stomatitis

12
Stomatitis Aftosa Rekuren Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.16 Lesi stomatitis dimulai sebagai gelembung yang kemudian yang kemudian pecah meninggalkan satu erosi / ulkus yang dangkal. Lesi yang kecil ini menimbulkan rasa nyeri hebat. Tidak disertai demam. Stomatitis aftosa akan sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 4 minggu, tetapi mempunyai kecenderungan berulang, tepi stomatitis ini adalah : ulkus dangkal, cekung dasar putih daerah sekitar hiperemis. Gambaran klinis 1) Gejala subyektif : rasa nyeri yang tidak sesuai dengan besarnya sariawan mulut. Rasa nyeri bila daerah mukosa oris sekitar afthae ini tertarik oleh salah satu pergerakan sewaktu mengunyah rasa nyeri mulai berkurang setelah 14 hari, bila erosi mulai tertutup oleh sel epitel baru. Stomatitis aftosa ini tidak pernah menimbulkan gejala demam. 2) Gejal objektif : tampak beberapa erosi yang berwarna putih kekuningan, dilihat dari samping cekung dengan diameter 2-10 mm, jika dilihat dari atas bentuknya bulat lonjong. Sekitar erosi tersebut terlihat satu (zone) yang berwarna lebih merah dari mukosa oris. Penyembuhan kira-kira satu bulan dan hampir tidak meninggalkan jaringan parut. SAR Tipe Minor Tipe minor mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75% sampai dengan 85% dari keseluruhan SAR, yang ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat dan oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-daerah non- keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi biasa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas 4-5 ulser dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut. SAR Tipe Mayor Tipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari tipe minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar 1-3 cm, berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.3 Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya terbentuk dengan bagian tepi yang menonjol serta eritematous dan mengkilat, yang

Upload: sixtine-agustiana-fahmi

Post on 14-Dec-2014

67 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

oral medicine

TRANSCRIPT

Page 1: Stomatitis

Stomatitis Aftosa Rekuren Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.16

Lesi stomatitis dimulai sebagai gelembung yang kemudian yang kemudian pecah meninggalkan satu erosi / ulkus yang dangkal. Lesi yang kecil ini menimbulkan rasa nyeri hebat. Tidak disertai demam.

Stomatitis  aftosa akan sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 4 minggu, tetapi mempunyai kecenderungan berulang, tepi stomatitis ini adalah : ulkus dangkal, cekung dasar putih daerah sekitar hiperemis.

Gambaran klinis1)   Gejala subyektif : rasa nyeri yang tidak sesuai dengan besarnya sariawan mulut. Rasa nyeri bila daerah mukosa

oris sekitar afthae ini tertarik oleh salah satu pergerakan sewaktu mengunyah rasa nyeri mulai berkurang setelah 14 hari, bila erosi mulai tertutup oleh sel epitel baru. Stomatitis aftosa ini tidak pernah menimbulkan gejala demam.

2)   Gejal objektif : tampak beberapa erosi yang berwarna putih kekuningan, dilihat dari samping cekung  dengan diameter 2-10 mm, jika dilihat dari atas bentuknya bulat lonjong. Sekitar erosi tersebut terlihat satu (zone) yang berwarna lebih merah dari mukosa oris. Penyembuhan kira-kira satu bulan dan hampir tidak meninggalkan jaringan parut.SAR Tipe Minor Tipe minor mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75% sampai dengan 85% dari keseluruhan SAR, yang ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat dan oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi biasa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas 4-5 ulser dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut.SAR Tipe Mayor Tipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari tipe minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar 1-3 cm, berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.3

Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya terbentuk dengan bagian tepi yang menonjol serta eritematous dan mengkilat, yang menunjukkan bahwa terjadi edema. Selalu meninggalkan jaringan parut setelah sembuh dan jaringan parut tersebut terjadi karena keparahan dan lamanya ulserSAR herpetiformisIstilah herpetiformis pada tipe ini dipakai karena bentuk klinisnya (yang dapat terdiri dari 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peran etiologi pada SAR tipe herpetiformis. SAR tipe herpetiformis jarang terjadi yaitu sekitar 5%-10% dari kasus SAR. Setiap ulser berbentuk bulat atau oval, mempunyai diameter 0,5- 3,0 mm dan bila ulser bergabung bentuknya tidak teratur. Setiap ulser berlangsung selama satu hingga dua minggu dan tidak akan meninggalkan jaringan parut ketika sembuh

Faktor Predisposisi Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen berbusa paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS yang dapat menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang menggunakan pasta gigi yang bebas SLS mengalami sariawan yang lebih sedikit. Penurunan ini ditemukan setinggi 81% dalam satu penelitian.

Page 2: Stomatitis

Studi yang sama juga melaporkan bahwa subjek penelitian merasa bahwa sariawan yang mereka alami kurang menyakitkan daripada pada saat mereka menggunakan pasta gigi yang menggandung SLS

Trauma

Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma.20 Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut.22 Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi.25 Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung

Gangguan Immunologi Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui.16 Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran saliva. Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.9

Stres Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.11 Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci pada subbab selanjutnya.

Hormonal Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.20,26 Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut

Infeksi Bakteri Graykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali menemukan adanya hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR dengan penelitian lebih lanjut ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai penyebab SAR. Donatsky dan Dablesteen mendukung pernyataan tersebut dengan melaporkan adanya kenaikan titer antibodi terhadap Streptokokus sanguis 2A pada pasien SAR dibandingkan dengan kontrol.

Alergi dan Sensitifitas Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.29

Page 3: Stomatitis

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.29

Penyakit Sistemik Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweet’s.3

Merokok Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok.

Stress

Pada kondisi stres, hipotalamus memicu aktivitas sepanjang aksis HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal cortex). Aderenal korteks mengeluarkan kortisol yang menghambat komponen dari respon imun. Kortisol ini akan melepaskan glukokortikoid dan katekolamin yang akan menyebabkan penurunan produksi INF-γ (sitokin tipe 1) dan meningkatkan produksi IL-10 dan IL-4 (sitokin tipe 2) yang akan memicu terjadinya perubahan keseimbangan sitokin Stres akibat stresor psikologis dapat mengakibatkan perubahan tingkat molekul pada berbagai sel imunokompeten. Berbagai perubahan tersebut dapat mengakibatkan keadaan patologis pada sel epitel mukosa rongga mulut, sehingga sel epitel lebih peka terhadap rangsangan. Menurut penelitian Mcnally, menunjukkan kebanyakan orang yang menderita ulser mempunyai level stres yang meningkat. Sedangkan pasien yang menderita ulser pada waktu stres, maka ulser akan menjadi lebih parah

Diagnosa Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser. Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar pada mulutnya, lokasi ulser berpindah-pindah dan sering berulang. Harus ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan factor predisposisi juga harus dicatat.16 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut dengan bentuk yang oval dengan lesi ±1 cm yang jumlahnya sekitar 2-6. Pemeriksaan tambahan diperlukan seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh.8,11,17

Perawatan Dalam upaya melakukan perawatan terhadap pasien SAR, tahapannya adalah : 1. Edukasi bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit yang dialami yaitu SAR agar mereka mengetahui dan menyadarinya. 2. Instruksi bertujuan agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan menghindari faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya SAR.

Page 4: Stomatitis

Tindakan pencegahan timbulnya SAR dapat dilakukan diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menghindari stres serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Menjaga kebersihan rongga mulut dapat juga dilakukan dengan berkumur-kumur menggunakan air garam hangat atau obat kumur. SAR juga dapat dicegah dengan mengutamakan konsumsi makanan kaya serat seperti sayur dan buah yang mengandung vitamin C, B12, dan mengandung zat besi.3. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala yang dihadapi agar pasien dapat mendapatkan kualitas hidup yang menyenangkan.

Karena penyebab SAR sulit diketahui maka pengobatannya hanya untuk mengobati keluhannya saja. Perawatan merupakan tindakan simtomatik dengan tujuan untuk mengurangi gejala, mengurangi jumlah dan ukuran ulkus, dan meningkatkan periode bebas penyakit.3 Bagi pasien yang mengalami stomatitis aftosa rekuren mayor, perawatan diberikan dengan pemberian obat untuk penyembuhan ulser dan diinstruksikan cara pencegahan. Bagi pasien yang mengalami SAR akibat trauma pengobatan tidak diindikasikan.

Perawatan RAS biasanya berupa perawatan suportif. Tujuan utama dari perawatan ini adalah untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan. Obat-obat yang biasa digunakan adalah kortikosteroid topikal, analgesik, dan antimikroba. Untuk kasus ringan dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi. Kasus berat dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur). Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser. Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak responsif terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik.Untuk menghindari terjadinya RAS, diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama pada makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Selain itu, dianjurkan juga untuk menghindari stres.Pemberian obat-obatan tertentu yang tidak diperbolehkan hanya dapat merusak jaringan normal disekeliling ulser dan bila pemakaiannya berlebihan maka akan mematikan jaringan dan dapat memperluas ulser

Pemeriksaan Klinis Selalu mulai dengan pemeriksaan ekstra oral kepala dan leher. Pada beberapa kasus, informasi klinis yang diperoleh sangat berharga dalam menentukan etiologi dan perjalanan penyakit mulut pada pasien yang mencari perawatan. Adanya massa di leher bukan penemuan yang tidak umum, terutama pada pasien-pasien dengan infeksi oral dan malignansi lanjut. Limfonodi yang paling sering terlibat adalah limfonodi leher anterior, meski limfonodi regional lainnya dapat membesar juga. Limfadenopati sekunder karena infeksi biasanya mobile dan lunak, sedangkan limfadenopati metastatik biasanya asimptomatik dan terfiksir pada struktur di bawahnya; meski variasi-variasi limfadenopati ditemukan sebagai penemuan subjektif maupun objektif (Image 4). Massa ekstraoral yang umum ditemukan selanjutnya yang mungkin ditemukan melalui palpasi adalah neoplasma glandula saliva. Pasien kadang melaporkan adanya nyeri dan disfungsi TMJ. Etiologi ketidaknyamanan biasanya multifaktor dan susah untuk dilokalisir. Krepitasi, clicking dan popping pada TMJ dapat dideteksi dengan cara meletakkan ujung jari kelingking pada meatus accusticus eksternus dan menginstruksikan pasien supaya membuka dan menutup mulut dan menggerakkan mandibula ke lateral kanan-kiri (Image 6). Nyeri wajak atipikal dapat karena penyebab selain disfungsi TMJ (misalnya sindroma disfungsi nyeri miofasial, distrofi simpatis refleks, tic douloureux dan kondisi yang berkaitan). Diagnosis definitif kondisi semacam itu kadang rumit, sulit dan memerlukan kerja sama antara dokter, dokter gigi dan profesi kesehatan lainnya – misalnya terapis.

Page 5: Stomatitis

Bibir diperiksa secara visual dan palpasi. Vermilion border seharusnya halus dan lembut (Image 7). Kerusakan aktinik pada bibir (actinic cheilitis), terutama pada bibir bawah bermanifestasi pada perubahan atrofi yang berkaitan dengan eritema atau leukoplakia dengan penebalam epitelium. Kedua perubahan ini sering ditemukan secara simultan pada area yang berdekatan dengan vermilion border. Defisiensi nutrisi dan kehilangan vertikal dimensi berkontribusi terhadap angular cheilitis, sebagian besar kasus merespon baik pada agen-agen anti jamur, sering tanpa intervensi tambahan.

Warna membran mukosa diperiksa dengan teliti. Mukosa rongga mulut dideskripsikan sebagai warna pink-salmon; meski variasi tertentu hadir karena adanya rasial pigmentasi, vaskularisasi dan keratinisasi. Sejumlah pigmentasi kutan muncul secara umum proporsional dengan jumlah pigmentasi pada mukosa rongga mulut; perubahan warna pada mukosa rongga mulut yang tidak seharusnya dapat mengindikasikan penyakit sistemik. Bibir kemudian ditarik ke depan dan inspeksi mukosa labial (Image 8).

Pada individu yang sehat, mukosa labial halus, lembut dan terlumasi dengan baik oleh glandula saliva minor. Kecemasan berkaitan dengan pemeriksaan dapat mengakibatkan xerostomia sementara. Pada kasus demikian, mukosa menjadi lengket ketika disentuh. Glandula saliva minor pada bibir bawah biasanya dapat dipalpasi. Bibir bawah kadang mengalami trauma yang dapat menyebabkan luka pada duktus glandula saliva minor yang menyebabkan pembentukan mucocele.

Pemeriksaan mukosa bukal paling mudah dilakukan dengan cara menginstruksikan pada pasien untuk membuka mulutnya setengah, kemudian menarik mukosa bukal dengan mirror atau tongue blade. Poplasi kulit berwarna biasanya mempunyai penampakan seperti susu pada mukosa bukalnya yang hilang jika diregangkan. Leukoedema ini merupakan variasi anatomis yang menggambarkan hidrasi epitel mukosa bukal dan tidak memerlukan perawatan (Image 9).

Permukaan dorsal lidah paling mudah diinspeksi dengan cara menginstruksikan pada pasien untuk menjulurkan lidah ke arah kaudal (dagu). Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara memegang dengan tangan dilapisi kasa spon 2x2. Permukaan dorsal lidah dilapisi dengan papila filiform – yang seperti rambut (Image 11). Tersebar diantara papilla filiform adalah papilla fungiform yang berbentuk jamur, dan tiap-tiapnya mengandung satu atau lebih kuncup rasa (Image 12)

Papilla circumvallata terletak pada perbatasan dua-pertiga anterior lidah dengan sepertiga posterior lidah. Papilla ini biasanya berjumlah 8-12 dan teratur pada pola bentuk V. Seperti papilla fungiform, papilla circumvallata mempunyai sejumlah kuncup rasa. Papilla filiform kadang-kadang memanjang (hairy tongue) dan sisa makanan dapat menyangkut padanya – hal ini dapat mengarah pada halitosis. Papila memanjang dapat juga menyebabkan sensasi pada palatum menjadi tidak nyaman dan dapat mengacu pada perasaan ingin muntah. Pembentukan fisur pada permukaan dorsal lidah ditemukan pada anomali trisomi 21; adanya fisur pada lidah tidak mempunyai signifikansi klinis pada sebagian besar kasus.

Atropi permukaan dorsal lidah dapat disebabkan oleh beberapa hal. Defisiensi nutrisi – menurut sejarah – telah dikaitkan dengan atrofi permukaan dorsal lidah; manifestasi oral penyakit mukokutan juga sering menjadi penyebab yang mendasari. Selain ketidaknyamanan, pasien kadang melaporkan adanya perubahan sensasi rasa atau kehilangan persepsi rasa sama sekali.

Sisi lateral lidah dapat diperiksa dengan cara menjepit lidah dengan kasa, menarik lidah dan kemudian

Page 6: Stomatitis

memutarnya ke lateral. Sisi lateral lidah tidak dilapisi dengan sejumlah papila. Mukosa lateral lidah lebih eritematus dan makin ke posterior, fisur-fisur vertikal makin jelas terlihat. Sekumpulan jaringan berwarna dengan protuberansia dapat ditemukan pada dasar lidah. Jaringan limfe accesori (tonsila lingualis) adalah komponen dari cincin Waldeyer dan dapat membesar jika terjadi infeksi ataupun inflamasi (Image 13).

Permukaan ventral lidah paling mudah diperiksan dengan menginstruksikan pasien menyentuh langit-langit mulut dengan lidahnya. Pembuluh darah sublingual biasanya nampak jelas, terutama pada individu yang lebih tua. Plica sublingualis – yang berbentuk daun pakis – dapat diinspeksi dengan cara memanjangkan permukaan ventral lidah (Image 14). Dasar mulut, mirip dengan mukosa bukal, berwarna pink-salmon. Muara glandula submandibular (ductus Wharton) tampak sebagai sepasang papila pada midline pada sisi lateral frenulum lingualis

Baik permukaan ventral alteral dan dasar mulut adalah lokasi umum penemuan carcinoma sel skuamous. Dengan alasan inilah, indeks kecurigaan terhadap lesi-lesi jaringan lunak pada daerah ini harus ditekankan, termasuk adanya penampakan lesi merah atau putih yang tampak tidak berbahaya. Kecuali didapatkan riwayat lesi dan bukti klinis yang meyakinkan mengatakan sebaliknya, biopsi harus didapatkan jika terdapat perubahan kronis dan pembentukan massa yang jelas untuk mengesampingkan kemungkinan premalignansi ataupun malignansi.

Inspeksi visual langsung palatum durum dapat dicapai dengan cara menggunakan mirror. Palatum durum, mirip dengan gingiva cekar, dalam keadaan normal berwarna kurang pink dibandingkan mukosa rongga mulut lainnya karena adanya peningkatan keratinisasi (Image 16). Palatum durum dan gingiva cekat hanyalah salah duanya mukosa yang biasanya terlibat dalam infeksi virus herpes simpleks rekuren. Palatum durum anterior dilapisi dengan rigi-rigi fibrous atau disebut dengan rugae (Image 17).

Lain halnya dengan palatum lunak, mukosanya tidak berkeratin dan berwarna pink-salmon. Dapat diamati dengan mudah melalui pemeriksaan langsung dengan cara mnekan lidah dengan tongue blade dan menginstruksikan pasien untuk berkata “Ahhh” (Image 18). Deviasi palatum lunak pada salah satu sisi dapat mengindikasikan masalah neurologis ataupun neoplasma. Ketika lidah bagian posterior sudah diturunkan dan pasien mengangkat palatum molle-nya, orofaring juga mungkin terlihat. Hal ini kadang menjadi sedikit rumit pada pasien yang mempunyai refleks muntah berlebihan; pada kasus demikian, refleks muntah dapat ditekan dengan menggunakan anestesi lokal. Pilar tonsilar biasanya terlihat dengan cara menggerakkan lidah ke lateral dengan tongue blade.

Gingiva dapat diperiksa paling mudah dengan cara menutup mulut sebagian dan bibir diretraksi dengan jari-jari, tongue blade atau lip retractor). Gingiva cekat terkeratinisasi dan tampak lebih pucat daripada mukoa lainnya (Image 19). Jaringan ini biasanya cekat, stipling dan melekat erat pada tulang di bawahnya. Mukosa alveolar memanjang dari gingiva cekat hingga vestibulum oris. Mukosa alveolar – kontras dengan gingiva cekat – tidak terkeratinisasi dan berwarna lebih gelap (Image 20). Gingiva cekat biasanya mengandung pigmen yang kadan berkorelasi dengan pigmentasi pada kulit lainnya; sedangkan mukosa alveolar jarang terpigmentasi, meski pada orang kulit berwarna (image 21).

Perubahan tampilan klinis gingiva dapat menjadi indikator penyakit lokal maupun sistemik. Penyebab paling umum eritema pada gingiva adalah kebersihan mulut yang buruk. Plak dan kalkulus menyebabkan gingivitis dan jika tidak dihilangkan dapat merudak struktur pendukung gigi. Retendi plak dan kalkulus dapat pula menyebabkan lesi gingiv reaktif seperti piogenik granuloma. Gingiva juga kadang menjadi tempat inisiasi

Page 7: Stomatitis

penyakit mukokutan – misalnya lichen planus, pemphigoid cicatrical, pemphigus vulgaris. Gingiva juga kadang menjadi indikator infeksi HIV dan indikator pertama imunosupresi.

Pemeriksaan LaboratoriumKultur bakteri tidak secara rutin dilakukan pada lesi-lesi ronga mulut karena masaah kontaminasi silang. Kultur virus dilakukan dengan frekuensi yang lebih, terutama pada pasien imunosupresi dengan dugaan lesi oral yang disebabkan oleh virus. (Image 27). Tes Tzanck – digunakan untuk melihat adanya akantolisis pada penyakit virus (misalnya herpes labialis) dan penyakit mukokutan autoimun (pemphigus vulgaris) biasanya digunakan. Kedua tes sayangnya memerlukan lesi yang intak yang kadang susah didapatkan pada kasus, antigen virus spesifik dapat juga dideteksu pada spesimen biopsi menggunakan teknik imunohistokimia yang bervariasi.

Infeksi jamur juga merupakan penemuan umum pada rongga mulut. Potasium hidroksida sering digunakan untuk menegakkan diagnosis; mikroskop mdan gelap dan fase kontras juga membantu dalam menegakkan diagnosis. Sampel yang diwarnai secara histokimia biasanya memakan waktu lebih lama dan lebih maha. Kultur jamur mempunyai nilai yang rendah pada kebanyakan kasus karena karakteristik jamur yang tumbuh lama. Diagnosis yang cepat dapat dilakukan dengan cara aglutinasi lateks – yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kandidiasis vulvovaginal (Image 28). Kit ini relatif tidak mahal, akurat dan diagnosis dapat didapatkan dalam waktu 2 menit.

Tes Lain-lainBeberapa tes diagnostik rutin digunakan untuk menunjang pemeriksaan menyeluruh dan memberikan informasi tambahan yang penting untuk menegakkan diagnosis definitif dan rencana perawatan. Prosedur dan tes yang dilakukan harus berdasar pada nilai diagnostik, resiko berkaitan (morbiditas) dan biaya. Diagnosis yang lebih awal biasanya mengarah pada perawatan yang lebih awal dan prognosis yang lebih baik.

Biopsi jaringan lunak merupakan tes diagnostik yang paling sering digunakan. Prosedur ini relatif sederhana dan operator berpengalaman biasanya mudah melakukannya. Pencahayaan dan suction yang memadai sangat esensial. Pemilihan lokasi biopsi dan teknik biopsi ditentukan berdasarkan diagnosis dugaan dan lokasi lesi. Sebagai contoh, penyakit mukokutan memerlukan biopsi insisi untuk menentukan diagnosis spesifik dan perawatannya. Pada kasus tersebut, biopsi punch insisi berdiameter 3-4 mm sudah cukup (Image 23). Lesi yang bermasa lebih besar – misalnya mucocele di dasar mulut – memerlukan eksisi scalper (Image 24).CATATAN

Untuk pemeriksaan penunjang (sitologi, biopsi dan mikrobiologi) perlu dilakukan pengiriman spesimen disertai pengantar berikut:

1. Identitas penderita

2. Lokasi/daerah yang diambil

3. Cara pengambilan

4. Diagnosis dugaan/sementara/klinis

5. Bahan fiksasi yang dipakai

Page 8: Stomatitis

Linea Alba(7) Seorang peneliti mengemukakan bahwa linea alba disebabkan oleh muskulus buksinatorius yang

menekan mukosa melalui tonjolan-tonjolan (cusp) gigi posterior rahang atas ke dalam garis oklusi. Linea alba juga seningkali dikaitkan dengan creanated tongue dan dapat merupakan tanda dan bruksisme, clenching, atau tekanan mulut yang negatif.

Linea alba tampak kurang lebih sebagai suatu garis tebal bergelombang pada mukosa pipi setinggi bidang okiusi dengan panjang yang bervariasi. Biasanya terlihat bilateral, cukup jelas pada beberapa orang dan berwarna kelabu pucat atau putih. Secara umum kelainan bertanduk tanpa gejala ini lebarnya 1 sampai 2 mm dan memanjang dan mukosa pipi daerah molar kedua sampai ke kaninus (Gambar 3.7).

Perubahan-perubahan epitel yang menebal yang terdiri atas jaringan hiperkeratotik yang merupakan suatu respon terhadap gesekan pada gigi-gigi.