tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

96
TESIS TINGKAT BIOKONSENTRASI LOGAM BERAT DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI IKAN MUJAIR (OREOCHROMIS MOSSAMBICUS L) YANG HIDUP DI PERAIRAN TUKAD BADUNG KOTA DENPASAR MADE RAHAYU KUSUMADEWI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Upload: buinhan

Post on 11-Dec-2016

242 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

TESIS

TINGKAT BIOKONSENTRASI LOGAM BERAT DAN

GAMBARAN HISTOPATOLOGI IKAN MUJAIR

(OREOCHROMIS MOSSAMBICUS L) YANG HIDUP DI

PERAIRAN TUKAD BADUNG KOTA DENPASAR

MADE RAHAYU KUSUMADEWI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

TESIS

TINGKAT BIOKONSENTRASI LOGAM BERAT DAN

GAMBARAN HISTOPATOLOGI IKAN MUJAIR

(OREOCHROMIS MOSSAMBICUS L) YANG HIDUP DI

PERAIRAN TUKAD BADUNG KOTA DENPASAR

MADE RAHAYU KUSUMADEWI

NIM 1291261023

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 3: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

ii

TINGKAT BIOKONSENTRASI LOGAM BERAT DAN

GAMBARAN HISTOPATOLOGI IKAN MUJAIR

(OREOCHROMIS MOSSAMBICUS L) YANG HIDUP DI

PERAIRAN TUKAD BADUNG KOTA DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister,

Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Udayana

MADE RAHAYU KUSUMADEWI

NIM 1291261023

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Page 4: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 12 JANUARI 2015

Mengetahui

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 195902151985102001

Pembimbing I,

Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS.

NIP. 196703031994031002

Pembimbing II,

Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si

NIP. 196109141987021001

Ketua Program Studi

Magister Ilmu Lingkungan

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS.

NIP. 196703031994031002

Page 5: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Pada Tanggal 8 Januari 2015

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No. : 4541/UN.14.4/HK/2014

Tanggal : 31 Desember 2014

Panitia Penguji Tesis adalah :

Ketua : Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS.

Anggota :

1. Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, MSi.

2. Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS.

3. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS.

Page 6: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Made Rahayu Kusumadewi

NIM : 1291261023

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

Judul Tesis : Tingkat Biokonsentrasi Logam Berat Dan Gambaran

Histopatologi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus

L) Yang Hidup Di Perairan Tukad Badung Kota

Denpasar

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 20120

dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 8 Januari 2015

Hormat saya,

(Made Rahayu Kusumadewi)

Page 7: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kehadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena hanya atas Asung Kertha Wara Nugraha-

Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang

telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk Beasiswa Unggulan (BU)

Tahun 2012 sehingga meringankan beban penulis dalam proses penyelesaikan

studi ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. I Wayan Budiarsa

Suyasa, M.S sebagai Pembimbing I dan sekaligus sebagai Ketua Program Studi

Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Program Pascasarjana Universitas Udayana

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan bimbingan saran dalam

menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan

kepada Bapak Prof. Dr. Drh. I Ketut Berata, M.Si (dosen Fakultas Kedokteran

Hewan Universitas Udayana) selaku Pembimbing II yang telah memberikan

banyak dukungan, semangat, bimbingan dan saran kepada penulis selama

menyelesaikan tesis ini. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada para pegawai

Sekretariat PSMIL Universitas Udayana yang telah sangat membantu di dalam

urusan administrasi.

Kepada Bapak (I Made Suwitra, S.Pd), Ibu (Dra. Ni Wayan Karni), Adik

(Komang Ayu Kusuma Wardani), dan Suami (drh. I Putu Agus Kertawirawan,

S.KH) terima kasih atas cinta yang hangat dan doa penuh harap untuk penulis.

Untuk para sahabat dan teman-teman atas segala doa dan dukungan moral yang

telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan karunia-Nya

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal tesis ini.

Denpasar, 8 Januari 2015

Penulis

Page 8: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

vii

ABSTRACT

Tukad Badung River is located at Denpasar City that river is polluted by heavy

metals very high. Common species of fish found in the river is Tilapia.

Contaminated waters resulting physiological and anatomical damage in fish. Fish

can be used as bio-indicators of chemical contamination in the aquatic

environment. Observational study to determine the bioconcentration of heavy

metals and organ histopathology performed by examining the levels of heavy

metal contamination include Pb, Cd and Cr+6

in tilapia with AAS method (Atomic

Absorption Spectrofotometric), and observe the histopathological changes in

organ preparations gills, liver, and muscle stained with HE staining (hematoxylin

eosin). The content of heavy metals Pb and Cr+6

is above the quality standards

specified in ISO 7378 : 2009 and FAO Fish Circular 764. The content of Pb low

of 0.8385 mg/kg and high of 20.2600 mg/kg, while the content of Cr+6

low of

1.1402 mg/kg and high of 6.2214 mg/kg. In fish with Pb bioconcentration of

0.8385 mg/kg and Cr+6

of 1.1402 mg/kg was found that histopathological changes

gill hyperplasia and fusion, the liver was found degeneration, necrosis, and

fibrosis, and in muscle atrophy found. Histopathological changes such as edema

and necrosis of the liver is found in fish with Pb bioconcentration of 4.5225

mg/kg and Cr+6

amounted to 2.5163 mg/kg . Advised the people not to eat fish

that live Mujair Tukad Badung and environmental management is needed.

Keywords : Bioconcentration, heavy metals, tilapia

Page 9: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

viii

ABSTRAK Tukad Badung merupakan salah satu sungai di kota Denpasar dengan potensi

cemaran logam berat yang sangat tinggi. Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

adalah jenis ikan yang umum ditemukan di sungai tersebut. perairan yang

tercemar mengakibatkan kerusakan fisiologis dan anatomi pada ikan. Ikan dapat

digunakan sebagai bioindikator cemaran bahan kimia di suatu lingkungan

perairan. Penelitian observasional untuk mengetahui biokonsentrasi logam berat

dan gambaran histopatologi organ dilakukan dengan memeriksa kadar cemaran

logam berat meliputi Pb, Cd dan Cr+6

pada daging ikan mujair dengan metode

AAS (Atomic Absorption Spectrofotometric), dan mengamati perubahan

histopatologi preparat organ insang, hati, dan otot yang diwarnai dengan

pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin). Kandungan logam berat Pb dan Cr+6

berada

di atas baku mutu yang ditetapkan dalam SNI 7378:2009 dan FAO Fish Circular

764. Kandungan Pb terendah yaitu 0,8385 mg/kg dan tertinggi yaitu 20,2600

mg/kg, sedangkan kandungan Cr+6

terendah yaitu 1,1402 mg/kg dan tertinggi

yaitu 6,2214 mg/kg. Pada ikan dengan biokonsentrasi Pb sebesar 0,8385 mg/kg

dan Cr+6

sebesar 1,1402 mg/kg ditemukan perubahan histopatologi insang yaitu

hiperplasia dan fusi, pada hati ditemukan degenerasi, nekrosis, serta fibrosis, dan

pada otot ditemukan atropi. Perubahan histopatologi berupa oedema dan nekrosis

organ hati ditemukan pada ikan dengan biokonsentrasi Pb sebesar 4,5225 mg/kg

dan Cr+6

sebesar 2,5163 mg/kg. Disarankan kepada masyarakat untuk tidak

mengkonsumsi ikan Mujair yang hidup di Tukad Badung dan perlu dilakukan

pengelolaan lingkungan.

Kata kunci : Biokonsentrasi, logam berat, ikan mujair

Page 10: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

ix

RINGKASAN

Tukad Badung merupakan salah satu sungai di kota Denpasar dengan

potensi cemaran logam berat sangat tinggi yang umum dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk lokasi memancing yaitu Tukad Badung. Ikan Mujair merupakan

ikan konsumsi yang banyak diperoleh para pemancing ikan di Tukad Badung.

Logam berat yang masuk ke dalam perairan akan dipindahkan dari badan air

melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-

organisme perairan. Tingginya tingkat cemaran di perairan akan mempengaruhi

keadaan fisiologis ikan yang disertai kerusakan anatomi. Ikan merupakan salah

satu organisme yang dapat digunakan dalam uji untuk mengetahui efek beracun

dari beberapa cemaran bahan kimia dalam suatu lingkungan perairan. Analisa

histopatologi dapat digunakan untuk mengetahui gambaran kesehatan ikan

melalui perubahan struktur yang terjadi pada organ yang menjadi target utama

dari bahan pencemar seperti insang, hati, dan daging. Dilakukan penelitian

observasional dengan menguji kandungan logam berat pada sampel ikan dengan

metode AAS (Atomic Absorption Spectrofotometric) dan diamati perubahan

histopatologi organ insang, hati, dan otot yang diwarnai dengan pewarnaan HE

(Hematoksilin Eosin). Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara

deskriptif kualitatif serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil uji

penentuan kandungan logam berat Pb dan Cd pada masing-masing lokasi dan

tingkat umur dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku yaitu SNI 7387:2009

sedangkan untuk logam berat Cr+6

dibandingkan dengan baku mutu pada FAO

Fish Circular 764. Gambaran histopatologi yang diperoleh dibandingkan dengan

histologi normal dari organ insang, hati, dan daging.

Biokonsentrasi cemaran logam berat pada ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus) yang hidup diperairan sungai Tukad Badung melebihi baku mutu

SNI 7378:2009 yaitu 0,3 mg/kg untuk logam timbal dan FAO Fish Circular 764

yaitu 1 mg/kg untuk logam kromium heksavalen serta tidak ditemukan kandungan

logam berat kadmium (Cd) pada ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang

hidup diperairan sungai Tukad Badung. Pada biokonsentrasi logam berat timbal

(Pb) 0,8385 mg/kg dan kromium heksavalen sebesar 1,1402 mg/kg pada ikan

Mujair (Oreochromis mossambicus) yang hidup di perairan sungai Tukad Badung

ditemukan perubahan histopatologi hiperplasia dan fusi pada insang, degenerasi,

nekrosis, dan fibrosis pada hati dan atropi pada otot. Sedangkan perubahan

histopatologi oedema dan nekrosis pada hati ditemukan pada ikan dengan

biokonsentrasi logam berat timbal sebesar 4,5225 mg/kg dan kromium heksavalen

sebesar 2,5163 mg/kg. Ikan Mujair yang hidup di perairan Tukad Badung tidak

layak untuk dikonsumsi karena memiliki kandungan logam berat melebihi baku

mutu yang berlaku sehingga perlu diambil kebijakan tentang pengelolaan

lingkungan perairan Tukad Badung dan perlu diadakan penelitian komprehensif

tentang biokonsentrasi berbagai logam berat terhadap biota yang hidup di perairan

Tukad Badung dihubungkan dengan logam berat pada sedimen sepanjang aliran di

perairan Tukad Badung.

Page 11: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

x

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM .......................................................................................... i

PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi

ABSTRACT ..................................................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... viii

RINGKASAN .................................................................................................. iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5

2.1 Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) ......................................... 5

2.1.1 Insang...................................................................................... 8

2.1.2 Hati ......................................................................................... 12

2.1.3 Otot ......................................................................................... 15

2.2 Cemaran Logam Berat di Tukad Badung ......................................... 18

Page 12: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

xi

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN ............... 25

3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 25

3.2 Konsep Penelitian ............................................................................. 28

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 29

4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 29

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 30

4.4 Penentuan Sumber Data .................................................................. 31

4.5 Bahan Penelitian................................................................................ 31

4.6 Instrumen Penelitian.......................................................................... 32

4.7 Prosedur Kerja .................................................................................. 32

4.7.1 Pengambilan sampel ikan ...................................................... 32

4.7.2 Penentuan konsentrasi logam berat timbal (Pb), kadmium

(Cd), dan kromium heksavalen (Cr+6

) .................................... 33

4.7.3 Pembuatan preparat histopatologi organ ikan ....................... 34

4.8. Analisis Data .................................................................................... 35

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 37

5.1 Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Mujair

(Orechromis mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad

Badung Kota Den-pasar ................................................................... 37

5.2 Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Ikan Mujair

(Orechromis mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad

Badung Kota Denpasar .................................................................... 40

5.3 Kandungan Logam Berat Kromium Heksavalen (Cr+6

) pada

Ikan Mujair (Orechromis mossambicus) yang Hidup di Perairan

Tukad Badung Kota Denpasar ........................................................ 40

5.4 Gambaran Histopatologi Ikan Mujair (Orechromis

mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad Badung Kota

Denpasar ............................................................................................ 43

Page 13: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

xii

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 50

6.1 Tingkat Biokonsentrasi Logam Berat pada Mujair (Orechromis

mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad Badung Kota

Denpasar ............................................................................................ 50

6.2 Gambaran Histopatologi Ikan Mujair (Orechromis

mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad Badung Kota

Denpasar ............................................................................................ 55

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 64

7.1. Kesimpulan ...................................................................................... 64

7.2.Saran .................................................................................................. 65

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 65

Page 14: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

5.1 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair

di Dam Mertagangga 37

5.2 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair

di Jembatan Gajah Mada 38

5.3 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair

di Alangkajeng Menak 38

5.4 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair

di Dam Buagan 39

5.5 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair

di Dam Estuari 39

5.6 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan

Mujair di Dam Mertagangga 40

5.7 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan

Mujair di Jembatan Gajah Mada 41

5.8 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan

Mujair di Alangkajeng Menak 41

5.9 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan

Mujair di Dam Buagan 42

5.10 Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan

Mujair di Dam Estuari 42

5.11 Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang

Ikan yang Hidup di Dam Mertagangga 43

5.12 Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan

Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Dam

Mertagangga 43

5.13 Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair

yang Hidup di Dam Mertagangga 44

5.14 Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang

Ikan yang Hidup di Jembatan Gajah Mada 44

Page 15: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

xiv

5.15 Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan

Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Jembatan

Gajah Mada 45

5.16 Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair

yang Hidup di Jembatan Gajah Mada 45

5.17 Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang

Ikan yang Hidup di Alangkajeng Menak 45

5.18 Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan

Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Alangkajeng

Menak 46

5.19 Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair

yang Hidup di Alangkajeng Menak 46

5.20 Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang

Ikan yang Hidup di Dam Buagan 47

5.21 Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan

Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Dam Buagan 47

5.22 Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair

yang Hidup di Dam Buagan 47

5.23 Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang

Ikan yang Hidup di Dam Estuari 48

5.24 Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Oedema, dan

Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Dam Estuari 48

5.25 Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair

yang Hidup di Dam Estuari 49

Page 16: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) 6

2.2 Histologi lamella primer serta sel-sel penyusun, diantaranya sel

darah merah, sel epitel, dan sel klorid 10

2.3 Histologi hati ikan normal dengan pewarnaan HE 14

2.4 Gambaran histologi Red Muscle atau otot merah normal dengan

Pewarnaan HE 17

2.5 Gambaran histologi White Muscle atau otot putih normal dengan

Pewarnaan HE 18

3.1 Bagan konsep penelitian 28

4.1 Peta lokasi penelitian 30

6.1 Histogram Kandungan Rata-rata Logam Pb Ikan Mujair yang

Hidup di Tukad Badung Kota Denpasar 50

6.2 Histogram Kandungan Rata-rata Logam Cr+6

Ikan Mujair yang

Hidup di Tukad Badung Kota Denpasar 51

6.3 Histogram Kejadian Perubahan Histopatologi Hiperplasia Sel

Klorid dan Fusi pada Lamella Sekunder Organ Insang Ikan

Mujair yang Hidup di Sungai Tukad Badung 55

6.4 Perubahan Histopatologi Hiperplasia Sel Klorid (a) dan Fusi

Lamella Sekunder (b) Terjadi pada Ikan Mujair Remaja yang

Hidup di Dam Mertagangga (HE, 100x) 56

6.5 Histogram Kejadian Perubahan Histopatologi Degenerasi,

Nekrosis, Fibrosis, Oedema, dan Radang pada Organ Hati Ikan

Mujair yang Hidup di Sungai Tukad Badung 57

6.6 Perubahan Histopatologi Degenerasi (a), Nekrosis (b), dan

Fibrosis (c) Ditemukan pada Ikan Mujair Remaja yang Hidup di

Dam Mertagangga 58

6.7 Perubahan Histopatologi Degeneras (a), Nekrosis (b), Fibrosis

(c), Oedema (d), dan Infiltrasi Sel Radang (e) Ditemukan pada

Page 17: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

xvi

Ikan Mujair Remaja yang Hidup di daerah Jembatan Gajah Mada

(HE, 50x) 59

6.8 Histogram Kejadian Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ

Otot Ikan Mujair yang Hidup di Sungai Tukad Badung 61

6.9 Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair

yang Hidup di Dam Mertagangga. Sel-sel otot Penyusun Myomer

Mengalami Atrofi (a) serta Terdapat Jarak Antara Myomer dan

Myoseptum (b) (HE,100x) 62

Page 18: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sungai memiliki fungsi beragam diantaranya sumber air minum,

mandi, mencuci dan rekreasi atau memancing. Ikan merupakan salah satu spesies

hewan air dalam sungai yang umum diperoleh saat memancing untuk selanjutnya

dikonsumsi oleh masyarakat. Penurunan kualitas air mengakibatkan rendahnya

kualitas hidup dari ikan yang hidup di dalamnya. Tubuh ikan yang mengandung

bahan beracun akibat hidup di dalam perairan yang tercemar, tentu akan dapat

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Di kota

Denpasar terdapat sebuah sungai yang umum dimanfaatkan oleh masyarakat

untuk lokasi memancing yaitu Tukad Badung.

Tukad Badung merupakan salah satu sungai di kota Denpasar yang

mengalir dari Banjar Bingin Desa Sading dan bermuara pada waduk Estuari Dam

yang berada pada perbatasan kota Denpasar dan kelurahan Kuta Kabupaten

Badung. Sumber limbah yang berpotensi mencemari Tukad Badung adalah

limbah industri (industri pengolahan dan industri pencelupan), limbah rumah

tangga, limbah bengkel, limbah limpasan jalan, limbah peternakan, limbah rumah

sakit, limbah pasar dan sebagainya. Berdasarkan atas sumber limbah tersebut

diatas, salah satu bahan pencemar yang berpotensi mencemari perairan Tukad

Badung adalah logam berat. Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk

menamai kelompok metal dan metalloid dengan densitas lebih besar dari 6 g/cm3

diantaranya timbal (Pb), kadmium (Cd), dan kromium heksavalen (Cr+6

). Menurut

Page 19: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

2

Bryan (1976) dalam Purnomo (2008), logam berat yang masuk ke dalam perairan

akan dipindahkan dari badan air melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi,

dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan.

Ikan merupakan salah satu organisme perairan yang umum

dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber protein. Menurut Susanto (1999), ikan

mengandung protein, lemak, karbohidrat, garam mineral, dan vitamin yang

dibutuhkan oleh manusia. Sepanjang aliran Tukad Badung terdapat berbagai jenis

ikan, diantaranya ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). Ikan Mujair

merupakan ikan yang banyak diperoleh para pemancing ikan di Tukad Badung,

umumnya ikan mujair yang diperoleh untuk dikonsumsi. Menurut Mason (2002),

tingginya tingkat cemaran di perairan akan mempengaruhi keadaan fisiologis ikan

yang disertai kerusakan anatomi. Menurut Geonarso (1988) dalam Cahaya (2009)

ikan merupakan salah satu organisme yang dapat digunakan dalam uji untuk

mengetahui efek beracun dari beberapa cemaran bahan kimia dalam suatu

lingkungan perairan. Analisa histopatologi dapat digunakan untuk mengetahui

gambaran kesehatan ikan melalui perubahan struktur yang terjadi pada organ yang

menjadi target utama dari bahan pencemar seperti insang, hati, dan daging (Dutta,

1996).

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian untuk

menentukan tingkat biokonsentrasi pencemaran logam berat dan gambaran

histopatologi ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang hidup di perairan

Tukad Badung Kota Denpasar.

Page 20: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

3

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Berapakah biokonsentrasi cemaran logam berat timbal (Pb),

kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6

) pada ikan Mujair

(Oreochromis mossambicus) yang hidup di perairan sungai Tukad

Badung Kota Denpasar?

2. Bagaimanakah gambaran histopatologi organ insang, hati dan otot

ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di perairan sungai Tukad

Badung Kota Denpasar yang tercemar logam berat timbal (Pb),

kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6

)?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Menentukan biokonsentrasi pencemaran logam berat timbal (Pb),

kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6

) serta gambaran

histopatologi ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang hidup di

perairan Tukad Badung kota Denpasar.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui biokonsentrasi cemaran logam timbal (Pb), kadmium

(Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6

) pada ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus) yang hidup di perairan Tukad Badung Kota Denpasar.

2. Mengetahui pengaruh logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan

kromium heksavalen (Cr+6

) terhadap histopatologi organ insang, hati

Page 21: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

4

dan otot ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang hidup di

perairan Tukad Badung Kota Denpasar.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada

masyarakat tentang kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan

kromium heksavalen (Cr+6

) pada ikan Mujair yang hidup di Tukad Badung kota

Denpasar. Penelitian dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan

kebijakan pengelolaan lingkungan di Tukad Badung kota Denpasar. Penerima

manfaat dari penelitian ini adalah masyarakat umum yang memanfaatkan ikan

Mujair yang hidup di Tukad Badung sebagai sumber protein hewani, Badan

Lingkungan Hidup Provinsi Bali, dan Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

Page 22: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

Ikan Mujair merupakan ikan air tawar yang umum dikonsumsi oleh

masyarakat. Ikan Mujair memiliki ukuran menengah dengan panjang maksimum

yang dapat dicapai adalah 40 cm, berbentuk pipih dengan warna hitam, keabu-

abuan, kecoklatan hingga kuning (Gambar 2.1). Pada sirip bagian punggung

(dorsal) terdapat 10 – 13 buah duri (Froese dan Pauly, 2007). Pada bagian kepala

terdapat sisik yang berukuran lebih besar dibandingkan sisik yang terdapat pada

sepanjang tubuh (Luna, 2012). Ikan dewasa betina memiliki panjang rata-rata 25

cm dan berat 1100 gram, sedangkan pada ikan jantan memiliki panjang 35 cm

dengan berat 800 hingga 900 gram (Froese dan Pauly, 2007). Ikan Mujair betina

memiliki warna kehitaman, sedangkan ikan Mujair jantan dan Mujair remaja

memiliki warna keperakan (Luna, 2012).

Berikut adalah klasifikasi ilmiah dari ikan Mujair :

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis mossambicus (Peters, W. 1852)

Page 23: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

6

Ikan Mujair ditemukan pada habitat mulai dari air payau, air tawar

hingga air laut (Luna, 2012). Ikan Mujair dapat bertahan pada keadaan payau

karena memiliki toleransi pada salinitas tinggi serta suhu yang berbeda (Froese

dan Pauly 2007). Ikan ini jarang ditemukan pada daerah ketinggian dan dikenal

sebagai ikan tropis (Van der Waal, 2002). Ikan ini tergolong ke dalam golongan

omnivora yaitu mengkonsumsi bahan detritus, diatom, dan invertebrata (Mook,

1983). Trewevas (1983) menambahkan ikan Mujair juga memakan alga dan

fitoplankton. Ikan remaja (juvenile) memiliki sifat karnivora dan bersifat kanibal

(Luna, 2012).

Gambar 2.1. Ikan Mujair (Orechromis mossambicus)

Sumber : (http://adearisandi.files.wordpress.com) tanggal unduh 10 Juni 2014

Ikan Mujair adalah ikan yang hidup berkelompok dan memiliki

wilayah kekuasaan atau territorial (Mook, 1983). Ikan jantan umumnya

menunjukkan ancaman terhadap wilayah kekuasaannya (Oliveira dan Almada,

1998). Ikan ini dapat beradaptasi pada berbagai habitat dan oleh karena itu

dianggap sebagai ikan yang memiliki tingkat sebaran tinggi di dunia (Froese dan

Pauly, 2007). Ikan betina memiliki tanggung jawab melindungi anak ikan dari

bahaya, dan ikan jantan menjaga tempat bersarang (Oliveira dan Almada, 1995).

Page 24: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

7

Ikan Mujair menggunakan berbagai bentuk dalam komunikasi dengan

ikan lainnya. Ikan ini menghasilkan suara saat kawin dan interaksi agonistik.

Hanya ikan jantan yang paling dominan menghasilkan suara (Amorim et al.

2003). Ikan Mujair jantan adalah jenis ikan yang memiliki perilaku agresif

(Almada dan Oliveira, 1996). Kepadatan populasi mempengaruhi tingkat

agresifitas yang ditunjukkan (Oliveira dan Almada, 1998).

Ikan Mujair remaja mencapai kematangan seksual pada umur dua

bulan dan memiliki ukuran 15-17 cm. Ikan Mujair adalah spesies yang memiliki

pertumbuhan cepat dan mencapai ukuran maksimal dalam 5-6 bulan setelah

menetas. Ikan Mujair betina memiliki sifat poliandri dan menggunakan ruang

dalam mulutnya untuk menyimpan telur ikan yang akan menetas. Betina

membawa telur di mulutnya untuk jangka waktu sekitar 12 hari dan pada saat

tersebut makanan dan pernafasan induk ikan terbatas (Luna, 2012).

Masuknya bahan pencemar ke dalam perairan dapat mempengaruhi

kualitas perairan. Apabila bahan yang masuk ke perairan melebihi ambang batas,

maka daya dukung lingkungan akan menurun (Dahuri, 1998). Untuk mengetahui

efek toksik dari beberapa polutan kimia dalam suatu ekosistem dapat diuji dengan

menggunakan spesies yang ada di dalamnya, salah satunya yaitu menggunakan

ikan (Geonarso, 1988). Analisa histopatologi dapat digunakan sebagai penanda

biologis (biomarker) untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan melalui perubahan

struktur yang terjadi pada organ yang menjadi sasaran utama dari bahan pencemar

seperti insang, hati, dan daging (Dutta, 1996). Selain itu, penggunaan biomarker

histopatologi dapat digunakan dalam memantau lingkungan dengan mengamati

Page 25: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

8

organ-organ yang memiliki fungsi metabolisme tubuh sehingga dapat digunakan

sebagai diagnosis awal terjadinya gangguan kesehatan pada suau organisme

(Martinez dan Marina, 2007).

2.1.1 Insang

Insang atau branchia merupakan organ pernafasan yang digunakan

oleh ikan untuk melakukan proses pernafasan yaitu pengambilan oksigen dan

pelepasan karbon dioksida. Setiap ikan memiliki insang pada bagian kanan dan

kiri dari faring (Wilson dan Laurent, 2002). Kebanyakan ikan bertulang sejati

memiliki empat pasang insang, namun ada yang sampai enam pasang (Sukiya,

2003).

Menurut Andy Omar (1987), setiap insang ikan terdiri dari filamen

insang atau hemibranchia atau gill gilament, berwarna merah, terdiri jaringan

lunak dengan bentuk menyerupai sisir dan melekat pada lengkung insang. Tiap

satu lembaran insang terdiri dari sepasang filamen, dan pada setiap filamen

mengandung banyak lapisan tipis yang disebut lamela. Filamen mengandung

pembuluh darah kapiler yang memungkinkan oksigen (O2) berdifusi masuk dan

karbondioksida (CO2) berdifusi keluar. Pada ikan bertulang sejati insang ditutupi

oleh tutup insang yang disebut operculum. Tulang lengkung insang atau archus

branchialis atau gill arch, merupakan tempat melekatnya filamen dan tapis

insang, berwarna putih, dan memiliki saluran darah yaitu arteri afferent dan arteri

efferent yang memungkinkan darah keluar masuk ke dalam insang. Dan tapis

insang atau gill rakers, berupa sepasang deretan batang tulang rawan yang pendek

dan bergerigi, melekat pada bagian depan dari lengkung insang dan memiliki

Page 26: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

9

fungsi untuk menyaring air pernafasan. Pada ikan–ikan herbivora pemakan

plankton, tapis insang biasanya rapat dan ukurannya panjang dan berfungsi

sebagai penyaring makanan.

Secara histologi, menurut Nabib dan Pasaribu (1989) luas permukaan

epitel dari insang menyerupai luas dari permukaan kulit, bahkan pada sebagian

besar spesies ikan luas permukaan epitel insang ini jauh melebihi kulit, sehingga

insang memiliki peran penting dalam proses hemostatis. Insang ikan memiliki

lapisan epitel yang tipis berguna untuk efisiensi pertukaran gas yaitu penyerapan

oksigen dan pelepasan karbondioksida. Selain mempermudah pertukaran gas,

lebarnya sel epitel dapat mempermudah masuknya bibit penyakit dan

meningkatkan resiko iritasi. Selain itu, insang memiliki fungsi untuk mengatur

pertukaran garam dan air serta berfungsi dalam ekskresi produk-produk limbah

nitrogen, terutama amonia. Kerusakan ringan pada struktur insang ikan

mengakibatkan gangguan dalam osmoregulasi dan kesulitan bernafas.

Marrison (2007) menyatakan lengkung insang terdiri dari lamela

primer. Masing-masing lamela primer memiliki lamela sekunder yang terletak

tegak lurus terhadap lamela primer. Lengkungan insang ditutupi oleh jaringan

epidermal dan mengandung banyak sel-sel mukosa. Pada lamela primer terdapat

sel klorid. Sel-sel klorid ini paling banyak ditemukan pada basal (proksimal) dari

lamela (Gambar 2.2).

Sel ini berfungsi dalam transportasi ion dan detoksifikasi. Pertukaran

gas terjadi di seluruh permukaan lamela sekunder terutama melalui pertukaran

antara darah dan air yang berasal dari lingkungan. Permukaan lamela sekunder

Page 27: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

10

terdiri dari sel epitel squamosa yang saling tumpang tindih, biasanya satu lapisan

didukung dan dipisahkan oleh sel pilar dengan ketebalan 9-10 µm. Sel-sel pilar

memiliki fungsi utama sebagai penyokong membran basal penyusun pembuluh

darah. Sel ini mengandung sel kontraktil mirip amuba yang berfungsi menahan

aliran darah yang memiliki tekanan tinggi dari aorta ventral. Permukaan epitel

pipih memiliki mikrovili yang berfungsi untuk membantu lendir pada kutikula

dalam mengurangi infeksi dan abrasi dan memiliki peran penting dalam mengatur

pertukaran gas, air dan ion. Ketebalan gabungan dari kutikula, epitel pernafasan

Gambar 2.2. Histologi lamela primer serta sel – sel penyusun, diantaranya sel

darah merah, sel epitel, dan sel klorid (Sumber : Fish Histology dan

Histopathology, 2007)

dan flensa sel pilar berkisar 0,5-4 µm. Ini merupakan total jarak difusi untuk

pertukaran pernafasan. Sel goblet ditemukan tersebar di antara sel-sel epitel

skuamosa lamela insang, serta dalam daerah basal dari lamela tersebut.

Page 28: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

11

Saputra (2013) menyatakan lapisan epitel insang yang tipis dan

berhubungan langsung dengan lingkungan luar mengakibatkan insang berpeluang

besar mengalami paparan oleh bahan pencemar yang ada di perairan. Kerusakan

sekecil apapun dapat mengakibatkan terganggunya fungsi insang sebagai pengatur

osmose dan kesulitan bernafas. Pembendungan aliran darah akibat trauma fisik,

zat pencemar, maupun gangguan sistem sirkulasi pada lamela akan

mengakibatkan edema atau pembengkakan sel di sekitar pembuluh darah yang

terlihat dari perluasan jaringan antara pembuluh darah dengan lapisan epitel

lamela primer.

Pembendungan dan edema akan mengurangi efiensi difusi gas dan

dapat berakibat fatal seperti kematian. Difusi gas terganggu karena luas

permukaan serap pada lamela sekunder insang akan menyempit (Holle, et al.

2001). Edema sering terjadi akibat pemaparan polutan-polutan yang berasal dari

bahan kimia, seperti logam berat (Ploeksic, et al. 2010), metalloid, pestisida, dan

penggunaan bahan-bahan terapeutik (formalin dan H2O2) yang berlebihan (Ersa,

2008).

Edema, fusi lamela, dan hiperplasia pada insang ikan dapat diakibatkan

oleh panas dan polusi (asam, ammonia, logam berat dan petisida) yang

menyebabkan perubahan struktur sel klorid. Edema dan diikuti oleh lepasnya

epitel dari lamela sekunder yang mengakibatkan terganggunya fungsi epitel

sebagai penangkap gas terlarut (Saputra, 2013).

Menurut Robert (2001), hiperplasia terjadi disertai dengan peningkatan

jumlah sel-sel mucus di dasar lamela dan mengakibatkan fusi lamela. Ruang

Page 29: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

12

interlamela yang merupakan saluran air dan ruang produksi mucus dapat

tersumbat akibat hiperplasia sel epitel yang berasal dari filamen primer sehingga

seluruh ruang intralamela diisi oleh sel-sel yang baru. Hiperplasia dapat

megakibatkan penebalan jaringan epitel di ujung filamen atau penebalan jaringan

yang terletak di dekat dasar lamela (basal hiperplasia).

Polutan kimia dan logam berat terutama Kadmium (Cd), Cuprum (Cu),

dan Zinc (Zn) mengakibatkan hiperplasia. Ikan yang terpapar logam berat,

deterjen, pestisida, dan nitrofeno memperlihatkan pemisahan antara sel epithelium

dan sistem yang mendasari sel tiang yang dapat mengarah pada keruntuhan dari

struktur lamela sekunder dan dapat mengakibatkan peningkatan sel-sel klorid

(Olurin et al. 2006; Suparjo, 2010). Menurut Ersa (2008) penyebab lain dari

hiperplasia insang, penebalan lamela dan fusi lamela adalah defisiensi nutrisi.

Menurut Tanjung (1982), tingkat kerusakan pada insang yang

berhubungan dengan toksisistas adalah tingkat I, terjadi edema pada lamela dan

terlepasnya sel-sel epithelium dari jaringan dibawahnya; tingkat II, terjadi

hiperplasia pada basal proksimal lamela sekunder; tingkat III, hiperplasia

menyebabkan bersatunya dua lamela sekunder; tingkat IV, hampir seluruh lamela

sekunder mengalami hiperplasia; tingkat V, hilangnya struktur lamela sekunder

dan rusaknya filamen.

2.1.2 Hati

Hati atau hepar merupakan salah satu kelenjar pencernaan ikan yang

memiliki bentuk besar dengan warna merah kecoklatan dan terletak pada bagian

depan rongga badan dan meluas mengelilingi usus. Menurut Loomis (1978), hati

Page 30: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

13

merupakan organ vital yang berfungsi sebagai detoksifikasi dan mensekresikan

bahan kimia yang digunakan untuk proses pencernaan.

Morrison (2007) menyatakan hati ikan adalah organ yang relatif besar.

Pada ikan karnivora yang hidup di alam liar, hati berwarna coklat kemerahan

sedangkan hati ikan herbivora pada habitat alam liar memiliki hati berwarna

coklat ringan. Pada ikan budidaya, warna hati lebih ringan dari pada di alam.

Nabib dan Pasaribu (1989) menyatakan histologi hati ikan berbeda dengan

mamalia, dimana pada ikan terdapat hepatosit penyusun lobus jauh lebih sedikit

dibandingkan mamalia. Sinusoid secara tidak teratur tampak diantara sel-sel hati

dan dibatasi oleh sel-sel endotel dengan inti yang sangat jelas. Sel-sel kuffer tidak

tampak pada dinding sinusoid (Gambar 2.3). Sistem pembuluh empedunya pun

sangat berbeda dari mamalia karena saluran-saluran empedu intraseluler sering

beranastomosis membentuk pembuluh empedu yang khas. Pembuluh-pembuluh

empedu kemudian bergabung untuk membentuk kantung empedu, berisi empedu

berwarna hijau kekuningan, yang dihubungkan dengan usus melalui saluran

empedu. Ketika nutrisi yang diperoleh dari lingkungan kurang dari kebutuhan

normal, sel-sel dapat menyusut dan mengandung banyak pigmen ceroid kuning.

Hati ikan mengandung enzim metabolisme dan salah satu organ yang paling

sering rusak, tetapi telah ditunjukkan (pada mamalia) diperlukan hanya 10% dari

parenkim hati untuk menjaga fungsi hati tetap normal.

Terdapatnya zat toksik dalam tubuh ikan dapat mempengaruhi struktur

histologi hati ikan sehingga dapat mengakibatkan kelainan histologi hati yaitu

pembengkakan sel, nekrosis atau kematian sel, fibrosis dan serosis.

Page 31: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

14

Pembengkakan sel hati ditandai dengan adanya vakuola atau ruang-ruang kosong

akibat pembengkakan hepatosit yang mengakibatkan penyempitan sinusoid.

Pembengkakan sel terjadi karena muatan elektrolit di luar dan di dalam sel berada

dalam keadaan tidak seimbang. Ketidakstabilan sel dalam memompa ion Na+

keluar dari sel menyebabkan peningkatan masuknya cairan dari ekstraseluler ke

dalam sel sehingga sel tidak mampu memompa ion natrium yang cukup. Hal ini

akan mengakibatkan sel membengkak sehingga sel akan kehilangan intergritas

membrannya. Sel akan mengeluarkan materi sel keluar dan kemudian akan terjadi

kematian sel atau nekrosis. Kematian sel yang terus berlanjut akan mengakibatkan

fokal nekrosis.

Gambar 2.3. Histologi hati ikan normal dengan pewarnaan HE (Sumber : Fish

Histology dan Histopathology, 2007)

Fokal nekrosis ditandai dengan hilangnya struktur jaringan, daerah

nekrosis dikelilingi oleh zona pendarahan atau hemoragik. Adanya nekrosis

meyebabkan respon peradangan pada jaringan yang masih hidup di sekitar daerah

nekrosis. Peradangan ditandai dengan adanya jendolan darah serta jaringan

Page 32: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

15

berwarna merah karena banyaknya eritrosit yang keluar dari pembuluh darah.

Respon peradangan ini bertujuan untuk pemulihan serta menekan agen nekrosis.

Hal ini dikarenakan sel-sel yang mengalami nekrosis tidak mampu di absorbsi

oleh sel fagosit sehingga dapat melarutkan unsur-unsur sel sehingga dapat

mengeluarkan enzim sitolitik. Respon peradangan dilakukan dengan cara

regenerasi sel-sel hilang, pembentukan jaringan ikat serta terjadi emigrasi leukosit

ke daerah nekrosis. Tetapi, apabila hati terus terpapar zat toksik maka akan

menyebabkan sel kehilangan kemampuan dalam regenerasi sehingga akan

memicu terjadinya fibrosis (Setyowati, dkk. 2010)

Fibrosis terjadi akibat dari peradangan akut karena sel kehilangan

kemampuan dalam regenerasi yang menyebabkan terjadinya proliferasi fibroblas

sehingga serabut kolagen yang berebih (Anderson, 1995). Menurut Setyowati,

dkk. (2010), fibrosis ditandai oleh kolagen yang lebih tebal, dimana serabut

kolagen berperan dalam menyokong sinusoid dan hepatosit. Jika fibrosis meluas

ke semua bagian hati maka akan terjadi sirosis (pemadatan organ hati) yang

menyebabkan kegagalan fungsi hati sehingga dapat menyebabkan kematian. Hal

ini dikarenakan terjadinya hipertensi vena porta yang dapat menggangu aliran

darah sehingga menghambat asupan nutrien dan pertukaran oksigen. Menurut

Darmono (1995), kerusakan hati dibagi menjadi tiga yaitu ringan, yang ditandai

dengan perlemakan dan pembengkakan sel; sedang, ditandai dengan kongesti dan

hemoragi; dan berat, ditandai dengan kematian sel atau nekrosis.

Page 33: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

16

2.1.3 Otot

Menurut Andi Omar (1987), dibandingkan dengan vertebrata lainnya,

ikan mempunyai susunan otot yang relatif jauh lebih sederhana. Berdasarkan cara

kerjanya, otot–otot yang terdapat pada tubuh ikan dibedakan atas dua golongan

yaitu voluntary muscle, yaitu otot yang bekerja karena dipengaruhi oleh rangsang,

dan involuntary muscle, yaitu otot yang bekerja tanpa dipengaruhi oleh rangsang.

Otot atau daging ikan tersusun dengan rapi dari kranial ke kaudal oleh

lapisan-lapisan otot yang berbentuk kerucut dan disebut coni musculi. Coni

musculi tersusun secara segmental dan disebut myomer atau myotome. Antara

myomer satu dengan myomer lainnya dipisahkan oleh suatu pembungkus yang

disebut myocommata atau myoseptum. Otot-otot yang terletak di bagian sebelah

kiri dan kanan tubuh dipisahkan oleh sekat yang disebut septum vertical. Oleh

sebuah septum horisontal otot-otot tubuh ikan terbagi atas dua daerah yaitu

muskulus dorsalis dan muskulus ventralis.

Menurut Marrison (2007), secara histologi otot pada tubuh ikan dapat

dibedakan menjadi otot lurik atau otot rangka, otot licin atau otot halus, dan otot

jantung. Sel otot lurik atau otot rangka memiliki inti banyak dan terletak tepat di

bawah membran sarcolemma. Beberapa myofibril longitudinal terdiri dari

beberapa myofilamen. Otot lurik memiliki dua jenis yaitu red muscle atau otot

merah (Gambar 2.4) dan white muscle atau otot putih (Gambar 2.5).

Lapisan otot merah berada tepat di bawah kulit, memiliki lipid yang

lebih tinggi dari pada jaringan putih, dan jumlah mitokondria per sel dan

aktivitas pernafasan yang lebih tinggi. Otot ini memiliki kandungan darah yang

Page 34: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

17

tinggi, bersifat aerob, kontraksinya lambat, dan berserat. Sedangkan, otot putih

membentuk volume terbesar dari jaringan tubuh. Jumlah mitokondria sedikit dan

sedikit aktifitas pernafasan.

Gambar 2.4. Gambaran histologi Red Muscle atau Otot merah normal dengan

pewarnaan HE (Sumber : Fish Histology dan Histopathology, 2007)

Menurut Priosoeryanto, dkk (2010), perubahan histopatologi yang

terjadi pada otot ikan yaitu perubahan-perubahan yang melibatkan pertumbuhan

berlebihan, pertumbuhan tidak sempurna, atau pola pertumbuhan abnormal pada

jaringan otot. Perubahan secara histopatologi yang terjadi yaitu atropi, degenerasi,

dan edema. Atropi adalah suatu proses berkurangnya ukuran dari suatu bagian

tubuh atau organ karena pengurangan ukuran atau jumlah sel-sel yang ada dan

biasanya brlangsung lambat. Atropi dapat disebabkan oleh kelaparan atau

Page 35: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

18

malnutrisi, kekurangan suplai darah yang cukup atau infeksi kronis (Plumb,

1994).

Degenerasi dapat disebabkan oleh kekurangan dari bahan esensial

misalnya oksigen, kekurangan sumber energi yang mengganggu metabolisme,

pemanasan mekanik, luka akibat listrik, akumulasi substansi yang abnormal di

dalam sel (Hoole, 2001). Perubahan awal biasanya terjadi adalah berupa migrasi

nukleus, nekrosis sarkoplasma, dan hemoragi atau edema yang terlokalisir yang

disertai infiltrasi oleh makrofag. Degenerasi dapat berupa granuler, hyalin, vakola,

dan degenerasi lemak (Priosoeryanto,dkk. 2010).

Gambar 2.5. Gambaran histologi White muscle atau otot putih dengan pewarnaan

HE (Sumber : Fish Histology dan Histopathology, 2007)

Perubahan lain yang ditemukan pada otot adalah edema. Edema

merupakan suatu akumulasi cairan yang abnormal di dalam rongga tubuh atau di

dalam ruang interstitial dari jaringan dan organ yang dapat mengakibatkan

Page 36: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

19

kebengkakan. Edema pada otot ikan dapat dihubungkan dengan bahan kimia,

virus, bakteri, dan parasit (Takashima dan Hibiya, 1995).

2.2 Cemaran logam berat di Tukad Badung

Menurut Fardiaz (1992), pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan

dimana terjadinya perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan. Pencemaran

lingkungan dapat terjadi akibat tindakan-tindakan manusia. Pencemaran

lingkungan dapat mempengaruhi manusia secara langsung maupun tidak langsung

melalui hasil pertanian, peternakan, benda-benda, perilaku dalam apresiasi dan

rekreasi di alam bebas. Pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009) adalah

masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke

dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu

lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data BLH Bali (2013), Tukad Badung merupakan sungai

lintas kabupaten/kota yaitu kota Denpasar dan kabupaten Badung. Sungai ini

bermuara di perbatasan antara kelurahan Kuta dan kelurahan Pemogan dimana

muara sungai ini telah dibendung menjadi waduk Estuary Dam. Hulu Tukad

Badung berada di Banjar Bingin, Desa Sading. Panjang aliran Tukad Badung

adalah 19 km dan luas daerah pengaliran 22,55 km2. Sumber-sumber limbah yang

berpotensi mencemari sungai ini sangat beragam seperti limbah industri (industri

pengolahan dan industri pencelupan), limbah limbah tangga, limbah bengkel,

limbah limpasan jalan, limbah peternakan dan limbah rumah sakit, limbah pasar,

dan lain sebagainya. Bahan pencemar adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi

Page 37: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

20

alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu

ekosistem sehingga mengakibatkan gangguan peruntukkan ekosistem tersebut

(Effendi, 2003). Bahan-bahan kimia yang termasuk dalam bahan pencemar

memiliki sifat stabil dan tidak mudah mengalami degradasi sehingga bersifat

persisten di alam dalam jangka waktu yang lama.

Rao (1992) menyatakan bahwa salah satu bahan pencemar adalah

senyawa anorganik yang terdiri dari logam dan logam berat yang memiliki sifat

beracun. Menurut Clark (1986), logam dalam konteks biologis dapat dibagi

menjadi tiga kelompok yaitu (1) golongan logam ringan (seperti sodium,

potasium, kalsium, dsb) yang secara normal tertransportasi sebagai mobile cations

di dalam larutan; (2) logam transisi dimana secara esensial berada dalam

konsentrasi rendah tetapi dapat bersifat beracun dalam konsentrasi tinggi (seperti

besi, tembaga, kobal dan mangan); dan (3) logam berat atau metalloid (seperti

raksa, timbal, timah, selenium, dan arsenik) dimana secara umum tidak

dibutuhkan bagi aktivitas metabolis dan bersifat racun terhadap sel pada

konsentrasi rendah. Menurut Davis dan Cornwell (1991), bahan anorganik yang

memiliki sifat toksik adalah arsen (As), barium (Ba), kadmium (Cd), kromium

(Cr), timah hitam (Pb), merkuri (Hg), selenium (Se), dan perak (Ag). Logam

secara alamiah ada di lingkungan perairan, dan beberapa keberadaannya bersifat

esensial bagi kehidupan di perairan. Di perairan, logam dan logam berat

merupakan konstituen alami yang berasal dari erosi bebatuan, vulkanik, dan

sebagainya. Sumber-sumber pencemaran logam di perairan antara lain: (a) dari

batuan dan tumpahan lahar gunung berapi; (b) dari limbah industri baik industri

Page 38: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

21

bijih dan logam maupun industri lain yang limbahnya mengandung logam berat

seperti industri pencelupan; dan (c) dari sampah dan macam-macam buangan

padat.

Suatu logam dapat dipandang sebagai racun apabila logam-logam

tersebut konsentrasinya berada di atas yang diperkenankan. Kadar logam yang

terlalu rendah dalam suatu perairan dapat menyebabkan organisme hidup di

dalamnya menderita defisiensi. Akan tetapi, unsur logam dalam jumlah yang

berlebihan akan bersifat racun. Hal ini disebabkan terbentuknya senyawa

merkaptida antara logam berat dengan gugus –SH yang terdapat dalam enzim,

sehingga aktivitas enzim tidak dapat berlangsung. Toksisitas logam tergantung

pada jenis, kadar, dan bentuk fisika-kimianya. Adanya efek sinergistik dari

beberapa logam juga akan memperbesar toksisitas logam berat. Faktor lingkungan

perairan juga turut mempengaruhi toksisitas logam berat seperti pH, kesadahan,

suhu dan salinitas. Penurunan pH akan menyebabkan toksisitas logam berat

semakin besar. Kesadahan yang tinggi dapat mengurangi toksisitas logam berat,

karena logam berat dalam air yang kesadahan tinggi akan membentuk senyawa

kompleks yang mengendap ke dasar perairan.

Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk menamai

kelompok metal dan metalloid dengan densitas lebih besar dari 6 g/cm3. Jenis-

jenis logam tersebut meliputi : merkuri (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium

(Cd), kromium (Chromium), kuprum (Cu), dan nikel (Ni). Logam-logam tersebut

sering dihubungkan dengan adanya masalah pencemaran dan toksitas perairan

(pesisir dan laut), karena keberadaannya yang membahayakan dan sering

Page 39: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

22

mencemari lingkungan baik berupa pencemaran udara maupun pencemaran air.

Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan beberapa jenis logam seperti Mn,

Fe, Cu dan Zn dalam jumlah yang sangat kecil karena logam-logam tersebut

merupakan mikronutrien yang sangat esensial, namun ada beberapa jenis logam

lain seperti Hg, Cd, Pb dan Ni yang sangat tidak diharapkan keberadaannya dalam

tubuh makhluk hidup meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Logam berat

yang dilimpahkan ke perairan, baik sungai ataupun laut akan mengalami proses-

proses seperti pengendapan, adsorpsi dan absorpsi oleh organisme-organisme

perairan (BLH Bali, 2013).

Logam berat memasuki perairan melalui air hujan, aliran air

permukaan, erosi, dan aktivitas manusia seperti industri, pertambangan,

pengolahan atau penggunaan logam dan bahan yang mengandung logam.

Masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dapat melalui rantai

makanan dan difusi melalui kulit dan insang sehingga mengakibatkan

bioakumulasi logam berat dalam tubuh organisme tersebut (Hutagalung, et al,

1991 dalam Zubayr, 2009). Menurut Darmono (1995), pencemaran logam berat

terhadap alam lingkungan perairan merupakan suatu proses yang erat

hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia.

Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat dengan nomor atom 82

yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh 327ºC dan titik didih

1.620ºC. Pada suhu 550-600ºC timbal menguap dan bereaksi dengan oksigen

dalam udara membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lentur, timbal sangat

rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, panas, dan air

Page 40: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

23

asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat

(Palar, 2004). Timbal umum ditemukan pada senyawa-senyawa PVC, cat dengan

basis minyak, zat pengoksidasi dan bahan bakar. Timbal masuk kedalam perairan

melalui limpasan bahan bakar bensin yang mengandung tetra etil, erosi dan

limbah industri (Saeni, 1989). Menurut Widowati W (2008), unsur timbal banyak

digunakan dalam bidang industri moderen sebagai bahan pembuatan pipa air yang

tahan terhadap korosi. Menurut Palar (2008), timbal yang masuk keperairan

sebagai dampak dari aktifitas manusia diantaranya pembuangan air limbah dari

industri yang berkaitan dengan penggunaan timbal dan sisa buangan dari industri

baterai. Menurut Suharto (2005), badan perairan yang telah kemasukan senyawa

atau ion-ion timbal akan menyebabkan jumlah timbal yang ada melebihi

konsentrasi sehingga mengakibatkan kematian bagi biota perairan. Timbal yang

masuk ke dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan keracunan, gangguan

sumsum tulang, sistem saraf, ginjal, hati serta gangguan pada tulang, kuku dan

rambut (Palar, 1994).

Kadmium merupakan logam lunak berwarna putih perak dan mudah

teroksdasi oleh udara bebas dan gas ammonia (NH3) yang memiliki nomor atom

48, berat atom 112,40, dengan titik cair 321ºC dan titik didih 765ºC. Kadmium

bervalensi dua (Cd2+

) adalah bentuk terlarut stabil dalam lingkungan perairan laut

pad pH dibawah 8.0. Kadar Cd di perairan alami berkisar antara 0,29-0,55 ppb

dengan rata-rata 0,42 ppb. Di lingkungan alami yang bersifat basa, kadmium

mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan

kompleks dengan bahan organik. Di perairan alami, kadmium membentuk ikatan

Page 41: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

24

kompleks dengan ligan baik organik maupun anorganik, yaitu Cd2+

, Cd(OH)+,

CdCl+, CdSO4, CdCO3, dan Cd organik (Sanusi, 2006). Kadmium (Cd) digunakan

secara luas pada berbagai industri diantaranya pelapisan logam, peleburan logam,

pewarnaan, baterai, minyak pelumas, dan bahan bakar. Penggunaan kadmium

paling utama adalah sebagai penyeimbang dan pewarna plastik serta electroplating

(penyepuhan atau pelapisan logam). Menurut Darmono (1995), kadmium juga

digunakan dalam pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen/zat

warna, industri tekstil, dan industri kimia. Kadmium bersifat kronis dan pada

manusia biasanya terakumulasi pada ginjal. Keracunan Cd dalam waktu lama

dapat membahayakan kesehatan paru-paru, tulang, hati, kelenjar reproduksi dan

ginjal. Logam Cd juga bersifat neurotoksin yang menimbulkan dampak rusaknya

indera penciuman (Anwar, 1996).

Logam berat kromium (Cr) merupakan logam berat dengan berat

atom 51,996 g/mol, berwarna abu-abu, tahan terhadap oksidasi meskipun pada

suhu tinggi, mengkilat, keras, memiliki titik cair 1.857ºC dan titik didih 2.672ºC,

bersifat paramagnetik (sedikit tertarik oleh magnet). Logam berat kromium

memiliki bilangan oksidasi beragam, salah satunya adalah +6. Logam Cr+6

memiliki sifat toksik dan merupakan oksidan kuat yang dapat membentuk

berbagai macam ion kompleks yang berfungsi sebagai katalisator (Widowati, W.

2008). Kromium umum digunakan pada industri elektroplating, penyamakan

kulit, cat tekstil, fotografi, pigmen (zat warna), besi baja serta industri kimia.

Menurut Palar (1994), kromium trivalen (Cr+3

) dan kromium heksavalen (Cr+6

)

memiliki implikasi biologis yang signifikan. Kromium trivalen dapat mengalami

Page 42: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

25

perubahan dari spesi ion trivalen menjadi heksavalen, namun spesi ion heksavalen

tidak pernah menjadi trivalen dalam tubuh organisme. Kromium trivalen

merupakan unsure esensial dalam tubuh mahluk hidup karena berperan dalam

metabolism glukosa dan lipid. Menurut Palar (1994) dari semua spesi ion

kromium banyak krom trivalen (Cr+3

) dan krom heksavalen (Cr+6

) yang

mempunyai implikasi biologis yang signifikan. Proses perubahan spesi ion dari

trivalen menjadi heksavalen dapat terjadi di dalam tubuh organisme, spesi ion dari

heksavalen menjadi trivalen tidak pernah terjadi di dalam tubuh organisme.

Selanjutnya diuraikan, kromium bervalensi 3 merupakan unsur esensial pada

makhluk hidup, karena berperan dalam metabolisme glukosa dan lipida.

Defesiensi kromium dapat memperlihatkan gejala diabetes melitus dan timbulnya

platelet dalam pembuluh darah. Lebih dari itu, kromium dalam jumlah sedikit

sangat dibutuhkan makhluk hidup sebagai unsur mikro. Kadar unsur krom yang

masuk ke dalam tubuh manusia dapat meningkat seiring dengan tingginya

pencemaran lingkungan melebihi kadar normal yaitu 0,05 mg/kg berat badan, baik

melalui makanan maupun air minum, mencerna makanan yang mengandung kadar

kromium tinggi bisa menyebabkan gangguan pencernaan, berupa sakit lambung,

muntah, dan pendarahan, luka pada lambung, konvulsi, kerusakan ginjal, dan

hepar, bahkan dapat menyebabkan kematian, (Widowati, 2008)

Page 43: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

26

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Tukad Badung merupakan salah satu sungai di Kota Denpasar yang

tercemar bahan pencemar logam berat. Bahan pencemar tersebut diantaranya

berasal dari limbah industri (industri pengolahan dan industri pencelupan) dan

limbah bengkel. Logam berat yang berpotensi mencemari perairan Tukad Badung

yaitu timbal (Pb), kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6

). Hutagalung

(1991) mengungkapkan logam berat yang masuk ke dalam tubuh organisme

perairan dapat melalui rantai makanan, dan difusi melalui kulit serta insang

sehingga mengakibatkan bioakumulasi logam berat dalam tubuh organisme

tersebut. Ikan adalah salah satu organisme perairan yang umum di temukan di

Tukad Badung. Sungai ini merupakan habitat berbagai jenis ikan diantaranya ikan

Mujair (Oreochromis Mossambicus). Ikan Mujair merupakan jenis ikan yang

umum dipancing dan dikonsumsi oleh masyarakat. Froese dan Pauli (2007)

mengemukakan ikan Mujair merupakan ikan yang memiliki daya tahan tinggi

terhadap terjadinya perubahan lingkungan, namun belum ada penelitian yang

menyebutkan tentang daya tahan ikan Mujair terhadap cemaran logam berat Pb,

Cd, dan Cr+6

. Sedangkan Mason (2002) menyatakan tingginya tingkat cemaran di

perairan akan mempengaruhi keadaan fisiologis ikan yang disertai kerusakan

anatomi. Ikan dapat digunakan sebagai objek penelitian untuk mengetahui efek

beracun dari beberapa cemaran bahan kimia dalam suatu lingkungan. Kondisi

fisiologis serta kerusakan anatomi dari ikan dapat dipengaruhi oleh berbagai

Page 44: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

27

27

indikator salah satunya tingkat cemaran. Perubahan fisiologi dan anatomi ikan

dapat dilihat dari gambaran histopatologi organ-organ yang terpapar bahan

pencemar. Penelitian tentang perubahan fisiologi dan anatomi ikan yang terapar

cemaran logam berat telah banyak dilakukan diantaranya yaitu pada ikan Belanak

(Mugil chepalus) yang hidup di muara sungai Aloo Sidoarjo (Setyowati,dkk.,

2010) dan pada ikan Mujair yang diberikan paparan logam berat (Sumah Yulaipi

dan Aunurohim, 2013). Namun belum ada penelitian tentang kandungan logam

berat dan perubahan histopatologi ikan Mujair yang hidup di Tukad Badung.

Insang merupakan salah satu organ pada tubuh ikan yang berhubungan

langsung dengan bahan beracun yang terkandung dalam air. Ploecsik (2010)

menyatakan kerusakan yang terjadi pada organ insang akibat paparan logam berat

yaitu oedema, sedangkan Saputra menyebutkan selain oedema paparan logam

berat dapat mengakibatkan fusi dan hiperplasia lamella. Selanjutnya Olurin

menegaskan polutan kimia khususnya Cd dapat mengakibatkan hiperplasia pada

insang. Belum ada sumber yang menyebutkan dampak dari cemaran logam berat

PB dan Cr+6

terhadap kerusakan struktur histologis insang. Hati merupakan organ

dalam tubuh ikan yang berfungsi sebagai pusat metabolisme zat-zat yang masuk

dalam tubuh ikan, termasuk zat yang bersifat racun. Sebagai pusat detoksifikasi,

hati akan menjadi tempat terakumulasinya segala jenis bahan beracun yang

terkandung dalam habitat ikan itu sendiri. Setyowati, dkk. mengungkapkan

kerusakan histologi hati terjadi akibat paparan zat toksik. Selain hati, akumulasi

bahan beracun juga terjadi di dalam otot atau daging ikan. Otot atau daging ikan

ini merupakan bagian tubuh ikan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat.

Page 45: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

28

28

Menurut Davis dan Cornwell (1991) yang didukung oleh Rao (1992) logam berat

tidak dibutuhkan oleh aktivitas metabolisme tubuh dan bersifat racun walaupun

dalam konsentrasi rendah. Dan Takashima dan Hibiya (1995) serta Hoole (2001)

menyebutkan kerusakan sturktur sel otot terjadi akibat akumulasi bahan toksik

dalam tubuh ikan. Berbagai faktor (variabel) dapat berperan terhadap kandungan

logam berat dan bahan beracun dalam tubuh ikan. Faktor-faktor tersebut

diantaranya tingkat bahan pencemar dalam air, jenis ikan, umur, dan lokasi (hulu

atau hilir), Variabel tingkat pencemaran di perairan Tukad Badung mengacu pada

data BLH (2013), sedangkan variabel jenis ikan adalah ikan mujair (Oreochromis

mossambicus) dengan umur ikan remaja dan dewasa. Lokasi didasarkan pada

beberapa titik sesuai perkiraan adanya variasi tingkat pencemaran. Sebagai

variabel tergantung (dependent variable) adalah kadar logam berat timbal (Pb),

kadmium (Cd), dan kromium (Cr6+

) serta perubahan histopatologi pada insang,

hati dan otot ikan.

Page 46: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

29

29

3.2. Konsep Penelitian

Konsep penelitian akan dituangkan dalam Gambar 3.1 sebagai berikut :

Gambar 3.1. Bagan Konsep Penelitian

Ikan Mujair

(Oreochromis mossambicus)

1. Tingkat cemaran

2. Jenis Ikan

3. Umur

4. Lokasi

Daging Insang Hati Identifikasi

Logam Berat

Pb, Cd, Cr6+

Histopatologi

Analisa Data

Histologi normal

Baku Mutu

SNI 7378:2009

FAO Fish Circular 764

Tingkat biokonsentrasi cemaran dan gambaran histopatologi ikan Mujair

(Oreochromis mossambicus) yang hidup di perairan Tukad Badung Kota Denpasar

Daging

1. Atrofi

Insang

1. Hiperplasia

2. Fusi

Hati

1. Oedema

2. Fokal nekrosis

3. Degenerasi

4. Radang

5. Fibrosis

Page 47: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

30

30

3.3 Hipotesis Penelitian

a. Kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), dan kromium heksavalen

(Cr+6

) pada ikan Mujair yang hidup di Tukad Badung kota Denpasar

melampaui baku mutu SNI 7378:2009 dan FAO Fish Circular 764.

b. Gambaran histopatologi organ insang, hati dan otot ikan Mujair yang hidup di

Tukad Badung mengalami perubahan akibat tercemar logam berat timbal (Pb),

kadmium (Cd), dan kromium heksavalen (Cr+6

).

Page 48: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

31

31

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yaitu dengan

memeriksa kadar pencemaran pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) di lima

titik sepanjang aliran sungai Tukad Badung. Pemeriksaan kadar cemaran berupa

logam berat meliputi timbal (Pb), kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6

)

pada daging ikan. Sedangkan pemeriksaan histopatologi ikan didasarkan atas

perubahan sel pada organ insang, hati dan daging.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) dilakukan

di DAM Mertagangga kelurahan Ubung Kaja kecamatan Denpasar Barat, jembatan

Gajah Mada kelurahan Pemecutan Kaja kecamatan Denpasar Barat, Alangkajeng

Menak kelurahan Pemecutan Kaja kecamatan Denpasar Barat, DAM Buagan

kelurahan Pemecutan Kelod kecamatan Denpasar Barat, dan DAM Estuari ByPass

Suwung. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada peta lokasi penelitian

(Gambar 4.1).

Pengujian kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan

kromium heksavalen (Cr+6

) pada daging ikan dilakukan di Laboratorium Analitik

Universitas Udayana. Pembuatan preparat organ insang, hati, dan daging ikan

dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu

Page 49: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

32

dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Denpasar yang berada di bawah Kementerian

Kelautan dan Perikanan. Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus tahun

2014.

Gambar 4.1. Peta lokasi penelitian

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian difokuskan terhadap biokonsentrasi cemaran logam berat

timbal (Pb), kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6

) yang terkandung pada

daging ikan dan histopatologi organ insang, hati, dan daging dari ikan Mujair

(Oreochromis mossambicus) yang umum dikonsumsi dan hidup di perairan Tukad

Badung yang mengalir di wilayah Kota Denpasar. Ikan yang digunakan dalam

Page 50: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

33

penelitian ini ikan yang tergolong dalam kategori remaja atau juvenile berukuran 10 -

15 cm dengan berat 150 hingga 200 gram dan kategori dewasa dengan ukuran 200 -

300 gram dengan panjang 15 - 20 cm yang dipancing oleh masyarakat yang

memfungsikan Tukad Badung sebagai sarana rekreasi (memancing) dan sumber

protein hewani.

4.4 Penentuan Sumber Data

Sampel ikan yang digunakan sebanyak tiga ekor untuk masing-masing

kategori ukuran pada setiap titik pengambilan sampel. Jenis ikan yang diambil adalah

ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) kategori remaja atau juvenile berukuran 10-

15 cm dengan berat 150-200 gram dan kategori dewasa dengan ukuran 200-300 gram

dengan panjang 15-20 cm. Pada organ daging akan dilakukan pengujian kandungan

logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6

). Pada organ

insang, perubahan histopatologi yang diamati yaitu hiperplasia lamela sekunder, dan

fusi lamela. Perubahan histopatologi pada hati yang diamati adalah oedema

hepatosit, focal nekrosis, degenerasi intralobular, peradangan, serta fibrosis.

Sedangkan untuk daging, perubahan histopatologi yang diamati yaitu atropi.

4.5 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian adalah ikan Mujair

(Oreochromis mossambicus), es, formalin 10%, xylol, parafin, aquades, albumin,

larutan hematoksilin, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96%,

alkohol absolut, larutan eosin, ethanol absolut, HCl 37%, HCl 6M, HNO3 65%,

Page 51: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

34

HNO3 0,1M, NH4H2PO4, dan larutan standar alat AAS (Atomic Absorbtion

Spectrofotometric).

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam pengambilan sampel ikan adalah ember,

papan bedah, gunting bedah, pisau bedah, penggaris, pot sampel, label, timbangan

digital, box es, tissue cassette, embedding set, microtome, gelas objek, mikroskop,

blender, wadah polystyrene, cawan porselen, tungku pengabuan, hot plate, dan labu

takar.

4.7 Prosedur Kerja

4.7.1 Pengambilan sampel ikan

Ikan yang diperoleh dari para pemancing diidentifikasi berdasarkan berat

dan panjang sesuai kategori yang ditentukan. Ikan dieutanasi dengan memasukkan

ikan ke dalam ember yang berisi es, selanjutnya dilakukan proses bedah bangkai atau

nekropsi pada ikan. Sampel daging pada satu sisi ikan diambil lalu masukkan sampel

daging kedalam plastik klip dengan label kemudian dimasukkan ke dalam box yang

telah diisi es untuk selanjutnya dilakukan pengujian konsentrasi logam berat timbal

(Pb), kadmium (Cd) dan kromium heksavalen (Cr+6

) dengan metode AAS. Pada ikan

yang telah diambil sampel dagingnya, dilakukan pengambilan organ insang, hati dan

daging untuk dilakukan proses pembuatan preparat histopatologi.. Perubahan

patologi anatomi diamati pada tiap organ. Sampel organ diambil dengan ukuran 1cm3

pada bagian yang mengalami perubahan patologi anatomi. Organ yang telah

Page 52: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

35

dipotong dimasukkan ke dalam pot sampel berlabel yang telah diisi dengan formalin

10%.

4.7.2 Penentuan konsentrasi logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan kromium

heksavalen (Cr+6

) pada daging ikan

Sampel daging di haluskan dengan cara diblender hingga homogen.

Sampel daging diambil sebanyak 10 gram pada tiap ikan. Dilakukan pengujian

kandungan logam berat pada sampel ikan dengan metode AAS (Atomic Absorption

Spectrofotometric). Sampel dibagi menjadi dua bagian, 5 gram untuk kontrol positif

dan 5 gram untuk sampel. Ditambahkan 0,25 ml larutan standar 1mg/l ke dalam

sampel untuk membuat spiked atau kontrol positif. Spiked diuapkan diatas hot plate

pada suhu 100ºC sampai kering. Sampel dan spiked dimasukkan kedalam tungku

pengabuan dan tutup separuh permukaannya. Suhu tungku pengabuan dinaikkan

secara bertahap 100ºC setiap 30 menit hingga mencapai 450ºC dan dipertahankan

selama 18 jam. Sampel dan spiked dikeluarkan dari tungku pengabuan dan dinginkan

pada suhu kamar. Setelah dingin ditambahkan 1 ml HNO3 65%, digoyangkan secara

hati-hati sehingga semua abu terlarut dalam asam dan selanjutnya diuapkan diatas

hot plate pada suhu 100ºC sampai kering. Setelah kering sampel dan spiked

dimasukkan kembali ke dalam tungku pengabuan. Suhu dinaikkan secara bertahap

100ºC setiap 30 menit hingga mencapai 450ºC dan dipertahankan selama 3 jam.

Setelah abu terbentuk sempurna berwarna putih, sampel dan spiked didinginkan pada

suhu ruang. Ditambahkan 5 ml HCl 6 M kedalam masing-masing sampel dan spiked

digoyangan secara hati-hati sehingga semua abu larut dalam asam. Diuapkan diatas

hot plate pada suhu 100ºC sampai kering. Ditambahkan 10 ml HNO3 0,1 M dan

didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam, larutan dipindah kedalam labu takar

Page 53: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

36

polyproylene 50 ml dan ditambahkan larutan matrik modifier, tepatkan sampai tanda

batas dengan menggunakan HNO3 0,1 M. Larutan standar kerja Cd, Pb dan Cr+6

disiapkan masing-masing minimal lima titik konsentrasi. Larutan standar kerja,

sampel, dan spiked dibaca pada alat spektrofotometer serapan atom graphite fumace

pada panjang gelombang 228,8 nm untuk logam Cd, 288,3 nm untuk logam Pb dan

357,9 untuk logam Cr+6

. Konsentrasi Cd, Pb, dan Cr+6

dalam µg/g dihitung dengan

rumus berikut (SNI 2354.5:2011) :

Keterangan :

D : konsentrasi sampel µg/l dari hasil pembacaan AAS

E : konsentrasi blanko sampel µg/l dari hasil pembacaan AAS

Fp : faktor pengenceran

V : volume akhir larutan sampel yang disiapkan (ml), ubah kedalam satuan

liter

W : berat sampel (g)

4.7.3 Pembuatan preparat histopatologi organ ikan

Organ insang, hati dan daging diambil. kemudian disimpan dalam tissue

cassette dan dilakukan fiksasi dalam larutan formalin 10%. Setelah difiksasi,

dilakukan proses dehidrasi dengan satu sesi larutan yang terdiri dari : alkohol 70%,

alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96%, dan alkohol absolut. Setelah difiksasi,

dilakukan proses clearing menggunakan xylol. Sampel diinfiltrasi dengan (blocking)

menggunakan alat embedding set lalu dituangkan paraffin cair kemudian dinginkan.

Page 54: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

37

Pada blok yang sudah dingin dilakukan sectioning menggunakan microtome dengan

ketebalan ± 4-5 mikron. Preparat di atas gelas objek direndam dalam larutan xylol

masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya, preparat direndam di dalam alkohol

100% masing-masing selama 5 menit. Preparat dimasukkan ke dalam aquades dan

kemudian direndam dalam Harris Hematoxylin selama 15 menit. Dicelupkan ke

dalam aquades dengan cara mengangkat dan menurunkannya. Preparat dicelupkan ke

dalam acid alkohol 1% sebanyak 7-10 kali. Direndam dengan aquades selama 1

menit dan dibilas kembali dengan aquades selama 15 menit dan dimasukkan ke

dalam eosin selama 2 menit. Preparat dimasukkan pada seri alkohol bertingkat dari

96%, 96%, 100%, 100% masing-masing 3 menit hingga ethanol absolute untuk

dehidrasi. Preparat dimasukkan pada xylol dua kali selama lima menit dan

dikeringkan untuk clearing. Dilakukan mounting media. Preparat histologi diamati

dengan pembesaran tertentu di bawah mikroskop dan dicatat perubahan mikroskopik

yang ditemukan.

4.8 Analisa Data

Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif kualitatif

serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil uji penentuan kandungan logam

berat Pb dan Cd pada masing-masing lokasi dan tingkat umur dibandingkan dengan

baku mutu yang berlaku yaitu SNI 7387:2009 sedangkan untuk logam berat Cr+6

dibandingkan dengan baku mutu pada FAO Fish Circular 764, dan ditentukan ikan

pada lokasi dan tingkat umur dengan kandungan logam berat paling tinggi hingga

terendah. Gambaran histopatologi yang diperoleh dibandingkan dengan histologi

normal dari organ insang, hati, dan daging pada masing-masing lokasi dan tingkat

Page 55: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

38

umur, sehingga dapat ditentukan ikan pada lokasi dan tingkat umur dengan

kerusakan histopatologi organ tertinggi hingga terendah.

Page 56: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

37

39

BAB V

HASIL

5.1 Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus) yang hidup di perairan Tukad Badung Kota Denpasar

Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel ikan yang berasal dari Dam

Mertagangga didapatkan hasil bahwa kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan

Mujair remaja terendah adalah 0,8385 mg/kg dan tertinggi adalah 2,5550 mg/kg.

Sedangkan kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan Mujair dewasa terendah

adalah 2,7085 mg/kg dan tertinggi adalah 3,9027 mg/kg (Tabel 5.1).

Tabel 5.1

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair di Dam

Mertangangga

Sampel Parameter

Pb (mg/kg)

Ikan Remaja (DM-J01) 0,8385

Ikan Remaja (DM-J02) 0,4986

Ikan Remaja (DM-J03) 2,5550

Ikan Dewasa (DM-A01) 3,9027

Ikan Dewasa (DM-A02) 2,9099

Ikan Dewasa (DM-A03) 2,7085

Keterangan : DM-J01 = Dam Mertagangga-Juvenile 1

DM-J02 = Dam Mertagangga-Juvenile 2

DM-J03 = Dam Mertagangga-Juvenile 3

DM-A01 = Dam Mertagangga-Adult 1

DM-A02 = Dam Mertagangga-Adult 2

DM-A03 = Dam Mertagangga-Adult 3

Kandungan logam berat timbal (Pb) yang terkandung pada ikan Mujair

yang diambil pada lokasi kedua yaitu jembatan Gajah Mada diperoleh hasil yaitu

kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan Mujair remaja terendah adalah 4,5225

mg/kg dan tertinggi adalah 6,5606 mg/kg. Sedangkan kandungan logam berat timbal

(Pb) pada ikan Mujair dewasa terendah adalah 5,7902 mg/kg dan tertinggi adalah

6,6225 mg/kg (Tabel 5.2).

Page 57: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

40

Tabel 5.2

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair di Jembatan Gajah

Mada

Sampel Parameter

Pb (mg/kg)

Ikan Remaja (GM-J01) 4,5225

Ikan Remaja (GM-J02) 5,6950

Ikan Remaja (GM-J03) 6,5606

Ikan Dewasa (GM-A01) 6,1503

Ikan Dewasa (GM-A02) 5,7902

Ikan Dewasa (GM-A03) 6,6225

Keterangan : GM-J01 = Gajah Mada-Juvenile 1

GM-J02 = Gajah Mada-Juvenile 2

GM-J03 = Gajah Mada-Juvenile 3

GM-A01 = Gajah Mada-Adult 1

GM-A02 = Gajah Mada-Adult 2

GM-A03 = Gajah Mada-Adult 3

Pada sampel ikan Mujair yang diambil di Alangkajeng menak diperoleh

hasil yaitu kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan Mujair remaja terendah

adalah 7,0640 mg/kg dan tertinggi adalah 8,9524 mg/kg. Sedangkan kandungan

logam berat timbal (Pb) pada ikan Mujair dewasa terendah adalah 8,2428 mg/kg dan

tertinggi adalah 10,6147 mg/kg (Tabel 5.3).

Tabel 5.3

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair di Alangkajeng

Menak

Sampel Parameter

Pb (mg/kg)

Ikan Remaja (AK-J01) 7,2554

Ikan Remaja (AK-J02) 7,0640

Ikan Remaja (AK-J03) 8,9524

Ikan Dewasa (AK-A01) 8,2428

Ikan Dewasa (AK-A02) 10,6147

Ikan Dewasa (AK-A03) 9,9838

Keterangan : AK-J01 = Alangkajeng Menak-Juvenile 1

AK-J02 = Alangkajeng Menak-Juvenile 2

AK-J03 = Alangkajeng Menak-Juvenile 3

AK-A01 = Alangkajeng Menak-Adult 1

AK-A02 = Alangkajeng Menak-Adult 2

AK-A03 = Alangkajeng Menak-Adult 3

Page 58: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

41

Sampel ikan Mujair remaja yang diambil di Dam Buagan memiliki

kandungan logam berat timbal (Pb) terendah adalah 10,3924 mg/kg dan tertinggi

adalah 11,2952 mg/kg. Sedangkan kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan

Mujair dewasa terendah adalah 13,5833 mg/kg dan tertinggi adalah 15,2860 mg/kg

(Tabel 5.4).

Tabel 5.4

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair di Dam Buagan

Sampel Parameter

Pb (mg/kg)

Ikan Remaja (DB-J01) 10,3924

Ikan Remaja (DB-J02) 11,2952

Ikan Remaja (DB-J03) 11,1125

Ikan Dewasa (DB-A01) 13,5833

Ikan Dewasa (DB-A02) 15,2860

Ikan Dewasa (DB-A03) 14,1183

Keterangan : DB-J01 = Dam Buagan-Juvenile 1

DB-J02 = Dam Buagan-Juvenile 2

DB-J03 = Dam Buagan-Juvenile 3

DB-A01 = Dam Buagan-Adult 1

DB-A02 = Dam Buagan-Adult 2

DB-A03 = Dam Buagan-Adult 3

Sedangkan untuk sampel ikan Mujair yang diambil di Dam Estuari

mengandung logam berat timbal (Pb) pada ikan Mujair remaja terendah adalah

15,1312 mg/kg dan tertinggi adalah 16,9638 mg/kg. Sedangkan kandungan logam

berat timbal (Pb) pada ikan Mujair dewasa terendah adalah 18,3070 mg/kg dan

tertinggi adalah 20,2600 mg/kg (Tabel 5.5).

Page 59: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

42

Tabel 5.5

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Pb pada Ikan Mujair di Dam Estuari

Sampel Parameter

Pb (mg/kg)

Ikan Remaja (DE-J01) 0,7630*

Ikan Remaja (DE-J02) 15,1312

Ikan Remaja (DE-J03) 16,9638

Ikan Dewasa (DE-A01) 18,3070

Ikan Dewasa (DE-A02) 20,2600

Ikan Dewasa (DE-A03) 19,5483

Keterangan :

* = Merupakan data pencilan. Data diragukan keakuratan akibat kesalahan faktor

pemeriksaan maupun faktor-faktor lain. DE-J01 = Dam Estuari-Juvenile 1

DE-J02 = Dam Estuari-Juvenile 2

DE-J03 = Dam Estuari-Juvenile 3

DE-A01 = Dam Estuari-Adult 1

DE-A02 = Dam Estuari-Adult 2

DE-A03 = Dam Estuari-Adult 3

5.2 Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus) yang hidup di perairan Tukad Badung Kota Denpasar

Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel ikan Mujair yang berasal dari 5

(lima) titik lokasi penelitian tidak ditemukan adanya kandungan logam berat

kadmium (Cd) pada 2 (dua) kategori umur yaitu remaja dan dewasa.

5.3 Kandungan Logam Berat Kromium (Cr +6

) pada Ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus) yang hidup di perairan Tukad Badung Kota Denpasar

Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel ikan yang berasal dari Dam

Mertagangga didapatkan hasil bahwa kandungan logam berat kromium (Cr+6

) pada

ikan Mujair remaja terendah adalah 1,1402 mg/kg dan tertinggi adalah 1,3029

mg/kg. Sedangkan kandungan logam berat kromium (Cr+6

) pada ikan Mujair dewasa

terendah adalah 2,3074 mg/kg dan tertinggi adalah 3,2802 mg/kg (Tabel 5.6).

Page 60: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

43

Tabel 5.6

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan Mujair di Dam

Mertangangga

Sampel Parameter

Cr (mg/kg)

Ikan Remaja (DM-J01) 1,1402

Ikan Remaja (DM-J02) 1,2995

Ikan Remaja (DM-J03) 1,3029

Ikan Dewasa (DM-A01) 2,3074

Ikan Dewasa (DM-A02) 2,7931

Ikan Dewasa (DM-A03) 3.2802

Keterangan : DM-J01 = Dam Mertagangga-Juvenile 1

DM-J02 = Dam Mertagangga-Juvenile 2

DM-J03 = Dam Mertagangga-Juvenile 3

DM-A01 = Dam Mertagangga-Adult 1

DM-A02 = Dam Mertagangga-Adult 2

DM-A03 = Dam Mertagangga-Adult 3

Kandungan logam berat kromium (Cr+6

) yang terkandung pada ikan

Mujair yang diambil pada lokasi kedua yaitu jembatan Gajah Mada didapatkan hasil

yaitu kandungan logam berat kromium (Cr+6

) pada ikan Mujair remaja terendah

adalah 2,5163 mg/kg dan tertinggi adalah 3,5141 mg/kg. Sedangkan kandungan

logam berat kromium (Cr+6

) pada ikan Mujair dewasa terendah adalah 3,1363 mg/kg

dan tertinggi adalah 4,4464 mg/kg (Tabel 5.7).

Tabel 5.7

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan Mujair di Jembatan

Gajah Mada

Sampel Parameter

Cr (mg/kg)

Ikan Remaja (GM-J01) 3,5141

Ikan Remaja (GM-J02) 2,7902

Ikan Remaja (GM-J03) 2,5163

Ikan Dewasa (GM-A01) 3,1363

Ikan Dewasa (GM-A02) 4,1056

Ikan Dewasa (GM-A03) 4,4464

Keterangan : GM-J01 = Gajah Mada-Juvenile 1

GM-J02 = Gajah Mada-Juvenile 2

GM-J03 = Gajah Mada-Juvenile 3

GM-A01 = Gajah Mada-Adult 1

GM-A02 = Gajah Mada-Adult 2

GM-A03 = Gajah Mada-Adult 3

Page 61: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

44

Pada sampel ikan Mujair yang diambil di Alangkajeng Menak didapatkan

hasil yaitu kandungan logam berat kromium (Cr+6

) pada ikan Mujair remaja terendah

adalah 4,2919 mg/kg dan tertinggi adalah 4,8769 mg/kg. Sedangkan kandungan

logam berat kromium (Cr+6

) pada ikan Mujair dewasa terendah adalah 4,7143 mg/kg

dan tertinggi adalah 4,9213 mg/kg (Tabel 5.8).

Tabel 5.8

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan Mujair di Alangkajeng

Menak

Sampel Parameter

Cr (mg/kg)

Ikan Remaja (AK-J01) 4,8769

Ikan Remaja (AK-J02) 4,2919

Ikan Remaja (AK-J03) 4,2933

Ikan Dewasa (AK-A01) 4,9182

Ikan Dewasa (AK-A02) 4,7143

Ikan Dewasa (AK-A03) 4,9213

Keterangan : AK-J01 = Alangkajeng Menak-Juvenile 1

AK-J02 = Alangkajeng Menak-Juvenile 2

AK-J03 = Alangkajeng Menak-Juvenile 3

AK-A01 = Alangkajeng Menak-Adult 1

AK-A02 = Alangkajeng Menak-Adult 2

AK-A03 = Alangkajeng Menak-Adult 3

Sampel ikan Mujair remaja yang diambil di Dam Buagan mengandung logam

berat kromium (Cr+6

) terendah adalah 5,2153 mg/kg dan tertinggi adalah 5,6165

mg/kg. Sedangkan kandungan logam berat kromium (Cr+6

) pada ikan Mujair dewasa

terendah adalah 5,2696 mg/kg dan tertinggi adalah 5,8388 mg/kg (Tabel 5.9).

Page 62: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

45

Tabel 5.9

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan Mujair di Dam Buagan

Sampel Parameter

Cr (mg/kg)

Ikan Remaja (DB-J01) 5,2153

Ikan Remaja (DB-J02) 5,6165

Ikan Remaja (DB-J03) 5,2675

Ikan Dewasa (DB-A01) 5,2696

Ikan Dewasa (DB-A02) 5,8388

Ikan Dewasa (DB-A03) 5,7926

Keterangan : DB-J01 = Dam Buagan-Juvenile 1

DB-J02 = Dam Buagan-Juvenile 2

DB-J03 = Dam Buagan-Juvenile 3

DB-A01 = Dam Buagan-Adult 1

DB-A02 = Dam Buagan-Adult 2

DB-A03 = Dam Buagan-Adult 3

Sedangkan untuk sampel ikan Mujair yang diambil di Dam Estuari

mengandung logam berat kromium (Cr+6

) pada ikan Mujair remaja terendah adalah

5,3950 mg/kg dan tertinggi adalah 5,9382 mg/kg. Sedangkan kandungan logam

berat kromium (Cr+6

) pada ikan Mujair dewasa terendah adalah 5,8196 mg/kg dan

tertinggi adalah 6,2214 mg/kg (Tabel 5.10).

Tabel 5.10

Hasil Pemeriksaan Kandungan Logam Berat Cr+6

pada Ikan Mujair di Dam Estuari

Sampel Parameter

Cr (mg/kg)

Ikan Remaja (DE-J01) 5,3950

Ikan Remaja (DE-J02) 5,4065

Ikan Remaja (DE-J03) 5,9382

Ikan Dewasa (DE-A01) 5,8196

Ikan Dewasa (DE-A02) 6,2214

Ikan Dewasa (DE-A03) 6,1254

Keterangan : DE-J01 = Dam Estuari-Juvenile 1

DE-J02 = Dam Estuari-Juvenile 2

DE-J03 = Dam Estuari-Juvenile 3

DE-A01 = Dam Estuari-Adult 1

DE-A02 = Dam Estuari-Adult 2

DE-A03 = Dam Estuari -Adult 3

Page 63: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

46

5.4 Gambaran Histopatologi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang

hidup di perairan Tukad Badung Kota Denpasar

Pada pembacaan preparat organ insang ikan Mujair yang hidup di Dam

Mertagangga diperoleh bahwa semua ikan baik ikan remaja maupun dewasa

menunjukkan perubahan histopatologi hiperplasia dan fusi (Tabel 5.11).

Tabel 5.11

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang Ikan Mujair yang

Hidup di Dam Mertagangga

Sampel Perubahan Histopatologi

Hiperplasia Fusi

Ikan Remaja (DM-J01) Ada Ada

Ikan Remaja (DM-J02) Ada Ada

Ikan Remaja (DM-J03) Ada Ada

Ikan Dewasa (DM-A01) Ada Ada

Ikan Dewasa (DM-A02) Ada Ada

Ikan Dewasa (DM-A03) Ada Ada

Keterangan : DM-J01 = Dam Mertagangga-Juvenile 1

DM-J02 = Dam Mertagangga-Juvenile 2

DM-J03 = Dam Mertagangga-Juvenile 3

DM-A01 = Dam Mertagangga-Adult 1

DM-A02 = Dam Mertagangga-Adult 2

DM-A03 = Dam Mertagangga-Adult 3

Pada ikan Mujair remaja yang hidup di Dam Mertagangga ditemukan

perubahan histopatologi hati berupa degenerasi pada 3 ekor ikan, nekrosis pada 3

ekor ikan, dan fibrosis pada 2 ekor ikan. Sedangkan perubahan histopatologi berupa

oedema dan radang tidak ditemukan. Pada ikan dewasa ditemukan perubahan

histopatologi degenerasi, nekrosis, dan fibrosis pada 3 ikan, sedangkan perubahan

histopatologi oedema dan radang tidak ditemukan (Tabel 5.12).

Page 64: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

47

Tabel 5.12

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Fibrosis, Oedema, dan Radang pada

Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Dam Mertagangga

Sampel Perubahan Histopatologi

Degenerasi Nekrosis Fibrosis Oedema Radang

Ikan Remaja (DM-J01) Ada Ada Ada Tidak Tidak

Ikan Remaja (DM-J02) Ada Ada Ada Tidak Tidak

Ikan Remaja (DM-J03) Ada Ada Tidak Tidak Tidak

Ikan Dewasa (DM-A01) Ada Ada Ada Tidak Tidak

Ikan Dewasa (DM-A02) Ada Ada Ada Tidak Tidak

Ikan Dewasa (DM-A03) Ada Ada Ada Tidak Tidak

Keterangan : DM-J01 = Dam Mertagangga-Juvenile 1

DM-J02 = Dam Mertagangga-Juvenile 2

DM-J03 = Dam Mertagangga-Juvenile 3

DM-A01 = Dam Mertagangga-Adult 1

DM-A02 = Dam Mertagangga-Adult 2

DM-A03 = Dam Mertagangga-Adult 3

Perubahan histopatologi pada organ otot yaitu atrofi ditemukan pada semua

kategori umur ikan Mujair yang hidup di Dam Mertagangga (Tabel 5.13).

Tabel 5.13

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair yang Hidup di Dam

Mertagangga

Sampel Perubahan Histopatologi

Atrofi

Ikan Remaja (DM-J01) Ada

Ikan Remaja (DM-J02) Ada

Ikan Remaja (DM-J03) Ada

Ikan Dewasa (DM-A01) Ada

Ikan Dewasa (DM-A02) Ada

Ikan Dewasa (DM-A03) Ada

Keterangan : DM-J01 = Dam Mertagangga-Juvenile 1

DM-J02 = Dam Mertagangga-Juvenile 2

DM-J03 = Dam Mertagangga-Juvenile 3

DM-A01 = Dam Mertagangga-Adult 1

DM-A02 = Dam Mertagangga-Adult 2

DM-A03 = Dam Mertagangga-Adult 3

Pada ikan Mujair yang hidup di jembatan Gajah Mada ditemukan perubahan

histopatologi organ insang berupa hiperplasia dan fusi pada semua kategori umur

baik remaja maupun dewasa (Tabel 5.14).

Page 65: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

48

Tabel 5.14

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang Ikan Mujair yang

Hidup di Jembatan Gajah Mada

Sampel Perubahan Histopatologi

Hiperplasia Fusi

Ikan Remaja (GM-J01) Ada Ada

Ikan Remaja (GM-J02) Ada Ada

Ikan Remaja (GM-J03) Ada Ada

Ikan Dewasa (GM-A01) Ada Ada

Ikan Dewasa (GM-A02) Ada Ada

Ikan Dewasa (GM-A03) Ada Ada

Keterangan : GM-J01 = Gajah Mada-Juvenile 1

GM-J02 = Gajah Mada-Juvenile 2

GM-J03 = Gajah Mada-Juvenile 3

GM-A01 = Gajah Mada-Adult 1

GM-A02 = Gajah Mada-Adult 2

GM-A03 = Gajah Mada-Adult 3

Perubahan histopatologi yang terjadi pada organ hati ikan Mujair yang hidup

di jembatan Gajah Mada yaitu degenerasi, nekrosis, fibrosis, oedema, dan radang

ditemukan pada semua sampel ikan baik dewasa maupun remaja (Tabel 5.15).

Tabel 5.15

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Fibrosis, Oedema, dan Radang pada

Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Jembatan Gajah Mada

Sampel Perubahan Histopatologi

Degenerasi Nekrosis Fibrosis Oedema Radang

Ikan Remaja (GM-J01) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Remaja (GM-J02) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Remaja (GM-J03) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (GM-A01) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (GM-A02) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (GM-A03) Ada Ada Ada Ada Ada

Keterangan : GM-J01 = Gajah Mada-Juvenile 1

GM-J02 = Gajah Mada-Juvenile 2

GM-J03 = Gajah Mada-Juvenile 3

GM-A01 = Gajah Mada-Adult 1

GM-A02 = Gajah Mada-Adult 2

GM-A03 = Gajah Mada-Adult 3

Perubahan histopatologi atrofi pada otot ditemukan pada keseluruhan sampel

ikan Mujair yang hidup di jembatan Gajah Mada baik ikan dewasa maupun remaja

(Tabel 5.16).

Page 66: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

49

Tabel 5.16

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair yang Hidup di

Jembatan Gajah Mada

Sampel Perubahan Histopatologi

Atrofi

Ikan Remaja (GM-J01) Ada

Ikan Remaja (GM-J02) Ada

Ikan Remaja (GM-J03) Ada

Ikan Dewasa (GM-A01) Ada

Ikan Dewasa (GM-A02) Ada

Ikan Dewasa (GM-A03) Ada

Keterangan : GM-J01 = Gajah Mada-Juvenile 1

GM-J02 = Gajah Mada-Juvenile 2

GM-J03 = Gajah Mada-Juvenile 3

GM-A01 = Gajah Mada-Adult 1

GM-A02 = Gajah Mada-Adult 2

GM-A03 = Gajah Mada-Adult 3

Pada ikan Mujair yang hidup di Alangkajeng Menak ditemukan perubahan

histopatologi pada preparat organ insang berupa hiperplasia dan fusi pada semua

kategori umur baik remaja maupun dewasa (Tabel 5.17).

Tabel 5.17

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang Ikan Mujair yang

Hidup di Alangkajeng Menak

Sampel Perubahan Histopatologi

Hiperplasia Fusi

Ikan Remaja (AK-J01) Ada Ada

Ikan Remaja (AK-J02) Ada Ada

Ikan Remaja (AK-J03) Ada Ada

Ikan Dewasa (AK-A01) Ada Ada

Ikan Dewasa (AK-A02) Ada Ada

Ikan Dewasa (AK-A03) Ada Ada

Keterangan : AK-J01 = Alangkajeng Menak-Juvenile 1

AK-J02 = Alangkajeng Menak-Juvenile 2

AK-J03 = Alangkajeng Menak-Juvenile 3

AK-A01 = Alangkajeng Menak-Adult 1

AK-A02 = Alangkajeng Menak-Adult 2

AK-A03 = Alangkajeng Menak-Adult 3

Perubahan histopatologi degenerasi, nekrosis, fibrosis, eodema dan radang

pada organ hati ditemukan pada semua sampel ikan Mujair baik dewasa maupun

remaja yang hidup di Alangkajeng Menak (Tabel 5.18).

Page 67: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

50

Tabel 5.18

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Fibrosis, Oedema, dan Radang pada

Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Alangkajeng Menak

Sampel Perubahan Histopatologi

Degenerasi Nekrosis Fibrosis Oedema Radang

Ikan Remaja (AK-J01) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Remaja (AK-J02) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Remaja (AK-J03) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (AK-A01) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (AK-A02) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (AK-A03) Ada Ada Ada Ada Ada

Keterangan : AK-J01 = Alangkajeng Menak-Juvenile 1

AK-J02 = Alangkajeng Menak-Juvenile 2

AK-J03 = Alangkajeng Menak-Juvenile 3

AK-A01 = Alangkajeng Menak-Adult 1

AK-A02 = Alangkajeng Menak-Adult 2

AK-A03 = Alangkajeng Menak-Adult 3

Perubahan histopatologi atrofi pada otot ditemukan pada keseluruhan sampel

ikan Mujair yang hidup di Alangkajeng Menak baik ikan dewasa maupun remaja

(Tabel 5.19).

Tabel 5.19

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair yang Hidup di

Alangkajeng Menak

Sampel Perubahan Histopatologi

Atrofi

Ikan Remaja (AK-J01) Ada

Ikan Remaja (AK-J02) Ada

Ikan Remaja (AK-J03) Ada

Ikan Dewasa (AK-A01) Ada

Ikan Dewasa (AK-A02) Ada

Ikan Dewasa (AK-A03) Ada

Keterangan : AK-J01 = Alangkajeng Menak-Juvenile 1

AK-J02 = Alangkajeng Menak-Juvenile 2

AK-J03 = Alangkajeng Menak-Juvenile 3

AK-A01 = Alangkajeng Menak-Adult 1

AK-A02 = Alangkajeng Menak-Adult 2

AK-A03 = Alangkajeng Menak-Adult 3

Pada pembacaan preparat organ insang ikan Mujair yang hidup di Dam

Buagan diperoleh bahwa semua ikan baik remaja maupun dewasa menunjukkan

perubahan histopatologi hiperplasia dan fusi (Tabel 5.20).

Page 68: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

51

Tabel 5.20

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang Ikan Mujair yang

Hidup di Dam Buagan

Sampel Perubahan Histopatologi

Hiperplasia Fusi

Ikan Remaja (DB-J01) Ada Ada

Ikan Remaja (DB-J02) Ada Ada

Ikan Remaja (DB-J03) Ada Ada

Ikan Dewasa (DB-A01) Ada Ada

Ikan Dewasa (DB-A02) Ada Ada

Ikan Dewasa (DB-A03) Ada Ada

Keterangan : DB-J01 = Dam Buagan-Juvenile 1

DB-J02 = Dam Buagan-Juvenile 2

DB-J03 = Dam Buagan-Juvenile 3

DB-A01 = Dam Buagan-Adult 1

DB-A02 = Dam Buagan-Adult 2

DB-A03 = Dam Buagan-Adult 3

Pada ikan Mujair remaja yang hidup di Dam Buagan ditemukan perubahan

histopatologi hati berupa degenerasi, nekrosis, fibrosis, oedema, dan radang pada

semua sampel ikan baik dewasa maupun remaja (Tabel 5.21).

Tabel 5.21

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Fibrosis, Oedema, dan Radang pada

Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Dam Buagan

Sampel Perubahan Histopatologi

Degenerasi Nekrosis Fibrosis Oedema Radang

Ikan Remaja (DM-J01) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Remaja (DM-J02) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Remaja (DM-J03) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (DM-A01) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (DM-A02) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (DM-A03) Ada Ada Ada Ada Ada

Keterangan : DB-J01 = Dam Buagan-Juvenile 1

DB-J02 = Dam Buagan-Juvenile 2

DB-J03 = Dam Buagan-Juvenile 3

DB-A01 = Dam Buagan-Adult 1

DB-A02 = Dam Buagan-Adult 2

DB-A03 = Dam Buagan-Adult 3

Perubahan histopatologi pada organ otot yaitu atrofi ditemukan pada semua

kategori umur ikan Mujair yang hidup di Dam Buagan (Tabel 5.22).

Page 69: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

52

Tabel 5.22

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair yang Hidup di Dam

Buagan

Sampel Perubahan Histopatologi

Atrofi

Ikan Remaja (DB-J01) Ada

Ikan Remaja (DB-J02) Ada

Ikan Remaja (DB-J03) Ada

Ikan Dewasa (DB-A01) Ada

Ikan Dewasa (DB-A02) Ada

Ikan Dewasa (DB-A03) Ada

Keterangan : DB-J01 = Dam Buagan-Juvenile 1

DB-J02 = Dam Buagan-Juvenile 2

DB-J03 = Dam Buagan-Juvenile 3

DB-A01 = Dam Buagan-Adult 1

DB-A02 = Dam Buagan-Adult 2

DB-A03 = Dam Buagan-Adult 3

Pada ikan Mujair yang hidup di Dam Estuari ditemukan perubahan

histopatologi organ insang berupa hiperplasia dan fusi pada semua kategori umur

baik remaja maupun dewasa (Tabel 5.23).

Tabel 5.23

Perubahan Histopatologi Hiperplasia dan Fusi pada Organ Insang Ikan Mujair yang

Hidup di Dam Estuari

Sampel Perubahan Histopatologi

Hiperplasia Fusi

Ikan Remaja (DE-J01) Ada Ada

Ikan Remaja (DE-J02) Ada Ada

Ikan Remaja (DE-J03) Ada Ada

Ikan Dewasa (DE-A01) Ada Ada

Ikan Dewasa (DE-A02) Ada Ada

Ikan Dewasa (DE-A03) Ada Ada

Keterangan : DE-J01 = Dam Estuari-Juvenile 1

DE-J02 = Dam Estuari-Juvenile 2

DE-J03 = Dam Estuari-Juvenile 3

DE-A01 = Dam Estuari-Adult 1

DE-A02 = Dam Estuari-Adult 2

DE-A03 = Dam Estuari -Adult 3

Perubahan histopatologi yang terjadi pada organ hati ikan Mujair yang hidup

di Dam Estuari yaitu degenerasi, nekrosis, fibrosis, oedema, dan radang ditemukan

pada semua sampel ikan baik dewasa maupun remaja (Tabel 5.24).

Page 70: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

53

Tabel 5.24

Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis, Fibrosis, Oedema, dan Radang pada

Organ Hati Ikan Mujair yang Hidup di Dam Estuari

Sampel Perubahan Histopatologi

Degenerasi Nekrosis Fibrosis Oedema Radang

Ikan Remaja (DE-J01) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Remaja (DE-J02) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Remaja (DE-J03) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (DE-A01) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (DE-A02) Ada Ada Ada Ada Ada

Ikan Dewasa (DE-A03) Ada Ada Ada Ada Ada

Keterangan : DE-J01 = Dam Estuari-Juvenile 1

DE-J02 = Dam Estuari-Juvenile 2

DE-J03 = Dam Estuari-Juvenile 3

DE-A01 = Dam Estuari-Adult 1

DE-A02 = Dam Estuari-Adult 2

DE-A03 = Dam Estuari -Adult 3

Perubahan histopatologi atrofi pada otot ditemukan pada keseluruhan sampel

ikan Mujair yang hidup di Dam Estuari baik ikan dewasa maupun remaja (Tabel

5.25).

Tabel 5.25

Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair yang Hidup di Dam

Estuari

Sampel Perubahan Histopatologi

Atrofi

Ikan Remaja (DE-J01) Ada

Ikan Remaja (DE-J02) Ada

Ikan Remaja (DE-J03) Ada

Ikan Dewasa (DE-A01) Ada

Ikan Dewasa (DE-A02) Ada

Ikan Dewasa (DE-A03) Ada

Keterangan : DE-J01 = Dam Estuari-Juvenile 1

DE-J02 = Dam Estuari-Juvenile 2

DE-J03 = Dam Estuari-Juvenile 3

DE-A01 = Dam Estuari-Adult 1

DE-A02 = Dam Estuari-Adult 2

DE-A03 = Dam Estuari -Adult 3

Page 71: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

54

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Tingkat Biokonsentrasi Logam Berat pada Ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad Badung Kota Denpasar

Kandungan logam berat timbal (Pb) dalam tubuh ikan Mujair baik remaja

maupun dewasa yang hidup pada aliran Tukad Badung di kota Denpasar melebihi

ambang batas yang ditetapkan dalam SNI 7378:2009 yaitu sebesar 0,3 mg/kg

(Gambar 6.1). Pada ikan Mujair yang hidup di Dam Estuari Suwung didapatkan

kadar Pb tertinggi untuk kategori umur remaja maupun dewasa, sedangkan untuk

kandungan Pb terendah ditemukan pada ikan Mujair remaja dan dewasa yang hidup

di Dam Mertagangga. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan Pb di daerah hilir jauh

Gambar 6.1. Histogram Kandungan Rata-rata Logam Pb Ikan Mujair yang Hidup di

Tukad Badung Kota Denpasar

1.3

5.6

7.6

10.9

16.0

3.2

6.2

9.6

14.3

19.4

0

5

10

15

20

25

Dam

Mertagangga

Gajah Mada Alangkajeng

Menak

Dam Buagan Dam Estuari

Pb Remaja (mg/kg) Pb Dewasa (mg/kg)

Page 72: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

55

lebih tinggi dibandingkan daerah hulu. Tingginya kandungan logam Pb di daerah

hilir disebabkan oleh akumulasi limbah yang mengandung Pb yang dibawa oleh air

dari hulu menuju hilir. Menurut Palar (2002), timbal (Pb) adalah salah satu jenis

logam berat berbahaya dan beracun. Logam ini banyak ditemukan sebagai bahan

pencemar dan memiliki sifat cenderung mengganggu kelangsungan hidup organisme

perairan. Logam ini masuk ke dalam perairan melalui limbah buangan industri kimia,

industri percetakan, industri yang menghasilkan logam dan cat (Yulaipi dan

Aunurohim, 2013).

Gambar 6.2. Histogram Kandungan Rata-rata Logam Cr+6

Ikan Mujair yang Hidup

di Tukad Badung Kota Denpasar

Pada ikan Mujair yang hidup di sepanjang aliran sungai Tukad Badung

tidak ditemukan adanya kandungan logam berat kadmium (Cd). Sedangkan

kandungan logam berat kromium (Cr+6

) yang terkandung dalam tubuh ikan Mujair

1.2

2.9

4.5

5.45.6

2.8

3.9

4.9

5.66.1

0

1

2

3

4

5

6

7

Dam Mertagangga Gajah Mada Alangkajeng

Menak

Dam Buagan Dam Estuari

Cr+6 Ikan Remaja (mg/kg) Cr+6 Ikan Dewasa (mg/kg)

Page 73: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

56

baik remaja maupun dewasa yang hidup pada aliran Tukad Badung di kota Denpasar

melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh FAO dalam FAO Fish Circular 764

yaitu 1,0 mg/kg (Gambar 6.2).

Pada ikan Mujair yang hidup di Dam Estuari Suwung diperoleh kadar

Cr+6

tertinggi untuk kategori umur remaja maupun dewasa. Sedangkan untuk

kandungan Cr+6

terendah ditemukan pada ikan Mujair remaja dan dewasa yang hidup

di Dam Mertagangga. Menurut Widowati (2008), logam Cr+6

memiliki sifat toksik

yang umum digunakan pada industri elektroplating, penyamakan kulit, cat tekstil,

fotografi, pigmen (zat warna), besi baja serta industri kimia. Menurut data BLH Bali

(2013), sumber-sumber limbah mencemari sungai ini sangat beragam seperti limbah

industri (industri pengolahan dan industri pencelupan), limbah rumah tangga, limbah

bengkel, limbah limpasan jalan, limbah peternakan dan limbah rumah sakit, limbah

pasar, dan lain sebagainya.

Akumulasi logam berat pada ikan terjadi akibat kontak antara medium

yang mengandung logam berat dengan ikan. Kontak berlangsung dengan adanya

proses pemindahan zat kimia dari lingkungan air ke dalam atau permukaan tubuh

ikan. Masuknya logam berat ke dalam tubuh ikan melalui tiga cara yaitu makanan,

insang, dan difusi pada permukaan kulit (Sahetapi, 2011). Logam berat dapat

terakumulasi dalam tubuh ikan dan tetap ada dalam jangka waktu yang lama sebagai

racun. Logam teresebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh ikan dan sebagian akan

terakumulasi melalui berbagai perantara salah satunya makanan yang terkontaminasi

logam berat (Sembiring, 2009). Logam berat yang masuk ke dalam tubuh melalui

insang akan mengalami ikatan dengan sel darah merah (eritrosit) dan beredar di

Page 74: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

57

dalam plasma darah menuju seluruh organ dalam tubuh ikan diantaranya insang,

daging, dan hati. Pada organ insang terjadi penurunan jumlah oksigen yang mampu

diikat oleh sel darah merah sehingga mengakibatkan insang melakukan adaptasi

dengan terus aktif bergerak untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah yang

berperan dalam proses metabolisme dalam tubuh ikan.

Menurut Landis, dkk. (2011), adanya logam berat dalam tubuh ikan akan

menganggu sintesis haemoglobin (Hb), haemoglobin memiliki peran untuk mengikat

oksigen, apabila sintesis Hb dihambat maka kemampuan utuk mengikat oksigen juga

semakin kecil. Jika oksigen yang diikat sedikit maka akan mempengaruhi proses

metabolisme. Enzim yang berperan aktif dalam sistesis Heme adalah ALA-D dan

Ferrochelatase. Purnomo (2007) menambahkan logam berat mengganggu sistem

sintesis Hb dengan jalan menghambat konversi Delat Aminolevulinik asid-

dehidratase (Delta-ALA) menjadi forbilinogen dan juga menghambat korporasi dari

Fe ke dalam protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan menghambat enzim

delta-aminolevulinik asid-dehidratase (delta-ALAD) dan feroketalase. Harteman

(2011) menyebutkan logam berat terakumulasi dalam otot akibat sistem peredaran

darah yang membawa sel darah merah yang berikatan dengan logam berat. Logam

berat terakumulasi pada dinding pembuluh darah kapiler pada otot dan jaringan ikat

yang terdapat di sekitar otot ikan. Sel darah merah yang telah berikatan dengan

logam berat kemudian mengalir menuju hati. Hati merupakan organ yang berfungsi

untuk mendetoksifikasi logam berat yang beredar didalam tubuh.

Selain berikatan dengan sel darah merah, logam berat yang telah masuk

ke dalam tubuh dengan konsentrasi tinggi dapat menghambat aktivitas enzim melalui

Page 75: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

58

pembentukan senyawa antara logam berat dengan gugus sulfihidril (S-H) (Sahetapi,

2011). Enzim yang memiliki gugus S-H adalah kelompok enzim yang paling mudah

mengalami gangguan. Hal ini dikarenakan gugus S-H mudah berikatan dengan ion

logam berat yang masuk ke dalam tubuh, akibat dari adanya ikatan tersebut daya

kerja enzim menjadi menurun bahkan sama sekali tidak bekerja (Palar, 2002).

Menurut Landis, dkk. (2011), polutan yaitu logam berat akan bergabung dengan

active site dari enzim sehingga akan menginaktifkan enzim tersebut. Logam berat

akan berikatan kovalen dengan S pada gugus sulfihidril, yang mengakibatkan logam

berat menginaktifkan enzim tersebut.

Menurut Arain, dkk. (2008), kandungan logam berat pada ikan berbeda

pada tiap bagiannya. Konsentrasi logam berat pada daging lebih rendah dibanding

pada organ insang dan hati. Squadron (2012) menambahkan akumulasi logam berat

pada daging lebih rendah dibanding insang, hal ini sesuai dengan peran fisiologi

dalam metabolisme ikan dimana jaringan yang diserang oleh logam berat merupakan

salah satu jaringan yang berperan aktif dalam metabolisme. Kandungan logam berat

pada ikan Mujair yang hidup di Tukad Badung menunjukkan kondisi perairan Tukad

Badung telah tercemar terutama oleh logam berat timbal dan kromium. Kandungan

logam berat pada ikan bersifat akumulasi yang berarti kandungan logam berat pada

tubuh ikan bertambah setiap waktunya tergantung lama paparan yang terlihat dari

umur ikan tersebut.

Page 76: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

59

6.2 Gambaran Histopatologi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang

Hidup di Perairan Tukad Badung Kota Denpasar

Berdasarkan hasil pengamatan preparat organ di bawah mikroskop

ditemukan bahwa terjadi perubahan histopatologi berupa hiperplasia sel klorid dan

fusi pada lamella sekunder pada organ insang. Hal ini terjadi akibat adanya paparan

logam berat pada semua sampel ikan yang dikoleksi di sepanjang aliran Tukad

Badung (Gambar 6.3). Perubahan tersebut mulai ditemukan pada ikan Mujair remaja

yang hidup di Dam Mertagangga dengan kandungan logam berat timbal sebesar

0,8385 mg/kg dan kromium heksavalen sebesar 1,1402 mg/kg pada dagingnya

(Gambar 6.4). Ikan yang mulai menunjukkan perubahan histopatologi ini

memiliki panjang

Gambar 6.3.Histogram Kejadian Perubahan Histopatologi Hiperplasia Sel Klorid dan

Fusi pada Lamella Sekunder Organ Insang Ikan Mujair yang Hidup di

Sungai Tukad Badung

Keterangan :

DM-J : Ikan Remaja Dam Mertagangga

DM-A : Ikan Dewasa Dam Mertagangga

GM-J : Ikan Remaja Gajah Mada

GM-A : Ikan Dewasa Gajah Mada

AK-J : Ikan Remaja Alangkajeng Menak

AK-A : Ikan Dewasa Alangkajeng Menak

DB-J : Ikan Remaja Dam Buagan

DB-A : Ikan Dewasa Dam Buagan

DE-J : Ikan Remaja Dam Estuari

DE-A : Ikan Dewasa Dam Estuari

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

DM-J DM-A GM-J GM-A AK-J AK-A DB-J DB-A DE-J DE-A

Hiperplasia Atropi

Page 77: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

60

badan 15,8 cm, berat badan 157 gram, dengan perkiraan umur 2 bulan menunjukkan

bahwa lama paparan logam berat terhadap ikan telah berlangsung selama 2 bulan.

Perubahan ini juga teramati pada ikan mujair maupun dewasa pada lokasi lain yang

memiliki kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan ikan Mujair yang hidup

di Dam Mertagangga.

Gambar 6.4. Perubahan Histopatologi Hiperplasia Sel Klorid (a) dan Fusi Lamella

Sekunder (b) Terjadi pada Ikan Mujair Remaja yang Hidup di Dam

Mertagangga (HE,100x)

Hiperplasia sel klorid terjadi akibat polutan kimia dan logam berat

(Olurin et al. 2006; Suparjo 2010).Tanjung (1982) mengelompokkan hiperplasia

merupakan kerusakan insang yang berhubungan dengan bahan toksik sebagai

kerusakan tingkat II dan III. Hiperplasia sel klorid mengakibatkan ruang interlamela

Page 78: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

61

yang merupakan saluran air tersumbat (Robert, 2001). Sel klorid berfungsi dalam

transportasi ion dan detoksifikasi (Morrison, 2007). Peningkatan jumlah sel klorid

akan mengurangi difusi gas dan dapat berakibat fatal seperti kematian, terganggunya

difusi gas akibat luas permukaan serap pada lamella sekunder insang akan

menyempit (Holle, et al. 2001). Hiperplasia sel klorid mengakibatkan fusi pada

lamella sekunder. Ruang

Gambar 6.5. Histogram Kejadian Perubahan Histopatologi Degenerasi, Nekrosis,

Fibrosis, Oedema, dan Radang pada Organ Hati Ikan Mujair yang

Hidup di Sungai Tukad Badung

Keterangan :

DM-J : Ikan Remaja Dam Mertagangga

DM-A : Ikan Dewasa Dam Mertagangga

GM-J : Ikan Remaja Gajah Mada

GM-A : Ikan Dewasa Gajah Mada

AK-J : Ikan Remaja Alangkajeng Menak

AK-A : Ikan Dewasa Alangkajeng Menak

DB-J : Ikan Remaja Dam Buagan

DB-A : Ikan Dewasa Dam Buagan

DE-J : Ikan Remaja Dam Estuari

DE-A : Ikan Dewasa Dam Estuari

interlamela yang merupakan saluran air dan ruang produksi mucus dapat tersumbat

akibat hiperplasia sel epitel yang berasal dari filament primer sehingga seluruh ruang

intralamela diisi oleh sel-sel yang baru (Robert, 2001). Perubahan histopatologi

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

23 3 3 3 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3 3 3

DM-J DM-A GM-J GM-A AK-J AK-A DB-J DB-A DE-J DE-A

Radang Oedema Fibrosis Nekrosis Degenerasi

Page 79: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

62

organ hati berupa degenerasi, nekrosis, dan fibrosis terjadi pada seluruh sampel ikan

Mujair yang diambil dari sepanjang aliran sungai Tukad Badung dan oedema beserta

radang tidak ditemukan pada ikan Mujair baik remaja maupun dewasa yang hidup di

Dam Mertagangga (Gambar 6.5).

Gambar 6.6. Perubahan Histopatologi Degenerasi (a), Nekrosis (b), dan Fibrosis (c)

Ditemukan pada Ikan Mujair Remaja yang Hidup di Dam Mertagangga

(HE, 50x)

Dengan lama paparan 2 bulan, logam berat timbal dan kromium pada ikan

Mujair remaja yang hidup di Dam Mertagangga dengan kandungan logam berat

timbal 0,8385 mg/kg dan kromium 1,1402 mg/kg mampu mengakibatkan perubahan

histopatologi degenerasi, nekrosis, dan fibrosis (Gambar 6.6). Perubahan

histopatologi degenerasi, nekrosis, fibrosis, oedema, dan infiltrasi sel radang mulai

Page 80: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

63

ditemukan pada ikan remaja yang hidup di daerah jembatan Gajah Mada. Dengan

kandungan logam berat timbal sebesar 4,5225 mg/kg dan kromium heksavalen

sebesar 2,5163 mg/kg (Gambar 6.7).

Perubahan histopatologi diatas terjadi akibat adanya zat beracun yang

masuk ke dalam tubuh ikan dari lingkungan. Ikan yang hidup di sungai Tukad

Badung baik di daerah hulu maupun hilir mengalami kerusakan tingkat berat seperti

yang diutarakan oleh Darmono (2005), bahwa kerusakan hati dibagi menjadi tiga

yaitu ringan yang ditandai dengan perlemakan dan pembengkakan sel (oedema);

sedang, ditandai dengan kongesti dan hemoragi; dan berat, ditandai dengan kematian

sel atau nekrosis.

Gambar 6.7. Perubahan Histopatologi Degenerasi (a), Nekrosis (b), Fibrosis (c),

Oedema (d) dan Infiltrasi Sel Radang (e) Ditemukan pada Ikan Mujair

Remaja yang Hidup di Daerah Jembatan Gajah Mada (HE, 50x)

Page 81: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

64

Setyowati, dkk (2010) menyatakan adanya zat toksik dalam tubuh ikan

dapat mempengaruhi stuktur histologi hati ikan. Ketidakstabilan sel dalam memompa

ion Na+ keluar dari sel menyebabkan meningkatnya cairan dari luar sel masuk ke

dalam sel sehingga sel tidak mampu memompa ion natrium yang cukup. Hal ini

mengakibatkan sel mengalami pembengkakan dan kehilangan integritas membran,

sehingga sel akan mengeluarkan materi sel keluar dan kemudian terjadi kematian sel

atau nekrosis. Adanya nekrosis menyebabkan respon peradangan pada jaringan yang

masih hidup. Respon peradangan dilakukan dengan cara regenerasi sel-sel yang telah

hilang, pembentukan jaringan ikat dan emigrasi leukosit ke daerah nekrosis. Apabila

hati tetap terpapar zat toksik maka sel akan kehilangan kemampuan regenerasi dan

menimbulkan terjadinya fibrosis. Anderson (1995), menambahkan fibrosis terjadi

akibat peradangan akut karena sel kehilangan kemampuan regenerasi yang

mengakibatkan terjadinya ploriferasi fibroblast. Jika fibrosis meluas ke seluruh

bagian hati maka akan terjadi sirosis (pemadatan organ hati) yang menyebabkan

kegagalan fungsi hati dan dapat mngakibatkan kematian (Setyowati, dkk. 2010).

Pada organ otot dari seluruh sampel ikan Mujair baik ikan remaja maupun

dewasa yang hidup di aliran sungai Tukad Badung menunjukkan perubahan

histopatologi atrofi (Gambar 6.8). Perubahan histopatologi atrofi mulai ditemukan

pada preparat otot ikan Mujair remaja yang hidup di Dam Mertagangga yang

memiliki kandungan logam berat timbal 0,8385 mg/kg dan kromium 1,1402 mg/kg.

Ikan Mujair remaja yang diambil dari Dam Mertagangga diperkirakan berumur 2

bulan, hal ini menunjukkan bahwa dengan kandungan logam berat timbal dan

Page 82: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

65

kromium tersebut diatas mampu mengakibatkan perubahan histopatologi otot berupa

atrofi.

Plumb (1994) menyatakan atrofi pada otot karena kurangnya suplai

nutrisi dan suplai darah. Adanya paparan logam berat pada tubuh ikan

mengakibatkan ikan kesulitan menangkap oksigen dari lingkungan akibat kerusakan

pada insang ikan yang berfungsi sebagai organ pernafasan. Hal ini akan berdampak

pada proses sirkulasi dalam tubuh ikan, salah satunya sel darah merah yang bertugas

membawa asupan nutrisi dan oksigen ke dalam otot mengalami penurunan jumlah.

Gambar 6.8.Histogram Kejadian Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot

Ikan Mujair yang Hidup di Sungai Tukad Badung.

Sel-sel otot akan mengalami atrofi atau penurunan ukuran sel maupun

penurunan jumlah sel. Atrofi berlangsung secara perlahan dan mengakibatkan

abnormalitas ukuran tubuh ikan (Plumb, 1994). Atrofi sel otot dapat dilihat dari jarak

3 3 3 3 3

3 3 3 3 3

Dam

Mertagangga

Gajah Mada Alangkajeng

Menak

Dam Buagan Dam Estuari

Ikan Dewasa Ikan Remaja

Page 83: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

66

antara myoseptum dengan myomer menjadi berjauhan, dimana pada keadaan normal

myoseptum dan myomer saling berdekatan (Gambar 6.9).

Gambar 6.9.Perubahan Histopatologi Atrofi pada Organ Otot Ikan Mujair yang

Hidup di Dam Mertagangga. Sel-sel Otot Penyusun Myomer

Mengalami Atrofi (a) serta Terdapat Jarak Antara Myomer dan

Myoseptum (b). (HE, 100x)

Perubahan histopatologi yang terjadi menunjukkan pengaruh besar logam

berat terhadap susunan sel dari tubuh ikan Mujair yang hidup di Tukad Badung.

Paparan logam berat mengakibatkan gangguan fisiologis pada tubuh ikan yang

mengakibatkan tubuh ikan beradaptasi terhadap paparan logam berat tersebut.

Perubahan histologi paling awal akan dialami oleh organ insang karena insang

merupakan organ yang paling sering kontak dengan akibat logam sebagaimana

Page 84: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

67

fungsi organ insang adalah sebagai organ pernafasan dengan mengambil oksigen dari

lingkungan dan melepaskan karbondioksida.

Sel darah merah yang berikatan dengan logam berat akan beredar ke

seluruh tubuh. Logam berat yang tergolong bahan beracun akan didetoksifikasi oleh

hati. Bahan beracun dalam tubuh ikan mengganggu proses transfer elektron pada sel

hati sehingga mengakibatkan perubahan histopatologi sel hati. Ikan akan mengalami

keracunan dan kematian akibat ketidakmampuan hati untuk mendetoksifikasi racun

yang beredar dalam tubuh. Sel darah merah dengan logam berat yang seharusnya

membawa oksigen untuk metabolisme dalam tubuh ikan mengakibatkan organ-organ

dalam tubuh ikan termasuk otot mengalami malnutrisi selanjutnya terjadi penurunan

kondisi fisiologis dan diiringi perubahan histopatologi yaitu sel otot akan mengalami

pengecilan dan penurunan jumlah akibat ketidak mampuan sel darah menyediakan

nutrisi bagi otot.

Page 85: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

68

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Biokonsentrasi cemaran logam berat pada ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus) yang hidup diperairan sungai Tukad Badung melebihi baku mutu

SNI 7378:2009 yaitu 0,3 mg/kg untuk logam timbal dan FAO Fish Circular 764

yaitu 1 mg/kg untuk logam kromium heksavalen serta tidak ditemukan

kandungan logam berat kadmium (Cd) pada ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus) yang hidup diperairan sungai Tukad Badung.

2. Pada biokonsentrasi logam berat timbal (Pb) 0,8385 mg/kg dan kromium

heksavalen sebesar 1,1402 mg/kg pada ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

yang hidup di perairan sungai Tukad Badung ditemukan perubahan

histopatologi hiperplasia dan fusi pada insang, degenerasi, nekrosis, dan fibrosis

pada hati dan atropi pada otot. Sedangkan perubahan histopatologi oedema dan

nekrosis pada hati ditemukan pada ikan dengan biokonsentrasi logam berat

timbal sebesar 4,5225 mg/kg dan kromium heksavalen sebesar 2,5163 mg/kg.

Page 86: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

69

7.2 Saran

1. Ikan Mujair yang hidup di perairan Tukad Badung tidak layak untuk dikonsumsi

karena memiliki kandungan logam berat melebihi baku mutu yang berlaku.

2. Perlu dilakukan pengelolaan lingkungan di sepanjang aliran Tukad Badung dengan

melakukan pengolahan air limbah sebelum dialirkan ke badan sungai.

3. Perlu penelitian komprehensif tentang biokonsentrasi berbagai logam berat terhadap

biota lain yang hidup di perairan Tukad Badung dihubungkan dengan logam berat

pada sedimen sepanjang aliran di perairan Tukad Badung.

Page 87: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

70

DAFTAR PUSTAKA

Amorim, M.C.P., P.J. Fonseca, dan V.C. Alamada. 2003. Sound Production

During Courtship and Spawning of Oreochromis mossambicus: male-

female and male-male interactions. Journal of Fish Biologi, hal 658-672.

Anderson, P.S. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Alih

Bahasa : Peter Anugrah. EGC Penerbit Buku Kedokteran : Jakarta.

Arain, MB., T.G. Kazi, M.K. Jamali, N. Jalbani, H.I, Alfridi, A. Shah. 2008. Total

Disolved and Bioavailable Element in Water and Sediment Samples and

Their Accumulation in Oreochromis mossambicus of Polluted Manchar

Lake. Chemsphere 70 (2008) 1845-1856.

BLH Bali. 2013. Laporan Akhir Pekerjaan Analisis Data Kualitas Air. Badan

Lingkungan Hidup Provinsi Bali

BSN. 2011. Penentuan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada

Produk Perikanan SNI 2354.5. Badan Standarisasi Nasional Republik

Indonesia. Jakarta.

BSN. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan SNI 7387.

Badan Standarisasi Nasional Republik Indonesia. Jakarta.

Cahaya, I. 2009. Ikan Sebagai Alat Monitor Kesehatan. Makalah Bagian

Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Sumatera Utara.

Clark, R. B. 1986. Marine Pollution. Claredon Press. Oxford.

Dahuri, R. 1998. Pengaruh Pencemaran Limbah Industri Terhadap Potensi

Sumberdaya Laut. Makalah Pada Seminar Teknologi Pengolahan Limbah

Industri dan Pencemaran Laut. Agustus 1998. SPPT Jakarta.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. UI-Press: Jakarta.

Davis, M.L., dan D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Environmental

Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York.

Dutta, H.M., dan J.S.D Munshi. 1996. Fish Morphology, Horrizon of New

Research Science Publisher, Inc. USA.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Page 88: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

71

Ersa, I.M. 2008. Gambaran Histopatologi Insang, Usus, dan Otot pada Ikan

Mujair (Oreochromis mossabicus) di daerah Cimpea, Bogor. Skripsi.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

FAO. 1983. Compilation of Legal Limits for Hazardous Substances in Fish and

Fishery Products. Fisheries Circular No. 764. Food Agricultural

Organization. Rome.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Froese, Rainer. dan Daniel Pauly, ed. 2007. Oreochromis mossambicus. Fish

Base, hal 22-37.

Goenarso, D. 1988. Perubahan Faal Ikan Sebagai Indikator Kehadiran Insektisida

dan Detergen Dalam Air. Disertasi. ITB. Bandung.

Harteman, E. 2011. Dampak Kandungan Logam Berat terhadap Kemunculan

Polimorfisme Ikan Badukang (Arius maculates Fis&Bian) dan Sembilang

(Plotosus canius Web&Bia) di Muara Sungai Kahayan serta Katingan,

Kalimantan Tengah. ITB. Bogor.

Hoole, D., D. Bucke, P. Burgess dan I. Wellby. 2001. Disease of Carp and Other

Cyprinid Fishes. Blackwell Science Ltd: United Kingdom.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Undang-undang Nomor 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.

Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Landis, Wayne G., R. M. Solfield, Ming-Hoyu. 2011. Introduction To

Environmental Toxicology Molecular Substructure to Ecological

Landscapes 4th

Edition. CRC Press Taylor & Franciss Group.

Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar. Penerjemah Donatus. Semarang: IKIP

Semarang Press.

Luna, Susan. 2012. Oreochromis mossambicus.

http://www.fishbase.org/summary/Oreochromis-mossambicus.html.

Diaksed pada tanggal 15 Juni 2014.

Marina, M.P. Camargo dan Claudia B.R. Martinez. 2007. Histopatology of Gilss,

Kidney, and Liver of a Neotropical Fish Caged in an Urban Stream.

Neotropical Ichthyologi, hal 327-336.

Page 89: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

72

Marrison, J. 2007. Normal Histology. In : Momford, S., J. Heidel, C. Smith, J.

Marrison, B. MacConnel dan V. Blazer. Fish Histology and

Histopathology.

Mason, C. 2002. Biology Of Freshwater Pollution. Fourth Edition. Prentice Hall.

England.

Mook, D. 1983. Responses of Common Fouling Organisms in The Indian River,

Florida, to Various Predation and Disturbance Intensities. Estuaries 6, hal

372-379.

Nabib, R. dan F.H. Pasaribu. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar

Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Oliveira, R.F, dan V.C. Almada. 1995. Sexual Dimorphism and Allometry of

External Morphology in Oreochromis mossambicus. Journal of Fish

Biology, hal 1055-1064.

Oliveira, R.F, dan V.C. Almada. 1998. Matting Tactics and Male-Male Courtship

in The Lek-breeding Cichild Oreochromis mossambicus.. Journal of Fish

Biology, hal 1115-1129

Olurin, K.B., A.A. Olojo, G.O.Mbaka dan A.T. Akindele. 2006. Histopatological

Responses of the Gill and Liver Tissues of Clarias gariepinus Fingerlings

to the Herbicide, Glyphosate. African Journal of Biotechnology, hal 2480-

2487.

Omar, S.B.A. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan

Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Palar, H. 2002. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta: Jakarta

Ploeksic, V., S. R. Božidar, B. S. Marko dan Z. M. Zoran. Liver, Gill, and Skin

Histopathology and Heavy Metal Content of The Danube Sterlet

(Acipenser ruthenus L. 1758). Enviromental Toxicology and Chemistry,

29 (3) hal 515-521.

Plumb, J.A. 1994. Health Maintenance of Cultured Fish: Principal Microbial Fish.

CRC Press Inc. USA.

Purnomo, T., Muchyiddin. 2007. Analisa Kandungan Timbal (Pb) pada Ikan

Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Kecamatan Gresik. Neptunus vol 14

No 1: 69-77.

Prosoeryanto, B.P., I.M. Ersa, R. Tiuria, dan S.U. Handayani. 2010. Gambaran

Histopatologi Insang, Usus, dan Otot Ikan Mujair (Oreochromis

Page 90: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

73

mossambicus) yang Berasal dari daerah Ciampea, Bogor. Indonesian

Journal of Veterinary Science and Medicine. Volume II Nomor 1.

Rao, C.S. 1992. Environmental Pollution Control Engineering. Wiley Eastern

Limited. New Delhi.

Robert R. J. 2001. Fish Pathology. Edisi ketiga. W.B. Saunders. London.

Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Sahetapi, J. M. 2011. Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) dan Pengaruhnya pada

Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi Juvenil Ikan Kerapu Macan.

Thesis. Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Saputra, H.M., N. Marusin, dan P. Santoso. 2013. Struktur Histologis Insang dan

Kadar Hemoglobin Ikan Asang (Osteochilus hasseltii C.V) di Danau

Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas

Andalas 2(2) hal 138-144.

Sembiring, R. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd, dan Pb pada

Daging Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Perairan Situgede,

Bogor. Skripsi. Departemen Teknologi Perairan FPIK. ITB.

Setyowati, A., D. Hidayati, Awik, P.D.N, dan N. Abdulgani. 2010. Studi

Histopatologi Hati Ikan Belanak (Mugil cephalus) di Muara Sungi Aloo

Sidoarjo. Skripsi. ITS. Surabaya.

Squadron, S., M. Prearo, P. Bizio, S. Gavinelli, M. Pellegrino, T. Scanzio, S.

Guarise, A. Benedetto, M.C. Abece. 2012. Heavy Metals Distribution in

Muscle, Liver, Kidney, an Gill of European Catfish (Silurus glanis) from

Italian Rivers. Chemophere xxx.

Suharto. 2005. Dampak Pencemaran Logam Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan

Masyarakat. Majalah Kesehatan Indonesia No. 165/Nty. Unair Surabaya

Sukiya. 2003. Biologi Vertebrata. Universitas Negeri Yogyakarta : JICA.

Suparjo, M. N. 2010. Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila (Oreochromis

niloticus) Akibat Deterjen. Jurusan Saintek Perikanan 5 (2) hal 1-7.

Susanto, H. 1999. Budi Daya Ikan Di Pekarangan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tanjung, S. 1982. The Toxicity of Aluminium for Organs of Salvalinus Fontanalis

Mitchill in Acid Water. Jakarta

Page 91: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

74

Takasima, F. dan T. Hibiya. 1995. An Atlas of Fish Histology: Normal and

Pathological features. Edisi kedua. Tokyo: Kondansha.

Trewevas, E. 1983. Tilapiine Fishes Of The Genera Sarotherodon, Oreochromis

and Danakilia. Ithaca, New York; Comstock Publishing Associates.

Van der Wall, B. 2002. Another Fish On Its Way to Extinction?. Science in

Africa, hal 34-35.

Widowati, W. 2008. Efek Toksik Logam. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Wilson, J. M. dan P. Laurent. 2002. Fish Gill Morphology: Inside Out. J.Exp.

Zool Vol 293 hal 192-213.

Yulaipi, S. dan Aunurohim. 2013. Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan

Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus). Jurnal Sains dan Seni PomitsVol. 2 No. 2. Hal 166-170.

Zubair, S. A. 2009. Analisis Status Pencemaran Logam Berat di Wilayah Pesisir

(Studi Kasus Pembuangan Limbah Cair dan Tailing Padat/Slag

Pertambangan Nikel Pomalaa). Tesis. Program Pascasarjana. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Page 92: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

Pengambilan sampel ikan Mujair di Tukad Badung

Eutanasi ikan Mujair dengan menggunakan es

Page 93: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

Ikan yang telah tereutanasi diukur panjang badannya

Kemudian ikan ditimbang untuk mengetahui berat badannya

Page 94: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

Ikan di nekropsi dengan melakukan sayatan pada garis tubuh ikan, kemudian

dilakukan pengambilan sampel daging, nsang, dan hati

Daging ikan mujair diamati perubahan patologi anatominya dan diambil sampel

untuk pemeriksaan logam berat dan pemeriksaa histopatologi

Page 95: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

Insang ikan mujair diamati perubahan patologi anatominya lalu diambil sampel untuk

pemeriksaan histopatologi

Hati ikan diamati perubahan patologi anatominya dan diambil sampe untuk

pemeriksaan histopatologi

Page 96: tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS UDAYANA

TANDA BUKTI PENDAFTARAN WISUDA KE-112Tanggal 14 Februari 2015

No : .......Nama Lengkap : drh. Made Rahayu Kusumadewi, S.KH, M.SiNIM : 1291261023Jenis Kelamin : PerempuanTempat / Tanggal Lahir : Negara / 28 September 1990Alamat Sekarang / Telp / HP : Jalan Tegal Sari No. 16 Biaung Asri Kesiman

Kertalangu Denpasar Timur / (0361)461274 /085338425262

Agama : HinduTanggal Lulus : 08 Januari 2015Lama Studi : 5 SemesterFakultas : Program Pasca SarjanaProgram Studi / Jurusan : Ilmu LingkunganIPK / Predikat : 3.69 / Sangat MemuaskanNomor Ijasah (Diisi Panitia) : .....................................................................Nama Orang Tua - Nama Ayah : I Made Suwitra, S.Pd - Nama Ibu : Dra. Ni Wayan KarniJudul Tesis : Tingkat Biokonsentrasi Logam Berat dan

Gambaran Histopatologi Ikan Mujair (Oreochromismossambicus L) yang Hidup di Perairan Tukad Badung Kota Denpasar

Catatan : Bukit Jimbaran, .........................................

1. Gladi Bersih dilaksanakan sehari sebelum Upacara Wisuda, Petugas Fakultas

Pada pukul 09.00 WITA di Gedung Widya Sabha Kampus Bukit Jimbaran

2. Kartu Undangan akan dibagikan Pada Waktu Gladi Bersih,

Mulai Pukul 08.30 s/d 9.30 di loket Bagian Pendidikan di Bukit Jimbaran ...................................................................

NIP.KETERANGAN PREDIKAT KELULUSAN

Program Diploma dan Strata 1 (S0 dan S1) Program Strata 2 (S2) Program Strata 3 (S3)

IPK Keterangan IPK Keterangan IPK Keterangan

2,50 - 2.75 Memuaskan (Tanpa Nilai E) 2.75-3.40 Memuaskan (Tanpa Nilai E) 3.00-3.44 Memuaskan (Tanpa Nilai E)

2,76 - 3.50

Sangat Memuaskan (Waktu

Studi Maksimum 5 Tahun

(Batas Normal + 1 Tahun)

Tidak Ada Nilai D)

3.41 - 3.70

Sangat Memuaskan (Waktu

Studi Maksimum 2.5 Tahun

(Batas Normal + 1 Tahun)

Tidak Ada Nilai D)

3.45-3.74

Sangat Memuaskan (Waktu

Studi Maksimum 3 Tahun

(Batas Normal + 1 Tahun)

Tidak Ada Nilai D)

3,50 - 4.00

Dengan Pujian { Waktu Studi

maksimum 5 tahun (Batas

Normal + 1 Tahun), Tidak

Pernah Memperbaiki Nilai,

Tidak ada nilai C }

3.71 - 4.00

Dengan Pujian { Waktu Studi

maksimum 2.5 tahun (Batas

Normal + 1 Tahun), Tidak

Pernah Memperbaiki Nilai,

Tidak ada nilai C }

3.71 - 4.00

Dengan Pujian { Waktu Studi

maksimum 3 tahun (Batas

Normal + 1 Tahun), Tidak

Pernah Memperbaiki Nilai,

Tidak ada nilai C }

- 1 -