syari’at, tarekat, hakikat, dan hubungan antara ketiganya

23

Click here to load reader

Upload: loren-alexander

Post on 09-Aug-2015

99 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

MAKALAH TASAWWUF

SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA

KETIGANYA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tasawwuf

Dosen pembimbing:

Ahmad Barizi, M.A

Disusun oleh:

Junik Rahayu (09610095)

Nita Sugiarti (09610096)

Khisnil Inayah (09610097)

Irma Yuni Lestari (09610098)

Kamaliyah (09610099)

JURUSAN MATEMATIKAFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2010

Page 2: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Tasawuf, dalam

makalah ini membahas mengenai Syari’at, Tarekat, dan Hakikat yang masing-

masing memiliki pengertian, dan pengertian dari ketiganya akan di bahas satu

persatu oleh kelompok kami.

Syari’at merupakan peraturan Allah yang telah di tetapkan melalui wahyu

berupa perintah dan larangan. Tarekat merupakan pelaksanaan dari peraturan

dan hukum Allah (syari’at). Sedangkan Hakikat adalah menyelami dan

mendalami apa yang tersirat dan tersurat dalam syari’at, sebagai tugas

menjalankan firman Allah.

Syari’at, Tarekat, dan Hakikat memiliki hubungan satu sama lain. Syari’at

tanpa Hakikat adalah sifat orang yang beramal hanya untuk memperoleh

surga. Hakikat tanpa Syari’at menjadi batal, dan Syari’at tanpa Hakikat adalah

kosong.1

Jadi pada dasarnya hubungan antara ketiganya sangatlah erat sebagai jalan

manusia untuk menuju ke akhirat dan ketiganya merupakan jalan yang secara

bersama-sama menjadi sarana bagi orang-orang beriman menuju akhirat tanpa

boleh meninggalkan salah satu dari tiga jalan ini.

1Moh. Toriqqudin, Sekularisme Tasawuf. ( Malang : UIN Press, 2008), h. 99.

Page 3: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

1.2 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari Syari’at?

2. Apa pengertian dari Tarekat?

3. Apa pengertian dari Hakikat?

4. Bagaimana hubungan antara Syari’at, Tarekat, dan Hakikat ?

1.3 Tujuan

Adapun Tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian Syari’at.

2. Untuk mengetahui pengertian Tarekat.

3. Untuk mengetahui pengertian Hakikat.

4. Untuk mengetahui hubungan antara Syari’at, Tarekat, dan Hakikat.

Page 4: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

BAB II

PEMBAHASAN

4.1 Syari’at

Syari’at merupakan undang-undang atau garis-garis yang telah ditentukan

berdasarkan nash Al-Qur’an dan Al-Hadits yang mana di dalamnya termasuk

hukum-hukum halal dan haram, yang wajib, yang sunnah, yang makruh, maupun

yang mubah.

Menurut pandangan kaum sufi, syari’ah merupakan ajaran Islam yang

bersifat lahir. Artinya, syari’at masih cenderung pada ajaran-ajaran yang masih

melibatkan anggota badan, seperti shalat, zakat, puasa, haji, berjihad di jalan

Allah, menuntut ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Contoh-contoh syari’at

bisa dikatakan sebagai garis-garis yang sudah terangkum dalam rukun Islam.

Menurut mereka syari’at bukan hanya undang-undang yang berhubungan antara

manusia dengan Tuhannya akan tetapi juga antara manusia dengan manusia, yang

biasanya disebut dengan mu’amalah.

Prof. Dr. Hamka mengatakan, “maka meluaslah syari’at itu mengenai

segenap mata perjuangan hidup, menurut garis syari’at itu mengenai segenap

mata perjuangan hidup, menurut syariat yang telah ditinggalkan contoh

teladannya oleh nabi Muhammad SAW sendiri. Amal syari’at itu dibaginya

menjadi dua bagian, yaitu ta’abbudi dan ta’aqquli. Yang ta’abbudi artinya yang

bersifat ibadat semata-mata. Misalnya sembahyang dzuhur empat raka’at, wukuf

di Arafah, melempar jumrah di Mina, dan lain-lain. Semuanya itu wajib

dikerjakan dan tidak boleh diubah-ubah serta tidak perlu ditanya lagi. Sedangkan

yang ta’aqquli ialah yang dapat ditimbang, yang selanjutnya dapat berubah”.2

Dari perkataan tersebut, dapat dipaparkan bahwa adanya syari’at itu

bermula dari peraturan-peraturan agama yang telah diturunkan Allah SWT

melalui Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah Al-Qur’an

2Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 96

Page 5: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

(kalamullah) serta segala sesuatu baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir

(ketetapan) Nabi Muhammad SAW atau yang disebut dengan sunnah. Amal

syari’at juga terbagi menjadi dua, yaitu ta’abbudi dan ta’aqquli. Ta’abbudi

merupakan amal syari’at yang sifatnya hanya berfungsi sebagai ibadah, yang

mana amal syari’ah ini wajib dikerjakan serta tidak bisa diubah-ubah lagi

hukumnya karena sudah termaktub dalam Al-Qur’an, misalnya ibadah solat,

zakat, puasa, dan lain sebagainya. Sedangkan ta’aqquli merupakan suatu amal

syari’at yang hukum pelaksanaannya dapat ditimbang dan dipikirkan serta bisa

berubah misalnya suatu hukum hasil ijtihad para Ulama’.

Selain bersumber pada Al-Qur’an, syari’at juga bersumber pada Al-Hadits.

Pernyataan ini didukung dengan argumen salah seorang tokoh sufi yang bernama

Imam Al-Hasan As-Syadzali RA yang mengatakan: “Orang yang berdakwah

kepada Allah SWT dengan cara yang tidak pernah dipakai oleh rasulullah SAW

adalah bid’ah.”3

Sahal At Tasatari juga pernah berkata tentang pokok-pokok ajaran

tasawuf, yaitu: “Berpegang teguh pada Al Kitab, menguti sunnah, hanya

memakan segala sesuatu yang halal, selalu mengenyampingkan hal-hal yang

dapat menyakitkan, menghindari maksiat, selalu bertobat, dan selalu menunaikan

hak-hak.”4

Adapun Imam Al-junaid berpendapat: “Setiap jalan makhluk itu buntu,

kecuali yang mengikuti Rasulullah SAW dan selalu berada dalam jalannya.”5

Tokoh lain yang mendukung adanya syari’at adalah Imam Al Ghazali.

Dalam prilaku dan perkataan, hidup kala sendiri dan ketika bersama banyak

orang, ia selalu berpegang teguh pada syari’at.6

Segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh manusia khususnya umat

muslim tidak bisa terlepas dari garis suatu hukum, setidaknya hukum mubah atau

3 Fauzi Muhammad Abu Zaid, Tasawuf dan Aliran Sufi,(Jakarta: Cendikia, 2006), h. 32.4 Fauzi Muhammad Abu Zaid, Tasawuf dan Aliran Sufi,(Jakarta: Cendikia, 2006), h. 34.5 Fauzi Muhammad Abu Zaid, Tasawuf dan Aliran Sufi,(Jakarta: Cendikia, 2006), h. 34.6 Fauzi Muhammad Abu Zaid, Tasawuf dan Aliran Sufi,(Jakarta: Cendikia, 2006), h. 35.

Page 6: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

yang diperbolehkan mengerjakan, seperti tidur, makan, minum, dan lain

sebagainya.

Menurut pandangan ahli tasawuf bahwa syari’at merupakan tingkat

pertama dalam jalan menuju Tuhan. Hal ini disebabkan karena syari’at merupakan

dasar awal, yang mana seseorang belum bisa dikatakan dekat dengan Tuhan jika

ia belum melaksanakan syari’at agama, misalnya menjalankan shalat. Shalat

diibaratkan sebagai tiang agama, jika shalat saja tidak dilaksanakan pastilah

sebuah agama dalam diri seseorang akan runtuh atau hancur. Sehingga syari’at

juga disebut sebagai pondasi Islam karena tanpa adanya syari’at agama Islam

tidak akan berjalan dengan baik.

Pandangan kaum sufi terhadap syari’at dikelompokkan menjadi dua.

Pertama, kaum sufi yang moderat (yang masih berpegang pada syari’at). Menurut

ke;lompok ini, syari’at dalam artian aturan-aturan lahiriyah menjadi perhatian

para ahli fiqih. Kedua, pandangan kaum sufi yang ekstrim. Menurut kelompok ini,

syari’at hanya ditujukan pada masyarakat awam. Ini karena keterbatasan daya

pikir dan hati mereka untuk memahami makna yang tersimpan dibalik syari’at itu.

Karena itu, kepada orang awam hanya dituntut untuk mengerjakan sholat lima

waktu sehari semalam dengan tata cara yang telah ditentukan.7

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa makna dari syari’at itu

adalah undang-undang atau petunjuk yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan

Al-Hadits, yang mana syariat merupakan dasar awal dari suatu jalan untuk menuju

kedekatan seseorang kepada Allah SWT.

2.2 Hakikat

Secara etimologi, Hakikat berarti sesuatu, puncak atau sumber asal dari

sesuatu. Dalam dunia sufi, haqiqah diartikan sebagai aspek lain dari syari’ah yang

bersifat lahiriah, yaitu aspek batiniah. Dengan demikian, dapat diartikan sebagai

7M Jamil, Cakrawala Tasawuf, (Jawa Barat : Gaung Persada Pers, 2004), h. 164

Page 7: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

rahasia yang paling dalam dari segala amal, inti dari syari’at dan akhir dari

perjalanan yang ditempuh oleh seorang sufi.8

Hakikat adalah keadaan Salik sampai pada tujuan yaitu ma’rifat billah

dan musyahadati nurit tajali atau terbukanya nur cahaya yang ghaib bagi hati

seseorang. Hakikat juga berarti kebenaran sejati dan mutlaq, sebagai akhir dari

semua perjalanan, tujuan segala jalan( tarekat). Tarekat dan hakikat tak dapat

dipisahkan, bahkan sambung menyambung satu sama lain. Oleh karena itu,

pelaksanaan agama Islam tidak sempurna, jika tidak dikerjakan dengan keempat-

empatnya, yakni syari’at, tarekat, hakikat, dan ma’rifat. Maka apabila syari’at

merupakan peraturan, tarekat merupakan pelaksanaan, hakikat merupakan

keadaan, maka ma’rifat merupakan tujuan pokok, yakni pengenalan Tuhan

dengan sebenar-benarnya.9

Dapat dicontohkan di sini, semisal bersesuci. Menurut syari’at, bersih diri

dengan air. Menurut tarekat, bersih diri lahir batin dari hawa nafsu. Menurut

tarekat, bersih hati dari selain Allah. Semua itu untuk mencapai ma’rifat kepada

Allah.

Begitu pula dalam hal mengerjakan shalat. Menurut syari’at, bila

seseorang akan bersembahyang, wajib menghadap kiblat, karena Al-Qur’an

menyebutkan: “Hadapkanlah mukamu ke Masjidil Haram( Ka’bah) di Makkah.”

Menurut tarekat, hati wajib menghadap Allah berdasarkan Al-Qur’an:

“ Sembahlah Aku” , menurut hakikat, kita menyembah Tuhan seolah-olah Tuhan

itu Nampak, berdasarkan hadits Nabi: “ Sembahlah Tuhanmu, seakan-akan

engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah

melihat engkau” . Selanjutnya menurut ma’rifat ialah mengenal Allah yang

disembah, dimana dengan khusyu’ seorang hamba dalam sembahyangnya merasa

berhadapan dengan Allah. Tetapi apabila seorang yang sedang shalat, tidak ada

8 Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 1019 Moh. Saifulloh Al Aziz S. 1998. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf. Terbit Terang: Surabaya. H.

81

Page 8: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

sama sekali kehadiran di hatinya kepada Allah, maka oleh ahli-ahli

tarekat/tasawuf dianggap shalatnya tidak sah.10

Dari sini jelaslah bahwa syari’at, tarekat dan hakikat itu sesuatu tiga

menjadi satu, seperti tali berpilin tiga, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang

demikian itu perkataanku, tarekat itu perbuatanku dan hakikat itu ialah

kelakuanku” .

Pada intinya, hakikat itu adalah keadaan si Salik pada tujuan utama

tasawuf, yaitu ma’rifat billah dan musyahadah nurit tajalli( melihat nur yang

nyata) . Tajalli disini adalah terbukanya nur cahaya yang ghoib bagi hati

seseorang. Dan sangat mungkin bahwa yang dimaksud tajalli disini adalah yang

Mutajalli yaitu Allah. Demikian keterangan Imam Al Ghazali. Sebab beliau telah

membedakan antara syari’at dengan hakikat seperti berikut: “ Syari’at adalah

menyembah kepada Allah sedangkan hakikat adalah melihat kepada-Nya” .

Pendapat Al Ghazali ini sejalan dengan pendapat Imam al Qusyairi yang

disitir oleh Sayyid Abu Bakar Al Makky dimana Syaikh Abdul Karim Al Qusyairi

berkata: “ Syari’at adalah urusan tentang kewajiban-kewajiban peribadatan,

sedangkan, hakikat adalah melihat ketuhanan” .11

Adapula sebagian ulama’ tasawuf mengatakan bahwa yang dimaksud

dengan hakikat itu ialah segala macam penjelasan mengenai kebenaran sesuatu

seperti syuhud asma dan shiffat demikan juga syuhud dzat dan memahami rahasia-

rahasia yang terkandung dalam Al-Qur’an dan rahasia-rahasia yang terkandung

dalam larangan dan kebolehan disamping itu juga memahami ilmu-ilmu ghoib

yang tidak diperoleh dari seorang guru.

Dalam keterangan lain, syari’at diartikan dengan, engkau menyembah

Allah dan hakikat engkau pandang dengan musyahadah hatimu kepadaNya. Abu

Ali Daqaq berkata: Firman Allah iyyakana’budu memerintahkan agar kita

mengenal hakikat dan Abu Yahya Zakaria Ansari berkata, syari’at ialah

10 Moh. Saifulloh Al Aziz S. 1998. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf. Terbit Terang: Surabaya. H. 8211 Moh. Saifulloh Al Aziz S. 1998. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf. Terbit Terang: Surabaya. H. 82

Page 9: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

pengetahuan tentang jalan-jalan menuju Tuhan, hakikat adalah pandangan yang

terus-menerus kepadaNya, tarekat ialahberjalan menurut ketantuan-ketentuan

syari’at yakni berbuat sesuai dengan yang diatur oleh syari’at.

Dengan demikian jelaslah bahwa hakikat itu tidak bias lepas dari syari’at,

bertalian erat dengan tarekat dan juga terdapat dalam ma’rifah. Oleh karena itu,

sering ditemukan pengertian yang tumpang tindih antara hakikat dan ma’rifah,

karena masing-masing mengandung arti puncak dari segala amal dan perjalanan,

inti dari segala ilmu dan pengalaman. Tetapi yang jelas, hakikat itu diperoleh

sebagai nikmat dan anugerah Tuhan berkat riyadah dan mujabadah, sehingga ia

tergolong abwal.12

Menurut keyakinan orang sufi, hakikat itu baru dapat dicapai seorang

setelah seseorang memperoleh ma’rifat yag sesungguhnya. Oleh karena itu haqq

al yaqin hanya dapat dicapai orang yang dalam keadaan fana’, yaitu setelah

melalu dua tingkat keadaan, yaitu ‘ain al yaqin dan ‘ilm al yaqin. Selanjutnya

hanya orang yang dalam keadaan fana’, dapat memperoleh ma’rifah, mengenal

Tuhan dengan matahatinya; dapat memperolehnya secara haqq al yaqin, karena

hanya dalam keadaan yang demikian itulah terbuka baginya apa yang tertutup,

tersingkap tirai yang merintangi seorang hamba dengan Tuhannya.13

2.3 Tarekat

Tarekat timbul karena adanya pengalaman-pengalaman dan pandangan

tokoh-tokoh shufi yang bermacam-macam, namun sebenarnya memiliki tujuan

yang sama, hanya cara menempuh tujuan-tujuan mereka yang berbeda. Misalnya,

orang-orang salaf yang ilmunya berdasarkan kitab dan sunnah, sedangkan orang-

orang ahli kalam yang ilmunya berdasarkan dengan tafaquh yaitu berusaha untuk

12 Moh. Saifulloh Al Aziz S. 1998. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf. Terbit Terang: Surabaya. Hlm. 83

13 Asmaran As. 2002. Pengantar Studi Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hlm. 103

Page 10: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

mengerti dan mengetahui tentang ilmunya kepada Tuhan secara logika tanpa

mengesampingkan nas agama.

Setelah mengenal cara-cara memasuki lapangan tasawuf, langkah

selanjutnya adalah menempuh jalan tasawuf, sebagaimana yang dilakukan para

kaum shufi, hal ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan utama tasawuf yaitu

ma’rifat billah dan insan kamil. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, maka harus

menempuh langkah-langkah dalam bertasawuf, salah satunya yaitu tarekat.

Tarekat diambil dari bahasa Arab al-thariqah yang berarti jalan. Jalan

yang dimaksud disini adalah jalan yang ditempuh oleh para shufi untuk dapat

ma’rifat kepada Allah. Definisi thariqah menurut Al-Syekh Muhammad Amin

Kurdi adalah pengamalan syari’at, menghayati hakikat ibadah, dan tidak

mempermudah dalam ibadah, menjauhi segala yang dilarang baik yang zahir

maupun yang bathin, menjunjung tinggi seluruh perintah-perintah Tuhan dengan

kadar kemampuan, menghindari yang haram, makruh dan berlebihan dalam hal

yang mubah, menunaikan segala yang fardhu, dan melaksanakan amalan-amalan

sunnah sebatas kemampuan dibawah bimbingan seorang yang arif dari ahli

nihayah.14

Pada mulanya tarekat merupakan tata cara untuk ma’rifat kepada Allah

dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang syaikh.

Kelompok tersebut kemudian menjadi lembaga-lembaga yang mengumpul dan

mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh seorang

syaikh yang menganut suatu aliran thariqah tertentu. Dan hubungannya dengan

tasawuf adalah tasawuf merupakan usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah,

sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya

untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Menurut Al-Ghazali ada tiga langkah jalan untuk ma’rifat billlah, yaitu

penyucian hati, konsentrasi dalam berdzikir pada Allah dan fana’ fillah.

14 M. Jamil. 2004. Cakrawala Tasawuf. Gaung Persada Pers: Jawa Barat. H. 119

Page 11: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

Penyucian hati atau tahrir al-qalbi merupakan langkah pertama thariqah.

Hal ini terdiri dari dua bagian yaitu, yang pertama mawas diri dan pengusaan serta

pengendalian nafsu-nafsu, dan yang kedua adalah membersihkan diri dari ikatan

pengaruh keduniaan. Penyucian hati ini berhubungan dengan ajaran tasawuf yang

dipercayai mempunyai kemampuan rohani dan menjadi alat untuk ma’rifat

kepada Dzat Tuhan dan untuk mengenal semua rahasia alam ghaib. Konsentrasi

dalam dzikir pada Allah atau istighraq al qalb bidzikrillah, jika berhasil

dilakukan, maka akan dapat mengantarkan pada pengalaman atau penghayatan

fana’ fillah, yaitu beralihnya kesadaran dari alam indrawi ke alam kejiwaan atau

alam batin dan ma’rifat kepada Allah.15

Pada hakikatnya tujuan utama tarekat adalah agar seorang hamba dapat

mengenal Allah atau ma’rifat billah dan selalu dekat dengan Allah. Dan seorang

hamba akan dapat berma’rifat billah dan selalu dekan dengan Allah, jika sudah

berhasil menyingkap hijab yang menghalangi dirinya untuk dekat dengan Allah.

Hijab yang menghalangi tersebut adalah hawa nafsu dan kemewahan duniawi.16

2.4 Hubungan antara Syari’at, Hakikat, dan Tarekat

Untuk menuju akhirat manusia harus melewati tiga tahapan, yakni melalui

syari’at, tarekat dan hakikat. Melalui jalan ini seseorang akan mudah mengawasi

ketaqwaannya dan menjauhi hawa nafsunya. Tiga jalan ini secara bersama-sama

menjadi sarana bagi orang-orang beriman menuju akhirat tanpa boleh

meninggalkan salah satu dari tiga jalan ini.17

Sebagian Ulama’ menerangkan tiga jalan menuju akhirat tersebut, ibarat

buah pala atau buah kelapa. Syari’at ibarat kulitnya, tarekat ibarat isinya dan

hakikat ibarat minyaknya. Pengertiannya ialah minyak tidak akan diperoleh tanpa

memeras isinya, dan isi tidak akan diperoleh sebelum menguliti kulitnya. Kita

15 M. Jamil. 2004. Cakrawala Tasawuf. Gaung Persada Pers: Jawa Barat. H. 12216 M. Jamil. 2004. Cakrawala Tasawuf. Gaung Persada Pers: Jawa Barat. H. 7917 Moh. Toriqqudin. 2008. Sekularisme Tasawuf. UIN Malang Press: Malang. H. 99

Page 12: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

tahu bahwa syari’at adalah peraturan Allah yang telah ditetapkan melalui wahyu,

yang berupa perintah dan larangan, perintah dan larangan-Nya jelas dan

dijalankan untuk kesejahteraan seluruh manusia.18

Dan telah dijelaskan bahwa kata tarekat berasal dari bahasa Arab yaitu

thariiqotun yang berarti jalan, sehingga tarekat dapat diartikan sebagai perjalanan

seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan secara ruhani. Tarekat adalah

pelaksanaan dari peraturan dan hukum Allah (syari’at). Sedangkan hakikat adalah

menyelami dan mendalami apa yang tersirat dan tersurat dalam syariat, sebagai

tugas menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Mendalami

syari’at sebagai peraturan dan hukum Allah menjadi kewajiban umat Islam,

terutama yang berkaitan dengan ibadah madhlah (ibadah murni), ibadah yang

berhubungan langsung dengan Allah SWT.

Sebagian Ulama’ Tasawuf berpendapat bahwa “sesungguhnya hakikat tanpa

syari’at adalah batal, syari’at tanpa hakikat adalah tiada berarti”. Hakikat tanpa

syari’at jelas batalnya, kembali pada definisi syari’at dan hakikat itu sendiri. Dan

syari’at tanpa hakikat menjadi tidak berarti,sebagai contoh seseorang yang

berzakat semata-mata untuk mendapat pujian dari orang lain. Sudah jelas bahwa

Allah memerintahkan kita untuk menunaikan zakat (ini sebagai syari’atnya), akan

tetapi Allah memerintahkan kita untuk berzakat adalah agar kita lebih mensyukuri

nikmat-Nya dan rizki yang kita peroleh menjadi berkah dan manfaat, bukan

karena ingin mendapat pujian. Syari’at terpenuhi tetapi hakikat tidak

terpenuhi,maka syari’at itu menjadi tidak berarti.19

Untuk lebih memperjelas hubungan antara syari’at, tarekat dan hakikat, kita

berikan contoh shalat. Kita diperintah untuk melaksanakan shalat, ini merupakan

syari’at, kemudian kita melaksanakan gerakan-gerakan shalat, memenuhi rukun-

rukunnya serta syarat-syaratnya, ini adalah tarekatnya. Sedangkan hadirnya hati

bersama Allah dalam shalat merupakan sisi dari hakikat. Ibaratnya gerakan-

gerakan shalat itu adalah jasad, kemudian hadirnya hati bersama Allah adalah

18 Moh. Toriqqudin. 2008. Sekularisme Tasawuf. UIN Malang Press: Malang. H. 10219Moh. Toriqqudin. 2008. Sekularisme Tasawuf. UIN Malang Press: Malang. H. 109

Page 13: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

rohnya, maka jasad dan roh tidak dapat dipisahkan. Jasad membutuhkan roh yang

dengannya dia berdiri dan roh membutuhkan jasad sebagai tempat berdiri.

Jadi, syari’at, tarekat dan hakikat adalah tiga jalan yang tidak mungkin bisa

dipisahkan, dan tidak mungkin ketiganya saling bertentangan.20

20Moh. Toriqqudin. 2008. Sekularisme Tasawuf. UIN Malang Press: Malang.. H. 99

Page 14: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Syari’at merupakan undang-undang atau garis-garis yang telah ditentukan

berdasarkan nash Al-qur’an dan Al-hadist yang mana di dalamnya termasuk

hukum-hukum halal dan haram, yang wajib, yang sunnah, yang makruh,

maupun yang mubah.

2. Hakikat adalah keadaan Salik sampai pada tujuan yaitu ma’rifat billah dan

musyahadati nurit tajali atau terbukanya nur cahaya yang ghaib bagi hati

seseorang. Hakikat juga berarti kebenaran sejati dan mutlaq, sebagai akhir

dari semua perjalanan, tujuan segala jalan( tarekat).

3. Tarekat diambil dari bahasa Arab al-thariqah yang berarti jalan. Jalan yang

dimaksud disini adalah jalan yang ditempuh oleh para shufi untuk dapat

ma’rifat kepada Allah. Dan tarekat juga merupakan pelaksanaan dari

peraturan dan hukum Allah (syari’at).

4. Syari’at, tarekat, dan hakikat memiliki hubungan yang tidak dapat

dipisahkan. Syari’at merupakan peraturan dan hukum Allah menjadi

kewajiban umat Islam, terutama yang berkaitan dengan ibadah madhlah

(ibadah murni), ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah SWT.

Tarekat adalah pelaksanaan dari peraturan dari hukum Allah (syari’at),

hakikat adalah menyelami dan mendalami apa yang tersirat dan tersurat

dalam syariat, sebagai tugas menjalankan perintah Allah dan menjauhi

larangan-Nya.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini kami merasa telah sempurna tapi mungkin

bagi kelompok lain pastinya kurang satau bahkan tidak sempurna. Jadi kelompok

kami mmengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi

Page 15: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

sempurnanya makalh ini kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat

bagi kelompok pembuat khususnya dan bagi kelompok lain pada umumnya. Tidak

lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak Ahmad Barizi selaku pembimbing

dalam pembuatan makalah ini dan seluruh teman-teman yang mendukung

pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Page 16: SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT, DAN HUBUNGAN ANTARA KETIGANYA

DAFTAR PUSTAKA

As, Asmaran. 1994. Pengantar Studi Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Jamil, H. M. 2004. Cakrawala Tasawuf. Gaung Persada Press: Jawa Barat

S, Moh. Saifulloh Al Aziz. 1998. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf. Terbit

Terang: Surabaya

Toriqqudin, Moh. 2008. Sekularisme Tasawuf. UIN Malang Press: Malang