skripsi epen edit
DESCRIPTION
contohTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pantai merupakan daerah yang banyak dimanfaatkan oleh
manusia untuk sumber mata pencaharian, daerah pemukiman dan bahkan
tempat pariwisata. Pada umumnya pantai mempunyai kemampuan alami
untuk menstabilkan profil pantai itu sendiri sehingga pada kondisi gelombang
normal, pantai dapat menghancurkan gelombang tersebut.
Permasalahan yang sering terjadi di daerah tepi pantai antara lain
adalah gelombang pasang ataupun badai gelombang yang menerjang,
erosi/abrasi pantai, penutupan muara dan lainnya.
Gelombang pecah yang terjadi akan kembali membentuk
gelombang dan pecah kembali, dan hal ini akan berlangsung sampai beberapa
kali sebelum pada akhirnya merambat naik ke bagian dekat garis pantai
(Beach Foreshore). Pada bagian kepala gelombang yang merangkak naik ke
wilayah daratan (wave uprush) akan terbentuk barisan gundukan pasir. Di
seberang gundukan pasir ini umumnya terbentang punggung berpasir yang
disebut area pantai yang hanya dapat dicapai oleh gelombang badai yang
besar. Pada kondisi ini maka sistem pertahanan alamiah pantai tidak akan
mampu menangkal gempuran gelombang jenis ini. Pada fase inilah pantai
akan menemukan masalahnya, karena bilamana tidak ada bantuan
penanganan menggunakan teknologi maka dapat dipastikan garis pantai akan
rusak. Sebagai contoh pantai Manado pada kejadian gelombang surge tahun
2003 yang lalu, dimana ketinggian gelombang mencapai 3.0 s/d 4.0 m. Dalam
kejadian saat itu hampir sepanjang pantai Manado mengalami kerusakan
berat. Selain itu juga pada waktu tertentu terjadi peristiwa dimana tinggi
gelombang laut yang melewati elevasi seawall sehingga terjadi genangan air laut
yang dapat merusak struktur jalan/pemukiman yang berada di sekitar seawall dan
jika peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan
banjir.
Page 1
Gambaran Umum Lokasi Studi
Pesisir Pantai Malalayang adalah pantai yang tergolong sebagai pantai
wisata di Kota Manado. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan
perekonomian, pantai ini semakin banyak dikunjungi wisatawan disamping telah
menjadi suatu wilayah konservasi yang sangat penting dan strategis.
Panjang garis pantai Malalayang adalah sekitar 3,980 Km yang
memanjang dari timur laut dengan koordinat 124o48’3,93”E/1027’36,23”N sampai
kearah barat daya dengan koordinat 124o46’36,85”E/1027’34,31”N. Melihat
situasi dan kondisi garis pantainya, perwajahan pantai Malalayang dapat dibagi
dalam beberapa segmen perwajahan yaitu, pantai bertebing, berbatu, pantai
berpasir dan mangrove.
Kondisi topografi pesisir, umumnya berbukit dengan kemiringan 1: 4
sampai 1:5 (H:V). Letak garis pantai Malayang rata-rata berjarak hanya 50 m dari
kaki tebing, dan bersisian dengan jalan arteri trans Sulawesi yaitu jalan yang
menghubungkan kabupaten-kabupaten di propinsi Sulawesi Utara dengan propinsi
lain yang berada di pulau Sulawesi.
Jika dipandang dari sudut penggunaan lahan, saat ini sebagian besar
pesisir pantai dipergunakan sebagai kawasan wisata dan sebagiannya sebagai
daerah permukiman. Hal ini mengakibatkan tingginya aktifitas di pesisisr pantai
tersebut.
Karena semakin banyaknya fasilitas yang dibangun seperti
pemukiman, perkantoran, restoran, pabrik, tempat wisata, tempat-tempat
pertemuan dan lain-lain, sehingga system pengaman pantai yang ada untuk
menanggulangi masalah-masalah pantai sebagaimana disebutkan diatas sangat
mendesak untuk dievaluasi bahkan dikembangkan. Garis pantai Malalayang yang
terletak berhadapan langsung dengan laut Sulawesi merupakan salah satu wilayah
pantai di Sulawesi Utara yang memiliki tingkat aktifitas perekonomian dan
perkembangan fungsi lahan yang cukup tinggi, bahkan sampai menyentuh dan
cenderung mengganggu efektifitas dan efisiensi fasilitas system pengaman pantai
seawall.
Page 2
1.2. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mencoba menganalisa
besarnya debit Overtopping Terhadap Seawall yang berada di pesisir pantai
Malalayang
1.3. Pembatasan Masalah.
1. Mengkaji Limpasan Gelombang (Overtopping) terhadap seawall
2. Penggunaan teori gelombang sebatas teori yang berkaitan dengan
gelombang linear.
1.4. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Mendapatkan besaran – besaran Overtopping melalui proses analisis
Hindcasting Gelombang dan perhitungan refraksi.
2. Mengetahui efektifitas seawall eksisting dan menghasilkan
rekomendasi lanjut, sistem pengaman pantai di Pantai Malalayang.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan ini adalah dapat dijadikan referensi bagi
pemerintah maupun konsultan bilamana ada pengembangan wilayah pantai di ruas
pantai malalayang.
1.6 Metodologi Penelitian
1. Maksud dilaksanakannya survei ini adalah untuk mengenal lokasi studi
dan untuk mengetahui keadaan dan masalah – masalah yang terjadi di
daerah survei.
2. Pengumpulan data
i. Data Klimatologi (Data Angin dari BMG)
ii. Data Hidrografi (Sumber : Balai Sungai)
iii. Bangunan pengaman pantai
iv. Studi – studi terdahulu yang telah dilakukan (Sumber: Dinas
Sumber Daya Air)
Page 3
3. Studi literature, Studi Literatur adalah pemanfaatan literatur – literatur
yang berkaitan dengan topik dan tujuan diadakannya studi ini, untuk
maksud mendapatkan referensi dan teori – teori yang akan dipakai baik
dalam analisis masalah, bahkan konsep bangunan pantai yang sesuai
dengan dan cocok dengan lokasi studi.
1.7 Desain Studi
Tahapan – tahapan yang dilalui dalam penelitian ini dapat dilihat pada
flow Chart dibawah ini :
Page 4
Penentuan Lokasi Studi
Pengumpulan data – data /survey
Analisa / Pengolahan Data :- Hindcasting Gelombang - Refraksi dan Gelombang Pecah- Overtopping - Run-up dan Overtopping
Pembahasan
Kesimpulan,saran dan Rekomendasi
Mulai
Selesai
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pantai
2.1.1. Definisi Pantai
Dalam bidang teknik pantai, ada dua istilah yang sering rancu
pemakaiannya,yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pantai adalah
daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan
air surut terendah. Sedang pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang
masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air laut. Dibawah ini adalah pengertian dari beberapa
istilah dalam bidang teknik pantai :
Daerah daratan : Daerah yang terletak di atas dan di bawah
permukaan daratan dimulai dari batas garis
pasang tertinggi.
Daerah lautan : Daerah yang terletak di atas dan di bawah
permukaan laut di mulai dari sisi laut pada
garis surut terendah, termasuk dasar laut
dan bagian bumi di bawahnya.
Garis pantai : Garis batas pertemuan antara daratan dan
air laut, dimana posisinya tidak tetap dan
dapat berpindah sesuai dengan psasang
surut air laut dan erosi pantai yang terjadi.
Sempadan Pantai : Kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Kriteria sempadan pantai adalah daratan
sepanjang tepian yang lebarnya sesuai
dengan bentuk dan kondisi pantai, minimal
100 m dari titik pasang tertinggi kea rah
daratan.
Page 5
Gambar 2.1. Profil Pantai
Dari gambar profil pantai tersebut, daerah kearah pantai dari
garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu, inshore,
foreshore dan backshore. Perbatasan antara inshore dan foreshore
adalah batas air laut pada saat muka air rendah dan permukaan pantai.
Proses gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan
terbentuknya longshore bar, yaitu gumuk pasir yang memanjang dan
kira – kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang
terbentang dari garis pantai pada saat muka rendah sampai batas atas
Page 6
dari uprush pada saat air pasang tinggi. Profil pantai di daerah ini
mempunyai kemiringan yang lebih curam daripada profil di daerah
inshore dan backshore. Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh
foreshore dan garis pantai yang terbentuk pada saat terjadi gelombang
badai bersamaan dengan muka air laut. Offshore adalah daerah dari
garis gelombang pecah kea rah laut. Surf zone adalah daerah yang
terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naik-
turunnya gelombang di pantai. Breaker zone adalah daerah dimana
gelombang yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidak-
stabilan dan pecah. Swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis
batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah
turunnyagelombang pantai.
2.1.2. Gelombang
Gelombang/ombak yang terjadi di lautan dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa macam tergantung kepada gaya
pembangkitnya. Pembangkit gelombang laut dapat disebabkan oleh:
angin (gelombang angin), gaya tarik menarik bumi-bulan-matahari
(gelombang pasang-surut), gempa (vulkanik atau tektonik) di dasar
laut (gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan oleh
gerakan kapal.
Gelombang yang sehari-hari terjadi dan diperhitungkan dalam
bidang teknik pantai adalah gelombang angin dan pasang-surut
(pasut). Gelombang dapat membentuk dan merusak pantai dan
berpengaruh pada bangunan-bangunan pantai. Energi gelombang akan
membangkitkan arus dan mempengaruhi pergerakan sedimen dalam
arah tegak lurus pantai (cross-shore) dan sejajar pantai (longshore).
Pada perencanaan teknis bidang teknik pantai, gelombang merupakan
faktor utama yang diperhitungkan karena akan menyebabkan gaya-
gaya yang bekerja pada bangunan pantai.
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan
arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik
Page 7
sinusoidal. Gelombang laut disebabkan oleh angin. Angin di atas
lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak-riak,
alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita sebut sebagai
gelombang.
Gambar 2.2. Daerah penjalaran gelombang menuju pantai
Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang
fetch pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh
gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk
daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak fetchnya,
ketinggian gelombangnya akan semakin besar. Angin juga
mempunyai pengaruh yang penting pada ketinggian gelombang.
Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih
besar.
Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water)
menuju ke pantai akan mengalami perubahan bentuk karena adanya
perubahan kedalaman laut. Apabila gelombang bergerak mendekati
pantai, pergerakan gelombang di bagian bawah yang berbatasan
dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari friksi/gesekan
antara air dan dasar pantai. Sementara itu, bagian atas gelombang di
permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pantai, puncak
gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar.
Fenomena ini yang menyebabkan gelombang tersebut kemudian
pecah
Page 8
2.2. Teori Gelombang
Teori gelombang yang akan dibahas untuk gelombang adalah teori
gelombang airy yang juga disebut teori gelombang linier atau teori
gelombang amplitude kecil. Anggapan – anggapan yang digunakan untuk
menurunkan persamaan gelombang adalah sebagai berikut :
Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan sehingga rapat massa
adalah konstan
Tegangan permukaan diabaikan
Gaya coriolis (akibat perputaran bumi) diabaikan
Tekanan pada permukaan air adalah seragam dan konstan
Zat cair adalah ideal sehingga berlaku aliran tak rotasi.
Dasar laut adalah horizontal, tetap dan impermeabel sehingga kecepatan
vertikal di dasar adalah nol
Amplitude gelombang kecil terhadap panjang gelombang dan
kedalaman air.
Gerak gelombang berbentuk silinder yang tegak lurus arah penjalaran
gelombang sehingga gelombang adalah dua dimensi.
Gambar 2.3. Sketsa Definisi Gelombang
Page 9
Keterangan :
d = jarak antara muka air rerata dengan dasar laut ( kedalaman laut )
µ = fluktuasi muka air terhadap muka air diam
a = amplitude gelombang
H = tinggi gelombang = 2 a
L = panjang gelombang, yaitu jarak antara dua puncak gelombang
yang berurutan.
T = periode gelombang, yaitu interval waktu yang diperlukan oleh
partikel air untuk kembali pada kedudukan yang sama dengan
kedudukan semula.
C = kecepatan rambat gelombang
K = angka gelombang = 2π/L
= frekuensi gelombang = 2π/T
Cepat rambat gelombang yaitu panjang sebuah gelombang (L) dibagi
dengan periode gelombang (T) tersebut sehingga persamaannya didapat :
……………………………………………………... (2.1)
Hubungan cepat rambat gelombang © dengan panjang gelombang (L) dan
kedalaman (d) menjadi :
…………………………………………(2.2)
Dari persamaan (2.1) maka persamaan (2.2) dapat ditulis menjadi :
…………………………………………..(2.3)
Nilai 2π/L dan 2π/T disebut angka gelombang k dan frekuensi sudut
gelombang ω. Dari persamaan (2.1) dan (2.3) maka panjang gelombang
dapat dirumuskan sebagai berikut :
………………………………………….(2.4)
Page 10
Persamaan (2.4) menjadi sulit digunakan karena L yang tidak diketahui pada
kedua sisi dari persamaan. Dengan mentabulasikan nilai d/ L dan d/ Lo
(d/ Lo adalah panjang gelombang dilaut dalam) yang ada dalam lampiran C-
1 SPM’84 Volume I maka persamaan tersebut dapat diselesaikan. Eckart
memberi pendekatan pada persamaan (2.4) dengan persamaan berikut :
…………………………………… .. (2.5)
Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d
dan panjang gelombang L, gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga
macam seperti pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Klasifikasi gelombang menurut kedalaman relatif
Klasifikasi d/L 2πd/L Tanh (2πd/L)
Laut Dalam D/L > ½ > π ≈ 1
Laut Transisi 1/25 < d/L <½ ¼ sampai π Tanh (2πd/L)
Laut Dangkal d/L <1/25 < ¼ ≈ 2πd/L
Cepat rambat dan panjang gelombang diturunkan berdasarkan persamaan
gelombang yang dapat diberikan pada tabel dibawah ini :
Page 11
Tabel 2.2. Cepat rambat dan panjang gelombang menurut kedalaman relatif
Cepat Rambat
Gelombang
Panjang
Gelombang
Laut Dalam Laut Transisi Laut Dangkal
D/L > ½ 1/25 < d/L <½ d/L <1/25
Apabila percepatan gravitasi besarnya diambil 9.81 m/d2 maka persamaan
panjang gelombang di laut dalam menjadi :
Lo = 1.56 T2 …………………………………………………. (2.6)
2.3. Peramalan Gelombang
Angin mengakibatkan gelombang laut, oleh karena itu data angin
dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi
kajian. Data angin diperlukan sebagai data masukan dalam peramalan
gelombang sehingga diperoleh tinggi gelombang rencana. Data angin yang
diperlukan adalah data angin setiap jam berikut informasi mengenai arahnya.
Untuk melakukan peramalan gelombang di suatu perairan diperlukan
masukan berupa data angin dan peta lokasi studi. Interaksi antara angin dan
permukaan air menyebabkan timbulnya gelombang (gelombang akibat angin
atau wind induced wave). Data angin diperlukan sebagai data masukan
dalam peramalan gelombang sehingga diperoleh tinggi gelombang rencana.
Data angin yang diperlukan adalah data angin setiap jam berikut informasi
mengenai arahnya.Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan untuk
menentukan besarnya “fetch” atau kawasan pembentukan gelombang.
Page 12
2.3.1. Fetch
Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang
diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan.
Pada kenyataan, angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau
sembarang sehingga panjang fetch diukur dari titik pengamatan
dengan interval 5°. Penghitungan panjang fetch efektif ini dilakukan
dengan menggunakan bantuan peta lokasi studi dengan skala yang
cukup besar, sehingga dapat terlihat pulau-pulau/daratan yang
mempengaruhi pembentukan gelombang di suatu lokasi. Panjang
fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan berdasarkan
rumus berikut:
Feff = ……………………………………. (2.7)
di mana:
Feff = Fetch rerata efektif.
Xi = Panjang segmen fetch yang diukur darititik observasi
gelombang ke ujung akhir fetch.
= Deviasi pada kedua sisi dari arah angin.
Page 13
Gambar 2.4. Daerah Pengaruh Fetch
2.3.2. Angin
Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang
adalah data di permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data
tersebut dapat diperoleh dari pengukuran langsung di atas permukaan
laut atau pengukuran di darat di dekat lokasi peramalan yang
kemudian di konversi menjadi data angin di laut. Kecepatan angin di
ukur dengan anemometer, dan biasanya dinyatakan dalam knot. Satu
knot adalah panjang satu menit garis bujur melalui katulistiwa yang
ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot = 1,852 km/jam = 0,5 m/d.
Data angin yang ada harus dikoreksi terhadap beberapa hal
sebagai berikut :
a. Koreksi Elevasi
Data kecepatan angin yang akan digunakan dalam perhitungan
adalah data kecepatan angin yang diukur pada elevasi 10 meter.
Jika data angin tersebut diambil pada elevasi lain maka data
kecepatan angin tersebut harus dikonversi dengan menggunakan
persamaan di bawah ini :
U10 = U(y). , ......................................................(2.8)
Persamaan ini bisa digunakan untuk y < 20 m
b. Koreksi Stabilitas
Jika perbedaan temperatur udara dan laut Tas = Ta – Ts = 0,
maka lapisan batas stabil dan tidak diperlukan koreksi kecepatan
angin. Jika terdapat perbedaan temperatur maka kecepatan angin
efektif dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
U = RT*U10 ............................................................ (2.9)
Dimana :
RT = faktor koreksi
Page 14
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
0.7
RT
RT dapat dibaca pada gambar 2.5. Jika tidak ada data perbedaan
temperatur udara dan laut maka dapat diasumsikan RT = 1.1
Air – sea temperature (Ta – Ts) oC
Gambar 2.5. Rasio Faktor Koreksi RT
c. Koreksi Lokasi pengamatan
Data kecepatan angin yang digunakan dalam perhitungan adalah
data angin pada permukaan air. Sering data angin di permukaan air
tidak tersedia, yang ada hanya data angin di daratan sehingga
harus dikoreksi. Untuk koreksi tersebut dapat digunakan
persamaan berikut:
U = RT*RL*U10……………………………………(2.10)
Nilai RL dapat dibaca pada gambar 2.6
Page 15
Gambar. 2.6. Rasio RL
d. Koreksi Faktor Tegangan Angin
Setelah dilakukan berbagai koreksi, kecepatan angin dikonversi ke
faktor tegangan angin dengan menggunankan persamaan berikut :
UA = 0.71(U)1.23…………………………………..(2.11)
Dimana U dalam m/s
2.3.3. Peramalan Gelombang Di Laut Dalam
Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan
melakukan pengolahan data angin. Prediksi gelombang disebut
hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang telah
lalu dan disebut forecasting jika berdasarkan kondisi meteorologi hasil
prediksi. Prosedur perhitungan keduanya sama, perbedaannya hanya
pada sumber data meteorologinya. Metode perhitungan gelombang
dengan cara hindcasting menggunakan metode SMB (Sverdrup-
Munk-Brechneider). Gelombang laut yang akan diramal adalah
gelombang laut dalam yang dibangkitkan oleh angin di laut dalam
suatu perairan. Untuk peramalan gelombang dengan cara pengolahan
data angin ini diperlukan data angin minimal 10 tahun.
Penentuan durasi minimum tfetch untuk daerah gelombang fetch
limited :
Open Water
…………………………….. (2.12)
Rectricted Fetch
…………………………. (2.13)
Page 16
Menentukan karakter gelombang duration limited atau fetch
limited. Dengan Syarat, Duration Limited ti < tfetch
Open Water
Duration limited
………………… (2.14)
…………………… (2.15)
Fetch Limited
…………………….. (2.16)
……………………..(2.17)
Restricted Fetch
Duration limited
………………… (2.18)
……………………… (2.19)
Fetch Limited
……………………..(2.20)
…………………….. (2.21)
Menentukan kondisi gelombang fully developed. Disebut fully
developed apabila memenuhi syarat – syarat berikut:
Page 17
………………………………. (2.22)
………………………………… (2.23)
…………………………………. (2.24)
Jika kondisi gelombang fully developed .
Open Water
……………………………..(2.25)
………………………………... (2.26)
Rectricted Fetch
……………………………..(2.27)
………………………………..(2.28)
Jika kondisi gelombang non fully developed
Ho = H ………………………………………….. (2.29)
To = T …………………………………………... (2.30)
Selengkapnya penentuan tinggi dan periode gelombang dengan
menggunakan hindcasting gelombang metode SMB (Sverdrup-Munk-
Brechneider) dapat dilihat pada gambar 2.7
Page 18
Feff <16 km
Y(Open Water) N(Restricted Fetch)
Y(Duration Limited) N(Fetch Limited) Y(Duration Limited) N(Fetch Limited)
Y(Fully Developed) Y(Open Water)
N(Restriced Fetch))
Y
N
N
Y
N(NonFully Developed))
START
Sta
U10. UA, Feff
ti = 6 jam
Apakah Open Water
3/13/1
3/2
8.68A
fetchUg
Ft 44.0^
28.0
72.0
09.51
A
fetch
Ug
Ft
ti < tfetch ti < tfetch
411.0
7/525
0702.0
1051.8
A
iA
A
iA
U
gt
g
UT
U
gt
g
UxH
3/1
2
2/1
2
2
2857.0
0016.0
A
A
A
A
U
gF
g
UT
U
gF
g
UH
411.0
^
^
2/1
^
^
3704.0
0015.0
A
A
A
A
U
gF
g
UT
U
gF
g
UH
39.0
^
^
69.02^
082.0
000103.0
A
iA
A
iA
U
gt
g
UT
U
gt
g
UH
4
12
1015.7
134.8
10433.2
xU
gt
U
gT
xU
gH
A
A
A
Feff <16 km Apakah Open Water
H, T
U10 = 0.9U10
U10 = 0.9U10
g
UT
g
UH
fd
fd
10
^
10
2^
134.8
2433.0
g
UT
g
UH
fd
fd
10
10
2
134.8
2433.0
STOP
Gambar 2.7. Bagan Alir Hindcasting Gelombang
2.4 Deformasi Gelombang
Page 19
Catatan : Open Water bilamana panjang dan lebar
fetch hampir sama. Restricted terhenti pada pulau – pulau
dekat dalam teluk, danau atau sungai.
Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang
tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh refraksi,
difraksi, refleksi dan gelombang pecah. Di laut dalam, gelombang adalah
sinusoidal sedangkan di laut dangkal puncak gelombang menjadi semakin tajam
sehingga tidak stabil dan pecah. Refraksi, difraksi, refleksi gelombang dan
gelombang pecah akan menentukan tinggi gelombang dan pola garis puncak suatu
gelombang di suatu tempat di daerah pantai.
2.4.1 Refraksi Gelombang
Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan
kedalaman laut. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi
gelombang di sepanjang pantai.
Pada dasarnya kedalaman air dimana gelombang menjalar
mempengamhi kecepatan rambat gelombang. Apabila cepat rambat
gelombang berkurang dengan kedalaman, panjang gelombang juga
berkurang secara linier. Variasi cepat rambat gelombang terjadi sepanjang
garis puncak gelombang yang bergerak dengan membentuk suatu sudut
terhadap garis kedalaman laut, karena bagian dari gelombang di laut
dalam bergerak lebih cepat daripada bagian di laut yang lebih dangkal.
Variasi tersebut menyebabkan puncak gelombang membelok dan
berusaha untuk sejajar dengan garis kontur dasar laut.
Perubahan arah gelombang karena refraksi tersebut
menghasilkan konvergensi (penguncupan) atau divergensi (penyebaran)
energy gelombang dan mempengaruhi energi gelombang yang terjadi di
suatu tempat. Perkiraan total energi gelombang ditulis sebagai berikut:
……………………………...…………...…………. (2.31)
Dalam analisis refraksi, diasumsikan bahwa gelombang yang
menuju pantai tidak ada energi yang mengalir menyimpang puncak
gelombang. Energi yang dibawa adalah konstan di antara garis ortogonal.
Page 20
Pada laut dalam energi gelombang yang dibawa melintang bidang antara
ortogonal yang berdekatan adalah :
………………...…………...………………...…. (2.32)
dimana:
bo adalah jarak antara garis ortogonal di laut dalam. Subskrib o selalu
menunjukkan kondisi laut dalam.Tenaga ini disamakan dengan energi
yang. dibawa di antara dua garis ortogonal di laut dangkal.
…...…………………...………...…...…..………...…. (2.33)
dimana:
b adalah jarak antara garis ortogonal di laut dangkal.
Oleh karena itu , atau dapat ditulis :
..…………...…….........…………...…….. (2.34)
dan,
..…………………..............……………………....…. (2.35)
Kombinasi dari persamaan (2.17) dan (2.18) menghasilkan :
..………………...……………....…. (2.36)
Suku pertama dikenal sebagai koefisien shoaling dan suku kedua dikenal
sebagai koefisien refraksi. Nilai sama dengan dan nilai α dapat
dicari dengan rumus berikut ini :
..…………………....……..……….....…….. (2.37)
Page 21
dimana:
αo = Sudut antara puncak gelombang di laut dalam dan garis
pantai / sudut datang gelombang (°).
α = Sudut antara puncak gelombang dan garis pantai(°)
C0 = Cepat rambat gelombang di laut dalam
C = Cepat rambat gelombang pada kontur berikutnya.
2.4.2 Difraksi Gelombang
Difraksi gelombang terjadi apabila gelombang datang terhalang oleh
itu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, sehinnga gelombang
terebut membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk ke daerah terlindung
di belakangnya. Dalam difraksi gelombang ini terjadi transfer energi dalam
arah tegak lurus penjalaran gelombang menuju daerah terlindung. Transfer
energi ke daerah terlindung menyebabkan terbentuknya gelombang di
daerah tersebut, meskipun tidak sebesar gelombang di luar daerah terlindung.
Biasanya tinggi gelombang berkurang di sepanjang puncak gelombang
menuju daerah terlindung. Pengetahuan tentang difraksi gelombang ini
penting di dalam perencanaan pelabuhan dan pemecah gelombang sebagai
pelindung pantai
2.4.3 Refleksi Gelombang
Gelombang datang yang mengenai / membentur suatu rintangan
akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Refleksi gelombang dalam
pelabuhan akan menyebabkan ketidak-tenangan dalam perairan
pelabuhan. Untuk mendapatkan ketenangan di kolam pelabuhan maka
bangunan - bangunan yang ada harus bisa menyerap dan menghacurkan energi
gelombang.
2.4.4 Gelombang Pecah
Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut.
Pengaruh kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecrl dari
Page 22
setengah kali panjang gelombang. Di laut dalam profil gelombang adalah
sinusoidal, semakin menuju ke perairan yang lebih dangkal puncak
gelombang dan lembah semakin datar.
Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringan yaitu perbandingan
antara tinggi dan panjang gelombang. Dilaut dalam kemiringan gelombang
maksimum dimana gelombang mulai tidak stabil yaitu Ho / Lo = 1/7.
Kemiringan yang lebih tajam dari batas maksimum menyebabkan
kecepatan partikel di puncak gelombang lebih besar dari kecepatan rambat
gelombang sehingga terjadi ketidakstabilan dan gelombang pecah.
Sebuah gelombang di laut dalam akan bergerak menuju pantai
sampai ke kedalaman air cukup yang dangkal yang mulai pecah. Munk 1949
memperoleh beberapa hubungan dari sebuah modifikasi tinggi gelombang
pecah Hb, kedalaman gelombang pecah db, tinggi gelombang yang tidak
terdifraksi H'0, dan panjang gelombang di laut dalam. Ekspresinya diberikan
dengan :
..……….....…….....................……….. (2.38)
dan,
..………...........…..…………………..…………..….. (2.39)
Rasio Hb/H'o adalah sering disyaratkan sebagai indeks tinggi
gelombang pecah. Akibat observasi dan investigasi oleh Iversen 1952 -
1953, Galvin 1969 dan Goda 1970 bersama lainnya dikembangkan Hb/H'0
dan db/Hb yang bergantung pada kemiringan pantai dan kecuraman
gelombang insiden. Pada Gambar 2-72 SPM'84. menunjukkan empiris
Goda yang memperoleh hubungan antara Hb/H'0 dan db/L'0 untuk beberapa
kemiringan pantai. Kurva yang ditunjukkan pada gambar cocok sampai data
yang tersebar biarpun bergantung pada Hb/H'0 pada kemiringan pantai.
Hubungan empins db/Hb dan Hb/gT2 diperoleh oleh Wigel untuk variasi
kemiringan pantai yang dipersentasikan pada Gambar 2-73 SPM'84.
Page 23
..………................………...........……….. (2.40)
Dimana :
..………............………..................….……..
(2.41)
..……….......................…................…………….. (2.42)
Gelombang pecah dapat dibedakan menjadi tiga tipe. Adapun tiga
tipe tersebut dijelaskan dibawah ini.
1. Spilling
2. Plunging
3. Surging
2.4. Tipe – Tipe Bangunan Pengaman Pantai
Bangunan pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap ke-
rusakan karena serangan gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk melindungi pantai, yaitu
Memperkuat / melindungi pantai agar mampu menahan serangan
gelombang,
mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai,
mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai,
reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai atau dengan
cara lain.
Sesuai dengan fungsinya seperti tersebut di alas, bangunan pantai
dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu :
konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai,
konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan sambung ke
pantai,
konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar dengan
garis pantai.
Page 24
Bangunan yang termasuk dalam kelompok pertama adalah
tembok laut (Seawall) atau revetment yang dibangun pada garis pantai
atau di daratan yang digunakan untuk melindungi pantai langsung dari
serangan gelombang (gambar 7.1.a).
Kelompok kedua meliputi groin dan jetty. Groin adalah
bangunan yang rnenjorok dari pantai ke arah laut, yang digunakan untuk
menangkap/ menahan gerak sedimen sepanjang pantai, sehingga transpor
sedimen sepanjang pantai berkurang/berhenti . Biasanya groin dibuat
secara seri, yaitu beberapa groin dibuat dengan jarak antara groin
tertentu di sepanjang pantai yang dilindungi. Jetty adalah bangunan tegak
lurus garis pantai yang ditempatkan di kedua sisi muara sungai.
Bangunan ini digunakan untuk menahan sedimen/pasir yang bergerak
sepanjang pantai masuk dan mengendap di muara sungai.
Kelompok ketiga adalah pemecah gelombang (breakwater), yang
dibedakan menjadi dua macam yaitu pemecah gelombang lepas pantai
(gambar 7.1.e) dan pemecah gelombang sambung pantai.
2.4.1. Tembok laut (Seawall) dan atau Revetmen
Tembok laut (Seawall) atau revetmen adalah bangunan yang
memisahkan daratan dan perairan pantai, yang terutama berfungsi
sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan gelombang
(overtopping) ke darat. Daerah yang dilindungi adalah daratan tepat
di belakang bangunan. Permukaan bangunan yang menghadap arah
datangnya gelombang dapal berupa sisi vertikal atau miring.
Tembok laut (Seawall) biasanya berbentuk dinding vertikal, sedang
revetmen mempunyai sisi miring. Bangunan ini ditempatkan sejajar
atau hampir sejajar dengan garis pantai, dan bisa terbuat dari
pasangan batu, beton, tumpukan pipa (buis) beton, turap, kayu atau
tumpukan batu.
Page 25
Gambar 2.8. Seawall dan Revetment
Dalam perencanaan tembok laut (Seawall) atau revetmen
perlu ditinjau fungsi dan bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi,
stabilitas bangunan dan tanah fondasi, elevasi muka air baik di
depan maupun di belakang bangunan, ketersediaan bahan
bangunan, dan sebagainya.
Fungsi bangunan akan menentukan pemilihan bentuk.
Permukaan bangunan dapat berbentuk sisi tegak, miring, lengkung
atau bertangga. Bangunan sisi tegak dapat juga digunakan sebagai
dermaga atau tempat penambatan kapal. Tetapi sisi tegak kurang
efektif terhadap serangan gelombang, terutama terhadap limpasan
dibanding dengan bentuk lengkung (konkaf). Pemakaian sisi tegak
dapat mengakibatkan erosi yang cukup besar apabila kaki atau
dasar bangunan berada di air dangkal. Gelombang yang pecah
menghantam dinding akan membelokkan energi ke atas dan ke
bawah.
2.4.2. Groin
Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya
dibuat tegak lurus garis pantai, dan berfungsi untuk menahan
transpor sedimen sepanjang pantai, sehingga bisa
Page 26
mengurangi/menghentikan erosi yang terjadi. Bangunan ini juga
bisa digunakan untuk menahan masuknya transpor sedimen
sepanjang pantai ke pelabuhan atau muara sungai.
Groin hanya bisa menahan transpor sedimen sepanjang
pantai. Groin yang ditempatkan di pantai akan menahan gerak
sedimen tersebut, sehingga sedimen mengendap di sisi sebelah hulu
(terhadap arah transpor sedimen sepanjang pantai). Di sebelah hilir
groin angkutan sedimen masih tetap terjadi, sementara suplai dari
sebelah hulu terhalang oleh bangunan, akibatnya daerah di hilir
groin mcngalami defisit sedimen sehingga pantai mengalami erosi.
Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai
yang akan terus berlangsung sampai di capai suatu keseimbangan
baru. Keseimbangan baru tersebut tercapai pa-da saat sudut yang
dibcntuk oleh gelombang pecah terhadap garis pantai baru adalah
nol (b = 0), di mana tidak terjadi angkutan sedimen sepanjang
pantai.
Gambar 2.9. Groin
Perlindungan pantai dengan menggunakan satu buah groin
tidak efektip. Biasanya perlindungan pantai dilakukan dengan
membuat suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa groin yang
ditempatkan dengan jarak tertentu. Dengan menggunakan satu
sistem groin perubahan garis pantai yang terjadi tidak terlalu besar.
Page 27
Gambar 2.10. Tipe – tipe groin
Mengingat transpor sedimen sepanjang pantai terjadi di surf
zone, maka groin akan efektif menahan sedimen apabila bangunan
tersebut menutup seluruh lebar surf zone, dengan kata lain panjang
groin sama dengan lebar surf zone. Tetapi bangunan seperti itu
dapat mengakibalkan suplai sedimen ke daerah hilir terhenti
sehingga mengakibatkan erosi yang besar di daerah tersebut. Garis
pantai di sebelah hulu dan hilir bangunan berubah secara mendadak
dengan perubahan yang sangat besar. Oleh karena itu sebaiknya
masih dimungkinkan terjadinya suplai sedimen ke daerah hilir,
yaitu dengan membuat groin yang tidak terlalu panjang dan tinggi.
Pada umumnya panjang groin adalah 40 sampai 60 persen dari
lebar rerata surf zone, dan jarak antara groin adalah antara satu dan
tiga kali panjang groin (Horikawa, 1978).
2.4.3. Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan
pada kedua sisi muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi
pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Pada penggunaan muara
sungai sebagai alur pe-layaran, pengendapan di muara dapat
mengganggu lalu lintas kapal. Untuk keperluan tersebut jetty harus
panjang sampai ujungnya berada di luar gelombang pecah. Dengan
jetty panjang transpor sedimen sepanjang pantai dapat tertahan, dan
pada alur pelayaran kondisi gelombang tidak pecah sehingga
memungkinkan kapal masuk ke muara sungai.
Page 28
Gambar 2.11. Jetty
Selain untuk melindungi alur pelayaran, jetty juga dapat
digunakan untuk mencegah pendangkalan di muara dalam kaitannya
dengan pengendalian banjir. Sungai-sungai yang bermuara pada pantai
berpasir dengan gelombang cukup besar sering mengalami
penyumbatan muara oleh endapan pasir. Karena pengaruh gelombang
dan angin, endapan pasir terbentuk di muara. Transpor sedimen
sepanjang pantai juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan
endapan tersebut. Pasir yang melintas di depan muara akan terdorong
oleh gelombang masuk ke muara dan kemudian diendapkan. Endapan
yang sangat besar dapat menyebabkan tersumbatnya muara sungai.
2.4.4. Pemecah gelombang lepas pantai
Pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan yang
dibuat se-jajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis
pantai. Bangunan ini direncanakan untuk melindungi pantai yang
terletak dibelakangnya dari serangan gelombang. Tergantung pada
panjang pantai yang dilindungi, pemecah gelombang lepas pantai
dapat dibuat dari satu pemecah gelombang atau suatu seri bangunan
yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang
dipisahkan oleh celah.
Page 29
Gambar 2.12. Pemecah gelombang lepas pantai
Perlindungan oleh pemecahan gelombang lepas pantai terjadi
karena berkurangnya energi gelombang yang sampai di perairan di
belakang bangunan. Berkurangnya energi gelombang di daerah
terlindung akan mengurangi transpor sedimen di daerah tersebut.
Transpor sedimen se-panjang pantai yang berasal dari daerah di
sekilarnya akan diendapkan dibelakang bangunan. Pengendapan
tersebul menyebabkan terbentuknya cuspate. Apabila bangunan ini
cukup panjang terhadap jaraknya dari garis pantai, maka akan
terbentuk tombolo.
Page 30
BAB III
Metode Penelitian
Dalam menentukan elevasi puncak seawall harus bergantung pada
limpasan (overtopping) yang diijinkan. Apabila air yang melimpas melewati
elevasi puncak seawall yang direncanakan maka akan menggangu kinerja dari
seawall tersebut. Untuk mendapatkan besar debit overtopping dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut :
dengan;
3.1 Metode Pengumpulan Data dari Survey
3.1.1 Survey Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder pada prinsipnya dilakukan
dengan cara mengunjungi lembaga - lembaga atau instansi -instansi
terkait sebagai sumber data untuk dimintai keterangan mengenai
data - data yang berhubungan dengan penelitian ini. Data - data
yang dimaksud meliputi:
a. Data kecepatan angin minimal 10 tahun terakhir dari stasiun
BMKG Kayuwatu.
b. Peta Rupa Bumi
c. Peta Lokasi Penelitian
d. Peta Bathimetri
3.1.2 Survey Data Primer
Survey data primer adalah pengumpulan data utama
melalui survey langsung di lapangan untuk mendapatkan data
akurat yang terjadi di lokasi studi . survey ini terdiri dari beberapa
bagian yaitu:
Page 31
- Inventarisasi dan Identifikasi Permasalahan Pantai
Inventarisasi dan identifikasi permasalahan pantai
merupakan survey pendahuluan untuk mendapatkan gambaran
eksisting mengenai lokasi studi. Survey dilakukan dengan
pengamatan visual dan wawancara dengan masyarakat sekitar
pantai. Data-data yang perlu diinventarisasi adalah kondisi
pemukiman penduduk dan letaknya terhadap garis pantai, jenis
bangunan pantai apakah masih berfungsi.
3.2. Metode Analisa Data Sekunder
3.2.1 Data Angin
Untuk peramalan gelombang kita memerlukan data angin.
Data yang dipakai minimal data harian dalam 10 tahun. Yang
diperlukan dari data anginuntuk digunakan dalam peramalan
gelombang yaitu kecepatan, arah dan durasi. Kecepatan angin
dinyatakan dalam satuan knot, dimana 1 knot = l mil laut/jam, 1 mil
laut = 6080 kaki (feet) = 1853.18 m dan 1 knot = 0.515 meter/
detik. Arah angin dinyatakan dalam 8 penjuru arah angin (Utara,
Timurlaut, Timur, Tenggara, Selatan, Baratdaya, Barat, Baratlaut).
3.2.2 Data Peta Rupa Bumi
Peta rupa bumi digunakan untuk mengetahui letak
geografis tempat penelitian. Peta yang digunakan adalah Peta Rupa
Bumi keluaran Bakosurtanal tahun 1991
Page 32
Gambar 3.1. Peta Rupa Bumi
3.2.3 Peta Lokasi Penelitian
Peta ini dibutuhkan untuk perhitungan fetch efektif. Panjang
fetch efektif ditentukan dengan membuat garis - garis secara radial yang
ditarik dari satu titik tertentu sampai memotong garis pantai. Jumlah
pengukuran "xi" untuk tiap arah mata angin meliputi pengukuran -
pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (22° searah jarum jam dan 22°
berlawanan jarum jam).
3.2.4 Peta Bathimetri
Peta Bathimetri dipakai untuk mendapatkan kedalaman dari tiap
bangunan yang terpasang. Peta bathimetri yang dipakai adalah hanya
sebatas untuk perhitungan refraksi gelombang.
3.3. Metode Analisa Data Primer
- Inventarisasi dan Identifikasi Permasalahan Pantai
Dalam hasil survey yang dilakukan setelah diidentifikasi
dan diinventarisasi permasalahan pantai yang timbul di daerah
pantai malalayang bervariasi baik yang berhubungan dengan
pemukiman penduduk, bangunan pantai yang sudah tidak
berfungsi sesuai dengan fungsi sebenarnya dan permasalahan
pantai lainnya. Sehingga dengan adanya permasalahan diatas
dapat dianalisis apakah jenis bangunan pengaman pantai yang
sesuai dengan daerah studi.
- Data peramalan pasang surut
Data pasang surut di perlukan untuk melihat karakter
pasang surut di lokasi kajian. Terutama untuk menentukan
elevasi muka air penting. Hal ini dibutuhkan untuk
menentukan tinggi bangunan pengaman pantai yang akan
direncanakan dan juga untuk menetunkan lokasi bangunan.
Page 33
3.4. Bagan Alir Penelitian
Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian
Page 34
Penentuan Lokasi Studi
Pengumpulan data – data / survey
Analisa / Pengolahan Data :- Hindcasting Gelombang - Refraksi dan Gelombang Pecah- Overtopping - Run-up dan Overtopping
Pembahasan
Kesimpulan,saran dan Rekomendasi
Mulai
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Data Sekunder
4.1.1. Perhitungan Fetch Efektif
Dalam hasil penggambaran fetch di daerah Pantai
Malalayang hanya di arah utara, timur laut, timur, barat laut dan
barat yang terdapat panjang fetch. Adapun langka – langka
perhitungan fetch sebagai berikut :
1. Dengan menggunakan peta perairan lokasi pantai Malalayang
yang menjadi titik pusat tinjauan
2. Dibuat garis fetch dengan interval 4 sampai 20 disebelah kiri
dan sebelah kanan arah utama.
3. Ukurlah fetch sampai menyentuh daratan atau batas akhir peta,
yang kemudian dikalikan dengan skala. Untuk hasil
perhitungannya dapat dibaca pada tabel 4.1 dibawah ini.
Page 35
Arah Utama α (°) F (km) cos(α) Fcos(α) Fefektif (km)
Utara
20 20,7 0,940 19,433
16,525
16,0 18,6 0,961 17,83112,0 17,9 0,978 17,4708,0 16,7 0,990 16,5474,0 15,0 0,998 14,9730,0 33,5 1,000 33,5004,0 18,1 0,998 18,0068,0 11,2 0,990 11,05112,0 10,4 0,978 10,17316,0 9,9 0,961 9,53620,0 9,4 0,940 8,861
Timur Laut
20 8,9 0,940 8,401
7,872
16,0 8,8 0,961 8,47812,0 8,8 0,978 8,6478,0 9,0 0,990 8,9224,0 8,8 0,998 8,7490,0 8,6 1,000 8,5904,0 8,0 0,998 7,9908,0 7,2 0,990 7,10012,0 6,4 0,978 6,25016,0 6,2 0,961 5,91220,0 5,8 0,940 5,460
Timur
20,0 0,0 0,940 0,000
0,000
16,0 0,0 0,961 0,00012,0 0,0 0,978 0,0008,0 0,0 0,990 0,0004,0 0,0 0,998 0,0000,0 0,0 1,000 0,0004,0 0,0 0,998 0,0008,0 0,0 0,990 0,00012,0 0,0 0,978 0,00016,0 0,0 0,961 0,00020,0 0,0 0,940 0,000
Tenggara
20,0 0,0 0,940 0,000
0,000
16,0 0,0 0,961 0,00012,0 0,0 0,978 0,0008,0 0,0 0,990 0,0004,0 0,0 0,998 0,0000,0 0,0 1,000 0,0004,0 0,0 0,998 0,0008,0 0,0 0,990 0,00012,0 0,0 0,978 0,00016,0 0,0 0,961 0,00020,0 0,0 0,940 0,000
Sumber : Hasil kajian
Arah Utama α (°) F (km) cos(α) Fcos(α) Fefektif (km)
Selatan 20 0 0,940 0,000 0,000Page 36
16,0 0 0,961 0,00012,0 0 0,978 0,0008,0 0 0,990 0,0004,0 0 0,998 0,0000,0 0 1,000 0,0004,0 0 0,998 0,0008,0 0 0,990 0,000
12,0 0 0,978 0,00016,0 0 0,961 0,00020,0 0 0,940 0,000
Barat Daya
20,0 0 0,940 0,000
0,000
16,0 0 0,961 0,00012,0 0 0,978 0,0008,0 0 0,990 0,0004,0 0 0,998 0,0000,0 0 1,000 0,0004,0 0 0,998 0,0008,0 0 0,990 0,000
12,0 0 0,978 0,00016,0 0 0,961 0,00020,0 0 0,940 0,000
Barat
20,0 0 0,940 0,000
425,306
16,0 0 0,961 0,00012,0 0 0,978 0,0008,0 0 0,990 0,0004,0 0 0,998 0,0000,0 694,75 1,000 694,7504,0 767,5 0,998 765,6308,0 751,75 0,990 744,434
12,0 796,25 0,978 778,85016,0 817,5 0,961 785,83120,0 846,75 0,940 795,685
Barat Laut
20,0 773,75 0,940 727,087
641,087
16,0 810,5 0,961 779,10312,0 694,75 0,978 679,5688,0 656,75 0,990 650,3594,0 641,25 0,998 639,6880,0 721,75 1,000 721,7504,0 624,75 0,998 623,2288,0 612,5 0,990 606,539
12,0 522,75 0,978 511,32716,0 487,5 0,961 468,61520,0 504,5 0,940 474,075
Sumber : Hasil Kajian
Tabel 4.1. Perhitungan panjang fetch untuk semua arah utama
Contoh Perhitungan :
Arah Utara
Page 37
Panjang garis fetch untuk sudut 22o adalah 20.7 Km,
penggambaran Fetch bisa dilihat dalam Lampiran 1. Untuk
sudut 16o sampai 20o panjang garis dapat dilihat pada Tabel 4.1
Nilai dari cosinus 22o adalah 0,94, maka :
Fcos(α) = 20.7 x 0.924
= 19.4 Km
= 16.528 Km
4.1.2. Analisa Angin
Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang
adalah data di permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data
tersebut dapat diperoleh dari pengukuran langsung di atas
permukaan laut atau pengukuran di darat di dekat lokasi peramalan
yang kemudian di konversi menjadi data angin di laut. Kecepatan
angin di ukur dengan anemometer, dan biasanya dinyatakan dalam
knot. Satu knot adalah panjang satu menit garis bujur melalui
katulistiwa yang ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot = 1,852
km/jam = 0,5 m/d. Kecepatan angin yang dipakai dalam peramalan
gelombang untuk semua lokasi studi didapatkan dari pencatatan
angin BMG Winangun untuk tahun 1999 s/d 2009. Angin dominan
berasal dari arah Utara dan Selatan. Pengolahan data angin dilakukan
dengan analisa statistik untuk menghitung atau prosentase kejadian
terhadap klasifikasi arah dan kecepatan angin maksimum setiap
bulan. Arah angin untuk setiap bulan selama 11 tahun
diklasifikasikan dalam delapan penjuru mata angin. Kemudian untuk
distribusi frekuensi dari setiap kecepatan dan arah angin tertentu
yang telah diklasifikasikan dihitung yang selanjutnya ditabulasikan
Page 38
dalam tabel serta digambarkan dalam histogram dan mawar angin
(windrose).
Tabel 4.2. Tabulasi Jumlah Distribusi Frekuensi Kecepatan Angin Bulan januari 1999 - januari 2009
Wind Direction
Count of Wind Speed Distribution Frecuency1-5 5-9 9-13 13-17 17-21 21-25 25-29 29-33 ≥33 Total
Utara 80 50 36 24 10 0 0 0 0 200Timur Laut 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Timur 3 7 0 0 0 0 0 0 0 10Tenggara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Selatan 2 7 3 1 0 0 0 0 0 13
Barat Daya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Barat 69 15 8 8 3 4 3 0 0 110
Barat Laut 1 1 0 0 0 0 0 0 0 2C 0 0
Total 335
Tabel 4.3. Tabulasi Persentase Distribusi Frekuensi Kecepatan Angin bulan januari 1999 - januari 2009
Wind Direction
Percentage of Wind speed Distribution Frequency
1-5 5-9 9-13 13-17 17-21 21-25 25-29 29-33 ≥33 TotalUtara 23,8 14,9 10,7 7,164 2,985 0 0 0 0 59,7
Timur Laut 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Timur 0,89 2,09 0 0 0 0 0 0 0 2,98
Tenggara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Selatan 0,59 2,09 0,89 0,299 0 0 0 0 0 3,88
Barat Daya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Barat 20,6 4,47 2,38 2,388 0,896 1,194 0,896 0 0 32,8
Barat Laut 0,29 0,29 0 0 0 0 0 0 0 0,59C 0 0
Total 100Sumber : Hasil kajian
Untuk tabulasi dan mawar angin selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2
dan 3.
Page 39
Gambar 4.1 Mawar Angin dan Distribusi Kelas Angin Bulan Januari 1999 - 2009
Dari hasil analisis didapatkan bahwa untuk bulan januari
sampai bulan maret arah yang dominan bertiup dari arah utara dan
barat. Dengan prosentase kecepatan angin terbesar terdapat pada
interval 1-5 knot (23.88 %) dari arah utara pada bulan Januari, untuk
interval 9-13 knot (13.06 %) dari arah utara pada bulan Februari, dan
interval 1-5 knot (18.73 %) dari arah utara untuk bulan Maret. Pada
bulan April dan Mei arah angin yang dominan bertiup dari arah barat
dan selatan dengan prosentase pada interval 1-5 knot (17.49 %) arah
selatan untuk bulan april sedangkan untuk bulan Mei terdapat pada
interval 1-5 knot arah selatan (34.51 %). Untuk bulan Juni angin
bertiup dominan dari arah barat pada interval 1-5 knot dengan
prosentase 19.48 %. Sedangkan untuk bulan Juli sampai November
arah angin yang dominan bertiup dari arah selatan dengan prosentase
untuk interval 5-9 knot adalah 24,49 %, pada interval 5-9 knot pada
bulan Agustus 17.43 %, untuk bulan September interval 5-9 knot
adalah 27,44 %, bulan oktober 19,7 % pada interval 1-5 knot dan
untuk bulan November adalah 18,52 % pada interval 5-9 knot.
Bulan Desember arah angin yang dominan bertiup dari arah Barat
dengan prosentase 20,48 % pada interval 1-5 knot.
Page 40
Data angin yang akan digunakan untuk peramalan tinggi dan
periode gelombang harus dikoreksi terhadap elevasi, stabilitas, efek
lokasi
Contoh perhitungan pada data angin maksimum harian bulan januari
1999 :
Koreksi Terhadap Elevasi
Data angin diambil dari badan meteorologi geofisika Winangun
U(10) = U(z) , Dimana: U(z) = 7 knot
z = 3 m
U(10) = 7 .
U(10) = 8,31 knot
Koreksi Terhadap Stabilitas Dan Efek Lokasi
Karena tidak ada data perbedaan rata-rata suhu udara dan air
laut, maka diambil RT =1,1, sedangkan nilai RL bervariasi sesuai
dengan kecepatan angin (gambar)
UA = RT.RL.U(10) ,
UA = 1,13 .1,42 . 8.31 knot
= 13,37 knot
= 6.886 m/d dimana:
U(10) = 8,31 knot
RL = 1,42 (tabel)
RT = 1,13
Page 41
Untuk perhitungan berikutnya dapat dilihat pada tabel 4.4 di
bawah ini.
TanggalArah
(0)Arah (Mata
Angin)
Uz
MaxU10
RL
UA
knot knot knot m/dt
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (9)1 0 U 7,0 8,31 1,42 13,37 6,8862 0 U 14,0 16,63 1,16 21,82 11,2373 270 B 22,0 26,13 1,01 29,70 15,2964 90 T 8,0 9,50 1,37 14,73 7,5845 180 S 8,0 9,50 1,37 14,73 7,5846 180 S 7,0 8,31 1,42 13,37 6,8867 180 S 9,0 10,69 1,33 16,02 8,2518 225 BD 14,0 16,63 1,16 21,82 11,2379 270 B 10,0 11,88 1,29 17,26 8,89110 0 U 6,0 7,13 1,48 11,94 6,14911 315 BL 4,0 4,75 1,63 8,77 4,51612 0 U 6,0 7,13 1,48 11,94 6,14913 90 T 6,0 7,13 1,48 11,94 6,14914 0 U 15,0 17,82 1,14 22,87 11,77915 315 BL 8,0 9,50 1,37 14,73 7,58416 0 U 11,0 13,06 1,25 18,46 9,50717 270 B 15,0 17,82 1,14 22,87 11,77918 0 U 6,0 7,13 1,48 11,94 6,14919 0 U 6,0 7,13 1,48 11,94 6,14920 0 U 8,0 9,50 1,37 14,73 7,58421 270 B 12,0 14,25 1,22 19,62 10,10322 0 U 10,0 11,88 1,29 17,26 8,89123 0 U 12,0 14,25 1,22 19,62 10,10324 0 U 14,0 16,63 1,16 21,82 11,23725 0 U 8,0 9,50 1,37 14,73 7,58426 0 U 20,0 23,75 1,04 27,80 14,31527 270 B 25,0 29,69 0,97 32,62 16,79728 270 B 20,0 23,75 1,04 27,80 14,31529 270 B 15,0 17,82 1,14 22,87 11,77930 270 B 15,0 17,82 1,14 22,87 11,77931 270 B 11,0 13,06 1,25 18,46 9,507
Sumber : Hasil Kajian
Tabel 4.4 Perhitungan Wind Stress Factor pada Bulan Januari 1999
4.1.3 Hindcasting Gelombang
Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang laut
dalam yang dibangkitkan oleh angin di laut dalam suatu perairan.
Untuk peramalan gelombang dengan cara pengolahan data angin ini
diperlukan data angin minimal 10 tahun.
Page 42
Untu contoh perhitungan digunakan data tanggal 1 Januari 1999
Karena Termasuk open water
Hitung nilai tfetch
dtk
ti = 6 jam (21600 dtk)
Karena tfetch < ti maka maka kondisi gelombang termasuk Fetch
Limited
Ho = 0,452 m
To = 3,023 dt
Kontrol apakah kondisi fully developed atau non fully developed
= 0.094
= 4.303
= 30742,33
Page 43
Kondisi non fully developed
Ho = 0,452 m
To = 3,023 dt
Untuk keseluruhan perhitungan angin dan gelombang 11 tahun
dapat dilihat pada lampiran 2. Sedangkan untuk perhitungan
periode dan tinggi gelombang bulan januari 1999 dapat dilihat pada
tabel 4.5 dibawah ini.
Page 44
Tabel 4.5.a. Perhitungan periode dan tinggi gelombang bulan jauari 1999
UA FEFF tiOpen Water
atau Restricted
Fetch
tFETCH Kondisi Gelombang
H0(i) T0(i)
m/dt km detik detik m detik
(9) (8) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
6,886 16,525 21600,000 Open Water 10963,962 Fetch Limited 0,452 3,023
11,237 16,525 21600,000 Open Water 9312,460 Fetch Limited 0,738 3,559
15,296 425,306 21600,000Open Water
73246,871Duration Limited 1,844 5,517
7,584 0,000 21600,000 - - - - -
7,584 0,000 21600,000 - - - - -
6,886 0,000 21600,000 - - - - -
8,251 0,000 21600,000 - - - - -
11,237 0,000 21600,000 - - - - -
8,891 425,306 21600,000Open Water
87767,965Duration Limited 0,918 4,008
6,149 16,525 21600,000 Open Water 11385,395 Fetch Limited 0,404 2,911
4,516 641,087 21600,000Open Water
144615,683Duration Limited 0,384 2,689
6,149 16,525 21600,000 Open Water 11385,395 Fetch Limited 0,404 2,911
6,149 0,000 21600,000 - - - - -
11,779 16,525 21600,000 Open Water 9167,428 Fetch Limited 0,774 3,616
7,584 641,087 21600,000Open Water
121663,849Duration Limited 0,748 3,649
9,507 16,525 21600,000 Open Water 9846,052 Fetch Limited 0,625 3,366
11,779 425,306 21600,000Open Water
79912,220Duration Limited 1,318 4,730
6,149 16,525 21600,000 Open Water 11385,395 Fetch Limited 0,404 2,911
6,149 16,525 21600,000 Open Water 11385,395 Fetch Limited 0,404 2,911
7,584 16,525 21600,000 Open Water 10616,611 Fetch Limited 0,498 3,122
10,103 425,306 21600,000Open Water
84107,153Duration Limited 1,082 4,321
8,891 16,525 21600,000 Open Water 10068,629 Fetch Limited 0,584 3,292
10,103 16,525 21600,000 Open Water 9648,665 Fetch Limited 0,664 3,435
11,237 16,525 21600,000 Open Water 9312,460 Fetch Limited 0,738 3,559
7,584 16,525 21600,000 Open Water 10616,611 Fetch Limited 0,498 3,122
14,315 16,525 21600,000 Open Water 8590,569 Fetch Limited 0,941 3,858
16,797 425,306 21600,000Open Water
70996,395Duration Limited 2,080 5,829
14,315 425,306 21600,000Open Water
74883,755Duration Limited 1,693 5,305
11,779 425,306 21600,000Open Water
79912,220Duration Limited 1,318 4,730
11,779 425,306 21600,000Open Water
79912,220Duration Limited 1,318 4,730
9,507 425,306 21600,000Open Water
85827,766Duration Limited 1,001 4,169
Sumber : Hasil Kajian
Page 45
Tabel 4.5.b. lanjutan perhitungan periode dan tinggi gelombang bulan januari 1999
gH/UA2 gT/UA gti/UA
Kondisi "Fully or Non Fully Developed"
H0 T0
m detik
(16) (17) (18) (19) (20) (21)
0,094 4,303 30742,330 Non Fully Developed Sea 0,452 3,023
0,057 3,104 18837,682 Non Fully Developed Sea 0,738 3,559
0,077 3,535 13838,990 Non Fully Developed Sea 1,844 5,517
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
0,114 4,418 23809,224 Non Fully Developed Sea 0,918 4,008
0,105 4,640 34425,360 Non Fully Developed Sea 0,404 2,911
0,185 5,836 46876,314 Non Fully Developed Sea 0,384 2,689
0,105 4,640 34425,360 Non Fully Developed Sea 0,404 2,911
- - - - - -
0,055 3,008 17971,187 Non Fully Developed Sea 0,774 3,616
0,127 4,716 27912,062 Non Fully Developed Sea 0,748 3,649
0,068 3,470 22264,892 Non Fully Developed Sea 0,625 3,366
0,093 3,935 17971,187 Non Fully Developed Sea 1,318 4,730
0,105 4,640 34425,360 Non Fully Developed Sea 0,404 2,911
0,105 4,640 34425,360 Non Fully Developed Sea 0,404 2,911
0,085 4,034 27912,062 Non Fully Developed Sea 0,498 3,122
0,104 4,191 20952,506 Non Fully Developed Sea 1,082 4,321
0,072 3,629 23809,224 Non Fully Developed Sea 0,584 3,292
0,064 3,332 20952,506 Non Fully Developed Sea 0,664 3,435
0,057 3,104 18837,682 Non Fully Developed Sea 0,738 3,559
0,085 4,034 27912,062 Non Fully Developed Sea 0,498 3,122
0,045 2,641 14787,679 Non Fully Developed Sea 0,941 3,858
0,072 3,401 12602,191 Non Fully Developed Sea 2,080 5,829
0,081 3,632 14787,679 Non Fully Developed Sea 1,693 5,305
0,093 3,935 17971,187 Non Fully Developed Sea 1,318 4,730
0,093 3,935 17971,187 Non Fully Developed Sea 1,318 4,730
0,108 4,297 22264,892 Non Fully Developed Sea 1,001 4,169Sumber : Hasil kajian
Page 46
Dari hasil perhitungan arah dan tinggi gelombang untuk
bulan januari sampai desember dalam kurun waktu 11 tahun
terakhir dapat disimpulkan bahwa untuk tinggi gelombang yang
dominan berada pada ketinggian 40 – 80 cm dengan arah datang
gelombang berasal dari arah utara. Untuk melihat prosentase
frekuensi Tinggi dan arah gelombang dapat di lihat pada histogram
dan mawar gelombang yang disajikan pada tabel 4.6 dan gambar di
bawah ini.
Tabel 4.6. Tabulasi Jumlah Distribusi Frekuensi Tinggi Gelombang Bulan Januari 1999 -
2009
Wave Count of Wave Height Distribution FrequencyTotal
Direction 40-80 80-120 120-160 160-200 200-240 >=240
N 97 12 0 0 0 0 109
NE 0 0 0 0 0 0 0
E 3 0 0 0 0 0 3
SE 0 0 0 0 0 0 0
S 0 0 0 0 0 0 0
SW 0 0 0 0 0 0 0
W 17 11 14 5 2 0 49
NM 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 117 23 14 5 2 0 161
Calm 0 0
Total 161
4.7. Tabulasi Prosentase Distribusi Frekuensi Tinggi Gelombang Bulan Januari 1999 - 2009
Wave Precentase of Wave Height Distribution FrequencyTotal
Direction 40-80 80-120 120-160 160-200 200-240 >=240
N 60,248447 7,4534161 0 0 0 0 67,701863
NE 0 0 0 0 0 0 0
E 1,863354 0 0 0 0 0 1,863354
SE 0 0 0 0 0 0 0
S 0 0 0 0 0 0 0
SW 0 0 0 0 0 0 0
W 10,559006 6,8322981 8,6956522 3,1055901 1,242236 0 30,434783
NM 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 72,670807 14,285714 8,6956522 3,1055901 1,242236 0 100
Calm 0 0
Total 100
Sumber :Hasil kajian
Page 47
Gambar 4.2 Mawar gelombang dan Distribusi Mawar Gelombang untuk bulan januari 1999-2009
Selengkapnya dapat melihat perhitungan prosentse dan
tabulasi frekuensi tinggi dan arah gelombang pada lampiran 2
dan 3.
4.2. Perhitungan Refraksi dan Gelombang Pecah
Dalam perhitungan refraksi gelombang harus berdasarkan pada peta
bathimetri. Pada peta bathimetri tersebut berisi kontur – kontur bawah laut,
dan dari peta kontur tersebut kita buat garis yang tegak lurus kontur.
Gambar . 4.1 peta bathimetri
Sumber : Hasil kajian
Gambar 4.5. Peta Potongan Ortogonal Untuk Perhitungan Refraksi Pantai Malalayang
Page 48
untuk mendapatkan koefisien refraksi, shoaling dan tinggi gelombang pecah
serta kedalaman gelombang pecah adapun langkah – langka perhitungannya
adalah sebagai berikut :
sebagai contoh perhitungan adalah potongan I
1. Penentuan sudut datang gelombang (α)
Sudut datang gelombang (α) = 65°
2. Tentukan kedalaman (d), untuk mengetahui perubahan tinggi
gelombang akibat pendangkalan.
Untuk kedalaman diambil mulai dari -40 m sampai -1 m
3. Tentukan tinggi dan periode gelombang rencana (yang paling
maksimum dari arah tinjauan).
Untuk arah Barat :Ho = 3.497 m
To = 7.3957 detik
4. Hitung panjang gelombang laut dalam dengan rumus :
Lo = 1,56 T2 , dimana: Lo = Panjang gelombang laut dalam
T = Periode gelombang laut dalam
Lo = 1,56 * (7.3957)2
= 85,326 m
5. Hitung nilai α
d/Lo = 20/85,326 = 0,469
Cari nilai d/L untuk nilai d/Lo = 0,469
(Tabel L-1 Bambang Triatmodjo ’teknik pantai’).
Didapat nilai d/L = 0,4715, maka L = 84,836 m.
Cepat rambat gelombang :
Co = L / T
= 84,836 / 7,3957
= 11,573 m/dt
C = Lo / T
= 85,326 / 7.3957
= 11,471 m/dt
Page 49
Sin α =
=
= 0,901
α = 64,303°
6. Tentukan nilai Kr, Ks, dan H
Koefisien refraksi:
Koefisien pendangkalan:
,
Dimana :
no = 0,5
n = 0,516 (lihat Tabel L-1 Bambang Triatmodjo ‘Teknik Pantai’
berdasarkan nilai d/Lo)
Tinggi gelombang:
Page 50
H = Ho.Kr.Ks
= 3.497. 0,9872. 0,987
= 3,408 m
7. Tentukan nilai H’o dan Hb
Dari Tabel A-1 Bambang Triatmodjo ’Pelabuhan’ didapat nilai H/Ho
berdasarkan nilai d/Lo.
d/Lo = 0,469 H/H’o = 0,9872
maka H’o = 3.497 / 0,9872 = 3,542 m
Nilai Hb didapatkan dari hasil plot antara nilai H’o/gT2 dan kemiringan
pantai (m) pada grafik ”Penentuan Tinggi Gelombang Pecah, Bambang
Triatmodjo ‘Teknik Pantai’.
Plot pada grafik untuk H’o/gT2 = 0,0066 dan m = 0,09
Didapat Hb/H’o = 1,2 Hb =1,2*3.497
= 4,25 m
Analisis potongan I berikutnya dibuat pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9
potongan 1
ao d Ho T Lo d/Lo d/L L C Co sin a
65 40 3,49673 7,39569 85,326 0,469 0,4715 84,836 11,471 11,537 0,901
64,303 35 3,44590 7,33298 83,885 0,417 0,4212 83,096 11,332 11,439 0,893
63,204 30 3,30867 7,24874 81,969 0,366 0,3728 80,472 11,102 11,308 0,876
61,201 25 3,09896 7,09925 78,623 0,318 0,3293 75,919 10,694 11,075 0,846
57,798 20 2,81671 6,85848 73,380 0,273 0,2889 69,228 10,094 10,699 0,798
52,968 15 2,49622 6,53003 66,520 0,225 0,2480 60,484 9,262 10,187 0,726
46,5397 10 2,16445 6,12835 58,588 0,171 0,2016 49,603 8,094 9,560 0,615
37,918 5 1,85165 5,69219 50,546 0,099 0,1418 35,261 6,195 8,880 0,429
25,385 3 1,62572 5,34245 44,525 0,067 0,1130 26,549 4,969 8,334 0,256
14,810 1 1,54450 5,20963 42,339 0,024 0,0634 15,773 3,028 8,127 0,095
Tabel 4.9
Page 51
a cos ao / cosa Kr Ks H H'o Ho'/gT^2 m Hb/H'o Hb
64,3028 0,9746 0,9872 0,987 3,408 3,542 0,0066 0,090 1,2 4,250
63,2041 0,9619 0,9807 0,979 3,309 3,523 0,0067 0,090 1,2 4,228
61,2014 0,9358 0,9674 0,968 3,099 3,425 0,0066 0,090 1,2 4,110
57,7982 0,9040 0,9508 0,956 2,817 3,252 0,0066 0,090 1,21 3,935
52,9675 0,8848 0,9407 0,942 2,496 3,000 0,0065 0,090 1,22 3,660
46,5397 0,8756 0,9357 0,927 2,164 2,702 0,0065 0,090 1,22 3,296
37,918 0,8719 0,9338 0,916 1,852 2,371 0,0064 0,090 1,23 2,916
25,3852 0,8732 0,9345 0,940 1,626 1,982 0,0062 0,090 1,24 2,458
14,8103 0,9345 0,9667 0,983 1,545 1,671 0,0060 0,090 1,25 2,089
5,46445 0,9712 0,9855 1,188 1,808 1,310 0,0049 0,090 1,3 1,703
Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.
- Untuk nilai-nilai H dan Hb pada setiap kedalaman, dibuat grafik
hubungan antara H, Hb, d, dan α untuk mendapatkan nilai
perpotongan sebagai kesimpulan untuk tinggi gelombang pecah,
kedalaman gelombang pecah dan sudut datang gelombang pecah.
Sumber : Hasil Kajian
Gambar 4.7. Grafik hubungan tinggi, kedalaman dan sudut datang gelombangpecah
Dari hasil ploting pada grafik di dapat kesimpulan:
Page 52
Hb (tinggi gelombang pecah) = 2,2 m
db (kedalaman gelombang pecah) = 4 m
αb(sudut datang gelombang) = 20°
Perhitungan selengkapnya untuk tiap potongan dan arah dapat dilihat
dalam lampiran 6.
Tabel 4.10 Rekapitulasi db, Hb dan b Pantai Malalayang
Pot.
Malalayang
db Hb αb
m m °1 4 2,2 202 2,6 2,2 93 2,6 2,7 6
4.3 Analisa Pasang Surut
Data pasang surut diperlukan untuk mengetahui elevasi muka air.
Gambar 4.8 Hasil Peramalan Pasut Sep-Okt. 2009
Untuk muka air tertinggi dan terendah sangat penting dalam
perencanaan bangunan pantai. Dari data pasang surut dapat ditentukan
elevasi muka air penting yaitu :
Highest High water Level (HHWL)= 232 cm
Mean Sea Level (MSL) = 107 cm
Lowest Low Water Level (LLWL) = + 0,00 cm
4.3 Perhitungan Wave Set-Up
Page 53
Untuk tinggi gelombang pecah Hb = 4,538
Periode (T) = 7,4 detik
4.4 Perhitungan Overtopping
Dalam penulisan skripsi ini untuk perhitungan overtopping ditinjau
akibat dari tinggi gelombang pecah dibandingkan dengan tinggi gelombang
maksimum dari hasil survey lapangan yang akan menghasilkan debit air
akibat dari overtopping gelombang.
Gambar 4.9 Sketsa Potongan Melintang Seawall
A. Perhitungan debit Overtopping Gelombang Akibat Tinggi
Gelombang Pecah
Adapun langka - Langka Penyelesaian Perhitungan
Overopping akibat tinggi gelombang pecah adalah sebagai
berikut :
Page 54
1. Langka pertama yang harus dilakukan adalah dengan
menghitung besar gelombang pada bangunan dengan
permukaan miring (Sop). Adapun persamaan yang
dipakai adalah :
Data – data yang diketahui :
Hb = 4,538 m
T = 7,4 detik ,α = 34⁰
Penyelesaian :
2. Menghitung parameter gelombang pecah berdasarkan
periode. Dengan menggunakan persamaan adalah
sebagai berikut :
Penyelesaian :
,berarti rumus yang dipakai dalam mencari
besar debit overtopping untuk
3. Menganalisa besar nilai debit overtopping gelombang
terhadap bangunan eksisting yang ditinjau. Adapun
rumus yang digunakan :
Page 55
Dengan
Penyelesaian :
- Untuk nilai diambil nilai yang minimum
yaitu 0,5. Jadi,
Maka dengan besar Rb = 0,308 akan diperoleh besar
debit overtopping adalah dengan :
Setelah dilakukan analisa, maka untuk besar debit
overtopping adalah 0,1 m3/s.
B. Perhitungan Debit Overtopping akibat Tinggi Gelombang
Pecah di Lokasi Survey
Page 56
Gambar 4.10. Tinggi Gelombang yang terjadi di pantai malalayang
Adapun langka - Langka Penyelesaian Perhitungan
Overopping akibat tinggi gelombang pecah adalah sebagai
berikut :
1. Langka pertama yang harus dilakukan adalah dengan
menghitung besar gelombang pada bangunan dengan
permukaan miring (Sop). Adapun persamaan yang
dipakai adalah :
Data – data yang diketahui :
H = 3,8 m
T = 7,4 detik ,α = 34⁰
Didapat nilai H/H’o dengan tabel A-1’Bambang
Triadmojo'Pelabuhan :
d/Lo = 0,469 H/H’o = 0,987
H’o = H’o x 0,987
= 3,8 x 0,987
= 3,853 m
Page 57
Dari grafik didapat nilai Hb untuk H’o/gT2 = 0,076
dan m = 0,21 didapat :
Hb/H’o = 1,28
Hb = 1,28 x 3,853 = 4,9 m
Sedangkan untuk kedalamannya (db) adalah dengan
menggunakan grafik 3.23, “Bambang Triadmojo”,
Teknik Pantai. Dengan m = 0,21 dan Hb/gT2 =
0,00894 didapat :
db/Hb = 0,88 jadi;
db = 4,9 x 0,88 = 4,3 m
Penyelesaian :
2. Menghitung parameter gelombang pecah berdasarkan
periode. Dengan menggunakan persamaan adalah
sebagai berikut :
Penyelesaian :
,berarti rumus yang dipakai dalam mencari
besar debit overtopping untuk
Page 58
4. Menganalisa besar nilai debit overtopping gelombang
terhadap bangunan eksisting yang ditinjau. Adapun
rumus yang digunakan :
Dengan
Penyelesaian :
- Untuk nilai diambil nilai yang minimum
yaitu 0,5. Jadi,
Maka dengan besar Rn = 0,0,082 akan diperoleh besar
debit overtopping dengan adalah :
Setelah dilakukan analisa, maka untuk besar debit
overtopping adalah 0,2 m3/s.
- Jadi dari analisa yang didapat tersebut untuk besar debit
overtopping akibat tinggi gelombang pecah dari hasil
Page 59
hindcasting gelombang adalah 0,1 m3/s sedangkan untuk besar
debit overtopping dilokasi survey adalah 0,2 m3/s.
4.4.1 Penentuan Bangunan Pengaman Pantai
Penentuan bangunan pengaman pantai yang tepat sesuai dengan
permasalahan dan kondisi eksisting dapat dilakukan dengan melihat
hasil kajian karakteristik gelombang, karakteristik pantai, dan
pemodelan perubahan garis pantai. Jenis seawall yang direncanakan
akan dibangun di pantai Malalayang, yaitu seawall dengan crownwall
dengan sudut kemiringan dinding depan sebesar 600.
Tabel 4.11 kriteria pemilihan bangunan pengaman pantai
Tipe Bangunan Pengaman
Keuntungan Kelemahan
Seawall Melindungi daratan dan infrastuktur dari banjir gelombang dan overtopping.
Dapat dipakai pada segala kondisi.
Tidak dapat mengubah posisi garis pantai.
Revetment Mencegah erosi dengan memperkokoh bagian profil pantai.
Tidak dapat mengubah posisi garis pantai.
Groin Menanggulangi masalah erosi dengan mengubah/memajukan garis pantai.
Tidak melindungi pantai dari serangan gelombang.
Tidak efisien bila digunakan pada pantai yang curam
Offshore Breakwater
Mengurangi energi dan tinggi gelombang menuju pantai.
Tidak mampu melindungi pantai sepenuhnya.
Tidak efisien bila digunakan pada pantai yang curam.
BAB V
PENUTUP
Page 60
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan kajian pengolahan data, adapun penulis dapat
mengambil kesimpulan dalam skripsi ini sebagai berikut :
1. Dari hasil perhitungan hindcasting gelombang diperoleh tinggi
gelombang maksimum adalah 3,497 m dan 7,396 detik untuk periode.
Dengan arah gelombang yang dominan berasal dari arah utara.
2. Dari hasil analisa Overtopping yang dipengaruhi oleh tinggi
gelombang pecah dari hasil hindcasting gelombang dengan tinggi
gelombang pecah di lokasi survey dapat diambil kesimpulan bahwa
besarnya debit limpasan gelombang (Overtopping) antara keduanya
hanya berselisih 0,1 dengan hasil debit overtopping dilokasi survey
adalah 0,2 m3/s dan 0,1 untuk besar debit overtopping dari analisa
hindcasting gelombang.
3. Untuk mengatasi permasalahan di pantai malalayang maka diperlukan
suatu sistem perlindungan pantai yang paling tepat untuk daerah pantai
yang belum memiliki bangunan perlindungan pantai. Alternatif untuk
sistem perlindungan pantai yang dinilai efektif yaitu dengan
menggunakan crownwall.
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan survey investigasi dan desain pengaman
pantai untuk daerah pantai malalayang yang belum ada sistem bangunan
pantainya karena mengalami masalah abrasi dan erosi pantai.
DAFTAR PUSTAKA
Page 61
CERC, 1984, Shore Protection Manual, US Army Coastal Engineering, Research
Center, Washington (SPM 1984) .
De Waal J P and van der Meer J W,1992. ‘Wave runup and overtopping on
coastal structures.’
Banyard, L and Herbert, D M, 1988,’The Effect of Wave Angle on the
Overtopping of Seawall.
Allsop N W H, Besley, P and Madurini, L, 1995. ‘Overtopping performance of
vertical and composite breakwaters, seawall and low reflection alternatives.’
Triatmodjo Bambang, 1996, Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta.
Triatmodjo Bambang, 1999, Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta
John B. Herbich,2000, Handbook Of Coastal Engineering
Muntasar, T. V. 2008. Kajian Perlindungan Pantai Simpong,Kabupaten Banggai
Propinsi Sulawesi Tengah. Skripsi Program S1 Teknik Sipil Universitas Sam
Ratulangi
LAMPIRAN I
Page 62
Gambar perhitungan fetch pantai malalayang
Lampiran 2
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan Februari untuk tahun 1999 - 2009
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan Maret untuk tahun 1999 - 2009
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan April untuk tahun 1999 – 2009
Page 63
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan Mei untuk tahun 1999 – 2009
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan Juni untuk tahun 1999 – 2009
Page 64
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan Juli untuk tahun 1999 – 2009
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan Agustus untuk tahun 1999 – 2009
Page 65
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan September untuk tahun 1999 – 2009
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan Oktober untuk tahun 1999 – 2009
Page 66
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan November untuk tahun 1999 – 2009
Mawar Angin Dan Distribusi Frekuensi Angin Bulan Desember untuk tahun 1999 – 2009
Page 67
Lampiran 3
Page 68
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan Februari untuk tahun 1999 – 2009
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan Maret untuk tahun 1999 – 2009
Page 69
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan April untuk tahun 1999 – 2009
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan Mei untuk tahun 1999 – 2009
Page 70
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan Juni untuk tahun 1999 – 2009
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan Juli untuk tahun 1999 – 2009
Page 71
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan Agustus untuk tahun 1999 – 2009
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan September untuk tahun 1999 – 2009
Page 72
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan Oktober untuk tahun 1999 – 2009
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan November untuk tahun 1999 – 2009
Page 73
Mawar Gelombang Dan Distribusi Frekuensi Kelas Tinggi Gelombang Bulan Desember untuk tahun 1999 – 2009
Page 74
Page 75
Page 76
Page 77
Page 78
Page 79
Page 80
Page 81
Page 82
Page 83
Page 84
Page 85
Page 86
Page 87
Page 88
Page 89
Page 90
Page 91
Page 92
Page 93
Page 94
Page 95
Page 96
Page 97
Page 98
Page 99
Page 100
Page 101
Page 102
Page 103
Page 104
Page 105
Page 106
Page 107
Page 108
Page 109
Page 110
Page 111
Page 112
Page 113
Page 114
Page 115
Page 116
Page 117
Page 118
Page 119
Page 120
Page 121
Page 122
Page 123
Page 124
Page 125
Page 126
Page 127
Page 128
Page 129
Page 130
Page 131
Page 132
Page 133
Page 134
Page 135
Page 136
Page 137
Page 138
Page 139
Page 140
Page 141
Page 142
Page 143
Page 144
Page 145
Page 146
Page 147
Page 148
Page 149
Page 150
Page 151
Page 152
Page 153
Page 154
Page 155
Page 156
Page 157
Page 158
Page 159
Page 160
Page 161