thp b_ kelompok e_ jamu kebon agung
DESCRIPTION
jamu kebon agungTRANSCRIPT
-
UJI PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN
TRADISIONAL SIRUP KEBONAGUNG DENGAN KONSENTRASI
GULA JAWA YANG BERBEDA
Dessy Putri Sona, Aji Dwi Waskito, Rohmah Munawaroh, dan Nurdiana
Agustina1,
1)Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Jember
ABSTRAK
Kebonagung herb is unique drink from Pasuruan City, East Java made from
some spices combination which is beneficial for humans healthy body. Initially this herb does not have shelf life characteristic and finally one of kebonagung her
producer produce it as syrup by addition brown coconut sugar with high
concentrantion. This practicum aims to examine the effect of brown coconut sugar
addition with different amount toward physical and organoleptic quality. This
practicum consist of two treatment where 1000 ml of herb is divided into 2
proportion that is added by 300 gram and 500 gram of brown coconut sugar for
each proportion. The result shows that the different of brown coconut sugar
addition influence the physical and organoleptic kharacteristic. Kebonagung
syrup made from 300 gram brown coconut sugar has high solubility and viscosity
than kebonagung syrup made from 500 gram brown coconut sugar that caused by
the diffrences of boiling time. Meanwhile, based on organoleptic analysis with
color, smell, flavor and overall parameter shows that panelists prefer kebonagung
syrup made from 500 gram brown coconut sugar. This result shows that the
addition of more brown coconut sugar contribute dark color and sweet taste
toward kebonagung syrup. BEP value from drink of Kebonagung price is
Rp.509.808.892 for BEP rupiah and for BEP Unit is 1274.
Key words : Kebonagung, brown coconut sugar, physical and organoleptic
kharacteristic and BEP.
I. PENDAHULUAN
Jamu Kebonagung merupakan
minuman khas kota Pasuruan Jawa
Timur. Jamu ini terbuat dari
beberapa campuran bahan rempah-
rempah seperti lada, kayu manis,
kapulaga, bunga pala, cengkeh, cabe
jamu, dan sereh yang selama ini
diyakini mempunyai banyak manfaat
untuk kesehatan bagi yang
mengkonsumsinya. Beberapa khasiat
mengatasi batuk berdahak, sakit
tenggorokan, menurunkan kolesterol,
mengatasi perut kembung, dan
menjaga kebugaran tubuh. Jamu ini
banyak terjual di warung-warung
makanan yang terletak di pinggir
jalan kota Pasuruan. Permintaan
jamu ini meningkat apabila
memasuki bulan puasa yang
digunakan sebagai minuman
-
santapan berbuka puasa yang
menyegarkan dengan dipadu dengan
penambahan es batu. Sayangnya,
minuman yang mempunyai cita rasa
yang tinggi ini cara pengusahaannya
masih sangat tradisional. Akibatnya
minuman ini tidak mempunyai daya
simpan yang cukup lama (Pemkop
Pasuruan, 2012).
Pada awalnya minuman jamu
Kebonagung merupakan minuman
yang hanya bertahan selama tiga
hari. Hal ini dikarenakan jamu
mengalami fermenetasi oleh mikroba
sehingga tidak layak untuk
dikonsumsi.Keterbatasan daya
simpan produk ini telah melahirkan
ide bagi salah satu produsen
minuman jamu kebonagung untuk
dijadikannya sebagai sirup agar tahan
lama dan memudahkan dalam proses
penjualannya (Pemkop, Pasuruan,
2012). Pengawetan jamu kebon
agung dilakukan dengan
penambahan gula jawa (gula kelapa)
sehingga jamu tersebut berubah
menjadi sirup kebonagung. Gula
kelapa merupakan gula khas jawa
yang memiliki kharakteristik
antimikroba sehingga dapat
mencegah pertumbuhan mikroba.
Penambahan gula jawa perlu
diperhatikan dalam pembuatan sirup
kebonagung agar tidak menurunkan
kualitas sirup kebonagung. Sifat-sifat
penting yang perlu diperhatikan
adalah sifat fisik dan sifat
oragnoleptik yang mempengaruhi
penerimaaan konsumen terhadap
sirup yang dibuat. Oleh karena itu,
dalam praktikum ini dilakukan
pembuatan sirup kebonagung dengan
penambahan gula jawa dengan
konsentrasi yang berbeda yang
kemudian dilakukan perbandingan
uji fisik dan organoleptik terhadap
penerimaan konsumen.
II. METODOLOGI 1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan bahan
kompor,panci,baskom, sendok,
baskom, timbangan, spatula dan
pisau. Pisau digunakan untuk
memotong rempah-rempah,
timbangan digunakan sebagai alat
untuk mengukur berat sampel, panci
digunakan sebagai tempat perebusan
sampel , spatula digunakan untuk
mengaduk sampel agar proses
pelarutan lebih mudah, sedangkan
sendok digunakan untuk uji panelis,
cup digunakan untuk wadah sirup
kebonagung. Bahan yang digunakan
yaitu kayu manis, bunga pala, lada,
kapu laga, cengkeh,sereh, cabe jamu,
gula jawa dan air sebagai pelarut
gula jawa dan rempah.
2. Prosedur Kerja
-
Dalam pembuatan sirup
kebonagung, bahan air, lada, kayu
manis, kapulaga, cabe jamu,bunga
pala, cengkeh, merica dan sereh
direbus sampai mengeluarkan aroma
khas rempah-rempah yang bertujuan
untuk menghasilkan campuran
ekstrak rempah-rempah. Kemudian
diangkat dan disaring. Fungsi
penyaringan yaitu untuk memisahkan
ekstrak rempah. Kemudian direbus
kembali sambil ditambahkan gula
jawa yang bertujuan untuk
menghomogenkan dan memekatkan
larutan sirup kebonagung. Setelah itu
diaduk sampai larut yang bertujuan
untuk menghomogenkan antara
campuran gula jawa dan ekstrak
rempah sampai mengental dan
membentuk sirup kebonagung.
III. HASILDAN PEMBAHASAN
1. Hasil Uji Fisik a. Viskositas
Gambar 1. Hasil Uji fisik
Viskositas Sirup Kebonagung
dengan Penambahan Gula
yang Berbeda
Gambar gambar menunjukkan
adanya perbedaan tingkat viskositas
antara sirup kebonagung yang
ditambahkan gula jawa 500 gram
dengan sirup kebonagung yang
ditambahkan gula jawa 300 gram.
Pembuatan sirup yang dengan
penambahan gula jawa 300 gram
memiliki tingkat kekentalanyang
lebih tinggi dari pada sirup
kebonagung yang ditambahkan gula
jawa 500 gram. Pada uji fisik ini
tidak memperhatikan waktu yang
digunakan pada saat proses
perebusan untuk pemekatan sirup
kebonagung. Penambahan gula jawa
300 g pada sirup kebonagung lebih
lama waktu proses perebusan sampai
mengental dibandingkan
penambahan gula jawa 500 gram
sirup kebonagung.
Menurut Buckledkk. (1985),
kekentalan suatu zat cair dengan
penambahan gula tergantung pada
lama waktupemanasan. Semakin
lama pemanasan dilakukan, sirup
yang dihasilkan akan semakin
kental.Hal ini terjadi karena semakin
tinggi daya suhu pemanasan maka
semakin tinggi daya larut darigula.
Gula akan mengikat lebih banyak air,
sehingga viskositas meningkat.
Penambahan gula dengan konsentrasi
tinggi pada sirup dapat
mempengaruhi tingkat viskositasnya.
Semakin tinggi konsentrasi gula yang
diberikan, semakin tinggi pula
tingkat viskositasnya. Menurut
Winarno (2002) bahwa peningkatan
viskositas dipengaruhi dengan
adanya penambahan gula dan
konsentrasi gula yang ditambahkan.
Semakin banyak komponen gula
yang larut maka zat organik yang
terlarutkan juga semakin banyak,
sehingga jumlah total padatanterlarut
menjadi semakin tinggi. Semakin
tinggi jumlah total padatan terlarut
maka nilai viskositasnya juga
semakin tinggi.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Penambahan
gula merah
300 gram
Penambahan
gula merah
500 gram
viskositas
U1
viskositas
U2
-
b. Daya Larut
Gambar 2. Hasil Uji fisik Daya
larut Sirup Kebonagung
dengan Penambahan Gula
yang Berbeda
Gambar 2 menunjukkan
perbedaan daya larut antara sirup
kebonagung dengan penambahan
gula jawa 500 gram dengan sirup
kebonagung dengan penambahan
gula jawa 300 gram. Berdasarkan uji
kelarutan, waktu yang diperlukan
sirup kebonagung dengan
penambahan 300 gram gula jawa.
lebih lama dibanding sirup
kebonagung dengan penambahan
500 gram gula jawa. Pada uji fisik ini
tidak memperhatikan waktu yang
digunakan pada saat proses
perebusan untuk pemekatan sirup
kebonagung. Penambahan gula jawa
300 gram pada sirup kebonagung
dilakukan proses perebusan yang
lebih lama sehingga sirup menjadi
sangat mengental dibandingkan
sirup dengan penambahan gula jawa
500 gram. Perbedaan waktu
perebusan ini menyebabkan sirup
dengan penambahan gula jawa 300
gram memiliki daya larut lebih tinggi
dibandingkan sirup kebonagung
dengan penambahan gula jawa 500
gram. Hal ini dikarenakan gula
mudah larut dalam air, dimana
semakin tinggi suhu maka tingkat
kelarutan akan semakin besar.
Pengukuran total padatan
terlarut dilakukan untuk
menunjukkan total padatan dalam
suatu larutan. Kelarutan gula jawa
dalam air cukup besar pada suhu
pemasakan yang tinggi dan juga
gula jawa merupakan fraksi padat,
semakin banyak gula yang
ditambahkan maka padatan yang
dihasilkan juga tinggi. Olsen (1995)
menyatakan bahwa gula jawa
merupakan komponen padatan
terlarut yang dominan disamping
pigmen, asam organik, vitamin dan
protein. Oleh karena itu,
peningkatan konsentasi gula akan
diikuti pula dengan peningkatan
nilai total padatan terlarut.
Penambahan rempah-rempah
yang digunakan juga mempunyai
andil besar dalam mempengaruhi
total padatan terlarut dari sirup
kebonagung. Semakin banyak
rempah-rempah yang digunakan,
maka akan semakin banyak bagian
rempah-rempah yang ikut larut
dalam sirup, seperti kandungan air,
kandungan pati, kandungan gula,
dan asam-asam organik lainnya,
sehingga akan menambah total
padatan. Hal ini didukung oleh
Sugiyono (2010) bahwa komponen-
komponen yang terukur sebagai
total padatan terlarut pada rempah-
rempah antara lain yaitu Aldehid
sinamat, eugenol dan anti mikroba.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Penambahan
gula jawa 300 g
Penambahan
gula jawa 500 g
Daya larut
-
2. Hasil Uji Organoleptik a. Warna
Gambar 3. Hasil Uji
Organoleptik Warna terhadap
Sirup Kebonagung dengan
Penambahan Gula yang
Berbeda
Nurhayati (2000) dalam
Harun (2013) menyatakan bahwa
dalam penggunaan warna dari aspek
kognitif kecerahan warna akan lebih
menarik perhatian. Lawless dan
Heymann (2010) dalam Harun
(2013) berpendapat bahwa warna
merupakan salah satu parameter yang
dapat digunakan untuk menilai suatu
peroduk pangan dan dapat
menunjang kualitasnya. Bahan
pangan yang memiliki warna yang
menarik akan menimbulkan kesan
positif, walaupun belum tentu
memiliki rasa yang enak.Gambar 1
menunjukkan bahwa penilaian
panelis lebih cenderung menyukai
sirup kebonagung dengan
penambahan gula jawa sebanyak 500
gram. Hasil ini menunjukkan bahwa
panelis menyukai warna sirup yang
lebih cerah. Warna gelap kecoklatan
dipengaruhi oleh penambahan gula
jawa (Harun, 2013). Hasil pembuatan
sirup kebonagung dengan
penambahan gula 300 gram memiliki
warna yang lebih gelap dibanding
sirup dengan penambahan gula 500
gram. Perbedaan warna gelap
disebabkan waktu pemanasan yang
lebih lama pada sirup dengan
penambahan gula jawa 300 gram
dibanding sirup penambahan gula
jawa 500 gram.
b. Aroma
Gambar 4. Hasil Uji
Organoleptik Aroma terhadap
Sirup Kebonagung dengan
Penambahan Gula yang
Berbeda
Aroma merupakan salah satu
parameter yang dapat menentukan
kualitas organoleptik. Hasil uji
organoleptik menunjukkan bahwa
penambahan gula jawa 300 gram
memiliki hasil penilaian lebih tinggi
dibanding penambahan gula jawa
500 gram. Pada sampel sirup dengan
penambahan gula 300 gram lebih
memiliki aroma khas kayu manis
sedangkan pada sampel sirup dengan
penambahan gula 500 gram lebih
memiliki aroma khas gula jawa.
Penilaian panelis yang lebih dominan
terhadap sampel dengan penambahan
300 gram dikarenakan aroma khas
yang dihasilkan dari kayu manis.
Aroma khas pada minyak kayu
manis berasal dari komponen minyak
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
penambahan gula
500 g
penambahan gula
300 g
Warna
54
56
58
60
62
64
66
Penambahan gula 500
g
Penambahan gula 300
g
Aroma
-
atsiri kulit kayu manis adalah
sinamaldehid dan eugenol yang
menentukan kualitas minyak atsiri.
Disamping itu juga mengandung
methyl-n-amyl ketone yang juga
sangatmenentukan dalam flavour
khusus dari minyak kayu manis
(Rusli dan Abdullah,1988 dalam
Fitrieni, 2011). Sementara itu,
penilaian panelis yang lebih terhadap
sampel penambahan gula 500 gram
dikarenakan aroma khas yang lebih
dominan dari gula jawa yang
konsentrasinya lebih tinggi. aroma
khas gula jawa berasal dari
kandungan asam organik di
dalamnya sehingga menyebabkan
gula jawa mempunyai aroma khas
berbau karamel (Nurlela, 2002 dalam
Harun, 2013). Karamelisasi
memberikan kontribusi pada aroma
karena selain menghasilkan coklat
juga menghasilkan senyawa maltol
dan isomaltol yang memiliki aroma
karamel kuat dan rasa manis
(Tjahjaningsih, 1996 dalam Harun
2013)
c. Rasa
Gambar 5. Hasil Uji
Organoleptik Rasa terhadap
Sirup Kebonagung dengan
Penambahan Gula yang
Berbeda
Rasa merupakan salah satu
faktor sensori yang penting dalam
penerimaan produk (Harun, 2013).
berdasarkan penilaian organoleptik
terhadap rasa, panelis lebih
menyukai sirup kebonagung dengan
penambahan gula jawa sebanyak 500
gram dibanding sirup dengan
penambahan gula jawa sebanyak 300
gram. Hal ini membuktikan bahwa
panelis menyukai rasa yang lebih
manis. Semakin banyak gula yang
ditambahkan maka sampel akan
semakin manis (Harun, 2013).
Menurut Suwardjono (2001) rasa
manis pada gula jawa disebabkan
oleh kandungan sukrosa yang tinggi
pada gula jawa.
d. Keseluruhan
Gambar 6. Hasil Uji
Organoleptik Keseluruhan
terhadap Sirup Kebonagung
dengan Penambahan Gula
yang Berbeda
Penilaian keseluruhan dapat
dikatakan merupakan gabungan dari
yang tampak seperti warna, aroma
dan rasa (Triyono, 2010). Dari
gambar di atas, penilaian panelis
secara keseluruhan lebih banyak
pada sirup kebonagung dengan
penambahan gula jawa 500 gram
dibanding sirup kebonagung dengan
penambahan gula jawa 300 gram.
Semakin banyak gula jawa yang
ditambahkan maka semakin tinggi
55
60
65
70
75
penambahan gula
500 g
penambahan gula
300 g
Rasa
55
60
65
70
75
251 (penambahan gula
500 g)
591 (penambahan gula
300 g)
Keseluruhan
-
tingkat kesukaan panelis dikarekan
rasa yang lebih manis, warna yang
tidak terlalu gelap serta
menghasilkan aroma khas gula jawa.
3. BEP Break Even Point (BEP)
adalah suatu keadaan dimana jumlah
penerimaan sama dengan jumlah
biaya, yaitu saat perusahaan tidak
memperoleh keuntungan namun
juga tidak menderita kerugian. Pada
penelitian ini digunakan konsep
contribution margin. Menurut
Riyanto (2001), apabila
menggunakan konsep Contribution
margin, BEP akan tercapai pada
volume penjualan dimana
contribution margin-nya tepat sama
besarnya dengan biaya tetapnya.Jadi,
apabila contribution margin lebih
besar daripada biaya tetap, berarti
penerimaan perusahaan lebih besar
dari biaya total. Hal tersebut berarti
bahwa perusahaan telah memperoleh
keuntungan.
Analisis Break Even Point
sangat bermanfaat untuk
merencanakan laba operasi dan
volume penjualan suatu perusahaan.
Setelah mengetahui informasi
besarnya hasil titik impas yang
dicapai, maka industri dapat
melakukan kebijakan, yaitu
menentukan berapa jumlah produk
yang harus dijual (budget sales),
harga jualnya (sales price) apabila
indutri menginginkan laba tertentu dan dapat meminimalkan kerugian
yang akan terjadi. Berikut ini adalah
pengklasifikasian biaya tetap dan
biaya variabel pada produk minuman
Kebonagung berdasarkan laporan
keuangan selama 5 tahun, dapat
dilihat pada tabel 1.
Table 1. Klasifikasi Biaya Variabel
Pada minuman Kebonagung
Berikut merupakan perhitungan
breakeven point dengan metode
matematika yaitu BEP unit dan BEP
rupiah adalah sebagai berikut:
a. BEP Unit
\
= 10.672.000
4000 3163= 12746
b. BEP Rupiah
= 10.672.000
837 4000= 509.808.892
-
Dari perhitungan diatas dapat
dianalisa bahwa untuk dapat
beroperasi dalam kondisi BEP yaitu
laba nol mka minuman Kebonagung
harus menghasilkan produk 12747
buah dengan harga Rp.4000 per uah
dengan jumlah penjualan
Rp. 509.808.892. Jika target
penjualan selama 5 tahun kurang
lebih 54 bulan dengan produksinya
50 buah perhari maka BEP akan
kembali sekitar 8,5 bulan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum dan
pembahasan yang telah dilakukan,
dapat disimpukan bahwa:
a. Berdasarkan hasil uji fisik daya larut dan viskositas, hasil
pembutan sirup kebonagung
dengan penambahan 300 gram
gula merah memiliki membuthkan
waktu yang lebih lama untuk
homogen dan viskositas yang
tinggi dibanding sirup
penambahan gula 500 gram akibat
suhu perebusan yang tidak
diperhatikan.
b. Berdasarkan hasil uji organoleptik, paenlis lebih
menyukai sirup kebonagung
dengan penambahan 500 gram
gula jawa yang memiliki rasa
yang lebih manis dikarenakan
penambahan gula jawa yang lebih
banyak.
c. Berdasarkan perhitungan BEP yaitu laba nol mka minuman
Kebonagung harus menghasilkan
produk 12747 buah dengan harga
Rp.4000 per uah dengan jumlah
penjualan Rp. 509.808.892,00
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., R.A. Edwars, G.H.
Fleet, dan Wooton. 1985.
Ilmu Pangan.
UniversitasIndonesia. Jakarta.
Fitrieni, Ira. 2011. Kajian
Pengembangan Industri
Pengolahan Kulit Kayu
Manis di Sumatera Barat.
Bogor. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Harun, Noviar, Rahmayuni dan
Sitepu, Yucha Eklesia. 2013.
Penambahan Gula Kelapa
dan Lama Fermentasi
Terhadap Kualitas Susu
Fermentasi Kacang Merah
(Phaesolus Vulgaris
L.)Program Studi Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Riau,
Pekanbaru.
Olsen, H. S. 1995. Enzymatic
Production of Glucose
Syrups. Blackie Academic
and Professional. London
Pemerintah Kota Pasuruan. 2012.
Bangkit Satuan, Cerdas,
Mendalam. Pasuruan.
(Majalah).
Sugiyono, 2010. Ilmu Pengetahuan
Bahan Pangan. Alfabeta.
Bandung
Suwardjono, 2001. Pengaruh
Penggunaan bahan Pengawet
Alam terhadap Kualitas Nira
Kelapa yang Digunakan
untuk Pembuatan Gula
Kelapa di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Yogyakarta.
Lembaga Penelitian
Universitas Terbuka.
(Laporan Penelitian).
-
Winarno. 2002. Kimia Pangan dan
Gizi. PT.Gramedia. Jakarta