telaah kepengarangan sastrawan indonesia angkatan '66.pdf
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
1/21
TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA
ANGKATAN 66
disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Sastra Indonesia
dari Dra. Sunarti Mustamar, M.Hum
oleh
SANTUSO
NIM 120110201005
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS JEMBER
2015
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
2/21
ii
PRAKATA
Penulis panjatkan puji syukur atas segala limpahan rahmat, nikmat dan
karunia Allah Swt sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Telaah Kepengarangan Sastrawan Indonesia Angkatan 66. Penulis susun
makalah ini untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Sastra Indonesia dari Dra.
Sunarti Mustamar, M.Hum.
Penulis telah dibantu oleh berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Dra. Sunarti Mustamar, M.Hum., selaku dosen pengampu matakuliah
Sejarah Sastra Indonesia yang telah membimbing penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2.
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat.
Jember, November 2015 Penulis
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
3/21
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
PRAKATA .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 11.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN .............................................................................. 3
2.1 Latar Belakang Munculnya Angkatan 66 ............................. 3
2.2 Ciri-Ciri Karya Sastra Angkatan 66 ...................................... 4
2.3 Sastrawan Angkatan 66 ........................................................... 6
BAB 3. KESIMPULAN ............................................................................... 17
DAFTAR BACAAN ..................................................................................... 18
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
4/21
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah sastra membicarakan pertumbuhan dan perkembangan sastra, hasil
karya sastra serta corak-coraknya. Hal ini sangat penting untuk menentukan dasar-
dasar penggolongan karya sastra dan penciptaanya, baik menurut bentuk maupun
zamannya. Sejarah sastra Indonesia dimulai pada abad ke-20 yang diwakili karya
pengarang-pengarang Balai Pustaka. Dengan demikian, karya sastra yang
dihasilkan sebelum abad 20 digolongkan ke dalam sastra Melayu.
Masing-masing angkatan sastra dimulai dengan munculnya sekumpulan
sastrawan yang tahun kelahirannya hampir sama dan menulis dalam gaya yang
hampir sama dalam majalah atau penerbitan yang sama. Sastra Balai Pustaka
dimulai tahun1920. Para penulis Balai Pustaka yang mula-mula menulis sekitar
tahun 1920-an adalah mereka yang dilahirkan sekitar tahun 1895-an. Ada yang
lebih dahulu ada yang lebih kemudian. Sastra Pujangga Baru diisi oleh para
sastrawan yang dilahirkan sekitar tahun 1910-an.
Pada periode 60-an muncul adanya angkatan, yaitu angkatan 66. Lahirnya
angkatan 66 ini didahului adanya kemelut dalam segala bidang kehidupan di
Indonesia yang disebabkan ulah teror politik yang dilakukan PKI dan ormas-ormas
yang bernaung di bawahnya. Angkatan 66 mempunyai cita-cita ingin adanya
pemurnian pelaksanaan Pancasila dan melaksanakan ide yang terkandung di dalam
Manifest Kebudayaan. Tumbuhnya angkatan 66 yang dipelopori oleh
KAMMI/KAPPI untuk memperjuangkan Tritura. Munculnya nama angkatan 66
telah diumumkan oleh H.B. Jassin dalam majalah horison nomor 2 tahun 1966.
Pada tulisan tersebut dikatakan bahwa angkatan 66 lahir setelah ditumpasnya
pengkhianatan G.30S/PKI. Penanaman angkatan 66 ini pun mengalami adu
pendapat. Sebelum nama angkatan 66 diresmikan, ada yang memberi nama
angkatan Manifest Kebudayaan (MANIKEBU).
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
5/21
2
Masih menurut Jassin, nama-nama seperti Ajib Rosidi, Rendra, Yusach
Ananda, Bastari Asnin, Hartoyo Adangdjaja, Mansur Samin, Saribi Afn.,
Goenawan Mohamad, Taufik Ismail, Soewardi Idris, Djamil Suherman, Bokor
Hutta Suhhut, dan banyak lagi yang lain dapat dicatat sebagai angkatan 66. Jadi
yang termasuk angkatan 66 ini tidak hanya mereka yang baru menulis sajak-sajak
perlawanan pada permulaan tahun 1966, melainkan juga mereka yang telah tampil
beberapa tahun sebelumnya dengan suatu kesadaran. Itulah tentang angkatan 66,
walaupun mengundang beberapa pendapat yang pro dan kontra, tentang ada
tidaknya angkatan 66 ini. Namun, sebagai peristiwa sastra patut dicatat sebagai
peristiwa sejarah sastra Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis dalam makalah ini akan menelaah
kepengarangan sastrawan Indonesia angkatan 66.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, dapat ditarik rumusan
masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
a.
Bagaimana latar belakang munculnya angkatan 66?
b. Bagaimana ciri-ciri karya sastra Indonesia angkatan 66?
c.
Apa saja karya sastra Indonesia yang telah diciptakan pada angkatan 66?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mendeskripsikan tentang:
a. latar belakang munculnya angkatan 66;
b.
ciri-ciri karya sastra Indonesia angkatan 66;
c.
karya sastra Indonesia yang telah diciptakanpada angkatan 66.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi
dalam mengenal dan mempelajari sejarah sastra Indonesia, khususnya pada
angkatan 66.
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
6/21
3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Munculnya Angkatan 66
Perbedaan-perbedaan pandangan mengenai seni dan sastra yang berpangkal
pada perbedaan-perbedaan politik, sudah sejak lama kelihatan dalam dunia sastra
Indonesia. Pada awal tahun 50-an terjadi polemik yang seru antara orang-orang
yang membela hak hidup angkatan 45 dengan orang-orang yang mengatakan
Angkatan 45 sudah mati yang berpangkal pada suatu sikap politik.
Para seniman muda tidak mau mengelompokkan diri dalam kelompok
seniman untuk menyamakan persepsi. Semangat yang dimiliki seniman Angkatan
45 tidak mereka warisi dan mereka tidak menghayati revolusi fisik dengan baik.
Seniman muda ini lebih memfokuskan diri pada menulis cerpen, puisi, dan naskah
drama.
Periode 50 bukan saja sebagai pengekor Angkatan 45, tetapi sudah
merupakan penyelamat setelah melalui masa-masa kegoncangan. Ciri-ciri periode
ini antara lain:
1.
pusat kegiatan sastra telah meluas keseluruh pelosok indonesia, tidak hanya
berpusat di Jakarta atau Yogyakarta saja;
2. kebudayaan daerah lebih banyak diungkapkan demi mencapai perwujudan
sastra nasional indonesia;
3. penilaian keindahan dalam sastra tidak lagi didasarkan pada perasaan kepada
perasaan dan ukuran nasional.
Pada tahun 1959, merupakan tahun yang membawa perubahan dalam dunia
kesusastraan sebagai imbas dunia politik. Tujuan sastra pada mulanya mengangkat
harkat dan martabat manusia dalam kehidupan yang memiliki nilai-nilai kebebasan
dan kemerdekaan. Pada tahun ini sastrawan ingin mengembangkan karya sastranya,
di lain pihak tekanan-tekanan partai politik yang mulai mengendalikan pemuda
Indonesia sehingga muncul PKI, LEKRA, LKN, LESBUMI, HSBI, LESBI dan lain
sebagainya.
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
7/21
4
Pada akhirnya Manikebu menjadi konsep sikap dan kepentingan dan
kepentingan mereka sebagai angkatan dalam kesustraan yang kemudian dikenal
dengan ankatan 66. Akibat fitnah PKI, Manikebu dinyatakan sebagai organisasi
terlarang. Setelah bangkitnya Orde Baru, tahun 1966, maka, Manikebu sebagai
konsepsi Angkatan Kesusastraan terbaru, dijadikan landasan ideal Angkatan 1966.
Isi Manikebu tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Kami para seniman cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah
manifes kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita politik kebudayaan
kami.
2.
Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi
kehidupan manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sektor kebudayaan
lain. Setiap sektor perjuangan bersama- sama untuk kebudayaan itu sesuai
dengan kodratnya.
3. Dalam melaksanakan kebudayaan nasional, kami berusaha mencipta dengan
kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk
mempertahankan dan mengembangkan martabat diri kami sebagai bangsa
indonesia ditengah-tengah masyarakat dunia.
4. Pancasila adalah falsafah kebudayaan kami.
2.2 Ciri-Ciri Karya Sastra Indonesia Angkatan 66
Karya sastra masa 60-an dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama masa antara tahun 60-sebelum 66, dan kelompok kedua tahun
60-70. Pada kurun masa pertama (60-sebelum 66), merupakan masa kejayaan para
pengarang Lekra yang bernaung dibawah panji-panji PKI. Pada masa ini pengarang
yang tidak tergabung di dalam Lekra kurang berkembang kreativitasnya karena
manifes kebudayaan yang menjadi konsepsi pemikiran dilarang. Walaupun
demikian, mereka tetap berkarya dan menghasilkan puisi-puisi yang bercorak
keagamaan.
Masa 66 sampai 70 didominasi oleh karya-karya yang beraliran realisme
sosial kanan. Termasuk di dalamnya puisi-puisi demonstrasi Taufik Ismail, Mansur
Samin, Bur Rusuanto, Slamet Sukirnanto, dll. Pada masa ini karya sastra lebih
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
8/21
5
banyak dikenal adalah karya sastra berbentuk puisi, terutama uisi-puisi demonstrasi
atau protes sosial. Dengan demikian, dalam membicarakan ciri karya sastra, masa
60-an lebih banyak berbicara tentang ciri puisi.
Ciri-ciri struktur fisik puisi pada angkatan 66 sama dengan puisi periode
50-an. Berhubung tema protes sosial dikemukakan begitu berapi-api, maka slogan
dan retrorik sangat kuat. Berikut dipaparkan tentang ciri-ciri karya sastra angkatan
66.
1) Ciri-Ciri Puisi
Stuktur Fisik Struktur Tematik
berbentuk balada bercorak kedaerahan
menggunakan gaya repetisi masalah sosial; kemiskinan,
penagguran, perbedaan kaya/miskin;
demonstrasi
menggunakan gaya slogan dan retorik keagamaan
2) Ciri-Ciri Prosa dan Drama
Struktur Fisik Struktur Tematik
Karya prosa fiksi dan drama tahun 60-an
masih menunjukan struktur fisik konvesional.
Kaidah mimesis dalam sastra masih dipatuhi
dalam penulisan sastra drama tahun1950-an dan
60-an di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
belum terjadi perubahan dalam hal penokohan,
alur, dan latar ceritanya. Bahkan dari 55 dramayang ada sebanyak 45 drama memasang tokoh
yang jelas sekali nama, usia, watak,dan latar
belakang sosiologisnya.
1. perjuangan
(berlatar revolusi)
2. kehidupan pelacur
3. sosial
4. kejiwaan
5. keagamaan
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
9/21
6
2.3 Sastrawan Angkatan 66 dan Karya-Karyanya
Seperti yang telah diuraikan di atas, periode 60-an ini telah mulai
bermunculan para pengarang baru, namun para pengarang lama pun masih tetap
aktif berkarya. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini.
1) Taufik Ismail
Taufik Ismail merupakan pelopor puisi-puisi demonstrasi. Puisi-puisi
Taufik Ismail menjadi ciri bagi apa yang disebut angkatan 66 oleh H.B. Jassin.
Puisi-puisinya adaalah puisi yang mengungkapkan tuntutan membela keadilan dan
kebenaran. Puisi Taufik juga disebut sebagai puisi yang menandakan suatu
kebangkitan angkatan 66 dalam perpuisian Indonesia yang selama kurang lebih
lima tahun dikuasi oleh pengarang-pengarang Lekra.
Taufik Ismail dilahirkan di Bukit Tinggi pada tanggal 25 Juni 1937. Ia
menamatkan pendidikannya di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia
(sekarang IPB) di Bogor. Pernah menjadi ketua Federasi Teater Bogor, anggota
Dewan Kesenian Jakarta (sejak 1973). Sejak tahun 1966 menjadi redaktur majalah
Horizon. Selain itu, ia juga pernah mengikuti Konferensi PEN Asia di Taipe dan
Seoul pada tahun 1970, Festival Penyair Internasional di Rotterdam (1971),
Internasional Writing Program di Universitas Lowa (1971-1972), dan Kongres
Penyair Sedunia di Taipe (1973). Ia menerima Anugerah Seni dari pemerintah RI
pada tahun 1970.
Kumpulan sajak-sajaknya ialah Tirani (1966), Benteng (1966), Puisi-Puisi
Sepi (1971), Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971), Buku Tamu
Musium Perjuangan (1969), dan Sajak-Sajak Ladang Jagung (1973). Puisi-puisinya
kebanyakan bersifat naratif dan prosais. Puisi-puisinya tidak semua uisi
demonstrasi, bahkan lebih banyak puisi yang bukan puisi demonstrasi. Umpamanya
puisi-puisi dalam Sajak-Sajak Ladang Jagung yang berlatar belakang suasana Lowa
City Amerika Serikat, atau puisi-puisinya yang bersumber pada tarih dan hadits
yang lebih bernuansa keagamaan. Seperti halnya kesuksesannya dalam menulis
puisi demonstrasi, Taufik sukses pula dalam puisi yang bernuansa keagamaan.
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
10/21
7
Puisi-puisi Taufik banyak yang ditransformasikan ke dalam lagu bernuansa
keagamaaan oleh kelompok musik Bimbo (dari Bandung).
2) Goenawan Mohamad
Goenawan Mohamad lahir di Batang (Jawa Tengah) pada tanggal 29 Juli
1941. Mengikuti pendidikan di Fakultas Psikologi UI (1960-1964), kemudian
memperdalam pengetahuan di College dEurope, Bruge, Belgia (1965-1966),
Universitas Oslo, Norwegia (1966), dan Universitas Harvard (1989/1990). Ia
pemimpin redaksi majalah Tempo (sejak 1971), pemimpin majalah Swasembada
(198 5). Pernah juga menjadi wartawan Harian Kami (1966-1970), anggota Dewan
Kesenian Jakarta (1968-1971), pemimpin redaksi majalah Ekspress (1970-1971),
redaktur Horison (1967-1972). Sejak 1972 menjadi salah seorang Dewan Penasehat
majalah ini. Ia juga tercatat sebagai pemimpin redaksi majalah Zaman (1979-1985).
Selain karirnya di bidang kewartawanan, redaktur, dan penulis, ia juga pernah
menjadi anggota MPR (1987).
Mengenai penghargaan, penanda tangan Manifes Kebudayaan ini menerima
Anugerah Seni dari pemerintah RI pada tahun 1972. Tahun 1981 mendapat Hadiah
Sastra Asean. Beberapa esainya yang mendapat hadiah dan penghargaan adalah
Alam dalam Tangkapan Pertama Puisi dan Agama Alam Penciptaan Seni
memenangkan hadiah pertama Majalah Sastra tahun 1962. Revolusi sebagai
Kesusastraan dan Kesusastraan sebagai Revolusi dan Seribu Slogan dan Sebuah
Puisi mendapat hadiah pertama Majalah Sastra tahun 1963. Sex Sastra Kita,
mendapat penghargaan majalah Horison tahun 1969. Karya-karyanya berupa sajak
telah dibukukan dengan judul Parikesit (1971), dan Interlude (1973). Sedangkan
kumpulan esainya berjudul Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin
Kundang (1972), Sex Sastra Kita (1981), Catatan Pinggir 2 (1989).
3) Mansur Samin
Lahir pada tanggal 29 April 1930 di Batangtoru, Sumatra Utara. Pendidikan
terakhir SMA Solo. Sejak pemulaan tahun 66 ia pindah ke Jakarta dan mengikuti
dari dekat pergolakan mahasiswa dan pelajar dalam KAMI dan KAPPI. Pernah
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
11/21
8
menjadi guru, redaktur Siaran Sastra RRI Solo, redaktur Mingguan Adil (Solo),
wartawan Harian Mardeka (Jakarta), dan redaktur majalah Cerpen.
Sajaknya Raja Singamangaraja memperoleh hadiah kedua Majalah Sastra
tahun 1963. Karyanya yang lain, nerupa kumpulan sajak : Perlawanan (1966),
Tanah Air (1969), Dendang Kabut (1985), dan karya drama Kebinasaan Negeri
Senja (1968). Selain itu, ia juga banyak menulis cerita anak-anak. Di bawah ini
dikutipkan sajaknya yang berjudul Pidato Seorang Demonstran, dan cuplikan
dari sajak panjangnya yang berjudul Sibagading Sirajagoda.
4) Hartojo Andangdjaja
Hartojo lahir di solo pada tanggal 4 Juli 1930. Pendidikan terakhirnya ialah
Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama. Ia pernah menjadi guru SMP dan
SMA di Solo (1953-1956) dan Simpan gempat Sumatra Barat (1957-1962), serta
guru STN di Kartasura. Kini ia menetap di Pajang, Jawa Tengah.Ia juga pernah
menjadi redaktur harian Dwiwarna Solo (1954-1955), Si Kuncung, Jakarta (1962-
1964), Relung Pustaka Solo (1970), dan terakhir majakah MadyantaraSolo (1974).
Esainya yang bejudul Pola-pola Pantun dalam Persajakan Modern memperoleh
hadiah ketiga Majalah Sastra tahun 1962. Esai ini kemudian dimuat oleh Satyagraha
Hoerip dalam buku Sejumlah Masalah Sastra (1982). Kumpulan sajaknya Simponi
Puisi (bersama D.S. Moeljanto, 1954), Manifestai (bersama Taufik Ismail,
Goenawan Mohamad, dll.,1963), dan Buku Puisi (1973). Terjemahannya berjudul
Tukang Kebun (1976) dari karya Rabindranath Tagore.
5) Toeti Heraty
Toeti lahir di bandung pada tanggal 27 november 1933. Kuliah di
Fakultas Kedokteran UI hingga sarjana muda (1951-1955). Setelah itu pindah studi
ke fakultas Psikologi UI sampai tamat (1962). Tahun 1974 meraih gelar sarjana
filsafa dari Universitas Leiden. Belanda tahun 1979 meraih gelar dokter dari UI di
bidang filsafa pernah mengajar di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran
Bandung. Pada tahun 1968-1971 menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta dan
pernah menjadi salah seorang ketuanya (1982-1985). Tahun 1981 mengikuti
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
12/21
9
Festival Internasional di Rotterdam dan tahun 1984 mengikuti Internasional
Writing Program di Universitas lowa, Lowa City, Amerika Serikat.
Karya-karyanya sejak 33(1973), Mimpi dan Pretens (1982), dan Aku dari
Budaya (1984). Selain itu, Toeti menjadi penyunting bunga rampai penyair wanita
Indonesia Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (1979) edisi dua bahasa, bahasa indonesia
dan bahasa inggris. Bersama A. Teeuw, ia menjadi penyunting bunga rampai
dwibahasa Manifestasi Puisi Indonesia (1986): bahasa Indonesia dan bahasa
Belanda.
6) Bur Rasuanto
Bur Rasuanto Lahir tanggal 6 April 1937 di Palembang. Ia menempuh
pendidikan di SMA B dan jurusan Filsafat Fakultas Sastra UI. Ia pernah berkerja di
Stanvac Palembang (1957-1960), selain itu menjadi wartawan Harian Kami (1966-
1977), dan koordinator penerbitan Yayasan ilmu-ilmu Sosial, Jakarta, serta menjadi
direktur Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Cerpennya Discharge mendapat hadiah kedua dari Majalah Sastra tahun
1961. Cerpennya yang lain, berjudul Pertunjukan dan Ethyl Plant, memenangkan
hadiah pertama Majalah Sastra tahun 1962. Tahun 1964 dua buah bukunya, Bumi
Tak Berpeluh (1963) dan mereka Akan Bangkit (1963), dipilih untuk
memenangkan Hadiah Sastra Yamin, tetapi dibatalkan karena hasutan pihak Lekra.
Novelnya yang lain Tuyet (1978), memperoleh hadiah dari Yayasan Buku utama
Dapartemen P dan K. Karya-karyanya yang lain ialah Mereka Telah Bangkit
(1966), dan Manusia Tanah Air (1969).
7) Abdul Hadi WM
Prof. Dr. Abdul Hadi WM atau nama lengkapnya Abdul Hadi Wiji Muthari
(lahir di Sumenep, 24 Juni 1946; umur 69 tahun) adalah salah satu sastrawan,
budayawan dan ahli filsafat Indonesia. Ia dikenal melalui karya-karyanya yang
bernafaskan sufistik, penelitian-penelitiannya dalam bidang kesusasteraan Melayu
Nusantara dan pandangan-pandangannya tentang Islam dan pluralisme.
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
13/21
10
Sekitar tahun 1970-an, para pengamat menilainya sebagai pencipta puisi
sufis. Ia memang menulis tentang kesepian, kematian, dan waktu. Seiring dengan
waktu, karya-karyanya kian kuat diwarnai oleh tasawuf Islam. Orang sering
membandingkannya dengan sahabat karibnya Taufik Ismail, yang juga berpuisi
religius. Namun ia membantah. Dengan tulisan, saya mengajak orang lain untuk
mengalami pengalaman religius yang saya rasakan. Sedang Taufik menekankan sisi
moralistisnya.
Saat itu sejak 1970-an kecenderungan estetika Timur menguat dalam sastra
Indonesia kontemporeran, puitika sufistik yang dikembangkan Abdul Hadi menjadi
mainstream cukup dominan dan cukup banyak pengaruh dan pengikutnya. Tampak
ia ikut menafasi kebudayaan dengan puitika sufistik dan prinsip-prinsip seni
Islami,ikut mendorong masyarakat ke arah pencerahan sosial dan spiritual yang
dianggap sebagai penyeimbang pengaruh budaya Barat hedonis dan sekuler.
Sampai saat ini Abdul Hadi telah menulis beberapa buku penelitian filsafat
di antaranya Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-esai Sastra Profetik dan
Sufistik (Pustaka Firdaus, 1999), Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya (Pustaka
Firdaus, 1999), Tasawuf Yang Tertindas, serta beberapa buku kumpulan puisi
antara lain At Last We Meet Again, Arjuna in Meditation (bersama Sutardji
Calzoum Bachri dan Darmanto Yatman), Laut Belum Pasang, Meditasi, Cermin,
Tergantung pada Angin, Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, Anak
Laut Anak Angin, Madura: Luang Prabhang dan Pembawa Matahari, sejumlah
karya terjemahan sastra sufi dan sastra dunia, terutama karya Iqbal, Rumi, Hafiz,
Goethe, penyair sufi Persia dan penyair modern Jepang. Selain itu, ia juga menulis
beberapa buku dongeng anak-anak untuk Balai Pustaka. Puisi-puisinya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jepang, Jerman, Cina,
Thailand, Arab, Bengali, Urdu, Korea dan Spanyol.
8) Sapardi Djoko Darmono
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940; umur
75 tahun) adalah seorang pujangga berkebangsaan Indonesia terkemuka. Ia dikenal
melalui berbagai puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
14/21
11
beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak
umum.
Sajak-sajak SDD, begitu ia sering dijuluki, telah diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah. Ia tidak saja menulis puisi, namun juga
cerita pendek. Selain itu, ia juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing,
menulis esei, serta menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk kolom
sepak bola. Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang
mengenalinya, seperti Aku Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada
undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga,
dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini sebagian
disebabkan musikalisasi terhadapnya. Yang terkenal terutama adalah oleh Reda
Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam duet "Dua Ibu"). Ananda Sukarlan pada
tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD.
9) Umar Kayam
Umar Kayam (lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932 meninggal di
Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun) adalah seorang sosiolog, novelis,
cerpenis, dan budayawan juga seorang guru besar di Fakultas Sastra Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta (1988-1997-pensiun).
Umar Kayam termasuk yang banyak melakukan terobosan dalam banyak
bidang kehidupan yang melibatkan dirinya. Ketika menjadi mahasiswa di
Universitas Gadjah Mada, ia dikenal sebagai salah seorang pelopor dalam
terbentuknya kehidupan teater kampus. Ketika menjadi Dirjen Radio dan Televisi,
ia dikenal sebagai tokoh yang membuat kehidupan perfilman menjadi semarak.
Sewaktu menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1969-1972), dia mempelopori
pertemuan antara kesenian modern dengan kesenian tradisional. Pada saat menjadi
dosen di almamaternya, ia mengembangkan studi sosiologis mengenai sastra,
memperkenalkan metode grounded dengan pendekatan kultural untuk penelitian
sosial, memberikan inspirasi bagi munculnya karya-karya seni kreatif yang baru,
baik di bidang sastra, seni rupa, maupun seni pertunjukan, mendirikan pasar seni di
kampus, dan sebagainya.
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
15/21
12
Berikut karya-karya dari Umar Kayam: Seribu Kunang-kunang di
Manhattan (kumpulan cerpen, 1972) mendapat hadiah majalah Horison
(1966/1967); Totok dan Toni (cerita anak, 1975); Sri Sumarah dan Bawuk (1975);
Seni, Tradisi, Masyarakat (kumpulan esai, 1981); Sri Sumarah (kumpulan cerpen,
1985, juga terbit dalam edisi Malaysia, 1981); Semangat Indonesia: Suatu
Perjalanan Budaya (bersama Henri Peccinotti, 1985); Para Priyayi (novel, 1992)
Mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P dan K, diberikan pada tahun
1995); Parta Karma (kumpulan cerpen, 1997); dan Jalan Menikung (novel, 2000).
Cerpen-cerpennya diterjemahkan oleh Harry Aveling dan diterbitkan dalam Sri
Sumarah and Other Stories (1976) dan From Surabaya to Armageddon (1976).
10) Putu Wijaya
I Gusti Ngurah Putu Wijaya (lahir di Puri Anom Tabanan, Tabanan, Bali,
11 April 1944; umur 71 tahun) adalah seorang sastrawan yang dikenal serba bisa.
Ia penulis drama, cerpen, esai, novel dan juga skenario film dan sinetron.
Karya-karyanya yang berupa drama, antara lain: Dalam Cahaya Bulan
(1966); Lautan Bernyanyi (1967); Bila Malam Bertambah Malam (1970); Invalid
(1974); Tak Sampai Tiga Bulan (1974); Anu (1974); Aduh (1975); Dag-Dig-Dug
(1976); Gerr (1986); Edan (1988); Hum-Pim-Pah (1992); Konspirasi Kemakmuran;
Blong; Ayo; Awas; Labil Ekonomi; Aum; Zat; Tai; Front; Aib; Wah; Hah; Jepretin
tuh Staples! (2011); Aeng; Aut; Dar-Dir-Dor.
Adapun karya-karyanya yang berupa novel antara lain: Bila Malam
Bertambah Malam (1971); Telegram (1972); Stasiun (1977); Pabrik (1976); Keok
(1978); Aduh; Bali; Dag-dig-dug; GURU; Gres; Lho (1982); Merdeka; Nyali; Byar
Pet (Pustaka Firdaus, 1995); Kroco (Pustaka Firdaus, 1995); Dar Der Dor
(Grasindo, 1996); Aus (Grasindo, 1996); Sobat (1981); Tiba-Tiba Malam (1977);
Pol (1987); Putri; Terror (1991); Merdeka (1994); Perang (1992); Lima (1992); Nol
(1992); Dang Dut (1992); Cas-Cis-Cus (1995).
Karya-karnya yang berupa cerpen, antara lain: Karyanya yang berupa
cerpen terkumpul dalam kumpulan cerpen Bom (1978); Es Campur (1980); Gres
(1982); Klop; Bor; Protes (1994); Darah (1995); Yel (1995); Blok (1994); Zig Zag
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
16/21
13
(1996); Tidak (1999); Peradilan Rakyat (2006); Keadilan (2012) karya-karyanya
yang berupa novelet antara lain: MS (1977); Tak Cukup Sedih (1977); Ratu (1977);
Sah (1977).
11) Iwan Simatupang
Iwan Martua Dongan Simatupang lahir di Sibolga, 18 Januari 1928. Ia
adalah seorang novelis, penyair, dan esais Indonesia. Ia belajar di HBS di Medan,
lalu melanjutkan ke sekolah kedokteran (NIAS) di Surabaya tapi tidak selesai.
Kemudian belajar antropologi di Universitas Leiden (1954-56), drama di
Amsterdam, dan filsafat di Universitas Sorbonne, Paris, Perancis pada Prof. Jean
Wahl pada 1958. Ia pernah menjadi guru SMA di Surabaya, redaktur Siasat, dan
terakhir redaktur Warta Harian (1966-1970). Tulisan-tulisannya dimuat di majalah
Siasat dan Mimbar Indonesia mulai tahun 1952.
Karya novel yang terkenal Merahnya Merah (1968) mendapat hadiah sastra
Nasional 1970, dan Ziarah (1970) mendapat hadiah roman ASEAN terbaik 1977.
"Ziarah" merupakan novelnya yang pertama, ditulis dalam sebulan pada tahun
1960; diterbitkan di Indonesia pada 1969. Pada 1972, "Kering", novelnya yang
ketiga diterbitkan. "Kooong" (1975) mendapatkan Hadiah Yayasan Buku Utama
Department P Dan K 1975. Pada tahun 1963, ia mendapat hadiah kedua dari
majalah Sastra untuk esainya "Kebebasan Pengarang dan Masalah Tanah Air".
Menurut Benedict Richard O'Gorman Anderson, Iwan Simatupang dan Putu
Wijaya merupakan dua orang penulis fiksi yang berpengaruh dari Indonesia sejak
kemerdekaan dan keduanya memiliki kelekatan yang kuat dengan realisme gaib
(magical realism).
Karya-karya dari sastrawan yang satu ini antara lain: Bulan Bujur Sangkar
- drama (1960); Petang di Taman - drama sebabak (1966, judul asli Taman, diubah
penerbit menjadi Petang di Taman); RT Nol /RW Nol - drama sebabak (1966);
Merahnja merah - novel (1968); Ziarah - novel (1969); The Pilgrim - terjemahan
bahasa Inggris oleh Harry Aveling (1975); Kering - novel (1972); Drought -
terjemahan bahasa Inggris oleh Harry Aveling (1978); Kooong: kisah tentang
seekor perkutut (1975); Tegak lurus dengan langit: lima belas cerita pendek (1982,
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
17/21
14
penyunting: Dami N. Toda); Surat-surat politik Iwan Simatupang, 1964-1966
(1986, penyunting: Frans M. Parera); Sejumlah Masalah Sastra - kumpulan esai
(1982, penyunting: Satyagraha Hoerip); Ziarah - novel (1983); Ziarah - terjemahan
bahasa Perancis (1989); Poems - selections (1993); Square moon, and three other
short plays - terj. John H. McGlynn (1997); Ziarah malam: sajak-sajak 1952-1967
- penyunting: Oyon Sofyan, S. Samsoerizal Dar, catatan penutup, Dami N. Toda
(1993); Kebebasan pengarang dan masalah tanah air: esai-esai Iwan Simatupang,
editor, Oyon Sofyan, Frans M. Parera (2004); Iwan Simatupang Pembaharu Sastra
Indonesia (Korrie Layun Rampan, ed), Yayasan Arus, 1985.
12) Titis Basino
Titis Retnoningrum Basino (lahir di Magelang, Jawa Tengah, 17 Januari
1939; umur 76 tahun) adalah seorang sastrawati Indonesia pada kurun waktu 1960-
1990-an. Sebelum tahun 1980-an namanya tidak banyak dikenal, mungkin karena
Titis lebih banyak menulis cerita pendek daripada novel. Baru pada akhir 1980-an
dan tahun 1990-an novel-novelnya bermunculan.
Anak pasangan Basino Atmodisuryo dan Suparmi ini menempuh
pendidikan dasar dan pendidikan menengahnya di kota Purwokerto. Dia
menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 1945; SMP diselesaikannya pada
tahun 1955, dan SMA pada tahun 1958. Setamat SMA, Titis pindah ke Jakarta dan
melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ia
menyelesaikan tingkat sarjana mudanya pada 1961, lalu bekerja sebagai karyawan
Perpustakaan FSUI selama satu tahun (1962). Kemudian, Titis bekerja sebagai
pramugari pada maskapai penerbangan Garuda Indonesia Airways (1963-1964).
Pada [1998] Titis mendapatkan Penghargaan Sastra Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa atas karyanya Dari Lembah ke Coolibah. Pada 1999
pemerintah Malaysia menganugerahkan kepadanya penghargaan Mastra, sebuah
penganugerahan karya sastra yang kompetitif di Asia Tenggara. Meskipun Titis
menulis tentang berbagai topik, ia paling dikenal untuk cerita-ceritanya mengenai
kaum perempuan dan masalah dalam hubungan pribadi kaumnya.
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
18/21
15
Karya-karyanya dalam bentuk cerpen, antara lain: Pelarian (1962); Dia,
Hotel, Surat Keputusan (1963); Aku Melihat Senyumnya (1964); Lesbian (1976);
Rumah Dara (1977); Sarang Burung (1997); Mendaratnya Sebuah Kapal (1997);
Mawar Hari Esok (1997); Susuk (cerpen, dalam John H. McGlynn, Menagerie I,
Jakarta: Lontar Foundation). Adapun karya-karyanya dalam bentuk novel antara
lain: Bukan Rumahku (1976); Pelabuhan Hati (1978); Di Bumi Aku Bersua di
Langit Aku Bertemu (1983); Trilogi: Dari Lembah Ke Coolibah (1997); Welas Asih
Merengkuh Tajali (1997); Menyucikan Perselingkuhan (1998); Aku Supiah Istri
Wardian (1998); Tersenyumpun Tidak Untukku Lagi (1998); Terjalnya Gunung
Batu (1998); Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah (1998); Rumah Kaki
Seribu (1998); Tangan-Tangan Kehidupan (1999); Bila Binatang Buas Pindah
Habitat (1999); Mawar Hitam Milik Laras (1999).
13) A.A Navis
Haji Ali Akbar Navis (lahir di Kampung Jawa, Padangpanjang, Sumatera
Barat, 17 November 1924meninggal 22 Maret 2003 pada umur 78 tahun) adalah
seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia yang lebih dikenal
dengan nama A.A. Navis. Ia menjadikan menulis sebagai alat dalam kehidupannya.
Karyanya yang terkenal adalah cerita pendek Robohnya Surau Kami. Navis 'Sang
Pencemooh' adalah sosok yang ceplas-ceplos, apa adanya. Kritik-kritik sosialnya
mengalir apa adanya untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi, agar hidup
lebih bermakna. Ia selalu mengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih.
Ia amat gelisah melihat negeri ini digerogoti para koruptor. Pada suatu kesempatan
ia mengatakan kendati menulis adalah alat utamanya dalam kehidupan tapi jika
dikasih memilih ia akan pilih jadi penguasa untuk menangkapi para koruptor.
Walaupun ia tahu resikonya, mungkin dalam tiga bulan, ia justru akan duluan
ditembak mati oleh para koruptor itu.
Ia yang mengaku mulai menulis sejak tahun 1950, namun hasil karyanya
baru mendapat perhatian dari media cetak sekitar 1955, itu telah menghasilkan
sebanyak 65 karya sastra dalam berbagai bentuk. Ia telah menulis 22 buku,
ditambah lima antologi bersama sastrawan lainnya, dan delapan antologi luar
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
19/21
16
negeri, serta 106 makalah yang ditulisnya untuk berbagai kegiatan akademis di
dalam maupun di luar negeri dan dihimpun dalam buku Yang Berjalan Sepanjang
Jalan. Novel terbarunya, Saraswati, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada
2002. Beberapa karyanya yang amat terkenal adalah: Surau Kami (1955); Bianglala
(1963); Hujan Panas (1964); Kemarau (1967); Saraswati; Si Gadis dalam Sunyi
(1970); Dermaga dengan Empat Sekoci (1975); Di Lintasan Mendung (1983);
Dialektika Minangkabau (editor, 1983); Alam Terkembang Jadi Guru (1984);
Hujan Panas dan Kabut Musim (1990); Cerita Rakyat Sumbar (1994); Jodoh
(1998).
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
20/21
BAB 3. KESIMPULAN
Karya sastra masa 60-an dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama masa antara tahun 60-sebelum 66, dan kelompok kedua tahun
60-70. Pada kurun masa pertama (60-sebelum 66), merupakan masa kejayaan para
pengarang Lekra yang bernaung dibawah panji-panji PKI. Masa 66 sampai 70
didominasi oleh karya-karya yang beraliran realisme sosial kanan.
Karya sastra yang dihasilkan pada angkatan 66 pada umumnya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut.
a) Tema yang diangkat banyak mengenai masalah kegelisahan batin dan rumah
tangga. Kegelisahan tersebut bersumber pada situasi budaya belum mapan dan
situasi-situasi tersebut karena adanya norma politik, norma ekonomi.
b) Adanya sastra protes, contoh: kumpulan sajak Tirani dan Benteng karya Taufik
Ismail.
c)
Arti penting sajak angkatan 66 pertama bukanlah sebagai seni, tetapi
merupakan curahan hati khas anak-anak muda yang mengalami kelegaan
perasaan setelah masa penindasan.
Sastrawan-sastrawan yang muncul pada angkatan 66 di antaranya ialah (1)
Taufik Ismail; (2) Goenawan Mohamad; (3) Mansur Samin; (4) Hartojo
Andangdjaja; (5) Toeti Heraty; (6) Bus Rasuanto; (7) Abdul Hadi WM; (8) Sapardi
Djoko Darmono; (9) Umar Kayam; (10) Putu Wijaya; (11) Iwan Simatupang; (12)
Titis Basino; dan (13) A.A Navis.
-
7/25/2019 TELAAH KEPENGARANGAN SASTRAWAN INDONESIA ANGKATAN '66.pdf
21/21
DAFTAR BACAAN
Al-Hadi, S. 2011. Sastra 60-an (Sejarah Sastra Periode 1960-1970).
http://berbahasa-bersastra.blogspot.co.id/2011/03/sastra-60-sejarah-sastra-
periode-1960.html [25 November 2015]
Fanda. 2013.Makalah Periodisasi Sastra Angkatan 66.
http://fandanaksaleh18.blogspot.co.id/2013/05/makalah-periodisasi-sastra-
angkatan-66.html [25 November 2015]
Istanti, D. R. 2010. Sastra: Sastrawan Angkatan 66.
https://danririsbastind.wordpress.com/2010/02/04/98/ [25 November
2015]
Ramadhan, R. 2014. Sastra Angkatan 66.
http://robiramadhanpbsi.blogspot.co.id/2014/03/sastra-angkatan-66.html
[25 November 2015]
Rosidi, A. 1988. Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: PT Bina Aksara.
Rumi. 2013.Karya Sastra Angkatan 66.
http://mimirumi.blogspot.co.id/2013/04/karya-sastra-angkatan-66.html [25November 2015]
Teeuw, A. 1980. Sastra Baru Indonesia Jilid 1. Flores: Nusa Indah.
Wikipedia. 2012. Tokoh Angkatan 66. https://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:
Tokoh_Angkatan_66 [25 November 2015]
Yudiono, K. S. 2007.Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo.