tantangan perawat profesionalisme di era masyarakat kritis

7
TANTANGAN PERAWAT PROFESIONALISME DI ERA MASYARAKAT KRITIS (Tulisan dalam rangka menyambut Musyawarah Kabupaten Persatuan Perawat Nasional Indonesia 2011) Kholid, SST, M.Kes Mukadimah Sebagaian kalangan mengakui proses profesionalisasi keperawatan di Indonesia berjalan sangat menarik, berjenjang dan gradual yang dimulai dari tahun 1983, perubahan dahsat ini membuat status perawat diperhatikan oleh profesi lain, yang dahulunya pendidikan perawat hanyalah lulusan SPK setingkat Sekolah Menegah Atas (SMA), namun sekarang sebagian besar perawat sudah mengenyam pendidikan tinggi, dari seorang perawat vocasional ke perawat profesional. Sehingga harapannya untuk dunia keperawatan dari waktu ke waktu di terima dan diakui serta sejajar profesi lain, yang terpenting dari profesionalisme keperawatan semakin hari dapat dirasakan oleh masyarakat. Tantangan berat peran perawat profesional dalam sistem kesehatan nasional adalah mewujudkan sistem kesehatan yang baik; memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat (health service) sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat (health needs and demands). Sebagaimana tema Hari Perawat Internasional pada setiap bulan mei ini tepatnya tanggal 12 Mei, yaitu: closing the gap: increasing access and equity. Pesan ini diberikan kepada para perawat dimanapun berada agar meningkatkan cakupan dan memperbaiki mutu layanan kesehatan. Tujuan dari tema tersebut adalah meningkatkan status kesehatan dan angka harapan hidup masyarakat yang sesuai dengan tujuan pembangunan mellinium (MDGs). Kita tahu hingga saat ini kemajuan cakupan MDGs yang telah dicapai dirasakan masih belum merata, kesenjangan masih tinggi, terutama antara daerah yang berpenghasilan tinggi dengan daerah yang berpenghasilan menengah atau rendah, antara laki-laki dan perempuan serta antara perkotaan dan pedesaan. Penulis mengingatkan pada teman teman perawat yang telah melakukan Musyawarah Kabupaten PPNI (Persatuan Perawat Nasional

Upload: aris-prastyo

Post on 15-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tantangan Perawat Profesionalisme

TRANSCRIPT

Page 1: Tantangan Perawat Profesionalisme Di Era Masyarakat Kritis

TANTANGAN PERAWAT PROFESIONALISME DI ERA MASYARAKAT KRITIS

(Tulisan dalam rangka menyambut Musyawarah Kabupaten Persatuan Perawat Nasional Indonesia 2011)

Kholid, SST, M.Kes

Mukadimah

Sebagaian kalangan mengakui proses profesionalisasi keperawatan di Indonesia berjalan sangat menarik, berjenjang dan gradual yang dimulai dari tahun 1983, perubahan dahsat ini membuat status perawat diperhatikan oleh profesi lain, yang dahulunya pendidikan perawat hanyalah lulusan SPK setingkat Sekolah Menegah Atas (SMA), namun sekarang sebagian besar perawat sudah mengenyam pendidikan tinggi, dari seorang perawat vocasional ke perawat profesional. Sehingga harapannya untuk dunia keperawatan dari waktu ke waktu di terima dan diakui serta sejajar profesi lain, yang terpenting dari profesionalisme keperawatan semakin hari dapat dirasakan oleh masyarakat. Tantangan berat peran perawat profesional dalam sistem kesehatan nasional adalah mewujudkan sistem kesehatan yang baik; memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat (health service) sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat (health needs and demands).

Sebagaimana tema Hari Perawat Internasional pada setiap bulan mei ini tepatnya tanggal 12 Mei, yaitu: closing the gap: increasing access and equity. Pesan ini diberikan kepada para perawat dimanapun berada agar meningkatkan cakupan dan memperbaiki mutu layanan kesehatan. Tujuan dari tema tersebut adalah meningkatkan status kesehatan dan angka harapan hidup masyarakat yang sesuai dengan tujuan pembangunan mellinium (MDGs). Kita tahu hingga saat ini kemajuan cakupan MDGs yang telah dicapai dirasakan masih belum merata, kesenjangan masih tinggi, terutama antara daerah yang berpenghasilan tinggi dengan daerah yang berpenghasilan menengah atau rendah, antara laki-laki dan perempuan serta antara perkotaan dan pedesaan.

Penulis mengingatkan pada teman teman perawat yang telah melakukan Musyawarah Kabupaten PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) Banyuwangi pada tanggal 23 Juni 2011 di STIKES Banyuwangi, sebagai organisasi profesi ada rasa tanggungjawab terhadap keselamatan bangsa, maka diera otonomi ini keberadaan dunia profesi atau lembaga swadaya masyarakat sangat diharapkan guna membantu mempercapat pencapaian kesejahteraan masyarakat di daerah kabupaten dan kota khususnya Kabupaten Banyuwangi.

Saat ini dengan semakin mudahnya akses pelayanan kesehatan didaerah seperti adanya jamkesmas, jamkesda, SKTM, atau yang terkini adalah jampersal, seharusnya tidak ada lagi masyarakat yang tidak tercakup dalam pelayanan kesehatan. Namun demikian masih banyak masyarakat kita yang belum mamanfaatkan akses ini. Sehingga masih kita dengar kasus-kasus permasalahan kesehatan menimpa warga masyarakat Banyuwangi, sebagaimana baru-baru ini masalah gizi buruk mendapat perhatian oleh ibu gubernur Jawa Timur.

Page 2: Tantangan Perawat Profesionalisme Di Era Masyarakat Kritis

Dari data Badan Pusat Statistik 2010 lalu, jumlah balita penderita gizi buruk di Banyuwangi berdasar berat badan per tinggi badan sebanyak 106 anak, sedangkan berdasar berat badan per umur jumlah balita penderita gizi buruk lebih kurang 297 anak. kasus gizi buruk ini yang lebih dominant karena pola asuh yang salah, bukan karena kemiskinan. Jadi 40,3% penyebabnya adalah salah asuh, 28% karena tingkat kemiskinan, 25,06% karena penyakit infeksi/bawaan, sedang yang 5% karena hal lain. Kondisi ini berkaitan dengan ketidaktahuan masyarakat dalam merawat anggota keluarga yang sedang mengalami permasalahan kesehatan, hal ini nampak sekali peran perawat keluarga dan masyarakat belum dilaksanakan secara optimal. Sebernarnya ada kecenderungan peningkatan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Banyuwangi yang ditunjukkan dengan makin menurunnya angka kematian bayi dan kematian ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang pada Balita, serta meningkatnya umur harapan hidup. Namum demikian disparitas derajat kesehatan antar wilayah dan antar kelompok tingkat sosial ekonomi penduduk masih tinggi. Derajat kesehatan di Kabupaten Banyuwangi juga masih dibawah rata-rata kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur lainnya. Upaya pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum optimal. Pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya telah terjangkau di daerah pelosok pedesaan, namun tantangan ke depan adalah meningkatkan pada pelayanan rujukan khususnya pada Kelas III di Rumah Sakit. Hal ini sebagai gambaran bahwa permasalahan kesehatan di Banyuwangi belum selesai menunggu tangan-tangan terampil dari insan perawat. Maka tugas perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan dalam pembangunan kesehatan daerah adalah bersama-sama dengan elemen masyarakat mengantarkan Banyuwangi menuju masyarakat sejahtera, salah satu indikator sejahtera adalah adanya kesadaran warga masyarakat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan. Mewujudkan keperawatan sebagai profesi di Indonesia bukan hanya sekedar memperjuangkan atau membela nasib perawat yang selama ini kurang mendapatkan perhatian, namun lebih dari itu mengupayakan bagaimana hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadahi tercapai. Kita tahu sampai saat ini posisi perawat masih berada di garda depan dalam setiap tindakan apakah itu dilayanan Rumah Sakit atau Puskesmas dibanding dengan profesi lain. Maka posisi ini sebenarnya menguntungkan dalam memberikan pesan pada publik/masyarakat mengenai diri perawat. Sehingga, apakah keperawatan akan kita jual mahal atau sebaliknya murah ?, terletak pada kesan pertama dalam menyampaian pesan maka jangan heran kalau masyarakat menghakimi perawat dengan berbagai macam istilah seperti; judest, ini PR bagi kita semua sebagai seorang perawat. Selanjutnya, apa yang harus dilakukan PPNI Banyuwangi dalam memasuki era masyarakat kristis, adalah;

a. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi

Kemampuan berkomunikasi berperan penting dalam rangka membawa profesi kepada posisi yang diperhitungkan. Maka bagi seorang perawat sebenarnya cukup modal untuk melakukan komunikasi yang baik namun kenyataan yang ada banyak perawat-perawat yang masih merasa belum mampu padahal keperawatan sebagai sumber informasi atau sumber ilmu yang harus dikembangkan. Kondisi ini disebabkan oleh ketidakpercayaan diri atau perasaan rendah diri (low self-confidence/self-esstem) dihadapan publik atau profesi lain, perawat merasa tidak cukup memiliki kemampuan memadai, sehingga profesi lainpun menganggapnya tidak mampu. Hal ini bisa jadi karena sistem pelayanan kesehatan kita menempatkan perawat dalam posisi dibawah “second class citizen” atau memang kurangnya pengetahuan dalam diri perawat. Sehingga yang terjadi adalah kewenangan yang seharusnya bisa dilakukan oleh seorang perawat, masih diambil

Page 3: Tantangan Perawat Profesionalisme Di Era Masyarakat Kritis

alih oleh profesi lain. Kopensasi ketidakmampuan ini kemudian dialihkan saling menyalahkan satu sama lain dalam tubuh organisasi profesi. Sehingga, bagaimana kedepan organisasi PPNI mampu membangun komunikasi positif untuk mencapai sukses. Sebagaimana yang dikatakan oleh Kafi Kurnia seorang pakar pemasaran Indonesia, “rumus sukses ada pada komunikasi”. Kita tahu saat ini adalah era informasi, orang-orang yang menguasai informasi sajalah yang akan menuai kesuksesan, maka PPNI sekarang membutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan berkomunikasi multidemensional. Hal ini untuk mengantisipasi perubahan yang begitu cepat. Komunikasi yang membuahkan sikap terbuka, mampu membangun hubungan dengan berbagai elaman masyarakat, jujur, berjiwa besar dan cepat belajar dari kesalahan. Memang tidak mudah tetapi harus dimulai, tidak hanya berkutat pada komunikasi dengan klien secara terapeutik yang selama ini terjadi, dan itupun masih perlu dibenahi secara terus menerus. Sebaliknya kelambatan kita dalam berkomunikasi akan menjadi bumerang pada diri kita sendiri sehingga kita ditinggal jauh oleh oleh profesi-profesi lain.

b. Menciptakan iklim atau budaya organisasi yang kondusif

Seiring dengan semakin matangnya tingkat pendidikan para perawat, PPNI ingin berupaya menjadikan organisasinya besar dan mandiri. Namun banyak kendala yang dihadapi dalam perubahan besar tersebut, pertama kebijakan politik, walaupun PPNI memiliki masa yang cukup banyak namun suaranya belum mampu mempengaruhi kelompok-kelompok lain, maka perlu terus menerus memupuk rasa kesungguhan dalam penerapan ilmu keperawatan di pelayanan kesehatan sehingga profesi lain akan respek terhadap perawat; kedua, sosial budaya; perubahan perilaku dalam masyarakat saat ini membawa dampak pada masalah-masalah sosial, hal ini mempengaruhi kelompok-kelompok sosial untuk peduli terhadap kepentingan umum/sosial, lingkungan hidup, perubahaan gaya hidup. Situasi ini seharusnya terekam oleh PPNI sebagai organisasi besar, bagaimana PPNI memiliki peran-peran kontrol sosial yang nyata, tidak hanya rutinitas seperti khitanan massal atau bakti sosial tetapi memiliki responsifitas yang tinggi terhadap masalah sosial serta memberikan solusi, bagaimana organisasi ini mau menggerakkan warganya untuk mengkampanyekan terhadap kelestarian/keselamatan hidup; bahaya narkoba, bahaya rokok; bahaya makanan jajanan pada anak atau mengkampanyekan hidup bersih sehat berkualitas kepada para siswa dan sebagainya; dan ketiga ekonomi, era global mendorong masyarakat saling bersaing, dunia kesehatan yang dahulu orientasinya pada sosial-keagamaan semata namun sekarang orientasinya pada bisnis atau hasil, maka lewat PPNI bersama jajarannya memformat pelayanan asuhan keperawatan yang dapat dihargai sehingga asuhan keperawatan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya; dan ke empat penguasaan teknologi informasi, seiring dengan kemajuan teknologi informasi ditandai mudahnya akses informasi lewat jaringan internet atau seluler, maka seharusnya aktivis perawat mampu mewarnai dalam dunia maya, sehingga informasi keperawatan akan berimbang. Namun sebaliknya, para insan perawat Indonesia masih asik dengan rutinitas praktek pribadinya, padahal seharusnya ia memformat sistem teknologi informasi terhadap asuhan keperawatan yang sesuai kasus secara on line, bisa diakses oleh para perawat seluruh Indonesia. Selanjutnya melihat faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi perubahan dalam sebuah organisasi, maka PPNI sebagai organisasi profesi harus memiliki komitmen kuat dalam menciptakan iklim yang kondusif dan rasa saling percaya dalam organisasi PPNI. Kepemimpinan yang efektif dan produktif dalam sebuah organisasi sangat diharapkan karena sebagai tuntutan dalam menghadapi era informasi saat ini, yakni pemimpin yang mampu menggerakkan anggotanya untuk peduli terhadap maksud dan tujuan organisasi.

Page 4: Tantangan Perawat Profesionalisme Di Era Masyarakat Kritis

Perbedaan pandangan di tubuh PPNI sebagai sesuatu yang wajar karena hitrogenitas latar belakang pendidikan, sehingga seeorang pemimpin harus arif dan bijaksana dalam menghadapi perbedaan ini. Dalam rangka mengurangi, serta meminimalisir atau memperkecil perbedaan seorang pemimpin harus selalu membangun komunikasi yang efektif dengan anggotanya guna mewujudkan kerja organisasi. Terjadinya friksi atau kelompok-kelompok dalam tubuh organisasi biasanya disebabkan oleh tidak tersalurkannya harapan dan keinginan anggota.

c. Memiliki rasa tanggung jawab terhadap pelayanan keperawatan dan kesehatan

Saat ini keberadaan sistem pelayanan kesehatan kita ada dalam persimpangan jalan satu sisi adanya tuntutan dan keinginan kuat pelayanan yang menguntungkan /provite oriented, di sisi lain tetap mempertahankan pelayanan sosial yaitu menolong bagi mereka yang mengalami kesulitan. Kedua situasi itu membuat para petugas kesehatan menjadi gamang, ditambah situasi tempat kerja yang tidak nyaman, adanya ruang untuk melakukan penyimpangan, atau sebaliknya kebijakan /aturan itu sendiri yang dibuat bias, sehingga penyimpanganpun sering kita dengar. Penyimpangan ini bisa jadi ketidaktepatan dalam perawatan atau menjadikan klien sebagai sarana bisnis. Seperti adanya jamkesmas, jamkesda maupun jampersal seharusnya masyarakat sudah tidak terbebani akan tetapi masih sering kita dengar adanya penarikan baik di Puskesmas ataupun di Rumah Sakit. Sebuah pertanyaan, siapa yang ada didalam lingkaran setan? mampukah kita meluruskan situasi ini, atau malah kita asik dalam situasi ini ?. Inilah dampak liberalisme dalam era global di bidang kesehatan. Maka seharusnya pemerintah bersama-sama organisasi profesi duduk bersama untuk memecahkan masalah ini dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertanggungjawab, melalui analis SWOT yang tepat, akurat, dan informatif. Pemerintah sering membuat kebijakan populis/kebijakan yang berpihak pada masyarakat seperti pelayanan gratis, tapi dalam tataran pelayanan menjadi sangat rumit apabila dihadapkan masalah kecil seperti sarana yang ada di Rumah Sakit tidak ada, akibatnya masyarakat menjadi bulan bulanan. Dalam kondisi ini profesi diuji apakah kita mampu bertanggungjawab dan bertanggunggugat terhadap tindakan yang kita lakukan.

d. Mengevaluasi praktek keperawatan

Keberhasilan suatu asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh keyakinan kita terhadap konsep yang kita miliki yakni keperawatan. Seseorang akan mampu berbicara ditingkat forum umum, apabila ilmu yang dimilikinya itu mandiri, dan memiliki dampak mensejahterakan masyarakat. Secara administrasi PPNI sudah mulai meluruskan keanggotaannya lewat Surat Izin Perawat(SIP), Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Praktek Perawat (SIPP). Namun pada aplikasi praktek keperawatan, perlu mendapatkan perhatian. Hal ini terlihat dari kemampuan pendokumentasian dalam sistem keperawatan dalam layanan kesehatan. Rutinitas tulis menulis dalam pendokumentasi perawat belum menjadi alat evaluasi tindakan, akan tetapi masih tuntutan kerja dalam pemenuhan akriditasi. Kondisi ini disebabkan oleh karena kewenangan dan tanggungjawab dalam sistem layanan kesehatan masih berada ditangan medis. Akhirnya melemahkan kita dalam menjalankan profesi.

Khotimah

Page 5: Tantangan Perawat Profesionalisme Di Era Masyarakat Kritis

Selanjutnya pada Musyawarah Kabupaten PPNI Banyuwangi, dan terpilihnya pengurus baru, akan  muncul gagasan-gagasan baru dalam mempertahankan keperawatan sebagai profesi. Dengan mengingat permasalahan kesehatan lambat laun semakin kompleks, seiring dengan kompleksitas era informasi, sehingga persoalan-persoalan barupun  muncul. Pemerintah sangat menunggu konsep-konsep pelayanan kesehatan yang pro publik. Janganlah kita menutut sesuatu yang lebih seperti mempersoalkan jabatan tertentu yang semestinya diisi oleh seorang perawat, memang itu harapan kita bersama. Akan tetapi PPNI atau kita sebagai seorang perawat profesional belum memberikan konsep layanan keperawatan yang benar dihadapan masyarakat pada umumnya dan pemerintah daerah, seperti sistem layananan kesehatan yang berpihak pada publik. Maka  sudah waktunya kita duduk bareng dalam wadah PPNI dengan wajah-wajah baru memiliki latar belakang pendidikan yang mapan sama-sama memikirkan pelayanan keperawatan yang benar, pelayanan yang berpihak pada masyarakat umum dan dapat dipertanggugjawabkan, sehingga  masyarakat memiliki kesadaran untuk menggunakan fasilitas kesehatan dengan baik, kehidupannyapun sehat, dan akhirnya perawat mendapatkan simpati yang baik oleh masyarakat. Sebagaimana tema Hari Perawat Internasional pada setiap bulan mei ini tepatnya tanggal 12 Mei, yaitu: closing the gap: increasing access and equity. Pesan ini diberikan kepada para perawat dimanapun berada agar meningkatkan cakupan dan memperbaiki mutu layanan kesehatan. (Kholid, Dosen STIKes, Direktur LPPM Yayasan Sejahtera Negeriku Banyuwangi)