memperbaiki indonesia di mata dadang solihin

12
Sumber: Halaman 10 Edisi 69 Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin (Bagian 1) Hal ini dikatakan Drs Dadang Solihin MA, Kepala Sub-Direktorat Informasi Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas pada suatu ketika. Sehingga dengan kesadaran ini, kata Dadang, seluruh pihak harus semakin serius dalam menangani persoalan korupsi ini, bukan dicampur-adukkan dengan politik dan kepentingan tertentu. Sebab akibat dari korupsi ini akan ditanggung oleh rakyat banyak. Dadang mengungkapkan beberapa penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa praktek- praktek korupsi banyak terjadi di negara-negara yang memiliki ciri- ciri: pertama, yang sedang mengalami masa transisi dari pemerintahan yang otoriter kepada demokrasi dan ekonomi pasar (Patrick Glynn et al, 1997); kedua, yang memiliki sumber daya alam (SDA) melimpah (Warner, 1995); ketiga, yang memiliki banyak etnis (Shleifer dan Vishny 1993, Mauro 1994); dan keempat, yang pernah dijajah bangsa lain (Taylor dan Hudson 1972, Mauro 1997). Dan ternyata Indonesia adalah sebuah negara yang memenuhi kesemua ciri-ciri tersebut.. Pada pertemuan Medikom dengannya dalam sebuah acara di Bogor baru-baru ini, Dadang yang bertindak sebagai pembicara mengingatkan bahwa dari berbagai temuan empirik tersebut dan dari gelar—berdasarkan pemeringkatan terbaru— yang disandangnya sebagai 6 besar negara terkorup di dunia, serta dari praktek kehidupan sehari- hari, tampaknya Indonesia sudah masuk ke dalam kategori negara yang sudah ditakdirkan untuk dikorup, baik oleh warga negaranya maupun oleh pihak asing. Walau situasinya demikian buruk, namun Dadang percaya bahwa setiap orang masih dapat melakukan sesuatu untuk bangsa ini. “Kita harus tetap optimis bahwa bangsa ini akan menjadi bangsa yang maju,” kata Dadang, bahwa keadaan saat ini sebuah masa transisi. “Seperti orang yang sedang mengalami sakit demam tinggi, kelihatannya seperti sekarat, padahal hanya demam. Apabila mendisiplinkan diri dalam memakan obat dan serius berkeinginan sembuh, pasti dapat sembuh,” ujarnya. Dadang memang seorang yang selalu optimis. Namun, juga seorang yang realistis. Berbicara soal korupsi, sebagaimana pimpinannya di Bappenas, Kwik Kian Gie, Dadang juga tak kalah “galaknya”. Dia bahkan mengambil topik ini menjadi tesisnya untuk menyelesaikan program S-2-nya (1996) di University of Colorado, Den- ver, Amerika Serikat, yang berjudul Indonesia: Corruption and Growth”. Suatu subjek yang sangat sensitif pada masa itu. Sampai-sampai profesornya terheran-heran dan bertanya, “Apakah Kamu berani pulang ke Indonesia?” Tidak berhenti di situ. Pria berkeahlian Ekonomi Pembangunan, Pengembangan Masyarakat, Pembangunan Wilayah, Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, Kajian Kepemerintahan yang Baik, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, ini kembali memilih topik Economic of Corruption dan Good Governance untuk program S- 3-nya di Unpad, Bandung. Hal ini memang tidak terlepas dari komitmennya yang kuat untuk mendahulukan kepentingan rakyat. Putting People First” adalah motto hidup pria kelahiran Bandung 6 No- vember 1961 ini. Kita harus optimis, bangsa kita adalah bangsa yang besar, kata suami Dra Greesia Yudiastuti dan ayah 3 or- ang anak ini. Ia menyebutkan, banyak bangsa lain yang mengalami cobaan lebih berat dari yang dialami Indo- nesia. Namun ketika cobaan itu terjadi, mereka segera mengubah paradigma. Contohnya seperti Jepang dengan bom atomnya, Jerman dengan tembok Berlinnya. Ia berharap, Indoneisa dapat berubah sebelum cobaan yang terlalu besar terjadi, sehingga terlalu sulit untuk memperbaikinya kembali. Karena krisis yang terlalu berat dapat menjadikan Indonesia tinggal sejarah (gone with the wind) atau bangsa ini hanya menjadi masyarakat dunia kelas dua. Sehingga menurutnya, haruslah dimulai dari sekarang untuk semakin serius terhadap usaha pemberantasan dan pencegahan korupsi. Menurut pria yang telah banyak melakukan studi ke berbagai belahan dunia ini, langkah pemerintah melaksanakan paradigma otonomi daerah (otda) adalah sebuah langkah tepat. (Bersambung) Drs Dadang Solihin MA adalah Kepala Sub-Direktorat Informasi Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, tokoh muda dengan segudang pendidikan formal dan non formal, aktif menulis dan menyunting buku, pemimpin redaksi Jurnal “Visi Perencana”, mengelola mailing list dan situs www.dadangsolihin.com, mengajar di berbagai perguruan tinggi, peneliti, aktif di berbagai kegiatan dan tim FENOMENA korupsi di Indonesia analog dengan seorang anak laki-laki yang sejak kecil sudah senang mengenakan rok, lipstik, dan bermain boneka. Apabila dibiarkan terus, besarnya nanti menjadi waria. Begitu juga Bangsa Indonesia yang memiliki ciri-ciri tersebut harus memiliki sikap yang ekstra hati-hati terhadap kecenderungan korupsi.

Upload: dadang-solihin

Post on 10-Nov-2014

1.447 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

Koran MEDIKOM Bandung tahun 2004

TRANSCRIPT

Page 1: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 10 Edisi 69

Memperbaiki Indonesia di

Mata Dadang Solihin(Bagian 1)

Hal ini dikatakan Drs DadangSolihin MA, Kepala Sub-DirektoratInformasi Tata Ruang danPertanahan Bappenas pada suatuketika. Sehingga dengan kesadaranini, kata Dadang, seluruh pihakharus semakin serius dalammenangani persoalan korupsi ini,bukan dicampur-adukkan denganpolitik dan kepentingan tertentu.Sebab akibat dari korupsi ini akanditanggung oleh rakyat banyak.

Dadang mengungkapkanbeberapa penelitian ilmiah yangmenunjukkan bahwa praktek-praktek korupsi banyak terjadi dinegara-negara yang memiliki ciri-ciri: pertama, yang sedangmengalami masa transisi daripemerintahan yang otoriter kepadademokrasi dan ekonomi pasar(Patrick Glynn et al, 1997); kedua,yang memiliki sumber daya alam(SDA) melimpah (Warner, 1995);ketiga, yang memiliki banyak etnis

(Shleifer dan Vishny 1993, Mauro1994); dan keempat, yang pernahdijajah bangsa lain (Taylor danHudson 1972, Mauro 1997). Danternyata Indonesia adalah sebuahnegara yang memenuhi kesemuaciri-ciri tersebut..

Pada pertemuan Medikomdengannya dalam sebuah acara diBogor baru-baru ini, Dadang yangbertindak sebagai pembicaramengingatkan bahwa dariberbagai temuan empirik tersebutdan dari gelar—berdasarkanpemeringkatan terbaru— yangdisandangnya sebagai 6 besarnegara terkorup di dunia, sertadari praktek kehidupan sehari-hari, tampaknya Indonesia sudahmasuk ke dalam kategori negarayang sudah ditakdirkan untukdikorup, baik oleh warganegaranya maupun oleh pihakasing.

Walau situasinya demikianburuk, namun Dadang percayabahwa setiap orang masih dapatmelakukan sesuatu untuk bangsaini. “Kita harus tetap optimisbahwa bangsa ini akan menjadibangsa yang maju,” kata Dadang,bahwa keadaan saat ini sebuahmasa transisi.

“Seperti orang yang sedangmengalami sakit demam tinggi,kelihatannya seperti sekarat,padahal hanya demam. Apabilamendisiplinkan diri dalammemakan obat dan seriusberkeinginan sembuh, pasti dapatsembuh,” ujarnya.

Dadang memang seorang yangselalu optimis. Namun, jugaseorang yang realistis. Berbicarasoal korupsi, sebagaimanapimpinannya di Bappenas, KwikKian Gie, Dadang juga tak kalah“galaknya”.

Dia bahkan mengambil topikini menjadi tesisnya untuk

menyelesaikan program S-2-nya(1996) di University of Colorado, Den-ver, Amerika Serikat, yang berjudul“Indonesia: Corruption and Growth”.Suatu subjek yang sangat sensitif padamasa itu. Sampai-sampai profesornyaterheran-heran dan bertanya, “ApakahKamu berani pulang ke Indonesia?”

Tidak berhenti di situ. Priaberkeahlian Ekonomi Pembangunan,Pengembangan Masyarakat,Pembangunan Wilayah,Pengembangan Usaha Kecil danMenengah, Kajian Kepemerintahanyang Baik, Desentralisasi dan OtonomiDaerah, dan Pengembangan SumberDaya Manusia, ini kembali memilihtopik Economic of Corruption danGood Governance untuk program S-3-nya di Unpad, Bandung.

Hal ini memang tidak terlepas darikomitmennya yang kuat untukmendahulukan kepentingan rakyat.“Putting People First” adalah mottohidup pria kelahiran Bandung 6 No-vember 1961 ini.

Kita harus optimis, bangsa kitaadalah bangsa yang besar, kata suamiDra Greesia Yudiastuti dan ayah 3 or-ang anak ini. Ia menyebutkan, banyak

bangsa lain yang mengalami cobaanlebih berat dari yang dialami Indo-nesia. Namun ketika cobaan ituterjadi, mereka segera mengubahparadigma. Contohnya sepertiJepang dengan bom atomnya,Jerman dengan tembok Berlinnya.

Ia berharap, Indoneisa dapatberubah sebelum cobaan yangterlalu besar terjadi, sehingga terlalusulit untuk memperbaikinyakembali. Karena krisis yang terlaluberat dapat menjadikan Indonesiatinggal sejarah (gone with the wind)atau bangsa ini hanya menjadimasyarakat dunia kelas dua.Sehingga menurutnya, haruslahdimulai dari sekarang untuk semakinserius terhadap usahapemberantasan dan pencegahankorupsi.

Menurut pria yang telah banyakmelakukan studi ke berbagaibelahan dunia ini, langkahpemerintah melaksanakanparadigma otonomi daerah (otda)adalah sebuah langkah tepat.(Bersambung)

Drs Dadang Solihin MA adalahKepala Sub-Direktorat Informasi

Tata Ruang dan PertanahanBappenas, tokoh muda dengan

segudang pendidikan formal dannon formal, aktif menulis danmenyunting buku, pemimpin

redaksi Jurnal “Visi Perencana”,mengelola mailing list dan situs

www.dadangsolihin.com,mengajar di berbagai perguruantinggi, peneliti, aktif di berbagai

kegiatan dan tim

FENOMENA korupsi diIndonesia analog dengan

seorang anak laki-lakiyang sejak kecil sudah

senang mengenakan rok,lipstik, dan bermain

boneka. Apabila dibiarkanterus, besarnya nanti

menjadi waria. Begitujuga Bangsa Indonesiayang memiliki ciri-ciri

tersebut harus memilikisikap yang ekstra hati-hati

terhadap kecenderungankorupsi.

Page 2: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 10 Edisi 69

Setelah diberlakukannya UU 22/1999 dengan berbagaiperaturan pelaksanaannya telah terjadi berbagaipermasalahan di antaranya:

(1). Kemitraan yang Tidak Jelas. Kemitraan sejajarsangat merancukan. Posisi yang kuat dari Kepala Daerahdalam era Orde Baru telah menyulitkan hubungannyauntuk menjadi subordinasi dari DPRD sebagai wakilrakyat. Sedangkan era reformasi adalah era kedaulatanrakyat yang dimanifestasikan oleh wakil-wakil rakyat.

(2). Ekses dari Meningkatnya Kewenangan DPRD.Karena Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD,sering timbul kesewenang-wenangan pihak legislatifterhadap eksekutif.

(3). Kerancuan LPJ. Moment LPJ sering dijadikansebagai instrumen untuk menjatuhkan Kepala Daerahyang kurang disenangi tanpa terkait secara jelas denganukuran kinerja sebagai alat pengukur. PemahamanRenstra dan Pengukuran Kinerja yang masih lemah,menyebabkan LPJ lebih memiliki nuansa politik yangsubyektif dibandingkan didasarkan atas penilaian hasilkinerja obyektif.

(4). Kuatnya Pengaruh Parpol dalam ProsesPemilihan Kepala Daerah. Dalam beberapa kasus,pengaruh Partai Politik terhadap fraksi sering tidakseirama dalam proses pemilihan Kepala Daerah.Akibatnya sering terjadi konflik internal partaimengimbas kepada proses pemilihan Kepala Daerah.

(5). Kurang Terserapnya Aspirasi Masyarakat olehDPRD. Dalam konteks persoalan Daerah, seringmasyarakat menyampaikan protesnya ke tingkat Pusat.Ini berarti mekanisme penyerapan aspirasi di tingkatlokal masih terkendala.

(6). Campur Tangan DPRD dalam PenentuanPenunjukan Pejabat Karier. Terdapat kecenderungandari DPRD untuk mencampuri penentuan pejabat dalammenduduki jabatan-jabatan karier yang ada di Daerah.Akibatnya terdapat kecenderungan Pegawai daerahuntuk mencari dukungan dari DPRD sehingga sulitmenciptakan netralitas pegawai.

(7). Masih Kurangnya Pemahaman DPRD TerhadapPeraturan Perundangan. Anggota DPRD banyak yangmasih belum mampu memahami secara utuh peraturanperundangan tentang otonomi. Hal inilah yangmenyebabkan munculnya perbedaan persepsi antara

Pada era otonomi daerah, menurut saya ada situasi yangterbalik. Kalau dulu, eksekutif adalah segala-galanya.Dengan kata lain legislatif cenderung manut. Sekarang,legislatif posisinya di atas. Eksekutif seakan adaketakutan terhadap legislatif. Kenapa kondisi ini sampaiterjadi?Ahmad Istiqlal (guru), Antapani Bandung

Segala Hal tentang Otda

Anda Bertanya Dadang Solihin Menjawab

PENGASUH menerima pertanyaan seputar masalah otonomi daerah. Pertanyaandialamatkan ke Redaksi Medikom Jln Peta 149 A Bandung 40233

e-mail: [email protected] atau [email protected]

pihak eksekutif dengan pihak legislatif di Daerah dalammenyikapi masalah-masalah pemerintahan daerah..

(8). Kurangnya Kompetensi Anggota DPRD danLemahnya Networking . Kurangnya kompetensikebanyakan anggota DPRD dalam bidang pemerintahansering juga kurang diikuti dengan pembentukan jaringankerja sama (networking) dengan lembaga-lembaga yangmempunyai kompetensi dalam bidang pemerintahandaerah.

Persoalan utama penyebab sering munculnya konflik antaraKepala Daerah adalah diberikannya kewenangan yang kuatkepada DPRD dalam hubungannya dengan Kepala Daerah.UU 22/1999 mengatur bahwa Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD. Bahkan dalam PP 108/2000 dinyatakan,Kepala Daerah dapat diberhentikan manakala LPJ-nya tidakditerima DPRD.

Padahal kalau mengacu pada sistem Pemerintahan Daerahyang dianut UU 22/1999, seyogyanya hubungan DPRD denganKepala Daerah bersifat “Kolegial”. Argumennya, tidak dikenaladanya oposisi dan semua anggota DPRD baik dari partaimenang ataupun kalah bersama-sama memilih Kepala Daerah.Konstruksi tersebut yang menjadi dasar hubungan yangbersifat kolegial atas dasar kemitraan dan musyawarah.

Praktek yang terjadi hubungan Kepala daerah dan DPRDcenderung berhadapan secara diametrik. Hubungan tersebutlebih merefleksikan adanya pemisahan yang tegas antara DPRDdengan Kepala Daerah. Hal ini akan kondusif kalau DPRDdan Kepala Daerah masing-masing dipilih langsung olehrakyat.

Kalau bentukan seperti sekarang dipertahankan terus, makaKepala daerah adalah sub ordinasi dari DPRD dan bukan mitrayang sejajar karena ybs. bertanggung jawab kepada DPRD dandipilih langsung oleh DPRD. Terlihat adanya inkonsistensidalam UU 22/1999 dalam menyikapi hubungan Kepala Daerahdengan DPRD. Hal ini terjadi karena selama tiga dekade posisiKepala Daerah jauh lebih kuat dari DPRD. Terlihat adanyakeragu-raguan dalam UU 22/1999 untuk memposisikan DPRDsebagai atasan Kepala Daerah, walaupun dalam kegiatannyamereka bermitra seperti hubungan komisaris (DPRD) dengandireksi (Kepala Daerah) dalam dunia bisnis.

Di samping itu, urgensi dari perwakilan muncul dariperlunya akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.Rakyat selaku citizens telah memberikan legitimasi politikmelalui pemilihan umum kepada partai politik untukmenjalankan aspirasi rakyat. Oleh karena itu sudahseyogyanya pemerintah daerah memberikan akuntabilitasnyakepada masyarakat sebagai warga yang dilayaninya.(*)

Drs Dadang Solihin MA, Kepala Sub-DirektoratInformasi Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas

Page 3: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 10 Edisi 70

Memperbaiki Indonesia di

Mata Dadang Solihin(Bagian 2)

Langkah pemerintahmelaksanakan paradigma

otonomi daerah (otda) adalahsebuah langkah tepat

DENGAN OTONOMI daerahpengawasan terhadap KKN semakindekat dengan masyarakat sehinggamenjadi lebih efektif dan efisien.Walaupun masih ada beberapa praktekkorupsi yang serupa dengan masa lalu,namun itu adalah sebuah proses ke arahperubahan paradigma Good Gover-nance yang menuntut akanakuntabilitas, partisipasi dantransparansi.

Pekerjaan rumah yang harusdiselesaikan oleh bangsa ini sungguhsangat bertumpuk-tumpuk. Negara-negara lain telah menyelesaikanpermasalahan poverty relief padadekade 1940-an, pendekatan projectsto help people help themselves telahdiselesaikan pada dekade 1950-an, danpilihan development plans and strate-gies telah dilewati dengan pada dekade1960-an.

Demikian pula pendekatan proyektelah berubah menjadi pendekatan pro-gram terpadu pada dekade 1970-an,kebijakan stabilization and structuraladjustment adalah agenda yang sudahdiselesaikan negara-negara lain padadekade 1980-an. Dan mereka telahmenyelesaikan agenda good gover-nance pada dekade 1990-an.

Kalau ingin selamat, Indonesiaharus menyelesaikan semua PR inidalam waktu yang bersamaan. Suatuhal yang mustahil memang. “Tetapidengan mengetahui keadaan sedinimungkin, seperti analogi anak keciltadi, akan membantu kita dalammenyelesaikan permasalahan. Danbangsa Indonesia masih memilikimodal yang besar,” tutur karyawanBappenas yang juga Puket III Sekolah

Tinggi Ilmu Administrasi KawulaIndonesia (STIAKIN) Jakarta ini.

*****Sebagai seorang Muslim Dadang

yakin kalau Allah SWT tidak pernahmemberikan cobaan kepada umat-Nya diluar kemampuan menerimacobaan itu. Dan Allah SWT jugatidak akan mengubah nasib suatubangsa, kalau bangsa itu sendiritidak mau berubah.

Ini sejalan dengan filosofihidupnya yang sangat sederhana,yang dalam bahasa Sundadisebutnya “Ulah unggut kalinduan,ulah gedag kaanginan” yang berartikonsisten dan konsekuen terhadapkebenaran. Jika benar jangan takutdan terus maju.

Filosofi ini dianutnya daripengasuhan kedua orang tuanya.Ayahnya seorang prajurit Siliwangipada zaman revolusi danpenyandang 10 bintang gerilya.Namun setelah masa pengungsiandari Yogyakarta, beralih kekepolisian. Ibunya adalah seorangaktivis organisasi “Aisyiyah” dan“Persatuan Islam Isteri” (Persistri)sambil berjualan kecil-kecilan.

Ia berasal dari keluarga besar, 15orang bersaudara, tapi meninggal 4orang pada zaman pengungsian,sekarang tinggal 11 orang. Sebagianbesar bekerja sebagai PNS dantentara. Ia hidup dan dibesarkandalam keluarga sederhana. Pangkatterakhir ayahnya adalah perwirapertama polisi di Poltabes 86Bandung. Pada tahun 1988 ayahnyawafat dan dimakamkan di TamanMakam Pahlawan Cikutra

Bandung, berselang lima tahun dariibunya yang meninggal pada tahun 1983.

Dadang Solihin lahir di Bandung, 6November 1961. Sejak SD sampai lulusS1, ia selesaikan semua di Bandungdengan hasil yang baik. Lulus dari SD, iamasuk ke SMP Negeri 1 Bandung, yangdikenal sebagai sekolah unggulan,sekolah anak-anak pandai. Selepas SMPia masuk ke SMA Negeri 3 Bandungyang hampir 90% lulusannya masuk ITB.Tetapi ketika Perintis (seleksi masuk PTkala itu) diadakan, Dadang terserang sakittifus sehingga kesempatan untukmemasuki universitas negeri hilang.Akhirnya, pada tahun itu juga ia kuliahdi Universitas Katolik Parahyanganmengambil Fakultas Ekonomi jurusanIlmu Ekonomi dan Studi Pembangunan.

Pada tahun berikutnya ia mengikuti tesmasuk UNPAD mengambil jurusansastra Inggris dan ternyata lulus.Tujuannya kuliah jurusan bahasa Inggrisuntuk meningkatkan kemampuanmembaca literatur ekonomi berbahasaInggris. Tapi karena ternyata tugas-tugasdi jurusan sastra Inggris sangat banyak,akhirnya ia berpikir untuk berfokus sajapada kuliahnya di UNPAR.

Selama kuliah, Dadang juga tergabungdi senat mahasiswa, resimen mahasiswadan berbagai kegiatan kemahasiswaanlainnya. Setelah lulus dari UNPAR, iasempat bergabung sebagai Staf

Administrasi Keuangan pada SecondUniversity Development Project(World Bank XVII), Direktorat JenderalPendidikan Tinggi, DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,1987-1988. Baginya pekerjaan itumerupakan sebuah pengalaman kerjapertama sebelum memasukilingkungan Bappenas.

Sebelum menetapkan satu pilihantempat bekerja, Dadang sempatditerima bekerja di DepartemenPertanian untuk wilayah Jawa Barat,Departemen Keuangan, DepartemenPerdagangan dan Bappenas. Hal itubisa terjadi karena banyaknya diamengirimkan surat lamaran dalamwaktu relatif yang bersamaan.

Setelah sempat bekerja rangkap,akhirnya Dadang memilih Bappenassebab ia melihat pekerjaan yangdiserahkan kepadanya memilikicakupan yang lebih luas.

*****Dadang sering mendengar

celetukan bahwa di jaman Orba “lebihenak” dibanding jaman reformasiapalagi dengan diberlakukannyaotonomi daerah. Tentang itu Dadanghanya menimpali sederhana. “Tapi itudibayar dengan mahal, karenaSoeharto melakukannya dengan caraotoriter!” kata Dadang di Bogor baru-baru ini.

(Bersambung)

Drs Dadang Solihin MA adalahKepala Sub-Direktorat Informasi

Tata Ruang dan PertanahanBappenas, tokoh muda dengan

segudang pendidikan formal dan nonformal, aktif menulis dan menyuntingbuku, pemimpin redaksi Jurnal “VisiPerencana”, mengelola mailing listdan situs www.dadangsolihin.com,

mengajar di berbagai perguruantinggi, peneliti, aktif di berbagai

kegiatan dan tim

Page 4: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 12 Edisi 73

Rie 2004

Memperbaiki Indonesia di

Mata Dadang Solihin(Bagian 3)

SEBELUMNYA, Dadang berujarbahwa langkah pemerintahmelaksanakan paradigma otonomidaerah (otda) adalah sebuah langkahtepat. Namun ingat, langkah tepatsaja tidak berarti tujuan telahtercapai. Berarti membutuhkan jugaketekunan dan kegigihan. Mestimenghadapi waktu dan rintanganyang terbentang.

Karena memang, pekerjaanrumah yang harus diselesaikan olehbangsa ini sungguh sangatbertumpuk-tumpuk. Negara-negaralain telah menyelesaikanpermasalahan poverty relief pada

Dadang seringmendengar

celetukan era Orbalebih enak.

Tentang itu diaberkomentar

sederhana, “Tapidibayar mahal,

karena dilakukandengan cara

otoriter.”

menyangkut kehidupan berbangsadan bernegara. Karena sejak bekerjadi Bappenas ditempatkan di biroperencanaan regional, maka daridulu Dadang sangat konsern denganpemikiran bagaimana pemerintahdapat semakin dekat denganmasyarakat.

Saat ini, pemikiran ini dikenaldengan istilah proses disentralisasi.Yang menarik dan lucu, banyak dariteman-temannya yang sudahbekerja sejak awal 1988, tetapiketika diadakan diskusi kembalimengenai perubahan-perubahanyang sedang berlangsung di bangsaini, merasa perubahan tersebutsedikit-banyak merugikan mereka.Lalu ia pun berusaha mengingatkankembali bahwa hal-hal inisebetulnya merupakan pikiran-pikiran awal mereka bersama, yaitusebuah cita-cita dimana pemerintahdapat sedekat mungkin denganmasya-rakat. Wewenang yangdidesen-tralisasikan akan membawakepada efisiensi sumber daya yangada.

Kehadiran UU 22 dan UU 25Tahun 1999 tentang PemerintahanDaerah sebenarnya (otda)merupakan cita-cita mereka daridulu. Namun, mungkin olehkesibukan selama ini, dan mungkinjuga karena ada jenis orang berbedaantara yang dibicarakan dengan apayang dipikirkannya, akhirnya timbulberbagai perbedaan persepsi.

Namun, yang ingin Dadangtekankan adalah bahwa hal ini(otonomi daerah) adalah sebuahreformasi besar dalam bidangpemerintahan dan birokrasi.(Bersambung)

Drs Dadang Solihin MA,adalah Kepala Sub-Direktorat

Informasi Tata Ruang danPertanahan Bappenas, pengajar/peneliti di berbagai PT, belajar disegudang pendidikan formal/nonformal, Pemimpin Redaksi “Visi

Perencana”, aktif menulis danmenyunting buku/paper,

pengelola bermacam mailing list/situs serta situs pribadi

www.dadangsolihin.com

final project paper berjudul“Pengaruh Korupsi TerhadapPertumbuhan Ekonomi di Indone-sia” awal tahun 1996 —danmempresentasikannya akhir tahunitu membuat para profesor pengajardan pengujinya terheran-heran danberkata, “Apakah kamu beranipulang ke Indonesia, kamudisekolahkan oleh negara tapimenuliskan tentang hal-hal yangsensitif seperti itu?”— Dadangmenemukan bahwa korupsi dapatmenurunkan tingkat investasi,sehingga menurunkan pula lajupertumbuhan ekonomi.

Dia mencermati, apabila Indone-sia dapat memperbaiki indeksbirokrasinya sehingga sejajar denganSingapura, maka tingkat investasi diIndonesia akan naik sebesar 18%,dan GDP per kapita akan naiksebesar 4,7%.

“Namun sayang sekali, padawaktu itu Indonesia sedang sibukdengan pujian dan tepuk tangandunia internasional, karena merasaberbagai program dan strategipembangunan berhasil, sehinggaseruan melalui tulisan itu tidakterdengar,” kata Dadang.

Ia dengan tegar mengatakanbahwa tulisan itu bertujuan untukmenya-darkan dan meyakinkanbahwa betapa signifikannyapengaruh korupsi terhadappertumbuhan ekonomi sebuahnegara.

ooo

Dadang menyadari perkem-bangan ilmu bergerak sangat cepatdibanding apa yang dimiliki dantelah dipelajari. Padahal iaberkeinginan menjadi seorangpelopor, menemukan hal-hal barudan menarik, kemudian menjadi or-ang pertama yang menulisnya.

Pada angkatannya terdapat sekitar100 orang bersama-sama memulaikarier di Bappenas dan sekarangrata-rata bergelar PhD dari luarnegeri. Mereka di awal-awal masakerja sering berdialog dalam forum-forum diskusi informal,membicarakan hal-hal yang

dekade 1940-an, pendekatanprojects to help people help them-selves pada dekade 1950-an, danpilihan development plans and strat-egies telah dilewati pada dekade1960-an.

Demikian pula pendekatanproyek menjadi pendekatan programterpadu pada dekade 1970-an,kebijakan stabilization and struc-tural adjustment pada dekade 1980-an, dan mereka telah menyelesaikanagenda good governance padadekade 1990-an. Tergambarbagaimana kita harus mengejarketertinggalan tersebut.

Padahal dulunya, bangsa kitapernah berada di depan. Buktinya,Dadang mengutip WS Rendra,ketika bangsa Eropa masih primitif,mereka memakan daging cukupdengan dibakar di atas kayu api.Pada saat itu di wilayah BumiPertiwi sudah mengenal santan,tempe bacem dan lain-lain.Teknologi makanan sudah maju,namun yang terjadi kemudian,seakan-akan saat ini Indonesia sudahketinggalan beberapa abad.

Bangsa kita, kata Dadang,memiliki kecenderungan mudahdipengaruhi, sampai-sampai dapatdijajah 350 tahun. Dan ternyata,yang menjajah bukanlah negeriBelanda yang kecil itu, tetapi hanyasebuah perusahaan dagang swasta(VOC) dengan memperalat orang-orang setempat dengan uang dankekuasaan.

Jadi tergambar bagaimana kitamesti mengejar ketertinggalan.“Kalau ingin selamat, Indonesiaharus menyelesaikan semua PR inidalam waktu yang bersamaan,”tegasnya, walau seakan hal yangmustahil, tetapi dengan mengetahuikeadaan sedini mungkin (sepertianalogi anak kecil sebagaimanadijelaskan pada edisi terdahulu),akan membantu kita dalammenyelesaikan permasalahan.

“Dan bangsa Indonesia masihmemiliki modal yang besar,”katanya mantap.

Banyak bergumul denganpersoalan finansial, menyelesaikan

Page 5: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 12 Edisi 73

Rie 2004

KARENA sejak bekerja di Bappenasditempatkan di biro perencanaan re-gional, maka dari dulu Dadang sangatkonsern dengan pemikiranbagaimana pemerintah dapatsemakin dekat dengan masyarakat.

Otonomi daerah merupakan cita-cita Dadang bersama teman-temanseangkatannya, sekitar 100 orangyang sama-sama memulai karier diBappenas, sekarang rata-rata bergelarPhD dari luar negeri.

Mereka di awal-awal masa kerjasering berdialog dalam forum-forumdiskusi informal, membicarakan hal-hal yang menyangkut kehidupanberbangsa dan bernegara. Orang-or-ang yang sepikiran dan satu cita-cita,yaitu bagaimana pemerintah dapatsedekat mungkin dengan masyarakat.Mereka meyakini wewenang yangdidesentralisasikan akan membawakepada efisiensi sumber daya yangada.

Jadi, kehadiran UU 22 dan UU 25Tahun 1999 menyangkutPemerintahan Daerah (otda)sebenarnya merupakan cita-citamereka dari dulu. Dadangmenekankan otonomi daerah adalahsebuah reformasi besar dalam bidangpemerintahan dan birokrasi

Menurut Dadang, Undang-undang22 dan 25 tahun 1999 adalah sebuahwahana baru bagi kita untukmembangun bangsa ini. UU iniadalah sesuatu yang bagus dan baik.Tetapi yang menjadi masalah adalahbahwa UU ini lahir pada masa krisis.Pada bulan Mei 1999 ditetapkan danmulai berlaku pada bulan Januari2001.

Padahal, awalnya, seperti padatahun 1997 di Indonesia terjadi El-nino dan La-nina dan berlanjut padatahun 1997-1998 krisis ekonomi danmoneter, pada masa-masa itu lahirundang-undang ini menyebabkandampak lebih berat serta diresponsdengan kurang siap.

Negara-negara lainmempersiapkan otonomi daerahdengan baik. Contohnya, Jepang

Memperbaiki Indonesia di

Mata Dadang Solihin(Bagian 4)

Negara-negaralain

mempersiapkanotonomi daerah

dengan baik.Contohnya,

Jepangmempersiapkanotonomi daerahselama 50 tahun

dalam kebutuhanstruktur dan

infrastrukturnya.

mempersiapkan otonomi daerahselama 50 tahun dalam kebutuhanstruktur dan infrastrukturnya.Pertama mereka mempersiapkanundang-undangnya, peraturanpemerintahnya, SDM dan jugagedung-gedung, dinas apa yang harusdibangun dan dinas apa yang harusdilikuidasi. Dan ketika waktunyasudah rampung dan otonomidigulirkan, tetap ada yang namanyabiro pembangunan Hokkaido di To-kyo (masih sentralistis). Inimenunjukkan bahwa dalammelaksanakan proses desentralisasi,Jepang ingin melaksanakan sesuaidengan kebutuhannya, tidak terburu-buru, dan tidak (usah) diatur olehpihak lain.

Mengapa Indonesia tidak bisaseperti itu? Sebab Indonesia selainmendapat tekanan dari dalam yangberupa gerakan reformasi pada tahun1998, juga mendapat tekanan dariluar, yang salah satunya adalah LoIdari IMF, dan tekanan-tekananlainnya. Itulah mengapa pelaksanaanproses desentralisasi di Indonesiasepertinya terburu-buru.

Contoh yang sangat dramatismungkin adalah kota Hiroshima,Jepang. Pada tahun 1945 ketika kotatersebut dihantam oleh bom atom,kota itu hancur dengan kekuatan bomyang menghasilkan panas 300 derajatcelcius di wilayah radius 10 km2.Kota itu hancur sama sekali dan faktamasih dapat terlihat hingga sekarang.Namun ketika ia mengunjungi kotaitu setelah 50 tahun sejak kejadiantersebut, ia mendapati Hiroshimasebagai kota yang dipenuhi dengangedung-gedung bertingkat dan saranaserta prasarana yang canggih, hutanyang semakin lebat, serta rakyat yanghidup sejahtera.

Lalu bandingkan dengan keadaanIndonesia pada tahun 1945. Saat ituIndonesia masih memiliki sumberdaya alam yang melimpah sertarelatif tidak punya hutang. Isi perutbumi ibu pertiwi masih dipenuhi olehgas alam pada lapisan paling bawah,

selanjutnya di bagian atasnya terdapatminyak bumi, batuan mineral sepertiemas, perak, dsb, lalu ada batu bara,serta di atas perut bumi ditumbuhioleh hutan tropis yang sangat kaya,dan kekayaan flora dan fauna lainnyayang tak ternilai. Apa yang terjadi diIndonesia 50 tahun kemudian?

Hal-hal inilah yang menjadiperhatiannya sejak lama. Bagaimanamasyarakat dapat mengetahui apayang patut mereka ketahui tentangnegara ini. Tidak seperti masa-masalalu di mana untuk mendapatkanbuku-buku Repelita saja sangat sulit.Sehingga alasan itulah yang terusmendorongnya untuk menulis buku-buku pendidikan bagi masyarakatyang mengangkat tema-temaotonomi daerah.

Menurut Dadang, saat ini masihbanyak masyarakat dan pejabat-pejabat daerah yang masih salahdalam mengartikan apa itu otonomidaerah. Padahal esensi dari otonomidaerah adalah penyerahankewenangan kepada tingkatpemerintahan yang paling dekatdengan masyarakat, yaitu desa.Ketika kita sudah sampai kepadatahap itu tidak usah lagi berbicaratentang aspirasi masyarakat atau“top-down, buttom-up.” Sebabkewenangan sudah ada di tanganmasyarakat. Masyarakat yangmenentukan akan kebutuhan merekabagi daerah mereka masing-masing.(Bersambung)

Drs Dadang Solihin MA,adalah Kepala Sub-Direktorat

Informasi Tata Ruang danPertanahan Bappenas, pengajar/peneliti di berbagai PT, belajar disegudang pendidikan formal/nonformal, Pemimpin Redaksi “Visi

Perencana”, aktif menulis danmenyunting buku/paper,

pengelola bermacam mailing list/situs serta situs pribadi

www.dadangsolihin.com

Page 6: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

produksi, distribusi hinggakonsumsi nasional, yang tetapmemperhatikan dukungan sumberdaya alam dan lingkungan.

Dadang cukup aktif terlibatdalam berbagai forum dan tampilsebagai pembicara yang terutamamengenai otonomi daerah,pemberdayaan ekonomi kerakyatan.Karena itu beberapa kata kunci yangsangat akrab dengan kehidupanDadang, yaitu demokratisasi,desentralisasi, transparansi,akuntabilitas dan partisipasi, dansejumlah kata lainnya yang sangatdikuasainya. Selain dalam forum/seminar dia juga menulis buku.Bahkan buku Dadang tentangotonomi daerah merupakan bestseller.

Mengenai desentralisasimisalnya, menurut Dadang, padamasa kini sudah merupakan suatukeharusan. Hampir tidak mungkinsistem sentralisasi diterapkan secarapenuh oleh suatu negara. Olehkarena itu desentralisasi merupakansuatu keniscayaan yang tidak bisadihindari untuk dilaksanakan.BERSAMBUNG

Drs Dadang Solihin MA, KepalaSub-Direktorat Informasi Tata

Ruang dan PertanahanBappenas, pengajar/peneliti di

berbagai PT, Pemimpin Redaksi“Visi Perencana”, menimba ilmu

dari segudang pendidikanformal/non formal, aktif sebagaipenulis/penyunting buku/ paper/

internet, termasuk situs pribadiwww.dadangsolihin.com

Memperbaiki Indonesia di Mata

Dadang Solihin

(Bagian 5)

“Ketika kita sudah sampai padatahap itu, tidak usah lagi berbicaratentang aspirasi masyarakat top-down atau bottom-up. Sebabkewenangan sudah ada di tanganmasyarakat. Masyarakat yangmenentukan kebutuhan bagi daerahmereka masing-masing,“ ujarDadang.

Pada tahap itu, ketika menerimaanggaran dari pusat, pemerintahkabupaten/kota menyerahkanlangsung kepada pemerintahandesa. Keuntungan yang diterima,dalam lingkungan desa masyarakatmengetahui dengan jelas ke manadana itu digunakan dan apa yangjadi kebutuhan mereka. Dan bila adapenyimpangan-penyim-pangan,akan lebih mudah diketahui dandiprediksi karena ada pengawasanlangsung dari masyarakat.

Dalam rangka melaksanakankonsep tersebut, Dadang bersama

menyangkut ekonomi kerakyatandan pemberdayaan masyarakat.

Di komunitas ini masyarakatdidorong terlibat dan bersikap kritisterhadap segala rancangankebijakan pemerintah daerah ataupusat. Dengan demikian, ketikasaatnya akan dilaksanakan sebuahperaturan tertentu tidak perlu lagiusaha sosialisasi, sebab masya-rakatsudah mengetahuinya sejak awal,bahkan terlibat di dalamnya.

Sambil mengelola komunitasdiskusi berbasis internet tersebut,untuk melengkapi perjuanganmembela rakyat kecil Dadangmeluncurkan situs pribadiwww.dadangsolihin.com. Situs inimengurai tentang otonomi daerah,ekonomi kerakyatan, pemikiran-pemikiran kekinian para tokohdalam mengkritisi kondisi masa kinidan datang. Dan lebih pentingadalah sarana untuk berkonsultasi,berdiskusi, mem-beri saran ataupertanyaan kepada para narasumber,yang akan direspon sesegeramungkin.

Saat ini ia juga menjabat sebagaianggota Badan Pendiri dan Sekre-taris Umum di Lembaga Pember-dayaan Ekonomi Kerakyatan, yaitusebuah lembaga profesional untukmembangun ekonomi kerakyatanyang berdaya saing, merata,bermoral, berkeadilan danberperikemanusiaan, serta responsifterhadap dinamika perubahan lokal,nasional dan internasionalberdasarkan asas kekeluargaan.

Lembaga ini juga berupaya untukmewujudkan sistem eko-nomipartisipatif yang memberikan aksesyang sebesar-besarnya secara adildan merata bagi seluruh lapisanmasyarakat, baik dari proses

Drs Dadang Solihin MA

Masih banyakmasyarakat dan pejabat

daerah salahmengartikan otda.Esensi otda adalah

penyerahankewenangan kepadatingkat pemerintahan

paling dekatdengan masyarakat,

yaitu desa.

Sumber: Halaman 07 Edisi 74

rekan-rekannya di Bappenasmenyusun program best practicesyaitu Initiatives for Local GovernanceReform, sebuah kerja sama antaraBank Dunia dan Pemerintah RI. Iasendiri dipercayakan sebagaisekretaris untuk Sekretariat Nasional.

Dari beberapa kabupaten di Indo-nesia, kita bisa banyak belajar tentanggood local governance, diantaranyadari Kabupaten Solok dengan sistempemerintahan nagarinya, dariKabupaten Bantul dengan jiwa entre-preneurship bupatinya, dan dariKabupaten Bandung yangmerencanakan kantor Bapedanyamenjadi “rumah perencanaan rakyat.”

Selain bekerja dalam lingkunganBappenas, ayah dari tiga putra-putriini juga mengelola sebuah komunitasdiskusi ekonomi kerakyatan di Ya-hoo-Groups, yang sudah memilikilebih dari 500 orang anggota dariseluruh dunia. Dalam komunitas inisetiap anggota saling memberimasukan dan kritik terhadap berbagaikebijakan pemerintah yang

Rie 2004

Page 7: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 10 Edisi 75

Rie 2004

MASA REMAJA, ia habiskan diKampung Babakan Sumedang,Desa Margahayu Selatan,Kabupaten Bandung. Kala itu,sekitar tahun 1978, perjalanan kesekolahnya di Jalan Belitung KotaBandung dari Margahayu hanyamemerlukan waktu 20 menitdengan berkendaraan sepeda mo-tor. Jika dari rumah di BabakanSumedang dia berangkat jamsetengah tujuh pagi, makasebelum jam tujuh sudah sampaidi sekolah.

Udara di Bandung saat itumasih bersih dan sama sekalitidak ada kemacetan lalu-lintas.Sepanjang perjalanan setiap pagike sekolah, di kiri kanan jalanmasih terhampar sawah yangluas. Namun, apa yang terjadi saatini, ketika dia melewati ruas jalanyang sama, sangatlahmengejutkannya.

Ruas jalan Kopo-Margahayu-Soreang saat ini, menurutnya,adalah ruas jalan terparah diseluruh dunia. Untuk menempuhrute yang sama saat dia sekolahpada tahun 1978 dulu, saat inimemerlukan waktu minimal 2,5jam. Secara kasat mata Dadangmelihat terjadinya kesemrawutandalam mengelola daerah ini.

Bukan hanya kemacetan lalulintas, juga dengan jelas terlihatbahwa sepanjang ruas tersebuttelah terjadi pembangunan yangtidak terkendali. Arealpersawahan sudah beralih fungsimenjadi daerah perumahan,industri dan perdagangan. Danyang lebih berbahaya lagi adalahdampak negatif dari kemacetanyang tidak kasat mata.

Di tengah kemacetan setiaphari tersebut, sangat sulit bagiDadang untuk menemukanwajah-wajah yang menyiratkankebahagiaan dan kegmbiraanseperti dulu. Raut wajah yangterpancar adalah wajah-wajahtegang, stres, dan marah. Kalausetiap pagi sudah diawali dengansuasana seperti ini, tentu sajaakan sangat mempengaruhisuasana tempat kerja atau disekolah setiap harinya. Hal initentu akan berpengaruh jugaterhadap output pekerjaan. Belumlagi kalau dihitung berapa literpemborosan bahan bakar setiapharinya. Lebih parah lagi padasore hari. Kelelahan di tempatkerja ditambah stres dan tegang

Memperbaiki Indonesia

di Mata Dadang Solihin(Bagian 6)

Ruas jalan Kopo-Margahayu-Soreang saat

ini, menurutnya adalah ruas jalan terparah di

seluruh dunia. Untuk menempuh rute yang

sama saat dia sekolah pada tahun 1978 dulu,

saat ini memerlukan waktu minimal 2,5 jam.

Secara kasat mata Dadang melihat terjadinya

kesemrawutan dalam mengelola daerah ini.

sepanjang perjalanan pulang,tentu akan berakibat tidak baik dirumah. Ini berlangsung setiaphari. Pada hari liburkesemrawutan malah bertambah,karena banyak pelancong dari luarkota turut menyemarakkan daerahini.

Yang jauh lebih berbahayasebenarnya adalah polusi udarayang diakibatkan oleh asapkendaraan bermotor tersebut.Sebab dampaknya tidak begituterlihat pada jangka pendek,tetapi setelah berpuluh tahunmendatang. Dadangmengibaratkan fenomena inidengan kehidupan ikan di dalamakuarium yang setiap bulan suhuairnya ditambah satu derajatcelcius. Ikan-ikan tersebut tentusaja tidak menyadari bahwa air didalam akuarium itu bertambah

panas, tetapi pada suatu saatikan-ikan tersebut akan matiseperti direbus.

Sebuah penelitian baru-bau ini menemukan bahwaakibat dari polusi udarayang diakibatkan olehpence-maran asapkendaraan bermotor dapatberakibat fatal terhadapanak-anak, se-perti anemia,pertumbuhan fisik,kecerdasan, hingga tidakmampu mendengar padafrekuensi tertentu.Sedangkan pada orangdewasa dapatmempengaruhi kesuburan.

Dalam pikiran Dadang,baru kulitnya saja, yaituruas jalan utama menuju ibu kotaKabupaten Bandung, sudahbanyak permasalahan yang perlusegera dicari jalan keluarnya,belum lagi kalau sudah digalilebih jauh. Hal-hal inilah yangmendorongnya untuk menerimatantangan teman-teman untukmembuktikan kemampuanmengelola daerah. Bukan hanyajago di teori saja, tetapi sudahsaatnya untuk membuktikannyadi lapangan.

(*)

Drs Dadang Solihin MA,Kepala Sub-Direktorat

Informasi Tata Ruang danPertanahan Bappenas,

pengajar/peneliti di berbagaiPT, Pemimpin Redaksi “VisiPerencana”, menimba ilmu

dari segudang pendidikanformal/non formal, aktif

sebagai penulis/penyuntingbuku/ paper/ internet,termasuk situs pribadi

www.dadangsolihin.com

DRS DADANG SOLIHIN MA, “orang Bappenas”

yang punya sederet bidang keahl ian seperti

Desentral isasi dan Otonomi Daerah, Kajian

Kepemerintahan yang Baik, Pengembangan SDM,

Pengembangan UKM, Pengembangan Masyarakat,

Pembanguna Wilayah, dsb, sangat interest dengan

segala sesuatu yang menyangkut keahliannya baik

teori maupun prakteknya. Karena itu, dengan

segudang kesibukan, dia tetap mengoptimalkan

waktunya dan menyempatkan diri terjun ke

lapangan. Saat ini dia sedang dalam “konsentrasi

tinggi” mengamati dan “mengawal” sebuah lembaga

yang benar-benar baru lahir yaitu DPD (Dewan

Perwakilan Daerah) yang merupakan “senatornya”

Indonesia. Seperti pada Jumat (7/5) lalu, Dadang

hadir pada pertemuan silaturahmi empat anggota

terpilih DPD Jawa Barat di Pesantren Al Ma’arif

Cigondewah Bandung, pimpinan KH Sofyan Yahya,

Ketua PWNU Jabar yang merupakan salah satu

anggota terpilih DPD Jabar. Terlihat Dadang sedang

terlibat dalam pembicaraan serius dengan KH

Sofyan Yahya. (Foto: Dery FG)

Page 8: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Tanya Jawab Otda

Anda Bertanya Dadang Solihin MenjawabAsuhan: Drs Dadang Solihin MA

PENGASUH menerima pertanyaan seputar masalah otonomi daerah. Pertanyaan dialamatkan ke Redaksi Medikom Jln Peta 149 ABandung 40233 atau e-mail: [email protected]

Pada beberapa edisi terdahulu, Medikom menurunkan tulisan bersambung tentang pandangan Drs Dadang Solihin MA terhadapIndonesia. Karena topik tersebut mendapat perhatian yang sangat luas, maka sejak edisi ini, Medikom membuka kolom otonomi daerah

interaktif yang diasuh langsung oleh Drs Dadang Solihin MA.

Kami seringkali mendengar istilah Otonomi Daerah, yang katanya untuklebih mensejahterakan masyarakat. Yang jelas kami merasakan adanya Otdaitu malah menambah beban kami dengan banyaknya pungutan-pungutanbaru. Jadi, apa sih arti Otonomi Daerah yang [email protected]

Katanya Otonomi Daerah bisa memberikan pelayanan lebih baik kepadamasyarakat. Tapi kenyataannya, belum ada peningkatan dalam masalahpelayanan, bagaimana [email protected]

DIUNDANGKANNYA UU 22/1999 dan UU 25/1999 merupakan mo-mentum yang sangat baik untuk memacu reformasi Pemda menuju Pemdayang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Namun perubahan yangdiharapkan tidaklah akan berjalan secara mulus karena akan banyak sekalimenuntut perubahan pola pikir, pola bertindak dan kemauan dari pihakPusat maupun Daerah. Adalah sangat sulit untuk merubah pola berpikir(mind set) daerah yang selama tiga dekade terpatronasi dan terkooptasioleh Pusat dan dalam waktu singkat dituntut untuk menjadi mandiri, penuhinisiatif dan menghilangkan ketergantungan ke Pusat baik secara mentalmaupun finansial.

Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU 22/1999 dan UU 25/1999yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2001 tersebut, ternyatabukan saja telah membawa berbagai perubahan mendasar dalam tatanandan praktek penyelenggaraan pemerintahan di daerah, tetapi jugamenimbulkan berbagai permasalahan yang merupakan tantangan bagisemua pihak yang menginginkan otonomi daerah berhasil dengan baikdemi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa permasalahan pokok yang dihadapi sampai saat ini antaralain: (1).Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerahyang belum mantap (2).Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerahyang belum memadai dan penyesuaian peraturan perundangan-undanganyang ada dengan UU No. 22 Tahun 1999 masih sangat terbatas(3).Sosialisasi UU No. 22 Tahun 1999 dan pedoman yang tersedia belummendalam dan meluas; (4).Manajemen penyelenggaraan otonomi daerahmasih sangat lemah; (5).Pengaruh perkembangan dinamika politik danaspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola;(6).Kondisi sumber daya manusia aparatur pemerintahan yang belummenunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah; (7).Belum jelas dalamkebijakan pelaksanaan perwujudan konsep otonomi yang proporsional kedalam pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, sertaperimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi,peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dankeanekaragaman darah dalam kerangka NKRI.

Permasalahan-permasalahan tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokokyang membentuk pemerintah daerah yaitu; kewenangan, kelembagaan,kepegawaian, keuangan, perwakilan, manajemen pelayanan publik, danpengawasan. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan desentralisasi daritataran teori serta memaparkan permasalahan yang terjadi selama ini dalamimplementasi UU 22/99 berdasarkan ketujuh variabel yang merupakansoko guru dari setiap bentuk pemerintahan daerah tersebut, serta berusahauntuk memberikan rekomendasi kebijakannya. Penguatan terhadap ketujuhdimensi tersebut merupakan prerequisite dalam penguatan pemerintahan

daerah. Pendekatan yang bersifat piece-meal tidak akan memecahkanpersoalan otonomi secara keseluruhan. Penguatan pada salah satu ataubeberapa aspek dan melupakan aspek lainnya tidak akan pernah efektifmenuntaskan penguatan (empowering) otonomi daerah secara keseluruhan.

Permasalahan-permasalahan tersebut di atas disebabkan oleh adanyapengaturan-pengaturan baru yang diatur dalam UU 22/1999. Dengandianutnya otonomi luas sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 (2) danPasal 9, Daerah cenderung menafsirkannya secara litterlijk dan menganggapbahwa semua kewenangan di luar kewenangan Pusat adalah menjadikewenangan Daerah.

Sedangkan pada sisi lain, Departemen Sektoral di Pusat juga berpegangpada UU sektoral masing-masing. Sebagai contoh Departemen Kehutananberpegang pada UU 41 Tahun 1999 yang mengatur mengenai kewenangankehutanan. Permasalahan timbul karena substansi kewenangan pada UU22/1999 dengan UU 41/1999 berbeda pengaturannya. Akibatnya terjadilahfriksi antara Pusat dengan Daerah.

Friksi pada dasarnya berpangkal dari siapa yang mempunyai kewenangansecara hukum atas hal yang disengketakan tersebut. Motif utama yangmendorong bukanlah persoalan untuk memberikan pelayanan masyarakatpada hal yang disengketakan tersebut, namun lebih pada bagaimanamenguasai sumber-sumber pendapatan yang dihasilkan dari kewenanganyang disengketakan tersebut. Daerah menganggap bahwa dengan adanyaotonomi luas maka kebutuhan uang mereka menjadi tidak terbatas.Sedangkan PAD dan DAU terbatas sehingga hal tersebut menarik merekauntuk menambah sumber-sumber penerimaan dari penguasaan obyek-obyekyang dapat menghasilkan tambahan penerimaan Daerah. Sedangkan Pusatberpendapat obyek tersebut adalah menyangkut kepentingan nasional,sehingga menganggap perlunya penguasaan Pusat atas obyek tersebut.Daerah berpegang pada Pasal 7 (1), Pasal 11 dan Pasal 119 UU 22/1999sedangkan Pusat juga berpegangan pada Pasal 7 (2) sebagai kewenanganatas sumber-sumber perekonomian nasional.

Dari analisis di atas terdapat kontradiksi dalam tataran normatif terutamakewenangan dalam perekonomian negara. Pasal 7 (2) UU 22/1999menyatakan kewenangan dalam perekonomian negara menjadi domainkewenangan bidang lain yang menjadi kewenangan Pusat. Sedangkan Pasal119 (1) menyatakan bahwa kewenangan kabupaten/Kota berlaku juga dikawasan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan bandar udara, kawasanperumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasanpertambangan, kawasan kehutanan, kawasan pariwisata, kawasan jalanbebas hambatan dan kawasan lain yang sejenis. Departemen Sektoralberpegang pada Pasal 7 (2) ditambah dengan UU yang mengatur sektor itusendiri, sedangkan Daerah berpegang pada Pasal 119 (1) UU 22/1999.BERSAMBUNG

PENGASUH Kepala Sub-Direktorat Informasi Tata Ruang danPertanahan Bappenas, pengajar/peneliti di berbagai PT, menimba ilmu

dari segudang pendidikan formal/non formal, aktif sebagai penulis/penyunting/pengelola/pemimpin redaksi berbagai media cetak dan

elektronik/klub diskusi, termasuk situs pribadi www.dadangsolihin.com

Sumber: Halaman 10 Edisi 76

Rie 2004

Page 9: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 10 Edisi 77

Segala Sesuatu Tentang Otda

Anda Bertanya Dadang Solihin MenjawabPENGASUH menerima pertanyaan seputar masalah otonomi daerah.

Pertanyaan dialamatkan ke Redaksi Medikom Jln Peta 149 A Bandung 40233atau e-mail: [email protected]

ANALISIS yang lebih fundamental mengindikasikan bahwa adanyaunit pemerintahan daerah adalah untuk melayani kebutuhanmasyarakat (public service). Ini berarti tiap daerah akan mempunyaikeunikan sendiri-sendiri baik dari aspek penduduk, maupun karaktergeografisnya. Masyarakat pantai dengan mata pencaharian utama diperikanan akan berbeda dengan masyarakat pegunungan, ataupunmasyarakat pedalaman. Masyarakat daerah pedesaan akan berbedakebutuhannya dengan masyarakat daerah perkotaan.

Apabila keberadaan pemda adalah untuk melayani kebutuhanmasyarakat, konsekuensinya adalah bahwa urusan yang dilimpahkanpun seyogyanya berbeda pula dari satu daerah dengan daerah lainnyasesuai dengan perbedaan karakter geografis dan mata pencaharianutama penduduknya. Adalah sangat tidak logis kalau di sebuah daerahkota sekarang ini masih dijumpai adanya urusan-urusan pertanian,perikanan, peternakan dan urusan-urusan yang berkaitan dengankegiatan primer. Berilah daerah urusan otonomi sesuai dengankebutuhannya. Untuk itu analisis kebutuhan (need assessment)merupakan suatu keharusan sebelum urusan tersebut diserahkan kesuatu daerah otonom.

Pada dasarnya kebutuhan masyarakat dapat dikelompokkan kedalam dua hal yaitu: (1) Kebutuhan dasar (basic needs) seperti air,kesehatan, pendidikan, lingkungan, keamanan, dsb; dan (2) Kebutuhanpengembangan usaha masyarakat seperti pertanian, perkebunan,perdagangan, industri dsb.

Daerah dalam konteks otonomi harus mempunyai kewenanganuntuk mengurus urusan-urusan yang berkaitan dengan keduakelompok kebutuhan di atas. Kelompok kebutuhan dasar adalahhampir sama di seluruh Indonesia hanya gradasi kebutuhannya sajayang berbeda. Sedangkan kebutuhan pengembangan usaha penduduk

Masih dalam konteks pelayanan terhadap masyarakat,bagaimana porsinya pelimpahan kewenangan daerahmengingat kondisinya yang beragam?

Dodi BudimanKawalu Tasikmalaya

Pada beberapa edisi terdahulu, Medikom menurunkan tulisan bersambungtentang pandangan Drs Dadang Solihin MA terhadap Indonesia. Karenatopik tersebut mendapat perhatian yang sangat luas, maka sejak edisi ini,

Medikom membuka kolom otonomi daerah interaktif yang diasuh langsungoleh Drs Dadang Solihin MA.

sangat erat kaitannya dengan karakter daerah, pola pemanfaatan lahandan mata pencaharian penduduk.

Berbeda dengan negara maju di mana pembangunan usahamasyarakat sebagian besar sudah dijalankan oleh pihak swasta, makadi negara Indonesia sebagai negara berkembang, peran pemerintahmasih sangat diharapkan untuk menggerakkan usaha masyarakat.Untuk itu maka kewenangan untuk menggerakkan usaha atau ekonomimasyarakat masih sangat diharapkan dari pemerintah. Pemda dinegara maju lebih berorientasi menyediakan kebutuhan dasar (basicservices) masyarakat. Untuk itu, maka pemda di Indonesia mempunyaikewenangan (otonomi) untuk menyediakan pelayanan kebutuhandasar dan pelayanan pengembangan usaha ekonomi masyarakat lokal.

UU 22/1999 pada dasarnya memberikan otonomi luas kepadadaerah. Pasal 7 (1) dan Pasal 11 (1) memberikan urusan otonomiyang luas kepada daerah. Sedangkan pasal 11 (2) menyatakankewenangan wajib yang harus dilakukan oleh daerah.

Dalam kewenangan wajib terlihat bahwa terdapat kecenderunganmenyeragamkan otonomi daerah tanpa membedakannya dalamkewenangan untuk menjalankan pelayanan dasar (basic services) dankewenangan menjalankan pelayanan pengembangan sektor unggulanyang menjadi usaha ekonomi masyarakat. Urusan-urusan sepertipertanian, industri, perdagangan tidak seyogyanya diwajibkan padadaerah-daerah yang tidak mempunyai potensi unggulan atau usahautama masyarakat di suatu daerah.

Drs Dadang Solihin MA, Kepala Sub-Direktorat Informasi TataRuang dan Pertanahan Bappenas, pengajar/peneliti di berbagai PT,

menimba ilmu dari segudang pendidikan formal/non formal, aktifsebagai penulis/penyunting/pengelola/pemimpin redaksi berbagai

media cetak dan elektronik/klub diskusi, termasuk situs pribadiwww.dadangsolihin.com

Page 10: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 08 Edisi 78

Segala Hal Tentang Otda

Anda Bertanya Dadang Solihin Menjawab

PENGASUH menerima pertanyaan seputar masalah otonomi daerah. Pertanyaandialamatkan ke Redaksi Medikom Jln Peta 149 A Bandung 40233

e-mail: [email protected] atau [email protected]

Pada beberapa edisi terdahulu, Medikom menurunkan tulisanbersambung tentang pandangan Drs Dadang Solihin MA terhadap

Indonesia. Karena topik tersebut mendapat perhatian yang sangat luas,maka sejak edisi ini, Medikom membuka kolom otonomi daerahinteraktif yang diasuh langsung oleh Drs Dadang Solihin MA.

Pak Dadang, Saya seorang PNS biasa di Gedung

Sate, ingin tahu masalah rencana perampingan

pegawai?

Eman, Cicadas Bandung

PEMBERLAKUAN dan pelaksanaan PP 8/2003 tentang

Pedoman Organisasi Perangkat Daerah akan mengoreksi

kecenderungan struktur organisasi perangkat daerah yang

berlebihan yang selama ini sudah ditetapkan di masing-

masing daerah, melalui restrukturisasi kelembagaan

disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Manfaat dari

kondisi tersebut akan diperoleh daerah berupa efisiensi

organisasi yang berimplikasi kepada peningkatan efisiensi

anggaran belanja aparatur. Hal ini terjadi karena adanya

pengurangan jumlah eselon, yang berarti juga adanya

pengurangan beban anggaran untuk memenuhi

pembelanjaan tunjangan jabatan bagi para pejabat eselon

serta pembelanjaan fasilitas jabatan lainnya, sejumlah

jabatan eselon yang dirasionalisasi.

Namun di sisi lain terdapat kemungkinan terburuk yang

dapat saja terjadi di daerah yang meliputi:

1.Daerah yang sebelumnya menata kelembagaan

perangkat daerahnya secara rasional dan berada di bawah

batas-batas maksimum yang ditetapkan oleh PP 8/2003,

akan memiliki kecenderungan opportunistik untuk

memaksimalkan struktur organisasi perangkat daerahnya

sehingga mendekati atau sama dengan batas-batas yang

diperbolehkan oleh PP 8/2003. Dalam konteks ini manfaat

efisiensi anggaran dan efisiensi struktur organisasi tidak

akan didapat oleh daerah yang bersangkutan, bahkan

sebaliknya akan terjadi lonjakan atau peningkatan beban

APBD. Akan tetapi daerah yang bersangkutan akan

memperoleh manfaat lain (blessing in disguise) yaitu

berupa terbukanya kesempatan yang lebih luas dalam

membina dan mengembangkan karier bagi pegawai daerah

yang bersangkutan, yang akan berdampak peningkatan

motivasi dan produktivitas kerja, yang pada akhirnya mungkin

dapat menutupi kerugian APBD semula sebagai akibat

keputusannya itu.

2. Dengan adanya ketentuan dalam Pasal 26 PP8/2003,

akan terdapat kecenderungan daerah, terutama yang sudah

terlanjur memiliki struktur Organisasi Perangkat Daerah yang

melebihi batas yang diberlakukan, untuk memanfaatkan

peluang mempertahankan jumlah tersebut. Akibatnya, jika

ternyata sebagian atau seluruh usulannya tersebut dapat

disetujui oleh presiden, daerah sama sekali tidak akan

mendapatkan manfaat apapun, selain dapat

mempertahankan moril pegawai dan pejabat daerah yang

bersangkutan, sehingga tidak mengganggu ritme kerja dan

produktivitas kerja pemerintah daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian efektivitas PP 8/2003 secara internal tidak

akan tercapai, dan tujuan peningkatan efisiensi pemerintahan

daerah juga tidak tercapai secara sebagian atau seluruhnya.

Drs Dadang Solihin MA, Kepala Sub-Direktorat Informasi TataRuang dan Pertanahan Bappenas, pengajar/peneliti di berbagai PT,

menimba ilmu dari segudang pendidikan formal/non formal, aktifsebagai penulis/penyunting/pengelola/pemimpin redaksi berbagai

media cetak dan elektronik/klub diskusi, termasuk situs pribadiwww.dadangsolihin.com

Page 11: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 08 Edisi 79

dititik beratkan pada aspek keuangan namun juga mencakupelemen-elemen dasar Pemda lainnya seperti aspek kewenangan,kelembagaan, personil, DPRD dan pelayanan yang dihasilkanPemda. Argumennya adalah bahwa tanggung jawab akhir daripenyelenggaraan pemerintahan di semua tingkatan adalahmenjadi tanggung jawab Pemerintah Nasional. Pemerintahnasional mendapatkan legitimasi secara nasional dan bertanggungjawab secara nasional termasuk bertanggung jawab dalamberhasil tidaknya pelaksanaan otonomi itu sendiri, walaupundalam pelaksanaan operasional dari otonomi Daerah tersebutdiserahkan kepada Pemda dan masyarakat Daerah ybs.

Untuk itu, perlu adanya penalty dan reward yang jelas dantegas kepada Daerah yang menyalah gunakan otonomi Daerahuntuk kepentingan yang bertentangan dengan kepentingannasional.

Rekomendasi(1). Perlunya Unit Dekonsentrasi sebagai Perangkat

Gubernur. UU 22/1999 (Pasal 33) telah mengatur mengenaikegiatan supervisi dan fasilitasi oleh Pusat agar Daerah dapatmenjalankan otonominya secara optimal. PP 20/2001 tentangPembinaan Pengawasan juga telah mengatur peranan Gubernurselaku wakil Pusat di Daerah untuk melakukan pengawasan,supervisi dan fasilitasi terhadap jalannya otonomi Kabupaten/Kota di wilayahnya. Namun tidak terdapat kejelasan mengenaiperangkat dekonsentrasi yang membantu Gubernur dalamkapasitasnya sebagai wakil Pusat untuk melakukan pembinaandan pengawasan di wilayahnya.

(2). Revitalisasi Peran Gubernur Sebagai Wakil Pusat DiDaerah. Gubernur harus berperan aktif sebagai wakil Pusat dalammelakukan pengawasan, supervisi dan fasilitasi terhadappelaksanaan otonomi Daerah. Memang sebagai Daerah otonomProvinsi tidaklah membawahi Kabupaten. Namun sebagai wakilPusat dalam rangka NKRI, Gubernur berkewajiban mengawasidan memfasilitasi otonomi Daerah.

(3). Perlunya Sosialisasi Peraturan Perundangan. Hal inipenting untuk menciptakan persepsi yang sama antara Pusatdengan Daerah sehingga deviasi penafsiran yang berbeda dapatdi minimalisir.

(4). Penegakan Hukum yang Tegas. Perlu adanya sanksiyang jelas dan tegas bagi pelanggaran yang dilakukan Daerah.

Segala Hal tentang Otda

Anda Bertanya Dadang Solihin Menjawab

PENGASUH menerima pertanyaan seputar masalah otonomi daerah. Pertanyaandialamatkan ke Redaksi Medikom Jln Peta 149 A Bandung 40233

e-mail: [email protected] atau [email protected]

Bagaimana efektifnya fungsi pengawasan di era otonomi daerah?M. Istiqlal, PNS di Bandung

Berkaitan dengan pengawasan, permasalahan-permasalahan aktualyang terjadi adalah sbb:

(1). Kurangnya Pengawasan dari Gubernur Kepada Daerah.Karena Daerah menganggap hubungan provinsi dengan kabupatenbersifat tidak hirarkis sehingga dianggap gubernur tidak berhak lagimengawasi kabupaten/kota di wilayahnya.

(2). Kurangnya Sanksi terhadap Pelanggaran Peraturan.Banyak pelanggaran yang dilakukan pemda khususnya yang berkaitandengan alokasi anggaran yang tidak ada sanksinya. Tidak ada sanksiyang jelas dan tegas bagi Daerah yang melanggar PP 109/2000 danPP 110/2000.

(3). Kurangnya supervisi, sosialisasi ke daerah. Banyakpenyimpangan di daerah karena kurangnya supervisi. Penyimpanganjuga terjadi karena kurangnya sosialisasi sehingga daerah melakukanberbagai inisiatif yang kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangandengan peraturan yang lebih tinggi.

Pemda dalam menjalankan otonominya adalah masih dalamkoridor dan ikatan NKRI. Agar Otonomi Daerah dapat mencapaidua tujuan utama yaitu sebagai medium pendidikan politik di tingkatlokal dan medium penyediaan pelayanan yang efektif, efisien danekonomis maka diperlukan pengawasan efektif agar kedua tujuantersebut tercapai optimal.

Mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, maka sangatdiperlukan adanya peran pengawasan Pusat di Daerah yangdilaksanakan oleh wakil Pusat yang ada di Daerah. Maka sangatdiperlukan adanya penguatan peran Gubernur sebagai wakil Pusatdalam hal pengawasan, supervisi, monev dan fasilitasi agar Daerahdapat menjalankan otonominya secara optimal.

Pada sisi lain, kabupaten/kota merasa bahwa dengan otonomimereka dapat menjalankan otonomi tersebut sesuai dengan seleramereka yang kadang-kadang bertentangan dengan kepentingan yanglebih tinggi. Untuk mencegah terjadinya kebijakan-kebijakan Daerahyang terlalu melebar dan di luar koridor otonomi yang diberikan,maka peran kontrol, supervisi dan fasilitasi menjadi sangat mendesakuntuk dilaksanakan secara intensif, tanpa harus mematikan kreativitasdan inovasi yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan OtonomiDaerah tersebut.

Pengawasan, supervisi dan fasilitasi hendaknya jangan hanya

Page 12: Memperbaiki Indonesia di Mata Dadang Solihin

Sumber: Halaman 08 Edisi 80

Segala Hal tentang Otda

Anda Bertanya Dadang Solihin Menjawab

PENGASUH menerima pertanyaan seputar masalah otonomi daerah. Pertanyaandialamatkan ke Redaksi Medikom Jln Peta 149 A Bandung 40233

e-mail: [email protected] atau [email protected]

Di pemerintahan baik kota maupun provinsi, masalah mutasijabatan seringkali membawa polemik internal. Bahkan menjadikonsumsi masyarakat karena diramaikan oleh berita mediamassa. Ada asumsi nuansa politik selalu dominan. Bagaimanasebenarnya pengaturan pegawai ini?

Untung (LSM) di Ciwastra Bandung

DENGAN diberlakukannya UU 22/1999 terdapatmasalah-masalah aktual kepegawaian Daerah, di ant-aranya adalah:

(1)Dengan diberikannya kewenangan manajemenkepegawaian kepada Daerah sebagaimana diatur dalamPasal 76 UU 22/1999, pegawai Daerah cenderung dik-ooptasi oleh kekuatan-kekuatan politik yang ada di Daer-ah baik dari pihak Kepala Daerah maupun dari DPRD.

(2)Status kepegawaian Daerah menjadi sangat sta-tis. PNS dari satu Daerah akan sangat sulit pindah keDaerah lainnya karena pembayaran gaji ybs lewat DAUdan sulit akan dialihkan kepada Daerah penerima.

(3)Adanya kecenderungan mencuatnya isu “PuteraDaerah” karena penafsiran otonomi yang sempit. Di ber-bagai Daerah, pegawai dari suku pendatang sering di“non job” sehingga mereka terpaksa kembali ke tempatasal.

(4)Rasa lokalitas yang sempit dan tidak adanya tourof area akan membahayakan keutuhan NKRI karenaPNS diharapkan sebagai perekat bangsa dan negara.

(5)Diberikannya kewenangan manajemen kepegawa-ian kepada Daerah akan merangsang Daerah untuk men-gangkat pegawai baru untuk mendapatkan dukunganpolitik dan atas beban Pusat penggajian dan pensiun-nya.

(6)Adanya kerancuan antara jabatan politis (politicalappointee) dan jabatan karier (career appointee). Ker-ancuan antara jabatan karier dan politis tersebut akanmenciptakan instabilitas pemerintahan daerah. Turun-nya Kepala Daerah sering mengakibatkan keguncangandi sektor birokrasi. Di samping itu karier pegawai tidaksemata-mata ditentukan oleh merit system tapi seringpertimbangan politisnya lebih dominan. Kondisi terse-

but telah menyebabkan tidak adanya career planning yangjelas dan security of tenure. Akibat lanjutannya adalah pe-gawai akan berusaha mencari “cantolan” dari pejabat poli-tik dan hal tersebut tidak kondusif untuk menciptakan pro-fesionalisme pegawai Daerah.

Diberikannya Daerah kewenangan pembinaan dan mana-jemen kepegawaian sebagaimana diatur dalam UU 22/1999menjadi penyebab utama persoalan-persoalan di atas. Disamping itu telah juga terjadi kontradiksi antara UU 22/1999dengan UU 43/1999 tentang kewenangan pembinaan kepe-gawaian.

UU 22/1999 melalui Pasal 75, Pasal 76 dan Pasal 77mengatur mengenai kepegawaian daerah. Pasal 76 men-yatakan bahwa Daerah mempunyai kewenangan dalammanajemen kepegawaian daerah dari pengangkatan sam-pai dengan penggajian dan pensiun.

Sedangkan UU 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawa-ian mengatur bahwa manajemen kepegawaian masih men-jadi tanggung jawab Pusat. Dalam hal ini nampak adanyakontradiksi dalam pengaturan kepegawaian Daerah menu-rut kedua UU tersebut. Sedangkan PP 95/2000, PP 96/2000,PP 97/2000, PP 98/2000, PP 99/2000, PP 100/2000 danPP 101/2000 yang seyogyanya merupakan peraturan pel-aksanaan dari UU 43/1999, substansinya lebih merupakanpenjabaran dari UU 22/1999. Hal ini terlihat jelas dari diser-ahkannya pembinaan kepegawaian Daerah kepada Kepa-la Daerah.

Baik UU 22/1999 dan UU 43/1999 tidak mengatur secarategas mengenai perlunya pembedaan yang tegas antaraPejabat Politik dengan Pejabat Karir. UU 43/1999 menge-nal istilah pejabat negara yang bisa mencakup pejabat kariratau pejabat politik. UU ini juga mengatur ketentuan agarPNS tidak berpolitik (non partisan) dalam upaya meningkat-kan profesionalisme mereka.

Urgensi pemisahan antara Pejabat Politik dengan Peja-bat Karier adalah agar masing-masing dapat mengembang-kan profesionalisme-nya tanpa menciptakan kooptasi satuterhadap lainnya. Untuk itu mereka harus dibebaskan daripengaruh kepentingan politik dari pejabat politik yang me-merintah.