studi deskriptif tentang kemampuan guru membuat apersepsi...

71
i STUDI DESKRIPTIF TENTANG KEMAMPUAN GURU MEMBUAT APERSEPSI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MTs. NU KHOIRIYAH BAE KUDUS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu pendidikan Agama Islam Oleh : ABDURRAHMAN NIM 093111197 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALI SONGO SEMARANG 2011

Upload: dinhthuan

Post on 03-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

STUDI DESKRIPTIF TENTANG KEMAMPUAN GURU

MEMBUAT APERSEPSI DALAM PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI MTs. NU KHOIRIYAH BAE KUDUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

dalam Ilmu pendidikan Agama Islam

Oleh :

ABDURRAHMAN

NIM 093111197

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALI SONGO

SEMARANG

2011

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Abdurrahman

NIM : 093111197

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya

saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 2 Juni 2011

Saya yang menyatakan

Abdurrahman

NIM 093111197

iii

KEMENTRIAN AGAMA R.I.

FAKULTAS TARBIYAH

Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang

Telp. 024-7601295 Fax. 7615387

PENGESAHAN

Naskah skripsi dengan:

Judul : Studi Deskriptif tentang Kemampuan Guru Membuat

Apersepsi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

di MTs. NU Khoiriyah Bae Kudus

Nama : Abdurrahman

NIM : 093111197

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Program studi : Pendidikan Agama Islam

telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam.

Semarang, 11 Juni 2011

DEWAN PENGUJI

Ketua, Sekretaris,

Sajid Iskandar Setyohadi Dr. Muslih, M.A.

NIP. 194802121987031001 NIP. 197106142000031002

Penguji I, Penguji II,

Amin Farih, M.Ag Dr. Mustofa, M.A

NIP. 1502776926000001000 NIP. 197104031996031002

iv

NOTA PEMBIMBING Semarang, 25 Mei 2011

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo

Di Semarang

Assalmu’alaikum Wr. Wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan

koreksi naskah skripsi dengan :

Judul : Studi Deskriptif tentang Kemampuan Guru Membuat

Apersepsi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus.

Nama : Abdurrahman

NIM : 093111197

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang Munaqosyah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing,

v

MOTTO

Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat

Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat

Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). (QS: Al-

Kahfi 109)

Ilmu tidak akan memberikan sebagian darinya sebelum keseluruhan dirimu kau

berikan buatnya. Andaikan telah kau berikan keseluruhan darimu buatnya belum

tentu ia akan memberikan sebagian darinya. (Al Qozali)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

Ayah dan Bunda sebagai bukti bakti ananda

Istriku tercinta Umi Nur Hariyati yang selalu setia mendampingiku

Dan anak-anaku tersayang M. Yafi Rahman, M. Rifqi Rahman, M. Daim Rahman

dan Deila Noor Rohmah

vii

ABSTRAK

Judul : Studi Deskriptif tentang Kemampuan Guru Membuat Apersepsi

dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

di MTs. NU Khoiriyah Bae Kudus

Penulis : Abdurrahman

NIM : 093111197

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) kemampuan guru-guru

MTs NU Khoiriyah Bae Kudus dalam membuat apersepsi pada pembelajaran

PAI; (2) menelaah kesulitan guru-guru MTs NU Khoiriyah Bae Kudus dalam

membuat apersepsi pada pembelajaran PAI ; dan (3) mengetahui faktor-faktor

penyebab kesulitan guru-guru MTs NU Khoiriyah Bae Kudus dalam membuat

apersepsi pada pembelajaran PAI.

Penelitian ini menggunakan pendekatan grounded theory (Teori Dari

Bawah/ TDB) dengan metode perbandingan tetap (constant comparative method),

yaitu dalam analisis data secara tetap membandingkan satu datum dengan datum

yang lain, dan kemudian secara tetap membandingkan kategori dengan kategori

lainnya. Analisis data kualitatif menggunakan langkah-langkah: (1) Pengumpulan

Data (Data Collection); (2) Mereduksi Data (Data Reduction); dan (3)

Penampilan Data (Data Display).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) guru-guru PAI di MTs NU

Khoiriyah Bae Kudus telah berusaha membuat apersepsi pada pendahuluan

pembelajaran; (2) guru-guru PAI di MTs NU Khoiriyah masih menjumpai

kesulitan dalam pelaksanaan apersepsi; dan (3) faktor kesulitan Guru PAI di MTs

NU Khoiriyah Bae Kudus dalam pelaksanaan apersepsi diantaranya adalah: (a)

kemampuan awal yang dimiliki anak didik masih kurang sehingga menyulitkan

guru dalam melakukan eksplorasi; (b) usia anak yang masih belia kurang bisa

melakukan asosiasi; (c) pengalokasian waktu pembelajaran kurang tepat; dan (d)

penggunaan metode pembelajaran kurang beragam.

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq,

serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada

Nabi Agung Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya dan

semoga kita mendapat syafa’atnya besok di hari akhir. Amin.

Syukur alhamdulilah berkat ridlo Allah dan pertolongan-Nya, penyusun

dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penyusun mengucapkan banyak

terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Suja’i, M.Ag. selaku dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang.

2. Bapak Nasirudin, M.Ag selaku ketua Program Kualifikasi S-1 Guru RA

dan Madrasah.

3. Bapak Drs. Wahyudi, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi.

4. Bapak dan Ibu dosen pengajar mahasiswa Program Kualifikasi S-1 Guru

RA dan Madrasah yang telah memberikan ilmunya.

5. Bapak Kepala Madrasah dan staf pengajar serta staf tata usaha MTs NU

Khoiriyah Bae Kudus yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan

penelitian.

6. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Program Kualifikasi S-1 guru RA

dan Madrasah.

7. Rekan-rekan mahasiswa KKN yang telah memberikan spirit dalam

menyelesaian skripsi.

8. Keluargaku yang telah banyak memberi dorongan semangat dari awal

sampai selesai studi.

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebut satu per satu.

Kami hanya berdo’a semoga amal dan jasa baik yang telah diperbuat mendapat

balasan yang tak terhingga dari Allah SWT.

ix

Penyusun menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari semua

pihak sangat penyusun harapkan. Meskipun demikian Penyusun berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penyusun. Amin.

Semarang, 2 Juni 2011

Penyusun

Abdurrahman

NIM 093111197

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

PERNYATAAN KEASLIAN ……………………………........………….…. ii

PENGESAHAN ………………..………………………...…………………... iii

NOTA PEMBIMBING .........……………………………………………....... iv

MOTTO ………………………….......................…………………………...... v

PERSEMBAHAN …………………………………......................……….. .. . vi

ABSTRAK ........................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ……….…………………………………………..…. viii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………....... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….… 1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………...….. 1

B. Fokus Penelitian ……………….…………......………………. 2

C. Tujuan Penalitian ……………………………………………. 3

D. Manfaat Penelitian ……………………..……………………. 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………….. 4

A. Landasan Teori ………………………………………………. 4

1. Strategi Pembelajaran ………………….……………………. 4

a. Pengertian Strategi Pembelajaran ……………………. 4

b. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran ………………… 5

c. Komponen Strategi Pembelajaran ……………..…….. 8

2. Apersepsi ………..…………………………………………..... 12

a. Pengertian Apersepsi ………………………………….. 12

b. Bahan Apersepsi ……………………………………….. 13

c. Langkah-langkah Apersepsi …………………………… 14

xi

3. Profesionalitas Guru ….…………………………………….. 17

a. Pengertian Profesionalitas Guru ……………………… 17

b. Guru Sebagai Pengajar ………………………………... 19

c. Guru Pendidikan Agama Islam ……...……………….. 21

4. Pendidikan Agama Islam ………….………………………… 24

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam ………………… 24

b. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam …………... 27

c. Materi Pendidikan Agama Islam ................................... 29

B. Kerangka Berfikir …………………………………………… 31

BAB III METODE PENELITIAN ………………………………….............. 32

A. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………... 32

B. Jenis Penelitian ........………………………………….…...... 32

C. Pendekatan Penelitian ……......…………………………….. 32

D. Triangulasi ……………………….............…………….…..... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 36

F. Teknik Analisis Data ................................................................. 36

BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………………….. 39

A. Gambaran Umum MTs NU Khoiriyah Bae………………. 39

B. Data Apersepsi Guru ……….………………………………. 44

C. Analisis Data ………………….…………………………….. 46

BAB V PENUTUP …….…………………………………………………… 51

A. Kesimpulan ………………………………………………… 51

B. Saran …………………….………………………………….. 52

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 53

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……..…………………………………………... 55

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Siswa 5 Tahun Terakhir ………....………………………....... 41

Tabel 2. Lulusan Siswa 5 Tahun Terakhir …………...……………………...... 41

Tabel 3. Jumlah Siswa Tahun Pelajaran 2010/2011 ….………………............. 41

Tabel 4. Keadaan Guru dan Karyawan MTs NU Khoiriyah Bae Kudus ........... 42

Tabel 5. Sarana MTs NU Khoiriyah Bae Kudus ………………………............ 43

Tabel 6. Prasarana MTs NU Khoiriyah Bae Kudus ……………………........... 44

Tabel 7. Data Guru Membuat Apersepsi pada Pembelajaran PAI

di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus ……………………………........... 45

Tabel 8. Data Kesulitan Guru Membuat Apersepsi Pada Pembelajaran PAI

di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus Berdasarkan Hasil Wawancara ..... 45

Tabel 9. Faktor kesulitan Guru membuat Apersepsi pada pembelajaran PAI

di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus Berdasarkan hasil Observasi ......... 46

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, fungsi guru dalam Poses Belajar Mengajar (PBM) adalah

“director of learning” (direktur belajar).1) Setiap guru diharapkan pandai

mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja

akademik) yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan PBM. Dengan demikian

peranan guru dalam dunia pendidikan modern sekarang ini semakin meningkat

dari sekedar mengajar menjadi direktur belajar. Konsekuensinya tugas dan

tanggung jawab guru menjadi lebih kompleks dan berat.

Perluasan tugas dan tanggung jawab guru mempunyai konsekuensi

timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menyatu dalam kompetensi profesionalisme

keguruan yang disandang oleh para guru. Guru ke depan menghadapi berbagai

tantangan yang berat, bukan hanya dalam level lokal, melainkan nasional dan

global. Terlebih setelah diundangkannya UUGD No. 14 Tahun 2005, tuntutan

terhadap profesionalisme guru semakin besar. Dalam penjelasan PP Nomor 19

tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan dijelaskan tentang empat

kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru/pendidik, meliputi kompetensi

pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Pada kemampuan pedagogik, guru

dituntut mampu mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman

tentang peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil

belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimilikinya.

Pada pengelolaan pembelajaran, guru dituntut mampu merancang dan

melaksanakan pembelajaran. Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran, guru

perlu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang menggambarkan

prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi

dasar (KD) yang ditetapkan dalam standar isi (SI) dan dijabarkan dalam silabus.

1) Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya,2008), hlm. 250.

2

Pada penyusunan RPP harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan

pembelajaran pada setiap pertemuan yang akan dilakukan ketika melaksanakan

pembelajaran. Langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan

pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Kegiatan pendahuluan merupakan tahap prapembelajaran. Tahap

prapembelajaran adalah langkah persiapan yang ditempuh guru pada saat mulai

memasuki kelas hendak mengajar. Pada tahap ini guru perlu memeriksa kesiapan

peserta didik dan melakukan kegiatan apersepsi dengan mengungkap kembali

secara sekilas materi yang telah diajarkan sebelumnya lalu menghubungkannya

dengan materi pelajaran yang akan segera diajarkan. Kegiatan apersepsi ini

penting karena kegiatan belajar dan memahami materi pelajaran itu kebanyakan

bergantung pada pengenalan peserta didik terhadap hubungan antara pengetahuan

yang telah mereka miliki dengan pengetahuan yang telah diajarkan. Dengan

melakukan apersepsi diharapkan dapat membangkitkan minat dan perhatian

peserta didik terhadap materi yang akan disampaikan.

Memahami kemampuan guru dalam membuat apersepsi pada kegiatan

pembelajaran khususnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah

suatu kajian yang penting untuk diteliti. Kemampuan dalam membuat apersepsi

pada pembelajaran PAI bagi guru-guru MTs NU Khoiriyah Bae Kudus

merupakan objek dalam penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kemampuan guru-guru MTs NU Khoiriyah Bae Kudus dalam

membuat apersepsi pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

2. Apa kesulitan guru-guru MTs NU Khoiriyah Bae Kudus dalam membuat

apersepsi pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

3. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab kesulitan guru-guru MTs NU

Khoiriyah Bae Kudus dalam membuat apersepsi pada pembelajaran

Pendidikan Agama Islam?

3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kemampuan guru-guru MTs NU Khoiriyah Bae Kudus

dalam membuat apersepsi pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

2. Untuk menelaah kesulitan guru-guru MTs NU Khoiriyah Bae Kudus dalam

membuat apersepsi pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan guru-guru MTs NU

Khoiriyah Bae Kudus dalam membuat apersepsi pada pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

Adapun manfaatnya:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi peneliti dan guru PAI dalam

membuat apersepsi pada pembelajaran PAI.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi MTs NU Khoiriyah Bae

Kudus, karena dengan diketahui kesulitan yang dialami guru-guru MTs NU

Khoiriyah Bae Kudus dalam membuat apersepsi pada pembelajaran PAI, dan

faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab kesulitan guru membuat

apersepsi tersebut, madrasah dapat mencari jalan keluarnya.

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Strategi Pembelajaran

a. Pengertian Strategi Pembelajaran

Terdapat berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli pembelajaran

tentang strategi pembelajaran sebagaimana dikutip dalam bukunya Hamzah B.

Uno, diantaranya adalah:

1) Kozna (1989) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran

dapat diartikan sebagai kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat

memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju

tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.

2) Gerlach dan Ely (1980) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran

merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode

pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya

dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi

sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan

pengalaman belajar peserta didik.

3) Dick dan Carey (1990) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri

atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan

kegiatan belajar yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu

peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka

strategi pembelajaran bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan kegiatan

belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket

program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.

5

4) Gropper (1990) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan

pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai. Ia menegaskan bahwa setiap tingkah

laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan

belajarnya harus dapat dipraktikkan.1)

Memperhatikan beberapa pengertian strategi pembelajaran di atas, dapat

disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih dan

digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaiakan materi pembelajaran

sehingga dapat memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi

pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir

kegiatan belajar.

b. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran

Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain2) ada empat strategi dasar dalam

pembelajaran yang meliputi hal-hal berikut :

1) Mengidentifikasi serta menerapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan

tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.

2) Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan

pandangan hidup masyarakat.

3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar yang

dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh

guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria

serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru

dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang

selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem

instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

1) Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif danEfektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 1-2.

2) Syaiful Bahri Djamaroh dan Aswan Zain, Strategi Belajar- Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,2002), hlm. 5-6.

6

Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang

sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman buat pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan, yaitu :

1) Spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang diinginkan sebagai

hasil belajar mengajar yang dilakukan. Di sini terlihat apa yang dijadikan

sebagai sasaran dari kegiatan belajar mengajar. Sasaran yang dituju harus jelas

dan kongret, sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Bila tidak, maka

kegiatan belajar mengajar tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Akibat

selanjutnya perubahan yang diharapkan terjadi pada anak didik sukar

diketahui, karena penyimpangan-penyimpangan dari kegiatan belajar

mengajar. Karena itu, rumusan tujuan operasional dalam belajar mengajar

mutlak dilakukan oleh guru sebelum melakukan tugasnya di sekolah.

2) Memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan

efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana guru memandang suatu persoalan,

konsep, pengertian dan teori apa yang guru gunakan dalam memecahkan suatu

kasus, akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang dipelajari oleh dua

orang dengan pendekatan berbeda, akan meghasilkan kesimpulan-kesimpulan

yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil dan sebagainya

akan melahirkan kesimpulan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan

bila dalam cara pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu. Begitu

juga halnya dengan cara pendekatan yang digunakan terhadap kegiatan belajar

mengajar. Belajar menurut teori asosiasi, tidak sama dengan pengertian belajar

menurut teori problem solving. Suatu topic tertentu dipelajari atau dibahas

dengan cara menghafal, akan berbeda hasilnya kalau dipelajari atau dibahas

dengan teknik diskusi atau seminar. Juga akan lain halnya andai kata tpik

yang sama dibahas dengan menggunakan kombinasi beberapa teori.

3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang

dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk

memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan

pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau

metode supaya anak didik terdorong dan mampu berfikir bebas dan cukup

7

keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa

suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan

tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya jangan

menggunakan teknik penyajian yang sama. Bila beberapa tujuan ingin

diperoleh, maka guru dituntut untuk memiliki kemampuan tentang

penggunaan berbagai metode atau mengkombinasikan beberapa metode yang

relevan. Cara penyajian yang satu mungkin lebih menekankan kepada

peranan anak didik, sementara teknik penyajian yang lain lebih terfokus

kepada peranan guru atau alat-alat pengajaran seperti buku, atau komputer

misalnya. Ada pula metode yang lebih berhasil bila dipakai buat anak didik

dalam jumlah yang terbatas, atau cocok untuk mempelajari materi tertentu.

Demikian juga bila kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam kelas, di

perpustakaan, di laboratorium, di masjid atau di kebun, tentu metode yang

diperlukan agar tujuan tercapai untuk masing-masing seperti itu tidak sama.

Tujuan instruksional yang ingin dicapai tidak selalu tunggal, bisa jadi terdiri

dari beberapa tujuan atau sasaran. Untuk itu guru membutuhkan variasi dalam

penggunaan teknik penyajian supaya kegiatan belajar mengajar yang

berlangsung tidak membosankan.

4) Menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru

mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai

sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu

program baru bisa diketahui keberhasilannya, setelah dilakukan evaluasi.

Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu

strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar yang lain.

Apa yang harus dinilai, dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan

termasuk kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Seoarng anak didik dapat

dikategorikan sebagai anak didik yang berhasil, bisa dilihat dari berbagai segi.

Bisa dilihat dari segi kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku

sehari-hari di sekolah, hasil ulangan, hubungan social, kepemimpinan, prestasi

olah raga, ketrampilan, dan sebagainya. Atau dapat pula dilihat dari gabungan dari

beberapa aspek.

8

c. Komponen Strategi pembelajaran

Menurut Dick dan Carey yang dikutip Hamzah B. Uno, terdapat lima

komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan pembelajaran pendahuluan,

(2) penyampaian informasi, (3) partisipasi peserta didik, (4) tes, dan (5) kegiatan

lanjutan. 3)

1) Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan sebagai bagian dari suatu sistem pembelajaran

secara keseluruhan memegang peranan penting. Pada bagian ini guru diharapkan

dapat menarik minat peserta didik atas materi pelajaran yang akan disampaian.

Kegiatan pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan dapat

meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Cara guru memperkenalkan materi

pelajaran melalui contoh-contoh ilustrasi tentang kehidupan sehari-hari atau cara

guru meyakinkan apa manfaat mempelajari pokok bahasan tertentu akan sangat

mempengaruhi motivasi belajar paserta didik.

Secara spesifik, kegiatan pembelajaran pendahuluan dapat dilakukan

melalui teknik-teknik berikut:

a) Menjelaskan tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai

oleh semua pesrta didik di akhir kegiatan pembelajaran. Dengan demikian

peserta didik akan menyadari pengetahuan, ketrampilan sekaligus manfaat

yang akan diperoleh setelah mempelajari pokok bahasan tersebut.

Demikian pula perlu dipahami oleh guru bahwa dalam menyampaikan

tujuan, hendaknya digunakan kata-kata dan bahasa yang mudah dimengerti

oleh peserta didik. Pada umumnya penjelasan dilakukan dengan

menggunakan ilustrasi kasus yang sering dialami oleh peserta didik dalam

kehidupan sehari-hari.

3) Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, hlm. 3.

9

b) Melakukan apersepsi, berupa kegiatan yang menjembatani antara

pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.

Tunjukkan pada peserta didik tentang eratnya hubungan antara

pengetahuan yang telah mereka miliki dengan pengetahuan yang akan

dipelajari. Kegiatan ini dapat menimbulkan rasa mampu dan percaya diri

sehingga mereka terhindar dari rasa cemas dan takut menemui kesulitan

atau kegagalan.4)

2) Penyampaian Informasi

Penyampaian informasi seringkali dianggap sebagai suatu kegiatan yang

paling penting dalam proses pembelajaran, padahal bagian ini hanya merupakan

salah satu komponen dari strategi pembelajaran. Artinya tanpa adanya kegiatan

pendahuluan yang menarik maka kegiatan penyampaian informasi ini menjadi

tidak berarti. Guru yang mampu menyampaiakan informasi dengan baik, tetapi

tidak melakukan kegiatan pendahuluan dengan mulus akan menghadapi kendala

dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.

Dalam kegiatan penyampaian informasi ini, guru harus memahami dengan

baik situasi dan kondisi yang dihadapainya. Dengan demikian informasi yang

disampaikan dapat diserap oleh peserta didik dengan baik. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam menyampaikan informasi adalah urutan ruang lingkup

dan jenis materi.

a) Urutan penyampaian

Urutan penyampaian materi pelajaran harus menggunakan pola yang

tepat. Urutan materi yang diberikan berdasarkan tahapan berpikir dari

hal-hal yang bersifat konkret ke hal-hal yang bersifat abstrak atau dari

hal-hal yang sederhana atau yang mudah dilakukan ke hal-hal yang

lebih kompleks atau yang sulit dilakukan. Urutan penyampaian

informasi yang sistematis akan memudahkan peserta didik cepat

memahami apa yang ingin disampaian oleh gurunya.

4) Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, hlm. 4.

10

b) Ruang lingkup materi yang disampaikan

Besar kecilnya materi yang disampaiakan atau ruang lingkup materi

sangat bergantung pada karakteristik peserta didik dan jenis materi

yang dipelajari. Hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam

memperkirakan besar kecilnya materi adalah penerapan materi Gestalt.

Teori tersebut menyebutkan bahwa bagian-bagian kecil merupakan satu

kesatuan yang bermakna apabila dipelajari secara keseluruhan, dan

keseluruhan tidaklah berarti tanpa bagian-bagian kecil tadi.

c) Materi yang akan disampaikan

Materi pelajaran umumnya merupakan gabungan antara jenis materi

yang berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci),

ketrampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan, dan syarat-syarat

tertentu) dan sikap (yang berisi pendapat, ide-ide, saran atau

tanggapan). Dalam isi pelajaran ini terlihat masing-masing jenis

pelajaran sudah pasti memerlukan strategi penyampaian yang berbeda-

beda. Oleh karena itu dalam menentukan strategi pembelajaran, guru

harus terlebih dahulu memahami jenis materi pelajaran yang akan

disampaikan agar diperoleh strategi pembelajaran yang sesuai.

3) Partisipasi Peserta Didik

Peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Proses

pembelajaran akan lebih berhasil apabila peserta didik melakukan latihan secara

langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Untuk

itu dalam proses pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana yang

memungkinkan peserta didik untuk secara aktif menemukan, memproses dan

mengkonstruksi pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan baru.

Pada dasarnya setiap peserta didik memiliki rasa ingin tahu dan penuh

dengan imajinasi, sehingga pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan

kreatifitas peserta didik. Untuk itu guru harus mampu menciptakan kegiatan

pembelajaran yang beragam sehingga seluruh potensi dan daya imajinasi anak

dapat berkembang.

11

4) Tes

Tes atau penilaian dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik

telah memiliki kompetensi. Sistem tes yang dilakukan harus mencakup semua

kompetensi dasar dengan menggunakan indikator yang ditetapkan oleh guru.

Pelaksanaan tes biasanya dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran setelah

peserta didik melalui berbagai proses pembelajaran, penyampaian

informasiberupa materi pelajaran.

Penilaian berbasis kompetensi menekankan pada pencapaian kemampuan

dasar, menggunakan berbagai teknik tes dalam usaha untuk mengetahui tingkat

pencapaian kemampuan dasar dan menentukan program perbaikan. Oleh karena

itu dalam sistem ini, guru harus membuat kisi-kisi tes secara menyeluruh untuk

satu semester dengan memilih teknik tes yang tepat.

Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar mencakup

masalah:

a) Standar Kompetensi (SK). Kemampuan yang harus dimiliki oleh

lulusan. Hal ini memiliki implikasi yang signifikan dalam perencanaan,

metodologi dan pengelolaan tes.

b) Kompetensi Dasar (KD). Kemampuan minimal dalam mata pelajaran

atau bidang studi yang harus dimiliki lulusan sekolah.

c) Rencana penilaian. Rencana penilaian dikembangkan bersamaan

dengan pengambangan silabus.

d) Proses pengujian. Pemilihan dan pengembangan teknik pengujian,

sistem pencatatan dan pengelolaan proses.

e) Proses implementasi. Penggunaan berbagai teknik pengujian

f) Pencatatan dan pelaporan. Pengelolaan sistem penilaian dan

pembuatan laporan.5)

5) TIM, Modul Kelompok MTs Pendidikan dan Latihan Profesi guru, hlm. 68.

12

5) Kegiatan Lanjutan

Kegiatan lanjutan yang dikenal dengan istilah follow up dari suatu hasil

kegiatan yang telah dilakukan sering tidak dilaksanakan dengan baik oleh guru.

Hasill tes dianalisis untuk menentukan kompetensi yang telah dimiliki dan yang

belum dimiliki serta kesulitan peserta didik. Analisis hasil tes digunakan untuk

menentukan tindakan perbaikan yang berupa program remidi dan tindakan

pengayaan.

Program remidi di ditetapkan oleh sekolah tanpa mengganggu jam

pelajaran. Program remidi dapat dilakukan dalam bentuk pengulangan materi

pelajaran diikuti pemberian tugas dan diakhiri dengan ujian. Hasil pelaksanan

remidi harus dapat dinilai.

Peserta didik yang sudah tuntas dapat mengikuti program pengayaan.

Program pengayaan tidak berpengaruh terhadap nilai raport, tetapi hasilnya dapat

dituliskan dalam profil hasil belajar.

2. Apersepsi

a. Pengertian Apersepsi

Apersepsi berasal dari kata apperception, yang berarti menafsirkan buah

pikiran. Jadi apersepsi adalah menyatukan dan mengasimilasi suatu pengalaman

dengan pengalamanan yang telah dimiliki dan dengan demikian memahami dan

menafsirkannya.6)

Leibnitz membedakan persepsi dengan apersepsi. Jika persepsi

(perception) adanya perangsang diterima seseorang, adanya pengamatan.

Sedangkan apersepsi dimaksud bahwa seseorang melakukan pengamatan dan apa

yang diamatinya.7)

6) S. Nasution, Dikdaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), hlm. 156.

7) S. Nasutio, Dikdaktik, hlm. 156.

13

Herbart menyatakan bahwa apersepsi adalah memperoleh tanggapan-

tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada. Di sini terjadi asosiasi

antara tanggapan yang baru dengan yang lama. Wundt berpendapat bahwa

apersepsi bukan hanya asosiasi belaka melainkan dengan sengaja memasukkan

tanggapan-tanggapan baru dalam suatu hubungan kategorial atau hubungan yang

lebih umum.8)

Menurut para ahli psikologi modern yang dimaksud apersepsi adalah

pengamatan dengan penuh perhatian sambil memahami serta mengolah

tanggapan-tanggapan baru itu dan memasukkannya ke dalam hubungan yang

kategorial. Tanggapan-tanggapan baru itu dapat dipengaruhi oleh bahan apersepsi

yang telah ada. Ini menunjukkan bahwa psike manusia tidak pasif menerima

melainkan aktif mengolah setiap perangsang yang diterima. Perangsang atau

tanggapan baru tidak masuk begitu saja melainkan harus ditafsirkan dan

digolongkan dalam susunan tertentu, karena apersepsi pada hakekatnya termasuk

proses berpikir.9)

b. Bahan Apersepsi

Bahan apersepsi diperlukan untuk menafsirkan tanggapan-tanggapan baru.

Itu sebabnya anak-anak harus memiliki sejumlah pengetahuan. Sebelum anak

bersekolah, ia telah memiliki banyak pengetahuan tetapi belum tersusun logis

sistematis. Tugas sekolah adalah menyusunnya menurut kategori-kategori tertentu

dan memperluas serta memperdalamnya dalam macam mata pelajaran.

Pengalaman yang lampau sering kurang lengkap dan senantiasa dapat

disempurnakan. Sebagai contoh, mungkin anak itu mula-mula menganggap polisi

sebagai orang yang kerjannya menangkap orang, jadi karena itu harus ditakuti dan

dijauhi. Akan tetapi kemudian ia mengetahui bahwa polisi itu juga temannya yang

menjaga keamanannya. Karena itu menurut Dewey pengalaman yang lampau

harus senantiasa direorganisasi.

8) S. Nasution, Dikdaktik, hlm. 157.9) S. Nasution, Dikdaktik, hlm. 157.

14

Untuk memudahkan dalam pelaksanaan apersepsi, setiap pengajar dapat

membuat pedoman sebagai bahan apersepsi, diantaranya adalah:

1) Deskripsi singkat dengan memberi informasi singkat tentang isi

pelajaran yang akan diajarkan.

2) Eksplorasi, mengungkap kembali materi yang telah diajarkan, dengan

cara menanyakan perihal materi yang telah disajikan sebelumnya.

3) Relevansi materi yang ditanyakan dengan materi yang akan diajarkan.

4) Asosiasi, menghubungkan materi yang telah diajarkan dengan materi

yang akan segera diajarkan.10)

c. Langkah-langkah Apersepsi

Herbart mengemukakan bahwa yang diketahui digunakan untuk

memahami sesuatu yang belum diketahui. Apersepsi membangkitkan minat dan

perhatian untuk sesuatu. Karena itu pelajaran harus selalu dibangun atas

pengetahuan yang telah ada.

Berdasarkan prinsip itu Herbart menganjurkan langkah-langkah sebagai

berikut:

1) Kejelasan

Sesuatu diperlihatkan untuk memperdalam pengertian. Di sini guru yang

terutama aktif (memberi) dan peserta didik pasif (menerima). Cara

mengajar adalah memberitahukan.

2) Asosiasi

Peserta didik diberi kesempatan untuk menghubungkan pengertian baru

dengan pengalaman-pengalaman lama. Peserta didik di sini lebih aktif.

Metode mengajar adalah tanya jawab, pertanyaan.

10) Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, hlm. 63.

15

3) Sistem

Di sini bahan baru itu ditempatkan dalam hubungannya dengan hal-hal

lain. Ini hannya mungkin jika bahan itu telah dipahami sepenuhnya.

Metode adalah menjelaskan, ceramah.

4) Metode

Peserta didik mendapat tugas untuk dikerjakan. Guru memperbaiki dengan

memberi petunjuk di mana perlu.11)

Pengikut Herbart yakni Ziller mengubahnya dan menggantikannya dengan

lima langkah sebagai berikut:

1) Analisis

Apersepsi anak dibangkitkan dan ditujukan kepada bahan baru.

2) Sintesis

Bendanya diprerlihatkan dan dijelaskan untuk memperdalam pengertian.

3) Asosiasi

Bahan baru dihubungkan dengan bahan yang bertalian dengan itu.

4) Sistem

Bahan baru itu dimasukkan ke dalam system pengetahuan.

5) Metode

Bahan baru dilatih dan digunakan. 12)

Yang lebih terkenal ialah lima langkah yang dikemukakan oleh Rein

seorang pengikut Herbart, yaitu:

1) Preparasi (persiapan)

Anak-anak dipersiapkan untuk menerima bahan baru dengan

membangkitkan bahan apersepsi. Dengan demikian dibangkitkan pula

minat anak.

11) Nasution S, Dikdaktik, hlm. 158.12) Nasution S, Dikdaktik, hlm. 159.

16

2) Presentasi (penyajian)

Pada fase ini guru menyodorkan bahan pelajaran baru.

3) Asosiasi

Bahan baru dianalisis dan dibandingkan dengan hal-hal lain yang

berhubungan dengan bahan itu.

4) Generalisasi

Pada fase ini diambil kesimpulan berupa prinsip-prinsip dan pengertian-

pengertian.

5) Aplikasi (penggunaan)

Anak-anak diberi kesempatan untuk menggunakan dan melatih bahan

yang dipelajari itu, agar bahan itu benar-benar menjadi milik anak.13)

Herbart sering dikritik banyak orang, akan tetapi kalau diamatii cara-cara

mengajar yang banyak dilakukan di sekolah, dilihat bahwa sering guru hanya

sampai pada fase ke dua atau ke tiga saja, dan melupakan fase-fase selanjutnya.

Langkah-langkah Herbart pada prinsipnya diikuti oleh Morrison dalam

metode proyeknya, yaitu :

1) Eksplorasi

Dilakukan dengan tes atau diskusi diselidiki pengetahuan yang telah

dimiliki anak tentang suatu masalah.

2) Presentasi

Guru menyajikan garis-garis besar masalah itu dalam bentuk ceramah.

Kemudian diberi lagi tes untuk menyelidiki apakah anak-anak telah

mengetahui bahan itu.

3) Asimilasi

Anak-anak mengadakan penyelidikan dengan melakukan bacaan selama

beberapa minggu.

13) Nasution S, Dikdaktik hlm.160.

17

4) Organisasi

Anak-anak harus membuktikan bahwa mereka telah memperoleh

pengertian tentang masalah yang dipelajari dengan karangan atau tes.

5) Resistasi

Diadakan diskusi, pembicaraan dan laporan sebagai bukti terakhir bahwa

anak-anak telah memahami masalah yang mereka pelajari.14)

3. Profesionalitas Guru

a. Pengertian Profesionalitas Guru

Menurut Encyclopedi Americana No. 28, disebutkan bahwa profesi

merupakan suatu jabatan atau pekerjaan professional bila yang bersangkutan

minimal mendapat pendidikan 1 tahun setelah SMA, dimana : pertama, proses

pendidikan yang ditempuh merupakan wahana bagi sosialisasi nilai-nilai

professional dikalangan siswa-siswa yang mengikutinya. Kedua, dalam memberi

pelayanan kepada masyarkat/klien, seorang professional berpegang teguh kepada

kode etik, yang pelaksanaannya dikontrol oleh organisasi profesi, dan setiap

pelanggaran kode etik dapat dikenakan sangsi. Ketiga, anggota suatu profesi

mempunyai kebebasan untuk menetapkan judgement sendiri dalam menghadapi

atau memecahkan sesuatu dalam lingkup kerjanya. Keempat, tanggung jawab

professional adalah komitmen kepada profesi berupa pelayanan sebaik-baiknya

kepada masyarakat/klien dan praktik professional itu otonom dari campur tangan

pakar luar, dan kelima, sebagai imbalan dari proses pendidikan dan

latihannyayang lama dan komitmen pada seluruh jasa pekerjaannya sehingga

seorang professional mempunyai prestise yang tinggi di masyarakat dan oleh

karenanya berhak mendapatkan imbalan yang layak atau dengan kata lain

"bertanda jasa".15)

14) S. Nasution, Dikdaktik, hlm. 160.15) Tim, Modul Kelompok MTs Pendidkan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), (Semarang: Panitia

Sertifikasi Guru Rayon 6 IAIN Walisongo, 2009), hlm. 2.

18

Ciri-ciri utama suatu profesi menurut Sanusi16) yang dikutip oleh Rusman

adalah sebagai berikut:

1) Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang

menentukan.

2) Jabatan yang menuntut ketrampilan/ keahlian tertentu.

3) Ketrampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan

masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.

4) Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas,

sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.

5) Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu

yang cukup lama.

6) Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan

sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.

7) Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu

berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.

8) Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement

terhadap permasalahan yang dihadapinya.

9) Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom bebas

dari campur tangan orang lain.

10) Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, sehingga

memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Dengan demikian, guru yang profesional adalah mereka yang memiliki

kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Guru

yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: pertama, kemampuan

profesional (professional capacity), sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang

pendidikan, jabatan dan golongan, serta pelatihan. Kedua, upaya professional

(professional efforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian

dan penelitian. Ketiga, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan professional

16) Rusman, Mode-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PTRajagrafindo Persada, 2011), hlm. 25-26.

19

(teacher's time), sebagaimana terukur dari masa jabatan, lama mengajar, serta

lainnya. Keempat, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match),

sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu, apakah telah sesuai dengan

spesialisasinya atau tidak, serta kelima, tingkat kesejahteraan (prosperiousty)

sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan rutinnya. Tingkat

kesejahteraan yang rendah bisa mendorong seorang pendidik untuk melakukan

kerja sambilan, dan bila mana kerja sambilan itu sukses, bisa jadi profesi

mengajarnya berubah menjadi sambilan.

Guru yang professional amat berarti bagi pembentukan sekolah unggulan.

Guru professional memiliki pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral

keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggung jawab, wawasan kependidikan yang

luas, kemampuan manajerial, trampil, kreatif, memiliki keterbukaan profesional

dalam memahami potensi, karakteristik dan masalah perkembangan peserta didik,

mampu mengembangkan rencana studi dan karier peserta didik, serta memiliki

kemampuan meneliti dan mengembangkan kurikulum.

b. Guru Sebagai Pengajar

Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi beberapa faktor, seperti

motifasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal,

tingkat kebebasan, rasa aman, dan ketrampilan guru dalam berkomunikasi. Jika

factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat

belajar dengan baik. Sehubungan dengan itu sebagai orang yang bertugas

menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi

peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah. Untuk itu,

terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, sebagai

berikut:

1) Membuat Ilustrasi

Pada dasarnya ilustrasi menghubungkan sesuatu yang sedang dipelajari

peserta didik dengan sesuatu yang telah diketahuinya, dan pada waktu yang

sama memberikan tambahan pengalaman kepada peserta didik.

20

2) Mendefinisikan

Meletakkan sesuatu yang dipelajari secara jelas dan sederhana, dengan

menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki peserta

didik.

3) Menganalisis

Membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi bagian, sebagaimana

orang mengatakan: “cuts the learning into chewable bites”.

4) Mensintesis

Mengembalikan bagian-bagian yang telah dibahas ke dalam suatu konsep

yang utuh sehingga memiliki arti, hubungan antara bagian yang satu dengan

yang lain nampak jelas, dan setiap masalah itu tetap berhubungan dengan

keseluruhan yang lebih besar.

5) Bertanya

Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan tajam agar apa yang

dipelajari menjadi lebih jelas, seperti yang dilakukan Socrates.

6) Merespon

Mereaksi atau menaggapi pertanyaan peserta didik. Pembelajaran akan lebih

efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan peserta didik.

7) Mendengarkan

Memahami peserta didik, dan berusaha menyederhanakan setiap masalah,

serta membuat kesulitan nampak jelas baik bagi guru maupun peserta didik.

8) Menciptakan Kepercayaan

Peserta didik akan memberikan kepercayaan terhadap keberhasilan guru

dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar.

9) Memberikan Pandangan yang Bervariasi

Melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut pandang, dan melihat

masalah dalam kombinasi yang bervariasi.

10) Menyediakan Media untuk Mengkaji Materi Standar

Memberikan pengalaman yang bervariasi melalui media pembelajaran, dan

sumber belajar yang berhubungan dengan materi standar.

21

11) Menyesuaikan Metode Pembelajaran

Menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan tingkat

perkembangan peserta didik serta menghubungkan materi baru dengan sesuatu

yang telah dipelajari.

12) Memberikan Nada Perasaan

Membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna, dan hidup melalui antusias

dan semangat.17)

Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus

senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang

telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar. Sebagai pengajar, guru harus

memiliki tujuan yang jelas, membuat keputusan secara rasional agar peserta didik

memahami katrampilan yang dituntut oleh pembelajaran. Untuk kepentingan

tersebut perlu dibina hubungan yang positif antara guru dengan peserta didik.

Hubungan ini menyangkut bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta

didiknya dalam pembelajaran, serta bagaimana peserta didik merasakan apa yang

dirasakan gurunya. Hal ini akan menjadi jelas jika secara hati-hati menguji

bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didik dalam pembelajaran

(empati).

c. Guru Pendidikan Agama Islam

Guru pengajar Pendidikan Agama Islam (PAI) pemegang jabatan

profesional membawa misi ganda dalam waktu yang bersamaan, yaitu misi agama

dan misi ilmu pengetahuan. Misi agama menunutut guru untuk menyampaikan

nilai-nilai ajaran agama kepada anak didik sehingga anak didik dapat menjalankan

kehidupan sesuai dengan norma-norma agama tersebut. Misi ilmu pengetahuan

menuntut guru menyampaikan ilmu sesuai dengan perkembangan zaman.18)

17) E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 39-40.

18) Muhamad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 129.

22

Guru agama Islam yang profesional dituntut untuk beriman, bertaqwa,

iklas dan berakhlak mulia.19) Al-Abrasyi menambahkan bahwa guru PAI

hendaknya memiliki sifat zuhud, bersih, ikhlas, pemaaf, berprilaku kasih sayang

pada anak didik layaknya orangtua pada anak, mengetahui watak murid, dan

menguasai pelajaran.20)

Figur ideal guru agama Islam adalah Nabi Muhammad SAW. Nabi

merupakan touladan bagi umatnya, sekaligus sosok Guru yang ideal, karena Nabi

membina aspek material spiritual manusia seperti yang tercantum dalam QS. AL-

Ahzab (33:21)

artinya Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladanyang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap(rahmat) Allah dan(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyembah Allah .

Guru agama Islam memiliki pola pendidikan prophetic yang

merefleksikan nilai-nilai ketuhanan dengan inti tauhid. Pendidikan yang tauhid ini

seorang guru agama Islam itu memadukan dimensi material dengan spiritual,

jasmani dengan rohani, lahir dengan batin, ilmu dengan iman, dan duniawi dengan

ukhrowi.

Seorang guru agama Islam memiliki nilai tambah (added value), bila

dibanding dengan pendidik pada umumnya, dari aspek kapasitas

keberagamaannya(religious competency). Untuk alasan inilah, guru agama Islam

dipersyaratkan tidak hanya berperan sebagai seorang sarjana, melainkan juga

sebagai orang berkepribadian utama, yaitu seorang yang perilakunya menjadi

teladan bagi para anak didiknya.

19) Ramayulis, Ilmu Pendidikan Agama Islam, (jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 37-45.20) Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, “al-Tarbiyah al-Islamiyah” dalam Dasar-dasar Pokok

Pendidikan Islam, (jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 136-141.

23

Al-Ghazali yang dikutip oleh Ramayulis dan Samsul Nisar21) cukup

komprehensif dalam menjelaskan karakteristik ideal guru agama Islam atas dasar

kode etik yang patut dimilikinya. Bagi al-Ghazali, guru agama Islam mestilah

menerima segala problem anak didik dengan hati dan sikap yang terbuka lagi

tabah, bersikap penyantun dan penyayang yang sesuai dengan QS. Ali Imran

(3:159)

artinya “Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembutterhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itumaafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, danbermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan ini. Kemudian apabilakamu talah membulatkan tekat, maka bertawakallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.

tidak angkuh terhadap sesama seprti dalam QS. An-Najm (53:32)

artinya (Yitu) orangyang menjahui dosa-dosa besar dan perbuatan kejiyang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmumaha luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)muketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janindalam perut ibumu; maka janganlah kamu megatakan dirimu suci. Dialahyang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa

21) Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: QuantumTeaching, 2005) hlm. 9

24

tawadlu seperti dalam QS. Al-Hijr (15:88)

artinya Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepadakenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan diantara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hatiterhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orangberiman

taqarrub seperti pada QS. Al-bayyinah (98:5)

artinya Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allahdengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamadengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikanzakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus

menghidari aktivitas yang sia-sia, lemah lembut pada anak didik, tidak pemarah,

tidak menakutkan bagi anak, memperhatikan pertanyaan mereka, menerima

kebenaran dari anak yang membantahnya, mencegah anak mempelajari ilmu yang

berbahaya, serta mengaktualisasikan ilmu yang dipelajari.

4. Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Sebelum membahas pengertian pendidikan Agama Islam, terlebih dahulu

dilemukakan arti pendidikan pada umumnya. Istilah pendidikan berasal dari kata

didik dengan memberinya awalan "pe" dan akhiran "kan" mengandung arti

perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari

bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada

anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan

25

education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah

ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah, yang berarti pendidikan.22)

Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau

pimpinan yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan

jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 23)

Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yaitu tuntunan di

dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu

menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai

manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan

kebahagian yang setinggi-tingginya.24)

Dari semua definisi itu dapt disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah

kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana yang dilaksanakan oleh

orang dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan kepada anak didik, demi

terciptanya insan kamil.

Secara etimologis, pengertian pendidikan agama Islam digali dari Al-

Qur’an dan Al- Hadits sebagai sumber pendidikan agama Islam. Dari kedua

sumber tersebut, ditemukan ayat-ayat atau hadits-hadits yang mengandung kata-

kata atau istilah-istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan agama

Islam, misalnya Tarbiyah, Ta lim, Ta dib. Bertolak dari tinjauan etimologi ini,

kata Islam yang melekat dalam pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang

berwarna Islam, pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang didasarkan

Islam.25)

22) Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hlm. 1.23) Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-maarif, 1981),

hlm. 19.24) Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 4.25) Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL Media

Group, 2009), hlm. 34.

26

Menurut tinjauan terminologis, para ahli memberikan beberapa pendapat

dalam memberikan makna pendidikan agama Islam, di antaranya: Hasil seminar

pendidikan agama Islam se Indonesia tanggal 7-11 Mei 1960 di Cipayung Bogor

menyatakan: Pendidikan agama Islam adalah bimbingan terhadap pertrumbuhan

jasmani dan rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan,

mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran

Islam.26) Menurut Ahmad Marimba, pendidikan Agama Islam adalah bimbingan

jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada

terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.27) Menurut Zakiah

Daradjat, pendidikan Agama Islam adalah: pendidikan dengan melalui ajaran-

ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar

nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan

mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara

menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itui sebagai suatu pandangan

hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat

kelak.28)

Achmadi mendefinisikan bahwa pendidikan agama Islam adalah segala

usaha untuk memelihara fitrah manusia, serta sumber daya insani yang ada

padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan

norma Islam. Pengertian yang dikemukakan Achmadi tersebut mengandung arti

bahwa dalam proses pendidikan agama Islam terdapat usaha memelihara kesucian

manusia, hal ini merupakan fitrah yang ada sejak lahir serta mengembangkan

segala potensi jiwa yang terdapat padanya melalui segenap usaha, sehingga

manusia tersebut terbentuk menjadi manusia yang sempurna berdasarkan

pandangan Islam. Menurut Muhamad Fadhil Al Jamaly, bahwa pendidikan agama

26) Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), hlm. 1127) Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Maarif, 1981),

hlm. 2328) Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 992), hlm. 86.

27

Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajajak manusia lebih

maju dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia,

sehingga terbentuknya pribadi yang lebih sempurna, baik yang berhubungan

dengan akal, perasaan maupun perbuatan.29)

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

Agama Islam adalah suatu proses bimbingan jasmani dan rohani yang

berlandaskan ajaran Islam dan dilakukan dengan kesadaran untuk

mengembangkan potensi anak menuju perkembangan yang maksimal, sehingga

terbentuk kepribadian yang memiliki nilai-nilai Islam.

b. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Islam sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat

luas, karena di dalamnya banyak pihak yang terlibat, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Adapun ruang lingkup pendidikan Islam menurut Nur

Uhbiyati adalah sebagai berikut:

1) Perbuatan Mendidik

Yang dimaksud dengan perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan

atau perbuatan dari sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu mengasuh

anak didik. Atau dengan istilah yang lain yaitu sikap atau tindakan menuntun,

mebimbing, memberikan pertolongan dari seseorang pendidik kepada anak

didik menuju kepada tujuan pendidikan Islam.

2) Anak Didik

Anak didik merupakan obyek terpenting dalam pendidikan. Hal ini

disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu diadakan untuk membawa

anak didik kepada tujuan pendidikan Islam yang kita cita-citakan.

29) Ismail SM, Strategi Pembelajaran, hlm. 35.

28

3) Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Dasar dan tujuan pendidikan Islam adalah landasan yang menjadi fundamen

serta sumber dari segala kegiata pendidikan Islam ini dilakukan. Yaitu ingin

membentuk anak didik menjadi manusia dewasa yang bertakwa kepada Allah

dan kepribadian muslim.

4) Pendidik

Pendidik merupakan subjek yang melaksanakan pendidikan Islam. Pendidik

ini mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya pendidikan. Baik atau

tidaknya pendidik berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan Islam.

5) Materi Pendidikan Islam

Materi pendidikan Islam adalah bahan-bahan, pengalaman-pengalaman belajar

ilm agama Islam yang disusun sedemikian rupa untuk disajikan atau

disampaikan kepada anak didik.

6) Metode Pendidikan Islam

Metode Pendidikan Islam adalah cara yang paling tepat dilakukan oleh

pendidikan untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada

anak didik. Metode di sini mengemukakan bagaimana mngolah, menyusun

dan menyajikan materi tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki

oleh anak didik.

7) Evaluasi Pendidikan

Evaluasi pendidikan memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau

penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Tujuan pendidika Islam umumnya

tidak dapat dicapai sekali \gus, melainkan melaui proses atau pentahapan

tertentu. Apabila tahap ini telah tercapai maka pelaksanaan pendidikan dapat

dilanjutkan pada tahap berikutnya dan berakhir denga terbentuknya

kepribadian muslim.

8) Alat-alat Pendidikan Islam

Yaitu alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam

agar tujuan pendidikan Islam tersebut lebih berhasil.

29

9) Lingkungan

Yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil

pendidikan Islam.30)

Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pendidikan

Islam itu sangat luas, sebab meliputi segala asapek yang menyangkut

penyelenggaraan pendidikan Islam.

c. Materi Pendidikan Agama Islam

Inti dari materi pendidikan agama Islam adalah iman (aqidah), Ibadah dan

akhlakul karimah. Secara mendasar materi pandidikan Agama Islam dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Pendidikan Keimanan (Aqidah)

Pendidikan aqidah adalah inti dari dasar keimanan seseorang yang harus

ditanamkan kepada anak sejak dini. Karena dengan pendidikan inilah anak akan

mengenali siapa Tuhannya, bagaimana cara bersikap kepada Tuhannya, dan apa

saja yang meski mereka perbuat dalam hidup ini.

Materi pendidikan keimanan ini adalah untuk mengikat anak dengan

dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah. Sejak anak mulai mengerti

dan dapat memahami sesuatu. Adapun tujuan mendasar dari pendidikan ini adalah

agar anak hanya mengenal Islam mengenai dirinya.31)

2) Pendidikan Ibadah

Materi pendidikan ibadah secara menyeluruh oleh para ulama telah

dikemas dalam sebuah disiplin ilmu, yang dinamakan ilmu fiqh dan fiqh Islam.

Karena seluruh tata peribadatan telah dijelaskan didalamnya, sehingga perlu

diperkenalkan sejak dini dan sedikit demi sedikit dibiasakan dalam diri anak, agar

30) Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), hlm, 14-15.31) Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, lmu Pendidikan, (Semarang: Rineka Cipta, 1991), hlm. 115-

116.

30

kelak mereka tumbuh menjadi insan-insan yang bertaqwa. Aturan-aturan Ibadah

dalam Islam, termasuk shalat, merealisasikan tujuan umum pendidikan agama

Islam, yaitu menanamkan jiwa taqwa. Pendidkan ibadah khususnya pada

pendidikan shalat merupakan tiang dari segala amal ibadah. Shalat tidak hanya

terbatas pada konteks fi liyah, melainkan menanamkan nilai-nilai dibalik ibadah

shalat, sehingga mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi mungkar serta

jiwanya teruji menjadi orang yang sabar.32)

3). Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan

keutamaan perangkai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh

anak masa analisa hingga menjadi seorang mukalaff, seseorang yang telah siap

mengarungi lautan kehidupan. Tujuan dari pendidikan akhlak adalah untuk

membentuk benteng religius yang berakar pada hati sanubari. Benteng tersebut

akan memisahkan anak dari sifat-sifat negatif, kebiasaan dosa dan tradisi

jahiliyah.

Refleksi sikap keyakinan seseorang yang telah Islam dan beriman,

menyadari dan meyakini adanya kodrat dan pengawasan Allah kapan pun, dimana

pun dia berada, meyakini bahwa Allah selalu memonitorinya.Upaya mewujudkan

tujuan pendidikan Islam yaitu akhlakul karimah.33)

Akhalkul karimah mencakup tiga hal yaitu; taqwa, taqarrub, dan tawakkal.

Taqwa merupakan rasa keagamaan yang paling mendasar. Karena ketaqwaannya

tersebut, seseorang menjadi dekat dengan Allah (taqarrub Ilaallah). Dan selalu

bertawakkal kepada Allah, meski apapun yang terjadi.34)

32) Hery Noer Aly & Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003),hlm. 74.

33) Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm. 60.34) Ismail SM, Strategi Pembelajaran, hlm. 41.

31

B. Kerangka Berikir

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dipahami dengan jelas bahwa seorang pengajar perlu menggunakan stategi

pembelajaran yang merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakannya

untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta

didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang akhirnya tujuan

pembelajaran dapat dikuasai oleh peserta didik di akhir kegiatan belajar.

Salah satu komponen stategi pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran

pendahuluan. Kegiatan pendahuluan sebagai bagian dari suatu sistem

pembelajaran secara keseluruhan memegang peranan penting. Kegiatan

pendahuluan jika disampaikan dengan menarik dapat meningkatkan motivasi

belajar peserta didik. Sebaliknya tanpa pendahuluan yang menarik maka kegiatan

penyampaian informasi (kegiatan inti) menjadi tidak berarti.

Kegiatan pembelajaran pendahuluan dapat dilakukan melalui teknik

apersepsi, berupa kegiatan yang merupakan jembatan antara pengetahuan lama

dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Kegiatan pembelajaran harus

selalu dibangun atas pengetahuan yang telah ada, karena apersepsi dapat

membangkitkan minat dan perhatian peserta didik terhadap materi yang akan

diajarkan, serta dapat menimbulkan rasa mampu dan percaya diri sehingga mereka

terhidar dari rasa cemas dan takut menemui kesulitan.

Pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani

berdasarkan Al- Quran dan hadits terhadap anak-anak agar terbentuk kepribadian

muslim yang sempurna. Secara mendasar materi pandidikan Agama Islam

meliputi pendidikan imam (aqidah), pendidikan ibadah, dan pendidikan akhlak

yang ditanamkan kepada anak sejak dini dan sedikit demi sedikit dibiasakan

dalam diri anak. Sedangkan lembaga adalah tempat berlangsungnya proses

bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan al-Qur'an yang dilakukan oleh orang

dewasa kepada anak terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia berkpribadian

muslim.

32

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai masalah dan hal-hal yang berkaitan

dengan pelaksanaan penelitian yang meliputi waktu dan tempat penelitian, jenis

penelitian, pendekatan penelitian, triangulasi, teknik pengumpulan data dan teknik

analisis data.

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 30 hari, terhitung sejak

tanggal 5 April 2011 sampai dengan 5 Mei 2011. Sedangkan lokasi penelitian

ini dilaksanakan di MTs. NU Khoiriyah Bae Kudus.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sehingga data yang diperoleh

dari jenis data yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian

yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis

statistik atau cara kuantitatif lainnya.1) Strauss yang dikutip Abdul Wahib

menyebutkan bahwa analisis data yang bersifat kualitatif menggunakan deskriptif

kualitatif dan teknik non-matematis.2)

C. Pendekatan Penelitian

Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan grounded theory (Teori

Dari Bawah/ TDB). Menurut Pandit yang dikutip oleh Lexy, Penyusunan Teori

Dari Bawah (TDB) terdiri dari tiga unsur dasar, yaitu konsep, kategori dan

proposisi.3)

1) Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007)Cet. Ke-23. hlm. 6.

2) Abdul Wahib, Modul Pokok-pokok Kuilian Metodologi Penelitian, t.p.3) Lexy J.Moleong, Metodologi, hlm.72.

33

1. KonsepKonsep adalah satuan kajian dasar yang dibentuk dari konseptualisasi data.

Teori tidak dapat dibangun dengan kejadian aktual atau kejadian-kejadian yang

dilaporkan dari data mentah. Kejadian atau peirstiwa dianalisis sebagai indikator

potensial dari fenomena yang diberikan label secara konseptual.

2. Kategori

Kategori adalah kumpulan yang lebih tinggi dan lebih abstrak dari konsep

yang mereka wakili. Pengelompokan konsep-konsep akan membentuk kategori.

Kategori diperoleh melalui proses analisis yang sama dengan cara membuat

perbandingan dengan melihat kersamaan atau perbedaan yang digunakan untuk

menghasilkan konsep-konsep yang lebih rendah. Kategori adalah landasan dasar

penyusunan teori. Kategori memberikan makna yang olehnya teori dapat

diintegrasikan.

3. Proposisi

Proposisi menunjukkan hubungan-hubungan kesimpulan. Antara satu

kategori dan konsep-konsep yang menyertainya dan di antara kategori yang

diskrit, unsur ketiga ini dinamakan hiopotesis oleh Glaser dan Strauss.4) Proposisi

melibatkan hubungan-hubungan konseptual.

Pembentukan dan pengembangan konsep-konep, kategori, dan proposisi

merupakan suatu keharusan dalam proses penyusunan teori dan harus di uji,

karena teori yang diperoleh berasal dari bawah/dasar, jadi secara induktif berarti

mewakili fenomena sebagai sumbernya.

4) Lexy J. Moleong,Metodologi, hlm. 73.

34

D. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu.

Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.5)

1. Triangulasi dengan Sumber

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam penelitian kualitatif.6) Hal ini dapat dicapai dengan cara:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakannya secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan

menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

2. Triangulasi dengan Metode

Menurut Patton terdapat dua strategi triangulasi dengan metode, yaitu:

a. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan

beberapa teknik pengumpulan data.

b. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode

yang sama.7)

5) Lexy J. Moleong, Metodologi, hlm. 331.6) Lexy J. Moleong, Metodologi, hlm. 331.7) Lexy J. Moleong, Metodologi, hlm. 331.

35

3. Triangulasi dengan Penyidik

Triangulasi jenis ini adalah dengan cara memanfaatkan peneliti atau

pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.

Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemelencengan dalam

pengumpulan data. Pada dasarnya penggunaan suatu tim penelitian dapat

direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara lain adalah membandingkan hasil

pekerjaan seorang analis dengan analis lainnya.

4. Triangulasi dengan Teori

Menurut Lincoln dan Guba, mereka beranggapan bahwa fakta tidak dapat

diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.8) Dipihak lain,

Patton berpendapat lain yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan dinamakan

penjelasan banding.

Jika analisis telah menguraikan pola, hubungan, dan menyertakan

penjelasan yang muncul dari analisis, maka penting sekali untuk mencari tema

atau penjelasan pembanding atau penyaing. Hal ini dapat dilakukan dengan

menyertakan usaha pencarian cara lainnya untuk mengorganisasikan data yang

barang kali mengarah pada upaya penemuan penelitian lainnya.

Triangulasi merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-

perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu

mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai

pandangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat me-recheck

temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode

dan teori. Untuk itu peneliti dapat melakukannya dengan cara:

a. macam variasi Mengajukan berbagai pertanyaan.

b. Mengeceknya dengan berbagai sumber data.

c. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat

dilakukan.

8) Lexy J. Moleong, Metodologi, hlm. 332.

36

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara peneliti berperan aktif dan

berinteraksi dengan obyek penelitian (participant observation). Tahapan ini

penelitian dilakukan dengan terjun langsung ke obyek penelitian. Untuk

memperoleh data-data lapangan ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan

data sebagai berikut:

1. Dokumentasi

Suatu usaha aktif baik suatu badan atau lembaga dengan menyajikan hasil

pengolahan bahan-bahan dokumen yang bermanfaat bagi badan atau lembaga

yang mengadakan. Dokumentasi ini dilakukan untuk memperoleh data sejarah

didirikannya MTs NU Khoiriyah Bae Kudus, keadaan sarana dan prasarana dan

juga data-data guru MTs NU Khoiriyah Bae Kudus.

2. Observasi

Sebagai metode ilmiah observasi diartikan dengan pengamatan dan

pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi ini

mengadakan pengamatan dengan mencatat data atau informasi yang diperlukan

dan dibutuhkan sesuai dengan masalah yang diikuti.

3. Wawancara

Wawancara digunakan untuk mendapatkan data dalam bentuk jawaban

dari responden dari uraian pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini digunakan metode perbandingan tetap

(constant comparative method), yaitu dalam analisis data secara tetap

membandingkan satu datum dengan datum yang lain, dan kemudian secara tetap

membandingkan kategori dengan kategori lainnya.

37

Tahapan dan langngkah-langkah analisis data kualitatif adalah sebagai

berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Tahapan pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data. Pengumpulan

data ini dilakukan dengan cara berperan aktif dan berinteraksi dengan obyek

penelitian yaitu guru-guru PAI MTs NU Khoiriyah Bae Kudus. Tahapan ini juga

melakukan wawancara mendalam dan dokumentasi. Sebagai ciri penelitian

holistic, maka peneliti akan mendapatkan data dengan uraian pertanyaan-

pertanyaan yang bersifat umum.9)

2. Mereduksi Data (Data Reduction)

Koleksi data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan dan

dokumentasi akan banyak mendapatkan data yang bervariasi. Data-data tersebut

banyak memiliki persamaan, kemiripan, keserupaan dengan data-data yang lain.

Selain itu, data-data tersebut juga ada yang menggambarkan keperbedaan, bahkan

ada yang penting dan ada yang tidak penting, ada yang relevan dan ada yang tidak

relevan. Karena itu, dalam tahap reduksi ini akan dilakukan penyotiran data

dengan cara mengkategorikan dan mengelompokkan data yang lebih penting,

bermakna dan relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian.

3. Penampilan Data (Data Display)

Tahap ketiga ini merupakan proses penampilan data reduksi yang telah

diseleksi dari sekian banyak data yang ada. Tahapan ini dimaksudkan untuk

memudahkan pemahaman terhadap persoalan dan data yang telah terseleksi akan

mudah dimengerti oleh orang lain. Maka data ditampilkan dan disajikan secara

sistematik.

9) Abdul Wahib, Pokok-pokok Kuilian Metodologi Penelitian, t.p.

38

Penyajian data reduksi dapat menggunakan grafik, matriks, flow chart,

maupun tabel. Data-data yang telah ditampilkan tersebut selanjutnya dicandra

kembali, baik oleh peneliti atau orang lain apakah sudah kredibel dan sesuai

dengan harapan atau belum. Kalau dianggap belum memadahi dan kurang layak,

maka akan dilakukan penelitian kembali ke lapangan untuk mendapatkan data-

data yang dibutuhkan dan sesuai dengan alur penelitian.

4. Penyimpulan (Conclution)

Proses pengumpulan data, reduksi data dan penampilan data menjadi

bagian yang tak terpisahkan dengan tahapan akhir ini yaitu penyimpulan. Penulis

dalam hal ini berusaha membuat kesimpulan seobyektif mungkin, sehingga

kesimpulan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum MTs NU Khoiriyah Bae Kudus

Madrasah Tsanawiyah NU Khoiriyah adalah salah satu madrasah di

bawah naungan Kantor Kementrian Agama Kabupaten Kudus dan Badan

Pelaksana Pendidikan Ma’arif Nadlatul Ulama (BPPMNU) cabang Kudus. MTs

NU Khoiriyah berdiri pada tahun 1986 di desa Bae kecamatan Bae kabupaten

Kudus, beralamat Jl. Muria Km. 5 Bae Kudus. Madrasah memiliki gedung dan

lahan milik sendiri (yayasan; SHM) dengan luas lahan 1160 m2, luas tanah

terbangun 912 m2.

1. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah

a. Visi

Ungul Dalam Prestasi, Teguh dalam Iman, Luhur dalam Budi Pekerti dan

Berlandaskan Pada Ahlussunah Wal Jama’ah.

b. Misi

1) Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada mutu keilmuan,

keimanan dan ketaqwaan

2) Mencetak anak didik yang militan dan berakhlaqul karimah

3) Membekali anak didik yang berilmu amaliah dan beramal ilmiah

berlandaskan Ahlussunah wal Jama’ah.

c. Tujuan

Membangun generasi muslim yang kreatif, kompetitif dan berkepribadian

luhur.

2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi madrasah dibuat untuk memudahkan dalam

melaksanakan tugas, tanggung jawab dan kelancaran serta memudahkan dalam

mengelola dan untuk merapikan administrasi madrasah dalam mencapai tujuan

yang telah direncanakan sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing

individu.

40

Struktur organisasi MTs NU Khoiriyah Bae Kudus tahun pelajaran

2010/2011 adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1. Struktur Organisasi MTs NU Khoiriyah Bae kudus

3. Keadaan Siswa

Perkembangan pertumbuhan siswa MTS NU Khoiriyah Bae Kudus dapat

dilihat dari kualitas lulusan siswa yang ada di madrasah. Dari segi kuantitas

perkembangan jumlah siswa MTs NU Khoiriyah Bae Kudus mulai tahun

pelajaran 2006/2007 sampai tahun pelajaran 2010/2011 mengalami penurunan

karena banyak bermunculan MTs-MTs baru. Lebih jelasnya keadaan siswa MTs

NU Khoiriyah Bae Kudus dapat dilihat dalam tabel berikut:

BPPMNUCabang Kudus

BPPMNUCabang Kudus

KEMENAGDISDIKPORA

Pengurus Madrasah

KomiteK. Syukri YA

Kepala Madrasah\Abdurrahman, BA

Waka KurikulumDian K, S.Pd

Waka KesiswaanMurtiati, S.Pd, MSc

Waka HumasMoh Thoha

Waka SarprasAli Afif, BA

Tata UsahaSuyono

BP / BKUmmul A, S.Pd

Wali Kls VIIAhimmatus S,

Wali Kls VIIISaudi AliI

Wali Kls IXAUmmul A, S.Pd

Wali Kls IXBAni R, S.Pd

Wali Kls IXCAli M, S.Ag

Guru-Guru

Siswa-siswa

41

Tabel 1. Jumlah Siswa 5 Tahun Terakhir

Tahun Pelajaran Laki-laki Perempuan Jumlah

2006/2007 123 140 263

2007/2008 123 123 246

2008/2009 119 119 238

2009/2010 91 103 194

2010/2011 74 52 126

Tabel 2. Lulusan Siswa 5 Tahun Terakhir

Tahun Pelajaran Peserta LulusUAN

Paket B/Ulangan

JumlahKelulusan Persentase

2005/2006 99 98 1 99 100%

2006/2007 81 55 21 76 93,83%

2007/2008 78 46 22 68 87,18%

2008/2009 77 68 8 76 98,70%

2009/2010 63 63 - 63 100%

Tabel 3.Jumlah Siswa Tahun Pelajaran 2010/2011

Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

VII 20 16 36

VIII 20 12 32

IX 34 24 58

42

4. Keadaan Guru dan Karyawan

Jumlah guru di MTs NU Khoiriyah sebanyak 16 orang, terdiri 10 orang

guru laki-laki dan 6 orang guru perempuan. Tenaga tata usaha 1 orang dan

penjaga madrasah 1 orang. Berikut keadaan guru dan karyawan MTs NU

Khoiriyah tahun pelajaran 2010/2011.

Tabel 4.Keadaan Guru dan Karyawan MTs NU Khoiriyah Bae Kudus

No Nama TanggalLahir Lulusan Mapel Diampu Status

1 Abdurrahman, BA 15/03/1963 D3 IAIN Walisongo PPkn GTY

2 Dian Kusumaningtias, S.Pd 03/04/1982 S1 IKIP PGRI Semarang IPA GTY

3 Murtiati, S.Pd, M.Sc. 15/08/1972 S2 UGM Matematika PNS

4 Moh. Thoha 11/12/1959 SLTA (Ponpes) Qur'an HaditsAqidah Akhlaq GTY

5 Ali Afif, BA 02/02/1959 D3 IAIN Walisongo Fiqih GTY

6 K. Rusydi 02/05/1950 SLTA (ponpes) Tauhid GTY

7 KH. Syukri Yusuf Anshori 12/11/1941 SLTA (ponpes) Fiqih II GTY

8 Abdul Malik 02/01/1959 SLTA (ponpes) Bahasa Arab GTY

9 Ummul Anifah, S.Pd 20/12/1975 S1 UNDAR Jombang BK PNS

10 Saudi Ali 11/04/1966 SLTA (ponpes) SKI GTY

11 H. Ali Mahmudi, S.Ag 08/09/1975 S1 IAIN Walisongo BahasaIndonesia GTY

12 Ani rakhmawati, S.Pd 27/10/1978 S1 STAIN Kudus Bahasa Inggris PNS

13 Ahimmatus Sa’diyah, S.E.I 10/10/1982 S1 STAIN Kudus IPS GTY

14 Liyana Lutfah, S.Pd.I 12/10/1981 S1 STAIN Kudus Seni Budaya GTY

15 Warsito, A.Ma. 12/12/1952 D2 IAIN Walisongo Bahasa Jawa GTT

16 Muhammad Khamdi 20/10/1963 SLTA (ponpes) Baca Tulis AlQur'an GTT

17 Suyono, S.Pd.I 15/03/1983 S1 STAIN Kudus - PTT

18 Ilham 03/05/1972 MI NU Khoiriyah - PTT

43

5. Sarana dan Prasarana

MTs NU Khoiriyah Bae kudus mempunyai sarana dan prasarana yang baik

untuk kelancaran proses belajar mengajar agar anak didik dapat belajar dengan

nyaman, dan guru bisa mengajar dengan tenang. Seperti dalam tabel 4.5 sarana

yang ada di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus mempunyai 17 inventaris dalam

kondisi baik dan dalam tabel 5,6 prasarana ada sebanyak 11 inventaris dalam

kondisi baik.

Tabel 5. Sarana MTs NU Khoiriyah Bae Kudus

No Inventaris Jumlah Kondisi

1 Ruang Kelas 5 Baik

2 Ruang kepala Madrasah 1 Baik3 Ruang Guru 1 Baik4 Ruang Tata Usaha 1 Baik5 Ruang Tamu 1 Baik6 Kamar mandi / WC 4 Baik7 Lapangan Upacara 1 Baik8 Lapangan Olah Raga 1 Baik9 Ruang perpustakaan 1 Baik10 Ruang Bimbingan dan Penyuluhan 1 Baik11 Ruang Laboratorium Komputer 1 Baik12 Ruang Serba Guna 1 Baik13 Ruang UKS 2 Baik14 Ruang OSIS 1 Baik15 Kantin 1 Baik16 Koprasi 1 Baik17 Gudang Khusus 1 Baik

44

Tabel 6.Prasarana MTs NU Khoiriyah Bae Kudus

No Inventaris Jumlah Kondisi

1 Meja Murid 90 Baik

2 Kursi Murid 130 Baik

3 Meja Guru 5 Baik

4 Kursi Guru 5 Baik

5 Almari 5 Baik

6 Papan Tulis 5 Baik

7 Kursi Tamu 1 set Baik

8 Komputer 13 Baik

9 Printer 2 Baik

10 Telefon 1 Baik

11 Modem Internet 1 Baik

B. Data Apersepsi Guru

Penulis mendeskripsikan data untuk mengetahui kemampuan guru-guru

MTs NU Khoiriyah Bae Kudus dalam melakukan apersepsi pada pelajaran PAI

dengan melihat problematika yang dihadapi dalam melakukan apersepsi. Data

yang digunakan dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dan observasi yang

dilakukan pada ketiga guru pengampu mata pelajaran PAI di MTs NU Khoiriyah

Bae Kudus.

Data yang akan disajikan adalah data reduksi yaitu data yang telah

diseleksi dengan cara mengkategorikan dan mengelompokkan data yang lebih

penting dan relevan dengan tujuan penelitian. Data reduksi disajikan dalam bentuk

tabel berikut.

45

Tabel 7.Data Guru Membuat Apersepsi

Pada Pembelajaran PAI di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus

No Nama Guru Mapel Diampu Melakukan Apersepsi

1 Moh. Thoha

Qur’an Hadits Telah membuat apersepsi padasetiap awal pembelajaran

Aqidah Akhlaq Telah membuat apersepsi padasetiap awal pembelajaran

2 Ali Afif Fiqih Telah membuat apersepsi padasetiap awal pembelajaran

3 Saudi Ali SKI Sering melakukan apersepsi padaawal pembelajaran

Kesulitan guru dalam membuat apersepsi pada pembelajaran PAI di MTs

NU Khoiriyah Bae Kudus berdasarkan hasil wawancara dinyatakan dalam tabel

berikut.

Tabel 8.Data Kesulitan Guru Membuat Apersepsi

Pada Pembelajaran PAI di MTs NU Khoiriyah Bae KudusBerdasarkan Hasil Wawancara

No Nama Guru Mapel Diampu Kesulitan Guru MembuatApersepsi

1 Moh. Thoha

Qur’an Hadits Membangkitkan bahan apersepsi

Aqidah Akhlaq Melakukan eksplorasi

2 Ali Afif Fiqih Membangkitkan bahan apersepsi

3 Saudi Ali SKI Melakukan eksplorasiMembuat asosiasi

46

Faktor kesulitan yang dihadapi guru dalam membuat apersepsi padapembelajaran PAI di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus berdasarkan observasi kelasdinyatakan dalam tabel berikut.

Tabel 9.Faktor Kesulitan Guru Membuat Apersepsi

Pada Pembelajaran PAI di MTs NU Khoiriyah Bae KudusBerdasarkan Hasil Observasi

No Mata Pelajaran Faktor Kesulitan Guru Membuat Apersepsi

1 Qur’an Hadits

Kemampuan awal siswaSiswa pasifPengalokasian waktuPenggunaan metode pembelajaran

2 Aqidah Akhlaq Kemampuan awal siswaPenggunaan metode pembelajaran

3 FiqihKemampuan awal siswaUsia siswaPenggunaan metode pembelajaran

4 SKI Kemampuan awal siswaPengalokasian waktu

C. Analisis Data

Berdasarkan pada deskripsi data di atas penulis dapat memberikan

interpretasi sebagai berikut:

1. Guru-guru PAI di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus telah berusaha membuat

apersepsi pada pendahuluan pembelajaran walaupun masih mengalami

kesulitan dalam pelaksanaannya.

2. Kesulitan yang dialami guru dalam membuat apersepsi pada mata

pelajaran Qur’an Hadits adalah membangkitkan bahan apersepsi. Di sini

guru masih kesulitan mempersiapkan anak didik menerima bahan baru

dengan cara membangkitkan bahan apersepsi yaitu dalam melakukan

47

eksplorasi, relevansi dan asosiasi. Faktor penyebab kesulitan guru dalam

membangkitkan bahan apersepsi pada mata pelajaran Qur’an Hadits

diantaranya adalah:

a. Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan awal siswa atau peserta didik di MTs NU Khoiriyah Bae

Kudus cenderung kurang dalam materi Qur’an dan Hadits terutama

dalam Baca Tulis Qur’an (BTQ) dikarenakan latar belakang

pendidikan sebelumnya yang berasal dari SD sebesar 40%.

b. Siswa Pasif

Guru sering menghadapi anak didik yang cenderung pasif pada waktu

guru membangkitkan bahan apersepsi. Kepasifan anak didik dapat

dikarenakan kurangnya pengetahuan anak terhadap materi Qur’an

Hadits serta metode penyampaian yang kurang menarik..

c. Pengalokasian Waktu

Guru masih terbebani dengan tuntutan materi yang akan disampan

harus dikuasai oleh peserta didik sehingga alokasi waktu pembelajaran

terfokuskan pada materi yang akan disampaikan sehingga kegiatan

apersepsi kadang terabaikan.

d. Penggunaan Metode Pembelajaran

Pada pembelajaran Qur’an Hadits, guru sering menggunakan metode

ceramah dan kurang beragam. Penggunaan metode pembelajaran yang

kurang beragam dapat mempengaruhi terlewatkannya kegiatan

pembangkitan apersepsi guru pada anak didik.

Untuk mengatasi sebab-sebab kesulitan yang dialami guru dalam

melakukan apersepsi pada pelajaran Qur’an Hadits diantaranya adalah:

a. Meningkatkan kemampuan awal siswa terutama dalam penguasaan

baca tulis Qura’an. Guru hendaknya mewajibkan anak didik yang

kurang dalam penguasaan baca tulis Quran mengikuti pelajaran

tambahan baca tulis Quran yang diadakan madrasah lewat ekstra

kulikuler BTQ ( Baca Tulis Qur’an ) serta guru memantau

perkembangan kemampuan anak didik tersebut.

48

b. Guru hendaknya mengunakan metode pembelajaran yang beragam.

Penggunaan metode pembelajaran yang beragam dapat meningkatkan

minat danmotivasi belajar anak sehingga seluruh potensi anak dapat

berkembang yang akhirnya anak akan aktif dalam kegiatan

pembelajaran termasuk dalam kegiatan apersepsi.

c. Dalam pelaksanaan pembelajaran hendaknya guru memperhatikan

kegiatan pendahuluan tidak hanya terfokus pada penyampaian materi.

Tanpa adanya kegiatan pendahuluan yang menarik, kegiatan

penyampaian materi kurang berarti.

3. Kesulitan yang dialami guru dalam membuat apersepsi pada mata

pelajaran Aqidah Akhlaq adalah melakukan eksplorasi. Guru masih

kesulitan dalam mengungkap kembali materi yang telah diajarkan dengan

cara menanyakan perihal materi yang telah diajarkan sebelumnya.

Kesulitan guru dalam mengungkap kembali materi yang telah

disampaiakan dap[at disebabkan antara laian adalah:

a. Kemampuan anak didik dalam penguasaan materi pelajaran Aqidah

Akhlak yang telah diajarkan kurang sehingga anak cenderung pasif

dalam menaggapi pertanyaan yang diajukan guru.

b. Metode pembelajaran yang dipakai guru kurang beragam sehingga

anak kurang termotivasi belajar akibatnya anak kesulitan dalam

penguasaan meteri yang disampaiakn guru.

Untuk mengatasi masalah ini, dapat dilakukan alternatif jalan keluarnya

yaitu:

a. Hendaknya guru menggunakan metode pembelajaran yang beragam

dalam menyampaikan materi Aqidah Ahlaq sehingga diharapkan dapat

meningkatkan minat dan motivasi belajar sanak didik yang akhirnya

anak akan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

b. Pada akhir pembelajaran guru hendaknya memberi penugasan kepada

anak didik. Dengan adanya penugasan, anak didik akan belajar

kembali materi yang telah diterima untuk menyelesaiakan tugas yang

diberikan guru, sehingga diharapkan anak lebih menguasai materi yang

49

telah diajarkan sehingga anak akan aktif dalam menanggapi pertanyaan

guru pada waktu guru melakukan eksplorasi pada kegiatan apersepsi.

4. Kesulitan yang dialami guru dalam membuat apersepsi pada mata

pelajaran Fiqih adalah membuat asosiasi. Guru masih kesulitan dalam

membuat asosiasi pada anak didik terutama anak didik kelas VII. Faktor

penyebab kesulitan membuat asasiasi pada anak didik antara lain adalah:

a. Kemampuan awal anak didik yang kurang dalam materi pelajaran

Fiqih.

b. Usia anak didik yang masih muda sehingga masih kesulitan mencari

hubungan dalam membuat asosiasi yaitu menghubungkan materi fiqih

yang baru dengan materi fiqih yang telah diajarkan.

c. Pembelajaran Fiqih yang kurang beragam. Pembelajaran yang kurang

beragam dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam mereorganisasi

materi-materi fiqih yang telah diajarkan yang berakibat siswa

mengalami kesulitan dalam membuat asosiasi.

Untuk mengatasi masalah ini perlu dicari alternatif jalan keluarnya,

misalnya dengan cara:

a. Pembelajaran Fiqih yang dilakukan guru sebaiknya lebih beragam

sehingga dapat menarik minat siswa dalam kegiatan pembelajaran.

b. Guru hendaknya sabar dalam membimbing anak dididk dalam

melakukan apersepsi terutama dalam kegiatan membuat asosiasi, guru

hendaknya dapat menyederhanakan masalah pada waktu membimbing

anak dalam menghubungkan materi Fiqih dan mereorganisasi materi-

materi Fiqih sehingga anak tidak menjadi bingung.

5. Kesulitan yang dialami guru dalam membuat apersepsi pada mata

pelajaran SKI adalah melakukan eksplorasi dan membuat asosiasi.

Kesulitan guru pengampu SKI dalam melakukan eksplorasi dan membuat

asosiasi dikarenakan kemampuan awal anak didik yang kurang disamping

materi SKI yang sangat luas yang harus dikuasai anak didik, menyulitkan

guru dalam mengalokasikan waktu untuk membuat apersepsi dalam

pembelajaran SKI. Alternatif jalan keluar dari masalah tersebut dapat

50

dilakukan dengan cara pengunan metode pembelajaran yang menarik dan

penugasan sehingga diharapkan dengan metode pembelajaran yang

menarik dapat menarik minat anak dalam mengikuti pembelajaran serta

dengan penugasan diharapkan anak lebih menguasai materi yang telah

disampaian yang akhirnya dapat memudahkan guru dalam melakukan

eksplorasi dan asosiasi pada waktu apersepsi.

51

51

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari keseluruhan proses penelitian yang telah dilakukan mengenai

kemampuan guru membuat apersepsi dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus, diperoleh gambaran sebagai kesimpulan

sebagai berikut:

1. Guru-guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus

telah membuat apersepsi pada pendahuluan pembelajaran dan masih

menjumpai kesulitan dalam pelaksanaan apersepsi.

2. Kesulitan yang dialami guru PAI di MTs NU Khoiriyah Bae Kudus dalam

pelaksanaan apersepsi di antaranya adalah:

a. Membangkitkan bahan apersepsi.

b. Melakukan eksplorasi.

c. Membuat asosiasi.

3. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan guru-guru MTs NU

Khoiriyah Bae Kudus dalam membuat apersepsi pada pembelajaran

Pendidikan Agama Islam diantaranya adalah:

a. Kemampuan awal yang dimiliki anak didik masih kurang sehingga

menyulitkan guru dalam melakukan eksplorasi.

b. Usia anak didik yang masih belia kurang bisa melakukan asosiasi.

c. Pengalokasian waktu pembelajaran kurang tepat.

d. Penggunaan metode pembelajaran kurang beragam.

52

B. Saran

Berdasarkan pada hasil penelitian ini, penulis akan memberikan saran yang

mudah-mudahan bisa bersifat membangum, yaitu :

1. Guru PAI MTs NU Khoiriyah Bae Kudus sebaiknya menggunakan

metode pembelajaran yang beragam sehingga siswa dapat aktif dalam

kegiatan pembelajaran termasuk dalam kegiatan apersepsi.

2. Guru PAI MTs NU Khoiriyah Bae Kudus dalam pembelajaran

hendaknya selalu mengalokasikan waktu untuk kegiatan pendahuluan

termasuk kegiatan apersepsi.

3. Guru PAI MTs NU Khoiriyah Bae Kudus hendaknya sabar dalam

membimbing anak didik melakukan apersepsi terutama dalam

melakukan asosiasi.

4. Kepala MTs NU Khoiriyah Bae Kudus hendaknya mewajibkan anak

didik yang kurang mampu baca tulis Qur’an untuk mengikuti pelajaran

tambahan baca tulis Qur’an lewat ekstra kulikuler BTQ.

53

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Semarang: Rineka Cipta, 1991)

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-maarif, 1981), cet ke-5.

Al-Qur'an dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta: CV. TohaPutra Semarang, 1989

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif danMenyenangkan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet ke-7.

Hamzah B. Uno, M.Pd., Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar

Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) Cet ke-5.

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2005), Cet ke-4.

Hery Noer Aly & Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska AgungInsani, 2003).

Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang:RaSAIL Media Group, 2009), Cet ke-4.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2007) Cet. Ke-23

.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003)

Muhamad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,

2008).

Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, “al-Tarbiyah al-Islamiyah” dalam Dasar-dasarPokok Pendidikan Islam, (jakarta: Bulan Bintang, 1993).

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PTRemaja Rosdakarya, 2008) Cet. Ke 14.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Agama Islam, (jakarta: Kalam Mulia, 1994).

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004) Cet ke-4.

Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta:Quantum Teaching, 2005).

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), Cet. Ke-2.

S. Nasution, Dikdaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010),

Syaiful Bahri Djamaroh dan Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar- Mengajar,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2002) Cet ke-2.

Tim, Modul Kelompok MTs Pendidkan dan Latihan Profesi Guru (PLPG),(Semarang: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 6 IAIN Walisongo, 2009).

Tim, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, (Semarang:Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2008) Cet ke-4.

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet.ke-2.

Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 992), Cet

ke-2.

LAMPIRAN - LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : ABDURRAHMAN

TTL : Kudus, 15 Maret 1963

Alamat asal : Bae RT 02 RW 03 Kecamatan Bae Kabupaten Kudus

Pendidikan Formal

1. MI Khoiriyah lulus th 1976

2. MTs Hasyim Asyari lulus th 1979

3. MA Walisongo lulus th 1982

4. IAIN Walisongo Semarang angkatan th 1986

Pengalaman Organisasi

1. IPNU

2. GP Ansor

3. PMII

4. KNPI

5. NU

Semarang, 24 Juni 2011

ABDURRAHMAN093111197