teleangiektasi

Upload: farishario

Post on 08-Jul-2015

65 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hereditary Hemorragic Telangectasia ( Osler- Weber Rendu Syndrome) Hereditary Hemorragic Telangectasia (HHT) adalah kelainan mucocutaneus yang jarang ditemukan, diwariskan secara autosomal dominan. Studi epidemiologi melaporkan prevalensi ditemukan HTT 1 dari 10.000 orang. Mutasi gen satu atau dua gene juga dapat menyebabkan keadaan ini. HHT1 disebabkan oleh mutasi dari ENG (endoglin) gen pada kromosom 9, sedangkan mutasi dari ALK1 (Activine receptore like kinase-1; ACVRL) gene yang berlokasi pada kromosom 12 menyebabkan HHT 2. Protein yang diproduksi oleh gen ini memliki peranan dalam menjaga integritas dinding pembuluh darah. Kedua jenis HHT, banyak vascular hamartoma yang terjadi pada kulit dan mukosa, kelainan vasskular lainnya antara lain arteriovenous fistula. Pasien dengan HHT1 cenderung berhubungan dengan pulmonary,

sedangkan onset telengatasia pada pasien dengan HTT2 terjadi belakangan dan cendrung berhubungan dengan hepatic. Dokter gigi harus terbiasa dengan HTT karena lesi oral merupakan komponen yang paling mudah diidentifikasi dari sindrom.

Penampakan Klinis Diagnosis awal dari HTT dapat ditegakkan dengan riwayat episode epistaksis yang sering terjadi. Pada pemeriksaan lebih lanjut, mukosa nasal dan orofaring menunjukkan banyak papula merah, menyebar dengan ukutan 1-2 mm, yang memucat bila didiaskopi yang menunjukkan bahwa warna merah itu disebabkan oleh darah yang terdapat didalam pembuluh darah (pada kasusu ini, terdapat kapiler yang berdilatasi / teleagiectasia yang dekat dengan permukaan kulit). Pembuluh darah telengiektasia dapat dijumpai di berbagai areal mukosa mulut, namun paling sering dijumpai pada daerah vermillion bibir, lidah, dan mukosa bukal. Semakin tua, teleangiektasi cenderung bertambah banyak dan besar. Pada banyak pasien, teleangiektasi sering dijumpai pada kaki dan tangan. Lesi ini juga terdistribusi pada mukosa gastrointestinal. Mukosa bgenitourinaria, dan mukosa konjungtiva. Teleangiektasia gantrointestinal cendrung mudah pecah dan menyebabkan kehilangan darah yang signifikan, sehingga anemia defisiensi zat besi dapat terjadi pada beberapa pasien. Fistula arteriovenous dapat terjadi pada paru-paru (30% penderita HHT), liver (30%), dan otak (1020%). Lesi otak dapat menjadi factor predisposisi terjadinya abses pada otak. Malformasi veskular pada periodontal dapat menyebabkan septik pulmonary emboli yang dapat dihilangkan dengan pencabutan gigi gigi dengan abses periodontal.

Penegakan diagnosis HTT dapat ditegakkan jika pasien menunjukkan tiga dari empat gejala dibawah ini: 1. Epistaksis spontan kambuhan 2. Teleangiektasia pada mukosa dan kulit 3. Malformasi arterivenosus yang pada paru-paru, liver dan CNS 4. Memiliki riwayat keluarga dengan HTT CREST (Calcinosis Cutis Raynauds phenomenon, Esophageal dysfunction, Sclerodactyly and Telangiectasia) dapat dijadikan differential diagnosis. Untuk penegakan diagnosis diperlukan tes antibody serologic anticentromere, yang bila hasilnya positif menunjukkan keadaan CREST.

Perawatan dan Prognosis Untuk kasus HTT ringan, tidak diperlukan perawatan. Pada kasus HTT moderat dapat dirawat dengan selektif cryosurgery atau electrocautery pada pembuluh darah teleangiectasia. Laser ablation pada lesi teleangiektasi juga dapat dilakukan, namun perawatan ini lebih sukses dilakukan pada kasus teleangiectasi ringan dari pada teleangiektasi moderat. Pada pasien dengan keadaan yang lebih parah dengan episode epistaksis berulang, diperlukan prosedur operasi septum nasi (septal dermplasty). Mukosa nasal yang terlibat dibuang dan diganti dengan skin graft, walaupun beberapa studi lebih lanjut melaporkan graft cenderung menjadi revascular yang menyebabkan masalah. Penutupan nasal merupakan teknik operasi untuk pasien dengan severe epistaksis bila metode lain gagal. Terapi kombinasi progesterone dan estrogen dapat menguntungkan pada beberapa pasien, namun karena efek samping yang berbahaya, terapi ini terbatas untuk individu tertentu. Terapi pemberian zat besi merupakan indikasi untuk pasien dengan defisiensi zat besi, dan transfuse darah terkadang diperlukan untuk mengganti kehilangan darah. Untuk prosedur dental beberapa penulis menyarankan penggunaan antibotik profilaksis sebelum dilakukan prosedur dental untuk menghindari kemungkan bacteria pada pasien dengan HTT dan menderita kelainan arteriovenosus pulmonary. Pasien dengan riwayat, antibiotik tetap disarankan dengan mengabaikan adanya kelainan arteriovenosus pulmonary untuk 1% kemungkinan terjadinya abses otak pada penderita HTT. Beberapa peneliti meyakini bahwa penggunaan antibiotik memiliki fungsi yang hampir mirip dengan profilaksis endocarditis yaitu untuk mencegah komplikasi yang serius. Pasien dengan riwayat HTT harus dilakukan

pemeriksaan malformasi arteriovenosus, yang dieliminas dengan embolisasi atau teknik vasodestruktif lainnya dengan menggunakan metode intervensi radiologi. Prognosis pasien dengan HTT umumnya baik, meskipun terdapat 1-2 % angka kematian yang disebabkan oleh komplikasi yang berkaitan dengan kehilangan darah. Pasien dengan abses otak, angka kematian meningkat hingga 10% meskipun pasien telah didiagnosis dari awal dan sudah mendapat perawatan yang baik.

Tuberous Sclerosis (Epiloia; Bourneville-Pringle Syndrome) Tuberous sclerosis merupakan sejenis sindrom yang jarang terjadi dengan karakteristik klasik pasien yaitu mental retardation, seizure disorder, dan angiofibroma pada kulit. Kondisi ini diwariskan oleh gen autosomal dominan, meskipun pada beberapa kasus bersifat sporadic dan muncul sebagai hasil dari ssuatu mutasi baru. Mutasi ini melibatkan salah satu dari dua gen berikut: TSC1 (ditemukan pada kromosom 9), dan TSC2 (ditemukan pada kromosom 16. Produk dari kedua gen tersebut diyakini memiliki kontribusi yang sama pada jalur biokimia intraseluler yang berfungsi sebagai tumor suppressor, sehingga pada orang yang memiiki kelaian mutasi salah satu gen di atas biasanya dijumpai pertumbuhan multipel hamartoma. Penampakan klinis dari Tuberous sclerosis sangat beragam, namun pasien dengan mutasi pada gen TSC2 memiliki keadaan yang lebih parah daripada pasien dengan mutasi gen TSC2. Tuberous sclerosis ringan sulit untuk didiagnsis. Prevalensi keadaan ini 1: 10000, dan 1 % pasien dengan keadaan ini memiliki riwayat retardasi mental.

Penampan Klinis Penampakan klinis pada pasien dengan Tuberous Sclerosis bervariasi. Salah satunya facial angiofibroma yang muncul sebagai lesi multipel, berbentuk papule dengan permukaan yang halus, dan biasanya ditemukan pada lipatan nasolabialis. Lesi yang mirip juga ditemukan pada disekitar atau di bawah kuku, disebut ungual atau periungual fibroma. Lesi kulit lain yang ditemukan pada pada Tuberous Sclerosis adalah hamartoma pada jaringan ikat, yang disebut shagreen patches dan area hiperpigmentasi ovoid yang disebut ash leaf spot. Meskipun 5% anak dari populasi penduduk memiliki ash leaf spot, namun penelitian melaporkan 60%- 97% anak dengan Tuberous Sclerosis memliki lesi ini. Lesi shagreen patch

biasanya dijumpai pada kulit tubuh. Lesi ash leaf patch dapat dijumpai pada di berbagai permukaan kutaneus dapat terlihat sempurna di bawah sinar UV (Woods Lamp) Manifestasi CNS seperti kejang ditemukan pada 70-80% penderita Tuberous Sclerosis dan 33-45% pasien dengan retardasi mental. Proliferasi hamartoma pada CNS memberikan gambaran seperti kentang, Pertumbuhan (tuber) terlihat pada autopsi, inilah alasan kenapa lesi ini disebut Tuberous Sclerosis. Hamartoma dapat dilihat dengan baik menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Tumor yang berhubungan dengan Tuberous Sclerosis juga ditemukan pada muskulus jantung, disebut cardiac rhabdomyoma. Lesi ini lebih terlihat sebagai hamartoma daripada neoplasma sesungguhnya, ditemukan pada 30-50% dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Masalah myocardial dapat muncul namun, tumor ini umumnya hilang secara spontan. Hamartoma lainnya yang berhubungan dengan kelainan ini adalah angimyolipoma. Neoplasma jinak ini terdiri dari otot halus vascular dan jaringan lemak, umumnya dijumpai pada ginjal. Manifestasi oral dari Tuberous Sclerosis antara lain pertumbuhan lubang email pada permukaan fasial gigi permanen anterior pada 50-100% pasien. Lubang lebih kelihatan dengan penggunaan dental plaque disclosing agent. Multiple fibrous papule ditemukan pada 11-56% dari pasien terutama pada mukosa gingival anaterior, selain itu dapat ditemukan pada mukosa bukal, palatal dan lidah. Diffuse fibrous gingival enlargement juga ditemukan pada pasien yang tidak mengkonsumsi phenytoin, walaupun pada beberapa pasien dengan Tuberous Sclerosis memiliki riwayat mengkonsumsi obat sejenis untuk mengobati kejang. Gambaran radiograf dari beberapa pasien menunjukkan adanya daerah radiolusen yang disebabkan oleh adanya proliferasi jaringan ikat fibrous yang padat. Diagnosis Tuberous Sclerosis dapat ditegakkan bila dijumpai miminal 2 keadaan yaitu: Facial angiofibroma Ungual atau periungual fibroma Hypomelanotic macule (tiga atau lebih) Shagreen Patch CNS Hamartoma Cardiac Rhabdomyolipoma Renal angiomyolipoma

Multiple retinal nodular hamartoma Penampakan klinis lainnya antara lain: Multiple, enamel pit Gingival Fibroma Bone Cyst (prliferasi fibrous) Hamartoma rectal polyps

Penampakan histopatologis Pemeriksaan mikroskopis pada papula fibroma di mukosa mulut atau gingival enlargement menunjukkan hyperplasia fibrous nonspesifik. Angiofobroma pada kulit merupakan agregasi jinak dari jaringan ikat dengan karakteristik plump, terdapat fibroblast yang uniform dengan intersoersed yang luas dengan dinding vascular yang tipis.

Perawatan dan Prognosis MRI perlu dilakukan pada pasien dengan Tuberous Sclerosis untuk melihat adanya lesi intracranial, selain itu perlu dilakukan pemeriksaan ultrasound untuk melihat adanya kemungkinan terjadinya lesi pada ginjal. Pasien dengan retardasi mental biasanya memiliki masalah dengan prosedur oral hygiene, kondisi oral hygiene yang buruk memiliki kontribusi terjadinya gingival enlargement yang dikarenakan konsumsi phenytoin. Usia hidup pasien dengan Tuberous Sclerosis biasanya lebih singkat daripada orang normal, kematian pasien dengan Tuberous Sclerosis biasanya berhubungan dengan kelainan yang terjadi pada CNS dan ginjal. Konsul genetika diperlukan untuk pasien dengan Tuberiys Sclerosis., tes genetic untuk TSC1 dan TSC2 tersedia untuk rencana prenatal atau preimplamantation keluarga.