tekstur analizer

71
SKRIPSI PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK Oleh : VERAWATY F24104109 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: lia-choirunnisa

Post on 11-Aug-2015

869 views

Category:

Documents


81 download

DESCRIPTION

tekstur analizer

TRANSCRIPT

Page 1: tekstur analizer

SKRIPSI

PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL

HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK

Oleh :

VERAWATY

F24104109

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: tekstur analizer

Verawaty. F24104109. Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan dan Konjak. Di bawah bimbungan Rizal Syarief dan Rahadi Kusuma. 2008.

RINGKASAN

Jelly merupakan sumber serat yang baik bagi tubuh. Banyak orang menyukai jelly dikarenakan teksturnya yang khas. Salah satu produsen dalam industri pangan melakukan inovasi terhadap produk jelly yang dihasilkan. Inovasi tersebut berupa pencarian bahan baku baru yang berpotensi menggantikan bahan baku exist yang selama ini digunakan. Bahan baku baru yang dicoba dikembangkan adalah kombinasi antara karagenan dan konjak.

Kombinasi antara karagenan dan konjak akan menghasilkan suatu sinergisme dimana penambahan konjak dapat memperbaiki sifat – sifat gel kappa karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Gel yang dihasilkan dari kombinasi kappa karagenan dan konjak memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan gel yang hanya terbuat dari kappa karagenan saja. Sifat sinergisme inilah yang menjadi dasar pemilihan karagenan dan konjak sebagai bahan baku dalam penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ratio optimal dari kombinasi karagenan dan konjak, menentukan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak agar gel yang dihasilkan memiliki gel strength yang sama dengan gel strength standar, memetakan tekstur gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak, dan memetakan karakteristik gel seperti laju sineresis dan perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam dari gel yang dihasilkan dari dan kombinasi karagenan dan konjak.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan formulasi gel, penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength, verifikasi setting Texture Analyser, dan penentuan waktu tunggu gel. Penelitian utama terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan ratio dari kombinasi karagenan dan konjak, penentuan konsentrasi karagenan dan konjak, analisis tekstur menggunakan TPA, pengamatan terhadap sineresis, pengukuran perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam, dan uji organoleptik.

Formulasi gel yang digunakan adalah 0.80% hidrokoloid, 0.20% kalium sitrat, dan 0.50% gula. Untuk pengukuran gel strength, jarak penetrasi probe (distance) yang digunakan adalah 37 mm. Sedangkan waktu tunggu yang digunakan adalah 5 jam.

Nilai gel strength tertinggi didapat pada perbandingan 60% karagenan : 40% konjak yaitu 1891.197 gram force (karagenan A), 1876.969 gram force (karagenan B), dan 1786.114 gram force (karagenan C). Nilai gel strength standar adalah 470.986 ± 7.627 gram force. Untuk menghasilkan gel strength yang setara dengan gel strength tersebut maka konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak yang digunakan adalah 0.260% untuk karagenan A dan C sedangkan untuk karagenan B dibutuhkan 0.278%.

Hasil analisis tekstur dengan Texture Profile Analyser menunjukkan gel yang terbuat dari ketiga kombinasi karagenan dan konjak memiliki tekstur yang

Page 3: tekstur analizer

hampir sama. Hanya saja pada beberapa parameter terdapat perbedaan nilai parameter seperti pada parameter hardness, fracturability, dan adhesiveness. Kombinasi karagenan B dan konjak memiliki nilai hardness dan fracturability tertinggi dibandingkan dua kombinasi lainnya.

Berdasarkan hasil pengukuran sineresis diketahui bahwa gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B memiliki laju sineresis yang rendah dibandingkan gel hasil kombinasi lainnya. Hal ini disebabkan jumlah konjak yang terdapat pada kombinasi karagenan B lebih banyak dibandingkan jumlah konjak pada kombinasi karagenan A dan C. Pada penentuan perubahan gel strength akibat pemanasan dan penambahan asam diketahui bahwa laju hidrolisis dari ketiga karagenan memiliki nilai yang hampir sama. Hal ini terlihat dari nilai slope grafik yang dihasilkan.

Hasil uji organoleptik menunjukkan jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan B dan konjak memiliki nilai kesukaan tertinggi sedangkan jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan C dan konjak memiliki nilai kesukaan yang terendah. Berdasarkan hasil uji Duncan terlihat bahwa jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan C dan konjak berbeda nyata dengan sampel jelly lainnya (P < 0.05 ). Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi dari bahan baku pembuat jelly yang digunakan berpengaruh terhadap penerimaan konsumen.

Page 4: tekstur analizer

PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL

HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

VERAWATY

F24104109

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 5: tekstur analizer

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL

HASIL KOBINASI KARAGENAN DAN KONJAK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

VERAWATY

F24104109

Dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1986

Di Bandung, Jawa Barat

Tanggal Lulus : 5 September 2008

Bogor, September 2008

Menyetujui :

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Iwan Surjawan, Ph.D Pembimbing Lapang I

Rahadi Kusuma, STP Pembimbing Lapang II

Page 6: tekstur analizer

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Juli

1986. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara

dari keluarga bapak Walter Malau (alm.) dan ibu Lince

Nainggolan. Penulis mengawali jenjang pendidikan di SD.

Maria, Jakarta pada tahun 1992 sampai 1996. Tahun 1996,

penulis pindah ke SD. St. Antonius, Jakarta dan lulus pada tahun 1998. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan di SLTP. St. Antonius pada tahun 1998 sampai

2001 dan di SMU Negeri 81 pada tahun 2001 sampai 2004. Penulis diterima di

IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar di

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor (FATETA - IPB) pada tahun 2004.

Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga mengikuti kegiatan

organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA).

Kegiatan kepanitiaan juga pernah diikuti penulis antara lain National Student

Paper Competition (2005), BAUR (2006), dan Natal Civitas Akademika IPB

(2007).

Penulis melakukan kegiatan magang sebagai tugas akhir yang

berjudul ”Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan

dan Konjak” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Rahadi

Kusuma, STP.

Page 7: tekstur analizer

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala berkat

dan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berupa

kegiatan magang dengan judul Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil

Kombinasi Karagenan dan Konjak.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah

membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Perkenankanlah penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan pengarahan sehingga

tugas akhir ini dapat terselesaikan.

2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc dan Dian Herawati, STP selaku dosen penguji

yang telah memberikan banyak masukan yang berarti demi perbaikan

skripsi ini.

3. Rahadi Kusuma, STP selaku pembimbing lapang. Terima kasih untuk

bimbingan dan masukan selama penulis melaksanakan kegiatan magang.

4. Ou (alm.) dan Namtom yang telah memberikan begitu banyak dukungan

baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua kesabaran,

doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat dan dapat

menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Keluarga besar Op. Santi Malau, terima kasih atas doa dan dukungannya.

6. Teman satu bimbingan : Indra Akbar Dilana, yang telah menjadi rekan

seperjuangan selama 4 tahun berada di ITP.

7. Rekan – rekan magang : Dini, Gina, Yuke, Mayland, Lia, Iqbal, Indra,

dan Andri. Terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan selama

melaksanakan kegiatan magang. Semoga sukses teman – teman.

8. Kru HIMARSIS : Riska Rozida Bastomi dan Tika Amalia, terima kasih

karena telah memberikan semangat untuk bangkit dan terus maju.

9. Rekan – rekan di tempat magang yang telah banyak membantu : Mbak

Wati, Mbak Tuti, Mbak Ririn, Mbak Yuni, Indah, Vita, Eny, Irna, Nanda,

Page 8: tekstur analizer

Bu ratih, Mbak Tri, Mbak Suzan, Mas Willy, Santi, Mbak Sesil, Mbak Lia,

Ranto, dan Christin.

10. Teman – teman angkatan 41 : Dikin (terima kasih untuk literatur

konjaknya), Mequ, Nona (semoga kita bisa pergi ke Japang bersama -

sama), Sisi, Erma, Inke, Prita, Jamal, Gema (kelompok D3, kumpulan para

deadliners), Auu, April, Novia, Arum, Ros, Mas Taqi, Hans CW, Nene’,

Jeng Rani, dan teman – teman ITP 41 lainnya. Semoga kita dapat

berkumpul lagi di masa yang akan datang.

11. Segala pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Semoga tulisan ini dapat

bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang

teknologi pangan.

Bogor, September 2008

Penulis

Page 9: tekstur analizer

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL...................................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................viii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG...........................................................................1

B. TUJUAN................................................................................................2

C. MANFAAT............................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. GEL........................................................................................................3

B. KARAGENAN......................................................................................4

1. Struktur Kimia Karagenan..............................................................4

2. Kelarutan Karagenan.......................................................................8

3. Stabilitas pH....................................................................................8

4. Pembentukan Gel............................................................................8

5. Sinergisme dengan Konjak............................................................10

C. KONJAK GLUKOMANNAN.............................................................11

D. TEKSTUR............................................................................................13

1. Gel Strength...................................................................................14

2. Texture Profile Analyser................................................................15

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT..........................................................................19

1. Bahan............................................................................................. 19

2. Alat.................................................................................................19

B. METODE PENELITIAN.....................................................................19

1. Penelitian Pendahuluan..................................................................19

Page 10: tekstur analizer

a. Penentuan Formulasi Gel.........................................................19

b. Penentuan Setting Texture Analyser untuk pengukuran Gel

Strength....................................................................................20

c. Verifikasi Setting Texture Analyser.........................................20

d. Penentuan Waktu Tunggu........................................................20

2. Penelitian Utama............................................................................21

a. Penentuan Ratio dari Kombinasi Karagenan dan Konjak........21

b. Penenetuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan

Konjak......................................................................................21

c. Analisis Tekstur.......................................................................22

d. Pengamatan terhadap Sineresis................................................22

e. Pengukuran Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan

pada Kondisi Asam..................................................................22

f. Uji Organoleptik.......................................................................22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN.......................................................24

1. Penentuan Formulasi Gel...............................................................24

2. Penentuan Setting Texture Analyser untuk pengukuran Gel

Strength..........................................................................................25

3. Verifikasi Setting Texture Analyser...............................................28

4. Penentuan Waktu Tunggu..............................................................28

B. PENELITIAN UTAMA.......................................................................30

1. Penentuan Ratio dari Kombinasi Karagenan dan Konjak..............30

2. Penenetuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan

Konjak............................................................................................32

3. Analisis Tekstur.............................................................................34

4. Pengamatan terhadap Sineresis......................................................37

5. Pengukuran Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan

pada Kondisi Asam........................................................................39

6. Uji Organoleptik.............................................................................42

Page 11: tekstur analizer

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN....................................................................................44

B. SARAN................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46

LAMPIRAN...........................................................................................................49

Page 12: tekstur analizer

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1. Komponen penyusun karagenan..............................................................6

Tabel 2. Stabilitas karagenan dalam berbagai kondisi pH.....................................8

Tabel 3. Parameter – parameter tekstur dan definisinya......................................14

Tabel 4. Parameter tekstur dan penentuan nilai parameter dari

grafik hasil keluaran TPA....................................................................16

Tabel 5. Kombinasi karagenan dan konjak dengan beberapa tingkat

konsentrasi............................................................................................21

Tabel 6. Setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength......................25

Tabel 7. Hasil pengukuran gel strength gel kombinasi karagenan

dan konjak pada berbagai jarak penetrasi probe...................................27

Tabel 8. Verifikasi nilai gel strength kombinasi karagenan dan

konjak dengan konsentrasi tertentu.......................................................34

Tabel 9. Setting Texture Analyser untuk pengukuran TPA.................................34

Page 13: tekstur analizer

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan................................5

Gambar 2. Struktur kimia mu karagenan.................................................................6

Gambar 3. Proses perubahan struktur mu karagenan menjadi

kappa karagenan.....................................................................................7

Gambar 4. Proses pembentukan gel karagenan........................................................9

Gambar 5. Struktur kimia konjak glukomannan....................................................12

Gambar 6. Grafik hubungan waktu dan gaya yang menunjukkan

gel strength...........................................................................................15

Gambar 7. Stable Micro System TA.XTplus.........................................................25

Gambar 8. Grafik hubungan lama proses pembentukan gel dan gel strength.......29

Gambar 9. Grafik hubungan waktu pengukuran dan nilai gel strength

yang terukur…………………………………….....……………….29

Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi karagenan dan gel strength.................31

Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak

dengan gel strength...........................................................................33

Gambar 12. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter hardness,

gumminess, dan chewiness................................................................35

Gambar 13. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter fracturability,

adhesiveness, springiness, cohesiveness, dan resilience…………...35

Gambar 14. Grafik laju sineresis pada gel yang terbuat dari jelly powder

maupun yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak............38

Gambar 15. Grafik pengaruh pemanasan dan beberapa tingkat keasaman

terhadap perubahan gel strength.......................................................40

Gambar 16. Grafik perubahan gel strength akibat pemanasan dan

penambahan asam.............................................................................41

Gambar 17. Hasil pengujian organoleptik terhadap tekstur gel.............................42

Page 14: tekstur analizer

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Spesifikasi alat Texture Analyser TA.XTplus...................................50

Lampiran 2. Nilai gel strength dari pengukuran 10 cup jelly................................51

Lampiran 3. Pengukuran gel strength dari kombinasi karagenan

dan konjak dengan berbagai ratio konsentrasi..................................51

Lampiran 4. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan A

dan konjak………………………………………………………….52

Lampiran 5. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan B

dan konjak………………………………………………………….52

Lampiran 6. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan C

dan konjak………………………………………………………….52

Lampiran 7. Pengukuran gel strength dengan berbagai konsentrasi kombinasi

karagenan dan konjak………………………………………………53

Lampiran 8. Grafik hasil pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile

Analyser............................................................................................53

Lampiran 9. Hasil pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile

Analyser……………………………………………………………54

Lampiran 10. Hasil pengamatan terhadap sineresis gel........................................55

Lampiran 11. Pengukuran gel strength gel setelah pemanasan selama

waktu tertentu pada kondisi asam.....................................................56

Lampiran 12. Hasil pengujian sensori terhadap jelly dengan parameter

tekstur................................................................................................56

Lampiran 13. Tabel analisis sidik ragam hasil pengujian organoleptik jelly.........57

Page 15: tekstur analizer

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi yang pesat, tingginya harapan konsumen

terhadap suatu produk, serta peningkatan biaya produksi merupakan beberapa

tantangan yang harus dihadapi oleh produsen di industri pangan. Saat ini,

produsen dituntut untuk terus menggali segala potensi yang ada agar dapat

menjawab tantangan tersebut. Penggalian potensi yang dapat dilakukan seperti

pengembangan alat – alat produksi ataupun pengembangan produk dari segi

bahan baku. Salah satu produsen dalam industri pangan, khususnya produk

jelly, menjawab tantangan tersebut dengan melakukan inovasi terhadap bahan

baku produknya.

Inovasi yang dilakukan berupa pencarian bahan baku baru yang

berpotensi menggantikan bahan baku yang selama ini telah digunakan. Bahan

baku baru yang dicoba dikembangkan adalah kombinasi antara karagenan dan

konjak. Penggunaan bahan baku baru pada formula produk jelly diharapkan

dapat mengurangi biaya produksi namun mutu produk yang dihasilkan tidak

mengalami perubahan.

Karagenan termasuk dalam kelompok hidrokoloid yang banyak

digunakan di industri pangan. Dalam produk pangan, karagenan berfungsi

sebagai pengental dan penstabil. Jenis karagenan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kappa karagenan. Jenis karagenan ini memiliki

kemampuan membentuk gel paling baik dibandingkan dua jenis karagenan

lainnya, iota dan lambda karagenan.

Sama halnya dengan karagenan, konjak juga termasuk dalam

kelompok bahan pembentuk gel. Konjak mampu membentuk gel reversible

dan irreversible pada kondisi yang berbeda. Gel yang reversible terbentuk bila

konjak dikombinasikan dengan polisakarida lainnya seperti xanthan gum dan

karagenan. Sedangkan gel irrevesible didapat dari gel konjak yang terbentuk

pada kondisi basa (pH 9 – 10) dengan pemanasan mencapai 85 0C.

Penambahan konjak dapat memperbaiki sifat – sifat gel kappa

karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Gel yang dihasilkan dari kombinasi

Page 16: tekstur analizer

kappa karagenan dan konjak memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan

gel yang hanya terbuat dari kappa karagenan saja. Sifat sinergisme inilah yang

menjadi dasar pemilihan karagenan dan konjak sebagai bahan baku dalam

penelitian ini.

Sinergisme yang terjadi antara kappa karagenan dan konjak diharapkan

dapat menghasilkan gel yang memiliki tekstur dan karakteristik yang sama

dengan gel yang dihasilkan dari bahan baku exist. Dengan demikian,

kombinasi tersebut dapat digunakan untuk menggantikan bahan baku exist

dalam pembuatan produk jelly.

B. TUJUAN

Tujuan dari kegiatan magang ini, yaitu :

• Menentukan ratio optimal dari kombinasi karagenan dan konjak,

• Menentukan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak agar gel yang

dihasilkan memiliki gel strength sesuai dengan gel strength standar

• Memetakan tekstur gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan

konjak,

• Memetakan karakteristik gel seperti laju sineresis dan perubahan gel

strength akibat pemanasan pada kondisi asam dari gel yang dihasilkan dari

kombinasi karagenan dan konjak.

C. MANFAAT

Manfaat dari kegiatan magang ini, yaitu :

• Memberikan pengetahuan mengenai karakteristik gel yang dihasilkan dari

kombinasi karagenan dan konjak sehingga dapat diketahui apakah

kombinasi tersebut berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan

produk jelly,

• Memberikan masukan kepada perusahaan mengenai kombinasi karagenan

dan konjak terbaik serta karakteristik gel yang dihasilkan sehingga dapat

dilakukan pengembangan (improvement) terhadap bahan baku produk jelly.

Page 17: tekstur analizer

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. GEL

Gel merupakan suatu sistem koloid dimana cairan didispersikan

dalam padatan. Gel mungkin mengandung 99.9% air tetapi mempunyai sifat

yang lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastisitas dan kekakuan

(Winarno, 1992). Bahan – bahan yang dapat digunakan untuk membentuk

gel pada produk pangan banyak berasal dari kelompok hidrokoloid.

Hidrokolid adalah suatu polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid,

dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut

(Anonim, 2006a). Jenis hidrokoloid yang digunakan pada produk pangan

diantaranya adalah agar, karagenan, furselaran, sodium alginat, pektin, LMC

(low methoxyl pectin), gum arab, pati, dan kombinasi xanthan gum dengan

LBG (locust bean gum). Menurut Fardiaz (1989), sifat pembentukan gel

bervariasi dari satu jenis hidrokoloid ke jenis hidrokoloid yang lainnya

tergantung pada jenisnya.

Proses pembentukan gel, terutama pada hidrokoloid, terjadi karena

adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer

yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan

memerangkap sejumlah air di dalamnya (Anonim, 2006a). Proses ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi hidrokoloid yang

digunakan, suhu, tingkat keasaman, keberadaan ion logam tertentu, dan

komponen aktif lainnya.

Berdasarkan sifatnya, gel dapat dibedakan atas dua jenis yaitu gel

yang bersifat reversible dan gel yang bersifat irreversible. Gel yang bersifat

reversible apabila dipanaskan ketika telah membentuk gel maka gel tersebut

akan mencair. Tetapi saat larutan gel tersebut didinginkan maka akan

membentuk gel kembali (Glicksman, 1983). Contoh gel yang bersifat

reversible adalah agar yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba.

Gel yang bersifat irreversible menunjukkan hasil yang berbeda ketika

dipanaskan kembali. Gel yang telah terbentuk tidak berubah menjadi larutan

dan tetap berbentuk gel. Contoh gel yang bersifat irreversible yaitu gel

Page 18: tekstur analizer

cincau. Beberapa jenis hidrokoloid yang dapat membentuk gel reversible

yaitu gelatin, agar, kappa dan iota karagenan, LMC, gellan gum, metil

selulosa, dan kombinasi antara xanthan gum dengan LBG atau dengan

konjak. Sedangkan alginat, HMP (high methoxyl pectin), konjak dan LBG

merupakan jenis hidrokoloid pembentuk gel yang irreversible.

B. KARAGENAN

Karagenan merupakan hidrokoloid hasil ekstraksi yang banyak

diperoleh dari rumput laut. Selain karagenan, ekstraksi rumput laut juga

menghasilkan agar, fulselaran, dan alginat (Anonim, 2006a). Karagenan

adalah polisakarida yang diekstrak dari beberapa anggota Rhodophyceae

(rumput laut merah) seperti Chondrus, Euchema, Gigartina, Gloiopeltis, dan

Iridea (Belitz dan Grosch, 1999). Sama halnya dengan karagenan, agar dan

fulselaran juga dihasilkan dari ekstrak rumput laut merah (Rhodopyceae)

sedangkan alginat merupakan hasil ekstraksi rumput laut coklat

(Phaeophyceae) (Anonim, 2006a).

Euchema cottonii dan E. spinosum merupakan jenis Rhodophyceae

yang banyak ditemui di perairan Indonesia sedangkan Gigartina banyak

ditemui di daerah selatan Eropa (Anonim, 2007b). E. cottonii (Kappaphycus

alvarezii) merupakan jenis rumput laut penghasil kappa karagenan, E.

spinosum merupakan penghasil iota karagenan, dan Gigartina merupakan

penghasil lambda karagenan (Anonim, 2007b).

1. Struktur Kimia Karagenan

Menurut Imeson (2000), karagenan merupakan polisakarida

berantai linear dengan berat molekul yang tinggi. Rantai polisakarida

tersebut terdiri dari ikatan berulang antara gugus galaktosa dengan

3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik yang berikatan dengan

sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-(1,3) dan

β-(1,4). Struktur kimia karagenan disajikan pada Gambar 1. Gugus

molekul yang diberi lingkaran merah merupakan gugus 3,6-

Page 19: tekstur analizer

anhidrogalaktosa sedangkan gugus molekul yang tidak diberi lingkaran

merah adalah gugus galaktosa.

Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan (Bubnis, 2000)

Kappa karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan

β-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa. Kappa karagenan mengandung 25% ester

sulfat dan 34% 3,6-anhidrogalaktosa. Jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang

terkandung dalam kappa karagenan adalah yang terbesar diantara dua

jenis karagenan lainnya. Iota karagenan tersusun atas α-(1,3)

D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa-2-sulfat. Iota

karagenan mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa.

Lambda karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-2-sulfat dan β-(1,4)

D-galaktosa-2,6-disulfat. Lambda karagenan mengandung 35% ester

sulfat dan hanya mengandung sedikit atau tidak mengandung 3,6-

anhidrogalaktosa (Imeson, 2000). Selain ketiga jenis tipe karagenan

tersebut, terdapat pula dua jenis tipe karagenan lain yaitu, mu (µ) dan nu

(ν) karagenan. Komponen penyusun karagenan disajikan secara lengkap

pada Tabel 1.

Page 20: tekstur analizer

Tabel 1. Komponen penyusun karagenan Jenis karagenan Komponen penyusun

Iota karagenan D-galaktosa-4-sulfat,

3,6-anhidrogalaktosa-2-sulfat

Kappa karagenan D-galaktosa-4-sulfat, 3,6-anhidrogalaktosa

Lambda karagenan D-galaktosa-2-sulfat,

D-galaktosa-2,6-disulfat

Mu karagenan D-galaktosa-4-sulfat, D-galaktosa-6-sulfat,

Nu karagenan D-galaktosa-4-sulfat,

D-galaktosa-2,6-disulfat,

Sumber : Glicksman (1979)

Mu karagenan merupakan prekursor dari kappa karagenan

sedangkan nu karagenan adalah prekursor dari iota karagenan (Imeson,

2000). Kedua jenis karagenan ini tidak memiliki gugus 3,6-

anhidrogalaktosa tetapi memiliki gugus sulfat yang berikatan dengan C6

dari gugus galaktosa seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia mu karagenan (Bubnis, 2000)

Menurut Bubnis (2000), gugus sulfat yang berikatan dengan C6

dapat menghambat terjadinya proses pembentukan gel. Hal ini

disebabkan gugus sulfat tersebut membuat rantai panjang polisakarida

menjadi kaku (kink) sehingga tidak bisa membentuk heliks. Adanya

enzim ”dekinkase” yang terdapat pada rumput laut dapat memecah

ikatan gugus sulfat tersebut dan menghasilkan 3,6-anhidrogalaktosa

seperti disajikan pada Gambar 3. Penambahan alkali pada proses

Gugus sulfat pada C6

Page 21: tekstur analizer

ekstraksi rumput laut juga membantu proses pemutusan ikatan pada

gugus sulfat. Hal ini menyebabkan berubahnya struktur mu karagenan

menjadi kappa karagenan. Proses yang sama juga terjadi pada struktur

nu karagenan yang berubah menjadi iota karagenan.

Gambar 3. Proses perubahan struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan (Bubnis, 2000)

Hal inilah yang menjadi prinsip pemisahan fraksi karagenan

menggunakan teknik presipitasi. Menurut Anonim (2008c), presipitasi

merupakan teknik pemisahan dengan menambahkan senyawa kimia.

Pada proses pengolahan karagenan, presipitasi digunakan untuk

memisahkan fraksi – fraksi karagenan yang terdapat pada ekstrak rumput

laut. Senyawa kimia yang digunakan adalah senyawa alkali seperti KCl.

Fraksi yang peka terhadap ion kalium disebut kappa karagenan

sedangkan fraksi yang tidak peka terhadap ion kalium disebut lambda

karagenan (Belitz dan Grosch, 1999). Perbedaan fraksi hasil pemisahan

karagenan tersebut didasarkan pada jumlah 3,6-anhidrogalaktosa dan

posisi dari gugus ester sulfat (Glicksman, 1983). Kappa karagenan

mengandung jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang lebih banyak

dibandingkan lambda karagenan. Namun lambda karagenan

mengandung lebih banyak gugus sulfat dibandingkan kappa karagenan.

Page 22: tekstur analizer

2. Kelarutan Karagenan

Menurut Imeson (2000), semua jenis karagenan dapat larut pada

air panas tetapi hanya lambda serta bentuk garam sodium dari kappa dan

iota karagenan yang dapat larut dalam air dingin. Kappa karagenan

dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin sehingga

dibutuhkan panas untuk dapat melarutkannya. Lambda karagenan larut

dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (Glicksman, 1969).

3. Stabilitas pH

Karagenan cukup stabil pada kisaran pH di atas 7 dan memiliki

stabilitas maksimum pada pH 9. Stabilitas karagenan akan mengalami

penurunan pada pH di bawah 7 terutama jika terjadi kenaikan temperatur

(Glicksman, 1969). Menurut Imeson (2000), larutan karagenan akan

mengalami penurunan viskositas dan kekuatan gel (gel strength) pada

pH 4,3. Hal ini disebabkan terputusnya ikatan glikosidik yang

mengakibatkan terjadinya hidrolisis. Laju hidrolisis akan meningkat

seiring peningkatan suhu. Stabilitas karagenan dalam berbagai tingkat

keasaman disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Stabilitas karagenan dalam berbagai kondisi pH Stabilitas Kappa Iota Lambda

pH netral dan alkali

Stabil Stabil Stabil

pH asam

Terhidrolisis jika dipanaskan.

Stabil dalam membentuk gel.

Terhidrolisis. Stabil dalam membentuk

gel.

Terhidrolisis

Sumber : Glicksman (1969)

4. Pembentukan Gel

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu

fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai – rantai polimer

sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya

jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan

membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini

Page 23: tekstur analizer

beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada

jenisnya.

Gambar 4 menunjukkan proses terjadinya gel karagenan.

Proses ini diawali dengan perubahan polimer karagenan menjadi bentuk

gulungan acak (random coil). Perubahan ini disebabkan proses

pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel

karagenan. Ketika suhu diturunkan, maka polimer karagenan akan

membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan menghasilkan titik

- titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman, 1979).

Gambar 4. Proses pembentukan gel karagenan (Bubnis, 2000)

Hanya kappa dan iota karagenan saja yang mampu membentuk

gel. Lambda karagenan tidak mampu membentuk gel karena tidak

mengandung 3,6-anhidrogalaktosa (Glicksman, 1983). Proses

pembentukan gel karagenan terjadi ketika larutan panas karagenan

dibiarkan menjadi dingin. Gel yang dihasilkan bersifat thermoreversible

yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel

kembali bila didinginkan (Glicksman, 1983).

Belitz dan Grosch (1999) menyatakan bahwa kemampuan

membentuk gel dari kappa karagenan dipengaruhi oleh beberapa jenis

kation seperti K+, Rb+, dan Cs+. Akan tetapi diantara ketiga jenis kation

tersebut hanya ion K+ yang memberikan efek terbaik dalam

pembentukan gel kappa karagenan. Gel yang dihasilkan oleh kappa

Page 24: tekstur analizer

karagenan memiliki tekstur yang solid. Iota karagenan dapat membentuk

gel jika direaksikan dengan ion Ca2+ dan akan menghasilkan gel dengan

tekstur yang lembut (soft) (BeMiller dan Whistler, 1996).

Struktur kimia kappa karagenan yang disajikan pada Gambar 1

menunjukkan hanya terdapat satu gugus sulfat yang berikatan dengan

gugus galaktosa. Menurut Bubnis (2000), adanya gugus sulfat membuat

baik kappa maupun iota karagenan menjadi bersifat anionik (bermuatan

negatif). Penambahan kation dapat membantu pembentukan gel

karagenan. Penambahan ion kalium (K+) dan kalsuim (Ca2+) pada kappa

karagenan dan iota karagenan akan menetralkan muatan dari karagenan

tersebut. Kedua kation tersebut, kalium pada kappa karagenan dan

kalsium pada iota karagenan, akan berikatan dengan sulfat. Hal ini

menyebabkan dua rantai panjang karagenan bergerak mendekat dan

membentuk ikatan hidrogen dan akhirnya membentuk double helix.

5. Sinergisme dengan Konjak

Polisakarida seperti karagenan dapat membentuk gel pada

kondisi tertentu. Tetapi jika dicampurkan dengan konjak yang tidak

memiliki kemampuan membentuk gel maka akan terjadi interaksi yang

sinergis. Sinergisme tersebut akan menghasilkan gel dengan tekstur yang

lebih elastis (BeMiller dan Whistler, 1996; Imeson, 2000; Takigami,

2000; dan Penroj et al., 2005).

Menurut Widjanarko (2008), adanya konjak glukomannan

dalam gel kappa karagenan dapat memperbaiki sifat – sifat gel kappa

karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Kekuatan gel akan makin

menurun dengan proporsi glukomannan yang makin meningkat. Sifat

elastis gel akan makin meningkat dengan makin banyak penggunaan

glukomannan. Sedangkan untuk tingkat sineresis gel akan makin

berkurang dengan makin banyaknya proporsi glukomannan yang

digunakan.

Page 25: tekstur analizer

C. KONJAK GLUKOMANNAN

Konjak glukomannan banyak terdapat pada jenis tanaman

Amorphophallus. Sama halnya dengan karagenan, konjak glukomannan juga

merupakan hidrokoloid yang diperoleh dari hasil ekstraksi umbi tanaman

konjak. Penyebaran tanaman konjak lebih banyak di daerah Asia seperti

Timur Tengah, Jepang, dan Asia Tenggara. Beberapa spesies

Amorphophallus yang tumbuh di daerah tersebut yaitu Amorphophallus

konjak K Koch, A. rivierii, A. bulbifier, dan A. oncophyllus (Takigami,

2000). Jenis Amorphophallus juga banyak dikembangkan di Indonesia

diantaranya adalah iles – iles (A. muelleri Blume) dan suweg (A.

paeoniifolis). Klasifikasi Amorphophallus konjac menurut Anonim (2008d)

adalah sebagai berikut :

Kelas : Magnoliophyta

Suku : Alismatales

Famili : Araceae

Marga : Amorphophallus

Jenis : Amorphophallus konjac

Konjak glukomannan merupakan senyawa yang banyak terkandung

dalam tepung konjak yakni mencapai 70 - 90%. Bahan baku pembuatan

tepung konjak adalah umbi dari tanaman konjak. Tepung konjak dapat

digunakan sebagai bahan pengental, bahan pembentuk gel, dan pengikat air

(Thomas, 1997).

Konjak glukomannan adalah heteropolisakarida yang terdiri atas

β-D-glukosa (G) dan β-D-manosa (M) dengan rasio perbandingan G dan M

yaitu 1:1,6 (Penroj et al., 2005). Struktur kimia dari konjak glukomannan

disajikan pada Gambar 5. Konjak glukomannan memiliki gugus asetil dalam

jumlah kecil dan deasetilasi terjadi ketika konjak glukomannan direaksikan

dengan alkali. Konsentrasi kritis terendah konjak glukomannan yang

dibutuhkan untuk membentuk gel adalah 0,5% (Takigami, 2000).

Page 26: tekstur analizer

Gambar 5. Struktur kimia konjak glukomannan (Johnson, 2002)

Konjak glukomannan adalah polimer yang larut dalam air dan dapat

menyerap 100 kali dari volumenya sendiri dalam air. Larutan yang terbentuk

merupakan larutan pseudoplastic. Viskositas konjak lebih tinggi daripada

bahan pengental alami lainnya dan stabil terhadap asam, tidak ada

pengendapan walaupun pH diturunkan dibawah 3,3. Larutan konjak tahan

terhadap garam walaupun pada konsentrasi tinggi (Widjanarko, 2008).

Sebagai bahan pembentuk gel, konjak memiliki kemampuan yang

unik untuk membentuk gel yang reversible dan irreversible pada kondisi

yang berbeda. Gel reversible terbentuk jika konjak dikombinasikan dengan

hidrokoloid lain seperti karagenan atau xanthan gum. Gel irreversible

didapat dari gel konjak yang terbentuk pada kondisi basa. Larutan konjak

tidak akan membentuk gel karena gugus asetilnya mencegah rantai panjang

glukomannan untuk bertemu satu sama lain (Widjanarko, 2008). Konjak

dapat membentuk gel kecuali dengan adanya kappa karagenan dan xanthan

gum, dimana asosiasi antar rantai mendukung gelasi atau pengentalan

(Thomas, 1997).

Gel konjak merupakan dietary fibre yang tidak akan diserap oleh

usus, melainkan dapat memenuhi lambung dan mempercepat rasa kenyang

sehingga cocok untuk makanan diet bagi penderita diabetes. Manfaat lain

yang didapat dari konsumsi gel konjak yaitu mengurangi kolestrol darah,

memperlambat pengosongan perut, dan mencegah penyakit tekanan darah

tinggi (Johnson, 2002).

Page 27: tekstur analizer

D. TEKSTUR

Tekstur merupakan aspek penting dalam penilaian mutu produk

pangan. Tekstur juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi

penerimaan konsumen terhadap produk pangan (Hellyer, 2004). Menurut

Larmond (1976), karakteristik tekstur dapat dikelompokkan menjadi tiga

yaitu karakteristik mekanik (mechanical characteristics), karakteristik

geometrik (geometrical characteristics), dan karakteristik lainnya yang

mencakup kelembaban (moisture) dan kandungan minyak.

Karakteristik mekanik terdiri dari lima parameter primer dan tiga

parameter sekunder. Parameter primer yaitu hardness, cohesiveness,

viscosity, elastisity, dan adhesiveness sedangkan parameter sekunder yaitu

brittleness (fracturability), chewiness, dan gumminess. Brittleness dan

gumminess sangat berkaitan dengan hardness dan cohesiveness sedangkan

chewiness berkaitan dengan hardness, cohesiveness, dan elastisity (Larmond,

1976). Beberapa definisi dari parameter – parameter tersebut disajikan pada

Tabel 3.

Analisis tekstur produk pangan dapat dilakukan secara organoleptik

dengan menggunakan panca indera ataupun secara instrumen dengan

menggunakan alat. Hasil yang didapat dari analisis secara organoleptik

merupakan hasil yang subyektif. Hasilnya pun beragam tergantung pada

penilaian yang diberikan oleh panelis. Berbeda dengan analisis secara

organoleptik, analisis tekstur dengan menggunakaan alat akan menghasilkan

data yang lebih akurat karena bersifat obyektif (Peleg, 1983). Menurut

Smewing (1999), analisis tekstur dapat dilakukan menggunakan alat atau

instrumen seperti Instron, LFRA Texture Analyser, dan Stable Micro

System TA.XT Texture Analyser.

Analisis tekstur secara organoleptik dinilai belum dapat memberikan

data yang akurat karena penilaian panelis dipengaruhi oleh banyak faktor

seperti jenis kelamin, usia, kondisi fisik, dan faktor lainnya. Pengukuran

tekstur dengan menggunakan alat dianggap akurat karena tidak dipengaruhi

oleh faktor – faktor tersebut.

Page 28: tekstur analizer

Tabel 3. Parameter – parameter tekstur dan definisinya Parameter Definisi Hardness / firmness

Gaya yang diberikan kepada objek hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada objek.

Fracturability / brittleness

Titik dimana besarnya gaya yang diberikan membuat objek menjadi patah (break / fracture). Fracturability sangat berkaitan dengan hardness dan cohesiveness.

Adhesiveness Gaya yang dibutuhkan untuk menahan tekanan yang timbul diantara permukaan obyek dan permukaan benda lain saat terjadi kontak antara obyek dengan benda tersebut.

Springiness / elastisity

Laju suatu obyek untuk kembali ke bentuk semula setelah terjadi deformasi (perubahan bentuk).

Cohesiveness Kekuatan dari ikatan – ikatan yang berada dalam suatu obyek yang menyusun ”body” dari obyek tersebut.

Gumminess Tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan (memecah) pangan semi-solid menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Gumminess berhubungan dengan hardness dan cohesiveness.

Chewiness Tenaga yang dibutuhkan mengunyah (menghancurkan) pangan yang solid menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Chewiness berhubungan dengan hardness, cohesiveness, dan elastisity.

Sumber : DeMan (1985)

1. Gel Strength

Gel strength (kekuatan gel) merupakan salah satu karakteristik

gel. Pengukuran gel strength dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan

jaringan (network) dari suatu gel (Sadar, 2004). Menurut Salvador dan

Fiszman (1998), gel strength dapat didefinisikan sebagai massa (dalam

gram) yang dibutuhkan untuk memasukkan probe ke dalam gel. Nilai gel

strength (breaking force) ditunjukkan oleh peak (puncak) pertama

dimana terjadi penurunan yang signifikan saat probe berpenetrasi ke

dalam gel, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.

Page 29: tekstur analizer

Gambar 6. Grafik hubungan waktu dan gaya yang menunjukkan gel strength (Salvador dan Fiszman, 1998)

2. Texture Profile Analysis

Texture Profile Analysis (TPA) merupakan bentuk penilaian

obyektif dari analisis tekstur secara sensori. Pada TPA, probe akan

melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dapat

dianalogikan sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah / menggigit

makanan (Larmond, 1976). Oleh karena itu, TPA disebut juga

sebagai ”two-bite test”.

Larmond (1976) menyatakan bahwa analisis menggunakan TPA

merupakan analasis yang multipoint karena hanya dengan sekali analisis

akan didapatkan nilai dari beberapa parameter tekstur. Parameter tekstur

yang dapat diukur menggunakan TPA yaitu hardness, fracturability,

springiness, cohesiveness, adhesiveness, gumminess, chewiness, dan

resilience.

Nilai dari beberapa parameter tekstur dapat langsung ditentukan

dari grafik yang dihasilkan. Namun terdapat pula beberapa parameter

yang nilainya bergantung pada parameter lain. Parameter tersebut yaitu

gumminess dan chewiness. Gumminess berkaitan dengan nilai hardness

dan cohesiveness sedangkan chewiness selain berkaitan dengan kedua

parameter tersebut juga dipengaruhi oleh nilai springiness. Penentuan

nilai parameter tekstur disajikan pada Tabel 4.

Page 30: tekstur analizer

Tabel 4. Parameter tekstur dan penentuan nilai parameter dari grafik hasil keluaran TPA

Parameter Tekstur

Keterangan Gambar Satuan

Hardness

Puncak (peak) tertinggi yang dihasilkan dari siklus pertama analisis

Kg, g, atau N (tergantung satuan yang digunakan)

Fracturability

Perubahan signifikan pertama yang terjadi pada siklus pertama

Kg, g, atau N (tergantung satuan yang digunakan)

Adhesiveness

Area force yang bernilai negatif pada siklus pertama (Area3-4)

gram. sec

Page 31: tekstur analizer

Springiness

Perbandingan waktu berlangsungnya siklus kedua dan siklus pertama (T4-5 : T1-2)

Tidak memiliki satuan

Cohesiveness

Perbandingan area dari siklus kedua dan siklus pertama (Area4-6 : Area1-3)

Tidak memiliki satuan

Gumminess Hardness x Cohesiveness Tidak memiliki satuan

Chewiness Hardness x Cohesiveness x Springiness

(Gumminess x Springiness)

Tidak memiliki satuan

Page 32: tekstur analizer

Resilience

Perbandingan area saat sampel mengalami penekanan dan saat sampel sudah mengalami break (Area2-3 : Area1-2)

Tidak memiliki satuan

Page 33: tekstur analizer

III. BAHAN DAN METODE

a. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, tiga

jenis karagenan (kode A, B, C), konjak, kalium sitrat, tri sodium sitrat,

gula, asam sitrat, aquades, sodium benzoat, flavor blackcurrant, dan

pewarna makanan carmoisine dan violet.

2. Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, necara

analisis, gelas piala, hot plate, magnetic stirrer, waterbath - circulation,

sealer, dan cup plastik, Stable Micro System TA.XTplus, refrigerator,

pHmeter.

b. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan formulasi

gel, penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength,

verifikasi setting Texture Analyser, dan penentuan waktu tunggu gel.

Penelitian utama terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan ratio dari

kombinasi karagenan dan konjak, penentuan konsentrasi karagenan dan

konjak, analisis tekstur menggunakan TPA, pengamatan terhadap sineresis,

pengukuran perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam, dan

uji organoleptik.

1. Penelitian Pendahuluan

a. Penentuan Formulasi Gel

Formulasi gel yang terbuat dari kombinasi karagenan dan

konjak ditentukan dari hasil trial. Formulasi yang digunakan adalah

formulasi dengan hasil terbaik.

Page 34: tekstur analizer

b. Penentuan Setting Texture Analyser untuk Pengukuran Gel

Strength

Sebelum digunakan untuk mengukur tekstur, harus ditentukan

terlebih dahulu setting dari Texture Analyser yang sesuai dengan

sampel jelly. Penentuan setting didapat dengan melakukan trial hingga

mendapatkan setting yang sesuai.

c. Verifikasi Setting Texture Analyser

Verifikasi setting Texture Anayser dilakukan untuk melihat

repeatability dari setting yang sudah didapatkan. Verifikasi dilakukan

dengan melakukan pengukuran gel strength dari 10 cup jelly. Untuk

mengetahui data dapat diterima atau tidak maka digunakan

perhitungan nilai RSD dengan persamaan Horwitz.

dimana :

RSD : Standar deviasi untuk pengulangan

SD : Standar Deviasi data yang dihasilkan

C : Konsentrasi dinyatakan dalam fraksi desimal

d. Penentuan Waktu Tunggu

Nilai gel strength akan mengalami kenaikan yang berbanding

lurus dengan waktu pembentukan gel. Gel strength kemudian akan

mengalami penurunan jika sudah mencapai titik optimal. Penentuan

waktu tunggu dilakukan untuk mengetahui rentang waktu yang tepat

dalam pengukuran gel strength. Waktu tunggu yang dipilih adalah

sebelum gel strength mengalami penurunan.

RSDanalisis = x

SD×100

Persamaan Horwitz :

RSDhitung = 2 exp (1 – 0.5 log C)

Page 35: tekstur analizer

2. Penelitian Utama

a. Penentuan Ratio Optimal dari Kombinasi Karagenan dan Konjak

Ratio optimal dari kombinasi karagenan dan konjak dapat

diketahui dengan cara membandingkan nilai gel strength dari berbagai

ratio kombinasi karagenan dan konjak. Ratio optimal didapat dari

kombinasi yang memiliki nilai gel strength tertinggi.

b. Penentuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak

Agar gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak

memiliki karakteristik yang sama dengan gel standar maka dilakukan

penentuan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak. Pada

konsentrasi tersebut diharapkan gel yang dihasilkan dari kombinasi

karagenan dan konjak memiliki gel strength yang sama dengan gel

strength standar.

Untuk mendapatkan konsentrasi yang sesuai maka dilakukan

pengukuran gel strength dari gel kombinasi karagenan dan konjak

dengan beberapa tingkat konsentrasi. Kombinasi yang akan dibuat

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kombinasi karagenan dan konjak dengan beberapa tingkat konsentrasi

Gel strength dari beberapa konsentrasi campuran Jenis

karagenan

Ratio optimal karagenan – konjak *) P% Q% R% S%

A a : b B c : d C e : f

Keterangan : *) = diperoleh dari langkah 2a

Jika dari beberapa konsentrasi tersebut belum didapat nilai gel

strength yang ekivalen dengan gel strength standar, maka data yang

didapat akan dipetakan dalam grafik sehingga menghasilkan suatu

persamaan linear hubungan antara gel strength dan konsentrasi

kombinasi karagenan dan konjak.

Page 36: tekstur analizer

c. Analisis Tekstur (Rosenthal, 1999)

Parameter yang diukur menggunakan TPA yaitu hardness,

fracturability, adhesiveness, springiness, cohesiveness, gumminess,

chewiness, dan resilience. Alat yang digunakan adalah ialah Stable

Micro System TA.XTplus.

d. Pengamatan terhadap Sineresis (AOAC, 1995)

Sineresis yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan

menyimpan jelly pada suhu refrigerator (100C) selama 24, 48, dan 72

jam. Masing – masing jelly diwadahi dengan cawan untuk menampung

air yang dibebaskan dari dalam jelly selama penyimpanan. Sineresis

dihitung dengan mengukur kehilangan berat selama penyimpanan lalu

dibandingkan dengan berat awal jelly.

Perhitungan :

Sineresis jelly = A

BA−%100×

dimana :

A = berat awal sampel sebelum penyimpanan (g)

B = berat akhir sampel setelah penyimpanan (g)

e. Pengukuran Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan pada

Kondisi Asam

Gel akan mengalami hidrolisis bila dipanaskan dan berada pada

kondisi asam. Hidrolisis gel akan mengakibatkan penurunan gel

strength. Suhu yang digunakan dalam proses pemanasan ialah

85 0C, sedangkan waktu pemanasannya adalah 0, 10, 20, 30, dan 40

menit. Kondisi asam dibuat pada pH ≤ 4.5 sesuai dengan tingkat

keasaman pada jelly dengan flavour buah – buahan.

f. Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 1999)

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan

panelis terhadap tekstur jelly secara keseluruhan. Uji yang digunakan

Page 37: tekstur analizer

adalah uji hedonik dengan skala 1 hingga 5 (1 = sangat tidak suka,

2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka).

Page 38: tekstur analizer

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Penentuan Formulasi Gel

Bahan – bahan yang digunakan pada pembuatan gel yaitu

kombinasi karagenan dan konjak, gula, dan kalium sitrat dengan

konsentrasi masing – masing sebesar 1.0, 0.5, dan 0.2%. Dalam

pembuatan gel, gula akan membantu kelarutan hidrokoloid dalam air

sedangkan kalium sitrat membantu proses pembentukan gel.

Penambahan kalium sitrat pada formulasi gel dikarenakan

keberadaan ion K+ dapat membantu proses pembentukan gel (Belitz dan

Grosch, 1999). Tanpa adanya kation, gel karagenan tidak akan terbentuk

karena kargenan merupakan senyawa anionik dengan gugus ester sulfat

yang tinggi (Lee et al., 2008). Lee et al. (2008) juga menyatakan bahwa

diantara ion K+, Ca2+, dan Na+, hanya ion K+ yang memberikan efek

signifikan dalam pembentukan gel. Gel yang mengandung K+ memiliki

gel strength yang lebih tinggi dibandingkan dengan gel yang

mengandung Ca2+ ataupun Na+.

Adanya gula dalam formulasi gel dapat membantu kelarutan

karagenan dalam air. Gula dapat mencegah terjadinya penggumpalan

pada karagenan yang dapat menyebabkan konsentrasi gel menjadi tidak

sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, diperlukan juga pencampuran

kering (dry mix) pada bahan – bahan yang digunakan agar gula bisa

tercampur rata dengan bahan lainnya terutama karagenan.

Gel yang dihasilkan dari formulasi tersebut memiliki tekstur

yang sangat solid dan terlalu keras untuk digigit. Jika gel dengan tekstur

yang keras dianalisis menggunakan Texture Analyser akan

menyebabkan terjadinya overload pada alat. Oleh karena itu, konsentrasi

hidrokoloid yang digunakan diturunkan menjadi 0.8%.

Page 39: tekstur analizer

2. Penentuan Setting Texture Analyser untuk Pengukuran Gel Strength

Texture Analyser merupakan suatu instrumen yang digunakan

untuk mengukur tekstur dengan berbagai parameter yang diinginkan.

Jenis Texture Analyser yang digunakan adalah Stable Micro System

TA.XTplus seperti terlihat pada Gambar 7. Spesifikasi alat Texture

Analyser yang digunakan disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 7. Stable Micro System TA.XTplus

Penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel

strength dilakukan dengan mencoba berbagai jarak penetrasi probe ke

dalam gel. Jenis probe yang digunakan adalah probe silinder P/1KSS

(Kobe 1 cm Cylinder Stainless). Menurut Poppe (1997), metode standar

yang digunakan untuk mengukur gel strength adalah dengan

menggunakan British Standard Method for Sampling and Testing

Gelatine (BS757 – Gelatine Bloom). Setting Texture Analyser yang

digunakan untuk pengukuran gel strength disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength Sequence title Return to Start Test – Mode 1 = Compression

Pre – test Speed 0.5 mm/sec Test Speed 0.5 mm/sec

Post – test Speed 1 mm/sec Target Mode 0 = Distance

Distance 20 mm Trigger Type 0 = Auto (Force) Trigger Force 4 g Break Mode 0 = Off Stop Plot At 2 = Start Position Tare Mode 0 = Auto

Page 40: tekstur analizer

Sequence Title menunjukkan posisi probe setelah analisis selesai

dilakukan. Untuk pilihan Return to Start, probe akan kembali ke titik

awal sebelum dilakukan analisis. Test – mode adalah pilihan yang

menunjukkan perlakuan probe terhadap sampel. Test – mode terdiri dari

dua pilihan yaitu compression dan tension.

Pre – test Speed, Test Speed, dan Post – test Speed menunjukkan

laju pergerakan probe sebelum mengenai sampel, sewaktu di dalam

sampel, dan setelah analisis dilakukan. Target Mode adalah pilihan yang

digunakan untuk memilih parameter uji, yaitu distance atau strain.

Distance menunjukkan seberapa dalam penetrasi yang akan dilakukan

probe ke dalam sampel.

Trigger type menunjukkan titik permulaan data yang terbaca

sedangkan trigger force adalah sejumlah gaya yang diberikan oleh

Texture Analyser untuk memulai analisis. Pilihan break mode

menunjukkan bagaimana Texture Analyser mendeteksi kerusakan yang

terjadi (break) pada sampel yang sedang dianalisis. Stop plot at

merupakan suatu pilihan yang digunakan untuk menentukan sampai titik

mana pengambilan data akan dilakukan. Tare mode merupakan pilihan

yang digunakan untuk menentukan letak titik dimana gaya yang

diberikan akan di-nol-kan kembali (di-tare).

Pada penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel

strength, pilihan menu yang mengalami perubahan adalah distance.

Beberapa jarak penetrasi probe yang dicobakan yaitu 20, 25, 30, 35, dan

37 mm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jarak penetrasi yang tepat

agar gel yang memiliki sifat paling elastis mengalami kerusakan. Sampel

yang digunakan adalah gel yang terbuat dari kombinasi karagenan dan

konjak dengan konsentrasi 0.80%. Hasil yang diperoleh dari pengukuran

gel strength disajikan pada Tabel 7.

Page 41: tekstur analizer

Tabel 7. Hasil pengukuran gel strength gel kombinasi karagenan dan konjak pada berbagai jarak penetrasi probe

Distance (mm)

Kombinasi karagenan dan

konjak (%)

Gel Strength (gram force)

Keterangan

20 : 80 29.138 40 : 60 162.182 60 : 40 1441.042 80 : 20 903.41 break

20

100 : 0 94.482 break 20 : 80 23.807 40 : 60 245.877 25 60 : 40 1690.143 break 20 : 80 59.888 40 : 60 535.152 30 60 : 40 1677.248 break 20 : 80 143.549 40 : 60 1067.700 35 60 : 40 1844.886 break 20 : 80 250.217 40 : 60 1196.652 37 60 : 40 1875.264 break

Gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak

memiliki sifat yang beragam tergantung jumlah karagenan dan konjak

yang terkandung di dalamnya. Gel yang terbuat dari karagenan saja

(kombinasi 100 : 0) memiliki tekstur yang solid dan brittle. Saat

dilakukan pengukuran gel strength, gel sudah mengalami kerusakan

(break) pada jarak penetrasi 20 mm. Gel dengan kombinasi 80 : 20

memiliki tekstur yang berbeda dari gel yang dihasilkan dari karagenan

saja (kombinasi 100 : 0). Gel ini memiliki tekstur yang solid tetapi masih

memiliki sifat sedikit brittle. Pada jarak peneretrasi 20 mm gel tersebut

juga sudah mengalami kerusakan (break).

Bertambahnya jumlah konjak yang terkandung dalam gel

menyebabkan tekstur gel menjadi lebih elastis. Hal ini terjadi pada gel

dengan kombinasi 60 : 40, 40 : 60, dan 20 : 80. Gel tersebut bersifat

elastis sehingga pada jarak penetrasi 20 mm belum mengalami

kerusakan (break).

Page 42: tekstur analizer

Namun gel dengan kombinasi 60 : 40 sudah mengalami

kerusakan (break) pada jarak penetrasi 25 mm. Begitu pula dengan jarak

penetrasi 30, 35, dan 37 mm. Gel dengan kombinasi 40 : 60 dan 20 : 80

belum mengalami kerusakan baik pada jarak penetrasi 25, 30, 35,

maupun 37 mm. Agar gel tersebut mengalami kerusakan (break) hal

yang dapat dilakukan adalah menambah jarak penetrasi probe. Akan

tetapi hal tersebut tidak dapat dilakukan karena kemasan cup yang

digunakan memiliki tinggi ± 4 cm.

Kombinasi 0 : 100 (hanya mengandung konjak) tidak diukur

gel strengthnya karena kombinasi tersebut tidak membentuk gel dan

hanya berupa larutan yang sangat kental. Oleh karena itu, jarak penetrasi

probe dalam mengukur gel strength pada kombinasi 0 : 100 tidak

mempengaruhi nilai gel strength yang dihasilkan. Berdasarkan hasil

yang disajikan pada Tabel 7, dapat ditentukan bahwa jarak penetrasi

probe yang digunakan untuk mengukur gel strength adalah 37 mm.

3. Verifikasi Setting Texture Analyser untuk Pengukuran Gel Strength

Setting pengukuran gel strength yang sudah diperoleh

kemudian diverifikasi untuk mengetahui apakah setting tersebut sudah

sesuai untuk mengukur gel strength gel. Verifikasi ini dilakukan untuk

melihat repeatability dari pengukuran gel strength dengan menggunakan

setting tersebut. Pada tahap verifikasi dilakukan pengukuran gel strength

10 cup gel yang terbuat dari karagenan saja dengan konsentrasi 0.80%.

Hasil yang diperoleh dari pengukuran gel strength 10 cup gel

disajikan pada Lampiran 2. Nilai gel strength yang didapat adalah

sebesar 165.60 ± 2.36 gram force. Nilai RSDanalisis dan RSDhitung yang

didapat yaitu 1.46 dan 1.79. Karena RSDanalisis memiliki nilai yang lebih

kecil dari RSDhitung maka dapat dikatakan bahwa data dapat diterima.

4. Penentuan Waktu Tunggu

Proses pembentukan gel karagenan terjadi saat larutan panas

karagenan didinginkan selama rentang waktu tertentu. Menurut Bubnis

(2000), selama proses pembentukan gel jumlah 3,6-anhidrogalaktosa

Page 43: tekstur analizer

mengalami peningkatan. Semakin lama waktu yang dibutuhkan dalam

pembentukan gel maka semakin banyak 3,6-anhidrogalaktosa yang

dihasilkan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan nilai gel

strength seperti terlihat pada Gambar 8. Kealy (2003) menyatakan

bahwa sedikitnya dibutuhkan waktu selama 12 jam agar karagenan dapat

mencapai gel strength optimal. Namun setelah mencapai kondisi optimal,

gel strength cenderung akan mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan

terjadinya reduksi bobot molekul karagenan yang kontinu (Bubnis,

2000).

Gambar 8. Grafik hubungan lama proses pembentukan gel dan gel

strength (Bubnis, 2000)

Penentuan waktu tunggu dilakukan untuk mengetahui waktu

yang dibutuhkan oleh gel hasil kombinasi karagenan dan konjak untuk

mencapai gel strength optimal. Data yang dihasilkan menunjukkan

peningkatan gel strength yang terjadi tiap pengukuran seperti terlihat

pada Gambar 9.

0

20

40

60

80

100

120

0 2 4 6

Waktu pengamatan (Jam)

Gel

Str

engt

h (g

ram

forc

e)

Gambar 9. Grafik hubungan waktu pengukuran dan nilai gel strength

yang terukur.

Page 44: tekstur analizer

Berdasarkan grafik pada Gambar 9 gel strength yang terukur

pada jam ke-2 adalah sebesar 62.621 gram force. Pada pengukuran jam

berikutnya gel strength mulai mengalami kenaikan. Nilai gel strength

pada pengukuran jam ke-3, ke-4, dan ke-5 yaitu sebesar 79.609; 83.081;

dan 101.185 gram force.

Berdasarkan hasil tersebut maka waktu tunggu yang digunakan

sebelum dilakukan pengukuran gel strength adalah 5 jam. Pengukuran

gel strength tidak dilakukan hingga jam ke-6 ataupun hingga 24 jam

dikarenakan keterbatasan waktu kerja. Selain itu, gel tidak dipasteurisasi

sehingga pada pengukuran 24 jam sudah terdapat mikroba yang tumbuh

pada gel.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Penentuan Ratio Optimal dari Kombinasi Karagenan dan Konjak

Kombinasi antara karagenan dan konjak akan menghasilkan

suatu sinergisme. Gel karagenan bila dikombinasikan dengan konjak

glukomannan akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lebih baik.

Karagenan yang digunakan pada penelitian ini adalah kappa karagenan.

Sistem pengkodean yang digunakan (A, B, dan C) bukan untuk

menunjukkan perbedaan yang terdapat pada ketiga jenis karagenan

tersebut. Karagenan tersebut berasal dari suplier yang sama, hanya saja

ketiganya diproduksi pada batch yang berbeda.

Untuk mengetahui kombinasi terbaik maka dilakukan

pengukuran gel strength dari gel hasil kombinasi. Jumlah karagenan

dalam formulasi gel dikurangi secara bertahap dan disubstitusi dengan

konjak. Kombinasi karagenan dan konjak yang digunakan yaitu 100 : 0,

80 : 20, 60 : 40, 40 : 60, 20 : 80, dan 0 : 100. Hasil pengukuran gel

strength dari kombinasi karagenan dan konjak dengan berbagai ratio

konsentrasi disajikan pada Gambar 10 (selengkapnya pada Lampiran 3).

Page 45: tekstur analizer

0.0

200.0

400.0

600.0

800.0

1000.0

1200.0

1400.0

1600.0

1800.0

2000.0

0 20 40 60 80 100

Konsentrasi Konjak (%)G

el S

tren

gth

A B C

Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi karagenan dan gel strength

Nilai gel strength pada perbandingan 100 : 0 untuk karagenan A,

B, dan C yaitu 162.000, 184.191, dan 150.155 gram force. Nilai gel

strength untuk ketiga karagenan tersebut mulai mengalami kenaikan saat

ditambahkan konjak ke dalam formulasi gel. Seperti terlihat pada

Gambar 10, gel dengan perbandingan 80 : 20 mengalami kenaikan gel

strength yang signifikan yaitu 1010.416 gram force (karagenan A),

941.538 gram force (karagenan B), dan 1073.094 gram force (karagenan

C). Peningkatan ini terus terjadi hingga perbandingan 60 : 40. Pada

perbandingan tersebut nilai gel strength kombinasi karagenan dan

konjak mencapai 1891.197 gram force (karagenan A), 1876.969 gram

force (karagenan B), dan 1786,114 gram force (karagenan C). Menurut

Akesowan (2002), meningkatnya nilai gel strength disebabkan

glukomannan yang teradsorbsi pada permukaan junction zone karagenan

yang teragregasi. Hal ini menyebabkan terjadinya penggabungan

karagenan dan glukomannan.

Namun pada perbandingan 40 : 60, gel strength mulai mengalami

penurunan hingga pada perbandingan 0 : 100. Selain itu, tekstur gel yang

dihasilkan juga mengalami perubahan. Jumlah konjak yang lebih besar

dari jumlah karagenan menyebabkan gel yang terbentuk dari kombinasi

ini memiliki tekstur yang elastis seperti terlihat pada Lampiran 4, 5, dan

6. Grafik pada Lampiran 4, 5, dan 6 menunjukkan gel yang mengandung

konjak lebih landai dibandingkan gel yang hanya terbuat dari karagenan

saja (kombinasi 100 : 0). Selain itu, bentuk grafik menjadi semakin

Page 46: tekstur analizer

landai seiring dengan bertambahnya jumlah konjak. Hal ini

menunjukkan dengan bertambahnya jumlah konjak maka tekstur gel

akan semakin elastis. Saat dilakukan pengukuran gel strength, gel

dengan perbandingan 20 : 80 belum mengalami kerusakan (break) saat

probe berpenetrasi sedalam 37 mm.

Hal berbeda terjadi pada gel dengan perbandingan 0 : 100.

Karena hanya terdiri dari konjak, proses pembentukan gel tidak terjadi

walaupun sudah didiamkan selama 5 jam. Menurut Widjanarko (2008),

hal ini dapat disebabkan gugus asetil yang mencegah rantai panjang

glukomannan untuk saling bertemu satu sama lain sehingga gel tidak

dapat terbentuk.

Berdasarkan grafik pada Gambar 10, dapat diketahui bahwa nilai

gel strength akan meningkat seiring dengan penambahan konjak. Tetapi

setelah mencapai titik optimal, nilai gel strength akan cenderung

mengalami penurunan. Titik optimal yang dicapai dari kombinasi

karagenan (A, B, dan C) dengan konjak adalah pada perbandingan 60 :

40.

2. Penentuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak

Setelah diketahui perbandingan optimal dari kombinasi

karagenan dan konjak, tahap selanjutnya adalah menentukan konsentrasi

dari kombinasi tersebut. Penentuan konsentrasi ini dilakukan untuk

mengetahui konsentrasi yang sesuai agar tekstur gel yang dihasilkan

dapat menyerupai tekstur gel standar. Penentuan konsentrasi ini

dilakukan dengan mengukur gel strength dari beberapa konsentrasi

kombinasi karagenan dan konjak. Konsentrasi kombinasi yang

digunakan yaitu 0.80, 0.60, 0.40, dan 0.20%. Hasil pengukuran gel

strength dari ketiga jenis karagenan dengan beberapa konsentrasi

kombinasi disajikan pada Gambar 11 (selengkapnya pada Lampiran 7)

Page 47: tekstur analizer

0

250

500

750

1000

1250

1500

1750

2000

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Konsentrasi Kombinasi (%)G

el S

tren

gth

(g

ram

fo

rce)

A B C Linear (C) Linear (B) Linear (A)

Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi kombinasi karagenan dan

konjak dengan gel strength

Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 11, nilai gel

strength dari kombinasi karagenan dan konjak mengalami peningkatan

yang sebanding dengan meningkatnya konsentrasi yang digunakan. Titik

yang menunjukkan nilai - nilai gel strength tersebut bila dihubungkan

akan menghasilkan garis lurus yang memiliki persamaan linear.

Persamaan linear untuk karagenan A adalah Y = 2657.9 X – 219.47

dengan nilai R2 = 0.9994. Karagenan B memiliki persamaan linear

Y = 2683.8 X – 275.51 dengan nilai R2 = 0.9997 sedangkan persamaan

linear untuk karagenan C adalah Y = 2488.5 X – 174.92 dengan nilai

R2 = 0.9974.

Nilai gel strength standar adalah 470.986 ± 7.627 gram force.

Besarnya konsentrasi dari kombinasi karagenan dan konjak agar

memiliki nilai gel strength yang sama dengan nilai gel strength standar

dapat dihitung dari persamaan linear grafik yang disajikan pada Gambar

11. Nilai gel strength yang diinginkan dimasukkan sebagai nilai Y

sedangkan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak merupakan nilai

X.

Untuk karagenan A besarnya konsentrasi kombinasi karagenan

dan konjak yang didapat yaitu sebesar 0.260%. Hal yang sama juga

berlaku untuk karagenan C. Untuk karagenan B besarnya konsentrasi

kombinasi karagenan dan konjak yang didapat sebesar 0.278%. Nilai

Page 48: tekstur analizer

konsentrasi tersebut kemudian diverifikasi kembali dan data yang

dihasilkan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Verifikasi nilai gel strength kombinasi karagenan dan konjak dengan konsentrasi tertentu.

Gel Strength (gram force)

Jenis Karagenan

Konsentrasi Kombinasi

(%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata - rata

A 0.260 481.215 478.115 479.665 B 0.278 495.326 482.183 488.755 C 0.260 469.560 466.708 468.134

Data yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa gel

strength yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak hampir

mendekati nilai gel strength standar. Berdasarkan hasil yang diperoleh

dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan gel strength yang sama

dengan gel strength standar hanya dibutuhkan 0.260% (untuk karagenan

A dan C) dan 0.278% (untuk karagenan B) kombinasi karagenan dan

konjak.

3. Pemetaan Tekstur Gel yang Terbuat dari Kombinasi Karagenan

dan Konjak

Analisis tekstur dilakukan dengan menggunakan Texture Profile

Analyser (TPA). Analisis tekstur dengan TPA dimaksudkan untuk

menilai parameter tekstur secara obyektif. Parameter yang dapat diukur

menggunakan TPA adalah hardness, fracturability, adhesiveness,

springiness, cohesiveness, gumminess, chewiness, dan resilience. Setting

yang digunakan pada analisis tekstur disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Setting Texture Analyser untuk pengukuran TPA Pre – test Speed 1 mm/sec

Test Speed 5 mm/sec Post – test Speed 5 mm/sec

Target Mode 0 = distance Distance 20 mm

Time 5 sec Trigger type 0 = Auto (force)

Trigger Force 5 g Tare Mode 0 = Auto

Page 49: tekstur analizer

Pemetaan tekstur menggunakan TPA dilakukan terhadap gel yang

terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak. Hasil pemetaan tekstur

dari gel tersebut disajikan pada Gambar 12 dan 13 (selengkapnya pada

Lampiran 8 dan 9).

0.0

100.0

200.0

300.0

400.0

Hardness Gumminess Chewiness

Parameter Tekstur

Nil

ai p

aram

eter

A B C

Gambar 12. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter hardness, gumminess, dan chewiness.

-8.0

-6.0

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

Fractu

rabil

ity

Adhes

ivene

ss

Springin

ess

Cohesiv

eness

Resilie

nce

Parameter Tekstur

Nil

ai P

aram

eter

A B C

Gambar 13. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter fracturability, adhesiveness, springiness, cohesiveness, dan resilience.

Hardness dan fracturability merupakan parameter tekstur yang

saling berkaitan (DeMan, 1985). Pada grafik hasil keluaran TPA (Tabel

4) nilai hardness ditunjukkan oleh titik puncak pada siklus pertama

analisis sedangkan nilai fracturability ditunjukkan oleh titik dimana

Page 50: tekstur analizer

terjadi penurunan yang signifikan pada grafik. Semakin tinggi nilai

hardness maka semakin tinggi pula nilai fracturability dari suatu sampel.

Berdasarkan data yang ditunjukkan pada Gambar 12, gel yang

dihasilkan dari kombinasi karagenan B dan konjak memiliki tekstur yang

lebih kompak (solid) dibandingkan dengan gel yang dihasilkan dari

kombinasi lainnya. Hal ini terlihat dari nilai hardness kombinasi

karagenan B dan konjak lebih tinggi daripada dua kombinasi lainnya.

Tingginya nilai hardness dari kombinasi karagenan B dan konjak

mempengaruhi nilai fracturability dari kombinasi tersebut. Bila

dibandingkan dengan kombinasi karagenan A dan C, kombinasi

karagenan B memiliki nilai fracturability yang lebih tinggi. Hasil ini

menunjukkan bahwa gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B

lebih solid dibandingkan dengan dua kombinasi lainnya. Hal ini dapat

disebabkan perbedaan konsentrasi dari ketiga kombinasi tersebut.

Parameter gumminess dan chewiness merupakan parameter yang

menunjukkan sifat kenyal dari sampel yang dianalisis. Kedua parameter

tersebut berkaitan dengan nilai hardness dan cohesiveness. Selain

berkaitan dengan kedua parameter tersebut, nilai chewiness juga

dipengaruhi oleh nilai springiness. Nilai cohesiveness menyatakan

kekuatan dari ikatan – ikatan yang berada dalam suatu obyek yang

menyusun ”body” dari obyek tersebut.

Kombinasi karagenan C dan konjak memiliki nilai cohesiveness

tertinggi sedangkan kombinasi karagenan B dan konjak memiliki nilai

terendah. Nilai cohesiveness kombinasi karagenan A tidak berbeda

dengan nilai cohesiveness kombinasi karagenan C. Nilai cohesiveness ini

mempengaruhi nilai gumminess dan chewiness dari ketiga kombinasi

karagenan dan konjak. Kombinasi karagenan C memiliki nilai

gumminess dan chewiness tertinggi dari dua kombinasi lainnya.

Sedangkan nilai gumminess dan chewiness dari kombinasi karagenan A

dan karagenan B tidak berbeda jauh.

Adhesiveness berhubungan dengan sifat kelengketan gel.

Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 13, diketahui bahwa

Page 51: tekstur analizer

kombinasi karagenan A dan konjak memiliki nilai adhesiveness paling

tinggi. Nilai adhesiveness kombinasi karagenan C dan konjak memiliki

nilai terkecil. Springiness merupakan parameter yang menunjukkan laju

perubahan sampel ke bentuk semula setelah mengalami deformasi

(Larmond, 1976). Nilai springiness dari keempat sampel yang disajikan

pada Gambar 13 menunjukkan hasil yang hampir sama. Hal ini juga

terlihat dari nilai springiness yang disajikan pada Lampiran 9.

Resilience merupakan parameter yang berhubungan dengan sifat

kekenyalan sampel. Data yang disajikan pada Gambar 13 menunjukkan

bahwa nilai resilience dari gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan

B memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan nilai resilience dari

kombinasi karagenan A dan C.

4. Pengamatan terhadap Sineresis

Peristiwa sineresis merupakan masalah yang umum terjadi pada

beberapa jenis hidrokoloid yang diaplikasikan dalam produk pangan.

Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari dalam gel. Menurut

Anonim (2006a), saat terjadi proses pembentukan gel, ikatan – ikatan

silang membentuk bangunan tiga dimensi yang kontinyu sehingga

molekul pelarut akan terjebak di dalamnya. Kemudian terjadi

immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar

yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu.

Glicksman (1983) menyatakan bahwa pembentukan agregat yang

terus berlanjut selama penyimpanan dapat menjadi penyebab terjadinya

sineresis. Pembentukan agregrat ini menyebabkan gel menjadi

mengkerut (shrinked) sehingga cenderung memeras air keluar dari dalam

sel. Imeson (2000) juga menyatakan bahwa diantara ketiga jenis

karagenan, kappa, iota, dan lambda, hanya kappa karagenan yang akan

mengalami sineresis jika berada dalam bentuk gel.

Selama pengukuran sineresis, gel disimpan pada refrigerator

bersuhu 10 0C selama 24, 48, dan 72 jam. Hasil pengukuran laju

sineresis dari keempat jenis gel disajikan pada Gambar 14 (selengkapnya

pada Lampiran 10).

Page 52: tekstur analizer

0%

4%

8%

12%

16%

20%

0 24 48 72 96

Waktu pengamatan

% S

iner

esis

A B C

Gambar 14. Grafik laju sineresis pada gel yang terbuat dari kombinasi

karagenan dan konjak

Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa gel yang

terbuat dari kombinasi karagenan B memiliki laju sineresis yang lebih

rendah dibandingkan dengan laju sineresis kombinasi karagenan A dan

karagenan C. Hal ini terlihat dari persamaan linear yang didapat dari

grafik pada Gambar 14. Kombinasi karagenan A dan konjak memiliki

persamaan Y = 0.0015X + 0.0727, kombinasi karagenan B dan konjak

memiliki persamaan Y = 0.0012X + 0.0596, sedangkan kombinasi

karagenan C dan konjak memiliki persamaan Y = 0.0015X + 0.0686.

Laju sineresis dari ketigat gel tersebut ditunjukkan oleh nilai slope

(kemiringan) grafik. Nilai slope ini juga menunjukkan laju perubahan

sineresis (dy) terhadap waktu penyimpanan (dx). Semakin kecil nilai

slope maka semakin rendah laju sineresisnya.

Berbedanya laju sineresis karagenan B dengan karagenan A dan

C dikarenakan nilai konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak yang

digunakan yaitu 0.278% sedangkan konsentrasi kombinasi karagenan

dan konjak untuk karagenan A dan C hanya 0.260%. Perbedaaan nilai

konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak untuk karagenan A, B, dan

C menyebabkan perbedaan jumlah konjak yang terkandung dalam gel.

Konjak yang terkandung dalam gel yang terbuat dari karagenan B

jumlahnya lebih banyak dari jumlah konjak yang terkandung dalam gel

yang terbuat dari karagenan A dan C. Menurut (Widjanarko, 2008),

Page 53: tekstur analizer

tingkat sineresis gel akan semakin berkurang dengan semakin

meningkatnya konjak yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan

kemampuan konjak dalam mengikat air. Konjak merupakan polisakarida

yang memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi.

Lee et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah junction zone dapat

menjadi satu alasan tingginya tingkat sineresis. Jumlah junction zone

yang lebih banyak dapat menyebabkan peningkatan sineresis. Hal ini

disebabkan pembentukan helix dan pembentukan agregat yang terus

terjadi selama penyimpanan sehingga ikatan gel mengkerut dan

membebaskan air bebas yang lebih banyak.

5. Pengamatan Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan pada

Kondisi Asam

Hidrolisis pada gel yang terbuat dari karagenan dapat

menyebabkan putusnya ikatan glikosidik antara gugus galaktosa dan 3,6-

anhidrogalaktosa. Putusnya ikatan tersebut dapat menyebabkan

perubahan nilai gel strength pada gel yang terbentuk. Menurut Laustsen

(2006), gel strength akan mengalami penurunan jika diaplikasikan pada

pH rendah dan mengalami pemanasan selama rentang waktu tertentu

(holding time) seperti terlihat pada Gambar 15. Proses hidrolisis terjadi

saat karagenan masih dalam bentuk larutan (belum membentuk gel).

Ketika karagenan sudah membentuk gel maka hidrolisis tidak terjadi lagi.

Hidrolisis dapat menyebabkan penurunan viskositas dan kemampuan

membentuk gel. Laju hidrolisis dipengaruhi oleh nilai pH, temperatur,

dan waktu (Bubnis, 2000).

Page 54: tekstur analizer

Gambar 15. Grafik pengaruh pemanasan dan beberapa tingkat keasaman

terhadap perubahan gel strength (Bubnis, 2000).

Menurut Anonim (2008e), reaksi hidrolisis digunakan untuk

memecah struktur dari beberapa jenis polimer. Agar dapat memecah

polimer – polimer tersebut maka dibutuhkan katalis seperti asam atau

basa. Kondisi asam pada gel pada penelitian ini dibuat dengan cara

menambahkan asam sitrat ke dalam gel. Jumlah asam sitrat yang

ditambahkan disesuaikan dengan nilai pH yang diinginkan yaitu pada

kisaran 4,3 - 4,4. Konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan untuk

kombinasi karagenan dan konjak sebesar 0.16%.

Suhu pemanasan yang digunakan adalah 85 0C dengan 5 variasi

waktu pemanasan (holding time) yaitu 0, 10, 20, 30, dan 40 menit. Alat

yang digunakan untuk dapat memanaskan larutan gel dengan suhu yang

konstan selama rentang waktu tertentu adalah waterbath – circulation.

Data yang dihasilkan dari pengukuran gel yang terhidrolisis disajikan

pada Gambar 16 (selengkapnya pada Lampiran 11).

Page 55: tekstur analizer

y = -0.0117x + 0.9585R2 = 0.9661

y = -0.0116x + 1.0307R2 = 0.9714

y = -0.0119x + 0.999R2 = 0.9434

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

120.0%

0 10 20 30 40 50

Lama Pemanasan (menit)

% P

erub

ahan

GS

A B C Linear (B) Linear (A) Linear (C)

Gambar 16. Grafik perubahan gel strength akibat pemanasan dan penambahan asam

Seperti dijelaskan oleh Bubnis (2000), laju hidrolisis dipengaruhi

oleh nilai pH, temperatur, dan waktu. Hal ini terlihat dari hasil

pengukuran gel strength yang didapat. Berdasarkan data yang disajikan

pada Gambar 16 diketahui bahwa penurunan gel strength berbanding

lurus dengan lamanya waktu pemanasan. Semakin lama gel dipanaskan

maka gel strengthnya akan semakin menurun.

Hidrolisis yang dialami oleh gel yang terbuat kombinasi

karagenan dan konjak menyebabkan terjadinya penurunan gel strength.

Penurunan gel strength pada ketiga kombinasi tersebut memiliki lau

yang tidak berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari

nilai slope masing – masing grafik. Nilai slope ini menunjukkan laju

perubahan gel strength (dy) terhadap lama pemanasan gel (dx). Semakin

kecil nilai slope maka semakin rendah perubahan gel strength yang

terjadi akibat hidrolisis. Kombinasi karagenan A memiliki nilai slope -

0.0116, kombinasi karagenan B memiliki nilai slope - 0.0117 sedangkan

kombinasi karagenan C memiliki nilai slope sebesar - 0.0119.

Data yang dihasilkan dapat digunakan sebagai acuan dalam

proses pembuatan jelly. Adanya pemanasan dapat mengakibatkan

penurunan gel strength. Hal ini dapat menyebabkan tekstur gel yang

dihasilkan menjadi brittle (mudah pecah). Untuk itu, dengan mengetahui

Page 56: tekstur analizer

karakteristik dari bahan baku (ketahanan terhadap panas dan asam) maka

dapat ditentukan lamanya waktu pemanasan yang sesuai agar penurunan

gel strength tidak terjadi secara signifikan.

6. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk menilai tekstur gel yang

dihasilkan. Pada tahap sebelumnya (tahap 3), tekstur gel telah dianalisis

secara obyektif menggunakan Texture Analyser. Pengujian organoleptik

dilakukan sebagai bentuk analisis tekstur gel secara subyektif.

Jenis uji yang digunakan adalah uji hedonik dengan parameter

tekstur secara keseluruhan. Dalam uji ini panelis diminta

mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan ataupun

ketidaksukaan terhadap tekstur jelly. Skala yang digunakan terdiri dari 5

skala yaitu sangat suka (5), suka (4), biasa / netral (3), tidak suka (2),

dan sangat tidak suka (1). Pengujian dilakukan terhadap 25 orang panelis

yang terdiri dari 5 orang pria dan 20 orang wanita. Sampel yang diujikan

adalah jelly yang terbuat ketiga kombinasi karagenan dan konjak. Hasil

pengujian organoleptik jelly disajikan pada Gambar 17 (selengkapnya

pada Lampiran 12).

2.70

2.80

2.90

3.00

3.10

3.20

3.30

3.40

A B C

Sampel

Rat

a - r

ata

kesu

kaan

pan

elis

Gambar 17. Hasil pengujian organoleptik terhadap tekstur gel

Page 57: tekstur analizer

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13) diketahui

bahwa bahan baku pembuatan jelly berpengaruh terhadap tingkat

kesukaan panelis (P < 0.05). Uji lanjutan yang dilakukan yaitu uji

Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara tiap sampel.

Jelly yang dihasilkan dari karagenan C berbeda nyata dengan jelly yang

terbuat dari karagenan A dan B sedangkan kedus sampel jelly tersebut

tidak berbeda nyata.

Hal ini terlihat dari letak subset dimana ketiga jelly tersebut

berada pada subset yang sama sedangkan jelly yang terbuat dari

karagenan C berada pada subset yang berbeda. Tingkat kesukaan panelis

berdasarkan urutan sampel yaitu jelly yang terbuat dari karagenan B, A,

dan karagenan C. Jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan B

merupakan sampel jelly yang memiliki nilai kesukaan tertinggi

sedangkan jelly yang terbuat dari karagenan C memiliki nilai kesukaan

terendah.Bila dihubungkan dengan data tekstur yang disajikan pada

Lampiran 9, maka dapat dikatakan bahwa panelis lebih menyukai jelly

dengan tekstur yang solid seperti jelly yang dihasilkan dari kombinasi

karagenan B dan konjak.

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penilaian secara

organoleptik menghasilkan data yang kurang akurat dibandingkan

penilaian menggunakan alat (penilaian secara obyektif). Hal ini terlihat

dari hasil penilaian panelis terhadap sampel. Berdasarkan uji

organoleptik, sampel yang terbuat dari karagenan C berbeda nyata

dengan sampel yang terbuat dari karagenan A. Tetapi bila dilihat dari

penilaian tekstur menggunakan Texture Analyser, kedua sampel tersebut

memiliki nilai – nilai parameter yang tidak jauh berbeda.

Page 58: tekstur analizer

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kombinasi karagenan dan konjak merupakan bahan yang berpotensi

sebagai bahan baku pembuatan jelly menggantikan bahan baku exist.

Kombinasi tersebut memiliki gel strength optimal pada perbandingan 60%

karagenan : 40% konjak. Dengan perbandingan tersebut dihasilkan gel

dengan nilai gel strength tertinggi dibandingkan dengan ratio perbandingan

lainnya.

Dengan menggunakan kombinasi karagenan dan konjak, pada

konsentrasi yang rendah dapat dihasilkan gel yang memiliki nilai gel

strength yang menyamai nilai gel strength standar. Konsentrasi kombinasi

yang digunakan adalah 0.260% untuk kombinasi karagenan A dan C, dan

0.280% kombinasi karagenan B. Perbedaan konsentrasi ini juga

mempengaruhi tekstur gel yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari hasil

pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile Analyser (TPA).

Tekstur gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B memiliki nilai yang

lebih tinggi untuk beberapa parameter seperti hardness. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa gel tersebut memiliki tekstur yang lebih solid

dibandingkan gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak

lainnya.

Karakteristik lain yang dianalisis adalah laju sineresis dan perubahan

gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam. Berdasarkan hasil yang

diperoleh diketahui bahwa gel yang terbuat dari kombinasi karagenan B

memiliki laju sineresis yang lebih rendah dibandingkan dengan laju sineresis

kombinasi karagenan A dan karagenan C. Hal ini terlihat dari nilai slope

yang didapat dari masing – masing grafik. Pada analisis perubahan gel

strength terhadap panas, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiga

kombinasi karagenan memiliki laju perubahan gel strength yang hampir

mendekati.

Hasil uji sensori menunjukkan bahwa jelly yang terbuat dari

kombinasi karagenan B memiliki nilai kesukaan tertinggi dengan parameter

Page 59: tekstur analizer

pengujian yaitu tekstur secara keseluruhan. Dari hasil tersebut terlihat bahwa

panelis lebih menyukai tekstur jelly yang solid seperti jelly yang terbuat dari

kombinasi karagenan B dan konjak.

Hasil yang didapat pada penelitian ini menunjukkan bahwa

kombinasi karagenan dan konjak berpotensi sebagai bahan baku pembuatan

produk jelly. Namun karakteristik gel yang dihasilkan dari kombinasi

tersebut belum dapat menyamai karakteristik gel standar. Karakteristik

tersebut diantaranya adalah laju sineresis dan perubahan gel strength akibat

pemanasan. Begitu pula dengan tekstur gel yang dihasilkan. Hal ini terlihat

dari analisis tekstur yang dilakukan baik secara subyektif (uji sensori)

maupun secara obyektif (menggunakan TPA).

B. SARAN

Pada penelitian ini masih diperlukan pencarian kombinasi karagenan

dan konjak yang optimal pada kisaran perbandingan 80 : 20 sampai 60 : 40

agar dapat menyamai karakteristik gel standar seperti laju sineresis,

perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam, serta memiliki

tekstur yang sama dengan gel yang dihasilkan dari gel standar.

Page 60: tekstur analizer

DAFTAR PUSTAKA

Akesowan, A. 2002. Viscosity and Gel Formation of a Konjac Flour from Amorphophallus oncophyllus. http://www.jounal.au.edu/ [6 Pebruari 2008].

Anonim. 2006a. Hidrokoloid dan Gum. http://ebookpangan.com. [10 Agustus

2008]. Anonim. 2007b. Carrageenan. http://en.wikipedia.org/wiki/Carrageenan. [4

Pebruari 2008] Anonim. 2008c. Precipitation Chemistry. http://en.wikipedia.org. [30 Agustus

2008].

Anonim. 2008d. Konjac. http://en.wikipedia.org/wiki/Konjac . [4 Pebruari 2008] Anonim. 2008e. Hydrolysis. http://en.wikipedia.org/wiki/Hydrolysis. [14 Agustus

2008] AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official

Analytical Chemist. Washington D. C. Belitz, H. D dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin. BeMiller, J. N dan R. L. Whistler. 1996. Carbohydrates di dalam Food Chemistry.

O. R. Fennema (ed.). Marcel Dekker Inc., New York. Bubnis, W. A. 2000. Carrageenan. http://www.fmcbiopolymer.com/ [12 Agustus

2008]. DeMan, J. M. 1985. Principles of Food Chemistry. The AVI Publishing Company

Inc., Westport, Connecticut. Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, PAU

Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Glicksman, M. 1969. Carrageenan di dalam Gum Technology in Food Industry.

Academic Press, New York. Glicksman, M. 1979. Gelling Hydrocolloids in Food Product Appliction di dalam

Polysaccharides in Food. J. M. V. Blanshard dan J. R. Mitchell (eds.). Butteworths, London.

Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids. Vol. II. CRC Press, Boca Raton,

Florida.

Page 61: tekstur analizer

Hellyer, J. 2004. Quality Testing with Instrumental Texture Analysis in Food Manufacturing. http://www.labplusinternational.com/ [10 Agustus 2008].

Imeson. A. P. 2000. Carrageenan di dalam Handbook of Hydrocolloids. G. O.

Phillips dan P. A. Williams (eds.). CRC Press, New York. Johnson, A. 2002. Konjac Glucomanan. http://www.glucomannan.com/ [12

Agustus 2008]. Kealy, R. 2003. Characterisation of Carrageenan. http://www.cheque.uq.edu.au/

[12 Agustus 2008]. Larmond, E. 1976. The Texture Profile di dalam Rheology and Texture in Food

Quality. J. M. DeMan, P. W. Voisey., V. F. Rasper., dan D. W. Stanley (eds.). The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut.

Laustsen, K. 2006. Getting Closer to Gelatine. http://www.harnisch.com

[14 Agustus 2008]. Lee, J. S., Lou Y.L., dan Chye F. Y. 2008. Effect of K+, Ca2+, and Na+ on Gelling

Properties of Euchema cottonii. Sains Malaysiana 37(1)(2008) : 71 – 77. Meilgaard, M. C., G. V. Civille, and B. T. Carr, 1999. Sensory Evaluation

Techniques, 3rd ed. CRC Press, New York. Peleg, M. 1983. The Semantics of Rheology and Texture. Food Technol., 11, 54-

61. Penroj, P., J. R. Mitchell., S. E. Hill., dan W. Ganjanagunchorn. 2005. Effect of

Konjac Glucomannan Deacetylation on The Properties of Gels Formed from Mixtures of Kappa Carrageenan and Konjac Glucomannan. Carbohydrates Polymers, 59, 367 – 376.

Poppe, J. 1997. Gelatine di dalam Thickening and Gelling Agents for Food. A. P.

Imeson (ed.). Blackie Academic and Professional, London. Rosenthal, A. J. 1999. Food Texture : Measurement and Perception. Aspen

Publishers. Inc, Maryland. Sadar, L. N. 2004. Rheological and Textural Characteristics of Copolymerized

Hydrocolloidal Solutions Containing Curdlan Gum. http://www.lib.umd.edu [12 Agustus 2008].

Salvador, A. dan S. M. Fiszman. 1998. Textural Characteristics and Dynamic

Oscillatory Rheology of Maturation of Milk Gelatin Gels with Low Acidity. http://jds.fass.org/cgi/reprint/81/6/1525.pdf. [15 Agustus 2008]

Page 62: tekstur analizer

Smewing, J. 1999. Hydrocolloids di dalam Food Texture : Measurement and Perception. A. J. Rosenthal (ed.). Aspen Publisher, Gaithersbrug, Maryland.

Takigami, S. 2000. Konjac Mannan di dalam Handbook of Hydrocolloids. G.O.

Phillips dan P. A. Williams (eds.). CRC Press, New York. Thomas, W. R. 1997. Konjac Gum di dalam Thickening and Gelling Agents for

Food. A. P. Imeson (ed.). Blackie Academic and Professional, London. Widjanarko, S. B. 2008. Bahan Pembentuk Gel.

http://simonbwidjanarko.files.wordpress.com [14 Agustus 2008]. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Page 63: tekstur analizer

LAMPIRAN

Page 64: tekstur analizer

Lampiran 1. Spesifikasi alat Texture Analyser TA.XTplus Spesifikasi Keterangan

Force Range +/- 5kg +/-30kg +/-50kg Force Resolution 0.1gm 0.1gm 0.1gm

Loadcells Directly interchangeable by the user. All loadcells store their unique calibration and identification information in 'onboard' non-

volatile memory Speed Range 0.01 - 40mm-sec

Speed Accuracy Better than 0.1% Range Setting 0.001-295mm

Range Resolution 0.001mm Data Channels Filtered force at 20 bit

Distance at 24 bit Unfiltered force at 16 bit

Two linear analogue inputs (range +/- 4.5v at 16 bit) or PT100 temperature probe inputs (range -

50°C to +250°C) Biphase digital encoder input at 24 bit suitable

for any compatible linear or rotary extensometer. Data Acquisition

Rate Up to 500 points per second (pps) for each data

channel. Filtered Force Oversampled at 8000 samples per second and

digitally filtered to 500 pps at 20 bit resolution. External

Instrumentation Channels

Four channels of RS485 using an industry standard MODBUS protocol. Each channel logs

at one sample per ten seconds at 16 bit and is suitable for external sensing of temperature,

humidity etc. Operating

Temperature 0 - 40°C

Operating Environment

Laboratory conditions. Dust and splash resistant.

Net weight 16.2kg PC Interface Interface to PC through a standard RS232 serial

port at 115200 BAUD. Power supply Universal mains input voltage.

Firmware updates FLASH update of firmware via PC.

Page 65: tekstur analizer

Lampiran 2. Nilai gel strength dari pengukuran 10 cup jelly Pengukuran

ke - Gel

strength 1 168.50 2 162.10 3 162.70 4 164.90 5 166.40 6 165.40 7 169.60 8 165.70 9 166.00 10 167.80

Rata -rata 165.60 Lampiran 3. Pengukuran gel strength dari kombinasi karagenan dan konjak

dengan berbagai ratio konsentrasi Gel Strength (gram force) Jenis

Karagenan

Kombinasi karagenan dan

konjak (%) Pengukuran ke - 1

Pengukuran ke - 2

Rata - rata

100 : 0 167.800 156.200 162.000 80 : 20 1005.952 1014.879 1010.416 60 : 40 1973.714 1808.680 1891.197 40 : 60 1618.723 1588.221 1603.472 20 : 80 399.876 373.342 386.609

A

0 : 100 6.324 6.324 6.324 100 : 0 182.889 185.493 184.191 80 : 20 962.802 920.273 941.538 60 : 40 1877.651 1876.287 1876.969 40 : 60 1492.747 1461.625 1477.186 20 : 80 256.789 311.593 284.191

B

0 : 100 8.308 7.688 7.998 100 : 0 156.603 143.707 150.155 80 : 20 1078.363 1067.824 1073.094 60 : 40 1812.648 1759.579 1786.114 40 : 60 1501.426 1468.568 1484.997 20 : 80 305.890 308.246 307.068

C

0 : 100 7.440 8.060 7.750

Page 66: tekstur analizer

Lampiran 4. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan A dan konjak

0 20 40 60 80 100 120 140

2000

1800

1600

1400

1200

1000

800

600

400

200

0

-200

Force (g)

Time (sec)

1F

Kombinasi 1,0 - 0,0 (2)

Kombinasi 0,0 - 1,0 (1)Kombinasi 0,0 - 1,0 (2)Kombinasi 0,2 - 0,8 (1)Kombinasi 0,2 - 0,8 (2)Kombinasi 0,4 - 0,6 (1)

Kombinasi 0,4 - 0,6 (2)Kombinasi 0,6 - 0,4 (1)Kombinasi 0,6 - 0,4 (2)Kombinasi 0,8 - 0,2 (1)Kombinasi 0,8 - 0,2 (2)

Kombinasi 1,0 - 0,0 (1)

Lampiran 5. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan B dan

konjak

0 20 40 60 80 100 120 140

2000

1800

1600

1400

1200

1000

800

600

400

200

0

-200

Force (g)

Time (sec)

1F

Kombinasi 1,0 - 0,0 (2)Kombinasi 0,0 - 1,0 (1)

Kombinasi 0,0 - 1,0 (2)Kombinasi 0,2 - 0,8 (1)Kombinasi 0,2 - 0,8 (2)

Kombinasi 0,4 - 0,6 (1)Kombinasi 0,4 - 0,6 (2)

Kombinasi 0,6 - 0,4 (1)Kombinasi 0,6 - 0,4 (2)

Kombinasi 0,8 - 0,2 (1)Kombinasi 0,8 - 0,2 (2)Kombinasi 1,0 - 0,0 (1)

Lampiran 6. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan C dan

konjak

0 20 40 60 80 100 120 140

2000

1800

1600

1400

1200

1000

800

600

400

200

0

-200

Force (g)

Time (sec)

1F

Kombinasi 1,0 - 0,0 (2)

Kombinasi 0,0 - 1,0 (1)Kombinasi 0,0 - 1,0 (2)

Kombinasi 0,2 - 0,8 (1)

Kombinasi 0,2 - 0,8 (2)

Kombinasi 0,4 - 0,6 (1)Kombinasi 0,4 - 0,6 (2)

Kombinasi 0,6 - 0,4 (1)

Kombinasi 0,6 - 0,4 (2)

Kombinasi 0,8 - 0,2 (1)Kombinasi 0,8 - 0,2 (2)

Kombinasi 1,0 - 0,0 (1)

Page 67: tekstur analizer

Lampiran 7. Pengukuran gel strength dengan berbagai konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak.

Gel Strength (gram force) Jenis

Karagenan

Konsentrasi kombinasi

karagenan dan konjak (%)

Pengukuran ke - 1

Pengukuran ke - 2

Rata - rata

0.80 1973.714 1808.680 1891.197 0.60 1422.443 1373.838 1398.141 0.40 844.885 844.761 844.823

A

0.20 303.162 304.278 303.720 0.80 1877.651 1876.287 1876.969 0.60 1349.163 1321.637 1335.400 0.40 780.371 780.619 780.495

B

0.20 270.428 275.016 272.722 0.80 1812.648 1759.579 1786.114 0.60 1374.210 1327.961 1351.086 0.40 845.381 842.778 844.080

C

0.20 294.234 297.954 296.094 Lampiran 8. Grafik pengukuran tekstur menggunakan Texture Profile Analyser

0 5 10 15 20 25

325

300

275

250

225

200

175

150

125

100

75

50

25

0

-25

Force (g)

Time (sec)

1 2 3 4 5 6

1F

2F

3F

TPA_C (2)

TPA_A (1)

TPA_A (2)

TPA_B (1)

TPA_B(2)

TPA_C (1)

Page 68: tekstur analizer

Lampiran 9. Hasil pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile Analyser.

Sampel Pengukuran

ke - Hardness

(g) Fracturability

(g) Adhesiveness

(g.sec) Springiness Cohesiveness Gummines Chewiness Resilience

1 310.353 10.043 -5.127 0.955 0.493 152.922 146.075 0.266 2 287.663 7.564 -6.135 0.963 0.466 134.108 129.104 0.250 A

Rata2 299.008 8.804 -5.631 0.959 0.480 143.515 137.590 0.258 1 320.257 11.655 -4.284 0.940 0.473 151.366 142.329 0.243 2 318.273 9.299 -4.987 0.960 0.431 137.305 131.840 0.217 B

Rata2 319.265 10.477 -4.636 0.950 0.452 144.336 137.085 0.230 1 304.030 7.936 -3.435 0.937 0.478 145.291 136.075 0.247 2 305.022 9.423 -4.278 0.943 0.492 149.974 141.393 0.245 C

Rata2 304.526 8.680 -3.857 0.940 0.485 147.633 138.734 0.246

Page 69: tekstur analizer

Lampiran 10. Hasil pengamatan terhadap sineresis gel. Bobot awal sampel

sebelum penyimpanan (gram)

(A)

Bobot sampel setelah penyimpanan

(gram) (B)

A – B (gram)

% Sineresis Jam ke- Sampel

Ul. 1 Ul. 2 Ul. 1 Ul. 2 Ul. 1 Ul. 2 Ul. 1 Ul. 2

Rata – rata (%)

A 126. 7046 125.0465 113.0989 112.0988 13.6057 12.9477 10.74 10.35 10.55 B 122.0102 127.2750 112.2134 115.5090 9.7968 11.7660 8.03 9.24 8.64 24 C 125.3204 128.6500 112.2315 115.3128 13.0889 13.3372 10.44 10.37 10.41 A 126.4917 126.1582 108.3551 107.9965 18.1366 18.1617 14.34 14.40 14.37 B 128.3332 129.0276 111.7722 115.1145 16.5610 13.9131 12.90 10.78 11.84 48 C 128.6809 123.7470 110.5663 106.0893 18.1146 17.6577 14.08 14.27 14.17 A 125.7527 126.8108 103.7959 104.4265 21.9568 22.3843 17.46 17.65 17.56 B 125.7471 128.5159 108.0610 109.9312 17.6861 18.5847 14.06 14.46 14.26 72 C 123.4283 127.5675 101.7535 10.9627 21.6748 22.6048 17.56 17.72 17.64

Page 70: tekstur analizer

Lampiran 11. Pengukuran gel strength gel setelah pemanasan selama waktu tertentu pada kondisi asam

Gel strength (gram force) Sampel

Waktu pemanasan

(menit) Ul. 1 Ul. 2 Rata -rata

% Perubahan Gel strength

0 410.084 406.364 408.224 100.00 10 400.784 386.895 393.840 96.48 20 334.193 302.820 318.507 78.02 30 298.852 265.949 282.173 69.12

A

40 217.257 236.849 227.053 55.62 0 481.015 475.435 478.225 100.00 10 391.483 362.714 377.099 78.85 20 301.084 389.747 345.416 72.23 30 287.567 290.667 289.117 60.46

B

40 244.166 240.569 242.368 50.68 0 436.373 438.605 437.489 100.00 10 401.776 408.968 405.372 92.66 20 290.915 329.109 310.012 70.86 30 264.502 261.650 263.076 60.13

C

40 224.449 271.695 248.072 56.70

Lampiran 12. Hasil pengujian sensori terhadap jelly dengan parameter tekstur Panelis Sampel A Sampel B Sampel C

1 3.50 3.00 3.50 2 3.50 3.50 3.50 3 3.00 4.00 3.00 4 3.00 3.00 2.50 5 3.00 3.00 2.00 6 3.00 3.00 3.00 7 3.00 3.00 3.00 8 3.50 3.00 3.50 9 3.00 3.00 3.00 10 2.50 3.00 3.00 11 3.00 3.00 2.00 12 3.50 3.00 3.00 13 3.00 3.00 2.00 14 3.00 3.00 3.00 15 4.00 4.00 3.00 16 3.00 2.50 2.50 17 2.50 3.50 2.50 18 3.00 3.50 3.00 19 3.00 3.00 3.00 20 4.00 2.00 3.00 21 4.00 5.00 3.00 22 3.00 4.00 3.00 23 3.00 4.00 3.00

Page 71: tekstur analizer

24 3.00 3.00 3.00 25 4.00 4.00 4.00

Rata2 3.20 3.28 2.92

Lampiran 13. Tabel analisis sidik ragam hasil pengujian organoleptik jelly Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor

Source Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Model 748.287(a) 27 27.714 152.673 .000 Panelis 10.167 24 .424 2.334 .006 Sampel 1.787 2 .893 4.921 .011

Error 8.713 48 .182 Total 757.000 75

a R Squared = .988 (Adjusted R Squared = .982)

Post Hoc Tests Sampel

Homogeneous Subsets Skor

Duncan

Subset Sampel N 1 2

C 25 2.920 A 25 3.200 B 25 3.280

Sig. 1.000 .510 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of

Squares The error term is Mean Square(Error) = .182. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 25.000.

b Alpha = .05.