tgs isux p'yunus
DESCRIPTION
ISUUTRANSCRIPT
Tugas Kelompok
ISU PWK DAN STUDI KASUS
‘ Reklamasi PAntai’
Kelompok 1:
Virda Evi Yanti Deril (D521 10 004)
Choirunnisah (D521 10 101)
Pratiwi Ramli (D521 10 106)
Rexy Belladonna Tandi (D521 10 256)
Edmund Teofano (D521 10 258)
Vania Aprilia Lolo (D521 10 260)
Aldiyansah Zab (D521 10 265)
Program Studi Pengembangan Wilayah Kota
Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2013
REKLAMASI PANTAI
A. Definisi Reklamasi Pantai
Reklamasi adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang
relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara
dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah
sungai yang lebar, ataupun di danau. Reklamasi dilaksanakan mengikuti prosedur sejak
tahap perencanaan (pra), pelaksanaan dan pembangunan (proses) serta pemanfaatannya
(pasca) baik di atas dan atau di bawah lahan hasil reklamasi.
Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran
sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan
berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru
tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan
pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, serta objek wisata.
Reklamasi pantai merupakan subsistem dari sistem pantai (Suharso 1996). Perubahan
pantai dan dampak akibat adanya reklamasi tidak hanya bersifat lokal, tetapi meluas.
Reklamasi memiliki dampak positif maupun negatif bagi masyarakat dan ekosistem pesisir
dan laut. Dampak ini pun mempunyai sifat jangka pendek dan jangka panjang yang
dipengaruhi oleh kondisi ekosistem dan masyarakat disekitar. Cara pelaksanaan reklamasi
sangat tergantung dari sistem yang digunakan. Menurut Buku Pedoman Reklamasi di
Wilayah Pesisir (2005) dibedakan atas 4 sistem, yaitu :
a) Sistem Timbunan, yaitu reklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai
sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water level).
b) Sistem Polder, yakni reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang akan
direklamasi dengan memompa air yang berada didalam tanggul kedap air untuk dibuang
keluar dari daerah lahan reklamasi.
c) Sistem Kombinasi antara Polder dan Timbunan, yakni reklamasi ini merupakan gabungan
sistem polder dan sistem timbunan, yaitu setelah lahan diperoleh dengan metode
pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai ketinggian tertentu sehingga
perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan muka air laut tidak besar.
d) Sistem Drainase, yaitu reklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang datar dan
relatif rendah dari wilayah di sekitarnya tetapi elevasi muka tanahnya masih lebih tinggi
dari elevasi muka air laut.
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat
sumberdaya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (UU 27, 2007). Hal ini umumnya terjadi
karena semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, sehingga
perlu dicari solusinya.
B. Konsep Reklamasi
Kegiatan reklamasi pantai dan laut dengan melakukan penimbunan pada wilayah pantai
dan laut merupakan hal yang baru dikenal di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang
melakukan reklamasi pantai, dalam waktu dua puluh tahunan belakangan ini. Secara harfiah,
reklamasi (Ingg.: reclamation) adalah “the procces of reclaiming something from loss or from
a less useful condition.”( proses memperoleh kembali sesuatu dari kehilangan atau dari
suatu keadaan yang kurang bermanfaat.
Dalam teori perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah
pemekaran kota. Biasanya reklamasi dilakukan oleh negara atau kota besar dengan laju
pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat pesat, tetapi mengalami kendala
keterbatasan lahan. Kondisi ini tidak lagi memungkinkan untuk melakukan pemekaran ke
daratan, sehingga diperlukan daratan baru. Alternatif lainnya berbentuk pemekaran vertikal
dengan membangun gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah susun.
Tujuan dilakukannya reklamasi pantai Tujuan reklamasi adalah menjadikan kawasan
berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru
tersebut, biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan
pertokoan, pertanian, serta objek wisata.
Reklamasi khususnya reklamasi pantai masih diperlukan selama dilakukan dengan
kajian yang komprehensif. Simulasi prediksi perubahan pola arus hidrodinamika laut secara
teknis dapat dilakukan dengan model fisik (laboratorium) atau model matematik. Dari
pemodelan ini dapat diperkirakan dampak negatif yang terjadi dan cara penanggulangannya.
Reklamasi ditinjau dari sudut pengelolaan daerah pantai, harus diarahkan pada tujuan
utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat.
Usaha reklamasi janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan
komersial belaka. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat
dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan
ilmiah (bukan pesanan) terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang
diakibatkannya. Dengan kerja sama yang sinergis antara Pemerintah dan jajarannya, DPRD,
Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat maka keputusan yang manis dan melegakan
dapat diambil. Jika memang berdampak positif maka reklamasi dapat dilaksanakan, namun
sebaliknya jika negatif tidak perlu direncanakan.
C. Implikasi dan Dampak (Impact) Reklamasi Pantai
Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu negara/kota dalam rangka
penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai,
pengembangan wisata bahari, dll.
Dampak positif kegiatan reklamasi antara lain tentunya pada peningkatan kualitas dan
nilai ekonomi kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif,
penambahan wilayah, perlindungan pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan,
perbaikan rejim hidraulik kawasan pantai, dan penyerapan tenaga kerja
Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam mengembangkan wilayah. Praktek ini
memberikan pilihan penyediaan lahan untuk pemekaran wilayah, penataan daerah pantai,
menciptakan alternatif kegiatan dan pengembangan wisata bahari. Pulau hasil reklamasi
dapat menahan gelombang pasang yang mengikis pantai, Selain itu juga dapat menjadi
semacam bendungan untuk menahan banjir rob di daratan.
Namun perlu diingat pula, reklamasi adalah campur tangan manusia terhadap alam dan
semua kegiatan ini juga membawa dampak buruk. Sementara, dampak negatif dari
reklamasi pada lingkungan meliputi dampak fisik seperti perubahan hidro-oseanografi, erosi
pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan, pencemaran laut, perubahan rejin air tanah,
peningkatan potensi banjir dan penggenangan di wilayah pesisir. Sedangkan, dampak
biologis berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria
dan penurunan keaneka ragaman hayati.
Adanya kegiatan ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi
masyarakat akan hilang atau berkurang karena dimanfaatkan untuk kegiatan privat.
Keanekaragaman biota laut juga akan berkurang, baik flora maupun fauna, karena timbunan
tanah urugan mempengaruhi ekosistem yang sudah ada. Sistem hidrologi gelombang air laut
yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan
daerah diluar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga kemungkinan
akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir atau rob.
Ketiga, aspek sosialnya, kegiatan masyarakat diwilayah pantai sebagian besar adalah
petani tambak, nelayan dan buruh, sehingga adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil
tangkapan dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka.
Kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat
mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat
rentan terhadap perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun
rekayasa akan mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem. Terganggunya
ekosistem perairan pantai dalam waktu yang lama, pasti memberikan kerusakan ekosistem
wilayah pantai, kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai. Untuk reklamasi biasanya
memerlukan material urugan yang cukup besar yang tidak dapat diperoleh dari sekitar
pantai, sehingga harus didatangkan dari wilayah lain yang memerlukan jasa angkutan.
Pengangkutan ini berakibat pada padatnya lalu lintas, penurunan kualitas udara, debu, bising
yang akan mengganggu kesehatan masyarakat.
Kerugian kegiatan Reklamasi lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang
didapat. Perlu diingat bahwa reklamasi merupakan bentuk campur tangan (intervensi)
manusia terhadap
keseimbangan lingkungan alamiah yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis.
Perubahan ini akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan
sedimentasi pantai. Hal tersebut berpotensi meningkatkan bahaya banjir, dan berpotensi
gangguan lingkungan di daerah lain (seperti pengeprasan bukit atau pengeprasan pulau
untuk material timbunan).
Untuk mereduksi dampak semacam itu, diperlukan kajian mendalam terhadap proyek
reklamasi dengan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin ilmu serta didukung dengan
upaya teknologi. Kajian cermat dan komprehensif diharapkan menghasilkan area reklamasi
dengan dampak yang seminimal mungkin terhadap lingkungan di sekitarnya. Sementara itu
karena laha reklamasi berada di daerah perairan, maka prediksi dan simulasi perubahan
hidrodinamika saat pra, dalam masa pelaksanaan proyek dan pasca reklamasi serta sistem
drainasenya juga harus diperhitungkan. Karena perubahan hidrodinamika dan buruknya
sistem drainase ini yang biasanya berdampak negatif langsung terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar.
Selain itu, kegiatan reklamasi juga mengakibatkan perubahan sosial ekonomi seperti,
kesulitan akses publik menuju pantai dan hilangnya mata pencaharian nelayan. Sehingga
untuk meminimalkan dampak fisik, ekologis, sosial ekonomi dan budaya negatif serta
mengoptimalkan dampak positif, maka kegiatan rekalamasi harus dilakukan secara hati-hati
dan berdasar pada pedoman yang ada dengan melibatkan stakeholder. Pada prinsipnya,
reklamasi harus menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu
memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan orientasi pada jangka
panjang.
Agar dapat meminimalisir dampak buruk tersebut, diperlukan kajian mendalam terhadap
proyek reklamasi dengan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin ilmu serta didukung
teknologi. Kajian yang cermat dan komprehensif tentu bisa menghasilkan area reklamasi
yang aman dan melestarikan lingkungan. Sementara itu, karena lahan reklamasi berada di
daerah perairan, maka prediksi dan simulasi perubahanhidrodinamika saat pra, dalam masa
pelaksanaan proyek dan pasca reklamasi serta sistem drainasenya juga harus
diperhitungkan. Perubahan unsur ini biasanya berdampak negatif secara langsung terhadap
lingkungan dan masyarakat sekitar.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah sumber material reklamasi/urugan.
Pemilihan material urugan akan mempengaruhi keputusan lokasi sumber material dan
sistem transportasi yang dibutuhkan untuk membawa material ke lokasi reklamasi. Sumber
urugan pada umumnya dipilih dengan melakukan pemapasan bukit atau pemapasan pulau
tak berpenghuni. Hal ini tentunya akan mengganggu lingkungan di sekitar tempat galian
(quarry). Cara lain yang relatif lebih aman dapat dilakukan dengan cara mengambil material
dengan melakukan pengerukan (dredging) dasar laut di tengah laut dalam. Pilihlah kawasan
laut dalam yang memiliki material dasar yang memenuhi syarat gradasi dan kekuatan bahan
sesuai dengan yang diperlukan oleh kawasan reklamasi.
Di satu sisi reklamasi mempunyai dampak positif sebagai daerah pemekaran kawasan
dari lahan yang semula tidak berguna menjadi daerah bernilai ekonomis tinggi. Dan di sisi
lain jika tidak diperhitungkan dengan matang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.
Di sinilah diperlukan kepedulian dan kerja sama sinergis dari semua komponen
stakeholders.
D. Kebijakan Yang Mengatur Tentang Reklamasi
Pengertiannya secara ilmiahnya,reklamasi adalah suatu pekerjaan/usaha
memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair
menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-
rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.40/Prt/M/2007
Dalam pasal pertama Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini menjelaskan tentang
definisi dari reklamasi pantai.
a. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi engan
cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
b. Kawasan Reklamasi Pantai diartikan sebagai kawasan hasil perluasan daerah pesisir
melalui rekayasa teknis pengembangan kawasan baru.
Dalam pasal Kedua Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini menjelaskan tentang
bagaiman acuan dari reklamasi bagi pemerintah daerah.
a. Pengaturan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai
dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam perencanaan tata
ruang pada kawasan yang sudah dilakukan reklamasi.
b. Pengaturan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai bertujuan
untuk mewujudkan rencana tata ruang di kawasan reklamasi pantai agar sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai
Ruang lingkup
Pedoman ini mencakup ketentuan umum dan ketentuan teknis perencanaan
tata uang kawasan reklamasi pantai. Ketentuan umum meliputi persyaratan; tipologi;
aspek sosial, budaya dan ekonomi kawasan; aspek pergerakan, aksesibilitas, dan
transportasi; serta aspek kemudahan publik dan ruang publik. Ketentuan teknis
meliputi struktur ruang kawasan, pola ruang kawasan, pengelolaan lingkungan,
prasarana dan sarana, fasilitas umum dan sosial, serta kriteria struktur ruang, pola
ruang, dan amplop ruang. Pedoman ini diperuntukkan bagi perencanaan tata ruang
kawasan reklamasi pantai di perkotaan, khususnya kawasan yang sudah
direklamasi.
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah
dalam perencanaan tata ruang pada kawasan yang sudah dilakukan reklamasi.
Tujuannya adalah untuk mewujudkan rencana tata ruang di kawasan reklamasi
pantai agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Persyaratan Perencanaan Kawasan Reklamasi Pantai
Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut:
a) Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi
daratan;
b) Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan
membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan
kebutuhan yang ada;
c) Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan
lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;
d) Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah
dengan daerah/negara lain
Terhadap kawasan reklamasi pantai yang sudah memenuhi ketentuan di
atas, terutama yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang
alam secara signifikan perlu disusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan.
Penyusunan RDTR kawasan reklamasi pantai ini dapat dilakukan bila sudah
memenuhi persyaratan administratif berikut:
a) Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi
kawasan reklamasi pantai;
b) Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang akan
direklamasi maupun yang sudah direklamasi;
c) Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau
kajian/kelayakan properti (studi investasi);
d) Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional.
Rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana struktu
ruang dan pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai antara lain meliputi
jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telepon.
Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara umum meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya. Kawasan lindung yang dimaksud dalam pedoman ini adalah ruang
terbuka hijau. Kawasan budi daya meliputi kawasan peruntukan permukiman, kawasan
perdagangan dan jasa, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata,
kawasan pendidikan, kawasan pelabuhan laut/penyeberangan, kawasan bandar udara,
dan kawasan campuran.
E. Perbandingan Konsep Reklamasi Pantai Luar Negri dan Dalam Negri (Studi Kasus:
Surabaya dan Singapura)
Reklamasi Makassar
Saat ini reklamasi di wilayah pesisir Kota Makassar sepanjang 33 kilometer (km)
akhirnya dihentikan setelah mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Penghentian
reklamasi tersebut disepakati dalam pertemuan antara Pemerintah Kota (Pemkot)
Makassar, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota dan Provinsi Sulsel, Dinas Tata
Ruang dan Pemukiman (Distarkim) Kota dan Provinsi Sulsel yang difasilitasi oleh
Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH). Pemberhentian reklamasi itu karena hasil
kesapakatan berbagai stakeholder pada rapat di Grand Clarion Hotel pada tanggal 4 maret.
Pemerintah akan mengadakan moratorium, evaluasi, dan sejauh mana proses dan prosedur
yang dilakukan di sana sudah sesuai aturan dan perundang-undangan atau belum. Karena
kawasan pantai Makassar ini memang sangat luas dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Reklamasi sebagai sebuah tuntutan pembangunan bukan sesuatu yang dilarang dan
haram. Tetapi, reklamasi itu harus dilakukan secara hati-hati. Untuk itu, banyak regulasi
yang dikeluarkan oleh pemerintah mengingat banyaknya aspek yang mesti dilihat. Seperti
aspek tata ruang, teknis, ekonomi dan sosial budaya (Ekososbud), serta lingkungan.
Sehingga semua aspek harus diperhatikan secara komprehensif dalam pelaksanaannya.
Yang terpenting dari segi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), jika sesuai dengan regulasi
maka boleh dilaksanakan. Jika lokasi tersebut memang diperuntukkan sebagai kawasan
reklamasi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada, baik kota
maupun provinsi
Pemerintah tidak akan memproses pembahasan dokumen lingkungan Amdal, jika
tidak masuk dalam RTRW dan jika RTRW Kota Makassar belum selesai, maka yang
berlaku adalah RTRW yang lama. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah Kawasan
CoI, yang telah disepakati oleh Gubernur Sulsel dan Walikota Makassar yang amdalnya
telah keluar kelayakan lingkungannya dan hal ini tidak menjadi masalah, yang menjadi
permasalahan saat ini adalah reklamasi diluar CoI, sepanjang pantai. Meski demikian,
penimbunan di sekitar Tanjung Bunga justru berlanjut, tepatnya di belakang Trans Studio
Makassar. Pantauan Cakrawala kemarin, beberapa alat berat masih beroperasi dan
sejumlah truk sedang mengangkut timbungan ke wilayah itu. Sementara itu, Wakil Gubernur
(Wagub) Sulsel, Agus Arifin Nu’mang menuturkan, reklamasi memiliki aturan. Apalagi ada
Peraturan Presiden (Perpres) yang baru, terkait reklamasi.
Secara terpisah, anggota DPRD DPRD Makassar, Haris Yasin Limpo, dalam
kapasitasnya sebagai pengontrol kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar
memberikan rekomendasi ke pihak kepolisian agar menelusuri semua alas hak aktifitas
reklamasi laut di pesisir Pantai Tanjung Bunga dan Losari saat ini. Haris yang juga anggota
Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Makassar di ruang kerjanya mengatakan polisi
jangan berhenti dan harus lebih kritis untuk melacak semua alas hak semua aktifitas
penimbunan laut yang marak terjadi saat ini.
Alas hak yang dipergunakan dalam menimbun laut sebelah utara dan dan selatan
Trans Studio serta kawasan eks tambak warga yang kini ditimbun oleh pihak PT Catur untuk
dijadikan hotel, hal itu kata Haris tidak dibenarkan dalam regulasi undang-undang. Pihak
Kepolisian harus lebih intens lagi mengusut semua alas hak aktifitas penimbunan laut di
kawasan Tanjung Bunga, karena sangat jelas penimbunan laut itu melanggar UU. Laut kan
milik negara, berarti jika ada orang yang menimbunnya, maka tentu itu sudah masuk ranah
pidana. Menurut dia, alas hak yang menjadi dasar oleh sejumlah oknum maupun investor
untuk melakukan reklamasi menurutnya bersifat illegal. Sebab dalam aturan yang berlaku,
laut boleh ditimbun dengan cacatan ada izin resmi dari empat peraturan menteri. Masing-
masing, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Perikanan, Menteri Pariwisata, dan Menteri
Perhubungan. Selain itu harus ada persetujuan dari DPRD tentang apa tujuan dan
peruntukan laut tersebut ditimbun.
Legislator Golkar Makassar ini mengaku izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin
Amdal tidak boleh dikeluarkan melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum laut
tersebut menjadi daratan. Atas dasar itu sehingga Haris menyebut penimbunan laut itu
ilegal. Sementara itu, anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) DPRD
Makassar Stefanus Swardi Hiong, mengatakan, bahwa sesuai dengan UUD Konvensioanal
perlindungan laut dan UUD 1945 pasal 33 yang menyatakan bumi dan air serta seluruh isi
kekayaannnya dikuasai oleh negara, dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuak
kesejahteraan rakyat. Maka aktifitas laut itu memang harus ditelusuri lebih lanjut, karena
tidak jelas peruntukannya untuk siapa? Saya kira itu hanya kepentingan segelintir orang
saja, tidak peruntukan untuk kesejahteraan rakyat.
Reklamasi Singapura
Reklamasi pantai dan pulau-pulau kecil di wilayah Singapura telah menyebabkan
perluasan wilayah Singapura dalam tingkat yang signifikan, sehingga berpotensi
bergesernya batas teritorial negara tetangganya, termasuk Indonesia. Proyek perluasan
wilayah darat yang dilakukan negara kecil ini dalam kurun waktu panjang dapat diartikan
sebagai upaya aneksasi (penggabungan) terselubung terhadap wilayah teritorial dan
kedaulatan Republik Indonesia. Hal ini seharusnya ditanggapi oleh pemerintah secara serius
dan harus segera diagendakan dalam perbincangan antar negara di kawasan ASEAN,
karena hal itu menyangkut prinsip-prinsip hubungan bertetangga.
Dengan adanya proyek reklamasi kawasan pantainya, saat ini Singapura mengalami
penambahan seluas 100 kilometer persegi. Hingga tahun 2010 diperkirakan wilayah teritorial
Singapura akan bertambah 160 Km persegi. Akibat perluasan wilayah itu, wilayah perairan
internasional termasuk lebar jalur pelayaran antara Singapura dan Batam akan
tergeser.Perubahan itu otomatis juga akan menggeser masuk wilayah perairan Indonesia,
karena lebar jalur pelayaran akan dihitung dari titik terluar garis pantai. Hal itu sebagai
upaya merugikan dan aneksasi terselubung.
Reklamasi Singapura dengan mengimpor pasir dari Riau dalam kurun waktu 24 tahun
(1978-2002 telah menimbulkan banyak kerugian, bukan saja aspek teritorial tapi juga
ekonomi, perdagangan dan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu itu kerugian yang dialami
Indonesia telah mencapai 42,38 milyar dollar Singapura atau Rp. 237,328 trilyun. Kerugian
ini akibat selisih antara yang tercatat di Singapura dan tercatat di Indonesia. Selain itu
ekspor pasir laut pada saat ini sudah memasuki kawasan Malaysia dengan kerugian
sebesar 3,09 milyar dollar Singapura. Para analis pecinta lingkungan Batam mencatat pula
paling tidak ada 29 kali kapal hilir mudik pembawa ribuan meter kubik pasir laut dari Riau
setiap harinya menuju Singapura, di mana kapasitas muat kapal berkisar antara 1.000-4.000
meter kubik sekali angkut.
Sama Aset BUMN
Kebutuhan Singapura untuk pengadaan pasir laut dari Indonesia 1,8 milyar meter
kubik, masih akan berlangsung sampai tahun 2010. Apabila pengelolaan ekspor pasir laut
masih seperti pola lama, maka ekspor pasir laut pada masa 10 tahun yang akan datang dari
Indonesia, dapat diperkirakan sebesar 167 juta meter kubik, atau senilai 13,68 milyar dollar
Singapura atau 76,608 trilyun. Jumlah ini kalau dibandingkan sama dengan penjualan aset
aset seluruh BUMN selama 12 tahun.
Untuk mengatasi kenyataan tersebut, pemerintah telah berusaha menyusun suatu
regulasi dalam suatu Peraturan Pemerintah (PP). Namun PP tersebut masih membuka
peluang terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang disebabkan oleh adanya rumusan
yang masih memberikan kelonggaran pada para kuasa penambangan, yang telah
mempunyai izin untuk tetap melanjutkan penambangan di daerah konservasi, sampai masa
berlakunya izin penambangan berakhir.
Jadi saat ini perlu segera disusun Undang-undang Ekploitasi dan Ekspor Pasir yang
secara khusus mengatur masalah pengelolaan dan ekspor pasir laut dan di darat. Undang-
undang ini diharapkan bisa mempermudah pengawasan dalam tata niaga pasir dan
memberikan perlindungan lingkungan serta teritorial. Hal ini jauh lebih efektif dan transparan
dibandingkan eksploitasi dan ekspor pasir yang hanya dilindungi oleh Peraturan Pemerintah,
mengingat terjadinya banyak intervensi di dalam penyusunan PP tersebut. Diduga hal itu
pula sebabnya mengapa PP belum juga disahkan oleh pemerintah.
Pemerintah Malaysia bahkan telah melarang pengusahanya untuk tidak mengekspor
pasir laut ke Singapura karena ia sadar dengan pengerukan pasir laut akan merusak
lingkungan. Tapi tidak demikian bagi Indonesia, diberhentikannya ekspor pasir oleh
Malaysia membuat pengusaha Indonesia senang karena tidak ada lagi pesaing di bisnis
ekspor pasir laut. Padahal lingkungan hidup untuk kepentingan anak cucu kita yang
dipertaruhkan.
F. Reklamasi Surabaya
Menurut Rencana Panjang Jangka Menengah (RPJM) 2011-2015 mengenai program
pengelolaan dan pembangunan jalan dan jembatan di Surabaya, ujung utara akan diubah
menjadi Waterfront City (suarasurabaya.net). Implementasi dari rencana tersebut adalah
rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak ke sebelah kiri Terminal Petikemas
Surabaya atau ke arah Teluk Lamong (lihat gambar 1).Rencana pengembangan pelabuhan
tersebut juga untuk mengantisipasi terjadinya overload di Pelabuhan Tanjung
Perak. Lamong Bay Port akan dibangun dengan menggunakan konsep pelabuhan modern
yang mengacu pada pelabuhan-pelabuhan modern Jepang. Selain sebagai
pelabuhan,Lamong Bay akan dikembangkan sebagai kawasan pergudangan, industri, dan
pariwisata (lihat gambar 2).
Gambar 1. Lokasi Perencanaan Teluk Lamong (Lamong Bay) dalam Peta Surabaya
(Sumber: www.google.map.com)
Gambar 2. Perencanaan Teluk Lamong (Lamong Bay Port)
(Sumber: http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?p=18274465)
Rencana pembangunan Lamong Bay akan mereklamasi pantai di Teluk Lamong
seluas 400 ha (Bapeprov Jatim, 2010). Sedangkan banyak yang berpendapat bahwa upaya
reklamasi pantai akan menimbulkan degradasi lingkungan di kawasan pesisir sekitarnya.
Hal itu juga dikhwatirkan oleh organisasi lingkungan yang menganggap bahwa upaya
pembangunan Lamong Bay melalui upaya reklamasi akan menimbulkan kerusakan
ekosistem pesisir, diantaranya hutan bakau (Bapeprov Jatim, 2010). Kerusakaan hutan
bakau sebagai penyeimbang dan penyangga ekosistem pesisir dan laut dikhawatirkan akan
mengancam sumber kehidupan ribuan nelayan dan petani tambak di Gresik dan Surabaya.
Fakta menunjukkan daerah Gresik dan Surabaya yang terletak di sekitar Teluk Lamong,
selama musim hujan selalu mengalami kebanjiran akibat meluapnya Kali Lamong. Pada
tahun 2009, luapan Kali Lamong membanjiri empat kecamatan di Gresik, yaitu
Kecamatan Benjeng, Cerme, Menganti dan Kedamean yang berada di sepanjang Kali
Lamong. Sementara di Surabaya Barat, air merambah ratusan hektar tambak di
Tambakdono Pakal, Kecamatan Benowo. Tercatat sedikitnya 700 rumah dan 1.225 hektar
tambak siap panen rusak serta 500 keluarga mengungsi. Kerugian petani tambak
diperkirakan Rp 12 miliar (Bapeprov Jatim, 2010).
Pembangunan Lamong Bay melalui reklamasi pantai untuk membuat pulau buatan
sebagai kawasan pelabuhan, industri, komersil dan pariwisata. Pembangunan Lamong
Bay melalui upaya reklamasi secara tidak langsung akan berdampak positf dan negative.
Dampak positif dari pembangunan tersebut adalah pertumbuhan ekonomi wilayah di
sekitarnya dan secara tidak langsung mendukung upaya pembangunan Surabaya
Waterfront City. Namun, keuntungan tersebut tidaklah sebanding dengan dampak negatif
yang ditimbulkan.
Pengalaman reklamasi pantai pembangunan Pantura Jakarta seharusnya dijadikan
sebagai pengalaman dalam pembangunan reklamasi pantai Teluk Lamong. Seperti yang
diketahui, reklamasi pantai Pantura Jakarta banyak membawa dampak negative terhadap
lingkungan. Dampak dari reklamasi pantai Pantura Jakarta adalah kehancuran ekosistem
berupa hilangnya keanekaragaman hayati di Suaka Margasa Keanekaragaman hayati yang
diperkirakan akan punah akibat proyek itu antara lain berupa hilangnya berbagai spesies
bakau di Muara Angke, punahnya ribuan spesies ikan, kerang, kepiting, burung dan
berbagai keanekaragaman hayati lainnya karena Muara Angke merupakan satu-satunya
kawasan hutan bakau yang tersisa di kota tersebut, mengubah bentang alam (geomorfologi)
dan aliran air (hidrologi) di kawasan Jakarta Utara. Perubahan itu antara lain berupa tingkat
kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai
dan merusak kawasan tata air seluas 10.000 ha, secara sosial rencana reklamasi pantai
Jakarta tersebut dipastikan juga menyebabkan 125.000 nelayan tergusur dari sumber-
sumber kehidupannya, dan sebagainya (http://beritahabitat.net).
Oleh karena itu, pembangunan Lamong Bay melalui upaya reklamasi pantai
diperlukan kajian mendalam dan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin ilmu serta
didukung dengan upaya teknologi. Kajian cermat dan komprehensif tentu bisa menghasilkan
area reklamasi yang aman dan dinamis terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya.
Namun, yang terpenting Pembangunan Lamong Bay haruslah berpedoman terhadap upaya
pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.
G. Reklamasi Pantai Dalam Draft RTRW Kota Makassar
Reklamasi pantai terjadi pada pembangunan beberapa kawasan dengan fungsi
sebagai kawasan pelabuhan terpadu serta kawasan bisnis dan pariwisata. Lokasi
pengembangan kawasan tersebut berada pada kawasan pesisir Kota Makassar yakni Pantai
Losari, Tanjung Bunga dan Barombong.
Dalam pengembangannya, kawasan tersebut memerlukan penambahan daratan, oleh
karena itu dilakukan reklamasi untuk menambah lusa wilayah daratan pada kawasan
tersebut. Berikut merupakan pengembangan kawasan yang diatur dalam draft RTRW Kota
Makassar yang memungkinkan terjadinya reklamasi dalam pengembangannya:
1. Pelabuhan Soekarno Hatta
Pengembangan pelabuhan sebagai penunjang kegiatan perekonomian Kota
Makasar. Dalam pengembangannya akan dilakukan reklamasi untuk memperluas
wilayah daratan. Oleh karena itu, Perlu dicari cara untuk mengatasi dampak yang muncul
dari proses reklamasi yang akan dilakukan pelabuhan dalam menambah daratannya,
mengatur dan mengendalikan ruang baru wilayah pelabuhan dengan eksisting ruang
sekitarnya, hingga bagaimana mengatur dan merencanakan mitigasi pantai Makassar
yang bisa membantu pelabuhan mengatasi proses sedimentasi yang dibuang dari muara
sungai Jeneberang.
2. Kota Baru Tanjung Bunga (Kawasan Bisnis dan Pariwisata)
Keberadaan Kota Baru Tanjung Bunga belum diatur sepenuhnya secara integrative
dan koordinatif dengan pertumbuhandan perkembangan lingkungan sekitarnya pada
RTRW 2001. Kota Baru Tanjung Bunga secara substansial ikut member bentuk dan
pengaruh yang signifikan terhadap rencana tata runag, khususnya dalam proses mitigasi
pantai dan penataan lingkungan pesisir Makassar.
3. Revitalisasi Pantai Losari
Revitalisasi Pantai Losari dilakukan untuk mengatasi persoalan bahaya
pencemaran limgkungan, bahaya kemacetan lalu lintas hingga kepada bahaya
perubahan morfologi pantai yang tidak terkendali. Kegiatan revitalisasi Pantai Losari
sendiri menjadi salah satu bagian penting dari kegiatan pembangunan kota yang dalam
Tata Ruang Makassar perlu diserasikan dengan pertumbuhan dan perkembangan ruang
sekitarnya. Tidak hanya penampakan fisik ruang kota yang ikut berubah secara
signifikan, tetapi juga ekses dari perubahan itu sendiri yang perlu diatur dan ditatat lebih
baik sehingga sinkronisasi pembangunan dapat terus berjalan.
H. Prinsip Perencanaan Reklamasi Pantai
Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan berikut:
a) Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi daratan.
b) Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan membutuhkan
pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan kebutuhan yang ada;
c) Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung atau
taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa.
d) Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah dengan
daerah/negara lain.