tata ruang kabupaten malang.pdf

18
Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Erijanto - VIII.5-1 8.5 TATA RUANG KABUPATEN MALANG Oleh Erijanto Secara garis besar Pulau Jawa dengan luas kurang lebih 132.000 km 2 dibagi menjadi 3 daerah geografis, yaitu: 1. Dataran rendah yang sempit dan kurang subur di Pantai Selatan. 2. daerah pedalaman dengan tanah vulkanisnya yang subur, terbentang dari barat ke Timur dan seringkali terputus oleh puncak-puncak gunung dengan ketinggian kurang lebih 3000 m. 3. Dataran rendah pantai Utara yang subur karena terbentuk dari endapan-endapan lumpur yang dibawa oleh sungai-sungai selama ribuan tahun. Malang sebagai salah satu kota di Jawa Timur mempunyai letak geografis yang strategis, sekaligus juga indah. Inilah salah satu modal bagi kota kecil di pedalaman ini untuk tumbuh menjadi kota kedua terbesar di Jawa Timur setelah Surabaya. Pada tahun 1900 Malang masih merupakan kota kabupaten kecil di pedalaman. Sampai tahun 1900-an Malang adalah ibukota Kabupaten Malang, yang merupakan bagian dari Karisidenan Pasuruan. . Pada tahun 1800, jumlah penduduknya hanya 12.040 jiwa, dan pada tahun 1905 baru 29.541 jiwa (Karsten, 1935: 66). Jadi selama 105 tahun jumlah penduduknya hanya bertambah 2,45 kali lipat. Bandingkan selama 10 tahun (1920-1930) penduduk kota Malang bertambah lebih dari 2 kali lipat, yaitu pada tahun 1920 sebesar 42.981 jiwa, dan pada tahun 1930 berjumlah 86.645 jiwa (Karsten, 1935:66) . Luas wilayahnya pada tahun 1914 baru mencapai 1503 Ha (Staadsgemeente Malang, 1939). Perkembangan yang pesat telah menggeser citra Malang sebagai kota terindah di Hindia Belanda sebelum perang dunia kedua. Kini bertebaran pusat-pusat perdagangan (commercial centre)

Upload: intankurniaasmarani

Post on 15-Dec-2014

204 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tata ruang kabupaten malang

TRANSCRIPT

Page 1: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-1

88..55

TTAATTAA RRUUAANNGG KKAABBUUPPAATTEENN MMAALLAANNGG

Oleh Erijanto

Secara garis besar Pulau Jawa dengan luas kurang lebih 132.000 km

2 dibagi menjadi 3 daerah geografis, yaitu:

1. Dataran rendah yang sempit dan kurang subur di Pantai Selatan.

2. daerah pedalaman dengan tanah vulkanisnya yang subur, terbentang dari barat ke Timur dan seringkali terputus oleh puncak-puncak gunung dengan ketinggian kurang lebih 3000 m.

3. Dataran rendah pantai Utara yang subur karena terbentuk dari endapan-endapan lumpur yang dibawa oleh sungai-sungai selama ribuan tahun.

Malang sebagai salah satu kota di Jawa Timur mempunyai letak geografis yang strategis, sekaligus juga indah. Inilah salah satu modal bagi kota kecil di pedalaman ini untuk tumbuh menjadi kota kedua terbesar di Jawa Timur setelah Surabaya.

Pada tahun 1900 Malang masih merupakan kota kabupaten kecil di pedalaman. Sampai tahun 1900-an Malang adalah ibukota Kabupaten Malang, yang merupakan bagian dari Karisidenan Pasuruan. . Pada tahun 1800, jumlah penduduknya hanya 12.040 jiwa, dan pada tahun 1905 baru 29.541 jiwa (Karsten, 1935: 66). Jadi selama 105 tahun jumlah penduduknya hanya bertambah 2,45 kali lipat. Bandingkan selama 10 tahun (1920-1930) penduduk kota Malang bertambah lebih dari 2 kali lipat, yaitu pada tahun 1920 sebesar 42.981 jiwa, dan pada tahun 1930 berjumlah 86.645 jiwa (Karsten, 1935:66) . Luas wilayahnya pada tahun 1914 baru mencapai 1503 Ha (Staadsgemeente Malang, 1939).

Perkembangan yang pesat telah menggeser citra Malang sebagai kota terindah di Hindia Belanda sebelum perang dunia kedua. Kini bertebaran pusat-pusat perdagangan (commercial centre)

Page 2: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-2

bernuansa modern. Penataan kawasan cenderung menghilangkan bangunan-bangunan kuno yang mempunyai nilai sejarah.

Dengan perkembangan tersebut mendorong pengembangan wilayah ke arah pinggiran kota yang disertai dengan infrastruktur kota yang dibutuhkan. Namun dalam tahapannya harus memperhatikan perkembangan Kota Malang yang sudah ada.

Untuk itu perlu mengetahui perkembangan Kota Malang dan produk-produk rencananya agar penataan ruang tahap selanjutnya berkesinambungan. Rangkaian proses perkembangan tata ruang sangat mempengaruhi struktur tata ruang yang ada sekarang maupun yang akan datang. Ada pun pengaruh tersebut terlihat pada pola penggunaan lahan, struktur tata ruang, model tata ruang, pola pergerakan dan pola pengembangan.

PPEERRKKEEMMBBAANNGGAANN KKOOTTAA MMAALLAANNGG

Berdasarkan Algemeen jaarlijsch verslang 1823, dapat diketahui bahwa Kota Malang saat itu merupakan bagian dari Karisidenan Pasuruan yang meliputi Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bangil dan Kabupaten Malang berdasarkan Staadsblad 1819 nomor 16 (Widomoko, 1987: 49).

Pemerintahan Kolonial pada tahun 1882 membuat alun-alun sebagai pusat kekuasaan administrasi kolonial. Selain itu, juga untuk kepentingan ekonomi kolonial, yaitu sebagai tujuan produksi dan kontrol perkembangan ekonomi masa itu. Alun-alun kota Malang secara tipologi sama dengan kota-kota kabupaten di Jawa pada umumnya.

Seiring dengan pertumbuhannya, pada tanggal 1 April 1914 pemerintah Hindia Belanda memutuskan membentuk Kota Malang sebagai kotamadya (Gemeente). Seperti umumnya kota di Jawa, pa-da tahun 1914 pola permukiman di Kota Malang dibagi menjadi permukiman Eropa, Timur Asing dan pribumi. Perkembangan penduduk Eropa yang cepat di Kota Malang menyebabkan per-mukiman orang Eropa kian menjauhi pusat kota. Hal ini menyebabkan Kota Malang berbentuk seperti pita memanjang (ribbon shaped cities).

Page 3: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-3

Perkembangan Kota Malang tahun 1914-1929

Antara tahun 1914-1916, pihak kotamadya lebih meningkatkan prasarana, antara lain air bersih dan listrik. Perluasan pembangunan kota selanjutnya terbagi menjadi delapan tahap:

� Bouwplan I, karena tidak mencukupi pekembangan bagi golongan Eropa, maka perkembangannya diarahkan ke sepanjang jalan Tjelaket-Lowokwaru. Saat ini bisa dilihat pada Jl. Dr. Cipto, RA. Kartini, DR. Soetomo, Diponegoro, MH. Thamrin, Cokroaminoto.

� Bouwplan II ditandai dengan diputuskannya membuat daerah pusat pemerintah baru, karena yang lama terlalu berbau Indisch, dan terealisasi pada tahun 1922 yang dinamakan Gouvener-Generaalbuurt (alun-alun Bunder).

� Bouwplan III, perluasan ini berupa pembangunan komplek pemakaman bagi orang Eropa yang terletak di daerah Sukun dan di Klonjenlor.

� Bouwplan IV diperuntukkan bagi kalangan menengah ke bawah yang dilengkapi prasarana sendiri, antara lain makam, sekolah dan lapangan olahraga. Yang dilaksanakan di daerah antara sungai Brantas dan jalan ke Surabaya yaitu pada daerah antara Kampung Celaket dan Lowokwaru.

� Bouwplan V, guna mencegah bentuk kota yang memanjang ke arah utara-selatan, dilakukan pembangunan daerah perumahan bagi golongan Eropa di sebelah barat Kota Malang. Sekarang dikenal dengan Jl. Kawi, Ijen, Semeru atau dikenal sebagai daerah Bergenbuurt (daerah gunung-gunung).

� Bouwplan VI diarahkan pada bagian tenggara kota yaitu dari alun-alun ke selatan dari sawahan ke timur dan barat yang bertujuan untuk tidak meninggalkan daerah Pecinan. Jalan-jalan yang ada, antara lain Jl. Lombok, Sumba, Flores, Madura, Bali, Kangean, Bawean, Sapudi dan Seram.

� Bouwplan VII diarahkan untuk perumahan elit (villa) dan sebuah

pacuan kuda. Sekarang dikenal dengan sekitar Lapangan Malabar dan simpang Balapan.

� Bouwplan VIII berupa pembangunan daerah industri di daerah dekat emplasemen kereta api dan trem di selatan kota. Sekarang jalan Perusahaan dan sekitarnya.

Page 4: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-4

Kota Malang semakin luas, yang akhirnya memunculkan rencana perluasan Kotamadya Malang pada tahun 1935 (rencana tambahan global Kotamadya Malang tahun 1935 oleh Karsten). Mak-sud utama tambahan global oleh Ir. Herman Thomas Karsten, secara umum adalah untuk memberikan arah pertumbuhan kota di masa mendatang (kurang lebih 25 tahun).

Dalam rencana tersebut Karsten membagi kotamadya

menjadi lingkungan-lingkungan dengan tujuan/peruntukkan tertentu, yaitu daerah untuk bangunan dan gedung, daerah untuk jalan lintas kota, daerah untuk penghijauan, daerah untuk industri serta daerah untuk agraris.

Pembangunan villa dan perumahan kecil oleh Karsten dibiarkan berkembang ke arah barat kota, sedangkan komplek kampung baru ditempatkan di bagian selatan utara tanah kotamadya. Perbaikan kampung baru ini pada dasarnya untuk kepentingan Belanda agar keamanan dan keselamatan mereka tidak terganggu.

Perkembangan Kota Malang tahun 1974-1984

Pada masa ini perkembangan Kota Malang mengikuti Rencana Induk Kota. Rencana penggunaan lahan berdasarkan RIK sebagian besar adalah kawasan pusat kota, kawasan pemerintahan, kawasan pendidikan, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan industri, kawasan perumahan, (sebagian kampung-kampung akan diremajakan Kampung Improvement Project).

Perkembangan Kota Malang tahun 1984-1994

Perkembangan Kota Malang pada masa ini perlu banyak melakukan perluasan wilayah, karena perkembangan kawasan terbangun telah melebihi batas wilayah. Dalam perluasan wilayah, Kota Malang mendapat tambahan 12 desa sehingga luasnya bertambah dari 78,42 Km

2 menjadi 11.005,66 Ha. Secara spatial,

pola penggunaan lahan di Kota Malang dapat ditunjukkan berikut ini:

� Sebagai pusat kegiatan dan orientasi utama kota Malang, pusat kota berada pada alun-alun dan sekitarnya yang terdiri atas kegiatan komersial (perdagangan dan jasa) pelayanan umum (perkantoran dan jasa).

Page 5: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-5

� Sub-sub pusat pelayanan yang ada di Kota Malang tersebar cukup merata, akan tetapi sub pusat masih didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa.

� Pola penggunaan lahan lainnya ternyata menunjukkan bahwa kawasan terbangun terutama perumahan mengalami perkembangan yang pesat dan mapan yaitu pada bagian utara dan selatan Kota Malang.

Perkembangan Kota Malang tahun 1994-2000

Berdasarkan UU No22 tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah”, status Kotamadya Malang berubah menjadi Kota Malang. Perkembangan Kota Malang pada masa ini didominasi proyek lanjutan sebelumnya, seperti pembangunan rumah susun untuk golongan ekonomi lemah, perumahan wilis yang dibangun di atas tanah Taman Indrokilo, eks Taman Beatrix dan sebagainya. Kegiatan terakhir yang dilaksanakan dalam bidang perumahan adalah proyek peremajaan kota dan lingkungan kumuh (resettlemen dan urban renewal).

PPEENNGGAARRUUHH PPEERRKKEEMMBBAANNGGAANN KKOOTTAA MMAALLAANNGG

Bentuk Kota Malang pada dasarnya dipengaruhi oleh proses perkembangan kota itu sendiri. Pada awal perkembangannya, ketika Belanda mulai menguasai Malang, bentuk kota mulai berubah menjadi grid seperti yang banyak terdapat di negara-negara Eropa. Pada masa ini perkembangan kota cenderung berpola memusat di pusat kota, yaitu sekitar alun-alun.

Setelah pusat kota penuh, kemudian pada kurun waktu antara tahun 1938-1954 perkembangan kota cenderung mengikuti jalur jalan yang aksesnya tinggi sehingga bentuk kota cenderung linier mengi-kuti jaringan jalan ke arah utara, barat maupun selatan, terutama ke arah utara kota karena merupakan jalan masuk utama kota Malang dari Surabaya. Jadi, pola perkembangan kota Malang dari tahun 1767 sampai tahun 1960 berbentuk radial konsentris.

Selanjutnya, dalam kurun tahun 1954 sampai sekarang, setelah sepanjang jalan utama kota terisi penuh, perkembangan kota menyimpang ke wilayah kosong di seluruh kota, terutama di utara kota (lihat gambar 3.1).

Page 6: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-6

Secara umum, pola perkembangan Kota Malang dapat dikatakan menyebar dengan kecenderungan perkembangan radial konsentris dimana pada awalnya sebagian besar kegiatan terutama perdagangan dan jasa terkonsentrasi di dalam satu kawasan, yaitu pusat kota dan kemudian menyebar pada sub-sub pusat kotanya.

Dari perkembangan yang cenderung mencari lahan kosong inilah, muncul pola pergerakan tata ruang menuju sub pusat pengembangan seperti ke wilayah Singosari, Kepanjen, Lawang, Tumpang, Jabung, Wajak, Wagir, dan Dau. Untuk pengembangan wilayah lainnya juga berdasarkan kebutuhan ruang yang lebih luas lagi sehingga melihat sub-sub pusat lainnya.

Daerah-daerah transisi ini memiliki potensi yang sangat besar dalam perkembangannya. Selain sebagai sub pusat, juga berfungsi sebagai pusat pelayanan dan meningkatnya jumlah fasilitas pelayanan yang akan dibutuhkan.

Page 7: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-7

Gambar 21

Page 8: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-8

PPEERRKKEEMMBBAANNGGAANN TTAATTAA RRUUAANNGG KKAABBUUPPAATTEENN MMAALLAANNGG

Kabupaten Malang yang pada masa lalu dikenal dengan nama Tumapel adalah sebuah kawasan yang indah permai terletak di dataran tinggi. Ditinjau dari aspek aetologi, nama Malang (pa) atau Tumapel memiliki keterkaitan erat dengan letak geografis daerah tersebut karena kata Tumapel berasal dari akar kata Bahasa Jawa Kuno “tapel” yang memiliki makna “berhubungan rapat, penutup muka, menempel erat” yang bermakna konotatif ditapali, dilingkari, ditutupi atau dipagari oleh gunung-gunung.

Satu-satunya “pintu” masuk ke daerah Kabupaten Malang yang tak terhalang barisan gunung adalah dari lembah subur di utara yang berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan. Itu sebabnya, sejak jaman kuno daerah itu dinamai Lawang yang berarti pintu.

Sejumlah ibukota kerajaan di masa silam, pernah dibangun dan berkembang di wilayah Kabupaten Malang seperti Kanjuruhan (abad ke 8), Purwa (abad ke 11), Tumapel (abad ke 12), dan Sengguruh (abad ke 16). Itu sebabnya, di wilayah Kabupaten Malang terhampar berbagai situs purbakala yang menjadi bukti tentang bagaimana pentingnya daerah ini di masa silam. Sejumlah situs sejarah yang penting dicatat antara lain adalah situs Candi Jago, Kidal, Singosari, Badut, Songgoroti, Karang Besuki, Sumber Awan, Watu Gede, Kasembon, Gunung Katu, Gunung Butak dan sebagainya (lihat Agus Sunyoto, 2000).

Perkembangan Kabupaten Malang pada tahun 1942-1945

Perkembangan Kabupaten Malang pada tahun ini dapat dikatakan tidak terlalu berarti karena pada masa-masa itu Indonesia berada dalam kekuasaan Jepang akibat kekalahan sekutu dalam perang Dunia II. Pada masa pendudukan Jepang ini, perkembangan yang terjadi hanya berupa perkembangan non-fisik. Maksudnya, perkembangan yang terjadi hanya sebatas pembenahan dan pengaturan administrasi pemerintahan serta dalam bidang sosial.

Perkembangan Kabupaten Malang pada tahun 1767-1980

Setelah kolonialisme Belanda masuk ke Kabupaten Malang pada tahun 1767, sarana perhubungan berupa jalan masih sangat sederhana. Di Batu, Ngantang dan Dinoyo pada tahun 1800 sudah

Page 9: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-9

terdapat perkebunan kopi sedangkan perkebunan kopi dan karet kemudian dibuka pada tahun 1911. Pada tahun 1879 jalan yang menghubungkan Surabaya-Malang dibuka. Perluasan otonomi daerah direalisir pada tahun 1964. Dengan otonomi ini, Kabupaten Malang meliputi 29 kecamatan dan 411 desa.

Perkembangan Kabupaten Malang pada tahun 1993-2000

Perkembangan Kabupaten Malang pada masa ini sudah mengikuti arah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang. RTRW yang disusun pada tahun ini meliputi 33 kecamatan (lihat gambar 2) yang terbagi dalam 5 satuan Sub Wilayah Pembangunan (SSWP), yaitu SSWP Malang Utara dengan pusat pertumbuhan di Batu, SSWP Malang Timur Utara dengan pusat pertumbuhan di Tumpang, SSWP Malang Selatan dengan pusat pertumbuhan di Sumbermanjing Kulon, SSWP Malang Tengah dengan pusat pertumbuhan di Kepanjen dan Malang Timur Selatan dengan pusat pertumbuhan di Dampit (lihat gambar 3). Pembagian 5 SSWP ini ber-dasarkan tinjauan arah pergerakan, pola perkembangan wilayah, orde kota, hirarki kota dan kelengkapan infrastruktur kota.

Page 10: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-10

GAMBAR 22

Page 11: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-11

GAMBAR 23

Page 12: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-12

Tata guna tanah di wilayah Kabupaten Malang sangat bervariasi. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat bentuk wilayahnya didominasi areal perbukitan dan pegunungan. Ada pun komposisi penggunaan lahan meliputi sawah 14,88%; perkampungan 13,72%; tegal/kebun 33,64%; hutan 26,435%; perkebunan 4,75%; lain-lain 6,58% dari keseluruhan lahan seluas 334.787,17 Ha. Dengan pola penggunaan lahan yang didominasi tegal/kebun, menunjukkan se-bagian besar wilayah Kabupaten Malang memproduksi tanaman pangan (lihat gambar 4).

Pola permukiman di Kabupaten Malang umumnya mengelompok di sekitar pusat kota serta di sepanjang jalan utama yang menghubungkan pusat perdagangan dengan pusat pemerintahan. Namun, dalam perkembangannya, peralihan penggunaan tanah dari pertanian dan perkebunan dilakukan bertahap sesuai rencana tata ruang. Perkembangan kawasan perumahan meningkat dengan adanya pembangunan KPR/BTN yang tersebar di Kecamatan Dau, Singosari, Lawang, Batu, Kepanjen dan Pakis. Sejalan dengan itu, lahan pertanian subur semakin berkurang. Pada akhirnya, Pemerintah Kabupaten Malang menetapkan peraturan tentang pola penggunaan kawasan pertanian.

Pada tahun 1998, Pemerintah Kabupaten Malang merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah yang terdahulu karena sudah banyak perubahan fisik yang terjadi terutama pola tata ruangnya. Untuk menyeimbangkan pertumbuhan wilayah Kabupaten Malang, digunakan 7 jalur pengembangan tata ruang yang sudah terangkai dalam lingkup Propinsi Jawa Timur, Satuan Wilayah Malang-Pasuruan maupun Kabupaten Malang, di antaranya:

1. Jalur pemanfaatan fungsi lindung;

2. Jalur optimasi penggunaan sumber daya;

3. Jalur penyeimbangan wilayah;

4. Jalur upaya pemanfaatan sistem aksesbilitas;

5. Jalur upaya pemanfaatan fungsi kota dan permukiman;

6. Jalur upaya optimasi penggunaan unsur ruang;

7. Jalur upaya peningkatan efisiensi produksi dan pemanfatan produksi.

Page 13: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-13

GAMBAR 24

Penyempurnaan RTRW Kabupaten Malang Tahun 2000-2010

(Rencana Penggunaan Tanah)

Page 14: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-14

Hierarki kota bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya keterkaitan suatu kota dengan kota lainnya. Seiring dengan perkembangan yang ada di Kabupaten Malang, Kepanjen akan berubah status dari ibukota kecamatan menjadi ibukota kabupaten dan hal ini akan mengakibatkan hierarki kotanya naik dari orde IV menjadi orde III. Ada pun hierarki/orde kota di Kabupaten Malang adalah:

� Kota orde III adalah perkotaan Batu dan Kepanjen

� Kota orde IV adalah perkotaan Ngantang, perkotaan Lawang, perkotaan Kecamatan Tumpang dan perkotaan Kecamatan Dampit.

� Kota orde V semua perkotaan yang berfungsi sebagai kecamatan selain yang disebut di atas.

Pada masa ini juga telah ditetapkan sektor dan wilayah yang memerlukan prioritas pengembangan dan perencanaan tata ruang detail teknisnya, yaitu:

� Dengan adanya rencana pembangunan jalan tol Gempol-Malang, perlu diperhatikan daerah sekitar pintu tol dan daerah sekitarnya karena akan banyak multiplier effect dari pembangunan jalan tol tersebut.

� Wilayah yang tertinggal/terisolasi atau kurang berkembang dan masyarakatnya relatif terbelakang yang terutama disebabkan kondisi alam yang kurang menunjang.

� Wilayah yang memiliki rawan baik rawan bencana ataupun rawan daya dukung tanahnya.

� Kawasan yang strategis dan memberikan prospek pengembangan yang baik.

� Kawasan pelabuhan yang berlokasi di Sendang Biru di SSWP Malang Timur Selatan (Sumbermanjing Wetan) akan dikembangkan pelabuhan sesuai potensinya.

� Kawasan pertambangan di SSWP Malang Selatan (Donomulyo) sebagai pertambangan bahan galian jenis B yaitu emas.

� Kawasan yang strategis lainnya yang memiliki prospek pengembangan baik yaitu SSWP Malang Timur dimana merupakan kawasan yang menghubungkan Kota Malang

Page 15: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-15

dengan sederetan pariwisata yang ada dan berakhir di Gunung Bromo.

Pada hasil revisi ini, satuan Sub Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang yang dulu dibagi menjadi 5 SSWP direkomendasikan menjadi 9 SSWP agar penyebaran dan distribusi kebutuhan serta fasilitas pelayanan masyarakat dapat lebih merata. Ada pun SSWP tersebut adalah (lihat gambar 5):

1. SSWP Ngantang dan sekitarnya

2. SSWP Batu

3. SSWP Malang dan sekitarnya

4. SSWP Lawang berpusat di Lawang

5. SSWP Tumpang dan sekitarnya

6. SSWP Kepanjen dan sekitarnya

7. SSWP Turen-Dampit dan sekitarnya

8. SSWP Donomulyo

9. SSWP Gondanglegi dan sekitarnya

Page 16: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-16

GAMBAR 25

Penyempurnaan RTRW Kabupaten Malang Tahun 2000-2010

(Pembagian SSWP Kabupaten Malang)

Page 17: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-17

UUPPAAYYAA MMEEMMPPEERRTTAAHHAANNKKAANN KKOONNDDIISSII YYAANNGG AADDAA

Pemerintah Kabupaten Malang melalui Badan Perencanaan Kabupaten dan Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah berwenang menangani Tata Ruang sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Berdasarkan Kepmendagri No.8 tahun 1998 tentang “Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah” telah diatur batas kewenangan masing-masing instansi dalam menyusun rencana tata ruang. Ada pun upaya untuk mengawasi perkembangan tata ruang Kabupaten Malang saat ini adalah:

� Penyusunan penataan ruang untuk Wilayah Kabupaten Malang (RTRW) yang disahkan lewat Peraturan Daerah.

� Penyusunan Penataan Ruang wilayah Kecamatan (RUTRK kedalaman RDTRK), unit-unit lingkungan (RDTRK kedalaman RTRK) dan penyusunan penataan ruang khusus (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan).

� Adanya Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) pada masing-masing penggunaan tanah sehingga dapat terawasi penggunaan tanah yang ada.

� Pengawasan terhadap pemakaian tanah dan memberikan sanksi pada siapa saja yang melanggar.

� Penetapan strategi pemanfaatan ruang yang ada.

� Pembentukan Tim Koordinasi Penataan ruang (TKPRD) yang bertugas sebagai pemantau dan pengawas serta memberikan laporan/informasi perkembangan penataan ruang di Kabupaten Malang kepada Kepala Daerah secara berkala.

� Preservasi dan konservasi bangunan Kolonial Belanda yang ada di Malang.

� Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1992 tentang “Benda Cagar Budaya” untuk pelaksanaannya telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1993 tentang “Benda Cagar Budaya” sebagai landasan pelestarian benda cagar budaya di daerah ini.

Page 18: Tata Ruang Kabupaten Malang.pdf

Bab 8 Perkembangan Penataan Ruang Daerah Tata Ruang Kabupaten Malang

Sejarah Penataan Ruang Indonesia

- Erijanto - VIII.5-18

DAFTAR PUSTAKA

1. Petunjuk “WISATA SEJARAH KABUPATEN MALANG”, Lingkaran Studi Kebudayaan Malang 2000, Oleh : Agus Sunyoto.

2. Tugas Akhir “IDENTIFIKASI STADIA PERKEMBANGAN KOTA MALANG, Ditinjau dari sejarah Hindia Belanda sampai dengan masa setelah Indonesia Merdeka, Disusun oleh : Theodora Kusuma Wardhani, Tahun 2000, Jurusan Teknik Planologi Institut Teknologi Nasional Malang.

3. “Sejarah Arsitektur Kolonial Belanda di Malang”, 1996, LPPM UNKRIS PETRA Surabaya dan Penerbit ANDI Yogjakarta, Ir. Handinoto, Ir. Paulus Suhargo, M Arch.

4. “Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang Tahun 1993/1994 – 2003/1004”, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Daerah Tingkat II Kabupaten Malang.

5. “Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang Tahun 1998/1999 – 2008/2009”, Badan Perencanaan

Kabupaten, Pemerintah Kabupaten Malang.

6. Ibukota Daerah Tingkat II Kabupaten Malang, Buku Suplemen Rencana Induk (Master Plan) Pengembangan Daerah Tingkat II Kabupaten Malang kerjasama antara Unibraw dengan Pemerintahan Daerah Tingkat II Kabupaten Malang, 1980.