sterilitas (2)
TRANSCRIPT
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
“UJI STERILITAS”
KELOMPOK IV
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi persyaratan
fisika-kimia juga persyaratan steril. Steril berarti bebas mikroba. Sterilisasi
adalah proses untuk mendapatkan kondisi steril. Saat ini berbagai bentuk
sediaan obat dapat dijumpai di pasaran. Diantaranya adalah sediaan
injeksi yang termasuk sediaan steril. Produk steril adalah sediaan dalam
bentuk terbagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan
parenteral ini merupakan sediaan unik diantara bentuk sediaan obat
terbagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa
ke bagian dalam tubuh. Dan kemudian langsung menuju reseptor.
Sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
komponen toksik serta harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi dan luar
biasa. Dalam injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan antara
lain efek terapi lebih cepat didapat, dapat memastikan obat sampai pada
tempat yang diinginkan, cocok untuk keadaan darurat, untuk obat – obat
yang rusak oleh cairan lambung (1).
Sediaan injeksi merupakan sediaan yang sangat penting bagi dunia
kesehatan. Karena pada keadaan sakit yang dianggap kronis, pemberian
obat minum sudah tidak maksimal lagi, sehingga perlu dan sangat penting
untuk diberikan sediaan injeksi, karena akan sangat membantu untuk
mempercepat mengurangi rasa sakit pada pasien, sebab sediaan injeksi
bekerja secara cepat, dimana obat langsung masuk ke dalam pembuluh
darah dan akan bekerja secara optimal pada bagian yang sakit. Sediaan
injeksi merupakan salah satu contoh sediaan steril, jadi keamanan dan
kebersihan sediaan juga telah diuji (2).
Sediaan steril memiliki beberapa kriteria, seperti bebas dari
mikroorganisme, bebas dari pirogen, bebas dari partikulat dan standar
yang sangat tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas. Bagaimanapun,
tujuan utama pembuatan sediaan steril adalah mutlak tidak adanya
kontaminasi mikroba. Tidak seperti syarat banyak sediaan yang lain,
syarat sterilitas adalah nilai yang mutlak. Sebuah sediaan baik steril
maupun nonsteril (3)
Dalam percobaan ini dilakukan uji fertilitas, uji efektifitas dan uji
sterilitas pada sampel sediaan steril ampul Vitamin C.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara - cara dalam uji sterilitas, uji
fertilitas, dan uji efektifitas pada suatu sediaan.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Menentukan sterilitas pada sediaan steril ampul Vitamin C.
I.3 Target Luaran Percobaan
1. Sterilitas pada sediaan steril ampul Vitamin C.
2. Fertilitas media pada medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium)
dan TSB (Trypton Soy Broth).
3. Efektifitas media pada medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium)
dan TSB (Trypton Soy Broth).
I.4 Prinsip Percobaan
1. Uji Sterilitas
Pengujian sterilitas pada sediaan steril ampul dimana cairan
sediaan ampul dimasukkan ke dalam medium FTM (Fluid Thioglycollate
Medium) dan TSB (Trypton Soy Broth) lalu diinkubasi selama 2 minggu
dan diamati pertumbuhan bakteri hari ke-1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 14.
2. Uji Fertilitas
Pengujian fertilitas media, dimana mikroba uji Bacillus subtilis dan
Candida albicans diinokulasikan ke dalam medium FTM Fluid
Thioglycollate Medium) dan TSB (Trypton Soy Broth) lalu diinkubasi
selama 2 minggu dan diamati pertumbuhan bakteri hari ke-1, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 14.
3. Uji Efektifitas
Pengujian efektifitas media, dimana cairan sediaan ampul dan
mikroba uji Bacillus subtilis dan Candida albicans diinokulasikan ke dalam
medium FTM Fluid Thioglycollate Medium) dan TSB (Trypton Soy Broth)
lalu diinkubasi selama 2 minggu dan diamati pertumbuhan bakteri hari ke-
1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 14.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Definisi Steril
Keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Sterilisasi
adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Tujuan
proses sterilisasi adalah untuk menghancurkan semua mikroorganisme di
dalam atau di atas permukaan suatu benda atau sediaan dan
menandakan bahwa alat untuk sediaan tersebut bebas dari resiko untuk
menyebabkan infeksi (2).
Sterilisasi pada sediaan farmasi seperti produk parenteral sudah
jelas dan harus dipenuhi. Steril dapat didefinisikan sebagai sesuatu
pengertian yang absolut dan itu berarti bahwa 100% bebas dari
mikroorganisme. Namun pengertian itu kadang-kadang membawa suatu
dilema, mengingat ketidaksempurnaan teknik yang dimiliki dalam proses
pembuatan. Jumlah contoh yang diamati, untuk dianalisis serta metode
analisa yang tidak sempurna (3).
Uji sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang
sebelumnya telah mengalami proses pensterilan yang telah diberlakukan.
Hasilnya membuktikan bahwa prosedur sterilisasi dapat diulang secara
efektif. Tetapi umumnya disetujui bahwa kontrol yang dilaksanakan
selama proses validasi memberikan jaminan telah efektifnya proses
sterilisasi. Uji ini dilakukan terhadap sampel yang dipilih untuk mewakili
keseluruhan lot bahan tersebut (3).
II.1.2 Metode Sterilisasi
Steril yang akan didapatkan melalui sterilisasi, sedangkan cara
sterilisasi yang umum dilakukan adalah sebagai berikut (4) :
1. Sterilisasi secara kimia, misal dengan penggunaan desinfektan,
antara lain larutan CuSO4, AgNO3, HgCl2, ZnO, dan sebagainya
serta larutan AMC (campuran asam klorida dengan garam Hg),
larutan alkohol dan campurannya, juga formalin atau formaldehida
yang merupakan senyawa yang mudah larut di dalam air tetapi
sangat efektif sebagai desinfektan dengan kadar antara 4 sampai
20% (5).
2. Sterilisasi secara fisik, yaitu selama senyawa kimia yang akan
disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur tinggi
dan atau tekanan tinggi, selama itu sterilisasi secara fisik dapat
dilakukan. Cara sterilisasi dengan uap air panas dan tekanan tinggi
merupakan yang paling banyak digunakan, misalnya dengan
menggunakan alat yang sudah dikenal, yaitu otoklaf yang
merupakan alat berupa tangki minyak yang dapat diisi dengan uap.
Medium yang akan disterilkan ditempatkan di dalam otoklaf ini
selama 15 sampai 20 menit, hal ini tergantung pada banyak
sedikitnya barang yang perlu disterilkan. Perhitungan waktu 15 atau
20 menit itu dimulai semenjak termometer pada otoklaf
menunjukkan 121ºC. Setelah cukup waktu maka kran uap ditutup,
dan dengan demikian suhu mulai turun sedikit demi sedikit,
demikian pula termometer. Jika manometer menunjukkan 0,
barulah otoklaf dibuka . Sterilisasi secara fisik, misal dengan
pemanasan, penggunaan sinar bergelombang pendek seperti
sinar-X, sinar γ, sinar UV, dan sebagainya (5).
3. Sterilisasi secara mekanik, untuk beberapa bahan akibat
pemanasan tinggi ataupun tekanan tinggi akan mengalami
perubahan ataupun pengeringan, suatu sterilisasi harus dilakukan
secara mekanik, misalnya dengan penyaringan. Di dalam bidang
mikroba, penyaringan secara fisik yang paling banyak digunakan
adalah dengan menggunakan filter khusus (7).
Dikembangkannya filter berefisiensi tinggi untuk menyaring udara
yang berisikan partikel (High Efficiency Particulate Air Filter, atau HEPA)
telah memungkinkan dialirkannya udara bersih (bebas debu) ke dalam
ruang tertutup. Tipe filtrasi udara semacam ini bersama dengan sistem
aliran udara laminar (Laminar Air Flow) kini banyak digunakan untuk
menyediakan udara yang bebas dari debu dan bakteri. Filter udara
digunakan dalam ruang transfer mikrobiologis untuk mencegah timbulnya
kontaminasi pada area-area isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi,
dan di dalam ruangan-ruangan yang digunakan untuk merakit peralatan
elektronik miniatur karena kontaminasi oleh partikel-partikel bahkan
sekecil apapun bakteri dapat merusak daya guna komponen peralatan
tersebut (7).
Sinar ultraviolet biasanya digunakan untuk membantu mengurangi
kontaminasi di udara dan permukaan selama pemprosesan lingkungan.
Sinar yang bersifat membunuh mikroorganisme (germisida) dari lampu
kabut merkuri dipancarkan secara eksklusif pada panjang gelombang
2537 satuan Amstrong (253,7 milimikron). Ketika sinar UV melewati
bahan, energi dibebaskan ke orbital elektron dalam atom konstituen.
Energi yang terserap ini menyebabkan meningginya keadaan energi
atom-atom dan mengubah reaktivitasnya (8).
II.1.3 Pembagian Ruang Steril
Pembagian Ruang Steril Skala Rumah Sakit :
1. Ruang Kelas I (White Area)
Jumlah Partikel (non-patogen) ukuran 0,5 µm maksimum 100/ft3.
Seperti ruang bedah.
2. Ruang Kelas II (Clear Area)
Jumlah Partikel (non-patogen) ukuran 0,5 µm maksimum 1000/ft3.
Seperti kamar pasien, bangsal.
3. Ruang Kelas III (Grey Area)
Jumlah Partikel (non-patogen) ukuran 0,5 µm maksimum 10000/ft3.
4. Ruang Kelas IV (Black Area)
Jumlah Partikel (non-patogen) ukuran 0,5 µm maksimum
100000/ft3.
Seperti pekarangan, tempat parkir.
Pembagian Ruang Steril Skala Industri :
1. Ruang Kelas A (White Area)
Jumlah Partikel (non-patogen) ukuran 0,5 µm maksimum 100/ft3.
Misalnya ruang prosesing sediaan steril dan ruang pengisian
sediaan steril.
2. Ruang Kelas B (Grey Area)
Dilengkapi dengan filter berefisiensi 95%. Jumlah Partikel (non-
patogen) ukuran 0,5 µm maksimum 10000/ft3.
Misalnya ruang timbang bahan baku, ruang prosesing, ruang
sampling, ruang pengemasan primer.
3. Ruang Kelas C (Black Area)
Harus bersih secara visual, jumlah partikel tidak dikendalikan.
Misalnya gudang, kantor, toilet, koridor, laboratorium, ruang
pengemasan sekunder, ruang pembersihan wadah, locker.
Syarat Ruangan Steril :
1. Tembok dan langit-langit harus dibuat miring.
2. Lantai tidak terbuat dari semen atau tegel.
3. Dinding harus licin dan sebaiknya dibuat dari porselin dan jangan
beton atau semen agar mudah pembersihannya.
4. Lantai dan dinding sedapat mungkin jangan ada sambungan, jadi
mempunyai permukaan yang betul-betul licin
5. Dinding-dindingnya tidak boleh ada susut-sudut yang tajam, karena
menjadi sumber debu dan sukar untuk dibersihkan.
6. Ruangan jangan terlalu penuh dengan meubel,harus secukupnya
saja serta meubel mempunyai permukaan yang licin, tidak ada
sambungan atau celah sedapat mungkin dipasang pada dinding
jadi tidak berkaki agar lantai mudah dibersihkan.
7. Pintu dan jendela diusahakan adanya bertekanan positif agar kalau
pintu terbuka tidak ada udara yang masuk membawa debu dan
mikroorganisme.
8. Tidak boleh ada ruangan terbuka (jalan hanya satu arah).
9. Memiliki tempat pembuangan khusus.Ruangan disterilkan dengan
cara disemprot dengan larutan bakterisid lalu didiamkan beberapa
waktu lalu dihisap dan diganti dengan udara steril (udara yang
dilewatkan pada penyaringan udara). Zat yang dipakai yaitu:
Uap formaldehid
Campuran etilenglikol, resorsin+air+alkohol sama banyak
(spray)
Etilenoksida dalam CO2 100% karena etilenoksida mudah
meledak jika sendiri.
Ozon, kloropikrin, propylenoksid, metilbromid.
II.1.4 Uji Fertilitas
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa media yang digunakan
dapat menumbuhkan mikroba uji sampai waktu 7 hari. Uji fertilitas
dilakukan sebelum melakukan uji sterilitas terhadap sampel. Pada saat
melakukan uji sterilitas harus teramati pertumbuhan mikroba yang
spesifik. Lakukan uji konfirmasi di daerah yang benar – benar terpisah dari
tempat uji sterilitas (2).
Prosedur uji : Tetapkan sterilitas tiap lot media dengan
menginkubasikan sejumlah wadah yang mewakili, pada satu dan selama
waktu yang tertera pada uji.
Lakukan uji fertilitas terhadap tiap lot media dari tiap otoklaf dengan
menginokulasikan duplo wadah tiap media secara terpisah dengan 10
mikroba hingga 100 mikroba dari tiap galur yang tertera dalam tabel
berikut, dan diinkubasi pada kondisi yang sesuai.
Media uji memenuhi syarat jika terjadi pertumbuhan yang nyata
dalam semua wadah media yang diinokulasi dalam kurun waktu 7 hari.
Penetapan dapat dilakukan simultan dengan media uji untuk pengujian
sterilitas. Uji sterilitas dinyatakan tidak baik, jika media uji menunjukkan
respon pertumbuhan yang tidak memadai.
Jika media segar tidak digunakan dalam waktu 2 hari, simpan
dalam tempat yang gelap, lebih baik pada suhu 20 hingga 25 0C.
Jika media siap pakai simpan dalam wadah yang tidak tertutup
kedap, dapat digunakan jika selama tidak kurang dari 1 bulan, dengan
ketentuan media diuji dalam kurun waktu 7 hari sebelum penggunaan dan
indikator warna memenuhi syarat. Jika disimpan dalam wadah tertutup,
media dapat digunakan selama tidak lebih dari 1 tahun, dengan ketentuan
fertilitas media diuji setiap 3 bulan dan indikator warna memenuhi syarat.
II.1.5 Uji Efektifitas
Uji efektifitas cara pengujiannya dilakukan sama seperti pada
pengujian fertilitas dengan menggunakan medium yang ditambahkan
sediaan uji (1).
Medium dinyatakan memenuhi syarat uji efektifitas apabila
pertumbuhan mikroorganisme sama dengan pertumbuhan
mikroorganisme pada media tanpa penambahan sediaan uji (1).
II.1.6 Uji Sterilitas
Uji sterilitas merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui
suatu sediaan atau bahan farmasi atau alat-alat kesehatan yang
dipersyaratkan harus dalam keadaan steril. Dengan demikian sediaan dan
peralatan tersebut harus bebas dari mikroorganisme. Jadi, hanya dikenal
sediaan dan peralatan tersebut steril atau tidak steril, tidak ada istilah
hampir atau setengah steril.
Suatu bahan dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme
hidup yang patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif
maupun dalam bentuk tidak vegetatif.
Metode uji sterilitas, yaitu :
1. Farmakope Indonesia III : 889
Pengujian dilakukan dengan teknik aseptis yang cocok. Percontoh :
Kecuali dinyatakan lain, digunakan jumlah bagian percontoh seperti
tertera pada Daftar I, tidak termasuk bahan percontoh yang digunakan
untuk menetapkan efektivitas pemberian.
Daftar I
Jumlah wadah dalam bets Jumlah bagian sampelKurang dari 100 10% atau 4, diambil yang lebih besar
Tidak kurang dari 100, tidak lebih dari 500
10%
Lebih dari 500 2% atau 20%, diambil yang kecilUntuk sediaan yang disterilkan dalam otoklaf pada suhu di atas
100 oC, jumlah percontoh yang digunakan dapat dikurangi, menjadi 10.
Jika isi tiap wadah 250 ml atau lebih, jumlah percontoh yang digunakan
dapat dikurangi menjadi 3. Jika isi tiap wadah kurang 1 ml cairan atau
kurang dari 50 mg zat padat, maka jumlah percontoh yang digunakan
adalah 3 kali jumlah yang tertera pada Daftar I.
Daftar II
Jumlah zat uji dalam wadah
Jumlah zat yang diperlukan untuk
Uji bakteri Uji jamur dan ragi
Cairan
Kurang dari 1mlSemua isi Semua isi
Tidak kurang dari 1 ml
Tidak kurang dari 4 mlSeparuh isi Separuh isi
Tidak kurang dari 4 ml 2 ml 2 ml
Tidak kurang dari 20 ml
Lebih dari 20 ml 10% dari isi 10% dari isi
Padat
Kurang dari 50 mgSemua isi Semua isi
Tidak kurang dari 50 mg
Tidak lebih dari 200 mgSeparuh isi Separuh isi
Lebih dari 200 mg 100 mg 100 mg
2. Farmakope Indonesia IV : 858
Prosedur pengujian terdiri dari (1) inokulasi langsung ke dalam
media uji dan (2) teknik penyaringan membran. Uji sterilitas untuk bahan
Farmakope, jika mungkin menggunakan penyaringan membran,
merupakan metode pilihan. Prosedur ini terutama berguna untuk cairan
dan serbuk yang dapat larut yang bersifat bakteriostatik atau fungistatik,
untuk memisahkan mikroba kontaminan dari penghambat pertumbuhan.
Prosedur harus divalidasi untuk penggunaan tersebut. Dengan alasan
yang sama, cara ini sangat berguna untuk bahan seperti minyak, salep,
atau krem yang dapat melarut ke dalam cairan pengencer bukan
bakteriostatik atau bukan fungistatik. Penggunaannya juga untuk uji
sterilitas permukaan atau lumen kritis alat-alat kesehatan.
Karena sifat bahan yang akan diuji bervariasi dan faktor lain yang
mempengaruhi pada waktu melakukan uji sterilitas, maka perlu
diperhatikan ketentuan berikut dalam melakukan uji sterilitas.
Prosedur uji inokulasi ke dalam media uji :
1. Cairan
Pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum
suntik steril. Secara aseptik diinokulasikan sejumlah tertentu bahan dari
tiap wadah uji ke dalam tabung media. Campur media dengan cairan
tanpa aerasi berlebihan. Inkubasi dalam media tertentu seperti yang
tertera pada Prosedur Umum, selama tidak kurang dari 14 hari. Amati
pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya
pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada
hari terakhir dari masa uji. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh
sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat
ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media ke dalam
tabung baru berisi media yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke-3
atau ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan
media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi
awal.
2. Salep dan minyak yang tidak dapat larut dalam isopropil miristat
Pilih 20 wadah yang mewakili, dibagi atas 2 kelompok terdiri dari 10
wadah dan diperlakukan tiap kelompok sebagai berikut: Secara aseptik
pindahkan 100 mg dari tiap wadah dari 10 wadah ke dalam labu berisi 100
ml pembawa air steril yang dapat mendispersi homogen bahan uji dalam
seluruh campuran cairan. Catatan pemilihan bahan pendispersi yang
bercampur dengan pembawa air, dapat berbeda sesuai dengan sifat salep
atau minyak. Sebelum digunakan secara rutin, uji bahan pendispersi untuk
memastikan bahwa kadar yang digunakan tidak mempunyai efek
antimikroba yang bermakna selama selang waktu inkubasi menggunakan
prosedur uji seperti yang tertera pada bakteriostatik dan fungistatik].
Campur 10 ml alikot dari campuran cairan yang diperoleh dengan 80 ml
tiap media dan lakukan penetapan seperti yang tertera pada cairan, mulai
dari “inkubasi dalam media tertentu seperti….”.
3. Zat padat
Ambil sejumlah tertentu produk dalam bentuk padat kering (atau
yang terlebih dahulu dibuat larutan atau suspensi dalam cairan pengencer
steril) sesuai dengan tidak kurang dari 300 mg tiap wadah atau seluruh isi
wadah jika tiap isi kurang dari 300 mg. Inokulasikan ke dalam masing-
masing tidak kurang dari 40 ml media Tioglikolat cair dan Soybean-Casein
Digest Medium. Jumlah wadah dan kondisi inkubasi sama seperti yang
tertera pada Cairan, mulai dari “Amati pertumbuhan pada media……..”.
4. Kapas murni, perban, pembalut, benang bedah dan bahan
sejenisnya
Dari setiap kemasan kapas, perban gulung atau pembalut perban
yang diuji diambil secara aseptik dua bagian atau lebih masing-masing
100 sampai 500 mg dari bagian paling dalam. Dari individu contoh
kemasan tunggal seperti bantalan perban, ambil secara aseptik sejumlah
250 mg sampai 500 mg atau keseluruhan contoh bila ukurannya kecil,
seperti pembalut serap berperekat 25 mm x 75 mm atau lebih kecil atau
benang bedah. Secara aseptik pindahkan bagian bahan uji ini ke dalam
sejumlah tertentu wadah media yang sesuai dan inkubasi seperti yang
tertera pada prosedur umum. Lakukan seperti yang tertera pada cairan,
mulai dari, “Amati pertumbuhan pada media”.
5. Alat kesehatan steril
Ketentuan umum digunakan untuk alat kesehatan steril yang
diproduksi dalam lot, masing-masing terdiri dari sejumlah unit. Ketentuan
khusus digunakan untuk alat kesehatan steril yang diproduksi dalam
jumlah kecil atau dalam unit individu yang akan mengalami kerusakan bila
dilakukan uji sterilitas biasa. Untuk alat seperti itu, harus dilakukan
modifikasi yang sesuai dan dapat diterima pada uji sterilitas.
Untuk alat yang bentuk dan ukurannya memungkinkan dicelupkan
keseluruhan ke dalam tidak lebih dari 1000 ml media, uji alat utuh
menggunakan media yang sesuai, inkubasi seperti yang tertera pada
prosedur umum. Lakukan seperti yang tertera pada cairan, mulai dari
“Amati pertumbuhan pada media”.
Untuk alat yang mempunyai pipa atau saluran seperti alat transfusi
atau infus atau yang ukurannya menyebabkan pencelupan tidak dapat
dilakukan dan hanya saluran cairannya yang harus steril, bilas lumen
masing-masing dari 20 unit dengan sejumlah secukupnya media
Tioglikolat Cair dan Soybean-Casein Digest Medium hingga diperoleh
kembali tidak kurang dari 15 ml tiap media, dan inkubasi dengan tidak
lebih dari 100 ml masing-masing media seperti yang tertera pada prosedur
umum. Untuk alat dan lumen yang sangat kecil sehingga media Tioglikolat
Cair tidak mengalir, gunakan media Tioglikolat alternatif, tetapi inkubasi
dilakukan secara anaerob. Jika karena ukuran dan bentuk alat tidak dapat
diuji dengan cara pencelupan, keseluruhannya ke dalam tidak lebih dari
1000 ml media, uji bagian alat yang paling sulit disterilisasi, jika mungkin
lepaskan 2 atau lebih bagian yang paling dalam dari alat. Secara aseptik
pindahkan bagian tersebut ke dalam sejumlah tertentu tabung berisi tidak
kurang dari 1000 ml media yang sesuai. Inkubasi seperti yang tertera
pada prosedur umum, lakukan penetapan seperti yang tertera pada
cairan, mulai dari “Amati pertumbuhan pada media”.
Jika spesimen uji dalam media mempengaruhi uji karena
bakteriostatik atau fungistatik, bilas seksama alat dengan cairan pembilas
sesedikit mungkin seperti yang tertera pada cairan pengencer dan
pembilas. Peroleh kembali cairan bilasan dan uji seperti yang tertera pada
Alat kesehatan dalam prosedur uji menggunakan penyaringan membran.
6. Alat suntik kosong atau terisi steril
Uji sterilitas alat suntik terisi steril dilakukan sama seperti uji pada
produk steril dalam ampul dan vial. Cara inokulasi langsung dapat
digunakan jika penetapan bakteriostatik dan fungistatik telah menunjukkan
aktivitas yang tidak merugikan dalam kondisi pengujian untuk alat suntim
terisi yang dilengkapi jarum steril, keluarkan isi produk melalui lumen.
Untuk alat suntik yang dikemas dalam jarum terpisah, secara aseptik
pasang jarum dan pindahkan produk ke dalam media yang sesuai. Beri
perhatian khusus yang menunjukkan bahwa bagian jarum yang disertakan
(bagian yang akan masuk ke jaringan tubuh) adalah steril. Untuk alat
suntik kosong steril, masukkan media atau pengencer steril ke dalam alat
suntik melalui jarum yang disertakan, atau jika tidak disertakan melalui
jarum steril yang dipasang untuk tujuan pengujian dan pindahkan isi
dengan cepat ke dalam media yang sesuai.
Jumlah untuk bahan cair
Volume minimum tiap media
Isi wadah (ml)
Volume minimum
diambil dari tiap wadah untuk tiap media
Digunakan untuk inokulasi
langsung volume yang diambil tiap wadah (ml)
Digunakan untuk membran atau
setengah bagian membran yang
mewakili volume total dari wadah yang sesuai (ml)
Jumlah wadah per media
Kurang dari 10
1 ml atau seluruh isi jika kurang 1 ml
15 Kurang 100
20(40) jika volume tiap wadah tidak cukup untuk
kedua medium
10 sampai kurang 50
5 ml 40 100 20
50 sampai kurang 100
10 ml 80 100 20
50 sampai kurang 100
dimaksudkan untuk
pemberian i.v
Seluruh isi - 100 10
100-500 Seluruh isi - 100 10
Di atas 500 500 ml - 100 10
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi,
semua isi wadah akan diamati untuk menunjukkan ada atau tidaknya
pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan atau pertumbuhan pada
permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji memenuhi
syarat.
II.1.7 Penafsiran Hasil Uji Sterilitas
Pengujian Ulang Pertama
Jumlah sediaan uji yang diambil, volume yang diuji, media dan
proses yang digunakan harus sama dengan pengujian asli sebelumnya.
Jika tidak terdapat pertumbuhan mikroorganisme, maka dikatakan bahwa
sediaan uji tersebut memenuhi syarat uji sterilitas.
Bila terjadi pertumbuhan pada pengujian ulang pertama ini,
dilakukan isolasi dan identifikasi dari kontaminasi mikroorganisme di
dalamnya dan dibandingkan dengan mikroorganisme hasil pengujian asli
sebelumnya. Bila kontaminasi tersebut tidak bisa dibedakan dengan tepat,
maka dikatakan bahwa sediaan uji tidak memenuhi syarat sterilitas. Bila
kontaminasinya dapat dibedakan dengan tepat, maka dilakukan pengujian
ulang kedua.
Pengujian Ulang Kedua
Jumlah contoh yang diambil untuk diuji adalah 2 kali dari jumlah
contoh pada pengujian asli dan pengujian ulang pertama. Volume yang
diuji dari sediaan uji dan medianya seperti pada pengujian asli dan
pengujian ulang pertama.
Jika terdapat pertumbuhan mikroorganisme, maka dikatakan
bahwa sediaan uji memenuhi syarat sterilitas dan bila terdapat
pertumbuhan mikroorganisme, maka sediaan uji dinyatakan tidak
memenuhi syarat sterilitas.
II.2 Uraian Bahan
1. Alkohol
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol
RM/BM : CH3CH2OH/46,00
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak, bau khas,
rasa panas, mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
Kloroform, dan dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Penggunaan : Antiseptik
2. Aquadest (6)
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa,
tidak berbau.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Penggunaan : Membilas sampel
3. Agar (6)
Nama resmi : Agar
Nama lain : Agar - Agar
Pemerian : Berkas potongan memanjang, tipis seperti
selaput, jika kering akan rapuh.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam air
mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
4. Ekstrak Daging (6)
Nama Resmi : Beef Extractum
Nama lain : Ekstrak Daging
Pemerian : Serbuk, kuning kemerahan sampai coklat,
bau khas, tidak busuk.
Kelarutan : Larut dalam air, membentuk larutan kuning
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
5. Ekstrak Ragi (6)
Nama resmi : Yeast Extractum
Nama lain : Ekstrak Ragi
Pemerian : Berbentuk pasta, berwarna coklat
kekuningan sampai coklat tua, bau dan rasa
seperti daging dan sedikit asam
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
6. Glukosa (6)
Nama resmi : Glucosum
Nama lain : Glukosa
Pemerian : Hablur, tidak berwarna atau butiran putih,
tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut
dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol
(95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
7. Kalium Bifosfat (6)
Nama : Dipotassium Phosphate
Nama Lain : Kalium Bifosfat
Pemerian : Serbuk hablur, putih.
Kelarutan : Mudah larut dalam air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
8. Natrium Klorida (6)
Nama resmi : Natrii Chloridum
Nama lain : Natrium Klorida
RM/BM : NaCl/58,44
Pemerian : Hablur, bentuk kubus, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih, rasa asin.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak mudah larut
dalam air mendidih, larut dalam gliserin,
sukar larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
9. Polisorbat 80 (6)
Nama resmi : Polysorbatum 80
Nama lain : Polisorbat 80
Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih, berwarna
kuning, bau asam lemak, khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol
(95%) P, dalam etil asetat P dan dalam
metanol P, sukar larut dalam parafin cair P
dan dalam minyak biji kapas P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
II.3 Uraian Mikroba
II.3.1 Klasifikasi Mikroba
1. Candida albicans (9)
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
2. Bacillus subtilis (9)
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus subtilis
II.3.2 Morfologi Mikroba
1. Candida albicans (4)
Spesies Candida albicans memiliki dua jenis morfologi, yaitu bentuk
seperti khamir dan bentuk hifa. Candida albicans adalah spesies
cendawan patogen dari golongan deutoramycota. Spesies cendawan ini
merupakan penyebab infeksi oportunistik yang disebut kandidias pada
kulit, mukosa, dan organ dalam manusia. Beberapa karakteristik dari
spesies ini adalah berbentuk seperti telur (ovoid) atau sferis dengan
diameter 3-5 µm dan dapat memproduksi pseudohifa.
2. Bacillus subtilis (4)
Bakteri ini adalah jenis bakteri yang umum ditemukan di tanah, air,
udara, dan materi tumbuhan yang terdekomposisi. Termasuk bakteri gram
positif, aerobik, mampu membentuk endospora. Bacillus subtilis memiliki
kemampuan memproduksi antibiotik dalam bentuk lipopeptida, salah
satunya adalah iturin. Iturin membantu Bacillus subtillis berkompetisi
dengan mikroorganisme lain dengan cara membunuh mikroorganisme lain
atau menurunkan tingkat pertumbuhannya. Iturin juga memiliki aktivitas
fungisida terhadap patogen.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah inkubator
aerob, lampu spiritus, ose bulat, rak tabung, dan tabung reaksi.
III.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biakan
Bacillus subtilis, biakan Candida albicans, kapas, medium FTM (Fluid
Thioglycollate Medium), medium TSB (Trypton Soy Broth), sampel uji
sediaan steril ampul Vitamin C dan spoit.
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Uji Fertilitas Medium
1. Disiapkan alat dan bahan. Lalu dimasukkan medium FTM (Fluid
Thioglycollate Medium) ke dalam 2 tabung reaksi secara aseptis
masing-masing sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan 1 ose
biakan bakteri Bacillus subtilis kedalam tabung reaksi yang berisi
medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium). Dan diinkubasi pada
suhu 37 0C selama 14 hari pada suhu 370C.
2. Disiapkan alat dan bahan. Lalu dimasukkan medium TSB (Trypton
Soy Broth) ke dalam 2 tabung reaksi secara aseptis masing-masing
sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan 1 ose biakan jamur
Candida albicans kedalam tabung reaksi yang berisi medium TSB
(Trypton Soy Broth). Dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 14
hari pada suhu 250C.
III.2.2 Uji Efektifitas Medium
1. Disiapkan alat dan bahan. Pengerjaannya dilakukan secara
aseptis. Kemudian dimasukkan medium FTM (Fluid Thioglycollate
Medium) ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml. Dan dimasukkan
1 mL sampel ampul dan 1 ose biakan bakteri Bacillus subtilis ke
dalam medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium). Lalu diinkubasi
selama 14 hari pada suhu 370C.
2. Disiapkan alat dan bahan. Pengerjaannya dilakukan secara
aseptis. Lalu dimasukkan medium TSB (Trypton Soy Broth) ke
dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan 1 mL
sampel ampul dan 1 ose biakan jamur Candida albicans kedalam
medium TSB (Trypton Soy Broth). Dan diinkubasi selama 14 hari
pada suhu 250C
III.2.2 Uji Sterilitas
1. Disiapkan alat dan bahan. Pengerjaannya dilakukan secara
aseptis. Kemudian dimasukkan medium FTM (Fluid Thioglycollate
Medium) ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml. Dan dimasukkan
1 mL sampel ampul ke dalam medium FTM (Fluid Thioglycollate
Medium). Lalu diinkubasi selama 14 hari pada suhu 370C.
2. Disiapkan alat dan bahan. Pengerjaannya dilakukan secara
aseptis. Lalu dimasukkan medium TSB (Trypton Soy Broth) ke
dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan 1 mL
sampel ampul kedalam medium TSB (Trypton Soy Broth). Dan
diinkubasi selama 14 hari pada suhu 250C
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
III.1 Data Pengamatan
III.1.1 Uji Sterilitas Sampel
Kelompok SampelHari ke-
1 2 3 4 5 6 7
1 Spoit - - + + + + +
2 Kasa + + + + + + +
3 Obat tetes mata - + + + + + +
4 Ampul - - - + + + +
5 Infus - - - - - - +
6 Air Irigasi - + + + + + +
Ket : + = ada koloni
- = tidak ada koloni
III.1.2 Uji Efektifitas
Mikroba UjiKelompok
I II III IV V VI
Bacillus subtilis + + - + + +
Candida albicans + + - + + +
Ket : + = ada koloni
- = tidak ada koloni
III.1.3 Uji Fertilitas
Mikroba UjiKelompok
I II III IV V VI
Bacillus subtilis + + - + + +
Candida albicans + + - + + +
Ket : + = ada koloni
- = tidak ada koloni
III.2 Gambar
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KETERANGAN : Uji fertilitas pada
medium FTM (Fluid Thioglycolatte
Medium)
KETERANGAN : Uji fertilitas pada
medium TSB (Trypton Soy Broth)
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KETERANGAN : Uji efektivitas
pada medium TSB (Trypton Soy
Broth)
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KETERANGAN : Uji efektivitas
pada medium FTM (Fluid
Thioglycolatte Medium)
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KETERANGAN : Uji sterilitas pada
medium TSB (Trypton Soy Broth)
BAB V
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KETERANGAN : Uji sterilitas pada
medium FTM (Fluid Thioglycolatte
Medium)
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, dilakukan uji fertilitas, uji efektivitas dan uji
sterilitas pada sediaan steril ampul Vitamin C. Medium yang digunakan
adalah medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium) untuk uji bakteri aerob
dan anaerob serta medium TSB (Trypton Soy Broth) untuk uji kapang dan
khamir.
Uji fertilitas dilakukan untuk mengetahui apakah media yang
digunakan mampu menumbuhkan mikroorganisme uji dengan baik. Pada
uji ini, medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium), dimasukkan medium
FTM (Fluid Thioglycollate Medium) ke dalam 2 tabung reaksi secara
aseptis masing-masing sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan 1 ose
biakan bakteri Bacillus subtilis kedalam tabung reaksi yang berisi medium
FTM (Fluid Thioglycollate Medium). Dan diinkubasi pada suhu 370C
selama 14 hari pada suhu 370C. Sementara pada uji fertilitas medium TSB
(Trypton Soy Broth), dimasukkan medium TSB (Trypton Soy Broth) ke
dalam 2 tabung reaksi secara aseptis masing-masing sebanyak 10 ml.
Kemudian dimasukkan 1 ose biakan jamur Candida albicans kedalam
tabung reaksi yang berisi medium TSB (Trypton Soy Broth). Dan
diinkubasi pada suhu 37 0C selama 14 hari pada suhu 250C. Setelah itu,
diamati pada hari ke-1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 14. Berdasarkan hasil pengamatan,
pada hari ke-1, medium mengalami kekeruhan karena adanya
pertumbuhan koloni. Artinya, Bacillus subtillis dapat tumbuh baik dalam
medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium) dan jamur Candida albicans
dapat tumbuh baik dalam medium TSB (Trypton Soy Broth).
Uji efektivitas dilakukan untuk mengetahui apakah media mampu
menumbuhkan mikroorganisme uji sama baiknya setelah penambahan
sampel sediaan steril ampul. Pada uji ini, dimasukkan medium FTM (Fluid
Thioglycollate Medium) ke dalam tabung reaksi secara aseptis sebanyak
10 ml. Dan dimasukkan 1 mL sampel ampul dan 1 ose biakan bakteri
Bacillus subtilis ke dalam medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium).
Lalu diinkubasi selama 14 hari pada suhu 370C. Setelah itu, dimasukkan
pula medium TSB (Trypton Soy Broth) ke dalam tabung reaksi secara
aseptis sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan 1 mL sampel ampul dan 1
ose biakan jamur Candida albicans kedalam medium TSB (Trypton Soy
Broth). Dan diinkubasi selama 14 hari pada suhu 250C. Setelah itu,
diamati pada hari ke-1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 14. Berdasarkan hasil pengamatan,
pada hari ke-1, medium mengalami kekeruhan karena adanya
pertumbuhan koloni. Artinya, Bacillus subtillis dapat tumbuh dalam
medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium) dan jamur Candida albicans
dapat tumbuh dalam medium TSB (Trypton Soy Broth) yang masing –
masing telah ditambahkan dengan sampel sediaan ampul.
Uji sterilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesterilan sampel
sediaan steril ampul. Pada uji ini, dimasukkan medium FTM (Fluid
Thioglycollate Medium) ke dalam tabung reaksi secara aseptis sebanyak
10 ml. Dan dimasukkan 1 mL sampel ampul ke dalam medium FTM (Fluid
Thioglycollate Medium). Lalu diinkubasi selama 14 hari pada suhu 370C.
Setelah itu, dimasukkan pula medium TSB (Trypton Soy Broth) ke dalam
tabung reaksi sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan 1 mL sampel ampul
kedalam medium TSB (Trypton Soy Broth). Dan diinkubasi selama 14 hari
pada suhu 250C. Setelah itu, diamati pada hari ke-1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 14.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada hari ke-1, medium tidak mengalami
kekeruhan, tetapi pada hari ke-3, medium mulai ditumbuhi koloni. Artinya,
tingkat kesterilan sediaan ampul hanya mencapai hari ke-3.
Dalam pengerjaan digunakan sarung tangan yang steril, hal ini
dimaksudkan untuk menghindari adanya suatu kontaminan dari tangan
yang berupa mikroba dalam jumlah tertentu.
Adapun faktor kesalahan yang mungkin terjadi adalah pengerjaan
yang kurang aseptis.
BAB VI
PENUTUP
VI. 1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa medium
yang digunakan memenuhi persyaratan fertilitas dan efektivitas.
Sementara untuk uji sterilitas pada sediaan steril ampul Vitamin C
diperoleh hasil bahwa tingkat kesterilan sampel hanya mampu mencapai
hari ke-3.
VI. 2 Saran
VI.2.1 Untuk Laboratorium
Bahan-bahan yang disiapkan di laboratorium lebih dilengkapi.
VI.2.2 Untuk Asisten
1. Lebih sabar dalam menghadapi praktikan dan saat praktikum
asisten mendampingi praktikan agar meminimalisir kesalahan dari
praktikan.
2. Lebih sering berkomunikasi dengan praktikan saat praktikum agar
dapat menambah wawasan praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djide, MN dan Sartini. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium
Mikrobiologi Farmasi. Makassar. 2008. Hal : 205-34.
2. Hadioetomo, SR. Mikrobiologi Dasar dan Praktek. Jakarta. PT.
Gramedia. 1990.
3. Djiwoseputro, D. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang. Penerbit
Djambatan. 1989.
4. Pelczar, MJ dan Chan. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta. UI-Press.
1988.
5. Lachman, L. Teori dan Praktek Farmasi Industri III Edisi Ketiga.
Jakarta. Penerbit UI. 1994.
6. Ditjen POM. Materia Medika Indonesia. Jakarta. Depkes RI. 1979.
Hal : 65, 74, 96, 412, 584, 671, 687, 1152.
7. Ganiswarna, SG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1995.
8. Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta. Depkes RI.
1979. Hal : 65, 96, 412, 584, 671, 687, 1152.
9. Fardiaz, S. Mikrobiologi Pangan. Pangan dan Gizi IPP. Jakarta.
1992. Hal : 76, 78.
LAMPIRAN
KOMPOSISI MEDIUM
1. Medium TSB (Trypton Soy Broth)
Kasiton P 17 g
Hasil uraian tepung kedelai oleh papain 3,0 g
NaCl P 3 g
K2HPO4 5 g
Glukosa P 2,5 g
Air suling 1000 ml
pH 7,3 + 0,2
2. Medium FTM (Fluid Thioglycollate Medium)
L-sistin P 0,5 g
Natrium klorida P 2,5 g
Glukosa (C6H12O6) 5,5 g
Agar P, granul (kadar air tidak Lebih 15%) 0,75 g
Ekstrak ragi P (larut dalam air) 5,0 g
Digesti pankreas kasein P 15,0 g
Na tioglikolat P, atau 0,5 ml
Asam tioglikolat P 0,3 ml
Larutkan Na resazurin P (1) dalam100 ml) dibuat segar 1,0 ml
Air 1000 ml
pH setelah disterilisasi 7,1 + 0,2
SKEMA KERJA
Uji Fertilitas Medium
10 ml 1 ose
FTM Bacillus subtilis
Inkubasi 7 hari 370C
10 ml 1 ose
TSB Candida albicans
Inkubasi 7 hari 250 C
Uji Efektifitas Medium
10 ml 1 ose Sampel
FTM Bacillus subtilis
Inkubasi 7 hari 370C
10 ml 1 ose
sampel
TSB Candida albicans
Inkubasi 7 hari 250C
Uji Sterilitas
FTM
sampel
10 ml Inkubasi 7 hari 370C
TSB
sampel
10 ml Inkubasi 7 hari 250C