strategi pengembangan agribisnis kentang di …
TRANSCRIPT
i
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KENTANG DI
KABUPATEN BANTENG
ZAINUDDIN
105960104411
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
ii
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KENTANG DI KABUPATEN
BANTAENG
ZAINUDDIN
105960104411
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Strata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang di
Kabupaten Bantaeng
Nama Mahasiswa : Zainuddin
Nomor Induk Mahasiswa : 105960104411
Konsentrasi : Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Muh. Arifin Fattah, M.Si Reni Fatmasari, S.P., M.Si.
Diketahui
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Prodi Agribisnis
Ir. H. Saleh Molla, MM Amruddin S.Pt.,M.Si
iv
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
Judul Skripsi : Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang di
Kabupaten Bantaeng
Nama Mahasiswa : Zainuddin
Nomor Induk Mahasiswa : 105960104411
Program studi : Agribisnis
Konsentrasi : Penyuluh dan Komunikasi Pertanian
Fakultas : Pertanian
SUSUNAN PENGUJI
Nama Tanda Tangan
1. Ir. Muh. Arifin Fattah, M. Si
Ketua sidang
2. Reni Fatmasari, SP., M. Si
Sekretaris
3. Prof. Syaifuddin, M.Si
Anggota
4. Ir. H. Saleh Molla, MM
Anggota
Tanggal lulus :…………………………………
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KENTANG DI
KABUPATEN BANTAENG
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Juli 2015
ZAINUDDIN
105960104411
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur kepada Sang Khalid Sang Pencipta Alam
Semesta beserta isinya, dialah Allah yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, para sahabatnya dan para
pengikutnya.
Dalam penyusunan Skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak akan tersusun
dengan baik tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari semua pihak, sehingga
pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ayahanda Ir. H. M. Saleh Molla, MM. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Ayahanda Amruddin S.Pt., M.Si. selaku Ketua Prodi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ayahanda Ir. Muh. Arifin Fattah, M.Si. selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan serta perhatian
yang sangat berarti bagi penulis. Ibunda Reni Fatmasari, SP., M.Si. selaku
pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing
penulis dalam penyusunan skripsi ini. Ayahanda Prof. Syaifuddin, M. Si.
selaku penguji I yang meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan
bimbingan serta perhatian yang sangat berarti bagi penulis. Dan Ayahanda
vii
Ir. H. Saleh Molla, MM. selaku penguji II yang meluangkan waktu untuk
memberikan arahan dan bimbingan bagi penulis.
4. Bapak /Ibu Dosen serta staf tata usaha Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan
dan pengalaman, serta rekan-rekan mahasiswa khususnya rekan seangkatan.
5. Yang terpenting dan teristimewa kepada Ibunda Ralipa dan Ayahanda
Baco, dengan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada beliau, sembah sujud penulis bagi ibunda
dan ayahanda kehadapan beliau yang tekun, sabar, tabah dan mau mengerti
penulis. Kepada seluruh staf dan pegawai kantor Desa Bonto Lojong yang
telah melayani penulis dengan sangat baik .
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan di luar batas
kemampuan penulis oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi selajutnya.
Makassar, Juli 2015
Zainuddin
viii
ABSTRAK
ZAINUDDIN (1059 6010 4411). Strategi Pengembangan Kentang di Kabupaten
Bantaeng. Di bawah bimbingan MUH. ARIFIN FATTAH dan RENI
FATMASARI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan dan mengetahui Strategi
pengembangan Agribisnis Kentang. Penelitian ini di laksanakan di Desa Bonto
Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan yang di
laksanakan selama 2 bulan, yakni Juni sampai Juli 2015.populasi penelitian adalah
petani Kentang yang berjumlah sebanyak 210 orang. Penarikan sampel dari
populasi di lakukan dengan cara sengaja (purposive sampling ). Untuk mencapai
tujuan penelitian, data yang di peroleh di analisis dengan menggunakan analisis
SWOT. Hasil penelitian di peroleh rumusan strategi, sebagai berikut : Strategi SO,
yaitu : (1) memanfaatkan banyaknya jumlah petani yang berusahatani kentang dan
(2) memanfaatkan luas areal penanaman Kentang untuk memenuhi permintaan
Kentang. Untuk Strategi WO, yaitu : (1) meningkatkan pengetahuan dan
pendidikan petani, sarana prasarana produksi serta menambah fasilitas teknologi
budidaya dan pasca panen. Untuk Strategi ST, yaitu : (1) memanfaatkan tingkat
produktivitas Kentang sebagai tanaman Komsumsi dan Ekspor, (2) meningkatkan
penyuluhan mengenai ketatnya standar kualitas yang di tetapkan oleh
industri/pedagang, dan (3) pengawalan harga dari pemerintah agar tidak terjadi
permainan harga sehingga petani tidak mengalami kerugian. Untuk Strategi WT,
yaitu : (1) meningkatkan Pendidikan, Pengetahuan petani dalam menerapkan
teknologi budidaya untuk meningkatkan jumlah produksi, serta (2) meningkatkan
jumlah sarana teknologi budidaya memenuhi standar kualitas yang di tetapkan
oleh pedagang/industri dan juga mampu mengurangi resiko yang timbul akibat
persaingan harga yang fluktuatif.
Kata kunci : Strategi, Pengembangan, Kentang.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ............................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ............................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6
2.1 Sayuran Dataran Tinggi ............................................................. 6
2.2 Strategi pengembangan .............................................................. 8
2.3 Kerangka Pikir ........................................................................... 16
III. METODE PENELITIAN ................................................................ 18
x
3.1 Tempat dan Waktu ..................................................................... 18
3.2 Penentuan Populasi dan Sampel ................................................ 18
3.3 Sumber Data .............................................................................. 18
3.4 Analisis Data .............................................................................. 19
3.5 Definisi Operasional ................................................................ 21
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................. 24
4.1 Letak Geografis ........................................................................... 24
4.2 Keadaan Tanah dan Iklim .......................................................... 24
4.3 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................ 25
4.4 Penduduk Menurut Usia .............................................................. 26
4.5 Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................... 27
4.6 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .................................. 28
4.7 Keadaan Penggunaan Lahan ....................................................... 29
4.8 Keadaan Sarana dan Prasarana................................................... 30
4.9 Kelembagaan ............................................................................... 32
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 34
5.1 Identitas Responden .................................................................. 34
5.1.1 Umur Responden .............................................................. 34
5.1.2 Tingkat Pendidikan Responden ........................................ 36
5.1.3 Pengalaman Berusahatani Responden .......................... 37
5.2 Gambaran Umum Usaha Tani Kentang .................................. 38
5.2.1 Sumberdaya Usahatani .................................................. 38
5.2.2 Kenerja Usahatani ......................................................... 40
xi
5.3 Strategi Pengembangan Kentang ................................................ 45
VI. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 65
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 65
6.2 Saran .......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xii
DAFTAR TABEL
No Halaman
Teks
1. Perkembangan Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman
Kentang di Kabupaten Bantaeng (ha) tahun 2008 – 2012 .............. 3
2. Matriks Analisis SWOT ................................................................. . 21
3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bonto Lojong ,
Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2014 ................................ 26
4. Jumlah Penduduk Menurut Usia di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2014 ................................ 27
5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Bonto
Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2014 ................... 28
6. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Bonto
Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2014 ................... 29
7. Luas dan Pola Penggunaan Lahan di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2014 ................................ 30
8. Jenis Sarana dan Prasarana yang terdapat di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng ,2014 ................................ 31
9. Kisaran umur Responden di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Uluere,
Kabupaten Bantaeng, 2015 .............................................................. 35
10. Identitas Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Desa
Bonto Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2015 ....... 36
11. Identitas Petani Responden Menurut Pengalaman Berusahatani di
Desa Bonto Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng,
2015 .................................................................................................... 37
12. Identitas Petani Responden Menurut Penggunaan Lahan di Desa
Bonto Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2015 ........ 38
xiii
13. Rata-rata biaya yang di gunakan dan pendapatan per hektar yang di
peroleh melalui usaha tani kentang di desa bonto lojong, kec. Ulu
uere kab. Bantaeng, 2015 ................................................................... 40
14. Perkembangan Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman
Kentang di Kabupaten Bantaeng Tahun 2010– 2014 ........................ 54
15. Matriks SWOT .................................................................................. 63
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
Teks
1. Kerangka Pikir .................................................................................. 17
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
Teks
1. Kuesioner Penelitian .......................................................................... 71
2. Identitas Responden di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Uluere,
Kabupaten Bantaeng, 2015............... 75
3. Kondisi Usahatani Kentang di Desa Bonto Lojong, Kecamatan
Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2015 .................................................. 77
4. Modal Usahatani Kentang di Desa Bonto Lojong, Kecamatan
Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2015 ................................................... 79
5. Produksi dan Pemasaran Kentang di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2015 ................................ 81
6. Pendapatan Usahatani Kentang di Desa Bonto Lojong,
Kabupaten Bantaeng .......................................................................... 83
7. Dokumentasi Kegiatan ....................................................................... 85
8. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 90
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
` Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan
pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas yang berperan
sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin dan mineral.
Produksi sayuran di Indonesia meningkat setiap tahun dan konsumsinya
tercatat 44 kg/kapita/tahun (Suwandi, 2009). Laju pertumbuhan produksi sayuran
di indonesia berkisar antara 7,7-24,2%/tahun. Peningkatan produksi terutama di
sebabkan oleh perubahan luas area tanam.
Di Sulawesi Selatan, rata-rata konsumsi sayuran baru mencapai 35,43
kg/kapita/tahun, masih jauh dari standar konsumsi harapan sehat sebesar 75
kg/kapita/tahun (Asaad et al,2010). Menurut dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Sulawesi Selatan (2009), produksi sayuran di Sulawesi Selatan pada
tahun 2009 tercatat 260.995 ton, menurun 1.810 ton atau 0,89% di bandingkan
dengan produksi tahun 2006 yang mencapai 262.776 ton. Penurunan tersebut
terjadi sejak tahun 2006 jika di bandingkan dengan produksi tahun 2005 sebesar
207.032 ton.
Pengembangan agribisnis sayuran dapat di tinjau dari dua sisi, yaitu
berkelanjutan dari segi usaha maupun pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan (Wirjosentono 2003). Menurut BPS Sulawesi Selatan (2008), lahan
yang berpotensi untuk pengembangan sayuran cukup luas, dari 1.411.446 ha lahan
pertanian terdapat 178.734 ha (16,8%) yang sesuai untuk pengembangan sayuran
2
atau tanaman semusim. Hingga saat ini, pertanian memiliki peran cukup
signifikan dalam perekonomian daerah.
Salah satu agribisnis yang memiliki prospek yang cerah adalah agribisnis
hortikultura. Menurut Irawan (2003), sejalan dengan pertumbuhan jumlah
penduduk, peningkatan pendapatan rumah tangga dan membaiknya kesadaran
masyarakat tentang gizi; kebutuhan akan sayur dan buah diperkirakan terus
mengalami peningkatan.
Kentang (Solanum Tuberosum) merupakan salah satu komoditi pangan
yang penting di dunia. Di Indonesia kentang dikonsumsi sebagai sayur dan
belakangan ini sudah mulai dikonsumsi sebagai makanan alternatif yang disukai
dalam bentuk french fries atau potato chips sebagai makanan ringan. Menurut Edi
Syafril dkk (2003) kentang merupakan komoditas hortikultura yang paling
berpeluang untuk pengembangan agribisnis dan agroindustri dibandingkan dengan
komoditas hortikultura lainnya. Besarnya peluang ini disebabkan harga kentang
relatif stabil, potensi bisnisnya tinggi, segmen usaha dapat dipilih sesuai dengan
modal, pasar terjamin dan pasti. Selain itu kentang memiliki sifat daya simpan
lebih lama daripada sayuran lain seperti bawang merah, kubis, dan buncis.
Kabupaten Bantaeng adalah salah satu daerah yang berpotensi
pengembangan produksi kentang di Sulawesi Selatan dengan potensi
pengembangan luas area panen tertinggi yang pernah dicapai adalah 665 hektar,
dan produksi 10.214 ton pada tahun 2008.
3
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman Kentang
di Kabupaten Bantaeng Tahun 2008 – 2012.
No. Tahun
Tanaman Kentang
Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas
(ton/ha)
1 2008 665 10.214 152,30
2 2009 596 9.152 153,55
3 2010 455 6.860 150,76
4 2011 602 8.294 137,77
5 2012 692 10.324 149,19
Rata-rata 602 8.9688 148,714
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Bantaeng (2008 – 2012).
Data Dinas Pertanian Kabupaten Bantaeng 5 tahun terakhir (2008 - 2012),
menunjukkan luas area panen cenderung menurun. Fluktuatifnya luas area panen
komoditas kentang di Kabupaten Bantaeng pada tahun 2009 dan 2010 antara lain
disebabkan, serangan hama dan penyakit terutama penyakit busuk daun, penyakit
bercak kuning dan penyakit layu fusarium, dan hama Trips. Dalam hal ini tidak
semua kentang yang ditanam dapat dipanen, karena terjadinya serangan hama dan
penyakit juga meningkatnya curah hujan yang cukup tinggi akibatnya gagal
panen. Adanya komoditas pesaing, yaitu komoditas yang harganya lebih mahal
pada saat - saat tertentu seperti bawang merah, wortel dan lain-lain. Sistem tanam
dan pola tanam tidak hanya didasarkan pertimbangan teknis produksi namun juga
telah didasarkan ekspektasi akan harga komoditas apa yang paling
menguntungkan. Kemudian pada tahun 2011 dan 2012 luas area panen komoditas
kentang mengalami peningkatan karena sebagian petani telah menggunakan benih
4
kentang kultur jaringan yang menghasilkan benih kentang G4 yang tidak mudah
diserang hama penyakit sehingga produksinya meningkat.
Menurut Barmin (2010), kedepan Agribisnis sayuran harus berorientasi
pasar khususnya Kentang, karena konsumen makin menuntut atribut yang lebih
rinci dan lengkap pada produk pertanian. Pembangunan agribisnis sayuran
introduksi khususnya kentang perlu di lakukan dengan mempertimbangkan
potensi sumber daya lahan dan agro-ekosistem melalui pendekatan resouerce base
dan perencanaan wilayah yang terintegrasi. Oleh karna itu, perlu di susun strategi
yang tepat dan terencana agar pengembangan agribisnis Kentang di Bantaeng
memberi kontribusi nyata terhadap pembangunan ekonomi nasional.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis merasa terdorong untuk
melaksanakan penelitian mengenai “Strategi Pengembangan Agribisnis
Kentang di Kabupaten Bantaeng”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah pokok yang
menjadi objek penelitian ini adalah Bagaimana strategi pengembangan agribisnis
Kentang di Kabupaten Bantaeng.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan yang ingin di capai dalam
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan strategi pengembangan Kentang dan
menganalisis : kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
5
Sedangkan kegunaan yang di harapkan, dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat mengenai pengembangan
Agribisnis Kentang.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah/instansi dalam mengambil
kebijakan terkait dengan pengembangan Agribisnis Kentang di Kabapaten
Bantaeng.
3. Sebagai bahan acuan untuk peneliti-peneliti selanjutnya dalam melakukan
penelitian lanjutan yag lebih mendalam.
4. Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kentang
Kentang (Solanum tuberosum L) termasuk jenis tanaman sayuran semusim,
berumur pendek dan berbentuk perdu/semak. Kentang termasuk tanaman semusim
karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati. Umur tanaman kentang
antara 90-120 hari tergantung dari varietasnya.
Kebutuhan kentang nasional terus meningkat setiap tahunnya. Namun
sayang, sampai sekarang produksi dari petani belum mampu menutup kekurangan
itu. Hingga akhirnya, kentang dari negeri seberang pun terus berdatangan,
misalnya Cina. Inilah yang sempat di keluhkan para petani kentang di pegunungan
Dieng beberapa waktu lalu. Produktivitas yang rendah tersebut, salah satunya di
sebabkan oleh benih bermutu yang kurang. Bayangkan saja, benih berkualitas
bagus hanya mampu di di sediakan para penangkar dan balai benih, tidak lebih
dari 5% dari total kebutuhan benih nasional. Itupun di bantu benih impor.
Atas kondisi itu, banyak pihak yang ternyata malah ingin meraup
keuntungan dengan menjual bibit palsu dengan kualitas yang sangat rendah. Benih
tersebut bukannya menghasilkan, tetapi hasilnya jelek sehingga petani yang akan
di rugikan. Meski demekian sesungguhnya, peluang pasar kentang konsumsi
cukup menjanjikan. Peningkatan permintaan kentang membuktikan semakin be
kembangnya pasar lokal dan ekspor.
Di pasar lokal, kentang di manfaatkan untuk sayuran dan industri olahan
makanan ringan. Sedangkan pasar ekspor datang dari Malaysia dan Singapura.
7
Jangankan untuk ekspor, untuk menutupi kebutuhan dalam negeri sendiri masih
kurang. Namun, jika di kelola dengan baik dan tepat, misalnya dengan menanam
benih yang berkualitas, teknik pemupukan yang tepat, pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) yang benar, maka semakin akan mensejahterahkan
karna peluang keuntungan dari budidaya kentang masih terbuka lebar (Nurul
Idawati, 2012).
Lebih lanjut di kemukakan Nurul Idawati (2012) bahwa Kondisi
Lingkungan Tumbuh Kentang :
1. Iklim : Kentang yang dapat tumbuh di daerah tropis dan tetap membutuhkan
daerah/lokasi yang berhawa dingin dan sejuk.
2. Suhu Udara dan Kelembaban : Tanaman kentang memerlukan suhu udara
ideal yang berkisar antara 15 – 18°C pada malam hari dan 24 – 32°C pada
siang hari.
3. Ketinggian Tempat : Ketinggian yang ideal untuk pertumbuhan tanaman
kentang adalah antara 1000 – 1500 meter di atas permukaan laut.
4. Curah Hujan dan Angin : Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kentang
adalah 1500 milimeter per tahun dan turun secara terus menerus sepanjang
hari atau terputus – putus pada hari tertentu saja. Angin juga berpengaruh
terhadap tanaman kentang.
5. Sifat Tanah : Tanaman kentang membutuhkan tanah yang gembur atau
sedikit mengandung pasir dan mengandung humus yang tinggi.
8
2.2. Strategi Pengembangan
2.2.1 Konsep Strategi
Adanya perubahan lingkungan, baik lingkungan makro maupun
lingkungan mikro akan di perhadapkan dengan kondisi sistem internal dari sebuah
organisasi akan memaksa organisasi yang bersangkutan untuk mengambil sikap
dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut. Sikap tersebutlah yang akan
menentukan arah yang akan di lalui oleh sebuah organisasi untuk sampai pada
tujuan yang telah di tetapkan. Sikap inilah pada dasarnya di sebut sebagai strategi
(Rangkuti,2000).
Pandi Tjiptono (2000) mengemukakan bahwa strategi berasal dari kata
yunani strategeia yang berarti seni atau ilmu yang menangani sumber-sumber
yang tersedia dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan. Lebih spesifik,
Mulyadi (2001) mendefenisikan strategi sebagai pola tindakan utama yang di pilih
mewujudkan visi organisasi melalui misi atau dengan kata lain bahwa strategi
membentuk pola pengambilan keputusan dalam mewujudkan visi organisasi.
Hamel dan Prahalad (1995) dalam Rangkuti (2000) mengemukakan bahwa
strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan
terus menerus dan di lakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang di
harapkan oleh pelanggan di masa depan.
Pengertian strategi dari Alfred Chandler (2014), yaitu strategi merupakan
penetapan sasaran dan tujuan jangka panjang suatu perusahaan atau organisasi dan
alokasi sumber daya untuk mencapai tujuan tesebut. Sedangkan menurut Kenichi
Ohmae (2014), strategi adalah keunggulan bersaing guna mengubah kekuatan
9
perusahaan atau organisasi sehingga menjadi sebanding atau melebihi kekuatan
pesaing dengan cara yang paling efisien.
Strategi terkadang sering di samakan dengan taktik padahal keduanya
berbeda. Strategi lebih bersifat dinamis karena merupakan sebuah proses sehingga
mengikuti perubahan yang terjadi. Taktik lebih bersifat tetap karena di lakukan
pada suatu waktu saja. Selain itu strategi juga memiliki pilihan alternatif yang
lebih banyak daripada taktik (Senja Nilasari, 2014).
2.2.2 Strategi Pengembangan
Peningkatan ekonomi kalangan petani juga harus di dasarkan pada
pengembangan komoditas yang di tunjang pemanfaatan sumber daya lokal,
kelompok usaha dan peningkatan sumber daya petugas dan petani itu sendiri.
Selain itu, juga harus di tunjang oleh pengembangan pemasaran produksi
pertanian baik di pasar lokal maupun internasional serta melakukan prinsip
ifesiensi di setiap gerakan pembangunan pertanian sehingga akan menjadi sumber
pendapatan bagi petani.
Strategi pengembangan agribisnis Kentang di Bantaeng di arahkan pada
upaya pengembangan produksi sesuai kebutuhan, penciptaan, pola tanam/pola
produksi yang merata sepanjang tahun, peningkatan daya saing, peningkatan
kemampuan SDM dan kesempatan kerja, penguatan kelembagaan petani,
permodalan dan pemasaran, serta pengoptimalan pengguanaan lahan secara lestari
dan dukungan sarana dan prasarana. Sasarannya adalah terpenuhinya produksi
Kentang yang sesuai standar mutu dan gizi, aman di komsumsi, dan terciptanya
lingkungan yang nyaman. Pemgembangan agribisnis di arahkan pada upaya
10
peningkatan pendapan petani, terutama yang berbasis ekonomi kerakyatan di
pedesaan (Saptana et al, 2002; Sutrisno, 2003). Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, pemerintah memprioritaskan strategi pengembangan Kentang melalui
ekstensivikasi di daerah yang sesuai dan di verifikasi di setra produksi.
2.2.3 Perencanaan Strategis
Sebuah organisasi dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi
ancaman eksternal dan merebut peluang melalui suatu perencanaan. Proses
analisis, perumusan dan evaluasi strategis ini menurut Rangkuti (2000) disebut
sebagai perencanaan strategis. Lebih lanjut di kemukakan Rangkuti (2000) bahwa
perencanaan strategis sangat penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan
memilih produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang
optimal dari sumber daya yang ada. Strategi yang mantap dapat di capai dengan
memadukan dan memperhatikan peluang (opportunities) serta ancaman-ancaman
(traths) yang berasal dari lingkungan, baik sekarang maupun ramalan masa depan
dengan berbagai kekuatan (strength) dan kelemahan-kelemahan (weakness).
Dalam litratur bisnis, kegiatan ini di anggap sebagai pengenalan situasi yang di
sebut dengan analisis SWOT.
Analisis SWOT (SWOT Analysis) adalah suatu metode perencanaan
strategis yang di gunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan
ancaman (threats) yang mungkin terjadi dalam mencapai suatu tujuan dari
kegiatan proyek/kegiatan usaha atau institusi/lembaga dalam skala yang lebih
luas. Untuk keperluan tersebut di perlukan kajian dari aspek lingkungan baik yang
11
berasal lingkungan internal maupun eskternal yang mempengaruhi pola strategi
institusi/lembaga dalam mencapai tujuan (LPEM-FE,2007).
Start dan Hovland (2002) mengemukakan bahwa analisis SWOT adalah
instrumen perencanaan strategis yang klasik dengan menggunakan kerangka
kekuatan dan kelemahan dan kesempatan eskternal dan ancaman, instrumen ini
memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk
melaksanakan sebuah strategi.
Wibsono (2010) mengemukakan Analisis SWOT merupakan salah satu
metode yang paling sering di gunakan dalam metode evaluasi bisnis untuk
mencapai strategi yang akan di lakukan,dengan menggambarkan kondisi dan
mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor
internal (dalam) dan faktor esktrnal (luar) yaitu strengths, weakness,
opportunities, dan treats. Mengemukakan meskipun dari sejarah dan
penggunaannya saat ini SWOT banyak di pakai di dunia bisnis dalam menetapkan
suatu perencanaan strategis perusahaan (strategic planning) namun pada beberapa
analisa di temukan pula penggunaan SWOT untuk kepentingan kebijakan
publik/public policy (LPEM-FE-UI,2007).
Analisis SWOT bertujuan menganalisis potensi/kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman agribisnis Kentang di bantaeng. Potensi dan kelemahan
merupakan faktor internal. Sedangkan peluang ancaman merupakan faktor
eksternal. Analisis SWOT di gunakan untuk merumuskan strategi kegiatan.
Analisis di lakukan untuk memaksimalkan kekuatan (strength), peluang
(opportunities), serta meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman
12
(threats). Proses pengambilan keputusan selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi, dan kebijakan. Dengan demikian perencanaan strategis harus
menganalisis faktor-faktor strategi kegiatan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman) sesuai kondisi saat ini.
Lingkungan di artikan sebagai tempat yang tidak terlepas suatu kondisi,
situasi, dan peristiwa yang mempengaruhi perkembangan setiap usaha. Setiap
pengelolaan usaha di upayakan sedapat mungkin menyederhanakannya melalui
penyelidikan/abservasi terhadap berbagai faktor lingkungan. Oleh karna itu, perlu
di tetapkan kriteria untuk mempelajari lingkungan internal dan eksternal.
Lingkungan memiliki pengaruh nyata terhadap kemungkinan keberhasilan
dan kegagalan agribisnis sehingga timbul peluang dan ancaman usaha. Melalui
analisis peluang maka strategi usaha dapat di susun dengan memperhatikan
analisis faktor internal, yang terdiri dari unsur kekuatan dan kelemahan usaha tani.
Dengan demikian, identifikasi kekuatan dan kelemahan di arahkan untuk
mengeksploitasi peluang dan mengatasi ancaman.
Sebagai suatu kegiatan ekonomi, usahatani Kentang tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri
atas pendidikan Sumber Daya Manusia, produktivitas, modal, tenaga kerja, dan
pengalaSman berusahatani, sedangkan faktor eksternal meliputi kelembagaan,
pemasaran, infrastuktur, dan kebijakan pemerintah.
Pengembangan agribisnis kentang perlu di awali dengan identifikasi
lingkungan internal maupun eksternal. Identifikasi tersebut perlu di lakukan untuk
menentukan faktor-faktor yang dianggap berpotensi untuk terjadi dan
13
mempengaruhi agribisnis Kentang. Faktor internal dapat berupa kekuatan maupun
kelemahan tergantung pengaruhnya terhadap organisasi. Faktor eksternal dapat
berupa peluang dan ancaman.
Penyusunan strategi pengembangan agribisnis Kentang yang di maksud
adalah langkah-langkah yang dapat di ambil dari petani Kentang Kabupaten
Bantaeng dalam bentuk perencanaan usahatani sebagai upaya untuk menambah
pendapatan dan pengembangan komoditi Kentang. Sasarannya tidak lain untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh petani yang menanam komoditi Kentang.
Untuk keperluan perumusan strategi pengembangan Agribisnis Kentang di
Kabupaten Bantaeng di perlukan kajian dari aspek lingkungan baik berasal dari
lingkungan intenal (faktor-faktor yang dapat di kendalikan oleh petani) maupun
eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar kendali petani sayuran dataran
tinggi) yang mempengaruhi pola strategi pengembangan komoditas Kentang
dalam mencapai tujuan. Faktor-faktor lingkungan internal dalam menyusun
strategi pengembangan agribisnis Komoditi Kentang di Kabupaten Bantaeng
adalah terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang di
miliki daerah ini seperti kepemilikan sumber daya (alam, manusia, teknologi,
kelembagaan dan finansial). Sedangkan faktor-faktor lingkungan eksternal adalah
terdiri dari peluang (Opportunities) dan ancaman (threats) yang ada terkait dengan
pengembangan agribisnis komoditi Kentang di Kabupaten Bantaeng seperti
persaingan daerah lain, permintaan pasar industri/ekspor, dan sebagainya.
14
Kombinasi dari beberapa faktor lingkungan yang terkait dengan
pengembangan agribisnis Kentang, maka akan di peroleh empat golongan strategi
di antaranya :
a. Strategi S-O : strategi ini memaksimalkan kekuatan untuk meraih
peluang. Misalnya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia,
menurut Maddolangan (2005), petani yang berpendidikan akan lebih
mudah menyerap materi pelatihan di bandingkan dengan petani yang
tidak berpendidikan.
b. Strategi W-O : strategi meminimalkan kelemahan/hambatan suatu
wilayah/petani untuk meraih peluang. Misalnya lahan di Kabupaten
Bantaeng sangat cocok untuk pengembangan pertanian khususnya
Kentang namun terkendala dari segi sarana dan prasarana pertanian,
misalnya ketersediaan alat dan mesin pertanian yang masih sangat
minim di tigkat petani. Oleh karena itu di perlukan penguatan sarana
usaha pertanian (pengembangan kios saprodi melalui Koperasi,
BUMDes, Kelompok Tani dan/atau Gapoktan, perbaikan jalan usaha
tani, penyedian irigasi, pemanfaatan alat dan mesin pertanian).
c. Straegi S-T : strategi memaksimalkan kekuatan untuk mengatasi
ancaman. Misalnya, iklim dan kondisi lahan yang masih sangat subur
merupakan sebuah kekuatan bagi petani dalam rangka meningkatkan
hasil produksi pertanian khususnya Kentang. Akan tetapi sampai
dengan saat ini, masyarakat terkendala dalam hal penyediaan bibit
unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit dengan hasil produksi
15
yang tinggi. Diperlukan sebuah intervensi langsung melalui bantuan
dari pemerintah dalam hal penyediaan bibit unggul. Sebagaimana telah
diketahui dalam penyediaan bibit sayur-sayuran khususnya Kentang,
Kabupaten Bantaeng telah melakukan penangkaran bibit sendiri tetapi
belum dapat dilakukan secara maksimal dan belum mampu menutupi
jumlah kebutuhan petani. Akan tetapi yang menjadi ancaman utama
bagi petani berdasarkan pengamatan secara langsung adalah
keterbatasan jumlah pupuk yang tersedia dipasaran dan penggunaan
bahan kimia dalam proses pemeliharaan Kentang masih sangat tinggi.
Diperlukan waktu yang cukup dalam mengubah paradigma berfikir
serta kapasitas masyarakat dalam membuat serta memanfaatkan pupuk
organik dalam berusaha tani.
d. Strategi W-T : strategi ini di lakukan untuk meminimalkan kelemahan
untuk mengatasi pengaruh ancaman dari luar. Strategi ini bersifat
defensif atau bertahan, misalnya persaingan harga, perluasan informasi
pasar dan meminimalkan pemakaian input kimia. Hal ini dapat
dilakukan apabila ada intervensi langsung dari pemerintah dan
diperlukan dukungan serta partisipasi aktif dari petani dalam rangka
merealisasikan hal tersebut.
Sebagai upaya untuk menerapkan strategi-strategi yang telah di rumuskan,
maka perlu di lakukan langkah-langkah strategis dalam bentuk tindakan-tindakan
prioritas berangkat dari permasalahan-permasalahan yang di hadapi dalam
pengembangan Agribisnis Kentang di Kabupaten Bantaeng
16
2.3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan permasalahan yang diidentifikasi dari kelemahan-kelemahan
(faktor internal) dan ancaman-ancaman (faktor eksternal), dapat di tetapkan
sasaran-sasaran yang menjadi dasar untuk merumuskan tindakan-tindakan
prioritas yang dapat di lakukan dalam jangka pendek. Seluruh strategi dan
tindakan-tindakan prioritas yang di hasilkan akan dapat di peroleh gambaran yang
lebih komprehensif untuk merumuskan straegi pengembangan agribisnis Kentang
di Kabupaten Bantaeng yang akan menjadi acuan dalam menyusun perencanaan
terkait dengan pengembangan Agribisnis Kentang.
Dari uraian-uraian di atas dapat di lihat skema kerangka pemikiran dalam
penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Penelitian Strategi Pengembangan Agribisnis Sayuran
Dataran Tinggi Di kabupaten Bantaeng.
FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL
KELEMAHAN KEKUATAN ANCAMAN PELUANG
PETANI
USAHA TANI
KENTANG
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KENTANG
17
18
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini di laksanakan di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere,
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi ini di lakukan secara
sengaja (purposive sampling) dengan dasar pertimbangan bahwa lokasi tersebut
yang berada di Kabupaten Bantaeng merupakan salah satu daerah sentra produksi
sayuran dataran tinggi khususnya Komoditi Kentang . Penelitian ini di laksanakan
selama 2 bulan yaitu, bulan Mei sampai Juni 2015.
3.2 Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah petani Komoditi Kentang. Jumlah populasi
petani Komoditi Kentang di lokasi penelitian adalah sebanyak 210 orang.
Penarikan sampel petani dari populasi di lakukan dengan segaja (purposive
Sampling) dengan pertimbangan dari segi pengalaman berusahataninya di atas 5
tahun. Sampel yang di tarik dari populasi adalah sebanyak sehingga 30 orang.
3.3 Sumber Data
Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Data primer, yakni data yang merupakan hasil wawancara dan di peroleh
melalui wawancara dengan responden yaitu, petani sayuran dataran tinggi.
b. Data sekunder, yakni data yang sudah tersedia dan dapat di peroleh oleh
peneliti dengan cara membaca, melihat atau mendengar. Sumber data sekunder
berupa data-data statistik badan pusat statistik, laporan dari dinas pertanian
19
tanaman pangan dan hortikultura, badan ketahanan pangan, dinas perindustrian
dan perdagangan, laporan hasil-hasil penelitian perguruan tinggi dan lembaga
penelitian, dan sebagainya.
3.4 Analisis Data
Semua data yang akan di kumpulkan berupa catatan lapangan, komentar
peneliti, uraian informan peneliti, dokumen-dokumen berupa laporan, artikel, dan
sumber data lainnya yang terkait dengan perkembangan agribisnis sayuran dataran
tinggi di kabupaten bantaeng selanjutnya di analisis secara kualitatif.
Denzin dan Lincoln (1998) dalam Salam (2011) menjelaskan kata
“kualitatif dalam istilah “penelitian kualitatif” bahwa studi-studi kualitatif
memberikan penekanan pada proses dan makna yang tidak di uji dan tidak di ukur
secara ketat dalam arti kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensi. Berangkat
dari pendapat tersebut, maka penelitian ini tetap memerlukan bantuan angka-
angka seperti untuk mendeskripsikan suatu fenomena maupun gejala yang di teliti,
meskipun penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.
Analisis kualitatif yang di gunakan terhadap data yang di peroleh pada
penelitian ini adalah analisis terhadap situasi pengembangan agribisnis komoditas
Kentang di kabupaten bantaeng terdiri dari :
Analisis faktor internal untuk mengidentifikasikan kekuatan-kekuatan (strengths)
yang di miliki oleh petani Kentang di Kabupaten Bantaeng yang dapat di
manfaatkan dalam pengembangan agribisnis Kentang, serta mengidentifikasi
kelemahan-kelemahan (weakness) yang di hadapi oleh petani Kentang yang akan
menghambat pengembangan komoditas Kentang.
20
Analisis faktor eskternal untuk mengidentifikasi peluang-peluang (opportunities)
yang dapat diraih oleh petani Kentang di Kabupaten Bantaeng dalam
pengembangan Kentang di masa yang akan datang dan mengidentifikasikan
ancaman-ancaman (threats) yag munkin akan menghambat pengembangan
Kentang.
Setelah analisis faktor internal dan eskternal di lakukan, selanjutnya di
buat pemetaan analisis SWOT dengan menggunakan tabel matriks seperti yang di
tampilkan di bawah ini :
21
Tabel 2. Matriks Analisis SWOT.
SWOT
Analysis
Analysis Internal
Kekuatan
(strenghts)
Kelemahan
(weeknes)
Analysis
Eksternal
Peluang
(opportunities)
S-O strategies :
Bagaimana
membangun
metodologi yang
baru yang sesuai
dengan kekuatan
institusi
W-O strategies :
Bagaimana
menghubungkan
kelemahan
kelemahan untuk
mendapatkan
peluang-peluang
baru
Ancaman
(Threats)
S-T strategies :
Bagaimana
menggunakan
kekuatan-
kekuatan internal
yang ada untuk
bertahan dari
ancaman
W-T strategies :
Bagaimana
membuat
strategi untuk
menghindari
kelemahan yang
mungkin
menjadi sasaran
ancaman dari
luar
3.5 Defenisi Operasional
1. Petani Kentang adalah warga masyarakat desa di Kecamatan Ulu Ere Desa
Bonto Lojong yang mengusahakan komoditas Kentang.
2. Produksi Kentang adalah banyaknya hasil yang di peroleh dari kegiatan
budidaya Kentang yang di hitung dalam bentuk fisik (kg).
22
3. Pendapatan Kentang adalah nilai produksi usaha tani/perdagangan industri
Kentang setelah di kurangi dengan biaya yang di keluarkan dalam
menghasilkan produksi yang di nyatakan dalam rupiah/thn (Rp/Thn).
4. Strategi pengembangan Kentang adalah serangkaian rencana yang tepat untuk
di laksanakan sebagai wujud memajukan dan mengembangkan Komoditi
Kentang.
5. Lingkungan internal adalah adalah segala aspek dan potensi yang terkait
dengan pengembangan Komoditi Kentang yang berada dalam kewenangan
petani untuk mengembangkannya.
6. Kekuatan (strenghts) adalah hal-hal yang positif yang di miliki oleh petani
Kentang dan berada dalam otoritas pengendalian yang dapat mendukung
pengembangan komoditi Kentang.
7. Kelemahan (Weaknesses) adalah hal-hal bersifat negatif yang di milki oleh
petani Kentang dan berada dalam otoritas pengendalian yang dapat menekan
pengembangan komoditi Kentang.
8. Lingkungan eksternal adalah segala aspek dan potensi yang terkait dengan
pengembangan komoditi Kentang di luar kewenangan (otoritas) petani
sayuran di Kabupaten Bantaeng untuk mengaturnya.
9. Peluang (Opportunities) adalah hal-hal bersifst positif dan berada di luar
otoritas pengendalian petani Kentang di Kabupaten Bantaeng yang dapat
mendukung pengembangan komoditas Kentang.
23
10. Ancaman (treats) adalah hal-hal yang bersifat negatif dan berada di luar
otoritas pengendalian petani Komoditi Kentang di Kabupaten Bantaeng yang
dapat menekan pengembangan komoditas Kentang.
11. Strategi W – O adalah strategi yang di hasilkan dengan memanfaatkan
berbagai kekuatan (strengths) yang di miliki oleh petani Komoditi Kentang di
Kabupaten Bantaeng untuk meraih berbagai peluang (opportunities).
12. Strategi S – O adalah strategi yang di hasilkan dengan memperbaiki berbagai
kelemahan (weaknesses) yang di miliki oleh petani Komoditi Kentang di
Kabupaten Bantaeng untuk meraih berbagai peluang (opportunities).
13. Strategi W – T adalah strategi yang di hasilkan dengan memanfaatkan
berbagai kekuatan (strengths) yang di miliki oleh petani komoditi Kentang di
Kabupaten Bantaeng untuk menekan berbagai ancaman (treats).
14. Strategi S – T adalah strategi yang di hasilkan dengan memperbaiki berbagai
kelemahan (Weaknesses) yang di miliki oleh petani Komoditi Kentang di
Kabupaten Bantaeng untuk menekan berbagai ancaman (treats).
24
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Geografis
Desa Bonto Lojong adalah salah satu desa di Kecamatan Ulu Ere yang
berada di sebelah utara Kabupaten Bantaeng. Jarak dari Ibu Kota Kecamatan + 2,5
km dan jarak dari ibu kota Kabupaten + 23 km. Jarak tempuh wilayah Desa
Bonto Lojong dari Ibu kota Kabupaten Bantaeng + 35 menit. Desa Bonto Lojong
memiliki luas wilayah 1.917 ha, dengan potensi alam yang sangat produktif
seperti lahan pertanian, perkebunan dan hutan.
Adapun batas-batas desa sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Gowa, Kabupaten Sinjai
Sebelah Selatan : Desa Bonto Tannga, Desa Bonto Bulaeng
Sebelah Timur : Kab. Bulukumba, Desa Kayu Loe
Sebelah Barat : Kab. Jeneponto, Desa Bonto Marannu
4.2 Keadaan Tanah dan Iklim
Desa Bonto Lojong merupakan wilayah dataran tinggi dengan ketinggian
1300-1500 dpl. Daerah dataran didominasi oleh perbukitan dengan kemiringan
lereng secara umum berada di atas 40 %, oleh karena itu kondisi hidrologi sangat
di pengaruhi oleh kondisi tanahnya. Jenis tanah di Kabupaten Bantaeng di bagi
dalam 3 jenis yaitu Andosol seluas ± 3948 ha, Regosol seluas ± 2755,30 ha, dan
Latosol ± 4585,39 ha. Sedangkan jenis tanah di Desa Bonto Lojong sendiri adalah
Latosol dengan kedalaman efektif tanah 30-60 cm sehingga sangat cocok untuk
pengembangan lahan perkebunan. Daya serap air sekitar 60-90 cm, ini
25
menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanah sangat baik. Kondisi tanah
berbentuk perbukitan dan pegunungan pada umumnya berbutir halus dan kasar,
bantuan pembentuknya berupa batuan gunung api tersier.
Iklim di Desa Bonto Lojong menurut Schmide Ferguson adalah iklim tipe
C dengan rata-rata curah hujan setiap tahunnya sebanyak 1.503 mm/tahun, dengan
jumlah hari hujan setiap tahunnya sebanyak 108 hari hujan. Jumlah bulan basah 8
bulan, bulan kering 4 bulan. Suhu udara pada siang hari bervariasi antara 15-20°c
dan pada malam hari antara 15-19°c.
4.3 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kemampuan kerja dan juga sangat menentukan dalam klasifikasi pembagian kerja.
Untuk kaum pria memiliki jenis pekerjaan yang berbeda dengan kaum wanita,
waulupun kadang ada beberapa pekerjaan yang dapat di kerjakan oleh kaum pria
maupun kaum wanita. Dengan demikian jenis kelamin dapat memberikan
pengaruh terhadap taraf hidup kehidupan seseorang. Untuk lebih jelasnya
mengenai jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Bonto Lojong
dapat di lihat pada Tabel 3 :
26
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, 2014.
No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
1419
1547
47,84
52,16
Total 2966 100
Sumber : Kantor Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu ere, Kabupaten Bantaeng,
2014.
Tabel di 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Bonto Lojong
adalah sebanyak 2966 jiwa. Dari jumlah tersebut sebagian besar berjenis kelamin
perempuan, sebanyak 1547 orang, selebihnya berjenis kelamin laki-laki sebanyak
1419 orang.
4.4 Penduduk Menurut Usia
Desa Bonto Lojong mempunyai jumlah penduduk sebanyak 2.966 jiwa
dan di golongkan dalam beberapa kelompok umur. Umur dapat mempengaruhi
kemampuan kerja seseorang secara fisik, penduduk yang usianya masih muda,
relatif memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dalam meningkatkan
aktivitasnya di bandingkan dengan penduduk yang usianya lebih tua. Selain itu,
umur yang relatif mudah memiliki kecenderungan kemampuan untuk mencari
informasi dan menerima inovasi yang berkaitan dengan aktivitas usahataninya
untuk lebih berkembang. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Desa
Bonto Lojong dapat di lihat pada Tabel 4 :
27
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Usia di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu
Ere, Kabupaten Bantaeng, 2014.
N0. USIA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 0-5 Tahun 113 290 403
2 6-12 Tahun 256 250 506
3 13-21 Tahun 427 394 821
4 22-45 Tahun 501 494 995
5 46-60 Tahun 58 63 121
6 61 Tahun Keatas 64 56 120
Jumlah 1419 1547 2966
Sumber : Kantor Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng,
2014.
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbesar berada pada
kelompok umur 22 – 45 tahun sebanyak 995 orang, dari jumlah penduduk yang
ada di Desa Bonto Lojong. Sedangkan jumlah terendah berada pada kelompok
usia 60 tahun ke atas sebanyak 120 orang.
4.5 Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan dan pengalaman pada umumnya mempengaruhi cara berfikir
dan perilaku individu dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Semakin tinggi
tingkat pendidikan dan banyaknya pengalaman, individu maupun masyarakat akan
lebih dinamis dan inovatif. Pendidikan dapat di peroleh melalui pendidikan
formal, informal maupun nonformal. Melalui pendidikan, kualitas hidup
seseorang dapat di tingkatkan dengan penguasaan ilmu pengetahuan. Untuk
meningkatkan tingkat intelektual, maka pendiudikan sangat di butuhkan. Jumlah
28
penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Bonto Lojong dapat di lihat
pada Tabel 5 :
Tabel 5 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, 2014.
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Belum/Tidak sekolah 928 52,79
2 Tamat SD/sederajat 719 40,90
3 Tamat SLTP/sederajat 48 2,74
4 Tamat SMU/sederajat 46 2,61
5 Tamat Akademi/sederajat 17 0,96
Total 1758 100
Sumber : Kantor Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng,
Kabupaten Bantaeng, 2014.
4.6 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan salahg satu faktor yang menentukan tingkat
kesejahteraan hidup seseorang. Mata pencaharian antara satu penduduk dengan
penduduk yang lain akan berbeda berdasarkan tingkat keterampilan dan
kesempatan kerja yang di miliki setiap individu. Penduduk di Desa Bonto Lojong
bukan hanya berpropfesi sebagai petani, namun mata pencaharian penduduk di
sana bermacam-macam. Untuk mengetahui jumlah penduduk berdasarkan mata
pencaharian di Desa Bonto Lojong dapat di lihat pada Tabel 6 :
29
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, 2014.
No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 8 1,3
2. Pedagang 6 1,0
3. Tukang Kayu 2 0,3
4. Sopir 13 2,0
5. Buruh Tani 24 3,9
6. Petani 569 91,5
7. Total 622 100%
Sumber data : Masyarakat Desa Bonto Lojong (hasil sensus sosial)
Oleh : KPM dan Fasduk, Tahun 2014.
Tabel 6 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Desa Bonto
Lojong antara lain : Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu 8 orang (1,3%). Pedagang,
yaitu 6 orang (1,0%). Tukang Kayu, yaitu 2 orang (0,3%). Sopir, yaitu 13 orang
(2,0%). Buruh Tani, yaitu 24 orang (3,9%). Dan yang menempati mata
pencaharian penduduk paling banyak di Desa Bonto Lojong adalah Petani, yaitu
569 orang (9,5%).
4.7 Keadaan Penggunaan Lahan
Desa Bonto Lojong memiliki luas lahan 4.038 ha dengan alokasi pemanfaatan
lahan unuk egalan/kebun, pekarangan dan hutan. Pola penggunaan lahan di Desa
Bonto Lojong secara ringkas di uraikan pada Tabel 7:
30
Tabel 7 . Luas dan Pola Penggunaan Lahan di Desa Bonto Lojong, Kecamatan
Uluere, Kabupaten Bantaeng 2014.
No Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%)
1 Sawah - -
2 Tegal/kebun 861.98 44.96
3 Pekarangan 11.19 0.59
4 Lain-lain 1043.83 54.45
Total 1917 100
Sumber :Dinas pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng,2014
Tabel 7 menunjukkan bahwa lain-lain menenpati urutan pertama terluas
yaitu 1043.83 ha (54.45%). Lain-lain yang di maksud adalah bangunan, jalan
raya, selokan, gunung, dan seterusnya. Sedankan jumlah lahan paling sempit
berada pada penggunaan lahan untuk pekarangan yaitu seluas 11.19 ha (0,59).
Luas lahan pertanian tersebut, di dominasi oleh tanaman hortikultura
seperti kentang, kubis, wortel, dan bawang merah. Oleh karena itu Desa Bonto
Lojong termasuk salah satu daerah pengembangan tanaman hortikultura yang
menjadi andalan Kabupaten Bantaeng.
4.8 Keadaan Sarana dan Prasarana
Keadaan sarana dan prasarana di suatu daerah sangat penting untuk
menunjang kelancaran aktivitas masyarakat pada umumnya, serta kegiatan
kegiatan ekonomi pada khususnya. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di
di Desa Bonto Lojong dapat di lihat pada Tabel 8:
31
Tabel 8. Jenis Sarana dan Prasarana yang terdapat di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, 2014
No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah
1
2
3
4
Sarana Pendidikan
TK
SD
Sarana Peribadatan
Masjid
Mushollah
Sarana Kesehatan
Posyandu
Pustu
Sarana Umum dan Pemerintahan
Kantor Desa
1
2
11
-
1
1
1
Total 17
Sumber : Kantor Desa Bonto Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng,
2014.
Tabel 8 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di Desa Bonto
lojong masih belum memadai sehingga masyarakat sulit untuk melaksanakan
kegiatannya sehari-hari baik kegiatan sosial budaya, maupun ekonomi. Hal ini
dapat di lihat dari kurangnya sarana pendidikan, sehingga banyak anak-anak yang
putus sekolah dan tidak lanjut ke SLTP. Begitupun sarana kesehatan yang ada di
Desa Bonto Lojong yang hanya ada 2, yakni PUSTU dan POSYANDU yang di
tempatkan di pusat Kota Desa Bonto Lojong sehingga masyarakat sulit
menjangkaunya karna wilayahnya yang luas yang terbagi atas empat Dusun.
Hanya prasarana perhubungan darat dan sarana peribadatan yang yang memadai.
Olehnya itu dengan demikian sarana dan prasarana belum cukup menunjang
32
kegiatan masyarakat di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten
Bantaeng.
4.9 Kelembagaan
Kelembagaan berasal dari kata lembaga, yang berarti aturan dalam
organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat
berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Selain
itu lembaga juga dapat di artikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial
yang sangat di pengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik dan ekonpomi. Desa
Bonto Lojong terdapat beberapa kelembagaan antara lain :
a. Kelompok Tani
Terdapat 14 kelompok Tani yang sudah terbentuk. Kelompok Tani i
nantinya akan merata 4 kelompok di setiap dusun. Pengurus inti terdiri dari ketua
1 orang, sekertaris 1 orang dan bendahara 1 orang dan lainnya menjadi angota,
setiap kelompok berjumlah 20 anggota. Keberadaan kelompok tani ini membantu
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dalam bidang pertanian tanaman
hortikultura, tanaman jangka panjang dan pupuk. namun masyarakat masih
merasa berat karena kontribusi cukup tinggi terhadap penyediaan benih
hortikultura tersebut. Sehingga kelompok masih perlu penguatan manajemen
pengelolaan dan mensosialisasikannya pada masyarkat.
33
b. BPD (badan Permusayawaratan Desa)
BPD merupakan lembaga penampung dan penyalur aspirasi masyarakat
dan lembaga legislasi di mana BPD sebagai pembuat aturan bersama pemerintah
desa yang dapat mengatur pengelolaan kebijakan pemerintahan desa.
C. LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat)
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), secara struktural Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Desa Bonto Lojong yang di pimpin satu orang ketua,
satu orang sekertaris dan di bantu orang bendahara serta beberapa devisi.
Meskipun keberadaan LPM baru terbentuk pada tanggal 20 Mei 2000. Namun
diharapkan lembaga ini dapat melakukan pembaharuan di segala bidang dalam hal
pemberdayaan masyarakat Desa Bonto Lojong sehingga masyarakat tau bahwa
LPM bukan hanya lembga pelengkap struktural desa atau lembaga papan nama
akan tetapi mampu menjalankan peran dan fungsinya serta tanggung jawab yang
diamanahkan kepada pengurus karang taruna.
D. PKK (Badan Kesejahteraan Keluarga)
Pengurus kelompok PKK di tingkat desa di pimpin oleh satu orang ketua,
satu orang sekertaris dan satu orang bendahara serta di bantu oleh kelompok kerja
pada tingkat dusun dan tingkat rukun tetangga, terdapat beberapa kelompok dasa
wiswa yang dipimpin satu orang ketua. Kelompok ini beranggotakan ibu-ibu di
masing-masing dusun. Masyarakat mengharapkan kelompok ini aktif agar peran
dan fungsi PKK dikenal luas oleh masyarakat.
34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Responden
Identitas petani responden menggambarkan keadaan dan kondisi status
petani responden dalam usaha taninya. Dengan adanya identitas petani responden
maka akan memudahkan dalam menganalisis usahataninya. Identitas responden
meliputi nama responden, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
berusaha tani, dapat di lihat pada lampiran 1, Identitas petani responden akan di
bahas berkut ini.
5.1.1. Umur
Umur akan sangat berpengaruh dalam kegiatan berusaha tani. Hal tersebut
berhubungan dengan kemampuan bekerja dan cara berfikir petani dalam
menerima inovasi baru. Pada umumnya petani yang berumur muda mempunyai
kemampuan fisik lebih kuat dan responsif terhadap penerapan inovasi baru di
bandingkan petani yang berumur tua. Adapun tingakat umur petani responden
dapat di lihat padal Tabel 9 :
35
Tabel 9. Identitas Petani Responden Menurut Umur di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng.
No Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 <36 10 33,3
2 36-45 12 40
3 >46 8 26,7
Jumlah 30 100
Sumber :Data Primer Setelah Diolah, 2015
Dari Tabel 9. Pada sample responden di lokasi penelitian di peroleh data
bahwa usia petani termudah adalah 27 tahun, dan usia petani tertua adalah 55
tahun. Dengan data tersebut terlihat bahwa umur petani responden berkisar <36
sebanyak 10 orang dengan persentase 33,33%, usia 36-45 sebnyak 12 orang
dengan persentase 40,00%, dan usia >46 sebanyak 8 orang dengan persentase
26,67%. Hal ini menjelaskan bahwa responden umumnya berada pada tingkat
umur produktif. Wulandari (dalam Ekawati, 2009) menjelaskan bahwa menurut
teori kependudukan, usia produktif berada pada kisaran 15-60 tahun dan usia non-
produktif berkisar 0-14 tahun. Hal ini berarti bahwa petani responden yang berada
di Desa Bonto Lojong masih tergolong produktif. Dengan tingginya tingkat umur
produktif petani responden ini, di harapkan mampu untuk membangun pertanian
di desa ini. Hal ini karena dengan usia yang masih produktif, petani memiliki
potensi untuk melaksanakan kegiatan usaha taninya dengan baik.
36
5.1.2 Tingkat Pendidikan
Pendidikan umumnya akan mempengaruhi cara berfikir petani dan turut
mempengaruhi keberhasilan dalam mengelola usahataninya. Pendidikian petani
yang relatif tinggi menyebabkan petani akan ;lebih dinamis mengikuti
perkembangan teknologi. Tingkat pendidikan petani responden dapat di lihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Identitas Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Bonto
Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng.
No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 SD/sederajat 19 63,33
2 SMP/sederajat 9 30,00
3 SMA/sederajat 2 6,67
Total 30 100
Sumber :Data primer setelah diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat pendidkan petani
responden yang tertinggi pada tingkat SD/sederajat, yang berjumlah 19 orang
dengan persentase 63,33%, SMP/sederajat berjumlah 9 orang dengan persentase
30,00%, SMA/sederajat sebanyak 2 orang dengan persentase 6,67%. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat penerimaan inovasi petani responden rendah
sehingga mempengaruhi hasil produksi dan pendapatan yang di peroleh.
37
5.1.3 Pengalaman Berusaha Tani
Pengalaman berusaha tani yang di maksud adalah terhitung sejak
melepaskan diri dari keluarga dan menusahakan sendiri usaha taninya.
Pengalaman hidup petani merupakan pelajaran besar untuk menuju ke tingkat
pengembangan usahataninya. Tabel 13 menunjukkan pengalaman berusaha tani
dari petani responden.
Tabel 11. Identitas Petani Responden Menurut Pengalaman Berusahatani di Desa Bonto
Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng.
No Pengalaman berusahatani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 5 – 20 19 63,33
2 20 – 35 11 36,67
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
Tabel 11 menunjukkan bahwa petani responden telah berusaha tani selama
kurang dari 5 – 20 tahun dan lebih dari 20 – 35 tahun dengan persentase 63,33 %
dan 36, 67%. Melihat waktu yang sudah terbilang sangat cukup lama dalam
berusahatani, menandakan bahwa pengalaman yang dan keterampilan yang di
miliki sangat cukup matang. Sehingga dalam bertindak sangat berhati-hati
mengingat sudah cukup lama pengalaman yang telah di dapatkan, dan juga
diutinjau dari hasil wawancara bersama responden dapat di ketahui petani yang
memulai mengembangkan kentang minimal selama 5 - 20 tahun dan maksimal
selama 20 - 35 tahun.
38
5.2 Gambaran Umum Usahatani Kentang
5.2.1. Sumberdaya Usahatani
a. Luas Lahan
Pada dasarnya luas lahan yang di kelola oleh petani responden sangat
berpengaruh terhadap kegiatan usahataninya baik terhadap jenis komoditi maupun
pada pola usahataninya itu sendiri. Total luas lahan yang di miliki oleh seluruh
petani responden adalah 18,8 ha dengan nilai rata-rata 0,63 ha/petani. Luas lahan
yang di miliki petani responden dapat di lihat pada tabel 12.
Tabel 12. Identitas Petani Responden Menurut Penggunaan Lahan di Desa Bonto
Lojong, Kec.Uluere, Kabupaten bantaeng, 2015
No Luas lahan (ha) Jumlah (orang) Persentase (%)
1
2
3
0,10-0,50
0,60-1,00
1,10-1,50
19
7
4
63,33
23,00
13,33
Total 30 100
Sumber :Data Primer Setelah Diolah, 2015
C. Tenaga Kerja
Penggunaan tenaga kerja pada proses produksi merupakan faktor yang
penting dalam jumlah yang cukup bukan saja di lihat dari tersedianya tenaga kerja
tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula di perhatikan. Setiap proses
39
produksi di perlukan tenaga kerja yang di sesuaikan dengan kebutuhan sampai
tingkat tertentu sehingga jumlah optimal (soekarwati, 2003).
Dari hasil wawancara dengan petani responden di peroleh keterangan
bahwa tenaga kerja yang di gunakan oleh petani untuk memproduksi kentang
mulai dari persiapan lahan sampai pasca panen adalah keluarga. Untuk persiapan
lahan, penanaman, dan pemeliharaan kentang petani biasanya menggunakan
tenaga kerja keluarga. Untuk panen dan pasca panen kentang, petani pun hanya
menggunakan tenaga kerja keluarga dengan sistem gotong royong (a’rera’).
D. Pendapatan Usahatani Petani Kentang
Berusaha tani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di
lapangan pertanian, pada akhirnya akan di nilai dari biaya yang di keluarkan dan
penerimaan yang di peroleh. Selisih dari keduanya merupakan pendapatan dari
kegiatan usahatannya.
Dalam melakukan kegiatan usahatani kentang, petani mengeluarkan biaya
dan mengharapkan penerimaan yang di peroleh dari bertanam kentang. Biaya
yang di keluarkan petani antara lain sarana produksi, upah tenaga kerja/ongkos
tenaga kerja. Sedangkan penerimaan usaha tani adalah hasil penjualan produksi
yang di peroleh yang kemudian di jual sesuai dengan harga kentang yang berlaku
di daerah penelitian.
Peneriamaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang di peroleh
dengan harga jual. Jumlah produksi adalah hasil yang di peroleh dari cabang
usahatani yang di usahakan, sedangkan harga jual adalah nilai atau harga dari
usaha persatuan produksi. Suatu usahatani di katakan berhasil apabila situasi
40
pendapatan memenuhi persyaratan yaitu cukup untuk membayar semua sarana
produksi,serta biaya ongkos tenaga kerja atau bentuk alainnya selama proses
produksi.
Adapun jenis biaya yang di gunakan oleh petani dan tingkat pendapatan
yang di peroleh dapat di lihat pada tabel 18. Menunjukkan bahwa rata-rata
penerimaan (nilai produksi) petani responden adalah sebesar Rp 26.384.666
sedangkan rata-rata total biaya yang di keluarkan per musim tanam adalah sebesar
Rp 7.386.133.- jadi, rata-rata pendapatan bersih yang di peroleh petani responden
per hektar adalah Rp 20.914.666.-
Tabel 13.
Tabel 14. Rata-rata Biaya Yang di gunakan dan Pendapatan Per Hektar Yang di
Peroleh Melalui Usahatani Kentang di Desa Bonto Lojong, Kec. Ulu
uere, Kabupaten Bantaeng.
No Uraian Nilai perhektar
1 Jumlah produksi (kg) 4.314.666
Harga (Rp) 6200
Penerimaan (Rp) 26.746.800
2 Biaya variabel (vc)
Sarana produksi (bibit dan
pupuk)
3.786.133
Upah/biaya tenaga kerja 3.600.000
Total biaya variabel 7.386.133
3 Biaya tetap (fc)
Nilai penyusutan alat -
4 Total biaya (tc) -
5 Pendapatan bersih 19.360.667
Sumber :data primer setelah di olah,2015
5.2.2 Kenerja Usahatani
Proses produksi kentang di mulai dengan budidaya tanaman kentang itu
sendiri. Budidaya kentang di lakukan dengan pengolahan lahan terlebih dahulu,
41
penanaman bibit, pemeliharaan, kemudiaan pemanenan. Untuk lebih jelasnya
teknik budiadaya kentang di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten
Bantaeng adalah sebagai berikut :
A. Persiapan Lahan
Menurut informasi dari petani responden bahwa setiap melakukan
pergantian tanaman, lahan harus di olah kembali untuk membersihkan tanaman
pengganggu (gulma) dan memperbaiki struktur tanah supaya gembur sehingga
layak di tanami kembali. Bekas tanaman sebelumnya dan tanaman pengganggu
yang telah di bersihkan harus segera di singkirkan di tepi lahan agar tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman kentang. Sistem pengolahan tanah prinsipnya
sama dengan tanaman hortikultura yang lain. Perbedaaanya terletak pada dosis
pemberian pupuk dan cara pemeliharaan tanaman.
B. Penanaman
Hasil yang baik dari tanaman budidaya tidak terlepas dari teknik
penanaman yang sesuai dengan jenis tanaman. Hal-hal yang berpengaruh selama
kegiatan penanaman adalah pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam, dan
cara menanam. Dengan memperhatikan ketiga hal tersebut dii harapkan tanaman
tumbuh baik dan mampu berproduksi lebih tinggi. Itulah yang di lakukan oleh
petani Responden yang ada di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten
Bantaeng.
1. Pengaturan Waktu Tanam
42
Waktu tanam yang sesuai sangat berpengaruh terhadap
produktivitas tanaman. Di indonesia di kenal dengan dua musim, yaitu
musim kemarau dn penghujan. Keduanya mnyebabkan kondisi agroklimat
yang berbeda dan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman
dan kehidupan biotis lainnya, seperti kehidupan hama dan jasad-jasad
renik lain yang bersifat merugikan. Oleh karena itu, pengaturan waktu
tanam harus mempertimbangkan kondisi lingkungan dan aspek ekonomis,
terutama faktor biotik yang mengganggu.
Berdasarkan hasil wawancara dari Petani Responden bahwa
puncak penanaman kentang paling banyak adalah pada musim kemarau.
Tepatnya pada akhir musim penghujan sekitar April-Juni. Karna daerah
Bonto Lojong tidak memiliki pengairan. Oleh karena itu, Petani menanam
pada bulan April-Juni. Penanaman kentang pada bulan musim penghujan
sangat berisiko pada hama dan penyakit, sehingga petani lebih memilih
banyak menanam kentang bulan menjelang musim kemarau. Petani
Responden menanam bibit kentang pada pagi hari.
2. Pengaturan Jarak Tanam
Jarak tanam pada penanaman kentang sangat bervariasi tergantung
varietasnya. Untuk Daerah Bonto Lojong varietas kentang yang di tanam
yaitu Granola. Dengan jarak tanam antara 6-8 cm dan jarak antar peletakan
umbi pada umbi yang lain yakin 20-30 cm.
3. Cara Menanam
43
Cara penanaman yang di lakukan oleh petani di Desa Bonto lojong,
yakni umbi bibit di letakkan mendatar dengan tunas menghadap ke atas.
Dengan kedalaman tanam sekitar 8 cm – 10 cm, segera di tutup dengan
tanah dari sebelah kanan dan kiri lubang tanam.
C. Pemeliharaan
Perawatan tanaman masih tetp di perlukan untuk menjaga agar
pertumbuhannya normal dan tanaman kentang tetap sehat. Selama fase
pertumbuhan dan pembentukan umbi, banyak faktor yang menghambat baik dari
dalam tanaman itu sendiri maupun faktor lingkungan tumbuhnya. Kegiatan
pemeliharaan tanaman kentang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Pemupukan
Kentang memerlukan pupuk organik dalam jumlah yang banyak
untuk pertumbuhan dan perkembangannya agar di peroleh produksi yang
tinggi. Itualah yang di lakukan oleh petani pada saat sebelum penananan
kentang. Pada saat umur kentang berumur ± 20 hari petani membrikan
lagi pupuk nonorganik (Urea, Za, KCL).
2. Penyiangan dan Pembumbunan
Kegiatan penyiangan yang di lakukan oleh Petani Responden di
lakukan bersama-sama dengan perbaikan selokan maupun pembmbunan
permukaan bedengan sehingga memberikan banyak manfaat.
44
3. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman kentang di
perlukan karna tanaman rentang hama dan penyakit seperti, Hama Ulat
Grayak, Hama kutu Daun, Hama Orong-Orong, dll. Sedangkan penyakit
yang biasa menyerang tanaman kentang seperti, Busuk Daun, Layu
Bakteri, Fusarium, Bercak Kering, dll. Pengendalian hama dan penyakit
yang di lakukan oleh petani kentang di Desa Bonto Lojong yaitu dengan
melakukan penyemprotan terhadap hama kentang dengan racun kontak
seperti, Matador, Curacron, dll. Sedankan untuk penyakit, petani
melakukan penyemprotan selama 2-3 kali selama satu minggu dengan
menggunakan pestisida jenis, Nemispor, D-45 dan Atonik, agar tanaman
kentang tidak terserang penykit.
D. Panen dan pasca panen
a. Panen
Berdasarkan keterangan dari petani Responden di tempat penelitian bahwa
Pemanenan Kentang mualai pada umur 90-120 hari. Dan teknik
pemanenan yaitu dengan mencangkul terlebih dahulu tanah di sekitar
umbi, lalu kemudian mengambil umbi kentang dengan menggunakan alat
tradisional yang terbuat dari bambu (sendok bambu).
b. Pasca Panen
45
Penanganan pasca panen yang di lakukan oleh petani kentang di
tempat penelitian yaitu meliputi :
1. Pembersihan
2. Sortasi dan Grading
3. Penyimpanan
4. Pengemasan dan Pengangkutan
E. Pemasaran
Pasar adalah tempat untuk melakukan transaksi atau tukar-menukar barang
dengan barang lain (nilai uang). Pasar dapat tercipta karena adanya produsen atau
penjual dan kosumen atau pembeli. Bentuk-bentuk pasar untuk komoditas kentang
banyak sekali macamnya, misalnya, pasar umum, pasar swalayan (supermarket),
warung-warung kecil, restoran-restoran, dan lain-lain. Bahkan pasar bisa tercipta
di kebun produksi. Dengan demikian, pasar memiliki fungsi penting untuk
penyampaian barang dari produsen ke konsumen. Kegiatan penyampaian barang-
barang tersebut dengan segala aturan permainannya di sebut pemasaran atu
tataniaga.
Transaksi penjualan kentang di Desa Bonto Lojong terjadi di rumah petani
sendiri. Para pengusaha /pedagang pengumpul membeli kentang dari petani , lalu
kemudian di pasarkan ke pedagang/industri,yang ada di luar kota/daerah.
5.3 Strategi Pengembangan Kentang
Terjadinya berbagai perubahan dalam segala aspek kehidupan, termasuk
dalam bidang ekonomi yang di tandai dengan ketatnya persaingan terutama dalam
46
pengembangan dan pemasaran komoditas-komoditas hasil pertanian, menuntut
peran serta pemerintah untuk mengambil sikap dan tindakan dalam menghadapi
perubahan tersebut. Sikap dan tindakan inilah yang di maksud dengan strategi.
Termasuk dalam hal ini adalah perlunya pemerintah Kabupaten Bantaeng
menentukan strategi-strategi yng perlu di ambil dalam pengembangan komoditas
kentang yang berasal dari Kabupaten Bantaeng.
Strategi pengembangan Kentang di Kabupaten Bantaeng di lakukan
dengan memadukan faktor-faktor pada lingkungan eksternal Kabupaten Bantaeng
yang berada di luar kewenangan Pmerintah Kabupaten untuk mengaturnya terkait
peluang (opportunities) dan ancaman (threaths) yang ada dengan kondisi
lingkungan internal Kabupaten Bantaeng yang berada di dalam kewenangan
pemerintah kabupaten untuk mengaturnya terkait kekuatan (strength) dan
kelemahan (weakness) yang di miliki. Dalam berbagai literatur perpaduan
berbagai faktor tersebut di kenal sebagai pengenalan situasi yang di kenal dengan
istilah analisis SWOT. Hal ini sejalan yang di kemukakan oleh LPM FE-UI
(2007) yang mengemukakan bahwa analisa SWOT (SWOT analysis) adalah suatu
metode perencanaan strategis yang di gunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor
yang menjadi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) yang munkin terjadi dalam mencapai suatu
tujuan dari kegiatan proyek/kegiatan usaha atau institusi/lembaga dalam skala
yang lebih luas. Untuk keperluan tersebut di perlukan kajian dari aspek
lingkungan baik yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal yang
mempengaruhi pola strategi institusi lembaga dalam mencapai tujuan.
47
I. Analilis Faktor Internal
Analisis faktor internal bertujuan untuk menemukan berbagai kekuatan
(strenghts) yang di miliki oleh Kabupaten Bantaeng, khususnya Kecamatan Ulu
Ere, Desa Bonto Lojong pada berbagai aspek yang terkait dengan strategi
pengembangan komoditas kentang untuk di mamfaafkan. Selain itu menemukan
kelemahan-kelemahan (weakness) yang di miliki oleh Kabupaten Bantaeng pada
berbagai aspek yang terkait dengan pengembangan komoditas kentang khususnya
untuk segera di benahi.
a. Kekuatan (strenghts)
Kekuatan adalah faktor internal yang ada di dalam institusi yang biasa di
gunakan untuk menggerakkan institusi kedepan. Suatu kekuatan hanya akan
menjadi keunggulan kompotitif bagi suatu institusi apabila kekeuatan tersebut
terkait dengan lingkungan sekitarnya, misalnya apakah kekuatan tersebut di
butuhkan atau bisa mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Jika pada institusi
lain juga terdapat kekuatan yang dan institusi tersebut memiliki kemampuan
utama yang sama, maka kekuatan harus di ukur dari berbagai kekuatan relatif
suatu institusi di bandingkan dengan instutusi yang lain. Sehingga dapat di
simpulkan bahwa tidak tidak semua kekuatan yang di miliki institusi harus di
paksa untuk di kembangkan karena ada kalanya kekuatan itu tidak terlalu penting
jika di lihat dari lingkungan yang lebih luas (LPEM-FE-, 2007). Kekuatan yang di
maksud di sini adalah potensi sumberdaya dan kondisi yang di miliki oleh
Kabupaten Bantaeng terkait dengan srtrategi pengambangan komoditas kentang
48
yang dapat di jadikan sebagai modal dasar dalam pengembangan komoditas
kentang di Kabupaten Bantaeng.
Berikut ini di urtaikan berbagai kekuatan yang di miliki oleh komoditas kentang :
1. Tingginya tingkat produktivitas usahatani kentang
Usahatani kentang di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, kabupaten
Bantaeng dapat di kategorikan tinggi. Sesuai dengan data yang di peroleh dari
hasil observasi lapangan dengan melalui pengisian kusioner menunjukkan bahwa
produktifitas usahatani kentang di peroleh bahwa rata-rata nilai jumlah produksi
usaha tani kentang di lokasi penelitian adalah panen adalah 4.314,67 ton.
2. Banyaknya jumlah petani yang berusahatani kentang
Komoditas kentang (khususnya varietas Granola) merupakan komoditas
yang baru di kenal dan di usahakan oleh petani di Desa Bonto Lojong,
Kecamatan UluEre, Kabupaten Bantaeng. Bahkan komoditas ini dapat di katakan
sebagai komoditas utama yang hampir di budidayakan oleh petani di mana saja
dalam wilayah Kabupaten Bantaeng khususnya Kecamatan Ulu Ere. Jadi
wajarlah jika jumlah petani yang mengusahakan komoditas kentang dapat di
katakan cukup banyak. Hingga saat ini belum ada data yang jelas dari instansi
terkait mengenai jumlah petani kentang yang ada di Kabupaten Bantaeng. Namun
jika di diestimasi dari 569 petani yang berada di Desa Bonto Lojong, yang
menjadikan kentang sebagai komoditas utama terdapat 75%.
3. Usia petani kentang masih produktif.
49
Umur akan sangat mempengaruhi dalam kegiatan berusaha tani. Hal
tersebut berhubungan kemampuan bekerja dan cara berfikir petani dalam
menerima inovasi baru. Pada umumnya petani yang berumur muda mempunyai
kemampuan fisik lebih kuat dan responsif terhadap penerapan inovasi baru di
bandingkan petani yang berumur tua. Terlihat bahwa umur petani responden
yakni <36 sebanyak 10 0rang dengan persentase 33,3%, dan umur 36-45
sebanyak 12 orang dengan persentase 40,00, sedangkan umur >46 sebanyak 8
orang dengan persentase 26,7 %. Ini menunjukkan bahwa usia petani responden
masih produktif.
4. Luasnya areal penanaman komoditas kentang
Pada dasarnya luas lahan yang di kelolah oleh petani responden sangat
berpengaruh terhadap kegiatan usahataninya baik terhadap jenis komoditi
maupun pada pola usaha tani itu sendiri. Total luas lahan yang di miliki oleh
seluruh petani responden adalah seluas 18,8 ha dengan nilai rata-rata 0,63 ha.
5. Tingginya tingkat pengalaman petani dalam berusahatani kentang
Pada umumnya petani dalam berusaha tani senantiasa berpedoman pada
pengalaman berusahatani terdahulu. Pengalaman berusaha tani dari seorang petani
berpengaruh terhadap pola pengelolaan usahataninya, karena terdapat
kecenderungan bahwa petani yang memiliki pengalaman usahatani yang cukup
lama juga memiliki kemampuan berusahatani yang lebih baik. Sebagaimana
terlihat pada Tabel 11 bahwa rata-rata pengalaman petani responden yakni 17,46
tahun.
50
b. Kelemahan (weakness)
Hal-hal yang menjadi lawan dari kekuatan adalah kelemahan. Sehingga
sama dengan kekuatan, tidsk semua kelemahan dari institusi harus di paksa untuk
di perbaiki terutama untuk hal-hal yang tidak berpengaruh pada lingkungan
sekitar (LPEM-FE-UI, 2007). Kelemahan yang di maksud di sini adalah
keterbatasan sumberdaya dan kondisi yang di miliki oleh komoditas kentang dan
juga Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng terkait dengan
pengembangan komoditas kentang yang dapat menghambat dalam pengembangan
komoditas kentang di Kabupatyen Bantaeng.
Berikut ini di uraikan berbagai kelemahan yang di miliki oleh komoditas kentang:
1. Tingkat pendidikan petani masih rendah
Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berfikir petani dan
turut mempengaruhi keberhasilan dalam mengelolah usaha taninya. Pendidikan
petani yang relatif tinggi menyebabkan petani akan lebih dinamis mengikuti
perkembangan teknologi. Tingkat pendidikan petani dapat di lihat pada tabel 12.
Berdasarkan tabel 12 bahwa tingkat pendidikan petani responden yakni SD 19
orang dengan persentase 63,33%. SMP 9 orang dengan persentase 30,00%. Dan
SMA 2 oang dengan persentase 6, 67%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan petani yang ada di Desa Bonto Lojong masih relatif rendah.
2. Rendahnya tingkat pengetahuan petani terhadap IPTEK
51
Ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya sangat membantu
manusia dalam mengakses informasi. Salah satu contoh dengan perkembangan
zaman maka muncullah alat elektronik sebagai alat komonikasi yang di sebut
handpone. Hal ini sangat memudahkan bagi para manusia yang menggunakannya
dalam hal positif, begitupun para petani yang mampu menggunakan Handpone
untuk kebutuhan pengembangan usahataninya. Namun sesuai fakta di lapangan
bahwa petani responden pengetahuannya terhadap alat komonikasi ini masih
minim, sehingga menyulitkan dalam memasarkan produksi usahataninya.
3. Keterbatasan jenis dan jumlah sarana teknologi budidaya kentang
Salah satu faktor penghambat sehingga petani kentang sulit untuk
menghasilkan kentang yang berkualitas adalah karena keterbatasan sarana
teknologi pengelolaan usahatani kentang, meskipun pada hakikatnya banyak
tersedia di sentra-sentra produksi. Sarana teknologi untuk panen yang di gunakan
cenderun alat tradisional seperti cangkul, sabit, dll.
Sehingga umbi kentang pada saat di panen banyak mengalami kerusakan
sperti, terkelupas dan terpotong-potong, padahal pedagang/industri sangat ketat
persyaratan kualitas kentang.
4. Benih bermutu yang sulit di peroleh oleh petani kentang
Di sisi lain faktor penghambat sehingga produksi kentang menurun adalah
di sebabkan karna benih kentang itu sendiri. Pada tahun-tahun sebelumnya, yakni
pada tahun 2010-2013 produktivitas kentang di Bantaeng mengalami peningkatan
karna benih bermutu yang di tanam petani mudah di dapatkan sebab penangkar
52
benih Kentang berada di Desa Bonto Lojong dan berjalan dengan baik. Akan
tetapi pada tahun 2014 produktivitas kentang di Bantaeng mengalami penurunan
selama penangkar benih Kentang beralih fungsi menjadi Taman Bunga. Faktor
inilah sehingga petani sulit untuk mendapatkan benih yang bermutu yang tahan
terhadap serangan hama dan penyakit. Sesuai hasil wawancara dari beberapa
petani responden bahwa dia hanya mampu membeli 10-20 kg benih G2 dengan
harga yang cukup mahal yakni 25000/kg yang di datangkan dari Jawa dan itupun
sangat sulit di dapatkan.
II. Analisis Faktor Eksternal
Berbeda dengan faktor-faktor lingkungan internal yang merupakan faktor
yang dapat di kendalikan, faktor lingkungan eksternal perlu mendapatkan prioritas
lebih dalam penentuan strategi, karena pada umumnya faktor-faktor ini berada di
luar kendala institusi (LPEM-FE-UI, 2007). Analisis faktor eksternal bertujuan
untuk menemukan berbagai peluang (opportunitiess) yang dapat di raih oleh
komoditas kentang dan juga Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten
Bantaeng pada berbagai aspek yang terkait dengan pengembangan komoditas
kentang. Selain itu analisis ini bertujuan untuk mengedentifikasi ancaman-
ancaman (treath) yag merupakan faktor penghambat pada berbagai aspek yang
terkait dengan pengembangan komoditas kentang.
a. Peluang (opportunities)
Perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar selalu datang bersama
peluang. Peluang dapat bersumber dari ketakterdugaan, ketidakserasian,
53
kebutuhan proses, struktur pasa dan industri, demografi, perubahan dalam
persepsi dan pengetahuan baru. Berikut ini beberapa peluang yang dapat di raih
oleh petani Kabupaten Bantaerng terkait dengan pengembangan komoditas
kentang.
1. Sumber Daya Alam mendukung dari segi komparatif
Kabupaten Bantaeng adalah salah satu Kabupaten yang ada di Sulawesi
Selatan yang sangat bagus untuk pengembangan sayuran khususnya kentang.
Kabupaten bantaeng memiliki wilayah pegunungan yang sangat cocok untuk
pengembangan kentang dan itu berada di Kecamatn Uluere, tepatnya di Desa
Bonto Lojong. Desa Bonto Lojong memiliki keunggulan tersendiri dari daerah
atau Desa lain, sebab di tinjau dari ktinggian tempat Desa Bonto Lojong berada
pada ketinggian 1300-1500 dpl, dan itu sangat cocok untuk pengembangan
komoditi Kentang. Dari segi iklim juga sangat mendukung, testur tanah yang
gembur dll.
2. Infrastruktur yang mendukung
Pada umumnya infrastruktur akan mempengaruhi keberhasilan dalam
mengelola usaha tani. Infrastruktur yang memadai akan sangat membantu petani
dalam melakukan akses terhadap apa yang mereka usahakan. Sesuai fakta dan
hasil wawancara dari Petani Responden bahwa infrastruktur di Daerah tersebut
sangat mendukung, sebab jalan usahatani sudah terpenuhi sehingga petani tidak
lagi tekendala walaupun kebun mereka jauh dari rumah. Dan bukan hanya jalan
54
usahatani saja untuk akses ke pasar pun lancar sehigga petani tidak lagi khawatir
dalam hal pemasaran hasil usaha taninya.
3. Tingkat konsumsi akan kentang meningkat khususnya kentang goreng
Di Indonesia kentang dikonsumsi sebagai sayur dan belakangan ini sudah
mulai dikonsumsi sebagai makanan alternatif yang disukai dalam bentuk french
fries atau potato chips sebagai makanan ringan. Faktanya di restoran-restoran
besar seperti KFC, M’Donals dll, kentang goreng sangat di minati oleh
pengunjung, di warung-warung kecil, sampai pada acara-acara pesta lainnya
komsumsi akan kentang goreng sangat tinggi.
4. Tingginya permintaan pasar dan tingkat harga kentang untuk ekspor
Kebutuhan kentang untuk konsumsi dan untuk keperluan industri, setiap
tahunnya mencapai 9546 ton, pada 5 tahun terakhir ini, dari mulai tahun 2010-
2014. Sebagaimana yang terdapat pada tabel 15 di bawah ini:
Tabel 15. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Tanaman Kentang di
Kabupaten Bantaeng Tahun 2010– 2014
No. Tahun Tanaman Kentang
Luas Panen (ha) Produksi (ton)
1 2010 455 6.860
2 2011 602 8.294
3 2012 692 10.324
4 2013 860 12.659
5 2014 652 9.593
Jumlah 3261 47.730
Rata-rata 652,2 9.546
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Bantaeng (2010– 2014).
55
Melihat data-data di atas tadi jelas budidaya kentang maupun proses
produksi kentang menunjukkan prospek yang cukup menggembirakan.
b. Ancaman
Tidak semua masalah yang di hadapi oleh sebuah organisasi berada dalam
kewenanganya untuk menyelesaikan, meskipun masalah tersebut secara langsung
maupun tidak langsung menjadi faktor penghambat dalam mencapai tujuan.
Masalah yang di maksud di anggap sebagai sebuah ancaman. Berikut ini di
uraikan beberapa ancaman yang di hadapi petani kentang di Kabupaten Bantaeng
dalam pengembangan komoditas kentang.
1. Penetapan standar kualitas yang ketat oleh industri/pedagang
Umumnya pedagang besar/industri ekspor sebelum melakukan pembelian
kentang dari pedagang pengumpul sudah menetapkan standar kualitas yakni harus
bersih, besar dan serta tidak lecet. Bilamana persyaratan ini tidak sesuai maka
akan ada potongan harga dari pedagang. Misalnya, harga kentang untuk
kebutuhan ekspor 7000 namun, umbi kentang tidak bersih akibat penanganan
pasca panen yang kurang bagus maka harganya lebih rendah dari harga standar
dan bahkan tidak di beli. Hal ini sangat mempegaruhi pengembangan usaha tani
kentang di Bonto Lojong. Berdasarkan data di lapangan yang di peroleh dari
petani responden bahwa pedagang pengumpul sangat ekstra hati-hati ketika ingin
membeli kentang, bilamana kualitas kentang tidak sesuai standar yang telah di
tetapkan oleh industri/pedagang besar maka, ada potongan harga.
2. Harga komoditas kentang berfluktuasi
56
Salah satu faktor di luar usahatani yang dapat mempengaruhi produksi
usaha tani adalah aspek yang menyangkut pemasaran termasuk di dalamnya
adalah harga hasil produksi. Hanya saja umumnya petani tidak berdaya dalam
menentukan harga hasil produksinya sebagaimana pendapat yang di kemukakan
oleh Hernanto (1991) bahwa petani yang serba terbatas berada pada posisi yang
lemah dalam penawaran dan persaingan, karena penentuan harga bukan pada
petani atau dengan kata lain petani harus terpaksa menerima apa yang menjadi
kehendak pembeli. Berdasarkan data yang di peroleh dari petani dan pedagang di
lokasi penelitian, tingkat harga Kentang yang berlaku di wilayah ini selama tahun
2014 berkisar antara Rp 5000 – Rp 6000 per kilogram. Tingkat harga ini masih
relatif rendah di bandingkan dengan tingkat harga yang berlaku pada sentra-sentra
pengembangan komoditas kentang di indonesia. Berfluktuasinya tingkat harga
kentang yang berlaku di Kabupaten Bantaeng.
III. Analisis Strategi Pengembangan Kentang
Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal sebagaimana yang telah
di uraikan, maka faktor tersebut selanjutnya di analisis dengan menggunakan
matriks analisis SWOT (Strenghts – Weaknees – Opportunities – Threats) untuk
merumuskan strategi pengembangan kentang di Kabupaten Bantaeng. Strategi-
strategi yang di rumuskan, yakni :
1. Strategi SO, dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan (S) yang di miliki
Kentang untuk mengambil manfaat dari peluang-peluang (O) yang ada,
terutama dalam pengembangan kentang;
57
2. Strategi WO, dengan mengatasi kelemahan-kelemahan (W) yang di miliki
kentang untuk meraih peluang-peluang (O) yang ada, terutama dalam
pengembangan kentang;
3. Strategi ST, dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan (S) yang di miliki
kentang untuk menghindari ancaman-ancaman (T), terutama dalam
pengembangan kentang;dan
4. Strategi WT, dengan mengurangi kelemahan-kelemahan (W) yang di miliki
kentang dan menghindari ancaman-ancaman (T) yang ada.
Analisis faktor-faktor internal dan eskternal yang di tuangkan ke dalam
matriks SWOT dengan rumusan strategi-strategi yang dapat di ambil dalam
kaitannya dengan pengembangan kentang di Kabupaten Bantaeng, secara lengkap
dapat di lihat pada tabel 15.
Berdasarkan analisis SWOT yang di lakukan dengan menggunakan
matriks sebagaimana yang tertera pada tabel 14, maka di peroleh strategi yang
dapat di lakukan untuk mengembangkan kentang di Kabupaten Bantaeng.
Strategi- strategi di kelompokkan berdasarkan Strategi SO, WO, ST dan WT
sebagaimana di uraikan berikut ini.
1. Strategi SO
SO-1. Memaksimalkan produktivitas usaha tani kentang, yang merupakan
tanaman konsumsi dan ekspor sehingga menarik para petani untuk
mengembangkan kentang.
58
Tingginya produktivitas dan harga jual kentang di Kabupaten Bantaeng
sehingga menambah daya tarik para petani untuk berusaha tani dan
mengembangkan komoditas kentang, dengan alasan agar mampu menambah
pendapatan dan mendongkrak perekonomian petani kentang.
SO-2. Memanfaatkan banyaknya jumlah petani yang berusahatani kentang
agar mampu menutupi permintaan untuk di ekspor
Banyaknya petani yang berusahatani kentang di Kabupaten Bantaeng
masih tetap harus di tingkatkan lagi, karena jumlah permintaan kentang setiap
tahunnya semakin meningkat karena merupakan tanaman ekspor yang paling
produktif.
SO-3. Memanfaatkan luas areal penanaman kentang untuk memenuhi
permintaan kentang
Luasnya areal penanaman kentang di Kabupaten Bantaerng semestinya di
manfaatkan oleh Kabupaten Bantaeng agar mampu memenuhi kebutuhan petani
Kentang agar permintaan kentang mampu di penuhi sehingga mampu
mensejahterahkan petani kentang karena bertambahnya penghasilannnya karena
telah berusahatani kentang.
SO-4. Memanfaatkan usia petani yang masih produktif dan pengalaman yang
di miliki untuk mengembangkan kentang dengan potensi alam dan
ifrastruktur yang mendukung
59
Usia petani yang masih produktif serta pengalaman yang di miliki oleh
petani kentang seharusnya di dukung dan lebih di tingkatkan lagi oleh Kaupaten
Bantaeng melihat potensi alam dan ifrastruktur yang sangat mendukung untuk
pengembangan agribisnis kentang.
2. Strategi WO
WO-1. Meningkatkan pengetahuan dan pendidikian petani, sarana dan
prasarana produksi khususnya benih serta bertambah fasilitas
teknologi budidaya dan pasca panen untuk mengatasi kualitas kentang
demi memenuhi permintaan ekspor
Tingginya permintaan komsumsi akan kentang goreng dan ekspor akan
komoditas kentang merupakan peluang yang harus di capai oleh Kabupaten
Bantaeng sebagai salah satu sentra produksi di Sulawesi Selatan. Hal ini perlu di
lakukan dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam teknis
budidaya, penanganan dan manajemen pengelolaan usahatani. Peningkatan
pengetahuan dan keterampilan dalam budidaya dan pasca panen akan memberikan
dampak terhadap tersalurnya produksi kentang dengan tingkat harga yang
menguntungkan semua pihak terutama petani sebagai produsen. Peningkatan
kualitas kentang ini perlu pula di dukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana
penanganan pasca panen seperti lantai dan sebagainya.
Ketatnya persyaratan kualitas yang di gunakan oleh pedagang/industri
menuntut petani sebagai produsen untuk dapat memenuhinya agar tingkat harga
yang di terima dapat lebih memadai. Hanya saja petani kentang memiliki
60
keterbatasan yang tidak hanya pengetahuan dan keterampilan, namun juga pada
ketersedian prasarana pengelolaan hasil terutama dalam penanganan pasca panen.
Keterbatasan prasarana penanganan pascapanen perlu di fasilitasi oleh Pemerintah
Kabupaten Bantaeng melalui penyediaan gudang penyimpanan. Pengelolaan
prasarana pascapanen ini dapat di serahkan kelembagaan di tingkat petani seperti
gapoktan atau dapat pula di kelola langsung oleh pemerintah Kabupaten dengan
membentuk Sub-terminal agribisnis Bantaeng di Kecamatan/kluster yang menjadi
sentra pengembangan Bantaeng.
3. Strategi ST
ST-1. Memanfaatkan tingkat produktivitas kentang sebagai tanaman ekspor
untuk mendapatkan penghasilan yang lebih, meskipun harganya
fluktuatif.
Komoditas kentang yang terkenal sebagai tanaman ekspor dan bernilai jual
tinggi sangat menarik perhatian para petani di Bantaeng untuk menjadikannya
sebagai komoditas utama, hanya terkadang menemukan masalah dalam
pemasarannya, sehngga di butuhkan pengawalan yang serius dan nyata dari
pemerintah Kabupaten pada khususnya dan Provensi pada umumnya untuk
melakukan pengawalan dan penetapan harga standar agar dapat mengurangi
resiko kerugian bagi para petani dan pedagang kentang.
ST-2. Meningkatkan upaya penyuluhan mengenai ketatnya standar kualitas
yang di tetapkan oleh industri/pedagang
61
Kelemahan produk kentang yang di hasilkan oleh petani di Kabupaten
Bantaeng adalah rendahnya kualitas utama yang utamanya di sebabkan oleh
penanganan pasca panen yang kurang tepat. Akibat dari rendahnya kualitas
tersebut adalah tingginya potongan harga yang di terima oleh petani dan berakibat
rendahnya tingkat pendapatan yang mereka terima. Untuk mengatasi kelemahan
ini peranan kelembagaan petani sebagai wadah belajar bagi petani sangat di
butuhkan terutama terkait dengan informasi mengenai teknologi penanganan
pascaanen yang baik melalui pelatihan-pelatihan.
ST-3. Mengawal harga dari pemerintah agar tidak terjadi permainan harga
sehingga petani tidak mengalami kerugian
Luasnya areal penanaman kentang di Kabupaten Bantaeng seharusnya di
kawal baik oleh pemerintah agar para petani kentang tidak mengalami kerugian
yang di sebabkan oleh permainan harga oleh pedagang pengumpul sehingga
menimbulkan kerugian oleh para petani kentang.
4. Strategi WT
WT-1. Meningkatkan pendidikan dan pengetahuan petani dalam menerapkan
teknologi budidaya untuk meningkatkan jumlah produksi agar dapat
memenuhi penetapan standar yang di tetapkan oleh industri dan
pedagang
Salah satu hambatan yang di peroleh oleh petani dalam memperoleh
pendapatan yang memadai adalah rendahya tingkat harga yang yang di tetapkan
62
harga oleh pedagang pengumpul akibat rendahnya kualitas kentang yang di
hasilkan. Penyebab utama rendahnya kualitas kentang yang di hasilkan oleh petani
adalah keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan
pascapanen, di samping keterbatasan keterbatasan pengusaan teknologi
pascapanen. Olehnya, untuk mengurangi resiko pemotongan harga yang di terima
oleh petani dari pedagang pengumul, perlu di bekali dengan pengetahuan dan
keterampilan dalam menangani pascapanen melalui pelatihan dan penyuluhan.
WT-2. Meningkatkan jumlah sarana produksi (benih) dan teknologi
pengelolahan hasil untuk memenuhi standar kualitas yang di tetapkan
oleh pedagang/industri dan juga mampu mengurangi resiko yang
timbul akibat persaingan harga yang fluktuatif
Sangat di perlukan peningkatan jumlah sarana teknologi pengolahan hasil
untuk memenuhi standar kualitas yang di tetapkan oleh pedagang/industri
sehingga petani kentang tidak menemukan kerugian karena kentangnya tidak
terjual akibat standar yang kurang memadai.
Tabel 15. matriks SWOT :
Tabel 16. Matriks SWOT
Faktor Eksternal Peluang (Opportunities) Ancaman (Treath)
Faktor Internal
Sumber Daya
Alam
mendukung
dari segi
komparatif
Infrastruktur
mendukung
Tingkat konsumsi
akan kentang
meningkat
khususnya kentang
goreng
Tingginya
permintaan dan
tingkat harga
kentang untuk untuk
de ekspor
Penetapan standar
kualitas yang ketat
oleh industri/pedagang
Harga komoditas
kentang yang fluktuasi
Kekuatan (Strenght) O 1 O 2 O 3 O 4 T 1 T 2
Tingginya tingkat
produktivitas usaha
tani kentang
S1
Banyakya jumlah
petani kentang yang
berusaha tani kentang
S2
Usia petani kentang
masih produktif
S3
Luasnya areal penanaman komoditas
kentang
S4
Tingginya tingkat
pengalaman petani
dalam berusaha tani
kentang
S5
Kelemahan
Strategi SO
SO-1 : Memaksimalkan produktivitas usaha tani kentang yang merupakan
tanaman ekspor sehingga menarik para petani untuk
mengembangkan kentang (S1 : O1)
SO-2 : Memanfaatkan banyaknya jumlah petani yang berusaha tani
kentang serta pengalaman yang dmilliki oleh petani agar mampu
menutupi permintaan untuk ekspor (S2,S5 : O2)
SO-3 : Memanfaatkan luas areal luas areal penanaman kentang agar
mampu memenuhi penrmi ntaan kentang (S4 : O2)
SO-4 : Memanfaatkan usia petani yang masih produktif dan pengalaman
yang di miliki untuk mengembangkan kentang dengan potensi alam
dan ifrastruktur yang mendukung (S3, S4 : O1, O2)
Strategi ST
ST-1 : Memanfaatkan tingkat produktivitas
kentang sebagai tanaman ekspor
untuk mendapatkan penghasilan yang
lebih, meskipun harganya fluktuatif
(S1 : T2)
ST-2 : Memanfaatkan banyaknya jumlah petani
yang masih produktif yang berusahatani
kentang serta pengalaman yang di milki agar adanya penyuluhan mengenai
ketatnya standar kualitas yang di
tetapkan oleh industri/pedagang (S2, S3
: T1)
ST-3 : Mengawal harga dari pemerintah agar
tidak terjadi permainan harga
sehingga petani tidak mengalami
kerugian ( S3 : T2)
64
(Weaknes)
Tingkat pendidikan
petani masih rendah
W1
rendahnya tingkat
pengetahuan petani
terhadap IPTEK
W2
Keterbatasan jenis dan
jumlah teknologi
pengelolaan budidaya
kentang
W3
Benih bermutu yang
sulit di peroleh oleh
petani kentang
W4
Strategi WO
WO-1 : Meningkatkan pendidikan dan pengetahuan, sarana dan prasarana
produksi setan menambah fasilitas teknologi budidaya dan pasca
panen untuk mengatasi kualitas kentang demi memenuhi
permintaan ekspor (W1, W2, W3, W4 : O3,O4)
Strategi WT
WT-1 :Meningkatkan pendidikan dan
pengetahuan petani dalm menerapkan
teknologi budidaya serta akses
informasi untuk meningkatkan
jumlah produksi agar dapat memenuhi
penetapan harga yang di terapkan oleh
industri/pedagang (W1,W2 : T1)
WT-2 : Meningkatkan jumlah sarana produksi
(benih) teknologi pengelolaan
budidaya untuk memenuhi standar
kualitas yang di tetapkan oleh
pedagang/industri dan juga mampu
mengurangi resiko yang timbul akibat
persaingan harga yang fluktuatif (W3,
W4 : T1, T2)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka kesimpulan dari
penelitian ini adalah strategi yang perlu di lakukan adalah :
STRATEGI SO
Memaksimalkan produktifitas kentang, yang merupakan tanaman
komsumsi dan ekspor sehingga menarik para petani untuk mengembangkan
kentang, memanfaatkan banyaknya jumlah petani yang berusahatani kentang agar
mampu menutupi permintaan kentang untuk di ekspor, dan pemanfaatan luas areal
penanaman kentang untuk memenuhi permintaan kentang, serta memanfaatkan
usia petani yang masih produktif dan pengalaman yang di miliki untuk
mengembangkan kentang dengan potensi alam dan ifrastruktur yang mendukung.
STRATEGI WO
Meningkatkan pengetahuan dan pendidikan petani, sarana dan prasarana
produksi (benih) serta menambah fasilitas teknologi budidaya dan pasca panen
untuk mengatasi kualitas kentang demi memenuhi permintaan ekspor.
STRATEGI ST
Memanfaatkan tingkat produktifitas kentang sebagai tanaman konsumsi
dan ekspor untuk mendapatkan penghasilan yang lebih, meskipun harganya
66
fluktuatif, memanfaatkan banyaknya jumlah petani yang masih produktif yang
berusahatani kentang agar adanya penyuluhan mengenai ketatnya standar kualitas
yang di tetapkan oleh industri/pedagang, dan mengawal harga dari pemerintah
agar tidak terjadi permainan harga sehingga petani tidak mengalami kerugian.
STRATEGI WT
Meningkatkan pendidikan dan pengetahuan petani dalam menerapkan
teknologi budidaya untuk meningkatkan jumlah produksi agar dapat memenuhi
penetapan standar yang di tetapkan oleh industri dan pedagang, dan meningkatkan
jumlah sarana produksi (benih) dan sarana teknologi pengolahan hasil untuk
memenuhi standar kualitas yang di tetapkan oleh pedagang/industri dan juga
mampu mengurangi resiko yang timbul akibat harga yang fluktuatif.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan sesuai hasil penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu segera menetapkan peraturan Daerah
(Ranperda) mengenai jaminan terhadap harga dasar pembelian kentang, untuk
menjamin tingkat pendapatan para pelaku pemasaran, khususnya petani.
2. Koordinasi diantara Satua Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait dengan
pengembangan komoditas Kentang perlu di tingkatkan dalam rangka
melaksanakan berbagai program sebagai tindak-lanjut dari strategi, tindakan
prioritas, arah dan program pengembangan kentang di Kabupaten Bantaeng.
67
3. Petani perlu menetapkan teknik budidaya yang tepat agar dapat meningkatkan
produksi dan produktivitas usahataninya dengan tetap memperhatikan
konservasi lahan, serta meningkatkan kualitas kentang hasil produksinya
dengan menerapkan teknik budidaya dan pascapanen sesuai anjuran.
4. Diakui bahwa penelitian ini belum mampu mengungkap keseluruhan aspek
yang berkaitan dengan strategi pengembangan kentang di Kabupaten Bantaeng,
oleh karna itu kelanjutan dan kesempurnaan pembahasannya masih
memerlukan penelitian lebih lanjut dengan pembahasan yang tentunya lebih
komprehensif.
68
DAFTAR PUSTAKA
Barmin. 2010. Budidaya Sayuran Umbi. Penerbit Cv Ricardo. Jakarta.
Bambang Cahyono. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha tani Tomat. Penerbit
KANISIUS. Yokyakata
Hotden Leonardo Nainggolan, dan Johndikson, 2012. Pengembangan Sistem
Agribisnis Dalam Rangka Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. (on-
line)https://www.google.co.id/search. Diakses pada tanggal 06 April
2015. Makassar.
Muh. Taufik. 2012. Strategi Pengembangan Agribisnis Sayuran Di Sulawesi
Selatan. Jurnal Litbang Pertanian, 31 (2), 2012. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Makassar.
Muliadi. 2001 Balanced Score Card : Alat Mengenai Konteporer Untuk
Melipatgandakan Kenerja Keungan Perusahaan. PT. Salemba Emban
Patria, Jakarta.
Nurul Idawati. 2012. Pedoman Lengkap Bertanam kentang. Penerbit Pustaka Baru
Press. Yokyakarta.
LPEM FE – UI. 2007. Metodologi Penelitian : analisa SWOT. Lampiran I Studi
Penyusunan RPJP Kabupaten Aceh Tambang 2007-2027
(Http://Bappedatamiang.go.id/uploadfiles/RPJP2007/Lampiran
1_Metodolgi_Penelitian_Analisa_SWOT.pdf , Di akses Pada Tanggal
06 April 2015).
Pandi Tjiptono. 2000. Strategi Bisnis. Penerbit Andi. Yokyakarta.
Rangkuti, 2000. Analisis SWOT: Teknik Membaca Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta.
69
Setijo Pitojo, 2013. Penangaran Benih Bawang Merah. Penerbit KANISIUS.
Yokyakarta.
Start, D.dan Ingie Hovland, 2002. Analisis SWOT(kekuatan,
kelemahan,kesempatan,
ancaman)http://www.smeru.or.id/report/training/menjembatani
penelitian dan kebijakan/untuk cso/file/82.pdf. Di akses pada tanggal
04 April 2015. Makassar.
Senja Nilasari, 2014. Manajemen Strategi Itu Gampang. Penerbit Dunia Cerdas.
Jakarta Timur.
Wibisoso, Agus, 2010. Analisis Swot. (Http://Agus Wibisono.com/2010/Analisis-
SWOT-Strength-Weakness-Opportunity-Threat/,= Di Akses pada
Tanggal 06 April 2015).
70
LAMPIRAN
71
Lampiran 1. Kusioner Penelitian
KUSIONER
I. IDENTITAS RESPONDEN.
1. Nama =
2. Umur = ............tahun
3. Jenis kelamin = L/P
4. Tingkat pendidikan = ............tahun
5. Pengalaman berusahatani :
- Sayuran Dataran Tinggi (kentang) = ........tahun
II. KONDISI USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI (KENTANG)
A. Lahan
1. Luas Lahan = .........Ha
2. Status kepemilikan = Milik/Sakap/Sewa
3. Jarak dari rumah = ...........Meter
4. Apa masalah yang di hadapi terkait dengan lahan?
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
B. Tenaga Kerja
1. Dalam satu kali tanam apakah Bapak/Ibu membutuhkan tenaga kerja?dan
berapa orang?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
72
2. Dalam penggunaan tenaga kerja, apakah Bapak/ibu memberi upah atau
tidak?
......................................................................................................................
......................................................................................................................
3. Sumber tenaga kerja yang Bapak/Ibu gunakan itu dari mana?
......................................................................................................................
......................................................................................................................
4. Apa masalah yang terkait dengan tenaga kerja?
......................................................................................................................
.....................................................................................................................
C. Modal Usaha Tani
1. Sumber permodalan yang Bapak/Ibu gunakan dalam satu kali penanaman
itu dari mana?
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
2. Jumlah modal yang di siapakan dalam sekali penanaman : Rp..........
D. Produktivitas
1. Dalam satu kali panen berapa jumlah produksi (kg) yang Bapak/Ibu
peroleh?
.......................................................................................................................
......................................................................................................................
2. Apakah hasil produksi yang Bapak/I peroleh langsung di jual atau di
simpan?
73
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
3. Apakah ada masalah terkait produksi?
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
E. Pemasaran
1. Lokasi pemasaran dari produksi kentang yan Bapak/i peroleh dimana dan
kepada siapa?
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
2. Apakah ada persyaratan kentang yang Bapak/Ibu ingin jual?
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
3. Dalam penjualan dari hasil usahatani kentang milik bapak/Ibu, berapa
tingkat harga?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
4. Bagaimana cara transaksi yang bapak gunakan dalam sistem penjualan
dari hasil produksi yang bapak usahakan?
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
5. Apakah ada masalah yang terkait dengan pemasaran?
74
........................................................................................................................
.......................................................................................................................
III. SARAN
1.
2.
3.
4.
75
Lampiran 2. Identitas Responden
No Nama Responden Umur (thn) Jenis Kelamin Tingkat
pendidikan (thn)
Pengalaman Usahatani
kentang (thn)
Komoditas
1 H.Baco 49 Laki-laki SD 25 1,2,3,4
2 H. Mahmud 45 Laki-laki SD 25 1,2,3
3 H. Sawwala 42 Laki-laki SMP 20 1,2,3
4 Harin 36 Laki-laki SD 18 1,2,3
5 Baco 50 Laki-laki SD 17 1,2
6 H. Jamadi 55 Laki-laki SD 30 1,2,3
7 Supu 52 Laki-laki SD 33 1,2,3
8 Soha 45 Laki-laki SD 26 1,2,3
9 Mantan 43 Laki-laki SD 24 1,2,3
10 Sahiri 32 Laki-laki SD 10 1,2,3
11 Bohari 42 Laki-laki SD 17 1,2
12 Caning 29 Laki-laki SD 10 1,2
13 Upa 42 Laki-laki SD 16 1,2,3
14 Abba 45 Laki-laki SD 18 1,2
15 Jumani 30 Laki-laki SD 10 1,2
16 Johan 48 Laki-laki SD 19 1,2
17 Hamid 52 Laki-laki SMP 30 1,2
18 H. Hakimi 53 Laki-laki SMP 33 1,2,3
19 Malik 32 Laki-laki SMP 11 1,2
20 H. Sawing 43 Laki-laki SD 25 1,2
21 Naso 32 Laki-laki SMP 12 1,2
22 Umar 33 Laki-laki SMP 10 1,2
23 Isdarianto 35 Laki-laki SMA 7 1,2
24 Abbasa 52 Laki-laki SD 33 1,2
76
25 Ramli 38 Laki-laki SD 13 1,2
26 Cai 33 Laki-laki SD 12 1,2
27 Ansar 40 Laki-laki SMP 20 1,2,3
28 Tiar 30 Laki-laki SMP 10 1,2,3
29 Jamal 27 Laki-laki SMA 10 1,2,3
30 Baso 41 Laki-laki SMP 20 1,2,3
Total 1217 524
Rata-rata 40,56 17,46
77
Lampiran 3. Kondisi Usahatani Kentang
No Luas lahan (ha) Status kepemilikan Jarak dari rumah (m) Masalah lahan
1 1,50 Sendiri 30 Tidak ada masalah
2 1,00 Sendiri 2000 Jauh
3 1,00 Sendiri 500 Tidak ada masalah
4 0,30 Sendiri 50 Tidak ada masalah
5 1,00 Sendiri 1000 Jauh
6 1,30 Sendiri 100 Tidak ada masalah
7 0,40 Sendiri 30 Tidak ada masalah
8 0,50 Sendiri 10 Tidak ada masalah
9 0,30 Sendiri 150 Tidak ada masalah
10 0,50 Sendiri 200 Tidak ada masalah
11 0,40 Sendiri 70 Tidak ada masalah
12 0,50 Sendiri 100 Tidak ada masalah
13 0,30 Sendiri 1000 Jauh
14 0,40 Sendiri 1500 Jauh
15 0,50 Sendiri 500 Lumayan jauh
16 0,60 Sendiri 1000 Jauh
17 0,30 Sendiri 300 Tidak ada masalah
18 1,00 Sendiri 200 Tdak ada masalah
19 1,00 Sendiri 230 Tidak ada masalah
20 1,50 Sendiri 500 Lumayan jauh
21 1,00 Sendiri 30 Tidak ada masalah
22 0,30 Sendiri 10 Tidak ada masalah
23 0,40 Sendiri 10 Tidak ada masalah
24 0,40 Sendiri 20 Tidak ada masalah
25 0,30 Sendiri 15 Tidak ada masaalah
78
26 0,30 Sendiri 30 Tidak ada masalah
27 0,50 Sendiri 20 Tidak ada masalah
28 0,40 Sendiri 1000 Jauh
29 1,00 Sendiri 1500 Jauh
30 0,50 Sendiri 10 Tidak ada masalah
Total 18,8 12115
Rata-rata 0,63 403,83
79
Lampiran 4. MODAL USAHA TANI
NO S.Permodalan S.permodalan Luar Jumlah Modal (Rp)
1 Sendiri - 23.900.000
2 Sendiri - 13.600.000
3 Sendiri - 18.310.000
4 Sendiri - 4.400.000
5 Sendiri - 4.840.000
6 Sendiri - 7.600.000
7 Sendiri - 2.600.000
8 Sendiri - 4.140.000
9 Sendiri - 2.400.000
10 Sendiri - 8.920.000
11 Sendiri - 3.640.000
12 Sendiri - 7.920.000
13 Sendiri - 2.125.000
14 Sendiri - 2.720.000
15 Sendiri - 8.490.000
16 Sendiri - 2.150.000
17 Sendiri - 8.800.000
18 Sendiri - 19.000.000
19 Sendiri - 6.975.000
20 Sendiri - 21.400.000
21 Sendiri - 7.900.000
22 Sendiri - 5.380.000
23 Sendiri - 4.770.000
24 Sendiri - 3.295.000
25 Sendiri - 2.430.000
80
26 Sendiri - 2.054.000
27 Sendiri - 6.020.000
28 Sendiri - 3.750.000
29 Sendiri - 4.600.000
30 Sendiri - 6.105.000
Total - 219.934.000
Rata-
rata
- 7.332.000
81
Lampiran 5. Produksi dan pemasaran
No produksi
(kg)
Lokasi
pemasaran
Harga (Rp) Persyaratan kentang Cara transaksi Masalah produksi
1 9000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai Harga kentang tidak menentu
2 8000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
3 12000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
4 1200 P.pengumpul 7000 Besar dan bersih Tunai -
5 11000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Kredit -
6 4500 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Kredit -
7 1500 p.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
8 3100 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Kredit -
9 1100 P.pengumpul 7000 Besar dan bersih Tunai -
10 7500 P.pengumpul 7000 Besar dan bersih Kredit -
11 2000 P.pengumpul 7000 Besar dan bersih Kredit -
12 6000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Kredit -
13 1000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Kredit -
14 900 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
15 7000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
16 2700 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
17 1000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
18 10500 P.pengumpul 7000 Besar dan bersih Tunai -
19 2700 P.pengumpul 6000 Sedang Tunai -
20 12000 P.pengumpul 6000 Sedang Kredit -
21 3640 P.pengumpul 8000 Besar dan bersih Tunai -
22 1200 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
23 1300 p.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
82
24 1400 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
25 1050 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai --
26 1000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Kredit -
27 3500 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
28 1600 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
29 8000 P.pengumpul 6000 Besar dan bersih Tunai -
30 2000 P.pengumpul 7000 Besar dan bersih Tunai -
Total 129.440 186.000
Rata-
rata
4.314,67 6200
83
Lampiran 9. Pendapatan
No Nama Produksi (kg) Harga (Rp) Nilai Produksi (Rp) Total Biaya Pendapatan bersih (Rp)
1 H. Baco 9000 6000 54.000.000 23.900.000 30.100.000
2 H. mahmud 8000 6000 48.000.000 13.600.000 34.400.000
3 H. sawwala 12000 6000 72.000.000 18.310.000 53.690.000
4 Harin 1200 7000 8.400.000 4.400.000 4.000.000
5 Baco 11000 6000 66.000.000 4.840.000 61.160.000
6 H.jamadi 4500 6000 27.000.000 7.600.000 19.400.000
7 Supu 1500 6000 9.000.000 2.600.000 6.400.000
8 Soha 3100 6000 18.600.000 4.140.000 14.460.000
9 Mantang 1100 7000 7.700.000 2.400.000 5.300.000
10 Sahiri 7500 7000 52.500.000 8.920.000 43.580.000
11 Bohari 2000 7000 14.000.000 3.640.000 10.360.000
12 caning 6000 6000 36.000.000 7.920.000 28.080.000
13 Upa 1000 6000 6.000.000 2.125.000 3.875.000
14 Abba 900 6000 5.400.000 2.720.000 2.680.000
15 Jumani 7000 6000 42.000.000 8.490.000 33.510.000
16 Johan 2700 6000 16.200.000 8.800.000 7.200.000
17 Hamid 1000 6000 6.000.000 2.150.000 3.850.000
18 H. Hakimi 10500 7000 63.000.000 19.000.000 44.400.000
19 Abdul malik 2700 6000 16.200.000 6.975.000 9.225.000
20 H.Sawing 12000 6000 72.200.000 21.400.000 50.600.000
21 Naso 3640 6000 21.840.000 8.900.000 13.940.000
22 Umar 1200 6000 7.200.000 5.380.000 1.820.000
23 Isdarianto 1300 6000 9.000.000 4.770.000 4.230.000
24 Abbasa 1400 6000 8.400.000 3.295.000 5.105.000
25 Ramli 1050 6000 6.300.000 2.430.000 3.870.000
84
26 Cai 1000 6000 6.000.000 2.540.000 3.460.000
27 Ansar 3500 6000 21.000.000 6.020.000 14.980.000
28 Tiar 1600 6000 9.600.000 3.750.000 5.850.000
29 Jamal 8000 6000 48.000.000 4.600.000 43.400.000
30 Baso 2000 7000 14.000.000 6.105.000 7.895.000
Total 129.440 186.000 791.540.000 221.854.000 627.437.00 0
Rata-rata 4.314.666 6200 26.746.800 7.386.133 19.360.667
85
Lampiran 7 : dokumentasi Kegiatan
Wawancara Dengan Responden
86
Gambar Bibit Kentang Yang Siap d Tanam
Gambar Lahan yang Belum Di Bersihkan
87
Gambar Lahan Yang Sudah Di Bajak dan Dibersihkan
Gambar Pembuatan Alur Tanam
88
Gambar Pemberian Pupuk Kandang
Gambar Peletakan Bibit Dalam Lobang
89
Gambar Pada Saat Selesai Di Timbung
Gambar Setelah Penyiangan Dan Pembumbungan