isolasi dan kultivasi mikroalga untuk pengolahan …
TRANSCRIPT
ISOLASI DAN KULTIVASI MIKROALGA
UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH
DARI SUNGAI CISADANE TANGERANG
DIAN PURNAMASARI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
ISOLASI DAN KULTIVASI MIKROALGA
UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH
DARI SUNGAI CISADANE TANGERANG
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DIAN PURNAMASARI
11150950000041
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
v
ABSTRAK
Dian Purnamasari. Isolasi dan Kultivasi Mikroalga untuk Pengolahan
Limbah dari Sungai Cisadane Tangerang. Skripsi. Program Studi Biologi.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2020. Dibimbing oleh Megga Ratnasari Pikoli dan Hanies Ambarsari.
Agen biologis yang ramah lingkungan diperlukan untuk memperbaiki kualitas air
Sungai Cisadane Tangerang akibat pencemaran limbah industri dan domestik.
Mikroalga memiliki potensi dalam mengurangi pencemaran di perairan. Tujuan
peneletian ini untuk mendapatkan jenis mikroalga yang mampu menurunkan
konsentrasi amonia, nitrat, fosfat dan sulfat agar tidak melebihi baku mutu air
limbah. Penelitian dilakukan dengan mengisolasi mikroalga yang didapatkan dari
Sungai Cisadane Tangerang, lalu dikultivasi dengan 7 perlakuan selama 21 hari
dalam 100% konsentrasi larutan amonia, nitrat, fosfat, sulfat, larutan mix serta air
sungai dan Bold Basal Medium sebagai kontrol. Hasil isolasi dan identifikasi jenis
mikroalga yaitu Scenedesmus sp., Closterium sp. dan Chlorella sp. Hasil pemurnian
isolasi untuk kultivasi adalah Chlorella sp. Penambahan Chlorella sp. dapat
menurunkan kadar amonia, nitrat, fosfat dan sulfat dengan perbedaan yang
signifikan pada berbagai konsentrasi perlakuan. Penyerapan kadar amonia sebesar
58% - 88%, penyerapan kadar nitrat sebesar 40% - 65%, penyerapan kadar fosfat
sebesar 33% - 93% dan penyerapan kadar sulfat sebesar 25% - 75%. Chlorella sp.
memiliki potensi untuk memperbaiki kualitas air Sungai Cisadane Tangerang yang
tercemar limbah cair, sesuai baku mutu air limbah pada Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No.5 tahun 2014, yang dibuktikan dengan penurunan kadar amonia, nitrat, fosfat,
dan sulfat dalam air.
Kata kunci: Baku mutu air limbah ; Chlorella sp.; Mikroalga; Sungai Cisadane.
vi
ABSTRACT
Dian Purnamasari. Isolation and Cultivation of Mikroalgae for Wastewater of
Cisadane River Tangerang. Undergraduate Thesis. Departement of Biology.
Faculty of Science and Technology. State Islamic University Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2020. Advised by Megga Ratnasari Pikoli and Hanies
Ambarsari.
Environmentally friendly biological agents are needed to improve the water quality
of the Tangerang Cisadane River due to industrial and domestic waste pollution.
Microalgae has the potential to reduce water pollution. The purpose of this study is
to obtain a type of microalgae that can reduce the concentration of ammonia, nitrate,
phosphate and sulfate so as not to exceed the quality standards of wastewater. The
study was conducted by isolating microalgae obtained from the Cisadane River in
Tangerang, then cultivated with 7 treatments for 21 days in 100% concentration of
ammonia, nitrate, phosphate, sulfate, mixed solution as well as river water and Bold
Basal Medium as a control. The results of isolation and identification of microalgae
species are Scenedesmus sp., Closterium sp. and Chlorella sp. The result of
purification of isolation for cultivation is Chlorella sp. Addition of Chlorella sp.
can reduce levels of ammonia, nitrate, phosphate and sulfate with significant
differences at various concentrations of treatment. Absorption of ammonia levels
by 58% - 88%, absorption of nitrate levels by 40% - 65%, absorption of phosphate
levels by 33% - 93% and absorption of sulfate levels by 25% - 75%. Chlorella sp.
has the potential to improve the water quality of the Cisadane River in Tangerang
which is polluted by liquid waste, according to the quality standard of wastewater
in the Republic of Indonesia Government Regulation No.82 of 2001 and Minister
of the Environment Regulation No.5 of 2014, as evidenced by the decrease in levels
of ammonia, nitrate, phosphate and sulfate in water.
Keywords: Chlorella sp.; Cisadane River; Microalgae; Wastewater quality
standard.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta memberikan
kemudahan dalam menyusun skripsi yang berjudul “Isolasi dan Kultivasi
Mikroalga untuk Pengolahan Limbah dari Sungai Cisadane Tangerang”. Penelitian
dilakukan di Pusat Teknologi Lingkungan (PTL) – Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Gedung Geostech 820, Puspitek, Serpong.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penyusun ingin mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi, beserta seluruh staffnya.
2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua dan Narti Fitriana, M.Si. selaku Sekretaris
Program Studi Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Megga Ratnasari Pikoli M.Si. selaku pembimbing I yang dengan sabar
memberikan bimbingan, dukungan dan saran yang bermanfaat dalam
penulisan skripsi penulis.
4. Dr. Hanies Ambarsari, BSC.M.Appl.Sc. selaku pembimbing II, beserta
seluruh staff INSINAS 2019 yang dengan sabar membimbing jalannya
penelitan di Pusat Teknologi Lingkungan (PTL) – Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Geostech 820, Serpong.
5. Dr. Nani Radiastuti, M.Si dan Agustina Senjayani, M.Si., selaku dosen
penguji Seminar Proposal dan Seminar Hasil yang telah memberikan kritik
dan saran yang membangun demi kelancaran penelitian.
6. Kedua Orang tua serta semua pihak yang telah memberikan dukungan baik
fisik maupun mental hingga penelitian ini dapat terselesaikan.
Segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun dibutuhkan dari
berbagai pihak. Penyusun berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan
pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Jakarta, Juli 2020
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.......................................................................................... v
KATA PENGANTAR........................................................................ vii
DAFTAR ISI....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................... x
DAFTAR GAMBAR.......................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 2
1.3 Hipotesis................................................................................ 2
1.4 Tujuan.................................................................................... 2
1.5 Manfaat.................................................................................. 3
1.6 Kerangka Berpikir.................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikroalga.............................................................................. 4
2.2 Sungai Cisadane.................................................................... 5
2.3 Baku Mutu Air Limbah......................................................... 6
2.4 Parameter Pencemaran Air.................................................... 8
2.5 Mikroalga Sebagai Agen Pengolahan Limbah...................... 10
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat................................................................ 12
3.2 Alat dan Bahan..................................................................... 12
3.3 Rancangan Penelitian............................................................ 12
3.4 Bagan Kerja.......................................................................... 13
3.5 Cara Kerja............................................................................. 14
3.5.1. Pengambilan sampel........................................................ 14
3.5.2. Pengukuran Parameter Kualitas Air Sungai Cisadane..... 14
3.5.3. Pembuatan Media Bold Basal Medium (BBM)............... 14
3.5.4. Persiapan Alat Isolasi dan kultivasi................................. 15
3.5.5. Isolasi dan Identifikasi Mikroalga.................................... 15
3.5.6. Kultivasi Stok Isolat Mikroalga....................................... 16
3.5.7. Pengukuran Kualitas Kandungan Air Limbah................. 17
3.6 Analisis Data.......................................................................... 19
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Isolasi dan Kultivasi Mikroalga.................................... 20
4.2 Pertumbuhan Chlorella sp. .................................................... 21
4.3 Biomassa Chlorella sp. .......................................................... 22
4.4 Penyerapan Amonia oleh Kultur Chlorella sp. ...................... 23
4.5 Penyerapan Nitrat oleh Kultur Chlorella sp. .......................... 25
ix
4.6 Penyerapan Fosfat oleh Kultur Chlorella sp. ........................ 27
4.7 Penyerapan Sulfat oleh Kultur Chlorella sp. ......................... 28
4.8 DO Kultur Chlorella sp. ........................................................ 30
4.9 PH Kultur Chlorella sp. ......................................................... 31
4.10Suhu Kultur Chlorella sp. ...................................................... 33
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan............................................................................ 35
5.2 Saran...................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 36
LAMPIRAN......................................................................................... 40
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Republik Indonesia............................. 7
Tabel 2. Kandungan limbah cair kelapa sawit sebelum dan sesudah
digunakan kultivasi mikroalga................................................... 11
Tabel 3. Perlakuan parameter penelitian konsentrasi senyawa................ 12
Tabel 4. Hasil analisis uji kualitas air Sungai Cisadane........................... 13
Tabel 5. Hasil penyerapan parameter senyawa kimia pada air limbah..... 34
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir Penelitian............................................ 3
Gambar 2. Status Mutu Air Sungai Cisadane Tahun 2014-2017........ 7
Gambar 3. Bagan Kerja Penelitian...................................................... 13
Gambar 4. Kepadatan sel Chlorella sp. rata-rata................................ 21
Gambar 5. Biomassa kultur Chlorella sp. .......................................... 23
Gambar 6. Kadar amonia pada kultur Chlorella sp. .......................... 24
Gambar 7. Kadar nitrat pada kultur Chlorella sp. .............................. 26
Gambar 8. Kadar fosfat pada kultur Chlorella sp. ............................. 27
Gambar 9. Kadar sulfat pada kultur Chlorella sp. ............................. 29
Gambar 10. DO media kultur Chlorella sp. ....................................... 30
Gambar 11. pH media kultur Chlorella sp.......................................... 32
Gambar 12. Suhu media kultur Chlorella sp. .................................... 33
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Komposisi per satu Liter media BBM............................. 40
Lampiran 2. Komposisi larutan mikro larutan EDTA dan
Larutan FeSO4, per 100 mL larutan stok........................ 40
Lampiran 3. Foto Pertumbuhan Mikroalga......................................... 41
Lampiran 4. Gambar tiga jenis isolat mikroalga yang teradaptasi
dari Sungai Cisadane..................................................... 43
Lampiran 5. Hasil Analisis Variansi................................................... 44
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyaknya kegiatan manusia, seperti pemukiman, pertokoan, pertanian,
rumah sakit dan industri, menyebabkan pencemaran air. Limbah melimpah yang
dihasilkan oleh kegiatan industri, seperti industri pangan, kimia, logam dan minyak,
mengakibatkan konsentrasi limbah melebihi daya asimilasi (kemampuan menetrali-
sasi) badan air tersebut. Hal itu menyebabkan penurunan kualitas air untuk
kepentingan bahan baku air minum dan irigasi pertanian, termasuk Sungai Cisadane
yang berada di Kota Tangerang (Dawud, Namara, Chayati, & Muhammad, 2016).
Menurut Jiao (2015), masyarakat di sekitar Sungai Cisadane memiliki
alternatif untuk memenuhi kebutuhan air, dengan pengambilan air bawah tanah, dan
membeli dari perusahaan penyedia air bersih. Namun, cara tersebut mengharuskan
masyarakat mengeluarkan dana yang besar, sehingga terpaksa menggunakan air
sungai yang telah tercemar oleh limbah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan hasil pemantauan buku data SLHD oleh Pemerintah Kota Tangerang
(2017), pada periode tahun 2014 - 2017 kualitas Sungai Cisadane menunjukkan
kondisi Sungai Cisadane telah tercemar. Hal itu dikarenakan parameter baik fisika,
kimia maupun mikrobiologi yang melebihi baku mutu air kelas II pada Peraturan
Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas dan pengendalian
pencemaran air.
Pengolahan limbah perlu dilakukan untuk mengurangi pencemaran,
sehingga dapat tetap menjaga kelestarian lingkungan terutama oleh pelaku industri.
Pemerintah telah menetapkan baku mutu air limbah pada Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014. Pengolahan limbah
secara kimia dan fisik untuk mencapai baku mutu air limbah memerlukan biaya
yang besar dan kurang ramah lingkungan, sehingga perlu inovasi dan alternatif cara
pengolahan limbah agar dapat dimanfaatkan masyarakat luas. Pemanfaatan
mikroalga sebagai agen bioremediasi atau biasa disebut fikoremediasi, memiliki
nilai produktivitas yang tinggi dan ramah lingkungan, sehingga sangat
menguntungkan bagi industri dalam pengolahan limbah guna memenuhi baku mutu
air limbah.
2
Alternatif pengolahan limbah terbaik dapat dilakukan secara biologi,
dengan menggunakan mikroalga dalam mereduksi bahan pencemar (Chojnacka,
2013). Jenis mikroalga yang telah banyak diteliti untuk fikoremediasi diantaranya
Chlorella dan Scenedesmus. Dalam skala laboratoris maupun skala lapang, menurut
penelitian Lim, Chu, & Phang (2010), mikroalga Chlorella vulgaris dapat
diaplikasikan untuk meremediasi limbah tekstil. Menurut penelitian Xiao-Fei et al.
(2019), kultur Scenedesmus obliquus 99,3 m/L mampu menurunkan kadar nitrat
dan fosfat masing-masing sebesar 95% dan 54%.
Sungai Cisadane di Kota Tangerang yang tercemar limbah senyawa organik
dan anorganik berupa nitrogen, fosfat dan sulfat, menyebabkan kandungan polutan
dalam Sungai Cisadane menjadi tinggi (Dawud et al., 2016). Berdasarkan
permasalahan tersebut, di Sungai Cisadane pertama kali dilakukan penelitian
tentang mikroalga yang teradaptasi pada lingkungan tersebut. Mikroalga di Sungai
Cisadane tersebut berpotensi mendegradasi zat pencemar, menjadi bahan yang
kurang beracun atau tidak beracun pada air Sungai Cisadane Tangerang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan diantaranya :
1. Jenis mikroalga apa yang dapat teradaptasi dari Sungai Cisadane.
2. Apakah mikroalga tersebut dapat menurunkan konsentrasi amonia, nitrat,
fosfat dan sulfat agar tidak melebihi baku mutu air limbah.
1.3. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan hipotesis diantaranya :
1. Terdapat jenis mikroalga yang teradaptasi dari Sungai Cisadane.
2. Penambahan mikroalga tersebut dapat menurunkan konsentrasi amonia,
nitrat, fosfat dan sulfat agar tidak melebihi baku mutu air limbah.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini diantaranya untuk :
1. Didapatkan jenis mikroalga yang dapat teradaptasi dari Sungai Cisadane.
2. Menganalisis apakah mikroalga tersebut dapat menurunkan konsentrasi
amonia, nitrat, fosfat dan sulfat agar tidak melebihi baku mutu air limbah.
3
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini didapatkan isolat mikroalga yang teradaptasi pada
Sungai Cisadane Tangerang untuk menurunkan konsentrasi amonia, nitrat,
fosfat dan sulfat agar tidak melebihi baku mutu air limbah sebagai pengolahan
limbah alternatif yang ramah lingkungan dengan biaya pengolahan yang murah.
1.6. Kerangka Berpikir
Berikut pada Gambar 1 merupakan alur kerangka berpikir dari percobaan
isolasi dan kultivasi mikroalga untuk pengolahan limbah dari Sungai Cisadane
Tangerang.
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian
Sungai Cisadane Tangerang Tercemar
Senyawa Amonia, Nitrat, Fosfat dan Sulfat Tinggi
Secara Fisika dan Kimia
Biaya Besar Kurang Ramah Lingkungan
Secara Biologi
Mikroalga
Pencemaran Air
Pemukiman, Pertokoan, Pertanian dan Industri
Mendegradasi Senyawa Pencemar Air
Tidak Melebihi Baku Mutu Air
Limbah.
Pengolahan Limbah
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mikroalga
Allah Subhanahu Wata’ala, menjadikan air sebagai karunia di bumi yang
sangat berlimpah, baik di laut, danau, sungai, mata air, maupun air yang turun dari
atmosfer (langit). Begitu banyak makhluk hidup yang menggantungkan hidupnya
pada air, mulai dari kebutuhan minum sampai sebagai habitat atau tempat hidup.
Maka dari air tersebut, Allah Subhanahu Wata’ala menciptakan mikroalga yang
diyakini sebagai makhluk hidup pertama di bumi yang hidup di perairan, Allah
Subhanahu Wata’ala telah menyatakan hal ini dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya
ayat 30 :
ضَ السَّمَاوَاتِ أنََّ كَفرَُوا الَّذِينَ يَرَ أوََلمَ رَ ال مَاءِ مِنَ وَجَعلَ ناَ ۖفَفتَقَ ناَهُمَا رَت قاً كَانتَاَ وَالْ
ء كُلَّ مِنوُنَ أفََلَ ۖ حَي شَي يؤُ
Artinya : “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Secara morfologis diameter tubuh mikroalga berukuran antara 3-30 μm,
berupa sel tunggal, berbentuk benang maupun koloni dan dikenal sebagai fito-
plankton yang hidup diseluruh wilayah perairan tawar maupun laut. Mikroalga
termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik
hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah
(fikoeritrin). Oleh karena itu mikroalga lebih banyak dijumpai pada badan air yang
masih dapat ditembus sinar matahari atau zona fotik (Reynold, 2006).
Mikroalga mengalami beberapa tahap fase pertumbuhan. Pertama, fase
adaptasi (fase lag), pada fase ini peningkatan paling signifikan terlihat pada ukuran
karena secara fisiologis mikroalga menjadi sangat aktif. Metabolisme terjadi,
namun pembelahan sel terjadi sangat sedikit, disebabkan oleh adaptasi sel dengan
lingkungan baru. Kedua, fase logaritmik (fase eksponensial), fase ini dimulai
dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif.
Jika kondisi kultur optimum maka laju pertumbuhan dapat mencapai nilai
5
maksimal. Pada fase ini merupakan fase terbaik untuk memanen metabolit primer.
Ketiga, fase stasioner, dimana medium pertumbuhan mikroorganisme kekurangan
nutrient yang dibutuhkan untuk mikroorganisme tumbuh sehingga pembelahan sel
tidak secepat fase eksponensial. Keempat, fase kematian, fase kematian pada
mikroorganisme disebabkan karena nutrien pada medium habis hingga sel tidak
mengalami pertumbuhan dan mencapai fase kematian (Simanjuntak, 2009).
Menurut Handayani & Ariyanti (2012), mikroalga memiliki peranan sangat
penting dalam rantai makanan karena merupakan produser primer perairan. Selain
itu juga dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan. Mikroalga
telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia diantaranya bidang
perikanan, industri farmasi, makanan suplemen, pengolahan limbah logam berat
dan sumber energi alternatif biodiesel.
Mikroalga jenis Chlorella dan Spirulina memiliki kandungan protein dan
vitamin yang tinggi sehingga dapat dilakukan pengembangan mikroalga sebagai
sumber protein tinggi. Chlorella juga menghasilkan antibiotik klorelin yang dapat
melawan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Dalam biomassa mikroalga
terkandung senyawa penting yang sangat bermanfaat, seperti protein, karbohidrat,
lemak dan asam nukleat. Persentase keempat komponen tersebut bervariasi
tergantung jenis mikroalga. Berdasarkan hasil penelitian Chojnacka (2013),
mikroalga Chlorella vulgaris memiliki kandungan protein sebesar 51-58%,
karbohidrat 12-17%, lemak 14-22% dan asam nukleat 4-5%. Spirulina platensis
memiliki kandungan protein sebesar 46-43%, karbohidrat 8-14%, lemak 4-9%, dan
asam nukleat 2-5% . Mikroalga lainnya seperti, Botryococcus braunii, Dunaliella
salina, Monalanthus salina mempunyai kandungan lemak berkisar 40-85%.
2.2. Sungai Cisadane
Fungsi air bagi masyarakat dan makhluk hidup lainnya sangat penting,
sehingga keberadaan sumber air harus tetap dijaga baik secara kuantitas maupun
kualitas. Sungai merupakan salah satu sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Namun, berdasarkan pantauan dari Peraturan Kementrian LH (2014),
sebanyak 75% sungai di Indonesia tercemar berat akibat limbah industri dan limbah
rumah tangga termasuk Sungai Cisadane di Kota Tangerang. Hal ini terjadi akibat
sistem buangan air limbah yang tergolong buruk. Saluran Pembuangan Air Limbah
6
(SPAL) serta Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang kurang memadai
mengakibatkan kualitas air sungai menurun (Dawud et al., 2016).
Sungai Cisadane mengalir dari wilayah Provinsi Jawa Barat sampai Provinsi
Banten dan melintasi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang dan
Kota Tangerang. Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai yang digunakan
sebagai bahan baku air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), pertanian,
perikanan, dan perindustrian dalam skala kecil maupun besar.
Sungai Cisadane - Kota Tangerang memiliki 3 Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang mengalir didalamnya yaitu DAS Cisadane, DAS Cirarab, dan DAS Angke.
Dari ketiga DAS tersebut, Sungai Cisadane adalah yang terpanjang lintasannya dan
memiliki lebar sungai yang paling luas. Kini, kurang lebih ada 246 industri di Kota
Tangerang, diawasi Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) karena
banyak dari industri itu yang membuang limbah cair dan limbah kimia B3 yang
berbahaya ke Sungai Cisadane dan mencemari lingkungan (Dawud et al., 2016)
2.3. Baku Mutu Air Limbah
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri dan
tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang
dapat membahayakan kehidupan manusia dan mengganggu kelestarian lingkungan
(Chandra, 2012). Menurut pasal 1 ayat 31 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No. 5 tahun 2014, baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dari suatu usaha
dan/atau kegiatan.
Berdasarkan hasil pemantauan buku data SLHD oleh Pemerintah Kota
Tangerang (2017), pada periode tahun 2014 - 2017 kualitas Sungai Cisadane
(Gambar 2) menunjukkan kondisi Sungai Cisadane telah tercemar. Hal ini
dikarenakan parameter baik fisika, kimia maupun mikrobiologi yang melebihi baku
mutu air kelas II pada Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas dan pengendalian pencemaran air. Status mutu air Sungai Cisadane tahun
2014 - 2017 terdapat pada Gambar 2 berikut.
7
Gambar 2. Status Mutu Air Sungai Cisadane Tahun 2014 – 2017 (Sumber: BPLH
Kota Tangerang, 2017).
Meskipun banyak instansi yang telah berperan dalam pengelolaan kualitas
air Sungai Cisadane baik di tingkat Pusat, tingkat Provinsi Banten, maupun tingkat
Kota Tangerang, namun tingkat efektivitas dalam implementasi kebijakannya
masih dirasa rendah (Permen LH dan Kehutanan, 2016) . Bagi usaha atau kegiatan
yang belum mempunyai baku mutu yang ditetapkan maka, dapat mengacu pada
Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Republik Indonesia
Baku Mutu Air Limbah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun
2014
Parameter Satuan GOLONGAN I GOLONGAN II
Amonia (NH3) ppm 5 10
Nitrat (NO3) ppm 20 30
Suhu ºC 38 40
pH - 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0
Baku Mutu Air Limbah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82
Tahun 2001
Parameter Satuan GOLONGAN I GOLONGAN II
Fosfat (PO4) ppm 0,2 1
Sulfat (SO4) ppm 400 -
DO ppm 6 4
Tren Indeks Pencemaran Sungai Cisadane
Ind
ek
s P
en
cem
aran
8
2.4. Parameter Pencemaran Air
Pencemaran adalah suatu penyimpangan dari keadaan normalnya. Jadi
pencemaran air adalah keadaan air yang mengalami penyimpangan dari keadaan
normalnya. Oleh karena itu, diperlukan analisa air untuk menentukan dan
menganalisis senyawa kimia yang terkandung di dalam air menggunakan parameter
fisik (suhu dan kecerahan) serta parameter kimia (pH, Dissolved Oxygen, amonia,
nitrat, fosfat, dan sulfat) dengan alat ion kromatografi dan spektrofotometer
sehingga, dapat diketahui layak tidaknya air tersebut untuk dikonsumsi, apakah
tercemar dan membahayakan bagi kesehatan (Erari, Mangimbulude, & Lewerissa,
2012).
Suhu air mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses kimiawi dan
biologis dalam suatu perairan. Suhu air yang ideal adalah perbedaan antara siang
dan malam tidak lebih dari 5°C, didaerah tropis biasanya berkisar 25° sampai 30°C.
Suhu air juga mempengaruhi pertukaran zat-zat atau metabolisme dari mahluk
hidup. Semakin tinggi suhu, maka semakin sedikit oksigen yang terlarut di
dalamnya. Suhu juga menyebabkan stratifikasi atau tingkat pelapisan air dimana
suhu air di permukaan lebih panas dibandingkan suhu air yang berada di lapisan
bawah atau dalamnya (Maniagasi, Tumembouw, & Mundeng, 2013).
Kecerahan perairan yang rendah disebabkan karena kekeruhan yang tinggi.
Tingkat kecerahan suatu perairan tergantung pada partikel-partikel koloid dan
bahan-bahan tersuspensi yang terkandung di perairan. Kecerahan air yang baik
untuk kehidupan organisme perairan berkisar antara 30 sampai 60 cm. Kemampuan
cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh
kekeruhan (turbidity) air. Sebab itu, tingkat kecerahan dan kekeruhan air laut sangat
berpengaruh pada pertumbuhan biota perairan. Pengukuran tingkat kecerahan air
menggunakan alat Secchi disc (Novia & Irwan, 2016).
Nilai potentiometric hydrogen atau derajat keasaman adalah suatu ukuran dari
konsentrasi ion hidrogen, yang menunjukan suasana asam atau basa. Skala pH
berkisar antara 0 sampai 14. pH 7 bersifat netral, artinya air tersebut tidak bersifat
asam dan tidak basa. Apabila nilai pH di bawah 7, berarti air tersebut bersifat asam,
apabila pH di atas 7, maka air tersebut bersifat basa. Nilai pH yang ideal bagi
perairan adalah 7 – 8,5. Kondisi perairan yang sangat basa maupun sangat asam
9
akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan mengganggu
proses metabolisme dan respirasi (Megawati, Yusuf, & Maslukah, 2014).
Dissolved Oxygen adalah jumlah oksigen yang terlarut di dalam air.
Kandungan O2 terlarut sangat penting bagi makhluk hidup air untuk pernapasan,
proses metabolisme atau pertukaran zat, kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Respirasi mengurangi O2 di dalam air sedangkan
fotosintesis menambah O2 ke dalam air. Kandungan DO sangat berhubungan
dengan tingkat pencemaran, jenis limbah dan banyaknya bahan organik di suatu
perairan. Kandungan DO menurun seiring semakin dalamnya perairan maka
semakin berkurangnya cahaya matahari yang masuk. Sehingga proses fotosintesis
mikroalga kurang berjalan dengan baik, karena sebagian besar reaksi fotosintesis
dipengaruhi oleh sinar matahari yang mengandung fotosistem dengan panjang
gelombang 680 dan 700 nm untuk melepaskan CO2 dalam proses fotosintesis
(Gemilang & Kusumah, 2017).
Amonia merupakan senyawa kimia yang terdiri atas unsur nitrogen dan
hidrogen (NH3-). Amonia memiliki kemampuan menetralisir asam dan saat
dilarutkan dalam air akan membentuk amonium bermuatan positif (NH4+) dan ion
hidroksida bermuatan negatif (OH-). Amonia dalam air buangan industri berasal
dari oksidasi bahan-bahan organik yang oleh bakteri diubah menjadi CO2, H2O dan
NH3-. Pengaruh amonia pada kesehatan manusia, yaitu dapat menyebabkan iritasi
pada mata jika kandungan amonia dalam air lebih besar dari 0 (nol) m/L (Ashwaniy
& Perumalsamy, 2017).
Nitrat (NO3-) dapat menjadi pupuk pada tanaman air. Bila terjadi hujan
lebat, air akan membawa nitrat dari tanah masuk ke dalam aliran sungai, danau, dan
waduk. Kemudian menuju lautan dalam kadar yang cukup tinggi. Hal ini akan
merangsang tumbuhnya mikroalga dan tanaman air lainnya. Kadar nitrat yang
tinggi menyebabkan methamoglobinemia, yaitu ketidakmampuan hemogoblin
untuk mengangkut oksigen pada bayi yang mengkonsumsi air dengan konsentrasi
nitrat lebih dari 45 m/L (Setyawan, 2018).
Fosfat (PO43-) merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh
tumbuhan. Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu perairan dengan tingkat kesuburan rendah, yang memiliki kadar fosfat total
10
berkisar antara 0-0,02 m/L, perairan dengan tingkat kesuburan sedang, yang
memiliki kadar fosfat total 0,021-0,05 m/L dan perairan dengan tingkat kesuburan
tinggi, yang memiliki kadar fosfat total 0,051-0,1 m/L. Menurut Fazal, Mushtaq,
Rehman, Ullah, & Rashid (2017), pengukuran kandungan fosfat dalam air limbah
berfungsi untuk mencegah tingginya kadar fosfat sehingga tidak merangsang
pertumbuhan tumbuhan dalam air. Sebab suburnya tumbuhan air akan menghalangi
kelancaran arus air dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut.
Sulfat adalah garam anorganik dari asam sulfat. Kandungan konsentrasi
sulfat yang tinggi dalam air minum dapat menyebabkan penyakit diare. Sulfur
anorganik terutama dalam bentuk sulfat (SO42-), merupakan bentuk sulfur utama di
perairan dan tanah. Menurut Mamelkina et al. (2017), sulfat yang berikatan dengan
hidrogen membentuk asam sulfat, lalu sulfat yang berikatan dengan logam alkali
merupakan bentuk sulfur yang paling banyak ditemukan di danau dan sungai.
Konsentrasi standar maksimal yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia untuk SO4 dalam air minum adalah sebesar 200-400 m/L.
2.5. Mikroalga Sebagai Agen Pengolahan Limbah
Mikroalga mempunyai sifat seperti tumbuhan yaitu mampu melakukan proses
fotosintesis, menghasilkan oksigen (O2) dan pada waktu yang sama mikroalga
mengambil karbondioksida di lingkungannya sehingga mengurangi efek rumah
kaca dan meminimalisasi terjadinya global warming, sesuai dengan reaksi berikut:
6 CO2 + 6 H2 O + cahaya matahari C6 H12 O6 + 6 O2
Karbon dioksida + Air + Klorofil Glukosa + Oksigen
Siew-Moi, Wan-Loy, & Rabiei (2016), menuturkan bahwa mikroalga diketahui
mampu beradaptasi dan tahan terhadap lingkungan ekstrim, termasuk lingkungan
dengan kandungan nitrogen tinggi. Alternatif pengolahan limbah terbaik dapat
dilakukan secara biologi menggunakan mikroalga dalam mereduksi bahan
pencemar. Jenis mikroalga yang telah banyak diteliti untuk fikoremediasi
diantaranya Chlorella dan Chlorococcum (Soeprobowati & Hariyati, 2012).
Sedangkan menurut penelitian Sivasubramanian & Muthukumaran (2012),
Chlorococcum conglomerata mampu menurunkan kadar nitrat dan fosfat limbah
industri minuman ringan dengan sangat cepat, baik dalam skala laboratoris maupun
skala lapang. Contoh lainnya studi kasus pengolahan limbah kelapa sawit
11
menggunakan teknologi mikroalga. Limbah cair tersebut memiliki potensi yang
tinggi sebagai polutan air yang membahayakan lingkungan. Palm Oil Mill Effluent
yang sudah diolah dengan metode anaerob cocok digunakan sebagai medium
pertumbuhan mikroalga. Penelitian penggunaan mikroalga Chorella vulgaris
sebagai penghilang kadar N dan P pada POME telah dilakukan oleh Habib, Yusoff,
Phang, Kamarudin, & Mohamed (2011), diperoleh hasil bahwa Chlorella dapat
tumbuh baik pada konsentrasi 10% - 20% POME. Perlakuan pada medium POME
(10% volume) mengalami penurunan parameter senyawa limbah (Tabel 2) karena
penambahan kultur mikroalga Chlorella vulgaris.
Tabel 2. Kandungan limbah cair kelapa sawit sebelum dan sesudah digunakan
kultivasi mikroalga
Habib et al. (2011),
Teknologi mikroalga berkembang seiring dengan meningkatnya dampak
global warming, kebutuhan energi, pangan, dan air bersih di dunia. Beberapa tahun
belakangan ini banyak industri berbasis mikroalga yang mulai bermunculan untuk
menghasilkan produk atau memanfaatkan teknologi untuk kepentingan tertentu.
Sebagai contoh Algaetech Malaysia, Solazyme Amerika, Algenol Amerika,
Neoalgae Indonesia, NREL Belanda, dan beberapa industri berbasis pangan, energi
atau industri jasa pengolah limbah dengan memanfaatkan teknologi mikroalga
seperti Tirtatech Engineering, selain dapat mengolah air limbah, biomassa yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti contoh pengolahan
limbah cair kelapa sawit, biomassa yang dihasilkan dapat digunakan untuk pangan.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Desember 2019. Pengambilan
sampel air dilakukan di Sungai Cisadane tercemar limbah kota Tangerang pada
Selasa 19 Maret 2019, pukul 10.00 - 12.00 WIB, dalam cuaca yang hujan. Analisis
air dan identifikasi mikroalga dilakukan di Pusat Teknologi Lingkungan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Geostech 820, Serpong, Tangerang.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel antara lain plankton net, GPS,
coolbox, botol sampel, srynge filter, thermometer, pH meter, DO meter OM-71, dan
secchi disk. Dalam melakukan isolasi dan kultivasi digunakan gelas ukur, autoclave
HVE-50, Hotplate, magnetic stirrer, Laminar Air Flow, timbangan analitik, tabung
reaksi, Erlenmeyer, tabung Duran, pipet tetes, batang ose, oven, vortex, object,
cover glass, dan mikroskop cahaya. Dalam menentukan kandungan air sungai
berupa amonia, nitrat, fosfat, sulfat digunakan kertas saring, suntikan, alat ion
kromatografi dan alat spektrofotometer JASCO V-530.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, sampel air sungai
dari Sungai Cisadane Tangerang, media Bold Basal Medium, media Nutrient Agar,
Aquades, Aquabides, alkohol, Spirtus, larutan amonia, nitrat, fosfat dan sulfat.
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dan rancangan penelitiannya
yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 7 perlakuan dengan 2
konsentrasi yang berbeda tanpa aerator. Media kultur yang digunakan adalah BBM,
ditambah larutan amonia, nitrat, fosfat, sulfat dan mix seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Perlakuan parameter penelitian konsentrasi senyawa (ppm per 250 mL)
Konsentrasi
Parameter Perlakuan
NH4-
(amonia)
NO₃-
(nitrat)
PO43-
(fosfat)
SO42-
(sulfat) Mix
Kontrol
Positif
(Air
Sungai
Cisadane)
Kontrol
Negatif
(Bold
Basal
Medium)
1 (50%) 6 20 3 60 74
2 (100%) 12 40 6 120 148
13
Keterangan :
1: Konsentrasi 1, berdasarkan hasil analisis uji kualitas air Sungai Cisadane dengan
Ion Kromatografi dan Spektrofotometri pada Tabel 4 (konsentrasi awal).
2: Konsentrasi 2, dinaikkan menjadi 100% dari konsentrasi 1.
Berikut merupakan Tabel 4 analisis uji kualitas air Sungai Cisadane
Tangerang pada bulan April 2019.
Tabel 4. Hasil analisis uji kualitas air Sungai Cisadane
Parameter Satuan Hasil
Temperatur ºC 29
pH - 6
DO ppm 5
Kecerahan cm 22
Amonia (NH3) ppm 6
Nitrat (NO3) ppm 20
Sulfat (SO4) ppm 60
Fosfat (PO4) ppm 3
3.4. Bagan Kerja
Berikut merupakan Gambar 3. bagan kerja dari isolasi dan kultivasi mikroalga
untuk penolahan limbah dari Sungai Cisadane Tangerang.
Gambar 3. Bagan kerja penelitian (Setyawan, 2018)
Pengambilan sampel air
Sungai Cisadane (sampling)
Pengukuran parameter kualitas air
Sungai Cisadane
Pembuatan Bold Basal Medium
Sterilisasi Alat dan Bahan
Isolasi dan Identifikasi Mikroalga
Kultivasi stok isolat
mikroalga
Kultivasi mikroalga pada
beberapa perlakuan
Pengukuran DO, Suhu
dan pH
Pengukuran amonia, nitrat, fosfat, sulfat, pertumbuhan dan
biomassa mikroalga.
14
3.5. Cara Kerja
3.5.1. Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan
sampel air dilakukan pada 3 titik stasiun di Sungai Cisadane tercemar limbah kota
Tangerang. Stasiun 1 di kawasan pabrik sepatu PT Pratama Abadi Industri
wilayah Pakualam, stasiun 2 di kawasan pabrik kertas PT Surya Toto Indonesia
wilayah Serpong Utara dan stasiun 3 di kawasan pabrik kimia PT Raya Chemical
Cisadane wilayah Tangerang.
Awal mula Plankton net dicelupkan pada permukaan air sungai yang
tenang, kemudian digerakan secara horisontal dan vertikal lalu sampel diambil
menggunakan water sampler. Setelah itu jala ditarik, hasil sampel dimasukan ke
dalam botol sampel. Parameter yang dapat cepat berubah dilakukan pengujian
langsung seperti pH, suhu, kecerahan dan oksigen terlarut lalu dicatat. Hasil dari
sampel air di 3 stasiun tersebut kemudian dicampur dan disimpan dalam coolbox.
3.5.2. Pengukuran Parameter Kualitas Air Sungai Cisadane
Sampel yang disimpan dalam coolbox kemudian di uji parameter kimianya
seperti amonia, nitrat, fosfat dan sulfat di laboratorium PTL, Geostech - BPPT.
Menurut Rice, Baird, Eaton, & Lenore (2012), untuk mengetahui kadar amonia
pada sampel air Sungai Cisadane dapat digunakan alat spektrofotometer dan juga
untuk mengetahui kadar nitrat, fosfat dan sulfat dapat digunakan alat ion
kromatografi. Kemudian dibandingkan data hasil uji analisis air Sungai Cisadane
pada Tabel 4 dengan Tabel 1 untuk mengetahui batas baku mutunya.
3.5.3. Pembuatan Media Bold Basal Medium dan Media Nutrient Agar
Berdasarkan Culture Collection of Algae and Protozoa (2014), pembuatan
larutan BBM dilakukan dengan membuat larutan stok makronutien yang terdiri
atas NaNO₃, MgSO₄.7H₂O, NaCl, K₂HPO₄, KH2PO4, CaCl₂.2H₂O, H₃BO₃, lalu
larutan stok mikro, larutan stok EDTA dan larutan stok FeSO₄ seperti pada
Lampiran 1 dan pada Lampiran 2. Larutan stok dibuat masing-masing dengan
volume 100mL. Larutan media BBM dibuat dengan mencampurkan makronutrien
masing-masing 10mL sedangkan larutan mikro, larutan EDTA dan larutan FeSO₄
masing-masing 1mL kemudian ditera dengan akuades hingga 1000mL.
15
Pembuatan media nutrient agar dilakukan dengan menimbang NA
sebanyak 7,5 g kemudian dimasukkan ke dalam tabung Duran 500 mL, lalu
ditambah larutan BBM dan ditera hingga 500 mL pada tabung Duran. Larutan
kemudian di homogenkan dengan magnetic stirrer dan hot plate. Larutan media
yang sudah homogen di sterilisasi pada tekanan 1,06 atm dan suhu 121°C selama
20 menit.
3.5.4. Persiapan Alat Isolasi dan kultivasi
Seluruh peralatan yang akan digunakan dalam isolasi, kultivasi dan
percobaan di cuci sampai bersih. Setelah kering alat gelas dibungkus dengan
kertas kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C selama
15 menit dengan tekanan 2 atm.
3.5.5. Isolasi dan Identifikasi Mikroalga
Metode Pengenceran Bertingkat
Isolasi mikroalga dilakukan dengan metode pengenceran bertingkat.
Larutan BBM (Bold Bassal Medium) dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 9mL kemudian dimasukkan sampel air Sungai Cisadane pada tabung
pertama sebanyak 1mL dan dilakukan pengadukan hingga homogen. Pengenceran
dilakukan dengan cara mengambil 1mL larutan dari tabung pertama yang telah
homogen dan dimasukkan ke dalam tabung kedua lalu seterusnya sampai tabung
kelima (Andersen, 2005). Semua tabung reaksi tersebut disusun dalam rak tabung
reaksi, lalu ditutup dengan menggunakan sumbat kapas seperti terdapat pada
Lampiran 3, diletakkan di bawah cahaya lampu serta diinkubasi selama 14 hari
Metode Biakan Murni Multi Spesies (Spread Plate)
Metode biakan murni multi spesies digunakan dengan menggunakan
media agar. Cawan petri yang telah berisi media agar diberi mikroalga dengan
menggunakan pipet tetes kemudian tutup cawan petri dan disill. Inkubasi 14 hari
pada suhu kamar. Morfologi koloni mikroalga yang tumbuh diamati.
Metode Biakan Murni Mono Spesies (Streak Plate)
Setiap koloni mikroalga yang tumbuh pada biakan multi spesies diperiksa
dengan menggunakan mikroskop. Jika spesies yang dikehendaki tumbuh banyak
maka diambil dengan menggunakan jarum ose. Kemudian dilakukan isolasi ke
dalam media nutrient agar di cawan petri yang baru. Tutup cawan petri dan di beri
16
kode nama spesies masing-masing cawan petri menggunakan kertas label lalu
disill. Inkubasi selama 14 hari pada suhu kamar. Pertumbuhan dan jenis mikroalga
yang tumbuh dominan diamati dibawah mikroskop.
Metode Pemurnian Biakan Spesies
Koloni isolasi mikroalga yang telah diberi kode pada masing-masing cawan
petri dengan ose diambil, lalu ditumbuhkan ke dalam media agar miring. Koloni
dari satu cawan petri ditumbuhkan ke dalam dua agar miring, dimana satu tabung
sebagai koloni stok dan satunya lagi sebagai koloni kerja seperti terdapat pada
Lampiran 3. Inkubasi selama 14 hari pada suhu kamar.
Identifikasi Mikroalga
Mikroalga yang tumbuh dominan pada metode pemurnian agar miring
diamati morfologinya dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 dan
digunakan buku identifikasi mikroalga dari Iskandar (2017) dan Van Vuuren,
Taylor, Gerber, & Van Ginkel (2016), sebagai panduan untuk mengindentifikasi
dan mengetahui jenis mikroalga yang teradaptasi.
Pertumbuhan pada Erlenmeyer
Koloni murni dari agar miring kemudian ditumbuhkan dengan dicuplik
menggunakan batang ose, lalu dimasukkan ke dalam larutan BBM 250 mL, lalu
diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang. Hasil kultur pertumbuhan induk
mikroalga digunakan sebagai bibit (starter) pada kultur tahap berikutnya, Jenis
mikroalga yang tumbuh dominan diamati dibawah mikroskop.
3.5.6. Kultivasi Stok Isolat Mikroalga
Isolat mikroalga hasil kultur dimasukan sebanyak 25 mL kemudian
ditambahkan 225 mL larutan BBM dalam Erlenmeyer 250 mL, dikultivasi selama
14 hari. Stok isolat mikroalga di scale-up 3 kali bertingkat 250 mL, 500 mL
sampai volume 1000 mL, dan dilanjut dengan perlakuan seperti pada Tabel 3
perlakuan konsenterasi pada penelitian. Penelitian ini dilakukan 2 kali ulangan
(duplo) selama 21 hari dengan pemberian 25 mL isolat mikroalga yang ditera
dengan media hingga 250 mL pada tiap perlakuan. Percobaan dilakukan tanpa
aerator dan dihomogenkan dengan shaker setiap harinnya. Pengukuran suhu, pH,
dissolved oxygen, optical density, biomassa, kandungan amonia, nitrat, fosfat dan
sulfat dilakukan tiap 3 hari sekali.
17
3.5.7. Pengukuran Kualitas Kandungan Air Limbah
Pengukuran Kandungan Amonia
Pembuatan Reagen
Dalam pengukuran kadar amonia digunakan 2 jenis pereaksi yaitu yaitu
pereaksi salisilat, dan pereaksi sianurat. Perekasi salisilat dibuat dengan
menimbang 6,5 g natirum salisilat, 6,5 g natrium sitrat dan 0,0485 g natrium
nitroprusida, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditera aquades hingga 50
mL. Pereaksi sianurat dibuat dengan menimbang 1,6 g NaOH yang dilarutkan
dengan sedikit aquades, lalu ditimbang 0,1 g dikloro asam sianurat dan dilarutkan
dengan aquades ditera hingga 50 mL.
Uji Sampel
Sebanyak 4 mL sampel, dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 0,5 mL pereaksi salisilat dan 0,5 mL pereaksi dikloro asam sianurat,
lalu dihomogenkan dengan vortex dan didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya
larutan sampel uji dimasukan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer. Serapan
dibaca dan dicatat pada panjang gelombang 655 nm.
Pengukuran Kandungan Nitrat
Pembuatan Reagen
Dalam pengukuran kadar nitrat digunakan 2 jenis pereaksi yaitu larutan
pereaksi asam salisilat C7H6O3, 5% dan larutan pereaksi NaOH 4N. Pereaksi asam
salisilat ditimbang sebanyak 2,5 g dan dimasukkan ke dalam botol gelap. Lalu
ditambahkan 47,5 mL asam sulfat H2SO4 pekat, dihomogenkan. Selanjutnya
larutan peraksi NaOH 4N ditimbang 96 g, NaOH lalu dimasukkan ke dalam
tabung Duran 1000 mL dan dilarutkan dengan aquades hingga 600 mL.
Uji Sampel
Sebanyak 0,25 mL sampel, dimasukan ke dalam tabung reaksi. Lalu
ditambahkan 0,5 mL asam salisilat 5% kemudian dihomogenkan dengan vortex
dan didiamkan selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan 5 mL NaOH 4N dan
dihomogenkan dengan vortex, diamkan lagi selama 60 menit. Selanjutnya larutan
sampel uji dimasukan ke dalam kuvet alat spektrofotometer. Serapan dibaca dan
dicatat pada panjang gelombang 410 nm.
18
Pengukuran Kandungan Fosfat
Pembuatan Reagen
Dalam pengukuran kadar fosfat digunakan 4 jenis pereaksi yaitu pereaksi A
(H2SO4 5N), pereaksi B [K (SbO) C4H6O6. ½ H2O 0,008M], pereaksi C [(NH4)
6Mo7O24. 4H2O 0,03M] dan pereaksi D (asam askorbat 0,1M). Pereaksi A, dipipet
asam sulfat pekat sebanyak 14 mL kemudian dilarutkan dengan akuades hingga
volume 100mL. Pereaksi B, sebanyak 0,0686 g kalium antimonil tartrat ditimbang
kemudian dilarutkan dengan akuades hingga volume 25 mL. Pereaksi C, sebanyak
1 g amonium molibdat ditimbang kemudian dilarutkan dengan akuades hingga
volume 25 mL. Pereaksi D, sebanyak 0,44 g asam askorbat ditimbang kemudian
dilarutkan dengan akuades hingga volume 25 mL. Pereaksi D harus selalu baru
(dibuat setiap kali melakukan pengukuran). Pereaksi Campuran Sebanyak 50 mL
pereaksi A, 5mL pereaksi B, 15mL pereaksi C, dan 30mL pereaksi D dicampurkan
kedalam erlen 100mL dan dihomogenkan. Pereaksi campuran stabil selama 4 jam.
Uji Sampel
Sebanyak 5 mL sampel ditambahkan 0,8 mL pereaksi campuran kemudian
dihomogenkan dengan vortex dan didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya
larutan sampel uji dimasukan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer. Serapan
dibaca dan dicatat pada panjang gelombang 880 nm.
Pengukuran Kandungan Sulfat
Pembuatan Reagen
Dalam pengukuran kadar sulfat digunakan 2 jenis pereaksi yaitu larutan
pereaksi buffer sulfat dan pereaksi BaCl2. Pereaksi buffer sulfat dibuat dengan
menimbang Sebanyak 7,5 g MgCl2.6H2O, 1,25 g CH3COONa.3H2O, 0,25 g
KNO3, dan 5 mL CH3COOH 99% kemudian dimasukan ke dalam Erlenmeyer dan
ditera aquades sampai 250 mL.
Uji Sampel
Sebanyak 25 mL sampel, dimasukan ke dalam tabung, lalu ditambahkan
1,25 mL larutan buffer sulfat dan 0,1 g BaCl2 kemudian dihomogenkan dengan
vortex dan diamkan selama 4 menit. Selanjutnya larutan sampel uji dimasukan ke
dalam kuvet pada alat spektrofotometer. Serapan dibaca dan dicatat pada panjang
gelombang 420 nm.
19
Pengukuran DO, suhu dan pH
Pengukuran DO dan suhu dilakukan dengan menggunakan DO meter.
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH indikator. Pengukuran DO,
suhu dan pH dilakukan dengan mencelupkan alat ukur ke dalam tabung kultur lalu
hasilnya akan terlihat pada alat ukur, kemudian dicatat. Pengukuran dilakukan
setiap 3 hari sekali selama pengamatan 21 hari.
Pengukuran OD dan Biomassa Mikroalga
Pengukuran pertumbuhan mikroalga (Optical Density) dilakukan dengan
mengambil sebanyak 5 mL sampel kemudian biomassa mikroalga dilakukan
dengan mengambil sebanyak 5 mL sampel. Selanjutnya sampel dimasukan ke
dalam kuvet pada alat spektrofotometer. Serapan dibaca dan dicatat pada panjang
gelombang 680 nm. Pengukuran dilakukan setiap 3 hari sekali selama pengamatan
21 hari.
Pengukuran biomassa mikroalga dilakukan dengan mengambil sebanyak 25
mL sampel, kemudian disaring dengan kertas saring kering. Selanjutnya
dianginkan atau dibiarkan kering selama 12 jam dengan suhu 20°C kemudian
kertas saring ditimbang dan dicatat hasilnya. Pengukuran dilakukan pada hari
pertama dan hari terakhir perlakuan.
3.6. Analisis Data
Semua data parameter uji di analisis secara statistik dengan Analisis of Varians
(ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika hasil berbeda nyata, maka
dilanjutkan uji Duncan dengan taraf nyata (α < 0,05) untuk mengetahui perbedaan
antar perlakuan.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Isolasi dan Kultivasi Mikroalga dari Sungai Cisadane Tangerang
Berdasarkan hasil identifikasi menurut buku identifikasi mikroalga Iskandar
(2017), terdapat 3 jenis isolat mikroalga pada Lampiran 4 yang berhasil diperoleh
dari Sungai Cisadane, diantaranya Chlorella sp., Scenedesmus sp. dan Closterium
sp. Setelah isolat hasil isolasi dimurnikan, hanya diperoleh 1 jenis mikroalga yang
dapat tumbuh yaitu Chlorella sp. sehingga menurut buku identifikasi mikroalga
Van Vuuren et al. (2016), yang dikultivasi dan diberi perlakuan yaitu Chlorella sp.
Chlorella sp. tumbuh dengan sangat baik pada media BBM yang banyak
mengandung unsur hara tinggi, memanfaatkannya untuk kelangsungan fotosintesis
dan berkembang biak. Sel Chlorella memiliki tingkat reproduksi yang tinggi, setiap
sel Chlorella mampu berkembang menjadi 10.000 sel dalam waktu 24 jam.
Keberhasilan teknik kultur bergantung pada kesesuaian antara jenis mikroalga yang
dibudidayakan dan faktor lingkungannya (Zalfiatri, 2018).
Mikroalga Chlorella sp. merupakan mikroalga hijau kosmopolit yang sebagian
besar hidup di lingkungan akuatik baik perairan tawar, laut maupun payau, juga
ditemukan di tanah dan di tempat lembab. Chlorella sp. berbentuk bulat atau bulat
telur, garis tengahnya 5 µm, serta memiliki kloroplas seperti cawan, dengan dinding
yang keras dan padat. Chlorella sp. menggunakan energi cahaya sebagai bahan
bakar penghasil glukosa. Chorella sp. layak untuk dibudidayakan karena sifatnya
yang mudah dan cepat berkembang biak (Safi, Zebib, Merah, Pontalier, & Vaca-
Garcia, 2014).
Chlorella sp. mempunyai struktur yang hampir sama dengan tumbuhan, salah
satunya adalah dinding sel. Beberapa jenis Chlorella sp. mempunyai dinding sel
yang tersusun atas selulosa dan sporopollenin, yang terdapat di dalam spora dan
serbuk sari dan merupakan suatu biopolimer dari karotenoid, yang mempunyai
kemampuan resisten terhadap degradasi enzim dan polutan. Sporopollenin juga
mempunyai kemampuan untuk mengadsorbsi ion polutan dari suatu larutan
membentuk kompleks senyawa dengan ligan. Hal ini menyebabkan alga hijau
disebut sebagai filter feeder, yaitu organisme yang mampu menyaring partikel dari
suspensi dilingkungan hidupnya (Lim et al., 2010).
21
4.2. Pertumbuhan Kepadatan Sel Chlorella sp.
Fase pertumbuhan mikroalga didefinisikan sebagai peningkatan massa dan
kepadatan sel karena adanya sintesis makromolekul yang menghasilkan struktur
baru. Pola pertumbuhan Chlorella sp. berbentuk kurva sigmoid dan terdiri dari
empat fase, yaitu fase linear (lag), fase eksponensial (log), fase stasioner dan fase
kematian (Handayani & Ariyanti, 2012). Pertumbuhan Chlorella sp. dapat dilihat
pada kepadatan sel atau bertambahnya Optical Density selama 21 hari perlakuan
pada Gambar 4. Berdasarkan analisis variansi (α < 0,05) pada Lampiran 5,
kepadatan sel mikroalga Chlorella sp. menunjukan perbedaan yang signifikan
antara perlakuan sulfat 2 dengan perlakuan nitrat 1 dan nitrat 2, namun pada
perlakuan air sungai, sulfat 1, amonia 1, mix 1, fosfat 1, fosfat 2, BBM, amonia 2
dan mix 2 tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Gambar 4. Kepadatan sel Chlorella sp. rata-rata (Optical Density).
Pola pertumbuhan Chlorella sp. pada Gambar 4, menunjukkan bahwa
bertambahnya OD atau kepadatan sel pada setiap perlakuan dimulai pada hari ke-3
hingga hari ke-21 kultivasi. Kepadatan sel tertinggi didapati pada perlakuan
konsentasi nitrat 2 sebanyak 1,4 sel/mL disusul dengan OD perlakuan konsentasi
nitrat 1 dan mix 2 sebanyak 1,3 sel/mL selama kultivasi. Berdasarkan hasil
penelitian, OD pada setiap perlakuan mencapai nilai maksimum pada hari yang
berbeda-beda. Waktu optimal pertumbuhan sel Chlorella sp. pada setiap perlakuan
konsentrasi adalah hari ke-9 pada sulfat 2, hari ke-12 pada nitrat 1, BBM, fosfat 1
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
0 3 6 9 1 2 1 5 1 8 2 1
OD
(S
el/m
L) λ
680 n
m
Hari ke-
NITRAT 1 NITRAT 2 AMONIA 1 AMONIA 2SULFAT 1 SULFAT 2 FOSFAT 1 FOSFAT 2MIX 1 MIX 2 BBM AIR SUNGAI
Konsentrasi :
1 = 50%
2 = 100%
22
dan sulfat 1, hari ke-15 pada fosfat 2 dan air sungai, hari ke-18 pada nitrat 2 dan
amonia 2, hari ke-21 pada mix 2, mix 1 dan amonia 1. Peningkatan OD pada setiap
konsentrasi perlakuan terjadi, karena adanya pemanfaatan nutrien yang terkandung
dalam media oleh sel-sel Chlorella sp. dan mampu beradaptasi dengan media kultur
baru sehingga kultur memiliki metabolisme yang baik (Barsanti & Gualtieri, 2014).
Pola pertumbuhan Chlorella sp. dalam senyawa air limbah pada hari ke-0
merupakan fase lag atau fase adaptasi mikroalga dalam medium baru. Fase log,
ditandai dengan kenaikan OD pada perlakuan konsentrasi nitrat 1, nitrat 2, amonia
1, amonia 2, sulfat 1, sulfat 2, fosfat 1, mix 1, mix 2, BBM dan air sungai.
Penurunan OD merupakan fase stasioner yaitu dimana kecepatan pertumbuhan
berkurang, terjadi dihari ke-9 perlakuan fosfat 2, dihari ke-15 perlakuan sulfat 1,
dihari ke-18 perlakuan air sungai, dihari ke-21 perlakuan sulfat 1, sulfat 2, fosfat 1,
fosfat 2 dan BBM. Fase stasioner terjadi karena nutrisi dalam media kultivasi sudah
sangat berkurang sehingga pembelahan sel mulai melambat. Penurunan OD juga
diduga karena berkurangnya intensitas cahaya yang dapat ditangkap oleh sel dalam
kultur sehingga laju fotosintesis berjalan lambat (Kawaroe, 2011).
Kepadatan sel Chlorella sp. kembali naik hingga hari ke-21 pada perlakuan
nitrat 1, nitrat 2, amonia 1, amonia 2, mix 1, mix 2 dan air sungai, Hal tersebut
menunjukkan bahwa kandungan nutrient dalam media masih mendukung sel untuk
bertahan hidup, meningkatnya konsentrasi sel sejalan dengan tercukupinya
kebutuhan nutrisi dalam media kultivasi. Berdasarkan hasil penelitian, sel Chlorella
sp. dapat memiliki kecepatan tumbuh yang berbeda jika ditumbuhkan pada medium
perlakuan yang berbeda (Amini, Sri, & Syamdidi, 2006).
4.3. Biomassa Chlorella sp.
Masa pertumbuhan mikroalga dapat diukur berdasarkan biomassa, maupun
kepadatan sel dalam mediumnya. Menurut Wijihastuti (2011), biomassa mikroalga
ditandai dengan peningkatan massa dan konsentrasi sel sehingga menghasilkan
bobot seluruh sel. Perlakuan percobaaan ini dilakukan tanpa menggunakan aerator,
namun dihomogenkan dengan alat shaker setiap hari. Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan mikroalga meningkat secara alami, apabila menggunakan aerator
menghasilkan pertumbuhan mikroalga yang sangat cepat, sehingga biomassa yang
dihasilkan tidak sebesar apabila menggunakan aerator. Berdasarkan hasil analisis
23
variansi pada Lampiran 5, biomassa Chlorella sp. (Gambar 5) tidak menunjukan
perbedaan yang signifikan pada setiap perlakuan.
Gambar 5. Biomassa kultur Chlorella sp.
Peningkatan biomassa Chlorella sp. pada Gambar 5, menunjukkan
bertambahnya biomassa sel pada setiap perlakuan yang dimulai pada hari ke-0
hingga hari ke-21 kultivasi. Biomassa tertinggi didapati pada perlakuan nitrat 2 dan
BBM sebanyak 0,07 g, disusul dengan biomassa perlakuan nitrat 1, mix 1 dan air
sungai sebanyak 0,06 g, kemudian biomassa perlakuan amonia 2, sulfat 2 fosfat 1,
dan mix 2 sebanyak 0,05 g, lalu biomassa perlakuan amonia 1 sebanyak 0,04 g dan
biomassa perlakuan fosfat 2 dan sulfat 1 sebanyak 0,03 g selama kultivasi.
Berdasarkan hasil penelitian, biomassa Chlorella sp. Pada perlakuan BBM,
nitrat 2, nitrat 1, air sungai dan mix 1 mengalami kecepatan penambahan biomassa
lebih besar hingga mencapai nilai maksimum dihari ke-21. Menurut Safi et al.
(2014), meningkatnya konsentrasi sel sejalan dengan tercukupinya kebutuhan
nutrisi dalam media kultivasi yang menyebabkan bertambahnya biomassa sel. Pada
perlakuan amonia 2, sulfat 2 fosfat 1, mix 2, amonia 1, sulfat 1 dan fosfat 2 memiliki
kecepatan yang lebih lambat pada penambahan biomassa hingga dihari ke-21,
dikarenakan terjadinya kritis nutrisi dalam media kultivasi sehingga pertumbuhan
selnya melambat (Zahir, 2011).
4.4. Penyerapan Amonia oleh Kultur Chlorella sp.
Unsur nitrogen merupakan salah satu nutrisi utama yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroalga. Singh, Bansal, Jha, Dey, & Purba (2012), menyatakan
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08B
erat
Bio
mas
sa M
ikro
alga
(g)
П T21
T21
Konsentrasi : 1 = 50% ; 2 = 100%
24
bahwa sel Chlorella akan lebih dahulu menyerap nitrogen dalam bentuk amonia
hingga turun pada batas tertentu dan kemudian akan menyerap nitrat. Hal ini karena
dalam penyerapan amonia, energi yang digunakan lebih kecil dari pada nitrat. Hasil
pengukuran amonia pada Gambar 6, dan analisis variansi pada Lampiran 5,
menunjukan perbedaan nyata antara penurunan kadar amonia dengan berbagai
konsentrasi perlakuan. Berdasarkan uji Duncan, perbedaan yang signifikan terdapat
pada perlakuan BBM dengan perlakuan amonia 2 dan mix 2, sedangkan pada
perlakuan air sungai, mix 1, dan amonia 1 tidak terdapat perbedaan signifikan.
Gambar 6. Kadar amonia pada kultur Chlorella sp.
Konsentrasi pada perlakuan mengalami pola penurunan kadar amonia yaitu
dimulai pada hari ke-3 hingga hari ke-21. Penyerapan kadar amonia efektif pada
hari ke-21 disetiap media kultur perlakuan. Hal itu membuktikan bahwa Chlorella
sp. mampu menurunkan kadar amonia pada perlakuan sesuai dengan penelitian
Jinsoo et al. (2010), Chlorella sp. dapat mengubah karbon organik dalam bentuk
bikarbonat menjadi energi untuk melakukan fotosintesis, hasil fotosintesis berupa
oksigen akan mengikat amonia sehingga terjadi penurunan kadar amonia.
Pada perlakuan BBM dengan perlakuan amonia 2 dan mix 2 terjadi
perbedaan yang nyata, perbedaan ini karena kecilnya persentase kandungan amonia
pada BBM dalam media kultur, sehingga penurunan amonianya lebih cepat. Terjadi
kenaikan pada perlakuan mix 1 pada hari ke-9, BBM dan amonia 1 pada hari ke-3
yang kemudian kembali menurun hingga hari ke-21, hal ini disebabkan Chorella
sp. masih mengalami fase lag yaitu fase penyesuaian dengan lingkungan medium.
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
0 3 6 9 1 2 1 5 1 8 2 1
Am
onia
(ppm
)
Hari ke-
AMONIA 1 AMONIA 2 MIX 1 MIX 2 BBM AIR SUNGAI
Konsentrasi :
1 = 50%
2 = 100%
25
Sedangkan kenaikan pada mix 2 dihari ke-6 dan ke-12 serta amonia 2 pada hari ke-
18 terjadi karena pertumbuhan Chlorella sp. masuk dalam fase stasioner, sehingga
laju pertumbuhan menurun, mengakibatkan penurunan proses fotosintesis.
Selanjutnya pada hari ke-21 kadar amonia dalam kultur menurun seiring dengan
bertambahnya konsentrasi sel Chlorella sp. yang kembali melakukan proses
fotosintesis. Peningkatan proses fotosintesis akan menghasilkan O2 yang lebih
banyak sehingga kadar amonia dalam kultur dapat berikatan dengan O2 dan lepas
ke udara bebas (Jinsoo et al., 2010).
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang
baku mutu air limbah, nilai amonia golongan I sebesar 5 ppm dan golongan II
sebesar 10 ppm. Terjadi penurunan kadar amonia dari yang awalnya sebesar 6 ppm,
berdasarkan hasil penelitian pada perlakuan amonia 1 turun 67% menjadi 2 ppm,
mix 1 turun 58% menjadi 2,5 ppm dan BBM turun 83% menjadi 1 ppm. Begitupun
pada perlakuan amonia 2, dari yang awalnya sebesar 12 ppm turun 67% menjadi 4
ppm, mix 2 turun 58% menjadi 5 ppm dan air sungai turun 88% menjadi 2 ppm.
Maka dengan penambahan kultur Chlorella sp. dapat mengurangi kadar amonia,
sehingga sesuai kriteria atau peruntukannya karena sudah berada di bawah nilai
baku mutu air limbah.
4.5. Penyerapan Nitrat oleh Kultur Chlorella sp.
Nitrogen dalam bentuk nitrat dan amonia oleh alga hijau digunakan untuk
membentuk asam amino, klorofil dan protein. Nitrat akan digunakan dalam proses
fotosintesis sebagai sumber nitrogen pengganti amonia (Setyawan, 2018). Hasil
pengukuran kadar nitrat dengan analisis variansi pada Lampiran 5 menunjukan
perbedaan nyata antara penurunan kadar nitrat dengan berbagai konsentrasi
perlakuan. Berdasarkan uji Duncan, perbedaan signifikan terdapat pada perlakuan
air sungai, nitrat 1 dan mix 1 dengan perlakuan BBM, nitrat 2 dan mix 2.
Penurunan kadar nitrat (Gambar 7) pada hari ke-3 mengalami penurunan
yang signifikan, namun kemudian mengalami kenaikan pada hari ke-6 perlakuan
mix 2 dan nitrat 1, pada hari ke-9 perlakuan mix 1 dan nitrat 2 serta pada hari ke-
12 perlakuan nitrat 2. Hal itu dikarenakan Chlorella sp. mengambil sumber nitrogen
untuk melakukan metabolisme sel dan terjadi proses nitrifikasi. Sel Chlorella sp.
dapat hidup pada konsentrasi nitrat yang relatif tinggi. Aktivitas enzim nitrate
26
reductase yang berperan dalam proses asimilasi nitrat pada sel, sangat dipengaruhi
oleh kadar nitrat pada lingkungan hidup. Peningkatan kadar nitrat mendorong
peningkatan aktivitas enzim nitrate reductase yang pada akhirnya menyebabkan
produksi dan akumulasi amonia (Ali, 2013).
Gambar 7. Kadar nitrat pada kultur Chlorella sp.
Penurunan kadar nitrat terjadi kembali pada hari ke-15 hingga hari ke-21.
Adanya proses penyerapan nitrat yang diawali terserapnya nitrat oleh membran
plasma pada alga hijau, lalu masuk ke dalam sitoplasma. Nitrat pada sitoplasma
tidak dapat digunakan untuk membentuk asam amino dan protein, melainkan harus
dikonversi terlebih dahulu menjadi amonia melalui bantuan enzim nitrate
reductase. Sedangkan penyerapan amonia dapat langsung membentuk asam amino
dan protein. Oleh karena itu jumlah nitrat yang terserap sel ditentukan oleh kadar
amonia yang dihasilkan enzim nitrate reductase. Turunnya kadar nitrat dalam
media kultur, sejalan dengan kenaikan OD Chlorella sp. Menurut Restuhadi et al.
(2017), peningkatan kepadatan sel sejalan dengan banyaknya substrat yang
dibutuhkan untuk proses metabolismenya. Banyaknya substrat yang dibutuhkan
akan disuplai dari kandungan nitrat pada medium perlakuan.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang
baku mutu air limbah, nilai nitrat golongan 1 sebesar 20 ppm dan golongan II
sebesar 30 ppm. Terjadi penurunan kadar nitrat dari yang awalnya sebesar 20 ppm,
berdasarkan hasil penelitian pada perlakuan nitrat 1 turun 50% menjadi 10 ppm,
mix 1 turun 40% menjadi 12 ppm dan air sungai turun 65% menjadi 7 pm.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 3 6 9 1 2 1 5 1 8 2 1
Nit
rat
(ppm
)
Hari ke-
NITRAT 1 NITRAT 2 MIX 1 MIX 2 BBM AIR SUNGAI
Konsentrasi :
1 = 50%
2 = 100%
27
Begitupun pada perlakuan nitrat 2 dari yang awalnya sebesar 40 ppm turun 43%
menjadi 23 ppm, mix 2 turun 50% menjadi 20 ppm dan BBM turun 60% menjadi
16 ppm. Maka dengan penambahan kultur Chlorella sp. dapat mengurangi kadar
nitrat, sehingga sesuai kriteria atau peruntukannya karena berada di bawah nilai
baku mutu air limbah.
4.6. Penyerapan Fosfat oleh Kultur Chlorella sp.
Senyawa fosfor yang terikat di sedimen dapat mengalami dekomposisi baik
dengan bantuan bakteri maupun melalui proses abiotik menghasilkan senyawa
fosfat. Unsur Fosfat di perairan dapat berperan dalam pembentukan protein dan
metabolisme sel organisme (Patty, Arfah, & Abdul, 2015). Hasil pengukuran kadar
fosfat pada analisis variansi (Lampiran 5), menunjukan perbedaan nyata antara
penurunan kadar fosfat pada Gambar 8 dengan berbagai konsentrasi. Berdasarkan
hasil uji Duncan, perbedaan signifikan terdapat pada perlakuan fosfat 1, mix 1 dan
air sungai, dengan perlakuan mix 2, fosfat 2 dan BBM.
Gambar 8. Kadar fosfat pada kultur Chlorella sp.
Terjadi kenaikan kadar fosfat hari ke-6 pada perlakuan mix 1, hari ke-9 pada
perlakuan fosfat 2 dan fosfat 1, hari ke-12 pada perlakuan mix 1, hari ke-15 pada
perlakuan mix 2 dan hari ke-18 pada perlakuan BBM. Kenaikan tersebut akibat dari
fosfat yang terserap oleh sel Chlorella sp. terakumulasi dalam bentuk poliposfat,
yang dapat menyebabkan kematian dan pecahnya sel mikroalga. Menurut Fazal et
al. (2017), Chlorella sp. biasanya memanfaatkan fosfat dalam bentuk ortoposfat
(HPO4-), pelepasan ortofosfat dari sel akan meningkatkan kadar fosfat dalam media.
-2
0
2
4
6
8
10
12
0 3 6 9 1 2 1 5 1 8 2 1
Fo
sfat
(ppm
)
Hari ke-
FOSFAT 1 FOSFAT 2 MIX 1 MIX 2 BBM AIR SUNGAI
Konsentrasi :
1 = 50%
2 = 100%
28
Kadar fosfat pada semua perlakuan mengalami penurunan kembali yang
signifikan hingga hari ke-21. Menurut Yolanda (2016), fosfor digunakan dalam sel
Chlorella sp. untuk memproduksi fosfolipid, ATP, dan asam nukleat. Penyerapan
fosfat dilakukan dengan proses adsorbsi dan asimilasi. Pada proses adsorbsi dan
asimilasi, fosfat anorganik direduksi menjadi ortofosfat oleh enzim fosfatase pada
permukaan sel Chlorella sp. Salah satu unsur penyusun dinding sel Chlorella sp.
adalah ion kalsium. Ion kalsium dalam dinding sel akan mengikat fosfat dalam
bentuk ortofosfat menjadi kalsium hidrogen fosfat dan kalsium monohidrogen
fosfat yang kemudian digunakan oleh sel Chlorella sp. untuk metabolisme sel.
Sejalan dengan penelitian Jalal et al. (2011), fosfat dimanfaatkan oleh Chlorella sp.
untuk pembentukan klorofil dan pembelahan sel, sehingga semakin cepat
pembelahan sel maka semakin cepat pertumbuhan dan kepadatan sel.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 82 Tahun 2001 tentang
baku mutu air limbah, nilai fosfat golongan I sebesar 0,2 ppm dan golongan II
sebesar 1 ppm. Terjadi penurunan kadar fosfat dari yang awalnya sebesar 3 ppm,
berdasarkan hasil penelitian pada perlakuan fosfat 1 turun 93% menjadi 0,2 ppm,
mix 1 turun 93% menjadi 0,2 ppm dan air sungai turun 47% menjadi 1,6 ppm.
Begitupun pada perlakuan fosfat 2 dari yang awalnya sebesar 6 ppm turun 33%
menjadi 4 ppm, mix 2 turun 50% menjadi 3 ppm dan BBM turun 67% menjadi 2
ppm. Maka dengan penambahan kultur Chlorella sp. dapat mengurangi kadar
fosfat, namun belum sesuai kriteria atau peruntukannya karena fosfat 1 dan mix 1
masuk dalam golongan I sedangkan air sungai, fosfat 2, mix 2 dan BBM masih
melebihi baku mutu air limbah golongan II.
4.7. Penyerapan Sulfat oleh Kultur Chlorella sp.
Sulfur merupakan senyawa yang diperlukan untuk produksi protein, lipid
dan polisakarida (Tao et al., 2019). Hasil pengukuran kadar sulfat dapat dilihat pada
Gambar 9 dan analisis variansi pada Lampiran 5, menunjukan bahwa terdapat
perbedaan nyata antara penurunan kadar sulfat dengan berbagai konsentrasi. Pada
hasil uji Duncan terdapat perbedaan signifikan pada perlakuan BBM, dengan
perlakuan sulfat 2 dan mix 2, namun pada perlakuan air sungai, mix 1 dan sulfat 1
tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
29
Gambar 9. Kadar sulfat pada kultur Chlorella sp.
Kadar sulfat mengalami pola penurunan grafik dari hari ke-0 hingga hari
ke-21 yang berbeda-beda. Kenaikan kadar sulfat terjadi pada hari ke-3 perlakuan
BBM, pada hari ke-9 perlakuan sulfat 2, sulfat 1 dan mix 1, pada hari ke-15 sulfat
2 dan mix 1. Mikroalga Chlorella sp. masih dalam fase adaptasi, sehingga
pemanfaatan sulfat yang telah diurai dekomposer belum dimanfaatkan secara
maksimum, hal ini yang membuat kandungan sulfat meningkat. Kadar sulfat pada
semua perlakuan mengalami penurunan kembali hingga hari ke-21. Penurunan
kadar sulfat juga telah dibuktikan pada hasil penelitian Feng, Guo, Lv, Liu, & Xie
(2017), bahwa penurunan sulfat terjadi karena proses reduksi senyawa sulfat dalam
metabolisme sel mikroalga.
Sulfur merupakan elemen yang esensial bagi mahluk hidup, karena
merupakan elemen penting dalam protoplasma. Ion sulfat yang telah diserap oleh
mikroalga mengalami reduksi hingga menjadi bentuk sulfidril (SH) dalam protein.
Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik terutama
berada dalam bentuk sulfat (SO42-) yang merupakan bentuk sulfur utama di perairan
dan tanah. Ion sulfat yang bersifat larut dan membentuk oksidasi utama sulfur
merupakan salah satu anion utama di perairan setelah bikarbonat, dalam perairan
sulfur berikatan dengan ion H dan O2 (Mamelkina et al., 2017).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 82 Tahun 2001 tentang
baku mutu air limbah, nilai sulfat golongan I maksimum 400 ppm. Terjadi
penurunan kadar sulfat dari yang awalnya sebesar 60 ppm, berdasarkan hasil
0
20
40
60
80
100
120
140
0 3 6 9 1 2 1 5 1 8 2 1
Sulf
at (
ppm
)
Hari ke-
SULFAT 1 SULFAT 2 MIX 1 MIX 2 BBM AIR SUNGAI
Konsentrasi :
1 = 50%
2 = 100%
30
penelitian pada perlakuan sulfat 1 turun 25% menjadi 45 ppm, mix 1 turun 33%
menjadi 40 ppm dan BBM turun 58% menjadi 25 ppm. Begitupun pada perlakuan
sulfat 2 dari yang awalnya sebesar 120 ppm turun 42% menjadi 70 ppm, mix 2 turun
38% menjadi 75 ppm dan air sungai turun 75% menjadi 30 ppm. Maka dengan
penambahan kultur Chlorella sp. dapat mengurangi kadar sulfat, sehingga sesuai
kriteria atau peruntukannya karena berada di bawah nilai baku mutu air limbah.
4.8. DO Kultur Chlorella sp.
Aktifitas metabolisme mikroalga dapat mempengaruhi Dissolved Oxygen atau
jumlah oksigen terlarut dalam air. Kandungan O2 terlarut sangat penting bagi
kehidupan mikroalga untuk respirasi, proses metabolisme atau pertukaran zat yang
kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Respirasi mengurangi O2 di dalam air sedangkan fotosintesis menambah O2 ke
dalam air. Oksigen dibutuhkan mikroorganisme untuk keperluan degradasi bahan
organik dan pertumbuhan sel (Gemilang & Kusumah, 2017). Berdasarkan analisis
variansi pada Lampiran 5, DO kultur Chlorella sp. (Gambar 10) tidak menunjukan
perbedaan yang signifikan pada setiap media perlakuan.
Gambar 10. DO (Dissolved Oxygen) media kultur Chlorella sp.
Kenaikan DO terjadi hingga hari ke-12 seperti pada Gambar 10. Sel Chlorella
sp. dalam proses fotosintesisnya menghasilkan Oksigen, hal ini yang membuat nilai
DO meningkat. Peningkatan nilai DO ini menandakan adanya kualitas aktifitas
mikroalga dalam limbah cair. Menurut Widjaja (2012), peningkatan nilai DO
0
2
4
6
8
10
12
14
0 3 6 9 1 2 1 5 1 8 2 1
Dis
solv
ed O
xygen
(ppm
)
Hari ke-
NITRAT 1 NITRAT 2 AMONIA 1 AMONIA 2
SULFAT 1 SULFAT 2 FOSFAT 1 FOSFAT 2
MIX 1 MIX 2 BBM AIR SUNGAI
Konsentrasi :
1 = 50%
2 = 100%
31
berpengaruh terhadap kepadatan sel Cholrella sp, semakin tinggi nilai DO maka sel
Cholrella sp semakin banyak. Penurunan DO terjadi di hari ke-21, namun tidak
melewati batas baku mutu. Kandungan DO dapat berkurang akibat meningkatnya
suhu air, proses respirasi organisme perairan, dan proses dekomposisi bahan
organik oleh mikroba (Susilo, Rini, & Arfan, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian, rata - rata total nilai DO setiap konsentrasi
perlakuan dengan kultur Chlorella sp. sebesar 7,48 ppm. Hasil DO tersebut sudah
meningkat dari hasil pengukuran parameter kimia air Sungai Cisadane Tangerang
yang menunjukkan nilai DO air sebesar 5 ppm. Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia no 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air, nilai DO golongan I sebesar 6 ppm dan golongan II
sebesar 4 ppm. Menurut Restuhadi, Zalfiatri, & Pringgondani (2017), peningkatan
nilai DO ini menandakan kualitas air semakin bagus dan menandakan adanya
aktifitas mikroalga dalam limbah cair. Sehingga penambahan kultur Chlorella sp.
ditinjau dari parameter DO sudah sesuai dengan kriteria atau peruntukannya karena
nilai DO berada di atas baku mutu air limbah.
4.9. PH Kultur Chlorella sp.
Nilai pH media kultur merupakan faktor pengontrol yang menentukan
kemampuan biologis fitoplankton dalam memanfaatkan unsur hara (Megawati et
al., 2014). pH yang sesuai untuk perkembangbiakan Chlorella berkisar antara 4,5 -
9,3. Kenaikan pH media dapat dilihat dalam Gambar 11. Berdasarkan hasil dari
analisis variansi pada Lampiran 5, kadar pH kultur Chlorella sp. tidak menunjukan
perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan.
Konsentrasi sel terendah terjadi pada media perlakuan dengan nilai pH 6,
menurut Barsanti & Gualtieri (2014), hal tersebut dikarenakan kondisi kultivasi
media yang asam, menyebabkan kemampuan sel menyerap nutrien tidak optimal,
sehingga mempengaruhi proses pertumbuhan selanjutnya, pH awal yang asam
menyebabkan terganggunya proses metabolisme sel. Sedangkan konsentrasi sel
Chlorella sp. tertinggi dicapai hari ke-21 pada media perlakuan nitrat 1 nitrat 2 dan
air sungai dengan nilai pH 8, hal tersebut sejalan dalam penelitian Chasri, Basuni,
& Rindit (2014), bahwa aktivitas fotosintesis mikroalga mengambil karbon terlarut
dan menghasilkan kenaikan pH.
32
Gambar 11. pH media kultur Chlorella sp.
Peningkatan nilai pH medium pertumbuhan mikroalga berkaitan dengan
proses fotosintesis. Sel Chlorella sp. akan menggunakan karbondioksida terlarut di
dalam media perlakuan menjadi oksigen. Menurut Prihantini, Putri, & Yuniat
(2005), aktivitas fotosintesis mikroalga membutuhkan sumber karbon dari (HCO3)
bikarbonat ataupun CO2 terlarut. Kemudian akan diakumulasi di dalam sel dalam
bentuk HCO3- lalu ditransfer menuju kloroplas, diubah menjadi CO2. Pengubahan
HCO3- menjadi CO2 membutuhkan ion H+ dari lingkungan ekstraseluler, sehingga
terjadi penurunan kadar ion H+ pada medium pertumbuhan. Berkurangnya ion H+
pada medium pertumbuhan, akan menyebabkan peningkatan nilai pH.
Berdasarkan hasil penelitian, rata - rata total nilai pH setiap konsentrasi
perlakuan dengan kultur Chlorella sp. sebesar 6,83. Hasil pH tersebut sudah
meningkat dari hasil pengukuran parameter kimia air Sungai Cisadane Tangerang
yang menunjukkan nilai pH air sebesar 6. Menurut peraturan menteri lingkungan
hidup nomor 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah, pH golongan I dan
golongan II berkisar 6-9. Nilai pH berdasarkan hasil penelitian konsentrasi
perlakuan dengan penambahan kultur Chlorella sp. meningkat dari sebelumnya,
maka penambahan kultur Chlorella sp. ditinjau dari parameter pH sesuai dengan
kriteria atau peruntukannya karena nilai pH tidak kurang dan tidak melebihi nilai
baku mutu air limbah.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 3 6 9 1 2 1 5 1 8 2 1
pH
Hari ke-
NITRAT 1 NITRAT 2 AMONIA 1 AMONIA 2
SULFAT 1 SULFAT 2 FOSFAT 1 FOSFAT 2
MIX 1 MIX 2 BBM AIR SUNGAI
Konsentrasi :
1 = 50%
2 = 100%
33
4.10. Suhu Kultur Chlorella sp.
Selain pH, faktor yang mempengaruhi aktifitas metabolisme sel adalah suhu.
Suhu mempengaruhi proses-proses fisika, kimia, biologi yang berlangsung dalam
sel mikroalga. Peningkatan suhu hingga batas tertentu akan merangsang aktifitas
molekul, meningkatnya laju difusi dan juga laju fotosintesis. Pola kenaikan suhu
dari awal kultivasi hingga hari ke-21 setiap perlakuan terdapat pada Gambar 12.
Berdasarkan analisis variansi pada Lampiran 5, suhu kultur Chlorella sp. tidak
menunjukan perbedaan yang signifikan pada setiap perlakuan.
Gambar 12. Suhu media kultur Chlorella sp.
Kenaikan suhu media akan mengganggu proses fotosintesis dan menghambat
kerja enzim dalam sel. Untuk kultur Chlorella diperlukan suhu antara 25-35°C.
Suhu di bawah 16°C dapat menyebabkan kecepatan perkembangbiakan Chlorella
sp. menurun, sedangkan suhu diatas 36°C dapat menyebabkan kematian (Prabowo,
2009). Suhu yang didapatkan berkisar antara 27°C sampai 29°C dengan rata-rata
suhu adalah 27,8°C. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Yadial, Sri, &
Lestari (2012), kisaran suhu optimal bagi perkembangbiakan Chlorella sp. adalah
antara 25-30°C.
Berdasarkan hasil penelitian, rata - rata total nilai suhu setiap konsentrasi
perlakuan dengan kultur Chlorella sp. sebesar 27,83°C. Hasil suhu tersebut sudah
menurun dari hasil pada pengukuran parameter kimia air Sungai Cisadane
Tangerang, yang menunjukkan nilai suhu air sebesar 29°C. Menurut peraturan
menteri lingkungan hidup nomor 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah, suhu
0
5
10
15
20
25
30
0 3 6 9 1 2 1 5 1 8 2 1
Suhu
Hari ke-
NITRAT 1 NITRAT 2 AMONIA 1 AMONIA 2SULFAT 1 SULFAT 2 FOSFAT 1 FOSFAT 2MIX 1 MIX 2 BBM AIR SUNGAI
Konsentrasi :
1 = 50%
2 = 100%
34
golongan 1 sebesar 38 ºC dan golongan II sebesar 40 ºC. Nilai suhu berdasarkan
hasil penelitian konsentrasi perlakuan dengan penambahan kultur Chlorella sp.
dapat menurun dari sebelumnya. Maka penambahan kultur Chlorella sp. ditinjau
dari parameter suhu sesuai dengan kriteria atau peruntukannya karena nilai suhu
masih berada di bawah nilai baku mutu air limbah.
Selain hasil pertumbuhan dan biomassa Chlorella sp., terdapat juga
perbandingan hasil awal uji analisis air Sungai Cisadane dengan hasil akhir
penyerapan kadar senyawa kimia dalam berbagai konsentrasi perlakuan air limbah
yang dapat dilihat persentase penurunannya dalam Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil penyerapan parameter senyawa kimia pada air limbah
Parameter Hasil Analisis
Awal
Hasil Analisis
Akhir
Baku Mutu Air
Limbah Permen
LH No.5 2014
Persentase
Penurunan
Amonia 6 ppm (1)
12 ppm (2)
2 ppm (1)
4 ppm (2)
5 ppm (I)
10 ppm (II)
67% (1)
67% (2)
Nitrat 20 ppm (1)
40 ppm (2)
10 ppm (1)
23 ppm (2)
20 ppm (I)
30 ppm (II)
50% (1)
43% (2)
Parameter Hasil Analisis
Awal
Hasil Analisis
Akhir
Baku Mutu Air
Limbah PP RI
No.82 2001
Persentase
penurunan
Fosfat 3 ppm (1)
6 ppm (2)
0,2 ppm (1)
4 ppm (2)
0,2 ppm (I)
1 ppm (II)
93% (1)
33% (2)
Sulfat 60 ppm (1)
120 ppm (2)
45 ppm (1)
70 ppm (2)
400 ppm (I)
- (II)
25% (1)
42% (2)
Keterangan:
1: Konsentrasi 1, berdasarkan hasil analisis uji kualitas air Sungai Cisadane
dengan Ion Kromatografi dan Spektrofotometri (konsentrasi awal).
2: Konsentrasi 2, dinaikkan menjadi 100% dari konsentrasi 1.
I: Golongan I standar baku mutu air limbah, berarti air yang dapat digunakan
untuk bahan baku mutu air minum, peruntukan lainnya mempersyaratkan mutu
yang sama.
II: Golongan II standar baku mutu air limbah, berarti air yang dapat digunakan
untuk prasarana/sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan dan
pertanian
Berdasarkan tabel diatas maka penambahan Chlorella sp. memiliki potensi
untuk memperbaiki kualitas air Sungai Cisadane Tangerang yang tercemar limbah
cair, sesuai baku mutu air limbah pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.82 Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.5 tahun 2014,
yang dibuktikan dengan penurunan kadar amonia, nitrat, fosfat dan sulfat dalam air
sehingga sesuai kriteria atau peruntukannya.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Mikroalga yang teradaptasi dari Sungai Cisadane yaitu Scenedesmus sp.,
Closterium sp. dan Chlorella sp. Kemudian hasil pemurnian isolasi untuk
kultivasi didapatkan Chlorella sp.
2. Chlorella sp. memiliki potensi untuk memperbaiki kualitas air Sungai
Cisadane Tangerang yang tercemar limbah cair, sesuai baku mutu air limbah
pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 dan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.5 tahun 2014, yang dibuktikan
dengan penurunan kadar amonia, nitrat, fosfat dan sulfat dalam air.
5.3 Saran
Perlu dilakukan identifikasi mikroalga secara molekuler, perlu perbanyakan
konsentrasi awal starter dengan skala yang lebih besar saat kultivasi, serta perlu
diadakan penelitian lebih lanjut terkait optimasi pertumbuhan mikroalga
sebelum diaplikasikan ke lingkungan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (2013). Degradasi Nitrat Limbah Domistik dengan Alga Hijau (Chlorella
sp.). Surabaya: UPN Veteran Jatim.
Amini, Sri, & Syamdidi. (2006). Konsentrasi unsur hara pada media dan
pertumbahan Chlorella vulgaris dengan pupuk anorganik teknis dan analis. J.
Fish. Schi, 8(2), 201–206.
Andersen, R. A. (2005). Algal Culturing Techniques. California: Elsevier
Academic Press.
Ashwaniy, V. R. V., & Perumalsamy, M. (2017). Reduction of organic compounds
in petro-chemical industry effluent and desalination using Scenedesmus
abundans algal microbial desalination cell. Journal of Environmental
Chemical Engineering, 5(6), 5961–5967.
Barsanti, L., & Gualtieri, P. (2014). Algae anatomy, biochemistry, and
biotechnology. (Taylor & F. Group, Eds.) (2nd ed.). Pisa, Italy: The Academic
Division of T & F Informa plc.
CCAP (Culture Collection of Algae and Protozoa). (2014). Bold Basal Medium
Fresh Water Algae Medium Recipe. Retrieved January 12, 2018, from
https://www.ccap.ac.uk/media/documents/BB.pdf
Chandra, B. (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Chasri, N., Basuni, H., & Rindit, P. (2014). Pengaruh pH, konsentrasi isolat
Chlorella vulgaris dan waktu pengamatan terhadap tingkat cemaran limbah
cair crumb rubber. Jurnal Dinamika Penelitian Industri, 25(2), 97–106.
Chojnacka, K. (2013). Biosorption and Bioaccumulation in Practice (UK). New
York: Nova Science Publishers, Inc.
Dawud, M., Namara, I., Chayati, N., & Muhammad, F. (2016). Analisis Sistem
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Cisadane Kota Tangerang Berbasis
Masyarakat. In Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi (pp. 1–8).
Bogor: UMJ.
Erari, S. S., Mangimbulude, J., & Lewerissa, K. (2012). Pencemaran Organik di
Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua. In Prosiding
Seminar Nasional Kimia (pp. 327–340). Surabaya: Unesa.
Fazal, T., Mushtaq, A., Rehman, F., Ullah, A., & Rashid, N. (2017). Bioremediation
of textile wastewater and successive biodiesel production using microalgae.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 1–20. https://doi.org/10.1016/
j.rser.2017.10.029
Feng, J., Guo, J., Lv, J., Liu, Q., & Xie, S. (2017). Effect of sulfate ions on growth
and pollutants removal of self-flocculating microalga Chlorococcum sp. GD
in synthetic municipal wastewater. Bioresource Technology. https://doi.org/
10.1016/j.biortech.2017.03.061
37
Gemilang, W. A., & Kusumah, G. (2017). Status Indeks Pencemaran Perairan
Kawasan Mangrove Berdasarkan Penilaian Fisika-Kimia di Pesisir Kecamatan
Brebes. Journal Enviro Scienteae, 13(2), 171–180.
Habib, M., Yusoff, F., Phang, S., Kamarudin, M., & Mohamed, S. (2011). Growth
and Nutritional Values of Molina micrura Fed on Chlorella vulgaris Grown in
Digested Palm Oil Mill Effluent. Asian Fisheries Science, 16, 107–119.
Handayani, N. A., & Ariyanti, D. (2012). Potensi Mikroalga sebagai Sumber
Biomasa dan Pengembangan Produk Turunannya. Jurnal Teknik, 33(2).
Iskandar, S. (2017). Identifikasi Mikroalga. Purwokerto: Universitas Jendral
Soedirman Jateng.
Jalal, Alam, M. Z., Matin, Kamaruzzaman, Akbar, & Hossain, T. (2011). Removal
of nitrate and phosphate from municipal wastewater sludge by Chlorella
vulgaris, Spirulina platensis, and Scenedesmus quadricauda. IIUM
Engineering Journal, 12(4), 125–132.
Jiao, D. (2015). Klasifikasi Kualitas Air Sungai. Bandung: Jaka.
Jinsoo, K., Bala, P., Lingaraju, Rheaume, R., Joo-Youp, L., Kaniz, F., & Siddiqui.
(2010). Removal of Ammonia from Wastewater Effluent by Chlorella vulgaris,
15(4), 391–396.
Kawaroe, M. (2011). Scenedesmus sp. Cultivation Using Wastewater Medium.
J.Biota, 16(2), 193−199.
KEMEN, L. H. Baku Mutu Air Limbah, Pub. L. No. 5 (2014). Indonesia.
Lim, S. I., Chu, W. L., & Phang, S. M. (2010). Use of Chlorella vulgaris for
bioremediation of textile wastewater. Bioresource Technology, 101, 314–322.
Mamelkina, M. A., Cotillas, S., Lacasa, E., Sáez, C., Tuunila, R., Sillanpää, M., …
Rodrigo, M. A. (2017). Removal of sulfate from mining waters by
electrocoagulation. Sep Purif Technol, 18(2), 87 – 93. https://doi.org/10. 1016/
j.seppur.2017.03.044
Maniagasi, R., Tumembouw, S., & Mundeng, Y. (2013). Analisis Kualitas Fisika
Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawei Utara.
Jurnal. Jurnal Budidaya Perairan, 1(2), 2–5.
Megawati, C., Yusuf, M., & Maslukah, L. (2014). Sebaran kualitas perairan ditinjau
dari zat hara, oksigen terlarut dan pH di perairan selatan Bali bagian selatan.
Jurnal Oseanografi, 3(2), 142–150.
Novia, R. A., & Irwan, R. R. (2016). Hubungan Parameter Fisika-Kimia Perairan
dengan Kelimpahan Plankton di Samudera Hindia bagian Barat Daya, 5(2).
Patty, I. S., Arfah, H., & Abdul, M. S. (2015). Zat hara (fosfat & nitrit), oksigen
terlarut dan pH kaitannya dengan kesuburan di perairan Jikumerasa, Pulau
Buru. Jurnal Pesisir Dan Laut Trofis, 1, 44-50.
38
PEMKOT, T. (2017). Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Tangerang.
Provinsi Banten., Indonesia. Banten: Pemerintah Kota Tangerang.
Permen LH dan Kehutanan. Baku Mutu Air Limbah Domestik, Pub. L. No. 68
(2016). Indonesia.
PP, R. Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, Pub. L. No. 82
(2001). Indonesia.
Prabowo, A. D. (2009). Optimasi Pengembangan Media untuk Pertumbuhan
Chlorella sp. pada Skala Laboratorium. IPB.
Prihantini, N. ., Putri, B., & Yuniati, R. (2005). Pertumbuhan Chlorella spp. dalam
Medium Ekstrak Tauge (MET) dengan variasi pH awal. Jurnal Makara Sains,
9(1), 1–6.
Restuhadi, F., Zalfiatri, Y., & Pringgondani, D. A. (2017). Pemanfaatan simbiosis
mikroalga Chlorella sp. dan starbact untuk menurunkan kadar polutan limbah
cair sagu. Jurnal Ilmu Lingkungan, 197–528.
Reynold, C. (2006). Ecology of phytoplankton. NY: Cambrdige University Press.
Rice, E. W., Baird, R. B., Eaton, A. D., & Lenore. (2012). Standard methods for
examination of water and wastewater. (22nd ed.). Washington, DC. United
Kingdom: American Public Health Association Publication.
Safi, C., Zebib, B., Merah, O., Pontalier, P. Y., & Vaca-Garcia, C. (2014).
Morfologi, komposisi, produksi, pemrosesan, dan aplikasi Chlorella vulgaris.
Ulasan Energi Terbarukan dan Berkelanjutan, 35, 265–278. https://doi.org/
https://doi: 10.1016/ j.rser.2014.04.007
Setyawan, D. B. (2018). Pertumbuhan Mikroalga Sebagai Agen Remediasi Air
Tercemar Senyawa Nitrogen. UI.
Siew-Moi, P., Wan-Loy, C., & Rabiei., R. (2016). Phycoremediation. dalam Sahoo,
D. & Seckbach, J. (Ed.). The Algae World, 357 – 390.
Simanjuntak, M. (2009). Hubungan faktor lingkungan kimia, fisika terhadap
distribusi plankton di perairan Belitung Timur.
Singh, S, K., Bansal, A., Jha, M. K., Dey, & Purba. (2012). An Integrated Approach
to Remove Cr(VI) using Immobilized Chlorella minutissima Grown in
Nutrient Rich Sewage Wastewater. Bioresource Technology Journal, 104,
257–265.
Sivasubramanian, V., & Muthukumaran, M. (2012). Phycoremediation of effluent
from a soft drink manufacturing industry with a special emphasis on nutrient
removal – a laboratory study V. J. Algal Biomass Utln, 3(3), 21–29.
Soeprobowati, T. R., & Hariyati, R. (2012). The Potential Used Of Microalgae For
Heavy Metals Remediation. In The 2nd International Seminar on New
Paradigm and Innovation on natural Sciences and Its Application. Semarang:
UNDIP.
39
Susilo, B., Rini, Y., & Arfan, W. (2014). Studi kultur semi-massal mikroalga
Cholrella sp. pada area tambak dengan media air payau (di Desa
Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab. Lamongan). Jurnal Bioproses Komuditas
Trofis, 2, 1–7.
Tao, R., Bair, R., Lakaniemi, A., Hullebusch, E. D., Van, & Rintala, J. A. (2019).
Use of factorial experimental design to study the effects of iron and sulfur on
growth of Scenedesmus acuminatus with different nitrogen sources. Journal
of Applied Phycology, 31(171). https://doi.org/ 10.1007/s10811-019-01915-5
Van Vuuren, S. J., Taylor, J., Gerber, A., & Van Ginkel, C. (2016). Easy
identification of the most common Freshwater Algae. South African: North-
West University and Department of Water Affairs and Forestry.
Widjaja, T. (2012). Pengolahan Limbah Industri (Proses Biologis). Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh November Press.
Wijihastuti. (2011). Optimasi lingkungan Tumbuh Mikroalga dari Kawah Ratu
Sukabumi yang Berpotensi sebagai Sumber biodiesel. Bogor: ITB.
Xiao-Fei, S., Lin-Jun, G., Shou-Biao, Z., Jia-Le, H., Chen-Zhi, W., & Qi-Wen, Q.
(2019). High fatty acid productivity from Scenedesmus obliquus in
heterotrophic cultivation with glucose and soybean processing wastewater via
nitrogen and phosphorus regulation. Science of the Total Environment, 708.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019.134596
Yadial, S. C., Sri, A., & Lestari, S. D. (2012). Kultivasi pada Media Tumbuh yang
diperkaya dengan Pupuk Anorganik dan Soil Extract. Jakarta: Balai Besar
Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
(BBRPPBKP).
Yolanda, Y. (2016). Pemanfaatan limbah cair biogas pabrik kelapa sawit untuk
reproduksi mikroalga Chlorella sp. Universitas Riau.
Zahir, F. N. (2011). Peningkatan produksi biomassa Chlorella vulgaris dengan
perlakuan mikrofiltrasi pada sirkulasi aliran medium kultur sebagai bahan
baku biodiesel. UI.
Zalfiatri. (2018). Simbiosis Mutualisme Mikroalge Chlorella sp. Dengan Bakteri
Pengurai B-Deco3 Dalam Menurunkan Kadar Polutan Limbah Cair Sagu.
JOM Faperta, 5(1).
.
40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi per satu Liter media BBM
No Nama Senyawa Kebutuhan Per Liter
1 NaNO₃ 0,25 g
2 MgSO₄.7H₂O 0.075 g
3 NaCl 0,025 g
4 K₂HPO₄ 0,075 g
5 KH2PO4 0,175 g
6 CaCl₂. 2H₂O 0,025 g
7 H₃BO₃ 0,0144 g
8 Larutan Mikro 1 mL
9 Larutan EDTA 1 mL
10 Larutan FeSO₄ 1 mL
11 Air Suling (akuades) Hingga volume mencapai 1 Liter
(Culture Collection of Algae and Protozoa, 2014).
Lampiran 2. Komposisi larutan mikro larutan EDTA dan Larutan FeSO4, per
100mL larutan stok
No Nama Senyawa Kebutuhan Per 100 mL
Larutan Mikro
1 ZnSO₄. 7H₂O 0,882 g
2 MnCl₂. 4H₂O 0,144 g
3 MoO₃ 0,071 g
4 CuSO₄.5H₂O 0,157 g
5 Co(NO₃)₂.6H₂O 0,049 g
6 Air Suling (akuades) Hingga volume mencapai 100 mL
Larutan EDTA
1 EDTA 5,0 g
2 KOH 3,1 g
3 Air Suling (akuades) Hingga mencapai 100 mL
Larutan FeSO4
1 Larutan FeSO4 0,498 g
2 Air Suling (akuades) Hingga volume mencapai 100 mL
(Culture Collection of Algae and Protozoa, 2014).
41
Lampiran 3. Foto Pertumbuhan Mikroalga didokumentasikan secara pribadi
Isolasi Metode Pengenceran Bertingkat
Metode Biakan Murni Multi Spesies (Spread Plate)
Metode Biakan Murni Mono Spesies (Streak Plate)
Metode Pemurnian Biakan Spesies (Agar Miring)
42
Kultivasi Stok Isolat Mikroalga
Kultivasi Perlakuan T0
Kultivasi Perlakuan T21
43
Lampiran 4. Gambar tiga jenis isolat mikroalga yang teradaptasi dari Sungai
Cisadane dengan perbesaran 400x pada mikroskop.
Gambar 3 jenis isolat mikroalga hasil identifikasi yang teradaptasi dari Sungai
Cisadane Tangerang, menurut buku Identifikasi Mikroalga Iskandar (2017) &
Van Vuuren et al. (2016), A.Scenedesmus sp.; B.Closterium sp.; C.Chlorella sp.
Foto merupakan dokumentasi Pribadi.
A. B.
C.
44
Lampiran 5. Hasil Analisis Variansi
1. OPTICAL DENSITY MIKROALGA
Descriptives OD
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Nitrat 1 8 1,0125 0,36815 0,13016 0,7047 1,3203 0,30 1,30
Nitrat 2 8 1,0125 0,39074 0,13815 0,6858 1,3392 0,30 1,40
Amonia 1 8 0,6375 0,18468 0,06529 0,4831 0,7919 0,30 0,90
Amonia 2 8 0,8125 0,27484 0,09717 0,5827 1,0423 0,30 1,10 Sulfat 1 8 0,6250 0,14880 0,05261 0,5006 0,7494 0,30 0,80
Sulfat 2 8 0,5750 0,16690 0,05901 0,4355 0,7145 0,30 0,80
Fosfat 1 8 0,6750 0,16690 0,05901 0,5355 0,8145 0,30 0,80 Fosfat 2 8 0,6875 0,19594 0,06928 0,5237 0,8513 0,30 0,90
Mix 1 8 0,6625 0,23261 0,08224 0,4680 0,8570 0,30 1,00
Mix 2 8 0,8750 0,32842 0,11611 0,6004 1,1496 0,30 1,30 BBM 8 0,7625 0,19955 0,07055 0,5957 0,9293 0,30 0,90
Air Sungai 8 0,5875 0,17269 0,06105 0,4431 0,7319 0,30 0,80
Total 96 0,7437 0,27713 0,02828 0,6876 0,7999 0,30 1,40
ANOVA
OD
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2,076 11 0,189 3,037 0,002 Within Groups 5,220 84 0,062
Total 7,296 95
OD
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b) 3(c)
Sulfat 2 8 0,5750
Air Sungai 8 0,5875 0,5875
Sulfat 1 8 0,6250 0,6250
Amonia 1 8 0,6375 0,6375 Mix 1 8 0,6625 0,6625
Fosfat 1 8 0,6750 0,6750
Fosfat 2 8 0,6875 0,6875 BBM 8 0,7625 0,7625 0,7625
Amonia 2 8 0,8125 0,8125 0,8125
Mix 2 8 0,8750 0,8750 Nitrat 1 8 1,0125
Nitrat 2 8 1,0125
Sig. 0,112 0,052 0,076
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
Terdapat perbedaan yang signifikan (0,002<0,05) kelimpahan sel mikroalga antara
perlakuan Sulfat 2 dengan perlakuan Nitrat 1 dan Nitrat 2, namun pada perlakuan Air sungai, Sulfat 1, Amonia 1, Mix 1, Fosfat 1, Fosfat 2, BBM, Amonia 2 dan Mix 2 tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
45
2. BIOMASSA MIKROALGA
ANOVA
BIOMASSA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 0,001 11 0,000 0,153 0,998 Within Groups 0,007 12 0,001
Total 0,008 23
BIOMASSA
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1(a)
Sulfat 1 2 0,0250
Fosfat 2 2 0,0250
Amonia 1 2 0,0300 Amonia 2 2 0,0350
Sulfat 2 2 0,0350
Fosfat 1 2 0,0350
Mix 2 2 0,0350 Nitrat 1 2 0,0400
Mix 1 2 0,0400
Air Sungai 2 0,0400 Nitrat 2 2 0,0450
BBM 2 0,0450
Sig. 0,459
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (0,998>0,05) biomassa mikroalga pada setiap
perlakuan
Descriptives BIOMASSA
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Nitrat 1 2 0,0400 0,02828 0,02000 -0.2141 0,2941 0,02 0,06
Nitrat 2 2 0,0450 0,03536 0,02500 -0,2727 0,3627 0,02 0,07
Amonia 1 2 0,0300 0,01414 0,01000 -0,0971 0,1571 0,02 0,04
Amonia 2 2 0,0350 0,02121 0,01500 -0,1556 0,2256 0,02 0,05 Sulfat 1 2 0,0250 0,00707 0,00500 -0,0385 0,0885 0,02 0,03
Sulfat 2 2 0,0350 0,02121 0,01500 -0,1556 0,2256 0,02 0,05
Fosfat 1 2 0,0350 0,02121 0,01500 -0,1556 0,2256 0,02 0,05 Fosfat 2 2 0,0250 0,00707 0,00500 -0,0385 0,0885 0,02 0,03
Mix 1 2 0,0400 0,02828 0,02000 -0,2141 0,2941 0,02 0,06
Mix 2 2 0,0350 0,02121 0,01500 -0,1556 0,2256 0,02 0,05 BBM 2 0,0450 0,03536 0,02500 -0,2727 0,3627 0,02 0,07
Air Sungai 2 0,0400 0,02828 0,02000 -0,2141 0,2941 0,02 0,06
Total 24 0,0358 0,01863 0,00380 0,0280 0,0437 0,02 0,07
46
3. AMONIA
ANOVA AMONIA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 300,534 5 60,107 17,316 0,000 Within Groups 145,789 42 3,471
Total 446,323 47
AMONIA Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b) 3(c)
BBM 8 1,8125 Air Sungai 8 3,4250 3,4250
Mix 1 8 4,3750
Amonia 1 8 5,1250 Amonia 2 8 7,6250
Mix 2 8 9,2500
Sig. 0,091 0,091 0,088
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
Terdapat perbedaan yang signifikan (0,000<0,05) kadar Amonia antara perlakuan BBM
dengan perlakuan Amonia 2 dan Mix 2, namun pada perlakuan Air sungai, Mix 1, dan
Amonia 1 tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Descriptives
AMONIA
N Mean Std.
Deviation Std.
Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Amonia 1 8 5,1250 2,03101 0,71807 3,4270 6,8230 2,00 8,00
Amonia 2 8 7,6250 2,66927 0,94373 5,3934 9,8566 4,00 12,00 Mix 1 8 4,3750 1,32961 0,47009 3,2634 5,4866 2,50 6,00
Mix 2 8 9,2500 2,31455 0,81832 7,3150 11,1850 5,00 12,00
BBM 8 1,8125 0,96575 0,34145 1,0051 2,6199 0,10 3,00 Air Sungai 8 3,4250 1,23259 0,43579 2,3945 4,4555 2,00 6,00
Total 48 5,2688 3,08160 0,44479 4,3739 6,1636 0,10 12,00
47
4. NITRAT
ANOVA NITRAT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2681,667 5 536,333 17,706 0,000 Within Groups 1272,250 42 30,292
Total 3953,917 47
NITRAT Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b)
Air Sungai 8 14,1250 Nitrat 1 8 15,5000
Mix 1 8 16,2500
BBM 8 26,3750 Nitrat 2 8 31,5000
Mix 2 8 31,5000
Sig. 0,473 0,085
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
Terdapat perbedaan yang signifikan (0,000<0,05) kadar Nitrat antara perlakuan Air
sungai, Nitrat 1 dan Mix 1 dengan perlakuan dan BBM, Nitrat 2 dan Mix 2.
Descriptives
NITRAT
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Nitrat 1 8 15,5000 3,46410 1,22474 12,6039 18,3961 10,00 20,00
Nitrat 2 8 31,5000 5,15475 1,82248 27,1905 35,8095 23,00 40,00 Mix 1 8 16,2500 2,91548 1,03078 13,8126 18,6874 12,00 20,00
Mix 2 8 31,5000 6,27922 2,22004 26,2504 36,7496 20,00 40,00
BBM 8 26,3750 8,74949 3,09341 19,0602 33,6898 16,00 40,00 Air Sungai 8 14,1250 4,32394 1,52874 10,5101 17,7399 7,00 20,00
Total 48 22,5417 9,17202 1,32387 19,8784 25,2049 7,00 40,00
48
5. FOSFAT
ANOVA
FOSFAT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 103,592 5 20,718 10,870 0,000
Within Groups 80,56 42 1,906
Total 183,648 47
FOSFAT
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b)
Fosfat 1 8 1,8625
Mix 1 8 1,9375
Air Sungai 8 2,3500 Mix 2 8 4,5000
Fosfat 2 8 5,0625
BBM 8 5,2500
Sig. 0,511 0,313
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
Terdapat perbedaan yang signifikan (0,000<0,05) kadar Fosfat antara perlakuan Fosfat 1,
Mix 1 dan Air sungai, dengan perlakuan Mix 2, Fosfat 2 dan BBM.
Descriptives
FOSFAT
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Fosfat 1 8 1,8625 0,93188 0,32947 1,0834 2,6416 0,20 3,00 Fosfat 2 8 5,0625 0,72887 0,25769 4,4532 5,6718 4,00 6,00
Mix 1 8 1,9375 1,02809 0,36348 1,0780 2,7970 0,20 3,00
Mix 2 8 4,5000 1,00000 0,35355 3,6640 5,3360 3,00 6,00 BBM 8 5,2500 2,77746 0,98198 2,9280 7,5720 2,00 10,00
Air Sungai 8 2,3500 0,51547 0,18225 1,9191 2,7809 1,60 3,00
Total 48 3,4938 1,97672 0,28531 2,9198 4,0677 0,20 10,00
49
6. SULFAT
Descriptives
SULFAT
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Sulfat 1 8 54,2500 5,20302 1,83955 49,9002 58,5998 45,00 60,00 Sulfat 2 8 93,1250 16,24313 5,74281 79,5454 106,7046 70,00 120,00
Mix 1 8 51,8750 6,66414 2,35613 46,3036 57,4464 40,00 60,00
Mix 2 8 96,8750 14,56451 5,14933 84,6988 109,0512 75,00 120,00
BBM 8 36,5000 11,09698 3,92337 27,2227 45,7773 23,00 53,00 Air Sungai 8 44,7500 10,78027 3,81140 35,7375 53,7625 30,00 60,00
Total 48 62,8958 26,02473 3,75635 55,3390 70,4526 23,00 120,00
ANOVA
SULFAT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 26324,854 5 5264,971 40,150 0,000 Within Groups 5507,625 42 131,134
Total 31832,479 47
SULFAT Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b) 3(c)
BBM 8 36,5000 Air Sungai 8 44,7500 44,7500
Mix 1 8 51,8750
Sulfat 1 8 54,2500 Sulfat 2 8 93,1250
Mix 2 8 96,8750
Sig. 0,157 0,124 0,516
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
Terdapat perbedaan yang signifikan (0,000<0,05) kadar Sulfat antara perlakuan BBM,
dengan perlakuan Sulfat 2 dan Mix 2, namun pada perlakuan Air sungai, Mix 1 dan Sulfat
1 tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
50
7. DO
ANOVA
DO
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 30,865 11 2,806 1,385 0,195
Within Groups 170,125 84 2,025
Total 200,990 95
DO
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b)
Amonia 2 8 6,5000
Mix 2 8 6,7500
Sulfat 2 8 6,8750 6,8750
BBM 8 7,2500 7,2500 Nitrat 2 8 7,3750 7,3750
Fosfat 2 8 7,3750 7,3750
Mix 1 8 7,6250 7,6250 Air Sungai 8 7,6250 7,6250
Amonia 1 8 7,8750 7,8750
Sulfat 1 8 8,0000 8,0000 Nitrat 1 8 8,1250 8,1250
Fosfat 1 8 8,5000
Sig. 0,059 0,057
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (0,195>0,05) DO media pada setiap perlakuan.
Descriptives
DO
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Nitrat 1 8 8,1250 1,66369 0,58820 6,7341 9,5159 6,00 11,00
Nitrat 2 8 7,3750 1,74745 0,61782 5,9141 8,8359 5,00 10,00
Amonia 1 8 7,8750 1,74745 0,61782 6,4141 9,3359 5,00 10,00 Amonia 2 8 6,5000 1,10195 0,38960 5,5787 7,4213 5,00 8,00
Sulfat 1 8 8,0000 1,22474 0,43301 6,9761 9,0239 6,00 10,00
Sulfat 2 8 6,8750 1,27475 0,45069 5,8093 7,9407 5,00 9,00 Fosfat 1 8 8,5000 1,53530 0,54281 7,2165 9,7835 6,00 11,00
Fosfat 2 8 7,3750 1,32961 0,47009 6,2634 8,4866 5,00 9,00
Mix 1 8 7,6250 1,09381 0,38672 6,7105 8,5395 6,00 9,00 Mix 2 8 6,7500 1,19523 0,42258 5,7508 7,7492 5,00 8,00
BBM 8 7,2500 1,30931 0,46291 6,1554 8,3446 5,00 9,00
Air Sungai 8 7,6250 1,62019 0,57282 6,2705 8,9795 5,00 10,00
Total 96 7,4896 1,45454 0,14845 7,1949 7,7843 5,00 11,00
51
8. pH
ANOVA
pH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4,279 11 0,389 1,335 0,220 Within Groups 24,469 84 0,291
Total 28,747 95
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b)
Amonia 2 8 6,4375
Amonia 1 8 6,6250 6,6250 Mix 1 8 6,6250 6,6250
Mix 2 8 6,6250 6,6250
Sulfat 2 8 6,8125 6,8125 Air Sungai 8 6,8125 6,8125
Sulfat 1 8 6,9375 6,9375
Fosfat 1 8 6,9375 6,9375
Fosfat 2 8 7,0000 7,0000 BBM 8 7,0000 7,0000
Nitrat 1 8 7,1250
Nitrat 2 8 7,1250
Sig. 0,083 0,128
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (0,220>0,05) pH media pada setiap perlakuan.
Descriptives
pH
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Nitrat 1 8 7,1250 0,58248 0,20594 6,6380 7,6120 6,00 8,00
Nitrat 2 8 7,1250 0,58248 0,20594 6,6380 7,6120 6,00 8,00
Amonia 1 8 6,6250 0,51755 0,18298 6,1923 7,0577 6,00 7,00
Amonia 2 8 6,4375 0,62321 0,22034 5,9165 6,9585 6,00 7,50
Sulfat 1 8 6,9375 0,41726 0,14752 6,5887 7,2863 6,00 7,50
Sulfat 2 8 6,8125 0,53033 0,18750 6,3691 7,2559 6,00 7,50
Fosfat 1 8 6,9375 0,41726 0,14752 6,5887 7,2863 6,00 7,50
Fosfat 2 8 7,0000 0,46291 0,16366 6,6130 7,3870 6,00 7,50
Mix 1 8 6,6250 0,51755 0,18298 6,1923 7,0577 6,00 7,00
Mix 2 8 6,6250 0,51755 0,18298 6,1923 7,0577 6,00 7,00
BBM 8 7,0000 0,46291 0,16366 6,6130 7,3870 6,00 7,50
Air Sungai 8 6,8125 0,75297 0,26622 6,1830 7,4420 6,00 8,00
Total 96 6,8385 0,55009 0,05614 6,7271 6,9500 6,00 8,00
52
9. SUHU
ANOVA
SUHU
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3,934 11 0,358 1,091 0,378
Within Groups 27,533 84 0,28
Total 31,466 95
SUHU
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b)
Sulfat 1 8 27,5000
Amonia 1 8 27,6000 27,6000
Fosfat 1 8 27,6250 27,6250 Nitrat 1 8 27,7000 27,7000
Mix 1 8 27,7375 27,7375
Air Sungai 8 27,8125 27,8125 Fosfat 2 8 27,8750 27,8750
Sulfat 2 8 27,9000 27,9000
Amonia 2 8 27,9750 27,9750 Mix 2 8 28,0000 28,0000
BBM 8 28,0000 28,0000
Nitrat 2 8 28,2500
Sig. 0,152 0,060
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (0,378>0,05) Suhu media pada setiap perlakuan
Descriptives
SUHU
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Nitrat 1 8 27,7000 0,38914 0,13758 27,3747 28,0253 27,00 28,00
Nitrat 2 8 28,2500 0,65465 0,23146 27,7027 28,7973 27,50 29,00
Amonia 1 8 27,6000 0,40356 0,14268 27,2626 27,9374 27,00 28,00 Amonia 2 8 27,9750 0,46828 0,16556 27,5835 28,3665 27,50 29,00
Sulfat 1 8 27,5000 0,53452 0,18898 27,0531 27,9469 27,00 28,00
Sulfat 2 8 27,9000 0,48990 0,17321 27,4904 28,3096 27,50 29,00 Fosfat 1 8 27,6250 0,51755 0,18298 27,1923 28,0577 27,00 28,00
Fosfat 2 8 27,8750 0,58248 0,20594 27,3880 28,3620 27,00 29,00
Mix 1 8 27,7375 0,35832 0,12669 27,4379 28,0371 27,00 28,00 Mix 2 8 28,0000 0,46291 0,16366 27,6130 28,3870 27,50 29,00
BBM 8 28,0000 0,88641 0,31339 27,2589 28,7411 27,00 29,00
Air Sungai 8 27,8125 0,84251 0,29787 27,1081 28,5169 27,00 29,00
Total 96 27,8313 0,57552 0,05874 27,7146 27,9479 27,00 29,00