telaah ilmiah revisi
DESCRIPTION
telaah ilmiah yang berjudul preeklampsia pada kehamilanTRANSCRIPT
Telaah Ilmiah
KATARAK KONGENITAL
Oleh:
Oleh:Fitri Hidayati, S.Ked
Pembimbing:
dr. Rusdianto, Sp.M(K)
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATARUMAH SAKIT DR.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Telaah Ilmiah
Judul
Katarak Kongenital
Oleh:
Fitri Hidayati, S.Ked
telah dinilai dan dinyatakan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSMH
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang, September 2015
dr. Rusdianto, Sp.M (K)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya,
akhirnya telaah ilmiah yang berjudul “Katarak Kongenital” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Telaah ilmiah ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Rusdianto, Sp.M(K)
selaku pembimbing telaah ilmiah yang telah memberikan bimbingan dan nasihat
dalam pembuatan telaah ilmiahvini.
Seperti kata pepatah: “Tak ada gading yang tak retak.” Penulis menyadari
bahwa telaah ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tinjauan
pustaka ini menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga tinjauan pustaka ini bisa
membawa manfaat bagi semua orang dan dapat digunakan dengan sebaik-
baiknya.
Palembang, September 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1. Lensa .........................................................................................................3
2.1.1 Anatomi Lensa ........................................................................................3
2.1.2 Embrio Lensa ..........................................................................................5
2.1.3 Fungsi Lensa ...........................................................................................6
2.2. Katarak Kongenital....................................................................................6
3.2.1. Definisi...................................................................................................6
3.2.2. Epidemiologi...........................................................................................7
3.2.3. Etiologi...................................................................................................7
3.2.4. Klasifikasi...............................................................................................8
3.2.5. Patogenesis.............................................................................................14
3.2.6. Manifestasi Klinis...................................................................................15
3.2.7. Penatalaksanaan .....................................................................................15
3.2.8. Komplikasi..............................................................................................17
3.2.9. Prognosis.................................................................................................18
BAB III. PENUTUP ........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................21
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting bagi manusia
dan penglihatan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kualitas
hidup manusia. Kelainan pada mata dapat menyebabkan ganggaun penglihatan
hingga dapat menyebabkan kebutaan. Penyebab terbanyak kebutaan adalah
katarak. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa yang dapat menganggu tajam
penglihatan. Bila lensa tidak jernih, maka tidak semua cahaya dapat masuk ke
dalam mata atau cahaya dapat terpecah oleh katarak.1
Katarak umumnya penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga terjadi
pada bayi dan juga anak-anak. Katarak yang terjadi segera setelah lahir sampai
bayi berusia 1 tahun disebut katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan
kepada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang
tepat.2 Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun. Sebuah katarak
disebut kongenital bila ada saat lahir, atau dikenal juga sebagai “infantile
cataract” jika berkembang pada usia 6 bulan setelah lahir.3
Katarak kongenital merupakan penyebab hampir 10% kebutaan pada anak-
anak diseluruh dunia. Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk
mengalami kebutaan dan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk
negara maju sekitar 1,2% penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survei
depkes pada 8 propinsi, prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2% dari seluruh
penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1% dari seluruh
penduduk. Katarak dapat berefek pada satu mata yang dikenal sebagai katarak
unilateral atau kedua mata dikenal sebagai katarak bilateral. Kebanyakan anak-
anak dengan katarak pada satu mata biasanya mempunyai penglihatan yang bagus
pada bagian yang lain. 3
Katarak kongenital dapat diturunkan secara herediter, akibat adanya
infeksi saat hamil seperti rubella, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis,
inklusi sitomegalik, diabetes mellitus, hipoparatiroidism, dan histoplasmosis.
Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-
penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris
heterokomia, lensa ektopik, dysplasia retina dan megalo kornea. Selain itu dapat
diakibatkan oleh obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil, radiasi ion saat
kehamilan, dan kelainan metabolik. Namun hampir 50% dari katarak kongenital
adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.4
Penulisan makalah bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang
penyakit katarak kongenital, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala
serta mampu dan penatalaksanaan katarak kongenital.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lensa
2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah struktur kristalin
berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa
memiliki dua permukaan, yaitu permukaan
anterior dan posterior. Permukaan posterior
lebih cembung daripada permukaan
anterior. Radius kurvatura anterior 10 mm
dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan
ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa
135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun. 3
Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior
iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di
sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal
yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata.5 Lensa tidak memiliki
serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat
zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
mengelilingi lensa secara sirkular.3
Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks, dan nukleus.3
1. Kapsul
Kapsul lensa berbentuk elastis dan terdapat membran basal transparan
yang terbentuk dari kolagen tipe IV pada sel-sel epitel. Kapsul berisi
substansi lensa dan dapat berubah bentuk saat perubahan akomodasi.
Lapisan terluar dari kapsul lensa adalah lamella zonular, yang merupakan
tempat menempelnya serat zonular. Lapis terluar dari kapsul lensa adalah
lamela zonularis yang berperan dalam melekatnya serat-serat zonula.Kapsul
3
lensa tertebal pada bagian anterior dan posterior preekuatorial dan tertipis
pada daerah kutub posterior sentral di mana memiliki ketipisan sekitar 2-4
m. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus
meningkat ketebalannya selama kehidupan.Pinggir laterallensa disebut
ekuator, yaitu bagian yang dibentuk oleh gabungan kapsula anterior dan
posterior yang merupakan insersi dari zonula.3,6
2. Epitel Lensa
Epitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa. Terdiri
dari sel-sel epitel yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel ini
secara metabolik aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal
termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipidsehingga dapat
menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa.6
Epitel ini adalah lapisan tunggal dari sel kuboid yang terletak jauh
pada kapsul anterior. Di daerah ekuator, sel ini berubah menjadi kolumnar,
yang secara aktif membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi untuk
membentuk serat lensa baru. Tidak ada epitel posterior, sel-sel ini
digunakan untuk mengisi kavitas sentral dari vesikel lensa selama
pembentukan lensa.3
3. Nukleus dan Korteks
Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus
berdiferensiasi untuk membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat
lensa yang lebih tua dipampatkan ke nukleus bagian sentral. Sedangkan
serat-serat muda yang kurang padat berada disekeliling nukleus menyusun
korteks lensa. Serat lensa matur adalah sel yang telah kehilangan
nukleusnya. Serat lensa ini tersusun rapat sebagai nukleus dan korteks lensa.
4
Bagian yang paling tua adalah bagian sentral yang terdiri dari nukleus
embrionik dan nukleus fetal yang terbentuk saat dalam janin dan menetap di
tengah lensa. Serat terbaru yang berada di lapisan paling luar akan
membentuk korteks lensa.3
Gambar 2. Struktur Normal Lensa
2.1.2 Embriologi Lensa
Mata berasal dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensanya berasal dari
ektoderm permukaan pada tempat lensplate, yang kemudian mengalami invaginasi
dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan membentuk vesikel lensa dan
bebas terletak di dalam batas-batas dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa
terlepas dari ektoderm permukaan, maka sel-sel bagian posterior memanjang dan
menutupi bagian yang kosong. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan oleh
sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan
tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan ke belakang
di bawah kapsula lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura
5
lentis, yang berbentuk huruf Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di
posterior.5
Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan fetal. Inilah
yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan nukleus.
Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama
hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-
lambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut dengan disusul oleh
proses sklerosis.5
2.1.3 Fungsi Lensa
Lensa berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptri). Media refrakta yang
lain adalah kornea, humor akuos dan badan kaca. Kekuatan dioptri lensa kira-kira
+20D. Tetapi kalau lensa ini diambil (misalnya pada ekstraksi katarak), kemudian
diberikan kaca mata, maka penggantian kaca mata ini tidak +20D, tetapi hanya
+10D karena adanya perubahan letak atau jarak lensa ke retina. Makin tinggi
umur seseorang, maka makin berkurang kekuatan penambahan dioptrinya, dan
penambahan kekuatan dioptri ini akan hilang setelah umur 60 tahun. Kemampuan
lensa untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan positifnya) disebut
akomodasi.7
Pada fetus, berbentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa
lensanya lebih padat dan bagian posteriornya lebih konveks. Proses sklerosis
bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung
perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, dimana
nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis.5
2.2 Katarak Kongenital
2.2.1 Definisi
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama
akibat penanganannya yang kurang tepat.3
6
2.2.2 Epidemiologi
Katarak kongenital terjadi kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup dan 2/3
kasusnya adalah katarak bilateral. Hampir 50% dari katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Sering ditemukan pada bayi prematur
dan gangguan system saraf seperti retardasi mental.3
2.2.3 Etiologi
Penyebab katarak kongenital bisa bermacam-macam. Sebagian katarak
bersifat idiopatik atau herediter. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan kelainan
kromosom, misalnya sindrom down, sindrom lowe (sindroma okuloserebrorenal),
dan sindrom marfan, persisten hyperplastic primary vitreous (PHPV) unilateral
juga dikatakan sebagai etiologinya. Penyebab lainnya adalah infeksi pada
kehamilan, misalnya infeksi toxoplasma dan rubella, kelainan metabolik seperti
diabetes mellitus, galaktosemia, hipoglikemia. Selain itu, kondisi anoreksia dan
pemakaian obat-obatan saat kehamilan juga dapat menimbulkan katarak. Ada pula
yang menyertai kelainan pada mata sendiri yang juga merupakan kelainan bawaan
seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma, keratokonus, ektopia lentis,
megalikornea, heterokromia iris.3,4,8
7
2.2.4 Klasifikasi
Katarak kongenital bisa bilateral maupun unilateral. Katarak kongenital
muncul dalam berbagai bentuk morfologi, termasuk lamellar, polar, sutural,
korona, serulen, nuklear, kapsular, komplit dan membranosa. Masing-masing
kategori tersebut mencakup tingkah keparahan.4
1. Lamellar
Salah satu katarak kongenital, lamellar atau zonular adalah tipe
yang paling sering ditemukan. Karakteristiknya adalah bilateral dan
simetris, dan efeknya pada tajam penglihatan bervariasi dengan ukuran
dan densitas dari kekeruhan. Katarak lamellar bisa diturunkan sebagai sifat
dominan autosomal. Di banyak kasus, bisa saja didapat dari pengaruh
toksik yang berpindah saat perkembangan lensa embrionik. Secara klinis,
8
katarak dapat dilihat sebagai lapisan keruh yang mengelilingi tengah yang
lebih jernih dan dengan sendirinya dikelilingi oleh lapisan dari korteks
yang jernih.8 Katarak ini paling sering didapatkan pada anak-anak.
Kadang-kadang herediter biasanya progresif, tapi lambat.5
Gambar 3 . katarak lamellar9
Gambar 4. katarak lamellar dengan rider8,9
2. Polar
9
Katarak polar adalah kekeruhan lensa yang melibatkan korteks
subkapsular dan kapsul dari bagian anterior dan posterior lensa. Katarak
polar anterior biasanya kecil, bilateral, simetris, kekeruhannya tidak
progresif sehingga tidak mengganggu penglihatan. Seringkali diwariskan
dalam pola dominan autosomal. Katarak polar anterior kadang terlihat
berkaitan dengan kelainan okular lainnya, termasuk mikroptalmus,
membran pupil persisten dan anterior lentikonus. Biasanya tidak
memerlukan pengobatan tetapi seringkali menyebabkan anisometropia.
Katarak polaris anterior mungkin akibat uveitis anterior intrauterin.
Berbentuk piramid, yang mempunyai dasar dan puncak, karena itu disebut
juga katarak piramidalis anterior. Puncaknya dapat kedalam atau keluar.
Katarak polar posterior biasanya menyebabkan lebih banyak gangguan
penglihatan daripada katarak polar anterior karena cenderung lebih besar
dan posisinya lebih dekat ke titik nodal mata.5,9
Gambar 5. Katarak polar anterior9
3. Sutural
Katarak sutural adalah kekeruhan pada sutura Y nukleus fetal.
Biasanya tidak mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini memiliki cabang-
10
cabang yang terlihat. Bilateral dan simetris, katarak sutural biasanya
diturunkan dalam pola autosomal dominan.5
Gambar 6 . Katarak Sutural9
4. Korona
Dinamakan katarak koroner karena terususun atas sekelompok
kekeruhan club-shaped yang tersusun di sekeliling ekuator lensa seperti
mahkota atau korona. Hal tersebut tidak dapat dilihat kecuali pupil sedang
dilatasi, dan biasanya tidak mempengaruhi tajam penglihatan. Katarak
korona biasanya diturunkan dengan pola autosomal dominan.9
5. Serulen
Katarak serulen adalah kekeruhan kecil berwarna kebiruan yang
berada di korteks lensa, sering disebut blue-dot cataracts. Tidak progresif
dan biasanya tidak menyebabkan gejala visual.9
Gambar 7 . Katarak serulen9
11
6. Nuklear
Kekeruhan dapat hanya terjadi pada nukleus embrional saja.
Biasanya bilateral, dengan derajat keparahan spektrum luas. Kekeruhan
lensa bisa melibatkan seluruh nukleus atau terbatas pada lapisan di dalam
nukleus. Mata dengan katarak kongenital nuklear cenderung
mikropthalmis.9
Gambar 8. Katarak nuklear9
7. Kapsular
Katarak kapsular adalah kekeruhan kecil pada epitel lensa dan
kapsul lensa anterior. Berdiferensiasi dari katarak anterior polar dengan
tonjolan ke ruang anterior. Katarak kapsular biasanya tidak menganggu
penglihatan.9
8. Komplit
Katarak komplit artinya kekeruhan pada seluruh serat lensa.
Pemeriksaan menggunakan funduskopi tidak tampak red reflex dan retina
tidak terevaluasi. Banyak katarak bisa jadi subtotal saat lahir dan secara
12
progresif memburuk menjadi katarak komplit. Katarak komplit bisa
unilateral atau bilateral, dan menyebabkan gangguan penglihatan yang
parah.
9. Membranosa
Katarak membranosa muncul saat protein lensa terarbsorbsi dari
lensa utuh atau lensa yang mengalami trauma, memungkinkan kapsul
lensa anterior dan posterior berfusi menjadi membran putih yang padat.
Hasilnya kekeruhan dan penyimpangan lensa biasanya menyebabkan
gangguan penglihatan yang signifikan.9
Gambar 10. Katarak membranosa9
10. Katarak Rubella
Katarak kongenital dapat disebabkan oleh rubella kongenital. Bila
ibu hamil 4 minggu pertama menderita rubella. Trias sindroma rubella
(mata-telinga-jantung).5
1. Kerusakan mata : - katarak, mikroftalmus, retinopati,
berpigmen.
2. Kerusakan telinga : - tuli karena kerusakan pada organ korti.\
3. VSD : ventricular septal defect
Bila infeksi virus terjadi pada kehamilan sekitar 12 minggu (umur
kehamilan 3 bulan) maka pada bayi yang lahir timbul berbagai cacat
13
sindrom rubella kongenital. Salah satunya adalah kelainan pada mata,
biasanya kornea keruh, katarak dan peradangan selaput jala (retinitis).10
Infeksi maternal virus rubella dapat menyebabkan fetal damage, terutama
jika infeksi terjadi pada trimester 1 kehamilan. Bentuk katarak akibat
sindroma rubella kongenital mempunyai bentuk yang khas berupa pearly
white nuclear opacification. Kadang-kadang dapat melibatkan seluruh
lensa (katarak total/komplit) dan korteks mencair. Virus bisa tetap terdapat
di lensa sampai 3 tahun setelah pasien lahir sehingga pengangkatan
katarak dapat menimbulkan komplikasi berupa inflamasi yang hebat
setelah operasi. 9 Penyulit pembedahan dapat timbulnya uveitis pascah
bedah katarak, oleh karena itu prognosis buruk.
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah
makula lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Makula tidak
akan berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak
maka biasanya visus tidak akan mencapai 6/6.
2.2.5 Patogenesis
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa yaitu
nukleus fetal atau nukleus embrional, tergantung pada waktu stimulus
karaktogenik, atau di kutub anterior atau posterior lensa apabila kelainannya
terletak di kapsul lensa. Pada katarak developmental, kekeruhan pada lensa timbul
pada saat lensa dibentuk. Jadi lensa belum pernah mencapai keadaan normal. Hal
ini merupakan kelainan kongenital. Kekeruhan lensa, sudah terdapat pada waktu
bayi lahir. Letak kekeruhannya, tergantung saat terjadinya gangguan pada
kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa. 11
Pada infeksi, seperti pada infeksi toksoplasma dan rubella, virus dapat
menembus kapsul lensa pada usia 6 minggu kehamilan. Terdapat opasitas saat
lahir tapi berkembang setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan kehamilan.
Seluruh lensa bisa menjadi opaq. Virus bisa tetap ada dalam lensa hingga usia 3
tahun.11
14
Jika pada katarak kongenital ini kekeruhannya hanya kecil saja sehingga
tidak menutupi pupil, maka penglihatannya bisa baik dengan cara memfokuskan
penglihatan di sekitar kekeruhan. Jika lubang pupil tertutup katarak seluruhnya
maka penglihatannya tidak akan normal dan fiksasi yang buruk akan
mengakibatkan terjadinya nistagmus dan ambliopia.
2.2.6 Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria (bagian
tengah mata berwarna putih). Gejala ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada
bayi yang baru lahir karena pupilnya miosis (mengecil). Walaupun 60% pasien
dengan leukoria sudah katarak kongenital leukoria juga terdapat pada
retinoblastoma (tumor retina yang sering terdapat pada anak-anak di bawah 5
tahun). Bila katarak terjadi pada kedua mata (binokular), penglihatan kedua mata
buruk. Orang tua biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang melihat,
tidak fokus atau kurang bereaksi terhadap sekitar. Gejala lain yang dapat dijumpai
antara lain fotofobia (sangat peka terhadap cahaya), strabismus (mata juling), dan
nistagmus (gerakan mata yang cepat).4
2.2.7 Penatalaksanaan
Manajemen katarak kongenital sangat berbeda. Pada orang dewasa
pembedahan yang tertunda selama bertahun-tahun tidak mempengaruhi hasil
visus. Pada bayi, jika katarak tidak dihilangkan selama tahun pertama kehidupan,
visus tidak akan pernah sepenuhnya kembali setelah operasi.12
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi.3
- Operasi katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak.
- Biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2
bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.
Tindakan katarak kongenital bergantung pada :3
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan
secepatnya segera setelah katarak terlihat.
15
2. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis buruk,
karena mudah sekali terjadinya ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan
pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan
latihan bebat mata.
3. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga
sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika; bila terjadi
kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan
ambliopia makan dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis
yang lebih baik.
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah
disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.3
1. Disisio lentis adalah dengan menusuk atau merobek kapsul anterior lensa
dengan harapan badan lensa yang cair keluar. Maksudnya dengan melalui
robekan tadi isi lensa yang masih cair dapat keluat sedikit demi sedikit,
masuk kedalam coa yang kemudian akan diresorpsi. Oleh karena masa
lensa itu masih cair, maka resorpsinya seringkali sempurna. Indikasi
melakukan disisi lensa :3,5
- Umur kurang dari 1 tahun
- Pada pemeriksaan fundus tak terlihat
Disisi lensa sebaiknya dilakukan sedini mungkin, karena fovea
sentralisnya harus berkembang sejak waktu bayi lahir sampai umur 7
bulan. Kemungkinan perkembangan terbaik adalah pada waktu umur 3-7
bulan. Syarat untuk perkembangan ini, fovea sentralis harus mendapat
rangsangan cahaya yang cukup. Jika katarak dibiarkan sampai anak
berusia lebih dari 7 bulan, biasanya fovea sentralisnya tak dapat
berkembang 100%. 5
2. Ekstraksi liniar dan aspirasi
Ekstraksi liniar dibuat insisi pada kornea dan dilakukan robekan pada
kapsul anterior lensa. Dimasukkan sendok Daviel kedalam bilik mata
atau lensa kemudian lensa dibersihkan dari bahan lensa yang berada
16
didalam kapsul. Pada saat sekarang untuk mengeluarkan badan lensa
dapat dilakukan aspirasi. Selanjutnya luka kornea dapat dijahit kembali.
Bila ada bahan lensa yang masih tertinggal diharapkan seperti pada
disisio lentis yaitu sisa lensa ini akan keluar bersama cairan mata dan
difagositosis.
2.2.8 Komplikasi
Pada bayi memiliki insiden yang lebih tinggi mendapatkan komplikasi
daripada pada orang dewasa. Hal ini mungkin disebabkan beberapa alasan:
operasi katarak secara teknis lebih sulit di mata anak, sebagai jaringan yang lebih
elastis dibandingkan dengan jaringan pada orang dewasa. Komplikasi lanjut yang
dapat terjadi seperti glaukoma, uveitis, ablasio retina mungkin terjadi setelah
bedah sekitar 2% dari kasus. Glaukoma mungkin timbul setelah pasca
pembedahan, sebagian jika di ekstraksi pada minggu pertama kehidupan.13
Komplikasi pembedahan katarak :13
Glaukoma mungkin timbul setelah pasca-bedah pada ekstraksi di minggu
pertama kehidupan. Glaukoma ini sangat susah untuk diobati dan frekuensi nya
mengarah ke kebutaan. Menunda operasi sampai bayi berumur 3-4 bulan
membuat visus mata tidak sampai 6/6.13 Glaukoma ini timbul karena lensa
menyumbat sudut bilik mata, sehingga mengganggu aliran cairan bilik mata
depan.5
Uveitis fakoanafilaktik, terjadi karena masa lensa merupakan benda asing
untuk jaringan uvea, sehingga menimbulkan reaksi radang terhadap masa lensa
tubuh sendiri.5
Ablasio retina lebih sering terjadi pada bedah katarak kongenital. Sering
timbul sangat lambat, sekitar 35 tahun setelah operasi. Jika bebrapa pasien
mengeluh tiba-tiba kehilangan penglihatan, bahkan meskipun bertahun-tahun
setelah operasi katarak kongenital, hal tersebut dianggap sebagai akibat dari
ablasio retian sampai dibuktikan terdapat penyebab yang lain.13
Disebut sebagai ambliopia sensoris jika katarak dibiarkan sampai umur 2-
3 tahun,fovea sentralis tidak akan berkembang lagi, sehingga kemampuan fiksasi
17
dari fovea sentralis tak dapat lagi tercapai dan mata menjadi goyang (nistagmus),
bahkan dapat terjadi pula strabismus sebagai penyulit. Jadi, sebaiknya dilakukan
tindakan operasi sedini mungkin bila tidak didapat kontraindikasi untuk
pembiusan umum. Operasi dilakukan pada satu mata dulu, bila mata ini sudah
tenang, mata sebelahnya dioperasi pula, jika kedua mata sudah tenang, baru
dipulangkan.5
2.2.9 Prognosis
Prognosis penglihatan pada pasien katarak anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis pasien katarak terkait usia. Adanya ambliopia
dan terkadang anomali pada nervus optikus atau retina membatasi tingkat
pencapaian penglihatan pada kelompok pasien tersebut. Prognosis untuk
perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak
kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit
yang progresif lambat.2
18
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang mulai terjadi sebelum
atau segera setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.
Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital terjadi
kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup dan 2/3 kasusnya adalah katarak bilateral.
Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya. Sering ditemukan pada bayi prematur dan gangguan system saraf
seperti retardasi mental.
Katarak kongenital dapat diturunkan secara herediter, akibat adanya
infeksi saat hamil seperti rubella, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis,
inklusi sitomegalik, diabetes mellitus, hipoparatiroidism, dan histoplasmosis.
Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-
penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris
heterokomia, lensa ektopik, dysplasia retina dan megalo kornea. Selain itu dapat
diakibatkan oleh obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil, radiasi ion saat
kehamilan, dan kelainan metabolik. Namun hampir 50% dari katarak kongenital
adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Tindakan bedah pada katarak
kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi
dengan aspirasi.
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya
ambliopla dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat
pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan
ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital
19
unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang
progresif lambat.
B. Saran
1. Untuk mencegah komplikasi sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya
jika sudah memenuhi syarat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk teknik-teknik operasi katarak
kongenital yang baru guna meminimalisir angka kompllkasi post operasi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Herianto B, Waslan K, Permana O. 2013. Gambaran Pengetahuan Pasien
Katarak Tentang Tindakan Operasi di Poli Mata RSUD Raden Mataher
Provinsi Jambi Tahun 2013.
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta:
Widya Medika; 2000
3. Ilyas, S. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.
4. Aldy, F. 2012. Katarak Kongenital. USU International Repository.
Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33624/3/Chapter
%20II.pdf
5. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi
Tegal, Jakarta, 1993 : 190-196.
6. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2002. Buku Ajar Fisiologi edisi ke-10. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hal: 779-825.
7. Hartono. 2012. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata.Yogyakarta:
Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.
8. Joseph, E. 2006. Management of Congenital Cataract. Kerala Journal of
Ophthalmology. Vol. XVIII, No. 3.
9. Louis B, Cantor LB, et al. 2014-2015. Lens and Cataract. American
Academy of Opthalmology Section 11. 30-
10. Yatim, Faisal.2000. Cacat Kongenital akibat Rubella. Media Litbang
Kesehatan Volume X Nomor 1.
11. Bashour. M, Cataract Congenital. Emedicine (versi digital). 2009. Quebec
City.
21
12. Yorston D, Wood M, Foster A. 2001. Results of cataract surgery in young
children in East Africa. Br J Ophthalmol.
13. Association of Optometrists. 2001. Pediatrict Cataract. Modul 3 Part 3.
City University London.
22
1