t1_292288_ii

21
4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing Kisworo (2008) mengemukakan bahwa model pembelajaran Snowball throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh. Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bartanya, atau berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas. Model pembelajaran snowball throwing ini guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah baik sosial, mau pun dalam lingkungan pergaulan. Kesimpulan: Model pembelajaran snowball throwing adalah melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.

Upload: abi-bie

Post on 08-Nov-2015

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 4

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing

    Kisworo (2008) mengemukakan bahwa model pembelajaran Snowball throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.

    Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bartanya, atau berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.

    Model pembelajaran snowball throwing ini guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah baik sosial, mau pun dalam lingkungan pergaulan.

    Kesimpulan: Model pembelajaran snowball throwing adalah melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.

  • 5

    2.1.2 . Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing Langkah-langkah model pembelajaran snowball throwing dalam Agus

    Suprijono (2009:128) adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan 2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua

    kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,

    kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja kerja untuk

    menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok

    5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama 15 menit

    6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian

    7. Evaluasi

    8. Penutup.

    2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran snowball throwing dalam

    Diyan Tunggal Safitri, 2011 sebagai berikut:

    2.1.3.1 Kelebihan Model Pembelajaran Snowball Throwing a. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada

    materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan. b. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran

    yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam kelompok.

  • 6

    c. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru.

    d. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik. e. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang

    dibicarakan dalam pelajaran tersebut. f. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru. g. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan

    suatu masalah.

    h. Siswa akan memahami makna tanggung jawab. i. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial,

    budaya, bakat dan intelegensia. j. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya. 2.1.3.2 Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing a. Terciptanya suasana kelas yang kurang kondusif. b. Adanya siswa yang bergantung pada siswa lain.

    2.1.4 Pentingnya Pembelajaran Snowball Throwing Melalui penggunaan model pembelajaran snowball throwing pada pembelajaran

    IPS dalam meningkatkan hasil belajar siswa mampu menumbuh kembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial lebih matang, arif, dan dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan hari-hari yang tidak kalah penting, siswa juga akan mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik dengan lisan maupun tulisan, dan mampu menghargai pendapat orang lain. Oleh karena itu model pembelajaran snowball throwing ini penting bagi siswa usia dini.

  • 7

    2.2 Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk didalamnya

    belajar bagaimana seharusnya belajar, selain itu belajar dapat diartikan interaksi individu dengan lingkungannya. (Aunurrahman, 2010:33-36).

    Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. (Purwanto, 2009:38). Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar (Slameto, 2011: 54-72) A. Faktor Internal

    Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. 1. Faktor jasmaniah a. Faktor kesehatan

    Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/ bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. b. Cacat tubuh

    Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal itu terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.

    2. Faktor psikologis

    a. Inteligensi

    Menurut J.P. Chaplin inteligensi adalah 1. The ability to meet and adapt to novel situations quickly and effectively. 2. The ability to utilize abstract concepts effectively. 3. The ability to grasp relationships and to learn quickly

    Jadi inteligensi itu adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan

  • 8

    efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

    Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah. b. Perhatian

    Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu obyek atau sekumpulan obyek. c. Minat

    Hilgard merumuskan tentang minat adalah sebagai berikut: interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activity or content. Minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan memegang beberapa kegiatan. d. Bakat

    Bakat atau aptitude menurut Hilgard adalah the capacity to learn. Dengan perkatan lain bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat di bidang itu. Berdasarkan uraian tersebut bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa belajar di sekolah yang sesuai dengan bakatnya. e. Motif

    Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/menunjang belajar. Motif-motif di atas dapat ditanamkan kepada diri

  • 9

    siswa dengan cara memberikan latihan-latihan/kebiasaan-kebiasaan yang kadang-kadang juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. f. Kematangan

    Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap untuk menulis, otaknya sudah siap untuk berpikir abstrak. g. Kesiapan

    Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah: preparedness to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respons atau beraksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. 3. Faktor kelelahan Kelelahan dibedakan menjadi dua yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah gemulainya tubuh dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Kelemahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelelahan itu mempengaruhi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan.

  • 10

    B. Faktor-faktor Ekstern Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi

    tiga faktor yaitu;

    1. Faktor Keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang

    tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarag.

    a. Cara orang tua mendidik Cara orang tua mendidik anaknya besar pengarunya terhadap belajar anaknya.

    Hal ini jelas dan dipertegas oleh Sutjipti Wirowidjojo dengan pertanyaannya yang menyatakan bahwa: keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, Negara, dan dunia.

    b. Relasi antar anggota keluarga Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan

    anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain pun turut mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi itu misalnya: apakah hubungan itu penuh dengan kasih sayang dan pengertian, ataukah diliputi oleh kebencian, sikap yang terlalu keras, ataukah sikap yang acuh tak acuh.

    c. Suasana rumah

    Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja. Suasana rumah yang gaduh atau ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Suasana tersebut dapat terjadi pada keluarga yang besar yang terlalu banyak penghuninya.

    d. Keadaan ekonomi keluarga

  • 11

    Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya. Misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan, juga membutuhkan fasilitas belajar sepetri ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan buku-buku.

    e. Pengertian orang tua

    Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya, untuk mengetahui perkembangannya.

    f. Latar belakang kebudayaan Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak

    dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.

    2. Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar,

    kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pembelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

    a. Metode mengajar Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam

    mengajar. Mengajar itu sendiri menurut Ing. S. Ulih Bukit Karo adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang lain kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan mengembangkannya. Di dalam pendidikan, orang lain yang disebut di atas disebut sebagai murid atau siswa dan mahasiswa, yang dalam proses belajar agar dapat menerima, menguasai dan lebih-lebih mengembangkan bahan pelajaran itu, maka cara-cara mengajar haruslah setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif mungkin. Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa metode mengajar itu menpengaruhi belajar. Metode

  • 12

    mengajar guru yang kurang baik akan menpengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kekurangan menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar.

    b. Kurikulum Kurikulum diartikan sebagai senjumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa.

    Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Kurikulum yang tidak baik itu misalnya kurikulum yang terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa. Perlu diingat bahwa sistem instruksional sekarang menghendaki proses belajar-mengajar yang mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani siswa belajar secara individual. Kurikulum sekarang belum dapat memberikan pedoman perencanaan yang demikian.

    c. Relasi Guru dengan Siswa Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut juga

    dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasinya dengan guru. Di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai mata pelajaran yang diberikan sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya.

    d. Relasi Siswa dengan Guru Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, tidak akan melihat

    bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan

  • 13

    teman lain, mempunyi rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok. Akibatnya makin parah masalahnya dan akan menggangu belajarnya.

    e. Disiplin Sekolah

    Kedisiplin sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan atau keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman dan lain-lain, kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya, dan kedisiplinan tim BP dalam pelayanannya kepada siswa. Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itu juga memberi pengaruh yang positif terhadap belajarnya.

    f. Alat Pelajaran Alat pelajaran erat berhubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat

    pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu, alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju.

    g. Waktu Sekolah Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah,

    waktu itu dapat pagi hari, siang, sore atau malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Jika terjadi siswa terpaksa masuk sekolah di sore hari, sebenarnya kurang dapat dipertangungjawabkan. Di mana siswa beristrirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah, sehingga mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya.

  • 14

    h. Standar Pelajaran di Atas Ukuran Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran

    di atas ukuran standar. Akibatnya siswa merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata pelajarannya, guru semacam itu merasa senang. Tapi berdasarkan teori belajar, yang meningkat perkembangan psikis dan kepribadian siswa yang berbeda-beda, hal tersebut tidak booleh terjadi.

    i. Keadaan Gedung Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-

    masing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas. Bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan enak, kalau kelas itu tidak memadai bagi setiap siswa.

    j. Metode belajar Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu

    pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa. Juga dalam pembagian waktu untuk belajar. Kadang-kadang siswa belajar tidak teratur, atau terus menerus, karena besok akan tes. Dengan belajar demikian siswa akan kurang beristirahat, bahkan dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar secara teratur setiap hari dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.

    k. Tugas rumah

    Waktu belajar terutama adalah di sekolah, disamping untuk belajar waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain.

  • 15

    3. Faktor Masyarakat a. Kegiatan siswa dalam masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap

    perkembanagan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, misalnya: berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan maka belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.

    b. Mass media Yang termasuk dalam mass media adalah bioskop, radio, TV, surat kabar,

    majalah, buku-buku, komik. Semuanya itu ada dan beredar dalam masyarakat. Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa. Maka perlulah kiranya siswa mendapatkan bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

    c. Teman bergaul Pengaruh-pengaruh dari teman bargaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya

    daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang buruk pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga.

    d. Bentuk kehidupan masyarakat Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar

    siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan berpengaruh jelek kepada anak (siswa) yang berada disitu. Anak/siswa tertarik untuk ikut berbuat seperti yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya jika lingkungan anak adalah orang-orang yang terpelajar, yang baik-baik maka anak akan berbuat baik seperti orang-orang yang ada di lingkungannya.

  • 16

    Berdasarkan beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan belajar merupakan suatu proses untuk merubah tingkah laku sehingga diperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. 2.2.1 Pengertian Hasil Belajar

    Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut pemikiran Gagne, hasil belajar berupa: 1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

    bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

    2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan. Keterampilan

    intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analistis-sintesis faktor konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif

    bersifat khas. 3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

    kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

    4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

    5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2009 : 22) adalah kemampuan-

    kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dan Ward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yakni: keterampilan, kebiasaan, pengetahuan dan mengertian serta sikap dan cita-cita.

  • 17

    Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh seseorang berkat adanya usaha atau fikiran setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 2.3 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

    Nama Ilmu Pengetahuan Sosial dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di Negara kita muncul bersama dengan diberlakukannya kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun 1975. Dilihat dari sisi ini maka bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial masih baru. Kita sebut baru karena bahan yang dikaji sebetulnya bukanlah baru. Namun cara pandang yang dianutnya memang dapat dianggap baru. Ada beberapa pendapat tentang pengertian IPS 1. Jean Jarolimek (1967): IPS adalah mengkaji manusia dalam hubungannya

    dengan lingkungan social dan fisiknya. 2. Wesley: IPS sebagai bagian dari nilai-nilai social yang dipilih untuk tujuan

    pendidikan. 3. Binning: IPS suatu pelajaran yang hubungan langsung dengan perkembangan

    dan organisasi masyarakat manusia dan manusia sebagai anggota dari kelompok social (1952).

    4. Michaelis (1957): IPS dihubungkan dengan manusia dan interaksinya dengan lingkungan fisik dan sosialnya yang menyangkut hubungan kemanusiaan.

    5. Depdikbud RI. Dalam kurikulum 1975: IPS adalah bidang studi yang merupakan panduan dari sejumlah mata pelajaran social.

    6. Prof, Dr. D. Nasution, MA. (1975): IPS adalah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang ada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya, dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu ilmu sosial, geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik dan psikologi sosial. berdasarkan berbagai pendapat para ahli dapat disimpulkan pengertian IPS

    adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisa gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjua dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu.

  • 18

    2.3.1 Hakikat dan Tujuan IPS 2.3.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

    Banyak ahli ilmu sosial berpendapat bahwa sifat-sifat kemanusiaan itu dipelajari (Perry dan Saidler, 1973). Proses belajar terhadap sifat-sifat tersebut berlangsung sejak manusia sangat muda, saat kanak-kanak. Proses tersebut berlangsung dalam interaksi akrab antara anak dengan orang dewasa sekelilingnya. Hubungan interaksi yang akrab ini dapat berlanggsung berkat adanya bahasa. Dengan berpusat pada pembahasan tentang manusia IPS memperkenalkan kepada peserta didik bahwa manusia dalam hidup bersama dituntut rasa tanggung jawab sosial. Mereka akan menyadari bahwa dalam hidup bersama ini adakalanya mereka menghadapi berbagai masalah, diantaranya ialah masalah sosial. Dalam konteks ini diantaranya menyangkut tentang orang-orang yang bernasib kurang menguntungkan; karena cacat, karena tidak mempunyai orang tua, karena terpisah dengan keluarga, bahkan dalam skala besar karena perang atau bencana alam. Hal-hal itu akan membawa dorongan kepada peserta didik terhadap kepekaan sosial.

    Pada hakekatnya IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dalam hidup itu mereka harus mampu mengatasi rintangan yang mungkin timbul dari sekelilingnya maupun dari akibat hidup bersama. IPS melihat bagaimana manusia hidup bersama sesamanya di lingkungan sendiri, dengan tetangganya, yang dekat sampai jauh. Singkatnya yang menjadi bahan kajian atau bahan belajar IPS adalah keseluruhan tentang manusia.

    Berdasarkan uraian tersebut tampak bahwa IPS merupakan kajian yang luas tentang manusia dan dunianya. Hal ini dapat membawa dampak bagi peserta didik yang dihadapkan dengan IPS. Hal demikian selanjutnya dapat membawa dampak ikutan (nurturant effect) yang baik, perluasan wawasan tentang manusia. Sedangkan dampak yang lain ialah bahwa dengan luasnya kajian tentang manusia itu dapat menimbulkan kesulitan pada mereka yang menggelutinya.

  • 19

    2.3.1.2 Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Upaya menyiapkan para peserta didik supaya dapat menjadi warga yang baik.

    Namun penafsiran tentang warga yang baik ini agaknya juga cukup banyak. Oleh karena itu Barr, dan kawan-kawan (1977); (1978); dan Barth dan Shemis (1980) menunjukkan bahwa sebenarnya bukan hanya ada satu telaah dalam IPS melainkan ada tiga. Mereka menyebutkan tradisi yang terdapat dalam IPS. Tradisi pertama ialah pewarisan budaya (Citizenship Transmission) yang menurut mereka bersifat indoktrinatif dalam menyajikan bahan belajar. Kewargaan (citizenship) dalam pengertian dari tradisi ini berarti kemampuan bertindak sebagai warga yang sesuai dengan nilai-nilai dasar yang telah disepakati dan dianggap baik. Mereka mengartikan indoktrinasi adalah semua pengalaman belajar (pendidikan) yang dilaksanakan dalam suasana belajar yang tidak kritis (uncritical learning) (Barr, dan kawan-kawan, 1977). Tradisi kedua ialah tradisi ilmu sosial (social science tradition) yang merujuk kepada pengertian bahwa IPS sebenarnya dapat diturunkan dari salah satu ilmu sosial. Jadi sifat IPS dalam tradisi ini reduktif. Sifat-sifat kewargaan dapat diperoleh melalui pemahaman tentang segi metodologis ilmu sosial. Tradisi ketiga disebut inkuiri refleksi (reflective inquiry) yang didasarkan pada pemikiran reflektif (reflective thinking) dari Jhon Dewey. Dalam anggapan dari tradisi ini kewargaan tercermin dari kemampuan memecahkan masalah dalam suasana lingkungan yang salah nilai. Dalam telaah tentang nilai yang dikaji bukan masalah baik atau buruk itu sendiri melainkan tentang bagaimana kita menelaah nilai dengan tepat.

  • 20

    2.4 Pemilihan Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Sugiono (2010: 114) penelitian yang menggunakan jenis quasi experimental

    desingn mempunyai kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, meskipun kelompok kontrol itu tidak dapat sepenuhnya mengontrol secara tepat variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan penelitian eksperimen karena kemampuan kedua kelas tidak setara. Sesuai dengan desain penelitian ini yaitu nonequivalent control group design, desain ini digunakan untuk penelitian yang membandingkan kelompok yang memiliki kemungkinan nonequivalent (tidak setara). Karena kemampuan kedua kelas tidak setara sehingga sulit untuk mengontrol variabel yang mempengaruhi jalanya pelaksanaan eksperimen.

    Menurut Slameto (2011: 54-72) ketidaksetaraan kedua kelas yang dibandingkan disebabkan karena variable-variabel dalam penelitian tidak hanya dipengaruhi oleh faktor yang diteliti dalam penelitian ini tapi bisa dipengaruhi faktor internal seperti kesehatan, cacat tubuh, inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan, dan kelelahan. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor keluarga:

    1. Cara orang tua mendidik 2. Relasi antar anggota keluarga

    3. Suasana rumah

    4. Keadaan ekonomi keluarga 5. Pengertian orang tua 6. Latar belakang kebudayaan

    Faktor sekolah

    1. Metode mengajar 2. Kurikulum

    3. Relasi guru dengan siswa 4. Relasi siswa dengan guru

  • 21

    5. Disiplin sekolah 6. Alat pelajaran 7. Waktu sekolah

    8. Keadaan gedung 9. Tugas rumah 10. Standar pelajaran di atas ukuran

    Faktor masyarakat

    1. Kegiatan siswa dalam masyarakat 2. Teman bergaul 3. Bentuk kehidupan masyarakat

    2.5. Kajian Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan Diyan Tunggal Safitri, S. Pd ( 2011) Metode pembelajaran snowball throwing untuk meningkatkan hasil belajar Matematika. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil evaluasi di akhir siklus. Dari siklus I yang mencapai taraf ketuntasan klasikal 66,7% meningkat menjadi 97,4%. Jika dilihat dari hasil pengamatan kegiatan pembelajaran siswa siklus I adalah 77,5% sedangkan siklus II 87,5%. Dan hasil observasi terhadap kegiatan guru selama proses pembelajaran juga menunjukkan peningkatan dari 77% di siklus I menjadi 95,8% pada siklus II. Hal ini membuktikan bahwa metode pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar.

    Dwi Wulandari (2010) Penggunaan model snowball throwing dalam meningkatkan kreativitas belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 03 Wonorejo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2009/2010. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Okteber 2010. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research/ CAR) yaitu penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu

  • 22

    praktek pembelajaran di kelasnya fokus terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi proses dan hasil pembelajaran di kelas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SDN 03 Wonorejo tahun ajaran 2009/2010. Subyek dalam penelitian ini adalah kelas V yang berjumlah 25 siswa. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif yaitu metode snowball throwing. Data yang digunakan sebagai pembanding adalah nilai ulangan harian pada mata pelajaran IPS semester II tahun ajaran 2009/2010. Pada kelas yang dilakukan tindakan pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan metode observasi dan metode tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas didapatkan hasil : (1). Pembelajaran IPS menggunakan metode snowball throwing dapat

    meningkatkan kreatifitas belajar siswa. (pra siklus = 37,3%, siklus I = 52%, siklus II = 68,67%, siklus III = 76,67%)

    (2). Adanya dampak peningkatan tingkat kreatifitas belajar siswa terhadap peningkatan hasil belajar siswa (pra siklus = 52%, siklus I = 60%, siklus II 68%, siklus III = 88%).

    Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa penggunaan metode snowball throwing pada pokok bahasan usaha ekonomi di Indonesia dapat meningkatkan kreatifitas belajar siswa. Peningkatan kreatifitas belajar siswa berdampak pula pada peningkatan hasil belajar siswa.

    berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan tersebut, penggunaan Model Pembelajaran snowball throwing pada dasarnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara berkala. Hal itu menunjukkan adanya perubahan pada hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa yang menyajikan materi pelajaran oleh guru dengan menggunakan Model Pembelajaran snowball throwing. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya muncul suatu pertanyaan apakah penggunaan model pembelajaran snowball throwing itu menunjukkan perubahan yang signifikan karena yang dilakukan pada penelitian sebelumnya adalah dilakukannya pembelajaran secara bertahap (bersiklus) sampai benar-benar

  • 23

    meningkat, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian eksperimen dan pengujian apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa dengan menggunakan Model Pembelajaran snowball throwing dalam penelitian eksperimen yang akan di lakukan oleh peneliti tepatnya di SDN 01 Salatiga.

    2.6 Kerangka Berfikir Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar antara kelas

    kontrol dan kelas eksperimen. Pada kelas kontrol pembelajaran dilakukan seperti biasa guru kelas mengajar, sedangkan untuk kelas eksperimen pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model snowball throwing. Kedua kelas diberi Evaluasi untuk mengetahui hasil belajar apakah berpengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.

    Bagan kerangka berfikir

    Kelas kontrol

    Pretest Pembelajaran seperti biasa yang dilakukan guru kelas (konvensional)

    Postest

    Terdapat pengaruh yang signifikan dengan penggunaan model pembelajaran snowball throwing dimana hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.

    Postest

    Kelas

    eksperimen Pretest

    Pembelajaran dengan model pembelajaran snowball throwing

    Hasil

    belajar

    mening

    kat

    Hasil

    belajar

    rendah

  • 24

    2.7 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berfikir tersebut dapat ditarik hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran snowball throwing terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SD 01 Salatiga.