studi kasus: patomorfologi trakheobronkhitis … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia...

29
STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS SUPURATIVA PADA KUCING (Felis catus) SRI RAHAYU RESMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Upload: dinhtram

Post on 02-Mar-2019

368 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI

TRAKHEOBRONKHITIS SUPURATIVA PADA KUCING

(Felis catus)

SRI RAHAYU RESMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 2: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting
Page 3: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus:

Patomorfologi Trakheobronkhitis Supurativa pada Kucing (Felis catus) adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Sri Rahayu Resmawati

NIM B04110067

Page 4: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting
Page 5: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

ABSTRAK

SRI RAHAYU RESMAWATI. Studi Kasus: Patomorfologi Trakheobronkhitis

Supurativa pada Kucing (Felis catus). Dibimbing oleh VETNIZAH

JUNIANTITO dan EVA HARLINA.

Trakheobronkhitis merupakan penyakit saluran respirasi yang sering

terjadi pada hewan kecil, terutama anjing dan kucing. Penelitian berupa studi

kasus ini bertujuan untuk mempelajari patomorfologi trakheobronkhitis supurativa

pada kucing. Perubahan patologi anatomi berupa eksudat purulen pada lumen

trakhea dan warna paru-paru yang tidak homogen, warna lebih gelap pada salah

satu lobus, dan permukaan paru-paru lebih menonjol. Perubahan histopatologi

berupa badan inklusi amfofilik-eosinofilik intranuklear yang dikelilingi oleh clear

halo dan titik-titik kromatin ditepinya pada epitel kelenjar trakhea dan epitel

bronkhiolus. Badan inklusi ini merupakan ciri dari FHV-1 dan adenovirus. Pada

trakhea juga ditemukan koloni bakteri berbentuk coccobacillus sebagai infeksi

sekunder. Bakteri tersebut diduga Bordetella sp. yang sering menginfeksi saluran

respirasi kucing. Deskuamasi terjadi pada epitel trakhea dan bronkhiolus. Selain

itu, ditemukan juga sel radang limfosit, makrofag, sel plasma, dan neutrofil. Pada

paru-paru ditemukan lesio bronkhiolitis. Ditemukan juga bronkhopneumonia yang

ditandai infiltrasi sel radang neutrofil dan sel nekrosis pada lumen bronkhiolus.

Paru-paru juga mengalami emfisema dan edema pulmonum. Hiperemia dan

hemoragi juga ditemukan pada kapiler paru-paru. Pada kasus ini,

trakheobronkhitis supurativa diduga disebabkan oleh FHV-1, adenovirus, dan

bakteri jenis Bordetella sp.

Kata kunci: badan inklusi amfofilik-eosinofilik intranuklear, infeksi bakteri,

kucing, patomorfologi, trakheobronkhitis

Page 6: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

ABSTRACT

SRI RAHAYU RESMAWATI. Pathomorphology of Suppurative

Tracheobronchitis in a Cat (Felis catus): a Case Study. Supervised by

VETNIZAH JUNIANTITO and EVA HARLINA.

Tracheobronchitis is a common respiratory tract disease on small animals,

particularly cats and dogs. This study was aimed to observe the pathological

changes of suppurative tracheobronchitis in a cat. The gross lesions were purulent

exudate within tracheal lumen, nonhomogeneous color of lungs, dark appearance

of lung lobules, and bulging lung surface. Histopathologically, there were

amphophilic to eosinophilic intranuclear inclusion bodies which is surrounded by

clear halo and chromatin spots on the epithelium of tracheal glands and

bronchioles. This inclusion bodies were consistent with FHV-1 and adenoviral

infection. Coccobacillary bacterial colonies were also found scattered in

necrotizing tracheal tissue and supposed to act as a secondary infection. It is

suspected that the bacterial colonies were Bordetella sp. which commonly found

in the respiratory tract of cats worldwide. The epithelium of trachea and

bronchioles were desquamated. Additionally, bronchiolitis lesion was found on

lungs. Bronchopneumonia which is indicated by neutrophils, plasma cells,

macrophages and lymphocytes infiltration and necrosis cells on the lumen of

bronchioles and alveoli were also found throughout the lung. In addition,

emphysema and pulmonary edema were occurred along with hyperemia and

hemorrhage. Conclusively, in the present case, there is acute suppurative

tracheobronchitis which were suggested by FHV-1, adenovirus, and Bordetella sp.

Keywords: amphophilic to eosinophilic viral intranuclear inclusion bodies,

bacterial infection, cat, pathomorphology, tracheobronchitis

Page 7: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI

TRAKHEOBRONKHITIS SUPURATIVA PADA KUCING

(Felis catus)

SRI RAHAYU RESMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 8: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting
Page 9: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting
Page 10: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting
Page 11: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah

Studi Kasus: Patomorfologi Trakheobronkhitis Supurativa pada Kucing (Felis

catus).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Drh Vetnizah Juniantito, Ph.D, APVet

dan Dr Drh Eva Harlina, MSi, APVet selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan ilmu, arahan, dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan skripsi

ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Drh Min Rahminiwati, MS,

Ph.D selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan motivasinya.

Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada orangtua dan seluruh

keluarga atas segala doa, motivasi, dan kasih sayangnya. Penulis juga sangat

berterima kasih kepada teman-teman terdekat, Teh Pipit, Ulfah, Faisal, Rifky,

Dewi, Suci, dan Naim, teman-teman satu pembimbing akademik, Aris, Syauqi,

Riska NJ, dan Willa serta teman-teman Ganglion 48 atas dukungan, semangat,

dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat

kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Sri Rahayu Resmawati

Page 12: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting
Page 13: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Metode Penelitian 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Patologi Anatomi Trakheobronkhitis 4

Histopatologi Trakheobronkhitis 5

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

RIWAYAT HIDUP 15

Page 14: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

DAFTAR GAMBAR

1 Patologi anatomi trakhea dan paru-paru kucing yang mengalami

trakheobronkhitis 5

2 Trakheobronkhitis 6 3 Lesio submukosa trakhea dan badan inklusi amfofilik intranuklear 6 4 Infeksi sekunder pada trakheobronkhitis 7

5 Bronkhopneumonia dan badan inklusi amfofilik intranuklear 8 6 Emfisema pulmonum dan hiperemia pada kapiler paru-paru 9 7 Bronkhiolitis 9 8 Edema pulmonum, hemoragi dan infiltrasi sel radang 10

Page 15: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infeksi saluran respirasi masih menjadi penyakit yang menyebabkan

morbiditas dan mortalitas tinggi pada kucing. Kucing sangat rentan terhadap

infeksi, baik disebabkan oleh bakteri maupun virus yang sering disebut infeksi

saluran respirasi bagian atas (Dallas 2006). Penyakit saluran respirasi yang

disebabkan oleh bakteri dapat terjadi akibat bakteri patogen atau proliferasi

bakteri normal akibat sistem pertahanan yang lemah (Schulz et al. 2006).

Setengah dari kucing yang menderita penyakit respirasi disebabkan oleh infeksi

herpesvirus-1, setengah lainnya disebabkan oleh infeksi calicivirus, dan hanya

beberapa yang terkena infeksi Chlamydia psittaci (Fenner et al. 1993).

Trakheobronkitis merupakan penyakit saluran respirasi yang sering terjadi

pada hewan kecil, terutama anjing dan kucing. Pada anjing, trakheobronkhitis

sering disebut penyakit kennel cough yang disebabkan oleh canine adenovirus-2

(CAV-2), virus parainfluenza, dan infeksi Bordetella bronchiseptica (Schlacks

dan Ridgway 2012). Pada kucing, penyakit saluran respirasi biasanya disebabkan

oleh banyak agen seperti feline herpesvirus-1 (FHV-1), feline calicivirus (FCV),

Chlamydophila felis (Chlamydia psittaci), Bordetella bronchiseptica,

Mycoplasma spp, dan Cryptococcus neoformans (August dan Bahr 2006).

Pada kasus yang akan dibahas ini adalah dugaan terhadap infeksi feline

herpesvirus-1. Feline herpesvirus-1 (FHV-1) atau feline viral rhinotracheitis

(FVR) merupakan agen penyakit saluran respirasi atas yang penting pada kucing.

Hal ini disebabkan transmisi penyakit yang mudah. Kucing terinfeksi FHV-1

melalui kontak langsung dengan sekreta konjungtival atau oronasal dari kucing

yang terinfeksi (Darling 2012). Infeksi biasanya terjadi di tempat penampungan

(shelter), menghirup bersin, makan atau minum bersama dengan kucing yang

terinfeksi maupun lingkungan. Menurut Burns (2011), kucing di tempat

penampungan dapat terinfeksi penyakit saluran respirasi atas yang disebabkan

oleh FHV-1. Infeksi FHV-1 biasanya akut, ditandai dengan bersin, konjungtivitis,

dan discharge ocunasal yang bersifat serous selama 10−14 hari. Infeksi akut yang

tidak khas berupa ulserasi dermal, ulserasi oral, pneumonia, penyakit sistemik,

dan tiba-tiba mati. Pada infeksi kronik yang aktif, gejala klinis yang terlihat

berupa bersin dan rhinitis dan atau keratitis kronik ulseratif (Darling 2012).

Penyakit saluran respirasi juga bisa disebabkan oleh bakteri Bordetella sp.,

yang merupakan patogen utama pada kucing domestik (Egberink 2009). Pasmans

et al. (2001) menyebutkan kucing yang terinfeksi Bordetella bronchiseptica

berumur kurang dari 6 bulan, prevalensinya secara signifikan lebih tinggi pada

kucing yang menampilkan gangguan saluran respirasi. Bordetella sp. merupakan

bakteri Gram negatif yang sering menyebabkan infeksi pada saluran respirasi

mamalia, terutama pada kucing domestik (Egberink 2009). Peradangan ini

menyebabkan rusaknya sel epitel saluran respirasi, yaitu silia sel epitel silindris

bersilia pada hidung, trakhea, dan bronkhus. Peradangan ini dapat terlihat dari

gejala klinis yang ditimbulkan dan perubahan yang terjadi dengan pengamatan

histopatologi. Laporan mengenai kasus trakheobronkhitis pada kucing di

Page 16: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

2

Indonesia belum banyak dipublikasikan, sehingga penelitian ini dapat menjadi

informasi penting bagi dunia kedokteran hewan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patomorfologi kasus

trakheobronkhitis supurativa pada kucing.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan patogenesis kasus

trakheobronkhitis supurativa pada kucing melalui pengamatan patologi anatomi

dan histopatologi.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem respirasi adalah sistem pertukaran gas oksigen dan karbondioksida

antara struktur dalam tubuh dan lingkungannya. Sistem ini dimulai dari hidung,

nasofaring, laring, trakhea, bronkhus, bronkhiolus, dan alveoli pada paru-paru

(Dallas 2006). Sistem respirasi pada umumnya tersusun atas sel-sel epitel bersilia

yang berfungsi sebagai pertahanan dari agen penyakit (Jubb et al. 1993).

Penyakit pada saluran respirasi dapat disebabkan oleh mikroorganisme,

seperti bakteri, virus, fungi, dan protozoa. Transmisi penyakit tersebut dapat

melalui kontak langsung, tidak langsung (melalui sprei, mangkuk air minum dan

pakan), aerosol, air dan makanan yang terkontaminasi, dan hewan pembawa

(carrier) (Dallas 2006). Penyakit yang sering terjadi pada kucing yang berumur

kurang dari satu tahun adalah penyakit saluran respirasi bagian atas yang

disebabkan oleh berbagai agen. Penyakit tersebut umumnya memiliki gejala klinis

yang cenderung sama. Sekitar 40% agen yang menyerang saluran respirasi bagian

atas yaitu feline herpesvirus-1 (FHV-1) atau feline viral rhinotracheitis (FVR) dan

feline calicivirus (FCV) (Little 2008).

Trakheobronkhitis merupakan peradangan pada saluran respirasi bagian

atas yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme, seperti FHV-1, FCV,

Chlamydophila felis (Chlamydia psittaci), Bordetella bronchiseptica,

Mycoplasma spp, dan Cryptococcus neoformans (August dan Bahr 2006).

Penyakit ini dapat bersifat akut dan kronis, serta membentuk eksudat baik yang

kataral, mukopurulen, fibrinous, fibrinopurulen, maupun purulen.

Trakheobronkhitis kataral akut terdapat iritasi ringan pada mukosa bronkhus

akibat sekresi dari sel goblet dan sel serous, serta terjadi edema. Pada infeksi yang

disebabkan oleh bakteri, trakheobronkhitis biasanya bersifat purulen atau supuratif

karena banyaknya neutrofil pada eksudat, sedangkan trakheobronkhitis ulseratif

biasanya terjadi akibat infeksi virus atau bakteri yang menyebabkan rusaknya sel-

sel epitel (Jubb et al. 1993).

Page 17: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

3

Feline herpesvirus-1 (FHV-1) menyebabkan penyakit saluran respirasi

bagian atas pada kucing umur kurang dari satu tahun. Transmisi FHV-1 dapat

terjadi akibat kontak langsung melalui cairan tubuh kucing yang terinfeksi

terutama sekresi cairan respirasi dan okular. Masa inkubasi virus ini 24−48 jam

dan secara mendadak terjadi bersin, batuk, adanya discharge dari hidung dan

mata, konjungtivitis, sesak napas, menurunnya nafsu makan, dan demam (Stiles

2003; Little 2008). Pada infeksi FHV-1 terjadi nekrosis pada epitel rongga

respirasi, faring, epiglotis, tonsil, laring, dan trakhea. Pada kucing muda dengan

kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993).

Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting pada saluran

respirasi pada berbagai hewan, seperti anjing, kucing, babi, dan hewan

laboratorium (Bagcigil et al. 2007). Penularan bakteri ini dapat terjadi melalui

aerosol (De Jong 1999). Habitat alami dari Bordetella sp. adalah saluran respirasi

bagian atas. Bordetella bronchiseptica merupakan patogen utama pada kucing

domestik yang menyebabkan trakheobronkhitis, konjungtivitis, dan pneumonia

pada kucing. Penyakit ini juga biasanya diikuti oleh agen lain seperti FCV dan

FHV-1 (Songer dan Post 2005; Egberink 2009). Infeksi akibat Bordetella sp. pada

hewan umumnya menyebabkan bronkhitis kronis pada anjing, atrofi rhinitis pada

babi, dan bronkhopneumonia supuratif pada kebanyakan hewan termasuk kucing

(Jubb et al. 1993). Infeksi pada anak babi menyebabkan gejala klinis bersin dan

discharge hidung yang bersifat serous (Chotiah dan Tarmudji 2007). Menurut

Bagcigil et al. (2007), infeksi B. bronchiseptica pada anjing menyebabkan

bronkhopneunomonia mukopurulen, terdapat cairan berbusa pada lumen trakhea

dan hiperemia yang parah pada permukaan mukosa. Infeksi pada kucing akibat B.

bronchiseptica ditandai dengan adanya discharge pada hidung dan mata disertai

dengan bersin (Pasmans et al. 2001).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

dilaksanakan mulai pada Januari hingga Februari 2015.

Alat dan Bahan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah seekor kucing domestik

yang mati diduga karena trakheobronkhitis. Bahan penelitian adalah organ trakhea

dan bronkhus kucing yang dijadikan sediaan histopatologi, larutan Buffered

Neutral Formalin (BNF) 10%, larutan pewarna Haematoksilin-Eosin (HE),

parafin, gelas objek, cover glass, mikroskop, cetakan parafin, mikrotom, bahan-

bahan pembuatan sediaan histopatologi, dan digital eye piece camera.

Page 18: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

4

Metode Penelitian

Pembuatan Preparat

Organ respirasi yang sudah direndam dalam larutan BNF 10% dipotong

dengan ketebalan 0.3−0.5 mm, kemudian disusun ke dalam tissue cassette.

Selanjutnya proses dehidrasi, clearing, dan infiltrasi dengan cara merendam

jaringan berturut-turut ke dalam larutan alkohol bertingkat 70, 80%, 95%, dan

100%, xylol I dan II, dan paraffin cair masing-masing selama 2 jam. Proses

selanjutnya adalah embedding, pencetakan jaringan dalam parafin cair. Blok

parafin yang mengandung jaringan kemudian dipotong menggunakan mikrotom

dengan ketebalan berkisar 3–4 m, kemudian diletakkan secara hati-hati di atas

permukaan air dalam waterbath bersuhu 46 °C, selanjutnya mounting ke gelas

objek (Muntiha 2001).

Pewarnaan Preparat

Preparat dicelupkan secara berurutan ke dalam larutan xylol III, xylol II,

dan xylol I masing-masing 3 menit (deparafinasi), rehidrasi dengan larutan

alkohol 100%, 95%, 80%, dan 70% masing-masing 3 menit, dialiri air mengalir

selama 1−2 menit, diwarnai hematoksilin selama 5−7 menit, dan dialiri air

mengalir selama 1−2 menit. Selanjutnya preparat dimasukkan ke dalam larutan

eosin selama 10−20 menit, dan dialiri air selama 3 menit. Dehidrasi preparat ke

dalam alkohol bertingkat 70%, 80%, 95%, dan 100%, dan xylol I dan II masing-

masing 3 menit. Selanjutnya ditetesi cairan perekat (Entelan®

) dan ditutup dengan

kaca penutup. Hasil pewarnaan dapat dilihat di bawah mikroskop (Muntiha 2001).

Analisis Data

Perubahan mikroskopis pada preparat dilihat di bawah mikroskop dengan

perbesaran 4x, 10x, dan 40x, dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Patologi Anatomi Trakheobronkhitis

Seekor kucing domestik betina berumur ± 2 tahun ditemukan mati dengan

anamnesa mengalami rhinotrakheitis. Sebelum kematiannya, kucing tersebut

diobati dengan L-Lysine, Ciprofloxacin 45−50 mg, dan bronkhodilator. Dari hasil

pengamatan patologi anatomi lumen trakhea ditemukan eksudat purulen dan

jaringan nekrotik pada permukaan mukosa dan warna paru-paru tidak homogen,

warna lebih gelap pada salah satu lobus, dan permukaan paru-paru lebih menonjol

(Gambar 1). Hal ini disebabkan infiltrasi sel radang neutrofil pada lapisan mukosa

trakhea tersebut. Warna paru-paru yang tidak homogen dengan warna merah gelap

pada salah satu lobus disebabkan oleh adanya hiperemia dan hemoragi akut. Pada

pneumonia akut, paru-paru berwarna merah (Zachary dan McGavin 2012).

Permukaan paru-paru yang lebih menonjol menunjukkan adanya emfisema.

Menurut studi kasus Pirarat et al. (2001), patologi anatomi infeksi FHV-1 adalah

adanya discharge mukopurulen di hidung, eksudat fibrinopurulen di trakhea, dan

Page 19: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

5

semua lobus paru-paru menunjukkan pleuropneumonia yang bersifat

fibrinopurulen dan difus. Lesio yang terjadi tergantung dari tempat predileksi

replikasi virus. Pada awalnya, inflamasi bersifat serous kemudian menjadi

mukopurulen atau fibrinous dalam beberapa hari (Jubb et al. 1993). Menurut

Mattoo dan Cherry (2005), perubahan patologi anatomi pada saluran respirasi

akibat infeksi B. bronchiseptica seringkali tidak terlihat, namun pada saat

pemeriksaan histopatologi menunjukkan trakheobronkhitis.

Histopatologi Trakheobronkhitis

Secara histopatologi dengan pewarnaan HE, trakhea mengalami radang

supuratif yang dicirikan oleh sel radang neutrofil dan jaringan yang nekrosis. Silia

pada epitel trakhea mengalami kerusakan atau deskuamasi, sehingga tidak terlihat

lagi (Gambar 2). Hal ini diduga disebabkan replikasi virus dan infeksi bakteri.

Menurut Little (2008), virus yang paling sering menginfeksi saluran respirasi

kucing adalah feline calicivirus (FCV) dan feline herpesvirus-1 (FHV-1). Stiles

(2003) menyebutkan tempat terjadinya replikasi virus FHV-1 yang utama adalah

jaringan epitel, termasuk konjungtiva, kornea, nasal, trakhea, dan epitel faring.

Ciri infeksi FHV-1 adalah menghasilkan lesio nekrotik yang berasal dari replikasi

virus yang bersifat sitolitik (Maes et al. 2011). Selain sel radang neutrofil dan

limfosit, sel-sel epitel trakhea dan epitel kelenjar juga mengalami deskuamasi,

sehingga ditemukan banyak debris pada lapisan mukosa dan submukosa (Gambar

2 dan 3). Menurut Rand (2006), nekrosis epitel terjadi dalam 24−48 jam setelah

adanya kontak dengan virus, dan gejala mulai terjadi 2−6 hari setelah infeksi.

Selain itu, deskuamasi sel epitel trakhea juga dapat disebabkan oleh infeksi

sekunder. Menurut Chotiah dan Tarmudji (2007), terjadi deskuamasi sel epitel dan

Gambar 1 Patologi anatomi trakhea dan paru-paru kucing yang mengalami

trakheobronkhitis. (a) lumen trakhea berisi eksudat purulen, (b) warna

paru-paru tidak homogen, warna lebih gelap pada salah satu lobus, dan

permukaan paru-paru lebih menonjol (panah).

Page 20: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

6

silia mukosa saluran respirasi bagian atas pada anak babi yang diinfeksi isolat B.

bronchiseptica.

Gambar 2 Trakheobronkhitis. (A) lesio berupa nekrosis pada mukosa dan

hilangnya silia sel epitel (panah), (B) nekrosis pada submukosa,

(C) tulang rawan hyalin. Pewarnaan HE, bar 100 m.

Gambar 3 Lesio submukosa trakhea. (A) deskuamasi sel epitel kelenjar, (B)

badan inklusi amfofilik intranuklear pada sel epitel kelenjar (inset),

dan infiltrasi sel limfosit (L). Pewarnaan HE, bar 25 m, inset 10 m.

Page 21: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

7

Feline herpesvirus (FHV-1) termasuk ke dalam famili Herpesviridae dan

subfamili Alphaherpesvirinae yang menyebabkan rhinotrakheitis dan lesio okular

pada kucing (Rantam 2005; Maes 2012). Virus ini termasuk ke dalam virus yang

memiliki DNA, berselubung, nukleokapsidnya berbentuk ekosahedris, dan

virionnya berukuran 100−200 nm. Replikasi virus ini berlangsung di dalam inti,

dan kebanyakan bersifat laten (Rantam 2005). Virus akan menginvasi sel epitel

dan menyebabkan permukaan epitel erosi dan inflamasi. Pada sel epitel trakhea

juga dapat dilapisi oleh fibrin dan debris sel yang mengalami nekrosis disertai

dengan neutrofil yang bermigrasi ke mukosa, sedangkan di submukosa trakhea

terdapat infiltrasi limfosit, sel plasma, dan makrofag (Maes et al. 2011). Infiltrasi

sel radang limfosit dan sel plasma akibat dari infeksi virus, sedangkan infiltrasi

neutrofil terjadi akibat adanya infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri.

Infeksi FHV-1 menyebabkan epitel saluran respirasi menjadi nekrosis multifokus

disertai infitrasi neutrofil dan fibrin (Gaskell et al. 2007).

Pada mukosa trakhea juga ditemukan koloni bakteri berbentuk

coccobacillus yang berkelompok (Gambar 4). Bakteri ini merupakan infeksi

sekunder sehingga mengundang infiltrasi sel radang neutrofil. Infiltrasi sel radang

neutrofil menyebabkan radang supuratif. Menurut Foster et al. (2004), bakteri

patogen yang sering menginfeksi saluran respirasi kucing adalah Bordetella

bronchiseptica, Chlamydia felis, Streptococcus canis, dan Mycoplasma spp.,

Mycobacterium thermoresistibile, Salmonella typhimurium, Escherichia coli,

Pasteurella multocida, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus viridans, dan

Staphylococcus intermedius.

Penyakit viral biasanya diikuti dengan infeksi sekunder oleh bakteri. Infeksi

FHV-1 sering terjadi bersama dengan B. bronchiseptica atau E. coli yang

mengakibatkan pneumonia fibrinonekrotik (Little 2008). Menurut Pasmans et al.

(2001), kucing yang terinfeksi bakteri ini biasanya berasal dari tempat

penampungan (shelter atau catteries).

Gambar 4 Infeksi sekunder pada trakheobronkhitis. (A) koloni bakteri

coccobacilus pada mukosa trakhea, (N) infiltrasi sel radang

neutrofil (panah). Pewarnaan HE, bar 25 m.

Page 22: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

8

Bordetella bronchiseptica merupakan patogen utama pada kucing domestik

yang menyebabkan trakheobronkhitis, konjungtivitis, dan pneumonia. Penyakit ini

juga biasanya diikuti oleh agen lain seperti FCV dan FHV-1 (Songer dan Post

2005; Egberink 2009), sedangkan menurut Rand (2006) bakteri ini berperan

dalam infeksi sekunder penyakit tersebut. Pada infeksi yang disebabkan oleh

bakteri, trakheobronkhitis biasanya bersifat purulen atau supuratif karena

banyaknya neutrofil pada eksudat, sedangkan trakheobronkhitis ulseratif biasanya

terjadi akibat infeksi virus atau bakteri yang menyebabkan rusaknya sel-sel epitel

(Jubb et al. 1993).

Bordetella sp. termasuk ke dalam famili Alcaligenaceae, Gram negatif,

berbentuk coccobacillus baik berkelompok maupun soliter, motil, aerob, tidak

membentuk H2S dan asetilmetilkarbinol, serta memiliki host pada silia sel epitel

saluran respirasi (Syahrurachman et al. 1994; Datz 2003; Staveley et al. 2007).

Banyak spesies dari bakteri ini di antaranya B. bronchiseptica, B. pertussis, B.

parapertussis, B. avium, B. hinzii, B. holmesii, B. trematum, dan B. petri.

Kerusakan sel yang timbul terjadi karena faktor virulensi bakteri tersebut,

diantaranya adhesin, toksin, dan sistem sekresi tipe III khusus pada B.

bronchiseptica. Faktor adhesin diantaranya filamentous hemaglutinin (FHA),

pertactin, tracheal colonization factor, dan fimbrae, sedangkan toksin pada bakteri

ini berupa adenylate cyclasehemolysin, toksin dermonekrotik, dan sitotoksin

trakheal (Parkhill et al. 2003).

Menurut Mattoo dan Cherry (2005), eksudat mukopurulen terdapat pada

lumen dan edema pada lamina propria yang ditandai dengan infiltrasi neutrofil.

Lesio yang terjadi pada trakhea dan bronkhus diduga karena beberapa faktor

virulensi, diantaranya FHA dan fimbriae berperan dalam penempelan pada epitel

saluran respirasi, serta sitotoksin trakheal menyebabkan hilangnya sel-sel bersilia

dan kerusakan mitokondria.

Gambar 5 Bronkhopneumonia yang ditandai dengan infiltrasi sel radang neutrofil,

makrofag, sel debris di dalam lumen bronkhiolus dan alveolus (A), badan

inklusi amfofilik intranuklear pada epitel bronkhiolus (inset) (B).

Pewarnaan HE, bar 25 m, inset 10 m.

Page 23: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

9

Gambar 6 Emfisema pulmonum (A), hiperemia pada kapiler paru-paru (B).

Pewarnaan HE, bar 25 m.

Gambar 7 Histopatologi bronkhiolus. (A) bronkhiolitis ditandai dengan

deskuamasi sel epitel dan infiltrasi sel radang neutrofil (panah),

(B) badan inklusi amfofilik intranuklear pada epitel bronkhiolus

(panah). Pewarnaan HE, bar 25 m.

Page 24: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

10

Pada paru-paru, lesio yang ditemukan berupa bronkhiolitis yang ditandai

dengan infiltrasi sel radang yang didominasi oleh sel radang neutrofil (Gambar 7).

Epitel bronkhiolus mengalami deskuamasi. Selain itu juga terdapat sel radang

makrofag, limfosit, dan sel plasma (Gambar 8). Ditemukan juga

bronkhopneumonia yang ditandai banyaknya infiltrasi sel radang neutrofil pada

jaringan paru-paru (Gambar 5). Hal ini serupa dengan pernyataan Bagcigil et al.

(2007). Menurut Maes et al. (2011), paru-paru yang terinfeksi oleh FHV-1

mengalami bronkhopneumonia nekrotikan multifokal, sedangkan menurut

Mannsberger et al. (2009), pneumonia pada kucing berupa pneumonia

fibrinonekrotik dan nekrosis pada epitel bronkhus dan bronkhiolus.

Bronkhopneumonia mukopurulen akibat infeksi B. bronchiseptica dicirikan oleh

lesio nekrotik dan hemoragi, eritrosit hemolisis, akumulasi fibrin, dan neutrofil

pada jaringan alveolar (Bagcigil et al. 2007). Infeksi akibat Bordetella sp.

umumnya menyebabkan bronkhitis kronis pada anjing, atrofi rhinitis pada babi,

dan bronkhopneumonia supuratif pada kebanyakan hewan, termasuk kucing (Jubb

et al. 1993). Adanya neutrofil, makrofag dan sel debris di dalam lumen bronkhus,

bronkhiolus, dan alveolus merupakan ciri bronkhopneumonia supurativa.

Pada kasus kucing ini, pada paru-paru ditemukan lesio emfisema

pulmonum, hiperemia (Gambar 6), edema pulmonum dan hemoragi pada kapiler

paru-paru (Gambar 8). Emfisema dapat terjadi karena kerusakan alveolar, atrofi

septa alveolar akibat iskemia, dan faktor mekanis yang menyebabkan rupturnya

ruang udara, sedangkan edema pulmonum dapat terjadi karena peningkatan

tekanan hidrostatik mikrovaskuler, peningkatan permeabilitas air-blood barrier

akibat inflamasi, atau keduanya. Hiperemia merupakan respon peradangan akut

dan ciri dari kerusakan paru-paru akut, sedangkan hemoragi terjadi karena infark,

kongesti yang parah, dan trauma (Jubb et al. 1993). Pada hewan, emfisema sering

Gambar 8 Histopatologi paru-paru. Edema pulmonum (a), hemoragi (H),

infiltrasi sel radang neutrofil (N), makrofag (M), dan sel

plasma (P) (panah). Pewarnaan HE, bar 25 m.

Page 25: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

11

terjadi dengan bronkhopneumonia akibat ketidakseimbangan aliran udara yang

keluar masuk paru-paru (Zachary dan McGavin 2012).

Bentuk badan inklusi biasanya sesuai dengan keberadaan inti yang

terwarnai. Ketika diwarna dengan pewarnaan HE, badan inklusi dapat bersifat

asidofilik atau basofilik. Namun, tingkat basofiliknya jarang seintensif atau sama

dengan warna yang dihasilkan dari membran nukleus. Badan inklusi tersebut

terlihat bergranul atau densitasnya tidak merata (Craighead 2000). Badan inklusi

amfofilik intranuklear berwarna gelap dan biru keunguan banyak ditemukan di sel

epitel kelenjar trakhea (Gambar 3) dan sel epitel bronkhiolus (Gambar 7). Infeksi

virus yang memiliki badan inklusi amfofilik intranuklear diantaranya adalah

herpesvirus dan adenovirus. Perbedaannya adalah herpesvirus memiliki badan

inklusi amfofilik intranuklear sampai eosinofilik yang dikelilingi oleh halo dan

titik-titik kromatin ditepinya, sedangkan pada adenovirus memiliki badan inklusi

amfofilik atau basofilik yang dikelilingi oleh clear halo dan tanpa titik-titik

kromatin ditepinya (Procop dan Pritt 2014).

Craighead (2000) menyebutkan ciri khas infeksi herpesvirus pada manusia

(kecuali Gamma herpesvirus) adalah adanya badan inklusi intranuklear yang

merupakan hasil dari degenerasi kromatin secara total. Badan inklusi tersebut

berbentuk amorf dan dapat juga berbentuk massa bulat yang mengalami

kondensasi. Pada inti sel, semua substansi nukleus terganggu dan kromatin yang

bersifat basofilik menepi pada membran nukleus. Beberapa ahli patologi juga

menyebutkan adanya clear halo. Pada sel tersebut, struktur kromatin hilang dan

nukleoplasma tampak bergranul, homogen, amfofilik, dan nukleolus terlihat tidak

jelas.

Menurut Sanchez et al. (2012) dan Maes et al. (2011), pada infeksi FHV-1

ditemukan badan inklusi amfofilik intranuklear dengan kromatin ditepinya dan

badan inklusi eosinofilik intranuklear yang dikelilingi oleh clear halo, sedangkan

menurut Rand (2006), badan inklusi FHV-1 berupa badan inklusi basofilik. Hal

ini mengakibatkan adanya dugaan kemungkinan infeksi virus lain, seperti

adenovirus. Virus ini sering menginfeksi anjing yang disebut dengan kennel

cough (CAV-2) dan hepatitis (CAV-1). Laporan mengenai infeksi adenovirus

pada kucing belum banyak dipublikasikan. Studi kasus yang dilakukan oleh

Kennedy dan Mullaney (1993) terhadap kucing domestik yang diduga terinfeksi

adenovirus menyebutkan ditemukannya partikel adenovirus pada intestinal.

Melalui mikroskop elektron, badan inklusi berbentuk bulat eosinofilik dengan

amfofilik bergranul, yang ditemukan pada sel endotel arteri koroner. Beberapa

nukleus juga hampir terisi dengan badan inklusi basofilik dengan tepi yang

dikelilingi oleh sebagian kecil kromatin. Terkadang nukleus basofilik memiliki

batas yang tidak jelas, sehingga disebut “smudge cell”. Selain itu, badan inklusi

hepatitis yang diduga adenovirus pernah dilaporkan pada harimau kumbang

(Panthera pardus pardus) oleh Gupta pada tahun 1978 (Kennedy dan Mullaney

1993).

Pada penelitian Lakatos et al. (1999), kucing domestik dan kucing yang

lebih sering di luar rumah memiliki antibodi adenovirus yang lebih tinggi

dibandingkan kucing persia dan kucing yang dipelihara di rumah. Selain itu,

kucing dengan gejala klinis penyakit respirasi dan gastrointestinal menunjukkan

antibodi adenovirus yang tinggi pula. Menurut Chvala et al. (2007), infeksi

adenovirus menyebabkan pneumonia fibrinous yang disertai dengan eksudat

Page 26: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

12

neutrofil dan makrofag, serta badan inklusi amfofilik intranuklear pada sel epitel

alveolar dan badan inklusi asidofilik intrasitoplasmik di epitel bronkhus. Namun,

menurut Yoon et al. (2010) badan inklusi pada sel epitel bronkhial berupa badan

inklusi basofilik intranuklear. Kemungkinan adanya infeksi virus lain selain FHV-

1 dapat terjadi, namun karena keterbatasan metode diagnostik sehingga informasi

mengenai penyebab penyakitnya tidak dapat dipastikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada studi kasus ini dapat disimpulkan bahwa penyebab trakheobronkhitis

supurativa yang terjadi pada kucing diduga oleh infeksi FHV-1 dan adenovirus,

yang dicirikan oleh adanya badan inklusi amfofilik dan eosinofilik intranuklear

disertai dengan infeksi sekunder bakteri coccobacillus yang diduga adalah dari

jenis Bordetella sp.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pewarnaan khusus, seperti

imunohistokimia sehingga agen penyebab virus dan bakteri yang menginfeksi

kucing ini dapat terlihat lebih jelas. Jika memungkinkan dilakukan pengamatan sel

dan jaringan menggunakan Transmissible Electron Microscope (TEM) untuk

melihat morfologi dari virus yang menyebabkan lesio.

DAFTAR PUSTAKA

August JR, Bahr A. 2006. Chronic Upper Respiratory Disease: Principles of

Diagnosis and Management. Di dalam: August JR, editor. Consultations in

Feline Internal Medicine.Volume 5. Philadelphia (US): Elsevier.

Bagcigil AF, Sennazli G, Metiner K, Yildiz F. 2007. A case of death caused by

Bordetella bronchiseptica in a dog. J Fac Vet Med Istanbul Univ. 33 (1):

75-83.

Burns RE, Wagner DC, Leutenegger CM, Pesavento PA. 2011. Histologic and

molecular correlation in shelter cats with acute upper respiratory infection. J

Clin Microbiol. 49(7): 2454-2460.doi: 0.1128/jcm.00187-11.

Chvala S, Benetka V, Mostl K, Zeugswetter F, Spergser J, Weissenbock H. 2007.

Simultaneous canine distemper virus, canine adenovirus type 2, and

Mycoplasma cynos infection in a dog with pneumonia. Vet Pathol. 44:508

512.doi:10.1354/vp.44-4-508.

Chotiah S, Tarmudji. 2007. Patogenisitas isolat lokal Bordetella bronchiseptica

pada babi anak. JITV. 12(4): 318-326.

Page 27: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

13

Craighead JE. 2000. Pathology and Pathogenesis of Human Viral Disease.

Philadelphia (US): Elsevier.

Dallas S. 2006. Animal Biology and Care. Edisi 2. Oxford (UK): Blackwell

Publishing.

Darling T. 2012. Infectious Viral Disease: Canine and Feline Herpesvirus. Di

dalam: Garcia J, Hall M, Merrill L, editor. Small Animal Internal Medicine

for Veterinary Technicians and Nurses. Iowa (US): John Wiley & Sons.

Datz C. 2003. Bordetella infections in dogs and cats: pathogenesis, clinical signs,

and diagnosis. Compendium. 25(12): 896-901.

De Jong MF. 1999. Progressive and nonprogressive atrophic rhinitis. Di dalam:

Straw BE, Allaire SD, Mangeling WL, Taylor DJ, editor. Diseases of

Swine. Edisi 8. Iowa (US): Iowa University Pr.

Egberink H, Addie D, Belak S, Baralon CB, Frymus T, Jones TG, Hartmann K,

Hosie MJ, Lloret A, Lutz H, et al. 2009. Bordetella bronchiseptica infection

in cats. ABCD guidelines on prevention and management. J Feline Med

Surg. 11(7): 6104.doi: 10.1016/j.jfms.2009.05.010.

Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO. 1993.

Virologi Veteriner. Edisi 2. Harya P, penerjemah. Semarang (ID): IKIP

Semarang Pr. Terjemahan dari: Veterinary Virology.

Foster SF, Martin P, Allan GS, Barrs VR, Malik R. 2004. Lower respiratory tract

infections in cats: 21 cases (1995-2000). J Feline Med Surg. 6: 167–180.

Gaskell R, Dawson S, Radford A, Thiry E. 2007. Feline herpesvirus. Vet Res.

38:337-354.doi: 10.1051/vetres:2006063.

Jubb KVF, Kennedy PC, Palmer N. 1993. Pathology of Domestic Animals.

Volume 2. San Diego (US): Academic Pr.

Kennedy FA, Mullaney TP. 1993. Dissaminated adenovirus infection in a cat. J

Vet Diagn Invest. 5:273-276.

Lakatos B, Knotek Z, Farkas J, Adam E, Dobay O, Nasz I. 1999. Adenovirus

infection in cats: an epidemiological survey in the Czech republic. Acta Vet

Brno. 68: 275–280.

Little S. 2008. Feline Herpesvirus and Calicivirus. [Internet]. [diunduh 2014 Juli

10]. Tersedia pada: http://veterinarycalendar.dvm360.com/feline

herpesvirus-and calicivirus-infections-whats-newproceedings?relcanonical

Maes S, Goethem BV, Saunders J, Binst D, Chiers K, Ducatelle R. 2011.

Pneumomediastinum and subcutaneous emphysema in a cat associated with

necrotizing bronchopneumonia caused by feline herpesvirus-1. Can Vet J.

52:1119-1122.

Maes R. 2012. Felid herpesvirus type 1 infection in cats: a natural host model for

alphaherpesvirus pathogenesis. ISRN Vet Sci: 1-

14.doi:10.5402/2012/495830.

Mannsberger SC, Bagot Z, Weissenbock H. 2009. Occurrence, morphological

characterization and antigen localization of felid herpesvirus-induced

pneumonia in cats: a retrospective study (2000–2006) [Abstrak]. J Compar

Pathol [Internet]. [diunduh 2015 April 9]; 141: 163-169. Tersedia pada:

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0021997509000553.

Mattoo S, Cherry JD. 2005. Molecular pathogenesis, epidemiology, and clinical

manifestations of respiratory infections due to Bordetella pertussis and

Page 28: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

14

other Bordetella subspecies. J Clin Microbiol. 18(2): 326-

382.doi:10.1128/CMR.18.2.326–382.2005.

Muntiha M. 2001. Teknik pembuatan preparat histopatologi dari jaringan hewan

dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin. Temu Teknis Fungsional Non

Peneliti: 156-163.

Parkhill J, Sebaihia M, Preston A, Murphy LD, Thomson N, Harris DE, Holden

MTG, Churcher CM, Bentley SD, Mungall KL et al. 2003. Comparative

analysis of the genome sequences of Bordetella pertussis, Bordetella

parapertussis and Bordetella bronchiseptica. Nature Genetics. 35(1): 32-40.

Pasmans F, Acke E, Vanrobaeys M, Haesebrouck F. 2001. Prevalence of

Bordetella bronchiseptica infections in cats from different environments.

Vlaams Diergeneeskundig Tijdschrift. 70: 124-126.

Pirarat N, Une Y, Nomura Y. 2001. Immunohistochemical detection of feline viral

rhinotracheitis in a cat. Thai J Vet Med. 31 (4): 42-46.

Procop GW, Pritt BS. 2014. Pathology of Infectious Diseases: A Volume in the

Series: Foundations in Diagnostic Pathology. Edisi 1. Philadelphia (US):

Elsevier.

Rand J. 2006. Problem-based feline Medicine. Philadelphia (US): Elsevier.

Rantam FA. 2005. Virologi. Surabaya (ID): Airlangga University Pr.

Sanchez MD, Goldshcmidt MH, Mauldin EA. 2012. Herpesvirus dermatitis in two

cats without facial lesions. Vet Dermatol. 23: 171-173.doi:10.1111/j.1365-

3164.2011.01031.x

Schlacks S, Ridgway MD. 2012. Lower Airway Disease. Di dalam: Garcia J,

Merrill L, editor. Small Animal Internal Medicine for Veterinary

Technicians and Nurses. Iowa (US): John Wiley & Sons.

Schulz BS, Wolf G, Hartmann K. 2006. Bacteriological and antibiotic sensitivity

test results in 271 cats with respiratory infections. Vet Record. 158: 269-

270.

Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiology. Missouri (US): Elsevier

Saunder.

Staveley CM, Register KB, Miller MA, Brockmeier SL, Jessup DA, Jang S. 2003.

Molecular and antigenic characterization of Bordetella bronchiseptica

isolated from a wild southern sea otter (Enhydra lutris nereis) with severe

suppurative bronchopneumonia. J Vet Diagn Invest. 15:570–574.

Stiles J. 2003. Feline herpesvirus. Clin Tech Small Anim Pract. 18(3): 178-

185.doi:10.1053/svms.2003.ysvms28.

Syahrurachman A, Chatim A, Kurniawati A, Santoso AUS, Harun BMH, Bela B,

Soemarsono F, Rahim A, Karsinah, Isjah L et al. 1994. Mikrobiologi

Kedokteran. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.

Yoon SS, Byun JW, Park YL, Kim MJ, Bae YC, Song JY. 2010. Comparison of

the diagnostic methods on the canine adenovirus type 2 infection. Basic

Applied Pathol. 3: 52–56.doi:10.1111/j.1755-9294.2010.01073.

Zachary JF, McGavin MD. 2012. Pathology Basis of Veterinary Disease. Edisi

5. Missouri (US): Elsevier.

Page 29: STUDI KASUS: PATOMORFOLOGI TRAKHEOBRONKHITIS … · kasus yang berat dapat terjadi bronkhopneumonia (Fenner et al. 1993). Bordetella bronchiseptica merupakan patogen yang penting

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lebak, pada tanggal 3 Februari 1994 dari ayah

bernama Endun (Alm) dan ibu Juju Juhaeni. Penulis merupakan putri kedua dari

empat bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Rangkasbitung

dan pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Anatomi

Veteriner I pada tahun 2012/2013 dan asisten praktikum Histologi Veteriner II

pada tahun 2014/2015. Selain itu, penulis juga pernah aktif sebagai wakil ketua

IMAKAHI cabang FKH IPB pada tahun 2013−2014, sekretaris II himpro

Satwaliar pada tahun 2012-2013, dan anggota Pengurus Besar IMAKAHI pada

tahun 2013−2014. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat

mahasiswa, salah satunya pernah menjadi juara II dalam Konferensi Ilmiah

Mahasiswa Veteriner Nasional (KIMVETNAS) pada tahun 2015.