solusi kerusakan jalan berdasarkan lingkungan

5
Solusi Inovatif untuk Menangkal Kerusakan Konstruksi Jalan Solusi Inovatif untuk Menangkal Kerusakan Konstruksi Jalan (Suatu Telaah Rintisan) Oleh Ratmaya Urip*) Kompas, Sabtu, 14 April 2012 Untuk yang ke sekian kalinya kembali mewartakan tentang kerusakan jalan di Rubrik Nusantara halaman 21, dengan judul: “Kerusakan Jalan Meluas†dengan sub-judul “Investor Enggan Berbisnis di Daerahâ€. Sebelumnya dari situs kompas.com, 25 Maret 2012 juga memberitakan masalah yang sama dengan judul: “Wapres Lewat Jalan Rusakâ€, ketika Wakil Presiden beserta beberapa menteri melewati jalan Raya Anyer yg rusak parah di Cilegon, Banten (dalam rombongan juga ada Mendikbud Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh). Belum lagi ribuan berita serupa yang pernah disampaikan sebelumnya. Namun tokh masalah kerusakan jalan ini tidak pernah ada akhirnya. Sehingga kerugian moril dan materiil dalam aktivitas bisnis maupun aktifitas publik yang jika dijumlahkan mencapai triliunan rupiah selalu saja tidak pernah ada solusinya. Sehingga pada gilirannya kemudian menjadi salah satu kontributor yang signifikan bagi ketidakmampuan bersaing bangsa. Berita tentang kerusakan jalan yang hampir merata di seluruh Indonesia sering diwartakan oleh banyak media di seluruh Indonesia. Baik melalui media cetak, media elektronik maupun media sosialita. Ribuan berita ini seolah tidak pernah ada matinya, karena solusinya tidak pernah komprehensif. Kerusakan jalan selalu terjadi meski baru diperbaiki Banjirnya informasi tentang kerusakan jalan ini sampai membuat mulut tidak hanya berbuih-buih, namun berdarah-darah, karena terjadinya iritasi di bibir, yang disebabkan oleh terlalu seringnya membicarakan masalah ini namun tidak ada muaranya. Belum pernah ada solusi permanen yang dapat menjawab tantangan ini, yang ada hanyalah solusi jangka pendek. Selama ini yang secara sahih dianggap sebagai biang keladi dari kerusakan jalan dan yang sudah menjadi ritual sebagai analisis forensik konstruksinya adalah karena jalan menerima beban kendaraan yang berlebihan, banjir, kurangnya dana pelaksanaan dan atau pemeliharaan, pelaksanaan konstruksi atau pemeliharaan jalan yang tidak sesuai bestek, dana dikorup, kandungan aspal atau semen dicuri, manajemennya kurang baik, tanah longsor atau tanah bergerak, dan lain-lain. Semua hal yang menjadi koleksi ritual bagi penyebab akut-nya tingkat kerusakan jalan di Indonesia tersebut di atas mungkin ada benarnya. Namun sebenarnya ada 1 (satu) analisis penyebab lain yang tidak atau belum pernah dipergunakan sebagai alternatif solusi, yang menurut saya lebih dapat memberikan solusi yang lebih baik dan komprehensif. Alternatif solusi ini selama ini tidak ada yang secara jeli mengamatinya, bahkan mengaplikasikannya. Solusi ini pernah saya sampaikan dalam forum dunia konstruksi di beberapa kesempatan yang dihadiri oleh stakeholders dunia konstruksi khususnya konstruksi perkerasan jalan di Jawa Tengah, yang dihadiri oleh para pakar konstruksi jalan dari akademisi, aparat birokrasi, Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI), Konsultan dan Kontraktor. Namun masih ada kegamangan dalam aplikasinya, karena

Upload: nasher-andi-ariastha

Post on 26-Jul-2015

207 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Solusi Kerusakan Jalan Berdasarkan Lingkungan

Solusi Inovatif untuk Menangkal Kerusakan Konstruksi Jalan

Solusi  Inovatif untuk Menangkal Kerusakan Konstruksi Jalan (Suatu Telaah Rintisan)

Oleh Ratmaya Urip*)

Kompas, Sabtu, 14 April 2012

Untuk yang ke sekian kalinya kembali mewartakan tentang kerusakan jalan di Rubrik Nusantara halaman 21,

dengan judul:  “Kerusakan Jalan Meluas†dengan sub-judul “Investor Enggan Berbisnis di Daerahâ€.� �   Sebelumnya dari situs  kompas.com,  25 Maret 2012  juga memberitakan masalah yang sama dengan judul:

“Wapres Lewat Jalan Rusakâ€, ketika Wakil Presiden beserta beberapa menteri melewati jalan Raya Anyer�

yg rusak parah di Cilegon, Banten (dalam rombongan juga ada Mendikbud Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh).  Belum

lagi ribuan berita serupa yang pernah disampaikan sebelumnya. Namun tokh masalah kerusakan jalan ini tidak

pernah ada akhirnya. Sehingga kerugian moril dan materiil dalam aktivitas bisnis maupun aktifitas publik yang

jika dijumlahkan mencapai  triliunan rupiah selalu saja tidak pernah ada solusinya. Sehingga pada gilirannya

kemudian menjadi salah satu kontributor yang signifikan bagi ketidakmampuan bersaing

bangsa.

Berita tentang kerusakan jalan yang hampir merata di seluruh Indonesia sering diwartakan oleh banyak media di

seluruh Indonesia. Baik melalui media cetak, media elektronik maupun media sosialita. Ribuan berita ini seolah

tidak pernah ada matinya, karena solusinya tidak pernah komprehensif. Kerusakan jalan selalu terjadi meski

baru diperbaiki Banjirnya informasi tentang kerusakan jalan ini sampai membuat mulut tidak hanya berbuih-buih,

namun berdarah-darah, karena terjadinya iritasi di bibir, yang disebabkan oleh terlalu seringnya membicarakan

masalah ini namun tidak ada muaranya. Belum pernah ada solusi permanen yang dapat menjawab tantangan

ini, yang ada hanyalah solusi jangka pendek.

Selama ini yang secara sahih dianggap sebagai biang keladi dari kerusakan jalan dan yang sudah menjadi ritual

sebagai analisis forensik konstruksinya adalah karena jalan menerima beban kendaraan yang berlebihan, banjir,

kurangnya dana pelaksanaan dan  atau pemeliharaan, pelaksanaan konstruksi atau pemeliharaan jalan yang

tidak sesuai bestek, dana dikorup, kandungan aspal atau semen dicuri, manajemennya kurang baik, tanah

longsor atau tanah bergerak, dan lain-lain.

Semua hal yang menjadi koleksi ritual bagi penyebab akut-nya tingkat kerusakan jalan di Indonesia tersebut di

atas mungkin ada benarnya. Namun sebenarnya ada 1 (satu) analisis penyebab lain yang tidak atau belum

pernah  dipergunakan sebagai alternatif solusi, yang menurut saya lebih dapat memberikan solusi  yang lebih

baik dan komprehensif. Alternatif solusi ini selama ini tidak ada yang secara jeli  mengamatinya, bahkan

mengaplikasikannya.

Solusi ini pernah saya sampaikan dalam forum dunia konstruksi di beberapa  kesempatan yang dihadiri oleh

stakeholders dunia konstruksi khususnya konstruksi perkerasan jalan di Jawa Tengah, yang dihadiri oleh para

pakar konstruksi jalan dari akademisi, aparat birokrasi, Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI),

Konsultan dan Kontraktor. Namun masih ada kegamangan dalam aplikasinya, karena masih merupakan hal

yang baru, sehingga mereka tidak mau mengambil risiko, mengingat belum ada regulasinya.  Padahal diperlukan

terobosan yang inovatif  untuk menjawab masalah yang tidak pernah ada solusinya ini.

Sebagai contoh supaya apa yang  disampaikan ini tidak dianggap mengada-ada, adalah satu contoh menarik

yang sudah lama saya mengamatinya secara ilmiah dalam studi-studi khusus. Yang saya maksud adalah

fenomena tentang beberapa ruas jalan di Surabaya dan Sidoarjo, yang meskipun sudah hampir 20 (dua puluh)

tahun beroperasi namun jarang tersentuh pemeliharaan, karena tidak pernah mengalami kerusakan yang berarti.

Ruas jalan tersebut adalah ruas jalan dari Bunderan Satelit-Jalan Mayjend Sungkono-Adityawarman, serta ruas

jalan Aloha-Bandara Juanda. Ruas-ruas jalan tersebut sering tergenang banjir sekaligus juga sering dilewati

Page 2: Solusi Kerusakan Jalan Berdasarkan Lingkungan

beban lalu lintas yang super berat dengan frekuensi tinggi, namun boleh dianggap tidak pernah terjadi kerusakan

yang berarti meski sudah hampir 20 (dua puluh) tahun melewati masa konstruksi dan masa operasinya.

Sementara ruas jalan yang lain yaitu  Jalan Gresik-Lamongan-Babat di Jawa Timur, dan juga ruas jalan Babat-

Bojonegoro-Cepu-Blora-Purwodadi di Jawa Timur dan Jawa Tengah, serta ruas jalan tertentu di wilayah-wilayah

lain di Indonesia selalu mengalami kerusakan menahun yang akut, yang tidak pernah selesai masalahnya.  Juga

jalan tol Cipularang sering longsor.  Mengapa demikian? Karena menurut pengamatan dan studi saya selama ini

disebabkan oleh  perbedaan dalam pendekatan perencanaan dan pelaksanaan konstruksinya.

Pendekatan Geokimia-Mineralogi-Kristalografi-Petrologi dalam Konstruksi Jalan sebagai Inovasi

    Dalam konstruksi, operasi dan pemeliharaan perkerasan jalan selama ini selalu didekati dengan

“pendekatan fisik-mekanik†(physical-mechanical approach). Suatu pendekatan klasik dari aspek kekuatan�

konstruksinya semata, yang sering mengabaikan aspek durabilitas (keawetan) konstruksi. Jika pernyataan ini

kurang tepat, mengapa konstruksi jalan di Indonesia ini sering bermasalah?  

Salah satu kriteria atau persyaratan  dalam pendekatan fisik-mekanik  supaya konstruksi jalan dapat dianggap

memenuhi spesifikasi teknis konstruksi adalah jalan dapat secara fisik-mekanik mampu menerima beban berat

dari lalu lintas yang beroperasi di atasnya tanpa mengalami kegagalan konstruksi atau malpraktek konstruksi.

Baik karena beban vertikal maupun beban horizontal (termasuk beban karena sliding, beban pengereman,

maupun pergerakan tanah di bawahnya). Dalam hal ini salah satu requirement-nya adalah memenuhi nilai CBR

tertentu untuk konstruksi subgrade, sub-base course, dan base-course-nya.  Serta memenuhi ketentuan-

ketentuan compressive strength dan/atau  tensile strength dan/atau flexural strength (modulus of rupture/bend

strength/fracture strength) untuk surface course-nya, dalam hal ini khususnya bagi bahan atau material

konstruksinya. Baik untuk flexible pavement (aspal) maupun rigid pavement (beton). Itupun masih ditambah

technical

requirements lain yang hanya dapat dipahami oleh forum yang dihadiri oleh stakeholders khusus dunia

konstruksi saja, karena terlalu teknis untuk disampaikan di ruang publik yang sangat heterogen ini. Saya kira

tidak cukup bijak untuk menambahkan requirements lain, seperti persyaratan-persyaratan  LA Test, liquid limit,

bleeding, segregasi, dan sebagainya di ruang publik ini. Di samping itu juga karena itu tidak cukup sebagai

persyaratan jika kita melakukan treatment dengan pendekatan inovatif yang saya sebut dengan “pendekatan

kimia-geologi†(chemical-geological approach), atau lebih tepatnya saya sering menyebutnya sebagai�

“pendekatan geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi†(geochemical-mineralogical-chrystalographical-�petrological  approach). 

    Dari pengamatan dan studi saya, sekuat apapun suatu konstruksi, sangat sulit untuk menerima serangan

kimia.  Baja meskipun dikenal sebagai material yang sangat kuat, sering kesulitan untuk menghindar dari bahaya

korosi, yang sering mengancam durabilitasnya. Maka kemudian dikenal ilmu metalurgi, yang dapat memberikan

solusi bagaimana baja dapat kuat,  tahan karat, atau memiliki daktilitas tertentu, atau tahan gores, dan

sebagainya.. Maka kemudian dikenal proporsi mix-design dalam alloy-nya.  Di sini diperlukan pengetahuan

tentang perilaku ferrum, carbon, chrom, phosphor, mangaan, dan lain-lain, untuk memberikan kinerja yang baik

bagi baja.

    Dalam konstruksi jalan, dikenal struktur berlapis, mulai dari subgrade, sub-base course, base-course dan

surface course.  Dalam pemahamannya kemudian, apakah seluruh lapis dalam struktur atau konstruksi jalan

tersebut mampu memiliki durabilitas yang tinggi khususnya terhadap serangan kimia dan cuaca atau iklim? Itulah

similarisasinya. Apakah cukup dengan kekuatan struktur yang ditinjau dari aspek-aspek fisikal-mekanikal semata

seperti diuraikan di atas? Saya kira faktanya selama ini, hal  itu saja tidak cukup. Kekuatan suatu struktur jalan

sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan yang asam dengan dominasi sulfat dan chlorida tentu saja

harus lebih diwaspadai. Begitu juga untuk lingkungan dengan basa kuat. Dengan kata lain untuk daerah dengan

Page 3: Solusi Kerusakan Jalan Berdasarkan Lingkungan

dominasi asam kuat, jangan digunakan material dengan ciri basa kuat. Jika sulit mencari material dengan ciri

tersebut sebaiknya paling tidak menggunakan batuan yang bersifat netral.  Material

batuan sangat dominan dipergunakan dalam subgrade, sub-base course, base-course dan surface-course.  Oleh

karena itu pengetahuan geokimia, mineralogi, kristalografi dan petrologi tentang batuan harus benar-benar

dipahami dalam dunia konstruksi. Selama ini stakeholders dunia konstruksi hanya memberikan kriteria, batuan

yang wajib dipakai sebagai bahan baku untuk aggregates pokoknya harus keras, atau memenuhi LA Test

dengan angka tertentu. Padahal kekuatan batuan tidak cukup untuk membuat struktur jalan menjadi awet, meski

kuat di awal masa konstruksi. Jika lingkungan geokimia-nya tidak mendukung seperti lingkungan dengan wilayah

penuh hujan asam, lingkungan marine atau coastal yang penuh sulfat dan chlorida, atau lingkungan yang kuat

secara basa, wajib dihadapi dengan pendekatan geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi.  Sebagai contoh,

batuan basalt yang memiliki PH tinggi (bersifat basa) jangan digunakan di lingkungan laut yang biasanya banyak

mengandung sulfat dan chlorida. Sebaliknya batuan asam seperti granit sebaiknya jangan digunakan di daerah

yang lingkungannya basa kuat karena akan mengancam kekuatannya.

    Mengapa pengetahuan geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi  wajib dimiliki oleh stakeholders dunia

konstruksi, padahal mungkin saja kita dapat minta masukan tentang ilmu tersebut dari para geolog atau ahli

kimia? Ya, karena berdasar pengalaman di lapangan, selama ini para geolog dan ahli kimia jarang yang

mendalami ilmu ini, khususnya yang dikorelasikan atau yang ada linking-nya dengan dunia konstruksi.  Mereka

lebih intens dan lebih tertarik pada geologi pertambangan baik pertambangan migas maupun pertambangan

minerba, yang lebih menjanjikan bagi masa depan. Juga para ahli kimia jarang yang secara intens mendalami

geokimia untuk keperluan konstruksi, karena mereka lebih tertarik pada kimia industri, kimia pertambangan atau

petrokimia yang lebih menjanjikan. Geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi untuk keperluan konstruksi benar-

benar belum ada yang menggarapnya. Menjadi kewajiban para ahli konstruksi jalan untuk menggelutinya, untuk

memperoleh jawaban atas seluruh permasalah jalan yang ada di Indonesia selama ini.

    Pengetahuan tentang sifat-sifat batuan dalam perspektif geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi wajib untuk

didalami demi tercapainya durabilitas hasil pelaksanaan konstruksi jalan.  Selama ini konstruksi jalan hanya

mengenal bahwa batuan granit, gabbro, andesit, basalt itu kuat, namun sifat-sifat kimia dan geologisnya jarang

yang mendalaminya. Untuk itu sebaiknya pemahaman geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi wajib dipahami

secara benar untuk penggunaan batuan dalam struktur jalan.  Untuk semua batuan yang potensinya ada di

sekitar wilayah konstruksi masing-masing wajib dipahami secara benar tentang kemampuannya terhadap

chemical attack maupun serangan cuaca atau iklim. Seperti batuan yang sudah ditetapkan sebagai kriteria

dalam ASTM, British Standard, Japan Standard, DIN, Singapore Standard, Australian Standard, dan lain-lain,

yang dikelompokkan dalam kelompok batuan  artificial group, basalt group, flint groups, gabbro groups,

granite group, gritstone group, hornfels group, limestone group, porphyry group, quartzite group, atau schist

group.    

Termasuk dalam lingkup ini adalah pemahaman tentang kelebihan dan kekurangan aspal maupun semen atau

beton sebagai bahan pengikat dalam surface course. Juga jika calcium atau portland cement akan dimanfaatkan

dalam solidifikasi untuk subgrade, sub-base coarse, maupun base-course. Bagaimana proporsi, jenis dan

kadarnya.   Bagaimana menanggulangi kekurangannya dan meningkatkan kelebihannya.

Geokimia

Pengetahuan geokimia khususnya geokimia untuk keperluan konstruksi kita hanya perlu mendalami kurang dari

sepuluh unsur atau oksida kimia. Yaitu  unsur-unsur atau oksida-oksida yang menguntungkan bagi dunia

konstruksi seperti Calcium (Ca), Ferrum (Fe), Silica (Si), Alumina (Al)  atau saya sering memberi akronim

“cafesial†�  dan unsur-unsur yang sering merugikan dalam dunia konstruksi, yaitu Magnesium (Mg), Kalium

(K), dan Natrium (Na), atau saya sering memberikan akronim “makanâ€. Sedang pemahaman tentang�

oksida-oksidanya, hanya perlu ditambah dengan unsur oksigen atau O2.    Pemahaman tentang geokimia

berupa “cafesial†dan “makan†ditambah� �   O2, sering saya pahami sebagai  pendekatan  “O-

makan-cafesialâ€, seperti cara yang ditempuh untuk memahami warna pelangi yang selama ini menggunakan�

Page 4: Solusi Kerusakan Jalan Berdasarkan Lingkungan

akronim “mejikuhibiniu†(merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu), supaya cepat merasuk di benak dan�

hati.

Mineralogi

Pemahaman tentang mineralogi, hanya perlu mendalami masalah expansive clay (lempung ekspansif) yang

biasanya mengandung alumina yang berlebihan dengan cara lebih mendalami lagi berbagai macam jenis clay

(lempung). Karena selama ini dalam terminologi Soil Mechanics (Mekanika Tanah) dan Foundation Engineering

(Teknik Fondasi) hanya dikenal sand, silt dan clay.  Dalam perspektif mineralogi, maka jenis clay (lempung) wajib

diperdalam dengan mengetahui jenis mineralnya, karena dengan hanya memahami sebatas clay saja tidaklah

cukup.  Kedalaman pemahaman tentang sifat-sifat mineral lempung apakah termasuk dalam Kaolin Group

seperti kaolinite, dickite, nacrite, halloysite atau termasuk dalam Montmorillonite Group seperti montmorillonite,

beidellite, nontronite, saponite maupun termasuk dalam Alkali Bearing Clays seperti illite.  Karena masing-

masing memiliki pengaruh berbeda, khususnya dalam pencapaian kekuatan dalam perbaikan tanah asli atau

subgrade dalam

proses land preparation, khususnya dalam solidifikasi tanah (land solidification)

Dalam pemahaman tentang mineralogi untuk keperluan konstruksi, kita juga sering menjumpai satuan berupa

total luasan per satuan berat yang disebut specific surface (luas jenis), untuk memahami tentang kelembutan

mineral, khususnya mineral yang termasuk dalam jenis clay, yang sangat berpengaruh pada tingkat

ekspansifitas atau kembang susut clay, sehingga dapat ditentukan kemungkinan penjinakannya., supaya tanah

tidak mudah bergerak yang sering kali menyebabkan jalan menjadi rusak.

Kristalografi

Sedangkan pemahaman tentang kristalografi hanya perlu memahami apakah suatu mineral penyusun bahan

material untuk konstruksi termasuk crystalline atau amorphous (amorf), untuk memberi solusi atas kegagalan

dalam menentukan jenis material yang tepat supaya jalan tidak cepat rusak. Juga kelebihan dan kekurangan

masing-masing.

Petrologi

    Petrologi memberi bekal pengetahuan dalam menentukan jenis-jenis batuan yang akan dipergunakan dalam

struktur jalan, mulai subgrade, sub-base course, base-course, dan surface-course, supaya tidak salah pilih

batuan sebagai aggregate, sebagai timbunan, maupun sebagai campuran dengan aspal atau semen menjadi

beton.

Aspek Biaya

    Untuk pendekatan ini relatif tidak diperlukan tambahan biaya yang besar, karena tinggal menambahkan biaya

laboratorium dan analisisnya untuk aspek geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi. Masalahnya hanya pada

langkanya atau mungkin tidak adanya tenaga ahli yang dapat menganalisis masalah kerusakan jalan dengan

pendekatan geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi untuk keperluan konstruksi.

Demikian, semoga telaah rintisan ini dapat dikembangkan lebih lanjut oleh pihak manapun secara ilmiah, aplikatif

sekaligus inovatif, dengan harapan dapat mengurai benang kusut masalah kerusakan jalan yang secara akut

menghantui infrastruktur utama di Indonesia ini. Semoga dapat memberikan kontribusi yang solutif dalam akut-

nya masalah kerusakan jalan di Indonesia.