css deepresi postpartum

52
BAB I PENDAHULUAN Secara umum sebagian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan. Bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional. Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara. Sebagian perempuan menganggap bahwa masa–masa setelah melahirkan adalah masa–masa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa serangan yang sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun– tahun lamanya. Ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis. Postpartum blues atau sering disebut juga sebagai maternity blues yaitu kesedihan pasca persalinan yang bersifat sementara. Depresi postpartum yaitu depresi pasca persalinan yang berlangsung saat masa nifas, dimana para wanita yang mengalami hal ini kadang tidak menyadari bahwa yang sedang dialaminya merupakan 1

Upload: qyura

Post on 29-Dec-2015

76 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Css Deepresi Postpartum

BAB I

PENDAHULUAN

Secara umum sebagian besar wanita mengalami gangguan emosional

setelah melahirkan. Bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi,

mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional. Gangguan mood

selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering

terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara.

Sebagian perempuan menganggap bahwa masa–masa setelah melahirkan

adalah masa–masa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan

secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis yang muncul akan mengurangi

kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak mempengaruhi hubungan anak

dan ibu dikemudian hari. Hal ini bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat

atau berupa serangan yang sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun–

tahun lamanya.

Ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues,

postpartum depression dan postpartum psychosis. Postpartum blues atau sering

disebut juga sebagai maternity blues yaitu kesedihan pasca persalinan yang

bersifat sementara. Depresi postpartum yaitu depresi pasca persalinan yang

berlangsung saat masa nifas, dimana para wanita yang mengalami hal ini kadang

tidak menyadari bahwa yang sedang dialaminya merupakan penyakit. Postpartum

psychosis, dalam kondisi seperti ini terjadi tekanan jiwa yang sangat berat karena

bisa menetap sampai setahun dan bisa juga selalu kambuh gangguan kejiwaannya

setiap pasca melahirkan.

Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988.

Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan

menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan

libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Tingkat

keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrim yang paling ringan

yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat

pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues.

1

Page 2: Css Deepresi Postpartum

Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau

melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrim tersebut terdapat kedaan yang relatif

mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi

postpartum.

2

Page 3: Css Deepresi Postpartum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Postpartum

2.1.1 Definisi

Dalam bahasa Latin, waktu tertentu setelah melahirkan anak disebut

puerperium, yaitu dari kata puer yang berarti bayi dan parous yang artinya

melahirkan. Puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi.1 Masa nifas

(puerperium) menurut Sarwono Prawirohardjo dimulai setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti ketika sebelum hamil,

berlangsung kira-kira enam minggu.2

2.1.2 Periode

Nifas (pueperium) dibagi dalam tiga periode, yaitu :1

1. Pueperium dini, adalah kepulihan ketika ibu diperbolehkan berdiri dan

berjalan.

2. Pueperium intermedial, adalah kepulihan menyeluruh alat-alat genital.

3. Remote pueperium, adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna, terutama bila masa hamil dan melahirkan terdapat komplikasi.

2.1.3 Perubahan Fisiologis

Perubahan fisiologis pada masa post partum adalah sebagai berikut :

A. Uterus

Setelah persalinan, kaliber pembuluh ekstra uterus berkurang hingga hampir

mencapai keadaan sebelum hamil. Lubang serviks berkontraksi secara perlahan,

dan selama beberapa hari setelah persalinan lubang ini massih mudah dimasuki

dengan dua jari. Pada akhir minggu pertama, serviks menebal dan kanalis

terbentuk kembali. Os eksternus tidak pulih secara total ke bentuk pragravidanya.

Os eksternus tetap melebar dan cekungan bilateral di tempat laserasi menetap

hingga menjadi tanda serviks para. Setelah dua hari pertama, uterus mulai

menciut, dalam dua minggu uterus telah turun ke dalam rongga panggul sejati.

Ukuran uterus kembali seperti pada keadaan prahamil dalam waktu sekitar empat

minggu.

3

Page 4: Css Deepresi Postpartum

Tabel 2.1 Tinggi Fundus Uterus dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi

Involusi Tinggi fundus uterus Berat uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram

Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 gram

1 minggu Pertengahan pusat

simfisis

500 gram

2 minggu Tidak teraba di atas

simfisis

350 gram

6 minggu Bertambah kecil 50 gram

8 minggu Sebesar normal 30 gram

Afterpains

Pada multipara, uterus sering berkontraksi dengan kuat

pada interval-interval tertentu dan menimbulkan afterpains.

Afterpains terutama dirasakan jika bayi menyusui karena adanya

pelepasan oksitosin, kadang, nyeri ini terasa sangat hebat

hingga pasien memerlukan analgesik, tetapi pada umumnya

nyeri akan berkurang pada hari ketiga postpartum.

Lokia

Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua

menyebabkan pengeluaran rabas vagina dengan jumlah

bervariasi, rabas ini disebut dengan lokia. Selama beberapa hari

setelah persalinan, lokia mengandung cukup banyak darah

sehingga berwarna merah (lokia rubra). Setelah tiga atau empat

hari, lokia menjadi pucat (lokia serosa). Setelah sekitar hari ke-10

karena adanya leukosit dan penurunan kandungan air, lokia

berwarna putih atau putih kekuningan (lokia alba). Lokia dapat

menetap hingga empat minggu.

Subinvolusi

4

Page 5: Css Deepresi Postpartum

Kata ini menerangkan penghentian atau retardasi involusi,

proses saat uterus secara normal pulih ke ukuran semula pada

masa nifas. Hal ini disertai oleh perdarahan uterus yang ireguler

atau berlebihan. Kausa subinvolusi diantaranya adalah retensi

potongan plasenta dan endometritis.

B. Saluran kemih

Kehamilan normal berkaitan dengan peningkatan bermakna

air ekstrasel dan diuresis setelah kehamilan merupakan proses

fisiologis untuk membalikkan keadaan tersebut. Diuresis biasa

terjadi antara hari kedua dan kelima postpartum.

C. Vagina

Sama seperti seviks, vagina dan pintu keluar vagina jarang

pulih ke dimensi nulipara. Selain itu, perubahan pada penyangga

panggul selama persalinan mungkin mempermudah timbulnya

prolaps uterus dan inkontinensia urin.

D. Peritoneum dan Dinding Abdomen

Ligamentum latum dan teres memerlukan waktu yang

cukup lama untuk pulih dari peregangan dan pelonggaran yang

terjadi selama masa kehamilan. Dinding abdomen lunak dan

lembek karena ruptur serat elastik di kulit. Pemulihan struktur ini

ke keadaan normal membutuhkan waktu beberapa minggu.

E. Darah

Selama beberapa hari pertama postpartum, konsentrasi

hemoglobin dan hematokrit berfluktuasi dalam tingkat sedang.

Pada waktu satu minggu setelah melahirkan, volume darah

hampir kembali ke tingkat nonhamil. Leukositosis dan

trombositosis yang mencolok terjadi selama dan setelah

melahirkan. Kadang-kadang hitung leukosit mencapai 30.000/l.

5

Page 6: Css Deepresi Postpartum

F. Penurunan Berat Badan

Terjadi penurunan berat badan sekitar 5-6 kg karena

evakuasi uterus dan pengeluaran darah normal. Selain itu, terjadi

penurunan berat badan sekitar 2-3 kg melalui diuresis. Sebagian

besar wanita mencapai berat badan pada saat sebelum hamil

dalam waktu enam bulan.

G. Payudara

Pada waktu 24 jam pertama setelah melahirkan terjadi

sekresi lakteal, payudara mengalami distensi, menjadi padat,

dan nodular.

2.2 Depresi Postpartum

2.2.1 Definisi

Depresi adalah gangguan suasana perasaan (mood) yang memiliki gejala

utama dan gejala lainnya. Gejala utama meliputi afek depresif, kehilangan minat

dan kegembiraan dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas. Selanjutnya, gejala lainnya meliputi konsentrasi dan perhatian

berkurang; harga diri dan kepercayaan diri berkurang; gagasan tentang rasa

bersalah dan tidak berguna; pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;

gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri; tidur terganggu;

nafsu makan berkurang.3

Depresi postpartum adalah gangguan yang ditandai dengan mood depresi,

ansietas yang berlebihan, dan insomnia. Onsetnya dalam 3 hingga 6 bulan setelah

persalinan.4

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM IV-TR)

mengkategorikan depresi postpartum sebagai suatu kelainan depresi mayor akibat

pasca bersalin dan terdapat tanda-tanda bahwa gejala depresi timbul dalam jangka

waktu 4 minggu pasca persalinan.5 Menurut International Statistical

Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-10), DPP ialah

6

Page 7: Css Deepresi Postpartum

kelainan ringan dari mental dan yang timbul dalam waktu 6 minggu pasca

persalinan.

Marcé Society suatu organisasi internasional yang mendedikasikan diri

untuk melakukan penelitian mengenai kelainan psikiatri pasca persalinan,

mendefinisikan penyakit psikiatri pasca persalinan sebagai suatu episode yang

terjadi dalam satu tahun setelah kelahiran bayi.6,7

2.2.2 Epidemiologi

Secara epidemiologi, depresi postpartum dapat terjadi pada semua golongan

umur persalinan dan berbagai daerah di dunia, maupun di Indonesia. Berdasarkan

laporan WHO (1999) diperkirakan wanita melahirkan yang mengalami depresi

postpartum ringan berkisar 10 per 1000 kelahiran hidup dan depresi postpartum

sedang atau berat atau gangguan bipolar berkisar 30 sampai 200 per 1000

kelahiran hidup.

Beberapa penelitian juga mengemukakan bahwa depresi postpartum

bervariasi disetiap daerah penelitian. Hasil penelitian O’Hara dan Swain (1996)

menemukan kejadian depresi postpartum di Belanda sekitar 2%-10%, di

AmerikaSerikat 8%-26%, di Kanada 50%-70%.8 Di Asia, prevalensi terjadinya

depresi pasca persalinan antara 3,5% hingga 63,3% dimana Malaysia dan Pakistan

menjadi peringkat yang terendah dan tertinggi.9 Depresi postpartum terjadi dalam

10-15% wanita pada populasi umum.

Hasil penelitian lain yang dilakukan Wratsangka (1996) di RSUP. Hasan

Sadikin Bandung mencatat wanita yang mengalami depresi pada wanita primipara

sekitar 50-80%. Wanita yang mengalami depresi pada multipara sekitar 33%.10

Hasil penelitian yang dilakukan Alfiben (2000) di Rs.Cipto Mangunkusumo tidak

berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh Wratsangka, 70% wanita primipara

mengalami depresi dan psikosis postpartum dan 30 % pada wanita multipara.

Prevalensi keinginan bunuh diri pada periode postpartum antara 0.2%-15.4%

diantara populasi berbeda.11

Beberapa kelompok wanita memiliki kemungkinan yang jauh lebih besar

mengalami depresi selama masa nifas. Wanita yang menderita 1 episode depresi

7

Page 8: Css Deepresi Postpartum

mayor setelah melahirkan memiliki risiko kekambuhan sekitar 25%.4,12 Remaja

dan wanita yang memiliki riwayat penyakit depresif memiliki risiko depresi

postpartum sekitar 30%. Hampir 70% wanita yang memiliki riwayat depresi

postpartum akan kembali mengalami gangguan ini. Jika seorang wanita memiliki

riwayat depresi postpartum dan saat ini mengalami blues, kemungkinan wanita

tersebut menderita depresi mayor akan meningkat menjadi 85%.13

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan depresi post partum yaitu faktor

konstitusional, fisik, psikologi, sosial, karakteristik ibu, dan riwayat depresi atau

problem emotional. Pitt mengemukakan empat faktor penyebab depresi yaitu

faktor konstitusional, fisik, psikologi, sosial, sebagai berikut :14,15,16

a. Faktor konstitusional.

Gangguan postpartum berkaitan dengan status paritas yang meliputi

riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan

persalinan sebelumnya. Depresi postpartum lebih banyak terjadi pada wanita

primipara karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses

adaptasi. Kalau sebelumnya wanita primipara hanya memikirkan diri sendiri

begitu bayi lahir ia harus memahami perannya sebagai ibu. Jika wanita

primipara tidak paham perannya sebagai ibu, ia akan menjadi bingung

sementara bayinya harus tetap dirawat. Hal ini bisa menjadi pemicu seorang

ibu menjadi stres.

b.Faktor fisik.

Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan

mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik

dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan

hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari

diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh

pada keseimbangan. Progesteron dan estrogen yang menurun secara cepat

setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti. Faktor

biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon

seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu

8

Page 9: Css Deepresi Postpartum

rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu

cepat atau terlalu lambat. Sensitivitas individual ibu terhadap perubahan

hormon juga dapat menjadi faktor penyebab.

c. Faktor psikologis.

Peralihan yang cepat dari keadaan dua jiwa dalam satu tubuh pada akhir

kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada

penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel mengindikasikan

pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai

hubungan baik antara ibu dan anak. Teori psikologis, meliputi sistem

pendukung yang buruk, stres psikologis atau memiliki hubungan yang kurang

baik dengan pasangannya dapat menimbulkan depresi pada ibu.

d. Faktor sosial.

Paykel dan Regina dkk (2001), mengemukakan bahwa pemukiman yang

tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu-ibu, selain

kurangnya dukungan dalam perkawinan. Teori sosiokultural, meliputi tingkat

kepuasan sosial, dukungan dan kontrol di rumah yang rendah, serta hubungan

wanita baru melahirkan dengan suami/ibu/mertua yang kurang baik dapat

menimbulkan depresi pada wanita tersebut.

e. Menurut Kruckman, menyatakan terjadinya depresi pascapersalinan juga

dipengaruhi oleh faktor karakteristik ibu, yang meliputi :

1.) Faktor umur.

Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang

perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini

mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh

seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan

persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan

tersebut untuk menjadi seorang ibu.

2.) Faktor pengalaman.

9

Page 10: Css Deepresi Postpartum

Beberapa penelitian diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh

Paykel dan Inwood, mengatakan bahwa depresi pascapersalinan ini lebih

banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran

seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi

yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain

itu, penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan suami istri

muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83% dari

mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.

3.) Faktor pendidikan.

Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan

konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan

untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran

mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka.

4.) Faktor selama proses persalinan.

Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang

digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik

yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula

trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang

bersangkutan akan menghadapi depresi pascapersalinan.

5.) Faktor dukungan sosial.

Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan

pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak

berkurang.

f. Riwayat depresi/ problem emosional :

Penyebab lain yang mungkin adalah adanya riwayat keluarga tentang

depresi, masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang

tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap

perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan.16

Perempuan yang memiliki riwayat masalah emosional rentan terhadap

gejala depresi ini, kepribadian dan variabel sikap selama masa kehamilan seperti

kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya

10

Page 11: Css Deepresi Postpartum

gejala depresi. Karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum

adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang

berasal dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan

dukungan dari suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah

melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa

kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita yang

mengalami komplikasi selama kehamilan.16 Faktor-faktor predisposisi meliputi

riwayat psikosis puerperium, gangguan bipolar (sebelumnya disebut sebagai

manik-depresif), delirium dan halusinasi, perubahan suasana hati yang cepat

agitasi atau bingung dan potensial bunuh diri atau membunuh anaknya.

2.2.4 Patofisiologi

Faktor   Hormon

Selama kehamilan, kadar estrogen (estradiol,estriol, dan estron) dan

progesteron meningkat (100 dan 1000 kali lipat) akibat dari plasenta yang

memproduksi hormon tersebut. Akibat dari kelahiran plasenta saat persalinan,

kadar estrogen dan progesteron menurun tajam, mencapai kadar sebelum

kehamilan pada hari ke 5.17,18

Tidak ada hubungan yang konsisten, kadar estrogen dan perubahan pada

estrogen dengan depresi post partum yang benar-benar terbukti. O’Hara dkk

menemukan hubungan kadar estradiol pada usia kehamilan 36 minggu dan depresi

postpartum pada penelitian terhadap 182 perempuan. Penelitian lain terhadap

depresi postpartum menemukan kadar estrogen yang sama pada ibu-ibu yang

mengalami gangguan mood dan yang tidak mengalami gangguan mood. Ada

bukti menunjukkan interaksi estrogen dengan neurotransmitter. Sebagian data

mendapatkan estradiol mungkin memberi efek pada system transmitter dan

menganggu fungsi kognitif dan proses emosional. Reseptor estrogen menyebar

luas dalam otak pada manusia. Efek estrogen yang paling diakui adalah

interaksinya dengan reseptor dopamine terutama efek menghambat. Estrogen juga

memberi efek terhadap reseptor norepinephrine, adrenalin dan serotonin.19

Penelitian sebelumnya menyatakan aktifitas dopamine mungkin berkurang

pada pasien depresi.20 Hormon ovarium ditemukan memberi perubahan pada

11

Page 12: Css Deepresi Postpartum

aktivitas dopamine, primernya pada nigrostriatal dan jalur mesolimbik. Thompson

dkk telah melakukkan penelitian yang serial menyatakan estrogen menghambat

uptake dopamine pada area ini, sehingga mekanisme pasti masih ditelusuri. Ada

bukti menyatakan perubahan aktifitas dopamine oleh estrogen akibat berubahnya

protein G pada reseptor D2 dopamin.21

Berdasarkan percobaan pada hewan, estradiol menguatkan fungsi

neurotransmitter melalui peningkatan sintesis dan mengurangi pemecahan

serotonin, sehingga secara teoritis penurunan kadar estradiol akibat persalinan

berperan dalam menyebabkan depresi pasca persalinan. Namun suatu penelitian

menyatakan bahwa tidak ada perbedaan berarti dari perubahan estradiol atau free

estriol saat kehamilan tua dan nifas pada wanita depresi dan tidak depresi.

Banyak dari penelitian gangguan mood, secara umumnya difokuskan ke

system serotonergik, yang mana system ini mengalami efek pada korteks

prefrontal, system limbic, aktifitas pituitary, dan perilaku seks. Sistem

serotonergik telah diketahui sensitif terhadap estrogen dan progestron. Bethea dkk

melakukkan penelitian lanjut terhadap primata bukan manusia atas hormon

ovarian dengan system serotonergik, dengan hasil terjadi perubahan pada system

serotonergik, akibat efek perubahan dari hormon ovarium dalam susunan saraf

pusat.21

Norepinefrin juga dipercaya berperan sebagai faktor utama patofisiologi

depresi. Penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan antara regulasi reseptor

B-andrenergic postsinaps dengan respons antidepresan, yang mana menunjukkan

efektivitas antidepresan dengan efek norandrenergik. Selain itu, terjadi

peningkatan densitas reseptor a2-andrenergik dilaporkan pada pasien depresi dan

cobaan bunuh diri. Peningkatan regulasi ini juga mungkin disebabkan kekurangan

relative norepinefrin di sinaps.20

Kadar prolaktin meningkat selama kehamilan, mencapai puncaknya saat

persalinan, dan pada wanita yang tidak menyusui kembali seperti keadaan

sebelum hamil dalam 3 minggu pasca persalinan. Dengan pelepasan oksitosin,

hormon yang merangsang sel lactotropik di hipofisis anterior, pemberian ASI

mempertahankan kadar prolaktin tetap tinggi. Namun pada wanita menyusui

sekalipun, kadar prolaktin tetap akan kembali seperti sebelum hamil. Prolaktin

12

Page 13: Css Deepresi Postpartum

diduga memiliki peran dalam terjadinya perasaan cemas, depresi, dan sifat kasar

pada wanita tidak hamil dengan hiperprolaktinemia.

Kadar prolaktin yang rendah dan berkurangnya respon prolaktin terhadap

test D-fenfl uramine ditemukan pada pasien depresi. Ini mungkin hubungannya

dengan depressi post partum yang mana kadar prolkatin rendah pada saat

kelahiran.20 Abou Salah dkk menyatakan ibu postpartum yang mengalami depresi

menunjukkan penurunan kadar prolaktin plasma yang signifikan dibanding ibu

yang tidak mengalami depresi. Dan pada ibu-ibu yang melakukkan Inisiasi

menyusu Dini mendapatkan skor mood yang lebih baik dan kadar prolaktin lebih

tinggi.21

Peran axis HPA dalam terjadinya depresi pasca persalinan

Perubahan dramatis pada axis HPA terjadi selama kehamilan sebagai akibat

perubahan dari kadar progesteron dan estrogen. Corticotrophin releasing homone

(CRH) diproduksi oleh trofoblas, fetal membran dan desidua, di regulasi oleh

steroid. Kadar CRH berkurang karena pengaruh progesteron dan berlawanan

dengan umpan balik pada hipotalamus, kadar CRH plasenta meningkat karena

pengaruh glukokortikoid. CRH plasenta selanjutnya diregulasi (seperti di

hipotalamus) oleh vasopressin, norepinefrin, angiotensin II, prostaglandin,

neuropeptida Y, dan oksitosin. Pelepasan CRH dirangsang oleh activin dan

interleukin, dan dihambat oleh inhibin dan nitrit oksida. Peningkatan progresif

kadar CRH maternal selama kehamilan akibat sekresi CRH intrauterin kedalam

sirkulasi maternal. Kadar tertinggi ditemukan selama persalinan. Kadar CRH

maternal meningkat selama kehamilan dalam keadaan stress, preeclampsia, dan

persalinan preterm.22 Protein pengikat untuk CRH terdapat pada sirkulasi manusia,

dan diproduksi di plasenta, fetal membran dan desidua. Kadar protein pengikat

pada sirkulasi maternal selama kehamilan tidak berbeda dengan saat tidak hamil,

sedikit meningkat pada usia kehamilan 35 minggu dan menurun drastis hingga

aterm. Placental CRH dan maternal CRH merangsang hipofisis anterior untuk

meningkatkan ACTH, sehingga merangsang sekresi maternal kortisol dari korteks

adrenal. Maternal plasma CRH berbanding lurus dengan kadar ACTH dan

kortisol, yang juga berkorelasi dengan CRH, sehingga terjadi hiperkortisolisme

13

Page 14: Css Deepresi Postpartum

pada kehamilan. Peningkatan glukokortikoid menginisiasikan umpan balik negatif

pada axis HPA, menghambat pelepasan maternal CRH, namun kortisol yang

dilepaskan oleh korteks adrenal memiliki efek umpan balik positif dengan CRH

plasenta, sehingga merangsang sekresi hipofisis ACTH dan kortisol. Kadar

kortisol mencapai puncaknya pada usia kehamilan 34-36 minggu, dan

berhubungan dengan maturasi paru janin akibat hipertrofi korteks adrenal. Pasca

persalinan, kadar kortisol kembali normal pada hari ke 4-5. Sistem CRH sangat

berperan dalam terjadinya depresi. Distribusi saraf CRH yang sangat luas. Ia

menjadi regulasi utama dalam sistem otonom, endokrin, imunitas, dan respon

perilaku terhadap stressor. Peningkatan kadar CRH dapat menyebabkan terjadinya

depresi.23 Akibat pelepasan plasenta pada persalinan, kadar progesteron, estrogen

dan CRH berkurang drastis, mencapai kadar seperti sebelum hamil pada hari ke 5

pasca persalinan. Kadar kortisol juga berkurang drastis pasca persalinan, namun

korteks adrenal yang mengalami hipertrofi kembali seperti sebelum hamil pada

hari ke 5 pasca persalinan. Diduga terdapat sensitifitas yang berbeda pada setiap

wanita sehingga perubahan hormon yang terjadi pada saat kehamilan dan pasca

persalinan menyebabkan terjadinya depresi pasca persalinan.

Serotonin (5HT, 5-hidroxytryptofan) berasal dari asam amino triptofan,

yang bisa didapatkan dari makanan. Oleh enzim triptofan hidroksilase, ia diubah

menjadi 5 HT. Serotonin berperan dalam menghambat sekresi CRH. Saat neuro-

transmitter serotonin terganggu, maka kadar CRH meningkat sehingga

menyebabkan terjadinya depresi.

Faktor Psikososial

Penelitian psikodinamik menunjukkan bahwa pada gangguan postpartum

terdapat konflik-konflik yang mempengaruhi. Kegagalan dalam pernikahan,

dukungan keluarga yang kurang menjadi faktor yang konstan, hubungan yang

buruk dengan suami, orangtua dan mertua, kekerasan dalam rumah. Pembatasan

aktifitas pasca persalinan serta pertolongan persalinan menggunakan tenaga

tradisional.22,23 Konflik ini dapat menghambat ibu menemukan jati dirinya.

Gangguan identifikasi ini menyebabkan perasaan terganggu karena mereka

14

Page 15: Css Deepresi Postpartum

sebagai ibu tidak mengetahui hal yang harus dilakukan untuk merawat

anaknya.14,16

15

Page 16: Css Deepresi Postpartum

2.2.5 Gejala Klinis

Paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir dengan

kematian. Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan.

Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai keluhan

umum seperti : sukar tidur, merasa bersalah,  kelelahan,  sukar  konsentrasi,

hingga pikiran  mau bunuh  diri. Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak

berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal yang terutama

mengkhawatirkan adalah pikiran–pikiran ingin bunuh diri, waham–waham

paranoid dan ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya.

Depresi postpartum muncul dengan gejala perubahan mood yaitu kurang

nafsu makan, sedih–murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan,

insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi,

melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak

mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang

lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak

mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini

menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang

ditemui ibu yang benar–benar memusuhi bayinya. Depresi postpartum sering

disertai gangguan nafsu makan dan gangguan tidur, rendahnya harga diri dan

kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi atau perhatian.

Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi

postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :4

1. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi-mimpi

yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat

mengakibatkan insomnia.

16

Page 17: Css Deepresi Postpartum

2. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang

mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain

yang terjadi dalam hidup manusia.

3. Fobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang

tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya

bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar

sering merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu

yang menjalani bedah Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–

macam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan syok dan tidak percaya

terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah

Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan

berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan

operasi dan jarum.

4. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul

karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi

sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.

5. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali

penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih

kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi,

ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai

seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri

dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan

meningkatkan sensitivitas ibu.

2.2.6 Diagnosis

A. Menurut DSM-IV-TR :

Tidak ada kriteria bagi gangguan depresi dan psikosis pada postpartum,

namun diagnosis bisa ditegakkan apabila depresi dan psikosis yang

terjadi mempunyai hubungan dengan persalinan dan perlangsungannya

hanya sementara.14-16

DSM IV memberikan spesifikasi dari gangguan mood postpartum jika

onset dari gejala– gejala klinis muncul dalam 4 minggu setelah kelahiran.

Gejala yang harus ada setiap hari, hampir setiap hari selama 2 minggu.

17

Page 18: Css Deepresi Postpartum

B. Menurut PPDGJ III3

F53.0 Gangguan jiwa dan perilaku ringan yang berhubungan dengan masa

nifas YTK.

Termasuk : Depresi pasca-lahir YTT

Depresi pasca-bersalin YTT

2.2.7 Diagnosis Banding

Ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues,

postpartum depression dan postpartum psychosis.4

A. Baby blue

Karakteristik Baby Blues Depresi Postpartum

Insidens 50% dari wanita yang

melahirkan

10% - 15% dari wanita

yang melahirkan

Onset 3–5 hari setelah

melahirkan

Dalam 3 – 6 bulan setelah

melahirkan

Durasi Beberapa hari –

minggu.

Beberapa bulan – tahun,

jika tidak diterapi

Stresor terkait Tidak ada Ya, terutama tidak ada

dukungan

Pengaruh

sosiokultural

(-) , ada di semua

kebudayaan dan

sosioekonomi

Ada kaitan kuat

Riwayat gangguan

mood

Tidak ada kaitannya Erat kaitannya

Riwayat keluarga

gangguan mood

Tidak ada kaitannya Ada kaitannya

Mood labil (+) Sering ada, tetapi kadang-

kadang mood selalu

depresi.

Anhedonia Tidak Sering

Gangguan tidur Kadang – kadang Sangat sering

18

Page 19: Css Deepresi Postpartum

Pikiran bunuh diri (-) Kadang – kadang

Pikiran menyakiti

bayi

Jarang Sering

Perasaan beresalah (-) / sangat ringan Sering muncul dan

berlebihan

B. Psikosis postpartum

Psikosis post partum adalah penyakit langka, dibandingkan dengan tingkat

depresi postpartum atau kecemasan. Hal ini terjadi pada sekitar 1-2 dari setiap

1.000 kelahiran, atau sekitar 0,01% dari kelahiran. Onset biasanya tiba-tiba, paling

sering dalam melahirkan 4 minggu pertama atau 2 minggu setelah melahirkan.

Gejala psikosis postpartum dapat mencakup:

Delusi atau keyakinan aneh

Halusinasi (melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada)

Merasa sangat kesal

Hiperaktif

Penurunan kebutuhan atau ketidakmampuan untuk tidur

Paranoia dan kecurigaan

Perubahan mood dengan cepat

Kesulitan berkomunikasi

Faktor risiko paling signifikan untuk psikosis pascamelahirkan adalah

sejarah pribadi atau keluarga gangguan bipolar, atau episode psikotik

sebelumnya.

Dari wanita yang mengalami psikosis pasca melahirkan, ada kemungkinan

sekitar 5% untuk terjadi pembunuhan bayi atau bunuh diri sendiri. Hal ini karena

perempuan yang mengalami psikosis sedang lari dari kenyataan. Dalam keadaan

psikotik pasien, delusi dan keyakinan masuk akal baginya, mereka merasa sangat

berarti dan sering religius. Perawatan segera untuk para wanita adalah penting.

Hal ini juga penting untuk mengetahui bahwa banyak korban psikosis

postpartum tidak pernah mendapatkan delusi berisi perintah kekerasan. Delusi

19

Page 20: Css Deepresi Postpartum

mengambil banyak bentuk, dan tidak semua dari mereka adalah destruktif.

Kebanyakan wanita yang mengalami psikosis postpartum tidak merugikan diri

sendiri atau orang lain. Namun, selalu ada risiko bahaya karena psikosis termasuk

delusi berpikir dan pertimbangan tidak rasional, dan inilah mengapa wanita

dengan penyakit ini harus dirawat dan dimonitor dengan baik oleh profesional

kesehatan yang terlatih.

Psikosis postpartum adalah darurat psikiatris yang biasanya membutuhkan

perawatan rawat inap. Kebanyakan pasien dengan psikosis postpartum mengalami

gangguan bipolar ataupun perburukan dari depresi mayor. Pengobatan akut

termasuk mood stabilizer (misalnya, lithium, asam valproat, carbamazepine)

dalam kombinasi dengan obat antipsikotik dan benzodiazepine. ECT (biasanya

bilateral) ditoleransi dengan baik dan cepat efektif.

C. Hipotiroidisme dan hipertiroidisme

Anamnesis dan pemeriksaan fisik cermat harus dilakukan terhadap wanita

yang memiliki depresi postpartum. Fungsi tiroid sebaiknya diperiksa karena

hipotiroid dan hipertiroid dapat pula menyebabkan perubahan mood pasca

melahirkan.

2.2.8 Alat Ukur Pemeriksaan

1. Edinburgh postnatal depression scale.24

(EPDS) ialah salah satu metode untuk mendeteksi depresi pasca persalinan.

Walaupun tidak umum, EPDS dapat dengan mudah digunakan selama 6 minggu

pasca persalinan.EDPS berupa kuisioner yang terdiri dari dari 10 pertanyaan

mengenai bagaimana perasaan pasien dalam satu minggu terakhir.

Cara penilaian EPDS

1. Pertanyaan 1, 2, dan 4

Mendapatkan nilai 0, 1, 2, atau 3 dengan kotak paling atas mendapatkan nilai 0

dan kotak paling bawah mendapatkan nilai 3

2. Pertanyaan 3,5 sampai dengan 10

20

Page 21: Css Deepresi Postpartum

Merupakan penilaian terbalik, dengan kotak paling atas mendapatkan nilai 3

dan kotak paling bawah mendapatkan nilai 0

3. Pertanyaan 10 merupakan pertanyaan yang menunjukkan keinginan bunuh diri.

4. Nilai maksimal : 30

5. Kemungkinan depresi: nilai 10 atau lebih.

Cara pengisian EPDS

1. Para ibu diharap untuk memberikan jawaban tentang perasaan yang terdekat

dengan pertanyaan yang tersedia dalam 7 hari terakhir.

2. Semua pertanyaan kuisioner harus dijawab.

3. Jawaban kuisioner harus berasal dari ibu sendiri. Hindari kemungkinan ibu

mendiskusikan pertanyaan dengan orang lain.

4. Ibu harus menyelesaikan kuisioner ini sendiri, kecuali ia mengalami kesulitan

dalam memahami bahasa atau tidak bisa membaca.

Keuntungan EPDS

1. Mudah dihitung (oleh perawat, bidan, petugas kesehatan lain).

2. Sederhana.

3. Cepat dikerjakan (membutuhkan waktu 5-10 menit bagi ibu untuk

menyelesaikan EPDS).

4. Mendeteksi dini terhadap adanya depresi pasca persalinan.

5. Lebih diterima oleh pasien.

6. Tidak memerlukan biaya.

Kekurangan EPDS

1. Tidak bisa mendiagnosis depresi pasca persalinan.

2. Tidak bisa mengetahui penyebab dari depresi pasca persalinan.

3. Belum divalidasi di Indonesia.

Para ibu yang memiliki skor diatas 10 sepertinya menderita suatu depresi

dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Skala ini menunjukan perasaan sang

21

Page 22: Css Deepresi Postpartum

ibu dalam 1 minggu terakhir khusus untuk nomor 10, jawaban: ya, cukup sering,

merupakan suatu tanda dimana dibutuhkan keterlibatan segera dari perawatan

psikiatri. Wanita yang mengalami gangguan fungsi (dibuktikan dengan

penghindaran dari keluarga dan teman, ketidakmampuan menjalankan kebersihan

diri, ketidakmampuan merawat bayi) juga merupakan keadaan yang

membutuhkan penanganan psikiatri segera. Wanita yang memiliki skor antara 5

dan 9 tanpa adanya pikiran untuk bunuh diri sebaiknya dilakukan evaluasi ulang

setelah 2 minggu untuk menentukan apakah episode depresi mengalami

perburukan atau membaik. EPDS yang dilakukan pada minggu pertama pada

wanita yang tidak menunjukkan gejala depresi dapat memprediksi kemungkinan

terjadinya depresi pasca persalinan pada minggu ke 4 dan 8. EPDS tidak dapat

mendeteksi kelainan neurosis, phobia, kecemasan, atau kepribadian, namun dapat

dilakukan sebagai alat untuk mendeteksi adanya kemungkinan depresi

antepartum. Sensitifitas dan spesifisitas EPDS sangat baik. Dengan menggunakan

cut of point.

22

Page 23: Css Deepresi Postpartum

2.2.9 Penatalaksanaan

Fungsi Strategi Penanggulangan

Lazarus dan rekan-rekannya membagi strategi penanggulangan ke dalam

dua fungsi utama, yaitu:

a. Strategi penanggulangan yang berfokus pada masalah, yaitu bertujuan

mengurangi tuntutan-tuntutan akibat situasi stressfull, atau

mengembangkan sumber-sumber dalam individu untuk mengatasi situasi

tersebut. Orang cenderung menggunakan pendekatan yang berfokus pada

masalah karena percaya dapat mengubah sumber-sumber dalam dirinya

atau tuntutan situasi stressfull.

b. Strategi penanggulangan yang berfokus pada emosi, yaitu bertujuan

mengontrol respon emosional terhadap situasi stressfull, baik melalui

pendekatan behavioral maupun kognitif. Orang cenderung menggunakan

pendekatan yang berfokus pada emosi ketika mereka percaya bahwa

mereka tidak dapat melakukan apapun untuk mengubah situasi stressfull.

Berdasarkan literatur di atas, maka jelaslah bahwa strategi penanggulangan

dibagi ke dalam dua fungsi utama, yaitu:

a. Coping yang berfokus pada masalah, yaitu coping yang berfungsi

membantu mengatasi sumber stres/ tuntutan-tuntutan akibat situasi stresful

secara langsung dengan mengembangkan sumber-sumber dalam individu.

b. Coping yang berfokus pada emosi, yaitu coping yang berfungsi mengurangi

gejala yang timbul akibat situasi stresful dengan mengatur atau

mengontrol respon emosional, baik melalui pendekatan behavioral

maupun strategi kognitif.

23

Page 24: Css Deepresi Postpartum

Strategi - Strategi Penanggulangan

Carver, Scheier, dan Weintraub (dalam Bishop, 1994) membuat taksonomi

strategi penanggulangan, yaitu:

a. Strategi yang berpusat pada masalah

1) Active coping, yaitu mengambil langkah aktif untuk mencoba

menjauhkan stresor, atau memperbaiki pengaruhnya.

2) Planning, yaitu berfikir mengenai bagaimana mengatasi stresor.

3) Suppression of competing activities, yaitu melakukan aktivitas-aktivitas

lain untuk mengatasi stresor.

4) Restraint coping, yaitu menunggu kesempatan yang paling tepat untuk

bertindak.

5) Seeking social support for instrumental reasons, yaitu mencari

masukan, bantuan, atau informasi.

b. Strategi yang berpusat pada emosi

1) Seeking social support for emotional reasons, yaitu mencari dukungan

moral, simpati, atau pemahaman.

2) Positive reinterpretation, yaitu menafsirkan kembali situasi dalam cara

yang positif.

3) Acceptance, yaitu menerima realitas dari situasi yang dihadapi.

4) Denial, yaitu menyangkal realitas dari situasi yang dihadapi.

5) Turning to religion, yaitu berdoa, mencari bantuan dari Tuhan, atau

mencari ketenangan dalam beragama.

6) Focusing on and venting emotions, yaitu menfokuskan pada segala

sesuatu yang menyedihkan dan mengekspresikan perasaan tersebut.

7) Behavioral disengagement, yaitu mengurangi upaya mengatasi masalah

atau menyerah.

8) Mental disengagement, yaitu beralih pada aktivitas-aktivitas lain untuk

mengalihkan perhatiannya dari situasi stressfull.

Strategi penanggulangan yang berfokus pada masalah dan emosi menurut

Cohen dan Lazarus, Moos dan Schaefer, Pearlin dan Schooler (dalam Sarafino

1994), diantaranya:

a. Strategi yang befokus pada masalah dan emosi

24

Page 25: Css Deepresi Postpartum

1) Direct action, yaitu melakukan sesuatu secara spesifik atau secara

langsung untuk mengatasi stresor. Strategi ini mencakup beberapa

pendekatan yang berfokus pada masalah, seperti negosiasi atau

konsultasi, atau pendekatan yang berfokus pada emosi, seperti

membantah, menghindari, atau menghukum seseorang.

2) Seeking Information, yaitu mencari pengetahuan mengenai situasi

stressfull, yang kemudian dapat digunakan untuk melakukan

penanggulangan yang berfokus pada masalah atau emosi.

3) Turning to others, yaitu mencari dukungan sosial untuk memperoleh

bantuan, jaminan rasa aman, dan kenyamanan dari keluarga, teman,

atau yang lain. Bantuan yang diterima seperti pinjaman ketika krisis

keuangan sangat berguna bagi penanggulangan yang berfokus pada

masalah.

Jaminan rasa aman dan kenyamanan penting bagi penanggulangan yang

berfokus pada emosi.

b. Strategi yang berfokus pada emosi

1) Resigned acceptance, yaitu mengatasi situasi stresul dengan cara

menerima apa adanya. Metode ini khususnya sesuai untuk keadaan

stresor yang tidak dapat diubah.

2) Emotional discharge, yaitu individu bertingkah laku dalam cara-cara

yang dapat mengekspresikan perasaannya atau mengurangi

ketegangan akibat situasi stres. Termasuk dalam strategi ini adalah

berteriak ketika marah, menangis, atau bercanda.

3) Intrapsychic processes, yaitu menggunakan strategi kognitif untuk

menilai kembali atau mengubah pandangan seseorang mengenai

situasi stressfull. Proses ini dapat dilakukan dengan dua cara:

a) Cognitive redefinition adalah strategi dimana orang mencoba untuk

berfikir positif pada situasi yang buruk. Strategi ini dapat

dilakukan dengan berfikir bahwa keadaan tersebut bisa jadi lebih

buruk, membuat pembandingan dengan individu lain yang

memiliki keadaan yang lebih buruk, melihat dampak positif yang

muncul akibat permasalahan tersebut.

25

Page 26: Css Deepresi Postpartum

b) Defense mechanisms adalah upaya untuk mengesampingkan

ingatan atau realitas dalam berbagai cara, dengan melakukan

penyangkalan (seseorang tidak mengakui adanya hal yang

menyakitkan), intelektualisasi (mengatasi atau menghadapi stresor

secara intelektual), dan supresi (upaya untuk melupakan ingatan

stressfull dengan mengendalikan pemikiran yang menyakitkan

secara sadar).

Secara umum, dalam menatalaksanaan ibu dengan depresi postpartum

diberikan dengan farmakologis, psikoterapi, hormonal therapy, dan prophylactic

treatment.

1. Terapi Farmakologi

Pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan depresi postpartum,

diberikan pengobatan dengan antidepressant. Obat diberikan untuk depresi sedang

sampai berat, obat yang umum digunakan antara lain golongan selective serotonin

reuptake inhibitors (SSRI), Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor (SNRI),

dan tricyclic antidepressants serta benzodiasepin sebagai tambahan.

Pemberian selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seharusnya

diberikan karena golongan obat tersebut mempunyai risiko efek toksik yang

rendah. SSRI bisa membantu pasien yang tidak mempunyai respon bagus

terhadap tricyclic antidepressant, golongan antidepressant lainnya dan cenderung

ditoleransi lebih baik dengan dosis yang rendah10. Jika pasien sebelumnya

mempunyai respon baik terhadap obat antidepresan jenis lainnya, obat tersebut

secara kuat dipertimbangkan untuk diberikan kembali.7

Obat anti depressant tidak dapat digunakan hanya 1-2 minggu, karena

efeknya baru terasa setelah 2 minggu. Umumnya diberikan selama 6 bulan.

26

Page 27: Css Deepresi Postpartum

27

Page 28: Css Deepresi Postpartum

2. Psikoterapi

Psikoterapi antara lain talking therapy, terapi interpersonal dan kognitif/

perilaku dan terapi psikodinamik. Talking therapy membantu pasien mengenali

masalah dan menyelesaikannya melalui give and take verbal dengan terapis. Pada

terapi kognitif/perilaku, pasien belajar mengidentifikasi dan mengubah persepsi

menyimpang tentang dirinya serta menyesuaikan perilaku untuk mengatasi

lingkungan sekitar dengan lebih baik.

Pada studi yang melibatkan 120 ibu melahirkan, interpersonal psikoterapi,

dengan pengobatan 12 sesi yang terfokus pada perubahan peran dan pentingnya suatu

hubungan sangat efektif untuk meredakan gejala depresi dan meningkatkan fungsi

psikososial. Sebuah grup berdasarkan intervensi pada psikotherapi interpersonal

diberikan selama kehamilan mencegah terjadinya depresi postpartum. Bagaimanapun,

psikoterapi sebagai tambahan dikombinasikan dengan fluoxetine tidkak

meningkatkan pengobatan daripada dengan fluoxetine saja.1,2,12

3. Konseling

Ibu akan diajak melihat bahwa merawat anak bukanlah kesulitan yang luar

biasa. Pelan-pelan diajak melihat fokus masalah, apa yang dihadapi dalam

merawat anak dan adakah masalah yang sekiranya bisa diselesaikan.

4. Modifikasi Lingkungan

Lingkungan keluarga penting dalam penyembuhan. Suami harus pengertian.

Serta keluarga harus mendukung ibu serta membantu dalam merawat anak.

28

Page 29: Css Deepresi Postpartum

5. Hormonal Replacement Therapy

Estradiol telah dievaluasi sebagai pengobatan untuk depresi postpartum.

Pada studi yang membandingkan transdermal estradiol dengan plasebo, grup yang

diobati dengan estradiol mempunyai penurunan skor depresi yang signifikan

selama bulan pertama.

6. Profilaksis Treatment

Pasien yang mengalami riwayat depresi setelah kehamilannya dapat berisiko

menjadi depresi postparrtum setelah melahirkan. Terapi preventif setelah

melahirkan harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat depresi

sebelumnya. Obat yang direspon pasien sebelumnya dengan selective-serotonin-

reuptake (SSRI) inhibitor adalah pilihan rasional, tricyclic antidepressant (TCAs)

tidak dapat melindungi sebagaimana dibandingkan dengan plasebo. Minimal,

penanganan depresi postpartum termasuk pengawasan untuk terjadinya

kekambuhan, dengan sebuah rencana intervensi cepat jika ada indikasi.1

Menyusui juga merupakan salah satu treatment yang bersifat profilaksis.

Menyusui tidak hanya mengurangi stress untuk ibu, namun juga mengurangi

tingkat stress pada bayi ketika ibunya mengalami depresi. Peneliti

membandingkan empat grup wanita yaitu ibu depresi yang menyusui atau melalui

susu botol dan ibu sehat yang menyusui atau melalui susu botol yang hasilnya

dicatat dalam babies electroencephalogram (EEG). Peneliti menemukan bahwa

bayi dari ibu yang depresi dan tidak menyusui mempunyai pola EEG abnormal.

Pasien dengan depresi dan bayinya menunjukkan pengaruh negatif daripada

pasien nondepresi. Pengaruh negatif ini tidak hanya timbul selama interaksi ibu

dan bayinya, namun juga timbul pada rangsangan yang diciptakan untuk

menghilangkan pengaruh negatif selama pemisahan ibu dan anak.14,15 Pada

akhirnya disimpulkan bahwa, menyusui melindungi suasana hati ibu dengan

mengurangi tingkat stress. Ketika tingkat stress rendah, respon inflamasi ibu tidak

aktif dan akan mengurangi resiko depresi.11

29

Page 30: Css Deepresi Postpartum

2.2.10 Komplikasi

Efek Depresi Pasca Persalinan Terhadap Ibu Dan Anak

Depresi pasca persalinan memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang

bagi anak. Jika tidak mendapatkan penanganan serius, komplikasi yang

ditimbulkan bisa terjadi dari usia dini hingga dewasa.

Pada ibu yang mengalami depresi post partum minat dan ketertarikan terhadap

bayinya berkurang. Ia sering berespons tidak positif (menyambut dengan tidak

hangat terhadap komunikasi yang dilakukan oleh bayinya, baik melalui suara

tangis, tatapan mata, ataupun gerak tubuh) sehingga bayi akan lebih keras

menarik perhatian ibunya.

Ibu yang depresi juga tidak mampu merawat bayinya secara optimal, karena

merasa tidak berdaya atau tidak mampu sehingga akan menghindar dari

tanggung jawabnya, akibatnya kondisi kebersihan dan kesehatan bayinya pun

menjadi tidak optimal. Ia juga tidak bersemangat menyusui bayinya sehingga

pertumbuhan dan perkembangan bayinya tidak seperti bayi-bayi yang ibunya

sehat.

Akibat lainnya yaitu hubungan ibu dan bayi tidak optimal. Sebagaimana kita

ketahui bayi sangat senang berkomunikasi dengan ibunya. Komunikasi ini

dilakukannya dengan cara dan dalam bentuk yang bermacam-macam, misalnya

senyuman, tatapan mata, celoteh, tangisan, gerakan tubuh yang berubah-ubah,

yang semuanya itu perlu ditanggapi dengan respons yang sesuai dan optimal.

Bila hal ini tidak dapat dipenuhi oleh ibunya, anak menjadi kecewa, sedih,

bahkan frustasi. Hal ini dapat membuat perkembangan anak tersebut juga

menjadi tidak optimal, sehingga di kemudian hari kepribadiannya pun dapat

menjadi kurang matang.

Keturunan dari ibu yang mengalami depresi pasca persalinan juga berpotensi

untuk mengalami kelainan psikiatri jangka panjang.

Efek untuk ibu yang mengalami depresi pasca persalinan bervariasi. Dalam

perjalanannya depresi pasca persalinan dapat membaik, namun dapat

mengalami perburukan menjadi kelainan depresi mayor. Walaupun jarang

30

Page 31: Css Deepresi Postpartum

terjadi, depresi pasca persalinan dapat berkembang menjadi psikosis pasca

persalinan yang terburuk dari komplikasi ini ialah bunuh diri dan pembunuhan

atas anak sendiri.

2.2.11 Pencegahan

Pencegahan yang paling utama adalah informasi tentang faktor risiko

terjadinya depresi postpartum di masyarakat sebagai nilai penting untuk mencegah

terjadinya depresi ini. Skrining awal terjadinya depresi postpartum ini dapat

diketahui saat ibu membawa bayinya pada tempat pelayanan kesehatan untuk

dilakukan imunisasi sehingga pencegahan terjadinya depresi postpartum dan

depresi secara umum dapat dihindari.

2.2.12 Prognosis

Identifikasi dan intervensi secara dini prognosisnya pada wanita yang

mengalami depresi postpartum adalah baik. Beberapa kasus yang pernah

dilaporkan tertangani dengan baik jika efek depresi post partum ini diketahui sejak

awal.blog=5 Hampir pada semua kasus depresi postpartum prognosisnya adalah

baik, kebanyakan sembuh dalam waktu 3 bulan, 70% dalam waktu 6 bulan dan

30% kemungkinan rekurensi pada kehamilan yang berikutnya.

Perjalanan alami penyakit adalah dengan adanya perbaikan bertahap dalam

waktu enam bulan setelah persalinan. Kemungkinan untuk pulih sempurna

umumnya baik. Hampir 15% wanita mengalami perjalanan penyakit monofasik

disertai pemulihan total, dan separuhnya memperlihatkan perjalanan multifasik

dengan rata-rata 2,5 episode depresi per pasien dan akhirnya pulih sempurna.

Pada sebagian kasus depresi postpartum dapat bersifat asimtomatik sampai

berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun, keadaan ini dapat mempengaruhi

kualitas hubungan antara ibu dan anaknya. Ibu yang mengalami depresi terbukti

kurang berinteraksi sosial dan bermain dengan anaknya.

31

Page 32: Css Deepresi Postpartum

BAB III

KESIMPULAN

Depresi postpartum adalah gangguan yang ditandai dengan mood depresi,

ansietas yang berlebihan, dan insomnia. Onsetnya dalam 3 hingga 6 bulan setelah

persalinan.4 Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM IV-TR)

mengkategorikan depresi postpartum sebagai suatu kelainan depresi mayor akibat

pasca bersalin dan terdapat tanda-tanda bahwa gejala depresi timbul dalam jangka

waktu 4 minggu pasca persalinan.5 Menurut International Statistical

Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-10), DPP ialah

kelainan ringan dari mental dan yang timbul dalam waktu 6 minggu pasca

persalinan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi postpartum yaitu faktor

konstitusional, fisik, psikologi, sosial, karakteristik ibu, dan riwayat depresi/emosi

ibu.

Secara garis besar, strategi penanggulangan (coping) dibagi menjadi dua

yaitu strategi penanggulangan yang berfokus pada masalah dan strategi

penanggulangan yang berfokus pada emosi. Deteksi dini depresi post partum

dapat dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan ibu hamil dan imunisasi. Depresi

post partum dapat dicegah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat

khususnya ibu hamil tentang faktor resiko terjadinya depresi. Pengobatan

farmakologis dan non-farmakologis sangat diperlukan bagi wanita atau ibu

dengan depresi post partum.

32

Page 33: Css Deepresi Postpartum

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahiyatun., 2009. Buku Ajar Kebidanan Asuhan Nifas Normal. Jakarta: EGC2. Syafrudin., Hamidah., 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. 3. Maslim R. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III. Jakarta; PT

Nuh Jaya. 2003. hal 64-54. Sadock, BJ and Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry

Behavioral Science Clinical Chemistry 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. New York. 2007. p. 400; 864 – 7

5. American Psychiatric Association (APA): Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition, Text Revision. Washington. DC. American Psychiatric Association, 2000

6. Neurologic and Psyciathric Disorder. In:Cunningham FG, Lenovo KJ, eds.Williams Obstetrics. 23rd ed. McGraw-Hill Co,2010:

7. O'Hara MW, Segre LS. Psychologic Disorders of Pregnancy and the Postpartum Period. In: Danforth's Obstetrics and Gynecology 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2008: 504-16

8. O Hara M.W and Swain L.P. 1996. Social support life event and depression during pregnancy and the puerperium. Toronto: Prentice Hall Health.

9. Stone SD, Menken AE. Perinatal Mood Disorder: an Introduction. In Perinatal and Postpartum mood disorder: Perspectives and Treatment guide for Health Care Practicioner. Springer Publishing Company, 2008

10. Wratsangka. 1996. Faktor risiko wanita postpartum mengalami depresi.11. Alfiben. 2000. Efektifitas peningkatan dukungan suami dalam menurunkan

terjadinya depresi postpartum. Majalah Obstetrik Ginekologi Indonesia. Volume 24. Nomor 4. Januari 2000.

12. Gill, D. Hughes’ outline of Modern Psychiatry 5th ed. John Wiley and Sons, Ltd. England. 2007. p. 222 – 5

13. Sari, Laila Sylvia., 2009. Sindroma Depresi Pasca Melahirkan Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6370 [diakses April 2014].

14. Harms,Roger.W.M.D. Mayo Clinical guide to a Healthy Pregnancy. HarperCollinse-books.2009.Hal.261-264.

15. Soep. Pengaruh Intervensi Psikoedukasi dalam Mengatasi Depresi Postpartum di RSU Dr. Pirngandi Medan. Univ. Sumatra Utara, Medan.2009

16. Cockburn,Jayne. And Michael E.P. Psychological Challenges in Obstetrics and Gynecology The Clinical Management. Springer.London.2007. Hal.140-154.

17. Yim IS, et al. Risk of Postpartum Depressive Symptoms With Elevated Corticotropin-Releasing Hormone in Human Pregnancy.Arch Gen Psychiatry. 2009; 66(2): 162-169

18. Bloch M, Rotenberg N, koren D, Klein E. Risk Factors For Early Postpartum Depressive Symptoms. General Hospital Psychiatry.2006; 28: 3-8

19. Jossefson A. Post Partum Depression-Epidemiological and Biological Aspect. Linkoping University Medical Dissertation No. 781. University of Linkoping. 2003. Sweden.

33

Page 34: Css Deepresi Postpartum

20. Suttajit S. Roles Of Neurotransmitters, Hormones And Brain-Derived Neurothrophic Factors In Pathogenesis Of Depression. Chiang Mai Medical Journal. 2009. Chiang Mai University.

21. Zonana J, Gorman J M. The Neurobilogy of Postpartum Depression. CNS Spectrum. Vol 10. October 2005.

22. Dennis CL. Psychosocial and Psychological Interventions For Prevention of Postnatal Depression: systematic review. British Medical journal. 2005; 331: 1-8

23. Cohen LS, Nonacs RM. Postpartum Mood Disorder. In Mood and Anxiety Disorder During Pregnancy and Postpartum. Review of Psychiatry Vol. 24, Arlington: American Psychiatric Publishing, 2005:77-96

24. Gondo HK, dkk. Skrining Edinburgh postnatal depression scale (EPDS) pada post partum. Bagian Obstetri dan Ginekologi Faklutas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

34