model prediksi temporal karbon dioksida …

12
ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 80 MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA MENGGUNAKAN ELMAN RECURRENT NEURAL NETWORK Hartanto Tantriawan 1 Jurusan Teknologi Produksi Industri dan Informasi, Institut Teknologi Sumatera Abstrak Kebakaran lahan gambut di Indonesia adalah bencana regional yang terjadis secara berkala. Dampak negatif, terutama pada bidang kesehatan, terus mengancam masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah model temporal untuk prediksi konsentrasi polutan dari kebakaran lahan gambut menggunakan Elman Recurrent Neural Network (ERNN). Data kabut dari kebakaran lahan gambut dihasilkan dengan menggunakan model HYSPLIT dengan input dari sekuens hotspot dan data meteorologi dari NOAA. Tahapan pengembangan model adalah preprocessing data, menghasilkan konsentrasi polutan menggunakan HYSPLIT, analisis konsentrasi polutan, membentuk arsitektur jaringan, penentuan bobot, pelatihan model, dan evaluasi model prediksi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perhitungan ISPU (indeks pencemaran udara standar) polutan karbon dioksida menggunakan data GDAS diperoleh nilai ISPU 221. Nilai ini menunjukkan bahwa udara di Provinsi Sumatera Selatan tidak sehat. Kata Kunci: algoritme, HYSPLIT, polutan, temporal. Abstract Peatland fires in Indonesia are periodic regional disasters. The negative impacts, especially on health, continue to threaten society across the region. This study aimed to create a temporal model for prediction of pollutant concentration from peatland fires using the Elman Recurrent Neural Network (ERNN) and training with data from recent fires in Sumatera, Indonesia. The haze data from the peatland fires was generated using the HYSPLIT model with input of hotspot sequences and meteorological data from NOAA. The stages of the model development were data preprocessing, generating pollutant concentrations using HYSPLIT, pollutant concentration analysis, network architecture formation, weight determination, model training, and prediction model evaluation. Experimental results show that calculation of ISPU (standard air pollution index) using GDAS data of 20.5 g / m3 obtained ISPU value of 221. This value indicates that air in South Sumatera Province was very unhealthy. Similarly with the calculation of ISPU using WRF-Chem data of 26 g / m3 obtained ISPU value of 253. This value indicates that air in South Sumatera Province very unhealthy. Keywords: algorithm, HYSPLIT, pollutant, temporal 1. PENDAHULUAN Kebakaran lahan gambut di Indonesia merupakan peristiwa bencana regional yang terjadi secara berkala. Peristiwa ini merupakan bagian dari bencana regional dan global yang terus berulang. Pada tahun 2015 kabut asap menyebar di lapisan troposphere dengan membawa kandungan CO dan CO2 melalui pengukuran aqua atmospheric Infrared Sounder (AAIS), Ozone Monitoring Instrument (OMI) serta Aura Microwave Limb Sounder (MLS) dari hasil kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan merupakan kebakaran terparah setelah sebelumnya kebakaran terjadi pada tahun 1991,

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 80

MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA MENGGUNAKAN ELMAN RECURRENT NEURAL NETWORK

Hartanto Tantriawan1

Jurusan Teknologi Produksi Industri dan Informasi, Institut Teknologi Sumatera

Abstrak

Kebakaran lahan gambut di Indonesia adalah bencana regional yang terjadis secara berkala. Dampak negatif, terutama pada bidang kesehatan, terus mengancam masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah model temporal untuk prediksi konsentrasi polutan dari kebakaran lahan gambut menggunakan Elman Recurrent Neural Network (ERNN). Data kabut dari kebakaran lahan gambut dihasilkan dengan menggunakan model HYSPLIT dengan input dari sekuens hotspot dan data meteorologi dari NOAA. Tahapan pengembangan model adalah preprocessing data, menghasilkan konsentrasi polutan menggunakan HYSPLIT, analisis konsentrasi polutan, membentuk arsitektur jaringan, penentuan bobot, pelatihan model, dan evaluasi model prediksi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perhitungan ISPU (indeks pencemaran udara standar) polutan karbon dioksida menggunakan data GDAS diperoleh nilai ISPU 221. Nilai ini menunjukkan bahwa udara di Provinsi Sumatera Selatan tidak sehat. Kata Kunci: algoritme, HYSPLIT, polutan, temporal.

Abstract Peatland fires in Indonesia are periodic regional disasters. The negative impacts, especially on health, continue to threaten society across the region. This study aimed to create a temporal model for prediction of pollutant concentration from peatland fires using the Elman Recurrent Neural Network (ERNN) and training with data from recent fires in Sumatera, Indonesia. The haze data from the peatland fires was generated using the HYSPLIT model with input of hotspot sequences and meteorological data from NOAA. The stages of the model development were data preprocessing, generating pollutant concentrations using HYSPLIT, pollutant concentration analysis, network architecture formation, weight determination, model training, and prediction model evaluation. Experimental results show that calculation of ISPU (standard air pollution index) using GDAS data of 20.5 g / m3 obtained ISPU value of 221. This value indicates that air in South Sumatera Province was very unhealthy. Similarly with the calculation of ISPU using WRF-Chem data of 26 g / m3 obtained ISPU value of 253. This value indicates that air in South Sumatera Province very unhealthy.

Keywords: algorithm, HYSPLIT, pollutant, temporal 1. PENDAHULUAN Kebakaran lahan gambut di Indonesia merupakan peristiwa bencana regional yang terjadi secara berkala. Peristiwa ini merupakan bagian dari bencana regional dan global yang terus berulang. Pada tahun 2015 kabut asap menyebar di lapisan troposphere dengan membawa kandungan CO dan

CO2 melalui pengukuran aqua atmospheric Infrared Sounder (AAIS), Ozone Monitoring Instrument (OMI) serta Aura Microwave Limb Sounder (MLS) dari hasil kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan merupakan kebakaran terparah setelah sebelumnya kebakaran terjadi pada tahun 1991,

Page 2: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 81

1994, dan tahun 1997 karena bersamaan dengan peristiwa El-Nino [1]. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia melepaskan sejumlah besar karbon seperti CO, CO2, CH4, yang menyebar ke atmosfer dengan tingkat emisi rata-rata CO2 11.3 Tg per hari selama September hingga Oktober 2015 hasil ini melebihi laju pelepasan CO2 dari bahan bakar fosil di Uni Eropa sebesar 8.9 Tg CO2 per hari [2]. Efek samping dari Kebakaran hutan dan lahan gambut ini adalah bencana asap. Bencana asap memberikan emisi karbon yang cukup tinggi dan berkontribusi pada pemanasan global. Pada tahun 2009 di provinsi Riau terjadi kebakaran lahan gambut yang menyebabkan naiknya tingkat polusi udara. Polutan yang dihasilkan adalah CO, CO2, NO2, CH4, dan SO2 bersifat membahayakan kesehatan manusia karena berkontribusi 74% terhadap kenaikan emisi karbon [3]. Penelitian [4] membangun sebuah aplikasi monitoring polusi udara dan peramalan data polutan udara untuk memberikan informasi tentang kualitas udara. Penelitian ini akan mencoba untuk membantu individu untuk mengetahui kualitas udara yang mereka hirup dalam lingkungan tertentu. Penelitian [5] membahas tentang kualitas udara di daerah urban. Kualitas udara dipantau oleh stasiun pemantau di kota Chennai. Data tahun 2012-2015 dari stasiun pemantau digunakan diolah menggunakan data mining. Penelitian [6] menginvestigasi transportasi aerosol di Cina antara 3-5 Januari 2015 dengan menggunakan data observasi PM2.5, pengukuran ground-based LIDAR, citra satellite MODIS & CALIPSO, data meteorologi, serta analisis back trajectories. Simulasi prediksi penyebaran trayektori asap dan cuaca hasil

kebakaran hutan dapat dilakukan menggunakan Hysplit atau WRF-Chem. Weather Research Forecasting model Coupled with Chemistry (WRF-Chem) adalah sebuah WRF regional model yang digunakan untuk menghitung serta menyimulasikan senyawa kimia yang terkandung pada data meteorologi dan atmosfer [7]. Penelitian [8] menggunakan data kebakaran hutan di Pekanbaru pada tanggal 19-22 Juni 2013 menunjukkan output WRF-Chem yang berupa konsentrasi polutan CO memiliki nilai korelasi 0.61-0.98. Penelitian [9] melakukan investigasi kejadian penurunan O3 di Shanghai menggunakan WRF-Chem model untuk menganalisa penyebab terjadinya penurunan O3 secara signifikan. Elman Recurrent Neural Network (ERNN) merupakan salah satu tipe dari Dynamic Recurrent Neural Network (DRNN). Dalam DRNN, output tidak hanya bergantung pada input ke dalam jaringan saja, namun juga tergantung pada input sebelumnya, output dan keadaan dari hidden layer. Fitur ini membuat jaringan saraf berulang sangat cocok untuk perilaku dinamis. Suatu DRNN sangat cocok untuk kasus dimana vector input termasuk dalam kelompok peramalan time series [10]. ERNN merupakan jaringan yang mampu untuk mengekstraksi fitur informatif yang berkaitan dengan sistem yang dinamis pada hidden layer. Sebagai jaringan, arsitektur ini dapat menyimpan informasi untuk referensi di masa mendatang yang mampu mempelajari pola-pola temporal dan spasial [11]. Penelitian [12] membuat model spatio-temporal untuk prediksi kemunculan titik panas pada lahan gambut di kabupaten Siak menggunakan algoritme SARIMA dan ERNN. Berdasarkan penelitian

Page 3: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 82

sebelumnya, ERNN dapat digunakan untuk prediksi data spasial dan temporal sehingga algoritme ERNN cocok digunakan untuk prediksi konsentrasi polutan kebakaran lahan gambut di pulau Kalimantan karena data yang digunakan bersifat spatio-temporal. Pengembangan model untuk prediksi pola dispersi dan tingkat konsentrasi kandungan polutan dari asap kebakaran lahan gambut diperlukan sebagai bentuk peringatan dini serta mencegah dampak negatif yang ditimbulkan. Data titik panas sebagai indikator kejadian kebakaran lahan gambut dan model HYSPLIT atau WRF-Chem sebagai aplikasi untuk menyimulasikan trajectory dan konsentrasi polutan pada emisi hasil kebakaran lahan gambut di pulau Sumatera. Prediksi konsentrasi polutan dilakukan menggunakan algoritme Elman Recurrent Neural Network (ERNN). Algoritme ERNN digunakan untuk prediksi hasil simulasi karena pada alogritme ini digunakan untuk menghitung aspek spatial dan aspek temporal dari data. Oleh karena itu, pertanyaan dari penelitian ini adalah: bagaimana mendapatkan nilai konsentrasi polutan kabut asap menggunakan model HYSPLIT, serta bagaimana menerapkan algoritme ERNN untuk memrediksi konsentrasi polutan. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Area Studi Sumatera merupakan satu dari beberapa pulau yang ada di Indonesia yang memiliki luas 473 481 km2. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan. Sumatera Selatan memiliki luas lahan gambut seluas 1 262 385 ha [13]. Lahan gambut tersebut tersebar pada beberapa kabupaten berikut: Banyu Asin, Muaraenim, Musi Banyu Asin, Musi

Rawas, Musi Rawas Utara, Ogan Komering Ilir. 2.2 Data Penelitian Data penelitian yang digunakan adalah data sekuens titik panas di lahan gambut Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015 dan data meteorologi Sumatera tahun 2015. Data sekuens titik panas yang digunakan adalah data dengan urutan 3 hari kemunculan titik panas, atribut yang digunakan pada data sekuens titik panas adalah koordinat longitude (bujur), dan latitude (lintang). Sebagai lokasi awal trayektori kabut asap dari kebakaran lahan gambut. Data sekuens titik panas diperoleh dari penelitian [14]. Data meteorologi berupa suhu (oC), kelembapan relatif (%), arah angin (degree) dan kecepatan angin (m/s), dapat diperoleh dari NOAA dengan situs http://www.ready.noaa.gov/ready2-bin/extract/extracta.pl/. 2.3 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah [15]:

Praproses data meteorologi dan data sekuens titik panas

Penentuan lokasi awal pergerakan kabut asap

Penentuan trayektori kabut asap dan konsentrasi polutan menggunakan HYSPLIT

Prediksi konsentrasi polutan karbon dioksida menggunakan algoritme Elman Recurrent Neural Network.

Analisis hasil prediksi

2.4 Elman Recurrent Neural Network Elman Recurrent Neural Network adalah jaringan yang kuat untuk mengekstraksi fitur informatif yang berkaitan dengan sistem dinamis pada lapisan tersembunyi [16]. Elman Recurrent Neural Network

Page 4: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 83

(ERNN) merupakan salah satu tipe dari Dynamic Recurrent Neural Network (DRNN). Dalam DRNN, output tidak hanya bergantung pada input ke dalam jaringan saja, namun juga tergantung pada input sebelumnya, output dan keadaan dari hidden layer. Fitur ini membuat jaringan saraf berulang sangat cocok untuk perilaku dinamis. Suatu DRNN sangat cocok untuk kasus dimana vector input termasuk dalam kelompok peramalan time series [10]. ERNN merupakan jaringan yang mampu untuk mengekstraksi fitur informatif yang berkaitan dengan sistem yang dinamis pada hidden layer. Sebagai jaringan, arsitektur ini dapat menyimpan informasi untuk referensi di masa mendatang yang mampu mempelajari pola-pola temporal dan spasial. DRNNs secara fundamental berbeda dari static feedforward neural network (SFNNs), karena DRNNs beroperasi tidak hanya pada ruang input, tetapi juga pada ruang keadaan internal seperti digambarkan pada Gambar 1 [11]:

Output k

Hidden j

Input i

Weights w

Weights v

Gambar 1. Static feedforward neural network

yk(t) = g(netk) (1)

netk(t) = ∑ yj(t)wkj

mk +θk (2)

yj(t) = g(netj) (3)

netj(t) = ∑ xi(t)vjini +θj (4)

Untuk menggambarkan secara rinci perbedaan utama antara static feedforward neural network (SFNN) dan Dynamic Recurrent Neural

Network (DRNN), kita mendefinisikan jaringan dua layer, yaitu jaringan dengan dua layer node tidak termasuk layer input (satu 'hidden' atau 'state' layer, dan satu layer 'output'). Setiap layer memiliki variabel indeks sendiri: k untuk node output, j dan h untuk hidden layer, dan i untuk node input. Sebuah jaringan feedforward statis ditunjukkan pada Gambar 1. Pada jaringan feedforward statis, vektor input x disebarkan melalui weight layer v: y

j(t) = f(netj (t)) (5)

netj(t) = ∑ xi(t) vjini + θj (6)

dimana n adalah jumlah input, θj adalah bias, dan f adalah sebuah fungsi output [11]. Sebuah DRNN sederhana ditunjukkan pada Gambar 2. Dalam DRNN, vektor input yang sama disebarkan melalui weight layer, tetapi juga dikombinasikan dengan previous state activation, melalui tambahan weight layer u :

yj(t) = f(netj (t)) (7)

netj (t) = (∑ xini (t)vji + ∑ y

hmh (t-1) ujh)+ θj (8)

dimana m adalah jumlah ‘input’ nodes [11]. Dalam kedua kasus, output dari jaringan ditentukan oleh state dan satu set output weight w: y

k(t)=g(netk(t)) (9)

netk(t)= ∑ yj

m

j

(t)wkj+θk (10)

dimana g adalah fungsi output [11].

Page 5: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 84

Output k

Hidden/State

Input i

Weights w

Weights v

Gambar 2. Dynamic Recurrent Neural

Network

y

k(t)=g(netk) (11)

netk(t)= ∑ yj(t) wkj

mk +θk (12)

yj(t)=g(netj) (13)

netj(t)=( ∑ xi(t) vji + ∑ yh(t-1) ujh

mh )n

i +θj (14)

Isu penting dalam penerapan metode DRNN adalah pilihan arsitektur jaringan, yaitu jumlah dan jenis neuron, lokasi feedback loop, dan pengembangan algoritme pelatihan yang sesuai. ERNN adalah jaringan yang kuat untuk mengekstraksi fitur informatif terkait dengan sistem dinamis dalam lapisan tersembunyi. Struktur konseptual jaringan Elman ditunjukkan pada Gambar 3 [16].

Output k

Hidden/State

Input i Previous state

Previous stateWeights v Weights u

Weights w

Gambar 3. Elman Recurrent Neural Network

Sebuah ERNN memiliki aktivasi feedback yang mewujudkan memori jangka pendek. Layer state diperbarui tidak hanya dengan input eksternal jaringan, tetapi juga dengan aktivasi dari forward propagation sebelumnya. Feedback tersebut dimodifikasi oleh seperangkat weights untuk me-mungkinkan adopsi pembelaja-ran

otomatis (misalnya backpropa-gation). Seperti jaringan dapat menyimpan informasi untuk referensi di masa mendatang, mampu belajar pola-pola temporal serta pola spasial. Dengan demi-kian, jaringan Elman adalah salah satu model jaringan saraf yang mampu mencerminkan perubahan dinamis dalam ruang [11]. Oleh karena itu diadopsi dalam penelitian ini sebagai spatio-temporal modeling. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pola Trajectory dan konsentrasi polutan CO2

Titik awal dan trayektori asap kebakaran pada tanggal 27 Oktober 2015 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pola Trajectory dan konsentrasi polutan CO2 pada tanggal 27 Oktober 2015

Page 6: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 85

3.2 Pemodelan Prediksi Karbon dioksida menggunakan ERNN 3.2.1 Data GDAS P-value hasil uji augmented Dickey-Fuller pada data CO2 sebesar 0.01, jika dibandingkan nilai α yang bernilai 0.05 maka nilai P-value tersebut lebih kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data dianggap stasioner terhadap nilai tengah. Hasil uji Bartlett dan Levene pada data CO2 mendapatkan nilai P-value kurang dari 2.2 × 10-16. Nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai α yang bernilai 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data dianggap tidak stasioner terhadap ragam. Oleh karena itu, perlu dilakukan transformasi Box-Cox. Gambar 5 menunjukkan hasil transformasi Box-Cox pada data CO2.

Gambar 5. Plot Box-Cox data CO2

Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa selang kepercayaan 95% berada pada selang nilai λ 0.42 sampai 1.25. Berdasarkan Tabel 1 karena nilai λ adalah 1 berada dalam selang kepercayaan, maka tidak perlu ditransformasi. Tabel 1: Transformasi Box-Cox berdasar-kan nilai λ [17]

Nilai 𝝀 Transformasi yang dilakukan

-1.0 1

𝑍𝑡

-0.5 1

√𝑍𝑡

0.0 ln (𝑍𝑡) 0.5 √𝑍𝑡

1.0 Zt (tidak ditransformasikan)

Setelah data bersifat stasioner terhadap nilai tengah dan ragam,

maka dilakukan plot PACF untuk menentukan lag yang signifikan dari data.

Gambar 6. Plot PACF data CO2

Sesuai hasil plot PACF pada Gambar 6, didapatkan nilai korelasi nyata pada lag ke-1 dan lag ke-23. Maka jumlah node input dalam arsitekturnya adalah sebanyak 2 inputan. Masukan pertama adalah lag ke-1, masukan kedua adalah lag ke-23. Kedua node tersebut memrediksi output pada lag ke-24. Tabel 2: Hasil struktur ERNN pada percobaan pertama pada data CO2

Karakteristik Spesifikasi

Arsitektur 1 input layer dengan 2 node 1 hiddenlayer dengan 2 node

1 output layer Activation Function Sigmoid biner

Learn Function Parameters

0.1

Maksimum Epoch 1000

Keberhasilan percobaan pertama dalam prediksi trend sesuai dengan pola pada Tabel 2, maka dilakukan percobaan lanjutan dengan memodifikasi nilai learning rate sebesar 0.2; 0.3; 0.4; serta 0.5. Percobaan learning rate ini dilakukan untuk memilih arsitektur terbaik. Hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 7. Hasil prediksi polutan CO2 dengan

Page 7: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 86

beberapa percobaan learning rate Berdasarkan Gambar 7, diperoleh hasil pembelajaran ERNN pola data deret polutan karbon dioksida (CO2) di masa lampau baik dalam memrediksi trend data. Pada jam ke-2 (UTC) sampai jam ke-3 (UTC) pada nilai aktual cukup tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada jam-jam tersebut terjadi pada puncak kebakaran di siang hari, sehingga melepaskan kadar polutan karbon dioksida yang cukup tinggi. Gambar 7 tersebut menunjukkan ERNN baik dalam memrediksi nilai pada jam, ke-6, ke-7 dan ke-8 pada learning rate 0.4. Namun metode pembelajaran ini kurang baik untuk memrediksi nilai data yang ekstrim seperti data pada jam ke-1 sampai jam ke-4. Bahkan pada jam ke-9 sampai jam ke-24 memiliki nilai selisih yang cukup tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah data training yang digunakan. 3.2.2 Data WRF-Chem P-value hasil uji augmented Dickey-Fuller pada data WRF-Chem CO2 sebesar 0.01, jika dibandingkan nilai α yang bernilai 0.05 maka nilai P-value tersebut lebih kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data dianggap stasioner terhadap nilai tengah. Hasil uji Bartlett dan Levene pada data CO2 mendapatkan nilai P-value kurang dari 2.2 × 10-16. Nilai terse-but lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai α yang bernilai 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data dianggap tidak stasioner terhadap ragam. Oleh karena itu, perlu dilakukan transformasi Box-Cox. Hasil transformasi Box-Cox pada data CO2 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Plot Box-Cox CO2

data WRF-Chem

Dari Gambar 8 dapat diketahui bahwa selang kepercayaan 95% berada pada selang nilai λ 0.68 sampai 1.28. Berdasarkan Tabel 3 karena nilai λ adalah 1 berada dalam selang kepercayaan, maka tidak perlu ditransformasi. Setelah data bersifat stasioner terhadap nilai tengah dan ragam, maka dilakukan plot PACF untuk menentukan lag yang signifikan dari data. Sesuai hasil plot PACF pada Gambar 9, didapatkan nilai korelasi nyata pada lag ke-1 dan lag ke-23. Maka jumlah node input dalam arsitekturnya adalah sebanyak 2 inputan. Masukan pertama adalah lag ke-1, masukan kedua adalah lag ke-23. Kedua node tersebut memrediksi output pada lag ke-24.

Gambar 9. Plot PACF CO2

data WRF-Chem

Keberhasilan percobaan pertama dalam prediksi trend sesuai dengan pola pada Tabel 2, maka dilakukan percobaan lanjutan dengan mencobakan beberapa nilai learning rate sebesar 0.2; 0.3; 0.4; serta 0.5. Percobaan learning rate ini dilakukan untuk memilih arsitektur terbaik. Hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 10.

Page 8: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 87

Gambar 10. Hasil prediksi polutan CO2

dengan beberapa percobaan learning rate pada data WRF-Chem

Berdasarkan Gambar 10, diperoleh hasil pembelajaran ERNN pola data deret polutan karbon dioksida (CO2) di masa lampau baik dalam memrediksi trend data. Pada jam ke-2 (UTC) sampai jam ke-3 (UTC) pada nilai aktual cukup tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada jam-jam tersebut terjadi pada puncak kebakaran di siang hari, sehingga melepaskan kadar polutan karbon dioksida yang cukup tinggi. Gambar 10 tersebut menunjukkan ERNN baik dalam memrediksi nilai

pada jam ke-12 sampai jam ke-18 pada learning rate 0.5. Namun metode pembelajaran ini kurang baik untuk memrediksi nilai data yang ekstrim seperti data pada jam ke-1 sampai jam ke-5. Bahkan pada jam ke-19 sampai jam ke-24 memiliki nilai selisih yang cukup tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah data training yang digunakan. 3.3 Evaluasi Model Prediksi Untuk mengetahui performa pera-malan model perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan beberapa uji statisistik. Salah satu uji statistik tersebut adalah uji MAPE(Mean Absolute Percentage Error). Perhitungan MAPE dapat dilihat dari persamaan (15) (Rahman et al. 2015).

MAPE = ∑ |(yt-yt)/yt|

nt=1

n(100); y

t ≠0 (15)

dimana yt adalah nilai aktual, y

𝑡 adalah

nilai prediksi, dan n adalah jumlah data yang diprediksi.

Page 9: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 88

Tabel 3: Hasil prediksi polutan dengan modifikasi learning rate

Jam

ke-

Data

Testing

CO2

(mg/m3)

CO2 (mg/m3) GDAS Data

Testing

CO2

(mg/m3)

CO2 (mg/m3) WRF-Chem

Lr

0.1

Lr

0.2

Lr

0.3

Lr

0.4

Lr

0.5 Lr 0.1 Lr 0.2

Lr

0.3

Lr

0.4

Lr

0.5

1 59.89 8.29 3.93 0.24 2.98 -

4.41 29.505 7.93 6.14 4.77 3.87 3.40

2 90.58 30.9 25.5 21.1 18.2 16.8 57.842 15.6 13.4 11.9 10.9 10.5

3 66.63 43.8 38.1 33.6 30.8 29.3 29.508 23.9 21.4 19.8 18.6 18.2

4 41.45 38.3 33.1 28.7 25.9 24.3 18.67 15.6 13.7 12.2 11.3 10.8

5 27.85 32.4 27.5 23 20.3 18.7 13.752 12.9 10.9 9.60 8.58 8.11

6 19.66 29.4 24.4 20 17.3 15.8 9.018 11.3 9.36 8.05 7.09 6.56

7 15.4 26.9 22.1 17.7 14.9 13.5 6.514 9.89 8.05 6.68 5.78 5.36

8 13.35 26.5 21.6 17.2 14.4 13 4.952 9.30 7.45 6.08 5.07 4.71

9 9.72 26.4 21.5 17.1 14.3 12.8 4.172 8.82 6.97 5.60 4.71 4.23

10 7.44 25.5 20.6 16.2 13.5 12 4.072 8.58 6.74 5.36 4.47 4.05

11 6.99 24.7 19.9 15.6 12.8 11.4 0.034 8.58 6.68 5.36 4.41 3.99

12 2.94 24.6 19.8 15.4 12.6 11.1 4.086 7.39 5.60 4.29 3.34 2.92

13 4.55 23.6 18.8 14.4 11.7 10.1 4.08 8.58 6.74 5.36 4.47 3.99

14 6.11 24.2 19.4 15 12.2 10.8 3.87 8.58 6.68 5.36 4.41 3.99

15 6.79 24.9 20 15.7 12.8 11.4 3.742 8.58 6.68 5.36 4.41 3.99

16 6.79 25.2 20.3 15.9 13.1 11.7 3.73 8.46 6.68 5.30 4.35 3.93

17 5.44 25.2 20.2 15.9 13.1 11.6 3.736 8.46 6.68 5.30 4.35 3.93

18 4.53 24.7 19.8 15.5 12.7 11.2 3.74 8.46 6.68 5.30 4.35 3.93

19 4.52 24.4 19.6 15.2 12.4 10.9 3.738 5.19 3.46 2.26 1.37 1.07

20 4.53 24.4 19.5 15.1 12.3 10.8 3.73 1.61 0.06 -

1.07

-

1.91

-

2.15

21 4.54 24.3 19.5 15.1 12.3 10.8 3.732 5.25 3.46 2.21 1.37 0.95

22 4.31 24.5 19.7 15.4 12.5 11.1 3.73 6.62 4.77 3.46 2.56 2.21

23 2.28 24.5 19.7 15.4 12.5 11.1 3.734 7.27 5.36 4.11 3.22 2.80

24 2.27 17 12.5 8.23 5.48 3.93 3.734 7.81 5.96 4.65 3.76 3.34

MAPE (8 jm) % 54.1 44.9 40 40.9 44.2 44 39 37 40 43

MAPE (16 jm) % 193 146 106 81.5 70.5 1643 1269 1013 831 752

MAPE (24 jm) % 304 230 163 122 101 1123 863 689 569 518

Page 10: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 89

Hasil yang didapatkan dari pemodelan ERNN menggunakan data GDAS pada data konsentrasi CO2 terbaik diperoleh dari nilai learning rate 0.3. Hal ini dapat diperoleh dari nilai MAPE dari hasil percobaan yang dilakukan. Kinerja ERNN ini dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 dapat dilihat hasil MAPE terbaik didapatkan pada rata-rata MAPE di 8 jam pertama sebesar 40%. Hasil ini masih belum baik untuk memrediksi nilai aktual, namun baik dalam korelasi fluktuasi prediksi dari data konsentrasi CO2.

Hasil yang didapatkan dari pemodelan ERNN menggunakan data WRF-Chem pada data kon-sentrasi CO2 terbaik diperoleh dari nilai learning rate 0.3. Hal ini dapat diperoleh dari nilai MAPE hasil percobaan. Kinerja ERNN ini dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 dapat dilihat hasil MAPE terbaik didapatkan pada rata-rata MAPE di 8 jam pertama sebesar 37%. Berdasarkan Tabel 3, terdapat anomali yang terjadi pada prediksi 8 jam pertama. Karena semakin besar learning rate yang digunakan, maka semakin besar nilai MAPE yang didapatkan. Sedangkan pada 16 jam serta 24 jam, semakin besar learning rate yang digunakan, semakin kecil nilai MAPE yang didapatkan. Hal ini membuktikan bahwa ERNN baik dalam memrediksi nilai konsentrasi polutan pada 8 jam pertama namun kurang baik dalam memrediksi pada jam-jam berikutnya.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal antara

lain:

ERNN dapat digunakan untuk memrediksi polutan CO2 di pulau Sumatera. Hasil prediksi konsentrasi CO2 menggunakan data GDAS mendapat hasil terbaik pada learning rate 0.3. Hal ini diperoleh dari nilai MAPE (Mean Average Percentage Error) sebesar 40%. Hasil prediksi konsentrasi karbon dioksida terbaik dapat diperoleh pada jam ke-6, ke-7, dan ke-8 pada learning rate 0.4.

Prediksi menggunakan data output WRF-Chem prediksi konsentrasi CO2 menggunakan data output WRF-Chem mendapat hasil terbaik pada learning rate 0.3. Hal ini diperoleh dari nilai MAPE (Mean Average Percentage Error) sebesar 37%. Hasil prediksi konsentrasi karbon dioksida terbaik dapat diperoleh pada jam ke-12 sampai jam ke-18 pada learning rate 0.5.

4.2 Saran Penelitian ini menggunakan data GDAS dengan resolusi spasial sebesar satu derajat. Untuk mengoptimalisasi hasil prediksi konsentrasi polutan, data GDAS untuk pemodelan HYSPLIT sebaiknya menggunakan data 0.5 derajat atau bahkan 0.25 derajat. Ketika resolusi yang ditangkap oleh satelit semakin kecil, maka diharapkan hasil prediksi akan semakin mendekati data aktual. Pada penelitian ini menggunakan data GDAS satu derajat yang artinya setiap titik data konsentrasi polutan berjarak 100 km. sehingga data GDAS 0.5 derajat atau 0.25 derajat perlu diujicobakan.

Page 11: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 90

DAFTAR PUSTAKA

[1] Field RD, van der Werf GR, Fanin T, Fetzer EJ, Fuller R, Jethva H, Levy R, Livesey NJ, Luo M, Torres O. 2016. Indonesian fire activity and smoke pollution in 2015 show persistent nonlinear sensitivity to El Niño-induced drought. Proceedings of the National Academy of Sciences. 113:9204-9209.

[2] Huijnen V, Wooster M, Kaiser J, Gaveau D, Flemming J, Parrington M, Inness A, Murdiyarso D, Main B, Van Weele M. 2016. Fire carbon emissions over maritime southeast Asia in 2015 largest since 1997. Scientific reports. 6:26886.

[3] Syaufina L 2008. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia: perilaku api, penyebab, dan dampak kebakaran, Bayumedia Pub.

[4] Ofoegbu E, Fayemiwo M, Omisore M. 2014. Data Mining Industrial Air Pollution Data for Trend Analysis and Air Quality Index Assessment using A Novel Back End AQMS Application Software. International Journal of Innovation and Scientific Research. 11:237-247.

[5] Christy S, Khanaa DV. 2016. “Data Mining In the Prediction of Impacts of Ambient Air Quality Data Analysis in Urban and Industrial Area. International Journal on Recent and Innovation Trends in Computing and Communication (IJRITCC). 4:153 - 157.

[6] Qin K, Wu L, Wong MS, Letu H, Hu M, Lang H, Sheng S, Teng J, Xiao X, Yuan L. 2016. Trans-boundary aerosol

transport during a winter haze episode in China revealed by ground-based Lidar and CALIPSO satellite. Atmospheric environment. 141:20-29.

[7] Nuryanto DE. 2015. Simulation of forest fires smoke using WRF-Chem model with FINN fire emissions in Sumatera. Procedia Environmental Sciences. 24:65-69.

[8] Heriyanto E, Syaufina L, Sobri M. 2015. Forecasting simulation of smoke dispersion from forest and land fires in Indonesia. Procedia Environmental Sciences. 24:111-119.

[9] Tie X, Geng F, Peng L, Gao W, Zhao C. 2009. Measurement and modeling of O 3 variability in Shanghai, China: Application of the WRF-Chem model. Atmospheric Environment. 43:4289-4302.

[10] McDonnell JR, Waagen D. 1994. Evolving recurrent perceptrons for time-series modeling. IEEE Transactions on Neural Networks. 5:24-38.

[11] Cheng T, Wang J. 2008.

Integrated Spatio‐temporal Data Mining for Forest Fire Prediction. Transactions in GIS. 12:591-611.

[12] Robby IS. 2017. Model spatio-temporal untuk prediksi kemunculan titik panas pada lahan gambut di Kabupaten Siak menggunakan SARIMA dan Elman Recurrent Neural Network [tesis]. Bogor (ID): Bogor Agricultural University (IPB).

[13] [KEMENTAN] JAKARTA. 2011. Peta Lahan Gambut Indonesia. KEMENTERIAN PERTANIAN

[14] Abriantini G, Sitanggang I,

Page 12: MODEL PREDIKSI TEMPORAL KARBON DIOKSIDA …

ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.14 NO.2 DESEMBER 2019 p-ISSN 1979-4819 e-ISSN 2599-1930 91

Trisminingsih R. Hotspot sequential pattern visualization in peatland of Sumatera and Kalimantan using shiny framework. Di IOP Conference Series: Earth and Environmental Science; 2017. IOP Publishing, 012057.

[15] Tantriawan, H., Sitanggang, I. S., Syaufina, L., & Harsa, H. 2018. Temporal prediction of carbon monoxide using the Elman Recurrent Neural Network. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 203, No. 1, p. 012009). IOP Publishing.

[16] Elman JL. 1990. Finding structure in time. Cognitive science. 14:179-211.

[17] Wei WW 2006. Time series analysis: univariate and multivariate methods, New York (US): Pearson Addison Wesley.