olehrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33942...hadits tentang ajaran islam yang...

86
Pemeliharaan Anjing Dalam Perspektif Hadis Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh : Nur Ashlihah Mansur NIM : 1112034000105 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Upload: dangcong

Post on 29-Apr-2018

256 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Pemeliharaan Anjing Dalam Perspektif Hadis

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

    Sarjana Agama (S. Ag)

    Oleh :

    Nur Ashlihah Mansur NIM : 1112034000105

    PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1438 H/2017 M

  • PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi berjudul Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis telah

    diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Januari 2017. Skripsi ini telah

    diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada

    Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir.

    2017 Januari 24 Jakarta,

    Sidang Munaqasah,

    Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

    Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA Dra. Banun Binaningrum, M.Pd

    NIP. 19711003 199903 2 001 NIP. 19680618 199903 2 001

    Anggota,

    Penguji I Penguji II

    Dr. M. Zuhdi Zaini, M. Ag Drs. Harun Rasyid, MA

    NIP. 19650817200003 1 001 19600902 198703 1 001

    Pembimbing,

    Dr. M. Isa HA Salam, M.Ag

    NIP. 19531231 198603 1 010

  • ABSTRAK

    NUR ASHLIHAH MANSUR

    Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis

    Penggunaan metode maupun pendekatan yang berbeda, akan mengahasilkan

    perbedaan pemahaman dalam memahami suatu teks, baik itu al-Quran maupun

    hadis. Dalam skripsi ini penulis akan membahas pemahaman hadis terkait dengan

    pemeliharaan anjing. Dua hadis yang akan penulis bahas adalah hadis tentang tidak

    masuknya malaikat ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya dan hadis

    tentang berkurangnya pahala seseorang apabila memelihara anjing selain untuk

    berburu, menjaga ternak dan menjaga ladang.

    Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat, penulis menggunakan metode

    pemahaman hadis Syuhudi Ismail yang penulis rangkum dari buku karya beliau

    yang berjudul Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Telaah Maani al-

    Hadits Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal). Empat

    langkah yang digunakan adalah mencari tahu seputar bentuk matan hadis Nabi dan

    cakupan petunjuknya, kandungan hadis dihubungkan fungsi Nabi Muhammad,

    Petunjuk hadis Nabi dihubungkan dengan latar belakang terjadinya, dan petunjuk

    hadis Nabi yang tampak saling bertentangan.

    Kesimpulan yang di dapat dalam skripsi ini adalah pemeliharaan anjing dibolehkan

    selama anjng tersebut digunakan untuk sebuah keperluan. Adapun tiga kategori

    kegunaan anjng yang disebutkan dalam teks hadis merupakan qiyas dari manfaat

    yang dihasilkan dari anjing itu sendiri. Karena pada zaman nabi, kegunaan anjing

    yang diketahui adalah untuk tiga hal tersebut. Sementara untuk saat ini, kegunaan

    anjing bisa bermacam-macam melihat dari kelebihan yang dimiliki anjing

    dibandingakn dengan hewan lainnya. Dan kegunaa tersebut antara lain adalah :

    menjaga rumah beserta harta benda di dalamnya, membantu polisi melacak

    kejahatan, menemukan narkoba, mencium bila terdapat kebocoran pipa gas, dll.

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Segala puji saya panjatkan kepada Allah SWT. yang memberikan begitu

    banyak nikmat dalam kehidupan yang saya jalani ini, terlebih nikmat untuk

    menyelesaikan tugas akhir dalam jenjang kuliah S1 saya ini. Selanjutnya tak lupa

    saya haturkan shalawat serta salam kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.

    kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta kepada seluruh umatnya.

    Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

    Sarjana Agama (S.Ag) dari Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis, dan kini

    telah berubah menjadi jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir dan Ilm Hadis

    sebagaimana Surat Keputusan dari Kementrian Agama. Dan Judul yang penulis

    ajukan adalah Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis.

    Dalam penyusunan Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta

    dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

    menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

    1. Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin yang telah

    memberikan kesempatan kepada saya mengikuti perkuliahan di Fakultas

    tersebut hingga akhir.

    3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Quran dan

    Tafsir) dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd (selaku Sekretaris Jurusan Ilmu

    Al-Quran dan Tafsir) yang selalu memberikan kemudahan, baik dalam hal

    administari maupun yang lainnya kepada saya.

    4. Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag selaku dosen pembimbing yang selalu sabar

    membimbing saya selama proses pembuatan skripsi.

    5. Moh. Anwar Syarifuddin, MA selaku pembimbing akademik yang telah

    memberikan kemudahan kepada saya pada saat kuliah maupun saat proses

    awal perencanaan pembuatan skripsi.

  • v

    6. Jauhar Azizy, MA yang telah membantu saya menguatkan hati untuk tetap

    mempertahan judul skripsi yang saya buat, serta membantu memberikan

    pengarahan terkait skripsi yang saya buat ini.

    7. Rifqi Muhammad Fatkhi, MA yang juga turut membantu memberikan

    pengarahan kepada saya saat awal pembuatan skripsi ini.

    8. Drs. Mansur HM dan Eviyana, S.Pd kedua orang tua yang tak pernah lelah

    mendoakan kebaikan untuk anaknya ini, saya mampu menyelesaikan tugas

    akhir ini tentunya berkat doa dari mereka berdua. Juga adik-adikku tercinta

    yang berkat merekalah aku semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini

    Asad Kholilullah, M. Irsyad Fuadi, dan bidadari kecilku Sayyidah Aliyatul

    Azizah.

    9. Para guru dan dosen yang telah mengajarkan dan memberikan saya ilmu

    pengetahuan. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka

    semua.

    10. Keluarga Besar PMII Komfuspertum, para senior; kBaiquni, kNajib,

    kUmam, kBahar, kRasyidi dan kAli yang membantu banyak hal selama

    saya kuliah. Baik dalam hal akademik mapun yang lainnya. Dan juga

    sahabat-sahabati yang lain semoga bisa segera menyusul menyelesaikan

    tugas akhir.

    11. Sahabat-sahabat seperjuangan TH 2012 terkhusus TH C, semoga

    persahabatan kita tak hanya berakhir sampai sini, terima kasih telah menjadi

    hal yang berharga karna telah hadir melengkapi hari-hariku. Ala, ninu,

    zulfa, lia, kang ayat, dll. yang tak bisa disebutkan satu persatu.

    12. Ada banyak orang lagi, namun tidak bisa saya sebutkan semuanya. Tapi

    yang pasti saya sangat berterima kasih atas apa yang telah mereka lakukan.

    Saya berharap Allah membalas semua kebaikan mereka dengan kebaikan yang

    berlipat.

    Ciputat, 12 Januari 2017

    Penulis

  • vi

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK............................................................................................................iii

    KATA PENGANTAR..........................................................................................iv

    DAFTAR ISI.........................................................................................................vi

    PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................................viii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah............................................................1

    B. Permasalahan.............................................................................7

    C. Tujuan dan Manfaat...................................................................9

    D. Kajian Pustaka.........................................................................10

    E. Metodelogi Penelitian..............................................................12

    F. Sistematika Penulisan..............................................................13

    BAB II METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS

    A. Pengertian Metode Pemahaman Hadis....................................15

    B. Sejarah Metode Pemahaman Hadis.........................................16

    1. Ulama Klasik......................................................................16

    2. Ulama Kontemporer...........................................................18

    C. Metode Pemahaman Hadis Syuhudi Ismail............................20

    BAB III APLIKASI PEMAHAMAN HADIS TENTANG

    MEMELIHARA ANJING

    A. Penyebutan Kata Anjing dalam Hadis....................................35

  • vii

    B. Hadis Tentang Memelihara Anjing..........................................40

    C. Pemahaman Hadis...................................................................56

    1. Hadis Ditinjau dari Bentuk Makna dan Cakupan

    Petunjuknya...56

    2. Kandungan Hadis dihubungkan dengan Fungsi Nabi60

    3. Petunjuk Hadis Dihubungkan dengan Latar Belakang

    Terjadinya..62

    4. Petunjuk Hadis yang Tampak Saling Bertentangan..63

    D. Manfaat Kegunaan Anjing......................................................68

    BAB IV PENUTUP

    A. Kesimpulan..............................................................................69

    B. Saran-Saran..............................................................................69

    DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................71

  • viii

    PEDOMAN TRANSLITERASI

    A. Padana Aksara

    Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

    Tidak dilambangkan

    b be

    t te

    ts te dan es

    j Je

    h ha dengan garis bawah

    kh ka dan ha

    d de

    dz de dan zet

    r Er

    z Zet

    s Es

    sy es dan ye

    s es dengan garis di bawah

    de dengan garis di bawah

    te dengan garis di bawah

    zet dengan garis di bawah

    koma terbalik di atas hadap kanan

    gh ge dan ha

    f Ef

    q Ki

    k Ka

    l El

    m Em

    n En

  • ix

    w We

    h Ha

    apostrof

    y Ye

    B. Vokal

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

    a fatah

    i kasrah

    u ammah

    Adapun untuk vocal rangkap :

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

    ai a dan i

    au a dan u

    C. Vokal Panjang

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokla Latin Keterangan

    a dengan topi di atas

    i dengan topi di atas

    u dengan topi di atas

    D. Kata Sandang

    Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

    yaitu dialihaksarakan menjadi huruf l, baik diikuti huruf syamsiyyah

    maupun qamariyyah. Contoh al-rijl bukan ar-rijl, al-dwn bukan ad-

    dwn.

    E. Syaddah (Tasydd)

    Syaddah atau tasydd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

    sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

    dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal

  • x

    ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah

    kata sandang yang diikuti oleh haruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata

    tidak ditulis dengan ad-darrah melainkan al-darrah, demikian

    seterusnya.

    F. Ta Marbtah

    Jika ta marbtah terdapat pada kata yang berarti sendiri, maka huruf

    tersebut dialihaksarakan menjadi huruf h. begitu juga jika ta marbtah

    tersebut diikuti oleh kata sifat (nat). namun jika huruf ta marbtah diikuti

    oleh kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

    t

    G. Huruf Kapital

    Huruf kapital yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku delam

    Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata

    sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

    tersebut, bukan huruf awal atau kata sangangnya. Contoh : = al-

    Bukhr.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Hadis Nabi merupakan landasan ajaran kedua setelah al-Quran. Selain

    sebagai penjelas al-Quran, hadis terkadang mengkhususkan makna ayat al-Quran

    yang masih bersifat umum1, serta menjadi penguat terhadap hukum-hukum yang

    terkandung di dalam al-Quran.2 Bahkan terkadang juga hadis menciptakan hukum

    syariat yang belum dijelaskan dalam nash al-Quran meskipun yang demikian ini

    masih menjadi perdebatan apakah hadis berdiri sendiri sebagai dalil hukum atau

    hadis menetapkan dalil yang terkandung atau secara tersirat dalam teks al-Quran.

    Pemahaman terhadap hadis juga tidak jauh berbeda dengan pemahaman

    terhadap ayat-ayat al-Quran yang senantiasa mengalami perkembangan, baik

    dalam hal metode maupun pendekatan. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar

    karena permasalahan masyarakat terus berkembang, maka pemahaman terhadap

    hadis ataupun teks-teks agama juga harus berkembang semata-mata untuk mengali

    pesan-pesan agama yang sesuai dengan konteks kekinian. Proses pemahaman

    Nisa [4]:11 yang berbunyi-Salah satu ayat yang dikhususkan oleh hadis adalah QS. An 1

    Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian

    seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dikhususkan dengan hadis

    kami para nabi tidak diwarisi, sesuatu yang kami tinggalkan

    menjadi sedekah.(HR. Muslim) hadis tersebut merupakan pengecualian dari keumuman ayat al-

    Quran yang menjelaskan tentang disyariatkannya waris bagi umat Islam. 2

    ,Islam ditegakkan atas lima perkara

    yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad rasul Allah, mendirikan

    shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan berpuasa bulan Ramadhan. (HR. Bukhari)

    hadis tersebut mempertegas perintah Allah tentang kewajiban shalat, zakat, puasa dan haji yang

    terdapat dalam QS. Al-Baqarah [2] : 83 tentang mendirikan shalat dan zakat, [2] : 183 tentang

    kewajiban berpuasa dan QS. Ali Imran [3]:97 tentang mengerjakan ibadah haji.

  • 2

    terhadap hadis tersebut kemudian menjadi tidak terbatas dan terus berkembang

    hingga tak terhitung jumlahnya.

    Salah satu permasalahan yang tengah dihadapi umat Islam saat ini adalah

    tentang memelihara anjing. Mayoritas umat Islam menganggap bahwa anjing

    adalah binatang yang najis dan haram dipelihara. Namun di samping itu, saat ini

    tidak sedikit masyarakat muslim yang memelihara anjing.

    Apabila kita merujuk kepada al-Quran, terdapat kata anjing atau al-Kalb

    dalam empat ayat pada tiga surat al-Quran. Pertama, yakni pada surat al-Maidah

    ayat 4, ayat ini menjelaskan tentang halalnya daging hasil buruan hewan yang telah

    dilatih dan dilepas dengan menyebut nama Allah. Kedua, pada surat al-Araf ayat

    176 menjelaskan tentang manusia yang tergila-gila kepada dunia dan selalu

    mengikuti hawa nafsunya diibaratkan seperti anjing yang selalu menghulurkan

    lidahnya. Dan ketiga, pada surat al-Kahfi ayat 18 dan 22 yang menjelaskan tentang

    anjing yang menjadi teman sekaligus pelindung pemuda-pemuda beriman yang

    bersembunyi di dalam gua demi menyelamatkan keimanan mereka.3

    Sedangkan di dalam hadis, cukup banyak pembahasan yang berkaitan

    dengan anjing. Para ulama klasik berbeda pendapat dalam memahami hadis-hadis

    tentang memelihara anjing. Pemahaman tersebut tentunya tidak terlepas dari

    beragam cara yang mereka gunakan dalam memahami hadis sehingga

    3 Munirah Abdurrazaq, Hadis-hadis mengenai anjing: Tumpuan Kepada Isu Pemeliharaan

    dan Pengaruhnya daripada Perspekti Hadis Ahkam dalam Fauzi Daraman, ed., Sunah Nabi Realiti

    dan Cabaran Semasa, ( Kuala Lumpur: Jabatan al-Quran dan hadith,2011), h. 520-521.

  • 3

    menghasilkan hukum sesuai ijtihad mereka masing-masing yang kemudian

    menghasilkan perbedaan sikap dan perilaku terhadap binatang tersebut.

    Dalam hal ini ulama fiqih sebagai pemegang porsi paling besar dalam

    membahas masalah memelihara anjing. Hal tersebut bermula dari pemahaman

    mereka tentang najis atau tidaknya tubuh anjing.

    4

    Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Ysuf dari Mlik dari Abu

    Al-Zind dari Al-A'raj dari Abu Hurairah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw.

    bersabda: "Jika anjing menjilat bejana seorang dari kalian, maka hendaklah ia cuci

    hingga tujuh kali5.

    Berdasarkan hadis ini, Imam Syfi menganggap bahwa anjing adalah

    binatang yang najis, sebab kenajisannya maka Rasul memerintahkan untuk mencuci

    bekas jilatannya hingga tujuh kali yang mana hal ini menunjukkan bahwa najis

    anjing adalah najis yang berat. Karena hal itu, Imam Syfi yang dikenal sangat

    berhati-hati dalam mementapkan suatu hukum, maka memilih untuk menetapkan

    hukum memelihara anjing untuk keperluan apapun adalah haram. Berbeda halnya

    dengan Imam Maliki yang tidak menganggap anjing sebagai hewan yang najis dan

    beliau justru lebih longgar dalam menetapkan hukum dan mengatakan bahwa

    memelihara anjing untuk keperluan mengamankan rumah hukumnya adalah

    4 Ab Abdullah Muhammad bin Ismil al-Bukhr, al-Jmi al-Sahih (selanjutnya disebut

    Sahih al-Bukhr), (Beirut:Dar al-Fikr, tt.) kitab al-Tahrah no. 167. 5 Dalam riwayat lain disebutkan bahwa membersihkan jilatan anjing dengan mencucinya

    sebanyak tujuh kali yang pertama dengan debu atau tanah, namun ada juga yang menyebutkan

    bahwa mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali dan yang kedelapan adalah dengan debu atau

    tanah. Al-Nawawi, Syarh ala muslim Kitab al-ahrah bab Hukum jilatan anjing.

  • 4

    mubah. Maka apabila terkena jilatan atau tetesan air liurya maka wajib dibersihkan

    sesuai syariat Nabi. 6

    Pendapat beliau tersebut berdasarkan ayat:

    Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?".

    Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh

    binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu

    mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah

    dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas

    itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah

    amat cepat hisab-Nya.7

    Di samping perdebatan tentang kenajisan anjing, terdapat pula golongan

    yang menunjukkan sikap tidak senang terhadap anjing bahkan sampai dengan tega

    membunuhnya. yang demikian itu berdasarkan sebuah hadis Nabi yang

    memerintahkan untuk membunuh anjing.

    ." "

    sesungguhnya Rasulullah saw. memerintahkan untuk membunuh anjing .8

    Dalam sebuah artikel didapatkan informasi bahwa setiap bulan Ramadhan

    banyak masyarakat muslim yang membawa anjing mereka ke rumah sakit hewan

    atau klinik untuk memberikan suntikan mematikan. Alasan yang diberikan oleh

    6Wahbah al-Zuhayl, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dr al-Fikr al-Muatsir,

    1985), c. 2, jilid 1, h. 153. 7 QS. Al-Maidah [5]:4. 8 Abdullah Muhammad bin Ismail al- Bukhr, Sahih Bukhr, (Maktabah Syamilah), jilid

    4, h. 158, no. hadis :3323.

  • 5

    mayoritas Muslim ini adalah bahwa Islam melarang mereka untuk memelihara

    anjing. Selain itu juga terjadi penelantaran terhadap anjing yang akhirnya membuat

    hewan tersebut mati karena kelaparan tidak mendapatkan makanan, 9 hal tersebut

    menurut penulis merupakan salah satu akibat dari pemahaman yang kurang tepat

    yang dilakukan oleh umat Islam terhadap sebuah teks hadis.

    Kajian tentang memelihara anjing menjadi penting sebab tidak semua umat

    Islam melarang untuk memelihara anjing dengan menimbang bahwa banyak

    manfaat yang dihasilkan dari memelihara anjing. Hal tersebut tentunya tidak

    terlepas dari bagaimana hadis tentang anjing tersebut dipahami.

    Selain hadis yang telah disebutkan di atas, ada beberapa hadis lain yang juga

    menjadi penyebab perbedaan pemahaman tentang memelihara anjing. Di antara

    hadis tersebut adalah yang menjelaskan bahwa malaikat tidak akan memasuki

    rumah yang terdapat anjing di dalamnya.

    9Dr. Ayoub M. Banderker (BVMCh), Dogs in Islam diakses pada tanggal 4 Oktober 2016

    pada pukul 17.16 dari http://www.islamicconcern.com/dogs.asp

    http://www.islamicconcern.com/dogs.asp

  • 6

    10

    Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya; Telah mengabarkan

    kepada kami Ibn Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Yuns dari Ibn Syihb dari

    Ibn al-Sabbq bahwa 'Abdullah bin 'Abbs berkata; Telah mengabarkan kepadaku

    Maimnah; bahwa pada suatu pagi Rasulullah saw. kelihatan diam karena susah

    dan sedih. Maimunah berkata; "Ya, Rasulullah! Aku heran melihat sikap Anda

    sehari ini. Apa yang telah terjadi?" Rasulullah saw. menjawab: 'Jibril berjanji akan

    datang menemuiku malam tadi, ternyata dia tidak datang. Ketahuilah, dia pasti tidak

    menyalahi janji denganku! ' Demikianlah Rasulullah saw. senantiasa kelihatan

    susah dan sedih sehari itu. Kemudian beliau melihat seekor anak anjing di bawah

    tempat tidur kami, lalu beliau menyuruh keluarkan anak anjing itu. Kemudian

    diambilnya air lalu dipercikinya bekas-bekas tempat anjing itu. Ketika hari sudah

    petang, Jibril datang menemui beliau. Kata beliau kepada Jibril: 'Anda berjanji akan

    datang pagi-pagi.' Jibril menjawab; 'Benar! Tetapi kami tidak dapat masuk ke

    rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.' Pada pagi harinya

    Rasulullah memerintahkan supaya membunuh semua anjing, sampai anjing penjaga

    kebun yang sempit, tetapi beliau membiarkan anjing penjaga kebun yang luas.

    Diantara sebab malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat

    anjingnya adalah karena anjing memakan apa saja termasuk kotoran (barang najis),

    Sebab anjing memiliki bau yang buruk, dan malaikat tidak suka terhadap bau yang

    buruk, dan juga karena dalam suatu riwayat menyebutkan bahwa sebagian anjing

    adalah setan, dan malaikat adalah kebalikan (musuh) dari setan.11

    Selain itu, ada juga hadis yang menyebutkan bahwa pahala akan berkurang

    tiap harinya apabila seseorang memelihara anjing.

    10 Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, (Maktabah Syamilah) jilid 1 hal 484 jilid 6, h, 156. 11 Abu Zakaria Yahya bin Syarif al-Nawawi, al-Minhaj fii Syarh Shahih Muslim, (Baitul

    Fikr. 2000), h. 1330.

  • 7

    12

    Telah menceritakan kepada kami Mu'dz bin Fadlah telah menceritakan

    kepada kami Hisym dari Yahya bin Ab Katsr dari Ab Salamah dari Ab Hurairah

    ra. berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menyentuh anjing berarti

    sepanjang hari itu dia telah menghapus amalnya sebanyak satu qrth13 kecuali

    menyentuh anjing ladang atau anjing jinak". Berkata, Ibn Srn dan Ab Slih dari

    Ab Hurairah ra. dari Nabi saw,: "Kecuali anjing untuk mengembalakan kambing

    atau ladang atau anjing pemburu". Dan berkata, Ab Hzim dari Ab Hurairah dari

    Nabi saw. : "Anjing pemburu atau anjing yang jinak.

    Menurut penulis, kedua hadis inilah yang mengindikasikan bahwa

    memelihara anjing adalah dilarang. Dengan kedua hadis inilah penulis akan

    meneliti lebih lanjut untuk mendapatkan pemahaman tentang memelihara anjing.

    Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan di atas, penting

    kiranya bagi penulis untuk menuangkan karya ilmiah berupa skripsi dengan judul :

    Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis

    B. Permasalahan

    1. Identifikasi Masalah

    12 Sahh Bukhr, Jilid 3, h. 136. 13 Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pahala akan berkurang dua qirath tiap harinya

    apabila memelihara selain anjing yang disebutkan dalam hadis. Sedangkan besaran ukuran qirath

    tersebut hanya Allah yang tahu maksud sebenarnya. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang

    redaksi yang menyebutkan akan berkurang dua qirath , ada yang berpendapat bahwa berkurangnya

    dua qirath hanya berlaku di Madinah, sedangkan selain di sana, maka pahala yang berkurang satu

    qirath. Dalam kitab al-Bahr disebutkan bahwa berkurannya pahala adalah dari amalan yang telah

    lalu, maupun yang yang akan datang. Dikatakan pula bahwa berkurangnya dua qirath tersebut

    adalah berkurang satu qirath pada siang hari, dan satu qirath pada malam hari. Disebutkan pula

    bahwa pengurangan tersebut satu qirath untuk amalan yang yang fardu dan satu qirath lagi untuk

    amalan yang Sunnah.

    Sedangkan untuk sebab berkurangnya pahala tersebut ulama berbeda pendapat, ada yang

    mengatakan karena malaikat tidak masuk ke rumah yang terdapat anjing di dalamnya. Imam

    Nawaw dalam syarh ala muslim.

  • 8

    Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas menghasilkan

    perbedaan dalam menentuan sikap dalam masalah memelihara anjing. Pemahaman

    boleh atau tidaknya memelihara anjing menjadi meluas yang kemudian menjadi

    permasalahan yang kini terjadi di masyarakat. Di sini lah penulis mengidentifikasi

    beberapa masalah sebagai berikut :

    a. Bagaimana perlakuan umat Islam pada masa Nabi saw. terhadap

    anjing?

    b. Bagaimana hukum memelihara anjing dalam konteks kekinian?

    c. Model metode pemahaman hadis apa yang tepat untuk memahami

    hadis tentang memelihara anjing?

    d. Apa yang melatarbelakangi munculnya hadis yang mengindikasikan

    larangan memelihara anjing?

    e. Bagaimana memahami hadis tentang memelihara anjing dalam

    konteks kekinian?

    2. Batasan Masalah

    Berdasarkan beberapa identifikasi yang telah penulis ungkap sebelumnya,

    penulis memfokuskan pada poin d dan e yaitu tentang latar belakang munculnya

    hadis yang mengindindikasi larangan memelihara anjing dan bagaimana

    pemahaman hadits tentang memelihara anjing dalam konteks kekinian. Penulis

    menggunakan Metode Pemahaman Hadits Syuhudi Ismail dalam memahami hadis

    tersebut. Sedangkan hadis-hadis tentang memelihara anjing, penulis batasi hanya

    yang diungkap dalam Kutub al-Sittah. Dalam hal ini, penulis menggunakan kata

    kunci , , dan hanya dipilih tema-tema yang mengindikasikan

  • 9

    tentang memelihara anjing yaitu malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya

    terdapat anjing dan tentang pahala atau amal perbuatan yang akan berkurang bagi

    orang yang memelihara anjing.

    3. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah skripsi ini adalah Bagaimana memahami hadis tentang

    memelihara anjing dalam konteks kekinian?

    C. Tujuan dan Manfaat

    1. Tujuan Penelitian

    a. Untuk mengetahui beberapa metode pemahaman hadis.

    b. Untuk menjelaskan beberapa perbedaan dalam memahami hadis

    tentang memelihara anjing.

    c. Untuk menjelaskan kondisi sosial dan sebab munculnya hadis tentang

    memelihara anjing.

    d. Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat secara metodik dalam

    memahami hadis dalam konteks kekinian.

    2. Manfaat Penelitian

    a. Pembaca memahami hadis tentang memelihara anjing dalam konteks

    kekinian dari perspektif Syuhudi Ismail.

    b. Pembaca mengetahui kondisi sosial dan sebab munculnya hadis tentang

    memelihara anjing.

    c. Menambah khazanah keilmuan, khususnya ilmu memahami hadits.

  • 10

    D. Kajian Pustaka

    Penulis menemukan beberapa tulisan yang membahas perihal metode

    pemahaman hadis serta pemeliharaan anjing, di antaranya :

    Pertama, Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan

    Asbb al-Wurd (Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dengan M.

    Syuhudi Ismail), ditulis oleh Siti Fatimah berisi tentang perbandingan metode

    pemahaman hadis yang salah satunya adalah dengan mempertimbangkan asbb al-

    wurd oleh Ysuf al-Qarw dan M. Syuhudi Ismail yang mana keduanya

    memiliki perbedaan dari segi pengungkapan. M. Syuhudi Ismail mengungkapkan

    bahwa turunnya suatu hadis, adakalanya didahului oleh sebab tertentu, namun

    adakalanya juga tanpa didahului oleh sebab tertentu sehingga kandungannya harus

    dipahami secara tekstual maupun kontekstual. Dengan demikian menjadi jelas

    bahwa dalam Islam terdapat ajaran yang bersifat universal, temporal, dan lokal.

    Sedangkan Ysuf al-Qarw mengungkapkannya secara global yakni suatu hadis

    harus dipahami berdasarkan kondisi yang meliputinya serta dimana dan untuk

    tujuan apa hadis tersebut diucapkan. Sehingga maksud hadis dapat diketahui

    dengan jelas dan terhindar dari perkiraan yang menyimpang serta dapat dibedakan

    mana hadis yang mempunyai sebab umum atau khusus, dan mana yang bersifat

    temporal, kekal, parsial atau total.14

    Kedua, satu-satunya skripsi yang penulis temukan yang berkaitan dengan

    anjing adalah Hukum Jilatan Anjing Menurut Madzhab Maliki dan Madzhab

    14 Siti Fatimah, Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan Asbabul

    Wurud : Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dengan M. Syuhudi Ismail, (Skripsi S1

    Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009).

  • 11

    Syfi, ditulis oleh Muhammad Karbi. Skripsi ini menjelaskan tentang hukum

    jilatan anjing menurut madzhab Maliki dan Syfi yang mana terdapat perbedaan

    dari keduanya. Madzhab Maliki menetapkan hukum jilatan anjing anjing adalah

    suci dengan alasan bahwa perintah membasuh hingga tujuh kali bejana yang dijilat

    anjing sebagai taabbud (bentuk ibadah). Sedangkan madzhab Syfi menetapkan

    hukum jilatan anjing itu adalah najis mutlak karena perintah membasuh hingga

    tujuh kali itu tidak lain adalah karena najis atau adanya hadas. Dari hal itu

    mengingat lidah dan mulut adalah anggota utama hewan dan ia dikategorikan

    sebagai najis, maka sudah tentu seluruh badannya termasuk air yang keluar dari

    tubuh anjing baik air kencing, kotoran dan juga keringatnya adalah najis.15

    Ketiga, pembahasan perihal anjing dalam bentuk buku adalah Sunah Nabi

    Realiti dan Cabaran Semasa yang berisi kumpulan artikel. Salah satu artikel

    berjudul Hadis-hadis mengenai anjing: Tumpuan Kepada Isu Pemeliharaan dan

    Pengaruhnya daripada Perspekti Hadis Ahkam. Artikel ini ditulis oleh Munirah

    Abdurrazaq yang di dalamnya membahas tentang hadis-hadis larangan dan

    kebolehan memelihara anjing antara hadis dan fiqih kemudian dikaitkan sama

    kebiasaan orang Malaysia yang sering memelihara anjing dan nampaknya makalah

    ini hanya membahas tentang keharamannya saja tanpa mempertimbangkan

    persoalan dan kondisi yang lain.16

    15 Muhammad Kurbi, Hukum Jilatan Anjing Menurut Madzhab Maliki dan Madzhab

    Syfi, (Skripsi S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011). 16 Munirah Abdurrazaq, Hadis-hadis mengenai anjing: Tumpuan Kepada Isu

    Pemeliharaan dan Pengaruhnya daripada Perspekti Hadis Ahkam dalam Fauzi Daraman, ed., Sunah

    Nabi Realiti dan Cabaran Semasa, ( Kuala Lumpur: Jabatan al-Quran dan hadith,2011)

  • 12

    Kemudian keempat, penulis menemukan skripsi tentang metode

    pemahaman hadis dengan judul Memahami Hadis dengan Pemilahan Posisi Nabi.

    saw. ditulis oleh M. Khoirul Huda membahas tentang penerapan metode

    pemahaman hadis dengan memilah posisi Nabi saw. yang dikebangkan oleh Ibnu

    syr kemudian dibadingkan dengan metode yang seperti Ushul Fiqh serta metode

    yang dikembangkan dalam ilmu matan hadis seperti Mukhtalif al-Hadts, Gharb

    al-Hadts dan Asbb al-Wurd menggunakan analisis wacana.17

    Berangkat dari penelusuran yang penulis lakukan, tentunya bisa dipastikan

    bahwa pembahasan yang akan penulis kaji dalam skrispi ini berbeda dengan tulisan

    sebelumnya. Dalam kajian metode pemahaman hadis, penulis hanya terfokus pada

    metode pemahaman Syuhudi Ismail dengan studi kasus memelihara anjing.

    E. Metodologi Penelitian

    1. Sumber Data

    Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan

    (Library Research) dengan menggunakan sumber primer seperti kitab Sahih

    Bukhr, Sahih Muslim dan kitab hadis lain yang tergolong dalam Kutub al-Sittah,

    dan buku-buku karya Syuhudi Ismail yang berkaitan dengan metode pemahaman

    hadis.

    Sumber pendukung yang akan penulis gunakan adalah kitab-kitab syah

    hadis Kutub al-Sittah serta referensi-referensi lain, baik dalam bentuk buku, jurnal,

    artikel maupun hasil penelitian yang terkait dengan kajian/penelitian penulis.

    17 M.Khoirul Huda, Memahami Hadis dengan Pemilahan Posisi Nabi saw. (Skripsi S1

    Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).

  • 13

    2. Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data ini adalah dengan mengumpulkan hadis-hadis

    yang membahas mengenai anjing dalam kitab-kitab hadis (Kutub al-Sittah) dengan

    cara pengumpulannya yaitu dengan mencari kata kunci , , dan

    hanya dipilih tema-tema yang mengindikasikan memelihara anjing yaitu tentang

    malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing dan tentang pahala atau

    amal yang ebrkurang tiap harinya karena memelihara anjing. Metode pencarian ini

    menggunakan kitab al-Mujam al-Mufahras li Alf al-Hadts al-Nabaw karya A.

    J. Wensinck serta dibantu aplikasi Maktabah Syamilah dan Lidwa.

    3. Analisis Data

    Setelah data terkumpul penulis akan menganalisis data menggunakan

    pendekatan sejarah dan kebahasaan. Pendekatan sejarah di sini tentunya tidak akan

    terlepas dari sebab turunya hadis (Asbb al-Wurd) tersebut dan juga konteks sosial

    yang terjadi pada saat itu. Adapun pendekatan kebahasaan adalah mengkaji dari

    segi bahasa teks hadis tersebut supaya mendapatkan makna yang lebih mendalam

    mengenai apa yang diriwayatkan pada hadis tersebut. Setelah itu penulis

    mengaplikasikan metode pemahaman yang ditawarkan oleh Syuhudi Ismail yaitu

    pendekatan kontektual.

    Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Akademik Program

    Strata 1 2012-2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • 14

    F. Sistematika Penulisan

    Untuk mendapatkan pembahasan yang utuh maka diperlukan adanya

    sistematika penulisan. Dalam sistematika penulisan ini, dibagi menjadi lima bab,

    dan masing-masing bab memiliki sub pokok bahasan.

    BAB pertama adalah Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,

    identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

    penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

    BAB kedua akan menguraikan tentang teori pemahaman hadis yang

    selanjutnya akan lebih terfokus pada metode pemahaman hadis Syuhudi Ismail.

    BAB ketiga akan memberikan penjelasan sekitar hadis tentang memelihara

    anjing terutama pada proses pengumpulan hadis (takhrj), kemudian melakukan

    pendekatan kebahasaan, sejarah serta setting sosial pada masa Nabi, serta

    pengaplikasian metode Syuhudi Ismail pada hadis memelihara anjing yang mana

    kemudian menghasilkan pemahaman kontekstual terhadap hadis memelihara

    anjing.

    BAB keempat yakni penutup yang terdiri dari kesimpulan seluruh uraian

    yang telah dikemukakan atas permasalahan yang diteliti, kemudian disertai dengan

    saran-saran yang dapat disumbangkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih

    lanjut dari penelitian.

  • 15

    BAB II

    METODE PEMAHAMAN HADIS

    Diperlukan adanya analisa untuk menemukan dan mengungkapkan pesan-

    pesan moral atau agama yang terkandung dalam teks hadis. Analisa tersebut

    memerlukan adanya proses disebut metode pemahaman hadis. Ibn al-Qayyim

    dalam kitabnya al-Rh sebagaimana dikutip oleh Ysuf al-Qarw mengatakan

    bahwa perlu adanya pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksud Rasulullah,

    tanpa dilebih-lebihkan maupun dikurang-kurangi.1

    A. Pengertian Metode Pemahaman Hadis

    Kata metode berasal dari bahasa Yunani metodhos, yang berarti cara atau

    jalan.2 Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan dalam bahasa Arab

    disebut tharqah dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung

    arti: cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai

    sesuatu dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

    pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai yang ditentukan.3

    Sedangkan pemahaman dalam Kamus Bahasa Indonesia merupakan kata

    benda yang merujuk pada proses, cara, perbuatan untuk mengerti atau memahami.4

    1 Yusuf al- Qardawi, Kaifa Natamal Maa al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Kairo : Dar al-

    Syuruq, 2004), cet. 3, h. 39. 2 Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam

    Koentjaraningrat (ed.), Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia. 1997), h. 16 3 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat

    Bahasa, 2008), h.1022. 4 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, h.1103.

  • 16

    Kata ini merupakan serapan dari bahasa Arab , al-Fahm () yang berarti

    mengenali suatu objek dengan hati (marifatuka al-syaia bi al-qalb).5 Kata al-fahm

    semakna dengan kata understand, graps, comprehend, realize dan see dalam bahasa

    Inggris yang berarti tahu, menangkap sesuatu yang sulit dimengerti, mengenal

    secara sempurna, mengetahui situasi yang terkadang terjadi tiba-tiba dan

    menemukan suatu pengertian.6

    Sehingga penulis bisa katakan bahwa metode pemahaman hadis adalah

    sebuah cara yang digunakan untuk menangkap maksud dari suatu hadis untuk

    menemukan suatu pemahaman yang benar.

    B. Sejarah Metode Pemahaman Hadis

    Terdapat pembatasan dalam mengkasifikasikan ulama klasik dan ulama

    kontemporer. Pembatasan yang di maksud dengan ulama klasik dalam di sini adalah

    dimulai dari masa Nabi hingga masa al-Khatb al-Bagdd (464 H)7. Di antaranya

    adalah para sahabat, tbi dan tbi tbin yang mana di dalamnya termasuk para

    pensyarah hadis seperti Imam Nawaw, Ibn Hajar al-Asqaln, dst. Sedangkan

    ulama klasik adalah masa setelah itu. Dan di antara ualam yang termasuk dalam

    ulama klasik adalah Imam al-Ghazal, Ysuf al-Qardaw dan Syuhudi Ismail.

    1. Ulama Klasik

    Apabila dirunut dalam sejarah, praktik pemahaman hadis sudah diterapkan

    sejak zaman Rasulullah saw. yakni sejak beliau menyampaikan sabdanya kepada

    5 Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Dar al-maarif)tt. Jilid 5, h. 3481. 6 M. Khoirul Huda, Memahami Hadis Melalui Pemilah Posisi Nabi saw., (Skripsi S1

    Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 20. 7 M. Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hads dari Klasik Sampai

    Modern, (Bukit Tinggi : Pustaka Setia, 2008), h. 12

  • 17

    sahabat. Demikian pula setelah sabda beliau dikutip, diriwayatkan dan dipahami

    guna mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dari sanalah proses

    memahami terjadi dan berkembang semakin sistematis dan kompleks.8

    Sahabat diyakini sebagai generasi paling baik dalam memahami hadis

    karena mereka tidak lain adalah pendengar langsung dari penyampai hadis itu

    sendiri.9 Namun setelah wafatnya nabi, para sahabat atau lebih tepatnya khalfah

    al-Rsyidn yang menerima estafet kepemimpinan nabi serta generasi setelahnya

    menghadapi masalah yang tidak terjadi pada masa nabi, sehingga mereka

    menghasilkan ijtihad sendiri dalam mengambil keputusan. Tentunya keputusan

    yang mereka ambil berdasarkan nash-nash yang terdapat dalam al-Quran maupun

    Sunnah nabi serta tidak bertentangan dengan keduanya. Dari sinilah muncul

    beberapa tokoh yang memberikan alternatif dalam memahami setiap persoalan,

    salah satunya adalah Imam al-Syfi.10

    8 Huda, Memahami Hadis Melalui Pemilahan Posisi Nabi saw., h. 19. 9 M. Khoirul Huda, Metode Pemahaman Hadis dalam Lintas Sejarah artikel diakses pada

    13 Agustus 2016 pada pukul 20.45 dari http://jurnalulumulhadis.blogspot.co.id/2014/01/metode-

    pemahaman-hadis-dalam-lintasan.html . 10 Imam al-Syafi memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin al-Abbas

    bin Utsman bin Syafi bin al-Said bin Abdil Manaf al-Mutalibi al-Quraisyi. Lahir pada tahun 150

    Hijriah (767 Masehi) di Gaza, Palestina. Saat usia 2 tahun beiau dibawa ibunya ke Mekkah dan

    kemudian dibesarkan dan belajar agama. Belajar dan menghafal al-Quran pada usia tujuh tahun,

    dan beliau juga hafal kitab al-Muwatta ketika berusai tiga belas tahun dan membacanya dihadapan

    gurunya Imam Malik di Madinah. Beliau mengadakan dua kali perjalanan ke Baghdad untuk

    mempelajari fiqh yakni pada tahun 184 dan 195 H, serta melakukan perjalanan ke Mesir pada tahun

    199 H. Beliau belajar fiqh dari seorang guru yang bernama Muslim bin Khalid al-Zanji, dan dari

    gurunya inilah beliau mendapatkan iziin untuk berfatwa sebelum umur dua puluh tahun. Beliau

    adalah pendiri madzhab Syafiiyah yang tersebar luar ke seluruh penjuru dunia Islam. Ia menguasai

    bahasa dan syair Arab dengan sangat baik, serta memiliki argumentasi yang sangat kuat ketika

    berdebatdan dapat menundukkan lawan, baik dari ulama Irak maupun ulama Mesir. Pendapatnya

    memiliki kelebihan karena mengkkompromikan antara fiqh ulama Hijaz, Irak, dan Mesir. Ulama

    Hijaz dikenal sebagai ahli hadis, ulama Irak dikenal sebagai ahli rayu, sedangkan ulama Mesir

    dikenal sebagai ahli hadis dan ahli rayu. Dengan demikian madzhab Syfi berada di antara ahli

    hadis dan ahli rayu. Subhi al-Slih dalam Ulm al-Hadts wa Mushtalatuh serta Abdul Majid Khon

    dalam Takhrij dan Metode Memahami Hadis.

    http://jurnalulumulhadis.blogspot.co.id/2014/01/metode-pemahaman-hadis-dalam-lintasan.htmlhttp://jurnalulumulhadis.blogspot.co.id/2014/01/metode-pemahaman-hadis-dalam-lintasan.html

  • 18

    Imam Syfi hadir menawarkan alternatif dalam memahami hadis yang

    berkaitan dengan hukum fiqh. Dalam kitabnya yang berjudul ikhtilf al-hadts

    beliau menawarkan metode jam dan naskh. Selain itu, ada Ibnu Qutaibah yang

    hadir memberikan metode dalam memahami hadis seputar perdebatan ilmu kalam

    dengan kitabnya tawl mukhtalif al-hadits.11

    Setelah itu juga, para pengumpul hadis-pun mempunyai andil yang sangat

    besar dalam memberikan menafsirkan atau memberikan pemahaman terhadap

    hadis, sebagian pensyarah hadis sahh Bukhr menyatakan bahwa pendapat al-

    Bukhr dapat dilihat pada judul bab yang dibuatnya.12

    Selanjutnya muncul para pensyarah kitab hadis, di antaranya adalah al-

    Nawaw13 dan Ibn Hajar al-Asqalan14 sebagai pensyarah kitab Sahh Bukhr dan

    Sahh Muslim.

    2. Ulama Kontemporer

    11 M. Khoirul Huda, Metode Pemahaman Hadis dalam Lintas Sejarah. 12 Huda, Memahami Hadis Melalui Pemilahan Posisi Nabi saw., h. 20. 13 Imam Nawaw penulis kitab Syarh Sahih Muslim memiliki nama lengkap Ab Zakariy

    Yahya bin Syaraf bin Murri bin Hasan bin Hizm al-Huzami al-Nawaw. Lahir pada bulan Muharram

    631 Hijriah di Nawa. Dalam bidang hadis guru-gurunya antara lain adalah Abd al-Azz bin

    Muhammad bin Abd al-Muhsin al-Ansr, Ab Ishq bin Ibrhm bin Umar al-Zain, Khlid bin

    Ysuf bin Saad, Ahmad bin Abd al-Daim, dan Kaml Abd al-Azz bin Abd al-Munm.

    Sementara dalam bidang fiqh gurunya antara lain adalah Ishq bin Ahmad bin Utsmn al-Marri

    dan Kaml Sallar bin Hasan bin Umar al-Irbil. Selain syarh sahih muslim, karya lain beliau adalah

    al-Adzkar al-Nawaw, Riydh al-Slihn, Bustn al-rifn, al-Rauah, al-Minhj al-Tibyn, al-

    Arqn, Tahdzb al-Asma wa al-Lughh, dan Tabaqh al-Fuqaha. Dalam Abdul Majid Khon

    Takhrij dan metode memahami hadis. 14 Ibn Hajar al-Asqaln memiliki nama lengkap Ab Fal Ahmad bin Al bin Muhammad

    bin Muhammad bin Al bin Ahmad al-Kinan al-Asqaln al-Qahir al-Syfi. Lahir pada tahun 773

    Hijriah di Mesir. Sejak tahun 777 ia sudah menjadi yatim piatu. Ia mulai belajar al-Quran pada usia

    lima tahun, dan berhasil menghafal al-Quran ketika usia Sembilan tahun dan menjadi imam sholat

    tarawih ketika berumur dua belas tahun. Ia tekun memepelajari hadis dan berguru pada al-Araqi

    yang memiliki ilmu yang sangat luas. Ia juga berrihla ke Syam, Hijaz dan Yaman. Selanjutnya ia

    memusatkan perhatiannya pada pengembangan hadis, dan upayanya ini membuat sejumlah ulama

    mengakuinya sebagai hafiz besar yang sangat masyhur dan tidak ada tandingannya di kalangan

    mutaakhirin. Salah satu karyanya yang bermanfaat bagi umat islam adalah fath al-br. Dalam

    Abdul Majid Khon Takhrij dan metode memahami hadis.

  • 19

    Zaman semakin berkembang dan metode pemahaman terhadap hadis pun

    semakin mengalami perkembangan. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya karya

    Muhammad al-Ghazl dengan kitabnya Al-Sunnah al-Nabawiyyah Bayn Ahl al-

    Fiqh wa Ahl al-Hadts.15 Buku tersebut diterbitkan pada awal tahun 1989 dan

    mendapat sambutan yang luar biasa hingga dicetak berulang kali. Namun di

    samping itu, buku tersebut juga menimbulkan kontroversi dan perdebatan yang

    hangat antara pro dan kontra yang mana disebabkan oleh rincian atau contoh-contoh

    hadis dalam buku tersebut yang menyatakan bahwa hadis-hadis sahh yang

    dicantumkan perlu dipertanyakan kembali karena dianggap berlawanan dengan al-

    Quran, kebenaran ilmiah maupun fakta historis.

    Karena kontroversi yang terjadi akibat munculnya buku Muhammad al-

    Ghazl, maka al-Mahad al-Alam Li Fikr al-Islam (Lembaga Internasional

    Untuk Pemikiran Islam) meminta Ysuf al-Qardw untuk membuat buku yang

    membahas luas tentang berbagai metodologi untuk memahami hadis, yang mana

    lembaga ini pula lah yang sebelumnya meminta kepada Muhammad al-Ghazl

    untuk menulis buku tentang kajian metode pemahaman hadis. Lalu kemudian

    hadirlah buku Kaifa Nataammalu maa al-Sunnah al-Nabawiyyah.16 Buku ini juga

    mendapat sambutan yang luar biasa dan banyak dijadikan panduan dalam

    mendapatkan metode pemahaman terhadap hadis Nabi.

    15 Buku tersebut telah diterjemahkan Muhammad al-Baqir ke dalam Bahasa Indonesia dan

    diterbitkan oleh Penerbit Mizan dengan judul Studi Kritis Atas Hadis Nabi saw. : Antara

    Pemahaman Tekstual dan Kontekstual. 16 Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi, Penterjamah Muhammad al-

    Baqir, (Bandung: Karisma, 2000) Cet 2 h. xi

  • 20

    Selanjutnya lahirlah pemikiran baru tentang pengembangan metode

    pemahaman hadis dari Syuhudi Ismail (1943-1995) yakni seorang ilmuan yang

    memiliki dedikasi tinggi terhadap pengembangan-pengembangan ilmu hadis di

    Indonesia. Beliau melontarkan metode kritik matan hadis dengan melihat nuansa

    tekstual dan kontekstual hadis dengan tinjauan makna mempertimbangkan ajaran

    Islam yang universal, temporal dan lokal.

    C. Metode Pemahaman Hadis Syuhudi Ismail

    Metode Pemahaman hadis Syuhudi Ismail tidak terkonsep secara langsung,

    tetapi metodenya tergambar dalam buku karyanya yang berjudul Hadis yang

    Tekstual dan Kontekstual. Buku tersebut menjelaskan secara rinci bagaimana cara

    memahami hadis yang benar, Syuhudi Ismail menyimpulkan bahwa dalam

    memahami hadis terkadang harus tesktualis, kontekstualis atau menggunakan

    keduanya tergantung konten dari hadis yang ingin dipahami17.

    Syuhudi dalam pendahuluan buku tersebut mengungkapkan kalau ajaran

    Islam yang sesuai dengan waktu dan tempat itu dihubungkan dengan berabagai

    kemungkinan persamaan dan perbedaan masyarakat tersebut, maka berarti dalam

    Islam ada ajaran yang berlakunya tidak terikat oleh waktu dan tempat, selain itu ada

    ajaran yang terikat oleh waktu dan tempat tertentu. Jadi, dalam Islam ada ajaran

    yang bersifat universal, yang temporal dan ada yang lokal 18

    Pernyataan Syuhudi ini mengambarkan bahwa dalam memahami hadis harus sesuai

    dengan tempat, lokasi dan hal-hal yang bersifat umum. Namun demikian, Syuhudi

    dalam paparannya juga memberikan kaidah dan cara memahami hadis dengan

    memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut ini :

    17 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan

    Bintang, 2009)cet 2 h. 89. 18 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual. h. 3-4.

  • 21

    1. Memperhatikan Bentuk Matan Hadis (Ditinjau dari Makna Bahasa dan

    Kandungannya)

    a. Jawmi al-Kalim

    Maksud Jawmi al-Kalim ini adalah ungkapan yang singkat namun padat

    makna. Jawmi al-Kalim merupakan indikator dari ciri khas kenabian.

    Nabi bersabda :

    :

    Dari Ab Hurirah r.a Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda : Saya

    dibangkit (oleh Allah) dengan kemampuan untuk menyatakan) ungkapan-ungkapan

    yang singkat, namun padat makna19

    Syuhudi menyebutkan bahwa dengan pernyataan tersebut, tidak diherankan

    apabila tidak sedikit dijumpai matan hadis yang berbetuk Jawmi al-Kalim.

    Sejalan dengan Syuhudi Ismail, Imam al-Bukhari sebagaimana dikutip oleh Daniel

    Juned mengatakan bahwa Jawmi al-Kalim adalah khusus untuk Muhammad,

    Allah memadukan persoalan yang banyak, yang termaktub dalam kitab-kitab

    sebelumnya, ke dalam satu atau dua persoalan saja atau yang sama20. Sedangkan

    Ibnu Abd Al-Barr Jawmi al-Kalim adalah hadis yang ucapannya sedikit tetapi

    mencakup makna yang banyak dan faidahnya bernilai tinggi21.

    Daniel Juned menyimpulkan dalam bukunya, bahwa Jawmi al-kalim

    adalah nas-nas agama baik al-Quran atau hadis yang mengandung makna kuliyyah,

    yakni mengandung makna umum dan luas. Walaupun ada beberapa pendapat yang

    19 Sahh Bukhr dalam kitab bada al-Khalq Juz 4 h. 65. 20 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, (Jakarta:

    Erlangga, 2010), h. 191 21 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 191

  • 22

    mengatakan bahwa Jawmi al-kalim hanya terdapat dalam al-Quran. Namun,

    pernyataan ini terbantahkan dengan sendirinya karena kenyataan empiris

    membuktikan bahwa Jawmi al-kalim juga banyak terdapat dalam hadis, atas dasar

    inilah para ahli hadis mengatakan bahwa Jawmi al-kalim diberikan oleh Allah

    kepada Rasulullah terdiri dari dua macam, yang pertama, terdapat dalam al-Quran

    seperti terdapat dalam ayat yang menjelaskan tentang perintah berlaku adil. Kedua,

    Jawmi al-kalim terdapat dalam hadis-hadis Nabi yang tersebar dalam kitab induk

    hadis dan jumlah ulama telah menghimpun Jawmi al-kalim dalam beberapa

    kitab.22

    Ada beberapa kitab yang menghimpun hadis-hadis Nabi yang berbentuk

    Jawmi al-kalim, misalnya al-Ijaz wa Jawmi al-Kalim min al-Sunan al-

    Matsurah yang disusun Abu Bakr bin Al-Sina, Al-Syihab fi Hakam wa al-Adab

    susunan Abu Abd Allah al-Qadhai, al-Ahadits al-Kulliyah susunan Abu Amr bin

    al-Shalah; dan Jami al-Ulum wa al-Hikam fi Syarh Khamsina Haditsan min

    Jawmi al-Kalim susunan Zain al-Din Abu Fajr Abd al-Rahman bin Rajab al-

    Hanbali.23

    Hadis yang diambil Syuhudi untuk memberikan contoh hadis yang Jawmi

    al-kalim ini adalah hadis yang menjelaskan bahwa perang itu siasat.

    : ". 24

    22 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 193 23 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h.10. 24 Sahh Bukhr dalam kitab bada al-wahy, jilid 4, h. 77 ; Sahh Muslim dalam bab jawz

    al-khad f al-harb, jilid 5, h. 143; serta diriwayatkan pula dalam Sunan Ab Dud dan juga Sunan

    Tirmidzi.

  • 23

    Menceriatakan kepada kami sadaqah bin al-Fasl, mengabarkan kepada

    kami Ibn Uyainah dari Umar mendengar Jbir bin Abdullah ra. berkata :

    bersabda Nabi saw. Perang itu siasat (tipu daya).

    Syuhudi menjelaskan bahwa hadis ini harus dipahami sesuai teksnya karena

    setiap perang pastilah memakai siasat, dan ini berlaku secara universal sebab tidak

    terkait dengan waktu dan tempat tertentu. Begitu pula dengan hadis lain yang

    berbentuk Jawmi al-kalim menuntut untuk melakukan pemahaman secara

    tekstual, namun di samping itu ada juga yang dapat dilakukan pemahaman secara

    kontekstual dan menunjukkan adanya bagian ajaran Islam yang bersifat temporal di

    samping yang univesal.25

    b. Bahasa Tamsil

    Tamsil atau perumpamaan juga sering digunakan oleh Nabi dalam teks

    hadis. Salah satu hadis yang dijelaskan oleh Syuhudi Ismail adalah tentang dunia

    sebagai penjara.

    . 26

    Barang siapa melaksanakan ibadah haji karena Allah semata, lalu

    (selama melaksakan ibadah haji itu) dia tidak melakukan pelanggaran seksual dan

    tidak berbuat fasik, niscaya dia seperti pada hari dia dilahirkan oleh ibunya.

    Pemahaman kontekstual terhadap hadis di atas yakin yang dimaksud seperti

    pada hari dia dilahirkan oleh ibunya itu adalah diampuni segala dosanya dan

    dimaafkan segala kesalahannya oleh Allah apabila ia berhasil menunaikan ibadah

    haji menurut petunjuk syariat agama.27

    c. Ungkapan Simbolik

    25 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 11-13. 26 Sahh Bukhr Juz 2, h. 164. 27 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 14.

  • 24

    . :

    . . 28

    Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. menyebut al-Masih al-

    Dajjal di muka orang banyak. Kemudian beliau bersabda, Sesungguhnya Allah

    Taala tidak buta sebelah mata. Ketahuilah, sesungguhnya al-Masih al-Dajjal itu

    buta matanya sebelah kanan, sedangkan matanya seperti buah anggur yang timbul.

    Apabila hadis ini dipahami secara tekstual, maka akan timbul pemahaman

    bahwa sosok Dajjal adalah yang bermata satu sebelah kanan, dan matanya seperti

    buah anggur yang timbul. Syuhudi mengatakan bahwa hadis ini perlu dipahami

    secara kontekstual dan bermata satu dalam teks hadis tersebut dijadikan hanya

    sebagai simbol saja, yang mana menunjukkan adanya ketimpangan ketika penguasa

    yang lalim, kaum miskin idak diperhatikan, amanah dikhianati dan kemaksiatan

    melanda. 29

    d. Bahasa Percakapan (Dialog)

    Nabi hidup di tengah-tengah masyarakat, tentunya sebagai seorang Rasul

    beliau sering mendapat pertanyaan-pertanyaan tentang ajaran Agama Islam yang

    dibawanya. Dari sini lah terjadi percakapan atau dialog yang kemudian menjadi

    sebuah hadis.30

    Syuhudi dalam bukunya mencontohkan hadis-hadis tentang amalan utama

    yang diajarkan oleh Agama Islam. Dari beberapa hadis yang disebutkan terdapat

    jawaban berbeda-beda. Hal tersebut mungkin bermaksud untuk menyesuaikan

    dengan keadaan si penanya ataupun keadaan kelompok masyarakat pada saat

    pertanyaan tersebut dilontarkan. Karena tentunya jawaban Nabi nantinya akan

    28 Sahh Bukhr Juz 4, h. 278 ; Sahh Muslim Juz 4 h. 2247. 29 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 19. 30 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 21.

  • 25

    menjadi petunjuk masyarakat pada saat itu. Dari sinilah bukti bahwa hadis nabi

    bersifat temporal, atau lebih tepatnya disebut kondisional.31

    e. Ungkapan Analogi

    Analogi dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan

    persamaan atau persesuaian dari dua hal yg berlainan.32 Analogi dalam teks hadis

    dicontohkan oleh Syuhudi Ismail tentang laki-laki dari Bani Fazarah yang mengadu

    kepada Nabi perihal istrinya yang melahirkan seorang anak laki-laki berkulit hitam

    dan sangat berbeda dengan kulitnya, hal tersebut membuat ia menyangkal anak

    tersebut. Maka terjadi dialog sebagai berikut :

    . 33

    Nabi bertanya : Apakah kamu mempunyai unta ? orang itu menjawab :

    Ya. Nabi bertanya lagi : Apa warna untamu itu Dia menjawab : Merah Nabi

    bertanya lagi: Apakah (mungkin untamu itu) dari (keturunan unta) yang berwarna

    abu-abu? Dia menjawab: Sesungguhnya (bisa saja) untu itu berasal dari (unta

    yang) berwarna abu-abu. Nabi bersabda : Maka sesungguhnya saya menduga

    juga (untah merah) dating (berasal)dari (unta abu-abu). Orang itu berkata : Ya

    Rasulullah, keturunan (unta merahku) berasal darinya. Nabi kemudia bersabda :

    (Masalah anakmu yang berkulit hitam itu) semoga berasal juga dari keturunan

    (nenek moyang)nya, dan (nenek moyang yang berkulit hita,) tidaklah menurunkan

    keturunan yang menghilangkan (tanda-tanda keturunan) darinya.

    Analogi dalam hadis tersebut yakni kesamaan antara ras yang diturunkan

    manusia dan unta. Terjadinya perbedaan warna kulit antara lelaki tersebut dengan

    anaknya berasal dari nenek moyangnya.

    31 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 22-26. 32 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, h. 60. 33 Sahh Bukhr Juz 9, h. 125, dll ; Sahh Muslim Juz 4, h. 211, dll ; Sunan al-Tirmdz

    Juz 4, h. 439 ; Sunan al-Nsa Juz 6, h.178 ; Sunan Ibn Mjah Juz 3, h. 168.

  • 26

    2. Dihubungkan Dengan Fungsi Nabi (Sebagai Manusia Biasa atau Rasulullah)

    Menurut Mahmud Syaltut, sebagaimana dikutip oleh Syuhudi bahwa sangat

    besar manfaatnya mengetahui posisi Nabi Muhammad yang selain berfungsi

    sebagai seorang Rasul juga sebagai kepala negara, panglima perang, hakim, tokoh

    masyarakat, suami dan pribadi.34

    Sebagian ulama menyatakan bahwa contoh hadis yang berhubungan dengan

    fungsi Nabi sebagai Rasul adalah penjelasan Nabi tentang kandungan al-Quran,

    berbagai macam ibadah dan penetapan hukum tentang halal haramnya sesuatu, dan

    hadis yang dikemukakan oleh Nabi dalam kapasitasnya sebagai Rasulullah maka

    ulama menyatakan kesepakatan tentang wajib mematuhinya. Sedangkan hadis yang

    dikemukakan dalam kapasitas beliau sebagai kepala negara dan pemimpin

    masyarakat, kalangan ulama menyatakan bahwa hadis tersebut tidak menjadi

    ketentuan syariat yang bersifat umum. Dengan demikian, akal pikiran didorong

    untuk mewujudkan kemaslahatan berdasarkan petunjuk-petunjuk umum syariat.35

    Dalam hal ini, Syuhudi mencontohkan tentang keharaman kedelai

    kampung.

    :

    36.

    Dari Ibn Umar ra. Berkata : Nabi saw. melarang makan daging keledai

    kampung.

    34 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 33. 35 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 34. 36 Sahh Bukhr, Juz 5, h. 173. Hadis semakna juga diriwayatkan dalam Sahh Muslim,

    Sunan al-Tirmidz, Sunan Ibn Mjah,dll.

  • 27

    Jika dipahami secara tektual makan akan menghasilkan sebuah pemahaman

    bahwa memakan daging keledai kampung adalah haram atau makruh. Namun

    berbeda dengan Ibn Abbas, sahabat Nabi yang pakar dalam tafsir al-Quran dan

    banyak meriwayatkan hadis Nabi. Beliau berpendapat daging keledai kampung

    halal dimakan berdasarkan salah satu ayat al-Quran.37 Dalam kitab fath al-bri dan

    Nail al-Auar sebagaimana dikutip oleh Syuhudi bahwa Ibn Abbas tidak mengerti

    tentang latar belakang keharaman daging keledai kampung tersebut, apakah

    bertujuan untuk memelihara populasi keledai kampung, atau larang tersebut hanya

    berlaku dalam peperangan khaibar saja. Pendapat yang menyatakan keharaman

    ditetapkan oleh nabi antara lain adalah karena keledai kampung itu termasuk

    binatang yang kotor; binatang tersebut merupakan binatang piaraan di rumah; dan

    karena Nabi telah melarangnya.38

    Syuhudi menjelaskan bahwa perbedaan pendapat tersebut menunjukkan

    adanya perbedaan pandangan tentang fungsi Nabi tatkala beliau menyatakan hadis

    tersebut. Sebagian golongan berpendapat bahwa pada saat itu fungsi Nabi sebagai

    Rsulullah; dan sebagian lagi berpendapat bahwa pada saat itu Nabi berfungsi

    sebagai kepala Negara atau pemimpinn masyarakat. Bagi golongan pertama,

    larangan tersebut bersifat universal, dengan bagi golongan yang disebutkan

    terakhir, larangan bersifat temporal atau lokal.39

    Contoh lain yang disebutkan oleh Syuhudi adalah tentang pelukis yang

    disiksa:

    37

    "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan

    bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir

    atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama

    selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan

    tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha

    Penyayang" Q.S al-Anam (6): 145.

    38 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 41-43. 39 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 43.

  • 28

    :

    : :

    " ". 40

    Sesungguhnya orang-orang yang menerima siksaan paling dahsyat di

    hadirat Allah pada hari kiamat kelak ialah para pelukis.

    Syuhudi menjelaskan bahwa pemahaman secara kontekstual juga

    diperlukan dalam memahami hadis. Berkaitan dengan hadis ini memang cukup

    banyak hadis yang melarang pembuatan dan pemajangan lukisan, sehingga tidak

    heran jika pemahaman tekstual cukup banyak pendukungnya, namun meskipun

    demikian perlu diingat bahwa larangan melukis tersebut memiliki latar belakang

    hukum, yakni masyarakat pada zaman Nabi belum lama terlepas dari kepercayaan

    menyekutukan Allah yakni dengan menyembah patung dan semacamnya. Dan

    sebagai Rasul, tentunya beliau ingin umat Islam terlepas dari kemusyrikan tersebut.

    Dengan alasan itulah, maka Nabi mengeluarkan larangan membuat lukisan maupun

    memajang lukisan dengan ancaman siksaan yang berat.41

    Jika memang latar belakang hukum yang dikemukakan di atas adalah benar,

    maka apabila kekhawatiran akan kemusyrikan tersebut tidak lagi terjadi, maka

    melukis maupun memajang lukisan diperbolehkan, sebagaimana kaidah ushul fikih

    ,maksudnya yakni hukum itu ditentukan oleh illat-nya

    jika illat-nya ada, maka hukumnya ada, dan sebaliknya.

    40 Sahh Bukhr dalam kitab bada al-Khalq Juz 7, h. 215. 41 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 37.

  • 29

    3. Melihat Latar Belakang Munculnya Hadis (Asbb al-Wurd al-Hadts)

    Menurut Abdul Aziz dalam Ensiklopedia Hukum Islam. Sebagaimana

    dikutip oleh Miftahul Asror dan Imam Musbikin, bahwa pada mulanya dalam

    kajian Ilmu Hadis, Asbb al-Wurd al-Hadts dianggap cukup hanya masuk ke

    dalam pembahasan Ilmu Sejarah (Trkh), namun dikarenakan tidak semua

    peristiwa yang menjadi sebab-sebab munculnya hadis itu tercakup di dalam Ilmu

    Trkh, maka kemudian dianggap penting untuk menjadikannya sebagai satu

    cabang Ilmu Pengetahuan tersendiri.42

    Hasbi Ash-Shiddieqy mengatakan bahwa Ilmu Asbb al-Wurd al-Hadts

    adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menyampaikan sabdanya dan

    waktu pada saat hadis itu didatangkan. Mengetahui ilmu ini sangat penting karena

    sangat membantu untuk memahami sebuah hadis, sebagaimana Ilmu Asbb al-

    Nuzl yang membantu dalam memahami al-Quran.43

    Ysuf al-Qarw juga mengatakan bahwa mencari tahu latar belakang

    turunnya suatu hadis sangat penting dilakukan, sebab tiap hadis yang turun pasti

    ada kaitan dengan illah (alasan, sebab) tertentu yang berkaitan dengan kondisi pada

    saat itu guna mendapat kemashlahatan, mencegah sesuatu yang mudharat, serta

    mengatasi masalah yang terjadi. Yang mana hal itu menunjukkan bahwa suatu

    hadis adakalanya bersifat umum tanpa ada batas waktu, namun ada juga yang

    bersifat khusus berlaku pada waktu tertentu. Apabila ada hukum yang berkaitan

    42 Miftahul Asror dan Imam Musbikin, Membedah Hadis Nabi SAW., (Yogyakarta: Jaya

    Star Nine, 2015) h. 251. 43 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,

    (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 121.

  • 30

    dengan illah tertentu, maka bila illah-nya hilang, maka hukum tersebut bisa jadi

    tidak berlaku kembali.44

    Adapun Daniel Juned menambahkan bahwa konteks asbb al-wurd bukan

    hanya dalam konteks hadis qauliyyah (perkataan) melainkan juga hadis filiah (aksi

    nyata) dan taqririyyah (sikap). Dari sini dapat diperoleh informasi bahwa sabab al-

    wurd erat kaitannya dengan waktu dan tempat terjadinya persitiwa yang melatar

    belakangi lahirnya suatu hadis. Daniel menambahkan bahwa asbb al-wurd terjadi

    karena ada pertanyaan dari para sahabat, riwayat lain yang terkait dengan peristiwa,

    tempat yang memperlihatkan para penerima hadis mendengar, melihat dan terlibat

    dalam penerimaan hadis. 45

    Syuhudi membagi pembahasan asbb al-wurd ini menjadi tiga cabang

    pembahasan antara lain sebagai berikut :

    1) Hadis yang tidak mempunyai Asbb al-Wurd al-Hadts secara khusus

    " :

    . " 46

    Pezina tidak akan berzina tatkala ia berzina dalam keadaan beriman; Peminum khamar tidak akan minum khamar tatkala dia minum dalam keadaan

    beriman, dan Pencuri tidak akan mencuri tatkala dia mencuri dalam keadaan

    beriman, begitu juga tidak akan merampas, merebut hak orang lain yang

    mempunyai nilai tinggi sehingga penglihatan manusia tertuju kepadanya, jika

    ketika itu dia di dalam keimanan.

    44 Ysuf al- Qardawi, Kaifa Natamal Maa al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Kairo : Dr al-

    Syurq, 2004), cet. 3, h. 145 45 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 175 46 Sahih Bukhri juz 8, h. 195 dan lain-lain; Sahih Muslim juz 1, h. 54-55

  • 31

    Hadis Nabi ini tidak didahului oleh sebab tertentu. Secara tekstual, hadis ini

    menyebutkan bahwa apabila seseorang berzina, mencuri dan meminum khamar

    tentunya ia tidak dalam keadaan beriman. Secara logika dipahami bahwa ia bukan

    lagi orang mukmin.

    Secara kontekstual, hadis ini dipahami bahwa keadaan iman dalam hati

    seseorang yang sedang berzina, mencuri, meminum khamar dan perbuatan maksiat

    lainnya sedang berada pada titik paling bawah. Hal ini berdasarkan dari al-Quran

    yang menjelaskan bahwa keimanan seseorang dapat bertambah apabila seseorang

    sedang dibacakan ayat-ayat al-Quran. Secara logika dapat pahami bahwa ketika

    intensitas keimanan bisa bertambah saat dibacakan ayat-ayat al-Quran, maka saat

    mengerjakan maksiat pastinya keimanan tersebut sedang menurun dan berada pada

    kumulasi paling bawah.47

    2) Hadis yang mempunyai Asbb al-Wurd al-Hadts secara khusus

    - :

    . 48

    Apabila kamu sekalian hendak datang (menunaikan shalat) jumat, maka

    hendaklah (terlebih dahulu) mandi.

    Berdasarkan hadis ini bagi para ulama yang memahami secara tekstual,

    mereka mengatakan bahwa hukum mandi pada hari jumat adalah wajib.49

    Syuhudi mengatakan bahwa Hadis tersebut mempunyai sebab khusus.

    Pada waktu itu ekonomi para sahabat Nabi umumnya masih berada dalam keadaan

    sulit. Mereka memakai baju wol yang kasar dan jarang dicuci. Mereka banyak yang

    47 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 50-51 48 Sahih Bukhri juz 2, h. 2 dan lain-lain; Sahih Muslim juz 3, h. 2-3; Sunan Ab Dud Juz

    1, h. 134; Sunan al-Tirmidz Juz 2, h. 364 ; Sunan al-Nas Juz 3 h. 93,dll. ; Sunan Ibn Mjah Juz 2,

    h.197. 49 Pendapat-pendapat ulama terkait hadis ini dapat di lihat pada al-Syayyid Imam

    Muhammad bin Isml al-Kahlan, subul al-salm, (Kairo: Dr al-Fikr, 1998) Juz 1, h.87-88 dan

    Ibn Hajar al-Asqaln, bulgh al-marm, (Jakarta : Dar al-Kuttab , 2000)Juz 1. H.177-178.

  • 32

    menjadi pekerja kebun, setelah mereka menyiram tanam-tanaman, mereka banyak

    yang langsung pergi ke masjid untuk menunaikan shalat jumat. Pada saat shalat

    jumat itu cuaca sedang sangat panas. Masjid masih sempit. Tatkala Nabi

    berkhutbah, aroma keringat dari orang yang berbaju wol kasar dan jarang mandi itu

    menerpa hidung Nabi dan suasana dalam masjid terganggu oleh aroma yang tidak

    sedap tersebut. Nabi lalu bersabda yang semakna dengan matan hadis di atas.50

    3) Hadis yang terkait dengan keadaan yang sedang terjadi (berkembang)

    Adakalanya suatu hadis berkaitan dengan keadaan yang sedang terjadi atau

    dengan keadaan yang akan berkembang. Keadaan tersebut tentu tidak termuat

    dalam matan hadis, namun dapat diketahui melalui ilmu pendukung lain seperti

    ilmu sejarah, asbb al-wurd, dan lainnya.

    Salah satu contoh hadis terkait ini, Syuhudi mengambil contoh hadis tentang

    mematikan lampu tatkala hendak tidur.

    : " :

    ". 51

    Matikan lampu-lampu pada waktu malam ketika kamu seklaian hendak

    tidur; kuncilah pintu-pintu; ikatilah tempat-tempat air minum (yang terbuat dari

    kulit); dan tutupilah makanan dan minuman.

    Pada zaman Nabi, alat penerang ketika malam hari adalah lampu minyak.

    Apabila lampu dinyalakan ketika hendak tidur, maka dikhawatirkan akan terjadi

    kebakaran yang disebabkan mungkin lampu tersebut disentuh oleh binatang semisal

    tikus atau juga karena hembusan angin. Untuk keamanan bersama dan juga

    penghematan, maka penghuni rumah perlu mematkan lampu-lampu sebelum tidur.

    Sedangkan pada zaman sekarang, banyak rumah yang mengunakan lampu

    listrik, sehingga keamanan pun tetap terjaga meski lampu tidak dimatikan ketika

    50 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 58-59. 51 Sahih Bukhri juz 8, h. 81.

  • 33

    penghuninya sedang tidur. Menurut Syuhudi, hadis ini harus dipahami secara

    kontekstual karena ajaran yang terkandung dalam hadis ini bersifat temporal.52

    Sejalan dengan pendapat Syuhudi, Daniel Juned ingin memperlihatkan

    bahwa dalam melihat konteks Asbb al-wurd al-Hadts harus melihat 4 konteks:

    Pertama, geografi dengan melihat kontek tanah Arab yang sangat gersang.53

    Kedua, antropologi dengan melihat kabilah-kabilah yang ada di wilayah Arab

    seperti kabilah Qurais dan yang lain.54 Ketiga, Sosiologi-kultural dengan melihat

    budaya Arab.55 Keempat, zaman kenabian dengan melihat perjuangan Nabi

    Muhammad menenggakkan agama Islam. 56

    Dari beberapa uraian di atas ini, membuktikan bahwa pemahaman hadis

    tidak hanya memfokuskan pada pengkajian yang bersifat informatif tentang apa dan

    bagaimana kedudukan dan fungsi hadis, tetapi melihat siapa dan kapan hadis

    tersebut terjadi dan berupaya melacak struktur masyarakat, pola kelakuan,

    kecenderungan proses berbagai aspek. Semuanya ini menuntut adanya berbagai

    analisa yang tajam untuk membuktikan mis ke-rahmatan Nabi Muhammad SAW.

    4. Melihat Petunjuk Hadis Yang Tampak Bertentangan (Ikhtilf al-Hadts)

    Syuhudi menjelaskan bahwa untuk mneyelesaikan hadis yang

    kandungannya tampak bertentangan (yakni hadis yang sanadnya sahh, Karena

    hadis yang if tidak temasuk dalam kajian ini) antara lain adalah dengan al-Tarjh,

    al-Jamu, al-Naskh wa al-Mansukh, dan al-Taufiq. Yang mana adanya

    52 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 67-67. 53 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 180. 54 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 184 55 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 187 56 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 188

  • 34

    penyelesaian tersebut memberi petunjuk bahwa secara substantif sesungguhnya

    pertentangan dalam hadis itu tidak ada, sekalipun ada, pasti ada implikasi pemikiran

    tertentu di balik petunjuk hadis tersebut.57

    Dari beberapa kaidah yang disusun oleh Syuhudi Ismail memberikan

    kemudahan bagi para pengkaji hadis untuk memahami hadis dengan melihat

    berbagai aspek mulai dari bentuk bahasanya yang terdapat dalam matan hadis,

    apakah hadis memiliki latar belakang (sebab hadis tersebut muncul), apakah hadis

    tersebut terkait dengan konteks kekinan atau tidak, pengkaji hadis harus bisa

    memahami apakah hadis lain yang sejenis yang konten hadisnya bertentangan,

    sehingga dengan kaidah ini akan diketahui mana hadis yang harus dipahami secara

    tekstual dan hadis yang harus dipahami secara kontekstual.

    Pemahaman hadis dikatakan tekstualis yakni ketika pemahaman tersebut

    hanya berakar dari teks-teks sunnah atau yang berotasi hanya pada seputar teks.

    Sedangkan pemahaman kontekstualis yakni pemahaman yang berusaha mencari

    makna dibalik sebuah teks melalui beberapa pendekatan, yang mana pendekatan

    tersebut antara lain adalah pendekatan sosiologi, psikologi, sejarah dan cabang ilmu

    pengetahuan lain yang ada.58

    57 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 71-74 58 Misbahuddin, Sunnah Dalam Pemahaman Tekstual dan Kontekstual pakar hadis dan

    pakar fiqih, Jurnal Farabi, Vol 11. No 1. (Juni 2014), h. 7.

  • 35

    BAB III

    APLIKASI PEMAHAMAN HADIS TENTANG MEMELIHARA ANJING

    Sebelum masuk pada pembahasan penting dalam skripsi ini yakni tentang

    pengaplikasian metode pemahaman hadis Syuhudi Ismail dalam hadis-hadis terkait

    memelihara anjing, penulis akan menyebutkan tema-tema hadis yang berkaitan

    dengan anjing serta melakukan proses pen-takhrj-an pada dua hadis yang akan

    diteliti guna membantu proses penjelasan yang akan penulis paparkan.

    A. Penyebutan Kata Anjing dalam Hadis Nabi

    Berdasarkan pencarian kata dengan menggunakan kata dalam kitab

    Mujam al-Mufahras ditemukan hadis yang membahas tentang anjing dengan tema

    antara lain sebagai berikut :

    a. Tidak Masuknya Malaikat ke dalam Rumah yang Terdapat Anjing

    1

    "Telah bercerita kepada kami Muqtil telah mengabarkan kepada kami

    'Abdullah telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari al-Zuhr dari 'Ubaidullah

    bin 'Abdullah dia mendengar Ibn 'Abbs RAa berkata, aku mendengar Abu Talhah

    berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Malaikat tidak akan masuk ke

    dalam rumah yang di dalamnya ada anjing dan (atau) gambar patung".

    1 Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhr, Sahh Bukhr, (Maktabah Syamilah), jilid

    4, h. 138.

  • 36

    b. Anjing Hitam Adalah Setan

    2

    "Telah mengabarkan kepada kami 'Amr bin 'Al dia berkata; telah

    memberitakan kepada kami Yazd dia berkata; telah menceritakan kepada kami

    Ynus dari Humaid bin Hill dari Abdullah bin Al-Smit dari Ab Dzarr dia

    berkata; Apabila salah seorang diantara kalian shalat, hendaknya dia membuat

    pembatas di hadapannya seperti kayu yang dijadikan sandaran di belakang pelana.

    Karena kalau tidak ada pembatasnya, shalatnya akan terputus apabila lewat di

    hadapannya seorang perempuan, keledai dan anjing hitam. Lalu aku bertanya

    kepada Ab Dzarr, kenapa yang berwarna hitam, bagaimana dengan warna kuning

    atau merah? Dia menjawab, "Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.

    sebagaimana yang anda tanyakan kepadaku, dan beliau Saw. menjawab; Anjing

    hitam adalah setan."

    c. Anjuran Mencuci Bekas Jilatan Anjing

    3

    Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Ysuf dari Mlik dari Ab

    Al-Zind dari Al A'raj dari Abu Hurairah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw.

    bersabda: "Jika anjing menjilat bejana seorang dari kalian, maka hendaklah ia cuci

    hingga tujuh kali."

    2 Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali Syuaib, Sunan al-Nas, (Maktabah Syamilah), jilid

    2, h. 63, no. 750 3 Sahh Bukhr, jilid 1, h. 54, no. 172

  • 37

    d. Kebolehan Membunuh Anjing Buas

    4

    Telah mengabarkan kepada kami Yazd bin Hrn telah mengabarkan

    kepada kami Yahya dari Nfi' dari Ibn Umar bahwa Nabi saw. bersabda; "Lima

    binatang yang tidak ada dosa bagi orang yang untuk membunuhnya, yaitu; Burung

    gagak, tikus, elang, kalajengking, anjing buas."

    e. Anjing Menggangu Konstrasi Sholat dan Membatalkannya

    5

    Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Man' berkata; telah

    menceritakan kepada kami Husyaim berkata; telah mengabarkan kepada kami

    Ynus bin Ubaid dan Mansr bin Zadzn dari Humaid bin Hill dari Abdullah bin

    Al-Smit ia berkata; "Aku mendengar Abu Dzarr berkata; "Rasulullah saw.

    bersabda: "Jika seorang laki-laki shalat sedang di depannya tidak ada pelana atau

    sekedup yang dipasang di atas hewan tunggangan, maka shalat akan rusak dengan

    melintasnya anjing hitam, wanita atau keledai." Maka aku pun bertanya kepada Abu

    Dzar, "Kenapa harus hitam dan tidak merah atau putih?" ia menjawab, "Wahai

    4 Abdullah bin Abdurrahman al-Darim, Sunan al-Drim, (Maktabah Syamilah), jilid 2, h.

    56, no. 1816 5 Isya Mhammad Isya, Sunan al-Turmudz, (Maktabah Syamilah), jilid 2, h. 161, no. 338

  • 38

    saudaraku, engkau telah bertanya kepadaku dengan sesuatu yang pernah aku

    tanyakan kepada Rasulullah saw., beliau bersabda: "Anjing hitam adalah setan." Ia

    berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ab Sa'd, Al-Hakam bin 'Amru Al

    Gifr, Abu Hurairah dan Anas." Abu sa berkata; "Hadits Abu Dzar ini derajatnya

    hasan Sahih.6 Sebagian ahli ilmu berpendapat dengan hadits ini, mereka berkata;

    "Shalat akan batal dengan melintasnya keledai, wanita dan anjing." Ahmad berkata;

    "Aku tidak ragukan lagi bahwa anjing hitam dapat membatalkan shalat. Sedangkan

    keledai dan wanita masih menyisakan keraguan dalam hatiku."

    f. Jual Beli anjing adalah haram

    7

    Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Ysuf telah mengabarkan

    kepada kami Mlik dari Ibn Syihb dari Ab Bakar bin 'Abdurrahman dari Ab

    Mas'd Al Anshar ra. bahwa Rasulullah saw. melarang uang hasil jual beli anjing,

    mahar seorang pezina dan upah bayaran dukun.

    g. Barang siapa yang memelihara anjing maka pahalanya akan berkurang

    8

    Telah menceritakan kepada kami Mu'dz bin Fadlah telah menceritakan

    kepada kami Hisym dari Yahya bin Ab Katsr dari Ab Salamah dari Ab Hurairah

    6 Yang di maksud dengan hadis hasan sahih menurut Ibnu hajar adalah suatu hadis yang

    mempunyai dua sanad atau lebih yang mana salah satu sanadnya berderajat sahih, dan yang lainnya

    berderajat hasan. Atau bisa saja apabila hadis tersebut hanya memiliki satu sanad dan memiliki

    lafadz yang menurut pandangan sekelompok ulama adalah hadis hasan, dan menurut pandangan

    sekelompok lain adalah hadis sahih. 7 Sahh Bukhr, jilid 3, h. 110, no. 2237 8 Sahh Bukhr, jilid 3, h. 136 no. 2322

  • 39

    ra. berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menyentuh anjing berarti

    sepanjang hari itu dia telah menghapus amalnya sebanyak satu qrth kecuali

    menyentuh anjing ladang atau anjing jinak". Berkata, Ibn Srn dan Abu Slih dari

    Abu Hurairah ra. dari Nabi saw.: "Kecuali anjing untuk mengembalakan kambing

    atau ladang atau anjing pemburu". Dan berkata, Abu Hzim dari Abu Hurairah ra.

    dari Nabi saw.: "Anjing pemburu atau anjing yang jinak.

    h. Halalnya daging hasil buruan anjing

    9

    Telah menceritakan kepada kami Ibn Ab Umar, telah menceritakan kepada

    kami Sufyn dari Mujlid dari Al-Sya'b dari 'Ad bin Htim ia berkata; Aku

    bertanya kepada Rasulullah saw. tentang berburu dengan anjing terlatih. Beliau

    menjawab: "Jika engkau mengutus anjingmu yang terlatih dan menyebut nama

    Allah, maka makanlah apa yang ditangkapkan untukmu. Jika ia memakannya maka

    janganlah engkau memakannya, karena ia menangkap untuk dirinya." Aku

    bertanya; Wahai Rasulullah, jika anjing kami bercampur dengan anjing lain? Beliau

    menjawab: "Sesungguhnya engkau menyebut nama Allah untuk (melepas)

    anjingmu dan engkau tidak menyebutnya (asma Allah, basmalah) untuk yang lain."

    Sufyan berkata; Aku memakruhkan untuk memakannya. Abu Isa berkata; Hadits

    ini menjadi pedoman amal menurut sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi

    9 Sunan al-Turmudz, jilid 4, h. 68, no. 1470

  • 40

    saw. dan selain mereka tentang hewan buruan dan sembelihan jika jatuh ke dalam

    air agar tidak memakannya. Sebagian mereka berpendapat tentang hewan

    sembelihan; Jika terpotong tenggorokannya lalu jatuh ke dalam air dan mati maka

    ia dimakan, ini menjadi pendapat Abdullah bin Al Mubarak. Sedangkan para ulama

    berselisih tentang anjing yang memakan hewan buruan, kebanyakan mereka

    berpendapat; Jika anjing itu makan darinya maka jangan engkau makan, ini menjadi

    pendapat Sufyn dan Abdullah bin Al-Mubrak, Al-Syfi'i, Ahmad dan Ishaq,

    namun sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi saw. dan selain mereka

    membolehkan makan darinya meskipun anjing memakan darinya.

    B. Hadis Tentang Memelihara Anjing

    Untuk menemukan hadis-hadis yang membahas terkait memelihara anjing,

    penulis melakukan proses Takhrj al-Hadits. Muhammad Zuhri menyebutkan

    bahwa Para ulama terdahulu tidak membutuhkan metode Takhrj al-Hadits karena

    pengetahuan mereka terhadap sumber-sumber syariat sangat luas dan ingatan

    mereka sangat kuat. Ketika membutuhkan sebuah hadis sebagai dalil, dalam

    sekejap mereka dapat menemukannya di kitab mana hadis itu berada. Namun

    setelah berabad-abad muncul problem karena kelemahan penguasaan generasi

    penerus mengetahui sumber hadis/riwayat. Pengambilan dalil (hadis) sering kali

    dilakukan dengan cara merujuk kitab-kitab sembarangan. Di sisi lain, tidak semua

    hadis yang dimuat dalam buku rujukan berkualitas layak. Itulah sebabnya

    diperlukan penelusuran dalil, yang lazim disebut takhrj.10

    Takhrj digunakan untuk beberapa kepentingan, yakni untuk menjelaskan

    tentang hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para periwayat dalam sanad

    hadis tersebut; untuk mengeluarkan dan meriwayatkan satu hadis dari beberapa

    kitab, guru atau teman, dan juga untuk menunjukkan kitab-kitab sumber hadis,

    yakni menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang di dalamnya

    ditemukan hadisnya secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.11

    Penulis mengambil kesimpulan bahwa proses Takhrj adalah proses untuk

    mengeluarkan hadis-hadis semakna yang berada di dalam kitab-kitab hadis untuk

    diketahui siapa saja yang meriwayatkan hadis tersebut, yang tentunya akan

    10 Muhammad Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta: Tiara

    Wacana, 2003), cet. 2, h.149. 11 M. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, h. 150.

  • 41

    diketahui kemudian bagaimana kualitas hadis tersebut berdasarkan ke-tsiqah-an

    para periwayatnya.

    Dalam mencari hadis terkait memelihara anjing penulis menggunakan

    kamus Mifth al-Kunz12 dan Al-Mujam al- Mufahras13 untuk men-takhrj dua

    hadis yang berkaitan dengan pemeliharaan anjing.

    Sebagaimana telah penulis sebutkan dalam batasan masalah, bahwasanya

    dalam proses takhrj penulis hanya mencantumkan hadis-hadis terkait pemeliharaan

    anjing dalam enam kitab hadis (kutb al-sittah). hadis yang akan penulis takhrj

    adalah hadis yang menyebutkan bahwa apabila seserorang memelihara anjing,

    maka malaikat tidak akan masuk ke dalam rumahnya dan juga hadis yang

    menyatakan bahwa siapa yang memelihara anjing selain untuk beberapa keperluan

    maka pahalanya akan berkurang.

    Hasil takhrj adalah sebagai berikut :

    1. Hadis tentang Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat

    anjing di dalamnya

    12 Mifth al-Kunz adalah kamus hadis yang digunakan untuk mencari hadis bedasarkan

    tema-temanya. 13 Sedangkan Mujam al- Mufahras adalah