surimi_hans christian p s_13.70.0013_e5_unika soegijapranata

18
Acara I SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Hans Christian P.S. NIM : 13.70.0013 Kelompok : E5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Upload: praktikumhasillaut

Post on 04-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pembuatan Surimi

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara I

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama : Hans Christian P.S.

NIM : 13.70.0013

Kelompok : E5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah freezer, pisau, kain saring,

penggiling daging, milimeter blok, timbangan analitik, plastik, dan texture analyzer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan bawal, garam, gula

pasir, es batu, dan polifosfat.

1.2. METODE

Ikan bawal dicuci bersih dengan air

mengalir

Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian

kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.

Page 3: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Daging ikan digiling hingga halus, selama penggilingan dapat

ditambahkan es batu untuk menjaga suhu rendah.

Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan

menggunakan kain saring.

Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2);

5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan

polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5%

(kelompok 4, 5).

Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk

kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.

Page 4: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya

yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan

menggunakan texture analyzer.

Surimi dipress dengan

menggunakan presser.

Page 5: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok

untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Luas atas =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas bawah =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas area basah = Luas atas − Luas bawah

mg H2O =Luas area basah − 8,0

0,0948

Page 6: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Surimi

Kel. Perlakuan Hardness

(gf)

WHC

(mg H2O)

Sensori

Kekenyalan Aroma

1 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,1% 106,73 268087,13 ++ + +

2 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3% 110,22 332457,81 ++ + + +

3 Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3% 152,62 290357,43 ++ + + +

4 Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5% 91,879 277594,52 ++ + + +

5 Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5% 123,41 327271,52 + + ++ +

Keterangan :

Kekenyalan Aroma

+ : tidak kenyal + : tidak amis

+ + : kenyal + + : amis

+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis

Berdasarkan tabel di atas, didapati data berupa hardness, water holding capacity

(WHC), aroma, dan kekenyalan dari surimi tiap kelompok yang berbeda – beda. Pada

kelompok E1, fillet ikan bawal ditambahkan sukrosa dan garam 2,5%, serta polifosfat

sebesar 0,1%. Hardness yang dihasilkan dari surimi tersebut adalah 106,73 gf. Water

holding capacity surimi kelompok E1 adalah 268087,13 mg. Pada kelompok E2, fillet

ikan bawal ditambahkan sukrosa dan garam 2,5%; serta polifosfatnya sebesar 0,3%.

Hardness surimi tersebut adalah 110,22 gf dan water holding capacitynya 332457,81

mg. Pada kelompok E3, fillet ikan bawal diberikan penambahan sukrosa 5%, garam

2,5%; dan polifosfat yang ditambahkan sebesar 0,3%. Hardness dari surimi tersebut

adalah 156,62 gf dan water holding capacitynya 290357,43 mg. Fillet ikan bawal

kelompok E4 diberikan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%; dan polifosfat sebanyak

0,5%. Hardness dari surimi tersebut adalah 91,879 gf dan water holding capacitynya

277594,43 mg. Pada kelompok E5, fillet ikan bawal diberikan penambahan sukrosa 5%,

garam 2,5%; serta polifosfatnya sebesar 0,5%. Hardness surimi tersebut adalah 123,41

gf dan water holding capacitynya 327271,52 mg. Pada pengujian sensoris, aroma yang

dihasilkan dari surimi kelompok E1, E3, dan E4 adalah amis, sedangkan untuk

Page 7: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

kelompok E2 dan E5 sangat amis. Pada parameter kekenyalan surimi dari kelompok E1,

E2, dan E5 adalah kenyal, sedangkan untuk kelompok E3 dan E4 adalah sangat kenyal.

Page 8: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

3. PEMBAHASAN

Surimi merupakan produk olahan yang diproduksi dari lumatan daging ikan yang dicuci

(leaching) berulang-ulang, ditambahkan bahan food additive, pengepresan, pengepakan,

dan pembekuan. Surimi memiliki tekstur elastis dan kenyal, hal ini disebabkan karena

surimi mengandung konsentrasi protein miofibril yang sangat tinggi (Tanaka,2001).

Suzuki (1981) menambahkan bahwa surimi terbagi menjadi 2 kelompok yaitu, yaitu

mu-en surimi (tanpa penambahan garam) dan ka-en surimi (dengan penambahan garam

dalam konsentrasi tertentu). Selain 2 jenis tersebut yang umum ditemui tersebut,

terdapat pula surimi na-na yang merupakan surimi mentah dan tidak mengalami

pembekuan.

Peranginangin et al., (1999) mengatakan bahwa ikan yang digunakan untuk pembuatan

surimi sebaiknya memiliki daging berwarna putih, tidak berbau amis dan lumpur, serta

mempunyai kemampuan untuk membentuk gel yang baik. Surimi yang dihasilkan

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain jenis ikan yang digunakan, cara pengeringan

yang digunakan akan menimbulkan karakteristik surimi yang berbeda pula. Kesegaran

dari ikan yang digunakan akan berpengaruh terhadap elastisitas surimi yang dihasilkan.

Semakin segar ikan maka elastisitasnya akan semakin tinggi. Ikan yang memiliki

elastisitas rendah biasanya ditingkatkan dengan menambahkan daging ikan jenis yang

lain, diberikan penambahan gula, pati, atau protein nabati (Santana et al., 2012). pH

ikan yang paling baik untuk pembuatan surimi adalah 6,5 hingga 7. Ikan yang

digunakan untuk membuat surimi sebaiknya memiliki lemak yang rendah. Ikan yang

memiliki kandungan lemak tinggi juga dapat digunakan, namun harus mengalami

proses pengekstrakan lemak terlebih dahulu. Lemak akan mempengaruhi daya gelatinasi

dan menyebabkan produk surimi cepat mengalami ketengikan (Koswara et al., 2001).

Pada praktikum surimi kloter E, ikan yang digunakan adalah ikan bawal. Supriatna

(1998) mengatakan bahwa dalam 100 gram ikan bawal, 96 kkal energi, 0 gram

karbohidrat, 1,7 gram lemak, 150 mg fosfor, 20 mg kalsium, 19 gram protein, dan 2 mg

zat besi. Jika dibandingkan antara data dan teori yang ada, penggunaan ikan bawal

untuk bahan baku pembuatan surimi sudah sesuai dengan teori dari Peranginangin et al.,

(1999); Koswara et al., (2001); dan Supriatna (1998) .

Page 9: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

Pada pembuatan surimi ini terdapat beberapa langkah kerja yaitu, mula – mula ikan

bawal dicuci lalu dipisahkan dagingnya dari kepala, sirip, kulit, sisik, ekor, tulang, dan

isi perutnya. Setelah itu, daging ikan bawal diambil sebanyak 100 gram dan dihaluskan

menggunakan blender. Ketika daging diblender, perlu ditambahkan es batu untuk

menjaga suhu tetap rendah. Selanjutnya, daging ikan yang telah halus lalu dicuci dengan

air es sebanyak 3 kali. Setelah itu, daging ikan tersebut disaring dengan kain saring.

Pemprosesan daging ikan bawal dilakukan dalam kondisi dingin dikarenakan

kandungan protein larut air pada ikan yang hilang ketika dicuci akan berakibat pada

karakteristik kekuatan gel yang terbentuk. Air yang digunakan untuk mencucisebisa

mungkin berada dalam range 10-15ºC, sehingga tidak terlalu banyak protein larut air

yang terbuang agar kekuatan gel yang terbentuk dalam kondisi yang baik (Schwarz &

Lee,1988).

Setelah melalui tahap pencucian, daging ikan selanjutnya diberi perlakuan yang

berbeda-beda antar kelompok. Pada kelompok E1 dan E2 diberi penambahan sukrosa

dengan konsentrasi 2,5%, sedangkan untuk kelompok E3, E4, dan E5 ditambahkan

sukrosa dengan konsentrasi 5%. Selain ditambahkan sukrosa, ditambahkan pula garam

sebanyak 2,5% untuk semua kelompok, dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok E1);

0,3% (kelompok E2 dan E3); dan 0,5% (kelompok E4 dan E5). Sukrosa merupakan

bahan cryoprotectant yang berguna untuk memperlambat proses denaturasi protein

ketika disimpan dalam suhu beku. Cryoprotectant akan mengikat air oleh ikatan

hidrogen sehingga dapat menghindari proses kondensasi (Santana et al., 2012). Kadar

sukrosa yang digunakan dalam praktikum kali ini (2,5% dan 5%) juga sesuai dengan

teori dari Parvathy dan George (2011) yang menyebutkan bahwa tingkat penambahan

sukrosa pada kisaran 4% akan membuat surimi yang dihasilkan diterima oleh panelis

dalam aspek flavor, elastisitas, dan tingkat kemanisan dari surimi. Ditjen Perikanan

Tangkap (1990), mengatakan bahwa garam yang ditambahkan dalam pembuatan surimi

bertujuan untuk mempercepat keluarnya air dalam daging ikan yang telah digiling.

Garam dapat melepaskan miosin pada serat ikan sehingga dapat membentuk gel yang

kuat dan juga memperbaiki cita rasa serta aroma dari surimi (Tan et al., 1988).

Sedangkan untuk penambahan polifosfat menurut Toyoda et al., (1992), bertujuan untuk

Page 10: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

membantu melepaskan aktomiosin dan berikatan dalam miosin. Banyaknya kadar

polifosfat yang ditambahkan akan mempengaruhi tekstur dari surimi (meningkatkan

kelembutan dan elastisitas). Penambahan polifosfat dapat menyebabkan surimi tahan

disimpan selama lebih dari satu tahun (Lee, 1984). Menurut Winarno et al., (1980)

ditambahkannya bahan – bahan seperti sukrosa, garam, dan polifosfat akan

memperbaiki kualitas dari surimi yang diproduksi.

Langkah selanjutnya adalah daging ikan diaduk hingga rata lalu dimasukkan ke dalam

wadah (kantong plastik). Selanjutnya, daging ikan dibekukan dalam freezer selama 1

malam. Penyimpanan dalam freezer akan membuat kualitas dari surimi yang telah

dibuat tetap terjaga dan tidak mudah rusak akibat aktivitas mikroba (Winarno,1993).

Sedangkan tujuan dari pengemasan adalah untuk melindungi surimi dari oksidasi yang

mungkin terjadi akibat kontak dengan udara. Berikutnya, surimi dithawing kemudian

diuji hardness dengan alat Texture Analyzer, WHC menggunakan bantuan milimeter

blok, serta kualitas sensoris (kekenyalan dan aroma) yang diuji oleh seorang panelis.

Pada tabel hasil pengamatan didapati beberapa data yang meliputi hardness, WHC,

serta penilaian sensoris yang meliputi kekenyalan dan aroma. Didapati pada parameter

hardness tertinggi didapat oleh kelompok E3 dengan perlakuan penambahan 5%

sukrosa; 2,5% garam; dan 0,3% polifosfat. Sementara itu, kelompok E4 dengan

perlakuan penambahan 5% sukrosa; 2,5% garam; dan 0,5% polifosfat mendapat nilai

hardness terkecil. Menurut pendapat Peranginangin et al., (1999), jumlah polifosfat

yang ditambahkan akan mempengaruhi nilai hardness surimi yang dihasilkan. Semakin

tinggi kadar polifosfat yang ditambahkan maka tingkat elastisitas surimi akan semakin

baik. Dengan kata lain, semakin tinggi polifosfat yang ditambahkan maka tingkat

hardness akan semakin rendah. Toyoda et al., (1992) menambahkan jika polifosfat yang

ditambahkan dalam pembuatan surimi akan membuat surimi bertekstur lembut dan tidak

keras. Dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan teori, maka didapati data

yang tidak sesuai dengan teori. Seharusnya kelompok E1 yang mempunyai kadar

polifosfat terendahlah yang mempunyai tingkat hardness tertinggi. Adanya perbedaan

antara teori dengan hasil pengamatan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut

Ozogul et al. (2005), keragaman komposisi asam lemak ikan yang digunakan antar

Page 11: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

kelompok dapat berbeda yang berakibat dengan perbedaan data hardness yang ada.

Kong et al. (2001) menambahkan bahwa kadar pati dalam olahan surimi juga dapat

mempengaruhi elastisitas surimi yang dihasilkan. Pati memiliki sifat pengembangan

atau gelatinisasi yang ditimbulkan pada produk surimi.

Pada parameter WHC (water holding capacity) yang diuji didapati bahwa kelompok E2

memiliki nilai tertinggi, sedangkan kelompok E1 memiliki nilai WHC terendah.

Menurut Fennema (1985) sukrosa yang merupakan bahan cryoprotectant dapat

meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah keluarnya air dalam pembuatan

surimi. Dengan bertambahnya kadar sukrosa maka nilai WHC akan semakin meningkat

pula. Huda et al., (2011) menambahkan bahwa denaturasi myofibril protein akan

memperkecil nilai WHC. Bahan – bahan seperti sukrosa dapat mencegah terjadinya

denaturasi protein myofibril tersebut. Data hasil pengamatan yang didapat tidak sesuai

dengan teori tersebut dimana nilai WHC tertinggi dan terendah didapat pada sampel

surimi dengan kadar sukrosa yang sama. Perbedaan dengan teori dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti kekuatan pengepresan yang berbeda antar kelompok dan

ketidaktelitian dalam mengukur surimi di milimeterblok.

Pada tabel pengamatan parameter kekenyalan didapati surimi kelompok E1, E2, dan E5

memiliki karakteristik kenyal, sedangkan surimi kelompok E3 dan E4 sangat kenyal.

Data tabel hasil pengamatan tersebut kurang sesuai dengan teori. Seperti yang telah ada

pada penjelasan Toyoda et al., (1992) diatas, seharusnya kelompok E5 juga memilki

tekstur yang sangat kenyal. Hal tersebut dikarenakan menurut teori yang ada, semakin

tinggi konsentrasi polifosfat yang ditambahkan maka akan semakin tinggi pula

elastisitas atau kekenyalan dari surimi yang dihasilkan. Selain itu, menurut Nopianti et

al., (2012) pH pada kandungan surimi juga dapat memepengaruhi kekenyalan gel

dimana semakin rendah pH maka karakteristik kekuatan surimi yang dihasilkan akan

semakin rendah. Sedangkan untuk parameter aroma didapati surimi kelompok E1, E3,

dan E4 memiliki aroma amis, sementara itu surimi kelompok E2 dan E5 memiliki

aroma sangat amis. Menurut teori dari Peranginangin et al., (1999) aroma dari surimi

berkaitan dengan jenis ikan yang digunakan. Apabila daging ikan yang digunakan tidak

terlalu amis, maka surimi yang dihasilkan juga beraroma tidak terlalu amis pula. Faktor

lain yang dapat mempengaruhi aroma amis dari surimi yang dihasilkan adalah proses

Page 12: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

pencucian ikan. Pencucian ikan bertujuan agar dapat menghilangkan bau amis yang

dipengaruhi oleh kandungan trimetilamin (Tanaka, 2001). Menurut Piotrowicz dan

Mellado (2015) salah satu cara untuk mendapatkan surimi dengan aroma yang lebih

baik dapat dilakukan dengan pencucian ikan menambahkan komponen alkali, sodium

klorida, dan sodium bikarbonat dalam air.

Page 13: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

4. KESIMPULAN

Surimi merupakan salah satu produk olahan setengah jadi yang telah mengalami

proses pencucian (leaching) secara berulang-ulang, penambahan bahan tambahan

(food additive), pengepresan, pengepakan, dan pembekuan.

Ikan bawal memiliki karakteristik yang sesuai untuk bahan baku surimi karena

dagingnya berwarna putih dan memiliki kandungan lemak rendah.

Sukrosa merupakan bahan cryoprotectant yang digunakan untuk mencegah

terjadinya denaturasi protein pada surimi dan dapat meningkatkan daya ikat air.

Nilai WHC dari surimi dipengaruhi oleh tingkat sukrosa yang ditambahkan.

Garam ditambahkan untuk melepas miosin pada serat ikan sehingga didapatkan

surimi dengan gel yang kuat dan memiliki cita rasa dan aroma yang baik.

Polifosfat berguna untuk meningkatkan kelembutan dan sifat elastisitas dari surimi

Semakin tinggi kadar polifosfat yang ditambahkan, maka akan membuat surimi

memiliki nilai hardness yang rendah, semakin kenyal, dan nilai WHC yang

meningkat.

Semarang, 31 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen

- Yusdhika Bayu S.

Hans Christian P.S.

13.70.0013

Page 14: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

5. DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Perikanan. (1990). Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan

Laut. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New

York: Marcel Dekker, Inc.

Huda N., Leng O.H., dan Nopianti R. (2011).Cryoprotective Effects of Different Levels

of Polydextrose in Threadfin Bream Surimi During Frozen Storage. Journal of

Fisheries and Aquatic Science 6 (4):404-416. Malaysia.

Kong, C. S., Y. Tashiro, and H. Ogawa. (2001). Elastic Modulus of Surimi Protein and

Starch in Fish-Meat Gel with Added Starch Pregelatinized at 2 Temperatures.

Journal of Food Science Vol 66 No 8.

Koswara S.; Hariyadi P.; & Purnomo E.H. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. UI

Press. Jakarta.

Lee CM. (1984). Surimi process technology. Journal Food Technology 38 (11) : 69-80.

Nopianti R., Huda N., Fazilah A., Ismail N., dan Easa A.M.(2012). Effect of Different

Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin

Bream Surimi (Nemipterus spp.) During Frozen Storage. International Food

Research Journal 19 (3): 1011-1021. Malaysia.

Ozogul, Y.; F. Ozogul; & I.A. Olgunoglu. (2005). Fatty acid profile and mineral content

of the wild snail (Helix pomatia) from the region of the south of the Turkey.

European Food Research and Technology; 221(3-4):547-549.

Parvathy U dan Sajan G.(2011). Influence of Cryoprotectant Levels on Storage Stability

of Surimi From Nemipterus Japonicus and Quality of Surimi-Based Products.

Association of Food Sciencetist & Technologists. Food Sci Technol 51(5):982–

987.India.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan

Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian

Perikanan Laut.

Piotrowicz, I. B. B. dan Mellado, M. M. S.(2015). Chemical, Technological and

Nutritional Quality of Sausage Processed with Surimi. International Food

Research Journal 22(5): 2103-2110. Brazil.

Page 15: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Santana P., Huda N., dan Yang T.A. (2012). Technology for Production of Surimi

Powder and Potential of Applications. International Food Research Journal

19(4): 1313-1323. Malaysia.

Schwarz M.D. & Lee C.M. (1988). Comparison of the thermostability of redhake and

alaska pollack surimi during processing. Journal of Food Science; 53(5):1347-

1351.

Supriatna. (1998). Pengaruh Kadar Asam Lemak Omega 3 yang Berbeda pada Kadar

Asam Lemak Omega 6 Tetap dalam Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Bawal

Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier. Program Paska Sarjana IPB.

Bogor.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein : Processing Technology. London: Applied

Science Publ Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the

Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia. Marine

Fisheries. Research Department-South East Asia Fisheries Development Center.

Singapore.

Tanaka, M. (2001). Surimi and Surimi Products. Department of Food Science and

Technology. Jepang

Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992)

Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by

Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerella pinodes. Plant

Cell Physiol. 33: 445-452.

Winarno F.G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Winarno F.G.; Fardiaz S.; & Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT.

Gramedia. Jakarta.

Page 16: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

LA =1

3× (a) × (h0 + 4(h1) + 2(h2) + 4(h3) + hn)

LB =1

3× (a) × (h0 + 4(h1) + 2(h2) + 4(h3) + hn)

Larea basah = LA − LB

Mg H2O=Larea basah- 8,0

0,0948

Kelompok E1

LA =1

3× (46) × (116 + 4(188) + 2(204) + 4(196) + 110)

LA = 33273,33

LB =1

3× (46) × (116 + 4(35) + 2(13) + 4(30) + 110)

LB = 7850,67

Larea basah = 33273,33 − 7850,67 = 25422,66

Mg H2O=25422,66-8,0

0,0948=268087,13

Kelompok E2

LA =1

3× (48,5) × (120 + 4(227) + 2(238) + 4(225) + 102)

LA = 40513,67

LB =1

3× (48,5) × (120 + 4(33) + 2(19) + 4(41) + 102)

LB = 8988,67

Larea basah = 40513,67 − 8988,67 = 31525

Mg H2O=31525-8,0

0,0948=332457,81

Page 17: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Kelompok E3

LA =1

3× (50) × (126 + 4(199) + 2(207) + 4(202) + 93)

LA = 37284,079

LB =1

3× (50) × (126 + 4(36) + 2(33) + 4(39) + 93)

LB = 9750,195

Larea basah = 37284,079 − 9750,195 = 27533,884

Mg H2O=27533,884-8,0

0,0948=290357,43

Kelompok E4

LA =1

3× (49) × (104 + 4(183) + 2(188) + 4(176) + 103)

LA = 32970,27

LB =1

3× (49) × (104 + 4(19) + 2(10) + 4(26) + 103)

LB = 6646,31

Larea basah = 32970,27 − 6646,31 = 26323,96

Mg H2O=26323,96-8,0

0,0948=277594,52

Kelompok E5

LA =1

3× (50) × (82 + 4(204) + 2(222) + 4(203) + 76)

LA = 37166,67

LB =1

3× (50) × (82 + 4(21) + 2(15) + 4(24) + 76)

LB = 6133,33

Larea basah = 37166,67 − 6133,33 = 31033,34

Mg H2O=31033,34-8,0

0,0948=327271,52

Page 18: Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal