teori tumbukan

10
Teori Tumbukan Dalam kondisi umum, waktu yang digunakan untuk merebus telur dengan suhu 100 o akan lebih cepat matang daripada ketika kita merebus telur pada suhu 70 o C. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi ini juga telah dijelaskan sebelumnya pada faktor-faktor yang memengaruhi laju reaksi. Hal ini dapat dijelaskan lebih dalam dengan menggunakan teori tumbukan. Sebelum membahas mengenai teori tumbukan, sebelumnya kita perlu mengetahui mengenai teori kinetik molekul gas. Teori ini menjelaskan adanya pergerakan molekul-molekul gas yang menyebabkan adanya tumbukan antara molekul gas. Jadi kita dapat menganggap bahwa reaksi kimia merupakan reaksi yang terjadi akibat tumbukan antara molekul-molekul yang beraksi. Maka dari itu dapat kita perkirakan bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan banyaknya tumbukan yang terjadi per detik. Syarat-syarat terjadinya tumbukan adalah adanya tumbukan yang efektif dan energi tumbukan yang cukup. 1. Tumbukan yang Efektif Dengan dijelaskannya hubungan sederhana di atas, kita dapat menjelaskan pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Misalnya saja dalam suatu larutan dengan volume

Upload: ika-paramitha

Post on 22-Nov-2015

20 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tumbukan yang tepat membantu mempercepat terjadinya reaksi.

TRANSCRIPT

Teori Tumbukan

Dalam kondisi umum, waktu yang digunakan untuk merebus telur dengan suhu 100o akan lebih cepat matang daripada ketika kita merebus telur pada suhu 70oC. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi ini juga telah dijelaskan sebelumnya pada faktor-faktor yang memengaruhi laju reaksi. Hal ini dapat dijelaskan lebih dalam dengan menggunakan teori tumbukan.

Sebelum membahas mengenai teori tumbukan, sebelumnya kita perlu mengetahui mengenai teori kinetik molekul gas. Teori ini menjelaskan adanya pergerakan molekul-molekul gas yang menyebabkan adanya tumbukan antara molekul gas. Jadi kita dapat menganggap bahwa reaksi kimia merupakan reaksi yang terjadi akibat tumbukan antara molekul-molekul yang beraksi. Maka dari itu dapat kita perkirakan bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan banyaknya tumbukan yang terjadi per detik.

Syarat-syarat terjadinya tumbukan adalah adanya tumbukan yang efektif dan energi tumbukan yang cukup.

1. Tumbukan yang Efektif

Dengan dijelaskannya hubungan sederhana di atas, kita dapat menjelaskan pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Misalnya saja dalam suatu larutan dengan volume tertentu, molekul A dan molekul B jika bereaksi akan menghasilkan suatu produk. Molekul A jumlahnya diperbayak atau dilipatgandakan, maka jumlah tumbukan juga menjadi berlipat ganda. Hal ini terjadi karena ada dua kali lebih banyak molekul A yang bertumbukan dengan molekul B. begitu juga yang terjadi bila molekul B dilipatgandakan.

Melalui pembahasan di atas maka kita mengimplikasikan bahwa setiap tumbukan antara molekul menghasilkan reaksi. Namun pada kenyataannya, tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi. Perhitungan berdasarkan teori kinetik molekul menunjukkan bahwa pada tekanan biasa (misalnya, 1 atm) dan suhu biasa (misalnya, 298 K), terdapat sekitar 1 x 1027 tumbukan biner (tumbukan antara dua molekul) dalam volume 1 mL dalam setiap detik, dalam fasa gas. Jumlah tumbukan per detik dalam fase cair lebih banyak lagi. (Chang: 44). Tumbukan yang menghasilkan reaksi kita sebut tumbukan efektif. Molekul pereaksi dalam wadahnya selalu bergerak ke segala arah, dan berkemungkinan besar bertumbukan satu sama lain, baik dengan molekul yang sama maupun berbeda. Tumbukan itu dapat memutuskan ikatan dalam molekul pereaksi dan kemudian membentuk ikatan baru yang menghasilkan molekul hasil reaksi.Sebagai contoh dari tumbukan efektif adalah reaksi antara atom kalium (K) dan metil iodide (CH3I) dengan reaksi berikut: K + CH3I KI + CH3Maka, tumbukan yang efektif akan terjadi bila kedaaan molekul sedemikian rupa sehingga antara atom-atom yang berukuran sama saling bertabrakan (Gambar a). Sedangkan tumbukan tidak efektif jika yang bertabrakan adalah atom- atom dengan ukuran berbeda (Gambar b).2. Energi Tumbukan yang Cukup

Semua molekul yang bergerak memiliki energi kinetik. Semakin cepat gerakan molekul, maka energi kinetiknya semakin besar. Energi kinetik yang dimiliki molekul ketika bertumbukan sebagian besar akan berubah menjadi energi vibrasi atau getaran.energi kinetik yang besar maka akan menghasilkan energi vibrasi yang besar yang mampu memutuskan ikatan pada molekul. Pemutusan ikatan ini merupakan awal terjadinya reaksi. Apabila energi kinetik yang dimiliki molekul kecil, maka molekul hanya akan bertubrukan dan terpental, namun molekul tersebut masih utuh, sehingga tidak mampu terjadi reaksi. Terdapat energi tumbukan minimum agar reaksi terjadi.

Untuk bereaksi molekul yang bertumbukan harus memiliki jumlah energi kinetik total sama besar atau lebih besar daripada energi aktivasi (Ea). Apabila energi kinetik lebih kecil daripada energi aktivasi maka molekul akan tetap utuh, dan tidak ada perubahan terhadap tumbukan. Spesi yang terbentuk sementara oleh molekul reaktan yang diseabkan oleh tumbukan sebelum membentuk produk disebut dengan kompleks teraktifasi, atau keadaan transisi.

Terbentuknya ikatan baru (C + D) adalah akibat gaya tarik (energy potensial), dan proses ini akan melepaskan sejumlah energi. Energi tersebut sebagian atau seluruhnya akan dipakai untuk memutuskan ikatan lama (A + B). Selama proses pemutusan, terjadi penurunan tingkat energy sistem, karena terbentuk ikatan baru yang energinya lebih rendah. Dengan demikian, dalam suatu reaksi terdapat tiga keadaan yaitu keadaan awal (pereaksi), kedaaan transisi, dan keadaan akhir (hasil reaksi). Keadaan transisi selalu lebih tinggi daripada dua keadaan yang lain, tetapi kedaan awal dapat lebih tinggi atau lebih rendah daripada keadaan akhir.

Jika produk lebih stabil dari reaktan, maka reaksi diiringi denga pelepasan kalor. Dengan kata lain reaksi yang terjadi eksotermik. Dapat dilihat pada profil energi di bawah.

Jika produk tidak lebih stabil dari reaktan, maka reaksi diiringi dengan penyerapan kalor dari lingkungan oleh campuran yang bereaksi. Dengan kata lain reaksi yang terjadi endotermik. Dapat dilihat pada profil energi di bawah.

Dalam kedua kasus kita memplotkan energi potensial dari system yang bereaksi terhadap tahapan reaksi. Secara kualitatif kedua plot menunjukkan perubahan energi potensial sewaktu reaktan diubah menjadi produk. (Chang : 44). Kita dapat membayangkan energi aktivasi yang mencegah molekul yang kurang memiliki energi untuk bereaksi. Karena jumlah molekul reaktan dalam reaksi biasa sangat banyak, maka kecepatan dan energi kinetik molekulnya beragam. Biasanya hanya sebagian kecil molekul yang memiliki energi kinetik yang cukup untuk melampaui energi aktivasi yang mampu bertumbukan dan terlibat dalam reaksi. Persamaan Arrhenius

Ketergantungan konstanta laju reaksi (k) terhadap suhu dapat dinyatakan dengan persamaan Arrhenius :

Besaran A menyatakan frekuensi tumbukan dan dinamakan factor frekuensi. Factor ini dianggap sebagai konstanta untuk system reaksi tertentu dalam kisaran suhu yang lebih lebar. Persamaan di atas menunjukkan bahwa konstanta laju (k) berbanding lurus dengan A atau frekuensi tumbukan. Sedangkan, konstanta laju berbanding terbalik dengan energi aktivasi dan suhu. Persamaan ini dapat dinayatakan dalam bentuk lain dengan menghitung logaritma natural di kedua sisi :

Persamaan yag menghubungkan konstanta laju k1 dan k2 pada suhu T1 dan T2 dapat digunakan untuk menghitung energi aktivasi atau untuk menentukan konstanta laju pada suhu lain jika energi aktivasinya diketahui.

Dengan menggunakan ln k2 dari k1 menghasilkan,

Untuk reaksi sederhana, kita dapat merumuskan factor frekuensi (A) dalam persamaan Arrhenius dengan frekuensi tumbukan antara spesi-spesi yang bereaksi. Untuk reaksi yang lebih rumit, kita juga harus mempertimbangkan factor orientasi, yaitu bagaimana molekul-molekul yang bereaksi berorientasi relative satu dengan yang lainnya . reaksi yang dikaji secara cermat antara atom kalium dan metal iodide membentuk kalium iodide dan radikal metil menjelaskan ini:K + CH3I KI + CH3Reaksi ini paling mudah terjadi hnya jika atom K bertumbukan frontal dengan atom I dalam CH3I. jika tidak, hanya sedikit atau bahkan tak ada produk yang terbentuk.

Mekanisme Reaksi dan Hukum Laju

Persamaan kimia, walaupun sudah setara, tidak menggambarkan bagaimana reaksi tersebut berlangsung. Persamaan kimia biasanya hanya menampilkan sederet reaksi sederhana yangdisebut dengan tahap elementer atau reaksi elementer. Hal ini dikarenakan reaksi-reaksi sederhana tersebut merepresentasikan jalannya reaksi keseluruhan pada tingkat molekul. Urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada pembentukan produk disebut dengan mekanisme reaksi. Misalnya saja pada pembentukan NO2. Reaksi elementernya adalah :

2NO(g) + O2(g) 2NO2(g)

Produk tidak langsung terbentuk dengan terjadinya tumbukan antara 2 molekul NO dengan 1 molekul O2 karena terdeteksi terdapatnya N2O2 selama jalannya reaksi. Maka dianggaplah reaksi elementer yang sebenarnya terjadi sebagai berikut : 2NO(g) N2NO(g)

N2NO(g) + O2(g) 2NO2(g)

Pada tahap elementer pertama,2 molekul NO bertumbukan sehingga membentuk N2O2. Peristiwa ini diikuti dengan bereaksinya N2O2 dengan O2yang menghasilkan 2 molekul NO2. Persamaan kimia total, yang menyatakan keseluruhan perubahan, dinyatakan dengan penjumlahan tahap elementer 1 dan tahap elementer 2:

Tahap 1 :NO + NON2O2Tahap 2 :N2O2 + O22NO2Reaksi Keseluruhan :2NO + N2O2 + O2N2O2 + 2NO2

Spesi seperti N2O2 disebut zat antara (intermediate) karena spesi-spesi itu muncul dalam mekanisme reaksi tetapi tidak dalam persamaan setara keseluruhan. Perlu diingat bahwa zat antara selalu terbenuk di awal tahap elementer dan terpakai dalam tahap elementer berikutnya.

Banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap elementer menentukan molekularitas reaksi. Setiap tahap elementer yang melibatkan dua molekul disebut dengan bimolekuler. Reaksi unimolekuler ialah reaksi yang tahap elementernya hanya melibatkan satu molekul yang bereaksi. Misalnya saja proses peyerapan ultraviolet yang berbahaya secara langsung oleh ozon yang kemudian diuraikan menjadi oksigen, yang terjadi d stratosfer.

Tahap 1 :O2(g)

O(g) + O2(g)

Tahap 2 :O2(g) + O(g)

2O2(g)

Reaksi Keseluruhan :2O2(g)

3O2(g)Dalam mekanisme ini, tahap 1 adalah reaksi unimolekuler, sedangan tahap 2 adalah reaksi bimolekuler.

Hanya ada sedikit termolekuler, yaitu reaksi yang melibatkan tiga molekul dalam satu tahap elementer. Hal ini terjadi karena dalam reaksi ini produknya terbentuk sebagai akibat tumbukan tige molekul secara berbarengan, yang kecenderungan terjadinya jauh lebih kecil daripada reaksi bimolekuler. A + B

Reaksi

Energi potensial

C + D

Kompleks teraktifasi

Ea

Gambar 1 Profil Energi Reaksi Endoterm

Energi potensial

Ea

Kompleks teraktifasi

C + D

A + B

Reaksi

Gambar 2 Profil Energi Reaksi Endoterm

Dimana :k = konstanta laju reaksi

A = frekuensi tumbukan

Ea = Energi aktivasi (KJ/mol)

R = konstanta gas (8,314 J/K.mol)

T = suhu mutlak (K)