olehrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33942...hadits tentang ajaran islam yang...
TRANSCRIPT
-
Pemeliharaan Anjing Dalam Perspektif Hadis
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh :
Nur Ashlihah Mansur NIM : 1112034000105
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
-
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis telah
diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Januari 2017. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada
Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir.
2017 Januari 24 Jakarta,
Sidang Munaqasah,
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA Dra. Banun Binaningrum, M.Pd
NIP. 19711003 199903 2 001 NIP. 19680618 199903 2 001
Anggota,
Penguji I Penguji II
Dr. M. Zuhdi Zaini, M. Ag Drs. Harun Rasyid, MA
NIP. 19650817200003 1 001 19600902 198703 1 001
Pembimbing,
Dr. M. Isa HA Salam, M.Ag
NIP. 19531231 198603 1 010
-
ABSTRAK
NUR ASHLIHAH MANSUR
Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis
Penggunaan metode maupun pendekatan yang berbeda, akan mengahasilkan
perbedaan pemahaman dalam memahami suatu teks, baik itu al-Quran maupun
hadis. Dalam skripsi ini penulis akan membahas pemahaman hadis terkait dengan
pemeliharaan anjing. Dua hadis yang akan penulis bahas adalah hadis tentang tidak
masuknya malaikat ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya dan hadis
tentang berkurangnya pahala seseorang apabila memelihara anjing selain untuk
berburu, menjaga ternak dan menjaga ladang.
Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat, penulis menggunakan metode
pemahaman hadis Syuhudi Ismail yang penulis rangkum dari buku karya beliau
yang berjudul Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Telaah Maani al-
Hadits Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal). Empat
langkah yang digunakan adalah mencari tahu seputar bentuk matan hadis Nabi dan
cakupan petunjuknya, kandungan hadis dihubungkan fungsi Nabi Muhammad,
Petunjuk hadis Nabi dihubungkan dengan latar belakang terjadinya, dan petunjuk
hadis Nabi yang tampak saling bertentangan.
Kesimpulan yang di dapat dalam skripsi ini adalah pemeliharaan anjing dibolehkan
selama anjng tersebut digunakan untuk sebuah keperluan. Adapun tiga kategori
kegunaan anjng yang disebutkan dalam teks hadis merupakan qiyas dari manfaat
yang dihasilkan dari anjing itu sendiri. Karena pada zaman nabi, kegunaan anjing
yang diketahui adalah untuk tiga hal tersebut. Sementara untuk saat ini, kegunaan
anjing bisa bermacam-macam melihat dari kelebihan yang dimiliki anjing
dibandingakn dengan hewan lainnya. Dan kegunaa tersebut antara lain adalah :
menjaga rumah beserta harta benda di dalamnya, membantu polisi melacak
kejahatan, menemukan narkoba, mencium bila terdapat kebocoran pipa gas, dll.
-
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji saya panjatkan kepada Allah SWT. yang memberikan begitu
banyak nikmat dalam kehidupan yang saya jalani ini, terlebih nikmat untuk
menyelesaikan tugas akhir dalam jenjang kuliah S1 saya ini. Selanjutnya tak lupa
saya haturkan shalawat serta salam kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta kepada seluruh umatnya.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Agama (S.Ag) dari Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis, dan kini
telah berubah menjadi jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir dan Ilm Hadis
sebagaimana Surat Keputusan dari Kementrian Agama. Dan Judul yang penulis
ajukan adalah Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis.
Dalam penyusunan Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin yang telah
memberikan kesempatan kepada saya mengikuti perkuliahan di Fakultas
tersebut hingga akhir.
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Quran dan
Tafsir) dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd (selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Al-Quran dan Tafsir) yang selalu memberikan kemudahan, baik dalam hal
administari maupun yang lainnya kepada saya.
4. Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag selaku dosen pembimbing yang selalu sabar
membimbing saya selama proses pembuatan skripsi.
5. Moh. Anwar Syarifuddin, MA selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan kemudahan kepada saya pada saat kuliah maupun saat proses
awal perencanaan pembuatan skripsi.
-
v
6. Jauhar Azizy, MA yang telah membantu saya menguatkan hati untuk tetap
mempertahan judul skripsi yang saya buat, serta membantu memberikan
pengarahan terkait skripsi yang saya buat ini.
7. Rifqi Muhammad Fatkhi, MA yang juga turut membantu memberikan
pengarahan kepada saya saat awal pembuatan skripsi ini.
8. Drs. Mansur HM dan Eviyana, S.Pd kedua orang tua yang tak pernah lelah
mendoakan kebaikan untuk anaknya ini, saya mampu menyelesaikan tugas
akhir ini tentunya berkat doa dari mereka berdua. Juga adik-adikku tercinta
yang berkat merekalah aku semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini
Asad Kholilullah, M. Irsyad Fuadi, dan bidadari kecilku Sayyidah Aliyatul
Azizah.
9. Para guru dan dosen yang telah mengajarkan dan memberikan saya ilmu
pengetahuan. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka
semua.
10. Keluarga Besar PMII Komfuspertum, para senior; kBaiquni, kNajib,
kUmam, kBahar, kRasyidi dan kAli yang membantu banyak hal selama
saya kuliah. Baik dalam hal akademik mapun yang lainnya. Dan juga
sahabat-sahabati yang lain semoga bisa segera menyusul menyelesaikan
tugas akhir.
11. Sahabat-sahabat seperjuangan TH 2012 terkhusus TH C, semoga
persahabatan kita tak hanya berakhir sampai sini, terima kasih telah menjadi
hal yang berharga karna telah hadir melengkapi hari-hariku. Ala, ninu,
zulfa, lia, kang ayat, dll. yang tak bisa disebutkan satu persatu.
12. Ada banyak orang lagi, namun tidak bisa saya sebutkan semuanya. Tapi
yang pasti saya sangat berterima kasih atas apa yang telah mereka lakukan.
Saya berharap Allah membalas semua kebaikan mereka dengan kebaikan yang
berlipat.
Ciputat, 12 Januari 2017
Penulis
-
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................iii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iv
DAFTAR ISI.........................................................................................................vi
PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................1
B. Permasalahan.............................................................................7
C. Tujuan dan Manfaat...................................................................9
D. Kajian Pustaka.........................................................................10
E. Metodelogi Penelitian..............................................................12
F. Sistematika Penulisan..............................................................13
BAB II METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS
A. Pengertian Metode Pemahaman Hadis....................................15
B. Sejarah Metode Pemahaman Hadis.........................................16
1. Ulama Klasik......................................................................16
2. Ulama Kontemporer...........................................................18
C. Metode Pemahaman Hadis Syuhudi Ismail............................20
BAB III APLIKASI PEMAHAMAN HADIS TENTANG
MEMELIHARA ANJING
A. Penyebutan Kata Anjing dalam Hadis....................................35
-
vii
B. Hadis Tentang Memelihara Anjing..........................................40
C. Pemahaman Hadis...................................................................56
1. Hadis Ditinjau dari Bentuk Makna dan Cakupan
Petunjuknya...56
2. Kandungan Hadis dihubungkan dengan Fungsi Nabi60
3. Petunjuk Hadis Dihubungkan dengan Latar Belakang
Terjadinya..62
4. Petunjuk Hadis yang Tampak Saling Bertentangan..63
D. Manfaat Kegunaan Anjing......................................................68
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................69
B. Saran-Saran..............................................................................69
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................71
-
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Padana Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan
b be
t te
ts te dan es
j Je
h ha dengan garis bawah
kh ka dan ha
d de
dz de dan zet
r Er
z Zet
s Es
sy es dan ye
s es dengan garis di bawah
de dengan garis di bawah
te dengan garis di bawah
zet dengan garis di bawah
koma terbalik di atas hadap kanan
gh ge dan ha
f Ef
q Ki
k Ka
l El
m Em
n En
-
ix
w We
h Ha
apostrof
y Ye
B. Vokal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a fatah
i kasrah
u ammah
Adapun untuk vocal rangkap :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i
au a dan u
C. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokla Latin Keterangan
a dengan topi di atas
i dengan topi di atas
u dengan topi di atas
D. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf l, baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun qamariyyah. Contoh al-rijl bukan ar-rijl, al-dwn bukan ad-
dwn.
E. Syaddah (Tasydd)
Syaddah atau tasydd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal
-
x
ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah
kata sandang yang diikuti oleh haruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata
tidak ditulis dengan ad-darrah melainkan al-darrah, demikian
seterusnya.
F. Ta Marbtah
Jika ta marbtah terdapat pada kata yang berarti sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf h. begitu juga jika ta marbtah
tersebut diikuti oleh kata sifat (nat). namun jika huruf ta marbtah diikuti
oleh kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
t
G. Huruf Kapital
Huruf kapital yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku delam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sangangnya. Contoh : = al-
Bukhr.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis Nabi merupakan landasan ajaran kedua setelah al-Quran. Selain
sebagai penjelas al-Quran, hadis terkadang mengkhususkan makna ayat al-Quran
yang masih bersifat umum1, serta menjadi penguat terhadap hukum-hukum yang
terkandung di dalam al-Quran.2 Bahkan terkadang juga hadis menciptakan hukum
syariat yang belum dijelaskan dalam nash al-Quran meskipun yang demikian ini
masih menjadi perdebatan apakah hadis berdiri sendiri sebagai dalil hukum atau
hadis menetapkan dalil yang terkandung atau secara tersirat dalam teks al-Quran.
Pemahaman terhadap hadis juga tidak jauh berbeda dengan pemahaman
terhadap ayat-ayat al-Quran yang senantiasa mengalami perkembangan, baik
dalam hal metode maupun pendekatan. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar
karena permasalahan masyarakat terus berkembang, maka pemahaman terhadap
hadis ataupun teks-teks agama juga harus berkembang semata-mata untuk mengali
pesan-pesan agama yang sesuai dengan konteks kekinian. Proses pemahaman
Nisa [4]:11 yang berbunyi-Salah satu ayat yang dikhususkan oleh hadis adalah QS. An 1
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dikhususkan dengan hadis
kami para nabi tidak diwarisi, sesuatu yang kami tinggalkan
menjadi sedekah.(HR. Muslim) hadis tersebut merupakan pengecualian dari keumuman ayat al-
Quran yang menjelaskan tentang disyariatkannya waris bagi umat Islam. 2
,Islam ditegakkan atas lima perkara
yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad rasul Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan berpuasa bulan Ramadhan. (HR. Bukhari)
hadis tersebut mempertegas perintah Allah tentang kewajiban shalat, zakat, puasa dan haji yang
terdapat dalam QS. Al-Baqarah [2] : 83 tentang mendirikan shalat dan zakat, [2] : 183 tentang
kewajiban berpuasa dan QS. Ali Imran [3]:97 tentang mengerjakan ibadah haji.
-
2
terhadap hadis tersebut kemudian menjadi tidak terbatas dan terus berkembang
hingga tak terhitung jumlahnya.
Salah satu permasalahan yang tengah dihadapi umat Islam saat ini adalah
tentang memelihara anjing. Mayoritas umat Islam menganggap bahwa anjing
adalah binatang yang najis dan haram dipelihara. Namun di samping itu, saat ini
tidak sedikit masyarakat muslim yang memelihara anjing.
Apabila kita merujuk kepada al-Quran, terdapat kata anjing atau al-Kalb
dalam empat ayat pada tiga surat al-Quran. Pertama, yakni pada surat al-Maidah
ayat 4, ayat ini menjelaskan tentang halalnya daging hasil buruan hewan yang telah
dilatih dan dilepas dengan menyebut nama Allah. Kedua, pada surat al-Araf ayat
176 menjelaskan tentang manusia yang tergila-gila kepada dunia dan selalu
mengikuti hawa nafsunya diibaratkan seperti anjing yang selalu menghulurkan
lidahnya. Dan ketiga, pada surat al-Kahfi ayat 18 dan 22 yang menjelaskan tentang
anjing yang menjadi teman sekaligus pelindung pemuda-pemuda beriman yang
bersembunyi di dalam gua demi menyelamatkan keimanan mereka.3
Sedangkan di dalam hadis, cukup banyak pembahasan yang berkaitan
dengan anjing. Para ulama klasik berbeda pendapat dalam memahami hadis-hadis
tentang memelihara anjing. Pemahaman tersebut tentunya tidak terlepas dari
beragam cara yang mereka gunakan dalam memahami hadis sehingga
3 Munirah Abdurrazaq, Hadis-hadis mengenai anjing: Tumpuan Kepada Isu Pemeliharaan
dan Pengaruhnya daripada Perspekti Hadis Ahkam dalam Fauzi Daraman, ed., Sunah Nabi Realiti
dan Cabaran Semasa, ( Kuala Lumpur: Jabatan al-Quran dan hadith,2011), h. 520-521.
-
3
menghasilkan hukum sesuai ijtihad mereka masing-masing yang kemudian
menghasilkan perbedaan sikap dan perilaku terhadap binatang tersebut.
Dalam hal ini ulama fiqih sebagai pemegang porsi paling besar dalam
membahas masalah memelihara anjing. Hal tersebut bermula dari pemahaman
mereka tentang najis atau tidaknya tubuh anjing.
4
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Ysuf dari Mlik dari Abu
Al-Zind dari Al-A'raj dari Abu Hurairah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw.
bersabda: "Jika anjing menjilat bejana seorang dari kalian, maka hendaklah ia cuci
hingga tujuh kali5.
Berdasarkan hadis ini, Imam Syfi menganggap bahwa anjing adalah
binatang yang najis, sebab kenajisannya maka Rasul memerintahkan untuk mencuci
bekas jilatannya hingga tujuh kali yang mana hal ini menunjukkan bahwa najis
anjing adalah najis yang berat. Karena hal itu, Imam Syfi yang dikenal sangat
berhati-hati dalam mementapkan suatu hukum, maka memilih untuk menetapkan
hukum memelihara anjing untuk keperluan apapun adalah haram. Berbeda halnya
dengan Imam Maliki yang tidak menganggap anjing sebagai hewan yang najis dan
beliau justru lebih longgar dalam menetapkan hukum dan mengatakan bahwa
memelihara anjing untuk keperluan mengamankan rumah hukumnya adalah
4 Ab Abdullah Muhammad bin Ismil al-Bukhr, al-Jmi al-Sahih (selanjutnya disebut
Sahih al-Bukhr), (Beirut:Dar al-Fikr, tt.) kitab al-Tahrah no. 167. 5 Dalam riwayat lain disebutkan bahwa membersihkan jilatan anjing dengan mencucinya
sebanyak tujuh kali yang pertama dengan debu atau tanah, namun ada juga yang menyebutkan
bahwa mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali dan yang kedelapan adalah dengan debu atau
tanah. Al-Nawawi, Syarh ala muslim Kitab al-ahrah bab Hukum jilatan anjing.
-
4
mubah. Maka apabila terkena jilatan atau tetesan air liurya maka wajib dibersihkan
sesuai syariat Nabi. 6
Pendapat beliau tersebut berdasarkan ayat:
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?".
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh
binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah
dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas
itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat cepat hisab-Nya.7
Di samping perdebatan tentang kenajisan anjing, terdapat pula golongan
yang menunjukkan sikap tidak senang terhadap anjing bahkan sampai dengan tega
membunuhnya. yang demikian itu berdasarkan sebuah hadis Nabi yang
memerintahkan untuk membunuh anjing.
." "
sesungguhnya Rasulullah saw. memerintahkan untuk membunuh anjing .8
Dalam sebuah artikel didapatkan informasi bahwa setiap bulan Ramadhan
banyak masyarakat muslim yang membawa anjing mereka ke rumah sakit hewan
atau klinik untuk memberikan suntikan mematikan. Alasan yang diberikan oleh
6Wahbah al-Zuhayl, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dr al-Fikr al-Muatsir,
1985), c. 2, jilid 1, h. 153. 7 QS. Al-Maidah [5]:4. 8 Abdullah Muhammad bin Ismail al- Bukhr, Sahih Bukhr, (Maktabah Syamilah), jilid
4, h. 158, no. hadis :3323.
-
5
mayoritas Muslim ini adalah bahwa Islam melarang mereka untuk memelihara
anjing. Selain itu juga terjadi penelantaran terhadap anjing yang akhirnya membuat
hewan tersebut mati karena kelaparan tidak mendapatkan makanan, 9 hal tersebut
menurut penulis merupakan salah satu akibat dari pemahaman yang kurang tepat
yang dilakukan oleh umat Islam terhadap sebuah teks hadis.
Kajian tentang memelihara anjing menjadi penting sebab tidak semua umat
Islam melarang untuk memelihara anjing dengan menimbang bahwa banyak
manfaat yang dihasilkan dari memelihara anjing. Hal tersebut tentunya tidak
terlepas dari bagaimana hadis tentang anjing tersebut dipahami.
Selain hadis yang telah disebutkan di atas, ada beberapa hadis lain yang juga
menjadi penyebab perbedaan pemahaman tentang memelihara anjing. Di antara
hadis tersebut adalah yang menjelaskan bahwa malaikat tidak akan memasuki
rumah yang terdapat anjing di dalamnya.
9Dr. Ayoub M. Banderker (BVMCh), Dogs in Islam diakses pada tanggal 4 Oktober 2016
pada pukul 17.16 dari http://www.islamicconcern.com/dogs.asp
http://www.islamicconcern.com/dogs.asp
-
6
10
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya; Telah mengabarkan
kepada kami Ibn Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Yuns dari Ibn Syihb dari
Ibn al-Sabbq bahwa 'Abdullah bin 'Abbs berkata; Telah mengabarkan kepadaku
Maimnah; bahwa pada suatu pagi Rasulullah saw. kelihatan diam karena susah
dan sedih. Maimunah berkata; "Ya, Rasulullah! Aku heran melihat sikap Anda
sehari ini. Apa yang telah terjadi?" Rasulullah saw. menjawab: 'Jibril berjanji akan
datang menemuiku malam tadi, ternyata dia tidak datang. Ketahuilah, dia pasti tidak
menyalahi janji denganku! ' Demikianlah Rasulullah saw. senantiasa kelihatan
susah dan sedih sehari itu. Kemudian beliau melihat seekor anak anjing di bawah
tempat tidur kami, lalu beliau menyuruh keluarkan anak anjing itu. Kemudian
diambilnya air lalu dipercikinya bekas-bekas tempat anjing itu. Ketika hari sudah
petang, Jibril datang menemui beliau. Kata beliau kepada Jibril: 'Anda berjanji akan
datang pagi-pagi.' Jibril menjawab; 'Benar! Tetapi kami tidak dapat masuk ke
rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.' Pada pagi harinya
Rasulullah memerintahkan supaya membunuh semua anjing, sampai anjing penjaga
kebun yang sempit, tetapi beliau membiarkan anjing penjaga kebun yang luas.
Diantara sebab malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat
anjingnya adalah karena anjing memakan apa saja termasuk kotoran (barang najis),
Sebab anjing memiliki bau yang buruk, dan malaikat tidak suka terhadap bau yang
buruk, dan juga karena dalam suatu riwayat menyebutkan bahwa sebagian anjing
adalah setan, dan malaikat adalah kebalikan (musuh) dari setan.11
Selain itu, ada juga hadis yang menyebutkan bahwa pahala akan berkurang
tiap harinya apabila seseorang memelihara anjing.
10 Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, (Maktabah Syamilah) jilid 1 hal 484 jilid 6, h, 156. 11 Abu Zakaria Yahya bin Syarif al-Nawawi, al-Minhaj fii Syarh Shahih Muslim, (Baitul
Fikr. 2000), h. 1330.
-
7
12
Telah menceritakan kepada kami Mu'dz bin Fadlah telah menceritakan
kepada kami Hisym dari Yahya bin Ab Katsr dari Ab Salamah dari Ab Hurairah
ra. berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menyentuh anjing berarti
sepanjang hari itu dia telah menghapus amalnya sebanyak satu qrth13 kecuali
menyentuh anjing ladang atau anjing jinak". Berkata, Ibn Srn dan Ab Slih dari
Ab Hurairah ra. dari Nabi saw,: "Kecuali anjing untuk mengembalakan kambing
atau ladang atau anjing pemburu". Dan berkata, Ab Hzim dari Ab Hurairah dari
Nabi saw. : "Anjing pemburu atau anjing yang jinak.
Menurut penulis, kedua hadis inilah yang mengindikasikan bahwa
memelihara anjing adalah dilarang. Dengan kedua hadis inilah penulis akan
meneliti lebih lanjut untuk mendapatkan pemahaman tentang memelihara anjing.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan di atas, penting
kiranya bagi penulis untuk menuangkan karya ilmiah berupa skripsi dengan judul :
Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
12 Sahh Bukhr, Jilid 3, h. 136. 13 Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pahala akan berkurang dua qirath tiap harinya
apabila memelihara selain anjing yang disebutkan dalam hadis. Sedangkan besaran ukuran qirath
tersebut hanya Allah yang tahu maksud sebenarnya. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang
redaksi yang menyebutkan akan berkurang dua qirath , ada yang berpendapat bahwa berkurangnya
dua qirath hanya berlaku di Madinah, sedangkan selain di sana, maka pahala yang berkurang satu
qirath. Dalam kitab al-Bahr disebutkan bahwa berkurannya pahala adalah dari amalan yang telah
lalu, maupun yang yang akan datang. Dikatakan pula bahwa berkurangnya dua qirath tersebut
adalah berkurang satu qirath pada siang hari, dan satu qirath pada malam hari. Disebutkan pula
bahwa pengurangan tersebut satu qirath untuk amalan yang yang fardu dan satu qirath lagi untuk
amalan yang Sunnah.
Sedangkan untuk sebab berkurangnya pahala tersebut ulama berbeda pendapat, ada yang
mengatakan karena malaikat tidak masuk ke rumah yang terdapat anjing di dalamnya. Imam
Nawaw dalam syarh ala muslim.
-
8
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas menghasilkan
perbedaan dalam menentuan sikap dalam masalah memelihara anjing. Pemahaman
boleh atau tidaknya memelihara anjing menjadi meluas yang kemudian menjadi
permasalahan yang kini terjadi di masyarakat. Di sini lah penulis mengidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana perlakuan umat Islam pada masa Nabi saw. terhadap
anjing?
b. Bagaimana hukum memelihara anjing dalam konteks kekinian?
c. Model metode pemahaman hadis apa yang tepat untuk memahami
hadis tentang memelihara anjing?
d. Apa yang melatarbelakangi munculnya hadis yang mengindikasikan
larangan memelihara anjing?
e. Bagaimana memahami hadis tentang memelihara anjing dalam
konteks kekinian?
2. Batasan Masalah
Berdasarkan beberapa identifikasi yang telah penulis ungkap sebelumnya,
penulis memfokuskan pada poin d dan e yaitu tentang latar belakang munculnya
hadis yang mengindindikasi larangan memelihara anjing dan bagaimana
pemahaman hadits tentang memelihara anjing dalam konteks kekinian. Penulis
menggunakan Metode Pemahaman Hadits Syuhudi Ismail dalam memahami hadis
tersebut. Sedangkan hadis-hadis tentang memelihara anjing, penulis batasi hanya
yang diungkap dalam Kutub al-Sittah. Dalam hal ini, penulis menggunakan kata
kunci , , dan hanya dipilih tema-tema yang mengindikasikan
-
9
tentang memelihara anjing yaitu malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya
terdapat anjing dan tentang pahala atau amal perbuatan yang akan berkurang bagi
orang yang memelihara anjing.
3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah skripsi ini adalah Bagaimana memahami hadis tentang
memelihara anjing dalam konteks kekinian?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui beberapa metode pemahaman hadis.
b. Untuk menjelaskan beberapa perbedaan dalam memahami hadis
tentang memelihara anjing.
c. Untuk menjelaskan kondisi sosial dan sebab munculnya hadis tentang
memelihara anjing.
d. Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat secara metodik dalam
memahami hadis dalam konteks kekinian.
2. Manfaat Penelitian
a. Pembaca memahami hadis tentang memelihara anjing dalam konteks
kekinian dari perspektif Syuhudi Ismail.
b. Pembaca mengetahui kondisi sosial dan sebab munculnya hadis tentang
memelihara anjing.
c. Menambah khazanah keilmuan, khususnya ilmu memahami hadits.
-
10
D. Kajian Pustaka
Penulis menemukan beberapa tulisan yang membahas perihal metode
pemahaman hadis serta pemeliharaan anjing, di antaranya :
Pertama, Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan
Asbb al-Wurd (Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dengan M.
Syuhudi Ismail), ditulis oleh Siti Fatimah berisi tentang perbandingan metode
pemahaman hadis yang salah satunya adalah dengan mempertimbangkan asbb al-
wurd oleh Ysuf al-Qarw dan M. Syuhudi Ismail yang mana keduanya
memiliki perbedaan dari segi pengungkapan. M. Syuhudi Ismail mengungkapkan
bahwa turunnya suatu hadis, adakalanya didahului oleh sebab tertentu, namun
adakalanya juga tanpa didahului oleh sebab tertentu sehingga kandungannya harus
dipahami secara tekstual maupun kontekstual. Dengan demikian menjadi jelas
bahwa dalam Islam terdapat ajaran yang bersifat universal, temporal, dan lokal.
Sedangkan Ysuf al-Qarw mengungkapkannya secara global yakni suatu hadis
harus dipahami berdasarkan kondisi yang meliputinya serta dimana dan untuk
tujuan apa hadis tersebut diucapkan. Sehingga maksud hadis dapat diketahui
dengan jelas dan terhindar dari perkiraan yang menyimpang serta dapat dibedakan
mana hadis yang mempunyai sebab umum atau khusus, dan mana yang bersifat
temporal, kekal, parsial atau total.14
Kedua, satu-satunya skripsi yang penulis temukan yang berkaitan dengan
anjing adalah Hukum Jilatan Anjing Menurut Madzhab Maliki dan Madzhab
14 Siti Fatimah, Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan Asbabul
Wurud : Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dengan M. Syuhudi Ismail, (Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009).
-
11
Syfi, ditulis oleh Muhammad Karbi. Skripsi ini menjelaskan tentang hukum
jilatan anjing menurut madzhab Maliki dan Syfi yang mana terdapat perbedaan
dari keduanya. Madzhab Maliki menetapkan hukum jilatan anjing anjing adalah
suci dengan alasan bahwa perintah membasuh hingga tujuh kali bejana yang dijilat
anjing sebagai taabbud (bentuk ibadah). Sedangkan madzhab Syfi menetapkan
hukum jilatan anjing itu adalah najis mutlak karena perintah membasuh hingga
tujuh kali itu tidak lain adalah karena najis atau adanya hadas. Dari hal itu
mengingat lidah dan mulut adalah anggota utama hewan dan ia dikategorikan
sebagai najis, maka sudah tentu seluruh badannya termasuk air yang keluar dari
tubuh anjing baik air kencing, kotoran dan juga keringatnya adalah najis.15
Ketiga, pembahasan perihal anjing dalam bentuk buku adalah Sunah Nabi
Realiti dan Cabaran Semasa yang berisi kumpulan artikel. Salah satu artikel
berjudul Hadis-hadis mengenai anjing: Tumpuan Kepada Isu Pemeliharaan dan
Pengaruhnya daripada Perspekti Hadis Ahkam. Artikel ini ditulis oleh Munirah
Abdurrazaq yang di dalamnya membahas tentang hadis-hadis larangan dan
kebolehan memelihara anjing antara hadis dan fiqih kemudian dikaitkan sama
kebiasaan orang Malaysia yang sering memelihara anjing dan nampaknya makalah
ini hanya membahas tentang keharamannya saja tanpa mempertimbangkan
persoalan dan kondisi yang lain.16
15 Muhammad Kurbi, Hukum Jilatan Anjing Menurut Madzhab Maliki dan Madzhab
Syfi, (Skripsi S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011). 16 Munirah Abdurrazaq, Hadis-hadis mengenai anjing: Tumpuan Kepada Isu
Pemeliharaan dan Pengaruhnya daripada Perspekti Hadis Ahkam dalam Fauzi Daraman, ed., Sunah
Nabi Realiti dan Cabaran Semasa, ( Kuala Lumpur: Jabatan al-Quran dan hadith,2011)
-
12
Kemudian keempat, penulis menemukan skripsi tentang metode
pemahaman hadis dengan judul Memahami Hadis dengan Pemilahan Posisi Nabi.
saw. ditulis oleh M. Khoirul Huda membahas tentang penerapan metode
pemahaman hadis dengan memilah posisi Nabi saw. yang dikebangkan oleh Ibnu
syr kemudian dibadingkan dengan metode yang seperti Ushul Fiqh serta metode
yang dikembangkan dalam ilmu matan hadis seperti Mukhtalif al-Hadts, Gharb
al-Hadts dan Asbb al-Wurd menggunakan analisis wacana.17
Berangkat dari penelusuran yang penulis lakukan, tentunya bisa dipastikan
bahwa pembahasan yang akan penulis kaji dalam skrispi ini berbeda dengan tulisan
sebelumnya. Dalam kajian metode pemahaman hadis, penulis hanya terfokus pada
metode pemahaman Syuhudi Ismail dengan studi kasus memelihara anjing.
E. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan
(Library Research) dengan menggunakan sumber primer seperti kitab Sahih
Bukhr, Sahih Muslim dan kitab hadis lain yang tergolong dalam Kutub al-Sittah,
dan buku-buku karya Syuhudi Ismail yang berkaitan dengan metode pemahaman
hadis.
Sumber pendukung yang akan penulis gunakan adalah kitab-kitab syah
hadis Kutub al-Sittah serta referensi-referensi lain, baik dalam bentuk buku, jurnal,
artikel maupun hasil penelitian yang terkait dengan kajian/penelitian penulis.
17 M.Khoirul Huda, Memahami Hadis dengan Pemilahan Posisi Nabi saw. (Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).
-
13
2. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini adalah dengan mengumpulkan hadis-hadis
yang membahas mengenai anjing dalam kitab-kitab hadis (Kutub al-Sittah) dengan
cara pengumpulannya yaitu dengan mencari kata kunci , , dan
hanya dipilih tema-tema yang mengindikasikan memelihara anjing yaitu tentang
malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing dan tentang pahala atau
amal yang ebrkurang tiap harinya karena memelihara anjing. Metode pencarian ini
menggunakan kitab al-Mujam al-Mufahras li Alf al-Hadts al-Nabaw karya A.
J. Wensinck serta dibantu aplikasi Maktabah Syamilah dan Lidwa.
3. Analisis Data
Setelah data terkumpul penulis akan menganalisis data menggunakan
pendekatan sejarah dan kebahasaan. Pendekatan sejarah di sini tentunya tidak akan
terlepas dari sebab turunya hadis (Asbb al-Wurd) tersebut dan juga konteks sosial
yang terjadi pada saat itu. Adapun pendekatan kebahasaan adalah mengkaji dari
segi bahasa teks hadis tersebut supaya mendapatkan makna yang lebih mendalam
mengenai apa yang diriwayatkan pada hadis tersebut. Setelah itu penulis
mengaplikasikan metode pemahaman yang ditawarkan oleh Syuhudi Ismail yaitu
pendekatan kontektual.
Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Akademik Program
Strata 1 2012-2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
-
14
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pembahasan yang utuh maka diperlukan adanya
sistematika penulisan. Dalam sistematika penulisan ini, dibagi menjadi lima bab,
dan masing-masing bab memiliki sub pokok bahasan.
BAB pertama adalah Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB kedua akan menguraikan tentang teori pemahaman hadis yang
selanjutnya akan lebih terfokus pada metode pemahaman hadis Syuhudi Ismail.
BAB ketiga akan memberikan penjelasan sekitar hadis tentang memelihara
anjing terutama pada proses pengumpulan hadis (takhrj), kemudian melakukan
pendekatan kebahasaan, sejarah serta setting sosial pada masa Nabi, serta
pengaplikasian metode Syuhudi Ismail pada hadis memelihara anjing yang mana
kemudian menghasilkan pemahaman kontekstual terhadap hadis memelihara
anjing.
BAB keempat yakni penutup yang terdiri dari kesimpulan seluruh uraian
yang telah dikemukakan atas permasalahan yang diteliti, kemudian disertai dengan
saran-saran yang dapat disumbangkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih
lanjut dari penelitian.
-
15
BAB II
METODE PEMAHAMAN HADIS
Diperlukan adanya analisa untuk menemukan dan mengungkapkan pesan-
pesan moral atau agama yang terkandung dalam teks hadis. Analisa tersebut
memerlukan adanya proses disebut metode pemahaman hadis. Ibn al-Qayyim
dalam kitabnya al-Rh sebagaimana dikutip oleh Ysuf al-Qarw mengatakan
bahwa perlu adanya pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksud Rasulullah,
tanpa dilebih-lebihkan maupun dikurang-kurangi.1
A. Pengertian Metode Pemahaman Hadis
Kata metode berasal dari bahasa Yunani metodhos, yang berarti cara atau
jalan.2 Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan dalam bahasa Arab
disebut tharqah dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung
arti: cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai
sesuatu dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai yang ditentukan.3
Sedangkan pemahaman dalam Kamus Bahasa Indonesia merupakan kata
benda yang merujuk pada proses, cara, perbuatan untuk mengerti atau memahami.4
1 Yusuf al- Qardawi, Kaifa Natamal Maa al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Kairo : Dar al-
Syuruq, 2004), cet. 3, h. 39. 2 Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam
Koentjaraningrat (ed.), Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia. 1997), h. 16 3 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), h.1022. 4 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, h.1103.
-
16
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Arab , al-Fahm () yang berarti
mengenali suatu objek dengan hati (marifatuka al-syaia bi al-qalb).5 Kata al-fahm
semakna dengan kata understand, graps, comprehend, realize dan see dalam bahasa
Inggris yang berarti tahu, menangkap sesuatu yang sulit dimengerti, mengenal
secara sempurna, mengetahui situasi yang terkadang terjadi tiba-tiba dan
menemukan suatu pengertian.6
Sehingga penulis bisa katakan bahwa metode pemahaman hadis adalah
sebuah cara yang digunakan untuk menangkap maksud dari suatu hadis untuk
menemukan suatu pemahaman yang benar.
B. Sejarah Metode Pemahaman Hadis
Terdapat pembatasan dalam mengkasifikasikan ulama klasik dan ulama
kontemporer. Pembatasan yang di maksud dengan ulama klasik dalam di sini adalah
dimulai dari masa Nabi hingga masa al-Khatb al-Bagdd (464 H)7. Di antaranya
adalah para sahabat, tbi dan tbi tbin yang mana di dalamnya termasuk para
pensyarah hadis seperti Imam Nawaw, Ibn Hajar al-Asqaln, dst. Sedangkan
ulama klasik adalah masa setelah itu. Dan di antara ualam yang termasuk dalam
ulama klasik adalah Imam al-Ghazal, Ysuf al-Qardaw dan Syuhudi Ismail.
1. Ulama Klasik
Apabila dirunut dalam sejarah, praktik pemahaman hadis sudah diterapkan
sejak zaman Rasulullah saw. yakni sejak beliau menyampaikan sabdanya kepada
5 Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Dar al-maarif)tt. Jilid 5, h. 3481. 6 M. Khoirul Huda, Memahami Hadis Melalui Pemilah Posisi Nabi saw., (Skripsi S1
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 20. 7 M. Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hads dari Klasik Sampai
Modern, (Bukit Tinggi : Pustaka Setia, 2008), h. 12
-
17
sahabat. Demikian pula setelah sabda beliau dikutip, diriwayatkan dan dipahami
guna mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dari sanalah proses
memahami terjadi dan berkembang semakin sistematis dan kompleks.8
Sahabat diyakini sebagai generasi paling baik dalam memahami hadis
karena mereka tidak lain adalah pendengar langsung dari penyampai hadis itu
sendiri.9 Namun setelah wafatnya nabi, para sahabat atau lebih tepatnya khalfah
al-Rsyidn yang menerima estafet kepemimpinan nabi serta generasi setelahnya
menghadapi masalah yang tidak terjadi pada masa nabi, sehingga mereka
menghasilkan ijtihad sendiri dalam mengambil keputusan. Tentunya keputusan
yang mereka ambil berdasarkan nash-nash yang terdapat dalam al-Quran maupun
Sunnah nabi serta tidak bertentangan dengan keduanya. Dari sinilah muncul
beberapa tokoh yang memberikan alternatif dalam memahami setiap persoalan,
salah satunya adalah Imam al-Syfi.10
8 Huda, Memahami Hadis Melalui Pemilahan Posisi Nabi saw., h. 19. 9 M. Khoirul Huda, Metode Pemahaman Hadis dalam Lintas Sejarah artikel diakses pada
13 Agustus 2016 pada pukul 20.45 dari http://jurnalulumulhadis.blogspot.co.id/2014/01/metode-
pemahaman-hadis-dalam-lintasan.html . 10 Imam al-Syafi memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin al-Abbas
bin Utsman bin Syafi bin al-Said bin Abdil Manaf al-Mutalibi al-Quraisyi. Lahir pada tahun 150
Hijriah (767 Masehi) di Gaza, Palestina. Saat usia 2 tahun beiau dibawa ibunya ke Mekkah dan
kemudian dibesarkan dan belajar agama. Belajar dan menghafal al-Quran pada usia tujuh tahun,
dan beliau juga hafal kitab al-Muwatta ketika berusai tiga belas tahun dan membacanya dihadapan
gurunya Imam Malik di Madinah. Beliau mengadakan dua kali perjalanan ke Baghdad untuk
mempelajari fiqh yakni pada tahun 184 dan 195 H, serta melakukan perjalanan ke Mesir pada tahun
199 H. Beliau belajar fiqh dari seorang guru yang bernama Muslim bin Khalid al-Zanji, dan dari
gurunya inilah beliau mendapatkan iziin untuk berfatwa sebelum umur dua puluh tahun. Beliau
adalah pendiri madzhab Syafiiyah yang tersebar luar ke seluruh penjuru dunia Islam. Ia menguasai
bahasa dan syair Arab dengan sangat baik, serta memiliki argumentasi yang sangat kuat ketika
berdebatdan dapat menundukkan lawan, baik dari ulama Irak maupun ulama Mesir. Pendapatnya
memiliki kelebihan karena mengkkompromikan antara fiqh ulama Hijaz, Irak, dan Mesir. Ulama
Hijaz dikenal sebagai ahli hadis, ulama Irak dikenal sebagai ahli rayu, sedangkan ulama Mesir
dikenal sebagai ahli hadis dan ahli rayu. Dengan demikian madzhab Syfi berada di antara ahli
hadis dan ahli rayu. Subhi al-Slih dalam Ulm al-Hadts wa Mushtalatuh serta Abdul Majid Khon
dalam Takhrij dan Metode Memahami Hadis.
http://jurnalulumulhadis.blogspot.co.id/2014/01/metode-pemahaman-hadis-dalam-lintasan.htmlhttp://jurnalulumulhadis.blogspot.co.id/2014/01/metode-pemahaman-hadis-dalam-lintasan.html
-
18
Imam Syfi hadir menawarkan alternatif dalam memahami hadis yang
berkaitan dengan hukum fiqh. Dalam kitabnya yang berjudul ikhtilf al-hadts
beliau menawarkan metode jam dan naskh. Selain itu, ada Ibnu Qutaibah yang
hadir memberikan metode dalam memahami hadis seputar perdebatan ilmu kalam
dengan kitabnya tawl mukhtalif al-hadits.11
Setelah itu juga, para pengumpul hadis-pun mempunyai andil yang sangat
besar dalam memberikan menafsirkan atau memberikan pemahaman terhadap
hadis, sebagian pensyarah hadis sahh Bukhr menyatakan bahwa pendapat al-
Bukhr dapat dilihat pada judul bab yang dibuatnya.12
Selanjutnya muncul para pensyarah kitab hadis, di antaranya adalah al-
Nawaw13 dan Ibn Hajar al-Asqalan14 sebagai pensyarah kitab Sahh Bukhr dan
Sahh Muslim.
2. Ulama Kontemporer
11 M. Khoirul Huda, Metode Pemahaman Hadis dalam Lintas Sejarah. 12 Huda, Memahami Hadis Melalui Pemilahan Posisi Nabi saw., h. 20. 13 Imam Nawaw penulis kitab Syarh Sahih Muslim memiliki nama lengkap Ab Zakariy
Yahya bin Syaraf bin Murri bin Hasan bin Hizm al-Huzami al-Nawaw. Lahir pada bulan Muharram
631 Hijriah di Nawa. Dalam bidang hadis guru-gurunya antara lain adalah Abd al-Azz bin
Muhammad bin Abd al-Muhsin al-Ansr, Ab Ishq bin Ibrhm bin Umar al-Zain, Khlid bin
Ysuf bin Saad, Ahmad bin Abd al-Daim, dan Kaml Abd al-Azz bin Abd al-Munm.
Sementara dalam bidang fiqh gurunya antara lain adalah Ishq bin Ahmad bin Utsmn al-Marri
dan Kaml Sallar bin Hasan bin Umar al-Irbil. Selain syarh sahih muslim, karya lain beliau adalah
al-Adzkar al-Nawaw, Riydh al-Slihn, Bustn al-rifn, al-Rauah, al-Minhj al-Tibyn, al-
Arqn, Tahdzb al-Asma wa al-Lughh, dan Tabaqh al-Fuqaha. Dalam Abdul Majid Khon
Takhrij dan metode memahami hadis. 14 Ibn Hajar al-Asqaln memiliki nama lengkap Ab Fal Ahmad bin Al bin Muhammad
bin Muhammad bin Al bin Ahmad al-Kinan al-Asqaln al-Qahir al-Syfi. Lahir pada tahun 773
Hijriah di Mesir. Sejak tahun 777 ia sudah menjadi yatim piatu. Ia mulai belajar al-Quran pada usia
lima tahun, dan berhasil menghafal al-Quran ketika usia Sembilan tahun dan menjadi imam sholat
tarawih ketika berumur dua belas tahun. Ia tekun memepelajari hadis dan berguru pada al-Araqi
yang memiliki ilmu yang sangat luas. Ia juga berrihla ke Syam, Hijaz dan Yaman. Selanjutnya ia
memusatkan perhatiannya pada pengembangan hadis, dan upayanya ini membuat sejumlah ulama
mengakuinya sebagai hafiz besar yang sangat masyhur dan tidak ada tandingannya di kalangan
mutaakhirin. Salah satu karyanya yang bermanfaat bagi umat islam adalah fath al-br. Dalam
Abdul Majid Khon Takhrij dan metode memahami hadis.
-
19
Zaman semakin berkembang dan metode pemahaman terhadap hadis pun
semakin mengalami perkembangan. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya karya
Muhammad al-Ghazl dengan kitabnya Al-Sunnah al-Nabawiyyah Bayn Ahl al-
Fiqh wa Ahl al-Hadts.15 Buku tersebut diterbitkan pada awal tahun 1989 dan
mendapat sambutan yang luar biasa hingga dicetak berulang kali. Namun di
samping itu, buku tersebut juga menimbulkan kontroversi dan perdebatan yang
hangat antara pro dan kontra yang mana disebabkan oleh rincian atau contoh-contoh
hadis dalam buku tersebut yang menyatakan bahwa hadis-hadis sahh yang
dicantumkan perlu dipertanyakan kembali karena dianggap berlawanan dengan al-
Quran, kebenaran ilmiah maupun fakta historis.
Karena kontroversi yang terjadi akibat munculnya buku Muhammad al-
Ghazl, maka al-Mahad al-Alam Li Fikr al-Islam (Lembaga Internasional
Untuk Pemikiran Islam) meminta Ysuf al-Qardw untuk membuat buku yang
membahas luas tentang berbagai metodologi untuk memahami hadis, yang mana
lembaga ini pula lah yang sebelumnya meminta kepada Muhammad al-Ghazl
untuk menulis buku tentang kajian metode pemahaman hadis. Lalu kemudian
hadirlah buku Kaifa Nataammalu maa al-Sunnah al-Nabawiyyah.16 Buku ini juga
mendapat sambutan yang luar biasa dan banyak dijadikan panduan dalam
mendapatkan metode pemahaman terhadap hadis Nabi.
15 Buku tersebut telah diterjemahkan Muhammad al-Baqir ke dalam Bahasa Indonesia dan
diterbitkan oleh Penerbit Mizan dengan judul Studi Kritis Atas Hadis Nabi saw. : Antara
Pemahaman Tekstual dan Kontekstual. 16 Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi, Penterjamah Muhammad al-
Baqir, (Bandung: Karisma, 2000) Cet 2 h. xi
-
20
Selanjutnya lahirlah pemikiran baru tentang pengembangan metode
pemahaman hadis dari Syuhudi Ismail (1943-1995) yakni seorang ilmuan yang
memiliki dedikasi tinggi terhadap pengembangan-pengembangan ilmu hadis di
Indonesia. Beliau melontarkan metode kritik matan hadis dengan melihat nuansa
tekstual dan kontekstual hadis dengan tinjauan makna mempertimbangkan ajaran
Islam yang universal, temporal dan lokal.
C. Metode Pemahaman Hadis Syuhudi Ismail
Metode Pemahaman hadis Syuhudi Ismail tidak terkonsep secara langsung,
tetapi metodenya tergambar dalam buku karyanya yang berjudul Hadis yang
Tekstual dan Kontekstual. Buku tersebut menjelaskan secara rinci bagaimana cara
memahami hadis yang benar, Syuhudi Ismail menyimpulkan bahwa dalam
memahami hadis terkadang harus tesktualis, kontekstualis atau menggunakan
keduanya tergantung konten dari hadis yang ingin dipahami17.
Syuhudi dalam pendahuluan buku tersebut mengungkapkan kalau ajaran
Islam yang sesuai dengan waktu dan tempat itu dihubungkan dengan berabagai
kemungkinan persamaan dan perbedaan masyarakat tersebut, maka berarti dalam
Islam ada ajaran yang berlakunya tidak terikat oleh waktu dan tempat, selain itu ada
ajaran yang terikat oleh waktu dan tempat tertentu. Jadi, dalam Islam ada ajaran
yang bersifat universal, yang temporal dan ada yang lokal 18
Pernyataan Syuhudi ini mengambarkan bahwa dalam memahami hadis harus sesuai
dengan tempat, lokasi dan hal-hal yang bersifat umum. Namun demikian, Syuhudi
dalam paparannya juga memberikan kaidah dan cara memahami hadis dengan
memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut ini :
17 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 2009)cet 2 h. 89. 18 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual. h. 3-4.
-
21
1. Memperhatikan Bentuk Matan Hadis (Ditinjau dari Makna Bahasa dan
Kandungannya)
a. Jawmi al-Kalim
Maksud Jawmi al-Kalim ini adalah ungkapan yang singkat namun padat
makna. Jawmi al-Kalim merupakan indikator dari ciri khas kenabian.
Nabi bersabda :
:
Dari Ab Hurirah r.a Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda : Saya
dibangkit (oleh Allah) dengan kemampuan untuk menyatakan) ungkapan-ungkapan
yang singkat, namun padat makna19
Syuhudi menyebutkan bahwa dengan pernyataan tersebut, tidak diherankan
apabila tidak sedikit dijumpai matan hadis yang berbetuk Jawmi al-Kalim.
Sejalan dengan Syuhudi Ismail, Imam al-Bukhari sebagaimana dikutip oleh Daniel
Juned mengatakan bahwa Jawmi al-Kalim adalah khusus untuk Muhammad,
Allah memadukan persoalan yang banyak, yang termaktub dalam kitab-kitab
sebelumnya, ke dalam satu atau dua persoalan saja atau yang sama20. Sedangkan
Ibnu Abd Al-Barr Jawmi al-Kalim adalah hadis yang ucapannya sedikit tetapi
mencakup makna yang banyak dan faidahnya bernilai tinggi21.
Daniel Juned menyimpulkan dalam bukunya, bahwa Jawmi al-kalim
adalah nas-nas agama baik al-Quran atau hadis yang mengandung makna kuliyyah,
yakni mengandung makna umum dan luas. Walaupun ada beberapa pendapat yang
19 Sahh Bukhr dalam kitab bada al-Khalq Juz 4 h. 65. 20 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, (Jakarta:
Erlangga, 2010), h. 191 21 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 191
-
22
mengatakan bahwa Jawmi al-kalim hanya terdapat dalam al-Quran. Namun,
pernyataan ini terbantahkan dengan sendirinya karena kenyataan empiris
membuktikan bahwa Jawmi al-kalim juga banyak terdapat dalam hadis, atas dasar
inilah para ahli hadis mengatakan bahwa Jawmi al-kalim diberikan oleh Allah
kepada Rasulullah terdiri dari dua macam, yang pertama, terdapat dalam al-Quran
seperti terdapat dalam ayat yang menjelaskan tentang perintah berlaku adil. Kedua,
Jawmi al-kalim terdapat dalam hadis-hadis Nabi yang tersebar dalam kitab induk
hadis dan jumlah ulama telah menghimpun Jawmi al-kalim dalam beberapa
kitab.22
Ada beberapa kitab yang menghimpun hadis-hadis Nabi yang berbentuk
Jawmi al-kalim, misalnya al-Ijaz wa Jawmi al-Kalim min al-Sunan al-
Matsurah yang disusun Abu Bakr bin Al-Sina, Al-Syihab fi Hakam wa al-Adab
susunan Abu Abd Allah al-Qadhai, al-Ahadits al-Kulliyah susunan Abu Amr bin
al-Shalah; dan Jami al-Ulum wa al-Hikam fi Syarh Khamsina Haditsan min
Jawmi al-Kalim susunan Zain al-Din Abu Fajr Abd al-Rahman bin Rajab al-
Hanbali.23
Hadis yang diambil Syuhudi untuk memberikan contoh hadis yang Jawmi
al-kalim ini adalah hadis yang menjelaskan bahwa perang itu siasat.
: ". 24
22 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 193 23 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h.10. 24 Sahh Bukhr dalam kitab bada al-wahy, jilid 4, h. 77 ; Sahh Muslim dalam bab jawz
al-khad f al-harb, jilid 5, h. 143; serta diriwayatkan pula dalam Sunan Ab Dud dan juga Sunan
Tirmidzi.
-
23
Menceriatakan kepada kami sadaqah bin al-Fasl, mengabarkan kepada
kami Ibn Uyainah dari Umar mendengar Jbir bin Abdullah ra. berkata :
bersabda Nabi saw. Perang itu siasat (tipu daya).
Syuhudi menjelaskan bahwa hadis ini harus dipahami sesuai teksnya karena
setiap perang pastilah memakai siasat, dan ini berlaku secara universal sebab tidak
terkait dengan waktu dan tempat tertentu. Begitu pula dengan hadis lain yang
berbentuk Jawmi al-kalim menuntut untuk melakukan pemahaman secara
tekstual, namun di samping itu ada juga yang dapat dilakukan pemahaman secara
kontekstual dan menunjukkan adanya bagian ajaran Islam yang bersifat temporal di
samping yang univesal.25
b. Bahasa Tamsil
Tamsil atau perumpamaan juga sering digunakan oleh Nabi dalam teks
hadis. Salah satu hadis yang dijelaskan oleh Syuhudi Ismail adalah tentang dunia
sebagai penjara.
. 26
Barang siapa melaksanakan ibadah haji karena Allah semata, lalu
(selama melaksakan ibadah haji itu) dia tidak melakukan pelanggaran seksual dan
tidak berbuat fasik, niscaya dia seperti pada hari dia dilahirkan oleh ibunya.
Pemahaman kontekstual terhadap hadis di atas yakin yang dimaksud seperti
pada hari dia dilahirkan oleh ibunya itu adalah diampuni segala dosanya dan
dimaafkan segala kesalahannya oleh Allah apabila ia berhasil menunaikan ibadah
haji menurut petunjuk syariat agama.27
c. Ungkapan Simbolik
25 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 11-13. 26 Sahh Bukhr Juz 2, h. 164. 27 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 14.
-
24
. :
. . 28
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. menyebut al-Masih al-
Dajjal di muka orang banyak. Kemudian beliau bersabda, Sesungguhnya Allah
Taala tidak buta sebelah mata. Ketahuilah, sesungguhnya al-Masih al-Dajjal itu
buta matanya sebelah kanan, sedangkan matanya seperti buah anggur yang timbul.
Apabila hadis ini dipahami secara tekstual, maka akan timbul pemahaman
bahwa sosok Dajjal adalah yang bermata satu sebelah kanan, dan matanya seperti
buah anggur yang timbul. Syuhudi mengatakan bahwa hadis ini perlu dipahami
secara kontekstual dan bermata satu dalam teks hadis tersebut dijadikan hanya
sebagai simbol saja, yang mana menunjukkan adanya ketimpangan ketika penguasa
yang lalim, kaum miskin idak diperhatikan, amanah dikhianati dan kemaksiatan
melanda. 29
d. Bahasa Percakapan (Dialog)
Nabi hidup di tengah-tengah masyarakat, tentunya sebagai seorang Rasul
beliau sering mendapat pertanyaan-pertanyaan tentang ajaran Agama Islam yang
dibawanya. Dari sini lah terjadi percakapan atau dialog yang kemudian menjadi
sebuah hadis.30
Syuhudi dalam bukunya mencontohkan hadis-hadis tentang amalan utama
yang diajarkan oleh Agama Islam. Dari beberapa hadis yang disebutkan terdapat
jawaban berbeda-beda. Hal tersebut mungkin bermaksud untuk menyesuaikan
dengan keadaan si penanya ataupun keadaan kelompok masyarakat pada saat
pertanyaan tersebut dilontarkan. Karena tentunya jawaban Nabi nantinya akan
28 Sahh Bukhr Juz 4, h. 278 ; Sahh Muslim Juz 4 h. 2247. 29 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 19. 30 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 21.
-
25
menjadi petunjuk masyarakat pada saat itu. Dari sinilah bukti bahwa hadis nabi
bersifat temporal, atau lebih tepatnya disebut kondisional.31
e. Ungkapan Analogi
Analogi dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan
persamaan atau persesuaian dari dua hal yg berlainan.32 Analogi dalam teks hadis
dicontohkan oleh Syuhudi Ismail tentang laki-laki dari Bani Fazarah yang mengadu
kepada Nabi perihal istrinya yang melahirkan seorang anak laki-laki berkulit hitam
dan sangat berbeda dengan kulitnya, hal tersebut membuat ia menyangkal anak
tersebut. Maka terjadi dialog sebagai berikut :
. 33
Nabi bertanya : Apakah kamu mempunyai unta ? orang itu menjawab :
Ya. Nabi bertanya lagi : Apa warna untamu itu Dia menjawab : Merah Nabi
bertanya lagi: Apakah (mungkin untamu itu) dari (keturunan unta) yang berwarna
abu-abu? Dia menjawab: Sesungguhnya (bisa saja) untu itu berasal dari (unta
yang) berwarna abu-abu. Nabi bersabda : Maka sesungguhnya saya menduga
juga (untah merah) dating (berasal)dari (unta abu-abu). Orang itu berkata : Ya
Rasulullah, keturunan (unta merahku) berasal darinya. Nabi kemudia bersabda :
(Masalah anakmu yang berkulit hitam itu) semoga berasal juga dari keturunan
(nenek moyang)nya, dan (nenek moyang yang berkulit hita,) tidaklah menurunkan
keturunan yang menghilangkan (tanda-tanda keturunan) darinya.
Analogi dalam hadis tersebut yakni kesamaan antara ras yang diturunkan
manusia dan unta. Terjadinya perbedaan warna kulit antara lelaki tersebut dengan
anaknya berasal dari nenek moyangnya.
31 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 22-26. 32 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, h. 60. 33 Sahh Bukhr Juz 9, h. 125, dll ; Sahh Muslim Juz 4, h. 211, dll ; Sunan al-Tirmdz
Juz 4, h. 439 ; Sunan al-Nsa Juz 6, h.178 ; Sunan Ibn Mjah Juz 3, h. 168.
-
26
2. Dihubungkan Dengan Fungsi Nabi (Sebagai Manusia Biasa atau Rasulullah)
Menurut Mahmud Syaltut, sebagaimana dikutip oleh Syuhudi bahwa sangat
besar manfaatnya mengetahui posisi Nabi Muhammad yang selain berfungsi
sebagai seorang Rasul juga sebagai kepala negara, panglima perang, hakim, tokoh
masyarakat, suami dan pribadi.34
Sebagian ulama menyatakan bahwa contoh hadis yang berhubungan dengan
fungsi Nabi sebagai Rasul adalah penjelasan Nabi tentang kandungan al-Quran,
berbagai macam ibadah dan penetapan hukum tentang halal haramnya sesuatu, dan
hadis yang dikemukakan oleh Nabi dalam kapasitasnya sebagai Rasulullah maka
ulama menyatakan kesepakatan tentang wajib mematuhinya. Sedangkan hadis yang
dikemukakan dalam kapasitas beliau sebagai kepala negara dan pemimpin
masyarakat, kalangan ulama menyatakan bahwa hadis tersebut tidak menjadi
ketentuan syariat yang bersifat umum. Dengan demikian, akal pikiran didorong
untuk mewujudkan kemaslahatan berdasarkan petunjuk-petunjuk umum syariat.35
Dalam hal ini, Syuhudi mencontohkan tentang keharaman kedelai
kampung.
:
36.
Dari Ibn Umar ra. Berkata : Nabi saw. melarang makan daging keledai
kampung.
34 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 33. 35 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 34. 36 Sahh Bukhr, Juz 5, h. 173. Hadis semakna juga diriwayatkan dalam Sahh Muslim,
Sunan al-Tirmidz, Sunan Ibn Mjah,dll.
-
27
Jika dipahami secara tektual makan akan menghasilkan sebuah pemahaman
bahwa memakan daging keledai kampung adalah haram atau makruh. Namun
berbeda dengan Ibn Abbas, sahabat Nabi yang pakar dalam tafsir al-Quran dan
banyak meriwayatkan hadis Nabi. Beliau berpendapat daging keledai kampung
halal dimakan berdasarkan salah satu ayat al-Quran.37 Dalam kitab fath al-bri dan
Nail al-Auar sebagaimana dikutip oleh Syuhudi bahwa Ibn Abbas tidak mengerti
tentang latar belakang keharaman daging keledai kampung tersebut, apakah
bertujuan untuk memelihara populasi keledai kampung, atau larang tersebut hanya
berlaku dalam peperangan khaibar saja. Pendapat yang menyatakan keharaman
ditetapkan oleh nabi antara lain adalah karena keledai kampung itu termasuk
binatang yang kotor; binatang tersebut merupakan binatang piaraan di rumah; dan
karena Nabi telah melarangnya.38
Syuhudi menjelaskan bahwa perbedaan pendapat tersebut menunjukkan
adanya perbedaan pandangan tentang fungsi Nabi tatkala beliau menyatakan hadis
tersebut. Sebagian golongan berpendapat bahwa pada saat itu fungsi Nabi sebagai
Rsulullah; dan sebagian lagi berpendapat bahwa pada saat itu Nabi berfungsi
sebagai kepala Negara atau pemimpinn masyarakat. Bagi golongan pertama,
larangan tersebut bersifat universal, dengan bagi golongan yang disebutkan
terakhir, larangan bersifat temporal atau lokal.39
Contoh lain yang disebutkan oleh Syuhudi adalah tentang pelukis yang
disiksa:
37
"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan
bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir
atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama
selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang" Q.S al-Anam (6): 145.
38 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 41-43. 39 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 43.
-
28
:
: :
" ". 40
Sesungguhnya orang-orang yang menerima siksaan paling dahsyat di
hadirat Allah pada hari kiamat kelak ialah para pelukis.
Syuhudi menjelaskan bahwa pemahaman secara kontekstual juga
diperlukan dalam memahami hadis. Berkaitan dengan hadis ini memang cukup
banyak hadis yang melarang pembuatan dan pemajangan lukisan, sehingga tidak
heran jika pemahaman tekstual cukup banyak pendukungnya, namun meskipun
demikian perlu diingat bahwa larangan melukis tersebut memiliki latar belakang
hukum, yakni masyarakat pada zaman Nabi belum lama terlepas dari kepercayaan
menyekutukan Allah yakni dengan menyembah patung dan semacamnya. Dan
sebagai Rasul, tentunya beliau ingin umat Islam terlepas dari kemusyrikan tersebut.
Dengan alasan itulah, maka Nabi mengeluarkan larangan membuat lukisan maupun
memajang lukisan dengan ancaman siksaan yang berat.41
Jika memang latar belakang hukum yang dikemukakan di atas adalah benar,
maka apabila kekhawatiran akan kemusyrikan tersebut tidak lagi terjadi, maka
melukis maupun memajang lukisan diperbolehkan, sebagaimana kaidah ushul fikih
,maksudnya yakni hukum itu ditentukan oleh illat-nya
jika illat-nya ada, maka hukumnya ada, dan sebaliknya.
40 Sahh Bukhr dalam kitab bada al-Khalq Juz 7, h. 215. 41 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 37.
-
29
3. Melihat Latar Belakang Munculnya Hadis (Asbb al-Wurd al-Hadts)
Menurut Abdul Aziz dalam Ensiklopedia Hukum Islam. Sebagaimana
dikutip oleh Miftahul Asror dan Imam Musbikin, bahwa pada mulanya dalam
kajian Ilmu Hadis, Asbb al-Wurd al-Hadts dianggap cukup hanya masuk ke
dalam pembahasan Ilmu Sejarah (Trkh), namun dikarenakan tidak semua
peristiwa yang menjadi sebab-sebab munculnya hadis itu tercakup di dalam Ilmu
Trkh, maka kemudian dianggap penting untuk menjadikannya sebagai satu
cabang Ilmu Pengetahuan tersendiri.42
Hasbi Ash-Shiddieqy mengatakan bahwa Ilmu Asbb al-Wurd al-Hadts
adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menyampaikan sabdanya dan
waktu pada saat hadis itu didatangkan. Mengetahui ilmu ini sangat penting karena
sangat membantu untuk memahami sebuah hadis, sebagaimana Ilmu Asbb al-
Nuzl yang membantu dalam memahami al-Quran.43
Ysuf al-Qarw juga mengatakan bahwa mencari tahu latar belakang
turunnya suatu hadis sangat penting dilakukan, sebab tiap hadis yang turun pasti
ada kaitan dengan illah (alasan, sebab) tertentu yang berkaitan dengan kondisi pada
saat itu guna mendapat kemashlahatan, mencegah sesuatu yang mudharat, serta
mengatasi masalah yang terjadi. Yang mana hal itu menunjukkan bahwa suatu
hadis adakalanya bersifat umum tanpa ada batas waktu, namun ada juga yang
bersifat khusus berlaku pada waktu tertentu. Apabila ada hukum yang berkaitan
42 Miftahul Asror dan Imam Musbikin, Membedah Hadis Nabi SAW., (Yogyakarta: Jaya
Star Nine, 2015) h. 251. 43 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 121.
-
30
dengan illah tertentu, maka bila illah-nya hilang, maka hukum tersebut bisa jadi
tidak berlaku kembali.44
Adapun Daniel Juned menambahkan bahwa konteks asbb al-wurd bukan
hanya dalam konteks hadis qauliyyah (perkataan) melainkan juga hadis filiah (aksi
nyata) dan taqririyyah (sikap). Dari sini dapat diperoleh informasi bahwa sabab al-
wurd erat kaitannya dengan waktu dan tempat terjadinya persitiwa yang melatar
belakangi lahirnya suatu hadis. Daniel menambahkan bahwa asbb al-wurd terjadi
karena ada pertanyaan dari para sahabat, riwayat lain yang terkait dengan peristiwa,
tempat yang memperlihatkan para penerima hadis mendengar, melihat dan terlibat
dalam penerimaan hadis. 45
Syuhudi membagi pembahasan asbb al-wurd ini menjadi tiga cabang
pembahasan antara lain sebagai berikut :
1) Hadis yang tidak mempunyai Asbb al-Wurd al-Hadts secara khusus
" :
. " 46
Pezina tidak akan berzina tatkala ia berzina dalam keadaan beriman; Peminum khamar tidak akan minum khamar tatkala dia minum dalam keadaan
beriman, dan Pencuri tidak akan mencuri tatkala dia mencuri dalam keadaan
beriman, begitu juga tidak akan merampas, merebut hak orang lain yang
mempunyai nilai tinggi sehingga penglihatan manusia tertuju kepadanya, jika
ketika itu dia di dalam keimanan.
44 Ysuf al- Qardawi, Kaifa Natamal Maa al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Kairo : Dr al-
Syurq, 2004), cet. 3, h. 145 45 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 175 46 Sahih Bukhri juz 8, h. 195 dan lain-lain; Sahih Muslim juz 1, h. 54-55
-
31
Hadis Nabi ini tidak didahului oleh sebab tertentu. Secara tekstual, hadis ini
menyebutkan bahwa apabila seseorang berzina, mencuri dan meminum khamar
tentunya ia tidak dalam keadaan beriman. Secara logika dipahami bahwa ia bukan
lagi orang mukmin.
Secara kontekstual, hadis ini dipahami bahwa keadaan iman dalam hati
seseorang yang sedang berzina, mencuri, meminum khamar dan perbuatan maksiat
lainnya sedang berada pada titik paling bawah. Hal ini berdasarkan dari al-Quran
yang menjelaskan bahwa keimanan seseorang dapat bertambah apabila seseorang
sedang dibacakan ayat-ayat al-Quran. Secara logika dapat pahami bahwa ketika
intensitas keimanan bisa bertambah saat dibacakan ayat-ayat al-Quran, maka saat
mengerjakan maksiat pastinya keimanan tersebut sedang menurun dan berada pada
kumulasi paling bawah.47
2) Hadis yang mempunyai Asbb al-Wurd al-Hadts secara khusus
- :
. 48
Apabila kamu sekalian hendak datang (menunaikan shalat) jumat, maka
hendaklah (terlebih dahulu) mandi.
Berdasarkan hadis ini bagi para ulama yang memahami secara tekstual,
mereka mengatakan bahwa hukum mandi pada hari jumat adalah wajib.49
Syuhudi mengatakan bahwa Hadis tersebut mempunyai sebab khusus.
Pada waktu itu ekonomi para sahabat Nabi umumnya masih berada dalam keadaan
sulit. Mereka memakai baju wol yang kasar dan jarang dicuci. Mereka banyak yang
47 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 50-51 48 Sahih Bukhri juz 2, h. 2 dan lain-lain; Sahih Muslim juz 3, h. 2-3; Sunan Ab Dud Juz
1, h. 134; Sunan al-Tirmidz Juz 2, h. 364 ; Sunan al-Nas Juz 3 h. 93,dll. ; Sunan Ibn Mjah Juz 2,
h.197. 49 Pendapat-pendapat ulama terkait hadis ini dapat di lihat pada al-Syayyid Imam
Muhammad bin Isml al-Kahlan, subul al-salm, (Kairo: Dr al-Fikr, 1998) Juz 1, h.87-88 dan
Ibn Hajar al-Asqaln, bulgh al-marm, (Jakarta : Dar al-Kuttab , 2000)Juz 1. H.177-178.
-
32
menjadi pekerja kebun, setelah mereka menyiram tanam-tanaman, mereka banyak
yang langsung pergi ke masjid untuk menunaikan shalat jumat. Pada saat shalat
jumat itu cuaca sedang sangat panas. Masjid masih sempit. Tatkala Nabi
berkhutbah, aroma keringat dari orang yang berbaju wol kasar dan jarang mandi itu
menerpa hidung Nabi dan suasana dalam masjid terganggu oleh aroma yang tidak
sedap tersebut. Nabi lalu bersabda yang semakna dengan matan hadis di atas.50
3) Hadis yang terkait dengan keadaan yang sedang terjadi (berkembang)
Adakalanya suatu hadis berkaitan dengan keadaan yang sedang terjadi atau
dengan keadaan yang akan berkembang. Keadaan tersebut tentu tidak termuat
dalam matan hadis, namun dapat diketahui melalui ilmu pendukung lain seperti
ilmu sejarah, asbb al-wurd, dan lainnya.
Salah satu contoh hadis terkait ini, Syuhudi mengambil contoh hadis tentang
mematikan lampu tatkala hendak tidur.
: " :
". 51
Matikan lampu-lampu pada waktu malam ketika kamu seklaian hendak
tidur; kuncilah pintu-pintu; ikatilah tempat-tempat air minum (yang terbuat dari
kulit); dan tutupilah makanan dan minuman.
Pada zaman Nabi, alat penerang ketika malam hari adalah lampu minyak.
Apabila lampu dinyalakan ketika hendak tidur, maka dikhawatirkan akan terjadi
kebakaran yang disebabkan mungkin lampu tersebut disentuh oleh binatang semisal
tikus atau juga karena hembusan angin. Untuk keamanan bersama dan juga
penghematan, maka penghuni rumah perlu mematkan lampu-lampu sebelum tidur.
Sedangkan pada zaman sekarang, banyak rumah yang mengunakan lampu
listrik, sehingga keamanan pun tetap terjaga meski lampu tidak dimatikan ketika
50 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 58-59. 51 Sahih Bukhri juz 8, h. 81.
-
33
penghuninya sedang tidur. Menurut Syuhudi, hadis ini harus dipahami secara
kontekstual karena ajaran yang terkandung dalam hadis ini bersifat temporal.52
Sejalan dengan pendapat Syuhudi, Daniel Juned ingin memperlihatkan
bahwa dalam melihat konteks Asbb al-wurd al-Hadts harus melihat 4 konteks:
Pertama, geografi dengan melihat kontek tanah Arab yang sangat gersang.53
Kedua, antropologi dengan melihat kabilah-kabilah yang ada di wilayah Arab
seperti kabilah Qurais dan yang lain.54 Ketiga, Sosiologi-kultural dengan melihat
budaya Arab.55 Keempat, zaman kenabian dengan melihat perjuangan Nabi
Muhammad menenggakkan agama Islam. 56
Dari beberapa uraian di atas ini, membuktikan bahwa pemahaman hadis
tidak hanya memfokuskan pada pengkajian yang bersifat informatif tentang apa dan
bagaimana kedudukan dan fungsi hadis, tetapi melihat siapa dan kapan hadis
tersebut terjadi dan berupaya melacak struktur masyarakat, pola kelakuan,
kecenderungan proses berbagai aspek. Semuanya ini menuntut adanya berbagai
analisa yang tajam untuk membuktikan mis ke-rahmatan Nabi Muhammad SAW.
4. Melihat Petunjuk Hadis Yang Tampak Bertentangan (Ikhtilf al-Hadts)
Syuhudi menjelaskan bahwa untuk mneyelesaikan hadis yang
kandungannya tampak bertentangan (yakni hadis yang sanadnya sahh, Karena
hadis yang if tidak temasuk dalam kajian ini) antara lain adalah dengan al-Tarjh,
al-Jamu, al-Naskh wa al-Mansukh, dan al-Taufiq. Yang mana adanya
52 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 67-67. 53 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 180. 54 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 184 55 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 187 56 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 188
-
34
penyelesaian tersebut memberi petunjuk bahwa secara substantif sesungguhnya
pertentangan dalam hadis itu tidak ada, sekalipun ada, pasti ada implikasi pemikiran
tertentu di balik petunjuk hadis tersebut.57
Dari beberapa kaidah yang disusun oleh Syuhudi Ismail memberikan
kemudahan bagi para pengkaji hadis untuk memahami hadis dengan melihat
berbagai aspek mulai dari bentuk bahasanya yang terdapat dalam matan hadis,
apakah hadis memiliki latar belakang (sebab hadis tersebut muncul), apakah hadis
tersebut terkait dengan konteks kekinan atau tidak, pengkaji hadis harus bisa
memahami apakah hadis lain yang sejenis yang konten hadisnya bertentangan,
sehingga dengan kaidah ini akan diketahui mana hadis yang harus dipahami secara
tekstual dan hadis yang harus dipahami secara kontekstual.
Pemahaman hadis dikatakan tekstualis yakni ketika pemahaman tersebut
hanya berakar dari teks-teks sunnah atau yang berotasi hanya pada seputar teks.
Sedangkan pemahaman kontekstualis yakni pemahaman yang berusaha mencari
makna dibalik sebuah teks melalui beberapa pendekatan, yang mana pendekatan
tersebut antara lain adalah pendekatan sosiologi, psikologi, sejarah dan cabang ilmu
pengetahuan lain yang ada.58
57 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 71-74 58 Misbahuddin, Sunnah Dalam Pemahaman Tekstual dan Kontekstual pakar hadis dan
pakar fiqih, Jurnal Farabi, Vol 11. No 1. (Juni 2014), h. 7.
-
35
BAB III
APLIKASI PEMAHAMAN HADIS TENTANG MEMELIHARA ANJING
Sebelum masuk pada pembahasan penting dalam skripsi ini yakni tentang
pengaplikasian metode pemahaman hadis Syuhudi Ismail dalam hadis-hadis terkait
memelihara anjing, penulis akan menyebutkan tema-tema hadis yang berkaitan
dengan anjing serta melakukan proses pen-takhrj-an pada dua hadis yang akan
diteliti guna membantu proses penjelasan yang akan penulis paparkan.
A. Penyebutan Kata Anjing dalam Hadis Nabi
Berdasarkan pencarian kata dengan menggunakan kata dalam kitab
Mujam al-Mufahras ditemukan hadis yang membahas tentang anjing dengan tema
antara lain sebagai berikut :
a. Tidak Masuknya Malaikat ke dalam Rumah yang Terdapat Anjing
1
"Telah bercerita kepada kami Muqtil telah mengabarkan kepada kami
'Abdullah telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari al-Zuhr dari 'Ubaidullah
bin 'Abdullah dia mendengar Ibn 'Abbs RAa berkata, aku mendengar Abu Talhah
berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Malaikat tidak akan masuk ke
dalam rumah yang di dalamnya ada anjing dan (atau) gambar patung".
1 Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhr, Sahh Bukhr, (Maktabah Syamilah), jilid
4, h. 138.
-
36
b. Anjing Hitam Adalah Setan
2
"Telah mengabarkan kepada kami 'Amr bin 'Al dia berkata; telah
memberitakan kepada kami Yazd dia berkata; telah menceritakan kepada kami
Ynus dari Humaid bin Hill dari Abdullah bin Al-Smit dari Ab Dzarr dia
berkata; Apabila salah seorang diantara kalian shalat, hendaknya dia membuat
pembatas di hadapannya seperti kayu yang dijadikan sandaran di belakang pelana.
Karena kalau tidak ada pembatasnya, shalatnya akan terputus apabila lewat di
hadapannya seorang perempuan, keledai dan anjing hitam. Lalu aku bertanya
kepada Ab Dzarr, kenapa yang berwarna hitam, bagaimana dengan warna kuning
atau merah? Dia menjawab, "Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.
sebagaimana yang anda tanyakan kepadaku, dan beliau Saw. menjawab; Anjing
hitam adalah setan."
c. Anjuran Mencuci Bekas Jilatan Anjing
3
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Ysuf dari Mlik dari Ab
Al-Zind dari Al A'raj dari Abu Hurairah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw.
bersabda: "Jika anjing menjilat bejana seorang dari kalian, maka hendaklah ia cuci
hingga tujuh kali."
2 Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali Syuaib, Sunan al-Nas, (Maktabah Syamilah), jilid
2, h. 63, no. 750 3 Sahh Bukhr, jilid 1, h. 54, no. 172
-
37
d. Kebolehan Membunuh Anjing Buas
4
Telah mengabarkan kepada kami Yazd bin Hrn telah mengabarkan
kepada kami Yahya dari Nfi' dari Ibn Umar bahwa Nabi saw. bersabda; "Lima
binatang yang tidak ada dosa bagi orang yang untuk membunuhnya, yaitu; Burung
gagak, tikus, elang, kalajengking, anjing buas."
e. Anjing Menggangu Konstrasi Sholat dan Membatalkannya
5
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Man' berkata; telah
menceritakan kepada kami Husyaim berkata; telah mengabarkan kepada kami
Ynus bin Ubaid dan Mansr bin Zadzn dari Humaid bin Hill dari Abdullah bin
Al-Smit ia berkata; "Aku mendengar Abu Dzarr berkata; "Rasulullah saw.
bersabda: "Jika seorang laki-laki shalat sedang di depannya tidak ada pelana atau
sekedup yang dipasang di atas hewan tunggangan, maka shalat akan rusak dengan
melintasnya anjing hitam, wanita atau keledai." Maka aku pun bertanya kepada Abu
Dzar, "Kenapa harus hitam dan tidak merah atau putih?" ia menjawab, "Wahai
4 Abdullah bin Abdurrahman al-Darim, Sunan al-Drim, (Maktabah Syamilah), jilid 2, h.
56, no. 1816 5 Isya Mhammad Isya, Sunan al-Turmudz, (Maktabah Syamilah), jilid 2, h. 161, no. 338
-
38
saudaraku, engkau telah bertanya kepadaku dengan sesuatu yang pernah aku
tanyakan kepada Rasulullah saw., beliau bersabda: "Anjing hitam adalah setan." Ia
berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ab Sa'd, Al-Hakam bin 'Amru Al
Gifr, Abu Hurairah dan Anas." Abu sa berkata; "Hadits Abu Dzar ini derajatnya
hasan Sahih.6 Sebagian ahli ilmu berpendapat dengan hadits ini, mereka berkata;
"Shalat akan batal dengan melintasnya keledai, wanita dan anjing." Ahmad berkata;
"Aku tidak ragukan lagi bahwa anjing hitam dapat membatalkan shalat. Sedangkan
keledai dan wanita masih menyisakan keraguan dalam hatiku."
f. Jual Beli anjing adalah haram
7
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Ysuf telah mengabarkan
kepada kami Mlik dari Ibn Syihb dari Ab Bakar bin 'Abdurrahman dari Ab
Mas'd Al Anshar ra. bahwa Rasulullah saw. melarang uang hasil jual beli anjing,
mahar seorang pezina dan upah bayaran dukun.
g. Barang siapa yang memelihara anjing maka pahalanya akan berkurang
8
Telah menceritakan kepada kami Mu'dz bin Fadlah telah menceritakan
kepada kami Hisym dari Yahya bin Ab Katsr dari Ab Salamah dari Ab Hurairah
6 Yang di maksud dengan hadis hasan sahih menurut Ibnu hajar adalah suatu hadis yang
mempunyai dua sanad atau lebih yang mana salah satu sanadnya berderajat sahih, dan yang lainnya
berderajat hasan. Atau bisa saja apabila hadis tersebut hanya memiliki satu sanad dan memiliki
lafadz yang menurut pandangan sekelompok ulama adalah hadis hasan, dan menurut pandangan
sekelompok lain adalah hadis sahih. 7 Sahh Bukhr, jilid 3, h. 110, no. 2237 8 Sahh Bukhr, jilid 3, h. 136 no. 2322
-
39
ra. berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menyentuh anjing berarti
sepanjang hari itu dia telah menghapus amalnya sebanyak satu qrth kecuali
menyentuh anjing ladang atau anjing jinak". Berkata, Ibn Srn dan Abu Slih dari
Abu Hurairah ra. dari Nabi saw.: "Kecuali anjing untuk mengembalakan kambing
atau ladang atau anjing pemburu". Dan berkata, Abu Hzim dari Abu Hurairah ra.
dari Nabi saw.: "Anjing pemburu atau anjing yang jinak.
h. Halalnya daging hasil buruan anjing
9
Telah menceritakan kepada kami Ibn Ab Umar, telah menceritakan kepada
kami Sufyn dari Mujlid dari Al-Sya'b dari 'Ad bin Htim ia berkata; Aku
bertanya kepada Rasulullah saw. tentang berburu dengan anjing terlatih. Beliau
menjawab: "Jika engkau mengutus anjingmu yang terlatih dan menyebut nama
Allah, maka makanlah apa yang ditangkapkan untukmu. Jika ia memakannya maka
janganlah engkau memakannya, karena ia menangkap untuk dirinya." Aku
bertanya; Wahai Rasulullah, jika anjing kami bercampur dengan anjing lain? Beliau
menjawab: "Sesungguhnya engkau menyebut nama Allah untuk (melepas)
anjingmu dan engkau tidak menyebutnya (asma Allah, basmalah) untuk yang lain."
Sufyan berkata; Aku memakruhkan untuk memakannya. Abu Isa berkata; Hadits
ini menjadi pedoman amal menurut sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi
9 Sunan al-Turmudz, jilid 4, h. 68, no. 1470
-
40
saw. dan selain mereka tentang hewan buruan dan sembelihan jika jatuh ke dalam
air agar tidak memakannya. Sebagian mereka berpendapat tentang hewan
sembelihan; Jika terpotong tenggorokannya lalu jatuh ke dalam air dan mati maka
ia dimakan, ini menjadi pendapat Abdullah bin Al Mubarak. Sedangkan para ulama
berselisih tentang anjing yang memakan hewan buruan, kebanyakan mereka
berpendapat; Jika anjing itu makan darinya maka jangan engkau makan, ini menjadi
pendapat Sufyn dan Abdullah bin Al-Mubrak, Al-Syfi'i, Ahmad dan Ishaq,
namun sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi saw. dan selain mereka
membolehkan makan darinya meskipun anjing memakan darinya.
B. Hadis Tentang Memelihara Anjing
Untuk menemukan hadis-hadis yang membahas terkait memelihara anjing,
penulis melakukan proses Takhrj al-Hadits. Muhammad Zuhri menyebutkan
bahwa Para ulama terdahulu tidak membutuhkan metode Takhrj al-Hadits karena
pengetahuan mereka terhadap sumber-sumber syariat sangat luas dan ingatan
mereka sangat kuat. Ketika membutuhkan sebuah hadis sebagai dalil, dalam
sekejap mereka dapat menemukannya di kitab mana hadis itu berada. Namun
setelah berabad-abad muncul problem karena kelemahan penguasaan generasi
penerus mengetahui sumber hadis/riwayat. Pengambilan dalil (hadis) sering kali
dilakukan dengan cara merujuk kitab-kitab sembarangan. Di sisi lain, tidak semua
hadis yang dimuat dalam buku rujukan berkualitas layak. Itulah sebabnya
diperlukan penelusuran dalil, yang lazim disebut takhrj.10
Takhrj digunakan untuk beberapa kepentingan, yakni untuk menjelaskan
tentang hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para periwayat dalam sanad
hadis tersebut; untuk mengeluarkan dan meriwayatkan satu hadis dari beberapa
kitab, guru atau teman, dan juga untuk menunjukkan kitab-kitab sumber hadis,
yakni menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang di dalamnya
ditemukan hadisnya secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.11
Penulis mengambil kesimpulan bahwa proses Takhrj adalah proses untuk
mengeluarkan hadis-hadis semakna yang berada di dalam kitab-kitab hadis untuk
diketahui siapa saja yang meriwayatkan hadis tersebut, yang tentunya akan
10 Muhammad Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2003), cet. 2, h.149. 11 M. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, h. 150.
-
41
diketahui kemudian bagaimana kualitas hadis tersebut berdasarkan ke-tsiqah-an
para periwayatnya.
Dalam mencari hadis terkait memelihara anjing penulis menggunakan
kamus Mifth al-Kunz12 dan Al-Mujam al- Mufahras13 untuk men-takhrj dua
hadis yang berkaitan dengan pemeliharaan anjing.
Sebagaimana telah penulis sebutkan dalam batasan masalah, bahwasanya
dalam proses takhrj penulis hanya mencantumkan hadis-hadis terkait pemeliharaan
anjing dalam enam kitab hadis (kutb al-sittah). hadis yang akan penulis takhrj
adalah hadis yang menyebutkan bahwa apabila seserorang memelihara anjing,
maka malaikat tidak akan masuk ke dalam rumahnya dan juga hadis yang
menyatakan bahwa siapa yang memelihara anjing selain untuk beberapa keperluan
maka pahalanya akan berkurang.
Hasil takhrj adalah sebagai berikut :
1. Hadis tentang Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat
anjing di dalamnya
12 Mifth al-Kunz adalah kamus hadis yang digunakan untuk mencari hadis bedasarkan
tema-temanya. 13 Sedangkan Mujam al- Mufahras adalah