syok kadiogenik vf
DESCRIPTION
Syok Kardiogenik Ventrikular FlutterTRANSCRIPT
SYOK KARDIOGENIK ET CAUSA VENTRIKULAR
FIBRILASI BLOK 29
EMERGENCY MEDICINE
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
MUHAMMAD IZZATUL NAIM BIN ZAINUDDIN102009275
KASUS 2 Seorang perempuan 60 tahun tidak sadarkan diri sejak 15 menit
lalu.
Maklumat tambahan : Kesadaran: Koma Tekanan darah : 0 Nadi: Tak teraba Suhu afebris EKG : fibrilasi ventrikal
Adult BLS for Healthcare Provider
American Heart Association, AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik A-B-C yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi terlentang.
Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi C-A-B (circulation, breathing, airway).
Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti selama 3-4 menit.
A-B-C C-A-BMemeriksa respon pasien. Memeriksa respon pasien termasuk
ada/tidaknya nafas secara visual.
Melakukan panggilan darurat dan mengambil
Melakukan panggilan darurat.
AED (Automatic Ekstenal Defibrilator).
Airway (Head Tilt, Chin Lift). Circulation (Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus 30
kompresi, sekitar 18 detik).
Breathing (Look, Listen, Feel, dilanjutkan memberi 2x ventilasi
dalam-dalam).
Airway (Head Tilt, Chin Lift).
Circulation (Kompresi jantung : nafas buatan = 30 : 2).
Breathing ( memberikan ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi
jantung : nafas buatan = 30 : 2).
Defribilasi.
Alasan untuk perubahan sistem A-B-C menjadi C-A-B adalah :
Henti jantung sering terjadi pada orang dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Fibrilasi Ventrikular (VF) atau pulseless Ventrikular Takikardia (VT). Pada pasien tersebut elemen CPR yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation).
Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan CPR dari orang sekitarnya.
Algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam.
Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang boleh mendapatkan CPR.
Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.
Penggunaan Sistem A-B-C Saat ini : Pada korban tenggelam atau henti nafas maka petugas
sebaiknya melakukan CPR konvensional A-B-C sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat.
Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka CPR sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.
ANAMNESIS Pada kasus syok didapatkan dari allo anamnesis yaitu dari
keluarga pasien atau paramedik yang membawa pasien atau saksi mata.
Untuk keterangan tentang keadaan pasien sebagai manifestasi kelainan yang berkaitan dengan gejala yang dialami oleh pasien bersama identitas pasien yang untuk membantu dokter untuk menangani syok dan untuk data rekam medis.
Hal-hal penting yang ditanyakan pada saat anamnesis carilah observasi terperinci dari saksi mengenai peristiwa sebelum, selama, dan setelah kolaps.
Pertanyaan seputar keadaan saat sebelum serangan. Pasien (duduk, terlentang atau berdiri). Aktivitas (istirahat, perobahan posisi, sedang/habis melakukan
latihan fisik, sedang atau sesaat setelah berkemih, buang air besar, batuk atau menelan).
Faktor-faktor predisposisi (misalnya tempat ramai atau panas, berdiri dalam waktu lama, saat setelah makan) dan faktor yang memberatkan (misalnya ketakutan, nyeri hebat, pergerakan leher).
Pertanyaan mengenai saat terjadinya serangan. Mual, muntah, sesak nafas, nyeri dada, rasa tidak enak diperut,
rasa dingin, berkeringat, nyeri pada leher atau bahu, penglihatan kabur.
Pertanyaan mengenai serangan yang terjadi. Bagaimana cara seseorang tersebut jatuh (merosot atau berlutut),
warna kulit (pucat, sianosis, kemerahan), lamanya hilangnya kesadaran, jenis pernafasan (mengorok).
Pertanyaan mengenai latar belakang Riwayat keluarga dengan kematian mendadak, penyakit jantung
aritmogenik kongenital atau pingsan. Riwayat penyakit jantung sebelumnya. Riwayat kelainan neurologis (parkinsonisme, epilepsi,
narkolepsi). Gangguan metabolik (misalnya diabetes melitus). Obat-obatan (anti hipertensi, anti depresan, antiaritmia, diuretika
dan obat-obatan yang dapat membuat QT memanjang).
PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan dengan segera
pemeriksaan tanda-tanda vital dan keadaan kesadaran pasien. Pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan dengan perhatian khusus pada frekuensi nafas, frekuensi denyut nadi, denyut nadi regular atau tidak, kekuatan denyut, tekanan darah, suhu akral dan setiap tanda neurologis seperti tingkat keasadaran.
COMA SCALE (GCS)Tes Reaksi Skor
Respon membuka mata (E).
Membuka mata spontan.
Membuka mata karena perintah.
Membuka mata karena rangsang nyeri.
Tidak ada respon (tidak membuka mata samsa sekali).
4
3
2
1
Respon verbal (V). Orientasi baik dan dapat bercakap.
Bingung atau konfusi. Berkata-kata yang tidak
sesuai. Suara tidak jelas
(menggumam). Tidak ada respon.
5
4
3
2
1
Respon motorik (M) Mengikuti perintah. Melokalisir tempat
nyeri (melindungi tempat nyeri).
Menarik dari terhadap nyeri (menghindar).
Fleksi abnormal (decorticate).
Ekstensi abnormal (decerebrate).
Tidak ada gerakan dan respon.
6
5
4
3
2
1
Derajat berat ringannya dapat diukur dengan GCS dengan menjumlahkan E + M + V = (skor: 3 – 15). Keterangan : Ringan : 13-15 poin. Moderate : 9-12 poin. Berat : 3-8 poin. Koma : di bawah 8 poin.
Status kesadaran pasien di nilai secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, di bagi menjadi : Komposmentis (sadar) Apatis (acuh tak acuh) Somnolen (pasien di rangsang/dipanggil/disentuh baru bangun) Sopor (dengan rangsang nyeri yang hebat baru penderitanya
bangun) Koma (segala rangsangan tidak berespon)
PEMERIKSAAN PENUNJANG Elektrokardiografi (EKG): Untuk mengetahui adanya sinus
takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium/ventrikel, ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung. Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber gangguan irama jantung dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
Gelombang EKG Normal
Rontgen dada (Chest X-ray, CXR): Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup. Menunjukkan gambaran jantung normal atau membesar disertai tanda-tanda edema paru.
Pemeriksaan tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan meningkatnya gangguan irama jantung. Kadar normal serum thyroxine, T4 (4.6-12 ug/dl), Triiodothyronine, T3 (80-180 ng/dl), dan thyrotropin, TSH (0.5-6 uU/ml).
Laju endap darah (LED) : Peninggian kadar LED dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk gangguan irama jantung. Kadar normal LED pada metode Westergreen pada laki-laki adalah 0-15 mm/jam dan perempuan adalah 0-20 mm/jam.
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman yang dilakukan hanya pada penderita-penderita yang dicurigai infeksi.
Echocardiogram (ECC): Untuk mengetahui etiologi syok kardiogenik. Pemetaan Doppler menunjukkan pergeseran kiri-ke-kanan pada pasien dengan ventricular septal rupture (VSR) dan tingkat keparahan mitral regurgitation (MR) seiranya ada. Diseksi aorta proksimal dengan regurgitasi aorta atau tamponade mungkin dapat dilihat dan buktikan untuk terjadinya emboli paru.
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik : Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya
dilakukan intubasi. Berikan oksigen 8- 15 liter/menit dengan menggunakan masker
untuk mempertahankan PO2 70- 120 mmHg. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang
ada harus diatasi dengan pemberian morfin. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam
basa yang terjadi. Bila mungkin pasang kateter central venous pressure, CVP untuk
mengukur nilai tekanan vena central. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Penanganan secara medikamentosa : Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri. Anti ansietas, bila cemas. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi
jantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan
amrinon IV. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi
jaringan. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
DIAGNOSIS KERJAKriteria untuk diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial Infarction Research Units of the National Heart, Lung, and Blood Institute. Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal sebagai berikut : Tekanan arteria sistolik di bawah 90 mmHg atau 30 sampai 60
mmHg di bawah batas bawah sebelumnya. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama. Keluaran kemih di bawah 20 ml/jam, biasanya disertai
penurunan kadar natriumdalam kemih. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab. Terganggunya fungsi mental. Indeks jantung di bawah 2,1 L/(menit/m2). Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkatan left
ventricular end diastolic pressure, LVEDP/ pulmonary capillary wedge pressure, PCWP 18 sampai 21 mmHg.
Kriteria ini mencerminkan gagal jantung kiri yang berat dengan adanya gagal ke depan dan ke belakang.
Hipotensi sistolik dan adanya gangguan perfusi jaringan merupakan ciri khas keadaan syok.
Tipe Syok Insult Efek Fisiologic
kompensasi
kardiogenik Jantung gagal memompa darah keluar•MI, arrhythmia, aortic stenosis, mitral regurg,
↓CO Baroreceptors↑SVR
Obstruktif Jantung memompa baik tetapi outflow berkurang karena tekanan pada jantung•Extracardiac obstructive causes such as PE, tension pneumothorax, tamponade
↓CO Baroreceptors↑SVR
Hipovolemik Jantung memompa baik tetapi volume darah kurang•Hemorrhage•Fluid Loss (Vomiting, Diarrhea, Burns)
↓CO Baroreceptors↑SVR
Distributif Jantung memompa baik tetapi terjadi vasodilatasi periferal•Septic, anaphylactic, and neurogenic shock•Pancreatitis, burns, multi-trauma via activation of the inflammatory response
↓SVR ↑CO
DIAGNOSIS BANDING
Fibrilasi Ventrikel (VF) Fibrilasi ventrikel merupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel yang
ditandai oleh kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan dan sulit dikenali.
Penyebab utama VF adalah infark miokard akut, blok AV total dengan respons ventrikel sangat lambat, gangguan elektrolit (hipokalemia dan hiperkalemia), asidosis berat, dan hipoksia. Salah satu penyebab VF primer yang sering pada orang dengan jantung normal adalah sindrom Brugada (penyakit bawaan –listrik jantung terganggu).
Pada EKG permukaan saat irama sinus ditemukan adanya gambaran RBBB inkomplit dengan elevasi ST di sadapan V1-V3. VF akan menyebabkan tidak adanya curah jantung sehingga pasien dapat pingsan dan mengalami henti napas dalam hitungan detik. VF kasar (coarse VF) menunjukkan aritmia ini baru terjadi dan lebih besar peluangnya untuk determinasi dengan defibrilasi. Sedangkan VF halus (fine VF) sulit dibedakan dengan asistol dan biasanya sulit dideterminasi.
Penanganan VF harus cepat dengan protokol resusitasi kardiopulmonalyang baku meliputi pemberian unsynchronized DC shock mulai 200 J sampai 360 J dan obat-obatan seperti adrenalin, amiodaron, dan magnesium sulfat.
Takikardia supraventrikel (SVT) pada keadaan hambatan berkas cabang yang sudah ada. Bila pada keadaan irama sinus sudah terdapat gambaran hambatan berkas cabang maka saat timbul SVT kompleks QRS akan terlihat lebar seperti pada keadaan sinus.
DIAGNOSIS BANDING
Takikardia supraventrikel (SVT) dengan konduksi aberan. Pada keadaan SVT biasa maka konduksi dari atrium ke ventrikel
melalui jalur konduksi normal sehingga kompleks QRS akan normal. Namun secara fisiologis dapat terjadi hambatan/blok pada salah satu berkas cabang (kiri atau kanan) karena adanya perbedaan masa refrakter diantara keduanya. Kedaan ini disebut konduksi aberans. Karena adanya hambatan berkas cabang maka kompleks QRS akan lebar seperti keadaan LBBB atau RBBB biasa.
Torsades De Pointes (TDP) (dalam bahasa perancis berarti berputar-putar mengelilingi satu
titik) adalahsuatu bentuk takikardi ventrikel yang ditandai oleh beberapa perubahan bentuk dan arah (aksis) komplek QRS dalam satu beberapa denyutan.
Penyebab tersering TDP adalah adanya pemanjangan interval QT akibat pengaruh obat-obatan antiaritmia (misalnya amiodaron, sotalol, dan flekainid), dan penyakit sindrom QT panjang (long QT syndrome), bradikardia berat, dan sindrom Brugada. Tatalaksana TDP adalah pemberian magnesium sulfat, pemasangan pacu jantung sementara (pada keadaan bradikardia), dan obat penyambat beta (beta blocker).
ETIOLOGISyok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak fungsi jantung atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Gangguan kontraktilitas miokardium. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru
dan/atau hipoperfusi iskemik. Infark miokard akut (AMI). Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur
septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.
Valvular stenosis. Miokarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung). Kardiomiopati ( miokardiopati, gangguan otot jantung yang tidak
diketahui penyebabnya). Trauma jantung. Temponade jantung akut. Komplikasi bedah jantung.
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIKTimbulnya kardiogenik syok dalam hubungannya dengan IMA dapat dikategorikan dalam : Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setelah infark akibat
gangguan miokard masif atau ruptur dinding bebas ventrikel kiri Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat
infark berulang Timbul tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark disertai timbulnya
bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Episode ini dapat disertai atau tanpa nyeri dada, tetapi sering disertai dengan sesak nafas akut
Keluhan nyeri dada pada IMA biasanya di daerah substernal, rasa seperti di tekan, diperas, seperti diikat, rasa dicekik dan disertai rasa takut. Rasa nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan dan punggung. Nyeri biasanya hebat, berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat.
Syok kardiogenik yang berasal dari penyakit jantung lainnya, keluhan sesuai dengan penyakit dasarnya
PENALAKSANAAN POST KEGAWATDARURATAN Pada prinsipnya, terapi ini bertujuan untuk : Mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control) Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control) Mencegah terbentuknya bekuan darah
Bila keadaan hemodinamik stabil, perbaikan VF ke normal dilakukan dengan pemberian obat-obatan secara intravena seperti amiodaron, lidokain, dan prokaiamid.
Amiodaron dan prokainamid lebih unggul daripada lidokain. Amiodaron dapat diberikan dengan dosis pembebanan (loading dose) 15 mg/menit diberikan dalam 10 menit dan diikuti dengan infuse kontinu 1 mg/menit selama 6 jam, dan dosis pemeliharaan 0,5 mg/menit dalam 18 jam berikutnya.
Bila gagal dengan obat, dilakukan kardioversi elektrik yang dapat dimulai dengan energy rendah (10 J dan 50 J).
Dalam tatalaksana akut perlu dicari faktor penyebab (penyakit dasar) yang dapat dikoreksi seperti iskemia,g angguan elektrolit, hkpotensi dan asidosis. Bila keadaan hemodinamik tidak stabil (hipotensi, syok angina, gagal jantung, dan gejala hipoperfusi otak) maka pilihan pertama adalah kardioversi elektrik.
PENATALAKSANAAN JANGKA PANJANG
Tujuan terapi jangka panjang adalah mencegah kematian mendadak.
Bila tidak efektif dapat diberikan sotalol dan amiodaron. Pada pasien dengan riwayat infark miokard akut dan penurunan
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi, 35 %), terdapat VF yang dapat dicetuskan dan tidak dapat dihilangkan dengan menggunkan obat-obatan, maka implantable cardiac defibrillator (ICD) lebih unggul dalam menurunkan mortalitas.
Untuk pencegahan sekunder kematian mendadak (pasien yang berhasil diselamatkan dari aritmia fatal) pada pasien pasca IMA dengan penurunan fungsi ventrikel kiri, ICD telah terbukti lebih unggul daripada amiodaron.
KOMPLIKASI Kerosakan pada otak Multisystem Organ Failure Cardiopulmonary Arrest yang irreversibel tromboemboli
PENCEGAHAN
Melatih orang awam dan tenaga medis mengenai BLS. Segera mengobati punca utama terjadinya syok kardiogenik
seperti serangan jantung dan masalah pada katup ginjal. Terapi pada gejala yang berisiko seperti hipertensi atau terapi
pada penyakit yang berisiko menyebabkan syok kardiogenik seperti diabetes.
Berhenti merokok atau menjauhi asap rokok. Senaman yang rutin. Makan makanan yang seimbang.
PROGNOSIS Prognosis pada syok kardiogenik adalah baik sekiranya diberikan
penatalaksanaan kegawat duratan yang cepat dan sesuai sebelum terjadinya kerosakan pada otak serta therapy post emergency yang adekuat.
Sekiranya terlambat pada umumnya prognosis menjadi buruk.
KESIMPULAN Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis tetapi merupakan
sindrom klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi pada jaringan tubuh.
Syok kardiogenik merupakan keadaan bila gagal jantung akibat otot jantung mengalami kerusakan yang luas sehingga otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal).
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan dokter mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat pertama penderita mengalami syok.