teknik mikroba yang d lakukan untuk melakukan tes trhdp kemampuan suatu biakan untuk menghasilkan...

16
LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM PENCERNAAN DAN PERNAFASAN PRAKTIKUM III TUKAK PEPTIK, MUAL, DAN MUNTAH 2.1. Penyakit Tukak Peptik 2.1.1. Definisi Tukak Peptik Tukak didefinisikan sebagai kerusakan integritas mukosa lambung dan/atau duodenum yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal (Valle, 2005). Disebut tukak apabila robekan mukosa berdiameter ≥ 5 mm kedalaman sampai submukosa dan muskularis mukosa atau secara klinis tukak adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥ 5 mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis. Robekan mukosa < 5 mm disebut erosi dimana nekrosis tidak sampai ke muskularis mukosa dan submukosa. Tukak peptik merujuk kepada penyakit di salur pencernaan bagian atas yang disebabkan oleh asam dan pepsin. Spektum penyakit tukak peptik adalah luas meliputi kerusakan mukosa, eritema, erosi mukosa dan ulkus.

Upload: tegaru-baguso-prasetyo

Post on 21-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Jurnal Praktikum Farmakoterapi Pencernaan Dan Pernafasan

TRANSCRIPT

Page 1: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

SISTEM PENCERNAAN DAN PERNAFASAN

PRAKTIKUM III

TUKAK PEPTIK, MUAL, DAN MUNTAH

2.1. Penyakit Tukak Peptik

2.1.1. Definisi Tukak Peptik

Tukak didefinisikan sebagai kerusakan integritas mukosa lambung dan/atau

duodenum yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal (Valle, 2005). Disebut tukak apabila

robekan mukosa berdiameter ≥ 5 mm kedalaman sampai submukosa dan muskularis mukosa

atau secara klinis tukak adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan

diameter ≥ 5 mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis. Robekan mukosa < 5

mm disebut erosi dimana nekrosis tidak sampai ke muskularis mukosa dan submukosa.

Tukak peptik merujuk kepada penyakit di salur pencernaan bagian atas yang

disebabkan oleh asam dan pepsin. Spektum penyakit tukak peptik adalah luas meliputi

kerusakan mukosa, eritema, erosi mukosa dan ulkus.

Page 2: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

2.1.2. Patogenesis Tukak Peptik

Kerusakan pada mukosa gastroduodenum berpunca daripada ketidakseimbangan

antara faktor-faktor yang merusak mukosa dengan faktor yang melindungi mukosa tersebut.

Oleh sebab itu, kerusakan mukosa tidak hanya terjadi apabila terdapat banyak faktor yang

merusakkan mukosa tetapi juga dapat terjadi apabila mekanisme proteksi mukosa gagal.

Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat,

aliran darah mukosa dan difusi kembali ion hidrogen pada epitel serta regenerasi epitel. Di

samping kedua faktor tadi ada faktor yang merupakan faktor predisposisi (kontribusi) untuk

terjadinya tukak peptik antara lain daerah geografis, jenis kelamin, faktor stress, herediter,

merokok, obat-obatan dan infeksi bakteria agresif.

Pada pengguna NSAIDs, contohnya, indomethacin, diclofenac, dan aspirin

(terutamanya pada dosis tinggi), kerjanya yang menghambat enzim siklooksigenase

menyebabkan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat turut terhambat. Efek yang tidak

diinginkan pada penggunaan NSAIDs adalah penghambatan sistesis prostaglandin secara

sistemik terutama pada epitel lambung dan duodenum sehingga melemahkan proteksi

mukosa. Tukak dapat terjadi setelah beberapa hari atau minggu penggunaan NSAIDs dan

efek terhadap hambatan aggregasi trombosit menyebabkan bahaya perdarahan pada tukak

(Silbernagl, 2000).

2.1.3. Etiologi Tukak Peptik

1. Infeksi Helicobacter Pylori

Sekitar 90% dari tukak duodenum dan 75 % dari tukak lambung berhubungan dengan

infeksi Helicobacter pylori. Helicobacter Pylori adalah bakteri gram negatif, hidup dalam

suasana asam pada lambung/duodenum, ukuran panjang sekitar 3μm dan diameter 0,5μm,

punya ≥ 1 flagel pada salah satu ujungnya, terdapat hanya pada lapisan mukus permukaan

epitel antrum lambung, karena pada epithelium lambung terdapat reseptor adherens in vivo

yang dikenali oleh H.Pylori, dan dapat menembus sel epitel/antar epitel.

Tiga mekanisme terjadinya tukak peptik adalah pertama dengan memproduksi toksik

yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Protease dan fospolipase menekan sekresi

mukus sehingga daya tahan mukosa menurun menyebabkan asam lambung berdifusi balik.

Hal ini menyebabkan nekrosis jaringan dan akhirnya berkomplikasi menjadi tukak peptik.

Page 3: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

Kedua mekanisme terjadi tukak peptik dengan menginduksi respon imun lokal pada mukos

sehingga terjadi kegagalan respon inflamasi dan reaksi imun untuk mengeliminasi bakteri ini

melalui mobilisasi melalui mediator inflamasi & sel-sel limfosit/PMN. Seterusnya,

peningkatkan level gastrin menyebabkan meningkatnya sekresi asam lambung yang masuk ke

duodenum lalu menjadi tukak duodenum.

2. Sekresi asam lambung

Normal produksi asam lambung kira-kira 20 mEq/jam. Pada penderita tukak, produksi

asam lambung dapat mencapai 40 mEq/jam.

3. Pertahanan Mukosal Lambung

NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain dapat menimbulkan kerusakan pada

mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida menyebabkan kerusakan jaringan,

khususnya pada pembuluh darah. Penggunaan NSAIDs, menghambat kerja dari enzim

siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin.

Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan NSAIDs

melalui 4 tahap yaitu : pertama, penurunkan sekresi mukus dan bikarbonat yang dihasilkan

oleh sel epitel pada lambung dan duodenum menyebabkan pertahanan lambung dan

duodenum menurun. Kedua, penggunaan NSAIDs menyebabkan gangguan sekresi asam dan

proliferasi sel-sel mukosa. Ketiga, terjadi penurunan aliran darah mukosa. Hal demikian

terjadi akibat hambatan COX-1 akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga aliran darah

menurun dan terjadi nekrosis sel epitel. Tahap keempat berlakunya kerusakan mikrovaskuler

yang diperberat oleh platelet dan mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-2

menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal

dan mesentrik, dimulai dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen berakibat kerusakan

epitel dan endotel menyebabkan statis aliran mikrovaskular sehingga terjadinya iskemia dan

akhirnya terjadi tukak peptik.

Tukak lambung memiliki beberapa tipe,yaitu :

Tipe 1, yang paling sering terjadi. Terletak pada kurvatura minor atau proximal insisura,dekat

dengan junction mukosa onsitik dan antral.

Tipe 2, lokasi yang sama dengan tipe 1 tapi berhubungan dengan tukak duodenum.

Tipe 3, terletak pada 2 cm dari pilorus (pyloric channel ulcer).

Tipe 4, terletak pada proksimal abdomen atau pada cardia.

Page 4: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

2.1.4. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Sekitar 90% dari penderita mengeluh nyeri pada epigastrium, seperti terbakar disertai

mual, muntah, perut kembung, berat badan menurun, hematemesis, melena dan anemia

disebabkan erosi yg superficial atau erosi dalam pada mukosa gastrointestinal (McPhee,

1997).

Pemeriksaan Penunjang

Gold Standar adalah pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas ( UGIE-Upper

Gastrointestinal Endoscopy) dan biopsi lambung (untuk deteksi kuman H.Pylori, massa

tumor, kondisi mukosa lambung)

1. Pemeriksaan Radiologi.

Barium Meal Kontras Ganda dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis tukak

peptik. Gambaran berupa kawah, batas jelas disertai lipatan mukosa teratur dari pinggiran

tukak. Apabila permukaan pinggir tukak tidak teratur dicurigai ganas.

2. Pemeriksaan Endoskopi

Berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai

lipatan yang teratur yang keluar dari pinggiran tukak. Gambaran tukak akibat keganasan

adalah :Boorman-I/polipoid, B-II/ulcerative, B-III/infiltrative, B-IV/linitis plastika

(scirrhus) .Dianjurkan untuk biopsi & endoskopi ulang 8-12 minggu setelah terapi eradikasi.

Keunggulan endoskopi dibanding radiologi adalah : dapat mendeteksi lesi kecil diameter <

0,5 cm, dapat melihat lesi yang tertutupi darah dengan penyemprotan air,dapat memastikan

suatu tukak ganas atau jinak, dapat menentukan adanya kuman H.Pylori sebagai penyebab

tukak.

3. Invasive Test : Rapid Urea Test adalah tes kemampuan H.pylori untuk menghidrolisis urea. Enzim

urea katalase menguraikan urea menjadi amonia bikarbonat, membuat suasana menjadi basa,

yang diukur dengan indikator pH. Spesimen biopsi dari mukosa lambung diletakkan pada

tempat yang berisi cairan atau medium padat yang mengandung urea dan pH indikator, jika

terdapat H.Pylori pada spesimen tersebut maka akan diubah menjadi ammonia,terjadi

perubahan pH dan perubahan warna. Untuk pemeriksaan histologi, biopsi diambil dari

pinggiran dan dasar tukak minimum 4 sampel untuk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar

diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar, pinggir dan sekitar tukak, minimal 6 sampel.

Pemeriksaan kultur tidak biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin

4. Non Invasive Test.

Page 5: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

Urea Breath Test adalah untuk mendeteksi adanya infeksi H.pylori dengan

keberadaan urea yang dihasilkan H.pylori, labeled karbondioksida (isotop berat,C-13,C-14)

produksi dalam perut, diabsorpsi dalam pembuluh darah, menyebar dalam paru-paru dan

akhirnya dikeluarkan lewat pernapasan. Stool antigen test juga mengidentifikasi adanya

infeksi H.Pylori melalui mendeteksi keadaan antigen H.Pylori dalam faeces.

2.1.5. Terapi Tukak Peptik

1. Terapi non medikamentosa

a) Dianjurkan rawat jalan, apabila gagal atau adanya komplikasi dianjurkan rawat inap.

b) Untuk kontrol diet, air jeruk yang asam, minuman coca cola, bir, kopi dikatakan tidak

mempunyai pengaruh userogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam

lambung.

c) Penderita dianjurkan untuk berhenti merokok oleh karena dapat mengganggu

penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat sekresi bikarbonat pancreas, menambah

keasaman duodeni, menambah refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pylorus

sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak.

2. Terapi medikamentosa a) Antasida

adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik, membentuk garam dan air

untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim pepsin dapat bekerja pada pH lebih tinggi dari

4, maka penggunaan antacida juga dapat mengurangkan aktivitas pepsin.

b) Antagonis Reseptor H2/ARH2.

Penggunaan obat antagonis reseptor H2 digunakan untuk menghambat sekresi asam

lambung yang dikatakan efektif bagi menghambat sekresi asam nocturnal. Strukturnya

homolog dengan histamine. Mekanisme kerjanya secara kompetitif memblokir perlekatan

histamine pada reseptornya sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan

asam lambung. Inhibisi bersifat reversible. Dosis terapeutik yang digunakan adalah Simetidin

: 2 x 400 mg/800 mg malam hari, dosis maintenance 400 mg, Ranitidine : 300 mg malam

hari,dosis maintenance 150 mg, Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150

Page 6: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

mg, Famotidine : 1 x 40 mg malam hari, Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis

maintenance 75 mg malam hari.

c) Proton Pump Inhibitor/PPI:

mekanisme kerja adalah memblokir kerja enzim K+H+ATPase yang akan memecah

K+H+ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCL dari

kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung

dari sel kanalikuli,menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktifitas

faktor agresif pepsin dengan pH >4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh regimen triple

drugs, Omeprazol 2 x 20 mg atau 1 x 40 mg, Lansprazol/pantoprazol 2 x 40 mg atau 1 x 60

mg.

d) Koloid Bismuth (Coloid Bismuth Subsitrat/CBS dan Bismuth Subsalisilat/BSS)

Membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya

terhadap pengaruh asam dan pepsin dan efek bakterisidal terhadap H.Pylori.

e) Sukralfat:

Mekanisme kerja berupa pelepasan kutub alumunium hidroksida yang berikatan

dengan kutub positif melekul proteinàlapisan fisikokemikal pada dasar tukakàmelindungi

tukak dari asam dan pepsin. Membantu sintesa prostaglandin, kerjasama dengan

EGF ,menambah sekresi bikarbonat &mukus, peningkatan daya pertahanan dan perbaikan

mukosal.

f) Prostaglandin:

Mengurangi sekresi asam lambung, meningkatkan sekresi mukus, bikarbonat,

peningkatan aliran darah mukosa, pertahanan dan perbaikan mukosa. Digunakan pada tukak

lambung akibat komsumsi NSAIDs.

g) Penatalaksanaan infeksi H.Pylori.

Tujuan eradikasi H.Pylori adalah untuk mengurangi keluhan, penyembuhan tukak dan

mencegah kekambuhan. Lama pengobatan eradikasi H.Pylori adalah 2 minggu,untuk

kesembuhan tukak,bisa dilanjutkan pemberian PPI selama 3 – 4 minggu lagi ( Finkel R.,

2009)

3. Tindakan Operasi

Page 7: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

Indikasi untuk melakukan tindakan operasi apabila terapi medik gagal atau terjadinya

komplikasi seperti perdarahan, perforasi, dan obstruksi. Hal ini dapat dilakukan dengan

tindakan vagotomy yaitu dengan melakukan pemotongan cabang saraf vagus yang menuju

lambung menghilangkan fase sefalik sekresi lambung. Tindakan operasi lain seperti

antrektomi dan gastrektomi juga dapat dilakukan apabila adanya indikasi dilakukan operasi.

2.1.6. Komplikasi Tukak dapat berkomplikasi pada perdarahan. Pendarahan berlaku pada 15-20% pasien

tukak peptik. Perdarahan adalah komplikasi tersering pada tukak peptik yaitu pada dinding

posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria

pankreatikaduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Dikatakan 25% daripada kematian

akibat tukak peptik adalah disebabkan komplikasi pendarahan ini (Kumar, 2005).

Komplikasi lain yang bisa terjadi adalah perforasi di lambung sehingga

menyebabakan terjadinya peritonitis. Perforasi terjadi pada 5% pasien tukak peptik.

Diagnosis dipastikan melalui adanya udara bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan

sebagai bulan sabit translusen antara bayangan hati dan diafragma.

Pada tukak juga dapat berkomplikasi menjadi obstruksi. Tukak prepilorik dan duodeni

bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui terbentuknya fibrosis atau oedem dan

spasme. Mual,kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul. Apabila

obstruksi bertambah berat dapat timbul nyeri dan muntah (Kumar, 2005).

2.2. Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs)

2.2.1. Definisi

Obat antiinflamasi non steroid, atau yang dikenal dengan NSAID (Non Steroidal Anti-

inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda

nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid"

digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki

khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika.

Mekanisme kerja NSAID didasarkan atas penghambatan isoenzim COX-1

(cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase-2). Enzim COX ini berperan dalam memacu

pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat. Prostaglandin berperan

dalam proses inflamasi (Finkel, 2009).

NSAID dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu :

a) Golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat, magnesium

salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid),

Page 8: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

b) Golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan

oksametasin),

c) Golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen, fenbufen,

indoprofen, naproxen, dan ketorolac),

d) Golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam mefenamat, asam

flufenamat, dan asam tolfenamat),

e) Golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan

fenazon),

f) Golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam),

g) Golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib),

h) Golongan sulfonanilida (nimesulide), serta

i) Golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3).

Penggunaan NSAID yaitu untuk penanganan kondisi akut dan kronis dimana terdapat

kehadiran rasa nyeri dan radang. Secara umum, NSAID diindikasikan untuk merawat gejala

penyakit seperti rheumatoid arthritis, osteoarthritis, encok akut, nyeri haid, migrain dan sakit

kepala, nyeri setelah operasi, nyeri ringan hingga sedang pada luka jaringan, demam, ileus,

dan renal colic . Sebagian besar NSAID adalah asam lemah, dengan pKa 3-5, diserap baik

pada lambung dan usus halus. NSAID juga terikat dengan baik pada protein plasma (lebih

dari 95%), pada umumnya dengan albumin. Hal ini menyebabkan volume distribusinya

bergantung pada volume plasma. NSAID termetabolisme di hati oleh proses oksidasi dan

konjugasi sehingga menjadi zat metabolit yang tidak aktif, dan dikeluarkan melalui urin atau

cairan empedu.

2.2.2. Penggunaan NSAIDs dalam pengobatan

NSAIDs umunya diberikan secara dini dimaksudkan untuk mengatasi rematik akibat

inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang

bermakna. Selain itu, NSAIDs juga memberikan efek analgesik yang sangat baik. NSAIDs

terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenasi sehingga menekan sintesis

prostaglandin. NSAIDs bekerja dengan cara;

Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal

Page 9: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

Menghambat pembebasan dan aktivasi mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim

lisosomal, dan enzim lainnya)

Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan

Menghambat proliferasi selular

Menetralisasi radikal oksigen

Menekan rasa nyeri

(Sudoyo, dkk, 2007).

2.2.3. Efek samping NSAIDs pada pengobatan

Semua NSAIDs secara potensial umumnya bersifat toksik. Toksisitas NSAIDs yang

umum dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus gastrointestinalis, terutama jika

NSAIDs digunakan bersama obat-obatan lain, alkohol, kebiasaan merokok, atau dalam

keadaan stress. Usia juga merupakan suatu faktor risiko untuk mendapatkan efek samping

gastrointestinal akibat NSAIDs. Pada pasien sensitif dapat digunakan preparat NSAIDs yang

berupa suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release atau non-acidi.

Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAIDs antara lain adalah

reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta penekanan system

hematopoetik (Sudoyo, dkk, 2007). Menurut Katzung (1998), efek samping yang dapat

terjadi pada penggunaan NSAIDs antara lain;

1. Efek terhadap saluran cerna

Pada dosis yang biasa, efek samping utama adalah gangguan pada lambung

(intoleransi). Gastritis yang timbul pada aspirin mungkin disebabkan oleh iritasi mukosa

lambung oleh tablet yang tidak larut atau karena penghambatan prostaglandin pelindung.

Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berhubungan dengan penggunaan NSAIDs

biasanya berkaitan dengan erosi lambung. Peningkatan kehilangan darah yang sedikit melalui

tinja secara rutin serta peningkatan kehilangan darah yang sedikit melalui tinja secara rutin

berhubungan dengan konsumsi NSAIDs ; kira-kira 1 mL darah normal yang hilang dari tinja

per hari meningkat sampai kira-kira 4 mL per hari pada penderita yang minum NSAIDs dosis

biasa dan pada dosis lebih tinggi. Di lain pihak, dengan terapi yang tepat, ulkusnya sembuh,

meskipun diberikan bersamaan. Muntah juga dapat terjadi sebagai akibat rangsangan susunan

saraf pusat setelah absorbsi dosis besar NSAIDs.

Page 10: Teknik Mikroba Yang d Lakukan Untuk Melakukan Tes Trhdp Kemampuan Suatu Biakan Untuk Menghasilkan Antibiotic Atau Untuk Mengetahui Adanya Potensi Antibiotic Terhadap Bakteri

2. Efek susunan saraf pusat

Dengan dosis yang lebih tinggi, penderita bisa mengalami ”salisilisme”-tinitus,

penurunan pendengaran, dan vertigo-yang reversibel dengan pengurangan dosis. Dosis

salisilat yang lebih besar lain dapat menyebabkan hiperpnea melalui efek langsung terhadap

medula oblongata. Pada kadar salisilat toksik yang rendah, bisa timbul respirasi alkalosis

sebagai akibat peningkatan ventilasi. Kemudian asidosis akibat pengumpulan turunan asam

salisilat dan depresi pusat pernapasan.

3. Efek samping lainnya

Dalam dosis harian 2 g atau lebih kecil, biasanya meningkatkan kadar asam urat serum.

Dapat menimbulkan hepatitis ringan yang biasanya asimtomatik, terutama pada penderita

dengan kelainan yang mendasarinya seperti lupus eritematosus sistemik serta artritis rematoid

juvenilis dan dewasa. Dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus yang reversibel

pada penderita dengan dasar penyakit ginjal, tetapi dapat pula (meskipun jarang) tejadi pada

ginjal normal. Pada dosis biasa mempunyai efek yang dapat diabaikan terhadap toleransi

glukosa. Sejumlah dosis toksik akan mempengaruhi sistem kardiovaskular secara langsung

serta dapat menekan fungsi jantung dan melebarkan pembuluh darah perifer. Dosis besar

akan mempengaruhi otot polos secara langsung. Reaksi hipersensitifitas bisa timbul setelah

konsumsi pada penderita asma dan polip hidung serta bisa disertai dengan bronkokonstruksi

dan syok. Dikontrainsikasikan pada penderita hemofilia. Juga tidak dianjurkan bagi wanita

hamil dan anak-anak.

3. Efek samping lainnya

Dalam dosis harian 2 g atau lebih kecil, biasanya meningkatkan kadar asam urat

serum. Dapat menimbulkan hepatitis ringan yang biasanya asimtomatik, terutama pada

penderita dengan kelainan yang mendasarinya seperti lupus eritematosus sistemik serta

artritis rematoid juvenilis dan dewasa. Dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus

yang reversibel pada penderita dengan dasar penyakit ginjal, tetapi dapat pula (meskipun

jarang) tejadi pada ginjal normal. Pada dosis biasa mempunyai efek yang dapat diabaikan

terhadap toleransi glukosa. Sejumlah dosis toksik akan mempengaruhi sistem kardiovaskular

secara langsung serta dapat menekan fungsi jantung dan melebarkan pembuluh darah perifer.

Dosis besar akan mempengaruhi otot polos secara langsung. Reaksi hipersensitifitas bisa

timbul setelah konsumsi pada penderita asma dan polip hidung serta bisa disertai dengan

bronkokonstruksi dan syok. Dikontrainsikasikan pada penderita hemofilia. Juga tidak

dianjurkan bagi wanita hamil dan anak-anak.