universal precaution 3

23
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) 2.1.1. Definisi Kewaspadaan Universal Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Pada semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter dan dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan terjadi. Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan bahwa pedoman tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah menular. 2.1.2. Penerapan Kewaspadaan Universal Pasien terinfeksi atau tidak, setiap petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien (Menurut pusat informasi penyakit infeksi nosocomial tahuan 2009). 10 Universitas Sumatera Utara

Upload: ryan-oneal

Post on 18-Feb-2015

159 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Universal Precaution 3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kewaspadaan Universal (Universal Precaution)

2.1.1. Definisi Kewaspadaan Universal

Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan

oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan

didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan

penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007).

Pada semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek

dokter dan dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan

cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber

infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi

seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan terjadi. Pedoman

ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan bahwa pedoman

tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi

yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih

mudah menular.

2.1.2. Penerapan Kewaspadaan Universal

Pasien terinfeksi atau tidak, setiap petugas layanan kesehatan harus

menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua

pasien (Menurut pusat informasi penyakit infeksi nosocomial tahuan 2009).

10

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Universal Precaution 3

Tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Cuci tangan selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari, punggung tangan, ujung

jari dan ibu jari digosok menyeluruh) dengan sabun di air mengalir setelah

berhubungan dengan pasien.

b. Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah atau terkontaminasi

dengan cairan tubuh.

c. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh.

d. Tangani dan buang jarum suntik dan alat kesehatan tajam sekali pakai.

e. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh pasien dengan disinfektan.

f. Penanganan alat medis harus sesuai dengan standar disinfeksi dan sterilisasi.

g. Tangani semua bahan yang telah tercemar cairan tubuh pasien dengan cara

sterilisasi atau disinfeksi.

h. Pembuangan limbah sesuai dengan prosedur pembuangan limbah RS.

2.1.3. Alasan Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan

Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan universal tidak diterapkan, termasuk:

a. Petugas layanan kesehatan kurang pengetahuan.

b. Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung

tangan dan masker.

c. Penyediaan pasokan tersebut kurang.

d. Petugas layanan kesehatan ‘terlalu sibuk’.

e. Dianggap Odha harus ‘mengaku’ bahwa dirinya HIV-positif agar kewaspadaan

dapat dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Universal Precaution 3

f. Rumah sakit swasta enggan membebani semua pasien dengan ongkos

kewaspadaan yang pasien anggap tidak dibutuhkan.

Kewaspadaan universal diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan

yang dapat terjadi. Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu

jarum suntik yang dipakai pada pasien menusuk kulit seorang petugas layanan

kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus

pasien yang bersangkutan terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan

dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika darah dari

pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa

(misalnya masuk mata) petugas

layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun belum

ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar hepatitis B, risiko jelas

jauh lebih tinggi (Pusat Informasi Penyakit Infeksi Nosocomial, 2009).

2.2. Tenaga Kesehatan 2.2.1. Definisi Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan yang berhubungan dengan penerapan universal precaution

dalam mitigasi bencana HIV/AIDS terdiri dari :

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Universal Precaution 3

a. Tenaga medis meliputi dokter umum, spesialis penyakit dalam dan dokter gigi

dengan tugas memberikan pengobatan kepada pasien HIV/AIDS melalui obat-

obatan.

b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan mempunyai tugas merawat

pasien HIV/AIDS dalam 24 jam dengan adanya pembagian 3 (tiga) shift (pagi,

sore dan malam).

c. Tenaga keteknisian medis meliputi analis kesehatan bertugas mengambil sampel

darah pasien HIV/AIDS untuk pemeriksaan laboratorium dan teknisi transfusi

bertugas untuk memberikan tambahan darah kepada pasien HIV/AIDS.

2.3. Mitigasi 2.3.1. Definisi Mitigasi

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik

melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

menghadapi ancaman bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan

atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu

diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan

penjinakan/peredaman.

Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik

yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana non alam.

Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat

kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan atau kerugian harta benda

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Universal Precaution 3

yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan

rencana atau srategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian risiko (risk

assessmement).

Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan

berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah

dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali

datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki

intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.

2.3.2. Tujuan Mitigasi

Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi

penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs)

dan kerusakan sumber daya alam.

b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.

c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi

serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan

bekerja dengan aman (safe) (PP No. 21, 2008).

2.3.3. Jenis - Jenis Mitigasi

Mitigasi pada prakteknya dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural

dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha

pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi

perencanaan tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Universal Precaution 3

memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula,

kebijakan nasional harus lebih memberikan keleluasan secara substansial kepada

daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi bencana yang dianggap paling

tepat dan paling efektif efisien untuk daerahnya.

2.3.4. Pencegahan Infeksi Nosokomial

Komite pengendalian infeksi dari suatu rumah sakit umum yang besar,

misalnya rumah sakit kelas A dan kelas B, hendaknya mempunyai perwakilan dari

semua bagian dan SMF utama yang bersangkutan dengan pengendalian infeksi, yakni

medis, keperawatan, kesehatan okupasi, bagianenginering, IFRS, bagian suplai,

sentra strelisasi, katering, mirobiologi, administrasi, kesehatan masyarakat, dan juga

tim pengendali infeksi.

Rumah sakit dalam upaya pencegahan penularan infeksi melibatkan berbagai

unsur, mulai dari peran pimpinan sampai tenaga kesehatan sendiri. Peran pimpinan

adalah penyediaan sistem, sarana, dan pendukung lainnya. Peran tenaga adalah

sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan infeksi. Dengan berpedoman

pada perlunya peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit dan sarana kesehatan

lainnya, maka perlu dilakukan pelatihan yang menyeluruh untuk meningkatkan

kemampuan tenaga dalam pencegahan infeksi di rumah sakit. Dan meningkatkan

mutu pelayanan rumah sakit melalui pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah

sakit yang dilaksanakan oleh semua instalasi, meliputi kualitas pelayanan, manajemen

risiko, clinical govermance, serta kesehatan dan keselamatan kerja.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Universal Precaution 3

Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi

nosokomial adalah peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam melalui

penerapan universal precaution atau yang disebut kewaspadaan universal yaitu cara

penanganan terbaru dalam meminimalkan pajanan cairan tubuh dari pasien ke

petugas kesehatan tanpa memperdulikan status infeksi. Dasar kewaspadaan universal

adalah cuci tangan secara benar, penggunaan alat pelindung, desinfeksi dan

mencegah alat tusukan tajam, dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme

melalui darah dan cairan tubuh (Pusat Informasi Penyakit Infeksi Indonesia, 2009).

2.3.5. Sarana dan Prasarana Pencegahan Infeksi Nosokomial

a. Sarana Cuci Tangan

Sarana cuci tangan adalah ketersediaan air mengalir dengan saluran

pembuangan atau bak penampungan yang memadai. Dengan guyuran air mengalir

tersebut diharapkan mikroorganisme akan terlepas ditambah gesekan mekanisme atau

kimiawi saat mencuci tangan mikroorganisme akan terhalau dan tidak menempel lagi

di permukaan kulit (Nursalam, 2007).

Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam

pencegahan dan pengontrolan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk

membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi

mikroba.

Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan

tindakan pemeriksaan terhadap pasien (Nursalam, 2007). Adapun langkah-langkah

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Universal Precaution 3

mencuci tangan yang benar dan efektif dalam mengurangi infeksi nosokomial sebagai

berikut:

1) Gunakan wastafel yang mudah digapai dengan air mengalir yang hangat, sabun

biasa atau sabun antimicrobial, lap tangan kertas atau pengering,

2) Lepaskan lap tangan dan gulung lengan panjang keatas pergelangan tangan.

Hindari memakai cincin, lepaskan selama mencuci tangan.

3) Jaga supaya kuku tetap pendek dan datar,

4) Inspeksi permukaan tangan dan jari akan adanya luka atau sayatan pada kulit dan

kutikula,

5) Berdiri didepan wastapel. Jaga agar tangan dan seragam tidak menyentuh wastapel,

6) Alirkan air. Tekan pedal dengan kaki untuk mengatur aliran dan suhu atau dorong

pedal lutut secara lateral untuk mengatur aliran dan suhu.

7) Hindari percikan air mengenai seragam,

8) Atur aliran air sehinnga suhu hangat,

9) Basahi tangan dan lengan bawah dan seksama sebelum mengalirkan air hangat.

Pertahankan supaya tangan dan lengan bawah lebih rendah dari pada siku selama

mencuci tangan,

10) Taruh sedikit atau sabun antimicrobial cair pada tangan, sabuni dengan seksama.

11) Gosok kedua tangan dengan cepat paling sedikit 10 – 15 detik. Jalin jari-jari

tangan dan gosok telapak dan bagian punggung tangan dengan gerakan sirkuler

paling sedikit masing-masing lima kali. Pertahankan supaya ujung jari berada

dibawah untuk memungkinkan pemusnahan mikroorganisme,

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Universal Precaution 3

12) Jika daerah dibawah kuku kotor, bersihkan dengan kuku jari tangan yang satunya,

dan tambah sabun atau stik orangewood yang bersih,

13) Bilas tangan dan pergelangan tangan dengan seksama, pertahankan supaya letak

tangan dibawah siku,

14) Ulangi langkah 10 sampai 12 namun tambah periode mencuci tangannya 1,2, 3

detik,

16) Keringkan tangan dengan seksama dan jari tangan ke pergelangan tangan dan

lengan bawah dengan handuk kertas (tisu) atau pengering,

17) Tutup air dengan kaki dan pedal lutut. (Swearingen, 2000)

b. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir

tenaga dari risiko pejajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret atau ekskret, kulit

yang tidak utuh dan selaput lender pasien. Jenis tindakan yang berisiko mencakup

tindakan rutin. Jenis alat pelindung seperti sarung tangan, masker, topi,

apron/celemek, kacamata dan sepatu boot. Tidak semua alat pelindung tubuh harus

dipakai, tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan dikerjakan (Nursalam,

2007).

Menurut Swearingen (2000), terdapat dua bentuk pencegahan yaitu: tindakan

pencegahan standart, didesain untuk semua perawatan pasien di rumah sakit tanpa

memperhatikan diagnosis mereka atau status infeksi sebelumnya. Tindakan

pencegahan transmisi, yang dibagi dalam kategori udara, droplet dan kontak dan

digunakan pada pasien yang diketahui atau dicurigai terinfeksi atau terkolonisasi

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Universal Precaution 3

pathogen secara epidemiologis dapat ditularkan melalui udara dan kontak, baik

dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung. Tindakan pencegahan

standar diterapkan untuk darah, sekresi, dan ekresi cairan tubuh tanpa memerhatikan

kandungan darah yang terlihat pada membran mukosa. Tindakan pencegahan

berdasarkan transmisi dirancang untuk pasien yang telah didokumentasikan

mengalami atau dicurigai terinfeksi yang dapat ditransmisikan melalui udara atau

droplet, organisme yang penting secara epidomiologis, temasuk proteksi penyakit

menular (Patricia, 2005).

c. Kontrol atau Eliminasi Agen Infeksius

Tenaga kesehatan yang melakukan pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi

objek yang terkontaminasi untuk mengurangi atau memusnahkan mikroorganisme.

Pembersihan adalah membuang sampah material asing seperti kotoran dan materi

organik dari suatu objek. Desinfeksi menggambarkan proses yang memusnahkan

banyak atau semua mikroorganisme, dengan pengecualian spora bakteri, dari objek

yang mati. Biasanya menggunakan desinfeksi kimia atau pasteurisasi basah.

Sterilisasi adalah pemusnahan seluruh mikroorgnisme termasuk spora. Alat-alat harus

dalam keadaan streil pada saat pembeliannya atau bila mungkin disterilkan dengan

otoklaf untuk menghindari kontaminasi dengan mikroorganisme yang berasal dari air

seperti mikrobakteria (Nursalam, 2007).

d. Kontrol atau Eliminasi Reservoir

Tenaga kesehatan yang melakukan eliminasi reservoir dengan membersihkan

cairan tubuh, drainase, atau larutan yang merupakan tempat mikroorganisme. Tenaga

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Universal Precaution 3

kesehatan juga membuang sampah dengan hati-hati alat yang terkontaminasi material

infeksius. Semua institusi kesehatan harus memiliki pedoman untuk membuang mater

sampah infeksius menurut kebijakan lokal dan Negara (Nursalam, 2007). Sampah

cair dituang ke dalam sistem pembuangan kotoran tertutup. Sampah medis dan

nonmedis dilakukan insemerasi (pembakaran) atau dikubur. Sampah tajam dilakukan

enkapsulisasi atau disemenkan.

e. Kontrol Terhadap Portal Keluar

Tenaga kesehatan yang melakukan praktek pencegahan dan kontrol ntuk

meminimalkan atau mencegah organisme yang keluar melalui saluran pernafasan,

tenaga kesehatan harus selalu menghindari berbicara langsung terhadap pasien.

Tenaga kesehatan harus selalu menggunakan sarung tangan sekali bila pakai

menangani eksudat. Masker, gown dan kacamata jika terdapat kemungkinan adanya

percikan dan kontak cairan. Kegunaan APD ini yaitu topi untuk menutupi rambut

yang berguna agar tidak jatuh kedalam luka, kacamata berguna untuk mencegah

percikan cairan tubuh atau darah ke dalam mata, masker untuk mencegah terciumnya

bau bila tenaga kesehatan yang demam ringan namun tetap bekerja harus memakai

masker, khususnya bila mengganti balutan atau melakukan prosedur steril,

apron/celemek berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh, sarung tangan untuk

mencegah penularan infeksi melalui tangan, dan sepatu boot untuk mencegah trauma

atau tusukan jarum.

Tenaga kesehatan juga bertanggung jawab mengajarkan klien untuk

melindungi organ lain pada saat bersin dan batuk. Cara lain mengontrol keluarnya

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Universal Precaution 3

mikroorganisme adalah penanganan yang hati-hati terhadap eksudat. Cara yang

terkontaminasi dapat dengan mudah terpecik saat dibuang di toilet atau dibak sampah

(Nursalam, 2007).

f. Pengendalian Penularan

Tenaga kesehatan yang melakukan pengendalian infeksi secara efektif, dengan

tetap waspada tentang jenis penularan dan cara mengotrolnya. Bersihkan dan

sterilkan semua peralatan yang reversibel. Teknik yang paling penting adalah

mencuci tangan dengan aseptik. Untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui

kontak tidak langsung, peralatan dan bahan yang kotor harus dijaga supaya tidak

bersentuhan langsung dengan baju tenaga kesehatan (Nursalam, 2007).

g. Kontrol Terhadap Portal Masuk

Tenaga kesehatan yang melakukan harus mempertahankan integritas kulit dan

membran mukosa menurunkan kemungkinan penjamu. Tenaga kesehatan harus

berhati-hati terhadap resiko jarum suntik. Tenaga kesehatan harus menjaga kesterilan

alat dan tindakan invasive. Klien, tenaga kesehatan dan tenaga kebersihan berisiko

mendapat infeksi dari tusukan jarum secara tidak sengaja. Pada saat pembersihan luka

tenaga kesehatan menyeka bagian dalam dulu kemudian bagian luar (Nursalam,

2007).

h. Perlindungan Terhadap Penjamu yang Rentan

Tenaga kesehatan yang melakukan tindakan proteksi atau barier termasuk

penggunaan pakaian pelindung, sarung tangan, kacamata dan masker serta alat

pelindung lainnya. Perawatan semua klien, kewaspadaan berdasarkan penularan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Universal Precaution 3

perlukaan untuk mengurangi resiko infeksi untuk klien tanpa memandang jenis sistem

proteksi, tenaga kesehatan harus menikuti prinsip dasar yaitu: harus mencuci tangan

sebelum masuk dan meninggalkan ruangan, benda yang terkontaminasi harus dibuang

untuk mencegah penyebaran mikroorganisme, pengetahuan tentang proses penyakit

dan jenis penularan infeksi harus diaplikasikan pada saat menggunakan barier

pelindung, semua orang yang kemungkinan terpapar selama perpindahan klien diluar

kamar proteksi harus dilindungi. Lingkungan yang protektif yng digunakan untuk

proteksi dapat memiliki tekanan udara yang negatif untuk mencegah partikel

infeksius mengalir kelur dari ruangan. Ada juga kamar khusus dengan tekanan aliran

positif digunakan pada pasien yang rentan seperti resipien transplantasi (Nursalam,

2007).

i. Perlindungan Bagi Tenaga Kerja

Perlindungan barier harus sudah bersedia bagi tenaga kesehatan yang

memasuki kamar proteksi, penggunaan gown, sarung tangan, masker dan kacamata

pelindung. Tenaga kesehatan mengenakan sarung tangan bila risiko terpapar materi

infeksius, khususnya sarung tangan direkomendasikan saat tenaga kesehatan ada

goresan atau luka pada kulit, saat melakukan fungsi vena, karena merek berisiko

terkena tumpahan darah atau cairan tubuh lainnya pada tangan, dan bila mereka

kurang pengalaman. Centre of Diases Control lebih lanjut merekomendasikan bahwa

sarung tangan hanya digunakan sekali pakai.

Menurut Blais et al, 2006 dikutip dalam Bertha, 2010 Konsep pencegahan

infeksi nosokomial di rumah sakit tidak dapat dilakukan secara individual, oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Universal Precaution 3

karena itu dalam pelaksanaannya harus mengacu kepada tenaga kesehatan, bahwa

tenaga kesehatan adalah pemberian asuhan yang di pimpin oleh tenaga kesehatan

yang professional. Tenaga kesehatan menekankan nilai humanistik dan berespon

terhadap kebutuhan pasien dan tenaga kesehatan. Dengan menekankan pada nilai

humanistik dan berespon, maka upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit

dapat dilakukan secara optimal.

2.3.6. Penerapan Mitigasi Sesuai dengan Prosedur Ketetapan (Protap) di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Adapun yang menjadi tindakan-tindakan perawatan kepada pasien sesuai

dengan protap mulai dari ruangan UGD, VCT (Voluntary Counselling and Testing)

sampai ke Rindu A1 dan Hemodialisa Darah (HD) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan adalah :

a. Protap kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrab)

Alkohol/handrab merupakan cairan alternatif pengganti cuci tangan berbasis

alkohol 60 % - 90 % dicampur dengan emolien (perbandingan 100 ml : 2 ml),

penjelasan protap terlampir.

b. Protap memakai dan melepas sarung tangan.

Sarung tangan ini dipakai sewaktu melaksanakan tindakan inpasif, penjelasan

protap terlampir.

c. Protap penanganan petugas terpajan jarum suntik yang terkontaminasi dengan

penderita HIV/AIDS (terlampir).

d. Protap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) (terlampir).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Universal Precaution 3

e. Protap penanganan tumpahan darah/cairan tubuh di lantai (terlampir).

2.3.7. Penerapan APD Oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Ruang Perawatan UGD, VCT dan RA 1 dan Hemodialisa Darah (HD).

Tabel 2.1. Penerapan Alat Pelindung Diri (APD) oleh Tenaga Kesehatan dalam

Mitigasi Bencana HIV/AIDS di 4 Ruangan RSUP H. Adam Malik Medan

Unit Gawat

Darurat (UGD) Voluntary

Counseling and Testing (VCT)

Ruangan HIV/AIDS (RA 1)

Hemodialisa Darah (HD)

a. Masker 4(penutup mulut)

b. Handscoen c. Sepatu boot

a. Masker b. Handscoen

a. Masker b. Handscoen

a. Masker b. Handscoen

Sumber : RSUP H. Adam Malik Medan, 2012

2.4. Bencana

2.4.1. Definisi Bencana

UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun

faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2.4.2. Jenis-Jenis Bencana

Jenis-jenis bencana yang ada di Indonesia adalah sebegai berikut :

a. Bencana alam adalah fenomena atau gejala alam yang disebabkan oleh keadaan

geologi, biologis, seismis, hidrologis, dan keadaan meteorologis atau disebabkan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Universal Precaution 3

oleh karena suatu proses dalam lingkungan alam yang mengancam kehidupan,

struktur, dan perekonomian masyarakat seperti dapat menimbulkan malapetaka

seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dan sebagainya.

b. Bencana buatan manusia

adalah peristiwa yang terjadi oleh karena proses

teknologi, interaksi manusia dengan lingkungannya atau interaksi manusia di

dalam dan di antara masyarakat itu sendiri yang menimbulkan dampak negatif

terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat seperti hasil pembangunan,

kerusuhan sosial, kecelakaan lalu lintas, KLB akibat wabah penyakit menular,

kerusuhan sosial bernuansa sara, dan sebagainya.

2.5. Mitigasi Bencana

Adapun mitigasi bencana atau tindakan-tindakan pencegahan infeksi pada

pasien HIV/AIDS adalah :

a. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.

b. Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti HIV/AIDS

Petugas kesehatan dapat terpapar HIV/AIDS di tempat kerjanya melalui :

a. Percikan atau cairan tubuh pada mata, hidung, dan mulut melalui diskontinuitas

permukaan kulit (misalnya luka atau lecet yang kecil).

b. Luka tusuk yang disebabkan oleh jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam

lainnya, baik pada saat prosedur dilakukan atau pada saat memproses peralatan.

Memakai sarung tangan, menggunakan alat perlindungan pribadi (topi, kacamata,

masker, celemek, sepatu boot dan lain-lain) dapat melindungi penolong terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Universal Precaution 3

kemungkinan terkena percikan, berhati-hati saat menangani benda tajam dan

melakukan dekontaminasi serta memproses peralatan yang terkontaminasi secara

benar, merupakan cara-cara efektif untuk meminimalkan risiko infeksi, tidak

hanya bagi pasien yang ada di ruangan tetapi juga terhadap tenaga kesehatan

lainnya lainnya.

2.6. HIV/AIDS

2.6.1. Definisi AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome atau

Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala

dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh

manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang

menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat

HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang

terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah

terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju

perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan

(WHO, 2009).

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired

artinya didapat, bukan penyakit keturunan, Immuno berarti sistem kekebalan tubuh,

Deficiency artinya kekurangan, sedangkan Syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Universal Precaution 3

merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah

sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency

Virus) (Djoerban, 2001).

HIV (Human Immunodefeciency Virus), termasuk familia retrovirus. Sel-sel

darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi HIV adalah sel-sel

limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh. HIV

memperbanyak diri dalam sel limfosit T yang diinfeksinya dan merusak sel-sel

tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh

berangsur-angsur menurun.

2.6.2. Pola Penularan Virus HIV Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak

ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Sejumlah 75-85% penularan

terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual),

5%-10 % akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik),

3-5% melalui transfuse darah yang tercemar.

Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia

produktif (15-49 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung

meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV.

Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap

HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan

dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil

trimester terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Universal Precaution 3

2.6.3. Patofisiologi (Perjalanan Infeksi) HIV/AIDS

Seseorang terkena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun

untuk sampai ke tahap AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka

selama 2 - 4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan

pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap

ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk pada tahap AIDS, orang tersebut

dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV positif ini

maka keadaan fisik yang bersangkutan tidak mempunyai kelainan khas ataupun

keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan,

maka dalam kondisi ini yang bersangkutan sudah aktif menularkan virusnya ke orang

lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah.

Virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih

(yang berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka

kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana tejadi

berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dan

sebagainya. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena

infeksi tersebut.

Seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu

12 tahun sering terjadi di negara industri seperti Jerman, sedangkan di negara

berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS,

survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun, sedangkan di

negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Universal Precaution 3

dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infkesi oportunistik dan

kualitas pelayanan yang lebih baik.

2.6.4. Masyarakat yang Berpotensi Tertular HIV Infeksi virus AIDS terutama disebabkan oleh perilaku seksual berganti-ganti

pasangan. Oleh karena itu yang paling berisiko untuk tertular AIDS adalah siapa saja

yang mempunyai perilaku tersebut, terlebih lagi berganti-ganti pasangan tersebut

adalah orang yang berisiko tinggi. Harus diingat bahwa perilaku seperti ini bukan

hanya dimiliki oleh kelompok pekerja seks tetapi juga oleh kelompok lain seperti

misalnya remaja, mahasiswa, eksekutif muda dan sebagainya. Jadi yang menjadi

masalah disini bukan pada kelompok mana tetapi pada perilaku yang berganti-ganti

pasangan.

Potensi tertular HIV/AIDS adalah orang yang mendapat tansfusi darah yang

tercemar virus HIV. Penggunaan alat suntik secara bergantian tanpa melalui proses

sterilisasi. Anak yang lahir dari ibu yang mengidap virus HIV. Orang yang karena

pekerjaannya sering berhubungan dengan penderita HIV/AIDS seperti dokter,

perawat, petugas transfusi darah, bidan, dan sebagainya. Aktivitas tersebut akan

menjadi pintu masuk bagi virus HIV/AIDS (Depkes, 2006).

2.6.5. Mitigasi Bencana HIV/AIDS

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS.

Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka penularan

AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual, atau jika terpaksa

harus melakukan hubungan seksual dengan orang yang berisiko tinggi diharuskan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Universal Precaution 3

menggunakan kondom. Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak darah,

misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak

boleh menjadi donor darah.

Tindakan tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS untuk

diterapkan di RSUP H. Adam Malik yaitu :

a. Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau yang mengandung antiseptik

selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari, punggung tangan, ujung jari dan ibu

jari digosok menyeluruh).

b. Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir dan biarkan tangan kering.

c. Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah atau peralatan yang

terkontaminasi.

d. Pakai masker dan kacamata pelindung bila ada percikan cairan tubuh pasien.

e. Tangani dan buang jarum suntik dan alat kesehatan tajam setelah sekali pakai.

f. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh pasien.

g. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.

2.7. Landasan Teori

Menurut Gibson (1996), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan

prestasi kerja terhadap kinerja, yaitu variabel individu, organisasi dan psikologis.

Faktor individu dan demografi mencakup sub variabel jenis kelamin, umur,

pekerjaan, lama bekerja, pengetahuan tentang UP. Faktor organisasi meliputi :

lingkungan kerja, pelatihan ketrampilan UP. Faktor psikologis meliputi : persepsi

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Universal Precaution 3

kemungkinan terkena infeksi HIV, persepsi tentang keparahan penyakit HIV, dan

persepsi tentang efektifitas UP mencegah penyakit.

Gambar 2.1. Model Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Tingkat Kepatuhan Penerapan UP

Faktor Individu 1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Pekerjaan 4. Lama bekerja 5. Pengetahuan

tentang UP

Faktor Psikologis 1. Persepsi kemungkinan

terkena infeksi HIV 2. Persepsi tentang keparahan

penyakit 3. Persepsi tentang efektifitas

UP mencegah penyakit

Penerapan Universal Precaution oleh Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit

Faktor Organisasi 1. Lingkungan kerja 2. Pelatihan

ketrampilan UP

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Universal Precaution 3

2.8. Kerangka Konsep Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas serta kerangka teori yang

ada, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Mitigasi Bencana HIV/AIDS

Meminimalkan infeksi yang disebabkan mikroorganisme dan menurunkan risiko penularan penyakit dari pasien ke tenaga kesehatan melalui pengetahuan dan sikap tentang pemakaian APD di RSUP H. Adam Malik Medan

Penerapan Universal Precaution dalam melaksanakan tindakan mitigasi bencana HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik

Universitas Sumatera Utara