat ini masih merupakan persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia. Persoalan ini seakan tidak terselesaikan meskipun regim yang memerintah telah berganti untuk yang kesekian kalinya. Sayogyo (1991) mengatakan bahwa kemiskinan sebagai ciri dan akibat ketidaksamaan dalam masyarakat yang menjadikan sebagian golongan tak mampu mencapai tingkat hidup yang layak, sesuai harapan dan cita-cita yang hidup dalam page 1 / 23

Upload: others

Post on 01-Dec-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Tinjauan Kritis Pelaksanaan PerencanaanPartisipatif Dan Alokasi Dana Desa

Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi DanaDesa [1]

Oleh

Iin Solihin, Katrin Roosita, Ernan Rustiadi, Drajat Martianto, Ahmad Yani[2]

KEMISKINAN, DISPARITAS PEMBANGUNAN DESA-KOTA DAN OTONOMIDAERAH

Persoalan kemiskinan sampai saat ini masih merupakan persoalan besar yangdihadapi bangsa Indonesia. Persoalan ini seakan tidak terselesaikan meskipunregim yang memerintah telah berganti untuk yang kesekian kalinya. Sayogyo(1991) mengatakan bahwa kemiskinan sebagai ciri dan akibat ketidaksamaandalam masyarakat yang menjadikan sebagian golongan tak mampu mencapaitingkat hidup yang layak, sesuai harapan dan cita-cita yang hidup dalam

page 1 / 23

Page 2: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

masyarakat, berdasar upaya swadaya golongan tersebut.  Angka kemiskinanberdasarkan definisi yang dipakai pemerintah (Badan Pusat Statistik/BPS) mencapai 27 persen tahun 1999, 15,2 persen (2000), 15,7 persen (2001), 14,6persen (2002), 13,3 persen (2003), 12,1 persen (2004), dan 10,9 persen (2005).Angka-angka tersebut akan jauh lebih besar lagi apabila dibandingkan denganperhitungan angka kemiskinan secara internasional.  Jika definisi garis kemiskinanyang dipakai adalah pendapatan 2 dollar per hari, jumlah penduduk miskinIndonesia diperkirakan 65,1 persen tahun 1999,  57,9 persen (tahun 2000), 56,7persen (tahun 2001), 55,1 persen (2002), 53,4 persen (2003), 51,5 persen (2004),dan 49,5 persen (2005).

Dari sekian banyak jumlah penduduk miskin Indonesia, diperkirakan sekitar 80 %nya berada di perdesaan. Persoalan ini menjadi sangat menarik karena sebagianbesar penduduk Indonesia berada di perdesaan, sehingga target-target dan sasaranpembangunan baik secara nasional mapun daerah sudah seyogyanya diarahkankesana.

Namun kenyataannya, dimasa yang lalu telah terjadi kesalahan dalam perencanaandan implementasi pembangunan nasional dimana pembangunan lebih banyakdiarahkan pada daerah-daerah perkotaan (urban bias).  Kondisi tersebutmenyebabkan terjadinya migrasi penduduk besar-besaran dari perdesaan keperkotaan.  Hal ini akan berdampak baik pada kondisi perkotaan maupunperdesaan sendiri. Akibat terjadinya arus urbanisasi, wilayah perkotaanmenanggung beban yang cukup besar untuk dapat menghidupi penduduknya yangsemakin bertambah. Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi di perkotaankemudian bermunculan seiring dengan daya dukung wilayah perkotaan yangsemakin mengecil baik daya dukung dalam penyediaan sarana prasarana maupunkesempatan kerja. Di sisi lain, wilayah perdesaan mengalami stagnasi yang cukupserius akibat ditinggalkan oleh sumberdaya manusianya.  Produktifitas masyarakatmenjadi rendah yang menyebabkan tingkat perkembangan dan pembangunanperdesaan menjadi sangat lambat.  Hal ini berimplikasi terhadap semakin besarnyakesenjangan (disparitas) pembangunan perdesaan dan perkotaan.

Seiring dengan diterapkannya UU no 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yangdirevisi dengan UU No. 31 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikanpeluang yang cukup besar bagi daerah untuk merencanakan dan mengaturpembangunan wilayahnya.

page 2 / 23

Page 3: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Kebijakan pembangunan di masa lalu yang lebih tersentralistik mengakibatkanbeberapa kegagalan pembangunan itu sendiri, diantaranya adalah  :

- Semakin kuatnya ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat. Kondisi ini sebagai suatu hubungan patronasi antara pemerintah pusat dandaerah.  Hal ini pada perkembangannya akan mematikan kemampuanprakarsa dan daya kreatifitas pemerintah dan masyarakat daerah.  Hal ini berimplikasi pada kurangnya kemandirian mereka.

- Beban pemerintah pusat yang semakin kompleks dan berat sehinggakemudian tidak fokus terhadap penyelesaian-penyelesaian permasalahan-permasalahan nasional

- Panjangnya birokrasi yang terbangun menyebabkan tidak dapat diserapnyaaspirasi dan permasalahan-permasalahan masyarakat di daerah.  Hal inimenyebabkan pembangunan yang dilaksanakan tidak sesuai (incompatible)dengan kebutuhan masyarakat.  Terjadinya pengambilalihan secara sepihak hak rakyat atas tanah mereka, misalnya merupakan salah satu kasus tidak sesuainya pembangunan dengan kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu, adanya UU Otonomi Daerah memberikan angin segar terhadapproses perubahan pembangunan yang lebih aspiratif dan sekaligus lebih efektifdalam pencapaian tujuan-tujuan pembangunan.  Syaukani et al (2002) mengatakanbahwa visi utama otonomi daerah mencakup politik, ekonomi serta sosial danbudaya.  Di bidang politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakandesentralisasi dan demokratisasi, maka ia harus dipahami sebagai suatu prosesuntuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilihsecara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraanpemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas danmemelihara  suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asapertanggungjawaban publik.  Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihakharus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah dandi pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkankebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensiekonomi di daerahnya.  Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkanlahirnya berbagai prakarsa pemerintah untuk menawarkan fasilitas investasi,memudahkan proses perizinan usaha dan membangun berbagai infrastruktur yangmenunjang perputaran ekonomi di daerahnya.  Di bidang sosial dan budaya,otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memeliharaharmoni sosial dan pada saat yang sama, memelihara nilai-nilai lokal yangdipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamikakehidupan di sekitarnya.

page 3 / 23

Page 4: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Dalam konteks otonomi daerah, peranan desa memiliki nilai yang cukup strategis.Hal ini disebabkan karena sebagai struktur pemerintahan terkecil, desa berhadapanlangsung dengan masyarakat yang merupakan target dari proses pembangunanyang selama ini dilaksanakan.  Di masa lalu, desa hanya dipandang sebagai suatubatas teritorial yang bersifat pasif sehingga kebijakan yang diambil cenderungdilakukan dengan cara penyeragaman.  Padahal apabila ditelaah lebih jauh, desabukan hanya sebatas tinjauan teritorial, tetapi yang terpenting adalah merupakansuatu komunitas manusia yang mempunyai keinginan, harapan dan tata nilai-tatanilai yang telah berkembang sejak lama.  Karakteristik seperti inilah yang kemudianmenjadikan suatu desa menjadi dinamis dan senantiasa mengalami transformasi.

Pelaksanaan otonomi desa sejatinya merupakan upaya mengembalikan fungsi danperan desa sebagai suatu komunitas yang dinamis dalam arti peran masyarakatdesa sebagai perencana, pelaksana dan pengawas pembangunan masyarakatnyasendiri dikembalikan.  Tata nilai yang sejalan dengan tujuan-tujuan pembangunanyang selama ini terabaikan – bahkan rusak oleh adanya kebijakan penyeragaman,dicoba untuk dihidupkan kembali.  Hal ini dengan maksud untuk mengefektifkanpencapaian tujuan pembangunan yaitu kesejahteraan masyarakat.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Desaatau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuanmasyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untukmengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asuldan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem PemerintahanNegara Kesatuan Republik Indonesia.  Pernyataan ini mensiratkan bahwa memangdesa bukan hanya sebagai suatu batasan fisik, tetapi juga merupakan kesatuankumpulan anggota masyarakat yang saling berinteraksi mengatur dan menguruskepentingannya sendiri.

Pasal 206 menjelaskan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangandesa mencakup:

1. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;2. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa;3. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau

pemerintah kabupaten/kota;4. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangperundangan

diserahkan kepada desa.

page 4 / 23

Page 5: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Dalam penjelasannya, UU ini mengatakan bahwa UU ini mengakui adanya otonomiyang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepala desa melaluipemerintahan desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian daripemerintah pusat maupun daerah untuk melaksanakan urusan-urusan pemerintahtertentu.  Sedangkan terhadap desa diluar desa geneologis yaitu desa yang bersifatadministratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karenatransmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemukataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuhdan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.

Disamping itu, setiap upaya pembangunan di kawasan perdesaan yang dilakukanoleh pemerintah kabupaten/kota dan atau pihak ketiga harus mengikuttsertakanpemerintahan desa.  Hal ini sesuai dengan Pasal 215 UU No. 32 tentangpemerintahan daerah, yaitu :

(1)           Pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kotadan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan badanpermusyawaratan desa.

(2)           Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Perda, dengan memperhatikan:

1. kepentingan masyarakat desa;2. kewenangan desa;3. kelancaran pelaksanaan investasi;4. kelestarian lingkungan hidup;5. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.

Melihat penjelasan tersebut dapat diketahui peranan pemerintahan desa yangcukup strategis, tidak hanya pada hal-hal yang berkenaan dengan administrasipemerintahan yang selama ini dilakukan, tetapi juga dapat melaksanakankegiatan-kegiatan pembangunan secara umum baik yang berasal dari inisiasimasyarakat setempat maupun karena tugas-tugas pembantuan dari pemerintahpusat, provinsi maupun kabupaten/kota.

page 5 / 23

Page 6: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Hal ini tentu berimplikasi pada alokasi pembiayaan yang diberikan. Di masa yanglalu selalu muncul persoalan-persoalan klasik mengenai penyelenggaraanpemerintah daerah dengan keuangan daerah.  UU no 32 menjelaskan bahwatugas-tugas pembantuan tersebut disertai dengan pembiayaan, sarana danprasarana serta sumberdaya manusia.  Dengan kata lain tidak ada mandat tanpapendanaan (no mandate without funding).  Dalam konteks ini dapat ditafsirkanbahwa negara tetap melakukan perannya memberikan fasilitasi kepada daerahuntuk berkembang, tidak hanya menyerahkan kepada kemampuan/kapasitasdaerah.  Di sisis lain, daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya untukmelaksanakan pembangunan, dan dengan kewenangan itu maka daerah akanmenggali sumber-sumber keuangan sebesar-besarnya sepanjang bersifat legal danditerima masyarakat luas.  Hal inipun berlaku juga dalam kaitannya hubunganpemerintah kabupaten dengan pemerintahan desa.

PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF

Perencanaan pembangunan pada masa orde baru semula merupakan perencanaan top-down, dimana perencanaan dan target program ditetapkan di tingkat nasionaloleh BAPPENAS dan berbagai departemen, berdasarkan GBHN yang disusun setiaplima tahun oleh MPR. Dana untuk program-program ini juga berasal dari pusat.

Selanjutnya mulai dikembangkan sistem perencanaan secara "bottom-up," yangdisusun melalui serangkaian rapat perencanaan yang mulai di tingkat desa.Rancangan yang dihasilkan dari proses bottom-up diterapkan dan didanai denganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang merupakan bagian amatkecil dari seluruh dana dan program pembangunan regional. Seyogyanyaperencanaan pembangunan ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan tujuan yangdiungkapkan oleh masyarakat sendiri. Secara teori, proses perencanaan bottom-upmemberi isi kepada sistim yang top-down, namun pada kenyataannya korelasiantara kedua proses ini sangat tipis.

UU No.22 tahun 1999, menciptakan atmosfir yang mendukung dalam dalam prosesperencanaan pembangunan bottom-up yang didasarkan pada kebutuhanmasyarakat di tingkat yang paling bawah yaitu desa.  Hal ini karena UU No 22

page 6 / 23

Page 7: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

meletakkan sendi-sendi berdemokrasi, partisipatif, transparan dan akuntabilitasdalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Good Governance). Namun demikian UU No .22 belum memberikan aturan yang jelas tentangPerencanaan Pembangunan Daerah (Ditjen Bangda, 2005).

Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 050/987/SJtanggal 5 Mei 2003, SE Menteri Dalam Negeri dan Menteri PPN/Kepala Bappenas No.1354/M.PPN/03/04 dan 050/744/SJ, tanggal 24 Maret 2004 perihal PedomanPelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan MUSRENBANG  danPerencanaan Partisipatif Daerah,  mendukung pentingnya  perencanaanpembangunan secara partisipatif yang mempunyai berbagai keunggulan,diantaranya terpadunya pembangunan secara multisektoral dan adanyapengakuan, dukungan serta pengawasan dari masyarakat terhadap kegiatanpembangunan (Pemerintah Kabupaten Sukabumi, 2004).

Perangkat peraturan perundangan lainnya yang menjamin partisipasi masyarakatadalah UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan nasionaldan UU Np. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (revisi UU No. 1999tentang Otonomi Daerah)- khususnya klausul tentang perencanaan daerah.  Salahsatu tahapan perencanaan dan penganggaran yang dilakukan di tingkat daerahadalah MUSRENBANG Daerah.  MUSRENBANG Daerah merupakan forum lintaspelaku dimana masyarakat bisa berpartisipasi dalam  perencanaan danpenganggaran pembangunan-khususnya di daerah. Dalam MUSRENBANG,perencanaan dati tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota hingga levelnasional dilakukan melalui forum musyawarah.  Hal ini berbeda dengan sistenRakorbang dimana musyawarah hanya dilakukan di tingkat desa di tingkatkabupaten dan kota menjadi rapat koordinasi yang masih didominasi oleh strukturpemerintahan (FPPM, 2004 )

Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi secara konsisten telah menggunakanpendekatan Program Dasar Pembangunan Partisipatif.   Secara proaktif PEMDAKabupaten Sukabumi juga  menyusun PERDA Perencananaan Pembangunan Partisipatif, PERDA No. 20 tahun 2003 serta petunjuk pelaksanaannya.  Hal inimenunjukkan keinginan yang kuat  untuk menghasilkan rencana pembangunanyang sesuai dengan semangat otonomi daerah yang berakar pada kebutuhanmasyarakat.  Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di Sukabumidiselenggarakan melalui 3 tahapan, yaitu Musyawarah Perencanaan Pembangunan(MUSRENBANG) Desa/Kelurahan, MUSRENBANG Kecamatan dan MUSRENBANGKabupaten (Pemerintah Kabupaten Sukabumi, 2004).

page 7 / 23

Page 8: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Kajian terhadap berbagai produk hukum diatas, khususnya terhadap petunjukpelaksanaan PERDA No. 20 tahun 2003 ,  pola  MUSRENBANG merupakan salah satualternatif dalam menghasilkan sistem perencanaan secara partisipatif yangberkesinambungan, efektif dan efisien melalui sinkronisasi dan sinergi programpembangunan lintas sektor di daerah yang selanjutnya akan berdampak terhadapsinergi program pembangunan antara pusat dan daerah.  Namun demikian dalampelaksanaannya seringkali masih perlu diantisipasi agar tidak terjebak dengan polalama, yaitu pola Rakorbang dimana MUSBANG tingkat Kecamatan dan Kabupatenhanya merupakan legalitas dan bersifat koordinatif saja bukan didasarkan padaperencanaan murni yang dilakukan dengan partisipasi masyarakat. Bahkan lebih dari itu perencanaan yang disusun oleh desa/kelurahan sekalipun hanya merupakanhasil musyawarah aparat desa, tanpa  melalui musyawarah desa yang seyogyanyadiawali dengan musyawarah di level yang lebih bawah yaitu RT/RW.

Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang bersifat komprehensif danrasional.  Perencanaan komprehensif (rasional) menuntut pengetahuan yang”sempurna”, suatu kondisi yang sangat sulit dipenuhi. Hal ini karena rasionalitassetiap orang tidaklah sama dan terbatas (bounded rationality) akibat perbedaaninformasi. Sifat komprehensif suatu perencanaan dapat dipenuhi denganmembangun partisipasi seluruh stakeholder agar di dapat informasi yang lengkapdan dipahami bersama untuk kemudian dibangun keputusan yang terbaik (Innes,1996, p 461).

Sesuai dengan amanat perundang-undangan RI tentang perencanaanpembangunan partisipatif maka perlu dikembangkan mekanisme, fasilitas dan iklimyang kondusif yang akan membangun peran serta masyarakat dalam peencanaanpembangunan di berbagai level baik tingkat, desa, kecamatan dan kabupaten. Namun kebijakan pemerintah Desa  yang dibangun atas dasar kebersamaan danperubahan  cara pandang tidak semudah membalikkan tangan.  Hal ini karena carapandang sistem pemerintahan desa yang ada selama ini masih berbau otoriterdengan kekuatan sepenuhnya kepada Kepala Desa.  Sistem pemerintahan desayang ada saat ini merupakan warisan yang telah berurat berakar lebih dari 32tahun dari penguasa tunggal masa lalu pada rezim orde Baru, bahkan sejak zamanpenjajahan Belanda.

Secara konseptual, pendekatan-pendekatan partisipatif mendapat dukungan yangkuat dari multistakeholder, baik pemerintahan , LSM-LSM, maupun proyek-proyekbantuan luar negeri.  Oleh karena itu ke depan model-model perencanaan denganpendekatan ini perlu lebih ditingkatkan.

page 8 / 23

Page 9: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Otonomi desa dapat terwujud dengan baik jika masyarakatnya telah cukup berdayauntuk menerima dan melaksanakannya.  Masyarakat yang berdaya juga perludidukung oleh kebijakan dan peraturan daerah yang mampu mengayomi danmemagari dari berbagai tindakan penyelewengan hak dan pelanggaran aturan.

Permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan seringkali tidak seidealdengan apa yang tertera dalam berbagai macam peraturan yang ada.  Persoalanyang cukup mendasar adalah belum terciptanya kesiapan dari berbagai pihak baikdari unsur masyarakat dan pemerintahan desanya maupun dari aparat-aparat yangada di atasnya.  Sistem perencanaan yang bersifat top down yang selama iniberjalan menyebabkan masyarakat dan pemerintahan desa tidak terbiasa denganberbagai sistem perencanaan partisipatif, sehingga mereka kehilangan semangatinovatif dan kreatifitasnya.  Di sisi lain, aparat pemerintahan di atasnya masihbelum sepenuhnya dapat melepaskan diri dari paradigma-paradigma pembangunanyang lama, sehingga mereka masih belum dapat menerima dengan sepenuhnyahasil-hasil perencanaan yang berasal dari bawah.  Seringkali terjadi aspirasimasyarakat desa terabaikan/tergeser oleh program-program sektoral di tingkatyang lebih tinggi.

Mencermati pelaksanaan perencanaan partisipatif di lapangan, ada beberapa halyang kiranya perlu mendapat perhatian, yaitu  :

Semangat melaksanakan perencanaan partisipatif sejatinya telah ada padaberbagai pihak yang terkait mulai dari pemerintahan pusat sampai pemerintahdaerah (UU no. 25 tahun 2004, Perda Perencanaan Partisipatif dll).  Hanya sajaberbagai peraturan itu belum optimal dilaksanakan.  Kesan formalistik masih cukupmenonjol artinya bahwa esensi dari perencanaan partisipatif sendiri –yangmenekankan pada penggalian aspirasi arus bawah, masih perlu ditingkatkan lagi.

Perlu ada upaya-upaya yang lebih sistematis dan terarah dalam rangkameningkatkan kapasitas (capacity building) masyarakat sebagai agen perencanapembangunan. Lemahnya capacity building ini akan berdampak pada produkperencanaan yang tidak sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapimaupun tujuan-tujuan pembangunan yang hendak dicapai.  Hal ini terlihat daribeberapa gejala yaitu (i) sebagian besar kegiatan/program yang diusulkanmasyarakat bersifat pengadaan fisik.  Sebenarnya hal tersebut tidak masalahapabila terkait dengan perencanaan yang lebih besar dan komprehensif ; (ii) belumadanya skala prioritas dari kegiatan/program yang diusulkan.  Hal ini kemungkinan

page 9 / 23

Page 10: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

besar disebabkan karena belum teridentifikasinya/terumuskannyapermasalahan-permasalahan utama dan potensi serta peluang yang dimiliki.

Pengalaman dari studi yang dilakukan KJK-LPPM-IPB didukung oleh Partnership GoodGovernance Reform, European Union, Focal Point Universitas Brawijaya sertapemerintah Kabupaten Sukabumi menunjukkan betapa pentingnya menciptakansuatu iklim yang kondusif bagi perencanaan partisipatif.  Studi yang dilakukan diDesa Bojongsari, Kecamatan Jampang Kulon, Kabupaten Sukabumi antara lain  dilakukan peningkatan kapasitas (capacity building) masyarakat desa,penyusunan perencanaan dan peraturan desa, pemberian keterampilan dan paketpembinaan yang didasarkan pada hasil analisis kebutuhan, potensi danpermasalahan.  Pilot Project juga akan dilakukan senantiasa mengacu dan belajardari program pemerintah yang telah ada sebelumnya maupun yang sedangdilaksanakan di desa.

Metode yang digunakan dalan kajian ini adalah participatory research action  (PRA) dan didukung oleh diskusi terfokus ( focus group discussion = FGD).  FGD dilakukanmulai dari tingkat RT, RW (dusun) hingga tingkat Desa.  Pengumpulan data,peningkatan kapasitas (capacity building) masyarakat desa serta pelaksanaan FGDdilaksanankan sejak bulan Agustus hingga Nopember 2004.

Dari proses-proses yang dilakukan di tingkat desa memperlihatkan bahwamasyarakat desa bukanlah masyarakat yang terbelakang.  Dengan daya nalar yangmereka miliki, mereka mampu menemukan masalah dan potensi desanya, sertamerencanakan alternatif tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasipermasalahan serta mengembangkan potensi yang mereka miliki. Semuanyadipaparkan dengan gaya bahasa masyarakat desa yang jujur dan sederhana.

OTONOMI DESA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP ALOKASI DANA DESA

Pelaksanaan otonomi daerah membawa implikasi yang cukup serius terhadapsistem perimbangan keuangan pusat dan daerah.  Pemberian kewenangan kepada

page 10 / 23

Page 11: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

daerah untuk melaksanakan pembangunannya juga berimplikasi pada pemberiankewenangan kepada daerah untuk menggali potensi-potensi keuangan daerahnyadan hak daerah untuk mendapatkan penerimaan sebagai bagi hasil atas ekspoitasisumberdaya daerah dan sumber-sumber keuangan negara lainnya.  Disamping itu,tugas-tugas perbantuan yang diberikan pemerintah pusat harus disertai denganpemberian dana untuk melaksanakannya.  Dalam UU no. 33 tentang perimbangankeuangan pemerintah pusat dan daerah Pasal 4 dijelaskan bahwa :

1)    Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaanDesentralisasi didanai APBD.

2)    Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalamrangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai APBN.

3)    Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalamrangka Tugas Pembantuan didanai APBN.

4)    Pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/ataupenugasan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan dari Pemerintah kepadaPemerintah Daerah diikuti dengan pemberian dana.

Dalam undang-undang tersebut juga telah dirinci mengenai  sumber-sumberpenerimaan daerah yang meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan danlain-lain pendapatan (pasal 5).  Pendapatan Asli Daerah sebagaimana disebutkanpasal 6 meliputi  :

a)    Pajak Daerah;

b)    Retribusi Daerah;

page 11 / 23

Page 12: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

c)     hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

d)    lain-lain PAD yang sah, yang meliputi hasil penjualan kekayaan Daerah yangtidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiahterhadap mata uang asing; dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagaiakibat dari penjualan dan/atau pengadaan  barang dan/atau jasa oleh Daerah.

Secara keseluruhan UU no. 33 ini sudah menjelaskan hal-hal yang berkenaandengan keuangan daerah dan perimbangannya dengan keuangan pemerintahpusat.  Tidak demikian halnya dengan perimbangan keuangan antara pemerintahkabupaten dengan pemerintahan desa.  Tidak satu pun pasal dalamundang-undang ini yang menjelaskan mengenai keuangan desa.  Penjelasanmengenai keuangan desa hanya dijelaskan oleh UU no. 32 tahun 2004 tentangpemerintahan daerah pasal 212 yang menjelaskan mengenai sumber-sumberpendapatan desa.  Sumber-sumber tersebut meliputi pendapatan asli desa, bagihasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari danaperimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota,bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota,hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.  Rincian masing-masing pendapatan itutidak dijelaskan.

Ketiadaan pengaturan ini menimbulkan tarik ulur kepentingan antara pemerintahankabupaten dengan pemerintahan desa.  Di masa yang lalu, pemerintahan desahanya dijadikan sebagai pelaksana teknis (beneficiary) dari proyek-proyekpembangunan pemerintahan diatasnya.  Kondisi ini mengindikasikan bahwa belumadanya kepercayaan dari pemerintahan yang lebih atas kepada desa untukmerencanakan dan menyalurkan pendanaan melalui anggaran penerimaan danpengeluaran desa.  Padahal, apabila dana tersebut diserahkan kepadapemerintahan desa, setidaknya akan bermanfaat bagi pemerintahan desa, minimaldalam hal (i) peningkatan kapasitas pemerintahan desa dalam pengelolaankeuangan pembangunan (ii) peningkatan efisiensi penggunaan dana karenapengelolaan keuangan tersebut dapat diintegrasikan kedalam penyertaansumberdaya masyarakat setempat dan (iii) dapat memberikan multiplier effectterhadap kegiatan masyarakat lainnya, karena biasanya kegiatan-kegiatan yangdilakukan masyarakat lokal akan memprioritaskan penggunaan tenaga kerja lokal. Hal ini tentu akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan aktifitas ekonomimasyarakat secara keseluruhan.

page 12 / 23

Page 13: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Memang, dalam pelaksanaannya, tidak menutup kemungkinan terjadinyapenyalahgunaan apabila pengelolaan keuangan diserahkan kepada pemerintahandesa.  Hal ini terutama karena kualitas sumberdaya manusia dan sumberdayakelembagaan yang belum terbangun.  Tetapi tentu penyerahan pengelolaan initidak serta merta dilakukan tanpa didukung oleh pengkondisian sumberdayamanusia dan kelembagaannya.  Oleh karena itu perlu, upaya-upaya penyerahantugas kepada pemerintahan desa perlu didahului dengan (i) peningkatan kesadarandan kapasitas masyarakat dan pemerintahan desa mengenai makna, hak dankewajiban dalam kerangka otonomi desa, (ii) peningkatan kapasitas kelembagaanyang berfungsi untuk menampung aspirasi masyarakat, merencanakan,melaksanakan dan mengawasi proses-proses pembangunan.

Sumber-sumber Penerimaan Keuangan Desa

Pada dasarnya sumber-sumber penerimaan keuangan desa berasal dari duasumber yaitu pembangkitan dana yang dilakukan internal desa itu sendiri danpenerimaan yang berasal dari pihak luar baik dari pemerintah pusat, propinsi dankabupaten maupun dari hibah dan sumbangan pihak ketiga.  Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 212 ayat 3 disebutkan bahwasumber pendapatan desa sebagaimana terdiri atas:

1. pendapatan asli desa;2. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;3. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima

oleh kabupaten/kota;4. bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota;5. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

Pendapatan asli desa (PADes) merupakan cerminan bentuk kemandirianpemerintahan desa dalam melaksanakan proses-proses pembangunannya.  PADesini tentu sangat terkait dengan potensi sumberdaya alam yang dimilikinya dankemampuan pemerintah dan masyarakat desa untuk menghasilkanaktifitas-aktifitas ekonomi yang berdampak finansial.  Dalam konteks ini, makakapasitas sumberdaya manusia (human capital) merupakan faktor penting dalam

page 13 / 23

Page 14: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

mencari alternatif-alternatif sumber pendapatan secara elegan, dalam arti bahwaincome generating ini pada sisi lain bukan merupakan bentuk pembebananterhadap masyarakatnya sendiri.  Aspek lain yang menonjol dan kiranya perlu tetapdipertahankan adalah kapasitas sosial (social capital) yang selama ini masihtertanam kuat di tengah masyarakat desa.  Bentuk-bentuk social capital inidiantaranya adalah swadaya masyarakat dan gotong royong.  Penelitian Maryunani(2002) menyimpulkan bahwa ternyata keuangan pemerintahan desa jauh lebihmandiri dibandingkan dengan keuangan pemerintah daerah.  Hal ini disebabkankarena peranan pendapatan asli desa jauh lebih besar daripada pendapatan aslidaerah, dan pembiayaan melalui swadaya dan gotong royong sangat menonjol diperdesaan.

Berdasarkan UU tersebut, desa juga dimungkinkan menggali potensi-potensikeuangan melalui badan usaha milik desa.  Hal ini sesuai dengan Pasal 213 yangberbunyi :

(1)   Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan danpotensi desa.

(2)   Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedomanpada peraturan perundang-undangan.

(3)   Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatmelakukan pinjaman sesuai peraturan perundang undangan.

Pasal 214 menjelaskan bahwa desa juga dapat melakukan kerjasama dengan pihaklain dengan ketentuan :

(1)           Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa yang diaturdengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat.

(2)           Kerja sama antar desa dan desa dengan pihak ketiga, sebagaimana

page 14 / 23

Page 15: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

dimaksud pada ayat (1) melakukan sesuai dengan kewenangannya.

(3)           Kerja sama desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perunndang-undangan.

(4)           Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ayat,(2), dan ayat (3) dapat dibentuk badan kerja sama.

Jenis-jenis Pengeluaran Desa

Jenis-jenis pengeluaran yang biasa terdapat di perdesaan dapat dibagi menjadi duamacam yaitu yang bersifat pengeluaran tetap (fix cost)  dan pengeluaran tidaktetap/anggaran pembangunan (variabel cost).  Pengeluaran tetap merupakan biayaminimal yang harus disediakan supaya sistem pemerintahan dan aktifitaspelayanan terhadap masyarakat dapat dilakukan. Sedangkan anggaranpembangunan merupakan pengeluaran yang dimaksudkan untuk meningkatkandan memperluas kapasitas pemerintahan.

Namun demikian, adalah tidak mudah untuk menghitung besaran penerimaan danpengeluaran/belanja desa sehingga kesulitan untuk dimasukkan kedalamadministrasi rencana pendapatan dan anggaran desa.  Selama ini terdapat persepsibahwa pendapatan desa adalah penerimaan-penerimaan yang berasal daripemerintah kabupaten.  Oleh karena itu, pertanggungjawaban keuangan yangdilakukan hanya sebatas mempertanggungjawabkan penggunaan dana-dana daripemerintah kabupaten tersebut.  Padahal sangat mungkin pemerintahan desadapat membangkitkan sumber-sumber pendapatan yang berasal dari penggalianpotensi yang dimiliki desa maupun kerjasama-kerjasama dengan pihak ketigasebagaimana yang diatur dalam UU no. 32 tahun 2004.  Oleh karena itu, sistempenggaran dan belanja desa dilakukan secara terpadu yang mempertimbangkanaspek-aspek pendapatan asli desa dan alokasi dana dari pemerintahan yang adadiatasnya

page 15 / 23

Page 16: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Pengelolaan Keuangan Desa

Beberapa prinsip pengelolaan keuangan desa, yaitu  :

- Penyusunan rencana pembangunan dan anggaran desa harus didasarkan padaanalisis yang mendalam mengenai kekuatan dan kelemahan yang dimilikimasyarakat dan pemerintahan desa dan peluang dan ancaman yang akanmempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembangunan

- Alokasi anggaran pembangunan harus didasarkan pada urutan prioritaspermasalahan yang akan diatasi.  Penentuan urutan prioritas ini didasarkanpada luasnya dampak yang dihasilkan oleh kegiatan pembangunan tersebutdan besarnya dampak yang dihasilkan terhadap peningkatan kesejahteraanmasyarakat.

- Akuntabilitas dalam pelaksanaan dan pemanfaatan anggaran.  Beberapa halyang perlu dilakukan dalam mewujudkan akuntabilitas ini (sebagaimanadijelaskan Maryunani, 2002) adalah  :

-          mekanisme pelaporan harus ditentukan, sehingga jelas siapa bertanggungjawab kepada siapa dan siapa bertanggung jawab apa

-          format pelaporan harus distandarisasi tanpa mengabaikan fleksibilitas

-          pelaporan dalam kerangka akuntabilitas adalah untuk semua stakeholderpemerintahan desa

- Pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan dana harus diawasi olehpihak-pihak yang berkompeten dan mempunyai integritas dan kredibilitasyang diakui oleh masyarakat.  Disamping itu, pengawasan masyarakat perludiberikan tempat juga.  Hal ini dimaksudkan untuk melihat sejauh manaprogram-program pembangunan dan pengalokasian dana dapat secara efektifmengatasi permasalahan-permasalahan mereka.  Oleh karena itu perlu dibuatsaluran kelembagaan yang dapat menampung dan menindaklanjuti berbagaikeluahan dan complain anggoata masyarakat.

page 16 / 23

Page 17: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Alokasi Dana Desa dalam Upaya Percepatan Pembangunan WilayahPerdesaan

Karakteristik dan potensi masing-masing desa dalam suatu kabupaten-termasukKabupaten Sukabumi sangat bervariasi.  Dilihat dari potensinya, terdapat desa-desayang mempunyai potensi sumberdaya alam yang melimpah (pertanian,perkebunan, perikanan, peternakan dan lain-lain), sumberdaya jasa (pariwisata,perdagangan dan lain-lain), namun ada juga desa yang memiliki potensisumberdaya yang sangat minim.  Demikian pula halnya dengan karakteristikpenduduk baik jumlah penduduk maupun proporsi penduduk miskin terhadap totaljumlah penduduk juga sangat bervariasi.  Di sisi lain, aksesibilitas masing-masingdesa juga sangat bervariasi.

Melihat kondisi tersebut, sangat tidak fair apabila pemerintah kabupatenmemperlakukan setiap desa dengan pola sama rata.  Hal ini karena akanberimplikasi pada terjadinya disparitas (kesenjangan) yang semakin tinggi antardesa tersebut.  Bagaimana mungkin, suatu desa akan dapat mengejarketertinggalannya dari desa-desa yang lain yang memiliki sumberdaya yang lebihbaik.  Oleh karena itu, pemerintah kabupaten mempunyai peranan yang cukupstrategis untuk mengatasi kesenjangan tersebut.  Peran tersebut dilakukan denganmemberikan alokasi dana sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kontribusimasing-masing desa.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari alokasi danadesa adalah untuk menciptakan pemerataan pembangunan dalam kontekspemerintahan kabupaten.  Sehingga diharapkan pada suatu saat percepatanpembangunan setiap desa relatif sama.

Formulasi Alokasi Dana Desa

Sampai saat ini belum ada peraturan mengenai pola pengalokasian dana desa yangbenar-benar ideal.  Memang setiap kabupaten melakukan pengalokasian dana kedesa-desa yang ada di wilayahnya.  Namun demikian pola tersebut tidak bersifatbaku.  Ada beberapa kabupaten yang telah menggunakan formula tertentu untukmengalokasikan dana desanya, tetapi sebagian besar menggunakan polapenyeragaman artinya setiap desa mendapatkan alokasi dana yang sama terlepas

page 17 / 23

Page 18: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

karakteristik dan perkembangan desa yang bersangkutan.  Tentu hal ini tidak adil,menimbulkan ketimpangan-ketimpangan antara desa yang memiliki potensisumberdaya yang berbeda, maupun ketimpangan dalam penangananpermasalahan yang dihadapi.

Maryunani (2002) telah melakukan penelitian mengenai alokasi dana desa di empatkabupaten yaitu Kabupaten Jombang, Malang, Lumajang dan Tuban.  Salah satukesimpulan yang didapat adalah mengenai pola pengalokasian dana yang relatifbervariasi.  Kabupaten Jombang, misalnya, pada tahun 2002 menentukan alokasidana yang sama untuk semua desa yaitu 10 juta untuk biaya operasional desa dan10 juta untuk pengembangan desa.  Disamping itu sejumlah 30 juta disediakan bagisetiap desa sebagai bentuk stimulan.  Kabupaten Malang mengalokasikan danauntuk desa dengan formula yang menekankan aspek pemerataan dengan catatanbahwa setiap desa akan menerima minimal 12 juta.  Variabel-variabel yangdipertimbangkan adalah (1) variabel kebutuhan desa, (2) variabel potensi desa dan(3) variabel insentif.  Variabel kebutuhan ditentukan oleh parameter luas wilayah,jumlah penduduk dan proporsi keluarga miskin.  Variabel potensi desa diproksikandengan menggunakan rasio baku PBB dengan luas wilayah per desa ; sedangkanvariabel insentif diukur dengan proporsi realisasi pelunasan PBB dengan baku PBB. Kabupaten Lumajang menetapkan alokasi dananya ke desa dengan jumlah yangsama untuk setiap desa, yaitu 15 juta yang terdiri dari 3 juta untuk alokasi kegiatanPKK dan 12 juta untuk operasional desa.  Kabupaten Tuban mengembangkan modelperhitungan dengan mempertimbangkan variabel yang lebih luas.  Di sampingvariabel-variabel yang dipertimbangkan di Kabupaten Malang, juga diperhatikanvariabel keterjangkauan (diukur dengan jarak desa dari ibukota kecamatan,keberadaan industri dan program pemberdayaan desa yang diterima pada tahunsebelumnya.  Dengan menggunakan pendekatan tersebut, Kabupaten Tubanmenyalurkan dana untuk desa dengan kisaran 25 juta sampai 131 juta.

Pada beberapa kabupaten telah ada kesadaran untuk lebih mengimplementasikanlebih lanjut kedua UU tersebut dengan melakukan upaya-upaya penyusunan Perdamengenai Alokasi Dana Desa, sedangkan pada beberapa kabupaten lain inisiatif inibelum kelihatan sehingga terjadi penekanan dari kalangan bawah baikpemerintahan desa maupun kalangan masyarakat umum.

Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (2005), melakukan penelitian mengenaikebijakan Alokasi Dana Desa di 6 kota yaitu Kabupaten 50 Kota Sumatera Barat,Kabupaten Selayar Sulawesi Selatan, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Magelang,Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Tuban.  Dikatakan bahwa kelahiran ADD dienam kabupaten penelitian ini dilatarbelakangi oleh bebeberapa faktor seperti (1)

page 18 / 23

Page 19: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

romantisme dan semangat mengisi otonomi daerah, (2) kebijakan memanfaatkanUU no 22 tahun 1999 sebagai kerangka landasan mewujudkan otonomi desa yangideal, (3) merespon tuntutan proposal pembangunan desa yang kompleks, (4)tututan dari masyarakat sipil dan jaringan LSM, dan (5) kebijakan populis bupati.Keenam faktor itu tidak muncul semuanya di setiap kabupaten dan setiapkabupaten nampaknya mempunyai kecenderungan memiliki konteks kelahiranyang khas. Faktor pertama itu nampaknya hanya muncul di Kabupaten 50 Kota,sedangkan faktor kedua itu terutama muncul di Kabupaten Selayar dan Jayapura,dan disusul kemudian di semua Kabupaten. Ini artinya bahwa pihak eksekutif danlegistatif di Kabupaten memandang bahwa UU No. 22 tahun 1999 memberikanamanat untuk menghidupkan desa sebagai pemerintahan terbawah dapatmenjalankan fungsi adminsitrasi pemerintahan dan pembangunan serta pelayananpublik. Adapun faktor keempat itu terutama muncul di Kabupaten Sumedang danTuban, sedangkan faktor kelima muncul di semua kabupaten. Ini artinya bupatimerupakan aktor yang penting di dalam memprakrasi kebijakan ADD tersebut.

Dikatakan pula bahwa inisiatif penyusunan perda mengenai ADD tersebut dapatdua pendekatan.  Pertama, bahwa inisiatif ini berasal dari kalangan eksekutifpemerintahan kabupaten.  Hal ini dilandasi oleh semangat pengimplementasian UUmengenai otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah.  Kondisiini terlihat di Kabupaten 50 Kota, Selayar dan Jayapura.  Sedangkan pendekatanyang kedua adalah berdasarkan aspirasi dari bawah, artinya bahwakelompok-kelompok masyarakat menginginkan adanya pengaturan alokasi danadesa.  Kondisi ini terjadi di Kabupaten Magelang, Sumedang dan Tuban. DiMagelang, kelompok masyarakat yang turut mendorong lahirnya kebijakan ADDtersebut adalah Perkasa yaitu asosiasi atau Pekumpulan Kepala Desa se KabupatenMagelang serta adanya juga dorongan dari Program Pembaharuan TataPemerintahan Daerah (P2TPD) dan Program dasar Pembangunan Partisipatif (PDPP).Sedangkan di SumedangSebelum kebijakan pemda dirumuskan, di KabupatenSumedang umumnya diawali dengan pertemuan informal antara Bupati denganDPRD yang dimaksudkan untuk menyamakan persepsi tentang perumusanmasalah, penentuan alternatif kebijakan dan pokok-pokok substansi yang akandirumuskan dalam kebijakan Pemerintah Daerah.

Setelah disepakati dan diundangkan Perda-perda tentang Pengaturan Desa,dikalangan eksekutif dan legislatif muncul pikiran-pikiran tentang OTONOMI DESA.Pikiran-pikiran tersebut diawali dengan pengalaman singkat dari implementasiotonomi daerah. Kalau pemerintah telah melakukan Otonomi Daerah yang disertaidengan desentralisasi fiskal, maka Eksekutif dan Legislatif di Kabupaten Sumedangjuga berpikiran positif tentang desentralisasi fiskal kabupten ke desa. Disepakatioleh mereka, bila DESA telah KUAT maka KABUPATEN pun akan KUAT, dan untuk ituperlu ada perimbangan keuangan antara Kabupaten dengan Desa/Kelurahan.

page 19 / 23

Page 20: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

Melalui Dana Perimbangan Desa akan muncul: Penguatan Lembaga PemerintahanDesa dan Lembaga Kemasyarakatan di Desa/Kelurahan, dan Peningkatanpartisipasi masyarakat dalam bidang pemerintahan, pembangunan dankemasyarakatan.

Kebijakan ADD di Sumedang menetapkan menghasilkan kesepakatan sebagaiberikut. Pertama: Dana Perimbangan Desa (DPD), sekurang-kurangnya sebesar 10%dari: Pendapatan Asli Daerah + (Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerahsetelah dikurangi gaji Pegawai/PNS) + Bagi hasil pajak Propinsi. Kedua: Diupayakanjumlah DPD meningkat nilai/jumlah rupiahnya setiap tahunnya. Ketiga: Bupatimembuat rambu-rambu dalam pelaksanaannya setiap tahun.

Setelah Dana Perimbangan Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah, makadampak yang terjadi pada saat itu menurut DPRD adalah: (1) Unjuk rasamasyarakat mulai menurun.(2) Iklim demokratisasi berkembang. (3) Peningkatanprakarsa masyarakat dalam berbagai segi secara umum semakin baik. dan (4)Surat-surat dari masyarakat yang ditujukan kepada DPRD semakin banyakterutama yang menyangkut kepemimpinan Kepala Desa dan ketidaktepatanpenggunaan DPD.

Keseriusan juga diperlihatkan oleh pemerintah Kabupaten Tuban.  Pada tataranyuridis keseriusan ini terlihat dengan diterbitkannya 13 Perda yang khususmengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan desa. Kemudian dalam rangkamendukung keuangan desa dan sebagai wujud menciptakan adanya rasa keadilanantara Pemda dan desa telah ditetapkannya 2 buah Perda, yaitu Perda No.7 tahun2003 tentang Bagian Desa dari hasil penerimaan pajak daerah dan retribusi daerahkemudian Perda No.6 tahun 2004 tentang bagian desa dari hasil penerimaan pajakbumi dan bangunan. Pada tataran implementasi keseriusan Pemda terlihat jelasmelalui penyediaan sejumlah dana untuk mendukung kelancaran penyelenggaraanpembangunan dan penguatan kelembagaan desa/kelurahan melalui apa yangdisebut dengan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) yang efektifpelaksanaannya sejak tahun 2001.

Pijakan Pemda Tuban dalam upaya memperkuat posisi desa khususnya dalamrangka memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desadidasarkan pada Renstra 2001-2006. Kendatipun Renstra kekuatan hukumnya dibawah Perda, namun posisi Renstra dalam kebijakan pembangunan di Tuban cukupkuat dalam menentukan visi,misi,tujuan, sasaran, kebijaksanaan, program dan

page 20 / 23

Page 21: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

kegiatan karena Renstra tersebut mengacu pada Perda No.27 tahun 2001. Renstrakabupaten Tuban terdiri dari dua kebijakan yang secara langsung maupun tidaklangsung mengutamakan pemberdayaan desa. Pertama: kebijakan bidangpembangunan, ketentraman masyarakat dan ketertiban umum dengan fokus padaprogram pengentasan kemiskinan melalui pola pemberdayaan masyarakat. Kedua:kebijakan bidang politik, pada sub bidang pemerintahan desa dengan fokus padapemberdayaan masyarakat melalui percepatan pembangunan pedesaan.Berdasarkan pada kedua kebijakan tersebut Pemda Tuban melalui Surat Bupatimengeluarkan pedoman pelaksanaan PPM yang setiap tahunnya mengalamipenyesuaian. Munculnya dua kebijakan antara pengentasan kemiskinan danpemberdayaan masyarakat sebagai dua isu yang saling terkait mengungkapkankuatnya komitmen Pemda untuk menguatkan pemerintahan desa danpemberdayaan masyarakatnya.

Berdasarkan kasus di atas, kiranya pola pengalokasian dana desa yang paling tepatadalah dengan menggunakan suatu formula tertentu yang sesuai dengankarakteristik dan potensi desa masing-masing.  Beberapa faktor yang kiranya dapatdisimpulkan menjadi faktor penentu besarnya alokasi dana desa adalah  :

(1)   Variabel kebutuhan desa

1. Luas wilayah desa2. Jumlah penduduk3. Proporsi penduduk miskin terhadap total penduduk4. Aksesibilitas wilayah desa dari pusat pemerintahan di atasnya yaitu ibukota

kecamatan maupun kabupaten

(2)   Variabel potensi sumberdaya desa

1. Banyaknya sumberdaya desa yang dieksploitasi

(3)   Variabel insentif

1. Tingkat pencapaian program yang diperbantukan oleh pemerintah diatasnya(keberhasilan program KB, pembayaran PBB, pencapaian produksi pertanian

page 21 / 23

Page 22: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

dll)2. Dana-dana kompetitif yang diberikan kepada desa sesuai dengan usulan

kegiatan yang diajukan kepada pemerintah kabupaten

Urgensi Peraturan Daerah Mengenai Alokasi Dana Desa

Mengingat pentingnya Alokasi Dana Desa dalam mendukung perencanaan danpelaksanaan pembangunan partisipatif di tingkat desa, perlu didukung oleh aspeklegal yang berupa peraturan daerah.  Beberapa alasan mengenai pentingnyaperaturan daerah yang mengatur Alokasi Dana Desa adalah sebagai berikut :

Peraturan daerah mengenai ADD merupakan implementasi lebih lanjut dari UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentangperimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang belummengatur secara rinci mengenai alokasi dana desa tersebut.

Memungkinkan adanya kepastian hukum yang memberikan justifikasi yang kuatdan memudahkan pemerintahan kabupaten dalam mengalokasikan anggarannyakepada masing-masing desa.  Hal ini dapat mengantisipasi berbagai tuntutanmasyarakat dan pemerintah desa berkenaan dengan hak-hak mereka memperolehpembiyaan pembangunan desanya berdasarkan potensi dan kebutuhan setempat.

Memudahkan pemantauan dan pengukuran kinerja pembangunan yangdilaksanakan.  Hal ini dimungkinkan karena ADD tidak diberikan sama rata, tetapiberdasarkan formulasi-formulasi yang mengacu pada indikator-indikatorpembangunan

Memberikan peluang kepada pemerintahan desa untuk merencanakan danmelaksanakan pembangunan di wilayahnya sesuai dengan potensi, permasalahandan kreatifitasnya masing-masing.  Pemerintahan desa relatif lebih memahami

page 22 / 23

Page 23: Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan ...anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Iin Solihin-Tinjauan... · Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi

Iin Solihin | Tinjauan Kritis Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif Dan Alokasi Dana DesaCopyright Iin Solihin [email protected]://iin_solihin.staff.ipb.ac.id/2010/04/06/tinjauan-kritis-pelaksanaan-perencanaan-partisipatif-dan-alokasi-dana-desa/

permasalahan dan karakteristik masyarakatnya, sehingga diharapkanpembangunan yang dilaksanakan akan lebih tepat sasaran. Lebih dari itu akanterbangun pemerintahan desa yang kuat yang menjadi ujung tombakpembangunan kabupaten secara keseluruhan.

Daftar Pustaka

Forum Pengembangan Pembaharuan Desa, 2005. ADD Lahir Desakan Atas danBawah.  Media Pembaharuan Desa. Jakarta

Sidik, M. 2002.  Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah yangMengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional. Makalah disampaikan pada SeminarNasional “Public Sector Scorecard” Jakarta, 17-18 April 2002

Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 050/987/SJtanggal 5 Mei 2003, SE Menteri Dalam Negeri dan Menteri PPN/Kepala Bappenas No.1354/M.PPN/03/04 dan 050/744/SJ, tanggal 24 Maret 2004 Pedoman PelaksanaanMusyawarah Perencanaan Pembangunan MUSRENBANG  dan PerencanaanPartisipatif Daerah

Undang-undang no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang no. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah

[1] Makalah Disampaikan Pada Lokakarya Penguatan Peranserta Masyarakat danPerimbangan Keuangan Kabupaten-Desa Melalui Alokasi Dana Desa (ADD),Pelabuhan Ratu 5-6 April 2005

[2] Staf Pengajar IPB

page 23 / 23