tim penyusun kajian - dewan mahasiswa...
TRANSCRIPT
0
1
Tim Penyusun Kajian
Kajian Politik Hukum Pemerintah dalam Penanganan
Pandemi Covid-19
disusun oleh:
Adelia Rachma Indriaswari Susanto
Antonius Havik Indradi
Aqshal Muhammad Arsyah
Cora Kristin Mulyani
Kevin Daffa Athilla
Muhammad Hamzah Al Faruq
Muhammad Rayhan
Natalische Ramanda Ricko Aldebarant
Shafira Dinda
2
Daftar isi
Tim Penyusun Kajian _______________________________________________________ 1
Daftar isi _________________________________________________________________ 2
Permasalahan Instrumen Hukum dalam Penanganan Pandemi Covid 19 ____________ 3
A. Masalah Akuntabilitas dan Pencerdasan Publik Pasal Komplementer dalam Perppu No. 1 Tahun 2020 6
B. Masalah Pemenuhan Kebutuhan Pokok, Sempitnya Ruang Lingkup Yuridis, hingga Isu Copy Paste
dalam PP No. 21 Tahun 2020__________________________________________________________ 7
C. Masalah Birokrasi Pusat – Daerah dalam Permenkes No. 9 Tahun 2020 ________________________ 9
Pentingnya Transparansi dalam Penanganan Pandemi Covid-19 __________________ 11
A. Transparansi Persebaran Kasus Covid-19 _______________________________________________ 12
B. Perlindungan Data Pribadi Pasien Covid-19 _____________________________________________ 14
C. Serba – serbi 405,1 triliun ___________________________________________________________ 15
D. Perbandingan Penanganan Pandemi Covid-19 di Negara Lain _______________________________ 19
Penetapan Status Wilayah dalam Penanganan Pandemi Covid-19 _________________ 22
A. Munculnya Isu Pemberlakuan Darurat Sipil _____________________________________________ 22
B. Karantina Wilayah _________________________________________________________________ 23
C. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ______________________________________ 23
Pembebasan Narapidana: Solusi Pencegahan Pandemi Covid-19? _________________ 27
A. Wacana Awal Pembebasan Narapidana ________________________________________________ 27
B. Pembebasan Narapidana di Tengah Pandemi di Berbagai Negara ___________________________ 28
C. Sikap Pemerintah Indonesia dalam Pembebasan Narapidana _______________________________ 29
D. Pembebasan Narapidana Korupsi _____________________________________________________ 31
E. Dampak Pembebasan Narapidana ____________________________________________________ 33
Kinerja DPR dalam Penanganan Pandemi Covid-19 ____________________________ 35
A. Pembahsan RUU Kontroversial saat Penanganan Pandemi Covid-19 __________________________ 36
B. Pembentukan Satgas Lawan Covid-19 _________________________________________________ 37
Daftar Pustaka ___________________________________________________________ 40
3
Permasalahan Instrumen Hukum dalam Penanganan Pandemi Covid 19
"Lex Rejciit Superflua, Pugnantia Incogrua"
Hukum menolak hal-hal yang bertentangan dan tidak perlu
Pada bahasan ini, Dema Justicia berfokus untuk membahas mengenai pola kerja
pemerintah dalam mengeluarkan regulasi berupa instrumen hukum sebagai solusi praktis
terhadap permasalahan nasional, perkembangan isu hukum di tengah pandemi, hingga pasal-
pasal kontroversial yang dikeluarkan pemerintah saat ini.
Dalam menangani pandemi Covid-19, Pemerintah pusat mengeluarkan berbagai
instrumen hukum berupa Peraturan Menteri, Keputusan Presiden, hingga pembuatan Undang-
Undang. Dapat dibilang pemerintah melakukan hal yang tepat dikarenakan instrumen hukum
merupakan solusi praksis yang tegas dan efektif dalam menyelesaikan berbagai masalah
termasuk permasalahan Covid-19 ini. Hal ini perlu diapresiasi lebih jauh ketika pemerintah
melakukan upaya mitigasi, minimalisasi, dan pencegahan pada saat yang tepat. Sayangnya
realita tidak berkata demikian.
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk menghentikan penyebaran virus corona
dengan mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain:
1. Peraturan Pemerintah (PP) No.21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.
2. Keputusan Presiden (Kepres) No.11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat
3. Peraturan Pengganti Undang - Undang (Perppu) No.1/2020 tentang Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi
COVID-19 dan dalam Rangka Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional
atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Setidaknya terdapat tiga masalah dan isu pokok yang eksis jika kita menganalisis
pola kerja pemerintah secara seksama mulai dari pandemi ini muncul hingga sekarang.
Pertama, pemerintah pusat justru telat dalam mengeluarkan kebijakan berupa instrumen
hukum terutama pemerintah pusat. Hal ini dibuktikan dengan PP, Perppu, dan Keppres yang
baru keluar setelah sekian bulan merebaknya pandemi ini. Misalnya Pemerintah pusat baru
4
mengeluarkan 3 instrumen hukum di atas pada tanggal 31 Maret 20201, sedangkan dapat kita
amati bahwa Pemerintah Daerah justru lebih tanggap mengenai hal ini dengan mengeluarkan
berbagai instrumen hukum penunjang lebih cepat. Misalnya saja Gubernur DIY, Sultan
Hamengkubuwono IX melalui Surat Keputusan Gubernur telah menetapkan status tanggap
darurat wabah pada tanggal 20 Maret, seminggu sebelum keluarnya keputusan Presiden. 2
Selain itu, di Ibukota Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan juga telah mengeluarkan Seruan
Gubernur berisi Penghentian Sementara Kegiatan Perkantoran pada tanggal 23 Maret.3 Padahal
menurut UU Pemerintahan Daerah, Pemerintah pusat justru memiliki tanggung jawab dalam
menangani urusan kesehatan sebagai urusan wajib sebagaimana yang tercantum dalam pasal
berikut.4
Pasal 12
(1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
f. sosial.
Hal lain yang menjadi perhatian publik akan lambatnya pemerintah dalam
mengeluarkan produk hukum tercermin terhadap baru keluarnya Peraturan Pemerintah tentang
Pedoman PPSB atau yang dikenal dengan PP No. 21 Tahun 2020. Padahal faktanya, Undang-
Undang ini sudah dibuat tahun lalu namun yang menjadi pertanyaan mendasar adalah
“Mengapa baru dibuat sekarang?” Untuk menjawab hal tersebut, publik perlu melihat
ketentuan penutup yang tercantum di dalam pasal 96 UU Karantina Kesehatan sebagai berikut:5
1 Lihat Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Kemasyarakatan 2 Eleonora Padmasta Wijana, suara.com, https://jogja.suara.com/read/2020/03/20/152353/sultan-tetapkan-diy-
berstatus-tanggap-darurat-bencana-covid-19, diakses 16 April 2020. 3 Lihat Seruan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2020 Penghentian Sementara Kegiatan
Perkantoran dalam Rangka Mencegah Penyebaran Wabah Covid-19 4 Lihat Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
No. 244, Tambahan Lembaran Negara No. 5587) 5 Lihat Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran
Negara No. 18, Tambahan Lembaran Negara No. 6236)
5
Pasal 96
(1) Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling
lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada permasalahan terhadap hal
ini secara yuridis karena sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun, logika positivisme hukum
tidaklah dapat dijadikan sebagai legitimasi pemerintah lambatnya mengeluarkan PP a quo
dikarenakan jika kita melihat realitas yang ada, pemerintah mempunyai waktu yang lebih dari
cukup selama dua bulan sebelum merebaknya wabah ini dengan mengesahkan PP ini lebih
cepat.
Kedua, terdapat ketidakpastian hukum terhadap instrumen hukum yang akan keluar.
Pada awal Maret sempat muncul isu mengenai kedaruratan wilayah. Oce Madril dalam Acara
Diskusi "Persepsi" mengatakan bahwa pemerintah "gagap" dalam mengeluarkan kebijakan
strategis dalam menangani perkara Covid-19.6 Hal ini terbukti dengan fakta bahwa Pemerintah
tidak segera melaksanakan regulasi yang ada, yakni UU Kekarantinaan Kesehatan yang
dikeluarkan pada tahun 2018. Pemerintah malah membuat publik ramai dengan isu wacana
menggunakan Perpu Nomor 5 Tahun 1989 yang akan dibahas lebih dalam dalam segmen lain
Kajian ini.
Ketiga, terdapat masalah yang sama seperti kasus akhir-akhir ini seperti masalah
Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan RKUHP dengan adanya beberapa pasal kontroversial
dalam beberapa instrumen hukum yang dikeluarkan pemerintah. Dalam hal ini Penulis akan
berfokus pada isu yang berkaitan dengan empat regulasi, yakni:
A. Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU No. 6 Tahun 2018);
B. Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PP No. 21 Tahun 2020);
C. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman PPSB (Permenkes No. 9 Tahun 2020); dan
D. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi dan/atau Dalam Rangka
Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas
Sistem Keuangan (Perppu Nomor 21 Tahun 2020).
6 Hasil Diskusi Persepsi Dewan Mahasiswa Justicia bersama Oce Madril tanggal 9 April 2020
6
A. Masalah Akuntabilitas dan Pencerdasan Publik Pasal Komplementer dalam
Perppu Nomor 1 Tahun 2020
Oce Madril setidaknya berpendapat bahwa terdapat dua isu besar dalam Perppu ini,
yakni isu akuntabilitas terhadap penggunaan anggaran pemerintah dan isu Kekebalan
Pemerintah terhadap PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). 7 Dalam diskusi Persepsi
beliau mengatakan bahwa dalam perumusan kebijakan anggarannya sendiri tidak ada masalah,
namun yang menjadi masalah adalah tidak diaturnya mekanisme pengawasan yang ketat di saat
pemerintah memberikan diskresi kepada KSSK yang cukup besar.8 Hal ini juga diperparah
dengan fakta bahwa anggaran yang diberikan kepada KSSK mencapai 400 Triliun Rupiah yang
juga belum jelas berasal dari mana dan digunakan untuk apa saja.9 Beliau juga menambahkan
dalam sesi tanya jawab bahwa dalam mekanisme sendiri juga terdapat masalah bahwa batasan
dari diskresi sulit dibuktikan.10 Beliau menutur safety net dari diskresi ada dua, yakni itikad
baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Masalahnya adalah salah
satu safety net, itikad baik sulit dibuktikan dikarenakan sifatnya yang abstrak.11
Selain itu, dengan diberlakukannya Perppu ini, maka Pemerintah mendapatkan
“imunitas” atau kekebalan secara hukum terhadap segala keputusan atau tindakan yang
dilakukannya selama didasarkan pada Perppu a quo seperti yang tercantum pada pasal 27 ayat
(3) berikut:12
Pasal 27
(3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang
dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Menanggapi hal ini, pemerintah seharusnya segera menyediakan upaya solutif berupa
mengeluarkan instrumen hukum baik keputusan atau instrumen hukum lainnya yang berisi
materi muatan pengawasan secara ketat terhadap hal ini. Selain itu, di saat yang sama
7 Ibid. 8 Andi Saputra, detiknews, https://news.detik.com/berita/d-4964520/pukat-ugm-kritik-keras-perppu-corona-
karena-hapus-delik-korupsi, diakses 17 April 2020. 9 Loc. Cit. Hasil Diskusi Oce Madril 10 Ibid. 11 Ibid. 12 Lihat Pasal 27 ayat (3) Perppu Nomor 1 Tahun 2020
7
pemerintah tidak perlu mencabut Perppu ini dikarenakan materi muatan yang terdapat
dalam Perppu ini sudah tepat misalnya terkait Pasal 27 ayat (3) yang sempat ramai
sesungguhnya merupakan komplementer atau pelengkap pasal 49 UU Pengadilan Tata
Usaha Negara bahwa memang pengadilan tidak berhak menerima obyek hukum berupa
keputusan yang dilakukan oleh pemerintah saat situasi darurat.13
Pasal 49
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan:
a. dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan
luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
b. dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Masalah Pemenuhan Kebutuhan Pokok, Sempitnya Ruang Lingkup Yuridis,
hingga Isu Copy Paste dalam PP Nomor 21 Tahun 2020
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman PPSB menurut riset
yang dilakukan oleh Dewan Mahasiswa Justicia setidaknya memiliki beberapa isu yang disorot
publik. Pertama, melalui artikelnya Dicke Muhdi, Direktur Pendidikan & Pelatihan Bakornas
LKB HmI menyampaikan bahwa Pemerintah tidak menjalankan amanat UU Kekarantinaan
Kesehatan dalam menyediakan Pemenuhan Kebutuhan Pokok dalam ketentuan normatif PP a
quo.14 Hal ini merupakan suatu hal yang disayangkan dikarenakan di tengah dilema yang
dihadapi masyarakat untuk tetap berdiam diri dan membatasi pergerakan sosialnya, pemerintah
justru tidak memberikan kebutuhan pokok kepada masyarakat, terutama pada kalangan
marginal yang sangat membutuhkan bantuan. Kedua, PP a quo berisi materi muatan yang
singkat dan cenderung copy paste. Dalam acara Indonesian Lawyers Club (ILC) yang
bertemakan “Corona: Badai Semakin Kencang” yang disiarkan pada tanggal 7 April 2020,
Zainal Arifin Mochtar mengkritik pembuatan PP a quo yang isinya tidak sesuai harapan karena
13 Lihat Pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara
No. 77, Tambahan Lembaran Negara No. 3344.)
14 Dicke Muchdi, https://www.medianasional.id/negara-sengaja-membunuh-warganya/, diakses 18 April 2020.
8
isinya hanya terdiri atas 7 pasal dan materi muatannya kurang lebih sama dengan materi muatan
yang terkandung dalam UU Karantina Kesehatan.15 Lebih jauh lagi, Dosen Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Fitriani Ahlan Sjarif melalui artikelnya memaparkan bahwa:16
“PP ini seakan hanya memuat penegasan kembali bahwa kewenangan
penyelenggaraan karantina kesehatan adalah mutlak ranah Pemerintah Pusat
dan mengingatkan Pemerintah Daerah untuk harus meminta persetujuan
terlebih dahulu kepada Menteri Kesehatan sebelum melaksanakan PSBB di
wilayahnya. Tindakan penegasan ini tak bermakna apapun karena
sesungguhnya dalam UU Kekarantinaan Kesehatan memang kewenangan
menetapkan PSBB dimiliki oleh (Pemerintah Pusat), Menteri Kesehatan.”
Ketiga, ruang lingkup yang diatur oleh PP a quo tidak berguna dalam jangka panjang.
Dalam artikel yang sama Fitriani juga menjelaskan bahwa ruang lingkup yang diatur dalam PP
a quo hanya mengatur mengenai PPSB saat bencana alam Covid-19 saja, bukan bencana alam
berupa wabah dalam pelaksanaan PPSB pada umumnya. 17 Padahal banyak sekali potensi
munculnya wabah bencana alam yang bervariasi namun tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan penanganannya. Hal ini berimplikasi pada ketidakefektivitas penggunaan
instrumen hukum sebagai upaya solutif, sehingga jika terjadi bencana wabah serupa
pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah baru. Keempat, beliau menyampaikan
analisisnya mengapa ruang lingkup dari PP a quo cenderung sempit disebabkan oleh alasan
bahwa PP a quo bukan merupakan PP pendelegasian dari UU Kekarantinaan.18 Pendelegasian
di sini bermakna pada “aturan turunan” yang diamanatkan oleh Undang-Undang terhadap
peraturan di bawahnya yang bersifat teknis. Beliau berpendapat ada dua hal yang mendasari
ini, yang pertama terlihat melalui konsiderans PP a quo justru tidak menyebut sama sekali
pendelegasian Pasal 60 UU Kekarantinaan. Padahal, salah satu ciri suatu peraturan perundang-
undangan menjalankan amanat undang-undang yang berada di atasnya adalah menyebut norma
yang berkaitan dalam konsideransnya. Lalu, yang Kedua terlihat dari penggunaan definisi dari
PPSB berbeda antara UU Kekarantinaan dengan PP Pedoman PPSB.19
15 Indonesian Lawyers Club. Corona: Badai Semakin Kencang. Siaran Tanggal 7 April 2020. 16 Fitriani Ahlan Sjarif, hukumonline.com, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e85a13602bad/pp-
inikah-yang-kita-harapkan-untuk-menangani-covid-19-di-indonesia-oleh--fitriani-ahlan-sjarif/, diakses 18 April
2020. 17 Ibid. 18 Ibid. 19 Ibid.
9
Definisi PPSB menurut PP Pedoman
PPSB (bersifat spesifik hanya pada kasus
Corona saja):
“Pembatasan kegiatan tertentu penduduk
dalam suatu wilayah yang diduga
terinfeksi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan
penyebaran Corona Virus Disease 2019
(COVID-I9)”.
Definisi PSBB dalam UU Kekarantinaan
Kesehatan (bersifat lebih umum)
“Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah
pembatasan kegiatan tertentu penduduk
dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi
penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau
kontaminasi”
C. Masalah Birokrasi Pusat – Daerah dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020
Selain isu dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020, Oce Madril juga menyampaikan
bahwa dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PPSB juga
terdapat beberapa masalah. Pertama, Peraturan Menteri a quo justru bersifat lebih birokratis.
Hal ini terlihat bahwa dalam hal pemerintah daerah akan melakukan PPSB perlu melakukan
permohonan terlebih dahulu kepada pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Kesehatan.
Padahal pada dasarnya kewenangan yang dimiliki Menteri Kesehatan untuk menetapkan PSBB
merupakan kewenangan aktif yang mana berarti bukan berdasar permohonan. 20 Maka
seharusnya Menteri Kesehatan secara aktif langsung bisa menetapkan PSBB tanpa harus ada
permohonan terlebih dahulu dari pemerintah daerah yang justru membuat semuanya menjadi
cukup rumit. Kedua, problem lain yang ada dalam Permenkes terdapat pada pasal 4 ayat (5)
yang menyatakan bahwa:
“Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota
dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada
Menteri juga menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang
aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana
kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek
keamanan”
20 Loc. Cit. Oce Madril.
10
Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai cara pemerintah pusat melempar tanggungjawab
kepada pemerintah daerah, dimana seolah-olah kewajiban pemenuhan dasar rakyat harus
dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi karena yang
seharusnya terjadi ialah kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu,
dalam menghadapi kondisi pandemi seperti sekarang ini Menteri Kesehatan dituntut untuk bisa
bertindak lebih aktif.
Ketiga pokok permasalahan dalam instrument hukum penanganan pandemic Covid-19
ini perlu segera dituntaskan oleh pemerintah dengan memperhatikan urgensi dan langkah-
langkah yang tepat demi menciptakan suatu kepastian, ketepatan, dan penanganan hukum yang
efisien.
11
Pentingnya Transparansi dalam Penanganan Pandemi Covid-19
Dalam negara demokratis, perwujudan good governance atau pemerintahan yang baik
tidak akan pernah bisa lepas dari apa yang namanya transparansi. Hal itu karena tata kelola
pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi
masyarakat dalam setiap penentuan kebijakan publik.21 Tidak terkecuali bagi kebijakan yang
menjadi respon terhadap wabah penyakit dan itu jika dihubungkan dengan keadaan saat ini
adalah bahwa menghadirkan transparansi terkait kasus COVID-19 merupakan salah satu upaya
membentuk pemerintahan yang baik. Mendel (2004) mengatakan bahwa keterbukaan
informasi merupakan kewajiban bagi pemerintah karena pada dasarnya informasi merupakan
milik publik.22 Maka dari itu, salah satu tujuan dari adanya transparansi atau dapat juga disebut
dengan keterbukaan informasi adalah supaya dapat menimbulkan partisipasi masyarakat,
dengan adanya transparansi itulah masyarakat dapat berpartisipasi aktif terhadap segala bentuk
penanganan COVID-19 baik yang melibatkan diri dengan kebijakan dan program pemerintah
ataupun yang berbentuk inisiatif. Partisipasi aktif dapat menjadi salah satu faktor pendorong
keberhasilan bangsa Indonesia menghadapi COVID-19. Hal tersebut yang menyebabkan
masyrakat menuntut transparansi atas data persebaran kasus COVID-19 serta dana
penanggulangan yang di dalamnya termasuk sumber dan prioritas alokasi.
Akan tetapi pada prakteknya pemerintah tidak dengan sungguh-sungguh menciptakan
transparansi dalam menangani COVID-19. Meskipun pemerintah sudah memberikan beberapa
informasi dan data terkait Covid-19, namun yang menjadi permasalahannya adalah informasi
yang tersaji tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Hal itu terbukti ketika data yang selama
ini disajikan pemerintah pusat tidak sinkron dengan pemerintah daerah.23 Bahkan sejauh ini
pemerintah terkesan menutupi beberapa data dan fakta yang dicurigai publik berkaitan dengan
persebaran virus dan kasus positif COVID-19 di Indonesia. Menyusul fakta yang sebenarnya,
muncul keraguan ketika informasi yang disampaikan oleh pemerintah dengan fakta di lapangan
tidak memiliki kecocokan. Tidak hanya itu, upaya penanggulangan yang erat kaitannya dengan
21 Aldi Muhamad Mustopa, Geotimes, 2017, Mewujudkan Good Governance Melalui Transparansi Informasi
Publik, https://geotimes.co.id/opini/mewujudkan-good-governance-melalui-transparansi-informasi-publik/,
diakses tanggal 7 April 2020. 22 Ibid. 23 Tempo. 2020. BNPB Blak-blakan Data Kasus Positif COVID-19 Tidak Sesuai.
https://nasional.tempo.co/read/1328220/bnpb-blak-blakan-data-kasus-positif-COVID-19-tidak-
sesuai/full&view=ok. Diakses tanggal April 8, 2020.
12
dana penanggulangan juga masih belum dapat memuaskan harapan masyarakat karena
akuntabilitas nominalnya yang masih diragukan.
A. Transparansi Persebaran Kasus Covid-19
Zona merah merupakan indikator negara atau wilayah tertentu yang telah berada pada
tahapan transmisi komunitas, sebagai contoh negara China, Korea Selatan, dan Italia. 24
Menurut penuturan Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, Pada awalnya
pemerintah pusat hanya memberikan informasi mengenai jumlah pasien positif, pasien sembuh,
dan meninggal di suatu provinsi.25 Dalam hal ini, pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang
dalam pemantauan (ODP) tidak diberikan secara jelas terkait data persebarannya. Sultan DI
Yogyakarta juga mengatakan bahwa pemerintah pusat tidak mau memberikan data yang
menginformasikan daerah mana saja yang diidentifikasikan ke dalam zona merah, padahal data
tersebut penting untuk membuat kebijakan pencegahan penyebaran virus corona.26 Gubernur
DKI Jakarta Anies Baswedan juga memberikan kritiknya bahwa dengan diberikannya data
mengenai siapa saja pasien yang positif selanjutnya akan dapat dilakukan pengetesan kepada
orang-orang yang berinteraksi dengannya, sehingga angka persebarannya dapat ditekan.27
Kendala yang serupa juga dihadapi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
mereka mengungkapkan bahwa data yang mereka miliki tidak sinkron dengan data dari
Kementerian Kesehata. 28 BNPB yang ditugaskan sebagai Gugus Tugas Percepatan
Penanganan COVID-19 melalui Keppres No 7 Tahun 2020 seharusnya menjadi sumber utama
mengenai persebaran COVID-19 sehingga tidak terjadi miskomunikasi antara BNPB dengan
Kementrian Kesehatan. BNPB merasa bahwa Kementiran Kesehatan tidak terbuka
menyampaikan data terkait kasus Covid-19, bahkan BNPB tidak dapat mengakses data secara
24 Chen Shen dan Yaneer Bar-Yam, Color zone pandemic response version 2, New England Complex Systems
Institute, 2 Maret 2020. 25 Pribadi Wicaksono, Sultan HB X Kritik Pusat yang Tak Terbuka Soal Zona Merah Corona,https://nasional.tempo.co/read/1325789/sultan-hb-x-kritik-pusat-yang-tak-terbuka-soal-zona-merah-
corona, diakses tanggal 7 April 2020. 26 Ibid. 27 Muhammad Ilman Nafi'an, Anies Minta Transparansi Data Pasien Positif Corona,
https://news.detik.com/berita/d-4961322/anies-minta-transparansi-data-pasien-positif-corona, diakses tanggal 7
April 2020. 28 Ahmad Faiz Ibnu Sani, BNPB Blak-blakan Data Kasus Positif COVID-19 Tidak Sesuai,
https://nasional.tempo.co/read/1328220/bnpb-blak-blakan-data-kasus-positif-COVID-19-tidak-
sesuai/full&view=ok, diakses tanggal 7 April 2020.
13
menyeluruh.29 Selain itu, muncul pandangan lain bahwa ketidaksinkronan data antara BNPB,
Kementrian Kesehatan, dan Pemerintah Daerah disebabkan oleh alat tes Covid-19.
Alat yang biasa digunakan untuk tes COVID-19 di Indonesia terdapat dua jenis yakni
PCR dan Rapid Test. Kedua alat tersebut memiliki perbedaan dalam teknis penggunaannya
maupun hasil yang didapatkan. PCR adalah alat untuk mendeteksi COVID-19, alat ini bekerja
dengan mendeteksi kandungan genetik pada virus tersebut 30 . Pemeriksaan menggunakan
Polymerase Chain Reaction (PCR) memakai sampel lendir dari hidung atau tenggorokkan.
Ketika sampel cairan dari saluran pernapasan bawah tiba di lab, para peneliti mengesktrak asam
nukleat di dalamnya. Asam nukleat tersebut mengandung genom virus yang dapat menentukan
adanya infeksi atau tidak dalam tubuh. Hasil tes biasanya keluar dalam waktu beberapa hari.
Sedangkan, Rapid Test adalah alat untuk mendeteksi COVID-19 yang sudah dikembangkan di
beberapa negara seperti di Singapura dan Cina. Rapid test terbilang hanya membutuhkan waktu
yang singkat untuk penggunaanya. Kurang lebih 15 hingga 20 menit hasil tes akan keluar.
Rapid test adalah metode skrining awal untuk mendeteksi antibodi, yaitu IgM dan IgG, yang
diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus Corona. Antibodi ini akan dibentuk oleh tubuh bila
ada paparan virus Corona.31 Akan tetapi tes menggunakan rapid test memiliki kekurangan
yakni bisa menghasilkan diagnosis negative. Namun bisa saja diagnosis negative sebenarnya
positif terinfeksi. Biasanya diagnosis negative meski sebenarnya positif, terjadi saat tes
dilakukan kurang dari 7 hari setelah terinfeksi virus corona COVID-19.32 Lebih jauh lagi, pada
saat awal kasus Covid-19 muncul, Indonesia masih belum siap dengan fasilitas penunjangnya
di rumah sakit. Hal ini ditunjukkan dengan alat PCR yang baru dipesan oleh BUMN dari Swiss
bekerja sama dengan perusahaan Roche Holding AG dan baru akan sampai pada hari Sabtu, 4
April 2020 dan rencananya alat tersebut baru akan disebar ke beberapa provinsi.33
29 Dieqy Hasby Widhana, BNPB: Data Corona Kemenkes Tertutup & Tak Sinkron dengan Pemda,
https://tirto.id/bnpb-data-corona-kemenkes-tertutup-tak-sinkron-dengan-pemda-eLh2, diakses 23 April 2020. 30 Dinda Silviana Dewi, 2020, Beda Rapid Test dan PCR Test untuk Deteksi Virus Corona COVID-19,
https://tirto.id/beda-rapid-test-dan-pcr-test-untuk-deteksi-virus-corona-covid-19-eKCY, Diakses Tanggal 10
April 2020. 31 Ibid. 32 Nurul Wahida, 2020, 3 Alat Tes Mendeteksi Virus Corona COVID-19 di Indonesia,
https://plus.kapanlagi.com/3-alat-tes-mendeteksi-virus-corona-covid-19-di-indonesia-2f6bda.html, Diakses
Tanggal 10 April 2020. 33 Herdi Hikam, 2020, Alat Tes Kilat Virus Corona, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
4969356/alat-tes-kilat-virus-corona-dari-swiss-mendarat-di-ri diakses pada 8 April 2020.
14
B. Perlindungan Data Pribadi Pasien Covid-19
Pada awalnya, berbagai lapisan masyarakat sempat menuntut agar pemerintah pusat
membuka data mengenai persebaran COVID-19. Namun, ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) seakan
tidak sejalan dengan yang menjadi tuntutan masyarakat tersebut. Pasal 17 UU a quo mengatur
pengecualian informasi yang boleh dibuka kepada publik atau pemohon. Dalam pasal tersebut
diatur tentang perlindungan rahasia pribadi yang di dalam ketentuan tersebut juga mengatur
tentang informasi medis. Bunyinya adalah sebagai berikut;
Pasal 17 huruf h
Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik
dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan
rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan
satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan non formal.
Lebih lanjut, ketentuan pidana apabila terjadi pelanggaran terhadap Pasal 17 UU a quo juga
diatur jelas dalam Pasal 54 UU a quo yang berbunyi sebagai berikut;
Pasal 54
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh
dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal
17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
UU lain yang juga mengatur materiil yang sama dalam kaitannya dengan Pasal 17 UU a quo
huruf h yakni Pasal 48 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 57 UU
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 38 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, dan Pasal 73 UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Berdasarkan kutipan
diatas, maka informasi terkait data pasien COVID-19 yang menjadi tuntutan masyarakat untuk
dibuka mempunyai alasan hukum untuk tetap tidak dibuka. Maka dari itu, perlu digaris
15
bawahi dari transparansi terkait dengan kasus COVID-19 ini adalah bukan tentang data pribadi
pasien pengidap, tetapi lebih condong kepada data persebaran di tiap daerah dan dana
penanggulangannya.
C. Serba – serbi 405,1 triliun
Hingga sekarang ini belum diketahui cara pasti untuk menyelesaikan pandemi ini,
prioritas penggunaan dana harus segera digunakan untuk menyelesaikan masalah ini dan
membantu kehidupan masyarakat yang ekonominya terdampak oleh pandemi ini. Seperti yang
dikatakan Jokowi pada live streaming di akun YouTube SetNeg pada Selasa 31 Maret 2020,
beliau akan fokus menyiapkan bantuan untuk masyarakat lapisan bawah34. Sumber dana 405,1
mengerahkan aparat kepolisian, militer, dan dari Kementrian Kesehatan dengan triliun tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan pandemi
COVID-19 Dalam Perppu tersebut dijelaskan bahwa yang menjadi sumber dari 405,1 triliun
untuk pembiayaan penanggulangan COVID-19 adalah sebagai berikut:
1. Sisa Anggaran Lebih (SAL),
2. Dana Abadi dan akumulasi Dana Abadi Pendidikan,
3. dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu.
4. dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU),
5. dana dari pengurangan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN.35
Presiden Jokowi pada saat memberikan sambutan rapat kerja di Istana Bogor
menjelaskan dana 405,1 triliun dibagi kedalam beberapa sektor yang menjadi prioritasnya.
Sektor tersebut dalam kajian ini dibagi menjadi beberapa poin penting supaya memudahkan
pembaca memahaminya, yakni:
34 Detik.com, 2020, Pandemi Corona, Jokowi Fokuskan Siapkan Bantuan Untuk Masyarakat Bawah.
https://news.detik.com/berita/d-4959845/pandemi-corona-jokowi-fokus-siapkan-bantuan-untuk-masyarakat-
bawah . Diakses 7 April 2020
35 Detik Finance. 2020. Jokowi Gelontorkan 405T Lawan Corona, Uangnya dari Mana?
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4960978/jokowi-gelontorkan-rp-405-t-lawan-corona-
uangnya-dari-mana/. Diakses tanggal 7 April 2020
16
1. Rp 75.000.000.000.000,00 untuk belanja di bidang kesehatan yaitu perlindungan
tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan
insentif dokter.
2. Rp 110.000.000.000.000,00 untuk perlindungan sosial yaitu penambahan anggaran
kartu sembako, kartu pra kerja, dan subsidi listrik.
3. Rp 70.100.000.000.000,00 untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR.
4. Rp 150.000.000.000.000,00 untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi
nasional.36
Pertama, Rp 75 triliun di bidang kesehatan mencakup di dalamnya subsidi BPJS untuk
membayar tagihan rumah sakit, insentif tenaga medis pusat dan daerah di 132 RS rujukan.
Rincian penggunaan data tersebut adalah :
1. Rp 25 triliun dari Rp 75 triliun itu digunakan untuk insentif dokter yang terbagi
atas dokter spesialis Rp 15 juta perbulan, dokter umum Rp 10 juta perbulan,
perawat Rp 7,5 juta perbulan, dan tenaga kesehatan lainnya serta tenaga
administrasi rumah sakit Rp 5 juta yang direncanakan untuk diberikan selama 6
bulan, dan santunan kematian sebesar Rp300 juta setiap orangnya.
2. Cadangan Rp 65,8 triliun untuk bahan dan alat penunjang seperti APD, rapid test,
reagen, ventilator, sarana prasarana kesehatan termasuk memperbarui rumah sakit
agar mampu menunjang eskalasi COVID-19 termasuk pembangunan RS Pulau
Galang dan Wisma Atlet untuk karantina pasien37.
Kedua, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial dibagi menjadi berikut;
1. Menambah Program Keluarga Harapan yang sebelumnya 9,2 juta keluarga
penerima menjadi 10 juta keluarga penerima dan dibayarkan setiap bulannya
sampai akhir tahun yang dimulai pada bulan April.
36 Warta Ekonomi. 2020. Jokowi Terbitkan Perppu, Anggaran Penanganan Covid 19 Sebesar Rp400 Triliun.
https://www.wartaekonomi.co.id/read279006/jokowi-terbitkan-perppu-anggaran-penanganan-COVID-19-
sebesar-rp400-triliun/0. Diakses tanggal 7 April 2020 37 Kementerian Keuangan, 2020, Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Sistem Keuangan, Respons Luar Biasa Pemerintah Hadapi Situasi COVID-19,
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/perppu-no1-tahun-2020-tentang-kebijakan-keuangan-negara-dan-
stabilitas-sistem-keuangan-respons-luar-biasa-pemerintah-hadapi-situasi-covid-19/ . Diakses pada 14 April 2020
17
2. Menambah penerima Kartu Sembako yang sebelumnya 15,2 juta penerima menjadi
20 juta penerima dengan besaran yang sebelumnya Rp 150 ribu menjadi Rp 200
ribu untuk 9 bulan dimulai pada bulan April.
3. Kartu Prakerja yang sebelumnya dianggarkan Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun
dan diutamakan untuk pekerja di sektor non formal. Pemerintah memberikan listrik
gratis untuk 3 bulan bagi 450 kVa dan 900 kVa dengan diskon 50%.
4. Penambahan subsidi perumahan untuk masyarakat berpendapatan rendah dengan
175 ribu unit rumah tambahan atau Rp 1,5 triliun sebagai cadangan tambahan. Serta
cadangan sosial lainnya yaitu sebesar Rp30,8 triliun.
5. Cadangan Rp 25 triliun untuk kebutuhan pokok dan operasi pasar agar tidak terjadi
kelangkaan barang di daerah yang sudah ditutup untuk karantina. Anggaran
pendidikan sesuai mandat konstitusi (20% dari APBN)38.
Ketiga, Rp 70,1 triliun akan diperluas bidangnya menjadi lebih dari 19 sektor termasuk
didalamnya penundaan pajak dan pembebasan bea masuk untuk beberapa komoditi tertentu.
Kemudian, penundaan pembayaran pokok dan bunga KUR selama 6 bulan menimbulkan biaya
bagi lembaga keuangan sebesar Rp 6,1 triliun39.
Lalu, sebagai konsekuensinya tambahan belanja COVID-19 akan menyebabkan
penerimaan dari pajak, bea cukai, PNBP, migas, nonmigas menjadi menurun. Akibatnya, dana
extra ordinary ini memicu peningkatan defisit anggaran hingga 5,07%40. Angka ini melewati
ambang batas angka defisit sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Dalam penjelasan Pasal 12, defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari produk
domestik bruto (PDB). Karena itulah Joko Widodo menggunakan Perppu sebagai payung
hukumnya. Pemerintah membutuhkan relaksasi kebijakan defisit di atas 3% yang dinyatakan
dalam Perppu. Namun, relaksasi defisit tersebut hanya untuk 3 tahun kedepan dimulai sejak
tahun 2020. Setelah itu defisit akan kembali ke disiplin fiskal yang maksimal hanya 3% dimulai
dari tahun 2023.
38 Ibid. 39 Ibid. 40 Kata Data, 2020, Sisi Minus Stimulus Rp 405 Triliun dalam Penanganan Virus Corona,
https://katadata.co.id/telaah/2020/04/03/sisi-minus-stimulus-rp-405-triliun-dalam-penanganan-virus-corona .
Diakses pada 14 April 2020.
18
Selain itu, menurut catatan Kemenkeu penghematan belanja negara diperkirakan dapat
mencapai Rp 190 triliun yang bisa digunakan untuk membiayai penanggulangan COVID-19.
Terdiri dari belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp 95,7 triliun dan TKDD (Transfer ke
Daerah dan Dana Desa) Rp 94,2 triliun. Dengan begitu, akan ada tambahan belanja atas
penanganan COVID-19 sebesar Rp 255,1 triliun. Disamping itu, ada alternatif pembiayaan
lainnya yang masih menjadi pertimbangan pemerintah.
Artinya yang diharapkan dari adanya keterbukaan informasi tidak jauh-jauh dari
terbentuknya komunikasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat. Mengingat
komunikasi dianggap penting di tengah situasi pandemi COVID-19 di Indonesia.41 Maka,
berdasarkan analisis dengan adanya transparansi akan membawa dampak positif terhadap
penanggulangan COVID-19 di Indonesia, yaitu:
1. Kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik
bersama para pihak yang mengambil peran penanganan pandemi corona (COVID-19).
2. Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam hal penanganan ODP,
PDP, dan positif corona dapat berjalan baik.
3. Penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah di tingkatan yang lebih kecil lagi
seperti pemerintahan kabupaten/kota hingga di lingkup pedesaan sekalipun menjadi
akurat.
4. Tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap lingkungan sosialnya akan dapat dilakukan
pada porsinya.
5. Meminimalisir peluang terjadinya hoaks terkait pandemi corona (COVID-19).
6. Dana penanggulangan COVID-19 dapat dimaksimalkan penggunaannya.
7. Memperkecil peluang terjadinya korupsi atas berbagai dana penanggulangan COVID-
19 di berbagai sektornya.
41 Panji Prayitno, 2020, Liputan 6, Hoaks Menyebar di Tengah Wabah Corona COVID-19, Apa Solusinya?,
https://www.liputan6.com/regional/read/4212838/hoaks-menyebar-di-tengah-wabah-corona-covid-19-apa-
solusinya. Diakses tanggal April 8, 2020.
19
D. Perbandingan Penanganan Pandemi Covid-19 di Negara Lain
Negara pertama yang menghadapi pandemi adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Berkaitan dengan isu ini, pemerintah RRT mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain: sejak
20 Januari 2020, Komisi Kesehatan Nasional (KKN) RRT mempublikasikan data harian
tentang kasus yang dikonfirmasi dan kasus yang masih diduga di semua provinsi hingga
dianggap tidak perlu lagi membagikan data mengenai pandemi COVID-19 ini ke dunia
internasional, dan masih banyak lagi.42 Di sisi lain, pemerintah RRT juga menuai berbagai
kritik seperti dugaan manipulasi data kematian 43 dan propaganda untuk agenda politik
pemerintahan dan politik luar negeri.44
Negara lain yang diapresiasi sukses untuk menangani pandemi ini adalah Korea Selatan.
Kebijakan utama Korea Selatan adalah dengan tes masal dan pelacakan. Orang yang positif
terkena virus akan dikarantina di tempat yang diatur pemerintah, lalu data dari ponsel dan kartu
kredit mereka digunakan untuk melacak pergerakan dan aktivitas serta kontak yang mereka
punya, lalu orang yang terdeteksi berada di dekat mereka akan menerima pesan yang
memberitahu mengenai keberadaan dari orang terpapar virus ini.45 Di sisi lain, mereka yang
melakukan karantina pribadi di rumah harus mengunduh sebuah aplikasi yang dapat melacak
pergerakan mereka, dan barangsiapa yang tidak melakukannya akan didenda sampai dengan
$2.500.46 Metode yang efektif seperti ini diapresiasi baik dari dalam negeri maupun dari dunia
internasional. Media dari Amerika Serikat The Washington Post mengapresiasi Korea Selatan
dengan metode penanganannya yang cocok untuk diterapkan di negeri yang demokratis.47
Agence France-Presse, media yang berkantor pusat di Paris, membandingkan metode yang
42 Xinhua, China publishes timeline on COVID-19 information sharing, int'l cooperation,
http://www.xinhuanet.com/english/2020-04/06/c_138951662.htm, diakses 8 April 2020. 43 Reshma Kapadia, What the U.S. Can Learn From China's Response to the Coronavirus pandemic,
https://www.barrons.com/articles/what-the-u-s-can-learn-from-chinas-response-to-the-coronavirus-pandemic-
51584699300, diakses 8 April 2020. 44 Matthew Karnitschnig, China is winning the coronavirus propaganda war, https://www.politico.eu/article/coronavirus-china-winning-propaganda-war/, diakses 8 April 2020. 45 Victor J. Blue, The Virus Can Be Stopped, but Only With Harsh Steps, Experts Say,
https://www.nytimes.com/2020/03/22/health/coronavirus-restrictions-us.html, diakses 8 April 2020. 46 Max Fisher dan Choe Sang Hun, How South Korea Flattened the Curve,
https://www.nytimes.com/2020/03/23/world/asia/coronavirus-south-korea-flatten-curve.html, diakses 8 April
2020. 47 Josh Rogin, South Korea shows that democracies can succeed against the coronavirus,
https://www.washingtonpost.com/opinions/2020/03/11/south-korea-shows-that-democracies-can-succeed-
against-coronavirus/, diakses 8 April 2020.
20
dilakukan RRT yang otoriter dengan Korea Selatan yang demokratis, dan mengatakan memang
dengan metode seperti ini tidak dapat dipungkiri bahwa ada masalah dalam bidang privasi ,
tetapi disisi lain pemerintah Korea Selatan juga menangani krisis dengan menggunakan model
informasi terbuka, partisipasi publik, dan pengetesan yang luas. 48 Majalah Time juga
menyimpulkan bahwa alasan tingginya jumlah kasus virus corona yang dikonfirmasi di Korea
Selatan adalah berkat keterbukaan dan transparansi masyarakat, kapabilitas diagnosa yang
tinggi, pers bebas dan sistem yang demokratis.49
Jepang di sisi lain memiliki cerita berbeda. Pemerintah Jepang tidak memiliki
kewenangan untuk memaksa penduduknya agar melakukan karantina di rumah.Tetapi, metode
yang dipakai pemerintah Jepang dalam menangani wabah ini secara umum adalah melakukan
pelarangan untuk berkumpul dan himbauan untuk beraktivitas di rumah serta himbauan untuk
melakukan pengetesan jika mengalami kondisi-kondisi yang dianggap sebagai ciri tertular oleh
virus corona ini. Di samping hal tersebut, pemerintah Jepang juga menuai kritikan dari
beberapa pihak. Standar dan mekanisme pengetesan dianggap tidak jelas, banyak orang yang
ingin melakukan tes tetapi tidak digubris oleh badan terkait, padahal banyak juga dari orang
tersebut yang meninggal karena pneumonia. Pemerintah Jepang berdalih bahwa orang-orang
tersebut hanya mengalami kondisi ringan saja sehingga tidak perlu dilakukan pengetesan
karena sumber daya yang juga terbatas sehingga diutamakan untuk orang dengan kondisi yang
lebih parah. Lalu, kritik mengenai data akan kasus virus. Media Korea Selatan membandingkan
jumlah sampel yang diuji dan jumlah kasus yang dikonfirmasi antara Jepang dan Korea Selatan,
lalu mereka menyimpulkan bahwa ada lebih banyak kasus virus di Jepang. Hal ini
menimbulkan spekulasi di Korea Selatan bahwa keputusan untuk tidak menambah jumlah
sampel yang diuji diakibatkan oleh rencana Jepang untuk menjadi tuan rumah Olimpiade
Musim Panas 2020 dan Paralimpiade Musim Panas 2020 walau tentu saja dibantah Pemerintah
Jepang.50
48 AFP, Can South Korea be a model for virus-hit countries?, https://www.timesofisrael.com/can-south-korea-be-
a-model-for-virus-hit-countries/, diakses 8 April 2020. 49 Steven Borowiec, How South Korea’s Coronavirus Outbreak Got so Quickly out of Control,
https://time.com/5789596/south-korea-coronavirus-outbreak/, diakses 8 April 2020. 50 The Guardian, Coronavirus quarantine plans ignite row between South Korea and Japan,
https://www.theguardian.com/world/2020/mar/06/coronavirus-quarantine-plans-ignite-row-between-south-
korea-and-japan, diakses 8 April 2020
21
Negara tetangga kita Singapura juga memiliki metodenya sendiri. Dari awal kasus ini
mencuat, Singapura sudah bersiap-siap, mungkin juga karena sudah memiliki pengalaman saat
wabah SARS pada tahun 2002-2003 silam. Mereka menyadari kurangnya fasilitas medis
sehingga fasilitas seperti rumah sakit, lab, dan alat tes dipersiapkan mulai dari bulan
Desember.51 Kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan massa pun dilarang oleh pemerintah.
Warga diwajibkan untuk melakukan pengetesan, jika hasilnya positif maka akan dibawa ke
fasilitas khusus untuk ditangani, dan jika negatif, maka akan melakukan karantina rumah.
Setiap beberapa hari warga akan mendapatkan SMS berupa link yang harus diklik untuk
menunjukan lokasi mereka dan jika mereka tidak memegang ponselnya maka aparat akan
mendatangi rumah warga tersebut. Pelanggaran karantina rumah juga akan diberi sanksi oleh
pemerintah.52 Tentu saja pemerintah Singapura menuai kritik dari berbagai pihak. Walaupun
World Health Organization (WHO) memuji langkah pemerintah Singapura yang memberikan
“totalitas” dalam penanganan ini, kritik juga muncul akibat terlalu eksesif dan agresifnya
kebijakan yang tingkat tertentu. 53 Hal ini sangat merugikan hak-hak sipil, seperti yang
diungkapkan oleh The New York Times.54
51 Edward White in Wellington, How Singapore waged war on coronavirus, https://www.ft.com/content/ca4e0db0-6aaa-11ea-800d-da70cff6e4d3, diakses 8 April 2020. 52 The Conversation, Why Singapore’s coronavirus response worked – and what we can all learn,
https://theconversation.com/why-singapores-coronavirus-response-worked-and-what-we-can-all-learn-134024,
diakses 8 April 2020 53 Sumiko Tan, Coronavirus: Police helping MOH in contact tracing,
https://www.straitstimes.com/singapore/police-helping-moh-in-contact-tracing, diakses 8 April 2020. 54 Natasha Singer dan Choe Sang-Hun, As Coronavirus Surveillance Escalates, Personal Privacy Plummets,
https://www.nytimes.com/2020/03/23/technology/coronavirus-surveillance-tracking-privacy.html, diakses 8
April 2020.
22
Penetapan Status Wilayah dalam Penanganan Pandemi Covid-19
A. Munculnya Isu Pemberlakuan Darurat Sipil
Sebelum menetapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar, Presiden Joko
Widodo dalam rapat terbatas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 30
Maret 2020 lalu sempat mencetuskan wacana penerapan darurat sipil yang berdasarkan pada
Perppu Nomor 23 Tahun 1959 Keadaan Bahaya.55 Wacana tersebut kemudian menimbulkan
kontroversi karena perppu yang akan digunakan dinilai tidak sesuai dengan kondisi yang
sekarang terjadi. Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya terbit di era
pemerintahan Presiden Soekarno, yang mana perppu ini pendekatannya lebih ke arah
“penertiban” warga negara dengan dalih mewujudkan kepentingan keamanan dan ketertiban
umum karena pada kala itu terjadi revolusi, disintegrasi, hingga permasalahan terancamnya
eksistensi negara. 56 Seperti yang termuat dalam ketentuan pasal 10 perppu a quo yang
menyatakan bahwa:
(1) Penguasa Darurat Sipil Daerah berhak mengadakan peraturan-peraturan yang
dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum atau untuk kepentingan
keamanan daerahnya, yang menurut perundang-undangan pusat boleh diatur
dengan peraturan yang bukan perundang-undangan pusat.
(2) Penguasa Darurat Sipil Pusat berhak mengadakan segala peraturan-peraturan
yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum dan untuk kepentingan
keamanan.
Hal tersebut sangatlah berbeda dengan situasi sekarang dimana Indonesia sedang
menghadapi pandemi dengan dampak merugikan yang begitu serius di berbagai sektor hingga
rakyat lebih membutuhkan kebijakan yang akan menjamin kehidupan sekaligus kebutuhan
dasarnya, bukan justru mengarah pada “penertiban demi keamanan”. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidaklah relevan ketika pada masa pandemi ini menggunakan perppu a quo
sebagai salah satu dasar untuk menerapkan kebijakan dalam rangka mengatasi pandemi virus
corona. Beruntungnya, wacana tersebut batal diterapkan. Presiden Joko Widodo menyatakan
55 Ihsannudin, 2020, “Tiga Dasar Hukum Pembatasan Sosial Skala Besar dan Darurat Sipil, Salah Satunya Perppu
Era Soekarno”, https://nasional.kompas.com/read/2020/03/31/05050071/tiga-dasar-hukum-pembatasan-sosial-
skala-besar-dan-darurat-sipil-salah, diakses pada tanggal 18 April 2020. 56 Op.cit, Oce Madril.
23
bahwa pemerintah tidak akan menerapkan darurat sipil dan lebih memilih untuk menerapkan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).57
B. Karantina Wilayah
Merujuk dari definisi pada Pasal 1 Angka 10 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan menjelaskan bahwa:
Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah
termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yan diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa karantina wilayah bertujuan untuk melindungi masyarat
dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, mencegah dan menangkal penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat,
meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan masyarakat serta memberikan
perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas kesehatan.
Konsekuensi dari adanya karantina wilayah ini menimbulkan hak dan kewajiban
masyarakat, yaitu masyarakat berkewajiban untuk mematuhi ketentuan karantina wilayah serta
ikut serta dalam perwujudan karantina wilayah. Adapun hak yang dimiliki masyarakat adalah
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis, kebutuhan hidup dasar orang dan
makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggungjawab pemerintah
pusat. Terkait syarat Karantina Wilayah harus ada wabah penyebaran penyakit, adanya
penutupan wilayah dengan diberi tanda, dijaga aparat yang berwenang, masyarakat tidak boleh
keluar-masuk dan kebutuhan dasar mereka wajib dipenuhi. Prosedur Karantina Wilayah
berdasarkan Pasal 10 UU Kekarantinaan Kesehatan bahwa pemerintah pusat yang berhak dan
berwenang menerapkan penutupan suatu wilayah.
C. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Presiden Joko Widodo menetapkan status darurat kesehatan masyarakat terkait dengan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) melalui Keppres Nomor 11 Tahun 2020. Dalam
57 Lusiana Mustinda, 2020, “Apa Sih Arti Darurat Sipil dan Risikonya?”, https://news.detik.com/berita/d-
4960272/apa-sih-arti-darurat-sipil-dan-risikonya , diakses pada tanggal 18 April 2020.
24
dictum kedua keppres tersebut menyatakan bahwa “Menetapkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di lndonesia yang wajib dilakukan upaya
penanggulangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Penetapan status
darurat kesehatan masyarakat tersebut didasarkan pada pasal 10 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Tak hanya itu, Presiden kemudian menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam
Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bagian dari
tanggapan mengenai kedaruratan kesehatan masyarakat.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menurut pasal 1 peraturan pemerintah a quo
ialah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Kemudian, pasal 4 pp a quo menyatakan
bahwa:
(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi: a. peliburan sekolah dan
tempat kerja; b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau c. pembatasan kegiatan di
tempat atau fasilitas umum.
(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus
tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah
penduduk.
(3) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan
memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
Kriteria suatu daerah untuk bisa diterapkan PSBB menurut pasal 2 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 9 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) adalah jumlah kasus dan/atau
jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke
beberapa wilayah; dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau
negara lain. Penerapan PSBB diusulkan oleh kepala daerah kepada Menteri Kesehatan dengan
disertai data peningkatan jumlah kasus menurut waktu disertai kurva epidemiologi; penyebaran
kasus menurut waktu; dan kejadian transmisi lokal.58 Apabila suatu daerah yang mengajukan
permohonan tidak memenuhi kriteria seperti yang telah diuraikan di atas, Menteri Kesehatan
dapat tidak menerima permohonan pengajuan tersebut. Seperti yang terjadi pada daerah
58 Pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
25
Palangkaraya dan Sorong yang permohonannya untuk melakukan penerapan PSBB ditolak
oleh Menteri Kesehatan dengan alasan belum memenuhi sejumlah persyaratan yang telah
ditentukan.59 Terkait dengan kewenangan yang dimiliki Menteri Kesehatan untuk menetapkan
PSBB, pada dasarnya kewenangan tersebut merupakan kewenangan aktif, yang mana bukan
berdasarkan permohonan. Sehingga seharusnya penerapan PSBB tidak perlu berdasarkan
permohonan dari Pemda terlebih dahulu, akan tetapi Menteri Kesehatan secara aktif langsung
bisa menerapkan PSBB sendiri tanpa menunggu pengajuan permohonan pemerintah daerah.60
Salah satu daerah yang sudah menerapkan PSBB ialah Provinsi DKI Jakarta. Penetapan
PSBB tersebut dilakukan oleh Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor HK.01.07/Menkes/239/2020. 61 Gubernur DKI Jakarta kemudian menerbitkan
Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala
Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi DKI Jakarta
sebagai panduan untuk melaksanakan PSBB di provinsi tersebut. PSBB diberlakukan hingga
24 April 2020. Akan tetapi, sejauh ini penerapan kebijakan tersebut belum sepenuhnya efektif
karena tidak dibarengi dengan ketegasan pemerintah serta kepatuhan dari masyarakat sendiri.62
Selama pelaksanaan PSBB, warga masih banyak yang beraktivitas di luar rumah, jalan-jalan
utama di sebagian DKI Jakarta pun masih terlihat ramai. 63 Supaya kebijakan PSBB yang
diterapkan bisa berjalan efektif, antara masyarakat dan pemerintah harus berjalan beriringan.
Masyarakat harus disiplin dan mematuhi kebijakan PSBB, sedangkan pemerintah juga harus
bersikap tegas, apabila diperlukan bisa memberikan sanksi pidana bagi yang melanggar seperti
yang termuat dalam pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan yang menyatakan bahwa:
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling
59 Idham Kholid, 2020, “Menkes Tolak Permohonan PSBB Palangka Raya, Pemprov Kalteng Heran”, https://news.detik.com/berita/d-4974806/menkes-tolak-permohonan-psbb-palangka-raya-pemprov-kalteng-
heran, diakses pada tanggal 19 April 2020. 60 Op.cit, Oce Madril. 61 Humas Sekretariat Kabinet, 2020, “Menkes Tetapkan Status PSBB untuk Provinsi DKI Jakarta”,
https://setkab.go.id/menkes-tetapkan-status-psbb-untuk-provinsi-dki-jakarta/, diakses pada tanggal 19 April
2020. 62 Kompas, 2020, “Warga Masih Abaikan PSBB”, https://kompas.id/baca/metro/2020/04/16/warga-masih-
abaikan-psbb/, diakses pada tanggal 19 April 2020. 63 Ibid.
26
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Berdasarkan UU Kekarantinaan Kesehatan, antara Karantina Wilayah dan PSBB terdapat
beberapa perbedaan yaitu sebagai berikut:
PSBB Karantina Wilayah
Terkait tanggungjawab pemerintah untuk
menjamin kebutuhan hidup dasar masyarakat
tidak diatur
Kebutuhan hidup dasar masyarakat dan
makanan hewan ternak yang berada di
wilayah karantina menjadi tanggungjawab
pemerintah pusat (Pasal 55 ayat 1)
Terkait peran aparat keamanan dalam
penerapan kebijakan PSBB tidak disebutkan
secara spesifik (pasal 59 ayat (4))
Wilayah yang dikarantina dijaga terus
menerus oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia (pasal 54 ayat (2))
Paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan
tempat kerja; pembatasan kegiatan
keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di
tempat atau fasilitas umum (pasal 59 ayat
(3))
Anggota masyarakat yang dikarantina tidak
boleh keluar masuk wilayah karantina (Pasal
54 ayat (3))
Sumber: Kompas, 31 Maret 2020
27
Pembebasan Narapidana: Solusi Pencegahan Pandemi Covid-19?
A. Wacana Awal Pembebasan Narapidana
Salah satu kebijakan pemerintah untuk mencegah dan mengurangi penyebaran pandemi
Covid-19 diantaranya adalah membebaskan 30.000 narapidana. Kebijakan tersebut menuai
kontroversi di tengah masyarakat, ada yang mendukung, tetapi juga tidak sedikit yang menolak.
Di dalam perkembangannya, terdapat beberapa teori tujuan pidana kontemporer antara
lain teori efek jera, teori edukasi, teori rehabilitasi, teori pengendali sosial, dan teori keadilan
restoratif.64 Pasal 10 paragraf 3 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)
menyatakan bahwa tujuan yang penting dari sistem pemasyarakatan/penjara adalah reformasi
dan rehabilitasi sosial dari tahanan. The Standard Minimum Rules for The Treatment of
Prisoners juga menyatakan tentang tujuan untuk memfasilitasi rehabilitasi sosial dari pelaku
tindak pidana. Hal serupa juga terdapat dalam revisi European Prison Rule, yaitu untuk
memfasilitasi reintegrasi ke masyarakat bebas terhadap mereka yang telah dirampas
kemerdekaannya. Hal ini juga telah mempengaruhi interpretasi atas ketentuan yang terdapat
dalam European Convention for The Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms.
Bila dilihat lebih dalam sesungguhnya apa yang dikemukakan di atas sebenarnya merupakan
penerapan dari teori-teori tujuan pidana kontemporer.
Keputusan pembebasan ini dituangkan di dalam Keputusan Menteri Hukum dan
HAM RI No.M.HH-19 PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan
Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan
Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Pembebasan ini dilakukan kepada Narapidana yang
telah menjalani 2/3 masa tahanannya pada 1 April 2020 hingga 31 Desember 2020, tidak
dipidana karena tindak pidana yang diatur di dalam PP No. 99 Tahun 2012, dan bukan
merupakan WNA. Secara praktis, pembebasan 30.000 Narapidana dapat menghemat
pengeluaran pemerintah hingga Rp 260 miliar.65 Anggaran sebesar itu bisa digunakan untuk
mendukung program pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran Covid-19.
64 Eddy O.S. Hiariej, 2016, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta. 65 Tri Kurnia Yunianto, "Cegah Penularan Corona di Lapas, 30 Ribu Napi Bakal Dibebaskan”,
https://katadata.co.id/berita/2020/04/01/cegah-penularan-corona-di-lapas-30-ribu-napi-bakal-dibebaskan,
diakses 17 April 2020.
28
Terlebih pembebasan narapidana lumrah diberikan kepada arapidana yang dianggap memenuhi
persyaratan tertentu pada saat hari besar agama66 maupun setiap tanggal 17 Agustus.67
B. Pembebasan Narapidana di Tengah Pandemi di Berbagai Negara
Kebijakan pembebasan narapidana ini menimbulkan berbagai macam asumsi buruk
mengenai keputusan pemerintah di tengah kondisi pandemi ini. Padahal pembebasan
narapidana ini sempat didesak oleh PBB pada akhir Maret 2020 lalu.68 PBB mendesak otoritas
pemerintah negara-negara agar membebaskan narapidana yang masuk ke dalam
kategori rentan. Mereka yang masuk dalam kategori paling rentan adalah mereka yang sudah
berusia lanjut, sedang dalam kondisi sakit, dan para pelanggar berisiko rendah. Alasan utama
desakan PBB karena penjara-penjara kelebihan kapasitas dan tidak memiliki fasilitas kesehatan
yang memadai untuk para narapidana dan petugas sipir. Hal tersebut dikhawatirkan menjadikan
penjara sebagai episentrum baru penyebaran virus.
Berbagai negara sudah melakukan langkah kongkrit dalam pembebasan narapidana di
tengah pandemi. Prancis dikabarkan sudah mengurangi 10% narapidananya. Beberapa metode
dilakukan untuk mengurangi narapidananya antara lain Prancis menunda penghukuman bagi
mereka dengan kejahatan ringan dan alasan medis, menunda yang sedang menunggu
persidangan, dan pembebasan lebih awal. 69 Turki sudah mengesahkan undang-undang
pembebasan sementara narapidananya. Turki sudah mencatatkan sebanyak 17 kasus posit if
corona di penjara dengan tiga korban meninggal dunia. Virus ini kemudian menular pada 79
sipir dan 80 pegawai kementrian. Setelah UU disahkan, setidaknya 45.000 narapidana akan
66 Dylan Aprialdo Rachman, "112.523 Narapidana Dapat Remisi Idul Fitri Tahun 2019",
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/03/15184361/112523-narapidana-dapat-remisi-idul-fitri-tahun-2019,
diakses 17 April 2020. 67 M. Rosseno Aji, “130 Ribu Narapidana Peroleh Remisi HUT RI ke-74”,
https://nasional.tempo.co/read/1237093/130-ribu-narapidana-peroleh-remisi-hut-ri-ke-74, diakses pada 17 April
2020 68 Martha Ruth Thertina, “Kebijakan Penjara-penjara Dunia di Tengah Pandemi Corona”,
https://katadata.co.id/berita/2020/04/09/kebijakan-penjara-penjara-dunia-di-tengah-pand diakses pada 15 April
2020. 69 AFP, “Eropa Bebaskan Ribuan Napi di Tengah Pandemi Corona”
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200407005513-134-490991/eropa-bebaskan-ribuan-napi-di-
tengah-pandemi-corona, diakses 16 April 2020.
29
dibebaskan sementara dan akan dikenai wajib lapor sampai Juli 2020.70 Penjara memang bisa
berpotensi menjadi epicentrum baru penyebaran corona. Di Iran contohnya, sebanyak 25.000
narapidana dari total 190.000 narapidana positif terinfeksi corona. Pemerintah Iran merespon
dengan membaskan 85.000 narapidananya dan 75.000 diantaranya dibebaskan sementara.
Sisanya adalah mereka yang dibebaskan karena kejahatan ringan.
C. Sikap Pemerintah Indonesia dalam Pembebasan Narapidana
Pemerintah Indonesia membebaskan narapidana melalui dua program yaitu program
asimilasi dan program integrasi. Asimilasi adalah program pembinaan narapidana dan anak
dengan membiarkan mereka hidup berbaur di masyarakat. Integrasi adalah narapidana yang
telah memenuhi syarat-syarat pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mencatat ada 38.822
narapidana yang telah dibebaskan dari penjara per 20 April 2020.71 Jumlah tersebut adalah
akumulasi pembebasan narapidana dari program asimilasi dan integrasi. Detailnya sebanyak
36.641 bebas melalui program asimilasi yang terdiri dari 35.378 narapidana dewasa dan 903
anak. Sebanyak 2.181 narapidana bebas melalui program integrasi dengan 2.145 narapidana
dewasa dan 36 anak.
Namun, pembebasan narapidana tersebut tidak mencakup semua kasus. Ada beberapa
pengecualian terhadap kasus tertentu yang diatur dalam Permenkumham 10 Tahun 2020
tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam
Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Mereka yang tidak
mendapatkan pembebasan adalah narapidana yang melakukan tindakan terorisme, korupsi,
narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, kejahatan terhadap keamanan negara, dan
kejahatan terhadap kejahatan hak asasi manusia berat, kejahatan transnasional, serta warga
negara asing.72
70 Kris Mada, “Turki Bebaskan 45.000 Narapidana”,
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200407005513-134-490991/eropa-bebaskan-ribuan-napi-di-
tengah-pandemi-corona, diakses pada 16 April 2020. 71 Krisnadi, “Hingga Senin Ini, 38.822 Napi Telah Bebas Lewat Asimilasi Terkait COVID-19”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/20/10120611/hingga-senin-ini-38822-napi-telah-bebas-lewat-
asimilasi-covid-19, diakses 20 April 2020. 72 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana
dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
30
Per 13 April 2020, Presiden Joko Widodo sudah menetapkan pandemi COVID-19
menjadi bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. 73 Ini
berarti Indonesia telah menghadapi suatu kondisi yang darurat. Penyebaran COVID-19 yang
sangat cepat berbanding terbalik dengan kapasitas penjara yang Indonesia yang kelebihan
kapasitas. Kondisi kelebihan kapasitas ini mendorong negara untuk membebaskan narapidana
karena bagaimanapun negara harus tetap menjamin hak hidup masing-masing warga negaranya
di tengah pandemi COVID-19 ini. Sejalan dengan komisi tinggi PBB untuk Hak Asasi
Manusia mengenai pembebasan narapidana dengan kondisi overcapacity dengan menetapkan
kehidupan yang lebih baik di luar penjara.
Apabila sedikit menyinggung mengenai physical distancing yang selama ini
diinstruksikan oleh pemerintah, kondisi penjara yang kelebihan kapasitas berlawanan dengan
instruksi ini. Instruksi ini tidak bisa berjalan dengan kondisi penjara yang kelebihan kapasitas.
Pembebasan narapidana secara singkat juga bisa menjadi penjaminan pemerintah terhadap hak
hidup narapidana dalam kondisi pandemi seperti hak hidup yang telah diatur dalam dalam
pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang ditekankan pada frasa hak
untuk hidup dan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. 74
Selebihnya dalam Pasal 7 UU No.6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan yang
berbunyi:75
Setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan
kekarantinaan kesehatan, serta mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan
medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina
berlangsung.
Dalam frasa setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama, tidak
mengecualikan bagi mereka para narapidana. Lebih lanjut, pembebasan narapidana merupakan
73 CNN, “Jokowi Tetapkan Corona Sebagai Bencana Nasional”
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200413180042-20-493149/jokowi-tetapkan-wabah-corona-sebagai-
bencana-nasional, diakses pada 20 April 2020. 74 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886). 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6236)
31
salah satu upaya pemerintah dalam pemenuhan hak hidup narapidana dengan tidak
membiarkan mereka terinfeksi oleh COVID-19 karena kondisi overcapacity.
D. Pembebasan Narapidana Korupsi
Wacana pembebasan narapidana akibat korupsi menuai polemik di kalangan
masyarakat. Upaya peringanan hukuman bagi para koruptor ini dilakukan dengan merevisi PP
No 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Bina
Pemasyarakatan. 76 Namun, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa tidak akan ada
pembebasan narapidana koruptor. Pembebasan narapidana karena COVID-19 ini dikarenakan
alasan pidana umum. Yasonna Laoly setidaknya merinci empat kriteria narapidana yang bisa
dibebaskan melalui revisi PP tersebut. Kriteria tersebut adalah narapidana kasus narkotika
dengan syarat memiliki masa pidana 5 sampai 10 tahun yang sudah menjalani dua pertiga masa
tahanan, usulan pembebasan itu berlaku bagi narapidana kasus tindak pidana korupsi yang
berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan, dan bagi narapidana tindak
pidana khusus yang mengidap sakit kronis dan telah menjalani 2/3 masa tahanan.77
Apabila menengok kriteria narapidana korupsi yang akan dibebaskan menurut Yasonna
Laoly, ada beberapa nama besar koruptor yang mungkin berpotensi untuk dibebaskan. ICW
menyebutkan setidaknya ada 22 nama yang berpotensi dibebaskan antara lain pengacara senior
O.C. Kaligis (77); eks Menteri Agama, Suryadharma Ali (63); eks Hakim Mahkamah
Konstitusi, Patrialis Akbar (61); eks Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari (70); dan eks
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik (70).78 Nama besar koruptor
Setya Novanto juga tidak luput dari daftar nama ini. Setya Novanto yang tersandung kasus
korupsi e-KTP sebesar 2,3 triliun berpotensi dibebaskan karena usianya sudah 64 tahun.
Wacana ini bukan pertama kali muncul, tercatat pada 2015 saat Yasonna Laoly
menjabat sebagai Menkumham pada periode pertama. Banyak pihak yang mengkritik wacana
76 CNN, “Jokowi: Pembebasan Napi Koruptor Tak Pernah Dibahasa di Rapat”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200406095618-12-490649/jokowi-pembebasan-napi-koruptor-tak-
pernah-dibahas-di-rapat, diakses pada 20 April 2020. 77 Ibid. 78 CNN, “Daftar 22 Napi Megakorupsi yang Bisa Dibebaskan Yasonna”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200403133638-12-490015/daftar-22-napi-megakorupsi-yang-bisa-
dibebaskan-yasonna, diakses 20 April 2020.
32
ini, salah satunya PUKAT UGM yang menilai bahwa pembebasan ini tidak berdasar karena
jumlah narapidana korupsi di Indonesia sangat sedikit dibandingkan dengan warga binaan
lembaga pemasyarakatan di Indonesia.79 Korupsi adalah suatu kejahatan yang serius bersama
dengan narkotika dan terorisme. Jika revisi PP No 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata
Cara Pelaksanaan Hak Warga Bina Pemasyarakatan. ini diberlakukan maka akan bertentangan
dengan PP Menkumham 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi
Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran
Covid-19 yang secara jelas pada Bab II mengecualikan narapidana korupsi untuk mendapatkan
pembebasan karena pandemi.
Kajian Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK mengenai Tata Kelola Sistem
Pemasyarakatan bisa menjadi pertimbangan dalam kebijakan narapidana korupsi. Salah satu
rekomendasinya adalah menyarankan urutan prioritas dalam mengurangi narapidana sesuai
dengan kapasitas lapas. Menurut KPK, tahanan korupsi saat ini hanya berkisar 5.000 orang dan
tidak menyebabkan kelebihan kapasitas. Terlebih tahanan korupsi tidak berada dalam satu sel
yang sama dengan tahanan lain seperti di Lapas Sukamiskin, Bandung. Pada tahun 2018 KPK
juga tidak menyarankan narapidana korupsi dipindahkan di lapas umum. Apabila diletakkan di
lapas umum, narapidana korupsi cenderung mendapat perlakuan istimewa. Solusinya adalah
pemindahan narapidana korupsi di lapas dengan keamanan maksimal di Nusakambangan. Tim
peneliti KPK memetakan beberapa risiko jika napi korupsi tetap ditempatkan di lapas umum
seperti risiko suap terkait izin-izin yang diberikan oleh Kalapas kepada napi korupsi, risiko
suap terkait jual beli fasilitas di dalam sel, lemahnya pengendalian/pengawasan dalam proses
kunjungan baik pihak keluarga maupun pihak lain terlebih menyangkut high profile visitor,
serta lemahnya mekanisme control di lapas umum menjadi celah masuknya contraband.80
79 Jauhari Wawan S, “PUKAT UGM Kritik Wacana Pembebasan Napi Koruptor Berdalih Cegah Corona”,
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4962329/pukat-ugm-kritik-wacana-pembebasan-napi-koruptor-
berdalih-cegah-corona, diakses 20 April 2020. 80 Tim Kajian KPK, Kajian KPK: Napi Koruptor Bukan Penyebab Kapasitas Berlebihan Lapas”,
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/1578-kajian-kpk-napi-koruptor-bukan-penyebab-kapasitas-berlebih-
lapas, diakses 20 April 2020.
33
E. Dampak Pembebasan Narapidana
Menurut Pasal 1 angka 7 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, definisi
narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lapas. Seseorang
yang menjalani pidana penjara ataupun kurungan berarti hak atas kebebasannya sedang
direnggut. Akan tetapi, di dalam pelaksanaannya narapidana tidak hanya menjalani hukuman
saja, tetapi juga menjalani rehabilitasi, yang merupakan salah satu dari tujuan pemidanaan. Hal
ini seperti yang terdapat di dalam konsiderans huruf c UU a quo bahwa tujuan dari sistem
pemasyarakatan adalah agar warga binaan pemasyarakatan menyadari kesalahannya,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Akan tetapi muncul pertanyaan terkait apakah narapidana yang dibebaskan sudah tepat
sasaran dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi walaupun belum tuntas menjalani masa
hukumannya. Masa hukuman yang tidak dijalani secara penuh mengakibatkan tujuan dari
pemidanaan tersebut, yaitu rehabilitasi dan efek jera, tidak terimplementasi secara penuh pula.
Hal tersebut berpotensi mengakibatkan narapidana tersebut belum siap untuk berintegrasi dan
berasimilasi kembali ke masyarakat. Ketidaksiapan tersebut bisa menjadi pemicu mantan
narapidana tersebut untuk kembali melakukan tindak pidana demi kelangsungan hidupnya.
Seperti yang terjadi di Pontianak, eks napi asimilasi Lapas Kelas IIA Pontianak berinisial GR
bersama tersangka lain, MT dan ES, tertangkap tangan mencuri ponsel. Pelaku tidak hanya
beraksi sekali, namun hingga empat kali setelah bebas. Kasus serupa juga terjadi di Jakarta
Timur, sebuah minimarket dibobol oleh 4 orang yang salah satunya merupakan eks napi
asimilasi yang kemudian ditembak mati empat hari pasca pembobolan.81
Pembebasan ini juga dimanfaatkan oleh beberapa oknum sipir untuk melakukan pungli
terhadap napi yang akan dibebaskan. Sejumlah napi di berbagai daerah mengaku diminta untuk
membayar sejumlah uang kepada sipir agar dibebaskan melalui program asimilasi. Seorang
napi Lapas Cipinang mengaku diminta uang sebesar Rp 5 juta setelah sebelumnya sempat
diminta uang sebesar Rp 7 juta. Menurut pengakuan mereka, praktik pungli ini dilakukan
81 Alfian Putra Abdi, “Eks Napi Program Asimilasi Jokowi Kembali, Apa Penyebabnya?”, https://tirto.id/eks-
napi-program-asimilasi-jokowi-kembali-berulah-apa-penyebabnya-ePvS, Diakses 20 April 2020.
34
secara sistematis. Napi yang memenuhi syarat program asimilasi diminta mencari napi lain
yang tidak memenuhi syarat untuk dimintai uang oleh sipir agar dibebaskan.82 Hal semacam
ini harus menjadi bahan evaluasi dan perhatian pemerintah agar kedepannya bisa lebih berhati-
hati dalam membuat suatu kebijakan.
82 Muhammad Ahsan Ridhoi, ‘’Napi Berulah Lagi dan Masalah Lain Iringi Asimilasi Corona Kemenkumham’’,
https://katadata.co.id/berita/2020/04/17/napi-berulah-lagi-dan-masalah-lain-iringi-asimilasi-corona-
kemenkumham, Diakses 20 April 2020.
35
Kinerja DPR dalam Penanganan Pandemi Covid-19
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga legislatif yang mendapatkan
legitimasinya langsung dari rakyat melalui pemilihan umum. Hal inilah yang mampu
menguatkan kedudukan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat dalam melaksanakan
kedaulatan rakyat atau demokrasi. Dalam konteks era reformasi sekarang, lembaga legislatif
secara praktis dicoba kembali untuk melakukan check and balances dengan eksekutif dalam
penyelenggaraan tata pemerintahan. Adanya check and balances tersebut diharapkan mampu
menyelaraskan cabang-cabang kekuasaan agar tidak ada yang berlaku sewenang-wenang atau
menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa DPR memiliki tiga fungsi yakni
fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.83 Fungsi legislasi merupakan fungsi DPR dalam
merancang peraturan perundang-undangan. Fungsi ini merupakan cerminan dari kedaulatan
rakyat atau demokrasi itu sendiri karena peraturan perundang-undangan yang diciptakan
merupakan pengaturan kehidupan bernegara.84 Oleh karenanya, lembaga perwakilan rakyat
atau lembaga legislatiflah yang salah satunya berwenang membentuk dan menetapkan
peraturan.85 Dalam menjalankan fungsinya, DPR merancang Undang-Undang bersama-sama
dengan Presiden yang mana outputnya adalah Undang-Undang. Fungsi ini merupakan fungsi
yang paling kerap disorot oleh berbagai pihak termasuk media. Hal ini disebabkan oleh output
dari fungsi a quo berupa peraturan perundang-undangan yang mana semua orang dapat
mengaksesnya. Fungsi legislasi nantinya akan berkaitan dengan fungsi lainnya.
Fungsi anggaran atau budgeting berkenaan dengan bagaimana DPR mendistribusikan
anggaran sesuai dengan skala prioritas.86 Pelaksanaan fungsi ini adalah pemberian persetujuan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diajukan Presiden. Apabila DPR
menolak rancangan yang diajukan Presiden maka yang digunakan adalah APBN tahun lalu
sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (3) UUD 1945.87 Sedangkan fungsi pengawasan atau
control adalah fungsi yang melekat pada DPR sehingga berkaitan erat dengan pelaksanaan
check and balances dengan cabang kekuasaan lain. Presiden dan pemegang kekuasaan
83 Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 84 Jimly Asshidique, 2009, Pengantar Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Depok, hlm. 298. 85 Ibid. 86 Rania Solihah Siti Witianti, “Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Pemilu 2014:
Permasalahan dan Upaya Mengatasinya”, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 2, No. 2, Oktober, 2016, hlm. 295. 87 Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
36
eksekutif lainnya adalah pelaksana sekaligus perancang kebijakan yang mendapat mandat oleh
Undang-Undang. Kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan yang bisa dikatakan sangat
mungkin untuk melakukan kesewenang-wenangan kekuasaan. Dalam hal ini, fungsi
pengawasan berperan untuk menyeimbangkan kekuasaan tersebut dengan esensi wakil rakyat
adalah pelaksana praktis demokrasi. Pengawasan oleh DPR dilakukan atas pelaksanaan UU
dan APBN.88 Pengawasan terhadap UU merupakan lanjutan dari fungsi legislasi dimana UU
yang telah dibuat bersama-sama pelaksanaannya tidak boleh menyimpang. Sedangkan
pengawasan pada APBN adalah controlling yang dilakukan DPR sebagai perwakilan rakyat
agar APBN ditujukan dan digunakan sebaik-baiknya untuk masyarakat umum.
A. Pembahsan RUU Kontroversial saat Penanganan Pandemi Covid-19
Dalam konteks pandemi Covid-19, DPR sejatinya memiliki urgensi yang sangat
penting dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Presiden Joko Widodo telah menetapkan Covid-
19 sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai
Bencana Nasional.89 Tentunya dengan penetapan tersebut, aspek yang berhubungan dengan
kesejahteraan masyarakat harus menjadi perhatian utama. Pemahaman urgensi tersebut
seharusnya mendorong pemerintah untuk turut memaksimalkan kinerjanya. Kendatipun
fungsi legislasi merupakan fungsi paling esensial dari lembaga legislatif, desakan yang
ada dari masyarakat menyasarkan pada fungsi angggaran dan pengawasan dari DPR.
Hal ini disebabkan pemerintah dalam melakukan upaya penanganan pandemi Covid-19 perlu
adanya untuk diberi pengawasan. Tentunya ini merupakan bagian dari pelaksanaan demokrasi
oleh lembaga yang bersifat representatif. Apabila DPR tetap ingin memaksimalkan fungsi
legislasinya, maka Undang-Undang yang dirancang sebaiknya bertujuan untuk menangani
pandemi Covid-19. Namun kenyataan yang ada di lapangan berbeda dengan yang diharapkan.
Alih-alih membahas peraturan perundang-undangan dalam rangka menangani pandemi Covid-
19, DPR justru membahas berbagai Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tidak relevan
dengan kepentingan masyarakat saat ini. RUU tersebut diantaranya adalah RUU Cipta Kerja
88 Sulistyowati, “Ketidakadilan DPR-RI dalam Menjalankan Fungsinya”, Jurnal UNDIP, hlm. 77. 89 Ihsanuddin, “Presiden Jokowi Teken Keppres Tetapkan Wabah Covid-19 Bencana Nasional”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/13/18101841/presiden-jokowi-teken-keppres-tetapkan-wabah-covid-
19-bencana-nasional, diakses pada 21 April 2020.
37
atau yang lebih kerap disebut sebagai “Omnibus Law”, RUU KUHP, hingga RUU
Pemasyarakatan yang justru menuai kontroversi di masyarakat.90
Pembahasan “Omnibus Law” RUU Cipta Kerja oleh DPR RI sempat menuai berbagai
kritik keras terhadap aspek formil maupun materiil RUU tersebut.91 Tidak dapat dipungkiri
bahwa DPR RI memiliki Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang menjadi salah satu
prioritas kerja. Akan tetapi, melihat kondisi bangsa saat ini, publik menyerukan kepada DPR
RI untuk dapat lebih mempriortaskan fungsi pengawasannya terhadap pelaksanaan
penanggulangan Covid-19, utamanya dalam hal realokasi APBN dalam berbagai sektor vital
sebagaimana diamanatkan dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020.
B. Pembentukan Satgas Lawan Covid-19
Tak lama setelah dikeluarkannya Perpu Nomor `1 Tahun 2020 oleh Presiden Joko
Widodo, DPR membentuk suatu tim atau satuan tugas yang diproyeksikan untuk mengawasi
jalannya pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam menanggulangi pandemic Covid-19,
dimana DPR membentuk Satuan Tugas (Satgas) Lawan Covid-19 serta Tim Pengawas DPR RI
terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana Pandemi Covid-19.92 Satgas Lawan Covid-19 ini
diketuai oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, sedangkan Tim Pengawas diketuai oleh
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar. Mengutip pemaparan dari Ketua DPR RI Puan
Maharani, adapun yang menjadi fokus kerja dari dibentuknya Satgas lawan Covid-19 DPR RI
ini adalah menghimpun dan mengoordinasikan sumbangan dari berbagai donatur dalam rangka
penanganan wabah Covid-19 hingga koordinasi penyaluran bantuan ke daerah-daerah. 93
Bantuan yang dikoordinasikan antara lain bantuan dalam aspek kesehatan maupun ekonomi
masyarakat. Dinyatakan bahwa pelaksanaan kinerja Satgas Lawan Covid-19 tidak akan
90 Sania Mashabi, “Saat Wabah, DPR Diminta Titik Beratkan Fungsi Pengawasan ketimbang Legislasi”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/14/23371161/saat-wabah-dpr-diminta-titik-beratkan-fungsi-
pengawasan-ketimbang-legislasi, diakses pada 21 April 2020. 91 Media Indonesia, DPR Menilai Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 Tidak Efektif
https://mediaindonesia.com/read/detail/301566-dpr-menilai-permenkes-nomor-9-tahun-2020-tidak-efektif,
diakses 20 April 2020 92 Budiarti Utami Putri, Selain Satgas, DPR Punya Tim Pengawas Penanganan Covid-19,
https://nasional.tempo.co/read/1330127/selain-satgas-dpr-punya-tim-pengawas-penanganan-covid-19, diakses
15 April 2020 93 Annisa Dea Widiarini, Bentuk Satgas Covid-19, DPR Bantu Pemerintah Hadapi Pandemi Corona,
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/09/18360611/bentuk-satgas-covid-19-dpr-bantu-pemerintah-hadapi-
pandemi-corona, diakses 19 April 2020.
38
menggunakan APBN ataupun penerimaan keuangan negara melainkan dana Satgas ini berasal
dari iuran masing-masing anggota Satgas yang berasal dari lintas partai.94 Disamping itu tujuan
dibentuknya Tim Pengawas oleh anggota DPR tersebut salah satunya untuk mengawasi
pelaksanaan kerja pemerintah terutama dalam pengalokasian dana APBN yang diatur dalam
Perpu Nomor 1 Tahun 2020.95 Sebagaimana diketahui bahwa perppu a quo mengatur mengenai
berbagai penyesuaian keuangan negara dalam rangka menjamin stabilitas ekonomi selama
penanganan pandemic Covid-19. Tentunya, sebagaimana diketahui bahwa DPR memiliki
wewenang untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN96 sehingga kiranya dapat
dilihat bahwa pengawasan terhadap penggunaan anggaran pemerintah dalam rangka
penanganan Covid-19 menjadi tanggung jawab lembaga DPR secara keseluruhan, bukan hanya
milik sebagian kelompok.
Menarik untuk dilihat mengenai dasar pembentukan Satgas Lawan Covid-19 dan Tim
Pengawas tersebut. Secara formal, tentunya kedua lembaga tersebut tidak dapat didefinisikan
sebagai salah satu alat kelengkapan DPR RI sebagaimana diatur dalam Pasal 83 UU Nomor 2
Tahun 2018. Ketentuan Pasal 83 huruf k undang-undang a quo menyatakan bahwa DPR dapat
membentuk alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Adapun
Satgas maupun Tim Pengawas a quo pada faktanya memang tidak dibentuk dalam rapat
paripurna. DPR RI. Hal ini juga selaras dengan keterangan bahwa lembaga tersebut tidak
memanfaatkan pendanaan APBN dalam kinerjanya, melainkan iuran anggota. Maka apabila
dilihat secara kelembagaan, kedua tim ini dapat dianggap sebagai wadah bagi anggota DPR
untuk turut memberikan partisipasi kemanusiaan dalam penanganan wabah Covid-19.
Melihat kembali pada urgensi dikuatkannya fungsi DPR dalam hal pengawasan
terhadap jalannya pemerintahan selama masa penanganan pandemi Covid-19, perlu adanya
peran aktif DPR dalam mewujudkan harmonisasi dan koordinasi yang efektif oleh pemerintah
dalam perumusan kebijakan penanganan pandemi. Terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor
94 Budiarti Utami Putri, Bentuk Satgas Lawan Covid-19, DPR Tak Pakai Uang Negara, https://nasional.tempo.co/read/1329797/bentuk-satgas-lawan-covid-19-dpr-tak-pakai-uang-negara, diakses 19
April 2020. 95 Nawir Arsyad Akbar, DPR Juga Bentuk Tim Pengawas Penanganan Covid-19,
https://republika.co.id/berita/q8nvlg428/dpr-juga-bentuk-tim-pengawas-penanganan-covid19, diakses 20 April
2020 96 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentangn Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6187).
39
12 Tahun 2020 yang menetapkan pandemi Covid-19 sebagai Bencana Nasional memberikan
wewenang kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebagai pelaksana terdepan
penanggulangan bencana nasional. Sedangkan dalam hal penanganan di daerah, para gubernur,
bupati, dan walikota menjadi Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah
masing-masing yang harus memperhatikan kebijakan pemerintah pusat dalam setiap
perumusan kebijakan untuk menanggulangi pandemi di daerahnya. Dari adanya penetapan
Bencana Nasional tersebut, perlu kiranya DPR melaksanakan pengawasan atas kinerja Gugus
Tugas di tingkat nasional demi mewujudkan pelaksanaan kebijakan yang koordinatif dan
efektif. Mengutip pendapat dari Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas
Andalas, Feri Amsari, diharapkan DPR RI dapat mengintensifkan pengawasan terhadap kinerja
lembaga-lembaga pemerintah dalam setiap proses perumusan kebijakan yang berkaitan dengan
penanggulangan Bencana Nasional Covid-19 ini.97 Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar
koordinasi penanggulanan bencana dalam tataran pemerintah pusat, Gugus Tugas, maupun
dengan pemerintah daerah tidak terjadi perbedaan data maupun perumusan kebijakan yang
dapat menghambat kinerja masing-masing. Urgensi dari tindakan ini adalah sebagai tindak
lanjut dari munculnya beberapa permasalahan koordinasi kerja antara pemerintah pusat, Gugus
Tugas, maupun pemerintah daerah, salah satunya mengenai polemik transparansi dan validitas
data korban terdampak Covid-19 yang didata oleh daerah serta pemerintah pusat.98 Disamping
itu pula, diperlukan peran aktif DPR dalam mengawasi kebijakan penetapan status Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Kementrian Kesehatan sehingga proses penetapan daerah
yang diberi status PSBB tidak terhambat oleh proses birokratis yang tidak efisien.99
97 Hasil Diskusi Persepsi Dewan Mahasiswa Justicia bersama Feri Amsari tanggal 8 April 2020. 98 Wayan Agus Purnomo, Beda Irama Data Jakarta, https://majalah.tempo.co/read/nasional/160237/mengapa-
data-korban-covid-19-pemerintah-pusat-dan-daerah-berbeda, diakses 20 April 2020. 99 Op.cit, Media Indonesia.
40
Daftar Pustaka
A. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Pengganti Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan dalam Rangka Ancaman
yang Membahayakan Perekonomian Nasional atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentangn Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 6187).
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 6236).
Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587).
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3886).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3344).
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian
Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan
Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Seruan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2020 Penghentian Sementara Kegiatan
Perkantoran dalam Rangka Mencegah Penyebaran Wabah Covid-19
B. Buku
Asshidique, Jimly, 2009, Pengantar Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Depok.
Eddy O.S. Hiariej, 2016, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.
C. Diskusi Online
Hasil Diskusi Persepsi Dewan Mahasiswa Justicia bersama Feri Amsari tanggal 8 April 2020.
Hasil Diskusi Persepsi Dewan Mahasiswa Justicia bersama Oce Madril tanggal 9 April 2020.
Hasil Diskusi Persepsi Dewan Mahasiswa Justicia bersama Muhammad Fatahillah Akbar tanggal 10 April
2020.
D. Siaran TV
Indonesian Lawyers Club. Corona: Badai Semakin Kencang. Siaran Tanggal 7 April 2020.
E. Jurnal
Shen, Chen dan Yaneer Bar-Yam, Color zone pandemic response version 2, New England Complex
Systems Institute, 2 Maret 2020.
Sulistyowati, “Ketidakadilan DPR-RI dalam Menjalankan Fungsinya”, Jurnal UNDIP
41
Witianti, Rania Solihah Siti, “Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Pemilu 2014:
Permasalahan dan Upaya Mengatasinya”, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 2, No. 2, Oktober, 2016
F. Internet
Abdi, Alfian Putra, “Eks Napi Program Asimilasi Jokowi Kembali, Apa Penyebabnya?”,
https://tirto.id/eks-napi-program-asimilasi-jokowi-kembali-berulah-apa-penyebabnya-ePvS, Diakses 20 April 2020.
AFP, Can South Korea be a model for virus-hit countries?, https://www.timesofisrael.com/can-south-
korea-be-a-model-for-virus-hit-countries/, diakses 8 April 2020.
AFP, “Eropa Bebaskan Ribuan Napi di Tengah Pandemi Corona”
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200407005513-134-490991/eropa-bebaskan-
ribuan-napi-di-tengah-pandemi-corona, diakses 16 April 2020.
Aji, M. Rosseno, “130 Ribu Narapidana Peroleh Remisi HUT RI ke-74”,
https://nasional.tempo.co/read/1237093/130-ribu-narapidana-peroleh-remisi-hut-ri-ke-74, diakses
pada 17 April 2020
Blue, Victor J., The Virus Can Be Stopped, but Only With Harsh Steps, Experts Say,
https://www.nytimes.com/2020/03/22/health/coronavirus-restrictions-us.html, diakses 8 April
2020.
Borowiec, Steven, How South Korea’s Coronavirus Outbreak Got so Quickly out of Control,
https://time.com/5789596/south-korea-coronavirus-outbreak/, diakses 8 April 2020.
CNN, “Daftar 22 Napi Megakorupsi yang Bisa Dibebaskan Yasonna”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200403133638-12-490015/daftar-22-napi-
megakorupsi-yang-bisa-dibebaskan-yasonna, diakses 20 April 2020
CNN, “Jokowi: Pembebasan Napi Koruptor Tak Pernah Dibahasa di Rapat”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200406095618-12-490649/jokowi-pembebasan-napi-
koruptor-tak-pernah-dibahas-di-rapat, diakses pada 20 April 2020.
CNN, “Jokowi Tetapkan Corona Sebagai Bencana Nasional”
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200413180042-20-493149/jokowi-tetapkan-wabah-
corona-sebagai-bencana-nasional, diakses pada 20 April 2020.
Detik.com, 2020, Pandemi Corona, Jokowi Fokuskan Siapkan Bantuan Untuk Masyarakat Bawah.
https://news.detik.com/berita/d-4959845/pandemi-corona-jokowi-fokus-siapkan-bantuan-untuk-
masyarakat-bawah . Diakses 7 April 2020
Detik Finance. 2020. Jokowi Gelontorkan 405T Lawan Corona, Uangnya dari Mana?
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4960978/jokowi-gelontorkan-rp-405-t-lawan-corona-
uangnya-dari-mana/. Diakses tanggal 7 April 2020
Dewi, Dinda Silviana. 2020. Beda Rapid Test dan PCR Test untuk Deteksi Virus Corona COVID-19.
https://tirto.id/beda-rapid-test-dan-pcr-test-untuk-deteksi-virus-corona-covid-19-eKCY. Diakses
Tanggal 10 April 2020. Pukul 22.33
Edward White in Wellington, How Singapore waged war on coronavirus,
https://www.ft.com/content/ca4e0db0-6aaa-11ea-800d-da70cff6e4d3, diakses 8 April 2020.
Fisher, Max dan Choe Sang Hun, How South Korea Flattened the Curve,
https://www.nytimes.com/2020/03/23/world/asia/coronavirus-south-korea-flatten-curve.html,
diakses 8 April 2020.
Hikam, Herdi. 2020. Alat Tes Kilat Virus Corona. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
4969356/alat-tes-kilat-virus-corona-dari-swiss-mendarat-di-ri diakses pada 8 April 2020.
Humas Sekretariat Kabinet, 2020, “Menkes Tetapkan Status PSBB untuk Provinsi DKI Jakarta”, https://setkab.go.id/menkes-tetapkan-status-psbb-untuk-provinsi-dki-jakarta/, diakses pada tanggal
19 April 2020
Ihsanuddin, “Presiden Jokowi Teken Keppres Tetapkan Wabah Covid-19 Bencana Nasional”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/13/18101841/presiden-jokowi-teken-keppres-tetapkan-
wabah-covid-19-bencana-nasional, diakses pada 21 April 2020.
42
Ihsannudin, “Tiga Dasar Hukum Pembatasan Sosial Skala Besar dan Darurat Sipil, Salah Satunya Perppu
Era Soekarno”, https://nasional.kompas.com/read/2020/03/31/05050071/tiga-dasar-hukum-
pembatasan-sosial-skala-besar-dan-darurat-sipil-salah, diakses pada tanggal 18 April 2020.
Kata Data, 2020, Sisi Minus Stimulus Rp 405 Triliun dalam Penanganan Virus Corona,
https://katadata.co.id/telaah/2020/04/03/sisi-minus-stimulus-rp-405-triliun-dalam-penanganan-virus-
corona . Diakses pada 14 April 2020.
Kapadia, Reshma, What the U.S. Can Learn From China's Response to the Coronavirus pandemic,
https://www.barrons.com/articles/what-the-u-s-can-learn-from-chinas-response-to-the-
coronavirus-pandemic-51584699300, diakses 8 April 2020.
Karnitschnig, Matthew, China is winning the coronavirus propaganda war,
https://www.politico.eu/article/coronavirus-china-winning-propaganda-war/, diakses 8 April 2020.
Kementerian Keuangan, 2020, Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan, Respons Luar Biasa Pemerintah Hadapi Situasi COVID-19,
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/perppu-no1-tahun-2020-tentang-kebijakan-
keuangan-negara-dan-stabilitas-sistem-keuangan-respons-luar-biasa-pemerintah-hadapi-situasi-
covid-19/ . Diakses pada 14 April 2020
Kholid, Idham, 2020, “Menkes Tolak Permohonan PSBB Palangka Raya, Pemprov Kalteng Heran”,
https://news.detik.com/berita/d-4974806/menkes-tolak-permohonan-psbb-palangka-raya-
pemprov-kalteng-heran, diakses pada tanggal 19 April 2020.
Kompas, 2020, “Warga Masih Abaikan PSBB”, https://kompas.id/baca/metro/2020/04/16/warga-masih-
abaikan-psbb/, diakses pada tanggal 19 April 2020
Krisnadi, “Hingga Senin Ini, 38.822 Napi Telah Bebas Lewat Asimilasi Terkait COVID-19”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/20/10120611/hingga-senin-ini-38822-napi-telah-bebas-
lewat-asimilasi-covid-19, diakses 20 April 2020.
Mada, Kris, “Turki Bebaskan 45.000 Narapidana”,
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200407005513-134-490991/eropa-bebaskan-
ribuan-napi-di-tengah-pandemi-corona, diakses pada 16 April 2020.
Muchdi, Dicke, https://www.medianasional.id/negara-sengaja-membunuh-warganya/, diakses 18 April
2020.
Mashabi, Sania, “Saat Wabah, DPR Diminta Titik Beratkan Fungsi Pengawasan ketimbang Legislasi”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/14/23371161/saat-wabah-dpr-diminta-titik-beratkan-
fungsi-pengawasan-ketimbang-legislasi, diakses pada 21 April 2020.
Media Indonesia, DPR Menilai Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 Tidak Efektif,
https://mediaindonesia.com/read/detail/301566-dpr-menilai-permenkes-nomor-9-tahun-2020-tidak-efektif,
diakses 20 April 2020
Mustinda, Lusiana, 2020, “Apa Sih Arti Darurat Sipil dan Risikonya?”, https://news.detik.com/berita/d-
4960272/apa-sih-arti-darurat-sipil-dan-risikonya , diakses pada tanggal 18 April 2020.
Mustopa, Aldi Muhamad, Geotimes, 2017, Mewujudkan Good Governance Melalui Transparansi
Informasi Publik, https://geotimes.co.id/opini/mewujudkan-good-governance-melalui-
transparansi-informasi-publik/, diakses tanggal 7 April 2020.
Nafi'an, Muhammad Ilman, Anies Minta Transparansi Data Pasien Positif Corona,
https://news.detik.com/berita/d-4961322/anies-minta-transparansi-data-pasien-positif-corona,
diakses tanggal 7 April 2020.
Putri, Budiarti Utami, Selain Satgas, DPR Punya Tim Pengawas Penanganan Covid-19,
https://nasional.tempo.co/read/1330127/selain-satgas-dpr-punya-tim-pengawas-penanganan-
covid-19, diakses 15 April 2020
Putri, Budiarti Utami, Bentuk Satgas Lawan Covid-19, DPR Tak Pakai Uang Negara,
https://nasional.tempo.co/read/1329797/bentuk-satgas-lawan-covid-19-dpr-tak-pakai-uang-negara,
diakses 19 April 2020.
Purnomo, Wayan Agus, Beda Irama Data Jakarta,
https://majalah.tempo.co/read/nasional/160237/mengapa-data-korban-covid-19-pemerintah-pusat-
dan-daerah-berbeda, diakses 20 April 2020.
43
Prayitno, Panji, 2020, Liputan 6, Hoaks Menyebar di Tengah Wabah Corona COVID-19, Apa Solusinya?,
https://www.liputan6.com/regional/read/4212838/hoaks-menyebar-di-tengah-wabah-corona-
covid-19-apa-solusinya. Diakses tanggal April 8, 2020.
Rachman, Dylan Aprialdo, "112.523 Narapidana Dapat Remisi Idul Fitri Tahun 2019",
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/03/15184361/112523-narapidana-dapat-remisi-idul-
fitri-tahun-2019, diakses 17 April 2020.
Ridhoi, Muhammad Ahsan, ‘’Napi Berulah Lagi dan Masalah Lain Iringi Asimilasi Corona
Kemenkumham’’, https://katadata.co.id/berita/2020/04/17/napi-berulah-lagi-dan-masalah-lain-
iringi-asimilasi-corona-kemenkumham, Diakses 20 April 2020.
Rogin, Josh, South Korea shows that democracies can succeed against the coronavirus,
https://www.washingtonpost.com/opinions/2020/03/11/south-korea-shows-that-democracies-can-
succeed-against-coronavirus/, diakses 8 April 2020.
Sani, Ahmad Faiz Ibnu, BNPB Blak-blakan Data Kasus Positif COVID-19 Tidak Sesuai, https://nasional.tempo.co/read/1328220/bnpb-blak-blakan-data-kasus-positif-COVID-19-tidak-
sesuai/full&view=ok, diakses tanggal 7 April 2020.
Saputra, Andi, detiknews, https://news.detik.com/berita/d-4964520/pukat-ugm-kritik-keras-perppu-corona-
karena-hapus-delik-korupsi, diakses 17 April 2020.
Singer, Natasha dan Choe Sang-Hun, As Coronavirus Surveillance Escalates, Personal Privacy Plummets,
https://www.nytimes.com/2020/03/23/technology/coronavirus-surveillance-tracking-privacy.html,
diakses 8 April 2020.
Sjarif, Fitriani Ahlan, hukumonline.com, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e85a13602bad/pp-
inikah-yang-kita-harapkan-untuk-menangani-covid-19-di-indonesia-oleh--fitriani-ahlan-sjarif/,
diakses 18 April 2020.
Tan, Sumiko, Coronavirus: Police helping MOH in contact tracing,
https://www.straitstimes.com/singapore/police-helping-moh-in-contact-tracing, diakses 8 April
2020.
Tempo. 2020. BNPB Blak-blakan Data Kasus Positif COVID-19 Tidak Sesuai. https://nasional.tempo.co/read/1328220/bnpb-blak-blakan-data-kasus-positif-COVID-19-tidak-
sesuai/full&view=ok. Diakses tanggal 8 April 2020.
The Conversation, Why Singapore’s coronavirus response worked – and what we can all learn,
https://theconversation.com/why-singapores-coronavirus-response-worked-and-what-we-can-all-
learn-134024, diakses 8 April 2020
The Guardian, Coronavirus quarantine plans ignite row between South Korea and Japan,
https://www.theguardian.com/world/2020/mar/06/coronavirus-quarantine-plans-ignite-row-
between-south-korea-and-japan, diakses 8 April 2020
Thertina, Martha Ruth, “Kebijakan Penjara-penjara Dunia di Tengah Pandemi”
Corona.https://katadata.co.id/berita/2020/04/09/kebijakan-penjara-penjara-dunia-di-tengah-
pandemi-corona diakses pada 15 April 2020
Tim Kajian KPK, Kajian KPK: Napi Koruptor Bukan Penyebab Kapasitas Berlebihan Lapas”,
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/1578-kajian-kpk-napi-koruptor-bukan-penyebab-
kapasitas-berlebih-lapas, diakses 20 April 2020.
Wahida, Nurul. 2020. 3 Alat Tes Mendeteksi Virus Corona COVID-19 di Indonesia.
https://plus.kapanlagi.com/3-alat-tes-mendeteksi-virus-corona-covid-19-di-indonesia-2f6bda.html.
Diakses Tanggal 10 April 2020.
Warta Ekonomi. 2020. Jokowi Terbitkan Perppu, Anggaran Penanganan Covid 19 Sebesar Rp400 Triliun.
https://www.wartaekonomi.co.id/read279006/jokowi-terbitkan-perppu-anggaran-penanganan-
COVID-19-sebesar-rp400-triliun/0. Diakses tanggal 7 April 2020.
Wawan S, Jauhari, “PUKAT UGM Kritik Wacana Pembebasan Napi Koruptor Berdalih Cegah Corona”,
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4962329/pukat-ugm-kritik-wacana-pembebasan-napi-
koruptor-berdalih-cegah-corona, diakses 20 April 2020.
Wicaksono, Pribadi, Sultan HB X Kritik Pusat yang Tak Terbuka Soal Zona Merah
Corona,https://nasional.tempo.co/read/1325789/sultan-hb-x-kritik-pusat-yang-tak-terbuka-soal-zona-merah-corona, diakses tanggal 7 April 2020.
44
Widhana, Dieqy Hasby, BNPB: Data Corona Kemenkes Tertutup & Tak Sinkron dengan Pemda,
https://tirto.id/bnpb-data-corona-kemenkes-tertutup-tak-sinkron-dengan-pemda-eLh2, diakses 23
April 2020.
Widiarini, Annisa Dea, Bentuk Satgas Covid-19, DPR Bantu Pemerintah Hadapi Pandemi Corona,
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/09/18360611/bentuk-satgas-covid-19-dpr-bantu-
pemerintah-hadapi-pandemi-corona, diakses 19 April 2020.
Wijana, Eleonora Padmasta, suara.com, https://jogja.suara.com/read/2020/03/20/152353/sultan-tetapkan-
diy-berstatus-tanggap-darurat-bencana-covid-19, diakses 16 April 2020.
Xinhua, China publishes timeline on COVID-19 information sharing, int'l cooperation,
http://www.xinhuanet.com/english/2020-04/06/c_138951662.htm, diakses 8 April 2020.
Yunianto, Tri Kurnia, "Cegah Penularan Corona di Lapas, 30 Ribu Napi Bakal Dibebaskan”,
https://katadata.co.id/berita/2020/04/01/cegah-penularan-corona-di-lapas-30-ribu-napi-bakal-
dibebaskan, diakses 17 April 2020.