skripsi perlindungan hukum terhadap tertanggung …

106
SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ATAS PENGGUNAAN JASA PENILAI KERUGIAN ASURANSI (LOSS ADJUSTER) YANG TIDAK DIPERJANJIKAN DALAM POLIS OLEH: NIRWANA NUR RAHMAT B111 14 381 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ATAS PENGGUNAAN JASA

PENILAI KERUGIAN ASURANSI (LOSS ADJUSTER) YANG TIDAK DIPERJANJIKAN DALAM POLIS

OLEH: NIRWANA NUR RAHMAT

B111 14 381

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

Page 2: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

i

HALAMAN JUDUL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ATAS

PENGGUNAAN JASA PENILAI KERUGIAN ASURANSI (LOSS

ADJUSTER) YANG TIDAK DIPERJANJIKAN DALAM POLIS

Oleh :

NIRWANA NUR RAHMAT

B111 14 381

SKRIPSI

Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada

Departemen Hukum Keperdataan Program Studi Ilmu Hukum

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 3: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …
Page 4: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …
Page 5: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …
Page 6: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …
Page 7: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

vi

ABSTRAK

NIRWANA NUR RAHMAT (B111 14 381), dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ATAS PENGGUNAAN JASA PENILAI KERUGIAN ASURANSI (LOSS ADJUSTER) YANG TIDAK DIPERJANJIKAN DALAM POLIS” Dibimbing Oleh Oky Deviany sebagai Pembimbing I dan Sabir Alwy sebagai Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap tertanggung atas penggunaan jasa penilai kerugian asuransi (loss adjuster) yang tidak diperjanjikan dalam polis serta untuk mengetahui tanggung jawab penilai kerugian asuransi (loss adjuster).

Penelitian ini bersifat empiris dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan topik penelitian. Selain itu, penulis juga melakukan penelitian kepustakaan melalui data-data, buku-buku dan putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan topik penelitian. Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif yang kemudian dipaparkan secara dekskriptif.

Adapun hasil penelitian ini, yaitu: 1) Perlindungan hukum terhadap tertanggung atas penggunaan jasa penilai kerugian asuransi (loss adjuster) secara yuridis formal telah sangat kuat dan mampu melindungi tertanggung. Adapun bentuk perlindungan hukum tersebut termuat dan tersebar dalam beberapa peraturan otoritas jasa keuangan selaku lembaga yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan. 2) Penilai kerugian asuransi (loss adjuster) bertanggung jawab atas hasil penilaiannya, mulai dari proses penilaian sampai menghasilkan hasil penilaian yang sesuai dengan pedoman profesi yang berlaku secara umum. Oleh sebab itu, jika terjadi kesalahan dalam hasil penilaiannya sehingga menyebabkan tertanggung menderita kerugian (dalam hal ini klaim ditolak maupun diterima tetapi tidak sesuai dengan asas indemnitas), maka penilai kerugian asuransi (loss adjuster) juga bertanggung jawab atas kerugian tersebut sehingga dapat dituntut atas dasar perbuatan melawan hukum. Khusus untuk perbuatan melawan hukum dengan unsur kelalaian, penilai kerugian asuransi (loss adjuster) hanya bertanggung jawab jika pihak tertanggung juga tidak lalai dalam memberikan dokumen-dokumen yang dibutuhkan penilai kerugian asuransi (loss adjuster).

Kata Kunci: Penilai Kerugian Asuransi, Tertanggung, Perlindungan Hukum, Tanggung Jawab.

Page 8: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

vii

ABSTRACT

NIRWANA NUR RAHMAT (B111 14 381), entitled "LEGAL

PROTECTION THE INSURED FOR THE USE OF LOSS ADJUSTER

SERVICES WHICH ARE NOT AGREED IN THE POLICY" Guided by Oky

Deviany as Supervisor I and Sabir Alwy as Supervisor II.

This research aims to determine the form of legal protection the insured

for the use of loss adjuster services which are not agreed in the policy and

to determine the responsibility of the loss adjuster.

This research is empirical with data collecting technique conducted

through interviews with the parties related to the research topic. In addition,

the author also conducts library research through data and books related to

research topics. Furthermore, the data obtained were analyzed qualitatively

which was then described descriptively.

The results of this research, namely: 1) Legal protection the insured for

the use of loss adjuster services which are not agreed in the policy of a

formal judicial has been very strong and able to protect the insured. The

form of legal protection is contained and scattered in several regulations of

Otoritas Jasa Keuangan. 2) The loss adjuster is responsible for the

assessment result, starting from the appraisal process to producing the

result of the assessment in accordance with the applicable professional

guidance in general. Therefore, if there is a mistake in the result of his

judgment that causes the insured to suffer a loss (in which case the claim is

rejected or accepted but not in accordance with the indemnity principle), the

loss adjuster is also responsible for the loss, so it can be prosecuted on the

basis of unlawful act. Especially for unlawful acts with an element of

negligence, loss adjuster is only liable if the insured is also not negligent in

providing the documents required by the loss adjuster.

Keyword: Loss Adjuster, The Insured, Legal Protection, Responsibility.

Page 9: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim...

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahir Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan

semesta alam atas segala segala limpahan rahmat, hidayah, dan karunia

yang senantiasa membimbing langkah penulis sehingga mampu

merampungkan skripsi ini yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap

Tertanggung Atas Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss

Adjuster) yang Tidak Diperjanjikan dalam Polis”, sebagai salah satu syarat

tugas akhir pada jenjang Studi Strata Satu (S1) di Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin.

Salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi

tauladan agar setiap langkah dan perbuatan kita selalu berada di jalan

kebenaran dan bernilai ibadah disisi Allah SWT. Semoga setiap hal yang

telah penulis lakukan berkaitan dengan skripsi ini dapat pula bernilai ibadah

di sisi-Nya. Amin.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan ungkapan terima

kasih yang tiada terhingga kepada kedua orang tua penulis, Ibunda Husnia

dan Ayahanda Rahmat, S.H. yang senantiasa merawat, mendidik,

membimbing, memotivasi dengan penuh cinta dan kasih sayang serta doa

yang tiada henti untuk kemudahan dan kelancaran demi kesuksesan

Page 10: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

ix

penulis. Serta kepada adik penulis, Ainun Jaria Nur Rahmat yang setiap

saat mengisi hari-hari penulis dengan penuh kebersamaan, canda, tawa,

emosi yang tidak karuan serta dukungan semangat untuk terus melangkah

menggapai cita-cita. Terima kasih kepada keluarga besar penulis yang

telah memberi dukungan baik materiil maupun immateriil.

Terima kasih pula penulis haturkan kepada berbagai pihak yang telah

memberikan bantuan baik berupa bimbingan, motivasi dan saran selama

menjalani pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan

selama penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A., selaku Rektor Universitas

Hasanuddin, Prof. Dr. Ir. Junaedi Muhidong, M.Sc., selaku Wakil

Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., MS.,

selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Keuangan, Dr. Ir. Abd.

Rasyid J., M.Si., selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan

Alumni, dan Prof. Dr. Budu, Ph.D, Sp.M (K)., M.Med.Ed., selaku

Wakil Rektor Bidang Inovasi dan Kemitraan;

2. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin Makassar;

3. Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin Makassar;

4. Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin Makassar;

Page 11: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

x

5. Prof. Dr. Hamzah, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin Makassar;

6. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar

yang telah membimbing dan memberikan pengetahuan, nasihat

serta motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan di

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar;

7. Ruslan Hambali, S.H., M.H., selaku Penasihat Akademik penulis

atas segala masukan dan nasihatnya selama penulis menempuh

pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar;

8. Dr. Oky Deviany, S.H., M.H., selaku Pembimbing I, ditengah

kesibukan dan aktivitasnya, beliau senantiasa bersedia membimbing

dan memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini;

9. Dr. Sabir Alwy, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang senantiasa

menyempatkan waktu dan penuh kesabaran dalam membimbing

penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini;

10. Dewan Penguji, Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H., Dr. Harustiati

A. Muin, S.H., M.H., dan Dr. Muhammad Basri, S.H.,M.H., atas

segala saran dan masukannya yang sangat berharga dalam

penyusunan skripsi ini;

11. Seluruh Staf Akademik, Bagian Kemahasiswaan, dan seluruh

pegawai di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang

senantiasa membantu penulis selama menempuh pendidikan;

Page 12: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

xi

12. Ketua Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Makassar dan

khususnya Bapak Bondan Kusuma selaku Ketua Bagian

Pengawasan IKNB, Bapak Aryo selaku Staf Edukasi dan

Perlindungan Konsumen serta Bapak Andi Ariwahyudi selaku Staf

Bank Supervision yang telah membantu memberikan izin dalam

rangka kegiatan penelitian dan memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh penulis;

13. Pimpinan Cabang PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 dan

khususnya Bapak Reza Anggriyanto selaku Kepala Seksi Klaim yang

telah membantu memberikan izin dalam rangka kegiatan penelitian

dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis;

14. Kepada Pegawai Bagian Kemahasiswaan Universitas Hasanuddin

yang telah memberikan pelayanan yang baik dan senantiasa

membantu penulis selama menempuh pendidikan;

15. Keluarga Besar Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (LP2KI FH UH) khususnya

teman-teman dan senior-senior yang tergabung dalam Ko Kurikuler

Penulisan Tahun 2014, tanpa kalian semua penulis tidak akan

mengetahui mengenai footnote secara lebih baik;

16. Sahabat-sahabat Hangsay, Hasri Ramadhani, Asti Nilawati, Gita

Alvionita Zainal, A.Md., St. Nurbaya, Sulviana Syam (Ana), dan Yuli

Hartina. Terima kasih untuk kebersamaan yang telah kita lalui serta

untuk semua warna yang telah kalian isi dalam hari-hariku. Terima

Page 13: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

xii

kasih banyak. Semoga persahabatan kita tidak lekang oleh waktu

dan selalu berjalan dalam kebaikan dan kebenaran, Amiiin;

17. Teman-teman yang nama grup Linenya senantiasa diganti dari

waktu ke waktu tetapi telah menetap saat ini, yaitu Fortuna, Nurul

Fitra Sappe, S.H., Nur Aryas Tuti A., S.H., Ningsih, S.H., Hardianti,

S.H., dan Rafiatul Mahmudah, terima kasih untuk empat tahun yang

tidak karuan ini, tanpa kalian semua keseharian di kampus menjadi

tawar. Semoga sesuai nama grup, pertemanan kita selalu membawa

keberuntungan dan keberkahan bagi kita dan orang-orang

disekeliling kita, Amiiin;

18. Teman-teman Klinik Hukum Pidana (Kejaksaan) dan Klinik Hukum

Lingkungan Tahun 2017 khususnya Peppe Squad (Ahmad Nugraha

Abrar, S.H., A. Symasinar, S.H., Anita Natsir, S.H., Hardianti, S.H.,

Nurul Fitra Sappe, S.H., Nur Aryas Tuti A., S.H., Hartina, S.H.,

Sakinah, S.H., Nurul Afiah Idrus, S.H., Nurhaeria, S.H., Risnayanti,

S.H, Wahyuni, S.H., dan Resky Amalia), Galang Ramadhan, S.H.,

St. Zainab Fauzi, S.H., Rahmi Wahyuni, S.H., Nurul Fadillah, S.H.,

dan Irawati Muin atas kebersamaan singkat satu semester serta

empat hari yang lebih sulit di Pulau Sembilan dibanding pada waktu

KKN. Terkhusus kepada Ibu Birkah Latif, S.H., M.H., LL.M yang

selalu memberikan bimbingan dan nasihat pada saat proses

perkuliahan klinik hukum;

Page 14: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

xiii

19. Teman-teman KKN Reguler Gelombang 96, Kab. Barru Kec. Barru

Kel. Mangempang, Suriyanti, Andi Hartina Tenrirawe, Ferawati, Andi

Mursalim dan Isral Waris, terima kasih atas segala kisah dan

kebersamaan yang tercipta serta mohon maaf atas segala omelan

penulis selama kebersamaan tersebut;

20. Teman-teman DIPLOMASI 2014 serta teman-teman Pejuang

Perdata, khususnya Margareth Jeannetta Nawing, S.H., Lana

Laviana, S.H., Nasrah Indah, S.H., Indri Setiawati, S.H., Irdayanti

Amir, S.H., Lisa Ruliantini Munassar, S.H., Masturah Azizah, S.H.

serta Nurjannah, terima kasih telah memberikan warna dan cerita

selama berkuliah di Fakultas Hukum Unhas serta terima kasih atas

segala bantuan dan informasi yang telah diberikan selama menjadi

pejuang skripsi;

21. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh

pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dibuat dengan upaya dan

kemampuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan, kritikan dan saran dari

pihak yang membaca skripsi ini.

Semoga Allah SWT, senantiasa membalas segala hal kebaikan yang

telah diberikan dengan penuh rahmat dan hidayah-Nya. Akhir kata semoga

Page 15: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

xiv

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan

para pembaca pada umumnya, serta dalam perkembangan hukum di

Indonesia. Amin.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Makassar, Juni 2018

Penulis,

Nirwana Nur Rahmat

Page 16: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

xv

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................... i

Pengesahan Skripsi ................................................................................. ii

Persetujuan Pembimbing ....................................................................... iii

Persetujuan Menempuh Ujian Skripsi ................................................... iv

Pernyataan Keaslian Skripsi ................................................................... v

Abstrak .................................................................................................... vi

Abstract .................................................................................................. vii

Kata Pengantar ...................................................................................... viii

Daftar Isi ................................................................................................. xv

Daftar Tabel .......................................................................................... xvii

Bab I Pendahuluan ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7

Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................... 8

A. Tinjauan Umum Hukum Perjanjian .................................................. 8

1. Perjanjian pada Umumnya ......................................................... 8

2. Asas-Asas Perjanjian ................................................................. 9

3. Syarat Sah Perjanjian .............................................................. 10

4. Perjanjian Pertanggungan ....................................................... 12

B. Tinjauan Umum Asuransi .............................................................. 15

1. Pengertian Asuransi................................................................. 15

2. Manfaat Asuransi ..................................................................... 17

3. Penggolongan Asuransi ........................................................... 17

4. Prinsip-Prinsip Asuransi ........................................................... 19

5. Subjek dan Objek Asuransi ...................................................... 25

6. Evenemen, Klaim dan Ganti Rugi ............................................ 29

Page 17: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

xvi

C. Polis .............................................................................................. 33

1. Pengertian Polis ....................................................................... 33

2. Jenis-Jenis Polis ...................................................................... 33

3. Isi Polis .................................................................................... 35

4. Klausula Polis .......................................................................... 36

D. Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) .................................... 39

1. Pengertian dan Dasar Hukum Penilai Kerugian Asuransi ........ 39

2. Kedudukan dan Fungsi Penilai Kerugian Asuransi .................. 41

3. Tugas dan Kewenangan Penilai Kerugian Asuransi ................ 42

Bab III Metode Penelitian ....................................................................... 44

A. Tipe Penelitian .............................................................................. 44

B. Lokasi Penelitian ........................................................................... 44

C. Populasi dan Sampel .................................................................... 45

D. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 46

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 47

F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 48

Bab IV Pembahasan ............................................................................... 49

A. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung atas

Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) yang

Tidak Diperjanjikan dalam Polis .................................................... 49

1. Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) . 49

2. Bentuk Perlindungan Hukum TerhadapTertanggung atas

Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) . 57

B. Tanggung Jawab Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) ........ 67

Bab V Penutup ....................................................................................... 81

A. Kesimpulan ................................................................................... 81

B. Saran............................................................................................. 82

Daftar Pustaka ............................................................................................

Lampiran .....................................................................................................

Page 18: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) Per 31 Desember 2017 .............................................................. 52

Tabel 2. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung atas Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ....................... 61

Tabel 3. Pandangan Tertanggung atas Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) Saat Terjadi Sengketa dengan Penanggung .............. 65

Tabel 4. Data Pengaduan Konsumen Melalui Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Makassar ..................................................... 68

Page 19: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam menjalani kehidupannya di muka bumi senantiasa diikuti

oleh risiko. Secara sederhana, risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan

akan menderita kerugian yang diakibatkan oleh peristiwa yang tidak

diketahui kapan akan terjadi. Oleh sebab itu, risiko hanya mengandung dua

unsur, yaitu kerugian dan ketidakpastian.

Kahadiran risiko dalam kehidupan manusia pada dasarnya lahir secara

otomatis. Hal itu dikarenakan risiko merupakan konsekuensi manusia yang

harus ditanggung akibat tidak lagi bertempat tinggal di taman Firdaus,

sebagaimana yang dikemukakan oleh Emmy Pangaribuan Simanjuntak.1

Oleh sebab itu, manusia senantiasa mencari upaya untuk mengatasi risiko

yang mungkin timbul tersebut. Beberapa upaya yang dilakukan oleh

manusia antara lain dengan cara menerima risiko, menghindari risiko,

ataupun dengan cara mencegah agar peristiwa-peristiwa yang dapat

menimbulkan risiko tersebut tidak terjadi. Penerapan ketiga upaya tersebut

pada dasarnya tidak membutuhkan bantuan pihak lain.

Seiring berjalannya waktu, dimana perkembangan yang semakin pesat,

risiko juga senantiasa berkembang sehingga menyebabkan manusia tidak

1 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1978, Simposium

Tentang Hukum Asuransi, Cetakan Pertama, Binacipta, Bandung, hlm. 25.

Page 20: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

2

dapat lagi mengatasinya sendiri. Oleh sebab itu, muncullah pemikiran

bahwa cara untuk mengatasi risiko adalah dengan mengalihkan atau

membagi risiko tersebut kepada pihak lain yang disebut pihak ketiga.

Pengalihan dan pembagian risiko tersebut saat ini dilakukan dengan cara

asuransi.

Asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko telah

menjadi salah satu jenis usaha dibidang jasa, yang dikenal dengan usaha

perasuransian. Di Indonesia, usaha perasuransian diatur dalam Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (untuk selanjutnya

UU Perasuransian). Dalam undang-undang tersebut, yang dimaksud

dengan usaha perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa

pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko,

pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah,

konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau

reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.2

Adapun pelaksana dalam usaha perasuransian tidak lain adalah

perusahaan perasuransian.

Secara umum, perusahaan perasuransian dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu perusahaan asuransi dan perusahaan penunjang asuransi.

Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang melakukan usaha jasa

keuangan yakni menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan

premi dan memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai

2 Lihat Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

Page 21: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

3

jasa asuransi tersebut, sedangkan perusahaan penunjang asuransi adalah

perusahaan yang melakukan usaha yang merupakan usaha jasa tertentu,

yang dalam pelaksanaan usahanya senantiasa berkaitan dengan usaha

yang dilaksanakan perusahaan asuransi. Dalam UU Perasuransian,

perusahaan asuransi terdiri dari perusahaan asuransi, perusahaan

asuransi syariah, perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi

syariah, sedangkan perusahaan penunjang asuransi terdiri dari perusahaan

pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi dan perusahaan penilai

kerugian asuransi.

Salah satu perusahaan penunjang asuransi yang masih banyak tidak

diketahui oleh masyarakat umum adalah perusahaan penilai kerugian

asuransi (loss adjuster). Perusahaan penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) adalah perusahaan yang melakukan usaha penilai kerugian

asuransi. Berdasarkan Pasal 1 angka 13 UU Perasuransian, usaha penilai

kerugian asuransi adalah usaha jasa penilaian klaim dan/atau jasa

konsultasi atas objek asuransi.

Pada hakikatnya, kehadiran penilai kerugian asuransi bertujuan untuk

menerapkan prinsip keseimbangan (indemnitiet principle). Oleh sebab itu,

penilai kerugian asuransi (loss adjuster) senantiasa dituntut untuk memiliki

sifat inpenden serta kredibilitas yang tinggi. Akan tetapi, independensi serta

kredibilitas dari penilai kerugian asuransi (loss adjuster) seringkali

diragukan oleh tertanggung. Hal itu dikarenakan penunjukan penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) merupakan hak dari penanggung,

Page 22: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

4

sehingga tertanggung beranggapan bahwa penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) berpihak pada penanggung.3 Selain itu, berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Lilik Fadhilah tentang kedudukan hukum

perusahaan penilai kerugian asuransi dalam perjanjian asuransi, penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) merupakan pihak ketiga dalam perjanjian

asuransi yang tidak menjadi bagian yang tertulis dalam polis asuransi, serta

kehadirannya hanya ada dalam proses penyelesaian klaim.4

Permasalahan timbul ketika penanggung menolak pengajuan klaim

tertanggung atau yang biasa disebut dengan wanprestasi. Dalam kasus-

kasus wanprestasi, seringkali penanggung menyatakan bahwa tidak

dilaksanakannya prestasi dikarenakan pihak tertanggung memiliki itikad

tidak baik. Wujud dari itikad tidak baik tersebut menurut penanggung dapat

dilihat pada saat mengajukan klaim, dimana besaran klaim yang diajukan

oleh tertanggung lebih besar dari hasil penilaian penilai kerugian asuransi

(loss adjuster). Padahal, hasil penilaian penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) bukanlah suatu hal yang mutlak untuk dijadikan acuan, melainkan

hanya bersifat rekomendasi.

Jika mencermati putusan-putusan kasus wanprestasi antara

penanggung dengan tertanggung yang melibatkan penilai kerugian

3 Frans Lamury, “Timbulnya Sengketa Asuransi”, Indonesia Arbitration Quarterly

Newsletter Volume 6 Nomor 2 Juni 2014, Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Jakarta, hlm. 13.

4 Lilik Fadhilah, Peran Dan Fungsi Penilai Kerugian (Loss Adjuster) Dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Kerugian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Studi Kasus Pada Pt Pramayasa Vaisha Adjuster), http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=108413&ftyp=potongan&potongan=S1-2017-282811-conclusion.pdf&, (diakses pada 5 Oktober 2017).

Page 23: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

5

asuransi (loss adjuster) dalam prosesnya, hakim seringkali menjatuhkan

putusan bahwa pemberian ganti rugi kepada tertanggung didasarkan pada

hasil penilaian penilai kerugian asuransi (loss adjuster). Misalnya, dalam

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1169 K/Pdt/2009, hakim menjatuhkan

amar putusan bahwa penetapan nilai penghitungan ganti rugi asuransi yang

harus dibayar tergugat yaitu penanggung kepada penggugat yaitu

tertanggung adalah sebesar SGD 45,963.00, (empat puluh lima ribu

sembilan ratus enam puluh tiga dolar Singapura).5 Putusan tersebut

menurut penulis telah sesuai dengan hukumnya, dikarenakan dalam Pasal

13 ayat (1) Polis, ganti rugi dilakukan dengan menunjuk juru taksir (penilai)

yang punya keahlian di bidang asuransi.6

Lain halnya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1040/K/Pdt/2014,

walapun hakim menjatuhkan putusan bahwa besaran ganti rugi yang harus

dibayar penanggung adalah sesuai dengan hasil penilaian penilai kerugian

asuransi (loss adjuster), tetapi penggunaan jasa penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) tersebut tidak diperjanjikan sebelumnya dalam polis. Penulis

beranggapan demikian dikarenakan dalam putusan tersebut, tergugat yaitu

penanggung hanya berdasar pada Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian,7 dan bukanlah

merujuk pada klausul dalam polis sebagaimana dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor 1169 K/Pdt/2009.

5 Lihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 1169 K/Pdt/2009, hlm. 13 dan 16. 6 Lihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 1169 K/Pdt/2009, hlm. 10-11. 7 Lihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 1040/K/Pdt/2014, hlm. 7.

Page 24: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

6

Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor

1040/K/Pdt/2014 tersebut, penilai kerugian asuransi (loss adjuster) juga

bukan merupakan pihak yang dapat diikutkan sebagai pihak yang

berperkara.8 Padahal, menurut penulis, jika besaran ganti rugi didasarkan

pada hasil penilaian penilai kerugian asuransi (loss adjuster), maka penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) tersebut dapat pula dimasukkan sebagai

salah satu pihak yang berperkara dalam kasus tersebut.

Tidak diperjanjikannya penggunaan jasa penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) dalam polis serta penunjukan yang merupakan hak dari

penanggung, dapat menciptakan posisi yang merugikan bagi tertanggung

jika tidak ada perlindungan hukum yang diberikan. Apalagi ditambah

ketidaktahuan tertanggung terhadap adanya penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) dalam proses pengajuan klaim dan pemberian ganti rugi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap tertanggung

atas penggunaan jasa penilai kerugian (loss adjuster) yang tidak

diperjanjikan dalam polis?

2. Sejauh manakah tanggung jawab penilai kerugian asuransi (loss

adjuster)?

8 Lihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 1040/K/Pdt/2014, hlm. 8 dan 20.

Page 25: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

7

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap

tertanggung atas penggunaan jasa penilai kerugian (loss adjuster)

yang tidak diperjanjikan dalam polis;

2. Untuk mengetahui tanggung jawab penilai kerugian asuransi (loss

adjuster).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi dalam

pengembangan ilmu hukum khususnya dalam kajian hukum

asuransi;

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada

semua pihak termasuk perusahaan asuransi dan kalangan

akademisi serta masyarakat yang memiliki perhatian serius dalam

bidang hukum khusunya hukum asuransi.

Page 26: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Hukum Perjanjian

1. Perjanjian Pada Umumnya

Perjanjian merupakan salah satu sebab lahirnya perikatan,

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (untuk selanjutnya KUH-Perdata). Dalam pasal

tersebut, diatur bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan, baik karena undang-undang”. Persetujuan sebagaimana

yang termaktub dalam pasal tersebut tidak lain adalah perjanjian.

Dalam Pasal 1313 KUH-Perdata, diatur bahwa “Suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Menurut

Mariam Darus Badrulzaman, para sarjana hukum berpendapat bahwa

definisi perjanjian tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Dikatakan

tidak lengkap dikarenakan hanya mengenai perjanjian sepihak, dan

dikatakan terlalu luas dikarenakan dapat mencakup hal-hal yang

mengenai janji kawin serta perbuatan melawan hukum.9

Menurut Subekti sebagaimana yang termuat dalam buku yang ditulis

oleh Agus Yudha Hernoko, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

9 Mariam Darus Badrulzaman, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III

Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Cetakan Ke-2, Alumni, Bandung, hlm. 89.

Page 27: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

9

seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Sedangkan menurut KRMT

Tirtodiningrot sebagaimana yang termuat dalam buku yang sama,

perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat

diatara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum

yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.10 Oleh sebab itu, dapat

disimpulkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana

dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu yang

menimbulkan akibat hukum.

2. Asas-Asas Perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dalam hukum perjanjian

terdapat beberapa asas, antara lain sebagai berikut:11

a) Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi);

b) Asas konsensualisme (persesuaian kehendak);

c) Asas kepercayaan;

d) Asas kekuatan mengikat;

e) Asas persamaan hukum;

f) Asas keseimbangan;

g) Asas kepastian hukum;

h) Asas moral;

i) Asas kepatutan;

10 Agus Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak

Komersial, Cetakan Ke-3, Kencana, Jakarta, hlm. 15-16. 11 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hlm. 108.

Page 28: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

10

j) Asas kebiasaan.

3. Syarat Sah Perjanjian

Suatu perjanjian dikatakan sah apabila memenuhi syarat

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH-Perdata, yaitu:

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Pengertian sepakat dilukiskan pernyataan kehendak yang

disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak-pihak.

Penyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte),

sedangkan pernyataan pihak yang menerima tawaran

dinamakan akseptasi (acceptatie).12 Suatu kesepakatan dapat

dicapai dengan berbagai cara, baik tertulis maupun tidak tertulis

termasuk dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara

lainnya yang tidak secara lisan.13 Adapun sepakat yang dianggap

sah hanya jika diberikan tidak berdasarkan kekhilafan, paksaan

maupun penipuan.14

b) Cakap untuk membuat suatu perikatan;

Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk

melakukan perbuatan hukum. Kecakapan ini ditandai dengan

dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah walaupun belum

berumur 21 tahun dan tidak dalam pengampuan.15 Akan tetapi,

12 Ibid., hlm. 98. 13 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233

Sampai 1456 BW, Cetakan Ke-6, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 68. 14 Lihat Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 15 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Loc. Cit..

Page 29: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

11

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

menetapkan bahwa seseorang yang belum mencapai umur 18

tahun berada dibawah kekuasaan orang tuanya.16 Dengan

demikian, secara yuridis seseorang yang berumur 18 tahun telah

dianggap mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan

karenanya menjadi cakap untuk berbuat dalam hukum.

c) Suatu hal tertentu;

Hal tertentu yang dimaksud dalam syarat ini tidak lain berkenaan

dengan objek perjanjian. KUH-Perdata memberikan beberapa

syarat tertentu agar suatu objek dapat diperjanjikan, antara lain

objek tersebut harus berupa barang yang dapat diperdagangkan,

sudah ditentukan jenisnya, jumlahnya dapat ditentukan atau

dihitung dikemudian hari, serta barang tersebut dapat berupa

barang yang telah ada ataupun akan ada dikemudian hari,

kecuali terhadap barang yang masih dalam warisan yang belum

dibuka.17

d) Suatu sebab yang halal.

Sebab yang yang dimaksud dalam syarat ini tidak berkaitan

dengan motif diadakannya perjanjian, melainkan berkenaan

dengan sebab yang sifatnya objektif.18 Halal yang dimaksud

16 Lihat Pasal 47 jo. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan. 17 Lihat Pasal 1332, Pasal 1332 dan Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 18 Munir Fuady, 2014, Konsep Hukum Perdata, Cetakan Ke-1, Rajawali Pers, Jakarta,

hlm. 201.

Page 30: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

12

adalah isi dari perjanjian tidak bertentangan dengan undang-

undang, kesusilaan dan ketertiban umum.19 Berkaitan dengan

syarat ini, KUH-Perdata mengatur bahwa perjanjian tidak boleh

diadakan tanpa sebab sama sekali, dengan sebab yang palsu

dan sebab yang terlarang.20

Dua syarat yang ditulis pertama disebut dengan syarat subjektif

karena berkenaan dengan subjek dari pelaku perjanjian dan berakibat

dapat dibatalkan jika tidak terpenuhi, kecuali dalam hal pengampuan

yang telah mendapat penetapan dari pengadilan.21 Adapun dua syarat

yang ditulis terakhir disebut dengan syarat objektif, karena berkenaan

dengan objek perjanjian dan batal demi hukum jika tidak terpenuhi. Batal

demi hukum dalam hal ini berarti perjanjian dianggap tidak pernah sah

dan tidak pernah ada, sedangkan dapat dibatalkan dalam hal ini berarti

perjanjian baru dianggap sah dan tidak ada jika perjanjian tersebut

dibatalkan oleh yang berkepentingan.22

4. Perjanjian Pertanggungan

Perjanjian pertanggungan dalam KUH-Perdata dikategorikan ke

dalam perjanjian untung-untungan, sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 1774. Dalam pasal tersebut, diatur bahwa:

Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak,

19 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. Cit., hlm. 69. 20 Lihat Pasal 1335 dan Pasal 1336 jo. Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. 21 Lihat Pasal 446 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 22 Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 186-187.

Page 31: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

13

maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah: Perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Terkait dengan pasal di atas, perjanjian pertanggungan digolongkan

sebagai perjanjian untung-untungan. Padahal, karakteristik perjanjian

untung-untungan adalah berdasarkan kemungkinan yang sangat

bersifat spekulatif dengan tujuan utama hanya kepentingan keuangan,

sedangkan perjanjian pertanggungan pada dasarnya mempunyai tujuan

yang lebih pasti, yaitu mengalihkan risiko yang sudah ada yang

berkaitan pada kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada

dalam posisi yang sama.23 Selain itu, Abdulkadir Muhammad juga

mengemukakan bahwa perjanjian pertanggungan bukanlah untung-

untungan.24 Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa perjanjian

pertanggungan seyogyanya tidak dapat digolongkan kedalam perjanjian

untung-untungan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1774 KUH-

Perdata.

Perjanjian pertanggungan sebagai salah satu bentuk perjanjian

khusus, memiliki beberapa sifat dan ciri, yang menurut Emmy

Pangaribuan Simanjuntak antara lain adalah sebagai berikut:25

23 Angger Sigit Pramukti dan Andre Budiman Panjaitan, 2016, Pokok-Pokok Hukum

Asuransi, Cetakan Pertama, Pustaka Sustisia, Yogyakarta, hlm. 15-16. 24 Abdulkadir Muhammad, 1999, Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan Ke II, Citra Aditya

Bakti, Bandung, hlm. 16. 25 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Op. Cit., hlm. 33 dan 35.

Page 32: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

14

a) Merupakan perjanjian bersyarat, dikarenakan pelaksanaan

kewajiban ganti rugi digantungkan pada suatu syarat;

b) Merupakan perjanjian timbal balik, dikarenakan kedua belah

pihak memiliki prestasi masing-masing, yaitu pihak tertanggung

berkewajiban membayar premi sedangkan pihak penanggung

berkewajiban membayar ganti rugi jika peristiwa yang tidak tentu

atas mana pertanggungan diadakan tersebut terjadi;

c) Merupakan perjanjian konsensual, dikarenakan perjanjian

berlaku setelah Nota Penutupan Asuransi ditandatangani oleh

pihak tertanggung, bukan setelah polis diterbitkan dan

diserahkan kepada tertanggung.

Selain itu, perjanjian pertanggungan juga dapat dikategorikan

sebagai perjanjian baku. Hal ini dikarenakan dalam melakukan

transaksi, perjanjian asuransi antara perusahaan asuransi dengan

tertanggung atau pemegang polis nyaris selalu menggunakan perjanjian

yang berbentuk standar atau baku. Adapun yang dimaksud perjanjian

baku menurut N. H. T. Siahaan, adalah perjanjian standar yang tertuang

dalam suatu format perjanjian yang telah dibuat sebelumnya oleh salah

satu pihak serta telah dicetak seperti formulir yang untuk selanjutnya

diberikan kepada pihak lainnya untuk disetujui (ditandatangani).26

26 N.H. T. Siahaan, 2005, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan

Tanggungjawab Produk, Cetakan Pertama, Panta Rei, Jakarta, hlm. 105.

Page 33: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

15

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen (untuk selanjutnya UU Perlindungan

Konsumen):27

Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat­syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Dalam klausula perjanjian baku, menurut Sutan Remy Sjahdeini

sebagaimana yang dikutip oleh H. P. Panggabean, perjanjian baku

hampir seluruh klausulanya dibakukan oleh pelaku usaha, sehingga

pihak lain tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta

perubahan. Akan tetapi, masih terdapat beberapa hal yang belum

dibakukan, misalnya menyangkut jenis, harga, jumlah, serta beberapa

hal spesifik dari objek perjanjian.28

B. Tinjauan Umum Asuransi

1. Pengertian Asuransi

Istilah asuransi merupakan serapan dari istilah assurantie (Belanda),

assurance (Inggris) yang banyak dipakai dalam praktik dunia usaha.

Sedangkan dalam literatur hukum, istilah yang digunakan adalah

pertanggungan yang merupakan serapan dari istilah verzekering

27 Lihat Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. 28 H. P. Panggabean, 2012, Praktik Standard Contract (Perjanjian Baku) dalam

Perjanjian Kredit Perbankan, Cetakan Ke-1, Alumni, Bandung, hlm. 17.

Page 34: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

16

(Belanda). Akan tetapi, saat ini, kedua istilah tersebut dipakai dalam

kegiatan bisnis maupun literatur hukum sebagai sinonim.29

Secara yuridis, pengertian mengenai asuransi dapat dilihat dalam

Pasal 246 KUHD, yang mengatur bahwa:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti.

Sedangkan Pasal 1 angka 1 UU Perasuransian, mengatur bahwa:

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau

pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Berdasarkan kedua pasal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

asuransi adalah perjanjian yang diadakan dalam rangka pengalihan

risiko antara tertanggung atau pemegang polis dengan perusahaan

asuransi yang disebut penanggung, dimana tertanggung atau

pemegang polis mengikatkan diri untuk membayar premi, sedangkan

29 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 6-7.

Page 35: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

17

penanggung mengikatkan diri untuk membayar imbalan atas kerugian

yang diderita tertanggung atau pemegang polis akibat peristiwa yang

tidak tentu atau membayar sejumlah uang akibat meninggalnya

tertanggung.

2. Manfaat Asuransi

Asuransi mempunyai banyak manfaat, sebagaimana menurut

Herman Darmawi yang dikutip oleh Angger Sigit Pramukti dan Andre

Budiman antara lain sebagai berikut:30

a) Melindungi risiko investasi;

b) Sebagai sumber dana investasi;

c) Untuk melengkapi persyaratan kredit;

d) Dapat mengurangi kekhawatiran;

e) Mengurangi biaya modal;

f) Menjamin kestabilan perusahaan;

g) Dapat meratakan keuntungan;

h) Dapat menyediakan layaan profesional;

i) Mendorong usaha pencegahan kerugian; dan

j) Membantu pemeliharaan kesehatan.

3. Penggolongan Asuransi

Menurut Man Suparman Sastrawidjaja, asuransi dapat dibedakan ke

dalam beberapa golongan, antara lain sebagai berikut:31

30 Angger Sigit Pramukti dan Andre Budiman Panjaitan, Op. Cit.,, hlm. 26-34. 31 Man Suparman Sastrawidjaja, 2003, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat

Berharga, Cetakan Ke-2, Alumni, Bandung, hlm. 82-88.

Page 36: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

18

a) Penggolongan secara yuridis:

1) Asuransi kerugian (schadeverzekering) adalah semua jenis

asuransi yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang;

2) Asuransi jumlah (sommenverzekering) adalah semua jenis

asuransi yang kepentingannya tidak dapat dinilai dengan

uang sehingga penanggung terikat untuk melakukan prestasi

berupa pembayaran sejumlah uang yang telah ditentukan

sebelumnya.

b) Penggolongan berdasarkan kriteria ada tidaknya kehendak

bebas:

1) Asuransi sukarela (voluntary insurance) adalah asuransi yang

terjadi didasarkan kehendak bebas dari pihak-pihak yang

mengadakannya;

2) Asuransi wajib (compulsory insurance) adalah asuransi

diharuskan oleh suatu ketentuan perundang-undangan, dan

dalam beberapa jenis terdapat sanksi apabila asuransi

tersebut tidak diadakan.

c) Penggolongan berdasarkan tujuan:

1) Asuransi komersial (commercial insurance) adalah asuransi

yang diadakan oleh perusahaan asuransi sebagai suatu

bisnis, sehingga tujuan utamanya adalah untuk memperoleh

keuntungan;

Page 37: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

19

2) Asuransi sosial (social insurance) adalah asuransi yang

diselenggarakan tidak dengan tujuan memperoleh

keuntungan, tetapi bermaksud memberikan jaminan sosial

(social security) kepada masyarakat atau sekelompok

masyrakat.

d) Penggolongan berdasarkan sifat dari penanggung:

1) Asuransi premi (premieverzekering) adalah asuransi antara

penanggung dengan tiap-tiap tertanggung, dan antara

tertanggung yang satu dengan tertanggung yang lain tidak

memiliki hubungan hukum sehingga tiap-tiap tertanggung

memiliki kewajiban untuk membayar premi kepada

penanggunga;

2) Asuransi saling menanggung (onderlinge verzekering) adalah

asuransi yang merupakan suatu perkumpulan yang terdiri dari

para tertanggung sebagai anggota. Jadi, dibentuknya

perkumpulan tersebut dikarenakan antara para anggota

terdapat suatu hubungan hukum dan mempunyai tujuan yang

sama, sehingga anggota tidak membayar premi, tetapi

membayar iuran tetap kepada perkumpulan tersebut.

4. Prinsip-Prinsip Asuransi

Prinsip atau asas hukum merupakan dasar pikiran yang merupakan

sesuatu yang menjadi latar belakang dari peraturan yang sifatnya konkrit

dan umum. Pada umumnya, prinsip hukum tersebut tidak ditegaskan

Page 38: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

20

tertuang dalam bentuk peraturan yang konkrit, tetapi tidak selalu

demikian. Adakalanya suatu prinsip hukum dinyatakan dalam suatu

peraturan perundang-undangan, seperti prinsip praduga tidak bersalah

dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970.32

Adapun prinsip-prinsip yang terdapat dalam asuransi adalah sebagai

berikut:

a) Prinsip Kepentingan yang Dapat Diasuransikan (Insurable

Interest)

Prinsip ini adalah prinsip yang mensyaratkan adanya

kepentingan dalam mengadakan perjanjian asuransi, dengan akibat

kebatalan jika seandainya tidak dipenuhi sehingga penanggung tidak

diwajibkan untuk memberikan ganti rugi. Hal tersebut sesuai dengan

yang diatur dalam Pasal 250 KUHD. Menurut Emmy Pangaribuan

yang dikutip oleh Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang,

kepentingan tersebut harus ada pada saat terjadinya kerugian dan

dapat dibuktikan.33 Adapun yang dimaksud dengan kepentingan,

menurut Molengraaff sebagaimana yang ditulis oleh Man Suparman

Sastrawidjaja, adalah kekayaan atau bagian kekayaan tertanggung

yang apabila terkena bencana dapat diterima, dengan pengertian

bahwa yang dimaksud kekayaan meliputi kekayaan yang dapat

32 Ibid., hlm. 64. 33 Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, 1993, Hukum Asuransi: Perlindungan

Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Cetakan Pertama, Alumni, Bandung, hlm. 55-56.

Page 39: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

21

dinilai dengan uang atau tidak, baik berupa benda berwujud maupun

tidak berwujud.34

b) Prinsip Itikad Baik atau Kejujuran yang Sempurna (Utmost Good

Faith)

Dalam perjanjian asuransi, banyak pasal-pasal dalam KUHD

yang dapat disimpulkan mengandung unsur prinsip itikad baik,

antara lain Pasal 251, Pasal 252, Pasal 276 dan Pasal 277. Akan

tetapi, yang paling popular adalah Pasal 251 KUHD, yang dikenal

dengan kewajiban memberikan keterangan. Dalam pasal tersebut,

asuransi menjadi batal jika tertanggung memberikan keterangan

yang keliru atau tidak benar atau sama sekali tidak memberikan

keterangan.35 Secara umum, itikad baik yang sempurna dapat

diartikan bahwa masing-masing pihak dalam suatu perjanjian yang

akan disepakati, mempunyai kewajiban untuk memberikan

keterangan yang selengkap-lengkapnya, yang dapat mempengaruhi

keputusan pihak lain untuk mengadakan perjanjian atau tidak, baik

keterangan tersebut diminta atau tidak.36

c) Prinsip Keseimbangan (Indemnitiet Principle)

Prinsip ini adalah prinsip yang mengatur bahwa seorang

tertanggung hanya dapat memperoleh indemnitas, ganti rugi

asuransi tidak boleh menempatkan tertanggung dalam keadaan

34 Man Suparman Sastrawidjaja, Op. Cit., hlm. 66. 35 Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Op. Cit., hlm. 57. 36 Angger Sigit Pramukti dan Andre Budiman Panjaitan, Op. Cit., hlm. 23.

Page 40: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

22

yang menguntungkan daripada sebelum tertimpa risiko objek yang

diasuransikan.37 Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, prinsip

ini mengandung beberapa ketentuan pokok, antara lain sebagai

berikut:38

1) Ganti rugi harus seimbang dengan kerugian yang sungguh-

sungguh diderita dan diperimbangkan dengan jumlah yang

dipertanggungkan;

2) Ganti rugi tidak boleh melebihi dari nilai pertanggungan

(Pasal 253 ayat (1) KUHD);

3) Tidak diperbolehkan untuk mengadakan pertanggungan yang

kedua untuk waktu yang sama dan terhadap bahaya yang

sudah dipertanggungkan untuk harga yang penuh (Pasal 252

KUHD);

Akan tetapi, prinsip ini hanya berlaku pada asuransi kerugian dan

tidak berlaku pada asuransi sejumlah uang. Hal ini dikarenakan

dalam asuransi sejumlah uang seperti asuransi jiwa, tidaklah dapat

dikatakan bahwa kematian dapat diganti rugi dengan sejumlah

uang.39

d) Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle)

Prinsip ini menurut Man Suparman Sastrawidjaja menentukan

bahwa jika penanggung telah membayar ganti kerugian terhadap

37 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Op. Cit., hlm. 122. 38 Ibid., hlm. 32-33. 39 Ibid., hlm. 33.

Page 41: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

23

tertanggung, maka penanggung berhak mengganti kedudukan

tertanggung termasuk dalam melaksanakan hak-hak tertanggung

kepada pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya kerugian.

Peralihak hak-hak tersebut terjadi secara otomatis, sesuai dengan

yang diatur dalam Pasal 284 KUHD. Akan tetapi, menurut Emmy

Pangaribuan Simanjuntak seperti yang dikutip oleh Man Suparman

Sastrawidjaja, penerapan prinsip ini terbatas, yaitu sekadar kerugian

yang telah dibayarkan oleh penanggung. Sama halnya dengan

prinsip keseimbangan, prinsip subrogasi juga hanya berlaku pada

asuransi kerugian.40

e) Prinsip Sebab-Akibat (Causalitiet Principle)

Prinsip ini menurut Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang

menentukan bahwa ganti rugi yang dibayarkan oleh penanggung

terhadap tertanggung hanya sekadar kerugian yang disebabkan oleh

peristiwa yang ditentukan dalam polis.41 Untuk menentukan sebab

timbulnya kerugian, ada tiga teori, sebagaimana yang dikemukakan

oleh Scheltma dan dikutip oleh Emmy Pangaribuan Simanjuntak dan

dikutip lagi oleh Man Suparman Sastrawidjaja yaitu sebagai

berikut:42

40 Man Suparman Sastrawidjaja, Op. Cit., hlm. 75-76. 41 Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Op. Cit., hlm. 62. 42 Man Suparman Sastrawidjaja, Op. Cit., hlm. 77-78.

Page 42: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

24

1) Teori causa proxima

Menurut teori ini, dari rangkaian peristiwa yang ada, harus

dipilih sebab yang paling dekat dengan kerugian yang terjadi.

Adapun yang dianggap sebab yang paling dekat adalah

sebab yang paling dominan dan efektif.

2) Teori condition sine qua non

Menurut teori ini, bahwa yang merupakan sebab dari kerugian

adalah segala kejadian dan kenyataan yang merupakan

syarat mutlak untuk terjadinya suatu akibat.

3) Teori causa remota

Menurut teori ini, peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya

kerugian adalah peristiwa terjauh.

f) Prinsip Kontribusi

Prinsip ini menentukan bahwa apabila dalam suatu polis

ditandatangani oleh beberapa penanggung, maka masing-masing

penanggung itu menurut imbangan dari jumlah untuk mana mereka

menandatangani polis, memikul hanya harga yang sebenarnya dari

kerugian yang diderita oleh tertanggung. Prinsip ini terjadi apabila

ada asuransi berganda (double insurance) sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 278 KUHD.43

43 Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Op. Cit., hlm. 63.

Page 43: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

25

g) Prinsip Follow The Fortunes

Prinsip ini menentukan bahwa tindakan penanggung ulang tidak

boleh mempertimbangkan secara tersendiri terhadap objek asuransi,

akibatnya segala sesuatu termasuk peraturan dan perjanjian yang

berlaku bagi penanggung pertama, berlaku pula bagi penanggung

ulang. Prinsip ini hanya berlaku bagi re-asuransi.44

5. Subjek dan Objek Asuransi

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu

penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi.

Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak

memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib

membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul

kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan.45

Secara lengkap, Man Suparman Sastrawidjaja menguraikan hak dan

kewajiban penanggung dan tertanggung. Adapun hak dan kewajiban

tersebut antar lain adalah sebagai berikut:46

a) Hak Tertanggung:

1) Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung (Pasal

259 KUHD);

2) Menuntut agar polis segera diserahkan (Pasal 260 KUHD);

44 Ibid., hlm. 64. 45 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 8. 46 Man Suparman Sastrawidjaja, Op. Cit., hlm. 20-23.

Page 44: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

26

3) Meminta ganti kerugian kepada penanggung, karena lalai

menandatangani dan menyerahkan polis sehingga

menimbulkan kerugian kepada tertanggung (Pasal 261

KUHD);

4) Melalui pengadilan, tertanggung dapat membebaskan

penanggung dari segala kewajibannya dan kemudian

mengasuransikan obyek asuransi yang sama kepada

penanggung yang lain (Pasal 272 KUHD);

5) Mengadakan solvabilitiet verzekering karena tertanggung

ragu-ragu akan kemampuan penanggungnya. Akan tetapi,

harus tegas bahwa tertanggung hanya akan mendapat ganti

kerugian dari salah satu penanggung saja (Pasal 280 KUHD);

6) Menuntut pengembalian premi apabila perjanjian asuransi

batal atau gugur dengan syarat bahwa tertanggung beritikad

baik dan penanggung belum menanggung risiko (Pasal 281

KUHD);

7) Menuntut ganti kerugian apabila peristiwa yang diperjanjikan

dalam polis terjadi.

b) Kewajiban Tertanggung:

1) Membayar premi kepada penanggung (Pasal 246 KUHD);

2) Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung

mengenai objek yang diasuransikan (Pasal 251 KUHD);

Page 45: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

27

3) Mengusahakan atau mencegah agar peristiwa yang dapat

menimbulkan kerugian terhadap obyek yang diasuransikan

dapat dihindari. Apabila penanggung dapat membuktikan hal

sebaliknya, maka hal tersebut dapat menjadi salah satu alas

an bagi penanggung untuk menolak memberikan ganti

kerugian bahkan menuntut ganti rugi kepada tertanggung

(Pasal 283 KUHD);

4) Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi

peristiwa yang menimpa obyek yang diasuransikan beserta

usaha-usaha pencegahannya.

c) Hak Penanggung:

1) Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai

perjanjian;

2) Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada

tertanggung berkaitan dengan obyek yang diasuransikan;

3) Menuntut premi dan bahkan menuntutnya jika peristiwa yang

diperjanjikan terjadi tetapi disebabkan oleh kesalahan

tertanggung (Pasal 276 KUHD);

4) Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal

atau gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang

tertanggung (Pasal 282 KUHD);

5) Melakukan asuransi kembali (reinsurance, hervezekering)

(Pasal 271 KUHD).

Page 46: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

28

d) Kewajiban Penanggung:

1) Memberikan ganti kerugian atau memberikan sejumlah uang

kepada tertanggung jika peristiwa yang diperjanjikan terjadi,

kecuali terdapat alas an yang membebaskan dari kewajiban

tersebut;

2) Menandatangani dan menyerakan polis kepada tertanggung

(Pasal 259 dan Pasal 260 KUHD);

3) Mengembalikan premi apabila perjanjian asuransi batal atau

gugur dengan syarat bahwa tertanggung beritikad baik dan

penanggung belum menanggung risiko (Pasal 281 KUHD);

4) Penanggung harus mengganti biaya yang diperlukan untuk

membangun kembali apabila diperjanjikan dalam asuransi

kebakaran (Pasal 289).

Selain pihak penanggung dan tertanggung, terdapat pula subjek

asuransi yang disebut pemegang polis. Pemegang polis adalah pihak

yang mengikatkan diri berdasarkan perjanjian dengan perusahaan

asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau

perusahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan pelindungan atau

pengelolaan atas risiko bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain.47

Berkaitan dengan objek asuransi, Pasal 268 KUHD mengatur bahwa

“Pertanggungan dapat menjadikan sebagai pokok yakni semua

47 Lihat Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang

Perasuransian.

Page 47: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

29

kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat terancam bahaya

dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.” Berdasarkan pasal

tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek asuransi adalah

semua kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat terancam

bahaya dan tidak dikecualikan dari undang-undang. Akan tetapi,

menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, ketentuan mengenai hal

tersebut tidak dapat diterapkan dalam asuransi sejumlah uang. Hal itu

dikarenakan kematian seseorang tidak dapat dinilai dengan uang.48

Dalam UU Perasuransian, mengatur bahwa objek asuransi adalah jiwa

dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa,

serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi,

dan/atau berkurang nilainya.49

6. Evenemen, Klaim dan Ganti Rugi

a. Evenemen

Evenemen merupakan istilah yang diadopsi dari bahasa Belanda

evenement yang berarti peristiwa tidak pasti, yang dalam bahasa

Inggris disebut fortuitous event. Evenemen adalah peristiwa yang

menjadi sebeb asuransi diadakan, tidak dapat dipastikan kapan

terjadinya dan diharapkan tidak akan terjadi. Secara lengkap,

Abdulkadir Muhammad memberikan definisi sebagai berikut:50

Evenemen adalah peristiwa yang menurut pengalaman manusia normal tidak dapat dipastikan terjadi, atau walaupun

48 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Op. Cit., hlm. 33. 49 Lihat Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang

Perasuransian. 50 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 114.

Page 48: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

30

sudah pasti terjadi saat terjadinya itu tidak dapat ditentukan dan juga tidak diharapkan akan terjadi. Jika terjadi juga, mengakibatkan kerugian.

Berkaitan dengan jenis-jenis evenemen, Abdulkadir Muhammad

menuliskan dalam bukunya bahwa hal tersebut bergantung pada

jenis asuransi yang diadakan, sehingga penanggung dan

tertanggung yang akan menentukan peristiwa-peristiwa apa saja

yang merupakan evenemen dan harus dicantumkan dengan tegas

dalam polis.

b. Klaim

Klaim adalah tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh tertanggung

kepada penanggung. Dalam praktik bisnis asuransi di Indonesia,

penanggung menerapkan beberapa prosedural klaim yang berbeda,

namun secara substansial pada dasarnya memiliki kesamaan antara

satu perusahaan asuransi dengan perusahaan asuransi lainnya.

Berikut beberapa ketentuan dalam melaksanakan proses klaim:51

1) Pemberitahuan klaim (notification of claim);

2) Tindakan pengamanan dan pencegahan (preventive action);

3) Subrogasi;

4) Penyerahan hak/abandomen;

5) Nilai sisa barang (salvage);

6) Usaha perolehan kembali (recovery attemps);

51 Chairul Huda dan Lukman Hakim, 2006, Tindak Pidana dalam Bisnis Asuransi,

Cetakan Pertama, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia (LPHI), Jakarta, hlm. 20-21.

Page 49: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

31

7) Dokumen klaim (documents of claim);

8) Pembayaran klaim (settlement of claim); dan

9) Forum penyelesaian sengketa (dispute settlement forum).

Selanjutnya, dalam Pasal 31 ayat (3) UU Perasuransian, mengatur

bahwa penanganan dan keluhan atas klaim wajib melalui proses

yang cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil.

c. Ganti Rugi

Persoalan evenemen erat sekali hubungannya dengan

persoalan ganti rugi (compensation). Akan tetapi, tidak setiap

kerugian akibat evenemen harus mendapat ganti kerugian. Dengan

kata lain, antara evenemen dan kerugian yang timbul ada hubungan

kausal (sebab-akibat). Adapun cara menentukan bahwa kerugian

yang timbul tersebut adalah akibat evenemen yang menjadi

tanggungan penanggung, menurut R. Soerjatin adalah sebagai

berikut:52

1) Terbatas pada perimbangan bagian yang dipertanggungkan

dan bagian yang tidak dipertanggungkan untuk asuransi

terbatas (Pasal 253 ayat (2) KUHD):

2) Sesuai dengan jumlah yang dipertanggungkan tanpa

mengingat harga lebih dari barang yang bersangkutan untuk

asuransi premier risque (Pasal 253 ayat (3) KUHD);

52 R. Soerjatin, 1976, Hukum Dagang I dan II, Cetakan Kedua, Pradnya Paramita,

Jakarta, hlm. 136-138.

Page 50: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

32

3) Sesuai dengan kerugian yang timbul berdasarkan sebab

musabab timbulnya kerugian, yang terdiri dari sebab proxima

(sebab terdekat), sebab remota (sebab terjauh) dan sebab

adequate (sebab yang dimaksudkan dalam asuransi);

Berkenaan cara penentuan kerugian yang menjadi tanggungan

penanggung, Abdulkadir Muhammad memberikan hal yang lebih

rinci, antara lain sebagai berikut:53

1) Berdasarkan pasal-pasal tertentu dalam KUHD, yaitu Pasal

290 mengenai asuransi kebakaran, Pasal 249 mengenai

asuransi kerugian menurut sifat dan jenis benda asuransinya,

Pasal 276 mengenai kerugian yang timbul karena kesalahan

tertanggung sendiri, dan Pasal 637 mengenai asuransi laut;

2) Menentukan satu demi satu evenemen yang menjadi beban

penanggung dalam polis;

3) Dengan janji khusus yang disebut klausula all risk yang

dicantumkan dengan tegas dalam polis;

4) Dengan menggunakan kausa terdekat dari kerugian yang

timbul (proximate cause).

C. Polis

1. Pengertian Polis

Polis adalah sebuah akta yang sengaja dibuat untuk tanda bukti

adanya asuransi antara penanggung dengan tertanggung. Hal tersebut

53 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 117.

Page 51: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

33

sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 255 KUHD. Dari pasal tersebut,

dapat disimpulkan bahwa polis merupakan unsur mutlak dalam

asuransi. Tetapi sebaliknya, dalam Pasal 257 KUHD, mengatur bahwa

polis hanya merupakan suatu tanda bukti adanya perjanjian

pertanggungan dan bukan suatu unsur mutlak. Akan tetapi, untuk

beberapa jenis asuransi, polis merupakan suatu unsur mutlak, seperti

yang termuat dalam KUHD Pasal 272, Pasal 280, Pasal 603, Pasal 606

dan Pasal 615.54

2. Jenis-Jenis Polis

Menurut Partadireja, polis dapat dibedakan menjadi beberapa

macam, antara lain adalah sebagai berikut:55

a) Polis terbuka dan polis yang ditaksir

Polis terbuka adalah polis yang harga barang yang diasuransikan

tidak dicantumkan, sehingga ganti rugi yang diberikan ditentukan

dari jumlah yang tertinggi dan premi dihitung dari jumlah ganti rugi

yang tertinggi tersebut, sedangkan polis yang ditaksir adalah

polis yang mencantumkan harga barang yang diasuransikan.

b) Polis kontrak dan polis pauschal

Polis kontrak adalah polis yang preminya dibayar secara

diangsur, sedangkan polis pauschal adalah polis yang preminya

dibayar sekaligus.

54 H.M.N. Purwosutjipto, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 7, Cetakan

Pertama, Djambatan, Jakarta, hlm. 185. 55 Iting Partadireja, 1978, Pengetahuan dan Hukum Dagang, Cetakan Pertama,

Erlangga, Jakarta, hlm. 128.

Page 52: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

34

Menurut R. Soerjatin, macam-macam polis antara lain sebagai berikut:56

a) Polis maskape adalah polis yang dikeluarkan oleh perusahaan

asuransi, sehingga isi perjanjiannya berbeda antara perusahaan

yang satu dengan perusahaan yang lain;

b) Polis bursa adalah polis yang isi perjanjiannya ditentukan oleh

undang-undang serta oleh maskape yang bersangkutan. Polis ini

dibedakan menjadi tiga, yaitu amsterdamsche beurspolis,

Rotterdamsche beursgoederen polis;

c) Polis lloyd’s yang merupakan suatu polis bursa, tetapi

dipergunakan di bursa lloyd’s di London.

Selain ketiga polis yang telah dikemukakan R. Soerjatin, Abdulkadir

Muhammad menambahkan penggolongan polis berdasarkan sifat

berlakunya asuransi, yaitu sebagai berikut:

a) Polis perjalanan (voyage policy) adalah polis yang dibuat untuk

asuransi satu perjalanan atau satu pelayaran tertentu saja; dan

b) Polis waktu (time policy) adalah polis yang dibuat untuk jangka

waktu tertentu, misalnya satu tahun.

Di Indonesia, Dewan Asuransi Indonesia (DAI) membagi jenis-jenis

polis asuransi kerugian, antara lain:57

56 R. Soerjatin, Op. Cit., hlm. 135. 57 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Op. Cit., hlm. 132-133.

Page 53: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

35

a) Polis asuransi kebakaran yang terdiri dari polis kebakaran

Indonesia, polis bursa Amsterdam/Rotterdam dan polis F.O.C

(Fire Offices Committee/Foreign);

b) Polis asuransi pengangkutan (cargo dan casco) yang terdiri dari

marine cargo policy, polis bursa, polis maskapai dan polis

pertanggungan kapal;

c) Polis asuransi varia yang terdiri dari polis kendaraan bermotor,

polis pertanggungan berdasarkan Undang-Undang Kecelakaan

Tenaga Kerja, polis kecelakaan pribadi dan polis lain-lain.

3. Isi Polis

Berdasarkan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai

asuransi jiwa, harus memuat sebagai berikut:

a) Hari dan tanggal pembuatan asuransi;

b) Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga;

c) Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;

d) Jumlah uang yang diasuransikan;

e) Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung;

f) Saat mulai dan berakhirnya bahaya yang menjadi tanggungan

penanggung;

g) Premi asuransi; dan

h) Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh

penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara

para pihak.

Page 54: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

36

Dalam praktik asuransi kerugian di Indonesia, Dewan Asuransi

Indonesia (DAI) mengemukakan bahwa penambahan sebagaimana

yang dimaksud dalam ayat (h) tersebut sesuai dengan jenis objek

asuransi, dan terhadap evenemen apa asuransi diadakan.58 Disamping

syarat-syarat khusus tersebut, dalam polis harus dicantumkan pula

berbagai asuransi yang diadakan lebih dahulu, dengan ancaman batal

jika tidak dicantumkan.59 Selanjutnya, berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha

Perasuransian, mengatur bahwa:60

Polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata, kata.kata, atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai resiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya.

4. Klausula Polis

Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang

dirumuskan dengan tegas dalam polis, yang lazimnya disebut klausula

asuransi. Maksud klausula tersebut adalah untuk mengetahui batas

tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian. Jenis-

jenis klausula asuransi itu ditentukan oleh sifat objek asuransi, bahaya

yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula tersebut

antara lain sebagai berikut:61

58 Ibid., hlm. 130. 59 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 58-59. 60 Lihat Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. 61 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 65-68.

Page 55: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

37

a) Klausula premier risqie adalah klausula yang menentukan bahwa

apabila pada asuransi dibawah nilai benda terjadi kerugian

sebagian (partial loss), penanggung akan membayar ganti

kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang

diasuransikan (Pasal 253 ayat (3) KUHD);

b) Klausula all risk adalah klausula yang menentukan bahwa

penanggung memikul segala risiko atas benda yang

diasuransikan, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan

tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat bawaan

dari benda yang diasuransikan (Pasal 249 KUHD);

c) Klausula sudah diketahui (all seen) adalah klausula yang

menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui betul

keadaan, konstruksi, letak, dan cara pemakaian bangunan yang

diasuransikan. Dengan demikian, klausula ini menghilangkan

tuduhan bahwa tertanggung telah menyembunyikan hal-hal

tertentu atas objek yang diasuransikan (Pasal 251 KUHD);

d) Klausula pelepasan hak/renunsiasi (renunciation) adalah

klausula yang menentukan bahwa penanggung tidak akan

menggugat tertanggung dengan alasan Pasal 251 KUHD. Oleh

sebab itu, apabila timbul kerugian bagi tertanggung akibat

evenemen, maka penanggung tidak akan mengajukan alasan

Pasal 251 KUHD dan akan tetap membayar ganti kerugian

kepada tertanggung. Akan tetapi, jika diperkarakan ke

Page 56: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

38

pengadilan dan hakim menentukan bahwa Pasal 251 KUHD

berlaku terhadap kasus tersebut, maka walaupun asuransi

berklausula renunsiasi, penggugat tidak berkewajiban menggati

kerugian.

e) Klausula free from particular average (FPA) adalah klausula yang

menentukan bahwa penanggung dibebaskan dari kewajiban

membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di

laut (particular average) seperti yang ditentukan dalam Pasal 709

KUHD. Kebalikan dari klausula ini adalah with particular average

yang berarti penanggung wajib mengganti kerugian yang timbul

akibat peristiwa khusus di laut.

Selain klausula yang dikumukakan oleh Abdulkadir Muhammad,

masih ada klausula lain, antara lain sebagai berikut:62

a) Klausula total loss only (TLO) adalah klausula yang menentukan

bahwa penanggung hanya menanggung kerugian yang

merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang

diasuransikan;

b) Klausula riot (kerusahan), strike (pemogokan) & civil commotion

(huru-hara) atau yang biasa disingkat klausula RSCC adalah

klausula yang menentukan bahwa apabila pada asuransi terjadi

keadaan yang menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan

62 Anonim, Bab II Tinjauan Pustaka, http://digilib.unila.ac.id/4441/12/BAB%20II.pdf,

(diakses pada 7 Oktober 2017).

Page 57: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

39

keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan menggunakan

kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta

benda;

c) Klausula bank (banker’s clause) adalah klausula yang muncul

sebagai akibat adanya hubungan utang piutang antara debitur

dan kreditor di mana objek pertanggungan adalah menjadi

jaminan bank; sehingga klausula ini bukan merupakan standar

yang umumnya tercantum dalam polis;

d) Klausula eksonerasi adalah klausul yang dicantumkan dalam

suatu perjanjian, dimana satu pihak menghindarkan diri untuk

memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau

terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan

melanggar hukum.

D. Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster)

1. Pengertian dan Dasar Hukum Penilai Kerugian Asuransi

Penilai kerugian asuransi (loss adjuster) merupakan salah satu usaha

yang ada di industri perasuransian. Usaha penilai kerugian asuransi

adalah usaha jasa penilaian klaim dan/atau jasa konsultasi atas objek

asuransi.63 Dalam pelaksanaannya, usaha penilai kerugian asuransi

dilakukan oleh perusahaan penilai kerugian asuransi, yang pada

63 Lihat Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang

Perasuransian.

Page 58: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

40

dasarnya merupakan salah satu perusahaan penunjang asuransi.

Adapun dasar hukum yang mengatur mengenai penilai kerugian

asuransi antara lain sebagai berikut:

a) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian;

b) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah

diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 dan

diubah lagi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008

kemudian diubah lagi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 81

Tahun 2008;

c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2012 Tentang

Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan

Perasuransian;

d) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 68/POJK.05/2016

Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pialang

Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan

Penilai Kerugian Asuransi;

e) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016

Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi,

Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan

Perusahaan Reasuransi Syariah;

f) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 70/POJK.05/2016

Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi,

Page 59: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

41

Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai

Kerugian Asuransi; dan

g) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016

Tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan

Perasuransian.

2. Kedudukan dan Fungsi Penilai Kerugian Asuransi

Penilai kerugian asuransi berkedudukan sebagai pihak ketiga yang

memberikan jasanya kepada pihak penanggung atas permintaan

penanggung dalam rangka penanggung memenuhi kewajibannya

kepada pemegang polis atau tertanggung. Adapun fungsi penilai

kerugian asuransi bagi penanggung adalah sebagai berikut:64

a) Fungsi teknis:

1) Melakukan investigasi mengenai sebab-sebab suatu kejadian

yang menimbulkan tuntutan ganti rugi;

2) Melakukan pemeriksaan apakah persyaratan/ketentuan polis

telah dipenuhi;

3) Melakukan pemeriksaan awal dan interview atas sifat dan

besarnya kerugian yang mungkin dituntut oleh Tertanggung;

4) Membuat laporan awal atas sifat dan besarnya kerugian serta

kemungkinan tanggung jawab polis;

5) Membuat Laporan penilaian kerugian disertai dengan

rekomendasi.

64 Lilik Fadhilah, Loc. Cit.

Page 60: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

42

b) Fungsi tata kelola yang baik meliputi transparansi, akuntabilitas,

keseimbangan hak dan kewajiban, independence (kemandirian)

dan responsibility. Fungsi ini melekat pada proses pelayanan

kepada pemegang polis atau tertanggung melalui proses yang

cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil.

3. Tugas dan Kewenangan Penilai Kerugian Asuransi

Dalam praktiknya, penilai kerugian asuransi biasanya ditugaskan

setelah adanya klaim dari tertanggung. Penilai kerugian asuransilah

yang menilai apakah suatu klaim berhak untuk diberi ganti rugi dan

berapa besar ganti rugi yang harus diberikan.65 Dalam menangani

sebuah klaim yang diajukan oleh penanggung, penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) akan melaksanakan tugas hingga menghasilkan sebuah

laporan yang akan menjadi dasar perusahaan asuransi membayarkan

ganti rugi kepada tertanggung.66 Adapun tugas penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) antara lain sebagai berikut:67

a) Mengkoordinasikan pengumpulan data dan informasi untuk

menilai ganti rugi asuransi;

b) Mengevaluasi rancangan laporan penilaian ganti rugi asuransi;

dan

65 Anna Muli Ludy, dkk., “Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Penilai Kerugian

Asuransi dalam Industri Asuransi Di Indonesia”, Diponegoro Law Journal Volume 5 Nomor 3 Tahun 2016, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 6.

66 Ibid., hlm. 7. 67 Lihat Pasal 21 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 70/POJK.05/2016 Tentang

Penyelenggaraan Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.

Page 61: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

43

c) Memverifikasi laporan penilaian ganti rugi.

Adapun wewenang penilai kerugian asuransi antara lain sebagai

berikut:68

a) menyimpulkan tanggung jawab polis asuransi atas kerugian

asuransi;

b) menyimpulkan nilai ganti rugi asuransi;

c) menandatangani laporan penilaian ganti rugi asuransi;

d) memberikan saran dalam melakukan manajemen terhadap risiko

objek asuransi; dan

e) memberikan saran kepada pemegang polis, tertanggung, atau

peserta mengenai langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk

meminimalisasi kerugian.

68 Lihat Pasal 23 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 70/POJK.05/2016 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.

Page 62: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

44

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah tipe

penelitian yuridis empiris, yaitu tipe penelitian yang dilakukan dengan cara

memadukan bahan-bahan hukum yang merupakan data sekunder dengan

data primer yang diperoleh dilapangan yang terkait dengan permasalahan

yang diteliti.

B. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data sesuai dengan tujuan dilakukannya penelitian,

maka penelitian dilakukan di kota Makassar. Lokasi ini dipilih karena kota

Makassar merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia

sehingga terdapat beberapa perusahaan asuransi yang telah beroperasi

dan telah menggunakan jasa penilai kerugian asuransi (loss adjuster)

dalam menangani klaim. Selain itu, di kota Makassar juga telah terdapat

Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independen yang

berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga jasa

keuangan.

Page 63: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

45

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah beberapa perusahaan asuransi

yang bergerak dalam bidang asuransi kerugian dan beberapa pejabat

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga pengawas pada sektor

jasa keuangan serta pihak tertanggung.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Adapun metode penentuan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan teknik purposive sampling, yaitu penarikan

sampel secara sengaja yang dilakukan untuk mencapai tujuan

penelitian. Adapun sampel penelitian adalah sebagai berikut:

a) Perusahaan Asuransi sebanyak 3 (tiga) perusahaan, yaitu PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967, PT. Asuransi Sinar Mas

dan PT. Asuransi Adira Dinamika;

b) Pejabat Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Makassar

sebanyak 2 (dua) orang, yaitu Kepala Bagian Pengawasan

Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dan Staf Edukasi dan

Perlindungan Konsumen.

Selain itu, penulis juga memasukkan surat permohonan penelitian pada

PT. Asuransi Artarindo, PT. MNC Insurance dan PT. Asuransi Jasa

Indonesia. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada tindak lanjut

mengenai keputusan surat permohonan yang telah diajukan tersebut.

Page 64: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

46

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Data Primer

Data primer yaitu data empiris yang diperoleh secara langsung dari

tempat yang dijadikan lokasi penelitian. Dalam penggunaan data

primer, pengumpulan data melalui field research terutama dengan

menggunakan metode wawancara secara langsung dengan pihak-

pihak yang berkompeten dan terkait dengan objek penelitian.

2) Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang didapatkan dengan mengkaji buku-

buku, hasil-hasil penelitian, peraturan perundang-undangan,

putusan-putusan pengadilan serta sumber tertulis lainnya yang

terkait dengan objek penelitian. Adapun peraturan perundang-

undangan yang digunakan antara lain sebagai berikut:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan;

d) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 68/POJK.05/2016

Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pialang

Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan

Penilai Kerugian Asuransi;

Page 65: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

47

e) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016

Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi,

Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan

Perusahaan Reasuransi Syariah;

f) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 70/POJK.05/2016

Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi,

Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai

Kerugian Asuransi;

g) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016

Tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan

Perasuransian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Teknik Wawancara

Teknik wawancara yaitu teknik pengumpulan data secara langsung

melalui tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait permasalahan

yang diteliti. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain Kepala Seksi

Klaim PT. Asuransi Umum Bumiputer Muda 1967 Cabang Makassar,

Staf PT. Asuransi Sinar Mas Cabang Makassar, Staf PT. Asuransi

Adira Dinamika Cabang Makassar, Kepala Bagian Pengawasan

IKNB Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Makassar, dan Staf

Page 66: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

48

Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan

Kantor Regional 6 Makassar.

2) Teknik kepustakaan

Teknik kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

melakukan pengkajian dan mengolah data yang terkait dalam,

peraturan perundang-undangan, jurnal, dan kajian-kajian ilmiah

serta buku-buku yang berkaitan dengan latar belakang

permasalahan, termasuk mengumpulkan data melalui media

elektronik dan media-media informasi lainnya.

F. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis data dari studi lapangan dan

kepustakaan dengan cara menjelaskan dan memaparkan hasil yang akan

disusun secara logis. Selanjutnya, dari pengumpulan data dan hasil

penelitian yang telah dianalisis dan dibahas, disusun dalam suatu laporan

hasil penelitian mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung

Atas Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) yang

Tidak Diperjanjikan dalam Polis.

Page 67: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

49

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Atas

Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) yang

Tidak Diperjanjikan dalam Polis

1. Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster)

Kehadiran penilai kerugian asuransi (loss adjuster) pada hakikatnya

untuk menerapkan prinsip indemnitas atau yang lebih dikenal dengan

prinsip keseimbangan dalam hukum asuransi. Prinsip indemnitas

merupakan prinsip yang berkenaan dengan pembayaran ganti rugi,

dimana hal itu diatur dalam Pasal 252 dan Pasal 253 KUHD. Dalam

pasal tersebut, ditentukan bahwa:

Pasal 252 Kecuali dalam hal yang diuraikan oleh ketentuan undang-undang, tidak boleh diadakan pertanggungan kedua untuk waktu yang sama, dan untuk bahaya sang [sic] sama atas barang-barang yang telah dipertanggungkan untuk nilainya secara penuh, dengan ancaman kebatalan terhadap pertanggungan yang kedua.

Pasal 253 Pertanggungan yang melampaui jumlah harganya atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah berlaku sampai jumlah nilainya. Bila nilai barang itu tidak dipertanggungkan sepenuhnya, maka penanggung, dalam hal kerugian, hanya terikat menurut perimbangan antara bagian yang dipertanggungkan dan bagi- yang tidak dipertanggungkan. Akan tetapi bagi pihak yang berjanji bebas untuk mempersyaratkan dengan tegas, bahwa tanpa mengingat kelebihan nilai barang yang dipertanggungkan, kerugian yang diderita oleh barang itu akan diganti sampai jumlah penuh yang dipertanggungkan.

Page 68: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

50

Kedua pasal tersebut pada dasarnya memberikan konsekuensi bahwa

pihak tertanggung tidak diperkenankan untuk memperoleh keuntungan

atas perjanjian asuransi yang telah diadakan. Oleh sebab itu, dalam

praktiknya, perusahaan asuransi selaku penanggung biasanya

menggunakan jasa penilai kerugian asuransi (loss adjuster) untuk

menangani klaim yang diajukan oleh tertanggung.

Menurut Frans Lamury, penggunaan jasa penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) tidak diharuskan dalam perjanjian asuransi. Jika

diperjanjikan dalam perjanjiannya, maka penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) mutlak untuk digunakan jasanya. Akan tetapi, jika tidak ada

klausula demikian, maka perusahaan asuransi akan melihat apakah

akan menggunakan jasa penilai atau tidak.69

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, beberapa perusahaan

asuransi tidak mencantumkan klausula penggunaan jasa penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) dalam polisnya. Perusahaan tersebut

antara lain PT. Asuransi Sinar Mas dan PT. Asuransi Umum Bumiputera

Muda 1967. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara yang

telah dilakukan dengan Kepala Seksi Klaim PT. Asuransi Umum

Bumiputera Muda 1967 pada tanggal 14 Februari 2018 serta pada saat

PT. Asuransi Sinar Mas menolak surat permohonan penelitian yang

telah dikirimkan pada tanggal 20 Februari 2018.

69 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 402/Pdt.G/2007//PN.Jkt.Pst. hlm.

25.

Page 69: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

51

Tidak dituangkannya klausula penggunaan jasa penilai kerugian

asuransi (loss adjuster) dalam polis bukan berarti memberikan

konsekuensi bahwa penggunaan jasa penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) menjadi ilegal. Penggunaan jasa penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) dalam menangani sebuah klaim mendapatkan

legalitasnya melalui Pasal 37 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan

Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Dalam pasal tersebut,

diatur bahwa perusahaan asuransi atau unit syariah dapat menunjuk

perusahaan penilai kerugian asuransi (loss adjuster) untuk melakukan

penilaian terhadap klaim yang diajukan. Selanjutnya, dalam Pasal 39

ayat (1) peraturan yang sama, diatur bahwa dalam hal perusahaan

asuransi menggunakan jasa penilai kerugian asuransi (loss adjuster),

perusahaan asuransi hanya dapat menunjuk perusahaan penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) yang telah mendapat izin usaha dari

Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berikut ini dipaparkan perusahaan

penilai kerugian asuransi (loss adjuster) yang telah mendapat izin usaha

dari OJK melalui tabel 1. berikut ini.

Page 70: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

52

Tabel 1.

Daftar Perusaahaan Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster)

Per 31 Desember 2017

No. Nama Perusahaan Nomor Izin Usaha

1. PT Ardilla Solorina KEP-447/KM.5/2004

2. PT Atlas Adjusting Indonesia KEP-61/NB.1/2016

3. PT Axis International Indonesia KEP-2565/MD//1986

4. PT Bahtera Arthaguna Parama KEP-4586/M/1988

5. PT Bahtera Arung Persada KEP-

064/KMK.017/1997

6. PT Cunningham Lindsey Indonesia KEP-136/KM.13/1989

7. PT Dharma Nilaitama KEP-2413/MD/1987

8. PT General Adjuster Indonesia KEP-115/KM.12/2006

9. PT Global Internusa Adjusting KEP-915/KM.10/2011

10. PT Japenansi Nusantara KEP-272/KM.13/1991

11. PT Kuadra Inti Adjuster KEP-498/NB.1/2015

12. PT Mandiri Nilai Tama KEP-513/NB.1/2015

13. PT Mclarens Indonesia KEP-014/KM.13/1991

14. PT MCO Prima Indonesia KEP-637/KM.10/2012

15. PT Multi Pilar Jasa Pirsa Nusa KEP-084/KM.6/2002

16. PT Nippon Kaiji Kentei Kyokai

Indonesia

KEP-

877/KMK.017/1993

17. PT Pandu Halim Perkasa KEP-068/KM.17/2000

Page 71: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

53

18. PT Pramayasa Vaisha Adjuster KEP-127/KM.10/2009

19. PT Prima Adjusterindo Mandiri KEP-093/KM.6/2004

20. PT Radita Hutama Internusa KEP-4871/09-01/PK/86

21. PT Royal Conocean International

Adjustment KEP-245/MD/1987

22. PT Sapalans Makarti KEP-244/MD/1987

23. PT Sapta Pirsa Mandiri KEP-123/KM.13/1990

24. PT Satria Dharma Pusaka Crawford

THG KEP-609/KM.13/1991

25. PT Sthira Budi Madhyasta KEP-144/KM.6/2004

26. PT Universal Nilaitama KEP-158/D.05/2013

27. PT Utama Nilai Sentosa KEP-181/KM.10/2008

Sumber: Website Resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kepala Bagian Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 6 Makassar

menjelaskan bahwa tidak semua perusahaan asuransi menggunakan

jasa penilai kerugian asuransi (loss adjuster) pada saat menangani

klaim. Secara umum, pertimbangan menggunakan jasa penilai kerugian

asuransi (loss adjuster) oleh perusahaan asuransi antara lain:70

a) Resources perusahaan asuransi yang tidak ada untuk objek-

objek tertentu seperti asuransi Industrial All Risk (IAR) yang

membutuhkan ahli-ahli penilai kerugian asuransi;

70 Wawancara melalui WhatsApp dengan Bapak Bondan Kusuma selaku Kepala Bagian

Pengawasan IKNB Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Makassar pada tanggal 1 Februari 2018.

Page 72: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

54

b) Biaya yang lebih efisien ketika menunjuk penilai kerugian

asuransi (loss adjuster) daripada meng-hire SDM permanen

pada devisi klaim; dan

c) Hasil laporan lebih reputable dan acceptable bagi tertanggung

dan perusahaan reasuransi dalam hal risikonya ditranfer ke

perusahaan asuransi terutama reasuransi luar negeri.

Sejalan dengan yang dijelaskan oleh Kepala Bagian Pengawasan

IKNB OJK Kantor Regional 6 Makassar, Kepala Seksi Klaim PT.

Asuransi Bumiputera Muda 1967 juga menjelaskan bahwa tidak semua

klaim menggunakan jasa penilai. Jasa penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) hanya digunakan untuk menangani klaim yang rumit atau

kompleks. Beliau memberikan contoh bahwa pada waktu dirinya masih

di Kantor Cabang PT. Bumiputera Muda 1967 Kupang, ada klaim

ekskavator. Perusahaan pada awalnya hanya ingin melakukan

pengelasan, akan tetapi dikarenakan berbagai hal, perusahaan akhirnya

memutuskan untuk menggunakan jasa penilai kerugian asuransi (loss

adjuster). Pada akhirnya, penilai kerugian asuransi (loss adjuster)

memberikan penilaian bahwa ekskavator dapat hanya dilakukan

pengelasan saja, tetapi ada kemungkinan bahwa ekskavator akan

mengalami kerusakan kembali, sehingga lebih baik untuk mengganti

dengan unit yang baru. Selain itu, beliau juga menjelaskan bahwa

mengingat biaya yang dikeluarkan untuk membayar penilai kerugian

asuransi (loss adjuster) cukup besar, maka jasa penilai kerugian

Page 73: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

55

asuransi (loss adjuster) hanya digunakan untuk klaim yang besar pula,

yaitu klaim yang berkisar diatas Rp100.000.000,00.71

Dalam hal penunjukan perusahaan penilai kerugian asuransi (loss

adjuster), berdasarkan Pasal 39 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan

Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah mengatur bahwa

penunjukan perusahaan penilai kerugian asuransi (loss adjuster) wajib

dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama antara perusahaan

asuransi. Selanjutnya, dalam Pasal 39 ayat (3) dalam peraturan yang

sama, perjanjian kerja sama tersebut wajib paling sedikit memuat:

a) Hak dan kewajiban perusahaan penilai kerugian asuransi dan

perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, atau unit

syariah pada perusahaan asuransi;

b) Jangka waktu pembayaran imbalan jasa penilaian kerugian

dan/atau imbalan jasa konsultasi terkait dengan kerugian yang

terjadi atas objek asuransi; dan

c) Ketentuan yang menyatakan bahwa setiap pelaksanaan penilaian

kerugian atas objek asuransi oleh perusahaan penilai kerugian

asuransi harus didasari penugasan tertulis atau surat perintah

71 Wawancara langsung dengan Bapak Reza Anggriyanto selaku Kepala Seksi Klaim

PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 pada tanggal 14 Februari 2018.

Page 74: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

56

kerja dari perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah atau

unit syariah pada perusahaan asuransi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Klaim PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967, penunjukan perusahaan

penilai kerugian asuransi (loss adjuster) merupakan hak dari

perusahaan, dan biasanya penunjukan tersebut dilakukan oleh kantor

pusat. Hal itu dikarenakan kantor cabang hanya dapat menangani klaim

yang terbilang rendah. Sebagai contoh, beliau memberikan penjelasan

bahwa misalnya untuk Asuransi Kendaraan Bermotor, kantor cabang

hanya dapat menangani klaim dengan limit Rp10.000.000,00.72

Sejalan dengan prosedur klaim yang ada pada PT. Asuransi Umum

Bumiputera Muda 1967, pada PT. Asuransi Jasa Indonesia juga

menerapkan prosedur klaim yang secara substansial sama, dimana

kewenangan penunjukan perusahaan penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) juga merupakan hak dari kantor pusat.73

Selain itu, PT. Asuransi Adira Dinamika juga menerapkan prosedur

klaim yang secara substansial sama, dimana kewenangan penunjukan

perusahaan penilai kerugian asuransi (loss adjuster) juga merupakan

hak dari kantor pusat. Kantor cabang hanya berwenang untuk

menangani dokumen klaim kemudian meneruskan ke kantor pusat, dan

72 Wawancara langsung dengan Bapak Reza Anggriyanto selaku Kepala Seksi Klaim

PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 pada tanggal 14 Februari 2018. 73 Faris Danar Saputro, 2008, “Tanggung Jawab Hukum PT. Asuransi Jasa Indonesia

Dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Pengangkutan Barang di Laut (Studi Kasus di PT. Asuransi Jasa Indonesia Cabang Surakarta)”, Skripsi, Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm.75.

Page 75: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

57

kantor pusat yang akan mengambil keputusan mengenai langkah

selanjutnya dari klaim tersebut. Hal itu disampaikan oleh salah satu Staf

PT. Asuransi Adira Dinamika pada tanggal 19 Februari 2018, yaitu pada

saat menolak permohonan penelitian yang telah diajukan sebelumnya.

Berkaitan dengan pemilihan perusahaan penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) yang akan menangani klaim, perusahaan asuransi

biasaya memiliki beberapa kriteria sebagai standar minimal, antara lain

sebagai berikut:74

a) Kelengkapan izin perusahaan penilai kerugian asuransi

tersebut;

b) Integritas, kapabilitas, pengalaman, dan reputasi dari

perusahaan penilai kerugian asuransi;

c) Menyesuaikan keahlian khusus yang dimiliki penilai kerugian

asuransi dengan klaim yang akan ditangani;

d) Memiliki hubungan baik dengan perusahaan asuransi;

e) Faktor lain terkait bisnis asuransi.

2. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung atas

Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster)

Perlindungan hukum menurut Lili Rasjidi dan I B Wysa Putra adalah

suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai

dengan aturan hukum dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Hakikatnya, setiap orang berhak mendapatkan perlindungan hukum,

74 Anna Muli Ludy, dkk., Loc. Cit.

Page 76: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

58

dan hampir seluruh hubungan hukum harus mendapatkan perlindungan

dari hukum.75 Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

perlindungan hukum bersifat preventif dan perlindungan hukum bersifat

represif. Perlindungan hukum bersifat preventif adalah perlindungan

hukum yang diberikan oleh pemerintah melalui peraturan perundang-

undangan dengan maksud untuk mencegah terjadinya suatu

pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan

dalam melakukan suatu kewajiban, sedangkan perlindungan hukum

bersifat represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti

denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila telah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.76

Perlindungan hukum terhadap tertanggung khususnya perlindungan

atas penggunaan jasa penilai kerugian asuransi telah diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (untuk selanjutnya UU OJK),

telah mengamanatkan bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen

sektor jasa keuangan termasuk tertanggung dilakukan oleh lembaga

independen yang bebas dari campur tangan pihak lain, yang dinamakan

OJK. Dalam Pasal 6 UU OJK, OJK memiliki tugas pengaturan dan

pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan,

75 Sri Wahyuni S., 2016, “Perlindungan Hukum Internet Service Provider Terhadap

Penyalahgunaan Sistem Secure Socket Shell oleh Pengguna Layanan Jasa Telekomunikasi”, Skripsi, Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, hlm. 16.

76 Ibid., hlm. 17.

Page 77: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

59

pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan

lembaga jasa keuangan lainnya.

Sebagai lembaga yang bertugas untuk melakukan pengaturan dan

pengawasan terhadap kegiatan sektor jasa keuangan termasuk

perasuransian, OJK memiliki kewenangan sebagaimana yang termuat

dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UU OJK, yang menentukan bahwa:

Pasal 8 Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini; b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan; c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK; d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa

keuangan; e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah

tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola

statuter pada Lembaga Jasa Keuangan; h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta

mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Pasal 9 Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap

kegiatan jasa keuangan; b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan

oleh Kepala Eksekutif; c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,

perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

Page 78: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

60

d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

e. melakukan penunjukan pengelola statuter; f. menetapkan penggunaan pengelola statuter; g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang

melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

h. memberikan dan/atau mencabut: 1. izin usaha; 2. izin orang perseorangan; 3. efektifnya pernyataan pendaftaran; 4. surat tanda terdaftar; 5. persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6. pengesahan; 7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8. penetapan lain,

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dalam pasal tersebut, dapat dilihat bahwa salah satu kewenangan

OJK adalah untuk membuat peraturan. Berkaitan dengan perlindungan

konsumen sektor jasa keuangan secara umum, OJK mengaturnya

melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013

Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Berkaitan

dengan perlindungan hukum terhadap tertanggung atas penggunaan

jasa penilai kerugian asuransi (loss adjuster) secara khusus, ada

beberapa peraturan OJK yang telah memberikan perlindungan hukum

tersebut. Adapun bentuk perlindungan hukum yang diberikan melalui

beberapa peraturan OJK disajikan dalam tabel 2. berikut ini.

Page 79: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

61

Tabel 2.

Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Atas Penggunaan Jasa Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) Berdasarkan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

No. Jenis Perlindungan

Hukum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

1.

Perlindungan dari

penunjukan perusahaan

penilai kerugian asuransi

yang bodong atau palsu.

Pasal 39 POJK No. 69/POJK.05/2016, dimana dalam melakukan penunjukan, perusahaan asuransi wajib

hanya menunjuk perusahaan penilai kerugian asuransi yang telah mendapat izin dari OJK.

2.

Perlindungan atas

penggunaan jasa penilai

kerugian asuransi (loss

adjuster) yang tidak

berkompeten di

bidangnya.

Pasal 14 POJK No. 68/POJK.05/2016, dimana anggota direksi perusahaan penilai kerugian asuransi wajib

memiliki sertifikat ahli penilai kerugian asuransi dengan level paling rendah 1 (satu) tingkat dibawah

kualifiikasi tertinggi dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang perasuransian.

Pasal 14 POJK No. 70/POJK.05/2016, dimana perusahaan penilai kerugian asuransi berkewajiban memiliki

tenaga ahli.

Pasal 38 POJK No. 68/POJK.05/2016, dimana perusahaan penilai kerugian asuransi berkewajiban untuk

mempekerjakan 1 (satu) orang tenaga ahli perusahaan secara penuh waktu. Tenaga ahli tersebut harus

memenuhi persyaratan:

a) memiliki sertifikat ahli penilai kerugian asuransi dengan kualifikasi tertinggi dari Lembaga Sertifikasi

Profesi di bidang perasuransian;

b) memiliki pengalaman kerja dibidang penilai kerugian paling singkat 3 (tiga) tahun;

c) menjadi anggota asosiasi profesi.

Page 80: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

62

3. Perlindungan atas

proses penilaian klaim.

Pasal 45 POJK No. 68/POJK.05/2016, dimana perusahaan penilai kerugian asuransi wajib menjadi anggota

salah satu asosiasi yang sesuai dengan jenis usahanya.

Pasal 21 ayat (2) POJK No. 70/POJK.05/2016, dimana dalam menjalankan tugasnya, tenaga ahli harus

berpedoman pada kode etik dan standar perilaku yang disusun oleh asosiasi.

Pasal 71 POJK No. 73/POJK.05/2016, dimana perusahaan penilai kerugian asuransi wajib melindungi hak

dan kepentingan tertanggung yang berhak memperoleh manfaat dengan cara bertindak dengan integritas,

kompetensi serta utmost good faith.

4. Perlindungan atas hasil

penilaian klaim

Pasal 44 POJK No. 70/POJK.05/2016, dimana dalam kontrak penunjukan perusahaan penilai kerugian

asuransi, perusahaan asuransi dilarang memuat klausula yang membatasi perusahaan penilai kerugian

asuransi menolak untuk memberikan laporan hasil akhir penilaian kerugian asuransi kepada tertanggung.

Jika tidak memenuhi ketentuan ini, maka OJK dapat memberikan sanksi sesuai dengan yang diatur dalam

Pasal 63.

Pasal 43 POJK No. 70/POJK.05/2016, dimana perusahaan penilai kerugian asuransi wajib menyampaikan

laporan hasil penilaian kerugian asuransi kepada tertanggung apabila terdapat permintaan tertanggung

dalam hal:

a) klaim ditolak;

b) tidak terdapat kesepakatan mengenai jumlah kerugian.

Sumber: Data Sekunder, Diolah 2018.

Page 81: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

63

Dalam hal bentuk perlindungan hukum sebagaimana yang termuat

pada poin 2, pada dasarnya telah diterapkan. Hal itu dikarenakan pada

poin 2, aturan tersebut juga merupakan syarat agar perusahaan penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) dapat memperoleh izin dari OJK.

Adapun sertifikat profesi bagi penilai kerugian asuransi (loss adjuster)

adalah Indonesian Certified Adjuster Practitioner (ICAP). Kegunaan

sertifikat tersebut antara lain sebagai berikut:77

a) Pengakuan kompetensinya secara nasional dan internasional;

b) Peningkatan pengetahuan dan sikap dalam mengelola bisnis;

c) Sarana untuk meningkatkan jenjang karier dan memacu diri agar

lebih profesional dan mencapai hasil pekerjaan yang berkualitas

dan dapat dipertanggungjawabkan;

d) Peningkatan berkomunikasi dengan rekan seprofesi; dan

e) Peningkatan performance sehingga mampu berkompetensi

secara global.

Dalam hal bentuk perlindungan hukum sebagaimana yang termuat

pada poin 3, juga telah diterapkan. Adapun asosiasi yang menaungi

penilai kerugian asuransi (loss adjuster) secara nasional yaitu Asosiasi

Penilai Kerugian Asuransi (APKAI), dan secara internasional APKAI

telah diakui sebagai International Federation of Adjusting Association

(IFAA) atau Federasi Asosiasi Adjuster Internasional.

77 Anonim, Perasuransian, http://aca.co.id/cmsprd/uploads/3%20Perasuransian%20-

Universitas%201503419184.pdf, (diakses pada 4 Maret 2018).

Page 82: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

64

Berkenaan dengan bentuk perlindungan hukum sebagaimana yang

termuat pada poin 4, Kepala Seksi Klaim PT. Asuransi Umum

Bumiputera Muda 1967 menjelaskan bahwa dalam hal ada keberatan

dari tertanggung berkenaan dengan nominal ganti rugi yang akan

diberikan oleh perusahaan asuransi, perusahaan asuransi biasanya

menunjukkan hasil penilaian penilai kerugian asuransi (loss adjuster)

kepada tertanggung untuk mencapai kesepakatan mengenai nominal

ganti rugi.78 Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa bentuk

perlindungan hukum pada poin 4 juga telah diterapkan. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa tertanggung telah memperoleh

perlindungan hukum atas penggunaaan jasa penilai kerugian asuransi

(loss adjuster).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Pengawasan IKNB

OJK Kantor Regional 6, belum ada pengaduan konsumen khususnya

tertanggung terkait dengan penilai kerugian asuransi (loss adjuster)

melalui OJK. Selain itu, menurut Kepala Seksi Klaim PT. Asuransi

Umum Bumiputera Muda 1967, tertanggung justru keberatan jika tidak

menggunakan jasa penilai kerugian asuransi (loss adjuster). Walaupun

demikian, jika mencermati beberapa kasus yang telah melalui proses

litigasi, ada beberapa kasus dimana tertanggung seringkali

mempermasalahkan mengenai penilai kerugian asuransi (loss adjuster).

78 Wawancara langsung dengan Bapak Reza Anggriyanto selaku Kepala Seksi Klaim

PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 pada tanggal 14 Februari 2018.

Page 83: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

65

Berikut ini disajikan pandangan tertanggung mengenai penilai kerugian

asuransi (loss adjuster) saat terjadi sengketa dengan penanggung

berkenaan dengan masalah penolakan klaim melalui tabel 3. berikut ini.

Tabel 3.

Pandangan Tertanggung atas Penilai Kerugian Asuransi (Loss

Adjuster) Saat Terjadi Sengketa dengan Penanggung

No. Nama Tertanggung Pandangan Terhadap Penilai

Kerugian Asuransi (Loss Adjuster)

1. PT. Orchid Mas

Hasil penilaian loss asdjuster belum

menutupi seluruh kerugian bahkan jauh

dari total kerugian yang dialami.

2. Handoko Mintojo

Rahardjo

Penunjukan loss adjuster secara

sepihak, tidak melalui kesepakatan

bersama.

3. PT. Pupuk Subur

Makmur

Penunjukan loss adjuster yang berbau

keberpihakan karena perusahaan

asuransi dan loss adjuster merupakan

perusahaan yang terafiliasi sehingga

mengakibatkan terjadinya

keberpihakan, kongkalikong dan

hengkipengki dalam memberikan hasil

penilaian.

4. PT. Pelayaran

Manalagi

Hasil penilaian loss adjuster seharusnya

sudah merupakan bukti nyata terkait

dengan kerugian yang terjadi,

mengingat loss adjuster merupakan

suatu lembaga independen yang

reputasinya telah dikenal.

Sumber: Data Sekunder, Diolah 2018.

Page 84: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

66

Berdasarkan tabel 3. tersebut, dapat dilihat bahwa tertanggung

masih memiliki ketidakpercayaan dengan penilai kerugian asuransi (loss

adjuster). Timbulnya ketidakpercayaan tersebut dikeranakan hasil

penilaian dari penilai kerugian asuransi (loss adjuster) yang tidak sesuai

dengan kehendak tertanggung. Menurut Kepala Bagian Pengawasan

IKNB serta Staf Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kantor

Regional 6 Makassar, tertanggung maupun pemegang polis terkadang

tidak mengetahui dengan jelas isi polis serta cenderung menginginkan

keuntungan dari perjanjian asuransi yang telah diadakan, tanpa

menyadari bahwa ada asas indemnitas yang berlaku dalam perjanjian

asuransi.79

Berkenaan dengan penggunaan jasa penilai kerugian asuransi (loss

adjuster), Kepala Bagian Pengawasan IKNB OJK Kantor Regional 6

Makassar menghimbau kepada tertangggung agar tidak perlu khawatir

jika penilai kerugian asuransi (loss adjuster) dipergunakan jasanya,

mengingat penilai kerugian asuransi (loss adjuster) yang sifatnya

independen serta senantiasa berada dalam pengawasan OJK. Akan

tetapi, jika tertanggung masih meragukan independensi dari penilai

kerugian asuransi (loss adjuster), tertanggung dapat mengadukan hal

tersebut kepada OJK dengan menyertakan bukti-bukti, sehingga OJK

dapat menjatuhkan sanksi kepada penilai kerugian asuransi (loss

79 Wawancara langsung dengan Bapak Bondan Kusuma selaku Kepala Bagian

Pengawasan IKNB dan Bapak Aryo selaku Staf Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Makassar tanggal 5 Februari 2018.

Page 85: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

67

adjuster) jika terbukti bersalah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki

oleh OJK sebagaimana yang termuat dalam Pasal 9 UU OJK .

B. Tanggung Jawab Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster)

Penanganan klaim rupanya belum memuaskan sebagian pemegang

polis. Hal ini tercermin dari jumlah kasus yang ditangani Badan Mediasi

Asuransi Indonesia (BMAI). Selama sepuluh tahun sejak 2006 hingga 2016,

jumlah pengaduan yang diterima BMAI mencapai 577 kasus. Dari jumlah

tersebut, porsi kasus yang masuk ranah asuransi jiwa dan asuransi umum

hampir seimbang. Pengaduan paling banyak menyangkut soal penanganan

klaim, terutama asuransi umum. Misalnya, soal penolakan klaim asuransi

kendaraan bermotor. Pengaduan mengenai asuransi juga masuk ke OJK.

Berdasarkan data dari OJK, pengaduan yang masuk ke OJK sebanyak

3.700 pengaduan, dan 24% diantaranya terkait masalah asuransi.80 Adapun

data lengkap pengaduan konsumen melalui OJK Kantor Regional 6

Makassar disajikan dalam tabel 4. berikut ini.

80 Kontan, Soal Klaim Didominasi Pengaduan Asuransi, http://keuangan.kontan.co.id

/news/soal-klaim-dominasi-pengaduan-asuransi, (diakes pada 4 Maret 2018).

Page 86: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

68

Tabel 4.

Data Pengaduan Konsumen Lembaga Jasa Keuangan Melalui

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 6 Makassar Tahun

2014-2017

No. Kategori Pelaku Usaha

Jasa Kuangan

Tahun

2014 2015 2016 2017

1. Perbankan 67 363 408 482

2. Asuransi 23 44 96 47

3. Lembaga Pembiayaan 6 70 142 162

4. Pasar Modal - 3 12 6

5. Dana Pensiun - 1 - 3

6. Pegadaian - - 1 12

7. Non-LJK 50 50 49 60

Jumlah 96 531 708 772

Sumber: Data Primer, Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Makassar

Berdasarkan tabel 4. tersebut, untuk keseluruhan pengaduan

konsumen, sektor asuransi berada pada urutan ketiga. Untuk pengaduan

konsumen IKNB, sektor asuransi berada pada urutan kedua. Menurut salah

satu Staf Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Makassar, masalah

klaim merupakan pengaduan konsumen yang sering terjadi pada sektor

asuransi.81

Jika dilihat dari aspek hukum perjanjian, permasalahan klaim identik

dengan wanprestasi. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak

terlaksananya prestasi atau lalai dalam melaksanakan kewajiban

81 Wawancara langsung dengan Bapak Aryo selaku Staf Edukasi dan Perlindungan

Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Makassar tanggal 5 Februari 2018.

Page 87: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

69

sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian. Dalam perjanjian

asuransi, wanprestasi yang dilakukan oleh penanggung adalah tidak

memberikan ganti rugi atas klaim yang diajukan oleh tertanggung. Berkaitan

dengan hal tersebut, Frans Lamury berpendapat bahwa ada beberapa hal

yang menyebabkan penanggung tidak memberikan ganti rugi kepada

tertanggung, antara lain tertanggung tidak melaksanakan kewajiban

membayar premi, ataupun tertanggung tidak mematuhi ketentuan dan

syarat polis asuransi.82

Selain kedua hal yang dikemukakan Frans Lamury, pada dasarnya

masih ada hal lain yang menyebabkan penanggung menolak klaim yang

diajukan oleh tertanggung. Hal lain tersebut yaitu hasil penilaian dari penilai

kerugian asuransi (loss adjuster). Melihat beberapa kasus wanprestasi

yang terjadi antara perusahaan asuransi dengan tertanggung, seperti kasus

antara PT. Sinar Mas Cabang Batam melawan PT. Orchid Mas83, kasus PT.

Asuransi Adira Dinamika melawan Samrida84 serta kasus PT. MNC

Insurance melawan PT. Bhinneka Sangkuriang Transport dan PT. Maya

Graha Indah85, serta kasus-kasus lainnya, hasil penilaian dari penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) senantiasa menjadi dasar pertimbangan

penanggung dalam memberikan ganti rugi kepada tertanggung, sehingga

nilai ganti rugi juga selalu menjadi permasalahan bagi tertanggung.

82 Frans Lamury, Op. Cit, hlm. 7 83 Putusan Mahkamah Agung Nomor 1169 K/Pdt/2009. 84 Putusan Mahkamah Agung Nomor 1040/K/Pdt/2014. 85 Putusan Mahkamah Agung Nomor 2959/K/Pdt/2015.

Page 88: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

70

Hasil penilaian dari penilai kerugian asuransi (loss adjuster) dalam

kegiatan perasuransian pada dasarnya sangat berperan penting,

mengingat kedudukan, tugas serta kewenangannya. Selain itu,

berdasarkan Pasal 37 ayat (3) Peraturan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan

Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah menentukan bahwa

dalam hal perusahaan atau unit syariah menggunakan perusahaan penilai

kerugian asuransi untuk melakukan penilaian terhadap klaim yang diajukan,

perusahaan atau unit syariah dilarang mengabaikan hasil penilaian

kerugian tanpa didasari argumen yang kuat. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa jika perusahaan asuransi mempergunakan jasa penilai

kerugian asuransi (loss adjuster), maka secara otomatis perusahaan

asuransi terikat untuk selalu mempertimbangkan hasil penilaian dari penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) dalam pengambilan keputusan mengenai

klaim tertanggung.

Berdasarkan hasil penelitian, PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda

1967 telah menerapkan aturan tersebut. Menurut Kepala Seksi Klaim PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967, dalam hal perusahaan

menggunakan jasa penilai kerugian asuransi (loss adjuster), perusahaan

selalu mengikuti hasil penilaian dari penilai kerugian asuransi (loss

adjuster), termasuk nominal ganti rugi yang harus dibayar kepada

Page 89: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

71

tertanggung.86 Untuk lebih memberikan gambaran mengenai keterikatan

perusahaan asuransi terhadap hasil penilaian dari penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) dalam pengambilan keputusan mengenai tindak lanjut atas

klaim tertanggung, berikut ini disajikan skema mengenai hal tersebut,

melalui skema 1. berikut ini.

Skema 1.

Keterikatan Perusahaan Asuransi atas Hasil Penilaian Dari Penilai

Kerugian Asuransi (Loss Adjuster)

86 Wawancara langsung dengan Bapak Reza Anggriyanto selaku Kepala Seksi Klaim

PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 pada tanggal 14 Februari 2018.

Page 90: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

72

Berdasarkan skema 1. tersebut, dapat dilihat bahwa pada saat

tertanggung mengajukan klaim atas kerugian yang ditimbulkan akibat

evenemen yang terjadi dengan dasar perjanjian asuransi, maka disaat yang

bersamaan pula perusahaan asuransi atas dasar perjanjian kerja sama

yang telah diadakan sebelumnya dengan perusaahaan penilai kerugian

asuransi dapat menugaskan perusahaan penilai kerugian asuransi untuk

menangani klaim yang diajukan oleh tertanggung. Penugasan tersebut

pada akhirnya bermuara pada hasil penilaian yang dikeluarkan oleh penilai

kerugian asuransi (loss adjuster). Hasil penilaian tersebut akan menjadi

dasar pertimbangan perusahaan asuransi dalam mengambil keputusan

berkenaan dengan klaim tertanggung, yaitu diterima atau ditolak. Jika

keputusannya adalah diterima, biasanya nominal ganti rugi yang akan

dibayarkan kepada tertanggung hanya akan berdasar pada hasil penilaian

dari penilai kerugian asuransi (loss adjuster).

Terikatnya perusahaan asuransi terhadap hasil penilaian dari penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) dalam pengambilan keputusan mengenai

tindak lanjut atas klaim tertanggung memberikan kesimpulan bahwa penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) juga memiliki tanggung jawab berkenaan

dengan klaim yang diajukan oleh tertanggung. Dalam Pasal 22 Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 70/POJK.05/2016 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan

Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, diatur

Page 91: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

73

mengenai tanggung jawab penilai kerugian asuransi (loss adjuster) yang

menentukan bahwa:

Tenaga Ahli pada Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib bertanggung jawab dalam: a. memastikan kejelasan, kelengkapan dan keakuratan laporan

penilaian ganti rugi berdasarkan data dan informasi yang sudah diperoleh; dan

b. memastikan laporan penilaian ganti rugi asuransi disusun berdasarkan pedoman profesi yang berlaku.

Berdasarkan pasal tersebut diatas, dapat dilihat bahwa penilai kerugian

asuransi (loss adjuster) bertangggung jawab atas penilaiannya, mulai dari

proses penilaian sampai menghasilkan hasil penilaian yang sesuai dengan

pedoman profesi yang berlaku secara umum. Oleh sebab itu, penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) seyogyanya dituntut untuk teliti dan penuh

kehati-hatian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya agar tidak

menimbulkan kerugian bagi tertanggung, mengingat hasil penilaiannya

menentukan keputusan mengenai tindak lanjut atas klaim tertanggung,

yaitu diterima atau ditolak oleh perusahaan asuransi.

Oleh sebab hasil penilaian dari penilai kerugian asuransi (loss adjuster)

menentukan keputusan mengenai tindak lanjut atas klaim tertanggung,

maka jika terjadi kesalahan atas hasil penilaiannya, dan menimbulkan

kerugian terhadap tertanggung, baik dalam hal klaim tertanggung ditolak

maupun klaim tertanggung diterima tetapi nominal ganti rugi tidak sesuai

dengan asas indemnitas, maka penilai kerugian asuransi (loss adjuster)

memiliki tanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam beberapa

peraturan yang khusus mengatur mengenai asuransi, tidak ada satupun

Page 92: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

74

aturan yang mengatur mengenai tanggung jawab penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) jika terjadi kesalahan berkenaan dengan hasil penilainnya.

Akan tetapi, secara umum, lingkup tanggung jawab ganti kerugian

terbagi atas dua tuntutan, yaitu tuntutan ganti kerugian atas dasar

wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan

hukum. Jika tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka

terlebih dahulu ada hubungan kontraktual antara pihak yang menimbulkan

kerugian dengan pihak yang menderita kerugian. Lain halnya dengan

tuntutan ganti kerugian atas dasar wanprestasi, tuntutan ganti kerugian atas

dasar perbuatan melawan hukum87 tidak perlu didahului dengan hubungan

kontraktual.88

Sebelum mengetahui tuntutan ganti kerugian yang tepat bagi penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) atas kesalahan yang terjadi dalam hasil

penilaianya, harus diketahui terlebih dahulu mengenai hubungan hukum

antara tertanggung dengan penilai kerugian asuransi (loss adjuster).

Berkenaan dengan hubungan hukum tersebut, pada skema 1. telah sangat

jelas memberikan gambaran bahwa hubungan hukum antara penilai

kerugian asuransi (loss adjuster) dengan tertanggung merupakan

hubungan hukum tidak langsung, dimana tidak ada perjanjian yang

mengikat secara langsung. Berkenaan dengan tanggung jawab penilai

87 Dalam literatur, perbuatan melawan hukum juga biasa disebut perbuatan melanggar

hukum. Penggunaan kata perbuatan melanggar hukum dapat ditemukan dalam buku yang ditulis oleh Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen.

88Suharnoko, 2014, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Cetakan Ke-8, Kencana, Jakarta, hlm. 117-118.

Page 93: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

75

kerugian asuransi (loss adjuster) atas kerugian yang dialami tertanggung

yang ditimbulkan akibat hasil penilaiannya, maka tuntutan ganti kerugian

yang tepat adalah tuntutan ganti kerugian yang berdasar pada perbuatan

melawan hukum.

Dalam KUH-Perdata, perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal

1365, 1366 dan 1367. Dalam pasal-pasal tersebut, diatur bahwa:

Pasal 1365 Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1366 Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebahkan [sic] kelalaian atau kurang hati-hatinya.

Pasal 1367 Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Berdasarkan ketiga pasal tersebut, dapat dilihat bahwa model tanggung

jawab dari perbuatan melawan hukum yang diatur bebeda satu sama lain.

Dalam Pasal 1365 mengatur perbuatan melawan hukum dengan unsur

kesalahan, baik kesengajaan maupun kelalaian. Dalam Pasal 1366

mengatur perbuatan melawan hukum dengan unsur kelalaian, sedangkan

Pasal 1367 mengatur tangggung jawab atas kerugian yang disebabkan

oleh orang atau benda yang berada dibawah pengawasannya.

Untuk dapat menuntut ganti kerugian kepada penilai kerugian asuransi

(loss adjuster), maka kerugian yang ditimbulkan tersebut harus merupakan

Page 94: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

76

akibat perbuatan melawan hukum. Adapun unsur-unsur perbuatan

melawan hukum antara lain sebagai berikut: 89

1) Ada perbuatan melawan hukum;

2) Ada kerugian;

3) Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dengan

kerugian; dan

4) Ada kesalahan.

Berkenaan dengan unsur ada perbuatan melawan hukum tidak hanya

diartikan sebagai pelanggaran terhadap undang-undang, tetapi dapat pula

berupa:90

1) Melanggar hak orang lain;

2) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat;

3) Berlawanan dengan kesusilaan baik; dan

4) Berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan

dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.

Berkenaan dengan unsur kesalahan, harus terlebih dahulu memenuhi

unsur kesengajaan atau kelalaian, dan tidak ada alasan pembenar atau

alasan pemaaf seperti keadaan memaksa (overmacht), membela diri, tidak

waras, dan lain-lain.91 Unsur kesengajaan dan unsur kelalaian merupakan

dua hal yang berbeda, dimana pada unsur kesengajaan terdapat kesadaran

89 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan

Ke-6, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 130. 90 Ibid. 91 Munir Fuady, 2017, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Cetakan

Ke-5, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 12.

Page 95: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

77

dalam melakukan kesalahan, sedangkan pada unsur kelalaian tidak

terdapat kesadaran. Oleh sebab itu, unsur kesengajaan memiliki derajat

kesalahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan unsur kelalaian. Adapun

elemen-elemen yang harus dipenuhi agar dapat memenuhi unsur

kesengajaan maupun kelalaian antara lain sebagai berikut:

1) Unsur kesalahan:

Adanya kesadaran, adanya konsekuensi dari perbuatan, serta

kesadaran untuk melakukan bukan hanya untuk menimbulkan

konsekuensi, melainkan juga adanya kepercayaan bahwa dengan

tindakan tersebut “pasti” dapat menimbulkan konsekuensi

tersebut.92

2) Unsur kelalaian:

Adanya suatu perbuatan atau mengabaikan sesuatu yang

semestinya dilakukan, adanya suatu kewajiban kehati-hatian (duty

of care), tidak dijalankan kewajiban kehati-hatian tersebut, adanya

kerugian bagi orang lain, serta adanya hubungan sebab akibat

antara perbuatan atau tidak melakukan perbuatan dengan kerugian

yang timbul.93

Sampai saat ini, belum ada kasus dimana penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) melakukan kesalahan atas hasil penilaian dengan unsur

kesengajaan. Akan tetapi, kesalahan atas hasil penilaian dengan unsur

92 Ibid., hlm. 47. 93 Ibid., hlm. 73.

Page 96: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

78

kelalaian pernah terjadi pada kasus PT AMR. PT AMR tidak mendapatkan

ganti rugi yang sesuai dengan kerugian yang benar-benar dialaminya

disebabkan oleh kesalahan loss adjuster sebagai pihak yang telah keliru

dalam memberikan rekomendasi nilai ganti kerugian kepada para

penanggung.94

Berkenaan dengan kelalaian, masih memungkinkan penilai kerugian

asuransi (loss adjuster) melakukan kelalaian dikarenakan tindakan dari

tertanggung yang turut andil sehingga menimbulkan kerugian. Pada kasus

PT. Cahaya Sakti melawan PT. Staco Jasapratama dan PT. Tugu Pratama

Indonesia95, dimana PT. Cahaya Sakti tidak mendapat ganti rugi

dikarenakan penilai kerugian asuransi (loss adjuster) tidak memberikan

hasil penilaian. Penilai kerugian asuransi (loss adjuster) tidak serta merta

dianggap melakukan kelalaian, dikarenakan PT. Cahaya Sakti sendiri yang

tidak memberikan dokemen-dokumen yang dibutuhkan selama proses

penilaian.

Dalam ilmu hukum, dikenal 3 doktrin mengenai kelalaian, antara lain

sebagai berikut:96

1) Kelalaian kontributif (contributory negligence);97

94 Junita Tio Gloria, Pertanggungjawaban Hukum Penilai Kerugian Asuransi (Loss

Adjuster) Terhadap Perhitungan Jumlah Ganti Kerugian yang Harus Dibayarakan Terhadap Tertanggung Sebagaimana Diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, http://repository.unpad.ac.id/16755/1/110110090306_a_5587.pdf, (diakses pada 22 Februari 2018).

95 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 402/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst. 96 Munir Fuady, Perbuatan Melawan…, Op. Cit., hlm. 79. 97 Pihak korban dapat memperoleh ganti rugi hanya jika korban sama sekali tidak ikut

lalai yang berarti tidak ikut berkontribusi terhadap kerugian yang ada.

Page 97: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

79

2) Kelalaian komparatif (comparative negligence);98 dan

3) Kesempatan terakhir (last clear chance)99.

Berkenaan dengan kelalaian penilai kerugian asuransi (loss adjuster),

yang diterapkan adalah doktrin kelalaian kontributif. Hal itu dikarenakan

dalam melakukan proses penilaian sampai menghasilkan hasil penilaian,

tertanggung memiliki kewajiban untuk menyerahkan dokumen-dokumen100

pendukung klaim, yang pada dasarnya dibutuhkan dalam melakukan

penilaian oleh penilai kerugian asuransi (loss adjuster).

Untuk memperoleh ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan oleh

perusahaan penilai kerugian asuransi (loss adjuster) atas kesalahan dalam

penilaiannya, tertanggung dapat pula mengajukan tuntutan kepada

perusahaan asuransi. Tuntutan tersebut dimungkinkan dikarenakan

perusahaan penilai kerugian asuransi (loss adjuster) merupakan pihak

ketiga dalam perjanjian asuransi yang bekerja untuk kepentingan

perusahaan asuransi, dan sebagaimana yang termuat dalam Pasal 29

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 Tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan menentukan bahwa

pelaku usaha jasa keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian

konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/kelalaian pengurus, pegawai

98 Pihak korban dapat memperoleh ganti rugi hanya sebatas kerugian yang ditimbulkan

oleh pelaku. 99 Pihak korban tidak dapat memperoleh ganti rugi jika sebelum timbulnya kerugian ada

kesempatan untuk menghindari perbuatan melawan hukum namun tidak ada upaya yang dilakukan.

100 Dokumen yang dimaksud adalah dokumen-dokumen yang diminta oleh pihak penanggung, seperti laporan penyebab kerugian, foto-foto kerusakan, serta dokumen-dokumen lain yang relevan, yang wajar dan pantas dimintai oleh penanggung.

Page 98: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

80

pelaku usaha jasa keuangan, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk

kepentingan pelaku usaha jasa keuangan. Oleh sebab itu, perusahaan

asuransi juga dapat dimintai pertanggungjawaban jika terjadi kesalahan

penilaian yang dilakukan oleh penilai kerugian asuransi (loss adjuster).

Page 99: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

81

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perlindungan hukum terhadap tertanggung atas penggunaan jasa

penilai kerugian asuransi (loss adjuster) secara yuridis formal telah

sangat kuat dan mampu melindungi tertanggung. Adapun bentuk

perlindungan hukum tersebut termuat dan tersebar dalam beberapa

peraturan otoritas jasa keuangan selaku lembaga yang mengatur

dan mengawasi sektor jasa keuangan.

2. Penilai kerugian asuransi (loss adjuster) bertanggung jawab atas

hasil penilaiannya, mulai dari proses penilaian sampai menghasilkan

hasil penilaian yang sesuai dengan pedoman profesi yang berlaku

secara umum. Oleh sebab itu, jika terjadi kesalahan dalam hasil

penilaiannya sehingga menyebabkan tertanggung menderita

kerugian (dalam hal ini klaim ditolak maupun diterima tetapi tidak

sesuai dengan asas indemnitas), maka penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) juga bertanggung jawab atas kerugian tersebut

sehingga dapat dituntut atas dasar perbuatan melawan hukum.

Khusus untuk perbuatan melawan hukum dengan unsur kelalaian,

penilai kerugian asuransi (loss adjuster) hanya bertanggung jawab

jika pihak tertanggung juga tidak lalai dalam memberikan dokumen-

dokumen yang dibutuhkan penilai kerugian asuransi (loss adjuster).

Page 100: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

82

B. Saran

1. Perusahaan asuransi sebaiknya memperjanjikan penggunaan jasa

penilai kerugian asuransi (loss adjuster) secara lebih jelas dalam

polis yang diterbitkan serta sebaiknya penunjukan perusahaan

penilai yang berdasar pada kesepakatan bersama agar dikemudian

hari tidak timbul sengketa yang mempersoalkan nilai ganti rugi

dikarenakan telah ada klausula penunjukan penilai kerugian

asuransi (loss adjuster) untuk melakukan penilaian.

2. Tertanggung sebaiknya tidak perlu khawatir jika perusahaan

asuransi mempergunakan jasa penilai kerugian asuransi (loss

adjuster) dalam menangai klaim dikarenakan penilai kerugian

asuransi (loss adjuster) bersifat independen dan tidak berafiliasi

dengan perusahaan asuransi. Selain itu, tertanggung juga

diharapkan dengan segera memenuhi dokumen-dokumen yang

diminta oleh perusahaan asuransi agar penilai kerugian asuransi

(loss adjuster) dapat melakukan penilaian dengan cepat dan benar

sehingga proses klaim dapat diselesaikan dengan cepat pula.

Page 101: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdulkadir Muhammad. 1999. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Agus Yudha Hernoko. 2010. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana.

Ahmadi Miru dan Sakka Pati. 2008. Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW. Jakarta: Rajawali Pers.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Rajawali Pers.

Angger Sigit Pramukti dan Andre Budiman Panjaitan. 2016. Pokok-Pokok Hukum Asuransi. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. 1978. Simposium Tentang Hukum Asuransi. Bandung: Binacipta.

Chairul Huda dan Lukman Hakim. 2006. Tindak Pidana dalam Bisnis Asuransi. Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia.

Panggabean, H. P. 2012. Praktik Standard Contract (Perjanjian Baku) dalam Perjanjian Kredit Perbankan. Bandung: Alumni.

Purwosutjipto, H.M.N. 1984. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 7. Jakarta: Djambatan.

Iting Partadireja. 1978. Pengetahuan dan Hukum Dagang. Jakarta: Erlangga.

Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang. 1993. Hukum Asuransi: Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian. Bandung: Alumni.

Man Suparman Sastrawidjaja. 2003. Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga. Bandung: Alumni.

Mariam Darus Badrulzaman. 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan. Bandung: Alumni.

Page 102: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

Munir Fuady. 2014. Konsep Hukum Perdata. Jakarta: Rajawali Pers.

__________. 2017. Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Siahaan, N. H. T. 2005. Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggungjawab Produk. Jakarta: Panta Rei.

Soerjatin, R. 1976. Hukum Dagang I dan II. Jakarta: Pradnya Paramita.

Suharnoko. 2014. Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus. Jakarta: Kencana.

Penelitian Ilmiah:

Anna Muli Ludy, dkk. 2016. “Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Penilai Kerugian Asuransi dalam Industri Asuransi Di Indonesia”. Diponegoro Law Journal Volume 5 Nomor 3 Tahun 2016. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Faris Danar Saputro. 2008. “Tanggung Jawab Hukum PT. Asuransi Jasa Indonesia Dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Pengangkutan Barang di Laut (Studi Kasus di PT. Asuransi Jasa Indonesia Cabang Surakarta)”. Skripsi. Sarjana Hukum. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Frans Lamury. 2014. “Timbulnya Sengketa Asuransi”. Indonesia Arbitration Quarterly Newsletter Volume 6 Nomor 2 Juni 2014. Jakarta: Badan Arbitrase Nasional Indonesia.

Sri Wahyuni S. 2016 “Perlindungan Hukum Internet Service Provider Terhadap Penyalahgunaan Sistem Secure Socket Shell oleh Pengguna Layanan Jasa Telekomunikasi”. Skripsi. Sarjana Hukum. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Makassar.

Peraturan Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Page 103: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 68/POJK.05/2016 Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 70/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.

Putusan Pengadilan:

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 402/Pdt.G/2007//PN.Jkt.Pst Tentang Kasus Wanprestasi antara PT. Cahaya Sakti Melawan PT. Staco Jasapratama dan PT. Tugu Pratama Indonesia.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1169 K/Pdt/2009 Tentang Kasus Wanprestari antara PT. Asuransi Sinar Mas Cabang Batam Melawan PT. Orchid Mas.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1935 K/Pdt/2012 Tentang Kasus Wanprestasi antara PT. Asuransi Harta Aman Pratama, Tbk. Melawan PT. Pelayaran Manalagi.

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 772/Pdt.G/2014/PN.SBY Tentang Permohonan Pembatalan Putusan Majelis Arbitrase Ad Hoc Nomor 014/ARB-ADHOC/GRSJ-JSDO/II/2014 oleh Handoko Mintojo

Page 104: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …

Rahardjo Terhadap PT. Asuransi Jasa Indonesia Pusat Cq. Asuransi Jasa Indonesia Cabang Surabaya.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1040/K/Pdt/2014 Tentang Kasus Wanprestasi antara Samrida Melawan PT. Asuransi Adira Dinamika.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 2959/K/Pdt/2015 Tentang Kasus Wanprestasi antara PT. MNC Asuransi Indonesia Melawan PT. Bhinneka Sangkuriang Transport dan PT. Maya Graha Indah.

Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 273/PDT/2017/PT.MDN Tentang Kasus Wanprestasi antara PT. Pupuk Subur Makmur Melawan PT. Asuransi Wahana Tata Cabang Medan, PT. Satria Dharma Pusaka Crawford THG dan PT. Bank Mandiri Cabang Medan.

Internet:

Anonim, Bab II Tinjauan Pustaka, http://digilib.unila.ac.id/4441/12/BAB %20II.pdf, (diakses pada 7 Oktober 2017).

Anonim, Perasuransian, http://aca.co.id/cmsprd/uploads/3% 20Perasuransian%20-Universitas%201503419184.pdf, (diakses pada 4 Maret 2018).

Junita Tio Gloria, Pertanggungjawaban Hukum Penilai Kerugian Asuransi (Loss Adjuster) Terhadap Perhitungan Jumlah Ganti Kerugian yang Harus Dibayarakan Terhadap Tertanggung Sebagaimana Diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, http://repository.unpad.ac.id/16755/1/110110090306_a_5587.pdf, (diakses pada 22 Februari 2018).

Kontan, Soal Klaim Didominasi Pengaduan Asuransi, http://keuangan.kontan.co.id/news /soal-klaim-dominasi-pengaduan-asuransi, (diakes pada 4 Maret 2018).

Lilik Fadhilah. Peran Dan Fungsi Penilai Kerugian (Loss Adjuster) Dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Kerugian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Studi Kasus Pada Pt Pramayasa Vaisha Adjuster). http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php ?mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=108413&ftyp=potongan&potongan=S1-2017-282811-conclusion.pdf&. (diakses pada 5 Oktober 2017).

Page 105: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …
Page 106: SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG …