sterilisasi postpartum
DESCRIPTION
Health Education Tentang Sterilisasi PostpartumTRANSCRIPT
STERILISASI POSTPARTUM
Sterilisasi tuba merupakan kontrasepsi yang cukup aman, praktis dan murah karena
dikerjakan 1 kali dan bersifat permanen, sehingga sangat baik untuk mencegah kehamilan resiko
tinggi, yang berdampak dalam mengurangi angka kesakitan, kematian ibu dan anak, serta
berguna dalam mengendalikan pertambahan penduduk dengan cara menurunkan angka kelahiran.
Sterilisasi tersebut sangat menguntungkan bila dilakukan pada saat post partum karena tekniknya
mudah, alatnya yang diperlukan sederhana dan lama perawatan singkat (bersamaan dengan
perawatan post partum) 1
Di Amerika Serikat, pada tahun 2002, sterilisasi tuba merupakan metode kontrasepsi yang
paling umum dilakukan pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun, meskipun pengunaan
metode kontrasepsi ini tidak menggantikan metode kontrasepsi oral sebagai pilihan utama.2
Jumlah tindakan sterilisasi tuba yang dilakukan di Amerika Serikat masih relatif stabil
sejak awal tahun 1980-an, yaitu sekitar 650.000 prosedur setiap tahunnya. Saat ini, sekitar 50% di
antaranya dilakukan saat post partum.2
Banyak tindakan yang dapat dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai
tuba fallopii terdiri atas pembedahan transabdominal seperti laparatomi, mini laparatomi,
laparaskopi; dan pembedahan transvaginal, seperti kolpotomi posterior, kuldoskopi; serta
pembedahan transservikal (trans-uterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.3
Di seluruh dunia dan di Amerika Serikat, pendekatan bedah yang paling umum dilakukan
untuk sterilisasi post partum adalah dengan minilaparotomy infraumbilical. Untuk wanita yang
telah melahirkan pervaginam, dapat dilakukan sayatan kecil disekitar abdomen, atau biasa disebut
dengan tindakan mililaparatomi. Tetapi pada wanita yang melahirkan melalui tindakan bedah
sesar, ligase tuba post partum dapat dilakukan pada luka sayatan yang telah dibuat untuk
mengaluarkan bayi. 2,4
Indikasi dan Kontraindikasi 2
1
Sterilisasi tuba post partum ditunjukkan kepada setiap pasien yang secara medis stabil
setelah melahirkan pervaginam (biasanya dalam waktu 48 jam post partum) dan keinginan
kontrasepsi permanen. Pasien wajib dikonseling tentang prosedur tentang tindakan yang akan
dilakukan beserta indikasi dan kontra indikasinya (pertimbagan pendidikan pasien dan Informed
Consent.
Kontraindikasi sterilisasi post partum, adalah sebagai berikut :
- Kondisi pasien tidak stabil (misalnya perdarahan, infeksi, hipertensi yang tidak terkontrol,
HELLP [hemolisis, peningkatan enzim hati, dan rendah trombosit] syndrome)
- Pasien memiliki kelainan rahim, saluran tuba, atau rongga intra-abdominal
- Pasien masih dibawah umur untuk menanda tangani persetujuan (peraturan beberapa
Negara/daerah)
- Status bayi baru lahir tidak jelas
Pencegahan komplikasi 2
Komplikasi minilaparotomy biasanya kecil, termasuk infeksi luka dan pembentukan
hernia insisional. Untuk menghindari infeksi luka kecil yang mungkin terjadi setelah operasi,
tindakan asepsis dan antisepsis pada lokasi sayatan harus dilakukan secarah menyeluruh dengan
larutan antiseptik. Tidak ada indikasi pemberian profilaksis antibiotik sebelum operasi untuk
prosedur ini.
Untuk mengurangi risiko yang terkait dengan kesulitan dalam menemukan struktur
abdominopelvic, ahli bedah harus menilai tingkat fundus sebelum memulai prosedur untuk
memastikan adneksa dapat dicapai.
Penyebab utama kegagalan sterilisasi akibat ligasi pada struktur yang salah, biasanya
dikarenakan bentuk ligamentum bulat. Oleh karena itu, identifikasi yang cermat dan isolasi tuba
falopi sebelum ligasi dilakukan. Selain itu, jika segmen tuba dipotong, konfirmasi ke ahli
patologi anatomi merupakan langkah yang penting, bila tersedia.
Tindakan pendahuluan guna penutupan tuba 3
2
Laparotomi
Tindakan ini tidak dilakukan lagi sebagai tindakan khusus guna tubektomi. Di sini penutupan
tuba dijalankan sebagai tindakn tambahan apabila wanita yang bersangkutan perlu dibedah untuk
keperluan lain. Misalnya, pada wanita yang perlu dilakukan seksio sesarea, kadang-kadang tuba
kanan dan kiri ditutup apabila tidak ingin hamil lagi.
Laparotomi post partum
Laparotomi ini dilakukan satu hari post partum. Keuntungannya ialah bahwa waktu perawatan
masa nifas sekaligus dapat digunakan untuk perawatan pascaoperasi, dan oleh karena uterus
masih besar, cukup dilakuukan sayatan kecil dekat fundus uteri untuk mencapai tuba kanan dan
kiri. Sayatan dilakukan dengan sayatan semi lunar (bulan sabit) digaris tengah distal dari pusat
dengan panjang kurang-lebih 3 cm dan penutupan tuba biasanya dilakukan dengan cara pomeroy.
Minilaparotomi
Minilaparotomi dilakukan dalam masa interval. Sayatan dibuat di garis tengah di ats simfisis
sepanjang 3 cm sampai menembus peritoneum. Untuk mencapai tuba dimasukan alat khusus
(elevator uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan bantuan alat ini uterus bila dalam posisi
retrofleksi dijadikan letak antefleksi dahulu dan kemudian didorong kea rah lubang sayatan.
Kemudian, dilakukan penutupan tuba dengan salah satu cara.
3
Sumber: http://esterfebrinasijabat.blogspot.com
Laparoskopi
Mula-mula dipasang cunam serviks pada bibir depan porsio uteri, dengan maksud supaya dapat
menggerakkan uterus jika hal itu diperlukan pada waktu laparoskopi. Setelah dilakukan persiapan
seperlunya, dibuat sayatan kulit dibawah pusat sepanjang lebih 1 cm. kemudian, ditempat luka
tersebut dilakukan pungsi sampai rongga peritoneum dengan jarum khusus (jarum veres), dan
melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan memasukan CO2 sebanyak 1 sampai 3 liter
dengan kecepatan kira-kira 1 liter per menit. Setelah pneumoperitoneum dirasa cukup, jarum
veres dikeluarkan dan sebagai gantinya dimasukan troika (dengan tabunya). Sesudah itu, troika
diangkat dan dimasukkan laparoskop melalui tabung. Untuk memudahkan penglihatan uterus dan
adneks, penderita diletakan dalam posisi Trendelenburg dan uterus digerakkan melalui cunam
serviks pada porsio uteri. Kemudian, dengan cunam yang masuk dalam rongga peritoneum
bersama-sama dengan laparoskop, tuba dijepit dan dilakukan penutupan tuba dengan kauterisasi,
atau dengan memasang cincin Yoon atau cincin Falope atau clip Hulka. Berhubung dengan
kemungkinan yang lebih besar pada kauterisasi, sekarang lebih banyak digunakan cara-cara lain.
4
Kuldoskopi
Wanita ditempatkan pada posisi menungging (posisi genupektoral) dan setelah speculum
dimasukkan dan bibir belakang serviks uteri dijepit dan uterus ditarik ke luar dan agak ke atas,
tampak kavum Douglasi mekar di antara ligamentum sakro-uterinum kanan dan kiri sebagi tanda
bahwa tidak ada perlekatan. Dilakukan pungsi dengan jarum Touhy di belakang uterus, dan
melalui jarum tersebut udara masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut. Setelah jarum
diangkat, lubang diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldoskop. Melalui kuldoskop
dilakukan pengamatan adneksa dan dengan cunam khusus tuba dijepit dan ditarik ke luar untuk
dilakukan penutupannya dengan cara Pomeroy, cara kroener< akuterisasi, atau dengan
pemesangan cincing Falope.
Sumber: http://howshealth.com/what-is-pouch-of-douglas-fluid-and-endometriosis/
5
Cara penutupan tuba 3
Cara Madlener
Bagian tengah dari tuba diangkat dengan cunam Pean, sehingga terbentuk suatu lipatan terbuka.
Kemudian, dasar dari lipatan tersebut dijepit dengan cunam kuat-kuat, dan selanjutnya dasar itu
diikat dengan benang yang tidak dapat serap. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba.
Sekarang cara Madlener tidak dilakukan lagi oleh karena angka kegagalannya relative tinggi,
yaitu 1 % sampai 3 %.
Sumber: http://www.glowm.com/resources/glowm/cd/pages/v6/ch039/framesets/002f.html
Cara Pomeroy
Cara Pomeroy banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan mengangkat bagian tengah dari tuba
sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian dasarnya diikat dengan benang yang dapat
diserap, tuba diatas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat diserap, maka ujung-ujung tuba
akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalan berkisar antara 0 – 0,4 %.
6
Sumber: http://www.glowm.com/resources/glowm/cd/pages/v6/ch039/framesets/001f.html
Cara Irving
Pada cara ini tuba dipotong anatar dua ikatan benang yang dapat diserap; ujung proksimal dari
tuba ditanamkan kedalam myometrium, sedangkan ujung distal ditanamkan ke dalam ligamentum
latum.
7
Sumber: http://www.glowm.com/resources/glowm/cd/pages/v6/ch039/framesets/003f.html
Cara Aldridge
Peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama
dengan fimbria ditanam ke dalam ligamentum latum.
8
Sumber: http://www.glowm.com/resources/glowm/cd/pages/v6/ch039/framesets/006f.html
Cara Uchida
Pada cara ini tuba ditarik ke luar abdomen melalui suatu insisi kecil (minilaparotomi) di atas
simfisis pubis. Kemudian di daerah ampulla tuba dilakukan suntikan dengan larutan adrenalin
dalam air garam di bawah serosa tuba. Akibat suntikan ini, mesosalping di daerah tersebut
mengembang. Lalu, dibuat sayatan kecil di daerah yang kembung tersebut. Serosa dibebaskan
dari tuba sepanjang kira-kira 4 – 5 cm; tuba dicari dan setelah ditemukan dijepit, diikat, lalu
digunting. Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan sendirinya dibawah serosa,
sedangkan ujung tuba yang distal dibiarkan berada di luar serosa. Luka sayatan dijahit secara
kantong tembakau. Angka kegagalan cara ini adalah 0 %.
9
Sumber: http://www.glowm.com/resources/glowm/cd/pages/v6/ch039/framesets/004f.html
Cara Kroener
Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang sutera
dibuat melalui bagian mesosalping di bawah fimbria. Jahitan ini diikat dua kali, satu mengelilingi
tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari jahitan sebelumnya. Seluruh fimbria
dipotong. Setelah pasti tidak ada perdarahan, maka tuba dikembalikan ke dalam rongga perut.
Teknik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara lain ialah sanga kecilnya
kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum. Angka kegagalan 0,19 %.
10
Sumber: http://www.glowm.com/resources/glowm/cd/pages/v6/ch039/framesets/005f.html
Komplikasi 2
Risiko komplikasi dengan minilaparotomy dan ligasi tuba, rendah. Seperti semua operasi,
ada beberapa risiko yang terkait dengan anestesi. Risiko ini umumnya rendah, tetapi semua
tergantung pada metode anestesi yang digunakan.
Beberapa komplikasi yang paling serius terjadi selama tindakan dilakukan. Seorang
pasien dengan riwayat operasi perut atau infeksi panggul mungkin memiliki risiko lebih besar
komplikasi pada saat dilakukan pembedahan dan mengakibatkan keseluruhan operasi lebih sulit.
Selain itu, traksi yang berlebihan pada tuba fallopi dapat menyebabkan robek mesosalpingeal
atau laserasi tuba menyebabkan perdarahan intra - abdominal. Sebelum memulai prosedur, ahli
bedah harus menilai tinggi fundus, memastikan adneksa dapat diakses. Hal ini akan membantu
dalam mengurangi risiko yang terkait dengan kesulitan dalam menemukan struktur.
11
Tingkat kegagalan harus didiskusikan dengan mempertimbangkan kondisi pasien
sterilisasi tuba postpartum. Sepertiga dari kegagalan dari prosedur ini akan mengakibatkan
kehamilan ektopik.
Meskipun banyak laporan awal mengatakan peningkatan gangguan menstruasi pada
wanita setelah ligasi tuba, namun analisis tersebut kemudian gagal untuk menunjukkan perbedaan
yang signifikan dalam pola menstruasi pada wanita disterilkan relatif terhadap perempuan
nonsterilized.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiabudi A. Tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang keluarga berencana dan
hubungannya dengan penerimaan sterilisasi tuba. Thesis. Semarang: Bagian Obstetri
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2001.
2. O’Connell NG, Chelmow D. Postpartum tubal sterilization. Medscape, 2013.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1848524-overview#showall
3. Albar E. Kontrasepsi. Dalam: Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Ed.2. Jakarta: PT.
Bina pustaka sarwono prawirohardjo. 2009. H.564-72.
4. Anonim. Postpartum sterilization. The American College of Obstetricians and
Gynecologist, 2013. Available at:
https://www.acog.org/~/media/For%20Patients/faq052.pdf?
dmc=1&ts=20140530T0518351240
13