reformasi kebijaksanaan makro · jurnal penelitian kuantitatif dibidang ilmu ekonomi dan manajemen...

26
JURNAL PENELITIAN KUANTITATIF DIBIDANG ILMU EKONOMI DAN MANAJEMEN Judul Penelitian REFORMASI KEBIJAKSANAAN MAKRO DAN PENGARUH EKONOMI SEKTOR TERBUKA Oleh AMRIZAL Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Borobudur Jakarta, September 1998

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • JURNAL PENELITIAN KUANTITATIF DIBIDANG

    ILMU EKONOMI DAN MANAJEMEN

    Judul Penelitian

    REFORMASI KEBIJAKSANAAN MAKRO DAN PENGARUH EKONOMI SEKTOR TERBUKA

    Oleh

    AMRIZAL

    Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Borobudur

    Jakarta, September 1998

  • 2

    KATA PENGANTAR

    Membuat Karya Ilmiah atau melalukan penelitian sudah merupakan tugas pokok

    yang harus dilakukan oleh staf pengajar suatu perguruan tinggi. Tugas ini dibuat dalam

    rangka memenuhi persyaratan pengusulan akreditasi atau jenjang kepangkatan pada

    Fakultas Ekonomi Universitas Borobudur Jakarta. Meskipun tugas ini sepertinya tidak

    lebih dari hanya sekedar suatu persyaratan saja, namun penulis telah berfikir berkali-kali

    tentang isi karya Ilmiah yang dibuat ini harus benar-benar dikaji secara ilmiah pula sesuai

    dengan namanya, dan inipun sebatas kemampuan yang penulis miliki hingga saat ini.

    Alasan lain kenapa karya ilmiah ini harus dibuat demikian adalah

    berkemungkinan kalau sekarang batas kemampuan penulis hanya sebatas yang mampu

    penulis buat seperti ini, maka mungkin suatu saat bisa untuk lebih disempurnakan.

    Agaknya tidaklah terlalu berkelebihan kalau penulis katakan bahwa data yang digunakan

    bukanlah data main-mainan, akan tetapi merupakan data resmi yang telah dihimpun oleh

    pemerintah atau badan-badan ilmiah lainya.

    Karena selain karya Ilmiah ini diajukan terhadap Kopertis Wilayah III dan

    sebagai pertinggal juga penulis sediakan untuk kepustakaan Fakultas Ekonomi

    Universitas Borobudur, sehingga harapan penulis hanya sekedar untuk dapat dibaca oleh

    mahasiswa atau pembaca lainya yang bernuansakan ilmiah pula, mungkin paling tidak

    akan dapat membantu menambah khasanah pengetahuan sipembaca atau menjadi

    semacam suatu pertanyaan ataupun tanggapan terhadap penulis atas kurang lebihnya

    kemapuan yang penulis miliki.

    Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Rektor Universitas

    Borobudur Prof. DR. H. Basir Barthos, bapak Dekan Fakultas Ekonomi Prof. DR. H.

    Masngudi, SE, APU beserta jajarannya serta mahasiswa semuanya. Tidak terlupa salam

    yang istimewa terhadap fihak Kopertis Wilayah III Jakarta tempat tujuan pengusulan

    akreditasi ini dan berbagai fihak yang telah disibukkan atas pengusulan akreditasi ini,

    demikian dan terima kasih.

    Jakarta, 08 September 1998

    ( Amrizal )

  • 3

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR

    1. PENDAHULUAN

    2. KERANGKA ANALISIS DAN MODEL

    2.1. Spesifikasi Model Yang Digunakan

    2.2. Pengujian Model Dan Penemuan Empiris

    3. PERANGKAT MAKRO KEBIJAKSANAAN EKONOMI

    3.1. Perangkat Kebijaksanaan Moneter

    3.2. Perangkat Kebijaksanaan Fiskal

    4. KESIMPULAN

    DAFTAR PUSTAKA

  • 4

    1. PENDAHULUAN

    Berbagai paket deregulasi beberapa tahun belakangan ini telah banyak

    menghilangkan distorsi dalam sektor riel maupun sektor moneter dari perekonomian

    Indonesia. Di sektor moneter Paket 27 Oktober 1988 ( Pakto 27 ) beserta

    penyempurnaannya telah membawa beberapa perubahan struktural dalam dunia

    perbankan. Perubahan-perubahan itu berupa antara lain, makin besarnya tingkat

    persaingan antar bank, berkembangnya pasar uang maupun pasar modal dan makin

    tingginya tingkat integrasi pasar uang nasional dengan pasar uang dunia.

    Namun demikian, beberapa masalah ekonomi makro yang esensial masih harus

    dibenahi dalam rangka persiapan menuju tahap lepas landas pada Pelita VII nanti.

    Masalah-masalah itu pada dasarnya merupakan kesiapan institusi dan struktur ekonomi

    untuk menghadapi berbagai jenis pandangan yang akan dihadapi dalam tahap lepas

    landas itu. Salah satu masalah institusional yang sangat penting adalah berkaitan dengan

    perangkat-perangkat kebijaksanaan fiskal dan moneter untuk pengendalian perekonomian

    secara makro.

    Kebijaksanaan moneter dan fiskal pada dasarnya ditujukan untuk pengendalian

    sisi permintaan agregat dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi dan kesempatan

    kerja yang cukup tinggi serta laju inflasi yang rendah. Yang dimaksud dengan permintaan

    agregat adalah keseluruhan permintaan terhadap barang dan jasa produksi nasional.

    Permintaan agregat itu merupakan penjumlahan dari permintaan dalam negeri untuk

    konsumsi dan investasi dengan permintaan dari luar negeri berupa ekspor.

    Pengalaman dua puluh sembilan tahun ekonomi era ordebaru pembangunan sejak

    Pelita I memberikan bukti betapa dominannya pengaruh permintaan agregat itu terhadap

    prestasi pembangunan ekonomi kita. Resesi ekonomi dunia yang cukup parah pada tahun

    1981-1982 telah mengurangi permintaan negara-negara industri maju terhadap produksi

    nasional kita sehingga laju pertumbuhan ekonomi yang diukur oleh laju pertambahan

    Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) selama periode 1969-1981

    mencapai tingkat rata-rata 7,7 % setahun. Mulai tahun 1982 pertumbuhan ekonomi

    Indonesia mulai menurun ke tingkat rata-rata hanya sekitar 4 % per tahun.

    Bersamaan dengan itu penurunan harga minyak bumi sejak awal dasawarsa 1980-

    an telah menyebabkan penurunan yang sangat besar dalam penerimaan pemerintah.

    Dengan sistem anggaran berimbang, penurunan penerimaan pemerintah itu langsung

    menurunkan laju pertambahan anggaran belanja pemerintah untuk konsumsi maupun

    investasi sehingga permintaan agregat menurun.

    Secara riel, konsumsi pemerintah hanya meningkat sebesar rata-rata 2,2 %

    setahun selama periode 1982-1987 dibandingkan dengan rata-rata 1,1% setahun selama

    periode 1973-1981. Sementara itu, investasi pemerintah secara riel mengalami penurunan

    sebesar 2,0 % setahun selama 1982-1987 dibandingkan dengan peningkatan sebesar rata-

    rata 11,0% selama 1973-1981. Penurunan permintaan agregat itu sangat memukul

  • 5

    kegiatan ekonomi nasional karena permintaan pemerintah merupakan komponen yang

    sangat besar terhadap total produksi barang dan jasa nasional.

    Pada tahun 1981 konsumsi dan investasi pemerintah diperkirakan menyerap

    masing-masing 10,6 % dan 11,8 % dari total produksi barang dan jasa pada tahun 1981

    (Dihitung dari Share masing-masing komponen pengeluaran terhadap GDP harga konstan

    1983, sumber dana adalah BPS dan Perkiraan Bank Dunia ). Peranan permintaan

    konsumsi dan investasi pemerintah itu masih tinggi untuk tahun 1988, yaitu sebesar

    masing-masing 9,8 % dan 8,2 %.

    Setelah pemerintah mulai melakukan kebijaksanaan "pengetatan ikat pinggang"

    sejak 1983, banyak produsen yang hidup matinya tergantung dari order pemerintah

    mengalami goncangan berat, sebagian diantaranya mengalami kebangkrutan. Kedua

    contoh di atas sudah cukup untuk membuktikan betapa kuatnya pengaruh sisi permintaan

    agregat terhadap kegiatan ekonomi dan pertumbuhan ( lihat Tabel 1 ).

    Dampak buruk ( adverse effect ) dari gejolak ekonomi dunia terhadap permintaan

    agregat sebenarnya dapat diminimumkan dengan kebijaksanaan makro fiskal dan

    moneter. Kebijaksanaan moneter mengendalikan permintaan agregat lewat jumlah uang

    beredar, tingkat suku bunga, dan kurs valuta asing, sedangkan kebijaksanaan fiskal

    mengendalikan permintaan agregat lewat anggaran belanja pemerintah dan tingkat pajak

    (tax rate ). Namun kebijaksanaan fiskal dan moneter itu belum dapat diimplementasikan

    secara efektif karena masih sangat terbatasnya perangkat yang bisa dipakai.

    2. KERANGKA ANALISIS DAN MODEL

    Model makro perekonomian yang bersifat terbuka merupakan model yang paling

    komplit daripada dua model ekonomi lainnya seperti ekonomi dua sektor dan ekonomi

    tiga sektor. Perekonomian terbuka disebut juga model ekonomi empat sektor artinya

    bahwa sektor perdagangan luar negeri ikut berpegaruh dalam perekonomian nasional.

    Secara formal ekonomi terbuka adalah sebagai berikut:

    A = C + I + G + ( X - M ) ( 1 )

    Y = C + S + ( T - R ) ( 2 )

    A = Y ( ... Aggregate, Demand = Supply ) ( 3 )

    Dalam pengkajian ekonomi kuantitatif , khususnya menggunakan analisis

    ekonomi empat sektor paling jarang digunakan oleh karena upaya untuk sampai pada

    tujuan tersebut pasti melalui analisis ekonomi dua dan tiga sektor terlebih dahulu. Secara

    garis besar model keseimbangan untuk ketiga-tiganya adalah sebagai:

    C + I = Y = C + S ( 4 )

    C + I + G = Y = C + S + T ( 5 )

    C + I + G + ( X - M ) = Y = C + S + ( T - R ) ( 6 )

  • Tabel 1. PEREKONOMIAN INDONESIA: INVESTASI BRUTO DENGAN PENDAPATAN NASIONAL, TAHUN 1969-1997

    Pdb Idb Ig Cg Xbj Xmg Xnm Nxb Mbj Mbm Drt Fct Fpc Foc Fai

    Produk Investasi Peng. Konsumsi Ekspor Export Export Merchandise Impor Impor Debt Capital Private Official Bantuan

    Domestik Bruto Pemba- Pemerintah Barang Oil Non-Oil Barang Barang Repay- Transaction Capital Capital Luar

    Bruto ngunan & Jasa & Gas & Gas & Jasa Modal ment Negeri

    Tahun Yt It Ig Cg Xt Xm Xnm X-M Mt M't Drt Ft Fvt Fgt Fpt

    1969 68824 .2 5984 2987.3 4409 .6 20119 .6 3742 .8 6432 .9 -516 .6 5843 .9 3200 .9 -302 .2 3918 .2 263 .2 3616 .1 2303 .8

    1970 73985.5 7959 3881.3 5154 .1 22493 .0 3853 .5 6619 .7 887.3 6604 .1 4309 .3 -408 .8 4044 .9 1000 .3 3209 .8 2739 .7

    1971 79169 .9 9645.8 4224 .1 5520 .5 25424 .6 5315.1 7062 .8 1135.1 7612 .4 5219 .1 -702 .7 4882 .7 1711.6 3603 .4 2909 .5

    1972 86623 .9 11482 .8 5654 .6 5974 .2 30837.5 7580 .8 7651.5 2262 .5 8673 .2 6430 .0 -518 .5 7030 .9 3833 .6 3778 .6 2998 .1

    1973 96421 13441.1 6442 .9 7626 .2 36574 .0 10199 .2 11375.6 3218 .6 11628 .3 9058 .9 -483 .7 6634 .3 3547.0 3839 .6 2914 .3

    1974 103782 .5 16022 .5 9321.7 6827.4 38971.6 21570 .7 8510 .2 8744 .7 15370 .7 8567.8 -372 .6 1841.9 -548 .4 2762 .8 2248 .1

    1975 108948 18360 .2 12051.7 8899 .0 38030 .4 19137.4 6797.7 6304 .1 17162 .8 9932 .7 -279 .5 3059 .5 -3901.5 7240 .5 4241.4

    1976 116450 .8 19462 .9 15474 .4 9550 .8 44505.8 20130 .6 9076 .2 6467.2 20038 .5 10850 .7 -532 .6 5373 .5 120 .5 5779 .2 5903 .6

    1977 126811.9 22559 .5 14370 .4 11124 .0 48702 .4 20623 .7 9836 .4 8397.6 20929 .7 10965.3 -2134 .5 4266 .1 493 .6 5906 .9 5149 .9

    1978 136584 .8 25957.6 14106 .0 13081.7 49201.3 25800 .9 13922 .1 10181.8 23578 .2 11279 .3 -2211.3 7109 .8 1371.6 7725.6 5711.9

    1979 145124 .4 27104 .8 18187.6 14325.7 49139 .3 35337.0 17671.4 22304 .7 28868 .9 12131.3 -1981.6 2133 .4 -3774 .2 7703 .1 6257.4

    1980 159467.2 32223 .1 20757.9 12670 .5 46369 .5 38480 .5 12361.9 19160 .1 33233 .5 11084 .2 -1368 .1 3937.5 -803 .1 5970 .7 5242 .1

    1981 171822 .9 35811.4 22073 .8 17478 .4 45261.0 38498 .2 8528 .3 10395.6 42226 .4 12515.9 -1654 .5 7878 .0 2331.5 7201.0 5435.8

    1982 179946 .2 40464 .6 21717.3 18917.4 38952 .7 30105.8 8020 .6 359 .4 45691.9 14089 .9 -1890 .8 12006 .4 3665.2 10232 .0 5724 .4

    1983 183353 .3 43630 .2 23368 .7 18734 .2 41398 .9 33939 .5 12606 .6 8249 .4 51326 .0 14519 .5 -2372 .4 14032 .4 2797.6 13607.3 9164 .3

    1984 195709 41004 .9 21700 .8 19373 .6 44108 .1 32803 .2 13846 .5 12831.6 47471.5 15292 .4 -3028 .6 6390 .0 1169 .7 8248 .9 7584 .0

    1985 200544 .3 43961.6 22048 .0 20853 .8 40665.8 30689 .5 14288 .2 13216 .5 49976 .8 14388 .6 -3140 .3 6821.2 1401.7 8559 .8 9045.4

    1986 212475.3 48008 .9 17190 .2 21433 .9 46852 .1 42865.1 21861.4 20170 .0 52059 .9 15291.1 6071.8 7742 .7 693 .6 13120 .9 7436 .8

    1987 222598 .5 50642 .4 17462 .0 21397.7 53698 .5 37764 .8 23548 .6 17449 .2 53088 .2 17922 .1 -6238 .4 8019 .1 1097.4 12249 .1 9930 .3

    1988 236004 .1 56478 .6 20456 .7 23018 .0 54268 .2 36851.7 28580 .7 16781.5 43164 .1 23840 .6 -7218 .0 9355.7 1956 .0 12884 .0 16814 .5

    1989 253601.9 64024 .9 23352 .5 25432 .5 59937.3 34197.0 33756 .1 15437.8 48966 .7 24740 .5 -8132 .4 10621.4 3389 .9 13187.0 12636 .5

    1990 271968 .1 73355.6 25376 .8 26248 .9 60207.7 31297.9 40632 .2 14160 .4 60284 .3 25416 .2 -9334 .3 12290 .3 5991.5 13755.1 11654 .6

    1991 290870 .6 78142 29507.7 28093 .7 72177.1 27135.7 48745.2 12541.3 70428 .7 25146 .8 -10679 .6 14175.6 10554 .5 14300 .8 12755.8

    1992 309659 .1 82001.5 32057.7 29731.9 82761.4 258181.2 -170943 .8 19734 .3 75052 .4 26289 .3 -11960 .2 12847.3 10586 .2 14221.2 13222 .9

    1993 329775.8 86667.3 28428 .0 29756 .7 88230 .9 19769 .4 57546 .1 15624 .5 78383 .0 24565.2 -10869 .6 12095.9 9844 .5 13121.0 10753 .0

    1994 354640 .8 98589 28476 .5 30442 .6 97002 .1 21368 .7 64885.7 16446 .5 94291.0 24449 .5 -11346 .2 9717.7 9502 .9 11561.0 9127.9

    1995 383792 .3 112386 .4 25172 .7 30850 .6 104491.8 20661.9 72281.6 12168 .3 114034 .6 24870 .4 -9612 .8 22310 .4 22717.2 11152 .3 9431.7

    1996 414418 .9 128698 .6 26028 .2 31681.4 112391.4 23697.8 72863 .8 11540 .0 121862 .8 25066 .4 -11352 .5 23506 .7 25028 .3 9831.0 8595.7

    1997 443685.2 134033 .5 27663 .4 31739 .5 119445.0 41907.5 186205.9 52511.9 129858 .4 28318 .0 -16680 .4 -19625.1 -36240 .7 33295.9 9256 .7

    Sumber: Diolah oleh penulis dari: BPS, Pendapatan Nasional Indonesia (Tabel-Tabel Pokok ), Bank Indonesia, Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia, berbagai tahun penerbitan, dan Indikator Ekonomi, edisi Juli 1998.

  • Kondisi equilibrium dalam ekonomi dua sektor, dimana investasi harus sama

    dengan tabungan. Dalam ekonomi tiga sektor terdapat semacam hubungan antara output

    nasional dengan pendapatan disposible Yd = Y + R - T = C + S, dimana bagian dari

    pendapatan harus dikeluarkan pajak T sehingga sektor swasta menerima Transfer

    payment R yang pada gilirannya dialokasikan pada konsumsi dan tabungan.

    Disamping itu, karena dalam ekonomi tiga sektor terdapatnya semacam gap yang

    besar karena terjadinya kelebihan permintaan kaum investor dan pemerintah, maka untuk

    mengimbanginya diperlukan pajak T lebih besar dari pengeluaran pemerintah yang

    berarti total tabungan sebagaimana dimaksudkan pada ekonomi dua sektor. Berikut ini

    adalah perluasan dari persamaan (4) dan (5) yang ditulis dalam jangka panjang sebagai

    berikut:

    St = It ( 7 )

    St = Sh + Sg = It ( 8 )

    Berbeda halnya dengan ekonomi empat sektor, terutama sekali karena

    pembahasan paling komplit adalah terjadinya semacam penggeseran nilai-nilai taksiran

    kuantitatif. Dalam ekonomi empat sektor tidak dikenal adanya pendapatan disposibel,

    namun demikian transfer payment R dan juga tabungan pemerintah tetap ada.

    Nilai penggeseran yang terjadi tentu saja pada tabungan pemerintah dan tabungan

    masyarakat oleh karena berobahnya nilai transfer payment dimaksud sebagai akibat

    adanya sektor perdagangan luar negeri, khususnya dalam hal ini adalah Impor M dan

    alokasi dari transfer payment yang merupakan tambahan pendapatan terjadi pada sektor

    swasta, yaitu pada tabungan masyarakat dan konsumsi. Pembuktiannya dapat dilakukan

    bilasaja persamaan (6) didefinisikan dalam bentuk lain sebagai

    ( I + G + R ) - ( S + T ) = ( M - X ) ( 9 )

    S - I = ( G + R - T ) + Nx (10 )

    pada persamaan (9) juga terjadi semacam gap atau jurang yang jauh lebih besar, yaitu

    jurang dalam negeri yang disebut juga sebagai "internal-gap" oleh karena terjadinya

    kelebihan permintaan kaum investor dan pemerintah, maka untuk tujuan

    mengimbanginya dalam hal ini diperlukan impor lebih besar dari ekspor, biasanya akibat

    balasan sektor perdagangan luar negeri adalah dengan mengalirnya "capital foreign

    inflows". Sedangkan pada persamaan (10) S - I = domestic private sector, ( G + R - T )

    = budged deficit dan Nx = Net export.

    Dengan adanya penggeseran nilai tersebut, jelas pula bahwa semua agregatif

    makro ekonomi mengalami perbedaan, dan tidak heran kalau yang dimaksudkan dengan

    pajak T pada ekonomi tiga sektor membingungkan untuk diperkirakan dari fungsi

    tabungan pemerintah, karena dua kemungkinan lainya masih ada seperti "Pajak tidak

    langsung netto" pada Pendapatan nasional dan "pajak langsung plus tidak langsung" pada

    APBN. Adapun demikian, dalam analisis ini tetap saja harus dilakukan melalui tabungan

    pemerintah asalkan penggeseran nilai tersebut harus diteliti secara seksama. Berikut ini

    adalah uraian lanjutan dari persamaan (10), sebagai:

  • 8

    I = S + ( T - R - G ) - ( X - M ) ( 11 )

    I = [ S + ( T - G ) - R ] + ( M - X ) ( 12 )

    I + G + X = S + ( T- R ) + M ( 13 )

    I + X = S + M ( 14 )

    persamaan (13) merupakan identitas pedapatan nasional untuk ekonomi empat sektor,

    bila didefinisikan dalam jangka panjang maka diperlukan asumsi sektor pemerintah, G =

    R = 0. Pengertian yang lebih pantas untuk hal ini adalah bahwa konsumsi pemerintah G

    telah lansung bersubsitusi kedalam konsumsi, dan begitu pula halya dengan Transfer

    payment R telah tersubsitusi kedalam investasi berupa budget deficit. Dengan demikian

    persamaan (13) memberikan definisi menjadi persamaan (14), sehingga revisi selanjutnya

    dengan persamaan (7) dan (8) menjadi sebagai berikut:

    St = Sh + Mt = It ( 15 )

    Baik ekonomi dua sektor, tiga sektor dan empat sektor harus berorientasi pada

    pendapatan nasional yang sama, sehingga tidak harus dikenal dengan adanya istilah

    ekonomi tertutup dan juga ekonomi terbuka, yaitu sepanjang pengertian tertutup adalah

    tanpa hubungan dan terbuka karena adanya hubungan. Ekonomi Indonesia adalah bersifat

    terbuka yang berarti adanya hubungan dagang dengan negara luar, sehingga ada pula

    hubungan lateral, bilateral dan multi lateral. Persamaan (7), (8) dan (15) adalah analisis

    fungsi jangka panjang dan pembahasan ekonomi empat sektor tidak dapat dengan

    mengabaikan ekonomi dua dan tiga sektor lainya, karena merupakan hubungan yang

    saling terkait.

    2.1. Spesifikasi Model Yang Digunakan

    Pada dasarnya model yang digunakan merupakan persamaan simultan yang terdiri

    atas dua persamaan simultan yang terdiri atas dua persamaan, yaitu persamaan Investasi

    dan persamaan Pendapatan. Spesifikasi model ini bertujuan untuk mengetahui berapa

    besarnya pengaruh agregatif ekonomi terhadap pembentukan investasi maupun

    pendapatan nasional. Oleh karena banyaknya pengaruh tersebut pada suatu ekonomi yang

    bersifat terbuka, maka kedua model ini pada azasnya dapat mengetahui besarnya

    multiplier ( angka pengganda ) yang mempengaruhi besar-kecilnya atau naik turunya

    Investasi dan pendapatan nasional suatu negara pada periode penelitian yang dilakukan.

    Model tersebut dalam bentu fungsi adalah sebagai berikut:

    1). Investasi dengan Variabel-variabel Permintaan Agregatif

    It = f (Ig ,Cg ,Xt , Xm , Xnm ,(X-M) , Mt , M't , Drt , Ft , Fvt , Fgt , Fpt ,Ui ) ( 16 )

    atau

    X0 = f ( X1, X2 , X3 , X4 , X5 , X6 , X7, X8 , X9 , X10 , X11, X12 , X13, Ui )

  • 9

    2 ). PDB & Investasi dengan Variabel-variabel Permintaan Agregatif

    Yt = f ( It , Ig ,Cg , Xt , Xm ,Xnm , (X-M), Mt , M't , Drt , Ft , Fvt , Fgt , Fpt ,Vi ) ( 17 )

    atau

    Yt = f ( X0, X1, X2 ,X3, X4, X5, X6, X7, X8 , X9 , X10, X11, X12 , X13, Vi )

    dimana:

    Yt = Produk Domestik Bruto ( PDB )

    It = X0 = Pembentukan Modal Domestik Bruto ( PMDB )

    Ig = X1 = Investasi Pemerintah

    Cg = X2 = Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

    Xt = X3 = Ekspor Barang-barang dan Jasa-jasa non faktor

    Xm = X4 = Ekspor Minyak Bumi dan Gas Alam

    Xnm = X5 = Ekspor Non-Migas

    (X-M ) = X6 = Neraca Perdagangan Barang-barang ( Mechandise )

    Mt = X7 = Impor Barang-barang dan Jasa-jasa non faktor

    M't = X8 = Impor Barang Modal

    Drt = X9 = Pembayaran Hutang Luar Negeri ( Debt Repayment )

    Ft = X10 = Dana Luar Negeri ( Capital Transaction )

    Fvt = X11 = Dana Swasta Luar Negeri ( Private Capital )

    Fgt = X12 = Hutang Luar Negeri Pemerintah ( Official Capital

    Fpt = X13 = Bantuan Luar Negeri APBN ( Foreign Aids )

    2.2. Pengujian Model Dan Penemuan Empiris X0 = -3866.14 - 0.30673 X1 + 0.062802 X2 + 0.041824 X3 + 0.242737 X4 + 0.262759 X5 - 0.24141 X6 + 0.558101 X7

    S(bi): (0.244874) (0.650946) (0.127909) (0.166682) (0.168495) (0.292821) (0.158610)

    t(bi): (-1.25262) (0.098014) (0.326984) (1.456284) (1.559442) (-0.82442) (3.518684)

    + 1.042701 X8 - 0.36166 X9 - 0.44851 X10 + 0.744099 X11 + 0.093801 X12 + 0.008757 X13

    (0.628975) (0.335591) (0.668931) (0.652846) (0.718264) (0.592057)

    (1.657779) (-1.07769) (-0.67049) (1.139777) (0.130594) (0.014792)

    N = 29, SE = 2845.678

    K = 14 R2 = 0.996743

    R = 0.998370

    R2 = 0.993921

    F = 163.9848

    D-W = 2.549715

    Yt = 43923,81 + 1.648258 X0 - 0.32309 X1 + 2.800429 X2 + 0.199661 X3 - 0.11471 X4 - 0.10170 X5 + 0.230954 X6

    S(ci): (0.329600) (0.328534) (0.831222) (0.163861) (0.227321) (0.231871) (0.382172)

    t(ci): (5.000782) (-0.98342) (3.369048) (1.218477) (-0.50466) (-0.43860) (0.604319)

    + 0.526447 X7 + 0.644476 X8 + 0.121164 X9 - 1.67981 X10 + 0.867049 X11 - 0.16952 X12 + 0.653447 X13

    (0.273555) (0.873369) (0.444670) (0.866616) (0.868720) (0.917411) (0.755788)

    (1.924463) (0.737918) (0.272481) (-1.93835) (0.998076) (-0.18479) (0.864590)

    N = 29, SE = 3632.610

    K = 15 R2 = 0.999423

    R = 0.999711

    R2 = 0.998847

    F = 867.3559

    D-W = 2.470169

  • 10

    Statistical Table: Untuk N = 29, K=14

    t0.005 = 4.140 f0.01 (v1, v2) = 3.35

    t0.01 = 2.977 f0.05 (v1, v2) = 2.31

    t0.025 = 2.624

    t0.05 = 2.146 d0.01 (dl, du) = 1.12 - 1.25

    t0.10 = 1.345 d0.05 (dl, du) = 1.34 - 1.48

    Untuk N = 29, K=15

    t0.005 = 4.073 f0.01 (v1, v2) = 3.21

    t0.01 = 2.047 f0.05 (v1, v2) = 2.25

    t0.025 = 2.602

    t0.05 = 2.131 d0.01 (dl, du) = 1.05 - 1.33

    t0.10 = 1.341 d0.05 (dl, du) = 1.27 - 1.56

    Dengan tersedianya Statistical Table dapat dinilai significant atau tidaknya hasil

    pengujian secara statistik. Estimasi dilakukan terhadap dua tahap yang pertama adalah

    Investasi dengan beberapa variabel independen, antara lain koefisien hasil estimasi

    menunjukan besarnya perubahan masrginal yang dihasilkan masing-masing vareiabel

    independen. Sedangkan estimasi tahap kedua adalah Produk Domestik Bruto dengan

    beberapa variabel independen yang mempengaruhinya dan investasi dalam hal ini berupa

    variabel independent. Masing-masing koefisien hasil estimasi menunjukan besarnya

    angka pengganda ( multiplier ).

    Secara statistik kedua Hasil estimasi yang dilakukan adalah significant pada taraf

    kepercayaan (Significant level ) = 1 % atau atau pada taraf keyakinan ( confidence

    level ) 1- = 99 % sebagaimana yang dapat dilihat bahwa masing-masingnya Ttest >

    Ttable. Sementara itu Ftest dari kedua fungsi yang diestimasi pada umumnya besar dan

    berada diatas Ftable yang juga pada = 1 %. Begitu juga dengan uji statistk Durbin-

    Watson yang significant pada taraf kepercayaan yang sama. Disamping itu koefisien

    determinasi dan korelasi kedua hasil estimasi telah memperlihatkan hubungan yang

    begitu kuat dengan masing-masing variabel peubah (independent variable ).

    3. PERANGKAT MAKRO KEBIJAKSANAAN EKONOMI

    3.1. Perangkat Kebijaksanaan Moneter

    Implementasi kebijaksanaan moneter sebelum deregulasi perbankan tahun 1983

    menghadapi banyak kendala karena terbatasnya perangkat atau instrumen yang bisa

    dipakai. Rezeki kenaikan harga minyak sejak awal dasawarsa 1970-an hingga akhir

    dasawarsa 1980-an telah memberikan banyak sekali pemasukan devisa yang

    menyebabkan peningkatan sangat besar dalam aktiva netto luar negeri (net foreign assets)

    Indonesia.

    Kenaikan aktiva netto luar negeri itu menyebabkan kenaikan dalam jumlah

    cadangan sistem perbankan sehingga lewat mekanisme perkreditan, menimbulkan

    peningkatan yang sangat besar dalam jumlah uang beredar. Sementara struktur ekonomi

    serta kapasitas produksi saat itu belum mampu menghasilkan peningkatan produksi yang

  • 11

    cukup besar untuk mengimbangi peningkatan jumlah uang beredar tersebut sehingga

    timbul ancaman inflasi yang serius.

    Untuk mencegah inflasi pertumbuhan jumlah uang beredar seharusnya dibatasi.

    Namun instrumen pengendalian uang beredar lewat mekanisme perubahan cadangan

    perbankan yang disebut "operasi pasar terbuka" (open market operations) belum dapat

    dilakukan saat itu karena belum adanya surat-surat berharga pasar uang yang bisa

    dijadikan sarana untuk intervensi di pasar uang. "Operasi pasar terbuka" adalah

    pembelian atau penjualan surat berharga di pasar uang oleh otoritas moneter dalam hal ini

    Bank Indonesia.

    Apabila jumlah uang beredar ingin dikurangi, BI melakukan penjualan surat

    berharga sehingga terjadi transfer uang dari masyarakat dan perbankan umum kepada BI.

    Hal itu akan menarik kembali sebagian uang dari peredaran dan mengurangi cadangan

    perbankan umum. Berkurangnya cadangan perbankan umum akan mengurangi

    kemampuannya untuk "menciptakan" uang giral lewat mekanisme perkreditan.

    Sebaliknya apabila jumlah uang beredar hendak ditambah, BI melakukan pembelian surat

    berharga dari pasar uang.

    Pengendalian jumlah uang beredar akhirnya dilakukan dengan kebijaksanaan

    pagu kredit (credit ceiling) yang secara langsung membatasi jumlah maksimum kredit

    yang dapat diberikan oleh masing-masing bank kepada nasabahnya. Pagu kredit tersebut

    telah menciptakan distorsi dalam alokasi dana untuk investasi karena sektor-sektor layak

    yang memberikan return on investment (ROI) tinggi kekurangan dana, sementara sektor-

    sektor lain dengan ROI rendah bahkan negatif mengalami kelebihan dana.

    Akibatnya adalah terjadinya inefisiensi yang cukup meluas sehingga mengancam

    pertumbuhan. Sementara itu, usaha penurunan permintaan agregat melalui kebijaksanaan

    fiskal adalah mustahil karena, berbeda dengan sistem di Amerika Serikat misalnya,

    sistem anggaran dan perpajakan Indonesia bersifat kaku dalam arti tidak memungkinkan

    adanya perubahan pengeluaran pemerintah dan tingkat pajak (taxrate) untuk

    pengendalian permintaan agregat.

    Setelah deregulasi perbankan tahun 1983, telah tercipta beberapa instrumen

    moneter baru untuk pengendalian jumlah uang beredar. Penerbitan kembali Sertifikat

    Bank Indonesia (SBI) sejak Oktober 1984 diikuti oleh pengenalan Surat Berharga Pasar

    Uang (SBPU) pada Januari 1985 telah menciptakan kemampuan pemerintah dalam hal

    ini Bank Indonesia, untuk setiap saat bisa melakukan "operasi pasar terbuka" dalam

    rangka pengendalian jumlah uang beredar.

    Pengendalian jumlah uang beredar bersama-sama dengan kebijaksanaan anggaran

    belanja negara dan perpajakan merupakan inti dari pengendalian permintaan agregat.

    kebebasan bagi seluruh bank untuk menentukan tingkat bunganya sendiri membawa

    pengaruh yang sangat besar dalam menciptakan iklim yang sangat kompetitif dalam

    dunia lembaga keuangan. Kondisi pasar keuangan yang sehat semacam itu merupakan

  • 12

    prasyarat bagi berlakunya mekanisme kontrol moneter yang efisien dan bebas distorsi

    dari Bank Indonesia.

    Selain operasi pasar terbuka, pada dasarnya ada empat perangkat lain

    pengendalian moneter yaitu perubahan tingkat bunga fasilitas diskonto (rediscount rate

    policy) perubahan rasio cadangan minimum (reserve requirement), perkreditan selektif

    (selective credit) dan pendektan persuasif (open mouth approach). Meskipun perangkat-

    perangkat ini semuanya mempengaruhi jumlah uang beredar, namun perbedaan

    mekanismenya dalam mempengaruhi kegiatan perbankan dibandingkan dengan operasi

    pasar terbuka pasar terbuka telah menyebabkan perangkat-perangkat ini lebih banyak

    dipakai sebagai alat special-purpose untuk menghadapi kondisi-kondisi tertentu ( Thomas

    F. Dernburg: 1985, h.437 ).

    Fasilitas diskonto adalah fasilitas pemberian pinjaman oleh bank sentral kepada

    bank-bank umum. Apabila tingkat bung diskonto dinaikkan, bank-bank umum akan

    mengurangi pinjamannya dari bank sentral sehingga jumlah cadangannya menurun.

    Penurunan jumlah cadangan bank umum ini akan mengurangi kemampuannya

    melakukan ekspansi kredit kepada masyarakat sehingga laju pertambahan jumlah uang

    beredar akan berkurang.

    Di Indonesia fasilitas diskonto ini secara efektif baru tersedia sejak Februari 1984.

    Sebelum itu pinjaman Bank Indonesia kepada bank-bank umum hanya terbuka bagi

    bangk-bank pemerintah yang menangani kredit prioritas lewat apa yang disebut "kredit

    likuiditas". Tingkat bunga fasilitas diskonto ini diturunkan oleh BI dari 18 % menjadi 16

    % pada bulan Maret 1989.

    Sementara itu penentuan rasi cadangan minimum yaitu rasio minimum antara

    jumlah cadangan bank dengan jumlah passiva (giro dan deposito) dimaksudkan untuk

    menjagfa tingkat kesehatan bank agar bank tidak mengalami kegoncangan akibat

    penarikan dana mendadak oleh masyarakat. Rasio ini pertama kali diperkenalkan pada

    bulan Mei 1967 untuk passiva rupiah dan pada 23 Agustus 1971 untuk passiva valuta

    asing. Sejauh ini telah terjadi dua kali penurunan terhadap rasio cadangan minimum yaitu

    dari 30 % menjadi 15 % sejak bulan Desember 1977, dan menjadi hanya 2 % sejak

    dikeluarkannya Paket 27 Oktober 1989 (Pakto27).

    Kebijaksanaan perkreditan selektif dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas

    dari ekspansi kredit ataupun konstruksi kredit terhadap sasaran yang hendak dicapai dari

    pengaturan kredit itu. Bantuan khusus berupa subsidi tingkat bunga kredit dan

    pengerahan danan yang lebih besar dapat dilakukan untuk sektor-sektor atau daerah-

    daerah prioritas yang ingin dikembangkan sesuai dengan srategi pembangunan yang

    diambil pemerintah.

    Demikian pula, pembatasan perkembangan kredit perbankan dapat dilakukan

    secara selektif hanya untuk sektor-sektor atau daerah-daerah yang teridentifikasi sebagai

    penyebab inflasi sehingga sektor atau daerah lain tidak menderita efek sampingan dari

    suatu kebijaksanaan pembatasan kredit yang berlaku umum. Di negara-negara maju,

  • 13

    kebijaksanaan perkreditan selektif ini dilakukan apabila memang penyakit-penyakit

    ekonomi seperti inflasi atau resesi pada mulanya hanya menyerang sektor-sektor atau

    daerah-daerah tertentu saja. Dengan selektivitas seperti itu, pengendalian kredit akan

    lebih efektif dan mencapai sasaran.

    Di Indonesia kebijaksanaan kredit selektif yang telah dilakukan adalah sebagai

    alat untuk mendukung program pemerintah untuk mengembangkan sektor-sektor tertentu

    dengan subsidi tingkat bunga oleh BI bagi kredit-kredit kepada sektor-sektor tersebut.

    Selain itu BI juga menjamin sebagian dari resiko kredit macet (default risk) pada sektor-

    sektor itu. Sementara itu kebijaksanaan pembatasan kredit secara selektif untuk

    pengendalian inflasi tidak pernah dilakukan di Indonesia. Dengan semakin tersedianya

    data sektoral serta regional, baik data produksi maupun data harga, terdapat potensi yang

    sangat besar bagi pemerintah untuk melakukan kebijaksanaan kredit selektif ini dalam

    rangka pengendalian permintaan agregat yang lebih efektif.

    Apabila terdapat variasi yang cukup besar dalam laju inflasi antar sektor atau

    antar daerah misalnya, maka pembatan laju ekspansi kredit dapat dilakukan secara

    selektif hanya untuk sektor atau daerah memiliki laju inflasi relatif tinggi. Sebagai

    contoh, pada tahun 1988, Medan, Ambon dan Jayapura mencatat laju kenaikan indeks

    harga konsumen yang sangat tinggi (double digit) dibandingkan dengan 17 kota lainnya

    yaitu masing-masing 11.2%, 18,2% dan 11,4% dibandingkan dengan rata-rata 5,1%

    untuk kota-kota lainnya. Maka pengendalian ekspansi kredit untuk memerangi inflasi

    akan lebih efektif apabila dilakukan secara selektif dalam arti lebih kitat untuk daerah

    Sumatra utara, Maluku, dan Irian Jaya.

    Kebijaksanaan pagu kredit yang dilakukan pemerintah sejak 1974 hingga 1981

    tidak dapat dikategorikan sebagai kebjijaksanaan kredit selektif karena pagu yang

    diterapkan hanya bersifat umum untuk masing-masing bank dan tidak dirinci berdasarkan

    sektor ekonomi atau daerah debitur. Pelaksanaan pembatasan perkreditan selektif

    semestinya tidak melalui pagu yang distortif, tetapi melalui pembatasan laju pertumbuhan

    kredit masing-masing bank untuk sektor-sektor atau daerah-daerah yang rawan inflasi.

    Implementasi pembatasan laju pertumbuhan kredit untuk suatu sektor produksi misalnya,

    harus didasarkan pada pra-identifikasi bahwa memang sektor yang bersangkutan

    mengalami kekurangan supply (supply deficient) bahan baku maupun barang modal.

    Perangkat lain keempat yaitu pendekatan persuasif dipakai oleh Gubernur BI

    terhadap para bankir dalam situasi tertentu dimana segera diperlukan penurunan laju

    pertumbuhan jumlah yang beredar dan kredit untuk mencegah inflasi. Biasanya

    pembatasan laju pertumbuhan jumlah yang beredar lewat operasi pasar terbuka misalnya,

    membutuhkan tenggang waktu ( time-lag ) sebelum laju pertumbuhan kredit perbankan

    turun, sementara dengan pendekatan persuasif para bankir langsung bisa "diajak

    kerjasama" dengan pemerintah untuk mengekang ekspansi perkreditan.

    Namun demikian, pendekatan persuasif ini dapat menimbulkan distorsi dalam

    alokasi kredit karena dalam jangka pendek para bankir hanya bisa menolak sebagian

    permohonan kredit baru tanpa bisa melakukan seleksi berdasarkan ROI si calon debitur.

  • 14

    Selain itu kelebihan cadangan (excess reserves) akibat pembatasan ekspansi kredit itu

    akan mengurangi tingkat profitabilitas bank.

    Agar kebijaksanaan moneter dapat mencapai sasarannya dalam pengendalian jumlah

    uang beredar dan kredit, Bank Indonesia seyogyanya melakukan pilihan yang tepa

    mengenai perangkat mana yang akan digunakan dalam kondisi tertentu. Apabila yang

    dikehendaki adalah pengaturan jumlah uang beredar secara umum, maka yang paling

    tepat adalah operasi pasar terbuka.

    Operasi pasar terbuka merupakan perangkat yang paling fleksibel karena setiap

    saat Bank Indonesia dapat melakukan pembelian dan penjualan surat-surat berharga pasar

    uang dan dalam jumlah yang sesuai dengan sasaran laju pertumbuhan kredit domestik

    (net domestic assets) yang diinginkan. Kemudian berdasarkan perkembangan aktiva netto

    luar negeri (net foreign assets) dan perhitungan angka pengganda uang (money

    multiplier), yaitu:

    Money multiplier adalah angka kelipatan jumlah uang beredar terhadap monetary base ( yang merupakan

    net demestic assets ). Jumlah uang beredar ditentukan oleh jumlah monetary base karena monetary base

    merupakan cadangan sistim perbankan. Karena jumlah cadangan perbankan merupakan suatu fraksi saja

    dari jumlah uang beredar berdasarkan sistem fractional reserve yang dianut perbankan modern, maka jumlah uang beredar merupakan kelipatan dari jumlah monetaru base.

    maka target persentase pertambahan jumlah uang berdar dapat dicapai dengan lebih tepat.

    Dengan demikian akan terhindar adanya perkembangan jumlah uang beredar yang relatif

    erractic yang membahayakan pengendalian ekonomi makro secara umum. Seandainya

    volume surat-surat berharga yang saat ini dipakai oleh BI untuk operasi pasar terbuka

    yaitu SBI dan SBPU belum cukup besar dan belum efektif untuk menopang operasi

    pasar terbuka yang fleksibel, maka sudah saatnya BI dan Departemen Keuangan mulai

    memikirkan penerbitan surat berharga lain semacam treasury bills di Amerika Serikat.

    Treasury bills adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan Amerika Serikat.

    Treasury bills mempunyai jangka waktu: 3, 6, 9 dan 12 bulan. Surat berharga ini merupakan surat

    pengakuan Hutang pemerintah dan diperdagangkan secara luas di pasar uang.

    Di lain pihak apabila terdapat perbedaan yang cukup besar dalam pengaruh

    kebijaksanaan moneter terhadap sektor atau daerah yang satu dengan sektor atau daerah

    lainnya, maka yang paling cocok adalah kebijaksanaan kredit selektif. Beberapa sektor

    terutama yang pembiayaan kegiatannya sangat tergantung dari kredit bank lebih terkena

    oleh kebijaksanaan moneterdi banding sektor-sektor lainnya.

    Oleh sebab itu bisa saja terjadi kasus dimana suatu kebijaksanaan moneter restriktif yang

    ditujukan untuk mengurangi laju inflasi memiliki dampak kecil terhadap sektor yang

    ekspansinya telah menyebabkan inflasi, sementara dampak utamanya adalah

    menyebabkan kelesuan pada sektor-sektor lain.

    Perangkat fasilitas diskonto lebih cocok dpakai untuk menolong bank-bank yang

    mengalami kesulitan likuiditas yang gawat daripada untuk pengendalian jumlah uang

    beredar. Dengan kata lain kebijaksanaan ini lebih tepat digunakan sebagai manfestasi

  • 15

    peranan tradiional bank sentral sebagai lender of the last resort atau kreditur penyelamat

    terakhir bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Dengan pengkhususan seperti itu,

    maka tingkat bunga atau credit terms secara umum dari fasilitas diskonto seharusnya

    dibuat lunak sebagaimana layaknya fasilitas khusus.

    Tentu saja dengan catatan bahwa jendela fasilitas itu hanya terbuka bagi bank

    yang benar-benar dalam keadaan "darurat", dan tidak boleh dipakai sebagai salah satu

    sumber dana oleh bank yang tidak dalam keadaan kesulitan. Dengan rendahnya tingkat

    bunga fasilitas diskonto itu, maka dengan sendirinya bank yang mengalami kesulitan

    akan menggunakan fasilitas ini dan tidak lari ke pasar uang antar bank ( interbank call

    money ) yang tingkat bunganya tinggi.

    Tingkat bunga fasilitas tersebut saat ini, yaitu 16 % adalah terlalu tinggi untuk menopang

    peranan Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. Karena tingkat bunga 16 % itu

    hampir sama dengan tingkat bunga pasar saat ini, maka fasilitas diskonto Bank Indonesia

    praktis tidak banyak membantu bagi bank yang mengalami kesulitan.

    Sedangkan perangkat rasio cadangan minimum, seyogyanya terus dipertahankan

    sebagai kebijaksanaan special purpose, yaitu untuk menjaga keamanan bank dalam

    melakukan ekspansi aktiva sehingga tidak mudah tergoncang apabila mengalami kejadian

    mendadak seperti penarikan dana tibabtiba oleh beberapa nasabah besar.

    Selain itu, apabila tingkat bunga fasilitas diskonto dan rasio cadangan minimum

    juga dipakai untuk mengatur jumlah uang beredar, maka ada kemungkinan timbul

    inkonsistensi dengan operasi pasar terbuka. Sebagai contoh, jika fasilitas diskonto

    diberikan juga kepada bank-bank yang tidak dalam keadaan "darurat" maka perubahan

    cadangan bank akibat pembelian/penjualan pasar terbuka oleh BI sedikit banyaknya akan

    terkompensir oleh adanya fasilitas itu, sehingga operasi pasar terbuka menjadi tidak

    efektif. Demikian pula sebaiknya BI menentukan rasio cadangan minimum yang benar-

    benar aman bagi bank, dan tidak sering mengubah-ubah rasio yang dianggap aman itu.

    Penetapan rasio 2% setelah Pakto 27 nampaknya terlalu rendah untuk maksud itu.

    3.2. Perangkat Kebijaksanaan Fiskal

    Berbeda dengan perangkat kebijaksanaan moneter yang sudah relatif beragam dan

    mapan, perangkat pengendalian permintaan agregat lewat anggaran belanja pemerintah

    dan perpajakan sampai saat ini belum tersedia karena Indonesia menganut sistem

    anggaran berimbang dimana jumlah pengelurang pemerintah selalu menyesuaikan diri

    dengan jumlah penerimaan pemerintah. Dalam sistem itu praktis tidak dimungkinkan

    adanya pengaturan pengeluaran pemerintah untuk mengendalikan jumlah permintaan

    agregat.

    Kalau penerimaan pemerintah (penerimaan dalam negeri dari pajak dan non-pajak

    ditambah hutang luar negeri) menurun, otomatis pengeluarannya juga menurun tanpa

    mempedulikan pengaruhnya terhadap penurunan kegiatan ekonomi secara nasional.

  • 16

    Dengan cara seperti itu, penurunan penerimaan pajak yang disebabkan oleh penurunan

    kegiatan ekonomi misalnya, akan menyebabkan pemerintah mengurangi pengeluarannya,

    sehingga kegiatan ekonomi makin bertambah lesu. Demikian juga, apabila penerimaan

    pemerintah bertambah, otomatas pertambahan itu harus tersalurkan dalam bentuk

    pertambahan pengeluaran pemerintah tanpa mempedulikan dampak inflasionernya.

    Jadi dalam sistem anggaran berimbang itu, pengeluaran pemerintah sama sekali

    tidak berfungsi sebagai alat stabilisator perekonomian. Di negara-negara industri,

    pengaturan pengeluaran pemerintah dan pengaturan tingkat pajak justru merupakan

    perangkat utama pengendalian kegiatan ekonomi dan permintaan agregat sejak terkena

    depresi besar pada dasawarsa 1930-an sehingga depresi tidak pernah terjadi lagi.

    Dengan makin membaiknya perkembangan kelembagaan ekonomi Indonesia

    dewasa ini, sebenarnya sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak memanfaatkan potensi

    peranan pemerintah dari sisi kebijaksanaan fiskal itu. Sistem anggaran berimbang

    sebenarnya merupakan "warisan" ekonomi dari akhir dasawarsa 1960-an dan awal

    dasawarsa 1970-an pada saat dimana pemerintah belum memiliki perangkat lain untuk

    mencegah inflasi secara efektif. Demikian pula, sudah saatnya sistem perpajakan dibuat

    lebih fleksibel sehingga dimungkinkan adanya perubahan dalam tingkat pajak (tax rate)

    pada saat diperlukan sebagai insentif ataupun disinsentif makro dalam rangka

    peningkatan atau penurunan permintaan agregat.

    Dengan fleksibelnya tingkat pajak serta pengeluaran pemerintah, anggaran

    belanja pemerintah tidak mesti harus sama dengan penerimaan pemerintah. Jadi

    dimungkinkan adanya defisit maupun surplus APBN. Defisit APBN dapat dibiayai

    dengan obligasi Departemen Keuangan sementara surplus APBN masuk ke tabungan

    pemerintah. Penerbitan obligasi Depeartemen Keuangan itu sudah saatnya mulai

    dipikirkan mengingat sudah berkembanganya pasar modal dan besarnya animo

    masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya.

    Hingga akhir Juli 1989, sudah sekitar 20 perusahaan yang menjual obligasi di

    pasar modal, dan semuanya berhasil dengan total nilai emisi sebesar kira-kira 1, 238

    trilyun rupiah. Dengan jaminan sepenuhnya oleh Bank Indonesia sebagai otoritas

    moneter, maka obligasi Departemen Keuangan itu akan menjadi surat berharga yang

    paling liquid dan paling rendah resikonya. Obligasi Departemen Kkkeuangan ini dapat

    juga dipakai sebagai saran "operasi pasar terbuka" di samping SBI dan SBPU yang sudah

    ada.

    Apabila tiba-tiba terjadi suatu schock yang mengurangi penerimaan pemerintah

    seperti penurunan harga minyak dan harga komoditi primer lainnya, maka pemerintah

    tidak perlu mengurangi pengeluarannya yang akan menyebabkan resesi dalam negeri.

    Pemerintah cukup melakukan pembelanjaan defisit (deficit finance) dengan penjualan

    obligasi Departemen keuangan dan atau mengurangi tingkat pajak untuk meningkatkan

    daya belli masyarakat.

  • 17

    Jika terjadi kelebihan permintan agregat yang tidak mampu terpenuhi oleh

    kapasitas produksi nasional seperti yang terjadi karena kelebihan "uang minyak" pada

    awal dasawarsa 1980-an ancaman inflasi dapat dihilangkan dengan penurunan jumlah

    uang beredar lewat "operasi pasar terbuka", penurunan pengeluaran pemerintah lewat

    surplus APBN , peningkatan tingkat pajak, atau kombinasi dari perangkat-perangkat itu.

    Perangkat mana yang lebih cocok akan tergantung dari situasi dan kondisi saat terjadinya

    shck banyak komponen pengeluaran pemerintah yang tak bisa dikurangi atau

    incompressible, maka penurunan jumlah uang beredarlah yang dilakukan.

    Tersedianya perangkat kebijaksanaan fiskal akibat dilepaskannya sistem anggaran

    berimbang itu, akan memperkaya perangkat-perangkat kebijaksanaan pengendalian

    permintaan agregat. Dengan demikian pada saat krisis, pemerintah tidak perlu

    "kebingungan" sehingga memakai perangkat-perangkat pintas yang "tidak populer" dan

    campur tangan secara langsung yang distortif.

    4. KESIMPULAN

    Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan makin banyaknya kemungkinan

    instrumen makro di tangan pemerintah dalam bentuk instrumen-instrumen moneter-fiskal

    itu, maka kita akan lebih siap untuk mengatasi dan menyembuhkan penyakit-penyakit

    perekonomian yang semakin banyak dewasa ini, baik eksternal maupun internal.

    Goncangan-goncanga eksternal yang mungkin terjadi akan memiliki dampak yang

    semakin besar terhadap ekonomi dalam negeri karena sektor reil maupun sektor moneter

    kita makin bersifat terbuka.

    Makin terbukanya sektor riel ditandai oleh makin besarnya rasio perdagangan luar

    negeri (ekspor ditambah impor) terhadap GDP . Dalam harga konstan 1983, rasio

    perdagangan luar negeri terhadap GDP adalah 44,8% pada tahun 1985, meningkat

    menjadi masing-masing 48,5%, 49,2% dan 50,8% pada tahun 1986,1987, dan 1988.

    Sementara itu sektor moneter semakin terbuka setelah Pakto 27 dengan beberapa

    ketentuan yang memperbolehkan lembaga keuangan domestik untuk memperoleh dana

    dari luar negeri serta lembaga keuangan asing untuk lebih leluasa beroperasi di Indonesia.

    Apabila tersedia perangkat kebijaksanaan fiskal-moneter yang memadai, maka ekonomi

    kita tidak akan terlalu mudah terguncang oleh adanya shcks yang setiap saat dapat

    muncul.

    Dalam teori kebijaksanan ekonomi dikenal "Tinbergen rule" yang menyatakan

    bahwa jumlah perangkat kebijaksanaan paling tidak harus sama dengan jumlah sasaran

    agar beberapa sasaran itu dapat sekaligus terdapai ( Jan Tinbergen: 1952, h.123 ).

    Berdasarkan pengalaman, beberapa gejala buruk dan penyakit perekonomian sering

    sekaligus menyerang dalam waktu yang sama, sehingga diperlukan banyak perangkat

    atau instrumen kebijaksanaan kalau kita ingin menyembuhkan beberapa penyakit itu

    sekaligus ( Jan Tinbergen: 1956, h.146 ).

  • 18

    Dengan demikian, tersedianya instrumen-instrumen moneter fiskal yang memadai

    itu merupakan prasyarat bagi terjadinya pertumbuhan yang berkelanjutan pada saat lepas

    landas dimana sudah pasti semakin banyak penyakit atau gejala buruk ekonomi yang

    akan menyerang. Selain itu, tersedianya banyak perangkat kebijaksanaan pengendalian

    makro itu memungkinkan pemerintah untuk melakukan pilihan yang tepat mengenai

    perangkat mana yang paling cocok untuk menghadapi suatu masalah tertentu, sehingga

    efektivitas pengendalian makro semakin besar, Tanpa upaya untuk memperkaya

    perangkat-perangkat kebijaksanaan stabilisasi makro sebagai salah satu landasan yang

    kokoh, maka besar kemungkinan tahap lepas landas nanti akan diwarnai oleh banyak

    sekali gejolak-gejolak berbahaya yang tidak diinginkan.

    DAFTAR PUSTAKA

    F. Dernburg, Thomas., " Macro-Economics: Concept Theories and Policy, Seventh

    edition, MacGraw-Hill 1985 ).

    Friedman, Milton, "foreign Economic Aid : Means and Objective" dalam John A. Pincus

    (Editor), Reshaping the World Economy; Rich Countries and Poor, englewood,

    New York : Prentice-Hall, Inc 1968).

    Yamane, Taro, Statistic : An Introductory Analysis, Third Edition, (New York : Harper &

    Row Publisher, 1979).

    Republik Indonesia, Repelita IV Indonesia 1984/85 - 1988/89, (Jakarta : Departemen

    Penerangan RI), Buku I dan II.

    Suda, Miyako, "Balance of Payment in Asian Countries" dalam Tskshiko Haseyama, et al

    (Editors), Two Decades of Asian Development and Outlook for the 1980s,

    (Tokyo : Institute of Developing Economics, 1983).

    Tinberggen, Jan., "On Theory of Economic Policy", North-Holland, Amsterdam 1952.

    _____________., "Economic Policy: Prinsiples and Design", North-Holland, Amsterdam

    1956.

    Thirwall, AP., Growth and Development With Special Reference to Developing

    Economic, Second Edition, (London : The Macmillan Press Ltd, 1978).

    Todaro, Michel P., Perencanaan Pembangunan : Model dan Metode, terjemahan Drs.

    Siswa Suyanto, Jakarta : Intermedia, 1986).

    ------+++++------

    Cara paling Mudah Meng-unduh (Downloads) secara GRATIS sejumlah TULISAN ILMIAH Dalam bentuk Files PDF sebagai berikut:

  • 19

    Daftar TULISAN ILMIAH Untuk PERGURUAN TINGGI, Terdiri:

    Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN

    JURNAL PENELITIAN Kuantitatif, BUKU AJAR MODUL SOAL DAN

    PEMECAHAN SOAL, BUKU TEKS, Laporan Hasil & Jurnal Hasil

    Penelitian Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, LAPORAN HASIL

    & Jurnal Hasil Penelitian SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi

    10 Macam Hasil Pegembangan KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

    Penelitian Survey dari 5 Hasil Penelitian SURVEY.

    Dan Didapatkan 10 Contoh/Bentuk PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF

    Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, termasuk 5 Proposal (Draft Hibah

    DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 s/d 2016

    12 Contoh/Bentuk PROPOSAL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN

    TRANSPORTASI 2014 s/d 2017

    I. Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN, Serta Jurusan Terkait Bidang EKONOMI:

    02 27 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP I to KOPTIS Wilayah III Jakarta Files: 003 01 Perspektif Ekonomi Indonesia Dalam satu tahap pembangunan Jangka Panjang

    004 02 Analisis Fungsi Tabungan Indonesia: Pengujian Model Hipotesa Pendapatan Permanen

    005 03 Expor Kommoditi Primer Pulau Sumatera Lamam Perdagangan Luar Negeri Indonesia

    006 04 Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Indonesia 1969-1994

    007 05 Pekiraan Pembentukan Modal Di Indonesia

    008 06 Kebijaksanaan Deregulasi Perbankan Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia

    009 07 Instabilitas Perdagangan Luar Negeri Indonesia

    010 08 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dan Ketergantungan Terhadap Dana Luar Negeri

    011 09 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Diantara Modal Dan Tabungan 012 10 Pengukuran Kondisi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Stedy-State Growth

    013 11 Modal Asing Swasta Dan Pembentukan Investasi Produktif Dalam Pembiayaan Pembangunan

    014 12 Trade-Off Antara Penerimaan Pajak Dan Kemampuan Menabung Masyarakat

    015 13 Mobilisasi Tabungan Dan Investasi suatu Ekonomi Terbuka: Studi Kasus Indonesia 1969-1995

    016 14 Pengaruh Pendapatan Permanen Dalam Pembentukan Tabungan

    017 15 Peranan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

    018 16 Analisis Fungsi Konsumsi Indonesia Dengan Pendapatan Permanen

    019 17 Pembiayaan Ekonomi Dalam Negeri Diantara Keinginan Dan Kenyataan

    020 18 Sektor Perdagangan Luar Negeri Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Kegiatan Ekonomi

    021 19 Reformasi Kebijaksanaan Makro Dan Pengaruh Ekonomi Sektor Terbuka

    022 20 Keseimbangan Pendapatan Nasional: Investasi Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi 023 21 Analisis Pengaruh Pembentukan Tabungan Suatu Ekonomi Terbuka

    024 22 Pengaruh Aliran Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan

    025 23 Perkiraan Kebutuhan Investasi Dan Pengukuran Tinggal Landas

    026 24 Kemampuan Pembentukan Modal Domestik: Sektor Pemerintah Dan Masyarakat

    027 25 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Akumulasi Sumber Pembiayaan Pembangunan

    028 26 Kualitas Pembangunan Ekonomi Indonesia Dan Dilema Ketergantungan Sumber Dana

    029 27 Investasi Dan Pembiayaan Ekonomi Jangka Panjang Indonesia

  • 20

    004 34 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP II to STMT Trisakti Files: 030 01 Standar Ukuran Tinggal Landas Perekonomian Suatu Negara

    031 02 Pembentukan Modal Domestik Bruto Sektor Pemerintah Dan Masyarakat

    032 03 Pembentukan Tabungan Dan Pembiayaa Ekonomi Jangka Panjang Indonesia

    033 04 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Steady-State Growth

    034 05 Aliran Modal Asing Swasta Dalam Pembentukan Investasi Produktif 035 06 Fungsi Konsumsi Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Permanen

    036 07 Pendapatan Permanen Dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Tabungan

    037 08 Pengujian Model Tabungan Indonesia Dengan Hipotesa Pendapatan Permanen

    038 09 Kebutuhan Tabungan Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi Indonesia

    039 10 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi: Trade-Off Antara Pajak Dan Tabungan

    040 11 Aggregate Expenditre Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 3 Sektor)

    041 12 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Terbuka

    042 13 Aggregate Expendiure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 4 Sektor)

    043 14 Pengaruh Sektor Perdagangan Luar Negeri Terhadap Aktivitas Ekonomi Indonesia

    044 15 Aliran Modal Asing Dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan

    045 16 Penafsiran Tingkat effisiensi Marginal Ekonomi Indonesia Dan Prakiraan Pembentukan Modal

    046 17 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Sederhana 047 18 Aggregate Expenditure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 2 Sektor)

    048 19 Pembentukan Modal Domestik Bruto Dan Ketergantungan Terhadap Sumber Dana

    049 20 Prestasi Ekonomi Dan Indeks Instabilitas Sektor Perdangan Luar Negeri Indonesia

    050 21 Model Makro Keseimbangan Agregatif Pembentukan Tabungan Dan Investasi

    051 22 Expor Kommoditi Primer Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Pulau Sumatera

    052 23 Konstribusi Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

    053 24 Pengaruh Variabel-variabel Agregatif Terhadap Pembentukan Tabungan Dan Pendapatan

    054 25 Pengembangan Sumber Pembiayaan Pembangunan Yang Semakin Bertumpu Pada

    Kemampuan Sendiri

    055 26 Pengembangan Instrumen Kebijaksanaan makro Terhadap Pembentukan Investasi Dan Pendapatan

    056 27 Kebutuhan Tabungan Dan Pembentukan Investasi Produktif Bagi Pembiayaan Pembangunan 057 28 Pengaruh Ekspor Terhadap Pendapatan Nasional Dan Pertumbuhan Ekonomi

    058 29 Pengaruh Deregulasi Perbankan Bidang Ekspor Terhadap Devisa Pendapatan Nasional

    059 30 Aliran Dana Luar Negeri Di Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

    060 31 Strategi Indonesia Dan Manajemen Pembentukan Modal Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat

    061 32 Manajemen Perdagangan Internasional Pengurangan Distorsi Ekonomi Pasca Seleksi

    Aliran Dana Luar Negeri

    062 33 Manajemen Perbankan Pasca Deregulasi Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia

    063 34 Refleksi Ekonomi Indonesia Setelah 34 Tahun Membangun: Diantara Kekuatan Dan Kelemahan

    005 10 BUKU AJAR, MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Files: 064 01 BUKU AJAR Pengantar Teori Ekonomi

    065 02 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Pengantar Teori Ekonomi 066 03 BUKU AJAR Teori Ekonomi

    067 04 BUKU AJAR Ekonomi Pembangunan

    068 05 BUKU AJAR Pengantar Ekonomi Mikro

    069 06 BUKU AJAR Ekonomi Makro Perthitungan Pend Nasional

    070 07 BUKU AJAR Teori Ekonomi Mikro

    071 08 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Teori Ekonomi Mikro

    073 09 BUKU AJAR Ekonomi Manajerial

    074 10 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Ekonomi Manajerial

  • 21

    II. PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 006 3 VERSI Teks Book EKO MANAJERIALPernah Disumbang ke DIKTI Dan Dikirim Ke USA File 075 01 Buku Teks 681h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Hasil Estimasi

    Atau 075 01 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi

    Hasil Estimasi

    File 076 02 Buku Teks 301h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Non-Estimasi

    Atau 076 02 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi

    Non-Estimasi

    File 077 03 Buku Teks 509h EKO MANAJERIAL TRANSPORTASI Dengan Fungsi Non-Estimasi Atau 077 03 EKONOMI MANAJERIALTRANSPORTASI Penerapan Konsep Mikro Ekonomi

    Dalam Bisnis Transportasi Dengan Fungsi Non-Estimasi

    File 078 Ringkasan Isi Dan Surat Menyurat Pengiriman 3 Teks Book EKO MANAJERIAL Ke USA

    Atau 078 Request for Coop in Publishing 3 Text Books in MANAGERIAL ECONOMICS to The USA

    Subject: Request for Cooperation in Publishing Text Books in MANAGERIAL

    ECONOMICS: Application of Microeconomic Concepts Using Estimation

    Result Function (242 halaman)

    008 3 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2010 Files: 079 01 Evaluasi Ekonomi Indonesia di Era Pembangunan Berkelanjutan

    080 02 Evaluasi Ekonomi 50 Tahun Indonesia Membangaun

    081 03 Kebutuhan Tabungan Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia

    009 4 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2012 Files: 082 01 Pengembangan Ekonomi Dan Pengaruh POLIIK Di Era Kepemimpinan INDONESIA

    083 02 Prestasi Ekonomi INDONESIA Jangka Panjang Dan Pencapaian Kondisi STEADY-

    STATE GROWTH

    084 03 Perkiraan Kebutuhan Tabungan Bagi Target Pertumbuhan Ekonomi Yang Hendak Dicapai

    085 04 Pengendalian Ekonomi Ditengah Ancaman Krisis Dan Dilema Keterbatasan Sumber

    Pembiayaan Yang Salaing Trade-Off

    010 4 Laporan Penelitian Kuantitatif MANAJEMEN TRANSPORTASI 2010 File 086 01 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 72h Dibidang TRANSPORTASI DARAT 2010

    Atau 086 01 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di

    Indonesia

    File 087 02 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI DARAT 2010

    Atau 087 02 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di

    Indonesia

    File 088 03 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 77h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010

    Atau 088 03 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional

    File 089 04 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010

    Atau 089 04 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional

  • 22

    011 3 Proposal P3M PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2010 File 090 01 Draft Proposal 21h Penelitian P3M MTD STMT Angkutan Jalan Raya DKI 2010

    Atau 090 01 Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta: Trade off Antara Penguna

    Kendaraan Pribadi Dan Umum

    (Studi Kasus: Penerapan Konsep Slutsky’s Theorem, TE = SE + IE)

    File 091 02 Draft Proposal 26h Penelitian P3M MTL STMT Faktor Produksi PT PELNI 2010 atau 091 02 Pengaruh Beberapa Faktor Produksi Terhadap Produksi PT PELNI

    (Studi Kasus: Penerapan Konsep Production Isoquant, TO = SE + OE)

    File 092 03 Draft Proposal 25h Penelitian P3M MTU STMT Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan 2010

    atau 092 03 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang Jakarta-Ujung

    Pandang

    012 14 Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANAJEMEN TRANSPORTASI, Tahun 2011 File 093 01 Proposal 11h Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia 2011

    Atau 093 01 Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia Dan Investasi Produktif Yang Diperlukan

    File 094 02 Proposal 10h Jasa Angkutan Rel 2011

    Atau 094 02 Menasionalisasikan Jasa Angkutan Rel Dan Investasi Yang Dibutuhkan

    File 095 03 Proposal 11h Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011

    Atau 095 03 Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia

    File 096 04 Proposal 11h Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia 2011

    Atau 096 04 Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dalam Wililayah Teritorial Indonesia

    File 097 05 Proposal 12h Produksi Jasa Angkutan Udara Penerbangan Domestik 2011

    Atau 097 05 Produksi Jasa Angk Udara Komersial Penerbangan Domestik

    File 098 06 Proposal 12h Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau 2011

    Atau 098 06 Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia

    File 099 07 Proposal 14h Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik 2011

    Atau 099 07 Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik

    File 100 08 Proposal 11h Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau 2011

    Atau 100 08 Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau

    File 101 09 Proposal 13h Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik 2011

    Atau 101 09 Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik

    File 102 10 Proposal 15h Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara 2011

    Atau 102 10 Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara

    File 103 11 Proposal 14h Kebutuhan Modal Pert Produksi Angkutan Udara Luar Negeri 2011

    Atau 103 11 Kebutuhan Modal Pertumbuhan Produksi Angkutan Udara Luar Negeri

    File 104 12 Proposal 12h Pengembangan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011

    Atau 104 12 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia

    File 105 13 Proposal 15h Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Dom 2011

    Atau 105 13 Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Domestik

    File 106 14 Proposal 12h Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional 2011 Atau 106 14 Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional

  • 23

    10 Contoh PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI

    013 5 CONTOH Hibah (Proposal DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 -2016 File 107 01 Draf Hibah Kompetensi TAHAP 1 44h dgn Ir PRASAD TITA MM to DIKTI 2009

    Atau 107 01 Analisis Pertambahan Pengguna Kendaraan Bermotor Roda Dua Dan Kepemilikan Mobil

    Pribadi Di Jakarta

    File 108 02 Draft Hibah Kompetensi 47h dgn PROF ERYUS To DIKTI 2010

    Atau 108 02 Kepadatan Lalin Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta Trade off Antara Peng Kend Pribadi

    Dan Umum

    File 109 03 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF HANANTO to DIKTI 2010

    Atau 109 03 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PT PELNI

    File 110 04 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF DIRK KOLEANGAN to DIKTI 2010

    Atau 110 04 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang JAKARTA-

    UJUNG PANDANG

    File 111 05 Draft Hibah PRODUK TERAPAN 67h dgn Dr HUSNI HASAN to DIKTI 2016

    Atau 111 05 Analisis Penentuan Tarif Angkut Dua Jasa Angk Penumpang Udara Dan Laut Rute

    JAKARTA-UJUNG PANDANG

    014 3 CONTOH Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2014 File 112 01 Proposal Penelitian P3M MTL 13h Angk Pelayaran Antar Pulau PT PELNI 2014

    Atau 112 01 PENGEMBANGAN PRODUKSI ANGKUTAN PELAYARAN DI INDONESIA

    File 113 02 Proposal Penelitian P3M MTD 15h Effisiensi Produktivitas Jasa Angk PT KAI 2014

    Atau 113 02 TINGKAT EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS JASA ANGKUTAN KERETA API

    INDONESIA

    File 114 03 Proposal Penelitian P3M MTU 21h Kebutuhan Modal Angk Penerb Domestik 2014

    Atau 114 03 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN

    PENERBANGAN DOMESTIK

    015 2 CONTOH Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,

    Tahun 2017, Sedang Digarap File 115 01 Proposal Terpadu P3M 28h atau Analisis Trade-Off Antara MTL Dengan MTU 2017

    Atau 115 01 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan

    Domestik Indonesia: Trade-off Antara Angkutan Laut Dan Udara

    File 116 02 Proposal Penelitian P3M 22h Dibidang TRANPORTASI UDARA Luar Negeri 2017

    Atau 116 02 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN UDARA

    LUAR NEGERI

  • 24

    PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 016 5 LAPORAN HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017

    File 117 01 Laporan HASIL PENELITIAN 375h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014

    Atau 117 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL

    PURWAKARTA

    File 118 02 Laporan HASIL PENELITIAN 147h PERUM DAMRI 2015 Atau 118 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan

    Loyalitas Pelanggan

    File 120 03 Laporan HASIL PENELITIAN 172h PT MAYASARI BAKTI 2016

    Atau 120 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd

    Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti

    File 122 04 Laporan HASIL PENELITIAN 165h GARUDA INDONESIA 2016

    Atau 122 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan

    Domestik GIA Di Bandara Soeta

    File 124 05 Laporan HASIL PENELITIAN 353h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017 Atau 124 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS

    PURWAKARTA

    017 5 Jurnal HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017 File 125 01 Jurnal HASIL PENELITIAN 41h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014

    Atau 125 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL

    PURWAKARTA

    File 126 02 Jurnal HASIL PENELITIAN 35h PERUM DAMRI 2015

    Atau 126 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan

    Loyalitas Pelanggan

    File 128 03 Jurnal HASIL PENELITIAN 38h PT MAYASARI BAKTI 2016

    Atau 128 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd

    Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti

    File 130 04 Jurnal HASIL PENELITIAN 36h GARUDA INDONESIA 2016

    Atau 130 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan

    Domestik GIA Di Bandara Soeta

    File 132 05 Jurnal HASIL PENELITIAN 40h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017

    Atau 132 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS

    PURWAKARTA

    018 10 Macam Prediksi Pengembangan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Penelitian Survey

    Files: 133 01 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 20h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt 134 02 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 23h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Panjang Alt

    135 03 PERUM DAMRI 2015 15h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt

    136 04 Jurnal HASIL PENELITIAN PERUM DAMRI 2015 24h

    137 05 Jurnal HASIL PENELITIAN Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014 30h

    138 06 Jurnal HASIL PENELITIAN PT MAYASARI BAKTI 2016 31h

    139 07 PT MAYASARI BAKTI 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt

    140 08 Jurnal HASIL PENELITIAN GARUDA INDONESIA 2016 31h

    141 09 PT GARUDA INDONESIA 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt

    142 10 Jurnal HASIL PENELITIAN KA PATAS Purwakarta 2017 30h

  • 25

    12 BUAH BENTUK PROPOSAL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI

    019 6 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2014-2017 File 143 01 Proposal 21h KERETA API EKONOMI LOKAL PURWAKARTA 2014

    Atau 143 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL

    PURWAKARTA

    File 144 02 Proposal 18h PERUM DAMRI 2015

    Atau 144 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan

    Loyalitas Pelanggan

    File 145 03 Proposal 17h PERUM DAMRI Dgn KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt

    Atau 145 03 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan

    Loyalitas Pelanggan

    File 146 04 Proposal 28h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016

    Atau 146 04 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap

    Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti

    File 148 05 Proposal 28h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016

    Atau 148 05 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan

    Domestik GIA Di Bandara Soeta

    File 150 06 Proposal 27h KERETA API PATAS PURWAKARTA 2017

    Atau 150 06 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS

    PURWAKARTA

    020 2 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Hasil Pengembangan Model 2016 File 151 01 Proposal 33h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016 dengan MODEL &

    KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt

    Atau 151 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan Domestik GIA Di Bandara Soeta

    File 152 02 Proposal 26h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016 dengan MODEL &

    KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt

    Atau 152 02 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap

    Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti

    021 2 Contoh Proposal Baru PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2017 File 153 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017

    Atau 153 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta

    File 154 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017

    Atau 154 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta

    File 155 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017 dengan MODEL &

    KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt Atau 155 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan

    Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta

    File 156 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017 dengan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt

    Atau 156 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas

    Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta

  • 26

    Biasanya untuk mendapatkan sebuah TULISAN ILMIAH adalah secara kebetulan

    didalam DOMAIN Google atau Bilamana sudah mengetahui judul TULISAN ILMIAH tersebut cukup dengan menulis judul tersebut ke dalam Google dan akan keluar TULISAN ILMIAH yang dimaksud.

    KIAT CERDIK MEMBUAT TULISAN ILMIAH, dan sebagai langkah utama adalah dengan cara Mengkoleksi sejumlah TULISAN ILMIAH yang akan berperan sebagai

    MATERI PEMBANDING dengan MATERI YANG DIBUAT. Paling tidak agar

    mengatahui bagaimana penyusunan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN

    TEORITIS yang dibuat penulis lain. Selain bisa memperkuat “pondasi ilmiah” bahkan

    juga memperkokoh “Kemampuan ilmiah” agar lebih mudah menyelesaikan berbagai

    bentuk/beranekaragam Persoalan Ilmiah pada PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang

    MANAJEMEN TRANSPORTASI maupun PENELITIAN SURVEY Dibidang

    MANAJEMEN TRANSPORTASI. Tentunya sebagai langkah berikutnya adalah

    Meng-unduh (Downloads) sebanyak mungkin TULISAN ILMIAH dari penulis lain atau Meng-unduh secara keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File PDF

    (pada posisi jumlah sekarang) sebagaimana tercantum dalam Lembaran Informasi, terkecuali TULISAN ILMIAH yang terdapat dalam kurung sebanyak 22 Files (hanya

    bisa didapatkan melalui Email langsung dengan sejumlah harga tertentu yang disajikan

    dalam sebuah Daftar Harga).

    Ketentuan: Gantilah Lembaran Informasi (Daftar TULISAN ILMIAH yang disisipkan dalam wujud File PDF) menjadi (Daftar TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File DOCUMENTS), sehingga didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisikan Daftar dari semua tulisan

    ilmiah yang disusun oleh Amrizal.

    Selanjutnya, dengan cara memasukan/menuliskan 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal

    ke dalam Google, maka akan didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisi Daftar TULISAN ILMIAH tersebut, dengan contoh berikut:

    Google 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal Cari

    Adapun tujuan selanjutnya agar lebih leluasa/Mudah meng-unduh (Downloads)

    keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam PDF (pada posisi jumlah sekarang),

    cukup dengan cara meng-Copy masing-masing Nomor urut beserta nama file tersebut

    ke dalam Google.

    Diistilahkan dalam tanda petik “pada posisi jumlah sekarang” oleh karena posisi/jumlah

    files PDF yang disajikan dalam Daftar TULISAN ILMIAH dapat berubah pada saat-saat tertentu seiring dengan perjalanan waktu.......

    -------- Jakarta, 14 September 2017--------

    M't = X8 = Impor Barang ModalR = 0.998370R = 0.999711DAFTAR PUSTAKA