laporan universal precaution

Upload: nurina-habsah

Post on 20-Jul-2015

479 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Adanya penyakit dapat menurunkan derajat kesehatan seseorang. Oleh karena itu, banyaknya macam penyakit sebaiknya juga diimbangi dengan peningkatan perlindungan diri dan kewaspadaan diri terhadap ancaman penularan penyakit. Penyakit dapat ditularkan melalui udara dalam bentuk droplet atau aerosol, makanan atau minuman, tanah, fecal-oral, ataupun melalui darah dan cairan tubuh lainnya. Penyakit yang ditularkan tersebut dapat disebabkan karena infeksi bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Infeksi tersebut dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung ataupun melalui media. Infeksi merupakan hal yang penting diperhatikan dalam kedokteran gigi. Hal tersebut diperlukan untuk mengurangi penularan oleh pasien, dokter, perawat, maupun dari alat-alat dan bahan yang telah terpajan bibit penyakit. Infeksi yang terjadi dalam ruang lingkup layanan medis disebut dengan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial dalam kedokteran gigi sangat mungkin terjadi karena kurangnya kontrol terhadap tata laksana penanggulangan infeksi akibat dari kurangnya kesadaran tenaga kesehatan gigi terhadap bahaya infeksi. Hal tersebut erat kaitannya dengan upaya medis dalam kedokteran gigi yang sangat berisiko terhadap timbulnya suatu infeksi, contohnya adalah kontak langsung dengan pasien ketika dokter gigi melakukan ekstraksi atau tindakan pencabutan gigi yang tentu saja akan bersinggungan dengan darah dan saliva. Darah dan saliva tersebut dapat berperan sebagai perantara terjadinya infeksi. Salah satu penyakit yang diperantarai oleh darah dan saliva tersebut adalah penyakit HIVAIDS yang dapat menyebabkan sistem imunitas menurun.

1

Oleh karena itu, usaha untuk mencegah terjadinya penularan infeksi dilakukan dengan prosedur dalam tata laksana penanggulangan infeksi. Penanggulangan infeksi tersebut dapat dilakukan sesuai dengan konsep dari Universal Precaution. Diskusi PBL (Problem Based Learning) yang dilaksanakan pada tanggal 26 dan 29 November 2010 membahas mengenai Universal Precaution dan kaitannya dengan kedokteran gigi. 1.2 Tujuan1.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui konsep Universal Precaution.

1.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara penularan dari penyakit HIV-AIDS. 1.2.3 Mahasiswa dapat menyebutkan manifestasi oral yang terjadi pada penderita HIV-AIDS. 1.2.4 Mahasiswa dapat menjelaskan cara pencegahan dan kewaspadaan terhadap penularan infeksi dalam kedokteran gigi. 1.2.5 Mahasiswa dapat menganalisa hal-hal yang terkait dengan perawatan medis pada penderita HIV-AIDS. 1.3 Metode 1.1 Diskusi Diskusi dilaksanakan dalam rangkaian pelaksanaan PBL (Problem Based Learning). 1.2 Browsing Internet Metode yang dilakukan dengan mencari bahan sebagai sumber referensi yang didapat dari internet. 1.3 Studi Pustaka

2

Metode yang dilakukan dengan mencari bahan sebagai sumber referensi yang didapat dari referensi buku, jurnal, atau karya ilmiah.

BAB II BATASAN MASALAH 2.1 Skenario PBL Dentist are often the first to notice the clinical changes that signal the onset of symptomatic HIV disease, making them vital to helping HIV-infected people maaintain good health. In 1985 in response to the identification of the HIV virus, the Centre for Disease Control and Prevention in Atlanta, USA introduced the concept of universal precaution which has since been adopted by health car providers across the world. Universal precaution were designed to limit the spread of Blood Borne Virus (BBV) in the health care setting. The precautions are based on the assumption that all blood and other body fluids, such as saliva that might contain blood should be treated as infectious, because patients with blood borne infections can be asymptomatic or unware they are infected. Hence the same infection control precaution are applied to all dental patient.

2.3 Terjemahan Skenario Dokter gigi seringkali sebagai perhatian pertama dari perubahan klinis yang menandai perkembangan dari penyakit HIV yang simptomatis, hal tersebut3

menjadikan dokter gigi penting peranannya untuk membantu orang yang terinfeksi HIV untuk mempertahankan kesehatannya. Pada 1985, sebagai respon dari identifikasi dari HIV, Pusat Kontrol Penyakit dan Pencegahan di Atlanta, USA memperkenalkan konsep dari kewaspadaan universal yang diadopsi dari tenaga medis di seluruh dunia. Kewaspadaan universal yang didesain untuk mengurangi penyebaran dari virus yang diperantarai darah dalam dunia medis. Kewaspadaan berdasar pada asumsi bahwa seluruh darah dan cairan lainnya seperti saliva yang mungkin terdapat darah yang dapat menjadi infeksius, karena pasien dengan infeksi melalui darah dapat asimptomatik atau tidak diketahui terinfeksi. Kontrol kewaspadaan terhadap infeksi diaplikasikan pada seluruh pasien gigi.

Batasan masalah yang sesuai dengan skenario PBL dan memiliki korelasi dengan diskusi yang telah dilaksanakan dalam PBL tersebut adalah sebagai berikut. a. Bagaimana patofiologi dari HIV/AIDS? b. Bagaimana cara penularan HIV? c. Bagaimana perkembangan klinis dari HIV/AIDS?d. Bagaimana manifestasi oral dari penderita HIV/AIDS? e. Bagaimana prosedur pencegahan dan keselamatan kerja menurut

Universal Precaution? f. Apa saja kontra indikasi dari penderita HIV?

4

BAB III PEMBAHASAN Klarifikasi Istilah:a. HIV:

Human

Immunodefisiensi

Virus

merupakan

famili

dari

retroviridae yang merupakan virus penyebab dari AIDS dan menyerang respon imun terutama CD4 (Chris, 2006).5

b. Blood Borne Virus: Virus yang penyebarannya diperantarai oleh darah

(Cotton, 1998).c. Universal Precaution: Rekomendasi yang dikembangkan oleh Pusat

Pengendalian Penyakit dan Pencegahan untuk mengontrol penyebaran penyakit menular. Kewaspadaan universal memperlakukan semua darah manusia dan cairan tubuh sebagai infeksi (http//:www.toolingu.com).d. Infeksi: masuknya mikroorganisme seperti bakteri, parasit, virus, dan

jamur yang disertai dengan respon immunologi dengan gejala klinik maupun tanpa gejala klinik (Cotton, 1998).

3.1 Patofisiologi HIV/AIDS Setelah infeksi, HIV menyerang limfosit CD4+ dan menyebabkan produksinya menurun bahkan dihambat. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi immunologis yang penting. Apabila terdapat viremia dan virus menyerang CD4, berkebalikan dengan itu, jumlah CD8 meningkat. Sedangkan CD8 tersebut menyebabkan kontrol yang optimal terhadap replikasi HIV. Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, sekitar 3-6 minggu setelah terinfeksi. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik. Seiring dengan memburuknya kekebalan tubuh, penderita akan menampakan gejala akibat karena infeksi opurtunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, diare, limphadenopati, dan infeksi jamur. Perjalanan penyakit HIV lebih progesif pada pengguna narkotika dan penderita infeksi lain karena semakin menurunkan jumlah CD4 di dalam tubuh. Pada akhirnya, penderita akan semakin mudah mendapatkan infeksi dan komplikasi dari penyakit lainnya (Zubairi, 2009). 3.2 Cara Penularan HIV6

HIV dapat ditemukan pada darah, saliva, cairan serebrospinal, semen, sekret vagina atau serviks, urine, dan ASI. Penularan yang paling efisien melalui darah dan semen. HIV juga dapat ditularkan melalui air susu dan sekresi vagina atau serviks. Tiga cara utama penularan adalah kontak dengan darah dan kontak seksual serta kontak dari ibu ke bayi. Setelah virus ditularkan akan terjadi serangkaian proses yang kemudian menyebabkan infeksi (Price, 2005). Ada beberapa cara bahwa HIV menyebar dan mereka termasuk: 1. Dari orang yang terinfeksi kepada orang yang tidak terinfeksi selama dubur tanpa kondom, vagina, atau oral hubungan seksual oral. 2. Pengguna narkoba suntikan terinfeksi ketika mereka berbagi jarum suntik. 3. Wanita yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus kepada anak yang belum lahir mereka. 4. Penularan darah ke darah dapat terjadi ketika darah yang terinfeksi dari seorang individu memasuki aliran darah orang lain melalui transfusi darah (http//:www.toolingu.com). Pada perawatan medis gigi, HIV dapat ditularkan utamanya melalui darah dan saliva. Walaupun sebenarnya pada penularan melalui saliva tidak serta merta terinfeksi, tetapi di dalam saliva tersebut terdapat darah sehingga lebih berisiko untuk mendapatkan infeksi. Hal tersebut dikarenakan jumlah virus pada darah jauh lebih banyak daripada pada saliva (Cotton, 1998).

3.3 Perkembangan Klinis Perkembangan klinis dari HIV dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu fase infeksi, fase jendela, fase serokonversi, fase asimptomatik, fase HIV/AIDSrelated illness, dan fase akhir atau fase AIDS. Berikut ini adalah penjelasannya.7

3.3.1 Pada fase infeksi, HIV mulai masuk dan tidak tampak gejala. Virus

mulai berkembang dan menetap terutama pada nodus limfatika.3.3.2 Fase jendela adalah fase pada sekitar 1 bulan setelah terjadinya

infeksi. Pada fase tersebut tidak tampak tanda dan gejala. Virus bereplikasi sangat cepat dan pada fase ini penderita sangat infeksius sehingga dapat menginfeksi orang lain. Namun, apabila penderita melakukan pemeriksaan darah, akan didapatkan hasil tes negatif.3.3.3 Fase serokonversi yaitu fase pada sekitar 3 bulan setelah terjadinya

infeksi. Pada fase tersebut timbul flu ringan selama 1-2 minggu. Fase ini ditandai dengan perubahan status antibodi negatif menjadi positif, sehinnga hasil tes menunjukkan positif.3.3.4 Fase asimptomatik adalah fase dimana kadar CD4+ umumnya sudah

kembali mendekati normal, tetapi akan menurun seiring dengan waktu. Selama fase ini, baik virus maupun antibodi virus terdapat dalam darah. Durasi fase ini adalah sekitar 1-15 tahun. Penderita masih terlihat sehat.3.3.5 Fase HIV/AIDS rellated illness adalah fase dimana tanda dan gejala

nampak atau yang disebut dengan simptomatik. Gejala meliputi immunosupresi.3.3.6 Fase AIDS merupakan fase akhir dari penyakit HIV/AIDS. Apabila

penderita tidak mendapatkan terapi antiretroviral, durasi hidupnya sekitar kurang dari 2 tahun. Apabila terapi dilakukan, durasi bertahan sampai bertahun-tahun (Zubairi, 2009). 3.4 Manifestasi Oral Penyakit HIV/AIDS memiliki banyak manifestasi di dalam rongga mulut. Manifestasi tersebut sebagai tanda awal dari HIV/AIDS. Secara umum berikut ini adalah macam-macam manifestasi oral HIV/AIDS ( Reznik, 2005). 3.4.1 Infeksi Jamur a. Oral Candidiasis8

Candidiasis merupakan manifestasi awal dari infeksi HIV. Candidiasis dapat dipengaruhi akibat dari adanya xerostomia. Berikut ini adalah macam-macam dari Candidiasis.1) Erythematous candidiasis : ditandai dengan lesi merah, datar,

ukurannya kecil maupun lebar. Lokasi lesi pada dorsal lidah, palatum durum, dan palatum molle.

Gambar 1. Erythematous candidiasis pada palatum

Gambar 2. Erythematous candidiasis pada dorsum lidah

2) Pseudomembranous candidiasis : Plak putih halus, plak

mudah hilang saat diusap dan permukaannya merah.9

Lokasinya pada mukosa bukal, lidah, serta permukaan mukosa oral lainnya.

Gambar 3. Pseudomembranous candidiasis pada palatum3) Cheilitis angularis : fisur eritematus pada sudut mulut. 4) Hyperplastic candidiasis : lesi putih, hiperplasi, tidak dapat

dikerok.

Gambar 4. Cheilitis angularis 3.4.2 Infeksi Virusa. Oral Hairy Leukoplakia : diakibatkan oleh virus Epstein Barr.

Lesi kasar putih tebal, terdapat lipatan vertikal mirip rambut,

10

tidak hilang saat diusap. Lokasinya pada tepi lateral lidah dan mukosa bukal dan pipi.

Gambar 5. Oral Hairy Leukoplakiab. Oral Herpes simpleks : diakibatlkan oleh virus herpes

simpleks. Lokasinya pada bibir, gusi, lidah, palatum, dan mukosa bukal (http://www.emedicinehealth,com)

Gambar 6. Herpes simpleks pada bibir

11

c. Human Papiloma Virus : lesi berupa vesikel-vesikel pada

mukosa mulut.

Gambar 7. Infeksi akibat Human Papiloma virus 3.4.4 Infeksi Bakteri Contohnya adalah periodontitis yang berupa lesi kemerahan di sebagian atau seluruh ginggiva dan kadang disertai dengan perdarahan. Periodontitis dapat disebabkan oleh bakteri Myobacterium avium, Klebsiella pneumonae, Enterobacter cloacae, dan Escherichia coli (Cotton, 1998).

Gambar 8. Periodontitis pada margin gingiva12

3.4.4 Neoplasmaa. Sarkoma Kaposi : lesi makula, nodula, atau peninggian dan

ulserasi, warna merah hingga ungu, lesi awalnya datar, dan merah. Lokasi umumnya di palatum.

Gambar 9. Sarkoma Kaposi pada palatumb. Karsinoma sel skuamosa : lesi datar dan berwarna kemerahan

sampai putih dan berkeratin. Lokasinya pada mukosa bukal, palatum, dorsum lidah, dan ventral lidah (http//:www.pdgionline.com).

13

Gambar 10. Karsinoma sel skuamosa Klasifikasi manifestasi oral juga dapat dikaitkan dengan fase pada HIV/AIDS yaitu sebagai berikut. a. Asimptomatik 1) Erythematous candidiasis 2) Cheilitis angularis 3) Oral Hairy Leukoplakia 4) Sarkoma Kaposi pada lesi awal b. Simptomatik 1) Pseudomembranous candidiasis2) Hyperplastic candidiasis

3) Oral Herpes simpleks 4) Human Papiloma Virus 5) Sarkoma Kaposi yang berdampingan dengan herpes 6) Periodontitis14

7) Karsinoma sel skuamosa (Cotton, 1998) 3.5 Universal Precaution Kewaspadaan universal merupakan suatu proses pengendalian infeksi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan menganggap bahwa darah dan cairan tubuh dapat menyebabkan infeksi dan dapat menyebar (http://www.cdphe.state.co.us).

Prosedur kewaspadaan universal meliputi beberapa hal di bawah ini. 3.5.1 Evaluasi Pasien Evaluasi pasien merupakan suatu usaha untuk mengetahui riwayat penyakit pasien dalam bentuk anamnesa yang meliputi keluhan utama, keluhan yang dirasakan saat ini, riwayat perawatan medis umum, riwayat perawatan medis gigi, keadaan sosial, dan keluarga. Selain hal tersebut, juga mengidentifikasi pasien dengan mengetahui nama, usia, jenis kelamin, ras, maupun informasi-informasi lain yang mengarahkan pada potensi infeksi. 3.5.2 Perlindungan Pribadi a. Anjuran untuk Imunisasi bagi Tenaga Medis Program imunisasi tersebut dilakukan untuk mengurangi insidensi penyakit dan dapat dicegah dengan vaksin. Imunisasi yang dianjurkan kepada tenaga medis adalah pada bidang: 1) Imunisasi dianjurkan pada saat karyawan tersebut diterima sebagai tenaga medis yang rentan. 2) Program imunisasi yang membutuhkan dosis booster.15

3) Imunisasi dan agen kemoterapetik yang hanya diberikan pada situasi pemaparan yang tidak disengaja terhadap penyakit yang dapat menular. Imunisasi yang dilakukan contohnya adalah pada imunisasi rubella, mumps, poliomielitis, hepatitis, dan influenza.b. Teknik Barrier Praktis

Teknik barier dengan memakai sarung tangan, masker, kacamata pelindung, pakaian klinik, isolator karet, dan penutup permukaan adalah pendekatan yang paling efisien dari pencegahan penyakit pada tahap awal. 3.5.3 Sterilisasi dan Desinfeksi Sterilisasi adalah tindakan merusak atau mennghilangkan semua bentuk kehidupan dengan kaitan khusus terhadap mikroorganisme. Sedangkan desinfeksi adalah menghambat atau merusak mikroorganisme patogen. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf ataupun sinar ultraviolet. Desinfeksi cukup dilakukan dengan alkohol, iodine, dan klorin. 3.5.4 Teknik Aseptik Persiapan kerja yang mencakup tindakan dengan kontrol infeksi yang menyeluruh. Hal tersebut meliputi penggunaan dan penyimpanan alat dan bahan, penggunaannya, kebersihan dari tenaga medis sendiri dapat dilakukan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan, dan desain ruang perawatan medis. 3.5.5 Pembuangan Limbah Bahan-bahan disposibel seperti sarung tangan, masker, lap, penutup kertas, dan penutup permukaan yang telah terkontaminasi dengan darah, atau cairan tubuh dibuang ke dalam kantung plastik yang kuat dan kedap untuk mengurangi kontaminasi. Darah, saliva, atau cairan lain dapat

16

dibuang ke dalam saluran pembuangan yang dihungkan dengan sistem sanitasi. Limbah medis dapat ditimbun atu dibakar dengan incinerator. (Cotton, 1998) 3.6 Kontra Indikasi pada Penderita HIV Pada dasarnya semua tindakan medis pada kedokteran gigi harus menghindari kontaminasi dengan darah dan saliva. Pada penderita HIV pada fase awal dengan batas pada fase asimptomatik dapat dilakukan perawatan medis ringan. Namun, tetap menjaga kontaminasi dari darah, saliva, ataupun kontaminan lain. Penerapan tindakan tersebut tidak hanya berlaku pada pasien HIV, tetapi juga untuk seluruh pasien (Cotton, 1998).

17

BAB IV KESIMPULAN Infeksi merupakan masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh. Penyakit infeksi dapat menular melalui udara, fecal-oral, kontak langsung, dan dari darah serta cairan tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi dalam lingkup perawatan medis disebut dengan infeksi nosokomial. Oleh karena itu, khususnya tenaga medis perlu menjaga dan menghindari kontaminasi yang nantinya dapat menyebabkan infeksi. Pencegahan infeksi tersebut diatur dalam konsep kewaspadaan universal diantaranya mengenai evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi dan desinfeksi, serta pembuangan limbah. Setelah tenaga medis mengetahui dan menerapkan konsep tersebut diharapkan tenaga medis dapat menentukan perawatan yang aseptik dan tentunya dapat menghindari dari infeksi.

18

DAFTAR PUSTAKA Chris, S,dkk. 2006. Essential Human Disease for Dentist. Philadelphia: Elsevier Inc. Cotton, J. 1998. Mengendalikan Penyebaran Infeksi pada Praktik Kedokteran Gigi. Jakarta: Widya Medika. Price, S. 2005. Patofiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Reznik, D. 2005. Perspektive-Oral Manifestations of HIV Disease. International AIDS Society. Zubairi, D. 2009. Ilmu Penyakit Dalam : HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta: Interna Publising. http://www.cdphe.state.co.us/ps/hcc/univprecautions.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2010. http://www.emedicinehealth.com/oral_herpes/article_em.htm. Diakses pada tanggal 28 November 2010. http://www.pdgionline.com/v2/index.php? option=com_content&task=view&id=726. Diakses November 2010. http://www.toolingu.com/definition-850115-19843-universal-precaution.html. Diakses pada tanggal 28 November 2010. pada tanggal 28

19

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNIVERSAL PRECAUTION BLOK ENDEMIC DISEASE SEMESTER 3

Tutor: drg. Setiadi W.L., Sp.ORT

20

Disusun Oleh: Advaitha Visnu Manitis G1G009037

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 2010

21