mikroalga sebagai penyerap logam berat

Upload: sukma-sanjiwani

Post on 17-Oct-2015

101 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    1/68

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pencemaran logam berat di lingkungan merupakan masalah serius

    karena kelarutan dan mobilitasnya menimbulkan toksisitas dan ancaman

    bagi kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Oleh karena itu,

    penemuan kembali logam-logam berat dari limbah industri menjadi penting

    bagi masyarakat sebagai upaya daur ulang dan konservasi logam-logam

    esensial (Hashim et al., 2004). Remediasi logam melalui pendekatan

    teknik fisiko-kimia masih mahal dan tidak ramah lingkungan. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa pendekatan-pendekatan bioteknologi

    dapat diterima sebagai alternatif yang menarik belakangan ini (Iyer et al.,

    2005).

    Luas wilayah perairan yang melingkupi bumi demikian dominan

    ( 70 % atau sekitar 109km3), hal ini mempunyai arti yang sangat besar

    bagi kelangsungan hidup makhluk di bumi ini. Seiring dengan

    meningkatnya aktivitas manusia di berbagai sektor kehidupan, jumlah dan

    jenis pencemar di perairan meningkat pula. Berbagai jenis kegiatan

    industri beserta produknya telah dikembangkan dalam dua dekade

    terakhir. Hal ini berdampak pada terbentuknya limbah yang bervariasi

    sesuai dengan jenis industri dan bahan baku yang digunakan. Logam Pb

    dan Hg merupakan contoh jenis bahan pencemar yang ditemukan di laut.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    2/68

    2

    Selain dapat menurunkan kualitas dan produktivitas perairan laut juga

    dapat menimbulkan keracunan, karena Hg dan Pb termasuk logam

    berbahaya yang dapat terakumulasi pada organisme dan jika dikonsumsi

    oleh manusia dapat menimbulkan penyakit (Siahainenia, 2001). Akibat

    pencemaran logam berat, fungsi strategis perairan menjadi tidak

    maksimal. Penurunan kualitas lingkungan laut akibat kontaminasi bahan-

    bahan pencemar akan berdampak pada penurunan produktivitas dan

    higienitas komoditas perikanan yang dihasilkan (Rahmansyah, 1997).

    Kondisi perairan laut Indonesia sudah saatnya mendapat

    perhatian serius karena adanya indikasi peningkatan pencemaran logam

    berat. Pada tahun 2001, perairan Dadap, Cilincing, Demak, dan Pasuruan

    telah tercemar oleh Hg, sementara residu Hg di perairan Tanjung Pasir

    dan Blanakan masih di bawah 2 ppb. Perairan Pasuruan, pada tahun

    2002, dilaporkan telah tercemar oleh Hg dengan residu di atas 2 ppb

    (Siregar dan Murtini, 2008). Kondisi perairan laut di Pantai Losari

    Makassar, menunjukkan kandungan Fe, Pb, dan Cd yang tinggi. Logam-

    logam tersebut terakumulasi pada bentos, kerang, atau ikan yang sangat

    berbahaya apabila dikonsumsi (Monoarfa, 2002). Kadar Pb, Cd, Cu, Cr,

    Ni, Zn, Mn, dan Fe dalam air laut di Selat Makassar pada tahun 2003,

    masih tergolong rendah, tetapi pada sedimen kadar logam-logam tersebut

    tinggi (Wenno dkk., 2005). Hasil penelitian tahun 2004, menunjukkan

    kadar Hg, Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni di Teluk Jakarta telah melewati nilai

    ambang batas (Lestari dan Edward, 2004), danpada tahun 2005, muara

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    3/68

    3

    Sungai Kahayan dan muara Sungai Barito telah tercemar oleh Cd dan Cu,

    Waduk Saguling tercemar oleh Pb, Cd, dan Cu, sementara Waduk Cirata

    tercemar oleh Hg dan Waduk Jatiluhur tercemar oleh Cu dan Cd. Walau

    demikian, ikan yang hidup di perairan dan waduk tersebut masih aman

    untuk dikonsumsi (Siregar dan Murtini, 2008). Di tahun 2008, rataan kadar

    Fe, Mn dan Co yang terdeteksi di air Sungai Kuripan Bandar Lampung

    relatif tinggi, sementara ada indikasi terjadinya bioakumulasi logam berat

    pada sedimen dan remis Eremopyrgus eganensis (Rinawati dkk., 2008;

    Rochyatun, 2006).

    Mikroalga sebagai produsen primer merupakan organisme renik

    yang mempunyai kelimpahan terbesar hingga kedalaman sekitar 7 meter

    (Arifin dkk., 1997). Karena adanya klorofil yang mendukung, mikroalga

    menggunakan energi sinar untuk mengubah CO2 menjadi glukosa dan

    ATP serta membebaskan oksigen sebagai produk. Mikroalga hanya

    membutuhkan air, sinar matahari, dan nutrien untuk kelangsungan

    hidupnya (Bjornstad, 2005). Konsentrasi mikroalga pada permukaan

    perairan berkisar antara 500-104sel.mL-1, sehingga mikroalga mempunyai

    luas permukaan yang besar terhadap volumenya.

    Mikroalga umumnya mampu menjerap dan mengakumulasi logam

    berat dalam tubuhnya. Pada konsentrasi tertentu logam berat dapat

    memacu pertumbuhan beberapa jenis mikroalga, tetapi pada konsentrasi

    yang sama justru dapat mengakibatkan toksisitas pada jenis mikroalga

    lainnya (Palar, 1994). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ion Cu

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    4/68

    4

    memberikan toksisitas yang signifikan terhadap mikroalga, diikuti oleh Ni

    dan Pb (Nayar et al., 2004). Sementara itu Chaetoceros calcitrans mampu

    menjerap ion Cu(II) hingga konsentrasi 40 mg.L-1 pada pH netral dalam

    medium Conwy cair (Hala dkk., 2004). Nannochloropsis salina juga

    menunjukkan kemampuan menjerap ion Pb, Cd, dan Zn secara signifikan

    (Tambung dkk., 2007). Namun dalam sistem ion multi-logam, interaksi

    yang sinergik maupun antagonik dapat terjadi dalam kaitannya dengan

    peningkatan pertumbuhan mikroalga di perairan laut (Gonzalez-Davila

    et al., 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biosorpsi logam berat di

    perairan dengan menggunakan mikroalga merupakan solusi alternatif

    dengan resiko yang relatif lebih kecil, biaya yang lebih murah, dan

    biomassa yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

    N. salina merupakan salah satu spesies mikroalga dengan waktu

    regenerasi relatif cepat. Interaksinya dengan bahan pencemar di laut

    dapat menyebabkan perubahan perilaku kehidupan, seperti perubahan

    populasi, kecepatan pertumbuhan, aspek biokimia, dan morfologi.

    N. salinaberukuran 2-4 m yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop.

    Berdasarkan ukurannya, N. salina seharusnya sangat rentan terhadap

    pencemaran logam berat seperti ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+ di

    perairan jika dibandingkan dengan tumbuhan dengan tingkatan yang lebih

    tinggi seperti rumput laut dan lamun. Dalam berbagai kasus pencemaran

    logam berat di perairan, sebagian besar organisme laut tidak mampu

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    5/68

    5

    bertahan hidup, namun N. salina dijumpai tetap hidup dalam perairan

    yang tercemar logam berat.

    Pertumbuhan N. salina menurun tajam dalam medium yang

    tercemar ion Cd, namun dalam medium yang terkontaminasi Zn,

    penurunan populasi tidak berlangsung secara drastis, bahkan terjadi

    kenaikan pertumbuhan beberapa hari kemudian (Tambung dkk., 2007).

    Toksisitas Ni menunjukkan penurunan hingga 30 % dibandingkan dengan

    kontrol, saat N. salina ditumbuhkan dalam medium yang terkontaminasi

    ion Ni2+(Mohammady et al., 2007)

    Mekanisme akumulasi beberapa logam (seperti Co, Mo, Ca, dan

    Mg) pada alga terjadi melalui transpor biologi aktif secara intrasel. Ion

    logam berat beracun akan diasingkan dari sitoplasma sel melalui tiga cara

    yang mungkin, yaitu: pengkhelatan intraselular oleh polimer biologis;

    pengendapan logam berat pada permukaan dinding sel; atau adsorpsi

    permukaan melalui pengikatan ion logam oleh gugus fungsi kimia di

    dinding sel (Moreno-Garrido et al, 1998). Seluruh permukaan tubuh

    mikroalga dilapisi oleh membran sel sehingga potensi interaksinya dengan

    ion logam di perairan menjadi tinggi (Fhencel, 1988). Daerah permukaan

    sel yang luas mengandung berbagai gugus fungsi seperti N-terminal dari

    gugusNH2, C-terminal dari gugus COO-, S-terminal dari gugusSH dan

    gugus fungsi rantai samping residu asam amino yang berpotensi sebagai

    tempat mengikat logam (Chu and Hashim, 2007).Adsorpsi ion logam oleh

    gugus aktif, berlangsung di permukaan sel diikuti oleh langkah transpor

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    6/68

    6

    yang lambat ke dalam membran dan masuk ke sitoplasma. Selain itu, ion-

    ion logam dalam larutan mengalami kesetimbangan dengan ligand-ligand

    yang dihasilkan dan diekskresi oleh alga pada semua langkah (Santana-

    Casianoa et al, 1995). Beberapa kajian tentang bioakumulasi logam oleh

    kelas Eustigmatophyceae telah dikembangkan dengan berbagai asumsi

    mekanisme pengikatan, namun belum dijumpai kajian secara kimia

    tentang mekanisme penjerapan logam berat oleh N. Salina.

    Berkaitan dengan uraian di atas, penelitian tentang kajian

    mekanisme reaksi penjerapan ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+ akan

    dilakukan dengan menggunakan mikroalga N. salina, melalui pengamatan

    perubahan struktur asam amino dan klorofil, serta perubahan morfologi

    sel. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi alternatif

    atas pencemaran logam berat di perairan laut.

    B. Rumusan Masalah

    Rumusan permasalahan yang akan ditelaah dalam penelitian ini

    mencakup hal sebagai berikut:

    1. Bagaimana kondisi optimal untuk pertumbuhan maksimum N. salina

    dalam medium Conwy dan seberapa besar efisiensi penjerapannya

    terhadap ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+?

    2. Bagaimana susunan dan struktur asam amino pada sel N. salina

    sebelum dan setelah penjerapan ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+?

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    7/68

    7

    3. Bagaimana stuktur krlorofil pada sel N. salina sebelum dan setelah

    penjerapan ion Ni2+

    , Cu2+

    , Zn2+

    , Cd2+

    , dan Pb2+

    ?

    4. Bagaimana morfologi pada sel N. salina sebelum dan setelah

    penjerapan ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+?

    5. Mekanisme penjerapan apakah yang terjadi dalam interaksi N. salina

    dengan ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan dilakukannya penelitian ini, adalah sebagai berikut:

    1. Menentukan kondisi optimal pertumbuhan maksimum N. salinadalam

    medium Conwy, meliputi pengaruh waktu, salinitas, dan pH; serta

    menentukan efisiensi penjerapan N. salina terhadap ion Ni2+, Cu2+,

    Zn2+, Cd2+, dan Pb2+;

    2. Melakukan analisis asam amino pada residu N. salina sebelum dan

    setelah penjerapan ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+;

    3. Menentukan kandungan klorofil pada residu N. salina sebelum dan

    setelah penjerapan ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+;

    4. Membandingkan morfologi sel N. salina sebelum dan setelah

    penjerapan ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+;

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    8/68

    8

    5. Menentukan gugus fungsi yang mungkin terlibat dalam proses

    penjerapan ion Ni2+

    , Cu2+

    , Zn2+

    , Cd2+

    , dan Pb2+

    , dan meramalkan

    mekanisme yang terjadi.

    D. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

    1. Memberikan informasi tentang parameter interaksi dan sifat jerapan

    N. salina terhadap ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+;

    2. Memberikan informasi mengenai jenis mekanisme jerapan yang

    dominan, dan data gugus fungsi yang berpotensi aktif sebagai

    penjerap ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+;

    3. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan Kimia Anorganik,

    khususnya pencemaran logam berat, pemanfaatan N. salina sebagai

    biosorben sekaligus sebagai alternatif solusi atas kasus pencemaran

    logam berat di perairan laut.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    9/68

    9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pencemaran Logam Berat

    1. Logam Berat di Perairan Laut

    Luas wilayah perairan yang melingkupi bumi demikian dominan

    ( 70 % atau sekitar 109 km2), sehingga mempunyai arti yang sangat

    besar bagi kelangsungan hidup makhluk di bumi ini. Akibat pertumbuhan

    penduduk yang pesat, kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi

    sumber daya alam, baik pada daerah hulu, pesisir pantai, maupun laut

    semakin meningkat. Peningkatan kegiatan tersebut menjadi salah satu

    penyebab turunnya kualitas lingkungan laut akibat kontaminasi bahan-

    bahan pencemar (Siahainenia, 2001), dan pada gilirannya akan

    berdampak pada penurunan produktivitas dan higienitas komoditas

    perikanan yang dihasilkan (Rahmansyah, 1997).

    Seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia di berbagai sektor

    kehidupan, jumlah dan jenis pencemar di perairan meningkat pula. Hal ini

    berakibat pada tidak maksimalnya fungsi strategis perairan. Dengan

    berbagai jenis kegiatan industri beserta produknya, maka limbah yang

    terbentuk akan bervariasi sesuai dengan jenis industri dan bahan baku

    yang digunakan. Logam Pb dan Hg yang merupakan jenis bahan

    pencemar di laut, selain dapat menurunkan kualitas dan produktivitas

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    10/68

    10

    perairan laut, juga dapat menimbulkan keracunan, karena Hg dan Pb

    merupakan logam berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit pada

    manusia apabila terakumulasi pada organisme perairan yang dikonsumsi

    manusia (Siahainenia, 2001; Ahalya et al., 2003). Berbagai kajian tentang

    hal ini telah banyak dilakukan. Kasus yang cukup terkenal adalah kasus

    Minamata di Jepang, di mana residu metil merkuri dari limbah pabrik kimia

    yang dibuang langsung ke Teluk Minamata menyebabkan ratusan jiwa

    meninggal dunia akibat mengkonsumsi ikan yang tercemar bahan

    berbahaya tersebut (Anonim, 2005).

    Issu pencemaran logam berat di perairan meningkat sejalan

    dengan pengembangan berbagai penelitian yang mulai diarahkan pada

    berbagai aplikasi teknologi untuk menangani polusi lingkungan yang

    disebabkan oleh logam berat. Kondisi perairan laut Indonesia sudah perlu

    mendapat perhatian serius karena adanya indikasi peningkatan

    pencemaran logam berat. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2001,

    menunjukkan bahwa beberapa wilayah perairan di Indonesia telah

    tercemar oleh logam berat. Perairan Dadap, Cilincing, Demak, dan

    Pasuruan telah tercemar oleh Hg, sementara residu Hg di Perairan

    Tanjung Pasir dan Blanakan masih di bawah 2 ppb. Pada tahun 2002,

    dilaporkan bahwa perairan Pasuruan telah tercemar oleh Hg dengan

    konsentrasi Hg di atas 2 ppb (Sireger dan Murtini, 2008). Kondisi perairan

    laut di Pantai Losari Makassar, menunjukkan adanya kandungan Pb dan

    Cd yang terdapat pada bentos, kerang, atau ikan, yang sangat berbahaya

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    11/68

    11

    apabila dikonsumsi (Monoarfa, 2002). Konsentrasi Pb, Cd, Cu, Cr, Ni, Zn,

    Mn, dan Fe dalam air laut di Selat Makassar pada tahun 2003 yang

    dilaporkan oleh Wenno dkk. (2005), masih tergolong rendah, tetapi

    konsentrasi logam tampak tinggi pada sedimen. Kadar Hg, Pb, Cd, Cu,

    Zn, dan Ni di Teluk Jakarta pada Bulan Mei 2004 telah melewati nilai

    ambang batas (Lestari dan Edward, 2004). Pada tahun 2005, Muara

    Sungai Kahayan dan Muara Sungai Barito telah tercemar oleh Cd dan Cu,

    Waduk Saguling tercemar oleh Pb, Cd, dan Cu, sementara Waduk Cirata

    tercemar oleh Hg dan Waduk Jatiluhur tercemar oleh Cu dan Cd. Akan

    tetapi ikan yang hidup di perairan dan waduk tersebut masih aman untuk

    dikonsumsi (Sireger dan Murtini, 2008). Di tahun 2008, rataan kadar Fe,

    Mn, dan Co yang terdeteksi di air sungai Kuripan Bandar Lampung relatif

    tinggi, sementara ada indikasi terjadinya bioakumulasi logam berat pada

    sedimen dan remis Eremopyrgus eganensis (Rinawati dkk., 2008;

    Rochyatun, 2006).

    Kecemasan terhadap pencemaran logam berat di lingkungan

    disebabkan oleh tingkat keracunan yang sangat tinggi dalam seluruh

    aspek kehidupan makhluk hidup (Suhendrayatna, 2001; Iyer et al., 2005).

    Logam berat dapat merusak sistem biokimia, dan merupakan ancaman

    serius bagi kesehatan tumbuhan dan hewan (Khan et al, 2009). Logam

    berat adalah unsur kimia dengan massa jenis lebih besar dari 5 g.cm -3,

    mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor

    atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7. Logam berat seperti Pb, Cd,

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    12/68

    12

    dan Hg merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi

    terhadap belerang menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang

    dalam enzim, sehingga enzim tersebut menjadi tidak aktif. Logam berat

    juga bereaksi dengan gugus karboksilat (COOH) dan amina (NH2).

    Cd, Pb, dan Cu yang terikat pada sel-sel membran akan menghambat

    proses transformasi melalui dinding sel. Logam berat juga dapat

    mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalisis penguraiannya

    (Iyer et al., 2005).

    Adanya logam berat di perairan, berdampak negatif dan berbahaya,

    baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya

    secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan

    dengan sifat-sifat logam berat (PPLH-IPB, 1997) yaitu:

    1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan

    perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan);

    2. Dapat terakumulasi dalam organisme, termasuk kerang dan ikan,

    serta akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi

    organisme tersebut;

    3. Mudah terakumulasi pada sedimen, sehingga konsentrasinya selalu

    lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Selain itu sedimen

    mudah tersuspensi karena pergerakan massa air yang akan

    melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga

    sedimen berpotensi menjadi sumber pencemar sekunder dalam

    rentang waktu tertentu.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    13/68

    13

    Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, toksisitas logam berat

    terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai

    berikut: Hg>Cd>Zn>Pb>Cr>Ni>Co. Sementara untuk manusia yang

    mengkonsumsi ikan, urutan toksisitas ion logam berat adalah

    Hg2+>Cd2+>Ag2+>Ni2+>Pb2+>As2+>Cr2+>Zn2+. Toksisitas tersebut dapat

    dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu logam dengan toksisitas

    tinggi, yang terdiri atas Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn; toksisitas sedang, yang

    terdiri atas Cr, Ni dan Co; sedangkan Mn dan Fe termasuk logam yang

    toksisitasnya rendah (Darmono, 1995).

    Logam-logam dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam

    bentuk ion, ada yang merupakan ion-ion bebas, pasangan ion organik,

    dan ion-ion kompleks (Ahalya et al., 2003). Dalam badan air, ion-ion

    logam juga bereaksi membentuk kompleks organik dan kompleks

    anorganik. Ion-ion logam seperti Pb2+, Zn2+, Cd2+, dan Hg2+, mempunyai

    kemampuan untuk membentuk senyawa kompleks sendiri. Ion logam

    tersebut dengan mudah akan membentuk kompleks dengan ion Cl-

    dan/atau SO42-pada konsentrasi yang sama dengan konsentrasi dalam air

    laut (Palar, 2004).

    Limbah industri yang terbuang ke badan sungai atau yang

    langsung terbuang ke laut dalam jumlah tertentu dan melebihi kapasitas

    asimilatif perairan, akan mengalami akumulasi pada komponen

    lingkungan. Limbah ini dapat mengeluarkan bahan beracun berbahaya

    seperti sulfida, fenol, Cr(VI), Pb, dan Cd yang dapat terakumulasi dalam

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    14/68

    14

    organisme perairan tertentu dan secara tidak langsung merupakan

    ancaman bagi kehidupan manusia (Suratmo, 1990 dalam Siahainenia,

    2001). Untuk itu limbah industri harus diolah terlebih dahulu sebelum

    dibuang ke laut melalui badan sungai.

    Akibat pertumbuhan penduduk yang pesat, kegiatan-kegiatan

    eksploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam, baik pada daerah hulu,

    pesisir pantai, maupun laut, tidak dapat dihindari lagi dan menjadi semakin

    meningkat. Peningkatan kegiatan tersebut menjadi salah satu penyebab

    menurunnya kualitas lingkungan laut akibat kontaminasi bahan-bahan

    pencemar. Secara normal, laut mempunyai daya asimilasi untuk

    memproses dan mendaur ulang bahan-bahan pencemar yang masuk ke

    dalam badan air. Akan tetapi dengan semakin tingginya konsentrasi

    akumulasi bahan pencemar ke dalam perairan laut, daya asimilasi laut

    sebagai gudang sampah semakin menurun, dan berpotensi menimbulkan

    masalah lingkungan. Dampak pencemaran ini akan berpengaruh dalam

    kehidupan manusia, organisme lain, serta lingkungan sekitarnya. Untuk itu

    secara dini sumber pencemar dan bahan-bahan pencemar perlu

    dikendalikan agar kelak tidak merusak lingkungan laut, menurunkan

    keanekaragaman hayati, dan mengganggu keseimbangan ekosistem laut

    (Siahainenia, 2001).

    Pencemaran di sepanjang garis pantai dan ekosistem perairan laut

    sampai kini belum tuntas teratasi. Kondisi fisik Pantai Losari Makassar

    masih memprihatinkan, sampah yang berserakan, terutama sampah

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    15/68

    15

    plastik bekas makanan masih sering dijumpai, baik di sudut bibir pantai

    maupun di permukaan laut (Anonim, 2009). Pencemaran ini didukung oleh

    perubahan fungsi-fungsi ruang kota di kawasan itu, kawasan perumahan

    yang berubah menjadi kawasan komersil seperti hotel yang dibangun di

    sepanjang pantai. Selain itu, 14 outlet drainase kota bermuara di Pantai

    Losari, tujuh diantaranya adalah outlet besar, yang memberikan kontribusi

    terhadap tercemarnya perairan laut.

    2. Nikel

    Nikel merupakan kelompok logam transisi yang umum digunakan

    dalam proses elektroplating, baja tahan karat, dan batu baterei nikel-

    kadmium. Di alam, Ni dijumpai dalam bentuk ion heksaquo [Ni(H2O)6]2+

    dan garam terlarut dalam air. Air laut mengandung Ni sekitar 1,5 g.L -1,

    sekitar 50% dalam bentuk Ni2+, sementara sungai dan danau

    mengandung Ni2+total 0,2-10 g.L-1. Perairan yang dekat dengan daerah

    pertambangan dan peleburan dapat mengandung Ni2+sampai 6,4 mg.L-1

    (Wright and Pamela, 2002).

    Pada manusia Ni masuk melalui proses penghirupan (inhalation),

    sejumlah kecil melalui makanan dan air, tetapi sebagian besar di eliminasi

    melalui pembuangan tinja. Pada organisme aquatik, pemasukan Ni

    dipengaruhi oleh kesadahan air seperti penurunaan sifat toksisitas Ni

    akibat meningkatnya kesadahan air. Ion Ni2+ dapat masuk ke dalam

    organisme melalui difusi sederhana (Flecther et al., 1994) dan

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    16/68

    16

    terakumulasi di dalam sitosol sel sampai mencapai keseimbangan dengan

    konsentrasi Ni2+

    eksternal atau tempat pengikatan membran sel setelah

    tersaturasi (Azzez and Banerjee, 1991). Di dalam sitosol, Ni2+ terikat

    dengan protein dan ligand dengan massa molekular rendah, termasuk

    asam amino seperti sistein dan histidin. Ni dapat berikatan dengan

    albumin di dalam darah vertebrata dan dikeluarkan melalui urin.

    Ni relatif tidak toksik bila dibandingkan dengan logam berat lainnya,

    namun, beberapa penelitian menunjukan bahwa toksisitas Ni pada

    spesies air tawar cenderung terselubung oleh kehadiran logam lain. Efek

    kronik dari paparan Ni seperti penghambatan pertumbuhan dan

    reproduksi pada invertebrata, merupakan akibat dari meningkatnya

    konsentrasi Ni dibanding tingkat konsentrasi akut terendah (Azzez dan

    Banerjee, 1991). Akumulasi tingginya Ni di dalam jaringan paru-paru,

    menujukkan adanya hubungan antara paparan sejumlah kecil partikulat

    senyawa Ni dengan kerusakan DNA (Wright and Pamela, 2002).

    Toksisitas Ni tergantung pada jenis senyawa yang masuk ke dalam

    sel. Berdasarkan peningkatan toksisitas akutnya, senyawa Ni dapat dibagi

    dalam tiga katagori: (1) garam terlarut dalam air, [NiCl2, NiSO4, Ni(NO3)2,

    dan Ni(CH3COO)2]; (2) partikulat Ni, [Ni3S2, NiS2, Ni7S6, dan Ni(OH)2]; dan

    (3) karbonil Ni yang larut dalam lemak, [Ni(CO)4].

    Ion Ni2+bebas merupakan bentuk toksik paling tinggi di dalam sel.

    Kenyataan ini kontradiktif, jika dianggap penyerapan Ni dan pengeluaran

    oleh sel adalah satu rute. Ni terlarut mempunyai pergantian biologis yang

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    17/68

    17

    cepat dan toksisitasnya rendah. Partikulat Ni memasuki sel melalui

    fagositosis, di mana lisosom yang terikat dengan vesikel fagositik akan

    membantu pemutusan Ni, namun mekanisme ini belum banyak diketahui

    (Wright and Pamela, 2002). Vesikel ini kemudian berkelompok di sekitar

    selubung inti, pada tempat masuknya ion Ni2+, dan bereaksi secara

    langsung dengan molekul DNA sehingga menghasilkan fragmentasi dan

    hubungan silang. Pada mammalia, karsinogenitas telah menjadi perhatian

    utama karena partikulat Ni merupakan sumber Ni2+ yang tersalurkan

    secara langsung ke dalam DNA.

    Ni-karbonil merupakan bentuk gas yang memiliki fungsi berbahaya

    yang spesifik pada pengilangan Ni dan penggunaan katalis Ni. Bentuk ini

    mudah larut dalam lemak dan sangat cepat memasuki aliran darah.

    Toksisitas akut disebabkan oleh terhambatnya aktivitas enzim dalam paru-

    paru yang selanjutnya berakibat pada kerusakan sistem respirasi (Wright

    and Pamela, 2002).

    3. Tembaga

    Logam Cu merupakan elemen mikro yang esensial untuk semua

    tanaman dan hewan, termasuk manusia, karena diperlukan oleh berbagai

    sistem enzim di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Cu harus selalu

    ada di dalam makanan. Hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar

    kadar Cu di dalam tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan

    (Suhendrayatna, 2001).

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    18/68

    18

    Keberadaan Cu di lingkungan perlu mendapat perhatian

    mengingat kecilnya toleransi konsentrasi yang diijinkan. Berdasarkan

    keputusan menteri negara KLH Kep.02/Men-KLH/1998 tentang Pedoman

    Penetapan Baku Mutu Lingkungan, keberadaan Cu dalam lingkungan

    diharapkan nihil, sedangkan batas maksimal yang diperbolehkan adalah

    1 ppm (Khasanah, 1998). Dalam industri yang memproduksi alat-alat

    listrik, gelas, dan zat warna, Cu dalam bentuk senyawa organik dan

    anorganik, biasanya bercampur dengan logam lain seperti alloi dengan

    Ag, Cd, Sn, dan Zn Cu (Yruela, 2005).

    Kebutuhan tubuh akan Cu per hari sekitar 0,05 mg.kg-1 berat

    badan. Pada kadar tersebut akumulasi Cu pada tubuh manusia normal

    tidak terjadi. Konsumsi Cu dalam jumlah yang lebih besar dapat

    menyebabkan gejala-gejala yang akut (Darmono, 1995), walaupun

    dengan konsentrasi yang kecil sekitar 1-5 mg.kg-1 bobot kering, Cu

    diperlukan sebagai nutrisi pada tumbuhan, dan keberadaan Cu akan

    berubah menjadi toksik jika konsentrasinya di atas 20-30 mg.kg-1 bobot

    kering tumbuhan (Klaassen et al., 1986). Dalam proses transpor elektron

    pada makhluk hidup, Cu merupakan salah satu komponen yang penting.

    Sebagai contoh Cu dijumpai pada plastosianin dalam proses fotosintesis,

    sitokrom-C oksidase dalam pernapasan, laccases, superoxide dismutase,

    dan ascorbate oxidase(Klaassen et al., 1986).

    Jumlah Cu yang diperlukan untuk proses enzimatik dalam keadaan

    normal, biasanya sangat sedikit. Dalam keadaan lingkungan yang

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    19/68

    19

    tercemar, keberadaan Cu akan menghambat sistem kerja enzim. Cu

    ditemukan pada jaringan beberapa spesies hewan air yang mempunyai

    regulasi sangat buruk terhadap logam (Sembiring dkk., 2008). Pada

    binatang lunak jenis moluska sel leukosit sangat berperan dalam sistem

    translokasi dan detoksikasi logam. Hal ini terutama ditemukan pada

    kerang kecil (oyster) yang hidup dalam air yang terkontaminasi Cu yang

    terikat oleh sel leukosit, sehingga menyebabkan kerang tersebut

    berwarna kehijau-hijauan (Palar,1994).

    4. Seng

    Logam Zn dijumpai pada pertambangan logam, dalam bentuk

    garam sulfida. Zn dan beberapa bentuk senyawaannya digunakan dalam

    produksi logam campuran seperti perunggu dan kuningan. Senyawa Zn

    juga sering digunakan dalam pelapisan logam seperti baja, yang

    merupakan produk anti karat. Selain itu, logam ini umumnya digunakan

    pada industri pewarnaan, cat, karet, obat dalam bentuk salep dan bahan

    pengawet kayu.

    Pada manusia Zn merupakan unsur yang terlibat dalam sejumlah

    besar enzim yang mengkatalisis reaksi metabolik yang vital. Selain itu, Zn

    esensial untuk proses pertumbuhan anak dan berperan dalam proses

    pembentukan DNA dan RNA serta partisipasinya dalam metabolisme

    protein (Darmono, 1995).

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    20/68

    20

    Menurut U.S National Library of Medicine, defisiensi Zn akan

    menyebabkan pertumbuhan rata-rata dan penyembuhan luka yang

    lambat, muncul lesi pada kulit, infeksi yang tak kunjung sembuh, dan

    menurunnya produksi hormon pada pria (infertilitas). Toksisitas Zn akan

    terlihat apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan atau

    melebihi nilai toleransi yang telah ditetapkan yaitu 40 mg.kg-1berat kering.

    Zn dapat menyebabkan efek racun bagi tubuh manusia jika dikonsumsi

    lebih besar dari 100-500 mg.hari-1. Jika dikonsumsi dalam dosis tinggi, Zn

    menyebabkan rasa tidak enak dan menyebabkan rusaknya pankreas,

    gangguan pencernaan, dan diare.

    5. Kadmium

    Cd merupakan unsur logam transisi yang termasuk elemen minor

    dalam kerak bumi. Secara alami di lingkungan Cd dapat berasal dari

    proses erosi dan abrasi batu karang dan tanah, kebakaran hutan, dan

    erupsi vulkanik, sedangkan secara non alami Cd merupakan hasil proses

    pertambangan.

    Cd termasuk logam yang reaktif dan larut dalam asam-asam

    pengoksidasi dan non pengoksidasi, tetapi tidak seperti Zn, Cd tidak larut

    dalam larutan alkali. Cd teroksidasi sangat lambat pada udara lembab

    dan ketika dipanaskan akan membentuk oksida. Cd berikatan secara

    kovalen dan mempunyai afinitas yang tinggi terhadap gugus sulfhidril

    (SH), mendorong peningkatan kelarutan lemak, dapat terakumulasi dan

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    21/68

    21

    bersifat racun, sementara Cd bereaksi dengan halogen dan belerang

    dalam keadaan panas.

    Cd masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman

    yang terkontaminasi, dan dapat menimbulkan efek toksik (Darmono,

    1995). Pada ginjal dan hati Cd terakumulasi terutama sebagai

    metalotionein yang mengandung asam amino sistein. Toksisitas Cd

    disebabkan oleh adanya ikatan dengan gugus (SH) dalam enzim

    karboksil sisteinil, histidil, hidroksil dan fosfatil dari protein dan purin,

    sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim

    (Suhendrayatna, 2001).

    Keracunan Cd pada pekerja industri di Jepang menyebabkan

    kerapuhan pada tulang-tulang penderita (penyakit itai-itai), karena

    terpapar uap Cd atau CdO (Palar, 1994). Menurut Suhendrayatna (2001),

    Cd mempunyai banyak efek toksik seperti kerusakan ginjal dan

    karsinogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Pada air

    laut dengan konsentrasi ion klorida 0,54 mol.L-1, senyawa CdCl2, CdCl3+

    dan CdCl- dijumpai pada rentang pH 7-9. Di larutan encer dengan

    konsentrasi Cl-

    0,01-0,03 mol.L-1

    , ion Cd mulai mendominasi sehingga

    ikatan Cd-Cl relatif stabil.

    Dalam interaksinya dengan Cd, ion Cl- berperan sebagai agen

    pengompleks yang lebih selektif dari pada beberapa pengompleks

    organik. Cd membentuk kompleks yang sangat stabil dengan berbagai

    senyawa organik, menjadi suatu aseptor asam lemah dalam reaksi-reaksi

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    22/68

    22

    koordinasi, dan menyukai atom-atom donor lemah seperti sulfur, selenium,

    dan sistein.

    6. Timbal

    Pb merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam

    kerak bumi dan tersebar di alam dalam jumlah kecil melalui proses alami.

    Melalui proses-proses geologi, Pb terkonsentrasi dalam deposit bijih

    logam dalam bentuk galena, PbS; anglesit,PbSO4; dan Pb3O4(Darmono,

    1995).

    Dalam bentuk senyawa, Pb banyak digunakan pada berbagai

    bidang. PbO2dalam industri baterai digunakan sebagai bahan aktif untuk

    pengaliran arus elektron. Kemampuan Pb dalam membentuk alloi dengan

    logam lain telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sifat metalurgi dari

    logam ini sehingga penerapannya menjadi sangat luas (Palar, 1994).

    Pada limbah industri metalurgi, Pb dalam bentuk Pb-arsenat

    bersifat toksik. Pada proses korosi alloi, Pb dapat dijumpai dalam bentuk

    kompleks dengan zat organik seperti heksaetil timbal, dan tetra alkil

    timbal. Secara alami, Pb masuk ke badan air melalui pengkristalan di

    udara dengan bantuan air hujan (Palar, 1994), dan masuk ke dalam tubuh

    melalui saluran pencernaan dan pernapasan. Pada saluran pencernaan,

    Pb yang diabsorpsi didistribusikan ke dalam jaringan melalui darah. Pb

    terdeteksi dalam tiga jaringan utama, yaitu terikat dalam: (1) sel darah

    merah di dalam darah; (2) jaringan lunak, hati dan ginjal, dengan waktu

    paruh sekitar beberapa bulan; dan (3) tulang dan jaringan-jaringan keras

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    23/68

    23

    (kalsifikasi) seperti gigi dan tulang rawan (Darmono, 1995). Pada sistem

    syaraf Pb bersifat racun, hematologik, hematotoksik, dan mempengaruhi

    kerja ginjal. Toleransi untuk konsumsi mingguan bagi orang dewasa yang

    direkomendasikan oleh WHO adalah 50 g.kg-1 berat badan, dan untuk

    bayi atau anak-anak adalah 25 g.kg-1 berat badan (Suhendrayatna,

    2001).

    Penelitian yang dilakukan di Universitas Surabaya menunjukkan

    bahwa 80% dari populasi anak sekolah di Kenjeran mengalami

    kemunduran intelektual atau slow learner. Mereka diketahui banyak

    mengkonsumsi ikan yang kemungkinan besar tercemar Pb

    (Suhendrayatna, 2001).

    B. Alga

    Alga termasuk dalam kerajaan tumbuhan, salah satu organisme

    yang mempunyai klorofil a dan thallus yang tidak dapat dibedakan antara

    akar, batang, dan daunnya. Alga merupakan dasar rantai makanan

    perairan, dimakan oleh hewan-hewan mikroskopis, serangga, ikan, dan

    selanjutnya akan dimakan oleh predator yang lebih besar. Alga dibedakan

    dari tumbuhan berklorofil lain berdasarkan reproduksi seksualnya.

    Reproduksi alga dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) generatif, melalui

    perkawinan gamet jantan dan betina dan (2) vegetatif, melalui cara

    konjugatif dan penyebaran spora yang terdapat pada kantong sporanya

    (carporspora, cystocarp).

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    24/68

    24

    Alga dapat hidup pada tempat-tempat yang mengandung air dan

    cahaya. Di daratan, alga dapat dijumpai pada semua habitat yang

    mengandung air, seperti genangan air, tanah, dan tanaman. Sementara

    habitat air seperti laut, sungai, danau, dan kolam, merupakan tempat

    hidup alga. Sebagai tanaman, pertumbuhan alga dapat distimulasi dengan

    pemberian nutrisi yang cukup dan gas karbondioksida. Pertumbuhan dan

    penyebaran alga laut bergantung pada faktor-faktor oseanografi seperti

    faktor fisika, kimia, pergerakan/dinamika air laut, dan jenis substratnya.

    Gambar 1.Alga sebagai produsen dalam rantai makananSumber :www.mbari.org

    http://www.mbari.org/http://www.mbari.org/http://www.mbari.org/http://www.mbari.org/
  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    25/68

    25

    Untuk pertumbuhannya, alga laut mengambil nutrisi dari lingkungan

    di sekitarnya secara difusi melalui dinding thallus. Alga memiliki ukuran

    yang bervariasi, mulai dari rumput laut yang besar, dengan satuan

    panjang meter dan disebut makroalga; hingga alga yang hanya bisa dilihat

    di bawah mikroskop (disebut mikroalga).

    Mikroalga

    Mikroalga atau di Indonesia biasa disebut mikroalga, didefinisikan

    sebagai organisme tumbuhan mikroskopik yang hidup melayang dan

    mengapung di dalam air, dengan kemampuan gerak yang terbatas.

    Mikroalga berperan dalam proses sintesis bahan organik dalam

    lingkungan perairan (Anonim, 2008). Sebagai mikroorganisme autotrof,

    mikroalga mampu menyediakan dan mensintesis makanannya sendiri,

    berupa bahan-bahan organik dan anorganik dengan bantuan

    energi/cahaya. Bantuan sinar matahari atau sumber energi lain di siang

    hari, mendukung aktivitas fotosintesis pada mikroalga untuk membentuk

    molekul-molekul karbon kompleks melalui larutan nutrien dari berbagai

    sumber yang dikonsumsi untuk membentuk sel-sel baru (Hoff and Snell,

    2008). Proses fotosintesis yang berlangsung dapat digambarkan dalam

    bentuk persamaan reaksi kimia (Pers. 1).

    6 CO2+ 12 H2Ouv C6H12O6 + 6 H2O +6 O2 (1)

    C6H12O6+ 6 H2O + 6 O2energi 6 CO2+ 12 H2O (2)

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    26/68

    26

    Untuk menunjang kehidupannya, mikroalga membutuhkan sinar

    matahari, air, dan nutrien. Keberadaan klorofil mendukung mikroalga

    untuk menggunakan energi sinar dalam proses fotosintesis dengan

    mengubah CO2 menjadi karbohidrat dan ATP. Oksigen dibebaskan

    sebagai produk dari proses tersebut. Pada malam hari, mikroalga

    melakukan respirasi (Anonim, 2001), di mana oksigen yang dikonsumsi

    akan digunakan untuk mengoksidasi karbohidrat dan menghasilkan

    sejumlah energi dan karbondiksida (Pers. 2).

    Gambar 2. Struktur sel tumbuhanSumber :www.sith.itb.ac.id

    Mikroalga eukariotik mengandung kloroplas, pigmen penyerap

    cahaya, (Gambar 2 dan 3), yang bertanggung jawab untuk menangkap

    http://www.sith.itb.ac.id/http://www.sith.itb.ac.id/http://www.sith.itb.ac.id/http://www.sith.itb.ac.id/
  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    27/68

    27

    energi cahaya matahari selama proses fotosintesis, di samping pigmen

    utama klorofil, yang juga digunakan oleh tumbuhan pada umumnya.

    Beberapa diantaranya juga mengandung pigmen sekunder seperti

    karotenoid, yang berwarna coklat atau kuning, dan pikobilin yang berwarna

    biru atau merah (Hoff and Snell, 2008).

    Pigmen sekunder ini merupakan pemberi warna-warni pada

    mikroalga. Dalam jumlah besar, mikroalga dapat membuat warna air

    menjadi hijau karena mereka mengandung klorofil dalam sel-selnya,

    walaupun warna setiap spesies mikroalga dapat bervariasi karena

    kandungan klorofil yang berbeda-beda atau adanya pigmen tambahan

    sepertiphycobiliprotein(Anonim, 2008).

    Gambar 3. Struktur kloroplas sel tumbuhanSumber :www.sith.itb.ac.id

    http://www.sith.itb.ac.id/http://www.sith.itb.ac.id/http://www.sith.itb.ac.id/http://www.sith.itb.ac.id/
  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    28/68

    28

    Mikroalga merupakan organisme renik yang mempunyai

    kelimpahan terbesar hingga kedalaman sekitar 7 meter. Komunitas

    mikroalga umumnya didominasi oleh jenis mikroalga yang berukuran lebih

    kecil dari 10 m, di mana pertumbuhan setiap jenis mempunyai respon

    yang berbeda terhadap perbandingan nutrien terlarut dalam badan air

    (Garno, 2002). Fakta bahwa mikroalga masih mampu bertahan hidup

    pada kondisi suhu antara 20-40 oC, intensitas cahaya dengan rentang

    4.305-16.000 lux, dan kadar CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis

    berkisar 0,5-5 %, pada salinitas 25-30 permil, dan pH sekitar 7,5-8,5

    menunjukkan bahwa populasi mikroalga cukup konstan dengan fluktuasi

    kondisi setempat.

    Selain menyumbang banyak pada proses biogeokimia dan

    merupakan dasar untuk rantai makanan akuatik umumnya, mikroalga

    memainkan peran esensial dalam mengontrol kualitas air dan memberi

    pengaruh besar atas iklim global melalui pengaturan CO2. Perubahan

    populasi mikroalga dapat digunakan sebagai indikator bagi saintis untuk

    mengamati lingkungan. Mikroalga juga berguna dalam menentukan di

    mana arus laut membawa nutrien untuk pertumbuhan tanaman dan di

    mana polutan beracun yang menghambat pertumbuhan tanaman.

    Nutrien yang esensial bagi mikroalga antara lain: CO2; senyawa-

    senyawa N, S, P; dan logam-logam kelumit. Beberapa spesies mikroalga

    juga membutuhkan vitamin seperti tiamin atau biotin untuk hidup

    (Bjornstad, 2005). Suhu sangat berperan dalam kultur mikroalga karena

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    29/68

    29

    aktivitas enzim dan metabolisme sel dipengaruhi oleh suhu. Selain itu,

    intensitas cahaya juga merupakan faktor penting, terutama berkaitan

    dengan proses fotosintesis. Intensitas cahaya yang baik untuk

    pertumbuhan mikroalga adalah sekitar 3.000-30.000 lux (Fogg, 1975).

    Salinitas perairan laut sudah tentu berpengaruh atas pertumbuhan

    organisme aquatik, khususnya dalam hal keseimbangan fungsi osmosis

    antara protoplasma sel dengan medium lingkungan. Salinitas secara

    umum berbanding terbalik dengan proses fotosintesis, karena adanya

    gejala migrasi kelompok alga dari lingkungan perairan bersalinitas rendah

    ke salinitas tinggi, sehingga fotosintesis akan terhambat (Andarias, 1982).

    Laju fotosintesis maksimal umumnya dijumpai pada medium air laut

    normal. Sebagai salah satu parameter aquatik, pH perlu dipertimbangkan,

    karena nilai pH dapat digunakan sebagai indikator kualitas air. Bahkan pH

    merupakan salah satu faktor yang berpengaruh langsung terhadap

    produksi dan pertumbuhan mikroalga (Andarias, 1982).

    Pada lingkungan perairan laut, mikroalga yang berfungsi sebagai

    produsen primer dalam sistem rantai makanan, merupakan subyek penting

    yang harus dikaji tingkat akumulasinya terhadap ion-ion logam pencemar.

    Menurut Fhencel (1988), konsentrasi plankton pada permukaan perairan

    berkisar antara 500-104 sel/mL, sehingga plankton mempunyai luas

    permukaan yang besar terhadap volumenya. Di samping itu, seluruh

    permukaan tubuh plankton dilapisi oleh membran sel (Gambar 2) sehingga

    potensi interaksinya dengan ion logam di perairan menjadi tinggi.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    30/68

    30

    C. Deskripsi Nannoch lorops is sp.

    1. Taksonomi

    Nannochloropsis adalah genus mikroalga yang terdiri atas 6

    spesies, yaitu: N. gaditana; N. granulata; N. limnetica; N. oceanica;

    N. oculata; dan N. salina. Genus yang digunakan dalam taksonomi saat ini

    pertama kali dikenalkan oleh Hibberd (1981). Taksonomi untuk mikroalga

    Nannochloropsis setelah mengalami pengembangan (Andersen et al,

    1998) dan digunakan hingga saat ini, adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Chromista

    Filum : Heterokontophyta

    Kelas : Eustigmatophyceae

    Famili : Monodopsidaceae

    Genus : Nannochloropsis

    Nannochloropsis merupakan salah satu mikroalga air laut yang

    umum dikembangbiakkan pada tempat penetasan ikan sebagai makanan

    untuk rotifer. Pembiakan Nannochloropsis sp. dalam jumlah besar telah

    dilakukan melalui berbagai macam cara, seperti kolam besar di tempat

    terbuka dan tangki (Sukenik, 1999); pada kantung polietilen 50500 liter

    atau tabung serat gelas yang diletakkan di dalam ruangan dengan cahaya

    tambahan (Fulks and Main, 1991). Proses pembiakan menggunakan

    sistem tersebut dapat menimbulkan masalah, antara lain mikroalga mudah

    terkontaminasi, dan produktifitas serta konsentrasi biomassanya rendah.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    31/68

    31

    Untuk medapatkan hasil dengan tingkat efesiensi yang lebih baik,

    pembiakan Nannochloropsis sp. dilakukan melalui sistem fotobioreaktor,

    dengan kondisi pencahayaan alami, pencahayaan tambahan, atau

    kombinasi antara keduanya.

    1. Morfologi Nannoch lorops is sp.

    Nannochloropsis sp. merupakan mikroalga yang ukuran selnya

    relatif kecil, dengan diameter sekitar 24 m, berbentuk bulat telur, dan

    tidak dilengkapi dengan cambuk (Gambar 4). Nannochloropsis sp.

    mengandung klorofil a, meskipun ditemukan juga xantofilyang berperan

    sebagai pigmen tambahan, dan memiliki beberapa kumpulam lamela

    fotosintesis, masing-masing dengan tiga buah tilakoid pada setiap

    koloninya (Guiry and Guiry, 2008).

    Gambar 4.ProfilNannochloropsis sp. di bawah mikroskopSumber :www.comenius.susqu.edu

    http://www.comenius.susqu.edu/http://www.comenius.susqu.edu/http://www.comenius.susqu.edu/http://www.comenius.susqu.edu/
  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    32/68

    32

    2. Reproduksi Nannoch lorops is sp.

    Dalam lingkungan terbatas, populasi mikroalga menunjukkan 3

    tahap pola pertumbuhan, yaitu: (1) tahap penyesuaian, (2) tahap

    pembelahan, (3) tahap pertumbuhan dan kematian (Fogg, 1975).

    a. Tahap penyesuaian, merupakan tahap yang terjadi setelah inokulasi

    pada medium kultur. Pada tahap ini, sel melakukan aktivitas

    metabolisme dan fisiologis dalam mempersiapkan diri untuk

    melakukan pembelahan. Cepat atau lambatnya tahap in tergantung

    pada kualitas dan kuantitas medium serta umur kultur yang

    diinokulasi;

    b. Tahap pembelahan, terjadi setelah sel menyerap nutrien dari

    mediumnya;

    c. Tahap pertumbuhan dan kematian, adalah tahap pembelahan sel

    melalui pembelahan protoplasma menjadi 2 bagian, disebut epitheca

    (setengah dinding bagian luar) dan hypotheca (setengah dinding

    bagian dalam), kemudian masing-masing bagian tersebut

    menyempurnakan dirinya untuk selanjutnya siap membelah lagi. Pada

    kondisi yang memungkinkan akan tercapai percepatan pertumbuhan.

    Pada tahap ini kecepatan pembelahan sel maksimum sehingga

    terlihat adanya penambahan sel yang berlipat ganda, dengan ukuran

    sel yang minimum, dan metabolisme berlangsung sangat aktif. Tahap

    ini dapat dipercepat dengan menambahkan nutrien ke dalam medium

    sebelum mengalami tahap berikutnya.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    33/68

    33

    a. Reproduksi Aseksual

    Nannochloropsis sp. bereproduksi secara aseksual melalui

    autospora, yakni bentuk sel anak tanpa cambuk yang akan dilepaskan

    dari dinding yang hancur pada sel induk yang asli. Sel anak yang

    dilepaskan merupakan tiruan yang hampir sempurna dari sel vegetatif

    yang memproduksinya (Gualtieri and Barsanti, 2006).

    b. Reproduksi Seksual

    Pada reproduksi seksual, proses yang terjadi dapat beragam,

    antara lain melalui Isogami, di mana kedua gamet motil dan tidak dapat

    dibedakan. Ketika kedua gamet memiliki ukuran yang berbeda dinamakan

    heterogami. Sedangkan Anisogami adalah reproduksi di mana kedua

    gamet motil, tetapi gamet sperma berukuran kecil dan ovum besar. Pada

    Oogami, hanya gamet sperma yang motil dan bergabung dengan ovum

    yang tak-motil tetapi berukuran sangat besar (Gualtieri and Barsanti,

    2006).

    3. Komposisi Kimia

    Komposisi kimia mikroalga berbeda-beda bergantung pada

    spesies, nutrien, cahaya, serta berbagai faktor fisika dan kimia selama

    pertumbuhannya. Tabel 1 menunjukkan adanya 3 komponen kimia

    dominan padaNannochloropsis sp., yaitu protein, lipid, dan karbohidrat, di

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    34/68

    34

    samping 16 macam asam amino esensial. Pada kultur yang berbeda,

    walaupun dilakukan pada kondisi yang sama dapat memberikan

    komposisi kimia yang berbeda (Hoff and Snell, 2008).

    Tabel 1.Analisis Nutrien Nannocloropsis

    Spesi kadar (%)

    Berat kering 18,40

    Protein 52,11

    Karbohidrat 16,00Total lipid 27,64

    Vitamin C 0,90

    Klorofil a 0,89

    Asam Amino kadar (%)

    Asam aspartat 9,40

    Serin 4,32

    Asam glutamat 15,48Glisin 7,11

    Histidin 0,61

    Arginin 4,57

    Threonin 5,28

    Alanin 1,54

    Prolin 15,12

    Tiosin 1,06

    Valin 6,90

    Methionin 2,64

    Lisin 9,07

    Leusin 11,57

    Isoleusin 1,47

    Fenilalanin 1,92

    Sumber : Hoff andSnell, 2008

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    35/68

    35

    4. Kultivasi Mikroalga

    Berbagai metode kultivasi mikroalga telah dilakukan, kultivasi

    dalam ruangan umumnya dilakukan dengan fotobioreaktor (Gambar 5),

    yang memberi kemudahan terutama dalam melakukan pengontrolan

    terhadap intensitas cahaya, suhu, tingkat nutrisi, kontaminasi, dan

    mikroalga yang menjadi kompetitor. Sistem kultivasi mikroalga yang

    dilakukan di luar ruangan, relatif lebih murah namun banyak

    kelemahannya. Masalah yang dapat timbul antara lain pertumbuhan kultur

    mikroalga yang spesifik sulit dijaga pada periode waktu yang lama, karena

    sistem kultivasi yang rentan kontaminasi dan tidak steril (Sukenik, 1999).

    Gambar 5. Kultivasi mikroalga menggunakan fotobioreaktorSumber :www.malawicichlidhomepage.com

    http://www.malawicichlidhomepage.com/http://www.malawicichlidhomepage.com/http://www.malawicichlidhomepage.com/http://www.malawicichlidhomepage.com/
  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    36/68

    36

    Kultivasi di luar ruangan, misalnya pada kolam terbuka dan tangki,

    lebih cepat terkontaminasi daripada mikroalga yang dikultivasi pada

    wadah tertutup seperti tabung, labu, jerigen, dan kantung plastik. Untuk

    memperoleh kultur yang spesifik, kultivasi dilakukan dengan

    menggunakan kultur mikroalga yang bebas dari mikroorganisme asing

    seperti bakteri. Akan tetapi metode kultivasi ini cukup sulit dan relatif

    mahal, karena membutuhkan sterilisasi yang tepat untuk peralatan gelas,

    media kultur, dan wadah yang digunakan (Hoff and Snell, 2008).

    4. Parameter Kultur Mikroalga

    Pertumbuhan mikroalga autotrof dalam media kultur, sangat

    ditentukan oleh berbagai faktor. Hal terpenting yang mempengaruhi

    pertumbuhan mikroalga antara lain kualitas dan kuantitas nutrien, cahaya,

    pH, turbulensi, salinitas, dan suhu. Kondisi optimal dari faktor-faktor

    tersebut berbeda-beda dengan rentang yang luas sesuai dengan spesies

    mikroalga. Jika suatu faktor optimal untuk spesies mikroalga tertentu,

    faktor tersebut belum tentu optimal untuk spesies mikroalga lain.

    a. Cahaya

    Kebutuhan mikroalga akan cahaya tidak boleh terlalu kuat dan

    tidak juga terlalu lemah. Sinar matahari langsung yang terlalu kuat

    mengenai mikroalga sebaiknya dihindari, karena mikroalga hanya

    membutuhkan 1/10 bagian dari intensitas sinar matahari. Beberapa

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    37/68

    37

    mikroalga hijau dan biru-hijau dapat tumbuh dalam keadaan gelap dan

    beberapa jenis lain tumbuh dalam intensitas cahaya sekitar 10.000 lux.

    Intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan mikroalga pada umumnya

    adalah 2.5005.000 lux. Namun kebutuhan mikroalga akan cahaya

    berbeda-beda sesuai dengan kedalaman dan kerapatan kultur mikroalga.

    Semakin tinggi kedalaman kultur dan semakin tinggi konsentrasi sel, maka

    intensitas cahaya harus ditingkatkan agar cahaya dapat menembus media

    kultur (Hoff and Snell, 2008).

    Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

    terjadinya fotoinhibisi, karena cahaya yang berlebih dapat mengakibatkan

    suhu kultur naik. Hal ini harus dicegah karena dapat mengganggu proses

    metabolisme pada mikroalga dan juga menimbulkan efek fotokimia yang

    dapat merusak pigmen. Pada saat pencahayaan terang, mikroalga

    cenderung melakukan aktivitas pertumbuhan, di mana ia akan

    mengkonsumsi energi dari penguraian glukosa hasil fotosintesis untuk

    memperbanyak diri, sehingga pada kondisi ini proses yang terjadi

    merupakan proses pertumbuhan sel.

    Beberapa hasil penelitian dengan berbagai macam kelompok

    mikroalga menyatakan bahwa kandungan senyawa kimia seperti lipid dan

    asam lemak tak jenuh berbanding terbalik dengan intensitas cahaya

    (Cohen, 1999). Menurut Sukenik (1999), sel Nannochloropsis sp. yang

    dikultivasi dengan kondisi cahaya terbatas dapat menaikkan kandungan

    lipid dan asam eikosapentaenoat (EPA).

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    38/68

    38

    b. Suhu

    Pada reaksi biokimia, suhu merupakan faktor lingkungan paling

    penting yang mempengaruhi komposisi biokimia sel mikroalga. Suhu

    kultur mikroalga yang ideal adalah sesuai dengan suhu pada habitat asli

    mikroalga tersebut. Oleh karena itu, suhu optimal setiap spesies mikroalga

    dapat berbeda-beda.

    Sebagian besar spesies mikroalga yang dikulivasi mempunyai

    toleransi terhadap suhu antara 16 hingga 27 C (Hoff and Snell, 2008).

    Suhu yang lebih rendah daripada 16 C akan memperlambat pertumbuhan

    mikroalga, sedangkan jika suhu kultur melebihi 35 C dapat menjadi

    kondisi yang mematikan bagi beberapa spesies mikroalga. Penurunan

    suhu kultur mikroalga di bawah tingkat suhu optimalnya dapat

    menyebabkan perubahan struktur kimia, seperti peningkatan derajat

    ketakjenuhan lipid pada sistem membran (Richmond, 2004).

    c. pH

    Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

    mikroalga adalah pH. Rentang nilai pH untuk sebagian besar kultur

    mikroalga adalah antara 79, dengan nilai pH optimal sebesar 8,28,7.

    Kegagalan kultur mikroalga yang disebabkan oleh gangguan pada

    beberapa proses selular dapat merupakan akibat dari ketakberhasilan

    dukungan nilai pH yang dapat diterima oleh kultur mikroalga. Selama

    kultivasi, pH dapat berubah hingga mencapai nilai 9. Peningkatan nilai pH

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    39/68

    39

    dapat diatasi dengan cara menambahkan CO2 ke dalam medium

    pertumbuhan.

    d. Salinitas

    Mikroalga laut mempunyai toleransi yang ekstrim untuk

    menghadapi perbedaan salinitas medium pertumbuhannya. Sebagian

    besar spesies tumbuh optimal pada salinitas yang sedikit lebih rendah

    dibandingkan dengan salinitas pada habitat aslinya. Hal ini dapat

    diperoleh dengan cara mengencerkan air laut dengan menggunakan air

    tawar. Rentang salinitas optimal untuk kultivasi mikroalga sekitar 2024

    g.L-1atau 2035 ppt, tetapi N. Oculata dapat hidup pada rentang pH yang

    lebih lebar, yakni 0-36 ppt (Hoff and Snell, 2008).

    Peningkatan salinitas dapat meningkatkan kandungan lipid pada

    Monodus subterraneus (Iwamoto and Sato, 1986) dan Dunaliella spp.

    (Borowitzka and Borowitzka, 1988).

    D. Penjerapan Logam Berat oleh Mikroalga

    Berbagai penelitian yang berhubungan dengan biosorpsi ion

    logam menggunakan plankton dan biomassanya telah dilakukan.

    Biosorpsi Cu dengan menggunakan biomassa Sargassum yang mampu

    mengikat 2,3 meq.g-1 kation logam melalui teknik pertukaran ion,

    dilaporkan oleh Kratochvil and Volesky (1998). Mikroorganisme dan

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    40/68

    40

    produknya dapat berperan sebagai bioakumulator yang efektif terhadap

    logam-logam, baik dalam bentuk partikulat maupun terlarut (Ozdemir et

    al., 2004). Biosorpsi Cu dengan menggunakan alga laut Gelidium dan

    aplikasi kompositnya sebagai bahan pengisi kolom untuk menjerap ion Cu

    juga telah dilaporkan (Vilar et al., 2008a), bahkan dikembangkan hingga

    ke sistem tangki reaktor dengan pengadukan yang kontinu (Vilar et al.,

    2008b). Proses biosorpsi ion-ion Cr3+, Cd2+, Cu2+oleh Spirulina sp. ditinjau

    dari aspek kinetik, kesetimbangan dan mekanisme juga telah dilakukan

    (Chojnacka et al., 2005). Demikian juga dengan biosorpsi Pb2+, Cu2+,

    Cd2+, dan Zn2+dari larutan logam biner pada alga Gelidium sesquipedale,

    pada sistem ruah juga telah dilakukan (Vilar et al., 2008c), sementara

    Pagnanelli et al. (2003) melaporkan data biosorpsi Pb, Cu. Zn, dan Cd

    pada Sphaerotilus natansdengan kesetimbangan pada pH yang berbeda

    (3-5 unit). Sheng et al (2004) telah menggunakan alga laut Sargassum

    sp., Padina sp., Ulva sp., dan Gracillaria sp., sebagai biosorben untuk

    mengikat Pb, Cu, Cd, Zn, dan Ni dalam larutan encer. Biomassa

    C. calcitrans mempunyai kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan biomassa yang telah terimmobilisasi pada silika gel

    (Amaria, 1998).

    Grimm et al. (2008) telah melakukan komparasi daya jerap dari

    kayu pohon Betula sp., alga laut Fucus vesiculosus, dan lumut Pleurozium

    schreberi, sebagai bahan baku biosorben untuk menjerap ion Cu dari

    larutan encer. Sejumlah kecil (0,5 g/100 mL) sampel alga ternyata mampu

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    41/68

    41

    menjerap lebih dari 90 % ion Cu dalam larutan encer (5-20 mg.L-1),

    sedangkan biosorben lainnya kurang efektif. Fungus juga dapat digunakan

    untuk menyerap Ni, Cu, dan berbagai jenis unsur lantanida seperti Th, U,

    dan Pu. Kebanyakan studi menggunakan pendekatan dengan pH 2

    (Wainwright, 1993). Tetapi di bagian lain, metode ini menjadi tidak efektif

    bila terdapat penghambat-penghambat proses metabolisme (metabolic

    inhibitor) atau siklus gelap terang (Nora et al.., 1998).

    Secara umum, biosorpsi ion logam berat berlangsung cepat,

    bolak-balik dan tidak bergantung pada faktor kinetik bila dikaitkan dengan

    penyebaran sel (dispersed cell). Penggunaan mikroorganisme untuk

    menangani pencemaran logam berat lebih efektif dibandingkan dengan

    pertukaran ion dan osmosis balik dalam kaitannya dengan sensitivitas

    kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat

    lainnya (Dindin, 2006). Kemampuan adsorpsi biomassa Chlorella sp.

    untuk mengadsorpsi ion logam Cd, Pb, dan Cu, lebih tinggi dibandingkan

    dengan biomassa yang diimmobilisasi pada silika gel, tetapi biomassa

    terimmobilisasi mempunyai bentuk agregat yang lebih stabil (Putra, 2007).

    Pada pencemaran akut di perairan, sebagian besar bahan

    pencemar dalam bentuk larutan sehingga adsorpsi dan akumulasi

    langsung oleh biota akan menggambarkan keadaan yang terjadi. Dalam

    kaitan ini, mikroalga menarik untuk dijadikan bioindikator (Arifin dan Raya,

    1997), dan biosorben terhadap ion Cu(II) dalam mereduksi tingkat

    pencemaran (Hala dkk., 2004). Interaksi C. calcitrans dengan ion Cu(II)

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    42/68

    42

    dalam medium Conwy cair menunjukkan kapasitas yang relatif besar,

    hingga 40 mg.L-1

    , demikian juga halnya dengan interaksi biomassa

    terhadap Cu(II). Biomassa ini berpotensi untuk diarahkan menjadi agen

    penjerap (biosorben) dalam prekonsentrasi ion Cu(II) dengan cara kerja

    yang mirip dengan resin penukar ion, namun biaya yang diperlukan relatif

    lebih murah. Peningkatan nilai EC50terhadap logam tunggal Cu, Zn, dan

    Pb dalam kultur mikroalga dengan nutrien N, P, dan EDTA, lebih tinggi

    sesuai urutan Cu

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    43/68

    43

    antar molekul suatu padatan dengan suatu gas lebih besar dibanding

    gaya tarik menarik antar molekul-molekul itu sendiri, maka gas akan

    terkondensasi pada permukaan padatan (Setiaji, 2000). Adsorpsi fisika

    terjadi hampir pada semua permukaan dan dipengaruhi oleh suhu dan

    tekanan (Sartamtomo, 1998).

    Adsorpsi kimia, dalam bentuk reaksi kimia membutuhkan energi

    aktivasi, nilai panas adsorpsi kira-kira 10 sampai 100 kkal.mol-1. Adsorbat

    yang terikat oleh proses kemisorpsi umumnya sangat sulit diregenerasi

    (Sartamtomo, 1998). Selain fisisorpsi dan kemisorpsi, dikenal pula istilah

    biosorpsi. Biosorpsi dapat didefinisikan sebagai pemindahan senyawa,

    patikulat, spesies logam atau metaloid dari larutan oleh makhluk hidup

    atau produk metabolitnya (Boddu and Smith, 2003).

    2. Interaksi Logam dengan Biota

    Biosorpsi terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding sel

    dengan dua cara yang berbeda, pertama pertukaran ion di mana ion

    monovalent dan divalent seperti Na, Mg, dan Ca pada dinding sel

    digantikan oleh ion-ion logam berat, dan kedua adalah pembentukan

    kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus-gugus fungsi seperti

    karbonil, amino, tiol, hidroksi, fosfat, dan karboksil, yang terdapat pada

    dinding sel. Proses biosorpsi ini bersifat bolak baik dan cepat. Proses

    bolak balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat terjadi pada

    sel mati dan sel hidup. Proses biosorpsi dapat lebih efektif pada pH

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    44/68

    44

    tertentu dengan kehadiran ion-ion lainnya pada media di mana logam

    berat dapat terendapkan sebagai garam. Sebagai contoh, pH optimum

    biosorpsi ion Fe(II), Ni(II) dan Cu(II) oleh Zoogloea ramigera adalah

    berkisar antara 4,0-4,5 sedangkan untuk Fe(II) adalah 2,0. Hasil studi

    terhadap biosorpsi Pb oleh alga laut Eckloniaradiata menunjukkan bahwa

    laju biosorpsi naik sejalan dengan naiknya pH hingga 5,0.

    Ikatan kimia yang terjadi antara gugus aktif pada bahan organik

    dengan logam dapat dianalogkan sebagai perilaku interaksi asam-basa

    Lewis yang menghasilkan kompleks pada permukaan padatan.

    Persamaan 3 dan 4 menunjukkan model interaksi pada sistem absorpsi

    larutan ion logam, di mana GH adalah gugus fungsi yang terdapat pada

    bahan organik, dan M adalah ion logam bervalensi z.

    [GH] + MZ+ [GM(Z-1)]++ H+ (3)

    2[GH] + MZ+ [G2M(Z-2)]++ 2H+ (4)

    Pearson (1963) telah mengklasifikasikan asam-basa Lewis

    berdasarkan sifat keras dan lunaknya. Menurut Pearson, bagian aktif pada

    permukaan padatan dapat dianggap sebagai ligand yang dapat mengikat

    logam secara selektif. Logam dan ligand dikelompokkan menurut sifat

    keras dan lunaknya berdasarkan pada kepolaran unsur. Pearson (1963)

    mengemukakan suatu prinsip yang disebut Hard and Soft Acid Bases

    (HSAB). Ligand-ligand dengan atom yang sangat elektronegatif dan

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    45/68

    45

    berukuran kecil merupakan basa keras, sedangkan ligand-ligand dengan

    atom yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion

    dari luar, merupakan basa lunak. Ion-ion logam yang berukuran kecil

    namun bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak mudah

    terpengaruh oleh ion dari luar, ini dikelompokkan ke dalam asam keras;

    sedangkan ion-ion logam yang berukuran besar dan bermuatan kecil atau

    nol, elektron terluarnya mudah terpengaruh oleh ion lain, dikelompokkan

    ke dalam asam lunak.

    Tabel 2. Asam dan basa senyawa dan ion menurut prinsip HSAB

    Asam BasaKeras Keras

    H+, Li+, Na+, K+, Be +, Mg +, Ca +,Al3+, Ga3+, Cr3+, Co3+, Fe3+,CH3Sn

    3+, Si4+, Ti3+, RCO+, CO2,NC+, HX (molekul ikatan hidrogen)

    H2O. OH-, F-, CH3CO2

    -, PO4-, Cl-,

    ClO4

    -, NO3

    -, ROH, RO-, R2O, NH

    3,

    RNH2, N2H4

    Madya Madya

    Fe +, Co +, Ni +, Cu +, Zn +, Pb +,Sn2+, B(CH3)3, SO2, NO

    +, R3C+,

    C6H5+

    C6H5NH2, C5H5N, N3-, Br-, NO2

    -,SO3

    2-, N2

    Lunak Lunak

    Cu+, Ag+, Au+, Tl+, Hg+, Pd +, Cd +,

    Pt2+

    , Hg2+

    , CH3Hg+

    , Co(CN)52-

    , I+

    ,Br+, HO+, RO+, Mo (atom logam),CH2

    R2S, RSH, RS-, I-, SCN-, S2O3

    -,

    R3P, R3As, (RO)3P, CN-

    , RNC, CO,C2H4, C6H6, H

    -, R-

    Sumber: Amri, A. (2004)

    Pengelompokan asam-basa Lewis menurut prinsip HSAB Pearson

    dapat dilihat pada Tabel 2. Asam keras akan berinteraksi dengan basa

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    46/68

    46

    keras untuk membentuk kompleks, begitu juga asam lunak dengan basa

    lunak. Interaksi asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionik,

    sedangkan interaksi asam lunak dengan basa lunak, interaksinya lebih

    bersifat kovalen.

    Adsorpsi logam oleh sel-sel mikroba termasuk mikroalga

    berlangsung sangat cepat, terjadi hingga suatu tingkatan yang tinggi dan

    berlangsung selektif (Harris and Ramelow, 1990). Logam akan

    terakumulasi pada tumbuhan setelah membentuk kompleks dengan unsur

    atau senyawa lain, salah satunya fitokhelatin yang tersusun dari beberapa

    asam amino seperti sistein dan glisin.

    Howe dan Merchant (1992), mengungkapkan bahwa untuk

    merespon kontaminasi bahan beracun logam berat, organisme

    mensintesis protein pengkhelat-logam. Protein dan polisakarida

    memegang peranan yang sangat penting dalam proses biosorpsi ion

    logam berat di mana terjadinya ikatan kovalen termasuk juga dengan

    gugus amino dan group karbonil (Vilchez et al., 1997). Pengambilan ion

    logam berat oleh Chlorella regularis secara selektif disebabkan oleh

    adanya ikatan yang kuat antara pasangan ion logam berat dan komponen

    sel, khususnya protein (Nakajima et al., 1981). Molekul-molekul kecil yang

    utama dalam tanaman, alga, dan jamur dirujuk sebagai peptida kaya

    sistein yang disebut fitokhelatin (Grill et al., 1985), dengan struktur umum

    (-Glu-Cys)n-Gly (Grill et al., 1985; Jackson et al., 1987). Fitokhelatin

    berfungsi sebagai pembentuk kompleks dengan logam berat dalam

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    47/68

    47

    tumbuhan dan sekaligus berfungsi sebagai bahan detoksifikasi tumbuhan

    terhadap logam berat. Jika tumbuhan tidak mampu mensintesis

    fitokhelatin, pertumbuhan akan terhambat dan dapat berujung pada

    kematian. Kadar tertinggi fitokhelatin ditemukan pada tumbuhan yang

    toleran terhadap logam berat, dengan struktur primer seperti ditunjukkan

    pada Gambar 6.

    Gambar 6. Struktur fitokhelatin

    Sumber: Chekmeneva, et al., 2008

    Fitokhelatin disintesis dari suatu turunan tripeptida (glutation) yang

    tersusun dari glutamat, sistein, dan glisin. Glutationterdapat hampir pada

    seluruh sel. Jika dalam lingkungannya termediasi oleh ion-ion logam,

    maka glutation akan membentuk fitokhelatin sebagai peptida pengkhelat

    logam, yang akan mengikat ion logam membentuk fitokhelatin-M yang

    selanjutnya akan diteruskan ke vakuola.

    Selain dengan Cd, fitokhelatin juga dapat berikatan dengan Pb,

    Ag, Hg, Cu, Zn, As, Ni, dan Co (Mehra et al., 1996; Ahner et al., 1994).

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    48/68

    48

    E. Kerangka Pikir dan Hipotesis

    1. Kerangka Pikir

    Kerangka pemikiran yang mendasari rencana penelitian ini diawali

    dengan kondisi ril perairan laut yang tercemar logam berat, sebagai akibat

    aktivitas manusia di bidang industri, pertambangan, transportasi, dan

    rumah tangga. Pencemaran logam berat berdampak buruk bagi

    kehidupan makhluk aquatik di perairan yang pada gilirannya akan

    berdampak buruk bagi kesehatan dan kemaslahatan manusia.

    Metode biosorpsi, bioakumulasi, dan bioremediasi dengan

    menggunakan alga telah banyak dikembangkan untuk mengatasi

    pencemaran logam berat. Metode ini cukup efektif karena relatif murah,

    waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi cukup cepat, dan berisiko kecil.

    N. salina merupakan spesies mikroalga (Kelas Eustigmatophytceae) yang

    unik, dengan ukuran yang lebih kecil jika dibandingkan dengan mikroalga

    lainnya, sehingga memberikan luas permukaan kontak yang lebih besar

    bagi logam berat yang terdapat di dalam perairan. Dengan demikian

    efisiensi penjerapan logam akan lebih besar. Beragam asumsi dan

    pendekatan teoritik tentang penjerapan ion logam melalui interaksi dengan

    gugus fungsi seperti N-terminal dari gugus NH2, C-terminal dari gugus

    COO-, S-terminal dari gugus SH dan gugus fungsi rantai samping residu

    asam amino yang berpotensi sebagai tempat mengikat (binding sites),

    telah dikembangkan. Karena itu perlu langkah pembuktian melalui analisis

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    49/68

    49

    perubahan gugus-gugus dimaksud setelah interaksi dengan logam berat

    terjadi. Kerangka pemikiran ini dapat dilihat dalam bentuk diagram pada

    Gambar 7.

    Gambar 7. Diagram Kerangka Pikir

    2. Hipotesis

    Berdasarkan uraian latar belakang dan kajian teori di atas maka

    rumusan hipotesis sebagai berikut:

    Penjerapan Ni, Cu, Zn, Cd dan Pb pada Nannochloropsis salina terjadi

    karena adanya interaksi kimia dan pembentukan kompleks antara logam

    dengan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada sel.

    Asumsi:

    Interaksilogam dengangugus fungsipada sel

    Perlulangkahpembuktian

    Perairan/Laut

    Kelebihan:Regenerasi cepatResiko kecilMurah

    Perairan/Lauttercemar

    logam berat

    LimbahLogam berat

    Berbagai metodefisiko-kimia untukmengatasipencemaran

    Mahal

    Rumit

    Biosorpsi denganNannochloropsissalina

    Syarat hidup:AirSinar matahariNutrienKlorofil

    Industri

    Tambang

    Transportasi

    Rumah tangga

    Perairan/LautBEBAS

    logam berat

    Berbahaya bagiorganisme dan manusia

    Analisis FTIRAnalisis asam aminoAnalisis klorofilMikroskop FluorisensiSEM

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    50/68

    50

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    Penelitian ini akan dilakukan dalam lima tahapan kerja, yaitu:

    1) penyiapan mikroalga uji, 2) penentuan pertumbuhan optimum dari

    mikroalga dalam medium Conwycair, 3) pemaparan ion-ion logam berat,

    disertai penentuan daya jerap terhadap ion logam, 4) penentuan gugus

    fungsi mikroalga sebelum dan setelah pemaparan ion logam, dan 5)

    pengamatan perubahan morfologi N. salinasebagai penjerap ion logam.

    A. Alat dan Bahan

    1. Alat-alat yang digunakan

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat kaca

    yang umum digunakan di laboratorium, diperoleh dari Laboratorium Kimia

    Anorganik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin. plankton net,

    aerator/blower, alat pencacah haemositometer, hand counter, kertas

    saring Whatman 42, dan filter membran Millipore 0,45 m.

    Mikroskop Nikon SE dengan pembesaran sampai dengan 125 kali

    dan freeze dryer berturut-turut merupakan alat Laboratorium Kimia

    Anorganik dan Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin.

    Spektrofotometer serapan atom, SSA Shimadzu model AA-600,

    digunakan untuk penentuan konsentrasi ion logam dalam sampel,

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    51/68

    51

    merupakan alat Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA

    Universitas Hasanuddin.

    Spektrofotometer Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Shimadzu

    model IR Prestige-21, akan digunakan untuk penentuan gugus fungsi,

    merupakan instrumen analisis Laboratorium Kimia Terpadu Jurusan Kimia

    FMIPA Universitas Hasanuddin.

    Amino acid analyzer, akan digunakan untuk menentukan

    kandungan asam amino N. Salina, adalah instrumen pada PAU IPB

    Bogor. Scanning electron microscope (SEM) JEOL model JSM-35C,

    adalah instrumen analisis pada Lembaga Fisika Nasional LIPI Bandung.

    Inverted research microscope, Olympus, merupakan instrumen analisis

    pada Laboratorium Bioteknologi Balai Penelitian dan Pengembangan

    Budidaya Air Payau (Balitbang BAP) Maros.

    2. Bahan-bahan yang digunakan

    Mikroalga uji jenis Nannochloropsis salina, diperoleh dari

    Balitbang BAP Maros, dibiakkan beberapa kali dalam skala kecil yang

    kemudian digunakan sebagai biakan awal untuk kultur massal.

    Medium kultur Conwy, disiapkan dengan mendidihkan larutan stok

    A ditambahkan 1 mL larutan stok B (Tabel 2). Selanjutnya, campuran

    larutan tersebut ditambahkan ke dalam air laut steril (2 mL.L-1 air laut),

    kemudian ditambahkan 1 tetes larutan stok C dan akhirnya ditambahkan

    1 tetes larutan stok D.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    52/68

    52

    Larutan baku logam Ni, Cu, Zn, Cd, dan Pb (Titrisol, E. Merck)

    masing-masing dibuat dalam konsentrasi 1000 ppm, yang selanjutnya

    dapat diencerkan sesuai kebutuhan. Akuabides yang digunakan adalah

    produk lokal Makassar.

    Tabel 2.Komposisi Medium Conwy

    Nama Bahan Jumlah, g

    Stok A

    FeCl2. 6 H2O 1,3

    MnCl2. 4 H2O 0,36

    H3BO3 33,6

    EDTA (Na-salt) 45

    NaH2PO4. 2 H2O 20

    NaNO3 100Akuades 1 L

    Stok B

    ZnCl2 2,1

    CoCl2. 6 H2O 2

    (NH4)6MoO24. 4 H2O 0,9

    CuSO4. 5 H2O 2

    Akuades 100 mL

    Stok C

    Vitamin B12 10

    Vitamin B1 200

    Akuades 100 L

    Stok D

    Na2SiO3. 5 H2O 4,00 g

    Akuades 100 mL

    Sumber: Fogg, 1985

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    53/68

    53

    B. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini akan dilakukan Pada Bulan Nopember 2011 s/d Mei

    2012 di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA Universitas Hasanuddin

    dan di Laboratorium Pakan dan Kimia Air Balitbang BAP Maros.

    C. Prosedur penelitian

    1. Penyiapan N. salina

    N. salina, diisolasi dari alam dan dibiakkan beberapa kali dalam

    skala kecil untuk memperoleh spesies murni, yang akan digunakan

    sebagai biakan awal untuk kultur massal. Pekerjaan ini telah dilakukan di

    Balitbang BAP Maros.

    2. Interaksi N. salinadan ion logam berat

    a. Pengamatan pola pertumbuhan N. salina

    Untuk mengetahui pola pertumbuhan N. salina, dilakukan

    perhitungan jumlah sel per mL media setiap hari. Sampel diambil dengan

    menggunakan pipet steril, kemudian diteteskan sekitar 0,1-0,5 mL pada

    haemositometerdan diamati di bawah mikroskop (Seafdec, 1985).

    b. Telaah pengaruh ion logam terhadap laju pertumbuhan N. salina

    Berdasarkan pola pertumbuhan N. salina, disiapkan seri kultur

    dengan pemaparan berbagai konsentrasi logam pada medium Conwy

    cair.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    54/68

    54

    c. Telaah akumulasi ion logam pada N. salina

    Dalam menelaah proses akumulasi ion logam pada N. salina,

    penentuan interaksi optimum meliputi pengaruh suhu, salinitas, dan pH

    pada setiap pemaparan variasi konsentrasi ion logam.

    3. Identifikasi gugus fungsi pada N. salinadengan FTIR

    Sekitar 10 mg biomassa N. salina dihaluskan dalam lumpang dan

    dicampurkan dengan serbuk KBr (5-10 % sampel dalam serbuk KBr) lalu

    ditentukan langsung dengan menggunakan diffuse reflectance measuring

    (DRS-8000). Mula-mula DRS-8000 dipasang pada tempat sampel lalu

    serbuk KBr dimasukkan pada sample pan, dan background ditentukan.

    Untuk menentukan spektrum sampel, dilakukan dengan memasukkan

    sampel yang telah dicampur dengan KBr pada sampel pan lalu spektrum

    ditentukan. Setelah selesai DRS-8000 disimpan kembali.

    Hasil analisis ini memberikan informasi tentang perubahan-

    perubahan yang mungkin terjadi setelah aplikasi logam dibandingkan

    dengan data gugus fungsi N. salina sebelum aplikasi, yang dapat

    digunakan untuk menentukan mekanisme penjerapan logam.

    4. Penentuan klorofil

    Metode penentuan kadar klorofil diadopsi dari Standard Methods

    for the Examination of Water and Wastewater, sebagai pedoman

    laboratorium dalam melakukan penetapan kadar klorofil dalam air.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    55/68

    55

    Sebanyak 100 500 mL sampel disaring, dengan menggunakan

    penyaring aspirator dan pompa vacum yang telah berisi kertas saring

    sellulosa. Kertas saring sellulosa diambil dan dilipat lalu dimasukkan ke

    dalam tabung uji yang telah diiisi dengan 7,5 mL larutan aseton 90 %.

    Campuran disimpan selama 24 jam dalam freezer. Selanjutnya disentrifus

    dengan laju 3500 rpm selama 10 menit lalu didiamkan selama 2 jam.

    Cairan jernih dituang ke dalam kuvet untuk diukur absorbansinya dengan

    menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang

    masing-masing pada 750; 664; 647; dan 630 nm, dengan menggunakan

    blanko aseton yang telah disentrifus pula. Absorbansi dicatat dan

    kandungan klorofil dihitung sesuai Persamaan 5, 6, dan 7.

    1

    3 )]63008,0()64754,1()66485,11[()/( VxVs

    ODxODxODxmmgaklorofil

    (5)

    1

    3 )]63066,2()66443,5()64703,21[()/( VxVs

    ODxODxODxmmgbklorofil

    (6)

    1

    3 )]66467,1()64760,7()63052,24[()/( VxVs

    ODxODxODxmmgcklorofil

    (7)

    di mana:

    OD 664 : Absorban 664 - Absorban 750

    OD 647 : Absorban 647 - Absorban 750

    OD 630 : Absorban 630 - Absorban 750

    V1 : vol ekstrak aseton

    Vs : vol sampel (m )

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    56/68

    56

    5. Penentuan Asam Amino

    Untuk penentuan asam amino dengan amino acid analyzer (AAA)

    perlu dilakukan langkah-langkah berikut:

    a) Hidrolisis sampel

    i. Hidrolisis asam

    Sampel sebanyak 0,1 g ditimbang dalam tabung hidrolisis,

    tambahkan 10 mL 6N HCl dan diaduk. Campuran dibekukan dalam

    penangas es kering-alkohol, ditutup dan divakumkan 50 selama

    1 menit; tabung disegel dalam vakum dan campuran dihidrolisis

    selama 24 jam pada 110 oC. Setelah hidrolisis, alat didinginkan,

    tabung dibuka, dan campuran disaring dengan kertas saring

    Whatman 41. Tabung dicuci 3 kali dengan air, filtrat dikeringkan

    pada 65 oC dalam vakum. Hidrolisat kering dilarutkan dalam volume

    buffer yang sesuai untuk AAA. Hidrolisat disimpan tidak lebih dari

    3 minggu sebelum analisis. Hidrolisat ini sesuai untuk semua asam

    amino, kecuali metionin, sistin/sistein, dan triptofan.

    ii. Oksidasi asam performat diikuti hidrolisis asam

    Sampel sebanyak 0,1 g ditimbang dalam tabung hidrolisis,

    ditambahkan 2 mL asam performat dingin, lalu dibiarkan selama

    1 malam pada 0-5 oC. Ditambahkan berturut-turut 3 mL HBr dingin,

    0,04 mL 1-oktanol (antibusa) pada campuran; segera diaduk

    selama 30 detik dalam penangan es-air dan diuapkan untuk

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    57/68

    57

    pengeringan pada 40 oC dalam vakum. Sebanyak 10 mL 6N HCl

    ditambahkan dan dihidrolisis sesuai prosedur di atas. Hidrolisat

    digunakan untuk menentukan metionin dan sistin/sistein.

    iii. Hidrolisis basa

    Sebanyak 0,1 g sampel ditimbang dalam tabung hidrolisis yang

    mempunyai tabung sentrifus Nalgene polypropilene sebagai

    penggaris internal. Ditambahkan berturut-turut 25 mg pati kentang

    yang telah dihidrolisis; 0,6 mL 4,2N HCl segar; dan 0,04 mL

    1-oktanol. Campuran diaduk selama 2 menit dalam vakum parsial,

    lalu isi tabung dibekukan dalam penangas es kering-alkohol.

    Campuran ditutup dan divakumkan 50 selama 1 menit; tabung

    disegel dalam vakum dan dihidrolisis selama 22 jam pada 110 oC.

    Campuran didinginkan, tabung dibuka, dan isi tabung dipindahkan

    ke dalam labu ukur 5 mL yang mengandung 6N HCl dingin untuk

    menetralkan hidrolisat. Campuran diencerkan dengan buffer yang

    sesuai untuk AAA. Hidrolisat disentrifus dan disimpan dalam

    keadaan beku. Hidrolisat digunakan untuk penentuan triptofan.

    b) Analisis asam amino

    Analisis masing-masing hidrolisat sesuai parameter optimal untuk

    AAA yang digunakan. Larutan baku asam amino digunakan untuk

    kalibrasi sedikitnya dalam 24 jam. Setiap puncak asam amino

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    58/68

    58

    seharusnya mempunyai resolusi 85%. Ketika hidrolisat alkali

    dianalisis triptofan harus dipisahkan dari lisinoalanin. Masing-

    masing asam amino ASP, THR, SER, GLU, PRO, GLY, ALA, VAL,

    MET, ILE, LEU, TRY, PHE, LYS, HIS, AMM, ARG, CYS, dan TRP

    dihitung sesuai (Pers. 8). Untuk menghitung persentase perolehan

    kembali digunakan (Pers. 9).

    (8)

    (9)

    (10)

    6. Pengamatan morfologi dengan SEM dan Mikroskop Fluorisensi

    Untuk memperoleh gambaran tentang kemungkinan kerusakan

    membran plasma pada sel N. salina setelah proses penjerapan logam

    berat, dilakukan pengamatan morfologi dengan menggunakan scanning

    electron microscope (SEM) dan Mikroskop fluorisensi, inverted research

    microscope.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    59/68

    59

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahalya, A., Ramachandra, T. V., and Kanamadi, R. D. 2003. Biosorption of

    heavy metals, Res. J. Chem. Environ. 7(4): 71-79

    Ahner, B. A, Price, N. M., and Morel, F. M. M. 1994. Phytochelatin

    production by marine phytoplankton at low free metal ion

    concentrations, Laboratory studies and fiels data from

    Massachusset Bay. Proc. Natl. Acad. Sci. USA.91: 8433-8436.

    Amaria, 1998. Evaluasi kemampuan adsorpsi biomassa Chaetocerus

    calcitransyang terimmobilisasi pada silika gel terhadap ion Cd(II),

    Pb(II) dan Cu(II) dalam medium air.,Tesis Program Pasca Sarjana

    Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

    Andarias, I., 1982. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan populasi

    Chlorella sp., Lontara, 10.

    Andersen, R. A., Brett, R. W., Potter D., and Sexton J. P. 1998.

    Phylogeny of the Eustigmatophyceae Based upon 188 rONA, with

    Emphasis on Nannochloropsis, Protist. 149: 61-74.

    Anonim, 2009. Anjungan pantai losari dan CPI, apakah obsesi

    pejabat semata?, http://inart.wordpress.com/2009/07/07/anjungan-

    pantai-losari-dan-cpi-apakah-obsesi-pejabat-semata/ online akses

    16 September 2009.

    Anonim, 2005. Mercury migration series., www.ban.org/Ban-Hg-Wg. online

    akses 18 Juni 2007

    Anonim, 2008. Microscpe, (http://starcentral.mbl.edu/microscope online

    akses 22 April 2008.

    Arifin dan Raya, I. 1997. Studi interaksi antara kadmium dan tetracelmis

    chui di lingkungan perairan laut.

    Azzez, P. A and Banerjee, D. K. 1991. Nickel uptake and toxicity in

    cyanobacteria. Toxicol. Envir. Chem. 30: 43-50.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    60/68

    60

    Bjornstad, J. M. 2005. A Dynamical Systems Approach to Modeling

    Plankton Food Web, Department of Electrical and Computer

    Engineering, Georgia Institute of Technology.

    Boddu, V. M., and Smith E. D. 2003.A Composit Chitosan Biosorbent For

    Adsorption Of Heavy Metals From Wastewater, Precented at the

    23rdArmy Science Conference, Orlando, FL.

    Borowitzka, M. A. and Borowitzka, L. J. 1988. Dunaliella, in Microalgal

    Biotechnology

    Chekmeneva, E., Prohens, R., Daz-Cruz, J. M., Arino, C., Esteban, M.

    2008. Thermodynamics of Cd2+ and Zn2+ binding by the

    phytochelatin (c-Glu-Cys)4-Gly and its precursor glutathione.

    Science Direct,Anal. Biochem.375: 8289

    Chojnacka, K., Chojnacki A., Gorecka H. 2005. Biosorption of Cr3+, Cd2+

    and Cu2+ ions by bluegreen algae Spirulina sp.: kinetics,

    equilibrium and the mechanism of the process, Chemosphere.59:

    7584.

    Chu, K. H and Hashim M. A. 2007. Copper biosorption on immobilized

    seaweed biomass: Column breakthrough characteristics, J.

    Environ. Sci.19: 928-932.

    Chyntia and Helcombe, 1992. Bacterial leaching of heavy metal from

    sewadge sludge for agricultural aplication, water, air, and soil

    pollution. 63: 67-80.

    Cleveri L. S. F. 2005. Standard methods, for the examination of water and

    wastewater, No.3112, 21th Ed., Washington DC: APHA, AWWA,

    WEF.

    Cohen, Z. 1999. Porphyridium cruentum, in chemicals from microalgae.

    Cohen, Z.,ed., pp. 1-24. Taylor & Francis LTD, London, UK.

    Darmono, 1995. Logam dalam sistem biologi makhluk hidup, UI-Press,

    Jakarta.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    61/68

    61

    Davies, A.G. 1978. Pollution studies with marine plankton II, Heavy Metal,

    InAdv. Mar. Biol.15:381-389.

    de-Bashan, L. E and Bashan Y. 2010. Immobilized microalgae for

    removing pollutants: Review of practical aspects, Bioresour.

    Technol.101: 16111627.

    Dindin, H. M. 2006. Menanggulangi Pencemaran Logam Berat,

    (http://www.ychi.org, - ychi.org, online akses 27 November 2008.

    Fhencel, T. 1988. Marine plankton food chains, Ann. Rev. Ecol. 10(2):

    165-173.

    Fogg, G. E. 1985. Algae culture and phytoplankton ecology., 3rd. Ed. The

    University of Wisconsin Press.

    Fulks, M. and Main, K.L., eds. 1991. Rotifers and Microalgae Culture

    Systems, Proceedings of a US-Asia Workshop, The Oceanic

    Institute, Honolulu.

    Garno, Y. S. 2002. Penerapan metode pengendapan pada penentuan

    kelimpahan fitoplankton di perairan pesisir dan laut (studi kasus

    kualitas perairan pesisir Pulau Harapan-Kepulauan Seribu), J.

    Sains dan Teknologi Indonesia. 4(2): 53-60.

    Gonzalez_Davila, M. 1995. The role of phytoplankton cells on the control

    of heavy metal concentration in seawater, Mar. Chem.48: 215-236.

    Grill, E., Winnacker, E. L., Zenk, M. H. 1985. Phytochelatins,the principal

    heavy-metal complexing peptides of higher plant. Science. 230:

    674-676.

    Grimm, A., Zanzi R., Bjornbom E., Cukierman A. L. 2008. Comparison of

    different types of biomasses for copper biosorption, Bioresour.

    Technol. 99: 25592565

    Gualtieri, B., and Barsanti, L. 2006. Algae Anatomy, Biochemistry, and

    Biotechnology, CRC Press, Taylor & Francis Group, Boca Raton.

  • 7/14/2019 Mikroalga Sebagai Penyerap Logam Berat

    62/68

    62

    Guiry, M.D. and Guiry G. M. 2008. Nannochloropsis:AlgaeBase, World-

    wide electronic publication, National University of Ireland, Galway.

    http://www.algaebase.org/search/genus/detail/?genus_id=44568.

    Online akses 21-02-2009.

    Hala, Y., Raya, I., Ilham, A. 2004. Interaksi Reaksi Fitoplankton

    Chaetoceros Calcitrans dengan ion Cu(II) dalam Lingkungan

    Perairan Laut, Mar. Chim. Acta.6(2): 11-14.

    Harris, P. O., dan Ramelow, G. J. 1990. Binding of metal ions by

    particulate biomass derived from Chlorella vulgaris and

    Scenedesmus quadricanda, Env. Sci. Tech. 24: 220-228.

    Hashim, M. A and Chu K. H. 2004. Biosorption of cadmium by brown,

    green, and red seaweeds, Chem. Eng. J. 97: 249-255

    Heasman, M., Diemar, J., Oconnor, W., Sushames, T., Foulkes, L. and

    Nell, J.A. 2000. Development of extended shelf-life microalgae

    concentrate diets harvested by centrifugation for bivalve molluscs

    a summary. Special issue: Live feeds and microparticulate diets.

    Aquaculture Res.31: 8-9, 637-59; 59 ref.

    Hibberd, 1981. Notes on the taxonomy and nomenclature of the algal

    classes Eustigmatophyceae and Tribophyceae (Synonym

    Xanthophyceae), Botanical journal of the Linnean society 82: 93-

    119.

    Hoff, F. H and Snell T. W. 2008. Plankton culture manual, 6thEd. 3rdPrn.,

    Florida Aqua Farms, Inc., Florida, 11, 17, 24-29.

    Howe, G., dan Merchant, S. 1992. Heavy metal activated synthesis of

    peptides in Chlamidomonas reinhardtii, Plant. Physiol. 98