stratifikasi anak angkat dalam keluarga di...

103
STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI KELURAHAN PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Ayu Pertiwi NIM: 1111111000036 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: others

Post on 30-Dec-2019

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA

DI KELURAHAN PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Ayu Pertiwi

NIM: 1111111000036

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA

DI KELURAHAN PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Ayu Pertiwi

NIM: 1111111000036

Pembimbing,

Muhammad Ismail, M.Si

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 3: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA

DI KELUARAHAN PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN

Oleh

Ayu Pertiwi

1111111000036

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18

September 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.

Ketua, Sekretaris,

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Husnul Khitam, M.Si

NIP. 197609182003122003 NIP.

Penguji I, Penguji II,

Dra. Ida Rosyidah, MA Dr. Cucu Nurhayati, M.Si

NIP. 196306161990032002 NIP. 197609182003122003

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 18 September 2015

Ketua Program Studi Sosiologi

FISIP UIN Jakarta

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si

NIP. 197609182003122003

Page 4: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA

DI KELURAHAN PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya

asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Agustus 2015

Ayu Pertiwi

Page 5: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

ABSTRAK

Skripsi ini mengenai masalah stratifikasi anak angkat dalam keluarga

dan masyarakat di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan sebagai studi

kasusnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan

faktor penyebab terjadi perbedaan perilaku sosial pada anak angkat yang berasal

dari stratifikasi kelas sosial dan bagaimana peran orang tua dalam memberikan

nilai-nilai sosialisasi kepada anak angkat sehingga terdapat perbedaan tingkah

laku anak angkat dalam keluarga kelas sosial berbeda. Penelitian ini bersifat

kualitatif-deskriptif dengan menggunakan metode field research dan wawancara

dengan 9 orang informan. Peneliti menemukan, bahwa persoalan perbedaan

perilaku sosial anak angkat dalam keluarga di kelurahan Pondok Pinang Jakarta

Selatan dipengaruhi oleh kedudukan kelas sosial keluarga, disini dapat terlihat

dari kondisi sosial-ekonomi keluarga, dimana keluarga kelas sosial menengah

memiliki tempat tinggal cenderung lebih besar daripada keluarga kelas sosial

bawah. Kemudian, keluarga kelas bawah cenderung tidak memasukan anak

angkat mereka miliki pendidikan non-formal daripada keluarga kelas menengah

akan demikian sebagai bentuk peran orang tua terhadap anak angkat mereka

miliki. Jadi, salah satu peran orang tua ini yang dianggap sebagai nilai-nilai

sosialisasi yang diberikan terhadap anak mereka miliki agar mampu mengikuti

jejak orang tuanya dalam menghasilkan priviledge dan prestige bahkan lebih

dikemudian hari.

Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori kelas

sosial dan keluarga, socialization and class, serta social class and “life of style”.

Dari hasil analisa dengan menggunakan ketiga teori tersebut dapat disimpulkan

bahwa permasalahan stratifikasi anak angkat dalam keluarga dapat digambarkan

melalui 3 dimensi, yaitu adanya kedudukan kelas sosial keluarga anak angkat

dilatarbelakangi oleh perbedaan dalam memiliki priviledge dan prestige yang

baik, hal itupun berlaku pada nilai-nilai sosialisasi yang diinternalisasi dari

pengalaman hidup orang tua dan generasi sebelumnya, dan terbangunya gaya

hidup yang berbeda sehingga membentuk perilaku sosial anak angkat yang

cenderung bertentangan.

Page 6: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-

Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Stratifikasi Anak Angkat

dalam Keluarga di Kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan ini dengan baik. Shalawat

serta salam tak lupa peneliti haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,

semoga nantinya di akhirat kelak kita diberi syafaatnya.

Banyak kesulitan yang peneliti hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini. Prosesnya

yang cukup sulit menguji fisik serta mental peneliti. Alhamdulillah dengan bantuan

banyak pihak akhirnya skripsi ini dapat rampung, peneliti ingin berterima kasih yang

sedalam-dalamnya diantaranya kepada;

1. Prof. Dr.Zulkifli, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif hidayatullah Jakarta.

2. Mohammad Hasan Ansori, Ph.D. Selaku dosen Pembimbing Akademik (PA)

Tahun Angkatan 2011 kelas B Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universtias Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Husnul Khitam, M.Si. Selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Muhammad Ismail, M.Si Selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa

selalu memberikan arahan.

6. Dra. Ida Rosyidah, MA. Selaku dosen pengampu mata kuliah sosiologi keluarga

yang telah banyak memberikan saran dan kritik atas penulisan skripsi ini.

7. Seluruh dosen pengajar Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik yang tak dapat disebutkan satu persatu.

8. Kepada Bapak Jajang (Staff Jurusan) yang membantu hal administratif.

9. Kepada teman-teman Sosiologi angkatan 2011 kelas A dan B khusunya, dan

seluruh teman-teman UIN yang tak dapat disebutkan satu persatu

Page 7: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

10. Segenap para informan orang tua dari anak angkat di Kelurahan Pondok

Pinang Jakarta Selatan yang telah memberikan waktu dan informasi yang peneliti

butuhkan.

Terakhir, terima kasih kepada Bapak H. Mahadi Mansyur dan Ibu Hj. Sukinah

selaku orang tua angkat tercinta yang senantiasa ikhlas berdoa untuk menyegarkan hati

peneliti dalam proses skripsi ini dan untaikan terima kasih kepada calon suami Abdul

Yasir Baasith yang menjadi motivasi dan inspirasi.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Karena itu, saran dan

kritik yang membangun sangat peneliti harapkan guna perbaikan di kemudian hari.

Peneliti berharap nantinya hasil dari penelitian ini berguna baik dalam segi akademis

maupun kapada orangtua yang memiliki anak angkat dalam keluarga yang mereka

miliki, dan khusunya kepada orangtua anak angkat keluarga di Kelurahan Pondok

Pinang Jakarta Selatan.

Jakarta, 20 Agustus 2015

Ayu Pertiwi

Page 8: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

DAFTAR TABEL

Tabel I.F.2.a.1 Data Wawancara Informan …………...……………………………. 20

Tabel I.F.4.1 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 22

Tabel II.A.1 Populasi Jumlah KK Di Tingkat RT yang Mengadopsi

Anak Angkat ...................................................................................... 25

Page 9: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

ARTI SINGKATAN DAN LAMBANG

Ha : Hektar

HP : Handphone

IKSK : Ikatan Keluarga Setia Kawan

KK : Kepala Keluarga

PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini

RW : Rukun Warga

RT : Rukun Tetangga

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

TK : Taman Kanak-Kanak

TPA : Taman Pendidikan Al-Qur’an

Page 10: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah stratifikasi anak angkat dalam

keluarga, dengan mengambil keluarga di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan

sebagai studi kasus. Secara lebih spesifik, skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan dan

menggambarkan faktor penyebab terjadi perbedaan perilaku sosial pada anak angkat

yang berasal dari stratifikasi kelas sosial berbeda, serta bagaimana peran orang tua dalam

memberikan nilai-nilai sosialisasi kepada anak angkat sehingga terdapat perbedaan

tingkah laku anak angkat dalam keluarga kelas sosial berbeda.

Keluarga memiliki peran penting dalam proses memberikan pembelajaran

(sosialisasi) terhadap anak mengenai mekanisme konstruksi sosial. Nilai-nilai sosialisasi

yang diberikan keluarga terhadap anak yang mereka miliki cenderung mengikuti standar

kelas yang dimiliki. Kencenderungan ini, terlihat pada perbedaan pengedalian keluarga,

gaya hidup, motivasi dan dukungan, sejarah kelas sosial orang tua, dan nilai yang

diterima dari generasi sebelum, sebagai nilai sosialisasi yang diberikan keluarga terhadap

anak mereka miliki. Maka demikian, hal itu mendorong terbentuknya perbedaan perilaku

sosial di antara anak dalam keluarga kelas sosial yang berbeda di masyarakat.

Perbedaan kelas sosial antara keluarga satu dengan lainnya di masyarakat

merupakan hal yang umum, adanya suatu tingkatan kelas sosial sebuah keluarga

didasarkan pada kedudukan kelas sosial keluarga itu sendiri. Demikian, apa yang

dilakukan Jack Alexander (1975) dalam sebuah catatan mengenai penelitian atas

hubungan di antara stratifikasi dan keluarga di Carribbean, dengan fokus pada pelbagai

aspek stratifikasi dan kehidupan keluarga, seperti pendidikan, kekayaan, penghasilan,

Page 11: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

2

kondisi tempat tinggal, pekerjaan, prestige, gaya hidup, ras atau etnik (Jack Alexander.

1975:124).

Jika apa yang terdeskripsikan di atas bagian daftar perbedaan di antara kelas sosial

keluarga, secara instrinsik perbedaan itu juga berlaku di dalam sebuah keluarga itu

sendiri. Perbedaan itu bisa terlihat daripada jenis kelamin dan usia, namun demikian,

perbedaan stratifikasi itu terlepas dari kelas sosial keluarga itu sendiri, anggota keluarga

cenderung untuk tidak terlalu melihat perbedaan bentuk prestige seperti jenis kelamin

dan usia, karena dalam “kelas sosial sebuah keluarga, mereka cenderung untuk memiliki

kelas yang sama di antara anggota satu dengan yang lain dalam sebuah keluarga” (Ernest

A. T. Barth & Walter B. Watson. 1967:392).

Harry M Johson (1976) mengungkapkan hal yang sama bahwa meskipun dalam

sebuah keluarga ada perbedaan prestige di sana, perbedaan itu hanya berdasarkan usia

dan jenis kelamin, mengabaikan perbedaan stratifikasi ini pada kelas sosial; dengan

menganggap bahwa anggota keluarga memiliki kelas yang sama (Harry M Johson.

1976:236). Sehingga, apa yang dimaksudkan William J. Goode bahwa konsepsi

mengenai stratifikasi dan keluarga bukan semata-mata pada perorangan yang

digolongkan dalam struktur kelas tetapi keluargalah yang merupakan kunci sistem

stratifikasi dan mekanisme sosial yang memeliharanya (William J. Goode. 2007:162).

Di sini, terlihat pada kedudukan keluarga menentukan perilaku setiap anggota di

dalamnya, sehingga tidak mengherankan jika perilaku sosial anak cenderung mengikuti

apa yang menjadi gaya hidup kelas sosial keluarganya. Satu studi stratifikasi dan

pendidikan anak menemukan untuk contoh bahwa “anak keluarga kaya di Indonesia

lebih banyak menikmati fasilitas pendidikan baik bahkan menambahkan pengetahuan

dengan les privat, dan sebaliknya, anak-anak keluarga miskin harus memasuki sekolah

Page 12: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

3

yang tidak bermutu, baik fasilitas maupun sistem pembelajaranya” (Didin Saripudin.

2010:62).

Perilaku sosial anak dalam kelas sosial yang berbeda juga terlihat pada peran orang

tua dalam pengawasan atau pengedalian keluarga terhadap anak mereka miliki, dimana

satu studi mengenai kedudukan kelas keluarga menemukan, untuk contoh, bahwa

“keluarga-keluarga kelas menengah di Amerika Serikat membesarkan anak-anak mereka

dengan lebih banyak kebebasan daripada keluarga-keluarga kelas rendah, tetapi

menuntut hasil yang lebih tinggi dalam bidang keahlian, pengetahuan dan prakarsa”

(William J. Goode. 2007:164).

Oleh karena itu, Perilaku anak dipengaruhi oleh kedudukan kelas, pola

pengendalian keluarga dan nilai-nilai sosial kelas orang tua, studi yang dilakukan oleh

Melvin Kohn menemukan, untuk contoh, bahwa keluarga kelas pekerja cenderung untuk

memerhatikan nilai-nilai konfirmitas agar anak mereka dapat menginternalisasikan nilai

ketaatan, maka orang tua cenderung menggunakan hukuman fisik. Berbeda dengan kelas

menengah cenderung mengembangkan rasa ingin tahu, ekspresi diri, dan pengendalian

diri terhadap anak-anak mereka (Cherlin J.A. 2002:322).

Untuk itu, David B Brinkerhoft dan Lynn K. White mengatakan bahwa berawal dari

keluargalah, seorang anak mempelajari atau menerima pengetahuan, nilai, norma,

perilaku esensial, dan harapan yang ditransmisikan dari orang tua (keluarga) yang

mereka miliki agar mampu berpartisipasi efektif dalam masyarakat (Damsar. 2011:66).

Begitupun, dengan anak angkat yang diadopsi oleh seseorang atau sebuah keluarga.

Anak angkat di sini, meskipun bukan dari garis keturunan tetapi memiliki kedudukan

yang sama dalam sebuah keluarga inti, karena merupakan bagian di dalamnya.

Giddens Sebagai seorang teoritisi sosial Inggris yang terkenal pada masa kini dan

berpengaruh di dunia (George Ritzer & Douglas J. Goodman, 2007:554) menyatakan

Page 13: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

4

bahwa keluarga inti (Nuclear Family) adalah dua orang dewasa yang tinggal bersama

dalam suatu rumah tangga dengan anak kandung ataupun adopsi yang mereka miliki

(Giddens. 1997:140-141). Terkait dengan pandangan Gidden tentang anak adopsi (anak

angkat) dalam sebuah keluarga inti.

Keberadaan anak angkat dalam sebuah keluarga menjadi suatu hal yang berbeda

dari sudut pandang biologis. Perbedaan bisa terlihat dari bentuk wajah, rambut, postur

badan, dan seterusnya. Namun, daftar itu tidak menunjukkan pembahasan disini

mengenai stratifikasi anak angkat dalam keluarga. Perbedaan yang dilihat disini lebih

mengacu kepada perilaku sosial yang ditimbulkan akibat dari perbedaan kelas sosial

keluarga yang terjadi di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

Anak angkat yang berada pada keluarga di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta

Selatan merupakan seorang anak yang diambil (adopsi) di luar dari bagian keluarga inti

tetapi masih memiliki ikatan darah (keluarga besar), dikarenakan pasangan suami-istri

tidak memiliki anak, dan bahkan di luar dari ikatan keluarga besar. Meskipun, rata-rata

keseluruhan keluarga anak angkat tersebut, tidak memiliki surat keputusan dan

penetapan pengadilan sebagai bentuk pengakuan yang sah (Peraturan Pemerintah Nomor

57 Tahun 2007; tentang pelaksanaan pengangkatan anak)

Secara sosial, keluarga di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan sangat

“senang” dengan kehadiran seorang anak angkat dalam keluarga mereka. Terlebih lagi,

dengan keberadaan anak angkat tersebut memberikan suatu “keberkahan” tersendiri di

dalam keluarga mereka miliki. Untuk itu, senantiasa mereka memiliki tanggung jawab

atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, serta memberikan

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Maka dari itu, tidak ditemukan kasus

kekerasan keluarga terhadap anak angkat mereka miliki terjadi di sini.

Page 14: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

5

Sesuai dengan pandangan peneliti, pada dasarnya keluarga anak angkat di kelurahan

Pondok Pinang, Jakarta Selatan menganggap anak angkat bagian dari keluarga dengan

ungkapan “senang” sebagai kontrol sosial yang merupakan nilai khusus (particularistic

value) dalam menjalin hubungan sosial di antara anggota keluarga. Dengan nilai khusus

ini, membuat keluarga di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan mengasuh “anak

angkat yang bukan anak kandung, seperti anak sendiri” (G. Kartasapoetra & Hartini,

2007:156). Kedudukan inilah yang mendasari peneliti untuk mengkaji lebih dalam

mengenai anak angkat dalam keluarga kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

Seperti pada kasus yang terjadi di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar Propinsi

Bali. Kedudukan anak angkat sama seperti anak kandungnya sendiri menurut hukum

adat bali (Ida Bagus, 2006:ix). Senada dengan hal ini, Yulianti Katidjan dalam jurnal

yang berjudul ”Hak Dan Kedudukan Anak Angkat terhadap Harta Warisan Di

Masyarakat Minahasa,” juga menyatakan bahwa hak dan kedudukan anak adopsi

merupakan ahli waris dari orang tua asuh karena anak memiliki status dan kedudukan

sama dengan anak kandung (Yulyanti Kartidjan, 2013:ix).

Adanya kedudukan dan hak yang sama dengan anak kandung, membuat keluarga

anak angkat di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan dalam memberikan sosialisasi

mengenai mekanisme sosial kepada anak angkat berdasarkan pola keluarga yang

dimiliki. Pola keluarga yang diberikan kepada anak dalam proses sosialisasi, berbeda di

antara keluarga yang satu dengan yang lain, bergantung pada kedudukan kelas sosial

keluarga tersebut. Dapat dicontohkan pada posisi atau kedudukan keluarga anak angkat

terlihat pada kondisi tempat tinggal atau rumah.

Keluarga kelas sosial menengah di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan

cenderung memiliki tempat tinggal kondisi rumah yang cukup besar, berbeda dengan

keluarga kelas social bawah dengan kondisi rumah yang relatif kecil, bahkan tidak

Page 15: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

6

memiliki tempat tinggal (rumah ngontrak). Begitupun, dengan kondisi sosial-ekonomi

keluarga anak angkat memberikan corak tersendiri pada perilaku sosial anak angkat

dalam kehidupan sehari-hari ditemukan, bahwa perilaku sosial anak angkat dapat dilihat

dengan pilihan sekolah, pilihan peralatan keseharian, seperti; pakaian, fasilitas berupa

kamar, uang saku, dan tempat berlibur.

Alasan lain yang membuat peneliti tertarik ialah dengan mengacu pada yang

diungkapkan oleh Soerjono Soekanto menyatakan perbedaan status dalam kelas-kelas

sosial, memberikan fasilitas hidup tertentu (life chance) dan membentuk gaya tingkah

laku (life style) bagi masing-masing individu atau kelompok (Didin Saripudin. 2010:74).

Hal ini, terlihat pada perbedaan pengendalian keluarga kelas anak angkat di kelurahan

Pondok Pinang Jakarta Selatan. Dimana, realitas yang terjadi pada orang tua keluarga

kelas sosial menengah di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan dalam

mengendalikan anak angkat mereka miliki cenderung memasukannya ke tempat les yang

diadakan oleh sekolah sebagai fasilitas hidup yang diberikan. Berbeda dengan keluarga

kelas sosial bawah yang cenderung tidak dapat memasukannya untuk anak mereka miliki

disebabkan les tersebut memerlukan finansial yang tidak sedikit.

Adanya fasilitas pendidikan tambahan les yang diadakan sekolah sebagai pola

pengendalian keluarga angkat di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan, memberikan

kemudahan hidup bagi anak angkat keluarga kelas sosial menengah dalam hal

pendidikan yang lebih baik, dibandingkan dengan anak angkat dalam keluarga kelas

sosial bawah. Oleh karena itu, gaya hidup kelas sosial keluarga anak angkat di kelurahan

Pondok Pinang Jakarta Selatan menentukkan gaya tingkah laku (life style) anak angkat

yang mereka miliki. Seperti apa yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto bahwa setiap

kelas sosial cenderung untuk memiliki sejumlah “gaya hidup” kelas sosial mereka miliki

sendiri (Didin Saripudin. 2010:74).

Page 16: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

7

Meskipun memiliki status sosial yang sama dalam sebuah keluarga sebagai seorang

anak adopsi (anak angkat), namun pada kenyataanya anak angkat pada keluarga kelas

sosial menengah berbeda dengan keluarga kelas sosial bawah mengenai perilaku sosial

dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan perilaku sosial yang terjadi pada anak angkat

dalam keluarga di kelurahan Pondok Pinang disebabkan oleh perbedaan kedudukan

kelas, pengendalian keluarga, dan gaya hidup. Dengan perbedaan kelas sosial ini

mengakibatkan kemudahan hidup bagi anak angkat dalam keluarga kelas sosial

menengah, jika dibandingkan anak angkat dalam keluarga kelas sosial bawah di

kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan gambaran secara jelas dan lengkap, khususnya

tentang stratifikasi anak angkat dalam keluarga, peneliti memandang perlu untuk

dilakukan penelitian tersendiri secara lebih seksama dan mendalam. Penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi awal untuk melakukan studi secara lebih

luas baik oleh kelompok, maupun perorangan.

Dari latar belakang masalah di atas, untuk itu peneliti melakukan penelitian dengan

mengambil judul: “Stratifikasi Anak Angkat Dalam Keluarga di Kelurahan Pondok

Pinang Jakarta Selatan.”

B. Pertanyaan Penelitian

Dengan mengacu pada pernyataan penelitian seperti yang terurai diatas, maka

pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Apa faktor penyebab terjadi perbedaan perilaku sosial pada anak angkat yang

berasal dari stratifikasi kelas sosial berbeda ?

2. Bagaimana peran orang tua dalam memberikan nilai-nilai sosialisasi kepada anak

angkat sehingga terdapat perbedaan tingkah laku anak angkat dalam keluarga

kelas sosial berbeda ?

Page 17: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, tentunya memiliki dasar tujuan dan manfaat yang ingin

didapatkan.

1. Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan faktor penyebab terjadi perbedaan

perilaku sosial pada anak angkat yang berasal dari stratifikasi kelas sosial

berbeda.

b. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan peran orang tua dalam

memberikan nilai-nilai sosialisasi kepada anak angkat sehingga terdapat

perbedaan tingkah laku anak angkat dalam keluarga kelas sosial berbeda.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah:

a. Manfaat secara teoritis, penelitian ini memberikan kontribusi terhadap

sosiologi keluarga yang mengkaji permasalahan-permasalahan sosial

keluarga, khususnya mengenai stratifikasi anak angkat dalam keluarga.

b. Manfaat secara praktis yaitu penelitian ini mendeskripsikan segala bentuk

terjadinya stratifikasi anak angkat dalam keluarga dan tingkah laku anak

angkat dalam keluarga dengan strata sosial yang berbeda.

D. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Sebelum melakukan penelitian terkait permasalah yang akan diteliti, peneliti telah

melakukan tinjauan pustaka terlebih dahulu. Peneliti telah membaca jurnal dan tesis

yang berhubungan dengan penelitian stratifikasi anak angkat dalam keluarga. Awal

pencarian tinjauan pustaka ini peneliti meringkas salah satu jurnal yang ditulis oleh

Dessy Balaati dengan judul “Prosedur dan Penetapan Anak Angkat Di Indonesia.”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pengangkatan anak yang sah di

Page 18: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

9

Indonesia dan bagaimana penetapan dan status hukum anak angkat yang berlaku di

Indonesia dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif (Dessy Balaati.

2013:ix).

Penelitian ini menemukan bahwa seseorang dapat mengangkat anak paling banyak 2

(dua) kali dengan jarak waktu paling singkat 2 (dua) tahun. Untuk sahnya pengangkatan

anak di Indonesia, setelah permohonan pengangkatan anak melalui prosedur dari aturan

dalam perundang-undangan yang ada, pengangkatan anak selanjutnya disahkan melalui

langkah terakhir yaitu dengan adanya putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh

pengadilan dengan bentuk penetapan pengadilan atau dikenal dengan putusan deklarator,

yaitu pernyataan dari majelis hakim bahwa anak angkat tersebut adalah sah sebagai anak

angkat dari orang tua angkat yang mengajukan permohonan pengangkatan anak.

Mengutip sebuah thesis yang ditulis Novi Kartiningrum yang berjudul

“Implementasi Pelaksana Adopsi Anak Dalam Perspektif Perlindungan Anak (Studi di

Semarang dan Surakarta.” Berdasarkan temuan dari penelitian ini, dapat disimpulkan

bahwa prospek pelaksanaan adopsi anak dalam perspektif perlindungan anak,

pengawasan diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan atau pelanggaran

dalam proses adopsi. Seharusnya, untuk ke depan dibentuk suatu lembaga pengawas

untuk mengontrol jalannya adopsi anak. Dan belum adanya peraturan perundang-

undangan yang mengatur sacara khusus tentang adopsi anak (Novi Kartiningrum,

2008:95).

Yulyanti Katidjan dalam jurnal yang berjudul ”Hak Dan Kedudukan Anak Angkat

terhadap Harta Warisan Di Masyarakat Minahasa.” Hasil penelitianya membuktikan

bahwa secara umum, dalam hal pengangkatan anak sistem hukum yang dipakai adalah

mengacu pada sistem yang berlaku dalam hukum positif yang di atur oleh pemerintah,

lewat putusan pengadilan, sehingga status anak yang di adopsi menjadi anak sah dari

Page 19: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

10

orang tua angkat. Sedangkan hak dan kedudukan anak adopsi merupakan ahli waris dari

orang tua asuh karena anak memiliki status dan kedudukan sama dengan anak kandung

(Yulyanti Kartidjan, 2013:ix).

Ida Bagus Indra (2006) dalam thesis yang berjudul ”Kedudukan Anak Angkat yang

Berasal dari Anak Saudara Kandung Menurut Hukum Adat di Kecamatan Gianyar

Kabupaten Gianyar Propinsi Bali Diponegoro.” Dari hasil penelitian menunjukkan

kedudukan anak angkat menurut hukum adat di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar

Bali yaitu a. Pengangkatan anak di kecamatan Gianyar kabupaten Gianyar Bali adalah

mengangkat anak saudara sendiri oleh orang tua angkat untuk dijadikan anak sendiri

sesuai ketentuan pengangkatan anak menurut hukum adat Bali, selanjutnya anak itu

mempunyai kedudukan yang sama seperti anak kandungnya sendiri. b. Hubungan anak

angkat dengan orang tua kandungnya terputus sama sekali, sehingga ia tidak berhak

mewarisi harta dari keluarga orang tua kandungnya sendiri melainkan ia menjadi ahli

waris dari orang tua yang mengangkatnya (Ida Bagus Indra, 2006:ix).

Dari apa yang digambarkan terkait hasil penelitian-penelitian sebelumnya mengenai

anak angkat dapat disimpulkan kembali bahwa: pertama, putusan pengadilan juga

mencakup mengenai status hukum dari anak angkat dalam keluarga yang telah

mengangkatnya, mengenai hak waris dari anak angkat diatur secara beragam baik dari

hukum adat maupun peraturan perundang-undangan, hak waris anak menurut hukum

adat mengikuti aturan adat dari masing-masing daerah. Kedua, belum adanya peraturan

perundang-undangan yang mengatur sacara khusus tentang adopsi anak.

Ketiga, secara umum, dalam hal pengangkatan anak sistem hukum yang dipakai

adalah mengacu pada sistem yang berlaku dalam Hukum Positif yang diatur oleh

pemerintah, lewat Putusan Pengadilan, sehingga status anak yang di adopsi menjadi anak

sah dari orang tua angkat. Sedangkan hak dan kedudukan Anak Adopsi merupakan Ahli

Page 20: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

11

Waris dari orang tuanya karena anak memiliki status dan kedudukan sama dengan anak

kandung.

Keempat, praktek pelaksanaan pengangkatan anak di Kecamatan Gianyar

Kabupaten Gianyar Bali yaitu pasangan suami istri harus sepakat untuk mengangkat

anak, pengangkatan anak saudara sendiri oleh orang tua angkat untuk dijadikan anak

sendiri sesuai ketentuan pengangkatan anak menurut hukum adat Bali, anak itu

mempunyai kedudukan yang sama seperti anak kandungnya sendiri, tidak berhak

mewarisi harta dari keluarga orang tua kandungnya sendiri.

Sesuai dengan apa yang disimpulkan dalam penelitian-penelitian sebelumnya terkait

permasalahan anak angkat, maka daripada itu dalam justifikasi studi melihat adanya

persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

Persamaanya pada konsep variabel objek yang diteliti yaitu mengenai anak angkat

sebagai anak adopsi yang ditempatkan di dalam masyarakat dengan memiliki

kedudukanya tersendiri. Adapun perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya yaitu,

bahwa penelitian sebelumnya melihat posisi anak dari aspek hukum waris, hukum adat,

dan hukum pengangkatan anak angkat. Penelitian ini lebih memfokuskan pada

stratifikasi anak angkat dalam keluarga dalam perspektif sosiologi keluarga.

E. Kerangka Teori

1. Teori Stratifikasi

Konsepsi stratifikasi sosial secara umum merupakan perbedaaan status yang berlaku

dalam masyarakat. Adanya perbedaaan status menciptakan masyarakat terbagi-bagi

dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat (hierarki). Perbedaan status ditunjukkan

dengan ketidakseimbangan hak, kesempatan, dan kewajiban di antara individu atau

kelompok, sehingga perbedaan tersebut cenderung dipertentangkan dalam masyarakat.

Page 21: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

12

Pitrim Sorikin menjelaskan bahwa stratifikasi sosial adalah “pembedaan penduduk

atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat yang diwujudkan dalam kelas

tinggi, kelas sedang, dan kelas rendah dengan ditandai oleh adanya ketidakseimbangan

dalam pembagian antara hak dan kewajiban serta tanggung jawab individu dan

kelompok di dalam suatu sistem sosial.” (Didin Saripudin, 2010:42)

Karl Marx dan Weber, secara fungsional menjelaskan bahwa pembagian masyarakat

kedalam kelas-kelas sosial tertentu, dapat mendorong timbulnya konflik sosial akibat

dari ketidak-adilan sosial dalam pembagian atau distribusi hak, kesempatan dan

kewajiban (George Ritzer, 2007:123). Namun, Kingsley David dan Willbet E. Moore

dalam literatur naskah yang berjudul “some principle of stratification”, mengatakan, hal

itu justru mendorong individu untuk menempati status-status sosial tertentu. (Rhonda F.

Levine, 2006:93-95).

Lebih lanjut lagi, Soerjono Soekanto menyatakan perbedaan status dalam kelas-

kelas sosial, memberikan fasilitas hidup tertentu (life chance) dan membentuk gaya

tingkah laku (life style) bagi masing-masing individu atau kelompok. Secara tipologi,

sistem stratifikasi sosial terbentuk karena atas dasar tiga bentuk, yaitu;

1. Perbedaan status yang diperoleh seseorang secara alamiah, seperti perbedaan

usia, stratifikasi berdasakan jenis kelamin, keahlian, kelompok tertentu, dan status

yang didasarkan pada sistem kekerabatan. Istilah ini biasa disebut sebagai

ascribed status.

2. Perbedaan status yang disandangnya karena diperoleh melalui perjuangan,

seperti; stratifikasi berdasarkan jenjang pendidikan, senioritas, bidang pekerjaan,

dan ekonomi. Istilah ini lebih dikenal dengan sebutan achieved status.

3. Assigned status, namun status ini diperoleh biasanya atas penghargaan dan

keahlian, dan jenis ini lebih disamakan ke dalam kategorisasi achieved status.

Page 22: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

13

Mengacu pada bentuk-bentuk tipologi sistem startifikasi sosial, dapat dikatakan

menurut sifatnya, status sosial yang diperoleh secara alamiah cenderung, lebih ke arah

stratifikasi sosial tertutup, karena secara perolehannya tanpa perjuangan dan

keterampilan tertentu yang berarti, seperti pada masyarakat feodal, sistem kekastaan, ras

manusia. Berbeda dengan status yang diperoleh melalui perjuangan dan keterampilan,

dapat menjadikan perubahan lebih terbuka ke arah kelas sosial sebelumnya yang dimiliki

baik kelas sosial atas, kelas sosial menengah, dan kelas sosial bawah.

Perwujudan sistem stratifikasi sosial, dengan adanya lapisan masyarakat kelas atas,

kelas menengah, dan kelas bawah. Menururt William J Goode, Perbedaan penempatan

individu atau kelompok dalam tiap-tiap lapisan sosial berbeda dalam suatu masyarakat.

Tergantung pada kriteria mana yang dipergunakan untuk menempatkan orang dalam

tiap-tiap kelas berbeda dari satu masyarakat kepada yang lain, misalkan; berdasarkan

kekayaan, kekuasaan, kehormatan bangsawan, dan tingkat pendidikan (William J.

Goode, 2007:169). Menurut Hasan Syadili, kelas sosial adalah golongan yang terbentuk

karena adanya perbedaan kedudukan yang tinggi dan yang rendah, dan adanya rasa

golongan di antara kelas masing-masing, sehingga kelas yang satu dapat dibedakan dari

kelas yang lain (Didin Saripudin, 2010:47).

Adanya kenyataan bahwa, sistem stratifikasi sosial itu merupakan gejala sosial yang

tidak dapat dihindari, artinya terdapat pada setiap masyarakat. Hal ini, juga berlaku pada

keluarga sebagai unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu

kelompok kecil dalam masyarakat. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Randall

Collins, bahwa stratifikasi sosial adalah “institusi yang menyentuh begitu banyak ciri

kehidupan, seperti; kekayaan, politik, karier, keluarga, klub, komunitas, dan gaya hidup”

(George Ritzer & Douglas J. Goodman, 2007:161). Sesuai dengan pandangan Collins

Page 23: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

14

artinya, keluarga merupakan bagian dari salah satu ciri kehidupan yang tidak dapat

terhindar dari gejala sosial.

2. Kelas Sosial dan Keluarga

Harry M. Johnson dalam bukunya “Sociology: a Systematic Introduction”,

menyatakan bahwa keluarga meupakan bagian dari kelas. Esensi pernyataan Johnson ini,

mengacu pada walaupun terdapat perbedaan prestise di antara sebuah keluarga,

perbedaan itu berdasarkan usia dan jenis kelamin. Perbedaaan ini terdapat di dalam

stratifikasi dari kelas sosial. Lebih lanjut lagi, Johnson menyatakan bahwa keluarga

merupakan faktor penentu dalam kehidupan sosial setiap anggota yang ada di dalamnya

(Harry M. Johnson, 1973:470).

Kelas sosial sebuah keluarga mengidentifikasikan perilaku sosial setiap individu

yang ada didalamnya, setiap anggota keluarga akan merasa sama derajatnya, karena

merupakan bagian dari satu sama lainnya. Pada kenyataanya, setiap keluarga memiliki

perbedaan sosial di antara keluarga lainnya. Perbedaan ini terletak pada kedudukan kelas

dan faktor keluarga itu sendiri, sesuai dengan apa yang dikemukkan oleh William J

Goode, dalam bukunya “the family”, perilaku sosial seseorang dalam sebuah keluarga di

tentukkan oleh faktor keluarga dan kedudukan kelas sosial keluarganya (William J.

Goode, 2007:163-165).

Sementara Cherlin J.A dalam bukunya yang berjudul “public and private families:

an introduction”, membagi tipologi kelas sosial keluarga ke dalam empat tingkatan

kelas, yaitu; keluarga kelas atas (upper-class families), keluarga kelas menengah

(middle-class families), keluarga kelas pekerja (working-class families), dan keluarga

kelas bawah (lower-class families). Perbedaan kelas sosial, mengacu pada tolak ukur

daripada keluarga kelas atas (Cherlin J.A, 2002:115).

Page 24: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

15

Keluarga kelas atas memiliki kemampuan baik akan kesehatan, keselamatan,

penghargaan, membesarkan perumahan, mengenakan pakaian mahal, dan perlengkapan

rumah untuk menunjukkan kepada masyarakat sebagai pengakuan bahwa mereka dari

budaya dan komunitas elit. Keluarga kelas sosial menengah dalam menyediakan

ekonomi, memiliki pemasukan dan tingkat standar penghidupan berbeda keluarga kelas

sosial atas. Namun begitu, keluarga kelas menengah biasanya mampu menghasilkan

priviledge yang baik seperti; rumah, mobil baru, sebuah pendidikan yang layak untuk

anaknya, pakaian modern, berlibut ke pantai dan seterusnya (Cherlin J.A, 2002:115).

Keluarga kelas pekerja itu punya pendapatan, keuangan cukup untuk mendaftarkan

anaknya sekolah di sebuah sekolah umum. Namun orangtua kelas pekerja, biasanya

menyediakan tenaga di dalam pekerjaan, seperti; pekerja bengkel perbaikan mobil,

tukang bangunan dan sebagainya. Berbeda dengan keluarga kelas atas, menengah dan

pekerja, pada keluarga kelas bawah, Menurut Cherlin J A bahwa keluarga kelas bawah

tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup standar. Kepala keluarga tidak memiliki

pekerjaan (serabutan) dan tidak mampu mensekolahkan anak-anaknya pada sekolah

umum (Cherlin J.A, 2002:16).

3. Kelas Sosial dan “Style of Life”

Dengan adanya perbedaan kelas sosial pada setiap keluarga, menyebabkan

munculnya perbedaan gaya hidup bagi setiap anggota kelurga yang satu dengan yang

lainnya. Kata “gaya hidup” menurut Johnson merupakan keharusan alasan yang luas

dalam menjelaskan keadaan. Baik itu keadaan kondisi rumah, letak tempat tinggal

rumah, kualitas pakaian, keuangan, pendidikan anak, pekerjaan orangtua, dan sebagainya

(Harry M. Johnson, 1973:475).

Hal ini dapat terlihat dari perilaku sosial anggota dalam keluarga, anak keluarga

menengah memiliki banyak fasilitas kehidupan, yang sehingga memudahkan mereka

Page 25: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

16

untuk mendapatkan hal itu. Berbeda dengan keluarga kelas bawah, cenderung kurang

memadai dalam memperoleh fasilitas kehidupan. Anak keluarga kelas memengah dapat

bersekolah di tempat yang mereka inginkan, dengan fasilitas sekolah yang sangat

terjamin, dan memperoleh sekolah informal sebagai tambahan dalam meningkatkan

kualitas kemampuan berbeda dengan anak dari kalangan keluarga kelas pekerja dan

bawah.

Soerjono Soekanto menyatakan perbedaan status dalam kelas-kelas sosial,

memberikan fasilitas hidup tertentu (life chance) dan membentuk gaya tingkah laku (life

style) bagi masing-masing individu atau kelompok. Setiap kelas sosial cenderung untuk

memiliki sejumlah “gaya hidup” kelas sosial mereka miliki sendiri, kelas sosial tersebut

membeda-bedakan beberapa daripada kenyataan kurang dari kelas sosial lainnya pada

masyarakat yang sama (Didin Saripudin. 2010:74). Status sosial ekonomi keluarga

memberikan corak tersendiri pada kehidupan sosialnya, misalnya pada anak dapat dilihat

dengan pilihan sekolah, pilihan peralatan keseharian (seperti; pakaian, fasilitas rumah

yang serba ada), dan cita-cita (keinginan) (Didin Saripudin, 2010:61-62).

4. Teori Sosialisasi dan Kelas Sosial

Menurut David B. Brinkerhoft dan Lynn K. White, sosialisasi terhadap anak diberi

pengertian sebagai “suatu proses belajar peran, status, dan nilai yang diperlukan untuk

keikutsertaan (partisipasi) dalam institusi sosial (Damsar, 2011:66).” Keluarga

mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja, melainkan,

suatu proses, dimana seorang anak mempelajari atau menerima pengetahuan, nilai,

norma, perilaku esensial, dan harapan yang ditransmisikan dari orangtua (keluarga) agar

mampu berpartisipasi efektif dalam masyarakat.

Sosialisasi orang tua kepada anak mereka, menurut Charlin J, A dapat dilakukan

dengan pertama, orang tua memberikan dukungan emosional-cinta, kehangatan, atau

Page 26: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

17

penerimaan. Dukungan emosional menunjukkan aksi orangtua merawat anak-anak

mereka. Memberikan dukungan emosional sebagai pilihan dari orang tua, karena

menurut mereka baik dalam memberikan kenyamanan kepada anaknya dalam keluarga.

Kedua, orangtua melatih kontrol terhadap perubahan perilaku anak. Orangtua boleh

melatih kontrol bersamaan ancaman kepada cinta mereka jika anak itu tidak bertingkah

laku baik, namun harus memiliki kewajaran dalam menggunakan ancaman atau

hukuman fisik, sehingga anak tersebut mau mengikuti dan menjalankan sesuai yang

diinginkan (Cherlin J.A, 2002:318).

Banyak studi yang dilakukan dalam menjelaskan sosialisasi orang tua terhadap

anaknya dalam memberikan dukungan dan kontrol. Salah satunya yang dilakukan oleh

Dianna Baumrind, membedakan tiga gaya di atas dari perilaku orang tua. Pertama, gaya

memaksa orang tua dengan menggambungkan dukungan emosional tetap tinggi dengan

kontrol sedang. Memberikan anak dengan kehangatan kemudian cinta yang kuat disiplin

tetap. Tetapi disiplin sama moderat atas dasar pilihan dan penjelasan dari pada di atas

penggunaan hukuman fisik. Kedua, gaya kebebasan, orang tua memberikan dukungan

tetapi kurang melatih control, namun anak tersebut pada akhirnya dituntut memiliki

kekayaan apa saja. Ketiga, gaya kekuasaan, orang tua menggabungkan dukungan rendah

bersama usaha di dalam mengotrol kekerasan. Implikasinya adalah bahwa sosialisasi

anak yang paling baik ketika orang tua meletakkan ukuran yang jelas. Menjalankan

konsistensi mereka tetapi tanpa hukuman kejam, dan memberikan substansi dukungan

emosional (Cherlin J.A, 2002:320).

Pada keluarga kelas, umumnya nilai-nilai sosialisasi dilakukan oleh keluarga

terhadap anak berdasarkan pola keluarga yang dimiliki. Benstein menemukan dua tipe

ideal dari pola keluarga, yaitu “keluarga yang berorientasi kepada posisi dan pribadi

(Damsar, 2011:70-71).” Berbeda dengan penelitian Benstein dalam studi literature yang

Page 27: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

18

dilakukan oleh Henslin terhadap kajian Kohn dan rekannya ditemukan bahwa kelas

sosial suatu keluarga memengaruhi cara dan isi sosialisasi dalam keluarga ini (Damsar,

2011:70).

Hal ini, terlihat pada kelas pekerja orang tua yang cenderung memerhatikan nilai-

nilai konformitas seperti taat, rapi, dan bersih pada anak-anak mereka. Agar anak mereka

dapat menginternalisasikan nilai ketaatan, maka orang tua cenderung menggunakan

hukuman fisik. Berbeda dengan kelas pekerja, orang tua dari kelas menengah cenderung

mengembangkan rasa ingin tahu, ekspresi diri, dan pengendalian diri terhadap anak-anak

mereka.

Oleh karenanya, orang tua dari kelas menengah cenderung mengembangkan

motivasi dan penggunaan nalar bagi anak-anak mereka ketimbang ancaman dan

hukuman fisik. Perbedaan antara dua kelas yang berbeda terjadi menurut Henslin karena

pengalaman hidup, khususnya dalam kaitannya dengan dunia kerja, dimana ketaatan

terhadap aturan dalam prosedur kerja sebagai kunci sukses atau keberhasilan dalam

kehidupan para kelas pekerja (Damsar, 2011:71).

Oleh sebab itu, nilai ini dipandang penting untuk disosialisasikan dan

diinternalisasikan kepada anak mereka agar generasi muda dapat mengikuti jejak

generasi tua. Berbeda dengan kelas pekerja, kelas menengah mengalami kenyataan

bahwa kunci sukses atau keberhasilan kehidupan terletak pada kemampuan pengambilan

inisiatif dalam pekerjaan sehingga nilai seperti inilah yang dipandang penting untuk

diwariskan pada generasi berikutnya (Damsar, 2011:71).

Untuk itu analisis yang tepat mengenai stratifikasi anak angkat dalam keluarga,

dimana keluarga memiliki peran penting dalam proses pembelajaran anak mengenai

mekanisme konstruksi sosial seperti; kedudukan kelas dan faktor keluarga anak angkat

tersebut yang berada dalam sebuah keluarga. Dikarenakan “orangtua umumnya condong

Page 28: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

19

menanamkan pada anak-anak mereka nilai-nilai tingkatan mereka sendiri, karena itulah

isi kelas yang mereka mengerti dan terima (William J. Goode. 2007:168).

Itulah paparan teori yang dimaksudkan guna memberikan kemudahan dalam

menjelaskan dan menjawab pertanyaan penelitan yang terkait akan fokus penelitian,

tentang Apa yang menyebabkan perbedaan perilaku sosial anak angkat pada keluarga

kelas menengah dengan strata keluarga kelas bawah dan bagaimana peran keluarga

dalam pemeliharaan anak angkat sehingga terdapat perbedaan tingkah laku anak angkat

dalam keluarga dengan strata sosial yang berbeda.

F. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian ialah suatu cara yang digunakan oleh peneliti dalam

penelitian ilmiah yang berguna untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pendekatan kualitatif

menurut Tylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang dan

perilaku yang dapat diamati (Lexy J. Moleong 2009:3). Dengan demikian, penulis

berupaya menghimpun, mengolah, dan menganalisa data secara kualitatif dengan

tujuan agar dapat memperoleh informasi yang mendalam tentang masalah yang

diteliti. Penelitian ini juga berusaha menerangkan suatu fenomena sosial mengenai

stratifikasi anak angkat dalam keluarga kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

Peneliti memilih kelurahan Pondok Pinang sebagai tempat penelitian, dikarenakan

terdapat fenomena sosial anak angkat (adopsi) dalam keluarga kelas sosial yang

berbeda di lingkungan RW 02 yang memiliki tingkah laku sosial yang berbeda

dalam kehidupan sehari-hari.

Page 29: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

20

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Dengan wawancara mendalam atau betatap muka secara langsung antara

penanya dengan informan yang dilengkapi dengan pedoman wawancara

yang sesuai agar mempermudah dalam mengajukan pertanyaan serta

eksplorasi. Teknik ini merupakan yang terbaik dalam mendapatkan data

pribadi dan dapat dijadikan pelengkap teknik pengumpulan data (Husnainy

Usman dan Purnomo Setiadi Akbar 2008:57). Wawancara dilakukan

terhadap 9 orang informan dimana, 7 orang informan selaku orang tua, dan 2

orang anak angkat. Adapun data hasil wawancara yang didapatkan sebagai

berikut;

Tabel I.F.2.a.1

Data Wawancara Informan

b. Observasi, merupakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti (Husnainy Usman dan Purnomo Setiadi Akbar,

2008:52). Hal tersebut dilakukan guna memperkuat jawaban yang

didapatkan dari informan agar lebih akurat.

c. Dokumentasi, yaitu pengambilan gambar melalui alat elektronik seperti;

menggunakan kamera digital dan Handphone (HP), rekaman dilakukan

No Informan Temuan Kelas Usia/

(Tahun)

Status

dalam Keluarga

1 NS Kelas Menengah 42 Istri

2 SK Kelas Menengah 59 Istri

3 IE Kelas Menengah 30 Istri

4 AS Kelas Bawah 55 Kepala keluarga

5 IH Kelas Bawah 55 Istri

6 BR Kelas Bawah 50 Kepala Keluarga

7 IS Kelas Bawah 34 Istri

8 RK Kelas Menengah 20 Anak

9 EW Kelas Bawah 9 Anak

Page 30: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

21

dengan menggunakan HP atau tape recordes dan surat-surat resmi lain yang

dianggap perlu untuk mendukung hasil penelitian yang dilakukan.

Sumber data utama dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung

dari objek yang diteliti. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan

narasumber dalam hal ini para orang tua angkat dalam keluarga anak angkat

kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan, dan anak angkat itu sendiri sedangkan

data tambahan diperoleh melalui observasi langsung dengan melihat gejala-gejala

sosial yang terjadi pada objek penelitian, yaitu; anak angkat itu sendiri, keadaan

keluarga angkat secara sosial-ekonomi, dan lingkungan tempat tinggal keluarga

angkat.

Pemilihan informan utama diambil dengan teknik purposive sampling yang

bertujuan untuk memperluas informasi sebanyak-banyaknya dan dapat dipilih untuk

mendapatkan informasi yang diperoleh terlebih dahulu, sehingga mulai dari satu

menjadi makin lama semakin banyak dan sampel ini tidak dapat ditentukan dengan

berapa jumlahnya seorang responden (Lexy J. Moleong, 2009:186).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yang

merupakan model dari penelitian yang penelaahanya difokuskan kepada satu kasus

dan dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komperhensif. Sehingga,

nantinya akan diperoleh pemahaman yang lebih tentang mengapa suatu

permasalahan terjadi dan dalam penelitian ini merujuk pada tulisan-tulisan yang

berkaitan langsung dengan permasalahan penelitian seperti: buku, artikel, jurnal,

dan internet.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah kepala keluarga atau ibu rumah tangga dan anak

angkat itu sendiri dalam keluarga di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan, ada

Page 31: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

22

sebanyak 7 orang informan selaku orang tua, dan anak angkat itu sendiri yang

terdiri dari 2 orang (atau lihat kembali pada Tabel I.F.2.a.1: 21). Jika diuraikan

terlihat bahwa ada 3 orang informan keluarga kelas sosial menengah yang bernisial

NS, SK, dan IE serta 4 orang informan dari keluarga kelas sosial bawah yang

bernisial AS, IH, BR, dan IS yang terlibat langsung sebagai orang tua angkat serta

peneliti mewawancarai 2 orang informan anak angkat yang berinisial RK dari

keluarga kelas sosial menengah dan EW dari keluarga kelas sosial bawah sebagai

bentuk komparasi penyesuaian informasi yang diberikan orang tua terhadap realitas

yang dialami oleh anak angkat dalam keluarga tersebut.

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan RW 02 kelurahan Pondok Pinang,

Jakarta Selatan, rukun warga disini yang merupakan terdiri tiap-tiap rukun tetangga

dan dari tiap rukun tetanga ada beberapa kepala keluarga yang memiliki anak

angkat (anak adopsi) yang tinggal didalamnya. Waktu penelitian dimulai pada bulan

Januari 2015 sampai dengan bulan Maret 2015. Adapun waktu penelitian ini

dilakukan 80 hari (terhitung dari tanggal 05 Januari 2015 sampai 27 Maret 2015),

sehingga teknik pengumpulan data dapat diuraikan dalam table berikut;

Tabel I.F.4.1

Teknik Pengumpulan Data

No Informan Nama

Anak Angkat RT

Tanggal

Wawancara

1 SK AP, RK, NH 011 09 Maret 2015

2 NS MA 007 22 Maret 2015

3 BR EW 012 30 Januari 2015

4 AS DA 011 19 Maret 2015

5 IE IK 001 13 Februari 2015

6 IS RM 011 23 Maret 2015

7 IH CH 007 18 Februari2015

8 RK - 011 09 Maret 2015

9 EW - 012 30 Januari 2015

Page 32: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

23

5. Analisis Data

Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi,

sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami

dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan

penelitian. Dengan demikian, teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara

melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut menjadi

informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat dengan mudah

dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan

kegiatan penelitian (Lexy J. moleong, 2009:102).

Penganalisaan data dilakukan setelah hasil penelitian data diperoleh dan

kemudian diolah. Hal ini berguna untuk memahami kesesuaian hasil dengan

masalah yang diteliti agar mempermudah dalam penyususnan data dan pelaporan

dikemudian hari. Penyusunan tersebut disusun berdasarkan pembuatan kategorisasi

agar urutan data dapat terpola kemudian dilakukan pengecekan keabsahan data.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab yang meliputi: Bab I yang

membahas pernyataan masalah, pertanyan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Selanjutnya pada bab II menjelaskan keadaan kondisi lingkungan RW 02 kelurahan

Pondok Pinang, Jakarta Selatan, profil anak angkat, keadaan sosial-ekonomi keluarga

anak angkat, dan kondisi perilaku sosial anak angkat dalam keluarga dan di lingkungan.

Kemudian pada bab III peneliti memaparkan temuan penelitian dengan menganalisis

hasil penelitian dan temuan-temuan dilapangan, mengenai stratifikasi anak angkat dalam

keluarga kelurahan Pondok Pinang, Jakarta. Dengan melihat perilaku sosial anak angkat

Page 33: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

24

dalam keluarga strata sosial berbeda, peran keluarga dalam pemeliharaan anak angkat

dan penjelasan mengenai korelasi stratifikasi dan anak angkat dalam keluarga kelas

sosial yang berbeda. [Terakhir pada bab IV, yaitu bab penutup, peneliti menyimpulkan

beberapa hal terkait dengan bab-bab sebelumnya yaitu bab I-III, serta memberikan saran

terkait permasalahan yang dibahas].

Page 34: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

25

BAB II

GAMBARAN UMUM ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA

DI KELURAHAN PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN

A. Keadaan Lingkungan Rukun Warga 02 kelurahan Pondok Pinang

Secara geografis batas wilayah RW 02 kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan

sebelah utara berbatasan dengan kali sodetan, selatan berbatasan dengan RW 06 atau

jalan H. Eman, timur berbatasa dengan Pondok Pindah, dan barat berbatas dengan jalan

Ciputat Raya (Laporan Kegiatan PKK RW 02. 2014:5). Keseluruhan jumlah penduduk

RW 02 kurang lebih sekitar 7.210 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) kurang

lebih 1160 KK yang terdaftar sampai dengan akhir Desember 2014 dengan luas wilayah

sekitar kurang lebih 30 Hektar (Ha), dan Jumlah rukun tetangga yang berada di wilayah

RW 02 adalah 12 RT (Laporan Kegiatan PKK RW 02. 2014:4).

Sesuai hasil penelitian, peneliti menemukan bahwa setiap rukun tetangga tidak

seluruhnya kepala keluarga yang mengadopsi anak angkat. Berikut uraian data yang

terhimpun dari hasil penelitian sebagai berikut;

Tabel II.A.1

Populasi Jumlah KK Di RW 02 Tingkat RT

Yang Mengadopsi Anak Angkat

No Rukun

Warga

Rukun

Tetangga

Jumlah KK

1

02

001 1

2 002 -

3 003 -

4 004 -

5 005 -

6 006 -

7 007 2

8 008 -

9 009 -

10 010 -

11 011 2

12 012 1

Total 6

Page 35: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

26

Dari jumlah keseluruhan rukun tetangga yang berada pada wilayah RW 02, hanya

4 RT yang terdiri dari RT 001, 007, 011, dan 012 dari jumlah keseluruhan yang di

dalamnya terdapat anak angkat yang diadopsi oleh kepala keluarga tiap rukun tetangga

tersebut. Sedangkan dalam observasi yang peneliti lakukan, peneliti melihat bahwa

kondisi masyarakat RW 02 di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan terdiri dari

berbagai suku dengan tingkat sosial ekonomi dan pendidikan yang berbeda-berbeda.

Dengan kondisi masyarakat yang beragam sudah tentu memunculkan

keanekaragaman dinamika masyarakat yang ada didalamnya. Pada masyarakat

lingkungan RW 02 memiliki kehidupan kolektifitas yang tinggi antara satu sama lain

didalamnya, hal ini terlihat dari bebagai macam bentuk perkumpulan, komunitas sosial,

dan komunitas keagamaan, diantaranya yaitu, IKSK (ikatan keluarga setia kawan),

Majelis ta‟lim, Yayasan Pendidikan Yatim dan Dhuafa serta Pendidikan Anak Usia Dini

(Laporan Kegiatan PKK RW 02. 2014:7). Sudah tentu, dengan kondisi ini

memungkinkan masyarakat didalamnya memiliki ikatan sosial yang tinggi. Mereka

saling mengenal satu sama lain, sehingga memudahkan mereka dalam menjalin

hubungan sosial.

B. Profil Anak Angkat

Sesuai dengan hasil data wawancara peneliti dengan para informan (lihat kembali

tabel I.F.4.1: 22) bahwa anak angkat di lingkungan RW 02 keluruhan Pondok Pinang

Jakarta Selatan, ada sejumlah 9 anak angkat yang berinisial AP, RK, NH, MA, EW, DA,

IK, RM, dan CH. Usia anak angkat di lingkungan RW 02 sangat bervariasi, usia mereka

meliputi masa bermain (4-5 Tahun), masa sekolah (6-12 Tahun), masa remaja (12-18

Tahun), dan masa dewasa (19-25 Tahun). Umunya, usia anak angkat yang berada di

lingkungan RW 02 memiliki kesamaan dalam memperoleh pendidikan.

Page 36: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

27

Hal ini dapat terlihat data hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan para

informan ditemukan bahwa dari total keseluruhan ada 9 anak angkat, terdiri dari 1 anak

angkat masih duduk dibangku Taman Kanak-Kanak (TK), seperti yang diungkapkan

oleh salah satu informan orang tua angkat dari keluarga kelas menengah yang berinisial

NS selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... Di TPA ALLOHUGHOYATUNA. (hasil wawancara tanggal 22 Maret 2015).

2 anak angkat di tingkat Sekolah Dasar (SD), seperti yang diungkapkan oleh orang

tua angkat yang berinisial BR dari keluarga kelas sosial bawah dan IE dari keluarga

kelas sosial menengah yang masing-masing menyatakan:

... SDN 04 Petang, kemauan anaknya sendiri untuk sekolah di SD, mengaji di TPA.

(hasil wawancara dengan BR selaku kepala keluarga tanggal 30 Januari 2015).

... SDN 011 Pagi dekat rumah sama halnya dengan anak-anak warga sini. (hasil

wawancara dengan IE selaku ibu rumah tangga tanggal 13 Februari 2015).

2 anak di Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), seperti yang diungkapkan

oleh orang tua angkat yang berinisial IH dan AS dari keluarga kelas sosial bawah yang

masing-masing menyatakan;

... SMP Al-Fajar. (hasil wawancara dengan IH selaku ibu rumah tangga tanggal 18

Februari 2015).

... PAUD, MI.Al- Khairiyah, Madrasah Tsanawiyah Nurussalam. (hasil wawancara

dengan AS selaku kepala keluarga tanggal 19 Maret 2015).

3 anak angkat di Perguruan Tinggi dan 1 anak angkat lainnya sudah tidak bersekolah

atau bekerja. Seperti yang diungkapkan oleh informan yang berinisial SK yang memiliki

tiga orang anak angkat dari keluarga kelas sosial menengah dan informan yang berinisial

IS dari keluarga kelas sosial bawah, masing-masing menyatakan;

... AP, di MAN 11 dulu SMA-nya sekarang di UIN kuliahnya, RK di SMAN 108,

sekarang di UIN kuliahnya, dan NH di SMAN 7 SMA-nya sekarang di UIN juga, ia

saya masukan anak angkat saya di TPA-ALLOHUGOYATUNA waktu kecil. (hasil

wawancara dengan SK selaku ibu rumah tangga tanggal 09 Maret 2015).

Page 37: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

28

... SDN 04 Petang, SMP YPUI, SMA Makarya, kalau sekarang kan dia sudah

bekerja di Pondok Indah jadi sales. (hasil wawancara dengan IS selaku ibu rumah

tangga tanggal 23 Maret 2015).

Perbedaan pendidikan anak angkat di lingkungan RW 02 dapat terlihat dari

pendidikan non-formal yang diberikan oleh keluarga seperti les tambahan yang diadakan

oleh pihak sekolah, dan lembaga pendidikan agama (TPA), sementara untuk pendidikan

formal bersekolah di sekolah pada umumnya.

C. Kondisi Sosial-Ekonomi Keluarga Anak Angkat

Tempat tinggal menjadi salah satu ukuran adanya perbedaan kelas sosial keluarga

anak angkat di lingkungan RW 02 kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Keluarga

anak angkat pada kelas sosial menengah cenderung memiliki kondisi tempat tinggal

dengan ciri bangunan rumah relatif lebih besar dengan banyak kamar sehingga mampu

memberikan fasilitas kamar pribadi untuk anak angkat mereka miliki. Seperti yang

diungkapkan oleh informan yang berinisial IE selaku ibu rumah tangga salah satu

keluarga kelas sosial menengah menyatakan:

… Tentu saja, karena dirumah saya ada 3 kamar, 1 kamar buat saya dan suami, 1

kamar buat anak tersebut, dan 1 kamar lagi masih kosong. (hasil wawancara tanggal

13 Februari 2015).

Berbeda dengan keluarga anak angkat kelas sosial bawah dengan kondisi tempat

tinggal dengan ciri bangunan rumah yang cenderung relatif lebih kecil, hanya memiliki

satu kamar mandi, satu kamar tidur, satu ruang dapur, dan satu ruang tamu dan itupun

bukan tempat tinggal mereka miliki (ngontrak). Seperti yang diungkapkan oleh informan

yang berinisial AS dan IH dari keluarga kelas sosial bawah menyatakan:

… Tidurnya di ruang tamu bareng-bareng karena rumahnya ngontrak cuma ada 1

kamar dan 1 kamar mandi. (hasil wawancara dengan AS selaku kepala keluarga

tanggal 19 Maret 2015).

… Saya tinggal dikontrakan. (hasil wawancara dengan IH selaku ibu rumah tangga

tanggal 18 Februari 2015).

Page 38: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

29

Dengan perbedaan kelas keluarga anak angkat pada lingkungan RW 02, tentu hal ini

juga mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga anak angkat tersebut. Ekonomi menjadi

salah satu ukuran dalam penentuan lapisan-lapisan masyarakat, karena menurut Soerjono

Soekanto salah satu macam-macam bentuk stratifikasi adalah stratifikasi ekonomi

dimana bentuk stratifikasi ekonomi ini dapat dilihat dari segi pendapatan, kekayaan, dan

pekerjaan. (Didin Saripudin. 2010:45). Seperti yang sudah dijelaskan di awal

pembahasan ini, adanya perbedaan kondisi tempat tinggal antara keluarga kelas sosial

menengah dengan keluarga kelas sosial bawah sebagai bentuk stratifikasi ekonomi yang

dilihat dari segi kekayaan yang dimilikinya.

Hal lain dapat dilihat dari segi pendapatan atau jumlah penghasilan yang diperoleh

masing-masing keluarga angkat pada keluarga kelas sosial menengah berbeda dengan

keluarga kelas sosial bawah. Menurut data hasil wawancara dengan para informan,

penghasilan keluarga anak angkat di permukiman RW 02 dalam satu bulan sangat

beragam, hal ini disebabkan karena profesi yang dijalankan seorang ayah atau ibu dalam

tiap keluarga berbeda.

Dari 7 KK yang diwawancarai, 3 KK mengatakan untuk satu bulan memiliki

penghasilan antara Rp. 3.000.000,- sampai Rp. 5.000.000,-/bulan, hal ini diungkapkan

oleh informan dari keluarga kelas sosial menengah yang berinisial SK, NS, dan IE yang

menyatakan:

... Rp. 5.000.000,-(lima juta rupiah), ia kadang cukup kadang tidak, karena

membiayai anak angkat saya untuk kuliah, dan membeli kebutuhan sehari-hari untuk

anak kandung saya dan cucu saya. (hasil wawancara dengan SK selaku ibu rumah

tangga tanggal 09 Maret 2015).

... 3 jt (suami) karyawan swasta, ia alhamdulillah sangat cukup sekali untuk hidup.

(hasil wawancara dengan NS selaku ibu rumah tangga tanggal 22 Maret 2015).

... Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah), sangat cukup untuk kebutuhan keluarga baik

kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan pendidikan anak. (hasil wawancara dengan

IE selaku ibu rumah tangga tanggal 13 Februari 2015).

Page 39: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

30

Sedangkan 4 KK mengatakan untuk satu bulan memiliki penghasilan dibawah

Rp.1.000.000,-/bulan, hal ini diungkapkan oleh informan dari keluarga kelas sosial

bawah yang berinisial AS, IH, BR, dan IS yang menyatakan:

... Ia tidak menentu mba kadang Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) atau Rp.

700.000,-(tujuh ratus ribu rupiah), cukup untuk kebutuhan keluarga baik kebutuhan

sehari-hari ataupun pendidikan anak. (hasil wawancara dengan AS selaku kepala

keluarga tanggal 19 Maret 2015).

... Rp. 700.000,-(tujuh ratus ribu rupiah), karena saya bekerja sebagai kuli cuci dan

setrika, suami saya hanya buruh yang mendapatkan gaji tidak menentu. Iya cukup

karena saya mendapatkan BLT dari pemerintah. (hasil wawancara dengan IH selaku

ibu rumah tangga tanggal 18 Februari 2015).

... 500 ribu sampai 1 jutaan, sangat minim kalau ada kerjaan tapi kita harus

bersyukur saja karena Tuhan yang memberikan rezeki (hasil wawancara dengan BR

selaku kepala keluarga tanggal 30 Januari 2015).

... Rp. 1.000.000,-(satu juta rupiah), ya cukup untuk kebutuhan keluarga baik

kebutuhan sehari-hari ataupun sekolah anak. (hasil wawancara dengan IS selaku ibu

rumah tangga tanggal 23 Maret 2015).

Dengan adanya perbedaan dari segi kekayaan, pekerjaan, dan pendapatan antara

keluarga kelas sosial menengah dengan keluarga kelas sosial bawah di kelurahan Pondok

Pinang Jakarta Selatan menjadikan adanya bentuk stratifikasi ekonomi yang

mendasarkan pelapisan pada faktor ekonomi. Jadi, orang-orang yang mampu

memperoleh kekayaan ekonomi (dalam hal ini ditemukan pada keluarga anak angkat

kelas sosial menengah) dalam jumlah besar akan menduduki lapisan atas. Sebaliknya,

mereka yang kurang atau tidak mampu (dalam hal ini ditemukan pada keluarga anak

angkat kelas sosial bawah) akan menduduki lapisan bawah. Dengan demikian,

kemampuan ekonomi yang berbeda menyebabkan terjadinya stratifikasi ekonomi.

D. Keadaan Anak Angkat Dalam Keluarga dan Lingkungan

Anak angkat dalam keluarga di lingkungan RW 02 kelurahan Pondok Pinang

Jakarta Selatan, kebanyakan memiliki kepribadian yang mudah bergaul dengan

Page 40: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

31

sesamanya. Memiliki hubungan sosial yang baik dengan keluarga, anak angkat yang

berada di lingkungan RW 02 juga cenderung lebih banyak mendapatkan rasa kasih

sayang, cinta, dan perhatian yang lebih dari orang tua angkat mereka, sehingga mereka

dapat menjalin interaksi dengan orang tua dan anggota keluarga yang mereka sendiri

dengan positif. Terlihat pada kejujuran dan kebenaran pernyataan yang diungkapkan oleh

salah satu informan yang berinisial IS selaku ibu rumah tangga dari keluarga kelas sosial

bawah menyatakan:

… Mengetahui keluarga besar saya dan lingkungan tempat tinggal saya, dan tidak

ada yang mempertentangkanya (hasil wawancara tanggal 23 Maret 2015).

Adanya pernyataan “mengetahui” yang diungkapkan oleh keluarga anak angkat di

kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan sebagai modal sosial merupakan nilai khusus

(particularistic value) yang berfungsi sebagai media integrasi dan solidaritas. Nilai ini

membantu anak angkat dalam menjalin hubungan sosial dengan “keluarga besar” orang

tua angkat, bahkan dengan “lingkungan tempat tinggal” agar terjalin nilai-nilai

kebersamaan antara anak angkat dengan keluarga dan lingkunganya.

Selain itu, adanya bentuk kasih sayang yang tinggi yang selalu diberikan kepada

orang tua terhadap anak-anak mereka. Menjadikan anak-anak mereka lebih menghargai

dan menghormati anggota keluarga dan dengan lingkungan sekitarnya. Untuk contoh,

terlihat pada pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu informan yang berinisial IE

selaku ibu rumah tangga dari keluarga kelas sosial menengah menyatakan:

… Kalau ada masalah dia tidak sungkan untuk bicara dengan saya (hasil wawancara

tanggal 13 Februari 2015).

Bentuk kasih sayang yang tinggi yang diberikan kepada orang tua terhadap anak

angkat mereka miliki terlihat pada bentuk pernyataan “tidak sungkan bicara dengan

saya” sebagai bukti adanya hubungan sosial yang baik di antara orang tua dengan anak.

Namun, tak jarang juga orang tua anak angkat cenderung “memarahi” dan selalu

Page 41: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

32

memberikan “nasihat” jika anak angkat tersebut melakukan tindakan yang tidak baik

atau tidak mengikuti perintah atau atauran agar tidak terjerumus dalam pelanggaran

norma atau aturan yang berlaku dalam keluarga, agama, dan masyarakat. Seperti yang

diungkapkan oleh informan yang berinisial IH selaku ibu rumah tangga dari keluarga

kelas sosial bawah menyatakan:

… Saya ajarin agar menuruti keinginan saya dan patuh terhadap ibu bapaknya, tidak

nakal, tidak merokok dan jangan keluar rumah kalau udah malam (hasil wawancara

tanggal 18 Februari 2015).

Begitupun hubungan sosial dengan lingkungan keluarga anak angkat tinggal. Anak

angkat sangat aktif berinteraksi dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Mengenal

lebih banyak teman bermain (peer group) mereka, lingkungan sekitar juga mengenal

anak-anak angkat tersebut, dan tidak ada yang mempertentangkan dengan kehadiran

anak angkat tersebut, baik di lingkungan keluarga besar maupun lingkungan sekitar

tempat anak tersebut tinggal. Kesemua ini yang menjadikan nilai-nilai sosial yang

dilakukan anak angkat menjalin aktivitas kehidupan sehari. Tentu juga didukung dengan

pembelajaran nilai-nilai sosial yang diberikan oleh orang tua mereka.

Dengan adanya perbedaan kedudukan kelas keluarga anak angkat sudah tentu

membuat perbedaan dari segi gaya hidup yang dimiliki anak angkat tersebut. Terlihat

dari cara berpaikan mereka masing-masing anak angkat di lingkungan RW 02 kelurahan

Pondok Pinang Jakarta Selatan. Pada keluarga kelas sosial menengah orang tua mereka

cenderung membelikan pakaian untuk anak mereka pastinya memilih kualitas bagus dan

layak. Sedangkan untuk keluarga kelas sosial bawah cenderung tidak memiliki pakaian

yang mahal dan bagus, bahkan tidak sama sekali memiliki pakaian yang mahal dan

layak.

Hal lain yang terlihat berbeda daripada gaya hidup anak angkat tersebut adalah

fasilitas yang mereka miliki. Kamar pribadi, uang saku, sampai kendaraan pribadi yang

Page 42: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

33

dimiliki anak angkat dengan apa yang diberikan oleh orang tua angkat tersebut. Untuk

keluarga kelas sosial menengah, anak angkat yang mereka miliki diberikan kamar

pribadi, uang saku yang baik sampai memiliki kendara pribadi seperti sepeda motor.

Berbeda dengan keluarga kelas sosial bawah dengan keterbatasan ekonomi yang dimiliki

dan tidak memiliki tempat tinggal (ngontrak) tidak mampu memberikan kamar pribadi,

uang saku yang cukup, dan kendaraan pribadi. Kesemua ini menjadi salah satu perilaku

sosial yang dimiliki anak angkat pada keluarga kelas sosial menengah dan keluarga kelas

sosial bawah di lingkungan RW 02 kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan.

Page 43: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

34

BAB III

ANALISIS PERMASALAHAN STRATIFIKASI ANGKAT

DALAM KELUARGA DI KELURAHAN PONDOK PINANG

A. Keadaan Anak Angkat Dalam Keluarga Strata Berbeda

Setiap anak dalam proses pembelajaran di fase awal mengenali kehidupan

membutuhkan arahan dan bimbingan dari orang dewasa, terutama orang tua mereka

sendiri yaitu ayah dan ibu. Meskipun anak angkat yang berada pada sebuah keluarga inti

di permukiman kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan bukan dari keturunan mereka

sendiri, namun pada kenyataan, keluarga menerima kehadiran seorang anak angkat yang

mereka adopsi, terlebih lagi bagi mereka pasangan suami-istri yang belum memiliki

seorang anak. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang informan yang berinisial IE

selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... Ia sangat bahagia karena anak tersebut membuat saya bahagia, karena saya juga

belum dikaruniakan seorang anak dari Allah, dulu saya pernah hamil tetapi bayi

yang ada didalam kandungan saya tidak berkembang, sehingga saya diambil bayinya

dari rahim atau “dikiret” sehingga saya tidak memiliki anak, dan saya mengangkat

anak tersebut dari keluarga saya. (hasil wawancara tanggal 13 Februari 2015).

Ungkapan „bahagia‟ menjadi bukti modal sosial IE dan orang tua angkat lainnya

untuk merawat dan membesarkan anak angkat yang dimiliki, dan sebagai bentuk

tanggung jawab terhadap orang tua anak tersebut. Rasa bahagia ini yang tentu saja

membuat setiap keluarga di permukiman kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan yang

memiliki anak angkat cenderung untuk memberikan sosialisasi mengenai nilai-nilai

sosial yang sama dengan anak kandung yang mereka miliki, seperti yang diungkapkan

oleh salah satu informan yang berinisial BR selaku kepala keluarga, menyatakan:

... Bersama dan fasilitas tidak dibeda-bedakan. Tidak, standar dan tidak dibedakan

pakaianya. (hasil wawancara tanggal 30 Januari 2015).

Page 44: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

35

Adanya ungkapan tidak membedakan antara anak kandung dan anak angkat yang

mereka miliki dalam memberikan fasilitas menunjukkan bentuk dari membangun nilai-

nilai kesamaan sosial dalam sebuah keluarga, sehingga tidak ada perbedaan di antara

anggota keluarga, dengan begitu keluarga di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan

cenderung untuk mengasuh anak yang bukan anak kandung seperti anak sendiri (G.

Kartasapoetra & Hartini. 2007:156).

Nilai-nilai sosial yang diterima setiap anak angkat dalam sebuah keluarga berbeda

satu dengan lainnya. Perbedaan terletak pada perilaku sosial yang dijalankan dalam

kehidupan sehari-hari, terlihat dari pemilihan sekolah, fasilitas yang dimiliki,

keselamatan dan keamanan. Rangkaian perbedaan ini muncul dengan latar belakang

perbedaan kelas sosial keluarga anak angkat yang berbeda-beda. Hasil temuan di

lapangan menunjukkan bahwa kondisi kelas sosial keluarga angkat di kelurahan Pondok

Pinang Jakarta Selatan, hanya terdapat dua kelas sosial keluarga, yaitu; keluarga kelas

sosial menengah dan keluarga kelas sosial bawah.

1. Kedudukan Kelas Keluarga

Secara umum, menurut Cherlin J.A. keluarga kelas sosial menengah biasanya

menghasilkan priviledge yang baik seperti; rumah, mobil baru, sebuah pendidikan yang

layak untuk anaknya, pakaian modern, berlibut ke pantai dan seterusnya, berbeda dengan

keluarga kelas pekerja itu punya pendapatan, keuangan cukup untuk mendaftarkan

anaknya sekolah di sebuah sekolah umum sedangkan untuk keluarga kelas bawah tidak

dapat memenuhi kebutuhan hidup standar (Cherlin J.A, 2002:16).

Pada keluarga kelas sosial menengah di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan,

keluarga cenderung dapat memiliki penghasilan per/bulan yang baik, dapat mengajak

anak angkat mereka berlibur ke pantai, dapat memberikan fasilitas berupa kamar pribadi,

dan dapat membelikan kendaraan roda dua untuk anak angkat yang mereka miliki.

Page 45: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

36

Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan keluarga kelas sosial menengah

berinisial SK selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... Pernah, ke pantai anyer bersama keluarga. Ia memberikan bekas kamar anak saya

yang sudah menikah. Ia saya memberikan motor untuk NH. (hasil wawancara

tanggal 09 Maret 2015).

Hal ini senada juga diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial menengah lainnya

yang berinisial NS selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... Ia dibeliin pakaian yang bagus biar dekat dengan saya, memiliki kamar sendiri.

(hasi wawancara tanggal 22 Maret 2015).

Hal ini diperkuat pula oleh anak angkat SK, yang diungkapkan oleh informan yang

berinisial RK, menyatakan:

... Pernah. Ia dikasih bekas kamar kakak saya. (hasil wawancara tanggal 09 Maret

2015).

Selain itu, seorang istri di keluarga kelas sosial menengah sama baiknya dengan

suami mereka dalam memperoleh penghasilan, dengan pendidikan dan warisan kekayaan

dari orang tua yang seorang istri miliki, mampu memberikan kontribusi dalam

menghasilkan prestige dan priviledge yang baik bagi keluarga. Seperti yang diungkapkan

oleh informan keluarga kelas sosial menengah yang berinisial NS selaku ibu rumah

tangga, menyatakan:

... ia harta warisan dari ibu saya hasil jual sawah di kampung setelah saya menikah,

dahulu saya belum mendapatkan kerjaan jadi ibu kandung saya memberikan uang

hasil jual sawah kepada saya untuk membeli rumah atau ngontrak rumah di

Jakarta.saya mempunyai asuransi jiwa dari kantor, Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah)

per/bulan (istri) kerja di bank swasta, Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah) per/bulan

(suami) karyawan swasta. Ia alhamdulillah sangat cukup sekali untuk hidup. D3

(suami), S1 (istri) pernah kursus membuat kripik apel di kampung. (hasil wawancara

tanggal 22 Maret 2015).

Dengan memiliki pendidikan tinggi (S1), kekayaan (harta waris), memiliki

pekerjaan upah tinggi (kerja di bank swasta), dan ditambah dengan pernah mengikuti

pendidikan non-formal (kursus membuat kripik) menjadi bukti bahwa baik seorang istri

atau suami pada keluarga kelas sosial menengah sama-sama memiliki kemampuan dalam

Page 46: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

37

menghasilkan priviledge yang baik sehingga mampu untuk memberikan anak angkat

mereka miliki fasilitas berupa kamar pribadi, dapat mengajak berlibur ke pantai, dan

mampu memberikan kendaraan roda dua.

Menariknya, terdapat salah satu keluarga yang masuk dalam kategorisasi keluarga

kelas sosial menengah, namun berbeda dalam hal pekerjaan yang dijalankan. Seperti

yang diungkapkan oleh informan yang berinisial SK selaku ibu rumah tangga,

menyatakan:

... Suami saya bekerja sebagai mubaligh. Riwayat pendidikan terakhir suami saya

sekolah menengah atas (PGA). Rp, 5.000.000,- (lima juta rupiah). Ya kadang cukup

kadang tidak, karena membiayai anak angkat saya untuk kuliah, dan membeli

kebutuhan sehari-hari untuk anak kandung saya dan cucu saya. (hasil wawancara

dengan SK tanggal 09 Maret 2015).

Dengan pekerjaan sebagai „mubalig‟ yang lebih familiar dengan tokoh agama, sebagai

seorang pemimpin yang disegani dengan kelebihan memiliki nilai-nilai kesucian.Sudah

tentu, memberikan kedudukan yang lebih tinggi dalam masyarakat.

Dengan meminjam pernyataan yang diungkapkan oleh Max Weber tentang

pemimpin kharismatik menduduki tingkat paling tinggi dalam stratifikasi sosial yang

terjadi di masyarakat (Didin Saripudin. 2010:52). Status yang diperoleh dalam

masyarakat melihat ukuran kekuasaan menempatkan keluarga ini memiliki kedudukan

yang tinggi, namun dengan melihat penghasilan (kondisi ekonomi) cenderung masuk ke

dalam kategorisasi keluarga kelas sosial menengah.

Kesemuan inilah yang menjadi ciri keluarga anak angkat kelas menengah di

kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan. Sesuai dengan apa yang diungkapakan oleh

Chelin J.A (2002) dalam bukunya yang berjudul “public and private families: an

introduction”, bahwa keluarga kelas menengah biasanya menghasilkan privilege yang

baik seperti; rumah, mobil baru, sebuah pendidikan yang layak untuk anaknya, pakaian

modern, berlibut ke pantai dan seterusnya (Cherlin J.A, 2002:115).

Page 47: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

38

Berbeda dengan keluarga anak angkat kelas sosial bawah dimana kepala keluarga

hanya memiliki pendidikan setara tingkat atas (SMA) dengan tidak memiliki pekerjaan

yang tetap atau bekerja sebagai buruh, tidak memiliki pendapatan yang tetap sehingga

keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan tidak mampu memberikan

fasilitas yang mahal. Seperti yang diungkapkan oleh informan berinisial AS selaku

kepala keluarga yang menyatakan:

... Pekerjaan buruh. Saya tidak bersekolah, sedangkan istri Sekolah Menengah

Pertama (SMP). Kami tidak pernah memiliki pendidikan non-formal di luar daripada

pendidikan formal dikarenakan keterbatasan biaya. Ia tidak menentu mba kadang

Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) atau Rp.700.000,-(tujuh ratus ribu), cukup

untuk kebutuhan keluarga baik kebutuhan sehari-hari ataupun pendidikan anak.

(hasil wawancara tanggal 19 Maret 2015).

Hal senada juga diungkapkan oleh keluarga kelas sosial menengah lainnya yang

berinisial IH dan BR, yang masing-masing menyatakan:

... Istri (SMA), suami (SMA), tidak pernah ikut keterampilan apapun saya hanya

memiliki kemampuan tenaga saja. Rp, 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah), karena

saya bekerja sebagai kuli cuci dan setrika, suami saya hanya buruh yang mendapat

gaji tidak menentu. Iya cukup karena saya mendapatkan BLT dari pemerintah. (hasil

wawancara dengan IH selaku ibu rumah tangga tanggal 18 Februari 2015).

... Pekerjaan buruh. Ibu (SD) bapak (SMA), pernah khursus menjahit dulu. 500rb

sampai 1 jutaan, sangat minim kalau ada kerjaan tapi kita harus bersyukur saja

karena Tuhan yang memberikan rezeki. (hasil wawancara dengan BR selaku kepala

keluarga tanggal 30 Januari 2015).

Meskipun kebutuhan sehari-hari tercukupi, namun terkadang keluarga anak angkat

kelas bawah mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dikarenakan tidak

menentu penghasilan yang diperoleh oleh kelapa keluarga yang hanya bekerja sebagai

buruh, sehingga terkadang mereka sampai meminjam uang dengan keluarga terdekat.

Seperti yang dikatakan oleh Cherlin J. A bahwa keluarga kelas bawah tidak dapat

memenuhi kebutuhan hidup standar. Kepala keluarga cenderung tidak memiliki

pekerjaan (serabutan) dan tidak mampu membelikan barang-barang mewah bagi anak

mereka miliki (Cherlin J.A, 2002:116). Dengan keadaan seperti ini, tentu saja, orang tua

Page 48: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

39

anak angkat keluarga kelas bawah tidak bisa memberikan fasilitas yang mahal terhadap

anak adopsi yang mereka miliki.

Kelas sosial keluarga kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan dapat dilihat dari

kedudukan jumlah kekayaan yang mereka miliki masing-masing satu sama lain berbeda.

Untuk contoh, empat dari dua tujuh kepala keluarga di RW 02 yang menjadi informan

mengatakan bahwa mereka tidak memiliki kekayaan apapun, dikarenakan kondisi

mereka yang tidak memungkinkan untuk memiliki sesuatu yang bernilai. Begitupun juga

mengenai permasalah kekayaan yang diwariskan orang tua mereka sama sekali tidak ada,

selain orang tua hanya seorang petani dan tidak memiliki pendidikan yang memadai.

Seperti yang diungkapkan oleh inisial AS selaku kepala keluarga, menyatakan:

... Tidak punya apa-apa. (hasil wawancara tanggal 19 Maret 2015).

Hal senanda juga diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial bawah lainnya yang

berinisial IH, BR, dan IS yang masing-masing menyatakan:

... Saya tinggal dikontrakan dan saya tidak punya harta berharga. (hasil wawancara

dengan IH selaku ibu rumah tangga tanggal 18 Februari 2015).

... Tidak, memang tidak ada yang diwariskan ke saya atau istri miskin memang dari

orang tua dan buat makan aja susah. (hasil wawancara dengan BR selaku kepala

keluarga tanggal 30 Januari 2015).

... Tidak, saya tidak punya, karena saya hanya ibu rumah tangga, dan suami saya

karyawaan swasta, selain itu keluarga orangtua baik saya dan suami saya hanya

sebatas orang biasa saja, tidak memiliki kekayaan atau barang-barang berharga yang

dapat diwariskan kepada anak-anaknya. (hasil wawancara dengan IS selaku ibu

rumah tangga tanggal 23 Maret 2015).

Tiga kepala keluarga mengatakan bahwa mereka memiliki kekayaan yang didapat

dari warisan orang tua mereka, baik itu dari pihak laki-laki (suami) maupun dari pihak

perempuan (istri). Bentuk kekayaan yang diterima kelurga mereka miliki seperti; tanah,

sawah, kebun, uang dari hasil jual sawah, dan tanah yang di atasnya sudah didirikan

bangunan rumah (kontrakan). Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan

Page 49: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

40

keluarga kelas sosial menengah yang berinisial SK selaku ibu rumah tangga,

menyatakan:

... Ia memiliki usaha kontrakan, merupakan harta warisan dari orang tua suami saya.

(hasil wawancara tanggal 09 Maret 2015).

Hal senada juga diungkapakn oleh informan dua keluarga kelas sosial menengah lainnya

yang berinisial NS dan IE yang masing-masing menyatakan:

... Ia harta warisan dari ibu saya hasil jual sawah di kampung setelah saya menikah,

dahulu saya belum mendapatkan kerjaan jadi ibu kandung saya memberikan uang

hasil jual sawah kepada saya untuk membeli atau mengontrak rumah di jakarta.

(hasil wawancara dengan NS selaku ibu rumah tangga tanggal 22 Maret 2015).

... Ia, sawah dan tanah kebun milik mertua saya dari suami soalnya suami saya anak

laki satu-satunya, sisanya saudaranya perempuan tiga. (hasil wawancara dengan IE

selaku ibu rumah tangga tanggal 13 Februari 2015).

Rumah dan „kontrakan‟ sebagai bentuk kekayaan yang dimiliki pada saat ini,

dikarenakan atas dasar keturunan (kelahiran) tanpa melalui usaha untuk memperolehnya.

Membuat seseorang atau keluarga memiliki kedudukan yang berbeda di masyarakat.

kedudukan yang mereka dapatkan sekarang dinamakan ascribed status, yang menurut

Soerjono Soekanto kedudukan yang diperoleh karena secara otomatis melalui kelahiran

(Didin Saripudin. 2010:77).

Dengan melihat hasil yang terdeskripsikan di atas, jelas bahwa keluarga anak angkat

di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan memiliki perbedaan kelas sosial yang

berbeda, perbedaan kelas sosial ini merupakan perwujudan sistem stratifikasi sosial,

dengan adanya lapisan keluarga kelas menengah dan keluarga kelas sosial bawah. Harry

M. Johnson dalam bukunya “Sociology: a Systematic Introduction”, menyatakan bahwa

keluarga meupakan bagian dari kelas. Lebih lanjut lagi, Johnson menyatakan bahwa

keluarga merupakan faktor penentu dalam kehidupan sosial setiap anggota yang ada di

dalamnya (Harry M. Johnson, 1973:470).

Page 50: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

41

Perilaku sosial anak angkat di keluarga permukiman kelurahan Pondok Pinang

Jakarta Selatan selalu mengidentifikasikan diri dengan kondisi kelas sosial keluarga yang

dimiliki. Karena, setiap anggota keluarga akan merasa sama derajatnya, yang merupakan

bagian dari satu sama lain di dalamnya. Implikasi dari akan hal ini, perilaku anak angkat

dalam keluarga di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan berbeda-beda satu dengan

lain. William J Goode juga mengungkapkan akan hal yang sama, bahwa perilaku sosial

seseorang dalam sebuah keluarga di tentukkan oleh faktor keluarga dan kedudukan kelas

sosial keluarganya (William J. Goode, 2007:163-165).

2. Pengendalian keluarga

Melihat perbedaan kedudukan kelas keluarga anak angkat di permukiman kelurahan

Pondok Pinang, Jakarta Selatan tentu juga memiliki dampak terhadap perbedaan

pengendalian keluarga terhadap anak angkat itu sendiri. Bukan hanya keluarga kelas atas

dalam sebuah sistem stratifikasi yang terlibat dalam perjuangan mempertahankan

kedudukan kelas sosial milik mereka (William J. Goode. 2007:169). Namun, kepada

keluarga anak angkat kelas sosial menengah di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan

mengalami sedemikian rupa dalam mengendalikan anak-anak mereka agar bertahan pada

standar kelas yang sama, ataupun meningkat ke atas.

Untuk contoh, anak angkat keluarga kelas sosial menengah lebih banyak

menghabiskan diri dalam keseharian dengan mengikuti kegiatan les baik diadakan

sekolah maupun pendidikan non-formal tambahan seperti belajar agama, karena orang

tua angkat mereka menganggap pendidikan itu sangat penting untuk masa depan anak

angkat yang mereka miliki agar dapat memiliki derajat kedudukan tingkat kelas yang

sama seperti orang tua angkatnya bahkan lebih. Seperti yang diungkapkan oleh informan

keluarga kelas sosial menengah berinisial IE selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... SDN 011 pagi dekat dengan rumah sama halnya dengan anak-anak warga sini,

dinilai kualitas terlebih dahulu sekolah saya yang pilih, saya takut anak tersebut

Page 51: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

42

salah pergaulan. Saya ikutin les bahasa inggris yang diadakan oleh sekolahnya, dan

kalau sore hari anak saya paling belajar di Taman Pendidikan Al-qur‟an (TPA)

Allohughoyatuna dekat rumah. (hasil wawancara tanggal 13 Februari 2015).

Berbeda dengan kondisi ekonomi yang tidak terlalu baik, keluarga kelas sosial

bawah tidak dapat menyediakan pendidikan tambahan seperti les untuk anak angkat

mereka miliki. Seperti yang diungkapkan oleh informan salah satu keluarga kelas sosial

bawah yang berinisial IS selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... SDN 04 petang, SMP YPUI, SMA Makarya, ya tentu. tapi karena kemampuan

anaknya kurang, jadi tidak dapet sekolah negeri terus, hanya SD. Tidak pernah

memasukan anak tersebut ke pendidikan non-formal. (hasil wawancara tanggal 23

Maret 2015).

Dari hasil di atas, ditemukan bahwa keluarga kelas sosial menengah memiliki

kemampuan untuk memasukan anak angkat mereka miliki les yang diadakan sekolah

dan tambahan pendidikan non-formal yaitu pendidikan agama. Berbeda dengan keluarga

kelas bawah yang cenderung tidak dapat menyediakan pendidikan tambahan untuk anak

mereka, meskipun demikian, keluarga anak angkat kelas sosial bawah dapat memberikan

pengawasan secara maksimal terkait dengan pengedalian perilaku sosial keseharian yang

dijalankan anak angkat mereka miliki, seperti yang diungkapakan salah satu keluarga

kelas sosial bawah yang berinisial BR selaku kepala keluarga, menyatakan:

... Belajar sendiri, larangan bergaul kalau dia tidak baik jangan diikuti, boleh kasar

dengan anak tapi mengikuti perkembangan anak tersebut. (hasil wawancara tanggal

30 Januari 2015).

Hal senada juga diungkapkan oleh informan salah satu keluarga kelas sosial bawah yang

berinisial IS selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... Kalau berteman cari yang baik jangan yang buruk, kalau sekarang kan dia sudah

bekerja di Pondok Indah jadi sales, karena dibawa juga sama tetangga anaknya

tinggi berangkat kerja pagi-pulangya jam 8-an biasanya, ya saya mengawasi

anaknya seperti; kalau bergaul jangan asal bergaul, jangan mengikuti perilaku temen

yang tidak baik, waktu dia masih sekolah pulang sekolah harus tepat waktu, jika

pulang terlambat harus kabari saya dulu dan beri alasan kenapa pulang terlambat.

(hasil wawancara tanggal 23 Maret 2015).

Page 52: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

43

Adanya bentuk kontrol sosial dalam memberikan peraturan kepada anak angkat

mereka miliki untuk “pulang sekolah tepat waktu” dan “memiliki batasan dalam

“bergaul” sebagai bentuk pengawasan secara maksimal yang dilakukan oleh keluarga

kelas sosial bawah. Pada kenyataanya, keluarga kelas sosial bawah memberikan

kebebasan kepada anak angkat tersebut untuk berinteraksi sosial dengan siapa saja.

Pengendalian ini, keluarga lakukan tidak lain agar anak angkat mereka miliki tidak

melanggar aturan yang berlaku dalam keluarga, agama, dan masyarakat.

Kecenderungan keluarga kelas menengah yang menyediakan les dalam pengendalian

keluarga terhadap anak angkat mereka miliki daripada keluarga kelas sosial bawah di

kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Menunjukkan bahwa itu sebagai jalan untuk

mempertahankan kedudukan kelas sosial keluarga mereka. Terlihat dari, keluarga kelas

bawah cenderung untuk lebih memberikan kebebasan kepada anak angkat mereka miliki

“bergaul” daripada keluarga kelas menengah mengenai hal itu.

3. Kelas Sosial dan Gaya Hidup (style of life)

Perbedaan status dalam kelas-kelas sosial yang berbeda pada keluarga anak angkat

di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan berimplikasi pada perbedaan dalam

memberikan fasilitas hidup tertentu (life chance). Fasilitas yang diberikan keluarga

terhadap anak angkat mereka, memiliki perbedaan satu sama lain, tergantung pada kelas

sosial keluarga angkat mereka miliki. Keluarga anak angkat kelas sosial menengah

cenderung mampu memberikan fasilitas hidup berupa kamar pribadi, membelikan

pakaian-pakaian yang bagus dan layak, bahkan memberikan kendaraan roda dua. Seperti

yang diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial menengah yang berinisial SK

selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... Iya memberikan bekas kamar anak saya yang sudah nikah.. Ia, saya memberikan

motor untuk (hasan) dan kedua kakanya naik kendaraan umum. (hasil wawancara

tanggal 09 Maret 2015).

Page 53: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

44

Hal senada juga diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial menengah lainnya

yang berinisial NS dan IE yang masing-masing menyatakan:

... Ia, saya berikan biar anaknya tidak bermain di luar,punya mainan sendiri, alat

musik. Ia di beliin pakaian yang bagus biar dekat dengan saya, memiliki kamar

sendiri. (hasil wawancara dengan NS selaku ibu rumah tangga tanggal 22 Maret

2015).

... Tentu saja, karena dirumah saya ada 3 kamar, 1 kamar buat saya dan suami, 1

kamar buat anak tersebut, dan 1 kamar lagi masih kosong. Memberikan fasilitas

yang layak dan sama dengan apa yang dia pilih. (hasil wawancara dengan IE selaku

ibu rumah tangga tanggal 13 Februari 2015).

Dengan kondisi tempat tinggal yang cukup besar cenderung untuk membuat

keluarga kelas sosial menengah mampu untuk memberikan fasilitas berupa kamar pribadi

terhadap anak angkat mereka. Begitupun dengan fasilitas lain berupa pakaian-pakaian

yang bagus dan layak, cenderung untuk dapat dimiliki oleh anak angkat keluarga kelas

sosial menengah. Berbeda dengan fasilitas-fasilitas yang diberikan keluarga kelas sosial

bawah terhadap anak angkat mereka miliki. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu

infoman keluarga kelas sosial bawah yang berinisial AS selaku kepala keluarga,

menyatakan:

... Tidak, tidurnya ya di ruang tamu bareng-bareng karena rumahnya ngontrak cuma

ada 1 kamar dan 1 kamar mandi. Standar belinya juga di Masjid Jami‟ aja. (hasil

wawancara tanggal 19 Maret 2015).

Hal senada juga diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial bawah lainnya yang

berinisial IH, BR, dan IS yang masing-masing menyatakan:

... Ia anak saya satu kamar untuk berdua. Tidak biasanya saya membelikan pakaian

di pasar yang murah-murah. (hasil wawancara dengan IH selaku ibu rumah tangga

tanggal 18 Februari 2015).

... Bersama dan fasilitas tidak dibeda-bedakan. Tidak, standar dan tidak di bedakan

pakaiannya. (hasil wawancara dengan BR selaku kepala keluarga tanggal 30 Januari

2015).

... Ia saya kasih, tidurnya berdua sama anak saya maklum aja namanya ngontrak,

kamar ada 4 (1 ruang tamu, 1 kamar mandi, 2 kamar tidur). Saya dan suami

memberikan pakaian yang layak tapi tidak mahal yang penting bagus, sekarang dia

sudah bekerja, jadi bisa beli sendiri keinginan dia. (hasil wawancara dengan IS

selaku ibu rumah tangga tanggal 23 Maret 2015).

Page 54: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

45

Tidak memiliki tempat tinggal pribadi (ngontrak) membuat keluarga anak angkat

kelas sosial bawah tidak dapat memberikan fasilitas berupa kamar pribadi walaupun ada,

ditempatkan berdua dengan anak kandung yang mereka miliki dan tidak mampu untuk

memberikan fasilitas berupa pakaian yang “layak tapi tidak mahal,” sangat berbeda

dengan anak angkat dalam keluarga kelas sosial menengah yang mendapatkan fasilitas

itu semua.

Daftar ini yang menjadi alasan mengapa keluarga anak angkat di kelurahan Pondok

Pinang, Jakarta Selatan memiliki perbedaan satu sama lain dalam memberikan fasilitas

hidup. Perbedaan fasilitas hidup tidak terlepas daripada perbedaan “gaya hidup” yang

dimiliki keluarga anak angkat kelas masing-masing, meskipun dalam kelas sosial yang

sama. Kata “gaya hidup” memiliki pengertian yang sangat luas, gaya hidup tidak dapat

didefinisikan dengan salah satu budaya kelas sosial tertentu, menurut Harry M. Johnson,

bisa saja gaya hidup dalam kelas yang sama memiliki perbedaan gaya hidup satu dengan

lain (Harry M. Johnson. 1975:475).

Permasalahan fasilitas hidup yang dimiliki keluarga anak angkat di kelurahan

Pondok Pinang, Jakarta Selatan juga tidak terlepas daripada “uang saku” sehari-hari yang

menjadi ciri khas perbedaan gaya hidup anak angkat pada keluarga kelas sosial yang

berbeda-beda. Menurut hasil di lapangan, ditemukan bahwa anak angkat yang berada di

keluarga kelas sosial bawah cenderung untuk memiliki “uang saku” yang relatif kecil

dibadingkan dengan anak angkat yang berada pada keluarga kelas sosial menengah.

Jika nominal “uang saku” yang diberikan keluarga kepada anak angkat mereka

menjadi ukuran daripada gaya hidup, permasalahanya terletak pada usia anak angkat

yang relatif berbeda-beda antar keluarga kelas sosial yang satu dengan keluarga kelas

sosial lainnya. Untuk itu, penulis kategorikan berdasarkan usia yang sama anak angkat

dalam membandingkan perbedaan kelas sosial keluarga. Anak angkat yang memiliki usia

Page 55: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

46

delapan sampai dua belas tahun pada keluarga kelas bawah cenderung memperoleh

“uang saku” sekitar dua ribu rupiah sampai delapan ribu rupiah. Seperti apa yang

diungkapkan oleh informan keluarga anak angkat kelas sosial bawah yang berinisial AS

selaku kepala keluarga yang memiliki anak angkat bernama DA 11 tahun (lihat kembali

tabel I.F.4.1: 22) dan IH selaku ibu rumah tangga yang memiliki anak angkat bernama

CH usia 12 tahun, yang masing-masing menyatakan:

... Rp. 8.000,-(delapan ribu rupiah), saya bawain bekel lagi pula tidak naik

kendaraan umum untuk sekolah. (hasil wawancara tanggal 19 Maret 2015).

... Rp. 8.000,-(delapan ribu rupiah) untuk pergi sekolah, kalau pergi les saya tidak

memberi uang karena dekat. (hasil wawancara dengan IH tanggal 18 Februari 2015).

Hal senada juga diungkapakan oleh inisial BR selaku kepala keluarga (anak angkat

berinisial EW usia 9 tahun) yang menyatakan:

... Rp. 2.000,- atau Rp. 3.000,-(dua ribu rupiah atau tiga ribu rupiah), tergantung

rejekinya. (hasil wawancara dengan BR tanggal 30 Januari 2015).

Hal ini dipertegas pula oleh anak angkat BR yang berinisial EW, menyatakan:

… Rp. 2.000,- atau Rp. 3.000,- uang jajanya (hasil wawancara tanggal 09 Maret

2015).

Terlihat bahwa, meskipun terkadang memiliki usia yang tidak jauh berbeda namun

“uang saku” yang diperolah setiap anak angkat berbeda, hal ini tergantung dengan

kondisi finansial keluarga yang tidak menentu, begitupun dengan waktu pemberian

“uang saku” kepada anak angkat dikarenakan memiliki alasan selain daripada kondisi

finansial keluarga yang tidak menentu, seperti; menyiapkan makanan (bekel) untuk ke

sekolah, membedakan antara “uang saku” untuk sekolah dan bermain, agar anak tidak

boros (cepat habis) dalam pemakaian “uang saku”, dan tempat sekolah yang dekat

dengan tempat tinggal mereka.

Alasan yang sama juga terjadi pada keluarga anak angkat kelas sosial menengah.

Memberikan “uang saku” relatif tidak tetap, selalu berubah-ubah setiap harinya.

Page 56: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

47

Tergantung dengan kondisi finansial yang dialami keluarga mereka miliki. Seperti yang

diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial menengah yang berinisial IE selaku ibu

rumah tangga (anak angkat berinisial IK usia 10 tahun), menyatakan:

... Ya memberikan uang jajan sehari Rp. 10.000,-(sepuluh ribu rupiah), untuk

sekolah dan main, karena anaknya masih umur 10 tahun. Namun juga tidak

menentu, terkadang Rp.12.000,-atau lebih, kalau bapaknya dapet uang tambahan

kerja (lembur). (hasil wawancara tanggal 13 Februari 2015).

Tambahan penghasilan didapat oleh kepala keluarga mampu memberikan fasilitas

lebih kepada anak angkat mereka miliki berupa penambahan “uang saku”. Penambahan

“uang saku” yang diperoleh anak angkat dalam keluarga kelas sosial menengah

memberikan gaya hidup yang berbeda dengan anak angkat keluarga kelas sosial bawah

yang cenderung lebih kecil nominal “uang saku” yang diperoleh.

Mengenai liburan yang dilakukan keluarga dengan anak angkat yang mereka miliki.

Tempat berlibur disini yaitu pantai, dengan mengacu apa yang diungkapkan Cherlin J. A,

bahwa keluarga kelas atas cenderung untuk mampu menyediakan uang untuk berlibur ke

pantai, begitupun sama baiknya yang dilakukan keluarga kelas sosial menengah berbeda

dengan keluarga kelas pekerja dan keluarga kelas bawah (Cherlin J.A. 2002:115). Seperti

yang diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial menengah yang berinisial SK,

menyatakan:

... Pernah, ke pantai anyer bersama keluarga. (hasil wawancara tanggal 09 Maret

2015).

Hal ini pula dipertegas oleh salah satu anak angkat SK yang berinisial RK yang

menyatakan:

… Pernah (hasil wawancara tanggal 09 Maret 2015).

Meskipun keluarga anak angkat kelas menengah jarang, tapi tidak mengurangi kenyataan

bahwa keluarga kelas menengah mampu untuk menyediakan dan mengajak anak angkat

mereka untuk berlibur ke pantai kapanpun bersama keluarga.

Page 57: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

48

Berbeda dengan pernyataan yang diungkapkan oleh keluarga anak angkat kelas

sosial bawah yang tidak pernah melakukan rekreasi bersama keluarga dan anak angkat

yang mereka miliki untuk berlibur ke pantai, hanya waktu liburan tertentu dimanfaatkan

untuk berlibur mengunjungi tempat sanak saudara (pulang kampung) atau rekreasi ke

tempat terdekat rumah. seperti yang diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial

bawah berinisial AS, BR, dan IS yang masing-masing menyatakan:

... Tidak pernah. (hasil wawancara dengan AS selaku kepala keluarga tanggal 19

Maret 2015).

... Tidak, ketempat saudara atau sanak family. (hasil wawancara dengan BR selaku

kepala keluarga tanggal 30 Januari 2015).

... Tidak, kalau libur dirumah aja, pulang kampung setiap lebaran Idul Fitri. (hasil

wawancara dengan IS selaku ibu rumah tangga tanggal 23 Maret 2015).

Hal ini pula dipertegas oleh anak angkat keluarga kelas sosial bawah BR yang berinisial

EW yang menyatakan:

… Tidak pernah, sukanya kerumah saudara. (hasil wawancara tanggal 30 Januari

2015).

Perilaku sosial anak angkat yang dicerminkan dalam tingkah laku keseharian juga

terlihat mengenai tempat pemilihan sekolah. Konsepsi pemilihan sekolah disini, terlihat

dari kualitas dan kedudukan sekolah itu sendiri. Memang sangat sulit untuk mengukur

kualitas sekolah itu lebih baik atau tidak dari sekolah lain, hanya dengan observasi atau

pengamatan saja. Pada kenyataanya, keluarga anak angkat di kelurahan Pondok Pinang,

Jakarta Selatan memiliki pertimbangan tersediri dalam menentukan pemilihan sekolah

untuk anak angkat mereka miliki. Seperti apa yang diungkapkan oleh salah satu informan

keluarga anak angkat kelas sosial bawah yang berinisial IS selaku ibu rumah tangga,

menyatakan:

... SDN 04 petang, SMP YPUI, SMA Makarya, ya tentu. Tapi, karena kemampuan

anaknya kurang, jadi tidak dapet sekolah negeri terus, hanya SD. Tidak pernah

memasukan anak tersebut ke pendidikan non-formal. (hasil wawancara tanggal 23

Maret 2015).

Page 58: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

49

Hal senada juga diungkapakan oleh informan keluarga kelas sosial bawah lainnya yang

berinisial BR selaku kepala keluarga yang menyatakan:

... SDN 04 petang, kemauan anaknya sendiri untuk sekolah di SD, mengaji di TPA.

(hasil wawancara tanggal 30 Januari 2015).

Hal ini pula dipertegas oleh anak angkat keluarga kelas sosial bawah BR yang berinisial

EW yang menyatakan:

… SDN 04 Petang. Ia pilihan saya sendiri. (hasil wawancara tanggal 30 Januari

2015).

Dari terdeskripsikan di atas, bahwa keluarga kelas sosial bawah lebih

mempertimbangkan secara ekonomi dalam pemilihan sekolah, pilihan sendiri “kemauan

anak sendiri,” dan disesuaikan dengan kemampuan dan tidak memasukan anak angkat

mereka miliki untuk mengikuti pendidikan non-formal yang memerlukan biaya finansial

yang lebih.

Meskipun, pemilihan sekolah ditentukan dengan mempertimbangkan kualitas

sekolah, perbedaan terlihat daripada kemampuan memberikan pendidikan non-formal

yang dilakukan keluarga kelas sosial menengah dan keluarga kelas sosial bawah. Seperti

yang diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial menengah yang berinisial IE

selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... SDN 011 pagi dekat dengan rumah sama halnya dengan anak-anak warga sini,

dinilai kualitas terlebih dahulu sekolah saya yang pilih, saya takut anak tersebut

salah pergaulan. Saya ikutin les bahasa inggris yang diadakan oleh sekolahnya, dan

kalau sore hari anak saya paling belajar di Taman Pendidikan Al-qur‟an (TPA)

Allohughoyatuna dekat rumah. (hasil wawancara tanggal 13 Februari 2015).

Hal ini berbeda dengan diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial bawah yang

berinisial IS selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... SDN 04 petang, SMP YPUI, SMA Makarya, ya tentu. Tapi karena kemampuan

anaknya kurang, jadi tidak dapet sekolah negeri terus, hanya SD. Tidak pernah

memasukan anak tersebut ke pendidikan non-formal. (hasil wawancara tanggal 23

Maret).

Page 59: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

50

Jelas, kualitas pendidikan menjadi prioritas penting bagi keluarga kelas sosial

menengah bahwa bentuk pendidikan non-formal keluarga kelas sosial menengah

cenderung lebih baik dengan menyedikan fasilitas pengadaan “les diadakan sekolah”

dibandingkan dengan keluarga kelas sosial bawah yang “tidak pernah memasukan anak

tersebut ke pendidikan non-formal (les), perbedaan ini dikarenakan pendidikan non-

formal diluar kegiatan sekolah tersebut memerlukan biaya dan meskipun sekolah yang

dijalankan anak angkat keluarga kelas sosial bawah sama (sekolah dasar negeri pada

umunya) dengan keluarga kelas sosial menengah.

Adanya fasilitas hidup berupa; pakaian bagus dan layak, fasilitas kamar pribadi,

uang saku lebih, dan dapat berlibur ke pantai. Kesemua ini menjadi fasilitas hidup yang

dimiliki anak angkat keluarga kelas sosial menengah, sehingga membentuk gaya tingkah

laku yang berbeda daripada anak angkat pada keluarga kelas sosial bawah. Perbedaan

gaya tingkah laku (life style) ini, menurut Soerjono Soekanto tidak terlepas daripada

“gaya hidup” kelas sosial yang dimiliki, meskipun pada masyarakat kelas yang sama

(Didin Saripudin. 2010:74).

B. Peran Keluarga Dalam Memberikan Nilai-Nilai Sosialisasi Terhadap Anak

Angkat

Perilaku sosial anak angkat yang berbeda-beda dalam keluarga di kelurahan Pondok

Pinang, Jakarta Selatan tentu tidak lepas dari peran keluarga dalam pemeliharaan anak

angkat mereka miliki. Karena, keluarga merupakan awal dimana anak angkat belajar dan

menghabiskan waktu sehari-hari. Keluarga menjadi hal dasar pembentukan perilaku

sosial anak angkat, setiap tindakan perilaku anak sangat mencermikan keadaan keluarga

yang telah mendidik mereka.

Maka dari itu, nilai-nilai sosialisasi yang diberikan keluarga terhadap anak angkat

tergantung pada pola kelas sosial yang mereka miliki. Kelas sosial disini, meliputi

Page 60: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

51

keluarga anak angkat kelas sosial menengah dan keluarga kelas sosial bawah. Hubungan

mengenai kelas sosial terhadap nilai-nilai sosialisasi yang diberikan keluarga terhadap

anak angkat mereka, terlihat nilai-nilai orang tua pada kelas-kelas sosial tertentu

berbeda-beda, serta nilai-nilai sejarah yang didapat orang tua angkat dari generasi

sebelumnya ikut menentukkan perilaku sosial anak angkat tersebut.

1. Sosialisasi sebagai Dukungan dan Kontrol

Banyak cara yang dilakukan orang tua atau keluarga anak angkat di kelurahan

Pondok Pinang, Jakarta Selatan dalam memberikan nilai-nilai sosialisasi terhadap anak

angkat mereka miliki. Meskipun setiap anak angkat dibesarkan pada keluarga kelas

sosial yang berbeda. Pada kenyataanya, keluarga memberikan sosialisasi terhadap anak

angkat mereka miliki dengan dukungan emosional-cinta,”kekeluargaan” dan penerimaan

terhadap kehadiran anak tersebut dalam keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh

informan keluarga kelas sosial menengah yang berinisial IE dan NS yang masing-masing

menyatakan:

... Sangat bahagia, karena anak saya memiliki saudara untuk bermain di rumah

kebetulan saya punya anak perempuan jadi sepasang lah anaknya. (hasil wawancara

dengan NS selaku ibu rumah tangga tanggal 22 Maret 2015).

... Ia sangat bahagia karena anak tersebut membuat saya bahagia, karena saya juga

belum dikaruniakan seorang anak dari Allah, dulu saya pernah hamil tetapi bayi

yang ada didalam kandungan saya tidak berkembang, sehingga saya diambil bayinya

dari rahim atau “dikiret” sehingga saya tidak memiliki anak, dan saya mengangkat

anak tersebut dari keluarga saya. (hasil wawancara dengan IE selaku ibu rumah

tangga tanggal 13 Februari 2015).

Hal senada juga diungkapakan oleh informan keluarga kelas sosial bawah yang berinisial

IH, AS, dan BR yang masing-masing menyatakan:

... Bersama dan fasilitas tidak dibeda-bedakan. (hasil wawancara dengan BR selaku

kepala keluarga tanggal 30 Januari 2015).

... Ya nyaman, karena anak adalah titipan Allah dan saya senang merawatnya, ia

karena saya berkeinginan membantu adik saya. (hasil wawancara dengan IH selaku

ibu rumah tangga tanggal 18 Februari 2015 ).

Page 61: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

52

... Bahagia, saya angkat anak tersebut ia karena ibu kandungnya tidak ada di sini ini

suaminya yang menitipkan anaknya ke saya, ia kadang-kadang bapaknya main

kesini ngasih duit ke saya untuk anaknya. (hasil wawancara dengan AS selaku

kepala keluarga tanggal 19 Maret 2015).

Nilai-nilai penerimaan “bahagia”, “nyaman”, dan “tidak membedakan dengan anak

kandung” merupakan dukungan emosional yang menunjukkan aksi orang tua merawat

anak angkat yang mereka miliki. Memberikan dukungan emosional sebagai pilihan orang

tua, karena menurut mereka baik dalam memberikan kenyamanan kepada anak angkat

mereka miliki dalam keluarga, sesuai dengan pernyataan Cherlin J.A, bahwa salah satu

cara sosialisasi yang dapat dilakukan orang tua terhadap anak mereka, dengan

memberikan dukungan emosional-cinta, kehangatan, atau penerimaan untuk memberikan

kenyamanan dalam keluarga (Cherlin J.A. 2002:318).

Selain memberikan dukungan emosional-cinta, kehangatan, atau penerimaan

keluarga anak angkat di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, orang tua juga

melatih kontrol bersamaan dengan ancaman hukuman berkaitan dengan masalah

perubahan tingkah laku anak angkat yang kurang baik. Sehingga, diharapkan anak

tersebut mau mengikuti dan menjalankan sesuai yang diinginkan (Cherlin J.A.

2002:318). Untuk itu, dalam menjelaskan hal ini, penulis mengikuti pandangan Dianna

Baumrind, yang membedakan tiga gaya orang tua dalam memberikan dukungan dan

motivasi terhadap perilaku anak dalam keluarga, yaitu; authoritative style, permissive

style, dan authoritarian style.

a) Authoritative Style

Menurut Dianna Baumrind authoritative style yaitu; gaya memaksa orang tua

dengan menggambungkan dukungan emosional tetap tinggi dengan kontrol sedang.

Memberikan anak dengan kehangatan kemudian cinta yang kuat disiplin tetap. Tetapi

disiplin sama moderat atas dasar pilihan dan penjelasan daripada di atas penggunaan

hukuman fisik (Cherlin J.A. 2002:320). Begitupun sama yang dilakukan orang tua

Page 62: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

53

keluarga anak angkat di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan dalam memberikan

pelatihan kedisplinan, cara melatih kontrol, mendidik, dan membimbing agar anak

mengikuti sesuai dengan harapan orang tua, Seperti yang diungkapkan oleh informan

keluarga kelas sosial menengah yang berinisial SK selaku ibu rumah tangga,

menyatakan:

... Memasukanya ke pengajian serta sekolah Islam atau mengarahkan bersekolah di

sekolah negeri, menyuruh belajar dan mengulang pelajaran di rumah.

Menghukumnya, seperti dikurangi atau tidak memberikan uang jajan dan tidak

diberi makan, dengan hal seperti itu mereka akan sadar dan mengikuti aturan. (hasil

wawancara dengan SK tanggal 09 Maret 2015).

Hal senada juga diungkapakan oleh informan keluarga kelas sosial bawah yang berinisial

IH selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... Saya ajarin agar menuruti keinginan saya dan patuh terhadap ibu bapaknya, tidak

nakal, tidak merokok dan jangan keluar rumah kalau udah malam. (hasil wawancara

tanggal 18 Februari 2015).

Adanya bentuk kata seperti; larangan (tidak boleh), “menyuruh”, dan mengarahkan

sebagai dukungan emosional tetap tinggi dalam memberikan perintah (kontrol sedang)

untuk tidak; keluar rumah larut malam; belajar dan mengulang pelajaran di rumah;

larangan bergaul (tidak boleh bermain diluar rumah). Menjadi penjelasan yang

digunakan dalam memberikan kehangatan-cinta (tidak menggunakan fisik, hanya

menggunakan bahasa lisan), sehingga anak angkat tersebut menerima dan mengikuti dari

apa yang diperintahkan orang tua dalam keluarga.

b) Permissive Style

Merupakan gaya kebebasan yang dimiliki orang tua dalam memberikan dukungan

tetapi kurang melatih kontrol. lebih lanjut lagi, Diana Baumrind menyatakan dengan

gaya kebebasan orang tua seperti ini, anak tersebut pada akhirnya dituntut memiliki

kekayaan apa saja (Cherlin J.A. 2002:320). Seperti yang diungkapkan oleh informan

keluarga kelas sosial bawah yang berinisial IS dan BR yang masing-masing menyatakan:

Page 63: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

54

... Menegur aja, saya paling juga menegur tapi sambil contohin yang ada di TV (agar

dia seperti orang hebat yang ada di TV). (hasil wawancara dengan IS selaku ibu

rumah tangga tanggal 23 Maret 2015).

… Marahin aja, saya paling juga marah-marahin tapi sambil mencontohkan seperti

kakaknya yang sudah bekerja. (hasil wawancara dengan BR selaku kepala keluarga

tanggal 30 Januari 2015).

Hal senada juga diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial menengah yang

berinisial IE selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... Ya saya hanya menegur saja karena kan masih kelas 4 SD kalau dibilangin masih

ngelawan, namanya juga anak-anak. Namun, kalau ada masalah dia tidak sungkan

untuk bicara dengan saya. (hasil wawancara tanggal 13 Februari 2015).

Terlihat bahwa melatih kedisplilan setiap waktu dan memilih pergaulan yang baik

sebagai bentuk dukungan yang diberikan orang tua terhadap anak angkat mereka miliki.

Menjadikan dukungan nilai-nilai sosial yang diberikan dalam proses pembelajaran dan

pelatihan terhadap anak angkat, meskipun jika anak tersebut melanggar aturan yang

ditentukan orang tua, hanya “menegur saja”. Teguran ini, mengisyaratkan bahwa orang

tua kurang melatih kontrol dalam melatih, medidik, dan membimbing anak untuk mau

mengikuti aturan.

Artinya, dengan kurang melatih kontrol (menegur saja) merupakan suatu bentuk

gaya kebebasan yang dimiliki orang tua angkat dalam keluarga di Kelurahan Pondok

Pinang, Jakarta Selatan, pada akhirnya dituntut memiliki prestige dan priviledge (Cherlin

J.A:2002; William J. Goode:2007) dengan dicontohkan dalam ungkapan mengingkan

anak yang mereka miliki menjadi orang sukses (agar dia seperti orang hebat yang ada di

TV) daripada seperti kedua orang tuanya, dihormati dan dihargai orang lain dewasa

nanti.

c) Authoritarian Style

Merupakan gaya kekuasaan, orangtua menggabungkan dukungan rendah bersama

usaha di dalam mengontrol kekerasan anak dalam menjalankan konsistensi mereka tetapi

Page 64: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

55

tanpa hukuman kejam, dan memberikan substansi dukungan emosional (Cherlin J.A,

2002:320). Dukungan emosional disini, terlihat pada orang tua angkat dalam keluarga di

kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan dengan memberikan kasih sayang

“menggendong,” meskipun terlebih dahulu “memarahi” atas perilaku yang tidak

mengikuti perintah orang tua. Seperti yang diungkapkan oleh informan keluarga kelas

menengah yang berinisial NS selaku ibu rumah tangga, menyatakan:

... Saya kasih hukuman (tidak di belikan mainan mobil-mobilan) cara mendidiknya

ya di marahin dulu baru saya gendong. (hasil wawancara tanggal 22 Maret 2015).

Ungkapan perintah menjaga kedisiplinan (pake baju sendiri, pulang sekolah tepat

waktu) dan ketaatan setiap waktu (memberikan kabar kepada perihal terlambat pulang ke

rumah) yang dilakukan orang tua terhadap anak angkat mereka miliki dalam keluarga

kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Sebagai bentuk gaya kekuasan orang tua

menggabungkan dukungan rendah (hanya menanyakan tugas-tugas yang diberikan

sekolah), bersama usaha di dalam mengontrol kekerasan anak (tidak dibelikan mainan

mobil-mobilan) dalam menjalankan konsistensi mereka tanpa hukuman kejam, dan

memberikan “pelukan hangat”, “Menggendong”, dan mengikuti kenginan anak sebagai

substansi dukungan emosional (Cherlin J.A, 2002:320).

Penjelasan di atas, menunjukkan bahwa gaya memaksa, gaya kebebasan, dan

kekuasaan orang tua dalam memberikan nilai-nilai sosial (sosialisasi) terhadap anak

angkat mereka miliki dalam keluarga di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan

memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya. Perbedaan tidak terletak pada budaya

kelas tertentu, apakah itu gaya kekuasaan dimiliki kelas sosial menengah atau gaya

kebebasan dimiliki kelas sosial bawah, meskipun tidak terdapat keluarga kelas menengah

daripada gaya kebebasan. Esensi yang dapat ditemukan bahwa gaya memaksa, gaya

kebebasan, dan gaya kekuasaan yang dimiliki orang tua yang diberikan terhadap anak

angkat mereka miliki bukan tergantung pada kelas sosial keluarga yang mereka miliki,

Page 65: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

56

namun lebih kepada sosialisasi yang diberikan sebagai dukungan dan kontrol terhadap

perilaku sosial anak angkat tersebut.

2. Sosialisasi dan Kelas Sosial

Meskipun antara kelas sosial keluarga tidak berkaitan langsung dengan gaya orang

tua yang dimiliki, namun, nyatanya sosialisasi orang tua terhadap anak angkat dalam

keluarga di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan dilakukan berdasarkan pola

keluarga yang dimiliki. Cara dan isi sosialisasi yang diberikan tentu berbeda satu sama

lain dalam sebuah keluarga. Henslin terhadap kajian Kohn dan rekannya ditemukan

bahwa kelas sosial suatu keluarga memengaruhi cara dan isi sosialisasi dalam keluarga

(Damsar.2011:70: Cherlin J.A.2002:322).

Terkait antara kelas sosial dan sosialisasi ditentukan dengan pekerjaan ayah (kepala

keluarga). Meskipun masuk dalam kategorisasi keluarga kelas sosial bawah, namun ada

salah satu keluarga kelas sosial bawah yang laki-laki dewasa (suami/ayah) sebagai

kepala rumah dengan memiliki pekerja, seperti; karyawan swasta, lebih menanamkan

nilai-nilai kedisplinan yang tinggi dan kerapihan kepada anak angkat mereka miliki.

Seperti yang diungkapkan oleh informan keluarga kelas sosial bawah yang berinisial IS,

menyatakan:

... Kalau berteman cari yang baik jangan yang buruk, kalau sekarang kan dia sudah

bekerja di Pondok Indah jadi sales, karena dibawa juga sama tetangga anaknya

tinggi berangkat kerja pagi-pulangya jam 8-an biasanya, ya saya mengawasi

anaknya seperti; kalau bergaul jangan asal bergaul, jangan mengikuti perilaku temen

yang tidak baik, waktu dia masih sekolah pulang sekolah harus tepat waktu, jika

pulang terlambat harus kabari saya dulu dan beri alasan kenapa pulang terlambat.

(hasil wawancara tanggal 23 Maret 2015).

Hal ini, terlihat pada pekerjaan yang dimiliki orang tua yang cenderung

memerhatikan nilai-nilai konformitas seperti disiplin tepat waktu dan sejak dini, taat, dan

rapi, dan pada anak angkat mereka miliki, agar anak angkat mereka dapat

menginternalisasikan nilai ketaatan dari pengalaman hidup orang tua (parental values)

Page 66: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

57

dalam dunia kerja. Menurut Henslin karena pengalaman hidup, khususnya dalam

kaitannya dengan dunia kerja, dimana ketaatan terhadap aturan dalam prosedur kerja

sebagai kunci sukses atau keberhasilan dalam kehidupan (Damsar, 2011:71).

Oleh sebab itu, nilai ini dipandang penting untuk disosialisasikan dan

diinternalisasikan kepada anak angkat mereka agar generasi muda dapat mengikuti jejak

generasi tua. Berbeda dengan kelas sosial bawah, keluarga kelas sosial menengah

mengalami kenyataan bahwa kunci sukses atau keberhasilan kehidupan terletak pada

kemampuan pengambilan inisiatif dalam pekerjaan sehingga nilai seperti inilah yang

dipandang penting untuk diwariskan pada generasi berikutnya (historical Trends in

Social Class Value) (Damsar, 2011:71). Seperti yang diungkapkan oleh informan

keluarga kelas sosial menengah yang berinisial NS selaku ibu rumah tangga,

menyatakan:

... Ia selalu saya ajarin mana yang baik dan mana yang buruk dia kan masih kecil

belum tau apa-apa jadi saya hanya nasehati dan saya juga biasanya mencontohkan

kepada kakaknya biar dia melihat sendiri. (hasil wawancara tanggal 22 Maret 2015).

Dengan ungkapan “selalu saya ajarin mana yang baik dan mana yang buruk dan

biasanya mencotohkan kepada kakaknya biar dia melihat sendiri” cara yang dilakukan

orang tua keluarga kelas sosial menengah dalam memberikan motivasi dan penggunaan

nalar bagi anak angkat mereka ketimbangan ancaman dan hukuman fisik dalam

mengontrol perilaku sosial anak yang tidak mengikuti aturan orang tua. Oleh karena itu,

orang tua dari kelas menengah cenderung mengembangkan rasa ingin tahu, ekspresi diri,

dan pengendalian diri terhadap anak-anak mereka (Cherlin J.A. 2002:323).

C. Stratifikasi dan Anak Angkat dalam keluarga

Sesuai dengan apa yang terdeskripsikan di atas bahwa adanya perbedaan kelas sosial

pada keluarga anak angkat di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan merupakan salah

Page 67: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

58

satu gejala munculnya stratifikasi sosial. Konsepsi hubungan antara stratifikasi dan anak

angkat dalam keluarga di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan, bukan pada anak

angkat yang digolongkan ke dalam struktur sosial melainkan keluargalah yang

merupakan sistem stratifikasi dan mekanisme sosial yang memeliharanya (William J.

Goode. 2007:162), dimana kelas sosial keluarga berdampak pada cara dan isi sosialisasi

yang diberikan terhadap anak angkat yang mereka miliki sebagai proses belajar peran,

status, dan nilai yang diperlukan untuk partisipasi dalam institusi sosial. Adapun

sosialisasi yang dilakukan berdasarkan pola keluarga yang dimiliki karena nilai-nilai

sosialisasi inilah yang mereka terima dan mengerti.

Pada kasus ini, penyebab stratifikasi anak angkat dalam keluarga di kelurahan

Pondok Pinang, Jakarta Selatan terlihat dengan tidak adanya kesimbangan dalam

memberikan fasilitas kehidupan berupa; pendidikan, uang saku, kamar pribadi, pakaian

mewah, rekreasi ke pantai, yang diberikan keluarga terhadap anak angkat mereka miliki.

Tidak adanya keseimbangan memberikan fasilitas kehidupan disebabkan oleh kedudukan

kelas sosial keluarga anak angkat, dimana menurut Harry M Johnson (1973) dan William

J Goode (2007) bahwa kelas sosial sebuah keluarga mengidentifikasikan perilaku sosial

setiap individu yang ada didalamnya karena setiap anggota keluarga merasa sama

derajatnya dan merupakan bagian satu lainnya (1973:470; 2007:165).

Hal ini, terlihat pada keluarga anak angkat kelas sosial menengah di kelurahan

Pondok Pinang, Jakarta Selatan cenderung untuk memberikan fasilitas pendidikan yang

lebih dengan mengikutsertakan anak angkatnya les. Seperti yang diungkapkan oleh

informan keluarga kelas sosial menengah berinisial IE selaku ibu rumah tangga,

menyatakan:

... Saya ikutin les bahasa inggris yang diadakan oleh sekolahnya. Dan kalau sore hari

anak saya paling belajar di Taman Pendidikan Al-qur‟an (TPA) Allohughoyatuna

dekat rumah. (hasil wawancara tanggal 13 Februari 2015).

Page 68: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

59

Berbeda dengan yang diungkapkan oleh informan salah satu keluarga anak angkat kelas

sosial bawah berinisial IS selaku ibu rumah tangga yang menyatakan:

... Tidak pernah memasukan anak tersebut ke pendidikan non-formal. (hasil

wawancara tanggal 23 Maret 2015).

Pendidikan non-formal keluarga kelas sosial menengah cenderung lebih baik dengan

menyedikan fasilitas mengikuti les yang diadakan oleh sekolah, terlebih pada keluarga

kelas sosial bawah cenderung tidak mengikutsertakan anak angkat mereka les yang

diadakan sekolah, dikarenakan les tersebut memerlukan finansial yang tidak sedikit.

Dengan begitu, atas kelebihan fasilitas yang dimiliki anak angkat dalam keluarga kelas

sosial menengah dianggap memiliki kedudukan lebih tinggi daripada anak angkat pada

keluarga kelas sosial bawah yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki.

Menurut Pitrim A. Sorikin, Soerjono Soekanto, dan Hasan Sadilly mengatakan

selama pada masyarakat terdapat sesuatu yang dihargai maka hal itu akan menjadi bibit

yang menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis. Dimana, sesuatu yang berharga dalam

jumlah banyak maka akan dianggap memiliki kedudukan di lapisan atas. Bagi mereka

yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki sesuatu yang berharga maka

akan dipandang memiliki kedudukan rendah (Didin Saripudin. 2010:41).

Dengan demikian, fasilitas kehidupan yang lebih atas dasar kemampuan finansial

(bernilai ekonomis) keluarga anak angkat kelas sosial menengah memberikan kedudukan

sosial yang lebih tinggi bagi anak tersebut daripada anak angkat dalam keluarga kelas

sosial bawah. Munculnya stratifikasi anak angkat dalam keluarga di kelurahan Pondok

Pinang Jakarta Selatan merupakan konsekuensi logis dari beberapa faktor yang

berkenaan dengan perbedaan kekayaan keluarga yang dimiliki oleh orang tua angkat,

kedudukan orang tua angkat di masyarakat, pendidikan, dan profesi pekerjaan.

Dari daftar ini menjadi penjelas terjadinya permasalahan bentuk-bentuk stratifikasi

anak angkat dalam keluarga di kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Adanya nilai-

Page 69: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

60

nilai yang berharga secara ekonomis dilihat dari kekayaan, pendapatan, dan profesi

pekerjaan orang tua angkat dalam keluarga kelas sosial menengah, menempatkan

keluarga tersebut dalam kategorisasi lapisan sosial atas berdasarkan tingkat ekonomi

yang lebih besar daripada keluarga kelas sosial bawah. Menurut Hasan Sadily bahwa

tolak ukur bentuk stratifikasi berdasarkan kelas ekonomi adalah seberapa banyak

seseorang atau kelompok memiliki pendapatan atau kekayaan (Didin Saripudin.

2010:46).

Namun demikian, status sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka,

dalam arti, meskipun orang tua atau keluarga anak angkat kelas sosial menengah

mempunyai lebih banyak secara ekonomi daripada keluarga kelas sosial bawah, ada

kecenderungan bahwa dimana sistem stratifikasi ekonomi itu berdasarkan keberhasilan

individual yaitu anak angkat itu sendiri (William J. Goode. 2010:174). Meskipun anak

angkat yang di adopsi oleh keluarga kelas sosial menengah dengan serba berkecukupan

bahkan lebih, namun, tidak memiliki kemampuan dalam keahlian bidang pendidikan atau

lainnya, sewaktu-waktu dapat mengalami kemiskinan inteletual dan menyebabkan

kemiskinan secara ekonomi bagi anak tersebut. Sebaliknya, tidak mustahil anak angkat

yang berada pada keluarga kelas sosial bawah dapat mengubah nasibnya menjadi orang

kaya asal bersedia berusaha dalam meraih prestasi dalam bidang akademik.

Untuk itu, sesuai dengan hasil wawancara dan observasi peneliti, bahwa ditemukkan

pada keluarga kelas sosial menengah untuk berusaha semaksimal mungkin dalam proses

pengendalian anak angkat yang mereka miliki dalam mengatasi permasalahan penurunan

kelas sosial anggota keluarga yang terjadi nantinya dengan memberikan fasilitas yang

lebih berupa memasukan pendidikan non-formal atau les yang diadakan sekolah dan

pendidikan agama sebagai bekal agar nanti anak mereka mampu berprestasi dalam

bidang akademik dan memiliki kecerdasan spritual sehingga mampu mempertahankan

Page 70: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

61

dan bahkan lebih memiliki kekayaan, penghasilan, dan pekerjaan seperti yang dimiliki

orang tua atau keluarganya.

Page 71: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

62

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan penelitian di lapangan dapat disimpulkan bahwa penyebab

terjadi perbedaan perilaku anak angkat dari stratifikasi kelas sosial yang berbed dalam

keluarga di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan didasarkan pada faktor sebagai

berikut;

1. Kedudukan kelas sosial keluarga; dimana pada keluarga kelas sosial menengah,

kepala keluarga cenderung memiliki penghasilan per/bulan yang baik, pekerjaan

yang tetap, pendidikan yang baik dan seorang istri di keluarga kelas sosial

menengah sama baiknya dengan suami mereka dalam menghasilkan prestige dan

priviledge yang baik bagi keluarga. Berbeda dengan keluarga anak angkat kelas

sosial bawah dimana kepala keluarga dengan hanya memiliki pendidikan yang

tidak terlalu memadai dengan tidak memiliki pekerjaan yang tetap (bekerja sebagai

buruh), tidak memiliki pendapatan yang tetap, sehingga keterbatasan dalam

memenuhi kebutuhan keluarga.

2. Pengendalian keluarga; dimana pada keluarga kelas sosial menengah memiliki

kemampuan untuk memasukan anak angkat mereka miliki les yang diadakan

sekolah dan tambahan pendidikan non-formal yaitu pendidikan agama. Berbeda

dengan keluarga kelas bawah yang cenderung tidak dapat menyediakan pendidikan

tambahan untuk anak mereka, meskipun demikian, keluarga anak angkat kelas

sosial bawah dapat memberikan pengawasan secara maksimal terkait dengan

pengedalian perilaku sosial keseharian yang dijalankan anak angkat mereka miliki.

Page 72: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

63

3. Gaya Hidup; dimana pada keluarga kelas sosial menengah dapat mengajak anak

angkat mereka berlibur ke pantai, dapat memberikan fasilitas berupa kamar

pribadi, dan dapat membelikan kendaraan roda dua untuk anak angkat yang mereka

miliki. Berbeda dengan keluarga anak angkat kelas sosial bawah yang cenderung

tidak dapat menyediakan fasilitas-fasilitas tertentu kepada anak angkat mereka

miliki, seperti apa yang diberikan oleh keluarga anak angkat kelas sosial

menengah.

Selanjutnya, Sosialisasi yang diberikan keluarga terhadap anak angkat dilakukan

berdasarkan pola keluarga yang dimiliki. Sehingga, muncul perbedaan mengenai

pemberian motivasi dan dukungan yang diberikan keluarga terhadap anak angkat pada

keluarga kelas sosial yang berbeda. Ada tiga bentuk gaya yang digunakan keluarga anak

angkat di kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan, yaitu: pertama, gaya memaksa

(authoritative style), orang tua cenderung “melarang”, “menyuruh”, dan mengarahkan

sebagai dukungan emosional tetap tinggi dalam memberikan perintah untuk tidak; keluar

rumah larut malam; belajar dan mengulang pelajaran di rumah. Menjadi penjelasan yang

digunakan dalam memberikan kehangatan-cinta, sehingga anak angkat tersebut menerima

dan mengikuti dari apa yang diperintahkan orang tua dalam keluarga.

Kedua, pada keluarga yang memiliki gaya kebebasan cenderung kurang melatih

kontrol, pada akhirnya dituntut memiliki kekayaan apa saja dengan dicontohkan dalam

ungkapan menginginkan anak yang mereka miliki menjadi orang sukses daripada seperti

kedua orang tuanya, dihormati dan dihargai orang lain dewasa nanti. Terakhir, untuk

keluarga yang memiliki gaya kekuasaan, orang tua cenderung memberikan perintah

menjaga kedisiplinan dan ketaatan setiap waktu sebagai dukungan rendah dalam

mengontrol kekerasan anak dan menjalankan konsistensi mereka tanpa hukuman kejam,

Page 73: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

64

dan memberikan “pelukan hangat”, “Menggendong”, dan mengikuti kenginan anak

sebagai substansi dukungan emosional.

Begitupun mengenai masalah sosialisasi dan kelas sosial dilakukan berdasarkan pola

keluarga yang dimiliki. Terlihat, pada keluarga anak angkat kelas sosial bawah orang tua

yang cenderung memerhatikan nilai-nilai konformitas seperti disiplin tepat waktu dan

sejak dini, taat, dan rapi, agar anak angkat mereka dapat menginternalisasikan nilai

ketaatan dari pengalaman hidup orang tua (parental values) dalam dunia kerja. Berbeda

pada keluarga kelas sosial menengah mengalami kenyataan bahwa kunci sukses atau

keberhasilan kehidupan terletak pada kemampuan pengambilan inisiatif seperti; ungkapan

“Ia selalu saya ajarin mana yang baik dan mana yang buruk dan biasanya mencontohkan

kepada kakaknya biar dia melihat sendiri” cara yang dilakukan orang tua keluarga kelas

menengah dalam memberikan motivasi dan penggunaan nalar bagi anak angkat mereka

ketimbangan ancaman dan hukuman fisik dalam mengontrol perilaku sosial anak yang

tidak mengikuti aturan orang tua. Nilai ini dipandang penting untuk disosialisasikan dan

diinternalisasikan kepada anak angkat mereka agar generasi muda dapat mengikuti jejak

generasi tua.

B. Saran

Penelitian lapangan mengenai stratifikasi anak angkat dalam keluarga di kelurahan

Pondok Pinang Jakarta Selatan mempunyai beberapa saran sebagai berikut:

Pertama, pada keluarga kelas bawah meskipun tidak mampu memberikan sesuatu

yang bernilai lebih dalam hal memberikan fasilitas hidup, agar senantiasa selalu merawat

dan menjaga anak angkat yang dimiliki, tumbuh dan perkembang dengan baik terutama

perihal dengan pendidikan. Karena pendidikan sangat penting untuk bekal kehidupan anak

angkat yang dimiiki pada dewasa nanti agar kehidupan anak tersebut lebih baik dan

berguna bagi keluarga dan bangsa.

Page 74: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

65

Kedua, bagi para keluarga anak angkat baik keluarga kelas sosial menengah dan

keluarga kelas sosial bawah untuk lebih dioptimalkan perihal pengangkatan anak secara

hukum yang sah. Dengan adanya legitimasi hukum secara sah, tentu keluarga yang

memiliki anak angkat lebih diupayakan dalam segala bentuk tanggung jawab dan

perawatan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dan peneliti, berharap

nantinya, ada penelitianya selanjutnya mengenai stratifikasi anak angkat dalam keluarga

ditinjau dalam aspek tingkat keberagamaan dengan pendekatan sosiologi agama..

Selanjutnya, untuk stackholder seperti instansi pemerintah kelurahan Pondok Pinang

Jakarta Selatan beserta jajaran di tingkat wilayah rukun warga dan rukun tetangga, untuk

diperhatikan masalah keberadaan anak angkat dalam keluarga. Diperlukan pembukuan

yang jelas mengenai siap saja keluarga yang memiliki anak angkat (adopsi), sehingga

persentasi jumlah kesuluruhan anak angkat di tingkat rukun tetangga, rukun warga, sampai

dengan kelurahan jelas. Dan tambahan, agar pemerintah setempat khususnya yang

berwenang dalam hal proses pengesahaan anak angkat untuk bisa menyediakan sarana dan

prasarana dalam pengurusan administratif dan memberikan sosialisasi mengenai

mekanisme pengangkatan anak angkat.

Page 75: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif .—Ed. 1, Cet. 3.—Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.

Cherlin. 2002. Public and Private Families: An Introduction. New York: McGraw-Hill.

112-349

Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana: 65-91

Giddens, 1997. Sociology. h. 140-141

Goode, William J. 2007. The Family. Penerjemah. Dra. Lailahanoum Hasyim. Cet.ke-7.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kartasapoetra, G & Hartini. 2007. Kamus Sosiologi dan kependudukan. Jakarta: PT

Bumi Aksara

Koentjaraningrat . 1985. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. (redaksi)

Koentjaraningrat., Cet. 7.—Jakarta: PT Gramedia.129-155

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern,.terj:

Alimandan..-ed.6-- Cet.ke-4-- Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 117-121.

Saripudin, Didin. 2010. Interpretasi Sosiologi dalam Pendidikan. Bandung: Karya Putra

Darwati: 41-65.

Soehartono, Irawan DR. 1995.Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainya., Cet.8--Bandung: PT Remaja

Rosdakarya:57-62.

Johnson, Harry M. 1973.Sociology: A Syatematic Introduction. ed.4--New York: Allied

Publishers private Ltd:467-485.

INTERNET

Balaati, Dessy.2013.”Prosedur Dan Penetapan Anak Angkat Di Indonesia.”Journal

UNSRAT Vol. 1, 1:00-00. Diunduh 26 Maret 2014

(http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/pdf)

Indra, Ida Bagus. 2006.” Kedudukan Anak Angkat Yang Berasal Dari Anak Saudara

Kandung Menurut Hukum Adat di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar

xi

Page 76: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Propinsi Bali.” Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Diunduh 1 April 2014

(http://eprints.undip.ac.id/17799/pdf)

Kartiningrum, Novi. 2008.” Implementasi Pelaksana Adopsi Anak Dalam Perspektif

Perlindungan Anak (Studi di Semarang dan Surakarta).“Masters thesis, Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro. Diunduh 1 April 2014

(http://eprints.undip.ac.id/18419/pdf)

Katidjan, Yulyanti. 2013.”Hak Dan Kedudukan Anak Angkat terhadap Harta Warisan

Di Masyrakat Minahasa.”Journal UNSRAT Vol.1, 3:00-00. Diunduh 1 April 2014

(http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/pdf)

JURNAL

Forner, Anne. 1978. “Age Stratification and Changing Family.” American Journal Of

Sociology, Vol.84: The University Of Chicago Press. Diunduh 24 Februari 2015

(http://www.jstor.org/stable/3083232)

Alexander, Jack. 1975. “A Note Concerning Research on the Relation Between

Stratification and the Family in Caribbean .” Caribbean Studies, Vol.15: Institute

of Caribbean Studies, UPR, Rio Piedras Campus. Diunduh 24 Februari 2015

(http://www.jstor.org/stable/25612679)

Barth, Ernest A. T. and Walter B. Watson.1967. “Social Stratification and the Family in

Mass Society.” Social Forces, Vol.45, No.3: Oxford University Press. Diunduh 24

Februari 2015

xii

(http://www.jstor.org/stable/2575198)

Page 77: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Identitas Diri:

Nama : SK (istri)

Tempat, Tanggal Lahir : Madiun, 06 Juli 1956

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama Suami : HM

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 24 April 1959

Pekerjaan : Mubaligh

Jumlah, Nama Anak Angkat : 3 (tiga), AP (usia 22 tahun), RK (usia 20 tahun),

NH (usia 19 tahun)

Alamat : JL. Pondok Pinang No.75, IV RT.011 RW.02

Tanggal Wawancara : 09 Maret 2015

1. Apakah ibu/bapak memiliki kekayaan ?

Ia memiliki usaha kontrakan, merupakan harta warisan dari orang tua

suami saya.

2. Berapa jumlah penghasilan ibu/bapak sebulan?

Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah), ia kadang cukup kadang tidak, karena

membiayai anak angkat saya untuk kuliah, dan membeli kebutuhan sehari-

hari untuk anak kandung saya dan cucu saya.

3. Apa pendidikan terakhir ibu dan bapak ?

Saya SLTA (istri) suami SLTA. Saya kursus menjahit, memandikan orang

meninggal dan suami saya juga pernah ikut pelatihan memandikan

jenazah dari orang tua-nya.

4. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi jiwa?

Tidak punya atau tidak memiliki asuransi jiwa baik dari pribadi saya

maupun keluarga saya, karena suami saya tukang mandiin orang mati aja,

saling menjaga diri dengan baik.

5. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi kesehatan ?

Keluarga kami memiliki BPJS yang bayar untuk saya dan suami saya,

sedangkan kalau anak angkat saya baru mau saya buatin atau tidak

memiliki sekarang.

6. Apakah anda merasa nyaman atau bahagia dengan kehadiran anak angkat di keluarga

anda, Apakah benar anda mengangkat anak karena kemauan sendiri, apa alasanya?

Merasa nyaman karena saya rawat dari kecil dari adik kandung saya meninggal

dan menitipkan kepada saya sebelum meninggal.

7. Apakah, keluarga besar, dan lingkungan mengetahui anda memiliki anak angkat,

pernakah keluarga besar atau masyarakat mempertentangkan akan hal ini ?

Page 78: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Mengetahui, tidak mempertangkan karena keluarga sudah tau dan tetangga

juga mengetahui karena saya tidak menutupi-nutupi hal ini kalau mereka bukan

anak saya, saya tidak memiliki surat karena mereka keponakan saya.

8. Dimanakah anda memasukan pendidikan sekolah formal anak angkat anda ?

AP, di MAN 11 dulu SMA-nya sekarang di UIN kuliah, RK di SMAN 108,

sekarang di UIN kuliahnya, dan NH di SMAN 7 SMA-nya sekarang di UIN

juga, ia saya masukan anak angkat saya di TPA ALLOHUGOYATUNA

waktu kecil.

9. Berapa jumlah uang yang anda berikan per/hari kepada anak angkat anda ?

Rp. 25.000,-(dua puluh lima ribu rupiah)

10. Apakah bapak/ibu menghabiskan liburan dengan berlibur bersama keluarga anda ?

Pernah, ke pantai anyer bersama keluarga tapi saya lupa kapan gitu, kalau yang

baru-baru mah saya bulan kemaren ke Madiun kampung kelahiran saya cuman

AP aja yang tidak ikut karena KKN katanya.

11. Apa anda memberikan fasilitas berupa kamar pribadi kepada anak angkat dalam keluarga

anda ?

Iya memberikan bekas kamar anak saya yang sudah nikah.

12. Apakah anda membelikan pakaian-pakaian yang bagus dan mahal, serta fasilitas-fasilitas

lainnya kepada anak angkat anda?

Ia, saya memberikan motor untuk NH dan kedua kakanya naik kendaraan

umum.

13. Apakah anda memberikan motivasi kepada anak angkat anda, dalam segala hal

terkait permasalah proses pembelajaran anak ?

Iya, kadang memarahi atau memberi contoh yang baik untuk dilakukan

anak-anak angkat saya atau memberikan hukuman jika mereka

melakukan kesalahan.

14. Bagaimana cara anda memberikan pelatihan kedisplinan kepada anak angkat anda?

Memasukkanya ke pengajian serta sekolah islam atau mengarahkan

bersekolah di sekolah negeri, menyuruhnya belajar dan mengulang

pelajaran dirumah.

15. Jika anak angkat anda tidak mau mengikuti aturan dan perintah anda dalam proses

pembelajaran dan pelatihan mengenai nilai-nilai sosial yang anda berikan,

bagaiman cara anda melatih, mendidik, dan membimbing agar anak tersebut mau

mengikuti ?

Page 79: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Menghukumnya, seperti dikurangi atau tidak memberikan uang dan tidak

diberi makan, dengan hal seperti itu mereka akan sadar dan mengikuti

aturan.

Page 80: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Identitas Diri:

Nama : NS (istri)

Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 09 Januari 1973

Pekerjaan : karyawan swasta

Nama Suami : RS

Tempat, Tanggal Lahir : Purwokerto, 26 Januari 1966

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Jumlah, Nama Anak Angkat : 1 (satu), MA (usia 4 tahun)

Alamat : JL. Pondok Pinang RT.07 RW.02

Tanggal Wawancara : 22 Maret 2015

1. Apakah ibu/bapak memiliki kekayaan ?

Ia harta warisan dari ibu saya hasil jual sawah di kampung setelah saya

menikah, dahulu saya belum mendapatkan kerjaan jadi ibu kandung saya

memberikan uang hasil jual sawah kepada saya untuk membeli atau

mengontrak rumah di jakarta.

2. Berapa jumlah penghasilan ibu/bapak sebulan?

Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah) per/bulan (istri) kerja di bank swasta, Rp.

3.000.000,-(tiga juta rupiah) per/bulan (suami) karyawan swasta. Ia

alhadulillah sangat cukup sekali untuk hidup.

3. Apa pendidikan terakhir ibu dan bapak ?

D3 (suami), S1 (istri) pernah kursus membuat kripik apel di kampung.

4. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi jiwa?

Ia saya mempunyai asuransi jiwa dari kantor, kalau keluarga saya sakit

saya kasih obat dahulu kalau masih belum sembuh juga baru saya bawa ke

mantri.

5. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi kesehatan ?

Keluarga kami memiliki BPJS Kesehatan, yang dengan adanya asuransi

kesehatan ini, saya dan keluarga saya rutin untuk memeriksakan

kesehatan ke puskesmas.

6. Apakah anda merasa nyaman atau bahagia dengan kehadiran anak angkat di keluarga

anda, Apakah benar anda mengangkat anak karena kemauan sendiri, apa alasanya?

Sangat bahagia, karena anak saya memiliki saudara untuk bermain di rumah

kebetulan saya punya anak perempuan jadi sepasang lah anaknya.

7. Apakah, keluarga besar, dan lingkungan mengetahui anda memiliki anak angkat,

pernakah keluarga besar atau masyarakat mempertentangkan akan hal ini ?

Sangat setuju, dan tidak mempertentangkan saya tidak punya surat untuk

adopsi anak, soalnya masih saudara saya sendiri jadi percaya saja keluarga dan

warga tentang anak tersebut.

Page 81: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

8. Dimanakah anda memasukan pendidikan sekolah formal anak angkat anda ?

Di TPA. ALLOHUGHOYATUNA aja ngajinya

9. Berapa jumlah uang yang anda berikan per/hari kepada anak angkat anda ?

Rp. 5.000,-(Lima ribu rupiah), buat nabung di pengajian

10. Apakah bapak/ibu menghabiskan liburan dengan berlibur bersama keluarga anda ?

Ia biasanya sekeluarga liburan ke Malang sekalian pulang kampung

11. Apa anda memberikan fasilitas berupa kamar pribadi kepada anak angkat dalam keluarga

anda ?

Ia, saya berikan biar anaknya tidak bermain di luar, punya mainan sendiri, alat

musik.

12. Apakah anda membelikan pakaian-pakaian yang bagus dan mahal, serta fasilitas-fasilitas

lainnya kepada anak angkat anda?

Ia di beliin pakaian yang bagus biar dekat dengan saya, memiliki kamar sendiri.

13. Apakah anda memberikan motivasi kepada anak angkat anda, dalam segala hal

terkait permasalah proses pembelajaran anak ?

Ia selalu saya ajarin mana yang baik dan mana yang buruk dia kan masih

kecil belum tau apa-apa jadi saya hanya nasehati dan saya juga biasanya

mencontohkan kepada kakaknya biar dia melihat sendiri.

14. Bagaimana cara anda memberikan pelatihan kedisplinan kepada anak angkat anda?

Ia kalau dia mengaji biasanya saya suruh pakai baju sendiri, mandi

sendiri, iqro di taro di dalam tas, paling saya hanya mengecek dan

menanyakan tugas yang di kasih oleh ibu gurunya.

15. Jika anak angkat anda tidak mau mengikuti aturan dan perintah anda dalam proses

pembelajaran dan pelatihan mengenai nilai-nilai sosial yang anda berikan,

bagaiman cara anda melatih, mendidik, dan membimbing agar anak tersebut mau

mengikuti ?

Saya kasih hukuman (tidak di belikan mainan mobil-mobilan) cara

mendidiknya ya di marahin dulu baru saya gendong.

Page 82: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Identitas Diri:

Nama Suami : BR (suami)

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Oktober 1965

Pekerjaan : buruh

Nama Istri : IN

Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 16 Mei 1973

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Jumlah, Nama Anak Angkat : 1 (satu), EW (usia 8 tahun)

Alamat : JL. Pondok Pinang IV RT.011 RW.02

Tanggal Wawancara : 30 Januari 2015

1. Apakah ibu/bapak memiliki kekayaan ?

Tidak, memang tidak ada yang diwariskan ke saya atau istri, miskin

memang dari orang tua dan buat makan aja susah.

2. Berapa jumlah penghasilan ibu/bapak sebulan ?

500rb sampai 1 jutaan, sangat minim kalau ada kerjaan tapi kita harus

bersyukur saja karena tuhan yang memberikan rezeki.

3. Apa pendidikan terakhir ibu dan bapak ?

Ibu (SD) bapak (SMA), pernah khursus menjahit dulu.

4. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi jiwa?

Tidak memiliki asuransi jiwa baik pribadi saya maupun keluarga saya,

waktu jam main harus di jaga oleh orang tua.

5. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi kesehatan ?

Keluarga kami memiliki BPJS Kesehatan gratis, menjaga kesehatan jajan

atau makanannya jangan sampai sakit.

6. Apakah anda merasa nyaman atau bahagia dengan kehadiran anak angkat di keluarga

anda, Apakah benar anda mengangkat anak karena kemauan sendiri, apa alasanya?

Nyaman dan berkah, semenjak ibunya sakit menitipkan anaknya kepada

adiknya di Jakarta.

7. Apakah, keluarga besar, dan lingkungan mengetahui anda memiliki anak angkat,

pernakah keluarga besar atau masyarakat mempertentangkan akan hal ini ?

Ia mengetahui dan tidak mempertentangkan dan saya juga tidak memiliki surat-

surat perjanjian.

8. Dimanakah anda memasukan pendidikan sekolah formal anak angkat anda ?

SDN 04 petang, kemauan anaknya sendiri untuk sekolah di SD, mengaji di

TPA.

9. Berapa jumlah uang yang anda berikan per/hari kepada anak angkat anda ?

Rp. 2.000,- atau Rp. 3.000 (dua ribu rupiah atau tiga ribu rupiah), tergantung

rejekinya.

10. Apakah bapak/ibu menghabiskan liburan dengan berlibur bersama keluarga anda ?

Page 83: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Tidak, ketempat saudara atau sanak family

11. Apa anda memberikan fasilitas berupa kamar pribadi kepada anak angkat dalam keluarga

anda ?

Bersama dan fasilitas tidak dibeda-bedakan.

12. Apakah anda membelikan pakaian-pakaian yang bagus dan mahal, serta fasilitas-fasilitas

lainnya kepada anak angkat anda?

Tidak, standar dan tidak di bedakan pakaiannya.

13. Apakah anda memberikan motivasi kepada anak angkat anda, dalam segala hal

terkait permasalah proses pembelajaran anak ?

Belajar sendiri, larangan bergaul kalau dia tidak baik jangan diikuti, boleh

kasar dengan anak tapi mengikuti perkembangan anak tersebut.

14. Bagaimana cara anda memberikan pelatihan kedisplinan kepada anak angkat anda?

Pasti, baju sekolah harus di ganti dulu sebelum mau main.

15. Jika anak angkat anda tidak mau mengikuti aturan dan perintah anda dalam proses

pembelajaran dan pelatihan mengenai nilai-nilai sosial yang anda berikan,

bagaiman cara anda melatih, mendidik, dan membimbing agar anak tersebut mau

mengikuti ?

Marahin aja, saya paling juga marah-marahin tapi sambil mencontohkan

seperti kakaknya yang sudah bekerja.

Page 84: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Identitas Diri:

Nama : AS (suami)

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Mei 1960

Pekerjaan : Buruh

Nama Istri : SG (istri)

Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 10 November 1965

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Jumlah, Nama Anak Angkat : 1 (satu), DA (usia 11 tahun)

Alamat : JL.Gg.Aqua RT.011 RW.02

Tanggal Wawancara : 19 Maret 2015

1. Apakah ibu/bapak memiliki kekayaan ?

Tidak punya apa-apa.

2. Berapa jumlah penghasilan ibu/bapak sebulan?

Ia ga menentu mba kadang Rp, 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) atau

Rp.700.000,-(tujuh ratus ribu), cukup untuk kebutuhan keluarga baik

kebutuhan sehari-hari ataupun pendidikan anak.

3. Apa pendidikan terakhir ibu dan bapak ?

Saya tidak bersekolah, sedangkan istri Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kami tidak pernah memiliki pendidikan non-formal di luar daripada

pendidikan formal dikarenakan keterbatasan biaya.

4. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi jiwa?

Tidak berdoa aja.

5. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi kesehatan ?

BPJS Kesehatan gratis,ia saya bawain bekel aja palingan buat dia makan

di sekolah.

6. Apakah anda merasa nyaman atau bahagia dengan kehadiran anak angkat di keluarga

anda, Apakah benar anda mengangkat anak karena kemauan sendiri, apa alasanya?

Bahagia, saya angkat anak tersebut ia karena ibu kandungnya tidak ada di sini

ini suaminya yang menitipkan anaknya ke saya, ia kadang-kadang bapaknya

main kesini ngasih duit ke saya untuk anaknya

7. Apakah, keluarga besar, dan lingkungan mengetahui anda memiliki anak angkat,

pernakah keluarga besar atau masyarakat mempertentangkan akan hal ini ?

Ia mengetahui, tidak ada yang mempertentangkan saya bantu aja sebisa saya.

8. Dimanakah anda memasukan pendidikan sekolah formal anak angkat anda ?

Paud, MI.Al- Khairiyah, Madrasah Tsanawiyah Nurussalam.

9. Berapa jumlah uang yang anda berikan per/hari kepada anak angkat anda ?

Rp. 8.000,-(delapan ribu rupiah), saya bawain bekel lagi pula tidak naik

kendaraan umum untuk sekolah.

10. Apakah bapak/ibu menghabiskan liburan dengan berlibur bersama keluarga anda ?

Page 85: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Tidak pernah.

11. Apa anda memberikan fasilitas berupa kamar pribadi kepada anak angkat dalam keluarga

anda ?

Tidak, tidurnya ya di ruang tamu bareng-bareng karena rumahnya ngontrak

cuma ada 1 kamar dan 1 kamar mandi.

12. Apakah anda membelikan pakaian-pakaian yang bagus dan mahal, serta fasilitas-fasilitas

lainnya kepada anak angkat anda?

Standar belinya juga di Masjid Jami’ aja.

13. Apakah anda memberikan motivasi kepada anak angkat anda, dalam segala hal

terkait permasalah proses pembelajaran anak ?

Belajar sendiri

14. Bagaimana cara anda memberikan pelatihan kedisplinan kepada anak angkat anda?

Pasti saya ajarin kalau jadi anak perempuan jangan jorok sepatu di taruh

pada tempatnya baju ditaruh pada tempatnya juga.

15. Jika anak angkat anda tidak mau mengikuti aturan dan perintah anda dalam proses

pembelajaran dan pelatihan mengenai nilai-nilai sosial yang anda berikan,

bagaiman cara anda melatih, mendidik, dan membimbing agar anak tersebut mau

mengikuti ?

Marahin aja.

Page 86: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Identitas Diri:

Nama : IE (istri)

Tempat, Tanggal Lahir : Ciamis, 17 September 1985

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama Suami : WA

Tempat, Tanggal Lahir : Solo, 14 Maret 1973

Pekerjaan : karyawan Swasta

Jumlah, Nama Anak Angkat : 1 (satu), IK (usia 10 tahun)

Alamat : JL. Kramat III No.102, RT.001 RW.02

Tanggal Wawancara : 13 Februari 2015

1. Apakah ibu/bapak memiliki kekayaan ?

Ia, sawah dan tanah kebun milik mertua saya dari suami soalnya suami

saya anak laki satu-satunya, sisanya saudaranya perempuan tiga.

2. Berapa jumlah penghasilan ibu/bapak sebulan?

Rp, 5.000.000,- (lima juta rupiah), sangat cukup untuk kebutuhan keluarga

baik kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan pendidikan anak.

3. Apa pendidikan terakhir ibu dan bapak ?

Pendidikan saya (ibu) Sekolah Dasar (SD), sedangkan suami saya lulusan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Namun kami tidak memiliki

pendidikan non-formal di luar daripada pendidikan formal.

4. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi jiwa?

Memiliki asuransi jiwa dari kantor pribadi saya, namun untuk keluarga

saya istri maupun anak tidak ada asuransi jiwa, untuk menjaga

keselamatan keluarga dan pribadi saya, saling menjaga diri dengan baik,

kita tidak memiliki pengawai ataupun security keamanan rumah.

5. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi kesehatan ?

Istri dan anak saya BPJS kesehatan, bayar tiap bulan.

6. Apakah anda merasa nyaman atau bahagia dengan kehadiran anak angkat di keluarga

anda, Apakah benar anda mengangkat anak karena kemauan sendiri, apa alasanya?

Ia sangat bahagia karena anak tersebut membuat saya bahagia, karena saya

juga belum dikaruniakan seorang anak dari Allah, dulu saya pernah hamil

tetapi bayi yang ada didalam kandungan saya tidak berkembang, sehingga saya

diambil bayinya dari rahim atau “dikiret” sehingga saya tidak memiliki anak,

dan saya mengangkat anak tersebut dari keluarga saya.

7. Apakah, keluarga besar, dan lingkungan mengetahui anda memiliki anak angkat,

pernakah keluarga besar atau masyarakat mempertentangkan akan hal ini ?

Ia semua keluarga saya mengetahui dan terima dan tidak ikut campur dalam

keluarga saya dan saya juga yang menerima resikonya sendiri kalau terjadi

Page 87: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

masalah. Jadi tidak ada yang mempertentangkan saya memiliki anak angkat.

Kalau surat kuasa hak asuh saya tidak punya.

8. Dimanakah anda memasukan pendidikan sekolah formal anak angkat anda ?

SDN 011 pagi dekat dengan rumah sama halnya dengan anak-anak warga

sini, dinilai kualitas terlebih dahulu sekolah saya yang pilih, saya takut

anak tersebut salah pergaulan. Saya ikutin les bahasa inggris yang

diadakan oleh sekolahnya. Dan kalau sore hari anak saya paling belajar di

Taman Pendidikan Al-qur’an (TPA) Allohughoyatuna dekat rumah.

9. Berapa jumlah uang yang anda berikan per/hari kepada anak angkat anda ?

Ya memberikan uang jajan sehari Rp. 10.000,-(sepuluh ribu rupiah), untuk

sekolah dan main, karena anaknya masih umur 10 tahun. Namun juga tidak

menentu, terkadang Rp. 12.000,-atau lebih, kalau bapaknya dapet uang

tambahan kerja (lembur).

10. Apakah bapak/ibu menghabiskan liburan dengan berlibur bersama keluarga anda ?

Ia kalau libur setelah ulangan/ testing selesai, saya berlibur ke kebun binatang

aja.

11. Apa anda memberikan fasilitas berupa kamar pribadi kepada anak angkat dalam keluarga

anda ?

Tentu saja, karena dirumah saya ada 3 kamar, 1 kamar buat saya dan suami, 1

kamar buat anak tersebut, dan 1 kamar lagi masih kosong.

12. Apakah anda membelikan pakaian-pakaian yang bagus dan mahal, serta fasilitas-fasilitas

lainnya kepada anak angkat anda?

Memberikan fasilitas yang layak dan sama dengan apa yang dia pilih.

13. Apakah anda memberikan motivasi kepada anak angkat anda, dalam segala hal

terkait permasalah proses pembelajaran anak ?

Tentu saja, dengan bertanya kegiatan di sekolah dan diluar sekolah (sesuai

keinginan anaknya). Ya karena kita merawat anak sendiri, tidak punya

pembatu dan guru privat, jadi cara kita memberikan motivasi dengan

seperti ini.

14. Bagaimana cara anda memberikan pelatihan kedisplinan kepada anak angkat anda?

serta bagaimana cara anda membimbing ?

Mendidikan dengan benar, dan disiplin waktu sejak usia dini, misalkan

pulang sekolah harus tepat waktu.

15. Jika anak angkat anda tidak mau mengikuti aturan dan perintah anda dalam proses

pembelajaran dan pelatihan mengenai nilai-nilai sosial yang anda berikan,

Page 88: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

bagaiman cara anda melatih, mendidik, dan membimbing agar anak tersebut mau

mengikuti ?

Ya saya hanya menegur saja karena kan masih kelas 4 SD kalau dibilangin

masih ngelawan, namanya juga anak-anak. Namun, kalau ada masalah dia

tidak sungkan untuk bicara dengan saya.

Page 89: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Identitas Diri:

Nama : IS (istri)

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Maret 1987

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama Suami : SWT

Tempat, Tanggal Lahir : Madiun, 03 oktober 1980

Pekerjaan : karyawan Swasta

Jumlah, Nama Anak Angkat : 1 (satu), RM (usia 20 tahun)

Alamat : JL. Pondok Pinang IV RT.011 RW.02

Tanggal Wawancara : 23 Maret 2015

1. Apakah ibu/bapak memiliki kekayaan ?

Tidak, saya tidak punya, karena saya hanya ibu rumah tangga, dan suami

saya karyawaan swasta, selain itu keluarga orangtua baik saya dan suami

saya hanya sebatas orang biasa saja, tidak memiliki kekayaan atau barang-

barang berharga yang dapat diwariskan kepada anak-anaknya.

2. Berapa jumlah penghasilan ibu/bapak sebulan?

Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), ya cukup untuk kebutuhan keluarga

baik kebutuhan sehari-hari ataupun sekolah anak.

3. Apa pendidikan terakhir ibu dan bapak ?

Saya SLTA, suami SLTA, namun kami tidak memiliki pendidikan non-

formal di luar daripada pendidikan formal dikarenakan keterbatasan

biaya.

4. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi jiwa?

Tidak punya, jangan makan sembarangan atau memasak sendiri.

5. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi kesehatan ?

Kami memiliki BPJS Kesehatan gratis dari pemerintah.

6. Apakah anda merasa nyaman atau bahagia dengan kehadiran anak angkat di keluarga

anda, Apakah benar anda mengangkat anak karena kemauan sendiri, apa alasanya?

Nyaman, saya dititipkan saja karena ibunya dari anak itu TKW di Arab

semenjak suaminya meninggal karena sakit gula. Ini anak saya ambil karena

saya itu adiknya dari ayah anak tersebut. Jadi tidak tega melihat keponakanya

di kampung tidak ada bapaknya.

7. Apakah, keluarga besar, dan lingkungan mengetahui anda memiliki anak angkat,

pernakah keluarga besar atau masyarakat mempertentangkan akan hal ini ?

Mengetahui keluarga besar saya dan lingkungan tempat tinggal saya, dan tidak

ada yang mempertentangkanya, kalau hak asuh anak saya tidak punya.

8. Dimanakah anda memasukan pendidikan sekolah formal anak angkat anda ?

SDN 04 petang, SMP YPUI, SMA Makarya, ya tentu. Tapi karena

kemampuan anaknya kurang, jadi tidak dapet sekolah negeri terus, hanya

SD. Tidak pernah memasukan anak tersebut ke pendidikan non-formal.

Page 90: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

9. Berapa jumlah uang yang anda berikan per/hari kepada anak angkat anda ?

Rp. 20.000,-(dua puluh ribu rupiah), buat beli bensin dan makan

10. Apakah bapak/ibu menghabiskan liburan dengan berlibur bersama keluarga anda ?

Tidak, kalau libur dirumah aja, pulang kampung setiap lebaran idul fitri

11. Apa anda memberikan fasilitas berupa kamar pribadi kepada anak angkat dalam keluarga

anda ?

Ia, saya kasih, tidurnya berdua sama anak saya maklum aja namanya ngontrak,

kamar ada 4 (1 ruang tamu, 1 kamar mandi, 2 kamar tidur).

12. Apakah anda membelikan pakaian-pakaian yang bagus dan mahal, serta fasilitas-fasilitas

lainnya kepada anak angkat anda?

Saya dan suami memberikan pakaian yang layak tapi tidak mahal yang penting

bagus, sekarang dia sudah bekerja, jadi bisa beli sendiri keinginan dia.

13. Apakah anda memberikan motivasi kepada anak angkat anda, dalam segala hal

terkait permasalah proses pembelajaran anak ?

Ia pasti saya ajarin buat masa depan dia sendiri, dengan cara memberikan

nasehat aja.

14. Bagaimana cara anda memberikan pelatihan kedisplinan kepada anak angkat anda?

kalau berteman cari yang baik jangan yang buruk, kalau sekarang kan dia

sudah bekerja di Pondok Indah jadi sales, karena dibawa juga sama

tetangga anaknya tinggi berangkat kerja pagi-pulangya jam 8-an biasanya,

ya saya mengawasi anaknya seperti; kalau bergaul jangan asal bergaul,

jangan mengikuti perilaku temen yang tidak baik, waktu dia masih sekolah

pulang sekolah harus tepat waktu, jika pulang terlambat harus kabari saya

dulu dan beri alasan kenapa pulang terlambat.

15. Jika anak angkat anda tidak mau mengikuti aturan dan perintah anda dalam proses

pembelajaran dan pelatihan mengenai nilai-nilai sosial yang anda berikan,

bagaiman cara anda melatih, mendidik, dan membimbing agar anak tersebut mau

mengikuti ?

menegur aja, saya paling juga menegur tapi sambil contohin yang ada di

TV (agar dia seperti orang hebat yang ada di TV).

Page 91: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Identitas Diri:

Nama : IH (istri)

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Juli 1960

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama Suami : BT

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Januari 1954

Pekerjaan : Pensiunan

Jumlah, Nama Anak Angkat : 1 (satu), CH (usia 12 tahun)

Alamat : JL. Pondok Pinang No.65,V RT.007 RW.02

Tanggal Wawancara : 18 Februari 2015

1. Apakah ibu/bapak memiliki kekayaan ?

Saya tinggal dikontrakan dan saya tidak punya harta berharga

2. Berapa jumlah penghasilan ibu/bapak sebulan? Cukupkah dengan penghasilan

yang bapak dan ibu miliki untuk kebutuhan keluarga ?

Rp, 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah), karena saya bekerja sebagai kuli

cuci dan setrika, suami saya hanya buruh yang mendapat gaji tidak

menentu. Iya cukup karena saya mendapatkan BLT dari pemerintah.

3. Apa pendidikan terakhir ibu dan bapak ?

Istri (SMA), suami (SMA), tidak pernah ikut keterampilan apapun saya

hanya memiliki kemampuan tenaga saja.

4. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi jiwa?

Tidak, saya tidak punya asuransi jiwa karena saya tidak mampu

membayarnya, tetapi saya punya JKN yang tidak pernah saya gunakan

karena saya takut ditolak rumah sakit, saya hanya berdo’a karena hidup

dan mati hanya milik Allah.

5. Apakah bapak/ibu memiliki asuransi kesehatan ?

Punya JKN, kebetulan saya mampu membuat jamu sehingga kalau

keluarga saya ada yang sakit hanya diberikan jamu biasanya langsung

sembuh, jadi saya jarang membawa anggota keluarga saya ke rumah sakit.

6. Apakah anda merasa nyaman atau bahagia dengan kehadiran anak angkat di keluarga

anda, Apakah benar anda mengangkat anak karena kemauan sendiri, apa alasanya?

Ya nyaman, karena anak adalah titipan Allah dan saya senang merawatnya, ia

karena saya berkeinginan membantu adik saya.

7. Apakah, keluarga besar, dan lingkungan mengetahui anda memiliki anak angkat,

pernakah keluarga besar atau masyarakat mempertentangkan akan hal ini ?

Ya mengetahui, tidak karena anak yang saya rawat adalah keluarga saya sendiri

tidak hanya sekedar wewenang dari ayah dan ibunya saja kalau anaknya saya

yang merawat.

8. Dimanakah anda memasukan pendidikan sekolah formal anak angkat anda ?

SMP Al-Fajar, tidak cuman mengaji kepada bapaknya aja setiap habis

magrib.

Page 92: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

9. Berapa jumlah uang yang anda berikan per/hari kepada anak angkat anda ?

Rp. 8.000,-(delapan ribu rupiah) untuk pergi sekolah.

10. Apakah bapak/ibu menghabiskan liburan dengan berlibur bersama keluarga anda ?

Ia, biasanya setahun sekali ketempat yang murah meriah agar anak saya senang.

11. Apa anda memberikan fasilitas berupa kamar pribadi kepada anak angkat dalam keluarga

anda ?

Ia, anak saya satu kamar untuk berdua.

12. Apakah anda membelikan pakaian-pakaian yang bagus dan mahal, serta fasilitas-fasilitas

lainnya kepada anak angkat anda?

Tidak biasanya saya membelikan pakaian di pasar yang murah-murah.

13. Apakah anda memberikan motivasi kepada anak angkat anda, dalam segala hal

terkait permasalah proses pembelajaran anak ?

Ia, biasanya saya mengajarkan agar dia selalu rajin belajar dengan

motivasi jangan hidup miskin seperti saya.

14. Bagaimana cara anda memberikan pelatihan kedisplinan kepada anak angkat anda?

Saya ajarin agar menuruti keinginan saya dan patuh terhadap ibu

bapaknya, tidak nakal, tidak merokok dan jangan keluar rumah kalau

udah malam.

15. Jika anak angkat anda tidak mau mengikuti aturan dan perintah anda dalam proses

pembelajaran dan pelatihan mengenai nilai-nilai sosial yang anda berikan,

bagaiman cara anda melatih, mendidik, dan membimbing agar anak tersebut mau

mengikuti ?

Biasanya saya marahi dengan begitu dia tidak mengulanginya saya

memberikan contoh kalau anak yang tidak mengikuti peraturan orang tua

bukan anak baik.

Page 93: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Identitas Diri:

Nama : RK

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Mei 1995

Nama Orang Tua Angkat : HM (ayah) dan SK (ibu)

Tanggal Wawancara : 09 Maret 2015

1. Bagaimana cara orang tua angkat adik menjaga kesehatan adik ?

Kalau sakit dibawa ke puskesmas.

2. Bagaimana respon orang tua angkat adik dengan keberadaan adik di keluarga ini?

Ia Senang.

3. Apakah keluarga dan lingkungan dekat tinggal adik mengetahui keberadaan adik

dalam keluarga tersebut ?

Ia sangat mengetahui karena sudah dari kecil saya tinggal di keluarga ini.

4. Dimanakah adik bersekolah?

SMA 108 Jakarta dan sekarang di UIN kuliahnya.

5. Apakah sekolah yang adik jalankan merupakan pilihan adik sendiri ?

Ia pilihan saya sendiri.

6. Berapa jumlah uang jajan yang diberikan kepada adik dari orang tua?

Rp. 25.000,-(dua puluh lima ribu rupiah).

7. Pernakah adik menghabiskan liburan dengan berlibur bersama keluarga ?

Pernah.

8. Apakah adik diberikan fasilitas berupa kamar pribadi ?

Ia dikasih bekas kamar kakak saya.

9. Apakah adik dibelikan pakaian-pakaian yang memiliki harga mahal ?

Standar saja kalau pakaian harganya.

10. Bagaimana cara orag tua adik memberi dukungan yang berkaitan dengan kegiatan,

keinginan atau cita-cita adik ?

Ya mendukung saja kalau positif kegiatanya.

11. Bagaimana cara orang tua angkat adik dalam melatih kedisiplinan dan membimbing adik

dalam kegiatan ?

Saya waktu kecil dimasukin ke pengajian biar mengerti agama.

12. Apa hukuman yang biasa orang tua adik terapkan jika adik tidak mengikuti aturan yang

diberlakukan dalam keluarga ?

Menghukum dengan cara uang jajan tidak dikasih sama tidak dikasih

makan.

13. Apakah sikap orang tua adik jika adik salah bergaul ?

Dimarahin sama mama saya.

Page 94: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

14. Apakah adik diberikan kebebasan dalam menjalankan keinginan adik ?

Ia tergantung kalau sekolahan saya dipilihin, kalau kuliah tidak karena

kita sudah besar dan disitu juga ada kakak saya yang kuliah.

15. Pernakah orang tua adik mencontohkan perilaku yang mendidik ?

Ya marah-marah saja sama dikurangin uang jajanya.

Page 95: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

Identitas Diri:

Nama : EW

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 09 September 2006

Nama Orang Tua Angkat : BR (ayah) dan IN (ibu)

Tanggal Wawancara : 30 Januari 2015

1. Bagaimana cara orang tua angkat adik menjaga kesehatan adik ?

Tidak boleh jajan sembarangan.

2. Bagaimana respon orang tua angkat adik dengan keberadaan adik di keluarga ini?

Sangat Senang.

3. Apakah keluarga dan lingkungan dekat tinggal adik mengetahui keberadaan adik

dalam keluarga tersebut ?

Ia mengetahui.

4. Dimanakah adik bersekolah?

SDN 04 Petang.

5. Apakah sekolah yang adik jalankan merupakan pilihan adik sendiri ?

Ia pilihan saya sendiri.

6. Berapa jumlah uang jajan yang diberikan kepada adik dari orang tua?

Rp. 2.000,- atau Rp. 3.000,-(dua ribu atau tiga ribu rupiah).

7. Pernakah adik menghabiskan liburan dengan berlibur bersama keluarga ?

Tidak pernah, sukanya ke rumah saudara.

8. Apakah adik diberikan fasilitas berupa kamar pribadi ?

Tidak, tidurnya bareng-bareng.

9. Apakah adik dibelikan pakaian-pakaian yang memiliki harga mahal ?

Tidak mahal tapi bagus.

10. Bagaimana cara orag tua adik memberi dukungan yang berkaitan dengan kegiatan,

keinginan atau cita-cita adik ?

Disuruh belajar sendiri biar pintar.

11. Bagaimana cara orang tua angkat adik dalam melatih kedisiplinan dan membimbing adik

dalam kegiatan ?

Kalau pulang sekolah baju disuruh ganti sebelum pergi main.

12. Apa hukuman yang biasa orang tua adik terapkan jika adik tidak mengikuti aturan yang

diberlakukan dalam keluarga ?

Dimarahin.

13. Apakah sikap orang tua adik jika adik salah bergaul ?

Tidak boleh main lagi dan dikurung di rumah.

Page 96: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan

14. Apakah adik diberikan kebebsan dalam menjalankan keinginan adik ?

Ia terserah aku.

15. Pernakah orang tua adik mencontohkan perilaku yang mendidik ?

Ia dimarahin tapi sambil dikasih contoh

Page 97: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan
Page 98: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan
Page 99: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan
Page 100: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan
Page 101: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan
Page 102: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan
Page 103: STRATIFIKASI ANAK ANGKAT DALAM KELUARGA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40888/2/AYU PERTIWI... · pengalaman hidup orang tua. dan generasi sebel. umnya, dan