· web viewkebijaksanaan moneter bersama-sama dengan kebijaksanaan keuangan negara dan neraca...

49
BAB 4 KEBIJAKSANAAN MONETER DAN PERKREDITAN

Upload: vodat

Post on 02-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 4KEBIJAKSANAAN MONETER

DANPERKREDITAN

BAB 4

KEBIJAKSANAAN MONETER DAN PERKREDITAN

I. PENDAHULUAN

Kebijaksanaan moneter bersama-sama dengan kebijaksanaan keuangan negara dan neraca pembayaran merupakan tiga aspek kebijaksanaan ekonomi makro yang erat berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Secara bersama ketiganya harus diusa-hakan agar serasi, yang satu menunjang yang lain dan secara bersama mengusahakan tercapainya sasaran-sasaran Repelita IV, terutama dalam mewujudkan ketiga unsur dari Trilogi Pembangu-nan. Oleh karena itu, sasaran-sasaran tersebut juga merupakan sasaran yang diusahakan tercapainya dalam pelaksanaan kebi-jaksanaan moneter untuk Repelita IV.

Dengan bekal sistem moneter termasuk lembaga-lembaga keuangan yang telah diciptakan dalam Repelita-repelita terda-hulu, kebijaksanaan moneter dan perkreditan merupakan sarana untuk pembentukan tabungan masyarakat dan pengarahan penggu-naannya untuk pembangunan. Bersama-sama dengan tabungan Peme-rintah serta penyisihan keuntungan perusahaan dan bentuk-ben-tuk tabungan lain, tabungan masyarakat lewat lembaga-lembaga keuangan merupakan dana-dana yang terkumpul dari dalam nege-ri. Dan semua ini bersama dengan dana yang berasal dari luar negeri, lewat penanaman modal langsung, bantuan dan pinjaman, merupakan keseluruhan dana untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan investasi dalam pembangunan nasional.

Kebijaksanaan anggaran negara sangat menentukan dalam penciptaan tabungan Pemerintah serta penyalurannya dalam ke-

187

giatan-kegiatan yang diprioritaskan, sedang kebijaksanaan mo-

neter dan perkreditan sangat menentukan dalam hal yang sama

untuk sektor swasta. Karena perkembangan yang tidak secerah

Repelita III dalam sektor penerimaan pemerintah, maka sektor

swasta harus berkembang lebih pesat untuk melengkapi kegiatan

pemupukan dana tersebut. Dalam hubungan dengan pola pembangu-

nan jangka panjang, Repelita IV menduduki tempat yang khusus,

karena diharapkan dalam Repelita IV tercipta kerangka landa-

san bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang terus,

untuk kemudian dimantapkan landasan tersebut dalam Repelita

V, sehingga dalam Repelita VI bangsa Indonesia sudah benar-

benar dapat tinggal landas untuk memacu pembangunan menuju

terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pan-

casila. Berhubung dengan itu peranan yang makin meningkat

dari sektor swasta tersebut lebih diperlukan lagi.

Dalam hubungan ini kebijaksanaan moneter dan perkreditan

akan diarahkan sehingga mampu menunjang terciptanya suasana

yang mendorong peningkatan kegiatan masyarakat untuk mencapai

sasaran-sasaran di atas. Dalam kebijaksanaan moneter-perbank-

an 1 Juni 1983 dasar pendekatan untuk mendorong kegiatan ma-

syarakat ini telah diletakkan. Perbankan dan lembaga-lembaga

keuangan lainnya didorong untuk meningkatkan fungsinya dalam

perantaraan keuangan, dengan lebih memberikan tanggungjawab

kepada mereka dalam melaksanakan fungsi tersebut. Baik dalam

pengumpulan tabungan maupun dalam penyalurannya, perbankan

diberi tanggungjawab yang lebih besar untuk menentukannya,

dengan beberapa pengecualian.

Pola kebijaksanaan yang telah diterapkan pada perbankan

merupakan dasar bagi kebijaksanaan moneter dan perkreditan

dalam Repelita IV, sehingga bersama-sama dengan kebijaksana-

188

an anggaran dan neraca pembayaran dapat menunjang tercapainya

sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

II. PERKEMBANGAN SELAMA REPELITA IIIKebijaksanaan di bidang moneter dan perkreditan selama

Repelita III adalah melanjutkan dan meningkatkan serta me-

nyempurnakan apa yang telah dilakukan di dalam Repelita II,

yaitu meliputi usaha peningkatan pemupukan tabungan masyara-

kat, pengarahan pemberian kredit untuk menunjang pengembangan

dunia usaha, terutama usaha golongan ekonomi lemah, serta le-

bih menyempurnakan dan meningkatkan efisiensi dan peranan

lembaga-lembaga keuangan dalam mencapai sistem kelembagaan

yang lebih sehat dan lengkap.

Di dalam usaha peningkatan pemupukan tabungan masyarakat

tersebut, kebijaksanaan yang ditempuh adalah mendorong kebia-

saan menabung di kalangan masyarakat dalam bentuk deposito

berjangka pada Bank-bank Pemerintah, Tabanas/Taska, Sertifi-

kat deposito, serta pembelian surat obligasi dan saham. Jum-

lah deposito berjangka yang dalam tahun 1978/79 mencapai

Rp.707,9 milyar dalam perkembangannya telah mencapai

Rp.2.205,8 milyar pada bulan Desember 1983.

Selama lebih dari empat tahun dalam Repelita III suku

bunga deposito berjangka tidak mengalami perubahan yaitu ber-

kisar antara 6% - 15% setahun. Pada 1 Juni 1983 Pemerintah

telah mengeluarkan kebijaksanaan baru, antara lain memberi

tanggung jawab yang lebih besar kepada Bank-bank Pemerintah

untuk menetapkan suku bunga deposito berjangka tersebut. Di

samping itu berlaku pula ketentuan tentang penghapusan pajak

atas bunga, dividen dan royalty (PBDR) bagi deposito valuta

asing di bank-bank.189

Dalam hal Tabanas, Pemerintah mengeluarkan ketentuan untuk menaikkan batas jumlah saldo tabungan. Dengan demikian suku bunga Tabanas tetap 15% setahun untuk saldo tabungan sampai dengan Rp. 1.000.000,- dan 12% setahun untuk saldo tabungan diatas Rp. 1.000.000,-. Ketentuan tersebut dimak- sudkan untuk merangsang penabung-penabung kecil, seperti pe-lajar, pegawai dan lain-lain untuk menyimpan uang mereka di bank.

Ketentuan tentang Taska tidak mengalami perubahan yaitu

Taska yang di angsur penuh 1 tahun dikenakan bunga 9% setahun, dan Taska yang di tarik sebelum jatuh waktu, berlaku suku bu-

nga 6% setahun. Jumlah Tabanas/Taska yang dalam tahun 1978/79 adalah sebesar Rp. 200,1 milyar dengan jumlah penabung 7.606.678, telah meningkat menjadi Rp. 516,4 milyar dengan 10.850.334 penabung pada akhir Desember 1983.

Kebijaksanaan perkreditan dalam Repelita III meliputi langkah-langkah untuk meningkatkan usaha golongan ekonomi le-mah, mendorong perluasan kesempatan kerja, pemerataan penda-patan, serta menjaga kestabilan moneter.

Usaha untuk meningkatkan kemampuan berusaha golongan ekonomi lemah dilakukan melalui penyediaan kredit dalam bentuk Kredit Investasi Kecil (KIK)/Kredit. Modal Kerja Per-manen. (RMKP), Kredit Mini, Kredit Midi, Kredit Candak Kulak (KCK), Kredit Bimas dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Selama pelaksanaan 5 tahun Repelita III persyaratan kredit-kredit untuk golongan ekonomi lemah tersebut senantiasa diperingan dan di sempurnakan.

Program kredit lainnya adalah program perkreditan atas

190

dasar kelayakan usaha, dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek

atau kegiatan yang dibiayai dengan APBN, dikenal sebagai pin-

jaman menurut Keppres 14A. Selanjutnya program kredit pemili-

kan rumah (KPR) diadakan oleh Pemerintah dengan maksud untuk

membantu golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan mene-

ngah untuk dapat memiliki rumah.

Secara keseluruhan jumlah kredit-kredit yang diperuntuk-

kan bagi golongan ekonomi lemah selama Repelita III senantia-

sa meningkat sehingga menjadi Rp. 3.063 milyar pada akhir

Desember 1983.

Selain kredit yang disediakan untuk golongan pengusaha

ekonomi lemah, kebijaksanaan lainnya yang terpenting adalah

program perkreditan dalam rangka mendorong ekspor non migas

dan impor bahan baku, penolong, suku cadang dan barang modal

tertentu.

Langkah-langkah kebijaksanaan di bidang kredit investasi selama Repelita III adalah dengan mengadakan penyederhanaan

tatacara pemberian kredit, memberikan keringanan persyaratan

kredit terutama kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, me-

ningkatkan jumlah maksimum kredit serta memberikan kemudahan-

kemudahan lainnya dalam rangka meningkatkan kegiatan usaha

nasabah yang sedang menikmati fasilitas kredit investasi.

Pemberian kredit investasi telah dimanfaatkan antara lain un-

tuk membiayai proyek pertambangan, perindustrian, perhubungan

dan jasa-jasa, pembangunan/pemugaran pasar Inpres, pembangun-

an gedung serta pembelian peralatan akademis dari perguruan

tinggi swasta dan pembelian kendaraan bermotor roda dua oleh

guru-guru.

Kebijaksanaan perkreditan selama Repelita III senantiasa

191

berkaitan dengan usaha pengendalian perkembangan moneter yang

dilakukan melalui penetapan pagu kredit perbankan. Dengan di-

keluarkannya kebijaksanaan 1 Juni 1983 penetapan pagu kredit

untuk semua bank ditiadakan. Selanjutnya Pemerintah memberi-

kan tanggungjawab yang lebih besar kepada bank-bank Pemerin-

tah untuk menetapkan suku bunga kredit, dengan beberapa pe-

ngecualian antara lain untuk Kredit Mini dan Midi, KIK/KMKP,

Kredit Bimas, kredit Investasi sampai Rp. 75 juta, kredit

pencetakan sawah, kredit perkebunan inti rakyat (PIR), pere-

majaan-rehabilitasi dan perluasan tanaman ekspor (PRPTE),

kredit perkebunan swasta nasional, kredit pemilikan rumah,

kredit mahasiswa, kredit untuk produksi, impor, penyaluran

pupuk dan obat hama untuk Bimas, dan kredit ekspor. Ditiada-

kannya pagu kredit dan diberikannya tanggungjawab dalam me-

nentukan suku bunga kredit, memungkinkan bank-bank Pemerintah

untuk meningkatkan kreditnya dalam pembiayaan dunia usaha.

Sampai akhir Desember 1983, jumlah seluruh kredit perbankan

mencapai Rp. 15.324 milyar.

Selama Repelita III telah dilaksanakan pengembangan sek-

tor perbankan, baik yang menyangkut aspek kelembagaannya mau-

pun kegiatan usahanya. Kebijaksanaan tersebut meliputi usaha

untuk menyempurnakan administrasi dan organisasi bank-bank

Pemerintah, mendorong peranan bank-bank Pemerintah untuk me-lakukan penyertaan modal kepada perusahaan-perusahaan pribu-

mi, meningkatkan bantuan teknis dan keuangan kepada bank-bank

pembangunan daerah, dan meningkatkan peranan bank umum swasta

nasional serta perluasan pelayanannya di daerah-daerah.

Lembaga keuangan bukan bank (LKBB) mempunyai peranan

penting dalam menunjang pengerahan dana dari masyarakat dan

192

menyalurkan dana-dana tersebut bagi kegiatan yang produktif.

Pengembangan usaha LKBB juga dilakukan melalui pembinaan ke-

lembagaan serta kegiatan usahanya. Kegiatan usaha LKBB pada

dasarnya bersifat memperluas ruang lingkup penyertaan modal

dalam perusahaan, serta perdagangan surat-surat berharga di-

pasar modal. Kepada LKBB telah banyak diberi kesempatan untuk

dapat menjadi trustee dan atau penanggung atas penerbitan ob-

ligasi.

Selain dari LKBB tersebut di atas, terdapat pula jenis

LKBB lain yang khusus diperuntukkan bagi pengembangan usaha

golongan ekonomi lemah, yaitu PT Bahana, PT Askrindo dan Lem-

baga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK). Kegiatan usaha PT Ask-

rindo telah diperluas yaitu selain menjamin kredit yang dibe-

rikan bank kepada pengusaha ekonomi lemah juga menjamin per-

tanggungan atas kredit ekspor dan asuransi ekspor. Sedangkan

PT. Bahana tugasnya tidak kalah penting yaitu memberikan ban-

tuan manajemen kepada perusahaan kecil, di samping menyedia-

kan kredit penjembatanan.

Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) didirikan Peme-

rintah dengan tujuan utama untuk memberikan jaminan atas kre-

dit yang diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia kepada kopera-

si-koperasi. Pada akhir Desember 1982 LJKK di bubarkan untuk

kemudian di rubah dan diperluas usahanya menjadi Perum Pengem-

bangan Keuangan Koperasi. Dalam Repelita III sampai akhir Ma-

ret 1983 nilai pertanggungan kepada koperasi yang diberikan

LJKK/Perum PKK meliputi Rp. 127,7 milyar.

Bidang perasuransian telah mengalami perkembangan yang

cukup menggembirakan selama Repelita III. Perkembangan ini

karena didorong terutama oleh semakin mantapnya keadaan pere-

konomian kita, serta semakin meningkatnya minat masyarakat

193

untuk menggunakan jasa-jasa perusahaan asuransi. Kebijaksana-

an Pemerintah untuk meningkatkan peranan sektor asuransi di-

laksanakan dengan mengarahkan kegiatan usaha perasuransian

pada pola pengusahaan yang sehat, meningkatkan permodalan pe-

rusahaan asuransi, serta meningkatkan pengawasan agar kepen-

tingan masyarakat tertanggung dapat dilindungi semaksimal

mungkin.

Hingga akhir Desember 1982 jumlah perusahaan asuransi

meliputi 13 perusahaan asuransi jiwa, 5 perusahaan asuransi

sosial dan 65 perusahaan asuransi kerugian. Berdasarkan kebi-

jaksanaan tersebut di atas, maka jumlah dana investasi peru-

sahaan-perusahaan asuransi terus mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Dalam periode yang sama dana investasi peru-

sahaan asuransi berjumlah sebesar Rp. 669,5 milyar, atau me-

ngalami peningkatan hampir 200% dibandingkan dengan keadaan-

nya pada akhir tahun Repelita II.

Pengembangan kegiatan pasar modal di Indonesia pada da-

sarnya adalah untuk mempercepat proses pemerataan dalam pemi-

likan saham perusahaan-perusahaan, pemerataan pendapatan, dan

untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana

bagi tujuan yang produktif.

Perkembangan pasar modal dalam Repelita III telah menun-

jukkan peningkatan yang pesat, baik dilihat dari jumlah peru-

sahaan-perusahaan yang menjual sahamnya melalui pasar modal,

jenis saham yang diperjual belikan, maupun transaksi yang

terjadi di bursa efek. Sampai akhir Desember 1983 terdapat 26

perusahaan/ badan usaha yang mengadakan emisi saham dan obli-

gasi. Dari jumlah tersebut 23 perusahaan telah dapat memasya-

rakatkan 57 juta saham dengan nilai sebesar Rp. 134,5 milyar,

194

dan 3 badan usaha telah menerbitkan obligasi dengan nilai

emisi Rp. 114,7 milyar.

Pembangunan yang semakin meningkat menuntut pula tercip-

tanya pemantapan tingkat harga dan kestabilan ekonomi pada

umumnya. Alat pengukur perkembangan tingkat harga (laju in-

flasi), selama Repelita III adalah Indeks Harga Konsumen

(IHK) yang merupakan gabungan dari IHK 17 kota dan mencakup

barang dan jasa sekitar 115 - 150 jenis. Laju inflasi selama

Repelita III cukup terkendali yaitu 19,13%, 15,85%, 9,80%,

8,40%, dan 7,33% masing-masing untuk tahun 1979/80, 1980/81,

1981/82, 1982/83 dan 1983/84 (sampai Desember 1983). Selama

periode 5 tahun tersebut perkembangan harga telah dipengaruhi

oleh berbagai kebijaksanaan Pemerintah seperti kebijaksanaan

evaluasi rupiah, serta beberapa kali peningkatan harga pen-

jualan BBM di dalam negeri.

III. SASARAN KEBIJAKSANAAN MONETER DAN PERKREDITAN DI DALAM

REPELITA IV

Kebijaksanaan moneter dan perkreditan di dalam Repelita

IV dilaksanakan dengan sasaran untuk menunjang tercapainya

sasaran-sasaran pembangunan nasional yang secara umum telah

digariskan, serta berbagai sasaran di dalam bidang moneter,

perkreditan dan lembaga keuangan sendiri. Kedua kelompok sa-

saran ini saling kait mengkait, yang satu berhubungan dengan

yang lain dan tercapainya sasaran yang satu akan menunjang

yang lain. Meskipun penekanannya mungkin berbeda, pada dasar-

nya kebijaksanaan moneter dan perkreditan dalam Repelita IV

merupakan penerusan, peningkatan dan penyempurnaan langkah-

langkah kebijaksanaan yang telah dilaksanakan dalam Repelita

III.

195

Dengan pendekatan yang lebih bersifat tidak langsung,

sesuai dengan jiwa dari kebijaksanaan 1 Juni 1983, kebijaksa-

naan moneter dan perkreditan selama Repelita IV mempunyai sa-

saran-sasaran pokok sebagai berikut :

1) melanjutkan usaha pemerataan pembangunan dengan me-

ningkatkan jumlah kredit yang berprioritas tinggi,

terutama yang menunjang kegiatan golongan ekonomi le-

mah, mendorong perluasan kesempatan kerja, serta me-

nunjang produksi barang-barang ekspor,

2) meningkatkan usaha mobilisasi tabungan masyarakat me-

lalui lembaga-lembaga keuangan bank dan bukan bank

termasuk pasar modal,3) memelihara dan meningkatkan kestabilan ekonomi, khu-

susnya harga-harga barang-barang dan jasa-jasa yang

mempengaruhi kegiatan pembangunan dan kesejahteraan

masyarakat,

4) melanjutkan usaha peningkatan efisiensi, perbaikan

manajemen dan administrasi lembaga-lembaga keuangan,

baik perbankan maupun bukan bank, serta pasar modal,

agar lembaga-lembaga keuangan tersebut lebih efektif

di dalam mobilisasi dana-dana masyarakat serta menya-

lurkannya pada kegiatan-kegiatan pembangunan.

Sasaran-sasaran di atas saling berhubungan dan melengka-

pi antara yang satu dengan yang lain. Karena itu harus selalu

diusahakan serasinya usaha untuk mencapai sasaran-sasaran

tersebut, tanpa ada yang dikorbankan.

Dalam sektor Pemerintah upaya untuk meningkatkan tabu-

ngan dilaksanakan dengan pembaharuan peraturan dan perbaikan

aparat perpajakan. Dalam peningkatan tabungan masyarakat, ke-

196

bijaksanaan moneter diusahakan untuk menunjang lembaga keua-

ngan agar lebih efektif memobilisasikan dana-dana masyarakat.

Semua ini diperlukan untuk terciptanya landasan yang tangguh

bagi kegiatan pembangunan yang dilaksanakan atas kemampuan

sendiri serta secara terus-menerus dan berkesinambungan. De-

ngan perkataan lain, suatu landasan pembangunan nasional yang

nantinya memungkinkan terlaksananya tinggal landas.

1. Pemerataan PembangunanSalah satu usaha untuk menunjang pemerataan pembangunan

adalah meningkatkan kemampuan berusaha bagi golongan ekonomi

lemah. Dalam hubungan ini kebijaksanaan moneter di dalam Re-

pelita IV diarahkan untuk memberi penunjangan berupa penye-

diaan kredit dalam jumlah yang memadai dan dengan persyaratan

yang ringan kepada para petani, pengusaha ekonomi lemah dan

pedagang kecil. Bantuan kredit tersebut meliputi Kredit Bi-

mas, Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Perma-

nen (KMKP), Kredit Mini/Midi, Kredit Candak Kulak (KCK), ser-

ta kredit kelayakan lainnya. Selain bantuan kredit, bantuan

pendidikan dan manajemen untuk pengusaha kecil yang diberikan

lewat PT. Bahana juga akan dilanjutkan.

Dalam rangka pemerataan kesempatan berusaha, maka usaha

penyebaran fasilitas perkreditan ke daerah-daerah perlu se-

nantiasa ditingkatkan terutama untuk lebih mengembangkan laju

pertumbuhan dan perkembangan antar daerah.

Sangat erat kaitannya dengan hal di atas adalah bahwa

kebijaksanaan moneter diarahkan pula untuk menunjang dan mem-

beri prioritas kepada usaha-usaha yang banyak menyerap tenaga

kerja. Dengan cara ini serta dengan melaksanakan tindakan un-

tuk mengendalikan peningkatan harga-harga, kebijaksanaan mo-

197

neter memberikan penunjangan pada usaha pemerataan kegiatan

dan pembagian hasil pembangunan, serta stabilisasi perekonomian.

2. Mobilisasi Tabungan MasyarakatKeadaan ekonomi dunia yang selama beberapa tahun ter-

akhir mengalami resesi telah berakibat menurunnya penerimaan

negara dari sektor minyak, baik dalam bentuk devisa maupun

penerimaan anggaran. Yang terakhir ini berarti menurunnya pe-

ranan minyak dalam pembentukan tabungan Pemerintah. Dalam

sektor anggaran negara hal ini dihadapi dengan kebijaksanaan

fiskal untuk meningkatkan penerimaan pajak non minyak dan gas

alam. Akan tetapi di samping itu upaya lain harus dilaksana-

kan, terutama melalui peningkatan pembentukan tabungan masya-

rakat.

Sehubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan tabungan

masyarakat, maka dalam Repelita IV kebijaksanaan moneter akan

lebih diintensifkan untuk mobilisasi tabungan masyarakat,

baik lewat perbankan, lembaga-lembaga keuangan bukan bank,

maupun pasar modal. Suku bunga yang menarik bagi mobilisasi

tabungan, perbaikan dalam kelembagaan keuangan, dan kestabil-

an moneter, akan terus diusahakan untuk mendorong peningkatan

tabungan masyarakat. Selain tabungan masyarakat dalam bentuk

deposito, kebijaksanaan moneter juga dilaksanakan untuk mem-

perbesar tabungan masyarakat dalam bentuk yang lain, seperti

dana obligasi, dana asuransi, dana pensiun, dan dana penyer-

taan modal pada perusahaan yang dikerahkan melalui lembaga-

lembaga keuangan bukan bank, termasuk pasar modal.

3. Stabilisasi

Kestabilan moneter serta kestabilan ekonomi pada

198

umumnya

sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang mendorong

kegiatan produksi serta sarana untuk pelaksanaan kegiatan

produksi, seperti tersedianya dana yang cukup untuk pembiaya-

an investasi. Di samping itu, sebagaimana dikemukakan di

atas, kestabilan harga-harga juga mengurangi ketimpangan da-

lam pembagian pendapatan yang pada hakekatnya menunjang usaha

pemerataan.

Kebijaksanaan moneter dalam Repelita IV akan diarahkan

untuk memelihara dan meningkatkan kestabilan harga-harga. Un-

tuk ini kebijaksanaan moneter akan mengusahakan terciptanya

keseimbangan antara jumlah uang beredar dengan yang diperlu-

kan, sesuai dengan jumlah barang dan jasa di dalam perekono-

mian masyarakat. Dengan demikian, kebijaksanaan moneter dia-

rahkan untuk mendorong peningkatan produksi barang dan jasa,

dan bersamaan dengan itu mengendalikan jumlah uang beredar

sehingga laju inflasi dapat terkendali dengan baik. Dalam hu-

hungan ini kebijaksanaan moneter akan diusahakan agar laju

inflasi rata-rata per tahun selama Repelita IV berkisar se-

kitar delapan persen (8%). Dengan laju inflasi yang terken-

dali, maka nilai rupiah akan mantap, ketenangan berusaha akan

terjamin, demikian pula peningkatan tabungan masyarakat.

4. Peningkatan Peranan Lembaga-lembaga Keuangan.

Lembaga-lembaga keuangan, baik perbankan maupun bukan

bank merupakan sarana bagi pelaksanaan kebijaksanaan moneter

dan perkreditan. Karena itu berhasil tidaknya kebijaksanaan

moneter juga ditentukan oleh jenis, mutu dan efisiensi kerja

lembaga-lembaga keuangan tersebut.

Sesuai dengan kebijaksanaan untuk meningkatkan peranan

masyarakat dalam pembentukan tabungan serta penanaman modal

199

dalam rangka kegiatan pembangunan nasional, maka dalam Repe- lita IV sasaran kebijaksanaan moneter juga diarahkan untuk meningkatkan efisiensi kerja serta menyempurnakan organisasi dari lembaga-lembaga keuangan agar lebih efektif menjalan- kan fungsi perantara keuangan, untuk mobilisasi dan penyalu- ran dana-dana masyarakat, baik di kota-kota maupun daerah pedesaan diseluruh wilayah tanah air.

IV. POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN MONETER DAN PERKREDITAN DALAM REPELITA IV

1. Kebijaksanaan Umum

Kebijaksanaan pengendalian uang beredar yang dilaksana- kan sejak April 1974 sampai Mei 1983 dilakukan dengan sistem penetapan pagu kredit perbankan yang pelaksanaannya disesuai- kan dengan perkembangan ekonomi dan tingkat perkembangan harga. Guna memberikan tanggungjawab kepada perbankan dalam mengerahkan dana masyarakat dan menyalurkannya kembali dengan seefisien mungkin, Pemerintah telah mengeluarkan kebijaksana- an moneter 1 Juni 1983. Dengan kebijaksanaan tersebut bank- bank memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dalam menen- tukan tingkat bunga tabungan dan tingkat bunga pinjaman, de- ngan beberapa pengecualian. Di dalam Repelita IV pengendalian uang beredar akan lebih ditekankan pada penggunaan peralatan yang tidak langsung seperti penentuan cadangan wajib, operasi pasar terbuka, pengaturan suku bunga dan kebijaksanaan dis- konto ulang. Dalam hal ini kebijaksanaan moneter akan dilak-sanakan dengan menetapkan sasaran jumlah uang primer yang disesuaikan dengan sasaran pertambahan uang beredar setelah memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi.

200

Dengan sasaran uang primer tersebut pengendalian moneter

dapat dilaksanakan lewat pengendalian atas faktor-faktor yang

menyebabkan perubahan uang primer. Dalam hubungan ini dana

perkreditan perbankan akan diutamakan kepada dana yang bera-

sal dari tabungan masyarakat. Dengan demikian Bank Indonesia

akan lebih meningkatkan peranannya sebagai "lender of the

last resort". Untuk tujuan tersebut, alat pengendalian per-

kembangan moneter yang tidak langsung seperti tersebut di atas

akan dipergunakan.

Dalam hal operasi pasar terbuka, Bank Indonesia mener-

bitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tujuan untuk

memberikan kepada perbankan suatu sarana penanaman jangka

pendek dari dana yang belum sempat disalurkan dalam bentuk

kredit dan dengan demikian dapat mengendalikan perkembangan

moneter melalui perkembangan likuiditas perbankan. Selanjut-

nya, untuk dapat menjamin likuiditas yang cukup bagi perbank-

an maka sebagai pelengkap dari "call money" antar bank dise-

diakan fasilitas "discount window" oleh Bank Sentral. Fasili-

tas "discount window" ini disediakan dalam rangka mengembang-

kan dan menstabilkan pasar uang serta memberikan fasilitas

bagi bank-bank untuk memperlancar pengaturan dana-dana seha-

ri-hari, serta memudahkan bank-bank dalam menanggulangi kesu-

litan apabila rencana penarikan dana tidak sesuai dengan ren-

cana pemberian kredit jangka panjang.

Pada dasarnya semua kebijaksanaan dan peraturan di bi-

dang moneter dan perkreditan selama Repelita IV akan diusaha-

kan untuk lebih menumbuhkan iklim yang sehat dan kepastian

bagi dunia usaha dan masyarakat umum agar lebih memberikan

dorongan bagi peningkatan peranan mereka dalam pembangunan

nasional.

201

2. Kebijaksanaan Mobilisasi Tabungan

Kebutuhan dana untuk membiayai penanaman modal yang di-

perlukan untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan nasional

yang makin meningkat, serta kecenderungan peranan penerimaan

dari minyak yang akan menurun menuntut pengumpulan dana dari

dalam negeri yang makin meningkat, baik dari sektor anggaran

maupun terutama dari masyarakat luas.

Menghadapi keadaan di atas, kebijaksanaan moneter yang

akan dilaksanakan adalah memperluas dan menyempurnakan kebi-

jaksanaan untuk mendorong tabungan masyarakat dalam berbagai

bentuknya, seperti deposito berjangka, Tabanas/Taska, serti-

fikat deposito, serta dalam bentuk-bentuk lain, seperti sa-

ham, obligasi dan polis asuransi. Kebijaksanaan moneter dalam

hal ini akan ditekankan pada peningkatan daya tarik dari ma-

sing-masing bentuk pemupukan tabungan yang telah terbukti ke-

berhasilannya di dalam Repelita III, serta penggunaan instru-

men keuangan lain yang menarik pemupukan tabungan. Semua ini

dalam rangka peningkatan peranan tabungan masyarakat untuk

membiayai kegiatan pembangunan.

Usaha untuk meningkatkan kegiatan mobilisasi tabungan

masyarakat akan menyangkut pula perluasan dan penyebaran ke-

giatan lembaga keuangan, baik perbankan maupun bukan bank, ke

daerah-daerah, khususnya pedesaan, agar dapat menjangkau para.

penabung kecil yang tersebar luas diseluruh wilayah tanah air.

3. Kebijaksanaan Suku Bunga dan PerkreditanKebijaksanaan suku bunga dalam Repelita IV akan lebih

ditekankan pada dorongan untuk meningkatkan tabungan masya-

rakat dalam berbagai bentuknya, serta secara tidak langsung

202

penggunaan tabungan masyarakat untuk membiayai kegiatan pena-

naman modal yang sesuai dengan sasaran pembangunan nasional.

Kebijaksanaan moneter dalam hubungan ini adalah dengan membe-

rikan tanggungjawab kepada perbankan untuk menentukan sendiri

tingkat suku bunga deposito dan pinjaman, kecuali dalam hal

kredit berprioritas tinggi.

Selain kebijaksanaan dalam bentuk memberikan tanggungja-

wab kepada perbankan menentukan suku bunga deposito dan kre-

dit, dalam Repelita IV kebijaksanaan perkreditan tidak lagi

didasarkan atas penentuan pagu kredit, dan dengan demikian

bank dapat memberikan kredit kepada para nasabah menurut ke-

mampuan dan pertimbangannya sendiri. Dengan demikian, bank

diberi tanggungjawab untuk menentukan sendiri suku bunga

serta jumlah kredit yang diberikan, tanpa ada pengendalian

langsung dari Bank Indonesia. Kebijaksanaan tersebut berlaku

untuk kebanyakan jenis kredit, kecuali KIK/KMKP, Kredit Bi-

mas, Kredit Mini/Midi, KCK dan berbagai kredit lain. Kredit-

kredit tersebut tetap dikendalikan dan diarahkan oleh Bank

Indonesia.

Kebijaksanaan kredit investasi akan tetap diarahkan un-

tuk membiayai kegiatan produktif yang banyak menyerap tenaga

kerja serta kegiatan pengusaha golongan ekonomi lemah.

Dalam kaitan ini berbagai langkah dan kebijaksanaan akan

terus dikembangkan selama Repelita IV agar kredit investasi

semakin banyak dimanfaatkan oleh golongan ekonomi lemah dalam

kegiatan produktif yang banyak menyerap tenaga kerja. Lang-

kah-langkah dan kebijaksanaan ini meliputi perluasan jaringan

lembaga keuangan keseluruh wilayah, termasuk ke daerah pede-

saan yang padat penduduk, daerah transmigrasi, dan daerah

203

perkotaan. Perluasan jaringan lembaga keuangan ini diharapkan

untuk mendorong peran serta berbagai unsur yang tergolong

sektor informal di dalam kegiatan pembangunan. Peningkatan

dan perluasan penyediaan fasilitas perkreditan untuk daerah

pedesaan, terutama akan dilaksanakan bagi kegiatan usaha ke-

cil yang layak untuk lebih dikembangkan, seperti usaha peng-

rajin, pedagang, petani dan pengusaha kecil lainnya di pede-

saan. Perkreditan tersebut lebih bersifat umum, melayani ke-

butuhan pembiayaan investasi dan penyediaan modal kerja. Ke-

giatan yang selama ini dilaksanakan oleh berbagai lembaga ke-

uangan pedesaan akan lebih ditingkatkan dan disempurnakan se-

hingga perkreditan tersebut benar-benar mencapai sasaran yang

telah ditentukan, baik mengenai jenis kegiatan usaha yang di-

biayai maupun mengenai golongan yang menerima fasilitas kre-

dit tersebut.

4. Program Bantuan Kredit dan lain-lain Bantuan Keuangan ba- gi Golongan Ekonomi Lemah.

Pada dasarnya kebijaksanaan perkreditan dilaksanakan de-

ngan memberi kebebasan kepada perbankan untuk menentukan jum-

lah kredit dan suku bunganya. Akan tetapi dalam rangka ban-

tuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah kebijaksanaan

perkreditan yang menunjang pelaksanaan program tersebut masih

akan dilanjutkan dan ditingkatkan, dalam bentuk program KIK/

KMKP, kredit Bimas, kredit Mini/Midi, KCK, kredit Investasi

sampai Rp. 75 juta dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Dalam Repelita IV akan juga dilanjutkan dan dikembangkan

program kredit pencetakan sawah, kredit perkebunan, kredit

mahasiswa, kredit untuk penyaluran pupuk dan obat hama dalam

rangka Bimas, kredit ekspor dan kredit koperasi. Semua ini

204

merupakan kredit berprioritas tinggi dengan pengaturan Bank Indonesia dalam hal penentuan suku bunga serta jumlahnya, serta penyediaan fasilitas kredit likuiditas bagi bank pelak-sana. Di dalam Repelita IV juga akan dijajagi kemungkinan perluasan penyediaan kredit untuk menunjang perkembangan ke-giatan perekonomian pedesaan.

V. LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

Berhasil tidaknya kebijaksanaan moneter dan perkreditan, dalam meningkatkan tabungan masyarakat serta menyalurkannya pada kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan sangat tergantung pada lembaga keuangan yang merupakan pelaksana dari kebijak-sanaan tersebut. Lembaga-lembaga keuangan meliputi perbankan yang mencakup bank-bank umum, devisa, dan pembangunan, baik bank-bank Pemerintah, swasta nasional maupun asing, bank pem-bangunan daerah dan sebagainya serta lembaga-lembaga keuangan bukan bank termasuk asuransi, dan pasar modal.

Dalam Repelita IV lembaga-lembaga keuangan akan dikem-bangkan dan diperluas agar pelayanannya dapat menjangkau ke seluruh daerah kabupaten dan kecamatan serta pedesaan.

Usaha-usaha di bidang pembinaan lembaga-lembaga keuangan Pemerintah dilakukan dengan memberikan dorongan dan penun- jangan bagi penyempurnaan organisasi dan tata kerja agar per-bankan dan lembaga-lembaga keuangan bukan bank dapat melaksa-nakan fungsi perantaraan keuangan dengan lebih baik. Usaha- usaha peningkatan pembinaan terhadap bank-bank swasta nasio- nal melalui penggabungan usaha, bantuan modal dan manajemen serta pemberian kesempatan pada bank swasta untuk menjadi ca-bang bank devisa akan dilanjutkan. Pembinaan terhadap bank

205

pembangunan daerah dan bank-bank sekunder akan terus digiat-

kan dalam usaha pengembangan golongan pengusaha ekonomi le-

mah. Demikian pula kegiatan perusahaan pegadaian negara akan

diperluas untuk mendorong penyediaan kredit-kredit kepada pe-

tani di wilayah pedesaan. Dalam pada itu usaha penyempurnaan

dan penyusunan berbagai peraturan perundangan akan terus di-

tingkatkan. Dalam rangka ini pula sedang disusun Rancangan

Undang-Undang (RUU) tentang Perbankan yang akan mengatur tata

cara, pengawasan dan pembinaan kegiatan usaha perbankan.

Lembaga keuangan khusus bagi pengusaha golongan ekonomi

lemah seperti PT. Bahana, PT. Askrindo dan Perum PKK semakin

penting dalam rangka menunjang kebijaksanaan Pemerintah. Se-

lain berfungsi menyediakan sarana jaminan atas risiko kemace-

tan kredit KIK/KMKP, PT. Askrindo juga menjamin pertanggungan

atas kredit ekspor dan asuransi ekspor. Di dalam Repelita IV

kegiatan lembaga-lembaga keuangan tersebut akan dilanjutkan dan

disempurnakan.

Program perasuransian yang meliputi asuransi jiwa, asu-

ransi sosial dan asuransi kerugian yang sudah cukup berhasil

di dalam Repelita III akan dilanjutkan dan ditingkatkan dalam

Repelita IV. Di bidang asuransi kerugian telah dilakukan usa-

ha-usaha pembinaan dan pengawasan kegiatan perasuransian me-

lalui pemeriksaan langsung terhadap perusahaan asuransi. Se-

lanjutnya telah disusun pula pedoman kebijaksanaan dalam pe-

ngelolaan keuangan perusahaan asuransi kerugian tentang sol-

vency margin, pengarahan investasi, cadangan teknis, serta

cara-cara evaluasi kemampuan perusahaan berdasarkan perhi-

tungan likuiditas yang ketat. Dalam Repelita IV kebijaksanaan

di bidang asuransi jiwa dan sosial akan diarahkan kepada usa-

ha untuk lebih memantapkan dasar-dasar bagi pembinaan serta

206

perkembangan yang sehat dan bertanggungjawab. Usaha pengemba-

ngan potensi asuransi melalui usaha joint-venture dan pembe-

rian kesempatan pendirian perusahaan asuransi jiwa baru masih

tetap akan dilanjutkan. Dalam rangka pengaturan di bidang

perasuransian sedang disusun pula Rancangan Undang-Undang

(RUU) tentang Perasuransian yang pengatur tata-cara, pengawa-

san dan pembinaan kegiatan usaha perasuransian.

Tugas Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dalam Repelita

IV adalah melanjutkan dan menyempurnakan kegiatan yang ditem-

puh dalam Repelita III yaitu meningkatkan pengerahan sumber-

sumber dana dalam dan luar negeri serta menyalurkannya kepada

sektor kegiatan yang produktif, menunjang kegiatan pasar mo-

dal, serta memperluas kegiatan jasa seperti jasa konsultasi

keuangan, konsultasi penanaman modal, perdagangan dan pener-

bitan surat-surat berharga dan lain-lain. Dalam Repelita IV

diharapkan status pemilikan dari LKBB secara mayoritas harus

sudah berada dalam pemilikan warga negara Indonesia. Selain

itu diharapkan pula agar proses pengalihan ketrampilan dari

warga negara asing ke warga negara Indonesia berlangsung de-

ngan lancar. Mengenai jumlah dari LKBB akan diadakan peneli-

tian lebih lanjut untuk merumuskan pola pengembangan dari

LKBB sehingga diharapkan akan diperoleh gambaran mengenai

jumlah dan jenis dari LKBB yang sesuai dengan kebutuhan pem-

bangunan nasional.

Lembaga keuangan yang bergerak di pasar modal terutama

berfungsi sebagai perantara dalam perdagangan surat-surat

berharga. Usaha untuk meningkatkan peranan sektor swasta da-

lam investasi dan pembiayaannya menuntut makin meningkatnya

kegiatan pasar modal dalam Repelita IV. Dengan berkembangnya

207

kegiatan pasar modal, pembinaan dan penunjangan oleh Pemerint-

ah akan terus dilakukan terhadap lembaga keuangan tersebut.

Kebijaksanaan di bidang pasar modal, di samping untuk

mendorong meningkatnya jumlah perusahaan yang menjual saham

dan obligasi di bursa, juga untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam pemilikan surat-surat berharga. Pengembangan

pasar modal di Indonesia telah menjadi tekad Pemerintah. Da-

lam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah ditegaskan

bahwa kebijaksanaan di bidang pasar modal perlu dilanjutkan

dan ditingkatkan serta diarahkan untuk lebih mempercepat pe-

ngerahan dana masyarakat dalam rangka menunjang sasaran dan

pemerataan pembangunan, pertumbuhan dan stabilisasi. Menje-

lang akhir Repelita III diperkirakan sekitar 28 perusahaan

tercatat di bursa dengan nilai emisi seluruhnya kurang lebih

Rp. 292,2 milyar. Proyeksi jumlah emisi pada akhir Repelita

IV adalah sekitar 90 emisi, di antaranya terdapat sekitar 20

emisi obligasi badan usaha, dengan nilai emisi secara keselu-

ruhan diperkirakan lebih dari satu trilyun rupiah.

Lembaga keuangan lainnya adalah badan usaha leasing yang

terutama bertugas dalam pembiayaan pengadaan barang modal

yang diperlukan perusahaan. Dengan meningkatnya jumlah dan

volume kegiatan di bidang leasing, selama ini masih dirasakan

kekurang dalam hal ketentuan peraturan leasing seperti aspek

perpajakan dan akuntansi. Dalam usaha mengatasi permasalahan

ini maka dalam Repelita IV akan terus diadakan penyempurnaan

peraturan di bidang leasing.

Sangat erat kaitannya dengan pengembangan kegiatan lem-

baga-lembaga keuangan dalam perekonomian adalah praktek yang

208

sehat dari mereka, tiadanya penyelewengan dan penyalahgunaan

alat-alat lalu lintas keuangan, serta kondisi lain yang mem-

pertebal kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ter-

sebut. Sehubungan dengan ini, segala kegiatan pengawasan yang

telah dilaksanakan dalam Repelita III dalam rangka peningka-

tan kepercayaan masyarakat tersebut akan terus disempurnakan

dalam Repelita IV.

209