tabel 3.1 analisis tema berdasarkan kategori pada tenaga...

38
92 Lampiran 1 Tabel 3.1 Analisis Tema Berdasarkan Kategori Pada Tenaga Kesehatan 1. Tenaga kesehatan menyetujui sebagian tradisi yang tidak membahayakan kesehatan. Partisipan Kategori RP1: “Kalau pastinya saya tidak tahu ya, karena saya bukan orang sini, saya orang Bima. Tapi kalau dilihat dari pemahaman dan kejadian yang saya temui di lapangan, se’i itu seperti dipanggang, sedangkan tatobi itu di kompres air hangat. Menurut masyarakat sini itu bisa membantu mengeluarkan darah kotor pasca melahirkan. Untuk se’i saya sendiri kurang setuju, karena sudah ada larangan dari pemerintah, selain itu bisa mengganggu kesehatan juga. Kalau tatobi menurut saya tidak masalah, itu kan seperti mandi, membersihkan badan dengan air hangat.” Kurang setuju dengan tradisi se’i RP2: “Se’i dan tatobi itu tradisi di sini, di Timor. Kalau Tanya setuju atau tidak ya sebenarnya kurang setuju, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah jadi kebiasaan turun temurun. Kalau kita ingatkan juga mereka lakukan dengan sembunyi - sembunyi. Kalau untuk tatobi saja saya setuju, itu kan hanya untuk kompres ibu punya badan supaya lebih bersih dan segar, tidak berdampak ke bayi juga, tidak seperti se’i.” Setuju dengan tradisi tatobi RP3: “Se’i itu taruh bara api dibawah tempat tidur ibu yang baru melahirkan, jadi seperti dipanggang. Kalau tatobi itu kompres air hangat. Itu tradisi orang Timor. Kalau untuk se’i saya kurang Tradisi se’i bisa mengganggu pernapasan

Upload: duongdung

Post on 02-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

92

Lampiran 1

Tabel 3.1

Analisis Tema Berdasarkan Kategori Pada

Tenaga Kesehatan

1. Tenaga kesehatan menyetujui sebagian tradisi yang

tidak membahayakan kesehatan.

Partisipan Kategori

RP1: “Kalau pastinya saya tidak tahu ya, karena

saya bukan orang sini, saya orang Bima. Tapi

kalau dilihat dari pemahaman dan kejadian yang

saya temui di lapangan, se’i itu seperti

dipanggang, sedangkan tatobi itu di kompres air

hangat. Menurut masyarakat sini itu bisa

membantu mengeluarkan darah kotor pasca

melahirkan. Untuk se’i saya sendiri kurang

setuju, karena sudah ada larangan dari

pemerintah, selain itu bisa mengganggu

kesehatan juga. Kalau tatobi menurut saya tidak

masalah, itu kan seperti mandi, membersihkan

badan dengan air hangat.”

Kurang setuju dengan tradisi se’i

RP2: “Se’i dan tatobi itu tradisi di sini, di Timor.

Kalau Tanya setuju atau tidak ya sebenarnya

kurang setuju, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah

jadi kebiasaan turun temurun. Kalau kita ingatkan

juga mereka lakukan dengan sembunyi -

sembunyi. Kalau untuk tatobi saja saya setuju,

itu kan hanya untuk kompres ibu punya badan

supaya lebih bersih dan segar, tidak berdampak

ke bayi juga, tidak seperti se’i.”

Setuju dengan tradisi tatobi

RP3: “Se’i itu taruh bara api dibawah tempat tidur

ibu yang baru melahirkan, jadi seperti dipanggang.

Kalau tatobi itu kompres air hangat. Itu tradisi

orang Timor. Kalau untuk se’i saya kurang

Tradisi se’i bisa mengganggu pernapasan

93

setuju, biar hanya pakai bara api tetap saja abu

dari arang tadi bisa terbang – terbang kalau

angin tiup, bisa mengganggu pernapasan bayi

juga. Kalau tatobi sekarang hanya pakai air

hangat jadi itu tidak masalah, yang penting tidak

kena jahitan di vagina.”

RP4:” Hmm..kalau se’i itu panggang pakai bara

api, sedangkan tatobi itu kompres pakai air

hangat. Itu biasanya ibu lakukan di rumah bulat,

atau di dapur. Tatobi saya masih mengerti, itu

juga membersihkan badan to. Kalau se’i

sebenarnya saya kurang setuju. Sekarang sudah

ada larangan jadi kami sarankan pakai bara api

saja di rumah besar. Karena kalau di rumah bulat

atau dapur biasanya apinya besar, asap penuh to,

jadi bisa mengganggu bayi, bisa mengganggu

saluran pernapasan juga. Sebenarnya juga tidak

boleh walaupun di dalam rumah besar, karena

tetap saja itu ada partikel – partikel debu to, bisa

terbang kalau angina tiup, tapi karena ibu – ibu

masih pegang erat tradisi orang Timor jadi ya

begitu. Dari pada mereka tidak ada perubahan

sama sekali ya perlahan saja.”

Tradisi tatobi diartikan sebagai membersihkan badan

RP5:” Selamat pagi juga, ia. Kalau dilihat dari

artinya, se’i itu artinya panggang, mengasapi. Nah

kalau tradisi orang Timor, ibu melahirkan yang se’i

itu artinya ibu dengan bayi dipanggang. Mereka

duduk di atas tempat tidur baru bara api

dibawahnya. Sedangkan tatobi itu kompres badan

pakai air panas. Tapi sekarang se’i sudah di

larang to, karena nanti asap dari api itu bisa

mengganggu kesehatan ibu maupun bayi.

Sedangkan tatobi itu tidak apa - apa karena itu

bisa diartikan sebagai mandi, tapi bukan dengan

air panas lagi seperti itu hari, sekarang hanya

pakai air hangat. Saya sendiri, jelas sebagai

tenaga kesehatan yang sudah tahu dampak

kedepannya dari se’i ini saya tidak setuju, tapi

Tradisi se’i memberikan dampak negatif kedepannya

94

kembali lagi seperti yang saya bilang tadi, ini

tradisi. Kalau tatobi saya rasa tidak apa – apa asal

tidak kena jahitan, airnya juga air hangat sa.”

RP6: “Kalau kakak nona tanya saya, apa itu se’i

saya punya jawaban pasti sama dengan yang lain.

Itu salah satu tradisi orang Timor, dimana ibu

yang baru selesai melahirkan dipanggang di atas

tempat tidur dengan bara api di bawah. Kalau

tatobi itu tubuh ibu yang baru selesai melahirkan

dikompres menggunakan air panas. Itu tradisi dari

nenek moyang turun – temurun. Kalau se’i

kurang setuju, karena bisa ganggu pernapasan

bayi dan ibu tapi kalau tatobi saya setuju, itu

kan hanya kompres badan ibu dengan air

hangat jadi tidak masalah.”

Tidak mempermasalahkan soal tatobi

2. Sebagian besar tenaga kesehatan yang sudah menikah

pernah melakukan tradisi se’i dan tatobi.

Partisipan Kategori

RP1 : “Kalau pengalaman saya sendiri tidak ada.

Seperti yang sudah saya katakan, saya dan istri

saya bukan orang sini. Tapi kalau pasien partum

disini, setelah pulang dari sini mereka masih saja

melakukan tradisi tersebut. Saya sudah beberapa kali

melihat orang se’i juga, tapi ya hanya sekedar liat

begitu, kan tetangga.”

Tidak

pernah

melakukan

tradisi se’i

dan tatobi

RP2: “Kalau pengalaman se’i dengan tatobi sendiri

saya tidak ada, karena saya ini belum menikah jadi

belum pernah se’i dengan tatobi. Tapi kalau keluarga,

saudara tua dong se’i dengan tatobi juga kalau

selesai melahirkan. Tapi karena sekarang sudah tahu

dampak kedepannya se’i itu bagaimana dong tidak

lakukan lagi.”

Keluarga

pernah

melakukan

se’i dan

tatobi

RP3: “Kalau pengalaman untuk se’i dengan tatobi

sendiri tidak ada, karena saya belum menikah. Tapi

kalau pengalaman dengan pasien banyak. Banyak ibu –

ibu melahirkan sekarang yang masih se’i dan tatobi.

Tidak

pernah

melakukan

se’i dan

95

Mereka se’i diam – diam, takut kalau ada bidan yang

liat nanti kena tegur. Biasanya mereka diam - diam di

dapur, kalau liat bidan atau kader datang atau hanya

lewat saja begitu mereka pindah ke rumah besar. Tapi

itu kami tahu, kami sering tegur mereka, begitu.”

tatobi

karena

belum

menikah

RP4: “Saya pernah se’i waktu melahirkan anak

pertama, tapi hanya satu kali itu saja. Seterusnya

tidak lagi. Kalau pengalaman dengan pasien, selama

hampir 1,4 tahun ini saya jadi bidan di puskesmas ini,

saya kan pindahan, saya dulu di puskesmas Nunkolo

tapi pindah datang sini, saya sudah banyak melihat ibu

– ibu postpartum yang masih lakukan tradisi se’i dan

tatobi. Biarpun mereka se’i secara sembunyi –

sembunyi tapi kami tahu. Tetapi se’i dan tatobi yang

mereka lakukan sekarang tidak sama seperti yang dulu,

setidaknya sei yang sekarang tanpa asap, tatobi juga

bukan pakai air panas yang mendidih, hangat saja.”

Pernah

melakukan

se’i dan

tatobi satu

kali

RP5: “Kalau pengalaman, saya pernah se’i dan

tatobi. Waktu melahirkan saya punya anak pertama

kan masih tinggal dengan mertua, peraturan yang

larang itu juga belum ada, jadi saya masih se’i dan

tatobi. Tapi setelah itu tidak lagi. Kalau pengalaman

dengan pasien tidak ada. Saya kan perawat, tidak turun

ke desa untuk kunjungi ibu hamil atau melahirkan, saya

hanya bertugas di puskesmas saja. Kalau mereka

berobat ke puskesmas ya kita perawat yang layani

begitu. Tapi kalau pengalaman dengan tetangga itu

sering. Banyak tetangga atau saudara yang masih

lakukan itu tradisi sampai sekarang. Apalagi saudara

yang di kampung dong.”

Pernah

melakukan

se’i dan

tatobi

karena

belum ada

peraturan

yang

larang

RP6: “Saya melahirkan anak pertama dengan kedua

masih sempat se’i dan tatobi. Waktu itu belum ada

larangan dari pemerintah untuk tidak boleh se’i dan

tatobi, tapi sekarang sudah ada to jadi sudah mulai

berkurang. Masih ada, tapi sudah berkurang. Kalau

mau dibilang masyarakat sudah betul – betul ikut aturan

untuk berhenti se’i itu omong kosong, saya yakin masih

ada sampai sekarang, tapi sudah tidak seperti dulu lagi.

Apa lagi ini tradisi, susah untuk kasi hilang.”

Pernah

melakukan

se’i dan

tatobi dua

kali

96

3. Sebagian besar program puskesmas yang berjalan

efektif berupa penyuluhan dan sosialisasi.

Partisipan Kategori

RP1: “Kalau dipuskesmas ini, biasanya kami

melakukan penyuluhan kepada ibu melahirkan dan

keluarga tentang se’i dan tatobi sebelum mereka

pulang kerumah, sosialisasi di posyandu juga, 1

bulan 1 kali. Disini mereka ia saja, tapi setelah sampai

rumah ya masih saja dilakukan.”

Melakukan

penyuluhan

kepada ibu

dan keluarga

RP2: “Kalau layanan postpartum itu yang tangani

bidan dong. Tapi biasanya kami bantu kalau mau

adakan sosialisasi atau penyuluhan di posyandu

begitu nanti kita bagi, misalnya di posyandu ini berapa

orang, disana berapa orang, begitu.”

Mengadakan

sosialisasi

dan

penyuluhan

di posyandu

RP3: “Biasanya penyuluhan saat ibu mau pulang

kerumah. Kita juga bagi brosur yang isinya itu bilang

“kami bukan daging sehingga harus di panggang”

seperti itu, kami juga biasanya mengingatkan di

posyandu tentang se’i dan tatobi. Ada juga

kunjungan kerumah, tapi itu kurang efisien, kurang

dijalankan soalnya banyak ibu melahirkan sedangkan

nakes terbatas, seperti itu.”

Kunjungan

ke rumah ibu

nifas tidak

berjalan

dengan

efektif

RP4: “Biasanya sosialisasi di posyandu ibu hamil

dan ibu nifas. Selain itu juga bagi brosur,

penyuluhan waktu ibu melahirkan mau pulang

kerumah. Se’i boleh saja asal hanya pakai bara api

secukupnya, juga tatobi pakai air panas.”

Membagikan

brosur

RP5: “Biasanya itu di adakan penyuluhan pas

melahirkan. Setelah ibu melahirkan dan mau pulang,

itu nanti nakes di puskesmas, khususnya bidan yang

Penyuluhan

tentang se’i

sebelum

pulang ke

97

nanti beri penyuluhan mengenai se’i dan tatobi.” rumah

RP6: “Kami lakukan sosialisi, penyuluhan sebelum

pulang kerumah, itu saja. Oh ada lagi, kunjungan

kerumah ibu nifas tapi yang ini kadang tidak

berjalan lancar karena jumlah ibu melahirkan

dengan dengan jumlah nakes terbatas. Ditambah

jarak rumah yang berjauhan, kami setengah mati. Jadi

kalau sempat kami biasanya berkunjung, tetapi kalau

tidak kami lakukan sosialisasi di posyandu saja.”

Kunjungan

ke rumah ibu

nifas tidak

berjalan

dengan

efektif

4. Hambatan terbesar tenaga kesehatan adalah tradisi dan

pemikiran masyarakat yang sulit dirubah

Partisipan Kategori

RP1: “Kita tidak mungkin memaksa mereka

mengubah, meninggalkan tradisi dari nenek moyang

mereka begitu saja. Kami sebagai nakes akan

mencoba merubah cara pandang mereka

mengenai kesehatan, terutama tentang tradisi ini

secara perlahan. Contohnya dulu se’i menggunakan

api besar, sekarang diganti menggunakan arang saja,

begitu juga tatobi. Hanya menggunakan air hangat,

bukan air panas.”

Mengubah

cara

pandang

masyarakat

mengenai

tradisi secara

perlahan

RP2: “Itu tadi seperti yang saya bilang. Tradisi orang

sini, jadi susah untuk kita rubah. Tidak segampang

apa yang kita rencanakan. Pemerintah kasi larangan

tapi tetap saja masih ada yang berani lakukan.”

Tradisi

sehingga

sulit dirubah

RP3: “Tradisi, itu tantangan yang berat. Karena

se’i itu tradisi jadi susah diubah. Selain itu jarak

rumah ibu nifas yang satu dengan yang lain jadi itu

juga menjadi kendala kalau kita sebagai bidan harus

turun atau berkunjung kerumah mereka satu – satu.

Selan itu, hampir semua ibu postpartum disini masih

memegang teguh tradisi sei dan tatobi, jadi agak

susah.”

Tantangan

terberat

adalah tradisi

98

RP4: “Hambatannya itu susah merubah pemikiran

masyarakat di sini mengenai se’i dan tatobi,

masalahnya ini menyangkut tradisi turun – temurun

jadi agak repot. Apa lagi ini di kampung, tingkat

pendidikan mereka juga terbatas, agak susah kasi

pengertian ke mereka untuk andalkan obat dari

dokter, karena dalam otak mereka itu seperti sudah

ditanamkan kalau se’i dan tatobi itu kewajiban ibu

melahirkan. Kalau belum lakukan itu, badan akan

tetap lemas, tidak bisa segar kembali.”

Pemikiran

masyarakat

yang sulit

dirubah

RP5: “Ini kan tradisi to, yang namanya tradisi itu

susah untuk diubah. Meskipun ada larangan dari

pemerintah supaya jangan se’i dengan tatobi lagi

tapi tetap, masih banyak yang lakukan dengan

diam – diam. Di puskesmas kita kasi tahu mereka ia

saja, tapi setelah sampai rumah mereka tetap

lakukan. Biasanya sembunyi – sembunyi supaya

nakes jangan tahu.”

Tetap

melakukan

se’i dan

tatobi

walaupun

ada larangan

dari

pemerintah

RP6: “Seperti yang saya ceritakan tadi. Ini tradisi

orang Timor. Selain itu kadang ada ibu melahirkan

yang mati - matian harus se’i dan tatobi didapur

walaupun kita sudah berusaha untuk mengingatkan

begitu. Setiap orang berbeda, jadi kami berusaha

semampu kami.”

Karakteristik

ibu

postpartum

berbeda -

beda

5. Tenaga kesehatan berusaha untuk merubah pemikiran

masyarakat terhadap tradisi secara perlahan.

Partisipan Kategori

RP1: “Kalau orang puskesmas tahu nanti dong

tegur. Boleh panggang tapi arang jangan talalu

banyak ko baasap, tatobi juga air jangan talalu panas

atau mendidih, harus hangat sa. Kalau aturan

pemerintah yang larang se’i dengan tatobi sonde

ada, hanya pas melahirkan itu ada kayak sosialisasi,

tenaga kesehatan dong kasi tahu boleh

panggang tapi arang jangan banyak - banyak,

tatobi juga jangan panas - panas. Kalau denda

sonde ada.”

Memberitahuk

an agar

jangan

berlebihan

99

RP2: “Puskesmas juga dukung. Sonde ada

peraturan pemerintah yang larang tentang se’i

dengan tatobi, denda juga sonde ada. Dari

puskesmas dong hanya kasi tahu kalau se’i

jangan pakai arang talalu banyak, baru sonde

boleh se’i di dapur, harus dirumah besar supaya

jangan baasap. Begitu ju dengan tatobi, sonde

pakai air mendidih lagi kayak dulu, hanya pakai air

hangat sa. Terus tatobi itu jangan sampai kena luka

jahitan abis melahirkan, bidan dong bilang itu nanti

bisa busuk, tatobi di badan sa.”

Jangan se’I

dan tatobi di

dapur

RP3: “Se’I itu kan tradisi to, tapi kalau menurut

peraturan sekarang jangan pakai api, hanya arang

sa yang boleh pakai. Itu peraturan dari puskesmas,

dong kasi tahu pas melahirkan di puskesmas. Kalau

dong tahu kita ada se’I nanti dong kasi tahu

untuk kasi kurang itu api, hanya pakai arang

cukup sa. Tapi kalau peraturan untuk larang sonde

boleh itu sonde ada. Hanya suruh kasi kurang sa.

Denda ju sonde ada.”

Se’I hanya

menggunakan

arang

RP4: “Kalau dari puskesmas bilang boleh se’I

dengan tatobi asal jangan se’I di dapur, harus di

rumah besar. Ada sosialisasi waktu melahirkan

bilang sebenarnya se’I dengan tatobi itu tidak boleh,

tapi kalau ada bidan dari puskesmas yang liat nanti

dong hanya tegur bilang sonde boleh berlebihan itu

api, pakai arang saja secukupnya. Denda tidak ada,

hanya kasi ingat sa itu.”

Boleh se’I dan

tatobi asal

jangan di

dapur

RP5: “Kalau bidan lihat mungkin agak marah,

ditegur. Tapi namanya tradisi ya kita harus ikuti.

Tapi kan dari dokter kita ikut, jalani. Tradisi juga

kita ikuti jalani, jadi seimbang. Selama saya se’I

dan tatobi tidak ada tenaga kesehatan yang datang

melihat. Waktu di rumah sakit pas melahirkan dikasi

tahu kalau tatobi tidak boleh kena jahitan. Karena

jahitan itu kan pakai benang daging, 1 minggu saja

sudah bisa kering jadi tidak boleh kena air hangat.

Untuk peraturan yang melarang se’I dengan tatobi

sendiri saya kurang tahu.”

Tradisi dan

pengobatan

modern

seimbang

RP6: “Ibu bidan dong bilang se’I hanya pakai Menggunakan

100

arang saja, supaya dia pu asap jangan kena bayi

begitu. Jadi hanya untuk kasi hangat saja. Kalau

peraturan itu tidak ada untuk mau se’I atau tatobi, itu

tergantung dari kita saja. Dari puskesmas untuk

sosialisasi tidak ada, hanya kayak pengumuman

begitu, panggang jangan pakai api, hanya arang

saja, supaya asap jangan banyak. Baru jaga supaya

asap jangan kena kita pu bayi. Disini sonde ada

denda untuk se’i.”

arang agar

asap tidak

berlebihan

RP7: “Kalau omong puskesmas su beda to , karena

katong di sana berobat modern. Sedangkan se’i ini

kan tadisi. Memang beta melahirkan di puskemas,

ibu bidan dong yang tolong, pas pulang rumah baru

beta panggang. Kan beta panggang tapi buka

jendela to , jadi asap dong bisa keluar. Kalau

buat dukung, puskesmas dong sonde

mendukung, tapi dong sonde larang ju.

Seandainya ada bidan yang lihat pasti nanti dong

tegur, sonde boleh pakai api, hanya arang

secukupnya sa. Tapi beta rasakan manfaat dari ini

tradisi jadi beta masih lakukan sampai sekarang.

Kalau denda sonde.”

Puskesmas

tidak

mendukung

tapi juga tidak

melarang

RP8: “Kalau tatobi sonde apa – apa, tapi kalau

se’I kadang ibu bidan dong omong, bilang kalau

masuk dapur itu baasap ko apa. Tapi saya bilang

kita orang timor ini musti se’I dengan tatobi. Kalau

sonde se’I dengan tatobi dingin kena sedikit mulai

pusing – pusing. Jadi kebanyakan saya di dapur,

panggang dengan adik kecil. Dari puksemas dong

sonde larang hanya kasi ingat sa kalau panggang di

dapur itu baasap, nanti kena adik. Tapi ini dari orang

tua, dari dulu musti panggang se’I jadi, begitu sudah.

Kalau untuk denda di sini sonde ada, itu hanya untuk

yang melahirkan dirumah sa.”

Tatobi

diperbolehkan

pakai air

hangat saja

101

Analisis Tema Berdasarkan Kategori Pada

Ibu postpartum

1. Ibu-ibu postpartum merasa bahwa tradisi yang

dilakukan sangat membantu dalam proses pemulihan.

Partisipan Kategori

RP1: “Sebelum panggang kita rasa kayak badan

kaku semua, setelah kita panggang dengan tatobi

badan su agak lega, segar dan darah kotor yang

ada di kita pu rahim keluar, karena itu nanti bawa

penyakit, bisa mempengaruhi untuk jadi tumor kalau

darah kotor masih tersisa didalam. Sonde ada rasa

takut untuk se’i, karena su biasa.”

Darah kotor

dirahim

keluar

RP2: “Abis se’i dengan tatobi saya rasa badan jadi

lebih kuat. Kayak tambah sehat begitu, sonde sakit

– sakit. Dari dulu sampai sekarang sonde sakit. Kalau

nanti masih punya anak saya masih mau se’i dengan

tatobi, karena itu yang buat badan lebih sehat.”

Setelah se’I

badan

terasa lebih

sehat

RP3: “Setelah se’I dengan tatobi itu rasa badan

ringan, enak. Tapi kalau sonde nanti badan dong

sakit semua. Kalau punya anak lagi masih harus se’I

dengan tatobi, yang namanya tradisi kan harus ikuti.

Beta sonde takut, su biasa dengan itu barang jadi

biasa sa (sambil tertawa).”

Sebelum

se’I dan

tatobi badan

terasa sakit

semua

RP4: “Setelah se’I badan rasa lebih enak, ringan

jadi su bisa beraktifitas. Kalau belum se’I dengan

tatobi itu badan berat sekali, kalau bangun dari

tempat tidur rasa pusing. Tapi setelah se’I tidak lagi.

Kalau melahirkan lagi masih mau se’I dengan tatobi,

karena ini tradisi, terus itu kan juga membantu untuk

proses penyembuhan jahitan, lebih cepat kering.”

Setelah se’I

dan tatobi

bisa

beraktifitas

dan jahitan

cepat kering

RP5: “Ini anak pertama saya. Rasanya ya gimana ya,

kalau tatobi itu air panas to, jadi tatobi semua badan

untuk kasi keluar darah – darah kotor dari bekas lahir,

tiap hari dua kali, pagi sama sore. Baru panggang

pakai arang to, dibawah tempat tidur dikasi arang,

pakai arang. Supaya hawa panasnya masuk ke dalam

tubuh dari bawah. Bukan saya sendiri yang panggang

Badan

terasa lebih

ringan

setelah se’I

dan tatobi

102

pakai arang, berdua sama adek mea to, kan adek mea

di gendong, jadi kena uap panas juga dari arang, pagi

dengan sore kadang sampai malam. Sebelumnya sih

gimana, biasa saja. Tapi sesusah tatobi badan

agak enakan, rasa lebih ringan. Kalau perasaan

takut untuk se’I dan tatobi sih enggak, tapi kan tatobi

pakai air panas to jadi agak sakit – sakit to, takut

badan luka, tapi tidak.”

RP6: “Tatobi itu pakai air hangat, sebelum tatobi itu

saya pu badan sakit semua, setelah tatobi abis itu

sudah, badan enak. Se’I itu untuk kasi kuat badan.

Beta su ulang – ulang se’I dengan tatobi jadi sonde

takut.”

Menguatkan

badan

RP7: “Sebelum se’I dengan tatobi itu badan rasa

sakit semua, justru setelah tatobi badan jadi lebih

enak. Rasa capek, badan sakit, semua itu langsung

hilang. Masih mau, karena ini buat badan lebih kuat

dan segar jadi kenapa sonde. Beta punya anak juga

baik – baik sa, jadi sonde ada masalah.”

Setelah

melakukan

se’i badan

jadi lebih

enak

RP8: “Badan lebih enak, pusing – pusing agak

hilang. Jadi kalau nanti melahirkan lagi saya masih

mau se’I dengan tatobi, karena kalau sonde jalan ko

kena angin sedikit su pusing – pusing na. Memang

tatobi pakai air panas, tapi karena cuaca di sini dingin

jadi enak kalau tatobi. Panggang itu juga supaya adik

jangan dingin. Kalau beta pu anak sebelumnya yang

se’I juga itu sehat – sehat semua, sonde ada yang

sakit.”

Merasakan

badan lebih

enak

setelah se’I

dan tatobi

2. Ibu-Ibu postpartum merasa berkewajiban melakukan

tradisi se’i dan tatobi

Partisipan Kategori

RP1: “Wajib, harus. Walaupun dilarang

oleh pemerintah sonde boleh panggang,

tapi harus panggang. Adat timor harus

panggang, tapi sekarang sonde kayak dulu,

sekarang panggang arang sedikit sa, sonde

baasap kayak dulu. Tatobi juga begitu,

sekarang sonde pakai air mendidih kayak dulu

Kewajiban

menjalankan tradisi

103

lagi, sekarang hanya pakai air hangat saja.”

RP2: “Ia, kita orang Timor ini harus begitu,

biar ada larangan dari puskesmas bilang

jangan se’i dan tatobi, tapi kita harus tetap

se’i dengan tatobi, kalau tidak kayak ada

yang kurang begitu. Tapi sekarang se’i hanya

pake bara api secukupnya saja, hanya untuk

kasi hangat badan saja jadi tidak baasap

kayak dulu lagi.”

Tetap menjalankan

tradisi walaupun ada

larangan pemerintah

RP3: “Kalau kita namanya orang Timor itu

harus. Su dari orang tua dulu juga begitu

jadi kita anak - anak ini ikut sa. Kadang ada

bidan dong yang tegur, ma tetap. Kita harus

se’i, karena tradisi.”

Mengikuti

kebiasaaan yang

dilakukan orang tua

dulu

RP4: “Harus se’I dengan tatobi. Karena

setelah melahirkan ada luka jadi harus se’I

biar cepat sembuh, terus tatobi biar darah

kotor keluar. Kalau sonde se’I dengan tatobi

kayak ada yang kurang, apa lagi kalau ini

tradisi su turun temurun dari keluarga

dong. Itu kan manfaatnya untuk menyegarkan

badan to, jadi kalau selesai tatobi badan jadi

segar. Sedangkan panggang itu supaya luka

cepat sembuh. Katanya sekarang pemerintah

larang, tapi ini kan adat, tidak boleh anggap

enteng.”

Tradisi turun

menurun

RP5: “Ia, kan kalau rumah sakit dan tradisi

kan beda to, karena kita kan ikut tradisi to.

Tradisi timur kan harus tatobi dengan se’I,

karena kan dari kedokteran kan hanya kasi

obat antibiotik, tapi kan tradisional, tatobi

dengan se’I kan untuk kasi keluar darah –

darah kotor to, membersihkan jadi darah kotor

keluar. Biar tidak ada penyakit di dalam.”

Mengikuti tradisi

RP6: “Wajib, itu harus. Ini tradisi dari orang

tua jadi kita harus ikuti. Biar pemerintah mau

larang kita juga tetap harus lakukan.”

Tradisi dari orang

tua

RP7: “Ia memang harus. Karena beta punya

mama, mertua, dengan beta punya saudara

perempuan lain melahirkan abis langsung

Harus melakukan

se’I dan tatobi agar

tidak sakit

104

panggang dengan tatobi, jadi beta juga

harus begitu biar nanti kedepannya jangan

sakit – sakit. Kan kalau sonde panggang luka

melahirkan lama baru sembuh to, kalau

panggang luka cepat kering. Sedangkan tatobi

itu bikin badan enak, itu juga bantu

mempercepat darah kotor keluar. Kalau darah

kotor sonde keluar semua kan nanti katong

bisa sakit. Beta harus se’I na, biar mau ada

larangan dari pemerintah ma kita orang Tmor

ini harus na, kalau sonde nanti badan dong

lemas semua.”

RP8: “Wajib, harus. Pokoknya itu turunan

orang tua jadi kita sampai anak ju begitu.

Sekarang bilang ada larangan dari pemerintah

ma saya tetap se’i. Itu tradisi na.”

Wajib melakukan

karena turunan dari

orang tua

3. Orang tua sebagai key person dalam pengambilan

keputusan.

Partisipan Kategori

RP1: “Dari dulu su adat, su tradisi turun

temurun jadi kita harus ikuti. Tidak ikuti

memang tidak ada efek khusus tapi kita rasa

kayak ada yang kurang pas begitu, jadi harus

ikuti. Orang tua yang kasi tahu untuk kita

panggang dengan tatobi.”

Orang tua yang

memberitahukan

RP2: “Seperti yang tadi saya bilang itu, ini

tradisi orang Timor jadi kita harus lakukan.

Orang tua juga dulu se’i dengan tatobi, dari

dulu memang begitu. Orang tua yang kasi

saran jadi saya ikut saja.”

Mengikuti jejak

orang tua

RP3: “Istilahnya dari dulu orang tua dong

su begitu, jadi kita ikut sa.”

Mengikuti kebiasaan

dari orang tua

RP4: “Ini sudah tradisi orang Timor jadi kita

harus ikuti. Orang tua juga kasi saran jadi

kita anak – anak ini ikuti saja. Mama mantu

juga biasa bantu tatobi.”

Mengikuti saran

orang tua

RP5: “Karena manfaatnya itu tadi. Bisa bantu

ibu melahirkan kayak kami ini biar cepat

sembuh. Apa lagi karena saran untuk tatobi

Mengikuti saran

mertua

105

dan se’I ini dari bapa mantu sama mama

mantu, jadi saya ikut saja. Enggak mungkin

keluarga dong kasitau yang tidak baik to.”

RP6: “Saran untuk se’I dengan tatobi ini

dari orang tua. Baru ini su tradisi lama jadi

ikuti saja.”

Mengikuti tradisi

lama

RP7: “Karena memang di kami punya

keluarga itu sudah biasa. Semua yang

melahirkan harus panggang jadi beta juga

harus panggang. Apa lagi beta melahirkan

pertama waktu masih tinggal dengan mertua

to , jadi mertua su siap semua, beta tinggal

lakukan sa. Tapi kalau untuk melahirkan yang

sekarang beta punya suami yang siapkan

semua, dia yang cari kayu bakar untuk

panggang, dia juga yang masak air panas

untuk tatobi beta.”

Kebiasaan dari

keluarga

RP8: “Saran dari orang tua, dari kita sendiri

juga. Kalau rasa agak pusing – pusing na

muat ambil air panas sedikit ko tatobi itu su

agak baik sedikit.”

Saran dari orang tua

dan kemauan

sendiri

106

Lampiran 2

PEDOMAN WAWANCARA TENAGA KESEHATAN

Judul Penelitian :Persepsi Ibu dan Tenaga Kesehatan Mengenai

Tradisi Se’i dan Tatobi di Daerah Binaan

Puskesmas Nulle, Kec. Amanuban Barat,

Kabupaten TTS.

Peneliti : Fajar Mey Insetyorini Neno

NIM : 462011006

1. Bolehkah ibu/bapak bercerita, seperti apa tradisi se’i dan

tatobi itu ?

2. Bolehkah ibu/bapak becerita mengenai pengalaman

ibu/bapak terkait dengan tradisi tersebut ?

3. Bisakah ibu/bapak menjelaskan mengenai strategi

pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan

dengan kepercayaan ini?

4. Bisa ibu/bapak ceritakan mengenai hambatan dan

tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan

dengan kepercayan ini?

5. Bagaimana Respon dan Tindakan ibu/bapak jika

mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?

107

PEDOMAN WAWANCARA IBU POSTPARTUM

Judul Penelitian :Persepsi Ibu dan Tenaga Kesehatan Mengenai

Tradisi Se’i dan Tatobi di Daerah Binaan

Puskesmas Nulle, Kec. Amanuban Barat,

Kabupaten TTS.

Peneliti : Fajar Mey Insetyorini Neno

NIM : 462011006

1. Coba ibu ceritakan pengalaman ibu dalam menjalankan

tradisi se’i dan tatobi.

2. Coba ibu ceritakan, mengapa ibu memutuskan untuk

melakukan tradisi se’i dan tatobi ?

3. Bagaimana kondisi kesehatan ibu setelah dilakukan tradisi

se’i dan tatobi ?

4. Bisa ibu ceritakan dukungan puskesmas dalam ibu

melakukan tradisi se’i dan tatobi ?

108

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN

Anda diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian berjudul

“Persepsi Ibu dan Tenaga Kesehatan Mengenai Tradisi Se’i dan Tatobi

di Daerah Binaan Puskesmas Nulle, Kec. Amanuban Barat, Kabupaten

TTS“ dibawah pengawasan R.L.N.K. Retno Triandhini, M.Si. dan

Treesia Sujana, S.Kep, MN. berikut ini adalah point - point penting dari

penelitian yang akan dijelaskan kepada Anda oleh peneliti. Dengan

menandatangani formulir persetujuan, Anda menjamin bahwa point -

point ini telah dijelaskan dengan baik dan memastikan Anda

memahaminya.

a. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimana persepsi ibu dan tenaga kesehatan tentang

tradisi se’i dan tatobi.

b. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data dasar

mengenai persepsi ibu dan tenaga kesehatan tentang tradisi

se’i dan tatobi.

c. Penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara mendalam

tentang persepsi ibu dan tenaga kesehatan terkait tradisi

se’i dan tatobi. Tidak menutup kemungkinan partisipan akan

merasa tidak nyaman dengan pertanyaan peneliti, oleh

karena itu peneliti hanya akan menanyakan pertanyaan

yang terkait dengan penelitian.

d. Semua rekaman dan informasi tentang Anda dan partisipasi

Anda dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan

akan digunakan semata - mata untuk tujuan penelitian ini.

e. Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sepenuhnya

sukarela dan Anda dapat menarik kembali partisipasi Anda

kapan saja untuk alasan apapun.

f. Jika anda memiliki pertanyaan mengenai studi, anda dapat

menghubungi atau mengajukan pertanyaan kapan

saja.dapat dihubungi untuk informasi lebih lanjut adalah 085

293 482 701 (Fajar Mey Insetyorini Neno).

g. Jika Anda memiliki pertanyaan tentang hak - hak Anda

sebagai responden penelitian ini, Anda dapat menghubungi

Penelitian Etika Dewan, Universitas Kristen Satya Wacana,

Salatiga, Indonesia. Telepon: 0298-423.861.

109

Saya memberikan persetujuan saya untuk kondisi di atas,

Nulle,……………..

Tanda Tangan :

_____________

Partisipan

Saya menyatakan persetujuan sebagai berikut :

a. Semua property intelektual milik peneliti

b. Tidak ada konflik kepentingan dengan lembaga - lembaga

lain yang timbul dari penelitian ini

Tanda Tangan:

Fajar Mey Insetyorini Neno

Mahasiswa PSIK FKIK UKSW

110

Lampiran 4

Tabel 3.2

Transkip Wawancara Tenaga Kesehatan

Wawancara ke : 1

Nama Subjek : Tn. E.H

Pendidikan : Ns, S.Kep

Pekerjaan : Koordinator perawat

Waktu (Tanggal, Jam) : Senin, 09 Mei 2016, Jam 08.00 Wita

Lokasi : Puskesmas Nulle

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 1 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Bolehkah bapak bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ?

RP1 Kalau pastinya saya tidak tahu ya, karena saya bukan orang sini, saya orang Bima. Tapi kalau dilihat dari pemahaman dan kejadian yang saya temui di lapangan, se’i itu seperti dipanggang, sedangkan tatobi itu di kompres air hangat. Menurut masyarakat sini itu bisa membantu mengeluarkan darah kotor pasca melahirkan. untuk se’I saya sendiri kurang setuju, karena sudah ada larangan dari pemerintah, selain itu bisa mengganggu kesehatan juga. Kalau tatobi menurut saya tidak masalah, itu kan seperti mandi, membersihkan badan dengan air hangat.

P Bolehkah bapak becerita mengenai pengalaman bapak terkait dengan tradisi tersebut ?

RP1 Kalau pengalaman saya sendiri tidak ada. Seperti yang sudah saya katakan, saya dan istri saya bukan orang sini. Tapi kalau pasien partum disini, setelah pulang dari sini mereka masih saja melakukan tradisi tersebut. Saya sudah beberapa kali melihat orang se’I juga, tapi ya hanya sekedar liat begitu, kan tetangga.

P Bisakah bapak menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?

RP1 Kalau dipuskesmas ini, biasanya kami melakukan penyuluhan kepada ibu melahirkan dan keluarga tentang se’i dan tatobi sebelum mereka pulang kerumah, sosialisasi di posyandu juga, 1 bulan 1 kali. Disini mereka ia saja, tapi setelah sampai rumah ya masih saja dilakukan.

111

P Bisa bapak ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?

RP1 Kita tidak mungkin memaksa mereka mengubah, meninggalkan tradisi dari nenek moyang mereka begitu saja. Kami sebagai nakes akan mencoba merubah cara pandang mereka mengenai kesehatan, terutama tentang tradisi ini secara perlahan. Contohnya dulu se’i menggunakan api besar, sekarang diganti menggunakan arang saja, begitu juga tatobi. Hanya menggunakan air hangat, bukan air panas.

P Bagaimana Respon dan Tindakan bapak jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?

RP1 Sebagai tenaga kesehatan saya akan menegur, karena itu memang tugas kami sebagai nakes. Tapi ya itu, kembali lagi, sebagai orang luar saya juga harus berusaha menghargai tradisi mereka. Saya tidak langsung melarang agar jangan melakukan lagi, tetapi intensitasnya dikurangi. Misalnya dulu api selalu menyala 24 jam, sekarang hanya menggunakan arang saat pagi dan malam hari saja, hanya untuk menghangatkan rungan agar tidak dingin, seperti itu. Karena tidak semua masyarakat menerima apa yang kita sarankan, ada yang menerima Karena sudah paham tujuan kita melarang itu baik, tapi ada juga yang menganggap bahwa kita tidak memahami adat istiadat mereka. Nah, kalau ketemu orang begitu itu yang susah. Untuk sekarang denda tidak diberlakukan disini, mungkin belum.

Wawancara ke : 2

Nama Subjek : Ny. V.M

Pendidikan : S.Kep

Pekerjaan : Perawat

Waktu (Tanggal, Jam) : Senin, 09 Mei 2016, Jam 08.30 Wita

Lokasi : Puskesmas Nulle

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 2 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ?

RP2 Se’i dan tatobi itu tradisi di sini, di Timor. Kalau Tanya setuju atau tidak ya sebenarnya kurang setuju, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah jadi kebiasaan turun temurun. Kalau kita ingatkan

112

juga mereka lakukan dengan sembunyi - sembunyi. Kalau untuk tatobi saja saya setuju, itu kan hanya untuk kompres ibu punya badan supaya lebih bersih dan segar, tidak berdampak ke bayi juga, tidak seperti se’i.

P Bolehkah ibu becerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?

RP2 Kalau pengalaman se’i dengan tatobi sendiri saya tidak ada, karena saya ini belum menikah jadi belum pernah se’i dengan tatobi. Tapi kalau keluarga, saudara tua dong se’I dengan tatobi juga kalau selesai melahirkan. Tapi karena sekarang sudah tahu dampak kedepannya se’i itu bagaimana dong tidak lakukan lagi.

P Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?

RP2 Kalau layanan postpartum itu yang tangani bidan dong. Tapi biasanya kami bantu kalau mau adakan sosialisasi atau penyuluhan di posyandu begitu nanti kita bagi, misalnya di posyandu ini berapa orang, disana berapa orang, begitu.

P Bisa ibu ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?

RP2 Itu tadi seperti yang saya bilang. Tradisi orang sini, jadi susah untuk kita rubah. Tidak segampang apa yang kita rencanakan. Pemerintah kasi larangan tapi tetap saja masih ada yang berani lakukan.

P Bagaimana Respon dan Tindakan ibu jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?

RP2 Saya akan ingatkan dampak dari se’i itu saja. Kalau mereka masih mau melakukan mereka harus siap dengan resiko kedepannya. Saya bilang begitu. Mereka mungkin tidak akan lihat dampak itu sekarang, tapi kedepannya itu bagaimana kan kita tidak tahu. Jadi saya ingatkan mereka untuk memikirkan resiko kedepannya seperti apa, karena itu tugas kita sebagai nakes. Kalau soal denda, itu tidak berlaku disini. Kalau ada yang melahirkan di rumah itu yang kena denda. Kita hanya menegur, tidak menarik denda apapun. Disini memang begitu.

Wawancara ke : 3

Nama Subjek : Ny. E

Pendidikan : D3 Kebidanan

Pekerjaan : Bidan Desa

Waktu (Tanggal, Jam) : Senin, 09 Mei 2016, Jam 09.00 Wita

Lokasi : Ruang Bersalin, Puskesmas Nulle

Keterangan :

S : Subjek

113

P : Peneliti

RP 3 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ?

RP3 Se’i itu taruh bara api dibawah tempat tidur ibu yang baru melahirkan, jadi seperti dipanggang. Kalau tatobi itu kompres air hangat. Itu tradisi orang Timor. Kalau untuk se’i saya kurang setuju, biar hanya pakai bara api tetap saja abu dari arang tadi bisa terbang – terbang kalau angin tiup, bisa mengganggu pernapasan bayi juga. Kalau tatobi sekarang hanya pakai air hangat jadi itu tidak masalah, yang penting tidak kena jahitan di vagina.

P Bolehkah ibu becerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?

RP3 Kalau pengalaman untuk se’I dengan tatobi sendiri tidak ada, karena saya belum menikah. Tapi kalau pengalaman dengan pasien banyak. Banyak ibu – ibu melahirkan sekarang yang masih se’i dan tatobi. Mereka se’i diam – diam, takut kalau ada bidan yang liat nanti kena tegur. Biasanya mereka diam - diam di dapur, kalau liat bidan atau kader datang atau hanya lewat saja begitu mereka pindah ke rumah besar. Tapi itu kami tahu, kami sering tegur mereka, begitu.

P Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?

RP3 Biasanya penyuluhan saat ibu mau pulang kerumah. Kita juga bagi brosur yang isinya itu bilang “kami bukan daging sehingga harus di panggang” seperti itu, kami juga biasanya mengingatkan di posyandu tentang se’i dan tatobi. Ada juga kunjungan kerumah, tapi itu kurang efisien, kurang dijalankan soalnya banyak ibu melahirkan sedangkan nakes terbatas, seperti itu.

P Bisa ibu ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?

RP3 Tradisi, itu tantangan yang berat. Karena se’i itu tradisi jadi susah diubah. Selain itu jarak rumah ibu nifas yang satu dengan yang lain jadi itu juga menjadi kendala kalau kita sebagai bidan harus turun atau berkunjung kerumah mereka satu – satu. Selan itu, hampir semua ibu postpartum disini masih memegang teguh tradisi sei dan tatobi, jadi agak susah.

P Bagaimana Respon dan Tindakan ibu jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?

RP3 Kita sebagai nakes akan menegur, mengingatkan mereka

tentang dampaknya, karena itu tugas sebagai tenaga kesehatan

disini. Tapi selalu saja, kendalanya itu karena ini tradisi, seperti

itu. Jadi kami usaha buat rubah kepercayaan itu tapi pelan –

114

pelan. Kalau soal denda tidak ada disini. Melahirkan dirumah

yang nanti kena denda.

Wawancara ke : 4

Nama Subjek : Ny. D

Pendidikan : D3 Kebidanan

Pekerjaan : Bidan Desa

Waktu (Tanggal, Jam) : Senin, 09 Mei 2016, Jam 09.30 Wita

Lokasi : Ruang Bersalin, Puskesmas Nulle

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 4 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ?

RP4 Hmm..kalau se’i itu panggang pakai bara api, sedangkan tatobi itu kompres pakai air hangat. Itu biasanya ibu lakukan di rumah bulat, atau di dapur. Tatobi saya masih mengerti, itu juga membersihkan badan to. Kalau se’I sebenarnya saya kurang setuju. Sekarang sudah ada larangan jadi kami sarankan pakai bara api saja di rumah besar. Karena kalau di rumah bulat atau dapur biasanya apinya besar, asap penuh to, jadi bisa mengganggu bayi, bisa mengganggu saluran pernapasan juga. Sebenarnya juga tidak boleh walaupun di dalam rumah besar, karena tetap saja itu ada partikel – partikel debu to, bisa terbang kalau angin tiup, tapi karena ibu – ibu masih pegang erat tradisi orang Timor jadi ya begitu. Dari pada mereka tidak ada perubahan sama sekali ya perlahan saja.

P Bolehkah ibu becerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?

RP4 Saya pernah se’I waktu melahirkan anak pertama, tapi hanya satu kali itu saja. Seterusnya tidak lagi. Kalau pengalaman dengan pasien, selama hampir 1,4 tahun ini saya jadi bidan di puskesmas ini, saya kan pindahan, saya dulu di puskesmas Nunkolo tapi pindah datang sini, saya sudah banyak melihat ibu – ibu postpartum yang masih lakukan tradisi se’i dan tatobi. Biarpun mereka se’i secara sembunyi – sembunyi tapi kami tahu. Tetapi se’i dan tatobi yang mereka lakukan sekarang tidak sama seperti yang dulu, setidaknya sei yang sekarang tanpa asap, tatobi juga bukan pakai air panas yang mendidih, hangat saja.

P Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan

115

postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?

RP4 Biasanya sosialisasi di posyandu ibu hamil dan ibu nifas. Selain itu juga kadang – kadang bagi brosur, penyuluhan waktu ibu melahirkan mau pulang kerumah. Se’i boleh saja asal hanya pakai bara api secukupnya, juga tatobi pakai air panas.

P Bisa ibu ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?

RP4 Hambatannya itu susah merubah pemikiran masyarakat di sini mengenai se’i dan tatobi, masalahnya ini menyangkut tradisi turun – temurun jadi agak repot. Apa lagi ini di kampung, tingkat pendidikan mereka juga terbatas, agak susah kasi pengertian ke mereka untuk andalkan obat dari dokter, karena dalam otak mereka itu seperti sudah ditanamkan kalau se’i dan tatobi itu kewajiban ibu melahirkan. Kalau belum lakukan itu, badan akan tetap lemas, tidak bisa segar kembali.

P Bagaimana Respon dan Tindakan ibu jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?

RP4 Jelas sebagai nakes kita tegur, kita mengingatkan. Tapi hanya

sekedar kasi ingat kembali kalau se’i itu pasti dampaknya ada,

walaupun bukan sekarang tapi kedepannya pasti ada, jadi lebih

baik se’i di kurangi atau kalau bisa tidak dilakukan lagi. Tapi kita

hanya bisa mengingatkan, tidak bisa memaksa mereka untuk

berenti begitu saja, soalnya ini bahas tentang adat – istiadat,

tidak segampang itu dirubah. Untuk se’I kita tidak tarik denda

dari masayrakat.

Wawancara ke : 5

Nama Subjek : Ny. D.L

Pendidikan : S.kep

Pekerjaan : Perawat

Waktu (Tanggal, Jam) : Rabu, 11 Mei 2016, Jam 08.00 Wita

Lokasi : Puskesmas Nulle

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 5 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Selamat pagi ibu, seperti janji kemarin sekarang saya datang untuk wawancara. Kita mulai sekarang ibu. Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ?

RP5 Selamat pagi juga, ia. Kalau dilihat dari artinya, se’i itu artinya

116

panggang, mengasapi. Nah kalau tradisi orang Timor, ibu melahirkan yang se’i itu artinya ibu dengan bayi dipanggang. Mereka duduk di atas tempat tidur baru bara api dibawahnya. Sedangkan tatobi itu kompres badan pakai air panas. Tapi sekarang se’i sudah di larang to, karena nanti asap dari api itu bisa mengganggu kesehatan ibu maupun bayi. Sedangkan tatobi itu tidak apa - apa karena itu bisa diartikan sebagai mandi, tapi bukan dengan air panas lagi seperti itu hari, sekarang hanya pakai air hangat. Saya sendiri, jelas sebagai tenaga kesehatan yang sudah tahu dampak kedepannya dari se’I ini saya tidak setuju, tapi kembali lagi seperti yang saya bilang tadi, ini tradisi. Kalau tatobi saya rasa tidak apa – apa asal tidak kena jahitan, airnya juga air hangat sa.

P Bolehkah ibu bercerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?

RP5 Kalau pengalaman, saya pernah se’i dan tatobi. Waktu melahirkan saya punya anak pertama kan masih tinggal dengan mertua, peraturan yang larang itu juga belum ada, jadi saya masih se’i dan tatobi. Tapi setelah itu tidak lagi. Kalau pengalaman dengan pasien tidak ada. Saya kan perawat, tidak turun ke desa untuk kunjungi ibu hamil atau melahirkan, saya hanya bertugas di puskesmas saja. Kalau mereka berobat ke puskesmas ya kita perwat yang layani begitu. Tapi kalau pengalaman dengan tetangga itu sering. Banyak tetangga atau saudara yang masih lakukan itu tradisi sampai sekarang. Apalagi saudara yang di kampung dong.

P Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?

RP5 Biasanya itu di adakan penyuluhan pas melahirkan. Setelah ibu melahirkan dan mau pulang, itu nanti nakes di puskesmas, khususnya bidan yang nanti beri penyuluhan mengenai se’i dan tatobi.

P Bisa ibu ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?

RP5 Ini kan tradisi to, yang namanya tradisi itu susah untuk diubah. Meskipun ada larangan dari pemerintah supaya jangan se’i dengan tatobi lagi tapi tetap, masih banyak yang lakukan dengan diam – diam. Di puskesmas kita kasi tahu mereka ia saja, tapi setelah sampai rumah mereka tetap lakukan. Biasanya sembunyi – sembunyi supaya nakes jangan tahu.

P Bagaimana Respon dan Tindakan ibu jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?

RP5 Kita sebagai nakes pasti tegur, kita kasi tahu dampak dari se’i itu apa. Tapi walaupun kita sudah tegur tetap nanti ada yang jawab ibu ini sudah kita pu tradisi jadi harus ikuti. Nah kalau mereka jawab begitu kita sebagai nakes juga bisa apa. Jadi sekarang ini kami berusaha merubah secara perlahan. Awalnya se’i di dapur kami sarankan jangan di dapur lagi, karena dapur

117

itu sempit, asap penuh, bisa mengganggu kesehatan bayi, jadi kita sarankan se’i hanya boleh pakai arang secukupnya, di rumah besar. Bukan di dapur lagi. Begitu juga dengan tatobi. Hanya pakai air hangat. Kalau untuk denda disini tidak berlaku, hanya melahirkan dirumah yang kena denda.

Wawancara ke : 6

Nama Subjek : Ny. L

Pendidikan : D3 Kebidanan

Pekerjaan : Koordinator Bidan Desa

Waktu (Tanggal, Jam) : Rabu, 11 Mei 2016, Jam 08.30 Wita

Lokasi : Ruang Bersalin, Puskesmas Nulle

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 6 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ?

RP6 Kalau kakak nona tanya saya, apa itu se’i saya punya jawaban pasti sama dengan yang lain. Itu salah satu tradisi orang Timor, dimana ibu yang baru selesai melahirkan dipanggang di atas tempat tidur dengan bara api di bawah. Kalau tatobi itu tubuh ibu yang baru selesai melahirkan dikompres menggunakan air panas. Itu tradisi dari nenek moyang turun – temurun. Kalau se’I kurang setuju, karena bisa ganggu pernapasan bayi dan ibu tapi kalau tatobi saya setuju, itu kan hanya kompres badan ibu dengan air hangat jadi tidak masalah.

P Bolehkah ibu becerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?

RP6 Saya melahirkan anak pertama dengan kedua masih sempat se’i dan tatobi. Waktu itu belum ada larangan dari pemerintah untuk tidak boleh se’i dan tatobi, tapi sekarang sudah ada to jadi sudah mulai berkurang. Masih ada, tapi sudah berkurang. Kalau mau dibilang masyarakat sudah betul – betul ikut aturan untuk berhenti se’i itu omong kosong, saya yakin masih ada sampai sekarang, tapi sudah tidak seperti dulu lagi. Apa lagi ini tradisi, susah untuk kasi hilang.

P Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?

RP6 Kami lakukan sosialisi, penyuluhan sebelum pulang kerumah, itu saja. Oh ada lagi, kunjungan kerumah ibu nifas tapi yang ini kadang tidak berjalan lancar karena jumlah ibu melahirkan

118

dengan dengan jumlah nakes terbatas. Ditambah jarak rumah yang berjauhan, kami setengah mati. Jadi kalau sempat kami biasanya berkunjung, tetapi kalau tidak kami lakukan sosialisasi di posyandu saja.

P Bisa ibu ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?

RP6 Seperti yang saya ceritakan tadi. Ini tradisi orang Timor. Selain itu kadang ada ibu melahirkan yang mati - matian harus se’i dan tatobi didapur walaupun kita sudah berusaha untuk mengingatkan begitu. Setiap orang berbeda, jadi kami berusaha semampu kami.

P Bagaimana Respon dan Tindakan ibu jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?

RP6 Ya kita menegur, mengingatkan kalau se’i jangan pakai api

yang berlebihan, dan jangan di lakukan di dapur. Kalau untuk

tatobi cukup air hangat. Kita tidak bisa langsung melarang

bahwa tidak boleh melakukan, karena itu tradisi orang timor.

Selain itu mereka biasanya melakukan secara diam – diam, jadi

susah untuk merubah itu semua. Kalau dikota mungkin sudah

tidak ada lagi, tapi ini dikampung. Tradisi masih berperan

penting. Tidak, tidak ada denda untuk se’I, kalau melahirkan

dirumah ia.

119

Lampiran 5

Tabel 3.3

Transkip wawancara Ibu Postpartum

Wawancara ke : 1

Nama Subjek : Ny. Y.N

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Petani

Waktu (Tanggal, Jam) : Kamis, 19 Mei 2016, Jam 10.00 Wita

Lokasi : Rumah Ny. Y.N

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 1 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Coba ibu ceritakan pengalaman dalam menjalankan tradisi se’i

dan tatobi ini. Ibu punya perasaan sebelum dan sesudah se’i

bagaimana?

RP1 Sebelum panggang kita rasa kayak badan kaku semua, setelah

kita panggang dengan tatobi badan su agak lega, segar dan

darah kotor yang ada di kita pu rahim keluar, karena itu nanti

bawa penyakit, bisa mempengaruhi untuk jadi tumor kalau

darah kotor masih tersisa didalam. Sonde ada rasa takut untuk

se’i, karena su biasa.

P Ibu yang melahirkan memang harus atau wajib untuk se’i dan

tatobi begitu ko ibu?

RP1 Wajib, harus. Walaupun dilarang oleh pemerintah sonde boleh

panggang, tapi harus panggang. Adat timor harus panggang,

tapi sekarang sonde kayak dulu, sekarang panggang arang

sedikit sa, sonde baasap kayak dulu. Tatobi juga begitu,

sekarang sonde pakai air mendidih kayak dulu lagi, sekarang

hanya pakai air hangat saja.

P Ibu bisa cerita kenapa ibu mau melakukan se’i dan tatobi?

RP1 Dari dulu su adat, su tradisi turun temurun jadi kita harus ikuti.

Tidak ikuti memang tidak ada efek khusus tapi kita rasa kayak

ada yang kurang pas begitu, jadi harus ikuti. Orang tua yang

kasi tahu untuk kita panggang dengan tatobi.

P Bagaimana ibu punya kondisi kesehatan setelah se’i dan tatobi?

120

nanti kedepannya ibu masih mau lakukan tradisi ini atau sonde?

RP1 Beta rasa badan segar dengan kuat, lebih semangat setelah

beta tatobi dengan panggang. Kalau sakit – sakit sonde, dari

melahirkan anak pertama sampai ini beta melahirkan anak

kedua beta sehat – sehat sa. Itu karena beta se’i. Beta masih

mau tatobi karena ini adat, baru sekarang kan sonde kayak

dulu, sekarang panggang arang sedikit saja, pakai kayu

kusambi juga jadi sonde baasap kayak dulu.

P Dukungan puskesmas untuk tradisi ini bagaimana ibu?

RP1 Kalau orang puskesmas tahu nanti dong tegur. Boleh panggang

tapi arang jangan talalu banyak ko baasap, tatobi juga air

jangan talalu panas atau mendidih, harus hangat sa. Kalau

aturan pemerintah yang larang se’i dengan tatobi sonde ada,

hanya pas melahirkan itu ada kayak sosialisasi, tenaga

kesehatan dong kasi tahu boleh panggang tapi arang jangan

banyak - banyak, tatobi juga jangan panas - panas. Kalau

denda sonde ada.

Wawancara ke : 2

Nama Subjek : Ny. D.L

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Waktu (Tanggal, Jam) : Kamis, 19 Mei 2016, Jam 10.30 Wita

Lokasi : Rumah Ny. D.L

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 2 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Coba ibu ceritakan pengalaman dalam menjalankan tradisi se’i

dan tatobi ini. Ibu punya perasaan sebelum dan sesudah se’i

bagaimana ?

RP2 Kita se’i dengan tatobi supaya darah kotor keluar, terus luka

cepat kering. Ini juga tradisi orang Timor, kita abis melahirkan

harus tatobi dengan se’i jadi kita harus ikuti begitu. Baru kalau

selesai tatobi dengan se’i badan rasa lebih enak. Kalau soal

takut saya sonde takut, karena itu su biasa. Orang tua dulu juga

begitu, jadi su biasa.

121

P Ibu yang melahirkan memang harus atau wajib untuk se’i dan

tatobi begitu ko ibu ?

RP2 Ia, kita orang Timor ini harus begitu, biar ada larangan dari

puskesmas bilang jangan se’i dan tatobi, tapi kita harus tetap

se’i dengan tatobi, kalau tidak kayak ada yang kurang begitu.

Tapi sekarang se’i hanya pake bara api secukupnya saja, hanya

untuk kasi hangat badan saja jadi tidak baasap kayak dulu lagi.

P Ibu bisa cerita kenapa ibu mau melakukan se’i dan tatobi ?

RP2 Seperti yang tadi saya bilang itu, ini tradisi orang Timor jadi kita

harus lakukan. Orang tua juga dulu se’i dengan tatobi, dari dulu

memang begitu. Orang tua yang kasi saran jadi saya ikut saja.

P Bagaimana ibu punya kondisi kesehatan setelah se’i dan tatobi

? nanti kedepannya ibu masih mau lakukan tradisi ini atau

sonde ?

RP2 Abis se’i dengan tatobi saya rasa badan jadi lebih kuat. Kayak

tambah sehat begitu, sonde sakit – sakit. Dari dulu sampai

sekarang sonde sakit. Kalau nanti masih punya anak saya

masih mau se’i dengan tatobi, karena itu yang buat badan lebih

sehat.

P Dukungan puskesmas untuk tradisi ini bagaimana ibu ?

RP2 Puskesmas juga dukung. Sonde ada peraturan pemerintah

yang larang tentang se’i dengan tatobi, denda juga sonde ada.

Dari puskesmas dong hanya kasi tahu kalau se’i jangan pakai

arang talalu banyak, baru sonde boleh se’i di dapur, harus

dirumah besar supaya jangan baasap. Begitu ju dengan tatobi,

sonde pakai air mendidih lagi kayak dulu, hanya pakai air

hangat sa. Terus tatobi itu jangan sampai kena luka jahitan abis

melahirkan, bidan dong bilang itu nanti bisa busuk, tatobi di

badan sa.

122

Wawancara ke : 3

Nama Subjek : Ny. H.S

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Petani

Waktu (Tanggal, Jam) : Kamis, 19 Mei 2016, Jam 11.00 Wita

Lokasi : Rumah Ny. H.S

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 3 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Coba ibu ceritakan pengalaman dalam menjalankan tradisi se’i

dan tatobi ini. Ibu punya perasaan sebelum dan sesudah se’i

bagaimana?

RP3 Tatobi itu, menurut kami orang Timor kalau abis melahirkan itu

kan ada bekas luka, kalau nd kasi bersih kan bisa infeksi, nah

kalau tatobi itu nanti kita rasa lebih bersih, nd akan infeksi

begitu. Kalau untuk se’I itu kami dalam arti biar rasa panas, biar

jangan dingin. Baru luka cepat kering. Untuk se’i beta sonde

takut, su ulang – ulang liat begitu dong, baru beta ju su pernah

se’i dulu, jadi sonde takut lagi.

P Ibu yang melahirkan memang harus atau wajib untuk se’i dan

tatobi begitu ko ibu?

RP3 Kalau kita namanya orang Timor itu harus. Su dari orang tua

dulu juga begitu jadi kita anak - anak ini ikut sa. Kadang ada

bidan dong yang tegur, ma tetap. Kita harus se’i, karena tradisi.

P Ibu bisa cerita kenapa ibu mau melakukan se’i dan tatobi?

RP3 Istilahnya dari dulu orang tua dong su begitu, jadi kita ikut sa.

P Bagaimana ibu punya kondisi kesehatan setelah se’i dan tatobi?

nanti kedepannya ibu masih mau lakukan tradisi ini atau sonde?

RP3 Setelah se’I dengan tatobi itu rasa badan ringan, enak. Tapi

kalau sonde nanti badan dong sakit semua. Kalau punya anak

lagi masih harus se’I dengan tatobi, yang namanya tradisi kan

harus ikuti. Beta sonde takut, su biasa dengan itu barang jadi

biasa sa (sambil tertawa).

P Dukungan puskesmas untuk tradisi ini bagaimana ibu?

RP3 Se’I itu kan tradisi to, tapi kalau menurut peraturan sekarang

jangan pakai api, hanya arang sa yang boleh pakai. Itu

peraturan dari puskesmas, dong kasi tahu pas melahirkan di

123

puskesmas. Kalau dong tahu kita ada se’I nanti dong kasi tahu

untuk kasi kurang itu api, hanya pakai arang cukup sa. Tapi

kalau peraturan untuk larang sonde boleh itu sonde ada. Hanya

suruh kasi kurang sa. Denda ju sonde ada.

Wawancara ke : 4

Nama Subjek : Ny. J.S

Pendidikan : D2 Perpustakaan

Pekerjaan : Guru

Waktu (Tanggal, Jam) : Kamis, 19 Mei 2016, Jam 11.30 Wita

Lokasi : Rumah Ny. J.S

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 4 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Coba ibu ceritakan pengalaman dalam menjalankan tradisi se’i

dan tatobi ini. Ibu punya perasaan sebelum dan sesudah se’i

bagaimana ?

RP4 Ini beta melahirkan anak pertama, tentang se’I dengan tatobi

baru beberapa hari saja tapi ya cukup membantu. badan lebih

enak, segar. se’I tidak terlalu baasap soalnya sekarang se’I

hanya butuh arang yang cukup dan air hangat untuk di badan,

tidak boleh kena jahitan. Setelah se’I dengan tatobi badan rasa

enak. Biar ini pengalaman pertama tapi beta sonde takut, su

biasa liat sodara dong na.

P Ibu yang melahirkan memang harus atau wajib untuk se’i dan

tatobi begitu ko ibu ?

RP4 Harus se’I dengan tatobi. Karena setelah melahirkan ada luka

jadi harus se’I biar cepat sembuh, terus tatobi biar darah kotor

keluar. Kalau sonde se’I dengan tatobi kayak ada yang kurang,

apa lagi kalau ini tradisi su turun temurun dari keluarga dong. Itu

kan manfaatnya untuk menyegarkan badan to, jadi kalau selesai

tatobi badan jadi segar. Sedangkan panggang itu supaya luka

cepat sembuh. Katanya sekarang pemerinth larang, tapi ini kan

adat, tidak boleh anggap enteng.

P Ibu bisa cerita kenapa ibu mau melakukan se’i dan tatobi ?

RP4 Ini sudah tradisi orang Timor jadi kita harus ikuti. Orang tua juga

124

kasi saran jadi kita anak – anak ini ikuti saja. Mama mantu juga

biasa bantu tatobi.

P Bagaimana ibu punya kondisi kesehatan setelah se’i dan tatobi

? nanti kedepannya ibu masih mau lakukan tradisi ini atau

sonde ?

RP4 Setelah se’I badan rasa lebih enak, ringan jadi su bisa

beraktifitas. Kalau belum se’I dengan tatobi itu badan berat

sekali, kalau bangun dari tempat tidur rasa pusing. Tapi setelah

se’I tidak lagi. Kalau melahirkan lagi masih mau se’I dengan

tatobi, karena ini tradisi, terus itu kan juga membantu untuk

proses penyembuhan jahitan, lebih cepat kering.

P Dukungan puskesmas untuk tradisi ini bagaimana ibu ?

RP4 Kalau dari puskesmas bilang boleh se’I dengan tatobi asal

jangan se’I di dapur, harus di dapur. Ada sosialisasi waktu

melahirkan bilang sebenarnya se’I dengan tatobi itu tidak boleh,

tapi kalau ada bidan dari puskesmas yang liat nanti dong hanya

tegur bilang sonde boleh berlebihan itu api, pakai arang saja

secukupnya. Denda tidak ada, hanya kasi ingat sa itu.

Wawancara ke : 5

Nama Subjek : Ny. D.S

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Waktu (Tanggal, Jam) : Sabtu, 21 Mei 2016, Jam 09.00 Wita

Lokasi : Rumah Ny. D.S

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 5 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Selamat pagi ibu. Seperti janji kemarin, sekarang beta datang

untuk wawancarai ibu, katong langsung mulai sa e ibu. Coba ibu

ceritakan pengalaman dalam menjalankan tradisi se’i dan tatobi

ini. Ibu punya perasaan sebelum dan sesudah se’i bagaimana ?

RP5 Ini anak pertama saya. Rasanya ya gimana ya, kalau tatobi itu

air panas to, jadi tatobi semua badan untuk kasi keluar darah –

darah kotor dari bekas lahir, tiap hari dua kali, pagi sama sore.

Baru panggang pakai arang to, dibawah tempat tidur dikasi

125

arang, pakai arang. Supaya hawa panasnya masuk ke dalam

tubuh dari bawah. Bukan saya sendiri yang panggang pakai

arang, berdua sama adek mea to, kan adek mea di gendong,

jadi kena uap panas juga dari arang, pagi dengan sore kadang

sampai malam. Sebelumnya sih gimana, biasa saja. Tapi

sesusah tatobi badan agak enakan, rasa lebih ringan. Kalau

perasaan takut untuk se’I dan tatobi sih enggak, tapi kan tatobi

pakai air panas to jadi agak sakit – sakit to, takut badan luka,

tapi tidak.

P Ibu yang melahirkan memang harus atau wajib untuk se’i dan

tatobi begitu ko ibu ?

RP5 Ia, kan kalau rumah sakit dan tradisi kan beda to, karena kita

kan ikut tradisi to. Tradisi timur kan harus tatobi dengan se’I,

karena kan dari kedokteran kan hanya kasi obat antibiotik, tapi

kan tradisional, tatobi dengan se’I kan untuk kasi keluar darah –

darah kotor to, membersihkan jadi darah kotor keluar. Biar tidak

ada penyakit di dalam.

P Ibu bisa cerita kenapa ibu mau melakukan se’i dan tatobi ?

RP5 Karena manfaatnya itu tadi. Bisa bantu ibu melahirkan kayak

kami ini biar cepat sembuh. Apa lagi karena saran untuk tatobi

dan se’I ini dari bapa mantu sama mama mantu, jadi saya ikut

saja. Enggak mungkin keluarga dong kasitau yang tidak baik to.

P Bagaimana ibu punya kondisi kesehatan setelah se’i dan tatobi

? nanti kedepannya ibu masih mau lakukan tradisi ini atau

sonde ?

RP5 Setelah se’I dengan tatobi badan terasa lebih enakan, ringan

jadi sudah bisa jalan – jalan. Kalau nanti saya melahirkan lagi

saya tetap mau tatobi, karena ini sudah tradisi jadi harus di ikuti.

Apalagi ada manfaatnya.

P Dukungan puskesmas untuk tradisi ini bagaimana ibu ?

RP5 Kalau bidan lihat mungkin agak marah, ditegur. Tapi namanya

tradisi ya kita harus ikuti. Tapi kan dari dokter kita ikut, jalani.

Tradisi juga kita ikuti jalani, jadi seimbang. Selama saya se’I dan

tatobi tidak ada tenaga kesehatan yang datang melihat. Waktu

di rumah sakit pas melahirkan dikasi tahu kalau tatobi tidak

boleh kena jahitan. Karena jahitan itu kan pakai benang daging,

1 minggu saja sudah bisa kering jadi tidak boleh kena air

hangat. Untuk peraturan yang melarang se’I dengan tatobi

sendiri saya kurang tahu.

126

Wawancara ke : 6

Nama Subjek : Ny. D

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Petani

Waktu (Tanggal, Jam) : Sabtu, 21 Mei 2016, Jam 09.30 Wita

Lokasi : Rumah Ny. D

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 6 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Coba ibu ceritakan pengalaman dalam menjalankan tradisi se’i

dan tatobi ini. Ibu punya perasaan sebelum dan sesudah se’i

bagaimana ?

RP6 Tatobi itu pakai air hangat, sebelum tatobi itu saya pu badan

sakit semua, setelah tatobi abis itu sudah, badan enak. Se’I itu

untuk kasi kuat badan. Beta su ulang – ulang se’I dengan tatobi

jadi sonde takut.

P Ibu yang melahirkan memang harus atau wajib untuk se’i dan

tatobi begitu ko ibu ?

RP6 Wajib, itu harus. Ini tradisi dari orang tua jadi kita harus ikuti.

Biar pemerintah mau larang kita juga tetap harus lakukan.

P Ibu bisa cerita kenapa ibu mau melakukan se’i dan tatobi ?

RP6 Saran untuk se’I dengan tatobi ini dari orang tua. Baru ini su

tradisi lama jadi ikuti saja.

P Bagaimana ibu punya kondisi kesehatan setelah se’i dan tatobi

? nanti kedepannya ibu masih mau lakukan tradisi ini atau

sonde ?

RP6 Seperti yang tadi saya su bilang itu, ini tradisi jadi harus ikuti.

Kalau ada anak lagi jelas masih se’I dengan tatobi. Karena takut

kalau tidak se’I begitu takut nanti timbul penyakit apa – apa

begitu, karena darah kotor tidak keluar semua begitu, jadi harus

se’I dengan tatobi. Sistem orang timor itu harus air panas

dengan arang begitu.

P Dukungan puskesmas untuk tradisi ini bagaimana ibu ?

RP6 Ibu bidan dong bilang se’I hanya pakai arang saja, supaya dia

pu asap jangan kena bayi begitu. Jadi hanya untuk kasi hangat

saja. Kalau peraturan itu tidak ada untuk mau se’I atau tatobi, itu

tergantung dari kita saja. Dari puskesmas untuk sosialisasi tidak

127

ada, hanya kayak pengumuman begitu, panggang jangan pakai

api, hanya arang saja, supaya asap jangan banyak. Baru jaga

supaya asap jangan kena kita pu bayi. Disini sonde ada denda

untuk se’i.

Wawancara ke : 7

Nama Subjek : Ny. A. T

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Waktu (Tanggal, Jam) : Sabtu, 21 Mei 2016, Jam 10.00 Wita

Lokasi : Rumah Ny. A.T

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 7 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Coba ibu ceritakan pengalaman dalam menjalankan tradisi se’i dan tatobi

ini. Ibu punya perasaan sebelum dan sesudah se’i bagaimana ?

RP7 Ia baik. Beta su dua kali melahirkan dan semua dipanggang. Melahirkan

pertama beta dengan suami masih tinggal dengan mertua, anak kedua Ini

juga beta harus panggang sampe nanti adek 40 hari, begit. Kalau soal

tatobi itu kan kayak katong mandi to, orang biasa mandi air dingin sonde

apa – apa, tapi kalau ibu melahirkan harus mandi air panas, biar darah

kotor cepat keluar, terus badan jadi ringan sonde berat. Kalau beta punya

perasaan biasa saja, karena beta su biasa liat beta punya mama denngan

saudara perempuan dong se’i jadi itu sudah biasa. Kalau kita orang timor

itu se’I dengan tatobi itu biar badan kuat.

P Ibu yang melahirkan memang harus atau wajib untuk se’i dan tatobi

begitu ko ibu ?

RP7 Ia memang harus. Karena beta punya mama, mertua, dengan beta punya

saudara perempuan lain melahirkan abis langsung panggang dengan

tatobi, jadi beta juga harus begitu biar nanti kedepannya jangan sakit –

sakit. Kan kalau sonde panggang luka melahirkan lama baru sembuh to,

kalau panggang luka cepat kering. Sedangkan tatobi itu bikin badan enak,

itu juga bantu mempercepat darah kotor keluar. Kalau darah kotor sonde

keluar semua kan nanti katong bisa sakit. Beta harus se’I na, biar mau

ada larangan dari pemerintah ma kita orang Tmor ini harus na, kalau

sonde nanti badan dong lemas semua.

128

P Ibu bisa cerita kenapa ibu mau melakukan se’i dan tatobi ?

RP7 Karena memang di kami punya keluarga itu sudah biasa. Semua yang

melahirkan harus panggang jadi beta juga harus panggang. Apa lagi beta

melahirkan pertama waktu masih tinggal dengan mertua to , jadi mertua

su siap semua, beta tinggal lakukan sa. Tapi kalau untuk melahirkan yang

sekarang beta punya suami yang siapkan semua, dia yang cari kayu

bakar untuk panggang, dia juga yang masak air panas untuk tatobi beta.

P Bagaimana ibu punya kondisi kesehatan setelah se’i dan tatobi ? nanti

kedepannya ibu masih mau lakukan tradisi ini atau sonde ?

RP7 Sebelum se’I dengan tatobi itu badan rasa sakit semua, justru setelah

tatobi badan jadi lebih enak. Rasa capek, badan sakit, semua itu

langsung hilang . Masih mau, karena ini buat badan lebih kuat dan segar

jadi kenapa sonde. Beta punya anak juga baik – baik sa, jadi sonde ada

masalah .

P Dukungan puskesmas untuk tradisi ini bagaimana ibu ?

RP7 Kalau omong puskesmas su beda to , karena katong di sana berobat

modern. Sedangkan se’i ini kan tadisi. Memang beta melahirkan di

puskemas, ibu bidan dong yang tolong, pas pulang rumah baru beta

panggang. Kan beta panggang tapi buka jendela to , jadi asap dong bisa

keluar. Kalau buat dukung, puskesmas dong sonde mendukung, tapi

dong sonde larang ju. Seandainya ada bidan yang lihat pasti nanti dong

tegur, sonde boleh pakai api, hanya arang secukupnya sa. Tapi beta

rasakan manfaat dari ini tradisi jadi beta masih lakukan sampai sekarang.

Kalau denda sonde.

Wawancara ke : 8

Nama Subjek : Ny. P.B

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Waktu (Tanggal, Jam) : Sabtu, 21 Mei 2016, Jam 10.30 Wita

Lokasi : Rumah Ny. P.B

Keterangan :

S : Subjek

P : Peneliti

RP 8 : Riset Partisipan

S Isi Wawancara

P Ibu, saya mulai wawancara e. Coba ibu ceritakan pengalaman dalam

129

menjalankan tradisi se’i dan tatobi ini. Ibu punya perasaan sebelum dan

sesudah se’i bagaimana ?

RP8 Kalau melahirkan kita rasa kedinginan dengan pusing – pusing jadi musti

se’I dengan tatobi biar agak hilang. Itu juga biar darah kotor cepat keluar.

P Ibu yang melahirkan memang harus atau wajib untuk se’i dan tatobi

begitu ko ibu ?

RP8 Wajib, harus. Pokoknya itu turunan orang tua jadi kita sampai anak ju

begitu. Sekarang bilang ada larangan dari pemerintah ma saya tetap se’i.

Itu tradisi na.

P Ibu bisa cerita kenapa ibu mau melakukan se’i dan tatobi ?

RP8 Saran dari orang tua, dari kita sendiri juga. Kalau rasa agak pusing –

pusing na muat ambil air panas sedikit ko tatobi itu su agak baik sedikit.

P Bagaimana ibu punya kondisi kesehatan setelah se’i dan tatobi ? nanti

kedepannya ibu masih mau lakukan tradisi ini atau sonde ?

RP8 Badan lebih enak, pusing – pusing agak hilang. Jadi kalau nanti

melahirkan lagi saya masih mau se’I dengan tatobi, karena kalau sonde

jalan ko kena angin sedikit su pusing – pusing na. Memang tatobi pakai

air panas, tapi karena cuaca di sini dingin jadi enak kalau tatobi.

Panggang itu juga supaya adik jangan dingin. Kalau beta pu anak

sebelumnya yang se’I juga itu sehat – sehat semua, sonde ada yang

sakit.

P Dukungan puskesmas untuk tradisi ini bagaimana ibu ?

RP8 Kalau tatobi sonde apa – apa, tapi kalau se’I kadang ibu bidan dong

omong, bilang kalau masuk dapur itu baasap ko apa. Tapi saya bilang

kita orang timor ini musti se’I dengan tatobi. Kalau sonde se’I dengan

tatobi dingin kena sedikit mulai pusing – pusing. Jadi kebanyakan saya di

dapur, panggang dengan adik kecil. Dari puksemas dong sonde larang

hanya kasi ingat sa kalau panggang di dapur itu baasap, nanti kena adik.

Tapi ini dari orang tua, dari dulu musti panggang se’I jadi, begitu sudah.

Kalau untuk denda di sini sonde ada, itu hanya untuk yang melahirkan

dirumah sa.