skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek...

138
DESKRIPSI MASALAH-MASALAH YANG FREKUEN DIALAMI OLEH ORANGTUA YANG MEMPUNYAI ANAK AUTIS INFANTIL DI SLB AUTIS CIPTA MULIA MANDIRI YOGYAKARTA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Oleh: MARIA MAGDALENA NIM: 011114002 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2006 i

Upload: ngoduong

Post on 22-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

DESKRIPSI MASALAH-MASALAH YANG FREKUEN DIALAMI OLEH

ORANGTUA YANG MEMPUNYAI ANAK AUTIS INFANTIL

DI SLB AUTIS CIPTA MULIA MANDIRI

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

MARIA MAGDALENA

NIM: 011114002

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2006

i

Page 2: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan
Page 3: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan
Page 4: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan
Page 5: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

ABSTRAK

DESKRIPSI MASALAH – MASALAH YANG FREKUEN DIALAMI OLEH ORANGTUA YANG MEMPUNYAI ANAK AUTIS INFANTIL

DI SLB AUTIS CIPTA MULIA MANDIRI YOGYAKARTA

MARIA MAGDALENA

Universitas Sanata Dharma 2006

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran masalah-masalah yang frekuen dialami oleh orangtua yang mempunyai anak autis infantil. Subjek penelitian ini adalah 32 orangtua yang mempunyai anak autis infantil di SLB Autis Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta.

Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab semua permasalahan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode pengumpulan data yang dipakai adalah survei. Alat pengumpulan data adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri dalam bentuk skala Likert dengan kategori “sangat sering”, “sering”, “kadang-kadang” dan “tidak mengalami”. Aspek yang diukur untuk memperoleh gambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan lingkungan keluarga, sekolah dan lembaga-lembaga terkait lainnya. Teknik pengolahan data adalah perhitungan frekuensi untuk kategori “sangat sering”, “sering”, “kadang-kadang” dan “tidak mengalami”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek internal, khususnya aspek kognitif: Pertama, orangtua sering berpikir bahwa gangguan perkembangan bicara, emosi/perasaan, perilaku, interaksi sosial yang dialami anaknya akan berubah begitu saja sehingga tidak perlu dilatih apalagi sampai ditangani terapis. Kedua, orangtua sering berpikir bahwa lingkungan sosial pasti mengabaikan kehidupan anaknya; anaknya pasti akan kehilangan masa depan. Ketiga, orangtua sering berpikir bahwa kemampuan sosialisasi anak tidak perlu dilatih melalui pergaulan dengan teman sebaya dan sosialisasi ke sekolah umum karena anaknya pasti tidak berkembang. Pada aspek afektif, orangtua sering memiliki reaksi-reaksi perasaan, seperti bosan menginformasikan perkembangan anaknya kepada orang serumah, malu mengakui keberadaan anaknya, bingung melakukan upaya-upaya penyembuhan bagi anaknya, cemas dan takut terhadap masa depan anaknya. Pada aspek spiritual atau religius, orangtua sering menginginkan Tuhan segera mengabulkan permohonannya setiap kali berdoa, sering merasa sendiri dalam menanggung beban ini, sering mengingkari pertolongan Tuhan terhadap anaknya, lebih sering memilih bekerja untuk mendapatkan uang daripada mengikuti kegiatan rohani.

Sedangkan pada aspek eksternal, orang tua sering sulit mempercayakan orang serumah untuk menangani anaknya, orang tua sering mempertahankan pendapat yang keliru dalam menangani anaknya, dan orang tua sering mengabaikan peraturan yang ditetapkan di SLB Autis Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta.

vi

Page 6: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

ABSTRACT

A DESCRIPTION OF FREQUENT PROBLEMS FACED BY PARENTS WITH INFANTILE AUTISTIC CHILDREN IN CIPTA MULIA MANDIRI

AUTISTIC HANDICAP SCHOOL YOGYAKARTA

MARIA MAGDALENA

Sanata Dharma University Yogyakarta 2006

This research was aimed to describe the frequent problems faced by parents

with infantile autistic children. The subjects of this study were 32 parents with infantile autistic children in Cipta Mulia Mandiri Autistic Handicap School Yogyakarta. This was a quantitative study, employed to answer all the problems in this research. Survey method was employed in the data gathering. The data gathering instrument employed was a questionnaire developed by the writer in a Likert- scale; categorized into “very often”, “often”, “sometimes”, and “never”. The aspects measured to get the description were internal attitude relating to cognitive, affective, and spiritual aspect, and external aspects from family, school, and other corresponding institutions. The study’s analysis technique was a frequency calculation for categories of “very often”, “often”, “sometimes”, and “never”. The result showed that in internal aspects, especially in cognitive aspect: first, parents often thought that the children’s development deficiency in speaking, emotion/feeling, attitude, and social interaction would be reduced in a sudden without any training or a therapist’s treatments; second, parents often thought that their social environment had abandoned their children’s lives and surely the children would lose their future; and third, parents often thought that the children’s skill to socialize needed no guidance through peer relations and socialization in normal school because the children surely wouldn’t developed. In affective aspects, parents often became sensitive e.g. get bored to inform the children’s development to their relatives, being ashamed to recognize the children’s existence, being confused in the rehabilitation attempts and being worried and afraid of the children’s future. In spiritual or religious aspects, parents often demanded God to grand their wishes every time they pray; parents often felt lonely in bearing the burden; they often ignored God’s helps for the children; and they were more often to choose to work to get money rather than joining religious activities. Furthermore in external aspects, parents often could not trust their relatives to take care of the children; they often hold their misinterpretations in taking care of children; and they often transgressed the rules used in Cipta Mulia Mandiri Autistic Handicap School Yogyakarta.

vii

Page 7: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah yang Maha Kasih. Kasih yang

mendasari seluruh kehidupan penulis secara khusus sepanjang penulisan skripsi.

Allah telah membuka hati dan budi penulis untuk memahami dan mencintai

kehidupan manusia termasuk orangtua yang mempunyai anak autis, anak autis itu

sendiri dan siapa saja yang turut ambil bagian dalam kehidupan mereka. Penulis

menyadari bahwa mengalami kasih Allah yang Agung dan penuh misteri ini tidak

terlepas dari campur tangan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materi,

dukungan, masukan, kritikan dan doa. Segala bantuan tersebut membuat penulis

menjadi semakin dekat dengan Allah, semakin setia dalam menjalankan tugas apa

saja dan peka akan rencana Allah. Oleh karena itu pantaslah penulis haturkan limpah

terima kasih kepada:

1. Drs. Tarsisius Sarkim, M.Ed., Ph. D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta yang telah berkenan mengesahkan skripsi ini.

2. Dr. M. M. Sri Hastuti, M. Si., selaku Kaprodi Bimbingan dan Konseling

sekaligus sebagai pembimbing pertama yang telah membimbing penulis

selama penulisan ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

3. Drs. Y.B. Adimassana, M.A., selaku pembimbing kedua yang telah

membimbing, memberikan semangat baru bagi penulis sehingga penulisan ini

dapat terselesaikan dengan baik.

4. Bapak M. Yasin, selaku Pimpinan SLB Autis Bina Anggita Yogyakarta yang

telah memberikan ijin uji coba alat penelitian skripsi ini.

viii

Page 8: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

5. Ibu Eny Winarti, S.Pd., selaku Pimpinan SLB Autisme Cipta Mulia Mandiri

yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

6. Drs. Gendon Barus, yang telah membimbing, memberikan semangat serta

masukan-masukan yang berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

7. Suster M. Madeleine Y. PBHK selaku Provinsial PBHK Provinsi Indonesia

dan Dewannya yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas

akhir ini.

8. Sr. M. Christien S. PBHK selaku Supda PBHK Daerah Jawa dan Dewannya

yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Sr. M. Immaculae S. PBHK yang selalu mengorbankan waktu dan tenaganya

untuk membimbing, mendukung penulis dalam doa dan dukungan lainnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

10. Sr. M. Gaudentia PBHK dan Para Suster PBHK Komunitas Deresan

Yogyakarta yang mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini

dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, tetapi penulis

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi orangtua yang mempunyai anak autis,

lembaga-lembaga terkait yang menangani anak autis, dunia bimbingan dan

konseling, para pemerhati orang-orang yang memiliki beban hidup, yang miskin dan

menderita serta siapa saja yang menaruh minat terhadap anak-anak yang

berkebutuhan khusus.

Penulis

ix

Page 9: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………..…………………...i

Halaman Persetujuan Pembimbing……………………………..…………………….ii

Halaman Pengesahan…. ………………………………………….…….…………...iii

Halaman Motto dan Persembahan …………………………………………..………iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya ……………………………….………………..v

Abstrak ……………………………………………………………………..……….vi

Abstract ………………………………………..………………………………..…..vii

Kata Pengantar ……………………………………………………………………..viii

Daftar Isi …………………………………………………………………………......x

Daftar Lampiran ………………………………………………………………......xiii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………………..…………………1

B. Perumusan Masalah ……………………………………………………....8

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….....8

D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………..9

E. Definisi Operasional ………………………………………………..……10

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Gangguan Perkembangan Anak Autis

1. Pengertian Autisme ……………………………………......…………11

2. Karakteristik Autistik ……………………………………………..….12

3. Faktor Penyebab Autisme ……………………………………..……..19

4. Perkembangan Dini Anak Autis ……………………………………..24

B. Bentuk-Bentuk Penanganan Anak Autis

1. Bentuk-bentuk Terapi ………………………………………………..27

a. Terapi Perilaku (Okupasi, Wicara, Sosialisasi dengan

menghilangkan Perilaku yang tidak wajar…………………...….27

b. Terapi Biomedik ………………………….…………………….30

x

Page 10: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

c. Terapi Medikatonis ……………………………………….……31

d. Terapi Bermain……………………………….…………………31

e. Terapi Sensori Integrasi…………………………………..……..32

f. Terapi Terapi Snoezelen………………………………………...33

g. Terapi Musik……………………………………………..……..33

h. Terapi Remedial……………………………….………………..34

i. Terapi Suntik Jarum Super………………………….…………..34

j. Terapi Kelasi………………………………………………..…...34

k. Terapi Air / Water Therapy…………………………….……….35

2. Bentuk Penanganan Lain …………………………….…………....…36

a. Program Inklusi…………………….…………………………...36

b. Sekolah/Pendidikan Khusus……………………………….……37

C. Permasalahan Orangtua yang mempunyai Anak Autis Infantil

1. Aspek Internal ………………………………….……………………38

a. Aspek Kognitif ………………………………..……………..…...38

b. Aspek Afektif ………………………………………………..…...41

c. Aspek Spiritual atau Religius……... ……………………..………43

2. Aspek Eksternal…………..……………………………………..…....46

a. Lingkungan Keluarga ……………………………………..……...46

b. Lembaga Terkait ………..………………………………..……....48

3. Dampak Permasalahan Orangtua pada Aspek Psikomotorik

atau Perilaku………………………………………………………….50

a. Depresi ……………………………………………..…………….51

b. Kecemasan ……………………………………………..………...52

c. Gejala Somatis ………………………………………………..….53

d. Stress ………………………………………………………..……53

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ………………………..………………………………...55

B. Subjek Penelitian …………………………………………………….…55

C. Alat Pengumpul Data ………………………………………………..….56

D. Prosedur Pengumpulan Data ……………………………………..……..64

E. Teknik Analisis Data ……………………………………………..……..68

xi

Page 11: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Aspek Internal

a. Aspek Kognitif …………………………………………….....…69

b. Aspek Afektif ……………………………………………..…….74

c. Aspek Spiritual atau Religius ……………...……………..……..75

2. Aspek Eksternal

Aspek Lingkungan Keluarga dan Lembaga Terkait ..…………..……76

B. Pembahasan

1. Aspek Internal

a. Aspek Kognitif …………………………………………..………79

b. Aspek Afektif …………………………………………..……….84

c. Aspek Spiritual atau Religius…... ……………………..…………88

2. Aspek Eksternal………......………………………………..…………91

a. Lingkungan Keluarga ……………………………..…………...…91

b. Lembaga Terkait …………………………. ………..…….….…..93

BAB V : PENUTUP

A. Ringkasan Hasil Penelitian …………………………..………………….94

B. Kesimpulan…….………………………………..…..……………………96

C. Saran ……………………………………………..…………………..…..96

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..………………...……103

LAMPIRAN ……………………………......……………………………..…106-124

xii

Page 12: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Ijin Uji Coba Alat dan Surat Keterangan telah

Uji Coba Alat

Lampiran 2 : Ijin Penelitian dan Surat Keterangan telah Meneliti

Lampiran 3 : Analisis Kesahihan Butir

Lampiran 4 : Hasil Penghitungan Uji Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 : Tabulasi Data Penelitian dan Pengelompokkan Aspek Masalah

Hasil Penelitian

xiii

Page 13: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini gangguan autis menjadi fenomena karena makin banyak anak-anak

yang mengalaminya. Kalau dulu pada tahun 1970-an anak-anak yang mengalami

gangguan autis hanya 1: 10.000 kelahiran, kini tercatat 1:150 kelahiran. Sebuah

peningkatan yang sangat mencolok (Kompas, Sabtu 16 April 2005).

Badan Pusat Statistik mencatat pada tahun 2005, sekitar 1,5 juta anak

Indonesia menderita autisme. Namun kerena terbatasnya sarana pendidikan luar

biasa, baru sekitar 50.000 anak autis yang mengenyam pendidikan khusus. Oleh

karena itu pemerintah menggalakkan model pendidikan inklusif, dimana sekolah

umum bisa memberikan layanan pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus,

bersama dengan siswa pada umumnya (Kompas, 2 Maret 2005).

Budhiman dkk (2002) mengungkapkan bahwa berdasarkan data bulan

September tahun 2002, sudah ada lembaga yang menangani anak autis. Lembaga

yang dimaksud telah berdiri di beberapa kota besar seperti: Jakarta Selatan (15

sekolah khusus), Jakarta Pusat (2 sekolah khusus), Jakarta Timur (5 sekolah khusus),

Jakarta Barat (7 sekolah khusus), Jakarta Utara (1 sekolah khusus), Depok (3 sekolah

khusus), Tangerang (6 sekolah khusus), Bekasi (9 sekolah khusus). Adapun sekolah-

sekolah khusus Autis, tersebar di sepuluh kota di Indonesia, dan pusat terapi luar

Jakarta seperti di Serang, Banten (1 pusat terapi), Jawa Barat (7 pusat terapi), D.I

Yogyakarta (1 pusat terapi), Jawa Tengah (8 pusat terapi), Jawa Timur (60 pusat

Page 14: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

2

terapi), Sumatera (11 pusat terapi), Kalimantan (2 pusat terapi), Sulawesi (1 pusat

terapi). Lembaga-lembaga ini, ada yang bergerak di bidang terapi perilaku, ada yang

telah sampai pada pengelolaan sekolah khusus autis. Di setiap lembaga mempunyai

jumlah penyandang autisme yang tidak sama.

Menurut Yasin, Pimpinan Lembaga Bimbingan Autisme Bina Anggita

Yogyakarta (Kompas, 31 Maret 2005), di D.I. Yogyakarta, ada ratusan anak

penyandang autisme. Namun, baru sekitar 45 persen (45%) saja yang tertampung

dalam lembaga yang khusus menangani autisme. Demikian pula jumlah profesional

yang mendalami bidang autisme tidak sebanding dengan peningkatan jumlah

penyandang autisme, dan lembaga yang menanganinya. Realita ini menuntut

orangtua mampu menghadapi anak-anaknya, yang terlahir dengan gangguan

pertumbuhan kompleks. Berbagai mass media, menjelaskan bahwa autisme adalah

gangguan yang dialami oleh anak dalam hal berinteraksi, berkomunikasi dengan

orang lain, dan gangguan imajinasi. Gangguan tersebut disebut autisme. Mengenai

istilah autisme itu sendiri baru diperkenalkan sejak tahun 1934 oleh Leo Kener

(Handoyo, 2003).

Handoyo (2003) mengemukakan bahwa penyandang autisme mempunyai

karakteristik antara lain: selektif berlebihan terhadap rangsang, kurangnya motivasi

untuk menjelajahi lingkungan baru, respon stimulasi diri sehingga mengganggu

integritas sosial, ekspresi wajah yang datar, tidak menggunakan isyarat tubuh, jarang

memulai komunikasi, tidak meniru aksi/suara, bicara sedikit atau bahkan tak ada,

mengulangi atau membeo kata-kata/kalimat atau nyanyian, intonasi vokal yang aneh,

Page 15: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

3

tampak tidak mengerti arti kata, tak ada hubungan dengan orang lain, tidak ada

kontak mata, tampak asyik bila dibiarkan sendiri, permainan diulang-ulang,

marah/tak menghendaki perubahan-perubahan, kadang seperti tuli, panik terhadap

suara-suara tertentu, bermain-main dengan cahaya/pantulan, memainkan jari-jari di

depan mata, menarik diri ketika disentuh, sangat tidak suka terhadap

pakaian/makanan, sangat hiperaktif, berputar-putar, membentur-bentur kepala,

menggigit pergelangan, melompat-lompat, mengepak-ngepakkan tangan, dan lain-

lain.

Gangguan autisme ini dialami oleh anak karena adanya faktor penyebab yang

sangat kompleks, yaitu faktor genetika dan lingkungan sosial (Kompas 2 Maret

2005). Handoyo (2003) menjelaskan bahwa gangguan autisme disebabkan oleh

kelainan pada otak anak autis, infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan

oksigenasi, akibat polusi udara, pembentukan organ-organ pada usia kehamilan.

Budhiman, dkk (2002) menjelaskan bahwa autisme disebabkan oleh adanya

gangguan pada sistem pencernaan. Indikasi ini dapat dijelaskan dengan contoh kisah

nyata yaitu: pada tahun 1997, seorang pasien autis, Parker Beck, mengeluhkan

gangguan pencernaan yang sangat buruk. Ternyata ia kekurangan enzim sekretin.

Setelah mendapat suntikan sekretin, Beck sembuh dan mengalami kemajuan luar

biasa. Selain itu ditemukan pula adanya peradangan usus pada sebagian besar anak.

Dr. Andrew Wakefield ahli pencernaan gastro entereolog asal Inggris, menduga

peradangan tersebut disebabkan virus. Gangguan autisme juga disebabkan oleh

keracunan logam berat (Budhiman dkk, 2002).

Page 16: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

4

Gangguan autisme pada anak ternyata bisa hilang dan dapat sembuh bahkan

setelah dewasa mereka mampu berfungsi layaknya orang dewasa normal, padahal

mereka hampir tidak menerima intervensi atau dukungan terarah dan khusus bagi

mereka. Indikasi ini dapat terlihat dari penelitian awal Kenner tahun 1943 bahwa

sekitar 11-12 persen (11-12%) anak menunjukkan indikasi tersebut. Temuan ini

membesarkan harapan, bahwa dengan intervensi dan edukasi khusus, jumlah

penyandang autisme yang mampu berfungsi normal di dalam masyarakat dapat terus

bertambah jumlahnya. Penelitian sebelum tahun 1980-an di AS mengungkapkan,

bahwa separuh dari mereka yang terdiagnosis autis pada masa kecilnya harus

melewatkan hidupnya di rumah sakit, sebagian kecil tetap dirawat di rumahnya

masing-maing, dan hanya sekitar lima persen (5%) yang mampu memperoleh

pekerjaan yang layak. Sebaliknya penelitian-penelitian setelah tahun 1980 di AS

membeberkan hasil yang jauh lebih optimis. Penyandang autisme yang harus

melewatkan hidupnya di rumah sakit turun sampai sekitar 5 persen (5%). Sedangkan

mereka yang memperoleh pekerjaan, naik sampai sekitar 20 persen (20%). Sisanya

yang merupakan jumlah mayoritas memperoleh perawatan di rumah masing-masing.

Indikasi ini terlihat dalam contoh sebuah kisah nyata Kolby, seorang penyandang

autisme dinyatakan sembuh setelah menjalani serangkaian terapi intensif (Majalah

Nakita “ menangani anak autis, edisi Februari 2002).

Menurut pengalaman dan studi Prof. Dr. Ivar O. Lovaas (Handoyo, 2003), ada

beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan sembuh saat dewasa kelak.

Anak-anak penyandang autisme yang kemungkinan sembuhnya lebih besar, ternyata

Page 17: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

5

adalah mereka yang skor IQ-nya berada dalam rentang normal. Selain itu

kemampuan komunikasi sederhana yang ditunjukkan saat berusia 5-6 tahun, juga

sangat membantu anak dalam proses perkembangan di tahap-tahap berikutnya. Anak

autis yang memiliki ketrampilan atau minat khusus yang secara sosial bisa diterima,

misalnya ketrampilan matematika dan musik, umumnya juga memiliki kesempatan

lebih besar bisa berfungsi secara lebih baik dalam lingkungannya (Majalah

Nakita”menangani anak autis”, edisi Februari 2002). Kompas, Sabtu, 16 April 2005,

mengisahkan bahwa Oscar Yura Dompas seorang penyandang autisme yang

berdomisili di Pondok Pinang, Jakarta Selatan ini bisa berhasil. Ia dapat menemukan

nilai-nilai dalam hidupnya, mengembangkan bakat yang ia miliki dan mengasah

ketrampilan yang ia miliki entah motorik, intelektual dan spiritualnya. Jadi menjadi

autis tidak berarti menjadi bukan manusia. Anak autis juga menemukan nilai-nilai

dan makna hidupnya seperti biasanya anak normal.

Mengingat semakin meningkatnya jumlah anak-anak yang terkena autis maka

peranan orangtua dan keluarga serta pihak-pihak terkait sangat penting dalam

menangani anak-anaknya. Pengalaman beberapa ahli autis di Jakarta, orangtua yang

ikut melaksanakan terapi secara intensif terhadap anaknya, akan memperoleh hasil

yang memuaskan. Anak-anak menunjukkan kemajuan sangat pesat. Hal ini berarti

gangguan autis pada anak bisa sembuh apabila ditangani secara intensif dari berbagai

pihak terutama dari pihak orangtua dan dokter yang khusus menangani anak autis.

Namun dalam kenyataannya orangtua mengalami masalah. Masalah yang

umumnya dialami oleh orangtua adalah masalah pribadi dan sosial. Handojo (2003)

Page 18: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

6

menjelaskan bahwa kebanyakan orangtua anak autis selalu mempertanyakan

bagaimana kemungkinan sembuh bagi anaknya, masa depan anaknya, apakah

mungkin mereka dapat mencari sumber penghidupannya sendiri, apakah mungkin

mereka menikah. Selain itu orangtua mengalami kandala masalah-masalah

sehubungan dengan penanganan terhadap gangguan autisme pada anak dan

kurangnya dukungan dari keluarga atau orang serumah.

Marijani (2003) mengemukakan bahwa banyak kasus yang ditemukan dalam

diri orangtua anak autis. Kebanyakan orangtua mengalami gangguan kognitif,

afektif, gangguan spiritual. Realita ini kadang mempengaruhi tugas-tugas lain yang

harus dijalankan. Budhiman (2002) mengungkapkan bahwa reaksi-reaksi yang

timbul pada diri orangtua ketika mengetahui anaknya positif menyandang autis

sangat beragam, seperti menolak keadaan, pingsan, shock, menangis, sedih, kecewa,

penyangkalan dan merasa tidak percaya, perasaan bersalah dan berdosa . Reaksi

perasaan ini muncul karena mereka beranggapan bahwa hidup mereka tidak lagi

berguna. Dalam hal pekerjaan, orangtua yang tadinya sudah mapan bekerja dan telah

mempunyai ikatan dinas, mengalami konflik dalam hal pengambilan keputusan,

apakah memilih berhenti bekerja atau meneruskannya. Safaria (2005) meneguhkan

bahwa reaksi perasaan orangtua anak autis sangat dipengaruhi oleh pandangan-

pandangan orangtua. Pandangan-pandangan orangtua sangat mempengaruhi

bagaimana mereka bertindak, bereaksi dan mengambil keputusan-keputusan penting

dalam hidupnya.

Page 19: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

7

Sudaryati dalam seminar sehari tentang pemahaman dan penerimaan

orangtua terhadap penyandang autis, Juni 2005, menjelaskan bahwa penyandang

autis dan orangtuanya sering kali mengalami masalah penerimaan dan pemahaman

sosial baik dari pihak masyarakat umum, guru, sekolah/pusat terapi dan pemerintah.

Kompas, 16 April 2005 memaparkan bahwa pihak sosial kurang memahami

peranannya/sumbangannya bagi anak penyandang autis dan orangtuanya. Hambatan

lain yang dialami oleh orangtua yang anaknya autis adalah biaya terapi yang tinggi,

sulit ditemukan terapis yang profesional, antara orangtua dan dokter kurang

komunikasi, orangtua kurang selektif memasukan anaknya ke sekolah reguler, dan

orangtua sulit mengajarkan anak-anaknya untuk dapat menerima dirinya (Handoyo,

2003).

Winkel dan Sri Hastuti (2004), mengungkapkan bahwa keluarga dari waktu

ke waktu dihadapkan pada berbagai permasalahan yang berat yang harus di

pecahkan secara tuntas. Pembinaan kehidupan berkeluarga yang holistik dalam

situasi krisis multidimensi perlu diarahkan pada pengharapan akan kematangan

kepribadian mereka dalam menghadapi permasalahan hidupnya. Orangtua yang

mempunyai anak autis perlu didampingi agar dapat mengatasi seluruh permasalahan

hidupnya dengan menekankan aspek psikologis dan pedagogis melalui pendekatan

kognitif, afektif, spiritual atau religius dan ketrampilan/skill. Upaya-upaya tersebut

dapat dilakukan melalui berbagai bentuk. Pendampingan terhadap orangtua yang

mempunyai anak autis berupa pengembangan diri seperti bagaimana cara berpikir

mempengaruhi orangtua, bagaimana mengelola emosi orangtua, bagaimana

Page 20: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

8

menyeimbangkan keluarga dan lingkungan sosial, bagaimana spiritualitas

mencerahkan kehidupan orangtua, bagaimana memelihara kesehatan fisik,

bagaimana membimbing anak dengan gangguan autis dan bagaimana orangtua hidup

secara bermakna. Pendampingan tersebut dapat dilaksanakan oleh sekolah atau

lembaga autisme yang membimbing anak dengan gangguan autisme dalam hal ini

SLB Autis Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta. Bentuk-bentuk penanganan/bantuan

dapat bersumber dari masukan-masukan atau rekomendasi dari hasil penelitian

tentang masalah yang dialami oleh orangtua yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk mengetahui

masalah-masalah yang secara frekuen dialami oleh orangtua yang mempunyai anak

autis infantil di SLB Autis Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta.

B. Perumusan Masalah

Peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

Masalah-masalah manakah yang secara frekuen dialami oleh orangtua yang

mempunyai anak autis infantil di SLB Autis Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui masalah-masalah yang secara frekuen dialami oleh orangtua

yang mempunyai anak autis infantil dan faktor-faktor yang menyebabkannya.

Page 21: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

9

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Subjek: hasil penelitian ini memotivasi subjek dalam mengembangkan

kepribadian sebagai seorang konselor yang profesional dalam menghadapi segala

situasi, mencintai semua makluk ciptaan Tuhan, anak-anak yang mengalami

keterbelakangan mental termasuk anak-anak autis, mengerti dan memahami

orang lain termasuk orangtua yang mempunyai anak autis, semakin memahami

dunia autisme dan membangun sikap hati yang peka terhadap orang yang

memiliki beban hidup, yang miskin dan menderita.

2. Bagi kongregasi: menjadi sumbangan bagi kongregasi PBHK dalam

meningkatkan pemahamannya tentang masalah-masalah yang dialami oleh

orangtua yang anaknya autis, peranan orangtua dan seluk beluk autisme, bentuk-

bentuk bimbingan dan pendampingan yang relevan, memotivasi setiap suster

untuk meningkatkan kemampuan berempati dan melakukan sesuatu yang berarti

terhadap orang-orang yang memiliki beban hidup, menyikapi tanda-tanda jaman

yang nyata dalam peristiwa/kejadian di luar tembok biara sebagai wujud dari

penghayatan spiritualitas tarekat.

3. Bagi orangtua anak autis: hasil penelitian ini menjadi sumbangan untuk

mengatasi hambatan dari dalam diri dan dari luar dirinya.

4. Bagi SLB Autis Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta: hasil penelitian ini menjadi

pendorong bagi mereka untuk terus menerus mengembangkan bakat/ketrampilan,

memperluas wawasannya dalam menghadapi orangtua dan anak yang

bermasalah, mengetahui faktor penyebab masalah dan sekaligus sebagai sarana

Page 22: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

10

untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan orangtua dan anak yang perlu mendapat

perhatian khusus.

E. Definisi Operasional

1. Autisme adalah suatu paham/aliran tentang individu yang tertarik pada dunianya

sendiri. Ketertarikan pada dirinya sendiri berupa kecenderungan pikiran-pikiran

dan persepsi seseorang terhadap obyek yang tidak nyata karena objek tersebut

berada di alam fantasi dan khayalan individu tersebut.

2. Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut

komunikasi, interaksi sosial, emosi, perilaku dan aktivitas imjinasi.

3. Autis infantil adalah suatu gangguan komunikasi, interaksi sosial, perilaku, emosi

pada kanak-kanak, yang ditandai oleh sifat suka menyendiri secara total

(menyeluruh dan dini sifatnya).

4. Tingkat frekuensi adalah tingkat keseringan dengan gradasi mulai dari sangat

sering, sering, kadang-kadang dan tidak mengalami.

5. SLB Autis Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta merupakan institusi pendidikan bagi

anak-anak autis yang memiliki visi, misi, dan tujuan yang hendak dicapai melalui

proses pengajaran dan pendampingan.

Page 23: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

BAB II

LANDASAN TEORI

Terdapat pokok-pokok yang perlu diuraikan sebagai dasar berpijak pembicaraan

objek penelitian. Pokok-pokok tersebut adalah autisme dan gangguan perkembangan

anak autis, penanganan dan permasalahan orangtua yang mempunyai anak autis infantil.

A. Gangguan Perkembangan Anak Autis

1. Pengertian autisme

Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Istilah autisme baru

diperkenalkan pada tahun 1934 oleh Leo Kenner ( Handojo, 2003). Lukas Adi

Prasetyo dalam karangannya berjudul ”Penyandang Autisme perlu Penerimaan

Masyarakat”, menjelaskan bahwa autisme ialah anak yang mengalami gangguan

berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sensoris, pola

bermain dan emosi (Kompas, 31 Maret 2005). Keadaan ini menyebabkan

penyandang autis seakan hidup di dunianya sendiri (Handojo, 2003). Menurut

Danuatmaja (2003), autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat

kerusakan saraf. Penyakit ini mengganggu perkembangan anak. Autistik adalah

suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi,

interaksi sosial, emosi, perilaku dan aktivitas imjinasi.

Selain pengertian di atas, World Health Organization (WHO, 1987) dan

Diagnostical Statistic Manual (DSM) yang dikembangkan oleh American

Page 24: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

12

Psychiatric association (APA, 1994) mendefinisikan bahwa penyandang autisme

adalah mereka yang mengalami gangguan kualitatif dalam hal interaksi sosial,

komunikasi, pola minat perilaku (Peters, 2004). Kartono dan Gulo (2000)

menjelaskan bahwa autisme adalah kecenderungan pikiran-pikiran dan persepsi-

persepsi seseorang yang dipengaruhi oleh hasrat dan keinginannya dalam fantasi

dan khayalan-khayalan, dimana kenyataan obyektif tidak terlihat karena adanya

kecenderungan melihat dunia secara subjektif.

Gangguan perkembangan tersebut juga ditandai oleh sifat suka

menyendiri secara total (baik dalam tahap usia anak atau menunjukkan kekanak-

kanakan dan dini sifatnya) yang merupakan suatu dunia batin yang terkurung dan

menolak segala macam usaha pendekatan yang disebut dengan autis infantil

(Kartono & Gulo, 2000).

2. Karakteristik Autistik

Handojo (2003) menjelaskan bahwa penyandang autisme mempunyai

karakteristik antara lain:

a. Selektif yang berlebihan terhadap rangsang.

b. Kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru.

c. Respon stimulasi diri sehingga mengganggu integrasi sosial.

d. Respon unik terhadap imbalan (reinforcement) khususnya imbalan dari

stimulasi diri. Anak merasa mendapat imbalan berupa hasil penginderaan

terhadap perilaku stimulasi dirinya, baik berupa gerakan maupun berupa

suara. Hal ini menyebabkan ia selalu mengulang perilakunya secara khas.

Page 25: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

13

e. Bahasa/komunikasi: ekspresi wajah yang datar, tidak menggunakan

bahasa/isyarat tubuh, jarang memulai berkomunikasi, tidak meniru aksi atau

suara, bicara sedikit atau tak ada, atau mungkin cukup verbal, mengulangi

atau membeo kata-kata, kalimat-kalimat atau nyanyian, intonasi/ritme vokal

yang aneh, tampak tidak mengerti arti kata, menggunakan kata secara

terbatas dan harafiah.

f. Hubungan dengan orang lain kurang responsif, tak ada senyum sosial, kontak

mata terbatas, tampak asyik bila dibiarkan sendiri, tidak melakukan

permainan giliran, menggunakan tangan orang dewasa sebagai alat.

g. Hubungan dengan lingkungan: bermain repetitif (diulang-ulang), marah atau

tidak mengehendaki perubahan-perubahan, berkembangnya ritunitas yang

kaku dan memperlihatkan ketertarikan yang fleksibel.

h. Sangat hiperaktif, membentur kepala, menggigit pergelangan, melompat-

lompat atau mengepak-ngepakkan tangan, tahan atau merespon aneh

terhadap nyeri.

i. Mengalami kesenjangan perilaku: kemampuan mungkin sangat baik atau

terlambat, mempelajari ketrampilan di luar urutan normal, misalnya:

membaca tetapi tidak mengerti arti, menggambar secara rinci, tidak dapat

mengancing baju, pintar mengerjakan puzzle, amat sukar mengikuti perintah,

berjalan pada usia normal tetapi tidak berkomunikasi secara lancar, membeo

dan sulit berbicara dari diri sendiri (kurangnya inisiatif dalam

berkomunikasi).

Page 26: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

14

Supratiknya (1995) menjelaskan bahwa gangguan autisme memiliki

ciri-ciri sebagai berikut: penderita senang menyendiri dan bersikap lebih

dingin sejak kecil/bayi, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, tidak

menyukai stimulasi pendengaran, senang melakukan stimulasi diri, memukul

mukul kepala, atau gerakan aneh lainya, memanipulasi objek, sulit

menangkap atau memahami makna, sangat tertarik dan mengembangkan

ikatan yang sangat kuat dengan objek-objek yang lazim.

Anak autis mempunyai masalah/gangguan dalam bidang komunikasi,

interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi (www.

Dikdasmen. Depdiknat.go.id) Hal ini sangat terlihat pada karakteristik

sebagai berikut:

a. Komunikasi

1) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

2) Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tetapi

kemudian sirna.

3) Kata-kata yang digunakan kadang-kadang tidak sesuai artinya.

4) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tak

dapat dimengerti orang lain.

5) Senang meniru atau membeo (echolalia).

6) Bila senang meniru, dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tersebut

tanpa mengerti artinya.

Page 27: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

15

7) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia

inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

b. Interaksi sosial

1) Penyandang autis lebih suka menyendiri.

2) Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan.

3) Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.

4) Bila diajak bermain ia tidak mau dan menjauh.

c. Gangguan sensoris

1) Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.

2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.

3) Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.

4) Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.

d. Pola bermain

1) Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.

2) Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.

3) Tidak kreatif dan tidak imajinatif.

4) Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu

rodanya diputar-putar.

5) Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda

sepeda.

6) Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus

dan dibawa ke mana-mana.

Page 28: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

16

e. Perilaku

1) Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif).

2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,

mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar mendekatkan mata

ke pesawat TV, lari/berjalan bolak-balik, melakukan gerakan yang

diulang-ulang.

3) Tidak suka pada perubahan.

4) Dapat duduk bengong dengan tatapan kosong.

f. Emosi

1) Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa dan menangis

tanpa alasan.

2) Temperamen tantrum (mengamuk tanpa terkendali) jika dilarang atau

tidak diberikan keinginannya.

3) Kadang suka menyerang dan merusak.

4) Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.

5) Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

Puspita (2005) menjelaskan bahwa anak autis memiliki karakteristik

dalam memproses informasi.

a. Visual thinking

Anak lebih mudah memahami hal konkret (dapat dilihat dan

dipegang) dari pada hal abstrak. Biasanya ingatan atas berbagai konsep

tersimpan dalam bentuk video atau file gambar. Proses berpikir yang

Page 29: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

17

menggunakan gambar/film seperti ini, jelas lebih lambat dari pada proses

berpikir verbal; akibatnya mereka perlu jeda beberapa saat sebelum bisa

memberikan jawaban atas pertanyaan tertentu. Individu dengan gaya

berpikir seperti ini, juga lebih menggunakan asosiasi dari pada berpikir

secara logis menggunakan logika.

b. Processing problem

Anak autis mengalami kesulitan memproses data. Mereka cenderung

terbatas dalam memahami common sense atau menggunakan akal

sehat/nalar. Mereka sulit merangkai informasi verbal yang panjang (rangkai

intruksi), sulit diminta mengingat sesuatu sambil mengerjakan hal lain, dan

sulit memahami bahasa verbal/lisan. Hal-hal tersebut di atas tampak

konsisten dengan kecenderungan autis yang lebih mudah berpikir secara

visual.

c. Sensory sensitivities

Perkembangan yang kurang optimal pada sistem neurobiologis

individu autis juga mempengaruhi perkembangan indra mereka sehingga

terjadi salah satu atau semua pada sebagian anak autis:

1) sound sensitivity: anak sangat takut pada suara keras/bising. Ketakutan

yang berlebihan ini membuat mereka bingung, merasa cemas atau

terganggu, yang sering termanifestasi dalam bentuk perilaku buruk. Pola

kepekaan akan suara keras/bising ini tidak sama, dan frekuensi setiap

individu juga berbeda-beda.

Page 30: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

18

2) Touch sensitivity: anak memiliki kepekaan terhadap sentuhan ringan atau

sebaliknya terhadap sentuhan keras. Masalah kepekaan yang berlebihan

ini biasanya terwujud dalam bentuk masalah perilaku (termasuk masalah

makanan dan pakaian). Bila anak peka terhadap sentuhan dan terganggu

dengan sentuhan kita, maka pelukan kita justru dapat diartikan sebagai

hukuman yang menyakitkan.

3) Rhytm difficulties: anak sulit mempersepsi irama yang tertampil dalam

bentuk lagu, bicara, jeda dan saat untuk masuk percakapan. Hal itu

menyebabkan banyak individu autis terus-menerus berbicara, atau

menyerobot masuk saat percakapan sedang berlangsung, yang sering kali

dianggap oleh lingkungan sebagai anak yang tidak sopan.

d. Communications frustration

Gangguan perkembangan bahasa yang terjadi pada individu autis

membuat mereka sering frustrasi karena masalah komunikasi. Mereka bisa

mengerti orang lain, apabila orang lain berbicara langsung kepada mereka.

Hal ini menyebabkan mereka seolah tidak mendengar bila orang lain

bercakap-cakap. Mereka merasa percakapan itu tidak ditujukan kepada

mereka. Individu autis juga sulit mengungkapkan diri, sehingga selalu

berteriak atau berperilaku negatif agar mendapatkan apa yang mereka

inginkan.

Page 31: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

19

e. Social and emotional issues

Ciri lain yang sangat dominan adalah fiksasi atau keterpakuan akan

sesuatu yang membuat individu autis cenderung berpikir kaku. Akibatnya,

individu autis sulit beradaptasi atau memahami perubahan yang terjadi di

lingkungan sehari-hari. Pada umumnya individu autis tidak pernah

membayangkan bahwa orang lain juga bisa mempersepsi sesuatu dari sudut

pandang yang berbeda-beda, karena hal ini adalah sesuatu yang sangat

abstrak sehingga banyak yang sulit berempati bila tidak dilatih melalui

pengalaman dan pengarahan. Perbedaan manifestasi gangguan-gangguan

tersebut menjadikan setiap individu sangat unik. Tidak ada dua individu

autis yang sama persis, bahkan yang kembar sekalipun, sehingga

penanganan juga tidak bisa disamakan. Paham individual differences sangat

ditekankan sehingga orangtua atau pembimbing tidak memberikan

penanganan seragam bagi sekelompok anak.

3. Faktor-faktor Penyebab Autisme

a. Gangguan susunan saraf pusat

Handoyo (2003) menjelaskan bahwa otak anak autis mempunyai

suatu kelainan. Ada tiga lokasi di otak yang ternyata mengalami kelainan

neuro-anatomis. Penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak

negara, menemukan beberapa fakta yaitu adanya kelainan anatomis pada

lobus patietalis, cerebellum dan sistem limbiknya. Empat puluh tiga persen

Page 32: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

20

(43%) penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus patietalis

otaknya yang menyebabkan anak acuh tak acuh terhadap lingkungannya.

Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada

lobus ke VI dan ke VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris,

daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian) juga

didapatkan sel purkinje di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi

gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine. Akibatnya terjadi

gangguan atau kekacauan lalu-lalang impuls di otaknya.

Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang

disebut hippocampus dan amigdala. Akibatnya terjadi gangguan fungsi

kontrol terhadap agresi dan emosi, anak kurang dapat mengendalikan

emosinya, seringkali berperilaku agresif atau sangat pasif. Amigdala juga

bertanggungjawab terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran,

penglihatan, penciuman, perabaan, rasa dan takut. Hippocampus bertanggung

jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat, maka terjadilah kesulitan

menyimpan informasi baru, perilaku yang diulang-ulang, dan aneh.

Hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus.

Danuatmaja (2004) menjelaskan bahwa pada bagian otak anak autis

ditemukan kelainan neuroanatomi (anatomi susunan saraf pusat) pada

beberapa tempat di dalam otak anak autis. Banyak anak autis mengalami

pengecilan otak kecil, terutama pada lobus VI-VII. Seharusnya di lobus VI-

VII banyak terdapat sel purkinje, namun, pada anak autis jumlah sel purkinje

Page 33: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

21

(kecemerlangan warna-warna) sangat kurang. Akibat produksi serotonin

(suatu neurotransmitter yang terdapat dalam sistem saraf sentral) berkurang

menyebabkan kacaunya proses penyaluran informasi antar otak. Selain itu,

ditemukan kelainan struktur pada pusat emosi di dalam otak sehingga emosi

anak autis sering terganggu.

b. Gangguan sistem pencernaan

Hal ini terlihat dari seorang pasien autis, Parker Beck, mengeluhkan

gangguan pencernaan yang sangat buruk. Setelah mendapat suntikan

sekretin, Beck sembuh dan mengalami kemajuan luar biasa. Kasus ini

memicu penelitian-penelitian yang mengarah pada gangguan metabolisme

pencernaan (www.dikdasmen.depdiknat.go.id)

c. Peradangan dinding usus

Berdasarkan pemeriksaan endoskopi atau peneropongan usus pada

sejumlah anak autis yang memiliki pencernaan buruk ditemukan adanya

peradangan usus pada sebagian besar anak. Dr. Andrew Wakefield ahli

pencernaan (gastro enterolog-yang berkenaan dengan lambung dan usus-

usus) asal Inggris menduga peradangan tersebut disebabkan virus campak

(Danuatmaja, 2003).

d. Keracunan logam berat

Berdasarkan tes laboratorium yang dilakukan pada rambut dan darah

ditemukan kandungan logam berat yang beracun pada banyak anak autis.

Diduga kemampuan sekresi logam berat dari tubuh terganggu secara genetik.

Page 34: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

22

Penelitian selanjutnya menemukan bahwa logam berat seperti arsenik (As),

antimony (Sb), kadmium (Cd), air raksa (Hg), dan timbal (Pb) adalah racun

otak yang sangat kuat.

Sallie Bernard (Danuatmaja, 2003) ibu dari anak autis, menunjukkan

penelitiannya pada tahun 2002 bahwa gejala yang diperlihatkan anak-anak

autis sama dengan keracunan merkuri. Dugaan ini diperkuat dengan

membaiknya gejala autis setelah anak-anak melakukan terapi kelasi (merkuri

dikeluarkan dari otak dan tubuh mereka).

e. Gangguan Nutrisi pada Anak Autis

Handoyo (2003) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang

menyebabkan anak mengalami gangguan autis adalah gangguan nutrisi

dalam diri anak. Pengaturan pola makan yang baik pun terbukti dapat

membantu mengurangi gejala autisme.

Anak autisme sebaiknya menghindari mengkonsumsi jenis-jenis

protein yang tidak bisa diserap dengan sempurna yang memungkinkan

terjadinya peptida seperti kasein yang terdapat di dalam susu hewan dan

glutein yang terdapat pada makanan seperti terigu, oat, barley, cereal serta

hasil olahannya.

Berikut ini digambarkan golongan makanan yang diperbolehkan dan

yang dihindarkan.

Page 35: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

23

No

Golongan Makanan

Makanan yang diperbolehkan

Makanan yang dihindarkan

1

Sumber karbohidrat

Beras, beras ketan, singkong, ubi, tepung beras, tapioca, sagu, dan hasil olahannya: bihun, soun, dll

Makanan yang mengandung glutein, gandum, oat/havermaut, barley, terigu dan semua hasil olahannya: roti, kue, mie, spagethi, macaroni, pizza, biscuit.

2

Sumber protein

hewan

Daging: sapi, babi, kambing, burung, ayam,

hati, ikan, kepiting, cumi, telur, udang, hati

Makanan sumber casein: susu dan hasil olahannya: keju, yoghurt,

cream, daging, ikan yang diawetkan dan diolah seperti: sosis, cornet, daging asap, ikan asap, sarden

3

Sumber protein nabati

Tahu, tempe, kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, kacang tanah, kacang kapri

Kecap, tauco

4

Sumber lemak

Minyak goreng, minyak zaitun, minyak jagung, minyak kacang, santan kelapa

Mentega, cream

5

Sayuran

Semua sayur segar, wortel, labu kuning,

tomat, brokoli, kangkung, bayam, labu siam, sawi, timun

Saos: tomat, cabai, tomat, sayuran yang diawetkan dan diasinkan

6

Buah-buahan

Semua buah segar: anggur, apel, pisang, jeruk, jambu, mangga, semangka, melon

Buah yang diawetkan: buah dalam kaleng

7

Minuman

Teh, sari buah murni tanpa pengawet, susu kedelai

Minuman botol ringan, sari buah dengan pengawet

8

Lain-lain

Bumbu dapur; salam, laos, sereh, kunyit, jahe, kencur, bawang, lada, ketumbar, agar

Makanan yang diawetkan dengan bahan pengawet: permen, permen coklat, lada, bubuk sering dicampur terigu, ragi pengembang roti

Page 36: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

24

4. Perkembangan Dini Pada Anak Autis

a. Bahasa dan Komunikasi

Usia Dalam Bulan

Karakteristik

6

Tangisan sulit dipahami

8

Ocehan yang terbatas atau tidak normal (misalnya menjerit atau berciut) Tidak ada peniruan bunyi, bahasa tubuh, ekspresi

12

Kata-kata pertama mungkin muncul, tapi seringkali tidak bermakna Sering menangis keras-keras; tetap sulit untuk dipahami

24

Biasanya kurang dari 15 kata Kata-kata muncul kemudian hilang Bahasa tubuh tidak berkembang; sedikit menunjuk pada benda

36

Kombinasi kata-kata jarang Mungkin ada kalimaat-kalimat yang bersifaat echo, tapi tidak ada penggunaan bahasa yang kreatif Ritme, tekanan atau penekanan suara yang aneh Artikulasi yang sangat rendah separuh dari anak-anak normal Separuhnya atau lebih tanpa ucapan-ucapan yang bemakna Menarik tangan orangtua dan membawanya ke suatu obyek Pergi ke tempat yang sudah biasa dan menunggu untuk mendapatkan sesuatu

48

Sebagian kecil bisa mengkombinasikan dua atau tiga kata secara kreatif Echolalia masih ada; mungkin digunakan secara komunikatif Meniru iklan TV Membuat permintaan

b. Interaksi Sosial

Usia Dalam Bulan

Interaksi Sosial

6

Kurang aktif dan menuntut daripada bayi normal Sebagian kecil cepat marah Sedikit sekali kontak mata Tidak ada respon antisipasi secara sosial

8

Sulit reda ketika marah Sekitar sepertiga diantaranya sangat menarik diri dan mungkin secara aktif menolak interaksi Sekitar sepertiga diantaranya menerima perhatian tapi sangat sedikit memulai

interaksi

Page 37: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

25

12

Sosiabilitas seringkali menurun ketika anak mulai belajar berjalan, merangkak Tidak ada kesulitan pemisahan

24

Biasanya membedakan orangtua dari orang lain, tapi sangat sedikit afeksi yang diekspresikan Mungkin memeluk dan mencium sebagai gerakan tubuh yang otomatis ketika diminta Tidak acuh terhadap orang dewasa selain orangtua Mungkin mengembangkan ketakutan yang besar Lebih suka menyendiri

36

Tidak bisa menerima anak-anak yang lain Sensitivitas yang berlebihan Tidak bisa memahami makna hukuman

48

Tidak dapat memahami aturan dalam permainan dengan teman sebaya

60

Lebih berorientasi pada orang dewasa daripada teman sebaya Sering menjadi lebih bisa bergaul, tapi interaksi tetap aneh dan satu sisi/sepihak.

c. Imajinasi Anak Normal Dan Anak-anak Penyandang Autisme

Usia Dalam Bulan2

Perkembangan Normal

Perkembangan Dengan Gejala Autisme

6

Perilakunya tidak berbeda terhadap sebuah benda pada saat yang sama

8

Perilaku dibedakan berdasarkan karakteristik benda. Menggunakan dua buah benda dalam kombinasi (tidak tepat digunakan secara sosial)

Pengulangan gerakan motorik mungkin mendominasi kegiatan sadar

12

Perilaku terhadap benda sesuai secara sosial (kegunaan benda). Dua benda atau lebih dihubungkan secara tepat.

Agak penasaran/eksplorasi terhadap lingkungan. Penggunaan mainan yang tidak biasa seperti memutar, menjentik, dan membariskan benda.

18

Sering berperilaku simbolik (pura-pura minum, berbicara di telepon, dan lain-ain)

24

Sering menerapkan permainan pura-pura dengan boneka, mainan binatang (misalnya memberi makan boneka).

Page 38: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

26

Perilaku pura-pura tidak terbatas pada kegiatan sehari-hari (misalnya pura-pura menyetrika). Rangkaian perilaku pura-pura berkembang (memberi makan boneka, menimang dan membaringkannya di tempat tidur). Berpura-pura main tembak-tembakan dengan benda yang ada.

36

Permainan simbolik yang sudah direncanakan lebih dulu memberitahukan maksudnya dan mencari benda yang dibutuhkan untuk itu. Mencari benda pengganti

(misalnya menggunakan kotak sebagai pengganti mobil). Benda diperlakukan sebagai alat yang dapat melakukan kegiatan bebas (misalnya: boneka dibuat agar dapat mengangkat gelas sendiri.

Terus-menerus menjilati benda. Tidak ada permainan simbolik. Terus menerus melakukan gerak repetitif seperti mematung, memutar, berjingkat, dan lain-lain.

Kekaguman visual terhadap benda, manatap cahaya lampu dan lain-lain. Menunjukan banyak kekuatan yang berhubungan dalam manipulasi visual/motorik, misalnya puzzle.

48

Permainan sosiodramatis-pura-pura bermain dengan dua anak lain atau lebih. Menggunakan pantomim untuk mewakili benda yang diperlukan (misalnya pura pura menuangkan air karena tidak ada teko). Kehidupan nyata dan khayal dapat membantu peranan untuk waktu yang lama.

Penggunaan fungsional terhadap benda-benda. Beberapa aksi langsung terhadap boneka atau orang lain: kebanyakan melibatkan anak-anak sebagai perantara. Permainan simbolik, jika ada, terbatas dan sederhana serta di ulang-ulang. Selama permainan, ketrampilan yang lebih sulit berkembang, tetap membutuhkan banyak waktu dibanding yang kegiatan lebih mudah. Beberapa diantaranya tidak mengkombinasikan alat permainan dalam bermain.

60

Bahasa berperan penting dalam menciptakan tema, menegosiasikan peran dan bermain drama.

Tidak dapat berpantomim. Tidak bermain sosiodrama.

Dari Watson, L., dan Marcus, L., Diagnosa dan penilaian terhadap anak-anak prasekolah. Dalam Schopler, E., dan Mesibov, G. (eds) Diagnosis and assessment in autism. London, Plenum Press, 1988 (dalam Peeters, 2004).

Page 39: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

27

B. Bentuk-bentuk Penanganan

Handoyo (2003) mengemukakan beberapa penanganan yang perlu dilakukan

pada penyandang autisme, berupa penanganan dalam bentuk terapi seperti terapi

perilaku (terapi wicara, terapi okupasi dan menghilangkan perilaku asosial), terapi

biomedik, (obat, vitamin, mineral, food supplements), terapi jarum suntik, terapi

snoezelen, terapi remedial, terapi sensory integrasi, terapi musik, terapi bermain,

terapi medikatonik. Terapi-terapi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode

penanganan seperti metode ABA / Lovaas, metode Kaufman, metode Son Rise dan

metode Discrete Trial Training (DTT). Selain itu penanganan lain dapat dilakukan

dalam bentuk program inklusi yaitu memasukkan anak dan sosialisasi ke sekolah

regular dan sekolah (pendidikan) khusus.

1. Bentuk-bentuk Terapi

a. Terapi Perilaku

Berbagai jenis perilaku telah dikembangkan untuk mendidik anak-anak

dengan kebutuhan khusus, termasuk penyandang autisme, mengurangi perilaku

yang tidak lazim dan menggantikannya dengan perilaku yang bisa diterima

dalam masyarakat. Bukan saja gurunya yang harus menerapkan terapi perilaku

pada saat belajar, namun setiap anggota keluarga di rumah harus bersikap sama

dan konsisten dalam menghadapi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini.

Terapi perilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi, dan menghilangkan

perilaku yang asosial.

Page 40: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

28

1) Terapi Okupasi

Sebagian penyandang kelainan perilaku, terutama autisme, juga

mempunyai perkembangan motorik yang kurang baik. Gerak-geriknya

kasar dan kurang luwes bila dibanding dengan anak-anak seumurnya. Pada

anak-anak ini perlu diberi bantuan terapi okupasi untuk membantu

menguatkan, memperbaiki koordinasi dan ketrampilan otot jari tangannya,

seperti menunjuk, bersalaman, memegang raket, memetik gitar, main piano

dan sebagainya.

Para terapi okupasi juga seringkali memakai Sensory Integration

(SI) untuk menerapi kelainan sensoris pada anak anak autis. Namun dari

banyak penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa SI saja tidak dapat

meningkatkan perilaku anak, bahkan sering mengakibatkan kemunduran

perilaku, dan tidak berhasil menghilangkan ataupun mengurangi perilaku-

perilaku aneh dari anak.

2) Terapi wicara

Bagi anak dengan speech delay, maka terapi wicara merupakan

pilihan utama. Untuk memperoleh hasil yang optimal, materi speech therapy

sebaiknya dilaksanakan dengan metoda ABA. Bagi penyandang autisme

yang mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa, speech

therapy juga suatu keharusan, tetapi pelaksanaannya harus dengan metoda

Applied Behavior Analysis (ABA). Metode ABA dikenal juga dengan metode

Page 41: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

29

Lovaas karena metode ini digunakan oleh Prof. DR. Ivar Lovaas dari

Universitas Los Angeles Amerika Serikat.

Menerapkan terapi wicara pada penyandang autisme berbeda dengan

pada anak lain. Terapis harus berbekal diri dengan pengetahuan yang cukup

mendalam tentang gejala dan gangguan bicara yang khas bagi penyandang

autisme. Mereka juga harus memahami langkah-langkah metoda Lovaas

sebagai kunci masuk bagi materi yang akan diajarkan.

Banyak speech therapist yang mencoba menterapi anak, terutama yang

autisme, tanpa metoda ABA. Mereka seringkali mengalami kegagalan dan

frustrasi. Jadi sekalipun mencoba terapi wicara pada anak autisma, penting

sekali menggabungkannya dengan metoda Lovaas, agar hasilnya terlihat

nyata.

3) Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar

Menghilangkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh umum, perlu

dimulai dari kepatuhan dan kontak mata. Kemudian diberikan pengenalan

konsep atau kognitif melalui bahasa reseptif dan ekspresif. Setelah itu

barulah anak dapat diajarkan hal-hal yang bersangkutan dengan tatakrama,

dan sebagainya. Agar perilaku asosial itu dapat ditekan, maka penting sekali

diperhatikan bahwa anak jangan dibiarkan sendirian, tetapi harus selalu

ditemani secara interaktif. Seluruh waktu pada saat anak bangun, perlu diisi

dengan kegiatan interaktif, baik yang bersangkutan dengan akademik, bina

Page 42: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

30

diri, keterampilan motorik, sosialisasi, dan sebagainya. Selain itu anak perlu

diberikan imbalan yang efektif.

b. Terapi Biomedik (Obat, mineral, food supplements)

Terapi biomedik adalah terapi yang bertujuan untuk memperbaiki

metabolisme tubuh anak, membersihkan tubuh anak dari bahan-bahan yang

mengganggu metabolisme dan kerja sistem saraf. Terapi ini bisa melalui

makanan dan minuman atau obat-obatan tetapi sifatnya sangat individual dan

perlu berhati-hati. Dosis dan jenisnya sebaiknya diserahkan kepada dokter

spesialis yang memahami dan mempelajari autisme. Baik obat maupun vitamin

hendaknya diberikan secara sangat berhati-hati, karena baik obat maupun

vitamin dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki. Vitamin banyak

dicampurkan pada nutrisi khusus, karena itu perlu selektif sebelum membeli dan

memberikannya kepada penyandang autisme.

Jenis obat, food supplement dan vitamin yang sering dipakai saat ini

untuk anak autis adalah risperidone (risperdal), Ritalin, haloperidol, pyridoksin

(vit. B6), DMG (vit. B15), TMG, magnesium, omega 3, omega 6, dan

sebagainya. Obat efek samping perlu diberikan apabila obat-obat tersebut

membawa efek samping yang menonjol. Sebaiknya tiap obat dan vitamin

diberikan kepada penyandang autisme dengan tujuan efek yang sudah diketahui.

Jangan sekali-kali memberikan obat/vitamin secara ikut-ikutan karena anak lain

mendapat manfaat yang baik, oleh karena dosis maupun khasiat obat terhadap

Page 43: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

31

anak autisme sangat individual. Efek sampingnya perlu secara cermat diamati,

sehingga diperoleh manfaat yang optimal.

Terapi Biomedis dibagi dalam 4 tahap yaitu tahap gencatan senjata, tahap

problem dan mencari persamaan, tahap membangun kembali secara

aktif/rekontruksi dan tahap intervensi tambahan.

c. Terapi Medikatonis

Terapi medikatonis adalah terapi yang dilaksanakan dengan memberikan

obat-obatan yang dapat membantu perkembangan anak. Pemberian obat-obatan

pada anak autis harus didasarkan pada diagnosis yang tepat, indikasi yang kuat,

pemakaian obat yang seperlunya, pemantauan yang ketat gejala efek samping,

penyesuaian dosis obat berdasarkan kebutuhan dan penggunaan obat yang tepat

(Danuatmaja, 2003).

d. Terapi Bermain

Danuatmaja (2003) menjelaskan bahwa terapi bermain merupakan usaha

penyembuhan untuk mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial.

Maksud dari mengobati dan menyembuhkan fisik adalah mengembangkan

kekuatan motorik, otot, meningkatkan ketahanan organ tubuh (jantung, paru-

paru), mencegah dan memperbaiki sikap tubuh kurang baik (otot-otot, organ

tubuh dan motorik). Maksud dari mengobati atau menyembuhkan aspek rohani

adalah melepaskan anak dari hal-hal yang merugikan, menimbulkan perasaan

lega, bebas, berarti, menimbulkan dan mengembalikan rasa percaya diri,

mengartikan peraturan, menentukan siasat, mengembangkan rasa rela, menunggu

Page 44: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

32

giliran dan jujur. Ruang lingkup terapi bermain anak autis dirumuskan

berdasarkan karakteristik anak, tujuan, maupun sasarannya. Secara umum ruang

lingkup terapi bermain terdiri dari ruang lingkup bermain yang berkaitan dengan

latihan sensorik motor dan bermain untuk mengembangkan imajinasi, kreasi,

ekspresi, memupuk kekuatan obat, melatih memecahkan masalah dan

menimbulkan rasa percaya diri. Pelaksanaan terapi bermain perlu memperhatikan

keadaan anak, terapis atau pembimbing, tempat, alat dan bahan bermain,

pendekatan, suasana dan waktu bermain serta evaluasi. Adapun ragam latihan

terapi bermain yaitu sensorik motor yang meliputi: berjalan pada tali, menendang

bola, melempar bola, membuat menara dari balok, mendorong bola, membentuk,

menempel, merangkai benda-benda, latihan pendengaran dan memasukkan

balok-balok ke kotak. Ragam pengembangan otot, latihan berpikir,

pengembangan kreasi dan ekspresi meliputi: permainan mendaki, naik dan turun

tangga, memasang dan membongkar puzzle sederhana, melukis dengan jari dan

pengembangan komunikasi dan sosialisasi.

e. Terapi Sensori Integrasi

Terapi sensori integrasi merupakan terapi yang dilakukan untuk

membantu proses biologis pada otak untuk mengolah serta menggunakan

berbagai informasi secara baik dan sesuai. Anak autis sering mengalami masalah

dengan daya sensoriknya karena alat-alat indra, serabut saraf mengalami

gangguan sehingga penyampaian informasi ke otak tidak sempurna.

Page 45: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

33

f. Terapi Snoezelen

Terapi snoezelen merupakan aktivitas yang dirancang untuk

mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) melalui pemberian rangsangan yang

cukup pada sistem sensori primer anak, seperti penglihatan, pendengaran, peraba,

perasa lidah, pembau dan sistem sensoris internal. Snozelen mengarahkan anak

untuk rileks dan mengeksplorasi serta mengekspresikan dirinya di dalam

atmosfer yang terbuka pada faktor kepercayaan dan kesenangan (Danuatmaja,

2003). Adapun stimuli yang dipakai yaitu stimuli penglihatan, pendengaran dan

penciuman.

g. Terapi Musik.

Menurut Ewalt (dalam danuatmaja, 2003) menjelaskan bahwa terapi

musik efektif dalam kegiatan komunikasi dengan anak yang sangat pendiam,

penyendiri dan terbelakang yang merupakan karakteristik anak autis. Tujuan

terapi musik bagi anak autis tidak terlepas dari tujuan terapinya secara

keseluruhan yaitu mengembangkan kemampuan emosi, dan mengembangkan

kemampuan sosialisasi. Pada umumnya ruang lingkup terapi musik tidak terlepas

dari ruang lingkup pendidikan musik yaitu 1) menggerakkan tubuh sesuai musik,

bunyi atau suara, 2) mendengarkan musik atau suara, 3) menggunakan alat-alat

instrumen, baik alat yang dibuat sendiri maupun instrumen musik modern,

membunyikan alat-alat bersama-sama, menyanyi dan bergerak atau bermain

sesuai musik atau nyanyian. Pelaksanaan terapi musik perlu memperhatikan

kondisi anak, bahasa yang digunakan, tenaga terapis, tempat dan alat terapi,

Page 46: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

34

strategi pendekatan dan penilaian. Sedangkan ragam latihan terapi musik terdiri

dari latihan motorik halus, latihan motorik kasar, kemampuan persepsi, latihan

konsentrasi, latihan menyanyi lagu anak-anak, latihan menggunakan alat musik

sederhana, melakukan gerak dan latihan improvisasi.

h. Terapi Remedial

Terapi yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar, karena anak

mengalami gangguan menyimpan, memproses atau memproduksi informasi.

Kondisi ini menyebabkan anak mengalami keterlambatan dalam proses

belajarnya dan membutuhkan terapi remedial.

Terapi remedial diberikan bagi anak yang mengalami kesulitan belajar

atau specific learning disability sehingga terapis harus memberikan remediasi

atau pengulangan kembali konsep-konsep atau materi yang diberikan sekolah

mulai dari awal secara satu guru satu murid (one-one).

i. Terapi Suntik Jarum Super

Terapi yang dirintis secara sederhana dan praktis yang merupakan terapi

dengan perpaduan fitur pengetahuan pengobatan barat dengan timur yang

diformulakan ke dalam bentuk dan sistem pengobatan oriental. Terapi ini dapat

mengatasi sintom tantrum, hiperaktif, stimulasi diri, sampai pada tingkat masalah

verbalisasi (Wijayakusuma, 2002 ; 2004 ; 2005).

j. Terapi Kelasi

Terapi kelasi ditujukan untuk membantu tubuh anak mengeluarkan racun

dan ampas buangan proses kimiawi tubuh. Dalam tubuh seseorang terdapat tiga

Page 47: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

35

titik yang berhubungan dengan meridian Yin dan Yang tubuh yaitu baihui di

kepala, huiyin di antara anus dan kemaluan dan yongquan di telapak kaki. Titik

Yongquan yang terdapat di telapak kaki merupakan meridian Yin, kaki ginjal

yang bersinergi dengan organ ginjal. Secara fisiologis ginjal merupakan organ

tempat pencucian darah yang melakukan penyaringan antara darah dengan ampas

kimiawi, racun dan zat-zat berbahaya lainnya. Pemberian terapi kelasi bagi anak

autisme membuat racun dan sisa kimiawi yang ada dikaki terserap ke luar tubuh

begitu pula dengan racun yang ada di ginjal sehingga tubuh anak akan bersih dari

racun sehingga mendukung efektivitas perbaikan tubuh (Wijayakusuma, 2002;

2004;2005).

k. Terapi Air / Water Therapy

Terapi ini mensinergiskan saraf simpatis dan saraf parasimpatis yang

berpusat pada otak tepatnya di bagian thalamus dan hipotalamus. Otak mengatur

semua organ vital dalam tubuh seperti proses pencernaan, sirkulasi darah,

metabolisme, detoksifikasi (Wijayakusuma, 2002; 2004;2005).

Berbagai terapi di atas dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti

metode Lovaas, metode Kaufman, Son-Rise. Metode Lovaas adalah metode

modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavioral Analysis (ABA).

Metode ini dapat digunakan untuk pengembangan ketrampilan anak, intervensi

untuk berbagai kelainan, intervensi untuk tingkah laku patologis (mabuk-mabukan,

pecandu narkotika) selain terhadap anak autis. Metode Lovaas menuntut kepatuhan

anak. Metode Kaufman adalah metode yang berlawanan dengan metode Lovaas.

Page 48: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

36

Metode kaufman adalah orangtua, guru atau pendamping mengamati,

menolong, membantu dan menunjang anak mengembangkan dirinya. Kondisi ini

menunjukkan terapi apa yang dilakukan.

Metode Son-Rise merupakan suatu program yang membantu anak keluar dari

keterbatasannya dengan menunjukkan sikap mencintai dan menerima, tidak

menghakimi, memiliki sikap penuh semangat, antusias, memiliki asumsi yang

kurang mendukung / negatif thinking, berpikir dan bersikap saat ini, memberikan

penghargaan dan menciptakan kegembiraan dan kebahagiaan (Danuatmaja, 2003).

2. Bentuk Penanganan Lain

a. Program Inklusi / Sosialisasi ke sekolah reguler

Anak dengan kelainan perilaku, terutama penyandang autisme, yang telah

mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik, dicoba untuk memasuki

sekolah normal sesuai dengan umurnya.

Namun perlu diingat bahwa terapi perilakunya jangan ditinggalkan

karena sangat besar kemungkinan terjadi regresi yaitu perkembangan perilaku

anak yang mundur kembali. Sebaiknya diikutsertakan di sekolah normal tetapi

dibarengi dengan penanganan perilaku yang tetap terus dikembangkan dan

dipelihara. Perlu diingat bahwa bagi anak autisme yang masuk sekolah normal

harus dipantau terus (oleh shadower atau helper). Bila terjadi kesulitan

komunikasi, anak dapat segera dijembatani dengan instruksi yang dimengerti

anak.

Page 49: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

37

Di lingkungan sekolah normal, anak-anak ini dapat dilatih untuk

berkomunikasi dan bersosialisasi dengan anak-anak sebayanya. Sedangkan

materi akademiknya bila terjadi kesulitan, tetap dapat diajarkan secara one-one

(satu guru mendampingi satu anak pada saat yang sama).

b. Sekolah (Pendidikan) Khusus

Di dalam pendidikan khusus biasanya telah diramu terapi perilaku, terapi

wicara dan terapi okupasi. Bila perlu dapat ditambah dengan terapi obat-obatan,

vitamin dan nutrisi yang memadai serta terapi lainnya. Ramuan tersebut

merupakan kelompok-kelompok materi dan aktivitas yang diberikan dengan

metoda Lovaas. Pendidikan anak dengan kebutuhan khusus tidak dapat

disamakan dengan pendidikan normal. Kalau di pendidikan normal seorang guru

dapat menangani beberapa anak sekaligus, maka untuk anak dengan kebutuhan

khusus, biasanya seorang terapis hanya mampu menangani seorang anak pada

saat yang sama (one-one). Bagi autis pemula, perlu ditangani oleh 2 terapis

sekaligus (yang seorang bertugas sebagai terapis dan yang lain sebagai co-

terapist yang tugasnya membantu terapis).

Semua jenis penanganan perilaku ini hanya efektif apabila gejala autisme

tidak disertai penyulit lain, seperti keracunan logam berat, pemakaian zat aditif

yang berlebihan, sulit mencernakan protein susu anak, dan adanya Sensory

Interpretation Errors ataupun adanya handicaped lain seperti retardasi mental

dan lain-lain. Apabila memang dijumpai penyulit-penyulit tersebut di atas, maka

dengan sendirinya tiap penyulit harus ditangani sampai tuntas. Dengan demikian

Page 50: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

38

maka terapi perilaku yang ditangani dengan baik akan memberikan hasil yang

optimal.

C. Permasalahan Orangtua yang mempunyai Anak Autis.

Orangtua merupakan bagian dari keluarga inti. Mereka tinggal bersama dan

di dalamnya terjadi proses menjadi ayah, dan ibu, membesarkan anak, perawatan

fisik dan emosi, cinta dan afeksi, mempertahankan harga diri dan mentransfer nilai-

nilai budaya serta nilai-nilai iman dan kepercayaan. Orangtua yang mempunyai anak

autis merupakan wadah untuk berperan sebagai ayah dan ibu, berproses

mengembangkan kognisi, afeksi, spiritual atau religius dan hubungan sosialnya, baik

anaknya maupun diri mereka sendiri. Namun dalam kenyataan mereka mengalami

permasalahan baik dalam aspek sikap internal pribadi maupun aspek eksternal.

Permasalahan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Aspek Internal Pribadi Orangtua

a. Aspek Kognitif

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1988), arti kognitif/kognisi

adalah proses pengenalan dan penafsiran lingkungan; kegiatan memperoleh

pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri.

Dalam hal ini berpikir merupakan aspek penting dalam suatu kognisi. Salah

satu konsep mendasar yang perlu dipahami oleh setiap individu adalah

bahwa pikiran merupakan sumber dari munculnya perasaan atau emosi.

Setiap peristiwa yang dialami tidak terlepas dari penafsiran seseorang

Page 51: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

39

terhadap peristiwa tersebut. Burns (dalam Safaria, 2005) menjelaskan bahwa

pada dasarnya setiap peristiwa yang dialami manusia adalah netral namun

setelah diolah dalam pikiran maka akan menimbulkan berbagai macam

penafsiran. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan ekses negatif adalah

cara-cara dalam melakukan penilaian terhadap suatu peristiwa. Distorsi

kognitif terjadi secara otomatis ketika manusia berhadapan dengan suatu

permasalahan. Gambaran di atas menunjukkan bahwa proses kognitif sangat

berkaitan erat dengan persepsi.

Menurut Solso (dalam Satiadarma, 2001), persepsi adalah deteksi dan

interpretasi stimulus yang ditangkap oleh penginderaan. Jadi hal-hal yang

ditangkap melalui penginderaan kemudian ditransformasikan susunan saraf

pusat di otak, kemudian diinterpretasikan sehingga mengandung arti tertentu

bagi seseorang. Berkaitan dengan persepsi, faktor harapan sangat

berpengaruh dalam proses interpretasi. Setiap orangtua mengharapkan

anaknya berkembang secara baik. Orangtua akan merasa kagum ketika

menyaksikan proses perkembangan anaknya. Namun adakalanya, harapan

dalam bentuk set (suatu bentuk ide yang telah dipersiapkan terlebih dahulu

sebelum munculnya stimulus) demikian besar pengaruhnya sehingga

pandangan orangtuapun mengalami bias.

Marijani dkk (2003) menjelaskan bahwa orangtua yang mempunyai

anak autis seringkali mengalami kekacauan dalam berpikir. Ketika anaknya

divonis/didiagnosa autis, bahkan selama penanganannya, kebanyakan

Page 52: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

40

orangtua beranggapan bahwa mereka tidak mampu berbuat apa-apa; mereka

tidak dapat menjaga anak secara baik; mereka menganggap nasibnya sial dan

tidak berguna; mereka menyalahkan diri, khususnya istri; menganggap

dirinya tidak bisa melahirkan anak yang normal; tidak bisa membahagiakan

suami; begitupun sebaliknya, ayah menganggap sebagai penyebab anak autis,

ayah tidak bisa memberikan keturunan. Orangtua menganggap Tuhan

menghukumnya karena telah memberikan anak autis (Puspita, 2004).

Orangtua yang mempunyai anak autis seringkali dikacaukan oleh

pikiran-pikiran negatif tentang masa depan anaknya, apakah mereka dapat

mencari sumber penghidupan sendiri, apakah mungkin mereka menikah

(Handoyo, 2004). Pikiran ini menyebabkan banyak orangtua yang tetap sulit

menerima kenyataan atau menolak, salah satu faktor misalnya karena

besarnya harapan terhadap diri si anak. Kalau tahap penolakannya

berlangsung pendek, tak begitu menimbulkan masalah. Namun kalau

penolakan terjadi terus menerus, otomatis intervensi terhadap anaknya pun

jadi tak benar. Orangtua baik suami maupun istri sering memiliki perbedaan

persepsi tentang autisme, pengetahuan orangtua tentang autisme kurang,

orangtua kurang mamahami penderitaan atau kebutuhan penyandang

autisme, orangtua kerap kali bingung dalam mengatasi anak, antar suami atau

istri saling menyalakan, orangtua bingung dalam memilih

dokter/sekolah/terapi dan pendidikan terapis autis sangat mahal, kurang

mengetahui cara-cara penanggulangan. Perbedaan pandangan antara bapak

Page 53: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

41

dan ibu (orangtua) yang anaknya autis menimbulkan kandala lain dalam

dirinya, yaitu ketidakpedulian serta kekacauan orangtua kepada anaknya

membuat mereka kurang memperhatikan secara cermat perkembangan dan

perubahan yang terjadi pada anak, ketidakdisiplinan orangtua dalam

mengetatkan diet anak, berlebihan dalam mencurahkan kasih sayang,

kurangnya ketekunan yang mengakibatkan memutuskan masa terapi yang

harus dijalankan oleh anak secara gegabah, kurangnya kesabaran dari

orangtua, kurangnya keyakinan akan sembuh yang mempengaruhi semangat

juang mereka, terbatasnya dana penanganan bagi anaknya, buruknya

stimulasi lingkungan, kecerobohan dan sikap kurang cermat dari orangtua,

kurang sehatnya gaya hidup orangtua (Safaria, 2004).

b. Aspek Afektif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), arti kata afeksi adalah

kasih sayang; perasaan-perasaan dan emosi. Perasaan adalah reaksi internal

terhadap aneka pengalaman, yang disertai perubahan-perubahan fisiologis

tertentu seperti denyut jantung yang meningkat, meneteskan air mata karena

haru bahagia atau sedih. Reaksi-reaksi internal ini kadang membawa dampak

negatif dan sulit dikendalikan oleh setiap orang (Safaria, 2005). Kesulitan ini

disebabkan oleh kurangnya kemampuan untuk mengelola perasaan secara

baik. Goleman (dalam Safaria, 2004), menjelaskan bahwa kemampuan

mengelola emosi adalah kemampuan individu untuk mengelola dan

menyeimbangkan emosi-emosi yang dialaminya. Individu yang mampu

Page 54: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

42

mengelola emosi-emosi negatif akan membuat individu tidak terbawa dan

terpengaruh berpikir irasional.

Orangtua yang mempunyai anak autis sering mengalami emosi-emosi

negatif. Handojo (2003) menjelaskan bahwa kebanyakan orangtua anak autis

selalu mempertanyakan bagaimana kemungkinan sembuh bagi anaknya.

Mereka seringkali sangat mencemaskan masa depan anaknya.

Marijani (2003) dan Puspita (2004) mengemukakan bahwa banyak kasus

yang ditemukan dalam diri orangtua anak autis, seperti: perasaan galau ketika

anaknya dinyatakan oleh dokter menderita autisme, kurang menerima alias

adanya penolakkan terhadap anaknya, orangtua merasa sedih, putus asa,

merasa lelah dan tak berdaya, bingung bila anaknya sedang marah dan

mengamuk, bingung mengambil langkah-langkah yang pasti karena kurang

memiliki wawasan yang luas bagaimana seharusnya berperan atau

menanganinya.

Budhiman dkk (2002) mengungkapkan bahwa reaksi-reaksi yang

timbul pada diri orangtua ketika mengetahui anaknya positif penyandang

autis sangat beragam. Ada yang kaget, shock dan pingsan, kurang menerima,

merasa sedih, pesimis terhadap masa depan anaknya, kecewa, sulit menerima

kenyataan. Permasalahan seputar orangtua yang mempunyai anak autis dapat

terlihat pada gejala sebagai berikut: shock, merasa kecewa dan tak percaya.

Orangtua mengalami suatu proses panjang untuk menerimanya. Orangtua

tidak jarang mengalami kesedihan yang berlarut-larut. Kurangnya kesiapan

Page 55: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

43

emosional ini menyebabkan anak kurang ditangani dengan baik dan

menimbulkan frustrasi dan tidak lagi mengembangkan dirinya seoptimal

mungkin. Orangtua juga kehilangan semangat hidup ketika mereka terpaksa

kehabisan dana atau materi lainnya. Selain itu orangtua pada umumnya

malu mempunyai anak autis, bingung dalam mengatasi anak, bingung dalam

memilih sekolah/terapi (Sudaryati, 2005).

Di dalam suatu wawancara peneliti dengan M. Yasin Pimpinan

Sekolah Luar Biasa Autisme Yogyakarta, masalah yang dialami oleh

orangtua yang mempunyai anak autis adalah orangtua merasa cemas,

takut/khawatir akan perkembangan dan kehidupan anaknya di masa yang

akan datang.

c. Aspek Spiritual atau Religius

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi (1988), arti kata spiritual

adalah kejiwaan; rohani; batin; mental dan moral. Jadi aspek spiritual dari

orangtua yang mempunyai anak autis adalah aspek kejiwaan, kerohanian,

batiniah, mental dan moral dari orangtua itu sendiri.

Clinebell (dalam Safaria, 2004) menjelaskan bahwa setiap manusia

memiliki kebutuhan dasar spiritual yang harus dipenuhinya. Kebutuhan dasar

spiritual ini jika dipenuhi akan memunculkan perasaan aman, damai dan

tentram serta membebaskan manusia dari perasaan cemas, takut, sedih, dan

marah. Begitu pula yang terjadi pada orangtua yang mempunyai anak autis

membutuhkan pemenuhan akan kebutuhan dasar spiritual tersebut. Seperti

Page 56: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

44

telah dijelaskan sebelumnya, orangtua yang mempunyai anak autis

mendapatkan suatu beban yang berat bagi mereka. Mereka perlu memiliki

kemampuan untuk mengatasi konfliknya. Salah satu sumber kemampuan

spiritual adalah religiositas. Glock dan Stark (dalam Safaria, 2004)

menjelaskan ada lima dimensi atau aspek dari religiositas.

1) Dimensi Ideologis (religious belief)

Dimensi yang menunjukkan tingkat keyakinan seseorang terhadap

kebenaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang fundamental.

Orangtua yang mempunyai anak autis perlu memahami kembali ajaran-

ajaran agama yang diyakini, memperdalamnya, dan menguatkan kembali

imannya terhadap ajaran agama yang dianutnya.

2) Dimensi Ritualistik (religious practice)

Dimensi yang menunjukkan tingkat kepatuhan seseorang dalam

menjalankan kegiatan-kegiatan ritual yang dianjurkan agamanya.

Kepatuhan ini dapat ditunjukkan dengan konsistensi seseorang dalam

melaksanakan ibadah, doa dan pengembangan rohani. Orangtua yang

mempunyai anak autis perlu memiliki komitmen yang besar untuk

melaksanakan kewajibannya.

3) Dimensi Eksperiensial (religious feeling atau experiential dimention)

Dimensi yang menunjukkan seberapa jauh tingkat kepekaan seseorang

dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan atau pengalaman-

pengalaman religiusnya, misalnya seberapa besar seseorang merasakan

Page 57: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

45

kedekatan dengan orang lain, kedamaian, keyakinan akan doanya

terkabul, atau keyakinannya bahwa Tuhan akan memberikan pertolongan

4) Dimensi intelektual (religious knowledge)

Dimensi yang menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman

seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama yang termuat dalam

kitab suci atau pedoman pokok agamanya. Misalnya apakah individu

memahami bagaimana melakukan ibadat, sholat atau kebaktian rohani

lainnya.

5) Dimensi Konsekuensial (religious effect)

Dimensi yang menunjukkan tingkatan seseorang dalam berperilaku yang

dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa jauh seseorang mampu

menerapkan ajaran agamanya dalam berperilaku sehari-hari. Misalnya

menahan diri untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh agamanya.

Aspek spiritual sangat berpengaruh pada pemecahan suatu masalah

hidup. Safaria dan Puspita (2005) menjelaskan bahwa kendala yang dihadapi

orangtua yang mempunyai anak autis adalah mereka merasa bahwa dirinya

berdosa. Hal ini ditunjukkan dengan menghukum diri, menyesali dan bahkan

berhenti dari aktivitas kereligiusan serta aktivitas lainnya. Mereka

menganggap Tuhan tidak adil. Selain itu mereka semakin berontak dan

semakin marah kepada Tuhan karena bertubi-tubi cobaan yang dialami.

Suasana batin mereka menjadi kacau dan kurangnya kehendak untuk

beramal.

Page 58: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

46

2. Aspek Eksternal

a. Lingkungan keluarga

Safaria (2005) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang menentukan

orangtua berhasil dan sukses menghadapi tantangan memiliki anak dengan

gangguan autisme adalah hubungan harmonis dengan pasangannya, antara

ayah dan ibu, antara anak dan keluarga lain. Hubungan yang harmonis dapat

ditunjukkan dalam bentuk membina kebersamaan, menjadi positif dan

produktif, menghargai tanpa syarat, bersedia meminta maaf dan memaafkan,

menciptakan sebuah komitmen, memberi teladan yang baik terhadap anak-

anak, menjelaskan autisme terhadap saudara kandung, memberitahukan

keadaan/kondisi anak dengan gangguan autis kepada orangtua dan sanak

keluarga/kerabat lainnya, melatih dan mengembangkan respon-respon positif

terhadap komentar yang kurang tepat dan mengembangkan kecerdasan sosial.

Harapan-harapan tersebut kadang tidak berjalan sebagaimana mestinya oleh

orangtua yang mempunyai anak autis. Hal ini disebabkan oleh berbagai

hambatan yang akan dijelaskan berikut ini.

Menurut Handoyo (2003), hambatan yang dialami orangtua yang

mempunyai anak autis, misalnya kurangnya dukungan dari keluarga atau

orang serumah. Beberapa permasalahan seputar orangtua yang memiliki anak

dengan gangguan autis yaitu suami dan istri berbeda pemahaman tentang

autisme dan penanganannya dan salah satu dari pasangan tersebut belum bisa

menerima kondisi anak dengan gangguan autisme. Padahal dalam menangani

Page 59: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

47

anak autis perlu dukungan dari kedua pasangan, selain dukungan emosional

dari pihak keluarga yang paling dekat.

Hambatan-hambatan tersebut sangat berdampak negatif bagi orangtua

yang memiliki anak dengan gangguan autisme. Mereka semakin yakin bahwa

kehadiran anak dengan gangguan autisme tidak memberikan kebahagiaan

bagi orang sekitar; orangtua mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan

lingkungan sosial, merasa sungkan untuk berada di lingkungan baru.

Selain relasi antara pasangan (suami dan istri), adapun faktor lain

dalam lingkungan keluarga adalah peranan saudara sekandung dan orang

serumah. Sering terjadi bahwa saudara sekandung memiliki pilkiran negatif

terhadap anak dengan gangguan autisme. Hal ini mengakibatkan perilaku

tidak wajar terhadap anak dengan gangguan autisme. Perlakuan seperti ini

secara langsung atau tidak langsung menambah beban mental orangtua

(http://puterakembara.org/Leny.htm).

Menurut peneliti, lingkungan keluarga yang kondusif sangat

mendukung anak autis untuk berkembang menjadi lebih baik. Namun

sebaliknya saudara sekandung, dan anggota keluarga lainnya termasuk kakek

atau nenek penyandang autisme dapat menjadi penyebab orangtua

bermasalah karena pandangan-pandangan yang keliru terhadap gangguan

autisme dan perilaku-perilaku yang tidak mendukung.

Page 60: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

48

b. Lingkungan Sekolah dan Lembaga Terkait

Handojo (2003) menjelaskan bahwa banyak kandala yang dihadapi di

luar diri orangtua berkaitan dengan kodisi anak dengan gangguan autisme

dan upaya penyembuhan. Kandala yang dimaksud adalah biaya terapi yang

tinggi. Dengan kondisi biaya yang tinggi, lambat laun orangtua memilih

jenis terapi yang murah tetapi tidak mempercepat penyembuhan anak dan

mencari terapis di sekolah yang biayanya murah tetapi sulit

dipertanggungjawabkan. Selain itu pengadaan terapis yang professional

masih sulit. Hal ini disebabkan belum adanya akademi terapi perilaku anak

berkebutuhan khusus.

Di sisi lain penerimaan sosial terhadap anak dengan gangguan

autisme masih sedikit. Hal ini menambah beban mental orangtua yang

memiliki anak dengan gangguan autisme (Kompas, 31 Maret 2005).

Selain itu orangtua dan dokter kurang komunikasi dan orangtua kurang

selektif memasukkan anaknya ke sekolah reguler, sulit bekerjasama dengan

lembaga atau sekolah atau pusat terapi anak autisme, orangtua mengalami

hambatan dalam hal ikatan kerja/dinas begitu pun sebaliknya. Hambatan ini

terlihat dari kebingungan mereka dalam mengambil keputusan, apakah

melanjutkan bekerja atau berhenti bekerja sementara mereka dihadapkan

pada berbagai peraturan yang baku, keluarga yang tinggal serumah

dengannya mengalami kesulitan dalam penyesuaian waktu untuk menangani

anaknya (Marijani, 2003), kurangnya penerimaan sosial dari anggota

Page 61: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

49

keluarga dan masyarakat yang disebabkan oleh mereka adanya konsep bahwa

gangguan autisme pada anak tidak akan bisa sembuh, kurang memahami

peranannya/sumbangannya bagi anak dengan gangguan autisme (Kompas, 16

April 2005).

Vrugteveen dan Hanafi (2005) menjelaskan bahwa orangtua perlu

memiliki kemampuan sosial yang tinggi. Orangtua yang mempunyai anak

autis perlu melatih dan mengolah diri serta memiliki ketrampilan berelasi

dengan orang lain. Hal ini akan mendukungnya dalam menangani anaknya

secara khusus perkembangan dan masa depan anaknya. Kemampuan ini

memungkinkan bagi orangtua menjalin kerjasama yang handal untuk

memanusiakan anaknya yang mengalami gangguan autisme. Dengan

demikian seluruh permasalahan yang dialami oleh orangtua yang mempunyai

anak autis dapat teratasi dengan baik.

Safaria (2004) menjelaskan bahwa kebanyakan orangtua yang

mempunyai anak autis mengalami kesulitan dalam berelasi sosial, yaitu

kurang memahami bagaimana cara menciptakan dan menjalin hubungan

sosial yang efektif, mengisolasi diri dari pergaulan sosial karena kenyataan

bahwa mereka mempunyai anak autis.

Berdasarkan wawancara dengan M. Yasin, pimpinan Sekolah Luar

Biasa Autisme Yoyakarta, dan beberapa orangtua yang mempunyai anak

autis, dikatakan bahwa orangtua yang mempunyai anak autis kurang

menerima perlakuan dari orang lain baginya dan akhirnya mendiamkan dan

Page 62: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

50

menghindar dari konflik, misalnya mereka tidak lagi bekerja sama sebagai

suatu tim dalam kegiatan-kegiatan tertentu di mana mereka hidup, selalu

mengkritik pendapat orang lain dan layanan yang diberikan bagi anaknya di

sekolah atau lembaga autisme demi kepuasan sendiri. Selain itu antara

orangtua tidak saling memotivasi, tidak memiliki sikap empati dan kurang

bisa mendengarkan sesama orangtua dan para pendamping atau terapis.

3. Dampak Permasalahan Orangtua pada Aspek Psikomotorik/Perilaku.

Pandangan seseorang sangat melandasi bagaimana orang bersikap atau

berperilaku. Perilaku adalah semua tindakan atau tingkah laku seseorang, baik

kecil maupun besar, yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan (oleh indra perasa

di kulit, dan bukan yang dirasakan di hati) oleh orang lain atau diri sendiri. Jadi

perilaku meliputi bicara atau suara, gerakan-gerakan atau aksi-aksi baik berupa

gerakan yang beraturan atau tidak beraturan, tertuju ataupun tidak tertuju,

sengaja ataupun tidak sengaja, berguna ataupun tidak berguna. Semua perilaku

individu pasti didahului oleh suatu penyebab atau antecedent, baik eksternal

maupun internal. Penyebab eksternal dapat diperoleh dari individu lain ataupun

lingkungan sekitarnya. Penyebab internal dapat berasal dari sikap atau attitude

dan emosi yang didasari oleh watak dan kepribadian seseorang. Setiap perilaku

juga akan memberikan suatu akibat atau consequence, baik yang menyenangkan

maupun yang tidak menyenangkan, baik bagi individu itu sendiri, orang lain atau

lingkungannya (Handojo, 2003)

Page 63: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

51

Satiadarma (2001) menjelaskan bahwa bila seseorang mempersepsikan

atau memiliki pandangan bahwa seseorang itu baik, maka ia akan bersikap baik

kepada orang tersebut. Bila seseorang memiliki sikap baik kepada orang tersebut,

maka perilakunyapun akan baik pula.

Aspek-aspek permasalahan yang dialami oleh orangtua yang mempunyai

anak autis seperti yang digambarkan sebelumnya mempengaruhi bagaimana

orangtua bersikap atau berperilaku. Orangtua membiarkan pikirannya diliputi

oleh gangguan perkembangan anaknya. Kekacauan berpikir ini menimbulkan

reaksi-reaksi perasaan/emosi negatif dalam diri orangtua. Safaria (2005)

menjelaskan bahwa gejolak emosi yang dialami oleh orangtua yang mempunyai

anak autis dapat berpengaruh negatif pada fungsi kognitif, afeksi dan spiritualnya

dan berdampak negatif pada perilaku orangtua anak autis termasuk fisik dan

psikisnya, seperti gejala depresi, kecemasan, somatis dan stres. Gejala-gejala ini

diakibatkan tekanan psikis dan ketidakmampuan mengimbangkan perasaan,

kehidupan spiritualnya serta mengontrol sikap dan perilakunya selama proses

membimbing dan mendidik anaknya yang mengalami gangguan autisme dan

ketidakmampuan orangtua dalam menjalin relasi sosial. Ketidakseimbangan

tersebut berdampak pada perilaku yang dapat terlihat dalam berbagai gejala

sebagai berikut:

1. Depresi

Safaria (2004) menjelaskan bahwa realita gangguan autisme pada anak

menyebabkan orangtua yang mempunyai anak autis mengalami depresi.

Page 64: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

52

Gejala-gejala yang menjadi karakteristik dari depresi ini adalah terdapat

mood depresif seperti sedih, murung, kehilangan semangat, jatuh dalam

kesedihan, dan rasa rendah diri, hilang minat, menarik diri dari pergaulan

sosial, tidak mampu menanggapi pujian dengan perasaan senang, merasa

gelisah, memikirkan secara berulang-ulang tentang kematian atau bunuh diri,

bersikap pesimistis terhadap masa depan, menyesali peristiwa masa lampau

bahkan rasa senang berlebih-lebihan dalam seluruh aktivitas yang biasanya

dilakukan dalam waktu senggang (Marijani & Wijayakusuma, 2003 ; 2004).

2. Kecemasan

Orangtua yang mempunyai anak autis mengalami ketegangan-

ketegangan mental (Puspita, 2004). Kebanyakan orangtua merasa tidak aman

yang ditandai dengan perubahan-perubahan fisik seperti gemetar, keluar

keringat dingin, jantung berdebar-debar. Secara psikologis perasaan cemas

ini akan menimbulkan gejala panik, tegang, bingung, tidak bisa konsentrasi,

risau bila memikirkan anaknya, sulit tidur karena memikirkan perilaku

anaknya dan penerimaan sosial, merasa mengalami kesulitan hidup yang

tidak dapat diselesaikan dan ketakutan tanpa sebab yang jelas Gejala tersebut

muncul ketika melihat anaknya yang mengalami penyimpangan perilaku

yang tidak menentu, selama penanganan dan ketika memikirkan masa depan

anaknya (Wijayakusuma & Sarasvati & Safaria, 2004 ; 2005).

Page 65: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

53

3. Gejala Somatisasi

Marijani dkk (2003) menjelaskan bahwa orangtua yang

mempunyai anak autis sering mengalami gangguan somatis seperti badan

terasa lemas dan tak berdaya ketika anaknya dikatakan oleh dokter bahwa

positif penyandang autisme. Selain itu orangtua memiliki nafsu makan

berkurang, pusing-pusing tanpa sebab yang jelas, badan sering lemas,

keringat dingin, sering berpikir jangan-jangan terserang penyakit, tangan

dan kaki sering pegal, sulit tidur, denyut jantungnya mengencang (Puspita

& Sarasvati, 2004).

4. Stres

Safaria (2005) menjelaskan bahwa gejala-gejala yang dialami oleh

orangtua yang mempunyai anak autis, yang tergolong dalam gejala stress

adalah orangtua mengalami beberapa gejala sebagai berikut:

a. Gejala fisiologis, berupa keluhan sakit kepala, sembelit, diare, sakit

pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah tinggi, kelelahan,

sakit perut, maag, berubah selera makan, susah tidur dan kehilangan

semangat.

b. Gejala emosional berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah

marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih, depresi.

c. Gejala kognitif berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, sulit

membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan, dan

pikiran kacau.

Page 66: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

54

d. Gejala interpersonal berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan

sosial, apatis, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain, dan

mudah mempersalahkan orang lain.

e. Gejala organisasional berupa meningkatnya keabsenan dalam kerja,

menurunnya produktivitas, ketegangan dengan rekan kerja,

ketidakpuasan kerja, dan menurunnya dorongan untuk berprestasi.

Page 67: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan jenis penelitian, subjek penelitian, alat pengumpul

data, prosedur pengumpulan data dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei, yaitu

penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala saat

penelitian dilakukan (Furchan, 1982). Variabel yang dimaksudkan dalam penelitian

ini adalah deskripsi masalah-masalah yang frekuen dialami oleh orangtua yang

mempunyai anak autis infantil.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orangtua (bapak dan ibu) yang mempunyai anak

autis infantil di Sekolah Luar Biasa Autis Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta. Subjek

yang diambil berjumlah 32 (Tiga Puluh) orang, terdiri dari bapak dan ibu dari 16

(Enam Belas) anak. Mereka bertempat tinggal di DIY Yogyakarta. Mereka

mempunyai latarbelakang profesi yang berbeda yaitu, guru, pegawai kantor, dosen

dan wiraswasta.

Page 68: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

56

C. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

yang disusun oleh peneliti sendiri. Kuesioner ini disusun dalam bentuk skala Likert

yang memuat pernyataan-pernyataan mengenai masalah-masalah yang dialami oleh

orangtua yang mempunyai anak autis infantil, yaitu pernyataan tentang masing-

masing aspek masalah yang dirumuskan secara favourable dan unfavourable.

Pernyataan favourable adalah pernyataan yang menggambarkan masalah-masalah

orangtua yang mempunyai anak autis infantil dan pernyataan unfavourable yang

tidak menggambarkan adanya masalah pada orangtua yang mempunyai anak autis

infantil. Skala Likert yang dipilih adalah sangat sering (SS), sering (S), kadang-

kadang (KK) dan tidak mengalami (TM).

Di bawah ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan alat pengumpul data.

1. Penentuan skor

Penentuan skor dilakukan sebagai berikut:

a. Untuk pernyataan favourable: skor untuk jawaban “sangat sering” adalah 4

(empat), skor untuk jawaban “sering” adalah 3 (tiga), skor untuk jawaban

“kadang-kadang” adalah 2 (dua) dan skor untuk jawaban “tidak mengalami”

adalah 1 (satu).

b. Untuk pernyataan unfavourable: skor untuk jawaban “sangat sering” adalah 1

(satu), skor untuk jawaban “sering” adalah 2 (dua), skor untuk jawaban

“kadang-kadang” adalah 3 (tiga) dan skor untuk jawaban “tidak mengalami”

adalah 4 (empat).

Page 69: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

57

2. Aspek-aspek masalah yang diukur

Di bawah ini diuraikan aspek-aspek masalah yang diungkap oleh alat pengumpul

data. Masing-masing aspek yang dimaksud adalah:

a. Aspek Internal

1) Aspek kognitif, yaitu yang berkenaan dengan (1) pandangan dari

orangtua terhadap autisme secara umum dan gangguan perkembangan

pada anaknya yang menyandang autis, (2) pandangan dari orangtua

terhadap masa depan anaknya, (3) pandangan dari orangtua terhadap

respon sosial dan pihak terkait yang menangani anaknya.

2) Aspek afektif, yaitu yang berkenaan dengan reaksi-reaksi perasaan yang

dialami oleh orangtua yang mempunyai anak autis, seperti perasaan (1)

shock,menolak atau tidak menerima (2) sedih dan dukacita, (3) takut dan

cemas, (4) marah dan jengkel, (5) malu dan bersalah, (6) iri dan benci, (7)

reaksi perasaan bingung dan putus asa.

3) Aspek spiritual atau religius, yaitu yang berkenaan dengan religiositas

dari orangtua seperti (1) dimensi ideologis atau keyakinan akan

kebenaran agamanya, (2) dimensi ritualistik atau kepatuhan dalam

menjalankan kegiatan ritual agamanya, (3) dimensi eksperiensial atau

kepekaan dalam merasakan dan mengalami pengalaman religiusnya, (4)

dimensi konsekuensial atau kemampuan menerapkan ajaran agamanya

dalam hidup sehari-hari.

Page 70: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

58

b. Aspek eksternal

Aspek eksternal berkaitan dengan 1) Lingkungan keluarga dan 2)

Lingkungan sekolah dan Lembaga terkait. Rekapitulasi butir-butir kuesioner

yang mengungkapkan aspek-aspek masalah di atas, disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1 Kisi-kisi Uji Coba Masalah Orangtua yang mempunyai Anak Autis Infantil

di Lembaga Bimbingan Autisme “Bina Anggita” Yogyakarta

Nomor Item

Aspek/komponen

masalah

Favourable

unfavourable

Jumlah

Internal Kognitif:

- Pandangan terhadap gangguan perkembangan penyandang autisme

- Pandangan terhadap masa depan penyandang autisme

- Pandangan terhadap respon sosial dan pihak terkait yang menangani anak autis

5, 7, 8, 27, 19, 51, 54, 55, 56

46, 47

35, 41, 43, 49, 72, 79, 81, 83

16, 18, 22, 26, 31, 38, 53, 58, 88

12, 50

34, 36, 60, 68, 74, 78, 86

37

Afektif: - Reaksi perasaan

kecewa dan menolak - Reaksi perasaan sedih

dan dukacita - Reaksi perasaan takut

dan Cemas - Reaksi perasaan marah

dan jengkel - Reaksi perasaan malu

dan bersalah - Reaksi perasaan iri

dan benci - Reaksi perasaan

bingung dan putus asa

1, 80, 90

21, 39, 85

3, 82

76, 88

33, 59, 70, 77

9, 67

11, 63

2, 20, 32

40, 84, 92

71

4, 75

6, 15, 87, 89

10, 62

14, 66

36

Page 71: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

59

Spiritual atau Religius - Keyakinan orangtua

yang mempunyai anak autis infantil akan kebenaran agamanya

- Kepatuhan orangtua yang mempunyai anak autis infantil menjalankan ritual agamanya

- Kepekaan mengalami pengalaman religius orangtua yang mempunyai anak autis infantil

- Penerapan ajaran agama orangtua yang mempunyai anak autis infantil

42, 64

23, 45

69

46

12, 36

25, 61

57, 91

65

13

Eksternal Lingkungan Keluarga, Lingkungan Sekolah dan Lembaga Terkait:

- Lingkungan keluarga - Lingkungan Sekolah

dan Lembaga terkait

44, 73

28, 52

29, 48

30

7

TOTAL

92

3. Uji coba Instrumen Penelitian

a. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang berarti tingkat sejauh mana

ketetapan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Suatu instrumen pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila

alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil

ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar,

Page 72: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

60

1992). Untuk menentukan validitas kuesioner ini, peneliti menggunakan

validitas isi (content validity). Jadi seberapa jauh peneliti melihat kuesioner

dapat mengukur tingkat penguasaan terhadap isi materi tertentu yang

seharusnya dikuasai. Untuk menjamin validitas kuesioner, peneliti

mengkonsultasikan kuesioner ini kepada dosen pembimbing I dan II dan

pimpinan lembaga yang akan digunakan untuk uji coba dan penelitian.

b. Seleksi Item

Langkah pertama dalam prosedur seleksi atau pemilihan subjek

berdasarkan evaluasi kualitatif untuk melihat kesesuaian dengan komponen

yang hendak diukur, apakah item yang ditulis sesuai dengan atau

mengandung tumpang tindih yang tinggi. Selanjutnya dilakukan prosedur

seleksi item berdasarkan data empiris yaitu data hasil uji coba item pada

orangtua yang mempunyai anak autis yang karakteristiknya setara dengan

subjek untuk penelitian. Daya beda item adalah sejauh mana item tersebut

mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki

dan tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 1999). Jadi dalam penelitian

ini, item yang berdaya beda tinggi adalah item-item yang mampu

membedakan mana subjek yang memiliki masalah dan mana subjek yang

tidak memiliki masalah.

Pengujian daya beda item dilakukan dengan komputasi koefisien

korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri.

Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total ( r i x ) yang

Page 73: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

61

dikenal dengan daya beda item. Kriteria pemilihan ini berdasarkan batasan

r i x ≥ 0,30. r i x yang kurang dari 0,30 diinterpretasikan memiliki daya

diskriminasi rendah sedangkan item yang mencapai minimal 0,30 daya

bedanya memuaskan (Azwar, 1999).

Rekapitulasi hasil penghitungan validitas uji coba alat ukur disajikan

dalam tabel 3. Sedangkan hasil penghitungan analisis kesahihan butir dapat

dilihat pada lampiran 3, halaman 108.

Tabel 3

Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Validitas

Aspek Masalah

Jumlah Butir

Valid

Non valid

Kognitif

37

19

18

Afektif

35

20

15

Internal

Spiritual atau Religius

13

11

2

Lingkungan Keluarga

4

4

-

Eksternal

Lingkungan Sekolah dan Lembaga-Lembaga terkait

3

2

1

Jumlah

92

56

36

Secara riil digunakan dalam penelitian adalah item yang koefisien

korealsinya ≥ 0.30. Jumlah item yang koefisien korelasinya ≥ 0.30 ada 56

item. Komposisi kuesioner penelitian disajikan pada tabel 4.

Page 74: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

62

Tabel 4

Komposisi Kuesioner Masalah Orangtua yang mempunyai anak Autis Infantil Di SLB Autis Cipta Mulia Mandiri

Yogyakarta

Aspek Bidang Masalah

Jumlah

Item

Nomor-nomor Item

pada Kuesioner

- Pandangan terhadap

gangguan perkembangan penyandang autisme

- Pandangan terhadap masa depan penyandang autisme

- Pandangan terhadap respon sosial dan pihak terkait yang menangani anak autis

10

3

6

1, 3, 5, 7, 9, 11, 14, 20,

34, 40

16, 51, 53

21, 24, 28, 37, 43, 49

Internal Kognitif

Afektif - Reaksi perasaan kecewa

dan menolak - Reaksi perasaan sedih dan

dukacita - Reaksi perasaan takut dan

Cemas - Reaksi perasaan marah

dan jengkel - Reaksi perasaan malu dan

bersalah - Reaksi perasaan iri dan

benci - Reaksi perasaan bingung

dan putus asa

3

3

2

2

3

1

3

2, 4, 13

25, 35, 55

6, 56

33, 36

38, 41, 45

50

15, 52, 54

Page 75: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

63

Spiritual atau

Religius

- Keyakinan orangtua yang

mempunyai anak autis akan kebenaran agamanya

- Kepatuhan orangtua yang mempunyai anak autis menjalankan ritual agamanya

- Kepekaan mengalami pengalaman religius orangtua yang mempunyai anak autis

- Penerapan ajaran agama orangtua yang mempunyai anak autis

3

4

2

2

8, 39, 44

10, 18, 23, 30

26, 42

46, 47

Eksternal

- Lingkungan Keluarga

- Lingkungan Sekolah dan Lembaga Terkait

4

2

12, 22, 27, 32

19, 48

Jumlah

56

56

c. Reliabilitas Instrumen

Azwar (1999) mengatakan bahwa reliabilitas adalah hasil suatu

pengukuran yang dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila

dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek

yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam

diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini perbedaan-perbedaan kecil

diantara hasil beberapa pengukuran. Bila perbedaan yang ada sangat besar,

maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan tidak reliabel.

Untuk mencapai reliabilitas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

analisis reliabilitas koefisien alpha. Proses penghitungan taraf reliabilitas

( r tt = α ) dilakukan dengan memberi skor pada tiap-tiap item dan

Page 76: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

64

mentabulasi data uji coba, menghitung deviasi standar dari skor masing-

masing item dan deviasi standar dari skor keseluruhan item. Rumus yang

dipakai sebagai berikut:

r tt = (1−M

M ) ( 1- y

xδδ∑ )

Keterangan rumus:

r tt : Koefisien reliabilitas suatu tes

M : Jumlah item

xδ∑ : Jumlah skor per item

yδ : Jumlah skor total

D. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tahap persiapan dan

pelaksanaan .

1. Tahap persiapan

Dalam tahap ini peneliti melakukan beberapa usaha sebagai berikut:

a. Peneliti meminta ijin kepada Lembaga Bimbingan Autisme untuk

mengadakan uji coba alat.

b. Peneliti menginformasikan kepada dosen pembimbing dan membuat

kuesioner penelitian yang berpedoman pada kisi-kisi yang telah dibuat oleh

peneliti sendiri dan telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.

c. Peneliti mengadakan uji coba kuesioner, sebelum mengadakan penelitian.

Surat keterangan telah menguji coba dapat dilihat pada lampiran 1 halaman

Page 77: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

65

106. Uji coba dilaksanakan untuk menentukan validitas dan reliabilitas

kuesioner penelitian. Uji coba dilaksakan pada tanggal 21 Desember 2005,

kuesioner diisi oleh orangtua yang mempunyai anak autis tanpa pengawasan

dari peneliti karena orangtua mempunyai acara dan kesibukan yang tidak bisa

diganggu. Untuk mengatasi kesulitan kuesioner, peneliti menjelaskan kepada

pimpinan dan guru pembimbing. Kuesioner yang dibagikan berjumlah 20

eksemplar dan kembali 20 eksemplar. Semua pertanyaan dijawab oleh

responden. Dari hasil uji coba dan penelaan 92 item, peneliti menghilangkan

36 item. Maka total keseluruhan ada 56 item yang dipakai dalam penelitian.

Untuk hasil reliabilitas dari uji coba kuesioner diperoleh dengan perhitungan

menggunakan Koefisien Alpha, sebagai berikut:

- Aspek kognitif : Taraf reliabilitas yang diperoleh r tt = 0.925. Atas

dasar signifikan 1 % untuk N = 20 dituntut r xy = 0.56. Koefisien

reliabilitas yang diperoleh r tt = 0.925. Jadi taraf reliabilitas ternyata

signifikan pada taraf signifikansi 1 % ( r tt = 0.925 > 0.56 ) dan termasuk

sangat tinggi ( 0,91-1, 00)

- Aspek Afektif : Taraf reliabilitas yang diperoleh r tt = 0.934. Atas

dasar signifikan 1 % untuk N = 20 dituntut r xy = 0.56. Koefisien

reliabilitas yang diperoleh r tt = 0.934. Jadi taraf reliabilitas ternyata

Page 78: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

66

signifikan pada taraf signifikansi 1 % ( r tt = 0.934 > 0.56 ) dan termasuk

sangat tinggi ( 0,91-1, 00)

- Aspek Religiositas: Taraf reliabilitas yang diperoleh r tt = 0.879. Atas

dasar signifikan 1 % untuk N = 20 dituntut r xy = 0.56. Koefisien

reliabilitas yang diperoleh r tt = 0.879. Jadi taraf reliabilitas ternyata

signifikan pada taraf signifikansi 1 % ( r tt = 0.879 > 0.56 ) dan termasuk

tinggi ( 0,71-0,90)

- Aspek Keluarga –Lingkungan Sosial : Taraf reliabilitas yang diperoleh

r tt = 0.819. Atas dasar signifikan 1 % untuk N = 20 dituntut r xy =

0.56. Koefisien reliabilitas yang diperoleh r tt = 0.819. Jadi taraf

reliabilitas ternyata signifikan pada taraf signifikansi 1 % ( r tt = 0.819 >

0.56 ) dan termasuk tinggi ( 0,71-0, 90)

Kualifikasi untuk koefisien reliabilitas dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5

Kualifikasi untuk Koefisien Reliabilitas

Koefisien Korelasi

Kualifikasi

0, 91 – 1, 00 0, 71 – 0, 90 0, 41 – 0, 70 0, 21 – 0, 40 negatif – 0, 20

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

Sumber : Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil

Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta : Kanisisus. Hal. 209.

Page 79: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

67

Hasil penghitungan uji reliabilitas instrumen dapat dilihat pada lampiran 4,

halaman 111.

2. Pelaksanaan

Pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Autis

Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta, pada tanggal 2 Pebruari 2006. Surat keterangan

telah meneliti dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 107. Pelaksanaan pengisian

kuesioner dipercayakan kepada orangtua masing-masing sebagai sumber data

primer dan pengisiannya disesuaikan dengan kelonggaran waktu masing-masing.

Alasannya bahwa setiap orangtua mempunyai acara dan kesibukan sendiri

sehingga tidak bisa berkumpul secara serempak atau bersama-sama untuk mengisi

kuesioner.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam pengumpulan data

sebagai berikut:

1. Meminta ijin untuk mengadakan penelitian kepada pimpinan dan menjelaskan

maksud penelitian.

2. Menyerahkan kuesioner dan menjelaskan cara mengisi kuesioner.

3. Memberi kesempatan kepada pimpinan untuk mengecek kelengkapan berkas

kuesioner dan mendiskusikan hal-hal yang perlu dalam rangka pengisian

kuesioner.

4. Menerima hasil pengisian kuesioner dari orangtua melalui pimpinan dan para

pendamping anak.

Page 80: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

68

Peneliti tidak membatasi waktu pengisian. Adapun lamanya pengisian

kuesioner berbeda untuk setiap subjek namun dalam rentang waktu satu bulan

kuesioner dapat terkumpul. Kuesioner diedarkan kepada 40 subjek, namun yang

kembali hanya 32 subjek. Hal ini dimengerti oleh peneliti bahwa kemungkinan

orangtua sungkan atau takut masalahnya diketahui oleh orang lain, atau karena

kesibukan lain. Selain itu menurut pimpinan, kuesioner ini termasuk yang

terbanyak item dan jumlah yang terkumpul dibandingkan dengan penelitian

lainnya. Disamping itu bisa jadi ada diantara subjek yang belum dapat menerima

keberadaan anaknya yang autis secara baik. Kuesioner penelitian dapat dilihat

pada lampiran 5 halaman 113 .

E. Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan oleh peneliti dalam mengolah data penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Menghitung frekuensi jawaban subjek ke dalam setiap item.

2. Membuat tabulasi data peraspek dengan memberi skor yang diperoleh setiap

item kemudian memasukkan skor dari tiap item ke dalam tabel.

3. Mengelompokkan frekuensi masalah pada setiap komponen yang diukur dan

menghitung jumlah responden yang terekam masalah sangat sering, sering,

kadang-kadang dan tidak mengalami dan menghitung jumlah rata-rata.

4. Menganalisis frekuensi masalah sangat sering dan sering dialami oleh orangtua

yang mempunyai anak autis

Page 81: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pegumpulan data, ternyata orangtua yang mempunyai anak

autis infantil mengalami masalah internal pribadi yang berkaitan dengan aspek

kognitif, afektif, spiritual atau religius dan masalah eksternal yang berkaitan dengan

lingkungan keluarga serta lingkungan sekolah dan lembaga terkait dalam rentang

frekuensi mulai dari “sangat sering”, “sering”, “kadang-kadang” sampai “tidak

mengalami”. Tabulasi data penelitian dan pengelompokan aspek masalah hasil

penelitian dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 119.

Dalam laporan hasil penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan perhatian

pada frekuensi (sangat sering dan sering) item-item masalah yang dialami oleh

orangtua anak autis infantil.

1. Aspek Internal

a. Kognitif

Terdapat 3 komponen yang diukur dalam aspek kognitif, yaitu

(a) gangguan bicara/komunikasi, interaksi sosial, emosi dan penanganan

anak autis infantil, (b) masa depan anak autis infantil dan (c) lingkungan

keluarga dan pihak terkait yang membantu perkembangan anak autis infantil.

Komponen-komponen tersebut dipaparkan pada tabel-tabel berikut:

Page 82: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

70

Masalah a/Tabel 6

Frekuensi Masalah Orangtua yang mempunyai Anak Autis Infantil tentang Gangguan Bicara/Komunikasi, Interaksi Sosial,

Emosi dan Penanganan anaknya serta Jumlah Responden

Frekuensi

No

Masalah

Sangat Sering

Sering

Kadang Kadang

Tidak Meng- alami

1

Saya beranggapan bahwa terbatasnya kosa kata yang dimiliki anak saya bukan merupakan penyebab ketidakmampuan berbicara anak saya

-

11

18

3

2

Saya berpikir bahwa sia-sialah melatih anak saya dalam mengungkapkan perasaannya

2

9

8

13

3

Saya berpandangan bahwa anak saya semakin sulit bahkan tidak dapat mengartikan kata-kata yang diucapkan oleh orang lain

3

13

10

6

4

Saya berpandangan bahwa kemampuan berbicara anak saya akan berubah begitu saja tanpa perlu dilatih

1

13

9

9

5

Saya berpandangan bahwa anak saya tidak berkembang menjadi lebih baik apabila bergaul dengan teman sebayanya yang normal

8

13

8

3

6

Saya berpendapat bahwa tidak ada gunanya menanggapi perilaku-perilaku emosional anak saya

2

8

14

8

Total

15

67

67

42

Jumlah Rata-Rata

2.5

11.16

11.16

7

Tabel di atas menunjukkan frekuensi setiap kategori masalah yang

dialami oleh orangtua. Item yang berbunyi “Saya beranggapan bahwa

terbatasnya kosa kata yang dimiliki anak saya bukan merupakan penyebab

Page 83: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

71

ketidakmampuan berbicara anak saya”, tidak sangat sering dialami oleh

orangtua. Ini menunjukkan bahwa orangtua yang mempunyai anak autis

berpandangan bahwa terbatasnya kosa kata yang dimiliki anaknya memang

bukan merupakan penyebab ketidakmampuan berbicara anaknya. Namun

demikian terungkap 11 orangtua sering mengalaminya. Item yang berbunyi

“Saya berpikir bahwa sia-sialah melatih anak saya dalam mengungkapkan

perasaannya” sangat sering dialami 2 orang dan 9 orang lainnya sering

mengalaminya. Item yang berbunyi “Saya berpandangan bahwa anak saya

semakin sulit bahkan tidak dapat mengartikan kata-kata yang diucapkan oleh

orang lain”, sangat sering dialami oleh 3 orang dan sering dialami oleh 13

orang lainnya. Item yang berbunyi “Saya berpandangan bahwa kemampuan

berbicara anak saya akan berubah begitu saja tanpa perlu dilatih”, sangat

sering dialami oleh 1 orang dan“sering dialami oleh 13 orang lainnya. Item

yang berbunyi “Saya berpandangan bahwa anak saya tidak berkembang

menjadi lebih baik apabila bergaul dengan teman sebayanya”, sangat sering

dialami oleh 8 orang dan sering dialami oleh 13 orang lainnya. Item yang

berbunyi “Saya berpandangan bahwa tidak ada gunanya menanggapi

perilaku-perilaku emosional anak saya”, sangat sering dialami oleh 2 orang

dan sering dialami oleh 8 orang lainnya.

Secara keseluruhan (dalam semua item) tampak dengan jelas bahwa

pilihan “sering” mendapat ranking tinggi (67).

Page 84: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

72

Masalah b/Tabel 7:

Frekuensi Masalah Orangtua yang mempunyai Anak Autis Infantil tentang Masa Depan Anaknya serta Jumlah Responden

Frekuensi

No

Masalah

Sangat Sering

Se- ring

Kadang Kadang

Tidak Meng- alami

1

Saya berpandangan bahwa anak saya telah kehilangan masa depannya

1

18

9

4

2

Saya berpikir bahwa kebahagiaan anak saya pupuslah sudah

2

9

7

10

3

Saya berpandangan bahwa lingkungan sosial mengabaikan kehidupan masa depan anak saya

3

7

13

9

Total

6

34

29

23

Jumlah Rata-Rata

7

11.3

9.6

3.8

Tabel di atas menunjukkan frekuensi setiap kategori masalah yang

dialami oleh orangtua. Item yang berbunyi “Saya berpandangan bahwa anak

saya telah kehilangan masa depannya” : sangat sering dialami oleh 1 orang dan

sering dialami oleh 18 orang lainnya. Item yang berbunyi “Saya berpikir bahwa

kebahagiaan anak saya pupuslah sudah”, sangat sering dialami oleh 2 orang

dan sering dialami oleh 9 orang lainnya. Item yang berbunyi “Saya

berpandangan bahwa lingkungan sosial mengabaikan kehidupan masa depan

anak saya” : sangat sering dialami oleh 3 orang dan sering dialami oleh 7 orang

lainnya.

Secara keseluruhan (dalam semua item) tampak dengan jelas bahwa

pilihan “sering” mendapat ranking tinggi (34).

Page 85: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

73

Masalah C/Tabel 8

Frekuensi Masalah Orangtua yang mempunyai Anak Autis Infantil tentang Lingkungan Keluarga dan Pihak Terkait yang Membantu

Perkembangan Anaknya serta Jumlah Responden

Frekuensi

No

Masalah

Sangat Sering

Sering

Kadang Kadang

Tidak Meng- alami

1

Saya berpikir bahwa sekolah Umum bukanlah tempat yang tepat melatih kemampuan sosialisasi anak saya

2

17

8

5

2

Saya berpikir hanya dukungan keluarga sajalah yang paling menentukan baik-buruknya perkembangan anak saya

6

17

4

5

3

Saya pikir saya tidak perlu secara langsung mendampingi anak saya karena sudah ditangani terapis

2

18

3

9

Total

10

52

15

19

Jumlah Rata-Rata

3.3

17.3

5

6.3

Tabel di atas menunjukkan frekuensi setiap kategori masalah yang

dialami oleh orangtua. Item yang berbunyi “Saya berpikir bahwa sekolah

umum bukanlah tempat yang tepat melatih kemampuan sosialisasi anak saya” :

sangat sering dialami oleh 2 orang dan sering dialami oleh 17 orang lainnya.

Item yang berbunyi “Saya berpikir hanya dukungan keluarga sajalah yang

paling menentukan baik-buruknya perkembangan anak sya” , sangat sering

dialami oleh 6 orang dan sering dialami oleh 17 orang lainnya. Item yang

berbunyi “Saya berpikir saya tidak perlu secara langsung mendampingi anak

Page 86: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

74

saya karena sudah ditangani terapis”, sangat sering dialami oleh 2 orang dan

sering dialami oleh 18 orang lainnya.

Secara keseluruhan (dalam semua item) tampak dengan jelas bahwa

pilihan “sering” mendapat ranking tinggi (52).

b. Aspek Afektif

Terdapat komponen reaksi-reaksi perasaan yang diukur dalam aspek

afektif, yang dipaparkan pada tabel berikut:

Tabel 9

Frekuensi Masalah Orangtua yang mempunyai Anak Autis Infantil tentang Reaksi Perasaan terhadap Gangguan Perkembangan Anaknya

Serta Jumlah Responden

Frekuensi

No

Masalah

Sangat Sering

Se ring

Kadang Kadang

Tidak Mengalami

1

Saya bosan menginformasikan perkembangan anak saya kepada orang lain yang tinggal serumah dengan saya (reaksi perasaan jengkel dan marah)

3

8

15

9

2

Saya malu mengakui keberadaan anak saya (reaksi perasaan malu dan bersalah)

5

22

8

5

3

Saya bingung melakukan upaya-upaya penyembuhan bagi anak saya (reaksi perasaan bingung dan putus asa)

7

12

3

2

4

Saya cemas terhadap masa depan anak saya (reaksi perasaan takut dan cemas)

11

18

2

1

Total

26

60

28

17

Jumlah Rata-Rata

6.5

15

7

4.2

Tabel di atas menunjukkan frekuensi setiap kategori masalah yang

dialami oleh orangtua. Item yang berbunyi “Saya bosan menginformasikan

perkembangan anak saya kepada orang lain yang tinggal serumah dengan saya”

Page 87: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

75

sangat sering dialami oleh 3 orang dan sering dialami oleh 8 orang lainnya.

Item yang berbunyi “Saya malu mengakui keberadaan anak saya” , sangat

sering dialami oleh 5 orang dan sering dialami oleh 22 orang lainnya. Item

yang berbunyi “Saya bingung melakukan upaya-upaya penyembuhan bagi anak

saya”, sangat sering dialami oleh 7 orang dan sering dialami oleh 12 orang

lainnya. Item yang berbunyi “Saya cemas terhadap masa depan anak saya”

sangat sering dialami oleh 11 orang dan sering dialami oleh 18 orang lainnya.

Secara keseluruhan (dalam semua item) tampak dengan jelas bahwa pilihan

“sering” mendapat ranking tinggi (60).

c. Aspek Spiritual atau Religius

Terdapat masalah yang diukur dalam aspek spiritual atau religius seperti

yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 10

Frekuensi Masalah Orangtua yang mempunyai Anak Autis Infantil Aspek kehidupan Spiritual atau Religius

serta Jumlah Responden

Frekuensi

No

Masalah

Sangat Sering

Sering

Kadang Kadang

Tidak Meng alami

1

Setiap kali berdoa untuk anak saya, saya menginginkan agar Tuhan segera mengabulkan permohonan saya

9

12

10

1

2

Saya merasa sendirian menanggung beban ini

1

17

7

7

3

Saya mengingkari pertolongan Tuhan terhadap anak saya

7

10

8

7

4

Saya memilih terus bekerja untuk mendapatkan uang dari pada mengikuti kegiatan rohani

1

10

7

14

Total

18

49

32

29

Jumlah Rata-Rata

4.5

12.2

8

7.2

Page 88: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

76

Tabel di atas menunjukkan freuensi setiap kategori masalah yang dialami

oleh orangtua. Item yang berbunyi “Setiap kali berdoa untuk anak saya, saya

menginginkan Tuhan segera mengabulkan permohonan saya”, sangat sering

dialami oleh 9 orang dan sering dialami oleh 12 orang lainnya. Item yang

berbunyi “Saya merasa sendirian menanggung beban ini”, sangat sering

dialami oleh 1 orang dan sering dialami oleh 17 orang lainnya. Item yang

berbunyi “Saya mengingkari pertolongan Tuhan terhadap anak saya”, sangat

sering dialami oleh 7 orang dan sering dialami oleh 10 orang lainnya. Item

yang berbunyi “Saya memilih terus bekerja untuk mendapatkan uang dari

pada mengikuti kegiatan rohani”, sangat sering dialami oleh 1 orang dan sering

dialami oleh 10 orang lainnya.

Secara keseluruhan (dalam semua item) tampak dengan jelas bahwa

pilihan “sering” mendapat ranking tinggi (49).

2. Aspek Eksternal

Aspek eksternal mencakup dua aspek yaitu aspek lingkungan keluarga dan

embaga-lembaga terkait.

Terdapat komponen masalah yang diukur dalam aspek lingkungan keluarga

serta lingkungan sekolah dan lembaga-lembaga terkait, seperti yang tertera pada

tabel berikut:

Page 89: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

77

Tabel 11

Frekuensi Masalah Orangtua yang mempunyai Anak Autis Infantil tentang Lingkungan Keluarga dan Sosial

serta Jumlah Responden

Frekuensi

No

Masalah

Sangat Sering

Sering

Kadang Kadang

Tidak Mengal

ami

1

Saya sulit mempercayakan orang untuk menangani anak saya meskipun mereka tinggal serumah dengan saya

4

16

7

5

2

Saya mempertahankan pendapat saya tentang penanganan anak saya walaupun pendapat saya keliru

4

20

6

2

3

Saya mengabaikan peraturan yang yang ditetapkan di SLB Autis Cipta Mulia Mandiri

14

7

11

Total

8

50

21

18

Jumlah Rata-Rata

2.6

16.6

7

6

Tabel di atas menunjukkan frekuensi setiap kategori masalah yang dialami

oleh orangtua. Item yang berbunyi “Saya sulit mempercayakan orang untuk

menangani anak saya meskipun mereka tinggal serumah”, sangat sering dialami

oleh 4 orang dan sering dialami oleh 16 orang lainnya. Item yang berbunyi “Saya

mempertahankan pendapat saya tentang penanganan anak saya walaupun

pendapat saya keliru”, sangat sering dialami oleh 4 orang dan sering dialami oleh

20 orang lainnya. Item yang berbunyi “Saya mengabaikan peraturan yang

ditetapkan di SLB Autis Cipta Mulia Mandiri”, sering dialami oleh 14 orang.

Page 90: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

78

Secara keseluruhan (dalam semua item) tampak dengan jelas bahwa pilihan

“sering” mendapat ranking tinggi (50).

Berdasarkan tabel-tabel dan uraian masalah di atas, maka masalah yang frekuan

dialami oleh orangtua yang mempunyai anak autis infantil di Sekolah Luar Biasa Autis

Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta dapat diringkas (direkapitulasikan) per aspeknya dalam

tabel berikut:

Tabel 12

Aspek- Aspek Masalah Orangtua yang mempunyai Anak Autis Infantil di Sekolah Luar Biasa Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta

dan Frekuensi

Frekuensi

Aspek

Sangat Sering

Sering

Kadang Kadang

Tidak Mengalam

i

Kognitif

31

153

111

84

Afektif

26

60

28

17

Spiritual/ Religius

18

49

32

29

Internal

Jumlah

85

262

171

130 LIngkungan keluarga & Lembaga

terkait

8

50

21

18

Masalah yang

dialami oleh

orangtua yang

anaknya meng alami

gangguan autisme infantil

Eks- ternal

Jumlah

8

50

21

18

Total

83

312

192

148

Tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi “sering” sangat dominan muncul

pada orangtua yang mempunyai anak autis infantil di SLB Cipta Mulia Mandiri

Yogyakarta dengan total skor 312. Sedangkan frekuensi “kadang-kadang” mencapai

ranking kedua (skor 192), “tidak mengalami” berada pada ranking ketiga (skor 148) dan

Page 91: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

79

“sangat sering” menempati ranking keempat (skor 83). Hal ini menunjukkan bahwa

frekuensi masalah yang dialami orangtua pada setiap aspek (internal dan eksternal)

berbeda.

B. Pembahasan

1. Aspek Internal

a. Aspek kognitif.

Menurut Burn dalam Safaria (2005) setiap peristiwa yang dihadapi

manusia adalah netral namun setelah diolah dalam pikiran maka akan

menimbulkan berbagai pandangan. Pandangan bisa negatif dan bisa positif.

Faktor yang dapat menimbulkan cara pandang negatif atau positif adalah cara

seseorang dalam melakukan penilaian atau interpretasi terhadap suatu

peristiwa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang mempunyai anak

autis infantil sering mengalami masalah dalam aspek ini.

1) Pandangan tentang gangguan perkembangan (bicara/komunikasi, interaksi

sosial/perilaku, emosi) dalam diri anak autis dan penanganan yang

membantu perkembangannya.

Data hasil penelitian, komponen ini menunjukkan bahwa orangtua

yang mempunyai anak autis di SLB Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta

mengalami masalah dan berada pada kategori frekuensi “sering”

mengalami masalah dengan skor 67. Kelengkapan data dapat dilihat pada

masalah a/tabel 6, halaman 70.

Page 92: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

80

Berdasarkan indikasi masalahnya, hal yang menyebabkan orangtua

bermasalah mungkin karena kurang memahami secara menyeluruh

gangguan perkembangan anak autis dalam hal bicara, komunikasi, interaksi

sosial, perilaku, emosi, imajinasi anak dan pemahaman menyeluruh

mengenai perkembangan anak-anak normal. Selain itu kemungkinan

orangtua kurang memahami sikap-sikap mana yang perlu diambil dalam

menangani anak autis dan bagaimana menghadapinya, bentuk-bentuk

penanganan seperti apa yang cocok bagi anaknya dan yang perlu diberikan

kepada anaknya, siapa dan hal-hal apa saja yang kiranya dapat membantu

proses penanganan anaknya.

2) Pandangan tentang masa depan anak autis

Data dari hasil penelitian, komponen ini menunjukkan bahwa

orangtua yang mempunyai anak autis di SLB Cipta Mulia Mandiri

Yogyakarta mengalami masalah dan berada pada kategori “sering”

mengalami masalah dengan skor 34. Kelengkapan data dapat dilihat pada

masalah b/tabel 7, halaman 72.

Berdasarkan indikasi masalahnya, hal yang menyebabkan orangtua

bermasalah mungkin karena kurang memahami manajemen masa depan

anak autis, dampak positif dari penanganan intensif dan berkesinambungan

terhadap anak autis dari orangtua/keluarga dengan lembaga-lembaga terapi,

mungkin orangtua kurang memahami realita dari anak autis yang tidak bisa

menghasilkan sesuatu karena ketrampilan yang dimiliki sangat terbatas

Page 93: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

81

sementara realita dunia saat ini sangat menantang orang untuk berjuang

mempertahankan hidup saat ini maupun masa yang akan datang, mungkin

orangtua kurang memahami keunikan dari anak dengan gangguan autisme

dalam hal merasa bahagia/gembira di masa yang akan datang, pentingnya

melatih ketrampilan-ketrampilan yang dimiliki anaknya demi menunjang

kebahagiaan kelak. Handojo (2003) mengatakan bahwa banyak orangtua

dari anak dengan gangguan autisme hanya menyerahkan penanganan

anaknya pada institut, lembaga khusus autisme atau pusat-pusat terapi.

Mereka tidak mau tahu lagi dengan urusan perkembangan anaknya. Di satu

sisi orangtua terlalu mencampuri proses terapi yang tengah berlangsung

dan kurangnya kerjasama antara orangtua dengan sekolah atau lembaga

autisme.

Kisah nyata ibu Sry Sudaryati, Dosen UGM Jogyakarta, yang

terungkap melalui wawancara pribadi dengan peneliti pada tanggal 25

Agustus 2005 menggambarkan bahwa ketika anaknya didiagnosis autisme,

ia berpandangan bahwa anaknya kurang merasa bahagia/gembira karena

setiap kali ada cerita lucu ataupun suasana yang gembira dalam rumah,

anaknya kurang merespon dan bahkan sedih. Selain itu ia berpandangan

bahwa anaknya akan menderita karena anaknya tidak bisa melakukan

sesuatu ataupun menghasilkan sesuatu seperti anaknya yang normal.

Baginya gangguan yang dialami anaknya sangat berpengaruh terhadap

masa depannya. Namun setelah melewati proses penanganan yang panjang,

Page 94: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

82

ternyata Osi anaknya ternyata memiliki kebahagiaan tersendiri dengan apa

yang ia kerjakan. Osi memiliki minat/bakat tulis menulis, menggambar,

dan memasak. Osi tidak memiliki minat pada air. Atau hal yang

berhubungan dengan air. Osi tidak pernah menggambar pelabuhan, ferry

mogok ataupun berenang. Setiap kali melakukan apa yang diminati,

terpancar dari wajahnya sedang meraih kebahagiaan dan kegembiraan.

Kadang nampak tersenyum sendiri atau bersikap tenang. Hasil karya Osi

sudah banyak mendapatkan pemasukan finansial bagi osi dan keluarganya

dan sedang dipasarkan ke berbagai daerah.

3) Pandangan tentang kondisi lingkungan keluarga dan pihak terkait yang

membantu demi perkembangan anak.

Data dari hasil penelitian, komponen ini menunjukkan bahwa

orangtua yang mempunyai anak autis di SLB Cipta Mulia Mandiri

Yogyakarta mengalami masalah dan berada pada kategori “sering”

mengalami masalah dengan skor 52 Kelengkapan data dapat dilihat pada

masalah c/tabel 8, halaman 73.

Berdasarkan indikasi masalahnya, hal yang menyebabkan orangtua

bermasalah mungkin karena kurangnya keyakinan terhadap penanganan

lembaga/sekolah, kurang memahami manfaat sosialisasi ke sekolah umum

dalam hal kemampuan berkomunikasi, sosialisasi dengan teman-teman

sebayanya dan materi akademik. Selain itu kemungkinan orangtua

menganggap anaknya akan dilecehkan dan takut kalau-kalau anaknya justru

Page 95: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

83

akan mengalami kemunduran setelah berada bersama teman-teman normal,

mungkin orangtua terpengaruh oleh pengalaman penanganan sebelumnya

dari pihak lain terhadap anaknya atau orangtua meragukan bantuan

psikolog, psikiater, ahli gizi, lingkungan sosial masyarakat, dan lembaga-

lembaga autis atas terapi yang diberikan sehingga kurang terbuka untuk

menerima hal-hal baru.

Danuatmaja (2003) mengemukakan bahwa pada dasarnya latihan-

latihan untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi anak dapat dilakukan di

sekolah umum karena kondisi sekolah umum sangat membantu anak

dengan gangguan autisme apalagi terhadap anak yang sudah dapat

mengendalikan perilakunya. Selain itu dikemukakan juga bahwa anak autis

yang telah diterapi dengan baik mampu berkomunikasi dengan normal serta

mempunyai wawasan akademik yang baik. Anak sebaiknya mulai

diperkenalkan untuk masuk ke dalam kelompok anak-anak normal ((www.

Dikdasmen.Depdiknat.go.id). Namun dalam kenyataan Danuatmadja

(2003) mengatakan bahwa orangtua tidak berbicara atau berkomunikasi

dengan guru di sekolah umum, tidak berdialog bersama, apakah diijinkan

seorang terapi untuk mendampingi anak dan sebagainya. Berdasarkan

kemungkinan tersebut Handoko (2003) menjelaskan bahwa orang yang

banyak mengalami kegagalan dan kekecewaan di masa lalu pada umumnya

akan menjadi orang yang kurang percaya diri dan meragukan orang lain.

Page 96: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

84

b. Aspek Afektif

Safaria (2005) menjelaskan bahwa kebanyakan orangtua mengalami

berbagai reaksi perasaan marah / jengkel, sedih, malu dan merasa bersalah,

bingung, putus asa, takut dan cemas sejak mendengar diagnosis bahwa anaknya

mengalami gangguan autisme sampai dalam proses menangani anaknya.

Seorang ibu dengan anak yang menderita autisme pernah membagikan

pengalamannya sebagai berikut: bertahun-tahun aku dan keluarga hidup dalam

tekanan batin dan berbagai perasaan bercampur baur setiap waktu (Safaria:

2005). Pada umumnya orangtua yang mempunyai anak yang terdiagnosis

gangguan autisme berusaha untuk menangani namun sering muncul pertanyaan

kenapa saya dan selalu disertai dengan rasa perasaan marah, geram, kecewa,

sedih dan akhirnya pasrah atau bingung tidak tahu harus berbuat apa (Puspita,

2004).

Data dari hasil penelitian, aspek ini menunjukkan bahwa orangtua yang

mempunyai anak autis di SLB Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta mengalami

masalah dan dominan berada pada kategori “sering” mengalami masalah

dengan skor 60. Kelengkapan data dapat dilihat pada tabel 9, halaman 74.

1) Reaksi perasaan marah dan jengkel

Orangtua mengalami reaksi perasaan marah dan jengkel. Hal ini

terekam dalam jawaban bahwa mereka bosan menginformasikan

perkembangan anaknya kepada terapis, jengkel terhadap masyarakat

karena menurut mereka masyarakat tidak peduli terhadap penanganan

Page 97: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

85

anaknya. Menurut peneliti, kemarahan dan kejengkelan ini kemungkinan

disebabkan tidak tercapainya harapan dan cita-cita mereka terhadap

perkembangan anaknya juga penanganan dari para terapis, para dokter

dan pihak-pihak terkait lainnya; kurangnya pemahaman tentang

kerjasama dalam menangani anak dengan gangguan autisme antara

orangtua, dan pihak sekolah/lembaga serta tenaga-tenaga medis seperti

para dokter, ahli gizi dan tenaga psikolog/psikiater; adanya sikap

penolakkan terhadap kehadiran anak dengan gangguan autisme sehingga

berpengaruh terhadap sikap dan perilakunya yaitu bosan

menginformasikan perkembangan anaknya dan mengharapkan

pertolongan dari pihak luar. Safaria (2005) menjelaskan bahwa sering

kali kemarahan orangtua berlanjut sehingga membuat perasaan menjadi

sensitif . Setiap kejadian yang kecil bisa menimbulkan kemarahan.

Kemarahan ini dapat ditunjukkan kepada pihak sekolah, lembaga, terapis,

dokter dan bahkan pihak lain seperti masyarakat sekitar melalui sikap

hidup mereka.

2) Reaksi perasaan malu dan bersalah

Orangtua mempunyai perasaan malu dan bersalah. Hal ini terekam

dalam jawaban bahwa mereka malu menghadapi keberadaan anaknya dan

malu menghadapi perilaku menyimpang anaknya di depan umum.

Menurut peneliti, faktor yang menyebabkan mereka mengalami demikian

mungkin karena kurangnya pemahaman mereka tentang autisme dan

Page 98: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

86

gangguannya, gejala dan penyebab autisme sehingga mereka cenderung

mempersalahkan diri bahwa merekalah satu-satunya penyebab anaknya

mengalami gangguan. Selain itu kemungkinan orangtua berpandangan

bahwa orang lain akan menolak keberadaannya apabila ia mengakui

keberadaan anaknya secara terbuka dan jujur, orangtua yang mempunyai

anak dengan gangguan autisme akan dipermalukan di tempat umum atau

kemungkinan orangtua merasa orang lain lebih sukses darinya dalam hal

mendidik anak karena memiliki anak normal sedangkan dirinya tidak.

Handoko (2003), menjelaskan bahwa orang merasa malu karena ia

berbeda dengan orang lain atau yang diharapkan oleh orang lain. Dan

rasa malu biasanya dimulai dengan peristiwa yang sangat memalukan

atau karena dipermalukan oleh orang lain. Safaria (2004) menjelaskan

bahwa perasaan malu muncul ketika orangtua berhadapan dengan

lingkungan sosial, merasa minder karena memiliki anak yang mengalami

gangguan autisme. Seorang ibu menuturkan,” kadang saya merasa dan

berpikir semua orang mencemooh saya, memandang aneh anak saya,

saya jadi ragu-ragu untuk keluar rumah, menceritakan kepada orang

lain dan saya seperti menjadi orangtua yang tidak berharga, karena

tidak mampu melahirkan anak yang normal (Safaria, 2004)”.

3) Reaksi perasaan bingung dan putus asa

Orangtua mempunyai reaksi perasaan bingung dan putus asa. Hal

ini terekam dalam jawaban mereka bahwa mereka bingung melakukan

Page 99: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

87

upaya-upaya penyembuhan bagi anaknya dan merasa tak berdaya apabila

menyaksikan anaknya yang selalu diam saja atau hiperaktif. Menurut

peneliti, hal yang menyebabkan mereka mengalami demikian mungkin

karena orangtua kurang memahami cara-cara praktis menghadapi

perilaku anaknya. Puspita (2003) menjelaskan bahwa orangtua sering

mengalami kebingungan menghadapi perilaku anak autis karena

kebanyakan orangtua tidak mengerti apa yang harus dilakukan untuk

menenangkan anaknya. Terkadang orangtua hanya bisa membiarkannya

sampai anaknya merasa capek dan berhenti sendiri. Kemungkinan lain

adalah orangtua menginginkan agar terjadi cepat perubahan dalam diri

anaknya setelah diterapi lebih-lebih pada anak yang selalu mengulang-

ulang perilaku tantrum atau perilaku yang sulit dikontrol.

4) Reaksi perasaan takut dan cemas

Orangtua mengalami perasaan takut dan cemas. Hal ini terekam

dalam jawaban mereka bahwa mereka cemas terhadap masa depan

anaknya. Menurut peneliti, faktor yang menyebabkan mereka mengalami

demikian mungkin terletak pada pandangan-pandangan orangtua yang

keliru tentang kehidupan anaknya di masa yang akan datang. Safaria

(2004) menjelaskan bahwa kecemasan orangtua yang mempunyai anak

autis bisa juga berbentuk kesedihan akan nasib anaknya di masa depan,

apa yang akan terjadi, bagaimana anak harus hidup kelak. Selain itu ada

kemungkinan lain ialah faktor pandangan orangtua tentang penerimaan

Page 100: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

88

sosial terhadap anak dengan gangguan autisme. Handoko (2003)

menjelaskan bahwa perasaan cemas dan takut disebabkan oleh faktor-

faktor eksternal, seperti: lingkungan yang terlalu kritis, apa saja dicela,

dikritik, dan dikomentari, lingkungan yang menerapkan standar hidup

yang tinggi, lingkungan yang kurang aman, kurang bersahabat,

lingkungan yang banyak tekanan, ancaman dan stress dan lingkungan

yang terlalu keras dan kejam serta ganas.

c. Aspek Spiritual atau Religius

Clinebell (dalam Safaria, 2005), menegaskan bahwa setiap manusia

memiliki kebutuhan dasar spiritual-religiositas yang harus dipenuhinya.

Kebutuhan dasar ini jika terpenuhi akan memunculkan perasaan aman, damai,

dan tentram, serta membebaskan manusia dari perasaan cemas, hampa dan takut.

Namun jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka muncul sikap dan perilaku yang

kurang sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku dan tuntutan penghayatan

dimensi religiositas. Begitupula yang terjadi pada orangtua yang memiliki anak

dengan gangguan autisme membutuhkan pemenuhan akan kebutuhan dasar

tersebut. Namun dalam kenyataan terkadang kurang terpenuhinya kebutuhan

dalam hal dimensi-dimensi kehidupan religiositasnya.

Data dari hasil penelitian, aspek ini menunjukkan bahwa orangtua yang

mempunyai anak autis di SLB Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta mengalami

masalah dan berada pada kategori “sering” mengalami masalah dengan skor 49.

Kelengkapan data dapat dilihat pada tabel 10, halaman 75.

Page 101: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

89

1) Keyakinan orangtua yang mempunyai anak autis akan kebenaran agamanya

Orangtua mengalami masalah berkaitan dengan dimensi ini. Hal ini

terungkap dalam jawaban bahwa mereka mengingkari pertolongan Tuhan

terhadap anaknya. Menurut peneliti, faktor yang menyebabkan mereka

mengalami demikian mungkin terletak pada konsep diri yang keliru tentang

bentuk-bentuk pertolongan Tuhan baginya dan atas cara bagaimana Tuhan

memberikan pertolongan-Nya. Mereka menilai segala sesuatu berdasarkan

keuntungan jangka pendek yang akan diperolehnya. Dengan berpandangan

demikian maka manusia sering berharap agar hal-hal yang baik akan tetap

abadi dan hal-hal yang kurang baik tak akan pernah datang (Marijani, 2003).

Kemungkinan lain ialah kurang adanya gerakan pembaharuan hidup rohani

mengenai keyakinan mereka kepada Tuhan, memperdalam dan menguatkan

iman mereka dengan berbagai latihan rohani.

2) Kepatuhan orangtua yang mempunyai anak autis dalam menjalankan ritual

agamanya.

Orangtua mengalami masalah berkaitan dengan dimensi ini. Hal ini

terekam dalam jawaban mereka bahwa kadang peribadatan mereka

terganggu karena memikirkan gangguan perkembangan anaknya. Menurut

peneliti, hal yang menyebabkan mereka mengalami demikian mungkin

karena kurang menyeimbangkan kehidupan spiritual mereka. Dalam hal ini

sikap yang konsistensi dalam melaksanakan ibadah, sembayang, puasa dan

lain-lain. Selain itu mungkin adanya keragu-raguan dan kecemasan orangtua

Page 102: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

90

akan kehidupan anaknya dan kurang memahami cara-cara praktis dalam

meningkatkan kehidupan religiositasnya.

3) Kepekaan mengalami pengalaman religius orangtua yang mempunyai anak

autis

Orangtua mengalami masalah dalam dimensi ini. Hal ini terekam

dalam jawaban bahwa mereka merasa sendirian. Menurut peneliti, hal yang

menyebabkan mereka mengalami demikian mungkin karena kurang

menyadari bimbingan Tuhan setiap langkah hidup mereka, kurang peka

melihat kehadiran Tuhan dalam diri sesama dan segala peristiwanya, kurang

merasakan kedekatan dengan orang lain, kurang meyakini akan doanya

terkabul.

4) Penerapan ajaran agama orangtua yang mempunyai anak autis

Orangtua mengalami masalah berkaitan dengan dimensi ini. Hal ini

terekam dalam jawaban bahwa orangtua terus memilih bekerja untuk

mendapatkan uang dari pada mengikuti kegiatan rohani. Menurut peneliti,

faktor yang menyebabkan mereka berperilaku demikian mungkin disebabkan

oleh pandangan dan perasaan mereka. Mereka kurang meyakini Kuasa Allah

dan pertolongan-Nya. Ketidakyakinan orangtua mungkin menyebabkan

dirinya sendiri kehilangan harapan hidup sehingga merasa putus asa dan

pesimis untuk menjalani hidupnya dan menimbulkan kehampaan makna

dalam kehidupannya. Selain itu mereka merasa tidak memperoleh apa-apa

Page 103: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

91

dari kehidupan religiositasnya, sementara mereka membutuhkan biaya yang

cukup banyak untuk membiayai anaknya.

2. Aspek Eksternal

Safaria (2005) menjelaskan bahwa kelahiran anak yang mengalami

gangguan autisme adalah kenyataan yang berat yang harus dipikul oleh orangtua.

Kenyataan ini akan mempengaruhi keseluruhan hidup orangtua dan keluarga

serta bagaimana orangtua menghadapi lingkungan sosial masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang mempunyai anak autis

memiliki masalah berkaitan dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial

yaitu lembaga/sekolah autis. Data dari hasil penelitian, aspek ini menunjukkan

bahwa orangtua yang mempunyai anak autis di SLB Cipta Mulia Mandiri

Yogyakarta mengalami masalah dan berada pada kategori “sering” mengalami

masalah dengan skor 50. Kelengkapan data dapat dilihat pada tabel 11, halaman

77.

a. Lingkungan Keluarga

Orangtua mengalami masalah dalam hal relasi dalam keluarga. Hal ini

terekam dalam jawaban bahwa orangtua sulit mempercayakan orang lain

untuk menangani anaknya meskipun tinggal serumah. Selain itu orangtua

kurang bertukar pikiran dengan pasangannya untuk mendapatkan cara yang

terbaik dalam menangani anaknya. Menurut peneliti, hal yang menyebabkan

mereka bersikap demikian mungkin berkaitan dengan pemahaman dan

pengalaman masa lalu. Mungkin orangtua mempunyai pengalaman terhadap

Page 104: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

92

orang serumah yang kurang mendukung, dan tidak mengerti bagaimana

menangani anak yang memiliki gangguan autisme. Pandangan mereka ini

berakibat pada perilaku mereka. Handojo (2003) menjelaskan bahwa orang

serumah yang sering kali menjadi penghalang ialah nenek dan saudara

kandung dari anak autis. Biasanya mereka sulit memahami kelainan perilaku

anak autis. Mereka menganggapnya hanya kenakalan biasa atau sikap-sikap

biasa, sehingga kurang peduli dan kurang berpartisipasi dalam membantu

perkembangan anak autis. Kondisi ini mungkin menimbulkan orangtua

kandung kurang menaruh kepercayaan pada orang serumah. Selain itu dari

orangtua sendiri mungkin kurang memahami pentingnya dukungan dari

berbagai pihak dalam usaha penyembuhan anaknya, mungkin orangtua

kurang membangun komunikasi antara pribadi yang lebih efektif, kurang

menyeimbangkan perasaan-perasaannya sehingga kurang terbuka satu sama

lain, merasa takut dan cemas apabila anaknya ditangani oleh orang lain,

jangan-jangan semakin mundur perkembangannya. Bagi orangtua yang

termasuk dalam periode Dewasa Dini, penyesuaian dengan pasangan, status

ekonomi, perubahan peran, mungkin menjadi faktor penyebab selain faktor

di atas. Proses penyesuaian yang baik akan sulit diperoleh bagi pasangan

yang berbeda suku, agama dan latar belakang sosial karena pasangan yang

seperti ini biasanya mempunyai perbedaan minat, kemauan, nilai dan

kebiasaan hidup. Pasangan yang seperti ini biasanya berusaha mengurangi

Page 105: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

93

komunikasi atau pertengkaran, dan ini akan membahayakan hubungan

mereka bahkan terhadap anak-anaknya (Hurlock, 1980).

b. Lingkungan Sekolah dan Lembaga terkait.

Orangtua mengalami masalah berkaitan dengan lingkungan sosial -

Lembaga/Sekolah. Hal ini terekam dalam jawaban bahwa mereka

mengabaikan peraturan yang ditetapkan di Sekolah Luar Biasa Cipta Mulia

Mandiri Yogyakarta. Sikap tersebut mungkin disebabkan oleh perasaan

ketidakpuasan dan kejengkelan terhadap pihak sekolah. Selain itu mungkin

mereka berpandangan bahwa syarat-syarat terapi hanya merupakan akal-

akalan terapis dan pengelola institusi belaka, sehingga nampak perilaku

demikian. Handojo (2003) menjelaskan bahwa intensitas terapi merupakan

hal yang paling sulit dipenuhi oleh orangtua anak autis. Mulai dengan

masalah tenaga, waktu, dan dana sering menjadi alasan tidak dapat

dipenuhinya persyaratan/peraturan penting dalam Lembaga/Sekolah Autis.

Page 106: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

BAB V

PENUTUP

Dalam bab ini disajikan ringkasan hasil penelitian, kesimpulan dan saran.

Bagian ringkasan hasil penelitian memuat ringkasan akhir dari hasil penelitian, bagian

kesimpulan memuat kesimpulan akhir dari penelitian. Bagian saran memuat saran-saran

untuk pihak sekolah dan para orangtua anak autis.

A. Ringkasan Hasil Penelitian

Hasil penelitian “Deskripsi masalah-masalah yang secara frekuen dialami

oleh orangtua yang mempunyai anak autis infantil di sekolah Luar Biasa Autis Cipta

Mulia Mandiri Yogyakarta dapat diringkas sebagai berikut:

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: masalah-masalah yang secara

frekuen (sangat sering dan sering) dialami oleh orangtua yang mempunyai anak autis

infantil pada aspek sikap internal pribadi orangtua yang berkaitan dengan aspek

kognitif, aspek afektif, aspek spiritual atau religius. Pada aspek eksternal berkaitan

dengan aspek lingkungan keluarga dan lembaga-lembaga terkait. Hasil penelitian

pada aspek kognitif termasuk dalam kategori “sering” (skor 153), terungkap pada

masalah cara pandang orangtua terhadap gangguan perkembangan dan penanganan

yaitu: terbatasnya kosa kata yang dimiliki anaknya bukan merupakan penyebab

ketidakmampuan berbicara anaknya, sia-sialah melatih anaknya dalam

Page 107: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

95

mengungkapkan perasaannya, anaknya semakin sulit bahkan tidak dapat

mengartikan kata-kata yang diucapkannya sehingga tidak perlu dilatih, kemampuan

berbicara anaknya akan berubah begitu saja tanpa perlu dilatih, anaknya tidak

berkembang menjadi lebih baik apabila bergaul dengan teman sebayanya yang

normal, tidak ada gunanya menanggapi perilaku-perilaku emosional anaknya.

Komponen cara pandang orangtua terhadap masa depan anak autis meliputi: anak

telah kehilangan masa depan, kebahagiaan anak pupuslah sudah, lingkungan sosial

mengabaikan kehidupan masa depan anaknya. Komponen cara pandang orangtua

terhadap lingkungan keluarga dan pihak terkait yang membantu perkembangan

anaknya meliputi: sekolah umum bukanlah tempat yang tepat melatih kemampuan

sosialisasi anaknya, dukungan keluarga sajalah yang paling menentukan baik-

buruknya perkembangan anaknya, tidak perlu secara langsung mendampingi

anaknya karena sudah ditangani terapis. Aspek afektif termasuk dalam kategori

“sering” (skor 60), terungkap pada perasaan-perasaan orangtua sebagai berikut:

bosan menginformasikan perkembangan anaknya kepada orang lain yang tinggal

serumah dengannya (reaksi perasaan jengkel dan marah), malu mengakui

keberadaan anaknya (reaksi perasaan malu dan bersalah), bingung melakukan upaya-

upaya penyembuhan bagi anaknya (reaksi perasaan bingung dan putus asa), orangtua

cemas dan takut terhadap masa depan anaknya (reaksi perasaan takut dan cemas).

Aspek spiritual atau religius termasuk dalam kategori “sering” (skor 49) terungkap

masalah sebagai berikut: setiap kali berdoa untuk anaknya orangtua sering

menginginkan agar Tuhan segera mengabulkan permohonannya, orangtua sering

Page 108: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

96

merasa sendirian menanggung beban ini, orangtua mengingkari pertolongan Tuhan

terhadap anaknya, orangtua sering memilih terus bekerja untuk mendapatkan uang

dari pada mengikuti kegiatan rohani. Hasil penelitian pada aspek eksternal yang

berhubungan dengan lingkungan keluarga dan lembaga terkait termasuk dalam

kategori “sering” (skor 50) terungkap bahwa orangtua sering sulit mempercayakan

orang lain untuk menangani anaknya meskipun mereka tinggal serumah, orangtua

sering mempertahankan pendapatnya tentang penanganan anaknya walaupun

pendapatnya keliru (lingkungan keluarga) dan mengabaikan peraturan yang

ditetapkan di SLB Autis Cipta Mulia Mandiri (lembaga terkait).

B. Kesimpulan

Berdasarkan ringkasan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa pertama: orangtua yang mempunyai anak autis infantil di SLB Autis Cipta

Mulia Mandiri Yogyakarta “sering” mengalami masalah yang datang dari dalam

dirinya yaitu sikap internal pribadi orangtua itu sendiri, kedua: masalah yang

dialami oleh orangtua itu menjadi semakin “sering” muncul karena lemahnya

dukungan baik dari lingkungan keluarga maupun sekolah dan lembaga-lembaga

yang terkait dengan sekolah (Faktor eksternal).

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka masalah yang dialami oleh

orangtua yang mempunyai anak autis di Sekolah Luar Biasa Autis Cipta Mulia

Page 109: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

97

Mandiri Yogyakarta dapat diatasi melalui pendekatan kognitif, afektif, spiritual dan

ketrampilan/skill. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat diberikan dalam berbagai

bentuk layanan bimbingan, metode dan sumber/media bimbingan yang dapat

menjawab kebutuhan orangtua. Selain bantuan yang berasal dari luar (dalam hal ini

pihak sekolah), orangtua yang mempunyai anak autis hendaknya mencari cara dan

ketrampilan-ketrampilan yang dapat membantu mereka untuk dapat mengatasi

permasalahannya. Oleh karena itu berikut ini peneliti memberikan saran, baik

kepada pihak sekolah maupun pihak orangtua.

1. Pihak Sekolah

Pihak sekolah dapat memberikan bantuan berdasarkan permasalahan

yang dialami orangtua.

a. Masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek kognitif:

1) Orangtua perlu dibantu untuk memperluas wawasan mengenai

karakteristik anak autis, faktor-faktor penyebab gangguan autisme dan

bagaimana menangani, menyadari pentingnya anak autis mengungkapkan

perasaannya, memahami perbedaan perkembangan antara anak dengan

gangguan autisme dan anak normal. Bantuan yang diberikan kepada

orangtua berupa pengenalan berbagai terapi dan metode penanganan.

2) Orangtua yang mempunyai anak autis perlu mendapatkan penjelasan

mengenai proses terapi dan kedisiplinan tinggi baik dalam metode

maupun dalam pengaturan waktunya. Selain itu orangtua perlu menyadari

pentingnya kerjasama yang baik terhadap sekolah, dokter, ahli gizi,

Page 110: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

98

psikolog, psikiater, sesama orangtua anak autis, tenaga-tenaga

terapi/terapis lainnya. Selain itu orangtua perlu mengkondisikan

lingkungan agar proses komunikasi dan sosialisasi anak berkembang.

3) Orangtua perlu diperluas wawasan untuk semakin peka akan kebutuhan

anak dan trampil dalam mengarahkan minat pada anaknya, menyadari

pentingnya sosialisasi ke sekolah umum.

b. Masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek afektif

1) Orangtua perlu dibantu untuk menyeimbangkan emosinya dengan

membangun kesadaran diri, mengelola emosinya, membangun sikap

optimisme dari dalam dirinya, memiliki sikap hati yang empati dan

mengembangkan ketrampilan sosial, memotivasi diri sendiri ketika

berhadapan dengan hambatan-hambatan, menyadari mengapa perasaan

emosi dan sikap yang kurang mendukung itu muncul? Menyadari

pentingnya mengungkapkan diri, bersikap asertif terhadap segala situasi

kehidupannya dan mampu berkomunikasi dengan orang lain.

2) Orangtua perlu dibantu untuk mampu menerima realita dirinya, gembira,

tidak minder dalam melatih ketrampilan-ketrampilan anaknya di mana

saja berada, optimis mengikuti perkembangan anaknya, berani dalam

menghadapi tantangan dan mampu menyalurkan perasaan negatif secara

baik dan benar.

Page 111: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

99

c. Masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek Lingkungan Keluarga dan

Sosial

1) Orangtua perlu dibantu untuk meningkatkan kemampuan bagaimana

berkomunikasi antar pribadi, bagaimana membina kebersamaan,

bagaimana menjadi positif dan produktif, bagaimana menciptakan sikap

saling menghargai, bagaimana memberi teladan kepada anak-anaknya,

bagaimana membangun relasi dengan orangtua/mertua dan kerabat

lainnya.

2) Orangtua perlu bekerjasama dengan orang lain, setia dalam tugas dan

tanggungjawab, membina komunikasi dengan para ahli, meningkatkan

kreativitasnya, memupuk keterbukaan hati dalam situasi apa saja.

d. Masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek spiritual atau religius

1) Orangtua perlu dibantu untuk membangun keutuhan hati dan budi dalam

berdoa baik secara pribadi maupun bersama. orangtua perlu dibantu

untuk menyadari penyelenggaraan Allah dalam hidup mereka, memaknai

semua peristiwa dalam hidupnya dan menaruh pengharapan akan

penyertaan Tuhan serta memiliki konsep yang benar tentang Allah yang

mengasihi bukan Allah yang menghukum.

2) Orangtua perlu dibantu untuk memiliki kemampuan dalam berperilaku

sesuai ajaran agamanya, misalnya menahan diri untuk melakukan hal-hal

yang dilarang oleh agamanya, mengikuti kegiatan-kegiatan untuk

menyegarkan kehidupan rohani mereka.

Page 112: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

100

Permasalahan di atas dapat dibantu dalam berbagai bentuk Layanan / Bantuan

berupa:

a. Layanan informasi : berbagai informasi yang dapat diberikan kepada

orangtua berkaitan dengan aspek masalah di atas baik secara langsung

maupun tidak langsung. Layanan secara langsung bisa diberikan dalam

bentuk seminar, talk show, pelatihan atau kursus yang dapat membantu

perkembangan pandangan mereka, kestabilan emosi, kehidupan religoisitas

dan relasi dengan orang lain. Sekolah dapat mengundang nara sumber yang

memiliki keahlian khusus yang berkaitan dengan kepribadian, bidang autisme

dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan orangtua. Selain itu dapat juga

diberikan oleh para pendamping dari sekolah yang bersangkutan yang telah

menguasai atau telah mempunyai pengalaman belajar yang dianggap cukup.

Sekolahpun dapat menyediakan sumber bacaan/taman bacaan (buku-buku,

makalah-makalah, hasil-hasil penelitian, penemuan-penemuan baru) yang

berkaitan dengan autisme dan penanganannya demi memperluas wawasan

orangtua. Layanan secara tidak langsung bisa diberikan/digalakkan melalui

website dan metode wawancara dan pengumpulan data, sharing, dinamika

kelompok, lecture/bahan bacaan dan relaksasi.

b. Layanan konseling pribadi dan kelompok: pendekatan secara pribadi

terhadap orangtua tentang masalah-masalah yang terjadi dan pendekatan

secara kelompok yang memiliki masalah/kesulitan yang sama. Maksudnya

pihak sekolah bisa membantu orangtua untuk menyelesaikan

Page 113: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

101

permasalahannya secara perorangan atau secara kelompok. Untuk

mendukung layanan ini maka perlunya kondisi tempat dan situasi yang

memungkinkan orangtua dapat terbuka terhadap pendamping/terapis atau

pimpinan. Layanan ini dapat direferalkan kepada pihak/ahli lain yang lebih

kompeten lebih-lebih yang berkaitan dengan autisme dan seluk-beluknya.

Pendekatan yang dipakai dapat berupa pengisian angket/kuesioner,

wawancara mendalam (secara langsung) maupun wawancara secara tidak

langsung (jarak jauh atau dekat).

c. Layanan konsultasi

Pihak sekolah dapat mengaplikasikan layanan konsultasi dalam hal ini

sebagai consultant atau sebagai consultee. Consultant maksudnya menerima

konsultasi dari orangtua anak autis mengenai segala permasalahannya baik

masalah pribadi maupun sosial yang berkaitan dengan penanganan anaknya

atau masalah lain sejauh masih bisa dibantu. Consultee maksudnya

setelah menerima konsultasi dari orangtua anak autis,

meneruskan/mengkonsultasikan lagi kepada sesama pendamping atau kepada

pihak-pihak terkait yang dianggap dapat membantu/ memberikan masukan

terselesaikan masalah orangtua yang bersangkutan misalnya kepada ahli gizi,

psikolog, psikiater, tergantung dari jenis permasalahan yang dihadapi oleh

orangtua anak autis.

Agar bantuan tersebut dapat berjalan dengan baik dan optimal maka

pihak sekolah hendaknya merencanakan program pendampingan yang berkaitan

Page 114: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

102

dengan keempat aspek di atas karena aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh

pada perkembangan anaknya saat ini maupun masa yang akan datang dan

hendaknya pihak SLB Autis Cipta Mulia Mandiri perlu memperluas wawasannya

mengenai gangguan perkembangan anak autis dan penanganan, pendekatan-

pendekatan psikologis terhadap orangtua yang dapat diberikan dalam bentuk

layanan-layanan bimbingan, metode dan sumber/media.

2. Pihak Orangtua

Orangtua hendaknya mengadakan forum komunikasi antar orangtua yang

mempunyai anak autis sehingga akan memungkinkan orangtua untuk saling

sharing dan mendapat pencerahan. Orangtua juga disarankan terus-menerus

memperluas wawasannya tentang gangguan perkembangan anaknya dan

mengubah cara pandangnya, merespon segala peristiwa hidup secara dewasa dan

mampu mengelola emosinya, mengembangkan kehidupan spiritual atau

religiusnya, mengembangkan ketrampilan sosial (lingkungan keluarga dan

lembaga terkait).

Page 115: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

103

DAFTAR PUSTAKA

Agerbeek, F. (September 2005). Lokakarya Seksualitas Klien dan Pekerjaan Sosial. (Handout). Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Albin, S.R. 1986. Emosi, bagaimana mengenal menerima dan mengarahkannya.

Yogyakarta. Kanisius. Azwar, S. 1992. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. . 1999. Penilaian Skala Psikologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Budhiman, M. dkk. 2002. Langkah Awal Menanggulangi Autisme. Jakarta: Majalah

Nirmala. “Ciri Anak Autis” Http://www.Apotik2000.net?apotik/autisma.asp?ano=01001.

Diakses tanggal 10 Agustus 2005. Dampak Aktivitas Berlebih pada Otak Laki-laki. (2005, 2 Maret). KOMPAS. Hal.14. Danuatmaja, B. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Swara. Deteksi Dini Penting Dilakukan. (2005, 16 April), KOMPAS. Hal. 9. Furchan, A. 1982. Penelitian Dalam Pendidikan. Malang:Usaha Nasional. Gamayanti, L. I. (September 2005). Lokakarya Perkembangan Seksual pada Remaja

Autis. (Handout). Yogyakarta : Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. “Guru Harus Memahami Autisme pada Anak” on line Http://www.mail-

archive.com/[email protected]/msg21152.html. Diakses tanggal 11 Pebruari 2001.

Hanafi, A. M. dan Vrugteven F. (Oktober 2005). Lokakarya Autis, Perkembangan dan

Masa Depannya. (Handout). Yogyakarta : Sobo Pakualam. Handojo, Y. 2003. Autisma-Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk Mengajar

Anak Normal, autis dan Perilaku lain. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.

Handoko, M. T. (2003). Lokakarya Menuju Hidup Bahagia. (Handout). Muntilan : Rumah Retret Fransiskan.

Hasibuan, Z. (Juni 2005). Lokakarya Menerima dan Memahami Keberadaan Anak

Autis. (Handout). Yogyakarta: Fakultas peternakan Universitas Gadjah Mada.

Page 116: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

104

Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan. Penerjemah : Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta:PT. Gelora Aksara Pratama.

Kartono K. & Gulo D. 2000. Kamus Psikologi. Bandung. Pionir Jaya. Marijani, L. 2003. Bunga Rampai–Seputar Autisme dan Permasalahannya. Jakarta: Pt.

Agro Media Pustaka. Memahami dan Menangani Anak dengan Kebutuhan Khusus. (2002, Juni). Majalah

Nakita; Panduan Tumbuh Kembang Anak. Menangani Anak Autis. (2002, Februari). Majalah Nakita : Panduan tumbuh Kembang

Anak. Masidjo, I. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Yogyakarta. Kanisius. Messwati, E.D. (2005, 16 April). Tetap Optimis Mendampingi Penyandang Autis.

KOMPAS, hal. 9,11. Nara Nasrullah (2005, 2 Maret). Autis dan Tunagrahita, Tak sama dan Memang

Berbeda. KOMPAS, HAL. 9. “Peran Saudara Sekandung pada Anak Penyandang ASD” on line

Http://puterakembara.org/leny.htm. (9/11/2006). Peran Saudara Sekandung pada Anak Penyandang ASD.

Peeters, T. 2004. Autisme. Jakarta : Dian Rakyat Prasetyo, L. A. (2005, 31 Maret). Penyandang Autisme Perlu Penerimaan Masyarakat.

KOMPAS. Hal. G. Puspita, D. 2004. Untaian Duka Taburan Mituara hikmah perjuangan ibunda anak

autistik. Bandung: Qanita, PT. Mizan Pustaka. Puspita, D. (Juni 2005). Lokakarya Pentingnya Pendidikan Bagi Individu Autistik.

(Handout). Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Safaria, T. 2005. Autisme – Pemahaman Baru untuk hidup secara bermakna.

Yogyakarta : Graha Ilmu. Sarasvati. 2004. Meniti Pelangi- Perjalanan seorang ibu yang tak kenal lelah menyerah

dalam membimbing putranya keluar dari autisme. Jakarta: PT. Elex Media Kompitundo Kelompok Gramedia.

Page 117: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

105

Satiadarma, M. P. 2001. Persepsi OrangTua Membentuk Perilaku Anak.Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.

Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan – Model-Model Kepribadian Sehat.

Penerjemah : Yustinus. Yogyakarta: Kanisius. Simbolon, O. 2004. Autisme-Hubungan Pengetahuan Teoritis dan Intervensi Pendidikan

bagi Penyandang Autis. Jakarta: Dian Rakyat. Sudaryati, S. (Juni 2005). Lokakarya Memahami dan Menerima Keberadaan Anak

Autis. (Handout). Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. . (September 2005). Lokakarya Seksualitas Dan Problematik seksual pada

Anak Autis. ( Handout). Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Supratiknya, A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal.Yogyakarta: Kanisius. Tim Penyusun Kamus. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Vrugteveen, F. (November 2005). Lokakarya Spektrum Autisma. (Handout).

Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Wijayakusuma, H, H.M. 2004. Anakku Sembuh dari Autisme- 100 pasien dari jumlah

besar yang disembuhkan. Jakarta: PT. Dyatama Milenia. . 2004. Autism dapat disembuhkan – 310 Penyandang Autism

Jakarta: PT. Dyatama Milenia. . 2004. Hembing telah sembuhkan anakku dari Autism- 210

pasien penyandang autisme. Jakarta: PT. Dyatama Milenia. . 2005. Anakku Sembuh dari Autisme- 104 pasien dari jumlah

besar yang disembuhkan. Jakarta: PT. Dyatama Milenia. Winkel W.S & Hastuti M. M. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan.

Jakarta : PT. Gramedia.

Page 118: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan
Page 119: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan
Page 120: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan
Page 121: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan
Page 122: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

108

RANGKUMAN ANALISIS KESAHIHAN BUTIR ASPEK KOGNITIF: Jumlah Butir Semula : 37 Jumlah Butir Gugur : 18 Jumlah Butir Sahih : 19 Jumlah Kasus Semula : 20 Jumlah Data Hilang : 0 Jumlah Kasus Jalan : 20 ══════════════════════════════════════════════════ Butir No. r xy r bt p Status ────────────────────────────────────────────────── 5 0.688 0.651 0.001 sahih 7 0.615 0.565 0.005 sahih 8 0.095 0.047 0.420 gugur 12 0.244 0.180 0.274 gugur 16 0.600 0.539 0.007 sahih 18 0.631 0.576 0.004 sahih 19 0.134 0.071 0.382 gugur 22 0.886 0.866 0.000 sahih 26 0.636 0.595 0.003 sahih 27 0.056 -0.035 0.439 gugur 31 0.674 0.624 0.002 sahih 34 0.623 0.574 0.004 sahih 35 0.202 0.149 0.269 gugur 36 -0.159 -0.212 0.314 gugur 38 0.112 0.017 0.471 gugur 41 0.266 0.178 0.271 gugur 43 0.031 -0.039 0.432 gugur 46 0.609 0.572 0.004 sahih 47 0.625 0.568 0.004 sahih 49 0.266 0.213 0.315 gugur 50 0.684 0.633 0.002 sahih 51 -0.094 -0.159 0.255 gugur 53 0.111 0.032 0.445 gugur 54 0.662 0.608 0.002 sahih 55 0.551 0.503 0.011 sahih 56 0.239 0.141 0.280 gugur 58 0.176 0.083 0.364 gugur 60 0.651 0.589 0.003 sahih 68 0.219 0.144 0.275 gugur 72 0.594 0.550 0.006 sahih 74 0.665 0.606 0.002 sahih 78 0.237 0.171 0.261 gugur 79 0.671 0.640 0.001 sahih 81 0.168 0.080 0.368 gugur 83 0.623 0.569 0.004 sahih 86 0.175 0.135 0.289 gugur 88 0.794 0.747 0.000 sahih ==================================================

Page 123: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

109

ASPEK AFEKTIF: Jumlah Butir Semula : 35 Jumlah Butir Gugur : 15 Jumlah Butir Sahih : 20 Jumlah Kasus Semula : 20 Jumlah Data Hilang : 0 Jumlah Kasus Jalan : 20 ══════════════════════════════════════════════════ Butir No. r xy r bt p Status ────────────────────────────────────────────────── 1 0.332 0.279 0.116 gugur 2 0.035 -0.022 0.461 gugur 3 0.633 0.581 0.004 sahih 4 0.126 0.048 0.417 gugur 6 0.364 0.293 0.104 gugur 9 0.691 0.667 0.001 sahih 10 0.105 0.029 0.449 gugur 11 0.568 0.509 0.010 sahih 14 0.331 0.272 0.122 gugur 15 0.375 0.282 0.113 gugur 17 0.808 0.768 0.000 sahih 20 0.310 0.234 0.161 gugur 21 0.642 0.603 0.002 sahih 32 0.601 0.558 0.005 sahih 33 0.792 0.759 0.000 sahih 39 0.708 0.677 0.001 sahih 40 0.653 0.602 0.003 sahih 59 0.732 0.684 0.001 sahih 62 0.478 0.418 0.032 sahih 63 0.691 0.651 0.001 sahih 66 0.642 0.603 0.002 sahih 67 0.273 0.193 0.290 gugur 70 0.350 0.290 0.106 gugur 71 0.639 0.592 0.003 sahih 75 0.683 0.646 0.001 sahih 76 0.769 0.734 0.000 sahih 77 0.221 0.160 0.254 gugur 80 0.752 0.718 0.000 sahih 82 0.213 0.157 0.257 gugur 84 0.329 0.279 0.116 gugur 85 0.310 0.244 0.150 gugur 87 0.590 0.526 0.008 sahih 89 0.692 0.649 0.001 sahih 90 0.751 0.722 0.000 sahih 92 0.145 0.082 0.365 gugur ==================================================

Page 124: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

110

ASPEK SPIRITUAL ATAU RELIGIUS: Jumlah Butir Semula : 13 Jumlah Butir Gugur : 2 Jumlah Butir Sahih : 11 Jumlah Kasus Semula : 20 Jumlah Data Hilang : 0 Jumlah Kasus Jalan : 20 ══════════════════════════════════════════════════ Butir No. r xy r bt p Status ────────────────────────────────────────────────── 13 0.679 0.601 0.003 sahih 23 0.630 0.540 0.007 sahih 24 0.827 0.799 0.000 sahih 25 0.732 0.652 0.001 sahih 37 0.313 0.205 0.305 gugur 42 0.661 0.582 0.004 sahih 45 0.628 0.515 0.010 sahih 57 0.154 0.029 0.449 gugur 61 0.651 0.584 0.003 sahih 64 0.817 0.749 0.000 sahih 65 0.689 0.626 0.002 sahih 69 0.692 0.570 0.004 sahih 91 0.589 0.509 0.010 sahih ================================================== ASPEK LINGKUNGAN KELUARGA DAN SOSIAL: Jumlah Butir Semula : 7 Jumlah Butir Gugur : 1 Jumlah Butir Sahih : 6 Jumlah Kasus Semula : 20 Jumlah Data Hilang : 0 Jumlah Kasus Jalan : 20 ══════════════════════════════════════════════════ Butir No. r xy r bt p Status ────────────────────────────────────────────────── 28 0.210 -0.058 0.401 gugur 29 0.748 0.597 0.003 sahih 30 0.692 0.514 0.010 sahih 44 0.783 0.626 0.002 sahih 48 0.701 0.585 0.003 sahih 52 0.769 0.692 0.000 sahih 73 0.734 0.607 0.002 sahih =====================================

Page 125: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

111

TAHAP PENGHITUNGAN RELIABILITAS ASPEK KOGNITIF: Jumlah Butir Sahih : MS = 19 Jumlah Kasus Semula : N = 20 Jumlah Data Hilang : NG = 0 Jumlah Kasus Jalan : NJ = 20 Sigma X : ΣX = 694 Sigma X Kuadrat : ΣX² = 25714 Variansi X : σ²x = 10 Variansi Y : σ²y = 82 Koef. Alpha : rtt = 0.925 Peluang Galat α : p = 0.000 Status : Andal ======================================= ASPEK AFEKTIF: Jumlah Butir Sahih : MS = 20 Jumlah Kasus Semula : N = 20 Jumlah Data Hilang : NG = 0 Jumlah Kasus Jalan : NJ = 20 Sigma X : ΣX = 702 Sigma X Kuadrat : ΣX² = 26316 Variansi X : σ²x = 9 Variansi Y : σ²y = 84 Koef. Alpha : rtt = 0.934 Peluang Galat α : p = 0.000 Status : Andal ======================================== ASPEK SPIRITUAL ATAU RELIGIUS: Jumlah Butir Sahih : MS = 11 Jumlah Kasus Semula : N = 20 Jumlah Data Hilang : NG = 0 Jumlah Kasus Jalan : NJ = 20 Sigma X : ΣX = 323 Sigma X Kuadrat : ΣX² = 5621 Variansi X : σ²x = 4 Variansi Y : σ²y = 20 Koef. Alpha : rtt = 0.879 Peluang Galat α : p = 0.000 Status : Andal ========================================

Page 126: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

112

ASPEK LINGKUNGAN KELUARGA DAN SOSIAL: Jumlah Butir Sahih : MS = 6 Jumlah Kasus Semula : N = 20 Jumlah Data Hilang : NG = 0 Jumlah Kasus Jalan : NJ = 20 Sigma X : ΣX = 206 Sigma X Kuadrat : ΣX² = 2318 Variansi X : σ²x = 3 Variansi Y : σ²y = 10 Koef. Alpha : rtt = 0.819 Peluang Galat α : p = 0.000 Status : Andal =======================================

Page 127: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

113

KUESIONER PENELITIAN

Hal : Permohonan Pengisian kuesioner

Kuesioner

Masalah-masalah yang dialami oleh Orangtua yang mempunyai anak Autis

Di SLB Autis Cipta Mulia Mandiri Yogyakarta

Pengantar

Bapak dan Ibu yang terkasih, kami memohon kesediaan Anda untuk mengisi

kuesioner ini. Adapun maksud dan tujuan kuesioner ini untuk mengetahui pendapat

Anda mengenai berbagai masalah yang Anda alami dan rasakan. Dengan mengetahui

pendapat Anda, pihak Sekolah dapat meningkatkan mutu kerja berkaitan dengan

pelayanan bagi anak-anak yang telah dipercayakan oleh Bapak dan Ibu kepada mereka

dan merencanakan langkah-langkah yang tepat untuk mencari solusi, membantu Anda

mengatasi masalah tersebut.

Mengingat pentingnya pendapat Anda, maka diharapkan Anda mengisi kuesioner

ini dengan jujur sesuai dengan apa yang Anda alami dan rasakan. Jawaban Anda akan

kami rahasiakan. Untuk itu Anda tidak perlu menuliskan nama. Hal ini

dimaksudkan agar membantu peneliti dalam tugas akhir dan agar Anda dapat

mengungkapkan dengan bebas dan jujur segala permasalahan yang dialami saat

ini.

Ahirnya kesediaan Anda untuk memberikan waktu dan kesempatan, serta

kesungguhan Anda dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan limpah terima kasih.

Yogyakarta, 2 Pebruari 2006

Hormat saya

Peneliti

Page 128: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

114

II. Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Bacalah dengan teliti setiap pernyataan kuesioner ini.

2. Pilihlah salah satu jawaban dari empat kemungkinan jawaban, yakni:

Sangat sering (SS)

Sering (S)

Kadang-kadang (KK)

Tidak Mengalami (TM)

3. Berilah tanda cek (V) pada kolom jawaban yang Anda pilih

4. Apabila Anda keliru menjawabnya berilah tanda silang (X) pada jawaban yang

keliru, dan pilihlah jawaban baru yang Anda anggap tepat

Selamat mengerjakan

Page 129: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

115

SS : Bila Anda sangat sering mengalami/merasakan masalah tersebut S : Bila Anda sering mengalami/merasakan masalah tersebut KK : Bila Anda kadang-kadang mengalami/merasakan masalah tersebut TM : Bila Anda tidak mengalami/merasakan masalah tersebut

No Pernyataan SS S K TM

1 Saya beranggapan bahwa terbatasnya kosa kata yang dimiliki anak saya bukan merupakan penyebab ketidakmampuannya berbicara

2 Saya apatis terhadap perilaku anak saya

3 Saya berpikir bahwa sia-sialah melatih anak saya dalam mengungkapkan perasaannya

4 Saya antusias memperbaiki perilaku anak saya

5 Saya berpikir bahwa sekolah umum bukanlah tempat yang tepat melatih kemampuan sosialisasi anak saya

6 Saya gembira melatih ketrampilan anak saya

7 Saya berpandangan bahwa anak saya semakin sulit dan tidak bisa lagi mengartikan kata-kata yang diucapkan oleh orang lain

8 Saya ragu terhadap ajaran agama dapat menyembuhkan anak saya

9 Saya beranggapan bahwa kemampuan berbicara anak saya akan berubah begitu saja tanpa perlu dilatih

10 Saya menjalankan ibadah sesuai aturan yang ditetapkan oleh ajaran agama tanpa mengabaikan waktu-waktu merawat anak saya

11 Saya berpandangan bahwa anak saya tidak berkembang menjadi lebih baik apabila bergaul dengan teman sebayanya

12 Saya sulit mempercayakan orang untuk menangani anak saya meskipun mereka tinggal serumah dengan saya

13 Saya meragukan diagnosis dokter tentang penyebab gangguan anak saya

14 Saya berpandangan bahwa memberikan contoh

Page 130: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

116

mengendalikan emosi pada anak saya akan membantu perkembangan emosinya

15 Saya bersemangat mencari informasi tentang penanganan yang tepat bagi anak saya

16 Saya berpandangan bahwa anak saya telah kehilangan masa depannya

17 Dengan berbesar hati, saya mengakui gangguan perkembangan yang dialami anak saya

18 Setiap kali berdoa untuk anak saya, saya menginginkan Tuhan segera mengabulkan permohonan saya

19 Saya membaca dengan cermat peraturan SLB “Autis” Cipta Mulia Mandiri dan berusaha menjalankannya

20 Saya berpendapat bahwa tidak ada gunanya menanggapi perilaku-perilaku emosional anak saya

21 Saya berpandangan bahwa dukungan berbagai pihak terhadap anak saya akan mempercepat perubahannya

22 Saya mempertahankan pendapat saya tentang penanganan anak saya walaupun pendapat saya keliru

23 Saya berdoa secara pribadi maupun bersama orang lain dengan sepenuh hati walaupun perkembangan anak saya tidak menentu

24 Saya berpikir bahwa kebahagiaan anak saya pupuslah sudah

25 Saya melaksanakan segala tugas dan tanggungjawab dengan senang hati

26 Saya merasa sendirian menanggung beban ini

27 Saya bertukar pikiran dengan suami/istri saya, untuk mendapatkan cara yang terbaik di dalam menangani anak saya

28

Saya pikir hanya dukungan keluarga sajalah yang paling menentukan baik-buruknya perkembangan anak saya

29 Saya bahagia dengan kehadiran anak saya yang autis

30 Kegiatan peribadatan saya terganggu karena memikirkan gangguan perkembangan anak saya

Page 131: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

117

31 Saya bosan menginformasikan perkembangan anak

saya kepada terapis

32 Saya menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan penanganan anak saya kepada orang lain yang tinggal serumah dengan saya

33 Saya jengkel terhadap kurangnya kepedulian masyarakat terhadap penanganan anak autis

34 Saya berpendapat bahwa kemampuan anak saya berinteraksi dengan orang lain akan berkembang dengan menyekolahkannya di sekolah umum

35 Saya kehilangan gairah menjalankan hobi-hobi saya

36 Dengan senang hati, saya melaporkan perkembangan perilaku anak saya kepada terapis

37 Saya berpandangan bahwa lingkungan sosial mengabaikan kehidupan masa depan anak saya

38 Dengan senang hati saya menghadapi perilaku anak saya yang kurang menyenangkan di depan orang lain

39 Saya mengingkari pertolongan Tuhan terhadap anak saya

40 Saya berpendapat bahwa anak saya dapat bermain bersama teman-temannya

41 Saya malu mengakui keberadaan anak saya

42 Saya mengalami bahwa banyak orang membantu menangani anak saya

43 Saya pikir saya tidak perlu secara langsung mendampingi anak saya karena sudah ditangani terapis

44 Tuhan mempunyai rencana yang terbaik bagi anak saya

45 Saya malu menghadapi perilaku menyimpang anak saya di depan orang lain

46 Saya meningkatkan kehidupan rohani saya demi ketenangan batin saya

47 Saya memilih terus bekerja untuk mendapatkan uang daripada mengikuti kegiatan rohani

48 Saya mengabaikan peraturan yang ditetapkan di SLB “Autis” Cipta Mulia Mandiri

Page 132: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

118

49 Saya berpendapat bahwa menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan penanganan anak saya di rumah sangat membantu

50 Saya benci pada diri saya sendiri karena memiliki anak autis

51 Saya berpendapat bahwa anak saya mengalami kebahagiaan hidup apabila saya tekun mendampinginya

52 Saya bingung melakukan upaya-upaya

penyembuhan bagi anak saya

53 Saya perlu memikirkan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan anak saya di masa yang akan datang

54 Saya merasa tak berdaya apabila menyaksikan anak saya yang selalu diam saja

55 Saya kehilangan gairah bekerja baik di rumah maupun di tempat karya (kantor/sekolah/karya lainnya)

56 Saya cemas terhadap masa depan anak saya

Terima kasih atas kebaikan Anda untuk mengisi kuesioner ini

Page 133: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

119

TABULASI DATA MASALAH ORANGTUA YANG MEMPUNYAI ANAK AUTIS A. ASPEK KOGNITIF

I 1 3 5 7 9 11 14 16 20 21 24 28 34 37 40 43 49 51 53 Jlh S 1 2 2 4 2 3 3 1 1 2 1 2 4 2 1 4 1 1 1 2 39 2 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 1 3 3 3 1 2 2 47 3 1 1 4 3 1 1 2 3 4 1 1 4 1 1 2 1 1 2 1 35 4 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 1 3 3 3 2 2 3 50 5 2 4 1 2 1 1 2 3 1 1 1 3 1 1 1 3 2 3 1 34 6 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 43 7 2 2 2 2 3 2 1 3 2 1 2 3 3 2 1 1 1 1 2 36 8 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 1 49 9 2 1 2 1 1 1 1 3 2 1 2 3 2 2 2 2 3 2 1 34

10 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 1 3 3 3 1 1 2 48 11 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2 3 3 2 1 37 12 2 3 3 3 2 4 3 1 3 2 3 3 2 3 3 3 2 1 3 49 13 2 1 2 4 1 1 1 2 1 2 1 3 1 3 3 3 1 1 1 34 14 3 3 3 3 2 4 1 3 3 1 4 4 2 4 3 2 1 1 2 49 15 2 2 1 2 3 1 1 2 2 4 1 4 1 2 1 3 1 1 1 35 16 2 3 3 4 3 4 2 3 2 2 4 3 3 4 3 3 2 3 2 55 17 2 1 3 3 3 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 1 3 1 2 39 18 3 4 3 3 4 3 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 2 1 3 56 19 2 2 3 3 1 2 2 2 1 1 1 2 3 2 3 1 1 1 1 34 20 1 1 1 1 3 1 1 4 2 2 1 1 2 1 2 1 1 1 2 29 21 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 1 1 1 4 3 4 1 1 2 41 22 1 1 3 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 1 3 1 1 28 23 2 1 3 2 3 1 3 3 4 3 1 1 1 1 3 3 2 2 2 41 24 3 1 3 3 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 3 1 3 1 37 25 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 23 26 2 3 3 4 1 4 2 3 3 1 3 3 1 3 3 3 1 2 4 49 27 3 1 1 1 3 1 1 3 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 26 28 3 1 2 2 3 2 2 1 2 1 3 3 2 2 3 3 2 2 1 40 29 2 2 3 1 1 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 3 2 1 1 36 30 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 1 2 2 4 2 1 1 41 31 3 1 3 2 3 1 1 3 1 1 1 4 2 1 3 3 2 2 1 38 32 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 1 2 2 2 3 2 2 46

Jlh 72 64 80 77 70 67 60 80 68 57 67 85 53 68 76 77 54 50 53 1278

Page 134: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

120

B. ASPEK AFEKTIF

I 2 4 6 13 15 17 25 29 31 33 35 36 38 41 45 50 52 54 55 56 Jlh S 1 2 1 2 1 1 1 3 1 3 4 1 1 2 1 2 1 3 1 1 1 33 2 2 2 1 2 1 2 2 3 4 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 41 3 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 3 1 4 1 1 4 33 4 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 51 5 1 1 1 2 1 1 1 1 4 1 1 1 2 1 1 1 3 2 2 2 30 6 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 56 7 2 1 4 2 1 3 1 3 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 2 37 8 3 3 1 2 2 4 1 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 51 9 2 2 1 1 1 3 2 3 1 1 2 2 3 1 1 1 3 1 1 3 35

10 3 3 1 2 1 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 52 11 1 2 2 1 2 3 2 2 2 2 1 2 2 1 1 1 4 1 1 2 35 12 2 3 2 3 3 1 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 54 13 1 1 1 3 1 1 1 2 3 4 4 2 1 1 1 1 3 2 2 3 38 14 3 3 3 2 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 60 15 2 1 1 1 1 1 1 1 2 4 3 1 2 2 2 2 3 2 2 1 35 16 2 3 3 2 2 3 2 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 60 17 2 1 2 2 2 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 28 18 3 3 1 2 1 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 3 4 3 3 3 53 19 2 2 1 3 1 1 1 1 2 3 2 1 2 2 1 1 2 2 2 3 35 20 1 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 25 21 3 4 2 3 3 3 3 3 3 4 3 1 3 3 4 3 4 3 3 3 61 22 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 22 23 2 2 1 1 2 3 1 2 3 1 2 3 2 2 1 1 3 1 2 3 38 24 1 2 1 2 2 1 1 3 3 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 3 32 25 2 1 1 1 1 1 1 1 3 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 2 29 26 2 3 3 1 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 4 3 2 3 53 27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 2 1 4 27 28 2 1 2 2 1 2 1 4 3 1 2 2 2 2 1 2 3 2 1 3 39 29 2 2 1 1 1 2 2 3 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 1 2 40 30 1 1 2 1 1 1 1 1 4 2 1 1 1 1 1 1 4 1 1 2 29 31 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 39 32 3 3 1 1 1 2 2 3 3 2 1 1 3 3 1 1 4 1 1 3 40 Jlh 63 64 50 56 47 64 57 73 81 75 63 52 72 65 63 52 87 65 59 83 1291

Page 135: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

121

C. ASPEK KELUARGA DAN D. ASPEK SPIRITUAL ATAU RELIGIUS LINGKUNGAN SOSIAL

I 12 19 22 27 32 48 Jlh I 8 10 18 23 26 30 39 42 44 46 47 Jlh S S 1 3 3 2 1 1 1 11 1 1 1 4 1 1 2 3 1 2 1 1 18 2 3 2 2 2 2 2 13 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 2 2 22 3 1 3 3 1 1 2 11 3 2 4 3 2 1 2 1 1 1 2 1 20 4 2 2 2 2 2 2 12 4 1 4 2 2 3 2 4 3 1 2 3 27 5 2 2 3 1 2 2 12 5 1 1 4 1 2 1 1 1 1 1 1 15 6 2 3 3 2 3 2 15 6 1 2 1 2 3 3 3 3 1 2 3 24 7 2 3 2 3 2 1 13 7 1 1 3 4 1 3 4 2 1 1 1 22 8 2 2 2 2 1 3 12 8 1 2 2 3 3 1 3 3 1 2 3 24 9 4 2 1 3 1 3 14 9 1 1 4 2 3 2 3 2 4 1 1 24

10 3 3 2 2 1 2 13 10 1 2 2 2 3 1 1 3 1 3 3 22 11 1 3 4 2 2 1 13 11 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 17 12 3 2 2 3 1 2 13 12 1 1 3 2 3 2 4 3 1 2 3 25 13 1 4 3 1 2 3 14 13 1 1 4 1 2 3 1 1 2 2 2 20 14 4 2 3 3 3 2 17 14 1 1 2 1 3 4 4 4 1 2 3 26 15 1 1 3 1 1 2 9 15 1 1 4 1 1 3 1 2 1 1 1 17 16 3 3 4 2 2 2 16 16 1 2 2 2 1 2 2 4 1 3 3 23 17 2 1 1 1 1 1 7 17 1 2 4 1 2 2 4 1 1 2 1 21 18 3 3 3 2 3 3 17 18 2 2 3 2 3 2 2 3 2 3 2 26 19 2 2 3 2 1 1 11 19 1 1 3 2 3 1 3 1 1 1 2 19 20 1 3 2 1 1 1 9 20 1 2 4 1 1 1 3 2 2 1 1 19 21 3 2 3 3 1 2 14 21 3 2 3 2 4 2 2 3 2 3 3 29 22 1 3 2 1 1 1 9 22 1 1 3 2 3 1 4 1 1 1 1 19 23 2 4 2 3 2 3 16 23 1 1 3 2 3 1 2 1 1 1 3 19 24 2 2 4 1 2 2 13 24 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 14 25 1 1 2 2 1 1 8 25 1 1 2 2 3 1 2 1 1 2 3 19 26 3 2 3 3 2 2 15 26 2 1 2 2 3 1 3 4 1 1 1 21 27 1 1 2 1 1 1 7 27 1 1 4 1 1 1 1 1 1 2 2 16 28 2 3 3 3 2 3 16 28 1 1 4 1 3 2 2 2 1 2 2 21 29 2 3 2 4 1 1 13 29 1 1 2 1 3 2 3 2 1 2 1 19 30 2 3 4 2 1 3 15 30 1 3 3 1 2 1 3 1 1 2 2 20 31 2 2 3 2 1 2 12 31 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 1 21 32 2 2 1 3 1 1 10 32 1 2 2 2 3 1 4 2 1 2 2 22 Jlh 68 77 81 65 49 60 400 Jlh 39 51 91 56 76 56 81 64 40 57 60 671

Page 136: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

122

DATA KESELURUHAN FREKUEN MASALAH

Tabel 1

Frekuen Masalah Penelitian Orangtua yang mempunyai Anak Autis Aspek Kognitif

dan Jumlah Responden

Frekuen Masalah & Jlh Responden

No Item

Masalah

SS

S KK

TM

1 3 5 7 9

11

16

20

24

28

37

43

Saya beranggapan bahwa terbatasnya kosa kata yang dimiliki anak saya bukan merupakan penyebab ketidakmampuan berbiacara anak saya Saya berpikir bahwa sia-sialah melatih anak saya dalam mengungkapkan perasaannya Saya berpikir bahwa sekolah Umum bukanlah tempat yang tepat melatih kemampuan sosialisasi anak saya Saya berpandangan bahwa anak saya semakin sulit bahkan tidak dapat mengartikan kata-kata yang diucapkan oleh orang lain Saya berpandangan bahwa kemampuan berbicara anak saya akan berubah begitu saja tanpa perlu dilatih Saya berpandangan bahwa anak saya tidak berkembang menjadi lebih baik apabila bergaul dengan teman sebayanya yang normal Saya berpandangan bahwa anak saya telah kehilangan masa depannya Saya berpendapat bahwa tidak ada gunanya menanggapi perilaku-perilaku emosional anak saya Saya berpikir bahwa kebahaguiaan anak saya pupuslah sudah Saya berpikir hanya dukungan keluarga sajalah yang paling menentukan baik-buruknya perkembangan anak saya Saya berpandangan bahwa lingkungan sosial mengabaikan kehidupan masa depan anak saya Saya pikir saya tidak perlu secara langsung mendampingi anak saya karena sudah ditangani terapis

- 2 2 3

1 8 1 2 2 6 3 2

11 9

17

13

13

13

18 8 9

17 7

18

18 8 8

10 9 8 9

14 7 4

13 3

3

13 5 6 9 3 4 8

10 5 9 9

Page 137: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

123

Tabel 2

Frekuen Masalah Penelitian Orangtua yangmempunyai Anak Autis Aspek Afektif dan

Jumlah Responden

Frekuen Masalah & Jlh Responden

No Item

Masalah

SS

S KK

TM

2 13

31

33

35 41 45

50

52

54

55

56

Saya apatis terhadap perlaku anak saya Saya meragukan diagnosis dokter tentang penyebab gangguan anak saya Saya bosan menginformasikan perkembangan anak saya kepada orang lain yang tinggal serumah dengan saya Saya jengkel terhadap kurangnya kepedulian masyarakat terhadap penanganan anak autis Saya kehilangan gairah menjalankan hobi-hobi saya Saya malu mengakui keberadaan anak saya Saya malu menghadapi perilaku menyimpang anak saya di depan orang lain Saya benci pada diri saya sendiri karena memiliki anak autis Saya bingung melakukan upaya-upaya penyembuhan bagi anak saya Saya merasa tak berdaya apabila menyaksikan anak saya yang selalu diam saja Saya kehilangan gairah bekerja baik di rumah maupun di tempat kerja (kantor/sekolah/karya lainnya) Saya cemas terhadap masa depan anak saya

- - 3 6 1 5 3 - 7 1 -

11

8 5

16 7 9 22 8 4

12 9 8

18

15 14 8

11 8 3 5

10

10

12

11 2

9 13 5 8

13 2 15

17 3

10

13 1

Page 138: Skripsi - core.ac.uk filegambaran masalah adalah sikap internal yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan spiritual atau religius dan aspek eksternal yang berkaitan dengan

124

Tabel 3

Frekuen Masalah Penelitian Orangtua yang mempunyai Anak Autis Aspek Spiritual

atau Religius dan Jumlah Responden

Frekuen Masalah & Jlh Responden

No Item

Masalah

SS

S KK

TM

8

18

26 30

39

47

Saya ragu terhadap ajaran agama dapat menyembuhkan anak saya Setiap kali berdoa untuk anak saya, saya menginginkan agar Tuhan segera mengabulkan permohonan saya Saya merasa sendirian menanggung beban ini Kegiatan peribadatan saya terganggu karena memikirkan gangguan perkembangan anak saya Saya mengingkari pertolongan Tuhan terhadap anak saya Saya memilih terus bekerja untuk mendapatkan uang daripada mengikuti kegiatan rohani

- 9 1 1 7 1

1

12

17 4

10

10

5

10 7 13 8 7

26 1 7 14 7

14

Tabel 4

Frekuen Masalah Penelitian Orangtua yangmempunyai Anak Autis Aspek Lingkungan

Keluarga dan Sosialdan Jumlah Responden

Frekuen Masalah & Jlh Responden

No Item

Masalah

SS

S KK

TM

12

22

48

Saya sulit mempercayakan orang untuk menangani anak saya meskipun mereka tinggal serumah dengan saya Saya mempertahankan pendapat saya tentang penanganan anak saya walaupun pendapat saya keliru Saya mengabaikan peraturan yang ditetapkan di SLB “Autis” Cipta Mulia Mandiri

4 4 -

16

20 7

7 6

14

5 2

11