absorpsi gas karbon dioksida melalui membran
TRANSCRIPT
1
Universitas Indonesia
Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran Superhidrofobik Menggunakan Pelarut Polietilen Glikol (Studi Kasus: Pengaruh Laju Alir
Pelarut, Konsentrasi Pelarut, dan Jumlah Serat Membran)
Aulia Andika Putri, Sutrasno Kartohardjono
Departemen Teknik Kimia-Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru Universitas Indonesia-Pondok Cina, Depok 16424
Email: [email protected]
Abstrak
Kini telah dikembangkan teknologi membran kontaktor serat berongga yang dapat mengatasi permasalahan yang terjadi akibat pemisahan CO2 menggunakan kolom konvensional. Namun terdapat kelemahan dari teknologi ini yaitu terjadi pembasahan membran oleh pelarut. Oleh karena itu penelitian ini menguji pengaruh laju alir pelarut PEG, konsentrasi pelarut, dan jumlah serat membran dalam kinerja penyerapan gas CO2 melalui kontaktor membran serat berongga superhidrofobik. Efektivitas kinerja membran diukur berdasarkan parameter hidrodinamikanya. Proses absorpsi ini merupakan absorpsi fisika, dimana gas CO2 sebagai zat terlarut dan PEG sebagai pelarut. Dengan variabel bebas dari penelitian ini yaitu laju alir pelarut PEG 100-500 cm3/menit, konsentrasi pelarut 5-20%, dan jumlah serat membran yaitu 1000, 3000, 5000. Pada penelitian ini hasil optimum diperoleh pada laju alir pelarut 500 ml/menit dan jumlah serat 5000, untuk koefisien perpindahan massa (KL) sebesar 3,7x10-4 cm/s, efisiensi penyerapan (%R) sebesar 14,6%, fluks (J) sebesar 1,4x10-5 mol/cm2.s, dan acid loading sebesar 4x10-3. Sedangkan besar konsentrasi pelarut optimum 10%. Kata kunci: konsentrasi pelarut, kontaktor membran serat berongga, laju alir pelarut, penyerapan CO2, polietilen glikol, superhidrofobik.
Abstract
Now has developed technology hollow fiber membrane contactors that can overcome the problems caused by CO2 separation using conventional columns. But there are drawbacks of this technology is going wetting membrane by the solvent. Therefore, this study examines the effect of flow rate PEG solvent, solvent concentration, and the amount of fiber membranes in CO2 gas absorption performance through the hollow fiber membrane contactor superhydrofobic. Effectiveness of membrane performance is measured based on the parameters its hydrodynamic. This absorption process is the absorption of physics, where the CO2 gas as a solute and PEG as a solvent. With the independent variables of this research that PEG solvent flow rate of 100-500 cm3/min, the solvent concentration of 5-20%, and the number of membrane fibers, namely 1000, 3000, 5000. In this study, the results obtained in the optimum solvent flow rate of 500 ml/min and the amount of fiber 5000, for the mass transfer coefficient (KL) of 3,7x10-4 cm/s, the efficiency of absorption (%R) at 14,6%, the flux (J) of 1,4x10-5 mol/cm2.s, and acid loading of 4x10-3. Whereas, the optimum solvent concentration of 10%.
Keywords: solvent concentration, hollow fiber membrane contactor, solvent flow rate, CO2 absorption,
polyethylene glycol, superhydrophobic
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
2
Universitas Indonesia
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakangan
Udara merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, hewan, dan juga
tumbuhan agar tetap dapat bertahan hidup. Dengan tidak makan dan minum, makhluk hidup
bisa saja bertahan hidup, akan tetapi tidak jika tanpa adanya udara. Udara mengandung
oksigen yang merupakan komponen vital dari proses respirasi, tanpa oksigen, makhluk hidup
dapat mati dalam hitungan menit. Begitu pentingnya udara bagi makhluk hidup, sehingga
diharapkan tidak adanya pencemaran udara di bumi ini. Pada umumnya udara bersih dan
kering mengandung nitrogen (N2), oksigen (O2), argon (Ar), dan karbon dioksida (CO2).
Semakin berkembangnya zaman saat ini, keberadaan zat-zat pencemar udara juga
meningkat. Khususnya keberadaan gas CO2, yang sebagian besar berasal dari hasil
pembakaran bahan bakar minyak dan gas, dan membawa dampak yang merugikan bagi
perindustrian juga alam. Dalam bidang perindustrian, sifatnya yang korosif apabila bereaksi
dengan air akan mengakibatkan kerusakan pada perpipaan (Jahn, et al., 2010). Dengan
kemampuan menyerap gelombang panjang dengan panjang 4,26 asymmetric stretching
vibrational mode, gas CO2 juga menjadi salah satu gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan
pemanasan global. Selain itu kehadiran gas ini juga dapat menurunkan kalor pembakaran
pada gas alam (Zhang, et al., 2006), dan dapat membeku pada proses kriogenik. Serta dapat
berperan menjadi racun katalis di beberapa industri seperti pada pabrik sintesis gas. Dengan
berbagai dampak yang diakibatkan dari gas tersebut, diperlukan unit pengolahan tambahan
untuk menghilangkan kadar gas CO2 (Kartohardjono, 2007).
Hingga saat ini proses pemisahan gas CO2 telah banyak dilakukan pada industri
dengan berbagai macam teknologi. Teknologi pemisahan tersebut antara lain absorpsi,
adsorpsi, dan distilasi kriogenik. Terdapat permasalahan yang terjadi dengan menggunakan
teknologi tersebut yaitu flooding, entrainment, dan unloading. Hal ini memicu peneliti untuk
mengembangkan suatu teknologi teknologi baru yang dapat mengatasi permasalahan tersebut.
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
3 Karena pentingnya proses pemisahan gas CO2 ini berbagai teknologi alternatif telah
dilakukan salah satunya dengan modifikasi teknologi membran, yaitu teknologi kontaktor
membran serat berongga (Rajabzadeh, et al., 2009). Selain biaya operasi yang murah,
teknologi ini memiliki luas daerah kontak per unit volume yang sangat besar dibandingkan
dengan metode kolom konvensional (Rangwala, 1996). Karena sifat seratnya yang
hidrofobik, membran ini tidak akan terbasahi oleh air ketika proses kontak terjadi. Dengan
menggunakan kontaktor membran hidrofobik ini, permasalahan-permasalahan yang terjadi
pada metode konvensional dapat teratasi. Salah satunya yaitu permasalahan flooding,
entrainment, dan unloading dapat diatasi karena pada kontaktor membran hidrofobik laju alir
dapat divariasikan secara bebas. Namun membran ini memiliki sifat hidrofobik yang kurang
tinggi, menyebabkan terjadinya fenomena pembasahan membran oleh cairan dan
mengakibatkan kinerja membran menurun. Dengan demikian, pembasahan pori-pori
membran oleh cairan tidak boleh terjadi dalam pengaplikasian teknologi membran
hidrofobik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kini telah dikembangkan membran
dengan sifat hidrofobik yang lebih tinggi yaitu membran superhidrofobik. Dimana membran
tersebut mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap umpan gas dan larutan
penyerapannya.
Studi yang telah dilakukan terkait dengan kontaktor membran serat berongga sebagai
kontaktor gas-cair pada proses penyerapan gas CO2 telah dilakukan dengan berbagai variasi
pelarut yang digunakan dan menghasilkan hasil penyerapan yang berbeda pula. Dimana
pelarut merupakan faktor penting dalam teknologi membran karena dapat mempengaruhi
terjadinya pembasahan dalam membran (Mansourizadeh & Ismail, 2009). Hasil dari studi
penyerapan CO2 dengan berbagai pelarut diantaranya yaitu dengan menggunakan pelarut air
didapatkan efisiensi penyerapan CO2 tertinggi adalah 29,5% pada laju alir air 500 ml/menit
(Karyadi, 2016), pelarut DEA 5% efisiensi penyerapan CO2 yaitu sebesar 56% (Darmawan,
2015), dengan menggunakan pelarut DEA 17% didapatkan efisiensi penyerapan sebesar 75-
79% (Servatius, 2012), sedangkan menggunakan pelarut DEA-TEA efisiensi penyerapan CO2
yang didapatkan yaitu sebesar 75% (Danupraja, 2014). Dari berbagai studi yang telah
dilakukan tersebut dihasilkan suatu kesimpulan bahwa efisiensi pemisahan CO2 berbanding
lurus dengan laju alir absorben yang dialirkan (Kim & Yang, 2000). Hal ini dikarenakan
bertambah banyaknya jumlah molekul pelarut yang dapat menyerap CO2. Selain itu, dengan
laju alir yang tinggi, tahanan perpindahan massa pada fasa cair tidak ada lagi sehingga hanya
bergantung pada membran dan fasa gas.
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
4
Universitas Indonesia
Pada penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, penyerapan gas CO2 ini
dilakukan pada proses absorpsi kimia, maka pada penelitian ini dilakukan studi penyerapan
gas CO2 menggunakan kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut polietilen
glikol, dimana terjadi absorpsi fisikaa antara gas CO2 dan pelarut polietilen glikol. Pada
absorpsi fisikaa, gas CO2 sebagai zat terlarut atau solute akan larut dalam pelarut atau solvent
nya sehingga tidak terjadi reaksi kimia. Pada penelitian ini ditinjau pengaruh dari variasi laju
alir pelarut dan jumlah serat pada kontaktor membran serat berongga agar dapat diketahui
laju alir pelarut dan jumlah serat yang tepat untuk mendapatkan perpindahan massa yang
optimum. Selain itu, dalam penelitian ini diamati pula pengaruh konsentrasi pelarut yang
digunakan terhadap parameter-parameter perpindahan massa. Pelarut yang digunakan untuk
pemisahan karbon dioksida melalui kontaktor membran adalah pelarut yang memiliki
reaktivitas yang tinggi terhadap karbon dioksida, tegangan permukaan yang tinggi, tidak
reaktif terhadap material membran, memiliki stabilitas termal, tidak volatil, dan mudah untuk
di regenerasi (Li & Chen, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan dari latar belakang penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana pengaruh laju alir pelarut polietilen glikol terhadap absorpsi CO2
menggunakan kontaktor membran serat berongga superhidrofobik.
2. Bagaimana pengaruh jumlah serat membran terhadap absorpsi CO2 menggunakan
kontaktor membran serat berongga superhidrofobik.
3. Bagaimana pengaruh konsentrasi pelarut polietilen glikol terhadap absorpsi CO2
menggunakan kontaktor membran serat berongga superhidrofobik
4. Bagaimana kefektivitasan kontaktor membran berdasarkan laju alir pelarut terhadap
penurunan tekanan yang mengalir di dalam kontaktor membran berongga
superhidrofobik
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh laju alir pelarut polietilen glikol dan jumlah serat
membran terhadap absorpsi CO2 menggunakan kontaktor membran serat berongga
superhidrofobik.
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
5
Universitas Indonesia
2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah serat membran terhadap absorpsi CO2
menggunakan kontaktor membran serat berongga superhidrofobik.
3. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pelarut polietilen glikol terhadap absorpsi
CO2 menggunakan kontaktor membran serat berongga superhidrofobik.
4. Untuk mengetahui kefektivitasan kontaktor membran berdasarkan laju alir pelarut
terhadap penurunan tekanan yang mengalir di dalam kontaktor membran berongga
superhidrofobik.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Keberadaan CO2 pada Udara
Udara tersusun dari beberapa komponen gas yang terdapat pada lapisan yang
mengelilingi bumi. Komponen udara yang memiliki konsentrasi bervariasi adalah uap air dan
karbon dioksida (CO2). Hal ini dikarenakan banyaknya kegiatan yang berpotensi menaikkan
konsentrasi karbon dioksida (CO2) seperti pembusukan tanaman, pembakaran atau
sekumpulan massa manusia di dalam ruangan terbatas yaitu karena proses pernafasan
(Agusnar, 2007).
Bidang industri dan juga teknologi, membuat pencemaran udara meningkat saat ini.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan penyebaran udara, salah satunya yaitu disebabkan
oleh hasil gas-gas buangan kendaraan bermotor dan juga hasil buangan sisa pembakaran
dalam perindustrian. Asal pencemaran udara dapat diterangkan dengan tiga proses yaitu
atrisi, penguapan, dan pembakaran. Dari ketiga proses tersebut pembakaran merupakan
proses yang sangat dominan dalam kemampuannya menimbulkan bahan polutan (Mukono,
2008). Berdasarkan buletin WHO yang dikutip Holzworth dan Cormick (1976:690),
parameter penentuan tercemar atau tidaknya udara suatu daerah tercantum pada Tabel 1 di
bawah ini: Tabel 1. Parameter pencemar udara
Parameter Udara bersih Udara tercemar
SO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,2 ppm
CO < 1 ppm 5 – 200 ppm
NO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,1 ppm
CO2 310 – 330 ppm 350 – 700 ppm
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
6
Universitas Indonesia
Bahan partikel 0,01 – 0,02 mg/m3 0,07 – 0,7 mg/m3
Hidrokarbon < 1 ppm 1 – 20 ppm
(Sumber : Buletin WHO dalam Mukono, 2005)
Karbon dioksida atau zat asam arang adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom
oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Gas ini merupakan gas yang
tidak berbau dan tidak berwarna. Namun apabila gas ini terhirup pada konsentrasi yang lebih
tinggi dari konsentrasi aman pada atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan menyengat di
hidung dan tenggorokan, serta akan mengganggu sistem pernafasan. Karbon dioksida juga
merupakan salah satu gas yang menyebabkan efek rumah kaca karena kemampuannya
menyerap gelombang inframerah dengan kuat (Daniel, 2003).
2.2 Keberadaan CO2 pada Gas Alam
Umumnya gas alam ditemukan di ladang minyak, ladang gas bumi, dan tambang batu
bara. Gas alam murni memiliki karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
berbentuk. Komposisi gas alam dapat bervariasi sesuai dengan lokasi gas alam diperoleh.
Salah satu keuntungan penggunaan gas alam dibanding dengan sumber lain adalah energi
yang dihasilkan gas alam lebih efisien, jauh lebih bersih dan sangat ramah lingkungan. Selain
itu gas alam dapat menghasilkan pembakaran yang bersih dan hampir tidak menghasilkan
emisi buangan yang dapat merusak lingkungan.
Pada gas alam, CO2 merupakan salah satu zat pengotor yang membuat gas alam harus
menjalani pemurnian. Nilai panas merupakan salah satu sifat penting dari gas alam. Karena
tingginya jumlah CO2, nilai panas gas alam akan menurun. Untuk metana dalam gas alam
memiliki nilai panas 1,671 kJ/m3 dan nilai tersebut akan turun menjadi hampir 1,490 kJ/m3
jika gas mengandung sekitar 10% CO2. Gas ini dapat membeku pada suhu -155ºC, dimana
bila terjadi pembekuan, maka CO2 dapat menyumbat pipa (Dortmundt, 1999). Karbon
dioksida akan menjadi asam jika ada kandungan air dengan membentuk H2CO3 yang akan
bersifat korosif pada peralatan pabrik. Selain itu kerugian lain yang disebabkan keberadaan
CO2 yaitu CO2 akan mengganggu proses gas alam menjadi compressed natural gas (CNG)
dan liquefied natural gas (LNG).
2.3 Teknologi Pemisahan Karbon Dioksida
Suatu teknologi pemisahan CO2 sangat dibutuhkan karena banyaknya kerugian yang
dihasilkan dengan adanya CO2 pada gas tersebut. Saat ini sudah ada beberapa metode
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
7
Universitas Indonesia
pemisahan CO2 pada gas alam, antara lain adsorpsi, distilasi kriogenik, absorpsi fisika dan
kimia, serta teknologi membran.
a. Metode adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses penyerapan oleh suatu padatan terhadap zat tertentu yang
terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada
permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam. Bila gas atau uap bersentuhan dengan
permukaan padatan yang bersih, maka gas atau uap tadi akan teradsorpsi pada permukaan
padatan tersebut.
b. Metode distilasi kriogenik
Distilasi kriogenik merupakan distilasi yang dilakukan pada suhu yang sangat rendah,
mencapai -73,3oC, sehingga CO2 dapat dibekukan atau dicairkan dan dipisahkan. Pada
distilasi ini terdapat dua hingga empat kolom fraksinasi, di mana tekanan operasi pada kolom
yaitu 3100-4500 kPa, pada kolom kedua beroperasi pada tekanan yang sedikit lebih rendah.
Namun terdapat beberapa kelemahan pada metode ini antara lain dibutuhkan persiapan yang
rumit, instalasi yang sangat mahal, operasi kompresor besar dengan biaya tinggi karena
dibutuhkan kompresi pada operasinya.
c. Metode absorpsi
Prinsip pemisahan CO2 dengan metode ini dilakukan dengan melarutkan CO2 ke dalam
pelarut yang sesuai. Perbedaan kelarutan antara hidrokarbon dan CO2 dalam pelarut
(absorben) menyebaabkan produk keluaran akan bersih dari CO2. Pelarut dan sour gas harus
dikontakkan pada kontaktor agar CO2 dapat di absorb.
2.4 Teknologi membran
Pada teknologi membran, konsumsi energi yang digunakan kecil dan juga pemisahan
dilakukan tanpa membutuhkan zat kimia tambahan sehingga ramah untuk lingkungan.
Membran sebagai media filtrasi antara dua komponen yang memiliki bentuk dan ukuran yang
berbeda dengan bantuan tekanan dan selaput semi-permeable. Molekul dengan ukuran sesuai
ukuran pori membran dapat melewati membran sedangkan molekul lainnya akan tertahan di
permukaan membran. Hasil pemisahan dengan teknologi membran yaitu retentate (bagian
dari campuran yang tidak melewati membran) dan permeate (bagian dari campuran yang
melewati membran).
Proses pemisahan dengan membran pada hakekatnya merupakan perpindahan materi
secara selektif yang disebabkan adanya gaya dorong yang berhubungan dengan parameter
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
8
Universitas Indonesia
penentu antara dua media yang dipisahkan seperti perbedaan tekanan (∆P), perbedaan
konsentrasi (∆C), perbedaan suhu (∆T), dan perbedaan energi potensial (∆E).
2.5 Kontaktor Membran Serat Berongga
Kontaktor membran serat berongga atau hollow fiber membrane contactor (HFMC)
merupakan kontaktor berbentuk tabung yang didalamnya terdapat hollow fiber (serat
berongga) dengan shell dan tube. Hollow fiber berfungsi sebagai pemisah antar fasa,
contohnya fasa gas yaitu CO2 yang akan mengalir pada bagian shell dan fasa cair yaitu
pelarut yang akan dialirkan pada bagian tube. Gas dan pelarut tersebut dikontakkan melalui
lapisan membran dengan diameter porositas tertentu.
Membran pada kontaktor ini memiliki fungsi utama yaitu membuat luas permukaan
kontak yang sangat besar di dalam modul sehingga proses perpindahan massa yang terjadi
akan lebih efektif. Selain itu, membran tersebut menjadi media kontak antara fasa gas dan
cairnya dengan kombinasi efek tegangan permukaan dan perbedaan konsentrasi di tiap
fasanya. Kontaktor membran serat berongga dapat beroperasi pada pola aliran cross-flow dan
parallel.
2.6 Membran Superhidrofobik
Pembasahan pori-pori membran oleh cairan tidak boleh terjadi dalam pengaplikasian
teknologi membran hidrofobik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kini telah
dikembangkan membran PP dengan sifat hidrofobik yang lebih tinggi atau membran
superhidrofobik. Dimana membran tersebut mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap
umpan gas dan larutan penyerapnya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
meningkatkan sifat hidrofobik membran PP, diantaranya adalah metode coating, plasma
treatment, grafting secara kimia, dan irradiasi.
Membran mikro digunakan pada membran superhidrofobik, dimana membran mikro
memiliki lapisan dibagian luarnya yang membuat membran superhidrofobik ini memiliki
tahanan yang lebih baik dibandingkan dengan membran hidrofobik. Tahapan yang umum
digunakan untuk menghasilkan permukaan superhidrofobik yaitu dengan mengkasarkan
permukaan material yang memiliki energi permukaan rendah (DeMontigny, et al., 2006).
Pada membran superhidrofobik, permukaan mikro yang digunakan menyebabkan
penambahan derajat kontak (contact angle) pelarut dengan membran yaitu lebih dari 150o
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
9
Universitas Indonesia
sehingga mencegah kemungkinan membran memasuki pori-pori membran (Franco, et al.,
2008).
2.7 Fenomena Perpindahan Massa dan Hidrodinamika pada Proses Absorpsi
Gas CO2 akan mengalami tiga peristiwa perpindahan massa selama proses absorpsi
melalui kontaktor membran ini sebelum akhirnya dapat bereaksi dengan pelarut, seperti pada
Gambar 2.6, dimana tiga peristiwa tersebut ialah:
1. Difusi CO2 dari fasa gas ke permukaan membran
2. Difusi CO2 melewati pori membran ke permukaan cairan
3. Pelarutan CO2 ke dalam absorben diikuti difusi ataupun reaksi kimia
Prinsip utama dalam perpindahan massa gas CO2 melalui kontaktor membran serat
berongga ini ialah perbedaan konsentrasi CO2 di dalam kontaktor tersebut. Dengan
parameter-parameter perpindahan massanya yaitu koefisien perpindahan massa (KL), fluks
(J), efisiensi penyerapan (%R), dan acid loading.
2.8 Pelarut Polietilen Glikol
Polietilen glikol atau dengan nama IUPEC Alpha-Hydro-OmegaHydroxypoly (oxy-1,2-
ethanadiol) merupakan senyawa dengan rumus molekul C2nH4n+2On+1, rumus kimia
(C2H4O)n+1H2O, dan rumus struktur HOCH2-(CH2-O-CH2)n-CH2OH. Nilai n dapat berkisar
dari 1 sampai nilai yang sangat besar, karena itu berat molekul dari PEG ini dapat berkisar
antara 150-10.000.
Jenis polietilen glikol yang digunakan yaitu polietilen glikol 300. Rumus struktur dari
senyawa ini adalah H-(O-CH2-CH2)n-OH dimana harga n antara 8,2 dan 9,1. Secara fisikaa
senyawa ini berupa cairan kental jernih, tidak berwarna, memiliki bau khas yang lemah, dan
higroskopik. Selain itu sifat kelarutan dari senyawa ini yaitu dapat dengan baik larut dalam
air, etanol (95%), aseton, glikol lain, dan juga dalam hidrokarbon aromatik. Senyawa ini tidak
larut dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik. Senyawa yang memiliki berat molekul rata-
rata 380-420 ini sangat higroskopis, walaupun higroskopis turun dengan meningkatnya bobot
molekul, titik beku 4-8ºC (Depkes RI, 1979).
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
10
Universitas Indonesia
3. Metode Penelitian
Tahapan yang akan peneliti lakukan pada penelitian ini ialah studi literatur, persiapan alat
dan bahan, perangkaian peralatan, melakukan pengujian perpindahan massa, melakukan
variasi laju alir pelarut PEG dan jumlah serat membran, pengolahan data, analisis hasil, dan
penulisan hasil penelitian. Diagram alir penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 1 di bawah
ini:
Mulai
Studi Literatur
Menyusun alat
Membuat pelarut PEG 5% v/v dan mengisi ke dalam wadah
Melakukan uji perpindahan massa
Mengalirkan pelarut ke pompa dengan mengatur laju alir
Mengalirkan gas umpan CO2 dan mencatat laju alir volumetrik gas input membran
Mencatat laju alir volumetrik gas output membran
Melakukan variasi laju alir pelarut(100-500 mL/menit)
Melakukan variasi jumlah serat membran (1000, 3000, 5000)
Pengolahan data
Efisiensi penyerapan, %R Acid loading Koefisien perpindahan
massa, KL
Fluks perpindahan massa, J
Analisis hasil pengolahan data
Selesai
Melakukan uji hidrodinamika
Mengalirkan aquades ke pompa dengan mengatur laju alirnya (100, 150 200,
250, 300, 350, 400,450, 500 mL/menit)
Mencatat data perbedaan tekanan yang melewati membran
ΔP ratio
Membuat pelarut PEG 5%, 10%, 15%, 20% v/v dan mengisi ke dalam wadah
Gambar 1. Diagram alir penelitian
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari referensi, baik dari buku, jurnal, maupun artikel
mengenai teori-teori terkait sifat dan pengaruh CO2 dalam udara dan gas alam, teknologi
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
11
Universitas Indonesia
pemisahan CO2, pelarut PEG, serta prinsip kerja absorpsi CO2 dalam konaktor membran
serat berongga
2. Persiapan Alat dan Bahan
Alat : Kontaktor membran serat berongga superhidrofobik, gas flow controller, gas flow
meter, liquid flow controller, liquid flow meter, pressure indikator, manometer digital,
pompa peristaltik, tangki reservoir, selang silikon
Bahan : Gas CO2, Larutas PEG, Aquades
3. Penyusunan Alat
4. Variabel Penelitian
• Uji Perpindahan Massa
Variabel proses yang divariasikan adalah laju alir pelarut DEA (100-500 cm3/menit)
dan jumlah serat membran (1000, 3000, dan 5000). Variabel terikatnya ialah koefisien
perpindahan massa, fluks CO2, efisiensi penyerapan dan acid loading. Sementara
variabel tetap dalam penelitian ini adalah temperatur dan konsentrasi pelarut PEG dan
laju alir gas CO2.
• Uji Hidrodinamika
Variabel proses yang divariasikan adalah laju alir pelarut aquades (100-500
cm3/menit) dan jumlah serat membran (1000, 3000, dan 5000). Variabel terikatnya
ialah penurunan tekanan. Sementara variabel tetap dalam penelitian ini adalah
temperatur.
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
12
Universitas Indonesia
4. Hasil Penelitian • Variasi Laju Alir Pelarut
Gambar 2. Pengaruh laju alir pelarut terhadap koefisien perpindahan massa
Gambar 3. Pengaruh laju alir pelarut terhadap efisiensi penyerapan dan jumlah mol CO2 terserap
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
13
Universitas Indonesia
Gambar 4. Pengaruh laju alir pelarut terhadap fluks perpindahan massa
Gambar 5. Pengaruh laju alir pelarut terhadap acid loading
• Variasi Konsentrasi Pelarut
Gambar 6. Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap koefisien perpindahan massa
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
14
Universitas Indonesia
Gambar 7. Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap efisiensi penyerapan dan jumlah mol CO2 terserap
Gambar 8. Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap fluks perpindahan massa
Gambar 9. Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap acid loading
• Uji Hidrodinamika
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
15
Universitas Indonesia
Gambar 10. Pengaruh laju alir pelarut aquades terhadap penurunan tekanan
Gambar 11. Pengaruh laju alir pelarut terhadap rasio penurunan tekanan
5. Pembahasan • Variasi Laju Alir Pelarut
Dengan meningkatkan laju alir pelarut PEG maka akan meningkatkan nilai
koefisien perpindahan massa, fluks CO2, dan efisiensi penyerapan CO2. Hal ini
dikarenakan dengan meningkatkan laju alir pelarut maka kecepatan difusi antara
pelarut PEG dan gas CO2 akan semakin cepat, sehingga boundary layer yang ada akan
menipis dan tahanan perpindahan massa untuk absorpsi CO2 akan semakin berkurang
(Franco, et al., 2008). Dimana dengan semakin kecilnya tahanan, maka banyaknya
CO2 yang dapat melewati membran, dan CO2 yang dapat diserap oleh PEG pun akan
semakin banyak. Sedangkan nilai acid loading akan menurun seiring dengan
meningkatnya laju alir pelarut, hal ini dikarenakan dengan meningkatkan laju alir
pelarut maka residence time atau waktu tinggal antara pelarut dalam membran akan
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
16
Universitas Indonesia
semakin singkat, sehingga kontak antara pelarut PEG dan gas CO2 juga akan semakin
singkat, sehingga CO2 yang dapat di absorp PEG pun akan semakin berkurang seiring
meningkatnya laju alir pelarut.
Sedangkan pengaruh jumlah serat membran yaitu dengan meningkatkan jumlah
serat membran akan meningkatkan nilai fluks CO2, efisiensi penyerapan, dan acid
loading. Hal ini dikarenakan dengan meningkatkan jumlah serat membran maka luas
kontak antara pelarut dan CO2 juga akan semakin besar sehingga kontak antara pelarut
dan CO2 akan semakin besar. Sedangkan pada koefisien perpindahan massa,
meningkatnya jumlah serat membran akan menurunkan parameter KL, hal ini
dikarenakan dengan meningkatkan jumlah serat membran maka luas area kontak yang
harus dilewati gas CO2 akan semakin bertambah.
• Variasi Konsentrasi Pelarut
Pada pengujian pengaruh konsentrasi pelarut PEG terhadap koefisien perpindahan
massa, didapatkan hasil yang fluktuatif seperti yang tergambar pada Gambar 6 sampai
Gambar 8. Dimana nilai parameter perpindahan massa akan semakin menurun seiring
meningkatnya konsentrasi pelarut. Pada penelitian ini didapatkan konsentrasi
optimum untuk laju alir gas 260 ml/menit dan laju alir gas 300 ml/menit yaitu 10%.
Nilai perpindahan massa akan semakin menurun dikarenakan dengan meningkatnya
konsentrasi maka larutan akan semakin viskos yang akan membuat laju difusi akan
semakin lambat.
Sedangkan ketika laju alir pelarut ditingkatkan maka konsentrasi optimum untuk
pelarut PEG dalam menyerap CO2 yaitu akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan
dengan meningkatkan laju alir pelarut, maka membran akan semakin mudah terbasahi.
Sehingga konsentrasi optimum untuk laju alir pelarut yang lebih besar akan kurang
dari 10%. Ketika laju alir gas umpan ditingkatkan maka jumlah karbon dioksida yang
diserap akan semakin banyak, sehingga dengan meningkatkan laju alir gas umpan
maka konsentrasi optimum PEG akan lebih besar dari 10%.
• Uji Hidrodinamika
Salah satu parameter pengujian dalam uji hidrodinamika yaitu penurunan tekanan
(ΔP). Dimana penurunan tekanan ini menggambarkan tingkat keefektivitasan dari
kontaktor membran yang digunakan. Laju alir pelarut berbanding lurus dengan
penurunan tekanan, dimana dengan meningkatkan laju alir pelarut maka nilai
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
17
Universitas Indonesia
penurunan tekanan akan meningkat. Hal ini dapat terjadi karena kecepatan aliran pada
keluaran lebih kecil dari pada kecepatan aliran pada masukan, serta adanya tahanan
dalam membran menyebabkan penurunan tekanan meningkat. Semakin besar laju alir
pelarut menyebabkan hambatan pada membran semakin kecil. Dan juga jumlah serat
membran mempengaruhi nilai penurunan tekanan. Semakin besar jumlah serat
membran maka penurunan tekanan juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan
dengan semakin besarnya jumlah serat membran maka kecepatan linier pelarut akan
semakin menurun, sehingga nilai penurunan tekanan pun akan menurun.
Untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu membran dapat dilakukan dengan
membandingkan nilai penurunan tekanan eksperimen dan teoritis. Dimana pada uji
hidrodinamika ini, seperti yang dapat diamati melalui gambar 4.14, membran yang
digunakan masih cukup layak karena menghasilkan nilai lebih dari satu. Akan tetapi
tren yang dihasilkan yaitu menurun seiring dengan meningkatnya laju alir pelarut. Hal
ini mengartikan bahwa kinerja membran akan menurun apabila laju alir pelarut
semakin besar. Menurunnya kinerja membran dapat terlihat ketika membran tersebut
terbasahi, dengan terbasahinya membran maka akan dihasilkan parameter-parameter
perpindahan massa yang semakin rendah. Pada penelitian yang dilakukan ini,
membran dengan jumlah serat 1000 memiliki kinerja membran yang kurang baik
ketika digunakan pada laju alir pelarut lebih dari 450 ml/menit, seperti yang dapat
diamati pada Gambar 4.14
6. Kesimpulan
1. Laju alir pelarut PEG berpengaruh terhadap parameter perpindahan massa, yaitu akan
meningkatkan koefisien perpindahan massa (3,7x10-4 cm/s), fluks CO2 (1,4x10-5
mol/cm2), dan efisiensi penyerapan (14%), namun akan menurunkan acid loading
(4,5x10-2). Dimana hasil optimum didapatkan pada laju alir pelarut 500 ml/menit
2. Jumlah serat membran berpengaruh terhadap parameter perpindahan massa yaitu akan
miningkatkan fluks CO2, efisiensi penyerapan, dan acid loading, namun akan
menurunkan KL. 3. Konsentrasi pelarut PEG berpengaruh terhadap parameter perpindahan massa, dimana
konsentrasi optimum untuk pelarut PEG ialah 10%.
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
18
Universitas Indonesia
4. Pada studi hidrodinamika, semakin besar laju alir pelarut dan jumlah serat pada
kontaktor membran maka penurunan tekanan (ΔP) akan semakin besar.
7. Saran
1. Penggunaan kontaktor membran yang baru agar didapatkan parameter perpindahan
massa yang optimum, mengingat kontaktor membran yang telah digunakan ini telah
menurun tingkat keefektivitasannya.
2. Pengujian dengan menggunakan campuran gas yang lebih nyata dengan gas hasil
pembakaran, agar dapat menggambarkan tingkat penyerapan pada kondisi nyata.
8. Daftar Referensi
Agusnar, H., 2007. Kimia Lingkungan. Medan: USU Press.
Ahmad, A., Sunarti, A., Lee, K. & Fernando, W., 2009. CO2 Removal Using Membran Gas
Absorption. International journal of Greenhouse Gas Control, Volume 4, pp. 495-498.
Atchariyawut, S., Jiraratananon, R. & Wang, R., 2007. Separation of CO2 From CH4 by
Using Gas-Liquid Membrane Contacting Process. Journal of Membrane Science,
Volume 4, pp. 163-172.
Bottino, A. Capannelli, G.; Comite, A.; Felice, R. D.; Firpo, R. 2008. CO2 Removal From a
Gas Stream by Membrane Contactors. In: Separation and Purification Technology.
s.l.:s.n., pp. 85-90.
Daniel, M., 2003. Ekonomi Lingkungan (Suatu Pengantar). Keempat ed. Yogyakarta: BPFE.
Danupraja, F., 2014. Absorpsi Gas CO2 dari Gas Metana melalui Kontaktor Membran Serat
Berongga Berbahan Polivinil Klorida Menggunakan Pelarut TEA-DEA, Depok:
Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.
Darmawan, R., 2015. Pengaruh Laju Alir Pelarut Dietanolamina dan Jumlah Serat Membran
Terhadap Absorpsi Gas CO2 Melalui Kontaktor Membran Serat Berongga
Superhidrofobik, Depok: Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.
DeMontigny, D., Tontiwachwuthikul, P. & Chakma, A., 2006. Using Polypropylene and
Polytetrafluoroethylene Membrane in a Membrane Contactor for CO2 Absorption.
Journal of Membrane Science, pp. 99-107.
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
19
Universitas Indonesia
Dindore, V. Y., Brilman, D. W. F., Feron, P. H. M. & Versteeg, G. F., 2004a. CO2
Absorpstion at Elevated Pressures Using a Hollow Fiber Membrane Contactor. Journal
of Membrane Science, pp. 99-109.
Dindore, V. Y., Brilman, D. W. F. G. F. H. & Versteeg, G. F., 2004b. Membrane-Solvent
Selection for CO2 Removal Using Membrane Gas-Liquid Contactors. Separation and
Purification Technology, pp. 133-145.
Franco, J. D., DeMontigny, D., J., K. & Perera, G. S., 2008. A Study of The Mass Transfer of
CO2 Through Different Membrane Materials in The Membrane Gas Absorption
Process. Separation Science Technology, pp. 225-244.
Holzworth, G. & Cormick, R., 1976. Air Polution. In: A. C. S. (Eds), ed. Air Polution
Climatology. New York: Academy Press.
Jahn, F., Cook, M. & Graham, M., 2010. Hydrocarbon Exploration and Production. Second
ed. Amsterdam: Elsevier.
Karbelani, P., 2014. Absorpsi Gas CO2 Melalui Kontaktor Membran Berbahan Polivinil
Klorida Menggunakan Larutan Penyerap Diethanolamina, Depok: Departemen Teknik
Kimia Universitas Indonesia.
Kartohardjono, S. A. S. Y., 2007. Absorpsi CO2 Dari Campurannya Dengan CH4 Atau N2
Melalui Kontaktor Membran Serat Berongga Menggunakan Pelarut Air. Makara Seri
Teknologi, pp. 86-90.
Karyadi, F., 2016. Pengaruh Laju Alir Pelarut Air dan Jumlah Serat Membran pada Proses
Absorpsi Gas CO2 melalui Kontaktor Membran Superhidrofobik, Depok: Departemen
Teknik Kimia Universitas Indonesia.
Kim, Y.-S. & Yang, S.-M., 2000. Absorption of Carbon Dioxide Through Hollow Fiber
Membranes Using Various Aqueous Absorbents. Separation and Purification
Technology.
Li, J. & Chen, B., 2005. Review of CO2 Absorption Using Chemical Solvents in Hollow
Fiber Membran Contactors. Separation and Purification Technology, pp. 109-122.
Mansourizadeh, A. & Ismail, A. F., 2009. Hollow Fiber Gas–Liquid Membrane Contactors
For Acid Gas Capture: A Review. Journal of Hazardous Materials, pp. 38-53.
Mondal, M., Balsora, H. & Varshney, P., 2012. Progress and Trends in CO2 Capture or
Separation Technologies: A Review. Energy, pp. 46, 431-441.
Mukono, H., 2005. Toksikologi Lingkungan. Surabaya: UNAIR Press.
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017
20
Universitas Indonesia
Mukono, H., 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran
Pernafasan. Surabaya: UNAIR Press.
Murdiyarso, D., 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negoisasi "Konvensi Perubahan Iklim".
Jakarta: KOMPAS.
Nii, S., Takeuchi, H., Wang, R., Li, D., Zhou, C., M., Liu., Liang, D. 2003. Impact of DEA
Solutions ith and Without CO2 Loading on Porous Polypropylene Membranes Intended
For Use as Contactors. Journal Membrane Science, pp. 147-157.
Pessenden, R. J. & Pessenden, J. S., 1983. Chemical Principles for The Life Science. Second
Edition. Boston:. Second ed. Boston: Allyn and Bacon, Inc..
Qi, Z. & Cussler, J., 1985. Microporous Hollow Fibers For Gas Absorption: Mass Transfer
Across The Membrane. Journal of Membrane Science, Volume 3, pp. 333-345. .
Rajabzadeh, S., Yoshimoto, S., Teramoto, M., Al-Marzouqi, M., & Matsuyama, H. 2009.
CO2 Absorption by Using PVDF Hollow Fiber Membrane Contactors With Various
Membrane Structure. Separation and Purification Technology, pp. 210-220.
Rangwala, H., 1996. Absorption of Carbon Dioxide Into Aqueous Solutions Using Hollow
Fiber Membrane Contactors. Journal of Membran Science, pp. 229-240.
Safira, A., 2015. Pengaruh Laju Alir Dietanolamina (DEA) Terhadap Absorpsi Gas CO2 dari
Campurannya Dengan CH4 Melalui Kontaktor Membran Superhidrofobik, Depok:
Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.
Servatius, 2012. Absorpsi Gas CO2 Melalui Kontaktor Membran Serat Berongga
Menggunakan Larutan Penyerap Tunggal dan Campuran Senyawa Amina : Pengaruh
Laju Alir CO2, Depok: Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.
Yan, S.-P., Fang, M.-X., Zhang, W.-F., Wang, S.-Y., Xu, Z.-K., Luo, Z.-Y. & Cen, K.-F.
2007. Experimental study on The Separation of CO2 From Flue Gas Using Hollow
Fiber Membrane Contactors Without Wetting. Fuel Processing Technology, pp. 88,
501-511.
Yuexia, L., 2011. Experimental Studies On CO2 Capture Using Absorbent In A
Polypropylene Hollow Fiber Membrane Contactor, s.l.: Malardalen University.
Zhang, H., Wang, R., Liang, D. & Tay, J., 2006. Modeling and Experimental Study of CO2
Absorption in a Hollow Fiber Membrane Contactor. Journal of Membran Science, pp.
279, 301-310.
Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017