tarekat qadiriyah naqsabandiyah pesantren suryalaya

128
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem pendidikan Islam, tradisi di Jawa dan Madura yang dalam perjalanan sejarahnya telah menjadi obyek para sarjana yang mempelajari Islam di Indonesia. 1 Penelitian terhadap pesantren selalu menyisakan bagi para peneliti berikutnya, termasuk pula di dalamnya pesantren Suryalaya. Hal ini disebabkan pesantren Suryalaya mempunyai peranan yang dapat dilihat dari berbagai aspek. Bentuk pesantren itu sendiri, tarekat yang diamalkan dalam pesantren, pengobatan/terapi maupun sejarah perkembangan pesantren Suryalaya sering kali menjadi obyek penelitian baik peneliti dari dalam negeri maupun dari dunia Barat. 2 1 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 16. 2 Telah dilakukan beberapa penelitian, diantaranya Martin Van Bruinessen meneliti tentang tarekat yang ada di pesantren Suryalaya dalam bentuk ritualnya, Zamakhsyari Dhafir dalam penelitiannya tentang Tradisi Pesantren menyinggung tentang perkembangan tarekat ini, Haryanto meneliti terhadap peranan Inabah dalam peranannya sebagai pengobatan terhadap ketergantungan narkotika, Kharisudin Aqib meneliti peranan TQN Suryala dalam bentuk tazkiyatun nafsi sebagai metode penyadaran diri dan dalam meneliti sejarah asal usul dan perkembangan tarekat ini dilakukan oleh Harun Nasution, lihat Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN Jakarta, Tahun 2001. hal. 17-19

Upload: budidarmasantoso

Post on 02-Jan-2016

834 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah adalah dua tarekatyang berbeda, baik pendirinya maupun bentuk ajarannya.Perpaduan dua tarekat ini merupakan jasa dari seorangulama Indonesia yang berasal dari Sambas KalimantanBarat bernama Syeikh Ahmad Khatib As Sambasi

TRANSCRIPT

Page 1: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem

pendidikan Islam, tradisi di Jawa dan Madura yang dalam

perjalanan sejarahnya telah menjadi obyek para sarjana

yang mempelajari Islam di Indonesia.1 Penelitian terhadap

pesantren selalu menyisakan bagi para peneliti berikutnya,

termasuk pula di dalamnya pesantren Suryalaya. Hal ini

disebabkan pesantren Suryalaya mempunyai peranan yang

dapat dilihat dari berbagai aspek. Bentuk pesantren itu

sendiri, tarekat yang diamalkan dalam pesantren,

pengobatan/terapi maupun sejarah perkembangan pesantren

Suryalaya sering kali menjadi obyek penelitian baik

peneliti dari dalam negeri maupun dari dunia Barat.2

1 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup

Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 16. 2 Telah dilakukan beberapa penelitian, diantaranya Martin Van Bruinessen

meneliti tentang tarekat yang ada di pesantren Suryalaya dalam bentuk ritualnya, Zamakhsyari Dhafir dalam penelitiannya tentang Tradisi Pesantren menyinggung tentang perkembangan tarekat ini, Haryanto meneliti terhadap peranan Inabah dalam peranannya sebagai pengobatan terhadap ketergantungan narkotika, Kharisudin Aqib meneliti peranan TQN Suryala dalam bentuk tazkiyatun nafsi sebagai metode penyadaran diri dan dalam meneliti sejarah asal usul dan perkembangan tarekat ini dilakukan oleh Harun Nasution, lihat Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN Jakarta, Tahun 2001. hal. 17-19

Page 2: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

2

Pesantren yang didirikan oleh Kyai Sepuh yang

terkenal dengan panggilan Abah sepuh bernama Abdullah

Mubarak Ibn Nur Muhammad 3 , mempunyai tradisi

kepesantrenan layaknya pesantren yang lain 4 . Namun

dengan tarekat yang menjadi sumber utama pengajaran,

menyebabkan pesantren ini identik dengan tarekat yang

dianutnya. Nama tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN)

seringkali menggantikan nama pesantren Suryalaya yang

saat ini dipimpin oleh Abah Anom yang bernama Shahibul

Wafa Tajul Arifin.

Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah adalah dua tarekat

yang berbeda, baik pendirinya maupun bentuk ajarannya.

Perpaduan dua tarekat ini merupakan jasa dari seorang

ulama Indonesia yang berasal dari Sambas Kalimantan

Barat bernama Syeikh Ahmad Khatib As Sambasi (lahir

3 Pesantren Suryalaya didirikan pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5

September 1905 M oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad dengan modal awal sebuah mesjid yang terletak di kampung Godebag, desa Tanjung Kerta. Pondok Pesantren Suryalaya itu sendiri diambil dari istilah sunda yaitu Surya = Matahari, Laya = Tempat terbit, jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti tempat matahari terbit, www.suryalaya.org/sejarah.html diakses tanggal 1 Mei 2010

4 Dibawah naungan Yayasan Serba Bakti yang didirikan pada 11 Maret 1961 telah didirikan pula lembaga pendidikan formal sesuai dengan keperluan dan kepentingan masyarakat. Lembaga pendididkan yang diselenggarakan dari mulai tingkat taman kanak-kanak hingga ke perguruan tinggi. Selain untuk menunjang pendidikan formal, yayasan juga berusaha mendukung berbagai kepentingan pesantren antara lain; mengatur pengajian bulanan yang biasa disebut manaqib, baik di Suryalaya maupun di tempat-tempat lainnya, www.suryalaya.org/yayasan.html diakses tanggal 1 Mei 2010

Page 3: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

3

tahun 1802 M), yang bermukim dan meninggal di Mekkah

pada tahun 1878 M.5

Tarekat Qadiriyah berasal dari Syeikh Abd. Qadir

Jailani. Ia adalah seorang ulama besar sunni yang

bermazhab Hanbali, lahir pada tahun 470 H/1077 M di

Jilan wilayah Iraq sekarang dan meninggal di Baghdad

pada tahun 561 H/1166 M6 . Syeikh Abd. Qadir Jailani

memimpin madrasah dan ribatnya di Baghdad, pelestarian

tarekatnya didukung penuh oleh putra putrinya hingga

keganasan Hulagu Khan (1258 M/656 H) menghancurkan

keluarga besar Syekh Abd. Qadir al Jailani serta

mengakhiri eksistensi madrasah dan ribathnya di Baghdad7.

Salah satu yang membedakan tarekat ini dengan

tarekat lainnya adalah dzikir jahr atau dzikir dengan suara

keras. Dalam melantunkan dzikir jahar, digunakan dengan

tekanan keras, dimaksudkan agar gema suara dzikir yang

kuat dapat mencapai rongga batin mereka yang berdzikir,

5 Hawas Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di

Nusantara, Surabaya, al Ikhlas, 1980, hal 177. 6 HAR. Gibb and J.H. Karamers, Shorter Encyclopedia of Islam, Leiden :

E.J. Eril, 1961, hal. 115. 7 Zurkani Yahya, Asasl Usul Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dan

perkembangannnya dalam Harun Nasution (ed) Tareqat Qadiriyah wa Naqsabandiyah: Sejarah Asal Usul dan Perkembangannya, Tasikmalaya : IAILM, 1990, h. 63.

Page 4: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

4

sehingga memancarlah nur dzikir dalam jiwanya. 8

Demikian pula gerakan dzikir pada dzikir tersebut di ulang-

ulang secara pelan-pelan, kemudian semakin lama semakin

cepat. Setelah terasa meresap dalam jiwa maka terasa

panasnya dzikir itu ke seluruh bagian tubuh9.

Sementara itu tarekat Naqsabandiah yang dipadukan

dengan tarekat Qadiriyah juga sering disebut dengan

tarekat Khawajakiyah. Penamaan Naqsabandiyah

dinisbahkan kepada seorang sufi besar bernama

Muhammad Ibn Muhammad Bahauddin al Uwaisi al

Bukhari al Naqsabandi10 suatu daerah di Bukhara wilayah

Yugoslavia saat ini. Adapun penamaan yang kedua

(Khawajakiyah) dinisbahkan kepada Abd. Khaliq

Ghujdawani yang wafat pada tahun 1220 M. Sebenarnya

ulama kedua inilah peletak dasar tarekat Naqsabandiyah.

An Naqsabandy menambahkan ajaran dari Abd Khaliq

Ghujdawani 3 ajaran pokok sehingga seluruhnya menjadi

sebelas.11

8 KH. Shohibul Wafa’ Tadjul Arifin, Miftah al-Shudur, Terj. H. Aboe

Bakar Atjeh, Kunci Pembuka Dada, Kutamas, Sukabumi, t.t, hlm. 24. 9 Asmaran AS.,Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1994,hlm.81. 10 Ulama besar ini hidup antara tahun 717 H/1317 M-791H/1389M, lihat

Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Solo, Ramadhani, 1992, hal. 319. 11 J. Spencer Trimingham, hal. 62-63.

Page 5: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

5

Tarekat Naqsabandiyah menggunakan dzikir khafi/

sirr (tidak terdengar). Dzikir ini juga diamalkan dalam

TQN. Dzikir khafi dilakukan dengan tanpa suara dan kata-

kata, hanya hati yang mengucapkan (lafadz Ismudzat).

Dzikir ini hanya memenuhi qalbu dengan kesadaran yang

sangat dekat dengan Allah, seirama dengan detak jantung

serta mengikuti keluar-masuknya nafas. Caranya mula-

mula mulut berdzikir Allah, Allah diikuti hadirnya hati.

Lalu lidah berdzikir sendiri, dengan dzikir tanpa sadar-

kekuatan akal tidak berjalan melainkan terjadi sebagai

ilham yang tiba-tiba masuk ke dalam hati, kemudian naik

ke mulut sehingga lidah bergerak sendiri mengucapkan

Allah-Allah12 . Pada dzikir ini, pikiran diarahkan kepada

hati, dan hati kepada Allah. Selama dzikir berlangsung,

perlu adanya wuquf al-qalbi (keterjagaan hati), dan dzikir

harus banyak diucapkan agar kesadaran dan keberadaan

Allah, yang merupakan esensi hakekat manusia, bisa lahir

dalam hati.13

Masuknya tarekat qadiriyah dan naqsabandiyah ke

daerah haramain diterangkan oleh berbagai ilmuwan.

12 M. Zain Abdullah, op. cit., hlm. 66. 13 Mir Valiuddin, Contemplative Disiplines in Sufism, Terj. M.S.

Nasrullah, Dzikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, Pustaka Hidayah, Bandung 2000, hlm. 144.

Page 6: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

6

Snouck Hurgronje memberitakan ketika ia belajar di

Mekah menyamar sebagai seorang muslim, melihat adanya

markas besar tarekat Naqsabandiyah di kaki gunung Jabal

Qais 14 . Demikian pula menurut Trimingham seorang

Syaikh dari Minangkabau dibai’at di Mekah pada tahun

1845 15 . Menurut Van Bruneissen baik tarekat qadiriyah

maupun naqsabandiyah dibawa ke tanah mekkah melalui

para pengikutnya dari India.16

Di Makkah ini dan khususnya di Masjid al-Haram,

muncul pusat-pusat diskusi (halaqah-halaqah) atau ribâth-

ribâth dalam berbagai disiplin ilmu agama termasuk

pengembangan ajaran-ajaran tarekat. Dan kemudian dalam

perkembangan selanjutnya pada abad ke-18 muncul sebuah

tarekat yang dimodifikasi dari gabungan Tarekat Qadiriyah

dan Naqsabandiyah oleh Syekh Ahmad Khatib Sambasi

dengan nama Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah17.

Syeikh Akhmad Khatib As Sambasi yang berhasil

memadukan kedua tarekat tersebut tidak memakai namanya

14 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesntren studi tentang Pandangan Hidup

Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal.141 15 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam (London, Oxford,

New York, Oxfor University Press, 1971), hal. 122 16 Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Survey Historis,

Geografis, dan Sosiologis, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 72-73 17 Shohimun Faisol dan Muhammad, dalam makalah Kontribusi Tarekat

Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Dalam Dakwah Islamiyah Di Lombok, hal 5

Page 7: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

7

untuk perpaduan kedua tarekat tersebut. Syeikh Akhmad

Khatib as Sambasi yang notabene berasal dari Indonesia

berusaha menyebarkan TQN kepada orang-orang yang

berasal dari Indonesia.

Sebagai seorang guru tarekat, ia mengangkat

muridnya yang dianggap dipercaya atau sering disebut

khalifah yang sewaktu-waktu menjadi asistennya dalam

memperlancar proses transformasi ajarannya. Mereka para

khalifah tersebut adalah tiga orang yang dianggap paling

berpengaruh dan menonjol yaitu; Syekh Abdul Karim yang

berasal dari Banten, Syekh Ahmad Hasbullah ibn

Muhammad yang berasal dari Madura, dan Syekh Tholhah

yang berasal dari Cirebon. 18 Syekh Tholhah merupakan

guru dari “Abah Sepuh” pendiri pondok pesantren

Suryalaya. Pada tahun 1908 Syeikh Tholhah memberikan

khirqoh (legitimasi penguatan sebagai guru mursyid)

kepada “Abah Sepuh” atau tepatnya tiga tahun setelah

pesantren berdiri.19

Zamakhsyari Dhofier menyebutkan bahwa di tahun

tujuh puluhan, empat pusat utama TQN di Jawa, yaitu:

Rejoso, Jombang di bawah pimpinan Kiai Tamim;

18 Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas Masyarakat

Modern, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 100 19 www.suryalaya.org/sejarah.html diakses tanggal 1 Mei 2010

Page 8: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

8

Mranggen dipimpin oleh Kiai Muslih, Suryalaya,

Tasikmalaya di bawah pimpinan K.H. Shohibul wafa Tajul

‘Arifin (Abah Anom); dan Pegentongan,Bogor dipimpin

Kiai Thohir Falak. Silsilah Rejoso didapat dari jalur Ahmad

Hasbullah, Suryalaya dari jalur Kiai Tolhah. Cirebon dan

yang lainnya dari jalur Syaikh Abd. Al-Karim Banten dan

khalifah-khalifah.20

Kepemimpinan Abah Anom telah memberikan

perkembangan bagi TQN pada Pesantren Suryalaya.

Pesantren tidak hanya sebagai pusat pengembangan TQN

tetapi juga mempunyai peranan dalam penyembuhan anak-

anak remaja yang mempunyai ketergantungan terhadap

narkotika dan zat terlarang lainnya. Dengan menggunakan

metode riyadlah dalam tarekat ini, Abah Anom

mengembangkan psikoterapi alternatif untuk kesembuhan

bagi mereka yang mempunyai penyakit psikis dan

penyakit-penyakit fisik akibat gangguan psikhis

(psikosomatik) karena penyalahgunaan obat-obatan

terlarang21.

20 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesntren studi tentang Pandangan Hidup

Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 90. 21 Shahibul Wafa Tajul Arifin, Uqud al Juman, Tanbih, Jakarta, Yayasan

Serba Bhakti, Ponpes suryalaya, 1995, hal 84-85.

Page 9: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

9

Untuk kepentingan terapi ini, kemursyidan TQN

membuka “cabang-cabang pondok pesantren” dalam

bentuk inabah 22 yang menurut Kharisudin Aqib pondok

inabah ini merupakan suatu bentuk “ijtihad” metode suluk

atau khalwat yang lazim dipraktekkan dalam tradisi

tasawuf dalam rangka pembersihan jiwa (tazkiyatun

nafsi)23. Pada saat ini inabah-inabah tersebut berjumlah 25

buah, 6 (enam) diantaranya tidak aktif.24

TQN di Pesantren Suryalaya telah menjelma dalam

bentuk tarekat perpaduan dengan berbagai tradisi yang

dimilikinya. Amalan-amalan tarekat yang terdapat TQN

dapat digolongkan pada amalan khusus dan amalan umum.

Amalan khusus adalah amalan yang harus benar-benar

diamalkan oleh pengikut sebuah tarekat dan tidak

diamalkan oleh orang di luar tarekat atau pengikut tarekat

lain, amalan ini bisa bersifat individual ataupun kolektif.

Yang termasuk individual adalah dzikir, muroqabah,

22 Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu

(mengembalikan) sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-Qur’an yakni dalam Luqman surat ke-31 ayat ke-15, Surat ke-42, Al-Syura ayat ke-10; dan pada surat yang lainnya, lihat www.suryalaya.org/inabah.html diakses tanggal 1 Mei 2010.

23 Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN Jakarta, Tahun 2001. hal. 151

24 www.suryalaya.org/inabah.html diakses tanggal 1 Mei 2010.

Page 10: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

10

rabitah, mengamalkan syariat, melaksanakan amalan-

amalan sunnah, berperilaku zuhud dan wara’, khalwat atau

uzlah. Sedangkan amalan kolektif adalah khataman.

Adapun yang termasuk dengan amalan-amalan umum

adalah amalan yang ada dan menjadi tradisi dalam tarekat

tetapi amalan juga biasa dilakukan oleh masyarakat Islam

di luar pengikut tarekat. Yang termasuk individual adalah

wirid, tawashul, hizib, ‘ataqah atau fida akbar dan yang

termasuk kolektifnya adalah istighatsah, manaqib, ratib.

Dengan peranan pesantren yang cukup besar, baik

dalam bidang pendidikan, tarekat, maupun penyembuhan

tampaknya perlu dilakukan penelitian terhadap masyarakat

sekitar pesantren khususnya di Desa Tanjungkerta

Kecamatan Pagerageung dalam praktek keagamaan, apakah

pesantren Suryalaya mempunyai peranan cukup besar

terhadap praktek keagamaan di masjid-masjid wilayah

Desa Tanjungkerta Kecamatatan Pagerageung tempat di

mana pesantren Suryalaya berada.

B. Perumusan Masalah

Untuk mempertegas penelitian ini, akan diuraikan

rumusan masalah sebagai berikut :

Page 11: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

11

1. Bagaimanakah praktek-praktek Tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren

Suryalaya?

2. Bagaimanakah pengaruh Tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya terhadap

praktek keagamaan pada masjid-masjid di Desa

Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung tempat

pesantren berada?

C. Tujuan Penelitian

Untuk lebih tegasnya tujuan penelitian ini

dimaksudkan untuk mengetahui:

1. Praktek-praktek Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah

yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Suryalaya.

2. Pengaruh Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok

Pesantren Suryalaya terhadap praktek keagamaan pada

mesjid-mesjid di Desa Tanjungkerta Kecamatan

Pagerageung tempat pesantren berada.

Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah karena

melihat besarnya Pondok Pesantren Suryalaya baik sebagai

sebuah tarekat (Qadiriyah Naqsabandiyah) maupun dengan

peranan lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pesantren Suryalaya

Page 12: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

12

dalam dimensi lokal yaitu pengaruhnya terhadap

lingkungan Kecamatan Pagerageung tempat pesantren

berada. Pengaruh ini dapat dilihat dari adanya kesamaan

praktek ritual pada Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah yang

dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya dengan masjid-

masjid yang ada di Kecamatan Pagerageung.

D. Signifikansi Penelitian

Penelitian ini mempunyai kegunaan yang cukup

signifikan terutama untuk:

1. Memberikan pemahaman terhadap keberadaan

Pesantren Suryalaya pada saat ini baik dari tarekat

Qadiriyah Naqsabandiyah, lembaga pendidikan,

maupun inabah untuk terapi psikis.

2. Memberikan pemahaman tentang pelaksanaan ritual

tarekat yang dilakukan oleh Pesantren Suryalaya.

3. Memberikan pemahaman yang seimbang tentang

peranan Pesantren Suryalaya pada tingkat regional

maupun dalam dimensi lokal di Desa Tanjungkerta

Kecamatan Pagerageung tempat pesantren berada.

Page 13: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

13

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian terdahulu menyangkut

dengan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah berkenaan

dengan Pesantren Suryalaya yaitu :

1. Martin van Bruinessen tentang Tarekat Naqsabandiyah

di Indonesia yang menguraikan tarekat tersebut dengan

sedikit menjelaskan tentang bentuk ritual

keagamaannya.

2. Zamakhsari Dhofier dalam penelitiannya yang

berhubungan dengan Tradisi Pesantren menyinggung

dalam salah satu babnya tentang perkembangan tarekat

Qadiriyah Nadsabandiyah.

3. Nurcholis Majid dalam bukunya Islam Agama

Peradaban membahas mengenai tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah sebagai sebuah praktek keagamaan dan

gerakan kesufian.

4. Haryatno meneliti Pondok Pesantren Suryala di bidang

terapi psikhis dalam tesisnya berjudul Jangka waktu

Pembinaan dengan Penurunan Gejala-gejala

Ketergantungan Narkotika di Inabah I PP Suryalaya,

Yogyakarta FPS UGM, 1994.

5. Penelitian yang dilakukan Kharisudin Aqib

menyangkut upaya kesufian dalam mensucikan jiwa

Page 14: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

14

yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Suryalaya

dengan judul disertasinya, Tarekat Qadiriyah wa

Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tazkiyatun

Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN

Jakarta ini selesai pada Tahun 2001.

6. Sebuah buku berjudul Tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah Sejarah Asal Usul dan

Perkembangannya oleh Harun Nasution (ED)

merupakan buku yang banyak dijadikan rujukan

mengenai tarekat meskipun hanya membahas seputar

keberadaannya, sejarah, asal usul dan perkembangan

pada kemursyidan Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat.

Dari penelitian-penelitian tersebut, belum ada

yang secara khusus meneliti tentang hubungan Tarekat

Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya

dengan masyarakat sekitarnya. Oleh karenanya

penelitian ini dianggap belum pernah dilakukan oleh

peneliti sebelumnya meskipun beberapa referensi tetap

mengambil dari peneliti yang sudah ada.

F. Kerangka Teori

Penelitian ini merupakan penelitian terhadap tarikat-

tarikat Islam. Tarekat itu sendiri menurut Abu Bakar adalah

Page 15: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

15

suatu jalan untuk sampai kepada tujuan ibadah yaitu

hakikat25. Tarekat secara harfiah berarti “jalan” mengacu

kepada suatu system latihan meditasi maupun amalan-

amalan yang dihubungkan dengan sederet guru sufi.

Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar

metode sufi yang khas. Pada masa permulaan, setiap guru

sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka dan beberapa

murid ini kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan

bahwa tarekat itu mensistematiskan ajaran-ajaran dan

metode tasawuf. Guru tarekat yang sama mengajarkan

metode yang sama, zikir yang sama, muraqabah (meditasi)

yang sama. Seorang pengikut tarekat akan memperoleh

kemajuan melalui sederet amalan-amalan berdasarkan

tingkat yang dilalui oleh semua pengikut tarekat yang

sama. Dari pengikut biasa (mansub) menjadi murid (tamid)

selanjutnya pembantu Syeikh atau wakil guru (khalifah-

nya) dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid).26

Secara sosiologis, nampaknya latar belakang lahirnya

pola-pola kehidupan kerohanian termasuk tarekat ataupun

tasawuf serta gelombang pasang surutnya tidak hanya

25 Abubakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Jakarta: Ramadhani, 1992), hal. 63

26 Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Survey Historis, Geografis, dan Sosiologis, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 12

Page 16: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

16

berlandaskan doktrin keagamaan belaka, melainkan juga

sumber-sumber nonagamawi seperti aspek sosial, politik,

ekonomi dan psikologis sebagai wujud perubahan dan

dinamika dalam kehidupan masyarakat pada waktu itu27.

Sebagai contoh adalah munculnya gerakan kehidupan

zuhud dan uzlah yang dipelopori oleh Hasan al-Basri (110

H) sebagai reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-

foya) yang dipraktekkan oleh para pejabat Bani

Umayyah.28

Pada gilirannya kegiatan ini akan membentuk

pandangan hidup baik individu ataupun kelompoknya.

Dapatlah dikatakan bahwa ajaran agama dalam bentuk

tarekat ini telah membentuk budaya dan pribadi seseorang

yang terlihat dalam kegiatan keagamaannya. Geertz

mengatakan bahwa wahyu membentuk suatu struktur

psikologis dalam benak manusia yang membentuk

pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau

kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku

mereka.29 Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan

27 Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad., cet. Ke-3 (Bandung :

Pustaka, 1997), hlm. 219 28 Harun Nasution, Filasafat dan Mistisime dalam Islam, (Jakarta : Bulan

Binatang, 1973), hlm. 64 29 Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius,

1992.

Page 17: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

17

berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan

dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya30.

Di Indonesia bentuk tarekat yang telah memberikan

corak keagamaan tertentu adalah Tarekat Qadiriyah

Naqsyabandiyah yang termasuk jajaran Tarekat

mu’tabarah dengan kualifikasi kejelasan silsilahnya, yakni

bersambung baik tidak langsung maupun langsung kepada

Nabi dan Ajarannya sesuai dengan syari’at yang

berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad

SAW. 31 Ajaran tarekat yang telah melekat pada pribadi

seorang muslim dapat dilihat dalam kehidupan sehari-

harinya terutama setelah ia melakukan shalat fardhu dalam

bentuk amalan dzikir. Pada Pondok Pesantren Suryalaya

ritual tarekat sangat mudah dijumpai terutama di masjid

Pesantren setelah melakukan shalat fardhu atau waktu-

waktu tertentu.

Sedangkan bagi masyarakat sekitarnya yaitu di

Kecamatan Pagerageung, amalan tarekat dapat dilihat di

masjid-masjid. Bagi sebuah pesantren, masjid merupakan

30 Andito, Atas Nama Agama, Wacana Agama Dalam Dialog Bebas

Konflik, Bandung, Pustaka Hidayah, 1998, hal. 282. 31 Sri Mulyati, Tarekat -Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta :

Kencana, 2004) hal.vii

Page 18: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

18

elemen yang sangat penting dan bagi individu muslim

lainnya, masjid merupakan sarana beribadah dalam

menjalankan shalat lima waktu, khutbah dan sembahyang

jum’ah. 32 Mesjid sebagai sebuah tempat beribadah umat

Islam di Indonesia memiliki banyak sebutan atau istilah

seperti surau, langgar, tajug dan masjid seperti yang akan

dijelaskan. Keragaman istilah tersebut berkaitan erat

dengan fungsi, ukuran dan kepemilikannya. Misalnya

Tajug – di daerah Jawa Barat – selain fungsi utamanya

sebagai tempat shalat berjamaah, rukun warga, juga

sekaligus berfungsi lembaga pendidikan non formal

keagamaan. Tajug berukuran lebih kecil dari masjid dan

bersifat terbuka yakni siapapun boleh menggunakannya

sebagai tempat beribadah. Kepemilikan Tajug sering

dinisbahkan pada ustadz pengasuh yang biasanya menjadi

pendiri tajug tersebut.

Selain masjid masih ada penamaan lain dalam bentuk

yang sama yaitu “Langgar” yaitu: tempat ibadah yang

memenuhi persyaratan yang digunakan untuk shalat

rawatib dan berada dilingkungan masyarakat yang

jamaahnya sedikit dan umumnya dibangun oleh seorang

32 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesntren studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 49

Page 19: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

19

tokoh agama atau ustad dan sekaligus dijadikan sebagai

tempat pengajian atau majelis taklim dan tidak

digunakan untuk shalat jum’at. Dan “Mushala” adalah

tempat atau ruangan atau bangunan yang digunakan untuk

shalat (rawatib atau sholat jum’at) yang terletak di tempat-

tempat tertentu seperti Kantor, Mall/Pasar, Lembaga

Pendidikan, Stasiun pelabuhan laut, bandar udara, dan

tempat-tempat umum lainnya. Kemudian dibeberapa daerah

dikenal pula dengan istilah surau dan meunasah untuk

pengertian yang sama mushala atau langgar. Di Jawa Barat

(Sunda) di sebut Tajug. Banten (Serang) disebut Bale untuk

sebutan mushalla, atau Bale Kambang yang dibangun

alakadarnya yang digunakan sebagai tempat berteduh juga

dapat digunakan untuk tempat shalat Zhuhur dan Ashar

yang berada di tempat pemandian umum atau di pematang

sawah yang hanya cukup untuk tiga sampai lima

orang. Baik masjid, mushalla, langgar, surau, tajug maupun

bale sesuai dengan fungsinya sebagai tempat ibadah adalah

hak milik Allah dan statusnya bersifat terbuka untuk semua

kaum muslimin.33

33http://www.bimasislam.depag.go.id/index.php?option=com_c

ontent&view=category&layout=blog&id=49&Itemid=92 diakses tanggal 1 Mei 2010

Page 20: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

20

Dalam penelitian ini perlu dibatasi mengenai

pengertian masjid sebagai tempat ibadah di mana di tempat

itu dilakukan ibadah shalat jum’at. Akar kata dari masjid

adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk.

Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Arab. Kata masgid

(m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5

Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang

suci" atau "tempat sembahan" 34 Dalam kajian sosiologi

agama35, kedudukan masjid mempunyai nilai sentral untuk

mengetahui perilaku seseorang sebagai pemeluk agama

Islam, maupun untuk mengetahui praktek-praktek

34 Hillenbrand, R "Masdjid. I. In the central Islamic lands".

Encyclopaedia of Islam Online. 35 Sosiologi secara umum adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari masyarakat secara empiris untuk mencapai hukum kemasyarakatan yang seumum-umumnya. Sosiologi juga dapat diartikan sebagai ilmu tentang perilaku social ditinjau dari kecenderungan individu dengan individu lain, dengan memperhatikan symbol-simbol interaksi. Agama dalam arti sempit ialah seperangkat kepercayaan, dogma, pereturan etika, praktek penyembahan, amal ibadah, terhadap tuhan atau dewa-dewa tertentu. Dalam arti luas, agama adalah suatu kepercayaan atau seperangkat nilai yang minmbulkan ketaatan pada seseorang atau kelompok tertentu kepada sesuatu yang mereka kagumi, cita-citakan dan hargai. Sosiologi agama adalah studi tentang fenomena social, dan memandang agama sebagai fenomena social. Sosiologi agama selalu berusaha untuk menemukan pinsip-prinsip umum mengenai hubungan agama dengan masyarakat, lihat pengertian, tempat, fungsi dan aliran-aliran serta metode penelitian dalam sosiologi agama, http://orthevie.wordpress.com/2010/02/13/ pengertian-tempat-fungsi-dan-aliran-aliran-serta-metode-penelitian-dalam-sosiologi-agama/

Page 21: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

21

keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya.

Kajian sosiologi Islam pada dasarnya ingin memahami

tentang sesuatu praktek keagamaan yang telah teratur dan

terjadi secara berulang-ulang dalam masyarakat sebagai

suatu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang

sudah teratur atau stabil.36

Kajian sosiologis pedesaan menjadi bagian terpenting

dalam memahami sebuah praktek keagamaan ataupun ritual

tarekat ketika terjadinya perbedaan antara satu lokasi

penelitian dengan penelitian lainnya. Pada tahun 1970

Smith dan Zopt melahirkan sosiologi pedesaan untuk

mengkaji hubungan anggota masyarakat di dalam dan

antara kelompok-kelompok di lingkungan pedesaan. Roger

yang mempelajari ilmu kemasyarakatan dengan setting

pedesaan perlu untuk mengungkapkan unsur-unsur yakni

Daerah, Tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang

merupakan lingkungan geografis. Unsur penduduk, jumlah

penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk

dan mata pencaharian penduduk. Unsur tata kehidupan pola

36 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja

Grapindo Persada, 2009), hal. 392.

Page 22: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

22

tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa

termasuk seluk beluk kehidupan masyarakat desa.37

37 Sosiologi Pedesaan, http://blog.unila.ac.id/rone/mata-kuliah/sosiologi-pedesaan/ diakses tanggal 5 Mei 2010

Page 23: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

BAB II

HUBUNGAN TAREKAT DAN TASAWUF

A. Makna Tarekat

Tarekat (tarekat, jamaknya.: thuruq atau tharaiq)

secara bahasa berarti "jalan" atau "cara".38 Dalam bahasa

Arab berarti juga kaifiyyah yang bermakna metode, atau

sistem al-uslûb, juga bermakna mazhab, aliran, haluan al-

mazhab, atau keadaan al-halah dan bermakna tiang tempat

berteduh, tongkat, payung (amud al-mizalah). Al-Jurjani

‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 H), menulis

pengertian tarekat adalah metode khusus yang dipakai oleh

sâlik (orang-orang berjalan) menuju Allãh Ta’ala melalui

tahapan-tahapan melewati maqamat-maqamat.

Kata tarekat seringkali disandingkan dengan syari’ah

dan tasawuf. Tarekat tidak membicarakan filsafat

tasawwuf, tetapi merupakan amalan (tasawwuf) atau

prakarsanya. Pengamalan tarekat merupakan suatu

kepatuhan secara ketat kepada peraturan-peraturan syariat

Islam dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, baik

yang bersifat ritual maupun sosial, yaitu dengan

38 Ibnu Manzur, Lisân al-Arab, (Bairut: Dar Ihya al-Turats al-

'Araby. T.th ), h. 155.

Page 24: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

24

menjalankan praktek-praktek dan mengerjakan amalan

yang bersifat sunnah, baik sebelum maupun sesudah sholat

wajib, dan mempraktekkan riyadhoh.

Penggunaan kata tarekat kemudian secara

terminologis ditujukan pada suatu organisasi sosial

maupun kewajiban-kewajiban yang ditujukan untuk

maksud khusus yang menjadi basis ritual dan struktur

kelompok. Maka kelompok sufi atau tarekat mencakup

spektrum aktivitas yang luas dalam sejarah dan masyarakat

muslim.39 Pengertian tarekat dalam arti membina Tarbiyah

ini dapat dijumpai dalam tulisan al-Junaid (w.819), al-

Hallâj (w.922), al-Sarâjj (w.988), al-Hujwirî (w.1072), dan

al-Qusyairî (w.1074). Maka dengan demikian tarekat abad

ke 9 dan 10 M lebih berorientasi pada perorangan

(individu) dengan kehidupan sufistik sebagai ciri

utamanya.

Tarekat dalam pengertian lain sebagai persaudaraan

kaum sufi (sufi brotherhood) tumbuh sejalan dengan

semakin mantapnya berbagai-bagai teori dan amalan-

amalan sufistik. Hal ini ditandai dengan terjadinya

perubahan hubungan Syeikh dan murîd sejak abad ke-10

39 John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moderen,

jilid 5 (Bandung , Mizan, 2001), h. 215.

Page 25: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

25

dengan adanya hubungan yang lebih formal melalui

lembaga zâwiyah, rîbâth, atau khânaqâh sebagai pusat

kegiatannya. Selanjutnya lahir pula konsep ijâzah, silsîlah

yang semua ditujukan untuk menopang kokohnya sistem

persaudaraan sufi yang telah melembaga itu. Bahkan, pada

masa-masa berikutnya, seorang murid tidaklah sekedar

pengikut syaikh akan tetapi mereka juga harus menerima

bai’ah (sumpah setia) kepada sang Syeikh ataupun pendiri

tarekat sesuai dengan garis lurus silsîlah yang diterimanya

dari Syeikh, maka dengan begitu seorang murid

memperoleh legitimasi dalam pengetahuan tarekat dan

jalinan silsîlah persaudaraan, yang berarti sudah berada

dalam satu keluarga besar tarekat yang dimasukinya.

Pada abad ke 12 tarekat dalam pengertian paguyuban

ini semakin mapan, maka kemudian tarekat menjadi suatu

komunitas dari orang-orang yang diikat sejumlah aturan-

aturan tertentu (misalnya gaya hidup, amalan-amalan

keagamaan khusus, bahkan cita-cita) dalam bingkai

syarî’ah. Dari sinilah kemudian tarekat menjadi sesuatu

yang menggejala seantero dunia Islam, lebih-lebih lagi

ketika kondisi sosial politik ummat Islam memberikan

ruang yang cukup tumbuhnya kehidupan sufistik,

disebabkan jatuhnya Baghdad ke tangan Hulagu Khan di

Page 26: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

26

abad ke-13. Kemudian muncullah beberapa tarekat sesuai

dengan nama tokoh pendirinya.

B. Makna Tasawuf

Pentingnya pembahasan tentang tarekat tidak dapat

dilepaskan dari tasawuf. Nicholson, seorang orientalis

yang kompeten dalam bidang ini, menjelaskan bahwa

sufisme bukanlah sistem yang tersusun atas aturan atau

sains, namun menurutnya adalah merupakan aturan moral.

Bila tasawuf merupakan sebuah sains, tentu hanya akan di

ketahui melalui serangkaian instruksi, sedangkan akhlak

kepada Tuhan tidak akan dapat di wujudkan hanya melalui

serangkaian aturan atau sains.40

Tarekat merupakan bagian terpenting daripada

pelaksanaan tasawuf. Mempelajari tasawuf dengan tidak

mengetahui dan melakukan tarekat merupakan suatu usaha

yang hampa. Hamka juga mendifinisikan tasawuf, ialah

keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada

budi pekerti yang mulia atau terpuji. 41 Dalam tasawuf

diterangkan bahwa syari’at itu hanya peraturan belaka,

40 Mahfud Junaidi dalam MEDIA, Jurnal Ilmu dan Pendidikan Islam, Benang Merah Sufisme dan Pendidikan Dalam Islam,Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2000, hal. 38.

41 HAMKA, Tasawuf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 2000, hal. 13

Page 27: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

27

tarekatlah yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan

syariat itu, apabila tarekat dan tasawuf sudah dapat

dikuasai, maka lahirlah hakikat yang tidak lain dari pada

perbaikan keadaan atau ahwal, sedang tujuan yang terakhir

ialah ma’rifat yaitu mengenal dan mencintai Tuhan dengan

sebaik-baiknya.42

Ibnu Khaldun mengungkapkan, pola dasar

tasawuf adalah kedisiplinan beribadah, konsentrasi

tujuan hidup menuju Allah (untuk mendapatkan ridla-

Nya), dan upaya membebaskan diri dari keterikatan

mutlak pada kehidupan duniawi, sehingga tidak

diperbudak harta atau tahta, atau kesenangan duniawi

lainnya. Beberapa ciri tasawuf yang merupakan ajaran

terpenting adalah 43:

1. Peningkatan moral. Setiap tasawuf memiliki nilai-nilai

moral tertentu yang bertujuan untuk membersihkan

jiwa, untuk perealisasian nilai-nilai itu.

2. Pemenuhan fana’ dalam realitas mutlak. Yang

dimaksud fana’ adalah kondisi seorang sufi dimana

seorang sufi tidak lagi merasakan adanya diri ataupun 42 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1976), h. 57. 43 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al- Tashawwuf al-Islam,Terjemahan, cetakan keempat, Pustaka, Bandung, 1985, h. 138-139

Page 28: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

28

keakuannya, bahkan dia merasa kekal abadi dalam

realitas yang tertinggi, dia telah meleburkan

kehendaknya begai kehendak yang mutlak.

3. Pengetahuan intuitif langsung. Para sufi berkeyakinan

atas terdapatnya metode yang lain bagi pemahaman

hakikat realitas di balik persepsi inderawi dan

penalaran intelektual yang disebut dengan kasf atau

intuisi.

4. Ketentraman dan kebahagiaan. Tasawuf diniatkan

sebagai pengenadali berbagai dorongan hawa nafsu

dan pembangkit keseimbangan psikis bagi diri seorang

sufi.

5. Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan. Ini

mengandung dua pengertian. Pertama, pengertian

yang di timba dari harfiah kata-kata. Kedua,

pengertian di peroleh dari analisa yang mendalam.

Nilai-nilai tasawuf sebagai kesederhanaan dan

kezuhudan sudah terlihat di masa sahabat oleh Abu Dzar al

Ghifari ra. Dalam suatu kunjungan ke Da`maskus pada 32

H/652 M, Abu Dzarr menyaksikan Gubernur Mu’awiyah

Ibn Abi Sufyan membangun istana gubernur yang sangat

megah. Abu Dzarr berkata kepada Mu’awiyah, "Kalau

engkau membangun istana dengan hartamu, itu berlebih-

Page 29: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

29

lebihan. Kalau engkau membangun dengan harta rakyat,

engkau berkhianat."

Karena kritiknya yang pedas itu, Abu Dzarr

ditangkap dan dikirim oleh Mu’awiyah kepada Khalifah

Utsman di Madinah. Oleh Khalifah Utsman, Abu Dzarr

beserta keluarganya dibuang ke Rabadzah, sebuah padang

gersang jauh di luar kota Madinah. Dalam perjalanan

menuju pembuangan itu, Ali ibn Abi Talib, sahabatnya

yang turut mengantarnya di samping para petugas berkata,

"Wahai Abu Dzarr, engkau takut kepada mereka karena

dunianya. Mereka takut kepada engkau karena

keyakinanmu."

Kecenderungan seperti ini secara umum terjadi pada

kalangan kaum muslim angkatan pertama. Pada angkatan

berikutnya (abad 2 H) dan seterusnya, secara berangsur-

angsur terjadi pergeseran nilai sehingga orientasi

kehidupan duniawi menjadi lebih berat. Ketika itulah

angkatan pertama kaum muslim yang mempertahankan

pola hidup sederhananya lebih dikenal sebagai kaum

sufiyah. Sufi-sui besar yang mengajarkan tarekat kepada

murid, secara individual dan kolektif. Para murid

berkumpul dan melakukan latihan bersama-sama dibawah

bimbingan guru mursyid. Inilah cikal bakal tarekat sebagai

Page 30: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

30

organisasi sufi. Sejak itu mucullah dalam sejarah

kumpulan sufi dengan seorang sufi yang bertindak sebagai

guru tertinggi dan disebut syaikh atau Mursyid. Kumpulan

ini kemudian berkembang dalam bentuk organisasi dengan

peratuarn sendiri sejak abad ke-20 M.

Mengenai kelompok tasawuf ada dua pendapat.

Pertama, mereka adalah kelompok spiritual dalam umat

Islam yang berada di tengah-tengah dua kelompok lainnya

yang disebut kelompok formal dan kelompok Intelektual.

Kelompok intelektual ini terdiri dari ulama-ulama

mutakallim (ahli teologi), sedangkan kelompok formal

terdiri dari ulama-ulama muhaddits dan fuqaha. Kedua,

bahwa tasawuf itu hanyalah suatu kecenderungan spiritual

yang membentuk etika moral dan lingkungan sosial

khusus. Sehingga seharusnya dikatakan seorang

muhaddttsin sekaligus juga ulama sufiyah, begitu pula

seorang mutakallimin sekaligus juga ulama sufiyah.44

C. Tasawuf dan Tarekat di Indonesia

Sejarah mencatat bahwa para pendakwah yang

datang ke Indonesia berasal dari Gujarat India yang

44 Syari'ah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma'rifah Ali Yafie, http://www.tasawufpositif.com/qudwah/bimbingan-fiqh-

dalam-tasawuf/49-syariah-thariqah-haqiqah-dan-marifah.html

Page 31: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

31

kebanyakan nenek moyang mereka adalah berasal dari

Hadlramaut Yaman. Negara Yaman saat itu, bahkan

hingga sekarang, adalah “gudang” al-Asyrâf atau al-

Habâ’ib; ialah orang-orang yang memiliki garis keturunan

dari Rasulullah. Karena itu pula para wali songo yang

tersebar di wilayah Nusantara memiliki garis keturunan

yang bersambung hingga Rasulullah.

Yaman adalah pusat kegiatan ilmiah yang telah

melahirkan ratusan bahkan ribuan ulama sebagai pewaris

peninggalan Rasulullah. Kegiatan ilmiah di Yaman

memusat di Hadlramaut. Berbeda dengan Iran, Libanon,

Siria, Yordania, dan beberapa wilayah di daratan Syam,

negara Yaman dianggap memiliki tradisi kuat dalam

memegang teguh ajaran Ahlussunnah. Mayoritas orang-

orang Islam di negara ini dalam fikih bermadzhab Syafi’i

dan dalam akidah bermadzhab Asy’ari. Bahkan hal ini

diungkapkan dengan jelas oleh para para tokoh terkemuka

Hadlramaut sendiri dalam karya-karya mereka. Salah

satunya as-Sayyid al-Imam ‘Abdullah ibn ‘Alawi al-

Haddad, penulis ratib al-Haddad, dalam Risâlah al-

Mu’âwanah mengatakan bahwa seluruh keturunan as-

Sâdah al-Husainiyyîn atau yang dikenal dengan Al Abi

‘Alawi adalah orang-orang Asy’ariyyah dalam akidah dan

Page 32: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

32

Syafi’iyyah dalam fikih. Dan ajaran Asy’ariyyah

Syafi’iyyah inilah yang disebarluaskan oleh moyang

keturunan Al Abi ‘Alawi tersebut, yaitu al-Imâm al-

Muhâjir as-Sayyid Ahmad ibn ‘Isa ibn Muhammad ibn

‘Ali ibn al-Imâm Ja’far ash-Shadiq. Dan ajaran

Asy’ariyyah Syafi’iyyah ini pula yang di kemudian hari di

warisi dan ditanamkan oleh wali songo di tanah

Nusantara.45

Wali songo yang terdiri dari Sunan Ampel, Sunan

Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Gresik, Sunan

Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung

Jati adalah sebagai tokoh-tokoh terkemuka dalam sejarah

penyebaran Islam di wilayah Nusantara. Tokoh-tokoh

melegenda ini hidup di sekitar pertengahan abad sembilan

hijriah. Artinya Islam sudah bercokol di wilyah Nusantara

ini sejak sekitar 600 tahun lalu, bahkan mungkin sebelum

itu.

Pasca wali songo, pada permulaan abad ke tiga belas

hijriah, di salah satu kepulauan di wilayah Nusantara lahir

sosok ulama besar. Di kemudian hari tokoh kita ini sangat

45 Sekilas Perkembangan Tasawuf dan Tarekat Di Indonesia

(Ulama Ahlussunnah Adalah Kaum Sufi Sejati) http://www.al-imancommunity.com/2011/05/sekilas-perkembangan-tasawuf-dan.html

Page 33: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

33

dihormati tidak hanya oleh orang-orang Indonesia dan

sekitarnya, tapi juga oleh orang-orang timur tengah,

bahkan oleh dunia Islam secara keseluruhan. Beliau

menjadi guru besar di Masjid al-Haram dengan gelar

“Sayyid ‘Ulamâ’ al-Hijâz”, juga dengan gelar “Imâm

‘Ulamâ’ al-Haramain”. Berbagai hasil karya yang lahir

dari tangannya sangat populer, terutama di kalangan

pondok pesantren di Indonesia. Beberapa judul kitab,

seperti Kâsyifah al-Sajâ, Qâmi’ al-Thughyân, Nûr al-

Zhalâm, Bahjah al-Wasâ’il, Mirqât Shu’ûd al-Tashdîq,

Nashâ’ih al-‘Ibâd, dan Kitab Tafsir al-Qur’an Marâh Labîd

adalah sebagian kecil dari hasil karyanya. Kitab-kitab ini

dapat kita pastikan sangat akrab di lingkungan pondok

pesantren. Santri yang tidak mengenal kitab-kitab tersebut

patut dipertanyakan “kesantriannya”.

Tokoh kita ini tidak lain adalah Syaikh Nawawi al-

Bantani. Kampung Tanara, daerah pesisir pantai yang

cukup gersang di sebelah barat pulau Jawa adalah tanah

kelahirannya. Beliau adalah keturunan ke-12 dari garis

keturunan yang bersambung kepada Sunan Gunung Jati

(Syarif Hidayatullah) Cirebon. Dengan demikian dari

silsilah ayahnya, garis keturunan Syaikh Nawawi

bersambung hingga Rasulullah.

Page 34: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

34

Perjalanan ilmiah yang beliau lakukan telah

menempanya menjadi seorang ulama besar. Di Mekah

beliau berkumpul di “kampung Jawa” bersama para ulama

besar yang juga berasal dari Nusantara, dan belajar kepada

yang lebih senior di antara mereka. Di antaranya kepada

Syaikh Khathib Sambas (dari Kalimantan) dan Syaikh

‘Abd al-Ghani (dari Bima NTB). Kepada para ulama

Mekah terkemuka saat itu, Syaikh Nawawi belajar di

antaranya kepada as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (mufti

madzhab Syafi’i), as-Sayyid Muhammad Syatha ad-

Dimyathi, Syaikh ‘Abd al-Hamid ad-Dagestani, dan

lainnya.

Dari didikan tangan Syaikh Nawawi di kemudian

hari bermunculan syaikh-syaikh lain yang sangat populer

di Indonesia. Mereka tidak hanya sebagai tokoh ulama

yang “pekerjaannya” bergelut dengan pengajian saja, tapi

juga merupakan tokoh-tokoh terdepan bagi perjuangan

kemerdekaan RI. Di antara mereka adalah; KH. Kholil

Bangkalan (Madura), KH. Hasyim Asy’ari (pencetus

gerakan sosial NU), KH. Asnawi (Caringin Banten), KH.

Tubagus Ahmad Bakri (Purwakarta Jawa Barat), KH.

Najihun (Tangerang), KH. Asnawi (Kudus) dan tokoh-

tokoh lainnya.

Page 35: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

35

Para ulama inilah yang kemudian menjadi cikal

bakan berdirinya pesantren-pesantren yang selain

menunjukkan keIslaman dengan pendidikannya juga

menunjukkan berbagai kehidupan sufi dan tarekatnya.

Menurut Alwi Shihab awal berdirinya pesantren

memperkenalkan suatu kebudayaan yang berbeda dengan

kebudayaan di lingkungan setempat, kemudian terjadi

interaksi antar kedua kebudayaan tersebut, dan yang

pertama mempengaruhi yang kedua sehingga dalam

perkembangannya masyarakat menjadi bagian dari

kebudayaan tersebut dan loyal kepadanya.46

Tradisi kehidupan kesederhanaan yang diperlihatkan

kaum sufi (tarekat) ini dalam bentangan sejarah Islam

kemudian tertransformasikan lewat pembinaan di pojok-

pojok masjid (zâwiyah), ribâth-ribâth dan rumah-rumah

guru. Dan dari sinilah muncul cikal bakal proses

pembinaan yang lebih terlembagaformalkan. Meskipun

awal penyebaran Islam berasal dari Hadramaut Yaman,

namun diyakini dua masjid agung di Makkah dan Madinah

dipastikan sebagai lokus terpenting bagi para ulama dan

murid untuk terlibat dalam jaringan ilmu keilmuan sejak

46 Alwi Shihab, Islam Sufistik:: Islam Pertama dan Pengaruhnya

hingga Kini di Indonesia (Bandung: Mizan, 2001), h. 215.

Page 36: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

36

dekade abad ke-15 dan selanjutnya47. Instrumen-instrumen

pembinaan yang merupakan media penguatan sistem

sosio-organik seperti; bai’at dan talqin, riyadlah,

khataman, manaqiban serta haul adalah simbol-simbol

yang dimiliki Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang

berfungsi sebagai instrumen untuk mendekatkan diri

dengan Allah (habl min Allah) dan membangun

komunikasi interaktif dengan sesama (habl min al-nas).

D. Jenis-Jenis Tarekat dan Ajarannya

Tarekat merupakan salah satu solusi yang akan

mampu memberikan pemahaman terhadap ajaran-ajaran

yang belum dapat di pahami oleh khalayak umum,

khususnya adalah orang-orang yang sudah lanjut usia yang

tidak mempunyai pengetahuan dan pemahaman dalam

bidang tersebut. Karena yang merupakan salah satu dari

ciri hidup kesufian adalah di dalam memahami al Qur’an

mereka selalu menggunakan intuitif yang jernih, sehingga

kontekstualitas di dalam memahami makna sebuah ayat

selalu hidup dan relevan.48

47 Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara,

Bandung: Mizan, 2002, hal. 64 48 Buletin LPM Edukasi Quantum, melirik Pendidikan Sufistik di

Indonesia,Edisi 3/Th.2/XI/2003, Hal. 13.

Page 37: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

37

Pokok dari semua tarekat itu ada lima : pertama

mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut paut

dengan pelaksanaan semua perintah, kedua mendampingi

guru-guru dan teman setarekat untuk melihat bagaimana

cara melakukannya sesuatu ibadah, ketiga meninggalkan

segala rukhsah dan takwil untuk menjaga dan memlihara

kesempurnaan amal. Keempat menjaga dan memperguna-

kan waktu serta mengisikanya dengan segala wirid dan doa

guna mempertebal khusyu dan khudur, dan kelima

mengekang diri, jangan sampai keluar melakukan hawa

nafsu dan supaya diri itu terjaga dari pada kesalahan.

Pendidikan seperti diatas kalau kita lihat dalam

kerangka pendidikan tasawuf dapat di pahami sebagai

bentuk pendidikan keagamaan yang bersifat pribadi bagi

seorang murid (salik), yang di berikan oleh seorang guru

(mursyid). Keberadaan guru tarekat dalam sebuah tarekat

amat penting, bahkan sangat mutlak. Keberadaan Mursyid

atau Syekh bagaikan Nabi Muhammad SAW. tarekat

dalam arti ajaran adalah jalan yang harus di tempuh oleh

kaum sufi dalam berusaha mendekatkan diri kepada Allah

melalui ajaran-ajaran yang telah ditentukan dan

dicontohkan oleh ulama- ulama sebelumnya sebagai upaya

Page 38: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

38

untuk penyucian hati dari sesuatu selain Allah, dan untuk

menghiasi dzikir kepada Allah.49

Munculnya tarekat (al-thuruq al-shufiyah) itu dalam

sejarah perkembangan gerakan tasawuf Dr. Kamil

Musthafa al-Syibli dalam tesisnya tentang gerakan tasawuf

dan gerakan syi'ah mengungkapkan, tokoh pertama yang

memperkenalkan sistem thariqah (tarekat) itu Syekh

Abdul Qadir al-Jilani (w. 561 H/1166 M) di Baghdad.

Ajaran tarekatnya menyebar ke seluruh penjuru dunia

Islam, yang mendapat sambutan luas di Aljazair, Ghinia

dan Jawa.

Sedangkan di Mesir, tarekat yang banyak

pengikutnya Tarekat Rifa'iyyah yang dibangun Sayid

Ahmad al-Rifa'i. Dan tempat ketiga diduduki tarekat

ulama penyair kenamaan Parsi, Jalal al-Din al-Rumi (w.

672 H/1273 M). Beliau membuat tradisi baru dengan

menggunakan alat-alat musik sebagai sarana dzikir.

Kemudian sistem ini berkembang terus dan meluas.

Dalam periode berikutnya muncul tarekat al-Syadziliyah

yang mendapat sambutan luas di Maroko dan Tunisia

49 Al Ghozali, Ikhya Ulum al Din, Juz I, Dar Al Ma’arif, Bairut,

hlm. 68

Page 39: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

39

khususnya, dan dunia Islam bagian Timur pada

umumnya.50

Adapun tarekat-tarekat tersebut antara abad ke-12

sampai abad ke-16 lahirlah empat belas tarekat yang

merupakan tarekat asli. Tarekat ini adalah tarekat

Qadiriyah (W. 1166), Suhrawardiyah (W. 1167), Rifai’yah

(W. 1175), Chishtiyya (W. 1236), Shadziliyah (W. 1256),

Maulawiyah (W. 1273), Badawiyah (W. 1276),

Dasuqiyyah (W. 1277), Sa’idiyyah (W. 1335)

Naqsabandiyah (W. 1388), Khalwatiyyah (W.

1397),Sha’baniyyah (W. 1569) dan Uwaissiyah. 51

Beberapa tarekat yang dapat dijelaskan adalah :

1. Tarekat Hadadiyah.

Tarekat yang didirikan oleh Habib Abdullah bin Alwi

Al Hadad yang wafat thn 1095 M di Yaman. Banyak

orang yang takut ikut tarekatnya berhubung ratibnya

yang terkenal, Ratib al hadad, dipercayai sebagai doa

selamat yang bermantra. Pengaruhnya tak hanya di

Aceh, tapi hampir di seluruh negara Indonesia.

50 KH Ali Yafie, Syari'ah, Thariqah, Haqiqah Dan Ma'rifah (hal.

181) http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Paramadina/Konteks/ TasawufAY.html

51 Jangan memvonis aliran tarekat dan tasawuf sesat http://www.kocarkacir.info/?p=578

Page 40: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

40

2. Tarekat Khalwatiyah.

Tarekat yang di propagandakan dalam abad -18 oleh

Syaikh Musthofa al Bakri di Mesir dan Suriah. Salah

seorang tokoh tarekat ini ialah Ahmad At Tijani yang

berasal dari Aljazair.

3. Tarekat Mu'tabaroh Nahdliyin.

Para kiai pada tanggal 10 Oktober 1957 M mendirikan

suatu badan federal bernama Pucuk Pimpinan

Jam'iyah Ahli Tarekah Mu'tabaroh, sebagai tindak

lanjut keputusan Muktamar NU 1957 di Magelang.

Belakangan dalam muktamar NU 1979 di Semarang

ditambahkan kata Nahdliyin, untuk menegaskan

bahwa badan ini tetap berafiliasi kepada NU. Dalam

anggaran dasarnya dinyatakan bahwa badan ini

bertujuan :\

a. Meningkatkan pengamalan syareat Islam di

kalangan masyarakat.

b. Mempertebal kesetian masyarakat kepada ajaran-

ajaran dari salah satu madzhab yang empat.

c. Menganjurkan para anggota agar meningkatkan

amalan-amalan ibadah dan mu'amalah, sesuai

dengan yang dicontohkan ulama' sholihin.

Page 41: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

41

Alasan ulama' mendirikan badan federasi ini adalah

untuk membimbing organisasi-organisasi tarekat yang

dinilai belum mengajarkan amalan-amalan yang sesuai

dengan Al Qur'an dan hadist dan untuk mengawasi

organisasi-organisasi tarekat agar tidak menyalah-

gunakan pengaruhnya untuk kepentingan yang tidak di

benarkan oleh ajaran-ajaran agama.

4. Tarekat Maulawiyah.

Tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin Ar

Rumi, meninggal dunia di Anatolia, Turki. Dzikirnya

disertai tarian mistik dengan cara keadaan tak sadar,

agar dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut-

penganutnya bersifat pengasih dan tidak mengharap-

kan kepentingan diri sendiri, serta hidup sederhana

menjadi teladan bagi orang lain.

5. Tarekat Naqsabandiyah.

Tarekat ini mula-mula didirikan di Turkistan oleh

Bahauddin Naqsyabandy (sumber lain menyebutkan,

Muhammad bin Muhammad Bahauddin Al Bukhori

1317-1389 M, bukan imam Al Bukhori perowi

hadits), dan di Indonesia tarekat yang paling

berpengaruh. Pada umumnya tarekat ini paling banyak

pengikutnya di Jawa sejak abad ke-19 sampai saat ini.

Page 42: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

42

Terekat ini adalah tarekat terbesar di dunia, juga di

Indonesia,dan di anggap paling terawat baik. Ada

seleksi untuk jadi pengikutnya. Markasnya di Jawa

ada di Jombang, Semarang dan Sukabumi serta

Labuhan Haji (Aceh) di Pesantren Syaikh Waly,

Khalidi.

6. Tarekat Qadiriyah.

Asal mulanya di Baghdad, dan dipandang paling tua.

Pendirinya ialah Syaikh Abdul Qadir al Jailani (1077-

1166 M). Mula-mula ia seorang ahli bahasa dan fiqih

dari Madzhab Hambali.

Pelajaran tarekat Qadariyah tidak jauh berbeda dari

pelajaran Islam pada umumnya. Hanya saja tarekat ini

mementingkan kasih sayang terhadap semua makhluq,

rendah hati dan menjahui fanatisme dalam keagamaan

maupun politik. Keistemewaan tarekat ini ialah dzikir

dengan menyebut-nyebut nama Tuhan. Kaum

Qadariyah terlalu menyamakan Tuhan dengan

manusia. Paham Qadariyah pada hakikatnya adalah

sebagian dari paham Mu'tazilah, karena imam-

imamnya dari Mu'tazilah.

Ada anggapan bahwa membaca Manaqib Syaikh

Abdul Qadir Jailani pada tanggal 10 malam tiap bulan

Page 43: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

43

bisa melepaskan kemiskinan. Karena itu manaqibnya

popular baik di Jawa maupun di Sumatra.

Kadangkala tarekat ini digabung dengan

Naqsabandiyah menjadi terekat Qadiriyah

Naqsabandiyah. Seperti halnya di Suryalaya

(Tasikmalaya Jawa Barat, dipimpin Abah Anom yang

sering dikunjungi Harun Nasutiaon, Dan Jombang

(Jawa Timur).

7. Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah.

Gabungan ajaran dua tarekat, yaitu tarekat Qadariyah

dan tarekat Naqsabandiyah, Secara etimologis TQN

berasal dari dua istilah yakni tarekat Qadiriyyah dan

Naqsabandiyyah. Secara eksplisit kedua tarekat ini

dipadukan oleh seorang maha guru tarikat, yaitu

Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Qadiriyyah adalah

nama sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada

pendirinya yaitu Sultan al-Auliya Syaikh Abdul Qadir

al-Jilani. Sementara Naqsabandiyah adalah tarekat

yang dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Syaikh

Bahauddin an-Naqsabandi. Tarekat ini merupakan

sarana yang sangat penting bagi penyebaran agama

Islam di Indonesia dan Malaya dari pusatnya di

Page 44: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

44

Makkah antara pertengahan abad ke-19 sampai

dengan perempatan pertama abad ke-20.

Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama

yang sangat disegani pada masanya dan menjadi

panutan dari murid-murid (penuntut ilmu) khususnya

yang berasal dari Nusantara. Beliau berasal dari

Sambas, Kalimantan Barat dan tinggal di Makkah

sampai wafat disana sekitar tahun 1878.52

Jabatan guru di dalam tarekat tidak boleh di emban

oleh sembarang orang. Ia merupakan orang pilihan

yang telah berhasil menguasai pokok ajaran ilmu

tarekat. Dalam pada itu juga peranan guru di dalam

tarekat juga merupakan sosok yang wajib di hormati,

di patuhi dan tidak boleh di ganggu gugat.53 Sebagai

seorang guru tarekat, ia mengangkat khalifah yang

sewaktu-waktu menjadi asistennya dalam mem-

perlancar proses transformasi ajarannya. Mereka para

khalifah tersebut adalah tiga orang yang dianggap

paling berpengaruh dan menonjol yaitu; Syekh Abdul

52 Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia

Survei Historis,Geografis dan Sosiologis, Mizan, Bandung, 1992, h. 91.

53 Drs. Saifudin Zuhri, MA., Pengaruh Tarekat di Dunia Islam, Makalah disampaikan dalam diskusi bulanan dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, tanggal 28 Nopember 1994, hal. 4.

Page 45: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

45

Karim yang berasal dari Banten, Syekh Ahmad

Hasbullah ibn Muhammad yang berasal dari Madura,

dan Syekh Tholhah yang berasal dari Cirebon. 54

Disamping itu ada beberapa khalifah-nya yang kurang

begitu penting; Muhammad Ismail ibn Ibrahim dari

Bali, Syekh Yassin dari Kedah (Malaysia), dan juga

beberapa orang yang berjasa dalam mengembangkan

ajarannya yaitu; Haji Ahmad Lampung, dan

Muhammad Ma’ruf ibn ‘Abdullah Khatib dari

Palembang.55

Tarekat Qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah (TQN)

adalah salah satu aliran dalam tasawuf yang substansi

ajarannya merupakan gabungan dari dua tarekat, yaitu

Qadiriyyah dan Naqsabandiyah. Secara keilmuan, dari

akidah lahir ilmu aqaid, tauhid, teologi Islam, dan

ilmu kalam, dari syariat lahir ilmu fikih dengan segala

cabangnya dan dari aspek hakikat lahir ilmu tasawuf

dan tarekat Al-Gazali biasanya menggunakan istilah

tauhid, fikih, dan tasawuf untuk memberikan padanan

pada ketiga aspek akidah, syariat, dan hakikat.

Menurut Elizabeth K. Notingham simbol-simbol

54 Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas Masyarakat Modern, ( Bandung: Pustaka Setia, 2002 ), 100

55 Martin Van Bruinessen, Tarekat.., h. 92..

Page 46: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

46

tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah fungsinya lebih

besar untuk mempersatukan komunitas ketimbang

definisi-definisi intelektual yang sering memiliki

keterbatasan arti56

8. Tarekat Rifaiyah.

Didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Ali Abul Abas

(wafat 578 H/1183 M). Syaikh Ahmad yang konon

guru Syaikh Abdul Qadir jailani, begitu asyik

berdzikir hingga tubuhnya terangkat keatas angkasa.

Tangannya menepuk-nepuk dadanya. Kemudian Allah

memerintahkan kepada bidadari-bidadari untuk

memberinya rebana di dadanya, daripada menepuk-

nepuk dada. Tapi syaikh Ahmad tidak ingat apa-apa,

begitu khusuknya, sehingga ia tidak mendengar suara

rebananya yang nyaring itu. Padahal seluruh dunia

mendengar suara rebana itu.

Terakat ini agak fanatik dan anggotanya dapat

melakukan hal-hal yang ajaib, misalnya makan

pecahan kaca, berjalan di atas api, dan sebagainya.

Rifaiyah, yang memang merinci tarekatnya dengan

rebana, di Acah dulu pernah berkembang besar dan

56 Elizabeth K Notingham, Sosiologi Agama , ( Jakarta: Rajawali,

1990), h. 16-17

Page 47: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

47

disebut Rapa'i sudah sulit mencarinya yang asli, yang

masih berpegang teguh pada ajaran.

9. Tarekat Samaniyah.

Tarekat yang dikenal di Jawa Barat dan Aceh,

didirikan oleh Syaikh Muhammad Saman dari

Madinah, Arab Saudi yang wafat tahun 1702 M.

Manaqib (riwayah hidup) Syaikh Saman banyak di

baca orang yang mengharap berkah. Manakib itu

ditulis oleh Syaikh Siddiq al madani, murid beliau.

Disitu tertulis "barang siapa berziyarah ke makam

Rosulullah tanpa meminta izin kepada Syaikh Saman

ziarahnya sia-sia. Juga disebutkan "siapa yang

menyeru nama Syaikh tiga kali, hilang kesedihannya.

Siapa yang makan makanannya masuk surga. Siapa

yang berziarah kemakamnya serta membaca doa-doa

untuknya, diampuni dosanya. Tarekat Saman sekarang

menjadi tari Seudati di Aceh. Dzikir Saman mulanya

hampir sama dengan dzikir-dzikir yang lain. Namun

kemudian berkembang menjadi dzikir yang ekstrim.

10. Tarekat Sanusiah.

Tarekat yang didirikan oleh Syaikh Muhammad bin

Ali as Sanusi, tahun 1837 M, di Aljazair, meninggal

dunia tahun 1957 M. pusat tarekat ini di Libia.

Page 48: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

48

11. Tarekat Siddiqiyah.

Asal usul tarekat ini tidak begitu jelas, dan tidak

terdapat di negara-negara lain. Muncul dan

berkembang di Jombang, Jawa Timur, dimulai oleh

kegiatan Kiai Mul\khtar Mukti yang mendirikan

tarekat ini tahun 1953.

12. Tarekat Syattariah.

Tarekat yang dibangun oleh Syaikh Abdullah Syattari

di India. Tarekat ini di Jawa masih ada, misalnya di

sekitar Madiun. Di Aceh dulu mengalami puncaknya

di zaman Sultanah (ratu) Safiatuddin. Tarekat ini

dibawah oleh Syaikh Abdurrouf Singkil yang

kemudian menggelar Syiah Kuala.

13. Tarekat Syaziliah.

Tarekat yang didirikan oleh Ali As Syazili, terdapat di

Afrika Utara, Arab dan Indonesia, walaupun tidak luas

tersebarnya dan pengaruhnya relative kecil.

14. Tarekat Tijaniyah.

Tarekat yang didirikan oleh Ahmad at Tijani. Tarekat

ini dengan cepat meluas di Afrika Barat dan dinegara-

negara lain, diantaranya Indonesia. Di Afrika tarekat

ini telah banyak yang mengislamkan orang-orang

Negro.

Page 49: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

49

15. Tarekat Wahidiyah.

Tarekat yang ini didirikan oleh Kiai Majid Ma'ruf di

Kedonglo, Kediri Jawa Timur, 1963 M. Teoritis

tarekat ini terbuka sifatnya, karena orang tidak usah

mengucapkan sumpah untuk menjadi anggota, siapa

saja yang mengamalkan Dzikir salawat Wahidiyah

sudah dianggap sebagai anggota. Motivasi mendirikan

tarekat ini adalah meningkatkan ketaatan orang Islam

kepada perintah-perintah agama. Pendirinya meng-

anggap masyarakat Jawa dewasa ini mengalami

kekosongan agama dan kejiwaan. Itulah sebabnya ia

mengajak masyarakat islam agar meningkatkan

ketaqwaannya kepada Tuhan dengan setiap kali

mengucapkan dzikir, ( fafirruu ila llaha ) "marilah kita

kembali kepada Allah" (lihat Tasawwuf Belitan Iblis

hal:119-127).

Selain memahami beberapa jenis tarekat tersebut,

perlu pula memahami beberapa kriteria Tariqah

Mu’tabaroh antara lain :

1. Silsilah, Hirqah dan Wasiat

Silsilah bagi seorang syaikh atau guru tarikat

yang acap kali dinamakan mursyid, karena ia memberi

petunjuk kepada murid-muridnya, merupakan syarat

Page 50: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

50

terpenting untuk mengajarkan atau memimpin suatu

tarikat, hendaklah mengetahui sungguh-sungguh nisbah

atau hubungan guru-guru itu sambung-bersambung

antara satu sama lain sampai kepada nabi. Karena yang

demikian itu dianggap perlu dan tidak boleh tidak,

sebab bantuan kerohanian yang diambil dari guru-

gurunya harus benar, dan jika tidak benar tidak

berhubungan dengan Nabi, maka bantuan itu dianggap

terputus dan tidak merupakan warisan daripada Nabi.

Silsilah itu merupakan hubungan nama-nama

yang sangat panjang, yang satu bertali dengan yang

lain, biasanya tertulis rapi dengan bahasa arab diatas

sepotong kertas yang diserahkan kepada murid terekat,

sesudah ia melakukan latihan dan amal-amal, dan

sesudah menerima petunjuk-petunjuk, irsyad dan

peringatan-peringatan, talkin, dan sesudah membuat

janji untuk tidak melakukan maksiat-maksiat yang

dilarang oleh gurunya, ahd dan menerima ijazah atau

hirqah, sebagai tanda boleh meneruskan lagi pelajaran

terekat itu kepada orang lain. Sebagi contoh silsilah

Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, salah seorang syeh

terekat naqsabandiyah terkenal, Mgl. 1332 H.

pengarang kitab Tanwirul Qulub, yang menerangkan

Page 51: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

51

bahwa ia mengambil terekat Naqsabandiyah itu dari

syaikh Umar, yang mengambil dari ayahnya Usman,

selanjutnya sambung menyambung mengambil dari

syaikh kholid, Syaih abdulloh ad-Dahlawi, dari

habibbulloh janjanan Mazhur, dari Muhammad al-

Badwani, dari Muhammad Syaifudin, dari Muhammad

Ma’sum, dari ayhnya Ahmad al-Faruqi as sarhandi, dari

Muhammad al-Baqi Billah, dari Muhammad Khawajiki

as-Samarqandi, dari ayahnya Darwis Muhammad as-

samarqandi, dari Muhammad az-Zahid, dari Ubaidillah

as-Samarqandi, dari Zaqubal-Jarkhi, dari Muhammad

bin Muhammad “alauddin al-ahtar al-Bukhari al-

khawarismi, yang mengambil dari pencipta terekat

Naqsabandiyah sendiri, bernama Syahnaqsaban sendiri,

bernama Syahnaqsaban Bahauddin Muhammaddin

Muhammad al-Uwaisi al-Bukhari, yang mengambil

pula dari Amir kalal, dari Muhammad Baba as-Samasi,

dari Ali ar-Ramitani, yang termasyhur dengan nama

syaikh Azinan, dari syaih Mahmud al-anjir Faghnawi,

dari syekh Ari far-Riyukiri, dari Syaih Abdul Khaliq al-

Khojuwani dari Syaikh Abu Yaqub yusuf al-Hamadani,

dari Syaikh Abu Ali al-Fadhol at-Thussi, dari Syaikh

Abul Hasan Ali bin ja’far al harqani dari syaikh Abu

Page 52: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

52

Yazid Taifur al-Bistami, dari Imam Ja’far as-Shadiq,

dari Qassim bin Muhammad bin Abu Bakar assidiq dari

salman al-Farisi, sahabat Nabi yang mengambil pula

dari Abu Bakar as-Siddiq sahabat Nabi dan Khalifah

yang pertama, yang akhirnya mengambil dari Nabi

Muhammad SAW, yang menerima pula melalui jibril

dari Allah SWT.

Jika seorang mursyid mempunyai silsilah

semacam itu, maka berhaklah ia mengajar tarekat

tersebut kepada orang lain. Perbedaan antara ijazah dan

khirqah kadang-kadang terletak pada perbedaan bentuk,

ijazah biasanya merupakan surat keterangan yang

memberikan kekuasaan pada seseorang untuk

selanjutnya mengajarkan tarekat itu kepada orang lain,

baik bersama-sama dengan beberapa wasiat dan

nasehat, Khirqah kadang-kadang merupakan sepotong

kain atau pakaian dari bekas gurunya, yang biasanya

oleh murid dianggap setengah suci dan menjadi kenag-

0kenangan baginya.

Wasiat dan nasehat merupakan suatu kesenian

susunan kata-kata yang indah, yang dapat member

kesan yang dalam kepada orang yang dinasehati, dan

dapat menjadi tali ikatan peraudaraan yang kokoh yang

Page 53: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

53

tidak akan putus-putus antara guru dan muridnya,

antara orang yang member nasehat dengan orang yang

dinasehati atau yang menerima wasiat terakhir.

2. Wasilah dan Rabitah.

Wasilah atau tawasul acapkali juga kita dengar

dalam lmu sufi. Istilah ini, yang kemudian ini

mempunyai arti tertentu, pada mulanya hamper dapat

diterjemahkan dengan penghubung atau hubungan,

khususnya hubungan dengan guru. Yang dijadikan

alasan terpokok untuk wasilah ini ialah ayat Qur’an

yang menerangkan : “Tuntut olehmu akan wasilah”

(Q.S V:35) Kemudian diambil pula perbandingan dari

kisah Nabi mi’raj ke langit menemui Tuhanya yang

diantaranya melalui malaikat Jibril. Pengantaran ini

dianggap wasilah sehingga dalam kalangan ahli tarekat

cerita ini lebih terkenal dengan kata-kata : Nabi

Muhammad mi’raj hendak bertemu dengan Tuhan

berwasilah kepada malaikat Jibril. Sesampai pada

sidratul Muntaha malaikat Jibril ditinggalkan disitu,

karena Nabi ketika itu hendak masuk ke dalam laut

ma’rifatulloh, musyahadah akan Allah yang bersifat

laisa kamislihi syai’.

Page 54: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

54

Ahli tarekat mengambil ibarat, behwa merekapun

ada baiknya jika berwasilah kepada guru atau kepada

pengajar pada waktu beribadah kepada Allah. Lalu

istilah wasilah itu beroleh arti yang khusus baginya

yaitu jalan yang menyampaikan hambanya kepada

Allah. Tarekat Naqsabandiyah mengartikan hakekat

wasilah itu tabarruk atau mengambil berkat,

sebagaimana yang dikerjakan oleh murid-murid tarekat

sebelum melakukan dzikir. Misalnya murid tarekat itu

berdo’a : “Ya Allah ! Aku pinta pada-Mu berkat

Rasulullah dan berkat guruku, agar engkau memberikan

daku ma’rifat dan cinta kasih hatiku kepada-Mu”.

Rabitah berarti hubungan atau ikatan, dalam

tarekat terbagi menjadi tiga, pertama Rabitah wajib,

kedua Rabtah sunat, ketiga Rabitah harus. Adapun

Rabitah wajib adalah seperti yang terdapat pada waktu

orang sembahyang mewnghadap ke baitullah.

Menghadapkan dada dan muka ke baitullah itu wajib

hukumnya karena tidak syah sembahyang jika tidak

menghadap ke ka’bah itu, padahal yang disembah

bukanlah ka’bah yang dihadapi itu, tetapi Allah semata-

mata ka’bah hanya menjadi Rabitah wajib.

Page 55: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

55

Raabitah sunnah, seperti yangterdapat [pada

seseorang ma’mum, yang harus memandang kepada

imamnya dalam bersembahyang berjamah. Sekali-kali

tidak dimaksudkan bahwa berpalig daripada

menyembah Allah dalam sembahyang. Baik ma’mum

atu imam kedua-duanya bersama-sama menyembah

Allah. Rabitah harus diterangkan seperti melihat

barang-barang yang baik pada waktu kita hendak

mengerjakan sesuatu barang agar baik pula. Dalam kata

sehari-hari : meniru mengikuti yang baik-baik. Murid

diibaratkan orang buta yang harus mengikuti gurunya

yang matanya jelas melihat. Yang dikatakan guru yang

mursyid yaitu orang yang telah karam dalam laut

muraqabah dan musyahadah berkekalan akan Tuhanya.

3. Mu’jizat dan keramat

Orang-orang sufi itu yakin bahwa wli-wali itu

mempunyai keistimewaan kelihatan pada dirinya

keadaan yang aneh-aneh. Pada saat tertentu mereka

dapat menciptakan sesuatu yang tidak dapat diperbuat

oleh manusia biasa. Pekerjaan-pekerjaan yang luar

biasa ini dinamakan keramat. Perkataan eramat dalam

pengertian ini sudah umum diketahui dan dipakai di

Indonesia, terutama untuk orang-orang yang telah

Page 56: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

56

wafat, yang menurut sejarah pada waktu hidupnya

menunjukan beberapa keanehan, dan pada waktu

matinya banyak niat-niat orang yang diucapkan dengan

menggunakan namanya, konon banyak terkabul dan

berhasil.

4. Wali dan Qutub

Dalam pelajaran Islam biasa, wali dinamakan

seseorang yang tinggi kedudukanya dalam pandangan

Tuhan karena kehidupanya yang murni dan amalnya

yang shaleh, yang dilakukan dengan tulus ikhlas

sepanjang ajaran Allah dan Rasulnya. Tetapi dalam

kalangan sufi pengertian wai lebih dari itu, wali

merupakan hamba dan kecintaan Tuhan yang luar biasa,

kekasih Tuhan yang diberi kedudukan istimewa dalam

kalagan Tuhanya, kadang-kadang menjdi perantaraan

antara manusia biasa dengan Tuhan, Tawasul,

sebagaimana acapkali mereka menjadikan Nabi

Muhammad atau salah seorang sahabatnya menjadi

penghubung dengan Tuhan dalam menyampaikan

sesuatu permintaan dan hajat. Ibnu ‘Arabi

membayngkan dalam ajaranya, hamper-hampir ta ada

pembedaan antara Rasul Tuhan dengan walinya,

padahal hanya berbeda bahwa Rosul itu diistimewakan

Page 57: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

57

pula dengan syariat dan peraturan-peraturan Tuhan

yang harus disampaikan kepada manusia.

Dalam kitab-kitab sufi diceritakan bahwa Qutub-

Qutub itu atau khalifah-khalifah Nabi yang tidak ada

putus-putusnya terdapat diatas permukaan bumi ini.

Mereka meningkat kepada kedudukanya yang mulia itu

sesudah mengetahui hakekat syari’at, sesudah

memahami rahasia qudrat Tuhan, sesudah tidak makan

melainkan apa yang diusahakakn dengan tenaganya

sendiri, sesudah tubuh dan jiwanya suci, tidak

memerlukan lahi hidup duniawi tetapi semata-mata

menunjukan perjalananya menemui wajah Tuhan.

Qutub-qutub itu didampingi amaman, yang

seorang disebelah kanannya dan seorang mendampingi

disebelah kirinya, sampai qutub itu wafat dan barulah

mereka itu diambil kembali.

Page 58: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Secara tipologis, penelitian penulis ini merupakan

model penelitian terhadap tarekat-tarekat memakai

metodologi deskriptif analitis dan mempergunakan

pendekatan historis sosiologis. Penelitian ini juga

dilakukan melalui library research untuk menelusuri

data-data menyangkut Tarekat Qadiriyah dan

Naqsabandiyah.

Penelitian ini mempergunakan pendekatan

sosiologis historis di mana teori-teori yang berkenaan

dengan sosiologi keagamaan dipakai untuk membantu

untuk merekonstruksi kejadian-kejadian masa lampau

secara sistematis dan obyektif, melalui pengumpulan,

observasi maupun studi pustaka sehingga ditetapkan

fakta-fakta untuk membuat suatu deskripsi tentang

keberadaan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Pondok

Pesantren Suryalaya. Beberapa hal menyangkut kajian

historis adalah mengenai keberadaan pesantren itu sendiri

serta pengembangannya di wilayah Kecamatan

Page 59: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

59

Pagerageung. Adanya praktek Tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah di sebuah masjid harus diungkapkan pula

mulai dilakukannya tarekat tersebut. Demikian pula

sebaliknya ketika Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah tidak

dilakukan dalam sebuah masjid dimungkinkan beberapa

waktu sebelumnya pernah dilakukan. Kajian historis akan

mengungkapkan permasalahan tentang terjadinya

keadaan tersebut.

Adapun kajian mengenai sosiologis akan

mengungkapkan mengenai realitas sosial masyarakat. Hal

ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai

perbedaan-perbedaan praktek keagamaan antara satu

masjid dengan masjid lainnya. Sinkronisasi antara satu

masjid dengan masjid lainnya perlu diungkapkan untuk

melihat keteraturan hubungan antara Pondok Pesantren

Suryalaya dengan wilayah sekitarnya.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Pondok Pesantren

Suryalaya yang terletak di kampung Godebag, desa

Tanjung Kerta Kecamatan Pagerageung Kabupaten

Tasikmalaya. Penelitian di Pondok Pesantren Suryalaya

untuk mengetahui sejauh mana praktek Tarekat Qadiriyah

Page 60: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

60

Naqsabandiyah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren

Suryalaya. Lokus penelitian lainnya adalah masjid-masjid

yang terdapat di Kecamatan Pagerageung Kabupaten

Tasikmalaya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

praktek-praktek keagamaan dalam hal ini untuk

mengetahui apakah Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah

yang dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya juga

dilakukan di masjid-masjid Kecamatan Pagerageung.

Penelitian terhadap masjid-masjid di Pagerageung,

dilatarbelakangi adanya kecenderungan tempat yang

sama untuk melakukan kegiatan ritual Tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah. Sementara itu kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan di rumah-rumah dalam bentuk dzikir sir

tidak termasuk dalam penelitian ini, karena ritual itu sulit

untuk diobservasi secara langsung.

C. Sumber Data

Sumber data dapat dibagi dua yaitu sumber data

primer dan sekunder. Adapun yang dikategorikan dengan

data primer adalah hasil observasi peneliti pada lokus yang

telah ditentukan serta hasil wawancara dengan

pimpinan/pengurus pesantren dan dua orang pengurus

mesjid di Kecamatan Pagerageung. Sedangkan sumber data

Page 61: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

61

sekunder penulis peroleh referensi menyangkut Tarekat

Qadiriyah dan Naqsabandiyah serta hasil penelitian

terdahulu yang relevan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik,

yaitu ; studi pustaka, observasi, wawancara. Studi pustaka

dilakukan untuk memperoleh data yang maksimal

mengenai keberadaan tarekat Qadiriyah dan tarekat

Naqsabandiyah serta tarekat sebagai hasil perpaduan antara

keduanya. Selain itu studi pustaka juga dilakukan untuk

memperoleh data-data keberadaan pesantren pada masa-

masa sebelumnya ataupun demografi kependudukan

Kecamatan Pagerageung pada masa-masa awal

pembentukan Pondok Pesantren Suryalaya

Observasi dilakukan dengan penginderaan langsung

kondisi, situasi, proses yang terjadi pada Pondok Pesantren

Suryalaya untuk mengetahui ritual Tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah yang dilakukan di Pondok Pesantren

Suryalaya. Observasi juga dilakukan dengan melihat

praktek-praktek keagamaan di masjid-masjid di Kecamatan

Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya. Observasi ini untuk

mendapatkan data tentang masjid-masjid yang didalamnya

Page 62: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

62

dilakukan ritual Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah seperti

yang dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya

Wawancara dilakukan kepada pimpinan dan pengurus

Pondok Pesantren Suryalaya, hal ini untuk mengetahui

perkembangan Pondok Pesantren, perkembangan mengenai

ritual tarekat yang dikerjakan serta perkembangan lain yang

menyangkut dengan Pondok Pesantren Suryalaya. Selain

itu wawancara juga dilakukan kepada 2 (dua) orang

pengurus masjid untuk mengetahui kegiatan pada masjid

tersebut, jamaah masjid serta keberadaan masjid tersebut

mulai berdiri hingga pada saat penelitian dilakukan.

Dimungkinkan sebuah masjid awalnya hanya berupa

mushalla yang dipergunakan oleh beberapa orang, namun

setelah penduduk bertambah mushalla dapat berubah

menjadi masjid yang dipakai untuk berjamaah shalat

jum’at.

Dengan melihat teknik pengumpulan data, secara

terstruktur pengambilan data dilakukan dengan :

a. Mengidentifikasi bahan-bahan pustaka, baik yang

bersifat primer maupun sekunder, menyangkut tarekat

Qadiriyah dan Naqsabandiyah serta perpaduan antara

kedua tarekat tersebut.

Page 63: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

63

b. Mengidentifikasi bahan-bahan pustaka, menyangkut

sejarah dan keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya.

c. Mengobservasi praktek Tarekat Qadiriyah

Naqsabandiyah di Pondok Pesantren Suryalaya.

d. Melakukan wawancara dengan pimpinan/pengurus

Pondok Pesantren Suryalaya.

e. Mengobservasi praktek keagamaan di masjid-masjid

Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya

berkenaan dengan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah

yang dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya

f. Melakukan wawancara dengan dua orang pengurus dari

setiap masjid Kecamatan Pagerageung Kabupaten

Tasikmalaya.

E. Analisis Data

Dalam menganalisis data, diterapkan teknik analisis

isi secara kualitatif (qualitative content analysis).

Adapun langkah analisis data dimaksud adalah sebagai

berikut :

1) Menyajikan data kepustakaan berkenaan dengan

Tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah

Page 64: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

64

2) Menyajikan data mengenai Pondok Pesantren

Suryalaya.

3) Menyajikan data mengenai pengamalan Tarekat

Qadiriyah Naqsabandiyah pada Pondok Pesantren

Suryalaya.

4) Menyajikan demografi Kecamatan Pagerageung

Kabupaten Tasikmalaya.

5) Menganalisa data hasil observasi terhadap praktek

keagamaan di masjid-masjid Kecamatan

Pagerageung.

6) Mencari hubungan antara praktek keagamaan di

masjid-masjid Kecamatan Pagerageung dengan

praktek Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok

Pesantren Suryalaya.

Data yang telah dikumpulkan menggunakan

teknik di atas akan di analisis secara kualitatif dan

hasilnya akan disajikan secara deskriptif analitis. Data

tersebut terlebih dahulu dipilah, dikategorikan, dan

dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan analisis.

Beberapa data disajikan dalam bentuk tabel, hal ini

untuk mempermudah menganalisa data tersebut. Untuk

mendeskripsikan sebuah hasil penelitian, dimungkinkan

data tersebut diperoleh baik melalui studi pustaka,

Page 65: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

65

observasi maupun wawancara atau dengan salah satu

dari ketiga metode tersebut. Data yang telah dianalisa

tersebut selanjutnya dihubungkan dengan pokok

permasalahan yang dikaji.

Page 66: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Pesantren Suryalaya Sebagai Pusat

Pengembangan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah

(TQN)

Pondok Pesantren Suryalaya didirikan oleh Syekh

Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) ra

pada hari Kamis Tanggal 7 Rajab 1323 H/ 5 September

1905 M, beliau diangkat menjadi “mursyid” oleh gurunya

bernama Syekh Ahmad Thalhah bin Tholabudin (Guru

Agung) ra yang berdomisili di Trusmi Cirebon pada tahun

1907 M, yang sekaligus sebagai pemimpin tertinggi

Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah setelah guru beliau

wafat.

Abah Sepuh menyadari bahwa usia beliau sudah

diatas rata-rata umur orang Indonesia, karena itu sudah

mulai mempersiapkan kader penerus beliau dari salah

seorang murid yang lebih menonjol dari murid-murid

lainnya, sang murid ini berdasarkan pengamatan beliau

Page 67: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

67

(gurunya) dipandang memenuhi persyaratan sebagai kader

atau calon untuk suksesi kepemimpinan Abah Sepuh.

Kader ini telah cukup lama mendapat gemblengan

dari Abah Sepuh, beliau termasuk murid yang senantiasa

penuh hormat dan adab serta taat kepada guru dan

orangtua, maka sebagai kader yang memang dipersiapkan

harus menjalani proses magang dan mencapai sukses

sepanjang tahapan-tahapan pengujian.

Murid yang menjadi kader untuk suksesi

kepemimpinan itu tidak lain adalah putra Abah Sepuh

yang kelima, yaitu H. A. Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah

Anom). Murid yang dikaderkan ini pada sekitar tahun

1950 M telah berusia 35 tahun, namun ketika itu masih

relatif muda (anom). Sehingga cukup lincah dan cekatan

secara terus mendampingi gurunya dalam berbagai

kegiatan di Pondok Pesantren dan di Masjid.

Maka untuk memapankan proses suksesi, guna

menuntun proses kesinambungan prinsip ilmu, ajaran dan

pola praktek amalan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah

dan disamping itu juga untuk memudahkan sebutan bagi

para ikhwan/akhwat dan masyarakat pada umumnya,

lahirlah panggilan Abah Sepuh dan Abah Anom.

Page 68: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

68

Ketika Abah Sepuh sudah mengalami udzur dan

berhubung dengan masih seringnya terjadi gangguan

keamanan disekitar kampong Godebag yang dilancarkan

oleh para pemberontak DI /TII dibawah pimpinan

Kartosuwiryo, maka sekitar tahun 1952 M atau pada usia

Abah Sepuh 116 tahun, beliau pindah ke kota Tasikmalaya

untuk dapat beristirahat, dan untuk memimpin Pondok

Pesantren sehari-hari diserahkan sepenuhnya kepada Abah

Anom. Abah Sepuh dirawat di rumah keluarga H.O.

Sobari, salah seorang murid yang sangat mencintai dan

menghormati Abah Sepuh dan dirumah ini pula beliau

akhirnya wafat pada tanggal 25 Januari 1956 M dalam usia

120 tahun.

Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri,

yaitu menuntun manusia agar mendapat ridha Allah,

sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. Tujuan TQN

tergambar dalam muqadimah yang mesti dibaca oleh

setiap ikhwan manakala ia akan melakukan zikrullah.

Kalimah dimaksud adalah: Ilaahii anta maqsuudi wa

ridhaaka mathluubii A’thinii mahabbataka wa

ma’rifataka. (Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan

keridhoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan

untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifat kepada-Mu)

Page 69: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

69

Do’a tersebut di atas oleh para ikhwan Tarikat

Qadiriyah Naqsabandiyah setiap habis sembahyang wajib

dibaca minimal tiga kali sebagai mukaddimah untuk

mengamalkan zikir. Dalam do’a tersebut terkandung

empat macam tujuan TQN itu sendiri, yaitu:

1. Taqarrub terhadap Allah Swt

2. Menuju jalan Mardhatillah

3. Kemahabbahan dan

4. Kemarifatan terhadap Allah Swt.

B. Visi dan Misi Pondok Pesantren Suryalaya

Pada pesantren Suryalaya terdapat lambang

pesantren yang mempunyai makna filosofis tentang misi

dan visi pesantren. Misi adalah tugas yang dirasakan orang

sebagai suatu kewajiban yang melaksanakannya seperti

demi agama Islam, khususnya di Pontren yang divisualkan

dalam Lambang Pondok Pesantren yang mengandung

esensi sebagai berikut:

1. Bingkai segi lima, yang menyatukan seluruh misi,

yaitu:

a. Secara nasional adalah Pancasila

b. Secara universal adalah Rukun Islam

Page 70: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

70

2. Seekor kupu-kupu yang sedang terbang, yang memiliki

kelengkapan anggotanya, lima macam, yaitu:

- Empat buah sayap yang terdiri dari : dua buah sayap

atas berwarna merah bergaris-garis sebanyak 12,

dan dua buah sayap bawah berwarna putih bergaris-

garis sebanyak 9

- Garis-garis (geratan) pada badan sebanyak 12

- Dua buah kumis

- Dua buah mata

- Empat buah kaki

Proses kupu-kupu : sejenis ulat menjadi kepompong

akhirnya kupu-kupu. Proses Tasawuf : Takhalli,

Tahalli, Tajalli. Pelaksanaan Nabi Saw : Hidup di

masyarakat jahiliyah, pergi Uzlah (Gua Hira) dan

didatangi Malaikat Jibril as sebagai tanda pengangkatan

sebagai Rasul Allah.

3. Setangkai padi yang memiliki 17 butir

4. Setangkai kapas yang memiliki 8 pintalan

5. Trap Islam lima macam

6. Sinar Islam yang menyinari 17 sudut

7. Satu buah kubah masjid

8. Kitab pedoman utama 2 buah

9. Tulisan Allah di atas kubah masjid

Page 71: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

71

10. Tulisan cageur bageur lahir batin (dalam bahasa

daerah Sunda)

11. Empat macam warna, yaitu: Merah, Putih, Hijau, dan

Kuning Emas.

12. Tulisan Pondok Pesantren Tasikmalaya, 7 Rajab 1323

H/ 1905 M

Adapun esensi visi (Tugu Latifah Mubarakiyah).

Visi adalah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan

atau pandangan luas (wawasan) kemasa yang akan datang

tentang Pondok Pesantren sebagai Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Tarikat Qadiriyah Naqsabandiyah yang

divisualkan dalam Tugu Latifah Mubarakiyah yang

mengandung esensi adalah bulatan yang sempurna

sebanyak 7 buah. Tujuh buah bulatan yang sempurna itu

adalah mencerminkan makna yang terkandung di dalam

hukum dasar adalah Tujuh lapisan (lingkaran) yang

terdapat dalam diri manusia, sebagaimana dalam Hadits

Qudsi sebagai berikut: “Aku jadikan pada anak Adam

(manusia) itu ada istana, di dalam istana itu ada dada, di

dalam dada itu ada qalbu (tempat bolak baliknya ingatan),

di dalam qalbu itu ada fu’ad (jujur ingatannya), di dalam

fu’ad itu ada syaghaf (kerinduan), di dalam syaghaf itu ada

Page 72: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

72

lubb (sangat rindu), di dalam lubb itu ada Sirr (mesra) dan

di dalam sir itulah ada AKU.

Tujuh latifah yang ada dalam diri manusia, yang

dalam ilmu tasawuf dikenal dengan Latifah al Qalbi,

Latifah al Ruhi, Latifah al Sirri, Latifah al Khafi, Latifah

al Akhfa, Latifah al Nafsi, Latifah al Qalab.

Tujuh tulang harus disujudkan ketika melaksanakan

sujud dalam shalat, sebagaimana diterangkan dalam HR

Bukhari-Muslim berikut ini: Rasulullah Saw telah

bersabda: Bersujudlah dengan tujuh tulang, yaitu dahi

(kening), dua telapak tangan, dua lutut dan dua ujung jari

kedua kaki. Allah menciptakan manusia dalam tujuh

proses, sebagaimana dalam QS Al-Mukminun ayat 12-14

C. Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah Pada Pesantren

Suryalaya

Di Indonesia terkenal sebuah tarekat bernama

Qodiriyah Naqsabandiyah ( disingkat TQN). Tarekat ini

dianggap sebagai tarekat terbesar, terutama di pulau

Jawa. 57 salah satu pusat penyebarannya berada di Jawa

57 Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren Studi Tentang

Pandangan Hidup Kiyai, LP3ES, Jakarta, h. 141.

Page 73: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

73

Barat, yaitu di Pondok Pesantren Suryalaya. Kini

anggotanya berjuta-juta orang. Tersebar diseluruh pelosok

tanah air dan berbagai Negara ASEAN, seperti Malaysia,

Singafura dan Brunei Darussalam.58

TQN yang berkembang di Pesantren Suryalaya ialah

TQN yang berasal dari Syekh Ahmad Khotib Syambas

melalui Syekh Tolhah dari Trusmi, Kalisapu Cirebon Jawa

Barat. Penyiaran TQN hingga ke Suryalaya dipererat

dengan hubungan kekeluargaan melalui pernikahan putera

Syekh Tolhah, guru Abah Sepuh, dengan putra Abah

Sepuh. Putra Syekh Tolhah bernama Raden H.K. Munadi.

Putri Abah Sepuh bernama Hj. Sukanah. Dengan

demikian, hubungan Syekh Tolhah dengan Abah Sepuh

bukan saja hubungan guru murid melainkan juga

hubungan besan.

Modal pertama TQN Suryalaya berupa sebuah

mesjid yang dijadikan tempat mengaji dan mengajarkan

TQN. Mesjid itu dibangun atas restu Syekh Tolhah. Cikal

bakal pesantren tersebut diberi nama patapan Suryalaya

Kajembaran Rahmaniyah dengan singkat disebut

58 Unang Sunardjo, Naskah Buku Pesantren Suryalaya dalam

Perjalanan Sejarahnya, Yayasan Serba Bhakti Suryalaya, 1985

Page 74: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

74

Suryalaya.. mesjid itu diresmikan pada tanggal 7 Rajab

1323 H /5 September 1905 M. tanggal tersebut kemudian

dijadikan titi mangsa kelahiran (milad) Pesantren

Suryalaya. Sekalipun pesantren itu telah diberi nama

Suryalaya, ketika itu masyarakat masih menyebutnya

Godebag, nama kampong di mana terletak Pesantren

Suryalaya.59

TQN Pondok Pesantren Suryalaya adalah salah satu

tarekat yang dinilai mu’tabar (sah). Zamakhsyari Dhofier

menyatakan bahwa tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah

adalah sebagai tarekat yang sah 60 akan tetapi, pada

umumnya masyarakat masih terpengaruh oleh pandangan

keliru dan negatif terhadap tarekat.

Pandangan keliru dan tuduhan pelaku bid’ah

terhadap Pesantren Suryalaya telah muncul sejak

kepemimpinan Abah Sepuh. Tuduhan itu makin hari

semakin berkurang apalgi ketika kemerdekaan

diproklamasikan. Menyurutnya fitnah dan tuduhan itu,

berkat ketegaran pimpinan pesantren, katabahan ikhwan

59 Harun Nasution ed., Thoriqot Qodiriyyah Naqsabandiyyah ;

Sejarah, Asal-Usul, dan Perkembangannya, (Tasikmalaya : IAILM, 1990), h.199.

60 Tradisi Pesantren, h. 143.

Page 75: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

75

dalam pembuktian kebenaran ajaran dalam bentuk

pengamalan TQN, juga perilaku yang didasari ketulusan

dan kesucian jiwa. Selain itu, peranserta, dukungan dan

kerjasama pemerintah dengan TQN Pesantren Suryalaya.

Bahkan mungkin yang terutama berkat charisma

kepemimpinan dan kepribadian pemimpin pesantren, baik

Abah Sepuh maupun Abah Anom.

Dengan demikian dapat dimengerti mengapa TQN

pada awal pemunculannya tidak begitu berkembang.

Disamping itu adanya tekanan penjajah yang menuduh

Abah Sepuh mengajarkan perlawanan terhadap Belanda.

Abah Sepuh dipanggil penjajah atas tuduhan mengajarkan

para santrinya tentang tata cara kekebalan, seperti tidak

tembus peluru. Abah Sepuh secara diplomatis menjawab

bahwa yang beliau ajarkan adalah bagaimana hidup agar

saleh dengan melaksanakan TQN. Apabila hidup saleh dan

selalu berbuat kebajikan, maka tidak aka nada lagi orang

lain yang membenci. Jika tidak ada yang membenci, maka

tidak mungkin ada orang yang berbuat jahat kepadanya.

Apalagi menembakan pelurunya. Inilah yang dimaksud

TQN mengajarkan kepada muridnya ilmu kekebalan.

Page 76: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

76

Pada masa-masa berikutnya, dakwah TQN lebih

merupakan dakwah bilhal, dengan perbuatan nyata dalam

ikut serta membangun umat dalam berbagai lapangan

kehidupan. Dakwah TQN pada masyarakat luas melalui

jaringan-jaringan para wakil talqin, pejabat, dan keluarga

pimpinan Pesantren Suryalaya yang berpusat di Patapan

Suryalaya. Oleh karena itu, penyebaran wilayah dan

pengaruh TQN banyak ditentukan oleh ketiga factor

tersebut. Belakangan, pengaruh dan penyebaran wilayah

itu didukung pula oleh kaum intelektual dan kelompok

aghniya’ (orang-orang hartawan dan dermawan), yang

ditopang oleh system pengorganisasian melalui Yayasan

Serba Bhakti. Di samping itu, keberhasilan Pondok

Remaja Inabah dalam meyadarkan para korban

penyalahgunaan obat terlarang, seperti narkotika dan

berbagai macam gangguan kejiwaan, turut mendukung

pengaruh dan penyebaran wilayah TQN.61

Eksistensi Pesantren Suryalaya berpengaruh

terhadap perkembangan masyarakat sekitarnya. Pengaruh

itu tentu pertama-tama dari sudut ajarannya. Sampai pada

masa DI/TII masyarakat sekitar pesantren masih banyak

61 Harun Nasution, ed. h. 200-201

Page 77: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

77

yang tidak simpati, terutama mereka yang mendukung

DI/TII. Suryalaya dianggap musuh DI/TII karena

dukungannya terhadap pemerintah RI yang sah. Akan

tetapi, kini dukungan masyarakat sekitarnya cukup cukup

menggembirakan. Umumnya, masyarakat sekitar

Pesantren adalah ikhwan TQN atau setidak-tidaknya

bersikap simpati. Disamping itu, pengaruh yang dirasakan

masyarakat ialah dibidang peningkatan kesejahteraan

rakyat, baik dibidang mental spiritual maupun dibidang

pisik material. Pesantren Suryalaya selalu tampil menjadi

pelopor dalam gerakan pelestarian lingkungan hidup.

Penanaman dan penyebaran bibit cengkih tahun 1970-an

dipelopori oleh pesantren sehingga Menteri Pertanian

Syarif Tayyib menyumbang bibit cengkih sekitar lima ribu

pohon. Bibit tersebut kemudian dijadikan modal oleh

pesantren untuk penghijauan dan reboisasi DAS Citanduy.

Di bidang kesehatan pun tak ketinggalan. Pesantren

mempelopori berdirinya PUSKESMAS dan POSYANDU,

serta penyediaan air bersih. Begitu pula dibidang

penerangan pesantren mempelopori pendirian stasiun relay

TV untuk daerah sekitarnya sehingga masyarakat dapat

mengikuti perkembangan pembangunan yang sedang

dilaksanakan pemerintah dan rakyat Indonesia. kini sarana

Page 78: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

78

komunikasi dan transportasi yang dipelopori oleh

pesantren tersebut semakin dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat. Peningkatan sarana komunikasi tahun 1990

ditandai dengan dibukanya Warung Telekomunikasi

(WARTEL) sehingga memudahkan komunikasi dengan

masyarakat lain yang jauh. Di samping itu, Radio Orari

telah lebih dahulu ada. Transportasi dari dank e Suryalaya,

kini sangat mudah, karena sarana jalan yang

menghubungkan Suryalaya dengan kota-kota lainnya telah

memadai. Kemajuan lembaga ini dengan jumlah santri

yang mencapai angka ribuan serta tamu yang berkunjung

ke pesantren setiap harinya berjumlah ratusan orang,

bahkan jumlah di atas bisa meningkat lebih banyak pada

waktu pelaksanaan manaqiban, memberikan dampak bagi

perekonomian masyarakat sekitarnya. Masyarakat merasa

bangga atas keberadaan pesantren. Kebanggan itu ada

yang dilatarbelakangi oleh kebanggaan atas kejayaan

ajaran Islam, ada pula kebanggaan yang dilatarbelakangi

dampak ekonomis dan prestise yang muncul bersamaan

dengan kehadiran pesantren tersebut.62

62 Ibid., h.211.

Page 79: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

79

D. Dasar dan Amalan Tarikat Qadiriyah Naqsabandiyah

Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai

tujuan sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan

Syekh sendiri yaitu sebagai berikut:

1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya,

maka menjadi tinggilah martabatnya

2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara

kehormatan Allah, Allah akan memelihara

kehormatannya

3. Memperbaiki khidmat. Barangsiapa memperbaiki

khidmat, ia wajib memperoleh rahmat

4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha

mencapai cita-citanya, ia kan selalu memperoleh

hidayahnya

5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan

nikmat Allah berarti ia bersyukur kepada Allah.

Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia akan

mendapatkan tambahan nikmat sebagaimana yang

dijanjikan Allah

TQN sebagai sebuah aliran dalam tasawuf

mempunyai amaliyah yang khusus yang sudah barang

tentu tidak akan sama dengan amaliyah dalam tarekat yang

Page 80: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

80

lain. Kalaupun ada kesamaan, kemungkinan dalam

beberapa hal saja karena memang sumber ajarannya sama-

sama dari Rasulullah. Amaliyah yang bersifat spiritual ini

harus diamalkan oleh siapa saja yang telah menyatakan

diri melalui “talqin” senbagai murid dan ikhwan bagi Guru

Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud. Amaliyah

tersebut merupakan amalan yang maha penting yang mesti

dilakukan oleh murid setelah melakukan amaliyah

syar’iyyah yaitu shalat fardu.

1. Dzikrullah

Zikir yang dimaksud dalam TQN adalah zikir

dengan makna khas, yaitu “hudurul Qalbi ma’ Allah

(hadirnya hati bersama Allah). Zikir dalam arti khusus

ini terbagi dua, yaitu:

a. Dzikir lisan / jahar untuk mengunci pintu syetan di

dalam diri manusia, berdasarkan petunjuk Allah

dalam Q.S. Al-A’raaf ayat 17, Q.S. Ibrahim ayat

24-25 dan 27.

b. Dzikir khafi / ingatan hati untuk membersihkan

qalbu (hati) dari semua sifat-sifat mazmumah /

tercela berdasarkan Q.S. Al-A’raaf ayat 205

Zikir jahar adalah melafalkan kalimah tayyibah

yakni “ La ilaha illallah” secara lisan dengan suara

Page 81: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

81

keras dan dengan cara-cara tertentu. Dzikir lisan/jahar

diamalkan setiap selesai mendirikan shalat fardu

banyaknya tidak boleh kurang dari 165x dan lebih

banyak sangat diutamakan, sedangkan dzikir

khafi/ingatan hati harus secara terus menerus tidak

henti-hentinya, baik sedang berdiri atau duduk atau

dalam keadaan berbaring kapan saja dan dimana saja,

sebagaimana keberadaan orang-orang yang

dikategorikan ulil albab dalam Q.S. Ali Imran 191.

Dalam kitab Miftah as-Sudur dijelaskan

bagaimana cara berzikir yang benar sebagai amalan

dalam TQN, baik zikir jahar maupun zikir khafi, yaitu:

“orang yang berzikir memulai dengan ucapan Laa dari

bawah pusat dan diangkatnya sampai ke otak dalam

kepala, sesudah itu diucapkan Ilaaha dari otak dengan

menurunkannya perlahan-lahan kebahu kanan. Lalu

memulai lagi mengucapkan Illallah dari bahu kanan

dengan menurunkan kepala kepada pangkal dada

disebelah kiri dan berkesudahan pada hati sanubari

dibawah tulang rusuk lambung dengan menghembuskan

lafadz nama Allah sekuat mungkin sehingga terasa

geraknya pada seluruh badan seakan-akan di seluruh

Page 82: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

82

bagian badan amal yang rusak itu terbakar dan

memancarkan Nur Tuhan.

Amaliah zikir berupa kalimah thoyyibah bagi

ikhwan / akhwat Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah

Pondok Pesantren Suryalaya merupakan amalan harian

yang dilaksanakan setiap ba’da shalat fardhu maupun

shalat sunat dengan ketentuan sebagai beikut:

a. Bilangan zikir kalimah Thayyibah bagi ikhwan

Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok

Pesantren Suryalaya setiap kali melaksanakan tidak

boleh kurang dari 165 kali, lebih banyak lebih baik

dengan ketentuan diakhiri hitungan bilangan ganjil.

b. Bagi ikhwan yang memiliki kesibukan atau sedang

dalam safar (perjalanan) dilain waktu ketika

senggang. Sebaiknya malam hari sebelum tidur

atau setelah shalat malam.

c. Pelaksanaan amaliyah zikir sebaiknya dilaksanakan

berjama’ah dengan suara keras sehingga

diharapkan dapat “menghancurkan” kerasnya hati

kita yang diliputi oleh sifat-sifat mazmumah

(buruk) diganti dengan sifat mahmudah (baik)

sehingga berbekas membentuk perilaku

pengamalnya, yaitu pribadi pengamal zikir yang

Page 83: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

83

berakhlak mulia berbudi luhur sebagai buahnya

zikir.

Untuk melakukan zikir terdapat beberapa hal

yang perlu diperhatikan. Pertama, hendaklah orang

yang berzikir mempunyai wudu secara sempurna.

Kedua, hendaklah berzikir dengan suara keras

sehingga hasil cahaya zikir terpancar di dalam hati

pelakunya jadilah hati akibat cahaya ini menjadi hidup

abadi hingga ke kehidupan ukhrawi.

2. Talqin dan Bai’at

Untuk dapat mengamalkan zikir khas (yakni

zikir dalam TQN), begitu juga amalan-amalan lainnya

dalam TQN, seorang salik (murid) mesti memulai

dengan proses “talqin” talqin ialah peringatan guru

kepada murid. Sedangkan bai’at adalah kesanggupan

dan kesetiaan murid dihadapan gurunya untuk

mengamalkan dan mengerjakan segala kebajikan yang

diperintahkan mursyidnya.

Talqin memiliki dua sasaran; pertama, sasaran

yang bersifat umum, dan kedua, bersifat khusus.

Adapun sasaran yang bersifat umum adalah seseorang

yang sudah bertalqin berarti sudah masuk dalam

silsilah (lingkaran) komunitas pengamal ajaran

Page 84: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

84

tarekat. Sedangkan sasaran talqin yang bersifat khusus

yakni talqin suluk setelah masuk dalam lingkaran

komunitas sufi.

Karena perkembangan TQN begitu pesat, maka

guru mursyid mengangkat wakil talqin. Wakil talqin

adalah orang yang mendapat izin dari guru mursyid

untuk melaksanakan talqin, sekaligus melakukan

pembinaan bagi ikhwan-ikhwan yang sudah di talqin.

Dengan semakin menyebarnya ajaran TQN di

dalam dan di luar negeri, maka Pimpinan Pondok

Pesantren Suryalaya menunjuk beberapa orang

kepercayaan yang disebut “Wakil” dengan tugas

utama ialah mentalqinkan zikir TQN kepada siapa

yang menginginkan dan yang merasa dirinya

berkepentingan, dengan maksud supaya orang-orang

yang sedang dalam keadaan sakit dan orang-orang

yang jauh tempat tinggalnya dapat melaksanakan

maksudnya tanpa banyak memakan biaya dan waktu,

begitu pula meringankan beban Pimpinan Pondok

Pesantren yang setiap hari terus menerus didatangi

tamu dari berbagai tempat sehingga agak sukar untuk

meninggalkan Pondok Pesantren.63

63 Ibid., h.349-350

Page 85: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

85

3. Tahapan-Tahapan Dalam Bidang Ubudiyah

Tahapan Pertama, yang paling ringan adalah

melaksanakan shalat sunat rawatib, yaitu salat sunat

qabla dan ba’da salat-salat fardu salat sunat yang biasa

dilaksanakan oleh para ikhwan di Suryalaya adalah:

- Salat sunat fajar (qabla Subuh) dan salat lidaf’il

bala

- Salat sunat qabla dan ba’da dhuhur

- Salat sunat qabla ‘Asar

- Salat sunat qabla dan ba’da magrib

- Salat sunat qabla dan ba’da Isya

Selain salat sunat ba’da magrib, Abah Anom

biasa melaksanakan salat sunat yang lainnya, yaitu:

- Salat sunat awwabin

- Salat sunat lihifdzil Iman

- Salat sunat istikharah

- Salat sunat Hajat

- Salat sunat Libirril walidain

- Salat sunat lidaf’il bala

- Salat sunat ikhlas

- Salat sunat mutlak

(pangersa Abah tidak beranjak dari tempat

salat antara magrib hingga isya. Setelah selesai salat

Page 86: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

86

isya dengan zikirnya baru beliau bersama para tamu

makan malam).

Tahapan kedua, tahapan ini merupakan upaya

peningkatan ubudiyah dengan melaksanakan salat-

salat sunat sebagai berikut:

- Salat sunat Syukrul wudu setiap kali selesai

berwudu

- Salat sunat Isyraq, sekitar pukul 06.00

- Salat sunat Isti’azah, setelah selesai salat Isyraq

- Salat sunat istikharah, setelah selesai salat

Isti’azah

- Salat sunat Duha waktunya sekitar pukul 07.30

- Salat sunat kifarat al-baol setelah selesai salat

duha

- Salat sunat lidaf’il bala, setelah salat isya

- Salat sunat hajat sebelum tidur

Tahapan ketiga, tahapan ini berupa

pelaksanaan qiyamullail atau slat malam.

Pelaksanaannya mengikuti cara-cara sebagimana

dijelaskan oleh Pangersa Abah dalam buku yang

beliau tulis berjudul “Ibadah sebagai Metode

Pembinaan Korban Penyalahgunaan Narkotika dan

Kenakalan Remaja”. Buku ini sebagai panduan bagi

Page 87: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

87

para Pembina Inabah bagaimana proses penyadaran

dan penyembuhan para remaja korban Narkoba dan

obat-obat terlarang di Inabah agar sembuh dari

ketergantungan dengan sadar dan sukarela. Cara

dimaksud adalah sebagai berikut:

- Mandi Taubat sekitar pukul 02.00 dini hari

- Salat sunat Syukrul wudu

- Salat sunat Taubat

- Salat sunat Tahajud (12 rakaat)

- Salat Sunat Tasbih (4 rakaat)

- Salat sunat witir (11 rakaat)

Setelah selesai melaksanakan salat sunat

hendaklah si salik berzikir sebanyak banyaknya

hingga waktu salat subuh tiba. Pangersa Abah tidak

beranjak dari tempat salat setelah subuh sampai

waktu isyraq.

Berikut ini rincian ubudiyah yang biasa

dilaksanakan oleh para pengamal TQN Pondok

Pesantren Suryalaya walaupun pelaksanaannya

bertahap sesuai kemampuan masing-masing.

Page 88: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

88

JADWAL KEGIATAN UBUDIYAH SEHARI-HARI:

Waktu Kegiatan Ket

Jam

02.00

-Bangun, Mandi Taubat

- Sunat Syukrul Wudhu 2 rakaat

- Sunat Taubat 2 rakaat

- Sunat Tahajud 12 rakaat

- Sunat Tasbih 4 rakaat

- Sunat Witir 11 rakaat

- Dzikir sebanyak-banyaknya,

minimal 165 x sampai menjelang

subuh

31

Jam

04.00

-Sunat Subuh 2 rakaat

-Sunat lidaf’il bala 2 rakaat

-Shalat Subuh 2 rakaat

-Dzikir minimal 165 x

6

Jam

06.00

-Sunat Israq 2 rakaat

-Sunat Isti’adah 2 rakaat

-Sunat Istikharah 2 rakaat

6

Jam

09.00

-Sunat Dhuha 8 rakaat 8

Jam

12.00

-Sunat qabla Dhuhur 2 rakaat

-Shalat Dhuhur 4 rakaat

-Dzikir minimal 165 x

-Sunat ba’da Dhuhur 2 rakaat

8

Jam -Sunat Ashar 2 rakaat

Page 89: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

89

15.00 -Shalat Ashar 4 rakaat

-Dzikir minimal 165 x

6

Jam

18.00

-Sunat Qabla Maghrib 2 rakaat

-Shalat Magrib 3 rakaat

-Dzikir minimal 165 x

-Khataman

-Sunat ba’da Magrib 2 rakaat

-Sunat Awwabin 6 rakaat

-Sunat Birrul Walidain 2 rakaat

-Sunat Lihifdzil Iman 2 rakaat

-Sunat Syukrun Nikmat 2 rakaat

-Sunat Kifarotul Baol 2 rakaat

21

Jam

19.00

-Sunat Qabla Isya 2 rakaat

-Shalat Isya 4 rakaat

-Sunat Ba’da Isya 2 rakaat

-Dzikir minimal 165 x

8

Jam

20.00

-Sunat Lidaf’il Bala 2 rakaat

-Khataman

2

Jam

21.30

sebelu

m tidur

-Sunat Syukrul Wudhu 2 rakaat

-Sunat Mutlak 4 rakaat

-Sunat Istikharah 2 rakaat

-Sunat Hajat 2 rakaat

10

4. Khataman

Kata khataman berasal dari kata “khatama

yakhtumu khataman” artinya selesai/menyelesaikan.

Maksud khataman dalam TQN adalah menyelesaikan

Page 90: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

90

atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang

menjadi ajaran TQN pada waktu-waktu tertentu. Wirid-

wirid itu minimal dibaca secara keseluruhan sampai

khatam (tamat) satu kali dalam satu minggu. Aurad

TQN yang menjadi amalan mingguan itu terdapat

dalam buku yang dihimpun dan dikodifikasikan oleh

Syekh Mursyid. Buku tersebut diberi nama “Uqud al-

Juman”, yang secara etimologis artinya untaian

mutiara. Secara substansial, aurad itu terdiri atas dzikir,

shalawat, do’a-do’a dan bacaan-bacaan yang biasa

diamalkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Khataman dilakukan setelah selesai shalat fardu dan

dzikir. Tertib amalan khataman pertama tawasul, lalu

membaca wirid-wirid yang terdapat dalam kitab uqud al

juman sampai selesai dan diakhiri dengan do’a

khataman itu sendiri. Khataman bisa dilakukan secara

munfarid atau berjama’ah, bisa di masjid atau di

rumah-rumah. Namun kalau dilakukan di masjid

dengan berjama’ah tentu lebih baik. Kalau tidak

memungkinkan di masjid secara berjama’ah di majlis-

majlis dzikir juga akan lebih baik. Yang penting

bagaimana wirid itu dapat dilakukan secara khusyu’ dan

tamat.

Page 91: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

91

Secara umum, waktu pelaksanaan khotaman yang

biasa dilaksanakan di Pondok Pesantren Suryalaya

adalah Setiap hari antara Magrib dan Isya dan setelah

shalat sunat Lidaf’il Bala’i ba’da shalat Isya dan Hari

Senin dan Kamis ba’da shalat Ashar.

5. Manaqib

Kata manaqib merupakan kata jama dari

manqabah mendapat akhiran an. Manqabah sendiri

artinya babakan sejarah hidup seseorang. Dalam tradisi

bahasa Sunda kata manaqib ditambah dengan an

sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang

mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup

seseorang secara spiritual. Manaqib dalam TQN adalah

manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri

tarikat Qadiriyah. Isi manaqib secara khusus

menceritakan akhlak Tuan Syeikh, silsilahnya, kegiatan

dakwahnya, karomahnya dan lain-lainnya yang relevan

untuk dijadikan pelajaran oleh para pengikutnya.

Manaqiban dalam TQN merupakan amalan

syahriyyah artinya amalan yang harus dilakukan

minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi

manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama,

Page 92: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

92

materi (kontens) tentang hidmah ‘amaliyah yang intinya

adalah manaqiban itu sendiri. Kedua, hidmah ‘ilmiyyah

adalah pembahasan tasawuf secara keilmuan dan

pembahasan aspek-aspek ajaran Islam secara

keseluruhan. Tujuannya adalah untuk membuka

wawasan keislaman para ikhwan, memperdalam ilmu

ketasawufan, dan memotivasi para ikhwan agar

semakin rajin (konsisten) melakukan amalan ajaran

Islam khususnya amalan TQN.

Pelaksanaan amalan manaqib berjama’ah paling

sedikit 1x dalam sebulan dan susunan acara manaqib

harus sesuai dengan Maklumat Nomor 50. PPS.III.

1995 tanggal 11 Maret 1995 yang ditandatangani oleh

sesepuh Pontren Suryalaya, K.H. A. Shohibulwafa

Tajul Arifin ra

a. Pembukaan

b. Pembacaan ayat-ayat suci Al Qur’an

c. Pembacaan Tanbih

d. Pembacaan Tawasul

e. Pembacaan Manqabah dan Do’a

f. Pembinaan pemahaman amalan

g. Pembacaan shalawat Bani Hasyim 3x

Page 93: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

93

Dalam maklumat tersebut terdapat beberapa

catatan penting antara lain sebagai berikut:

a. Kalau ada hal-hal penting yang disampaikan kepada

para ikhwan/akhwat atau sambutan dari pejabat

termasuk permohonan barakah al Fatihah adalah pada

acara pembukaan.

b. Setiap manaqib pada bulan Muharam, Rabiul Awwal,

Rajab dan Dzulhijjah dibaca shalawat Badr setelah

pembacaan ayat-ayat suci Al Qur’an

c. Sebelum pembacaan Tanbih oleh yang mendapat

kepercayaan untuk melaksanakannya, terlebih dahulu

bertawasul kepada Syaikhuna al Mukaram Guru

Almarhum Syekh H. Abdullah Mubarak bin Nur

Muhammad ra. Selesai pembacaan Tanbih diteruskan

membaca Untaian Mutiara dan akhirnya ditutup

dengan membaca Al Fatihah

d. Rabithah : Hubungan atau kaitan murid dengan guru,

baik ketika berdekatan fisik maupun ketika berjauhan

fisik, demikian juga secara zhahir atau bathin

e. Adab : Kehalusan dan kebaikan budi pekerti atau

disebut juga akhlak murid terhadap guru, hingga

membentuk pribadi yang dapat dijadikan panutan atau

suri tauladan

Page 94: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

94

f. Kesetiaan : Setiap murid terhadap guru tidak cukup

kalau hanya monoloyalitas artinya kesetiaannya tidak

terpecah, tetapi harus sampai bersetia artinya setia

selamanya.

g. Riyadhah : Latihan untuk memantapkan pribadi setiap

murid yang diberikan oleh Syaikhuna al Mukaram

Wali Mursyid H.A. Shahibulwafa Tajul Arifin ra

Hal yang menjadi perhatian pada pembahasan bagian ini

adalah tanbih yang mempunyai sinonim Wasiat, Amanat,

Petunjuk, Pedoman, Peringatan, Pengajaran dan Nasihat.

Materi dari tanbih adalah :

a. Syekh Mursyid yang arif bersemayam di Patapan

Kajembaran Rahmaniyah

b. Do’a Syekh Mursyid untuk segenap murid-murid

beliau

c. Do’a Syekh Mursyid untuk pemimpin Negara

d. Hak Prerogatif Syekh Mursyid

e. Prinsip orang-orang yang beriman

f. Pedoman dalam pergaulan

g. Mengenal jati diri

h. Membina persatuan dan kesatuan

Page 95: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

95

i. Sistem pengamalan Thariqat Qadiriyah

Naqsabandiyah

j. Tiga filter dalam usaha mencari jalan kebenaran dan

kebaikan

k. Tujuan hidup

l. Kewajiban mengaplikasikan Tanbih dalam

kehidupan sehari-hari secara nyata dan terasa

Dalam mengkaji tanbih terdapat untaian mutiara

yang menyatu dengan Tanbih tersebut di atas yang

terdiri dari lima macam esensi guna diwujudkan secara

nyata dan terasa dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

a. Jangan membenci ulama yang sejaman (sesame

umat Islam)

b. Jangan menyalahkan terhadap pengajaran orang lain

c. Jangan mengoreksi murid orang lain

d. Jangan mengorak sila jika dikoreksi oleh orang lain

(tersinggung)

e. Harus kasih saying kepada orang yang

membencimu

Tanbih adalah wasiat K.H. Syekh Abdullah

Mubarok bin Nur Muhammad (W. 1956 M) dalam

bahasa Sunda, yang beliau tulis pada tahun 1954.

Page 96: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

96

Tanbih ini diperuntukkan khusus bagi ikhwan-ikhwan

TQN, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri.

Inti tanbih ini mengajarkan bagaimana

seharusnya ikhwan-ikhwan TQN hidup bermasyarakat,

baik dengan Negara maupun dengan sesame saudaranya

yang seagama dan saudaranya yang tidak seagama.

Adapun tujuannya, agar mereka mendapat kebahagiaan

dan ketentraman lahir batin. Dengan perkataan lain agar

mereka menjadi manusia-manusia yang “Cageur

Bageur” (Budi Utama – Jasmani Sempurna).

Untuk mencapai tujuan itu, diharapkan agar para

ikhwan TQN mengamalkan ajaran TQN sebaik-baiknya

dan bertindak teliti dalam segala jalan yang akan

ditempuh.

Ajaran TQN di Pondok Pesantren Suryalaya

dikembangkan oleh dua orang mursyid, yaitu K.H.

Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (W.

1956 M) dan K.H. A. Shohibulwafa Tajul Arifin.

1. Syekh Abdullah Mubarok bin Nur

Muhammad (Abah Sepuh)

Page 97: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

97

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad

atau yang biasa di panggil Abah Sepuh, lahir tahun

1836 di kampung Cicalung Kecamatan Tarikolot

Kabupaten Sumedang (sekarang, Kp Cicalung Desa

Tanjungsari Kecamatan Pagerageung Kabupaten

Tasikmalaya) dari pasangan Rd Nura Pradja (Eyang

Upas, yang kemudian bernama Nur Muhammad)

dengan Ibu Emah. Beliau dibesarkan oleh uwaknya

yang dikenal sebagai Kyai Jangkung. Sejak kecil, beliau

sudah gemar mengaji/mesantren dan membantu orang

tua dan keluarga, serta suka memperhatikan

kesejahteraan masyarakat. Setelah menyelesaikan

pendidikan agama dalam bidang akidah, fiqih, dan lain-

lain di tempat orang tuanya. Di Pesantren Sukamiskin

Bandung beliau mendalami fiqih, nahwu, dan sorof.

Beliau kemudian mendarmabaktikan ilmunya di tengah-

tengah masyarakat dengan mendirikan pengajian di

daerahnya dan mendirikan pengajian di daerah

Tundagan Tasikmalaya. Beliau kemudian menunaikan

ibadah Haji yang pertama.

Walaupun Syaikh Abdullah Mubarok telah

menjadi pimpinan dan mengasuh sebuah pengajian pada

tahun 1890 di Tundagan Tasikmalaya, beliau masih

Page 98: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

98

terus belajar dan mendalami ilmu Thariqah Qadiriyah

Naqsabandiyah kepada Mama Guru Agung Syaikh

Tolhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan Kalisapu

Cirebon. Setelah sekian lamanya pulang-pergi antara

Tasikmalaya-Cirebon untuk memperdalam ilmu tarekat,

akhirnya beliau memperoleh kepercayaan dan diangkat

menjadi Wakil Talqin. Sekitar tahun 1908 dalam usia

72 tahun, beliau diangkat secara resmi (khirqoh)

sebagai guru dan pemimpin pengamalan Thariqah

Qadiriyah Naqsabandiyah oleh Syaikh Tolhah. Beliau

juga memperoleh bimbingan ilmu tarekat dan

(bertabaruk) kepada Syaikh Kholil Bangkalan Madura

dan bahkan memperoleh ijazah khusus Shalawat Bani

Hasyim.

Karena situasi dan kondisi di daerah Tundagan

kurang menguntungkan dalam penyebaran Thariqah

Qadiriyah Naqsabandiyah, beliau beserta keluarga

pindah ke Rancameong Gedebage dan tinggal di rumah

H. Tirta untuk sementara. Selanjutnya beliau pindah ke

Kampung Cisero (sekarang Cisirna) jarak 2,5 km dari

Dusun Godebag dan tinggal di rumah ayahnya. Pada

tahun 1904 dari Cisero Abah Sepuh beserta keluarganya

pindah ke Dusun Godebag.

Page 99: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

99

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad

kemudian dan bermukim dan memimpin Pondok

Pesantren Suryalaya sampai akhir hayatnya. Beliau

memperoleh gelar Syaikh Mursyid. Dalam perjalanan

sejarahnya, pada tahun 1950, Abah Sepuh hijrah dan

bermukim di Gg Jaksa No 13 Bandung. Sekembalinya

dari Bandung, beliau bermukim di rumah H Sobari Jl

Cihideung No 39 Tasikmlaya dari tahun 1950-1956

sampai beliau wafat.

Setelah menjalani masa yang cukup panjang,

Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad-sebagai Guru

Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dengan

segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan

yang tidak ringan, dipanggil Al Khaliq kembali ke

Rahmatullah pada tangal 25 Januari 1956, dalam usia

120 tahun. Beliau meniggalkan sebuah lembaga Pondok

Pesantren Suryalaya yang sangat berharga bagi

pembinaan umat manusia, agar senantiasa dapat

melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala

larangan-Nya serta mewariskan sebuah wasiat berupa

“TANBIH” yang sampai saat sekarang dijadikan pedoman

bagi seluruh Ikhwan Thariqah Qadiriyah

Page 100: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

100

Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya dalam

hidup dan kehidupannya.

2. KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)

KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal

dengan nama Abah Anom, dilahirkan di Suryalaya

tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, pendiri

Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj

Juhriyah. Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk

Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun

1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah

semacan Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun

1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu

agama Islam secara lebih khusus. Beliau belajar ilmu

fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang

Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan

balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa

Cianjur. Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren

Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur,

Cianjur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.

Page 101: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

101

Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom

melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati

Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada

masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli

hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom

banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal,

termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah

pesantren. Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama

Islam. Oleh karena itu, pantas jika beliau telah dicoba

dalam usia muda untuk menjadi Wakil Talqin Abah

Sepuh. Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-

ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan

pengalaman keagaman di masa mendatang.

Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa

keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah,

Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal

sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.

Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun,

Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah.

Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci.

Sepulang dari Mekah, setelah bermukim kurang lebih

tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah

mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman

Page 102: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

102

keagamaan yang mendalam. Pengetahuan beliau

meliputi tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang

merupakan inti ilmu agama. Oleh Karena itu, tidak

heran jika beliau fasih berbahasa Arab dan lancar

berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa

Sunda, sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati

yang paling dalam. Beliau juga amat cendekia dalam

budaya dan sastra Sunda setara kepandaian sarjana ahli

bahasa Sunda dalam penerapan filsafat etnik

Kesundaan, untuk memperkokoh Thariqah Qadiriyah

Naqsabandiyah. Bahkan baliaupun terkadang berbicara

dalam bahasa Jawa dengan baik.

Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956,

Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam

memimpin pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh

ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan ajaran

Islam. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan

kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor

pembangunan perekonomian rakyat melalui

pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian,

membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan

lain-lain. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren

Page 103: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

103

Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah

Sepuh yang diantara isinya adalah taat kepada perintah

agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya

tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu

berada di belakangnya.

Di samping melestarikan dan menyebarkan ajaran

agama Islam melalui metode Thariqah Qadiriyah

Naqsabandiyah. Abah Anom juga sangat konsisten

terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti

dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk

pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK,

Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah

Aliyah kegamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan

Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta

Pondok Remaja Inabah. Didirikannya Pondok Remaja

Inabah sebagai wujud perhatian Abah Anom terhadap

kebutuhan umat yang sedang tertimpa musibah.

Berdirinya Pondok Remaja Inabah membawa hikmah,

di antaranya menjadi jembatan emas untuk menarik

masyarakat luas, para pakar ilmu kesehatan,

pendidikan, sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu

Page 104: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

104

agama mulai yakin bahwa agama Islam dengan

berbagai disiplin Ilmunya termasuk tasawuf dan tarekat

mampu merehabilitasi kerusakan mental dan

membentuk daya tangkal yang kuat melalui pemantapan

keimanan dan ketakwaan dengan pengamalan Thariqah

Qadiriyah Naqsabandiyah. Dalam melaksanakan tugas

sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang

pengelola, yaitu KH. Noor Anom Mubarok, BA, KH.

Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin

(Alm)

Pada masa kepemimpinan Abah Anom, Pondok

Pesantren Suryalaya berperan aktif dalam kegiatan

Keagamaan, Sosial, Pendidikan, Pertanian, Kesehatan,

Lingkungan Hidup, dan Kenegaraan. Hal ini terbukti

dari penghargaan yang diperoleh baik dari presiden,

pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan dari

dunia internasional atas prestasi dan jasa-jasanya.

Dengan demikian eksistensi atau keberadaan Pondok

Pesantren Suryalaya semakin kuat dan semakin

dibutuhkan oleh segenap umat manusia.

Pada periode K.H. Syekh Abdullah Mubarok bin

Nur Muhammad ajaran TQN ini disampaikan kepada

Page 105: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

105

murid-muridnya melalui ceramah-ceramah, baik di

mesjid-mesjid maupun di rumah-rumah. Oleh karena

itu, tidak heran bila pada masa ini ajaran TQN dalam

bentuk tulisan tidak banyak ditemukan kecuali sedikit.

Berbeda dengan periode di atas, pada periode

K.H. A. Shohibulwafa Tajul Arifin ajaran TQN ini

tidak hanya disampaikan melalui ceramah-ceramah

saja, tetapi juga melalui tulisan. Ajaran TQN dalam

bentuk tulisan ini disusun sendiri oleh K.H. A. Shohibul

wafa Tajul Arifin, secara bertahap dan dalam waktu

yang cukup lama. Setelah itu diadakan penyempurnaan

dan penelaahan kembali yang mendalam sehingga

himpunan tulisan ini diberi nama dengan judul Miftah

al-Shudur. Kitab ini menurut penyusun, khusus

diperuntukkan bagi ikhwan-ikhwan TQN, baik yang

berada di dalam maupun di luar negeri. Adapun

tujuannya, agar para ikhwan tersebut memperoleh

ketegasan dan kemudahan dalam mempelajari serta

mengamalkannya, sehingga pada akhirnya diharapkan

mereka mendapat ketentraman jiwa dalam hidup di

dunia ini dan kemenangan di akherat.

Page 106: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

106

Inti ajaran yang terdapat dalam kitab “Miftah al-

Shudur” ini merujuk kepada kitab-kitab karya ulama

besar antara lain: Jami’ al-Ushul Fi al-Auliya karangan

Ahmad al-Naqsyabandi, Manhl al-Saniyah ‘Ala al-

Washiyyah al-Maqbulah karangan ‘Abd al-Wahhab al-

Sya’rani, Tanwir al-Qulub Fi Mu’amalah ‘Allam al-

Ghuyub karangan Syekh Muhammad Amin al-Kurdi,

al-Fath al-Rabbani karangan Syekh ‘Abd al-Qadir al-

Jailani, ‘Awarif al-Ma’arif karangan ‘Abd al-Qahir al-

Suhrawardi dan al-Shufiyah Fi Ilhamihim karangan

Hasan al-Kamil al-Malthawi.64

Pelajaran TQN juga terdapat dalam kitab ‘uqudul

juman. Menurut bahasa uqud berarti ikatan-ikatan dan

al-juman berarti permata. Jadi, uqud al-juman adalah

ikatan-ikatan atau mata rantai permata. Kiranya buku

ini diberi judul demikian karena isinya antara lain berisi

tawashul, dalam wiridan dan khataman, kepada mata

rantai yang mengajarkan Islam (TQN) sejak Allah Swt

sehingga silsilah terakhir TQN. Dalam kitab Uqud al-

Juman terdapat tiga ajaran, yaitu: Wiridan, Khataman

dan Silsilah TQN.

64 Ibid., h. 257-258

Page 107: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

107

Sebagaimana proses penyampaian ajaran TQN,

yang terkandung dalam kitab Miftah al-Shudur, pada

mulanya, ketiga ajaran tersebut juga disampaikan oleh

K.H. Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad,

melalui ceramah-ceramah.

Jumlah ikhwan TQN, baik dari dalam maupun

dari luar negeri, terus meningkat dari tahun ke tahun.

Oleh sebab itu, kiranya, menurut Pangersa K.H. A.

Shohibulwafa, ketiga ajaran tersebut dirasa perlu untuk

ditulis dalam sebuah buku yang kemudian diberi judul

“Uqud al-Juman”. Adapun tujuan penulisannya juga

sama dengan tujuan penulisan kitab “Miftah al-

Shudur”, yaitu untuk mempertegas dan mempermudah

para ikhwan TQN dalam memahami dan mengamalkan

ketiga ajaran tersebut. Ketiga ajaran ini juga sama

dengan ajaran Miftah al-Shudur diperuntukkan khusus

bagi ikhwan TQN di dalam dan di luar negeri.65

65 Ibid., h. 325.

Page 108: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

108

E. Silsilah TQN Pondok Pesantren Suryalaya

Silsilah adalah rangkaian para guru dan pengamal

tarekat yang ada pada setiap tabaqah, sejak Rasulullah

sebagai guru mursyid pertama hingga guru mursyid yang

ada sekarang.

Secara skema, sanad dan silsilah TQN Pondok

Pesantren Suryalaya adalah sebagai berikut:

1. Allah SWT

2. Jibril ‘Alaihissalam

3. Muhammad SAW

QADIRIYYAH NAQSYABANDIYYAH

4. Ali bin Abu Thalib 4. Abu Bakar Siddiq ra.

5. Husain Ibn ‘Ali 5. Salman Al-Farisi

6. Zainal Abidin 6. Qasim Ibnu Muhd Ibn Abu

Bakar

7. Muhammad Baqir 7. Imam Ja’far Al-Sadiq

8. Ja’far Al-Sadiq 8. Abu Yazid al-Bustam

9. Musa Al-Kazhim 9. Abu Hasan Kharqani

Page 109: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

109

10. Ali Ibnu Musa al-Ridha 10. Abu Ali Al-Farmadi

11. Ma’ruf al-Karkhi 11. Syekh Yusuf Al-Hamdani

12. Sirri Al-Saqati 12. Abdul Khaliq Al-Gazdawi

13. Abu Al-Kasim Junaid 13. Arif Riya Qari

Al-Baghdadi

14. Abu Bakar Al-Sibli 14. Muhammad Anjari

15. Abdul Wahid Al-Tamimi 15. Ali Ramli Tamimi

16. Abu Al-Farraj Al-Turtusi 16. M. Baba Sammasi

17. Abdul Hasan Ali Al- 17. Amir Kulaili

Karakhi

18. Abu Sa’id Mubarok 18. Bahaudin an-Naqsyabandi

Al-Majzumi

19. Syekh Abdul Kadir 19. M. Alauddin al-Tari

Al-Jailani

20. Abdul Aziz 20. Ya’qub Jareki

21. M. Mattaq 21. Ubaidillah Ahrari

22. Syamsuddin 22. M. Zahidi

23. Syarifuddin 23. Darwisi Muhammad

Baqibillah

24. Nuruddin 24. A. Faruqi Al-Sirhindi

25. Waliyuddin 25. Al-Maksum al-Sirhindi

26. Hisyamuddin 26. Saifuddin Afif

Muhammad

Page 110: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

110

27. Yahya 27. Nur Muhammad Badawi

28. Abu Bakar 28. Syamsuddin Habibullah

Janjani

29. Abdul Rahim 29. Abdullah Al-Dahlawi

30. Usman 30. Abu Said Al-Ahmadi

31. Abdul Farrah 31. Ahmad Said

32. Muhammad Murad 32. M. Jan Al-Makki

33. Syamsuddin 33. Khalid Hilmi

34. A. Khatib Al-Sambasi

35. Syekh Tolhah Cirebon

36. Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad

(Abah Sepuh)

37. KH Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin

(Abah Anom)

Dengan melihat silsilah tertulis di atas, jelaslah

bahwa Abah Anom adalah salah seorang sanad TQN dan

sekaligus sebagai seorang mursyid dalam tarekat tersebut.

Beliau mendapat hirqah dari ayahandanya sendiri, Syaikh

Page 111: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

111

Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, pendiri Pondok

Pesantren Suryalaya. Abah Anom selain sebagai mursyid

(guru spiritual TQN), dalam kepesantrenan, juga beliau

sebagai penerus, pengembang dan pengayom Pondok

Pesantren Suryalaya sejak ayahandanya meninggal hingga

saat ini.

Dilihat dari segi ajaran, baik Abah Sepuh maupun

Abah Anom sama-sama meneruskan, melestarikan dan

mengembangkan TQN dengan salah satu wahana

pengembangannya adalah Pondok Pesantren dengan segala

kelengkapannya. Betapa besar peranan Pondok Pesantren

Suryalaya dalam pelestarian, dan pengembangan ajaran

TQN, maka dinisbahkanlah term TQN kepada Pondok

Pesantren Suryalaya. Dengan demikian, maka termasyhur-

lah dalam pembahasan bagian integral tarekat mu’tabarah

sebutan TQN Pondok Pesantren Suryalaya

Selain itu, TQN yang dikembangkan di Pondok

Pesantren Suryalaya, juga memiliki kekhasan, yaitu

ajarannya terbuka, boleh dipelajari, boleh diamalkan oleh

semua kalangan dan segala umur, kontens ajarannya

dikemas dalam bingkai yang praktis sehingga mudah bagi

Page 112: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

112

siapa saja untuk memahaminya sekaligus

mengamalkannya.

F. Praktek Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Desa

Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung

Pesantren Suryalaya terletak di kampung Godebag

Desa Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung. Adapun

batas-batas lokasi Pondok Pesantren Suryalaya Desa

Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung adalah sebagai

berikut:

1. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Puteran

Kecamatan Pagerageung

2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sindangherang

kecamatan Panumbangan

3. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Guranteng

Kecamatan Pagerageung

4. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tanjungsari

Kecamatan Sukaresik

Adapun masjid-masjid yang mempraktekkan amalan

Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

adalah Masjid As-Salam. As-Shofa, Nurul Falah, Nurul

Ulum, dan Al-Amin.

Page 113: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

113

DATA MASJID DESA TANJUNGKERTA YANG

MEMPRAKTEKKAN AMALAN TQN

PESANTREN SURYALAYA NO MASJID PENGAJIAN MANAQIB KETUA DKM

1. As-Salam Tanggal 13 malam 14

Hijriyah

H. Endang S.

2. As-Shofa Tanggal 20 malam 21

Hijriyah

Ohim

Abdurrohim

3. Nurul Falah Tanggal 19 malam 20

Hijriyah

Agus Sopyan

4. Nurul Asror Tanggal 11 Hijriyah KH. A. Shohibul

Wafa Tajul Arifin

5. Nurul Ulum Tanggal 18 malam 19

Hijriyah

Yusup Hamzah

6. Al-Amin Tanggal 23 malam 24

Hijriyah

Taryudin

Selain praktek tarekat dilakukan di masjid, juga

dilakukan di mushalla-mushalla sebagaimana data

berikut ini :

NO MUSHALA PENGAJIAN KETERANGAN

1. Al-Hidayah Hari Minggu Pengajian Umum

2. Pa Juhandi Hari Jum’at Pengajian Umum

3. Ciseupan Hari Rabu Pengajian Umum

4. Miftahul Jannah Jum’at keempat Pengajian Umum

Page 114: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

114

5. Al-Munawaroh Tanggal 16 malam

17 Hijriyah

Pengajian Manaqib

6. H. Rosid Tanggal 6 malam

7 Hijriyah

Pengajian Manaqib

7. Nurul Iman Tanggal 24 malam

25 Hijriyah

Pengajian Manaqib

8. Al-Hidayah Hari Minggu Pengajian Umum

9. Baiturrahman Tanggal 18 malam

19 Hijriyah

Pengajian Manaqib

10. H. Tanu Tanggal 24 malam

25 Hijriyah

Pengajian Manaqib

11. Pa Suhadma Tanggal 7 malam

8 Hijriyah

Pengajian Manaqib

12. Pa Usman Tanggal 14 malam

15 Hijriyah

Pengajian Manaqib

13. Desa Minggu ke 2

setelah Suryalaya

Pengajian Manaqib

Masjid-masjid dan mushala-mushala yang ada di

desa Tanjungkerta semuanya mengikuti dan

mengamalkan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN)

Pesantren Suryalaya baik yang bersifat amalan harian,

mingguan dan bulanan.

Page 115: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

115

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan

sebelumnya, sampailah pada kesimpulan seperti di bawah

ini :

1. Tarekat Qadiriah wa Naqsabandiah yang terdapat

pada pesantren Suryalaya menggabungkan dua

tarekat yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiah

dengan melakukan dzikir jahar dan khafi. Selain

itu Tarekat ini juga melakukan “ritual” ubudiyah

lainnya di samping sebagai upaya alternatif

dalam pengobatan korban Narkoba.

2. Pelaksanaan Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiah

ternyata berpengaruh terhadap kehidupan

beragama di lingkungan sekitarnya yaitu di Desa

Tanjungkerta yang dapat dilihat dari seluruh

aktifitas yang dilakukan oleh jamaah di Masjid-

masjid dan mushalla.

Page 116: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

116

B. Saran

Dengan memperhatikan hasil dari penelitian ini yang

menunjukkan adanya pengaruh tarekat dari Pesantren

Suryalaya terhadap lingkungan sekitarnya (Desa

Tanjungkerta), maka dimohonkan kepada para peneliti

berikutnya dapat melakukan penelitian dengan dimensi

yang lebih luas lagi.

Page 117: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

117

LAMPIRAN I

Tanbih (Bahasa Sunda)

Ieu pangeling-ngeling ti Pangersa Guru Almarhum, Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, panglinggihan di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniah. Dawuhananakhusus kangge ka sadaya murid-murid pameget, istri, sepuh, anom, muga-muga sing ginanjar kawilujengan, masing-masing rahayu sapapanjangna, ulah aya kebengkahan jeung sadayana.Oge nu jadi Papayung Nagara sina tambih kamulyaananan, kaagunganana tiasa nagtayungan ka sadaya abdi-abdina, ngauban ka sadaya rakyatna dipaparin karaharjaan, kajembaran, kani’matan ku Gusti Nu Maha Suci dlohir bathin.Jeungna sim kuring nu jadi pananyaan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, ngahaturkeun kagegelan wasiat ka sadaya murid-murid poma sing hade-hade dina sagala laku lampah, ulah aya carekeun Agama jeung Nagara.Eta dua-duanana kawulaan sapantesna samistina, kudu kitu manusa anu tetep cicing dina kaimanan, tegesna tiasa ngawujudkeun karumasaan terhadep agama jeung nagara ta’at ka Hadorot Ilahi nu ngabuktikeun parentah dina agama jeung nagara. Inget sakabeh murid-murid, ulah kabaud ku pangwujuk napsu, kagendam ku panggoda syetan, sina awas kana jalan anu matak mengparkeun kana parentah agama jeung nagara sina telik kana diri bisi katarik ku iblis anu nyelipkeun dina bathin urang

Page 118: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

118

sarerea. Anggurmah buktikeun kahadean sina medal tina kasucian :

Kahiji : ka saluhureun ulah nanduk boh saluhureun harkatna atawa darajatna, boh dina kabogana estu kudu luyu akur jeung batur-batur.

Kadua : ka sasama tegesna ka papantaran urang dina sagala-galana ulah rek pasea, sabalikna kudu rendah babarengan dina enggoning ngalakukeun parentah agama jeung nagara, ulah jadi pacogregan pacengkadan, bisi kaasup kana pangandika :Adzabun alim”, anu hartina jadi pilara salawasna, tidunya nepi ka akherat (badan payah ati susuah)

Katilu : Ka sahandapeun ulah hayang ngahina atawa nyieun deleka culika, hentau daek ngajenan, sabalikna kudu heman, kalawan karidloan malar senang rasana gumbira atina, ulah sina ngarasa reuwas jeung giras, rasa kapapas mamaras, anggur ditungtun dituyun ku nasehatr anu lemah lembut, nu matak nimbulkeun nurut, bisa napak dina jalan kahadean.

Kaopat : Kanu pakir jeung miskin kudu welas asih someah, tur budi beresih, sarta daek mere maweh, ngayatakeun hate urang sareh. Geura rasakeun awak urang sorangan kacida ngerikna ati ari dina kakurangan. Anu matak ulah rek kajongjonan ngeunah dewek henteu lian, da pakir miskin teh lain kahayangna sorangan, estu kadaring Pangeran.

Tah kitu pigeusaneun manusa anu pinuh karumasaan, sanajan jeung sejen bangsa, sabab tungal turunan ti Nabi Adam a s. Numutkeun ayat 70 surat Isro anu pisundaeunana kieu : “Kacida ngamulyakeunana Kami ka turunan Adam, jeung Kami nyebarkeun sakabeh daratan oge lautan, jeung ngarijkian Kami ka maranehanana, anu aya di darat jeung lautan, jeung

Page 119: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

119

Kami ngutamakeun ka maranehanana, malah leuwih utama ti mahkluk anu sejenna.”

Jadi harti ieu ayat nyaeta akur jeung batur-batur ulah aya kuciwana, nurutkeun ayat tina surat Almaidah anu Sundana.

“Kudu silih tulungan jeung batur dina enggoning kahadean jeung katakwaan terhadep agama jeung nagara, soson-soson ngalampahkeunana, sabalikna ulah silsih tulungan kana jalan perdosaan jeung permusuhan terhadep parentah agama jeungnagara.”

Ari sebagi agama, saagamana-saagamana, nurutkeun surat Alkafirun ayat 6: “agama anjeun keur anjeun, agama kuring keur kuring”, surahna ulah jadi papaseaan “ kudu akur jeung batur-batur tapi ulah campur baur”. Geuning dawuhan sepuh baheula “ Sina logor dina liang jarum, ulah sereg di buana”. Lamun urangna henteu kitu tangtu hanjakal diakhirna. Karana anu matak tugeunah terhadep badan urang masing-masing eta teh tapak amal perbuatanana. Dina surat Annahli ayat 112 diuynggelkeun anu kieu :

“Gusti Allah geus maparing conto pirang-pirang tempat, boh kampungna atawa desana atawa nagarana, anu dina eta tempat nuju aman sentosa, gemah ripah loh jinawi, aki-kari pendudukna (nu nyicinganana) teu narima kana ni’mat ti Pangeran, maka tuluy bae dina eta tempat kalaparan, loba kasusah, loba karisi jeung sajabana, kitu teh samata-mata pagawean maranehanana”.

Ku lantaran kitu sakabeh murid-murid kudu arapik tilik jeung pamilih, dina nyiar jalan kahadean lahir bathin dunya akherat sangkan ngeunah nyawa betah jasad, ulah jadi kabengkahan

Page 120: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

120

anu disuprih “cageur bageur”.

Teu aya lian pagawean urang sarerea Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah amalkeun kalawan enya-enya keur ngahontal sagala kahadean dlohir bathin, keur nyingkahan sagala kagorengan dlohir bathin, anu ngeunaan ka jasad utama nyawa, anu dirungrung ku pangwujuk napsu, digoda ku dayana setan. Ieu wasiat kudu dilaksanakaeun ku sadaya murid-murid, supaya jadi kasalametan dunya rawuh akherat.

Patapan4 Suryalaya, 13 Februari 1956 Ieu Wasiat kahatur ka sadaya akhli-akhli

(KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin)

RANGGEUYAM MUTIARA Ulah ngewa ka ulama sajaman

Ulah nyalahkeun kana pangajaran batur Ulah mariksa murid batur

Ulah medal sila upama kapanah Kudu asih ka jalma nu mikangewa ka maneh

Page 121: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

121

LAMPIRAN II

Tanbih (Bahasa Indonesia)

Tanbih ini dari Syaekhuna Almarhum Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang bersemayam di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah.

Sabda beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria maupun wanita, tua maupun muda: “Semoga ada dalam kebahagiaan, dikaruniai Allah Subhanahu Wata’ala kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga tak akan timbul keretakan dalam lingkungan kita sekalian. Pun pula semoga Pimpinan Negara bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur dhohir maupun bathin.Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat kepada segenap murid-murid : berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama maupun negara. Ta’atilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan terhadap Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan perintah dalam agama maupun negara. Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu

Page 122: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

122

menyelinap dalam hati sanubari kita. Lebih baik buktikan kebajikan yang timbul dari kesucian :

1. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun dan saling menghargai.

2. Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah agama maupun negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya “Adzabun Alim”, yang berarti duka-nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat (badan payah hati susah).

3. Terhadap oarang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.

4. Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.

Demikanlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran, meskipun terhadap orang-orang asing karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam a.s. mengingat ayat 70 Surat Isro yang artinya:

“Sangat kami mulyakan keturunan Adam dan kami sebarkan segala yang berada di darat dan di lautan, juga kami mengutamakan

Page 123: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

123

mereka lebih utama dai makhluk lainnya.”

Kesimpulan dari ayat ini, bahwa kita sekalian seharusnya saling harga menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat Surat Al-Maidah yang artinya :

“Hendaklah tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan dengan sungguh-sungguh terhadap agama maupun negara, sebaliknya janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah agama maupun negara".

Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat Surat Al-Kafirun ayat 6 :”Agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku”, Maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tetapi janganlah sekali-kali ikut campur. Cobalah renungakan pepatah leluhur kita: “ Hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”. Karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri.Dalam surat An-Nahli ayat 112 diterangkan bahwa :

“Tuhan yang Maha Esa telah memberikan contoh, yakni tempat maupun kampung, desa maupun negara yang dahulunya aman dan tenteram, gemah ripah loh jinawi, namun penduduknya/penghuninya mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka lalu berkecamuklah bencana kelaparan, penderitaan dan ketakutan yang disebabkan sikap dan perbuatan mereka sendiri”.

Oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan dlohir-bathin, dunia maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya “ Budi Utama-Jasmani Sempurna “ (Cageur-Bageur).

Page 124: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

124

Tiada lain amalan kita, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebaikan, menjauhi segala kejahatan dhohir bathin yang bertalian dengan jasmani maupun rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan.

Wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap murid-murid agar supaya mencapai keselamatan dunia dan akhirat.Amin.

Patapan Suryalaya, 13 Pebruari 1956.

Wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan

(KH.A Shohibulwafa Tadjul Arifin)

UNTAIAN MUTIARA Jangan membenci kepada ulama yang sejaman Jangan menyalahkan kepada pengajaran orang lain Jangan memeriksa murid orang lain Jangan mengubah sikap walau disakiti orang Harus menyayangi orang yang membenci kepadamu

Page 125: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

125

DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Ramadhani, Solo, 1992.

Abubakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Ramadhani, Jakarta, 1992.

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2009.

Al Ghozali, Ikhya Ulum al Din, Juz I, Dar Al Ma’arif, Bairut

Alwi Shihab, Islam Sufistik:: Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia, Mizan, Bandung, 2001.

Andito, Atas Nama Agama, Wacana Agama Dalam Dialog Bebas Konflik, Pustaka Hidayah, Bandung, 1998.

Asmaran AS.,Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.

Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Bandung: Mizan, 2002.

Buletin LPM Edukasi Quantum, melirik Pendidikan Sufistik di Indonesia,Edisi 3/Th.2/XI/2003

Cecep Alba, Cahaya Tasawuf, CV. Wahana Karya Grafika, Bandung, cetakan pertama, 2009.

Page 126: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

126

Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas Masyarakat Modern, Pustaka Setia, Bandung, 2002.

Drs. Saifudin Zuhri, MA., Pengaruh Tarekat di Dunia Islam, Makalah disampaikan dalam diskusi bulanan dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, tanggal 28 Nopember 1994.

Elizabeth K Notingham, Sosiologi Agama, Rajawali, Jakarta, 1990.

Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad., cet. Ke-3, Pustaka, Bandung, 1997.

HAMKA, Tasawuf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 2000.

HAR. Gibb and J.H. Karamers, Shorter Encyclopedia of Islam, Leiden : E.J. Eril, 1961

Harun Nasution, Filasafat dan Mistisime dalam Islam, Bulan Binatang, Jakarta, 1973.

Hawas Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh- tokohnya di Nusantara, al Ikhlas, Surabaya, 1930.

Ibnu Manzur, Lisân al-Arab, Dar Ihya al-Turats al-'Araby. Beirut, T.th.

J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam (London, Oxford, New York, Oxfor University Press, New York, 1971

Page 127: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

127

John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moderen, jilid 5, Mizan, Bandung, 2001.

KH. Shohibul Wafa’ Tadjul Arifin, Miftah al-Shudur, Terj. H. Aboe Bakar Atjeh, Kunci Pembuka Dada, Kutamas, Sukabumi, t.t,

------------- Kitab Uquudul Jumaan, PT. Mudawwamah Warohmah, Tasikmalaya, cetakan pertama, 2007.

-------------- Ibadah Sebagai Mathoda Pembinaan Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Kenakalan Remaja, khusus untuk ikhwan TQN, PT. Mudawwamah Warohmah, Tasikmalaya, 1985.

Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN Jakarta, Tahun 2001

Mahfud Junaidi dalam MEDIA, Jurnal Ilmu dan Pendidikan Islam, Benang Merah Sufisme dan Pendidikan Dalam Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2000.

Mir Valiuddin, Contemplative Disiplines in Sufism, Terj. M.S. Nasrullah, Dzikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, Pustaka Hidayah, Bandung, 2000.

Shohimun Faisol dan Muhammad, dalam makalah Kontribusi Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Dalam Dakwah Islamiyah Di Lombok.

Page 128: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya

128

Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2004.

Unang Sunardjo, Naskah Buku Pesantren Suryalaya dalam Perjalanan Sejarahnya, Yayasan Serba Bhakti Suryalaya, 1985.

Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Survey Historis, Geografis, dan Sosiologis, Mizan, Bandung, 1996.

www.suryalaya.org/sejarah.html diakses tanggal 1 Mei 2010

Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta, 1985.

Zurkani Yahya, Asal Usul Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dan perkembangannya dalam Harun Nasution (ed) Tareqat Qadiriyah wa Naqsabandiyah: Sejarah Asal Usul dan Perkembangannya, IAILM, Tasikmalaya, 1990.