skripsi kekuatan otot pada pasien pasca stroke …repository.stikes-bhm.ac.id/156/1/9.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN PASCA STROKE ISKEMIK
DI RSUD DR. HARJONO PONOROGO
DISUSUN OLEH : ANNISA’USH SHOLIHAH
NIM 201302059
PRODI KEPERAWATAN STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
ii
SKRIPSI
PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN PASCA STROKE ISKEMIK
DI RSUD DR. HARJONO PONOROGO
Dianjukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
DISUSUN OLEH : ANNISA’USH SHOLIHAH
NIM 201302059
PRODI KEPERAWATAN STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
iii
iv
v
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Annisa’ush Sholihah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Ngawi, 24 Januari 1996
Agama : Islam
Alamat : Dsn. Ngale RT 012 RW 01 Ds. Ngale
Kec. Paron Kab. Ngawi
No. Hp/Wa : 085735788823
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. MI PSM NGALE
2. SMP Negeri 4 NGAWI
3. SMA Negeri 1 KEDUNGGALAR
4. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Riwayat Pekerjaan : Belum pernah bekerja
vii
MOTTO
Tak selamanya kau berada dalam keadaan seperti ini Berdiri tegap dan terlihat sangat kokoh, tetapi Suatu saat kau akan merasakan rasanya terjatuh Tinggal tindakan apa yang akan kau pilih Bangkit atau terpuruk! Hidup itu adalah pilihan Live is choise
viii
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT atas segala nikmat serta kelimpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu terlimpah kepada junjungan Nabi Muhammad Saw.
Dengan terselesainya skripsi ini, penulis persembahkan skripsi ini untuk : Alm. Mbah Kung, yang selalu mengatakan ingin melihat salah satu cucunya
menjadi petugas kesehatan. Terimakasih mbah kung atas dukungannya, semoga selalu ditempatkan tempat sebaik-baiknya disisi Allah SWT. Aamiin.
Kedua orang tuaku, Babe dan Ibu yang telah memberikan kesempatan untuk sekolah kejenjang lebih tinggi ini, terima kasih yang tak terhingga atas segala do’a, dukungan dan kasih sayang yang telah engkau berikan, sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dengan gelar sarjana.
Kakakku : Mas Alfan, Mbak Tika , tiada hal yang paling indah saat berkumpul, yang selalu di selingi oleh pertengkaran-pertengkaran kecil, dan selalu memberi ejekan ”anak hansip” karena anak nomer 3 yang tidak diakui negara gara-gara dua anak cukup hehe. Terima kasih atas do’a dan dukungan, dan bantuannya selama ini, hanya karya tulis ini yang aku persembahkan untuk kalian.. Maaf belum bisa menjadi adek yang baik untuk kalian, dan selalu membuat jengkel kalian.
Made Yudi Setiawan, terima kasih atas do’a, dukungan, kasih sayang, perhatian dan kesabaranmu yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga selalu menjadi sesuatu yang aku semogakan. Aamiin.
Ibu Sesaria Betty, S.Kep., M. Kes dan Ibu Sunarsih S.ST., MM. Kes, selaku dosen pembimbing yang tak sekedar membimbing, tapi memberikan semanagt dan motivasi yang sangan besar sehingga skripsi ini terselesaikan. Terima kasih banyak atas kesabaran ibu selama membimbing saya yang banyak kekurangan dan kelalaian
Seluruh Dosen Keperawatan dan staf Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun. Terima kasih banyak semua ilmu, pengalaman, dan bantuan yang telah kalian semua berikan kepada kami.
Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2013 dan khususnya Siela, Eka, Zefri, dan Ari cucuk atas kerja sama dan motivasinya. Serta Teman-teman geng Nusa Indah, terimakasih banyak telah memberikan motivasi dan dukungannya. Selamat berjuang untuk masa depan dan cita-cita kalian. Fighting!
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehinggga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot di RSUD Dr Harjono Ponorogo”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu persyaratan dalam mencapai gelat Sarjana
Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Bhakti
Husada Mulia Madiun.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa rangka kegiatan
penyusunan skripsi ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan banyak
bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis. Untuk itu, dalam
kesesmpatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
:
1. Dr. Made Jeren, Sp. THT selaku direktur RSUD Dr. Harjono
Ponorogo yang telah meemberikan ijin selama proses pengambilan
data.
2. Tohari, S. Kep., Ns selaku kepala ruangan dan seluruh perawat yang
telah memberikan ijin serta kerjasamanya selama proses pengambilan
data.
3. Zaenal Abidin, SKM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
4. Mega Arianti P, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
5. Sesaria Betty M, S.Kep., M.Kes selaku pembimbing I yang telah
meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
x
xi
ABSTRAK
Annisa’ush Sholihah
PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN
OTOT PADA PASIEN PASCA STROKE ISKEMIK DI RSUD Dr. HARJONO PONOROGO
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak secara mendadak, keluhan kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang disertai kesemutan. Oleh karena itu, pasien stroke memerlukan rehabilitasi yang tepat dan cepat yaitu mobilisasi dini dengan latihan rentang gerak sendi/latihan ROM. Sehingga dapat mencegah kelemahan otot-otot, mempertahankan/memelihara kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
Jenis penelitian ini adalah analitik kuantitatif dengan pra-eksperiment (one grups pra-post test) design. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 16 responden. Analisa yang digunakan Uji Paired Sample T Test.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh mobilisasi dini terhadap peningkatan kekuatan otot berupa peningkatan kekuatan otot dimana rata-rata kekuatan otot sebelum diberikan mobilisasi dini 1,75 menjadi 3,31 setelah diberikan mobilisasi dini. Analisa uji Paired Sample T Test didapat nilai Significancy 0,000 (p < 0,1).
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan mobilisasi dini dapat menjadi salah satu upaya dalam peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik.
Kata Kunci : Stroke, mobilisasi dini, kekuatan otot
xii
ABSTRACT
Annisa’ush Sholihah
EFFECT OF EARLY MOBILIZATION TO ENHANCEMENT MUSCLE
STRENGTH IN ISCHEMIC POST-STROKE PATIENTS IN Dr. HARJONO PONOROGO HOSPITAL
Stroke is a disorder of the blood circulation of the brain that causes sudden
neurological deficits as a result of abrupt ischemia or hemorrhage of cerebral nerve circulation, paralysis complaints on one side of the body or paralysis on one side of the body accompanied by tingling. Therefore, stroke patients require prompt and rapid rehabilitation ie early mobilization with exercise range of motion joints/ROM exercises. So as to prevent muscle weakness, maintain muscle strength and prevent joint stiffness. The purpose of the research was to the influence of early mobilization to increase muscle strength in patients post-stroke ischemic in Dr. Harjono Ponorogo Hospital.
The kind of research was quantitative analytisc with pra eksperiment (one group pre-post test) design. The sampling technique was total sampling, the number of the samples were 16 respondents. The data analysis used was Paired Sample T test analysis.
The results of this research showed that there was significant influence of early mobilization to increase muscle strength. The mean of muscle strength before given early mobilization 1,75 and after given early mobilization 3,31. Paired Sample T test analysis average significancy 0,000 (p < 0,1).
Based on the research result, it is expected early mobilization can be one means in creasing enhancement muscle strength in patients post-stroke ischemic. Keywords : Stroke, early mobilization, enhancement muscle strength
xiii
DAFTAR ISI
Sampul Depan ......................................................................................................... i Sampul Dalam ........................................................................................................ ii Lembar Persetujuan ............................................................................................... iii Lembar Pengesahan .............................................................................................. iv Lembar Pernyataan .................................................................................................. v Riwayat Hidup ...................................................................................................... vi Motto .................................................................................................................... vii Persembahan ....................................................................................................... viii Kata Pengantar ...................................................................................................... xi Abstrak ................................................................................................................ xiii Daftar isi ............................................................................................................. xvi Daftar Tabel ....................................................................................................... xvii Daftar Gambar ................................................................................................... xviii Daftar Lampiran .................................................................................................. xix Daftar Singkatan .................................................................................................... xx BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 7
1.5 Keaslian Penelitian ........................................................................................... 8
1.6 Perbedaan Penelitian ........................................................................................ 8
BAB 2 TINJAUN PUSTAKA 2.1 Konsep Mobilisasi Dini ................................................................................... 9
2.1.1 Pengertian ............................................................................................... 9
2.1.2 Jenis Mobilisasi .................................................................................... 10
2.1.3 Rentang Gerak ...................................................................................... 11
2.1.4 Manfaat Mobilisasi Dini ....................................................................... 22
2.1.5 Tujuan Mobilisasi Dini ......................................................................... 22
2.1.6 Indikasi ................................................................................................. 23
2.1.7 Kontraindikasi ....................................................................................... 23
2.1.8 Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi Dini ................................ 23
2.1.9 Faktor-faktor Mempengaruhi Mobilisasi .............................................. 24
xiv
2.2 Fisiologi Otot Rangka ...................................................................................... 25
2.2.1 Mekanisme Kontraksi Otot ................................................................... 25
2.2.2 Kontraksi Otot pada Kekuatan Berbeda-beda ...................................... 26
2.2.3 Remodelling Otot untuk Penyesuaian Fungsi ....................................... 27
2.3 Konsep Kekuatan Otot .................................................................................... 30
2.3.1 Pengertian Kekuatan Otot ..................................................................... 30
2.3.2 Memeriksa dan Menentukan Derajat Kekuatan Otot ........................... 30
2.4 Konsep Stroke ................................................................................................. 33
2.4.1 Pengertian Stroke .................................................................................. 33
2.4.2 Etiologi ................................................................................................. 34
2.4.3 Manifestasi Klinik ................................................................................ 36
2.4.4 Patofisiologi .......................................................................................... 38
2.4.5 Klasifikasi Stroke .................................................................................. 41
2.4.6 Penatalaksanaan Medis ......................................................................... 41
2.4.7 Penatalaksanaan Keperawatan .............................................................. 42
2.4.8 Pemeriksaan Diagnosis ......................................................................... 43
2.4.9 Dampak Stroke ..................................................................................... 44
2.4.10 Rehabilitasi ......................................................................................... 46
2.5 Kerangka Teori ................................................................................................ 48
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ...................................................................................... 49 3.2 Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 50
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 51 4.2 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 52
4.2.1 Populasi ................................................................................................ 52
4.2.2 Sampel .................................................................................................. 52
4.2.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi .................................................................. 55
4.3 Teknik Sampling ............................................................................................. 54
4.4 Kerangka Kerja Penelitian .............................................................................. 54
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................................. 56
4.6 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 58
xv
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 60
4.8 Prosedur Penelitian Data ................................................................................. 60
4.9 Teknik Analisa Data ........................................................................................ 62
4.10 Etika Penelitian ............................................................................................. 65
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian .................................................................... 67 5.2 Karakteristik Responden ................................................................................. 68
5.2.1 Karakteristik Pasien Pasca Stroke Iskemik Berdasarkan Umur ........... 68
5.2.2 Karakteristik Pasien Pasca Stroke Iskemik Berdasarkan Jenis
Kelamin ................................................................................................ 68
5.2.3 Karakteristik Pasien Pasca Stroke Iskemik Berdasarkan Pendidikan ... 69
5.2.4 Karakteristik Pasien Pasca Stroke Iskemik Berdasarkan Pekerjaan .... 70
5.3 Hasil Penelitian ............................................................................................... 70
5.3.1 Skala Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke Iskenik Sebelum
Tindakan ............................................................................................... 71
5.3.2 Skala Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke Iskenik Setelah
Tindakan ............................................................................................... 71
5.3.3 Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot
Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik ........................................................ 72
5.4 Pembahasan ..................................................................................................... 73
5.4.1 Skala Kekuatan Otot Sebelum Tindakan .............................................. 74
5.4.2 Skala Kekuatan Otot Setelah Tindakan ................................................ 76
5.4.1 Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada
Pasien Pasca Stroke Iskemik ................................................................. 78
5.5 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 82
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 84 6.2 Saran ................................................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penilaian skala kekuatan otot ........................................................... 32 Tabel 4.1 Definisi operasional variabel .......................................................... 57 Tabel 5.1 Tendensi sentral berdasarkan umur pasien stroke di RSUD
Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017 ............................. 68 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin pasien stroke di
RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017 ................. 69 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan pasien stroke di
RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017 ................. 69 Tabel 5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan pasien stroke di
RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017 ................. 70 Tabel 5.5 Tendensi sentral berdasarkan skala kekuatan otot pada pasien
pasca stroke iskemik sebelum pemberian mobilisasi dini pada responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017 .............................................................................. 71
Tabel 5.6 Tendensi sentral berdasarkan skala kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik setelah pemberian mobilisasi dini pada responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017 .................................................................................... 71
Tabel 5.7 Uji Normalitas Data Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik di RSUD Dr Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017 ................................................................................... 72
Tabel 5.8 Analisa Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik di RSUD Dr Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017 ................................................ 73
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan .................................... 14 Gambar 2.2 Fleksi dan Ekstensi Siku ............................................................. 14 Gambar 2.3 Pronasi dan Supnasi Lengan Bawah ........................................... 15 Gambar 2.4 Pronasi dan Fleksi Bahu .............................................................. 15 Gambar 2.5 Abduksi dan Adduksi Bahu ......................................................... 16 Gambar 2.6 Rotasi Bahu ................................................................................. 17 Gambar 2.7 Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari ........................................................ 17 Gambar 2.8 Inversi dan Eversi Kaki ............................................................... 18 Gambar 2.9 Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki ......................................... 19 Gambar 2.10 Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan .................................. 19 Gambar 2.11 Rotasi Pangkal Paha Lutut ........................................................ 20 Gambar 2.12 Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha ......................................... 20 Gambar 2.12 Kerangka Teori .......................................................................... 48 Gambar 3.1 Gambar Kerangka Konsep .......................................................... 49 Gambar 4.1 Desain Penelitian ......................................................................... 51 Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian .......................................................... 54
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Pencarian Data Awal Lampiran 2 : Surat Jawaban Pencarian Data Awal Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian Lampiran 4 : Surat Jawaban Izin Penelitian Lampiran 5 : Lembar Permohonan Responden Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Responden Lampiran 7 : Lembar Data dan Observasi Lampiran 8 : SOP Mobilisasi Lampiran 9 : Tabulasi Data Lampiran 10 : Data Tendensi Sentral dan Distribusi Frekuensi Lampiran 11 : Hasil Uji Normalitas Lampiran 12 : Hasil Uji Peired T test Lampiran 13 : Dokumentasi Lampiran 14 : Jadwal Penyusunan Skripsi Lampiran 15 : Lembar Revisi Proposal Skripsi Lampiran 16 : Lembar Revisi Skripsi Lampiran 17 : Lembar Konsul Skripsi
xix
DAFTAR SINGKATAN
AHA : American Heart Asosiation EEG : Electroencephalography MMT : Manual Muscle Testing MRI : Magnetic Resonance Imaging Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar ROM : Range Of Motion RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah TIA : Transient Ischemia Attack TIK :Tekanan Intrakranial WHO : World Health Organization
xx
DAFTAR ISTILAH Abduksi : Gerakan mendekati tubuh. Adduksi : Gerakan menjauhi tubuh. Afasia : Tidak dapat berbicara (gangguan berbicara). Aneurisma : Pelebaran abnormal pada pembuluh darah. Angiografi serebral : Pemeriksaan terhadap pembuluh darah. Ankilosa : Kekakuan pada sendi (gangguan pada sendi). Anoksia cerebral : Kurangnya suplai oksigen pada otak. Anonimity : Tanpa nama. Antikoagulan : Obat yang dipakai untuk menghambat pembekuan
darah. Antitrombotik : Obat untuk menghambat pembentukan trombi
(gumpalan darah). Aparaksia : Suatu kondisi dimana seseorang tidak bisa
melakukan gerakan yang kita minta. Atherosklerotis : Penyempitan dan pengerasan di dalam pembuluh
darah arteri akibat pengendapan kolestrol dan zat lemak lainnya.
Atrofi : Proses fisiologi umum penyerapan kembali dan kerusakan jaringan.
Cleaning : Pembersihan data. Coding : Pemberian kode pada data. Cofidentiality : Kerahasiaan Dekubitus : Kematian kulit sampai jaringan bawah kulit. Diabilitas : Keterbatasan diri. Disartria : Kesulitan mengendalikan atau mengkoordinasi
otot yang di gunakan. Disfagia : Kesulitan menelan. Dislokasi : Cidera pada sendi (tulang bergeser dari posisi
normal). Diuretik : Obat untuk meningkatkan pengeluaran urine. Edema serebral : Peningkatan jumlah air yang terkandung di dalam
otak. Editing : Pemeriksaan data Ekstensi : Gerakan untuk meluruskan. Embolisme : Penyumbatan pembuluh darah di berbagai bagian
tubuh. Ensefalitis : Peradangan pada jaringan otak setempat (lokal)
atau seluruhnya (difus) Eversi : Gerakan memiringkan telapak kaki ke luar tubuh Fleksi : Gerakan menekuk atau membengkokkan. Frontal : Kepala bagian depan (kening). Hemiparese : Kondisi dimana terjadi kelemahan pada
sebelah atau sebagian kanan/kiri tubuh (tak sepenuhnya lumpuh).
xxi
Hemiplegi : Kondisi dimana terjadi kelemahan pada sebelah atau sebagian kanan/kiri tubuh (tak dapat bergerak).
Herniasi : Kondisi jaringan otak berubah atau berpindak di karenakan peningkatan tekanan intrakranial.
Hipoksia : Kondisi jaringan kekurangan oksigen. Hipoperfusion sistemik : Penurunan aliran darah ke seluruh tubuh. Infark serebral : Kurangnya suplai darah ke otal. Informed consent : Lembar persetujuan. Intelektual kortikal : Kerusakan memori otak. Intraserebral : Perdarahan yang berasal dari parenkim otak dan
bukan disebabkan oleh trauma. Inversi : Gerakan memiringkan telapak kaki ke dalam tubuh Iskemia : Ketidakcukupan suplai darah ke jaringan atau
organ tubuh. Kongesif : Kegagalan jantung dalam memompa darah yang
dibutuhkan tubuh. Nekrosis : Kematian jaringan. Non hemoragik : Terhentinya aliran darh kebagian otak akibat
tersumbatnya pembluh darah. Non reversibel : Tidak dapat dirubah Poliomeilitis : Penyakit yang di sebabkan oleh virus dan
menyebabkan kelumpuhan otot. Pra-Eksperimental : Salah satu rancangan penelitian. Pronasi : Gerakan menelungkupkan tangan. Processing atau entry data : Proses untuk mengubah data menjadi informasi. Purposive sampling : Teknik pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Range Of Motion : Latihan rentang gerak Reversible : Dapat diubah. Rotasi : Gerakan dengan cara memutar. Significancy : Penerimaan kesalahan. Supinasi : Gerakan menengadahkan tangan. The silent killer : Penyakit yang timbul hampir tanpa adanya gejala
awal namun menyebabkan kematian. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena. Volunteer : Gerakan yang terjadi secara sadar.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal
dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain : kelumpuhan wajah
atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin
perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Didefinisikan sebagai
stroke jika pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh tenaga kesehatan
(dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita penyakit stroke
oleh pelayan kesehatan tetapi pernah mengalami secara mendadak keluhan
kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang
disertai kesemutan atau baal satu sisi tubuh atau mulut menjadi mencong tanpa
kelumpuhan otot mata atau bicara pelo atau sulit bicara/komunikasi dan atau tidak
mengerti pembicaraan (Kementrian Kesehatan, 2013).
Stroke di bagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik (non hemoragik) dan
stroke hemoragik. Klasifikasi stroke, proporsi stroke iskemik lebih besar dari pada
stroke hemoragik, yaitu 80-86% stroke iskemik dan 15-20% stroke hemoraik
(Price; Wilson, 2006). Peneliti hanya akan meneliti jenis stroke iskemik (non
hemoragik) adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Nurarif; Hardhi, 2015). Bagi yang
bertahan hidup memerlukan perhatian besar baik pasien, keluarga dan masyarakat,
2
pasien akan mengalami hambatan kemampuan fungsional mulai dari aktivitas
untuk bergerak, kegiatan sehari-hari, berkomunikasi dan mengurus diri sendiri.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya permasalahan pascaserangan stroke
diperlukan usaha rehabilitasi secara terus menerus yang sudah bisa dimulai dari
tahap dini. Makin cepat dilakukan rehabilitasi makin besar kemungkinan
pengembangan fungsinya, juga menghindari kemungkinan komplikasi akibat
imobilisasi (Harun; Saiful, 2013).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit
jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang.
Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga
meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015).
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah (American
Heart Association, 2014).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013,
prevalensi stroke di Indonesia mencapai 12,1%. Diantara semua jenis penyakit
yang tinggi prevalensinya, stroke merupakan penyakit yang datanya paling pesat
peningkatannya. Pada tahun 2007 prevalensinya berkisar pada angka 8,3%.
Jumlah ini meningkat tajam pada tahun 2013 menjadi 12,1%. Provinsi dengan
prevalensi stroke tertinggi yaitu DI Yogyakarta (16,9%). Sulawesi Tengah
(16,6%), dan disusul oleh Jawa Timur dengan prevalensi (16,0%) (Kementrian
Kesehatan, 2013). Tahun 2014 prevalensi stroke di Kabupaten Ponorogo 4,23%
(Dinkes Ponorogo, 2015). Berdasarkan data rekam medis di RSUD Dr. Harjono
Ponorogo pada tahun 2012 jumlah pasien stroke 2098, pada tahun 2013 jumlah
3
pasien stroke 2494, pada tahun 2014 jumlah pasien stroke 5530. Dan data yang
diperoleh peneliti bulan Januari sampai Februari 2017 terdapat pasien stroke rawat
inap 120 orang (rekam medis di RSUD Dr. Harjono Ponorogo, 2017).
Stroke adalah gangguan perfusi jaringan otak yang diakibatkan oklusi
(sumbatan), embolisme serta perdarahan (patologi dalam otak itu sendiri bukan
karena faktor luar) yang mengakibatkan gangguan permanan atau semantara.
Berat ringannya tergantung pada pembuluh darah yang terkena dan organ yang
divaskularisasi. Demikian juga tanda dan gejala juga tergantung pusat mana yang
mengalami gangguan perfusi, iskemia, atau nekrosis. Persoalan pokok pada stroke
adalah gangguan peredaran darah pada regio otak tertentu. Gangguan bisa di
akibatkan oleh karena hambatan atau oleh karena perdarahan. Apapun
penyebabnya apakah trombosis, emboli atau perdarahan akan menimbulkan
permasalahan yang sama yaitu iskemia. Dari ke empat penyebab tersebut
menimbulkan masalah yang sama, yaitu penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir, memori,
bicara, sensasi atau sesuai pusat mana yang mengalami kerusakan (Harun; Saiful,
2013).
Penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan
sementara gerakan. Penderita stroke membutuhkan program rehabilitas untuk
meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan pascaserangan stroke, salah satu
bagian rehabilitasi adalah melakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini dengan
latihan pasif dan aktif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi dan
mencegah terjadinya gangguan pada mobilitas persendian yang diakibatkan oleh
4
kontraktur dan perlengketan jaringan dan mempercepat kemampuan gerak dan
fungsi yang dapat mengakibatkan peningkatan kemampuan fungsional pasca
stroke. Mobilisasi secara pasif yaitu : mobilisasi dimana pasien dalam
menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total atau
keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh
dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain. Stroke mungkin
menampakkan gejala, mungkin juga tidak (stroke tanpa gejala disebut silent
stroke), tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan. Sekitar 90% pasien yang
terserang stroke tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan setengah badan
mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk
kemandirian (Kozier, 2005).
Dengan memberikan mobilisasi dini dapat meningkatkan kekuatan otot
karena dapat menstimulasi motor unit yang terlibat maka akan terjadi peningkatan
kekuatan otot, dan kerugian pasien hemiparese bila tidak segera di tangani maka
akan terjadi kecacatan yang permanen (Potter; Perry, 2009). Kekuatan otot
menurut Wuest and Bucher merupakan komponen dasar untuk dapat melakukan
aktivitas fisik sehari-hari secara fungsional. Kekuatan menurut Lubis adalah
sebagai kemampuan sistem neuromuskular untuk menghasilkan sejumlah tenaga,
sehingga mampu melawan tahanan eksternal. Otot yang kuat memberi dukungan
stabilisasi dan keseimbangan di samping akan mampu melakukan gerakan yang
spesifik, sehingga untuk memperoleh kekuatan otot yang optimal diperlukan
program latihan tertentu yang disesuaikan dengan kondisi fisik dan tujuan latihan
5
(Wuest and Bucher, 2009; Lubis, 2012 dalam Bambang, 2016). Program latihan
fisik yang disusun bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot sebab kekuatan
otot menurut Lubis akan menentukan kemampuan biomotor lain seperti daya
tahan, keseimbangan, kecepatan dan koordinasi gerak, sehingga secara fungsional
tingkat kekuatan otot tertentu akan mempengaruhi kemampuan fungsional
motorik sehari-hari (Lubis, 2012 dalam Trisnowiyanto, 2016).
Tujuan rehabilitasi dini pada kasus stroke adalah dapat memperbaiki dan
mengembalikan kemandirian dari pasien stroke seperti aktivitas fungsional,
mental dan fungsi emosional (Elizabeth Lee et al, 2010 dalam Kusumawardana,
2011). Salah satu rehabilitasi yang dilakukan adalah mobilisasi dini yang dapat
dilakukan setelah pasien dirawat dalam kurun waktu 24 jam sampai 14 hari pasca
serangan, dikarenakan pada masa ini tingkat kerusakan yang terjadi belum parah.
Mobilisasi dini bertujuan agar kecacatan akibat serangan stroke dapat seminimal
mungkin dan fungsional yang masih tersisa pada penderita dilatih untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan yang terbaik adalah dapat bekerja
kembali, dengan pola gerak yang mendekati normal. Mobilisasi dini yang
dilakukan dengan benar akan memberikan hasil yang baik pasca serangan stroke
(Bernhardt J et al, 2010 dalam Kusumawardana, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aini (2013), untuk mengetahui
pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pasien hemiparese
post stroke di RSUD Moewardi Surakarta. Rata-rata perbaikan MMT (Manual
Muscle Testing) berkisar antara 1.025 sampai 1.308 (IK 95%). Analisis uji Paired
Sample T Test didapatkan nilai Significancy 0,005 (p<0,05), menunjukkan bahwa
6
ada perbedaan nilai kekuatan otot antara sebelum dan setelah dilakukan latihan
ROM selama 7 hari dengan frekuensi latihan 1 kali sehari.
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka peneliti mengangkat judul
“pengaruh mobilisasi dini terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca
stroke iskemik”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan
“Adakah Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada
Pasien Pasca Stroke Iskemik Di RSUD dr. Harjono Ponorogo?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Iskemik Di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik sebelum
di berikan mobilisasi dini di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
2) Mengidentifikasi kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik setelah di
berikan mobilisasi dini di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
3) Untuk menganalisis pengaruh antara mobilisasi dini terhadap peningkatan
kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik.
7
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
1) Bagi Civitas Akademika Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
Dari segi pengamban ilmu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan untuk
kemajuan profesi keperawatan dalam bidang pengetahuan dan teknologi.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Pasien Stroke
Memberikan informasi tentang mobilisasi dini kepada pasien stroke agar
dapat melaksanakan praktik mobilisasi dan dapat menghindari
kemungkinan komplikasi akibat imobilisasi.
2) Bagi Perawat RSUD dr. Harjono Ponorogo
Memberikan masukan pada profesi keperawatan untuk meningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDM) perawat dengan memperbanyak pelatihan –
pelatihan tentang mobilisasi dini pada pasien stroke.
3) Bagi Peneliti
Dapat digunakan sebagai data dasar, acuan, atau informasi untuk
penelitian selanjutnya sebagai refrensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu :
1) Aini (2013) yang berjudul “Pengaruh Latihan ROM Terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Post Stroke di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta”. Desain penelitian pre eksperiment, menggunakan sampel
8
pasien hemiparese post stroke 30 orang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada perbedaan nilai kekuatan otot antara sebelum dan setelah
dilakukan latihan ROM selama 7 hari dengan frekuensi latihan 1 kali
sehari.
2) Roechana (2014) yang berjudul “Perbedaan Tingkat Kekuatan Otot Pasien
Stroke Yang Diberikan ROM Dengan Terapi Oukup di RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang”. Desain penelitian pre eksperiment, menggunakan
sampel 15 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan
tingkat kekuatan otot penderita stroke yang diberi ROM dengan terapi
oukup.
1.6 Perbedaan Penelitian
Perbedaan dari dua penelitian diatas yaitu perbedaan tempat penelitian,
perbedaan salah satu variabel dalam penelitian diatas. Pada pebelitian ini variabel
independen mobilisasi dini dan variabel dependen peningkatan kekuatan otot pada
pasien pasca stroke iskemik. Tempat penelitian di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
Desain penelitian analitik kuantitatif dengan pendekatan pra-eksperimental (one
grups pra-post test), teknik sampling yang digunakan purposive sampling. Tujuan
penelitian ini untuk mengidentifikasi kekuatan otot pada pasien pasca stroke
iskemik sebelum dan setelah di berikan mobilisasi dini di RSUD Dr. Harjono
Ponorogo selama 7 hari dengan frekuensi latihan 2 kali sehari.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Mobilisasi Dini
2.1.1 Pengertian Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin
berjalan. Menurut Carpenito (2000 dalam Marlitasari 2010), mobilisasi dini
merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu
esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari defenisi diatas dapat
disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah upaya mempertahankan kemandirian
sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan
fungsi fisiologis.
Aktivitas dan mobilsasi didefinisikan sebagai suatu aksi energrtik atau
keadaan bergerak. Semua manusia yang normal memerlukan kemampuan untuk
dapat bergerak. Kehilangan kemampuan bergerak walaupun dalam waktu yang
singkat memerlukan tindakan tertentu yang tepat, baik oleh pasien maupun
perawat. Dalam keperawatan untuk menjaga keseimbangan pergerakan, yang
perlu diketahui oleh perawat, antara lain : gerakan setiap persendian, postur tubuh,
latihan dan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas (Heriana,
2014).
10
2.1.2 Jenis Mobilisasi
Jenis mobilisasi menurut Heriana (2014) yaitu :
1. Mobilisasi Penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik
untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilisasi Sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat
mengalami mobilisasi sebagian pada ekstermitas bawah karena kehilangan
kontrol motorik dan sensorik. Mobilisasi sebagian di bagi menjadi dua jenis
yaitu :
a. Mobilisasi sebagian temporer : merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma yang reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilisasi sebagian permanen : merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasanyang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya
11
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang belakang,
poliomeilitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
2.1.3 Rentang Pergerakan
Rentang pergerakan (range of motion) sendi adalah pergerakan maksimal
yang mungkin dilakukan oleh sendi tersebut. Rentang pergerakan sendi bervariasi
dari individu ke individu lain dan ditentukan oleh susunan genetik, pola
perkembangan, ada atau tidaknya penyakit, dan jumlah aktivitas fisik yang
normalnya dilakukan seseorang. Memberikan latihan ROM apabila seseorang
sakit, mereka mungkin perlu melakukan latihan ROM sampai mereka dapat
memperoleh kembali tingkat aktivitas normalnya (Kozier, 2010). Latihan ROM
adalah latihan yang diberikan bila seseorang dalam bahaya gangguan gerak sendi
akibat proses penyakit atau kelemahan. Pasien yang mobilisasi sendinya terbatas
karena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan latihan sendi untuk
mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilisasi sendi (Heriana,
2014).
Tujuan mobilisasi menurut Heriana (2014) :
1. Mencegah kelemahan otot-otot serta mempertahankan / memelihara kekuatan
otot.
2. Mencegah kekakuan sendi (ankilosa).
3. Mempersiapkan masa sembuh.
4. Mencegah dekubitus.
12
Latihan ROM aktif adalah latihan isotonik yaitu klien menggerakkan
setiap sendi tubuh dengan serangkaian pergerakan yang komplet, peregangan
secara maksimal semua kelompok otot dalam setiap bidang sendi. Latihan ini
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot dan membantu
mempertahankan fungsi kardiorespiras pada klien yang mengalami imobilisasi.
Latihan ROM pasif harus dilakukan pada setiap pergerakan lengan, tungkai, dan
leher yang tidak dapat dilakukan oleh klien secara aktif. Seperti latihan ROM
aktif, latihan ROM pasif harus dilakukan sampai ke titik sedikit mendapat
tahanan, tetapi tidak nyaman. Pergerakan harus sistematik dan urutan yang sama
harus dilakukan selama setiap sesi latihan. Setiap latihan harus diulang sebanyak
tiga kali dan seri latihan harus dilakukan dua kali sehari (Kozier, 2010).
Latihan ROM ada dua jenis menurut Heriana (2014) :
1. Latihan gerak pasif
Latihan gerak pasif yaitu suatu latihan dimana energi dan gerakan disiapkan
oleh orang lain (perawat, ahli fisioterapi). Latihan gerak pasif biasanya
dilakukan pada :
a. Pasien semikoma dan tidak sadar.
b. Pasien usia lanjut dengan mobilisasi terbatas.
c. Pasien bedrest total-pasca operasi.
d. Pasien dengan paralisis ekstermitas total.
2. Latihan gerak aktif
Latihan gerak aktif yaitu suatu latihan dimana penderita mampu
menggerakkan sendiri tubuhnya. Perawat berperan mengajarkan dan
13
menganjurkan pasien untuk menggerakkan sendi mi imal empat kali sehari.
Latihan aktif biasanya dilakukan pada :
a. Pasien dengan paralisis ekstermitas sebagian.
b. Pasien bedrest / tirah baring (tanpa kontraindikasi).
Bagian bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan pada ROM adalah : leher,
jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, pergelangan kaki. Latihan seringkali
diprogramakan oleh dokter dan dikerjakan oleh para terapis fisik. Agar lebih
memahami tentang latihan ROM, perhatikan teknik pelaksanaan tindakan di sertai
gambar :
1. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan.
b. Pegang tangan pasien dengan satu tang dan tangan yang lain memegang
pergelangan tangan pasien.
c. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
Gambar 2.1 Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
14
2. Fleksi dan ekstensi siku
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak
mengarah ke tubuhnya.
b. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya mendekat bahu.
c. Tekuk siku pasien sehingga tangan pasien mendekat ke bahu.
d. Kembalikan ke posisi sebelumnya.
Gambar 2.2 Fleksi dan ekstensi siku
3. Pronasi dan supinasi lengan bawah
a. Atur posisi Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku
menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
c. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
15
d. Kembalikan ke posisi sebelumnya.
Gambar 2.3 Pronasi dan supinasi lengan bawah
4. Pronasi dan fleksi bahu
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b. Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.
c. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
d. Angkat lengan pasien pada posisi semula.
e. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 2.4 Pronasi dan fleksi bahu
5. Abduksi dan adduksi bahu
a. Atur posisi Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
16
b. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
c. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat (Abduksi).
d. Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)
e. Kembalikan ke posisi semula (awal).
f. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 2.5 Abduksi dan adduksi bahu
6. Rotasi bahu
a. Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang
tangan pasien dengan tangan yang lain.
c. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menghadap ke bawah.
d. Kembalikan posisi lengan ke posisi semula.
e. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke atas.
f. Kembalikan lengan ke posisi semula.
17
g. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 2.6 Rotasi bahu
7. Fleksi dan ekstensi jari-jari
a. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain
memegang kaki erat-erat.
b. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
c. Luruskan jari-jari kaki kemudian dorong ke belakang.
d. Kembalikan ke posisi semula.
Gambar 2.7 Fleksi dan ekstensi jari-jari
18
8. Inversi dan eversi kaki
a. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu tangan dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya.
b. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki yang lain.
c. Kembalikan ke posisi semula
d. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
e. Kembalikan ke posisi semula.
Gambar 2.8 Inversi dan eversi kaki
9. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
a. Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di
atas pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
b. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien.
c. Kembalikan ke posisi semula.
d. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
Gambar 2.9 Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
19
10. Fleksi dan ekstensi lutut
a. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain.
b. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
c. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
d. Kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas.
Kembali ke posisi semula.
Gambar 2.10 Fleksi dan ekstensi lutut
11. Rotasi pangkal paha
a. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang
lain di atas lutut.
b. Putar kaki menjauhi dari anda.
c. Putar kaki mengarah ke anda.
20
d. Kembalikan ke posisi semula.
Gambar 2.11 Rotasi pangkal paha
12. Abduksi dan adduksi pangkal paha
a. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit.
b. Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat
tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien.
c. Gerakkan kaki mendekati badan pasien.
d. Kembalikan ke posisi semula.
Gambar 2.12 Abduksi dan adduksi pangkal paha
Adapun cara memberikan latihan bila pasien mampu mengerjakannya (latihan
gerak aktif) adalah sebgai berikut :
1. Selagi duduk di tempat tidur tanpa penyangga
a. Gerakkan kepala ke arah leher sehingga leher menjadi tertarik benar-benar.
21
b. Gerakkan tubuh meliuk ke kiri dan ke kanan.
c. Gerakkan tubuh memutar.
d. Gerakkan tangan menekuk di atas kepala.
e. Luruskan lengan ke samping dan gerakkan berputar-putar.
2. Selagi berbaring tengkurap di tempat tidur
a. Luruskan benar-benar tulang belakang dengan mengangkat kepala serta
lepas dari tempat tidur tanpa di bantu oleh perawat.
b. Luruskan lengan benar-benar dengan mengangkatnya sampai lepas dari
tempat tidur ke arah atas luruskan tungkai benar-benar dengan
mengangkatnya dari tempat tidur ke arah atas.
3. Selagi berbaring terlentang
a. Tekuk lutut dengan menarik paha sampai ke perut.
b. Putar pergelangan kaki ke dalam dan ke luar.
c. Tekuk dan luruskan bergantian jari-jari kaki.
4. Selagi berdiri dengan berpegangan pada sandaran kursi
a. Ayunkan tungkai ke depan dan ke belakang secara berputar.
b. Angkat beban di ats jari-jari kaki dan balik ke tumit.
Evaluasi keperawatan yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk
mengatasi gangguan mobilisasi dini adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan fungsi sistem tubuh.
2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot.
3. Peningkatan fleksibilitas sendi.
22
4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasein, dan ekspresi
pasien menunjukkan keceriaan.
2.1.4 Manfaat Mobilisasi Dini
Manfaat dilakukannya mobilisasi adalah untuk mencegah cacat berat atau
ringan sehingga fungsi optimal dari kaki serta tangan yang lumpuh dapat normal
kembali (Nur, 2013).
Manfaat dari mobilisasi dini (Potter; Perry, 2005) :
1. Mencegah terjadinya kekakuan sendi.
2. Memperlancar sirkulasi darah.
3. Memperbaiki tonus otot.
4. Meningkatkan mobilisasi sendi.
5. Memperbaiki toleransi otot.
2.1.5 Tujuan Mobilisasi Dini
Tujuan dari mobilisasi dini untuk meningkatkan atau mempertahankan
fleksibilitas dan kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung dan kekakuan
pada sendi (Nur, 2013).
Tujuan dari mobilisasi dini (Hoeman, 1996 dalam Sri; Maliya, 2008) :
1. Mempertahankan range of motion.
2. Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi.
3. Menggerakkan seseorang secara dini pada fungsi aktifitas meliputi gerakan di
tempat tidur, duduk, berdiri, dan berjalan.
4. Mencegah masalah komplikasi.
5. Meningkatkan kesadaran diri dari bagian hemiplegi.
23
6. Meningkatkan kontrol dan keseimbangan duduk dan berdiri.
7. Memaksimalkan aktifitas perawatan diri.
2.1.6 Indikasi Mobilisasi Dini
Adapun indikasi dalam mobilisasi sebagai berikut :
1. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran.
2. Kelemahan otot.
3. Fase rehabilitasi fisik.
4. Klien dengan tirah baring lama.
2.1.7 Kontraindikasi Mobilisasi Dini
Adapun kontraindikasi dalam mobilisasi sebagai berikut :
1. Trombus/emboli pada pembuluh darah.
2. Kelainan sendi atau tulang.
3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung).
2.1.8 Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
Memberikan mobilisasi dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena
dapat menstimulasi motor unit yang terlibat maka akan terjadi peningkatan
kekuatan otot, kerugian pasien hemiparese bila tidak segera di tangani maka akan
terjadi kecacatan yang permanen (Potter; Perry, 2009).
2.1.9 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
Mobilisasi dini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kozeir (dalam
Ikhsan, 2015) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mobilisasi
dini adalah sebagai berikut :
24
1. Gaya Hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena mederita penyakit tertentu
misalnya stroke yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
25
4. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.
2.2 Fisiologi Otot Rangka
Otot rangka dan kerangka berfungsi bersama-sama pada sistem
muskuloskeletal. Otot rangka kadang disebut juga otot volunter karena bekerja
dibawah kontrol kesadaran. Otot rangka menggunakan sekitar 25% konsumsi
oksigen pada saat istirahat dan bisa meningkat 20 kali lipat selama berolahraga.
2.2.1 Mekanisme Kontraksi Otot Rangka
Setiap mototneuron yang meninggalkan medula spinalis akan
mempersarafi beragam serabut otot, dan jumlahnya bergantung pada jenis otot.
Semua serabut otot yang dipersarafi oleh satu serabut saraf disebut unit motorik.
Pada umumnya, otot-otot kecil yang bereaksi dengan cepat dan yang
pengaturannya harus tepat mempunyai lebih banyak serabut saraf untuk otot yang
lebih sedikit jumlahnya (misalnya, hanya dua sampai tiga serabut otot per unit
motorik pada beberapa otot laring). Sebaliknya, otot besar yang tidak memerlukan
pengaturan halus, seperti otot dalam satu unit motorik.
26
Serabut-serabut otot dalam setiap unit motorik tidak seluruhnya terkumpul
bersama-sama dalam satu otot tetapi menumpang tindih unit motorik lain dalam
suatu berkas. Pertautan ini menyebabkan unit motorik yang terpisah akan
berkontraksi untuk membantu unit yang lain dan bukan secara keseluruhan
sebagai segmen sendiri.
2.2.2 Kontraksi Otot pada Kekuatan yang Berbeda-beda
Sumasi kekuatan, sumasi berarti penjumlahan setiap kontraksi kedutan
otot untuk meningkatkan intensitas keseluruhan kontaksi otot. Sumasi terjadi
dalam dua cara : 1) dengan mengingkatkan jumlah unit motorik yang berkontraksi
secra bersama-sama, yang disebut sumasi serabut multipel, dan 2) dengan
meningkatkan frekuensi kontraksi, yang disebut sumasi frekuensi dan dapat
menimbulkan tetanisasi.
1. Sumasi serabut multipel
Bila sistem saraf pusat mengirimkan sinyal yang lemah untuk
menimbulkan kontraksi otot, yang lebih sering terangsang adalah unit motorik
dalam otot yang mengandung serabut otot yang lebih kecil daripada unit
motorik yang lebih besar. Kemudian, ketika kekuatan sinyal meningkat, unit
motorik yang mulai terangsang juga semakin besar, hal ini disebut prinsip
ukuran. Peristiwa tersebut bersifat penting, karena dapat menghasilkan gradasi
kekuatan otto untuk menimbulkan kontraksi lemah pada tahap kecil,
sementara tahap-tahap ini secara progresif akan menjadi semakin besar saat
diperlukan sejumlah besar daya. Penyebab dari prinsip ukuran ini adalah unit
motorik yang kecil, dan motoneuron kecil dalam medula spinalis lebih mudah
27
terangsang daripada motoneuron besar, sehingga secara alami motoneuron
kecil yang pertama kali akan terangsang.
Gambaran penting lainnya dari sumasi serabut multipel adalah bahwa
berbagai unit motorik dirangsang secara tidak sinkron oleh medula spinalis,
sehingga terjadi kontraksi yang saling bergantian di antara satu unit mottorik
dan unit motorik lainya, sehingga menimbulkan kontraksi yang halus bahkan
pada frekuensi sinyal saraf yang rendah.
2. Frekuensi sumasi dan tetanisasi
Memperlihatkan prinsip-prinsip frekuensi sumasi dan tetanisasi. Ke arah
kiri terihat masing-masing kontraksi kedutan yang terjadi satu setelah yang
lain pada frekuensi yang rendah. Kemudian, ketika frekuensi meningkat,
sampailah pada suatu titik ketika kontraksi yang baru timbul sebelum
kontraksi yang terdahulu berakhir. Sebagai akibatnya, sebagian kontraksi yang
kedua akan ditambahkan pada kontraksi yang pertama, sehingga kekuatan
kontraksi total meningkat secara progresif bersama dengan peningkatan
frekuensi.
2.2.3 Remodelling Otot untuk Penyesuaian Fungsi
Semua otot tubuh secara terus menerus dibentuk kembali untuk
menyesuaikan fungsi-fungsi yang dibutuhkan mereka, antara lain :
28
1. Hipertrofi Otot dan Atrofi Otot
Bila massa total suatu otot meningkat, peristiwa ini disebut hipertrofi otot.
Bila massanya menurun, peristiwa ini di sebut atrofi otot. Semua hipertrofi
otot adalah akibat dari suatu peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin
dalam setiap serabut otot, menyebabkan pembesaran masing-masing serabut
otot. Bila suatu otot tidak digunakan selama berminggu-minggu, kecepatan
penghancuran protein kontraktil akan berlangsung lebih cepat daripada
kecepatan penggangtiannya, karena itu terjadi atrofi otot.
2. Penyesuain Panjang Otot
Bila otot diregangkan panjangnya melebihi normal, dapat terjadi jenis
hipertrofi yang lain. Peristiwa ini menyebabkan bertambahnya sarkomer-
sarkomer baru pada ujung-ujung serabut otot, tempat otot melekat pada
tendon. Bahkan, sarkomer-sarkomer baru ini dapat ditambahkan dengan
kecepatan beeberapa sarkomer per menit pada otot yang baru berkembang,
yang melukiskan kecepatan jenis hipertrofi ini.
Apabila sebaliknya, sarkomer-sarkomer pada ujung-ujung serabut otot dapat
benar-benar menghilang. Melalui proses inilah otot secara kontinu dibentuk
kembali untuk mencapai panjang yang sesuai bagi kontraksi otot tertentu.
3. Hiperplasia Serabut Otot
Pada kondisi yang jarang yaitu pada pembentukan kekuatan otot yang
ekstrem, selain proses hipertrofi serabut, telah diamati pula terjadinya
peningkatan jumlah serabut, telah diamati pula terjadinya peningkatan jumlah
29
serabut otto yang sesungguhnya (tetapi hanya beberapa persen saja).
Peningkatan jumlah serabut ini disebut hiperplasia serabut.
4. Pengaruh Denervasi Otot
Bila suatu otot kehilangan suplai sarafnya, otot tersebut tidak lagi
menerima sinyal kontraksi yang dibutuhkan untuk mempertahankan ukuran
otot yang normal. Karena itu, atrofi otot hampir segera terjadi. Setelah sekitar
2 bulan, perubahan degeneratif juga mulai tampak pada serabut tumbuh
kembali dengan cepat, pengembalian seluruh fungsi otot secara sempurna
dapat terjadi dalam waktu sekurang-kurangnya 3 bulan, kemampuan
fungsional otot menjadi semakin berkurang, dan setelah 1 sampai 2 tahun
tidak lagi terjadi pengembalian fungsi lebih lanjut.
Pada tahap akhir dari atrofi akibat denervasi, sebagian besar serabut otot
akan rusak dan digantikan oleh jaringan fibrosa dan jaringan lemak. Serabut-
serabut yang tersisa hanya terdiri dari membran sel panjang dengan barisan
inti sel otot tetapi dengan beberapa atau tanpa disertai sifat kontraksi dan
sedikit atau tanpa kemampuan untuk membentuk kembali miofibril jika saraf
tumbuh kembali.
Jaringan fibrosa yang menggantikan serabut-serabut otot selama atrofi
akibat denervasi juga memiliki kecenderungan untuk terus memendek selama
berbulan-bulan, yang disebut kontraktur. Karena itu, satu masalah yang paling
penting dalam melakukan terapi fisik adalah mempertahankan otot yang
sedang mengalami atrofi ini agar tidak mengalami kelemahan (debilitating)
dan kontraktur yang merusak bentuk. Hal ini dicapai dengan melakukan
30
peregangan otot-otot setiap hari atau dengan menggunkan alat-alat yang
mempertahankan otot-otot agar tetap teregang selama atrofi berlangsung.
2.3 Konsep Kekuatan Otot
2.3.1 Pengertian Kekuatan Otot
Kekuatan otot menurut Wuest and Bucher (2009) merupakan komponen
dasar untuk dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari secara fungsional.
Kekuatan menurut Lubis (2012) adalah sebagai kemampuan sistem
neuromuskular untuk menghasilkan sejumlah tenaga, sehingga mampu melawan
tahanan eksternal. Otot yang kuat memberi dukungan stabilisasi dan
keseimbangan di samping akan mampu melakukan gerakan yang spesifik,
sehingga untuk memperoleh kekuatan otot yang optimal diperlukan program
latihan tertentu yang disesuaikan dengan kondisi fisik dan tujuan latihan (Wuest
and Bucher, 2009; Lubis, 2012 dalam Bambang, 2016). Program latihan fisik
yang disusun bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot sebab kekuatan otot
menurut Lubis (2012) akan menentukan kemampuan biomotor lain seperti daya
tahan, keseimbangan, kecepatan dan koordinasi gerak, sehingga secara fungsional
tingkat kekuatan otot tertentu akan mempengaruhi kemampuan fungsional
motorik sehari-hari (Lubis, 2012 dalam Trisnowiyanto, 2016).
2.3.2 Memeriksa dan Menentukan Derajat Kekuatan Otot
Pemeriksaan otot atau aktivitas (Khozier, 2010) :
1. Sternocleidomastoideus : Klien menengokkan kepalanya ke salah satu sisi
dengan melawan tahanan tangan anda. Ulangi pemeriksaan ini pada sisi lain.
2. Tranpezius : Klien menaikkan bahunya melawan tahanan tangan anda.
31
3. Deltoideus : Klien mengangkat kedua lengannya dan melawan dorongan
tangan anda ke arah bawah.
4. Bisep : Klien merentangkan kedua tangannya lebar-lebar dan mencoba
menekuknya selagi anda mencoba menahan lengan klien agar tetap ekstensi.
5. Trisep : Klien menekuk kedua tangannya lengannya dan mencoba
merentangkannya melawan usaha anda untuk membuat lengan klien tetap
fleksi.
6. Otot pergelangan tangan dan jari-jari : Klien meregangkan kelima jarinya dan
melawan usaha anda untuk mengumpulkan kelima jari tersebut.
7. Kekuatan genggaman : Klien menggenggam jari telunjuk dan jari tengah anda
selagi anda mencoba menarik keduanya keluar dari genggaman klien.
8. Otot panggul : Klien menganggakt salah satu tungkainya selagi anda mencoba
mendororng tungkai tersebut ke bawah.
9. Abduksi panggul : Klien berasa pada posisi telentang kedua tungkai ekstensi.
Letakkan kedua tangan anda pada permukaan lateral tiap-tiap lutut klien, klien
meregangkan kedua tungkainya melawan tahanan anda.
10. Aduksi panggul : Klien berada pada posisi yang sama seperti abduksi panggul.
Letakkan tangan anda di antara kedua lutut klien, klien merapatkan kedua
tungkai melawan tahanan anda.
11. Hamstring : Klien berada pada posisi telentang, kedua lutut klien di tekuk.
Klien melawan usaha anda untuk meluruskan tungkainya.
12. Kuadrisep : Klien berada pada posisi telentang, lutut klien setengah ekstensi,
klien melawan usaha anda untuk memfleksikan lututnya.
32
13. Otot mata kaki dan kaki : Klien melawan usaha anda untuk mendorsifleksikan
kakinya dan kembali melawan usaha anda untuk memfleksikan kakinya.
Cara penilaian skala kekuatan otot dengan skala 0-5 yaitu (Priharjo, 1996
dalam Harun, 2013) :
Tabel 2.1 Penilaian skala kekuatan otot
Skala Persentase Kekuatan Normal (%)
Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna 1 10 Gerakan tidak ada kontraksi otot
positif pada palpasi atau dilihat. 2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan. 3 50 Gerakan normal, melawan
gravitasi. 4 75 Gerakan normal, melawan
gravitasi, tahanan minimal.
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh.
2.4 Konsep Stroke
2.4.1 Pengertian Stroke
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal
dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau
anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan
kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Didefinisikan sebagai stroke jika
pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh tenaga kesehatan
(dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita penyakit stroke
33
oleh nakes tetapi pernah mengalami secara mendadak keluhan kelumpuhan pada
satu sisi tubuh atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang disertai kesemutan atau
baal satu sisi tubuh atau mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan otot mata atau
bicara pelo atau sulit bicara/komunikasi dan atau tidak mengerti pembicaraan
(Riskesdas, 2013).
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak
(Nurarif; Hardhi, 2015). Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut
timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai daerah fokal otak yang
terganggu. Oleh karena itu manifestasi klinis stroke dapat berupa hemiparesis,
hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau gejala lain sesuai
daerah otak yang terganggu.
2.4.2 Etiologi
Faktor – faktor yang meyebabkan stroke (Nurarif; Hardhi, 2015):
1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversibel)
a. Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding
wanita.
b. Usia : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke. Setiap
manusia akan bertambah umurnya, dengan demikian kemungkinana
terjadinya stroke semakin besar. Pada umumnya resiko terjadinya stroke
mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam tahun berikutnya.
34
c. Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
2. Faktor yang dapat di rubah (Reversibel)
a. Hipertensi
Faktor ini merupakan resiko utama terjadinya stroke iskemik dan
pendarahan, yang sering disebut the silent killer, karena hipertensi
meningkatkan terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi tekanan
darah kemungkinan stroke semakin besar karena terjadinya kerusakan
pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak.
b. Penyakit Jantung
Hubungan kausal antara beberapa jenis penyakit jantung dan stroke telah
dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner
mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke. Dua pertiga dari
orang yang mengidap penyakit jantung kemungkinan akan terkena
serangan jantung.
c. Kolestrol Tinggi
Kondisi ini dapat merusak pembuluh darah dan juga menyebabkan jantung
koroner. Kolesterol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh
darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun
diotak.
d. Obesitas
Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke.
Berat badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan beban
35
ekstra pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan semakin
meningkatkan terkena stroke.
e. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus atau kencing manis sama bahayanya dengan hipertensi,
yaitu sering menjadi salah satu penyebab timbulnya stroke. Gula darah
yang tinggi dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah yang
berlangsung secara progresif. Pada pria yang menderita diabetes mellitus,
cenderung berada pada posisi yang beresiko tinggi akan terkena serangan
stroke daripada mereka yng tidak menderita diabetes mellitus, sekalipun
penyakit mereka dibawah pengawasan. Pada orang yang menderita
diabetes mellitus, resiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar.
3. Kebiasaan hidup
a. Merokok
Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat. Adapun
perokok pasif beresiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi komposis darah
sehingga mempermudah terjadinya proses penggumpalan darah (stroke
non hemoragik)
b. Peminum Alkohol
Konsumsi alkohol dapat menggangu metabolisme tubuh, sehingga terjadi
diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat
36
merusak sel-sel darah tepi, saraf otak dan lain-lain. Peminum berat alkohol
dapat meningkatkan resiko terkena stroke 1-3 kali lebih besar.
c. Obat – obatan Terlarang
d. Aktivitas yang tidak sehat : Kurang olahraga dan makanan kolestrol.
2.4.3 Manifestasi Klinik
Menurut Nurarif; Hardhi (2015). tanda dan gejala pada pasien stroke
adalah :
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan.
2. Tiba-tiba hilang rasa peka.
3. Bicara cedal atau pelo.
4. Gangguan bicara dan bahasa.
5. Gangguan penglihatan.
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
7. Gangguan daya ingat.
8. Nyeri kepala hebat.
9. Vertigo.
10. Kesadaran menurun.
11. Proses kencing terganggu.
12. Gangguan fungsi otak.
Tanda dan gejala (Smeltzer dan Bare, 2001 dalam Ikhsan, 2015) :
1. Kehilangan Motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling umum
37
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
2. Kehilangan Komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan
komunikasi antara lain disartria, disfagia, aparaksia.
3. Gangguan Persepsi
Ketidakmampuan menginterprestasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan
disfungsi persepsi, yaitu :
a. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori primer di antara
mata dan korteks visual.
b. Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
obyek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegi
kiri.
c. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) sertakesulitan dalam
menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan auditorius.
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik. Bila kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
38
e. Disfungsi kandung kemih. Pasien pasca stroke mungkin mengalami
inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
2.3.4 Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
39
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
40
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan
71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach,
1999 dalam Muttaqin, 2008).
2.3.5 Klasifikasi Stroke
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu (Nurarif; Hardhi, 2015):
1. Stroke Iskemik (non hemoragik)
Tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. 80 % stroke adalah stroke iskemik. Stroke
iskemik ini dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat
pengumpalan.
b. Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluhan arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
2. Stroke Hemoragik
Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70 %
kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hi4epertensi. Stroke hemoragik
ada 2 jenis, yaitu :
41
a. Hemoragik Intraserebral : Perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Hemoragik Subaraknoid : Perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaaan otak dan lapisan jaringan yang menutupu
otak).
2.3.6 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut Smeltzer; Bare (2010) meliputi :
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebaral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
3. Antitrombotik karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
2.3.7 Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Nurarif; Hardhi (2015) penatalaksanaan keperawatan yang dapat
dilakukan pada pasien stroke adalah :
1. Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚ (kepala dan dada pada satu bidang).
2. Ubah posisi tidur setiap 2 jam.
3. Mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
4. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi.
5. Edukasi keluarga.
6. Discharge Planning
a. Mencegah terjadinya luka dikulit akibat tekanan.
42
b. Mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi.
c. Memulai latihan dengan mengaktifkan batang tubuh atau torso.
d. Mengontrol faktor resiko stroke.
e. Diet rendah lemak, garam, berhenti merokok.
f. Kelola stres dengan baik.
g. Mengetahui tanda dan gejala stroke.
2.3.8 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Smeltzer; Bare (2010) pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan pada penyakit stroke adalah :
1. Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atay adanya titik oklusi/ruptur.
2. CT-Scan : pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien
dengan stroke akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma,
neoplasma, abses).
3. Pung si lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
43
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging) : menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteiovena.
5. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography) : mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
2.3.9 Dampak Stroke
Menurut (Vitahealth, 2006 dalam Ikhsan, 2015) dampak stroke tergantung
pada lokasi penyerangan stroke berada pada bagian mana di otak. Teapi memang
pasti ada perubahan-perubahan yang terjadi setelah seseorang mengalami stroke.
Beberapa dampak seseorang yang mengalami stroke :
1. Kelumpuhan (Gangguan gerak/mobilisasi)
Kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplegi) adalah cacat yang umum
akibat stroke. Bila stroke menyerang bagian kiri otak, terjadi hemiplegia
kanan. Kelumpuhan terjadi dari wajah bagian kanan hingga kaki sebelah
kanan termasuk tenggorokan dan lidah. Bila dampaknya lebih ringan,
biasanya bagian yang terkena dirasakan tidak bertenaga (hemiparasis kanan).
Bila yang terserang bagian kanna otak, yang terjadi adlah hemiplegia kiri dan
lebih ringan disebut hemiparesis kiri. Bagaimanapun pasien stroke yang
mengalami kesulitan melaksanakan kegiatan sehari-harinya seperti duduk,
44
berdiri, berjalan, berpakaian, makan, dan mengendalikan buang air besar atau
kecil.
2. Perubahan Mental
Stroke tidak selalu membuat mental penderita terjadi merosot dan
beberapa perubahan biasanya bersifat sementara. Setelah stroke memang
dapat terjadi gangguan pada daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan
belajar, dan fungsi intelektual lainnya. Semua hal tersebut dengan sendirinya
mempengaruhi penderita. Marah, sedih, dan tidak berdaya seringkali
menurunkan semangat hidupnya sehingga muncul dampak emosional yang
lebih berbahaya. Ini terutama juga disebabkan kini penderita kehilangan
kemampuan-kemampuan tertentu yang sebelumnya fasih dilakukan.
3. Gangguan Komunikasi
Paling tidak seperempat dari semua pasien stroke mengalami gangguan
komunikasi yang berhubugan dengan mendengar, berbicara, membaca,
menulis dan bahkan bahasa isyarat dengan gerak tangan. Ketidakberdayaan
ini sangat membingungkan orang yang merawatnya.
4. Gangguan Emosional
Pada umumnya pasien stroke tidak mampu mengerjakan sesuatu secara
mandiri, maka sebagian besar penderita akan mengalami kesulitan dalam
mengendalikan emosinya. Sering merasa sedih, gelisah, takut, marah atas
kekurangannya. Perasaan seperti ini tentunya merupakan tanggapan yang
wajar sebagai trauma psikologis akibat stroke meskipun gangguan emosional
dan perubahan kepribadian tersebut bisa juga disebabkan pengaruh kerusakan
45
otak secara fisik. Penderita bisa mengalami depresi, dengan tidak mau
bergaul, sulit tidur, cepat lelah, lesu dan mudah tersinggung, bahkan dapat
berakibat bunuh diri.
5. Kehilangan Indra Rasa
Penderita stroke bisa kehilangan kemampuan sensoris yaitu sentuh. Cacat
sensoris dapat mengganggu kemampuan dalam mengenali benda yang
dipegangnya. Dalam kasus yaang ekstrem, pasien bahkan mampu mengenali
anggota tubuhnya sendiri.
2.3.10 Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke.
Tujuan rehabilitas ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh
kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi
tubuh pada penderita stroke (The Britsh Heart Foundation and The Stroke
Assocation, 2010 dalam Ikhsan, 2015). Tujuan utama rehabilitasi adalah untuk
mencegah komplikasi, meminimalkan gangguan, dan memaksimalkan fungsi
organ. Prioritas rehabilitasi stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder,
management dan pencegahan penyakit penyerta dan komplikasi. Pada dasarnya
rehabilitasi pada pasien stroke iskemik maupun stroke hemoragik memilki prinsip
yang sama. Rehabilitasi tersebut meliputi terapi berbicara, terapi fisik, dan terapi
okupasi (Aminoff, 2009 dalam Agustina, 2014).
Tujuan rehabilitasi dini pada kasus stroke adalah dapat memperbaiki dan
mengembalikan kemandirian dari pasien stroke seperti aktivitas fungsional,
mental dan fungsi emosional (Elizabeth Lee et al, 2010 dalam Kusumawardana,
46
2011). Salah satu rehabilitasi yang dilakukan adalah mobilisasi dini yang dapat
dilakukan setelah pasien dirawat dalam kurun waktu 24 jam sampai 14 hari pasca
serangan, dikarenakan pada masa ini tingkat kerusakan yang terjadi belum parah.
Mobilisasi dini bertujuan agar kecacatan akibat serangan stroke dapat seminimal
mungkin dan fungsional yang masih tersisa pada penderita dilatih untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan yang terbaik adalah dapat bekerja
kembali, dengan pola gerak yang mendekati normal. Mobilisasi dini yang
dilakukan dengan benar akan memberikan hasil yang baik pasca serangan stroke
(Bernhardt J et al, 2010 dalam Kusumawardana, 2011).
47
2.5 Kerangka Teori
Kerangka teori adalah model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting (Business Reseacrh dalam Sugiyono, 2010).
Gambar 2.13 Kerangka teori pengaruh mobilisasi dini terhadap peningkatan
kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik
Faktor penyebab Riversible : 1. Hipertensi 2. Penyakit jantung
3. Kolestrol tinggi 4. Obesitas
5. Diabetes Melitus
6. Kebiasaan hidup (Merokok, Peminum alkohol, Obat-obatan terlarang, Aktivitas tidak sehat)
Faktor Penyebab Non Riversibel : 1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Keturunan (Riwayat keluarga)
Stroke 1. Stroke Non Hemoragik
2. Stroke Hemoragik
Kehilangan motorik
Kehilangan komunikasi
Gangguan persepsi
Manifestasi Klinis
Kelemahan fungsi gerak
Penurunan kekuatan otot
Mobilisasi dini (dengan latihan ROM)
1. Latihan pasif
2. Latihan aktif
Peningkatan Kekuatan otot
48
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Koseptual
Keranga konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
Gambar 3.1 Kerangka konsep pengaruh mobilisasi dini terhadap
peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik
Faktor penyebab Riversible : 1. Hipertensi 2. Penyakit jantung 3. Kolestrol tinggi 4. Obesitas 5. Diabetes Melitus 6. Kebiasaan hidup (Merokok, Peminum
alkohol, Obat-obatan terlarang, Aktivitas tidak sehat)
Faktor Penyebab Non Riversibel : 1. Jenis kelamin 2. Usia 3. Keturunan (Riwayat keluarga)
Stroke 1. Stroke Non Hemoragik 2. Stroke Hemoragik
Kehilangan motorik
Kehilangan komunikasi
Gangguan persepsi
Manifestasi Klinis
Kelemahan fungsi gerak
Penurunan kekuatan otot
Mobilisasi (dengan latihan ROM) 1. Latihan pasif 2. Latihan aktif
Peningkatan Kekuatan otot
Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti
: Berpengaruh
49
Stroke dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari faktor non riversibel dan
dari faktor riversibel. Salah satu tanda dan gejala stroke adalah kehilangan
motorik yang dapat menyebabkan kelemahan fungsi gerak serta mengalami
penurunan kekuatan otot. Untuk mencegah penurunan kekuatan otot dilakukan
tindakan mobilisasi dini dengan cara melakukan latihan ROM pasif atau aktif.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pernyataan penelitian (Nursalam, 2016).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H1 : Ada Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot
Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik.
50
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik kuantitatif dengan
menggunakan pra-eksperimental (one grups pra-post test) design. Sampel dalam
penelitian ini diobservasi terlebih dahulu dan setelah diberikan perlakuan sampel
tersebut diobservasi kembali. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui
lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi
perlakuan (Sugiyono, 2010). Bentuk rancangan pretest dan posttest dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut (Nursalam, 2016) :
Gambar 4.1 Desain penelitian
Keterangan :
K : Subjek (pascastroke)
O : Observasi kekuatan otot pretest
X : Perlakuan 2 kali sehari
O1 : Observasi kekuatan otot posttest
Subjek Pra Perlakuan Pasca-Tes
K O X O1
51
4.2 Populasi Dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi adalah subjek atau objek yang memenuhi kriteria yang
diharapkan. Populasi adalah keseluruhan suatu variabel yang menyangkut
masalah yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah rata - rata jumlah
pasien stroke bulan Januari sampai Februari di RSUD dr Harjono Ponorogo, yaitu
sejumlah 60 responden.
4.2.2. Sampel
Sampel adalah terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling, dimana sampling
tersebut sebagai proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili populasi yang
ada (Nursalam, 2016).
Penentuan besar sampel menurut Slovin (dalam Nursalam, 2016) yaitu
sebagai berikut :
Keterangan :
n : besar sampel
N : besar populasi
d : tingkat signifikansi atau tingkat kesalahan yang dipilih
(d = 0,1)
52
Dari rumus di atas diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :
4.2.3. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
Adapun kriteria inklusi dan kriteria ekslusi dalam penelitian tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi terget yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2016).
Dalam penelitian ini kriteria insklusinya adalah :
a. Klien stroke iskemik (non hemoragik) dan serangan pertama.
b. Klien yang hemiparase memiliki kekuatan otot 0-3.
c. Klien yang tidak mengalami fraktur.
d. Klien dengan pasca serangan 24 jam sampai 14 hari.
e. Klien tidak terjadi resiko TIK (Tekanan Intra Kranial).
f. Bersedia menjadi responden.
g. Dengan intervensi atau perlakuan latihan pasif.
53
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi karena adanya penyakit yang mengganggu,
hambatan etis dan subjek menolak berpartisipasi (Nursalam, 2016).
Dalam penelitian ini kriteria ekslusinya adalah :
a. Klien stroke hemoragik.
b. Klien yang tidak sadar.
c. Klien yang afasia (sulit berkomunikasi).
d. Klien dengan kemampuan mobilitas ketergantungan berat dan total.
4.3 Teknik Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2016).
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakann accidental sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan
pandangan peneliti cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2010).
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja merupakan bagian kerja terhadap rancangan kegiatan
penelitian yang dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti (subjek penelitian)
54
variabel yang akan diteliti dan variabel yang mempengaruhi dalam penelitian
(Hidayat, 2009).
Gambar 4.2 Kerangka Kerja pengaruh mobilitas dini terhadap peningkatan
kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik di RSUD dr Harjono Ponorogo.
Sampel Sebagian klien stroke iskemik yang rawat inap 38 responden di
RSUD dr Harjono Ponorogo
Teknik Sampling Accidental sampling
Pengumpulan Data Wawancara dan Lembar observasi : checklist
Pengolahan Data Editing, Coding, Scoring dan Tabulating
Hasil
Jenis Penelitian Analitik kuantitatif
Desain Penelitian Pra-experimental (one groups pre-post test)
Analisa Data Uji Paired sampels T test
Kesimpulan
Populasi Seluruh klien stroke iskemik yang rawat inap di RSUD dr
Harjono Ponorogo sejumlah 60 responden
55
4.5 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional 4.5.1. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah ciri atau ukuran yang melekat pada objek
penelitian baik bersifat fisik (nyata) atau psikis (tidak nyata). Pengertian lain
menyebutkan bahwa variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-
anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain
(Saryono, 2011). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2010).
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel adalah mobilisasi dini.
2. Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi, karena adanya variabel
independen (Sugiyono, 2010), bisa juga terdapat kejadian, iuaran, manfaat,
efek atau dampak (Saryono, 2011). Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel adalah peningkatan kekuatan otot.
4.5.2. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan
mengindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel
(Saryono, 2011).
56
Tabel 4.1 Definisi Operasional mobilitas dini terhadap penigkatan kekuatan otot pada pasien pasca stroke di RSUD dr. Harjono Ponorogo
Variabel Definisi Operasional
Parameter Alat Ukur Skala data
Skor
Variabel Independen: Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Dengan latihan rentang gerak (range of motion) 1. Range of
Motion Pasif 2. Range of
Motion Aktif
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatsi gangguan mobilisasi dini : 5. Peningkatan
fungsi sistem tubuh.
6. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot.
7. Peningkatan fleksibilitas sendi.
8. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasein, dan ekspresi pasien menunjukkan keceriaan.
SOP Nominal -
Variabel dependen: Peningkatan kekuatan otot
Suatu kemampuan untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan. Pemeriksaan kekuatan otot dengan skala 0-5.
Penilaian kekuatan otot Menurut Priharjo, 1996 dalam Harun, 2013 1. Paralisis
sempurna 2. Gerakan tidak
ada kontraksi otot positif pada palpasi atau dilihat.
3. Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan.
4. Gerakan normal, melawan gravitasi.
5. Gerakan normal, melawan gravitasi,
Wawancara Lembar
observasi: Cheklist kekuatan otot (pre-post test)
Interval 0 = Paralisis sempurna 1 = Gerakan tidak ada kontraksi otot positif pada palpasi atau dilihat. 2 = Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan. 3 = Gerakan normal, melawan gravitasi. 4 =
57
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah
(Saryono, 2011). Jenis instrumen penelitian dapat berupa : angket, checklist,
pedoman wawancara, pedoman pengamatan, alat pemeriksaan laboratorium dan
lain-lain (Saryono, 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan lembar SOP dan skala penilaian kekuatan otot.
1. Standart Operasional Prosedur
Suatu instrumen yang memuat tenteng proses dan prosedur suatu kegiatan
yang bersifat efektif dan efisien berdasarkan suatu standart yang sudah baku
(Notoatmodjo, 2011). Peneliti memberikan intervensi mobilisasi pada pasien.
Memberikan mobilisasi dengan cara latihan ROM (range of motion) apabila
seseorang sakit, mereka mungkin perlu melakukan latihan ROM sampai
mereka dapat memperoleh kembali tingkat aktivitas normalnya. Ada dua
tahanan minimal.
6. Kekuatan normal, gerakan penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh.
Gerakan normal, melawan gravitasi, tahanan minimal. 5 = Kekuatan normal, gerakan penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh.
58
macam latihan yaitu latihan ROM aktif dan pasif, latihan ini harus dilakukan
sampai ke titik sedikit mendapat tahanan, tetapi tidak nyaman. Pergerakan
harus sistematik dan urutan yang sama harus dilakukan selama setiap sesi
latihan. Setiap latihan harus diulang sebanyak tiga kali dan seri latihan harus
dilakukan dua kali sehari dan sesuai dengan lembar SOP selama 7 hari. Tujuan
penggunaan instrumen ini adalah sebagai pedoman dalam pemberian
intervensi yaitu mobilisasi.
2. Lembar Observasi penilaian kekuatan otot
Lembar observasi berupa format atau blanko pengamatan. Format berisi
item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi.
Perlu disusun pedoman pengisian blanko pengamatan untuk memperjelas
pengamatan (Saryono, 2011). Penilaian ini di lakukan melalui wawancara dan
observasi kepada pasien mengenai skala kekuatan otot, pertama sebelum
dilakukan intervensi dan untuk mengetahui peningkatan kekuatan otot selama
proses mobilisasi berlangsung. Tujuan dari penggunaan instrumen ini adalah
mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap peningkatan kekuatan otot pada
pasien pasca stroke sebelum dan sesudah pemberian intervensi.
3. Wawancara
Merupakan suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data,
dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari
responden (Notoatmodjo, 2010). Dengan wawancara terstruktur ini setiap
responden diberi pertanyaan yang sama dan peneliti mencatatnya. Tujuan dari
59
penggunaan instrumen ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari
responden.
4.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian 4.7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr Harjono Ponorogo.
4.7.2 Waktu Penelitian Waktu pengumpulan data dan penelitian dilakukan mulai Januari sampai
Juni 2017.
4.8 Prosedur Pengumpulan Data 4.8.1 Pengumpulan Data
Langkah-langkah penelitian yang ditempuh yaitu dengan cara :
1. Mengajukan permohonan izin kepada institusi pendidikan STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
2. Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh kepada Bagian Bankesbangpol
Kabupaten Ponorogo.
3. Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh kepada bagian Tata Usaha
RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
4. Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh kepada bagian Rekam Medik
RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
5. Melihat data pasien stroke dua bulan terakhir (Januari sampai Februari 2017)
di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
6. Melakukan izin kepada kepala ruang untuk penelitian.
7. Menemui responden yang sudah sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
60
8. Menjelaskan kepada calon responden dan keluarga calon responden tentang
tujuan dan manfaat penelitian.
9. Keluarga responden yang bersedia, diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan dilakukan penelitian.
10. Peneliti melakukan pengambilan data pertama penilaian kekuatan otot pada
responden.
11. Peneliti melakukan mobilisasi (latihan ROM pasif) selama 2 kali sehari pada
responden.
12. Peneliti mengobservasi kembali penilaian kekuatan otot pada responden
setelah 1 minggu.
4.8.2 Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul dilakukan pengolahan data dengan sususnan
menurut Riyanto (2011) :
1. Editing
Hasil observasi ataupengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan
(editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah kegiatan untuk
pengecekan dan perbaikan isisan lembar observasi tersebut.
2. Coding
Setelah semua lembaran observasi diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
coding atau memberi tanda kode, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau
hururf menjadi data angka atau bilangan. Pada penilaian ini diberikan kode
antara lain :
61
a. Jenis kelamin
Laki-laki = 1, wanita = 2
b. Pendidikan
Tidak sekolah = 1, SD = 2, SMP = 3, SMA = 4, PT = 5
c. Pekerjaan
Tidak bekerja/RT = 1, Petani = 2, Swasta = 3, PNS = 4 ddl = 5
3. Processing atau entry data
Proses kelanjutan setelah coding data yaitu memasukkan data dari lembar
observasi ke dalam komputer.
4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan kemungkinan
adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya,
kemudian dilakukan pembenaran atau koreksi.
4.9 Teknik Analisis Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk memcapai
tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian
mengungkap fenomena (Nursalam, 2016).
1. Analisis Univariat
Analisa univariat adalah data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral atau
grafik (Saryono, 2011). Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Untuk data numerik
62
digunakan nilai mean atau rata-rata, median, dan standart devisi, pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan
presentase dari tiap variabelnya (Notoatmodjo, 2010). Analisa data kategorik
meliputi jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan serangan
stroke yang ke berapa menggunakan distribusi frekuensi, sedangkan data
numerik meliputi penilaian skala kekuatan otot pada penelitian ini
menggunakan tendensi sentral yaitu mean atau rata-rata, median, dan standart
devisi (Notoatmodjo, 2010).
a. Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi dalam penelitian ini untuk data kategorik sebagai
berikut : Usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan serangan stroke
yang ke berapa. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program
statistik SPSS 16.0.
b. Tendensi Sentral
Tendensi sentral merupakan angka yang menjadi pusat suatu distribusi.
Ada tiga macam tendensi sentral yaitu mean, median, modus dan standart
devisi. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program statistik
SPSS 16.0.
1) Mean
Mean merupakan jumlah dari seluruh nilai data dibagi dengan
banyaknya data.
63
2) Median
Median merupakan nilai tengah dari nilai-nilai observasi yang disusun
secara teratur menurut besarnya nilai data.
3) Modus
Modus merupakan nilai yang mempunyai frekuensi terbesar dalam
suatu kumpulan data.
4) Standart deviasi
Standart deviasi merupakan akar dari ragam/variasi. Ragam adalah
jumlah kuadrat dari selisih nilai observasi rata-rata hitung dibagi
banyaknya observasi. Rumus variasi adalah sebagai berikut :
c. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan mengetahui normal atau tidaknya distribusi data
atau nilai, sehingga data penelitian dapat diolah dengan teknik statistik
parametrik jika data tersebut berdistribusi normal. Uji normalitas dalam
penelitian ini adalah Uji Kolmogorov Smirnov. Diperoleh hasil p value
pada kekuatan otot sebelum diberikan mobilisasi dini sebesar 0,201 (p
value > α (0,1)), sedangkan p value kekuatan otot setelah diberikan
mobilisasi dini sebesar 0,184 (p value > α (0,1)), sehingga bisa
disimpulkan bahwa data kekuatan otot sebelum dan setelah diberikan
mobilisasi dini berdistribusi normal.
2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa untuk mengetahui interaksi dua
variabel, baik berupa komparatif, asosiatif, maupun korelatif (Saryono,
64
2011). Dalam penelitian ini analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui
pengaruh mobilisasi dini terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien
pasca stroke iskemik di RSUD dr Harjono Ponorogo yaitu dengan uji
Paired sampels T test karena keluaran yang diinginkan adalah selisih atau
perbandingan rerata, membandingkan variabel yang diukur berulang dan
berpasangan karena memenuhi kriteria variabel yang sama dan diambil
dari subjek yang sama. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
program statistik SPSS 16.0.
Untuk uji paired sampel t-test penarikan kesimpulan menurut
perbandingan nilai probabilitas (Sig.) sebagai berikut :
a. Jika nilai probabilitas > 0,1 maka H0 di terima.
b. Jika nilai probabilitas < 0,1 maka H0 di tolak.
4.10 Etika Penelitian
Etika penelitian menurut Hidayat (2007) adalah sebagai berikut :
1. Informed Consent (Lembar persetujuan melalui responden)
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan. Persetujuan antara
peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar
persetujuan. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui serta lembar
persetujuan, jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati keputusan responden.
65
2. Anonimity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, penelitian tidak
mencantumkan nama lengkap subyek pada lembar pengumpulan data.
Peneliti memberikan informasi kepada responden untuk
mencantumkan inisial nama saja.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Segala informasi yang didapat oleh peneliti baik dari responden
langsung maupun dari hasil pengamatan di jamin kerahasiaannya.
66
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dilaksanakan pada tanggal 30 Mei sampai 30 Juni 2017 di Ruang Aster (Unit
Stroke) RSUD dr. Harjono Ponorogo melalui wawancara dan observasi tentang
pengaruh mobilisasi dini terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca
stroke iskemik di RSUD dr. Harjono Ponorogo.
Pengumpulan data dilakukan selama 1 bulan yaitu pada tanggal 30 Mei
sampai dengan 30 Juni 2017. Dengan jumlah responden sebanyak 16 responden,
karena dalam satu bulan hanya mendapatkan pasien stroke iskemik (non
hemoragik) sebanyak 16 responden. Penyajian data dibagi menjadi dua yaitu data
umum dan data khusus. Data umum terdiri dari karakteristik responden di daerah
tersebut meliputi : umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan serangan
stroke ke berapa. Data khusus yang didasarkan pada variabel yang diukur, yaitu
pengaruh mobilisasi dini terhadap peningkatan otot pada pasien pasca stroke
iskemik.
5.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Aster (Unit Stroke) RSUD dr.
Harjono Ponorogo yang terletak di Jl. Raya Ponorogo-Pacitan, Pakunden,
Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo. Di ruang Aster (Unit Stroke) RSUD
dr. Harjono Ponorogo jumlah 16 perawat adalah orang yang terdiri atas 6 laki-
laki, 9 perempuan dan 1 orang menjadi administrasi. Ruang Aster (Unit Stroke)
67
adalah ruangan khusus untuk semua pasien yang terdiagnosis stroke. Di ruang ini
juga terdapat ruang intensif untuk pasien stroke dengan kebutuhan dasar manusia
yang maksimal.
5.2 Karakteristik Responden
Data ini menyajikan karakteristik responden berdasarkan umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan serangan stroke ke berapa.
5.2.1 Karakteristik pasien pasca stroke iskemik berdasarkan umur
Dari hasil penelitian berdasarkan karakteristik berdasarkan umur pasien
stroke dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 5.1 Tendensi sentral responden berdasarkan umur di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017
Sumber : Lembar Obsservasi Responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2017
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden 56
tahun, median usia responden 53 tahun, umur responden paling banyak adalah 50
tahun, umur responden terendah 42 tahun dan tertinggi 74 tahun dengan standart
deviasi sebesar 10,607%. Pada tingkat kepercayaan 95% maka umur berkisar pada
nilai 50 tahun sampai 61 tahun di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
5.2.2 Karakteristik pasien pasca stroke iskemik berdasarkan jenis kelamin Dari hasil penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin pasien pasca
stroke iskemik dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
Umur
(tahun)
Mean Median Modus Min-Max SD CI – 95%
55,88 53,50 50 42 – 74 10,607 50,22 – 61,53
68
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017
No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Prosentase (%) 1 Laki-laki 9 56,2 2 Wanita 7 43,8
Total 16 100 Sumber : Lembar Obsservasi Responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2017
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 16 responden. Terdiri
atas 9 responden (56,2%) berjenis kelamin laki-laki dan 7 responden (43,8%)
berjenis kelamin wanita.
5.2.3 Karakteristik pasien pasca stroke iskemik berdasarkan pendidikan
Dari hasil penelitian berdasarkan karakteristik pendidikan pasien pasca
stroke iskemik dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017
No Pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%) 1 Tidak Sekolah 1 6,2 2 SD 7 43,8 3 SMP 4 25,0 4 SMA 2 12,5 5 Perguruan Tinggi 2 12,5
Total 16 100 Sumber : Lembar Obsservasi Responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2017
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 16 responden sebagian
besar 7 responden (43,8%) berpendidikan SD. Dan sebagian kecil 1 responen
(6,2%) berpendidikan tidak sekolah.
69
5.2.4 Karakteristik pasien pasca stroke berdasarkan pekerjaan
Dari hasil penelitian berdasarkan karakteristik pekerjaan pasien pasca
stroke iskemik dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017
No Pekerjaan Frekuensi (f) Prosentase (%) 1 Tidak Bekerja 2 12,5 2 Petani 9 56.2 3 Swasta 2 12,5 4 PNS 3 18,8
Total 16 100 Sumber : Lembar Obsservasi Responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2017
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa dari 16 responden hampir
setengahnya 9 responden (56,2%) bekerja sebagai petani. Dan sebagian kecil 2
responden (12,5%) bekerja sebagai swasta dan tidak bekerja.
5.3 Hasil Penelitian
Setelah mengetahui data umum dalam penelitian ini maka berikut akan di
tampilkan hasil penelitian yang terkait dengan data khusus yang meliputi skala
kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik sebelum pemberian mobilisasi
dini (latihan ROM), skala kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik setelah
pemberian mobilisasi dini, dan pengaruh pemberian mobilisasi dini (latihan
ROM) terhadap peningkatan skala kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi serta uji beda variabel dependen skala
kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik sebelum dan setelah pemberian
mobilisasi dini (latihan ROM).
70
5.3.1 Skala Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stoke Iskemik Sebelum Tindakan
Tabel 5.5 Tendensi sentral Berdasarkan Skala Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik Sebelum Pemberian Mobilisasi Dini di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017
Skala Kekuatan Otot
Sebelum
Mobilisasi Dini
Mean Median Modus Min-Max SD CI-95%
1,75 2 2 1 – 3 0,683 1,39 –
2,11
Sumber : Lembar Obsservasi Responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2017
Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata skala
kekuatan otot pasien sebelum diberikan mobilisasi dini adalah 1,75, median skala
kekuatan otot sebelum pemberian mobilisasi dini adalah 2, skala kekuatan otot
sebelum pemberian mobilisasi dini yang paling banyak 2, skala kekuatan otot
sebelum pemberian pemberian mobilisasi dini terendah 1 dan tertinggi 3 dengan
standart deviasi sebesar 0,683%. Pada tingkat kepercayaan 95% maka perbedaan
skala kekuatan otot sebelum pemberian mobilisasi dini berkisar pada nilai 1,39 –
2,11%.
5.3.2 Skala Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik Setelah Tindakan
Tabel 5.6 Tendensi sentral Berdasarkan Skala Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik Setelah Pemberian Mobilisasi Dini di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017
Skala Kekuatan Otot
Setelah
Mobilisasi Dini
Mean Median Modus Min-Max SD CI-95%
3,31 3 3 2 – 4 0,704 2,94 –
3,69
Sumber : Lembar Obsservasi Responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2017
71
Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata skala
kekuatan otot pasien setelah diberikan mobilisasi dini adalah 3,31, median skala
kekuatan otot setelah pemberian mobilisasi dini adalah 3, skala kekuatan otot
setelah pemberian mobilisasi dini yang paling banyak 3, skala kekuatan otot
setelah pemberian pemberian mobilisasi dini terendah 2 dan tertinggi 4 dengan
standart deviasi sebesar 0,704%. Pada tingkat kepercayaan 95% maka perbedaan
skala kekuatan otot setelah pemberian mobilisasi dini berkisar pada nilai 2,94 –
3,69%.
5.3.3 Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada
Pasien Pasca Stroke Iskemik
Sebelum dilakukan uji statistik adanya pengaruh peningkatan kekuatan
otot pada pasien pasca stroke iskemik sebelum dan setelah di berikan mobilisasi
dini dilakukan uji normalitas data terlebih dahulu.
Tabel 5.7 Uji Normalitas Data Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik di RSUD Dr Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017
Skala Kekuatan Otot Mean p-Value
Sebelum 1,75 0,201
Setelah 3,31 0,184
Sumber : Lembar Obsservasi Responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2017
Berdasarkan tabel 5.7 dengan uji Kolmogorov Smirnov, diperoleh hasil p
value pada kekuatan otot sebelum diberikan mobilisasi dini sebesar 0,201 (p value
> α (0,1)), sedangkan p value kekuatan otot setelah diberikan mobilisasi dini
72
sebesar 0,184 (p value > α (0,1)). Sehingga bisa disimpulkan bahwa data kekuatan
otot sebelum dan setelah diberikan mobilisasi dini berdistribusi normal.
Selanjutnya analisa pengaruh kekuatan otot sebelum dan setelah diberikan
mobilisasi dini dengan menggunakan uji beda Paired t-test.
Tabel 5.8 Analisa Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik di RSUD Dr Harjono Ponorogo 30 Mei s/d 30 Juni 2017
Skala Kekuatan Otot Mean SD p-Value
Sebelum 1,75 0,683 0,000
Setelah 3,31 0,704
Sumber : Lembar Obsservasi Responden di RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2017
Berdasarkan tabel 5.8 hasil uji Paired t-test diperoleh bahwa rata-rata
kekuatan otot setelah diberikan mobilisasi dini lebih tinggi yaitu sebesar 3,31
dibandingkan dengan sebelum diberikan mobilisasi dini yaitu sebesar 1,75.
Analisa hasil penelitian dengan uji Paired t-test diperoleh nilai p value 0,000 < α
(0,1), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan kekuatan
otot sebelum dan setelah diberikan mobilisasi dini.
5.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui wawancara dan lembar
observasi terhadap responden pada bulan Mei sampai Juni 2017 dan setelah
diolah, maka penulis kan membahas mengenai pengaruh mobilisasi dini terhadap
peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik.
73
5.4.1 Skala Otot Sebelum Pemberian Tindakan
Berdasarkan hasil penelitian skala kekuatan otot sebelum pemberian
mobilisasi dini pada pasien pasca stroke iskemik di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
Pada tabel 5.5 diketahui bahwa rata-rata skala kekuatan otot pasien sebelum
diberikan mobilisasi dini adalah 1,75, hal ini disebabkan oleh kelemahan otot
yang di akibatkan oleh pembekuan darah pada otak. Hasil pengamatan terhadap
skala kekuatan otot pada responden pasca stroke iskemik sebelum dilakukan
pemberian mobilisasi dini, menunjukkan bahwa rata-rata mengalami skala
kekuatan otot 1,75.
Stroke adalah gangguan perfusi jaringan otak yang diakibatkan oklusi
(sumbatan), embolisme serta perdarahan (patologi dalam otak itu sendiri bukan
karena faktor luar) yang mengakibatkan gangguan permanan atau semantara
(Harun; Saiful, 2013). Penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara gerakan. Penderita stroke membutuhkan program
rehabilitas untuk meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan pascaserangan
stroke, salah satu bagian rehabilitasi adalah melakukan mobilisasi dini (Kozier,
2005).
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan setelah pasien dirawat dalam kurun
waktu 24 jam sampai 14 hari pasca serangan, dikarenakan pada masa ini tingkat
kerusakan yang terjadi belum parah. Mobilisasi dini bertujuan agar kecacatan
akibat serangan stroke dapat seminimal mungkin dan fungsional yang masih
tersisa pada penderita dilatih untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan yang
terbaik adalah dapat bekerja kembali, dengan pola gerak yang mendekati normal
74
(Bernhardt J et al, 2010 dalam Kusumawardana, 2011). Aktivitas dan mobilsasi
didefinisikan sebagai suatu aksi energrtik atau keadaan bergerak. Semua manusia
yang normal memerlukan kemampuan untuk dapat bergerak. Kehilangan
kemampuan bergerak walaupun dalam waktu yang singkat memerlukan tindakan
tertentu yang tepat, baik oleh pasien maupun perawat.
Dalam keperawatan untuk menjaga keseimbangan pergerakan, yang perlu
diketahui oleh perawat, antara lain: gerakan setiap persendian, postur tubuh,
latihan dan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas (Heriana,
2014). Dengan memberikan mobilisasi dini dapat meningkatkan kekuatan otot
karena dapat menstimulasi motor unit yang terlibat maka akan terjadi peningkatan
kekuatan otot, dan kerugian pasien hemiparese bila tidak segera di tangani maka
akan terjadi kecacatan yang permanen (Potter; Perry, 2009). Mobilisasi dini
dengan latihan pasif dan aktif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi
dan mencegah terjadinya gangguan pada mobilitas persendian yang diakibatkan
oleh kontraktur dan perlengketan jaringan dan mempercepat kemampuan gerak
dan fungsi yang dapat mengakibatkan peningkatan kemampuan fungsional pasca
stroke (Kozier, 2005).
Memberikan latihan ROM apabila seseorang sakit, mereka mungkin perlu
melakukan latihan ROM sampai mereka dapat memperoleh kembali tingkat
aktivitas normalnya (Kozier, 2010). Latihan ROM adalah latihan yang diberikan
bila seseorang dalam bahaya gangguan gerak sendi akibat proses penyakit atau
kelemahan. Pasien yang mobilisasi sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas,
atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi.
75
Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot
serta memelihara mobilisasi sendi (Heriana, 2014). Mobilisasi dini yang
dilakukan dengan benar akan memberikan hasil yang baik pasca serangan stroke
(Bernhardt J et al, 2010 dalam Kusumawardana, 2011).
Menurut peneliti, bahwa ditemukan pasien pasca stroke dengan nilai rata-
rata kekuatan otot sebelum dilakukan latihan ROM adalah 2. Di harapkan dalam
memberikan latihan ROM sesuai dengan SOP serta pergerakan harus sistematik
dan urutan yang sama harus dilakukan selama setiap sesi latihan. Setiap latihan
harus diulang sebanyak tiga kali dan seri latihan harus dilakukan dua kali sehari,
sehingga kekuatan otot akan mengalami peningkatan.
5.4.2 Skala Otot Setelah Pemberian Tindakan
Berdasarkan hasil pengamatan skala kekuatan otot selama pemberian
mobilisasi dini yang diobservasi selama 7 hari pada pasien pasca stroke iskemik di
RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Pada tabel 5.6 diketahui bahwa skala kekuatan otot
rata-rata 3,31 maka hal ini disebabkan karena pasien melakukan mobilisasi sini
sesuai prosedur yang diberikan dengan benar. Selain itu kemampuan melakukan
mobilisasi dini dengan latihan ROM pasif telah dilakukan dengan cukup baik.
Hasil pengamatan terhadap skala kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik
selama dilakukan pemberian mobilisasi dini menunjukkan bahwa rata-rata skala
kekuatan otot 3,31.
Secara teoritis yang dikemukakan oleh Heriana (2014) yang menyatakan
bahwa latihan ROM adalah latihan yang diberikan bila seseorang dalam bahaya
gangguan gerak sendi akibat proses penyakit atau kelemahan. Pasien yang
76
mobilisasi sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan
latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan berikut dilakukan
untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara
mobilisasi sendi.
Latihan ROM di bagi menjadi dua yaitu, latihan ROM aktif adalah dimana
pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari
orang lain. Latihan ROM pasif adalah mobilisasi dimana pasien dalam
menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total atau
keseluruhan. Pergerakan harus sistematik dan urutan yang sama harus dilakukan
selama setiap sesi latihan. Setiap latihan harus diulang sebanyak tiga kali dan seri
latihan harus dilakukan dua kali sehari (Kozier, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi yaitu gaya hidup, proses
penyakit dan injuri, kebudayaan, tingkat energi, usia dan status perkembangan.
Salah satu dari faktor tersebut ada yang berkaitan dengan penelitan ini yaitu gaya
hidup dan usia dan status perkembangan. Gaya hidup yang didalamnya terdapat
tentang pengetahuan kesehatan yang berkaitan menurut tingkat pendidikan
menunjukkan paling banyak adalah pendidikan SD yaitu sebanyak 7 orang
(43,8%). Tingkat pendidikan sebagai faktor sosial ekonomi memang tidak
berkaitan langsung dengan kejadian stroke. Akan tetapi tingkat pendidikan
seseorang menentukan sikap orang tersebut terhadap perilaku sehat (Notoatmodjo,
2007).
Menurut Nurarif; Hardhi (2015) bahwa makin tinggi usia makin tinggi
pula resiko terkena stroke. Setiap manusia akan bertambah umurnya, dengan
77
demikian kemungkinana terjadinya stroke semakin besar. Pada umumnya resiko
terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam tahun
berikutnya.
Berdasarkan hasil karakteristik responden, menurut asumsi peneliti,
seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mampu
memahami informasi kesehatan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari. Sehingga penulis berpendapat bahwa dalam penelitian ini, tidak berpengaruh
antara pendidikan dengan skala kekuatan otot pasien pasca stroke iskemik.
Setelah itu usia dan status perkembangan, dari hasil penelitian menurut
karakteristik umur menunjukkan rata-rata umur responden 56 tahun, dan dengan
umur responden minimal 42 tahun dan maxsimum 74 tahun. Bahwa makin tinggi
usia makin tinggi pula resiko terkena stroke. Setiap manusia akan bertambah
umurnya, dengan demikian kemungkinan terjadinya stroke semakin besar.
5.4.3 Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada
Pasien Pasca Stroke Iskemik
Hasil analisa antara kekuatan otot pada pasien pasca stroke sebelum dan
sesudah dilakukan mobilisasi dini dengan Uji Paired T-test. Berdasatkan hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0,000. Artinya bahwa ada pengaruh mobilisasi dini
terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik di RSUD
Dr. Harjono Ponorogo.
Secara teoritis menurut Carpenito (2000 dalam Marlitasari 2010),
mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis
karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Kehilangan
78
kemampuan bergerak walaupun dalam waktu yang singkat memerlukan tindakan
tertentu yang tepat, baik oleh pasien maupun perawat. Dalam keperawatan untuk
menjaga keseimbangan pergerakan, yang perlu diketahui oleh perawat, antara
lain: gerakan setiap persendian, postur tubuh, latihan dan kemampuan seseorang
dalam melakukan suatu aktivitas (Heriana, 2014).
Dalam bidang keperawatan memberikan latihan ROM apabila seseorang
sakit, mereka mungkin perlu melakukan latihan ROM sampai mereka dapat
memperoleh kembali tingkat aktivitas normalnya (Kozier, 2010). Latihan ROM
adalah latihan yang diberikan bila seseorang dalam bahaya gangguan gerak sendi
akibat proses penyakit atau kelemahan. Pasien yang mobilisasi sendinya terbatas
karena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan latihan sendi untuk
mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilisasi sendi (Heriana,
2014). Mobilisasi dini dengan latihan pasif dan aktif yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya atrofi dan mencegah terjadinya gangguan pada mobilitas
persendian yang diakibatkan oleh kontraktur dan perlengketan jaringan dan
mempercepat kemampuan gerak dan fungsi yang dapat mengakibatkan
peningkatan kemampuan fungsional pasca stroke (Kozier, 2005).
Dalam pemulihan anggota gerak yang mengalami kelemahan terdapat faktor
yang mempengaruhi peningkatan kekuatan otot. Lamanya pemberian latihan dapat
mempengaruhi hasil yang diperoleh. Lama latihan tergantung pada stamina pasien.
Terapi latihan yang baik adalah latihan yang tidak melelahkan, durasi tidak terlalu
lama namun dengan pengulangan sesering mungkin (Levine, 2008 dalam Aini Nur,
2013).
79
Latihan gerak secara berulang membuat konsentrasi untuk melakukan gerakan
berulang dengan kualitas sebaik mungkin. Dalam penelitian responden juga mendapat
program terapi dari fisioterapi yang teratur sesuai tingkat kebutuhan responden.
Gerakan berulang kali dan terfokus dapat membangun koneksi baru antara motor
system dan mengaktifkan spinal motorneuron adalah dasar pemulihan pada stroke
(Lang and Beebe, 2009 dalam Aini Nur 2013).
Menurut Guyton (2007) apabila sistem saraf pusat mengirimkan sinyal
yang lemah untuk menimbulkan kontraksi otot, yang lebih sering terangsang
adalah unit motorik dalam otot yang mengandung serabut otot yang lebih kecil
daripada unit motorik yang lebih besar. Kemudian, ketika kekuatan sinyal
meningkat, unit motorik yang mulai terangsang juga semakin besar.
Remodelling otot untuk penyesuaian fungsi antara lain, hipertrofi otot dan
atrofi otot, penyesuaian panjang otot, hiperplasi serabut otot, dan pengaruh
denervasi otot. Salah satu dari remodelling otot untuk penyesuain fungsi yang
sangat berperan adalah pengaruh denervasi otot yaitu bila suatu otot kehilangan
suplai sarafnya, otot tersebut tidak lagi menerima sinyal kontraksi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan ukuran otot yang normal. Karena itu, atrofi
otot hampir segera terjadi. Pada tahap akhir dari atrofi akibat denervasi, sebagian
besar serabut otot akan rusak dan digantikan oleh jaringan fibrosa dan jaringan
lemak. Serabut-serabut yang tersisa hanya terdiri dari membran sel panjang
dengan barisan inti sel otot tetapi dengan beberapa atau tanpa disertai sifat
kontraksi dan sedikit atau tanpa kemampuan untuk membentuk kembali miofibril
jika saraf tumbuh kembali. Jaringan fibrosa yang menggantikan serabut-serabut
otot selama atrofi akibat denervasi juga memiliki kecenderungan untuk terus
80
memendek selama berbulan-bulan, yang disebut kontraktur. Karena itu, satu
masalah yang paling penting dalam melakukan terapi fisik adalah
mempertahankan otot yang sedang mengalami atrofi ini agar tidak mengalami
kelemahan (debilitating) dan kontraktur yang merusak bentuk. Hal ini dicapai
dengan melakukan peregangan otot-otot setiap hari atau dengan menggunkan alat-
alat yang mempertahankan otot-otot agar tetap teregang selama atrofi berlangsung
(Guyton, 2007).
Dengan latihan ROM, latihan ROM aktif dan latihan ROM pasif harus
dilakukan sampai ke titik sedikit mendapat tahanan, tetapi tidak nyaman.
Pergerakan harus sistematik dan urutan yang sama harus dilakukan selama setiap
sesi latihan. Setiap latihan harus diulang sebanyak tiga kali dan seri latihan harus
dilakukan dua kali sehari (Kozier, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Aini Nur (2013) tentang pengaruh latihan
ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pasien hemiparese post stroke, dengan
hasil yang di dapatkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam pemberian
latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien hemiparese post
stroke. Pemberian latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien
hemiparese post stroke dilakukan selama 7 hari dengan frekuensi latihan satu kali
sehari. Frekuensi latihan pada peningkatan kekuatan otot, didapatkan rata-rata
masing-masing otot mengalami peningkatan 1 grade (1 skala).
Menurut asumsi peneliti, perbedaan penelitian saat ini dengan melakukan
peningkatan frekuensi latihan pada penelitian sebelumnya yaitu dua kali sehari
selama 7 hari. Dan penelitian saat ini didapatkan rata-rata masing-masing otot
81
mengalami peningkatan 2 grade (2 skala). Karena ketika sistem saraf pusat
mengirimkan sinyal yang kuat meningkat, unit motorik yang mulai terangsang
juga semakin besar. Dengan demikian pemberian frekuensi dua kali sehari lebih
efektif dalam peningkatan kekuatan otot. Keterbatasan waktu di rumah sakit yang
hanya dilakukan satu kali sehari, maka peran keluarga di sini sangat dibutuhkan.
Keluarga dapat belajar melakukan latihan ROM mandiri, dengan melihat urutan-
urutan latihan ROM yang telah dilakukan oleh perawat maupun fisioterapi,
apabila ada yang belum di mengerti bisa ditanyakan langsung kepada perawat
maupun fisioterapi pada saat latihan. Dukungan keluarga mempengaruhi motivasi
penderita stroke dalam melakukan latihan juga berpengaruh besar dalam peningkatan
kekuatan otot. Fungsi keluarga sendiri dalam perawatan kesehatan anggota keluarga
yang sakit dalam menyediakan kebutuhan fisik.
5.5 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengakui adanya banyak kelemahan dan
kekurangan sehingga memungkinkan hasil yang ada belum optimal atau bisa
dikatakan sempurna. Banyak sekali kekurangan tersebut antara lain :
1. Dalam penelitian ini, peneliti mengalami keterbatasan sampel karena sampel
yang diambil harus sesuai dengan kriteria inklusi yang di inginkan peneliti.
2. Dalam penelitian ini, populasi yang didapatkan tidak hanya pasien stroke
iskemik (non hemoragik) tetapi juga pasien stroke hemoragik, jadi peneliti
kesulitan dalam penentuan jumlah sampel.
82
3. Dalam penelitian ini, peneliti mengalami keterbatasan waktu penelitian yang
hanya satu bulan, dan akhirnya pengambilan sampel sebenarnya tidak sesuai
dengan sampel yang di rancang peneliti sebelum melakukan penelitian.
4. Dalam penelitian ini, peneliti terkadang susah untuk melakukan mobilisasi
dini dikarenakan responden melakukan gerakan yang membuat ototnya kaku
(adanya tahanan) atau kurang rileks.
83
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian yang berjudul
pengaruh mobilisasi dini terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca
stroke iskemik di RSUD Dr. Harjono Ponorogo, maka ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas intensitas kekuatan otot subjek
penelitian sebelum di berikan mobilisasi dini berada pada skala 1 – 2.
2. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas intensitas kekuatan otot subjek
penelitian setelah di berikan mobilisasi dini berada pada skala 2 – 4. Rata-rata
kenaikan kekuatan otot setelah dilakukan diberikan mobilisasi dini adalah
1,6% atau bisa dikatakan peningkatannya adalah 2 skala.
3. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,000 atau sig < 0,1
maka H1 diterima, artinya ada pengaruh mobilisasi dini terhadap terhadap
peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca stroke iskemik di RSUD Dr.
Harjono Ponorogo.
84
6.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka peneliti dapat memberikan beberapa
saran, antara lain :
1. Bagi Keluarga Pasien Stroke
Bagi keluarga pasien yang mengalami pasca stroke iskemik, hasil penelitian
ini dapat diterapkan sebagai terapi untuk dilakukan di rumah.
2. Bagi Perawat RSUD dr. Harjono Ponorogo
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan frekuensi
latihan kepada responden untuk hasil yang lebih baik.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat menspesifikasikan pasien pasca stroke iskemik (non
hemoragik) yang akan diambil, dan diharapkan dapat untuk menambah
pengalaman, informasi, serta pengetahuan tentang pengaruh mobilisasi dini
terhadap terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien pasca stroke
iskemik di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
4. Bagi Civitas Akademika Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna atau dijadikan bahan
masukan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran untuk kemajuan
profesi keperawatan dalam bidang pengetahuan dan teknologi.
85
DAFTAR PUSTAKA American Heart Association. 2014. Heart Disease and Stroke Statistics.
https://scholar.unand.ac.id. Diakses tanggal 14 Januari 2017 Aini, Nur Andarwati, Arif Widodo, dan Wiwik Setiyawati. 2013. Pengaruh
Latihan ROM Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Post Stroke Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. https://eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal 14 Januari 2017
Anna, Anastasia dan Hendri Heriyanto. 2015. Perbedaan Kekuatan Otot Sebelum
Dan Sesudah Dilaukan Latihan (Mirror Therapy) Pada Pasien Stroke Iskemik Dengan Hemiparesis Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. https://journal.respati.ac.id. Diakses tanggal 14 Januari 2017
Ariyanti, Destya, Ismonah, dan Hendrajaya. 2013. Efektivitas Active Asistive
Range Of Motion Terhadap Kekuatan Otot Ekstermitas Pada Pasien Stroke Non Hemoragik. https://pmb.stikestelogorejo.ac.id. Diakses tanggal 14 Januari 2017
Artati, Yuni, Wasisto Utomo dan Jumaini. 2013. Pengaruh Mobilisasi Dini Pada
Pasien Stroke Infark Terhadap Peningkatan Pemulihan Fungsional. https://repository.unri.ac.id. Diakses tanggal 14 Januari 2017
Dinas Kesehatan Ponorogo. 2015. Profil Kabupaten Kota.
http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 16 Mei 2017 Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Harun, Cholik Rosjidi. 2013. Pedoman Pengisian Format Pengkajian Prodi D3
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Unmuh Ponorogo. Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press
Harun, Cholik Rosjidi dan Saiful Nurhidayat. 2013. Perawatan Cidera Kepala
Dan Stroke. Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press Hidayat, A dan Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika Hidayat, A dan Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika Heriana, Pelapina. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang
Selatan: Binarupa Aksara Publisher
86
Ikhsan, Muhammad Santoso. 2015. Peran Keluarga Dalam Praktik Mobilisasi Pasien Pasca Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngariboyo Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan. KTI. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 7 Jilid 1. Jakarta: EGC
Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 7 Jilid 2. Jakarta: EGC Kusumawardana. 2011. Pengaruh Mobilisasi Dini pada Stroke Non Hemoragik
Kondidi Akut Terhadap Kemampuan Aktivitas Fungsional Pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi Semarang. Skripsi. Fakultas Kedokteran (Keperawatan). Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses tanggal 30 Desember 2016
Maratis, Jerry, N.T. Suryadhi dan Muhammad Irfan. 2015. Pelatihan Visual Cue
Training Tidak Berbeda Dalam Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Dan Fungsional Berjalan Daripada Pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation Pada Pasien Pasca Stroke. https://ejurnal.esaunggul.ac.id. Diakses tanggal 24 Januari 2017
Marlitasari, Hesti, Basirun Al Ummah, dan Ning Iswati. 2010. Gambaran
Penatalaksanaan Mobilisasi Dini Oleh Perawat Pada Pasien Post Appendiktomy Di RS PKU Muhammadiyah Gombong. https://ejournal.stikesmuhgombong.acc.id. Diakses tanggal 24 Januari 2017
Mohamad, Elang A dan Engkus Kusnadi. 2013. Askep Pada Klien Dengan
Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: In Media Muttaqin. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika Murtaqib. 2013. Perbedaan Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif dan Aktif
Selama 1-2 Minggu Terhadap Peningkatan Rentang Gerak Sendi Pada Penderita Stroke Di Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. https://jks.fikes.unsoed.ac.id. Diakses tanggal 14 januari 2017
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta Nur, Eka So’emah. 2014. Pengaruh Latihan ROM (Range of Motion) Pasif
Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Pada Pasien CVA Infark Di
87
Ruang Pajajaran RSUD Prof.Dr.Soekandar Mojosari Mojokerto. https://ejournal.stikes-ppni.ac.id. Diakses tanggal 14 Januari 2017
Nurarif, Amin H dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika Price, A.S dan Wilson, M. L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC Prima, Reni Gusty. 2012. Efektivitas Pemberian Mobilisasi Dini terhadap Tonus
Otot, Kekuatan Otot, dan Kemampuan Motorik Fungsional Pasien Hemiparise Paska Stroke Iskemik. https://jurnal.fkep.unand.ac.id. Diakses tanggal 30 Desember 2016
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Angka Kejadian Stroke
di Indonesia. https://depkes.go.id. Diakses tanggal 14 Januari 2017 Rekam Medis RSUD Dr. Harjono Ponorogo. 2017. Jumlah pasien stroke di RSUD
Dr. Harjono Ponorogo. Ponorogo : RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Tidak dipublikasikan
Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika Roechhana, Nur Yulfa. 2014. Perbedaan Tingkat Kekuatan Otot Pasien Stroke
yang Diberikan ROM Dengan Terapi Oukup Di RSUD Ambarawa. https://perpusnwu.web.id. Diakses tanggal 24 Januari 2017
Sani, Fathnur K. 2016. Metode Penelitian Farmasi Komunitas Dan
Eksperimental. Yogyakarta : Deepublish Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Sitorus, JE. 2014. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Pemulihan Pasien
Stroke Infark. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan (Keperawatan). Universitas Esa Unggul. Diakses 30 Desember 2016
Smeltzer, S.C dan Bare, B.E. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddart. Jakarta : EGC Sopiyudin, M. Dahlan. 2014. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan.Seri 1
Edisi 6. Jakarta: Epidemologi Indonesia
88
Sri, Okti Purwanti dan Arina Maliya. 2008. Rehabilitasi Klien Pasca Stroke.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id. Diakses tanggal 30 Desember 2016 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alafabeta Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alafabeta Trinowiyanto, Bambang. 2016. Pengaruh Latihan Konvensional Dan Akuatik
Pada Pemulihan Kemampuan Motorik Penyandang Hemiparesis Pasca Stroke Infark. https://jurnal.poltekkes-solo.ac.id. Diakses tanggal 30 Desember 2016
89
Lampiran 1
90
Lampiran 2
91
Lampian 3
92
Lampiran 4
93
94
Lampiran 5
95
Lampiran 6
96
Lampiran 7
LEMBAR DATA PASIEN DAN OBSERVASI
A. Lembar Data
No. Responden : ........................... (Diisi oleh peneliti)
Petunjuk pengisian : Berikan tanda (√) pada salah satu pilihan jawaban
yang sesuai dengan kondisi anda saat ini.
Data Demografi
1. Umur Anda :
2. Jenis kelamin :
Laki-laki Wanita
3. Pendidikan :
Tidak sekolah SD SMP SMA
Perguruan Tinggi
4. Pekerjaaan :
Tidak bekerja/RT Petani Swasta PNS
Dan lain-lain
5. Saat ini merupakan serangan stroke yang ke berapa :
Pertama kali Lebih dari sekali
6. Bagian tubuh penderita stroke yang mengalami kelumpuhan atau
kelemahan
Tangan Kaki Tangan dan kaki
97
B. Lembar Observasi Panduan penilaian kekuatan otot :
Skala Persentase Kekuatan Normal (%)
Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna 1 10 Gerakan tidak ada kontraksi
otot positif pada palpasi atau dilihat.
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan.
3 50 Gerakan normal, melawan gravitasi.
4 75 Gerakan normal, melawan gravitasi, tahanan minimal.
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh.
Tabel nilai kekuatan otot
Bagian
Nilai kekuatan otot Hari ke 1 (Sebelum Mobilisasi) 1 minggu (Setelah Mobilisasi) 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Ekstermitas Atas dan Bawah
98
Lampiran 8
PROSEDUR PELAKSANAAN DENGAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) LATIHAN ROM PASIF DAN AKTIF
Pengertian Latihan yang diberikan bila seseorang dalam bahaya gangguan gerak sendi akibat proses penyakit atau kelemahan. Pasien yang mobilisasi sendinya terbataskarena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilisasi sendi.
Tujuan 5. Mencegah kelemahan otot-otot serta mempertahankan / memelihara kekuatan otot.
6. Mencegah kekakuan sendi (ankilosa). 7. Mempersiapkan masa sembuh. 8. Mencegah dekubitus.
Prosedur Pelaksanaan
A. Tahap Persiapan 1. Menyiapkan alat. 2. Menyapa dan menyebut nama klien. 3. Menjelaskan tujuan dan prosedur. 4. Menanyakan persetujuan dan kesepian klien. 5. Mengatur lingkungan yang tenang dan nyaman.
B. Tahap Kerja 1. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
d. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan.
e. Pegang tangan pasien dengan satu tang dan tangan yang lain memegang pergelangan tangan pasien.
f. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin 2. Fleksi dan ekstensi siku
e. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak mengarah ke tubuhnya.
f. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya mendekat bahu.
g. Tekuk siku pasien sehingga tangan pasien mendekat ke bahu. h. Kembalikan ke posisi sebelumnya.
3. Pronasi dan supinasi lengan bawah e. Atur posisi Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien
dengan siku menekuk. f. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya. g. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya
menjauhinya. h. Kembalikan ke posisi sebelumnya.
4. Pronasi dan fleksi bahu
99
f. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan. g. Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya. h. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya. i. Angkat lengan pasien pada posisi semula. j. Catat perubahan yang terjadi.
5. Abduksi dan adduksi bahu g. Atur posisi Atur posisi lengan pasien di samping badannya. h. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya. i. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah
perawat (Abduksi). j. Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi) k. Kembalikan ke posisi semula (awal). l. Catat perubahan yang terjadi.
6. Rotasi bahu h. Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku
menekuk. i. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat
siku dan pegang tangan pasien dengan tangan yang lain. j. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap ke bawah. k. Kembalikan posisi lengan ke posisi semula. l. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh
tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas. m. Kembalikan lengan ke posisi semula. n. Catat perubahan yang terjadi.
7. Fleksi dan ekstensi jari-jari e. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara
tangan lain memegang kaki erat-erat. f. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah g. Luruskan jari-jari kaki kemudian dorong ke belakang. h. Kembalikan ke posisi semula.
8. Inversi dan eversi kaki f. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu tangan
dan pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya. g. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke
kaki yang lain. h. Kembalikan ke posisi semula i. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki
yang lain. j. Kembalikan ke posisi semula.
9. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki e. Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
100
f. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien.
g. Kembalikan ke posisi semula. h. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
10. Fleksi dan ekstensi lutut e. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit
pasien dengan tangan yang lain. f. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha. g. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin. h. Kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat
kaki ke atas. i. Kembali ke posisi semula.
11. Rotasi pangkal paha e. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu
tangan yang lain di atas lutut. f. Putar kaki menjauhi dari anda. g. Putar kaki mengarah ke anda. h. Kembalikan ke posisi semula.
12. Abduksi dan adduksi pangkal paha e. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan satu tangan
pada tumit. f. Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm
dari tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien. g. Gerakkan kaki mendekati badan pasien. h. Kembalikan ke posisi semula.
Adapun cara memberikan latihan bila pasien mampu
mengerjakannya (latihan gerak aktif) adalah sebgai berikut : 1. Selagi duduk di tempat tidur tanpa penyangga
f. Gerakkan kepala ke arah leher sehingga leher menjadi tertarik benar-benar.
g. Gerakkan tubuh meliuk ke kiri dan ke kanan. h. Gerakkan tubuh memutar. i. Gerakkan tangan menekuk di atas kepala. j. Luruskan lengan ke samping dan gerakkan berputar-putar.
2. Selagi berbaring tengkurap di tempat tidur c. Luruskan benar-benar tulang belakang dengan mengangkat
kepala serta lepas dari tempat tidur tanpa di bantu oleh perawat.
d. Luruskan lengan benar-benar dengan mengangkatnya sampai lepas dari tempat tidur ke arah atas luruskan tungkai benar-benar dengan mengangkatnya dari tempat tidur ke arah atas.
3. Selagi berbaring terlentang d. Tekuk lutut dengan menarik paha sampai ke perut. e. Putar pergelangan kaki ke dalam dan ke luar. f. Tekuk dan luruskan bergantian jari-jari kaki.
101
4. Selagi berdiri dengan berpegangan pada sandaran kursi c. Ayunkan tungkai ke depan dan ke belakang secara berputar. d. Angkat beban di ats jari-jari kaki dan balik ke tumit.
C. Tahap Terminasi 1. Mengevaluasi hasil latihan rom(skala kekuatan otot). 2. Menganjurkan pasien mengulangi gerakan-gerakan yang di
ajarkan pada saat dirumah. 3. Berpamitan pada pasien. 4. Mendokumentasikan tindakan dan respon pasien dlalam catatan
keperawatan.
102
Lampiran 9
TABULASI DATA
No Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan
1 Ny. T 52 Wanita SMP Tidak bekerja
2 Tn. B 55 Laki_laki Perguruan Tinggi PNS
3 Tn. J 57 Laki_laki SMP Petani
4 Ny. P 60 Wanita SD Tidak bekerja
5 Tn. P 68 Laki_laki SD Petani
6 Tn. S 74 Laki_laki SD Petani
7 Ny. M 43 Wanita SMA Petani
8 Tn. R 50 Laki_laki Tidak Sekolah Petani
9 Ny.J 69 Wanita Tidak Sekolah Petani
10 Tn. Pa 52 Laki_laki Perguruan Tinggi PNS
11 Ny. S 42 Wanita SMA Swasta
12 Tn. K 45 Laki_laki SMP Petani
13 Tn.Se 65 Laki_laki SD PNS
14 Tn. Sr 45 Laki_laki SD Petani
15 Ny. Sp 70 Wanita Tidak Sekolah Tidak bekerja
16 Ny.Sk 47 Wanita SMP Swasta
103
TABULASI DATA
No Nama Skala Kekuatan Otot Sebelum Kekuatan Otot Setelah
1 Ny. T 3 4
2 Tn. B 1 2
3 Tn. J 2 3
4 Ny. P 2 4
5 Tn. P 2 4
6 Tn. S 1 3
7 Ny. M 2 4
8 Tn. R 2 3
9 Ny.J 2 3
10 Tn. Pa 1 2
11 Ny. S 1 3
12 Tn. K 3 4
13 Tn.Se 2 3
14 Tn. Sr 1 4
15 Ny. Sp 2 4
16 Ny.Sk 1 3
104
Lampiran 10
HASIL DATA TENDENSI SENTRAL DAN DISTRIBUSI FREKUENSI
EXAMINE VARIABLES=Usia /PLOT BOXPLOT STEMLEAF /COMPARE GROUP /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Usia Mean 55.88 2.652
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 50.22
Upper Bound 61.53
5% Trimmed Mean 55.64
Median 53.50
Variance 112.517
Std. Deviation 10.607
Minimum 42
Maximum 74
Range 32
Interquartile Range 22
Skewness .335 .564
Kurtosis -1.296 1.091
105
Usia
106
FREQUENCIES VARIABLES=Jenis_Kelamin Pendidikan Pekerjaan Serangan_Stroke_Ke /NTILES=4
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Statistics
Jenis_Kelamin Pendidikan Pekerjaan
Serangan_Strok
e_Ke
N Valid 16 16 16 16
Missing 0 0 0 0
Percentiles 25 1.00 2.00 2.00 1.00
50 1.00 2.50 2.00 1.00
75 2.00 3.75 3.00 1.00
Frequency Table
Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki_laki 9 56.2 56.2 56.2
Wanita 7 43.8 43.8 100.0
Total 16 100.0 100.0
107
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak_Sekolah 3 18.8 18.8 18.8
SD 5 31.2 31.2 50.0
SMP 4 25.0 25.0 75.0
SMA 2 12.5 12.5 87.5
Perguruan_Tinggi 2 12.5 12.5 100.0
Total 16 100.0 100.0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak_bekerja/IRT 3 18.8 18.8 18.8
Petani 8 50.0 50.0 68.8
Swasta 2 12.5 12.5 81.2
PNS 3 18.8 18.8 100.0
Total 16 100.0 100.0
Serangan_Stroke_Ke
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid pertama_kali 16 100.0 100.0 100.0
108
EXAMINE VARIABLES=Kekuatan_Otot_Sebelum /PLOT BOXPLOT STEMLEAF /COMPARE GROUP /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kekuatan_Otot_Sebelum 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Kekuatan_Otot_Sebelum Mean 1.75 .171
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.39
Upper Bound 2.11
5% Trimmed Mean 1.72
Median 2.00
Variance .467
Std. Deviation .683
Minimum 1
Maximum 3
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness .358 .564
Kurtosis -.592 1.091
Kekuatan_Otot_Sebelum
109
EXAMINE VARIABLES=Kekuatan_Otot_Setelah /PLOT BOXPLOT STEMLEAF /COMPARE GROUP /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kekuatan_Otot_Setelah 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Kekuatan_Otot_Setelah Mean 3.31 .176
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.94
Upper Bound 3.69
5% Trimmed Mean 3.35
Median 3.00
Variance .496
Std. Deviation .704
Minimum 2
Maximum 4
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness -.537 .564
Kurtosis -.643 1.091
Kekuatan_Otot_Setelah FREQUENCIES VARIABLES=Kekuatan_Otot_Sebelum Kekuatan_Otot_Setelah /NTILES=4
110
/STATISTICS=STDDEV RANGE MINIMUM MAXIMUM SEMEAN MEAN MEDIAN MODE SKEWNESS SESKEW KURTOSIS SEKURT
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Statistics
Kekuatan_Otot_
Sebelum
Kekuatan_Otot_
Setelah
N Valid 16 16
Missing 0 0
Mean 1.75 3.31
Std. Error of Mean .171 .176
Median 2.00 3.00
Mode 2 3a
Std. Deviation .683 .704
Skewness .358 -.537
Std. Error of Skewness .564 .564
Kurtosis -.592 -.643
Std. Error of Kurtosis 1.091 1.091
Range 2 2
Minimum 1 2
Maximum 3 4
Percentiles 25 1.00 3.00
50 2.00 3.00
75 2.00 4.00
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
111
Frequency Table
Kekuatan_Otot_Sebelum
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 6 37.5 37.5 37.5
2 8 50.0 50.0 87.5
3 2 12.5 12.5 100.0
Total 16 100.0 100.0
Kekuatan_Otot_Setelah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 2 2 12.5 12.5 12.5
3 7 43.8 43.8 56.2
4 7 43.8 43.8 100.0
Total 16 100.0 100.0
112
Latihan 11
HASIL UJI NORMALITAS
NPAR TESTS /K-S(NORMAL)=Kekuatan_Otot_Sebelum Kekuatan_Otot_Setelah
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kekuatan_Otot_
Sebelum
Kekuatan_Otot_
Setelah
N 16 16
Normal Parametersa Mean 1.75 3.31
Std. Deviation .683 .704
Most Extreme Differences Absolute .268 .273
Positive .239 .234
Negative -.268 -.273
Kolmogorov-Smirnov Z 1.071 1.092
Asymp. Sig. (2-tailed) .201 .184
a. Test distribution is Normal.
113
Latihan 12
HASIL UJI PAIRED T TEST
T-TEST PAIRS=Kekuatan_Otot_Sebelum WITH Kekuatan_Otot_Setelah (PAIRED) /CRITERIA=CI(.9500)
/MISSING=ANALYSIS.
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Kekuatan_Otot_Sebelum 1.75 16 .683 .171
Kekuatan_Otot_Setelah 3.31 16 .704 .176
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Kekuatan_Otot_Sebelum &
Kekuatan_Otot_Setelah 16 .589 .016
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Kekuatan_Otot_Se
belum -
Kekuatan_Otot_Set
elah
-1.562 .629 .157 -1.898 -1.227 -9.934 15 .000
114
Lampiran 13 DOKUMENTASI
115
Lampiran 14
JADWAL PENYUSUNAN SKRIPSI
No Jadwal Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 Menentukan topik proposal 2 Pengajuan judul 3 Survei pendahuluan 4 Bimbingan proposal 5 Ujian proposal 6 Revisi proposal 7 Pengurusan surat dan perizinan 8 Pengumpulan data 9 Analisa data
10 Penarikan kesimpulan 11 Ujian skripsi 12 Revisi skripsi 13 Pengumpulan berkas
116
Lampiran 15
117
Lampiran 16
118
119
Lampiran 17
120