spektroflourometri

15
KELOMPOK 15 Vincent Pratama  2013210259 Dita Arum K 2013212274 Nurul Dwirini 2013212278 SP KTROFLUOROM TRI TUG S M T KULI H N LISIS INSTRUMEN

Upload: dita-arum-kusumaningsih

Post on 10-Oct-2015

1.086 views

Category:

Documents


116 download

DESCRIPTION

ANALISIS INSTRUMEN

TRANSCRIPT

SPEKTROFLOUROMETRI

KELOMPOK 15

Vincent Pratama2013210259 Dita Arum K2013212274 Nurul Dwirini 2013212278 Triana Wati W2013212280

SPEKTROFLUOROMETRI

TUGAS MATA KULIAHANALISIS INSTRUMENSPEKTROFLUOROMETRISpektrofotometri emisi molekul dimana cara yang diukur adalah intensitas fluoresensi yang terjadi pada panjang gelombang tertentu (emisi) setelah analit dieksitasi dengan cahaya pada panjang gelombang tertentu (eksitasi).

PRINSIP SPEKTROFLUOROMETRIPengukuran intensitas cahaya fluoresensi yang dipancarkan oleh zat uji dibandingkan dengan yang dipancarkan oleh suatu baku tertentu. Cahaya yang diemisikan terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali ke keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Emisi cahaya oleh larutan berfluoresensi mempunyai intensitas maksimum pada panjang gelombang yang biasanya 20 nm hingga 30 nm lebih panjang dari panjang gelombang radiasi eksitasi.Syarat Zat di analisis dengan spektroflourometriMolekul analit dapat menyerap cahaya dengan kuat sehingga analit harus mengandung gugus kromofor. Contohnya adalah senyawa-senyawa aromatik, heterosiklik, dan sistem konjugasi.Struktur molekulnya planar dan rigid/ kaku.Transisi energi hingga ke tingkat kondisi eksitasi terendah pasangan elektron singlet adalah transisi Molekul yang tereksitasi kembali ke kondisi dasar (ground state) dengan melepaskan energi radiatif (fluoresensi) dengan waktu relaksasi kurang dari 10-9 detik. Perlu diketahui bahwa kebanyakan zat kembali ke kondisi dasar (ground state) dengan melepaskan panas (energi nonradiatif) sehingga tidak berfluoresensi.

Intensitas radiasi fluoresensi dipengaruhi oleh :1. Suhu dan viskositas Intensitas fluoresensi akan turun dengan naiknya suhu. Suhu yang lebih tinggi tabrakan-tabrakan antar molekul atau tabrakan molekul dengan pelarut menjadi lebih sering, sehingga kelebihan energi molekul yang tereksitasi dilepaskan ke molekul pelarut.2. Pelarut Intensitas radiasi fluoresensi makin besar jika pelarut makin polar sedangkan intensitasnya akan menurun jika pelarut mengandung logam-logam berat terlarut.3. Derajat Keasaman (pH) pH berpengaruh pada kesetimbangan larutan menjadi bentuk terionisasi atau tidak terionisasi. Bentuk terionisasi akan menurunkan fluoresensi.

4. Oksigen terlarut Quenching adalah deaktivasi non-radiatif dari molekul tereksitasi oleh suatu zat sehingga menurunkan intensitas fluoresensi. Oksigen yang terlarut dalam pelarut yang digunakan merupakan quencher yang serius bagi beberapa senyawa hidrokarbon aromatik yang berfluoresensi. Karena terjadinya oksidasi senyawa oleh pengaruh cahaya (fotochemically induced oxidation). 5. Energi eksitasi dan metode iluminasi Energi eksitasi (intensitas, kemonokromatisan dan ) yang digunakan mempengaruhi intensitas fluoresensi. Makin kecil intensitas cahaya makin lemah fluoresensi. 6. FotodekomposisiMakin kuat serapan radiasi pada eksitasi yang dipilih, makin besar kesalahan karena penguraian oleh radiasi.

7. Struktur MolekulSenyawa-senyawa yang mempunyai ikan rangkap terkonjugasi ini merupakan calon senyawa yang mampu berfluoresensi. Modifikasi struktur terhadap senyawa-senyawa ini dapat menurunkan atau meningkatkan intensitas fluoresensi, tergantung pada sifat dan letak gugus substituen.

8. Konsentrasi/ kadar larutanPerlu larutan 10-100 kali lebih encer dari spektrofotometri.INSTRUMENTASI

PRINSIP KERJA SPEKTROFLUOROMETERCahaya polikromatis sumber cahaya diarahkan ke monokromator eksitasiMonokromator eksitasi diset pada ex dimana analit menyerap cahaya cukup kuat diarahkan ke larutan sampelAnalit menyerap absorpsi ex lalu molekul analit berfluoresensi atau mengemisikan cahaya em dengan panjang gelombang lebih besar dari ex. Monokromator fluoresensi dengan posisi 900 diset pada em untuk mencegah gangguan cahaya eksitasi dan cahaya hamburan dari sel atau pelarutDetektor kemudian mengubah energi fluoresensi menjadi signal listrikAmplifier memperbesar signal listrik agar dapat disajikan pada display atau direkam dengan printer dalam bentuk intensitas fluoresensi , spektrum eksitasi atau emisi. CONTOH SENYAWA YANG DAPAT DIANALISIS DENGAN SPEKTROFLOUROMETRISenyawa anorganik, ion uranil, khelat metal Al.Adrenolutin yang berasal dari adrenalinVitamin : Riboflavin, Piridoksin, dan Tiokrom yang berasal dari tiamin setelah dioksidasi dengan larutan basa ferisianida pada ex 365nm dan em 440 nmObat yang mempunyai sifat fluoresensi alamiah dalam hal ini tidak diperlukan tambahan pereaksi Contoh : Quinine Asam salisilat, asetosal, amfetamin, barbiturat, dan kuinin.Asam amino, tirosin, triptofan. Asam amino yang tidak berfluoresensi tetapi derivatisasi dengan fluoresamin atau syclorida [ 5 (dimethylamino) naphtalene-1-sulfonyl-hloride] dansyl asam amino yang intensitas fluoresensinya tinggi Nafsilin dalam plasma manusiaGlukosamin dalam plasma manusiaPolutan : Hidrokarbon aromatik polisiklikKEUNGGULAN SPEKTOFLOUROMETRIKeunggulan spektrofluorometri SensitifSelektif Cocok untuk sampel dengan konsentrasi kecilKELEMAHAN SPEKTROFLOUROMETRIPenggunaan terbatas hanya untuk senyawa berfluoresensiIntensitas fluoresensi dipengaruhi oleh intensitas sumber cahayaInvestasi mahal.

CONTOH IMPLEMENTASIPengaruh Pemberian Merica Putih (Piperis album, L) dan Piperin Terhadap Ketersediaan Hayati Salisilamida Pada Tikus.

Larutan StokDibuat larutan stok salisilamida dalam 0,015 N NaOH dengan kadar 512 mg/ml. Dari larutan stok tersebut dibuat seri larutan dalam 0,2ml darah : 50,12; 25,60; 10,02; 5,01 mg/ml.Larutan UjiSampel plasma darah tikus.ProsedurMencari panjang gelombang eksitasi dan emisi maksimum salisilamida.Digunakan larutan salisilamida dalam NaOH 0,2N dengan kadar50,0mg/ml dan dimulai dari panjang gelombang 250-500nm.Mencari persamaan kurva baku salisilamida dalam darah. Dibuat Larutan stok salisilamida dalam 0,015N NaOH dengan kadar 512 mg/ml. Dari larutan stok tersebut dibuat seri larutan dalam 0,2ml darah:50,12; 25,60; 10,02;5,01mg/ml.LANJUTANKelompok I (kontrol) : diberi salisilamida dosis tunggal(50mg/KgBB;ip) dalam larutan basa.Kelompok II : diberi salisilamida dosis tunggal (50mg/KgBB;ip) dalam larutan basa, yang satu jam sebelumnya diberi piperin dalam tilosa 1% (400mg/kgBB;po).Kelompok III: diberi salisilamida dosis tunggal (50mg/KgBB;ip) dalam larutan basa, yang satu jam sebelumnya diberi piperin dalam PVP 0,8% (40mg/kgBB;po).Setelah pemberian salisilamida darah dicuplik dari vena ekor tikus dan ditampung dengan ependorf, pada menit tertentu. Kemudian ditetapkan kadar salisilamida utuhsebagaiberikut.

LanjutanPenetapan kadar salisilamida dalam darah secara spektrofluorometri yang dimodifikasi. Kepada 200 ml darah ditambahkan 0,5ml dapar fosfat pH 4,3 yang diekstraksi dengan 3ml etil asetat. Selanjutnya diputar selama 1 menit dengan kecepatan konstan. Kemudian campuran disentrifugasi ( 2500 rpm,10 menit ). Fase etil asetat diambil 2,5ml. Kemudian divortex dengan penambahan 4ml NaOH 0,2N selama I menit selanjunya disentrifugasi 2500 rpm selama 5 menit. Fase basa dibaca pada spektrofluorometri dengan panjang gelombang eksitasi 328 nm dan emisi 415 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pra perlakuan merica (400mg/KgBB;po) dan piperin (40mg/kgBB;po) dapat menaikkan ketersediaan hayati salisilamida (50mg/kgBB;ip) pada tikus jantan.

TERIMA KASIH