absorpsi gas karbon dioksida melalui membran

20
1 Universitas Indonesia Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran Superhidrofobik Menggunakan Pelarut Polietilen Glikol (Studi Kasus: Pengaruh Laju Alir Pelarut, Konsentrasi Pelarut, dan Jumlah Serat Membran) Aulia Andika Putri, Sutrasno Kartohardjono Departemen Teknik Kimia-Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru Universitas Indonesia-Pondok Cina, Depok 16424 Email: [email protected] Abstrak Kini telah dikembangkan teknologi membran kontaktor serat berongga yang dapat mengatasi permasalahan yang terjadi akibat pemisahan CO 2 menggunakan kolom konvensional. Namun terdapat kelemahan dari teknologi ini yaitu terjadi pembasahan membran oleh pelarut. Oleh karena itu penelitian ini menguji pengaruh laju alir pelarut PEG, konsentrasi pelarut, dan jumlah serat membran dalam kinerja penyerapan gas CO 2 melalui kontaktor membran serat berongga superhidrofobik. Efektivitas kinerja membran diukur berdasarkan parameter hidrodinamikanya. Proses absorpsi ini merupakan absorpsi fisika, dimana gas CO 2 sebagai zat terlarut dan PEG sebagai pelarut. Dengan variabel bebas dari penelitian ini yaitu laju alir pelarut PEG 100-500 cm 3 /menit, konsentrasi pelarut 5-20%, dan jumlah serat membran yaitu 1000, 3000, 5000. Pada penelitian ini hasil optimum diperoleh pada laju alir pelarut 500 ml/menit dan jumlah serat 5000, untuk koefisien perpindahan massa (K L ) sebesar 3,7x10 -4 cm/s, efisiensi penyerapan (%R) sebesar 14,6%, fluks (J) sebesar 1,4x10 -5 mol/cm 2 .s, dan acid loading sebesar 4x10 -3 . Sedangkan besar konsentrasi pelarut optimum 10%. Kata kunci: konsentrasi pelarut, kontaktor membran serat berongga, laju alir pelarut, penyerapan CO 2 , polietilen glikol, superhidrofobik. Abstract Now has developed technology hollow fiber membrane contactors that can overcome the problems caused by CO 2 separation using conventional columns. But there are drawbacks of this technology is going wetting membrane by the solvent. Therefore, this study examines the effect of flow rate PEG solvent, solvent concentration, and the amount of fiber membranes in CO2 gas absorption performance through the hollow fiber membrane contactor superhydrofobic. Effectiveness of membrane performance is measured based on the parameters its hydrodynamic. This absorption process is the absorption of physics, where the CO 2 gas as a solute and PEG as a solvent. With the independent variables of this research that PEG solvent flow rate of 100-500 cm 3 /min, the solvent concentration of 5-20%, and the number of membrane fibers, namely 1000, 3000, 5000. In this study, the results obtained in the optimum solvent flow rate of 500 ml/min and the amount of fiber 5000, for the mass transfer coefficient (K L ) of 3,7x10 -4 cm/s, the efficiency of absorption (%R) at 14,6%, the flux (J) of 1,4x10 -5 mol/cm 2 .s, and acid loading of 4x10 -3 . Whereas, the optimum solvent concentration of 10%. Keywords: solvent concentration, hollow fiber membrane contactor, solvent flow rate, CO 2 absorption, polyethylene glycol, superhydrophobic Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

1

Universitas Indonesia  

Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran Superhidrofobik Menggunakan Pelarut Polietilen Glikol (Studi Kasus: Pengaruh Laju Alir

Pelarut, Konsentrasi Pelarut, dan Jumlah Serat Membran)

Aulia Andika Putri, Sutrasno Kartohardjono

Departemen Teknik Kimia-Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru Universitas Indonesia-Pondok Cina, Depok 16424

Email: [email protected]

Abstrak

Kini telah dikembangkan teknologi membran kontaktor serat berongga yang dapat mengatasi permasalahan yang terjadi akibat pemisahan CO2 menggunakan kolom konvensional. Namun terdapat kelemahan dari teknologi ini yaitu terjadi pembasahan membran oleh pelarut. Oleh karena itu penelitian ini menguji pengaruh laju alir pelarut PEG, konsentrasi pelarut, dan jumlah serat membran dalam kinerja penyerapan gas CO2 melalui kontaktor membran serat berongga superhidrofobik. Efektivitas kinerja membran diukur berdasarkan parameter hidrodinamikanya. Proses absorpsi ini merupakan absorpsi fisika, dimana gas CO2 sebagai zat terlarut dan PEG sebagai pelarut. Dengan variabel bebas dari penelitian ini yaitu laju alir pelarut PEG 100-500 cm3/menit, konsentrasi pelarut 5-20%, dan jumlah serat membran yaitu 1000, 3000, 5000. Pada penelitian ini hasil optimum diperoleh pada laju alir pelarut 500 ml/menit dan jumlah serat 5000, untuk koefisien perpindahan massa (KL) sebesar 3,7x10-4 cm/s, efisiensi penyerapan (%R) sebesar 14,6%, fluks (J) sebesar 1,4x10-5 mol/cm2.s, dan acid loading sebesar 4x10-3. Sedangkan besar konsentrasi pelarut optimum 10%. Kata kunci: konsentrasi pelarut, kontaktor membran serat berongga, laju alir pelarut, penyerapan CO2, polietilen glikol, superhidrofobik.

Abstract

Now has developed technology hollow fiber membrane contactors that can overcome the problems caused by CO2 separation using conventional columns. But there are drawbacks of this technology is going wetting membrane by the solvent. Therefore, this study examines the effect of flow rate PEG solvent, solvent concentration, and the amount of fiber membranes in CO2 gas absorption performance through the hollow fiber membrane contactor superhydrofobic. Effectiveness of membrane performance is measured based on the parameters its hydrodynamic. This absorption process is the absorption of physics, where the CO2 gas as a solute and PEG as a solvent. With the independent variables of this research that PEG solvent flow rate of 100-500 cm3/min, the solvent concentration of 5-20%, and the number of membrane fibers, namely 1000, 3000, 5000. In this study, the results obtained in the optimum solvent flow rate of 500 ml/min and the amount of fiber 5000, for the mass transfer coefficient (KL) of 3,7x10-4 cm/s, the efficiency of absorption (%R) at 14,6%, the flux (J) of 1,4x10-5 mol/cm2.s, and acid loading of 4x10-3. Whereas, the optimum solvent concentration of 10%.

Keywords: solvent concentration, hollow fiber membrane contactor, solvent flow rate, CO2 absorption,

polyethylene glycol, superhydrophobic

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 2: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

2

Universitas Indonesia  

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakangan

Udara merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, hewan, dan juga

tumbuhan agar tetap dapat bertahan hidup. Dengan tidak makan dan minum, makhluk hidup

bisa saja bertahan hidup, akan tetapi tidak jika tanpa adanya udara. Udara mengandung

oksigen yang merupakan komponen vital dari proses respirasi, tanpa oksigen, makhluk hidup

dapat mati dalam hitungan menit. Begitu pentingnya udara bagi makhluk hidup, sehingga

diharapkan tidak adanya pencemaran udara di bumi ini. Pada umumnya udara bersih dan

kering mengandung nitrogen (N2), oksigen (O2), argon (Ar), dan karbon dioksida (CO2).

Semakin berkembangnya zaman saat ini, keberadaan zat-zat pencemar udara juga

meningkat. Khususnya keberadaan gas CO2, yang sebagian besar berasal dari hasil

pembakaran bahan bakar minyak dan gas, dan membawa dampak yang merugikan bagi

perindustrian juga alam. Dalam bidang perindustrian, sifatnya yang korosif apabila bereaksi

dengan air akan mengakibatkan kerusakan pada perpipaan (Jahn, et al., 2010). Dengan

kemampuan menyerap gelombang panjang dengan panjang 4,26 asymmetric stretching

vibrational mode, gas CO2 juga menjadi salah satu gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan

pemanasan global. Selain itu kehadiran gas ini juga dapat menurunkan kalor pembakaran

pada gas alam (Zhang, et al., 2006), dan dapat membeku pada proses kriogenik. Serta dapat

berperan menjadi racun katalis di beberapa industri seperti pada pabrik sintesis gas. Dengan

berbagai dampak yang diakibatkan dari gas tersebut, diperlukan unit pengolahan tambahan

untuk menghilangkan kadar gas CO2 (Kartohardjono, 2007).

Hingga saat ini proses pemisahan gas CO2 telah banyak dilakukan pada industri

dengan berbagai macam teknologi. Teknologi pemisahan tersebut antara lain absorpsi,

adsorpsi, dan distilasi kriogenik. Terdapat permasalahan yang terjadi dengan menggunakan

teknologi tersebut yaitu flooding, entrainment, dan unloading. Hal ini memicu peneliti untuk

mengembangkan suatu teknologi teknologi baru yang dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 3: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

3 Karena pentingnya proses pemisahan gas CO2 ini berbagai teknologi alternatif telah

dilakukan salah satunya dengan modifikasi teknologi membran, yaitu teknologi kontaktor

membran serat berongga (Rajabzadeh, et al., 2009). Selain biaya operasi yang murah,

teknologi ini memiliki luas daerah kontak per unit volume yang sangat besar dibandingkan

dengan metode kolom konvensional (Rangwala, 1996). Karena sifat seratnya yang

hidrofobik, membran ini tidak akan terbasahi oleh air ketika proses kontak terjadi. Dengan

menggunakan kontaktor membran hidrofobik ini, permasalahan-permasalahan yang terjadi

pada metode konvensional dapat teratasi. Salah satunya yaitu permasalahan flooding,

entrainment, dan unloading dapat diatasi karena pada kontaktor membran hidrofobik laju alir

dapat divariasikan secara bebas. Namun membran ini memiliki sifat hidrofobik yang kurang

tinggi, menyebabkan terjadinya fenomena pembasahan membran oleh cairan dan

mengakibatkan kinerja membran menurun. Dengan demikian, pembasahan pori-pori

membran oleh cairan tidak boleh terjadi dalam pengaplikasian teknologi membran

hidrofobik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kini telah dikembangkan membran

dengan sifat hidrofobik yang lebih tinggi yaitu membran superhidrofobik. Dimana membran

tersebut mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap umpan gas dan larutan

penyerapannya.

Studi yang telah dilakukan terkait dengan kontaktor membran serat berongga sebagai

kontaktor gas-cair pada proses penyerapan gas CO2 telah dilakukan dengan berbagai variasi

pelarut yang digunakan dan menghasilkan hasil penyerapan yang berbeda pula. Dimana

pelarut merupakan faktor penting dalam teknologi membran karena dapat mempengaruhi

terjadinya pembasahan dalam membran (Mansourizadeh & Ismail, 2009). Hasil dari studi

penyerapan CO2 dengan berbagai pelarut diantaranya yaitu dengan menggunakan pelarut air

didapatkan efisiensi penyerapan CO2 tertinggi adalah 29,5% pada laju alir air 500 ml/menit

(Karyadi, 2016), pelarut DEA 5% efisiensi penyerapan CO2 yaitu sebesar 56% (Darmawan,

2015), dengan menggunakan pelarut DEA 17% didapatkan efisiensi penyerapan sebesar 75-

79% (Servatius, 2012), sedangkan menggunakan pelarut DEA-TEA efisiensi penyerapan CO2

yang didapatkan yaitu sebesar 75% (Danupraja, 2014). Dari berbagai studi yang telah

dilakukan tersebut dihasilkan suatu kesimpulan bahwa efisiensi pemisahan CO2 berbanding

lurus dengan laju alir absorben yang dialirkan (Kim & Yang, 2000). Hal ini dikarenakan

bertambah banyaknya jumlah molekul pelarut yang dapat menyerap CO2. Selain itu, dengan

laju alir yang tinggi, tahanan perpindahan massa pada fasa cair tidak ada lagi sehingga hanya

bergantung pada membran dan fasa gas.

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 4: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

4

Universitas Indonesia  

Pada penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, penyerapan gas CO2 ini

dilakukan pada proses absorpsi kimia, maka pada penelitian ini dilakukan studi penyerapan

gas CO2 menggunakan kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut polietilen

glikol, dimana terjadi absorpsi fisikaa antara gas CO2 dan pelarut polietilen glikol. Pada

absorpsi fisikaa, gas CO2 sebagai zat terlarut atau solute akan larut dalam pelarut atau solvent

nya sehingga tidak terjadi reaksi kimia. Pada penelitian ini ditinjau pengaruh dari variasi laju

alir pelarut dan jumlah serat pada kontaktor membran serat berongga agar dapat diketahui

laju alir pelarut dan jumlah serat yang tepat untuk mendapatkan perpindahan massa yang

optimum. Selain itu, dalam penelitian ini diamati pula pengaruh konsentrasi pelarut yang

digunakan terhadap parameter-parameter perpindahan massa. Pelarut yang digunakan untuk

pemisahan karbon dioksida melalui kontaktor membran adalah pelarut yang memiliki

reaktivitas yang tinggi terhadap karbon dioksida, tegangan permukaan yang tinggi, tidak

reaktif terhadap material membran, memiliki stabilitas termal, tidak volatil, dan mudah untuk

di regenerasi (Li & Chen, 2005).

 

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan dari latar belakang penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana pengaruh laju alir pelarut polietilen glikol terhadap absorpsi CO2

menggunakan kontaktor membran serat berongga superhidrofobik.

2. Bagaimana pengaruh jumlah serat membran terhadap absorpsi CO2 menggunakan

kontaktor membran serat berongga superhidrofobik.

3. Bagaimana pengaruh konsentrasi pelarut polietilen glikol terhadap absorpsi CO2

menggunakan kontaktor membran serat berongga superhidrofobik

4. Bagaimana kefektivitasan kontaktor membran berdasarkan laju alir pelarut terhadap

penurunan tekanan yang mengalir di dalam kontaktor membran berongga

superhidrofobik

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh laju alir pelarut polietilen glikol dan jumlah serat

membran terhadap absorpsi CO2 menggunakan kontaktor membran serat berongga

superhidrofobik.

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 5: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

5

Universitas Indonesia  

2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah serat membran terhadap absorpsi CO2

menggunakan kontaktor membran serat berongga superhidrofobik.

3. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pelarut polietilen glikol terhadap absorpsi

CO2 menggunakan kontaktor membran serat berongga superhidrofobik.

4. Untuk mengetahui kefektivitasan kontaktor membran berdasarkan laju alir pelarut

terhadap penurunan tekanan yang mengalir di dalam kontaktor membran berongga

superhidrofobik.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Keberadaan CO2 pada Udara

Udara tersusun dari beberapa komponen gas yang terdapat pada lapisan yang

mengelilingi bumi. Komponen udara yang memiliki konsentrasi bervariasi adalah uap air dan

karbon dioksida (CO2). Hal ini dikarenakan banyaknya kegiatan yang berpotensi menaikkan

konsentrasi karbon dioksida (CO2) seperti pembusukan tanaman, pembakaran atau

sekumpulan massa manusia di dalam ruangan terbatas yaitu karena proses pernafasan

(Agusnar, 2007).

Bidang industri dan juga teknologi, membuat pencemaran udara meningkat saat ini.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan penyebaran udara, salah satunya yaitu disebabkan

oleh hasil gas-gas buangan kendaraan bermotor dan juga hasil buangan sisa pembakaran

dalam perindustrian. Asal pencemaran udara dapat diterangkan dengan tiga proses yaitu

atrisi, penguapan, dan pembakaran. Dari ketiga proses tersebut pembakaran merupakan

proses yang sangat dominan dalam kemampuannya menimbulkan bahan polutan (Mukono,

2008). Berdasarkan buletin WHO yang dikutip Holzworth dan Cormick (1976:690),

parameter penentuan tercemar atau tidaknya udara suatu daerah tercantum pada Tabel 1 di

bawah ini: Tabel 1. Parameter pencemar udara

 Parameter Udara bersih Udara tercemar

SO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,2 ppm

CO < 1 ppm 5 – 200 ppm

NO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,1 ppm

CO2 310 – 330 ppm 350 – 700 ppm

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 6: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

6

Universitas Indonesia  

Bahan partikel 0,01 – 0,02 mg/m3 0,07 – 0,7 mg/m3

Hidrokarbon < 1 ppm 1 – 20 ppm

(Sumber : Buletin WHO dalam Mukono, 2005)

Karbon dioksida atau zat asam arang adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom

oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Gas ini merupakan gas yang

tidak berbau dan tidak berwarna. Namun apabila gas ini terhirup pada konsentrasi yang lebih

tinggi dari konsentrasi aman pada atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan menyengat di

hidung dan tenggorokan, serta akan mengganggu sistem pernafasan. Karbon dioksida juga

merupakan salah satu gas yang menyebabkan efek rumah kaca karena kemampuannya

menyerap gelombang inframerah dengan kuat (Daniel, 2003).

2.2 Keberadaan CO2 pada Gas Alam

Umumnya gas alam ditemukan di ladang minyak, ladang gas bumi, dan tambang batu

bara. Gas alam murni memiliki karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak

berbentuk. Komposisi gas alam dapat bervariasi sesuai dengan lokasi gas alam diperoleh.

Salah satu keuntungan penggunaan gas alam dibanding dengan sumber lain adalah energi

yang dihasilkan gas alam lebih efisien, jauh lebih bersih dan sangat ramah lingkungan. Selain

itu gas alam dapat menghasilkan pembakaran yang bersih dan hampir tidak menghasilkan

emisi buangan yang dapat merusak lingkungan.

Pada gas alam, CO2 merupakan salah satu zat pengotor yang membuat gas alam harus

menjalani pemurnian. Nilai panas merupakan salah satu sifat penting dari gas alam. Karena

tingginya jumlah CO2, nilai panas gas alam akan menurun. Untuk metana dalam gas alam

memiliki nilai panas 1,671 kJ/m3 dan nilai tersebut akan turun menjadi hampir 1,490 kJ/m3

jika gas mengandung sekitar 10% CO2. Gas ini dapat membeku pada suhu -155ºC, dimana

bila terjadi pembekuan, maka CO2 dapat menyumbat pipa (Dortmundt, 1999). Karbon

dioksida akan menjadi asam jika ada kandungan air dengan membentuk H2CO3 yang akan

bersifat korosif pada peralatan pabrik. Selain itu kerugian lain yang disebabkan keberadaan

CO2 yaitu CO2 akan mengganggu proses gas alam menjadi compressed natural gas (CNG)

dan liquefied natural gas (LNG).

2.3 Teknologi Pemisahan Karbon Dioksida

Suatu teknologi pemisahan CO2 sangat dibutuhkan karena banyaknya kerugian yang

dihasilkan dengan adanya CO2 pada gas tersebut. Saat ini sudah ada beberapa metode

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 7: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

7

Universitas Indonesia  

pemisahan CO2 pada gas alam, antara lain adsorpsi, distilasi kriogenik, absorpsi fisika dan

kimia, serta teknologi membran.

a. Metode adsorpsi

Adsorpsi merupakan proses penyerapan oleh suatu padatan terhadap zat tertentu yang

terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada

permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam. Bila gas atau uap bersentuhan dengan

permukaan padatan yang bersih, maka gas atau uap tadi akan teradsorpsi pada permukaan

padatan tersebut.

b. Metode distilasi kriogenik

Distilasi kriogenik merupakan distilasi yang dilakukan pada suhu yang sangat rendah,

mencapai -73,3oC, sehingga CO2 dapat dibekukan atau dicairkan dan dipisahkan. Pada

distilasi ini terdapat dua hingga empat kolom fraksinasi, di mana tekanan operasi pada kolom

yaitu 3100-4500 kPa, pada kolom kedua beroperasi pada tekanan yang sedikit lebih rendah.

Namun terdapat beberapa kelemahan pada metode ini antara lain dibutuhkan persiapan yang

rumit, instalasi yang sangat mahal, operasi kompresor besar dengan biaya tinggi karena

dibutuhkan kompresi pada operasinya.

c. Metode absorpsi

Prinsip pemisahan CO2 dengan metode ini dilakukan dengan melarutkan CO2 ke dalam

pelarut yang sesuai. Perbedaan kelarutan antara hidrokarbon dan CO2 dalam pelarut

(absorben) menyebaabkan produk keluaran akan bersih dari CO2. Pelarut dan sour gas harus

dikontakkan pada kontaktor agar CO2 dapat di absorb.

2.4 Teknologi membran

Pada teknologi membran, konsumsi energi yang digunakan kecil dan juga pemisahan

dilakukan tanpa membutuhkan zat kimia tambahan sehingga ramah untuk lingkungan.

Membran sebagai media filtrasi antara dua komponen yang memiliki bentuk dan ukuran yang

berbeda dengan bantuan tekanan dan selaput semi-permeable. Molekul dengan ukuran sesuai

ukuran pori membran dapat melewati membran sedangkan molekul lainnya akan tertahan di

permukaan membran. Hasil pemisahan dengan teknologi membran yaitu retentate (bagian

dari campuran yang tidak melewati membran) dan permeate (bagian dari campuran yang

melewati membran).

Proses pemisahan dengan membran pada hakekatnya merupakan perpindahan materi

secara selektif yang disebabkan adanya gaya dorong yang berhubungan dengan parameter

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 8: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

8

Universitas Indonesia  

penentu antara dua media yang dipisahkan seperti perbedaan tekanan (∆P), perbedaan

konsentrasi (∆C), perbedaan suhu (∆T), dan perbedaan energi potensial (∆E).

2.5 Kontaktor Membran Serat Berongga

Kontaktor membran serat berongga atau hollow fiber membrane contactor (HFMC)

merupakan kontaktor berbentuk tabung yang didalamnya terdapat hollow fiber (serat

berongga) dengan shell dan tube. Hollow fiber berfungsi sebagai pemisah antar fasa,

contohnya fasa gas yaitu CO2 yang akan mengalir pada bagian shell dan fasa cair yaitu

pelarut yang akan dialirkan pada bagian tube. Gas dan pelarut tersebut dikontakkan melalui

lapisan membran dengan diameter porositas tertentu.

Membran pada kontaktor ini memiliki fungsi utama yaitu membuat luas permukaan

kontak yang sangat besar di dalam modul sehingga proses perpindahan massa yang terjadi

akan lebih efektif. Selain itu, membran tersebut menjadi media kontak antara fasa gas dan

cairnya dengan kombinasi efek tegangan permukaan dan perbedaan konsentrasi di tiap

fasanya. Kontaktor membran serat berongga dapat beroperasi pada pola aliran cross-flow dan

parallel.

2.6 Membran Superhidrofobik

Pembasahan pori-pori membran oleh cairan tidak boleh terjadi dalam pengaplikasian

teknologi membran hidrofobik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kini telah

dikembangkan membran PP dengan sifat hidrofobik yang lebih tinggi atau membran

superhidrofobik. Dimana membran tersebut mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap

umpan gas dan larutan penyerapnya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk

meningkatkan sifat hidrofobik membran PP, diantaranya adalah metode coating, plasma

treatment, grafting secara kimia, dan irradiasi.

Membran mikro digunakan pada membran superhidrofobik, dimana membran mikro

memiliki lapisan dibagian luarnya yang membuat membran superhidrofobik ini memiliki

tahanan yang lebih baik dibandingkan dengan membran hidrofobik. Tahapan yang umum

digunakan untuk menghasilkan permukaan superhidrofobik yaitu dengan mengkasarkan

permukaan material yang memiliki energi permukaan rendah (DeMontigny, et al., 2006).

Pada membran superhidrofobik, permukaan mikro yang digunakan menyebabkan

penambahan derajat kontak (contact angle) pelarut dengan membran yaitu lebih dari 150o

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 9: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

9

Universitas Indonesia  

sehingga mencegah kemungkinan membran memasuki pori-pori membran (Franco, et al.,

2008).

2.7 Fenomena Perpindahan Massa dan Hidrodinamika pada Proses Absorpsi

Gas CO2 akan mengalami tiga peristiwa perpindahan massa selama proses absorpsi

melalui kontaktor membran ini sebelum akhirnya dapat bereaksi dengan pelarut, seperti pada

Gambar 2.6, dimana tiga peristiwa tersebut ialah:

1. Difusi CO2 dari fasa gas ke permukaan membran

2. Difusi CO2 melewati pori membran ke permukaan cairan

3. Pelarutan CO2 ke dalam absorben diikuti difusi ataupun reaksi kimia

Prinsip utama dalam perpindahan massa gas CO2 melalui kontaktor membran serat

berongga ini ialah perbedaan konsentrasi CO2 di dalam kontaktor tersebut. Dengan

parameter-parameter perpindahan massanya yaitu koefisien perpindahan massa (KL), fluks

(J), efisiensi penyerapan (%R), dan acid loading.

2.8 Pelarut Polietilen Glikol

Polietilen glikol atau dengan nama IUPEC Alpha-Hydro-OmegaHydroxypoly (oxy-1,2-

ethanadiol) merupakan senyawa dengan rumus molekul C2nH4n+2On+1, rumus kimia

(C2H4O)n+1H2O, dan rumus struktur HOCH2-(CH2-O-CH2)n-CH2OH. Nilai n dapat berkisar

dari 1 sampai nilai yang sangat besar, karena itu berat molekul dari PEG ini dapat berkisar

antara 150-10.000.

Jenis polietilen glikol yang digunakan yaitu polietilen glikol 300. Rumus struktur dari

senyawa ini adalah H-(O-CH2-CH2)n-OH dimana harga n antara 8,2 dan 9,1. Secara fisikaa

senyawa ini berupa cairan kental jernih, tidak berwarna, memiliki bau khas yang lemah, dan

higroskopik. Selain itu sifat kelarutan dari senyawa ini yaitu dapat dengan baik larut dalam

air, etanol (95%), aseton, glikol lain, dan juga dalam hidrokarbon aromatik. Senyawa ini tidak

larut dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik. Senyawa yang memiliki berat molekul rata-

rata 380-420 ini sangat higroskopis, walaupun higroskopis turun dengan meningkatnya bobot

molekul, titik beku 4-8ºC (Depkes RI, 1979).

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 10: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

10

Universitas Indonesia  

3. Metode Penelitian

Tahapan yang akan peneliti lakukan pada penelitian ini ialah studi literatur, persiapan alat

dan bahan, perangkaian peralatan, melakukan pengujian perpindahan massa, melakukan

variasi laju alir pelarut PEG dan jumlah serat membran, pengolahan data, analisis hasil, dan

penulisan hasil penelitian. Diagram alir penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 1 di bawah

ini:

Mulai

Studi Literatur

Menyusun alat

Membuat pelarut PEG 5% v/v dan mengisi ke dalam wadah

Melakukan uji perpindahan massa

Mengalirkan pelarut ke pompa dengan mengatur laju alir

Mengalirkan gas umpan CO2 dan mencatat laju alir volumetrik gas input membran

Mencatat laju alir volumetrik gas output membran

Melakukan variasi laju alir pelarut(100-500 mL/menit)

Melakukan variasi jumlah serat membran (1000, 3000, 5000)

Pengolahan data

Efisiensi penyerapan, %R Acid loading Koefisien perpindahan

massa, KL

Fluks perpindahan massa, J

Analisis hasil pengolahan data

Selesai

Melakukan uji hidrodinamika

Mengalirkan aquades ke pompa dengan mengatur laju alirnya (100, 150 200,

250, 300, 350, 400,450, 500 mL/menit)

Mencatat data perbedaan tekanan yang melewati membran

ΔP ratio

Membuat pelarut PEG 5%, 10%, 15%, 20% v/v dan mengisi ke dalam wadah

Gambar 1. Diagram alir penelitian

 

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mencari referensi, baik dari buku, jurnal, maupun artikel

mengenai teori-teori terkait sifat dan pengaruh CO2 dalam udara dan gas alam, teknologi

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 11: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

11

Universitas Indonesia  

pemisahan CO2, pelarut PEG, serta prinsip kerja absorpsi CO2 dalam konaktor membran

serat berongga

2. Persiapan Alat dan Bahan

Alat : Kontaktor membran serat berongga superhidrofobik, gas flow controller, gas flow

meter, liquid flow controller, liquid flow meter, pressure indikator, manometer digital,

pompa peristaltik, tangki reservoir, selang silikon

Bahan : Gas CO2, Larutas PEG, Aquades

3. Penyusunan Alat

4. Variabel Penelitian

• Uji Perpindahan Massa

Variabel proses yang divariasikan adalah laju alir pelarut DEA (100-500 cm3/menit)

dan jumlah serat membran (1000, 3000, dan 5000). Variabel terikatnya ialah koefisien

perpindahan massa, fluks CO2, efisiensi penyerapan dan acid loading. Sementara

variabel tetap dalam penelitian ini adalah temperatur dan konsentrasi pelarut PEG dan

laju alir gas CO2.

• Uji Hidrodinamika

Variabel proses yang divariasikan adalah laju alir pelarut aquades (100-500

cm3/menit) dan jumlah serat membran (1000, 3000, dan 5000). Variabel terikatnya

ialah penurunan tekanan. Sementara variabel tetap dalam penelitian ini adalah

temperatur.

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 12: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

12

Universitas Indonesia  

4. Hasil Penelitian • Variasi Laju Alir Pelarut

 Gambar 2. Pengaruh laju alir pelarut terhadap koefisien perpindahan massa

 

 Gambar 3. Pengaruh laju alir pelarut terhadap efisiensi penyerapan dan jumlah mol CO2 terserap

 

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 13: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

13

Universitas Indonesia  

 Gambar 4. Pengaruh laju alir pelarut terhadap fluks perpindahan massa

 Gambar 5. Pengaruh laju alir pelarut terhadap acid loading

   

• Variasi Konsentrasi Pelarut

 Gambar 6. Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap koefisien perpindahan massa

 

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 14: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

14

Universitas Indonesia  

 Gambar 7. Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap efisiensi penyerapan dan jumlah mol CO2 terserap

 Gambar 8. Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap fluks perpindahan massa

   

 Gambar 9. Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap acid loading

   

• Uji Hidrodinamika

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 15: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

15

Universitas Indonesia  

 Gambar 10. Pengaruh laju alir pelarut aquades terhadap penurunan tekanan

   

 Gambar 11. Pengaruh laju alir pelarut terhadap rasio penurunan tekanan

 

5. Pembahasan • Variasi Laju Alir Pelarut

Dengan meningkatkan laju alir pelarut PEG maka akan meningkatkan nilai

koefisien perpindahan massa, fluks CO2, dan efisiensi penyerapan CO2. Hal ini

dikarenakan dengan meningkatkan laju alir pelarut maka kecepatan difusi antara

pelarut PEG dan gas CO2 akan semakin cepat, sehingga boundary layer yang ada akan

menipis dan tahanan perpindahan massa untuk absorpsi CO2 akan semakin berkurang

(Franco, et al., 2008). Dimana dengan semakin kecilnya tahanan, maka banyaknya

CO2 yang dapat melewati membran, dan CO2 yang dapat diserap oleh PEG pun akan

semakin banyak. Sedangkan nilai acid loading akan menurun seiring dengan

meningkatnya laju alir pelarut, hal ini dikarenakan dengan meningkatkan laju alir

pelarut maka residence time atau waktu tinggal antara pelarut dalam membran akan

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 16: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

16

Universitas Indonesia  

semakin singkat, sehingga kontak antara pelarut PEG dan gas CO2 juga akan semakin

singkat, sehingga CO2 yang dapat di absorp PEG pun akan semakin berkurang seiring

meningkatnya laju alir pelarut.

Sedangkan pengaruh jumlah serat membran yaitu dengan meningkatkan jumlah

serat membran akan meningkatkan nilai fluks CO2, efisiensi penyerapan, dan acid

loading. Hal ini dikarenakan dengan meningkatkan jumlah serat membran maka luas

kontak antara pelarut dan CO2 juga akan semakin besar sehingga kontak antara pelarut

dan CO2 akan semakin besar. Sedangkan pada koefisien perpindahan massa,

meningkatnya jumlah serat membran akan menurunkan parameter KL, hal ini

dikarenakan dengan meningkatkan jumlah serat membran maka luas area kontak yang

harus dilewati gas CO2 akan semakin bertambah.

• Variasi Konsentrasi Pelarut

Pada pengujian pengaruh konsentrasi pelarut PEG terhadap koefisien perpindahan

massa, didapatkan hasil yang fluktuatif seperti yang tergambar pada Gambar 6 sampai

Gambar 8. Dimana nilai parameter perpindahan massa akan semakin menurun seiring

meningkatnya konsentrasi pelarut. Pada penelitian ini didapatkan konsentrasi

optimum untuk laju alir gas 260 ml/menit dan laju alir gas 300 ml/menit yaitu 10%.

Nilai perpindahan massa akan semakin menurun dikarenakan dengan meningkatnya

konsentrasi maka larutan akan semakin viskos yang akan membuat laju difusi akan

semakin lambat.

Sedangkan ketika laju alir pelarut ditingkatkan maka konsentrasi optimum untuk

pelarut PEG dalam menyerap CO2 yaitu akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan

dengan meningkatkan laju alir pelarut, maka membran akan semakin mudah terbasahi.

Sehingga konsentrasi optimum untuk laju alir pelarut yang lebih besar akan kurang

dari 10%. Ketika laju alir gas umpan ditingkatkan maka jumlah karbon dioksida yang

diserap akan semakin banyak, sehingga dengan meningkatkan laju alir gas umpan

maka konsentrasi optimum PEG akan lebih besar dari 10%.

• Uji Hidrodinamika

Salah satu parameter pengujian dalam uji hidrodinamika yaitu penurunan tekanan

(ΔP). Dimana penurunan tekanan ini menggambarkan tingkat keefektivitasan dari

kontaktor membran yang digunakan. Laju alir pelarut berbanding lurus dengan

penurunan tekanan, dimana dengan meningkatkan laju alir pelarut maka nilai

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 17: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

17

Universitas Indonesia  

penurunan tekanan akan meningkat. Hal ini dapat terjadi karena kecepatan aliran pada

keluaran lebih kecil dari pada kecepatan aliran pada masukan, serta adanya tahanan

dalam membran menyebabkan penurunan tekanan meningkat. Semakin besar laju alir

pelarut menyebabkan hambatan pada membran semakin kecil. Dan juga jumlah serat

membran mempengaruhi nilai penurunan tekanan. Semakin besar jumlah serat

membran maka penurunan tekanan juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan

dengan semakin besarnya jumlah serat membran maka kecepatan linier pelarut akan

semakin menurun, sehingga nilai penurunan tekanan pun akan menurun.

Untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu membran dapat dilakukan dengan

membandingkan nilai penurunan tekanan eksperimen dan teoritis. Dimana pada uji

hidrodinamika ini, seperti yang dapat diamati melalui gambar 4.14, membran yang

digunakan masih cukup layak karena menghasilkan nilai lebih dari satu. Akan tetapi

tren yang dihasilkan yaitu menurun seiring dengan meningkatnya laju alir pelarut. Hal

ini mengartikan bahwa kinerja membran akan menurun apabila laju alir pelarut

semakin besar. Menurunnya kinerja membran dapat terlihat ketika membran tersebut

terbasahi, dengan terbasahinya membran maka akan dihasilkan parameter-parameter

perpindahan massa yang semakin rendah. Pada penelitian yang dilakukan ini,

membran dengan jumlah serat 1000 memiliki kinerja membran yang kurang baik

ketika digunakan pada laju alir pelarut lebih dari 450 ml/menit, seperti yang dapat

diamati pada Gambar 4.14

6. Kesimpulan

1. Laju alir pelarut PEG berpengaruh terhadap parameter perpindahan massa, yaitu akan

meningkatkan koefisien perpindahan massa (3,7x10-4 cm/s), fluks CO2 (1,4x10-5

mol/cm2), dan efisiensi penyerapan (14%), namun akan menurunkan acid loading

(4,5x10-2). Dimana hasil optimum didapatkan pada laju alir pelarut 500 ml/menit

2. Jumlah serat membran berpengaruh terhadap parameter perpindahan massa yaitu akan

miningkatkan fluks CO2, efisiensi penyerapan, dan acid loading, namun akan

menurunkan KL. 3. Konsentrasi pelarut PEG berpengaruh terhadap parameter perpindahan massa, dimana

konsentrasi optimum untuk pelarut PEG ialah 10%.

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 18: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

18

Universitas Indonesia  

4. Pada studi hidrodinamika, semakin besar laju alir pelarut dan jumlah serat pada

kontaktor membran maka penurunan tekanan (ΔP) akan semakin besar.

7. Saran

1. Penggunaan kontaktor membran yang baru agar didapatkan parameter perpindahan

massa yang optimum, mengingat kontaktor membran yang telah digunakan ini telah

menurun tingkat keefektivitasannya.

2. Pengujian dengan menggunakan campuran gas yang lebih nyata dengan gas hasil

pembakaran, agar dapat menggambarkan tingkat penyerapan pada kondisi nyata.

8. Daftar Referensi  

Agusnar, H., 2007. Kimia Lingkungan. Medan: USU Press.

Ahmad, A., Sunarti, A., Lee, K. & Fernando, W., 2009. CO2 Removal Using Membran Gas

Absorption. International journal of Greenhouse Gas Control, Volume 4, pp. 495-498.

Atchariyawut, S., Jiraratananon, R. & Wang, R., 2007. Separation of CO2 From CH4 by

Using Gas-Liquid Membrane Contacting Process. Journal of Membrane Science,

Volume 4, pp. 163-172.

Bottino, A. Capannelli, G.; Comite, A.; Felice, R. D.; Firpo, R. 2008. CO2 Removal From a

Gas Stream by Membrane Contactors. In: Separation and Purification Technology.

s.l.:s.n., pp. 85-90.

Daniel, M., 2003. Ekonomi Lingkungan (Suatu Pengantar). Keempat ed. Yogyakarta: BPFE.

Danupraja, F., 2014. Absorpsi Gas CO2 dari Gas Metana melalui Kontaktor Membran Serat

Berongga Berbahan Polivinil Klorida Menggunakan Pelarut TEA-DEA, Depok:

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.

Darmawan, R., 2015. Pengaruh Laju Alir Pelarut Dietanolamina dan Jumlah Serat Membran

Terhadap Absorpsi Gas CO2 Melalui Kontaktor Membran Serat Berongga

Superhidrofobik, Depok: Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.

DeMontigny, D., Tontiwachwuthikul, P. & Chakma, A., 2006. Using Polypropylene and

Polytetrafluoroethylene Membrane in a Membrane Contactor for CO2 Absorption.

Journal of Membrane Science, pp. 99-107.

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 19: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

19

Universitas Indonesia  

Dindore, V. Y., Brilman, D. W. F., Feron, P. H. M. & Versteeg, G. F., 2004a. CO2

Absorpstion at Elevated Pressures Using a Hollow Fiber Membrane Contactor. Journal

of Membrane Science, pp. 99-109.

Dindore, V. Y., Brilman, D. W. F. G. F. H. & Versteeg, G. F., 2004b. Membrane-Solvent

Selection for CO2 Removal Using Membrane Gas-Liquid Contactors. Separation and

Purification Technology, pp. 133-145.

Franco, J. D., DeMontigny, D., J., K. & Perera, G. S., 2008. A Study of The Mass Transfer of

CO2 Through Different Membrane Materials in The Membrane Gas Absorption

Process. Separation Science Technology, pp. 225-244.

Holzworth, G. & Cormick, R., 1976. Air Polution. In: A. C. S. (Eds), ed. Air Polution

Climatology. New York: Academy Press.

Jahn, F., Cook, M. & Graham, M., 2010. Hydrocarbon Exploration and Production. Second

ed. Amsterdam: Elsevier.

Karbelani, P., 2014. Absorpsi Gas CO2 Melalui Kontaktor Membran Berbahan Polivinil

Klorida Menggunakan Larutan Penyerap Diethanolamina, Depok: Departemen Teknik

Kimia Universitas Indonesia.

Kartohardjono, S. A. S. Y., 2007. Absorpsi CO2 Dari Campurannya Dengan CH4 Atau N2

Melalui Kontaktor Membran Serat Berongga Menggunakan Pelarut Air. Makara Seri

Teknologi, pp. 86-90.

Karyadi, F., 2016. Pengaruh Laju Alir Pelarut Air dan Jumlah Serat Membran pada Proses

Absorpsi Gas CO2 melalui Kontaktor Membran Superhidrofobik, Depok: Departemen

Teknik Kimia Universitas Indonesia.

Kim, Y.-S. & Yang, S.-M., 2000. Absorption of Carbon Dioxide Through Hollow Fiber

Membranes Using Various Aqueous Absorbents. Separation and Purification

Technology.

Li, J. & Chen, B., 2005. Review of CO2 Absorption Using Chemical Solvents in Hollow

Fiber Membran Contactors. Separation and Purification Technology, pp. 109-122.

Mansourizadeh, A. & Ismail, A. F., 2009. Hollow Fiber Gas–Liquid Membrane Contactors

For Acid Gas Capture: A Review. Journal of Hazardous Materials, pp. 38-53.

Mondal, M., Balsora, H. & Varshney, P., 2012. Progress and Trends in CO2 Capture or

Separation Technologies: A Review. Energy, pp. 46, 431-441.

Mukono, H., 2005. Toksikologi Lingkungan. Surabaya: UNAIR Press.

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017

Page 20: Absorpsi Gas Karbon Dioksida Melalui Membran

20

Universitas Indonesia  

Mukono, H., 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran

Pernafasan. Surabaya: UNAIR Press.

Murdiyarso, D., 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negoisasi "Konvensi Perubahan Iklim".

Jakarta: KOMPAS.

Nii, S., Takeuchi, H., Wang, R., Li, D., Zhou, C., M., Liu., Liang, D. 2003. Impact of DEA

Solutions ith and Without CO2 Loading on Porous Polypropylene Membranes Intended

For Use as Contactors. Journal Membrane Science, pp. 147-157.

Pessenden, R. J. & Pessenden, J. S., 1983. Chemical Principles for The Life Science. Second

Edition. Boston:. Second ed. Boston: Allyn and Bacon, Inc..

Qi, Z. & Cussler, J., 1985. Microporous Hollow Fibers For Gas Absorption: Mass Transfer

Across The Membrane. Journal of Membrane Science, Volume 3, pp. 333-345. .

Rajabzadeh, S., Yoshimoto, S., Teramoto, M., Al-Marzouqi, M., & Matsuyama, H. 2009.

CO2 Absorption by Using PVDF Hollow Fiber Membrane Contactors With Various

Membrane Structure. Separation and Purification Technology, pp. 210-220.

Rangwala, H., 1996. Absorption of Carbon Dioxide Into Aqueous Solutions Using Hollow

Fiber Membrane Contactors. Journal of Membran Science, pp. 229-240.

Safira, A., 2015. Pengaruh Laju Alir Dietanolamina (DEA) Terhadap Absorpsi Gas CO2 dari

Campurannya Dengan CH4 Melalui Kontaktor Membran Superhidrofobik, Depok:

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.

Servatius, 2012. Absorpsi Gas CO2 Melalui Kontaktor Membran Serat Berongga

Menggunakan Larutan Penyerap Tunggal dan Campuran Senyawa Amina : Pengaruh

Laju Alir CO2, Depok: Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.

Yan, S.-P., Fang, M.-X., Zhang, W.-F., Wang, S.-Y., Xu, Z.-K., Luo, Z.-Y. & Cen, K.-F.

2007. Experimental study on The Separation of CO2 From Flue Gas Using Hollow

Fiber Membrane Contactors Without Wetting. Fuel Processing Technology, pp. 88,

501-511.

Yuexia, L., 2011. Experimental Studies On CO2 Capture Using Absorbent In A

Polypropylene Hollow Fiber Membrane Contactor, s.l.: Malardalen University.

Zhang, H., Wang, R., Liang, D. & Tay, J., 2006. Modeling and Experimental Study of CO2

Absorption in a Hollow Fiber Membrane Contactor. Journal of Membran Science, pp.

279, 301-310.

Absorpsi Gas ..., Aulia Andika Putri, FT UI, 2017