nota keuangan dan anggaran pendapatan dan … apbn/nk apbn 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis,...

486
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996 NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 REPUBLIK INDONESIA Departemen Keuangan RI 1

Upload: phamnguyet

Post on 11-May-2019

263 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

NOTA KEUANGAN

DAN

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

TAHUN ANGGARAN 1995/1996

REPUBLIK INDONESIA

Departemen Keuangan RI 1

Page 2: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

BAB I

UMUM

Pendahuluan

Bagi bangsa Indonesia tahun anggaran 1995/96 mempunyai arti yang sangat strategis,

karena dalam tahun tersebut Indonesia telah berusia genap 50 tahun menikmati kemerdekaan,

setelah lebih dari tiga setengah abad dalam penjajahan. Usia setengah abad bagi suatu bangsa

tidaklah dapat dikatakan muda, akan tetapi lebih menunjukkan kematangan dan kedewasaan.

Dalam memasuki babak sejarah yang sangat menentukan ini, kiranya perlu dikaji kembali

pengalaman bangsa Indonesia sejak proklamasi. Dari pengalaman tersebut selanjutnya dapat

ditimba pelajaran yang tidak temilai harganya dibandingkan dengan pengalaman bangsa-bangsa

lain untuk memperluas wawasan nasional dalam menghadapi masa depan yang penuh perubahan,

ancaman, tantangan dan hambatan, namun sekaligus terbuka adanya peluang. Hal-hal yang

positif dari pengalaman masa lampau perlu dijadikan kekuatan di dalam melanjutkan perjalanan

pembangunan, sedangkan hal-hal yang negatif perlu dihindari agar kesalahan yang sama tidak

akan terulang kembali. Di dalam kaitan ini, kiranya perlu terus dimantapkan jiwa kebangsaan,

semangat persatuan, dan rasa kebersamaan sebagai unsur-unsur utama untuk menjadikan bangsa

yang kuat, dewasa, matang, dan mandiri. Segala daya upaya serta pengorbanan yang dilakukan

oleh para pejuang bangsa dalam merebut kemerdekaan telah memberikan ilham dan semangat

bagi rakyat Indonesia dalam mengisi kemerdekaan Indonesia menuju masyarakat adil dan

makmur.

Perkembangan ekonomi dalam negeri hingga saat ini

Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai dengan tahun 1965, sebagai akibat dari rentetan

pergolakan yang terus menerus, bangsa Indonesia praktis belum dapat menangani masalah

ekonominya dengan baik, sehingga periode tersebut ditandai dengan kemerosotan ekonomi yang

sangat memprihatinkan. Baru mulai tahun 1969, dengan dilandasi kestabilan nasional yang lebih

baik, bangsa Indonesia dapat melaksanakan pembangunan bertahap secara berkesinambungan,

terarah, dan terpadu melalui pembangunan jangka panjang 25 tahun pertama (PJP I). Melalui PJP

Departemen Keuangan RI 2

Page 3: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

I telah berhasil diatasi berbagai masalah mendasar yang menghauang bangsa Indonesia dalam

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat dan memberikan landasan yang kuat bagi

pembangunan berikutnya. Keberhasilan itu terutama didukung oleh kebijaksanaan anggaran

berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro

ekonomi yang berhati-hati, yang telah memungkinkan lndonesia mencapai stabilitas ekonomi

yang makin mantap yang disertai pula dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup mengesankan,

dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang lebih baik. Dalam PJP I laju inflasi telah dapat

dikendalikan, yaitu dari sekitar 650 persen dalam tahun 1966 menjadi rata-rata 17 persen per

tahun dalam tahun 1970-an, yang selanjutnya menurun menjadi rata-rata 9 persen per tahun

dalam tahun 1980-an. Demikian pula dalam tahun 1990 sampai dengan tahun 1993 laju inflasi

tetap dapat dikendalikan pada satu angka. Sementara itu pertumbuhan ekonomi Indonesia selama

PJP I mencapai rata-rata 6,8 persen per tahun, sehingga pendapatan per kapita pada akhir PJP I

mencapai sekitar US$ 770 dari sekitar US$ 70 dalam tahun 1969. Dengan peningkatan

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita tersebut, jumlah penduduk Indonesia yang

tergolong miskin yang dalam tahun 1970 berjumlah 70 juta orang atau 60 persen dari jumlah

penduduk, dalam tahun 1993 telah menurun menjadi 25,9 juta orang atau sekitar 13,7 persen dari

jumlah penduduk. Demikian pula pembangunan telah menyebar di seluruh tanah air dengan

partisipasi rakyat yang semakin aktif.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang cutup tinggi serta stabilitas dan pemerataan

yang lebih baik, kebijaksanaan ekonomi yang ditempuh selama PJP I telah membawa perubahan

yang mendasar dalam struktur perekonomian nasional ke arah yang lebih kukuh dan seimbang,

baik struktur investasi, struktur penerimaan negara maupun struktur penerimaan ekspor, yang

kesemuanya memberikan landasan yang kuat bagi pembangunan di masa mendatang. Dalam hal

investasi, peranan sektor swasta sebagai sumber utama investasi telah semakin berkembang.

Sejalan dengan itu peranan sektor industri dalam produksi nasional sejak tahun 1991 telah

melampaui sektor pertanian. Di bidang penerirnaan negara, ketergantungan penerimaan dalam

negeri dari sektor migas telah semakin jauh berkurang, khususnya digantikan oleh penerimaan

dari sektor perpajakan. Demikian pula struktur perolehan devisa telah berubah, dimana lebih dari

70 persen berasal dari ekspor bukan migas. Kebutuhan dana pembangunan yang semakin besar di

satu pihak dan di pihak lain dihadapkan dengan ketidakpastian dari penerimaan minyak,

menjadikan peranan sumber-sumber nonmigas dalam menunjang penerimaan negara maupun

Departemen Keuangan RI 3

Page 4: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pertumbuhan ekonomi nasional menjadi semakin penting.

Keberhasilan Indonesia dalam merubah struktur ekonominya dan mengurangi

ketergantungan dari penerimaan minyak bukanlah suatu perjuangan yang mudah, tetapi

merupakan hasil dari kerja teras yang terus menerus yang disertai dengan kebijaksanaan ekonomi

yang tepat dan konsisten selama bertahun-tahun. Demikian pula usaha mempertahankan

pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam waktu yang lama memerlukan investasi yang

cukup besar yang harus diupayakan pemenuhannya melalui pengerahan seluruh potensi sumber

daya dan dana, baik dari sumber dalam negeri maupun dari sumber luar negeri. Usaha mobilisasi

dana tersebut harus berjalan seiring dengan upaya mempertahankan stabilitas ekonomi, sehingga

diperlukan strategi kebijaksanaan yang tepat di berbagai bidang.

Dalam rangka stabilisasi ekonomi dan peningkatan tabungan masyarakat, deregulasi di

bidang moneter telah berhasil meletakkan landasan sistem keuangan modern untuk mendukung

pembangunan ekonomi Indonesia, sejak paket deregulasi bulan Juni 1983 dimana diberikan

kebebasan kepada bank untuk menentukan tingkat suku bunga deposito dan pinjaman, paket

deregulasi bulan Oktober 1988 yang memberikan kemudahan pendirian bank dan kantor-kantor

cabangnya, dan paket deregulasi Januari 1990 untuk menyempumakan sistem perkreditan.

Selanjutnya dalam paket kebijaksanaan Februari 1991, ditetapkan pedoman pembinaan dan

pengawasan perbankan agar mampu bekerja berdasarkan manajemen perbankan yang sehat dan

berhati-hati, yang kemudian disusul dengan perubahan landasan hukum operasional perbankan,

yakni dengan dikeluarkannya Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992. Melalui paket-

paket deregulasi tersebut, Pemerintah mendorong bank dan lembaga keuangan lainnya agar lebih

mandiri dan mampu mengerahkan dana masyarakat serta menyalurkannya ke sektor produktif

dan secara bertahap mengurangi ketergantungan pada kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI).

Paket-paket deregulasi tersebut telah mengakibatkan perubahan struktur moneter secara

mendasar. Jumlah bank umum meningkat dari 111 bank dalam tahun 1988 menjadi 239 bank

dalam bulan September 1994 dan dalam periode yang sama jumlah kantor bank meningkat dari

sebanyak 1.728 buah menjadi sebanyak 6.022 buah. Perkembangan jumlah bank dan kantor bank

tersebut juga diikuti dengan perubahan struktur kelembagaan perbankan yang lebih sehat,

terutama karena peningkatan jumlah bank swasta yang sangat pesat. Dalam periode tersebut

jumlah bank umum swasta meningkat lebih dari dua kali lipat, dan jumlah kantornya meningkat

Departemen Keuangan RI 4

Page 5: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

hampir enam kali lipat. Bank perkreditan rakyat (BPR) jumlahnya meningkat dari 5.770 buah

dalam tahun 1988 menjadi 7.193 buah dalam bulan September 1994. Hal tersebut menyebabkan

pergeseran dalam peranan perbankan nasional, dimana peranan bank-bank pemerintah, baik

dalam memobilisasi dana maupun dalam penyaluran kredit, semakin menurun dan sebaliknya

peranan bank swasta semakin besar. Kalau dalam tahun 1988 peranan bank pemerintah dalam

memobilisasi dana masyarakat melalui deposito berjangka, giro dan tabungan masih sangat

dominan, yaitu mencapai 60 persen dan dalam penyaluran kredit mencapai 65 persen, maka

dalam tahun 1994 masing-masing hanya sebesar 39 persen dan 44 persen.

Sementara itu paket kebijaksanaan Desember 1988 di bidang lembaga pembiayaan, usaha

perasuransian, dana pensiun, dan lain-lain, yang kemudian diikuti dengan disahkannya Undang-

undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Undang-undang Nomor 11 Tahun

1992 tentang Dana Pensiun telah pula dapat meningkatkan pengerahan dana masyarakat dengan

cukup pesat. Hal ini tercermin dari kegiatan usaha asuransi yang cukup menggembirakan, yang

dapat dilihat dari bertambahnya jumlah premi bruto dari sebesar Rp 1,4 triliun dalam tahun 1987

menjadi sebesar Rp 4,6 triliun dalam tahun 1993. Demikian juga jumlah perusahaan asuransi dan

reasuransi sampai dengan bulan Agustus 1994 mencapai 151 buah, dari 102 buah dalam tahun

1987. Selanjutnya berbagai jenis yayasan dana pensiun yang semula belum tertata dengan baik

telah mendapatkan aturan main yang lebih jelas, sehingga lebih menjamin kesejahteraan para

karyawan di masa mendatang. Jumlah perusahaan yang telah mengajukan permohonan dan

penyesuaian menjadi Dana Pensiun mencapai 521, terdiri dari 508 perusahaan Dana Pensiun

Pemberi Kerja dan 13 perusahaan Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Dari jumlah tersebut

sampai dengan bulan Desember 1994 yang telah disahkan menjadi Dana Pensiun sesuai dengan

ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun adalah 100 perusahaan,

terdiri dari 90 perusahaan Dana Pensiun Pemberi Kerja dan 10 perusahaan Dana Pensiun

Lembaga Keuangan. Sedangkan jumlah kekayaan Dana Pensiun sampai dengan akhir tahun 1992

mencapai Rp 7,5 triliun, diantaranya sekitar Rp 5,4 triliun atau 71 persen telah diinvestasikan.

Perkembangan lembaga pembiayaan juga tidak kalah pesatnya, yang jumlahnya meningkat dari

sebanyak 83 buah dalam tahun 1988 menjadi sebanyak 178 buah dalam tahun 1993. Sedangkan

keseluruhan investasi lembaga pembiayaan mencapai sekitar Rp 10,0 triliun dalam tahun 1993,

yang berarti meningkat sekitar empat kali lipat dibandingkan dengan nilainya dalam tahun 1988.

Dalam pada itu pasar modal yang telah dirintis sejak tahun 1952 namun sampai dengan

Departemen Keuangan RI 5

Page 6: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tahun 1976 tidak menunjukkan kegiatan yang berarti, mulai diaktitkan kembali pada tahun 1977.

Untuk lebih menunjang perkembangan pasar modal, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa

paket deregulasi sejak tahun 1987 yang disusul dengan perubahan fungsi Bapepam dari pelaksana

menjadi pengawas pasar modal dalam tahun 1990. Kegiatan pasar modal mengalami peningkatan

pesat setelah diizinkan berdirinya bursa paralel dan lembaga penunjang pasar modal serta

dikenakannya pajak atas bunga deposito. Keberhasilan ini ditunjukkan oleh meningkatnya

perusahaan yang go public, yakni sampai dengan bulan November 1994 telah mencapai 272

perusahaan, dengan jumlah dana yang terhimpun sebesar Rp 32,2 triliun.

Kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan, investasi, dan

keuangan yang disertai dengan kebijaksanaan makro yang berhati-hati telah dapat meningkatkan

efisiensi dan daya saing ekonomi Indonesia di pasar internasional, meningkatkan peranan sektor

swasta, menciptakan struktur ekonomi yang makin tangguh serta meningkatkan tarat hidup

masyarakat. Kebijaksanaan makro yang berhati-hati dan konsisten dilakukan melalui anggaran

berimbang dan dinamis, pengendalian moneter yang konsisten, pemantapan kurs rupiah yang

realistis, serta pengelolaan hutang luar negeri secara baik. Semuanya ini, yang disertai dengan

reformasi menuju ekonomi pasar telah dapat mengendalikan neraca pembayaran dalam batas-

batas yang wajar.

Berbagai kebijaksanaan di atas telah meningkatkan investasi dalam jumlah yang cukup

besar dalam tahun 1989 dan 1990. Akan tetapi peningkatan dalam investasi tersebut telah

meningkatkan permintaan dalam negeri, yang selanjutnya menimbulkan tekanan inflasi yang

cukup tinggi. Selain itu peningkatan investasi yang terutama digunakan di sektor industri barang

ekspor nonmigas telah mengakibatkan meningkatnya impor, yang pada gilirannya meningkatkan

defisit transaksi berjalan menjadi sebesar US$ 4.352 juta dalam tahun 1991/92. Untuk

mengendalikan tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan tersebut, Pemerintah telah melakukan

pengendalian moneter yang lebih ketat dan pengawasan pinjaman komersial luarnegeri melalui

pembentukan tim PKLN sekaligus dengan penundaan beberapa proyek BUMN yang

membutuhkan bantuan luar negeri yang besar. Berbagai tindakan ini telah membawa perbaikan

dalam defisit transaksi berjalan dalam tahun 1992/93 menjadi sebesar US$ 2.561 juta, akan tetapi

bersamaan dengan itu juga telah meningkatkan tingkat bunga simpanan dan pinjaman di sektor

perbankan, yang selanjutnya menimbulkan kesulitan pada sejumlah nasabah bank.

Departemen Keuangan RI 6

Page 7: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Dengan mulai terkendalinya tingkat inflasi, dalam tahun 1991 pemerintah berusaha

melonggarkan kebijaksanaan moneter untuk merangsang perekonomian dalam negeri dan

meningkatkan ekspor nonmigas dengan menurunkan tingkat bunga dan mendorong ekspansi

kredit ke tingkat yang wajar. Walaupun demikian, peningkatan ekspor nonmigas dalam tahun

1993/94 masih belum seperti diharapkan, yang terutama disebabkan persaingan yang semakin

kehal, dan meningkatnya permintaan konsumen terhadap barang ekspor di dalam negeri.

Sebaliknya nilai impor dan jasa-jasa tetap meningkat sehingga defisit transaksi berjalan dalam

tahun 1993/94 masih cukup besar, yaitu sebesar US$ 2.940 juta.

Keadaan seperti ini masih terus berlangsung dalam tahun 1994/95. Sedikit membaiknya

harga minyak di pasar internasional telah menyebabkan ekspor migas meningkat bila

dibandingkan dengan tahun 1993/94, dimana nilainya diperkirakan sebesar US$ 9.653 juta, atau

suatu peningkatan sebesar 3,4 persen bila dibandingkan dengan nilainya sebesar US$ 9.334 juta

dalam tahun 1993/94. Keadaan yang sedikit menggembirakan tersebut diikuti pula oleh

peningkatan ekspor nonmigas, dimana nilainya meningkat menjadi US$ 31.110 juta, yang berarti

14,5 persen lebih tinggi dari nilainya dalam tahun 1993/94. Dengan demikian nilai total ekspor

menjadi sebesar US$ 40.763 juta, atau meningkat sebesar 11,7 persen bila dibandingkan dengan

nilainya dalam tahun 1993/94. Akan tetapi kenaikan nilai ekspor dalam tahun 1994/95 tersebut

juga diikuti oleh peningkatan impor, terutama impor bahan baku dan barang modal, sehingga

defisit pada transaksi berjalan mengalami peningkatan. Walaupun demikian, usaha-usaha untuk

meningkatkan arus modal ke dalam negeri telah memungkinkan pemupukan cadangan devisa

yang semakin besar, sehingga jumlah cadangan devisa Indonesia pada akhir tahun anggaran

1994/95 cukup untuk membiayai sekitar 5 bulan impor nonmigas.

Perkembangan ekonomi luar negeri hingga saat ini

Di tengah-tengah situasi semakin menguatnya dukungan terhadap perdagangan bebas,

perekonomian dunia dalam tahun 1994 ditandai pula oleh pulih dan bangkitnya perekonomian

negara- negara industri. Hal ini tampak dari tingkat pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang

diperkirakan sebesar 3,7 persen, Inggris sebesar 3,3 persen dan Kanada sebesar 4,1 persen.

Sementara itu Jepang, Jerman, Perancis, dan Ihalia juga mengalami pemulihan ekonomi

walaupun dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah, yaitu masing-masing diperkirakan

Departemen Keuangan RI 7

Page 8: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebesar 0,9 persen, 2,3 persen, 1,9 persen dan 1,5 persen. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat

terutama danorong oleh keberhasilan negara tersebut di dalam mengurangi defisit anggaran

belanjanya, yang selanjutnya berdampak pada penurunan tingkat bunga dalam tahun 1993. Akan

tetapi dalam tahun 1994 defisit dalam neraca pembayaran yang cukup besar telah mengakibatkan

turunnya nilai Dolar Amerika Serikat yang selanjutnya memaksa pemerintah Amerika Serikat

untuk mengambil kebijaksanaan peningkatan suku bunga. Di Kanada, rendahnya inflasi, tingkat

bunga, dan meningkatnya ekspor merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonominya,

sedangkan di Inggris faktor utama pendorong pemulihan ekonominya adalah meningkatnya

permintaan konsumsi masyarakat. Sementara itu rendahnya pertumbuhan ekonomi Jepang tidak

dapat dilepaskan dari pengaruh apresiasi Yen terhadap Dolar Amerika Serikat, walaupun di pihak

lain kebijaksanaan fiskal yang disertai dengan penurunan tingkat bunga telah meningkatkan

permintaan dalam negeri yang selanjutnya mendorong pulihnya ekonomi Jepang. Dengan

berbagai perkembangan tersebut di atas, maka laju pertumbuhan ekonomi negara industri secara

keseluruhan telah meningkat dari 1,3 persen dalam tahun 1993 dan diperkirakan menjadi 2,7

persen dalam tahun 1994. Pemulihan ekonomi di negara-negara industri tersebut diperkirakan

masih akan terus berlangsung dalam tahun 1995, sehingga memberikan pengaruh positif bagi

perkembangan perekonomian dunia. Hal ini berarti bahwa kelesuan ekonomi dunia yang mulai

terasa sejak awal tahun 1990-an secara berangsur-angsur telah mulai berakhir.

Pulihnya ekonomi negara-negara industri telah mempengaruhi perdagangan internasional,

sehingga volumenya meningkat dari 4,0 persen dalam tahun 1993 dan diperkirakan menjadi 7,2

persen dalam tahun 1994 yang selanjutnya diperkirakan agak menurun menjadi 5,9 persen dalam

tahun 1995. Sebaliknya, membaiknya ekonomi negara-negara industri nampaknya kurang

membawa perubahan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang,

dimana secara keseluruhan pertumbuhannya dalam tahun 1994 diperkirakan hanya sebesar 5,6

persen, yang berarti menurun bila dibandingkan dengan pertumbuhannya dalam tahun 1993

sebesar 6,1 persen. Keadaan ini diperkirakan masih akan berlanjut dalam tahun 1995, dimana

pertumbuhan ekonomi negaranegara berkembang diperkirakan hanya sebesar 5,6 persen.

Penurunan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang ini terutama disebabkan oleh

rendahnya pertumbuhan negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah, sebagai dampak

melemahnya harga minyak di pasar internasional. Demikian pula negara-negara berkembang di

Asia yang dalam tahun 1994 diperkirakan mencapai pertumbuhan sebesar 8,0 persen, menurun

Departemen Keuangan RI 8

Page 9: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

menjadi sebesar 7,3 persen dalam tahun 1995. Sementara itu pertumbuhan ekonomi negara-

negara anggota ASEAN dalam tahun 1994 walaupun diperkirakan masih tergolong cukup tinggi

tetapi tidak banyak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan tahun 1993, kecuali

Philipina yang mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sebesar 1,7 persen dalam

tahun 1993 diperkirakan menjadi 4,5 persen dalam tahun 1994. Demikian pula negara-negara

berkembang di Afrika mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup berarti, yaitu dari

sebesar 1,0 persen dalam tahun 1993 diperkirakan menjadi sekitar 3,3 persen dalam tahun 1994,

bahkan dalam tahun 1995 diperkirakan menjadi 4,5 persen. Negara-negara yang mengalami

transisi ekonomi dari sosialis ke ekonomi pasar di Eropa Timur dan Eropa Tengah mencapai

perbaikan ekonomi karena berhasil mempertahankan reformasi dan kestabilan ekonomi mikro,

walaupun pertumbuhan ekonominya dalam tahun 1994 diperkirakan masih negatif 8,3 persen.

Demikian pula negara-negara bekas Uni Soviet, karena mengalami defisit anggaran belanja dan

tingkat inflasi yang tinggi, serta masih menghadapi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan

reformasi ekonomi, maka terjadi kemerosotan dalam pertumbuhan ekonominya dalam tahun

1994, yaitu diperkirakan sebesar negatif 12 persen. Sementara itu beberapa negara berkembang

masih bergelut dengan masalah kerniskinan dan kelaparan, dan gagal mencapai pertumbuhan

yang direncanakan. Kegagakan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari anggaran

belanja defisit, inflasi yang tinggi, distorsi alokasi sumber produksi, kelangkaan dana, campur

tangan pemerintah yang berlebihan dalam ekonomi, proteksi, pertumbuhan penduduk yang

tinggi, serta kegagakan dalam melakukan reformasi ekonomi negaranya.

Tantangan dalam tahun-tahun mendatang

Berpijak pada keadaan ekonomi dalam dan luar negeri dalam tahun 1994, dan menjelang

diakhirinya tahun anggaran 1994/95, maka perlu dikaji dengan seksama perkembangan

perekonomian dalam dan luar negeri yang mungkin terjadi, serta tantangan dan hambatan yang

akan dihadapi dalam tahun anggaran 1995/96. Pengkajian tersebut sangat penting terutama di

dalam menetapkan langkah-langkah kebijaksanaan pembangunan pada umumnya dan

kebijaksanaan APBN pada khususnya dalam tahun 1995/96. Evaluasi keadaan perekonomian

dalam dan luar negeri tersebut mencakup (1) awal daripada proses globalisasi, (2) pemenuhan

kebutuhan dana investasi bagi pembangunan, dan (3) masalah-masalah pokok dalam negeri yang

Departemen Keuangan RI 9

Page 10: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

harus segera ditangani, seperti masalah pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya

manusia, pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan, peningkatan kemandirian,

penyediaan infrastruktur yang memadai, serta pemeliharaan sumber daya alam dan pelestarian

lingkungan hidup.

Awal dari proses globalisasi

Sebagai suatu negara dengan perekonomian terbuka, keterkaitan ekonomi Indonesia

dengan pasar global semakin dirasakan ke segenap kehidupan ekonomi dalam negeri.

Disepakatinya putaran Uruguay GATT pada tanggal 15 Desember 1993 dan ditandatanganinya

prinsip dan ketentuan GATT di Marrakesh, Maroko pada tanggal 15 April 1994, telah

menjadikan faktor daya saing hasil produksi dalam negeri semakin menentukan untuk dapat

merebut pasar internasional. Suatu negara yang mampu berkompetisi dalam skala global

mempunyai potensi untuk meraih keuntungan yang maksimal, dan sebaliknya negara yang

mengalami ekonomi biaya tinggi bukan saja tidak mampu memasuki pasar internasional tetapi

juga tidak akan berdaya menahan masuknya barang-barang impor ke pasar dalam negerinya. Bagi

Indonesia, kesepakatan dalam GATT memberikan peluang sekaligus tantangan, karena terbuka

kesempatan yang lebih luas bagi produkproduk Indonesia memasuki pasar internasional akan

tetapi di pihak lain Indonesia dihadapkan pada persaingan yang semakin tajam.

Walaupun dalam mengantisipasi arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia

Indonesia telah mulai mempersiapkan diri, akan tetapi sebagai negara berkembang bukanlah

suatu hal yang mudah untuk dapat bersaing dengan negara-negara industri maju yang telah lama

menguasai pasar dunia. Untuk itu diperlukan pengerahan segala daya dan potensi ekonomi

nasional agar barang-barang produksi Indonesia dapat dihasilkan dengan semakin efisien.

Kemajuan teknologi yang sangat pesat perlu dimasukkan sebagai salah satu variabel pokok dalam

kebijaksanaan pembangunan, oleh karena daya saing suatu negara tidak dapat berlandaskan

hanya pada keunggulan komparatif dengan mengandalkan sumber daya alam dan tenaga kerja

yang berlimpah. Oleh karena itu Indonesia harus lebih memantapkan struktur industri yang telah

tercipta selama ini agar tetap dapat memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimilikinya di

samping terus lebih memperdalam dan memperkukuh pijalannya, dengan menerapkan teknologi

maju yang berorientasi kepada pasar internasional. Strategi untuk meningkatkan daya saing

Departemen Keuangan RI 10

Page 11: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

komoditi Indonesia di pasar internasional yang dilakukan dalam PJP I melalui serangkaian

kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi telah menunjukkan hasil nyata berupa meningkatnya

ekspor nonmigas dengan cukup menggembirakan, sehingga peranan ekspor nonmigas terhadap

ekspor total dalam tahun 1994/95 meningkat menjadi sekitar 76,3 persen dari sebesar 29,7 persen

dalam tahun 1984/85. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kebijaksanaan deregulasi dan

debirokratisasi merupakan langkah yang tepat di dalam menjawab tantangan dari perubahan

ekonomi dunia.

Namun demikian tidaklah berarti Indonesia dapat puas dan terlena dengan hasil-hasil

yang telah dicapai. Ketidakpastian ekonomi dunia masih terus menghauang dan menuntut

kewaspadaan yang tinggi. Perkembangan dalam perekonomian dunia yang kurang

menguntungkan pada awal tahun 1990-an, seperti melemahnya harga komoditi primer, gejolak

nilai tukar mata uang kuat dunia, serta meningkatnya perdagangan intra-kawasan melalui

terbentuknya blok-blok perdagangan dan menguatnya gerakan regionalisme, seperti pembentukan

masyarakat Eropa (European Community) menuju pasar tunggal dan kawasan perdagangan bebas

Amerika Utara (North America Free Trade Area/NAFTA), merupakan salah satu wujud dari

ketidakpastian perdagangan dunia dan hal ini tetap akan mewamai perkembangan ekonomi dunia

di masa depan. Jika tidak diwaspadai blok-blok perdagangan maupun blok-blok ekonomi tersebut

dapat menimbulkan hambatan terhadap prinsip perdagangan dunia yang bersifat multilateral dan

nondiskriminasi. Kesepakatan dalam perjanjian umum perdagangan dan tarif (General

Agreement on Tariff and Trade/GATT) dan pembentukan organisasi perdagangan dunia (World

Trade Organisation/WTO) memberikan harapan dapat terwujudnya kepastian dalam perdagangan

dunia.

Menghadapi keadaan ini, pilihan bagi Indonesia tiada lain adalah terus memperkuat daya

tahan perekonomian nasional agar dapat mengatasi ketidakpastian dan keadaan yang kurang

menguntungkan tersebut, sehingga momentum pembangunan dapat tetap terpelihara dan sasaran

pembangunan dapat dicapai. Dalam hal ini, Indonesia dituntut untuk dapat memanfaatkan secara

optimal forum-forum internasional seperti ASEAN, AFTA, Gerakan Non Blok maupun forum

kerja sama ekonomi Asia Pasifik (Asia-Pasific Economic Cooperation/APEC). Penunjukan

Indonesia menjadi ketua Gerakan Non Blok untuk periode 1992-1995 dan memimpin pertemuan

informal tingkat tinggi APEC dalam bulan November 1994 di Bogor, memberikan indikasi

adanya kepercayaan dan pengakuan dunia internasional akan peranan Indonesia dalam kerja sama

Departemen Keuangan RI 11

Page 12: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

internasional yang semakin tiriggi. Khusus mengenai APEC, yang mewakili 40 persen

perdagangan dunia, 2 miliar penduduk dunia dan mencakup 52 persen produk domestik bruto

(PDB) dunia, mempunyai kekuatan besar dalam mewujudkan kerja sama ekonomi Asia-Pasifik.

Dalam pertemuan informal para pemimpin ekonomi negara APEC di Bogor pada tanggal 15

November 1994 telah disepakati liberalisasi perdagangan dan investasi bagi negara-negara maju

paling lambat tahun 2010 dan bagi negara-negara berkembang paling lambat tahun 2020.

Langkah-langkah ke arah liberalisasi perdagangan dan investasi tersebut dilakukan segera setelah

kesepakatan dikeluarkan. Negara-negara anggota APEC sepakat akan memperluas dan

mempercepat program liberalisasi perdagangan dan investasi, sehingga arus barang, jasa dan

modal akan lebih leluasa bergerak di antara mereka. Dalam hubungan ini, negara-negara anggota

APEC menentang keras pembentukan blok-blok perdagangan yang berorientasi ke dalam karena

bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas. APEC menyetujui sepenuhnya komitmen

terhadap pelaksanaan Putaran Uruguay tanpa penundaan, dan mengharapkan seluruh peserta

Putaran Uruguay dapat melaksanakan hal yang sama. Dengan demikian kehadiran APEC sebagai

sumber kekuatan ekonomi di kawasan Asia- Pasifik dan sebagai pendukung prinsip GATT

diharapkan mampu menangkal hambatan-hambatan yang diakibatkan oleh blok-blok

perdagangan, dan sebaliknya memperkuat sistem perdagangan multilateral. Perdagangan

internasional dan investasi yang makin terbuka, transparan, dan mempunyai aturan yang efektif

akan mendorong peningkatan mobilitas arus barang, jasa dan investasi antar negara.

Kebutuhan dana investasi yang meningkat

Di samping globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia, tantangan mendasar lainnya

yang dihadapi oleh Indonesia dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan

nasional adalah pemenuhan kebutuhan investasi yang makin meningkat, baik dalam jangka

pendek maupun jangka menengah. Dalam Repelita VI, untuk mencapai sasaran pertumbuhan

ekonomi sebesar rata-rata 6,2 persen per tahun diperlukan dana investasi yang tidak sedikit, yaitu

secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp 660,1 triliun, atau sebesar 30,7 persen dari

produksi nasional (PDB) selama periode tersebut yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 2.150

triliun. Jumlah tersebut berarti meningkat sekitar 78 persen dari rencana investasi dalam Repelita

V, akan rata-rata sebesar 12,5 persen per tahun selama periode Repelita VI. Peningkatan

Departemen Keuangan RI 12

Page 13: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pembiayaan investasi tersebut diperlukan bukan saja sebagai sumber penggerak utama

pertumbuhan ekonomi, akan tetapi juga sangat penting sebagai faktor pendorong dinamis bagi

terselenggaranya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju pada tercapainya

kemakmuran yang berkeadilan sosial. Tanpa peningkatan investasi yang cukup memadai, maka

pertumbuhan kapasitas produksi dalam negeri akan menjadi terhambat, sehingga sasaran laju

pertumbuhan ekonomi, peningkatan ekspor nonmigas dan penciptaan lapangan kerja dalam

Repelita VI akan sulit dicapai. Upaya pemenuhan rencana kebutuhan investasi tersebut bukanlah

tanpa masalah, oleh karena terdapat berbagai faktor internal dan eksternal yang perlu

dipertimbangkan secara seksama, diantaranya penyediaan prasarana dan sarana ekonomi serta

kemampuan mobilisasi sumber-sumber dana.

Pembiayaan bagi rencana investasi nasional tersebut harus diupayakan dari berbagai

sumber, baik sumber dana dalam negeri maupun sumber dana luar negeri. Sumber dana dalam

negeri masih mempunyai peluang untuk dikembangkan oleh karena diperkirakan masih terdapat

dana masyarakat yang belum digali secara optimal, sedangkan sumber dana luar negeri makin

terbatas dan persaingan untuk mendapatkannya makin ketat. Sesuai dengan amanat GBHN 1993,

pembiayaan pembangunan terutama diupayakan dari sumber kemampuan sendiri, sedangkan

sumber dana luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap bagi sumber dana dalam

negeri. Dalam Repelita VI, dari keseluruhan rencana investasi yang diperlukan bagi pembiayaan

pembangunan, sebesar Rp 623,5 triliun atau sekitar 94,5 persen akan diupayakan pemenuhannya

dari sumber dana dalam negeri, sedangkan sisanya sebesar Rp 36,6 triliun akan sekitar 5,5 persen

akan diusahakan pembiayaannya dari sumber dana luar negeri neto. Selanjutnya karena

pembangunan nasional pada dasamya diselenggarakan oleh masyarakat bersama Pemerintah,

maka pemenuhan terhadap rencana kebutuhan investasi dari sumber pembiayaan pembangunan

dalam negeri akan diupayakan dengan meningkatkan peranan tabungan nasional, baik tabungan

pemerintah maupun tabungan masyarakat.

Pengerahan investasi sektor masyarakat

Pembangunan harus berakar pada kemandirian nasional dan kemampuan masyarakat, oleh

karena itu peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan perlu terus

ditumbuhkembangkan atas dasar pernahaman bahwa pembangunan adalah hak, kewajiban, dan

Departemen Keuangan RI 13

Page 14: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tanggung jawab seluruh rakyat. Sebagai kekuatan ekonomi nasional, dunia usaha swasta

diharapkan makin mampu mengembangkan keterlibatan dan partisipasinya secara aktif dan

kreatif di dalam kegiatan-kegiatan investasi produktif yang berwawasan jangka panjang di

berbagai sektor. Sumber utarna pembiayaan investasi sektor masyarakat berasal dari tabungan

swasta, baik perusahaan, perorangan maupun rumah tangga, tabungan perusahaan negara, dan

tabungan pemerintah daerah. Dalam Repelita VI, dana investasi masyarakat dari sumber dalam

negeri diperkirakan mencapai Rp 454,1 triliun atau sekitar 69 persen dari keseluruhan rencana

investasi dalam Repelita VI. Dalam upaya pemenuhan rencana pembiayaan investasi masyarakat

tersebut, masih terdapat sejumlah permasalahan di dalam negeri, baik yang bersifat siklikal

maupun struktural, yang perlu memperoleh pemecahan yang sungguh-sungguh, diantaranya

masih relatif tingginya suku bunga di dalam negeri, serta perlu ditingkatkannya manajemen

perbankan ke arah manajemen yang berhati-hati, khususnya karena masih dihadapinya

permasalahan kredit macet, serta masih diperlukannya proses konsolidasi untuk memenuhi

persyaratan kesehatan dan prinsip kehati-hatian yang ditetapkan sejak diberlakukan Paket

Kebijaksanaan Februari 1991 dan kemudian disempurnakan dengan Paket Kebijaksanaan Mei

1993. Dalam hubungan ini kebijaksanaan untuk meningkatkan tabungan masyarakat melalui

kebijaksanaan moneter yang didukung dengan kebijaksanaan makro ekonomi lainnya, serta

pengembangan lembaga keuangan dan perbankan yang efisien, akan terus ditingkatkan. Akan

tetapi, sejalan dengan keterbukaan ekonomi yang telah meningkatkan keterkaitan antara

perekonomian dalam negeri dengan perkembangan perekonomian internasional, maka upaya

untuk menciptakan iklim yang mendukung peningkatan tabungan masyarakat, seperti

pengendalian tingkat inflasi, kebijaksanaan suku bunga, dan kurs valuta asing, akan semakin

tidak mudah diwujudkan. Lebih-lebih dengan adanya kesepakatan GATS, dimana arus jasa

antarnegara semakin bebas, seperti jasa bank, usaha perasuransian, dan berbagai bentuk lembaga

pembiayaan, maka menjadi tantangan tersendiri bagi sistem keuangan nasional untuk dapat

mengerahkan tabungan masyarakat. Di pihak lain, kehadiran modal asing dalam industri jasa

tersebut di Indonesia diharapkan dapat mendorong peningkatan efisiensi dan profesionalisme

lembaga-lembaga keuangan melalui persaingan yang makin ketat dan alih teknologi, sehingga

dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dalam negeri yang lebih sehat.

Departemen Keuangan RI 14

Page 15: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Pengerahan pembiayaan investasi sektor pemerintah

Di sektor pemerintah, sumber pembiayaan investasi yang berasal dari dalam negeri

terutama dipenuhi melalui tabungan pemerintah. Peningkatan tabungan pemerintah diusahakan

melalui kenaikan penerimaan dalam negeri di luar migas, terutama dari sektor perpajakan, serta

pengendalian dan penghematan pengeluaran rutin. Dalam Repelita VI penerimaan dalam negeri

akan diupayakan untuk dapat ditingkatkan rata-rata sebesar 13 persen per tahun sehingga

jumlahnya mencapai Rp 382 triliun. Sementara itu pengeluaran rutin di luar pembayaran pokok

pinjaman luar negeri pemerintah dalam periode yang sama diperkirakan sebesar Rp 212,6 triliun,

sehingga tabungan pemerintah bruto dalam Repelita VI diperkirakan mencapai Rp 169,4 triliun.

Sekalipun demikian, upaya peningkatan tabungan pemerintah juga tidak dapat dilepaskan dari

adanya berbagai kendala, baik yang berkaitan dengan usaha peningkatan penerimaan dalam

negeri maupun dalam pengendalian pengeluaran rutin. Kendala yang dihadapi dalam upaya

peningkatan penerimaan dalam negeri, khususnya penerimaan perpajakan, diantaranya bermuara

dari belum tergalinya secara optimal seluruh objek dan subjek pajak, belum meratanya tingkat

kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, serta kurang tersedianya basis data yang akurat

untuk menunjang tertib administrasi perpajakan. Demikian pula efisiensi dan kinerja BUMN

pada umumnya masih perlu ditingkatkan, sehingga upaya peningkatan penerimaan negara bukan

pajak (PNBP) masih memerlukan waktu. Sedangkan upaya pengendalian pengeluaran rutin tidak

mudah untuk dilakukan karena dihadapkan kepada masalah tingginya beban pembayaran utang

luar negeri, perlunya penyesuaian kesejahteraan pegawai negeri ke tingkat yang lebih memadai,

serta makin meningkatnya kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan bagi barang-barang milik

negara dan proyek-proyek yang telah selesai pembangunannya.

Ekspor nonmigas, pinjaman luar negeri dan investasi asing

Rencana pembiayaan investasi nasional selain memerlukan sumber dana domestik

(rupiah) juga membutuhkan dana devisa, yang pemenuhannya diusahakan, baik melalui ekspor,

terutama ekspor nonmigas, pengembangan sektor jasa nasional dan kepariwisataan, maupun

pinjaman luar negeri dan penanaman modal asing. Melalui penciptaan iklim berusaha yang sehat

dan efisien serta pemanfaatan peluang-peluang di pasar dunia, ekspor nonmigas telah mengalami

peningkatan yang cukup pesat sehingga mendorong keberhasilan Indonesia dalam

Departemen Keuangan RI 15

Page 16: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

mempertahankan pertumbuhan ekonominya dalam beberapa tahun terakhir. Namun demikian,

melemahnya perkembangan ekspor nonmigas dalam dua tahun terakhir perlu lebih diwaspadai,

oleh karena untuk mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata dalam Repelita VI sebesar 6,2

persen per tahun diperlukan peningkatan ekspor nonmigas rata-rata sekitar 16,8 persen per tahun.

Dengan kecenderungan di atas, dan mengingat jumlah tabungan nasional masih lebih

rendah dari kebutuhan dana investasi yang direncanakan, maka perlu terus diusahakan

pemenuhan kesenjangan dana investasi dengan bantuan luar negeri. Dengan demikian menjadi

tantangan pembangunan untuk mengupayakan pinjaman luar negeri sesuai kebutuhan, dengan

tetap menjaga kemampuan untuk mengembalikannya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas

penggunaannya untuk mendukung program pembangunan. Namun demikian, di masa mendatang

pengusahaan pinjaman luar negeri, terutama yang bersyarat lunak, diperkirakan akan semakin

sukar diperoleh, mengingat kemajuan yang telah dicapai bangsa Indonesia dalam pembangunan

dan banyaknya negara yang juga membutuhkan pinjaman luar negeri. Selain daripada bantuan

luar negeri perlu terus diupayakan peningkatan penanaman modal asing (PMA), oleh karena

investasi langsung luar negeri adalah merupakan sumber pembiayaan luar negeri yang umumnya

tidak menimbulkan beban utang. Tantangan untuk mendorong investasi langsung (penanaman

modal asing) tersebut terasa semakin bertambah berat oleh karena meningkatnya kebutuhan dana

di pasar internasional telah menyebabkan persaingan dalam memperolehnya juga menjadi

semakin tajam, terutama karena adanya kecenderungan mengalirnya arus dana ke negara-negara

Eropa Timur sejak negara-negara tersebut merubah sistem ekonominya dari sistem sosialis-

komunis ke sistem ekonomi pasar. Hal yang sama juga terjadi di Asia, dimana beberapa negara

yang baru membuka ekonominya, seperti Cina dan Vietnam memberikan berbagai kemudahan

bagi masuknya investasi asing ke negaranya.

Kondisi seperti ini tidak dapat diabaikan oleh Indonesia, sehingga diperlukan upaya yang

sungguh-sungguh untuk meningkatkan daya tarik Indonesia bagi penanarnan modal asing, baik

melalui penyediaan infrastruktur yang lebih memadai maupun melalui penyederhanaan

perizinannya. Dalam hubungan ini, dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994

merupakan jawaban terhadap tantangan peningkatan daya tarik investasi di Indonesia. Peraturan

pemerintah ini memberi peluang kepada investor asing untuk memiliki saham perusahaan sampai

dengan 100 persen, di samping memberi kebebasan kepada warga negara asing untuk menjual

saham perusahaannya melalui pasar modal. Demikian pula beberapa sektor yang tadinya tertutup

Departemen Keuangan RI 16

Page 17: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

untuk investasi asing, seperti pelabuhan, tenaga listrik, dan telekomunikasi, sekarang terbuka

untuk investasi asing dengan sistem patungan. Dalam hubungan ini, penyempurnaan undang-

undang perpajakan yang akan diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1995, dimana antara lain

dilakukan penurunan tarif pajak penghasilan, diharapkan mampu lebih mendorong investasi asing

di Indonesia.

Berbagai perkembangan tersebut menunjukkan perbaikan yang pesat dalam iklim

investasi di Indonesia, terutama dalam satu dekade terakhir. Deregulasi di berbagai bidang,

khususnya di bidang investasi, perbankan, dan perdagangan, yang didukung dengan stabilitas

ekonomi yang mantap serta penyediaan prasarana yang memadai seperti jalan, listrik dan

telekomunikasi merupakan faktor utama yang mendorong pesatnya peningkatan investasi.

Tantangan penyediaan infrastruktur

Ketersediaan prasarana dan sarana ekonomi yang tidak seimbang dengan peningkatan

produksi barang dan jasa merupakan kendala dan menimbulkan inefisiensi ekonomi secara

nasional. Oleh karena itu untuk mendukung kegiatan ekonomi yang diperkirakan akan meningkat

dengan pesat selama Repelita VI dan PJP II, prasarana dan sarana ekonomi, seperti jalan,

jembatan, pengairan, pelabuhan laut dan udara, sarana pengangkutan, tenaga listrik, dan

telekomunikasi, perlu semakin dipercepat penyediaannya. Di masa awal PJP I, pada saat

kemampuan keuangan negara cukup besar seiring dengan meningkatnya penerimaan dari sektor

migas, penyediaan berbagai prasarana ekonomi tersebut pada umumnya dilakukan oleh

Pemerintah. Akan tetapi dengan semakin terbatasnya kemampuan keuangan negara, maka

masyarakat dan dunia usaha perlu lebih danorong untuk turut berpartisipasi dalam penyediaan

prasarana dan sarana ekonomi tersebut. Berkenaan dengan itu, perlu diciptakan suasana dan iklim

investasi yang sehat serta dikembangkan pola usaha dan pola kerja sama di bidang

pengembangan prasarana dan sarana ekonomi yang dinamis. Pola tersebut diupayakan menarik

minat dan memungkinkan dunia usaha untuk dapat memperoleh keuntungan yang wajar dari

kegiatan investasi di bidang prasarana dan sarana ekonomi, sekaligus menjamin bahwa

kepentingan masyarakat umum tetap dapat terlindungi.

Sumber pertumbuhan ekonomi lainnya di luar investasi

Departemen Keuangan RI 17

Page 18: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Selain berasal dari peningkatan investasi, sumber utama pertumbuhan juga berasal dari

peningkatan produktivitas seluruh perekonomian. Di tengah kesulitan pengerahan sumber-sumber

dana investasi, maka produktivitas masyarakat dan efisiensi perekonomian perlu terus

diupayakan peningkatannya guna mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan.

Selama Repelita VI, sekitar 22 persen dari pertumbuhan ekonomi diharapkan berasal dari

peningkatan produktivitas masyarakat. Sejalan dengan itu, produktivitas tenaga kerja, yang

diukur dengan nisbah nilai tambah per pekerja, diharapkan akan meningkat rata-rata sebesar 3,3

persen per tahun.

Sehubungan dengan hal itu, perlu dipahami bahwa usaha peningkatan produktivitas

nasional pada dasarnya berkaitan dengan tiga hat pokok. Yang pertama adalah bahwa proyek--

proyek pembangunan, baik di sektor negara maupun di sektor swasta, perlu dipilih secara tepat

sehingga seluruh dana yang terkumpul dapat dialokasikan kepada proyek-proyek yang paling

produktif, menunjang ekspor nonmigas, serta memperluas lapangan kerja. Kedua, produktivitas

nasional berkaitan secara langsung dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga

program nasional di bidang pendidikan dan latihan harus mendapatkan perhatian yang cukup

besar. Ketiga, pemakaian teknologi tepat guna harus diterapkan di semua tingkat produksi, agar

tidak saja diperoleh produktivitas yang optimal tetapi juga memberikan landasan bagi penerapan

teknologi tinggi di masa mendatang.

Berbagai permasalahan yang perlu dipecahkan dalam pembangunan

Selama PJP I pembangunan telah berhasil mencapai tujuannya, yaitu selain dapat

meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus juga mampu meletakkan landasan yang kuat bagi

tetap pembangunan selanjutnya. Namun, perlu disadari pula bahwa keberhasilan pembangunan

yang telah dicapai dalam PJP I masih terdapat berbagai masalah yang sifatnya mendasar yang

belum dapat diatasi sampai dengan akhir PJP I, sehingga perlu segera diselesaikan dalam masa

pembangunan berikutnya. Selain itu keberhasilan pembangunan juga membawa masalah dan

tantangan baru yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Masih adanya ketimpangan ekonomi dan

kesenjangan sosial, tetap menuntut ushaa yang sungguh-sungguh untuk mengatasinya agar tidak

berlanjut dan berkembang ke arah keangkuhan dan kecemburuan sosial yang dapat menghambat

pembangunan. Sementara itu jumlah penduduk miskin yang telah berkurang secara dramatis,

Departemen Keuangan RI 18

Page 19: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

yaitu mencapai sekitar lebih dari 44 juta orang selama PJP I, memang merupakan prestasi yang

sangat membesarkan hati. Namun demikian, disadari bahwa jumlah penduduk yang berada di

bawah kemiskinan yang mencapai sekitar 13,7 persen dari seluruh penduduk Indonesia secara

absolut masih cukup besar. Pengalaman menunjukkan bahwa usaha untuk mengurangi

kemiskinan dari sekitar 60 persen menjadi sekitar 13,7 persen memerIukan waktu tidak kurang

dari dua dasawarsa, yaitu dari tahun 1970 hingga akhir PJP I. Oleh katena itu, seperti

diamanatkan dalam GBHN 1993, masalah kemiskinan tersebut harus segera diatasi dan ditangani

secara sungguh-sungguh dalam PJP II. Kebijaksanaan pembangunan sektoral dan regional akan

dilanjutkan dan ditingkatkan dengan melaksanakan program khusus untuk menanggulangi

kemiskinan, sehingga diharapkan dalam dua Repelita mendatang masalah kemiskinan tersebut

dapat diatasi.

Selanjutnya pertambuhan jumlah penduduk dan persebaran penduduk yang masih belum

merata telah menimbulkan masalah pengembangan sumber daya manusia, khususnya masalah

peningkatan kualitas, penyediaan lapangan kerja, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya

alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Oleh karena itu, mutu pendidikan akan terus

ditingkatkan, sedangkan peningkatan mutu, pemerataan pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi

masyarakat akan mendapatkan perhatian lebih besar lagi.

Upaya pemerataan pembangunan antardaerah juga perlu menjadi perhatian, terutama

karena masih adanya perbedaan yang cukup menonjol antara satu daerah dengan daerah lainnya,

yang tercermin dalam berbagai indikator ekonomi dan sosial. Pembangunan daerah dalam PJP II

akan makin ditingkatkan untuk dapat lebih menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah, antar

dan antara kota dan desa, antarsektor, serta membuka dan mempercepat pembangunan kawasan

timur Indonesia, daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah

terbelakang lainnya, dengan senantiasa menyesuaikan dengan prioritas dan potensi daerah yang

bersangkutan. Dalam hubungan ini, perhatian khusus yang lebih besar akan diberikan kepada

daerah terbelakang, daerah yang padat, daerah yang sangat kurang penduduknya, daerah

transmigrasi, daerah terpencil, dan daerah perbatasan, serta daerah yang merniliki kekhususan,

seperti daerah tertentu di kawasan timur Indonesia.

Sementara itu pemanfaatan dari pengolahan sumber daya lahan, air, dan hutan, serta pola

tata ruang masih belum sepenuhnya dilaksanakan secara menyeluruh dari terpadu, sehingga akan

Departemen Keuangan RI 19

Page 20: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

terus diperhatikan bersamaan dengan pemeliharaan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Untuk mengatasi dan memecahkan berbagai perrnasalahan tersebut, berbagai langkah

kebijaksanaan dan program pembangunan dalam Repelita VI akan lebih diarahkan pada

pendayagunaan dan pengembangan secara maksimal seluruh potensi pembangunan yang ada,

serta pemanfaatan setiap peluang yang terbuka, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar

negeri, dengan tetap memperhatikan kendala yang harus dihadapi.

Kebijaksanaan ekonomi makro 1995/96

Dengan semakin beratnya tantangan yang akan dihadapi di dalam Repelita VI, maka

kebijaksanaan dan strategi pembangunan ekonomi Indonesia dalam tahun 1995/96 perlu

senantiasa diusahakan agar merupakan suatu jalinan kebijaksanaan yang saling melengkapi,

konsisten, dan mendasar untuk menciptakan iklim yang mampu menggerakkan segenap potensi

nasional dalam usaha memobilisasi semua sumber ekonomi untuk meningkatkan penerimaan

dalam negeri dan menggalakkan ekspor nonmigas, sehingga dapat dicapai keseimbangan

ekonomi, baik internal maupun eksternal.

Untuk mengatasi berbagai perrnasalahan seperti yang diutarakan, kebijaksanaan ekonomi

makro dan kebijaksanaan sektoral perlu lebih dipadukan. Kebijaksanaan ekonomi makro secara

umum diarahkan untuk mengendalikan sisi perrnintaan melalui perangkat fiskal dan moneter agar

tumbuh dan berkembang secara dinamis dalam batas-batas daya pikul sektor produksi dan neraca

pembayaran. Dalam kaitan ini, penekanan diberikan kepada upaya untuk mendorong ekspor

nonmigas, mobilisasi dana masyarakat, serta meningkatkan kegairahan melakukan investasi

untuk menjamin proses pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkeseimbangan.

Di bidang perdagangan luar negeri, kebijaksanaan tarif yang tepat akan disempurnakan

untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia dan menjaga kemantapan

neraca pembayaran. Di samping itu di bidang moneter, kebijaksanaan devisa akan lebih

diarahkan untuk mempertahankan nilai tukar rupiah yang realistis dan lebih stabil guna menjaga

daya saing, sekaligus mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap nilai rupiah,

sehingga tetap dapat mendorong ekspor nonmigas. Kebijaksanaan tersebut akan dilakukan

dengan menyesuaikan nilai tukar rupiah dengan memperhatikan laju inflasi di dalam negeri,

perkembangan nilai tukar antarvaluta asing, perkembangan suku bunga di dalam dan di luar

Departemen Keuangan RI 20

Page 21: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

negeri, serta kecenderungan arus modal dari dan ke Indonesia. Selanjutnya untuk tetap menjaga

kestabilan moneter, perlu ditempuh langkah-langkah yang ditujukan untuk menjaga likuiditas

perekonomian, memantapkan suku bunga pada tingkat yang cukup rendah dan memperlancar

penyaluran kredit perbankan kepada dunia usaha. Di sektor perbankan, kebijaksanaan akan

diarahkan untuk mempercepat proses konsolidasi perbankan, mengurangi hambatan yang

dihadapi bank-bank dalam kegiatan usahanya, terutama dalam pemberian kredit, serta lebih

memantapkan pembinaan dan pengawasan perbankan dalam rangka mengembangkan sistem

perbankan yang sehat.

Kebijaksanaan fiskal akan terus diarahkan pada pemantapan peranannya sebagai unsur

stabilisator tetapi sekaligus dinamisator kegiatan ekonomi melalui prinsip anggaran berimbang

yang dinamis. Selain karena prinsip anggaran yang berimbang mampu menjadi alat pengendali

keadaan moneter di dalam negeri, juga mempunyai dampak multiplikasi yang besar terhadap

pertumbuhan ekonomi, di samping tetap merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan

yang penting. Di samping itu kebijaksanaan keuangan negara juga diarahkan untuk semakin

memperbaiki struktur sumber pembiayaan negara dan menunjang upaya peningkatan

kemandirian pembiayaan pembangunan melalui pengembangan sumber penerimaan dalam

negeri, baik migas maupun nonmigas.

Sumber-sumber migas

Walaupun peranannya dalam penerimaan negara terus menurun dan prospeknya tidak

begitu cerah, penerimaan migas tetap merupakan sumber penerimaan yang penting bagi

Pemerintah. Hal ini terutama karena sumber dana migas memiliki sifat strategis, baik sebagai

sumber devisa maupun sebagai sumber penerimaan negara bagi anggaran belanja negara. Oleh

karena itu, penerimaan migas juga perlu terus diupayakan peningkatannya dengan memanfaatkan

peluang yang tersedia, antara lain melalui peningkatan eksplorasi lahan baru, peningkatan

efisiensi produksi dan pengolahannya, serta penghematan konsumsi BBM dalam negeri. Sejalan

dengan itu, perlu terus diupayakan peningkatan kerja sama dengan negara-negara anggota OPEC

dan non-OPEC agar harga minyak dapat dipertahankan pada tingkat yang stabil dan wajar

sehingga saling menguntungkan, baik bagi produsen maupun konsumen. Usaha untuk

meningkatkan penerimaan migas jauh lebih sulit dibandingkan dengan upaya peningkatan

Departemen Keuangan RI 21

Page 22: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sumber-sumber penerimaan negara di luar migas, oleh karena adanya berbagai faktor eksternal,

terutama yang berkaitan dengan perkembangan harga dan pasar minyak mentah internasional

yang berada di luar jangkauan pengendalian pemerintah. Pengalaman membuktikan bahwa

sekalipun sejak tahun 1990 OPEC telah menetapkan harga referensi sebesar US$ 21 per barel,

akan tetapi di dalam kenyataannya harga minyak mentah di pasar dunia lebih rendah dari harga

referensi tersebut, kecuali pada saar terjadinya perang Teluk pada akhir tahun 1990. Oleh karena

itu, walaupun organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dalam siuangnya di

Denpasar, Indonesia dalam bulan November 1994 telah berhasil menyatukan persepsi dan

mencapai kesepakatan untuk memperpanjang kuota produksi sebesar 24,52 juta barrel per hari

sampai akhir tahun 1995, yang diharapkan dapat mendorong peningkatan harga minyak di pasar

dunia, namun penentuan harga patokan minyak mentah pada RAPBN 1995/96 harus tetap

dilakukan secara berhati-hati dan realistis. Hal ini danasari oleh pertimbangan bahwa penetapan

harga yang terlalu optimis dan ketergantungan yang terlalu berlebihan pada sektor migas di masa

lampau telah menimbulkan pelbagai kesulitan pada perekonomian nasional. Penurunan harga

minyak secara drastis dalam tahun 1986 telah menyebabkan APBN 1986/87 untuk pertama

kalinya dalam sejarah pembangunan Orde Baru mengalami penurunan dari tahun sebelumnya,

sementara defisit transaksi berjalan mengalami peningkatan yang cukup tajam sehingga

mengganggu keseimbangan neraca pembayaran dan cadangan devisa nasional. Peristiwa tersebut

memberikan hikmah yang sangat berharga bagi pengelolaan ekonomi Indonesia di masa-masa

selanjutnya, dengan memperkuat upaya dan tekad untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri

terutama dari sektor pajak dan menggali sumber-sumber penerimaan devisa di luar migas, baik

melalui pengembangan ekspor nonmigas maupun pengembangan sektor pariwisata.

Penyempurnaan undang-undang perpajakan

Di bidang perpajakan, guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan

dalam jangka menengah dan panjang, serta memperkuat ketahanan dan kemandirian ekonomi

Indonesia dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia yang semakin pesat pada era

globalisasi, maka dalam tahun 1994 telah dilakukan penyempurnaan atas ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Dengan penyempurnaan undang-undang perpajakan tersebut

landasan hukum di bidang perpajakan menjadi semakin kukuh dan cukup luwes, sehingga

Departemen Keuangan RI 22

Page 23: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

diharapkan lebih mampu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan perekonomian

global di masa-masa yang akan datang.

Penyempurnaan terhadap ketentuan perpajakan tersebut meliputi Undang-undang Nomor

9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994

tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan. Untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia, khususnya dalam menarik

investasi dan meningkatkan kegiatan ekonomi dalam negeri, dalam undang-undang perpajakan

baru tersebut, tarif pajak penghasilan yang selama ini berlaku 3 (tiga) lapisan tarif, yaitu 15

persen untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 10 juta, 25 persen untuk penghasilan

kena pajak di atas Rp 10 juta sampai dengan Rp 50 juta, dan 35 persen untuk penghasilan kena

pajak di atas Rp 50 juta dirubah menjadi 10 persen untuk lapisan penghasilan kena pajak sampai

dengan Rp 25 juta, 15 persen untuk lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp 25 juta sampai

dengan Rp 50 juta, dan 30 persen untuk lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp 50 juta.

Sedangkan untuk lebih meningkatkan rasa keadilan dalam pengenaan pajak, mengendalikan pola

konsumsi yang tidak wajar, serta mendorong pola hidup sederhana, maka dalam Undang-undang

Perubahan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah (PPnBM) tarif maksimal PPnBM telah dinaikkan dari sebesar 35 persen menjadi sebesar

50 persen, dengan tarif minimal tetap sebesar 10 persen. Sementara itu guna meringankan beban

pajak dari wajib pajak perseorangan yang berpenghasilan tidak tetap dan golongan masyarakat

yang kurang mampu, maka dalam Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 1994

diperkenalkan nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOP- TKP) yang ditetapkan sebesar Rp 8

juta.

Undang-undang Perpajakan yang telah disempurnakan tersebut tetap memegang teguh

salah satu asas yang sangat hakiki, yaitu bahwa ketentuan perpajakan berlaku sama bagi setiap

wajib pajak. Demikian pula prinsip self assessment yang sejak diberlakukan dalam tahun 1984

telah terbukti mampu meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, dalam undang-undang

Departemen Keuangan RI 23

Page 24: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

perpajakan yang baru tetap dipertahankan. Selain dari pada itu, dalam rangka memperluas objek

pajak, maka berbagai bentuk aktivitas usaha yang selama ini aspek perpajakannya belum diatur

atau belum cukup diatur dalam undang-undang yang berlaku sekarang, telah diatur dalam

undang-undang yang baru. Dalam undang-undang perpajakan yang baru tersebut, cakupan objek

pajak lebih diperluas sehingga menjangkau pula pemungutan pajak atas premi asuransi yang

dibayarkan ke luar negeri, penghasilan dari penjualan harta di Indonesia dari wajib pajak luar

negeri, perolehan hadiah dan penghargaan, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari

luar daerah pabean di dalam daerah pabean, seperti pemanfaatan merek yang dimiliki oleh

pengusaha luar negeri oleh pengusaha dalam negeri, serta kegiatan membangun sendiri yang

dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang

hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain. Dengan berbagai upaya penyempurnaan tersebut

diharapkan peranan penerimaan negara dari sektor pajak sebagaimana diamanatkan dalam GBHN

1993 dapat lebih ditingkatan di masa-masa yang akan datang, tanpa harus mengurangi rasa

keadilan masyarakat, bahkan dapat lebih menerapkan prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum,

serta kesederhanaan.

Disadari bahwa penurunan tarif pajak penghasilan tersebut dalam jangka waktu satu

sampai dengan dua tahun sejak diberlakukannya undang-undang baru mungkin akan

menyebabkan peningkatan penerimaan pajak penghasilan tidak setinggi peningkatannya dalam

lima tahun terakhir. Namun demikian, dalam jangka menengah dan panjang penerimaan negara

dari sektor pajak diperkirakan dapat ditingkatkan lebih besar sehingga keseluruhan rata-rata

peningkatan penerimaan pajak sebagaimana yang direncanakan dalam Repelita VI diperkirakan

masih akan tercapai. Hal ini dilakukan antara lain melalui peningkatan penerapan sanksi hukum

secara tegas, yang dalam undang-undang baru telah diberikan landasan hukum yang lebih kukuh,

perluasan objek pajak yang bersifat withholding, ekstensifikasi subjek pajak, serta perluasan

objek pajak dari pajak pertambahan nilai. Selain daripada itu penurunan tarif pajak penghasilan

tetap akan disertai ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi pemungutan pajak serta

peningkatan pelayanan oleh aparatur perpajakan.

Danasarkan kepada perkembangan ekonomi baik di dalam negeri maupun luar negeri

serta tantangan-tantangan yang diperkirakan akan dihadapi dalam tahun-tahun mendatang,

penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran

1995/96 dilakukan secara realistis, cermat dan akurat dengan penuh hati-hati dan kewaspadaan,

Departemen Keuangan RI 24

Page 25: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tanpa harus meninggalkan rasa optimisme. Dengan memperhatikan kemampuan pengerahan

sumber-sumber penerimaan negara dan kebutuhan riil pembiayaan operasional dan investasi

pemerintah dalam tahun kedua Repelita VI, maka sesuai dengan prinsip anggaran berimbang

yang dinamis, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 1995/96

direncanakan berimbang pada tingkat Rp 78.024,2 miliar, yang berarti mengalami peningkatan

sebesar Rp 8.275,1 miliar atau 11,9 persen dari APBN 1994/95. Di sisi anggaran pendapatan

negara, penerimaan dalam negeri diperkirakan sebesar Rp 66.265,2 miliar atau sekitar 11 persen

lebih tinggi dari sasaran penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN 1994/95. Dari

jumlah tersebut, sebesar Rp 52.989,6 miliar atau sekitar 80 persen merupakan penerimaan di luar

migas, sedangkan sisanya sebesar Rp 13.275,6 miliar atau sekitar 20 persen berasal dari

penerimaan migas. Penerimaan dalam negeri di luar migas dalam RAPBN 1995/96 tersebut

berarti meningkat sebesar Rp 6.103,7 miliar atau 13 persen bila dibandingkan dengan sasaran

penerimaan nonmigas yang direncanakan dalam APBN tahun 1994/95. Sementara itu penerimaan

dari sektor migas diperkirakan mengalami peningkatan sebesar Rp 424,4 miliar atau 3,3 persen

dari sasaran penerimaan migas dalam APBN 1994/95.

Di sisi anggaran belanja negara, dalam RAPBN 1995/96 pengeluaran rutin direncanakan

meningkat sebesar 11,5 persen bila dibandingkan dengan rencananya dalam APBN 1994/95,

sehingga mencapai Rp 47.240,7 miliar. Pengeluaran rutin tersebut akan dipusatkan untuk

memperlancar roda pemerintahan dan meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah kepada

masyarakat. Peningkatan pengeluaran rutin tersebut antara lain disebabkan oleh adanya

kebijaksanaan kenaikan gaji pegawai negeri sipil, anggota ABRI, dan pensiunan, baik di pusat

maupun di daerah sebesar 10 persen. Selain daripada itu pengeluaran rutin juga masih

dipengaruhi oleh kenaikan dalam pembayaran hutang luar negeri, yang dalam RAPBN 1995/96

diperkirakan mencapai sebesar Rp 17.896,1 miliar. Kenaikan dalam pembayaran hutang luar

negeri tersebut antara lain disebabkan oleh menguatnya nilai tukar beberapa mata uang negara-

negara industri maju khususnya Yen terhadap Dolar Amerika Serikat dan rupiah. Sekalipun

secara absolut pembayaran hutang luar negeri mengalami peningkatan sebesar Rp 243,8 miliar

bila dibandingkan dengan perkiraannya dalam APBN 1994/95, namun peranannya terhadap

pengeluaran rutin menunjukkan penurunan dari sekitar 42 persen dalam APBN 1994/95 menjadi

sekitar 38 persen dalam RAPBN 1995/96. Penurunan peranan pembayaran bunga dan cicilan

hutang luar negeri dalam pengeluaran rutin RAPBN 1995/96 tersebut berkaitan erat dengan

Departemen Keuangan RI 25

Page 26: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

percepatan pembayaran (prepayment) terhadap sebagian pinjaman luar negeri pemerintah yang

memiliki tingkat suku bunga tinggi dalam tahun 1994/95, sebagai upaya untuk memperingan

kewajiban pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri di masa mendatang agar tetap dalam

batas kemampuan perekonomian nasional, tidak menimbulkan beban yang lebih berat terhadap

APBN, dan sekaligus mampu memelihara kondisi neraca pembayaran yang sehat.

Dalam tahun anggaran 1995/96 dan tahun-tahun mendatang, prinsip efisiensi dan

efektivitas yang senantiasa mendasari setiap penerimaan dan pengeluaran negara akan lebih

ditingkatkan intensitas pelaksanaannya, guna menghasilkan tabungan pemerintah yang memadai.

Dengan perkembangan penerimaan dalam negeri yang melampaui pengeluaran rutin sebagaimana

diuraikan di atas, maka jumlah tabungan pemerintah yang dapat dihimpun dalam RAPBN

1995/96 diperkirakan mencapai sebesar Rp 19.024,5 miliar, atau mendekati sasarannya dalam

tahun kedua Repelita VI sebesar Rp 19.070,8 miliar. Jumlah tersebut berarti sekitar 9,4 persen

lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah tabungan pemerintah yang direncanakan dalam

APBN 1994/95 sebesar Rp 17.386,3 miliar. Bersama-sama dengan penerimaan pembangunan

yang berjumlah sebesar Rp 11.759,0 miliar, berarti dana yang tersedia untuk anggaran belanja

pembangunan dalam RAPBN 1995/96 direncanakan mencapai sebesar Rp 30.783,5 miliar. Ini

berarti bahwa dalam RAPBN 1995/96, anggaran belanja pembangunan diperkirakan mengalami

peningkatan sebesar Rp 3.385,2 miliar atau 12,4 persen bila dibandingkan dengan anggaran

pembangunan dalam APBN 1994/95 sebesar Rp 27.398,3 miliar. Jumlah tersebut akan digunakan

untuk membiayai proyek-proyek pembangunan di berbagai sektor dan subsektor untuk mencapai

sasaran-sasaran pembangunan sesuai dengan skala prioritas seperti yang direncanakan dalam

tahun kedua Repelita VI, dan sekaligus mengatasi berbagai permasalahan yang belum

terpecahkan dalam PJP I.

Prioritas pembangunan sesuai dengan arahan GBHN 1993

Mengacu kepada arah kebijaksanaan yang ditetapkan dalam GBHN 1993 dan Repelita

VI, maka prioritas pembangunan dalam tahun anggaran 1995/96 diletakkan pada pembangunan

sektorsektor di bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang

pembangunan lainnya, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam hubungan ini,

Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya

Departemen Keuangan RI 26

Page 27: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

masyarakat makmur yang berkeadilan sosial, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta

stabilitas nasional yang sehat dan dinamis tetap menjadi pedoman dasar dan acuan utama yang

harus dipertimbangkan dalam setiap proses pengambilan keputusan politik, pengelolaan

kebijaksanaan ekonomi, dan pemecahan masalah-masalah mendasar di seluruh bidang

pembangunan.

Dalam memasuki tahapan yang sangat penting dalam sejarah perjalanan bangsa, dimensi

pemerataan memperoleh aksentuasi di dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, dengan

mempertegas implementasi peningkatan kemakmuran dalam nuansa pemerataan yang

berkeadilan sosial, sehingga dapat dihindarkan pemerataan yang hanya berbagi kemiskinan.

Sedangkan pertumbuhan ekonomi diperlukan sebagai penggerak dan pemacu pembangunan di

bidang-bidang lain, dan sekaligus sebagai kekuatan utama pembangunan untuk mewujudkan

pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, dengan lebih memberi peran kepada rakyat untuk

berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan, dan didukung oleh stabilitas nasional yang

mantap dan dinamis. Sementara itu stabilitas nasional yang memberi ruang gerak bagi dinamika,

dan dinamika yang menggerakkan stabilitas nasional tetap diperlukan sebagai prasyarat dalam

menunjang kelancaran pembangunan, sehingga memungkinkan peningkatan laju pertumbuhan

ekonomi yang cukup tinggi bagi terselenggaranya pemerataan kemakmuran yang berkeadilan

sosial.

Dengan kerangka acuan di atas, maka pembangunan nasional tidak hanya ditujukan untuk

mencapai tujuan ekonomi semata, tetapi juga diarahkan pada pembangunan bidang-bidang

lainnya, yang dilaksanakan seirama, selaras, dan serasi dengan pembangunan bidang ekonomi.

Pembangunan yang hanya mengutamakan pembangunan ekonomi hanya akan menimbulkan

ketidakseimbangan, baik di dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keterkaitannya dengan

sumber alam serta lingkungan hidup. Oleh karena itu, pemanfaatan modal, pendayagunaan

sumber daya alam, dan pengembangan sumber daya manusia dalam pembangunan Indonesia

untuk mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur, akan diupayakan seimbang dan

dilaksanakan secara terencana, rasional, efisien, optimal dan bertanggung jawab, dengan

senantiasa menyesuaikannya terhadap kemampuan daya dukungnya serta memperhatikan

kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam hubungan ini, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai salah satu

langkah strategis di dalam penanggulangan kemiskinan, akan lebih ditingkatkan di masa-masa

Departemen Keuangan RI 27

Page 28: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

mendatang seirama dengan upaya pelestarian lingkungan hidup, oleh karena pengalaman di

negara lain menunjukkan bahwa faktor sumber daya manusia sangat menentukan bagi

keberhasilan pembangunannya.

Kualitas sumber daya manusia

Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi tuntutan yang sangat mendesak, baik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang, oleh karena perkembangan ekonomi,

industrialisasi, arus informasi, serta perkembangan ilmu pengetahuan (iptek) yang pesat makin

menuntut sumber daya manusia yang makin tinggi kualitasnya. Oleh karena itu, dalam

menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan seiring dengan globalisasi ekonomi dan

liberalisasi perdagangan dunia, maka sebagai rangkaian usaha pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia akan semakin dikembangkan dan

ditingkatkan antara lain melalui peningkatan kualitas hidup, baik kualitas fisik dan spiritual

manusia maupun kualitas kehidupannya, peningkatan produktivitas dan upaya pemerataan

penyebarannya sesuai dengan kebutuhan, serta peningkatan kemampuan pemanfaatan,

pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan.

Kebijaksanaan peningkatan kualitas hidup manusia tidak dapat dilepaskan dari usaha

untuk menekan tingkat kematian bayi, meningkatkan usia rata-rata penduduk Indonesia,

meningkatkan kesehatan dan pendidikan masyarakat, serta memperluas kesempatan kerja dan

penyebaran penduduk. Di bidang pendidikan, dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya

manusia, dalam tahun anggaran 1995/96 akan diupayakan perluasan pemerataan kesempatan

pendidikan, dan peningkatan mutu pendidikan di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.

Perluasan jangkauan akses pelayanan pendidikan akan diusahakan melalui penyelenggaraan

program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, serta penyediaan berbagai prasarana dan

sarana pendidikan untuk meningkatkan daya tampung lembaga-lembaga pendidikan di berbagai

tingkatan. Sedangkan peningkatan mutu pendidikan diupayakan antara lain dengan

menyempurnakan kurikulum pendidikan, meningkatkan mutu guru, dosen dan tenaga

kependidikan lainnya, meningkatkan budaya minat baca sebagian besar masyarakat, serta

mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan yang tepat agar mampu memenuhi tuntutan

pembangunan dan pasar tenaga kerja.

Departemen Keuangan RI 28

Page 29: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Di bidang kesehatan, upaya peningkatan mutu dan derajat kesehatan masyarakat akan

lebih diarahkan pada perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan agar menjangkau seluruh

penduduk, terutama penduduk di daerah terpenci1, desa tertinggal, dan penduduk yang tidak

mampu. Peningkatan kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat

tersebut antara lain dilakukan melalui pembangunan Puskesmas, penyuluhan kesehatan,

pelayanan kesehatan rujukan dan rumah sakit, serta peningkatan kelas terhadap semua rumah

sakit. Demikian pula dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan secaralebih

merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat, akan diupayakan peningkatan produksi dan

pendistribusian obat generik berlogo secara lebih luas, pendayagunaan obat dan cara pengobatan

tradional, serta pembentukan sentra pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional.

Seiring dengan itu, dalam rangka menciptakan keseimbangan antara kualitas penduduk dengan

daya dukung dan daya tampung lingkungan, pertumbuhan penduduk akan lebih dikendalikan

antara lain melalui upaya pendewasaan usia kawin, pembudayaan norma keluarga kecil bahagia

dan sejahtera (NKKBS), peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA),

pengadaan alat-alat kontrasepsi, serta usaha peningkatan pendapatan keluarga akseptor (UPPKA).

Selanjutnya untuk mendukung kesehatan dan proses pembentukan manusia dengan

kecerdasan yang diharapkan, akan diupayakan peningkatan kualitas pangan dan keadaan gizi

sebagian besar masyarakat antara lain melalui gerakan sadar pangan dan gizi (GSPG), usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) dengan pemberian makanan tambahan (PMT), serta

penanggulangan kurang energi protein (KEP) dan kelainan gizi. Demikian pula pelayanan

penyediaan dan akses air bersih, khususnya bagi kehidupan masyarakat di lingkungan kumuh

akan lebih diperluas, sehingga dapat menunjang terciptanya budaya dan perilaku hidup bersih dan

sehat. Di bidang agama, akan diupayakan pembangunan dan pembinaan berbagai aspek yang

menyentuh sendi-sendi kehidupan keagamaan, antara lain melalui upaya pengembangan sarana

kehidupan beragama, peningkatan penerangan, bimbingan dan kerukunan hidup beragama, serta

pembinaan pendidikan agama di semua jenjang pendidikan.

Sementara itu peningkatan produktivitas tenaga kerja dan upaya pemerataan

penyebarannya sesuai dengan kebutuhan akan diupayakan antara lain melalui pelatihan dan

peningkatan keterampilan tenaga kerja, penyebaran dan pendayagunaan tenaga kerja, pembinaan

dan pengembangan produktivitas dan kesempatan kerja, serta pembinaan hubungan industrial dan

perlindungan tenaga kerja. Sejalan dengan itu, juga akan diupayakan peningkatan kemampuan

Departemen Keuangan RI 29

Page 30: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan

lingkungan guna mendukung upaya percepatan proses transformasi teknologi, pengembangan

rancang bangun dan rekayasa, pengembangan sistem kelembagaan ilmu pengetahuan dan

teknologi (iptek), serta pengembangan wahana yang memadai bagi penerapan iptek.

Peningkatan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan.

Sejalan dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, usaha-usaha untuk

menanggulangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan, baik antargolongan ekonomi,

antarkelompok pendapatan masyarakat, antarsektor, maupun antardaerah akan semakin

diintensifkan dengan lebih memadukan berbagai kebijaksanaan makro ekonomi dan

kebijaksanaan sektoral dengan kebijaksanaan regional. Menyadari perlunya perbaikan akses

terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar, dan akses terhadap sumber

pembiayaan dalam upaya peningkatan kemampuan penduduk miskin, maka dalam tahun

anggaran 1995/96 program bantuan pembangunan desa tertinggal dalam bentuk Inpres desa

tertinggal (IDT) akan semakin ditingkatkan intensitas pelaksanaannya dengan lebih

menyempurnakan kriteria penilaian, dan mengarahkan alokasi pemanfaatannya bagi usaha-usaha

produktif yang dikembangkan di kakangan dan oleh penduduk miskin sendiri, atas dasar

semangat keswadayaan, kooperatif dan kemandirian, sehingga secara bersama-sama mereka

mampu melepaskan diri dari kemiskinan, khususnya di desa-desa tertinggal. Melalui program

IDT, penduduk desa tertinggal diharapkan dapat secara kreatif menciptakan kegiatan

perekonomian di pedesaan, yang pada gilirannya akan meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan

dan kesejahteraan penduduk.

Peningkatan kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi juga di dorong melalui

pemberian kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam pelaksanaan proyek-

proyek pembangunan pemerintah, dan pengutamaan penggunaan produksi dalam negeri dalam

setiap pengadaan barang dan jasa kebutuhan departemen/lembaga negara. Sedangkan upaya

peningkatan pemerataan pendapatan akan dilakukan antara lain melalui penciptaan dan perluasan

lapangan kerja, serta kebijaksanaan penetapan upah minimum regional, sektoral dan subsektor

yang diupayakan agar berada di atas kebutuhan fisik minimum. Pemerataan pembangunan

antarsektor diupayakan dengan menyeimbangkan secara bertahap peranan dan sumbangan ketiga

Departemen Keuangan RI 30

Page 31: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sektor ekonomi, yaitu pertanian, industri, dan jasa dalam rangka penciptaan nilai tambah dan

produktivitas ekonomi nasional yang tinggi, yang pada akhirnya dapat mengurangi ketimpangan

pendapatan. Sedangkan upaya pemerataan pembangunan antardaerah diwujudkan dengan

mendorong investasi dan penyebaran sumber daya manusia terutama ke wilayah yang belum

berkembang, khususnya di kawasan timur Indonesia dan daerah-daerah terpencil lainnya. Hal ini

diupayakan melalui alokasi anggaran sektoral bagi penyediaan prasarana fisik, peningkatan

keterampilan, pelatihan dan pengembangan kewiraswastaan, promosi investasi, serta pemberian

berbagai kemudahan lainnya. Sejalan dengan itu, kebijaksanaan pemberian desentralisasi dan

otonomi daerah akan makin diperluas dengan antara lain meningkatkan alokasi program bantuan

pembangunan daerah, baik Inpres Dati I maupun Inpres Dati II dengan lebih memberikan

keleluasaan kepada daerah dalam perencanaan pemanfaatannya sesuai dengan prioritas dan

potensi ekonomis masing-masing daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung upaya

peningkatan keserasian laju pertumbuhan antardaerah, peningkatan keterpaduan pembangunan

sektoral dan pembangunan daerah, serta pemantapan penataan tata ruang dalam pembangunan

daerah.

Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

Selanjutnya untuk mencegah terjadinya kerusakan sumber daya alam dan menurunnya

kualitas lingkungan hidup sebagai akibat dari meningkatnya intensitas kegiatan pembangunan,

maka dalam rangka pembangunan nasional yang berkelanjutan, akan dilaksanakan pembinaan

daerah pantai, pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup, penyelamatan hutan, tanah dan air,

rehabilitasi lahan kritis, pengendalian pencemaran lingkungan hidup, serta inventarisasi dan

evaluasi sumber daya darat. Berbagai program pelestarian lingkungan hidup tersebut akan

diupayakan berjalan seiring dengan rencana penyusunan strategi dan pengelolaan teknis penataan

ruang, serta pengembangan sistem pengelolaan pertanahan yang terpadu, serasi, efektif dan

efisien guna mengantisipasi aspek-aspek yang makin kompleks dan kegiatan pembangunan yang

makin intensif.

Pembenahan dan pembaruan hukum nasional

Dengan makin meningkatnya perkembangan dan dinamika masyarakat sebagai akibat dari

Departemen Keuangan RI 31

Page 32: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pembangunan, serta kemajuan ekonomi dan iptek, menimbulkan tuntutan peningkatan kebutuhan

masyarakat terhadap pelayanan jasa hukum, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh sebab

itu, guna mengharmoniskan hukum nasional dengan aspek-aspek hukum transnasional tanpa

harus meninggalkan ciri-ciri falsafah hukum nasional yang mementingkan sifat kekeluargaan dan

keseimbangan yang bersumber pada idedogi Pancasila, maka dalam rangka rencana legislasi

nasional, akan diajukan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) di berbagai bidang sesuai

dengan urutan prioritas kebutuhan pembangunan. Beberapa diantaranya adalah RUU tentang

Pasar Modal untuk menjamin dipenuhinya persyaratan disclosure dan sekaligus memberikan

perlindungan terhadap kepentingan konsumen, RUU Pabean dan Cukai untuk memperkukuh

landasan hukum di bidang keuangan dari perdagangan luar negeri, serta RUU tentang Perairan

Nasional dan Landas Kontinen dalam rangka memberikan perlindungan terhadap pemanfaatan

dan pengelolaan potensi kelautan, serta penegakan kedaulatan hukum wilayah perairan Indonesia.

Di samping itu juga direncanakan pengajuan RUU tentang Perubahan UU Hak Cipta, Paten dan

Merek, serta RUU tentang Desain Produk Industri, Rangkaian Elektronik Terpadu (Integrated

Circuits), Rahasia Dagang dan Arbitrase sebagai tindak lanjut daripada pengesahan hasil-hasil

perundingan Putaran Uruguay. Dalam rangka mewujudkan amanat vasal 33 DUD 1945, dewasa

ini juga sedang dipersiapkan penyusunan RUU Perlindungan Usaha Kecil dan Koperasi, RUU

Perlindungan Konsumen, serta RUU yang mengatur tentang penghindaran persaingan usaha yang

tidak sehat (unfair competition). Pengesahan berbagai Rancangan U nuang -undang tersebut

diharapkan mampu memperkukuh landasan pengaturan dan memberikan transparansi bagi

berbagai bidang kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat.

Penutup

Pada akhirnya keberhasilan pembangunan nasional yang makin meluas dan kompleks

akan sangat tergantung pada kemampuan perencanaan. pelaksanaan. pengendalian dan

pengawasan dalam manajemen pembangunan nasional yang terpadu serta berpijak pada potensi,

kekuatan efektif dan kemampuan dalam negeri dengan dilandasi tanggungjawab, semangat

pengabdian dan semangat pembangunan serta kemampuan profesional yang tinggi. Oleh karena

itu, peran aktif masyarakat serta disiplin para penyelenggara negara dan seluruh rakyat Indonesia

perlu lebih ditingkatkan, sedangkan peranan lembaga yang melaksanakan fungsi pemeriksaan,

Departemen Keuangan RI 32

Page 33: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengawasan dan pengendalian perlu makin dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi

pelaksanaan pembangunan nasional. Dengan berbagai upaya dan ikhtiar pembangunan, maka

cita-cita masyarakat adil dan makrnur sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 niscaya

akan dapat terwujud.

Departemen Keuangan RI 33

Page 34: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

BAB II

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

2.1. Pendahuluan

Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di dalam dimensi kehidupan bangsa

dan negara Indonesia senantiasa diarahkan untuk memperkuat sendi-sendi dasar demokrasi dan

sistem konstitusional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Bertolak dari

ketentuan Pasal 23 Undang Undang Dasar 1945, APBN disusun sebagai rencana operasional

tahunan dari Repelita, yang merupakan penjabaran dari Garis-garis Besar Haluan Negara

(GBHN). Sebagai ujung tombak kebijaksanaan pembangunan sektor pemerintah, penyusunan

APBN tidak dapat lain daripada mengacu kepada arah kebijaksanaan pembangunan yang telah

ditetapkan dalam GBHN, guna mewujudkan secara bertahap amanat yang terkandung di dalam

Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di dalam hubungan ini, APBN diletakkan sebagai

perangkat utama kebijaksanaan fiskal, yang bersama-sama dengan kebijaksanaan moneter dan

kebijaksanaan perdagangan luar negeri senantiasa menjadi pilar-pilar kebijaksanaan ekonomi

makro yang saling mendukung dalam menopang pengelolaan ekonomi nasional. Pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta stabilitas

nasional yang sehat dan dinamis, sebagai satu rangkaian tak terpisahkan dari Trilogi

Pembangunan, tetap menjadi landasan kebijaksanaan pengelolaan keuangan negara. Dengan

demikian, pengerahan sumber-sumber penerimaan negara dan alokasi pemanfaatannya kepada

seluruh sektor pembangunan tetap diarahkan kepada tercapainya ketiga sasaran Trilogi

Pembangunan tersebut.

Dalam rangka mencapai keseimbangan antar sasaran tersebut, penyusunan dan

pelaksanaan APBN senantiasa danasarkan pada prinsip anggaran berimbang yang dinamis,

dengan senantiasa menjaga keserasian antara pengeluaran negara dengan penerimaan negara

dalam jumlah yang dapat memantapkan stabilitas ekonomi dan sekaligus menjamin terus

berlangsungnya pembangunan nasional. Pengalaman membuktikan bahwa penerapan prinsip

anggaran berimbang yang dinamis selama ini di samping mampu menjadi alat pengendali

keadaan moneter di dalam negeri, juga mempunyai dampak multiplikasi yang besar terhadap

Departemen Keuangan RI 34

Page 35: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pertumbuhan ekonomi.

Perencanaan dan pelaksanaan APBN di samping danasarkan pada prinsip anggaran

belanja berimbang yang dinamis, juga diarahkan untuk mewujudkan prinsip kemandirian dalam

pembiayaan pembangunan. Hal ini berarti bahwa kemampuan sumber pembiayaan yang berasal

dari dalam negeri harus makin diperbesar melalui peningkatan penerimaan negara, baik dari

sektor minyak bumi dan gas alam (migas) maupun sektor di luar migas. Sungguhpun penerimaan

dalam negeri terus menunjukkan peningkatan, yaitu dari sekitar 9 persen produk domestik bruto

(PDB) pada awal Repelita I menjadi sekitar 20 persen dari PDB dalam tahun kedua Repelita IV,

namun perkembangan tersebut lebih banyak ditopang oleh penerimaan migas. Menyadari bahwa

ketergantungan pada penerimaan migas dapat menimbulkan berbagai kerawanan terhadap

perekonomian nasional terutama pada sektor APBN, maka usaha penggalian dan pengembangan

lainnya di luar pajak lebih ditingkatkan dengan tetap memperhatikan peningkatan kemampuan

pembiayaan pembangunan oleh masyarakat dan dunia usaha. Langkah-langkah untuk

menegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan tersebut, khususnya melalui usaha

peningkatan penerimaan dalam negeri diluar migas, telah meletakkan dasar pijak dan landasan

hukumnya sejak tahun pertama Repelita IV ketika pemerintah melakukan pembaharuan terhadap

peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan berbagai usaha yang sungguh-sungguh di

dalam menggali sumber-sumber penerimaan di luar migas, terutama dari sektor perpajakan, maka

peranan dari sektor perpajakan secara berangsur-angsur dapat menggantikan dominasi

penerimaan dari sektor migas dalam penerimaan negara. Demikian pula rasio penerimaan

perpajakan terhadap PDB di luar migas yang dalam tahun pertama lama Repelita VI baru sebesar

6,4 persen. Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut selain memperkukuh struktur

penerimaan negara juga membuktikan bahwa swadaya dan kemandirian dalam melaksanakan

pembangunan yang bersumber dari penggalian dana-dana dalam negeri telah menunjukkan hasil

yang mantap dan nyata. Apabila dalam tahun pertama Repelita I sumber -sumber penerimaan

dalam negeri baru menopang sekitar 23 persen dari keseluruhan anggaran pembangunan, maka

dalam tahun pertama Repelita VI sebagian besar, yaitu sekitar 63,5 persen, dari seluruh

kebutuhan dana pembangunan dapat dipenuhi dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri.

Sekalipun demikian, dibandingkan dengan luasnya kegiatan pembangunan, sumber penerimaan

dalam negeri belum sepenuhnya mampu memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan investasi

sektor pemerintah. Oleh karena itu, penerimaan pembangunan yang bersumber dari luar negeri

Departemen Keuangan RI 35

Page 36: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

masih diperlukan sebagai pelengkap, dengan tetap menghindarkan keterikatan dan campur tangan

asing, dan senantiasa mengupayakan agar peranannya secara bertahap relatif semakin menurun.

Selain daripada sebagai unsure stabilisator perkembangan ekonomi dalam negeri, peranan

APBN yang tidak kurang penting adalah sebagai sumber utama pembiayaan investasi di sektor

pemerintah. Selama periode pembangunan jangka panjang pertama (PJP I), terutama sejak awal

Repelita I hingga Repelita III, peranan investasi pemerintah dalam pembentukan investasi

nasional menunjukkan kecendrungan yang semakin meningkat. Apabila pada awal-awal periode

Repelita I, peranan investasi pemerintah baru sekitar 37 persen dari total investasi nasional, maka

sejalan dengan meningkatnya penerimaan negara dari sektor migas, peranan investasi pemerintah

dalam Repelita III meningkat menjadi lebih dari 50 persen dari total investasi nasional setiap

tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, walau peranannya sebagai sumber utama dana investasi

nasional relatif semakin menurun dan digantikan oleh dana investasi swasta, akan tetapi melalui

alokasi dana anggaran belanja negara, APBN diperkirakan masih akan tetap penting sebagai

pendorong berkembangnya kegiatan perekonomian nasional. Hali ni terutama karena anggaran

belanja pemerintah pada dasarnya merupakan salah satu sumber permintaan yang sangat

potensial terhadap produksi barang dan jasa masyarakat, termasuk dunia usaha. Apabila pada

awal PJP I jumlah pengeluaran negara yang dibelanjakan di dalam negeri baru mencakup sekitar

10 persen dari PDB, maka seiring dengan peningkatan volume APBN, dalam Repelita III

mencapai sekitar 20 persen dari PDB. Pengeluaran pemerintah yang semakin besar, melalui

proses multiplikasi, telah mampu memberikan pengaruh positif terhadap jumlah output yang

dihasilkan oleh perekonomian.

Keberhasilan pengelolaan anggaran berimbang yang dinamis, selain ditentukan oleh

keberhasilan dalam penggalian dan pengerahan secara optimal berbagai potensi penerimaan

negara, juga harus didukung dengan alokasi anggaran belanja negara yang makin efisien, terarah

dan terkendali. Oleh karena itu, perencanaan dan pengelolaan APBN senantiasa danasarkan

kepada prinsip efisiensi, efektivitas dan optimalisasi pemanfaatan dana negara, dengan antara lain

mempertajam prioritas alokasi pemanfaatannya, baik untuk meningkatkan kualitas pelayanan

pemerintah terhadap masyarakat, maupun guna menunjang kegiatan-kegiatan yang tidak

dilaksanakan oleh masyarakat dan dunia usaha. Pengeluaran rutin dikendalikan dalam batas-batas

yang tidak mengganggu kelancaran penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan kegiatan

pembangunan, antara lain melalui penghapusan berbagai macam subsidi untuk mendorong

Departemen Keuangan RI 36

Page 37: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tercapainya alokasi sumber-sumber ekonomi yang sehat, tanpa harus mengorbankan

kesejahteraan dari sebagian besar masyarakat. Sementara itu anggaran belanja pembangunan

diarahkan alokasi pemanfaatannya untuk menciptakan dan memperkuat unsur-unsur dasar yang

mendukung pembangunan, seperti pembangunan prasarana dan sarana ekonomi, perluasan

jaringan pelayanan dasar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pengembangan sumber daya

manusia. Pembangunan proyek-proyek tersebut selain merupakan unsur yang positif untuk

mendukung kegiatan ekonomi dalam negeri, juga sekaligus akan mengatasi kendala-kendala

prasarana yang dapat menghambat kegiatan produksi dan penanaman modal oleh dunia usaha.

Belajar dari pengalaman keberhasilan masa lampau dalam pengelolaan APBN, serta

melihat semakin beratnya tugas dan tantangan yang dihadapi dalam era globalisasi di masa

mendatang, maka prinsip anggaran berimbang yang dinamis, kemandirian dalam pembiayaan

pembangunan, dan efisiensi alokasi pengeluaran negara akan senantiasa menjadi acuan yang

melandasi kebijaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Perkembangan APBN sejak

Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita VI .

Repelita Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -11 -12Penerimaan dalam negeri 1.363,40 1.753,70 2.073,70 2.241,90 2.277,40 2.906,00 3.535,40 3.088,70 4.266,10 11.410,90 14.703,10Pengeluaran rutin 961,6 1.016,10 1.293,90 1.332,60 1.427,90 1.629,80 2.148,90 1.905,10 2.743,70 7.218,40 8.871,10Tabungan pemerintah 401,8 737,6 779,8 909,3 849,5 1.276,20 1.386,50 1.183,60 1.522,40 4.192,50 5.832,00Penerimaan pembangunan 213,9 232 191,8 491,6 208 783,8 773,4 224,6 1.035,50 1.056,70 3.316,30a. bantuan program ( - ) -36,1 ( - ) -20,2 ( - ) -10,2 -35,8 ( - ) -48,2 ( - ) -150,5b. bantuan proyek ( - ) -195,9 ( - ) -471,4 ( - ) -773,6 -737,6 ( - ) -987,3 ( - ) -3.165,80Dana pembangunan 615,7 969.6 971,6 1.400,90 1.057,50 2.060,00 2.159,90 1.408,20 2.557,90 5.249,20 9.148,30Pengeluaran pembangunan 615,7 961,8 971,6 1.397,70 1.057,50 2.054,50 2.156,80 1.408,20 2.555,60 15.249,20 9.126,40a. rupiah ( - ) (765.9) ( - ) (926.3) ( - ) -1.280,90 -1.419,20 ( - ) -1.568,30 ( - ) -5.960,60b. bantuan proyek ( - ) -195,9 ( - ) -471,4 ( - ) -773,6 -737,6 ( - ) -987,3 ( - ) -3.165,80

1.196,20( - )( - )

JUMLAH

218,4( - )( - )

1.196,20

(10) (11)2.607,701.629,90

977,8

Tabel II.1

1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79Repelita

Repelita Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -12 -13

Penerimaan dalam negeri 25.249,80 28.739,80 29.432,50 39.546,40 34.856,50 41.584,80 41.466,40 47.452,50 48.909,40 52.279,80 179.914,60 209.603,30Pengeluaran rutin 23.445,00 24.331,10 24,829,6 29.997,70 26.591,60 30.227,60 27.974,40 34.031,20 29.959,80 38.799,30 132.800,40 157.386,90Tabungan pemerintah 1.804,80 4.408,70 4.602,90 9.548,70 8.264,90 11.357,20 13.492,00 13.421,30 18.949,60 13.480,50 47.114,20 52.216,40Penerimaan pembangunan 11.325,10 9.429,30 11.566,00 9.904,60 12.644,80 10.409,10 12.195,00 10.715,70 12.687,00 10.371,90 60.417,90 50.830,60a. bantuan program ( - ) -1.007,20 ( - ) -1.396,80 ( - ) -1.563,40 ( - ) (51l,7) ( - ) -440,8 ( - ) -4.919,90b. bantuan proyek ( - ) -8.422,10 ( - ) -8.507,80 ( - ) -8.845,70 ( - ) -10.204,00 ( - ) -9.931,10 ( - ) -45.910,70Dana pembangunan 13.129,90 13.838,00 16.168,90 19.453,30 20.909,70 21.766,30 25.687,00 24.137,00 31.636,60 23.852,40 107.532,10 103.047,00Pengeluaran pembangunan 13.129,90 13.834,30 16.168,90 19.452,00 20.909,70 21.764,20 25.687,00 24.134,80 31.636,60 25.661,10 107.532,10 104.846,40a. rupiah ( - ) -5.412,20 ( - ) -10.944,20 ( - ) -12.918,50 ( - ) -13.930,80 ( - ) -15.730,00 ( - ) -58.935,70b. bantuan proyek ( - ) -8.422,10 ( - ) -8.507,80 ( - ) -8.845,70 ( - ) -10.204,00 ( - ) -9.931,10 ( - ) -45.910,70

1992/93 1993/94 JUMLAH1989/90 1990/91 1991/92

Departemen Keuangan RI 37

Page 38: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Repelita APBNPenerimaan dalam negeri 59.737,10 59.737,10Pengeluaran rutin 42.350,80 42.350,80Tabungan pemerintah 17.386,30 17.386,30Penerimaan pembangunan 10.012,00 10.012,00a. bantuan program ( - ) ( - )b. bantuan proyek -10.012,00 (10.012,0Dana pembangunan 27.398,30 27.398,30Pengeluaran pembangunan 27.398,30 27.398,30a. rupiah ( - ) -17.386,30b. bantuan pmyek ( - ) -10.012,00

1994/95

2.2. Perkembangan pelaksanaan APBN sampai dengan tahun anggaran 1994/95

2.2.1. Kebijaksanaan pokok dibidang APBN

Kebijaksanaan keuangan negara yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja

negara (APBN) setiap tahunnya danasarkan pada prinsip anggaran berimbang yang dinamis.

Berimbang dalam arti jumlah keseluruhan pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan, selalu

sama dengan jumlah keseluruhan penerimaan negara. Dinamis berarti bahwa dalam hal

penerimaan lebih rendah dari yang direncanakan semula, Pemerintah akan menyesuaikan

pengeluaran agar tetap terjaga keseimbangannya, demikian pula dalam hal penerimaan dapat

melampaui rencana semula, Pemerintah dapat meningkatkan pengeluaran agar keseimbangan

tetap dapat dipertahankan. Dengan prinsip anggaran berimbang yang dinamis, diupayakan agar

tabungan pemerintah semakin besar sehingga peranannya semakin berarti dalam membiayai

proyek-proyek pembangunan. Peningkatan tabungan pemerintah tersebut diupayakan dengan

meningkatkan penerimaan dalam negeri disertai dengan peningkatan efisiensi pengeluaran rutin

tanpa mengabaikan peningkatan multi pelayanan aparat pemerintah kepada masyarakat.

Di bidang penerimaan, khususnya penerimaan dalam negeri, kebijaksanaan yang

ditempuh adalah mengupayakan peningkatan penerimaan dalam negeri di luar migas, mengingat

penerimaan migas sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi di luar negeri dan

perkembangan politik internasional dengan gejolak yang tidak menentu. Sementara itu

kebijaksanaan di bidang pengeluaran rutin tetap dilandasi prinsip peningkatan multi dan daya

guna pelayanan aparatur pemerintah. Selain itu, kebijaksanaan pengeluaran rutin juga

dimaksudkan untuk dapat memberikan dukungan yang memadai bagi kesejahteraan aparatur,

Departemen Keuangan RI 38

Page 39: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

serta cukup tersedianya biaya operasi dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan. Dalam rangka

mencapai efisiensi perekonomian, maka pengendalian pengeluaran rutin diupayakan melalui

penyempurnaan pola pengeluaran rutin yang terarah dan dapat mencapai sasaran. Selain itu

pemberian subsidi secara bertahap dikurangi terutama

bagi subsidi yang tidak diprioritaskan, agar tidak menimbulkan inefisiensi dalam alokasi sumber-

sumber ekonomi.

Sementara itu di bidang pengeluaran pembangunan kebijaksanaan yang ditempuh

diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan dan dibiayai sendiri oleh

masyarakat dan dunia usaha. Kegiatan-kegiatan dimaksud meliputi penyediaan sarana dan

prasarana dasar yang memiliki peran strategis dalam proses pembangunan, pengembangan

sumber daya manusia, dan penanggulangan kemiskinan serta pemerataan pembangunan. Di

samping itu pengeluaran pembangunan juga dimaksudkan untuk mendukung kegiatan

pembangunan di sektor-sektor yang paling produktif, mendorong pemerataan, serta dapat

menciptakan lapangan kerja di sektor industri, pertanian, dan berbagai sektor jasa sebagaimana

ditetapkan dalam Repelita VI.

Dengan prinsip-prinsip kebijaksanaan pokok tersebut, pelaksanaan APBN 1994/95 yang

merupakan pelaksanaan operasional tahunan pertama Repelita VI tetap diselaraskan dengan

prioritas sasaran yang akan dicapai dalam kurun waktu lima tahun yang berlandaskan kepada

Trilogi Pembangunan. Seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan, serta

dalam rangka mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam Repelita VI, diperlukan dana

pembangunan yang jumlahnya kian membesar. Sejalan dengan amanat GBHN, dana

pembangunan diupayakan dihimpun terutama dari sumber dalam negeri, baik berupa tabungan

pemerintah maupun tabungan masyarakat, sementara bantuan luar negeri dimanfaatkan sebagai

pelengkap bagi pembiayaan pembangunan.

Tabungan pemerintah, yang merupakan selisih positif antara penerimaan dalam negeri

dan pengeluaran rutin, senantiasa diusahakan agar dapat terus meningkat. Semakin tinggi

tabungan pemerintah yang disertai dengan semakin besarnya tabungan masyarakat

mencerminkan semakin meningkatnya kemandirian dalam membiayai pembangunan. Dalam

hubungan ini upaya peningkatan tabungan pemerintah ditempuh melalui peningkatan penerimaan

dalam negeri yang diikuti arch pengendalian pengeluaran rutin pada tingkat yang wajar.

Departemen Keuangan RI 39

Page 40: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Langkah-langkah peningkatan penerimaan dalam negeri, khususnya penerimaan perpajakan,

diawali sejak tahun anggaran 1983/84, yaitu dengan diundangkannya serangkaian undang-undang

pajak baru. Pembaharuan perpajakan tersebut dilakukan, baik terhadap peraturan perundang-

undangan, sistem dan prosedur, peraturan pelaksanaan, pelayanan kepada masyarakat, serta

organisasi aparat perpajakan.

Di dalam upaya peningkatan penerimaan perpajakan, pelaksanaan undang-undang

perpajakan yang baru tersebut senantiasa diupayakan berdasarkan asas keadilan, asas pemerataan,

serta asas manfaat dan kepastian hukum, dengan meningkatkan peranan pajak langsung agar

mampu berfungsi sebagai alat penunjang pembangunan, serta meningkatkan dan memeratakan

kesejahteraan rakyat. Di samping itu pengembangan perpajakan juga diarahkan pada upaya

memperkuat struktur dunia usaha dengan mendukung berkembangnya kelompok pengusaha

kecil, menengah, dan koperasi, mendorong pengembangan sumber daya manusia, serta

mengembangkan kegiatan ekonomi secara makin merata.

Upaya-upaya peningkatan penerimaan di luar migas selama satu dasawarsa pelaksanaan

undang-undang perpajakan yang baru telah memberikan hasil yang menggembirakan, antara lain

tercermin dari semakin meningkatnya peran penerimaan perpajakan terhadap total penerimaan

dalam negeri. Apabila dalam tahun anggaran 1983/84 peran penerimaan perpajakan baru

mencapai 30,4 persen, maka dalam tahun terakhir Repelita V penerimaan perpajakan telah

meningkat peranannya menjadi 66,6 persen dari seluruh penerimaan dalam negeri. Selanjutnya

dalam tahun anggaran 1994/95 yang merupakan tahun pertama Repelita VI, peranan penerimaan

perpajakan direncanakan meningkat lagi menjadi 67,1 persen dari total penerimaan dalam negeri.

Meningkatnya peran penerimaan perpajakan terhadap penerimaan dalam negeri tersebut berarti

pula semakin besarnya peran penerimaan perpajakan dalam pembentukan tabungan pemerintah.

Seiring dengan itu, dalam menghadapi perkembangan ekonomi yang semakin pesat dan

untuk mengantisipasi era globalisasi serta mempertimbangkan perubahan-perubahan ketentuan

perpajakan di negara-negara lain, dirasa perlu adanya penyempurnaan atas ketentuan-ketentuan

perpajakan yang berlaku agar lebih mencerminkan keadilan, memberikan kepastian hukum, baik

bagi wajib pajak maupun aparatur pajak, dan lebih meningkatkan efisiensi. Berkaitan dengan hal

ini, dalam pelaksanaan tahun anggaran 1994/95 telah disahkan empat rancangan undang-undang

(RUU) di bidang perpajakan menjadi Undang-undang (UU), yaitu UU tentang Perubahan Atas

Departemen Keuangan RI 40

Page 41: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, UU

tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, UU tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang

Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan UU tentang Perubahan Atas Undang-

undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan. Keempat undang-undang

baru tersebut berlaku mulai tanggal l Januari 1995.

Penyempurnaan di bidang pajak penghasi1an (PPh) antara lain berupa penurunan tarif

PPh dan perubahan lapis an penghasilan kena pajak sebagaimana diatur dalam Undang-undang

tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991. Dalam undang-

undang yang baru tersebut tarif PPh diubah menjadi 10 persen atas penghasilan kena pajak

sampai dengan Rp 25 juta, 15 persen atas penghasilan kena pajak di atas Rp 25 juta sampai

dengan Rp 50 juta, dan 30 persen atas penghasilan kena pajak di atas Rp 50 juta. Penurunan tarif

PPh dimaksudkan untuk menunjang perekonomian dalam negeri, khususnya untuk mendorong

investasi. Di samping itu undang-undang tersebut juga mengatur pengenaan PPh atas tambahan

kekayaan neto, pengenaan PPh yang bersifat final atas keuntungan pengalihan tanah dan saham,

serta perluasan pengenaan pajak melalui cara "withholding".

Sementara itu di bidang pajak pertambahan nilai (PPN), upaya intensifikasi pemungutan

pajak dan ekstensifikasi jumlah wajib pajak terus ditingkatkan, di samping peningkatan kegiatan

verifikasi lapangan. Sementara perluasan objek pajak PPN ditempuh dengan memperluas

cakupan pengenaan PPN atas jasa-jasa, yang meliputi jasa penebangan hutan, jasa pengamanan,

jasa pemindahan barang, jasa pengurusan dan konsultasi pesta, jasa pelabuhan sungai, jasa

ekspedisi muatan sungai, dan jasa pembawa acara, sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur

Jenderal Pajak Nomor 05 Tahun 1994, yang mulai berlaku sejak tanggal 26 Januari 1994.

Kebijaksanaan penyesuaian yang ditempuh Pemerintah melalui undang-undang yang baru antara

lain adalah dilakukan perubahan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan

perluasan objek pajak PPN. Tarif PPnBM yang berlaku sebelumnya sebesar 10 persen, 20 persen,

25 persen, dan 35 persen berdasarkan tingkat kemewahannya, dalam Undang-undang yang baru

tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai

Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, diubah menjadi serendah-rendahnya

Departemen Keuangan RI 41

Page 42: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

10 persen dan setinggi-tingginya 50 persen.

Dalam hal pajak bumi dan bangunan (PBB), upaya yang ditempuh dalam rangka

meningkatkan penerimaan antara lain meliputi penyesuaian nilai jual objek pajak (NJOP),

pengembangan sistem tempat pembayaran (Sistep), perluasan objek PBB, dan sistem informasi

manajemen objek pajak (Sismiop), serta terus dilanjutkannya pemutakhiran data. Dalam pada itu

upaya yang ditempuh dalam meningkatkan penerimaan pajak lainnya dilaksanakan melalui

peningkatan pengawasan pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea

Meterai melalui kerja sama dengan instansi terkait, seperti Perum Pos dan Giro, Perum

Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), dan Polri. Di samping itu juga terus ditingkatkan

upaya pencegahan beredarnya meterai palsu, serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat

dalam pelaksanaan lelang.

Sementara itu arab kebijaksanaan di bidang bea masuk di samping untuk menghimpun

penerimaan negara juga ditujukan untuk melindungi dan mendorong industri dalam negeri.

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan perdagangan dunia pasca GATT Putaran Uruguay,

maka secara bertahap dilakukan penyesuaian tarif dengan tetap memperhatikan kepentingan

pengembangan industri dan pertanian dalam negeri. Selanjutnya untuk menunjang kebijaksanaan

pemerintah di bidang perdagangan internasional, terutama dalam kaitannya dengan peningkatan

daya saing hasil produksi dalam negeri, telah dikeluarkan berbagai paket deregulasi di bidang

investasi, perdagangan dan keuangan, seperti paket deregulasi sektor riil dalam bulan Juni 1993

(Pakjun). Bersamaan dengan itu terus dilakukan usaha-usaha pemberantasan penyelundupan,

yang antara lain dilakukan melalui pendidikan intelijen, meningkatkan kerjasama dengan luar

negeri, serta berbagai pendidikan bagi aparat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Kebijaksanaan dalam bidang cukai, khususnya dalam hal cukai tembakau, diselaraskan

dengan program pembangunan industri dalam rangka memperluas lapangan kerja dan berusaha

serta melindungi pabrikan berskala kecil. Sedangkan dalam hal cukai lainnya kebijaksanaan yang

ditempuh dilakukan dalamrarigka pemerataan pemberlakuan peraturan perundang-undangan

untuk seluruh wilayah negara RI, serta mengendalikan konsumsi beberapa jenis barang tertentu.

Kebijaksanaan di bidang pajak ekspor dimaksudkan untuk mendorong ekspor barang jadi

dan memperluas lapangan kerja, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan

lingkungan hidup. Rangkaian kebijaksanaan yang telah ditempuh di bidang pajak ekspor

Departemen Keuangan RI 42

Page 43: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

mencakup pengembangan komoditi ekspor barang jadi yang kompetitif, penetapan kembali tarif

pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan, serta penyempurnaan tata cara penyetoran. Selain itu

dalam rangka mencegah kenaikan harga minyak goreng dalam negeri, melalui Surat Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 439 Tahun 1994 telah dikenakan pajak ekspor atas ekspor crude palm

oil (CPO) dan refined bleached deodorized palm oil (RBD-PO) yang berlaku efektif sejak tanggal

1 September 1994. Berdasarkan surat keputusan tersebut, tarif pajak ekspornya danasarkan

kepada harga FOB dengan tarif efektif antara 40 persen sampai dengan sekitar 75 persen.

Selain penerimaan dari sektor perpajakan, sumber penerimaan negara di luar migas yang

mempunyai peranan semakin penting dalam menopang pembiayaan pembangunan adalah

penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan negara bukan pajak antara lain terdiri dari

penerimaan negara yang bersumber dari penerimaan departemen/lembaga pemerintah

nondepartemen dan penerimaan yang berupa bagian pemerintah atas laba badan usaha milik

negara (BUMN), termasuk bank-bank pemerintah. Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya,

salah satu sumbangan yang cukup besar dalam keseluruhan penerimaan negara bukan pajak

berasal dari bagian pemerintah atas laba BUMN. Oleh sebab itu berbagai upaya telah dilakukan

untuk meningkatkan laba BUMN, antara lain melalui efisiensi kegiatan operasional dan

penyempurnaan manajemen BUMN. Di samping itu juga dilakukan penyempurnaan administrasi

pengelolaan penerimaan bukan pajak sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 215 Tahun 1993 tentang Intensifikasi Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP), sehingga penerimaan yang bersumber dari departemen/lembaga pemerintah

nondepartemen, khususnya penerimaan fungsional departemen/ lembaga pemerintah

nondepartemen, dapat terus ditingkatkan.

Dalam pada itu pengalokasian anggaran belanja rutin diupayakan semakin efektif dan

efisien, dengan tetap memperhatikan kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan,

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta diupayakan tetap memberikan

dukungan pembiayaan yang memadai bagi pemeliharaan hasil-hasil pembangunan yang telah

dicapai. Di samping itu pengeluaran rutin juga dialokasikan sebagai bantuan kepada daerah, serta

pemenuhan kewajiban pemerintah kepada luar negeri dalam bentuk pembayaran bunga dan

cicilan hutang luar negeri sesuai dengan jumlah dan jadual pembayarannya.

Salah satu pengeluaran rutin yang mengalami peningkatan cukup besar adalah

Departemen Keuangan RI 43

Page 44: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pembiayaan aparatur pemerintah. Hal ini sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah aparatur

pemerintah, serta kebijaksanaan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas aparatur

pemerintah. Sesuai dengan prinsip pengelolaan anggaran belanja rutin, pengendalian dalam

pembiayaan aparatur pemerintah senantiasa dilaksanakan dengan selalu menjaga keserasian

antara laju pertambahan pegawai negeri dengan kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan

masyarakat. Di dalam pengeluaran rutin dicakup juga pengeluaran berupa subsidi kepada daerah

otonom, untuk membantu pemerintah daerah dalam membiayai belanja pegawai dan berbagai

kegiatan operasional pemerintahan, serta pelaksanaan program-program pemerintah yang

dilaksanakan di daerah.

Selanjutnya kebijaksanaan anggaran belanja pembangunan, yang meliputi pembiayaan

rupiah dan bantuan proyek, diarahkan untuk menunjang pemerataan pembangunan dan hasil--

hasilnya yang makin adil dan meluas, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup

tinggi, serta menjaga stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran belanja

negara, melalui Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 telah dilakukan penyempurnaan dan

penetapan kembali berbagai ketentuan tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja

negara sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984. Perubahan dan

penyempurnaan tersebut antara lain menyangkut ketentuan mengenai usulan proyek, peranserta

golongan ekonomi lemah dan penggunaan hasil produksi dalam negeri, penyederhanaan revisi

daftar isian proyek (DIP), serta pengendalian pelaksanaan dan prosedur pengadaan barang

danjasa pemerintah. Dalam pada itu anggaran belanja pembangunan dialokasikan ke berbagai

sektor dan subsektor sesuai dengan urutan prioritas dan kebijaksanaan pembangunan

sebagaimana ditetapkan di dalam GBHN dan Repelita. Titik berat pembangunan jangka panjang

kedua diletakkan pada pembangunan di bidang ekonomi, dengan sasaran utama untuk mencapai

keseimbangan dalam struktur ekonomi dimana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang

didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh. Pelaksanaan strategi dasar dan

kebijaksanaan pembangunan tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan

pembangunan. Salah satu program pemerataan hasil-hasil pembangunan adalah dalam bentuk

program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Sebagai pelaksanaan program tersebut telah disalurkan

bantuan dana sebesar Rp 20 juta untuk setiap desa tertinggal, yang diharapkan dapat merangsang

kegiatan ekonomi yang pada akhirnya dapat melepaskan penduduk desa tertinggal dari belenggu

Departemen Keuangan RI 44

Page 45: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kemiskinan.

Meningkatnya kegiatan pembangunan mengakibatkan pula semakin meningkatnya dana

pembangunan yang diperlukan. Dari pengalaman masa lalu terlihat bahwa tabungan pemerintah

yang berhasil dibentuk belum sepenuhnya mencukupi untuk membiayai seluruh proyek-proyek

pembangunan. Oleh sebab itu, walaupun hanya sebagai pelengkap, dana yang bersumber dari luar

negeri masih tetap diperlukan, dengan tetap memegang prinsip bahwa bantuan tersebut dapat

diterima sepanjang tidak mempunyai ikatan politik, dan sesuai dengan kemampuan untuk

membayar kembali. Bantuan luar negeri tersebut senantiasa diarahkan kepada pembiayaan

proyek-proyek yang produktif, membantu penyediaan lapangan kerja, serta mendorong

peningkatan ekspor nonmigas.

2.2.2. Penerimaan dalam negeri

Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam (migas),

penerimaan perpajakan, dan penerimaan negara bukan pajak. Sejak reformasi perpajakan tahun

1984, telah terjadi perubahan struktur penerimaan dalam negeri yang menuju ke arah sumber

penerimaan yang mandiri dan kukuh, serta tidak mudah terpengaruh oleh perubahan-perubahan

perekonomian internasional. Dalam rangka mendukung kemandirian pembiayaan pembangunan

tersebut, berbagai langkah telah diambil untuk lebih menyempurnakan pengelolaan penerimaan

dalam negeri.

Melihat pada kenyataan dimana perkembangan penerimaan migas kurang

menggembirakan, penerimaan perpajakan dalam struktur penerimaan dalam negeri sejak tahun

anggaran 1986/87 terus diupayakan untuk lebih berperan. Di bidang perpajakan, telah dilakukan

intensifikasi pemungutan dan ekstensifikasi jumlah wajib pajak. Intensifikasi pemungutan pajak

dilakukan melalui pengelolaan potensi pajak yang telah dapat dibina dengan tertib dan

berkesinambungan, serta upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak melalui verifikasi lapangan

dan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang belum melakukan kewajibannya sesuai dengan

peraturan yang berlaku. Sementara itu ekstensifikasi jumlah wajib pajak dilakukan dengan upaya

meningkatkan jumlah wajib pajak dari sektor-sektor tertentu yang belum dapat dijangkau.

Sementara itu penerimaan negara bukan pajak, yang terdiri dari bagian pemerintah atas

laba BUMN dan berbagai jenis penerimaan departemen/lembaga pemerintah nondepartemen,

Departemen Keuangan RI 45

Page 46: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

terus diupayakan untuk memberikan sumbangan yang lebih berarti bagi penerimaan dalam

negeri. Hal ini diupayakan melalui peningkatan efisiensi dan penyempurnaan manajemen BUMN

dan pengelolaan usahanya, serta penyempurnaan administrasi dan tata cara penyetoran berbagai

jenis penerimaan negara bukan pajak, termasuk peningkatan pengawasan dalam pelaksanaannya.

Melalui berbagai upaya peningkatan penerimaan, baik penerimaan migas maupun

penerimaan nonmigas, maka laju pertumbuhan penerimaan dalam negeri dalam satu dasawarsa

terakhir rata-rata mencapai 14,1 persen per tahun.

2.2.2.1. Penerimaan minyak bumi dan gas alam

Selama PJP I pengembangan di sektor pertambangan terutama minyak bumi dan gas alam

(migas), telah memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Melalui

langkah terpadu yang meliputi kegiatan eksplorasi, produksi, pengolahan, transportasi, pemasaran

dan kegiatan pendukung lainnya, potensi minyak bumi dan gas alam telah dimanfaatkan, baik

sebagai sumber penerimaan dan devisa negara, maupun sebagai sumber energi untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri. Di samping itu kegiatan di sektor migas secara tidak langsung juga

mempunyai peranan dalam meningkatkan usaha swasta, menyerap tenaga kerja, meningkatkan

pengetahuan dan mempercepat alih teknologi, serta mendorong pembangunan regional secara

keseluruhan.

Hasil industri perminyakan dan gas alam di Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang

selama lebih dari 100 tahun, yaitu sejak pertama kali minyak bumi dihasilkan di Indonesia dalam

tahun 1885, telah menjadikan negara Indonesia sebagai salah satu penghasil minyak bumi di

dunia. Pada awal Repelita I, produksi minyak bumi termasuk kondensat mencapai sebesar 284,3

juta barel, dimana sekitar 85 persen dari produksinya diekspor, dan sisanya diolah di dalam

negeri. Produksi minyak bumi Indonesia mencapai puncaknya dalam tahun keempat Repelita II

yang mencapai sebesar 616,5 juta barel, atau sekitar 1.689 ribu barel per hari. Sementara itu pada

akhir Repelita V produksinya diperkirakan mencapai sekitar 560 juta barel, dimana sekitar 50

persen dari produksinya diekspor, dan sisanya dimanfaatkan di dalam negeri. Walaupun volume

produksi minyak Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat, namun semakin

meningkatnya kebutuhan minyak di dalam negeri telah menyebabkan persentase bagian minyak

yang diekspor cenderung menurun. Produksi minyak selain ditentukan oleh kemampuan

Departemen Keuangan RI 46

Page 47: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

eksplorasi dan eksploitasi di dalam negeri serta pemasarannya, juga ditentukan oleh kuota

produksi OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). Dari seluruh volume ekspor

minyak bumi Indonesia pada akhir PJP I, sekitar 50 persen diekspor ke Jepang, sekitar 8 persen

ke Amerika Serikat, dan sisanya ke negara-negara lain, termasuk negara-negara anggota ASEAN.

Pada awal PJP I, pemanfaatan gas alam, baik untuk kebutuhan energi di dalam negeri

maupun untuk ekspor dalam bentuk LNG (liquefied natural gas) dan LPG (liquefied petroleum

gas), belum dilakukan secara maksimal. Dalam rangka diversifikasi penerimaan dari sektor

migas, sejak tahun 1977 Pemerintah telah mulai mengupayakan peningkatan pemanfaatan gas

alam, yaitu dengan dimulainya produksi LNG di kilang gas Bontang dalam tahun 1977 dan

kilang gas Arun dalam tahun 1978. Produksi LNG yang dalam tahun 1984/85 mencapai sekitar

782,8 juta mmbtu, telah meningkat menjadi sekitar 1.301 juta mmbtu dalam tahun 1993/94.

Produksi LPG dalam periode yang sama juga menunjukkan kenaikan, yaitu dari sekitar 904 ribu

ton menjadi sekitar 2. 805 ribu ton. Produksi LNG dan LPG tersebut terutama diekspor ke

Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Usaha Pemerintah untuk menjadikan gas alam sebagai

sumber penerimaan negara tidak terbatas pada upaya rnendorong ekspor atau mencari lauang gas

baru, tetapi juga melalui upaya mendorong penggunaan gas di dalam negeri yang selama ini

dimanfaatkan oleh beberapa jenis industri, seperti pabrik semen, pabrik baja, pabrik pupuk,

pabrik kertas, pembangkit listrik, dan lain-lain. Selain itu, untuk mendukung kebijaksanaan

konservasi dan diversifikasi energi, Pemerintah terus mendorong penggunaan gas alam untuk

sumber energi primer sebagai alternatif penggunaan minyak.

Salah satu hasil pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang berasal dari

minyak bumi dan gas alam selama 25 tahun pembangunan pertama dapat dilihat dari

sumbangannya dalam penerimaan negara. Penerimaan migas pada awal PJP I masih sebesar Rp

65,8 miliar, dan pada akhir PJP I telah mencapai sebesar Rp 12.507,7 miliar, yang berarti dalam

periode tersebut mengalami peningkatan hampir 200 kali lipat. Sebagai salah satu sumber

penerimaan negara selama PJP I, penerimaan migas telah memberikan sumbangan yang cukup

berarti bagi pembangunan nasional. Selama pembangunan 25 tahun pertama, peranan penerimaan

migas dalam penerimaan dalam negeri dan dalam penerimaan negara secara keseluruhan masing-

masing mencapai sekitar 44 persen dan sekitar 35 persen.

Dalam Repelita I, penerimaan migas mengalami kenaikan rata-rata sebesar 55,2 persen

Departemen Keuangan RI 47

Page 48: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

per tahun, dan telah menyumbang sekitar 28 persen dari keseluruhan penerimaan negara sebesar

Rp 3.280,1 miliar. Situasi perminyakan dunia pada awal tahun 1970-an menunjukkan bahwa

produksi OPEC mempunyai peranan yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi

minyak dunia. Timbulnya perang di Timur Tengah dalam bulan Oktober 1973 telah

menimbulkan krisis energi, sehingga mendorong terjadinya peningkatan harga minyak di pasar

dunia. Pada saat itu, harga minyak Migas dalam bulan April 1974 mencapai sebesar US$ 11,7 per

barel, sehingga penerimaan migas dalam tahun 1974/75 mencapai sebesar Rp 957,2 miliar, yaitu

menjadi 2,5 kali lipat dari penerimaan migas dalam tahun sebelumnya sebesar Rp 382,2 miliar.

Setelah gejolak di pasar minyak tersebut berlalu, pertumbuhan ekonomi dunia cenderung

menurun, bahkan dalam tahun 1975 negara-negara yang tergabung dalam organisasi kerja sama

ekonomi dan pembangunan (OECD) mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Walaupun

perekonomian dunia mengalami kelesuan, relatif tingginya tingkat harga minyak telah

mendorong meningkatnya pencarian dan penemuan sumber minyak baru, termasuk oleh negara-

negara non-OPEC yang melihat semakin menariknya prospek pertambangan minyak.

Pesatnya peningkatan penerimaan migas dalam Repelita II telah ikut membantu dalam

meningkatkan dana pembangunan, dan hal tersebut terus berlangsung sampai dengan Repelita III.

Peranan penerimaan migas yang semakin besar mencapai puncaknya dalam tahun 1981/82,

dimana sumbangannya terhadap penerimaan dalam negeri dan terhadap keseluruhan penerimaan

negara mencapai sekitar 70 persen dan sekitar 62 persen. Keadaan tersebut disebabkan oleh

tingginya harga minyak pada waktu itu yang mencapai US$ 35 per barel. Memasuki pertengahan

periode tahun 1980-an, perkembangan perekonomian dunia mulai membaik, meskipun perbaikan

perekonomian tersebut ternyata tidak cukup membantu mengatasi turunnya harga minyak.

Meningkatnya permintaan minyak dunia dalam periode tersebut temyata tidak dapat menyerap

persediaan di pasar dunia yang suplainya semakin bertambah, terutama dari negara-negara non-

OPEC. Usaha OPEC untuk terus menekan kelebihan suplai di pasar dengan mengurangi tingkat

produksinya dari sekitar 22,6 juta barel per hari dalam tahun 1981 menjadi sekitar 18,5 juta barel

per hari dalam tahun 1986 ternyata tidak diimbangi oleh negara-negara non-OPEC yang terus

meningkatkan produksinya dari sekitar 33,1 juta barel per hari dalam tahun 1981 menjadi sekitar

37,1 juta barel per hari dalam tahun 1986. Adanya penyesuaian pasar menghadapi kondisi

tersebut telah menyebabkan jatuhnya harga minyak ke tingkat yang paling rendah sejak tahun

1974, sehingga mencapai di bawah US$ 10 per barel dalam bulan Agustus 1986. Hal ini

Departemen Keuangan RI 48

Page 49: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

mengakibatkan penerimaan migas dalam tahun 1986/87 mengalami penurunan menjadi sebesar

Rp 6.337,6 miliar, dari tahun sebelumnya yang mencapai sebesar Rp 11.144,4 miliar.

Dalam perkembangannya, perubahan harga minyak di pasar dunia tidak hanya disebabkan

oleh faktor ekonomi, seperti keseimbangan permintaan dengan penawaran minyak mentah di

pasar dunia, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor nonekonomi, antara lain gejolak politik di

negaranegara produsen minyak dan spekulasi pasar. Hal ini dapat dilihat dari dampak krisis teluk

pada akhir tahun 1990, yang selain menyebabkan berkurangnya pasokan minyak dari Irak dan

Kuwait, juga menimbulkan dampak psikologis terhadap konsumen minyak dalam menghadapi

kemungkinan sulitnya memperoleh minyak mentah dan produk minyak lainnya di tahun-tahun

berikutnya. Pengaruh keadaan tersebut menyebabkan harga minyak yang telah relatif stabil dalam

beberapa tahun sebelumnya kembali melonjak tajam, sehingga dalam bulan Oktober 1990 harga

rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) berada pada tingkat US$ 34,88 per barel. Dalam tahun

1990/91 penerimaan migas dalam APBN mencapai titik tertinggi selama PJP I, yaitu mencapai

sebesar Rp 17.711,9 miliar, yang berasal dari penerimaan minyak bumi sebesar Rp 14.577,5

miliar dan penerimaan gas alam sebesar Rp 3.134,4 miliar.

Di penghujung Repelita V, relatif tingginya suplai minyak, lemahnya permintaan,

besarnya cadangan minyak negara-negara industri, dan spekulasi pasar telah menyebabkan harga

minyak kembali menurun, sehingga realisasi harga minyak dalam tahun 1993/94 hanya sekitar

US$ 16,5 per barel, lebih rendah dari sasarannya dalam APBN 1993/94 sebesar US$ 18 per barel.

Keadaan tersebut menyebabkan realisasi penerimaan migas dalam tahun 1993/94 hanya

mencapai sebesar Rp 12.507,7 miliar, yang berarti 17,3 persen lebih rendah dari rencananya

dalam APBN. Perkembangan harga minyak mentah Indonesia sejak Repelita I dapat dilihat pada

Tabel II.2.

Dalam rangka mempertahankan tingkat produksi minyak Indonesia dan meningkatkan

jumlah cadangannya, serta menarik investor asing untuk menanarnkan modalnya di sektor migas,

selama PJP I Pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijaksanaan dalam bentuk paket

insentif di bidang migas, yaitu dalam tahun 1988, 1989, 1992, dan 1994. Paket-paket insentif

tersebut memberikan kemudahan dan perangsang, antara lain dalam bentuk perlakuan khusus di

bidang perpajakan, penyempurnaan pola bagi hasil, penyesuaian harga prorata, dari kemudahan

dalam pengadaan barang keperluan eksplorasi. Melalui paket insentif tahun 1994, pola bagi hasil

Departemen Keuangan RI 49

Page 50: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

antara Pemerintah dengan KPS (kontrak production sharing) kembali diperbaharui. Dalam paket

insentif tersebut, pembagian hasil minyak bumi antara Pemerintah dengan kontraktor ditetapkan

sebesar 65 persen berbanding 35 persen, dan untuk gas alam sebesar 60 persen berbanding 40

persen, baik untuk lahan frontier maupun di daerah kedalaman laut lebih dari 1.500 meter.

Kebijaksanaan di sektor migas tersebut. selain ditujukan untuk pengembangan eksplorasi dan

eksploitasi di kawasan timur Indonesia, juga dimaksudkan untuk merangsang kegiatan di

kawasan barat Indonesia, khususnya di daerah yang masih sulit dan belum pernah ditemukan

sumber migas.

Di samping itu untuk menuju kemandirian dalam mengelola sumber migas secara

maksimal, Pemerintah menerapkan strategi dasar yang meliputi peningkatan kualitas dan

kuantitas tenaga ahli dan peneliti yang profesional, serta pemberian kesempatan dan kepercayaan

yang lebih besar kepada swasta nasional untuk mengelola pertambangan migas. Selain itu,

Pemerintah juga memantapkan kebijaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi pencarian dari

pengelolaan migas, serta peningkatan upaya penggantian peranan migas sebagai bahan baku

industri dan sumber energi.

Namun demikian, dalam rangka menghadapi ketidakstabilan harga minyak, sifat migas

sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, cadangannya yang semakin berkurang,

dan kebutuhan energi di dalam negeri yang terus meningkat, maka secara bertahap sumber

penerimaan di luar migas yang terutama ditopang dari penerimaan perpajakan semakin

diupayakan menjadi andalan utama penerimaan negara menggantikan penerimaan migas. Dengan

demikian di waktu mendatang penerimaan negara diharapkan lebih terjamin dan tidak terlalu

terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal, karena dananya berasal dari sumber-sumber penerimaan

yang lebih stabil dan terus berkembang.

Departemen Keuangan RI 50

Page 51: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Harga Harga

1969 April 1,67 1991 Januari 25,11970 April 1,67 Februari 21,451971 April 2,21 Maret 17,41

April 17,05Mei 17,67

1973 April 3,73 Juni 17,961974 April 11,7 Juli 18,211975 April 12,6 Agustus 18,641976 April 12,8 September 19,11977 April 13,55 Oktober 20,041978 April 13,55 November 20,671979 April 15,65 Desember 20,061980 April 29,5 1992 Januari 18,11981 April 35 Februari 17,641982 April 35 Maret 17,13

April 17,23Mei 17,96

1984 April 29,53 Juni 19,291985 April 28,53 Juli 20,591986 Januari 25,13 Agustus 20,18

Februari 21 September 19,62Maret 14,45 Oktober 19,7April 10,66 November 19,44Mei 10,38 DesemberJuni 12,11Juli 10,25 1993 Januari 17,88Agustus 9,83 Februari 17,46September 12,2 Maret 18,36Oktober 12,27 April 18,8November 12,31 Mei 18,61Desember 13,07 Juni 18,26

1987 Januari 15,39 Juli 17,19April 17,57 Agustus 17,23Agustus 18,76 September 16,64Desember 16,93 Oktober 16,75

1988 Januari 17,22 November 15,69Maret 15,45 Desember 14,14April 17,56Oktober 13,2Desember 12,5 Februari 14,91

1989 Januari 15 Maret 14,18April 17,93 April 14,75Mei 18,36 Mei 15,52September 16,7 Juni 16,39Desember 17,8 Juli 17,48

1990 Januari 18,96 Agustus 17,61April 17,23 September 16,31Juli 14,47 Oktober 16,18Oktober 34,88 November 16,27Desember 28,64 Desember 16,05 2)

1) Sebelum April 1989adalah harga minyak jenis Minas (SLC), dan sejak April 1989

2) Angka sementara.

1994 Januari 14,7

adalah harga rata-rata minyak Indonesia (ICP).

1983 April 29,53

18,71

1972 April 2,96

Tabel 11.2HARGA EKSPOR MINYAK MENTAH INDONESIA, 1969 - 1994 1)

(dalam US$ per barel)Tahun Tahun

Departemen Keuangan RI 51

Page 52: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

2.2.2.2. Penerimaan perpajakan

Sebagaimana diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara, dana yang diperlukan untuk

pembiayaan pembangunan terutama digali dari sumber dalam negeri, sementara sumber dana luar

negeri masih diperlukan sebagai pelengkap. Berbagai upaya peningkatan penerimaan dalam

negeri yang diawali dengan diberlakukannya undang-undang perpajakan yang baru dalam tahun

1984, telah membuahkan hasil yang menggembirakan, yang antara lain tercermin dari struktur

penerimaan dalam negeri. Sejak tahun anggaran 1986/87 komposisi penerimaan telah bergeser

dari sektor migas yang sebelumnya menjadi sumber utama penerimaan dalam negeri ke sektor

penerimaan di luar migas, utamanya dari penerimaan perpajakan.

Sejak tahun terakhir Repelita III, harga minyak mentah di pasaran dunia menurun, yang

membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi penerimaan dalam negeri ketika memasuki

Repelita IV. Di satu sisi, penerimaan dalam negeri yang berupa penerimaan migas mengalami

penurunan, di sisi lain perolehan sumber dana dari luar negeri dirasakan semakin sulit. Untuk itu

Pemerintah segera mengambil langkah-langkah antisipasi dalam rangka melepaskan diri dari

ketergantungan pada penerimaan migas. Kebijaksanaan yang ditempuh antara lain berupa

pembaharuan sistem perpajakan yang ditandai dengan diundangkannya serangkaian perundang-

undangan di bidang perpajakan, yang salah satunya adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan.

Perubahan mendasar yang terdapat pada undang-undang pajak yang baru antara lain

adalah beralihnya sistem pemungutan pajak dari "official assessment" ke "self assessment".

Dalam sistem self assessment, Pemerintah memberi kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk

menghitung, memperhitungkan, melaporkan, serta membayar sendiri jumlah pajak yang

terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan tugas

aparatur perpajakan adalah melaksanakan tugas pembinaan, penelitian, pengawasan, dari

penerapan sanksi. Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun

1983 tentang Pajak Penghasilan tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah saja, tetapi juga

masyarakat dan dunia usaha.

Dengan perubahan sistem perpajakan yang mendasar tersebut, pelaksanaan Undang--

undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan perlu didukung pula oleh sarana dan

prasarana yang memadai, iklim lingkungan yang menunjang, kualitas aparat yang semakin baik,

Departemen Keuangan RI 52

Page 53: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

serta yang tidak kalah penting adalah semakin meningkatnya kesadaran dan kepatuhan wajib

pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Mengingat kondisi dan dukungan yang diperlukan

belum sepenuhnya dapat diciptakan, maka penerapan Undang-undang Pajak Penghasilan dalam

Repelita IV masih menghadapi banyak permasalahan. Walaupun demikian, penerimaan PPh

selama Repelita IV mampu tumbuh dengan rata-rata sekitar 17 persen per tahun.

Dalam Repelita V, kebijaksanaan di bidang pajak penghasilan merupakan pemantapan

dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditempuh dalam tahun-tahun sebelumnya, sekaligus

merupakan periode penyempurnaan di bidang administrasi, organisasi, dan peraturan pelaksanaan

pemungutan PPh. Di bidang administrasi dilakukan pembakuan dan penyederhanaan administrasi

perpajakan, yang antara lain mencakup prosedur kerja, bentuk formulir yang digunakan, dan terus

dikembangkannya penggunaan sarana kerja seperti komputer agar dapat menunjang kelancaran

pelaksanaan tugas-tugas dalam bidang perpajakan. Di bidang organisasi antara lain dilakukan

penyempurnaan unit-unit dalam struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta

penyusunan analisis jabatan, seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor

662 Tahun 1990 tentang Penetapan Uraian Jabatan Struktural Dan Pelaksana Dalam Lingkungan

Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, dan Nomor 663 Tahun 1990 tentang Penetapan Uraian

Jabatan Struktural Dan Pelaksana Dalam Lingkungan Kantor-kantor Vertikal Direktorat Jenderal

Pajak Di Daerah. Sementara itu peningkatan mutu pelayanan antara lain dilakukan dengan

meningkatkan keterampilan aparat perpajakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik di dalam

maupun di luar negeri. Pendidikan tersebut meliputi pendidikan yang bersifat jangka pendek

dalam bentuk pelatihan, maupun yang bersifat jangka panjang dalam bentuk program gelar. Dari

hasil pendidikan itu telah dihasilkan sejumlah tenaga terampil dalam berbagai bidang perpajakan,

seperti administrasi perpajakan, penyidikan pajak, pemeriksa pajak, dan keuangan negara.

Dalam pada itu untuk memperluas cakupan objek pajak penghasilan serta dalam rangka

memberikan perlakuan yang sama terhadap objek pajak penghasilan, dengan dikeluarkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1989 tentang Pajak Perighasilan Atas Bunga Deposito

Berjangka, Sertifikat Deposito, Dan Tabungan, maka bunga deposito berjangka, sertifikat

deposito, dan tabungan yang diperoleh oleh Gerakan Pramuka Indonesia dan Pakang Merah

Indonesia (PMI), serta tabungan dalam rangka pemilikan rumah sederhana untuk dihuni sendiri

yang melebihi batas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, termasuk objek pajak yang

dikenakan pajak penghasilan sebesar 15 persen dan bersifat final. Namun dalam

Departemen Keuangan RI 53

Page 54: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

perkembangannya, pengenaan pajak atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau

tabungan yang diterima oleh Pramuka dan PMI, serta tabungan dalam rangka pemilikan rumah

sederhana untuk dihuni sendiri tersebut, dipanuang kurang menunjang lapisan masyarakat

berpenghasilan rendah. Untuk itu sejak tanggal 13 Oktober 1990, bunga atas deposito berjangka,

sertifikat deposito, dan/atau tabungan yang diperoleh Pramuka, PMI, dan bunga atas tabungan

dalam rangka pemilikan rumah sederhana untuk dihuni sendiri, dikecualikan dari pengenaan

pajak penghasilan, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1989 tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito

Berjangka, Sertifikat Deposito, Dan Tabungan. Selain itu dalam upaya perluasan jumlah wajib

pajak juga ditempuh kerja sama dengan instansi-instansi terkait, antara lain dengan Bank

Indonesia, yaitu berupa persyaratan memiliki Nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi pemegang

rekening giro di atas Rp 10 juta, demikian pula bagi pemohon kredit dalam jumlah yang sama.

Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan yang telah berjalan sejak Repelita I telah

menghasilkan kemajuan-kemajuan di berbagai bidang, termasuk peningkatan dan

penganekaragaman aktivitas ataupun transaksi perekonomian di dalam negeri. Cepatnya

perkembangan perekonomian disertai dengan derasnya arus infonnasi dan komunikasi, menuntut

kerja cepat dan cermat dari seluruh aparatur pajak/fiskus di dalam memantau segala kegiatan

wajib pajak atas transaksi/kegiatan usaha yang telah dilakukan. Dalam rangka mengantisipasi

perkembangan perekonomian dalam negeri tersebut, telah dilakukan penyempurnaan atas

undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku agar dapat menampung perkembangan

perekonomian nasional pada umumnya dan dunia usaha pada khususnya. Penyempurnaan

perundang-undangan tersebut dilakukan melalui perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun

1983 tentang Pajak Penghasilan, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun

1991, yang antara lain mengatur mengenai perlakuan PPh terhadap dividen atau bagian

keuntungan yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas dalam negeri, koperasi, atau badan-

badan usaha milik negara atau daerah dari penyertaan modal pada badan usaha lainnya yang

danirikan di Indonesia, dan terhadap perusahaan reksa dana dan perusahaan modal ventura.

Dalam pada itu juga telah ditegaskan kembali perlakuan PPh atas pemindahan harta atau akuisisi

dalam bentuk penjualan, pengalihan/tukar menukar, hibah, warisan, dan penyertaan dalam bentuk

barta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan, yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991. Penegasan ini

Departemen Keuangan RI 54

Page 55: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dimaksudkan untuk mengamankan penerimaan negara serta memberikan kepastian hukum dalam

perlakuan perpajakan atas pemindahtanganan harta, baik yang dilakukan antarperorangan, antara

perorangan dengan badan usaha, maupun antar badan usaha.

Di samping itu peningkatan penerimaan PPh juga disebabkan oleh meningkatnya

pendapatan masyarakat, sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang semakin membaik.

Salah satu indikasi membaiknya perekonomian masyarakat adalah semakin bergairahnya

kegiatan di pasar modal. Dalam rangka mengimbangi kegiatan di pasar modal tersebut, serta

dalam rangka mengamankan penerimaan PPh, semua dividen saham (stock dividend) dan klaim

saham (stock right) diperlakukan sebagai objek pajak, kecuali yang diterima oleh badan usaha

tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991. Demikian pula telah

dikenakan PPh atas keuntungan yang diperoleh dari perdagangan saham (capital gain), yang

mulai diberlakukan sejak tahun anggaran 1993/94.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 pada prinsipnya memberikan kemungkinan untuk

mendorong kegiatan dunia usaha, dengan penciptaan iklim perpajakan yang menjamin keadilan,

pemerataan, dan kepastian hukum. Prinsip keadilan dan pemerataan dapat dilihat pada beban

pajak yang ditanggung oleh wajib pajak (WP). WP yang berpenghasilan tinggi harus membayar

pajak yang besar sesuai dengan penghasilannya, demikian pula dengan WP yang berpendapatan

rendah akan membayar pajak yang rendah pula. Di samping itu prinsip keadilan dan pemerataan

juga terlihat dari semakin ringannya beban pajak penghasilan bagi golongan yang berpendapatan

rendah. Upaya meringankan beban pajak pendapatan bagi golongan yang berpendapatan rendah

ditempuh melalui dinaikkannya penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Sejak 1 April 1984, PTKP

telah mengalami perubahan, terakhir melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 928 Tahun

1993, PTKP dinaikkan lagi menjadi sebesar Rp 5.184.000 bagi wajib pajak yang kawin dengan 3

orang anak, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1994.

Sementara itu dalam rangka merangsang pengusaha untuk melakukan investasi di

kawasan timur Indonesia, telah diberikan fasilitas perpajakan, sebagaimana tertuang dalam

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 747 Tahun 1990 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi

Investasi Di Wilayah Tertentu. Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa sejak tahun 1990

dapat dilakukan kompensasi kerugian selama delapan tahun bagi perusahaan yang melakukan

investasi baru atau perluasan usaha di kawasan timur Indonesia pada bidang pertanian,

Departemen Keuangan RI 55

Page 56: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, kehutanan, perindustrian, real estate/industrial

estate, perhotelan/kepariwisataan, prasarana dan sarana ekonomi, serta jasa angkutan darat, laut

dan udara.

Selanjutnya untuk merangsang dan meningkatkan penanaman modal yang berasal dari

luar negeri, utamanya pada sektor-sektor yang membuka banyak kesempatan kerja, diberikan

kemudahan dalam penyelenggaraan pembukuan, dengan tetap berpegang pada ketentuan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pemberian kemudahan tersebut ditetapkan

melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1171 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan

Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata uang Asing Bagi Perusahaan Dalam Rangka

Penanaman Modal Asing, Kontrak Karya, dan Kontrak Bagi Hasil.

Seiring dengan upaya-upaya ekstensifikasi pajak yang dilakukan melalui perluasan objek

pajak penghasilan, upaya intensifikasi pemungutan pajak terus dilakukan melalui penelitian surat

pemberitahuan tahunan (SPT) dan pemeriksaan, dan dalam hal-hal tertentu dilakukan

pemeriksaan lengkap atas buku-buku wajib pajak oleh unit pemeriksa dan penyidik pajak. Di

samping itu untuk mendukung peningkatan penerimaan PPh dan meningkatkan kesadaran wajib

pajak, baik perseorangan maupun badan, diberikan bimbingan, penyuluhan dan penghargaan

kepada wajib pajak potensial yang telah melaksanakan kewajiban pajaknya dengan baik.

Sementara itu untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, upaya-upaya yang dilakukan

dititikberatkan pada pembinaan wajib pajak agar dapat melaksanakan kewajibannya berdasarkan

sistem self assessment, pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban wajib pajak, serta penerapan

sanksi, baik administratif maupun pidana, terhadap wajib pajak yang lalai atau dengan sengaja

tidak memenuhi kewajiban pajaknya. Di samping itu terus dilakukan tindakan penagihan

terhadap tunggakan pajak dengan menggunakan segala ketentuan hukum yang ada untuk dapat

menyelesaikan tunggakan tersebut. Untuk mendukung peningkatan kepatuhan tersebut,

pelayanan kepada wajib pajak terus ditingkatkan, sehingga wajib pajak dapat melaksanakan

kewajibannya dengan mudah dan lancar dalam waktu sesingkat mungkin. Sehubungan dengan

hal tersebut, untuk lebih mempercepat pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak, telah

dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1121 Tahun 1991 tentang Tata Cara

Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak Melalui Bank, yang mengatur tata cara

pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak melalui bank sebagai tempat dimana surat

Departemen Keuangan RI 56

Page 57: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

perintah membayar kembali pajak (SPMKP) dapat diuangkan.

Berbagai kebijaksanaan yang telah ditempuh dalam Repelita V tersebut di atas

menyebabkan perkembangan penerimaan pajak penghasilan mengalami peningkatan yang cukup

mengesankan. Kalau dalam tahun pertama Repelita V realisasi penerimaan pajak penghasilan

mencapai sebesar Rp 5.487,7 miliar, maka dalam tahun terakhir Repelita V realisasi tersebut

telah meningkat menjadi sebesar Rp 15.273,1 miliar, yang berarti penerimaan PPh rata-rata

tumbuh sebesar 29,2 persen per tahun. Dengan memperhatikan perkembangan penerimaan PPh

dari Repelita ke Repelita, maka selama PJP I penerimaan PPh mengalami pertumbuhan rata-rata

sebesar 27,7 persen per tahun.

Selanjutnya dalam tahun anggaran 1994/95 yang merupakan tahun pertama pelaksanaan

Repelita VI, Pemerintah melanjutkan upaya-upaya ekstensifikasi jumlah wajib pajak dan

intensifikasi pemungutannya. Upaya ekstensifikasi, yang sekaligus merupakan upaya untuk

meningkatkan penerimaan PPh, antara lain ditempuh melalui pengenaan PPh tahun berjalan atas

penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan, sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994. Selain untuk meningkatkan penerimaan negara,

kebijaksanaan tersebut juga bertujuan untuk mengurangi tindakan spekulasi atas tanah.

Di samping itu dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak penghasilan dan kepatuhan

para wajib pajak stasiun pompa bensin umum (SPBU)/agen/dealer yang ditunjuk Pertamina untuk

menyalurkan produknya, telah dilakukan pengaturan baru, dimana ditentukan bahwa PPh Pasal

25 yang terhutang atas penghasilan dari penyaluran produk Pertamina jenis premium, solar,

pelumas, gas LPG, dan minyak tanah, dikenakan pada saat penebusan kepada Pertamina dan

bersifat final, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 1994.

Selanjutnya te1ah diambil kebijaksanaan sehubungan dengan Pasal 4 ayat (3) huruf m

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun

1983 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1992 tentang Sektor-

sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha Dari Perusahaan Modal Ventura. Dalam undang-

undang dan peraturan pemerintah tersebut ditentukan bahwa penghasilan perusahaan modal

ventura berupa bagian keuntungan yang diperoleh dari perusahaan pasangan usaha yang

sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek pada sektor-sektor usaha tertentu, serta keuntungan

dari pengalihan atau penjualan penyertaannya, tidak termasuk objek PPh. Dalam kaitan ini,

Departemen Keuangan RI 57

Page 58: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Pemerintah memanuang bahwa perusahaan modal ventura perlu diberi fasilitas dengan maksud

agar mereka terdorong untuk melakukan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha di

sektor-sektor usaha tertentu yang memperoleh prioritas untuk dikembangkan. Untuk itu, agar

lebih memberikan kepastian hukum, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 227 Tahun

1994, diatur lebih lanjut mengenai kriteria sektor-sektor usaha perusahaan pasangan usaha

dimaksud.

Adapun intensifikasi pemungutan pajak dilakukan melalui peningkatan kepatuhan wajib

pajak dengan melakukan penelitian formal dan material, yaitu verifikasi administrasi dan

veriftkasi lapangan, dengan sasaran antara lain surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang

menyatakan lebih bayar, pengisian SPT yang tidak lengkap, wajib pajak yang tidak

menyampaikan SPT, serta wajib pajak yang tidak atau tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban

pembayaran PPh. Berdasarkan upaya dan kebijaksanaan yang ditempuh, realisasi penerimaan

pajak penghasilan dalam paruh pertama tahun anggaran 1994/95 mencapai sebesar Rp 7.119,9

miliar atau sekitar 38 persen dari yang dianggarkan dalam APBN 1994/95.

Sebagai pajak tidak langsung, kinerja penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN)

mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak diberlakukannya secara efektif Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan

Atas Barang Mewah, pada tahun 1985. Selama periode Repelita I sampai dengan Repelita III,

sewaktu PPN masih dipungut sebagai pajak penjualan dan pajak penjualan impor, pertumbuhan

penerimaan PPN mencapai sebesar 26,5 persen per tahun, yakni dari sebesar Rp 31,0 miliar pada

tahun pertama Repelita I, menjadi sebesar Rp 830,6 miliar pada akhir Repelita III. Sedangkan

dalam periode sepuluh tahun sejak diberlakukannya Undang-undang PPN 1983, yaitu dalam

periode Repelita IV dan Repelita V, pertumbuhan penerimaan PPN mencapai 34,1 persen per

tahun, yakni dari sebesar Rp 878,0 miliar pada awal Repelita IV menjadi sebesar Rp 12.282,3

miliar pada akhir Repelita V. Bahkan dalam tahun pertama pelaksanaan undang-undang pajak

pertambahan nilai telah terjadi lonjalan penerimaan PPN yang sangat besar. Dalam tahun

anggaran 1984/85, yang merupakan tahun terakhir pemberlakuan pajak penjualan dan pajak

penjualan impor, penerimaan PPN baru mencapai Rp 878,0 miliar, yang melonjak hampir tiga

kali lipat menjadi Rp 2.326,7 miliar dalam tahun anggaran 1985/86. Lonjalan penerimaan yang

sangat besar ini merupakan indikasi nyata dari kemampuan diberlakukannya undang-undang PPN

untuk menjaring wajib pajak dan objek pajak yang semakin luas, walaupun hanya menggunakan

Departemen Keuangan RI 58

Page 59: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tarif tunggal sebesar 10 persen.

Kinerja pertumbuhan penerimaan PPN dari Repelita ke Repelita tidak terlepas dari

kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang telah diambil selama periode tersebut. Selama

pelaksanaan Repelita I sampai dengan Repelita III, kebijaksanaan PPN merupakan pelaksanaan

Undang-undang Pajak Penjualan dan Pajak Penjualan Impor 1951. Undang-undang Pajak

Penjualan 1951 tersebut sangat rumit dalam pelaksanaannya karena mempunyai tarif yang

bervariasi sebanyak 8 lapis tarif. Jumlah tarif tersebut diperbanyak lagi dengan diberikannya

berbagai pembebasan atas produk-produk tertentu. Kerumitan ini yang merupakan salah satu

faktor penyebab pertumbuhan penerimaan PPN dalam kurun waktu Repelita I sampai dengan

Repelita III kurang menggembirakan.

Memasuki Repelita IV, melalui serangkaian pembaharuan perpajakan, Pemerintah

mengupayakan mengganti undang-undang pajak penjualan dengan undang-undang PPN yang

mampu untuk menciptakan peraturan perundang-undangan yang lebih luas objek pajaknya, lebih

sederhana pelaksanaannya, dan lebih tegas dalam kepastian hukumnya, di samping

memperhatikan juga kegiatan ekonomi nasional, khususnya pengembangan dunia usaha. Untuk

itu Pemerintah memberlakukan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang berlaku efektif sejak tanggal

1 April 1985. Undang-undang PPN memberlakukan tarif yang sederhana, yaitu hanya dua tarif, 0

persen untuk barang yang di ekspor dan 10 persen bagi barang dan jasa yang dikonsumsi di

dalam negeri, sedangkan untuk barang mewah dikenakan pajak penjualan atas barang mewah

(PPnBM) sebesar 10 persen dan 20 persen tergantung tingkat kemewahannya. Tarif yang

sederhana ini sangat membantu pelaksanaan pemungutan PPN karena mudah dipahami, baik oleh

aparat perpajakan maupun wajib pajak.

Dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri, undang-undang PPN

mengintegrasikan bea masuk yang dikenakan atas barang-barang impor dengan PPN yang

dikcnakan atas barang-barang perdagangan dalam negeri. Sedangkan bagi PPN yang dikenakan

atas bahan baku yang digunakan untuk memproduksi barang-barang ekspor, secara periodik

dapat diajukan pengembaliannya. Kebijaksanaan ini bersama-sama dengan kebijaksanaan

lainnya, terutama kebijaksanaan PPN sebesar 0 persen atas barang-barang ekspor, telah mampu

ikut mendorong ekspor, khususnya ekspor komoditi nonmigas, baik dalam hal kualitas, volume,

Departemen Keuangan RI 59

Page 60: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

maupun pengembangan diversifikasinya.

Sementara itu untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dengan jalan memberi rasa aman

bagi para wajib pajak, terutama bagi mereka yang merasa telah membayar pajak lebih dari

seharusnya, maka dalam undang-undang PPN diatur dengan jelas ketentuan pembayaran kembali

kelebihan pembayaran pajak. Sedangkan sebagai upaya untuk menghilangkan pengaruh pajak

berganda yang terdapat pada undang-undang pajak penjualan, dalam Undang-undang PPN 1984

ditentukan adanya sistem kredit. Sistem kredit ini menetapkan bahwa beban pajak yang telah ada

pada bahan baku yang dipakai perusahaan dapat diperhitungkan/dikurangkan dari PPN yang

terhutang atas hasil produksi perusahaan itu. Di samping itu dapat dihilangkan pula kemungkinan

adanya usaha-usaha untuk melakukan penggabungan vertikal antara dua perusahaan atau lebih,

yang semata-mata untuk menghindari pajak dengan mengorbankan efisiensi. Di samping itu

dalam Undang-undang PPN 1984 juga dieiptakan iklim usaha yang lebih menarik bagi golongan

ekonomi lemah. Hal ini sehubungan dengan adanya harapan yang jelas mengenai jenis

perusahaan yang dapat digolongkan sebagai perusahaan kecil, sehingga meneiptakan kepastian

bagi upaya penyeragaman beban pajaknya.

Dilihat dari potensi penerimaan PPN, selama Repelita IV potensi PPN masih cukup besar.

Dalam hal pengenaan PPN barang misalnya, PPN dipungut masih terbatas pada

pabrikan/produsen yang terdaftar, sedangkan PPN jasa baru mencakup beberapa jenis jasa.

Dengan potensi PPN yang masih cukup besar tersebut, maka penerimaan PPN yang dapat

dipungut meneapai jumlah yang besar pula. Selama Repelita IV penerimaan PPN telah meningkat

dari Rp 878,0 miliar dalam tahun pertama Repelita IV menjadi Rp 4.505,3 miliar dalam tahun

terakhir Repelita IV, akan tumbuh sebesar 50,5 persen per tahun.

Memasuki Repelita V, dalam rangka turut berperan aktif mendukung pembiayaan

pembangunan melalui peningkatan sumber dana dari dalam negeri, kebijaksanaan yang diambil

Pemerintah di bidang PPN adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dalam mengamankan

rencana penerimaan dalam Repelita V. Dalam kaitan ini, telah dilakukan ekstensifikasi objek

PPN melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 tentang Pengenaan PPN Atas

Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Besar Dan Penyerahan Jasa

Kena Pajak Di Samping Jasa Yang Dilakukan Oleh Pemborong, yang berlaku efektif sejak

tanggal 1 April 1989. Dalam peraturan tersebut, cakupan pengenaan PPN yang semula hanya

Departemen Keuangan RI 60

Page 61: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sampai pada tingkat penyerahan barang kena pajak yang dilakukan oleh penyalur utama/agen

utama, telah diperluas mehputi penyerahan barang kena pajak yang dilakukan oleh pedagang

besar. Di samping itu penyerahan jasa dikenakan PPN, kecuali 13 macam jasa tertentu, meliputi

jasa pelayanan dan perawatan kesehatan, jasa pelayanan social, jasa pelayanan pas dan giro, jasa

perbankan asuransi, lembaga keuangan bukan bank dan financial leasing, jasa di bidang

keagamaan, jasa di bidang pendidikan, jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, jasa

penyiaran radio dan televisi, jasa angkutan laut dan darat, jasa angkutan udara luar negeri, jasa

tenaga kerja dan penyediaan tenaga kerja, jasa perhotelan dan rumah penginapan, serta jasa

telepon umum coin box telegram dan jasa penyewaan transponder luar negeri.

Sementara itu dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian di dalam negeri

sejak tanggal 15 Januari 1989 terhadap jasa telekomunikasi dan penerbangan dalam negeri telah

dikenakan PPN. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional yang semakin membaik,

Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1988 mengadakan perubahan tarif

pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk jenis barang mewah tertentu. Dalam

peraturan tersebut tarif PPnBM dirubah menjadi sebesar 10 persen, 20 persen, dan 30 persen,

yang tergantung kepada tingkat kemewahannya. Selanjutnya sebagai salah satu upaya untuk

mengurangi pola konsumsi yang berlebihan atas barang mewah bagi golongan masyarakat

tertentu, dan meningkatkan peranserta masyarakat yang lebih mampu untuk ikut serta dalam

memikul pembiayaan negara dan pembangunan nasional, tarif PPnBM selanjutnya diubah lagi

menjadi sebesar 10 persen, 20 persen, dan 35 persen. Sebagai pelaksanaan dari peraturan

pemerintah tersebut telah dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1183 Tahun 1991

tentang Macam Dan Jenis Barang Kena Pajak Yang Dikenakan PPnBM Selain Kendaraan

Bermotor, serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1184 Tahun 1991 tentang Macam Dan

Jenis Serta Batasan Harga Jual Kendaraan Bermotor, yang berlaku sejak tanggal 1 Desember

1991. Struktur tarif tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang adil serta

mendukung pola hidup sederhana. Dalam pada itu guna lebih memperlancar dan mengefektifkan

badan-badan tertentu dan bendaharawan sebagai pemungut/penyetor PPN/PPnBM untuk

penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak.

Selanjutnya mengingat usaha pencarian sumber minyak bumi dan pertambangan lainnya

merupakan kegiatan yang mengandung resiko yang cukup tinggi, maka untuk lebih

meningkatkan kegiatan eksplorasi serta merangsang para investor di bidang perminyakan di

Departemen Keuangan RI 61

Page 62: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dalam negeri, telah dikeluarkan raker kebijaksanaan di bidang pertambangan minyak, yang antara

lain memberi kemudahan berupa penundaan dan penangguhan PPN atas penyerahan jasa pencari

sumber-sumber dan pemboran minyak bumi, gas bumi dan panas bumi kepada para kontraktor

yang belum berproduksi, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 572 Tahun

1989 yang berlaku sejak tanggal 1 April 1989. Selanjutnya dalam rangka lebih menunjang iklim

penanaman modal di Indonesia dan membantu likuiditas perusahaan, maka untuk perusahaan

dalam rangka PMA dan PMDN diberikan kemudahan berupa penangguhan pembayaran PPN dan

bea masuk atas impor dan pembelian barang modal tertentu.

Kebijaksanaan lain dalam Repelita V yang ditujukan dalam rangka meningkatkan

penerimaan PPN adalah melalui perluasan cakupan PPN, yang diarahkan pada peningkatan

efisiensi aparat perpajakan dan kerja sama dengan instansi lain. Dalam hal ini setiap kantor

pelayanan pajak (KPP) memberikan penyuluhan kepada para bendaharawan dan/atau yang

bersangkutan agar melakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di

samping itu KPP juga lebih aktif dalam memberikan penyuluhan dan sekaligus melakukan

pendataan para pedagang besar di wilayahnya untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak

(PKP), serta melaksanakan penerapan hukum.

Sementara itu peningkatan pengawasan administrasi dan penegakan hukum yang lebih

efektif, khususnya terhadap pengusaha kena pajak besar, telah mengurangi kemungkinan wajib

pajak untuk melakukan penyelundupan pajak serta menghindar dari pengenaan pajak. Selain itu

upaya aparat perpajakan dalam melakukan penyuluhan kepada para pedagang besar dan para

bendaharawan, telah mendorong peningkatan penerimaan PPN. Hal ini berkaitan dengan masih

adanya pedagang besar, khususnya yang berlokasi di tempat-tempat yang dikenal sebagai pusat

grosir/pedagang besar, yang belum dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Demikian

juga penelitian formal dan material serta pemeriksaan terhadap wajib pajak semakin ditingkatkan,

dan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak akan kewajiban

pajaknya. Selanjutnya berbagai kebijaksanaan lain yang juga dimaksudkan untuk mendorong

peningkatan PPN adalah upaya ekstensifikasi, yang dilakukan melalui pengenaan PPN atas

penyerahan barang kena pajak, yang diberlakukan sejak tanggal 1 April 1992 bagi pedagang

eceran besar (PEB) dengan omset paling sedikit Rp 1 miliar dalam setahun, yaitu dengan

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 1991 tentang Pengenaan Pajak

Pertarnbahan Nilai Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Eceran

Departemen Keuangan RI 62

Page 63: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Besar. Dengan dikeluarkannya kebijaksanaan tersebut, berarti ruang lingkup pengenaan PPN

telah meliputi seluruh mata rantai produksi, mulai dari tingkat pabrikan, grosir, sampai dengan

pengecer, walaupun masih terbatas pada pedagang eceran besar.

Sementara itu sejalan dengan perkembangan perekonomian pada umumnyadan dunia

usaha khususnya, telah dilakukan penyesuaian atas batasan dan ukuran pengusaha kecil. Dalam

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1288 Tahun 1991 ditetapkan bahwa pengusaha kecil

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 adalah

orang atau badan yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan penyerahan

barang kena pajak dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp 120 juta dan jasa kena pajak

dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp 60 juta. Sedangkan dalam hal pengusaha kena pajak

melakukan penyerahan barang kena pajak danjasa kena pajak sekaligus, batasan peredaran bruto

yang tergolong sebagai pengusaha kecil ditentukan oleh jumlah peredaran yang paling besar.

Dalam hal peredaran barang kena pajak lebih besar, maka batas peredaran brutonya adalah Rp

120 juta setahun, sedangkan jika peredaran jasa kena pajak yang lebih besar, maka batas

peredaran brutonya adalah Rp 60 juta setahun. Dalam hal penyerahan barang kena pajak dan/atau

jasa kena pajak sebagaimana dimaksudkan di atas dilakukan oleh pengusaha kecil, maka terhadap

penyerahan tersebut tidak terhutang PPN. Walaupun demikian, dalam hal pengusaha kecil

melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak berdasarkan suatu kontrak

kepada pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun

1988, maka atas penyerahan tersebut terhutang PPN. Tidak dikenakannya PPN terhadap

penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak yang dilakukan pengusaha kecil tersebut diharapkan

dapat mendorong pengembangan pengusaha kecil.

Dalam rangka mendorong ekspor nonmigas, telah dikeluarkan Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 485 Tahun 1986 tentang Penangguhan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai

Atas Barang Dan Bahan Asal Impor, yang telah disempurnakan melalui Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 554 Tahun 1992 tentang Penangguhan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai

Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Barang Dan Bahan Asal Impor

Yang Dipergunakan Dalam Pembuatan Komoditi Ekspor. Dengan disempurnakannya

kebijaksanaan tersebut, produsen eksportir mendapat keleluasaan lebih besar untuk berproduksi.

Selanjutnya untuk mendorongi pertumbuhan dan pengembangan usaha jasa angkutan udara

dalam negeri, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 818 Tahun 1992 tentang

Departemen Keuangan RI 63

Page 64: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Usaha Jasa Angkutan Dalam Negeri. Dengan

kebijaksanaan ini, pengusaha jasa angkutan udara dalam negeri sebagai pengusaha kena pajak

dapat mengkreditkan pajak masukan secara umum, sebagaimana dilakukan oleh pengusaha kena

pajak.

Berbagai kebijaksanaan di bidang PPN tersebut mempunyai peranan yang sangat besar

bagi peningkatan penerimaan PPN dalam mendukung kemandirian pembiayaan pembangunan,

khususnya selama Repelita V. Kalau dalam tahun pertama pelaksanaan Undang-undang PPN

1983, yang sekaligus merupakan tahun pertama Repelita IV, penerimaan PPN baru mencapai Rp

878,0 miliar, dalam tahun terakhir Repelita V telah mencapai sebesar Rp 12.282,3 miliar, atau

rata-rata meningkat sebesar 34,1 persen per tahun.

Sesuai dengan amanat GBHN 1993, maka dalam memasuki Repelita VI sektor

perpajakan diharapkan akan dapat menjadi tulang punggung pembiayaan pembangunan nasional.

Khusus dalam hal PPN, pengenaan PPN telah mencakup seluruh mata rantai perdagangan, baik

perdagangan besar maupun eceran besar, dan telah dikenakannya tarif maksimal daripada pajak

penjualan atas barang mewah (PPnBM). Namun demikian, upaya-upaya peningkatan penerimaan

PPN tetap dilakukan, antara lain melalui ekstensifikasi wajib pajak, dengan memperbanyak

pengusaha kena pajak, dan intensifikasi pemungutan pajak terutama dari sumber-sumber

potensial yang belum optimal tergali. Kebijaksanaan PPN senantiasa diupayakan untuk dapat

memperkecil dampak regresif dalam pembebanannya, baik melalui penetapan klasifikasi barang-

barang mewah yang terkena pajak penjualan barang mewah maupun mekanisme pembebasan

atau pengecualian terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat. Sementara itu

peningkatan kegiatan penyuluhan dan pengenaan sanksi hukum yang lebih efektif terhadap

pedagang besar dan pedagang eceran besar juga mendorong peningkatan kepatuhan wajib pajak

dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Sementara itu dalam rangka meningkatkan efisiensi dan

pemanfaatan potensi industri kendaraan bermotor dalam negeri, sejak tanggal 10 Juni 1993 telah

diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1993 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan

Nilai Tahun Tahun 1984 Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 76 Tahun 1991. Melalui kebijaksanaan tersebut telah dilakukan reklasifikasi

terhadap tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang sebelumnya terdiri dari tiga

lapis tarif, yaitu 10 persen, 20 persen, dan 35 persen, menjadi empat lapis tariff yaitu 10 persen,

Departemen Keuangan RI 64

Page 65: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

20 persen, 25 persen, dan 35 persen.

Kebijaksanaan di bidang perpajakan ditetapkan secara serasi dengan kebijaksanaan

ekonomi lainnya, oleh karena kebijaksanaan perpajakan selalu berkaitan dengan kebijaksanan

lainnya. Dalam hubungan ini, kebijaksanaan di bidang perpajakan yang menyangkut kemudahan

dan perlakuan perpajakan atas kegiatan ekonomi dan dunia usaha di daerah tertentu adalah

sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1993 tentang Fasilitas Dan

Kemudahan Pabean, Perpajakan, Dan Tata Niaga Impor bagi Entrepot Produksi Untuk Tujuan

Ekspor (EPTE), dan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 1993 tetntang Perlakuan PPN Dan

PPnBM Atas Penyerahan Barang Kena Kena Pajak (BKP) Ke, Dari Dan Antar Kawasan Berikat

Dan EPTE. Dalam Keputusan Presiden tersebut ditegaskan bahwa atas penyerahan BKP dari

daerah paben Indonesia lainnya ke dalam kawasan berikat dan EPTE, penyerahan BKP antar

PKP di dalam kawasan berikat, serta penyerahan BKP oleh PKP EPTE kepada PKP di kawasan

berikat atau sebaliknya untuk diolah lebih lanjut, PPN dan PPnBM yang terhutang tidak

dipungut. Kebijaksanan tersebut mencerminkan kesungguhan Pemerintah untuk terus

memperbaiki dan memantapkan iklim usaha, yang pada gilirannya memberikan penerimaan pajak

yang lebih besar bagi pembiayaan pembangunan di sektor negara.

Dengan memperhatikan berbagai kondisi perkembangan perekonomian dan kinerja

penerimaan PPN selama Repelita V, dalam APBN 1994/95, yang merupakan tahun pertama

pelaksanaan Repelita VI, penerimaan PPN diperkirakan mencapai sebesar Rp 13.238,6 miliar,

yang berarti Rp 956,3 miliar atau 7,8 persen lebih tinggi dari penerimaan PPN tahun anggaran

1993/94 sebesar Rp 12.282,3 miliar. Peningkatan penerimaan PPN tersebut diharapkan dapat

dicapai melalui upaya penerapan peraturan perundangan yang lebih efektif terhadap pedagang

besar/pedagang eceran besar, dan komputerisasi yang lebih lengkap daripada data yang berkaitan

dengan PPN, serta intensifikasi yang dititikberatkan pada peningkatan kepatuhan wajib pajak

dengan melakukan penelitian formal dan material, dan verifikasi lapangan dan pemeriksaan.

Dalam pada itu peningkatan penerimaan PPN juga dilakukan melalui ekstensifikasi

jumlah wajib pajak, khususnya bagi sektor usaha tertentu yang belum terjangkau. Dalam rangka

ekstensifikasi tersebut, dalam tahun anggaran 1994/95 telah dilakukan perluasan jasa yang

dikenakan PPN. Sebagaimana diketahui pengenaan PPN atas j asa dilakukan agar terdapat

kesamaan pengenaan pajak, baik terhadap konsumsi barang maupun konsumsi jasa di dalam

Departemen Keuangan RI 65

Page 66: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

negeri. Dengan memperluas cakupan pengenaan jasa diharapkan tidak ada lagi perbedaan dalam

perlakuan perpajakan terhadap jasa-jasa yang terkena pajak, sehingga dirasakan lebih adil.

Perluasan tersebut meliputi 7 (tujuh) kelompok jasa yang dikenakan PPN, yang berlaku sejak

tanggal 26 Januari 1994, yaitu meliputi:

(1) Jasa penebangan hutan, meliputi jasa pemotongan, jasa penyerahan, jasa pengulitan dan jasa

sejenisnya;

(2) Jasa pengamanan, meliputi jasa pengamanan pabrik, jasa pengamanan kantor, jasa

pengamanan pengiriman barang, jasa pengamanan orang, dan jasa sejenis lainnya;

(3) Jasa pemindahan barang, yaitu jasa pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lain

termasuk jasa penderekan mobil, jasa pindah rumah, dan jasa sejenis lainnya;

(4) Jasa pengurusan dan konsultasi pesta, termasuk jasa pengurusan dan konsultasi pesta

perkawinan dengan segala rata cara dan tata upacara adat, jasa pengurusan dan konsultasi

pesta ulang tahun, jasa pengurusan dan konsultasi pesta upacara tradisional, dan jasa sejenis

lainnya;

(5) Jasa pelabuhan sungai;

(6) Jasa ekspedisi muatan sungai;

(7) Jasa pembawa acara (master of ceremonies), yaitu jasa pembawa acara hiburan, jasa pembawa

acara perlombaan/pertandingan, dan jasa sejenis lainnya, kecuali untuk program penyiaran

radio dan televisi.

Sementara itu dalam rangka meningkatkan program pembangunan di bidang

kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam upaya lebih meningkatkan kesehatan dan

produktivitas kerja masyarakat melalui pemanfaatan garam beryodium, dengan Keputusan

Presiden Nomor 41 Tahun 1994 telah diambil kebijaksanaan berupa pemberian fasilitas PPN

yang ditanggung Pemerintah atas impor atau penyerahan garam beryodium. Selanjutnya juga

telah disempurnakan ketentuan-ketentuan di bidang PPN, khususnya yang berkaitan dengan

pengkreditan pajak masukan, dalam rangka memberikan kepastian dalam pelaksanaan

penghitungan pajak masukan yang dapat dikreditkan.

Pajak bumi dan bangunan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986, berdasarkan

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan, menggantikan pajak

Departemen Keuangan RI 66

Page 67: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kekayaan (PKk) dan iuran pembangunan daerah (Ipeda). Dalam Repelita I, peran penerimaan

PKk dan Ipeda masih belurn berarti. Sebagai gambaran, dalam tiga tahun pertama Repelita I

realisasi penerimaan kedua jenis pajak tersebut setiap tahunnya tidak lebih dari Rp 0,2 miliar.

Selanjutnya dalam tahun keempat dan kelima Repelita I berturut-turut mencapai Rp 15,4 miliar

dan Rp 20,0 miliar.

Sementara itu pelaksanaan program-program pembangunan di berbagai bidang dalam

Repelita II telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri, yang menyebabkan

potensi sumber-sumber penerimaan dalam negeri pada umumnya meningkat, sehingga

penerimaan PKk dan Ipeda dalam Repelita II mengalami peningkatan secara mengesankan.

Kalau dalam tahun pertama Repelita II realisasi kedua jenis pajak tersebut baru sebesar Rp 28,5

miliar, maka dalam tahun terakhir Repelita II telah mencapai Rp 68,0 miliar, atau rata-rata

tumbuh sekitar 24 persen per tahun .

Selanjutnya dalam tahun anggaran 1979/80 yang merupakan tahun pertama Repelita III

realisasi penerimaan PKk dan Ipeda adalah sebesar Rp 74,6 miliar, yang terus meningkat dengan

tajam, sehingga dalam tahun terakhir Repelita III realisasi penerimaan PKk dan Ipeda dapat

mencapai Rp 144,9 miliar. Dengan demikian selama Repelita III realisasi penerimaan PKk dan

Ipeda rata-rata tumbuh sebesar 18,1 persen per tahun. Dilihat dari perkembangannya sejak awal

Repelita I sampai dengan tahun terakhir Repelita III, maka realisasi penerimaan PKk dan Ipeda

rata-rata tumbuh sebesar 68,2 persen per tahun.

Sebagai kelanjutan daripada reformasi perpajakan, sejak tanggal 1 Januari 1986

diberlakukan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan, yang

menggantikan pajak kekayaan dan Ipeda. Struktur PBB tersebut cukup sederhana, yaitu hanya

mengenal tarif tunggal sebesar 0,5 persen dari nilai jual kena pajak (NJKP). Sedangkan NJKP-

nya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1985 ditetapkan sebesar 20 persen dari

nilai jual objek pajak (NJOP), dan menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, NJKP

tersebut dapat ditingkatkan dari 20 persen sampai 100 persen dari NJOP. Sementara itu

Pemerintah secara periodik melakukan peninjauan kembali besarnya NJOP, yang disesuaikan

dengan perkembangan harga pada khususnya dan perekonomian pada umumnya.

Seperti diketahui bahwa 90 persen dari penerimaan PBB diberikan kepada daerah,

sedangkan sisanya 10 persen untuk pemerintah pusat. Dalam rangka lebih mengintensifkan

Departemen Keuangan RI 67

Page 68: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pemungutan PBB di daerah, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1009 Tahun

1985 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986, sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 47 Tahun 1985 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Antara

Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah, ditetapkan bahwa terhadap bagian penerimaan daerah

yang sebesar 90 persen dari penerimaan keseluruhan, lebih dahulu dikurangi 10 persen sebagai

biaya pemungutannya. Kemudian sisanya dibagikan kepada pemerintah Dati I sebesar 16,2

persen dan pemerintah Dati II sebesar 64,8 persen.

Dari upaya-upaya tersebut, dalam tahun anggaran 1984/85, yang merupakan tahun

pertama Repelita IV, realisasi penerimaan PBB mencapai Rp 180,6 miliar. Selama pelaksanaan

Repelita IV, penerimaan PBB terus mengalami peningkatan dan dalam tahun terakhir Repelita IV

penerimaan tersebut mencapai sebesar Rp 424,2 miliar. Dengan demikian selama Repelita IV

realisasi penerimaan PBB rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 23,8 persen per tahun.

Memasuki Repelita V, yang diwarnai oleh pesatnya perkembangan ekonomi sebagai hasil

pembangunan dan globalisasi di berbagai bidang, Pemerintah terus melakukan upaya

penyempurnaan, baik yang menyangkut perundang-undangan, aturan pelaksanaan, mutu

pelayanan, maupun upaya-upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak. Dalam kaitan ini,

kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan PBB meliputi upaya

ekstensifikasi jumlah wajib pajak dan intensifikasi pemungutannya, yang disertai dengan

pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak PBB. Sejak tahun 1989 telah dilakukan suatu pilot

proyek yang dikenal sebagai sistem "payment point", atau sistem tempat pembayaran (Sistep),

dan telah diujicobakan di Tangerang. Sistem ini memungkinkan wajib pajak PBB untuk

membayar pajaknya di tempat-tempat pembayaran yang dekat dengan lokasi tempat tinggal wajib

pajak. Hasil uji coba tersebut sangat menggembirakan, sehingga dalam tahun anggaran 1989/90

Sistep telah diterapkan di 12 Dati II. Selanjutnya Sistep terus dikembangkan, sehingga dalam

tahun 1992 Sistep telah dilaksanakan di 181 Dati II. Pelaksanaan Sistep yang didukung oleh

sistem komputerisasi data piutang dan pembayaran PBB, menyebabkan proses pengolahan data

dan penyempurnaan administrasi PBB dapat dipercepat.

Upaya peningkatan multi pelayanan, di samping penerapan Sistep, juga dilakukan melalui

pembentukan kantor-kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan (KP-PBB) serta pembentukan

tim intensifikasi PBB, baik di tingkat pusat maupun daerah. Tim intensifikasi PBB di pusat antara

Departemen Keuangan RI 68

Page 69: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

lain bertugas mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan PBB di daerah, menampung

permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan PBB di daerah, serta memberikan bimbingan,

pembinaan, dan pemantapan pelaksanaan PBB di daerah. Sedangkan tim intensifikasi PBB di

daerah menitikberatkan tugasnya pada pelaksanaan operasional PBB di masing-masing daerah

yang bersangkutan.

Sementara itu dalam rangka meningkatkan penerimaan PBB dari sektor perhutanan,

melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1989 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden

Nomor 77 Tahun 1985 tentang Pembayaran PBB Atas Areal Blok Tebangan, telah ditetapkan

bahwa pembayaran pajak bumi dan bangunan atas areal blok tebangan adalah sebesar 20 persen

dari iuran hasil hutan (IHH). Di samping PBB di sektor perhutanan, di sektor pertambangan juga

terus dilakukan upaya peningkatannya. Untuk itu sejak tahun 1990 telah diberlakukan suatu

formula pembagian penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor pertambangan minyak bumi dan

gas alam Dati II. Dalam formula tersebut, 50 persen dari penerimaan PBB diperuntukkan bagi

Dati II tempat sumber minyak bumi dan gas alam berada, 30 persen untuk Dati II yang

berbatasan langsung dengan Dati II tempat sumber minyak bumi dan gas alam berada, dan

sisanya 20 persen diperuntukkan bagi Dati II sekitarnya.

Sedangkan untuk lebih mendorong investasi di kawasan timur Indonesia, Pemerintah

telah mengeluarkan kebijaksanaan pengurangan pajak bumi dan bangunan, yang tertuang dalam

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 748 Tahun 1990 tentang Pengenaan Pajak Bumi Dan

Bangunan Bagi Investasi Di Wilayah Tertentu. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa

terhadap investasi baru di kawasan timur Indonesia dan perluasan usaha minimal sebesar 30

persen, diberikan pengurangan sebesar 50 persen dari pajak bumi dan bangunan yang terhutang

selama 8 tahun sejak izin peruntukan tanah diberikan.

Dalam rangka meningkatkan penerimaan PBB, ditempuh berbagai upaya yang

menyangkut prosedur pembayaran pajak, seperti Sistep dan penggunaan jasa pas dan giro, serta

peningkatan sarana dan prasarana pemungutan pajak. Di bidang sarana dan prasarana

pemungutan pajak ditempuh kebijaksanaan pengembangan sistem pengolahan data objek PBB

dari administrasi manual ke dalam pengolahan komputer di setiap KP-PBB. Sementara itu

pemutakhiran data dilakukan melalui kerja sama dengan instansi terkait, antara lain Badan

Pertanahan Nasional (BPN) dan para pejabat pembuat akte tanah (PPAT).

Departemen Keuangan RI 69

Page 70: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Selanjutnya dalam rangka mengurangi beban pajak bumi dan bangunan bagi golongan

masyarakat berpenghasilan rendah, telah dilakukan penyesuaian terhadap batas nilai jual

bangunan tidak kena pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-undang Nomor 12

Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan, yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 1291 Tahun 1991 tentang Besarnya Faktor Penyesuaian Batas Nilai Jual

Bangunan Tidak Kena Pajak Untuk Penetapan Pajak Bumi Dan Bangunan, yang berlaku sejak

tangga1 1 Januari 1992. Dalam keputusan tersebut ditetapkan batas nilai jual bangunan tidak

kena pajak adalah sebesar Rp 7 juta untuk setiap satuan bangunan, dengan ketentuan bahwa

dalam hal bangunan semata-mata digunakan untuk rumah hunian, maka satuan bangunan adalah

unit hunian, sedangkan dalam hal bangunan digunakan selain untuk rumah hunian, satuan

bangunan adalah satu kesatuan bangunan.

Berbagai upaya dan kebijaksanaan yang te1ah ditempuh dalam Repelita V tersebut

temyata membuahkan hasi1 yang cukup menggembirakan, tercermin dari rea1isasi penerimaan

PBB yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dalam tahun pertama Repelita V, realisasi

penerimaan PBB mencapai sebesar Rp 590,4 miliar, yang kemudian meningkat dengan sangat

tajam dalam tahun-tahun berikutnya, terutama dalam tahun terakhir Repe1ita V menjadi sebesar

Rp 1.534,3 miliar. Sehingga selama Repelita V realisasi penerimaan PBB mengalami

pertumbuhan rata-rata sebesar 27,0 persen per tahun.

Me1ihat perkembangan penerimaan PBB dari Repelita ke Repelita, dengan berbagai

upaya dan kebijaksanaan yang ditempuh Pemerintah, maka secara keseluruhan dalam PJP I

penerimaan PBB meningkat rata-rata sebesar 49,4 persen per tahun. Perkembangan penerimaan

PBB yang selalu meningkat dari tahun ke tahun tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, antara

lain berupa penyesuaian secara periodik nilai jual objek pajak (NJOP), pengembangan sistem

tempat pembayaran (Sistep), serta penerapan sistem informasi manajemen objek pajak (Sismiop)

di beberapa daerah. Dalam tahun anggaran 1994/95 sebagai tahun pertama Repe1ita VI, PBB

yang merupakan salah sarti komponen penerimaan dalam negeri, secara bertahap peranannya

semakin dimantapkan, mengingat PBB mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan di

masa yang akan datang.

Selaras dengan perkembangan perekonomian, penyesuaian NJOP telah beberapa kali

dilakukan, terakhir melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 174 Tahun 1993 tentang

Departemen Keuangan RI 70

Page 71: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Penentuan Klasifikasi Dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Bumi Dan Bangunan. Dalam keputusan tersebut ditetapkan 50 kelas bumi dengan penggolongan

nilai jual tertinggi sebesar Rp 3,1 juta dan terendah sebesar Rp 140 per meter persegi. Sedangkan

untuk nilai transaksi objek pajak yang nyata-nyata di atas Rp 3,1 juta per meter persegi,

digunakan nilai transaksinya. Di samping itu unsur keadilan dalam penerapan PBB juga

tercermin dari adanya pemberian fasilitas pengurangan bagi wajib pajak yang kurang mampu,

dan pengajuan keberatan bagi wajib pajak yang merasa membuat kesalahan dalam Surat

Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)-nya. Besarnya pengurangan dapat ditetapkan paling

tinggi 75 persen, sedangkan untuk keberatan tidak tertutup kemungkinan bisa sampai 100 persen.

Sementara itu terhadap rumah sakitrumah sakit swasta yang dalam perkembangannya dinilai

telah mengarah kepada upaya memperoleh keuntungan di samping fungsinya sebagai lembaga

sosial, kini telah dikenakan PBB, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 796 Tahun 1993 tentang Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan Atas Rumah Sakit

Swasta.

Di samping itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1994 tentang

Penetapan Besarnya Persentase Nilai Jual Kena Pajak Pada Pajak Bumi Dan Bangunan, telah

ditetapkan kembali besarya tarif nilai jual kena pajak (NJKP) atas objek pajak perumahan. Dalam

peraturan pemerintah tersebut diatur bahwa atas objek pajak perumahan yang wajib pajaknya

perseorangan dengan nilai jual objek pajak (NJOP)-nya sebesar Rp 1 miliar ke atas, tarif NJKP-

nya ditetapkan sebesar 40 persen dari NJOP. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi wajib pajak

pegawai negeri sipil, ABRI, pensiunan termasuk janda/dudanya yang menguasai atau

memanfaatkan objek pajak perumahan yang NJOP-nya senilai Rp 1 miliar ke atas, dimana tarif

NJKP-nya tetap sebesar 20 persen dari NJOP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 1985. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan pemerataan dan menunjang

otonomi Dati II serta peningkatan pelayanan masyarakat daerah, maka penerimaan PBB yang

merupakan bagian pemerintah pusat, yang besarya 10 persen, diserahkan kembali secara merata

kepada seluruh Dati II, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 83

Tahun 1994 tentang Penggunaan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Bagian Pemerintah

Pusat. Kebijaksanaan tersebut dimaksudkan untuk lebih membantu keuangan pemerintah Dati II

agar peranannya semakin besar di dalam mendorong investasi dan meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat. Di samping itu, kebijaksanaan di bidang PBB juga memperhatikan upaya-

Departemen Keuangan RI 71

Page 72: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

upaya penciptaan iklim usaha yang lebih menarik bagi investor, baik dari dalam negeri maupun

luar negeri, untuk menanarnkan modalnya. Untuk itu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 196 Tahun 1994, mesin-mesin yang diperlukan dalam rangka investasi tidak termasuk

objek yang dikenakan PBB.

Dalam pada itu penerimaan pajak lainnya yang meliputi bea meterai dan bea lelang sangat

dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah kegiatan perekonomian, penyempurnaan

pelaksanaan lelang, dan upaya preventif dan represif terhadap peredaran meterai palsu. Dengan

semakin berkembangnya kegiatan perekonomian dan semakin efektifnya pelaksanaan Undang-

undang Nomor 13 Tahun 1985 yang mengatur bea meterai, serta semakin tertibnya pengelolaan

kegiatan lelang, penerimaan pajak lainnya dari Repelita ke Repelita menunjukkan peningkatan

dalam jumlah yang cukup berarti. Bila dalam tahun pertama Repelita I penerimaan pajak lainnya

baru sebesar Rp 3,5 miliar rupiah, maka pada akhir Repelita V telah mencapai sebesar Rp 285,3

miliar, yang berarti selama PJP I pajak lainnya telah tumbuh rata-rata sebesar 20,1 persen per

tahun.

Kinerja pajak lainnya yang cukup menggembirakan ini akan terus dipertahankan dalam

Repelita VI. Dalam tahun anggaran 1994/95 yang merupakan tahun pertama pelaksanaan

Repelita VI, pajak lainnya direncanakan sebesar Rp 281,7 miliar. Bila dibandingkan dengan

penerimaan pajak lainnya dalam tahun pertama Repelita V, yaitu tahun anggaran 1989/90,

sebesar Rp 275,5 miliar, berarti terdapat peningkatan sebesar Rp 6,2 miliar atau 2,3 persen.

Peningkatan ini diharapkan dapat dicapai melalui peningkatan pengawasan dan kepatuhan

masyarakat dalam menggunakan meterai yang dilakukan melalui kerja sama yang terpadu

antarinstansi terkait. Sementara itu penertiban dan penyempurnaan pelaksanaan lelang akan terus

diupayakan sehingga bea lelang dapat dipungut secara lebih efektif, di samping tetap

dipertahankannya kesederhanaan tarif bea meterai dengan dua lapis tarif, yaitu Rp 1.000 dan Rp

500.

Di samping berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, bea masuk juga berfungsi

sebagai alat kebijaksanaan ekonomi, khususnya di bidang perdagangan luar negeri. Sebagai

sumber penerimaan negara, selama PJP I penerimaan bea masuk mengalami pertumbuhan rata-

rata sebesar 17,7 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp 57,7 miliar dalam tahun anggaran

1969/70 yang merupakan tahun pertama Repelita I, menjadi sebesar Rp 2.888,1 miliar dalam

Departemen Keuangan RI 72

Page 73: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tahun anggaran 1993/94 yang merupakan tahun terakhir Repelita V.

Dalam Repelita I, penerimaan bea masuk, yang sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan

pembangunan ekonomi khususnya kebijaksanaan tarif, mengalami peningkatan rata-rata sebesar

22,1 persen per tahun. Dalam periode tersebut, pola impor mengalami pergeseran ke arah impor

bahan baku dan barang modal yang sangat diperlukan untuk mendorong perkembangan industri

dalam negeri. Periode berikutnya, selama Repelita II, penerimaan bea masuk terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata sebesar 16,4 persen per tahun. Di samping

ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijaksanaan bea masuk juga dimaksudkan

untuk mendorong pertumbuhan usaha dan industri dalam negeri, menciptakan kesempatan kerja,

serta mengendalikan penggunaan devisa. Sementara itu dalam rangka memperlancar arus

perdagangan internasional telah diterapkan klasifikasi barang-barang impor atas dasar Brussels

Tariff Nomendature (BTN), yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973,

yang dimaksudkan untuk lebih mengintensitkan pengenaan pajaknya.

Dalam Repelita III kebijaksanaan bea masuk lebih dimantapkan melalui penyesuaian dan

penurunan tarif bea masuk terhadap impor bahan baku atau bahan baku penolong dan barang

modal. Sedangkan tarif yang tinggi dikenakan hanya terhadap barang-barang tertentu dan bersifat

sementara, serta terhadap impor barang-barang konsumsi yang tergolong mewah. Selain itu,

Pemerintah juga memberikan keringanan berupa pembebasan sebagian bea masuk dan pajak

penjualan impor atas pemasukan bahan baku, subkomponen setengah jadi dan subkomponen jadi

untuk pembuatan komponen kendaraan bermotor di dalam negeri. Selanjutnya kepada industri

pariwisata telah diberikan fasilitas bea masuk dan pajak penjualan impor dalam rangka

mendorong penerimaan devisa dari sektor pariwisata.

Sehubungan dengan semakin pesatnya perkembangan di bidang ekspor dan impor, maka

Pemerintah telah mengganti sistem tarif dari sistem Brussels Tariff Nomendature (BTN) dengan

sistem Customs Cooperation Council Nomendature (CCCN), yaitu suatu sistem pentarifan

barang, baik ekspor maupun impor, secara lebih terperinci, sehingga lebih menjamin ketepatan

dan kemudahan dalam pelaksanaannya, seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 253 Tahun 1985.

Dalam perkembangannya, penerimaan bea masuk dapat dibagi dalam dua periode, yaitu

era sebelum deregulasi, yaitu periode sampai dengan tahun anggaran 1985/86, dan era pasca

Departemen Keuangan RI 73

Page 74: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

deregulasi. Sebelum era deregulasi, penerimaan bea masuk yang dalam tahun pertama Repelita I

baru mencapai sebesar Rp 57,7 miliar telah mengalami pertumbuhan rata-rata 15,8 persen

pertahun sehingga mencapai sebesar Rp 607,3 miliar dalam tahun anggaran 1985/86. Sedangkan

dalam era pasca deregulasi, rata-rata pertumbuhan penerimaan bea masuk per tahun dapat

mencapai sebesar 17,0 persen, yaitu dari sebesar Rp 960,1 miliar dalam tahun anggaran 1986/87

menjadi sebesar Rp 2.888,1 miliar dalam tahun anggaran 1993/94. Perkembangan tersebut

berhubungan erat dengan pelaksanaan berbagai paket deregulasi untuk mendorong ekspor

nonmigas selama ini.

Dalam Repelita IV, dengan adanya kebijaksanaan deregulasi penerimaan bea masuk

meningkat rata-rata sebesar 22,5 persen per tahun. Peningkatan yang cukup besar tersebut

terutama dikarenakan meningkatnya volume impor yang sejalan dengan meningkatnya ekspor

hasil industri. Sesuai dengan tekad Pemerintah untuk mendorong ekspor nonmigas melalui

deregulasi perdagangan internasional, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun

1988, sejak tanggal 1 Januari 1989 tarif bea masuk telah menggunakan sistem klasifikasi barang

berdasarkan Harmonized System (HS), sebagai pengganti sistem klasifikasi barang berdasarkan

Customs Cooperation Council Nomendature (CCCN), serta dilaksanakannya penyederhanaan

penyelesaian dokumen impor, yang dikenal dengan "custom fast release system" (CFRS).

Selanjutnya dalam tahun anggaran 1989/90 yang merupakan tahun pertama Repelita V,

penerimaan bea masuk mencapai sebesar Rp 1.587,0 miliar, sedangkan dalam tahun anggaran

1993/94 telah mencapai sebesar Rp 2.888,1 miliar, atau tumbuh rata-rata sebesar 16,1 persen per

tahun.

Khusus dalam tahun anggaran 1990/91, penerimaan bea masuk yang mencapai sebesar

Rp 2.485,7 miliar mengalami peningkatan yang cukup besar dibanding tahun sebelumnya sebesar

Rp 1.587,0 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar 56,6 persen. Peningkatan penerimaan

tersebut selain berkenaan dengan telah diberlakukannya sistem klasifikasi barang berdasarkan

Harmonized System (HS), juga disebabkan adanya raker kebijaksanaan 28 Mei 1990 yang

merupakan kelanjutan dari rangkaian kebijaksanaan deregulasi di bidang tarif bea masuk, yang

memperluas cakupan penggantian perlindungan nontarif renjadi perlindungan tarif. Pola

pengaturan tarif selain untuk mengatur arus barang impor yang terkena bea masuk juga

dimaksudkan untuk mencegah inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi, tanpa mengabaikan perlunya

memberikan perlindungan yang lebih adil bagi industri dalam negeri. Kebijaksanaan tersebut

Departemen Keuangan RI 74

Page 75: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

mencerminkan upaya pemerintah untuk mendorong dan meningkatkan daya saing, serta

mengembangkan industri di dalam negeri yang berorientasi kepada industri barang-barang ekspor

yang memberi nilai tambah lebih tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja. Langkah-langkah

deregulasi dan debirokratisasi tersebut telah mendorong pengembangan sistem tarif yang

rasional, dan sekaligus mengurangi hambatan-hambatan arus impor yang bersifat nontarif.

Dalam tahun anggaran 1991/92, penerimaan bea masuk yang sebesar Rp 2.133,1 miliar

berarti menurun sebesar 14,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai

sebesar Rp 2.485,7 miliar. Hal tersebut terjadi karena adanya berbagai raker kebijaksanaan

deregulasi yang dikeluarkan Pemerintah, seperti deregulasi di sektor riil pada tanggal 28 Mei

1991 dan raker kebijaksanaan di bidang investasi, perdagangan, dan keuangan yang dikeluarkan

dalam bulan Juni 1991 (Pakjun), yang mengarah kepada tarif bea masuk yang lebih rendah.

Selanjutnya telah diadakan penyempurnaan tata laksana pabean di bidang impor sesuai

dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 737 Tahun 1991 tentang Tata Laksana Pabean Di

Bidang Impor, yang memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk

dapat memeriksa barang impor yang dilindungi laporan pemeriksaan surveyor (LPS), dimana

pemeriksaan surveyor belum sepenuhnya merupakan pemeriksaan yang bersifat final. Dalam

kaitan tersebut, terhadap impor barang dengan nilai di atas US$ 5.000, wajib dilakukan

pemeriksaan prapengapakan di pelabuhan muat oleh surveyor yang ditunjuk Pemerintah.

Sementara itu dalam bulan Juli 1992 telah ditempuh kebijaksanaan deregulasi di sektor

riil yang mencakup kemudahan bagi sektor swasta untuk mengimpor baja dan mesin bekas bagi

industrinya, penyederhanaan prosedur izin penanaman modal dan penggunaan tenaga kerja asing,

pengurangan jumlah usaha dalam daftar negatif investasi (DNI), serta pemberian hak guna usaha

(HGU) kepada PMA patungan, yang ditujukan untuk mendorong terciptanya kesempatan kerja

baru dan dapat menghasilkan produksi komoditi ekspor dengan daya saing yang makin tinggi.

Dalam rangka merangsang ekspor nonmigas, secara bertahap telah diluncurkan paket deregulasi

dalam bulan Juni 1993, antara lain berupa penurunan tarif yang meliputi 221 pas tarif bea masuk

dan 76 pas tarif bea masuk tambahan, serta penghapusan tata niaga impor terhadap 140 pas tarif.

Selanjutnya Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi dalam bulan Oktober 1993 yang

mencakup penurunan bea masuk sebesar 5 sampai dengan 15 persen terhadap 198 pas tarif, dan

dihapuskannya 92 pas tarif bea masuk tambahan, serta 27 pas tarif diturunkan bea masuknya.

Departemen Keuangan RI 75

Page 76: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Dalam rangka meningkatkan pengawasan dan pencegahan serta pemberantasan penyelundupan,

telah dibentuk dua pangkalan sarana perhubungan bea dan cukai, masing-masing di Tanjung

Priok dan Pantoloan.

Dalam bulan Juni 1994, Pemerintah kembali meluncurkan kebijaksanaan deregulasi di

bidang bea masuk, bea masuk tambahan, penghapusan tata niaga impor, penyempurnaan

peraturan yang menyangkut Kawasan Berikat dan Entrepot Produksi Tujuan Ekspor,

pengkreditan pajak masukan, dan kemudahan bagi perluasan penanaman modal. Deregulasi ini

merupakan kelanjutan dari serangkaian deregulasi yang telah dijalankan, sejalan dengan

perkembangan perdagangan internasional sehubungan dengan kesepakatan yang dicapai dalam

GATT - Putaran Uruguay. Deregulasi kali ini tidak hanya dimaksudkan untuk lebih

meningkatkan investasi, efisiensi dan produktivitas guna mendorong pertumbuhan ekonomi,

peningkatan dan perluasan ekspor nonmigas, serta peningkatan aktivitas dan perluasan

kesempatan usaha dan kerja, tetapi juga untuk meningkatkan kelancaran dan pelaksanaan

pembangunan di bidang-bidang lainnya. Dengan berbagai kebijaksanaan yang telah dilaksanakan,

penerimaan bea masuk dalam APBN 1994/95 diperkirakan mencapai sebesar Rp 3.443,3 miliar,

atau meningkat sekitar 19,2 persen dari realisasi tahun sebelumnya.

Kebijaksanaan yang ditempuh berkenaan dengan penerimaan cukai adalah mengendalikan

konsumsi beberapa jenis barang tertentu melalui pengenaan cukai, dan sekaligus diarahkan untuk

memberikan sumbangan yang makin besar terhadap penerimaan negara. Dalam

perkembangannya, penerimaan cukai yang dikenakan atas empat jenis komoditi hasil industri,

yaitu produk tembakau, gula, bir, dan alkohol sulingan, secara keseluruhan dalam PJP I tumbuh

rata-rata sebesar 20,0 persen per tahun. Dalam tahun anggaran 1969/70, yang merupakan tahun

pertama pelaksanaan Repelita I, penerimaan cukai baru mencapai sebesar Rp 32,1 miliar,

sedangkan dalam tahun terakhir Repelita V telah meningkat menjadi sebesar Rp 2.559,5 miliar.

Sebagian besar penerimaan cukai tersebut diperoleh dari cukai hasil tembakau, yang rata-rata

mampu memberikan sumbangan sekitar 93 persen dari keseluruhan penerimaan cukai.

Penerimaan cukai hasil tembakau, yang diperoleh dari cukai rokok jenis sigaret, baik yang dibuat

dengan mesin (SKM) maupun yang dibuat dengan tangan (SKT), dalam Repelita V tersebut

memberikan sumbangan rata-rata sekitar 89 persen dari jumlah keseluruhan penerimaan cukai

tembakau setiap tahunnya, sedangkan cukai yang berasal dari sigaret putih mesin (SPM) dan

cukai tembakau lainnya memberikan sumbangan rata-rata sekitar 11 persen setiap tahunnya.

Departemen Keuangan RI 76

Page 77: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Produksi hasil tembakau secara keseluruhan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 3,4

persen setiap tahunnya. Dari produksi sigaret kretek, jenis sigaret kretek mesin (SKM)

memegang peranan yang semakin besar dalam keseluruhan produksi dibandingkan dengan jenis

sigaret lainnya. Jumlah produksi hasil tembakau tersebut dikelompokkan berdasarkan produksi

total dalam satu tahun takwim yang dihasilkan oleh pabrikan, baik pabrikan yang berskala besar,

menengah besar, menengah, kecil, maupun industri rumah tangga (K-1000). Dalam periode

Repelita V, peranan produksi jenis SKM dalam produksi sigaret kretek mencapai sebesar 57,3

persen, dengan peningkatan produksi rata-rata sebesar 2,8 persen per tahun. Sedangkan peranan

produksi jenis sigaret kretek tangan (SKT) mencapai sebesar 27,0 persen dengan peningkatan

produksi rata-rata sebesar 5,1 persen per tahun. Selanjutnya peranan produksi jenis SPM hanya

sebesar 11,3 persen, dengan peningkatan produksi rata-rata sebesar 6,4 persen setiap tahun.

Kebijaksanaan di bidang cukai hasil tembakau juga telah meningkatkan status beberapa

pengusaha hasil tembakau yang tergolong sebagai K-1000, yaitu pabrikan dengan jumlah

produksi per harinya untuk cerutu mencapai 40.000 batang, jenis sigaret mencapai 50.000 batang,

jenis rokok daun mencapai 50.000 batang, dan untuk jenis tembakau iris 10.000 bungkus,

meningkat statusnya menjadi pabrikan non K-1000. Demikian juga telah dilakukan penyesuaian

harga eceran beberapa produksi rokok yang harga jualnya di pasaran lebih tinggi dari harga

pitanya, sehingga pada gilirannya turut mendorong peningkatan penerimaan cukai hasil

tembakau.

Dalam rangka membina dan memberikan perlindungan kepada pabrikan kecil/K-1000

dalam persaingannya dengan pabrikan berskala besar, untuk mendorong perkembangan dan

peningkatan produksi perusahaan hasil tembakau, serta untuk menciptakan iklim berusaha yang

sehat, kebijaksanaan berupa pembebasan sebagian cukai hasil tembakau buatan dalam negeri

masih tetap diberikan sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor

54 Tahun 1994, dimana klasiftkasi tarif maupun produksi daripada jenis-jenis cukai hasil

tembakau yang berlaku dalam tahun anggaran 1994/95 masih sama dengan tahun anggaran

sebelumnya. Guna menjamin pita cukai hasil temabaku, dimana desain pita cukai selama ini

berlaku tidak lagi terjamin keamanannya, maka dipandang perlu untuk menggantikan desain pita

cukai yang baru, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 1994.

Sementara itu penerimaan aneka cukai, yang terdiri dari cukai gula, cukai bir, dan cukai alkohol

Departemen Keuangan RI 77

Page 78: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sulingan, dipengaruhi oleh perkembangan dan peningkatan produksi serta penyesuaian harga

dasar atas produk-produknya. Untuk jenis cukai gula, upaya peningkatan penerimaan cukainya

tetap diselaraskan dengan penetapan harga dasar gula dan usaha untuk tetap menjaga kestabilan

harga pada tingkat yang wajar. Sedangkan tarif yang berlaku untuk memungut cukainya masih

tetap 4 persen. Berdasarkan pertimbangan bahwa produk bir banyak dikonsumsi oleh golongan

masyarakat menengah ke atas dan berhubungan erat dengan perkembangan kegiatan di sektor

pariwisata, yang dalam perkembangannya telah menyebabkan kenaikan harga jual bir di

peredaran bebas sehingga terdapat selisih yang cukup besar antara harga dasar dan harga jualnya,

maka telah dilakukan penetapan harga dasar baru dari sebesar Rp 1.000 menjadi sebesar Rp

1.300 per liter, sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544 Tahun 1994, sedangkan tarif

cukainya masih tetap sebesar 50 persen terhadap harga dasarnya.

Dalam pada itu terhadap alkohol sulingan yang banyak dipergunakan sebagai bahan

pembantu atau bahan baku bagi pembuatan obat-obatan dan produk minuman keras untuk

kebutuhan dalam negeri, tarif cukainya masih tetap 70 persen dari harga dasarnya yang sebesar

Rp 800 per liter. Dalam rangka pemberlakuan peraturan perundang-undangan yang sama dan

merata di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan dalam rangka memperluas sumber

penerimaan negara, maka melalui Keputusan Presiden Nomor III Tahun 1993, sejak tanggal 13

November 1993 Ordonansi Cukai Alkohol Sulingan Stbl. 1989 Nomor 90 Sebagaimana Telah

Beberapa Kali Diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965, beserta

seluruh peraturan pelaksanaannya, telah diperluas wilayah berlakunya hingga meliputi daerah di

luar pulau Jawa dan Madura. Peraturan yang mengatur teknis pelaksanaan dari Keppres tersebut

tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 950 Tahun 1993. Perkembangan

penerimaan cukai hasil tembakau maupun aneka cukai dapat diarnati dalam Tabel 11.3.

Departemen Keuangan RI 78

Page 79: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Cukai Cukaitembakau lainnya

REPELITA I1969/70 28,1 4 32,11970/71 33,6 4,5 38,11971/72 35,1 5,3 40,41972/73 40,6 6,7 47,31973/74 53,5 8,2 61,7REPELITA II1974/75 65,7 8,7 74,41975/76 83 14,3 97,31976/77 112,9 17,8 130,71977/78 159,9 22 181,91978/79 227,7 25,2 252,9REPELITA III 293,8 32,6 326,41979/80 390,1 47,8 437,91980/81 491,7 52,5 544,21981/82 565,4 54,7 620,11982/83 697,7 75,5 773,21983/84REPELITA IV1984/85 785,9 86,7 872,61985/86 886,9 56,8 943,71986/87 993 62,8 1.055,801987/88 1.035,20 70,5 1.105,701988/89 1.302,30 87,6 1.389,90REPELITA V1989/90 1.391,60 85,2 1.476,801990/91 1.781,50 135,8 1.917,301991/92 2.102,80 120 2.222,801992/93 2.238,00 142,8 2.380,801993/94 2.399,40 160,1 2.559,50REPELITA VI1994/95 *) 2.463,70 159,1 2.622,80*) APBN

Tahun Jumlah

Tabel 11.3PENERIMAAN CUKAI, 1969/70 - 1994/95

(dalam miliar rupiah)

Penerimaan pajak ekspor yang pada awal Repelita I baru mencapai Rp 7,4 miliar, terus

mengalami peningkatan sampai dengan tahun anggaran 1974/75, kemudian mengalami

penurunan dalam tahun anggaran 1975/76, dan selanjutnya meningkat kembali mencapai

puncaknya dalam tahun anggaran 1979/80 yang juga merupakan tahun pertama Repelita III, yang

mencapai Rp 389,1 miliar. Secara keseluruhan dalam kurun waktu Repelita I sampai dengan

Repelita III penerimaan pajak ekspor mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 20,8 persen per

tahun. Hal tersebut terjadi, selain disebabkan karena adanya kenaikan nilai ekspor dari beberapa

komoditi tertentu seperti kayu, kopi dan timah, serta adanya penyesuaian nilai tukar rupiah, juga

Departemen Keuangan RI 79

Page 80: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

karena adanya penyesuaian kembali besarnya tarif pajak ekspor. Penerimaan pajak ekspor dan

pajak ekspor tarnbahan sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari kegiatan

ekspor tidak terlepas dari perkembangan ekspor nonmigas serta kebijaksanaan pemerintah di

bidang ekspor. Oleh karena itu kebijaksanaan pajak ekspor dan pajak ekspor tarnbahan tidak

hanya dilaksanakan untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga memperhatikan segi

peningkatan ekspor dan perluasan kesempatan kerja di sektor produksi barang ekspor.

Dalam tahun anggaran 1982/83, yang merupakan tahun keempat Repelita III, penerimaan

pajak ekspor mengalami penurunan dibandingkan dengan penerimaan pajak ekspor tahun

sebelumnya. Hal itu di samping berkaitan dengan lesunya perekonomian dunia yang

mengakibatkan merosotnya harga beberapa komoditi ekspor terpenting di pasaran dunia, juga

dikarenakan adanya kebijaksanaan pembatasan ekspor kayu gelondongan dalam rangka

penyediaan bahan baku untuk industri pengolahan kayu di dalam negeri. Demikian juga dalam

rangka mendorong ekspor serta mempertahankan pasaran minyak kelapa sawit dan hasil-hasilnya

di luar negeri, Pemerintah telah menurunkan tarif pajak ekspor minyak kelapa sawit dan hasil-

hasilnya menjadi 0 persen.

Lesunya perekonomian dunia dan berbagai hambatan yang dilakukan oleh negara maju

terhadap barang-barang ekspor negara berkembang termasuk Indonesia, menyebabkan

perkembangan harga maupun jumlah barang-barang ekspor nonmigas menjadi terpengaruh.

Karena itu, sejak awal Repelita IV penerimaan pajak ekspor terus mengalami penurunan, dan

baru dalam tahun anggaran 1987/88 penerimaan pajak ekspor kembali meningkat menjadi

sebesar Rp 183,5 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar 132,9 persen dari tahun

sebelumnya. Meningkatnya penerimaan pajak ekspor tersebut di samping disebabkan semakin

membaiknya perekonomian dunia juga disebabkan adanya kebijaksanaan Pemerintah dalam

rangka mendorong ekspor barang jadi dengan mengenakan atau menaikkan tarif pajak ekspor

terhadap beberapa komoditi ekspor, seperti rotan mentah dan kayu gergajian.

Dalam tahun pertama Repelita V penerimaan pajak ekspor masih cutup tinggi, yaitu

sebesar Rp 171,5 miliar. Namun perkembangan dalam tahun-tahun berikutnya penerimaan pajak

ekspor terus menurun dan mencapai titik terendah hanya sebesar Rp 8,5 miliar dalam tahun

anggaran 1992/93. Penurunan penerimaan pajak ekspor tersebut terutama disebabkan oleh adanya

kebijaksanaan pengenaan tarif pajak ekspor terhadap kayu gergajian dan kayu olahan (KGKO),

Departemen Keuangan RI 80

Page 81: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1134 Tahun 1989.

Kebijaksanaan tersebut adalah sebagai upaya agar pemanfaatan sumber daya hutan tropis dapat

lebih efisien dan sejalan dengan usaha untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan, di

samping untuk mendorong ekspor barang jadi yang bahan bakunya dari KGKO dan memperluas

kesempatan kerja. Dengan demikian, selain ditentukan oleh volume dan jenis barang ekspor,

tariff pajak ekspor, serta nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, penerimaan pajak ekspor sangat

ditentukan oleh program pengembangan industri yang bertujuan ekspor. Dengan adanya

penetapan besarnya tarif dan tata cara pembayaran serta penyetoran pajak ekspor dan pajak

ekspor tambahan serta peningkatan koordinasi dengan instansi terkait maka penerimaan pajak

ekspor diharapkan dapat kembali mengalami peningkatan.

Dalam rangka mencegah kenaikan harga jual minyak goreng di dalam negeri, melalui

Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 439 Tahun 1994 telah dikenakan pajak ekspor atas

eksporcrude palm oil (CPO), refined bleached deodorized palm oil (RBD PO), dan refined

bleached deodorized olein (RBD Olein) yang berlaku efektif sejak tanggal 1 September 1994.

Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut, penerimaan pajak ekspor dalam tahun yang sedang

berjalan, yaitu tahun anggaran 1994/95, diharapkan dapat menunjukkan peningkatan yang cutup

berarti. Adapun perkembangan penerimaan perpajakan secara rinci dapat dilihat dalam Tabel II.4.

2.2.2.3. Penerimaan negara bukan pajak

Dengan makin tidak menentunya penerimaan migas, yang sangat tergantung pada

berbagai faktor eksternal, seperti harga minyak mentah di pasar internasional, Pemerintah

berusaha untuk makin mendorong penerimaan di luar migas. Sejalan dengan upaya tersebut,

penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga telah berhasil memberikan kontribusi yang cukup

besar terhadap penerimaan dalam negeri.

Penerimaan negara bukan pajak terdiri dari penerimaan negara yang bersumber dari

penerimaan departemen/lembaga pemerintah nondepartemen, dan penerimaan khusus

sehubungan dengan keikutsertaan Pemerintah dalam berbagai aktivitas dunia usaha. Penerimaan

departemen/lembaga pemerintah nondepartemen dapat bersifat umum dan fungsional.

Penerimaan yang bersifat umum terdapat pada semua departemen/lembaga pemerintah

nondepartemen, sedangkan penerimaan yang bersifat fungsional adalah imbalan yang diperoleh

Departemen Keuangan RI 81

Page 82: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dalam menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat dan/atau instansi pemerintah lainnya,

serta penerimaan lain yang bersifat insidentil. Penerimaan negara bukan pajak tersebut, baik yang

bersifat umum maupun fungsional, terdiri dari penerimaan rutin di luar negeri, penerimaan

pendidikan, penerimaan penjualan, penerimaan sewa dan jasa, penerimaan kejaksaan dan

peradilan, penerimaan kembali pinjaman dan lain-lain. Sementara itu penerimaan khusus yang

berkaitan dengan keikutsertaan Pemerintah dalam berbagai aktivitas dunia usaha adalah berupa

dividen/dana pembangunan semesta/bagian laba pemerintah dan penerimaan bukan pajak

lainnya.

Pajak Pajak Bea Pajak Pajak Bumi PajakPenghasilan 1) Pertambahan Masuk Ekspor Bangunan 3) Lainnya 4)

Nilai 2)

REPELITA I1969/70 43 31 57,7 32,1 7,4 0,1 3,5 174,81970/71 51,3 40,8 71 38,1 25,7 0,1 4,6 231,61971/72 68 46,4 69,4 40,4 28,1 0,2 7,3 259,81972/73 87,9 62,3 73,2 47,3 32,7 15,4 6,7 325,51973/74 140,3 105,3 128,2 61,7 68,6 20 11,6 535,7REPELITA II1974/75 225,8 153,8 160,6 74,4 70,3 28,5 16,5 729,91975/76 305,9 191,7 174 97,3 61,6 35,9 17,1 883,51976/77 381,9 264,5 257,4 130,7 61,7 44,3 11,7 1.152,201977/78 503,8 318 286,9 181,9 81,2 55,6 15,7 1.443,101978/79 617,2 346,6 295,3 252,9 166,2 68 19,8 1.766,00REPELITA III1979/80 792,5 329,4 316,7 326,4 389,1 74,6 21,2 2.249,901980/81 1.112,20 460,7 448 437,9 305 91,9 36 2.891,701981/82 1.367,10 533,9 536,2 544,2 128,5 100,3 38,2 3.248,401982/83 1.706,50 707,6 521,9 620,1 82,5 112,5 61,2 3.812,301983/84 1.932,30 830,6 557 773,2 104 144,9 51,5 4.393,50REPELITA IV1984/85 2.121,00 878 530,1 872,6 91 180,6 115 4.788,301985/86 2.313,00 2.326,70 607,3 943,7 50,5 224,5 151,2 6.616,901986/87 2.270,50 2.900,10 960,1 1.055,80 78,8 190 190,4 7.645,701987/88 2.663,40 3.390,40 938,4 1.105,70 183,5 275,1 222,9 8.779,401988/89 3.949,40 4.505,30 1.192,00 1.389,90 155,6 424,2 292,1 11.908,50REPELITA V1989/90 5.487,70 5.836,70 1.587,00 1.476,80 171,5 590,4 275,5 15.425,601990/91 6.755,30 7.462,70 2.485,70 1.917,30 44,2 811 243,5 19.719,701991/92 9.580,40 8.926,10 2.133,10 2.222,80 18,8 874,6 302,6 24.058,401992/93 11.912,60 10.714,40 2.652,20 2.380,80 8,5 1.100,60 359,9 29.129,001993/94 15.273,10 12.282,30 2.888,10 2.559,50 13,5 1.534,30 285,3 34.836,10REPELITA VI1994/95 5) 18.842,90 13.238,60 3.443,30 2.622,80 16,4 1.628,70 281,7 40.074,40

5) APBN

1) Sampai dengan tahun 1983/84, terdiri dari pajak pendapatan, pajak perseroan, MPO dan PBDR.2) Sampai dengan tahun 1984/85, terdiri dari pajak penjualan dan pajak penjualan impor.3) Sampai dengan tahun 1984/85, terdiri dari Ipeda dan pajak kekayaan.4) Terdiri dari penerimaan bea meterai, bea lelang.

(dalam miliar rupiah)

Tahun Cukai Jumlah

Tabel II.4PENERIMAAN PERPAJAKAN, 1969/70 -1994/95

Departemen Keuangan RI 82

Page 83: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar pada penerimaan dalam negeri, telah

dilaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak yang

bersumber dari departemen/lembaga pemerintah nondepartemen, antara lain berupa

penyempurnaan administrasi pengelolaan, yang meliputi tara cara penyetoran, dan intensifikasi

pemungutan, serta pengawasan dalam pelaksanaan berbagai penerimaan yang diterima oleh

departemen/lembaga pemerintah nondepartemen tersebut. Di samping itu sejalan dengan

perkembangan perekonomian juga dilakukan penyempurnaan tarif pungutan, dan peningkatan

koordinasi dengan departemen/lembaga pemerintah nondepartemen terkait.

Selain upaya untuk meningkatkan penerimaan departemen/lembaga pemerintah

nondepartemen, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan penerimaan dari BUMN,

antara lain melalui pembinaan, pengawasan dan pengelolaan terhadap BUMN. Upaya yang

ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas BUMN ini dilakukan melalui langkah-

langkah restrukturisasi BUMN, antara lain berupa pemantapan status hukum, kerjasama

operasi/kontrak manajemen, konsolidasi/penggabungan dan pemantapan struktur permodalan

melalui penjualan saham kepada pihak ketiga/masyarakat, baik secara langsung maupun melalui

pasar modal. Sementara itu penilaian efisiensi dan produktivitas perusahaan senantiasa dilakukan

secara berkala melalui penilaian kinerja BUMN, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 826 tanggal 24 Juli 1992, yang merupakan penyempurnaan dari Surat

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740 tanggal 28 Juni 1989 tentang Peningkatan Efisiensi

Dan Produktivitas BUMN. Dalam upaya penyederhanaan proses pengambilan keputusan,

sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 741 tanggal 28 Juni 1989

tentang Rencana Jangka Panjang, Rencana Kerja Dan Anggaran Perusahaan Serta Pelimpahan

Kewenangan Pengambilan Keputusan, dijelaskan bahwa wewenang pengambilan keputusan

terhadap hal-hal tertentu dilimpahkan kepada rapat umum pemegang saham (RUPS)/rapat

tahunan dan Dewan Kornisaris/ Dewan Pengawas. Dengan berbagai upaya tersebut di atas,

kontribusi BUMN dalam keseluruhan penerimaan negara bukan pajak berupa dividen/dana

pembangunan semesta/bagian laba pemerintah dan penerimaan bukan pajak lainnya dari laba

BUMN dapat meningkat. Sementara itu dengan meningkatnya efisiensi dan produktivitas,

diharapkan BUMN dapat membina para pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi.

Pembinaan ini antara lain dilakukan melalui pemberian bantuan berupa peningkatan kemampuan

manajemen, keterarnpilan produksi, modal kerja, pemasaran danjarninan kredit perbankan,

Departemen Keuangan RI 83

Page 84: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dengan menyisihkan 1-5 persen dari laba BUMN setelah dikurangi pajak. Pemberian bantuan ini

diharapkan dapat meningkatkan peranserta para pengusaha golongan ekonomi lemah dan

koperasi dalam kegiatan perekonomian nasional, dan juga diharapkan dapat memperluas

lapangan kerja dan kesempatan berusaha.

Melalui berbagai upaya tersebut, perkembangan penerimaan negara bukan pajak selama

Repelita V telah menunjukkan perkembangan yang cukup baik, yaitu meningkat rata-rata 17,2

persen per tahun. Penerimaan bukan pajak yang pada awal Repelita V (1989/90) adalah sebesar

Rp 2.062,1 miliar, pada akhir Repelita V (1993/94) telah menjadi hampir 2 kali lipat, sehingga

mencapai sebesar Rp 3.895,3 miliar. Sementara itu pada awal Repelita VI (1994/95) penerimaan

negara bukan pajak direncanakan sebesar Rp 4.292,5 miliar akan 10,2 persen lebih tinggi

daripada realisasinya dalam tahun terakhir Repelita V. Penerimaan ini direncanakan terdiri dari

penerimaan departemen/lembaga pemerintah nondepartemen sebesar Rp 2.742,5 miliar dan

sisanya sebesar Rp 1.550,0 miliar merupakan penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN.

Penerimaan departemen/lembaga pemerintah nondepartemen pada awal Repelita V baru

mencapai Rp 1.331,1 miliar, sedangkan pada akhir Repelita V menjadi lebih dari 1,5 kali lipat,

sehingga mencapai sebesar Rp 2.378,7 miliar. Dengan demikian, dalam Repelita V penerimaan

departemen/lembaga pemerintah nondepartemen telah meningkat rata-rata sebesar 15,6 persen

per tahun. Sedangkan penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN dalam periode yang sama

telah menjadi lebih dari 2 kali lipat, yaitu dari sebesar Rp 731,0 miliar pada awal Repelita V

(1989/90) menjadi sebesar Rp 1.516,6 miliar dalam tahun terakhir Repelita V (1993/94), akan

meningkat rata-rata sebesar 20,0 persen per tahun.

2.2.2.4. Laba bersih minyak (LBM)

Selama ini perkembangan harga minyak mentah di pasar internasional dapat dikatakan

tidak menentu, dan akhir-akhir ini cenderung menurun. Gejolak harga minyak mentah ini

terutama dipengaruhi oleh dua hal pokok, yaitu permintaan dan penawaran minyak di pasar

internasional. Permintaan minyak dunia antara lain dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi

dunia, terutama negara-negara maju, dan adanya perubahan musim. Sementara itu penawaran

minyak dunia antara lain dipengarnhi oleh tingkat produksi OPEC dan non-OPEC, serta faktor-

faktor nonekonomi, seperti perang, pemogokan buruh minyak, perbaikan fasilitas kilang minyak,

Departemen Keuangan RI 84

Page 85: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

serta spekulasi pasar. Bagi Indonesia, menurunnya harga minyak, di satu sisi akan menurunkan

penerimaan migas, namun di sisi lain menyebabkan diterimanya laba bersih minyak (LBM),

karena lebih rendahnya biaya pokok pengadaan BBM di dalam negeri dibandingkan dengan hasil

penjualannya.

Dalam APBN 1994/95, dengan perkiraan harga minyak mentah sebesar US$ 16,00 per

barel dan tingkat produksi sebesar 1.530 ribu barel per hari, laba bersih minyak (LBM) yang

diperkirakan akan diterima adalah sebesar Rp 2.519,0 miliar atau menjadi hampir 2,5 kali lipat

dari realisasinya dalam tahun anggaran sebelumnya. Dalam Tabel II.5 dan Grafik II.1 dapat

diikuti perkembangan penerimaan dalam negeri, yang meliputi penerimaan migas, penerimaan

pajak, dan penerimaan bukan pajak selama 26 tahun, sejak tahun pertama Repelita I sampai

dengan tahun pertama Repelita VI.

2.2.3. Penerimaan pembangunan

Pembangunan yang dilaksanakan selama ini secara berencana, menyeluruh, terpadu,

terarah, bertahap dan berlanjut adalah dalam rangka mewujudkan kehidupan suatu masyarakat

adil makmur yang merata material dan spiritual. Guna melaksanakan pembangunan tersebut,

dibutuhkan dana yang cukup besar yang dipenuhi baik dari sumber dalam negeri maupun sumber

luar negeri. Sumber dana dalam negeri antara lain dapat diperoleh dengan menghimpun dana

masyarakat dan tabungan pemerintah. Sedangkan sumber dana luar negeri diperoleh dari bantuan

luar negeri, baik berupa hibah maupun pinjaman. Bantuan luar negeri yang diterima selama ini

berkaitan erat dengan adanya keterbatasan dana dalam negeri yang dapat dihimpun untuk

membiayai pembangunan yang telah direncanakan. Pada hakekatnya bantuan luar negeri

mempunyai peranan sebagai alternatif sumber pembiayaan, sebagai sumber pembiayaan

tambahan, dan sebagai arus modal masuk yang sangat diperlukan untuk mencapai tingkat

pembangunan yang cukup tinggi. Dalam memanfaatkan bantuan luar negeri tersebut, Pemerintah

senantiasa berhati-hati dan penggunaannya hanya untuk membiayai proyek-proyek yang

produktif dan bermanfaat. Dengan demikian, bantuan luar negeri diharapkan dapat memberikan

manfaat yang optimal dan tidak menimbulkan kesulitan dalam pembayarannya kembali. Hal ini

sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara

(GBHN), yaitu bantuan luar negeri hanya berfungsi sebagai pelengkap dana pembangunan, yang

Departemen Keuangan RI 85

Page 86: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

diperoleh dengan syarat lunak, tanpa ikatan politik, tidak memberatkan keuangan negara, dan

digunakan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan yang produktif sesuai prioritas dan

memberikan manfaat sebesar-besarya bagi kesejahteraan rakyat, serta peranannya secara bertahap

harus dikurangi.

Penerimaan Penerimaan Penerimaanminyak bumi perpajakan bukan

dan gas alam 1) pajak

REPELITA I1969/70 65,8 174,8 3,11970/71 99 231,6 11,51971/72 140,7 259,8 27,51972/73 230,5 325,5 34,61973/74 382,2 535,7 49,8REPELITA II1974/75 957,2 729,9 66,61975/76 1.248,00 883,5 110,41976/77 1.635,30 1.152,20 118,51977/78 1.948,70 1.443,10 143,61978/79 2.308,70 1.766,00 191,4REPELITA III1979/80 4.259,60 2.249,90 187,31980/81 7.019,60 2.891,70 315,71981/82 8.627,80 3.248,40 336,41982/83 8.170,40 3.812,30 435,61983/84 9.520,20 4.393,50 519REPELITA IV1984/85 10.429,90 4.788,30 687,31985/86 11.144,40 6.616,90 1.491,501986/87 6.337,60 7.645,70 2.157,3 2)

1987/88 10.047,20 8.779,40 1.916.71988/89 9.527,00 11.908,50 1.568,80REPELITA V1989/90 11 .252,1 15.425,60 2.062,101990/91 17.711,90 19.719,70 2.114,801991/92 15.039,10 24.058,40 2.487,301992/93 15.330,40 29.129,00 2.993,101993/94 12.507,70 34.836,10 4.936,0 2)

REPELITA VI1994/95 3) 12.851,20 40.074,40 6.811,5 2)

3) APBN

2) Termasuk LBM

1) Sampai dengan 1976/77 termasuk penerimaan minyak lainnya

Tahun

Penerimaandalam negeri

16.140,6020.803,30

Tabel II.5PENERIMAAN DALAM NEGERI, 1969/70 - 1994/95

(dalam miliar rupiah)

Dalam kurun waktu pembangunan 25 tahun pertama (PJP I), peranan bantuan luar negeri

sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan dalam keseluruhan dana pembangunan diupayakan

Departemen Keuangan RI 86

Page 87: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

semakin lama semakin mengecil. Menjelang awal Repelita I, kondisi perekonomian Indonesia

menghadapi masa-masa sulit, dengan tingkat inflasi tinggi, defisit anggaran yang tidak terkendali,

dan cadangan devisa rendah. Untuk mengatasi kondisi tersebut, dalam Repelita I Pemerintah

mengkonsentrasikan pembangunan pada rehabilitasi dan stabilisasi perekonomian. Pada saat itu

sebagian besar bantuan luar negeri yang diterima berupa bantuan program, yang antara lain

digunakan untuk mengimpor bahan pangan dan barang modal yang dibutuhkan dalam rangka

stabilisasi harga dalam negeri. Dalam Repelita I tersebut, peranan bantuan program mencapai

59,3 persen dari keseluruhan bantuan luar negeri yang berjumlah sebesar Rp 708,0 miliar. Namun

demikian, dalam perkembangannya kenaikan bantuan proyek lebih cepat dibandingkan dengan

kenaikan bantuan program, yaitu rata-rata meningkat sebesar 45,7 persen per tahun dibandingkan

bantuan program yang hanya meningkat rata-rata sebesar 8,1 persen per tahun. Hal ini

disebabkan secara bertahap Pemerintah mulai menerima bantuan proyek dengan persyaratan

lunak, yang digunakan untuk perbaikan dan peinbangunan berbagai prasarana dan sarana yang

menunjang produksi dan investasi.

Sejalan dengan mulai membaiknya kondisi perekonomian Indonesia dalam Repelita II,

peranan bantuan program dalam keseluruhan bantuan luar negeri juga semakin menurun. Peranan

bantuan program menurun menjadi hanya sebesar 4,5 persen dari keseluruhan bantuan luar

negeri, sedangkan bantuan proyek meningkat menjadi 95,5 persen dengan nilai sebesar Rp

3.165,8 miliar. Hal ini disebabkan karena dengan semakin majunya perekonomian semakin

banyak pula dana yang dibutuhkan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Dalam

perkembangan selanjutnya, sebagian besar bantuan luar negeri yang diterima adalah berupa

bantuan proyek yang berjangka waktu relatif panjang, bantuan dalam bentuk fasilitas kredit

ekspor, dan bantuan komersial untuk berbagai keperluan. Peranan bantuan luar negeri dalam

keseluruhan dana pembangunan menurun dari 55,5 persen dalam Repelita I menjadi 36,3 persen

dalam Repelita II.

Perkembangan perekonomian yang meningkat dalam Repelita II terus berlanjut sampai

dengan Repelita III, terutama pada saat meningkatnya harga minyak mentah di pasar

internasional. Kenaikan harga minyak mengakibatkan meningkatnya penerimaan dalam negeri

dan tabungan pemerintah. Sejalan dengan itu, ketergantungan pembiayaan pembangunan pada

sumber dana luar negeri pun menurun, sehingga peranan bantuan luar negeri dalam keseluruhan

dana pembangunan menjadi hanya sebesar 30,5 persen. Namun secara absolut jumlah

Departemen Keuangan RI 87

Page 88: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

keseluruhan bantuan luar negeri meningkat dari Rp 3.316,3 miliar dalam Repelita II menjadi

sebesar Rp 10.406,3 miliar dalam Repelita III.

Pada tahun terakhir Repelita III harga minyak di pasar dunia mulai menurun dan terus

berlanjut sampai dengan Repelita IV. Mengingat peranan penerimaan migas dalam keseluruhan

penerimaan dalam Negeri dalam periode tersebut masih dominan, penurunan harga minyak yang

cukup tajam tersebut telah mengakibatkan menurunnya kondisi perekonomian Indonesia,

terganggunya neraca pembayaran dan menurunnya cadangan devisa. Penerimaan di luar migas,

khususnya pajak pada saat itu belum berkembang, sehingga sumber dana pengganti yang dapat

segera diperoleh adalah bantuan luar negeri. Oleh karena itu peranan bantuan luar negeri dalam

keseluruhan dana pembangunan dalam Repelita IV meningkat kembali menjadi 56,9 persen

dengan nilai sebesar Rp 28.951,5 miliar, dengan peningkatan tertinggi tetjadi dalam tahun

terakhir Repelita IV, dimana peranannya dalam keseluruhan dana pembangunan mencapai

sebesar 81,5 persen. Di lain pihak meningkatnya peranan bantuan luar negeri tersebut diikuti

dengan meningkatnya bantuan program, terutama bantuan program yang berbentuk dana yang

mudah atau dapat cepat dicairkan, yang diperlukan untuk memperbaiki neraca pembayaran. Oleh

karena itu peranan bantuan program dalam keseluruhan bantuan luar negeri yang dalam Repelita

III hanya sebesar 2,0 persen, dalam Repelita IV meningkat menjadi sebesar 16,8 persen.

Untuk mengatasi kesulitan yang terjadi, Pemerintah melakukan serangkaian

kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang saling terkait, yang dimulai sejak akhir

Repelita III sampai sekarang. Kebijaksanaan ini mulai menunjukkan hasilnya dalam Repelita V,

yaitu dengan meningkatnya kembali kegiatan perekonomian dan penerimaan dalam negeri di luar

migas. Hal ini mengakibatkan penerimaan dalam negeri meningkat dengan tajam dan peranan

penerimaan migas mulai menurun. Sejalan dengan itu, peranan bantuan luar negeri dalam

keseluruhan dana pembangunan juga menurun kembali menjadi sebesar 49,3 persen, sedangkan

peranan bantuan program dalam keseluruhan bantuan luar negeri menurun menjadi sebesar 9,7

persen.

Pada saat ini bangsa Indonesia telah memasuki masa pembangunan 25 tahun kedua (PJP

II) dengan berbagai permasalahan, seperti melemahnya nilai tukar Dolar Amerika Serikat

terhadap mata uang kuat dunia lainnya, semakin terbatasnya dana bantuan luar negeri, dan

semakin berkurangnya pinjaman-pinjaman bersyarat lunak. Untuk mengatasi kondisi tersebut,

Departemen Keuangan RI 88

Page 89: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kemandirian pembiayaan pembangunan,

khususnya melalui peningkatan penerimaan perpajakan. Dalam APBN 1994/95 bantuan luar

negeri hanya terdiri dari bantuan proyek, dan peranan bantuan luar negeri dalam keseluruhan

dana pembangunan diharapkan menurun menjadi sebesar 36,5 persen dengan nilai sebesar Rp

10.012,0 miliar. Rincian perkembangan penerimaan pembangunan, yang terdiri dari bantuan

program dan bantuan proyek, dapat dilihat pada Tabel II.6.

Bantuan Bantuanprogram 1) proyek

REPELITA I1969/70 65,7 25,3 911970/71 78,2 41,6 119,81971/72 90,5 45 135,51972/73 95,5 62,3 157,81973/74 89,8 114,1 203,9REPELITA II1974/75 36,1 195,9 2321975/76 20,2 471,4 491,61976/77 10,2 773,6 783,81977/78 35,8 737,6 773,41978/79 48,2 987,3 1.035,50REPELITA III1979/80 64,8 1.316,30 1.381,101980/81 64,1 1.429,70 1.493,801981/82 45,1 1.663,90 1.709,001982/83 15,1 1.924,90 1.940,001983/84 14,9 3.867,50 3.882,40REPELITA IV1984/85 69,3 3.408,70 3.478,001985/86 69,2 3.503,40 3.572,601986/87 1.957,50 3.794,70 5.752,201987/88 727,8 5.430,20 6.158,001988/89 2.040,70 7.950,00 9.990,70REPELITA V1989/90 1.007,20 8.422,10 9.429,301990/91 1.396,80 8.507,80 9.904,601991/92 1.563,40 8.845,70 10.409,101992/93 511,7 10.204,00 10.715,701993/94 440,8 9.931,10 10.371,90REPELITA VI1994/95 2) - 10.012,00 10.012,001) Sejak 1986/87, bantuan program termasuk bantuan luar negeri dalam bentuk rupiah2) APBN

Tahun Jumlah

Tabel II.6PENERIMAAN PEMBANGUNAN, 1969/70 - 1994/95

(dalam miliar rupiah)

Departemen Keuangan RI 89

Page 90: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

2.2.4. Pengeluaran rutin

Sebagai bagian dari piranti kebijaksanaan fiskal, pengeluaran rutin mempunyai peranan

dan fungsi yang cukup penting di dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan

sebagaimana diamanatkan dalam GBHN dan Repelita. Sekalipun pengeluaran tersebut tidak

secara langsung berkaitan dengan kegiatan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan

produksi, namun strategi dan arah kebijaksanaan pengeluaran rutin berpengaruh luas di dalam

menunjang tercapainya sasaran pembangunan melalui peranannya mendukung kelancaran

kegiatan operasional pemerintahan, terpeliharanya berbagai kekayaan negara dan hasil-hasil

pembangunan, peningkatan jangkauan dan motu pelayanan kepada masyarakat, serta

pembentukan tabungan pemerintah yang semakin meningkat sebagai sumber utama dana

pembangunan. Selain dari itu, pengeluaran rutin juga memegang peranan yang sangat penting,

baik dalam rangka mendukung program pemerataan melalui bantuan kepada daerah, maupun

dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri secara tepat waktu

dan jumlah sesuai dengan persetujuan yang telah disepakati.

Selama pelaksanaan PJP I sampai dengan tahun pertama pelaksanaan Repelita VI, jumlah

dan peranan pengeluaran rutin dalam anggaran pendapatan dan belanja negara senantiasa

mengalami peningkatan sejalan dengan perkembangan organisasi, tugas dan fungsi pemerintah

dalam rangka melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang semakin

meningkat dan meluas. Peningkatan tersebut erat kaitannya dengan semakin besarnya kebutuhan

pembiayaan yang diperlukan bagi pendayagunaan aparatur pemerintah pusat dan daerah,

pembiayaan operasional dan pemeliharaan, meningkatnya pembiayaan untuk pembayaran bunga

dan deilan hutang luar negeri, serta pembiayaan untuk mendukung dan menunjang berbagai

program pemerintah lainnya. Sekalipun demikian, pelaksanaan pengeluaran rutin terus

diupayakan secara lebih terarah dan terkendali agar pengalokasiannya pada setiap jenis

pengeluaran dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif sehingga dana yang tersedia dapat

dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan yang optimal dari dana ini sangat penting mengingat

keterbatasan kemampuan keuangan negara, sedangkan kebutuhan pembiayaan nyata yang

diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan terus

meningkat. Dengan demikian, dana dalam negeri yang telah berhasil dihimpun harus dapat

dimanfaatkan secara maksimal, bukan saja bagi kelangsungan dan kelanearan jalannya roda

pemerintahan, tetapi lebih dari itu dapat menjadi inti penggerak roda pembangunan nasional.

Departemen Keuangan RI 90

Page 91: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Dalam beberapa tahun terakhir, langkah-langkah pengendalian dan penghematan

pengeluaran rutin yang dilaksanakan selama ini tetap dipertahankan dan semakin ditingkatkan

pelaksanaannya tanpa mengganggu kelancaran jalannya administrasi dan roda pemerintahan.

Langkah-langkah tersebut dilakukan melalui berbagai upaya penyempurnaan pengelolaan

pengeluaran rutin, yang antara lain meliputi peningkatan dayagunadan hasil guna aparatur

pemerintah, pengendalian dan pemanfaatan secara maksimal pengeluaran belanja operasional dan

pemeliharaan, serta pengurangan secara bertahap berbagai maeam subsidi yang dipandang dari

segi prioritas pembangunan tidak terlalu mendesak.

Peningkatan dayaguna dan hasilguna aparatur pemerintah berkaitan erat dengan

kebijaksanaan pemerintah yang memberikan prioritas yang lebih besar terhadap alokasi anggaran

bagi program pendayagunaan aparatur pemerintah, program pengembangan dan peningkatan

kualitas sumber daya manusia, serta program pelayanan dasar kepada masyarakat. Pemberian

prioritas tersebut didasarkan pada kenyataan, bahwa program-program tersebut merupakan faktor

utama penunjang keberhasilan kegiatan pembangunan. Peningkatan dayaguna dan hasilguna

aparatur pemerintah senantiasa mendapat perhatian yang cukup besar dari Pemerintah, oleh

karena peningkatan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan keberhasilan pelaksanaan

tugastugas umum pemerintahan dan pembangunan yang semakin berat di masa-masa mendatang

adalah sangat tergantung pada kualitas aparatur pelaksananya. Dengan demikian diharapkan,

bahwa peningkatan kualitas aparatur pemerintah akan mampu memberikan peranan dan makna

yang lebih besar terhadap upaya peningkatan kegiatan ekonomi nasional dan pelaksanaan

berbagai program pembangunan.

Selain dialokasikan untuk pembiayaan aparatur pemerintah, pengeluaran rutin juga

dialokasikan untuk pembiayaan operasional dan pemeliharaan. Pembiayaan ini meliputi belanja

barang dalam negeri, belanja barang luar negeri, belanja nonpegawai daerah, serta lain-lain

pengeluaran rutin di luar subsidi bahan bakar minyak (BBM). Disadari bahwa dana yang

disediakan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk kegiatan operasional

dan pemeliharaan sangat terbatas, terutama apabila dikaitkan dengan kebutuhan pembiayaan

operasional dan pemeliharaan yang sangat besar pada berbagai instansi dan lembaga pemerintah.

Namun demikian, Pemerintah senantiasa berupaya agar keterbatasan dana tersebut tidaklah

menjadi hambatan bagi kelancaran kegiatan operasional pemerintahan, dan diupayakan agar dana

tersebut dapat dialokasikan secara lebih efisien dan efektif melalui pengendalian dan

Departemen Keuangan RI 91

Page 92: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengkoordinasian secara berkesinambungan, baik dalam pengadaan barang dan jasa maupun

dalam pemeliharaan kekayaan negara dan hasil-hasil pembangunan. Dalam hal pengadaan barang

dan jasa, diupayakan sedapat mungkin memanfaatkan produksi dalam negeri dan memberikan

peran yang lebih besar kepada pengusaha setempat dan pengusaha golongan ekonomi lemah

dalam pengadaannya. Dengan demikian, diharapkan hal tersebut bukan saja mampu mendukung

kelancaran jalannya roda pemerintahan dan berkembangnya kegiatan ekonomi dan dunia usaha

dalam negeri, tetapi juga dapat menciptakan pemerataan usaha yang lebih sehat, peningkatan

lapangan kerja dan kesempatan kerja, serta mendukung pengusaha golongan ekonomi lemah agar

lebih berperan dalam pembangunan.

Jenis pengeluaran lain yang merupakan bagian yang cukup besar dalam pengeluaran rutin

adalah pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri. Jenis pengeluaran ini sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, sehingga kebutuhan dana yang diperlukan untuk

pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tersebut berfluktuasi sejafan dengan perubahan

faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya. Pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri

dipengaruhi dua factor utama, yaitu besarnya hutang luar negeri yang telah jatuh tempo dan

perkembangan nilai tukar, baik antar valuta asing maupun antara valuta asing dengan rupiah,

yang perkembangannya sangat tergantung pada keadaan perekonomian internasional.

Dalam hal pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri, sejak awal pelaksanaan

Repelita I, Pemerintah senantiasa berupaya untuk terus memenuhi setiap kewajiban pembayaran

bunga dan cicilan hutang luar negeri yang telah jatuh tempo. Dengan adanya kebijaksanaan

tersebut, walaupun dalam tahun-tahun tertentu dirasakan cukup memberatkan bagi anggaran

pendapatan dan belanja negara dan neraca pembayaran, namun dalam jangka panjang

kebijaksanaan tersebut dirasakan memberikan manfaat yang lebih besar, terutama dalam menjaga

kepercayaan dari negaranegara dan lembaga-lembaga keuangan internasional pemberi pinjarnan.

Kebijaksanaan tersebut pada gilirannya bukan saja mempertebal keyakinan negara-negara

tersebut terhadap kemampuan perekonomian nasional dalam menanggung beban pembayaran

bunga dan cicilan hutang luar negeri yang telah digunakan dalam membiayai pembangunan,

namun lebih dari itu sekaligus lebih mendorong terwujudnya hubungan kerja sama ekonomi yang

saling menguntungkan di masa-masa mendatang.

Selain pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri, jenis pengeluaran rutin yang

Departemen Keuangan RI 92

Page 93: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dipengaruhi oleh faktor eksternal adalah subsidi BBM. Besarya subsidi BBM berfluktuasi sesuai

dengan perkembangan harga minyak mentah di pasar dunia dan nilai tukar antar valuta asing dan

antara valuta asing dengan rupiah. Selain itu juga tergantung kepada tingkat konsumsi bahan

bakar minyak di dalam negeri dan kebijaksanaan pemerintah dalam menyesuaian harga BBM

dalam negeri.

Berbagai strategi dan arah kebijaksanaan di atas secara keseluruhan telah mendorong

peningkatan pengeluaran rutin setiap tahunnya. Selama Repelita I, Repelita II, Repelita III,

Repelita IV, dan Repelita V, pengeluaran rutin mengalami peningkatan rata-rata per tahun

masing-masing sebesar 34,7 persen, 28,2 persen, 20,0 persen, 21,8 persen, dan 12,4 persen.

Sedangkan dalam tahun pertama Repelita VI, pengeluaran rutin secara keseluruhan direncanakan

mencapai Rp 42.350,8 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 3.551,5 miliar atau

9,2 persen bila dibandingkan dengan tahun terakhir Repelita V. Dengan demikian sejak tahun

pertama Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita VI, pengeluaran rutin secara

keseluruhan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 23,5 persen per tahun. Perkembangan

pengeluaran rutin secara rinci sejak tahun anggaran 1969/70 sampai dengan tahun anggaran

1994/95 dapat diikuti dalam Tabel II.7

Departemen Keuangan RI 93

Page 94: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Belanja Belanja Subsidi Bunga dan Lain-pegawai barang daerah cicilan lain

otonom hutang

REPELITA I1969/70 103,8 50,3 44,1 14,4 3,9 216,51970/71 131,4 62,6 56,2 25,6 12,4 288,21971/72 163,4 67,1 66,8 46,6 5,2 349,11972/73 200,4 95,4 83,9 53,4 5 438,11973/74 268,9 110,1 108,6 70,7 155 713,3REPELITA II1974/75 420,1 175,2 201,9 73,7 145,2 1.016,101975/76 593,9 304,9 284,5 78,5 70,8 1.332,601976/77 636,6 339,8 313 189,5 150,9 1.629,801977/78 893,2 376,8 478,4 228,3 172,2 2.148,901978/79 1.001,60 419,5 522,3 534,5 265,8 2.743,70REPELITA III1979/80 1.419,90 569 669,9 684,1 718,9 4.061,801980/81 2.023,30 670,6 976,1 784,8 1.345,20 5.800,001981/82 2.277,10 922,7 1.209,10 931,1 1.637,60 6.977,601982/83 2.418,10 1.041,20 1.315,40 1.224,50 997,1 6.996,301983/84 2.757,00 1.057,10 1.547,00 2.102,60 948,1 8.411,80REPELITA IV1984/85 3.046,80 1.182,80 1.883,30 2.776,50 539,6 9.429,001985/86 4.018,30 1.367,10 2.489,00 3.323,10 754 11.951,501986/87 4.310,60 1.366,50 2.649,70 5.058,10 174,4 13.559,301987/88 4.616,90 1.329,30 2.815,60 8.204,60 515,1 17.481,501988/89 4.998,20 1.491,60 3.037,70 10.940,20 271,3 20.739,00REPELITA V1989/90 6.201,50 1.701,60 3.566,40 11.938,70 922,9 24.331,101990/91 7.053,50 1.830,3' 4.236,60 13.394,60 3.482,70 29.997,701991/92 8.102,50 2.372,70 4.834,20 13.433,80 1.484,40 30.227,601992/93 9.465,70 2.870,10 5.283,20 15.217,10 1.195,J 34.031,201993/94 11.213,70 3.042,40 6.796,10 17.287,80 459,3 38.799,30REPELITA VI1994/95 *) 13.010,50 3.750,50 7.094,90 17.969,70 525,2 42.350,80*) A P B N

Tabel II.7PENGELUARAN RUTIN, 1969/70 - 1994/95

(dalam miliar rupiah)

JumlahTahun

2.2.4.1. Pembiayaan aparatur pemerintah

Semakin pesat dan beragamnya kegiatan pembangunan membawa konsekuensi akan

kebutuhan aparatur yang berkualitas dan mampu mengimbangi perkembangan dan meluasnya

cakupan penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan

kepada masyarakat. Berkaitan dengan itu, pembiayaan aparatur pemerintah, yang merupakan

salah satu unsur penunjang dalam usaha peningkatan dan penyempurnaan pendayagunaan

Departemen Keuangan RI 94

Page 95: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

aparatur pemerintah, senantiasa diarahkan untuk memberi dukungan pembiayaan yang memadai

terhadap upaya peningkatan kualitas dan kemampuan profesionalisme serta penyempurnaan

seluruh unsur aparatur pemerintahan. Dengan demikian diharapkan dapat terwujud administrasi

pemerintahan yang tertib, bersih, dan berwibawa, dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum

pemerintahan dan pembangunan. Peningkatan kualitas dan kemampuan profesionalisme aparatur

pemerintah diperlukan bukan hanya untuk menciptakan aparatur yang mampu melayani,

mengayomi, dan peka terhadap berbagai panuangan dan aspirasi yang hidup dalam masyarakat,

tetapi lebih dari itu juga mampu menumbuhkan prakarsa dan reran aktif masyarakat dan dunia

usaha dalam pembangunan, serta mampu memanfaatkan potensi dan peluang dari perkembangan

ekonomi nasional dan internasional bagi kepentingan pembangunan nasional.

Berbagai upaya peningkatan dan penyempurnaan pendayagunaan aparatur pemerintah

menyangkut bidang yang sangat luas, yang meliputi bidang kelembagaan, bidang

ketatalaksanaan, dan bidang kepegawaian. Peningkatan dan penyempurnaan di bidang

kelembagaan antara lain dilakukan melalui upaya penataan kembali susunan dan hubungan

organisasi dan tata kerja, serta koordinasi pada organisasi pemerintah pusat, pemerintah daerah

dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Sedangkan peningkatan dan penyempurnaan di

bidang ketatalaksanaan antara lain dilakukan melalui langkah-langkah penyempurnaan peraturan,

ketentuan, dan prosedur administrasi pemerintahan. Sementara itu upaya peningkatan dan

penyempurnaan di bidang kepegawaian antara lain dilakukan melalui penyempurnaan sistem

formasi dan pengadaan pegawai, pembinaan karier pegawai, perbaikan penghasilan pegawai dan

pensiun, serta pengembangan sistem informasi pegawai.

Penyempurnaan formasi dan pengadaan pegawai diarahkan tidak hanya kepada

kemampuan keuangan negara, tetapi lebih ditekankan pada upaya efisiensi, yaitu didasarkan pada

kebutuhan nyata satuan kerja berdasarkan analisis jabatan. Sedangkan pembinaan karier

diarahkan untuk mencapai produktivitas aparatur yang optimal, yang antara lain dilakukan

melalui penempatan pegawai pada tugas dan jabatan yang tepat, penyempurnaan pelayanan

kenaikan pangkat, pengembangan jabatan fungsional, penyempurnaan sistem pendidikan dan

pelatihan, serta penerapan disiplin pegawai. Melalui penyempurnaan pelayanan kenaikan pangkat

selain dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang semakin baik dalam bidang kepegawaian,

juga dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada pegawai sesuai dengan prestasi dan

pengabdian pegawai, sehingga pada gilirannya dapat menjadi pendorong bagi aparatur

Departemen Keuangan RI 95

Page 96: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pemerintah untuk terus berusaha meningkatkan kualitas dan kemampuannya dalam memberikan

dharma baktinya bagi negara dan masyarakat. Sementara itu melalui pengembangan jabatan

fungsional diharapkan dapat ditingkatkan profesionalisme pegawai, sehingga memungkinkan

pegawai mengembangkan potensinya sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki

serta tidak terhambat oleh terbatasnya jabatan struktural yang tersedia. Dengan dikeluarkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil,

diharapkan mutu profesionalisme pegawai negeri sipil dapat dipacu melalui pembinaan karier

yang berorientasi pada prestasi kerja. Di masa-masa mendatang, jabatan fungsional akan terus

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan

pembangunan.

Selain melalui penyempurnaan dalam pengurusan kenaikan pangkat dan pengembangan

tunjangan fungsional, pembinaan karier juga dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, baik

melalui pendidikan dan pelatihan bidang administrasi maupun Diktat penyesuaian tugas dan

teknis fungsional. Melalui pendidikan dan pelatihan, kepada pegawai negeri diberi kesempatan

untuk mengikuti pendidikan penjenjangan sebagai prasyarat untuk menduduki jabatan tertentu.

Di samping itu diberikan Diklat teknis jangka pendek untuk meningkatkan keterampilan dalam

jenis pekerjaan tertentu, penataan untuk meningkatkan disiplin dan pemahaman mengenai

kebijaksanaan pemerintah, serta pendidikan yang lebih tinggi, baik di dalam negeri maupun di

luar negeri.

Dengan berbagai kebijaksanaan tersebut, sebagian besar dari pembiayaan aparatur

pemerintah dialokasikan untuk peningkatan dan penyempurnaan pendayagunaan aparatur

pemerintah di bidang kepegawaian, termasuk perbaikan kesejahteraan pegawai. Kebijaksanaan

yang ditempuh Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai tidak hanya menyangkut

aspek finansial, tetapi juga aspek nonfinansial. Kebijaksanaan yang bersifat finansial

dikembangkan di dalam kerangka kebijaksanaan keuangan negara secara keseluruhan dengan

mempertimbangkan sumber-sumber penerimaan negara dan sasaran-sasaran pembangunan yang

akan dicapai. Oleh schab itu, kebijaksanaan finansial selalu diimbangi oleh kebijaksanaan

nonfinansial, seperti pemberian kenaikan pangkat otomatis pada pegawai tertentu, peningkatan

pelayanan pemberian pensiun otomatis, peningkatan penyelenggaraan pembayaran gaji melalui

bank atau kantor pos terdekat, serta bantuan uang muka perumahan melalui tabungan perumahan.

Departemen Keuangan RI 96

Page 97: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Sebagai aparat pelaksana program-program pemerintah, aparatur pemerintah memiliki

hak untuk memperoleh penghasilan yang layak, yang merupakan batas jasa atau penghargaan atas

hasil kerja, pengorbanan dan pengabdian dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan.

Selama PJP I telah beberapa kali diambil kebijaksanaan untuk menaikkan gaji pegawai negeri

sipil, anggota ABRI dan pensiunan. Kebijaksanaan tersebut diambil dalam rangka perbaikan

penghasilan aparatur pemerintah yang dilakukan melalui penyempurnaan sistem penggajian,

perbaikan struktur gaji pokok, pemberian gaji bulan ke tiga belas, pemberian tunjangan perbaikan

penghasilan (TPP), penyesuaian tunjangan struktural dan tunjangan isteri/suami, maupun

perluasan pemberian tunjangan fungsional. Dengan demikian, melalui kebijaksanaan peningkatan

penghasilan tersebut diharapkan pendapatan yang diterima pegawai akan mampu mengimbangi

perkembangan tugas-tugas yang dihadapinya.

Perbaikan struktur gaji pokok pegawai telah dilakukan beberapa kali, terakhir dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1993, yang berlaku sejak 1 Januari 1993. Kenaikan gaji

pokok memberi arti yang luas bagi penghasilan yang diterima pegawai negeri, mengingat

besarnya tunjangan dan uang pensiun dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari gaji pokok.

Selain dari itu, kebijaksanaan menaikkan gaji pokok dimaksudkan pula untuk memperkecil

perbedaan penghasilan antara pegawai yang berpangkat terendah dari tertinggi. Apabila

berdasarkan PGPS-1968 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1977 perbandingan

antara gaji pokok terendah dan tertinggi masing-masing adalah 1 berbanding 25 dari 1

berbanding 10, maka berdasarkan PP Nomor 15 tahun 1985 dan PP Nomor 15 Tahun 1993

perbandingannya masing-masing menjadi 1 berbanding 8 dan 1 berbanding 7.

Selain dari itu, dalam Keppres Nomor 16 tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN, yang

merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya, antara lain terdapat perubahan yang

berkaitan dengan jumlah anak yang dapat memperoleh tunjangan penghasilan dan beras. Apabila

dalam peraturan terdahulu, yaitu Keppres Nomor 29 Tahun 1984, jumlah anak yang memperoleh

tunjangan penghasilan dan beras untuk anak adalah sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anak,

maka pada Keppres Nomor 16 Tahun 1994 dibatasi menjadi sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang

anak. Maksud utama dari diberlakukannya ketentuan tersebut sebenarnya tidak terkait langsung

dengan aspek anggaran, tetapi lebih ditujukan dalam rangka mendukung program pemerintah di

bidang kependudukan dan program peningkatan kesejahteraan keluarga.

Departemen Keuangan RI 97

Page 98: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Sejalan dengan berbagai kebijaksanaan dalam meningkatkan kesejahteraan pegawai,

realisasi anggaran untuk gaji dari pensiun, yang merupakan bagian terbesar dari belanja pegawai

pusat, mengalami peningkatan yang cukup berarti setiap tahunnya. Apabila dalam tahun 1969/70,

realisasi pembayaran gaji dari pensiun baru mencapai Rp 56,4 miliar, maka dalam APBN

1994/95 pembayaran gaji dan pensiun dianggarkan sebesar Rp 10.456,2 miliar, yang berarti

mengalami peningkatan rata-rata sekitar 23,2 persen setiap tahunnya. Dengan peningkatan

tersebut, proporsi pembayaran gaji dari pensiun terhadap total belanja pegawai pusat juga

mengalami peningkatan dari sebesar 54,3 persen dalam tahun 1969/70 menjadi sebesar 80,4

persen dalam tahun 1994/95.

Selanjutnya perkembangan belanja pegawai juga dipengaruhi oleh peningkatan

pembiayaan untuk tunjangan beras, uang makan/lauk-pauk, lain-lain belanja pegawai dalam

negeri, dari belanja pegawai luar negeri. Peningkatan tunjangan beras terutama terjadi karena

adanya penyesuaian harga pembelian beras kepada Bulog selaras dengan tingkat perkembangan

harga pasar, sedangkan peningkatan uang makan/lauk-pauk selain disebabkan oleh adanya

penyesuaian satuan biaya makan/lauk-pauk, juga disebabkan oleh adanya tambahan biaya uang

makan bagi anggota ABRI, pelaut, petugas penjaga lampu suar, pasien rumah sakit pemerintah,

anak asuh dan orang jompo pada panti-panti asuhan negara, serta orang tahanan dan narapidana.

Penyesuaian satuan biaya makan/lauk-pauk terakhir kalinya diberikan melalui peningkatan satuan

biaya makan/lauk-pauk untuk anggota ABRI dari Rp 1.800 menjadi Rp 3.000 per orang per hari

yang berlaku sejak 1 April 1994.

Sementara itu peningkatan biaya lain-lain belanja pegawai dalam negeri antara lain

disebabkan oleh peningkatan honorarium dan uang lembur bagi pegawai yang karena beban

tugasnya harus bekerja melebihi jam kerja yang telah ditetapkan. Sedangkan peningkatan belanja

pegawai luar negeri dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah pegawai pada kantor perwakilan di

luar negeri, besarnya gaji pokok dan berbagai tunjangan yang didasarkan pada angka dasar

tunjangan luar negeri (ADTLN) dan angka pokok tunjangan luar negeri (APTLN), serta

perubahan nilai tukar matauang dari negara bersangkutan terhadap rupiah. Perkembangan belanja

pegawai sejak tahun anggaran 1969/70 sampai dengan tahun anggaran 1994/95 dapat diikuti

dalam Tabel II.8.

Pembiayaan aparatur pemerintah mencakup pula belanja pegawai daerah, yang

Departemen Keuangan RI 98

Page 99: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk turut mewujudkan

aparatur pemerintah daerah yang berdaya guna, berhasil guna, bersih dan berwibawa, serta

mampu mewujudkan keserasian dalam pelaksanaan kewajiban dan tugas umum pemerintahan

dan pembangunan daerah. Belanja pegawai daerah merupakan subsidi dari pusat yang selain

digunakan untuk membiayai belanja pegawai daerah, juga untuk menampung pengeluaran bagi

aparatur pemerintah pusat yang ditempatkan di daerah, seperti guru SD Inpres, serta tenaga medis

dan paramedis di pusat-pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Dengan demikian, belanja

pegawai otonom juga diarahkan untuk menunjang terselenggaranya pemerataan kesempatan

untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan yang memadai.

Tunjangan Gaji dan Uang Lain-lain Belanjaberas pensiun makan belanja pegawai

peg. d.n. l.n.

REPELITA I1969/70 28,8 56,4 10,7 3,8 4,1 103,81970/71 33,5 70,6 11,7 10,8 4,8 131,41971/72 31,9 99,7 12,1 14,5 5,2 163,41972/73 31,3 131,6 14,6 17,3 5,6 200,41973/74 50,6 173,9 16,8 20,2 7,4 268,9REPELITA II1974/75 59,5 301,7 24,4 24,7 9,8 420,11975/76 111,9 400 43,5 25,8 12,7 593,91976/77 114,9 424.8 45,7 36,9 14,3 636,61977/78 126,2 672,9 47,8 31,5 14,8 893,21978/79 132,8 760,3 51,2 33,6 23,7 1.001,60REPELITA III1979/80 179,9 1.053,90 109,9 47,1 29,1 1.419,901980/81 252 1.482,90 193,2 61,2 34 2.023,301981/82 253,3 1.660,40 240,5 79,5 43,4 2.277,101982/83 289,9 1.749,00 254,9 78,6 45,7 2.418,101983/84 346,1 1.996,00 261,3 87,6 66 2.757,00REPELITA IV1984/85 407 2.206,60 271,4 89,7 72,1 3.046,801985/86 402 3.072,60 300,4 161,1 82,2 4.018,301986/87 406,1 3.330,00 288,3 176,6 109,6 4.310,601987/88 450,6 3.561,00 299,1 176,3 129,9 4.616,901988/89 518,3 3.832,70 326,9 185,1 135,2 4.998,20REPELITA V1989/90 588,4 4.826,00 373,1 242,6 171,4 6.201,501990/91 639,8 5.570,50 381,7 263,6 197,9 7.053,501991/92 922,4 6.299,30 393,2 278,5 209,1 8.102,501992/93 887,9 7.532,80 473,4 313,1 258,5 9.465,701993/94 905,2 9.166,50 497,8 342,2 302 11.213,70REPELITA VI1994/95 *) 1.039,30 10.456,20 783 391,5 340,5 13.010,50*) A P B N

Tabel II.8BELANJA PEGAWAI, 1969/70 -1994/95

(dalam miliar rupiah)

JumlahTahun

Departemen Keuangan RI 99

Page 100: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Sesuai dengan perkembangan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan upaya

perbaikan kesejahteraan aparatur pemerintah, realisasi belanja pegawai daerah juga senantiasa

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Selama dua Repelita terakhir, peningkatan yang cukup

berarti terjadi dalam Repelita V. Apabila pada awal pelaksanaan Repelita IV, realisasi belanja

pegawai daerah baru mencapai Rp 1.680,1 miliar, maka dalam tahun 1988/89 telah meningkat

menjadi Rp 2.778,6 miliar atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 13,4 persen per tahun.

Sedangkan dalam pelaksanaan Repelita V, realisasi belanja pegawai daerah telah meningkat dari

Rp 3.338,1 miliar dalam tahun 1989/90 menjadi Rp 6.418,5 miliar dalam tahun 1993/94, yang

berarti telah mengalami peningkatan rata-rata sebesar 17,8 persen setiap tahunnya. Lebih

tingginya peningkatan rata-rata selama Repelita V antara lain disebabkan oleh adanya

kebijaksanaan pemberian tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) dalam tahun 1989/90 dan tahun

1991/92, dan kenaikan gaji pokok pegawai dalam tahun 1993/94, yang secara langsung

berpengaruh pula pada besarnya pengeluaran untuk belanja pegawai daerah. Sementara itu pada

awal PJP II (1994/95), disediakan anggaran sebesar Rp 6.665,3 miliar untuk belanja pegawai

daerah, yang berarti mengalami peningkatan sebesar 3,8 persen apabila dibandingkan pada tahun

1993/94. Dengan berbagai keadaan tersebut, maka secara keseluruhan jumlah pembiayaan bagi

aparatur pemerintah juga terus mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan belanja

pegawai pusat dan belanja pegawai daerah. Gambaran lebih rinci dari perkembangan pembiayaan

aparatur pemerintah dapat diikuti dalam Tabel II.9.

Belanja Belanja Pengeluaranpegawai pegawai rutin

pusat daerah

REPELITA IV1984/85 3.046,80 1.680,10 4.726,90 9.429,00 50,11985/86 4.018,30 2.247,60 6.265,90 11.951,50 52,41986/87 4.310,60 2.410,20 6.720,80 13.559,30 49,61987/88 4.616,90 2.592,30 7.209,20 17.481,50 41,21988/89 4.998,20 2.778,60 7.776,80 20.739,00 37,5REPELITA V1989/90 6.201,50 3.338,10 9.539,60 24.331,10 39,21990/91 7.053,50 3.961,40 11.041,90 29.997,70 36,71991/92 8.102,50 4.519,80 12.622,30 30.227,60 41,81992/93 9.465,70 4.906,30 14.372,00 34.031,20 42,21993/94 11.213,70 6.418,50 17.632,20 38.799,30 45,4REPELITA VI1994/95 *) 13.010,50 6.665,30 19.675,80 42.350,80 46,5*) A P B N

Jumlah%

Tabel II.9PEMBIAYAAN APARATUR PEMERINTAH, 1984/85 - 1994/95

(dalam miliar rupiah)

Departemen Keuangan RI 100

Page 101: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

2.2.4.2. Pembiayaan operasional dan pemeliharaan

Pembangunan nasional yang berkesinambungan dan berdimensi jangka panjang tidak

hanya membutuhkan dana investasi yang semakin meningkat bagi pembangunan di berbagai

sektor saja, tetapi juga membutuhkan dana yang semakin meningkat pula bagi pembiayaan

operasional dan pemeliharaannya, sehingga berbagai aset negara dan hasil-hasil pembangunan

yang telah dicapai dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung kelancaraan

pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, serta untuk peningkatan jumlah

dan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Peningkatan pembiayaan operasional dan

pemeliharaan tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan pembiayaan operasional

sehubungan dengan adanya perubahan struktur organisasi pada beberapa instansi pemerintah dan

dibukanya beberapa kantor cabang instansi pemerintah di daerah dan kantor-kantor perwakilan

pemerintah di luar negeri, sehingga memerlukan tambahan prasarana dan sarana kerja yang

dibutuhkan, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kebutuhan dana bagi pembiayaan

operasionalnya.

Selain daripada itu peningkatan pembiayaan operasional dan pemeliharaan juga

disebabkan oleh semakin meningkatnya pembiayaan untuk pemeliharaan prasarana dan sarana

kerja serta proyek-proyek yang telahselesai dibangun. Pembiayaan untuk pemeliharaan aset-aset

negara tersebut tidak kalah pentingnya dengan investasi baru dalam mendukung kelancaran

pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, mengingat bahwa antara

pengadaan dan pemeliharaan kekayaan negara merupakan sarli kesatuan yang terpadu, yang tidak

dapat dipisahkan atau ditunda. Dengan pemeliharaan yang baik, selain dapat dicegah kerusakan

dini dari prasarana dan sarana kerja, juga diharapkan dapat meningkatkan dayaguna, hasilguna

dan manfaat yang optimal, serta memperpanjang umur ekonomis dari investasi yang telah

ditanamkan, yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan efisiensi

dan produktivitas sehingga mampu menunjang kelangsungan pembangunan nasional.

Sekalipun pembiayaan operasional dan pemeliharaan cenderung mengalami peningkatan

setiap tahunnya, namun pengalokasian dana tersebut senantiasa diupayakan tetap mengarah

kepada tercapainya dayaguna dan hasilguna yang optimal, sehingga keterbatasan kemampuan

keuangan negara dalam menyediakan dana tersebut tidak menjadi kendala dalam mendukung

kelancaran pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Dalam pengeluaran

Departemen Keuangan RI 101

Page 102: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

rutin, pembiayaan operasional dan pemeliharaan dialokasikan untuk belanja barang, baik belanja

barang dalam negeri maupun belanja barang luar negeri, belanja nonpegawai daerah, dan lain-

lain pengeluaran rutin di luar subsidi BBM.

Sejak awal pelaksanaan Repelita I (1969/1970) sampai dengan tahun pertama Repelita VI

(1994/1995), perkembangan belanja barang cenderung mengalami peningkatan sesuai dengan

perkembangan pembangunan yang memerlukan lebih banyak pembiayaan bagi kegiatan

operasional juga terus mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan belanja pegawai

pusat dan belanja pegawai daerah. Gambaran lebih rinci dari perkembangan pembiayaan aparatur

pemerintah dapat diikuti dalam Tabel II.9.

2.2.4.2. Pembiayaan operasional dan pemeliharaan

Pembangunan nasional yang berkesinambungan dan berdimensi jangka panjang tidak

hanya membutuhkan dana investasi yang semakin meningkat bagi pembangunan di berbagai

sektor saja, tetapi juga membutuhkan dana yang semakin meningkat pula bagi pembiayaan

operasional dan pemeliharaannya, sehingga berbagai aset negara dan hasil-hasil pembangunan

yang telah dicapai dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung kelancaraan

pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, serta untuk peningkatan jumlah

dan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Peningkatan pembiayaan operasional dan

pemeliharaan tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan pembiayaan operasional

sehubungan dengan adanya perubahan struktur organisasi pada beberapa instansi pemerintah dan

dibukanya beberapa kantor cabang instansi pemerintah di daerah dan kantor-kantor perwakilan

pemerintah di luar negeri, sehingga memerlukan tambahan prasarana dan sarana kerja yang

dibutuhkan, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kebutuhan dana bagi pembiayaan

operasionalnya.

Selain daripada itu peningkatan pembiayaan operasional dan pemeliharaan juga

disebabkan oleh semakin meningkatnya pembiayaan untuk pemeliharaan prasarana dan sarana

kerja serta proyek-proyek yang telah selesai dibangun. Pembiayaan untuk pemeliharaan aset-aset

negara tersebut tidak kalah pentingnya dengan investasi baru dalam mendukung kelancaran

pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, mengingat bahwa antara

pengadaan dan pemeliharaan kekayaan negara merupakan satu kesatuan yang terpadu, yang tidak

Departemen Keuangan RI 102

Page 103: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dapat dipisahkan atau ditunda. Dengan pemeliharaan yang baik, selain dapat dicegah kerusakan

dini dari prasarana dan sarana kerja, juga diharapkan dapat meningkatkan dayaguna, hasilguna

dan manfaat yang optimal, serta memperpanjang umur ekonomis dari investasi yang telah

ditanamkan, yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan efisiensi

dan produktivitas sehingga mampu menunjang kelangsungan pembangunan nasional.

Sekalipun pembiayaan operasional dan pemeliharaan cenderung mengalami peningkatan

setiap tahunnya, namun pengalokasian dana tersebut senantiasa diupayakan tetap mengarah

kepada tercapainya dayaguna dan hasilguna yang optimal, sehingga keterbatasan kemampuan

keuangan negara dalam menyediakan dana tersebut tidak menjadi kendala dalam mendukung

kelancaran pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Dalam pengeluaran

rutin, pembiayaan operasional dan pemeliharaan dialokasikan untuk belanja barang, baik belanja

barang dalam negeri maupun belanja barang luar negeri, belanja nonpegawai daerah, dan lain-

lain pengeluaran rutin di luar subsidi BBM.

Belanja Belanjabarang ai

SDO

REPELITA IV1984/85 1.182,80 203,2 32,9 1.418,901985/86 1.367,10 241,4 379,8 1.988,301986/87 1.366,50 239,5 174,4 1.780,401987/88 1.329,30 223,3 113,3 1.665,701988/89 1.491,60 259,1 138,2 1.888,90REPELITA V1989/90 1.701,60 228,3 217 2.146,901990/91 1.830,30 275,2 181,7 2.287,201991/92 2.372,70 314,4 454,7 3.141,801992/93 2.870,10 376,9 503,3 3.750,301993/94 3.042,40 377,6 459,3 3.879,30REPELITA VI1994/95 2) 3.750,50 429,6 525,2 4.705,30

2) A P B N

JumlahlainnyaTahun

1) Tidak termasuk subsidi BBM

rutin

Tabel II.10PEMBIAYAAN OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN, 1984/85 - 1994/95

(dalam miliar rupiah)Pengeluaran

Sejak awal pelaksanaan Repelita I (1969/1970) sampai dengan tahun pertama Repelita VI

(1994/1995), perkembangan belanja barang cenderung mengalami peningkatan sesuai dengan

perkembangan pembangunan yang memerlukan lebih banyak pembiayaan bagi kegiatan

Departemen Keuangan RI 103

Page 104: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

operasional dan pemeliharaan. Apabila dalam tahun 1969/70 realisasi belanja barang baru

mencapai sebesar Rp 50,3 miliar, maka dalam APBN 1994/95 dianggarkan sebesar Rp 3.750,5

miliar, yang berarti selama kurun waktu tersebut belanja barang mengalami peningkatan rata-rata

sebesar 18,8 persen setiap tahunnya. Sebagian besar dari peningkatan belanja barang tersebut

diperuntukkan bagi belanja barang dalam negeri, yang mengalami peningkatan untuk mendukung

ketersediaan sarana dan prasarana kerja, baik perangkat keras maupun perangkat lunak serta

pengadaan peralatan kantor guna memenuhi kebutuhan administrasi yang semakin meningkat di

berbagai instansi. Selain untuk belanja barang dalam negeri, peningkatan belanja barang juga

diperuntukkan bagi belanja barang luar negeri yang mengalami peningkatan sehubungan dengan

penambahan berbagai kantor perwakilan pemerintah di luar negeri, dan perkembangan nilai tukar

matauang dunia.

Selain disebabkan oleh peningkatan belanja barang, baik belanja barang dalam negeri

maupun belanja barang luar negeri, peningkatan pembiayaan operasional dan pemeliharaan juga

disebabkan oleh peningkatan anggaran untuk belanja nonpegawai daerah otonom. Peningkatan

anggaran tersebut berkaitan erat dengan semakin meningkatnya kebutuhan anggaran untuk

membantu pemerintah daerah, baik dalam membiayai kegiatan operasionalnya maupun bagi

pelayanan yang semakin meningkat kepada masyarakat umum, pengembangan perekonomian

daerah, serta penyediaan dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang merupakan wewenang dan

tanggung jawab pemerintah daerah. Pengalokasian dana tersebut antara lain dipergunakan untuk

subsidi belanja penyelenggaraan urusan dekonsentrasi dan pembantuan, untuk ganjaran daerah

tingkat I/daerah tingkat II/kotamadya/kota administratif, biaya dekonsentrasi kecamatan,

tunjangan kurang penghasilan aparat pemerintah desa, subsidi belanja pengembangan institusi,

serta lain-lain belanja nonpegawai daerah. Di samping itu peningkatan subsidi belanja

nonpegawai daerah otonom juga diperlukan untuk menampung subsidi belanja penyelenggaraan

urusan desentralisasi, terutama bagi subsidi/bantuan penyelenggaraan sekolah dasar negeri,

bantuan biaya operasional rumah sakit umum daerah, serta bantuan biaya pemetaan bahan galian

untuk menunjang usaha pertambangan daerah.

Subsidi/bantuan penyelenggaraan sekolah dasar negeri merupakan kelanjutan dari

kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan penghapusan sumbangan pembinaan

pendidikan sekolah dasar (SPP-SD). Sedangkan subsidi atau bantuan biaya operasional rumah

sakit umum daerah (SBBO-RSUD) digunakan untuk membantu pemerintah daerah dalam

Departemen Keuangan RI 104

Page 105: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan kepada masyarakat dan meningkatkan peranan

RSUD sebagai tempat memperoleh pelayanan kesehatan dengan penampilan dan lingkungan

yang bersih, sehat, tertib, dan terpelihara.

Selanjutnya selain menampung belanja barang dan belanja nonpegawai daerah, anggaran

pembiayaan operasional dan pemeliharaan juga menampung pengeluaran untuk lain-lain

pengeluaran rutin, di luar subsidi BBM. Anggaran tersebut penggunaannya diarahkan untuk

menunjang roda pemerintahan dan beberapa kegiatan lainnya, yaitu antara lain untuk biaya jasa

pos dan giro serta pengeluaran bebas porto, biaya penyelenggaraan Pemilu, serta bantuan lain-

lain, seperti bantuan rutin kepada KONI Pusat dan bantuan penanggulangan bencana alam.

Gambaran lebih rinci mengenai pembiayaan operasional dan pemeliharaan dapat diikuti dalam

Tabel II.10.

2.2.4.3. Pembayaran bunga dan cicilan hutang

2.2.4.3.1. Pembayaran hutang dalam negeri

Pembayaran hutang dalam negeri pada dasamya merupakan kewajiban pemerintah yang

timbul dari adanya hubungan kerja atau keterkaitan antara pemerintah dengan pihak-pihak lain di

dalam negeri, yang dalam beberapa hal mengakibatkan timbulnya hutang pemerintah.

Sejakawal Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita VI, perkembangan

pembayaran hutang dalam negeri cenderung mengalami peningkatan, sejalan dengan peningkatan

kegiatan operasional pemerintahan dan pembangunan. Apabila dalam tahun 1969/70 realisasi

pembayaran hutang dalam negeri baru mencapai sebesar Rp 1,7 miliar, maka dalam APBN

1994/95 telah meningkat menjadi sebesar Rp 317,4 miliar, yang berarti selama kurun waktu

tersebut pembayaran hutang dalam negeri mengalami peningkatan rata-rata sebesar 23,3 persen

per tahun. Meskipun sejak awal PJP I sampai dengan tahun pertama PJP II, pembayaran hutang

dalam negeri mempunyai kecenderungan meningkat setiap tahunnya, namun peranan jenis

pengeluaran ini terhadap pengeluaran rutin relatif sangat kecil, yaitu rata-rata sekitar 0,6 persen.

2.2.4.3.2. Pembayaran hutang luar negeri

Selain menampung kewajiban pembayaran kembali atas hutang pemerintah kepada pihak

Departemen Keuangan RI 105

Page 106: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

ketiga di dalam negeri, pembayaran bunga dan cicilan hutang juga menampung kewajiban

pembayaran kembali bunga dan cicilan hutang pemerintah kepada pihak lain di luar negeri, yakni

negara-negara atau lembaga-lembaga keuangan internasional yang telah memberikan

bantuan/pinjaman dana bagi pembiayaan pembangunan. Kewajiban tersebut timbul sebagai

akibat dari pemanfaatan hutang luar negeri untuk membiayai proyek-proyek pembangunan di

masa lalu, yang harus dibayar berhubung dengan berakhirnya masa tenggang waktu, dan telah

jatuh temponya masa pembayaran.

Pemanfaatan bantuan/pinjaman luar negeri untuk membiayai pembangunan merupakan

salah satu alternatif pembiayaan yang potensial bagi setiap negara. Indonesia yang telah

melaksanakan pembangunan nasionalnya secara terarah dan bertahap sejak awal Repelita I, juga

telah memanfaatkan bantuan luar negeri sebagai pelengkap bagi dana pembangunan yang

bersumber dari dalam negeri, yang pemanfaatannya diutamakan untuk pembangunan proyek-

proyek vital dan menyentuh kepentingan masyarakat luas, seperti prasarana dan sarana ekonomi.

Hasil dari pemanfaatan bantuan/pinjaman luar negeri yang diterima selama ini tidak saja

menciptakan landasan yang lebih kuat dan memberikan manfaat yang luas bagi kesejahteraan

masyarakat, tetapi juga mampu memperkukuh struktur dan meningkatkan pertumbuhan

perekonomian Indonesia pada tingkat yang cukup tinggi.

Menyadari besarnya manfaat hutang luar negeri bagi pencapaian berbagai sasaran

pembangunan, Pemerintah terus mengupayakan agar negara-negara dan lembaga-lembaga

keuangan internasional pemberi pinjaman tetap memiliki kepercayaan yang besar kepada

Indonesia. Upayaupaya tersebut dilaksanakan melalui pemanfaatan hutang luar negeri secara

baik, terutama untuk menunjang kegiatan ekonomi dan pembangunan proyek-proyek yang

berprioritas tinggi, produktif, dan berorientasi ekspor. Pemanfaatan hutang luar negeri yang

dilakukan secara bijaksana tersebut, selain dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas dan martabat

Indonesia di mata dunia internasional, juga dimaksudkan agar beban pembayaran kembali bunga

dan cicilan hutang luar negeri di masamasa mendatang tetap dalam batas kemampuan ekonomi

dan tidak menimbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran Indonesia. Selain daripada itu

upaya mempertahankan kepercayaan pemberi pinjaman juga dilakukan dengan cara memenuhi

kewajiban pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri secara tepat waktu dan jumlah,

sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Kebijaksanaan tersebut ditempuh mengingat

penundaan pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri akan menimbulkan berbagai

Departemen Keuangan RI 106

Page 107: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

masalah, antara lain menurunnya kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia yang

selanjutnya akan mempersulit untuk mendapatkan pinjaman dan pemasukan modal lainnya.

Untuk itu, Pemerintah senantiasa memegang teguh landasan kebijaksanaan pengelolaan hutang

luar negeri secara berhati-hati dan konsekuen, agar kredibilitas Indonesia dalam mengelola

hutang luar negerinya dapat dipertahankan, yang pada gilirannya akan memberikan manfaat yang

lebih besar bagi pembangunan nasional di masa-masa mendatang.

Kebijaksanaan dalam pengelolaan dan pembayaran kembali hutang luar negeri serta arah

perkembangan nilai tukar antar matauang yang terjadi sejak tahun pertama Repelita I sampai

dengan tahun pertama Repelita VI telah meningkatkan pembayaran bunga dan cicilan hutang luar

negeri setiap tahunnya. Dalam periode tersebut, pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri

telah mengalami peningkatan rata-rata sebesar 33,6 persen per tahun. Peningkatan tersebut

mencerminkan semakin besarnya pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri, baik dalam

jumlah maupun peranannya terhadap pengeluaran rutin secara keseluruhan. Besarya pembayaran

bunga dan cicilan hutang luar negeri tersebut selain dipengruhi oleh besarnya cicilan pokok dan

jumlah bunga atas pinjaman yang telah jatuh tempo pembayarannya, juga dipengamhi oleh

perkembangan nilai tukar, baik antar valuta asing, maupun antara valuta asing dengan rupiah.

Dalam Repelita I, Repelita II, dan Repelita III, pembayaran bunga dan cicilan hutang luar

negeri masih merupakan bagian kecil dari keseluruhan pengeluaran rutin, yaitu masing-masing

baru mencapai 9,3 persen, 11,8 persen, dan 17,3 persen. Memasuki tahun pertama Repelita IV,

beban pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tersebut mengalami peningkatan yang

cukup pesat, sehingga selama Repelita IV dan Repelita V peranannya terhadap keseluruhan

pengeluaran rutin masing-masing telah mencapai 41,2 persen dan 44,6 persen. Peningkatan yang

cukup pesat tersebut selain disebabkan oleh membesarnya jumlah pembayaran bunga dan cicilan

hutang luar negeri yang telah jatuh tempo, juga disebabkan penyesuaian nilai tukar rupiah

terhadap Dolar Amerika Serikat dalam tahun 1983 dan 1986 masing-masing sekitar 38 persen

dan 45 persen. Selain daripada itu meningkatnya pembayaran hutang luar negeri tersebut juga

erat kaitannya dengan depresiasi Dolar Amerika Serikat terhadap matauang kuat dunia,

khususnya Yen dan Deutsche Mark. Berbagai perkembangan tersebut telah meningkatkan

pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri dari sebesar Rp 2.072,8 miliar dalam tahun

terakhir Repelita III menjadi sebesar Rp 10.862,6 miliar dalam tahun terakhir Repelita IV, dan

peranannya dalam keseluruhan pengeluaran rutin meningkat dari sebesar 24,6 persen dalam tahun

Departemen Keuangan RI 107

Page 108: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

anggaran 1983/84 menjadi sebesar 52,4 persen dalam tahun anggaran 1988/89.

Sementara itu selama Repelita V realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang luar

negeri juga mengalami peningkatan dari Rp 11.789,9 miliar dalam tahun 1989/90 menjadi

sebesar Rp 17.167,1 miliar dalam tahun 1993/94. Dengan demikian selama periode tersebut

pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri telah mengalami peningkatan rata-rata sekitar

10 persen setiap tahunnya. Sebagaimana dalam Repelita IV, peningkatan pembayaran bunga dan

cicilan hutang luar negeri selama Repelita V tersebut, di samping disebabkan oleh semakin

banyaknya hutang luar negeri yang telah jatuh tempo, juga diakibatkan oleh apresiasi Yen

terhadap Dolar Amerika Serikat dan Dolar Amerika Serikat terhadap rupiah, sehingga jumlah

rupiah yang harus disediakan untuk pembayaran hutang tersebut juga semakin meningkat.

Sekalipun demikian, dalam rentang waktu Repelita V, peranan pembayaran bunga dan cicilan

hutang luar negeri terhadap realisasi pengeluaran rutin mengalami penurunan dari sebesar 48,5

persen dalam tahun anggaran 1989/90 menjadi sebesar 44,2 persen dalam tahun anggaran

1993/94. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh lebih cepatnya peningkatan pengeluaran

rutin keseluruhan dibandingkan dengan peningkatan pembayaran bunga dan cicilan hutang luar

negeri. Sementara itu dalam APBN 1994/95, pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri

mencapai sebesar Rp 17.652,3 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar 2,8 persen

bila dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun mengalami peningkatan dalam jumlah, namun

peranannya terhadap pengeluaran rutin secara keseluruhan mengalami penurunan dari tahun

sebelumnya, yaitu menjadi sebesar 41,7 persen. Perkembangan realisasi pembayaran bunga dan

cicilan hutang luar negeri serta peranannya terhadap pengeluaran rutin dan anggaran belanja

negara secara keseluruhan dapat diikuti dalam Tabel II.11.

Departemen Keuangan RI 108

Page 109: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Bunga dan Pengeluaran Anggaranhutang rutin belanja

luar negeri negara-1 -2 -3 -5 -6

REPELITA I1969/70 12,7 216,5 334,7 3,81970/71 23,6 288,2 457,9 5,21971/72 41 349,1 545 7,51972/73 46 438,1 736,3 6,21973/74 62,5 713,3 1.164,20 5,4REPELITA II1974/75 67,3 1.016,10 1.977,90 3,41975/76 71,7 1.332,60 2.730,30 2,61976/77 165,1 1.629,80 3.684,30 4,51977/78 221 2.148,90 4.305,70 5,11978/79 525,7 2.743,70 5.299,30 9,9REPELITA III1979/80 647,6 4.061,80 8.076,00 81980/81 754 5.800,00 11.716,10 6,41981/82 915,3 6.977,60 13.917,70 6,61982/83 1.204,70 6.996,30 14.355,90 8,41983/84 2.072,80 8.411,80 18.311,00 11,3REPELITA IV1984/85 2.737,20 9.429,00 19.380,90 14,11985/86 3.303,10 11.951,50 22.824,60 14,51986/87 5.058,10 13.559,30 21.891,30 23,11987/88 8.165,50 17.481,50 26.958,90 30,31988/89 10.862,60 20.739,00 32.989,70 32,9REPELITA V1989/90 11.789,90 24.331,10 38.165,40 30,91990/91 13.145,10 29.997,70 49.449,70 26,21991/92 13.182,50 30.227,60 51.991,80 25,41992/93 14.942,00 34.031,20 58.166,00 25,71993/94 17.167,10 38.799,30 64.460,40 26,6REPELITA VI1994/95 *) 17.652,30 42.350,80 69.749,10 25,3*) A P B N

46,752,4

48,543,8

24,6

2927,637,3

10,319,2

15,913

8,8

6,65,4

10,1

5,98,2

11,710,5

Tabel II.11PERANAN PEMBAYARAN BUNGA DAN CICILAN HUTANG LUAR NEGERITERHADAP PENGELUARAN RUTIN DAN ANGGARAN BELANJA NEGARA

1969/70 - 1994/95(dalam miliar rupiah)

Tahun

43,643,944,2

41,7

% %

13,117,2

-4

2.2.4.4. Subsidi

Pada dasarnya pemberian subsidi ditujukan untuk memantapkan stabilitas perekonomian,

khususnya stabilitas harga. Salah satu program pemerintah di dalam menjaga stabilitas ekonomi

adalah dengan memberikan subsidi terhadap beberapa komoditi strategis, terutama bahan-bahan

Departemen Keuangan RI 109

Page 110: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kebutuhan pokok masyarakat, yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan laju inflasi.

Pemberian subsidi tersebut diharapkan dapat menjamin tersedianya bahan-bahan kebutuhan

pokok masyarakat dalam jumlah yang mencukupi dan harga yang stabil dan terjangkau oleh daya

beli masyarakat. Namun demikian, mengingat setiap pemberian subsidi berarti pula berkurangnya

dana bagi peningkatan kegiatan pembangunan, maka subsidi tersebut harus diberikan dalam

batas-batas kewajaran dan hanya untuk hal-hal yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak serta

disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.

Selama PJP I, Pemerintah pernah memberikan subsidi pangan, antara lain subsidi teras

dan subsidi impor gandum. Sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat, persediaan beras

nasional perlu dijaga agar tersedia dalam jumlah yang cukup dan diusahakan agar harganya dapat

dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena produksi beras nasional belum

mencukupi, maka untuk memenuhi kebutuhan teras dalam negeri masih diperlukan impor.

Subsidi beras tersebut diberikan untuk menjaga harga beras tetap stabil dan pada tingkat yang

dapat terjangkau oleh seluruh rakyat, terutama golongan ekonomi lemah.

Selain subsidi beras, subsidi pangan diberikan melalui subsidi impor gandum, yang

dimaksudkan untuk menjaga harga gandum yang sesuai dengan daya beli masyarakat dan

dimaksudkan untuk mendukung upaya penganekaragaman bahan makanan serta mengurangi

ketergantungan pada konsumsi beras. Selain itu, pemberian subsidi impor gandum juga ditujukan

untuk mendorong pertumbuhan industri makanan dalam negeri, yang sebagian besar bahan

bakunya adalah gandum. Subsidi beras dan gandum tersebut pertama kali diberikan dalam tahun

1973/74 dan mencapai tingkat tertinggi dalam tahun 1980/81, yaitu sebesar Rp 281,7 miliar.

Tingginya subsidi pangan dalam tahun 1980/81 tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan

harga beras di luar negeri dan lebih tingginya impor beras yang diperlukan karena terbatasnya

produksi di dalam negeri. Dengan tercapainya swasembada beras dan semakin meningkatnya

daya beli masyarakat, maka sejak tahun terakhir Repelita III (1983/84), alokasi pengeluaran rutin

untuk subsidi pangan tidak disediakan lagi.

Di samping pemberian subsidi pangan, selama PJP I telah pula diberikan subsidi bahan

bakar minyak (BBM). Subsidi BBM diberikan karena BBM merupakan sumber energi yang

cukup strategis bagi penggerak roda perekonomian nasional, mengingat peningkatan harga BBM

mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap stabilitas ekonomi. Subsidi BBM merupakan

Departemen Keuangan RI 110

Page 111: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

selisih antara hasil penjualan BBM dalam negeri dengan seluruh biaya pengadaan BBM yang

harus dikeluarkan. Oleh karena itu, besar kecilnya subsidi BBM sangat ditentukan oleh hasil

penjualan BBM dalam negeri, yang besarnya tergantung kepada harga penjualan dan jumlah

konsumsi BBM di dalam negeri. Selain daripada itu subsidi BBM juga ditentukan oleh biaya

pengadaan BBM, yang besarnya dipengaruhi oleh biaya pembelian minyak mentah, biaya

pengolahan, dan biaya distribusi BBM. Mengingat biaya pembelian minyak mentah merupakan

komponen terbesar dalam pengadaan BBM, maka subsidi BBM yang diberikan seringkali

berbeda dengan perhitungan semula karena pengaruh gejolak harga minyak mentah di pasar

internasional yang sulit diduga arahnya.

Subsidi BBM diberikan sejak tahun 1977/78, namun kebutuhan subsidi BBM yang cukup

besar mulai dirasakan sejak awal Repelita III, sehubungan dengan harga minyak mentah yang

terus meningkat dengan cukup cepat. Sementara itu dalam Repelita IV, subsidi BBM cenderung

mengalami penurunan, sebagai akibat dari penurunan harga minyak mentah dunia dan kenaikan

harga penjualan BBM dalam negeri. Bahkan dalam tahun 1986/87, dimana harga minyak mentah

jauh lebih rendah dari harga yang ditetapkan dalam APBN, diperoleh laba bersih minyak (LBM)

sebesar Rp 1.010,0 miliar. Subsidi BBM terbesar diperoleh dalam tahun 1990/91 yang mencapai

Rp 3.301,0 miliar. Besarnya subsidi BBM tersebut selain disebabkan oleh peningkatan harga

minyak mentah di pasar internasional akibat terjadinya krisis teluk, juga disebabkan

meningkatnya konsumsi BBM dalam negeri yang cukup tinggi.

Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas pengeluaran rutin, penghematan

pemakaian devisa negara, serta mencegah pemborosan penggunaan energi dan mendukung

kebijaksanaan diversifikasi energi, maka secara berkala telah diupayakan pengurangan subsidi

BBM melalui penyesuaian harga jual BBM dalam negeri pada tingkat yang wajar. Penyesuaian

harga jual BBM selama Repelita V telah dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu dalam tahun 1990,

1991, dari 1993. Dengan berbagai upaya tersebut dan dengan adanya kecenderungan penurunan

harga minyak mentah dalam beberapa tahun terakhir Repelita V, maka realisasi subsidi BBM

dalam tahun 1991/92 dari 1992/93 cenderung mengalami penurunan pula, bahkan dalam tahun

1993/94 diperoleh LBM sebesar Rp 2.519,0 miliar. Sementara itu dalam APBN 1994/95 alokasi

pengeluaran rutin untuk subsidi BBM tidak disediakan. Perkembangan subsidi pangan dari

subsidi BBM sejak tahun anggaran 1969/70 sampai dengan tahun anggaran 1994/95 dapat dilihat

pada Tabel II.12.

Departemen Keuangan RI 111

Page 112: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Subsidi SubsidiPangan bahan bakar

minyak

REPELITA I1969/70 - -1970/71 - -1971/72 - -1972/73 - -1973/74 153,4 -REPELITA II1974/75 141 -1975/76 50 -1976/77 39,1 -1977/78 - 65,11978/79 43,5 197REPELITA III1979/80 124,9 534,91980/81 281,7 1.021,701981/82 223,5 1.316,401982/83 1,1 961,51983/84 - 928,1REPELITA IV1984/85 - 506,71985/86 - 374,21986/87 - -1987/88 - 401,81988/89 - 133,1REPELITA V1989/90 - 705,91990/91 - 3.301,001991/92 - 1.029,701992/93 - 691,81993/94 - -REPELITA VI1994/95 *) - -*) A P B N

Tabel II.12SUBSIDI PANGAN DAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK,

1969/70 - 1994/95(dalam miliar rupiah)

Tahun

2.2.5. Tabungan pemerintah

Selama 25 tahun pertama, pembangunan nasional telah berhasil meletakkan landasan

yang kukuh bagi kelanjutan pelaksanaan pembangunan tahap berikutnya. Keberhasilan

pembangunan tersebut tidaklah terlepas dari dana pembangunan yang dapat dihimpun melalui

anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam jumlah yang cukup besar selama

Departemen Keuangan RI 112

Page 113: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pelaksanaan pembangunan jangka panjang pertama. Hasil-hasil yang telah dicapai ini merupakan

modal dasar dalam memasuki era tinggal landas dalam Repelita VI, yang juga merupakan

kerangka landasan bagi pembangunan jangka panjang kedua. Dana pembangunan yang dapat

dihimpun tersebut, dalam setiap tahunnya selalu berpedoman pada GBHN, yaitu diutamakan

bersumber dari dalam negeri, dengan sumber dari luar negeri hanya sebagai pelengkap dan

digunakan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan yang produktif sesuai prioritas dan

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Sebagai salah satu sumber

dana dari dalam negeri, besarnya tabungan pemerintah yang dapat dihimpun, yang merupakan

selisih antara penerimaan dalam negeri dari pengeluaran rutin, sangat berkaitan erat dengan

upaya untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri dari efisiensi pengeluaran rutin.

Peningkatan tabungan pemerintah setiap tahunnya menunjukkan peningkatan kemampuan

sektor pemerintah dalam meningkatkan pembiayaan pembangunan melalui pengerahan dana yang

bersumber dari dalam negeri, dan dalam upaya peningkatan efisiensi dari efektivitas pengeluaran

rutin. Peningkatan tabungan pemerintah hanya dapat terjadi apabila tingkat kenaikan penerimaan

dalam negeri lebih besar dari tingkat kenaikan pengeluaran rutin. Selama PJP I, selisih yang

paling tinggi antara rata-rata kenaikan penerimaan dalam negeri dengan rata-rata kenaikan

pengeluaran rutin terjadi dalam Repelita I, yaitu sebesar 6,5 persen. Sedangkan dalam Repelita II

dari Repelita III selisih angka tersebut menurun, masing-masing menjadi sebesar negatif 3,3

persen dari 1,2 persen. Penurunan tersebut disebabkan tingkat perkembangan penerimaan dalam

negeri yang lebih rendat dibandingkan dengan tingkat perkembangan pengeluaran rutin.

Menurunnya harga minyak mentah di pasar internasional yang mulai terjadi sejak akhir Repelita

III dari terus memburuk hingga mencapai tingkat terendahnya dalam tahun 1986, telah

menyebabkan penerimaan dalam negeri yang pada saat itu masih bertumpu pada penerimaan

migas menurun dengan tajam. Dengan keadaan ini, selisih antara rata-rata kenaikan penerimaan

dalam negeri dengan rata-rata kenaikan pengeluaran rutin dalam Repelita IV menjadi sebesar

negatif 12,1 persen, dimana selisih negatif terbesar terjadi dalam tahun 1986/87 yaitu sebesar

negatif 29,7 persen. Dengan semakin stabilnya penerimaan dalam negeri yang didukung oleh

penerimaan pajak dalam Repelita V, selisih rata-rata kenaikan penerimaan dalam negeri dan rata-

rata kenaikan pengeluaran rutin kembali meningkat menjadi sebesar 3,7 persen. Secara

keseluruhan selisih antara rata-rata kenaikan penerimaan dalam negeri dengan rata-rata kenaikan

penge1uaran rutin selama pembangunan jangka panjang pertama adalah sebesar 1,0 persen.

Departemen Keuangan RI 113

Page 114: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Kenaikan tabungan pemerintah yang cepat pada awal pembangunan jangka panjang

pertama berkaitan erat dengan peningkatan penerimaan dalam negeri yang didukung oleh

peningkatan harga minyak mentah. Sedangkan makin rendahnya peningkatan tabungan

pemerintah dalam Repelita III dan Repelita IV terutama disebabkan oleh merosotnya harga

minyak mentah dan belum dapat diandalkannya penerirnaan sektor nonmigas, terutama yang

berasal dari sektor perpajakan. Tabungan pemerintah dalam Repelita I mengalami kenaikan rata-

rata sebesar 74,9 persen per tahun, sedangkan dalam RepeIita II, Repelita III, dan Repe1ita IV

peningkatan tabungan pemerintah rnenurun menjadi masing-masing sebesar 19,9 persen, 22,9

persen, dan negatif 23,1 persen per tahun. Menghadapi situasi demikian, untuk memperkuat

struktur perekonomian nasional, sejak tahun 1983 Pemerintah mengambil berbagai langkah

kebijalan ekonomi. Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan penerimaan dalam negeri, dalam

tahun 1983 Pemerintah melakukan reformasi di bidang perpajakan. Di masa mendatang, berbagai

kebijaksanaan tersebut diharapkan akan meningkatkan penerimaan nonmigas, terutama yang

berasal dari sektor perpajakan. Harapan tersebut tidak sia-sia, bahkan dalam Repelita V berbagai

upaya tersebut telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Peningkatan tabungan

pemerintah yang dalam Repelita IV sempat berkembang negatif, dalam Repelita V telah

membaik kembali menjadi sebesar 32,2 persen. Dalam perkernbangannya, tabungan pemerintah

yang berhasil dihimpun dalam Repelita I, Repelita II, dan Repelita III, masing-masing mencapai

sebesarRp 566,9 miliar, Rp 5.832,0 miliar, dan Rp 23.739,9 miliar. Sedangkan dalam Repelita

IV, tabungan pemerintah yang berhasil dihimpun mengalami sedikit penurunan, yaitu hanya

mencapai Rp 21.946,2 miliar atau sekitar 92 persen dari realisasinya dalam Repelita sebelumnya.

Namun demikian, dalam Repelita V tabungan pemerintah telah rnenjadi lebih 2 kali lipat dari

realisasinya dalam Repelita sebelumnya, yaitu mencapai sebesar Rp 52.216,4 miliar. Peningkatan

yang cukup pesat ini merupakan hasil dari pelaksanaan kebijaksanaan, penyempurnaan dan

pemantapan kelembagaan, serta langkah-langkah kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi

selama pembangunan jangka panjang pertama.

Khusus dalam Repelita V, berbagai penyempurnaan kebijaksanaan dalam upaya untuk

mendorong peningkatan kemandirian pembiayaan pembangunan telah menunjukkan hasilnya.

Dalam mendukung peningkatan penerimaan dalam negeri, peranan penerimaan di luar migas

telah dapat menggantikan peranan penerimaan migas. Keberhasilan ini terutama disebabkan oleh

meningkatnya kemampuan sektor perpajakan dalam memobilisir berbagai potensi objek dan

Departemen Keuangan RI 114

Page 115: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

subjek pajak, di samping relatif stabilnya harga minyak mentah di pasar internasional. Selain itu,

peningkatan efisiensi dalam alokasi penge1uaran rutin juga telah mendorong tingkat kenaikan

penerimaan dalam negeri lebih besar dari tingkat kenaikan pengeluaran rutin. Keberhasilan ini

menyebabkan tabungan pemerintah dalam tahun pertama Repelita V telah menjadi hampir 2 kali

lipat dibandingkan dengan realisasi dalam tahun sebelumnya, yaitu mencapai sebesar Rp 4.408,7

miliar atau meningkat sebesar 94,6 persen. Dalam tahun 1990/91, yang merupakan tahun kedua

Repelita V, tabungan pemerintah bahkan telah menjadi lebih dari 2 kali lipat dibandingkan

dengan realisasinya pada awal Repelita V, yaitu menjadi sebesar Rp 9.548,7 miliar atau

meningkat sebesar 116,6 persen.

Meningkatnya tabungan pemerintah dalam tahun 1990/91 bahkan telah memungkinkan

dihimpunnya cadangan anggaran pembangunan (CAP) sebesar Rp 2.000,0 miliar. Peningkatan

tabungan pemerintah ini terus berlanjut, dan dalam tahun ketiga Repelita V tabungan pemerintah

meningkat sebesar 18,9 persen menjadi sebesar Rp 11.357,2 miliar, sehingga berhasil pula

dihimpun CAP sebesar Rp 1.500,0 miliar. Dengan keberhasilan menghimpun CAP dalam tahun

1990/91 dan 1991/92 menjadi berjumlah sebesar Rp 3.500,0 miliar, berarti Pemerintah memiliki

cadangan anggaran pembangunan guna berjaga-jaga, dan dipergunakan apabila diperlukan

tambahan anggaran akibat tidak tercapainya rencana penerimaan migas, dan/atau tidak dapat

direalisasikannya rencana penerimaan negara yang bersumber dari bantuan luar negeri.

Selanjutnyadalam tahun keempat Repelita V tabungan pemerintah yang berhasil

dihimpun meningkat sebesar 18,2 persen menjadi sebesar Rp 13.421,3 miliar. Sedangkan dalam

tahun terakhir Repelita V tabungan pemerintah meningkat menjadi sebesar Rp 13.480,5 miliar,

atau meningkat hanya sebesar 0,4 persen dibandingkan dengan realisasi dalam tahun sebelumnya.

Rendahnya peningkatan tabungan pemerintah tersebut disebabkan oleh tidak tercapainya rencana

penerimaan migas. Dalam kaitan ini, penggunaan sebagian CAP yang berhasil dihimpun dalam

tahun 1990/91 dan 1991/92 telah memungkinkan program pembagunan dalam tahun tersebut

tetap berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Sejalan dengan meningkatnya tabungan pemerintah, kemampuan keuangan negara dalam

membiayai pembangunan juga cendernng meningkat pula. Hal ini tercermin dari peningkatan

peranan tabungan pemerintah dalam dana pembangunan, dan komposisi pembiayaan

pembangunan yang lebih bertumpu pada pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri. Peranan

Departemen Keuangan RI 115

Page 116: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tabungan pemerintah dalam dana pembangunan dalam Repelita I, Repelita II, dan Repelita III,

masing-masing adalah sebesar 44,5 persen, 63,7 persen, dan 69,5 persen. Sedangkan dalam

Repelita IV peranan tabungan pemerintah dalam dana pembangunan sedikit mengalami

penurunan menjadi sebesar 43,1 persen. Hal ini disebabkan oleh turunnya laju kenaikan

penerimaan dalam negeri, khususnya dari sektor migas sebagai akibat turunnya harga minyak

mentah yang cukup tajam. Sementara itu dengan membaiknya harga migas dan makin mantapnya

penerimaan dalam negeri dari sektor pajak dan penerimaan nonmigas lainnya, peranan tabungan

pemerintah dalam dana pembangunan selama pelaksanaan Repelita V telah meningkat kembali

menjadi sebesar 50,7 persen, sehingga dana pembangunan yang berhasil dihimpun dalam

Repelita V mencapai sebesar Rp 103.047,0 miliar, atau meningkat sebesar 102,5 persen dari

realisasi Repelita sebelumnya.

Tabungan pemerintah sebesar Rp 52.216,4 miliar yang berhasil dihimpun dalam Repelita

V berasal dari selisih antara penerimaan dalam negeri sebesar Rp 209.603,3 miliar dan

pengeluaran rutin sebesar Rp 157.386,9 miliar, dimana bila dibandingkan dengan Repelita

sebelumnya tabungan pemerintah tersebut mengalami peningkatan sebesar 137,9 persen, atau

mencapai lebih dua kali lipat dari realisasi Repelita sebelumnya. Sementara itu dalam tahun

1994/95, yang merupakan tahun pertama Repelita VI, tabungan pemerintah yang dapat dihimpun

direncanakan mencapai sebesar Rp 17.386,3 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 29,0

persen bila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun sebelumnya. Dalam Tabel 11.13 dapat

diikuti perkembangan tabungan pemerintah sejak Repelita I sampai dengan Repelita V dan tahun

pertama Repelita VI (APBN 1994/95).

2.2.6. Pengeluaran pembangunan

Anggaran belanja pembangunan, di dalam kerangka manajemen pembangunan nasional,

mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai sasaran-sasaran pokok pembangunan

sebagaimana yang direncanakan di dalam setiap tahapan pembangunan lima tahun (Repelita). Hal

ini terutama karena melalui anggaran belanja pembangunan, berbagai program pembangunan dan

sasaran-sasaran indikatif yang tercantum di dalam Repelita dijabarkan secara operasional di

dalam bentuk proyek-proyek pembangunan dan rencana pembiayaan yang lebih konkrit dan

realistis sesuai dengan kemampuan pengerahan sumber-sumber keuangan negara. Sebagai piranti,

Departemen Keuangan RI 116

Page 117: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

utama kebijaksanaan fiskal, anggaran belanja pembangunan di dalam APBN mempunyai

pengaruh yang cukup kuat di dalam menentukan, baik arah dan pola alokasi sumber daya

ekonomi antar bidang, antar sektor, dan antar kegiatan dalam masyarakat, maupun distribusi hasil

pembangunan. Demikian pula dari segi jumlah maupun dari strategi alokasinya, pengeluaran

pembangunan mempunyai pengaruh terhadap arah perkembangan ekonomi di berbagai bidang,

baik produksi dan kesempatan kerja, maupun distribusi pendapatan dan pemerataan

pembangunan, serta kestabilan nasional.

Sejalan dengan bertambah besarnya kemampuan keuangan negara dan semakin

meluasnya program pembangunan yang dilaksanakan dalam sektor pemerintah, jumlah anggaran

pembangunan senantiasa menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Apabila dalam Repelita

I realisasi anggaran pembangunan baru mencapai sebesar Rp 1.232,9 miliar, maka dalam Repelita

V jumlah anggaran pembangunan telah mencapai sebesar Rp 101.346,4 miliar. Ini berarti bahwa

dalam kurun waktu dua puluh lima tahun pembangunan jangka panjang tahap pertama, yaitu dari

periode Repelita I sampai dengan Repelita V, realisasi anggaran pembangunan telah meningkat

lebih dari 82 kali lipat. Dengan perkembangan tersebut, maka secara keseluruhan realisasi

anggaran pembangunan selama PJP I mencapai sebesar Rp 196.720,0 miliar, atau mengalami

kenaikan rata-rata 25,1 persen pertahun. Sementara itu dalam tahun pertama PJP II, anggaran

belanja pembangunan diperkirakan mencapai sebesar Rp 27.398,3 millar, yang berarti naik

sebesar Rp 1.737,2 miliar atau sekitar 7 persen apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam

tahun terakhir PJP I (1993/94).

Departemen Keuangan RI 117

Page 118: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

-1 -2REPELITA I1969/70 27,21970/71 53,9 26,71971/72 78,9 251972/73 152,5 73,61973/74 254,4 101,9REPELITA II1974/75 737,6 483,21975/76 909,3 171,71976/77 1.276,20 366,91977/78 1.386,50 110,31978/79 1.522,40 135,9REPELITA III1979/80 2.635,101980/81 4.427,001981/82 5.235,00 8081982/83 5.422,00 1871983/84 6.020,90 598,9REPELITA IV1984/85 6.476,50 455,61985/86 7.301,30 824,81986/87 2.581,301987/88 3.321,80 740,51988/89 2.265,30 -1.056,50REPELITA V1989/90 4.408,701990/91 9.548,701991/92 11.357,201992/93 13.421,301993/94 13.480,50 59,2REPELITA VI1994/95 *) 17.386,30*) A P B N

JumlahKenaikan (+) /Penurunan (-)

2.143,405.140,001.808,502.064,10

-4.720,00

1.112,601.792,00

3.905,80

Tahun-3

Tabel II.13TABUNGAN PEMERINTAH, 1969/70 -1994/95

(dalam miliar rupiah)

Dengan terbatasnya dana pembangunan bila dibandingkan dengan kebutuhan investasi,

maka anggaran pembangunan diarahkan pemanfaatannya bagi proyek-proyek yang produktif,

dalam arti menghasilkan nilai produksi yang lebih besar daripada nilai investasinya. Dalam

pelaksanaan fungsi alokasi tersebut, penentuan skala prioritas senantiasa didasarkan kepada

strategi pembangunan seperti yang tertuang dalam GBHN dan Repelita, dimana prioritas

pembangunan dititikberatkan pada pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan

Departemen Keuangan RI 118

Page 119: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya. Dengan kerangka

acuan tersebut, prioritas pengeluaran pembangunan diberikan kepada penyediaan prasaraha dasar,

yang berguna untuk mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat, baik secara

langsung maupun tidak langsung, seperti pembangunan prasarana perhubungan, pengairan,

kelistrikan, telekomunikasi, serta pendidikan. Dengan tersedianya prasarana dasar tersebut

diharapkan kegiatan perekonomian masyarakat, seperti perdagangan, penanaman modal, dan

kegiatan ekonomi lainnya dapat lebih didorong, sehingga mampu pula menunjang penciptaan

kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu dalam usaha mendayagunakan sumber-sumber ekonomi yang tersedia

seoptimal mungkin dan untuk mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan

anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), berbagai ketentuan tentang pelaksanaan

anggaran dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1984 telah disesuaikan

dan disempurnakan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994

tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. Berdasarkan kepada ketentuan

baru tersebut, pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip (a) hemat,

tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang dipersyaratkan, (b) terarah dan

terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan, serta fungsi setiap departemen/lembaga,

serta (c) semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan

kemampuan/potensi nasional.

Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan fungsi distribusi, alokasi anggaran pembangunan

diarahkan antara lain kepada berbagai program bantuan pembangunan daerah yang tercakup

dalam program Inpres serta pembangunan daerah yang dibiayai dengan dana PBB. Di samping

secara langsung menjangkau golongan masyarakat berpendapatan rendah, proyek-pfoyek

pembangunan yang tercakup dalam program Inpres tersebut sejauh mungkin diusahakan agar

sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah, dan dalam pelaksanaannya sejauh mungkin

melibatkan pengusaha dan masyarakat daerah.

Melalui anggaran belanja pembangunan juga selalu diusahakan terpeliharanya kestabilan

ekonomi, antara lain dengan membentuk cadangan anggaran pembangunan (CAP), dalam hal

terdapat kelebihan penerimaan negara dari yang diperkirakan dalam jumlah yang cukup besar,

dan memanfaatkan dana cadangan tersebut dalam hal realisasi penerimaan negara tidak mencapai

Departemen Keuangan RI 119

Page 120: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sasaran yang diperkirakan dalam APBN-nya. Selama PJP I, dana CAP yang berhasil dihimpun

berjumlah Rp 3,5 triliun, yang berasal dari dana CAP tahun anggaran 1990/91 sebesar Rp 2,0

triliun dan dana CAP tahun anggaran 1991/92 sebesar Rp 1,5 triliun. Dana CAP tersebut sebagian

telah digunakan untuk menutup defisit anggaran 1991/92 sebesar Rp 1,5 triliun. Dana CAP

tersebut sebagiantelah digunakan untuk menutup defisit anggaran yang timbul dalam pclaksanaan

APBN 1993/94 sebesar Rp 1,8 triliun, sehingga posisi dana CAP pada awal tahun Repelita VI

menunjukkan jumlah sebesar Rp 1,7 triliun. Keseluruhan alokasi anggaran pembangunan tersebut

secara lebih rinci dapat dilihat pada alokasi anggaran pembangunan berdasarkan sektor dan

subsektor, berdasarkan jenis pembiayaan, serta pengeluaran pembangunan atas dasar sumber

pembiayaan.

2.2.6.1. Pengeluaran pembangunan berdasarkan sektor dan subsektor

Sebagai rencana operasional tahunan Repelita di sektor pemerintah, anggaran belanja

pembangunan dalam APBN secara sektoral dialokasikan ke berbagai sektor dan subsektor sesuai

dengan urutan prioritas kebijaksanaan pembangunan sebagaimana yang ditetapkan di dalam

GBHN dan Repelita. Dalam Repelita I, sesuai dengan arah kebijaksanaan pembangunan yang

menitikberatkan pada upaya pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, peningkatan kesejahteraan

masyarakat, serta penyediaan sarana dan prasarana dasar guna menunjang pertumbuhan ekonomi,

dengan penekanan pada program rehabilitasi produksi dan program stabilisasi ekonomi, prioritas

alokasi anggaran pembangunan terutama diarahkan pada upaya peningkatan produksi hasil-hasil

pertanian, khususnya beras, melalui pembukaan dan perluasan areal persawahan, pembangunan

jaringan irigasi dan bendungan, serta penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana dasar

yang dibutuhkan masyarakat secara luas.

Dalam Repelita kedua, dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan kesempatan

berusaha, mendorong pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan penyediaan

sarana dan prasarana dasar, serta memperluas penyediaan fasilitas pelayanan umum bagi

masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan, prioritas alokasi anggaran pembangunan dalam

periode tersebut diberikan pada sektor pertanian, sektor perhubungan dan pariwisata, sektor

pembangunan daerah, desa dan kota, sektor pertambangan dan energi, sektor pengembangan

dunia usaha, serta sektor pendidikan dan kebudayaan.

Departemen Keuangan RI 120

Page 121: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Selanjutnya guna mewujudkan tercapainya swasembada pangan, dalam Repelita III

anggaran belanja pembangunan tetap diprioritaskan pada sektor pertanian dan sektor industri

yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Di samping itu dalam upaya pemerataan hasil-

hasil pembangunan, perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta peningkatan

kesejahteraan rakyat banyak, prioritas alokasi belanja pembangunan juga diarahkan untuk

mendukung berbagai program-program pemerataan sebagai penjabarandan wujud nyata dari

program 8 jalur pemerataan.

Dengan berbekal keberhasilan dalam pencapaian swasembada pangan di sektor pertanian

pada akhir Repelita III, maka sebagai kelanjutan dan peningkatan dari Repelita-repelita

sebelumnya, anggaran belanja pembangunan dalam Repelita IV tetap diletakkan pada sektor

pertanian untuk memantapkan swasembada pangan di samping untuk meningkatkan industri yang

dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan,

yang terus dikembangkan dalam Repelita-repelita selanjutnya. Kemudian, sebagai tahap terakhir

dari pelaksanaan PJP I, dalam rangka mewujudkan terciptanya struktur ekonomi yang seimbang

antara industri dan pertanian, dalam Repelita V alokasi anggaran belanja pembangunan

diprioritaskan pada pembangunan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian untuk

melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil

pertanian lainnya, di samping pembangunan sektor industri, khususnya industri yang banyak

menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat

menghasilkan mesin-mesin industri.

Berdasarkan kebijaksanaan pembangunan nasional sebagaimana diuraikan di atas, selama

PJP I bagian terbesar alokasi anggaran belanja pembangunan diarahkan kepada lima sektor

prioritas, yaitu sektor perhubungan dan pariwisata, sektor pertanian dan pengairan, sektor

pertambangan dan energi, sektor pembangunan daerah, desa dan kota, serta sektor pendidikan,

generasi muda, kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sebagai salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan,

pengembangan dan penyediaan prasarana dan sarana perhubungan dan komunikasi senantiasa

ditingkatkan dan diperluas agar mampu memperlancar mobilitas barang, jasa, manusia, dan

informasi yang mampu menjangkau ke seluruh wilayah tanah air. Untuk menunjang tercapainya

sasaran tersebut, alokasi pengeluaran pembangunan di sektor perhubungan dan pariwisata dari

Departemen Keuangan RI 121

Page 122: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tahun ke tahun diupayakan untuk terus ditingkatkan. Apabila dalam Repelita I jumlah

pengeluaran pembangunan bagi sektor perhubungan dan pariwisata baru mencapai sebesar Rp

261,6 miliar, maka dalam Repelita V jumlah tersebut telah mencapai sebesar Rp 20.388,4 miliar,

atau mengalami kenaikan lebih dari 77 kali lipat. Dengan demikian secara keseluruhan dalam PJP

I jumlah pengeluaran pembangunan di sektor perhubungan dan pariwisata mencapai sebesar Rp

34.390,9 miliar. Dalam rangka mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan mempercepat

pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, alokasi anggaran pembangunan sektor

perhubungan dan pariwisata diarahkan penggunaannya terutama untuk peningkatan kemampuan

dan kapasitas prasarana dan sarana perhubungan, baik prasarana jalan, maupun prasarana dan

sarana perhubungan darat, laut, dan udara, serta pengembangan sarana pos dan telekomunikasi

secara terpadu, sehingga mampu mengimbangi laju pertumbuhan permintaan terhadap jasa

transportasi dan telekomunikasi yang semakin meningkat. Di samping itu anggaran tersebut juga

diarahkan pemanfaatannya untuk membiayai program-program pembangunan dan pengembangan

kepariwisataan.

Di bidang prasarana jalan, anggaran pembangunan dalam Repelita I dan II selain

digunakan untuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasaranajalan dan jembatan baru,

juga diarahkan untuk menunjang upaya pemantapan dan rehabilitasi prasarana dan sarana

perhubungan yang ada agar dapat berfungsi kembali, baik sebagai pendorong kegiatan

pembangunan maupun dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan berbekal

keberhasilan yang telah dicapai, maka dalam Repelita-repelita selanjutnya, pembangunan di

bidang prasarana jalan lebih dipusatkan pada peningkatan mutu dan kelas jalan sei1a pemantapan

kondisi jalan. Dengan dukungan alokasi dana yang cukup memadai, sampai dengan akhir

Repelita V telah berhasil dibangun jalan sepanjang 244,2 ribu kilometer, terdiri dari jalan

nasional sepanjang 17,8 ribu kilometer, jalan propinsi sepanjang 32,3 ribu kilometer, jalan

kabupaten sepanjang 168,6 ribu kilometer, dan jalan perkotaan sepanjang 25,5 ribu kilometer. Di

samping itu dalam periode yang sama telah berhasil pula dibangun jaringan jalan arteri dan

kolektor sepanjang 50,1 ribu kilometer, diantaranya sepanjang 46,8 ribu kilometer, atau sekitar

93,4 persen, berada dalam kondisi mantap. Sementara itu di subsektor transportasi darat,

anggaran pembangunan diarahkan penggunaannya terutama bagi pembinaan dan pengembangan

jasa angkutan jalan raya, peningkatan pelayanan dan pengelolaan angkutan kereta api, angkutan

penyeberangan, serta angkutan sungai dan danau.

Departemen Keuangan RI 122

Page 123: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Sebagai salah satu sasaran utama dalam pembangunan sektor perhubungan,

pengembangan perhubungan laut juga semakin ditingkatkan guna menunjang distribusi barang

dan jasa, serta mobilisasi manusia, baik antar pulau maupun antar negara. Sejak awal Repelita I,

anggaran pembangunan di subsektor tersebut diprioritaskan terutama untuk menunjang

peningkatan fasilitas pelabuhan melalui upaya rehabilitasi, penggantian, perluasan dari

pembangunan berbagai fasilitas pelabuhan, seperti pelabuhan, guuang, lapangan penumpukan,

serta peralatan bongkar muat pelabuhan. Melalui berbagai program peningkatan dan

pembangunan di subsektor perhubungan laut yang dilaksanakan secara konsisten dan

berkesinambungan tersebut, transportasi laut semakin lancar berkat tersedianya prasarana dari

sarana yang makin meningkat dan meluas jaringannya. Sampai dengan tahun anggaran 1993/94

telah berhasil dibangun dermaga sepanjang 47.992 meter, gudang seluas 260.301 meter persegi,

lapangan penumpukan seluas 712.572 meter persegi, serta lapangan peti kemas seluas 723.400

meter persegi.

Di subsektor perhubungan udara, anggaran pembangunan dimanfaatkan antara lain untuk

menambah sarana angkutan, membangun landasan pendaratan baru, serta meningkatkan

pelayanan angkutan perlutis ke daerah-daerah terpencil yang tersebar di seluruh wilayah

nusantara. Apabila dalam Repelita I jaringan penerbangan masih terbatas pada 38 pelabuhan

udara, maka dalam Repelita V jumlah bandar udara telah meningkat menjadi 146 buah, 88 buah

diantaranya melayani daerah-daerah terpencil. Dalam periode yang sama, jaringan pelayanan

penerbangan telah mencakup 240 rule yang menjangkau seluruh propinsi dan beberapa kawasan

dunia diantaranya sebanyak 19 bandar udara yang berfungsi sebagai pintu masuk bagi

penerbangan internasional.

Selanjutnya untuk memperlancar penyampaian informasi, baik antar daerah, antar kota,

maupun antar negara, anggaran pembangunan di subsektor pos dari telekomunikasi dipergunakan

untuk peningkatan dan perluasan jaringan pos dan telekomunikasi, baik dalam jumlah maupun

mutu pelayanan yang diberikan. Melalui berbagai program pengembangan jasa pos dan giro yang

didukung dengan alokasi anggaran yang memadai, hingga akhir Repelita V jaringan jasa pos dan

giro telah menjangkau ke seluruh wilayah tanah air. Sampai dengan tahun anggaran 1993/94,

pelayanan pas dan giro telah dapat menjangkau 3.774 ibukota kecamatan dari 970 daerah lokasi

transmigrasi. Sedangkan di bidang telekomunikasi, dalam periode tersebut telah dibangun

jaringan sentral telepon otomat sebanyak 3.012,9 ribu satuan sambungan yang tersebar di seluruh

Departemen Keuangan RI 123

Page 124: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tanah air, penambahan telepon-telepon umum, dari pendirian warung-warung telekomunikasi.

Pembangunan dari pengembangan sarana dan prasarana perhubungan tersebut selain telah

memperluas kesempatan kerja karena kegiatannya yang bersifat padat karya, juga telah

memperlancar mobilitas arus barang dari jasa antar daerah, sehingga mempermudah distribusi

kebutuhan hidup masyarakat. Demikian pula dengan semakin tersebarnya sarana dari luasnya

jangkauan komunikasi, kebutuhan informasi bagi masyarakat makin terpenuhi, sehingga

menunjang berkembangnya perekonomian dan membuka kesempatan kerja lebih luas.

Sementara itu dalam rangka pembangunan dan pengembangan sumber dan potensi

kepariwisataan nasional sebagai salah satu sumber penerimaan devisa negara, anggaran

pembangunan di subsektor pariwisata digunakan antara lain untuk membiayai program

pembinaan lingkungan wisata dan promosi wisata, baik di dalam negeri maupun di beberapa

negara lainnya. Dengan dilaksanakannya berbagai program kepariwisataan tersebut, jumlah

wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan

yang cukup menggembirakan. ApabiIa pada awal Repelita I jumlah wisatawan mancanegara

yang berkunjung ke Indonesia baru sekitar 86 ribu orang, maka dalam tahun anggaran 1993/94

jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia telah mencapai 3,4 juta orang,

yang berarti melampaui sasaran Repelita V sebesar 2,5 juta orang. Sedangkan penerimaan devisa

yang diperoleh dari kegiatan pariwisata dalam tahun anggaran 1993/94 mencapai hampir US$ 4

miliar.

Pembangunan di sektor pertanian dan pengairan sebagai salah satu sektor andalan, baik

sebagai penggerak utama perekonomian maupun sebagai sumber kehidupan terbesar dari

penduduk Indonesia, juga senantiasa ditingkatkan, baik dalam penanganannya maupun alokasi

anggaran yang diberikan. Apabila dalam Repelita I jumlah anggaran pembangunan sektor

pertanian dan pengairan baru mencapai sebesar Rp 267,8 miliar, maka dalam Repelita V jumlah

anggaran pembangunan tersebut telah mencapai sebesar Rp 13.287,5 miliar, yang berarti

mengalami kenaikan sekitar 49kali lipat. Dengan perkembangan tersebut, selama PJP I jumlah

pengeluaran pembangunan di sektor pertanian dan pengairan secara keseluruhan mencapai

sebesar Rp 26.813,4 miliar. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, khususnya

pangan, memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan pendapatan masyarakat, anggaran

pembangunan sektor pertanian dan pengairan diarahkan pemanfaatannya bagi upaya peningkatan

hasil-hasil produksi pertanian, melalui upaya intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan

Departemen Keuangan RI 124

Page 125: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

rehabilitasi pertanian. Di samping itu kebijaksanaan tersebut didukung pula dengan rehabilitasi

dan pembangunan sarana dan prasarana irigasi, pemanfaatan teknologi dan penyuluhan,

penyediaan sarana kredit yang tepat waktu dan mudah terjangkau oleh petani, serta rekayasa

sosial melalui pembentukan kelompok tani dalam program intensifikasi khusus (Insus), operasi

khusus (Opsus), dan Supra Insus. Dalam kaitannya dengan program intensifikasi pertanian, pada

akhir Repelita I telah berhasil dibuka areal sawah baru seluas 7.376 ribu hektar, dan areal

bimbingan massal (Bimas) baru seluas 2.472 ribu hektar. Dalam periode yang sama, sarana dan

prasarana irigasi yang mempakan unsur vital dalam usaha peningkatan produksi pangan juga

ditingkatkan, antara lain melalui perbaikan jaringan irigasi seluas lebih dari 936.000 hektar,

pengamanan banjir seluas lebih dari 289.000 hektar, dan pembangunan irigasi baru seluas

191.200 hektar.

Dengan dilaksanakannya berbagai program tersebut dan didukung pula dengan penerapan

program Panca Usaha Lengkap, maka produksi teras telah meningkat dari 11,67 juta dalam tahun

1968 menjadi 14,61 juta ton pada tahun 1973, atau mengalami kenaikan sebesar 10,8 persen.

Sedangkan perkembangan produksi teras dalam periode tersebut meneapai rata-rata sebesar 4,8

persen per tahun. Selanjutnya dalam upaya mencapai swasembada pangan, khususnya teras,

anggaran pembangunan sektor pertanian dan pengairan selain digunakan untuk membiayai

program intensifikasi khusus dan operasi khusus, serta penyediaan berbagai sarana dan prasarana

pertanian yang menunjang, seperti bibit, pupuk, dan pestisida, serta pemeliharaan dan

pembangunan jaringan irigasi, juga dimanfaatkan untuk perluasan areal dengan pembukaan lahan

pertanian baru, baik di lahan beririgasi dan lahan kering, maupun lahan rawa dan lahan pasang

surut. Melalui pelaksanaan berbagai program tersebut, produksi teras telah mengalami kenaikan

yang cukup pesat. Dalam Repelita III produksi beras mengalami peningkatan sebesar 6,5 persen

setiap tahunnya, sedangkan hasil rata-rata per hektar dalam periode tersebut meneapai 2,62 ton

beras atau 3,85 ton padi giling. Dengan peningkatan produksi beras tersebut, maka cita-cita yang

sejak awal kemerdekaan selalu didambakan, yaitu untuk meneapai swasembada pangan,

khususnya beras telah dapat tercapai, dan hingga akhir PJP I prestasi tersebut masih dapat

dipertahankan.

Di samping itu melalui berbagai program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, serta

diversifikasi hasil-hasil pertanian secara konsisten dan terpadu, beberapa hasil produksi

pertanian, baik produksi tanaman pangan, produksi perkebunan, produksi petemakan maupun

Departemen Keuangan RI 125

Page 126: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

produksi perikanan yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, telah semakin mencukupi.

Pada akhir Repelita V produksi beras per jiwa telah meneapai 216,6 kilogram, produksi dasing

per jiwa mencapai sekitar 7 kilogram, produksi telor meneapai 3,1 kilogram per jiwa, serta

produksi ikan mencapai 19,8 kilogram per jiwa. Dalam pada itu jaringan irigasi sebagai prasarana

yang sangat penting danalam mendukung upaya peningkatan produksi pangan, khususnya beras,

dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan dengan pesat, yaitu meneapai 1,7 juta hektar

pada akhir Repelita V atau 26 kali bila dibandingkan dengan prasarana irigasi yang ada pada awal

pelaksanaan Repelita I.

Dalam rangka mendayagunakan dan mengoptimalkan sumber daya mineral, baik untuk

keperluan bahan baku industri, maupun konsumsi rumah tangga, sektor pertambangan dan energi

jugadiberikan prioritas pembiayaan yangcukup besar. Dalam PJPI, jumlah anggaran

pembangunan sektor pertambangan dan energi diperkirakan meneapai sebesar Rp 26.064,1

miliar. Anggaran tersebut dimanfaatkan untuk menunjang upaya peningkatan produksi

pertambangan, penganekaragaman hasil produksi pertambangan dan energi, serta pemetaan

geologi bagi penyelidikan sumber daya mineral dan sumber daya energi. Dengan dukungan

alokasi anggaran pembangunan yang memadai, produksi berbagai hasil pertambangan, baik dari

segi jenis maupun jumlahnya telah meningkat, sehingga kemampuan dalam menyediakan bahan

baku bagi industri dalam negeri dan ekspor juga semakin meningkat. Di samping itu dengan

dikembangkannya sumber energi alternatif seperti batu bara, gas bumi, dan gas alam cair,

ketergantungan terhadap sumber daya minyak juga semakin berkurang. Demikian pula jaringan

prasarana listrik telah meningkat dan meluas serta merata ke seluruh tanah air. Hingga akhir

Repelita V produksi listrik telah mencapai 46,8 juta megawatt hour, dengan daya tersambung

sebesar 21,2 juta kilovolt ampere. Sementara itu jumlah desa yang telah mendapat aliran listrik

meneapai 30,4 ribu desa, atau sekitar 49 persen dari jumlah seluruh desa yang ada.

Sejalan dengan itu, pembangunan daerah, desa dan kota juga semakin ditingkatkan, baik

dalam alokasi pembiayaannya maupun strategi penanganannya. Dalam Repelita terakhir dari

tahap pembangunan duapuluh lima tahun yang pertama jumlah anggaran pembangunan sektor

pembangunan daerah, desa, dan kota meneapai sebesar Rp 12.337,8 miliar atau mengalami

peningkatan sekitar 58 kali lipat bila dibandingkan dengan realisasinya sebesar Rp 210,0 miliar

dalam periode Repelita I. Sedangkan selama pelaksanaan PJP I, jumlah anggaran pembangunan

sektor pembangunan daerah, desa, dan kota secara keseluruhan mencapai sebesar Rp 21.113,6

Departemen Keuangan RI 126

Page 127: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

miliar.

Dalam rangka mewujudkan asas pemerataan pembangunan antar wilayah, memperluas

otonomi daerah, dan mendorong peningkatan kemampuan keuangan daerah, bagian terbesar

daripada anggaran pembangunan sektor tersebut dialokasikan dalam bentuk berbagai program

bantuan pembangunan daerah, baik dalam bentuk berbagai proyek Inpres maupun dalam bentuk

dana bagi hasil penerimaan PBB.

Program bantuan bagi pembangunan daerah yang dilaksanakan melalui Instruksi Presiden

(Inpres) tersebut, dalam Repelita I baru terdiri dari program bantuan pembangunan desa, program

bantuan pembangunan daerah tingkat II, program bantuan pembangunan daerah tingkat I, serta

program bantuan pembangunan daerah Irian Jaya. Selanjutnya dalam Repelita II program

bantuan pembangunan bagi daerah tersebut telah semakin berkembang dengan ditambahkan pula

program pengembangan wilayah yang ditujukan bagi daerah-daerah tertinggal atau miskin, dan

program khusus bagi propinsi Irian Jaya dan Timor Timur. Kemudian, sejalan dengan semakin

luas dan beragamnya ruang lingkup dan cakupan kegiatan pembangunan, maka bantuan

pembangunan kepada daerah juga semakin meningkat, baik jenis maupun jumlah alokasi

anggaran yang diberikan.

Berbagai program tersebut di samping dimaksudkan untuk meningkatkan laju

pertumbuhan ekonomi antar daerah yang lebih merata, juga diarahkan untuk mendorong prakarsa

dan partisipasi masyarakat di daerah, memperluas kesempatan kerja, serta mengentaskan

kemiskinan di pedesaan, daerah terpencil di pedalaman, dan daerah terbelakang/terisolir. Bantuan

tersebut ditujukan terutama bagi daerah-daerah yang belum terjangkau oleh pembangunan yang

dilaksanakan oleh pemerintah pusat, dan dipergunakan antara lain untuk membiayai berbagai

proyek daerah, baik ekonomi maupun sosial-budaya yang dianggap penting oleh daerah. Dengan

semakin bertambah baiknya infrastruktur dan fasilitas komunikasi serta angkutan antar daerah,

maka daerah yang terisolasi semakin berkurang dan lalu-lintas barang dan orang semakin lancar.

Selanjutnya dalam rangka mempercepat penanggulangan dan pengentasan kemiskinan,

melalui anggaran pembangunan sektor pembangunan daerah, desa dan kota sejak awal Repelita V

telah dilaksanakan program pengembangan kawasan terpadu (PKT), program pembangunan

prasarana kota terpadu (P3KT), serta program perbaikan kampung. Dengan dilaksanakannya

berbagai program tersebut, maka kesejahteraan masyarakat pedesaan telah mengalami

Departemen Keuangan RI 127

Page 128: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

peningkatan, yang tercermin antara lain dari semakin menurunnya jumlah penduduk dan desa

miskin, sejalan dengan semakin baiknya tingkat pendapatan dan pemerataan pendapatan

masyarakat. Dalam pada itu kemampuan daerah dalam merencanakan dan melaksanakan

pembangunan juga semakin meningkat, sehingga semakin mendorong gairah dan partisipasi

masyarakat dalam upaya meningkatkan kegiatan pembangunan di daerah masing-masing.

Dalam rangka meningkatkan kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi akhlak dan budi

pekerti, serta memperkuat kepribadian bangsa, maka pembangunan dan pengembangan sumber

daya manusia senantiasa ditingkatkan kuantitas dan kualitas penanganannya. Apabila dalam

Repelita I jumlah pengeluaran pembangunan sektor tersebut baru mencapai sebesar Rp 83,8

miliar, maka dalam Repelita V jumlah tersebut telah mencapai sebesar Rp 12.385,7 miliar, atau

mengalami peningkatan sekitar 147 kali lipat. Sementara itu selama PJP I jumlah anggaran

pembangunan sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa secara keseluruhan mencapai sebesar Rp 23.239,8 miliar. Anggaran

tersebut diprioritaskan untuk membiayai pembinaan pendidikan di berbagai jenjang pendidikan,

pembinaan masyarakat dan kedinasan, serta pembinaan generasi muda dan olah raga. Di samping

itu anggaran tersebut juga dialokasikan untuk membiayai penelitian dan pengembangan

kepurbakalaan, kesejarahan dan permuseuman, pengembangan seni budaya, serta pembinaan bagi

penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Di subsektor pendidikan umum dan generasi muda, dalam rangka perluasan pemerataan

kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenjang/tingkat

pendidikan, serta pemeliharaan fasilitas pendidikan, anggaran pembangunan dipergunakan antara

lain untuk penyediaan sarana dan prasarana belajar mengajar, seperti pembangunan gedung baru,

ruang kelas, dan rehabilitasi gedung, baik di tingkat SD dan madrasah ibtidaiyah, maupun di

tingkat SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi. Di samping itu anggaran pembangunan tersebut

selain dimanfaatkan untuk pengadaan buku-buku pelajaran pokok dan buku dasar perpustakaan,

alat-alat laboratorium, olah raga, dan alat kesenian, juga dipergunakan untuk penataran tenaga

pengajar dan pengiriman dosen ke luar negeri. Selanjutnya untuk memantapkan landasan

perundang-undangan di bidang pendidikan, dalam tahun pertama Repelita V telah ditetapkan

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang antara lain

mewajibkan pendidikan dasar 9 tahun, mencakup SD 6 tahun dan SLTP 3 tahun. Untuk

mempersiapkan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun tersebut, melalui anggaran pembangunan telah

Departemen Keuangan RI 128

Page 129: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

diusahakan pengembangan kurikulum serta penelitian mengenai kemampuan berbagai daerah

dalam mendukung pelaksanaan wajib belajar 9 tahun. Sejalan dengan hal tersebut, dikembangkan

pula model penuntasan anak usia pendidikan dasar dalam rangka program wajib belajar dan

pemetaan sekolah tingkat lanjutan pertama.

Sementara itu di subsektor pendidikan kedinasan, anggaran pembangunan antara lain

dimanfaatkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan aparatur pemerintah sesuai

dengan prioritas bidang-bidang pembangunan. Sedangkan di subsektor kebudayaan nasional dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anggaran pembangunan dipergunakan untuk

menunjang inventarisasi dan pembinaan nilai-nilai budaya, dengan pemberian bimbingan teknis

perekaman dan analisis naskah, pembakuan kebahasaan, penyusunan naskah dan nilai sastra

nusantara, serta pengembangan minat kebahasaan melalui TVRI dan RRI.

Melalui berbagai program pembinaan pendidikan yang telah dilaksanakan sejak Repelita

I, termasuk pelaksanaan wajib belajar enam tahun dalam Repelita IV dan program wajib belajar

sembilan tahun dalam Repelita V, maka kesempatan untuk memperoleh pendidikan semakin luas,

sehingga kualitas rakyat Indonesia, baik taraf kecerdasan maupun tingkat pendidikannya juga

semakin tinggi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh semakin meningkatnya angka partisipasi

kasar di berbagai jenjang pendidikan, meningkatnya mutu tenaga pengajar, serta menurunnya

jumlah penduduk berusia di atas 10 tahun yang buta aksara, yakni dari 39,1 persen pada awal PJP

I menjadi 15,8 persen dalam tahun 1990. Di tingkat pendidikan dasar, angka partisipasi murni

(APM), yaitu rasio jumlah murid SD termasuk madrasah ibtidaiyah (SD-MI) usia 7-12 tahun

dengan jumlah penduduk kelompok usia tersebut, dalam tahun anggaran 1993/94 telah mencapai

93,5 persen. Dalam periode yang sama, angka partisipasi kasar (APK), yaitu rasio murid SD-MI

terhadap penduduk kelompok usia 7-12 tahun mencapai 110,4 persen. Sejalan dengan itu, angka

partisipasi kasar SLTP termasuk madrasah tsanawiyah (MTs) telah mencapai sebesar 52,7 persen,

dan angka partisipasi kasar tingkat SLTA termasuk madrasah aliyah (MAN) telah mencapai 33,6

persen. Sedangkan angka partisipasi kasar di tingkat pendidikan tinggi termasuk pendidikan

tinggi agama mencapai 10,8 persen pada akhir Repelita V.

Memasuki Repelita VI sebagai awal periode pembangunan jangka panjang kedua (PJP

II), prioritas pembangunan diletakkan pada pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi

dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya, seiring

Departemen Keuangan RI 129

Page 130: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dengan peningkatan sumberdaya manusia. Sesuai dengan arah dan strategi dasar kebijaksanaan

pembangunan yang ditetapkan dalam GBHN 1993 dan Repelita VI, kebijaksanaan anggaran

belanja pembangunan dalam tahun pertama Repelita VI (1994/95) diarahkan terutama untuk

menunjang pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang makin adil dan meluas,

meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta menjaga stabilitas nasional

yang sehat dan dinamis, sejalan dengan upaya peningkatan kualitas manusiadan kualitas

kehidupan masyarakat. Sedangkan alokasi anggaran sektoral dalam tahun pertama Repelita VI

telah diperluas menjadi 20 sektor, dibandingkan dengan 18 sektor dalam Repelita sebelumnya.

Sejalan dengan prioritas dalam tahun anggaran 1994/95, penyediaan anggaran belanja

pembangunan yang cukup besar diberikan kepada sektor pembangunan daerah dan transmigrasi,

sektor transportasi, meteorologi dan geofisika, sektor pertambangan dan energi, sektor

pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan

olah raga, serta sektor pengairan.

Di sektor pembangunan daerah dan transmigrasi, dalam rangka mengembangkan dan

menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, membuka daerah terisolasi dan mempercepat

pembangunan kawasan timur Indonesia, serta menyelaraskan pembangunan sektoral dan

regional, anggaran pembangunan dimanfaatkan untuk menunjang program bantuan pembangunan

desa, program bantuan pembangunan daerah tingkat II, program bantuan pembangunan daerah

tingkat I, dan program pengembangan kawasan khusus. Di samping itu guna mempercepat upaya

pengentasan kemiskinan terutama di daerah perdesaan, melalui anggaran pembangunan yang

sama juga dilaksanakan program pembangunan desa tertinggal yang menjangkau 18.321 desa

tertinggal dengan alokasi bantuan sebesar Rp 20 juta per desa. Sementara itu di subsektor

transmigrasi dan pemukiman perambah hutan, melalui program pemukiman dan lingkungan

transmigrasi serta program pengerahan dan pembinaan transmigran antara lain diupayakan

persiapan pemukiman bagi sekitar 50 ribu kepala keluarga (KK) dari Jawa, Bali dan Nusa

Tenggara, termasuk pemukiman bagi perambah hutan sebanyak 35 persen dari jumlah

keseluruhan, serta direncanakan penyiapan sekitar 46.200 hektar lahan pemukiman transmigran

dan 52 ribu unit rumah transmigran lengkap dengan fasilitas umum yang menunjang.

Di sektor transportasi, meteorologi dan geofisika, anggaran pembangunan diarahkan

terutama untuk menunjang berbagai program di subsektor prasarana jalan, subsektor transportasi

darat, subsektor transportasi laut, subsektor transportasi udara, serta subsektor meteorologi,

Departemen Keuangan RI 130

Page 131: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

geofisika, pencarian dan penyelamatan (SAR). Di subsektor prasarana jalan, sebagian besar

anggaran belanja pembangunan dimanfaatkan antara lain untuk pemeliharaan rutin jalan dan jalan

paras desa, masing-masing sepanjimg 23.200 kilometer dan 8.510 kilometer, pemeliharaan

berkala jalan, jembatan, dan jembatan poros desa, masing-masing sepanjang 4.800 kilometer,

5.100 meter, dan 18.900 meter, pembangunan jalan arteri sepanjang 411 kilometer, jalan kolektor

sepanjang 1.040 kilometer, jalan lokal sepanjang 360 kilometer, jalan paras desa sepanjang 652

kilometer, jembatan sepanjang 1.100 meter, dan jembatan poros desa sepanjang 2.000 meter.

Dalam pada itu anggaran pembangunan di subsektor transportasi darat selain dimanfaatkan untuk

peningkatan dan rehabilitasi jalur kereta api sepanjang 63 kilometer, pembangunan jalur kereta

api ganda parsial sepanjang 38 kilometer, juga dipergunakan untuk pengembangan fasilitas lalu-

lintas jalan dan peningkatan angkutan sungai, danau dan penyeberangan.

Di subsektor transportasi laut, anggaran pembangunan diarahkan untuk menunjang

pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan, antara lain berupa pembangunan dermaga baru

sepanjang 1.632 meter, guuang seluas 5.600 meter persegi, lapangan penumpukan seluas 22.525

meter persegi, terminal penumpang seluas 5.350 meter persegi, pembangunan menara suar

sebanyak 2 unit, dan rambu suar sebanyak 95 unit. Sedangkan melalui berbagai program di

subsektor transportasi udara, dalam periode yang sama diupayakan penambahan peralatan

pendukung keselamatan penerbangan dan penyediaan prasarana kalibrasi peralatan

telekomunikasi dan navigasi udara, serta penyediaan jasa angkutan udara perintis yang melayani

42 rute penerbangan. Selanjutnya anggaran pembangunan di subsektor\meteorologi dan

geofisika, pencarian, dan penyelamatan (SAR) antara lain dimanfaatkan untuk pembangunan

stasiun klimatologi di beberapa daerah, serta pengadaan peralatan meteorologi penerbangan di

beberapa bandar udara.

Di sektor pertarnbangan dan energi, dalam rangka pemanfaatan kekayaan tambang bagi

kesejahteraan masyarakat, dalam tahun anggaran 1994/95 diupayakan pemetaan dan penyelidikan

geologi dan sumber daya mineral, pengembangan pusat-pusat informasi mineral, pengembangan

teknologi pengolahan bahan galian, pengembangan mineral industri, serta pengembangan dan

pemanfaatan baru bara untuk bahan bakar industri dan rumah tangga. Selanjutnya dalam upaya

peningkatan dan penyediaan bahan baku energi, baik bagi industri dalam negeri dan ekspor

maupun untuk keperluan masyarakat, melalui berbagai program di subsektor energi, pada awal

Repelita VI diupayakan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 1.468 kilometer sirkuit

Departemen Keuangan RI 131

Page 132: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

(kms), pembangunan gardu induk dengan kapasitas 2.520 megavolt ampere (MVA), serta

perluasan jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah, masing-masing sepanjang

3.346,5 kms dan sepanjang 6.159 kms untuk daerah perkotaan. Di samping itu dalam rangka

program listrik perdesaan telah dilakukan pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD)

dengan kapasitas 9,52 megawatt (MW), serta penyambungan aliran listrik bagi sebanyak 3.419

desa.

Selanjutnya di sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga, dalam rangka mempercepat pembangunan dan

peningkatan kualitas manusia Indonesia, anggaran pembangunan dimanfaatkan antara lain untuk

menunjang upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dasar melalui pelaksanaan

wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, perluasan daya tampung pendidikan dan

peningkatan pendidikan kejuruan, serta peningkatan kualitas pendidikan semua jenis. jalur dan

jenjang pendidikan. Sehubungan dengan itu untuk meningkatkan daya tampung dan memperluas

pemerataan kesempatan belajar tingkat sekotab dasar (SD), dalam tahun anggaran 1994/95

diupayakan pembangunan 700 gcdung SD di daerah pemukiman baru dan daerah transmigrasi,

rehabilitasi sejumlah ruang kelas SD, dan penambahan 2.650 ruang kelas SD beserta

perlengkapannya. Sedangkan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dasar, dalam

periode yang sama diupayakan pencetakan dan pendistribusian sekitar 36 juta eksemplar buku

pelajaran dan buku bacaan, pengadaan 20 ribu alat peraga pendidikan, serta peningkatan kualitas

kemampuan tenaga edukasi bagi sekitar 140 ribu guru melalui penyetaraan guru setara D- 2, serta

penataran bagi kepala sekolah, penilik, dan pembina SD. Sementara itu untuk mendukung

pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, khususnya dalam memperluas daya tampung sekolah

lanjutan tingkat pertama (SLTP), dalam periode yang sama diupayakan pembangunan sejumlah

gedung SL TP baru, penambahan 5.400 ruang kelas, rehabilitasi sejumlah ruang kelas, dan

penggantian perabot pendidikan. Di samping itu khusus bagi daerah-daerah tertentu yang tidak

memungkinkan pelaksanaan sekolah biasa, diupayakan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh

melalui SLTP Terbuka dan SLTP Kecil. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kemampuan

dasar serta memperluas kesempatan belajar dan berusaha bagi anggota masyarakat, anggaran

pembangunan di subsektor pendidikan luar sekolah dan kedinasan antara lain dimanfaatkan untuk

menunjang upaya pemberantasan tiga buta, yaitu buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia,

dan buta pengetahuan dasar, yang dilaksanakan antara lain melalui pengembangan kelompok

Departemen Keuangan RI 132

Page 133: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

belajar (Kejar) Paket A tidak setara SD, Kejar Paket A setara SD dalam rangka wajib belajar

pendidikan dasar sembilan tahun, Kejar Paket B setara SLTP, serta penyelenggaraan pendidikan

berkelanjutan melalui kejar usaha, pemagangan, serta pembinaan lembaga kursus.

Sementara itu melalui berbagai program di subsektor kebudayaan nasional dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dalam tahun anggaran 1994/95 antara lain

diupayakan penyusunan kamus besar bahasa Indonesia Edisi I, penyusunan buku sastra Indonesia

dan daerah, pengiriman misi kesenian ke luar negeri, serta konservasi candi Borobudur.

Selanjutnya di subsektor pemuda dan olah raga, anggaran pembangunan dimanfaatkan terutama

untuk pengembangan kepemimpinan dan aktivitas generasi muda, peningkatan rintisan sarjana

penggerak pembangunan di perdesaan di seluruh Indonesia, serta pembinaan keolahragaan,

kesegaran jasmani, dan rekreasi di seluruh Indonesia.

Di sektor pengairan, guna melanjutkan upaya pelestarian sumber daya alam dan

lingkungan hidup dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

melalu berbagai program di subsektor pengembangan sumber daya air, dalam tahun anggaran

1994/95 diupayakan pembangunan prasarana pengairan, antara lain berupa pembangunan 10

buah waduk (Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Nusa

Tenggara Barat, pembangunan sejumlah waduk muara dan bendungan karet di Jawa Barat, Jawa

Timur, Bali dan Sumatera Barat, serta pembangunan 30 embung besar dan kecil di Nusa

Tenggara Barat (NTB) Nusa Tenggara Timur (NTT), Timor Timur dan Maluku. Selain daripada

itu juga diupayakan pengadaan operasi dan pemeliharaan bagi 33 sungai, 34 waduk dan sekitar

12.500 bendungan, yang terdapat di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Nusa Tenggara

Barat. Sementara itu untuk memelihara tetap berfungsinya sumber air dan jaringan irigasi agar

dapat memenuhi berbagai penggunaan, terutama bagi pertanian dalam usaha mempertahankan

swasembada pangan, melalui anggaran pembangunan di subsektor irigasi, dalam tahun anggaran

1994/95 diupayakan pembangunan jaringan irigasi seluas 100 ribu hektar, rehabilitasi dan

peningkatan jaringan irigasi seluas 140 ribu hektar, yang tersebar di pulau Jawa dan daerah sentra

produksi beras di Sumatera Utara, Aeeh, Lampung, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, dan

Sulawesi Selatan, serta penyiapan lahan usaha tani bagi kegiatan sawah dan nonsawah seluas 30

ribu hektar. Di samping itu dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pengembangan ekspor

hasil tambak, dalam periode yang sama diusahakan pula peningkatan reklamasi daerah rawa

seluas 134 ribu hektar, pembuatan saluran multiguna sepanjang 20 kilometer, yang tersebar di

Departemen Keuangan RI 133

Page 134: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya, serta pembangunan dan peningkatan tambak seluas 6 ribu

hektar, yang tersebar di Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi Selatan.

Di samping kelima sektor prioritas tersebut, dalam tahun anggaran 1994/95 berbagai

sektor lainnya juga memperoleh perhatian yang cukup memadai. Di sektor pertanian dan

kehutanan, dalam rangka mengoptimalkan sarana dan prasarana pertanian yang telah dibangun

serta melengkapi sarana dan prasarana pertanian yang diperlukan, dalam tahun anggaran 1994/95

diupayakan pengembangan sumber daya lahan tadah hujan/pasang surut seluas 13.000 hektar,

usaha konservasi terhadap sekitar 12.000 hektar lahan kering dan sekitar 3.500 hektar padang

penggembalaan, serta pengembangan pelabuhan perikanan. Sementara itu anggaran

pembangunan untuk subsektor kehutanan telah dialokasikan bagi program pembinaan kehutanan

serta program pengembangan usaha perhutanan rakyat.

Di sektor industri, guna menunjang upaya penataan dan pemantapan industri nasional

yang mengarah pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran industri ke

seluruh wilayah Indonesia, alokasi anggaran pembangunan dalam tahun anggaran 1994/95

diarahkan penggunaannya bagi program pengembangan industri rumah tangga, industri kecil dan

menengah, program peningkatan kemampuan teknologi industri, serta program penataan struktur

industri. Melalui program pengembangan industri rumah tangga, industri kecil dan menengah,

dalam tahun anggaran 1994/95 diupayakan peningkatan pelatihan teknologi dan manajemen,

serta perluasan penerapan standar industri, termasuk pemasyarakatan dan penerapan ISO-9000.

Sedangkan melalui program peningkatan kemampuan teknologi industri, antara lain diupayakan

pengembangan teknologi produk dan teknologi manufaktur, pengembangan rancang bangun dan

perekayasaan industri, serta pengembangan teknologi akrab lingkungan, alih teknologi, dan

diseminasi teknologi. Di samping itu dalam rangka program penataan struktur industri

diupayakan perluasan dan penguatan basis produksi, antara lain melalui pengembangan

agroindustri, pengembangan industri pengolahan hasil tambang dan penganekaragaman produk

industri yang berorientasi ekspor, pengembangan sumber daya manusia industri, penataan

organisasi industri, serta penataan struktur penyebaran industri. Perkembangan realisasi

pengeluaran pembangunan atas dasar sektor dari Repelita I hingga Repelita VI secara terinci

dapat diikuti dalam Tabel II.14 dan Tabel II.15.

Departemen Keuangan RI 134

Page 135: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Repelita II Repelita III Repelita IV Repelita V-3 -4 -5 -6

1. Pertanian dan Pengairan 1.745,30 4.235,20 7.277,60 13.287,502. Industri 2) 686,1 2.320,10 2.692,10 2.417,003. Pertambangan dan Energi 3) 967,5 5.175,00 7.276,00 12.537,604. Perhubungan dan Pariwisata 1.631,80 4.457,00 7.652,10 20.388,405. Perdagangan dan Koperasi - 37,5 521,9 1.194,20 2.250,406. Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2,5 198,9 1.797,50 1.844,60 3.313,307. Pembangunan Daerah, Desa don Kota 4) 1.024,50 2.894,10 4.647,20 12.337,808. Agama 5) 3,7 26 195,9 211,3 265,39. Pendidikan, Generasi Muda, Kebudayaan Nasional dan

Kepercayaan TerhadapTuhan Yang Maha Esa 6) 758,1 3.397,10 6.615,10 12.385,70

10. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan Wanita,Kependudukan danKeluarga Berencana 262 1.184,00 1.608,20 4.186,50

11 Perumahan Rakyat dan Pemukiman 7) 195,3 845,9 1.808,30 3.887,1012. Hukum - 35,9 259,8 241,2 267,313. Pertahanan dan Keamanan Nasional 333,7 2.377,10 2.915,40 5.090,2014. Penerangan, POTS, dan Komunikasi Sosial - 87,9 178,5 204,6 43315. IImu Pengetahuan, Teknologi dan Penelitian 133,1 671,6 1.544,90 2.425,2016. Aparatur Pemerintah - 212,8 1.019,20 901,2 1.343,2017. Pengembangan Dunia Usaha 8) 790 1.758,50 1.180,70 2.142,9018. Sumber Alam dan Lingkungan Hidup - - 840,8 1.070,40 2.388,00

Jumlah 9.126,40 34.129,20 50.885,10 101.346,4 10)

Repelita I

Tabel II.14PENGELUARAN PEMBANGUNAN BERDASARKAN SEKTOR,

REPELITA I - REPELITA V 1)

(dalam miliar rupiah)Sektor

1) Termasuk bantuan proyek;2) Dalam Repelita I dan II nama sektor adalah Industri dan Pembangunan;3) Dalam Repelita I dan II nama sektor adalah Tenaga Listrik;4) Dalam Repelita I dan II nama sektor adalah Pembangunan Regional dan Daerah;5) Dalam Repelita I nama sektor adalah Agama dan KepercayaanTerhadap Tuhan Yang Maha Esa;

-1267,8

85,7108

261,6

210

83,8

27,3

60,2 9)

27,323,7

71,3

1.232,90Pembagian sektor dalam Repelita I : 13 sektor, Repelita II : 17 sektor, sejak Repelita III sampai dengan Repelita V: 18 sektor.Nama sektor dalam Repelita I tidak seluruhnya sama dengan Repelita berikutnya.

6) Dalam Repelita I nama sektor adalah Pendidikan dan Kebudayaan;7) Dalam Repelita I dan II nama sektor adalah Kesejahteraan Sosial;8) Dalam Repelita I nama sektor adalah Penyertaan Modal Pemerintah;9) Merupakan jumlah realisasi sektor-sektor 5,12, 14, 15 dan 16;10) Tidak termasuk Cadangan Anggaran Pembangunan sebesar Rp 3.500,0 miliar.

-2

Departemen Keuangan RI 135

Page 136: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Repelita VI %-1 -2 -4

1. Industri 3.032,50 14,92. Pertanian dan Kehutanan 6.404,00 15,53. Pengairan 10.473,40 16,14. Tenaga Kerja 1.073,20 13,75. Perdagangan, Pengembangan Usaha Nasional, Keuangan

dan Koperasi 5.036,10 14,66. Transportasi, Meteorologi, dan Geofisika 33.054,20 15,87. Pertambangan dan Energi 21.779,50 16,48. Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi 4.778,60 15,19. Pembangunan Daerah dan Transmigrasi 34.227,50 16,1

10. Lingkungan Hidup dan Tata Ruang 3.254,70 13,911. Pendidikan, Kebudayaan Nasional, Kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa,Pemuda dan Olah Raga 20.382,00 15

12. Kependudukan dan Keluarga Sejahtera 1.743,10 16,613. Kesejahteraan Sosial, Kesehatan, Peranan Wanita, Anak

dan Remaja 6.892,40 1514. Perumahan dan Permukiman 5.740,60 15,515. Agama 1.055,50 11,516. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 3.627,00 14,617. Hukum 814,4 13,718. Aparatur Negara dan Pengawasan 3.613,30 15,419. Politik, Hubungan Luar Negeri,

Penerangan, Komunikasi dan Media Massa 1.036,30 15,2 15,220. Pertahanan dan Keamanan 7.914,60 14,6

Jumlah 175.932,90 15,6

Tabel II.15PENGELUARAN PEMBANGUNAN BERDASARKAN SEKTOR, REPELITA VI

290,2

1.031,00887,9121,9529,8

1.154,6027.398,30

(dalam miliar rupiah)Sektor APBN

-3450,5989,6

1.687,00146,5

736,35.225,503.581,90

721,95.504,30

452,3

3.061,30

111,4557

2.2.6.2. Pengeluaran pembangunan berdasarkan jenis pembiayaannya

Selama pelaksanaan pembangunan jangka panjang pertama (PJP I) hingga tahun pertama

Repelita VI, pengeluaran pembangunan, baik pembiayaan rupiah maupun bantuan proyek, secara

umum menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam Repelita I, dengan masih

terbatasnya sumber-sumber penerimaan negara, jumlah pembiayaan rupiah baru mencapai

sebesar Rp 944,6 miliar, atau sekitar 77 persen dari jumlah seluruh anggaran pembangunan.

Selanjutnya seiring dengan meningkatnya tabungan pemerintah, dalam Repelita II dan Repelita

III jumlah pembiayaan rupiah dapat ditingkatkan, masing-masing menjadi sebesar Rp 5.960,6

miliar dan sebesar Rp 23.926,8 miliar. Dalam Repelita IV, meskipun keadaan perekonomian

nasional mengalami tantangan yang cukup berat, sebagai akibat menurunnya harga minyak

mentah di pasaran internasional, namun jumlah pembiayaan rupiah tetap dapat ditingkatkan,

Departemen Keuangan RI 136

Page 137: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sehingga menjadi sebesar Rp 26.798,1 miliar, atau naik sekitar 12 persen dari realisasi

pembiayaan rupiah dalam Repelita III. Peningkatan tersebut, yang sejalan dengan meningkatnya

penerimaan negara, masih terus berlanjut dalam Repelita V, sehingga jumlah pembiayaan rupiah

dalam periode tersebut mencapai sebesar Rp 55.435,7 miliar, atau naik sekitar 107 persen jika

dibandingkan dengan realisasinya dalam Repelita IV. Dengan berbagai perkembangan tersebut,

selama PJP I jumlah keseluruhan pembiayaan rupiah mencapai sebesar Rp 113.065,8 miliar, atau

naik rata-rata sekitar 24 persen per tahun. Memasuki tahun pertama Repelita VI, pembiayaan

rupiah dianggarkan sebesar Rp 17.386,3 miliar, atau naik sebesar Rp 1.656,3 miliar (10,5 persen)

dari realisasinya sebesar Rp 15.730,0 miliar dalam tahun terakhir Repelita V (1993/94).

Pembiayaan rupiah tersebut, di samping dimanfaatkan untuk membiayai proyek-proyek sektoral

melalui DIP-DIP departemen/lembaga negara,juga digunakan untuk membiayai proyek-proyek

pembangunan daerah serta proyek-proyek pembangunan lainnya. Perkembangan pembiayaan

rupiah berdasarkan jenis pembiayaannya selama periode PJP I dan tahun pertama Repelita VI

dapat diikuti dalam Tabel II.16.

2.2.6.2.1. Pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara

Pembiayaan bagi proyek-proyek pembangunan sektoral ditampung melalui pengeluaran

pembangunan departemen/lembaga negara, dan diarahkan agar sejauh mungkin dapat

mendukung pelaksanaan program-program pembangunan di berbagai sektor dan subsektor sesuai

dengan skala prioritas pembangunan dalam setiap tahapan pembangunan lima tahunan.

Pelaksanaan daripada berbagai program pembangunan sektoral tersebut dilakukan oleh masing-

masing departemen/lembaga negara sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya, sedangkan

alokasi anggarannya disediakan melalui DIP departemen/lembaga negara yang bersangkutan.

Sesuai dengan arab kebijaksanaan pembangunan yang digariskan dalam GBHN dan Repelita,

alokasi pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara dalam periode PJP I diarahkan

terutama untuk membiayai program-program pembangunan di bidang ekonomi, dengan

senantiasa mengusahakan terdapatnya keseimbangan dan keserasian antara upaya pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dari stabilitas nasional yang schar

dan dinamis.

Departemen Keuangan RI 137

Page 138: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Departemen/ Daerah/Lembaga 3) Inpres

REPELITA I1969/70 79,8 5,5 7,6 92,91970/71 83 32,7 12,4 128,11971/72 102,6 37,3 11 150,91972/73 150 57,8 28,1 235,91973/74 167,3 85,7 83,8 336,8REPELITA II1974/75 221,6 158,3 386 765,91975/76 384,9 234,2 307,2 926,31976/77 590,9 285 405 1.280,901977/78 744,5 366,2 308,5 1.419,201978/79 851 431,1 286,2 1.568,30REPELITA III1979/80 1.480,30 548,9 668,7 2.697,901980/81 2.533,20 807,6 1.145,60 4.486,401981/82 2.724,60 1.134,00 1.417,60 5.276,201982/83 3.260,90 1.090,40 1.083,40 5.434,701983/84 3.219,50 1.447,50 1.364,60 6.031,60REPELITA IV1984/85 3.474,40 1.526,20 1.542,60 6.543,201985/86 4.466,50 1.502,60 1.400,60 7.369,701986/87 2.003,50 1.466,50 1.067,30 4.537,301987/88 1.384,60 1.334,30 1.328,30 4.047,201988/89 1.861,30 1.485,70 953,7 4.300,70REPELITA V1989/90 2.508,80 1.720,10 1.183,30 5.412,201990/91 4.853,70 2.997,70 1.092,80 8.944,2 5)

1991/92 5.971,40 3.953,30 1.493,80 11.418,5 6)

1992/93 7.858,00 5.040,30 1.032,50 13.930,801993/94 8.560,40 5.975,60 1.194,00 15.730,00REPELITA VI1994/95 7) 9.945,60 6.822,40 618,3 17.386,30

7) APBN.

Tabel II.16PENGELUARAN PEMBANGUNAN BERDASARKAN JENIS PEMBIAYAAN 1)

1969/70 - 1994/95 2)

( dalam miliar rupiah)

Tahun Lainnya 4) Jumlah

1) Di luar bantuan proyek;

3) Termasuk Hankam;4) Terdiri dari PMP, LPP dan Subsidi Pupuk;

2) Untuk tahun anggaran 1969/70 s.d 1993/94 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/P tahun yang bersangkutan;

5) Tidak termasuk Cadangan Anggaran Pembangunan sebesar Rp 2.000,0 miliar;6) Tidak termasuk Cadangan Anggaran Pembangunan sebesar Rp 1.500,0 miliar;

Departemen Keuangan RI 138

Page 139: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Seirama dengan makin meningkatnya jangkauan dari cakupan kegiatan pembangunan,

jumlah pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara selama pelaksanaan PJP I

senantiasa menunjukkan peningkatan, sejalan dengan bertambahnya volume anggaran belanja

pembangunan rupiah. Dalam Repelita I, jumlah keseluruhan pengeluaran pembangunan

departemen/lembaga negara baru mencapai sebesar Rp 582,7 miliar, atau sekitar 62 persen dari

seluruh pembiayaan pembangunan rupiah. Guna mendukung program stabilisasi ekonomi dan

rehabilitasi produksi, alokasi pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara dalam

periode tersebut diprioritaskan bagi pembiayaan program-program pembangunan di bidang

ekonomi, dengan titik berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.

Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat di bidang pangan, khususnya beras, dalam periode tersebut

diupayakan melalui pembangunan prasarana dari sarana pertanian, seperti pembukaan areal

persawahan, pembangunan jaringan irigasi dan bendungan, serta prasarana yang menunjang

usaha peningkatan produksi pangan Sedangkan guna memperlancar distribusi barang dari jasa,

alokasi pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara dalam periode tersebut diarahkan

untuk pembangunan prasarana dan sarana perhubungan dan telekomunikasi, seperti

pembangunan jalan raya, rehabilitasi, penggantian dan perluasan transportasi darat, serta

pembangunan berbagai fasilitas pelabuhan. Selain itu guna memenuhi kebutuhan energi, alokasi

pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara dalam periode tersebut juga diarahkan

untuk pembangunan saranadan prasarana kelistrikan, seperti pembangkit tenaga listrik, berikut

jaringan transmisi dari distribusinya.

Dalam Repelita II, pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara mencapai

jumlah sebesar Rp 2.792,9 miliar, atau naik sekitar 379 persen jika dibandingkan dengan

realisasinya dalam Repelita I. Dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, alokasi

pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara dalam periode tersebut diarahkan

terutama untuk menunjang program peningkatan produksi pertanian, program perluasan

kesempatan kerja, dan program pembangunan daerah. Sedangkan untuk mendukung upaya

penyediaan fasilitas pelayanan dasar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, anggaran belanja

pembangunan departemen/lembaga negara dalam periode tersebut juga diarahkan untuk

membiayai program perluasan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan.

Departemen Keuangan RI 139

Page 140: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Dalam Repelita III, jumlah pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara

mencapai sebesar Rp 13.218,5 miliar, atau naik sekitar 373 persen jika dibandingkan dengan

realisasinya dalam Repelita II. Guna mendukung program pemerataan pembangunan, alokasi

pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara dalam periode tersebut diarahkan

terutama untuk pembiayaan pembangunan daerah, desa dari kota, berupa pembangunan sarana

dari prasarana sosial ekonomi desa, program pembangunan Dati II, serta program pembangunan

Dati I. Sementara itu dalam rangka penyediaan energi nasional dari pemanfaatan kekayaan

tambang bagi kesejahteraan masyarakat, alokasi anggaran pembangunan departemen/lembaga

negara dalam periode tersebut juga dimanfaatkan untuk membiayai berbagai proyek di sektor

pertambangan dan energi, seperti pembangunan dan perluasan sarana pusat pembangkit listrik

dan pembangunan listrik perdesaan. Sedangkan untuk mewujudkan swasembada pangan,

khususnya beras, anggaran pembangunan departemen/lembaga negara dalam periode tersebut

juga diprioritaskan untuk membiayai pembangunan berbagai proyek di sektor pertanian, seperti

pembiayaan program intensifikasi khusus dan operasi khusus, pengadaan bibit, serta

pembangunan jaringan irigasi. Selanjutnya guna lebih memperlancar arus barang, penumpang

dan jasa, anggaran pembangunan departemen/lembaga negara dalam periode tersebut juga

dialokasikan untuk membiayai pembangunan prasarana dan sarana perhubungan, seperti

peningkatan dan pembangunan jalan dan jembatan serta peningkatan jaringan pelayanan

penerbangan. Demikian pula dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, prioritas

anggaran pembangunan departemen/lembaga negara dalam periode tersebut juga diarahkan untuk

membiayai berbagai proyek di sektor pendidikan, seperti peningkatan sarana pendidikan,

pembangunan gedung sekolah di berbagai jenjang pendidikan, serta pengadaan buku bacaan dan

alat-alat laboratorium.

Dalam Repelita IV, jumlah pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara

mencapai sebesar Rp 13.190,3 miliar, atau sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan

realisasinya dalam Repelita III. Guna mempertahankan swasembada pangan yang dicapai sejak

akhir Repelita III, prioritas pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara diarahkan

penggunaannya untuk membiayai program penganekaragaman produksi pertanian, serta

perbaikan dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang telah dibangun di bidang pengairan.

Sedangkan untuk mendukung program pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air,

alokasi pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara antara lain digunakan untuk

Departemen Keuangan RI 140

Page 141: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

membiayai program pembangunan desa, program pembangunan daerah tingkat II, dan program

pembangunan daerah tingkat I. Dalam rangka meningkatkan produksi, menganekaragamkan hasil

tambang, serta memenuhi sumber energi, alokasi pengeluaran pembangunan departemen/lembaga

negara dalam periode tersebut diarahkan antara lain untuk membiayai program pengembangan

pertambangan serta program diversifikasi sumber-sumber energi. Sementara itu dalam rangka

peningkatan kualitas sumber daya manusia, alokasi pengeluaran pembangunan

departemen/lembaga negara antara lain dimanfaatkan untuk menunjang upaya perluasan dan

pemerataan kesempatan belajar bagi anak usia sekolah dasar, guna mendukung pelaksanaan

program wajib belajar enam tahun, serta pembangunan prasarana dan sarana pendidikan di semua

jenis danj enjang pendidikan. Demikian pula guna memperlancar arus barang, angkutan, dan jasa-

jasa, alokasi pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara diarahkan antara lain untuk

perbaikan dan pemeliharaan prasarana dan sarana jalan yang kondisi kerusakannya cukup parah,

peningkatan dan rehabilitasi jalur rel kereta api, serta pembangunan prasarana dan sarana

pelabuhan.

Dalam Repelita V, jumlah keseluruhan pengeluaran pembangunan departemen/lembaga

negara mencapai sebesar Rp 29.752,3 miliar, atau sekitar 126 persen lebih tinggi jika

dibandingkan dengan realisasinya dalam Repelita IV. Dalam periode tersebut prioritas alokasi

pengeluaran pembangunan departemen/lembaga negara diarahkan untuk penyediaan dana operasi

dan pemeliharaan bagi sarana dan prasarana yang ada di berbagai sektor pembangunan,

pembangunan sarana dan prasarana dasar yang memang tidak dapat disediakan sendiri oleh

masyarakat, dan pengembangan sumber daya manusia melalui perbaikan gizi dan kesehatan, serta

pendidikan dan pelatihan.

Memasuki tahun pertama Repelita VI, sejalan dengan semakin meningkatnya

pembangunan dan pelayanan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah, pengeluaran

pembangunan departemen/lembaga negara dianggarkan sebesar Rp 9.945,6 miliar, yang berarti

naik sebesar Rp 1.385,2 miliar atau sekitar 16 persen dari realisasinya sebesar Rp 8.560,4 miliar

dalam tahun anggaran 1993/94. Dalam periode tersebut, prioritas pengeluaran pembangunan

departemen/lembaga negara diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah

kepada masyarakat, memaksimalkan dan mempertahankan selama mungkin manfaat dan nilai

ekonomis daripada prasarana dan sarana dasar yang sedang dan telah dibangun di berbagai sektor

pembangunan, menunjang pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan

Departemen Keuangan RI 141

Page 142: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengembangan sumber daya manusia antara lain melalui program wajib belajar pendidikan dasar

sembilan tahun, serta mempertahankan mutu lingkungan hidup terhadap dampak negatif aktivitas

pembangunan.

2.2.6.2.2. Pengeluaran pembangunan daerah

Pembiayaan pembangunan bagi daerah pada dasarnya terdiri dari dua unsur utama, yaitu

program bantuan pembangunan daerah dan pengeluaran pembangunan daerah yang memperoleh

sumber pembiayaan dari dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan. Program bantuan

pembangunan daerah, atau yang lebih dikenal dengan program Inpres bantuan pembangunan

daerah, selain dimaksudkan untuk mendorong pemerintah daerah agar lebih mampu

melaksanakan pembangunan daerah dalam bidang-bidang yang menjadi urusan rumah tangganya

sendiri, juga bertujuan untuk mewujudkan program pemerataan pembangunan antar wilayah,

memperluas otonomi daerah, serta mendorong peningkatan kemampuan keuangan daerah. Guna

mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat di daerah secara lebih nyata dan bertanggung

jawab dalam pembangunan, serta mengentaskan kemiskinan yang masih banyak terdapat di

daerah perdesaan, daerah terpencil di pedalaman, serta daerah terbelakang dan terisolir, jumlah

anggaran, cakupan, dan jangkauan kegiatan daripada program-program bantuan pembangunan

daerah selama pelaksanaan PJP I, ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan

keuangan negara.

Dalam Repelita I, jumlah bantuan pembangunan daerah baru mencapai sebesar Rp 219

miliar, atau sekitar 23 persen dari keseluruhan anggaran pembangunan rupiah yang tersedia

dalam periode tersebut. Dana tersebut dialokasikan untuk program Inpres desa, program Inpres

Dati II, program Inpres Dati I, serta program Inpres SD. Sejak Repelita II, cakupan program

bantuan pembangunan daerah diperluas dengan pemberian bantuan khusus berupa program

Inpres sarana kesehatan, Inpres pasar, Inpres penghijauan dan reboisasi, serta Inpres penunjang

jalan. Dengan penambahan program-program bantuan pembangunan daerah tersebut, maka dalam

Repelita II dan III jumlah pengeluaran pembangunan bagi daerah mengalami peningkatan

masing-masing menjadi sebesar Rp 1.474,8 miliar dan sebesar Rp 5.028,4 miliar. Selanjutnya

dalam Repelita IV seiring dengan upaya untuk makin mempercepat pemerataan laju

pembangunan antar daerah, jumlah bantuan pembangunan daerah ditingkatkan lagi menjadi

Departemen Keuangan RI 142

Page 143: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebesar Rp 7.315,3 miliar, atau sekitar 46 persen lebih tinggi dari realisasinya dalam periode

Repelita III. Kemudian, sejalan dengan makin besarya kemampuan pembiayaan pembangunan,

dalam Repelita V, alokasi pengeluaran pembangunan bagi program bantuan pembangunan daerah

bahkan menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, sehingga jumlah keseluruhannya mencapai

sebesar Rp 19.687,0 miliar, atau naik sekitar 169 persen dari jumlah realisasinya dalam Repelita

IV. Dengan berbagai perkembangan tersebut, selama pelaksanaan PJP I jumlah keseluruhan

bantuan pembangunan daerah mencapai sebesar Rp 33.724,5 miliar, atau naik rata-rata sekitar 34

persen per tahun. Jumlah bantuan pembangunan daerah tersebut mencakup program bantuan

pembangunan desa (Inpres desa), program bantuan pembangunan daerah tingkat II (Inpres Dati

II), program bantuan pembangunan daerah tingkat I (Inpres Dati I), program bantuan

pembangunan sekolah dasar (Inpres SD), program bantuan pembangunan kesehatan (Inpres

kesehatan), program bantuan pembangunan dan pemugaran pasar(Inpres pasar), program bantuan

pembangunan penghijauan dan reboisasi (Inpres penghijauan dari reboisasi), serta program

bantuan pembangunan peningkatan jalan (Inpres jalan).

Memasuki tahun pertama Repelita VI, jenis program bantuan pembangunan daerah

ditambah lagi dengan program baru, yaitu program Inpres desa tertinggal (IDT) sebagai program

bantuan umum. Namun demikian, guna meningkatkan otonomi daerah secara lebih nyata, maka

sejak tahun anggaran 1994195 alokasi program bantuan pembangunan daerah telah

disempurnakan dan disederhanakan dengan mengintegrasikan sebagian dana program bantuan

khusus, yaitu program Inpres penghijauan dan reboisasi, Inpres pasar, serta Inpres penunjang

jalan, ke dalam program Inpres Dati II dan Dati I sebagai program bantuan umum. Dengan

adanya penambahan program baru dan penyempurnaan sistem alokasi program bantuan

pembangunan daerah tersebut, maka dalam APBN 1994/95 anggaran yang disediakan bagi

program Inpres daerah diperkirakan mencapai sebesar Rp 6.822,4 miliar, yang berarti naik

sebesar Rp 846,8 miliar atau sekitar 14 persen dari realisasinya sebesar Rp 5.975,6 miliar dalam

tahun anggaran 1993/94.

Program bantuan pembangunan desa, atau yang lebih dikenal dengan program Inpres

desa, dikembangkan sejak awal Repelita I dengan maksud untuk mendorong, menggerakkan dan

meningkatkan swadaya gotong-royong, menumbuhkan kreativitas dan otoaktivitas masyarakat

desa, serta meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan. Dana bantuan

tersebut di samping dipergunakan untuk menunjang pembiayaan bagi berbagai proyek prasarana

Departemen Keuangan RI 143

Page 144: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

ekonomi dan sosial di daerah perdesaan, juga dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan

pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). Agar pengembangan prasarana dan sarana dasar

tersebut langsung menyentuh kepentingan golongan masyarakat yang berpendapatan rendah,

serta dapat menunjang prasarana produksi pertanian di daerah perdesaan, maka alokasi dana

bantuan pembangunan desa dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan jalan dan jembatan

desa, transportasi perintis, dan pengairan desa. Sementara itu untuk meningkatkan peran aktif dan

partisipasi wanita dalam mendorong dan menggerakkan pembangunan desanya, sejak tahun

anggaran 1985/86 dalam program bantuan pembangunan desa tersebut juga dimasukkan bantuan

pembiayaan untuk program pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). Di samping itu dalam

rangka mendukung peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat, melalui program bantuan

pembangunan desa juga dilaksanakan proyek peningkatan peranan dan fungsi LKMD, proyek

pelatihan kader pembangunan desa, dan proyek pelatihan usaha ekonomi desa. Selanjutnya guna

menyediakan perumahan yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan, melalui dana

bantuan pembangunan desa diupayakan pemugaran perumahan dan lingkungan desa, terutama

bagi penduduk yang kurang mampu.

Dalam perkembangannya, pelaksanaan program bantuan pembangunan desa tersebut

terus mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan daya dukung keuangan negara. Apabila

dalam periode Rcpelita I anggaran bagi program bantuan pembangunan desa baru mencapai

sebesar Rp 24,9 miliar, maka dalam periode Repelita V jumlah dana bantuan pembangunan desa

telah mencapai sebesar Rp 1.258,7 miliar, atau mengalami peningkatan lebih dari 50 kali lipat

dari realisasinya dalam Repelita I. Peningkatan tersebut di samping disebabkan oleh semakin

banyaknya jumlah desa yang mcmperoleh bantuan, juga karena ditingkatkannya jumlah bantuan

bagi setiap desa. Dalam APBN 1994/95, jumlah bantuan pembangunan desa mencapai sebesar

Rp 423,3 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sekitar 9 persen dari realisasinya sebesar

Rp 389,7 miliar dalam tahun terakhir Repelita V (1993/94). Peningkatan tersebut selain

disebabkan oleh adanya pemekaran desa dan penambahan jumlah desa transmigrasi, juga karena

adanya peningkatan bantuan bagi setiap desa. Dalam tahun tersebut jumlah desa yang

mendapatkan bantuan pembangunan desa adalah sebanyak 63.920 desa, sedangkan besarnya

bantuan bagi setiap desa adalah sebesar Rp 6 juta, yang terdiri dari sebesar Rp 5 juta untuk

pembangunan desa dan sebesar Rp 1 juta untuk menunjang kegiatan PKK. Jumlah bantuan bagi

setiap desa tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp 500 ribu atau sekitar 9 persen dari

Departemen Keuangan RI 144

Page 145: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

jumlah bantuan bagi tiap desa dalam tahun anggaran sebelumnya. Perkembangan bantuan

pembangunan desa sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita VI dapat diikuti dalam

Tabel II.17.

Departemen Keuangan RI 145

Page 146: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Departemen Keuangan RI 146

Bantuan tiap Desa Jumlah bantuan(ribu rupiah) (miliar rupiah)

REPELITA I1969/70 44.478 100 2,61970/71 44.622 100 5,61971/72 44.630 100 5,31972/73 45.575 100 5,71973/74 45.587 100 5,7REPELITA II1974/75 45.303 200 11,41975/76 45.303 300 15,91976/77 58.675 300 19,81977/78 59.071 350 23,21978/79 60.645 350 24REPELITA III1979/80 61.158 450 311980/81 63.058 750 50,71981/82 64.650 1.000 70,51982/83 65.127 1.250 88,41983/84 66.437 1.250 91,6REPELITA IV1984/85 67.448 1.250 92,81985/86 66.173 1.350 2) 98,61986/87 66.391 1.350 2) 86,41987/88 66.594 1.350 2) 102,21988/89 66.744 1.500 3) 112REPELITA V1989/90 66.979 1.500 3) 1121990/91 66.979 2.500 4) 180,61991/92 67.033 3.500 5) 249,91992/93 68.762 4.500 6) 326,51993/94 63.721 5.500 7) 389,7REPELITA VI1994/95 9) 63.920 6.000 8) 423,3

9) APBN.

Jumlah Desa

2) Rp 250.000 untuk PKK, Rp 1.100.000 untuk desa;3) Rp 300.000 untuk PKK, Rp 1.200.000 untuk desa;4) Rp 500.000 untuk PKK. Rp 2.000.000 untuk desa;5) Rp 700.000 untuk PKK, Rp 2.800.000 untuk desa;6) Rp 900.000 untuk PKK, Rp 3.600.000 untuk desa;7) Rp 1.000.000 untuk PKK, Rp 4.500.000 untuk desa;8) Rp 1.000.000 untuk PKK, Rp 5.000.000 untuk desa;

1) Untuk tahun anggaran 1969/70 s.d 1993/94 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/P tahun yang bersangkutan;

Tahun

Tabel II.17INPRES PEMBANGUNAN DESA,

1969/70 - 1994/95 1)

Page 147: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Di samping program bantuan pembangunan desa, Pemerintah juga memberikan bantuan

pembangunan kepada kabupaten/kotamadya, yang dikenal dengan Inpres Dati II. Bantuan

tersebut telah dilaksanakan sejak tahun anggaran 1970/71, dan dimaksudkan untuk memperluas

jangkauan penyediaan berbagai prasarana, baik sosial maupun ekonomi, untuk mendukung

kegiatan dan kebutuhan masyarakat pada tingkat kabupaten/kotamadya. Di samping itu bantuan

pembangunan Dati II juga dimanfaatkan untuk menunjang pembiayaan bagi program penataan

ruang di kawasan tertentu yang dianggap mendesak dan strategis, serta pembiayaan proyek-

proyek yang memanfaatkan potensi alam dan tenaga kerja yang ada di masing-masing daerah

tingkat II. Besarnya bantuan pembangunan Dati II yang diterima oleh masing-masing

kabupaten/kotamadya didasarkan pada jumlah penduduk, dengan ketentuan bahwa bagi daerah

yang penduduknya kurang dari suatu jumlah tertentu diberikan bantuan minimum dalam jumlah

yang ditetapkan. Di samping bantuan yang diterima atas dasar jumlah penduduk sebagai jumlah

bantuan minimum, daerah tingkat II juga memperoleh sejumlah dana sebagai perangsang dalam

pengumpulan hasil pajak bumi dan bangunan (PBB). Pemberian insentif tersebut dimaksudkan

terutama untuk merangsang peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat di daerah dan mendorong

pemerintah daerah dalam meningkatkan upaya penggalian sumber-sumber pendapatan daerahnya.

Selama periode PJP I besarnyajumlah bantuan yang dialokasikan bagi program bantuan

pembangunan Dati II telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Apabila dalam periode

Repelita I, realisasi bantuan pembangunan Dati II hanya mencapai sebesar Rp 46,4 miliar, maka

dalam periode Repelita V jumlah bantuan tersebut telah mencapai sebesar Rp 3.095,6 miliar, atau

meningkat sekitar 66 kali lipat dari realisasinya dalam Repelita I. Ini berarti bahwa selama PJP I

jumlah keseluruhan bantuan pembangunan Dati II mencapai sebesar Rp 5.304,7 miliar, atau naik

rata-rata 25,4 persen pertahun. Selanjutnya dalam tahun pertama Repelita VI, bantuan

pembangunan Dati II dianggarkan sebesar Rp 2.417,8 miliar, atau lebih tinggi sekitar 136 persen

dari realisasinya sebesar Rp 1.025,4 miliar dalam tahun terakhir Repelita V. Peningkatan jumlah

pembangunan Dari II yang cukup tinggi tersebut terutama disebabkan oleh adanya

pengintegrasian bantuan pembangunan dan pemugaran perumahan perdesaan, bantuan

pemugaran pasar kecamatan, Inpres penghijauan, bantuan rehabilitasi sekolah dasar (SD) dan

madrasah ibtidaiyah (MI), dan Inpres peningkatan jalan Dati II, ke dalam Inpres Dati II.

Perkembangan bantuan pembangunan Dati II sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama

Repelita VI dapat diikuti dalam Tabel II.18.

Departemen Keuangan RI 147

Page 148: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Bantuan minimum Jumlah Jumlahtiap Dati II penduduk bantuan

(juta rupiah) (juta) (miliar rupiah)

REPELITA I1969/70 - - - -1970/71 - 50 112,3 5,61971/72 - 75 114,8 8,81972/73 - 100 117,5 12,81973/74 - 150 120,1 19,2REPELITA II1974/75 16 300 126,1 42,51975/76 20 400 129,1 59,11976/77 30 400 132,1 62,41977/78 40 450 135,2 69,11978/79 50 450 136,6 70,9REPELITA III1979/80 65 550 139,4 87,11980/81 100 750 142,3 119,41981/82 150 1.000 147,5 162,71982/83 160 1.150 150,9 193,91983/84 160 1.150 154,4 194,1REPELITA IV1984/85 160 1.150 158,1 194,61985/86 170 1.250 161,6 188,61986/87 170 1.250 165,3 188,11987/88 170 1.250 168,8 2631988/89 170 1.450 172,2 267,2REPELITA V1989/90 200 1.450 175,6 2701990/91 500 2.000 179,1 391,81991/92 630 3.000 182,6 583,31992/93 750 4.000 183 825,11993/94 1.000 5.000 189,1 1.025,40REPELITA VI1994/95 3) 1.000 5.000 192,2 2.417,8 2)

3) A P B N.

Tabel II.18INPRES PEMBANGUNAN DATI II,

1969/70 - 1994/95 1)

TahunBantuan tiap jiwa (rupiah)

1) Untuk tahun anggaran 1969/70 s.d 1993/94 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/P tahun yang bersangkutan;

2) Termasuk bantuan pembangunan/pemugaran perumahan perdesaan sebesar Rp 18.6 miliar, bantuan pemugaran pasar kecamatan sebesar Rp 5.0 miliar, bantuan rehabilitasi SD dan Madrasah Ibtidaiyah sebesar Rp 250,0 miliar, Inpres penghijauan sebesar Rp 82,5 miliar, dan Inpres peningkatan jalan Dati II sebesar Rp 967,6 miliar;

Departemen Keuangan RI 148

Page 149: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Departemen Keuangan RI

Bantuan minimumtiap Dati I

(juta rupiah)

REPELITA I1969/70 -1970/71 -1971/72 -1972/73 -1973/74 -REPELITA II1974/75 5001975/76 7501976/77 1.0001977/78 1.5001978/79 2.000REPELITA III1979/80 2.5001980/81 5.0001981/82 7.5001982/83 9.0001983/84 9.000REPELITA IV1984/85 9.0001985/86 10.0001986/87 10.0001987/88 10.0001988/89 12.000REPELITA V1989/90 12.0001990/91 14.0001991/92 18.0001992/93 22.5001993/94 25.000REPELITA VI1994/95

149

6) 25.000

6) A P B N.

25.000 782,8 4)

25.000 1.218,7 5)

324486,0 4)

573,9 4)

22.500 701,2 4)

253287,3293,1

21511.000 253

253

100,89.900 166,7

61,57.800 75,48.200 86,8

5.600 47,46.400 54

1) Untuk tahun anggaran 1969/70 s.d 1993/94 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/P tahun yang bersangkutan;2) Diterima langsung oleh Dati I berupa alokasi devisa otomatis (ADO);3) Sumbangan Pemerintah sebagai pengganti ADO;

12.00014.00018.000

12.000

--

-

7.100

10.000

11.000

8.800

11.000

12.000

4) Termasuk bantuan tambahan sebesar Rp 108,0 miliar dibagi per Dati I secara proporsional menurut luas wilayah daerah daratan masing-masing;

12.000 290,412.000 334,3

5) Termasuk Inpres reboisasi Rp 21.8 miliar dan Inpres peningkatan Dati I sebesar Rp 405.6 miliar;

20,7 3)

- 20,8 3)

- 20,8 3)

Tahun

Tabel II.19INPRES PEMBANGUNAN DATI I,

1969/70 - 1994/95 1)

Bantuan maksimumtiap Dati I

Jumlahbantuan

(miliar rupiah)(juta rupiah)

- 2)

20,8 3)

Page 150: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Selanjutnya dalam upaya meningkatkan keselarasan antara pembangunan sektoral dan

regional, meningkatkan keserasian pertumbuhan antar daerah, serta meningkatkan partisipasi

daerah dalam pembangunan nasional, melalui anggaran pcmbangunan sejak tahun anggaran

1969/70 telah disediakan bantuan pembangunan Dati I (Inpres Dati I). Pada dasarnya bantuan

tersebut merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari kebijaksanaan alokasi devisa otomatis

atau sumbangan pemerintah pengganti alokasi devisa otomatis (SPP-ADO) yang alokasinya

didasarkan atas nilai ekspor tiap propinsi. Penyempurnaan tersebut dilaksanakan terutama karena

sistem SPP-ADO dirasakan telah mengakibatkan meningkatnya perbedaan penerimaan antara

propinsi pengekspor dan propinsi bukan pengekspor. Sejak awal Repelita II, sistem SPP-ADO

tersebut dihapuskan dan diganti dengan bantuan pembangunan Dati I, yang pengalokasiannya

untuk setiap propinsi tidak lagi didasarkan pada nilai ekspor. Bantuan pembangunan Dati I

tersebut dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan daerah di setiap propinsi,

antara lain berupa proyek-proyek pemeliharaan jalan dan jembatan, perbaikan irigasi, serta

eksploitasi dan pemeliharaan pengairan. Sampai dengan tahun anggaran 1989/90, bantuan

pembangunan daerah tingkat I dapat dikelompokkan atas dua bagian, yaitu pertama, bagian yang

ditetapkan digunakan untuk membiayai kegiatan pemeliharaan jalan dan jembatan propinsi,

perbaikan dan peningkatan irigasi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jaringan pengairan.

Kedua, bagian yang diarahkan, yaitu dana yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan lainnya

sesuai dengan prioritas pembangunan masing-masing daerah tingkat I, sebagaimana yang

tertuang dalam rencana pembangunan lima tahun daerah (Repelitada) masing-masing propinsi.

Dari Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita VI, program bantuan pembangunan

daerah tingkat I senantiasa menunjukkan peningkatan, baik dilihat dari nilai nominalnya maupun

persentasenya. Apabila dalam periode Repelita I dan Repelita II, realisasi bantuan pembangunan

Dati I masing-masing baru mencapai sebesar Rp 83,1 miliar dan sebesar Rp 325,1 miliar, maka

dalam Repelita selanjutnya reaIisasi bantuan pembangunan Dati I mengalami peningkatan

masing m asing menjadi sebesar Rp 988,5 miliar dalam Repelita III, sebesar Rp 1.458,1 miliar

dalam Repelita IV, dan sebesar Rp 2.867,9 miliar dalam Repelita V. Ini berarti bahwa selama PJP

I jumlah bantuan pembangunan Dati I mencapai sebesar Rp 5.722,7 miliar atau naik rata-rata

17,1 persen per tahun. Sedangkan dalam tahun pertama Repelita VI, jumlah bantuan

pembangunan Dati I dianggarkan sebesar Rp 1.218,7 miliar, yang berarti Rp 435,9 miliar atau

sekitar 56 persen lebih tinggi dari realisasinya sebesar Rp 782,8 miliar dalam tahun anggaran

Departemen Keuangan RI 150

Page 151: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1993/94. Kenaikan realisasi dana Inpres Dati I yang cukup tinggi tersebut terutama disebabkan

oleh adanya pengintegrasian program bantuan reboisasi dan program bantuan peningkatan jalan

Dati I ke dalam Inpres Dati I. Perkembangan bantuan pembangunan Dati I sejak Repelita I

sampai dengan tahun pertama Repelita VI dapat diikuti dalam Tabel II.19.

Program bantuan pembangunan sekolah dasar (Inpres SD) diberikan sejak tahun anggaran

1973/74, dengan maksud untuk memperluas dan menunjang pemerataan kesempatan memperoleh

pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan mutu sumber daya manusia

sebagai modal dasar untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Dalam hubungan

ini, perhatian khusus diberikan kepada daerah perdesaan, daerah perkotaan yang berpenghasilan

rendah, dan daerah permukiman baru, seperti daerah transmigrasi. Program bantuan

pembangunan SD (lnpres SD) tersebut antara lain dipergunakan untuk pembangunan gedung,

penambahan ruang kelas, rehabilitasi gedung, pengadaan peralatan penunjang pendidikan, buku

perpustakaan, rumah dinas guru dan kepala sekolah, serta pengadaan dan penempatan guru.

Dalam tahun anggaran 1973/74, jumlah pengeluaran pembangunan bagi program Inpres

SD baru mencapai sebesar Rp 17,2 miliar, yang dipergunakan bagi pembangunan sebanyak 6.000

unit gedung baru SD, dan pengadaan sebanyak 6,6 juta unit buku bacaan. Dalam Repelita II,

alokasi pengeluaran pembangunan bagi bantuan pembangunan SD semakin ditingkatkan,

sehingga realisasinya mencapai sebesar Rp 323,7 miliar. Melalui program bantuan pembangunan

SD dalam periode tersebut, telah berhasil dilakukan pembangunan sekitar 56.000 gedung-gedung

SD baru, penambahan sekitar 15.000 ruang kelas, rehabilitasi sekitar 56.000 gedung SD, serta

pengadaan sekitar 39 juta unit buku bacaan. Berbagai upaya tersebut telah berhasil memperluas

daya tampung SD yang mampu menjangkau sekitar 85 persen dari seluruh anak usia sekolah

dasar (umur 7-12 tahun). Dalam Repelita III, jumlah pengeluaran pembangunan bagi bantuan

pembangunan SD mencapai sebesar Rp 1.596,8 miliar, atau naik sekitar 393 persen dari

realisasinya dalam Repelita II. Dalam periode tersebut, telah berhasil dilaksanakan pembangunan

sekitar 74.740 gedung sekolah dasar, penambahan sekitar 110.700 ruang kelas, rehabilitasi sekitar

106.000 gedung SD, pembangunan sekitar 92.000 rumah kepala sekolah dan guru SD, serta

pengadaan sekitar 104 juta unit buku bacaan dan sekitar 146.000 paket peralatan olah raga.

Dalam Repelita IV, jumlah pengeluaran pembangunan bagi bantuan pembangunan SD mencapai

sebesar Rp 1.917,8 miliar, atau naik sekitar 20 persen dari realisasinya dalam Repelita III. Dalam

rangka perluasan dan pemerataan kesempatan belajar bagi seluruh anak-anak usia sekolah dasar

Departemen Keuangan RI 151

Page 152: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

guna mendukung pelaksanaan program wajib belajar enam tahun, melalui program bantuan

pembangunan SD dalam periode tersebut telah dilakukan pembangunan sekitar 9.874 gedung

sekolah dasar, penambahan sekitar 35.048 ruang kelas, rehabilitasi sekitar 94.448 gedung SD,

pembangunan kembali sekitar 1.590 gedung SD yang telah rusak berat, pembangunan sekitar

132.490 rumah kepala sekolah dan guru SD, pengadaan sekitar 131 juta unit buku bacaan

termasuk sekitar 15 juta buku paket A untuk pemberantasan buta huruf, serta pengadaan sekitar

1.000 paket peralatan olah raga.

Selanjutnya dalam Repelita V, anggaran belanja pembangunan bagi bantuan

pembangunan SD mencapai sebesar Rp 2.347,2 miIiar, atau mengalami peningkatan sekitar 22

persen dari realisasinya dalam Repelita IV. Melalui program bantuan pembangunan SD dalam

periode tersebut, telah berhasil dilakukan pembangunan sekitar 2.686 gedung sekolah dasar,

penambahan sekitar 5.450 ruang kelas, rehabilitasi sekitar 117.775 gedung SD, pembangunan

kembali sekitar 4.555 gedung SD yang telah rusak berat, pembangunan sekitar 9.717 rumah

kepala sekolah dan guru SD, pengadaan sekitar 89 juta unit buku bacaan termasuk sekitar 4 juta

buku paket A untuk pendidikan masyarakat dan sekitar 1 juta eksemplar buku modul untuk SD

kecil, serta pengadaan sekitar 1.000 paket peralatan olah raga. Dengan dukungan bantuan

pembangunan sekolah dasar yang dilakukan secara terus menerus, dan melalui pelaksanaan

program wajib belajar pendidikan dasar tingkat SD, dalam tahun terakhir Repelita V, hampir

semua (99,6 persen) anak usia 7-12 tahun telah berkesempatan mengikuti pendidikan di tingkat

SD. Dengan keberhasilan tersebut, maka secara potensial tersedia sumber daya manusia yang

berkemampuan dan berketerampilan dasar sebagai bekal untuk mengikuti pendidikan selanjutnya

atau berusaha dalam masyarakat.

Memasuki tahun pertama Repelita VI, sebagian dari dana Inpres SD, yaitu yang berupa

dana rehabilitasi SD dan madrasah ibtidaiyah, telah dialihkan ke dalam Inpres Dati II, sehingga

anggaran pembangunan yang disediakan bagi program Inpres SD menjadi sebesar Rp 497,9

miliar, atau sekitar 29 persen lebih rendah dari realisasinya sebesar Rp 698,7 miliar dalam tahun

terakhir Repelita V. Anggaran pembangunan tersebut antara lain digunakan untuk pembangunan

sekitar 700 gedung sekolah dasar, penambahan sekitar 2.650 ruang kelas, pembangunan sekitar

1.050 rumah kepala sekolah dan guru SD, serta pengadaan sekitar 36 juta unit buku bacaan.

Perkembangan bantuan pembangunan sekolah dasar sejak Repelita I sampai dengan tahun

pertama Repelita VI dapat diikuti dalam Tabel II.20.

Departemen Keuangan RI 152

Page 153: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Pembangunan Penambahan Rehabilitasi Pembangunan Rumah kepala Buku Peralatan Jumlahgedung 2) Ruang kelas gedung kembali guru bacaan 3) olah raga bantuan

(unit) (ruang) (unit) (unit) (unit) (juta) (paket) (miliar Rp)

REPELITA I1973/74 6.000 - - - - 6,6 -REPELITA II1974/75 6.000 - - - - 6,9 -1975/76 10.000 - 10.000 - - 7,3 - 49,91976/77 10.000 - 16.000 - - 8,6 - 57,31977/78 15.000 - 15.000 - - 7,3 - 851978/79 15.000 15.000 15.000 - - 8,5 - 111,8REPELITA III1979/80 10.000 15.000 15.000 - 5.000 12,5 - 155,81980/81 14.000 20.000 20.000 - 7.500 14 - 249,81981/82 15.000 25.000 25.000 - 9.500 15 - 374,51982/83 22.600 35.000 25.000 - 20.000 30 50.000 267,41983/84 13.140 15.700 21.000 - 50.000 32 96.000 549,3REPELITA IV1984/85 2.200 12.500 28.500 - 60.000 32,6 96.000 5721985/86 3.200 12.500 31.000 - 60.000 32,6 157.799 526,11986/87 3.243 7.748 24.615 940 9.890 32,6 157.500 495,91987/88 831 1.300 - 250 2.400 22,9 4) - 193,31988/89 400 1.000 10.333 400 200 10 - 130,5REPELITA V1989/90 170 250 6.000 45 270 8,5 5) 1.000 1001990/91 400 1.000 20.000 1.228 1.000 12 - 373,51991/92 692 1.200 32.028 724 2.888 12 - 520,51992/93 725 1.400 36.000 1.050 4.000 20,6 - 654,51993/94 699 1.600 23.747 1.508 1.559 36 - 698,7REPELITA VI1994/95

17,2

19,7

7) 700 2.650 - 6) - 1.050 36 - 497,9

2) Di daerah terpencil, termasuk pembangunan 10 buah mess murid;3) Termasuk buku bacaan Paket A;4) Termasuk 14,9 juta buku paket A (20 jilid) untuk pemberantasan buta huruf;

1) Untuk tahun anggaran 1973/74 s.d 1993/94 adalah angka sesuai dengan UU APBN T/P tahun yang bersangkutan;

Tabel II.20INPRES SEKOLAH DASAR,

1973/74 - 1994/95 1)

5) Termasuk 4,0 juta paket A untuk pendidikan masyarakat dan 0,5 juta eksemplar buku modul untuk SD kecil;6) Sejak tahun anggaran 1994/95 dialihkan kepada Inpres Dati II sebesar Rp 250,0 miliar;7) APBN.

Tahun

Selanjutnya dalam rangka pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan derajat

kesehatan masyarakat, sejak tahun anggaran 1974/75 (awal Repelita II) kepada daerah diberikan

bantuan pembangunan sarana kesehatan. Program Inpres sarana kesehatan tersebut dimaksudkan

untuk memperluas cakupan dan meningkatkan multi pelayanan kesehatan, serta menyediakan

sarana kesehatan secara lebih merata dan sedekat mungkin kepada masyarakat, terutama bagi

masyarakat yang berpenghasilan rendah di daerah kumuh perkotaan, daerah perdesaan, daerah

terpencil atau terisolir, daerah transmigrasi, serta daerah permukiman baru. Dalam rangka

memperluas pemerataan kesempatan memperoleh pelayanan kesehatan, jumlah bantuan

pembangunan sarana kesehatan senantiasa ditingkatkan setiap tahunnya. Apabila dalam periode

Repelita II realisasi bantuan pembangunan sarana kesehatan baru mencapai sebesar Rp 94,5

miliar, maka dalam periode Repelita V realisasi bantuan tersebut telah mencapai sebesar Rp

Departemen Keuangan RI 153

Page 154: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1.281,1 miliar, yang berarti mengalami peningkatan lebih dari 13 kali lipat. Dengan adanya

peningkatan yang relatif cukup pesat tersebut, jumlah anggaran yang dialokasikan bagi program

bantuan pembangunan sarana kesehatan selama PJP I mencapai jumlah sebesar Rp 2.157,9

miliar. Melalui program bantuan pembangunan sarana kesehatan tersebut, selama PJP I telah

berhasil dilaksanakan pembangunan 3.747 Puskesmas dan rehabilitasi 53.039 Puskesmas,

pembangunan 18.342 Puskesmas pembantu, 6.699 Puskesmas keliling, serta 10.628 rumah dokter

dan paramedis, terutama yang berada di kabupaten/kotamadya. Selain daripada itu melalui

program bantuan tersebut juga diupayakan penyediaan obat-obatan dan bantuan vaksin,

penyediaan air bersih, serta penyehatan lingkungan permukiman. Selanjutnya dalam tahun

pertama Repelita VI, program bantuan pembangunan sarana kesehatan dianggarkan sebesar Rp

393,3 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 16,7 miliar atau sekitar 4 persen

bila dibandingkan dengan realisasinya sebesar Rp 376,6 miliar dalam tahun anggaran 1993/94.

Peningkatan tersebut disebabkan terutama oleh semakin bertambahnya bantuan yang diperlukan

untuk memenuhi keperluan tenaga medis melalui penyediaan biaya penempatan dan

pengangkatan dokter umum, dokter gigi, tenaga paramedis dan tenaga kesehatan

nonmedis/pekarya kesehatan, serta pembangunan rumah dokter dan paramedis. Perkembangan

bantuan pembangunan sarana kesehatan sejak akhir Repelita I sampai dengan tahun pertama

Repelita VI dapat diikuti dalam Tabel II.21.

Program bantuan pembangunan dan pemugaran pasar (Inpres pasar) dilaksanakan sejak

tahun anggaran 1976/77 dalam rangka pembinaan dan peningkatan kemampuan berusaha

pedagang kecil dan pengusaha golongan ekonomi lemah. Bantuan tersebut diberikan dalam

bentuk subsidi bunga atas kredit yang diberikan oleh perbankan bagi pembangunan dan

pemugaran pasar di masing-masing daerah tingkat II. Dalam Repelita II, jumlah pengeluaran

pembangunan bagi bantuan pembangunan dan pemugaran pasar mencapai sebesar Rp 2,42 miliar,

yang terutama digunakan untuk pembayaran biaya administrasi dan bunga kredit pemugaran dan

pembangunan pasar. Dalam Repelita III, alokasi anggaran pembangunan bagi program Inpres

pasar mengalami peningkatan yang cukup berarti, sehingga jumlahnya mencapai sebesar Rp 36

miliar, yang berarti melebihi realisasinya dalam Repelita sebelumnya. Selanjutnya dalam

Repelita IV, jumlah bantuan pembangunan dan pemugaran pasar mencapai sebesar Rp 47,4

miliar, atau naik sekitar 32 persen dari jumlah realisasinya dalam Repelita III. Di samping

digunakan untuk pembayaran bunga, anggaran pembangunan bagi program Inpres pasar dalam

Departemen Keuangan RI 154

Page 155: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

periode tersebutjuga dimanfaatkan untuk pembayaran di muka atas angsuran pokok kredit

pembangunan pasar. Dalam Repelita V, realisasi bantuan pembangunan dan pemugaran pasar

mengalami penurunan yang cukup berarti, sehingga jumlahnya hanya mencapai sebesar Rp 13,7

miliar, atau turun sekitar 71 persen dari realisasinya dalam Repelita IV. Selanjutnya dalam rangka

meningkatkan otonomi daerah secara lebih nyata, dalam tahun pertama Repelita VI program

Inpres pasar tersebut telah diintegrasikan ke dalam program bantuan pembangunan daerah Dati

II. Perkembangan bantuan pembangunan dan pemugaran pasar sejak Repelita II sampai dengan

Repelita V dapat diikuti dalam Tabel II.22.

Obat Puskesmas Puskesmas Puskesmas Doktor/ Rehabilitasi Air bersih Jumlahper jiwa (unit) pembantu keliling paramedis Puskesmas 2) pedesaan bantuan

(Rp) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (miliar Rp)

REPELITA I1973/74 1 3) - - - - - -REPELITA II1974/75 - 500 - - - - 10.5001975/76 50 500 - - - 1.500 15.500 15,21976/77 65 350 - - 750 823 15.000 20,81977/78 65 24 - 363 600 750 20.061 26,31978/79 70 300 - 241 338 213 27.900 26,9REPELITA III1979/80 90 200 750 125 250 - 25.900 301980/81 150 200 1.000 250 250 - 28.400 50,41981/82 200 200 2.000 500 500 2.300 75.700 78,81982/83 250 200 2.000 500 660 2.900 83.825 .80,31983/84 250 200 1.250 500 660 2.500 94.350 87,3REPELITA IV1984/85 250 100 1.500 500 700 2.500 85.000 64,61985/86 275 100 1.500 500 500 2.600 90.000 110,61986/87 325 100 1.000 200 450 1.600 59.325 107,71987/88 400 3 80 - 20 455 5.092 74,0 4)

1988/89 450 5 80 - 150 1.200 8.500 98,6REPELITA V1989/90 450 100 1.000 500 500 1.800 80.000 122,21990/91 475 200 1.800 600 1.000 3.000 6.238 193,41991/92 530 175 1.500 600 1.000 8.493 8.772 268,91992/93 600 165 1.532 600 1.100 9.856 10.200 320.01993/94 625 125 1.350 720 1.200 10.549 16.750 376,6 5)

REPELITA VI1994/95

-

5,3

6) 725 30 500 358 690 3.515 - 393,3

6) A P B N.

3) Rp 2 juta per Puskesmas;4) Termasuk untuk pelatihan 7.500 orang medis dan paramedis, serta penempatan 8.300 orang medis dan paramedis;5) Termasuk untuk pendidikan 12.900 orang bidan dan tenaga kesehatan, serta penempatan 17.400 orang bidan dan tenaga kesehatan desa;

2) Termasuk Puskesmas pembantu, Puskesmas perawatan, dan Puskesmas keliling;

1) Untuk tahun anggaran 1973/74 s.d 1993/94 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/P tahun yang bersangkutan;

Tabel II.21INPRES KESEHATAN, 1973/74 – 1994/95 1)

Tahun

Di samping program bantuan pembangunan dan pemugaran pasar, dalam rangka menjaga

kelestarian alam agar dapat memberi manfaat bagi kehidupan manusia, sejak tahun anggaran

Departemen Keuangan RI 155

Page 156: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1976/77 kepada daerah juga disediakan bantuan pembangunan penghijauan dan reboisasi (Inpres

penghijauan dan reboisasi). Pemberian bantuan ini selain dimaksudkan untuk lebih meningkatkan

pelaksanaan kegiatan penghijauan dan reboisasi di daerah-daerah, juga diarahkan ootuk

meningkatkan usaha pelestarian sumber-sumber alam, hutan, tanah dan air, terutama di daerah-

daerah yang ditinjau dari segi tata air dapat membahayakan kelangsungan pembangunan dalam

suatu wilayah daerah aliran sungai (DAS). Dalam perkembangannya, program bantuan

pembangunan penghijauan dan reboisasi tersebut disempurnakan sistem pelaksanaannya, masing-

masing untuk program bantuan pembangunan reboisasi dialokasikan kepada Dati I, sedangkan

bantuan pembangunan penghijauan dialokasikan kepada Dati II. Melalui program bantuan

penghijauan dan reboisasi tersebut diharapkan lahan kritis yang ada dapat dipulihkan kembali,

dan di samping itu erosi dan banjir dapat dikendalikan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Sejak pertama kali dilaksanakannya Inpres ini dalam tahun anggaran 1976/77 hingga

akhir Repelita V, jumlahnya senantiasa menunjukkan peningkatan, sejalan dengan kemampuan

keuangan negara. Dalam Repelita II, jumlah pengeluaran pembangunan bagi program Inpres

penghijauan dan reboisasi mencapai sebesar Rp 76,5 miliar, yang digunakan untuk kegiatan

reboisasi di areal seluas 529.484 hektar dan penghijauan di areal seluas 437.194 hektar.

Sedangkan dalam Repelita III, jumlah bantuan penghijauan dan reboisasi mencapai sebesar Rp

268,8 miliar, atau naik sekitar 251 persen dari realisasinya dalam Repelita sebelumnya. Melalui

dukungan bantuan pembangunan penghijauan danreboisasi dalam periode tersebut telah berhasil

dilaksanakan kegiatan reboisasi di areal seluas 529.484 hektar dan penghijauan di areal seluas

168.729.hektar. Selanjutnya dalam Repelita IV, sejalan dengan agak terbatasnya kemampuan

keuangan negara, jumlah pengeluaran pembangunan bagi program Inpres penghijauan dan

reboisasi hanya mencapai sebesar Rp 167 miliar, yang berarti mengalami penurunan sebesar Rp

101,8 miliar atau sekitar 38 persen dari realisasinya dalam Repelita III. Dengan dukungan

anggaran bantuan pembangunan reboisasi dan penghijauan dalam periode Repelita IV tersebut

telah berhasil dilaksanakan kegiatan reboisasi di areal seluas 249.226 hektar dan penghijauan di

areal seluas 916.194 hektar. Sementara itu sejalan dengan semakin besarnya perhatian terhadap

kelestarian lingkungan bagi pembangunan yang berkelanjutan, dalam Repelita V, jumlah

pengeluaran pembangunan bagi program Inpres penghijauan dan reboisasi mencapai sebesar Rp

322,4 miliar, atau naik sekitar 93 persen dari realisasinya dalam Repelita IV. Dengan dukungan

anggaran bantuan pembangunan reboisasi dan penghijauan tersebut, dalam Repelita V telah

Departemen Keuangan RI 156

Page 157: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

berhasil dilaksanakan kegiatan reboisasi di areal seluas 228.150 hektar dan penghijauan di areal

seluas 1.835.000 hektar. Memasuki tahun pertama Repelita VI, dalam rangka meningkatkan

otonomi daerah secara nyata, maka program Inpres penghijauan telah diintegrasikan ke dalam

program bantuan pembangunan Dati II, sedangkan program Inpres reboisasi diintegrasikan ke

dalam program bantuan pembangunan Dati I. Perkembangan bantuan pembangunan penghijauan

dan reboisasi sejak Repelita II sampai dengan Repelita V dapat diikuti dalam Tabel II.22.

Tahun

REPELITA II1976/77 0,02 16 --1977/78 1,2 24,5 3,51978/89 1,2 36 4,5REPELITA III1979/80 12,4 40,8 6,61980/81 2,5 48,6 6,41981/82 6 70,4 6,81982/83 4,5 49,6 5,71983/84 10,6 59,4 5,2REPELITA IV1984/85 25,5 61,2 4,21985/86 4,4 42,5 6,91986/87 11,5 30,6 7,31987/88 3 16,2 5,21988/89 3 16,5 -REPELITA V1989/90 3 16,2 -1990/91 3 33,1 -1991/92 2 74,6 -1992/93 1,5 95 -1993/94 4,2 103,5 -REPELITA VI 1994/95

- 2) -- 3) --1) Untuk tahun anggaran 1976/77 s.d 1993/94 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/P

2) Dalam APBN 1994/95 bantuan pemugaran pasar kecamatan sebesar Rp 5,0 miliar ditampung

Inpres Pembangunan Dati I.Inpres Pembangunan Dati II, dan untuk Inpres Reboisasi sebesar Rp 21,8 miliar ditampung dalam

tahun yang bersangkutan;

dalam Inpres Pembanguan Dati II;3) Dalam APBN 1994/95 untuk Inpres Penghijauan sebesar Rp 82,5 miliar ditampung dalam

Tabel II.22

1976/77 - 1994/95 1)

(dalam miliar rupiah)Pembangunan dan pemugaran pasar

Penghijauan dan reboisasi

Bantuan pembangunan Timor

INPRES PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR, INPRES PENGHIJAUAN DAN REBOISASI, DAN BANTUAN PEMBANGUNAN TIMOR TIMUR

Departemen Keuangan RI 157

Page 158: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Program bantuan penunjang jalan kabupaten diberikan sejak tahun anggaran 1979/80,

dengan maksud untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan menggairahkan kegiatan

ekonomi daerah, memperluas lapangan kerja di daerah, memperlancar arus pengangkutan dan

distribusi barang dan jasa, menunjang proyek-proyek di daerah, serta membuka isolasi suatu

daerah terhadap daerah yang lain. Bantuan pembangunan penunjang jalan kabupaten tersebut

sejak tahun pertama Repelita V diperluas dengan penyediaan bantuan peningkatan jalan Dati I,

sehingga dikenal dengan nama bantuan peningkatan jalan Dati II dan Dati I (Inpres peningkatan

jalan Dati II dan Dati I). Program bantuan peningkatan jalan Dati II dilaksanakan dengan maksud

untuk memperbaiki kondisi dan kemampuan teknis jalan dan jembatan kabupaten dan kotamadya

yang disesuaikan dengan pertumbuhan lalu-lintas. Sedangkan program bantuan peningkatan jalan

Dati I dimaksudkan untuk menunjang dan memperlancar kegiatan sosial dan ekonomi daerah

yang semakin meningkat, meningkatkan kondisi jalan propinsi, termasuk perbaikan dan

penggantian jembatan, serta mendukung pembangunan jalan baru atau penunjangan jalan yang

ada di daerah potensial di masing-masing propinsi. Melalui penyediaan prasarana jalan dan

jembatan yang memperoleh pembiayaan dari dana bantuan tersebut, diharapkan kegiatan

ekonomi masyarakat dapat lebih didorong perkembangannya, sehingga pada gilirannya

pendapatan masyarakat pedesaan dapat ditingkatkan. Jumlah anggaran yang diberikan didasarkan

atas jenis dan volume rencana fisik yang akan dilaksanakan, serta biaya satuan yang ditetapkan

untuk suatu kegiatan. Dalam Repelita III, jumlah bantuan pembangunan jalan dan jembatan baru

mencapai sebesar Rp 200,7 miliar, yang digunakan untuk membiayai pembangunan jalan dan

jembatan masing-masing sepanjang 33.021 kilometer dan sepanjang 62.383 meter. Kemudian

dalam Repelita IV ,jumlah pengeluaran pembangunan bagi program Inpres penunjang jalan dan

jembatan mencapai sebesar Rp 590,4 miliar, atau naik sekitar 194 persen dari realisasinya dalam

Repelita III. Melalui bantuan pembangunan penunjang jalan kabupaten tersebut, dalam periode

Repelita IV telah berhasil dilakukan pembangunan jalan sepanjang 39.602 kilometer dan

jembatan sepanjang 39.008 meter. Dalam Repelita V, jumlah pengeluaran pembangunan bagi

program Inpres peningkatan jalan Dati II dan Dati I mencapai sebesar Rp 4.522,5 miliar, atau

naik sekitar 666 persen dari realisasinya dalam Repelita IV. Peningkatan realisasi anggaran

Inpres peningkatan jalan yang cukup besar tersebut terutama karena bantuan peningkatan jalan

dan jembatan yang semula hanya diberikan kepada Dati II, sejak tahun anggaran 1989/90 (awal

Repelita V) juga diberikan kepada Dati I untuk memperbaiki jalan propinsi yang kondisi

Departemen Keuangan RI 158

Page 159: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kerusakannya cukup parah. Melalui bantuan peningkatan jalan Dati II dan Dati I, dalam periode

tersebut telah berhasil dilakukan peningkatan jalan di kabupaten/kotamadya dan propinsi

sepanjang 67.554 kilometer. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan otonomi daerah secara

nyata, maka dalam tahun pertama Repelita VI, program Inpres peningkatan jalan Dati I tersebut

telah diintegrasikan ke dalam program bantuan pembangunan daerah Dati I (Inpres Dati I),

sedangkan program Inpres peningkatan jalan Dati II diintegrasikan ke dalam program bantuan

pembangunan Dati II (Inpres Dati II). Perkembangan bantuan peningkatan jalan dan jembatan

sejak Repelita III sampai dengan Repelita V dapat diikuti dalam Tabel II.23.

Jalan Jumlah 2)

( km ) ( miliar Rp )

-1 -2 -4REPELITA III1979/80 2.088 131980/81 4.360 25,91981/82 11.466 54,81982/83 7.607 42,41983/84 7.500 64,6REPELITA IV1984/85 7.500 101,21985/86 6.085 70,11986/87 3.905 74,91987/88 5.871 164,21988/89 16.241 180REPELITA V1989/90 6.350 294,51990/91 12.841 679,41991/92 17.337 971,71992/93 15.028 1.225,001993/94 15.998 1.351,90REPELITA VI1994/95 3) - -

1) Sejak REPELITA V Inpres Penunjang Jalan dan Jembatan disebut sebagai Inpres Peningkatan Jalan;

-

-

-

4.400

2.5215.717

19.050

3) Untuk APBN 1994/95 Inpres Peningkalan Jalan Dati II sebesar Rp 967,6 miliar ditampung dalam Inpres Pembangunan Dati II dan Inpres Peningkatan Jalan Dati I

4.24615.385

7.320

-

3.692

-

-

2) Untuk tahun anggaran 1979/80 s.d 1993/94 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/P tahun yang bersangkutan;

Tabel II.23

19.66019.400

INPRES PENINGKATAN JALAN,1979/80 - 1994/95 1)

TahunJembatan

( m )-3

Departemen Keuangan RI 159

Page 160: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Melalui berbagai program pembangunan, baik sektoral maupun regional yang telah

dilaksanakan selama periode PJP I, jumlah penduduk miskin telah dapat diturunkan secara

dramatik, yaitu dari 70 juta orang dalam tahun 1970 menjadi 25,9 juta orang dalam tahun 1993.

Penurunan angka kemiskinan yang sangat dramatik selama periode tersebut, merupakan prestasi

yang patut disyukuri. Namun demikian, jumlah penduduk miskin yang masih tersisa dalam tahun

1993 tersebut merupakan tantangan yang cukup besar. Oleh karena itu, dalam Repelita VI dan

Repelita-repelita selanjutnya, upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan

masih tetap menjadi salah satu prioritas utama dalam program pembangunan nasional, yang

dilaksanakan melalui kebijaksanaan di seluruh bidang pembangunan termasuk kebijaksanaan

sektoral dan kebijaksanaan regional, secara serasi dan terpadu. Sehubungan dengan hal itu, mulai

tahun pertama Repelita VI melalui APBN telah disediakan alokasi bantuan pembangunan bagi

desa tertinggal (Inpres desa tertinggal/IDT). Program IDT tersebut pada dasarnya merupakan

bagian dari gerakan nasional dan strategi penanggulangan kemiskinan yang menyeluruh dan

terpadu untuk mempercepat perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat/desa tertinggal

menuju kondisi ketangguhan, ketahanan, dan kemandirian. Dalam APBN 1994/95, anggaran

pembangunan yang disediakan bagi program Inpres desa tertinggal mencapai sebesar Rp 389,3

miliar, yang diberikan kepada 18.321 desa tertinggal, dengan jumlah bantuan untuk masing-

masing desa sebesar Rp 20 juta. Dana tersebut diberikan sebagai modal usaha bagi penduduk

miskin yang penggunaannya ditentukan oleh penduduk miskin itu sendiri. Di samping itu di

dalam program IDT tersebut juga termasuk dana untuk pembinaan, pemantauan dan

pendampingan, baik di desa, kecamatan maupun propinsi, serta pemantauan tim pusat. Dengan

diterapkannya kebijaksanaan tersebut diharapkan sasaran penurunan jumlah penduduk miskin

menjadi sekitar 12 juta orang, atau 6 persen dari seluruh penduduk Indonesia, pada akhir Repelita

VI dapat dicapai.

Di samping bantuan pembangunan daerah dalam berbagai bentuk program Inpres,

terdapat anggaran pembangunan bagi daerah yang sifatnya bukan bantuan (subsidi), yaitu

pembiayaan pembangunan daerah yang sumber dananya berasal dari bagi hasil pemungutan pajak

bumi dan bangunan (PBB). Pembiayaan ini pada dasarnya merupakan sumber dana potensial bagi

pembiayaan pembangunan daerah, oleh karena adanya karakteristik dasar yang melekat pada

bentuk pembiayaan tersebut, yaitu sumber dananya yang berasal dari daerah itu sendiri. Hal ini

berarti pemerintah daerah lebih dipacu untuk menggali sumber pendapatan daerah sendiri agar

Departemen Keuangan RI 160

Page 161: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dapat lebih mampu menunjang proyek-proyek potensial di daerah. Dalam rangka desentralisasi

dan pemberian otonomi daerah yang lebih luas, maka perencanaan, pemanfaatan dan pengelolaan

pembiayaan pembangunan tersebut seluruhnya diserahkan kepada daerah, dan digunakan untuk

membiayai pengadaan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh daerah. Jumlah pembiayaan

pembangunan daerah yang berasal dari dana bagi hasil pemungutan PBB tersebut sangat

tergantung kepada kemampuan masing-masing daerah di dalam menggali potensi penerimaan

PBB di daerahnya. Ini berarti bahwa semakin besar kemampuan daerah di dalam menggali

penerimaan PBB, maka semakin besar pula dana yang diperoleh bagi pembiayaan pembangunan

daerah yang bersangkutan. Selama PJP I, jumlah anggaran pembiayaan pembangunan daerah

yang memakai dana bagi hasil pemungutan PBB senantiasa menunjukkan peningkatan, baik

dilihat secara absolut maupun secara relatif. Apabila dalam periode Repelita I dan Repelita II

realisasi pembiayaan pembangunan yang dibiayai dari dana iuran pembangunan daerah (Ipeda)

masing-masing baru mencapai sebesar Rp 34,7 miliar dan sebesar Rp 220,4 miliar, maka dalam

periode Repelita III jumlah pembiayaan pembangunan daerah yang sumber dananya berasal dari

dana Ipeda mencapai sebesar Rp 490,7 miliar, atau meningkat sekitar 123 persen dari realisasinya

dalam Repelita II. Dalam periode Repelita IV dan periode Repelita V, jumlah pembiayaan

pembangunan daerah yang sumber dananya berasal dari dana bagi hasil penerimaan PBB masing-

masing mencapai sebesar Rp 1.062,1 miliar dan Rp 3.977,8 miliar, atau mengalami peningkatan

masing-masing sekitar 116 persen dan 275 persen dari Repelita sebelumnya. Peningkatan

tersebut terutama disebabkan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan

meningkatnya objek pajak. Sementara itu dalam APBN 1994/95 pembiayaan pembangunan

daerah yang berasal dari dana bagi hasil penerimaan PBB dianggarkan sebesar Rp 1.482,1 miliar,

yang berarti sebesar Rp 239,3 miliar atau sekitar 19 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan

realisasinya dalam tahun anggaran 1993/94. Perkembangan bantuan pembangunan daerah dengan

dana Ipeda/pajak bumi dan bangunan (PBB) sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama

Repelita VI dapat diikuti dalam Tabel II.24.

Departemen Keuangan RI 161

Page 162: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Jumlah Bantuan Persentase(miliar rupiah) kenaikan

REPELITA I1972/73 15,2 -1973/74 19,5 28,3REPELITA II1974/75 28 43,61975/76 34,6 23,61976/77 42,2 221977/78 52,5 24,41978/79 63,1 20,2REPELITA III1979/80 71,4 13,21980/81 87,2 22,11981/82 94,5 8,41982/83 105,2 11,31983/84 132,4 25,9REPELITA IV1984/85 157,2 18,71985/86 167,5 6,61986/87 171 2,11987/88 222,8 30,31988/89 343,6 54,2REPELITA V1989/90 478,2 39,21990/91 656,9 37,41991/92 708,4 7,81992/93 891,5 25,81993/94 1.242,80 39,4REPELITA V1994/95 2) 1.482,10 19,3

2) APBN.

Tabel II.24BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH

IPEDA/PAJAK BUMI DAN BANGUNAN,1972/73 - 1994/95 1)

Tahun

1) Untuk tahun anggaran 1972/73 s.d 1993/94 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/Ptahun yang bersangkutan;

2.2.6.2.3. Pengeluaran pembangunan lainnya

Anggaran belanja pembangunan rupiah mencakup pula pembiayaan pembangunan

lainnya, yang jumlahnya sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita VI sangat

ditentukan oleh kemampuan keuangan negara dan kebutuhan pembangunan yang mendesak.

Dalam Repelita I, jumlah keseluruhan pembiayaan pembangunan lainnya mencapai sebesar Rp

142,9 miliar, yang kemudian seiring dengan meningkatnya kemampuan keuangan negara dan

banyaknya program pembiayaan pembangunan yang mendesak dan perlu memperoleh

penanganan dalam masa itu, mengakibatkan alokasi anggaran pembangunan bagi pembiayaan

berbagai program pembangunan lainnya menunjukkan peningkatan, yaitu masing-masing

menjadi sebesar Rp 1.692,9 miliar dalam Repelita II, sebesar Rp 5.679,9 miliar dalam Repelita

III, dan sebesar Rp 6.292,5 miliar dalam Repelita IV. Selanjutnya dalam Repelita V, seiring

Departemen Keuangan RI 162

Page 163: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dengan terbatasnya dana pembangunan, maka guna meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran

negara, jumlah pengeluaran pembangunan lainnya hanya mencapai sebesar Rp 5.996,4 miliar,

yang berarti sebesar Rp 296,1 miliar atau sekitar 5 persen lebih rendah dari jumlahnya dalam

Repelita IV. Dalam APBN 1994/95, pembiayaan pembangunan lainnya dianggarkan sebesar Rp

618,3 miliar, yang berarti Rp 575,7 miliar atau sekitar 48 persen lebih rendah dari realisasinya

sebesar Rp 1.194 miliar dalam tahun anggaran 1993/94. Alokasi anggaran pembangunan lainnya

tersebut disediakan untuk subsidi pupuk, penyertaan modal pemerintah (PMP), dan pembiayaan

lain-lain pembangunan (LLP).

Kebijaksanaan pemberian subsidi pupuk terutama dimaksudkan untuk mempertahankan

kestabilan harga pupuk dan pestisida agar tetap dalam jangkauan daya beli petani, sehingga dapat

menunjang atau merangsang petani untuk meningkatkan produksi pertaniannya, khususnya beras.

Besarnya subsidi pupuk tersebut dipengaruhi oleh jenis dan kuantitas pupuk yang dibutuhkan,

harga eceran yang berlaku di pasaran, harga pembelian pemerintah, dan biaya distribusinya.

Seiring dengan upaya untuk mewujudkan swasembada pangan, khususnya beras, sejak Repelita I

hingga Repelita IV jumlah keseluruhan subsidi pupuk senantiasa mengalami peningkatan. Dalam

Repelita I, guna menunjang upaya peningkatan produksi pangan, khususnya beras, serta menjaga

kestabilan harga pangan, jumlah anggaran pembangunan yang harus disediakan bagi subsidi

pupuk mencapai sebesar Rp 43,6 miliar. Selanjutnya sejalan dengan makin meningkatnya harga

pupuk impor di pasaran internasional, serta didorong oleh makin meningkatnya jumlah pupuk

yang harus diimpor/ untuk memenuhi penyediaan pupuk dalam musim-musim berikutnya, maka

dalam Repelita II jumlah realisasi subsidi pupuk mencapai sebesar Rp 583,4 miliar, atau

mengalami peningkatan sekitar 13 kali lipat dari realisasinya dalam Repelita I. Dalam periode

Repelita III dan Repelita IV, jumlah subsidi pupuk tersebut mengalami peningkatan lagi,

sehingga masing-masing menjadi sebesar Rp 1.524,3 miliar dan sebesar Rp 2.632,4 miliar.

Dalam Repelita V, dalam rangka meningkatkan efisiensi beban anggaran negara, dan sejalan

dengan penerapan kebijaksanaan kenaikan harga dasar gabah, harga pupuk, dan harga pestisida,

jumlah realisasi subsidi pupuk menjadi sebesar Rp 1.284,1 miliar, atau mengalami penurunan

sekitar 51 persen dari jumlahnya dalam Repelita IV. Selain daripada itu penerapan kebijaksanaan

kenaikan harga pupuk bersamaan dengan kenaikan harga dasar gabah dan harga pestisida tersebut

mengakibatkan sejak akhir PJP I pemberian subsidi pupuk bagi jenis pupuk KCL, KS, ZK, dan

KNO3 telah dapat dihapuskan. Kebijaksanaan kenaikan harga pupuk tersebut dilandasi oleh

Departemen Keuangan RI 163

Page 164: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pertimbangan bahwa penghasilan petani sebagai akibat dari kebijaksanaan kenaikan harga gabah

semakin membaik, dana negara semakin terbatas sehingga bebannya perlu diturunkan, serta

efisiensi dan efektivitas penggunaan pupuk oleh petani perlu ditingkatkan. Selanjutnya dalam

rangka mengurangi secara bertahap besarnya subsidi pupuk, dalam bulan Oktober 1994 kembali

ditempuh kebijaksanaan kenaikan harga pupuk bersamaan dengan kebijaksanaan kenaikan harga

dasar gabah yang mulai diberlakukan dalam bulan Januari 1995. Kebijaksanaan kenaikan harga

pupuk tersebut mencakup kenaikan harga pupuk jenis ZA sebesar 13,5 persen, yaitu dari Rp 260

per kilogram menjadi Rp 295 per kilogram, dan pupuk jenis TSP sebesar 41,2 persen, yaitu dari

Rp 340 per kilogram menjadi Rp 480 per kilogram. Dengan kebijaksanaan kenaikan harga pupuk

tersebut, maka pemberian subsidi pupuk bagi pupuk jenis ZA dan TSP sejak tahun anggaran

1994/95 telah dihapuskan. Sementara itu untuk jenis pupuk urea masih tetap diberikan subsidi,

sehingga harganya tidak mengalami perubahan, yaitu tetap seharga Rp 260 per kilogram. Namun

demikian, sampai saat ini penyediaan anggaran subsidi pupuk masih dipandang perlu, sehingga

walaupun dalam jumlah yang terbatas, dalam APBN 1994/95 alokasi pembiayaan bagi subsidi

pupuk dianggarkan mencapai sebesar Rp 175 miliar, yang berarti tidak mengalami perubahan

dari tahun anggaran sebelumnya.

Selain daripada subsidi pupuk, dalam pembiayaan pembangunan lainnya termasuk pula

pembiayaan bagi program penyertaan modal pemerintah (PMP), yang diberikan secara selektif

kepada berbagai institusi dan badan usaha milik negara (BUMN), terutama yang menyangkut

hajat hidup orang banyak, berprioritas tinggi dan bersifat strategis dalam pembangunan, untuk

menunjang pengembangan dunia usaha nasional agar dapat mempercepat laju pertumbuhan

ekonomi. Penyertaan modal oleh pemerintah dalam berbagai badan usaha milik negara tersebut

dilakukan sejak Repelita I. Dalam Repelita I, jumlah anggaran pembangunan program PMP

mencapai sebesar Rp 78,9 miliar, yang dialokasikan antara lain untuk menunjang pelaksanaan

proyek-proyek yang dilakukan oleh Pemerintah di berbagai sektor prioritas. Kemudian, sejalan

dengan upaya untuk mempercepat laju pembangunan ekonomi, maka dalam Repelita II alokasi

anggaran pembangunan bagi program PMP tersebut ditingkatkan menjadi sebesar Rp 713,1

miliar. Dana PMP tersebut dialokasikan antara lain untuk pemberian bantuan permodalan kepada

beberapa badan usaha milik negara, pembiayaan cadangan nasional dalam pengadaan bahan-

bahan kebutuhan pokok, serta penambahan fasilitas penyimpanannya. Dalam Repelita III, untuk

mempercepat pengembangan dunia usaha, khususnya usaha negara, dengan meningkatkan

Departemen Keuangan RI 164

Page 165: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

permodalan badan usaha milik negara dan proyek strategis lainnya, alokasi anggaran

pembangunan bagi program PMP mencapai sebesar Rp 2.138,5 miliar, atau naik sekitar 200

persen dari realisasinya dalam Repelita II. Peningkatan dana PMP yang cukup besar tersebut

antara lain dialokasikan bagi pembiayaan pembangunan kilang minyak Cilacap, Balikpapan dan

Dumai, pabrik pupuk Asean, PT Inalum, dan Perum Perumnas. Selanjutnya untuk mendorong

pengelolaan BUMN secara lebih profesional, efisien, dan mandiri dalam pembiayaan

investasinya, alokasi anggaran bagi PMP hanya diberikan sebagai sumber dana terakhir, baik

sebagai tambahan modal kerja ataupun sebagai pembiayaan investasinya. Ini berarti bahwa setiap

BUMN yang akan mengajukan permintaan dana PMP diharuskan untuk mengusahakan terlebih

dahulu kebutuhan pembiayaannya dari dana yang terkumpul dari usaha perusahaannya sendiri,

kredit sektor perbankan, atau pinjaman luar negeri yang diteruskan oleh pemerintah melalui

lembaga perbankan (two-step-loan). Oleh karena itu, mengingat kemampuan keuangan negara

yang makin terbatas, maka dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran negara

yang makin terbatas, jumlah alokasi anggaran pembangunan bagi program PMP dalam Repelita

IV hanya mencapai sebesar Rp 1.016,7 miliar, atau mengalami penurunan sekitar 53 persen dari

jumlahnya dalam Repelita III. Jumlah anggaran pembangunan bagi program PMP dalam periode

tersebut dialokasikan antara lain untuk proyek otorita pengembangan industri pulau Batam,

BTN/KPR Perumnas, PT PAL Indonesia, serta PT INKA. Dalam Repelita V, sejalan dengan

dukungan keuangan negara, jumlah anggaran pembangunan bagi program PMP mencapai sebesar

Rp 1.210 miliar, atau mengalami peningkatan sekitar 19 persen jika dibandingkan dengan

jumlahnya dalam Repelita IV. Anggaran pembangunan bagi program PMP dalam periode

tersebut antara lain dialokasikan bagi pembinaan dan pengembangan perbankan, serta pembinaan

dan pengembangan industri strategis. Demikian pula dalam tahun pertama Repelita VI, dana

pembiayaan bagi program PMP dianggarkan sebesar Rp 50 miliar, atau sekitar 60 persen lebih

rendah dari realisasinya sebesar Rp 126,1 miliar dalam tahun anggaran 1993/94. Anggaran yang

disediakan bagi program PMP tetsebut digunakan untuk pembiayaan penyediaan perumahan

rakyat (KPR-BTN), pembinaan dan pengembangan industri strategis, serta untuk iuran

pemerintah kepada organisasi internasional.

Di samping untuk subsidi pupuk dan PMP, pengeluaran pembangunan lainnya juga

mencakup pembiayaan lain-lainnya, yaitu untuk menampung berbagai program pemerintah yang

tidak tercakup dalam pembiayaan departemen dan pembiayaan daerah. Program pembiayaan lain-

Departemen Keuangan RI 165

Page 166: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

lain pembangunan (LLP) tersebut sejak Repelita I penyediaan dananya disesuaikan dengan

kebutuhan yang paling mendesak dan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.

Dalam Repelita I, jumlah keseluruhan pengeluaran pembangunan bagi program LLP mencapai

sebesar Rp 20,4 miliar, yang ditujukan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan, antara

lain proyek sensus penduduk, proyek keluarga berencana, serta proyek peningkatan data-data

statistik. Kemudian, sejalan dengan upaya untuk mendorong laju pertumbuhan dan pelaksanaan

berbagai program pemerintah, dalam Repelita II jumlah realisasi pengeluaran pembangunan bagi

program LLP mencapai sebesar Rp 396,4 miliar, atau naik sekitar 19 kali lipat dari realisasinya

dalam Repelita I. Anggaran pembangunan bagi program LLP dalam periode tersebut digunakan

untuk membiayai berbagai proyek pembangunan, antara lain proyek peningkatan tenaga listrik,

proyek keluarga berencana, proyek perumahan rakyat, proyek sensus industri dan pertanian, serta

proyek lembaga jaminan kredit dan koperasi. Sedangkan dalam Repelita III, jumlah realisasi

pengeluaran pembangunan bagi program LLP mencapai sebesar Rp 2.017,1 miliar, atau naik

sekitar 409 persen dari realisasinya dalam Repelita II. Anggaran pembangunan bagi program LLP

dalam periode tersebut antara lain disediakan antara lain untuk mendukung pembiayaan proyek

keluarga berencana, proyek pengembangan statistik, dan proyek penyediaan air bersih.

Selanjutnya dalam periode Repelita IV, jumlah realisasi pengeluaran pembangunan bagi program

LLP mencapai sebesar Rp 2.643,4 miliar, atau naik sekitar 31 persen dari realisasinya dalam

Repelita III. Anggaran pembangunan bagi program LLP dalam periode tersebut dimanfaatkan

antara lain untuk membiayai berbagai proyek, antara lain proyek keluarga berencana, proyek

pengembangan statistik dan sensus, proyek perumahan rakyat, serta proyek air minum. Dalam

Repelita V, jumlah realisasi pengeluaran pembangunan bagi program LLP tersebut mencapai

sebesar Rp 3.502,3 miliar, yang berarti Rp 858,9 miliar atau sekitar 32 persen lebih tinggi dari

jumlahnya dalam Repelita IV. Anggaran pembangunan bagi program LLP dalam periode tersebut

dialokasikan antara lain untuk membiayai proyek air rninum, proyek pengembangan statistik dan

sensus, proyek pengadaan prasarana bis kota, serta proyek keluarga berencana. Memasuki tahun

pertama Repelita VI, pengeluaran pembangunan bagi program LLP dianggarkan sebesar Rp

393,3 miliar, yang berarti Rp 409,4 miliar atau sekitar 51 persen lebih rendah dari realisasinya

sebesar Rp 802,7 miliar dalam tahun anggaran 1993/94. Anggaran pembangunan bagi program

LLP dalam tahun anggaran tersebut disediakan untuk membiayai berbagai proyek, antara lain

proyek penyediaan subsidi benih, proyek pengadaan air bersih perkotaan, serta proyek

Departemen Keuangan RI 166

Page 167: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

penyehatan lingkungan permukiman. Perkembangan pengeluaran pembangunan laiIinya sejak

tahun anggaran 1969/70 sampai dengan tahun anggaran 1994/95 dapat diikuti dalam Tabel II.25

Departemen Keuangan RI 167

Page 168: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

REPELITA I1969/70 - -1970/71 9,6 1,81971/72 1 31972/73 - 5,61973/74 33 10REPELITA II1974/75 227,2 67,71975/76 134,5 641976/77 107,3 79,81977/78 31,8 109,81978/79 82,6 75,1REPELITA III1979/80 125 290,91980/81 283,6 385,51981/82 371,4 565,31982/83 420,1 326,71983/84 324,2 448,7REPELITA IV1984/85 731,6 474,91985/86 477,1 511,21986/87 467,3 514,11987/88 756,4 514,51988/89 200 628,7REPELITA V1989/90 277,8 764,71990/91 264,7 505,31991/92 301,4 722,11992/93 175 707,51993/94 265,2 802,7REPELITA VI1994/95 2) 175 393,3

2) APBN.

126,1

50

150

336,1

85,9

336,6

476,5

166,9128,5

91,1108,7

140,8322,8470,3

412,3

7,61

40,8

217,9

480,9

591,7

252,8

57,4125

722,5

Tahun

Tabel II.25PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN LAINNYA

(dalam miliar rupiah)

Subsidi pupukLain-lain

pembangunan

1) Untuk tahun anggaran 1969/70 s.d 1993/94 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/P tahun yang bersangkutan;

1969/70 -1994/95 1)

Penyertaan modalPemerintah

Departemen Keuangan RI 168

Page 169: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

2.2.6.2.4. Pembiayaan pembangunan bantuan proyek

Anggaran pembangunan dalam bentuk bantuan proyek hanya dimanfaatkan sebagai sumber

pelengkap bagi pembiayaan pembangunan rupiah dan disediakan untuk membiayai proyek-

proyek produktif, yang memberikan dampak sebesar-besarnya bagi upaya peningkatan laju

pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat di berbagai sektor dan subsektor.

Sesuai dengan prioritas pembangunan, anggaran pembangunan bantuan proyek digunakan

terutama untuk penyediaan prasarana dan sarana ekonomi, pengembangan dan penerapan

teknologi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sangat diperlukan bagi

pembangunan. Realisasi pengeluaran pembangunan dalam bentuk bantuan proyek menunjukkan

peningkatan dari tahun ke tahun sesuai dengan perkembangan jumlah penarikan pinjaman luar

negeri serta nilai tukar rupiah terhadap valuta asing. Apabila dalam Repelita I jumlah keseluruhan

nilai bantuan proyek mencapai sebesar Rp 288,3 miliar, maka seiring dengan meningkatnya

cakupan sektor pembangunan, dalam Repelita II nilai pengeluaran pembangunan dalam bentuk

bantuan proyek meningkat menjadi sebesar Rp 3.165,8 miliar, atau naik sekitar 11 kali lipat dari

realisasinya dalam Repelita I. Selanjutnya dalam Repelita III, jumlah realisasi pengeluaran

pembangunan dalam bentuk bantuan

Nomor APBN RAPBN ∆ % thd.Kode 1994/95 1995/96 APBN

-1 -2 -3 -4 -515 SEKTOR AGAMA 720,7 834,2 15,715.1 Subsektor Pelayanan Kehidupan Beragama 105,7 117,4 11,115.2 Subsektor Pembinaan Pendidikan Agama 615 716,8 16,616 SEKTOR ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI 201 241,3 2016.2 Subsektor IImu Pengetahuan Terapan dan Dasar 133,6 160 19,816.3 Subsektor Kelembagaan Prasarana dan Sarana Iimu Pengetahuan dan Teknologi 18,4 22,1 20,116.5 Subsektor Kedirgantaraan 0,9 1,1 22,216.6 Subsektor Sistem Informasi dan Statistik 48,1 58,1 20,817 SEKTOR HUKUM 428 502,1 17,317.1 Subsektor Pembinaan Hukum Nasional 380 437,9 15,217.2 Subsektor Pembinaan Aparatur Hukum 48 64,2 33,818 SEKTOR APARATUR NEGARA DAN PENGAWASAN 2.213,00 2.582,80 16,718.1 Subsektor Aparatur Negara 2,064,9 2.404,70 16,518.2 Subsektor Pendayagunaan Sistem dan Pelaksanaan Pengawasan 148,1 178,1 20,319

797,3 1.005,60 26,119.1 Subsektor Politik 46,8 57,9 23,719.2 Subsektor Hubungan Luar Negeri 551 709,9 28,819.3 Subsektor Penerangan, Komunikasi dan Media Massa 199,5 237,8 19,220 SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN 3.853,50 4.586,90 1920.2 Subsektor ABRI 3.853,40 4.586,70 1920.3 Subsektor Pendukung 0,1 0,2 100

Jumlah Keseluruhan 42.350,80 47.240,70 11,5

SEKTOR POLITIK, HUBUNGAN LUAR NEGERI, PENERANGAN, KOMUNIKASI DAN MEDIA MASSA

Tabel 11.30 (lanjutan)

Sektor/Subsektor

Departemen Keuangan RI 169

Page 170: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pembangunan dalam tahun kedua Repelita VI diperkirakan akan meningkat. Dalam upaya

menumbuhkan sikap kemandirian masyarakat Indonesia, sebagaimana yang telah digariskan

dalam GBHN 1993, tersedianya dana pembangunan yang cukup memadai guna menampung

seluruh kegiatan pembangunan tersebut perlu ditunjang dengan meningkatnya peranserta

masyarakat. Sejalan dengan itu, penyediaan dana pembangunan senantiasa diupayakan agar lebih

bertumpu pada sumber yang berasal dari dalam negeri.

Melalui peningkatan penerimaan dalam negeri, terutama yang bersumber dari penerimaan

di luar migas yang diiringi dengan upaya pengendalian pemanfaatan dana pada jumlah yang

tersedia, tabungan pemerintah sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan senantiasa

diupayakan meningkat. Mengingat pertumbuhan penerimaan pajak lebih stabil dan dapat

diandalkan, serta tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, upaya peningkatan

penerimaan di luar migas terutama diupayakan melalui peningkatan penerimaan pajak. Sementara

itu pengendalian penggunaan dana untuk keperluan rutin diupayakan dengan tidak mengganggu

kelancaran pelaksanaan tugas-tugas rutin pemerintahan dan pemeliharaan terhadap hasil-hasil

pembangunan yang telah dicapai.

Berdasarkan upaya-upaya yang akan dilakukan tersebut, dalam RAPBN 1995/96

penerimaan dalam negeri diperkirakan mencapai sebesar Rp 66.265,2 miliar, sedangkan

pengeluaran rutin diperkirakan mencapai sebesar Rp 47.240,7 miliar, akan masing-masing

menunjukkan peningkatan sebesar 10,9 persen dan 11,5 persen dari perkiraannya dalam APBN

tahun sebelumnya. Dengan demikian, tabungan pemerintah yang dapat dihimpun dalam RAPBN

1995/96 diperkirakan mencapai sebesar Rp 19.024,5 miliar, akan 9,4 persen lebih tinggi dari

perkiraan tabungan pemerintah dalam APBN 1994/95. Dengan rencana tabungan pemerintah

tersebut, berarti dari kebutuhan dana pembangunan dalam tahun anggaran 1995/96 sebesar Rp

30.783,5 miliar, sebesar 61,8 persen dari kebutuhan dana pembangunan tersebut akan dapat

dipenuhi dari sumber dana dalam negeri, sedangkan sisanya sebesar 38,2 persen masih akan

dibiayai dengan sumber dana yang diperoleh dari luar negeri.

2.3.6. Pengeluaran Pembangunan

Sebagai rencana pembiayaan investasi sektor pemerintah tahun kedua Repelita VI,

anggaran belanja pembangunan tahun anggaran 1995/96 disusun berdasarkan kerangka acuan dan

Departemen Keuangan RI 170

Page 171: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

skala prioritas yang ditetapkan dalam Repelita VI, dengan mempertimbangkan kemampuan

penyediaan dana pembangunan, baik yang berasal dari sumber-sumber dalam negeri, yaitu

tabungan pemerintah, maupun yang berasal dari sumber-sumber luar negeri berupa penerimaan

pembangunan. Penyusunan rencana anggaran belanja pembangunan tersebut sejauh mungkin

diupayakan untuk mengakomodasikan aspirasi rakyat sebagaimana tercermin dalam Garis-garis

Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, dan diarahkan untuk mencapai sasaran-sasaran

pembangunan tahun kedua rencana pembangunan lima tahun keenam (Repelita VI).

Sejalan dengan amanat GBHN dan Repelita VI yang menempatkan manusia sebagai titik

pusat dari segenap upaya pembangunan, maka dalam RAPBN 1995/96 kebijaksanaan anggaran

belanja pembangunan akan lebih diarahkan untuk menunjang upaya pengembangan dan

peningkatan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan pemerataan pembangunan dan

penanggulangan kemiskinan, mendorong berkembangnya potensi masyarakat dan dunia usaha

agar dapat meningkatkan peranannya dalam kegiatan pembangunan, serta mendukung upaya

pelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup dalam rangka pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sasaran-sasaran pokok kebijaksanaan pengeluaran

pembangunan tersebut akan diupayakan pencapaiannya dengan tetap bertumpu pada Trilogi

Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya

kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluroh rakyat Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang

cukup tinggi, serta stabilitas nasional yang schar dan dinamis.

Pemerataan pembangunan, sebagai wujud pelaksanaan demokrasi ekonomi, memberikan

kesempatan yang sama kepada setiap warga masyarakat di seluruh tanah air untuk

menyumbangkan karyanya dengan sekaligus memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, serta

mengembangkan kegiatan di semua aspek kehidupan. Upaya untuk meningkatkan pemerataan

pembangunan dan penanggulangan kemiskinan juga bertujuan menunjang upaya mewujudkan

perekonomian nasional yang mandiri dan andal, serta mampu mengatasi ketimpangan ekonomi

dan kesenjangan sosial, pengan pembangunan yang makin merata, maka kesenjangan antar

daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi akan makin mengecil, sehingga semua anggota

masyarakat diharapkan akan dapat makin berperanserta dalam pembangunan. Keberhasilan

dalam pemerataan pembangunan merupakan modal utama dalam upaya bangsa meningkatkan

perkembangan dan pertumbuhan petekonomian rakyat, memperkukuh kesetiakawanan sosial,

serta menanggulangi kemiskinan. Sementara itu pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi

Departemen Keuangan RI 171

Page 172: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

diperlukan untuk menggerakkan dan memacu pembangunan di berbagai bidang pembangunan,

dan sekaligus sebagai kekuatan utama untuk dapaf memberi kesempatan yang lebih besar kepada

rakyat untuk berperanserta secara aktif dalam pembangunan dengan tetap dijiwai oleh semangat

kekeluargaan. Sedangkan stabilitas nasional yang schat dan dinamis diperlukan sebagai prasyarat

bagi kelancaran pelaksanaan pembangunan, yang akan membuka kesempatan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi terselenggaranya pemerataan yang berkeadilan sosial.

Dalam rangka menunjang upaya pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya

manusia, melalui anggaran belanja pembangunan akan diupayakan antara lain peningkatan mutu

dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, penyediaan sarana peribadatan dan

pembinaan keagamaan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, peningkatan derajat dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat,

peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, serta perluasan pemerataan memperoleh

pelayanan sosial, terutama bagi golongan masyarakat yang berkemampuan ekonomi lemah.

Sementara itu guna mendorong berkembangnya potensi masyarakat dan dunia usaha, maka dalam

rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan peranserta masyarakat dalam kegiatan

pembangunan, melalui anggaran belanja pembangunan akan diupayakan peningkatan

kemampuan usaha kecil, menengah, dan koperasi, dengan antara lain memberi kesempatan yang

seluas-luasnya untuk berperanserta dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan pemerintah.

Sejalan dengan itu, diupayakan pula untuk lebih mengutamakan penggunaan produksi dalam

negeri dalam setiap pengadaan barang dan jasa kebutuhan departemen/lembaga negara.

Selanjutnya guna mempercepat upaya pengentasan kemiskinan, mempersempit kesenjangan

pendapatan antar golongan masyarakat, serta menumbuhkan kemampuan perekonomian rakyat,

program bantuan pembangunan desa tertinggal (IDT) sebagai bagian integral dari gerakan

nasional penanggulangan kemiskinan akan terus dilanjutkan, lebih disempurnakan, dan semakin

ditingkatkan keterpaduan dan intensitas pelaksanaannya. Melalui kebijaksanaan pemberian modal

kerja untuk membangun dan mengembangkan kemampuannya, penduduk miskin yang tersebar di

desa-desa tertinggal diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya secara

mandiri. Demikian pula pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

akan diupayakan semakin dipacu dan ditingkatkan secara lebih merata, dengan memberikan

perhatian khusus pada kawasan timur Indonesia, daerah transmigrasi, daerah terpencil, daerah

minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya, yang disesuaikan dengan

Departemen Keuangan RI 172

Page 173: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

prioritas dan potensi daerah yang bersangkutan, dengan senantiasa memperhatikan pertimbangan

kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sedangkan dalam rangka pembangunan

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, melalui anggaran pembangunan akan diupayakan

antara lain penyuluhan dan penerangan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap arti

pentingnya peranan lingkungan hidup bagi kelangsungan kehidupan, pendayagunaan dan

pengelolaan lingkungan hidup secara optimal dan lestari, serta pengembangan pola tata ruang

yang sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan. Selanjutnya dalam rangka menunjang peningkatan

laju pertumbuhan ekonomi, melalui anggaran pembangunan akan diupayakan penyediaan

infrastruktur yang makin luas dan efisien, yang disertai dengan peningkatan kemampuan ilmu

pengetahuan dan teknologi (Iptek), termasuk peningkatan kemampuan inovasi, rancang bangun,

dan rekayasa.

Untuk menunjang tercapainya sasaran-sasaran program pembangunan sektor pemerintah

tahun kedua Repelita VI tersebut di atas, dan sekaligus memelihara serta mempertahankan

kesinambungan momentum pembangunan yang telah dicapai selama ini, maka dalam RAPBN

1995/96 anggaran belanja pembangunan direncanakan sebesar Rp 30.783,5 miliar, yang berarti

sebesar Rp 3.385,2 miliar atau 12,4 persen lebih tinggi apabila dibandingkan dengan anggaran

belanja pembangunan dalam APBN 1994/95. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan

efektivitas pembiayaan investasi sektor pemerintah, anggaran belanja pembangunan tersebut akan

diupayakan alokasi pemanfaatannya secara optimal untuk menunjang/kegiatan-kegiatan yang

memang tidak dibiayai oleh masyarakat dan dunia usaha. Sedangkan prioritas alokasinya akan

semakin dipertajam dan diarahkan terutama untuk penyelesaian proyek-proyek yang sedang

berjalan, penyediaan dana rupiah pendamping bagi proyek-proyek yang berbantuan luar negeri,

serta penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan bagi proyek-proyek yang telah diselesaikan

pembangunannya. Sementara itu pembiayaan bagi proyek-proyek pembangunan baru,

diprioritaskan pada proyek-proyek produktif yang berdampak luas bagi usaha peningkatan

kesejahteraan dan kecerdasan rakyat, peningkatan kegiatan-kegiatan ekonomi yang berorientasi

pada pemerataan, penciptaan lapangan kerja dan perluasan kesempatan berusaha, serta kegiatan-

kegiatan yang dapat membantu upaya pelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup.

Keseluruhan rencana alokasi pengeluaran pembangunan, baik menurut sektor dan subsektor,

maupun berdasarkan jenis pembiayaan, secara lebih terinci dapat diikuti dalam uraian berikut.

Departemen Keuangan RI 173

Page 174: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

2.3.6.1. Pengeluaran pembangunan berdasarkan sektor dan subsektor

Mengacu kepada arah kebijaksanaan keuangan negara yang ditetapkan dalam Repelita VI,

rencana alokasi anggaran belanja pembangunan dalam RAPBN 1995/96 diarahkan terutama

untuk menunjang pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi, dengan memberikan aksentuasi

kepada pembangunan daerah dalam rangka pemerataan pembangunan dan penanggulangan

kemiskinan, serta pembangunan prasarana dan sarana dasar untuk mendukung pembangunan

ekonomi. Pemberian prioritas alokasi anggaran pada pembangunan daerah selain dimaksudkan

untuk memperluas peningkatan otonomi daerah yang semakin nyata, dinamis dan bertanggung

jawab, sekaligus juga piarahkan untuk mempersempit kesenjangan laju pertumbuhan antar

daerah, antara perkotaan dan perdesaan, serta antar kawasan, terutama antara kawasan timur

Indonesia (KTI) dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, dan mempercepat pengentasan

kemiskinan, khususnya di desa-desa tertinggal, daerah terpencil, serta daerah perbatasan.

Sedangkan pengutamaan alokasi anggaran pembangunan pada pengembangan prasarana dan

sarana ekonomi, seperti perhubungan dan transportasi, pos dan, telekomunikasi, penyediaan

energi, serta pengairan, yang mendukung pembangunan sektor-sektor prioritas di bidang

ekonomi, selain akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga mendukung upaya pemerataan

pembangunan.

Selanjutnya sesuai dengan arahan GBHN 1993 dan Repelita VI, di samping pembangunan

sektor-sektor di bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian, prioritas

pembangunan juga diletakkan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sehubungan dengan itu, dalam rangka peningkatan kualitas, harkat dan martabat manusia, dalam

RAPBN 1995/96 prioritas alokasi anggaran pembangunan juga diarahkan untuk menunjang

upaya pengembangan sumber daya manusia, dengan memberi penekanan pada sektor tenaga

kerja, sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepereayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

pemuda dan olah raga, sektor kesejahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita, anak dan remaja,

sektor ilmu pengetahuan dan teknologi, Berta sektor agama. Dalam kaitannya dengan

peningkatan pemerataan pembangunan, upaya pengembangan sumber daya manusia tersebut

diletakkan dalam kerangka penyediaan fasilitas pelayanan dasar kepada masyarakat, dengan

memberikan perhatian yang lebih besar kepada segi-segi yang langsung menyentuh kehidupan

rakyat banyak, seperti pengembangan keahlian, keterampilan, kemampuan dan produktivitas

masyarakat yang kurang beruntung. Sedangkan dalam rangka pembangunan berkelanjutan dan

Departemen Keuangan RI 174

Page 175: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

berwawasan lingkungan, alokasi anggaran pembangunan juga diarahkan untuk menunjang

terpeliharanya kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup, sehingga memberi

manfaat, baik bagi generasi masa kini maupun generasi masa depan, dalam membangun

perekonomian yang makin mandiri dan andal.

Dalam RAPBN 1995/96 alokasi anggaran pembangunan sektor pembangunan daerah dan

transmigrasi direncanakan sebesar Rp 6.139,2 miliar, yang berarti sebesar Rp 634,9 miliar atau

11,5 persen lebih tinggi dan anggaran yang disediakan dalam APBN 1994/95. Dalam rangka

lebih mengembangkan dan memacu pembangunan daerah, memperluas peranserta. masyarakat

dalam pengembangan dem pemanfaatan potensi daerah, meningkatkan pemerataan hasil-hasil

pembangunan, serta memperluas penyebaran penduduk dan tenaga kerja ke berbagai wilayah

tanah air, anggaran pembangunan sektor tersebut direncanakan alokasinya untuk subsektor

pembangunan daerah sebesar Rp 5.113,5 miliar serta subsektor transmigrasi dan pemukiman

perambah hutan sebesar Rp 1.025,7 miliar.

Di subsektor pembangunan daerah, guna menunjang upaya peningkatan pelaksanaan

desentralisasi dan otonomi daerah, meningkatkan keserasian laju pertumbuhan antar daerah,

meningkatkan keterpaduan pembangunan sektoral dan pembangunan daerah, meningkatkan

pelayanan masyarakat, serta memantapkan penataan ruang dalam pembangunan daerah, anggaran

pembangunan akan dialokasikan untuk program pembangunan desa sebesar Rp 466,5 miliar,

program pembangunan daerah tingkat II sebesar Rp 2.614,3 miliar, program pembangunan

daerah tingkat I sebesar Rp 1.126,2 miliar, program pembangunan desa tertinggal sebesar Rp

817,2 miliar, serta program pengembangan kawasan khusus sebesar Rp 89,3 miliar.

Melalui program pembangunan desa, anggaran pembangunan direncanakan antara lain

untuk pemberian bantuan bagi pengembangan potensi masyarakat desa sebesar Rp 386,2 miliar,

serta berbagai bantuan penunjang, yang meliputi bantuan pengembangan usaha ekonomi desa

sebesar Rp 12.669 juta, bantuan pemantauan unit daerah kerja pembangunan (UDKP) sebesar Rp

6.175 juta, dan bantuan peningkatan peranserta masyarakat sebesar Rp 9.655 juta. Bantuan

pembangunan desa tersebut akan dialokasikan kepada 64.367 desa, dengan jumlah bantuan setiap

desa sebesar Rp 6,0 juta. Dalam rangka memperluas jangkauan pelayanan dasar dan

mengembangkan kegiatan perekonomian desa, bantuan pembangunan desa akan diarahkan

pemanfaatannya untuk meningkatkan penyediaan prasarana dan sarana sosial ekonomi desa,

Departemen Keuangan RI 175

Page 176: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

seperti prasarana perhubungan, prasarana dan sarana kesehatan, air bersih, dan sanitasi

permukiman. Selain daripada itu guna mengembangkan kemampuan sosial ekonomi masyarakat

desa, bantuan yang sama juga diarahkan untuk menunjang upaya peningkatan kegiatan usaha,

keterampilan dan kemampuan masyarakat desa, baik melalui pelatihan dan pembimbingan

maupun melalui penyuluhan kepada masyarakat, untuk mendorong proses modernisasi kehidupan

masyarakat di pedesaan. Sementara itu guna mempercepat proses transformasi ekonomi di daerah

perdesaan, dalam bantuan yang sama akan diupayakan penyiapan masyarakat dalam penguasaan

dan penerapan teknologi melalui proyek pemasyarakatan dan pemanfaatan teknologi tepat guna

di perdesaan. Selanjutnya guna mengembangkan kesadaran masyarakat untuk senantiasa menjaga

kelestarian lingkungan hidup, dalam program yang sama direncanakan antara lain proyek

pembinaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan permukiman. Dalam rangka

meningkatkan kemampuan aparatur pemerintahan desa, melalui program serupa akan diupayakan

pelatihan manajemen pembangunan, sedangkan untuk memperkuat kelembagaan masyarakat

desa akan diupayakan pemantapan fungsi dan peran lembaga masyarakat desa, seperti lembaga

ketahanan masyarakat desa (LKMD), kader pembangunan desa (KPD), kader konservasi, dan

kelompok pelestarian sumber daya alam (KPSA). Demikian pula bagi pengembangan

perekonomian di daerah tingkat II, dalam program yang sama direncanakan alokasi bantuan

pembangunan dan pemugaran pasar kecamatan sebesar Rp 6,0 miliar bagi penyediaan pasar dan

fasilitas perdagangan di kota-kota kecamatan terpilih di luar pulau Jawa dan Bali. Selanjutnya

untuk menunjang peningkatan prasarana dan sarana perhubungan multimoda di daerah tingkat II,

juga disediakan bantuan pembangunan peningkatan jalan Dati II yang seluruhnya berjumlah

sebesar Rp 997,6 miliar, antara lain untuk perluasan dan peningkatan jaringan jalan serta

rehabilitasi dan pemeliharaan jaringan jalan di daerah tingkat II.

Sementara itu anggaran pembangunan bagi daerah tingkat I direncanakan alokasinya

antara lain untuk pemberian bantuan pembangunan daerah tingkat I (Inpres Dati I) sebesar Rp

790,2 miliar, bantuan peningkatan jalan propinsi sebesar Rp 430,6 miliar, bantuan reboisasi

sebesar Rp 22,8 miliar, bantuan biaya operasi dan pemeliharaan pengairan/irigasi sebesar Rp 29,7

miliar, dan bantuan perencanaan, pemantauan dan pengawasan sebesar Rp 3,8 miliar sehingga

seluruhnya berjumlah Rp 1.277,1 miliar. Di samping itu terdapat alokasi bagian PBB untuk Dati I

sebesar Rp 311,5 miliar.

Dalam bentuk Inpres Dati I, masing-masing propinsi akan memperoleh bantuan dasar

Departemen Keuangan RI 176

Page 177: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebesar Rp 25,0 miliar serta bantuan atas dasar luas wilayah daratan sebesar Rp 60,0 ribu per

kilometer persegi. Untuk mendayagunakan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan

pembangunan daerah, dengan bantuan pembangunan Dati I direncanakan antara lain

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keterarnpilan bagi aparatur pemerintah daerah tingkat

I untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan, pendayagunaan fungsi kelembagaan

pemerintah daerah tingkat I, pengembangan sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan

pengendalian manajemen pemerintah daerah tingkat I, serta pengembangan sistem informasi bagi

pengelolaan pembangunan. Di samping itu dalam program serupa, anggaran pembangunan juga

direncanakan untuk peningkatan jaringan telekomunikasi, peningkatan jaringan irigasi yang

terpadu dengan pencetakan sawah, serta peningkatan dan perluasan penyediaan air bersih, baik

untuk masyarakat maupun bagi kebutuhan industri. Sedangkan untuk memelihara, merawat dan

memperbaiki kerusakan prasarana dan sarana yang ada serta menjaga agar kondisi prasarana dan

sarana yang sudah mantap tetap dapat dipertahankan, dalam program yang sama juga

direncanakan peningkatan kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang telah

dibangun dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah tingkat I. Sementara itu untuk

menjamin kelangsungan pembangunan yang serasi dan berkelanjutan, melalui bantuan reboisasi

akan diupayakan antara lain peningkatan kegiatan reboisasi hutan lindung, suaka alam, dan

kawasan lindung lainnya, peningkatan kemampuan penyuluh kehutanan lapangan, serta

peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan multi

lingkungan hidup. Demikian pula untuk menunjang upaya pemanfaatan ruang dalam mengisi

pembangunan di daerah secara optimal dan berkelanjutan, dengan bantuan serupa juga

direncanakan pengembangan rencana tata ruang daerah, diantaranya meliputi peningkatan kerja

sama antar daerah tingkat I dan antar daerah tingkat II, penuntasan kelengkapan peralatan tata

ruang, serta pemantapan penggunaan perangkat tata ruang tersebut dalam pemanfaatan dan

pelestarian sumber daya alam bagi pembangunan daerah. Selanjutnya untuk mendukung

pembangunan dan pengembangan investasi, dalam program pembangunan daerah tingkat I

tersebut juga direncanakan antara lain peningkatan prasarana dan sarana perhubungan multimoda,

khususnya yang bersifat perintis, terutama ke daerah terisolasi dan daerah terpencil. Oleh karena

itu, melalui bantuan pembangunan peningkatan jalan dan jembatan propinsi direncanakan

pembangunan jalan dan jembatan, peningkatan jalan dan penggantian jembatan, serta rehabilitasi

dan pemeliharaan jalan dan jembatan di daerah tingkat I.

Departemen Keuangan RI 177

Page 178: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Dalam rangka mempercepat upaya pengentasan dan penanggulangan kemiskinan di desa-

desa tertinggal serta meningkatkan taraf hidup penduduk prasejahtera, melalui program

pembangunan desa tertinggal akan dialokasikan bantuan langsung bagi sebanyak 22.097 desa

tertinggal dalam bentuk bantuan lnpres desa tertinggal (IDT) dengan jumlah bantuan sebesar Rp

20 juta bagi setiap desa tertinggal. Bantuan tersebut akan disalurkan kepada kelompok swadaya

masyarakat (KSM) dan diberikan dalam bentuk modal kerja, yang selain digunakan untuk

peningkatan kemampuan permodalan dari pengembangan usaha, sekaligus juga diarahkan untuk

pemantapan kelembagaan usaha bersama dan peningkatan sumber daya manusia di desa

tertinggal. Berkaitan dengan itu, untuk merangsang kegiatan berusaha yang cepat memberikan

pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat miskin, akan diupayakan pelayanan

sosial dasar yang dapat langsung meningkatkan kesejahteraan, keterampilan dan penguasaan

teknologi tepat guna, pengembangan kelompok usaha bersama untuk meningkatkan produktivitas

dan kelangsungannya dalam berusaha, serta pembinaan yang intensif dan berkelanjutan untuk

memantapkan usaha ekonominya. Sementara itu untuk membantu efektivitas pencapaian program

IDT, melalui program yang sama disediakan pula bantuan operasional pemantauan, pembinaan

dan pendampingan bagi aparat propinsi, kabupaten atau kotamadya, kecamatan, serta tingkat desa

atau kelurahan. Dalam program yang sama akan diupayakan pengembangan beberapa model,

diantaranya model pembangunan desa tertinggal dalam pembangunan desa terpadu, model

pembangunan desa tertinggal melalui pendekatan pelayanan sosial dasar, model pembangunan

desa tertinggal berdasarkan tipologi desa, serta model pembangunan desa tertinggal dalam

konteks wilayah.

Dalam program pengembangan kawasan khusus, anggaran pembangunan direncanakan

pemanfaatannya untuk menunjang pembangunan kawasan-kawasan tertentu yang sangat penting

secara geografis, seperti kawasan pertumbuhan yang menyangkut kerja sama dengan negara

tetangga, kawasan yang mendukung kepentingan pertahanan keamanan nasional, serta kawasar-

kawasan andalan yang bersifat regional, diantaranya kawasan yang cepat berkembang dan

kawasan yang dapat memacu perekonomian daerah. Melalui program tersebut, dalam tahun

anggaran 1995/96 akan diupayakan peningkatan pelayanan prasarana dan sarana penunjang,

seperti penyediaan air bersih, penanganan persampahan, pengolahan air limbah, serta

pembangunan jaringan jalan, sarana permukiman dan perumahan lainnya pada beberapa kawasan

yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cepat, diantaranya kawasan Tanjung Uban-

Departemen Keuangan RI 178

Page 179: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Tanjung Pinang, kawasan Mesuji-Tulang Bawang, kawasan Cileungsi-Cariu-Cianjur, kawasan

Surabaya-Bangkalan, kawasan MataramLombok Tengah, serta kawasan Merauke-Tanah Merah.

Pengembangan berbagai kawasan khusus tersebut diserasikan dengan kondisi, potensi dan

aspirasi daerah di sekitar kawasan tersebut. Selain daripada itu dalam program yang sama juga

direncanakan untuk melanjutkan pengembangan fasilitas pelabuhan laut dan alur pelayaran,

pengembangan fasilitas pelabuhan udara dan keselamatan penerbangan, serta pembangunan

sarana dan prasarana sosial untuk mendukung pengembangan pulau Batam, pulau Rempang dan

pulau Galang sebagai kawasan berikat atau pusat kegiatan jasa perdagangan dari industri.

Sementara itu anggaran pembangunan di subsektor transmigrasi dari pemukiman

perambah hutan direncanakan bagi pembiayaan program permukiman dan lingkungan

transmigrasi sebesar Rp 624,2 miliar serta program pengerahan dan pembinaan transmigrasi

sebesar Rp 401,5 miliar. Dalam program permukiman dan lingkungan transmigrasi, anggaran

pembangunan direncanakan antara lain untuk menunjang pengendalian operasional

penyelenggaraan transmigrasi, dukungan teknis penyiapan lahan dan bangunan permukiman

transmigrasi, penyediaan areal permukiman transmigrasi, serta penyiapan permukiman dan

lingkungan transmigrasi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dari Irian

Jaya. Dalam program yang sama, anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk

pembangunan sekitar 168 unit permukiman transmigrasi (OPT) yang dapat menampung sekitar

50.000 kepala keluarga (KK), peningkatan prasarana jalan di wilayah transmigrasi, penyiapan

lahan dengan penggaruan, pemberian pupuk dan tanaman penutup pada lahan usaha transmigrasi,

serta penyelesaian pengukuran batas kapling sebanyak 211.000 bidang dan pembuatan sertifikat

tanah sejumlah 182.000 buah. Selanjutnya dalam program pengerahan dan pembinaan

transmigrasi, anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk menunjang pembiayaan

bagi proyek pengelolaan unit permukiman transmigrasi, proyek pengerahan dan pemindahan

transmigrasi, proyek pelatihan transmigrasi, proyek pemindahan transmgrasi dari Jawa dari Bali,

serta proyek penempatan dan pembinaan transmigrasi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa

Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya. Melalui berbagai proyek tersebut, dalam tahun anggaran

1995/96 akan diupayakan antara lain kegiatan penerangan, penyuluhan, pendaftaran dan seleksi

calon transmigran, pemindahan penduduk sekitar 50.000 KK, serta pembinaan sosial budaya dan

ekonomi terhadap sekitar 235.000 KK transmigran di beberapa propinsi tersebut di atas.

Di samping pembangunan daerah, dalam rangka meningkatkan laju pertumbuhan

Departemen Keuangan RI 179

Page 180: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

ekonomi yang diperlukan untuk mendukung upaya pemerataan pembangunan dan pengentasan

kemiskinan, maka sesuai dengan amanat GBHN 1993 dari Repelita VI, sektor jasa, termasuk

pelayanan infrastruktur dari jasa keuangan, terus dikembangkan menuju terciptanya jaringan

informasi, perhubungan, perdagangan, dan pelayanan yang andal, efisien, dari mampu

mendukung industrialisasi serta pemerataan pembangunan dari hasil-hasilnya. Sehubungan

dengan itu, untuk pengembangan sistem transportasi nasional yang andal dan berkemampuan

tinggi di dalam mendukung gerak dinamika pembangunan, mobilitas manusia, barang, dan jasa,

pola distribusi nasional, serta pengembangan wilayah dari peningkatan hubungan internasional,

dalam RAPBN 1995/96 sektor transportasi, meteorologi, dari geofisika diberikan alokasi

anggaran pembangunan sebesar Rp 5.897,9 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar

Rp 672,4 miliar atau 12,9 persen dari anggaran yang direncanakan dalam APBN 1994/95.

Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk subsektor prasarana jalan sebesar Rp 3.917,2 miliar,

subsektor transportasi darat sebesar Rp 643,1 miliar, subsektor transportasi laut sebesar Rp 554,4

miliar, subsektor transportasi udara sebesar Rp 749,1 miliar, serta subsektor meteorologi,

geofisika, pencarian dan penyelamatan (SAR) sebesar Rp 34,1 miliar.

Di subsektor prasarana jalan, dalam rangka memantapkan kondisi jalan dan memperluas

jaringan jalan yang menghubungkan daerah pusat produksi dengan daerah pemasaran, daerah

perkotaan, dan daerah perdesaan yang mampu menjangkau daerah tertinggal, alokasi anggaran

pembangunan direncanakan bagi program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan

sebesar Rp 365,7 miliar, program peningkatan jalan dan penggantian jembatan sebesar Rp

2.780,8 miliar, serta program pembangunan jalan dan jembatan sebesar Rp 770,7 miliar. Program

rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan terutama diarahkan untuk memelihara,

merawat, dan memperbaiki kerusakan pada seluruh ruas jalan yang ada, serta menjaga agar

kondisi jalan yang sudah mantap tetap dapat dipertahankan.

Dalam program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan tersebut, dalam tahun

anggaran 1995/96 direncanakan pemeliharaan jalan sepanjang 36.600 kilometer, yang meliputi

11.140 kilometer jalan arteri, 18.260 kilometer jalan kolektor, dan 7.200 kilometer jalan poros

desa. Sedangkan untuk menunjang daya guna dan efektivitas pemanfaatan jaringan jalan, dalam

program serupa juga direncanakan pemeliharaan jembatan sepanjang 12.390 meter, masing-

masing pada jalan arteri sepanjang 3.620 meter, jalan kolektor sepanjang 8.770 meter. Sementara

itu untuk menumbuhkembangkan jaringan dan kualitas jalan agar tetap mampu mempertahankan

Departemen Keuangan RI 180

Page 181: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tingkat pelayanannya sesuai dengan tuntutan transportasi yang terus berkembang, melalui

program peningkatan jalan dan penggantian jembatan direncanakan peningkatan jalan sepanjang

18.738 kilometer, yang meliputi 1.430 kilometer jalan arteri, 3.808 kilometer jalan kolektor,

12.300 kilometer jalan lokal, dan 1.200 kilometer jalan poros desa. Selain daripada itu dalam

program yang sama juga direncanakan untuk penggantian jembatan sepanjang 14.448 meter,

yang mencakup 2.200 meter jembatan arteri, 4.694 meter jembatan kolektor, 6.964 meter

jembatan lokal, dan 590 meter jembatan poros desa.

Selanjutnya untuk membuka isolasi serta menambah panjang jalan sesuai dengan

perkembangan kawasan dan menghubungkan antar wilayah, dalam program pembangunan jalan

dan jembatan direncanakan antara lain pembangunan jalan sepanjang 1.860 kilometer, yang

meliputi 360 kilometer jalan arteri, 785 kilometer jalan kolektor, dan 715 kilometer jalan poros

desa. Di samping itu dalam program yang sama, anggaran pembangunan juga direncanakan untuk

pembangunan jembatan sepanjang 1.210 meter, yang terdiri dari 460 meter jembatan arteri, dan

750 meter jembatan kolektor. Demikian pula guna mengurangi kepadatan arus lalu-lintas, melalui

program serupa direncanakan pembebasan tanah jalan tol seluas 400 hektar.

Pada subsektor transportasi darat, untuk menciptakan kelancaran, ketertiban, keamanan

dan keselamatan, serta kenyamanan transportasi darat, anggaran pembangunan direncanakan

alokasinya bagi pembiayaan program pengembangan fasilitas lalu-lintas jalan sebesar Rp 43,9

miliar, program pengembangan perkeretaapian sebesar Rp 459,9 miliar, serta program

peningkatan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebesar Rp 139,3 miliar. Dalam rangka

menciptakan kelancaran, ketertiban, keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan transportasi

jalan raya, melalui program pengembangan fasilitas lalu-lintas jalan direncanakan antara lain

pengadaan dan pemasangan fasilitas angkutan jalan raya, diantaranya berupa 14.213 rambu jalan,

6 unit peralatan pengujian kendaraan bermotor, daft 37 unit lampu pengatur lalu-lintas.

Sedangkan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan dalam kota yang aman, tertib dan murah,

dan berpolusi rendah, melalui program yang sama direncanakan pengadaan 40 bus kota yang

berbahan bakar gas. Sementara itu dalam rangka meningkatkan kemampuan pelayanan jasa

transportasi manusia dan barang secara massal daft efisien serta mengurangi kerusakan badan

jalan, dalam program pengembangan perkeretaapian direncanakan antara lain peningkatan daft

rehabilitasi jalan kereta api sepanjang 155 kilometer, pembangunan baru jalan kereta api

sepanjang 20 kilometer, pembangunan jembatan kereta api sebanyak 2 buah dan rehabilitasi

Departemen Keuangan RI 181

Page 182: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebanyak 2 buah. Sedangkan untuk menjadikan kereta api sebagai angkutan umum yang murah,

tertib, dan aman, baik sebagai angkutan antar kota maupun sebagai angkutan dalam kota bagi

penumpang dan barang, dalam program yang sama direncanakan antara lain penambahan 27 buah

sarana lokomotif, 10 buah kereta penumpang kelas III dan 12 buah kereta rel listrik, serta

diupayakan rehabilitasi 32 buah lokomotif diesel, 4 buah kereta rel listrik, dan 64 buah kereta rel

diesel. Selanjutnya guna menciptakan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan yang dapat

diandalkan untuk melayani transportasi antar daerah, dalam program peningkatan angkutan

sungai, danau, dan penyeberangan, dalam tahun anggaran 1995/96 direncanakan antara lain

penambahan sarana dan pengoperasian kapal perintis, serta truk air di daerah terpencil dan

terisolir, daerah pedalaman, dan kawasan perbatasan, khususnya di kawasan timur Indonesia

(KTI). Sedangkan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, dalam program yang sama

direncanakan antara lain pemasangan sebanyak 601 buah rambu sungai dan laut yang tersebar di

Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya, serta pemetaan sungai dan danau bagi

pengembangan pelayaran. Demikian pula untuk meningkatkan kemampuan dermaga

penyeberangan, sungai, dan danau, dalam program serupa juga direncanakan pembangunan dan

rehabilitasi dermaga penyeberangan serta dermaga sungai dan danau.

Di subsektor transportasi laut, dalam rangka menunjang upaya peningkatan pembangunan

pelayaran nasional dan peningkatan pelayanan jasa transportasi laut yang layak, aman, dan

mampu menunjang distribusi barang dan penumpang antar pulau yang terintegrasi dengan moda

transportasi lainnya, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya bagi program

pengembangan fasilitas pelabuhan laut sebesar Rp 257,5 miliar, program keselamatan pelayaran

sebesar Rp 136,2 miliar, serta program pembinaan dan pengembangan armada pelayaran sebesar

Rp 160,7 miliar. Untuk mendukung kelancaran ekspor nonmigas dan pertumbuhan perdagangan,

melalui program pengembangan fasilitas pelabuhan laut dalam tahun anggaran 1995/96

direncanakan pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan, diantaranya pembangunan dermaga

baru sepanjang 2.690 meter, pembangunan guuang seluas 1.850 meter persegi, pembangunan

lapangan penumpukan seluas 56.842 meter persegi, dan pembangunan terminal penumpang

seluas 2.600 meter persegi. Sedangkan untuk meningkatkan kelancaran arus lalu-lintas kapal,

menghindari kecelakaan lalu-lintas kapal keluar dan masuk pelabuhan, serta mengurangi tingkat

pencemaran laut, dalam program keselamatan pelayaran direncanakan antara lain pembangunan 3

unit menara suar, pengadaan dan pemasangan 75 unit rambu suar, peningkatan fasilitas

Departemen Keuangan RI 182

Page 183: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kesyahbandaran, serta pemeliharaan kedalaman alur pelayaran utama dengan sasaran volume

keruk sekitar 12 juta meter kubik, diantaranya di Belawan, Banjarmasin, dan Samarinda.

Sementara itu untuk menunjang upaya penyediaan jasa angkutan laut antar pulau,jasa pelayaran

niaga nusantara, serta jasa angkutan antar benua, dalam program pembinaan dan pengembangan

armada pelayaran direncanakan antara lain pembangunan dan pengembangan armada nasional,

baik armada pelayaran nusantara, armada pelayaran rakyat dan perintis, maupun armada

pelayaran samudera.

Sementara itu di subsektor transportasi udara, dalam rangka memenuhi kebutuhan jasa

transportasi udara dalam negeri yang mampu beroperasi secara optimal dan menjangkau seluruh

wilayah nasional serta memenuhi kebutuhan jasa penerbangan internasional yang makin

kompetitif, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya bagi program pengembangan

fasilitas bandar udara sebesar Rp 254,1 miliar, program keselamatan penerbangan sebesar Rp

61,0 miliar, serta program pembinaan dan pengembangan armada udara sebesar Rp 434,0 miliar.

Dalam program pengembangan fasilitas bandar udara (Bandara) direncanakan antara lain

pembangunan dan perluasan terminal baru seluas 9.758 meter persegi, diantaranya Bandara Adi

Sumarmo di Solo, Abdurahman Saleh di Malang, Syamsudin Noor di Banjarmasin, Mendiptana

di Irian Jaya, dan Pattimura di Ambon. Selain daripada itu untuk meningkatkan kemampuan

Bandara dalam melayani pesawat sejenis CN-235, melalui program yang sama diupayakan

peningkatan kapasitas Bandara berupa pembangunan landasan dan perluasan apron seluas

218.936 meter persegi, antara lain di Bandara Achmad Yani Semarang, Simpang Tiga Pekanbaru,

Sarong daratan dan Tanah Merah Irian Jaya. Sedangkan dalam rangka memenuhi persyaratan

penerbangan internasional serta meningkatkan kelancaran dan keselamatan lalu-lintas udara di

seluruh wilayah Indonesia, dalam program keselamatan penerbangan direncanakan antara lain

pemasangan dan rehabilitasi peralatan telekomunikasi, navigasi udara, dan listrik, diantaranya di

Bandara Husain Sastranegara Bandung, El Tari-Kupang, Soekarno Hatta-Jakarta, Sarong,

Sentani-Jayapura, dan di beberapa bandar udara yang melayani penerbangan perintis. Sementara

itu untuk meningkatkan pelayanan, keselamatan dan keamanan, serta efisiensi pengoperasian

armada udara, dalam program pembinaan dan pengembangan armada udara dalam tahun

anggaran 1995/96 direncanakan antara lain pengembangan dan pengoperasian armada udara

perintis, diantaranya di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

Selanjutnya dalam rangka menunjang upaya penyediaan jasa informasi secara cepat dan

Departemen Keuangan RI 183

Page 184: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tepat oleh masyarakat, mendukung kelancaran dan keselamatan penyelenggaraan jasa transportasi

laut dan udara, serta menunjang upaya penanggulangan bencana alam, anggaran pembangunan

subsektor meteorologi dan geofisika direncanakan alokasinya bagi program pembangunan

meteorologi dan geofisika sebesar Rp 33,0 miliar serta program pembangunan pencarian dan

penyelamatan sebesar Rp 1,1 miliar. Dalam program pembangunan meteorologi dan geofisika

direncanakan antara lain pengembangan peralatan telekomunikasi sebanyak 85 unit,

pembangunan dan rehabilitasi gedung operasional untuk pengamatan cuaca, serta pengadaan dan

pemasangan 584 unit peralatan pengamatan dan pelayanan jasa meteorologi, klimatologi, dan

geofisika di 26 propinsi. Demikian pula dalam program yang sama, anggaran pembangunan juga

direncanakan untuk pembangunan pusat prakiraan nasional dan wilayah, serta pusat kalibrasi

nasional dan wilayah. Sementara itu untuk lebih meningkatkan kecepatan pencarian dan

pertolongan sebagai akibat terjadinya musibah, dalam program pembangunan pencarian dan

penyelamatan direncanakan antara lain pengadaan beberapa paket peralatan SAR dan peralatan

komunikasi SAR.

Dalam RAPBN 1995/96, untuk sektor pertambangan dan energi disediakan anggaran

pembangunan sebesar Rp 3.894,8 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 312,9

miliar atau 8,7 persen dari anggaran yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Jumlah tersebut

diperlukan untuk menunjang upaya pemenuhan kebutuhan energi serta bahan baku bagi industri

dalam negeri dan keperluan masyarakat, peningkatan ekspor, peningkatan penerimaan negara dan

pendapatan daerah, serta perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Anggaran tersebut

akan dialokasikan untuk subsektor pertambangan sebesar Rp 94,8 miliar dan subsektor energi

sebesar Rp 3.800,0 miliar.

Di subsektor pertambangan, dalam rangka meningkatkan produksi, meningkatkan

pengelolaan sumber daya alam mineral secara hemat dan optimal, dan menganekaragamkan hasil

tambang, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya bagi program pengembangan geologi

dan sumber daya mineral sebesar Rp 12,7 miliar, program pembangunan pertambangan sebesar

Rp 80,7 miliar, dan program pengembangan usaha pertambangan rakyat terpadu sebesar Rp 1,4

miliar. Dalam program pengembangan geologi dan sumber daya mineral direncanakan antara lain

pemetaan geologi dan geofisika bersistem dengan skala 1 : 100.000 di pulau Jawa, dan skala 1 :

250.000 di luar pulau Jawa, inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mineral bahan galian

industri dan mineral logam, serta inventarisasi sumber daya energi batubara dan gambut. Untuk

Departemen Keuangan RI 184

Page 185: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

menyediakan informasi dasar mengenai potensi geologi dan energi dasar laut, dalam program

yang sama direncanakan antara lain pemetaan geologi dasar laut, kompilasi dan digitasi peta

geologi bawah laut, serta penyelidikan geologi wilayah pantai. Di samping itu direncanakan

penyediaan data informasi geologi tata lingkungan dan mitigasi untuk beberapa kota dan wilayah,

penyelidikan potensi air tanah untuk daerah rawan air, penyelidikan dan pengamatan gunung

berapi, serta pemeriksaan kegempaan dan tanah longsor. Sementara itu untuk menunjang upaya

peningkatan produksi dan penganekaragaman hasil tambang, dalam program pembangunan

pertambangan direncanakan antara lain peningkatan pembinaan pengusahaan pertambangan,

penyediaan informasi mineral, pengembangan pertambangan batubara dan gambut, serta

pembinaan keselamatan kerja dan pengamanan teknis pertambangan. Selanjutnya guna

meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan pertambangan secara lebih luas dan

produktif, anggaran pembangunan dalam program pengembangan usaha pertambangan rakyat

terpadu direncanakan untuk membina dan mengembangkan usaha pertambangan skala kecil dan

usaha pertambangan rakyat, baik melalui koperasi unit desa (KUD) pertambangan maupun pola

kemitraan dengan pihak swasta dan BUMN.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi masyarakat, dan sekaligus mendorong

pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan,

anggaran pembangunan subsektor energi direncanakan alokasinya untuk program pengembangan

tenaga listrik sebesar Rp 3.379,4 miliar, program pengembangan listrik perdesaan sebesar Rp

370,5 miliar, serta program pengembangan tenaga migas, batubara dan energi lainnya sebesar Rp

50,1 miliar. Guna memenuhi permintaan masyarakat akan tenaga listrik dalam jumlah yang

cukup dan merata serta dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas, dalam program

pengembangan tenaga listrik direncanakan antara lain penyelesaian pembangunan pembangkit

tenaga listrik dengan kapasitas 2.021,7 megawatt (MW), pembangunan jaringan transmisi

sepanjang 2.338 kilometer sirkuit (KMS), serta pembangunan gardu induk dengan kapasitas

7.440 megavolt ampere (MVA). Di samping itu dalam program yang sama juga direncanakan

perluasan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 32.980 KMS dan jaringan distribusi

tegangan rendah sepanjang 49.125 KMS, serta perluasan gardu distribusi dengan kapasitas 5.515

MVA. Demikian pula dalam rangka optimalisasi dan peningkatan efisiensi prasarana dan sarana

kelistrikan, dalam program yang sama juga direncanakan untuk menyelesaikan renovasi

pembangkit listrik tenaga air (PLTA) antara lain pada PLTA Kracak, PLTA Pelengan, dan PLTA

Departemen Keuangan RI 185

Page 186: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Ketenger, serta melanjutkan konversi penggunaan bahan bakar minyak ke bahan bakar gas antara

lain pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Gresik, PLTU Muara Karang, pembangkit listrik

tenaga diesel (PLTD) Balikpapan, PLTD Samarinda, serta PLTD Bontang. Sedangkan untuk

menunjang upaya pemerataan penyediaan energi listrik di daerah perdesaan, dalam program

pengembangan listrik perdesaan direncanakan antara lain pembangunan ketenagalistrikan yang

tersebar di 3.406 desa, serta diupayakan pemanfaatan energi setempat dengan mengikutsertakan

peran aktif swadaya masyarakat dan pemerintah daerah. Selanjutnya untuk meningkatkan

pemakaian gas alam serta menekan tingkat kebocoran gas, dalam program pengembangan tenaga

migas, batubara dan energi lainnya, anggaran pembangunan akan dimanfaatkan untuk

melanjutkan rehabilitasi dan perluasan pipa transmisi, pipa distribusi, dan pipa dinas, antara lain

di daerah Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta, serta diupayakan pengadaan

dan pemasangan meter gas yang tersebar di beberapa kota. Demikian pula guna melanjutkan

usaha intensifikasi dan diversifikasi sumber energi, dalam program yang sama direncanakan

antara lain peningkatan strategi pengembangan bahan bakar minyak, pemasyarakatan briket batu

bara oleh rumah tangga dan industri kecil, serta peningkatan pengusahaan panas bumi.

Dalam rangka mengembangkan dan mengelola sumber daya air bagi kepentingan

masyarakat dan menunjang pembangunan seluruh sektor yang memerlukan dengan jumlah yang

mencukupi, multi yang memadai, serta secara adil dan merata, dalam RAPBN 1995/96 sektor

pengairan memperoleh alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 2.042,0 miliar, yang berarti

mengalami peningkatan sebesar Rp 355,0 miliar atau sekitar 21 persen dari anggaran yang

direncanakan dalam APBN 1994/95. Anggaran tersebut akan dialokasikan bagi subsektor

pengembangan sumber daya air sebesar Rp 796,2 miliar dan subsektor irigasi sebesar Rp 1.245,8

miliar.

Di subsektor pengembangan sumber daya air, anggaran pembangunan direncanakan

alokasi pemanfaatannya untuk program pengembangan dan konservasi sumber daya air sebesar

Rp 391,0 miliar, program penyediaan dan pengelolaan air baku sebesar Rp 82,0 miliar, serta

program pengelolaan sungai, danau, dan sumber air lainnya sebesar Rp 323,2 miliar. Dalam

program pengembangan dan konservasi dan sumber daya air, anggaran pembangunan

direncanakan antara lain untuk penyusunan rencana induk pada 10 wilayah sungai, diantaranya

sungai-sungai Ciujung-Ciliman, Cimanuk-Cisanggarung, Progo-Opak-Oyo, Jratunseluna, dan

Pekalen-Sampean. Upaya tersebut ditunjang pula dengan pemasyarakatan sikap hemat air,

Departemen Keuangan RI 186

Page 187: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebagaimana telah dicanangkan secara nasional beberapa waktu yang lalu. Demikian pula dalam

program yang sama akan dilakukan antara lain rehabilitasi sejumlah waduk serta melanjutkan

pembangunan 6 unit waduk dan 55 unit embung yang berfungsi multiguna di Sumatera, Jawa,

Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Untuk menunjang penyediaan air baku di beberapa kota,

dalam program penyediaan dan pengelolaan air baku anggaran pembangunan akan dimanfaatkan

an tara lain untuk penyediaan air baku bagi kota-kota Jakarta, Surabaya, Semarang, Cilegon,

Demak, dan Rembang. Sedangkan dalam program pengelolaan sungai, danau, dan sumber air

lainnya anggaran pembangunan akan dimanfaatkan antara lain untuk perbaikan sepanjang 370

kilometer alur sungai yang sudah kritis, pengelolaan sekitar 2.750 kilometer alur sungai,

pengelolaan 6 danau kritis, serta pengamanan sungai dan pengendalian banjir, termasuk banjir

lahar akibat letusan gunung berapi. Berbagai upaya tersebut selain dimaksudkan dalam rangka

menanggulangi bencana banjir yang ditimbulkan oleh sungai-sungai Ciliwung, Garang,

Jeneberang, Bengawan Solo, Deli, dan Percut, juga bertujuan untuk menanggulangi bencana

banjir lahar di sekitar gunung-gunung Merapi, Kelud, Semeru, dan Rinjani.

Sementara itu di subsektor irigasi, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya untuk

program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi sebesar Rp 1.139,9 miliar serta program

pengembangan dan pengelolaan daerah rawa sebesar Rp 105,9 miliar. Dalam program

pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, anggaran pembangunan direncanakan antara lain

untuk operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seluas sekitar 5.943 ribu hektar, serta rehabilitasi

dan peningkatan jaringan irigasi yang telah dibangun seluas sekitar 139,5 ribu hektar, termasuk

untuk penanganan irigasi kecil yang telah dibangun oleh petani dalam upaya menjaga kelestarian

fungsinya. Dalam program yang sama juga akan dilakukan pembangunan jaringan irigasi baru

yang mencakup areal seluas sekitar 80 ribu hektar, dan pencetakan sawah baru seluas sekitar 90

ribu hektar. Pembangunan ini diarahkan di luar Jawa, antara lain di Sumatera, Sulawesi, dan

Nusa Tenggara. Sedangkan dalam program pengembangan dan pengelolaan daerah rawa,

anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk melanjutkan pengembangan daerah rawa

guna menunjang pengembangan perkebunan, baik yang dikelola oleh rakyat maupun yang

dikembangkan dengan pola perusahaan inti rakyat perkebunan (PIR-Bun). Dalam tahun anggaran

1995/96, daerah rawa yang akan dikembangkan meliputi areal seluas sekitar 134 ribu hektar,

pembangunan saluran multiguna sepanjang 20 kilometer, serta peningkatan tata saluran tambak

yang meliputi saluran primer sepanjang 94 kilometer. Pengembangan tersebut antara lain akan

Departemen Keuangan RI 187

Page 188: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dilaksanakan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat. Pada beberapa alokasi

pengembangan ini juga dikaitkan untuk mendukung program transmigrasi.

Pengadaan berbagai sarana dan prasarana dasar sebagaimana diuraikan di atas, di samping

dimaksudkan untuk mempercepat upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju-

terciptanya kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sekaligus juga

diarahkan untuk mendukung pembangunan berbagai sektor ekonomi, terutama guna merangsang

tumbuhnya kegiatan produksi, investasi, dan pemasaran di sektor-sektor lainnya, sehingga

diharapkan mampu menunjang upaya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam tahun anggaran 1995/96, pembangunan sektor pertanian dan kehutanan juga akan

lebih ditingkatkan untuk mendukung proses industrialisasi, meningkatkan produksi komoditi

pertanian yang bernilai tinggi, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha,

meningkatkan pendapatan negara dan devisa, serta memacu pembangunan daerah. Oleh karena

itu, dalam RAPBN 1995/96 sektor pertanian dan kehutanan memperoleh alokasi anggaran

pembangunan sebesar Rp 1.103,8 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 114,2

miliar atau 11,5 persen dari anggaran yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Anggaran

tersebut akan dialokasikan untuk subsektor pertanian sebesar Rp 1.061,3 miliar dan subsektor

kehutanan sebesar Rp 42,5 miliar.

Dalam rangka meningkatkan produksi hasil pertanian untuk memantapkan swasembada

pangan, anggaran pembangunan subsektor pertanian direncanakan alokasinya bagi program

pembangunan pertanian rakyat terpadu sebesar Rp 322,9 miliar, program pembangunan usaha

pertanian sebesar Rp 289,7 miliar, program diversifikasi pangan dan gizi sebesar Rp 22,5 miliar,

serta program pengembangan sumber daya, sarana, dan prasarana pertanian sebesar Rp 426,2

miliar. Dalam program pembangunan pertanian rakyat terpadu, anggaran pembangunan

direncanakan antara lain untuk menunjang kegiatan intensifikasi padi, jagung, kedelai dan tebu

rakyat, inseminasi buatan untuk ternak potong dan ternak perah, pengembangan penangkapan

ikan, serta pengembangan ternak unggas, kambing, dan domba. Sedangkan dalam program

pembangunan usaha pertanian direncanakan antara lain peningkatan efisiensi produksi dan

pemasaran hasil pertanian serta peningkatan kualitas dan daya saing hasil pertanian, baik bagi

pasaran dalam negeri maupun ekspor. Selanjutnya dalam program diversifikasi pangan dan gizi

direncanakan antara lain penyediaan bibit hortikultura, ternak, dan ikan, serta pelatihan penyuluh

Departemen Keuangan RI 188

Page 189: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dan pelatih diversifikasi pangan dan gizi. Demikian pula untuk mengoptimalkan sarana dan

prasarana pertanian yang ada serta melengkapi sarana dan prasarana pertanian yang diperlukan,

dalam program pengembangan sumber daya, sarana, dan prasarana pertanian direncanakan antara

lain pengembangan sumber daya lahan tadah hujan dan pasang surut, pengembangan konservasi

lahan kering, pengembangan padang penggembalaan, serta pengembangan perbenihan, baik

benih padi, palawija, dan hortikultura maupun bibit perkebunan, peternakan, dan perikanan.

Di subsektor kehutanan, anggaran belanja pembangunan diarahkan pemanfaatannya

untuk lebih memantapkan pengembangan serta pengelolaan hutan secara lestari guna menjamin

kelangsungan penyediaan dan perluasan keanekaragaman hasil hutan bagi pembangunan industri.

Selain daripada itu juga akan dilakukan peningkatan peranan hutan, baik sebagai

komponen penyangga sistem kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati, maupun scbagai

sumber pendapatan negara, pemacu pembangunan daerah serta sebagai sumber bahan baku bagi

industri dalam negeri. Sehubungan dengan itu, anggaran pembangunan subsektor kehutanan

direncanakan alokasinya bagi program pembangunan dan pembinaan kehutanan sebesar Rp 37,2

miliar serta program pengembangan usaha perhutanan rakyat sebesar Rp 5,3 miliar. Dalam

rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil hutan secara lestari, dalam program

pembangunan dan pembinaan kehutanan, anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk

menunjang usaha pemeliharaan dan peningkatan multi hutan alam, pengembangan produksi

hutan nonkayu, serta pengembangan sistem manajemen hutan lestari. Selain daripada itu guna

meningkatkan potensi hutan tanaman yang dibangun di dalam kawasan hutan produksi, dalam

program yang sama direncanakan pembangunan pusat perbenihan dan pembibitan, serta

penyiapan prakondisi pembangunan hutan tanaman baru, hutan tanaman industri (HTI), dan

pelaksanaannya. Sedangkan untuk meningkatkan peranserta aktif masyarakat dalam

pembangunan kehutanan, dalam program pengembangan usaha perhutanan rakyat direncanakan

antara lain pemantapan dan perencanaan pembangunan hutan rakyat, pengembangan

kelembagaan, serta pembinaan, pengelolaan, rehabilitasi, dan perluasan hutan rakyat.

Sejalan dengan peran sektor industri sebagai penggerak utama dalam pembangunan

ekonomi nasional, pembangunan sektor industri dalam tahun anggaran 1995/96 juga akan lebih

ditingkatkan sehingga sektor industri tidak saja dapat tumbuh dan berkembang sebagai sumber

pertumbuhan ekonomi bersamaan dengan pemerataan, tetapi juga makin berperan penting

Departemen Keuangan RI 189

Page 190: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebagai penggerak pembangunan sektor-sektor lainnya. Sesuai dengan arahan GBHN 1993,

pembangunan sektor industri diarahkan untuk menuju kemandirian perekonomian nasional,

meningkatkan kemampuan bersaing daripada produksi dalam negeri, serta menaikkan pangsa

pasar dalam negeri dan luar negeri, dengan selalu memelihara kelestarian fungsi lingkungan

hidup. Sehubungan dengan itu, dalam rangka menunjang upaya perluasan basis produksi hasil

industri, terutama pengembangan agro industri, pengembangan industri kecil dan menengah,

perluasan kesempatan kerja dan berusaha, penataan struktur dunia usaha, serta pengembangan

industri penunjang bagi tumbuhnya industri-industri padat teknologi yang strategis, dalam

RAPBN 1995/96 sektor industri mendapat alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 497,3

miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 46,8 miliar atau 10,4 persen dari

anggaran yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Anggaran tersebut direncanakan alokasinya

bagi program pengembangan industri rumah tangga, industri kecil, dan menengah sebesar Rp

28,7 miliar, program peningkatan kemampuan teknologi industri sebesar Rp 436,8 miliar, serta

program penataan struktur industri sebesar Rp 31,8 miliar.

Guna menumbuhkan dan mengembangkan kegiatan usaha ekonomi skala kecil dan

menengah yang produktif serta mendukung perluasan kesempatan kerja dan kesempatan

berusaha, serta meningkatkan pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan, dalam

program pengembangan industri rumah tangga, industri kecil dan menengah, anggaran

pembangunan direncanakan antara lain untuk pembinaan kelompok usaha bersama, pembinaan

sentra-sentra industri, dan pengembangan koperasi industri. Sedangkan guna mewujudkan

sumber daya manusia industrial yang berkualitas, tangguh, kreatif dan dinamis, serta

menumbuhkan wirausaha yang tangguh agar mampu berkompetisi dan berinovasi, dalam

program yang sama juga direncanakan pelatihan untuk meningkatkan motivasi para wirausaha

untuk berprestasi, penyelenggaraan praktek kerja atau magang, serta pelatihan dan bimbingan

teknologi dan pengembangan usaha. Selain daripada itu guna mengembangkan kegiatan ekonomi

di daerah perdesaan, termasuk daerah terpencil, daerah terbelakang dan daerah perbatasan, serta

mendukung restrukturisasi ekonomi perdesaan, dalam program yang sama juga direncanakan

pengembangan agroindustri kecil dan perdesaan, serta pengembangan industri kecil kerajinan dan

rumah tangga. Selanjutnya guna lebih memperkukuh struktur industri, dalam program yang sama

direncanakan antara lain pengembangan industri menengah mesin, logam dasar dan elektronika,

pengembangan industri menengah kimia dasar, pengembangan industri kecil dan menengah

Departemen Keuangan RI 190

Page 191: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

aneka industri, pengembangan industri kecil, baik sebagai industri subkontrak dan penunjang

maupun sebagai industri yang berorientasi ekspor, serta penumbuhan wirausaha baru industri

kecil dengan tenaga kerja tetap. Demikian pula guna menunjang pengembangan sistem

pendukung industri kecil dan menengah, dalam program yang sama direncanakan antara lain

pemantapan sistem prasarana kelembagaan dan prasarana fisik, diantaranya berupa peningkatan

fasilitas pendidikan dan pelatihan, pengembangan lembaga penelitian, serta pengembangan pusat

desain. Sementara itu dalam program peningkatan kemampuan teknologi industri direncanakan

antara lain penyusunan standar industri, termasuk penerapannya di perusahaan industri, serta

peningkatan kemampuan sarana balai-balai industri. Di samping itu guna menunjang upaya

pengembangan teknologi industri, dalam program yang sama anggaran pembangunan selain

direncanakan untuk pengembangan dan penerapan teknologi bersih dan teknologi daur ulang,

pemanfaatan limbah sebagai bahan baku, serta peningkatan pelaksanaan alih teknologi, juga

diupayakan untuk menunjang peningkatan penguasaan teknologi produk, teknologi pengolahan,

serta rancang bangun dan perekayasaan industri. Selanjutnya untuk memperluas basis industri

dan memperkuat pola keterkaitannya, dalam program penataan struktur industri direncanakan

antara lain pengembangan produk-produk industri prioritas yang mempunyai nilai tambah tinggi

dan berdaya jangkau strategis, serta pengembangan produk-produk agroindustri yang potensial.

Selain itu, guna menghadapi pasaran global dan regional, seperti pasar tunggal Eropa, Asean Free

Trade Area (AFTA), serta meningkatkan kerja sama ekonomi regional dalam kerangka Asia

Pasific Economic Cooperation (APEC), dalam program yang sama direncanakan antara lain

pengembangan dan penganekaragaman produk-produk industri berorientasi ekspor yang

mempunyai daya saing kuat. Sedangkan guna mendukung upaya pemerataan pembangunan

daerah, peningkatan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, serta

pemanfaatan posisi geografis Indonesia bagi akses ke pasar global, dalam program serupa

direncanakan antara lain promosi investasi industri, serta perluasan dan penataan struktur

persebaran industri, khususnya ke kawasan timur Indonesia.

Selanjutnya guna menunjang upaya penyempurnaan pola perdagangan dan sistem

distribusi nasional, peningkatan ekspor nonmigas, perluasan dan penataan dunia usaha,

peningkatan pelayanan jasa keuangan, serta pemantapan sistem dari kelembagaan koperasi,

dalam RAPBN 1995/96 sektor perdagangan, pengembangan usaha nasional, keuangan, dari

koperasi memperoleh alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 533,7 miliar. Jumlah tersebut

Departemen Keuangan RI 191

Page 192: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

berarti mengalami penurunan sebesar Rp 202,6 miliar atau 27,5 persen dari anggaran yang

direncanakan dalam APBN 1994/95. Anggaran tersebut direncanakan alokasinya untuk subsektor

perdagangan dalam negeri sebesar Rp 18,9 miliar, subsektor perdagangan luar negeri sebesar Rp

141,5 miliar, subsektor pengembangan usaha nasional sebesar Rp 100,2 miliar, subsektor

keuangan sebesar Rp 128,6 miliar, serta subsektor koperasi dari pengusaha kecil sebesar Rp

144,5 miliar.

Di subsektor perdagangan dalam negeri, dalam rangka menyempurnakan pola

perdagangan dan sistem distribusi nasional untuk mewujudkan struktur pasar yang semakin sehat

dari mantap, memperluas pemasaran dan penggunaan hasil produksi dalam negeri,

mengembangkan dari mengintegrasikan pasar lokal, pasar antar daerah dari pasar antar pulau

dengan pasar nasional, serta menunjang berkembangnya usaha pedagang/pengusaha skala

menengah dan kecil termasuk koperasi di bidang perdagangan untuk mendukung ekonomi rakyat,

alokasi anggaran pembangunan direncanakan untuk program pengembangan perdagangan dan

sistem distribusi sebesar Rp 10,9 miliar serta program pengembangan usaha dari lembaga

perdagangan sebesar Rp 8,0 miliar. Guna menunjang upaya pengembangan sistem pemasaran

dari distribusi nasional serta pemantapan pengadaan dari penyaluran barang-barang strategis dari

bahan kebutuhan pokok masyarakat di dalam negeri, dalam program pengembangan perdagangan

dari sistem distribusi direncanakan antara lain penyelenggaraan pelayanan informasi,

perdagangan, penyelenggaraan pelayanan kemetrologian, penyelenggaraan pameran dagang di

dalam negeri, pengembangan distribusi barang penting dan strategis, pengembangan pasar lelang,

serta pembangunan pasar desa untuk pasar percontohan. Selanjutnya guna mengembangkan

sistem kelembagaan dari informasi perdagangan yang efektif dari efisien, dalam program

pengembangan usaha dari lembaga perdagangan direncanakan antara lain pengembangan sistem

informasi dari promosi perdagangan, pembinaan lembaga dan prasarana perdagangan, serta

pengembangan sistem kemitraan antara pengusaha kecil dari menengah termasuk koperasi

dengan pengusaha besar.

Sementara itu dalam rangka memperkuat kedudukan Indonesia dalam perdagangan

internasional serta mendorong peningkatan ekspor nonmigas, anggaran pembangunan subsektor

perdagangan luar negeri direncanakan alokasinya untuk program pengembangan kerja sama

perdagangan internasional sebesar Rp 4,2 miliar dari program pengembangan ekspor sebesar Rp

137,3 miliar. Dalam program pengembangan kerjasama perdagangan internasional, direncanakan

Departemen Keuangan RI 192

Page 193: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

antara lain peningkatan akses pasar luar negeri dengan partisipasi aktif dalam berbagai forum

internasional, seperti perjanjian bilateral, multilateral, regional serta pemanfaatan lembaga

perdagangan internasional, penyebarluasan hasil keputusan kerja sama perdagangan internasional

kepada dunia usaha, serta peningkatan kemampuan penyelesaian sengketa dalam kerangka kerja

sama perdagangan internasional, termasuk peningkatan peranan atase perdagangan. Dalam

program pengembangan ekspor direncanakan antara lain penyusunan analisa pasar luar negeri,

penyusunan identifikasi potensi pasar komoditas ekspor, pelayanan pengujian dari sertifikasi

mutu komoditi ekspor, penyempurnaan sistem pengujian oleh balai pengujian mutu dalam upaya

memperoleh akreditasi internasional, pengembangan pusat promosi perdagangan Indonesia

(Indonesian Trade Promotion Centre, ITPC) sebagai wahana promosi produk ekspor Indonesia di

luar negeri, penyempurnaan peraturan perdagangan luar negeri dan kebijaksanaan ekspor, serta

pengembangan pilot proyek pusat klinik bisnis untuk komoditas ekspor. Di samping itu untuk

menunjang pengembangan industri dalam negeri guna penghematan devisa, dalam program

serupa direncanakan antara lain usaha pengendalian impor, diantaranya berupa penyempurnaan

klasifikasi barang-barang impor serta pengembangan kebijaksanaan impor yang dapat melindungi

hak milik intelektual.

Dalam rangka mempercepat pengembangan usaha nasional, baik usaha koperasi, usaha

negara, maupun usaha swasta agar dapat tumbuh menjadi penggerak perekonomian nasional,

anggaran pembangunan subsektor pengembangan usaha nasional direncanakan alokasinya bagi

program pengembangan dan pembinaan usaha nasional sebesar Rp 80,2 miliar dan program

penyertaan modal pemerintah sebesar Rp 20,0 miliar. Dalam program pengembangan dan

pembinaan usaha nasional, anggaran pembangunan akan dimanfaatkan antara lain untuk

menunjang upaya pengembangan iklim usaha nasional yang sehat, dan promosi investasi.

Sedangkan dalam program penyertaan modal pemerintah, anggaran pembangunan akan

dimanfaatkan antara lain untuk menunjang upaya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan

produktivitas badan-badan usaha milik negara (BUMN) agar mampu melaksanakan peranannya

dalam perekonomian nasional.

Sementara itu dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan negara, meneiptakan

suasana yang mendorong tumbuhnya inisiatif, kreativitas dan peranserta masyarakat dalam

pembangunan, serta meningkatkan tabungan pemerintah sebagai sumber utama pembiayaan

pembangunan, anggaran pembangunan subsektor keuangan direncanakan alokasinya untuk

Departemen Keuangan RI 193

Page 194: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

program penerimaan keuangan negara sebesar Rp 1,3 miliar serta program pengembangan

lembaga keuangan dan pembinaan kekayaan negara sebesar Rp 127,3 miliar. Guna menunjang

upaya peningkatan penerimaan pajak, termasuk penerimaan PBB, melalui program penerimaan

keuangan negara direncanakan penyempurnaan sistem informasi manajemen perpajakan serta

reklasifikasi tanah pertanian di beberapa wilayah irigasi. Sementara itu melalui program

pengembangan lembaga keuangan dan pembinaan kekayaan negara, anggaran pembangunan

direncanakan antara lain untuk menunjang pembinaan dan pengembangan lembaga keuangan,

baik asuransi, usaha jasa pembiayaan, maupun dana pensiun, pembinaan dan pengembangan

perbankan, serta penyempurnaan penyusunan perhitungan anggaran negara dan penatausahaan

inventaris kekayaan negara.

Selanjutnya guna memacu dan meningkatkan prakarsa, kemampuan, dan peranan

koperasi dan pengusaha kecil dalam perekonomian nasional khususnya perekonomian rakyat,

anggaran pembangunan subsektor koperasi dan pengusaha kecil direncanakan alokasinya bagi

program pengembangan koperasi sebesar Rp 67,7 miliar dan program pembinaan usaha kecil

sebesar Rp 76,8 miliar. Untuk menunjang upaya pengembangan dan pemantapan koperasi, baik

di perdesaan maupun di perkotaan, anggaran pembangunan dalam program pengembangan

koperasi direncanakan antara lain untuk perluasan informasi pasar, peluang usaha dan promosi

usaha koperasi, penyelenggaraan temu usaha dan pameran koperasi, pengembangan usaha

koperasi terutama di bidang agribisnis dari agroindustri, pemberian bimbingan, konsultansi dan

penyuluhan, serta pengembangan usaha simpan pinjam. Di samping itu dalam rangka

pengembangan kemitraan usaha dari kerjasama antar koperasi, dalam program yang sama akan

diupayakan antara lain pengembangan jaringan usaha koperasi dari informasi pasar, serta

peningkatan koordinasi antar koperasi di tingkat primer dari sekunder. Selanjutnya untuk

menunjang pembangunan koperasi di daerah tertinggal, dalam program tersebut direncanakan

antara lain pembangunan dari pengembangan warung serba ada (Waserda) dari tempat pelayanan

koperasi (TPK), pengadaan sarana koperasi di perdesaan tertinggal, pengembangan dana sehat,

serta penyediaan informasi pasar dari peluang usaha. Sementara itu untuk memantapkan dari

meningkatkan peran pengusaha kecil sebagai unsur kekuatan ekonomi yang sehat, tangguh dan

mandiri, dalam program pembinaan usaha kecil direncanakan peningkatan manajemen dari

kewirausahaan melalui pelatihan, praktek kerja/magang dari studi banding, pemberian

bimbingan, konsultansi dan penyuluhan manajemen dari kelembagaan kepada berbagai kelompok

Departemen Keuangan RI 194

Page 195: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengusaha kecil, serta perluasan informasi, pameran dari promosi usaha. Selain daripada itu juga

akan diupayakan pembinaan dalam rangka pengembangan incubator usaha, pengembangan pusat

konsultansi usaha kecil bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di daerah, pendataan

kontribusi pengusaha kecil terhadap ekspor, serta pemantapan data dan statistik usaha kecil

dengan antara lain mengupayakan penyusunan direktori pengusaha kecil dan menengah. Untuk

menunjang pengembangan usaha kecil, dalam program yang sama anggaran pembangunan juga

direncanakan untuk pengembangan jaringan usaha, peningkatan dari pemanfaatan permodalan,

peningkatan dan pemanfaatan teknologi industri, peningkatan organisasi dari manajemen, serta

peningkatan kemitraan usaha, antara lain melalui penyelenggaraan temu usaha.

Pembangunan sektor pariwisata, pos, dan telekomunikasi, sebagai salah satu industri jasa,

akan lebih ditingkatkan untuk menunjang upaya memperbesar penerimaan devisa, memperluas

lapangan kerja dari pemerataan kesempatan usaha, mendorong pembangunan daerah,

meningkatkan kesejahteraan dari kemakmuran rakyat, serta memperkaya kebudayaan nasional.

Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan dan mendayagunakan potensi kepariwisataan

nasional agar dapat menjadi salah satu komoditas andalan yang mampu menggerakkan berbagai

kegiatan ekonomi lainnya, dalam RAPBN 1995/96 sektor pariwisata, pos, dari telekomunikasi

diberikan alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 1.005,8 miliar, yang berarti mengalami

peningkatan sebesar Rp 283,9 miliar atau 39,3 persen dari yang dianggarkan dalam APBN

1994/95. Anggaran tersebut direncanakan alokasinya untuk subsektor pariwisata sebesar Rp 41,0

miliar serta subsektor pos dan telekomunikasi sebesar Rp 964,8 miliar.

Dalam rangka meningkatkan arus wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia,

meningkatkan daya saing kepariwisataan nasional, serta mengembangkan pariwisata nusantara,

anggaran pembangunan subsektor pariwisata direncanakan alokasinya untuk program pemasaran

pariwisata sebesar Rp 16,0 miliar dan program pengembangan produk wisata sebesar Rp 25,0

miliar. Guna meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan bagi wisatawan

mancanegara, dalam program pemasaran pariwisata anggaran pembangunan direncanakan antara

lain untuk pengadaan dari pencetakan bahan promosi, pengumpulan data pasar, serta

penyelenggaraan promosi pariwisata, terutama melalui pusat promosi pariwisata Indonesia di

beberapa negara mancanegara. Sedangkan guna meningkatkan arus wisatawan dalam negeri,

dalam program yang sama direncanakan antara lain penyelenggaraan pameran pariwisata untuk

memasyarakatkan dekade kunjungan Indonesia 1995/96, penyusunan pola sistem pendataan

Departemen Keuangan RI 195

Page 196: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

wisata nusantara, serta lomba nasional kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Di samping itu untuk

menunjang upaya penggalakkan wisata remaja, dalam program yang sama direncanakan antara

lain peningkatan keterampilan, baik bagi tenaga pembina pariwisata remaja, Pramuka, maupun

organisasi remaja, serta penyelenggaraan safari remaja nusantara. Guna meningkatkan upaya

pengembangan usaha sarana pariwisata, dalam program pengembangan produk wisata anggaran

pembangunan direncanakan antara lain untuk menunjang pembinaan penanaman modal di bidang

usaha pariwisata, penyelenggaraan pameran kerajinan cenderamata, serta penyusunan dan

pencetakan buku peluang investasi usaha pariwisata di kawasan timur Indonesia. Sementara itu

guna mendorong pengembangan usaha jasa, objek, dan daya tarik wisata, dalam program yang

sama anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk pengembangan usaha agrowisata,

penerbitan usaha sarana wisata tirta, penyelenggaraan uji coba jalur wisata baru, serta

pengembangan wisata budaya. Selanjutnya untuk menunjang upaya pembinaan kepariwisataan,

dalam program yang sama direncanakan pembinaan usaha kecil dan masyarakat di sekitar objek

dan kawasan pariwisata, serta penyusunan program operasional pengembangan pariwisata

nusantara.

Sementara itu dalam rangka lebih memperluas jangkauan serta meningkatkan kelancaran

arus surat, barang, uang dan informasi, baik ke seluruh pelosok tanah air termasuk daerah

terpencil dan transrnigrasi maupun ke luar negeri, anggaran pembangunan subsektor pos dan

telekomunikasi direncanakan alokasinya bagi program pengembangan jasa pos dan giro sebesar

Rp 35,4 miliar dan program pengembangan jasa telekomunikasi sebesar Rp 929,4miliar. Guna

mengantisipasi pesatnya perkembangan volume lalu-lintas surat serta meningkatkan mutu

pelayanan jasa pos dan giro, dalam program pengembangan jasa pos dan giro anggaran

pembangunan direncanakan antara lain untuk pembangunan kantor pas pembantu dan kantor pos

tambahan sebanyak 41 buah yang tersebar di berbagai kecamatan yang belum mempunyai

fasilitas tersebut, pembangunan kantor pos besar sebanyak dua buah, mekanisasi dah otomatisasi

kantor pos besar di satu lokasi, serta diversifikasi produk pos dan giro. Sedangkan untuk

menunjang perluasan jangkauan pelayanan jasa pos, dalam program yang sama direncanakan

antara lain pengadaan kendaraan roda dua untuk pos keliling desa, pengadaan kendaraan roda

empat dan roda enam untuk pos keliling kota, dan pengadaan sepeda. Demikian pula guna

menunjang upaya mempercepat pelayanan jasa pos kepada masyarakat, dalam program yang

sama juga direncanakan pengadaan sejumlah timbangan paket elektronik, timbangan surat

Departemen Keuangan RI 196

Page 197: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

elektronik, mesin hitung uang, mesin cap, mesin pengikat, mesin perangko, serta perangkat

komputer. Sementara itu untuk meningkatkan jangkauan, mutu dan efisiensi pelayanan jasa

telekomunikasi, dalam program pengembangan jasa telekomunikasi direncanakan antara lain

pembangunan telepon baru sebanyak 898.800 satuan sambungan yang tersebar di 27 propinsi,

pengembangan standarisasi peralatan telekomunikasi, peningkatan sistem monitoring dan

manajemen frekuensi radio nasional, serta penyusunan master plan pembagian wilayah digital

sellular.

Sebagaimana digariskan dalam GBHN 1993 dari Repelita VI, prioritas pembangunan di

samping dititikberatkan pada sektor-sektor di bidang ekonomi juga diletakkan pada upaya

peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, selain pembangunan infrastruktur

yang memadai untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dalam tahun anggaran

1995/96, sejalan dengan percepatan, perluasan, dari pendalaman pembangunan, upaya

pengembangan sumber daya manusia juga akan semakin ditingkatkan guna menjamin

kesinambungan jalannya pembangunan. Pengembangan dari peningkatan kualitas sumber daya

manusia tersebut antara lain diupayakan melalui peningkatan mutu dari pemerataan pelayanan

pendidikan, peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kualitas

pelayanan dari derajat kesehatan yang makin luas jangkauannya bagi seluruh lapisan masyarakat,

pengembangan dari pembinaan kehidupan beragama, serta peningkatan produktivitas sumber

daya manusia dari pendayagunaan tenaga kerja di berbagai sektor ekonomi secara optimal.

Dalam rangka menunjang upaya peningkatan mutu pendidikan dari memperluas

jangkauan pemerataan kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan, dalam RAPBN 1995/96

sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda

dan olah raga mendapat alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 3.359,2 miliar, atau naik

sekitar 9,7 persen dari anggaran yang disediakan dalam APBN 1994/95. Anggaran tersebut akan

dialokasikan untuk subsektor pendidikan sebesar Rp 3.061,8 miliar, subsektor pendidikan luar

sekolah dan kedinasan sebesar Rp 204,9 miliar, subsektor kebudayaan nasional dan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebesar Rp 55,1 miliar, serta subsektor pemuda dan olah raga

sebesar Rp 37,4 miliar.

Di subsektor pendidikan, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya untuk program

pembinaan pendidikan dasar sebesar Rp 1.455,4 miliar, program pembinaan pendidikan

Departemen Keuangan RI 197

Page 198: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

menengah sebesar Rp 517,9 miliar, program pembinaan pendidikan tinggi sebesar Rp 785,2

miliar, program pembinaan tenaga kependidikan dan kebudayaan sebesar Rp 157,3 miliar, serta

program operasi dari perawatan fasilitas pendidikan dari kebudayaan sebesar Rp 146,0 miliar.

Dalam rangka meningkatkan kualitas dari memperluas pelayanan pendidikan prasekolah,

anggaran pembangunan yang disediakan bagi program pembinaan pendidikan dasar direncanakan

penggunaannya antara lain untuk pembangunan sekitar 32 unit taman kanak-kanak (TK)

percontohan, pengadaan 1.300 set alat peraga/alat bermain, pengadaan 530 ribu eksemplar buku

pelajaran dan buku perpustakaan, serta penyelenggaraan penataran bagi 5.300 orang kepala

sekolah, penilik, dan guru TK. Sementara itu dalam rangka memperluas pemerataan kesempatan

belajar pada tingkat sekolah dasar (SD), dalam program yang sama anggaran pembangunan

direncanakan antara lain untuk pembangunan 425 unit gedung SD baru, terutama di daerah

pemukiman baru dan daerah transmigrasi, penambahan 2.650 ruang kelas, rehabilitasi sejumlah

gedung SD, serta pengadaan sekitar 60 juta eksemplar buku pelajaran pokok dari buku

perpustakaan. Pengadaan buku terutama buku pelajaran akan diutamakan bagi murid SD dari

madrasah ibtidaiyah (MI) di desa tertinggal. Untuk meningkatkan kegiatan olah raga dari

Pramuka akan disediakan bantuan sebesar Rp 100 ribu per sekolah. Seperti halnya bantuan

operasional dari pemeliharaan sekolah, bantuan ini akan diberikan langsung ke sekolah untuk

dikelola pemanfaatannya secara langsung oleh sekolah yang bersangkutan. Sementara itu untuk

meningkatkan pelayanan pendidikan di daerah terpencil, akan dilanjutkan pembangunan SD kecil

lengkap dengan sarana belajar-mengajar yang memadai, dan peningkatan kualitas proses belajar

mengajar. Selain itu juga akan dilakukan pelatihan dan penataran termasuk pelatihan pra jabatan

bagi guru baru yang akan bertugas di daerah terpencil. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan

efisiensi dan efektivitas pengelolaan sekolah luar biasa (SLB), dalam program yang sama

anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk pembangunan dan pengembangan SLB

pembina tingkat propinsi, penambahan 8 SLB, rehabilitasi sekitar 3 gedung SLB, pengadaan 900

buah peralatan pendidikan khusus, serta penataran dan peningkatan pembinaan bagi 1.800 kepala

SLB di sejumlah lembaga pendidikan luar biasa.

Sementara itu untuk meningkatkan daya tampung SLTP dalam rangka pelaksanaan wajib

belajar pendidikan dasar sembilan tahun, anggaran pembangunan dalam program yang sama

direncanakan antara lain untuk pembangunan gedung SLTP dan penambahan kelas baru yang

setara dengan 5.300 ruang. Untuk mendorong peranserta masyarakat, akan diberikan bantuan

Departemen Keuangan RI 198

Page 199: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kepada pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan SLTP. Sedangkan untuk

menunjang pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun di daerah-daerah tertentu yang

tidak mungkin diselenggarakan sekolah biasa, akan diupayakan pengembangan dan

penyelenggaraan pendidikan jarak jauh melalui SLTP terbuka dan SLTP kecil secara lebih

intensif. Selain daripada itu untuk meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh

pendidikan, khususnya bagi anak-anak yang berprestasi namun kemampuan ekonominya lemah,

dalam program yang sama direncanakan pemberian beasiswa bagi sekitar 90.000 siswa SD,

SLTP, dan SLTA. Selanjutnya guna meningkatkan kemampuan profesional guru dan tenaga

kependidikan, baik guru SLTP negeri maupun swasta, direncanakan antara lain pemantapan kerja

guru (PKG) melalui penyelenggaraan penataran bagi sekitar 31.000 orang guru bidang studi dan

kepala sekolah.

Guna memperluas daya tampung pendidikan menengah umum, anggaran yang disediakan

bagi program pembinaan pendidikan menengah direncanakan penggunaannya antara lain untuk

pembangunan sekitar 60 gedung sekolah menengah umum (SMU) negeri, penambahan 650 ruang

kelas pada SMU negeri dan swasta, serta pembangunan 20 unit mess guru dan 20 unit asrama

murid. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan multi pendidikan pada sekolah

menengah umum, dalam program yang sama anggaran pembangunan direncanakan antara lain

untuk pengadaan dan pendistribusian sebanyak 11 juta eksemplar buku pelajaran dan buku

perpustakaan, serta pengadaan 17 ribu ,unit peralatan pendidikan. Sejalan dengan itu, untuk

meningkatkan pembinaan dan pengembangan sekolah menengah kejuruan (SMK), dengan

anggaran yang sama akan dilakukan pembangunan sekitar 20 unit gedung SMK, penambahan

sekitar 1.500 ruang teori, ruang praktek dan ruang penunjang, serta peningkatan kemampuan

manajemen bagi guru dan kepala sekolah. Sedangkan dalam rangka peningkatan relevansi

pendidikan dengan kebutuhan pembangunan, akan ditingkatkan kerja sama antara sekolah

kejuruan dengan lembaga industri, dunia usaha, dan lembaga terkait lainnya, serta diupayakan

penerapan program pengembangan sekolah seutuhnya (PSS) dan konsolidasi manajemen

pendidikan menengah kejuruan.

Selanjutnya guna mcningkatkan daya tampung dan memperluas kesempatan belajar pada

tingkat perguruan tinggi, dalam program pembinaan pendidikan tinggi direncanakan antara lain

pengadaan sekitar 2.500 pakct perabot pendidikan dan sekitar 2.000 paket peralatan laboratorium.

Sedangkan dalam rangka memperluas kesempatan memperoleh pendidikan tinggi, dalam

Departemen Keuangan RI 199

Page 200: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

program yang sama anggaran pembangunan akan dimanfaatkan antara lain untuk pcmberian bea

siswa kepada 20 ribu mahasiswa yang bcrprcstasi namun kcmampuan ckonominya lemah.

Scmentara itu guna mengembangkan kualitas pcndanikan dan mcningkatkan multi dosen dan

tcnaga kcpcndidikan lainnya, dalam program tersebut dircncanakan antara lain pcndidikan pasca

sarjana bagi 9.200 orang, pelatihan dosen sebanyak 4.000 orang, serta pcngadaan buku, majalah

dan jurnal sebanyak 50 ribu eksemplar. Di samping itu kegiatan penelitian, termasuk penelitian

hibah bersaing yang diikuti dengan perintisan penerbitan jurnal bertaraf intcrnasional akan

ditingkatkan dalam rangka pengembangan Iptek. Pengembangan program studi yang sangat

diperlukan untuk menunjang industrialisasi akan mendapat pcrhatian yang lebih tinggi, antara

lain melalui pengembangan politeknik dan jurusan-jurusan sains dan keteknikan.

Dalam rangka meningkatkan cfisicnsi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan, dalam

program pembinaan tcnaga kependidikan dan kebudayaan direncanakan antara lain pemantapan

rencana kebutuhan guru dan tenaga pengajar di bcrbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan

dalam rangka mcnunjang program wajib bclajar pcndanikan dasar sembilan tahun, pcngangkatan

dan pcnycbaran sekitar 11.000 orang guru dan tcnaga kcpcndidikan lainnya, pcncmpatan dan

pcmcrataan guru dan kcpala sekolah, scrta pcmberian pcnghargaan bagi guru, dosen, dan tcnaga

kcpendidikan yang berprestasi. Sedangkan untuk meningkatkan multi guru, dosen, dan tenaga

kependidikan lainnya, dalam program yang sama direncanakan antara lain peningkatan

kualifikasi guru SD setara D2 bagi 90 ribu orang, guru SLTP setara D3 sebanyak 50 ribu orang,

pendidikan guru SD (PGSD) sebanyak 22 ribu orang, pendidikan lanjutan pasca sarjana (S2) dan

doktor (S3) bagi sekitar 1.200 dosen, serta pcngembangan sistem karicr. Selain daripada itu

dalam program yang sama juga akan diupayakan antara lain pcningkatan multi tenaga teknis bagi

sckitar 2.000 pcnilik keolahragaan, 160 tcnaga tcknis pusat, dan 580 kepala balai pelatihan

kegiatan belajar (BPKB), kepala sanggar kcgiatan belajar (SKB), serta pamong belajar BPKB

dan SKB. Kegiatan penataran guru akan lebih disempurnakan, baik mekanismc pelaksanaan

maupun substansinya, antara lain melalui peningkatan peran balai penataran guru (BPG) dan

pusat pengembangan penataran guru (PPPG).

Sementara itu untuk mcningkatkan daya guna dan hasil guna kemanfaatan sarana dan

prasarana pendidikan yang ada agar proses belajar-mengajar dapat berjalan secara optimal,

anggaran yang disediakan bagi program operasi dan pcrawatan fasilitas pendidikan dan

kebudayaan akan diarahkan pemanfaatannya antara lain untuk penyediaan biaya operasi

Departemen Keuangan RI 200

Page 201: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pelaksanaan proses belajar-mengajar bagi siswa TK, SD, SLB, SLTP, dan SLTA, pemberian

bantuan untuk SLTP swasta termasuk madrasah tsanawiyah (MTs) swasta, dan rchabilitasi bagi

sekitar 925 SLTP dan sekolah menengah (SM). Sedangkan untuk meningkatkan cfisiensi dan

efektivitas fasilitas kependidikan lainnya, direncanakan antara lain pcningkatan asset kebudayaan

di pusat dan di daerah, perawatan museum nasional, inventarisasi asset fasilitas kcbudayaan, serta

perawatan peralatan fasilitas kebudayaan bagi 53 unit pelaksana tcknis (UPT).

Di subsektor pendidikan luar sekolah dan kedinasan, anggaran pembangunan akan

dimanfaatkan untuk program pendidikan luar sekolah sebesar Rp 92,3 miliar dan program

pendidikan kedinasan sebesar Rp 112,6 miliar. Dalam rangka meningkatkan penguasaan

masyarakat terhadap tiga kemampuan dasar, yaitu baca, tulis, hitung, dan sekaligus memberantas

tiga buta, yaitu buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar, dalam

program pendidikan luar sekolah direncanakan antara lain peningkatan penyelenggaraan

kelompok belajar (Kejar) paket A tidak setara SD bagi 1.540.000 orang, Kejar paket A setara SD

dalam rangka wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun bagi 200.000 orang, Kejar paket B

setara SLTP bagi sekitar 247.000 orang, Kejar usaha bagi 4.000 kejar, permagangan bagi 14.000

orang, serta pengembangan taman bacaan masyarakat. Sementara itu dalam rangka meningkatkan

kualitas aparatur negara dan aparatur pemerintah agar sepadan dengan tuntutan perkembangan

jaman dan kebutuhan pembangunan, dalam program pendidikan kedinasan akan diupayakan

antara lain perbaikan sistem penerimaan peserta pendidikan kedinasan, pemberian kesempatan

bagi pegawai untuk melanjutkan studi, serta peningkatan kualitas dan kemampuan tenaga ahli

yang diperlukan di semua sektor, seperti tenaga ahli dalam bidang pangan dan gizi, kesehatan,

pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, pariwisata, kesejahteraan sosial, perindustrian,

keuangan, perhubungan, administrasi pemerintah, dan pembangunan daerah.

Di subsektor kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

anggaran pembangunan direncanakan alokasinya untuk program pembinaan dan pengembangan

nilai-nilai budaya sebesar Rp 7,0 miliar, program pembinaan kebahasaan, kesastraan dan

kepustakaan sebesar Rp 14,0 miliar, program pembinaan kesenian sebesar Rp 8,6 miliar, program

pembinaan tradisi, peningga1an sejarah dan permuseuman sebesar Rp 25,0 miliar, serta program

pembinaan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebesar Rp 0,5 miliar. Dalam

rangka membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya bangsa, serta memperkaya informasi

dan pengetahuan kebudayaan, dalam program pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya

Departemen Keuangan RI 201

Page 202: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

akan dilakukan antara lain pengkajian dan perekaman aspek kebudayaan daerah, penelitian dan

pengkajian aspek kebudayaan nusantara, penelitian dan pengkajian aspek kebudayaan masa kini,

perekaman upacara kesejarahan dan nilai tradisional, serta penerbitan dan penyebarluasan

kebijaksanaan kebudayaan. Sementara itu dalam kaitannya dengan program pembinaan

kebahasaan, kesastraan, dan kepustakaan, anggaran pembangunan akan dimanfaatkan antara lain

untuk penyusunan buku sastra Indonesia dan sastra daerah, penyusunan naskah "Nilai-nilai

Budaya Nusantara", pembabakan kebahasaan melalui revisi kamus besar bahasa Indonesia, serta

pencetakan dan penyebarluasan naskah dan buku hasil penelitian. Selain daripada itu dalam

program yang sama anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk pengembangan minat

dan kebiasaan membaca, pengembangan buku nasional, pengadaan sarana dan prasarana

perpustakaan, bail pusat maupun daerah, pengembangan perpustakaan keliling, dan pengadaan

sekitar 660 ribu eksemplar buku pustaka. Sedangkan dalam rangka pembinaan perpustakaan,

dalam program serupa juga direncanakan antara lain pengadaan bahan pustaka, baik tercetak

maupun terekam, penyebarluasan aspek-aspek perpustakaan, pembinaan perpustakaan, dan

pembangunan automasi perpustakaan. Dalam ada itu untuk menumbuhkan daya cipta kreatif

yang dapat memperkaya khasanah kebudayaan nasional, dalam program pembinaan kesenian

akan dilakukan antara lain pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional dan kontemporer,

pergelaran apresiasi seni, baik di dalam maupun luar negeri, serta penyelesaian pembangunan

gedung taman budaya. Dalam hubungannya dengan program pembinaan tradisi, peninggakan

sejarah dan permuseuman., direncanakan antara lain inventarisasi dan dokumentasi sejarah

nasional, pengamanan dan penyelamatan benda cagar budaya, penyebarluasan informasi benda

cagar budaya, pembinaan tenaga teknis pengamanan permuseuman, serta peningkatan apresiasi

masyarakat melalui ceramah, pergelaran, dan pameran koleksi museum. Selanjutnya dalam

rangka program pembinaan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, antara lain

akan diselenggarakan penelitian dan inventarisasi terhadap organisasi kepercayaan dan ajarannya,

serta diupayakan pemeliharaan kerukunan antar penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa.

Di subsektor pemuda dan olah raga, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya

untuk program pembinaan dan pengembangan pemuda sebesar Rp 24,9 miliar serta program

pembinaan keolahragaan sebesar Rp 12,5 miliar. Dalam rangka mempersiapkan kader penerus

bangsa dalam melanjutkan dan mengisi pembangunan nasional, dalam program pembinaan dan

Departemen Keuangan RI 202

Page 203: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengembangan pemuda anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk pengerahan

tenaga sarjana penggerak pembangunan di daerah perdesaan sebanyak 1.400 orang, latihan

kepemimpinan dan keterampilan pemuda, serta penyelenggaraan pertukaran pemuda, baik antar

propinsi maupun antar negara. Sementara itu guna mendukung usaha pemasyarakatan olahraga

dan pengolahragaan masyarakat, dalam program pembinaan keolahragaan direncanakan antara

lain pengembangan olahraga massal bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat, pembibitan dan

pembinaan olahragawan pelajar, serta pengadaan sarana dan prasarana olahraga.

Pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia pada dasarnya tidak dapat

dilepaskan dari peningkatan kualitas dan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, untuk

menunjang upaya peningkatan kemampuan dan memperluas jangkauan pemerataan pelayanan

kesehatan serta perbaikan kesejahteraan rakyat dan taraf hidup masyarakat, dalam RAPBN

1995/96 kepada sektor kesejahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita, anak dan remaja

disediakan anggaran pembangunan sebesar Rp 1.051,9 miliar. Jumlah tersebut berarti mengalami

peningkatan sebesar Rp 20,9 miliar atau 2,0 persen bila dibandingkan dengan anggaran sektor

yang sama dalam APBN 1994/95. Anggaran tersebut akan dialokasikan masing-masing untuk

subsektor kesejahteraan sosial sebesar Rp 89,5 miliar, subsektor kesehatan sebesar Rp 948,2

miliar, serta subsektor peranan wanita, anak, dan remaja sebesar Rp 14,2 miliar.

Di subsektor kesejahteraan sosial, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

perbaikan taraf hidup rakyat secara lebih merata, anggaran pembangunan direncanakan

alokasinya masing-masing untuk program pembinaan kesejahteraan sosial sebesar Rp 39,5 miliar,

program pelayanan dan rehabilitasi sosial sebesar Rp 30,7 miliar, program pembinaan partisipasi

sosial masyarakat sebesar Rp 12,3 miliar, serta program penanggulangan bencana alam sebesar

Rp 7,0 miliar. Dalam rangka membina dan mengembangkan swadaya masyarakat serta

menggerakkan potensi dan sumber-sumber kesejahteraan sosial yang dimiliki masyarakat, dalam

program pcmbinaan kesejahteraan sosial anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk

mcnunjang pcmbinaan kesejahteraan sosial bagi sekitar 9.700 KK masyarakat terasing,

pcmbinaan tcrhadap sckitar 23.100 orang lanjut usia, baik di dalam maupun di luar panti, serta

pembinaan bagi sckitar 28.330 anak terlantar. Selain itu dalam program yang sama juga

dircncanakan pcmbcrian bantuan modal kerja bagi sekitar 2.090 kelompok usaha bersama (KUB)

yang didahului dengan bimbingan motivasi sosial bagi mereka. Sedangkan untuk mengembalikan

dan meningkatkan kemampuan para penyandang masalah kesejahteraan sosial agar dapat

Departemen Keuangan RI 203

Page 204: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya,

dalam program pelayanan dan rehabilitasi sosial direncanakan antara lain pelayanan dan

rehabilitasi sosial terhadap sekitar 45.000 penyandang cacat, 4.620 orang tuna sosial, dan 2.710

orang anak nakal dan korban narkotika, serta ditingkatkan pelaksanaan kegiatan pencegahan dan

penyebaran penyakit AIDS. Sementara itu guna meningkatkan dan mengembangkan peran serta

masyarakat dalam kegiatan pembangunan, anggaran yang disediakan bagi program pembinaan

partisipasi sosial masyarakat diprioritaskan pemanfaatannya terutama untuk meningkatkan

kepedulian dan kepekaan masyarakat terhadap upaya untuk menangani permasalahan

kesejahteraan sosial beserta lingkungannya, serta peningkatan mutu pelayanan sosial secara

profesional. Selanjutnya guna meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan masyarakat dalam

menghadapi dan menanggulangi bencana alam, akan dilakukan pelatihan penanggulangan

bencana melalui pelatihan instruktur dan pengembangan satuan tugas sosial penanggulangan

bencana (Satgasos PH), pemberian bantuan bahan material rumah dan bantuan sarana sosial, serta

pemulihan fungsi sosial bagi para korban bencana alam.

Di subsektor kesehatan, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya masing-masing

untuk program penyuluhan kesehatan sebesar Rp 25,5 miliar, program pelayanan kesehatan

rujukan dan rumah sakit sebesar Rp 238,5 miliar, program pelayanan kesehatan masyarakat

sebesar Rp 506,6 miliar, program pencegahan dan pemberantasan penyakit sebesar Rp 144,6

miliar, program perbaikan gizi sebesar Rp 17,9 miliar, program pengawasan obat dan makanan

sebesar Rp 14,0 miliar, serta program pembinaan pengobatan tradisional sebesar Rp 1,1 miliar.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan masyarakat untuk hidup

bersih dan sehat, anggaran pembangunan pada program penyuluhan kesehatan direncanakan

antara lain untuk penyebarluasan informasi kesehatan yang dikembangkan secara sistematis, baik

melalui penyuluhan individu dan kelompok maupun melalui media massa, dengan memanfaatkan

lembaga swadaya masyarakat yang ada. Sementara itu untuk meningkatkan pemanfaatan

prasarana dan sarana kesehatan agar dapat memberikan pelayanan yang lebih luas, bermutu dan

efisien, dalam program pelayanan kesehatan rujukan dan rumah sakit anggaran pembangunan

direncanakan antara lain untuk peningkatan fungsi 22 rumah sakit kelas D menjadi rumah sakit

kelas C, peningkatan secara bertahap rumah sakit kelas C menjadi rumah sakit kelas B, penetapan

sentra-sentra pelayanan rumah sakit, serta pembinaan rujukan antar rumah sakit, terutama rumah

sakit kelas C dan rumah sakit swadana. Dalam pada itu untuk memperluas cakupan dan sekaligus

Departemen Keuangan RI 204

Page 205: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat, dalam program pelayanan

kesehatan masyarakat anggaran pembangunan akan dimanfaatkan antara lain untuk peningkatan

pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) dan keluarga berencana, pelayanan kesehatan bagi anak

pra sekolah di 4.500 taman kanakkanak (TK), peningkatan usaha kesehatan sekolah (UKS), serta

pelayanan kesehatan bagi kelompok lanjut usia di 816 Puskesmas. Selain daripada itu melalui

program yang sama direncanakan pula pelayanan kesehatan mata di 41 Puskesmas, pelayanan

penanggulangan penyakit tuberkulosa paru oleh balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4), serta

pengembangan pola pelayanan kesehatan matra, yaitu pelayanan kesehatan terpadu bagi para

jemaah haji, transmigran, korban bencana alam, masyarakat desa tertinggal, masyarakat terasing,

dan masyarakat daerah kumuh. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kualitas dan memperluas

jangkauan pelayanan kesehatan, dalam program yang sama akan dilakukan pembangunan 30 unit

Puskesmas, 500 unit Puskesmas pembantu, 480 rumah dinas bagi dokter umum, dokter gigi dan

tenaga paramedis lainnya, pengadaan 360 Puskesmas keliling, serta pemeliharaan dan

operasional bagi 32.955 Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas perawatan, dan Puskesmas

keliling. Sedangkan untuk mencegah berjangkitnya penyakit, menurunkan angka kematian dan

angka kesakitan, serta mengurangi akibat buruk penyakit, baik menular maupun tidak menular,

anggaran pembangunan yang disediakan bagi program pencegahan dan pemberantasan penyakit

akan dipergunakan antara lain untuk peningkatan kegiatan pencegahan dan penanggulangan

penyakit AIDS dan penyakit kelamin lainnya, pengobatan terhadap penderita malaria sebanyak

4,2 juta orang, serta pemberian imunisasi lengkap, yang mencakup vaksinasi campak, BCG,

polio, dan DPT terhadap 4,6 juta bayi, imunisasi anti tetanus bagi sekitar 4,9 juta ibu hamil dan

wanita usia subur, serta vaksinasi diptheri terhadap sekitar 6,3 juta anak. Seiring dengan itu, guna

menunjang perbaikan mutu dan status gizi masyarakat, dalam rangka program perbaikan gizi

akan diupayakan antara lain penyuluhan gizi masyarakat melalui kegiatan gerakan sadar pangan

dan gizi (GSPG), usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) dengan pemberian makanan tambahan

(PMT), dan penggunaan bahan makanan kaya gizi untuk penanggulangan kurang energi protein

(KEP) di 27 propinsi di Indonesia, serta direncanakan usaha penanggulangan kelainan gizi

melalui pemberian kapsul iodium, kapsul vitamin A, dan tablet/sirup ferum (zat besi). Sedangkan

untuk menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan secara lebih merata dan terjangkau oleh

daya beli masyarakat, serta melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan obat dan

makanan, anggaran pembangunan yang disediakan bagi program pengawasan obat dan makanan

Departemen Keuangan RI 205

Page 206: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

akan dimanfaatkan antara lain untuk peningkatan produksi dan pendistribusian obat generik

berlogo secara lebih luas, teratur, dan merata. Selanjutnya dalam rangka menggali dan

meningkatkan pendayagunaan obat dan cara pengobatan tradisional, dalam program pembinaan

pengobatan tradisional anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk pembentukan

sentra pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional yang tersebar di Daerah Istimewa

Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Propinsi Sulawesi Utara, serta diupayakan penggalian pengobatan

tradisional warisan pusaka nusantara, diantaranya di propinsi-propinsi Maluku dan Bali.

Sementara itu dalam rangka menunjang usaha pembinaan anak dan remaja sebagai

generasi penerus perjuangan bangsa dan meningkatkan pembinaan peranan wanita sebagai mitra

sejajar pria dalam pembangunan, anggaran pembangunan subsektor peranan wanita, anak, dan

remaja direncanakan alokasinya untuk program peranan wanita sebesar Rp 13,2 miliar serta

program anak dan remaja sebesar Rp 1,0 miliar. Dalam upaya meningkatkan kedudukan,

peranan, kemampuan, kemandirian, serta ketahanan menhal dan spiritual wanita, melalui

program peranan wanita akan diupayakan antara lain pelatihan kepemimpinan bagi lebih dari

7.000 wanita, penyelenggaraan bimbingan usaha bagi sekitar 14.000 wanita, serta pengembangan

iklim sosial budaya yang mendukung kemajuan dan peranan wanita. Sedangkan untuk

mempersiapkan manusia Indonesia yang terdanik, berkualitas tinggi, tangguh, patriotik, kreatif

dan produktif, melalui program anak dan remaja akan diupayakan pembentukan motivator

pemuda dalam penanggulangan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, serta direncanakan

peningkatan peran lembaga swadaya masyarakat di kakangan generasi muda, seperti Karang

Taruna, pondok pesantren, dan organisasi remaja lainnya.

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kemampuan nasional dalam pemanfaatan,

pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), dalam RAPBN 1995/96

sektor ilmu pengetahuan dan teknologi mendapat alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp

711,2 miliar. Jumlah tersebut berarti sebesar Rp 181,4 miliar atau 34,2 persen lebih tinggi dari

anggaran yang disediakan dalam APBN 1994/95. Guna mendukung upaya percepatan proses

transformasi teknologi, penguasaan teknologi dan rancang bangun, pengembangan ilmu

pengetahuan terapan dan dasar, penataan dan pengembangan sistem kelembagaan Iptek,

penyediaan sarana dan prasarana penelitian, serta pengembangan wahana yang memadai bagi

penerapan Iptek, anggaran pembangunan sektor tersebut akan dialokasikan bagi subsektor teknik

produksi dan teknologi sebesar Rp 183,5 miliar, subsektor ilmu pengetahuan terapan dan dasar

Departemen Keuangan RI 206

Page 207: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebesar Rp 80,7 miliar, subsektor kelembagaan, prasarana dan sarana ilmu pengetahuan dan

teknologi sebesar Rp 145,7 miliar, subsektor kelautan sebesar Rp 140,5 miliar, subsektor

kedirgantaraan sebesar Rp 38,1 miliar, serta subsektor sistem informasi dan statistik sebesar Rp

122,7 miliar.

Di subsektor teknik produksi dan teknologi, anggaran pembangunan direncanakan untuk

pembiayaan program teknik produksi sebesar Rp 30,5 miliar dan program penguasaan teknologi

sebesar Rp 153,0 miliar. Dalam kaitannya dengan program teknik produksi, akan diupayakan

antara lain pengembangan teknik produksi radioisotop dan radiofarmaka, peningkatan

kemampuan fasilitas uji terbang, pengadaan peralatan riset mikroelektronika dan standardisasi,

pengembangan basis data informasi keanekaragaman hayati, dan penguasaan teknik produksi

energi listrik dengan memanfaatkan potensi gelombang laut. Sedangkan dalam hubungannya

dengan program penguasaan teknologi antara lain direncanakan penelitian dan pengembangan

swasembada pangan dan teknologi tepat guna, penelitian dan pengembangan proses industri

kimia, material dan mineral, serta pengembangan kapasitas reaktor riset, riset unggulan terpadu

(RUT), dan riset unggulan kemitraan (RUK).

Di subsektor ilmu pengetahuan terapan dan dasar, anggaran pembangunan direncanakan

penggunaannya masing-masing untuk program pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan

terapan sebesar Rp 59,8 miliar serta program pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan dasar

sebesar Rp 20,9 miliar. Guna mengimbangi percepatan dan pendalaman pembangunan, dalam

program pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan terapan akan diupayakan antara lain

pengembangan kemampuan stasiun kedirgantaraan, penelitian untuk mendayagunakan potensi

biota darat, penelitian aplikasi isotop dan radiasi untuk meningkatkan produksi pangan, dan

pengkajian sistem energi nuklir. Sedangkan dalam usaha untuk mendayagunakan kemajuan ilmu

pengetahuan dasar, dalam program pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan dasar anggaran

pembangunan direncanakan antara lain untuk penelitian penggunaan teknik berkas netron dalam

perekayasaan, penelitian dinamika persaingan ekonomi internasional, pengembangan teknologi

bio proses, dan penelitian bioteknologi.

Sementara itu alokasi anggaran pembangunan di subsektor kelembagaan prasarana dan

sarana ilmu pengetahuan dan teknologi direncanakan untuk menunjang program pembinaan

kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebesar Rp 22,7 miliar serta program

Departemen Keuangan RI 207

Page 208: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengembangan prasarana dan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi sebesar Rp 123,0 miliar.

Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas pada seluruh bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi antara lain direncanakan pemantapan sistem informasi antar

lembaga, pemasyarakatan hasil-hasil penelitian, serta penciptaan iklim yang kondusif bagi

kegiatan penelitian. Sedangkan dalam kaitannya dengan program pengembangan prasarana dan

sarana ilmu pengetahuan dan teknologi, antara lain akan dilakukan pengembangan fasilitas

laboratorium ilmu pengetahuan teknik di Bandung, pengembangan laboratorium limnologi di

Bogor, pengembangan sistem keamanan kawasan di Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (Puspiptek), pembangunan gedung laboratorium pengecoran logam di Lampung,

pembangunan lanjutan saluran penyaluran bahan radio aktif, pengembangan fasilitas

laboratorium thermodinamika, motor dan propulsi di Serpong, serta pengembangan fasilitas

laboratorium biologi molekuler Eijkman.

Selanjutnya guna menunjang upaya pendayagunaan dan pemanfaatan potensi ekonomis

kelautan nusantara sebagai salah satu modal dasar bagi pembangunan nasional, anggaran

pembangunan subsektor kelautan akan dialokasikan untuk program inventarisasi dan evaluasi

potensi kelautan sebesar Rp 41,0 miliar dan program pemanfaatan sumber daya kelautan sebesar

Rp 99,5 miliar. Untuk mengembangkan potensi berbagai industri kelautan nasional dan

penyebarannya di seluruh wilayah tanah air, anggaran yang disediakan bagi program

inventarisasi dan evaluasi potensi kelautan akan dipergunakan antara lain untuk pengembangan

dan pemanfaatan potensi kelautan kawasan timur Indonesia, peningkatan kemampuan peneliti di

bidang kelautan, pengkajian status ekosistem wilayah pesisir, serta renovasi laboratorium

kelautan di kawasan timur Indonesia. Di samping itu juga direncanakan pengadaan sarana dan

prasarana laboratorium kelautan di Jakarta, peralatan komputer sistem informasi geografis dan

pelatihan untuk meningkatkan kemampuan perencanaan wilayah pantai dan pesisir di daerah,

survei hidrografi dan pembuatan peta lingkungan pantai, serta operasionalisasi beberapa karat

riset. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan dalam pendayagunaan dan pemanfaatan

potensi kekayaan laut, anggaran yang disediakan bagi program pemanfaatan sumber daya

kelautan antara lain akan dimanfaatkan untuk mengembangkan stasiun penelitian kelautan di

Lombok, pengadaan karat fiset, serta pengembangan pusat data kelautan.

Di subsektor kedirgantaraan, dalam rangka mendukung upaya pengembangan informasi

dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan, anggaran pembangunan

Departemen Keuangan RI 208

Page 209: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

direncanakan pemanfaatannya untuk program pembinaan kemampuan kedirgantaraan sebesar Rp

24,5 miliar dan program pemanfaatan wahana dirgantara sebesar Rp 13,6 miliar. Dalam program

pembinaan kemampuan kedirgantaraan, penggunaan dana tersebut antara lain ditujukan untuk

peningkatan mutu data penginderaan jauh dengan memanfaatkan stasiun bumi yang tersedia,

pengembangan peralatan pengolahan data satelit, pengumpulan data dan informasi teknis wahana

peluncur, pemotretan udara dengan global positioning system (GPS) kinematik, pemetaan

dirgantara digital skala 1:50.000, dan pembuatan peta navigasi udara. Selain itu anggaran tersebut

juga akan dimanfaatkan untuk melanjutkan upaya penyusunan konsepsi kedirgantaraan nasional.

Sedangkan alokasi anggaran pembangunan dalam program pemanfaatan wahana dirgantara akan

dimanfaatkan untuk penelitian dinamika atmosfer, peningkatan penguasaan teknologi

inventarisasi sumber daya alam, peningkatan mutu pelayanan jasa penyediaan data penginderaan

jauh, pelaksanaan survei multi tingkat untuk pemantauan hutan, liputan lahan dan sagu, serta

pelayanan jasa pemantauan kondisi atmosfer untuk menghindari gangguan telekomunikasi.

Di subsektor sistem informasi dan statistik, guna mengembangkan sistem informasi yang

mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas serta mengembangkan jaringan informasi di

berbagai bidang pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas, anggaran

pembangunan direncanakan alokasinya untuk program pengembangan sistem informasi sebesar

Rp 19,6 miliar, serta program penyempurnaan dan pengembangan statistik sebesar Rp 103,1

miliar. Dalam rangka penyebarluasan dan pendayagunaan informasi bagi masyarakat, dalam

program pengembangan sistem informasi anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk

pengembangan sistem informasi ilmu pengetahuan dan teknologi nasional guna menunjang

pembangunan, pengembangan sistem informasi kearsipan, pengembangan sistem informasi

kebijaksanaan Iptek dan teknologi industri, termasuk penerbitan buku-buku ilmiah dan promosi

hasil-hasil penelitian, pengembangan sistem informasi kesehatan, serta pengembangan sistem

informasi pendidikan. Dalam rangka menunjang perencanaan pembangunan wilayah secara

terpadu, akan dikembangkan sistem informasi geografi, sistem informasi mengenai sumber daya

alam, serta data pokok dan informasi pembangunan daerah. Guna menunjang manajemen

lembaga pemerintah dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya, akan dikembangkan

sistem informasi mengenai kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan peraturan perundang-

undangan. Selain itu, guna menunjang pengembangan dunia usaha, termasuk kemudahan akses

informasi bagi usaha kecil dan menengah, akan dikembangkan sistem dan pelayanan informasi

Departemen Keuangan RI 209

Page 210: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

industri serta penyebaran informasi perdagangan. Berbagai jaringan sistem informasi, baik antar

instansi pemerintah, antara instansi pemerintah dengan masyarakat maupun dengan jaringan

sistem informasi internasional juga akan dikembangkan. Sedangkan dalam rangka program

penyempurnaan dan pengembangan statistik akan diupayakan penyediaan data dan informasi

sebagai basis yang penting dalam menunjang penyusunan perencanaan pembangunan nasional,

antara lain melalui penyempurnaan dan pengembangan statistik pertanian dan industri,

penyempurnaan dan pengembangan statistik pendapatan nasional, regional, dan tabel input-

output, survei sosial ekonomi nasional, serta penyempurnaan dan pengembangan statistik di

seluruh propinsi di Indonesia.

Dalam upaya peningkatan kualitas dan efektivitas sumber daya manusia sebagai kekuatan

utama pembangunan nasional, dalam RAPBN 1995/96 kepada sektor kependudukan dan keluarga

sejahtera direncanakan alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 300,3 miliar, yang berarti

sebesar Rp 10,1 miliar atau 3,5 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan anggaran yang

disediakan dalam APBN 1994/95. Guna menunjang upaya pengendalian pertumbuhan penduduk,

penyebaran penduduk antar daerah yang lebih seimbang, peningkatan kualitas penduduk, serta

perwujudan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, anggaran sektor tersebut akan

dialokasikan untuk program kependudukan sebesar Rp 2,5 miliar dan program keluarga

berencana sebesar Rp 297,8 miliar.

Dalam rangka menciptakan keseimbangan antara kuantitas penduduk dengan daya

dukung dan daya tampung lingkungan, anggaran pembangunan yang disediakan bagi program

kependudukan direncanakan antara lain untuk pengembangan dan penyempurnaan sistem

informasi kependudukan, pengendalian kelahiran melalui upaya pendewasaan usia kawin, serta

pembudayaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS). Sedangkan untuk

meningkatkan kepedulian dan peranserta masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil bahagia

dan sejahtera, anggaran pembangunan yang disediakan bagi program keluarga berencana (KB)

akan dipergunakan antara lain untuk pengadaan obat-obatan dan alat-alat kontrasepsi, operasional

tim KB, serta penyediaan prasarana dan sarana penunjang KB lainnya. Selain daripada itu untuk

memperkuat ketahanan keluarga dan meningkatkan kualitas kesejahteraan rakyat, dalam program

yang sama anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk penyelenggaraan bina

keluarga Balita (BKB), bina keluarga remaja (BKR), serta bina keluarga Lansia (BKL).

Sedangkan untuk menunjang upaya pengentasan kemiskinan, dengan anggaran dalam program

Departemen Keuangan RI 210

Page 211: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

yang sama akan dilaksanakan usaha peningkatan pendapatan keluarga akseptor (UPPKA), serta

pendataan dan pemetaan keluarga sejahtera secara menyeluruh di Indonesia.

Selanjutnya guna menunjang pembentukan tenaga profesional yang mandiri, berkualitas,

dan produktif yang dibutuhkan oleh berbagai sektor dan bidang pembangunan, pembinaan

ketenagakerjaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas dan

pengembangan sumber daya manusia juga akan diupayakan untuk ditingkatkan. Sehubungan

dengan itu, dalam RAPBN 1995/96 untuk sektor tenaga kerja direncanakan alokasi anggaran

pembangunan sebesar Rp 170,6 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 24,1

miliar atau 16,5 persen apabila dibandingkan dengan anggaran yang disediakan dalam APBN

1994/95. Anggaran tersebut direncanakan alokasinya masing-masing untuk program pelatihan

dan peningkatan keterampilan tenaga kerja sebesar Rp 79,1 miliar, program penyebaran dan

pendayagunaan tenaga kerja sebesar Rp 58,6 miliar, program pembinaan dan pengembangan

produktivitas dan kesempatan kerja sebesar Rp 10,2 miliar, serta program pembinaan hubungan

industrial dan perlindungan tenaga kerja sebesar Rp 22,7 miliar.

Untuk meningkatkan keterampilan, keahlian, dan profesionalisme tenaga kerja sesuai

dengan kebutuhan pembangunan di berbagai sektor dan daerah, anggaran yang disediakan bagi

program pelatihan dan peningkatan keterampilan tenaga kerja direncanakan antara lain untuk

memberikan pelatihan bagi tenaga kerja usia muda terdidik melalui pelatihan institusional yang

diarahkan pada peningkatan multi produk yang dihasilkan, pelatihan dan pemagangan

berdasarkan analisis kebutuhan pasar kerja, serta pelatihan noninstitusional (mobile training unit)

secara terpadu dengan program-program pada berbagai sektor lainnya, terutama di desa-desa

tertinggal, guna menunjang pengembangan dan pembangunan atas dasar potensi wilayah

setempat. Sementara itu anggaran yang disediakan bagi program penyebaran dan pendayagunaan

tenaga kerja direncanakan penggunaannya antara lain untuk penempatan tenaga kerja sarjana dan

tenaga kerja terdidik lainnya di desa-desa tertinggal dan unit-unit ekonomi produktif lainnya,

seperti koperasi unit desa (KUD), menunjang penyaluran tenaga kerja melalui mekanisme antar

kerja lokal (AKL) dan antar kerja antar daerah (AKAD), penyaluran tenaga kerja Indonesia ke

sektor formal di luar negeri melalui mekanisme antar kerja antar negara (AKAN) dalam rangka

percepatan alih teknologi, penyebarluasan teknologi padat karya bagi desa-desa tertinggal, serta

penyaluran tenaga kerja penyandang cacat.

Departemen Keuangan RI 211

Page 212: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Selanjutnya guna menunjang peningkatan efisiensi dan produktivitas di semua sektor,

dalam program pembinaan dan pengembangan produktivitas dan kesempatan kerja akan

diupayakan antara lain pemasyarakatan produktivitas dan pengembangan sumber daya manusia

dengan membentuk unit/lembaga produktivitas di perusahaan. Upaya tersebut akan dilakukan,

baik melalui penyuluhan langsung kepada masyarakat maupun melalui penyebarluasan informasi

di media massa, dunia pendidikan, dan forum masyarakat produktivitas Indonesia. Di samping itu

dalam program yang sama juga akan diupayakan pengembangan percontohan desa produktif di

27 propinsi, serta penyusunan dan penetapan standar mutu produktivitas dan efisiensi, baik di

lingkup perusahaan maupun secara sektoral. Selanjutnya guna menciptakan kondisi kerja yang

saling menguntungkan antara pekerja dan pemakai jasa tenaga kerja serta meningkatkan

kesejahteraan dan tarat hidup para pekerja, dalam program pembinaan hubungan industrial dan

perlindungan tenaga kerja anggaran pembangunan direncanakan pemanfaatannya antara lain

untuk pembinaan dan penyuluhan di perusahaan mengenai aspek hubungan industrial Pancasila,

kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga kerja, mendorong terbentuknya beberapa serikat pekerja

sektoral, lembaga bipartit di perusahaan dan lembaga tripartit sektoral, menyempurnakan sistem

pengupahan yang didasarkan pada kebutuhan hidup dan penilaian prestasi kerja, memperluas

jangkauan perlindungan tenaga kerja wanita dalam sektor informal dan tenaga kerja anak-anak di

27 propinsi, serta penerapan dan pembudayaan keselamatan dan kesehatan kerja.

Selanjutnya menyadari bahwa pengembangan sumber daya manusia pada dasarnya tidak

hanya bersifat material semata, maka pembangunan dan pembinaan berbagai aspek yang

menyentuh sendi-sendi kehidupan keagamaan juga senantiasa diupayakan peningkatannya.

Sehubungan dengan itu, guna memperkukuh landasan moral dan spiritual masyarakat,

menciptakan suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan, ketaqwaan, dan kerukunan

yang mantap, serta makin meningkatkan peranserta umat beragama dalam pembangunan, dalam

RAPBN 1995/96 sektor agama disediakan alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 183,3

miliar. Jumlah tersebut berarti menunjukkan peningkatan sebesar Rp 61,4 miliar atau 50,3 persen

bila dibandingkan dengan anggaran yang sama dalam APBN 1994/95. Anggaran pembangunan

sektor tersebut akan dialokasikan untuk subsektor pelayanan kehidupan beragama sebesar Rp

23,2 miliar dan subsektor pembinaan pendidikan agama sebesar Rp 160,1 miliar.

Di subsektor pelayanan kehidupan beragama, anggaran pembangunan direncanakan

alokasinya untuk program peningkatan sarana kehidupan beragama sebesar Rp 15,0 miliar,

Departemen Keuangan RI 212

Page 213: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

program penerangan, bimbingan dan kerukunan hidup umat beragama sebesar Rp 6,5 miliar,

serta program peningkatan pelayanan ibadah haji sebesar Rp 1,7 miliar. Dalam rangka

meningkatkan efisiensi dan memperluas penyediaan sarana kehidupan beragama, serta

meningkatkan pemanfaatan pranata keagamaan, dalam program peningkatan sarana kehidupan

beragama direncanakan antara lain pengadaan sekitar 800 ribu buah kitab suci berbagai agama,

bantuan pembangunan dan rehabilitasi sekitar 2.500 unit tempat-tempat peribadatan berbagai

agama, pembangunan dan rehabilitasi sekitar 110 unit balai nikah dan penasihat perkawinan

(BNPP), serta pemberian bantuan bagi pensertifikatan sekitar 17 .000 petak tanah wakaf.

Sementara itu untuk meningkatkan pemerataan pendidikan keagamaan, mendorong peranserta

dan kepedulian masyarakat dalam kehidupan beragama, serta meningkatkan kerukunan dan

kesatuan antar umat beragama, melalui program penerangan, bimbingan dan kerukunan hidup

umat beragama, anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk pemberian bimbingan

dan penyuluhan agama bagi sekitar 750 kelompok sasaran dari berbagai agama, peningkatan

mutu dan jumlah tenaga penyuluh, dai, dan pemuka agama, yang disertai dengan pengadaan

seperangkat paket dakwah, buku dakwah, pedoman dan brosur dakwah, serta penyelenggaraan

temu ilmiah dan temu cendekiawan antar agama. Selanjutnya guna meningkatkan pelayanan dan

kelancaran penunaian ibadah haji dan umroh bagi umat Islam serta mendukung terbinanya

jemaah haji yang mabrur, dalam program peningkatan pelayanan ibadah haji akan diupayakan

antara lain perluasan, rehabilitasi, dan pembangunan sekitar 270 unit asrama haji, termasuk

perluasan dan rehabilitasi asrama haji di pelabuhan embarkasi dan transit, peningkatan mutu

petugas haji dan pengelola asrama haji, serta peningkatan tata cara pelayanan jemaah haji yang

lebih profesional. Selain daripada itu dalam program yang sama juga akan diupayakan

pemeliharaan kemabruran haji secara berkelanjutan melalui kegiatan amal sosial pembangunan

dan pembinaan organisasi persaudaraan haji.

Di subsektor pembinaan pendidikan agama, anggaran pembangunan direncanakan

penggunaannya untuk pembiayaan program pembinaan pendidikan agama tingkat dasar sebesar

Rp 92,2 miliar, program pembinaan pendidikan agama tingkat menengah sebesar Rp 21,3 miliar,

program pembinaan pendidikan agama tingkat tinggi sebesar Rp 41,6 miliar, serta program

pembinaan kelembagaan dan tenaga penyuluh keagamaan sebesar Rp 5,0 miliar. Dalam rangka

menunjang program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, dalam program p6mbinaan

pendidikan agama tingkat dasar anggaran pembangunan akan digunakan antara lain untuk

Departemen Keuangan RI 213

Page 214: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

penambahan sekitar 320 ruang kelas bagi madrasah ibtidaiyah negeri (MIN), pembangunan 400

ruang kelas madrasah tsanawiyah negeri (MTsN), serta penyediaan biaya operasi dan

pemeliharaan bagi MIN dan MTsN. Sedangkan untuk menunjang upaya peningkatan mutu

pendidikan agama pada sekolah umum, dalam program yang sama direncanakan antara lain

penyelenggaraan penataran bagi sekitar 6.200 guru agama dan tenaga kependidikan lainnya,

pengadaan 1,3 juta buku pelajaran agama dan buku pedoman bagi guru, serta pemberian bantuan

tempat peribadatan. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan

keagamaan, anggaran pembangunan yang disediakan bagi program pembinaan pendidikan agama

tingkat menengah akan diarahkan pemanfaatannya terutama untuk peningkatan mutu madrasah

aliyah negeri (MAN) yang bersifat umum, madrasah aliyah keagamaan (MAK), dan pendidikan

agama di sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), baik negeri maupun swasta. Sementara itu dalam

program pembinaan pendidikan agama tingkat tinggi anggaran pembangunan akan dipergunakan

antara lain untuk peningkatan mutu perguruan tinggi agama (PTA), diantaranya Institut Agama

Islam Negeri (IAIN). Dalam pada itu untuk meningkatkan peran lembaga keagamaan dalam

pembangunan dan meningkatkan mutu tenaga keagamaan, dalam program pembinaan

kelembagaan dan tenaga penyuluh keagamaan direncanakan antara lain peningkatan pendidikan

keagamaan pra sekolah. Berkaitan dengan itu, anggaran pembangunan dalam program tersebut

akan dimanfaatkan antara lain untuk pengadaan sekitar 57 ribu buku pedoman, penataran bagi

sekitar 60 ribu guru raudhatul atfal (RA), pengembangan TK Islam dan madrasah diniyah, serta

pelatihan tenaga keagamaan bagi sekitar 120 majelis taklim, 165 remaja masjid, dan 200 taman

pengajian Al Qur'an (TPA). Selain daripada itu anggaran pembangunan tersebut juga

direncanakan untuk pemberian bantuan kepada pondok pesantren serta pemberian bantuan, baik

prasarana dan sarana maupun pelatihan, bagi lembaga keagamaan, lembaga dakwah, dan

organisasi keagamaan lainnya.

Guna mewujudkan perumahan rakyat dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi,

teratur, dan dengan harga yang terjangkau masyarakat golongan berpenghasilan rendah, dalam

tahun anggaran 1995/96 untuk sektor perumahan dan permukiman direncanakan alokasi anggaran

pembangunan sebesar Rp 1.102,1 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 214,2

miliar atau 24, 1 persen dari anggaran yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Anggaran

tersebut akan dialokasikan untuk subsektor perumahan dan permukiman sebesar Rp 1.034,1

miliar serta subsektor penataan kota dan bangunan sebesar Rp 68,0 miliar.

Departemen Keuangan RI 214

Page 215: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Di subsektor perumahan dan permukiman anggaran pembangunan direncanakan

alokasinya bagi, pembiayaan program penyediaan perumahan dan permukiman sebesar Rp 134,9

miliar, program perbaikan perumahan dan permukiman sebesar Rp 119,2 miliar, program

penyehatan lingkungan permukiman sebesar Rp 307,7 miliar, serta program penyediaan dan

pengelolaan air bersih sebesar Rp 472,3 miliar. Dalam rangka penyediaan fasilitas pelayanan

dasar di kawasan perumahan dan permukiman dalam skala besar, melalui program penyediaan

perumahan dan permukiman anggaran pembangunan antara lain direncanakan untuk menunjang

pembangunan prasarana dan sarana lingkungan bagi sekitar 90 ribu unit rumah sangat sederhana,

rumah sederhana, dan rumah susun sederhana bagi masyarakat berpendapatan rendah, yang

dilaksanakan bersama-sama dunia usaha dan masyarakat. Sedangkan anggaran pembangunan

pada program perbaikan perumahan dan permukiman direncanakan antara lain untuk

perencanaan, pembinaan, dan pengendalian perumahan dan pemukiman, penanggulangan darurat

perumahan dan pemukiman, perbaikan perumahan dan pemukiman di beberapa kota di Jawa,

Sumatera, Kalimantan, Bali, Irian Jaya, dan Timor Timur, peremajaan sekitar 100 hektar

lingkungan pemukiman kota di 5 kawasan, perbaikan lingkungan kota metropolitan, kota besar,

dan kota sedang melalui perbaikan kampung di 60 kota, serta pembangunan desa pusat

pengembangan (DPP) di 300 desa. Sementara itu melalui program penyehatan lingkungan

pemukiman anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk pembangunan dan perbaikan

sistem drainase, penanganan persampahan dan air limbah di berbagai kawasan kumuh,

perencanaan, pembinaan dan pengendalian penyehatan lingkungan pemukiman (PLP), serta

penanggulangan darurat PLP di beberapa kota di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,

Bali, Timor Timur, dan Irian Jaya. Sedangkan dalam rangka program penyediaan dan

pengelolaan air bersih anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk menunjang

perencanaan, pembinaan dan pengendalian air bersih, penanggulangan darurat air bersih,

penyediaan dan pengelolaan air bersih di beberapa kota di Jawa, Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi, Maluku, Bali, Timor Timur dan Irian Jaya, serta peningkatan pendayagunaan kapasitas

terpasang dan perluasan jangkauan pelayanan air bersih untuk sekitar 20 kota metropolitan dan

kota besar, 100 kota sedang, dan 200 kota kecil. Untuk wilayah perdesaan, penyediaan air bersih

dan prasarana penyehatan lingkungan pemukiman diarahkan terutama untuk desa-desa tertinggal.

Selanjutnya di subsektor penataan kota dan bangunan anggaran pembangunan akan

diarahkan penggunaannya untuk program penataan kota sebesar Rp 53,6 miliar dan program

Departemen Keuangan RI 215

Page 216: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

penataan bangunan sebesar Rp 14,4 miliar. Dalam kaitannya dengan program penataan kota,

anggaran pembangunan direncanakan antaralain untuk menunjang penyusunan strategi penataan

kota dan kawasan, pembinaan teknis tata ruang, penjabaran rencana tata ruang, serta penyusunan

rencana, program, dan pengendalian penataan, baik kota dan kawasan maupun bangunan dan

lingkungan. Sementara itu melalui program penataan bangunan anggaran pembangunan

direncanakan antara lain untuk menunjang pembinaan teknis rencana tata bangunan dan

lingkungan bagi 34 Dati II, penataan pembangunan gedung sekolah menengah dan rumah sakit,

serta penyelenggaraan berbagai penyuluhan untuk meningkatkan pemasyarakatan peraturan

perundangan tentang tertib pembangunan dan keselamatan pembangunan.

Dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, perlu

diupayakan penyerasian tata guna lahan, air, dan sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan

tata lingkungan yang harmonis dan dinamis, serta didukung oleh pengelolaan perkembangan

kependudukan yang serasi. Untuk menunjang hal tersebut, dalam RAPBN 1995/96 sektor

lingkungan hidup dan tata ruang dialokasikan anggaran pembangunan sebesar Rp 517,3 miliar.

Jumlah tersebut berarti sebesar Rp 65,0 miliar atau sekitar 14,4 persen lebih tinggi dari anggaran

yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk subsektor

lingkungan hidup sebesar Rp 385,3 miliar dan subsektor tata ruang sebesar Rp 132,0 miliar.

Di subsektor lingkungan hidup, dalam rangka mencegah terjadinya kerusakan sumber

alam dan menurunnya kualitas lingkungan serta meningkatkan daya dukung lingkungan sehingga

pembangunan nasional yang berkelanjutan dapat terlaksana, anggaran pembangunan akan

dialokasikan untuk program pembinaan daerah pantai sebesar Rp 32,7 miliar, program

pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup sebesar Rp 21,9 miliar, program penyelamatan

hutan, tanah dan air sebesar Rp 22,6 miliar, program rehabilitasi lahan kritis sebesar Rp 188,1

miliar, program pengendalian pencemaran lingkungan hidup Rp 72,2 miliar, serta program

inventarisasi dan evaluasi sumber daya darat sebesar Rp 47,8 miliar. Dalam program pembinaan

daerah pantai anggaran pembangunan akan dimanfaatkan antara lain untuk menunjang

pengamanan daerah pantai Sulawesi Utara dan Bali, pengembangan taman nasional laut Pulau

Seribu, pengembangan taman nasional laut Karimunjawa, pengembangan taman nasional laut

Cendrawasih, serta pengembangan hutan bakau di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan

Bali. Sedangkan dalam rangka program pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup anggaran

pembangunan direncanakan antara lain untuk mendukung pengembangan analisa mengenai

Departemen Keuangan RI 216

Page 217: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dampak lingkungan (Amdal) kehutanan, penyusunan rencana pengelolaan dampak penting dan

sistem Amdal bidang kehutanan, serta peningkatan kemampuan institusi dan personil dalam

penilaian Amdal di berbagai bidang pembangunan. Demikian pula melalui program

penyelamatan hutan, tanah dan air, anggaran pembangunan akan dimanfaatkan untuk menunjang

pengembangan taman nasional dan hutan wisata, yang meliputi pengembangan taman nasional di

15 lokasi prioritas, termasuk antara lain Gunung Gede, Pangrango, Ujung Kulon, Gunung

Bromo-Tengger, Gunung Lauser, Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, dan Kutai,

pengembangan hutan lindung, pengembangan kawasan konservasi alam di 7 propinsi, serta

pengamanan kawasan hutan terutama di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara itu

melalui program rehabilitasi lahan kritis anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk

menunjang perencanaan dan evaluasi pengelolaan 39 daerah aliran sungai (DAS) prioritas, antara

lain DAS sungai Citarum, Cimanuk, Citanduy, Brantas, dan Batang Hari, rehabilitasi lahan dan

konservasi tanah melalui penghijauan sedikitnya 450 ribu hektar, reboisasi sekitar 36.500 hektar

di daerah aliran sungai, pengelolaan DAS terpadu, serta pengendalian pelauang berpindah.

Selanjutnya dalam program inventarisasi dan evaluasi sumber daya darat anggaran pembangunan

direncanakan antara lain untuk menunjang inventarisasi dan evaluasi sumber daya hutan di

wilayah kerja balai Medan, Palembang, Pontianak dan Balikpapan, serta penataan batas dan

pengukuhan hutan di wilayah kerja Balai Inventarisasi dan Pengukuhan Hutan Banjarbaru,

Manado, Denpasar dan Ambon. Untuk itu akan dilaksanakan pembuatan kelompok petak ukur

dan inventarisasi hutan nasional, penafsiran citra satelit, pembuatan peta tematik kehutanan, serta

pembuatan batas luar hutan tetap sepanjang 6.976 kilometer.

Di subsektor tata ruang, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya untuk program

penataan ruang sebesar Rp 39,8 miliar dan program penataan pertanahan sebesar Rp 92,2 miliar.

Untuk mewujudkan tata ruang yang terencana dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam,

lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, dan tahapan pengelolaan

pembangunan, dalam program penataan ruang anggaran pembangunan diarahkan untuk

operasionalisasi strategi nasional pengembangan pola tata ruang (SNPPTR), penyelesaian

penyusunan rencana tata ruang pulau, perumusan pengembangan, pemanfaatan dan pengelolaan

kawasan pantai/kawasan pesisir, serta penyelesaian permasalahan dalam penataan ruang.

Operasionalisasi SNPPTR tersebut mencakup antara lain penjabaran strategi pemanfaatan ruang

ke dalam program-program sektoral, perumusan program pengembangan, pemanfaatan dan

Departemen Keuangan RI 217

Page 218: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengelolaan kawasan khusus, serta perencanaan tata ruang kelautan. Sedangkan penyusunan

rencana tata ruang pulau dimaksudkan untuk menjembatani arahan strategi dan pola struktur tata

ruang pada tingkat nasional dengan rencana tata ruang wilayah pada tingkat propinsi. Sementara

itu berbagai permasalahan dalam penataan ruang, seperti tumpang tindih pemanfaatan lahan,

pengaman kawasan lindung, dan pemaduserasian antara tara guna hutan kesepakatan (TGHK)

dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) propinsi daerah tingkat I akan diupayakan dapat

diselesaikan melalui pemantapan kemampuan aparatur kelembagaan yang terkait dalam penataan

ruang.

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam pemberian

hak atas tanah dan meningkatkan efisiensi administrasi pertanahan, dalam program penataan

pertanahan akan diupayakan antara lain penataan penggunaan tanah yang diarahkan terutama

pada penyediaan informasi penggunaan tanah berupa pemetaan dan pemutakhiran data

penggunaan tanah, penyempurnaan kelembagaan penataan pertanahan, pengembangan

administrasi pertanahan yang ditunjang oleh pengembangan data dasar pertanahan dan kegiatan

pengelolaan dokumen pertanahan, serta pengkajian dan pengembangan peraturan perundang-

undangan di bidang pertanahan. Selain dari pada itu dalam rangka penataan penguasaan tanah

akan dilaksanakan sertifikasi tanah secara sistematis dan sporadis, percepatan proyek operasi

nasional pertanahan (Prona), penyelesaian sertifikasi pertanahan di daerah transmigrasi yang

mengalami penunggakan, penyempurnaan proses dan prosedur pengurusan hak atas tanah, serta

penertiban dan penyelesaian berbagai masalah pertanahan.

Sementara itu pembangunan sector pertahanan keamanan perlu terus ditingkatkan melalui

pembangunan kemampuan dan kekuatan agar senantiasa mampu menghadapi ancaman, baik

dalam maupun luar negeri, sehingga pembangunan nasional tetap dapat dijaga

kesinambungannya dalam suasana yang stabil dan dinamis. Sejalan dengan pembangunan

komponen dasar dan komponen pendukung, pembangunan ABRI sebagai inti kekuatan

pertahanan keamanan negara diarahkan pada perwujudan postur ABRI yang profesional, efektif,

efisien, dan modern.

Untuk menunjang pembangunan sektor pertahanan keamanan, dalam RAPBN 1995/96

direncanakan alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 1.317,3 miliar, atau mengalami

peningkatan sekitar 14 persen dari anggaran yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Anggaran

Departemen Keuangan RI 218

Page 219: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tersebut mencakup subsektor rakyat terlatih dan perlindungan masyarakat sebesar Rp 2,4 miliar,

subsektor ABRI sebesar Rp 1.250,3 miliar, dan subsektor pendukung sebesar Rp 64,6 miliar.

Pembangunan sector rakyat terlatih dan perlindungan masyarakat akan mencakup

program kesadaran bela negara dan program penyiapan kekuatan rakyat. Program kesadaran bela

negara direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 0,3 miliar yang diarahkan terutama

untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran bela negara, baik di lingkungan pendidikan,

pekerjaan, maupun permukiman. Dalam rangka menunjang upaya peningkatan dan

pengembangan pendidikan kesadaran bela negara (PKBN) di lingkungan pendidikan, dalam

program kesadaran bela negara direncanakan antara lain penyiapan mekanisme penyelenggaraan

penataran pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) bagi pelajar dan mahasiswa luar negeri,

penyusunan buku pedoman PPBN bagi Pramuka, penyempurnaan pola pemahaman PPBN,

penyempurnaan konsep pola penyelenggaraan gerakan nasional tentang disiplin nasional,

penyelenggaraan kegiatan PKBN untuk mengisi masa liburan sekolah tingkat SD dan SLTP, serta

penyusunan pola penataran terpadu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4).

Sedangkan dalam rangka menunjang upaya peningkatan dan pengembangan PKBN di

lingkungan kerja, dalam program yang sama anggaran pembangunan juga direncanakan untuk

melanjutkan penyempurnaan penerapan materi PKBN di lingkungan pekerjaan, peningkatan

peranan wanita (P2W) di bidang pertahanan keamanan negara (Hankamneg), serta penyiapan

materi simulasi bela negara. Di samping itu dalam rangka menunjang upaya peningkatan dan

pengembangan PKBN di lingkungan permukiman, dalam program yang sama juga akan

diupayakan penyusunan dan penyempurnaan piranti lunak PKBN di lingkungan permukiman,

penyempurnaan penerapan materi PKBN di lingkungan permukiman, penyempurnaan buku

pedoman ABRI masuk desa (AMD) di bidang bela negara, penyebarluasan PPBN melalui TVRI

dan media massa lainnya, serta penyiapan bahan penyuluhan PPBN. Sementara itu dalam rangka

pembinaan kemampuan rakyat terlatih (Ratih), melalui program penyiapan kekuatan negara akan

diupayakan antara lain penyempurnaan naskah akademik tentang Ratih, penyusunan RUU Ratih,

penganalisaan data tentang calon Ratih untuk bahan perencanaan pembentukan satuan Ratih,

serta penyempurnaan kurikulum pendidikan dan pelatihan Ratih. Selain daripada itu guna

menunjang upaya pembinaan kekuatan perlindungan masyarakat (Linmas), dalam program yang

sama juga direncanakan untuk melanjutkan inventarisasi, komputerisasi data dan pembinaan

administrasi para veteran sebagai sumber cadangan TNI, penyandang cacat ABRI dan komponen

Departemen Keuangan RI 219

Page 220: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tenaga manusia Hankamneg lainnya, melanjutkan penyempurnaan peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang veteran, serta melanjutkan pemberian keterampilan kepada para

penyandang cacat ABRI dan komponen tenaga manusia lainnya agar tetap dapat bekerja sesuai

dengan kemampuannya masing-masing.

Selanjutnya guna menunjang upaya peningkatan kualitas kepejuangan dan

profesionalisme prajurit ABRI dalam mengemban fungsinya, baik sebagai kekuatan pertahanan

kemananan (Hankam) maupun sebagai kekuatan sosial politik (Sospol) yang sesuai dengan

perkembangan masyarakat serta ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), anggaran pembangunan

subsektor ABRI direncanakan alokasinya untuk program kewilayahan sebesar Rp 0,9 miliar,

program kekuatan sebesar Rp 246,7 miliar, dan program dukungan umum sebesar Rp 1.002,7

miliar. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan fungsi Sospol ABRI, dalam program

kewilayahan anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk menunjang penyusunan

pedoman strategi kaderisasi calon sosial politik ABRI, penyusunan buku referensi dwifungsi

ABRI, penyusunan kriteria penugasan Sospol ABRI di lingkungan eksekutif dan legislatif, baik

di tingkat pusat, pemerintah daerah tingkat I, maupun pemerintah daerah tingkat II, serta

penyusunan kriteria kemampuan Sospol ABRI. Demikian pula dalam rangka menunjang upaya

pembinaan kemampuan teritorial, dalam program yang sama juga akan diupayakan pengkajian

dan pemantapan konsepsi dan piranti lunak tata ruang wilayah pertahanan nasional pada strata

Dati II, penyusunan buku petunjuk (Bujuk) tentang pemantapan piranti lunak. serta pembinaan

dan pengembangan kekuatan nasional matra darat, laut, dan udara, sebagai upaya optimalisasi

kemampuan Hankamneg di darat, laut, dan udara.

Sedangkan dalam rangka menunjang upaya peningkatan dan pengembangan bala

pertahanan keamanan wilayah (Balahankamwil), dalam program kekuatan, anggaran

pembangunan direncanakan antara lain untuk pengujian pola operasi keamanan di kawasan barat

Indonesia, pengadaan material dan bekal bagi kelengkapan satuan kewilayahan di 10 Kodam,

pengadaan kapal TNI-AL berikut kelengkapan dan peralatan lainnya, pengembangan pangkalan

TNI-AU, serta pengadaan peralatan khusus kepolisian. Sedangkan dalam rangka menunjang

upaya peningkatan dan pengembangan bala pertahanan keamanan terpusat (Balahankampus),

anggaran pembangunan dalam program yang sama direncanakan antara lain untuk menunjang

pengujian pola operasi keamanan dan petunjuk operasi keamanan di kawasan barat dan timur

Indonesia, pembangunan lapangan tembak TNI-AD, pembangunan dan rehabilitasi prasarana dan

Departemen Keuangan RI 220

Page 221: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sarana pelatihan armada laut TNI-AL, pengadaan peralatan pertahanan udara TNI-AU, serta

rehabilitasi beberapa helikopter dan kapal patroli Polri. Selanjutnya melalui program dukungan

umum anggaran pembangunan juga direncanakan antara lain untuk peningkatan kemampuan

pendukung kekuatan ABRI, informasi, survei dan pemetaan, serta penegakan hukum dan

peraturan perundangan dalam rangka meningkatkan disiplin.

Sementara itu di subsektor pendukung, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya

untuk program pembinaan sumber daya alam, buatan dan wilayah negara sebesar Rp 2,4 miliar

serta program pembinaan sarana dan prasarana pendukung pertahanan keamanan negara sebesar

Rp 62,2 miliar. Dalam rangka mendukung kepentingan Hankamneg, dalam program pembinaan

sumber daya alam, buatan dan wilayah negara selain akan dilaksanakan inventarisasi, evaluasi,

dan peningkatan pembinaan sumber daya alam, juga direncanakan penyusunan konsep sistem

pembinaan terpadu sumber daya alam. Selain daripada itu dalam rangka pembinaan sumber daya

buatan, anggaran pembangunan dalam program yang sama direncanakan antara lain untuk

penyempurnaan naskah pokok-pokok pembinaan sistem logistik wilayah, serta pemutakhiran dan

pembinaan sistem pelaporan data peta geomedik. Sedangkan dalam rangka pengembangan

wilayah negara, dalam program yang sama juga direncanakan untuk melanjutkan penentuan

batas-batas wilayah kedaulatan negara, penyempurnaan konsep tataruang masing-masing matra

wilayah pertahanan, penyempurnaan konsep hala ruang wilayah pertahanan daHal tingkat Kodam

dan Korem, serta penyempurnaan konsep tata ruang kelautan dan kedirgantaraan. Selanjutnya

dalam program pembinaan sarana dan prasarana pendukung pertahanan dan keamanan negara

akan diupayakan penyiapan industri strategis guna mendukung kepentingan Hankamneg,

pemanfaatan Iptek guna peningkatan kemampuan penelitian dan pengembangan Hankamneg,

serta peningkatan kerja sama internasional di bidang Hankam.

Di samping pembangunan Hankamneg, pembangunan sektor aparatur negara dan

pengawasan sebagai salah satu unsur penting di dalam menjamin kelancaran jalannya roda

pemerintahan dan keberhasilan pelaksanaan pembangunan juga perlu terus ditingkatkan. Dalam

RAPBN 1995/96 untuk sektor aparatur negara dan pengawasan direncanakan alokasi anggaran

pembangunan sebesar Rp 664,4 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 107,4

miliar atau 19,3 persen bila dibandingkan dengan anggaran yang direncanakan dalam APBN

1994/95. Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk subsektor aparatur negara sebesar Rp 618,8

miliar serta subsektor pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan sebesar Rp 45,6

Departemen Keuangan RI 221

Page 222: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

miliar.

Di subsektor aparatur negara, guna mewujudkan sistem administrasi negara yang makin

andal, profesional, efisien dan efektif, serta tanggap, baik terhadap aspirasi rakyat maupun

terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis, anggaran pembangunan direncanakan

alokasinya untuk program peningkatan prasarana dan sarana aparatur negara sebesar Rp 318,8

miliar, program peningkatan efisiensi aparatur negara sebesar Rp 76,4 miliar, program

pendidikan dan pelatihan aparatur negara sebesar Rp 182,1 miliar, serta program penelitian dan

pengkajian kebijaksanaan sebesar Rp 41,5 miliar. Dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas

umum pemerintahan dan pembangunan dengan lebih efisien, efektif dan terpadu, baik pada

aparatur kenegaraan maupun pada aparatur pemerintahan, dalam program peningkatan prasarana

dan sarana aparatur negara tahun anggaran 1995/96 direncanakan antara lain peningkatan

prasarana dan sarana fisik, termasuk kegiatan renovasi dan pemeliharaan gedung-gedung kantor

pemerintahan serta balai pendidikan dan pelatihan di berbagai departemen/lembaga negara.

Sedangkan dalam rangka meningkatkan pendayagunaan organisasi, ketatalaksanaan, serta

disiplin dan tertib hukum aparatur negara, anggaran pembangunan dalam program peningkatan

efisiensi aparatur negara direncanakan antara lain untuk menunjang pengembangan sistem

pemantauan dan pengendalian, serta pengembangan dan pendayagunaan sistem manajemen

informasi. Sementara itu untuk meningkatkan kualitas, kemampuan, dan keterampilan pegawai

agar dapat melaksanakan tugasnya secara efisien dan efektif, dalam program pendidikan dan

pelatihan aparatur negara anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk menunjang

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Diktat) pegawai, peningkatan pengetahuan tenaga

widyaiswara, pengembangan koordinasi penyelenggaraan dan kerja sama Diklat luar negeri, serta

pengembangan sistem informasi Diklat pegawai negeri sipil. Selanjutnya untuk menunjang upaya

pengembangan kebijaksanaan dan penyempurnaan kelembagaan, dalam program penelitian dan

pengkajian kebijaksanaan direncanakan antara lain peningkatan penelitian dan pengembangan

kebijaksanaan pembangunan di sektor-sektor yang strategis, pengkajian permasalahan

kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, serta peningkatan kualitas badan/pusat

penelitian dan pengembangan di seluruh instansi pemerintah.

Dalam pada itu guna menunjang terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih dan

berwibawa serta untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintahan

dan pembangunan, anggaran pembangunan subsektor pendayagunaan sistem dan pelaksanaan

Departemen Keuangan RI 222

Page 223: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengawasan direncanakan alokasinya untuk program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan

pengawasan dan diarahkan penggunaannya antara lain bagi penyempurnaan sistem dan prosedur

pemeriksaan, penyelenggaraan pengawasan terhadap seluruh proyek-proyek pembangunan, serta

peningkatan kemampuan para pengelola proyek dalam melakukan evaluasi dan pengelolaan

anggaran proyek.

Pembangunan politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa

merupakan salah satu unsur penting dalam menjamin kemantapan stabilitas nasional yang sehat

dan dinamis, yang sangat diperlukan untuk memperlancar pelaksanaan pembangunan nasional.

Sehubungan dengan itu, guna mendukung terciptanya suasana yang memungkinkan

berkembangnya budaya politik yang menjunjung tinggi semangat kebersamaan, kekeluargaan

dan keterbukaan yang bertanggungjawab berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945,

meningkatkan hubungan kerja sama internasional yang saling menguntungkan terutama bagi

kepentingan nasional, serta meningkatkan kemampuan dan kegiatan penerangan, komunikasi dan

media massa, maka dalam RAPBN 1995/96 sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan,

komunikasi, dan media massa mendapat alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 152,7 miliar.

Dalam rangka menunjang pembangunan politik, peningkatan hubungan persahabatan dan kerja

sama multilateral dan bilateral sesuai dengan kepentingan nasional, serta peningkatan kualitas

dan jangkauan pembangunan penerangan, komunikasi, dan media massa, anggaran sektor

tersebut akan dialokasikan bagi subsektor politik sebesar Rp 5,6 miliar, subsektor hubungan luar

negeri sebesar Rp 3,9 miliar, serta subsektor penerangan, komunikasi, dan media massa sebesar

Rp 143,2 miliar.

Di subsektor politik, anggaran pembangunan direncanakan alokasinya untuk program

pembinaan politik dalam negeri sebesar Rp 4,7 miliar dan program penyelenggaraan otonomi

daerah sebesar Rp 0,9 miliar. Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti

pentingnya Demokrasi Pancasila, keterbukaan, tegaknya hukum, serta kukuhnya persatuan dan

kesatuan bangsa bagi terciptanya stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, dalam program

pembinaan politik dalam negeri anggaran pembangunan akan diarahkan pemanfaatannya antara

lain untuk perencanaan umum dan pembinaan politik, pembinaan kesatuan bangsa, pemantapan

pengendalian dan stabilitas politik, pemantapan infrastruktur politik, pembinaan ketenteraman

dan perlindungan masyarakat, pemantapan suprastruktur politik, dan pembinaan sosial politik

daerah. Dalam rangka pembinaan umum, antara lain akan dilakukan bimbingan politik bagi

Departemen Keuangan RI 223

Page 224: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

aparat pemerintah termasuk peningkatan penataran dan pendalaman pedoman penghayatan dan

pengamalan Pancasila (P4), administrasi dukungan operasional, serta pemantauan dan evaluasi

terhadap manfaat kegiatan santiaji orientasi pengenalan tugas bagi anggota DPRD tingkat

I/DPRD tingkat II. Sedangkan dalam rangka menjamin stabilitas nasional yang mantap dan

dinamis akan diupayakan pembinaan kesatuan bangsa, antara lain melalui penyelenggaraan

forum komunikasi dan konsultansi bagi aparat, pemasyarakatan dan pembudayaan P-4 untuk

bekas tahanan dan bekas narapidana G 30 S/PKI, serta peningkatan pembinaan pembauran

bangsa melalui santiaji pembauran bagi tenaga pelatih pembauran daerah (TPPD) untuk 10

(sepuluh) Dati I. Sejalan dengan itu, dalam program yang sama juga akan diupayakan pembinaan

ketenteraman dan perlindungan masyarakat yang diperluas untuk mempersiapkan, mendorong,

dan meningkatkan organisasi kekuatan sosial politik serta organisasi dan lembaga

kemasyarakatan, agar dapat menjadi komponen infrakstruktur politik yang tangguh, mandiri, dan

berkualitas dalam era keterbukaan komunikasi politik. Demikian pula dalam rangka

meningkatkan pembinaan sosial politik daerah selain akan dilakukan penyusunan informasi

pengamanan, pengendalian, serta penyelenggaraan koordinasi dan konsultansi, juga direncanakan

penyelenggaraan santiaji peningkatan kemampuan dasar masalah penanggulangan sosial politik.

Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan peran, fungsi, kualitas dan kemandirian organisasi

kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat, baik di pusat maupun di daerah, dapat benar-

benar menjadi wadah yang semakin mampu menampung, mewakili, mencerminkan dan

menyalurkan aspirasi rakyat, khususnya bagi generasi muda.

Selanjutnya program penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan terutama untuk

mempercepat terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab,

dengan titik pusat pada Dati II, agar makin memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam

lingkup keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka pengembangan otonomi

daerah, dalam program penyelenggaraan otonomi daerah direncanakan antara lain pengembangan

kelembagaan pemerintah daerah, pemantapan persiapan pelaksanaan otonomi di bidang

pertanian, perindustrian dan pertambangan, serta penataan wilayah administrasi daerah

perbatasan dengan mengupayakan peningkatan peranan pemerintah daerah. Di samping itu guna

menunjang peningkatan penyelenggaraan pemerintahan desa, dalam program yarig sama

anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk meningkatkan kemampuan administrasi

pemerintahan desa dan kelurahan, diantaranya melalui penyelenggaraan pelatihan teknis

Departemen Keuangan RI 224

Page 225: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

manajemen keuangan desa, pengembangan lembaga adat, serta penyelenggaraan sistem dan

prosedur pemilihan kepala desa. Demikian pula untuk menunjang upaya pendayagunaan sumber-

sumber pendapatan asli daerah, baik berupa pajak maupun retribusi daerah, dalam program yang

sama anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk peningkatan dan pengembangan

pendapatan daerah, serta pembinaan dan pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya dalam rangka

desentralisasi pembangunan perkotaan, dalam program yang sama anggaran pembangunan juga

akan dipergunakan antara lain untuk peningkatan dan pengembangan pengelolaan kota.

Di subsektor hubungan luar negeri, anggaran pembangunan direncanakan

pemanfaatannya untuk menunjang program hubungan luar negeri sebagai upaya meningkatkan

hubungan dan kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan,

serta teknologi, melalui berbagai forum, yang seluruh kegiatannya ditujukan untuk

memperjuangkan dan menunjang kepentingan pembangunan nasional. Dalam program tersebut

akan diupayakan antara lain penanganan masalah Timor Timur, penegasan alur laut kepulauan,

peningkatan kerja sama teknik antar negara berkembang, peningkatan hubungan dan kerja sama

ekonomi internasional, serta pengembangan hubungan regional, termasuk peningkatan kerja sama

antar anggota ASEAN. Sejalan dengan itu, akan dilakukan peningkatan hubungan luar negeri

melalui kerja sama perdagangan serta investasi luar negeri, antara lain dengan penyelenggaraan

temu usaha, seminar, lokakarya, serta kunjungan misi perdagangan dan investasi dari dan ke

Indonesia. Di samping itu dalam program yang sama juga akan diupayakan penyelesaian masalah

pokok dalam hubungan ekonomi internasional, yang diharapkan dapat meningkatkan

pembangunan berkelanjutan, memperjuangkan kepentingan nasional dalam kerangka perjanjian

perdagangan internasional, baik dalam forum bilateral, regional, maupun miltilateral, serta

penghapusan hambatan dan pembatasan perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara industri

terhadap negara berkembang melalui kerja sama teknik, baik antar negara berkembang maupun

dengan negara maju.

Di subsektor penerangan, komunikasi, dan media massa, dalam rangka mewujudkan

wawasan nusantara, memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan

nasional yang mantap dan dinamis, serta meningkatkan upaya pemasyarakatan dan pembudayaan

nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, anggaran

pembangunan direncanakan alokasinya untuk program pengembangan operasi penerangan

sebesar Rp 22,0 miliar, program pembinaan dan pengembangan radio, televisi dan film sebesar

Departemen Keuangan RI 225

Page 226: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Rp 117,1 miliar, serta program pembinaan dan pengembangan pers sebesar Rp 4,1 miliar. Untuk

meningkatkan pemerataan informasi pembangunan serta mengembangkan komunikasi timbal

balik secara terbuka dan bertanggung jawab agar makin meningkatkan peranserta dan tanggung

jawab masyarakat dalam pembangunan, dalam program pengembangan operasi penerangan

anggaran pembangunan direncanakan antara lain untuk peningkatan kegiatan operasional

penerangan, seperti penyediaan TV umum dan film penerangan, pembangunan pusat penerangan

masyarakat di 6 lokasi, yaitu di Vequeque dan Manufahi-Timor Timur, Kabupaten Kendari-

Sulawesi Utara, Lubuk Basang-Sumatera Barat, Manado-Sulawesi Utara dan Wonosobo-Jawa

Tengah, rehabilitasi sejumlah Puspenmas, serta pembangunan dua balai penerangan kecamatan di

Morotai Utara dan Arso. Sementara itu anggaran pembangunan pada program pembinaan dan

pengembangan radio, televisi dan film akan diarahkan pemanfaatannya antara lain untuk

menunjang upaya peningkatan jangkauan, kuantitas, dan kualitas penyajian siaran Radio

Republik Indonesia (RRI), Televisi Republik Indonesia (TVRI), produksi film, dan rekaman

video. Anggaran pembangunan tersebut direncanakan antara lain untuk rehabilitasi sejumlah

pemancar dan pembangunan 8 pemancar baru, rehabilitasi peralatan studio, serta pengadaan suku

cadang, baik bagi RRI maupun TVRI di seluruh Indonesia. Selain daripada itu dalam program

serupa anggaran pembangunan juga direncanakan untuk pembangunan tahap pertama gedung

stasiun penyiaran TVRI di Padang, pembangunan gedung stasiun RRI di Natuna, pengadaan

peralatan sensor di lembaga sensor film, pembinaan perfilman dan rekaman video, serta

pemberian bantuan bagi "post production" untuk mendukung peningkatan produksi film nasional.

Selanjutnya untuk lebih memantapkan sistem pers yang sehat, bebas, dan bertanggung jawab

sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, serta mengembangkan suasana saling percaya antara pers,

Pemerintah, dan masyarakat agar dapat diwujudkan suatu tata informasi yang terbuka dan

demokratis, maka di bidang pengembangan pers anggaran pembangunan dalam program

pembinaan dan pengembangan pers direncanakan antara lain untuk perluasan dan peningkatan

jumlah penerbitan koran membangun desa (KMD) dan surat kabar masuk desa (SKMD), serta

peningkatan manajemen koran membangun desa untuk meningkatkan kualitas pengelolaannya.

Di samping itu di bidang kewartawanan dalam program yang sama direncanakan antara lain

pengembangan profesi kewartawanan dan karya jurnalistik pembangunan, serta kunjungan

jurnalistik. Sedangkan di bidang grafika, dalam program serupa direncanakan antara lain

rehabilitasi beberapa gedung Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), penyelenggaraan

Departemen Keuangan RI 226

Page 227: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

lokakarya tentang teknologi grafika, serta peningkatan sumber daya manusia di bidang usaha

percetakan. Dalam pada itu di bidang penerbitan pemerintah, dalam program yang sama

direncanakan antara lain penerbitan buku seri Pidato Presiden, buku seri undang-undang dan

peraturan pemerintah, serta penerbitan buku mengenai hasil pembangunan.

Departemen Keuangan RI 227

Page 228: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Selanjutnya guna mengantisipasi perubahan dan pergeseran nilai yang menimbulkan

kerawanan di dalam masyarakat sebagai akibat dari semakin luasnya pengaruh globalisasi

ekonomi dan kebudayaan masyarakat, seiring dengan perkembangan ekonomi dunia yang makin

terbuka dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang meningkat pesat, pembangunan

sektor hukum akan terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan

perkembangan sosial, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kreativitas dan

partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta mendukung stabilitas nasional yang schat dan

dinamis. Sehubungan dengan itu, dalam RAPBN 1995/96 kepada sektor hukum diberikan alokasi

anggaran pembangunan sebesar Rp 138,7 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp

27,3 miliar atau 24,5persen dari anggaran yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Dalam

rangka menunjang upaya pembangunan materi hukum, menciptakan aparatur hukum yang bersih,

berwibawa, penuh pengabdian, profesional, efisien, efektif, sadar dan taat hukum, serta

mendukung usaha peningkatan jumlah dan kualitas sarana dan prasarana hukum, anggaran

pembangunan sektor hukum tersebut direncanakan alokasinya untuk subsektor pembinaan hukum

nasional sebesar Rp 17,2 miliar, subsektor pembinaan aparatur hukum sebesar Rp 37,6 miliar,

dan subsektor sarana dan prasarana hukum sebesar Rp 83,9 miliar.

Di subsektor pembinaan hukum nasional, dalam rangka mewujudkan perangkat hukum

nasional yang mampu mengakomodasikan kebutuhan hukum masyarakat, anggaran

pembangunan direncanakan alokasinya bagi program perencanaan dan pembentukan hukum

sebesar Rp 3,4 miliar serta program pengembangan sistem hukum nasional sebesar Rp 13,8

miliar. Program perencanaan dan pembentukan hukum diarahkan terutama untuk meningkatkan

kegiatan pembaharuan dan pembentukan perangkat hukum nasional yang mampu mengayomi

masyarakat, menjamin kelestarian dan integritas bangsa, serta memberi patokan, pengarahan, dan

dorongan dalam perubahan sosial ke arah terwujudnya tatanan masyarakat yang adil dan makmur

berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Dalam program perencanaan dan

pembentukan hukum, dalam tahun anggaran 1995/96 direncanakan antara lain upaya perencanaan

materi hukum, diantaranya penyusunan program legislasi nasional yang terarah dan terpadu,

perumusan harmonisasi hukum, serta penyusunan perundang-undangan dari berbagai aspek

kehidupan nasional. Selain itu, untuk menunjang upaya pembaharuan hukum nasional, dalam

program yang sama diupayakan penyesuaian lebih kurang 75 buah produk hukum kolonial dan

nasional dalam berbagai bidang hukum, pengembangan teknis perpustakaan dan dokumentasi

Departemen Keuangan RI 228

Page 229: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

hukum, penyusunan kompilasi hukum, serta peningkatan dan pengembangan sistem jaringan

informasi dan dokumentasi hukum.

Di subsektor pembinaan aparatur hukum, anggaran pembangunan direncanakan

alokasinya bagi program pembinaan peradilan sebesar Rp 5,7 miliar, program penerapan dan

penegakan hukum sebesar Rp 15,2 miliar, program penyuluhan hukum sebesar Rp 12,8 millar,

serta program pelayanan dan bantuan hukum sebesar Rp 3,9 miliar. Anggaran pembangunan

dalam program pembinaan peradilan direncanakan penggunaannya terutama untuk pengawasan

penyelenggaraan jalannya peradilan pada semua lingkungan peradilan, pelaksanaan pelatihan

teknis justisial bagi hakim dari semua lingkungan peradilan, baik peradilan umum, peradilan tata

usaha negara, peradilan agama maupun peradilan militer, serta penataran panitera dan panitera

pengganti.

Anggaran pembangunan dalam program penerapan dan penegakan hukum dipergunakan

untuk penegakan hukum dalam rangka sistem peradilan pidana terpadu, menunjang upaya

penertiban dan pengawasan lalu-lintas orang asing masuk dan keluar negara Indonesia,

meningkatkan pemantauan, penyidikan dan penindakan bagi imigran gelap dan orang asing yang

menyalahgunakan izin keimigrasian, serta penyempurnaan dan penataan sistem pemasyarakatan

termasuk bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak. Sedangkan untuk meningkatkan

kadar kesadaran hukum masyarakat agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan

kewajibannya sebagai warga negara, dalam program penyuluhan hukum akan diupayakan antara

lain pembentukan kelompok keluarga sadar hukum (Kadarkum), serta penyelenggaraan lomba

Kadarkum, baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi. Selain itu pelaksanaan kegiatan

penyuluhan hukum akan lebih ditingkatkan, baik cakupan, sasaran maupun maten penyuluhannya

secara lebih terpadu. Dalam program pelayanan hukum akan diupayakan percepatan pemberian

izin pengesahan badan hukum, kewarganegaraan, dan permohonan pendaftaran hak cipta, hak

paten dan hak merek, serta pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu,

baik melalui pengadilan negeri maupun melalui lembaga bantuan hukum dalam bentuk proyek

rintisan yang diberikan langsung kepada masyarakat pencari keadilan.

Dalam rangka menunjang upaya penegakan hukum, pembentukan hukum, pengkajian dan

penelitian hukum, serta pelayanan dan informasi hukum, anggaran pembangunan subsektor

sarana dan prasarana hukum direncanakan alokasinya untuk program pembinaan sarana dan

Departemen Keuangan RI 229

Page 230: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

prasarana hukum sebesar Rp 83,9 miliar. Melalui program pembinaan sarana dan prasarana

tersebut, dalam tahun anggaran 1995/96 direncanakan antara lain penyempurnaan, rehabilitasi

dan perluasan berbagai prasarana pelayanan hukum, seperti gedung kejaksaan, pengadilan,

lembaga pemasyarakatan (Lapas), rumah tahanan negara (Rutan), balai bimbingan

kemasyarakatan dan pengentasan anak (Bispa), kantor imigrasi, pos imigrasi, serta karantina

imigrasi, baik di pusat maupun di daerah. Selain daripada itu dalam program yang sama juga

akan diupayakan peningkatan sarana dan prasarana badan peradilan yang mendukung kekuasaan

kehakiman dalam penyelenggaraan peradilan yang berkualitas, adil, dan bertanggung jawab.

Rincian pengeluaran pembangunan atas dasar sektor/subsektor dalam APBN 1994/95 dan

RAPBN 1995/96 dapat diikuti dalam Tabel II.31.

2.3.6.2. Pengeluaran pembangunan berdasarkan jenis pembiayaan

Pembiayaan investasi sektor pemerintah yang direncanakan melalui pengeluaran

pembangunan terdiri dari pembiayaan rupiah dan bantuan proyek. Dalam RAPBN 1995/96

pembiayaan rupiah direncanakan sebesar Rp 19.024,5 miliar, yang berarti mengalami

peningkatan sebesar Rp 1.638,2 miliar atau 9,4 persen dari anggaran yang direncanakan dalam

APBN 1994/95. Peningkatan tersebut, sekalipun terbatas, diharapkan tetap dapat

mempertahankan kesinambungan usaha dan kegiatan pembangunan di berbagai bidang dan

sektor pembangunan secara konsisten, serta mampu mengakomodasikan berbagai sasaran yang

direncanakan dalam tahun kedua Repelita VI. Pembiayaan rupiah tersebut dialokasikan masing-

masing untuk pembiayaan pembangunan melalui berbagai departemen/lembaga negara, bantuan

pembangunan daerah, dan pengeluaran pembangunan lainnya.

Dalam RAPBN 1995/96, anggaran belanja pembangunan melalui berbagai

departemen/lembaga negara direncanakan sebesar Rp 10.910,0 miliar, yang berarti mengalami

peningkatan sebesar Rp 964,4 miliar atau sekitar 9,7 persen dari yang direncanakan dalam APBN

1994/95. Anggaran tersebut diarahkan pemanfaatannya terutama untuk proyek-proyek

pembangunan di berbagai sektor dan subsektor guna menunjang tercapainya sasaran-sasaran

pembangunan tahun kedua Repelita VI. Rencana pembiayaan bagi berbagai proyek pembangunan

tersebut dituangkan ke dalam daftar isian proyek (DIP) masing-masing departemen/lembaga,

yang berfungsi baik sebagai acuan di dalam pelaksanaan proyek pembangunan maupun sebagai

Departemen Keuangan RI 230

Page 231: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

alat pengendalian, pengawasan, dan evaluasi kegiatan proyek pembangunan yang bersangkutan.

Nomor APBN RAPBN ∆ % thd.Kode 1994/95 1995/96 APBN

-1 -2 -3 -4 -51 SEKTOR INDUSTRl 450,5 497,3 10,401.1 Subsektor Industri 450,5 497,3 10,42 SEKTOR PERTANIAN DAN KEHUTANAN 989,6 1.103,80 11,502.1 Subsektor Pertanian 956,3 1.061,30 1102.2 Subsektor Kehutanan 33,3 42,5 27,63 SEKTOR PENGAIRAN 1.687,00 2.042,00 2103.1 Subsektor Pengembangan Sumber Daya Air 780,1 796,2 2,103.2 Subsektor Irigasi 906,9 1.245,80 37,44 SEKTOR TENAGA KERJA 146,5 170,6 16,504.1 Subsektor Tenaga Kerja 146,5 170,6 16,55 SEKTOR PERDAGANGAN, PENGEMBANGAN USAHA NASIONAL,

KOPERASl 736,3 533,7 -27,505.1 Subsektor Perdagangan Dalam Negeri 16,8 18,9 12,505.2 Subsektor Perdagangan Luar Negeri 279,6 141,5 -49,405.3 Subsektor Pengembangan Usaha Nasional 184,2 100,2 -45,605.4 Subsektor Keuangan 120,8 128,6 6,505.5 Subsektor Koperasi dari Pengusaha Keci1 134,9 144,5 7,16 SEKTOR TRANSPORTASl, METEOROLOGl DAN GEOFlSlKA 5.225,50 5.897,90 12,906.1 Subsektor Prasarana Jalan 3.530,60 3.917,20 10,906.2 Subsektor Transportasi Darat 589 643,1 9,206.3 Subsektor Transportasi Laut 466,8 554,4 18,806.4 Subsektor Transportasi Udara 605,4 749,1 23,706.5 Subsektor Meteorologi, Geofisika, Pencarian dan Penyelamatan (SAR) 33,7 34,1 1,27 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGl 3.581,90 3.894,80 8,707.1 Subsektor Pertambangan 67,8 94,8 39,807.2 Subsektor Energi 3.514,10 3.800,00 8,1

Sektor/Subsektor

Tabel II.31PENGELUARANPEMBANGUNANBERDASARKAN

SEKTOR/SUBSEKTOR, APBN 1994/95 DAN RAPBN 1995/96(dalam miliar rupiah)

Nomor APBN RAPBN ∆ % thdKode 1994/95 1995/96 APBN-1 -2 -3 -4 -58 SEKTOR PARIWISATA, POS, DAN

TELEKOMUNIKASI 721,9 1.005,80 39,308.1 Subsektor Pariwisata 48,8 41 -1608.2 Subsektor Pos dan Telekomunikasi 673,1 964,8 43,39 SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH

DAN TRANSMIGRASI 5.504,30 6.139,20 11,509.1 Subsektor Pembangunan Daerah 4.547,90 5.113,50 12,409.2 Subsektor Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan 956,4 1.025,70 7,210 SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP DAN TATA RUANG 452,3 517,3 14,410.1 Subsektor Lingkungan Hidup 356,9 385,3 810.2 Subsektor Tata Ruang 95,4 132 38,411

3.061,30 3.359,20 9,711.1 Subsektor Pendidikan 2.783,40 3.061,80 1011.2 Subsektor Pendidikan Luar Sekolah dan Kedinasan 194,8 204,9 5,211.3

52,7 55,1 4,611.4 Subsektor Pemuda dan Olah Raga 30,4 37,4 2312 SEKTOR KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA SEJAHTERA 290,2 300,3 3,512.1 Subsektor Kependudukan dan Keluarga Berencana 290,2 300,3 3,513

1.031,00 1.051,90 213.1 Subsektor Kesejahteraan Sosial 76,2 89,5 17,513.2 Subsektor Kesehatan 946,3 948,2 0,213.3 Subsektor Peranan Wanita, Anak dan Remaja 8,5 14,2 67,114 SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN 887,9 1.102,10 24,114.1 Subsektor Perumahan dan Permukiman 840,3 1.034,10 23,114.2 Subsektor Penataan Kota dan Bangunan 47,6 68 42,9

SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL, KESEHATAN, PERANAN WANITA, ANAK DAN REMAJA

SEKTOR PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN NASIONAL, KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA, PEMUDA

Subsektor Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Sektor/Subsektor

Departemen Keuangan RI 231

Page 232: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Nomor APBN RAPBN ∆ % thd.Kode 1994/95 1995/96 APBN

-1 -2 -3 -4 -515 SEKTOR AGAMA 121,9 183,3 50,415.1 Subsektor Pelayanan Kehidupan Beragama 22,5 23,2 3,115.2 Subsektor Pembinaan Pendidikan Agama 99,4 160,1 61,116 SEKTOR ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI 529,8 711,2 34,216.1 Subsektor Teknik Produksi dan Teknologi 147,6 183,5 24,316.2 Subsektor Ilmu Pengetahuan Terapan dan Dasar 71,3 80,7 13,216.3

107,2 145,7 35,916.4 Subsektor Kelautan 86,5 140,5 62,416.5 Subsektor Kedirgantaraan 28,8 38,1 32,316.6 Subsektor Sistem Informasi dan Statistik 88,4 122,7 38,817 SEKTOR HUKUM 111,4 138,7 24,517.1 Subsektor Pembinaan Hukum Nasional 14,2 17,2 21,117.2 Subsektor Pembinaan Aparatur Hukum 30,2 37,6 24,517.3 Subsektor Sarana dan Prasarana Hukum 67 83,9 25,218 SEKTOR APARATUR NEGARA DAN PENGAWASAN 557 664,4 19,318.1 Subsektor Aparatur Negara 520 618,8 1918.2

37 45,6 23,219

157,4 152,7 -319.1 Subsektor Politik 2,9 5,6 93,119.2 Subsektor Hubungan Luar Negeri 3,9 3,9 019.3 Subsektor Penerangan, Komunikasi dan Media Massa 150,6 143,2 -4,920 SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN 1.154,60 1.317,30 14,120.1 Subsektor Rakyat Terlatih dan Perlindungan Masyarakat 2,3 2,4 4,320.2 Subsektor ABRI 1.100,30 1.250,30 13,620.3 Subsektor Pendukung 52 64,6 24,2

Jumlah Keseluruhan 27.398,30 30.783,50 12,4

Subsektor Kelembagaan Prasarana dan Sarana Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Subsektor Pendayagunaan Sistem dan Pelaksanaan PengawasanSEKTOR POLITIK, HUBUNGAN LUAR NEGERI, PENERANGAN, KOMUNIKASI DAN MEDIA MASSA

Sektor/Subsektor

Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memperluas

lapangan kerja dan pemerataan kesempatan berusaha, serta menunjang pembangunan daerah,

anggaran belanja pembangunan departemen/lembaga negara tersebut diarahkan pemanfaatannya

terutama untuk pembangunan prasarana dan sarana ekonomi, penyediaan fasilitas pelayanan

dasar bagi masyarakat, serta penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan bagi sarana dan

prasarana yang selesai dibangun. Sehubungan dengan itu, guna meningkatkan kemampuan dan

Departemen Keuangan RI 232

Page 233: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

memperluas jangkauan pelayanan jasa transportasi bagi masyarakat, anggaran pembangunan

departemen/lembaga negara direncanakan penggunaannya antara lain untuk pemeliharaan,

rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dan jembatan di berbagai daerah,

pembangunan dan pengembangan prasarana kereta api, angkutan sungai, danau, dan

penyeberangan, serta pengembangan fasilitas pelabuhan laut dan bandar udara. Demikian pula

untuk memperlancar arus informasi dan mengembangkan potensi kekayaan alam sebagai salah

satu sumber penerimaan devisa negara, pembiayaan pembangunan departemen/lembaga negara

direncanakan alokasinya antara lain untuk proyek pemasaran pariwisata, baik di dalam maupun di

luar negeri, pengembangan usaha jasa, obyek, dan daya tarik pariwisata, pengembangan jasa pos

dan giro, pengendalian frekuensi radio nasional, serta pengembangan standardisasi dan Sarana

telekomunikasi. Sementara itu guna mengimbangi kebutuhan masyarakat akan sumber daya

mineral dan energi yang semakin meningkat, melalui anggaran pembangunan

departemen/lembaga negara antara lain direncanakan penyempurnaan sarana dan peralatan

geologi dan sumber daya mineral, pengembangan energi, pengembangan pertambangan batu bara

dan gambut, pengembangan listrik perdesaan, serta pengembangan konservasi energi. Sedangkan

untuk menunjang upaya pemantapan swasembada pangan di sekter pertanian, antara lain

direncanakan pembangunan proyek-proyek pengairan, pengelolaan sumber air dan pengendalian

banjir, pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, pembangunan pertanian rakyat terpadu,

pembangunan dan pembinaan tanaman pangan dan hortikultura rakyat terpadu, pengembangan

budidaya perkebunan rakyat, diversifikasi pangan dan gizi, serta pengembangan sumber daya,

sarana dan prasarana pertanian. Sejalan dengan itu, untuk menunjang pertumbuhan ekonomi,

memperluas lapangan kerja dan pemerataan kesempatan berusaha, khususnya bagi pengusaha

golongan ekonomi lemah, antara lain direncanakan proyek pengembangan industri rumah tangga,

industri kecil dan menengah, pengembangan standarisasi, akreditasi dan sertifikasi industri,

pengembangan dan pelayanan teknologi industri, serta pengembangan sumber daya manusia

industrial.

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan perbaikan

taraf hidup masyarakat, anggaran pembangunan departemen/lembaga negara direncanakan pula

untuk mendukung upaya peningkatan mutu dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan,

peningkatan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, serta peningkatan produktivitas sumber daya manusia di berbagai bidang

Departemen Keuangan RI 233

Page 234: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pembangunan. Berkaitan dengan itu, guna menunjang program wajib belajar sembilan tahun serta

meningkatkan mutu dan memperluas jangkauan pelayanan pendidikan, melalui anggaran

pembangunan departemen/lembaga negara direncanakan peningkatan kualitas dan pembinaan

berbagai jenjang pendidikan, pembinaan dan peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan,

serta pembangunan dan peningkatan prasarana dan sarana pendidikan. Sedangkan dalam rangka

meningkatkan kemampuan dan mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal,

direncanakan antara lain pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan terapan, serta

pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dasar. Sementara itu dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat dan perbaikan kesejahteraan rakyat, anggaran pembangunan

departemen/lembaga negara direncanakan antaralain untuk pembiayaan proyek-proyek

penyuluhan kesehatan masyarakat, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, pemberantasan

penyakit menular, perbaikan gizi, pengawasan obat dan makanan, penyediaan dan pengawasan

air bersih, serta pendayagunaan tenaga kesehatan. Seiring dengan itu, di bidang kesejahteraan

sosial direncanakan antara lain pelayanan dan rehabilitasi sosial, penyuluhan dan bimbingan

tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, penanggulangan bencana alam, serta penyelenggaraan

bimbingan dan rehabilitasi sosial daerah kumuh. Sedangkan untuk memperkukuh landasan

mental dan spiritual masyarakat, pembiayaan pembangunan departemen/lembaga negara antara

lain direncanakan untuk pengadaan sarana kehidupan beragama, penyelenggaraan bimbingan dan

dakwah agama, peningkatan kerukunan hidup antar umat beragama, serta peningkatan

pendidikan keagamaan. Dalam pada itu guna meningkatkan produktivitas dan kualitas sumber

daya manusia dalam kegiatan pembangunan, anggaran pembangunan departemen/lembaga negara

antara lain direncanakan untuk peningkatan keterampilan tenaga kerja, perluasan lapangan kerja

produktif dan pengurangan pengangguran, penyebarluasan informasi dan perencanaan tenaga

kerja, pengembangan kesempatan kerja dan produktivitas, serta pengembangan hubungan

industrial dan perlindungan tenaga kerja.

Untuk menunjang upaya peningkatan mutu dan perluasan jangkauan pelayanan dasar bagi

masyarakat, anggaran pembangunan departemen/lembaga negara direncanakan antara lain untuk

menunjang pembiayaan bagi proyek-proyek pembangunan rumah sederhana (RS), rumah sangat

sederhana (RSS), dan rumah susun sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang

dilaksanakan bersama dengan swasta, perbaikan dan pemugaran perumahan dan permukiman,

penyehatan lingkungan permukiman, serta penyediaan dan pengelolaan air bersih. Sedangkan

Departemen Keuangan RI 234

Page 235: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

untuk memelihara kelestarian sumber daya alam dan ekosistem, dalam rangka pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, anggaran pembangunan departemen/lembaga negara

direncanakan antara lain untuk pembiayaan proyek-proyek pengelolaan sampat dan limbah

industri, pengembangan keanekaragaman hayati dan pelestarian ekosistem hutan tropika,

pengembangan metode analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dari pengendalian

pencemaran, serta peningkatan kemampuan badan pengendali dampak lingkungan (Bapedal) dan

pengembangan kelembagaan dampak lingkungan di daerah.

Menyadari bahwa salah satu prasyarat keberhasilan pembangunan adalah terciptanya

tertib administrasi dan sistem hukum yang baik, maka anggaran pembangunan

departemen/lembaga negara selain direncanakan untuk penyusunan peraturan perundang-

undangan, pengembangan hukum nasional, dan penyuluhan hukum, juga akan dimanfaatkan

untuk proyek pengkajian dan pengembangan fasilitas pelayanan hukum serta pembinaan

pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Sementara itu dalam rangka menunjang upaya

penyebarluasan informasi pembangunan kepada masyarakat, melalui anggaran pembangunan

departemen/lembaga negara antara lain direncanakan pengembangan prasarana dari sarana

penerangan, pendidikan dan pelatihan penerangan, pembinaan pers, serta pengembangan grafika.

Sedangkan dalam usaha memelihara suasana kehidupan masyarakat yang aman dari tertib serta

mempertahankan kondisi stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, melalui anggaran belanja

pembangunan departemen/lembaga negara direncanakan peningkatan kesadaran bela negara,

pendayagunaan fungsi ketertiban umum (Tibum), perlindungan rakyat (Linra), keamanan rakyat

(Kamra) dari perlawanan rakyat (Wanra), serta pembangunan dan pembinaan sarana dari prasana

pendukung pertahanan dan keamanan negara.

Selanjutnya guna menunjang upaya memperluas pemerataan pembangunan dan hasil-

hasilnya ke seluruh wilayah tanah air, meningkatkan kesejahteraan rakyat, mendorong prakarsa

dan partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan pembangunan, serta mempercepat pengentasan

penduduk miskin terutama di kawasan timur Indonesia, daerah terpencil, dari daerah perbatasan,

dalam RAPBN 1995/96 pengeluaran pembangunan bagi daerah direncanakan sebesar Rp 7.320,4

miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 498,0 miliar atau 7,3 persen dari

anggaran tahun sebelumnya. Anggaran pembangunan daerah tersebut diberikan dalam bentuk

program bantuan pembangunan daerah dan pembiayaan pembangunan dengan dana bagi hasil

pajak bumi dan bangunan (PBB). Program bantuan pembangunan daerah tersebut meliputi

Departemen Keuangan RI 235

Page 236: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

program bantuan pembangunan desa tertinggal (Inpres desa tertinggal/IDT), program bantuan

pembangunan desa (Inpres Desa), program bantuan pembangunan daerah tingkat II (Inpres Dati

II), program bantuan pembangunan daerah tingkat I (Inpres Dati I), program bantuan

pembangunan sekolah dasar (Inpres SD), serta program bantuan pembangunan sarana kesehatan

(Inpres kesehatan).

Dalam rangka mempercepat upaya mengurangi jumlah penduduk miskin dan jumlah desa

atau kelurahan tertinggal, serta meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi penduduk miskin,

dalam RAPBN 1995/96 anggaran bagi program bantuan pembangunan desa tertinggal

direncanakan sebesar Rp 473,7 miliar. Jumlah tersebut selain akan dialokasikan kepada 22.097

desa yang memenuhi kriteria sebagai desa tertinggal, juga direncanakan untuk pembinaan,

pemantauan dan pendampingan di 24.417 desa. Penentuan kategori desa tertinggal didasarkan

atas survei potensi desa (Podes) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain prasarana dan

sarana sosial ekonomi desa, fasilitas perumahan dan lingkungan, serta keadaan sosial demografi

penduduk.

Dalam rangka mendukung pembangunan desa tertinggal, khususnya meningkatkan akses

pemasaran, mengurangi isolasi, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, direncanakan

bantuan pembangunan prasarana sebesar Rp 293,5 miliar bagi 1.879 desa. Melalui program

tersebut masing-masing desa tertinggal akan memperoleh alokasi bantuan dalam bentuk modal

kerja sebesar Rp 20,0 juta, yang selain diperuntukkan bagi peningkatan kemampuan permodalan

dan pengembangan usaha juga diarahkan guna menunjang upaya peningkatan kualitas sumber

daya manusia dari pemantapan kelembagaan usaha, disertai dengan pembimbingan dari

pendampingan khusus. Bantuan tersebut akan disalurkan kepada kelompok masyarakat secara

bertahap sesuai dengan rencana kerja yang telah diketahui oleh kepala desa dan camat. Bantuan

tersebut diarahkan penggunaannya antara lain untuk menunjang usaha-usaha yang cepat

menghasilkan, mendayagunakan potensi yang ada, tidak merusak lingkungan, menghasilkan

produk yang dapat dipasarkan, dari dapat digulirkan kepada seluruh anggota kelompok sejalan

dengan program pembangunan sektoral dari regional, serta dapat diterima oleh masyarakat. Pada

dasarnya dana program IDT tersebut merupakan hibah bergulir yang dikelola oleh dari disalurkan

kepada anggota kelompok sebagai pinjaman yang harus dikembalikan kepada kelompok dengan

persyaratan yang sesuai dengan kondisi setempat dari kesepakatan anggota melalui musyawarah

LKMD. Dana yang tumbuh dari kegiatan kelompok selanjutnya dipergunakan untuk membantu

Departemen Keuangan RI 236

Page 237: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kelompok lain di desa yang sama yang belum memperoleh kesempatan mendapat bantuan.

Selanjutnya untuk mendorong peningkatan swadaya gotong royong serta menumbuhkan

kreativitas masyarakat dalam pembangunan desa, dalam tahun anggaran 1995/96 alokasi

anggaran bagi program bantuan pembangunan desa direncanakan sebesar Rp 426,0 miliar, yang

berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 2,7 miliar atau 0,6 persen dari anggaran yang

disediakan dalam APBN 1994/95. Dari jumlah anggaran tersebut, sebesar Rp 386,2 miliar atau

90,7 persen direncanakan alokasinya kepada 64.367 desa sebagai bantuan langsung, sehingga

masing-masing desa akan memperoleh dana bantuan sebesar Rp 6,0 juta, yang meliputi bantuan

pembangunan desa sebesar Rp 4,5 juta, bantuan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK)

sebesar Rp 1,0 juta, serta bantuan pembinaan anak-anak dan remaja sebesar Rp 0,5 juta yang

pelaksanaannya dipadukan dengan kegiatan PKK. Guna mengembangkan kemampuan dari

memperluas jangkauan pelayanan sosial ekonomi masyarakat desa, bantuan pembangunan desa

akan diarahkan pemanfaatannya antara lain untuk pembangunan prasarana dari sarana dasar

pedesaan, baik prasarana produksi, prasarana perhubungan dan pemasaran, maupun prasarana

dari sarana sosial bagi peningkatan kegiatan usaha ekonomi rakyat, serta menunjang kegiatan

PKK. Di samping dialokasikan dalam bentuk bantuan langsung, dalam rangka mendorong

peningkatan ekonomi masyarakat desa, serta meningkatkan fungsi kelembagaan desa, seperti

LKMD dari LMD, dari kelembagaan tingkat kecamatan, yaitu unit daerah kerja pembangunan

(UDKP), anggaran bagi program bantuan pembangunan desa tersebut juga direncanakan untuk

bantuan pengembangan usaha ekonomi desa (UED) sebesar Rp 12,7 miliar, bantuan penguatan

LKMD sebesar Rp 9,6 miliar, bantuan pemantapan UDKP sebesar Rp 6,2 miliar, serta bantuan

hadiah juara lomba desa sebesar Rp 1,7 miliar. Guna menunjang pembinaan pembangunan desa,

dalam program yang sama juga disediakan bantuan pembinaan operasional pembangunan tingkat

kecamatan sebesar Rp 2,9 miliar, bantuan pengelolaan tingkat propinsi, kabupaten dan

kotamadya sebesar Rp 4,3 miliar, serta bantuan pembinaan tingkat pusat sebesar Rp 2,4 miliar.

Sementara itu guna mendukung upaya memperluas pemberian otonomi yang semakin

nyata, serasi, dinamis, dan bertanggung jawab, serta meningkatkan kemampuan daerah tingkat II,

baik dalam membiayai kegiatan pembangunan maupun dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat daerah, dalam RAPBN 1995/96 alokasi anggaran bagi program bantuan

pembangunan daerah tingkat II direncanakan sebesar Rp 2.525,3 miliar, yang berarti mengalami

peningkatan sebesar Rp 107,5 miliar atau 4,4 persen dari jumlah bantuan pembangunan daerah

Departemen Keuangan RI 237

Page 238: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tingkat II yang dianggarkan dalam APBN 1994/95. Peningkatan tersebut disebabkan antara lain

oleh adanya kenaikan jumlah bantuan setiap Dati II, serta menampung bantuan pembangunan dan

pemugaran pasar kecamatan sebesar Rp 6,0 miliar, bantuan penghijauan sebesar Rp 88:9 miliar,

bantuan peningkatan jalan Dati II sebesar Rp 997,6 miliar, serta bantuan rehabilitasi SD dan

madrasah ibtidaiyah sebesar Rp 250,0 miliar. Selain itu terdapat pula tambahan akibat pengalihan

bantuan rehabilitasi Puskesmas dan Inpres Kesehatan sebesar Rp 51,5 miliar. Melalui program

bantuan pembangunan daerah tingkat II tersebut, dalam tahun anggaran 1995/96 setiap kabupaten

dan kotamadya akan memperoleh alokasi bantuan yang besarnya dihitung berdasarkan jumlah

penduduk dengan bantuan per kapita sebesar Rp 5 ribu, dan bantuan atas dasar luas wilayah

sebesar Rp 20 ribu.

Sementara itu bagi Dati II yang jumlah penduduknya dibawah 200 ribu jiwa juga

disediakan bantuan tambahan agar mencapai jumlah minimum sebesar Rp 1,0 miliar. Selain

daripada itu melalui program bantuan pembangunan Dati II tersebut juga disediakan bantuan

tambahan sebesar Rp 9,9 miliar yang akan dialokasikan bagi 116 kabupaten berkepulauan,

bantuan bagi pemugaran perumahan perdesaan sebesar Rp 18,6 miliar, serta bantuan untuk

penyusunan rencana umum tata ruang (RUTR) Dati II sebesar Rp 6,0 miliar. Jumlah seluruh

bantuan pembangunan Dati II tersebut merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan

dalam APBD tingkat II yang digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang

urusannya telah diserahkan kepada daerah tingkat II sesuai dengan prioritas pembangunan daerah

tingkat II yang bersangkutan. Dana bantuan pembangunan daerah tingkat II (Inpres Dati II)

tersebut di samping direncanakan untuk menunjang upaya peningkatan kemampuan aparatur

pemerintah daerah tingkat II, peningkatan kelembagaan dan keuangan pemerintah daerah tingkat

II, serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat, juga akan diarahkan untuk meningkatkan

kualitas hidup masyarakat, meningkatkan pemerataan dan ketersediaan fasilitas pelayanan dasar,

serta memperluas lapangan kerja dan pemerataan kesempatan berusaha. Sehubungan dengan itu

anggaran tersebut direncanakan pemanfaatannya untuk pembangunan berbagai jenis prasarana

dan sarana dasar, seperti prasarana jalan dan jembatan, pengairan, terminal bus, pelabuhan

sungai, pasar desa, serta berbagai prasarana lingkungan permukiman, seperti saluran air limbah,

bangunan pengendali banjir, dan persampahan.

Selanjutnya program bantuan pembangunan daerah tingkat I dimaksudkan antara lain

untuk menunjang pemerataan pembangunan antar daerah, peningkatan desentralisasi dan

Departemen Keuangan RI 238

Page 239: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengembangan otonomi daerah tingkat I, serta pendayagunaan potensi sumber daya alam dan

sumber daya manusia secara optimal. Dalam RAPBN 1995/96, alokasi anggaran bagi program

bantuan pembangunan Dati I direncanakan sebesar Rp 1.277,1 miliar, yang berarti mengalami

peningkatan sebesar Rp 58,4 miliar atau 4,8 persen dari anggaran yang disediakan dalam APBN

1994/95. Peningkatan tersebut selain berkaitan dengan tambahan alokasi bantuan pembangunan

reboisasi sebesar Rp 22,8 miliar, bantuan peningkatan jalan Dati I sebesar Rp 430,6 miliar, serta

biaya untuk peningkatan kemampuan perencanaan, pemantauan dan pengawasan sebesar Rp 3,8

miliar ke dalam program Inpres Dati I, juga disebabkan oleh adanya bantuan tambahan untuk

membantu pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan pengairan/irigasi sebesar Rp 29,7

miliar. Dalam tahun anggaran 1995/96 besarnya bantuan dasar bagi setiap Dati I adalah sebesar

Rp 25,0 miliar, yang berarti tidak mengalami peningkatan dari bantuan yang dialokasikan dalam

tahun anggaran sebelumnya. Selain daripada bantuan dasar yang jumlahnya ditetapkan sama

besar untuk setiap propinsi, terdapat kriteria tambahan bantuan yang diberikan atas dasar luas

wilayah daratan masing-masing propinsi. Dalam RAPBN 1995/96 besarnya bantuan yang

diberikan atas dasar luas wilayah tersebut direncanakan sebesar Rp 115,2 miliar, yang berarti

sama dengan jumlah yang dianggarkan dalam APBN 1994/95. Bantuan pembangunan daerah

tingkat I tersebut bersamasama dengan pendapatan asli daerah (PAD) dan penerimaan dari bagi

hasil pemungutan PBB dimasukkan ke dalam APBD tingkat I untuk membiayai proyek-proyek

pembangunan yang diprioritaskan oleh daerah tingkat I sesuai dengan Repelita daerah tingkat I

yang bersangkutan, yaitu antara lain untuk eksploitasi dan pemeliharaan irigasi, pemeliharaan dan

peningkatan jalan dan jembatan propinsi, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah daerah

tingkat I, peningkatan keserasian pertumbuhan antar daerah, pengembangan investasi daerah,

peningkatan upaya penanggulangan kemiskinan, pemantapan kelengkapan dan penggunaan

perangkat penataan ruang, serta pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam RAPBN 1995/96 alokasi anggaran pembangunan bagi program Inpres kesehatan

direncanakan sebesar Rp 369,5 miliar, yang berarti mengalami penurunan sebesar Rp 23,8 miliar

atau 6,1 persen dari yang dianggarkan dalam APBN 1994/95. Penurunan tersebut terjadi karena

adanya pengalihan bantuan rehabilitasi Puskesmas ke dalam Inpres Dati II. Jika tidak dialihkan,

anggaran Inpres kesehatan meningkat sebesar Rp 27,7 miliar atau 7,0 persen dari anggaran tahun

sebelumnya. Guna meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup schat, melakukan

pencegahan penyakit, dan memberikan pelayanan kesehatan dasar, agar tercapai tingkat

Departemen Keuangan RI 239

Page 240: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kesehatan yang optimal, anggaran tersebut diarahkan penggunaannya antara lain untuk

menunjang peningkatan lembaga pelayanan kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan

anak (KIA), pemeliharaan kesehatan usia sekolah, pelayanan kesehatan gigi dan mulut, serta

pelayanan laboratorium kesehatan. Melalui program inpres kesehatan tersebut dalam tahun

anggaran 1995/96 direncanakan antara lain pembangunan 30 Puskemas, 500 Puskesmas

pembantu dan 480 rumah dokter dan paramedis, pengadaan 360 Puskesmas keliling, pendidikan

dan pelatihan bagi sekitar 14.620 bidan dan tenaga paramedis, serta penempatan sekitar 21.500

tenaga kesehatan. Selain itu, alokasi anggaran bagi program Inpres kesehatan juga akan

dimanfaatkan untuk penyediaan obat-obatan sebesar Rp 151,3 miliar, serta penyediaan air bersih

dan penyehatan lingkungan sebesar Rp 78,0 miliar. Melalui Inpres Dati II akan dibiayai

rehabilitasi berat dan sedang sekitar 2.940 Puskesmas dan pemeliharaan 32.955 unit Puskesmas.

Dalam rangka memperluas kesempatan belajar dan meningkatkan mutu pendidikan dasar

terutama untuk menunjang pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, di perdesaan, daerah

perbatasan, daerah terpencil, serta daerah transmigrasi, dalam RAPBN 1995/96 alokasi anggaran

pembangunan bagi program Inpres sekolah dasar (Inpres SD) direncanakan sebesar Rp 498,5

miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 0,6 miliar dari anggaran yang disediakan

dalam APBN 1994/95. Peningkatan yang tidak terlalu besar tersebut adalah karena dalam jumlah

tersebut tidak termasuk dana untuk rehabilitasi SD dari madrasah ibtidaiyah sebesar Rp 250

miliar, yang sejak tahun anggaran 1994/95 telah dialihkan pengelolaannya ke dalam program

Inpres Dati II. Dalam rangka menunjang upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia,

anggaran pembangunan tersebut akan diarahkan pemanfaatannya untuk pembangunan 425

gedung SD, penambanan sekitar 2.650 ruang kelas, penyediaan biaya operasional dari

pemeliharaan bagi 170.069 gedung SD, pembangunan 1.150 rumah kepala sekolah dari guru,

pengadaan 60 juta eksemplar buku, baik buku pelajaran maupun perpustakaan, pengadaan alat

transportasi untuk penilik termasuk penilik pendidikan agama, peningkatan kualitas guru, serta

pemberian bantuan untuk kegiatan olah raga dan Pramuka sebesar Rp 100.000 per sekolah.

Dalam pada itu guna meningkatkan desentralisasi dan pemberian otonomi yang lebih luas

kepada daerah, mendorong peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat di daerah, dan

meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam upaya penggalian sumber-sumber

pendapatan asli daerah, dalam RAPBN 1995/96 pembiayaan pembangunan daerah yang berasal

dari pembagian dana hasil pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) direncanakan sebesar

Departemen Keuangan RI 240

Page 241: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Rp 1.750,3 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp 268,2 miliar (18,1 persen) dari

anggaran yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Peningkatan tersebut di samping berkaitan

dengan adanya penyempurnaan sistem pembagian hasil pemungutan PBB yang mulai

dilaksanakan sejak tahun pertama Repelita VI, juga dipengaruhi oleh rencana penerimaan PBB

dalam tahun anggaran 1995/96, sehubungan dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor 12

Tahun 1994 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dari

Bangunan yangmulai diberlakukan sejak 1 lanuari 1995.

Selanjutnya sejalan dengan kebijaksanaan peningkatan efisiensi dari efektivitas anggaran

belanja pembangunan, alokasi anggaran bagi pembiayaan pembangunan lainnya diupayakan

semakin dipertajam prioritas pemanfaatannya untuk memberi peluang kepada program-program

pembangunan lain, baik sektoral maupun regional, yang dipandang cukup penting memperoleh

kesempatan pembiayaan bagi pencapaian sasaran pembangunan seperti yang direncanakan dalam

Repelita VI. Berkaitan dengan itu, dalam RAPBN 1995/96 alokasi anggaran bagi program

pembiayaan pembangunan lainnya direncanakan sebesar Rp 794,1 miliar, yang berarti

mengalami peningkatan sebesar Rp 175,8 miliar atau 28,4 persen dari anggaran yang disediakan

dalam APBN 1994/95. Anggaran tersebut direncanakan alokasinya masing-masing untuk subsidi

pupuk sebesar Rp 143,0 miliar, penyertaan modal pemerintah (PMP) sebesar Rp 50,0 miliar, dan

pembiayaan lainlain pembangunan (LLP) sebesar Rp 601,1 miliar.

Penyediaan anggaran bagi subsidi pupuk sebesar Rp 143,0 miliar dalam RAPBN 1995/96

tersebut berarti mengalami penurunan sebesar Rp 32,0 miliar atau 18,3 persen dari anggaran

subsidi pupuk yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Penurunan tersebut terutama karena

adanya penghapusan subsidi bagi pupuk jenis ZA dan TSP, sejalan dengan kenaikan harga kedua

jenis pupuk tersebut sejak bulan Oktober 1994 masing-masing untuk pupuk jenis ZA sebesar 13,5

persen, yaitu dari Rp 260 per kilogram menjadi Rp 295 per kilogram, dan untuk pupuk jenis TSP

sebesar 41,2 persen, yaitu dari Rp 340 per kilogram menjadi Rp 480 per kilogram. Selain

dimaksudkan untuk mengurangi beban anggaran negara, pembatasan subsidi tersebut juga

bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan pupuk oleh petani.

Sedangkan alokasi anggaran bagi pembiayaan penyertaan modal pemerintah (PMP)

sebesar Rp 50,0 miliar dalam RAPBN 1995/96, berarti sama dengan alokasi anggaran PMP yang

disediakan dalam APBN tahun sebelumnya. Alokasi anggaran tersebut akan diupayakan secara

Departemen Keuangan RI 241

Page 242: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

lebih selektif serta diarahkan terutama untuk pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi

yang berprioritas tinggi bagi pengembangan dan kelangsungan kegiatan-kegiatan usaha BUMN

di berbagai sector ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak atau perusahaan-

perusahaan strategis lainnya, seperti penyediaan perumahan rakyat (KPR-BTN) serta pembinaan

dan pengembangan industri strategis.

Sementara itu alokasi anggaran bagi program pembiayaan lain-lain pembangunan (LLP)

sebesar Rp 601,1 miliar dalam RAPBN 1995/96 berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 207,8

miliar atau sekitar 52,8 persen dari anggaran yang disediakan dalam APBN 1994/95. Anggaran

tersebut direncanakan pemanfaatannya antara lain untuk menunjang pembiayaan bagi berbagai

program pembangunan yang penting, sangat mendesak untuk segera memperoleh penanganan,

dan menyangkut kepentingan masyarakat umum, yang karena bersifat khusus dan atau lintas

sektoral tidak dapat tercakup dalam pembiayaan departemen atau pembiayaan bagi daerah.

Program-program pembangunan tersebut diantaranya adalah penyediaan air bersih, penyehatan

lingkungan permukiman, serta operasi dan pemeliharaan rumah sakit (OPRS). Di samping itu

anggaran tersebut juga akan dialokasikan untuk program pembinaan daerah pantai, program

pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup, program pengendalian pencemaran lingkungan

hidup, serta program pengelolaan tata ruang nasional dan pembangunan prasarana kota terpadu.

Selanjutnya anggaran tersebut juga akan dialokasikan untuk pengembangan usaha pertanian,

pengendalian hama terpadu, pengembangan industri strategis, pembinaan usaha kecil,

pengembangan usaha dan lembaga perdagangan, pengembangan perdagangan luar negeri (ekspor

nonmigas), serta pengembangan lembaga keuangan dan pembinaan kekayaan negara. Selain

daripada itu anggaran tersebut juga akan dimanfaatkan untuk penyempurnaan dan pengembangan

statistik, pembinaan dan pengembangan pers, serta peningkatan sarana kehidupan beragama.

Menyadari bahwa dana bagi pembiayaan pembangunan yang dapat dihimpun dari dalam

negeri belum seluruhnya mampu memenuhi rencana kebutuhan investasi di sektor negara tahun

kedua Repelita VI, maka untuk membiayai proyek-proyek produktif yang dapat memberikan

dampak sebesar-besarnya bagi upaya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan rakyat di berbagai sektor dan subsektor, dana pembiayaan pembangunan yang

berasal dari luar negeri dalam bentuk bantuan proyek tetap dimanfaatkan sebagai sumber

pelengkap bagi pernbiayaan pembangunan rupiah. Dalam RAPBN 1995/96, anggaran

pembangunan yang bersumber dan dana luar negeri dalam bentuk bantuan proyek tersebut

Departemen Keuangan RI 242

Page 243: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

direncanakan berjumlah sebesar Rp 11.759,0 miliar, atau mengalami peningkatan sekitar 17,4

persen dari anggaran bantuan proyek yang direncanakan dalam APBN 1994/95. Anggaran

tersebut direncanakan alokasinya terutama untuk penyediaan berbagai sarana dan prasarana

ekonomi serta peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sangat diperlukan bagi

pembangunan. Rincian pengeluaran pembangunan menurut jenis pembiayaannya dapat diikuti

dalam Tabel II.32. Sedangkan gambaran keseluruhan rancangan anggaran pendapatan dan

belanja negara (RAPBN) tahun anggaran 1995/96 dapat dilihat pada Tabel II.33.

APBN RAPBN % thd.1994/95 1995/96 APBN

-2 -3 -4I. 17.386,30 19.024,50 9,4

9.945,60 10.910,00 9,71. Departemen/Lembaga 9.356,30 10.284,80 9,92. Hankam 589,3 625,2 6,1

6.822,40 7.320,40 7,31. Inpres pembangunan desa tertinggal 389,3 413,7 21,72. Inpres pembangunan desa 423,3 426 0,63. Inpres pembangunan Dari II 1) 2.417,80 2.525,30 4,44. Inpres pembimgunan Dari I 2) 1.218,70 1.277,10 4,85. Inpres sekolah dasar 3) 497,9 498,5 0,16. Inpres kesehatan 393,3 369,5 4) -6,17. Pembangunan daerah dengan dana PBB 1.482,10 1.750,30 18,1

618,3 794,1 28,41. Subsidi pupuk 175 143 -18,32. Penyertaan modal pemerintah 50 50 03. Lain-lain pembangunan 393,3 601,1 52,8

10.012,00 11.759,00 17,427.398,30 30.783,50 12,4

2) Termasuk Inpres reboisasi don Inpres peningkatan jalan Dati I;3) Tidak termasuk bantuan rehabililasi SD dan Madrasah Ibtidaiyah (dialihkan ke Inpres Dati II);4) Tidak termasuk dana rehabilitasi dan pemeliharaan Puskesmas (dialihkan ke Inpres Dati II).

C. Pembiayaan Lain-Lain

II. BANTUAN PROYEKJumlah

-1PEMBIAYAAN RUPIAHA. Pembiayaan Departemen/Lembaga

B. Pembiayaan Bagi Daerah

1) Termasuk bantuan pembangunan/pemugaran perumahan perdesaan, bantuan pemugaran pasar

kecamatan, Inpres penghijauan, bantuan rehabilitasi SD dan Madrasah Ibtidaiyah, dan Inpres peningkatan jalan Dati II;

PENGELUARAN PEMBANGUNAN BERDASARKAN JENIS PEMBIAYAAN,APBN 1994/95 DAN RAPBN 1995/96

(dalam miliar rupiah)

Jenis Pembiayaan

Tabel II.32

Departemen Keuangan RI 243

Page 244: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Penerimaan Jumlah Pengeluaran JumlahA. Penerimaan Dalam Negeri 66.265,20 A. Pengeluaran Rutin 47.240,70

13.275,60 I. Belanja pegawai 15.347,301. Gaji/pensiun 12.416,30

1. Minyak bumi 9.812,20 2. Tunjangan beras 1.139,602. Gas alam 3. Uang makan/lauk pauk 835

4. Lain2 belanja peg. DN 511,25. Belanja pegawai LN 445,2

II. Penerimaan di luar migas 52.989,60 II. Belanja barang 4.745,301. Pajak penghasilan 19.238,60 1. Belanja barang DN 4.457,102. Pajak pertambahan nilai 16.655,20 2. Belanja barang LN 288,23. Bea masuk 3.543,10 III. Subsidi daerah otonom 8.409,404. C u k a i 3.299,20 1. Belanja pegawai 7.932,105. Pajak ekspor 44,4 2. Belanja nonpegawai 477,36. Pajak bumi dan bangunan 1.923,40 IV. Bunga dan cicilan hutang 18.214,907. Pajak lainnya 319,3 1. Hutang dalam Negeri 318,88. Penerimaan bukan pajak 6.491,10 2. Hutang luar Negeri 17.896,109. Laba bersih minyak 1.475,30 V. Pengeluaran rutin lainnya 523,8

1. Subsidi BBM -2. Lain – lain 523,8

B. Penerimaan Pembangunan 11.759,00 B. Pengeluaran Pembangunan 30.783,50I. Bantuan program - I. Pembiayaan rupiah 19.024,50II. Bantuan proyek 11.759,00 II. Bantuan proyek 11.759,00Jumlah 78.024,20 Jumlah 78.024,20

Tabel II.33RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, 1995/96

(dalam miliar rupiah)

I. Penerimaan minyak bumi dan gas alam (migas)

3.463,40

Departemen Keuangan RI 244

Page 245: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

BAB III

MONETER DAN PERKREDITAN

3.1. Pendahuluan

Setelah pemerintah berhasil mengendalikan permintaan domestik dalam beberapa tahun

terakhir di dalam rangka menjaga kestabilan harga, kegiatan perekonomian Indonesia dalam

tahun anggaran 1993/94 mulai meningkat kembali. Kegiatan investasi yang merupakan faktor

dinamis pendorong pertumbuhan ekonomi mulai bergairah kembali terutama setelah terjadinya

penurunan suku bunga kredit di dalam negeri, yaitu dari sekitar 22 persen pada awal 1993

menjadi sekitar 18 persen pada akhir 1993. Selanjutnya di bidang penanaman modal asing,

Indonesia mulai dihadapkan kepada saingan-saingan baru yang lebih agresif dalam menarik

modal dari luar negeri, seperti Cina dan Vietnam. Di sisi lain, bank-bank sebagai lembaga

penyedia dana pembiayaan menjadi lebih berhati-hati dalam pemberian kredit kepada dunia

usaha dalam rangka memenuhi ketentuan-ketentuan baru di bidang perbankan yang bertujuan

untuk mewujudkan manajemen perbankan yang lebih sehat. Sehubungan dengan hal itu, usaha

untuk memperbaiki iklim berusaha dan mendorong gairah investasi terus ditingkatkan, baik

melalui kebijaksanaan makro maupun melalui langkah-langkah deregulasi di sektor riil sehingga

laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dapat dipertahankan.

Perkembangan di sektor moneter juga diwarnai oleh meningkatnya pemasukan dana

jangka pendek dari luar negeri ke dalam negeri, sebagai akibat suku bunga yang masih relatif

tinggi di dalam negeri dan stabilnya nilai tukar rupiah. Sementara itu, pengendalian inflasi dalam

tahun anggaran 1994/95 terus ditingkatkan, sehubungan dengan kenaikan laju inflasi sebesar 5,53

persen dalam sembilan bulan pertama tahun anggaran 1994/95. Walaupun kenaikan laju inflasi

dalam periode tersebut tidak terlalu tinggi, masalah pengendalian laju inflasi tetap mendapat

perhatian dari pemerintah. Hal tersebut berkaitan dengan kecenderungan meningkatnya kegiatan

perekonomian serta meningkatnya lalu lintas modal dari luar negeri, yang dikhawatirkan akan

menimbulkan tekanan lebih lanjut kepada laju inflasi. Oleh karena itu kebijaksanaan ekonomi

makro yang berhati-hati masih tetap diperlukan agar ekspansi moneter tetap dapat diarahkan

untuk mendorong pemulihan kegiatan perekonomian, tanpa menimbulkan gangguan terhadap

keseimbangan ekonomi makro secara keseluruhan.

Departemen Keuangan RI 245

Page 246: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

3.2. Perkembangan harga dan upah

Menghadapi era globalisasi serta persaingan yang semakin ketat antara negara-negara di

dunia, ketahanan nasional merupakan hal yang penting, khususnya stabilitas di bidang ekonomi,

karena stabilitas ekonomi merupakan kondisi pokok bagi kelancaran dan keberhasilan usaha

pembangunan nasional. Stabilitas ekomomi seperti tercermin pada terpeliharanya stabilitas harga-

harga umum akan mampu mempertahankan dan meningkatkan daya saing barang-barang ekspor

Indonesia di pasaran internasional, sehingga dapat mendorong peningkatan ekspor nonmigas.

Dalam upaya mewujudkan stabilitas ekonomi tersebut, Pemerintah senantiasa berusaha untuk

mengendalikan harga-harga barang dan jasa kebutuhan pokok pada tingkat yang wajar dan

terjangkau oleh daya beli masyarakat upaya tersebut ditempuh melalui berbagai kebijaksanaan,

baik kebijaksanaan moneter dan fiskal yang berhati-hati, maupun kebijaksanaan di sektor riil

dalam rangka untuk terus menjamin tersedianya barang-barang kebutuhan pokok masyarakat

khususnya beras dan kelancaran distribusinya ke seluruh pelosok tanah air.

Upaya-upaya tersebut di atas telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan,

sebagaimana tercermin dari perkembangan laju inflasi dari tahun ke tahun, yang dapat

dikendalikan pada tingkat yang wajar. Dibandingkan dengan Repelita I, Repelita II, dan Repelita

III, tingkat inflasi rata-rata selama Repelita IV, Repelita V, maupun tahun pertama Repelita VI

adalah jauh lebih rendah. Demikian pula dengan perkembangan indeks harga perdagangan besar

maupun indeks harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi, persentase kenaikannya

dari tahun ke tahun cenderung menurun.

Dalam pada itu perkembangan harga beberapa barang ekspor primer, khususnya komoditi

hasil pertanian, selama periode April-Oktober 1994 memperlihatkan kecenderungan meningkat

dibandingkan dengan perkembangannya dalam beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini

terutama didukung oleh beberapa faktor, antara lain meningkatnya permintaan pasar sebagai

akibat membaiknya pertumbuhan ekonomi beberapa negara maju.

Di bidang pengupahan, sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan para

pekerja, Pemerintah mencanangkan program terpadu, yang antara lain meliputi pengaturan syarat

dan kondisi kerja, pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja, peningkatan penyelesaian

perselisihan perburuhan, dan peraturan yang berkaitan dengan upah minimum. Di samping itu

Departemen Keuangan RI 246

Page 247: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dalam rangka penyesuaian secara bertahap upah minimum regional (UMR) dengan tingkat

kebutuhan fisik minimum, Pemerintah secara serentak mulai bulan April 1995 akan

menyeragamkan waktu pelaksanaan ketentuan upah minimum regional dan penyesuaiannya

setiap tahun. Sebagai akibat dari kebijaksanaan tersebut, tingkat upah di beberapa sektor

mengalami peningkatan yang cukup berarti.

3.2.1. Indeks harga konsumen (IRK)

Indeks harga konsumen, yang merupakan dasar penghitungan laju inflasi di Indonesia,

dalam tahun anggaran 1994/95 (April-Desember 1994) telah mencapai 5,53 persen. Jika

dibandingkan dengan laju inflasi dalam periode yang sama tahun anggaran sebelumnya yaitu

sebesar 3,33 persen, angka inflasi kumulatif dalam sembilan bulan pertama tahun anggaran 1994/

95 tersebut lebih tinggi sebesar 2,20 persen. Tingginya laju inflasi selama sembilan bulan

pertama tahun anggaran 1994/95 tersebut lebih banyak disebabkan oleh kenaikan harga-harga

yang terjadi dalam bulan Juli, Agustus, dan Oktober 1994, dengan andil inflasi masing-masing

sebesar 1,31 persen, 0,89 persen, dan 0,89 persen sehingga secara bersama-sama ketiga bulan

tersebut memberikan andil inflasi sebesar 3,15 persen dari kumulatif inflasi dalam periode April-

Desember 1994. Dilihat dari kenaikan harga per kelompok barang, laju inflasi sebesar 5,53

persen yang terjadi dalam periode April-Desember 1994 tersebut sebagian besar disebabkan oleh

kenaikan indeks harga kelompok perumahan dan kelompok makanan, masing-masing sebesar

7,92 persen dan 5,24 persen, sedangkan kelompok sanuang dan kelompok aneka barang dan jasa

meningkat relatif kecil dibandingkan dengan kedua kelompok sebelumnya, masing-masing hanya

sebesar 2,76 persen dan 3,74 persen. Sementara itu, laju inflasi sepanjang tahun 1994 (Januari-

Desember 1994) mencapai 9,24 persen, atau 0,53 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan

laju inflasi dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 9,77 persen.

Andil inflasi yang cukup menonjol dalam tahun 1994 adalah inflasi yang terjadi dalam bulan

Januari dan Februari, masing-masing sebesar 1,25 persen dan 1,76 persen.

Faktor utarna penyebab tingginya tingkat inflasi dalam bulan Januari 1994 adalah naiknya

harga beberapa komoditi yang termasuk ke dalam kelompok makanan, seperti beras, daging

ayam, daging sapi, ikan segar, dan telur ayam. Di samping itu kenaikan indeks harga kelompok

sanuang juga memberikan andil yang cukup besar terhadap laju inflasi dalam bulan tersebut.

Departemen Keuangan RI 247

Page 248: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Sedangkan inflasi dalam bulan Februari sebesar 1,76 persen adalah sebagai akibat dari

meningkatnya permintaan masyarakat dalam kaitannya dengan bulan puasa dan Idul Fitri.

Kemudian penyebab inflasi dalam bulan Juli 1994 adalah pengaruh musim kemarau panjang

yang menimbulkan kekeringan di beberapa daerah penghasil beras. Kondisi tersebut telah

mendorong indeks harga subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasil-hasilnya meningkat

sebesar 6,05 persen. Di samping itu, terjadinya kenaikan harga semen, biaya kesehatan, dan biaya

pendidikan, juga telah memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap kenaikan inflasi dalam

bulan Juli 1994. Inflasi dalam bulan Agustus 1994 terutama disebabkan oleh peningkatan harga

kelompok makanan sebesar 1,46 persen dan aneka barang dan jasa sebesar 0,82 persen,

sedangkan inflasi dalam bulan Oktober 1994 terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga

kelompok perumahan sebesar 1,40 persen dan kelompok makanan sebesar 0,84 persen. Beberapa

jenis pengeluaran yang menunjukkan peningkatan harga cukup menonjol dalam kedua bulan

tersebut antara lain padi-padian, buah-buahan, bumbu-bumbuan lemak dan minyak, daging dan

hasil-hasilnya, ikan diawetkan, biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga, kesehatan,

serta rekreasi dan olah raga. Namun demikian, bila dilihat per kelompok barang dan jasa, laju

inflasi dalam bulan Januari, Februari, Juli dan Agustus 1994 masih danominasi oleh kenaikan

indeks harga kelompok makanan, masing-masing sebesar 2,58 persen, 4,51 persen, 1,57 persen

dan 1,46 persen, sedangkan dalam bulan Oktober 1994 persentase kenaikan indeks harga

kelompok makanan telah menurun menjadi 0,84 persen.

Dalam pada itu, perkembangan indeks harga konsumen di 27 ibukota propinsi dalam

periode April-Desember 1994, mengalami peningkatan dengan persentase kenaikan berkisar

antara 2,83 persen sampai dengan 8,61 persen. Kota yang mengalami inflasi tertinggi adalah

Bengkulu, sedangkan inflasi terendah terjadi di kota Palangkaraya. Perkembangan laju inflasi

secara nasional maupun terinci menurut ibukota propinsi, dapat dilihat dalam Tabel III.1, Tabel

III.2,

Departemen Keuangan RI 248

Page 249: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

barangdan jasa Tahun Tahun

anggaran takwim

1984/85 Desember 2,47 0,2 0,05 0,08 - 8,76Maret 0,21 0,21 0,08 0,28 3,64 -

1985/86 Desember 0,89 0,06 0,15 0,08 - 4,31Maret -1,19 0,02 0,09 0,01 5,66 -

1986/87 Desember 0,33 0,02 0,13 0,76 - 8,83Maret -2,04 0,64 0,66 1,4 8,83 -

1987/88 Desember 0,58 0,37 0,14 0,05 - 8,9Maret -0,04 0,17 0,22 0,09 8,29 -

1988/89 Desember 0,35 0,13 0,09 0,07 - 5,47Maret 0,35 0,11 0,19 0,12 6,55 -

1989/90 Desember -0,28 0,05 0,3 0,03 - 5,97Maret -1,03 0,08 0,19 0,02 5,48 -

1990/91 Desember 0,28 -0,21 0,18 0,04 - 9,53Maret -0,22 0,14 0,22 0,11 9,11 -

1991/92 Desember 0,25 0,04 0,4 0,15 - 9,52Maret 1,41 0,22 0,82 0,13 9,78 -

1992/93 Desember 1,24 0,23 1,7 0,07 - 4,94Maret 2,58 1,15 2,37 0,18 10,03 -

1993/94 Desember 0,91 0,49 0,28 0,23 - 9,77Maret 1,6 0,07 1,41 0,04 7,04 -

1994/95 April -0,71 0,9 0,29 0,6 - -Mei 1,05 0,42 0,06 0,11 - -Juni -0,03 0,33 0,22 0,03 - -Juli 1,57 1,42 0,42 1,23 - -Agustus 1,46 0,6 0,02 0,82 - -September 0,24 1,27 0,39 0,04 - -Oktober 0,84 1,4 0,47 0,44 - -November 0,88 0,22 0,55 0,11 - -Desember -0,06 1,36 0,34 0,36 - -Kumulatif 1) 5,24 7,92 2,76 3,74 -5,53 9,24

Tabel III.1PERUBAHAN INDEKS HARGA KONSUMEN, 1984/85 - 1994/95

( dalam persentase )Akhir periode/

kumulatifMakanan Perumahan Sandang

Umum

1) Sampai dengan bulan Desember

Departemen Keuangan RI 249

Page 250: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Banda BandarAceh Lampung

-1 -2 -3 -4 -5 -7 -8 -9 -101984/85 Kumulatif -- 2,65 0,92 -- -- 1,26 -- -- 4,171985/86 Kumulatif -- 7,02 3,94 -- -- 5,73 -- -- 4,241986/87 Kumulatif -- 9,8 7,51 -- -- 6,24 -- -- 8,61987/88 Kumulatif -- 7,12 6,66 -- -- 7,88 -- -- 8,081988/89 Kumulatif -- 12,5 7,12 -- -- 4,19 -- -- 5,991989/90 Kumulatif -- 5,74 2,75 -- -- 1,71 -- -- 4,971990/91 Kumulatif 10,5 5,9 7,15 8,21 9,84 4,76 7,26 10,291991/92 Kumulatif 6,7 9,52 9,26 9,03 9,1 8,98 8,09 10,751992/93 Kumulatif 7,05 11,27 9,24 7,72 9,08 8,63 8,8 11,51993/94 Kumulatif 7,72 4,43 6,52 9,12 7 5,8 5,14 7,291994/95 April -0,24 -0,48 -0,45 -0,06 0,13 1,71 0,03 0,81Mei 0,49 1,03 1,74 0,19 0,39 0,47 0,83 0,22Juni 1,33 0,21 0,02 -0,47 0,19 0,02 0,22 0,11Juli 0,93 1,36 2,25 1,82 1,18 1,22 3,22 1,51Agustus 0,45 0,83 0,25 1,29 0,99 2,12 0,89 1,01September 0,36 0,97 0,3 0,32 0,27 1,16 -0,23 0,78Oktober 0,15 1,2 0,28 2,18 1,57 1,23 0,23 0,71November 1,59 0,54 0,68 0,5 0,01 -0,72 0,41 0,26Desember 0,72 0,96 -0,6 -0,67 0,28 1,4 0,06 0,72Kumulatif 2) -5,78 -6,62 -4,47 -5,1 -5,01 -8,61 -6,2 -6,13

2) Sampai dengan bulan Desember

Akhir periode/kumulatif Medan Padang Pekanbaru

Tabel III.2PERUBAHAN INDEKS UMUM HARGA KONSUMEN DI 27 KOTA DI INDONESIA 1), 1984/85 - 1994/95

( dalam persentase )

Jambi Palembang Bengkulu Jakarta-6

5,248,65

9,36,85

-0,080,362,050,850,260,921,490,05

-1,38-4,52

1) Sampat dengan Maret 1990, mencakup 17 kota

Akhir periode/kumulatif Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar Mataram Kupang Dili Pontianak

-1 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -101984/85 Kumulatif 3,48 2,97 3,26 4,39 5,98 1,76 0,96 -- 2,91985/86 Kumulatif 6,81 5,11 5,95 5,13 11,35 8,24 8,55 -- 8,051986/87 Kumulatif 8,76 9,16 8,28 9,87 9,76 9,92 11,47 -- 8,941987/88 Kumulatif 9,47 9,89 9,48 7,54 11,88 10,16 5,62 -- 9,281988/89 Kumulatif 5,33 6,07 6,17 6,95 7,66 6,95 4,35 -- 6,811989/90 Kumulatif 5,45 4,65 4,99 6,21 7,67 10,4 8,61 -- 7,11990/91 Kumulatif 9,62 9,76 10,43 9,85 11,17 10,14 5,62 5,73 9,111991/92 Kumulatif 9,19 10,32 9,62 10,14 8,87 7,33 6,59 5,77 9,581992/93 Kumulatif 8,41 9,14 8,4 9,54 11,04 9,6 10,11 10,7 8,251993/94 Kumulatif 8,05 4,61 7,24 8,39 7,2 7,89 7,34 3,06 7,411994/95 April 0,33 -0,5 -0,72 -0,35 -1,55 -0,87 -0,06 -0,06 -1,48Mei 1,05 0,39 0,53 0,65 -0,57 0,67 0,29 1,14 0,87Juni -0,09 0,88 -0,31 0,3 -0,81 0,04 0,01 0,92 0,27Juli 1,39 1,55 1,46 0,77 0,99 2,39 1,42 1,24 1,38Agustus 1,03 0,25 1,29 0,55 0,55 1,08 0,62 1,02 0,35September 0,5 0,4 0,49 -0,05 0,35 -0,07 0,25 0,44 0,51Oktober 0,28 0,26 0,87 2,05 1,4 -0,03 0,08 0,7 0,81November -0,19 1,14 1,38 0,48 1,66 1,23 -0,2 0,05 2,97Desember 1,02 -0,15 0,24 0,24 -0,66 0,38 1,27 0,57 -0,82Kumulatif 1) -5,32 -4,22 -5,23 -4,64 -4,46 -4,82 -3,68 -6,02 -4,86

Bandung-2

1) Sampai dcngan bulan Dcscmbcr

Departemen Keuangan RI 250

Page 251: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Palangka UjungRaya Pandang

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -101984/85 Kumulatif -- 3,31 -- 1,5 -- 5,33 -- 0,05 2,311985/86 Kumulatif -- 4,72 -- 8,29 - 4,67 -- 2,87 2,021986/87 Kumulatif -- 8,38 -- 12,47 -- 6,47 -- 8,03 13,091987/88 Kumulatif -- 10,45 -- 7,12 -- 7,24 -- 17,25 6,671988/89 Kumulatif -- 4,22 -- 7,45 -- 4,6 -- 21,34 6,311989/90 Kumulatif -- 8,01 -- 3,73 -- 6,17 -- 25,37 5,991990/91 Kumulatif 9,81 9,26 7,97 7,85 6,99 6,04 9,69 6,55 5,691991/92 Kumulatif 9,79 8,28 11,6 8,25 6,89 7,71 12,25 5,24 6,791992/93 Kumulatif 7,21 9,46 6,46 6,54 8,66 8,79 9,83 8,53 7,991993/94 Kumulatif 8,99 4,42 6,45 10,55 5,84 5,94 8,09 6,11 9,341994/95 April 0,21 -0,36 0,58 -0,37 -0,48 0,45 1,55 0,45 -1,26Mei -0,44 0,82 0,44 1,61 -0,53 0,71 -0,01 1,33 1,24Juni -0,34 -0,42 0,55 -0,44 -0,22 -0,15 0,37 -0,26 0,23Juli 0,57 0,81 0,81 0,96 1 1,28 0,21 0,22 0,38Agustus 0,32 0,94 1,09 2,04 0,5 1,46 1,39 0,66 0,54September 0,15 -0,24 0,75 0,12 0,92 0,87 -0,42 0,07 1,43Oktober 1,51 0,75 -0,22 1,91 0,2 0,68 0,05 0,67 1,16November 0,9 -0,19 1,98 0,71 2,8 0,29 0,56 0,09 0,89Desember 0,37 0,9 0,11 0,1 1,3 0,56 2,69 0,76 1,63Kumulatif 1) -2,83 -3,01 -6,09 -6,64 -5,49 -6,15 -6,39 -3,99 -6,24

Akhir periode/kumulatif Banjarmasin Samarinda Manado Palu Kendari Ambon Jayapura

1) Sampai dengan bulan Desember

3.2.2. Harga beberapa barang konsumsi utama

Kemarau panjang yang terjadi dalam tahun 1994 telah menyebabkan terganggunya

produksi padi di beberapa daerah sentra penghasil padi, yang mengakibatkan harga beras di

beberapa kota mengalami kenaikan yang cukup menonjol. Harga komoditi ini mulai meningkat

sejak bulan Juni 1994, dengan kenaikan tertinggi terjadi dalam bulan Juli dan Agustus 1994,

sehingga dalam bulan-bulan tersebut kenaikan harga beras telah memberikan andil inflasi

masing-masing sebesar 0,41 persen dan 0,38 persen. Dari pemantauan yang dilakukan di delapan

ibukota propinsi, kenaikan harga beras selama periode April-Oktober 1994 terjadi di tujuh

ibukota propinsi, yaitu Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Ujung Panuang, dan

Denpasar, dengan persentase berkisar antara 9,67 persen sampai dengan 40,25 persen. Kenaikan

harga beras tertinggi terjadi di kota Denpasar, sedangkan di kota Banjarmasin terjadi penurunan

sebesar 3,85 persen. Sementara itu harga beberapa barang konsumsi utama lainnya, seperti

tepung terigu dan gula pasir, dalam periode yang sama juga mengalami peningkatan mengikuti

perkembangan harga beras.

3.2.3. Harga emas dan mata uang asing

Belum tuntasnya persetujuan dagang antara Amerika Serikat dengan Jepang serta masih

tingginya defisit dalam neraca perdagangan Amerika Serikat, menyebabkan nilai tukar dolar

Departemen Keuangan RI 251

Page 252: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Amerika Serikat mengalami fluktuasi terhadap beberapa mata uang kuat dunia lainnya. Keadaan

tersebut telah memberikan pengaruh kepada para investor untuk tetap menginvestasikan sebagian

modalnya ke pasar emas, yang mengakibatkan perkembangan harga emas di beberapa pasar

utama dunia, terutama di pasar London, juga mengalami fluktuasi. Setelah meningkat dalam

bulan Agustus dan September 1994, dalam bulan Oktober dan November 1994 harga emas di

pasar London kembali menurun dibandingkan dengan harga yang terjadi dalam bulan September

1994. Perkembangan harga emas yang fluktuatif tersebut juga berpengaruh terhadap harga emas

di dalam negeri. Di pasar Jakarta, harga emas 24 karat dalam bulan November 1994 mengalami

penurunan dibandingkan dengan tingkat harga dalam bulan sebelumnya, yaitu sebesar 1,27

persen. Namun jika dibandingkan dengan tingkat harga yang dicapai dalam bulan Maret 1994,

harga tersebut dalam bulan November 1994 masih mencalat kenaikan sebesar 0,76 persen.

Perkembangan harga emas di pasar Jakarta dan di pasar London dapat dilihat dalam Tabel III.3.

Dalam pada itu, perkembangan harga beberapa mata uang asing terhadap rupiah di pasar

Jakarta selama periode April-November 1994 mengalami peningkatan. Dolar Amerika dalam

periode tersebut meningkat sebesar 1,14 persen, sementara mata uang Eropa, seperti

poundsterling Inggris, franc Swiss, mark Jerman, dan guilder Belanda, masing-masing

mengalami apresiasi terhadap rupiah sebesar 8,99 persen, 12,46 persen, 11,99 persen, dan 12,44

persen. Mata uang Asia yang mengalami kenaikan harga tertinggi dalam periode tersebut adalah

yen Jepang dan dolar Singapura, masing-masing sebesar 8,72 persen dan 8,87 persen, sedangkan

dolar Hongkong hanya meningkat sebesar 0,71 persen. Perkembangan harga mata uang asing di

Jakarta dapat dilihat dalam Tabel III.4

Departemen Keuangan RI 252

Page 253: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Jakarta LondonRp/gram) ounce)

1984/85 11.557 339.221985/86 11.762 331.401986/87 17.080 382.351987/88 24.230 458.531988/89 23.392 417.441989/90 22.408 381.951990/91 22.912 373.451991/92 22.582 356.701992/93 22.345 343.35

22.545 348.5022.380 333.5022.135 337.85

1993/94 24.000 379.8524.170 355.2025.125 390.7025.605 386.35

1994/95 25.819 376.1525.500 387.5025.945 387.9526.038 383.1025.665 386.1525.990 394.2526.131 384.4525.800 382.95

SeptemberOktoberNovember

MaretAprilMeiJuni

MaretJuniSeptemberDesember

Periode

JuniSeptemberDesember

Tabel III.3HARGA RATA-RATA EMAS DI PASAR JAKARTA

DI PASAR LONDON, 1984/85 - 1994/95

JuliAgustus

Departemen Keuangan RI 253

Page 254: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

US $ ¥ £ HK $ Sin $ DM CHF NLG

-2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -91984/85 1.053,74 4,37 1.341.92 137,72 488,35 356,09 426,08 315,181985/86 1.124,33 5,21 1.572,31 147,8 519,5 422,03 504,43 372,251986/87 1.410,81 8,96 2.125,98 185,66 653,05 707,53 852,49 623,391987/88 1.653,98 12,04 2.828,42 215,83 800,69 946,41 1.148,21 839,211988/89 1.712,32 13,37 3.027,75 222,05 862,58 953,88 1.135,49 845,041989/90 1.792,93 12,56 2.899,01 232,03 928,72 976,62 1.112,75 865,371990/91 1.875,57 13,39 3.469,37 243,64 1.059,17 1.192,44 1.405,18 1.058,081991/92 1.978,87 14,87 3.443,08 256,85 1.163,95 1.181,45 1.352,33 1.054,821992/93 Juni 2.037,60 16,07 3.785,-- 265,6 1.255,-- 1.297,20 1.433,80 1.151,80

September 2.046,20 16,69 3.792,20 266,4 1.279,60 1.412,20 1.605,60 1.254,40Desember 2.064,60 16,66 3.197,80 269,-- 1.265,40 1.306,80 1.460,80 1.161,20Maret 2.079,75 17,77 3.052,-- 270,75 1.265,25 1.261,50 1.364,-- 1.121,75

1993/94 Juni 2.094,60 19,53 3.171,80 272,2 1.296,60 1.270,40 1.427,40 1.134,40September 2.112,50 20,06 3.232,50 274,8 1.321,20 1.299,30 1.487,60 1.157,--Desember 2.117,-- 19,29 3.169,-- 275,4 1.325,-- 1.238,-- 1.445,-- 1.104,--Maret 2.161,40 20,53 3.213,-- 283,-- 1.366,80 1.270,70 1.507,20 1.130,40

1994/95 April 2.170,-- 20,93 3.215,-- 283,-- 1.388,-- 1.310,75 1.504,50 1.136,--Mei 2.173,-- 20,67 3.266,-- 284,-- 1.403,-- 1.306,-- 1.532,-- 1.166,--Juni 2.169,-- 21,18 3.325,-- 285,-- 1.423,-- 1.334,-- 1.581,-- 1.190,--Juli 2.181,-- 22,11 3.388,-- 285,-- 1.441,-- 1.391,-- 1.647,-- 1.240,--Agustus 2.178,-- 21,8 3.377,-- 284,-- 1.448,-- 1.389,-- 1.650,-- 1.238,--September 2.186,-- 22,07 3.424,-- 285,-- 1.466,-- 1.405,-- 1.686,-- 1.253,--Oktober 2.186,-- 22,19 3.509,-- 286,-- 1.479,-- 1.435,-- 1.727,-- 1.282,--November 2.186,-- 22,32 3.502,-- 285,-- 1.488,-- 1.423,-- 1.695,-- 1.271,--

DARGA RATA-RATA BEBERAPA JENIS MATA UANG ASING DI JAKARTA, 1984/85 -1994/95( harga jual dalam rupiah per satuan )

Tabel III.4

Periode-1

3.2.4. Harga barang-barang ekspor nonmigas

Memasuki tahun pertama Repelita VI, perkembangan harga komoditi ekspor primer hasil

pertanian mulai membaik dibandingkan dengan perkembangannya dalam dua tahun sebelumnya.

Di samping karena menguatnya permintaan pasar sebagai akibat meningkatnya pertumbuhan

ekonomi dunia, hal tersebut juga disebabkan oleh terjadinya penurunan pasok di pasar sebagai

akibat adanya perbaikan pengaturan tata niaga tingkat dunia melalui perjanjian komoditi, adanya

rasionalisasi jumlah produksi oleh negara-negara pemasok, serta terjadinya bencana alam yang

mengganggu produksi.

Selama tahun anggaran 1994/95 (April-Oktober 1994) harga beberapa komoditi primer,

Departemen Keuangan RI 254

Page 255: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

khususnya komoditi hasil pertanian seperti kopi robusta, karet, kopra, dan minyak sawit

mengalami peningkatan di pasar dunia. Kopi robusta di pasar New York dalam periode tersebut

meningkat cukup tinggi, yaitu sebesar 180,69 persen, yaitu dari US$ ct 61,46/lb dalam bulan

Maret 1994 menjadi US$ ct 172,51/lb dalam bulan Oktober 1994. Kenaikan harga kopi tersebut

disebabkan oleh menurunnya pasok kopi dunia sebagai akibat penurunan produksi di beberapa

negara penghasil utarna kopi, seperti Brazil dan Meksiko. Di samping itu diberlakukannya skema

retensi kopi sejak Oktober 1993 juga mempunyai pengaruh dalam peningkatan harga kopi di

pasaran. Komoditi lain yang juga mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dalam periode

April-Oktober 1994 adalah minyak sawit. Komoditi ini mencatat kenaikan harga sekitar 60,05

persen di pasar London, yaitu dari £ 396,76/lt dalam bulan Maret 1994 menjadi £ 635/lt dalam

bulan Oktober 1994. Sementara itu, harga karet jenis RSS III di pasar New Yark, London, dan

Singapura, dalam 7 bulan terakhir memperlihatkan perkembangan yang meningkat. Dalam

periode April-Oktober 1994, komoditi tersebut mengalami kenaikan harga di masing-masing

pasar sebesar 52,14 persen, 33,38 persen, dan 39,85 persen. Sementara itu harga rata-rata

komoditi kopra di pasar London, walaupun menunjukkan kecenderungan fluktuatif dalam 2 bulan

terakhir ini, selama April-Oktober 1994 relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan harga

rata-rata tahun sebelumnya. Kecenderungan harga yang berfluktuasi juga terjadi pada komoditi

timah putih di pasar London. Setelah mencatat harga tertinggi dalam bulan Juni 1994, dalam

bulan-bulan berikutnya harga timah putih sedikit melemah. Baru dalam bulan September dan

Oktober 1994 komoditi ini kembali mengalami kenaikan harga rata-rata 2,96 persen per bulan.

Sejalan dengan perkembangan harga di pasar internasional, harga komoditi sejenis di

pasar dalam negeri juga memperlihatkan perkembangan yang meningkat. Kenaikan harga yang

cukup menonjol terjadi pada komoditi kopi robusta, yang dalam periode April-Oktober 1994

mencatat kenaikan harga sebesar 87,34 persen. Komediti lain yang juga mengalami kenaikan

harga cukup besar adalah karet jenis RSS I. Dalam periode yang sama harga komoditi ini telah

meningkat sebesar 59,93 persen, disusul kemudian oleh komoditi kopra, yang mencatat kenaikan

harga sebesar 14,64 persen. Sementara itu harga lada putih dalam lima bulan terakhir

memperlihatkan peningkatan, dengan persentase kenaikan rata-rata 3,25 persen per bulan.

Sedangkan dalam periode April-Oktober 1994 harga komoditi ini mengalami kenaikan sebesar

12,35 persen. Perkembangan harga beberapa barang ekspor primer di pasar internasional maupun

di pasar dalam negeri dapat dilihat dalam Tabel III.5, Tabel III.6,

Departemen Keuangan RI 255

Page 256: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Karet Kopra Lada KopiRSS I (Sulawesi) putih Robusta

-2 -3 -4 -51984/85 807,7 471,9 2.779,20 1.320,801985/86 762,8 308,9 4.710,80 2160,41986/87 1.115,20 364,7 6.673,20 2.619,501987/88 1.562,00 452 7.742,40 2.500,001988/89 1.784,30 570,8 5.673,30 2.100,001989/90 1.419,60 486,4 3.588,00 1.387,501990/91 1.445,00 339 2.580,00 13861991/92 1.406,00 753 2.307,00 1.474,001992/93 Juni 1.556,00 700 1.925,00 1.336,00

September 1.642,00 588 2.325,00 1.397,00Desember 1.752,00 578 2.400,00 1.488,00Maret 1.669,50 562 3.250,00 1.738,00

1993/94 Juni 1.518,50 505 3378 1.769,00September 1.655,00 473 3.900,00 2.206,00Desember 1.694,00 583 4.006,00 2.515,00Maret 1.822,00 560 5.400,00 2.741,00

1994/95 April 1.910,00 568 5.200,00 2.949,00Mei 1.953,00 595 5.175,00 4.293,00Juni 2.078,00 600 5.300,00 5.184,00Juli 2.461,00 599 5.400,00 4.982,00Agustus 2.784,00 600 5.750,00 5.060,00September 2.799,00 638 5.800,00 5.135,00Oktober 2.914,00 642 6.067,00 5.135,00

HARGA RATA-RATA BEBERAPA BARANG EKSPOR DI PASAR JAKARTA1984/85 - 1994/95

( dalam ribu rupiah per ton)

Periode

Tabel III.5

-1

Departemen Keuangan RI 256

Page 257: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Kopi robusta Lada putih Lada hitam Timah putih Minyak sawit PlywoodUS $ ct/lb Brp/kg Str $ ct/kg US $/lt US $/lt US$ct/lb US $/kg US $/kg Br £/mt Br £/lt Y/Sheet

(New York) (London) (Singapura) (Manila) (London) eks Palem- (New York) (New York) (London) Eks Malaysia (Tokyo)bang (London)

(New York)

-2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -121984/85 44,46 70,21 174,99 502,86 658,76 123,94 253,37 104,98 9.525,78 641,-- --1985/86 40,8 59,31 158,01 296,61 330,23 123,41 -- 182,-- 7.487,86 445,07 1.032,--1986/87 42,92 58,16 172,49 220,64 203,3 120,53 277,50 2) 240,75 2) 7.395,-- 269,5 1.096,391987/88 50,12 63,43 206,68 341,41 322,49 92,25 264,42 250,12 4.031,73 361,14 1.300,551988/89 54,09 68,74 227,58 396,27 378,85 95,32 311,96 250,45 4.220,55 428,9 912,221989/90 46,82 58,17 165,62 321,96 168,-- 1) 61,66 524,27 455,84 7.658,56 320,38 1.037,501990/91 46,-- 49,9 144,5 222,3 158,33 45,94 1,68 1,82 5.880,63 303,32 1.224,381991/92 43,06 52,02 134,99 -- 142,24 41,48 1,5 1,21 5,618,44 404,9 1.065,--1992/93 43,48 62,44 134,42 -- 140,1 37,79 1,59 1,3 5.653,63 414,69 1.160,--1993/94 Juni 41,6 57,19 127,75 278,-- 126,19 38,02 1.59 1,3 5.076,06 535,13 1.445,--

September 40,77 56,63 129,12 288,75 114,11 56,83 -- -- 4,269,21 351,58 1.260,--Desember 44,49 57,63 127,69 410,-- 142,73 55,03 -- -- 4.763,07 402,47 1.250,--Maret 45,28 67,71 145,86 354,-- -- 61,46 -- -- 5.423,75 396,76 1.210,--

1994/95 April 48,-- 68,79 146,85 357,-- -- 62,54 -- -- 5.401,25 421,88 1.225,--Mei 48,58 70,52 152,68 381,75 118,-- 95,84 -- -- 5.480,-- 486,25 1.225,--Juni 52,36 75,75 157,1 405,-- 130,33 129,89 -- -- 5.561,67 525,-- 1.165,--Juli 61,94 87,18 198,81 399,75 130,33 168,83 -- -- 5.378,75 596,25 1.165,--Agustus 66,43 87,8 200,71 397,75 125,7 163,34 -- -- 5.167,50 545,-- 1.165,--September 66,33 87,77 193,55 409,-- 129,41 196,78 -- -- 5.314,23 630,-- 1.165,--Oktober 68,89 90,31 203,99 406,-- 130,85 172,51 -- -- 5.477,65 635,-- --

1) Sejak bulan Desember 1989 dengan jenis "copra expeller pellets"2) 1986/87 sampai dengan 1989/90 dalam US$ ct/lb

Tabel III.6HARGA RATA-RATA BEBERAPA BARANG EKSPOR UTAMA DI PASAR INTERNASIONAL, 1984/85 - 1994/95

Periode

RSS III Kopra

-1

3.2.5. Indeks umum harga perdagangan besar

Kenaikan indeks umum harga perdagangan besar Indonesia dalam 4 tahun terakhir

cenderung menurun. Setelah sedikit mcningkat dalam tahun 1992, persentase kenaikan indeks

umum harga perdagangan besar dalam tahun 1993 menurun menjadi 3,55 persen, dan dalam

tahun 1994 (sampai dengan bulan September 1994) meningkat sebesar 3,92 persen. Andil

terbesar dalam kenaikan indeks umum harga perdagangan besar dalam tahun 1994 adalah

kenaikan indeks pada sektor pertanian sebesar 15,54 persen serta sektor pertambangan dan

penggalian sebesar 7,34 persen. Sementara itu sektor ekspor mengalami penurunan indeks

sebesar 1,27 persen. Perkembangan indeks umum harga perdagangan besar Indonesia dapat

dilihat dalam Tabel III.7.

3.2.6. Indeks umum harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi

Seperti halnya indeks umum harga perdagangan besar (IHPB), indeks umum harga

perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi dalam tahun 1994 (sampai dengan bulan

September 1994) mengalami peningkatan sebesar 4,23 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan

Departemen Keuangan RI 257

Page 258: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dengan peningkatannya dalam periode yang sama tahun sebelumnya. Kelima jenis bahan

bangunan/konstruksi yang tercakup dalam perhitungan indeks harga perdagangan besar bahan

bangunan/konstruksi, yaitu bangunan tempat tinggal dan bangunan bukan tempat tinggal,

pekerjaan umum untuk pertanian, pekerjaan umum untuk jalan, jembatan dan pelabuhan,

bangunan dan instatasi listrik, serta bangunan lainnya mengalami peningkatan indeks harga

antara 2,80 persen sampai dengan 4,04 persen. Perkembangan indeks harga perdagangan besar

bahan bangunan/konstruksi dapat dilihat dalam Tabel III.8.

Pertambangan Indeksdan Penggalian umum

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -71984 113 109 108 113 112 111 + 11,461985 118 117 115 119 113 116 + 4,51986 128 125 124 129 85 116 + 01987 145 132 143 158 118 142 + 22,411988 163 143 156 164 118 149 + 4,931989 177 156 166 178 131 162 + 8,721990 191 169 176 191 159 178 + 9,881991 206 188 194 201 153 187 + 5,061992 225 201 206 208 159 197 + 5,351993 251 218 218 212 157 204 + 3,551994 1) 290 234 228 214 155 212 + 3,921) Sampai dengan bulan September

-8

Tabel III.7INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, 1984 - 1994

( 1983 = 100)

Tahun Pertanian Industri Impor Ekspor

Perubahanindeks umum

(%)

Indeksumum

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -71984 113 109 108 113 112 III +1985 118 117 115 119 113 116 +1986 128 125 124 129 85 116 +1987 145 132 143 158 118 142 +1988 163 143 156 164 118 149 +1989 177 156 166 178 131 162 +1990 191 169 176 191 159 178 +1991 206 188 194 201 153 187 +1992 225 201 206 208 159 197 +1993 251 218 218 212 157 204 +1994 1) 290 234 228 214 155 212 +1) Sampai dengan bulan September

5,065,353,553,92

22,414,938,729,88

-811,46

4,50

(%)Tahun

Bangunan tem-pat tinggal dan

bangunan bukan tempat tinggal

Pekerjaan umum untuk pertanian

Pekerjaan umum untuk jalan,

jembatan dan pelabuhan

Bangunan dan instalasi listrik, jembatan dan gas, air minum, dan

komunikasi Bangunan

lainnya

Tabel III.8INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BAHAN BANGUNAN/KONSTRUKSI MENURUT JENIS BANGUNAN, 1984 - 1994

(1983 = 100)

Perubahanindeks umum

Departemen Keuangan RI 258

Page 259: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

3.3. Gaji dan upah di berbagai sektor

Sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja,

perkembangan gaji dan upah maksimum dan minimum di beberapa sektor dalam tahun 1994

(sampai dengan bulan Juni 1994) mengalami kenaikan dibandingkan dengan tingkat gaji dan

upah dalam tahun 1993. Dari pengamatan secara sektoral, gaji dan upah maksimum di sektor

perhubungan dan sektor perdagangan mengalami kenaikan tertinggi dibandingkan dengan sektor

lainnya, masing-masing sebesar 47,08 persen dan 20,72 persen. Sementara itu kenaikan gaji dan

upah minimum terjadi di sektor perkebunan, sektor listrik, sektor perdagangan, dan sektor

perhubungan dengan persentase kenaikan berkisar antara 3,36 persen sampai dengan 102,53

persen. Sektor yang mencatat kenaikan upah minimum tertinggi adalah sektor perhubungan

sedangkan kenaikan terendah terjadi di sektor perdagangan. Perkembangan gaji dan upah

maksimum dan minimum di berbagai sektor dapat dilihat dalam Tabel III.9.

Sektor 1986 1987 1988 1989 1996 1991 1992 1993 1994 1)

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10(Rata-rata upah minimum)1. Perkebunan 43.816 46.362 50.266 67.538 100.590 134.740 149.699 169.812 240.4392. Pertambangan 102.999 145.973 146.081 185.187 218.241 321.750 368.870 413.807 413.8073. Industri 92.072 98.627 115.701 130.263 171.957 186.069 187.800 195.527 195.5274. Bangunan 18.837 96.356 96.236 119.892 221.240 176.338 254.366 289.882 289.8825. Listrik 80.608 80.608 80.608 94.998 105.751 130.990 150.182 155.240 172.8656. Perdagangan 136.121 159.142 209.313 212.896 227.611 250.343 305.080 315.535 326.1467. Perhubungan 110.756 115.509 115.509 117.678 133.671 168.800 223.145 230.460 466.7578. Jasa-jasa 71.597 71.597 102.146 112.000 157.585 223.252 234.683 234.683 234.6839. Lain-lain/pegawai negeri 55.500 55.500 55.500 55.500 69.200 69.200 69.200 79.700 79.700(Rata-rata upah maksimum)1. Perkebunan 489.919 513.054 590.384 758.043 1.050.965 1.563.064 1.814.862 1.835.324 1.835.3242. Pcrtambangan 988.727 1.084.653 1.593.079 1.979.561 2.269.215 3.869.560 3.950.119 4.495.389 4.495.3893. Industri 1.181.116 1.359.182 1.856.189 1.856.189 1.997.947 2.244.380 2.704.974 2.920.324 2.920.3244. Bangunan 703.621 1.144.860 1.188.131 1.188.131 1.879.124 2.147.802 2.263.366 2.656.364 2.656.3645. Listrik 551.809 551.809 551.809 683.794 821.069 1.054.296 1.308.292 2.643.471 2.744.4156. Pcrdagangan 999.892 1.193.838 1.193.838 1.442.426 1.967.498 2.509.900 3.313.904 3.732.806 4.506.1837. Pcrhubungan 732.898 923.062 923.062 1.047.077 1.172.333 2.179.183 2.804.609 2.930.816 4.310.6038. Jasa-jasa 576.436 576.436 680.100 1.121.810 1.775.659 2.188.040 2.270.505 2.509.258 2.509.2589. Lain-lain/pegawai negeri 368.880 368.880 369.800 369.880 461.900 461.900 461.900 559.700 559.7001) Sampai dengan bulan Juni

Tabel III.9UPAH MINIMUM DAN MAKSIMUM DI BERBAGAI SEKTOR, 1986 - 1994

( rupiah per bulan )

3.4. Perkembangan uang beredar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

Memasuki tahun anggaran 1994/95, situasi moneter menunjukkan perkembangan yang

cukup stabil. Hal ini tercapai sebagai hasil pelaksanaan kebijaksanaan moneter dan fiskal yang

berhati-hati dalam beberapa tahun terakhir. Pengendalian moneter yang lebih berhati-hati dimulai

Departemen Keuangan RI 259

Page 260: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sejak tahun 1990/91 sehingga dapat lebih terkendalinya pertumbuhan uang beredar (M1) maupun

likuiditas perekonomian (M2). Uang beredar dan likuiditas perekonomian dalam tahun anggaran

1990/91 meningkat masing-masing sebesar 6,4 persen dan 26 persen, lebih rendah jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana uang beredar meningkat sebesar 47,6 persen

dan likuiditas perekonomian meningkat sebesar 45,7 persen. Dalam tahun 1991/92 pertumbuhan

uang beredar dan likuiditas perekonomian kembali mengalami peningkatan masing-masing

sebesar 15,9 persen dan 24,2 persen. Selanjutnya dalam tahun 1992/93, laju pertumbuhan uang

beredar meningkat sebesar 12 persen dan likuiditas perekonomian meningkat sebesar 22,2 persen.

Dalam tahun anggaran 1993/94 aktivitas ekonomi kembali meningkat dan bersamaan dengan itu

laju pertumbuhan uang beredar meningkat pula menjadi sebesar 25,7 persen dan likuiditas

perekonomian meningkat dengan 21,2 persen.

Sampai dengan akhir Oktober tahun anggaran 1994/95 likuiditas perekonomian mencapai

sebesar Rp 165.275 miliar, yang meliputi uang beredar (Ml) sebesar Rp 43.985 miliar (27 persen)

dan uang kuasi sebesar Rp 121.290 miliar (73 persen). Hal ini menunjukkan bahwa dalam tahun

anggaran 1994/95 sampai dengan akhir Oktober 1994 likuiditas perekonomian mengalami

peningkatan sebesar Rp 15.964 miliar (10,7 persen), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan

kenaikan dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang meningkat sebesar Rp 15.522 miliar

(12,6 persen).

Uang beredar sampai dengan akhir Oktober 1994 mencapai sebesar Rp 43.985 miliar,

yang meliputi uang kartal sebesar Rp 17.419 miliar (40 persen) dan uang giral sebesar Rp 26.566

miliar (60 persen). Bila dibandingkan dengan jumlah uang beredar pada akhir Maret 1994 sebesar

Rp 38.452 miliar, maka dalam periode April-Oktober 1994 kenaikan jumlah uang beredar

mencapai sejumlah Rp 5.533 miliar (14,4 persen). Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan

uang giral sebesar 16,5 persen dan uang kartal sebesar 11,3 persen. Dalam periode yang sama

tahun sebelumnya uang beredar menunjukkan kenaikan sedikit lebih tinggi, yaitu sebesar Rp

5.022 miliar (16,4 persen). Dalam tahun anggaran 1994/95 sampai dengan bulan Oktober,

kenaikan jumlah uang beredar terutama berasal dari pengaruh ekspansi moneter khususnya dari

tagihan pada perusahaan dan perorangan sebesar Rp 24.651 miliar, sedangkan pengaruh kontraksi

datang dari sektor aktiva luar negeri bersih sebesar Rp 2.079 miliar, sektor pemerintah sebesar Rp

1.882 miliar, sektor simpanan berjangka dan tabungan sebesar Rp 10.431 miliar, dan sektor

lainnya sebesar Rp 4.726 miliar. Kenaikan jumlah uang beredar dari sektor tagihan kepada

Departemen Keuangan RI 260

Page 261: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

perusahaan swasta berkaitan dengan peningkatan kredit yang disalurkan oleh sektor perbankan

kepada perusahaan-perusahaan swasta. Perkembangan jumlah uang beredar, likuiditas

perekonomian, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat dalam Tabel III.10, Tabel

III.11, Tabel III.12

Perubahantahunan

-2 -3 -4 -5 -6 -71984/85 Maret 3.785 42,1 5.203 57,9 8.988 11,61985/86 Maret 5.044 48,2 5.431 51,8 10.475 16,51986/87 Maret 5.673 49,3 5.827 50,7 11.500 9,81987/88 Maret 5.873 46,5 6.753 53,5 12.626 9,81988/89 Maret 6.559 43,7 8.450 56,3 15.009 18,91989/90 Maret 7.780 35,1 14.375 64,9 22.155 47,61990/91 Maret 9.026 38,3 14.544 61,7 23.570 6,41991/92 Maret 11.025 40,4 16.293 59,6 27.318 15,91992/93 Juni 9.944 37 16.900 63 26.844 -

September 10.440 37,8 17.186 62,2 27.626 -Desember 11.478 39,9 17.301 60,1 28.779 -Maret 12.325 40,3 18.268 59,7 30.593 12

1993/94 Juni 12.386 39,2 19.177 60,8 31.563 -September 13.106 37,4 21.935 62,6 35.041 -Desember 14.431 39 22.605 61 37.036 -Maret 15.652 40,7 22.800 59,3 38.452 25,7

1994/95 April 15.195 9,4 23.352 60,6 38.547 -Mei 15.252 39,2 23.681 60,8 38.933 -Juni 15.825 39,5 24.281 60,5 40.106 -Juli 16.435 40,8 23.830 59,2 40.265 -Agustus 16.833 40,5 24.762 59,5 41.595 -September 17.555 41,4 24.853 58,6 42.408 -Oktober 1) 17.419 39,6 26.566 60,4 43.985 -Okt.) - - - - -

Tabel III.10JUMLAH UANG BEREDAR, 1984/85 - 1994/95

(dalam miliar rupiah)Pada akhirtahun/bulan

Uang kartal Uang giral Jumlah uang beredar

Posisi % Posisi % Posisi-1

1) Angka sementara-14,4

Departemen Keuangan RI 261

Page 262: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Perubahan% tahunan

-2 -3 -4 -5 -6 -71984/85 Maret 8.988 46,2 10.459 53,8 19.447 23,41985/86 Maret 10.475 43,3 13.693 56,7 24.168 24,31986/87 Maret 11.500 40,4 16.991 59,6 28.491 17,91987/88 Maret 12.626 35,4 23.034 64,6 35.660 25,21988/89 Maret 15.009 34 29.158 66 44.167 23,91989/90 Maret 22.155 34,4 42.212 65,6 64.367 45,71990/91 Maret 23.570 29,1 57.554 70,9 81.124 261991/92 Maret 27.318 27,1 73.478 72,9 100.796 24,21992/93 Juni 26.844 25,1 80.077 74,9 106.921 -

September 27.626 24,3 85.861 75,7 113.487 -Desember 28.779 24,2 90.274 75,8 119.053 -Maret 30.593 24,8 92.569 75,2 123.162 22,2

1993/94 Juni 31.563 25,2 93.467 74,8 125.030 -September 35.041 25,6 101.674 74,4 136.715 -Desember 37.036 25,4 108.563 74,6 145.599 -Maret 38.452 25,8 110.859 74,2 149.311 21,2

1994/95 April 38.547 25,7 111.538 74,3 150.085 -Mei 38.933 25,8 111.927 74,2 150.860 -Juni 40.106 26,2 112.705 73,8 152.811 -Juli 40.265 26 114.588 74 154.853 -Agustus 41.595 26,2 117.206 73,8 158.801 -September 42.048 26,1 120.366 73,9 162.774 -Oktober 4) 43.985 26,6 121.290 73,4 165.275 -(Apr. - Okt.) - - - - - -10,7

Tabel III.11LIKUIDITAS PEREKONOMIAN, 1984/85 - 1994/95

( dalam miliar rupiah )Pada akhir

Tahun/bulanUang beredar 1) Uang kuasi 2) Likuiditas perekonomian 3)

Posisi % Posisi % Posisi-1

1) Uang beredar dalam arti sempit terdiri atas uang kartal dan uang giral, biasa dinyatakan dengan simbol M1.2) Terdiri atas deposito berjangka dan tabungan serta rekening valuta asing milik swasta domestik.

4) Angka sementara

3) Merupakan uang beredar dalam arti luas, yang biasa dinyatakan dengan simbol M2, terdiri atas uang beredar dalam arti sempit dan uang kuasi.

1992/93-2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -12

-2.177-62 -2.407 -62 -1.568

3.465 3.835 5.568 8.200 11.932 29.665 29.745 21.159 13.261 35.489 24.6511. Tagihan kepada lembaga/perusahaan pemerintah 138 178 641 533 1.215 1.108 -1.504 1.512 53 613 1.1732. Tagihan kepada perusahaan swasta dan perorangan 3.327 3.657 4.927 7.667 10.717 28.557 31.249 19.647 13.208 34.876 23.478

-2.755 -3.234 -3.298 -6.043 -6.124 -13.053 -15.342 -15.924 -19.091 -18.290 -10.431-8.668 -548 -5.595 -4.726

Jumlah uang beredar 933 1.487 1.025 1.126 2.383 7.146 1.415 3.748 3.275 7.859 5.533-629 -200 -686

-228 -396 -926 -169 -1.975 -3.766-1.300 -3.327 -1.767

(Uang giral) -702 -1.697 -5.925 -1.749 -4.532

-10.446 -2.542

(Uang kartal) -231 -1.259 -1.221 -1.246 -1.999

-1.327 -2.115 -5.210 -3.126IV. Uang kuasi 1)

V. Lainnya 292

1.824 -102 -4.819 -1.882II. Pemerintah -2.878 1.199 -1.5022.277 3.462 9.715 -2.0792.372 2.355 -197 -736

-1I. Aktiva luar negeri bersih 2.809 1.014

1990/91 1991/92 1993/94 1994/95 2)

Tabel III.12FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR, 1984/85 - 1994/95

(dalam miliar rupiah)

Sektor 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1988/89 1989190

Departemen Keuangan RI 262

Page 263: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

3.5. Perkiraan jumlah uang beredar (M1), likuiditas perekonomian (M2) dan kredit

perbankan pada akhir tahun anggaran 1995/96.

Untuk mendorong kegiatan perekonomian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan,

Pemerintah masih akan melanjutkan kebijaksanaan moneter dan fiskal yang berhati-hati, untuk

tetap menjaga kestabilan harga, nilai tukar rupiah, serta keseimbangan neraca pembayaran.

Kebijaksanaan tersebut perlu didukung oleh piranti-piranti moneter, terutama dalam mengatur

jumlah uang beredar (M1), likuiditas perekonomian (M2), suku bunga, dan kredit perbankan.

Dengan melihat hasil dari berbagai paket kebijaksanaan moneter yang telah diambil Pemerintah,

serta memperhatikan pula perkiraan laju inflasi dalam tahun anggaran 1995/96, perkembangan

neraca pembayaran, dan pelaksanaan APBN dalam tahun anggaran 1994/95, maka jumlah uang

beredar (M1), likuiditas perekonomian (M2), dan kredit perbankan dalam tahun anggaran

1995/96 diperkirakan akan meningkat masing-masing sebesar Rp 8.862 miliar (19 persen), Rp

36.079 miliar (20 persen), dan Rp 35.792 miliar (19 persen). Dengan demikian pada akhir Maret

1996 jumlah uang beredar (M1) diperkirakan mencapai Rp 55.504 miliar, likuiditas

perekonomian (M2) mencapai Rp 216.473 miliar, dan kredit perbankan mencapai sebesar Rp

224.170 miliar.

3.6. Pasar Uang dan suku bunga

Sejalan dengan perkembangan dunia usaha, Pemerintah terus mengupayakan

pengembangan pasar uang, salah satu dari padanya adalah melalui penyempurnaan sistem

pelelangan SBI dan kelembagaan di pasar uang dalam rangka mengembangkan aktivitas pasar

uang dalam pemberian jasa atas transaksi rupiah dan valuta asing di masa mendatang.

Pada sistem pelelangan SRI, sejak Juni 1993 Bank Indonesia telah mengubah sistem

pelelangan SBI dalam operasi pasar terbuka dari yang semula menganut sistem cut of rate (COR)

menjadi sistem stop out rate (SOR). Melalui sistem SOR tersebut otoritas moneter menetapkan

besarnya sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang ditawarkan pada setiap lelang, sedangkan

tingginya suku bunga SBI ditentukan oleh mekanisme transaksi di pasar uang. Melalui sistem

tersebut, otoritas moneter diharapkan lebih mampu mengendalikan dana cadangan (reserves)

bank-bank untuk memonitor bank-bank dalam penyaluran kredit dan penetapan suku bunga.

Selanjutnya, di bidang kelembagaan telah danirikan PT Pemeringkat Efek Indonesia

Departemen Keuangan RI 263

Page 264: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

(Pefindo) sebagai lembaga rating yang independen. Lembaga tersebut memiliki wewenang untuk

memberikan peringkat bagi sertifikat/surat hutang yang diperdagangkan di pasar modal. Dengan

diberikannya peringkat kepada sertifikat/surat hutang yang diterbitkan, kualitas sertifikat/surat

hutang tersebut akan dapat diketahui sehingga pilihan yang tersedia di pasar sekunder akan

menjadi lebih beragam, tidak terbatas pada SBI saja. Di samping itu, lembaga rating tersebut

merupakan sarana yang efektif bagi otoritas moneter dalam memantau perdagangan SBPU di

antara bank-bank. Dengan lebih beragam dan meningkatnya kualitas sertifikat/surat hutang akan

lebih memperkokoh struktur keuangan.

Selanjutnya dalam upaya mendorong perkembangan pasar valuta asing antar bank serta

mengurangi ketergantungan kebutuhan devisa perbankan pada Bank Indonesia, dalam tahun 1993

Bank Indonesia melakukan penyempurnaan penentuan nilai tukar rupiah dengan melebarkan

perbedaan kurs beli dan kurs jual rupiah terhadap dolar untuk transaksi spot dengan Bank

Indonesia, dari sekitar 0,5 persen menjadi sekitar 1 persen. Selain itu, spread kurs beli dan kurs

jual uang kertas asing (UKA) rupiah terhadap dolar diperlebar, dari Rp 2,00 menjadi Rp 3,00

masing-masing di atas kurs jual dan di bawah kurs beli devisa Bank Indonesia. Sementara itu,

penyempurnaan mekanisme transaksi valuta asing dilakukan dengan memperpendek waktu

transaksi bank-bank dengan Bank Indonesia.

3.6.1. Pinjaman antar bank

Nilai transaksi di pasar Uang antar bank di Jakarta selama tahun 1994 mengalami

peningkatan yang cukup berarti. Dalam periode Januari-November 1994, nilai transaksi di pasar

uang antar bank di Jakarta mencapai Rp 100.949 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan nilai transaksi dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp

80.774 miliar, akan terjadi kenaikan sebesar Rp 20.175 miliar (24,98 persen). Peningkatan

volume transaksi dana antar bank tersebut antara lain berkaitan dengan berkurangnya likuiditas

bank-bank sehubungan dengan terjadinya arus balik dana jangka pendek ke luar negeri. Dalam

pada itu, suku bunga rata-rata tertimbang pinjaman antar bank dalam periode yang sama telah

menunjukkan kenaikan dari 7,01 persen menjadi 11,48 persen. Perkembangan nilai transaksi dan

tingkat bunga di pasar uang antar bank dapat dilihat dalam Tabel III.13.

Departemen Keuangan RI 264

Page 265: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Nilai transaksi Suku (miliar rupiah ) rata-rata

( persen (I) -2 -3

1984 8.055 9,951985 8.055 9,951986 8.022 13,791987 9.323 14,51988 12.491 14,931989 22.906 12,41990 38.905 14,931991 48.420 15,321992 57.806 12,321993 90.105 8,721994 Januari - Maret 25.615 7,39

April- Juni 27.535 9,31Juli - September 27.579 10,75Oktober 10.300 11,5November 9.920 11,48

ANTARBANK DI JAKARTA, 1984 -1994NILAI TRANSAKSI DAN TINGKAT BUNGA PASAR UANG

Tabel 111.13

Mas a

3.6.2. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Dalam periode Januari-November 1994 penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

mencapai jumlah sebesar Rp 80.098 miliar, atau menurun sebesar 37,02 persen bila dibandingkan

dengan periode yang sama tahun 1993 yang mencapai Rp 127.184 miliar. Rendahnya penerbitan

SBI dalam tahun 1994 dibandingkan tahun sebelumnya, disebabkan tingginya penerbitan SBI

dalam triwulan ke III dan ke IV tahun 1993, sebagai upaya untuk mengurangi tekanan inflatoir

dari arus masuk dana luar negeri. Dengan memperhitungkan pelunasan SBI yang telah jatuh

tempo, maka posisi SBI pada akhir November 1994 berjumlah sebesar Rp 14.251 miliar, akan

menurun sebesar 36,23 persen dibandingkan dengan posisinya pada akhir November 1993

sebesar Rp 22.349 miliar.

3.6.3. Surat berharga pasar uang (SBPU)

Sebagai salah satu piranti moneter, Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) berfungsi menjaga

likuiditas perbankan agar sesuai dengan perkembangan moneter. Di samping itu SBPU berfungsi

pula sebagai sarana dalam mengatur jumlah uang beredar. Dalam periode Januari-November

1994, Bank Sentral telah melakukan pembelian SBPU sejumlah Rp 61.061 miliar, yang berarti

Departemen Keuangan RI 265

Page 266: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

mengalami peningkatan sebesar Rp 37.027 miliar akan 154,06 persen dibandingkan dengan

periode yang sama tahun 1993 sebesar Rp 24.034 miliar. Dengan memperhitungkan besarnya

penebusan SBPU sebesar Rp 60.260 miliar, maka posisi SBPU sampai dengan akhir November

1994 diperkirakan berjumlah sebesar Rp 2.196 miliar.

3.6.4. Sertifikat deposito

Perkembangan dana sertifikat deposito yang berhasil dihimpun oleh bank pemerintah,

bank asing maupun bank swasta nasional dalam periode April-September 1994 mengalami

penurunan sebesar 6,6 persen yaitu dari Rp 784 miliar menjadi Rp 732 miliar. Dalam periode

yang sama tahun anggaran sebelumnya dana sertifikat deposito mengalami kenaikan sebesar 13,6

persen. Menurunnya dana sertifikat deposito dalam tahun anggaran 1994/95 tersebut disebabkan

oleh menurunnya dana sertifikat deposito yang dihimpun oleh bank pemerintah, yaitu sebesar

47,3 persen. Sedangkan dana sertifikat deposito yang dihimpun oleh bank swasta maupun bank

asing mengalami kenaikan masing-masing sebesar 32,6 persen dan 500 persen. Perkembangan

sertifikat deposito dapat dilihat dalam Tabel III.14

.

Bank Bank-bankpemerintah nasional Jumlah

(I) -2 -3 -4 -51984/85 Maret 418,4 26 0,4 444,81985/86 Maret 184,3 57 1,4 242,71986/87 Maret 86 32,1 1,6 119,71987/88 Maret 63,8 39 118,9 221,71988/89 Maret 61,1 21,5 69,3 151,91989/90 Maret 76,8 18,8 76,8 172,41990/91 Maret 103,1 11 320,1 434,21991/92 Maret 243 11 974 1.228,001992/93 Juni 154 12 747 913

September 371 7 644 1.022,00Desember 456 5 549 1.010,00Maret 438 4 401 843

1993/94 Juni 374 7 456 837September 500 8 450 958,0-Desember 528 6 463 997Maret 414 5 365 784

1994/95 April 408 5 359 772Mei 326 4 377 707Juni 259 4 442 705Juli 225 9 472 706Agustus 157 9 440 606September 218,0 . 30 484 732

Tabel III.14SERTIFIKA T DEPOSITO, 1984/85 -1994/95

( dalam miliar rupiah)

Akhir periodeBank asing

Departemen Keuangan RI 266

Page 267: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

3.6.5. Suku bunga

Upaya untuk menurunkan suku bunga perbankan dilakukan Pemerintah secara bertahap

melalui pelonggaran kebijalan moneter, sambil tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian.

Hasilnya tercermin dari mulai menurunnya suku bunga deposito dan bunga pinjaman dari sekitar

17,20 persen pada akhir tahun 1992 hingga menjadi sekitar 12,20 persen pada awal tahun 1994.

Namun demikian, sejak awal tahun anggaran 1994/95 terlihat kecenderungan mulai

meningkatnya suku bunga deposito, yang kemudian juga diikuti oleh suku bunga pinjaman. Hal

ini berhubungan erat dengan usaha Pemerintah untuk mengendalikan tingkat inflasi melalui

instrumen moneter serta pengaruh meningkatnya tingkat bunga internasional.

Searah dengan perkembangan tersebut, suku bunga pasar uang antar bank atas dasar rata-

rata tertimbang telah mengalami kenaikan dari sebesar 7,60 persen dalam bulan Maret 1994

menjadi sebesar 11,48 persen dalam bulan November 1994.

Dalam pada itu, tingkat diskonto sertifikat Bank Indonesia (SBI), surat berharga pasar

uang (SBPU), dan suku bunga deposito cenderung meningkat. Namun deposito berjangka 12

bulan maupun kredit modal kerja dan kredit investasi mengalami penurunan. Suku bunga rata-

rata tertimbang deposito rupiah berjangka waktu 3 bulan, 6 bulan, dan 24 bulan mengalami

kenaikan, masing-masing dari 11,53 persen, 11,94 persen, dan 15,24 persen pada akhir bulan

Maret 1994, menjadi 13,35 persen, 12,57 persen, dan 15,82 persen pada akhir bulan September

1994. Namun dalam periode yang sama, suku bunga deposito berjangka 12 bulan telah menurun

dari sebesar 13,40 persen menjadi 11,43 persen. Dalam pada itu, suku bunga pinjaman untuk

modal kerja maupun untuk investasi dalam tahun anggaran 1994/95 menurun, masing-masing

dari 17,53 persen dan 15,28 persen dalam bulan Maret 1994 menjadi 16,84 persen dan 14,95

persen pada akhir bulan Oktober 1994. Perkembangan suku bunga di dalam negeri dapat dilihat

dalam Tabel III.15.

Departemen Keuangan RI 267

Page 268: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

KreditSBI') SBPU') KMK

3 bln 6 bln 24 bln Investasi

1988 Desember 15,3 - - - - 22,3 19,71989 Desember 11,64 - 17,06 17,7 18,82 21 19,31990 Desember 17,87 - 21 19,63 18,52 23,4 20,181991 Desember 18,03 20,19 21,88 22,65 20,58 25,1 19,281992 Desember 13,79 13,98 16,72 17,78 19,91 22,1 18,441993 Maret 12,71 13,33 15,71 16,27 19,25 21,68 18,19

JuDi 9,6 11,53 15,19 15,48 18,56 20,62 17,62September 9,18 11,13 13,76 14,52 17,32 19,3 16,58Desember 9,08 12 11,79 13,08 16,08 17,95 15,95

1994 Januari 9,07 12,36 11,65 12,68 15,61 17,72 15,65Februari 8,06 11,77 11,66 12,31 15,75 17,6 15,4Maret 8,78 11,76 11,53 11,94 15,24 17,53 15,28April 8,32 11,87 11,93 11,82 15,22 16,94 15,25Mei 9,43 12,58 11,58 11,79 14,96 16,79 14,86JuDi 9,33 13,16 12,07 11,89 14,46 16,8 14,82Juti 10,12 12,74 12,51 12,04 14,83 16,84 14,88Agustus 10,17 13,28 12,94 12,27 14,54 16,85 14,79September 10,36 13,59 13,35 12,57 15,82 16,86 14,79Oktober 11,09 14,08 - - - 16,84 14,95

Tabel III.15SUKU BUNGA, 1988 - 1994

(dalam perseo per tabuo)

Deposito 2)12 bln

-18,5818,5322,7618,9317,7316,61

15,314,2

13,8713,6113,4

13,1612,9312,7212,6112,5111,43

-

1) Suku bunga SB! dan SBPU atas dasar rata-rata hitung 2) Deposito dari bank pencipta Uang giral.

3.7. Lembaga keuangan perbankan

3.7.1. Struktur kelembagaan

Sebagai salah satu lembaga keuangan yang melaksanakan fungsi menghimpun dan

menyalurkan dana masyarakat, industri perbankan memiliki peranan yang strategis untuk

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional serta dalam rangka meningkatkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, ke arah

peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Mengingat begitu pentingnya kedudukan perbankan

dalam struktur perekonomian nasional, maka pembinaan terhadap industri perbankan dilakukan

secara menyeluruh, baik dalam aspek kuantitas maupun kualitasnya. Sesuai dengan ketentuan

yang tertuang dalam berbagai kebijaksanaan deregulasi yang telah dimulai sejak lebih dari satu

dekade yang lalu, pembinaan perbankan diarahkan pada upaya untuk memperluas jaringan

pelayanan perbankan agar lebih menjangkau ke segenap lapisan masyarakat di seluruh tanah air.

Departemen Keuangan RI 268

Page 269: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Selain itu pembinaan juga diarahkan agar industri perbankan dapat tumbuh dan berkembang

secara sehat dengan tingkat profesionalisme yang tinggi, baik dalam mengemban fungsinya

sebagai lembaga keuangan yang mengelola likuiditas masyarakat maupun dalam melaksanakan

misinya sebagai agen pembangunan.

Reformasi hukum perbankan yang dilakukan melalui disahkannya Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan landasan hukum yang kuat bagi industri

perbankan untuk berakomodasi dan berintegrasi dengan berbagai kemajuan pesat yang terjadi

dalam perekonomian nasional dan internasional. Di dalam undang-undang yang baru tersebut

diatur beberapa ketentuan pokok perbankan, antara lain ketentuan tentang jenis dan usaha bank,

ketentuan perizinan, bentuk hukum dan kepemilikan bank, serta ketentuan pembinaan dan

pengawasan bank. Menurut jenis usahanya, bank dibedakan dalam dua jenis, yakni bank umum

dan bank perkreditan rakyat (BPR). Namun demikian, kepada bank-bank umum juga tetap diberi

kesempatan untuk mengkhususkan diri dalam melaksanakan kegiatan di bidang tertentu atau

memberikan perhatian yang lebih besar pada kegiatan bidang tertentu. Demikian juga BPR

diberikan kesempatan untuk meningkatkan diri menjadi bank umum, sejauh BPR tersebut

memenuhi persyaratan untuk itu.

Sejalan dengan makin meluasnya kegiatan ekonomi yang berkembang dalam masyarakat,

persaingan usaha antar bank dalam merebut akses pasar juga berkembang dengan pesat. Untuk

menghadapi persaingan usaha yang makin ketat tersebut, setiap industri perbankan dituntut

memiliki kinerja usaha yang sehat. Namun demikian Pemerintah juga menyadari bahwa untuk

meningkatkan kinerja perbankan secara keseluruhan, banyak aspek usaha bank yang harus

dibenahi, diantaranya meliputi struktur keuangan, kualitas aktiva produktif, kualitas manajemen,

sumber daya manusia, strategi operasional, dan bahkan menyangkut pula pola pikir masyarakat

yang berkepentingan dengan industri perbankan. Untuk itu secara konsisten Pemerintah terus

berusaha menciptakan iklim yang memungkinkan dunia perbankan untuk meningkatkan

usahanya tetapi sekaligus tetap menjaga kesehatannya sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku. Dikeluarkannya paket kebijaksanaan Mei (Pakmei) 1993, selain dimaksudkan untuk

memberikan ruang gerak yang lebih luas dalam melakukan ekspansi kredit, juga dimaksudkan

untuk mendorong dunia perbankan agar lebih memperhatikan pelaksanaan prinsip kehati-hatian

dengan cara meningkatkan pemenuhan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM),

cadangan penghapusan aktiva produktif (CPAP), batas maksimum pemberian kredit (BMPK),

Departemen Keuangan RI 269

Page 270: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dan nisbah pinjaman terhadap simpanan (NPTS).

Dalam rangka mendorong industri perbankan untuk mempercepat proses konsolidasi,

Pemerintah telah pula melakukan kebijaksanaan yang bersifat persuasif dan integratif.

Kebijaksanaan itu diantaranya adalah dengan menganjurkan bank-bank yang mempunyai

kelemahan dalam bidang manajemen, sumber daya manusia, permodalan, dan struktur keuangan,

untuk melakukan merger guna membentuk satu bank yang sehat dan tangguh. Disamping itu

untuk menangani adanya kredit bermasalah yang dihadapi oleh beberapa bank, telah dilakukan

pula upaya penyelesaian secara mendasar, antara lain melalui pembentukan tim kredit bermasalah

pada bank-bank, penyempurnaan sarana hukum dan kerjasama yang lebih erat dengan berbagai

instansi terkait, serta dengan lebih menyempurnakan dan mengintensitkan sistem pembinaan dan

pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Melalui kebijaksanaan tersebut

diharapkan dalam waktu-waktu mendatang industri perbankan dapat tumbuh, berkembang, dan

berkompetisi secara sehat berdasarkan prinsip kehati-hatian dalam meningkatkan pelayanannya

kepada perekonomian nasional.

Berbagai upaya pembinaan perbankan yang dilakukan secara berkesinambungan, telah

membuahkan banyak kemajuan yang cukup menggembirakan. Hal ini antara lain terlihat dari

makin membaiknya tingkat pemenuhan bank-bank terhadap persyaratan bank yang sehat, baik

pemenuhan terhadap KPMM, BMPK, NPTS, maupun terhadap cadangan penghapusan aktiva

produktif. Di samping itu jaringan perbankan yang bertarnbah banyak dan operasi pelayanannya

yang makin meluas juga merupakan indikator-indikator kuantitatif yang menunjukkan bahwa dari

tahun ke tahun industri perbankan terus mengalami perkembangan yang pesat. Secara

keseluruhan, jumlah bank sampai dengan akhir September 1994 telah mencapai 239 buah, yang

terdiri dari 173 buah bank umum, 27 buah bank pembangunan daerah, dan 39 buah bank

asing/campuran. Dengan demikian bila dibandingkan dengan jumlah bank yang ada pada akhir

Maret 1989 sebanyak 111 buah, maka selama periode April 1989 - September 1994 telah terjadi

pertarnbahan bank baru sebanyak 128 buah. Perkembangan jumlah bank tersebut telah diikuti

pula dengan perluasan jaringan kantor cabang, yang meningkat dari 1.864 buah pada akhir Maret

1989 menjadi 6.022 buah pada akhir September 1994. Sementara itu jumlah bank perkreditan

rakyat (BPR), yang terdiri dari BPR gaya lama dan BPR gaya baru, di luar lembaga dana dan

kredit pedesaan (LDKP), dalam periode yang sama telah meningkat dari 5.770 buah menjadi

7.193 buah. Perkembangan jumlah bank dan kantor bank dapat dilihat pada Tabel III.16.

Departemen Keuangan RI 270

Page 271: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 19?3/94 1994/95 I)

BANK-BANK UMUMBank umum pemerintah- Jumlah bank 7 7 7 7 7 7 7- Jumlah kantor 860 940 1.030 1.045 1.066 1.088 1.478Bank umum swasta nasional- Jumlah bank 66 94 114 133 147 163 166- Jumlah'kantor 714 1.536 2.256 2.775 2.881 3.093 3.750Bank pembangunan daerah- Jumlah bank 27 27 27 27 27 27 27- Jumlah kantor 269 326 376 412 426 429 645Bank asing/campuran- Jumlah bank 11 23 28 29 39 39 39- Jumlah kantor 21 40 48 54 75 78 149Jumlah bank umum- Jumlah bank 111 151 176 196 220 236 239- Jumlah kantor 1.864 2.842 3.710 4.286 4.448 4.688 6.022BANK PERKREDITAN RAKYAT 5.770 5.884 6.193 6.703 6.889 7.095 7.193Jumlah bank seluruhnya 5.881 6.035 6.369 6.899 7.109 7.331 7.432Jumlah kantor seluruhnya 7.634 8.726 9.903 10.989 11.337 11.783 13.215

I) Sampai dengan bulan September 1994.2) Tidak termasuk LDKP yang shalusnya belum berubah menjadi BPR.

Tab e I 111.16JUMLAH BANK DAN KANTOR BANK DlINDONESIA, 1988/89 - 1994/95

3.7.2. Pengerahan dana

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara diamanatkan bahwa untuk memantapkan

kemandirian bangsa, dalam Repelita VI bangsa Indonesia harus bisa tumbuh dan berkembang

dengan sebesar-besarnya memanfaatkan kekuatan sendiri. Ini berarti pembiayaan pembangunan

harus lebih banyak bertumpu pada sumber-sumber dana yang berasal dari dalam negeri. Sejalan

dengan arahan GBHN tersebut, kegiatan memobilisasi dana dari masyarakat bagi pembiayaan

pembangunan terus dilakukan, baik melalui lembaga perbankan maupun lembaga keuangan

bukan bank. Untuk meningkatkan peranan dunia perbankan dalam memobilisasi sumber dana

dalam masyarakat, Pemerintah telah melakukan berbagai kebijaksanaan, baik yang bersifat mikro

maupun makro. Implementasi kebijaksanaan mikro yang dilakukan melalui beberapa paket

deregulasi, dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang baik bagi dunia perbankan agar dapat

memperluas jaringan operasional, menjalankan manajemen secara baik, serta meningkatkan

sistem pelayanan termasuk meningkatkan kreativitas dalam menciptakan berbagai produk jasa

pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan kebijaksanaan makro yang dilakukan melalui

pengendalian stabilitas ekonomi dimaksudkan agar besaran-besaran moneter, seperti jumlah uang

beredar, laju inflasi, dan suku bunga, tetap berada pada tingkat yang wajar, sehingga

memungkinkan bagi dunia perbankan untuk menghimpun dana yang sebesar-besarnya dengan

Departemen Keuangan RI 271

Page 272: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tetap memberikan keuntungan menarik bagi masyarakat pemilik dana.

Giro Deposito I) Tabungan Jumlah

1984/85 Maret 7.187,70 8.726,00 774,1 16.687,801985/86 Maret 7.040,70 12.590,40 1.211,80 20.842,901986/87 Maret 7.561,80 14.911,80 1.586,40 24.060,001987/88 Maret 8.480,60 20.654,30 1.835,00 30.969,901988/89 Maret 10.543,10 26.474,40 2.485,30 39.502,801989/90 Maret 15.978,10 36.350,40 6.863,60 59.192,101990/91 Maret 17.949,00 49.839,60 9.722,20 77.510,801991/92 Maret 21.428,10 56.812,30 17.471,00 95.711,401992/93 Juni 22.874,60 60.232,50 19.684,30 102.791,40

September 23.692,70 63.626,80 22.104,60 109.424,10Desember 23.762,10 65.619,20 25.468,50 114.849,80Maret 25.076,80 64.216,00 28.343,20 117.636,00

1993/94 Juni 27.983,50 66.071,30 29.174,50 123.229,30September 32.405,80 71.297,80 32.124,80 135.828,40Desember' 32.321,80 74.018,60 35.605,50 141.945,90Maret 31.774,60 74.385,60 37.609,90 143.770,10

1994/95 April 32.698,00 74.940,80 37.177,20 144.816,00Mei 33.733,70 75.167,70 37.217,30 146.118,70Juni 34.392,60 75.892,90 37.240,70 147.526,20Juli 34.252,90 78.231,60 37.402,00 149.886,50Agustus 35.695,40 79.085,40 37.814,40 153.595,20September 36.101,70 82.686,10 38.298,40 157.086,20Oktober 38.334,80 83.043,80 38.796,10 160./74,7

Tabe III.17DANA PERBANKAN MENURUT JENISNY A, 1984/85 - 1994/95

( dalam miliar rupiah)

Akhir periode

1) Termasuk settifikat deposito.

Departemen Keuangan RI 272

Page 273: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Bank Bank Banknan Jumlah

daerah(I) -2 -4 -5 -6

1984/85 Maret 10.854,00 668,5 1.932,70 16.687,801985/86 Maret 13.303,20 760,4 2.033,50 20.842,901986/87 Maret 15.225,40 748,3 2.187,70 24.060,001987/88 Maret 18.815,30 938,3 2.390,20 30.969,901988/89 Maret 23.858,50 1.184,30 2.628,40 39.502,801989/90 Maret 30.372,70 1.740,80 3.935,50 59.192,101990/91 Maret 34.058,80 2.522,40 6.094,40 77.510,801991/92 Maret 42.448,40 2.899,10 7.160,60 95.711,401992/93 Juni 46.029,60 3.170,40 7.768,00 102.791,40

September 49.598,50 3.380,20 7.644,90 109.424,10Desember 52.600,10 3.697,00 7.474,10 114.849,80Maret 54.259,50 3.544,20 7.727,80 117.636,00

55.098,90 4.013,00 7.249,80 123.229,30September 62.852,70 4.370,40 7.398,30 135.828,40Desember 61.682,90 4.773,50 8.094,50 141.945,90Maret 59.355,70 4.613,60 8.213,2. 143.770,10

1994/95 April 60.237,80 4.597,10 8.358,80 144.816,00Mei 60.903,30 4.879,70 8.509,50 14,6.118,1Juni 60.604,40 4.979,70 8.475,30 147.526,20Juli 60.767,60 5.156,00 8.747,40 149.886,50Agustus 61.324,40 5.282,30 8.956,30 153.595,20September 62.106,60 5.389,40 9.203,70 157.086,20Oktober 62.415,40 5.655,40 9.436,80 160.174,70

71.587,6071.622,3071.825,6073.466,80

Tabel III.18DANA PERBANKAN MENURUT KELOMPOK BANK, 1984/85 - 1994/95

BankAkhir periode

pemerintahswasta

asingnasional 1)-3

3.232,604.745,805.89&,68.826,10

11.831,6023.143,1034.835,2043.203,3045.823,4048.800,5051.078,6052.104,50

1993/94 Juni 56.867,6061.207,0067.395,00

75.215,5078.032,2080.386,5082.667,10

( dalam miliar rupiah)

I) Terdiri dari bank swasta nasional devisa, bank swasta nasional bukan devisa, bank

Melalui upaya-upaya tersebut, penghimpunan dana yang dilakukan oleh dunia perbankan

dari waktu ke waktu terus menunjukkan peningkatan. Secara keseluruhan dana masyarakat yang

berhasil dihimpun oleh perbankan dalam bentuk giro, deposito berjangka, dan tabungan, hingga

akhir Oktober 1994 telah mencapai Rp 160.174,7 miliar. Dengan demikian bila dibandingkan

dengan posisinya sebesar Rp 59.192,1 miliar pada awal tahun anggaran 1990/91, berarti dalam

lima tahun anggaran terakhir (sampai akhir Oktober 1994), rata-rata setiap tahun terjadi kenaikan

dana perbankan sebesar Rp 22.440,5 miliar (24,8 persen). Sedangkan bila dibandingkan dengan

posisinya sebesar Rp 143.770,1 miliar pada akhir tahun anggaran 1993/94, maka selama 7 bulan

pertama tahun anggaran 1994/95 dana perbankan telah meningkat sebesar Rp 16.404,6 miliar

(11,4 persen) atau lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan dalam periode yang sama tahun

anggaran sebelumnya yang mencapai Rp 20.106 (17,1 persen). Komposisi dana perbankan

Departemen Keuangan RI 273

Page 274: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebesar Rp 160.174,7 miliar tersebut terdiri dari dana giro sebesar Rp 38.334,8 miliar (23,9

persen), deposito berjangka sebesar Rp 83.043,8 miliar (51,9 persen), dan sebesar Rp 38.796,1

miliar (24,2 persen) lainnya berupa dana tabungan. Dilihat menurut kelompok bank

penghimpunnya, dari dana perbankan sebesar Rp 160.174,7 miliar tersebut, sebagian besar

dihimpun oleh kelompok bank milik negara dan bank umum swasta nasional, yakni masing-

masing sebesar Rp 62.415,4 miliar (39 persen) dan Rp 82.667,1 miliar (51,6 persen). Sedangkan

yang dihimpun oleh kelompok bank pembangunan daerah adalah sebesar Rp 5.655,4 miliar (3,5

persen), dan oleh kelompok bank asing/campuran adalah sebesar Rp 9.436,8 miliar (5,9 persen).

Perkembangan dana perbankan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel III.17, Tabel III.18,

3.7.2.1. Giro

Sejalan dengan makin berkembangnya kegiatan-kegiatan ekonomi dalam masyarakat,

maka kebutuhan masyarakat akan likuiditas dalam jangka pendek untuk membiayai kegiatan

transaksi ekonomi juga semakin meningkat. Hal ini terutama tercermin dari makin bertambah

besarnya volume lalu lintas pembayaran giral yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga

perbankan. Selama 7 bulan pertama tahun anggaran 1994/95, jumlah pembayaran giral

masyarakat yang dikonversi dalam bentuk dana giro di bank, telah meningkat sebesar Rp 6.560,2

miliar (20,6 persen), dibandingkan dengan posisinya sebesar Rp 31.774,6 miliar pada akhir Maret

1994. Dengan demikian sampai akhir Oktober 1994 jumlah dana giro secara keseluruhan telah

mencapai Rp 38.334,8 miliar. Sementara itu dalam periode yang sama tahun anggaran

sebelumnya dana giro mengalami peningkatan sebesar Rp 6.853,8 miliar atau 27,3 persen.

3.7.2.2. Deposito berjangka

Perkembangan tingkat suku bunga dan tingkat kesehatan bank merupakan beberapa faktor

yang dipertimbangkan masyarakat dalam menanamkan kelebihan pendapatannya pada lembaga

perbankan, khususnya dalam bentuk deposito berjangka. Dengan perkembangan tingkat suku

bunga yang cukup kompetitif dalam beberapa tahun terakhir ini, jumlah dana masyarakat yang

ditanamkan dalam bentuk deposito berjangka terus mengalami peningkatan yang cukup mantap.

Keadaan itu selain menempatkan deposito berjangka sebagai komponen terbesar dalam struktur

dana perbankan, juga telah menyebabkan sumbangan dana deposito berjangka terhadap tingkat

Departemen Keuangan RI 274

Page 275: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

likuiditas perekonomian nasional menjadi sangat dominan. Hal ini tercermin dari pangsa dana

deposito berjangka yang mencapai 50,2 persen dari volume likuiditas perekonomian sebesar Rp

165.275 miliar.

Perkembangan sampai akhir Oktober 1994 menunjukkan jumlah dana deposito berjangka

pada dunia perbankan mencapai sebesar Rp 83.043,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan

posisinya sebesar Rp 74.385,6 miliar pada akhir Maret 1994, maka selama periode April-Oktober

1994 dana deposito berjangka telah meningkat sebesar Rp 8.658,2 miliar atau 11,6 persen. Dana

deposito sejumlah Rp 83.043,8 miliar tersebut sebagian besar merupakan deposito berjangka

pendek, yakni berjangka 1 bulan sebesar Rp 23.335,8 miliar (28,1 persen), berjangka 3 bulan

sebesar Rp 19.919,9 miliar (24 persen), dan yang berjangka 6 bulan sebesar Rp 19.932,9 miliar

(24 persen). Sementara itu deposito berjangka 12 bulan dan 24 bulan, jumlahnya masing-masing

mencapai Rp 13.330,3 miliar (16,1 persen) dan Rp 615,2 miliar (0,7 persen). Sedangkan deposito

berjangka lainnya yang diantaranya termasuk deposito berjangka 9 bulan dan 18 bulan secara

keseluruhan mencapai Rp 5.909,7 miliar (7,1 persen). Perkembangan deposito berjangka dapat

dilihat pada Tabel III.19

1 bulan I) 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Lainnya" Jumlah

1984/85 Maret 2.122,70 1.416,50 1.730,90 2.915,80 379,2 160,9 8.726,001985/86 Maret 3.213,60 2.029,20 1.987,70 4.604,00 631 124,9 12.590,401986/87 Maret 3.307,90 2.549,30 2.007,60 6.193,20 640 213,8 14.911,801987/88 Maret 5.915,30 4.093,20 2.579,70 6.592,20 1.239,40 234,5 20.654,301988/89 Maret 5.958,80 6.151,90 4.011,90 7.913,90 2.071,70 366,2 26.474,401989/90 Maret 9.587,20 6.846,10 6.080,60 11.149,10 2.177,40 510 36.350,401990/91 Maret 20.278,10 10.393,10 7.041,20 8.985,30 816,4 2.325,50 49.839,601991/92 Maret 17.412,90 12.896,90 10.865,70 10.320,30 911,8 4.404,70 56.812,301992/93 Juni 16.800,20 13.737,90 12.820,10 12.848,50 936,6 4.089,00 60.232,30

September 17.245,00 15.179,30 14.905,50 12.156,90 865,4 3.274,70 63.626,80Desember 18.502,90 15.050,50 15.378,30 12.563,40 611,5 3.512,60 65.619,20Maret 18.104,00 14.679,80 14.560,10 13.045,90 500,6 3.325,60 64.216,00

1993/94 Juni 17.640,10 15.843,40 15'.177,1 13.280,00 515,7 3.615,00 66.071,30September 15.712,00 15.605,90 18.720,00 15.094,90 569 5.596,00 71.297,80Desember 18.721,30 15.641,00 19.473,60 15.309,40 585,2 4.288,10 74.018,60Maret 18.294,70 17.175,00 19.051,10 15.586,90 617,2 3.660,70 74.385,60

1994/95 April 18.448,60 17.284,00 18.794,50 15.696,70 610,1 4.106,90 74.940,80Mei 19.441,90 17.553,90 18.216,70 15.027,30 656,4 4.271,50 75.167,70Juni 20.210,30 17.020,00 18.540,60 14.939,60 647,6 4.534,80 75.892,90Joli 20.274,10 18.695,60 18.807,10 14.417,30 649,1 5.388,40 78.231,60Agostus 21.629,40 19.571,80 19.466,90 13.844,80 642,5 4.930,00 80.085,40September 22.808,60 19.965,10 20.033,50 13.454,40 608,1 5.816,40 82.686,10Oktober 23.335,80 19.919,90 19.932,90 13.330,30 615,2 5.909,70 83.043,80

Tabel III.19DEPOSITO BERJANGKA SELURUH BANK, 1984/85- 1994/95

( dalam miliar rupiah)Akhir periode

1) Termasuk deposito yang sudab jatub waletu don deposito on call. 2) Termasuk deposito beljangka waletu 9 bulan don 18 bulan.

Departemen Keuangan RI 275

Page 276: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

3.7.2.3. Tabungan

Dengan semakin pesatnya perkembangan jaringan perbankan, persaingan antar bank

dalam merebut akses pasar juga berlangsung dengan ketat. Kondisi ini pada akhirnya telah

mendorong dunia perbankan untuk mengembangkan kreativitasnya dalam menciptakan berbagai

produk simpanan yang dapat diunggulkan sebagai sarana penghimpun dana masyarakat. Melalui

berbagai macam jenis tabungan yang menawarkan bermacarn-macarn hadiah yang menarik,

industri perbankan telah berhasil meningkatkan penyerapan dana masyarakat, khususnya dari

masyarakat berpenghasilan kecil dan menengah. Secara keseluruhan dana masyarakat yang

terhimpun dalam bentuk tabungan sampai akhir Oktober 1994 telah mencapai Rp 38.796,1 miliar.

Dengan demikian bila dibandingkan dengan posisinya sebesar Rp 37.609 miliar pada akhir Maret

1994, maka selama periode April-Oktober 1994 dana tabungan telah mengalami kenaikan sebesar

Rp 1.187,1 miliar (3,2 persen). Sementara itu dalam periode yang sama tahun anggaran

sebelumnya peningkatan dana tabungan mencapai Rp 4.873 miliar atau 17,2 persen.

Dalam pada itu, sejalan dengan makin meningkatnya taraf hidup masyarakat pedesaan,

maka kegiatan memobilisasi dana yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan di pedesaan

juga telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Indikasi ini terutama terlihat dari

makin bertambah besarnya jumlah dana tabungan masyarakat pedesaan yang dihimpun oleh Bank

Rakyat Indonesia. Melalui jaringan unit BRI yang tersebar di berbagai kecamatan, jumlah dana

masyarakat pedesaan yang dapat dihimpun dalam bentuk simpanan pedesaan (Simpedes), sampai

akhir September 1994 telah meneapai sebesar Rp 3.160,7 miliar. Ini berarti selama 6 bulan

pertama tahun anggaran 1994/95 jumlah Simpedes telah mengalami peningkatan sebesar Rp 465

miliar atau 17,3 persen. Sementara itu dalam periode yang sama jumlah penabung telah

bertambah dari 6,7 juta orang menjadi 7,6 juta orang. Perkembangan dana tabungan dan

Simpedes dapat dilihat pada Tabel III.20 dan Tabel III.21.

Departemen Keuangan RI 276

Page 277: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PosisiJumlah %

1984/85 Maret 774,1 - -1985/86 Maret 1.211,80 437,7 56,51986/87 Maret 1.586,40 374,6 30,91987/88 Maret 1.835,00 248,6 15,71988/89 Maret 2.485,30 650,3 35,41989/90 Maret 6.863,60 4.378,30 176,21990/91 Maret 9.722,20 2.858,60 41,61991/92 Maret 17.471,00 1.918,10 12,31992/93 JoDi 19.684,30 2.213,30 12,7

September 22.104,60 2.420,30 12,3Desember 25.468,50 3.363,90 15,2Maret 28.343,20 2.874,70 11,3

1993/94 JoDi 29.174,50 831,3 2,9September 32.124,80 2.950,30 10,1Desember 35.605,50 3.480,70 10,8Maret 37.609,00 2.003,50 5,6

1994/95 April 31.177,20 -431,8 -1,1Mei 37.217,30 40,1 0,1JoDi. 37.240,70 23,4 0,1Joli 37.402,00 161,3 0,4Agostus 37.814,40 412,4 1,1September 38.298,40 484 1,3Oktober 38.796,10 497,7 1,3

Tabel III.20TABUNGAN PERBANKAN, 1984/85 -1994/95

( dalam miliar rupiah )Perubahan

Akhir periode

Departemen Keuangan RI 277

Page 278: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Tabel III.21

Posisi simpananPenyimpan (dalam miliar

1984/85 Maret 4.550 0,31985/86 Maret 46.046 6,81986/87 Maret 592.319 107,31987/88 Maret 1.086.156 206,21988/89 Maret 1.863.745 398,21989/90 Maret 2.866.050 747,41990/91 Maret 3.708.325 908,41991/92 Maret 4.506.478 1.270,201992/93 Juni 4.831.246 1.454,40

5.170.678 1.618,405.439.402 1.905,00

Maret 5.616.866 1.935,901993/94 Juni 5.995.496 2.161,20

6.355.824 2.438,006.327.030 2.697,20

Maret 6.665.021 2.695,706.201.630 2.796,70

Mei 6.225.864 2.849,90Juni 6.468.401 2.900,00luli 7.310.109 3.001,60

7.399.292 3.074,507.560.154 3.160,70

SIMPANAN PEDESAAN, 1984/85 -1994/95

Akhir periode

SeptemberDesember

SeptemberDesember

1994/95 April

AgustusSeptember

3.7.3. Pemanfaatan dana

3.7.3.1. Kebijaksanaan dan perkembangan kredit perbankan

Sejalan dengan kemajuan-kemajuan yang terjadi di berbagai bidang, peranan sektor

perkreditan dalam menyediakan dana bagi kegiatan ekonomi masyarakat juga terus menunjukkan

peningkatan. Sesuai dengan arahan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), kebijaksanaan

perkreditan nasional yang dilaksanakan secara terpadu ditujukan untuk mendorong dan

memperluas kegiatan ekonomi masyarakat, sedangkan dengan berbagai instrnmen moneter

ekspansi kredit tetap dijaga supaya tetap dalam batas-batas yang tidak membahayakan kestabilan

ekonomi makro. Dengan berpedoman pada kebijaksanaan terpadu tersebut, sistem perkreditan

nasional yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga keuangan, utamanya lembaga keuangan

perbankan, terus diperluas dan didorong peningkatannya dengan tetap mengacu pada azas-azas

perkreditan yang sehat. Dengan demikian pengalokasian kredit yang dananya bersumber dari

masyarakat dapat diarahkan secara efisien, dan dalam rangka memeratakan kesempatan berusaha

dan kesempatan kerja terus diusahakan akses dan penyediaan dana yang lebih besar bagi

Departemen Keuangan RI 278

Page 279: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengusha kecil, menengah, dan koperasi.

Untuk meningkatkan dan memperluas basis pertumbuhan ekonomi nasional, orientasi

kebijaksanaan kredit perbankan tetap diarahkan pada sektor-sektor produktif yang mampu

menghasilkan nilai tambah yang tinggi, terutama untuk proyek-proyek yang dapat mendorong

meningkatnya ekspor nonmigas, menyerap tenaga kelja, serta memberikan darnpak positip

terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka mendukung perkembangan usaha

kecil dan mendorong sasaran pemerataan, industri perbankan tetap diwajibkan untuk memenuhi

sekurang-kurangnya 20 persen dari dana kreditnya untuk membiayai sektor usaha kecil (kredit

usaha kecil).

Berbagai kebijaksanaan di bidang perbankan terus diperbaiki dan disempurnakan untuk

lebih memantapkan industri perbankan sebagai pengelola dana, khususnya sebagai pelaksana

sistem perkreditan. Melalui paket kebijaksanaan Mei 1993 Pemerintah telah menyempurnakan

peraturan di bidang perbankan, yang antara lain memuat penyempurnaan ketentuan tentang batas

maksimum pemberian kredit (BMPK) oleh bank umum maupun bank perkreditan rakyat (BPR).

Melalui kebijaksanaan tersebut industri perbankan dapat meningkatkan diversifikasi resiko dan

sekaligus meningkatkan pemerataan kreditnya. Ketentuan BMPK yang berlaku saat ini selain

dibedakan antara individu dan grup juga dibedakan antara kredit lama dan kredit baru. Pemberian

kredit yang diberikan kepada individu, baik untuk kredit lama dan maupun kredit baru,

maksimum sebesar 20 persen dari modal. Sementara itu, penyediaan dana kepada sekelompok

(grup) peminjam lama dilakukan secara bertahap, yaitu dari maksimum 50 persen dari modal

menjadi 35 persen pada akhir Desember 1995 dan 20 persen pada akhir Desember 1997,

sedangkan untuk kredit baru maksimum 20 persen dari modal.

Guna lebih mendorong perbankan dalam membiayai usaha kecil dan meningkatkan

kemampuan usaha kecil dalam memperoleh kredit perbankan, Pemerintah antara lain telah

melakukan pengembangan pola kerjasama antar bank dan pemberian bantuan teknis. Dalam

kaitannya dengan penyaluran kredit usaha kecil (KUK), pola kerjasama antara bank umum

dengan bank perkreditan rakyat (BPR) terus ditingkatkan, dan diharapkan melalui kerjasama

tersebut bank umum dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyalurkan KUK dan

sekaligus dapat membantu pendanaan BPR. Selanjutnya dalam rangka lebih meningkatkan

pemberian KUK oleh bank umum, pola kerjasama tersebut diperluas melalui penerbitan surat

Departemen Keuangan RI 279

Page 280: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

berharga pasar uang-kredit usaha kecil (SBPU-KUK). Dalam kaitannya dengan bantuan teknis,

proyek pengembangan usaha kecil (PPUK) juga terus ditingkatkan, dan terutama bertujuan untuk

membantu bank dalam mencari nasabah/proyek yang dapat dibiayai dengan KUK. Dalam

perkembangannya, sampai dengan bulan Oktober 1994 posisi kredit perbankan dalam rupiah dan

valuta asing mencapai jumlah sebesar Rp 179.169 miliar. Dengan demikian selama periode

April-Oktober 1994 terjadi peningkatan sebesar Rp 24.290 miliar (15,7 persen), sedangkan dalam

periode yang sama tahun sebelumnya menunjukkan peningkatan sebesar Rp 18.777 miliar (15

persen).

3.7.3.2. Kredit perbankan menurut sektor ekonomi

Dilihat dari penyaluran menurut sektor, kredit perbankan dapat dikelompokkan ke dalam

6 (enam) sektor, yaitu meliputi sektor perindustrian, sektor perdagangan, sektor jasa-jasa, sektor

pertanian, sektor pertambangan, dan sektor lain-lain. Dari posisi kredit perbankan sebesar Rp

179.169 miliar yang disalurkan per Oktober 1994, sektor perindustrian menyerap bagian terbesar

dari kredit tersebut, yaitu sebesar Rp 55.847 miliar (31,2 persen), yang terutama ditujukan untuk

kegiatan produksi pada industri tekstil, sandang, dan kulit serta industri pengolahan bahan kimia,

batubara, hasil minyak bumi, karet, dan plastik. Sedangkan kegiatan di sektor perdagangan,

khususnya perdagangan eceran, distribusi, dan pengumpulan barang dagangan dalam negeri,

menyerap kredit sebesar Rp 42.500 miliar (23,7 persen), diikuti kredit kepada sektor jasa-jasa

sebesar Rp 46.068 miliar (25,7 persen), sektor pertanian sebesar Rp 13.675 miliar (7,6 persen),

sektor pertambangan sebesar Rp 668 miliar (0,4 persen), dan sektor lain-lain sebesar Rp 20.411

miliar (11,4 persen). Penyaluran kredit untuk sektor jasa-jasa antara lain digunakan untuk

pembiayaan jasa konstruksi, jasa dunia usaha, dan jasa-jasa angkutan, pergudangan, serta

komunikasi. Sementara itu, kredit untuk sektor lain-lain sebagian besar disalurkan untuk

perumahan dan kendaraan. Perkembangan kredit perbankan menurut sektor ekonomi dapat

diikuti dalam Tabel III.22

Departemen Keuangan RI 280

Page 281: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Sektor 1985/86 1986/87 1987/88 1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 1994/95Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Okt.

-1 -1 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11Bank-bank pemerintah I) 16.238 20.075 24.357 31.853 43.280 55.423 62.571 69.821 74.615 79.543Pertanian 1.728 2.083 2.732 4.017 5.318 6.450 7.744 8.559 10.089 10.808Pertambangan 253 385 279 361 451 580 568 498 214 319Perludustian 5.810 7.402 9.483 12.259 16.198 21.544 22.420 23.615 28.617 28.962Perdagangan 4.837 5.540 6.618 8.991 11.759 14.086 15.319 15.759 15.799 17.336Jasa-jasa 2.437 2.657 3.597 4.409 5.947 7.805 9.187 11.979 11.880 14.195Lain-lain 1.173 2.008 1.648 1.816 3.607 4.958 7.333 9.411 8.016 7.923Bank-bank swasta nasional 2) 5.119 6.558 9.204 12.679 24.498 38.153 44.928 45.406 68.140 85.562Pertanian 95 110 158 286 639 1.074 1.022 1.389 2.086 2.607Pertambangan 5 9 15 27 31 52 67 101 193 199Perindustrian 1.354 1.619 1.911 2.602 4.385 6.706 8.473 10.325 15.443 18.152Perdagangan 2.006 2.649 4.004 5.201 10.388 14.098 14.795 14.871 20.207 22.755Jasa-jasa 1.316 1.562 2.088 2.905 5.254 8.673 12.336 13.874 23.849 30.360Lain-lain 343 609 1.028 1.658 3.801 7.550 8.235 4.846 6.362 11.489Cabang-cahang hank asjngdan campuran 1.072 1.219 1.520 1.994 3.786 6.837 9.060 9.695 12.124 14.064Pertanian 2 4 1 8 25 105 133 179 277 2Pertambangan 0 0 0 0 37 13 95 125 216 150perindustrian 473 487 534 822 1.866 3.063 4.518 5.533 7.491 8.733Perdagangan 316 315 375 495 667 1.406 1.793 1.904 2.012 2.409Jasa-jasa 160 184 293 276 661 1.331 1.009 751 1.296 1.513Lain-lain 121 229 317 393 530 919 1.512 1.203 832 999Jumlah kred1t perbankan J) 22.429 27.852 35.081 46.526 71.564 100.413 116.559 124.922 154.879 179.169Pertanian 1.825 2.197 2.891 4.311 5.982. 7.629 8.899 10.127 12.452 13.675Pertambangan 258 394 294 388 519 645 730 724 623 668Perindustrian 7.637 9.508 11.928 15.683 22.449 31.313 35.411 39.473 51.551 55.847Perdagangan 7.159 8.504 10.997 14.687 22.814 29.590 31.907 32.534 38.018 42.500Jasa-jasa 3.913 4.403 5.978 7.590 11.862 "17.809 22.532 26.604 37.025 46.068Lain-lain 1.637 2.846 2.993 3.867 7.938 13.427 17.080 15.460 15.210 20.411

1) Termasuk Bank Indonesia

KREDIT PERBANKAN MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1985/86 - 1994/95( dalam miliar rupiah)

Tabel III..22

2) Termasuk Bank Pembangunan Daerah3) Kredit dalam rupiah dan valuta asing. termasuk kredit investasi. KlK. don KMKP

60

3.7.3.3. Kredit investasi

Sejalan dengan upaya Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,

pertumbuhan dana investasi dan pembiayaan jangka panjang lainnya yang disalurkan ke berbagai

sektor, yang penyediaan kreditnya diberikan melalui lembaga perbankan, selalu diusahakan untuk

terus meningkat. Dalam perkembangannya, kredit investasi yang disetujui perbankan sampai

dengan bulan Oktober 1994 mencapai jumlah Rp 53.910 miliar, meningkat sebesar Rp 2.230

miliar (4,3 persen) dibandingkan dengan posisi akhir bulan Maret 1994 sebesar Rp 51.680 miliar.

Kredit investasi sebesar Rp 53.910 miliar tersebut disalurkan untuk sektor perindustrian, sektor

perdagangan, sektor jasa-jasa, sektor pertanian dan sektor lain-lain. Sementara itu, posisi kredit

investasi pada akhir bulan Oktober 1994 menunjukkan jumlah sebesar Rp 45.485 miliar, atau

meningkat sebesar Rp 2.692 miliar (6,3 persen) bila dibandingkan dengan posisi pada bulan

Maret 1994. Mengingat bahwa sumber dana untuk pembiayaan investasi jangka panjang masih

kurang memadai, maka kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam jumlah yang terbatas

Departemen Keuangan RI 281

Page 282: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

masih disediakan dan mempunyai peranan yang cukup penting dalam proyek-proyek investasi di

berbagai sektor. Kredit likuiditas untuk investasi ini disalurkan antara lain untuk pembiayaan

investasi di sektor perkebunan, seperti perkebunan inti rakyat (PIR), serta peremajaan,

rehabilitasi, dan perluasan tanaman ekspor (PRPTE). Selain daripada itu, penyaluran kredit

investasi juga diprioritaskan untuk pengembangan wilayah Indonesia bagian timur melalui

kelonggaran jangka waktu kredit, dan kepada bank-bank yang membiayai proyek-proyek di

wilayah Indonesia bagian timur diberikan bantuan pembiayaan dari Bank Indonesia. Dalam

perkembangannya, mengingat bahwa KLBI bukan merupakan dana yang dipupuk dari

masyarakat, maka secara bertahap penyediaan KLBI dialihkan menjadi kredit biasa.

Perkembangan kredit investasi dapat dilihat dalam Tabel III.23.

Sektor 1985/86 1986/87 1987/88 1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 1994/95Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Okt.

(I) -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 (II)Yang disetujui perbankan 7.614 9.935 11.911 15.784 19.454 27.899 37.063 44.929 51.680 53.910Pertanian 1.526 2.147 2.629 4.162 0,4847222 7.057 11.206 11.508 12.953 13.430Perindustrian 3.041 3.243 3.712 5.309 8.372 10.987 13.260 17.695 18.716 20.397Pertambangan 227 382 263 447 443 484 515 507 171 189Perdagangan 301 350 385 608 1.301 2.151 3.234 4.990 9.144 6.648Jasa-jasa 1.594 2.733 3.812 4.102 3.734 6.017 7.580 8.847 10.683 13.237Lain-lain 925 1.080 1.110 1.156 206 1.203 1.268 1.382 13 9Posisi pinjaman 6.119 7.614 9.210 12.115 15.673 21.586 28.210 37.438 42.793 45.485Pertanian 984 1.300 1.744 2.637 3.629 4.597 5.864 7.169 8.942 9.891Perindustrian 2.539 3.213 3.765 4.917 6.639 9.151 11.784 16.489 17.208 18.069Pertambangan 222 368 230 322 321 389 443 436 169 165Perdagangan 277 314 355 548 1.117 I. 904 2.911 4.185 6.767 5.804Jasa-jasa 1.281 1.415 2.033 2.620 3.767 5.055 6.197 7.946 9.694 11.547Lain-lain 896 1.004 1.083 1.071 200 490 1.011 1.213 13 9

( dalam Millar rupiah)KREDIT INVESTASI PERBANKAN MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1985/86 . 1994/95

Tabel III.23

3.7.3.4. Kredit untuk golongan ekonomi lemah

Untuk meningkatkan kegiatan ekonomi golongan pengusaha kecil dan menengah,

termasuk usaha yang berkaitan dengan industri kerajinan dan industri rumah tangga, Pemerintah

berusaha mengadakan pembinaan sehingga keberadaannya akan semakin efisien dan mampu

berkembang mandiri, dapat meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan kerja, dan makin

mampu meningkatkan peranannya dalam penyediaan barang dan jasa, baik untuk keperluan pasar

dalam negeri maupun luar negeri. Berbagai pola pembinaan antara lain keterkaitan usaha kecil,

menengah dan besar, pola kemitraan anak-bapak angkat, dan lain-lain terus diusahakan

pengembangannya. Salah satu usaha untuk meningkatkan kinerja usaha kecil dan menengah

adalah dengan membantu permodalannya, yaitu dengan mewajibkan bank-bank untuk

Departemen Keuangan RI 282

Page 283: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

menyisihkan sebagian kreditnya dalam bentuk kredit usaha kecil (KUK). Kebijaksanaan yang

berkaitan dengan kredit usaha kecil (KUK) tersebut secara terus menerus juga disempurnakan

dan yang terakhir melalui paket kebijaksanaan Mei 1993, antara lain mengenai plafon kredit yang

telah ditingkatkan dari Rp 200 juta menjadi Rp 250 juta. Demikian pula cakupan mengenai kredit

kecil yang meliputi semua kredit dengan jumlah maksimum Rp 25 juta tanpa melihat

penggunaannya, dan kredit likuiditas Bank Indonesia yang digunakan untuk pembiayaan usaha

kecil dapat diperhitungkan dalam KUK. Sementara itu dalam rangka membantu bank umum

mencapai kewajibannya dalam menyalurkan KUK, maka bagi bank umum yang belum mencapai

KUK sebesar 20 persen dapat membeli SBPU-KUK yang diterbitkan oleh bank umum lain yang

telah memiliki rasio KUK di atas 20 persen, dan SBPU-KUK tersebut diakui sebagai pelaksanaan

KUK.

Posisi KUK sampai dengan akhir bulan Oktober 1994 telah mencapai Rp 33.002,4 miliar.

Dari jumlah tersebut, sebagian besar disalurkan oleh bank-bank milik Pemerintah (Persero) yaitu

sebesar Rp 16.475 miliar (49,9 persen), bank-bank swasta nasional devisa sebesar Rp 10.951,7

miliar (33,2 persen), dan bank-bank swasta nasional nondevisa sebesar Rp 2.958,3 miliar (9

persen) serta bank pembangunan daerah sebesar Rp 2.617,5 miliar (7,9 persen). Dilihat dari

penyaluran KUK menurut setter ekonomi, sektor perdagangan, restoran, dan hotel merupakan

penyerap terbesar, yaitu sebesar Rp 12.415,8 miliar (37,6 persen). Selanjutnya setter jasa-jasa

menyerap sebesar Rp 6.118,7 miliar (18,5 persen), setter industri menyerap sebesar Rp 3.090,3

miliar (9,4 persen), setter pertanian menyerap sebesar Rp 2.034,6 miliar (6,2 persen), dan sektor

lain-lain menyerap sebesar Rp 9.343 miliar (28,3 persen). Apabila dilihat dari jenis

penggunaannya, maka kredit modal kerja merupakan jenis penggunaan terbesar, yaitu sebesar Rp

19.200,6 miliar (58,2 persen), sedangkan kredit konsumsi untuk pemilikan rumah (KPR) sampai

dengan T-70 nilainya mencapai Rp 5.246,3 miliar (15,9 persen), kredit investasi mencapai

sebesar Rp 4.699,2 miliar (14,2 persen), dan kredit konsumsi sampai dengan Rp 25 juta

jumlahnya mencapai sebesar Rp 3.856,3 miliar (11,7 persen). Sementara itu apabila dilihat

menurut besaran plafonnya, kredit sampai dengan Rp 25 juta merupakan penyerap terbesar yaitu

sebesar Rp 14.256,9 miliar (43,2 persen), di atas Rp 25 juta sampai dengan Rp 50 juta mencapai

Rp 3.520 miliar (10,7 persen), di atas 50 juta sampai dengan Rp 100 juta mencapai Rp 5.022,9

miliar (15,2 persen), di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 150 juta mencapai Rp 3.310,3 miliar

(10 persen), di atas Rp 150 juta sampai dengan Rp 200 juta mencapai Rp 4.403,4 miliar (13,3

Departemen Keuangan RI 283

Page 284: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

persen), dan di atas Rp 200 juta sampai dengan Rp 250 juta mencapai Rp 2.489 miliar (7,6

persen).

Selain daripada itu, untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di pedesaan, program

kredit umum pedesaan (Kupedes) yang dikelola oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) terus

dilanjutkan. Dengan jumlah minimum Kupedes yang diberikan sebesar Rp 25 ribu dan

maksimum sebesar Rp 25 juta, dan dengan suku bunga 1,5 persen per bulan, yang berlaku baik

untuk kegiatan investasi maupun eksploitasi, dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat

pedesaan, terutama untuk menumbuhkan kesempatan berusaha, kesempatan kerja, dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Hal tersebut terbukti dari semakin besarnya

Kupedes yang disalurkan, yang sampai dengan akhir bulan September 1994 posisinya telah

mencapai jumlah Rp 2.307,4 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 2.011.073 orang. Dari

jumlah tersebut, digunakan untuk kegiatan investasi sebesar Rp 452,3 miliar dan untuk kegiatan

eksploitasi sebesar Rp 1.855,1 miliar. Perkembangan Kupedes dapat diikuti dalam Tabel III.24.

Posisi Posisi PosisiNasabah Nilsi yang Nasabah Nilsi yang Nasabah Nilai yang(kumulatif) dipinjamkan (Kumulatif) dipinjamkan (kumulatif) dipinjamkan

(kumulatif) (kumulatif) ( kumulatif)

1985/86 Maret 55,6 20,4 111,4 1.871,10 548,6 249,7 1.926,70 569 260,11986/87 Maret 81,7 33,8 13,2 3.008,60 1.050,10 360,6 3.090,30 1.083,90 373,81987/88 Maret 107 50,4 16,5 4.109,40 1.6:12,4 446,3 4.216,40 1.682,80 462,81988/89 Maret 136,6 78,1 28,3 5.217,30 2.342,50 478,2 5.353,90 2.420,60 506,51989/90 Maret 209,2 174,6 95,5 6.614,00 3.469,40 896,9 6.823,20 3.644,00 992,41990/91 Maret 286,3 322,6 182,1 7.834,10 4.835,00 13.410,30 8.120,40 5.157,60 1.482,401991/92 Maret 338,7 501 165,4 9.105,90 6.3INI,3 1.398,50 9.444,60 6.801,30 1.563,901992193 Juni 355,3 533,6 168,8 9.393,40 6.682,30 1.331,30 9.748,70 7.215,90 1.5(NI,1

September 37(1,8 566,6 169,8 9.676,10 7.056,70 1.326,80 101.146,90 7.623,30 1.496,60Desember 389,4 608,4 183,6 9.988,70 7.482,70 1.352,90 10.378,10 8.091,10 1.536,50Maret 410,9 655 165,4 10.294,50 79.119,20 1.398,50 10.705,40 8.564,20 1.563,90

1993/94 Junl 429,9 701 164,5 10.573,70 8.306,70 1.394,70 11.IN13,6 9.INI7,7 1.559,20September 456,4 764,2 237,7 10.881,90 8.758,20 1.592,80 11.338,30 9.522,40 1.830,50Desember 486,8 841,9 276,6 11.229,10 9.299,20 1.679,70 11.715,90 10.141,10 16:56,3Maret 521,6 924,9 325,2 11.564,10 9.826,90 1.750,80 12.085,70 10.751,80 2.076,00

1994/95 April 535,3 958,9 342,2 11.674.1 10.04NI,3 1.757,70 12.209,60 10.959,20 2.(199,9Mel 55(1,8 997 365,2 11.785,50 10.174,80 1.774,20 12.336,20 11.171,60 2.139,40Juni 567,7 ],(138,8 391,6 11.899,60 10.362,80 1.81NI,4 12.467,30 11.401,60 2.192,00Juli 583,4 ]'(175 420 120.417,20 10.539,10 1.806,00 125.911,60 11.614,60 2.226,00Agustus 599,2 1.115,10 432,1 121.311,90 10.737,50 1.836,20 12.730,10 11.852,60 2.268,30September 616,2 1.158,20 452,3 12.263,60 10.951,60 1.855,10 12.879,80 121.119,80 2.307,40

Akhir Periode

( nasabah dalam ribuan, DUal yang dipinjamkan daft posisi dalam miliar rupiah)Investasi

KREDIT UMUM PEDESAAN, 1985/86 - 1994/95

Eksploitasi Jumlah

TabelllI.24

Departemen Keuangan RI 284

Page 285: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Dalam rangka pengembangan pembangunan perumahan, terutama untuk membantu

masyarakat berpenghasilan menengah kebawah untuk dapat memiliki rumah, Pemerintah masih

menyediakan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) yang pengelolaannya dilaksanakan oleh

Bank Tabungan Negara. Kredit pernilikan rumah terdiri dari KPR raker A, yaitu meliputi kredit

pemilikan kapling siap bangun (KP-KSB), dan kredit perumahan sangat sederhana (KP-RSS)

dengan suku bunga 8,5 persen per tahun, rumah type 12 sampai dengan rumah type 21 dengan

suku bunga 11 persen per tahun, KPR raker B/Griya Madya (type 27 sampai dengan type 70)

dengan suku bunga 16 persen per tahun, serta kredit pemilikan untuk kios/rumah toko yang

meliputi kredit pemilikan kios (KP-Kios)/Ruko inti, KP-Ruko Madya, dan KP-Ruko Tama,

masing-masing dengan suku bunga sebesar 16,5 persen, 17 persen, dan 17,5 persen per tahun.

Sampai dengan bulan November 1994 nilai KPR telah mencapai sebesar Rp 5.218,2 miliar,

dengan jumlah rumah yang dibangun sebanyak 948.871 unit. Dari jumlah tersebut, telah

dibangun oleh perum Perumnas sebanyak 247.621 unit dengan nilai kredit sebesar Rp 792 miliar,

yang dipergunakan untuk membangun rumah raker A dan raker B sebanyak 245.157 unit rumah

dengan nilai kredit sebesar Rp 736 miliar, dan rumah raker C sebanyak 2.464 unit dengan nilai

lcredit sebesar Rp 56 miliar. Sedang pembangun swasta telah membangun rumah sebanyak

699.438 unit dengan nilai mencapai Rp 4.419,5 miliar. Jumlah sebesar Rp 4.419,5 miliar tersebut

dipergunakan untuk membangun rumah raker A dan B sebanyak 666.760 unit dengan nilai kredit

sebesar Rp 3.683,2 miliar, rumah raker C sebanyak 30.391 unit dengan nilai kredit sebesar Rp

725,8 miliar, serta rumah toko (ruko) sederhana sebanyak 2.287 unit dengan nilai kredit sebesar

Rp 10,5 miliar. Dalam hal pembangunan perumahan, selain dibangun oleh perum Perumnas dan

pembangun swasta, BTN telah pula bekerja sama dengan beberapa bank dalam hal pengadaan

perumahan. Sampai saat ini jumlah rumah yang dibangun dari hasil kerjasama tersebut mencapai

1.812 unit dengan nilai kredit sebesar Rp 6,7 miliar.

Selain itu, untuk lebih meningkatkan usaha dan kesejahteraan golongan ekonomi lemah,

dalam jumlah yang terbatas Pemerintah masih menyediakan kredit likuiditas Bank Indonesia

(KLBI). Jenis kredit yang mendapat dukungan KLBI antara lain adalah kredit usaha tani (KUT)

padi/palawija, kredit kepada koperasi untuk membiayai pengadaan barang berprioritas tinggi,

seperti pupuk, cengkeh, dan pangan, serta kredit kepada koperasi primer/KUD untuk diteruskan

kepada anggota guna membiayai kegiatan yang produktif di luar sektor perdagangan dan jasa.

Posisi kredit koperasi sampai dengan bulan September 1994 mencapai jumlah sebesar Rp 460,5

Departemen Keuangan RI 285

Page 286: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

miliar, yang disalurkan untuk membiayai KUT padi/palawija sebesar Rp 138,6 miliar (30,1

persen), untuk pengadaan pangan/palawija KUD sebesar Rp 63,2 miliar (13,7 persen) untuk

kredit tebu rakyat intensifikasi (TRI) sebesar Rp 201,5 miliar (43,7 persen), untuk kredit pupuk

sebesar Rp 7,7 miliar (1,7 persen), untuk kredit cengkeh sebesar Rp 25,2 miliar (5,5 persen),

untuk kredit sapi perah sebesar Rp 21 miliar (4,6 persen), serta kredit untuk pola III individual

sebesar Rp 3,3 miliar ( 0,7 persen).

Untuk meningkatkan usaha koperasi melalui pengembangan keuangan koperasi sehingga

dapat berswadaya dan mandiri, perum Pengembangan Keuangan Koperasi (Perum PKK)

mempunyai peranan yang besar dalam menunjang koperasi dengan memberikan jaminan atas

kredit yang diberikan oleh bank kepada koperasi, dan memberikan pinjaman serta bantuan

manajemen dan konsultasi. Jaminan yang diberikan oleh perum PKK sampai saat ini meliputi

kegiatan koperasi di sektor-sektor pertanian (KUT padi/palawija, pupuk, alat-alat pertanian),

perikanan (tambak, darat, cold storage), peternakan (sapi perah, sapi potong, unggas), perkebunan

(kemenyan, panili, tebu, coklat, KUT-TRI), kerajinan/industri (bahan bangunan, tas/kulit, air

bersih), jasa, serta konsumsi/distribusi (angkutan darat/laut, simpan pinjam, pedagang pasar, dan

lain-lain). Sampai dengan pertengahan bulan Desember 1994, secara kumulatif kredit yang

diberikan kepada koperasi berjumlah Rp 2.939,9 miliar dan jaminan kredit yang diberikan

mencapai jumlah sebesar Rp 2.512,8 miliar.

3.7.4. Lembaga perkreditan lainnya

Di samping bank-bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR), berbagai lembaga

perkreditan lainnya juga tumbuh di masyarakat, khususnya lembaga yang dibutuhkan oleh

masyarakat golongan ekonomi lemah dalam memperoleh dana pinjaman untuk kelangsungan

usaha dan aktivitas lainnya. Lembaga perkreditan lainnya tersebut antara lain terdiri dari bank

desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai, lumbung pitih nagari (LPN), lembaga perkreditan

desa (LPD), badan kredit desa (BKD), badan kredit kecamatan (BKK), kredit usaha rakyat kecil

(KURK), dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan. Dalam perkembangannya lembaga-

lembaga tersebut mencerminkan keikutsertaan masyarakat pedesaan dalam pembangunan, yang

berakar dari adat atau tradisi yang tumbuh di masing-masing daerah. Diharapkan melalui

lembaga perkreditan tersebut, usaha kecil di pedesaan seperti industri rumah tangga, industri

Departemen Keuangan RI 286

Page 287: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kerajinan, perdagangan, dan pengolahan hasil pertanian dapat berkembang dan pada gilirannya

ikut meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan. Sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan, status lembaga perkreditan tersebut disamakan dengan bank perkreditan

rakyat (BPR), setelah memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dalam UU tersebut.

Masih mengacu pada UU tentang perbankan, lembaga-lembaga perkreditan rakyat atau BPR

bukanlah merupakan bank pencipta uang giral. Dengan demikian didalam aktivitasnya tidak

diperkenankan memobilisasi dana masyarakat dalam bentuk giro dan ikut serta melakukan lalu

lintas pembayaran, di samping tidak diperkenankan pula memperdagangkan valuta asing atau

melakukan penyertaan modal. Dalam aktivitasnya lembaga-lembaga perkreditan lainnya ini

memobilisasi dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan, dan

memanfaatkan dana tersebut melalui pemberian kredit, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi

hasil sesuai perundangan yang berlaku, serta menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat

Bank Indonesia, deposito berjangka, atau tabungan pada bank lain.

3.8. Lembaga keuangan di luar perbankan

3.8.1. Asuransi

Peranan industri asuransi di Indonesia terus diusahakan peningkatannya dalam

pembangunan nasional, karena melalui usaha perasuransian selain dapat diberikan santunan atau

ganti rugi dari berbagai jenis risiko seperti risiko kecelakaan atau kematian, kerugian atas harta

benda, dan risiko lainnya, juga diharapkan makin meningkatnya dana yang dapat dimobilisasi

dari masyarakat untuk keperluan pembiayaan pembangunan nasional. Dalam rangka untuk

mendorong perkembangan usaha perasuransian tersebut, Pemerintah terus berusaha

meningkatkan kemampuan teknis maupun manajemen usaha asuransi agar mampu beroperasi

secara efektif dan efisien, baik melalui berbagai deregulasi maupun kebijaksanaan lainnya.

Dalam pada itu, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992

tentang Usaha Perasuransian, dalam bulan Februari 1993 Pemerintah telah mengeluarkan

ketentuan tentang penyelenggaraan usaha perasuransian yang meliputi penutupan obyek asuransi,

perizinan serta kesehatan keuangan perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan

kegiatan usaha perasuransian dilaksanakan secara sehat, bertanggung jawab dan tidak

mengabaikan kepentingan masyarakat luas. Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia

Departemen Keuangan RI 287

Page 288: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

(SDM), perusahaan asuransi dan reasuransi diwajibkan menyediakan dana untuk pendidikan dan

pelatihan bagi pegawai-pegawainya sekurang-kurangnya 5 persen dari anggaran belanja pegawai

yang ditetapkan. Selain itu, perusahaan asuransi dan reasuransi juga diperbolehkan menggunakan

tenaga kerja asing dengan batas waktu selama-lamanya lima tahun, dengan ketentuan bahwa

tenaga kerja asing tersebut diwajibkan untuk melakukan pelatihan dan alih teknologi bagi

pegawai-pegawai lokal. Ketentuan-ketentuan tersebut juga diberlakukan bagi perusahaan

penunjang usaha asuransi, seperti perusahaan pialang asuransi dan perusahaan penilai kerugian

asuransi.

Selanjutnya, dalam rangka untuk menjaga agar perusahaan asuransi dan reasuransi

mampu memenuhi kewajibannya kepada masyarakat (pemegang polis), Pemerintah juga

menyempurnakan ketentuan mengenai kesehatan keuangan bagi kegiatan usaha asuransi dan

reasuransi. Dalam hubungan ini, perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi

diwajibkan untuk menjaga tingkat solvabilitasnya dengan jumlah sekurang-kurangnya 10 persen

dari premi neto. Sementara itu, bagi perusahaan asuransi jiwa ketentuan tingkat solvabilitas

tersebut ditetapkan sekurang-kurangnya 1 persen dari cadangan premi, sedangkan untuk bidang

asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan selain ketentuan 1 persen tersebut masih harus

ditambah 10 persen dari premi neto.

Di samping itu, perusahaan asuransi dan reasuransi diperbolehkan menggunakan

aktivanya untuk ditanamkan dalam berbagai jenis investasi, seperti deposito berjangka, saham,

obligasi, sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan surat berharga pasar uang (SBPU). Bagi perusahaan

asuransi kerugian dan reasuransi, jumlah dana investasi tersebut ditetapkan sekurang-kurangnya

sebesar cadangan teknisnya, yang terdiri dari cadangan premi, cadangan tuntutan ganti rugi,

ditambah 25 persen dari modal sendiri. Di lain pihak, bagi perusahaan asuransi jiwa, jumlah dana

investasi tersebut ditetapkan maksimum sebesar cadangan teknisnya. Sementara itu, untuk

menunjang kegiatan perasuransian, Pemerintah juga mengeluarkan peraturan lanjutan mengenai

penyelenggaraan perusahaan penunjang usaha asuransi dan reasuransi, yang antara lain mengatur

persyaratan, tata cara perizinan, serta penyelenggaraan bagi perusahaan pialang asuransi, pialang

reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi.

Sebagai hasil dari berbagai kebijaksanaan Pemerintah tersebut di atas, dalam memasuki

tahun pertama pelaksanaan Repelita VI ini, kegiatan usaha perasuransian mengalami

Departemen Keuangan RI 288

Page 289: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

perkembangan yang cukup menggembirakan terutama setelah kepastian hukumnya diatur dalam

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Hal ini dapat ditunjukkan

dengan meningkatnya jumlah perusahaan, pendapatan premi, kekayaan (aget), serta dana

investasi dari usaha perasuransian tersebut. Dalam tahun 1993, pendapatan prerni bruto usaha

perasuransian mencapai jumlah Rp 4.603,8 miliar atau mengalami kenaikan sebesar 39,51 persen

apabila dibandingkan dengan pendapatan jumlah premi bruto dalam tahun 1992 yang berjumlah

sebesar Rp 3.299,8 miliar. Persentase kenaikan yang dicapai dalam tahun 1993 tersebut lebih

besar bila dibandingkan dengan persentase kenaikan yang dicapai dalam tahun sebelumnya

sebesar 24,3 persen. Demikian pula kalau dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik

bruto (PDB), rasionya mengalami peningkatan dari 1,27 persen dalam tahun 1992 menjadi 1,56

persen dalam tahun 1993. Peningkatan peranan usaha asuransi juga terlihat dari rasio pendapatan

premi bruto terhadap PDB dari sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, yaitu dari 26,5 persen

dalam tahun 1992 menjadi 30,5 persen dalam tahun 1993. Dari jumlah premi bruto yang berhasil

dihimpun perusahaan-perusahaan asuransi pada tahun 1993, sebesar 36,4 persen berasal dari

industri asuransi jiwa, sebesar 48,1 persen dari asuransi kerugian dan reasuransi, sedangkan

sisanya sebesar 15,5 persen berasal dari asuransi sosial. Di lain pihak, neraca pembayaran usaha

asuransi Indonesia yang dapat menggambarkan kegiatan asuransi ke dan dari luar negeri, seperti

halnya tahun-tahun sebelumnya, dalam tahun 1993 masih mengalami defisit. Dalam tahun 1993

defisit tersebut melebihi defisit tahun sebelumnya, yaitu dari sebesar Rp 354,1 miliar menjadi

sebesar Rp 398,7 miliar. Angka defisit yang semakin membesar itu terjadi selain karena semakin

tidak seimbangnya penerimaan premi yang diterima dari luar negeri dengan premi yang

dibayarkan ke luar negeri, juga disebabkan oleh klaim rasio dari premi asuransi yang diterima

dari luar negeri masih melebihi 100 persen, sedangkan klaim rasio dari premi asuransi yang

dikeluarkan ke luar negeri hanya sekitar 42 persen. Secara umum hal ini erat hubungannya

dengan masih sangat terbatasnya kapasitas pertanggungan perusahaan asuransi nasional untuk

menanggung obyek-obyek asuransi dalam jumlah yang besar.

Jumlah kekayaan (total aset) perusahaan asuransi dalam tahun 1993 mencapai jumlah Rp

11.267,2 miliar, atau meningkat sebesar 24,95 persen dari kekayaan tahun sebelumnya yang

berjumlah sebesar Rp 9.017,3 miliar. Dari jumlah kekayaan tersebut, sebesar 50,1 persen dimiliki

oleh perusahaan asuransi jiwa, 29,4 persen dimiliki perusahaan asuransi kerugian dan reasuransi,

dan sisanya sebesar 20,5 persen dimiliki perusahaan asuransi sosial.

Departemen Keuangan RI 289

Page 290: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Sementara itu, dana investasi yang ditanamkan oleh industri asuransi juga mengalami

peningkatan. Dalam tahun 1993 besarnya dana investasi telah mencapai Rp 8.816,8 miliar, yang

merupakan 78 persen dari seluruh kekayaan yang dimiliki seluruh perusahaan asuransi. Dari

jumlah tersebut sebesar 54,7 persen berasal dari perusahaan asuransi jiwa, 22,7 persen dari

perusahaan asuransi kerugian dan reasuransi, serta sisanya sebesar 22,6 persen berasal dari

perusahaan asuransi sosial. Peningkatan dana investasi tersebut cukup berarti bila dibandingkan

dengan dana investasi tahun sebelumnya sebesar Rp 7.145,2 miliar.

Dilihat dari rincian alokasi dana investasi yang ditanamkan oleh perusahaan asuransi,

terlihat bahwa deposito berjangka masih merupakan pilihan utama. Dalam tahun 1993, dana

investasi dalam bentuk deposito berjangka mencapai jumlah Rp 4.465,8 miliar atau sebesar 50,6

persen, sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar Rp 2.168,6 miliar atau 24,6 persen, obligasi dan

saham sebesar Rp 989,2 miliar atau 11,2 persen, sedangkan sisanya sebesar Rp 1.193,2 miliar

atau 13,6 persen ditanam dalam bentuk tanah dan bangunan serta lainnya. Jumlah tuntutan ganti

rugi (klaim) yang diajukan oleh nasabah dalam tahun 1993 juga mengalami peningkatan yang

cukup besar, yaitu meningkat dengan Rp 764,5 miliar (46,8 persen) apabila dibandingkan dengan

tuntutan ganti rugi dalam tahun 1992 yang jumlahnya Rp 1.630,7 miliar.

Sementara itu, jumlah perusahaan yang bergerak di bidang asuransi dan reasuransi serta

usaha penunjangnya juga terus meningkat. Sampai dengan Agustus 1994, jumlah perusahaan

asuransi dan reasuransi mencapai sebanyak 151 perusahaan, yang terdiri dari 49 perusahaan

asuransi jiwa, 93 perusahaan asuransi kerugian, 4 perusahaan reasuransi, dan 5 perusahaan

asuransi sosial. Di samping itu, terdapat 110 perusahaan penunjang asuransi, yang terdiri dari 71

pialang asuransi, 21 adjuster, dan 18 perusahaan konsultan aktuaria.

Dalam menghadapi perkembangan ekonomi dunia yang cenderung semakin bersifat

terbuka dan global pada tahun-tahun terakhir ini, tampak adanya perkembangan arah kegiatan

yang dilakukan oleh beberapa perusahaan asuransi menuju bentuk joint venture dalam upaya

menyesuaikan dengan kecenderungan tersebut. Melalui joint venture ini diharapkan industri

asuransi Indonesia selain semakin mampu bersaing dengan perusahaan asuransi asing dalam

kancah internasional, juga dapat memacu profesionalisme masing-masing perusahaan asuransi.

Dari seluruh jumlah perusahaan asuransi di Indonesia, sampai dengan Agustus 1994 perusahaan

yang berbentuk joint venture berjumlah 23 perusahaan, yang terdiri dari 16 perusahaan asuransi

Departemen Keuangan RI 290

Page 291: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kerugian dan 7 perusahaan asuransi jiwa. Perkembangan kegiatan perusahaan asuransi dapat

dilihat pada Tabel III.25

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 I)-2 -3 .(4) -5 -6 -7 -8 -9

556,4 677,1 799,1 985,6 1.212,90 1.628,80 1.911,50 5.647,301.334,80 1.611,20 1.930,10 2.424,10 2.891,50 3.639,80 4.297,00 2.302,80

748,1 1.012,70 1.1 77,0 1.580,60 2.137,60 2.603,30 2.808,80 3.317,102.649,30 3.301,00 3.906,20 4.990,30 6.242,00 7.871,90 9.017,30 11.267,20

176,6 243,8 298,7 346,7 455,4 562,1 770,1 1.676,40274,2 316,4 350,2 391,9 458,1 588,8 756,4 711,1605,6 840,2 888,6 1.093,80 1.341,20 1.504,70 1.773,30 2.216,30

1.056,40 1.400,40 1.537,50 1.832,40 2.254,70 2.655,60 3.299,80 4.603,80

241,1 417,7 469,9 532,5 277,7 523 564 1.314,8090,9 137,3 171,9 175,3 214,4 285,8 360,1 157348 310,9 344,9 483,6 524,1 721 706,6 923680 865,9 986,7 1.191,40 1.016,20 1.529,80 1.630,70 2.395,20

413 490,7 595,9 730 914,1 1.291,20 1.529,70 4.830,201.208,00 1.455,60 1.781,40 2.248,00 2.680,80 3.274,10 3.869,80 1.996,90

391,8 584,2 710,2 1.010,90 1.402,00 1.705,00 1.746,20 2.005,502.012,80 2.530,50 3.087,50 3.988,90 4.996,90 6.276,60 7.145,20 8.816,80

lumlah

Asuransi kerugian don reasuransilumlahTuntutan Ganti RugiAsuransi jiwaAsuransi sasialAsuransi kerugian don reasuranSl

TabeI III. 25

(I)Total AsetAsuransi jiwaAsuransi sasialAsuransi kerugian don reasuransilumlahPremi BrutoAsuransi jiwaAsuransi sasial

Dana InvestasiAsuransi jiwaAsuransi sasialAsuransi kerugian don reasuranSllumlah

TOTAL ASET, DANA INVESTASI, PREMI BRUTO, DAN TUNTUTAN GANTI RUGIPERUSAHAAN.PERUSAHAAN ASURANSI DAN REASURANSI, 1986 - 1993

( dalam miliar rupiah)

1) Sesuai UU Nomor. 2 Th. 1992, Asuransi Sosial terdin dari PT. Asuransi Jasa Rahardja dan PT. Asuransi Tenaga Kerja.

3.8.2. Lembaga pembiayaan

Sejalan dengan perkembangan perekonomian dan kegiatan dunia usaha, permintaan

terhadap jasa lembaga pembiayaan di luar sektor perbankan juga mengalami peningkatan.

Peningkatan peranserta lembaga pembiayaan di dalam membiayai pengembangan dunia usaha di

Indonesia sangat penting dalam upaya mengembangkan alternatif sumber dana investasi di

tengah-tengah persaingan ekonomi yang semakin kompetitif, terutama bagi pengembangan dunia

usaha yang masih baru, dimana faktor modal dan kemampuan manajemen masih terbatas.

Menyadari akan pentingnya peranan lembaga pembiayaan tersebut dan dalam rangka

mempercepat perkembangan dunia usaha di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai

kebijaksanaan yang ditujukan untuk terus meningkatkan peranserta lembaga pembiayaan di

samping lembaga perbankan, pasar modal, dan lain-lainnya.

Kebijaksanaan yang telah ditempuh Pemerintah guna mendukung tercapainya tujuan

tersebut dilandasi oleh paket kebijaksanaan yang dikeluarkan Pemerintah tanggal 20 Desember

Departemen Keuangan RI 291

Page 292: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1988 (Pakdes 1988), yang memberikan kemungkinan bagi lembaga pembiayaan untuk

meningkatkan mobilisasi dan diversifikasi kegiatan pembiayaan bagi dunia usaha, yaitu melalui

sewa guna usaha (leasing), modal ventura, anjak piutang (factoring), kartu kredit, serta

pembiayaan konsumen. Sejalan dengan itu, Pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa

kebijaksanaan, antara lain berupa penyederhanaan persyaratan dan prosedur perizinan, serta

peningkatan partisipasi modal dari pihak asing (85 persen dari modal disetor) dalam pendirian

perusahaan pembiayaan patungan. Sementara itu, untuk pengembangan kegiatan sewa guna

usaha (leasing), Pemerintah juga memberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan atau

pungutan-pungutan impor lainnya kepada perusahaan sewa guna usaha untuk pengadaan barang

modal bagi perusahaan PMA/PMDN, sesuai dengan fasilitas yang sama yang dirniliki oleh

PMA/PMDN dan atau lessee yang bersangkutan. Dengan ditetapkannya kebijaksanaan tersebut,

selain akan memperluas ruang gerak perusahaan sewa guna usaha, juga diharapkan dapat

memperlancar proses pengadaan barang-barang modal sehingga dapat menunjang kegiatan

produktif dunia usaha. Di samping itu, dengan fasilitas tersebut perlakuan perpajakan atas

transaksi sewa guna usaha menjadi lebih rasional dan wajar, sehingga dalam jangka panjang

diharapkan akan lebih mampu meningkatkan kegiatan sewa guna usaha. Selanjutnya dalam

rangka pengembangan perusahaan modal ventura, sedang diupayakan pembentukan perusahaan

modal ventura di seluruh ibukota daerah tingkat I.

Berbeda dengan sektor perbankan yang menghimpun dana secara langsung dari

masyarakat, baik berupa giro, deposito, maupun tabungan, lembaga-lembaga pembiayaan yang

kegiatannya melakukan pembiayaan dalam bentuk persediaan dana atau barang, tidak

diperkenankan menarik dana langsung dari masyarakat. Dalam tata cara pendiriannya lembaga

pembiayaan dapat dilakukan oleh bank atau perusahaan pembiayaan baru, baik yang berbentuk

perseroan terbatas (PT) maupun koperasi setelah memenuhi prosedur perizinan yang berlaku.

Dengan demikian diharapkan sebagian kebutuhan pembiayaan investasi bagi dunia usaha dapat

dipenuhi melalui kegiatan lembaga pembiayaan.

Sejak beberapa tahun terakhir, terutama dalam masa Repelita V, perkembangan lembaga

pembiayaan di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Apabila pada akhir tahun

1988 hanya terdapat 83 perusahaan, maka pada akhir tahun 1993 jumlah tersebut telah

berkembang menjadi 178 perusahaan. Sejalan dengan itu, jumlah kekayaan (total aset) seluruh

perusahaan pembiayaan menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan. Apabila pada

Departemen Keuangan RI 292

Page 293: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

akhir tahun 1988 nilai kekayaan (aset) perusahaan pembiayaan hanya berjumlah Rp 2.138,5

miliar, maka pada akhir tahun 1993 nilai tersebut telah meningkat menjadi sebesar Rp 9.971,4

miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 7.832,9 miliar atau hampir empat kali

lipat. Kenaikan total aset tersebut tidak saja disebabkan adanya peningkatan jumlah perusahaan

yang terus meningkat dari tahun ke tahun, namun juga disebabkan adanya kenaikan kegiatan

usaha yang tercermin dari nilai kontrak perusahaan pembiayaan tersebut, terutama dari

perusahaan sewa guna usaha (leasing). Nilai kontrak sewa guna usaha telah mengalami

peningkatan dari sebesar Rp 1.873,0 miliar dalam tahun 1988 menjadi sejumlah Rp 4.529,0

miliar dalam tahun 1993, atau mengalami peningkatan sebesar 142 persen.

Di samping itu, lembaga pembiayaan jasa anjak piutang (factoring company), yang

melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian/pengambilan serta pengurusan piutang,

juga mengalami peningkatan usaha yang cukup besar, yang tercermin dari nilai kontraknya.

Apabila dalam tahun 1990 nilai kontrak anjak piutang hanya berjumlah Rp 55,3 miliar, maka

pada tahun 1993 telah meningkat menjadi Rp 2.162,0 miliar, atau meningkat sebesar 39 kali lipat

dalam periode tersebut.

Sementara itu, nilai kontrak pembiayaan konsumen telah meningkat dari sebesar Rp

1.571,0 miliar dalam tahun 1991 menjadi Rp 1.926,9 miliar dalam tahun 1993, atau meningkat

sebesar 23 persen pada periode tersebut. Sedangkan nilai penyertaan modal ventura dalam

periode tersebut juga mengalami peningkatan dari hanya sebesar Rp 4,8 miliar menjadi Rp 67,0

miliar, atau meningkat sebesar 13 kali lipat. Demikian pula nilai pembiayaan kartu kredit, yang

baru mulai berkembang sejak tahun 1992, telah mencapai jumlah sebesar Rp 547,5 miliar pada

akhir Desember 1993.

Perkembangan tersebut di atas menunjukkan bahwa pembiayaan investasi bagi dunia

usaha yang berasal dari lembaga pembiayaan di luar perbankan telah, dapat diterima dan

dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai suatu alternatif pembiayaan yang cukup menguntungkan.

Perkembangan kegiatan lembaga pembiayaan dapat dilihat pada Tabel III.26.

Departemen Keuangan RI 293

Page 294: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1985 1986 1987 19881) 1989 1990 1991 1992 19932)

Jumlah Perusahaan 70 80 83 83 101 121 132 144 178Kegiatan Usaha- Nitai kontrak sews guns usaha 484,0 645,4 1.247,2 1.873,0 2.885,1 4.746,4 3.944,7 3.798,4 4.529,0- Nitai pembiayaan anjak piutang - - - - - 55.3 306,5 784,6 2.162,0- Nitai kontrak pembiayaan konsumen - - - - - 1.009,4 1.571,0 1.530,1 1.926,9- Nitai penyertaan modal ventura - - - - - - 4,8 3,1 67,0- Nitai pembiayaan kartu kredit - - - - - - - 212,9 547,5Keadaan Keuangan- Total aset 851,0 1.213,3 1.656.8 2.138,5 3.090,4 6.589.5 8.191,8 9.998,4 9.971,4- Total equity 153,1 206,8 230,3 262.3 433,0 936,7 1.195,8 1.560,3 1.520,2- 1nvestasi bersih 620,7 958,9 1.380,80 1.761,20 2.754,10 5.311,40 6.743,00 7.762,00 7.967,00Posis; Pinjaman- Dalam Negeri 237,8 250,4 413,9 531,4 907,0 1.293,4 1.936.6 2.793,6 3.794,5- Luar negeri 321,1 394,5 612,5 1.155,7 1.274,5 1.476,6 3.403,2 3.296,2 3.452,9

TabeI III. 26

I) S.d. Paledes 1988 2) S.d. Desember 1993

PERKEMBANGAN KEGIATAN LEMBAGA PEMBIAYAAN, 1985 -1993( dalam miliar rupiah)

3.8.3. Dana Pensiun

Dana pensiun, sebagai suatu lembaga keuangan di luar perbankan, mempunyai dua

peranan yang tidak dapat diabaikan dalam menunjang keberhasilan pembangunan nasional. Di

samping sebagai sumber dana pembiayaan pembangunan yang diperoleh dari penghimpunan

dana masyarakat yang bersifat jangka panjang, juga merupakan suatu lembaga keuangan yang

mampu memberikan manfaat pensiun kepada para anggotanya melalui jaminan hari tua yang

sekaligus dapat meningkatkan motivasi dan gairah kerja sehingga dapat meningkatkan

produktivitas perusahaan.

Mengingat sangat strategisnya peranan Dana Pensiun tersebut, maka Pemerintah terus

mendorong dan menumbuhkembangkan Dana Pensiun melalui serangkaian kebijaksanaan

deregulasi, baik yang menyangkut penyempurnaan kelembagaan maupun yang berkaitan dengan

pengelolaan, serta perlindungan terhadap para peserta program Dana Pensiun. Salah satu dasar

hukum bagi Dana Pensiun yang sangat mendasar adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992

tanggal 20 April tentang Dana Pensiun. Dengan undang-undang tersebut dimungkinkan

terbentuknya dua jenis badan hukum yang mengelola dan menjalankan dana pensiun, yaitu Dana

Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Dana Pensiun

Pemberi Kerja merupakan Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang

mempekerjakan karyawan selaku pendiri, yang menyelenggarakan program pensiun manfaat

pasti (PPMP) bagi kepentingan karyawannya. Sedangkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan

Departemen Keuangan RI 294

Page 295: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh lembaga keuangan perbankan atau perusahaan asuransi

jiwa yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti (PPJP) bagi perorangan, baik

karyawan maupun pekerja mandiri, yang terpisah dari Dana Pensiun Pemberi Kerja dari

karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.

Adapun besarnya iuran yang disetorkan, baik oleh pemberi kerja maupun

karyawan/peserta ke Dana Pensiun, berkaitan dengan program yang dilaksanakan oleh Dana

Pensiun yang bersangkutan, apakah dalam bentuk PPMP atau PPJP. Besarnya iuran pemberi

kerja dalam PPJP merupakan persentase tertentu dari pendapatan tiap peserta, di mana persentase

iuran pemberi kerja diharuskan lebih besar dari iuran peserta. Sementara itu, besarnya iuran

pemberi kerja dalam PPMP didasarkan atas perhitungan aktuaria, di mana pemberi kerja

menanggung selisih antara besarnya pendanaan yang dibutuhkan untuk membayarkan manfaat

pensiun dan jumlah iuran peserta. Sedangkan besarnya iuran peserta dalam kedua program

tersebut (PPMP dan PPJP) merupakan persentase tetap tertentu dari gaji tiap peserta. Dalam

usahanya, Dana Pensiun Pemberi Kerja diperbolehkan menyelenggarakan salah satu dari program

tersebut (PPMP atau PPJP), sedangkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan hanya dapat

menjalankan PPJP.

Dalam pada itu, dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang

Dana Pensiun tersebut, Dana Pensiun di Indonesia berarti telah memiliki landasan hukum yang

kuat dan jelas, baik dalam hal pembentukan maupun teknis penyelenggaraannya. Hal ini karena

dalam undang-undang tersebut juga diatur tentang azas-azas yang dianut dalam usaha Dana

Pensiun, seperti azas keterpisahan kekayaan Dana Pensiun dari kekayaan badan hukum

pendirinya, sistem pendanaan, pembinaan, serta atas pengawasan. Melalui atas-atas tersebut

dimungkinkan bagi para pekerja yang tergabung dalam perusahaan maupun pekerja mandiri

untuk mendapatkan kesempatan yang lebih luas dalam menikmati program pensiun. Di samping

itu, dalam undang-undang tersebut juga diatur mengenai perlindungan terhadap kekayaan Dana

Pensiun, serta pengembangan dan pengawasan atas investasi kekayaan Dana Pensiun agar Dana

Pensiun dapat berkembang dengan lebih baik, yang sekaligus mendorong perkembangan dana

pensiun di Indonesia yang lebih cepat.

Dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tersebut, pada bulan

Februari 1993 Pemerintah juga telah mengeluarkan ketentuan lebih lanjut mengenai investasi

Departemen Keuangan RI 295

Page 296: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Dana Pensiun. Berdasarkan ketentuan tersebut, perusahaan Dana Pensiun Pemberi Kerja maupun

Dana Pensiun Lembaga Keuangan diperbolehkan melakukan investasi dalam bentuk saham,

obligasi, dan surat berharga lainnya dengan maksimum sebesar 10 persen untuk setiap penerbitan

masing-masing surat berharga tersebut. Sementara itu, investasi dalam bentuk SBPU ditetapkan

tidak boleh melebihi 10 persen dari jumlah aktiva dana pensiun. Investasi dalam bentuk deposito

berjangka dan sertifikat deposito hanya diperbolehkan dilakukan pada bank yang tidak

mempunyai hubungan afiliasi dengan pendiri atau mitra pendiri Dana Pensiun tersebut.

Selanjutnya, dalam melakukan investasi, lembaga Dana Pensiun diharuskan mengutamakan

aspek keamanan, hasil investasi, serta tingkat likuiditas dari bentuk-bentuk investasi tersebut.

Dari jumlah perusahaan yang telah mengajukan permohonan dan penyesuaian menjadi

Dana Pensiun, terdapat 508 perusahaan Dana Pensiun Pemberi Kerja dan 13 perusahaan Dana

Pensiun Lembaga Keuangan. Apabila dikelompokkan berdasarkan kepemilikannya, jumlah

lembaga Dana Pensiun di Indonesia tersebut terdiri dari 104 Dana Pensiun milik badan usaha

milik negara (BUMN) dan 417 Dana Pensiun milik perusahaan swasta. Sampai dengan Desember

1994, dari jumlah tersebut yang telah disahkan menjadi Dana Pensiun sesuai dengan ketentuan

Undang-undang Dana Pensiun Tahun 1992 adalah sebanyak 90 perusahaan Dana Pensiun

Pemberi Kerja dan 10 perusahaan Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

Sementara itu, sampai dengan akhir tahun 1992, jumlah kekayaan Dana Pensiun tercatat

sebesar Rp 7.528,7 miliar. Dari jumlah tersebut telah diinvestasikan sebesar Rp 5.370,8 miliar

atau sebesar 71,3 persen. Dari jumlah investasi dana pensiun tersebut dialokasikan dalam bentuk

sertifikat deposito sebesar Rp 3.329,8 miliar, atau sebesar 62 persen dari seluruh dana yang

diinvestasikan.

Selanjutnya, dalam rangka mengembangkan sistem pembayaran pensiun, tugas dan

kewajiban penyelenggaraan pembayaran pensiun bagi pegawai negeri sipil (PNS) di seluruh

Indonesia telah dilimpahkan kepada PT Taspen. Posisi iuran dana pensiun PNS yang berhasil

dihimpun oleh PT Taspen sampai dengan akhir September 1994 meningkat sebesar 14 persen,

sehingga mencapai jumlah sebesar Rp 6.679,4 miliar.

3.8.4. Pegadaian

Di samping lembaga pembiayaan, perkreditan, dan perbankan, Perusahaan Umum

Departemen Keuangan RI 296

Page 297: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

(Perum) Pegadaian juga merupakan lembaga perkreditan yang cukup penting dalam ikut

melaksanakan program pembangunan, terutama dalam mendukung golongan ekonomi lemah. Di

samping itu, keberadaan Perum Pegadaian juga ikut membantu menghilangkan berbagai lembaga

perkreditan gelap dan sejenisnya yang tidak bermanfaat, seperti praktek ijon, pegadaian gelap,

riba, dan pinjaman tidak wajar. Dalam rangka meningkatkan pelayanannya, Perum Pegadaian

telah memberikan kemudahan dalam hal memperoleh pinjaman, sesuai dengan jaminan memadai

yang dimiliki atau dijaminkan oleh peminjam (pegadai).

Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional serta untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat akan dana yang dapat diperoleh dengan relatif cepat dan murah, Perum Pegadaian

sejak tahun 1994 telah menaikkan batas maksimum pagu pinjaman, dari Rp 1,5 juta menjadi Rp

2,5 juta, dan menurunkan suku bunga pinjamannya. Selanjutnya sesuai dengan kenaikan pagu

pinjaman tersebut, tingkat bunga yang dikenakan pada nasabah/peminjam pada Perum Pegadaian

telah diturunkan yang dibagi dalam empat kategori. Untuk nasabah dengan pinjaman sebesar Rp

5 ribu sampai dengan Rp 40 ribu, suku bunganya diturunkan dari 3 persen menjadi 2,5 persen per

bulan. Sedangkan tiga kategori lainnya, yaitu nasabah dengan pinjaman sebesar Rp 40,5 ribu

sampai dengan Rp 250 ribu, Rp 251 ribu sampai dengan Rp 500 ribu, dan Rp 501 ribu sampai

dengan Rp 2,5 juta, suku bunganya juga diturunkan masing-masing dari 4 persen menjadi 3,5

persen perbulan. Dapat ditambahkan bahwa untuk semua kategori pinjaman pada Perum

Pegadaian tersebut ditetapkan bahwa jangka waktu pelunasannya maksimum empat bulan.

Selain itu, dalam tahun 1994 Perum Pegadaian juga memperkenalkan jenis produk baru,

yaitu jasa penitipan surat berharga, perhiasan, dari barang berharga lainnya. Jangka waktu

penitipan ditetapkan antara dua minggu sampai satu tahun, dengan tarif Rp 1.500 sampai dengan

Rp 30.000. Dalam perkembangannya, pinjaman yang diberikan Perum Pegadaian kepada

masyarakat mengalami perkembangan yang cukup pesat. Apabila dalam tahun 1990 jumlah

pinjaman yang diberikan baru mencapai jumlah sebesar Rp 433 miliar, maka dalam tahun 1993

jumlah pinjaman tersebut telah meningkat menjadi sebesar Rp 779 miliar. Sejalan dengan

perkembangan jumlah pinjaman tersebut, jumlah kantor pegadaian di seluruh Indonesia telah

mengalami peningkatan dari 505 kantor cabang pada akhir tahun 1990 menjadi 561 kantor

cabang pada akhir tahun 1993. Sedangkan pada akhir September 1994 jumlah tersebut meningkat

lagi menjadi 574 kantor cabang, termasuk kantor-kantor cabang baru di wilayah Indonesia bagian

timur dan Propinsi Irian Jaya. Kegiatan usaha Perum Pegadaian tersebut diharapkan akan

Departemen Keuangan RI 297

Page 298: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

semakin meningkat lagi dimasa yang akan datang, terutama dengan telah dicanangkannya

serangkaian kebijaksanaan pemerintah dalam Repelita VI antara lain berupa program

pengentasan kemiskinan melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT), prioritas pengembangan usaha

kecil dan menengah, serta diciptakannya iklim keterbukaan yang memungkinkan peranserta

pihak swasta dalam usaha pegadaian.

3.9. Pasar modal

Pasar modal pada dasarnya merupakan suatu lembaga di luar perbankan yang dapat

berfungsi sebagai alternatif investasi portepel (portfolio) bagi pemodal, dari sekaligus sebagai

alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tambahan modal.

Bagi pemodal, "capihal gain", deviden saham, ataupun pendapatan dari kupon obligasi adalah

merupakan beberapa pendorong untuk melakukan investasi di pasar modal, sedangkan bagi

perusahaan-perusahaan, tambahan modal, baik yang bersifat permanen (equity) maupun jangka

panjang (obligasi), merupakan alternatif sumber dana yang diharapkan dapat diperoleh melalui

pasar modal.

Perkembangan pasar modal Indonesia telah menunjukkan kinerja yang semakin membaik

dalam beberapa tahun terakhir, yang erat hubungannya dengan usaha-usaha memobilisasi dana

masyarakat bagi pembangunan melalui pasar modal. Usaha-usaha tersebut antara lain meliputi

arahan investasi bagi dana pensiun dalam berbagai jenis investasi (termasuk saham dari obligasi),

kebijaksanaan terhadap industri perbankan dimana saham dapat digunakan sebagai agunan,

kebijaksanaan deregulasi di sektor riil yang berdampak positip bagi perkembangan dunia usaha,

peraturan-peraturan untuk memperbaiki aturan main di pasar modal, serta penegakan peraturan

secara konsisten terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Selain usaha/kebijaksanaan

pemerintah tersebut, faktor lain yang juga turut mendukung adalah usaha-usaha yang telah

dilakukan oleh bursa efek itu sendiri, baik melalui berbagai aturan mainnya maupun melalui para

pelaku pasar modal dalam menunjukkan identitas dirinya sebagai pelaku yang baik dan

profesional. Keberhasilan memobilisasi dana melalui pasar modal ini diharapkan akan lebih

meringankan beban pemerintah dalam penyediaan daha di masa-masa yang akan datang.

Dalam rangka untuk lebih menumbuhkembangkan pasar modal Indonesia, pasar modal

terus dikembangkan melalui kebijaksanaan sekuritisasi sebagai alternatif sumber pembiayaan

Departemen Keuangan RI 298

Page 299: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pembangunan. Sehubungan dengan itu, Pemerintah telah mengeluarkan raker deregulasi pasar

modal melalui Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1990, yang dijabarkan dalam Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 1548 Tahun 1990, yang selanjutnya telah diubah dan ditambah dengan

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199 Tahun 1991. Dalam raker kebijaksanaan tersebut

antara lain ditetapkan untuk mengubah fungsi Bapepam yang semula sebagai pelaksana bursa

menjadi pengawas bursa. Dalam pelaksanaan lebih lanjut, Bapepam telah mengeluarkan berbagai

ketentuan, antara lain mengenai keterbukaan bagi perusahaan "go public" dan perusahaan publik,

baik dalam rangka penawaran umum perdana maupun setelah pernyataan menjadi efektif, serta

ketentuan di bidang peningkatkan kualitas dan transparansi pelaporan keuangan dengan tujuan

mewujudkan suatu pasar modal yang efisien, efektif, dan terbuka.

Selanjutnya, untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha menengah dan kecil yang

membutuhkan dana melalui pasar modal, Pemerintah telah memberikan izin usaha kepada Bursa

Paralel Indonesia (PT BPI) dalam bulan Januari 1994 sebagai penyelenggara perdagangan efek di

luar lantai bursa. Bursa Paralel Indonesia tersebut diharapkan dapat menjalankan bursa efek

secara efisien, baik yang menyangkut jaminan keamanan yang menyeluruh, pasar yang likuid,

maupun sistem penyebaran informasi yang sempurna.

Selain itu, untuk lebih mengefisienkan perdagangan di lantai bursa, sejak bulan Juni 1994

PT Kliring dan Deposit Efek Indonesia (PT KDEI) telah melaksanakan sistem netting dalam

proses kliring dan penyelesaian untuk semua efek yang ditransaksikan di pasar reguler. Dalam

sistem ini transaksi pembelian dan penjualan suatu efek tertentu yang dilaksanakan oleh anggota

bursa dipertemukan pada hari bursa pada satu hari bursa. Dengan telah dimulainya sistem

penyelesaian perdagangan efek tersebut diharapkan dapat mendorong aktivitas perdagangan

dalam volume yang lebih besar dalam waktu-waktu yang akan datang. Selanjutnya dalam rangka

pengembangan pasar sekunder obligasi dan membantu para pemodal untuk menilai efek yang

diterbitkan perusahaan, Pemerintah telah mendorong berdirinya suatu lembaga Pemeringkat Efek

Indonesia yang dikelola swasta dengan nama PT Pefindo. Lembaga ini mempunyai fungsi

memberikan perangkat secara independen atas efek yang bersifat hutang, yang diterbitkan

berdasarkan kesehatan dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban membayar bunga

dan pokok pinjamannya kepada pemodal pada saat jatuh tempo. Upaya-upaya lain untuk

mengembangkan pasar sekunder obligasi ini dilakukan melalui penelitian dan studi banding

terhadap kemungkinan-kemungkinan lain yang mungkin dapat dikembangkan.

Departemen Keuangan RI 299

Page 300: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Sementara itu, dengan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia,

Pemerintah terus berupaya memperluas/mendorong pasar modal Indonesia agar lebih bertumpu

pada kekuatan pemodal dalam negeri. Berkaitan dengan itu, Pemerintah terus berusaha

menciptakan iklim yang dapat menunjang bagi kemungkinan beroperasinya kegiatan reksa dana.

Reksa dana dalam kegiatannya melaksanakan diversifikasi investasi dari sekumpulan dana para

pemodal. Dengan menanamkan dananya melalui reksa dana diharapkan dapat mengurangi risiko

bagi para pemodal kecil, sehingga investasi mereka tetap menguntungkan. Dengan usaha-usaha

ini diharapkan pasar modal akan semakin aman dan bertambah likuid seiring dengan semakin

banyaknya pemodal domestik yang ikut ambil bagian dalam transaksi perdagangan.

Untuk mengantisipasi perkembangan di sektor keuangan pada umumnya, terutama dalam

kaitannya untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam pembangunan nasional

sebagaimana dituangkan dalam Repelita VI, serta dalam rangka menempatkan pasar modal

Indonesia sejajar dengan pasar modal di negara-negara maju, maka diperlukan penyempurnaan

Undang-undang Pasar Modal agar lebih sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam dunia

pasar modal. Dalam kaitannya dengan ini, Pemerintah telah mulai melakukan penyusunan

rancangan undang-undang pasar modal yang baru, yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat setelah penyusunannya selesai.

Selanjutnya, perkembangan pasar modal Indonesia antara lain dapat dilihat melalui

jumlah perusahaan yang "go public", jumlah saham yang dicatatkan di bursa efek, serta aktivitas

perdagangan surat berharga di pasar modal. Adapun aktivitas perdagangan saham antara lain

tercermin dalam perkembangan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang terjadi di bursa efek.

Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta (BEJ), setelah mengalami peningkatan

sehingga mencapai angka tertinggi 612,88 dalam bulan Januari 1994, telah mengalami penurunan

sehingga menjadi 449,72 dalam bulan Juli 1994 (terendah dalam periode Januari-November

tahun 1994). Penurunan IHSG tersebut antara lain diakibatkan adanya penurunan harga sebagian

besar saham dan banyaknya saham-saham baru yang masuk ke bursa, serta kelesuan perdagangan

di lantai bursa. Melemahnya perdagangan saham ini juga erat hubungannya dengan banyaknya

dana yang diserap ke "right issue" (penawaran terbatas) dari saham emiten yang telah tercatat di

bursa. Memasuki bulan Agustus 1994, kondisi pasar modal mulai bergairah kembali, dimana

IHSG mencapai angka 510,25 pada akhir bulan Agustus 1994. Walaupun angka IHSG sempat

turun lagi pada akhir September 1994, namun saham-saham yang baru, antara lain saham PT

Departemen Keuangan RI 300

Page 301: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Indosat, telah mendorong pemodal-pemodal untuk melakukan transaksi yang lebih besar dengan

harapan mendapatkan "capital gain" di pasar sekunder, sehingga angka IHSG meningkat kembali

menjadi 523,49 pada akhir Oktober 1994. Kemudian menurun kembali mencapai angka 482,63

pada akhir bulan November 1994.

Jumlah perusahaan yang telah memperoleh persetujuan Bapepam untuk "go public" di

bursa efek sampai dengan akhir November 1994 telah meningkat menjadi 272 perusahaan,

dengan jumlah dana yang terhimpun sebesar Rp 32,2 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari 226

emiten yang mengemisikan saham sebanyak 6.211,2 juta lembar dengan nilai Rp 26 triliun, serta

46 emiten yang mengemisikan obligasi dan sekuritas kredit sebanyak 748.588 lembar dengan

nilai Rp 6,2 triliun. Jumlah perusahaan yang memperoleh persetujuan tersebut dalam periode

Januari-November 1994 adalah bertarnbah sebanyak 48 emiten, yang berarti lebih besar bila

dibandingkan dengan periode yang sama tahun 1993 yang hanya bertarnbah dengan 28 emiten.

Perkembangan jumlah saham yang tercatat di BEJ sampai dengan bulan November 1994

mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu meningkat menjadi 23.292,8 juta lembar saham

dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 105,2 triliun, dari sebanyak 9.787,4 juta lembar saham

dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 69,3 triliun pada akhir tahun 1993. Sementara itu trartsaksi

perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta dalam periode Januari-November 1994 mencapai

volume 4.687,2 juta lembar saham dengan nilai sebesar Rp 23,2 triliun atau nilai perdagangan

rata-rata per harinya sebesar Rp 102,3 miliar. Sedangkan volume saham yang diperdagangkan

dalam periode yang sama tahun 1993 berjumlah 3.359,9 juta lembar saham dengan nilai sebesar

Rp 16,5 triliun, atau nilai perdagangan rata-rata per harinya sebesar Rp 73,7 miliar.

Di samping itu, jumlah saham yang tercatat di Bursa Efek Surabaya (BES) sampai dengan

akhir November 1994 berjumlah 19.610 juta lembar saham dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp

107,5 triliun, sedangkan yang tercatat di Bursa Paralel berjumlah 76,2 juta lembar saham dengan

nilai kapitalisasi sebesar Rp 1.241,4 miliar. Hal ini berarti terdapat peningkatan yang cukup

berarti apabila dibandingkan dengan jumlah saham yang tercatat pada akhir tahun 1993 di BES

sebanyak 8.160,9 juta lembar saham dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 54,1 triliun, dan di

Bursa Paralel sebanyak 75,9 juta lembar saham dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 951,6 miliar.

Sementara itu, sertifikat saham yang telah diterbitkan oleh PT Danareksa sampai dengan

akhir November 1994 tetap belum berubah, yaitu 12 jenis sertifikat saham dengan nilai sebesar

Departemen Keuangan RI 301

Page 302: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Rp 222,8 miliar, yang terdiri dari dua jenis sertifikat saham perusahaan dengan nilai sebesar Rp

7,8 miliar, lima jenis sertifikat dana unit umum dengan nilai saham sebesar Rp 75 miliar, dua

jenis sertifikat dana unit saham pendapatan abadi dengan nilai sebesar Rp 60 miliar, dan tiga jenis

sertifikat dana unit saham dengan nilai sebesar Rp 80 miliar. Perkembangan jumlah emiten yang

telah mendapat persetujuan efektif Bapepam untuk melakukan emisi saham, obligasi, dan

sekuritas kredit, serta sertifikat saham yang telah diterbitkan oleh PT Danareksa dapat diikuti

dalam Tabel III.27, Tabel III.28, dan Tabel III.29.

Jumlah Nilai kumulatiCkumulatiC saham perdana

(Iembar) (milyar Rp)

1984 Desember 57.008.842 128.9931985 Desember 57.008.842 128.9931986 Desember 57.226.562 129.4001987 Desember 57.226.562 129.4001988 Desember 68.452.387 173,71989 Desember 308.666.206 2.260,501990 Desember 965.394.566 8.009,401991 Desember 1.178.465.725 8.976,101992 Maret 1.178.466.756 8.976,10

Juni 1.400.251.236 9.555,90September 1.439.599.686 9.751,10Desember 1.761.393.686 11.161,80

1993 Maret 1.825.256.186 11.333,30Juni 1.969.502.186 11.837,40September 2.206.612.186 13.149,60Desember 3.338.513.735 16.065,00

1994 Januari 3.614.230.919 16.995,90Februari 3.860.160.319 18.336,70Maret 4.023.545.991 18.909,00April 4.172.495.549 19.132,50Mei 4.367.260.199 19.679,90Juni 5.391.717.624 23.157,20Juli 5.396.717.624 23.166,20Agustus 5.396.717.624 23.166,20September 5.783.381.047 24.751,20Oktober 5.850.631.047 24.954,20November 6.211.183.047 26.034,10

216218226

Tabel III.27PERKEMBANGAN JUMLAH EMISI SAHAM

PERUSAHAANIBADAN USAHA DI PASAR MODAL,1984 - 1994

perusahaanAkbir

periode

67132145145151

Jumlah

2424242425

53162164168174181183187192192194207207207

Departemen Keuangan RI 302

Page 303: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Nilai kumulatifperdana

(juta Rp )

([) 12) -41984 Desember 3 154.7181985 Desember 3 354.7181986 Desember 3 404.7181987 Desember 3 535.7181988 Desember 9 935,71989 Desember 22 1.555,201990 Desember 23 2.090,201991 Desember 24 2.215,201992 Maret 25 2.515,20

Juni 26 2.649,20September 30 3.230,70Desember 34 3.856,80

1993 Maret 36 4.226,80Juni 41 4.911,80September 42 5.561,80Desember 43 5.761,80

1994 Januari 43 5.761,80Pebruari 43 6.011,80Maret 43 6.011,80April 44 6.111,80Mei 45 6.136,80Juni 46 6.261,80Juli 46 6.261,80Agustus 46 6.261,80September 46 6.261,80Oktober 46 6.261,80November 46 6.261,80

Tabel III. 28

PERUSAHAANIBADAN USAHA DI PASAR MODAL,1984 - 1994

748.588748.588748.588748.588

743.164743.903748.588748.588

725.074725.074741.534741.534

653.788658.808675.210675.980

384.032392.513415.480630.616

296.145322.475358.664380.244

13)269.730282.170285.915

perusahaan

PERKEMBANGAN JUMLAH EMISI OBLIGASI DAN SEKURITAS KREDIT

Akhirperiode

Jumlah Jumlahkumulatif emisi

( lembar )

Departemen Keuangan RI 303

Page 304: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Jumlah Nilai kumulatifkumulatif emisi perdana

( lembar) (juta Rp)

1984 Desember 7.420.300 72.793,301985 Desember 10.920.300 107.793,301986 Desember 15.420.300 152.793,301987 Desember 16.920.300 167.793,301988 Desember 16.920.300 167.793,301989 Desember 20.680.000 172.793,301990 Desember 30.680,90 272.793,301991 Desember 26.180.900 227.793,301992 Maret 26.180.900 227.793,30

Juni 25.780.900 222.793,30September 25.780.900 222.793,30Desember 25.780.900 222.793,30

1993 Maret 25.780.900 222.793,30Juni 25.812.400 222.793,30September 25.812.400 222.793,30Desember 25.780.900 222.793,30

1994 Januari 25.780.900 222.793,30Pebruari 25.780.900 222.793,30Maret 25.780.900 222.793,30April 25.780.900 222.793,30Mei 25.812.400 222.793,30Juni 25.812.400 222.793,30Juli 25.812.400 222.793,30Agustus 25.812.400 222.793,30September 25.812.400 222.793,30Oktober 25.812.400 222.793,30November 25.812.400 222.793,30

Tabel III.29

121212

PERKEMBANGAN JUMLAH SERTIFIKA T YANG DITERBITKANOLEH PT DANAREKSA,

1984 - 1994

perusahaanperiodeJumlahAkhir

78

101111

1212

1215131312

121212121212121212121212

Departemen Keuangan RI 304

Page 305: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

BAB IV

PERDAGANGAN LUAR NEGERI

DAN NERACA PEMBAYARAN

4.1. Pendahuluan

Proses pemulihan perekonomian dunia yang telah berlangsung sejak tahun 1991 masih

terus berlanjut, walaupun pemulihan tersebut masih terasa lamban. Selama tiga tahun terakhir ini,

pertumbuhan ekonomi dunia mengalami peningkatan antara 0,6 persen sampai dengan 0,8 persen

setiap tahunnya. Dalam tahun 1994, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan mencapai sebesar

3,1 persen, yang berarti meningkat lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang

hanya mencapai sebesar 2,3 persen.

Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi dan

pulihnya perekonomian di sebagian besar negara-negara industri, termasuk Jerman, Perancis, dan

Italia, yang dalam tahun sebelumnya pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi.

Membaiknya perekonomian negara-negara industri ini merupakan hasil dari meningkatnya

permintaan dalam negeri dan sebagai akibat dari meningkatnya tingkat kepercayaan dunia usaha,

yang tercermin dari meningkatnya investasi, baik swasta maupun pemerintah. Demikian pula

pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang dalam tahun 1994 masih tetap mantap,

meskipun mengalami sedikit penurunan dibanding dengan tahun sebelumnya. Hal ini terutama

didukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi oleh negara-negara di Asia, terutama Cina,

Thailand, dan Korea Selatan, serta negara-negara di Afrika, sebagai hasil dari dilakukannya

perbaikan berbagai kebijaksanaan struktural, serta pengendalian stabilitas makro ekonomi secara

tepat.

Membaiknya perekonomian dunia juga ditandai dengan menurunnya tingkat inflasi di

hampir semua negara-negara industri, sebagai hasil dari upaya konsolidasi di bidang fiskal dan

meredanya tekanan terhadap kenaikan upah buruh. Demikian pula di negara-negara berkembang,

laju inflasi dalam tahun ini diperkirakan dapat ditekan, sehingga tidak meningkat jauh dari tahun

sebelumnya melalui upaya program stabilisasi harga serta penerapan kebijaksanaan moneter yang

Departemen Keuangan RI 305

Page 306: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

ketat. Di samping itu, transaksi berjalan diperkirakan tidak jauh berbeda dari tahun yang lalu,

dimana transaksi berjalan negara-negara industri secara keseluruhan mengalami surplus, sebagai

hasil dari meningkatnya ekspor di sebagian besar negara-negara tersebut. Di lain pihak, negara-

negara berkembang pada umumnya mengalami defisit transaksi berjalan, sebagai akibat dari

besarnya beban pembayaran hutang luar negeri.

Sementara itu, menguatnya nilai tukar Yen terhadap Dollar Amerika telah menimbulkan

dampak negatif terhadap neraca pembayaran Indonesia, karena beban pembayaran cicilan pokok

hutang yang sudah jatuh tempo beserta bunganya terhadap pinjaman dari Jepang semakin

meningkat, serta biaya impor barang-barang modal dan bahan baku menjadi semakin besar.

Selain itu, kenaikan suku bunga Dollar di pasar internasional sebagai akibat kebijaksanaan

moneter ketat yang diterapkan oleh Amerika Serikat juga turut memberi tekanan terhadap

perkembangan neraca pembayaran Indonesia. Dalam menghadapi tekanan terhadap neraca

pembayaran tersebut dan untuk menjaga agar keseimbangan neraca pembayaran dapat

dipertahankan, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijaksanaan, di antaranya adalah

kebijaksanaan yang memberi peluang lebih besar bagi masuknya arus modal dari luar negeri,

menciptakan iklim investasi yang merangsang penanaman modal asing, di samping tetap

mempertahankan kebijaksanaan devisa bebas. Dengan demikian, diharapkan tercipta peluang

untuk meningkatkan ekspar nonmigas sebagai penghasil devisa, yang dapat digunakan untuk

membiayai pembangunan dan mengurangi tekanan terhadap neraca pembayaran Indonesia.

Perekonomian dunia juga diwarnai dengan semakin terbukanya perdagangan dunia. Suatu

tatanan ekonomi dunia baru telah muncul dengan ditandatanganinya Pakta Maroko atau Deklarasi

Marakesh yang dinamai "The Final Act", dimana pengaturan sistem perdagangan Dunia

dilaksanakan di bawah prinsip-prinsip perdagangan multilateral, terbuka, dan bebas hambatan,

baik hambatan tarif maupun nontarif. Melalui liberalisasi perdagangan, mekanisme pasar

diletakkan pada persaingan bebas, sehingga keadaan ini mengakibatkan semakin ketatnya

persaingan perdagangan internasional di pasar global, dan bahkan juga di dalam negeri. Dalam

mengantisipasi perubahan tatanan perekonomian Dunia tersebut, Pemerintah terus melakukan

pembenahan di dalam negeri. melalui penyesuaian-penyesuaian terhadap kebijaksanaan yang

sudah ada, dan menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan baru melalui serangkaian paket-paket

deregulasi dan debirokratisasi. Di samping itu terus diupayakan peningkatan kualitas sumber

daya yang ada, termasuk sumber daya manusia, dan bersama-sama dengan pihak swasta

Departemen Keuangan RI 306

Page 307: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

membangun proyek-proyek infrastruktur. Sementara itu kebijaksanaan perdagangan luar negeri

dan hubungan kerjasama ekonomi dengan negara-negara ASEAN melalui AFTA terus

ditingkatkan, begitu juga dengan sesama negara-negara anggota APEC.

Deklarasi Bogor yang merupakan hasil pertemuan para pemimpin APEC (APEC

Economic Leaders Meeting, AELM) di Bogar pada tanggal 15. Nopember 1994 yang dihadiri

pemimpin ekonomi dari 8 negara, telah menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan

perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di kawasan Pasifik selambat-lambatnya tahun

2010 bagi negara-negara maju, dan tahun 2020 untuk negara sedang berkembang. Dalam

pertemuan tersebut APEC telah menentukan arah dan rancangan masa depan dalam kerjasama

ekonomi kawasan, serta memanfaatkan momentum keberhasilan perundingan Putaran Uruguay

(GATT) yang bertujuan untuk memperbaiki prospek pertumbuhan ekonomi yang cepat dan

merata, tidak hanya bagi kawasan Pasifik tetapi juga bagi seluruh dunia.

Sementara itu untuk menunjang liberalisasi perdagangan dan investasi, telah disepakati

pula peningkatan kerjasama ekonomi di bidang sumber daya manusia, infrastruktur ekonomi,

ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, usaha menengah dan kecil, serta

mengikutsertakan pihak swasta. Di samping itu, telah disepakati pula untuk meletakkan landasan

idiil, konstitusional, serta landasan operasional dengan tujuan untuk menjamin kerjasama

ekonomi kawasan yang berkelanjutan. Deklarasi Bogor juga menyatakan secara tegas menentang

keras pembentukan blok perdagangan APEC secara tertutup, serta bertekad mewujudkan sistem

perdagangan bebas dan kebebasan untuk berinvestasi di dunia secara keseluruhan.

4.2. Perkembangan ekonomi dan moneter internasional dalam tahun 1994

Ekspansi ekonomi yang sedang berlangsung saat ini di Amerika Serikat dan Kanada, serta

adanya tanda-tanda kepulihan ekonomi yang lebih jelas di negara-negara industri Eropa dari

Jepang telah membawa perekonomian dunia diperkirakan tumbuh sebesar 3,1 persen dalam tahun

1994 dan 3,6 persen dalam tahun 1995. Meluas dari menguatnya pemulihan ekonomi di negara-

negara industri tampaknya menjadi tanda segera berakhirnya kemunduran yang berlarut-larut

yang telah mempengaruhi perekonomian seluruh negara di dunia.

Pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri maju (G-7) dalam tahun 1994

diperkirakan mencapai 2,8 persen, jauh lebih baik dari laju yang dicapai dalam tahun sebelumnya

Departemen Keuangan RI 307

Page 308: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebesar 1,4 persen. Bila dalam tahun 1993 beberapa negara industri maju seperti Jerman,

Perancis, dari Italia mengalami laju pertumbuhan negatif, dalam tahun 1994 ini seluruh negara

dalam kelompok tersebut diperkirakan akan mencatat laju pertumbuhan positif. Perekonomian

Amerika Serikat diperkirakan tumbuh dari sebesar 3,1 persen dalam tahun sebelumnya menjadi

3,7 persen dalam tahun 1994. Investasi dalam bisnis yang menguat dalam tahun 1993, sebagai

reaksi terhadap meningkatnya laba perusahaan-perusahaan dari rendahnya tingkat bunga, masih

terus berlanjut sampai tahun 1994 untuk memenuhi meningkatnya permintaan dalam negeri saat

ini dan masa mendatang. Naiknya tingkat bunga pinjaman jangka panjang dari titik terendahnya

pada kuartal ketiga tahun 1993, diperkirakan agak menurunkan kegiatan investasi dari konsumsi.

Namun hal ini diimbangi oleh adanya sumbangan yang lebih kuat dalam pertumbuhan

kesempatan kerja dari permintaan luar negeri terhadap barang-barang ekspor Amerika Serikat.

Ekspansi ekonomi Kanada terus berlanjut dengan langkah yang makin kuat dalam tahun

1994, dimana para eksportir Kanada memperoleh manfaat dari kuatnya permintaan di Amerika

Serikat serta terangkatnya industri dalam negeri, khususnya industri-industri yang berbasis

sumber daya, sebagai akibat naiknya harga-harga komoditi. Permintaan dalam negeri yang

semakin membaik juga memberikan sumbangan terhadap menguatnya pertumbuhan ekonomi,

yang dalam tahun 1994 diproyeksikan sebesar 4,1 persen, dibandingkan dengan sebesar 2,2

persen yang dicapai dalam tahun 1993.

Kegiatan ekonomi yang lebih kuat dari yang diperkirakan selama enam bulan pertama

tahun 1994, konsumsi swasta yang terbukti tetap mantap sekalipun terjadi kenaikan pajak dalam

bulan Januari 1994, dan meningkatnya permintaan dalam negeri dengan laju kenaikan tahunan

sebesar 1 persen, telah menyumbang terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Jerman dalam

tahun 1994, yang diperkirakan sebesar 2,3 persen, setelah dalam tahun sebelumnya mengalami

pertumbuhan yang negatif sebesar 1,1 persen. Namun sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan

ekonomi Jerman ini sesungguhnya berasal dari sektor luar negeri. Meningkatnya daya saing

sebagai dampak restrukturisasi industri di dalam negeri dari menurunnya ongkos buruh, serta

meluasnya permintaan di pasar Amerika Utara disamping pasar di Eropa sendiri, pada akhirnya

telah meningkatkan pertumbuhan ekspor.

Perubahan di Perancis terlihat hampir merata antara sumber-sumber dalam negeri dari luar

negeri. Pertumbuhan permintaan dalam negeri secara keseluruhan dari pertumbuhan produksi

Departemen Keuangan RI 308

Page 309: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

nasional diperkirakan sama-sama sebesar 1,9 persen dalam tahun 1994, beranjak dari

pertumbuhan yang dialami dalam tahun 1993 sebesar minus 1 persen. Menguatnya pengeluaran

konsumen di awal tahun 1994 sebagian disebabkan oleh insentif khusus yang diberikan oleh

pemerintah bagi pembelian mobil, meskipun pengeluaran bagi barang-barang tahan larna juga

telah meningkat.

Sementara itu, aktivitas ekonomi Italia sejak awal tahun 1994 juga telah semakin

bertambah baik, terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan luar negeri. Volume ekspor

selama kuartal pertama tahun 1994 tumbuh sebesar 11 persen dari periode yang sama tahun

sebelumnya. Meskipun keyakinan konsumen mulai membaik, namun pengeluaran dalam negeri

secara keseluruhan diperkirakan tetap lemah karena rendahnya pertumbuhan pendapatan rill dan

investasi dalam bisnis yang bersikap hati-hati. Proyeksi pertumbuhan Italia dalam tahun 1994

adalah sebesar 1,5 persen, berbeda jauh dari sebesar minus 0,7 persen dalam tahun 1993.

Pemulihan ekonomi yang memberikan daya dorong lebih jauh bagi peningkatan aktivitas

ekonomi di negara-negara Eropa, terjadi juga di Inggris. Produksi nasional selama kuartal kedua

1994 diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan tahunan sebesar 4 persen, yang

mencerminkan membaiknya pertumbuhan di sektor penjualan eceran, dan juga berlanjutnya

perkembangan di sektor industri dan manufaktur. Atas dasar perkembangan ini, pertumbuhan

ekonomi Inggris dalam tahun 1994 diproyeksikan sebesar 3,3 persen, dibandingkan sebesar 2

persen dalam tahun 1993.

Kondisi bagi suatu pemulihan ekonomi secara bertahap telah mulai terlihat di Jepang.

Beberapa indikator paling akhir yang mendukung ke arah itu antara lain ialah pertumbuhan

selama kuartal pertama tahun 1994 yang relatif kuat, yang mencerminkan adanya pertarnbahan

dalam konsumsi swasta. Walaupun produksi sektor industri agak berfluktuasi namun secara neto

meningkat selama tujuh bulan pertama tahun 1994. Demikian pula survei paling akhir mengenai

kondisi bisnis menunjukkan suatu peningkatan dalam bulan Mei, yang merupakan pertama kali

sejak tahun 19,89, dan kembali meningkat dalam bulan Agustus. Konsumsi swasta diharapkan

menjadi tenaga pendorong pemulihan ekonomi, yang sebagian didukung oleh penurunan pajak

pendapatan yang ditetapkan selama paruh kedua tahun 1994. Di samping itu, kebijaksanaan fiskal

yang diterapkan pemerintah Jepang telah memberikan dukungan yang sangat besar terhadap

aktivitas ekonomi. Dengan beberapa indikasi-indikasi positif tersebut, ekonomi Jepang dalam

Departemen Keuangan RI 309

Page 310: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tahun 1994 diproyeksikan tumbuh sebesar 0,9 persen, lebih baik dibandingkan dengan laju

pertumbuhan sebesar 0,1 persen dalam tahun sebelumnya.

Sementara itu kinerja ekonomi yang semakin kuat dan terus berlanjut di banyak negara-

negara sedang berkembang diperkirakan dapat menghasilkan rata-rata peitumbuhan sebesar 5,6

persen dalam tahun 1994, sedikit menurun dari laju pertumbuhan yang dicapai dalam tahun

sebelumnya sebesar 6,1 persen. Selain dari pada itu, perbedaan yang ada di antara negara-negara

berkembang yang satu dengan negara lainnya cenderung terus membesar. Perkiraan pertumbuhan

rata-rata negara-negara berkembang di kawasan Amerika Latin diproyeksikan menurun dari 3,4

persen dalam tahun 1993 menjadi sebesar 2,8 persen dalam tahun 1994. Pertumbuhan di Meksiko

lebih lemah dari yang diduga. Pemulihan aktivitas ekonomi di negara ini hanya sedang saja

sebagai akibat naiknya tingkat suku bunga riil di dalam negeri dan adanya ketidakpastian usaha

sehubungan dengan berlangsungnya kegiatan pemilihan umum di negara tersebut. Peningkatan

produksi yang besar diproyeksikan baru akan terjadi di tahun depan manakala permintaan barang

dan jasa mulai meningkat. Di Venezuela, kesulitan-kesulitan ekonomi terus bertambah. Inflasi

yang meningkat pesat, ketidakseimbangan fiskal yang makin membesar, dan krisis yang terjadi di

sektor keuangan telah memaksa pemerintah Venezuela melakukan suntikan likuiditas dalam

jumlah besar dan cadangan devisa yang dimiliki negara tersebut sangat merosot. Di bawah

kondisi ini, perekonomian Venezuela diproyeksikan akan mengalami penurunan. Brazil

menerapkan program ekonomi yang baru di awal tahun 1994 untuk memerangi tingkat inflasi

yang sangat tinggi. Pada paruh pertama tahun ini, langkah-langkah yang ditempuh oleh otoritas

moneter negara tersebut ditujukan untuk memperkuat keuangan negara, yang kemudian diikuti

dengan langkah pengenakan mata uang baru dalam bulan Juli 1994, serta langkah mengekang

arus modal asing ke dalam negeri yang sejak akhir tahun 1991 masuk dalam jumlah yang sangat

besar. Pertumbuhan ekonomi Brazil dalam tahun 1994 diproyeksikan sebesar 3 persen.

Sementara itu, prestasi ekonomi Peru diperkirakan terus meningkat pesat menyusul pemulihan

yang kuat dalam aktivitas ekonomi, khususnya investasi, dalam tahun 1993.

Meskipun aliran pemasukan modal merupakan ciri-ciri penting dari perkembangan

terakhir di kawasan Asia, namun pertumbuhan negara-negara berkembang untuk kawasan ini

secara keseluruhan diproyeksikan sedikit menurun dalam tahun 1994, yaitu sebesar 8 persen

dibandingkan sebesar 8,5 persen dalam tahun 1993. Hal tersebut terutama disebabkan

mengendurnya langkah ekspansi ekonomi di Cina yang dalam dua tahun terakhir tumbuh sangat

Departemen Keuangan RI 310

Page 311: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pesat. Upaya-upaya yang ditempuh Cina sejak tahun 1993 dimaksudkan untuk mendinginkan

suhu perekonomiannya yang memanas dan meningkatnya inflasi, namun demikian arus

penanaman modal asing ke negeri ini tetap besar meskipun agak menurun. India juga menikmati

arus pemasukan modal yang tetap besar ke dalam negerinya, dan tanda-tanda kepulihan investasi

dalam negeri telah terlihat untuk mengimbangi laju pertumbuhan ekspor yang melambat.

Sementara itu, aktivitas ekonomi Korea Selatan semakin pulih pada paruh pertama tahun 1994,

dan perekonomiannya sedang mendekati kondisi yang optimal.

Pertumbuhan di negara-negara berkembang kawasan Eropa dan Timur Tengah secara

keseluruhan diproyeksikan menurun lebih jauh, dari sebesar 4,8 persen dalam tahun 1993

menjadi hanya sebesar 1,4 persen dalam tahun 1994. Prospek pertumbuhan bagi negara-negara

pengekspor minyak di Timur Tengah tetap terkait erat dengan perkembangan yang terjadi di

pasar minyak internasional. Selain dari pada itu, nilai tukar perdagangan (terms of trade) negara

pengekspor minyak terus melemah akibat depresiasi Dollar Amerika Serikat dan naiknya harga

barang-barang di luar minyak. Ketidakseimbangan finansial juga merupakan hambatan dalam

mencapai pertumbuhan yang kuat bagi negara-negara di kawasan tersebut. Aktivitas ekonomi

Mesir sedikit membaik dalam tahun 1993, dan dengan terus berlanjutnya reformasi ekonomi serta

meningkatnya daya saing, pertumbuhan ekonomi Mesir dalam tahun 1994 diperkirakan akan

menguat. Pertumbuhan di Republik Islam Iran diperkirakan agak melambat dalam tahun 1994,

yang sebagian disebabkan oleh berlanjutnya penurunan dalam impor. Selanjutnya kondisi

ekonomi dan keuangan Turki terus memburuk selama paruh pertama tahun 1994, yang ditandai

dengan inflasi yang tinggi, defisit anggaran yang besar, dan ketidakseimbangan dalam neraca

pembayaran yang berperan terhadap depresiasi nilai tukar yang cukup besar.

Negara-negara berkembang kawasan Afrika terus memperlihatkan tanda-tanda perbaikan.

Harga-harga komoditi yang makin membaik di pasar dunia belakangan ini dan memulihnya

permintaan barang-barang ekspor oleh negara-negara industri merupakan faktor-faktor positif

bagi perkembangan di kawasan tersebut. Selanjutnya upaya-upaya menuju liberalisasi pasar di

banyak negara Afrika juga telah menciptakan kesempatan bagi perkembangan ekonomi yang

lebih kuat. Dengan terus berlanjutnya langkah-langkah reformasi struktural dan program

stabilisasi di sejumlah negara Afrika, pertumbuhan rata-rata di benua tersebut diproyeksikan naik

dari 1 persen dalam tahun 1993 menjadi 3,3 persen dalam tahun 1994. Berkembangnya ekspor

dan meningkatnya permintaan dalam negeri di tengah-tengah suasana membaiknya stabilitas dan

Departemen Keuangan RI 311

Page 312: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kepercayaan kalangan dunia usaha menjadikan ekonomi Afrika Selatan tumbuh dengan proyeksi

sebesar 3 persen dalam tahun 1994. Peningkatan pertumbuhan yang besar diproyeksikan juga

terjadi di Maroko, sebagai akibat pulihnya produksi pertanian dari kemarau panjang yang

berlangsung dalam dua tahun terakhir dan meningkatnya permintaan ekspor dari Eropa.

Sementara itu berakhirnya musim kemarau panjang juga merupakan pendorong bagi peningkatan

ekonomi Aljazair. Harga minyak yang sedikit membaik dan adanya liberalisasi dalam

perdagangan juga memberikan sumbangan terhadap proyeksi pertumbuhan yang lebih baik di

Aljazair.

Proyeksi atas pertumbuhan menyeluruh di negara-negara yang sedang dalam transisi,

yaitu bekas negara-negara sosialis Eropa Timur dan Uni Soviet, tidak dapat mengungkapkan

secara jelas tentang perbedaan dalam kondisi ekonomi di masing-masing negara. Reformasi

ekonomi yang cukup berani di sebagian besar negara-negara Eropa Tengah telah menciptakan

iklim ekonomi yang baik dan diperlukan bagi kelanjutan pertumbuhan ekonomi. Pemulihan

ekonomi yang sedang berlangsung di Eropa Barat memberikan dampak positif dan dukungan

bagi menguatnya aktivitas ekonomi di negara-negara yang sedang dalam transisi ini. Ekspansi

yang relatif kuat sedang berlangsung saar ini di Albania, Polandia, dan Slovenia. Aktivitas

ekonomi juga bertambah di negara-negara Baltik, dimana pertumbuhan rata-rata diperkirakan

sebesar 5 persen dalam tahun 1994. Namun demikian, situasi ekonomi di Rusia dan di sebagian

besar negara-negara dalam transisi lainnya masih tetap buruk, yang ditandai dengan kemerosotan

produksi yang masih tetap tesar, meskipun tingkat inflasi tahunan dalam tahun 1994

diproyeksikan menurun.

Sementara itu, negara-negara ASEAN diproyeksikan tetap menikmati laju pertumbuhan

yang cukup tinggi dalam tahun 1994, kecuali Philipina, yang meskipun diperkirakan akan meraih

laju pertumbuhan yang cukup lumayan namun masih tetap berada di bawah standar pertumbuhan

rata-rata kawasan tersebut. Perkembangan ekspor yang cepat merupakan faktor penting yang

berperan bagi pertumbuhan ekonomi Philipina yang lebih kuat dalam tahun 1994. Sementara itu

perekonomian Thailand yang diproyeksikan tampil lebih kuat dalam tahun ini mencerminkan

kuatnya pertumbuhan sektor ekspor, khususnya barang-barang manufaktur, dan meningkatnya

konsumsi dalam negeri. Ekonomi Malaysia yang terutama didukung oleh pertumbuhan yang kuat

dalam sektor manufaktur, jasa, dan konstruksi, diproyeksikan masih tetap mengalami laju

pertumbuhan tahunan sebesar 8 persen dalam tahun 1994. Perekonomian Singapura tumbuh lebih

Departemen Keuangan RI 312

Page 313: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tinggi dari yang diperkirakan dalam tahun 1994, yang diproyeksikan mendekati angka 10 persen.

Sektor industri elektronika menjadi tenaga pendorong perekonomian dalam tahun ini, sebagai

akibat meningkatnya permintaan konsumen di Amerika Serikat dan Asia. Pertumbuhan ekonomi

yang cukup tinggi tersebut telah menempatkan ASEAN sebagai salah satu kawasan yang

memiliki laju pertumbuhan yang tertinggi dan dinamis di kawasan Asia Pasifik (lihat Tabel IV.1).

Kelompok negara 19941)

A. Dunia 2,3 3,1B. Negara-negara industri 1,3 2,7Tujuh negara industri utama 1,4 2,81. Jepang 0,1 0,92. Amerika Serikat 3,1 3,73. Jerman - 1,1 2,34. Inggris 2 3,35. Perancis - 1 1,96. Ihalia 1,57. Kanada 2,2 4,1Negara-negara industri lainnya 0,3 2,4C. Negara-negara berkembang 6,1 5,61. Afrika 1 3,32. As i a 8.5 83. Amerika Latin 3,4 2,84. Eropa dan Timur Tengah 4,8 1,4D. Negara-negara dalam transisi -8,31. Eropa Timur dan Tengah -5,42. R u s i a -123. Asia Tengah dan Transkaukasus -6,6E. Negara-negara Asean1. Mataysia 8,5 82. Philipiha 1,7 4,53. Singapura 9,9 104. Thailand 7,8 8,25. Brunei Darussalam 3 31

0,7 -0,70,6

0,2

1993

1,71,5

TabeI IV. 1

TRANSISI DAN ASEAN, 1992 - 1994

-9-5,7-12

-10,7

NEGARA-NEGARA BERKEMBANG, NEGARA-NEGARA DALAM

(dalam persentase)

1,2

15,9

-11,7-19

1,61,12,32,2

1992

-0,5

8,22,5

7-15,5

-17,3

7,80,15,87,6

Perekonomian Dunia yang diproyeksikan semakin membaik dalam tahun 1994,

sebagaimana terlihat dari ekspansi yang berlangsung di berbagai kawasan, dan menguatnya

pertumbuhan di negara-negara maju, dalam kenyataannya tidak diikuti dengan penurunan tingkat

Departemen Keuangan RI 313

Page 314: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pengangguran di negara-negara industri, khususnya industri maju. Tingkat pengangguran rata-

rata tahunan di negara-negara industri maju dalam tahun 1994 secara keseluruhan diproyeksikan

sebesar 7,3 persen. Ini berarti sama dengan tingkat pengangguran tahunan yang terjadi

sebelumnya, meskipun laju pengangguran di beberapa negara industri tersebut, seperti Amerika

Serikat, Kanada, dan Inggris, terlihat menurun, yaitu masing-masing dari sebesar 6,8 persen, 11,2

persen, dan 10,3 persen dalam tahun 1993, menjadi 6,3 persen, 10,6 persen, dan 9,4 persen dalam

tahun 1994. Sementara itu tingkat pengangguran di negara-negara industri maju lainnya, yaitu

Perancis, Jerman, dan Italia, diproyeksikan masih akan meningkat, dari masing-masing sebesar

11,9 persen, 8,9 persen, dan 10,4 persen dalam tahun 1993, menjadi sebesar 12,4 persen, 9,8

persen, dan 11,6 persen dalam tahun 1994. Meskipun tingkat pengangguran di Jepang

diproyeksikan juga meningkat dalam tahun 1994, yaitu sebesar 2,9 persen dibandingkan dengan

sebesar 2,5 persen dalam tahun 1993, namun Jepang tetap merupakan negara industri maju yang

memiliki tingkat pengangguran paling rendah (lihat Tabel IV.2).

1992 1993 19941)

7,2 7,3 7,31. Jepang 2,2 2,5 2,9

7,4 6,8 6,33. Jennan 7,7 8,9 9,84. Inggris 9,8 10,3 9,45. Perancis 10,1 11,9 12,46. Italia 10,7 10,4 11,67. Kanada 11,3 11,2 10,6

Tujuh negara industri utama

2. Amerika Serikat

1992 - 1994

1) Perkiraan

Tab e 1 IV. 2TINGKA T PENGANGGURAN NEGARA-NEGARA INDUSTRI UT AMA,

( dalam persentase)Negara

Sekalipun sedikit diwarnai oleh kenaikan laju inflasi di dalam kelompok negara-negara

berkembang, namun secara umum inflasi Dunia dalam tahun 1994 diperkirakan lebih membaik

bila dibandingkan dengan tahun 1993, sebagai dampak semakin rendahnya perkembangan inflasi

dalam kelompok negara-negara industri dan kelompok negara-negara yang sedang dalam transisi.

Inflasi tahunan di negara-negara industri maju secara keseluruhan diperkirakan menurun, baik

secara kelompok maupun secara individual. Secara kelompok, laju inflasi di negara-negara

industri maju turun dari sebesar 2,8 persen dalam tahun 1993 menjadi sebesar 2,3 persen dalam

Departemen Keuangan RI 314

Page 315: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tahun 1994. Secara individual, semua negara-negara industri tersebut diproyeksikan mengalami

penurunan laju inflasi dalam tahun 1994 dibandingkan tahun sebelumnya. Inflasi tahunan

Amerika Serikat turun menjadi sebesar 2,7 persen dari 3 persen dalam tahun 1993. Jepang

diperkirakan mengalami laju inflasi paling rendah setelah Kanada dibandingkan dengan negara-

negara industri maju lainnya, yaitu hanya sebesar 0,7 persen dalam tahun 1994, menurun dari laju

inflasi tahun 1993 yang besarnya 1,3 persen. Tingkat kenaikan harga barang-barang konsumsi

yang sangat rendah di Jepang, dan terjadinya apresiasi Yen, telah berperan terhadap menurunnya

laju inflasi di Jepang. Sementara itu inflasi yang menurun di negara-negara industri maju lainnya

di Eropa, seperti Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia, dalam tahun 1994 disebabkan antara lain

oleh kebijaksanaan pengetatan moneter di negara-negara tersebut.

Laju inflasi tahunan di negara-negara berkembang secara keseluruhan diproyeksikan agak

meningkat, dari sebesar 46,2 persen dalam tahun 1993 menjadi sebesar 47,5 persen dalam tahun

1994, atau meningkat sebesar 1,3 persen. Hal tersebut erat kaitannya dengan peningkatan laju

inflasi kelompok negara-negara berkembang di semua kawasan, baik kawasan Asia, Eropa dan

Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika, dari masing-masing sebesar 9,7 persen, 24,7 persen,

236,4 persen, dan 32,6 persen dalam tahun 1993, naik menjadi masing-masing 10,3 persen, 27

persen, 244,8 persen, dan 39,3 persen dalam tahun 1994.

Dalam pada itu, sekalipun kesulitan-kesulitan masih menghauang upaya meningkatkan

aktivitas dan pertumbuhan ekonomi di sebagian besar negara-negara yang sedang dalam transisi,

namun terlihat kemajuan yang berarti dalam menurunkan laju inflasi. Dalam tahun 1994, laju

inflasi keseluruhan negara-negara yang sedang dalam transisi diproyeksikan sebesar 330,8

persen, menurun hampir separuh dari laju iriflasi yang terjadi dalam tahun 1993 sebesar 687,9

persen. Penurunan laju inflasi terjadi di kawasan EropaTimur dan Tengah, dan Rusia, dari

masing-masing sebesar 442,3 persen dan 915,3 persen dalam tahun 1993 menjadi 216,9 persen

dan 336,3 persen dalam tahun 1994. Sebaliknya, peningkatan laju inflasi diperkirakan terjadi di

kawasan Asia Tengah dan Transkaukasus yang dalam tahun 1994 diproyeksikan sebesar

1.476,3persen, meningkat dari sebesar 1.324,1 persen dalam tahun 1993.

Sementara itu, laju inflasi di negara-negara ASEAN secara individual diperkirakan lebih

tinggi dalam tahun 1994 dibandingkan dengan tahun 1993. Laju inflasi tertinggi diperkirakan

dialami oleh Philipina, yaitu sebesar 10 persen dibandingkan 7,6 persen dalam tahun sebelumnya.

Departemen Keuangan RI 315

Page 316: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Kemudian diikuti oleh Indonesia, yang dalam tahun 1994 ini mencapai sebesar 9,24 persen

dibandingkan dengan 9,77 persen dalam tahun 1993. Meskipun laju inflasinya telah meningkat

dibandingkan tahun 1993, Mataysia dan Singapura diperkirakan merupakan dua negara ASEAN

yang memiliki laju inflasi yang paling rendah dalam tahun 1994, yaitu masing-masing sebesar 4

persen setelah Brunei Darussalam sebesar 2,5 persen.

Situasi moneter internasional selama sembilan bulan pertama tahun ini diwarnai dengan

pergerakan nilai tukar beberapa mata uang utama, khususnya Dollar Amerika Serikat terhadap

mata-mata uang lainnya. Di pasar uang, Dollar Amerika Serikat telah merosot sebayak 12 persen

terhadap Yen dalam dua minggu pertama bulan September 1994, sedang terhadap Deutsche Mark

(DM) dan Franc Perancis, Dollar Amerika Serikat jatuh sekitar 11 persen sejak awaiI tahun ini.

Namun demikian, berdasarkan nilai efektif nominal, Dollar AS mengalami depresiasi yang lebih

kecil, yaitu sebesar 6 persen selama delapan bulan pertama tahun 1994, yang sebagian

mencerminkan adanya penguatan Dollar AS terhadap Dollar Kanada. Sementara itu, di samping

telah menembus nilai tertingginya sehabis perang terhadap Dollar AS, selanjutnya Yen

meningkat sebesar 8 persen secara efektif nominal antara Januari dan Agustus 1994. Namun

sampai dengan pertengahan September 1994 Yen hanya sedikit menguat terhadap DM setelah

mengalami depresiasi sebesar 8 persen atas mata uang Jerman tersebut sejak Februari 1994.

Deutsche Mark kembali menguat secara efektif nominal dalam delapan bulan pertama tahun

1994.

Membaiknya prospek pertumbuhan ekonomi di Eropa dan Jepang telah berperan bagi

menguatnya nilai Yen dan DM terhadap Dollar AS dalam bulan-bulan terakhir ini. Pasar uang

juga tampak telah mengantisipasi kemungkinan kondisi moneter Amerika Serikat yang lebih

kebal dari yang sesungguhnya terjadi, dan telah melakukan revisi atas perkiraan-perkiraan tingkat

bunga sehubungan telah meredanya penurunan tingkat suku bunga di Jerman. Ketegangan-

ketegangan antara Amerika Serikat dan Jepang yang dilatarbelakangi defisit transaksi berjalan

Amerika Serikat yang terus menerus dan surplus Jepang yang besar, juga telah berperan terhadap

menguatnya Yen.

Meskipun mata uang Amerika Serikat akhir-akhir ini mengalami depresiasi yang cukup

tajam terhadap Yen, begitu pula terhadap DM, namun dari perspektif waktu yang lebih panjang,

penampilan Dollar tidaklah begitu lemah. Dalam bulan Agustus 1994 nilai Dollar AS terhadap

Departemen Keuangan RI 316

Page 317: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

DM dalam artian efektif riil berada kira-kira 3 persen di atas tingkat terendahnya dalam bulan

Agustus tahun 1992, pada saat dimana tingkat bunga jangka pendek dan jangka panjang di Eropa

jauh di atas tingkat bunga di Amerika Serikat. Sementara itu, pada pertengahan September 1994,

nilainya berada kurang lebih 11 persen di atas tingkat nilainya di bulan Agustus 1992 terhadap

DM, dan kira-kira 30 persen terhadap Poundsterling. Selain dari pada itu, mata uang Amerika

Serikat ini sejak tahun 1991 telah menguat secara mantap atas Dollar Kanada, mitra dagang

terbesarnya.

Perkembangan tingkat suku bunga, khususnya suku bunga jangka pendek, di beberapa

negara industri utama terlihat bervariasi. Suku bunga jangka pendek Amerika Serikat, yang

diwakili oleh suku bunga obligasi pemerintah (treasury bills) diperkirakan meningkat menjadi

sebesar 4,4 persen dalam tahun 1994 dari sebesar 3 persen dalam tahun sebelumnya. Sebaliknya

tingkat bunga Jepang dan Jerman diproyeksikan akan menurun dari masing-masing sebesar 2,7

persen dan 7,2 persen dalam tahun 1993 menjadi sebesar 1,9 persen dan 5,2 persen dalam tahun

1994. Selanjutnya tingkat bunga London Interbank Offered Rate (LIB OR) berjangka waktu

enam bulan diperkirakan akan naik menjadi sebesar 5 persen dalam tahun 1994, dari sebesar 3,4

persen dalam tahun sebelumnya.

Dalam pada itu, pengaruh positif dari pemulihan ekonomi dunia terhadap pasar modal

telah diperlemah oleh dampak meningkatnya tingkat suku bunga jangka panjang sehingga harga-

harga saham di tiga dari empat pasar modal utama di Eropa telah jatuh dari harga puncaknya

pada pertengahan Mei 1994. Di pertengahan bulan September 1994, indeks-indeks di pasar

modal turun sebesar 5 persen di Jerman, 10 persen di Perancis, dan bahkan merosot lebih tajam

sebesar 20 persen di Italia. Sementara itu, harga-harga saham di Jepang sangat meningkat dalam

paruh pertama tahun 1994, meskipun terjadi penurunan-penurunan sesudah itu, dimana harga-

harga saham di pertengahan bulan September 1994 masih 15 persen lebih tinggi dari tingkat

harga pada akhir tahun 1993 yang lalu.

Perdagangan dunia diperkirakan berkembang semakin kuat dalam periode mendatang,

naik lebih dari 7 persen dalam tahun 1994 dan sebesar 6 persen dalam tahun 1995, jauh di atas

rata-rata pertumbuhan sebesar 5 persen selama dua dckade yang lalu. Kebangkitan ini jelas

mencerminkan meningkatnya aktivitas ekonomi di negara-negara industri, menguatnya

permintaan impor di negara-negara yang sedang dalam transisi, dan berlanjutnya pertumbuhan

Departemen Keuangan RI 317

Page 318: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

ekonomi yang cepat di negara-negara berkembang. Selain dari pada itu, perdagangan di antara

negara-negara berkembang sendiri juga tampak semakin meningkat sebagai dampak positif dari

liberalisasi perdagangan dan meningkatnya penanaman modal asing di negara-negara

berkembang.

Harga-harga komoditi perdagangan dunia tampak mulai cerah akhir-akhir ini, yang

ditandai dengan membaiknya harga kelompok barang-barang manufaktur dan kelompok barang-

barang primer bukan minyak di dalam perdagangan dunia. Harga-harga bahan mentah bukan

minyak naik cukup berarti, khususnya peningkatan harga yang pesat pada beberapa jenis

komoditi tertentu. Iklim yang buruk di Brazil dan rendahnya persediaan yang ada di tingkat

produsen telah menyebabkan harga kopi di pasaran dunia membubung tinggi, yang dalam bulan

Agustus 1994 saja harganya naik hampir 150 persen di atas harga rata-rata kuartal pertama tahun

1994. Demikian pula harga tembaga dan logam-logam lainnya juga mengalami peningkatan yang

cukup besar.

Sementara itu, harga rata-rata minyak mentah di pasar dunia yang sempat mencapai US$

17,8 per barel dalam bulan April 1993, merosot tajam menjadi US$ 12,65 per barel dalam bulan

Desember 1993, yang kemudian meningkat lagi menjadi US$ 13,40 per barel dalam bulan Maret

1994 dan menjadi lebih dari US$ 17 per barel dalam bulan Juli 1994. Meningkatnya permintaan

dari benua Eropa dan Amerika Serikat merupakan faktor penyebab naiknya harga minyak selama

tujuh bulan pertama tahun 1994, disamping terkendalinya pasokan minyak di pasar dunia oleh

negara-negara produsen minyak.

Kinerja transaksi berjalan negara-negara industri secara keseluruhan tampak cukup baik

akhir-akhir ini, setelah selama bertahun-tahun sebelumnya senantiasa defisit. Transaksi berjalan

negara-negara industri mencatat nilai surplus dalam tahun 1993 sebesar US$ 19,3 miliar, setelah

dalam tahun sebelumnya masih mencatat nilai defisit sebesar minus US$ 39,9 miliar. Dalam

tahun 1994, surplus transaksi berjalan kelompok negara-negara industri diproyeksikan sebesar

US$ 17,9 miliar. Sebaliknya, kelompok negara-negara industri utama secara keseluruhan tetap

mengalami defisit dalam transaksi berjalan. Bila dalam tahun 1993, defisit yang terjadi adalah

sebesar minus US$ 9,9 miliar, dalam tahun 1994 diproyeksikan naik menjadi sebesar minus US$

23,2 miliar. Di dalam kelompok negara-negara industri utama tersebut, Amerika Serikat tetap

mencatat defisit transaksi berjalan paling besar, dengan nilai defisit sebesar minus US$ 103,9

Departemen Keuangan RI 318

Page 319: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

miliar dalam tahun 1993, dan diproyeksikan meningkat menjadi sebesar minus US$ 149,4 miliar

dalam tahun 1994.

Sementara itu, Jepang, sekalipun dihadapkan dengan situasi perekonomian yang masih

belum cerah dan nilai tukar mata uang Yen terhadap Dollar AS yang cenderung makin kuat,

namun dalam kenyataannya tetap meraih surplus transaksi berjalan yang semakin besar. Bila

dalam tahun 1993 Jepang mencatat surplus sebesar US$ 131,4 miliar, dalam tahun 1994

diproyeksikan meningkat menjadi sebesar US$135,7 miliar. Perancis dan Italia merupakan dua

negara industri utama lainnya yang menikmati surplus dalam transaksi berjalan, sementara

Kanada, Inggris, dan Jerman masih mengalami defisit.

Dalam pada itu, kinerja transaksi berjalan dalam kelompok negara-negara berkembang

secara keseluruhan tetap belum membaik, bahkan semakin buruk dalam dua tahun ini, yang

ditandai dengan semakin membesarnya defisit yang dialami. Defisit transaksi berjalan negara-

negara berkembang keseluruhan dalam tahun 1993 berjumlah sebesar minus US$ 106,4 miliar,

setelah dalam tahun 1992 sempat mengecil menjadi minus US$ 77,4 miliar. Dalam tahun 1994,

defisit transaksi berjalan yang dialami kelompok negara berkembang diproyeksikan sebesar

minus US$ 104,7 miliar. Adapun defisit transaksi berjalan negara-negara berkembang

pengekspor minyak secara keseluruhan diproyeksikan meningkat menjadi minus US$ 53,5 miliar

dalam tahun 1994, dari sebesar minus US$ 49,6 miliar dalam tahun 1993. Sementara itu transaksi

berjalan di kelompok negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak diproyeksikan agak

membaik, dengan menurunnya defisit transaksi berjalan dari sebesar minus US$ 56,8 miliar

dalam tahun 1993 menjadi minus US$ 51,2 miliar dalam tahun 1994. Dalam pada itu, defisit

transaksi berjalan Indonesia dalam tahun 1994/95 diperkirakan agak memburuk. Bila dalam

tahun 1993/94 defisit dalam transaksi berjalan tercatat sebesar minus US$ 2,9 miliar, dalam tahun

1994/95 diperkirakan naik menjadi minus US$ 3,6 miliar. Hal tersebut sebagai akibat

peningkatan impor yang lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan ekspor, di samping

peningkatan yang juga terjadi dalam pengeluaran jasa-jasa neto bukan migas (lihat Tabel IV.4).

Departemen Keuangan RI 319

Page 320: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1992 1993 19941)

19,3 17,9-9,9

117,6 131,4 135,72.

- -17,45. 3,9 10,5 9,76. ItaIia 11,4 30,67. Kanada

8,3 38,4- -4,4 29,2 41,2

- -2,6 -2,9 -3,6

A. Negara-negara industri -39,9Tujuh negara industri utama -35,5 -23,2I. Jepang

Amerika Serikat -67,9 -103,9 -149,4

TabeI IV. 4TRANSAKSI BERJALAN NEGARA-NEGARA INDUSTRI

DAN NEGARA-NEGARA BERKEMBANG, 1992-1994

3. Jennan -22 -20,1 -16,24. Inggris -15,5 -12,7

( dalam milyar US $ )

Perancis-27,8-21,9 -23,8 -21

Masyarakat Eropa -61,9Negara-negara industri lainnyaB. Negara-negara berkembang 2) -77,4 -106,4 -104,71. Pengekspor Minyak -57,6 -49,6 -53,52. Bukan Pengekspor Minyak -19,9 -56,8 -51,23. Indonesia 3)

I) Perkiraan2) Termasuk transfer resmi (official transfer) 3) Tahun anggaran

Kelompok negara

Selanjutnya, bila ditinjau masalah hutang luar negeri, tidak terdapat indikasi bahwa

jumlah hutang luar negeri negara-negara berkembang secara keseluruhan telah menurun. Terlihat

justru sebaliknya, bahwa volume hutang luar negeri kelompok negara-negara berkembang

diproyeksikan semakin meningkat termasuk dalam tahun-tahun mendatang. Hutang luar negeri

seluruh negara-negara berkembang dalam tahun 1993 tercatat sebesar US$ 1.544,9 miliar, dan

jumlah itu diproyeksikan meningkat dalam tahun 1994 menjadi sebesar US$ 1.675,4 miliar.

Sementara jumlah hutang luar negeri negara-negara yang sedang dalam transisi juga

diproyeksikan bergerak naik, dari sebesar US$ 204,1 miliar dalam tahun 1993 menjadi sebesar

US$ 213,8 miliar dalam tahun 1994. Lebih jauh dari pada itu, rasio pembayaran hutang luar

negeri terhadap nilai ekspor barang dan jasa (debt-service ratio, DSR) kelompok negara-negara

berkembang hampir tidak berubah selama dua tahun ini. Bila dalam tahun 1993, DSR kelompok

negara-negara tersebut tercatat sebesar 15,4 persen, dalam tahun 1994 DSR tersebut diperkirakan

sebesar 15,3 persen. Sementara itu, DSR kelompok negara-negara dalam transisi tampak makin

memburuk, yaitu dari sebesar 8,4 persen dalam tahun lalu menjadi sebesar 17,1 persen dalam

tahun 1994.

Departemen Keuangan RI 320

Page 321: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Situasi perekonomian dan perdagangan dunia yang semakin kompetitif dan cepat berubah

telah mendorong negara-negara di dunia untuk melakukan kerjasama baru yang saling

menguntungkan di bidang ekonomi dan perdagangan, di samping memperkuat kerjasama yang

telah ada. Pada sidang KTT keempat kelompok 15 (G-15) yang berlangsung di India dalam bulan

Maret 1994 yang lalu, forum tersebut kembali menekankan perlunya memperkuat kerjasama di

antara negara-negara berkembang dan upaya perlindungan terhadap kepentingan negara

berkembang dalam perdagangan pasca Putaran Uruguay. Selain isu mengenai masalah beban

hutang luar negeri negara-negara berkembang dan isu tentang upaya mengatasi kelaparan dan

pengentasan kemiskinan yang masih mendera sebagian negara-negara berkembang khususnya

Afrika, juga ditegaskan mengenai perlunya mengupayakan dialog antara negara maju dan negara

berkembang (Utara-Selatan) yang lebih menekankan kepada pendekatan kemitraan, bukan

konfrontasi, dalam mencari penyelesaian terhadap masalah-masalah global. Berkaitan dengan

KIT G-15 tersebut, pada pertengahan Agustus 1994 yang lalu di Jakarta telah berlangsung

pertemuan tingkat menteri dari 31 negara-negara berkembang/anggota gerakan non blok yang

mempunyai beban hutang paling berat. Pertemuan yang disponsori Indonesia tersebut merupakan

forum untuk bertukar fikiran dan saling membagi pengalaman tentang cara pengelolaan dan

mengatasi masalah hutang luar negeri masing-masing.

Kerjasama ekonomi dalam rangka peningkatan perdagangan intra ASEAN melalui AFTA

mencatat beberapa perkembangan venting. Siuang Dewan Menteri AFTA kelima yang

berlangsung pada tanggal 21 September 1994 di Thailand, telah sepakat untuk mempercepat

periode pelaksanaan kawasan perdagangan bebas ASEAN dari periode 15 tahun menjadi 10

tahun, atau realisasi AFTA yang sedianya dilaksanakan per 1 lanuari 2008 kini dipercepat

menjadi per 1 Januari 2003. Selanjutnya, selain menyepakati penurunan tarif, baik pada jalur

normal (normal track) maupun jalur cepat (fast track) di dalam kerangka pelaksanaan Common

Effective Preferential Tarifs (CEPT), Dewan Menteri juga menyepakati beberapa langkah untuk

mempercepat liberalisasi ekonomi/perdagangan intra ASEAN. Langkah-langkah tersebut antara

lain adalah kesepakatan untuk mempercepat masuknya barang-barang yang untuk sementara

tidak terkena skema penurunan tarif (exclusion list) ke dalam daftar barang-barang yang terkena

skema penurunan tarif (inclusion list) dalam waktu 5 tahun terhitung per 1 lanuari 1995. Dengan

cara demikian, semua jenis barang yang tadinya termasuk di dalam exclusion list, dalam tempo 5

tahun secara bertahap akan masuk ke dalam inclusion list, yang mulai dilaksanakan sejak tanggal

Departemen Keuangan RI 321

Page 322: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1 Januari 1994. Selain dari pada itu disepakati pula untuk membentuk Unit AFTA dalam

Sekretariat ASEAN, dalam rangka mengkoordinasikan dan mengelola AFTA serta masalah-

masalah yang berkaitan dengan AFTA secara lebih efektif, termasuk penyelesaian sengketa di

dalam perdagangan. Disamping pembentukan Unit AFTA pada Sekretariat ASEAN, untuk

memperkuat pelaksanaan CEPT disepakati juga membentuk Unit AFTA nasional di masing-

masing negara ASEAN.

Perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay dalam kerangka GATT yang

memakan waktu lebih dari tujuh tahun akhirnya berhasil diselesaikan dengan ditandatanganinya

akta final perundingan perdagangan Putaran Uruguay pada pertengahan April 1994 di Marrakesh,

Maroko, menyusul tercapainya kesepakatan atas perundingan tersebut pada pertengahan

Desember 1993 di Jenewa, Swiss. Putaran Uruguay ini merupakan putaran yang paling luas dan

menyeluruh dari seri putaran perundingan GATT yang telah ada sebelumnya. Disamping

pembabasan mengenai langkah-langkah penurunan/penghapusan tarif serta penghapusan

hambatan-hambatan non tarif dan subsidi-subsidi, cakupan materi perundingan juga diperluas

dengan dimasukkannya unsur-unsur baru, antara lain perjanjian tentang hasil-hasil pertanian,

perjanjian tentang tekstil dan pakaian jadi, perdagangan jasa-jasa, perjanjian tentang investasi

yang terkait dengan perdagangan (trade-related investment measures, TRIMs), dan perjanjian

tentang hak milik intelektual yang terkait dengan perdagangan (trade-related intelectual property

rights, TRIPs).

Berdasarkan kesepakatan itu pula, kelembagaan GATT sebagai pengatur perdagangan

dunia selama ini, akan digantikan oleh lembaga baru yaitu World Trade Organization (WTO)

yang diharapkan mulai beroperasi per 1 lanuari 1995, dengan kewenangan dan kekuatan yang

lebih besar dari pada GATT. Disamping bertindak mengawasi atau memantau pelaksanaan

keputusan-keputusan yang dicapai dalam Putaran Uruguay, WTO juga berfungsi sebagai badan

yang akan menyelesaikan sengketa dagang antar negara anggota melalui Badan Penyelesaian

Sengketa (Dispute Settlement Body), serta meninjau kebijaksanaan perdagangan negara-negara

anggota melalui "trade policy review mechanism" (TPRM). Perdagangan dunia yang lebih

liberal, akses pasar yang lebih terbuka, terciptanya aturan main dalam perdagangan internasional

yang lebih pasti, serta berkurangnya proteksionisme dalam perdagangan dunia, khususnya bagi

negara-negara sedang berkembang, pada akhirnya akan meningkatkan volume perdagangan,

pendapatan, dan investasi serta mendorong proses pemulihan ekonomi dunia ke arah yang lebih

Departemen Keuangan RI 322

Page 323: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

baik di masa mendatang. Bagi Indonesia, pemanfaatan peluang akses pasar yang semakin terbuka

untuk peningkatan ekspor akan sangat tergantung kepada kemampuan dalam meningkatkan daya

saing barang-barang Indonesia dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.

Sementara itu, proses pembukaan pasar untuk prciduk-produk dan jasa yang berasal dari luar

negeri juga berarti akan meningkatnya persaingan untuk barang-barang dari jasa di pasar dalam

negeri.

Pertemuan Para Pemimpin Ekonomi APEC (APEC Economic Leaders Meeting, AELM)

yang berlangsung di Bogor tanggal 15 Nopember 1994, yang kedua setelah pertemuan di Seattle

(Amerika Serikat) pada tanggal 20 Nopember 1993 yang lalu, akhirnya mencapai kata sepakat

untuk mewujudkan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di kawasan Asia Pasifik

selambat-lambatnya tahun 2010 bagi negara-negara maju dan tahun 2020 bagi negara-negara

sedang berkembang. Kesepakatan tersebut tercapai setelah semua pemimpin mencapai konsensus

mengenai isi-isi perdagangan dan investasi yang bebas di kawasan Asia Pasifik serta batas waktu

pencapaiannya, yang kemudian dituangkan dalam deklarasi tekad bersama para pemimpin

ekonomi APEC (Deklarasi Bogor). Dalam pertemuan di Bogor ini, APEC telah menentukan arah

dan rancangan masa depan kerjasama ekonomi serta memanfaatkan momentum keberhasilan

perundingan Putaran Uruguay (GATT) untuk memperbaiki prospek pertumbuhan ekonomi yang

cepat, merata, dan seimbang, tidak saja bagi kawasan Asia Pasifik tetapi juga bagi dunia.

Dalam rangka menunjang liberalisasi perdagangan dari investasi dimaksud telah

disepakati peningkatan kerjasama di berbagai bidang, seperti bidang sumber daya manusia,

peningkatan infrastruktur ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, usaha

menengah dan kecil, serta peningkatan keikutsertaan sektor swasta. Selanjutnya para pemimpin

ekonomi APEC juga sepakat untuk menetapkan landasan idiil, konstitusional, dari landasan

operasional untuk menjamin kerjasama ekonomi kawasan yang berkelanjutan. Kemitraan, saling

menghormati dan saling menguntungkan ditetapkan sebagai landasan idiil, persetujuan GATT

dan WTO sebagai landasan konstitusionalnya, sedang landasan operasionalnya adalah semua

persetujuan APEC dengan prinsip yang kuat membantu yang lemah. Selain dari pada itu, dalam

deklarasi di atas juga dinyatakan dengan tegas bahwa pembentukan APEC tidak boleh menjurus

ke arah blok perdagangan tertutup (inward looking). Dalam deklarasi tersebut dinyatakan tekad

mewujudkan sistem perdagangan dari investasi yang bebas dari terbuka, yang akan mendorong

serta memperkuat liberalisasi perdagangan dari investasi di dunia sebagai satu keseluruhan.

Departemen Keuangan RI 323

Page 324: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

4.3. Kebijaksanaan di bidang perdagangan luar negeri

Memasuki tahun pertama pelaksanaan Repelita VI kebijaksanaan di bidang perdagangan

luar negeri tetap diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, kualitas dari produktivitas industri

dalam negeri, mendorong pengembangan ekspor nonmigas, memelihara kestabilan harga dan

tersedianya barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri, memperluas kesempatan kerja,

menghemat devisa impor, serta menurunkan debt service ratio (DSR). Di samping itu, untuk

menunjang peningkatan ekspor nonmigas, nilai tukar rupiah yang realistis perlu dipertahankan.

Selanjutnya, guna lebih mendorong penanaman modal asing (PMA), khususnya yang berorientasi

ekspor, maka iklim usaha dan prasarana perlu ditingkatkan.

Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, berbagai gejolak ekonomi,

moneter, dan perdagangan dunia, akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Dalam tahun

1994, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan membaik, yang tercermin dari

meningkatnya volume perdagangan dan menurunnya inflasi dunia. Di samping itu, harga barang-

barang manufaktur dan barang primer nonmigas diperkirakan mengalami peningkatan.

Perkembangan tersebut akan menguntungkan perekonomian nasional. Namun demikian, adanya

kecenderungan regionalisasi ekonomi dan perdagangan, masih tingginya tarif bea masuk di

banyak negara, serta masih adanya hambatan-hambatan non-tarif dari negara-negara maju, seperti

ekspor yang dikaitkan dengan hak asasi manusia, pajak energi, dan ekotabel, diperkirakan akan

mempengaruhi kinerja neraca perdagangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Dalam pada itu, guna menghadapi situasi perekonomian yang semakin kompetitif,

mengantisipasi sistem perdagangan yang semakin global, serta meningkatnya kerjasama

perdagangan dan investasi seperti APEC, AFTA, dan NAFTA, maka efisiensi ekonomi, kualitas

bahan baku, produk akhir, dan daya saing produk-produk nasional terus ditingkatkan. Di samping

itu, Pemerintah terus mengupayakan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengembangan

ilmu dan teknologi, penciptaan iklim usaha yang lebih kondusif bagi penanam modal, dan

penerapan kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati.

Sehubungan dengan hal itu, Pemerintah dalam bulan Juni 1994 telah mengeluarkan

deregulasi di bidang tarif bea masuk, bea masuk tambahan, hala niaga impor, kawasan berikat

(KB), dan entrepot produksi tujuan ekspor (EPTE), pengkreditan pajak masukan, serta

Departemen Keuangan RI 324

Page 325: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kemudahan bagi perluasan penanaman modal. Dalam kebijaksanaan tersebut, tarif bea masuk

untuk beberapa produk industri, seperti mesin tekstil, mesin jahit, mesin bubut, bar, dan

kendaraan bermotor, diturunkan menjadi 0-25 persen. Sedangkan bagi produk-produk pertanian,

tarif bea masuknya diturunkan menjadi 5 persen, bahkan bagi produk-produk yang diatur oleh

Bulog, seperti kedelai, gandum, beras, serta minyak kelapa sawit, bea masuknya diturnnkan

hingga 0 persen. Penurunan tarif bea masuk tersebut diharapkan akan mampu menjaga harga

komoditi bahan pokok di dalam negeri. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan industri dalam

negeri dan mengantisipasi kesepakatan GATT, beberapa komoditi impor yang semula

ditataniagakan, diganti dengan perlindungan tarif.

Dalam rangka menciptakan investasi yang lebih menarik dan mendorong peningkatan

ekspor nonmigas, Pemerintah telah menyempurnakan kebijaksanaan yang menyangkut kawasan

berikat dan entrepot produksi tujuan ekspor (EPTE). Dalam kebijaksanaan tersebut ditetapkan

antara lain bahwa peminjaman peralatan/mesin-mesin dari luar EPTE yang semula dilarang, saat

ini diperbolehkan. Selanjutnya bagi investor asing yang ingin memperluas usahanya sekurang-

kurangnya 30 persen dari kapasitas terpasang, diberikan fasilitas impor bahan baku/penolong atas

tambahan kapasitas tersebut selama 2 tahun. Sementara itu, Pemerintah telah pula membuka

kesempatan investasi dalam bentuk patungan untuk pelayanan umum (infrastruktur), seperti

pelayaran, pelabuhan, dan pembangkit tenaga listrik.

Di samping kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, Pemerintah juga terus mengupayakan

peningkatan daya saing produk nasional melalui peningkatan efisiensi, produktivitas, dan mutu

barang. Dalam hal peningkatan mutu, yang ditingkatkan tidak hanya produk akhir, tetapi juga

proses pengolahan dan mutu batan baku, agar sesuai dengan standar mutu internasional, yaitu

ISO 9000. Di samping itu, Pemerintah telah menyiapkan sistem untuk menetapkan standar

ekotabel. Selanjutnya guna lebih mendorong peningkatan ekspor nonmigas, penganekaragaman

produk dan pasar ekspor nonmigas, promosi, dan kerjasama dengan mitra dagang terus

dikembangkan, dengan terus menjaga ketepatan waktu penyerahan barang dan jasa. Berkaitan

dengan hal itu, diperlukan sistem informasi dan administrasi perdagangan yang canggih. Melalui

kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, diharapkan laju pertumbuhan ekspor nonmigas akan

semakin meningkat, sehingga defisit transaksi berjalan akan semakin mengecil dan jumlah

cadangan devisa akan semakin mantap.

Departemen Keuangan RI 325

Page 326: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

4.3.1. Kebijaksanaan di bidang ekspor

Berbagai kebijaksanaan deregulasi yang telah ditempuh dalam tahun 1994 dan tahun-

tahun sebelumnya telah memberikan dampak positif terhadap struktur ekspor Indonesia. Hal ini

tercermin dari semakin meningkatnya peranan ekspor nonmigas terhadap ekspor secara

keseluruhan. Di samping itu, jenis komoditi ekspor nonmigas semakin beragam dan semakin

banyak pula komoditi olahan, termasuk didalamnya komoditi hasil industri sedang, industri kecil,

dan hasil kerajinan. Demikian pula pasar ekspor nonmigas menjadi semakin luas. Dalam rangka

lebih memantapkan struktur ekspor nonmigas, Pemerintah terus berupaya untuk mendorong

ekspor melalui kebijaksanaan yang terpadu antara kebijaksanaan-kebijaksanaan di bidang fiskal

dan moneter dengan kebijaksanaan di sektor riil.

Di samping itu Pemerintah bersama-sama pengusaha swasta telah pula melakukan

berbagai promosi ekspor ke luar negeri, melalui pengiriman misi dagang dan pameran-pameran

dagang di luar negeri, membentuk Indonesia Trade Promotion Centre (ITPC) di beberapa negara,

menjalin kerjasama dengan mitra dagang, serta menjadi anggota asosiasi dagang internasional.

Sementara itu, dalam rangka menghadapi perekonomian dunia yang semakin kompetitif, maka

efisiensi, produktivitas, dan kualitas komoditi ekspor terus ditingkatkan. Selain daripada itu iklim

usaha yang menarik serta nilai tukar rupiah yang realistis terus dijaga, sehingga daya saing

komoditi ekspor nonmigas semakin meningkat.

Dalam pada itu, guna memacu ekspor barang jadi, memperluas kesempatan kerja,

mendorong pertumbuhan industri hilir, dan meningkatkan hasil devisa, sejak tahun 1992

Pemerintah telah mencabut larangan ekspor kayu bulat/log, kayu dalam bentuk papan lebar dan

tidak lebar, kelompok rotan, kelompok kulit mentah, dan komoditi tertentu, yang digantikan

dengan pajak yang cukup tinggi. Dalam periode tersebut Pemerintah telah menaikkan pajak

ekspor kayu gergajian dan kayu olahan, yang besarnya bervariasi antara US$ 250 sampai dengan

US$ 4.800 per meter kubik, sesuai dengan kelompoknya. Dalam kebijaksanaan tersebut, pajak

ekspor atas kayu cempaka, melur, meranti, dan lainnya ditetapkan sebesar US$ 250 per meter

kubik. Sedangkan bagi kayu cendana, ebony, dan taka, yang berbentuk batang belahan dan tiang

pancang atau poles, dikenakan pajak ekspor sebesar US$ 4.800 per meter kubik. Pajak ekspor

kayu gergajian dari kelompok agatis, cendana, dan ebony yang dibentuk sepanjang tepi atau

Departemen Keuangan RI 326

Page 327: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

permukaannya diketam, pajak ekspornya masing-masing sebesar US$ 1.200 per meter kubik,

sebesar US$ 2.400 per meter kubik, dan sebesar US$ 4.800 per meter kubik. Sementara itu, rotan

asakan dan rotan yang sudah dikuliti dikenakan pajak ekspor sebesar US$ 15 per kg. Selanjutnya

pajak ekspor kulit mentah dari hewan sejenis lembu dan kuda sebesar US$ 4 per kg, dan pajak

ekspor bagi kulit hewan sejenis biri-biri sebesar US$ 10 per lembar. Sedangkan bagi kulit yang

telah disamak dikenakan pajak ekspor sebesar 30 persen disamping pajak ekspor tambahan

sebesar 20 persen.

Dalam tahun 1993, Pemerintah telah menyempurnakan ketentuan mengenai entrepot

produksi untuk tujuan ekspor (EPTE) dan kawasan berikat. Dalam hal ini, ketentuan laporan

pemeriksaan surveyor (LPS) ditiadakan, dan penyerahan barang antar-EPTE tidak dikenakan

pajak pertambahan nilai (PPN). Masih dalam tahun 1993, dalam rangka meningkatkan pelayanan

fasilitas pembebasan bea mastik dan penangguhan PPN atas bahan asal impor bagi perusahaan

eksportir, Pemerintah telah mengubah tatacara pertanggungjawaban pemakaian bahan asal impor

yang digunakan untuk memproduksi barang ekspor. Dalam kebijaksanaan tersebut sistem laporan

realisasi ekspor (LRE) diganti dengan sistem laporan ekspor (LE). Dalam sistem LE ini, laporan

konversi pemakaian bahan tidak perlu diperiksa oleh Sucofindo. Selain itu, penghitungan

pemakaian bahan, kandungan bea masuk, bea masuk tambahan, dan PPN, dilakukan atas dasar

"self assessment".

Dalam rangka lebih memperlancar pelaksanaan pembayaran fasilitas pengembalian,

dalam bulan Januari 1994 Pemerintah telah menyempurnakan tatacara pengembalian bea masuk,

bea masuk tambahan, pajak ekspor, pajak ekspor tambahan, PPN, dan PPn-BM. Selanjutnya guna

mengendalikan harga jual minyak goreng di dalam negeri, dalam bulan September 1994

Pemerintah menetapkan pajak ekspor bagi ekspor crude palm oil (CPO), refined bleached

deodorized palm oil (RBD-PO), crude olein, dan refined bleached deodorized olein (RBD-Olein).

Tarif pajak ekspor komoditi-komoditi tersebut bervariasi antara 40 sampai dengan 75 persen dari

selisih harga ekspor dengan harga dasar yang ditetapkan Pemerintah. Pajak ekspor untuk

komoditi-komoditi tersebut dikenakan apabila harga minyak goreng di dalam negeri mencapai

lebih dari Rp 1.250 per kg.

Sementara itu, partisipasi dan kerjasama kelembagaan internasional terus dilanjutkan dan

ditingkatkan, antara lain melalui Organisasi Kopi Internasional (International Coffee

Departemen Keuangan RI 327

Page 328: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Organization, ICO). Melalui siuang ICO, telah dicapai kesepakatan untuk menerapkan skema

retensi kopi sebesar 20 persen, yang dimaksudkan untuk meningkatkan harga kopi di pasar

internasional.

Selanjutnya guna memperbaiki harga timah di pasar internasional, dalam sidang negara-

negara penghasil timah (Association of Tin Producing Countries, ATPC) di Bangkok dalam

bulan September 1994, telah diputuskan bahwa sampai dengan tahun 1995 masih diberlakukan

pembatasan (kuota) ekspor timah dunia, yaitu sebesar 90.600 ton. Indonesia, yang merupakan

salah satu anggota ATPC, mendapat jatah sebesar 30.500 ton atau 33,7 persen. Sementara itu,

selama tahun 1993-1995 ekspor maniok ke negara-negara Masyarakat Eropa ditetapkan sebesar

2.475.000 ton.

Untuk lebih mendorong ekspor, Pemerintah telah pula menerapkan kebijaksanaan imbal

beli, yaitu bagi setiap impor pemerintah yang nilainya lebih dari Rp 500 juta dan dibiayai oleh

dana APBN, kredit ekspor, atau pinjaman komersial lainnya, pemasok barang-barang tersebut

diwajibkan untuk membeli barang-barang Indonesia senilai harga FOB dari barang asal impor.

Sampai dengan bulan November 1994, nilai imbal beli meneapai sebesar US$ 5.155,9 juta.

Selanjutnya guna meningkatkan kualitas produk nasional agar sesuai dengan standar mutu

internasional, yaitu ISO-9000, Pemerintah terus melakukan pembinaan terhadap industri kecil

dan industri sedang. Di samping itu, dalam rangka menerapkan sistem ekotabel, Pemerintah telah

menyiapkan suatu mekanisme sistem nasional pengelolaan ekotabel di Indonesia. Melalui

kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, diharapkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk-

produk nasional semakin meningkat, sehingga mampu bersaing di pasar global, yang pada

gilirannya akan meningkatkan ekspor nonmigas.

4.3.2. Kebijaksanaan di bidang impor

Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia dalam tahun 1994 diperkirakan membaik,

yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan serta

menurunnya inflasi di negara-negara industri. Hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan

neraca perdagangan Indonesia, karena negara-negara tersebut merupakan mitra dagang utama

bagi Indonesia. Sementara itu, telah diratifikasinya perjanjian perdagangan multilateral Putaran

Uruguay (GAIT) dalam bulan April 1994 diperkirakan akan memberikan pengaruh yang cukup

Departemen Keuangan RI 328

Page 329: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

luas bagi dunia usaha di Indonesia, di satu pihak merupakan peluang bagi peningkatan ekspor

bukan migas dan di pihak lain dapat meningkatkan masuknya barang-barang impor. Sehubungan

dengan hal itu dunia usaha dituntut untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, agar produk

nasional mampu bersaing di pasar global.

Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar impor Indonesia merupakan bahan baku/

penolong dan barang modal yang digunakan untuk industri barang ekspor. Dalam pada itu,

kebijaksanaan di bidang impor diarahkan untuk mendukung dan mendorong pertumbuhan

industri dalam negeri, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri yang berorientasi ekspor,

memelihara kestabilan harga, dan menyediakan barang-barang yang dibutuhkan dalam negeri.

Berkaitan dengan hal itu, Pemerintah dalam tahun 1994 dan dalam tahun-tahun sebelumnya telah

mengeluarkan berbagai raker kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi, antara lain raker

kebijaksanaan 23 Oktober 1993 yang mencakup enam bidang, yaitu bidang ekspor-impor, tarif

bea masuk impor dan tata niaga impor, penyederhanaan penanaman modal, perizinan untuk

investasi di bidang farmasi, serta penyederhanaan prosedur analisa mengenai dampak lingkungan

(Amdal).

Selanjutnya, dalam rangka lebih mempercepat peningkatan serta perluasan kegiatan

ekonomi, dilakukan langkah-langkah untuk mengembangkan iklim usaha yang semakin mantap

dan lebih menjamin kelangsungan PMA melalui dua bentuk usaha yaitu usaha patungan dan

penanaman modal langsung. Untuk itu Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor

20 Tahun 1994, yang mengatur tentang kepemilikan saham dalam perusahaan penanaman modal

asing. Di dalam peraturan ini penanaman modal asing yang berpatungan dengan pihak Indonesia

diizinkan melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat

hidup orang banyak, meliputi pelabuhan, produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik untuk

umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api listrik, dan media masa.

Dalam usaha patungan tersebut, pihak asing dimungkinkan untuk memiliki saham sampai dengan

95 persen. Selain itu, perusahaan asing bolch juga menguasai 100 persen saham perusahaan,

dengan ketentuan perusahaan tersebut harus menjual sahamnya kepada pihak Indonesia setelah

15 tahun sejak produksi komersial melalui pasar modal atau pemilikan langsung (direct

placement). Tujuan dari peraturan ini antara lain meningkatkan pertumbuhan ekspor melalui

perolehan peluang pasar internasional, serta meningkatkan lapangan kerja, penerimaan pajak,

lingkungan hidup, dan perekonomian nasional. Masih dalam tahun 1994, Pemerintah

Departemen Keuangan RI 329

Page 330: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

mengeluarkan raker kebijaksanaan di sektor riil (paket 27 Juni 1994), yang meliputi

penyempurnaan bea masuk (BM), bea masuk tambahan (BMT), penghapusan tata niaga impor 27

pas tarif, penyempurnaan peraturan untuk kawasan berikat (KB) dan entrepot produksi tujuan

ekspor (EPTE), pengkreditan pajak masukan bagi industri tertentu, dan langkah-langkah untuk

memperkuat usaha kecil dan koperasi. Penyempurnaan BM, dan BMT, diarahkan untuk

mengantisipasi perkembangan perdagangan dunia pasca GAIT /putaran Uruguay, dan mendorong

peningkatan daya saing produksi dalam negeri. Tarif bea masuk yang diturunkan adalah sebanyak

739 pas tarif, yang meliputi hasil-hasil di bidang industri termasuk komoditi Bulog dan produk

kesehatan. Selanjutnya komoditi-komoditi yang tarifnya diturunkan menjadi sekitar 5-30 persen

antara lain adalah mesin tekstil, mesin usaha pertanian, mesin-mesin perkakas untuk industri

kecil, dan beberapa komponennya. Tarif bea masuk bagi mesin-mesin tekstil dan komponennya

diturunkan menjadi 10-25 persen, mesin untuk usaha pertanian tarif BM-nya diturunkan 5-20

persen, dan untuk mesin-mesin perkakas industri kecil (termasuk mesin jahit, butut, penyerut

barang, perajut, dan perkakas mesin) tarif BM-nya diturunkan menjadi 5 persen. Selain itu,

kendaraan bermotor sedan dan station wagon CBU, BM-nya diturunkan sebesar 25 persen,

sedang untuk suku cadang semi trailer diturunkan menjadi 10 persen, dan untuk work truck tarif

BM-nya dihapus. Untuk komponen dan subkomponen perakitan/pembuatan alat-alat besar

dibebaskan bea masuknya mulai 1 Januari 1995. Sementara itu, sebanyak 18 pas tarif komoditi

pertanian, seperti tepung gandum/beras, kedelai kuning, tepung kedelai, gula tebu/bit, teras pulut,

dan karung goni, tarif BM-nya dihapus. Selanjutnya minyak goreng (minyak kelapa dan minyak

kelapa sawit) yang semula tarif BM-nya 10 persen, diturunkan menjadi 0 persen. Dari sejumlah

220 pos tarif yang selama ini dikenakan tarif BMT, sebanyak 108 pas tarif BMT-nya dihapus,

sebanyak 13 pos tarif BMT-nya diturunkan, dan sebanyak 99 pos tarit BMT-nya tetap. Komoditi-

komoditi yang tarif BMT-nya dihapus antara lain adalah PYC dan copolimer-nya, kawat paku

dan kawat untuk jari-jari sepeda, pakan udang, bahan pembasmi serangga, fiber glass, dan white

carton. Sedangkan komaditi yang tarif BMT-nya diturunkan antara lain kertas koran, benang

karet, profil baja, serta kawat pilin.

Di bidang tata niaga impor, sebanyak 8 pos tarif untuk produk aluminium sheet yang

semula hanya dapat diimpor oleh importir produsen (IP) diubah menjadi dapat diimpor oleh

importir umum (IU). Sementara itu tata cara impor dari sebanyak 17 pos tarif produk motor

piston pembakaran mengalami perubahan, yaitu dari agen tunggal/IU menjadi IU. Selanjutnya

Departemen Keuangan RI 330

Page 331: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebanyak 2 pos tarif produk laktosa yang semula ditataniagakan oleh Bulog diubah menjadi IU,

dan sebanyak 2 pos tarif bawang putih yang semula diimpor oleh importir terdaftar melalui

kebijaksanaan ini ditataniagakan oleh Bulog.

Dalam rangka membantu perusahaan meningkatkan daya saing melalui merger atau

konsolidasi, fasilitas penangguhan PPN atas barang modal maupun perkreditan atas pajak

masukannya tetap berlaku. Bagi perusahaan yang memperluas usahanya dengan cara

meningkatkan kapasitas produksinya sekurang-kurangnya 30 persen, diberikan fasilitas impor

bahan baku/penolong atas tambahan kapasitas tersebut dalam jangka waktu 2 tahun, tanpa ada

ketentuan pembatasan masa pelaksanaan impornya.

Dalam rangka menjamin pengadaan bahan baku dengan tetap memperhatikan daya saing

hasil produksi dalam negeri, sejak tanggal 17 Oktober 1994 Pemerintah telah menurunkan BM

dan BMT atas kertas dari berbagai jenis, dengan tarif kumulatif paling tinggi 20 persen. Melalui

kebijaksanaan ini, tarif bea masuk impor kertas tulis/cetak HVS diturunkan dari 30 persen

menjadi 20 persen. Selain itu BMT kertas koran dalam gulungan atau lembaran dihapuskan.

Sedangkan tarif bea masuk kertas kantong semen dan pupuk diturunkan dari 15 persen menjadi 5

persen. Selanjutnya, asam formiat (asam semut) yang merupakan bahan penolong dalam industri

ban, dikenakan BM sebesar 20 persen dan BMT-nya 0 persen, dan stainless steel wire rod, yang

merupakan bahan baku industri baut dan mur, tarif BM-nya diturunkan dari 20 persen menjadi 5

persen. Sementara itu, guna mengurangi penyalahgunaan pemakaian rubber processing oil (RPO)

dalam pembuatan pelumas palsu yang dapat merugikan perekonomian nasional, Pemerintah telah

menyempurnakan klasifikasi tarif BM atas produk minyak bumi tersebut. Untuk produk

dimaksud sejak 20 Oktober 1994 dikenakan bea masuk sebesar 5 persen dan pajak pertambahan

nilai (PPN) sebesar 10 persen.

Dalam pertemuan Dewan Menteri Area Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA, ASEAN

Free Trade Area) yang ke-5 pada akhir September 1994 di Chiangmai, Thailand, telah disepakati

bahwa realisasi common effective preferential on tariff (CEPT) dipercepat dari 15 tahun menjadi

10 tahun, yang dimulai tanggal 1 Januari 1995. Dalam kaitan ini, Dewan Menteri AFTA telah

sepakat untuk mempercepat masuknya product exclusion list (komoditi yang untuk sementara

waktu tidak masuk dalam skema penurunan ratio ke dalam inclusion list (daftar program

penurunan ratio, yaitu setiap tahun sebanyak 20 persen komoditi exclusion list sudah masuk

Departemen Keuangan RI 331

Page 332: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dalam inclusion list. Dengan demikian secara bertahap dalam tahun 2000, semua komoditi masuk

inclusion list. Di samping itu telah disepakati pula penurunan tarif pada jalur normal (normal

track) dan jalur cepat (fast track). Pada jalur normal, untuk komoditi yang tarif bea masuknya 20

persen ke atas, sejak 1 Januari 1995 tarif efektifnya secara bertahap diturunkan menjadi 0-5

persen dalam waktu 8 tahun, sedangkan untuk produk dengan tarif 20 persen ke bawah

penurunannya dilaksanakan dalam waktu 5 tahun. Sementara itu pada jalur cepat, sejak 1 Januari

1995 komoditi yang tarif bea masuknya 20 persen ke atas tarif efektifnya secara bertahap

diturunkan menjadi 0-5 persen dalam waktu 5 tahun, sedangkan untuk komoditi yang tarif bea

masuknya 20 persen ke bawah, diturunkan menjadi 0 - 5 persen dalam waktu 3 tahun.

Dalam rangka mencukupi kebutuhan jagung di dalam negeri serta menjaga kestabilan

harga, Pemerintah telah membebaskan tarif bea masuk atas 100.000 ton jagung yang dilakukan

oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam bulan November 1994. Selanjutnya guna

meningkatkan pelayanan masyarakat khususnya di bidang pelayanan peningkatan kualitas bahan

pangan, sejak tanggal 2 Desember 1994 Pemerintah telah membebaskan bea masuk, pajak

pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan pasal 22 impor,

atas pemasukan mesin dan peralatan laboratorium tertentu oleh Bulog.

4.4. Perkembangan neraca pembayaran dalam tahun anggaran 1994/95

Menjelang dilaksanakannya hasil kesepakatan Putaran Uruguay, semakin dikokohkannya

kerjasama ekonomi dan perdagangan antar negara sekawasan di berbagai belahan dunia, serta

makin kerasnya tuntutan terhadap aspek lingkungan, perekonomian Indonesia khususnya neraca

pembayaran Indonesia dihadapkan pada tantangan-tantangan yang tidak ringan. Dalam rangka

menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah secara bertahap dan penuh kehati-hatian telah

mengupayakan beberapa antisipasi dan solusinya, sehingga yang pada awalnya merupakan

tantangan pada akhirnya diharapkan dapat menjadi peluang.

Berkaitan dengan hal itu, dalam tahun 1994 dan tahun-tahun sebelumnya, Pemerintah

telah melakukan berbagai kebijaksanaan deregulasi/debirokratisasi di bidang penanaman modal

asing, produksi, perdagangan, dan sektor riil. Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut antara lain

meningkatkan pengadaan sarana infrastruktur, mengurangi/membebaskan tarif bea masuk impor

bahan baku, menyempurnakan tata cara penghitungan pemakaian bahan, baku asal impor yang

Departemen Keuangan RI 332

Page 333: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

digunakan untuk memproduksi barang ekspor, serta mempertahankan nilai rupiah yang wajar,

yang diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing produk ekspor Indonesia dalam

menghadapi persaingan di pasar dunia. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan investasi, iklim

usaha yang menarik bagi investor asing terus ditingkatkan, dengan tetap memperhatikan aspek

pemeliharaan lingkungan. Selain itu, dalam rangka meningkatkan perolehan devisa dari sektor

jasa-jasa, Pemerintah terus mendorong pemasukan devisa dari sektor pariwisata dan tenaga kerja

Indonesia di luar negeri (TKl). Di pihak lain, Pemerintah terus berupaya untuk melakukan

penghematan pengeluaran devisa untuk jasa-jasa, antara lain melalui peningkatan daya angkut

dan jumlah armada pelayaran nasional dan mendorong pertumbuhan industri jasa nasional.

Selanjutnya Pemerintah terus pula melanjutkan kebijaksanaan pinjaman luar negeri secara

berhati-hati, dengan tujuan agar diperoleh pinjaman yang wajar, tanpa ikatan politik, dan tidak

memberatkan neraca pembayaran di kemudian hari. Dalam melakukan pinjaman luar negeri,

Pemerintah tetap mengutamakan pinjaman yang bersyarat lunak dari Consultative Group for

Indonesia (CGI) dan non-CGI. Sementara itu, pinjaman komersial yang dilakukan oleh BUMN

dan swasta yang berkaitan dengan proyek-proyek pemerintah dan BUMN dimonitor oleh tim

PKLN. Melalui tim ini pinjaman tersebut dipantau agar sesuai dengan plafon yang telah

ditetapkan setiap tahun. Adapun penggunaan pinjaman luar negeri tersebut diprioritaskan kepada

kegiatan pembangunan, khususnya yang mendorong peningkatan ekspor.

Melalui upaya-upaya tersebut diharapkan ekspor nonmigas serta pemasukan modal,

terutama investasi langsung dan pemasukan devisa jasa-jasa, akan semakin meningkat. Di sisi

lain, impor yang dilakukan dapat lebih diarahkan untuk menunjang peningkatan ekspor

nonmigas. Dengan demikian, diharapkan defisit neraca jasa-jasa yang cukup berpengaruh

terhadap defisit transaksi berjalan, dapat diimbangi oleh meningkatnya surplus neraca

perdagangan, sehingga defisit transaksi berjalan dapat ditekan, dan pada gilirannya dapat

memperkuat posisi neraca pembayaran Indonesia.

Dalam tahun 1994/95, defisit transaksi berjalan diperkirakan sebesar US$ 3.586 juta, yang

berarti meningkat sebesar US$ 646 juta atau 22 persen dari periode sebelumnya. Peningkatan

tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya impor nonmigas dan defisit neraca jasa-jasa.

Dalam tahun 1994/95, realisasi ekspor secara keseluruhan diperkirakan sebesar US$ 40.763 juta,

yang terdiri dari ekspor migas sebesar US$ 9.653 juta dan ekspor nonmigas sebesar US$ 31.110

Departemen Keuangan RI 333

Page 334: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

juta. Dibandingkan dengan periode sebelumnya, perkiraan realisasi ekspor dalam tahun 1994/95

mengalami kenaikan seoesar 11,7 persen, yang berarti lebih tinggi dari kenaikan ekspor periode

sebelumnya yaitu sebesar 3,4 persen. Peningkatan ekspor ini antara lain disebabkan oleh

meningkatnya ekspor kopi, kayu gergajian, kayu olahan, timah, aluminium, tekstil lainnya, karet

olahan, alat-alat listrik, dan ekspor migas.

Sementara itu searah dengan berkembangnya kegiatan investasi dan industri di dalam

negeri, dalam tahun 1994/95 impor diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 12,6 persen.

Kenaikan impor ini terutama disebabkan oleh meningkatnya impor bahan baku dan barang

modal, seperti bahan kimia, benang tenun, semen, mesin-mesin, dan alat-alat listrik. Realisasi

impor secara keseluruhan dalam tahun 1994/95 diperkirakan sebesar US$ 32.796 juta, yang

meliputi impor migas sebesar US$ 3.435 juta dan impor nonmigas sebesar US$ 29.361 juta.

Meskipun pemasukan devisa dan sektor pariwisata dan pengiriman tenaga kerja Indonesia

(TKI) ke luar negeri mengalami peningkatan yang cukup pesat, namun pengeluaran devisa dari

sektor lainnya masih lebih besar dari pemasukannya, sehingga neraca jasa-jasa dalam tahun

1994/95 diperkirakan defisit sebesar US$ 11.553 juta atau 12 persen lebih tinggi dari defisit

periode sebelumnya yaitu sebesar US$ 10.317 juta. Peningkatan defisit neraca jasa-jasa tersebut

disebabkan oleh lebih tingginya peningkatan pengeluaran jasa-jasa nonmigas, terutama ongkos

angkut barang impor dan pembayaran bunga hutang luar negeri. Peningkatan pembayaran bunga

hutang luar negeri tersebut antara lain disebabkan adanya pembayaran dipercepat daripada

sebagian hutang pemerintah. Dari perkiraan defisit neraca jasa-jasa sebesar US$ 11.553 juta

tersebut, sebesar US$ 8.511 juta merupakan jasa nonmigas dan US$ 3.042 juta merupakan jasa

migas.

Di sisi lain, pemasukan modal neto dalam tahun 1994/95 mengalami penurunan sebesar

1,5 persen sehingga realisasinya mencapai US$ 5.624 juta, yang meliputi pemasukan modal

pemerintah sebesar US$ 6.430 juta, pemasukan modal swasta bersih sebesar US$ 4.749 juta, dan

pembayaran pokok hutang luar negeri pemerintah sebesar US$ 5.555 juta. Berdasarkan perkiraan

realisasi transaksi berjalan, lalu lintas modal, serta selisih yang belum diperhitungkan sebesar US

$ 1.025 juta, dalam tahun 1994/95 neraca pembayaran diperkirakan mengalami surplus sebesar

US$ 1.013 juta. Dengan demikian, jumlah cadangan devisa pada akhir tahun 1994/95 cukup

untuk membiayai impor nonmigas (c&f) sekitar 5 bulan.

Departemen Keuangan RI 334

Page 335: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

4.4.1. Ekspor

Pertumbuhan ekspor yang agak melambat dalam tahun 1993/94 diperkirakan mengalami

peningkatan yang cukup menggembirakan dalam tahun 1994/95, yang tercermin dari

meningkatnya pertumbuhan ekspor, baik migas maupun nonmigas. Dalam tahun 1994/95

realisasi ekspor diperkirakan meneapai US$ 40.763 juta, yang berarti sebesar 11,7 persen lebih

tinggi dari periode sebelumnya yang berjumlah US$ 36.504 juta. Kenaikan tersebut antara lain

disebabkan oleh meningkatnya ekspor gas alam, kayu gergajian, kayu olahan, timah, aluminium,

dan kopi. Dari perkiraan ekspor sebesar US$ 40.763 juta tersebut, sebesar US$ 31.110 juta

merupakan ekspor nonmigas dan sebesar US$ 9.653 juta berupa ekspor migas. Ini berarti peranan

ekspor nonmigas dalam struktur penerimaan hasil ekspor Indonesia dalam tahun 1994/95

mengalami peningkatan, yaitu dari 74,4 persen dalam tahun 1993/94 menjadi sebesar 76,3

persen.

Sementara itu, meningkatnya ekspor kayu gergajian, kayu olahan, timah, aluminium, serta

komoditi ekspor lainnya dalam tahun 1994/95 telah menyebabkan ekspor nonmigas dalam

periode tersebut mengalami peningkatan sebesar 14,5 persen, sehingga realisasinya diperkirakan

menjadi sebesar US$ 31.110 juta. Sementara itu, dalam tahun 1994/95 ekspor migas diperkirakan

sebesar US$ 9.653 juta, mencakup ekspor minyak bumi sebesar US$ 5.678 juta dan ekspor gas

alam sebesar US$ 3.975 juta. Dibandingkan dengan realisasi periode sebelumnya, ekspor minyak

bumi diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 3 persen, dan ekspor gas alam meningkat

sebesar 4 persen dalam tahun 1994/95. Sejalan dengan meningkatnya ekspor gas alam,

peranannya terhadap ekspor migas juga mengalami sedikit kenaikan, yaitu dari sebesar 40,9

persen dalam tahun 1993/94 menjadi sebesar 41,2 persen dalam tahun 1994/95. Mengingat harga

minyak bumi yang tidak menentu, ekspor gas alam terus diupayakan peningkatannya, sehingga

ketergantungan terhadap ekspor minyak bumi semakin berkurang. Perkembangan nilai ekspor

secara rinci dapat diikuti dalam Tabel IV.6

Departemen Keuangan RI 335

Page 336: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Tahunanggaran

Nilai % Nilai % Nilai %-1 -2 -3 -4 -5 (6)=(2)+(4) (7)=(3)+(5)

1984/85 13.994 70,3 5.907 29,7 19.901 1001985/86 12.437 66,8 6.175 33,2 18.612 1001986/87 6.%6 50,9 6.731 49,1 13.697 1001987/88 8.841 48,2 9.502 51,8 18.343 1001988/89 7.640 38,5 12.184 61,5 19.824 1001989/90 9.337 39,2 14.493 60,8 23.830 1001990/91 12.763 45,4 15.380 54,6 28.143 1001991/92 10.706 36 19.008 64 29.714 1001992/93 10.480 29,7 70,3 35.303 1001993/94 9.334 25,6 74,4 36.504 1001994/95 1) 9.653 23,7 76,3 40.763 100

Migas

24.82327.17031.110

I) Perkiraan realisasi

Bukan migas Jumlah( dalam juta US $)

NILAI EKSPOR, 1984/85 - 1994/95Tabel IV. 6

Realisasi nilai ekspor nonmigas dalam periode April-September 1994 sebesar US$

15.743,7 juta mencakup ekspor hasil-hasil pertanian sebesar US$ 1.623,1 juta, ekspor hasil-hasil

industri sebesar US$ 13.190,9 juta, ekspor hasil-hasil tambang di luar migas sebesar US$ 928,7

juta, dan ekspor hasil-hasil lainnya sebesar US$ 1 juta. Dibandingkan dengan realisasi dalam

periode April-September 1993, nilai ekspor nonmigas dalam periode yang sama tahun 1994/95

mengalami kenaikan sebesar US$ 2.358,2 juta atau sebesar 17,6 persen. Kenaikan ekspor

nonmigas tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya ekspor komoditi hasil pertanian, hasil

industri, dan hasil tambang. Selain nilainya meningkat, ekspor nonmigas juga semakin

berorientasi kepada ekspor hasil industri. Hal tersebut disamping merupakan dampak positif dari

perkembangan industrialisasi, juga menunjukkan telah terjadinya pergeseran dari dominasi

komoditi primer dengan pengolahan minimal beralih ke komoditi industri dengan tingkat

pengolahan menengah dan tinggi yang lebih mampu meningkatkan nilai tambah.

Dalam periode April-September 1994, nilai ekspor hasil pertanian meningkat 41,2 persen

dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah US$ 1.149,9 juta. Komoditi hasil

pertanian yang mengalami peningkatan dalam ekspornya antara lain kopi, lada putih, lada hitam,

tembakau, biji coklat, dari ubur-ubur/kerang lainnya, udang (segar dan beku), getah karet, dan

hasil pertanian lainnya, yang masing-masing meningkat sebesar 197,8 persen, sebesar 34,9

Departemen Keuangan RI 336

Page 337: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

persen, sebesar 530,4 persen, sebesar 26,5 persen, sebesar 41,3 persen, sebesar 27,8 persen,

sebesar 22,5 persen, sebesar 3,4 persen, dan sebesar 4,8 persen. Peningkatan nilai ekspor kopi

terutama disebabkan oleh menguatnya harga kopi sebagai akibat dari kegagakan panen di Brasil,

yang merupakan negara pengekspor kopi utama. Dalam periode April-September 1994, harga

rata-rata kopi Robusta Larnpung di bursa komoditi New York mencapai sebesar US$160,6

cent/lb, atau meningkat sebesar 138,6 persen bila dibandingkan dengan harga rata-rata periode

yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 67,3 cent/lb. Sedangkan meningkatnya ekspor lada

hitam dan lada putih disebabkan meningkatnya harga kedua komoditi tersebut sebagai akibat

turunnya produksi dunia. Dalam periode April-September 1994, harga rata-rata lada hitam dan

lada putih di pasaran dunia masing-masing sebesar Sin$ 268,8 per kuintal dan Sin$ 437,9 per

kuintal. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, harga rata-rata kedua

komoditi dimaksud dalam periode April-September 1994 meningkat masing-masing sebesar 34,5

persen dan sebesar 29,9 persen. Sementara itu peningkatan nilai ekspor ubur-ubur/kerang lainnya

antara lain disebabkan oleh adanya peluang pasar yang masih terbuka luas bagi komoditi

tersebut. Sedangkan meningkatnya ekspor tembakau dan biji coklat (kakao) terutama disebabkan

oleh naiknya harga dan volume ekspor kedua komoditi tersebut. Selanjutnya meningkatnya

ekspor udang yang merupakan primadona ekspor hasil pertanian disebabkan antara lain oleh

meningkatnya permintaan ekspor komoditi tersebut. Sedangkan naiknya ekspor getah karet

terutama disebabkan oleh meningkatnya harga karet di pasar dunia.

Di pihak lain, ekspor beberapa komoditi hasil pertanian, seperti teh dan ikan tuna/lainnya,

mengalami penurunan, masing-masing sebesar 36,3 persen dan sebesar 7,1 persen. Menurunnya

nilai ekspor teh terutama disebabkan oleh menurunnya harga teh yang diakibatkan oleh lemahnya

permintaan atas komoditi tersebut, yang dibarengi pula oleh meningkatnya pasokan teh di pasar

dunia sebagai akibat panen raya di beberapa negara pengekspor utarna. Sedangkan penurunan

ekspor ikan/tuna antara lain disebabkan oleh menurunnya hasil tangkapan kapal lokal.

Dalam periode April-September 1994, nilai ekspor hasil industri mencapai US$ 13.190,9

juta, yang berarti meningkat 14,5 persen dari periode yang sama tahun lalu yang berjumlah

sebesar US$ 11.523,3 juta. Ekspor produk industri kayu, yang merupakan salah satu komoditi

utama ekspor nonmigas, mengalami penurunan sebesar 14 persen dalam periode April-September

1994, sehingga nilai ekspornya menjadi US$ 2.567,1 juta. Penurunan nilai ekspor produk kayu

tersebut terutama disebabkan oleh turunnya nilai ekspor kayu lapis, sejalan dengan turunnya

Departemen Keuangan RI 337

Page 338: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

harga produk tersebut karena rendahnya permintaan dari negara-negara pengimpor utama.

Sebaliknya, ekspor kayu gergajian dan kayu olahan lainnya mengalami peningkatan masing-

masing sebesar 29,1 persen dan sebesar 11,3 persen.

Sementara itu, ekspor produk tekstil yang terdiri dari pakaian jadi, kain tenun, dan produk

tekstil lainnya, dalam periode April-September 1994 nilainya mencapai US$ 3.110,4 juta atau

sebesar 2,5 persen lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ekspor

produk tekstil yang larnban ini terutama disebabkan oleh menurunnya harga produk tekstil

sebagai akibat meningkatnya suplai produk tekstil dunia.

Ekspor komoditi andalan setelah produk industri kayu dan tekstil adalah atas kaki dan

alat-alat listrik, yang mengalami peningkatan ekspor masing-masing sebesar 20,5 persen dan

sebesar 60,8 persen. Peningkatan ekspor atas kaki tersebut terutama disebabkan oleh

meningkatnya volume ekspornya. Sementara itu, meningkatnya ekspor alat-alat listrik antara lain

disebabkan oleh naiknya permintaan dari negara-negara di kawasan Asia Pasifik dan

meningkatnya nilai jual komoditi tersebut. Dalam periode April-September 1994, nilai ekspor

karet olahan mencapai sebesar US$ 701,1 juta atau sebesar 36,5 persen lebih tinggi dari periode

sebelumnya yang berjumlah US$ 513,5 juta. Peningkatan ekspor tersebut terutama disebabkan

oleh munculnya permintaan dari negara-negara importir baru.

Komoditi hasil industri lainnya yang nilai ekspornya mengalami kenaikan adalah bungkil

korea, minyak atsiri, stearin, mebel, dan bahan kimia. Peningkatan ekspor bungkil kopra dan

minyak atsiri disebabkan oleh meningkatnya volume ekspor. Sedangkan peningkatan ekspor

stearin, mebel, dan bahan kimia, disebabkan antara lain oleh adanya tambahan permintaan dari

pasar luar negeri. Sementara itu, meningkatnya harga bijih timah (un wrought) dan aluminium

(un wrought) di pasar dunia telah menyebabkan nilai ekspor kedua komoditi tersebut mengalami

peningkatan masing-masing sebesar 66,5 persen dan sebesar 31,5 persen. Dalam periode tersebut,

nilai ekspor bijih timah dan aluminium masing-masing meneapai sebesar US$ 61,6 juta dan

sebesar US$ 167 juta. Di pihak lain, komoditi hasil industri yang mengalami penurunan adalah

kain tenun dan semen, yang masing-masing turun sebesar 11,2 persen dan sebesar 35,5 persen

dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ekspor semen terutama diakibatkan oleh

meningkatnya kebutuhan semen di dalam negeri.

Dalam periode April-September 1994, nilai ekspor hasil tarnbang di luar migas

Departemen Keuangan RI 338

Page 339: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

mengalami kenaikan sebesar 30,6 persen, sehingga dalam periode tersebut realisasinya meneapai

US$ 928,7 juta. Kenaikan ekspor dimaksud disebabkan oleh meningkatnya ekspor komoditi

utama hasil tambang di luar migas, yaitu bijih tembaga, batu bara, dan lainnya, yang masing-

masing meningkat sebesar 43,2 persen, 25,4 persen, dan 6,9 persen. Peningkatan ekspor bijih

tembaga tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya harga komoditi dimaksud di pasar

dunia. Sedangkan peningkatan nilai ekspor batu bara disebabkan oleh meningkatnya volume

ekspor. Di pihak lain, nilai ekspor bijih nikel mengalami penurunan sebesar 9 persen, yang antara

lain disebabkan oleh menurunnya harga komoditi ini karena melemahnya permintaan bijih nikel

di pasar dunia.

Dilihat dari negara tujuan, sebagian besar ekspor dalam periode April-September 1994/95

masih ditujukan ke Jepang, yaitu sebesar US$ 5.611 juta akan 27,4 persen dari total nilai ekspor.

Selanjutnya, ekspor ke Amerika Serikat adalah sebesar US$ 3.047 juta (14,9 persen), ke negara-

negara Masyarakat Eropa sebesar US$ 2.961 juta (14,4 persen), ke Singapura sebesar US$ 2.253

juta (11 persen), dari ke negara lainnya sebesar US$ 6.628 juta (32,3 persen). Bila ditinjau

menurut kawasan, Asia merupakan pasar terbesar bagi produk-produk ekspor Indonesia. Ekspor

Indonesia ke kawasan Asia mencapai sebesar US$ 13.047 juta akan 63,6 persen dari total nilai

ekspor. Berikutnya ekspor ke Amerika sebesar US$ 3.513 juta (17,1 persen), ke Eropa sebesar

US$ 3.227 juta (15,8 persen), ke Australia dan Oceania sebesar US$ 354 juta (1,7 persen), dan ke

Afrika sebesar US$ 359 juta (1,8 persen). Perkembangan realisasi ekspor menurut negara tujuan

secara rinci dapat dilihat dalam Tabel IV.8.

4.4.2. Impor

Perkembangan nilai impor dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan,

walaupun laju pertumbuhannya cenderung menurun. Kenaikan impor tersebut selain sejalan

dengan meningkatnya kegiatan perekonomian dalam negeri juga sebagai akibat dari pengaruh

kebijaksanaan deregulasi dari debirokratisasi yang telah dilakukan Pemerintah. Dalam tahun

anggaran 1994/95 realisasi impor secara keseluruhan diperkirakan meneapai US$ 32.796 juta,

yang terdiri atas impor migas sebesar US$ 3.435 juta dari impor bukan migas sebesar US$ 29.361

juta. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah US$

29.127 juta, maka impor keseluruhan dalam tahun 1994/95 menunjukkan kenaikan sebesar US$

Departemen Keuangan RI 339

Page 340: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

3.669 juta akan 12,6 persen. Dalam tahun 1994/95 realisasi impor bukan migas diperkirakan

meningkat sebesar US$ 4.050 juta atau 16 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah sebesar

US$ 25.311 juta, sebaliknya realisasi impor migas diperkirakan mengalami penurunan sebesar

US$ 381 juta akan 10 persen.

Ncgara presentase presentase presentase presentase presentaseNilai dan Nilai dan Nilai dan Nilai dan Nilai dan

jumlah jumlah jumlah jumlah jumlah(I) -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 (II)I. ASIA 19.068 70.9 20.272 68.5 23.349 66.0 23.559 64.7 13.047 63,6ASEAN 2.63! 3.293 4.727 4.686 3.028- Mataysia 270 362 527 575 370- Muangthai 206 277 434 393 206- Philipina 168 165 205 290 182- Singapura 1.977 2.476 3.530 3.397 2.253- Brunei Darussalam 10 13 31 31 17Hongkong 619 756 885 939 701Jepang 11.140 10.307 11.009 10.940 5.611Asia lainnya 4.678 5.916 6.728 6.'/94 3.707II. AFRIKA 201 0,7 377 1,3 483 1,4 433 1,2 359 1,8III. AMERIKA 3.529 13,1 4.065 13,7 5.351 15.1 6.007 16,5 3.513 17,1-USA 3.191 3.651 4.671 5.254 3.047-Kanada 132 212 284 301 168- Amerika lainnya 206 202 396 452 298IV. AUSTRALIA 547 2,0 700 2.4 844 2,4 831 2,3 354 1.7- Australia 474 658 780 761 320- lkeania lainnya 7J 42 64 70 34V. EROPA 3.551 13,3 4.170 14,1 5,371 15.1 5.589 15,3 3_227 15,ME 3.286 3.853 5.056 5.159 2.%1-Inggris 569 618 905 978 514- Belanda 751 907 1.102 1.094 633- Jerman 830 875 1.051 1.141 665- Belgia & Luxemburg 228 260 421 364 206- Peran,is 311 421 490 465 221- Denmark 61 86 93 99 52-Irlandia 41 42 47 36 20-Ihalia 296 439 610 573 334- Yunani II 19 34 45 35- Portugal 16 II 21 28 22- Spanyol 172 175 282 336 259R u s i a 53 42 71 134 33Empa lainnya 212 275 244 296 233Jumlah 26.896 100,0 29.584 100,0 35,398 100.0 36.419 100,0 20.500 100,0

') Angka semenlara

1991/92 1992/93 1193/1994

NILAI EKSPOR MENURUT NEGARA TUJUAN, 1990/91 - 1994/95( dalam juta US $)

1994/95(Apr.Sept)

Tabel IV.8

1990/91

Realisasi impor bukan migas dalam periode April-September 1994 mencapai US$

14.886,4 juta, atau 12 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sama dalam

tahun sebelumnya. Kenaikan impor bukan migas tersebut terutama didorong oleh meningkatnya

kebutuhan impor bahan baku/penolong dari barang modal di dalam negeri. Dari nilai impor

Departemen Keuangan RI 340

Page 341: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

bukan migas sebesar US$ 14.886,4 juta tersebut, sebesar US$ 1.064,2 juta berupa barang

konsumsi, sebesar US$ 5.709,2 juta berupa barang modal, dari sebesar US$ 8.113 juta berupa

bahan baku/penolong.

Impor bahan baku/penolong dalam periode April-September 1994 rnengalami

peningkatan sebesar 20,2 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama dalam tahun

sebelumnya. Meningkatnya impor bahan baku/penolong tersebut disebabkan oleh semakin

berkembangnya industri pengolahan di dalam negeri yang banyak membutuhkan komoditi

tersebut. Bahan baku/penolong yang mengalami peningkatan impor cukup berarti adalah bahan

kimia, benang tenun, semen, besi baja dari logam, bahan-bahan karet dari plastik, alat-alat listrik,

serta bahan baku/penolong lainnya, yang masing-masing meningkat sebesar 23,5 persen, 9,6

persen, 428,3 persen, 3,5 persen, 11 persen, 23,4 persen, dari 40,9 persen. Di pihak lain, impor

bahan baku yang mengalami penurunan adalah bahan obat-obatan sebesar 5,5 persen, pupuk

sebesar 33,8 persen, bahan-bahan kertas sebesar 2,5 persen, dan impor bahan bangunan sebesar

12,4 persen. Sejalan dengan meningkatnya impor bahan baku/penolong, peranannya terhadap

impor bukan minyak bumi dan gas alam secara keseluruhan dalam periode April-September 1994

mengalami peningkatan, yaitu dari sebesar 50,8 persen menjadi sebesar 54,5 persen.

Sejalan dengan berkembangnya industri barang modal dalam negeri, maka

ketergantungan terhadap impor barang modal semakin berkurang. Hal ini ditandai dengan

rendahnya pertumbuhan impor barang modal yaitu sebesar 1,9 persen dalam periode April-

September 1994, sehingga realisasinya mencapai sebesar US$ 5.709,2 juta. Melambatnya

pertumbuhan impor barang modal tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya impor

beberapa komoditi, antara lain alat telekomunikasi dan alat pengangkutan, masing-masing

sebesar 11,9 persen dan 16,6 persen. Searah dengan menurunnya pertumbuhan impor barang

modal, maka peranannya terhadap impor nonmigas secara keseluruhan juga mengalami

penurunan, yaitu dari 42,2 persen dalam periode April-September 1993 menjadi sebesar 38,4

persen dalam periode yang sama tahun 1994.

Sementara itu, dalam periode April-September 1994 impor barang konsumsi mencapai

US$ 1.064,2 juta atau sebesar 13,6 persen lebih tinggi dari periode sebelumnya yang berjumlah

US$ 936,9 juta. Dalam periode tersebut semua komoditi impor barang konsumsi mengalami

kenaikan. Komoditi impor barang konsumsi yang peningkatannya cukup pesat adalah sabun dan

Departemen Keuangan RI 341

Page 342: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kosmetik sebesar 31,5 persen, beras sebesar 278,4 persen, tembakau dan olahannya sebesar 20,3

persen, tekstil sebesar 11,6 persen, dan alat-alat rumah tangga sebesar 41,5 persen. Walaupun

impor barang konsumsi mengalami peningkatan yang cukup berarti, namun peranannya terhadap

impor nonmigas secara keseluruhan relatif sama, yaitu dari sebesar 7 persen dalam periode April-

September 1993 menjadi sebesar 7,1 persen dalam periode yang sama tahun berikutnya.

Perkembangan nilai impor sejak tahun 1984/85 sampai dengan bulan September 1994 dapat

dilihat dalam Tabel IV.9.

Golongan Barang 1984/85 1985/86 1987/88 1988/89 1989190 1990/91

I. 603,5 465,2 560,5 811,5 960,6 1.125,40I. Beras 72.3 6 12,8 76,3 7 12,72. Tekstil 29.9 35.0 39,7 78,4 125 189,73. Susu, makanan, nUnuman

dan huah-buahan 109,5 103,6 141,6 226 336,7 225,74. Temhakau dan olahannya 25,5 22,1 21 32,4 29,9 51,65. Sahun dan kosmetik 17,7 18,4 24,1 28 32,1 40,16. Alat-alat rumah tangga 60,4 56,3 58,8 50,5 74,6 1047. Lainnya 288,2 223,8 262,5 319,9 355,3 501,6

5,749,8 4.925,90 6.398,50 7,339,4 8.850,80 10.641,40I. Bahan kjnUa 1.322,50 1.199,50 1.353,40 1.642,30 1.641,20 1.962,502. Bahan obat-ohatan 84,2 80,5 97,9 102,7 109.9 124,73. Pupuk 95,6 33,7 75,9 59 117 99,14. Bahan-bahan keetas 174,2 141 145,8 167,3 175,4 203,35. Benang tenun 390,6 344,7 523,3 625,7 931,3 1.177,306. Semen, kapur, dan bahan

hangunan buatan pahrik 13 6,9 3,7 2,9 3,7 107 Besi haja dan logam 1.204,60 977,3 1.220.5 1.434,50 1.926,10 2.526,208. Bahan-bahan karet & plastik 504.1 407 594,2 671,5 977,7 1.079,309. Bahan hangunan 195,4 195 194,4 183,6 188,9 289,810. Alat-alallistrik 164 103,4 98 79,3 131,7 103,9II. Lainnya 1.601,60 1.436,90 2.091,40 2.370,60 2.647,90 3,065,3

4.477,80 3.420,70 4.600,60 4,989,2 6,145,8 9,590,1I. Mesin-mesin 1.416,90 1.291,20 2.069,50 2.243,40 2.734,00 4.625,602. Generator listrik 123,9 85,7 167,7 156,6 145 172,83. Alal telekomuniknsi 120,5 168,7 295,3 256,4 339,5 489,94. Peralatan listrik 58,5 228,3 282,5 291,5 366,4 506,95. Alat pengangkutan 1.356,10 562,1 553,4 653,2 816.8 1.422,406. Lainnya 1.101,90 1.084,70 1.232,20 1.388,10 1.744,10 2.372,50

Jumlah 10,831,1 8.811,80 11.559,60 13.140,10 15,957,2 21.356,90

1986/87

Barang konsumsi 564,37,8

40,9

147,925,428,772,7

240,9II, Bahan baknlpenolong 5.600,30

1.242,90102,3

25,8130,3413,2

4,51.083,30

528,4198,1

76,31.795,20

III. Barang modal 3.997,101.601.2

200170,5300,7717,7

1.007,0010.161,70

NILAI IMPOR BUKAN MINY AK BUMI DAN GAS ALAM MENURUT GOLONGAN BARANG, 1984/85 - 1994/95dalamjuta US $

Tabel IV.9

Dilihat dari negara asal, barang-barang impor Indonesia sebagian besar berasal dari

negara-negara di Asia, Eropa, dan Amerika. Dalam periode April-September 1994, pangsa impor

dari ketiga kawasan tersebut dan negara-negara lainnya terhadap impor secara keseluruhan

Departemen Keuangan RI 342

Page 343: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

masing-masing sebesar 53,1 persen, sebesar 24,2 persen, sebesar 16,4 persen, dan negara-negara

lainnya sebesar 6,3 persen. Diantara negara-negara industri utama, Jepang dan Amerika Serikat

masih merupakan negara asal impor yang cukup dominan dengan pangsa sebesar 26,2 persen dan

sebesar 12,3 persen, disusul Jerman sebesar 8,2 persen, dan negara-negara industri utama lainnya

sebesar 9,6 persen. Sementara itu di antara negara-negara di kawasan ASEAN, Singapura masih

tetap merupakan negara asal impor terbesar, yaitu sebesar 3,9 persen, kemudian diikuti oleh

Mataysia (1,6 persen), Thailand (1,1 persen), dan Philipina (0,2 persen). Perkembangan impor

Indonesia menurut negara asal sejak tahun 1990/91 sampai dengan bulan September 1994 dapat

dilihat dalam Tabel IV.10.

Negara Presentase Presentase Presentase Presentase PresentaseNilai dalam Nilai dalam Nilai dalam Nilai dalam Nilai dalam

Jumah Jumah Jumah Jumah Jumah

I. ASIA 13.064,60 55,4 14.348,20 54,8 14.081,10 51,4 15.764,40 54,5 7.911,20 53,1ASEAN 2.112,40 2.501,40 2.502,00 2.650,10 1.002,10-Malaysia 294.4 497.5 509,4 531.8 235.2- Muangthai 336.8 283.5 227.3 161.5- Philipina 50.6 83.7 60.0 56.1 29.3- Singapura 1.571.3 1.583.2 1.648.2 1.834.3 575.9- Brunei Darussalam 0.2 0.9 0.6 0.2Hongkong 276.3 245.4 222.6 259.1 116,4Jepang 5.875.0 6.421.9 5.870.9 6.562.3 3.904.0Asia lainnya 4.800.9 5.179.5 5.485.6 6.292.9 2.888.7II. AFRIKA 163,8 0,7 198,0 0,8 200,7 0,7 147,9 0,5 140.3 0,9III. AMERIKA 3.724,7 15,8 4.409,2 16,8 4.824,0 17,6 4.290,3 14,8 2.435,2 16,4-USA 2.614.8 3.500,4 3.877,3 3.117.3 1.834.1-Kanada 327.7 386.7 453.3 427.5 236.0- Amerika 1ainnya 782.2 522.1 493.4 745.5 365.1IV. AUSTRATASIA 1.385,3 5,9 1.480,4 5,7 1.564,6 5,7 1.567,0 5,4 803,0 5,4-AusttaIia 1.273.4 1.355,1 1.428.2 1.389.9 724.7- Oceania 1ainnya 111.9 125.3 136,4 177.1 78.3V. EROPA 5.242,4 22,2 5.738,1 21,9 6.723,2 24,6 7.177,4 24,8 3.5%,7 24,2ME 4.512,5 4.630,5 5.649,5 5.542,8 2.974,5-lnggris 464,9 651.3 743.8 795.6 448.7- Belanda 578.0 461.5 584.1 585.2 231.9- lennan 1.731.0 2.077,8 2.151.9 2.064.0 1.223,8- Belgia & Luxemburg 255.1 299.0 29i.6 340.3 158,0-Petaneis 437,2 893.7 805.3 404.1- Denmark 60.7 124.8 158.1 56.1-Idandia 13.8 23,2 20.8 13.6-Italia 493.0 491.2 588,4 550.0 341.2- Yunani 4.6 8.5 15,4 11.7- portugal 7.8 2.0 1,8 2.1 1.3- Spanyol 131,4 237.7 206,0 84.1Rusia 50.1 51.1 51.3 113.6 106.3Empa lainnya 1.056.5 1.022,4 1.521.0 515.9Jumlah 23.580,8 100,0 26.173,9 100,0 27.393,6 100,0 28.947,0 100,0 14.886,4 100,0

') Angka sementara

NILAI IMPOR MENURUT NEGARA ASAL, 1990/91 - 1994/95

1990/91 1991/92 1992193

195.7/

0,4 .

1993/94 1994/95') (April)

Tabel IV.10

(dC, dalamjuta US $)

730.1 I

:: I

4.4 I

110.1 I

679.8 i

Departemen Keuangan RI 343

Page 344: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

4.4.3. Pengeluaran jasa-jasa (neto)

Dalam tahun 1994/95, neraca jasa-jasa Indonesia diperkirakan masih mengalami defisit,

yang berarti bahwa sisi pengeluaran jasa-jasa lebih besar dari sisi penerimaannya. Sebagaimana

diketahui bahwa pengeluaran jasa-jasa tersebut dinominasi oleh pembayaran bunga pinjaman luar

negeri dan biaya angkutan laut (freight). Pengeluaran untuk pembayaran bunga hutang luar negeri

yang cenderung meningkat dalam tahun 1994/95, berkaitan erat dengan apresiasi Yen terhadap

Dollar Amerika dan pembayaran sebagian hutang luar negeri pemerintah yang dipercepat.

Sementara itu tingginya biaya angkutan laut dalam neraca jasa-jasa merupakan konsekuensi dari

persyaratan pengapakan (term of shipment) ekspor dan impor Indonesia, dimana ekspor

menggunakan persyaratan f.o.b. (free on board) sedangkan impor menggunakan metode c.i.f.

(cost, insurance and freight). Dalam persyaratan f.o.b., eksportir Indonesia hanya

bertanggungjawab atas barang yang dijualnya sampai dengan pelabuhan muat. Sedangkan impor

yang menggunakan persyaratan c.i.f., penjual di luar negeri bertanggung jawab atas barang yang

dijualnya sampai dengan negara tujuan/pelabuhan bongkar. Dengan kondisi tersebut eksportir

dan importir Indonesia tidak dapat menentukan penggunaan kapal untuk mengangkut barang-

barangnya. Di samping itu, kondisi pelayaran nasional saat ini masih belum mampu bersaing

dengan pelayaran asing, baik dalam jumlah maupun daya angkutnya.

Selain pengeluaran jasa freight dan pembayaran bunga pinjaman luar negeri, pengeluaran

jasa-jasa lain, seperti sewa/charter pesawat, iuran kepada badan/lembaga internasional, jasa

konsultan, haji, transfer keuntungan PMA ke luar negeri, serta jasa-jasa lainnya yang jumlah

netonya cukup besar ikut pula memperbesar defisit pengeluaran jasa neto.

Guna mengimbangi pengeluaran jasa-jasa tersebut, upaya-upaya untuk memperbesar

pemasukan jasa-jasa terus dikembangkan. Berkaitan dengan itu, langkah-langkah untuk

mengembangkan sektor pariwisata dan industri-industri jasa pendukungnya terus dilakukan

Pemerintah dengan mengikutsertakan pihak swasta. Selain kesiapan unsur sarana dan prasarana

pariwisata di dalam negeri, dilakukan pula promosi/pemasaran ke luar negeri, yaitu dengan

mengikuti pameran-pameran, baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan lainnya antara lain

adalah menjalin kerjasama dengan TV-2 Jerman untuk memproduksi film seri pariwisata

Indonesia yang dipancarkan ke daratan Eropa, serta mengadakan kunjungan misi dagang dan

pariwisata (TTI, Trade, Tourism, and Investment) ke Eropa, yang sasarannya adalah

Departemen Keuangan RI 344

Page 345: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dan meningkatkan ekspor

nonmigas. Selanjutnya dalam bulan September 1994 telah diadakan pasar wisata Indonesia '94

(Tourism Indonesia Mart '94) di Jakarta, yang diikuti oleh berbagai negara dan beberapa propinsi

di Indonesia. Selain itu, Pemerintah telah menambah pintu masuk bagi penerbangan asing, daerah

tujuan wisata (DTW), dan obyek wisata, seperti wisata laut di taman laut Bunaken di Manado dan

agrowisata dengan mengembangkan budidaya tanaman langka dan perkebunan buah-buahan di

Cileungsi Jawa Barat. Selanjutnya telah pula dikembangkan wisata konvensi, yang di samping

meningkatkan pemasukan devisa juga mengembangkan jasa-jasa di bidang konvensi. Dalam

rangka memperpanjang lama tinggal wisatawan mancanegara dan meningkatkan pengeluaran

devisa per hari, telah pula dilakukan upaya-upaya antara lain meningkatkan pelayanan di bidang

pariwisata, keamanan, ketertiban, keramahtamahan, serta kenyamanan dan kelancaran

transportasi. Melalui upaya-upaya tersebut, diharapkan wisatawan asing lebih lama tinggal dan

devisa yang dibelanjakan di Indonesia semakin meningkat.

Dalam rangka meningkatkan pemasukan devisa dari TKI, telah pula dilakukan upaya-

upaya lainnya antara lain meningkatkan pengiriman tenaga kerja yang lebih terampil dan yang

bekerja diberbagai bidang sesuai dengan permintaan pasar luar negeri, seperti tenaga dokter,

perawat, konsultan, dan lainnya. Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri ini selain meningkatkan

pemasukan devisa, juga dapat mengurangi pengangguran di dalam negeri. Di pihak lain dalam

upaya menghemat penggunaan devisa, pemakaian tenaga asing dibatasi jumlah dan diperketat

persyaratannya.

Sementara itu untuk mengurangi defisit biaya angkutan laut, Pemerintah telah

mengeluarkan kebijaksanaan antara lain memberi kemudahan bagi pengusaha pelayaran untuk

mendirikan usaha pelayaran, menambah jumlah dan daya angkut kapal, dan sebagainya.

Selanjutnya dalam rangka mernbatasi pinjaman luar negeri yang menjadi beban pemerintah, telah

dibentuk Tim PKLN yang mempunyai tugas antara lain melakukan perencanaan dan monitoring

pinjaman-pinjaman luar negeri dari sektor BUMN dan sektor swasta yang berkaitan dengan

proyek pemerintah dan BUMN. Melalui Tim PKLN ini, pinjaman tersebut dipantau agar sesuai

dengan plafon yang telah ditetapkan setiap tahunnya, sehingga pengeluaran devisa untuk

pembayaran bunga pinjaman luar negeri dapat terkendali dengan baik. Selain itu, dalam upaya

penghematan devisa, PT Garuda Indonesia telah mampu melakukan perawatan besar/overhaul

terhadap seluruh pesawat berbadan kecil maupun berbadan lebar di dalam negeri secara

Departemen Keuangan RI 345

Page 346: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

swakelola. Dengan kemampuan ini, selain dapat menghemat devisa yang cukup besar, PT Garuda

juga telah menciptakan sarana baru dalam upaya menjual jasa perawatan pesawat ke luar negeri.

Dalam rangka menghadapi diberlakukannya WTO (World Trade Organization) dan

GATS (General Agreement on Trade in Services) Indonesia akan menghadapi persaingan yang

semakin tajam di bidang perdagangan luar negeri dan jasa-jasa. Untuk itu sumber daya manusia

dan efisiensi produksi nasional perlu ditingkatkan, sehingga diharapkan defisit neraca jasa-jasa

(pengeluaran jasa neto) dapat diperkecil, dan pada akhirnya akan memperkokoh neraca

pembayaran Indonesia.

Berbagai upaya untuk meningkatkan pemasukan devisa dari jasa-jasa dalam tahun

1994/95 dan tahun-tahun sebelumnya telah menampakkan hasilnya. Hal ini tercermin dari

meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, yaitu dari 1,7 juta

orang dalam tahun 1989/90 menjadi sekitar 3,9 juta orang dalam tahun 1994/95. Di samping

jumlah wisatawan, pengeluaran devisa yang dibelanjakan juga meningkat, yaitu dari rata-rata

US$ 962 per kunjungan dalam tahun 1989/90, menjadi rata-rata US$ 1.172 per kunjungan dalam

tahun 1994/95. Meningkatnya jumlah dan pengeluaran devisa dari wisatawan mancanegara

tersebut menyebabkan pemasukan devisa dari sektor jasa-jasa pariwisata dalam tahun 1994/95

diperkirakan mencapai US$ 4,6 miliar. Selain itu, pemasukan devisa dari pengiriman tenaga kerja

Indonesia ke luar negeri juga meningkat, sehingga dalam tahun 1994/95 mencapai US$ 480 juta

akan 155,7 persen lebih tinggi dari awal Pelita V yang berjumlah US$ 187,7 juta.

Walaupun pemasukan devisa dari pariwisata dan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke

luar negeri terus meningkat, namun neraca jasa-jasa masih menunjukkan defisit. Hal tersebut

terjadi karena pengeluaran devisa untuk pembayaran bunga pinjaman luar negeri pemerintah dan

biaya angkutan laut, serta jasa-jasa lainnya masih lebih besar dari pemasukannya. Pengeluaran

jasa-jasa pada dalam tahun 1994/95, yang terdiri dari jasa-jasa migas dan nonmigas setelah

memperhitungkan penerimaannya, diperkirakan berjumlah US$ 11.553 juta. Dibandingkan

dengan tahun sebelumnya yang berjumlah US$ 10.317 juta, jasa-jasa pada dalam tahun 1994/95

menunjukkan peningkatan sebesar US$ 1.236 juta (12 persen). Dari pengeluaran jasa-jasa pada

dalam tahun 1994/95, jasa-jasa migas diperkirakan mencapai sebesar US$ 3.042 juta, atau 1,9

persen lebih tinggi dari realisasi dalam tahun 1993/94 yang berjumlah US$ 2.984 juta. Sedangkan

jasa-jasa nonmigas diperkirakan sebesar US$ 8.511 juta, yang berarti meningkat sebesar 16,1

Departemen Keuangan RI 346

Page 347: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

persen bila dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang berjumlah US$ 7.333 juta.

4.4.4. Lalu lintas modal dan transfer

Salah satu sasaran pembangunan jangka panjang kedua (PJP II) adalah mewujudkan

perekonomian nasional yang mandiri dan andal. GBHN memberikan arahan bahwa dana yang

diperlukan untuk pembiayaan pembangunan sejauh mungkin harus diusahakan dari sumber

dalam negeri. Oleh karena masih terbatasnya dana dari dalam negeri yang dapat dihimpun, maka

masih diperlukan dana yang berasal dari luar negeri. Namun demikian, dalam memanfaatkan

dana dari luar negeri Pemerintah tetap berpegang pada beberapa pedoman, antara lain bahwa

dana dari luar negeri tersebut tidak mempunyai ikatan politis, bersyarat lunak dengan tenggang

waktu pengembalian yang panjang serta bunga yang rendah, besarnya pinjaman tetap harus

disesuaikan dengan kemampuan perekonomian nasional dalam pengembaliannya, dan

peranannya diupayakan agar semakin mengecil terhadap sumber pembiayaan dalam negeri.

Dana pembangunan yang berasal dari luar negeri terdiri dari pinjaman pemerintah,

pinjaman luar negeri swasta, dan investasi swasta luar negeri, baik yang bersifat langsung

(PMA), maupun yang melalui pasar modal. Dengan masuknya modal luar negeri tersebut,

diharapkan potensi kekayaan alam dan sumber daya manusia yang ada dapat lebih dimanfaatkan

secara maksimal dan memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya sektor industri

manufaktur yang berorientasi ekspor.

Masuknya modal luar negeri ke dalam industri nasional diharapkan pula akan membawa

pengaruh yang positif terhadap perekonomian nasional, melalui terjadinya proses alih teknologi,

alih kepemilikan, serta peningkatan kesempatan kerja yang disertai dengan peningkatan keahlian

dan ketrampilan. Untuk menjaga ekses yang tidak diinginkan, Pemerintah tetap mengupayakan

untuk menghindari dominasi perekonomian nasional oleh modal asing, khususnya dalam sektor-

sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Upaya menarik modal luar negeri untuk diinvestasikan di dalam negeri tidak berlangsung

dengan mudah, mengingat terdapatnya persaingan yang tajam, khususnya di antara negara-negara

berkembang, dalam menarik investor asing tersebut. Pada umumnya masing-masing negara

berupaya dengan keras untuk menciptakan iklim investasi yang menarik bagi pemodal luar

negeri. Sehubungan dengan itu, Pemerintah berupaya untuk terus menyempurnakan ketentuan-

Departemen Keuangan RI 347

Page 348: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

ketentuan yang ada dalam rangka penanaman modal asing. Sedangkan di bidang pinjaman luar

negeri, dalam rangka mengamankan kredibilitas bangsa Indonesia di dunia internasional,

Pemerintah memegang dengan teguh prinsip untuk memenuhi kewajiban pembayaran kembali

pinjaman sesuai dengan persyaratan dan jadwal pembayaran yang telah disepakati.

Dalam tahun 1994/95, lain lintas modal kerja, yang merupakan hasil bersih pemasukan

modal pemerintah dan pemasukan modal lainnya setelah dikurangi dengan pembayaran hutang

pokok luar negeri pemerintah, diperkirakan mencapai jumlah sebesar US$ 5.624 juta, yang

berarti mengalami penurunan sebesar US$ 87 juta, atau 1,5 persen lebih rendah bila dibandingkan

dengan realisasi dalam tahun 1993/94 yang berjumlah sebesar US$ 5.711 juta. Penurunan

tersebut disebabkan karena pembayaran hutang pokok luar negeri pemerintah diperkirakan akan

meningkat menjadi sebesar US$ 5.555 juta dalam tahun 1994/95, dari realisasi sebesar US$ 5.132

juta dalam tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama disebabkan adanya percepatan

pembayaran kembali sebagian hutang luar negeri pemerintah. Sementara itu, pemasukan modal

pemerintah dalam periode tersebut diperkirakan mengalami peningkatan dari sebesar US$ 6.195

juta menjadi sebesar US$ 6.430 juta. Sedangkan lalu lintas modal lainnya dalam tahun 1994/95

diperkirakan sebesar US$ 4.749 juta, atau lebih tinggi sebesar US$ 101 juta dibandingkan dengan

realisasi sebesar US$ 4.648 juta dalam tahun sebelumnya.

4.5. Perkiraan neraca pembayaran dalam tahun anggaran 1995/96

Situasi penerimaan devisa sebagai sumber pembiayaan pembangunan di tahun 1995/96

diperkirakan akan memperlihatkan gambaran dua sisi yang berbeda. Di satu pihak, penerimaan

devisa neto dari ekspor minyak bumi dan gas alam belum dapat menjanjikan prospek yang

menggembirakan. Hal ini disebabkan karena harga minyak bumi masih belum menentu dan

diperkirakan keadaan ini akan masih berlanjut dalam tahun depan. Di pihak lain, penerimaan

devisa dari ekspor nonmigas diharapkan akan memperlihatkan situasi yang lebih

menggembirakan. Hal ini disebabkan karena negara-negara industri, khususnya negara-negara

mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Masyarakat Eropa, serta negara-

negara industri baru di Asia seperti Singapura, Taiwan, Hongkong dan Korea, diperkirakan akan

mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dalam tahun 1995/96. Sejalan dengan mulai

berkurangnya hambatan-hambatan pada perdagangan bebas, khususnya antar-negara di ASEAN,

Departemen Keuangan RI 348

Page 349: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

keadaan ini diperkirakan juga akan membawa dampak yang positif kepada ekspor nonmigas

Indonesia.

Berdasarkan perkembangan keadaan tersebut di atas, dalam tahun 1995/96 nilai ekspor

migas diperkirakan akan mencapai US$ 9.213 juta, dengan jumlah produksi per hari sebanyak

1,520 juta barel dan harga rata-rata minyak mentah yang diperkirakan sebesar US$ 16,5 per barel.

Sementara itu, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang dan

semakin berkurangnya hambatan-hambatan pada perdagangan internasional, ekspor nonmigas

diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 16,5 persen, sehingga dalam tahun 1995/96

nilainya diperkirakan mencapai sebesar US$ 36.243 juta.

Dari segi pengeluaran devisa untuk impor barang dan jasa, penggunaan devisa masih akan

dinominasi oleh pengeluaran untuk impor barang modal dan impor bahan baku, yang sebagian

besar dipergunakan untuk menunjang kegiatan industri berorientasi ekspor. Dengan

meningkatnya kegiatan industri ekspor, pengeluaran devisa untuk impor bahan baku/penolong,

serta barang modal diperkirakan akan meningkat pula. Sementara itu, sejalan dengan

meningkatnya impor, pengeluaran devisa untuk biaya angkut (freight) akan meningkat, yang pada

gilirannya akan meningkatkan defisit pada neraca jasa-jasa neto dalam tahun 1995/96.

Dengan perkembangan tersebut di atas, impor barang diperkirakan akan mencapai US$

37.100 juta, yang mencakup impor migas sebesar US$ 3.336 juta dan impor nonmigas sebesar

US$ 33.764 juta. Sementara itu pengeluaran devisa untuk jasa-jasa neto diperkirakan mencapai

US$ 12.449 juta, yang terdiri dari jasa-jasa migas sebesar US$ 3.158 juta dan jasa-jasa nonmigas

sebesar US$ 9.291 juta. Besarnya impor barang dan jasa tersebut pada gilirannya akan

mempengaruhi defisit pada transaksi berjalan, sehingga dalam tahun 1995/96 diperkirakan

sebesar US$ 4.093 juta, yang berarti 14,1 persen lebih tinggi dari perkiraan realisasi tahun

anggaran 1994/95.

Walaupun pinjaman luar negeri yang bersifat lunak di masa mendatang semakin terbatas,

besarnya pinjaman luar negeri pemerintah dalam tahun 1995/96 diperkirakan 0,9 persen lebih

tinggi dari tahun sebelumnya. Selanjutnya, dengan semakin menariknya iklim usaha di dalam

negeri, aliran masuk modal swasta neto diperkirakan akan semakin meningkat dalam tahun

1995/96. Dengan demikian, aliran masuk modal neto dalam tahun 1995/96 secara keseluruhan,

yang terdiri dari pinjaman luar negeri pemerintah, pembayaran pokok pinjaman luar negeri

Departemen Keuangan RI 349

Page 350: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pemerintah, dan lalu lintas modal swasta luar negeri dalam tahun 1995/96, diperkirakan akan

mencapai US$ 5.895 juta, yang berarti meningkat sebesar US$ 271 juta dari tahun sebelumnya.

Berdasarkan hal di atas, dalam tahun 1995/96 neraca pembayaran diperkirakan mengalami

surplus sebesar US$ 1.802 juta, sehingga cadangan devisa dalam periode tersebut cukup untuk

membiayai sebesar 5 bulan impor.

4.5.1. Perkiraan penerimaan minyak bumi dan gas alam (neto)

Dalam tahun 1995/96, harga minyak mentah di pasar dunia diperkirakan sedikit lebih

tinggi dari harga yang terjadi dalam tahun 1994/95, yaitu sekitar US$ 16,50 per barel. Sedangkan

jumlah produksi diperkirakan sebesar 1,520 juta barel per hari atau 0,2 persen lebih rendah dari

realisasi dalam tahun sebelumnya sebesar 1,523 juta barel per hari, sementara ekspor gas alam

diperkirakan akan mengalami sedikit kenaikan. Berdasarkan hal itu, penerimaan minyak bumi

dan gas alam (neto) diperkirakan akan mencapai sebesar US$ 2.719 juta, yang meliputi ekspor

migas sebesar US$ 9.213 juta, impor migas sebesar US$ 3.336 juta, dan pengeluaran jasa migas

neto sebesar US$ 3.158 juta.

4.5.2. Perkiraan nilai ekspor bukan minyak bumi dan gas alam

Realisasi ekspor bukan minyak bumi dan gas alam dalam tahun 1995/96, diperkirakan

akan mencapai sebesar US$ 36.243 juta, yang berarti 16,5 persen lebih tinggi dari realisasi tahun

sebelumnya. Perkiraan tersebut didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut :

(1) Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan negara-negara maju,

khususnya negara-negara mitra dagang Indonesia, serta menurunnya laju inflasi di negara-negara

tersebut, diperkirakan akan meningkatkan volume perdagangan Indonesia.

(2) Dengan semakin terbukanya perdagangan dunia pasca GATT, pangsa pasar ekspor nonmigas

di pasar dunia akan semakin meningkat. Di samping itu, dengan diberlakukannya perdagangan

bebas antar negara di kawasan ASEAN (AFTA) pada bulan Januari 1995, ekspor nonmigas

Indonesia ke negara-negara te:sebut diperkirakan akan meningkat.

(3) Berbagai kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi terus dilanjutkan dan disempurnakan,

yang pada gilirannya akan lebih meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan standar mutu produk-

Departemen Keuangan RI 350

Page 351: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

produk nasional, sehingga produk di dalam negeri mampu bersaing di pasar global. Sehubungan

dengan hal tersebut, ekspor nonmigas dalam tahun 1995/96 diperkirakan akan lebih tinggi dari

periode sebelumnya.

4.5.3. Perkiraan nilai impor bukan minyak bumi dan gas alam

Nilai impor bukan minyak bumi dan gas alam dalam tahun anggaran 1995/96

diperkirakan akan mencapai sebesar US$ 33.764 juta, yang berarti 15 persen lebih tinggi dari

perkiraan realisasi tahun anggaran sebelumnya yaitu sebesar US$ 29.361 juta. Perkiraan tersebut

didasarkan atas asumsi sebagai berikut :

(1) Melalui berbagai deregulasi dan debirokratisasi, industri ekspor nonmigas terus didorong dan

diperkirakan akan meningkat, sehingga impor bahan baku/penolong dan barang modal juga

meningkat. Pada gilirannya hal ini mengakibatkan impor secara keseluruhan akan meningkat

pula.

(2) Deregulasi yang berkaitan dengan penyederhanaan di bidang investasi dan perizinan, serta

peningkatan penyediaan sarana dan prasarana, diperkirakan akan lebih meningkatkan minat

investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sebagai akibatnya, impor barang

modal dan bahan baku/penolong dalam rangka penanaman modal langsung juga akan meningkat.

(3) Dengan telah diratifikasinya persetujuan Putaran Uruguay, hambatan perdagangan berupa

hambatanl tarif dan nontarif secara bertahap akan berkurang. Sejalan dengan hal itu, impor

nonmigas diperkirakan akan meningkat.

(4) Meningkatnya pendapatan masyarakat pada akhirnya akan mengakibatkan meningkatnya

permintaan barang-barang impor serta produksi dalam negeri daripada barang-barang yang

mengandung bahan baku impor.

4.5.4. Perkiraan pos lainnya

Sejalan dengan meningkatnya pengeluaran devisa untuk pembayaran jasa angkutan laut

dan pembayaran bunga pinjaman luar negeri, pengeluaran jasa (neto) dalam tahun 1995/96

diperkirakan mencapai sebesar US$ 12.449 juta, atau meningkat 7,8 persen dari periode

Departemen Keuangan RI 351

Page 352: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

sebelumnya. Sementara itu lalu lintas modal, yang terdiri atas pemasukan modal pemerintah,

pembayaran cicilan pokok hutang luar negeri pemerintah, dan lalu lintas modal swasta, dalam

tahun 1995/96 diperkirakan mencapai sebesar US$ 5.895 juta. Perkiraan neraca pembayaran

dalam tahun anggaran 1995/96 dapat dilihat dalam Tabel IV.11.

I.L + 45.456

+ 9.213+ 36.243

2. - 37.100- 3.336- 33.764

3. - 12.449- 3.158- 9.291

4. - 4.093+ 2.719- 6.812

II. -+ 6.488

1. 02. + 6.488

+ 5.072V. - 5.665

+ 1.802VII. 0VIII. - 1.802

TabeI IV. 11PERKIRAAN NERACA PEMBAYARAN, 1995/96

(dalamjuta US $)

Barang-barang dan jasa-jasaEkspor, fobminyak bumi dan gas alambukan minyak bumi dan gas alamImpor, fobminyak bumi dan gas alambukan minyak bumi dan gas alamJasa-jasaminyak bumi dan gas alambukan minyak bumi dan gas alamTransaksi berjalanminyak bumi dan gas alambukan minyak bumi dan gas alam

SDRsIII. Pemasukan modal Pemerintah

Bantuan programBantuan proyek dan lain-lain

IV. Lalu lintas modallainnyaPembayaran hutang pokok

VI. Jumlah (I s.d. V)Selisih yang belum dapat diperhitungkanLalu lintas moneter

Departemen Keuangan RI 352

Page 353: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

BAB V

KEUANGAN DAERAH

5.1. Pendahuluan

Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-

hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan

peranserta aktif masyarakat, serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal

dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab

serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Pengarahan-pengarahan tersebut telah

diamanatkan dengan jelas dalam GBHN 1993 untuk menjadi acuan dalam pembangunan daerah

dengan landasan yang kokoh. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pembangunan

daerah sangat sejalan dengan pembangunan otonorni daerah, atau bahkan saling terkait satu sama

lain untuk saling menunjang dalam pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

Dalam rangka mewujudkan suatu kerangka landasan pembangunan yang kokoh,

sebagaimana diamanatkan dalam GBHN tersebut, diperlukan dana pembangunan yang cukup

besar, baik melalui mobilisasi dana masyarakat untuk investasi yang semakin meningkat, maupun

melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja

daerah (APBD) tingkat I dan tingkat II. Berbagai program yang dilaksanakan di bidang keuangan

daerah selama ini memperlihatkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Penerimaan

daerah tingkat I seluruh Indonesia, yang dalam tahun anggaran 1988/89 berjumlah Rp 3.651,5

miliar, telah meningkat menjadi sebesar Rp 8.382,3 miliar dalam tahun anggaran 1993/94, akan

telah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 18,1 persen per tahun. Sedangkan penerimaan

daerah tingkat II selama periode 1988/89-1992/93 telah mengalami peningkatan yang lebih

tinggi, yaitu dari sebesar Rp 2.568 miliar dalam tahun anggaran 1988/89 menjadi sebesar Rp

6.617,3 miliar dalam tahun anggaran 1992/93, yang berarti meningkat rata-rata sebesar 26,7

persen per tahun. Dalam tahun anggaran 1988/89 rata-rata penerimaan per daerah tingkat II

adalah sebesar Rp 8,9 miliar, dan telah meningkat menjadi sebesar Rp 22,6 miliar dalam tahun

anggaran 1992/93.

Departemen Keuangan RI 353

Page 354: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Anggaran pendapatan daerah tingkat I dan tingkat II meliputi pendapatan asli daerah

(PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan, serta pinjaman daerah,

sedangkan anggaran pengeluaran daerah tingkat I dan tingkat II meliputi pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan. Perkembangan APBD tingkat I dan tingkat II dapat dilihat pada

Tabel V.1 sampai dengan Tabel V.9.

No. UraianJumlah Jumlah Proposi

(Rp miIiar) (Rp miIiar) (%)(I) -2 -3 -5 -6I. Pendapatan asli daerah (PAD) 814,16 2.199,79 26,242. Bagi hasil pajak dan bukan pajak 213.63 644,42 7,69

(pBB. IHHlIHPH. dan lainnya)3. Sumbanganlbantuan pemerintah pusat 2.388,71 5.096,65 60,84. Pinjaman daerah 8.74 38,44 0,465. Sisa lebih tahun sebelumnya 226.30 403.02 4,816. Jumlah penerimaan APBD Tk.l 3.651,54 8.382,32 1007. POB *) 121.606,00 269.385,30 -8. Persentase penerimaan APBO Tk.I

terhadap POB (6 : 7) - - 3.11

1988/89Repelita IV

Proposi(%)

Repe1ita V1993/94

-422,3

65,410,24

6,2100

-

3

Keterangan :Dalam tahun takwim, atas dasar harga yang berlaku.

5.85

1988189 DAN 1993/94

Angka sementara.

Tabel V. 1PENERIMAAN DAERAJI TINGKAT I SELURUH INDONESIA,

DIBANDINGKAN DENGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS,

No. UraianJumlah JumIah

(Rp miliar) (Rp miliar)

1. Pengeluaran rutin 2.540,14 5.400,962. Pengeluaran pembangunan 811,19 2.413,013. Jumlah pengeluaran APBD Tk.I 3.351,33 7.813,974. PDB') 121.606,00 269.385.305. Persentase pengeluaran APBD Tk.I

terhadap PDB (3: 4) - -

*)

1988/89Repelita IV

Proporsi(%)

Repelita V1993/94

75,79

-100 100

2,76

Dalam tahun takwim, atas dasar harga. yang berlaku.Ketcrangan :

**) Angka sementara

24,21

Proporsi(%)

69,12

Tabel V. 2PENGELUARAN DAERAH l1NGKAT I SELURUH INDONESIA

DIBANDINGKAN DENGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS,1988/89 DAN 1993/94

30,88

-

2,9

Departemen Keuangan RI 354

Page 355: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanNo. Propinsi Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V (%)

1. DI Aceh 83,02 103,98 118 146,57 167,84 194,71 18,62. Sumatera Utara 240,53 275,29 318,66 337,48 384,08 466,71 14,23. Sumatera Barat 47,98 55,29 69,26 78,6 86 99,02 15,64. Riau 69,26 114,9 157,93 205,54 228,81 231,83 27,35. Jambi 30,91 37,03 48,23 63,16 72,13 84,13 22,26. Sumatera Selatan 76,26 91,19 125,42 142,65 154,5 177,46 18,47. Bengkulu 26,64 29,34 40,31 48,48 55,08 61,05 188. Lampung 112,93 134,72 147,88 162,1 187,62 101,37 -2,19. OKI Jakarta 542,58 710,45 988,09 1.241,64 1.381,11 1.670,66 25,210. Jawa Barat 488,38 561,56 686,39 802,64 918,9 1.095,79 17;511. Jawa Tengah 470,36 534,19 608,4 702,83 834,22 1.027,69 16,912. DI Yogyakarta 92,89 94,9 111.73 133,74 148,13 180,52 14,213. Jawa Timur 562,02 630,49 741,47 854,54 960,69 1.143,98 15,314. Kalimantan Barat 80,05 94,27 119,14 140,19 162,7 198,65 19,915. Kalimantan Tengah 57,22 68,17 90,91 117,71 141,8 176,24 25,216. Kalimantan Selatan 78,25 92,71 112,36 129,27 161,84 202,23 20,917. Kalimantan Timur 78,25 100,4 141,36 172,89 202,77 205,07 21,218. Sulawesi Utara 97,45 110,25 124,62 151,95 17 1,64 93,01 -0,919. Sulawesi Tengah 54,4 67,46 91,51 107,13 126,79 155,74 23,420. Sulawesi Selatan 61,64 80 106,6 123,32 126,62 138,32 17,521. Sulawesi Tenggara 24,54 25,26 41,16 52,07 56,74 72,82 24,322. Bali 95,04 112,6 145,11 103,35 93,9 100,11 123. Nusa Tenggara Barat 28,4 34,02 49,03 61,67 64,01 72,29 20,524. Nusa Tenggara Timur 30,35 38,54 51,01 68,46 81,35 89,46 24,125. Maluku 34,04 46,99 67,19 79,22 85,82 96,91 23,326. Irian Jaya 62,15 75,97 115,56 130,46 163,27 178,89 23,527. Timor Timur 26,01 30,15 37,31 46,91 61,02 67,67 21,1

Jumlah 3.651,54 4.350,13 5.454,65 6.404,57 7.279,41 8.382,32 18,1

Tabel V. 3PENDAP AT AN DAERAH TINGKA T I PER PROPINSI, 1988/89 - 1993/94

(dalam miliar rupiah)

Repelita IV Repelita V

Departemen Keuangan RI 355

Page 356: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanNo Propinsi Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9I. DI Aceh 77,34 96,34 110,1 141,34 162,4 190,16 19,72. Sumatera Utara 226,4 267,15 308,91 336,9 383,14 458,58 15,23. Sumatera Barat 43,02 49,73 63,25 74,68 82,09 95,22 17,24. Riau 49,23 73,66 108,67 136,53 183,44 200,42 32,45. Jambi 28,01 34,03 42,9 57,26 65,98 78,84 236. Sumatera Selatan 58,71 72,52 106,07 126,56 133,98 164,53 22,97. Bengkulu 25,5 27 37,88 47,36 53,94 59,69 18,58. Lampung 93,76 118,27 143,35 160,23 185,44 97,98 0,99. OK! Jakarta 466,91 603,74 783,99 1.051,40 1.232,04 1.403,20 24,610. Jawa Barat 466,37 529,44 612,86 759,01 894,71 1.034,88 17,3II. Jawa Tengah 456,9 516,28 580,78 677,48 810,18 998,8 16,912. DI Yogyakarta 86,15 87,11 106,88 128,28 141,58 172,77 14,913. Jawa Timur 536,45 598,49 684,98 809,94 946,16 1.109,41 15,614. Kalimantan Barat 73,75 88,57 108,25 135,87 160,07 191,31 2115. Kalimantan Tengah 52,52 66,07 84,25 103,37 133,49 168,89 26,316. Kalimantan Selatan 75,23 88,69 109,56 124,76 156,89 200,44 21,717. Kalimantan Timur 67,87 84,27 118,11 153,64 179,62 162,92 19,118. Sulawesi Utara 88,81 106,63 121,46 141,14 169,38 90,88 0,519. Sulawesi Tengah 53,76 66,27 90,58 105,84 125,73 155,23 23,620. Sulawesi Selatan 51,85 65,88 89,11 117,95 122,01 134,16 20,921. Sulawesi Tenggara 24,02 24,82 37,71 49,33 51,2 70,79 24,122. Bali 86,07 101,59 124,97 99,31 88,57 92,42 1,423. Nusa Tenggara Barat 26,14 30,4 43,12 59,08 62,5 70,82 22,124. Nusa Tenggara Timor 28,24 36,88 48,25 64,78 76,59 84,37 24,525. Maluku 27,54 36,49 53,47 70,84 79,52 91,15 2726. Irian Jaya 56,91 67,19 103,51 116,49 136,2 171,3 24,727. Timor Timur 23,87 27,98 36,19 41,61 55,48 64,81 22,1

Jumlah 3.351,33 ' 3.965,49 4.859,16 5.890,94 6.872,32 7.813,97 18,4

Repelita IV Repelita V

Tabel V. 4BELANJA DAERAH TINGKAT I PER PROPINSI, 1988/89 -1993/94

(dalam miliar rupiah)

Departemen Keuangan RI 356

Page 357: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

No. UraianProporsi Jumlah Proporsi

(%) (Rp miliar) (%)

1. Pendapatan asli daerah (PAD) 15.73 806.75 12.192. Bagi hasil pajak dan bukan pajak

(PBB. IHH/IHPH, dan lainnya) 10.39 837.63 12.663. Sumbanganlbantuan pemerintah

pusat dan daerah tingkat I 69.73 . 4.752.79 71,824. Pinjaman daerah 1,23 41,67 0,635. Sisa lebih tahun sebelumnya 2,92 178,43 2,76. Jumlah penerimaan APBD Tk.lI 100 6.617.27 1007. P D B *) - 227.795.50**) -8. Persentase penerimaan APBD Tk.lI

terhadap PDB (6: 7) - 2,11 - 2,9

**) Angka sementaraKeterangan : *) Dalam tahun takwim. dan atas dasar harga yang herlaku.

121.606,00

1988/89 DAN 1992/93

PENERIMAAN DAERAH TINGKAT II SELURUH INDONESIA,Tabel V.5

DIBANDINGKAN DENGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS,

1.790,9431.5374.93

2.568.02

Jumlah(Rp miliar)

403.93

266,69

Repelita IV Repelita V1988/89 1992/93

No. UraianJumlah Jumlah Proporsi

(Rp miliar) (Rp miliar) (%)

1. Pengeluaran rutin 1.447,72 2.889,58 45,472. Pengeluaran pembangunan 1.004,39 3.465,61 54,533. lumlah pengeluaran APBO Tk.1I 2.452,\ 1 6.355,19 1004. POB *) 121.606,00 227.795,505. Persentase pengeluaran APBO Tk.1I

terhadap POB (3: 4) - - 2,79

Kelerangan *) Dalam lahun takwim, dan atas dasar harga yang berlaku.

Repelita IV1988/89

Proporsi(%)

59,0440,96

100

1988/89 DAN 1992/93

PENGELUARAN DAERAH TINGKAT IT SELURUH INDONESIA,Tabel V, 6

DIBANDINGKAN DENGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS,

2,02

Repelita V1992/93

Departemen Keuangan RI 357

Page 358: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

No. Propinsi 1988/89 1992J93

1. DI Aceh 10 102. Sumatera Utara 17 173. Sumatera Barat 1,4 144. Riau 6 65. Jambi 6 66. Sumatera Selatan 10 107. Bengkulu 4 48. Lampung 4 59. Jawa Barat 24 2510. Jawa Tengah 35 3511. DI Yogyakarta 5 512. Jawa Timur 37 3713. Kalimantan Barat 7 714. Kalimantan Tengah 6 615. Kalimantan Selatan 10 1016. Kalimantan Timur 6 617. Sulawesi Utara 6 718. Sulawesi Tengah 4 419. Sulawesi Selatan 23 2320. Sulawesi Tenggara 4 421. Bali 8 922. Nusa Tenggara Barat 6 623. Nusa Tenggara Timur 12 1224. Maluku 4 525. Irian Jaya 9 926. Timor Timur 13 13

Jumlah 290 295

Tabel V. 7JUMLAH DAERAH TINGKA T II PER PROPINSI, 1988/89 DAN 1992J93

Departemen Keuangan RI 358

Page 359: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanRata-rata

No. Repelita VKeseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata (%)

I. DIAceh 76,12 7,61 98,57 9,86 138,31 160,91 16,()I} 197,45 19,74 26,92. Sumatera Otara 172,06 10,12 199,17 11,72 269,62 330,29 [9,43 369,24 21,72 2[,03. Sumatera Barat 125,75 8,98 131,74 9,41 172,72 197,8 14,[3 261.6 [ 18,69 20,14. Riau 70,77 11,8 92,14 15,36 132,38 2[5,83 35,97 223,t)l} 37,18 33,25. Jambi 55,15 9,19 69,37 11,56 96,03 155,06 25,84 [47,70 24,62 27,96. Sumater. Se[atan 144,58 14,46 [69,49 16,95 235,6[ 300,27 30,03 362,38 36,24 25,87. Bengku[u 29,54 7,38 34,99 8,75 50,13 64,3 [6,08 79,05 19,76 27,98. Lampung 55,89 13,97 61.22 15,3 87,27 108,63 27,16 141,5[ 28,3 26,[9. Jawa Baral 314,69 13,11 359,97 15,1X) 533,78 666,88 27,79 860,08 35,84 28,6lO. Jawa Tengab 304,11 8,69 339,59 9,7 475,8 550,67 15,73 652,19 18,63 2[,0[I. DI Yogyakarta 32,67 6,53 40,44 8,()I} 55,22 67,31 13,46 88,44 [7,69 28,312. Jawa Timur 326,34 8,82 359,7 9,72 527,24 632,03 17,08 762,71 20,61 23,613. Kalimantan Barat 51,[2 7,3 59,19 8,46 87,18 117,25 16,75 126,39 [8,t)6 25,414. Kalimantan Tengah 33,54 5,59 45,7 7,62 78,96 119,89 19,98 lSO,18 25,03 45,515. Kalimantan Selatan 42,59 4,26 50,06 5,01 82,72 112,66 11,27 127,16 12,72 3[,516. Kalimatan Timur 61,91 10,32 99,35 16,56 135,12 193.18 32,2 228,2 38,03 38,617. Sulawesi Otara 36,3 6,05 45,53 6,SO 63,35 83,2 11,89 105,3 15,04 30,518. Sulawesi Tengab 37,46 9,36 32,72 8,18 55,95 59,39 14,85 76,8 19,2 19,7[9. Sulawesi Selatan 185,1 8,05 224,48 9,76 288,07 353,25 15,36 463,6 20,16 25,820. Sulawesi Tenggara 41,08 10,27 47,81 11,95 62,6 81,3 20,33 104,43 26,11 26,321. Bali 51,96 6,49 66,48 8,31 98,59 159,07 19,88 203,05 25,38 40,622. Nusa Tenggara Barat 67,3 [1,22 83,13 13,85 115,31 119,08 19,85 157,15 26,[9 23,623. Nusa Tenggara Timur 91,88 7,66 109,61 9,13 150,91 190,89 15,91 234,25 19,52 26.424. Maluku 57,13 14,28 66,84 13,37 94,08 116,85 23,37 127,79 25,56 22,325. Irian Jaya 82,29 9,[4 99,1 11,tll 161,13 227,05 25,23 281,11 31,23 3626. Timor Timur 20,7 1,59 27,55 2,12 56,67 68,3 5,25 86.43 6,65 42,9

Jumlah 2.568,02 - 3.013,92 - 4.304,73 5.451,35 - 6.617,27 - 26,7Rata-rata - 8,86 - 10,32 - - 18,67 - 22,58 -

[7,904,36

-14,74

12,3219,2212,5818,82

9,0513,9912,52[5,65

12,4513,[68,27

22,52

22,24[3,5911,0414,25

16,(X)23,5612,5321,82

[3,83[5,8612,3422,06

1991/92 1992/93Rata-rata

Repelita IV Repelita VPropinsi 1988/89 1989190 1990191

(dalam miliar rupiab)

Tabel V. 8PENDAPATAN DAERAH TINGKAT II PER PROPINSI, 1988/89 -1992/93

nRata-rata

No. Propinsi Repelita VKeseluruhan Rata.rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Keseluruhau Rata-rata Keseluruhan Rata-rata (%)

(I) -2 -3 -4 -5 -6 -7 -9 -10 -11 -12 -131. DI Aceh 73.40 7,34 95,02 9,5 133,07 154,95 15,5 191,18 19,12 272. Sumatera Utara 162,34 9,55 191,87 11,29 261,46 321,03 18,88 352,52 20,74 21,43. Sumatera Barat 113,8 8,13 130,65 9,33 170,75 195,26 13,95 255,06 18,22 22,44. Riau 64,23 10,7 83,81 13,97 127,31 172,45 28,74 215,91 35,98 35,45. Jambi 53,81 8,97 66,49 11,08 93,75 118,91 19,82 146,37 24,39 28,46. Sumatern Selatan 141,13 14,11 152,81 15,28 227,29 273,7 27,37 351,65 35,16 25,67. Bengkulu 26,56 6,64 33,57 8,39 48,86 63,5 15,88 78,42 19,6 31,18. Lampung 54,38 13,6 57,82 14,46 85,62 106,44 26,61 138,08 27,62 26,29. Jawa Barat 301,36 12,56 352,86 14,7 514,17 643,26 26,8 828,41 34,52 28,810. Jawa Tengah 2%,55 8,47 329,24 9,41 446,21 539,21 15,41 639,01 18,26 21,211. DI Yogyakarta 30,98 6,2 38,49 7,7 53,79 64,95 12,99 86,12 17,34 29,412. Jawa Timur 316,35 8,55 434,68 9,29 511,71 602,74 16,29 705,51 19,07 22,213. Kalimantan Barat 49,43 7,1J6 57,26 8,18 76,98 114,41 16,34 124,75 17,82 2614. Kalimantan Tengah 31,28 5,21 40,47 6,75 70,53 108,03 18 145,14 24,19 46,815. KalimanJ;U1 Selatan 41,35 4,13 47,4 4,74 77,04 108,49 10,85 120,12 12,01 30,616. Kalimatan Timur 53,19 8,86 87,33 14,55 115,84 168,35 28,06 204,01 34,m 39,917. Sulawesi Utara 32,87 '5,48 44,24 6,32 61,49 82,32 11,76 101,66 14,52 32,618. Sulawesi Tengah 29,98 7,49 31,39 7,85 55,32 58,35 14,59 12,81 18,2 24,819. Sulawesi Selatan 178,68 7,77 221,17 9,62 281,97 348,89 15,17 448,04 19,48 25,820. Sulawesi Tenggara 41,06 10,27 47,15 11,79 60,92 80,08 20,02 96,12 24,03 23,721. Bali 49,44 6,18 63,91 7,99 94,04 154,26 19,28 192,76 24,1 40,522. Nusa Tenggara Barat 66,86 11,14 82,61 13,77 112,79 117,99 19,66 155,17 25,86 23,423. Nusa Tenggara Timur 90,75 7,56 108,85 9,07 149,12 186,71 15,56 230,24 19,19 26,224. Maluku 56,25 14,06 63,4 12,68 88,36 110,79 22,16 125,16 25,03 22,125. Irian Jaya 76,08 8,45 93,16 10,35 153,99 191,37 21,26 265,89 29,54 36,726. TimnrTimur 20,02 1,54 26,54 2,04 56,07 67,87 5,22 84,48 6,5 43,3

Jumlah 2.452,11 - 2.891,18 - 4.128,44 5.154,30 - 6.355,19 - 26,9Rata-rata - 8,46 - 9,9 - - 17,65 - 21,69 -

Tabel V. 9

1990/91 1991/92 1992/93Rata-rata

4,31-

14,14

18,812,4317,6717,11

13,8312,2615,2311,75

11,767,7

19,318,78

12,7510,7613,83

11

22,7312,22

21,421,42

15,3812,2

21,2215,62

-813,31

1988/89 1989190

Repelita IV Repelita V

BELANJA DAERAH TINGKAT II PER PROPINSI. 1988/89 -1992/93(dalam miliar rupiah)

Departemen Keuangan RI 359

Page 360: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Penilaian secara umum terhadap tingkat keberhasilan pemerintah daerah dalam mobilisasi

dana antara lain dapat dilihat dari perkembangan penerimaan daerah sendiri (PDS), yaitu PAD

ditambah pajak bumi dan bangunan (PBB). PBB merupakan unsur PDS karena PBB adalah pajak

negara yang 91 persen hasilnya diserahkan kepada daerah tingkat I dan tingkat II, dan pada

hakekatnya merupakan penerimaan yang dapat memberikan indikasi mengenai tingkat usaha

daerah dalam kegiatan pemungutan pajak, di samping merupakan penerimaan bagi hasil pajak

yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan daerah. Meningkatnya PDS menggambarkan

kemampuan daerah yang semakin meningkat dalam menggali potensi PAD dan PBB, menuju

kemandirian daerah di bidang pembiayaan tugas-tugas otonomi daerah. Dengan demikian,

peningkatan PDS sangat penting, tidak saja karena pelaksanaan pembangunan di daerah

membutuhkan pembiayaan yang cukup besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi juga

karena sangat diperlukan untuk pengembangan otonomi yang dititikberatkan di daerah tingkat II.

Jumlah PDS tingkat I seluruh Indonesia dalam tahun anggaran 1988/89 adalah sebesar Rp 917,8

miliar, dan dalam tahun anggaran 1993/94 telah meningkat menjadi sebesar Rp 2.612,1 miliar,

yang berarti mengalami pertumbuhan rata-rata 23,3 persen per tahunnya. Sedangkan PDS tingkat

II seluruh Indonesia dalam tahun anggaran 1988/89 berjumlah sebesar Rp 619,6 miliar, dan

meningkat menjadi sebesar Rp 1.453,3 miliar dalam tahun anggaran 1992/93, yang berarti

mengalami pertumbuhan rata-rata 23,8 persen per tahun.

Jumlah PAD tingkat I selurqh Indonesia dalam tahun anggaran 1988/89 adalah sebesar Rp

814,2 miliar, dan dalam tahun anggaran 1993/94 telah meningkat menjadi sebesar Rp 2.199,8

miliar, yang berarti mengalami pertumbuhan rata-rata 22 persen per tahunnya. Sedangkan PAD

tingkat II seluruh Indonesia dalam tahun anggaran 1988/89 berjumlah sebesar Rp 403,9 miliar,

yang meningkat menjadi sebesar Rp 806,7 miliar dalam tahun anggaran 1992/93, yang berarti

mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 18,9 persen per tahun. Proporsi PAD tingkat I terhadap

seluruh penerimaan APBD tingkat I juga menunjukkan peningkatan, dari 22,3 persen dalam

tahun anggaran 1988/89 meningkat menjadi 26,2 persen dalam tahun anggaran 1993/94.

Sedangkan untuk daerah tingkat II seluruh Indonesia, walaupun jumlah nominal PAD meningkat

dari tahun ke tahun, namun proporsinya terhadap seluruh penerimaan menunjukkan persentase

yang menurun, dari 15,7 persen dalam tahun anggaran 1988/89 menjadi 12,2 persen dalam tahun

anggaran 1992/93.

Penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak sebagian besar berasal dari penerimaan

Departemen Keuangan RI 360

Page 361: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pajak bumi dan bangunan (PBB), sedangkan bagian lainnya terdiri dari penerimaan yang berasal

dari iuran hasil hutan (IHH), iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), serta penerimaan lainnya.

Peranan penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak daerah tingkat I seluruh Indonesia relatif

kecil dibandingkan seluruh penerimaan APBD tingkat I, yaitu sebesar 5,9 persen dalam tahun

anggaran 1988/89 dan kemudian naik menjadi sebesar 7,7 persen dalam tahun anggaran 1993/94.

Sebaliknya peranan penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak daerah tingkat II terhadap

penerimaan keseluruhan daerah tingkat II, relatif lebih besar. Persentase bagi hasil pajak dan

bukan pajak terhadap penerimaan daerah tingkat II adalah sebesar 10,4 persen dalam tahun

anggaran 1988/89, yang meningkat menjadi 12,7 persen dalam tahun anggaran 1992/93.

Persentase sumbangan dan bantuan pusat terhadap penerimaan daerah tingkat I

menunjukkan penurunan, dari 65,4 persen dalam tahun anggaran 1988/89 menjadi 60,8 persen

dalam tahun anggaran 1993/94, walaupun jumlah nominal mengalami peningkatan, dari sebesar

Rp 2.388,7 miliar dalam tahun anggaran 1988/89 menjadi sebesar Rp 5.096,7 miliar dalam tahun

anggaran 1993/94. Untuk daerah tingkat II, persentase penerimaan yang berasal dari sumbangan

dan bantuan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Apabila dalam tahun anggaran 1988/89

penerimaan ini baru mencapai 69,7 persen dari keseluruhan penerimaan daerah tingkat II, maka

dalam tahun anggaran 1992/93 telah meningkat menjadi 71,8 persen dari seluruh penerimaan

daerah tingkat II. Meningkatnya persentase alokasi sumbangan dan bantuan terhadap penerimaan

daerah tingkat II tersebut antara lain karena semakin banyaknya urusan-urusan yang diserahkan

oleh pusat kepada daerah sehubungan dengan kebijaksanaan pusat untuk memberikan otonomi

yang semakin besar kepada daerah. Selain itu, pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi

terutama di perkotaan juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan dana sumbangan ini, karena

semakin meningkat pula kegiatan pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat.

Realisasi pengeluaran rutin daerah tingkat I yang sebagian besar digunakan untuk

membiayai. belanja pegawai, dalam tahun anggaran 1988/89 berjumlah Rp 2.540,1 miliar, dan

dalam tahun anggaran 1993/94 telah meningkat menjadi sebesar Rp 5.401 miliar. Selama kurun

waktu tersebut pengeluaran rutin mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 16,3

persen. Demikian pula telah terjadi peningkatan dalam realisasi pengeluaran pembangunan

daerah tingkat I, yang terutama digunakan ootuk membiayai sektor perhubungan dan pariwisata

serta sektor aparatur pemerintah. Dalam tahun anggaran 1993/94 pengeluaran pembangunan

daerah tingkat I berjumlah Rp 2.413 miliar, atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 24,4

Departemen Keuangan RI 361

Page 362: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

persen per tahun jika dibandingkan dengan pengeluaran pembangunan tahun anggaran 1988/89

yang berjumlah Rp 811,2 miliar.

Dalam pada itu, realisasi pengeluaran rutin daerah tingkat II selama periode 1988/89-

1992/93 secara keseluruhan menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke

tahun. Apabila dalam tahun anggaran 1988/89 baru mencapai jumlah sebesar Rp 1.447,7 miliar,

maka jumlah tersebut telah meningkat menjadi sebesar Rp 2.889,6 miliar dalam tahun anggaran

1992/93 atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 18,9 persen per tahun. Sedangkan

realisasi pengeluaran pembangunan daerah tingkat II dalam tahun anggaran 1988/89 berjumlah

Rp 1.004,4 miliar, dan dalam tahun anggaran 1992/93 telah meningkat menjadi sebesar Rp

3.465,6 miliar, yang berarti mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 36,3 persen per tahunnya.

Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan program--

program pembangunan, berdasarkan penilaian yang obyektif telah dilakukan peningkatan status

beberapa wilayah administratif menjadi daerah otonom tingkat II untuk lebih meningkatkan daya

guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan. Apabila dalam tahun anggaran 1988/89

terdapat 290 daerah tingkat II, maka dalam tahun anggaran 1992/93 telah meningkat menjadi 295

daerah tingkat II, dengan adanya penambahan 5 daerah tingkat II baru, yaitu Kotamadya Daerah

Tingkat II Bitung di Propinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Daerah Tingkat II Halmahera Tengah di

Propinsi Maluku, Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Barat di Propinsi Lampung,

Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar di Propinsi Bali dan Kotamadya Daerah Tingkat II

Tangerang di Propinsi Jawa Barat. Dalam tahun anggaran 1993/94 telah terbentuk 2 kotamadya

daerah tingkat II, yaitu Mataram di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Jayapura di Propinsi Irian

Jaya. Sedangkan dalam tahun anggaran 1994/95 telah terbentuk pula Kotamadya Daerah Tingkat

II Palu di Propinsi Sulawesi Tengah, sehingga jumlah daerah tingkat II menjadi 298 daerah

tingkat II.

5.2. Kebijaksanaan keuangan daerah

Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pemerintah pusat, sehingga pembangunan daerah merupakan bagian dari

pembangunan nasional. Dengan demikian antara keuangan negara dan keuangan daerah juga

terdapat hubungan yang sangat erat yang juga mencakup pelaksanaan pembangunan nasional dan

Departemen Keuangan RI 362

Page 363: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

daerah.

Dalam GBHN digariskan bahwa untuk memperkokoh negara kesatuan dan memperlancar

penyelenggaraan pembangunan nasional, pelaksanaan pemerintahan di daerah harus didasarkan

pada otonomi yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab serta disesuaikan dengan

kemampuan daerah dalam menyelenggarakan tugas-tugas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas

pembantuan. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat mendorong peningkatan partisipasi,

prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan serta mendorong pemerataan

pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di

masing-masing daerah. Selain itu daerah harus mampu mengembangkan dan memobilisasi

sumber-sumber keuangannya, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun

1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah ini telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45

Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada daerah Tingkat

II. Dikeluarkannya peraturan pemerintah ini dimaksudkan untuk mempertegas komitmen

pemerintah terhadap upaya penyelenggaraan pemerintahan di daerah, khususnya di daerah tingkat

II, karena kedudukannya yang lebih langsung berhubungan dengan masyarakat. Sejalan dengan

kebijaksanaan di bidang otonomi daerah ini maka secara bertahap berbagai urusan akan

diserahkan kepada daerah tingkat II, baik dari pemerintah pusat maupun dari daerah tingkat I.

Dengan demikian beban tanggung jawab dan tantangan pemerintah daerah tingkat II akan

menjadi semakin berat. Untuk mengantisipasi meningkatnya tugas-tugas daerah tingkat II

tersebut pendapatan daerah harus ditingkatkan terus untuk membiayai pelaksanaan urusan yang

telah diserahkan kepada daerah.

Berkenaan dengan itu pemerintah pusat telah memberi peluang kepada pemerintah daerah

untuk menggali sumber-sumber pendapatan yang cukup potensial dengan berdasarkan ketentuan

yang ada, di samping pemerintah daerah dapat memperoleh juga pinjaman, khususnya untuk

proyek-proyek yang bersifat pemulihan biaya, dari rekening pembangunan daerah (RPD).

Selain daripada itu, untuk lebih menyehatkan badan-badan usaha milik daerah (BUMD),

pemerintah pusat telah membantu daerah dalam merumuskan kriteria agar dapat mengukur

sendiri kinerja keuangan perusahaan-perusahaan daerah. Tahap pertama telah dimulai dengan

memberikan pedoman dan pelatihan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan daerah air

Departemen Keuangan RI 363

Page 364: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

minum (PDAM) kepada sekitar 20 persen dari jumlah PDAM di seluruh Indonesia.

Dalam pada itu, berbagai upaya peningkatan kualitas bagi para pengelola keuangan daerah

juga telah diadakan melalui pelatihan-pelatihan, seperti latihan keuangan daerah (LKD), kursus

keuangan daerah (KKD), serta pendidikan dan latihan manajemen perkotaan. Penyelenggaraan

pelatihan keuangan daerah dengan memanfaatkan lembaga-lembaga perguruan tinggi, baik yang

ada di Jawa maupun di luar Jawa, dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas aparat keuangan

daerah secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan pelatihan manajemen perkotaan

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas para pengelola kala, guna mengantisipasi tantangan-

tantangan yang timbul karena keterbatasan penyediaan Sarana dan prasarana dibandingkan

dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang sangat pesat. Selain itu terus dilakukan

pengiriman pegawai pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terkait dengan bidang

keuangan daerah, untuk mengikuti pendidikan dan latihan di luar negeri. Keseluruhan upaya

tersebut ditujukan untuk meningkatkan kualitas aparat pemerintah daerah di bidang keuangan,

terutama aparat pemerintah daerah tingkat II, guna mendukung kebijaksanaan pemerintah di

bidang otonomi daerah. Disadari oleh pemerintah bahwa semakin banyak pengambilan keputusan

dapat dilakukan oleh pemerintah daerah akan semakin terbuka pula kesempatan untuk

melaksanakan pembangunan daerahnya sendiri secara nyata dan bertanggung jawab.

Dalam upaya mewujudkan pemerataan pembangunan antar daerah, pemerintah

mengalokasikan sejumlah dana berupa bantuan, utamanya kepada daerah yang berpendapatan

rendah dan kurang potensinya, sehingga kesenjangan antar daerah dapat dikurangi. Selain

daripada itu, sejak tahun anggaran 1994/95 pemerintah telah memberikan dana bantuan bagi

desa-desa yang miskin melalui program bantuan Inpres desa tertinggal, yang tujuannya diarahkan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di daerah. Dan dalam upaya untuk

meningkatkan keuangan daerah, juga telah diserahkan 10 persen bagian pemerintah pusat dari

pajak bumi dan bangunan kepada pemerintah daerah tingkat II.

Pembangunan daerah diarahkan pula untuk mengembangkan dan menyerasikan laju

pertumbuhan antar daerah, antar kota dan desa, percepatan pembangunan di kawasan timur

Indonesia, serta dapat berjalan dengan berdaya guna dan berhasil guna di setiap wilayah. Guna

menunjang keberhasilan pencapaian tujuan tersebut, diambil pokok-pokok kebijaksanaan sebagai

berikut.

Departemen Keuangan RI 364

Page 365: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Pertama, kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi akan terus dilanjutkan dengan

sasaran menghilangkan biaya tinggi serta meningkatkan partisipasi dan prakarsa masyarakat,

sehingga daerah dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Untuk itu peraturan--

peraturan daerah yang kurang mendukung akan menghambat tujuan deregulasi dan

debirokratisasi akan dicabut akan disempurnakan.

Kedua, pembinaan ke arah kemandirian dalam pembiayaan pembangunan terus

ditingkatkan, antara lain dengan meningkatkan pendapatan daerah, baik yang bersumber dari

pajak daerah, retribusi daerah, pajak bumi dan bangunan, maupun dari sumber lain. Sedangkan

pemberian subsidi/bantuan kepada daerah diberikan untuk menunjang penyelenggaraan

pemerintahan, khususnya untuk belanja pegawai dan program-program pembangunan yang akan

dicapai. Di samping itu partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan terus didorong

dan ditingkatkan agar sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah mencukupi. Dari sisi

pengeluaran, dilakukan pengendalian berdasarkan prinsip efisiensi dan efektivitas, dengan

memilih program-program berdasarkan skala prioritas.

Ketiga, penataan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat terus ditingkatkan agar

seluruh lembaga yang adanapat berfungsi secara optimal, efisien, dan peka terhadap tuntutan

pembangunan.

Keempat, peningkatan sumber daya manusia terus dilaksanakan untuk meningkatkan

produktivitas dan efisiensi kerja pemerintah daerah dalam memberikan layanan kepada

masyarakat. Untuk itu akan terus dilakukan pembinaan mental, peningkatan keterampilan dan

kreativitas, pemanfaatan teknologi, dan peningkatan kemampuan manajemen dari semua tingkat

pemerintahan guna terciptanya pemerintah daerah yang efektif, efisien dan bersih. Untuk

mencapai tujuan tersebut akan terus ditingkatkan penyelenggaraan pendidikan dan latihan, baik

di dalam negeri maupun di luar negeri.

Kelima, agar hasil-hasil pembangunan berupa sarana dan prasarana dapat memberikan

pelayanan kepada masyarakat yang maksimal perlu disediakan pembiayaan operasi dan

pemeliharaan yang memadai.

Sementara itu, pembangunan di bidang perkotaan telah memperoleh perhatian yang lebih

besar mengingat bahwa dalam dasawarsa terakhir (1980-1990) pertumbuhan penduduk perkotaan

telah mencapai 5,4 persen per tahun, yang berarti jauh berada di atas pertumbuhan nasional yang

Departemen Keuangan RI 365

Page 366: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

hanya sekitar 2 persen. Berdasarkan kenyataan tersebut diperkirakan dalam tahun 2000 proporsi

penduduk Indonesia yang bermukim di daerah perkotaan akan semakin meningkat dengan pesat.

Peningkatan jumlah penduduk perkotaan tersebut harus diimbangi dengan peningkatan

pemenuhan kebutuhan pelayanan dan prasarana. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan yang

terus meningkat tersebut, sedangkan di sisi lain pemerintah kota mempunyai keterbatasan

pembiayaan, maka pada saat ini sedang disusun suatu rumusan rencana tindakan bagi

kebijaksanaan perkotaan. Penjabaran kebijaksanaan tersebut antara lain mencakup

pengembangan dan pemantapan sistem perkotaan, peningkatan kemampuan dan produktivitas

kota, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, pemantapan kelembagaan dan kemampuan

keuangan perkotaan, pelembagaan pengelolaan pembangunan yanp terencana dan terpadu berikut

perangkat peraturannya, serta peningkatan kualitas lingkungan fisik dan sosial ekonominya.

Selain itu konsep pendekatan pembangunan perkotaan yang semula disebut program

pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) dikembangkan menjadi program pembangunan

perkotaan terpadu (P3T), sehingga cakupan komponennya diperluas tidak hanya meliputi

penyediaan prasarana/kebutuhan dasar di bidang pekerjaan umum saja, tetapi juga mencakup

sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi di daerah.

5.3. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tingkat I

5.3.1. Penerimaan daerah sendiri

Untuk mendukung upaya kemandirian daerah tingkat I di bidang pembiayaan, penerimaan

daerah sendiri (PDS) yaitu PAD ditarnbah PBB, harus terus ditingkatkan. PBB dimasukkan

sebagai unsur PDS karena meskipun PBB adalah pajak negara tetapi 91 persen dari hasil PBB

telah diserahkan kepada daerah tingkat I dan tingkat II, sehingga sebagaimana halnya dengan

PAD, PBB dapat digunakan sepenuhnya oleh daerah sesuai dengan kebutuhan daerah. Dengan

demikian, PDS yang meningkat akan mencerminkan usaha nyata daerah dalam menggali dana

yang diperlukan sekaligus keleluasaan untuk mempergunakannya sesuai prioritas kebutuhan

daerah. Selain itu, struktur APBD tingkat I juga akan semakin diperkokoh dalam rangka

mendukung pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di

daerah.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, utamanya melalui

Departemen Keuangan RI 366

Page 367: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

peningkatan efektifitas dan efisiensi pengumpulan dan penggunaan pajak daerah, retribusi

daerah, dan PBE. Dalam hal ini penggalian PDS tidak saja diarahkan untuk memperoleh hasil

pungutan yang semakin besar, tetapi juga dengan tetap memperhatikan berbagai fungsi fiskal

lainnya, khususnya pencapaian upaya pemerataan, pertumbuhan investasi dan ekonomi di daerah,

dan stabilitas perekonomian nasional, yang sepenuhnya dilaksanakan dengan berpedoman pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pada itu, dengan semakin meningkatnya

pelaksanaan pembangunan di daerah, maka kemampuan ekonomi masyarakat akan semakin

meningkat, yang selanjutnya juga akan meningkatkan potensi PDS. Hasil pembangunan selama

PJP I telah pula membuktikan hal ini, yaitu meningkatnya realisasi PDS setiap tahunnya selaras

dengan pertumbuhan PDRB di masing-masing daerah tingkat I. Secara garis besar PDS terdiri

dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dinas-dinas, lain-lain usaha

daerah yang sah, dan bagian PBB yang menjadi bagian daerah yang bersangkutan.

Dalam periode 1988/89-1993/94 realisasi PDS tingkat I mengalami peningkatan yang

cepat. Realisasi PDS tingkat I secara nasional dalam tahun anggaran 1988/89 adalah sebesar Rp

917,8 miliar dan dalam tahun anggaran 1993/94 sebesar Rp 2.612,1 miliar. Hal ini menunjukkan

bahwa dalam periode tersebut PDS mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 23,3 persen per

tahun, yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penerimaan APBD

tingkat I yang dalam periode yang sama mencapai sebesar 18,1 persen per tahun. Dengan

demikian, peranan PDS terhadap penerimaan APBD tingkat I juga telah mengalami peningkatan

yang cukup tinggi, yakni dari sebesar 25,1 persen dalam tahun anggaran 1988/89 menjadi sebesar

31,2 persen dalam tahun anggaran 1993/94. Bersamaan dengan itu, peranan PDS terhadap PDB

juga cenderung semakin meningkat, yaitu dari sebesar 0,75 persen, dalam, tahun anggaran

1988/89 menjadi sebesar 0,97 persen dalam tahun anggaran 1993/94. Perkembangan peranan

PDS terhadap penerimaan daerah tingkat I dan PDB tanpa migas dapat dilihat dalam Tabel V.10.

Dengan tetap mempertahankan momentum pembangunan yang ada, di masa yang akan

datang diharapkan investasi dan perekonomian di selurnh daerah akan terus tumbuh, sehingga

dapat lebih memacu lagi pertumbuhan potensi PDS. Hal ini dimungkinkan karena dengan

Departemen Keuangan RI 367

Page 368: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kemampuan ekonomi masyarakat di daerah yang semakin membaik, sebagaimana tercermin

dalam produk domestik regional bruto (PDRB) daerah yang bersangkutan, maka pada gilirannya

kemampuan masyarakat untuk memenuhi kewajiban pajak daerah, retribusi daerah, dan PBB juga

akan semakin meningkat, apalagi didukung pula dengan administrasi pengelolaan pungutan yang

terus ditingkatkan dan disempurnakan. Persentase PDS terhadap PDRB tanpa migas per daerah

tingkat I tertinggi dalam tahun anggaran 1992/93 dicapai Propinsi Riau dan Propinsi DKI Jakarta

masing-masing sebesar 2,8 persen, Propinsi Timor Timur sebesar 1,3 persen, dan Propinsi

Kalimantan Timur sebesar 1,2 persen. Perkembangan peranan PDS tingkat I terhadap PDRB

tanpa migas per daerah tingkat I dapat dilihat dalam TabeI V.11.

No. Uraian Repelita IV Repelita V1988/89 19'89190 1990191 1991192 1992193 1993194

I. PDS tingkat 1 917,8 1.211,02 1.639,52 1.871,20 2.048,32 2.612,11- PAD tingkat 1 814,16 1.041,40 1.438,31 1.604,04 1.743,76 2.199,79- PBB tingkat 1 103,64 169,61 206,21 267,16 304,56 412,32

2. Penerimaan APBD TIc I 3.651,54 4.350,\3 5.454,65 6.404,57 7.279,41 8.382,323. PDB ') 121.606,00 142.454,70 166.518,40**) 192.803,10**) 227.795,50**) 269.385,30**)4. Persentase PDS Tk.1 terhadap

penerimaan APBD (1 : 2) 25,13 27,84 30,06 29,22 28,14 31,16- Persentase PAD Tk. 1 terhadappenerimaan APBD 22,30 23,94 26,37 25,05 23,95 26,24- Persentase PBB Tk. 1 terhadappenerimaan APBD 2,84 3,90 3,69 4,17 4,18 4,92

5. Persentase PDS Tk. 1 terhadap,PDB (1 : 3) 0,75 0,85 0,98 0,97 0,90 0,97- Persentase PAD Tk. 1 terhadappenerimaan PDB 0,67 0,73 0,86 0,83 0,77 0,82- Persentase PBB Tk. 1 terhadappenerimaan PDB 0,09 9,12 0,12 0,14 0,13 0,15

**) Angka diperhaiki***) Angka sementara

Tabel V. 10PENERtMAAN DAERAH SENDIRI TINGKAT I DAN PROPORSINYA TERHADAP PENERIMAAN

DAERAH TINGKAT I DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS, 1988/89 -1993/94(dalam miliar rupiah)

Keterangan : *) Dalam tahuntakwin, dan atas dasar harga yang berlaku

5.3.1.1. Pendapatan asli daerah

Seperti halnya PDS tingkat I, realisasi PAD tingkat I dalam periode 1988/89-1993/94 juga

mengalami peningkatan yang cepat. PAD dari 27 Dati I dalam tahun anggaran 1988/89 adalah

sebesar Rp 814,2 miliar, dan dalam tahun anggaran 1993/94 meningkat menjadi sebesar Rp

2.199,8 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam periode tersebut terjadi kenaikan sebesar Rp

1.385,6 miliar, atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 22 persen per tahun. Jika dilihat

lebih rinci, tingkat pertumbuhan tertinggi dicapai Propinsi Riau dengan pertumbuhan rata-rata per

tahun sebesar 35,2 persen, diikuti oleh Propinsi Kalimantan Timur dan Propinsi Irian Jaya,

Departemen Keuangan RI 368

Page 369: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

masing-masing sebesar 32,4 persen dan 26,7 persen. Sedangkan tingkat pertumbuhan terendah

terjadi di Propinsi Lampung, Propinsi Sumatera Utara, dan Propinsi Bengkulu dengan tingkat

pertumbuhan rata-rata per tahun di masing-masing daerah sebesar 10,1 persen, 10,9 persen, dan

12,4 persen. Perkembangan dan tingkat pertumbuhan PAD masing-masing propinsi dalam

periode 1988/89-1993/94 dapat diikuti dalam Tabel V.12.

No. Propinsi 1988/89 1992/93PAD PRR Jumlah I'RR Jumlah 1988 1992 1988/89 1992/93

1. DI Aceh 10,01 4,21 14,21 10,32 30,H2 2.292,91 3.984,72 0,6 0,82. Sumatera Vtara 50,52 5,69 56,21 12,05 82,25 7.670,77 13.826,46 0,7 0,63. Sumatera Barat 13,03 0,69 13,72 2,69 28,31 2.561,24 4.276,21 0,5 0,74. Riau 12,24 19,49 31,73 58,24 104,()6 1.991,17 3.769,48 1,6 2,85. Jambi 5,32 0,95 6,27 3,53 14,31 -977,82 1.737,37 0,6 0,86. Sumatera Selatan 19,04 4,27 23,31 13,04 47,72 4.859,06 7.610,59 0,5 0,67. Bengkulu 4,04 0,13 4,18 0,61 6,52 633,59 1.100,53 0,7 0,68. Lampung 14,9 1,28 16,18 3,45 22,61 2.539,99 4.351,20 0,6 0,59. DKI Jakarta 317,81 31,58 349,39 90,83 865,81 16.796,03 30.923,62 2,1 2,810. Jawa Barat 76,44 7,33 83,78 18,27 199,54 20.618,45 37.772,40 0,4 0,5II. Jawa Tengah 65,57 4,65 70,22 9.91 130,49 14.799,72 26.809,72 0,5 0,512. DI Yogyakarta 10,99 0,63 11,62 1,07- -- 23,44 1.486,98 2.500,87 0,8 0,913. Jawa Timur 111,09 7,13 118,22 15,66 206,76 20.907,81 38.537,73 0,6 0,514. Kalimantan Barat 7,71 0,76 8,47 2,31 15,4 2.092,58 3.702,54 0,4 0,415. Kalimantan Tengah 2,87 0,98 3,85 7,76 13,73 1.057,20 1.951,43 0,4 0,716. Kaliamantan Selatan 7,69 2,03 9,72 8,01 27,1 1.704,10 3.116,34 0,6 0,917. Kalimantan Timur 13,38 4,89 18,27 19,96 62,72 3.058,00 5.298,15 0,6 1,218. Sulawesi Vlara 10,25 0,47 10,72 1,52 15,33 1.140,79 1.963,00 0,9 0,819. Sulawesi Tengah 3,42 0,38 3,79 1,57 10,82 723,44 1.267,62 0,5 0,920. Sulawesi Selatan 18,05 1,95 19,99 5,48 43,42 3.580,66 6.071,25 0,6 0,721. Sulawesi lenggara 2,51 0,16 2,66 0,86 4,84 629,52 1.063,91 0,4 0,522. Bali 18,88 0,72 19,6 1,95 37,7 2.197,82 3.975,31 0,9 0,923. Nusa Tenggara Barat 4,24 0,45 4,68 1,2 9,9 950,08 1.870,42 0,5 0,524. Nusa Tenggara Timor :>,74 0,34 6,09 2,26 14,18 938.12 1.638,97 0,6 0,925. Maluku 3,38 1,23 4,61 3,37 9,16 1.119,52 1.923,19 0,4 0,526. Irian Jaya 3,17 1,25 4,42 8,12 16,46 984,38 2.814,49 0,4 0,627. Timor Timur 1,86 0,02 1,88 0,54 4,91 200,09 386,36 0,9 1,3

Indonesia '814,16 103,64 917,8 304,56 2,048,32 118.511,82 ######### 0,8 1

PDS

PAD

PDRB PDSIPDRB (%)

20,5170,2

25,6245,8310,7834,68

5,9119,16

774,98181,28120,58

22,37191,113,09

5,9719,0942,7613,81

9,2537,94

3,9935,74

8,711,93

5,798,334,37

1.743,76

Tabel V. 11PENERIMAAN DAERAH SENDIRI TINGKAT I DAN PROPORSINY A TERHADAP

PDRB TANPA MIGAS PER PROPINSI, 1988/89 DAN 1992/93(dalam miliar rupiah)

Keterangan: *) PDRR atas dasar harga yang herlaku.

Peranan PAD terhadap seluruh penerimaan APBD tingkat I juga mengalami peningkatan.

Dalam tahun anggaran 1988/89 peranan PAD hanya sebesar 22,3 persen, sedang dalam tahun

anggaran 1993/94 telah menguat menjadi sebesar 26,2 persen. Dalam hal ini pajak daerah dan

retribusi daerah memberikan sumbangan yang sangat besar, yaitu sebesar 88 persen dari PAD

tingkat I dalam tahun anggaran 1988/89 dan 91 persen dalam tahun anggaran 1993/94.

Sebaliknya, bagian laba BUMD, penerimaan dinas-dinas, dan penerimaan lain-lain hanya

memberikan sumbangan dalam persentase yang kecil dari PAD tingkat I, meskipun secara

nominal mengalami peningkatan, yakni dalam tahun anggaran 1988/89 sebesar Rp 97,4 miliar

dan dalam tahun anggaran 1993/94 sebesar Rp 196,9 miliar, atau mengalami tingkat

Departemen Keuangan RI 369

Page 370: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 15,1 persen. Komposisi peranan masing-masing pas

penerimaan terhadap PAD tingkat I secara rinci dapat diikuti dalam Tabel V.13.

PerlumbuhanNo. Propinsi Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V (%)(I) -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -91. DI Aceh 10.008,62 12.327,96 13.867,24 17.715,57 20.506,33 27.112,14 22,12. Sumatera Utara 50.517,91 57.781,98 64.659,59 65.384,26 70.204,55 84.768,17 10,93. Sumatera Barat 13.034,51 14.207,26 20.402,15 22.816,16 25.623,74 29.241,05 17,54. Ri a u 12.238,36 14.360,96 21.227,74 42.896,46 45.829,15 55.379,28 35,25. Jambi 5.317,97 6.778,56 7.454,75 8.647,26 10.782,03 13.765,87 216. Sumatera Selatan 19.042,25 21.295,66 30.376,74 34.182,96 34.679,62 38.511,51 15,17. Bengkulu 4.042,40 4.216,70 4.786,04 5.277,79 5.911,65 7.247,16 12,48. Lampung 14.904,38 17.494,32 19.282,20 18.847,03 19.162,Q6 24.076,93 10,19. OKI Jakarta 317.808,40 429.660,93 619.479,39 700.599,10 774.979,94 993.655,81 25,610. Jawa Barat 76.444,15 104.941,45 151.283,62 165.333,75 181.275,21 240.877,35 25,811. Jawa Tengah 65.571,13 78.929,39 99.299,28 108.965,27 120.583,08 148.351,63 17,712. DI Yogyakarta 10.992,16 12.899,36 19.100,80 19.142,42 22.369,31 27.985,57 20,613. Jawa Timor 111.087,49 133.860,37 183.171,91 196.758,69 191.096,68 235.381,72 16,214. Kalimantan Baral 7.707,39 8.631,59 12.044,97 12.189,94 13.091,99 17.595,38 1815. Kalimantan Tengah 2.871,18 2.390,35 3.124,48 4.767,89 5.965,55 7.996,01 22,716. Kalimantan Selatan 7.686,25 9.334,47 12.140,28 14.093,38 19.092,62 21.807,34 23,217. Kalimantan Timur 13.379,34 16.661,10 29.438,41 35.207,02 42.762,00 54.502,57 32,418. Sulawesi Ulara 10.254,74 11.289,99 14.264,53 17.734,39 13.811,21 21.177,75 15,619. Sulawesi Tengah 3.419,01 4.398,37 5.678,22 7.510,29 9.245,81 10.840,29 2620. Sulawesi Se1atan 18.046,35 23.094,09 28.524,69 27.098,45 37.939,18 41.565,52 18,221. Sulawesi Tenggara 2.505,39 2.768,96 3.514,18 3.838,39 3.987,80 7.383,48 24,122. Bali 18.884,31 27.503,12 45.367,22 35.374,31 35.744,95 41.619,44 17,123. Nusa Tenggara Barat 4.235,11 5.714,25 7.855,80 11.006,91 8.697,70 10.798,90 20,624. Nusa Tenggara Timur 5.743,40 8.028,01 8.305,10 10.359,77 11.927,06 14.831,31 20,925. Maluku 3.381,78 7.392,02 6.240,73 6.643,91 5.787,06 8.444,37 20,126. Irian Jaya 3.168,18 4.148,94 5.703,67 8.238,44 8.333,99 10.358,54 26,727. Timor Timur 1.864,54 1.377,76 1.714,77 3.407,94 4.370,71 4.511,70 19,3

Jumlah 814.156,70 1.041.487,92 1,438.308,50 1.604.037,75 1.743.760,98 2.199,786,80 22

Repelita IV

Tabel V. 12PENDAPATAN ASLI DAERAH TINGKAT I PER PROPINSI, 1988/89-1993/94

(dalamjuta rupiah)Repelita V

No 1993/94(Rp miliar) (Rp miliar) %

1. Pajak 655,01 1.663,77 75,632 61,77 339,09 15,413. 16,72 31,84 1,454. 46,01 27,06 1,235. 34,64 138,03 6,27

Jumlah 814,16 2.199,79 100100

Repelita V1988/89

80,45Retribusi 7,59

Tabel V.13KOMPOSISI PENDAPATAN ASLI DAERAH TINGKAT I

SELURUH INDONESIA, 1988/89 DAN 1993/94

%

Penerimaan laba BUMD 2,05Penerimaan dinas-dinas 5,65Penerimaan lain-lain 4,26

Repelita IVKomponen PAD

Departemen Keuangan RI 370

Page 371: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

5.3.1.1.1. Pajak daerah

Pajak daerah merupakan salah satu unsur PAD, yang mencakup pajak asli daerah dan

pajak negara yang telah diserahkan kepada daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang

Perimbangan Keuangan antara Negara dengan Daerah-daerah yang berhak mengurus rumah

tangganya sendiri, Undang-undang Nomor 11 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak

Daerah, dari Undang-undang Nomor 10 Tahun 1968 tentang Penyerahan Pajak-pajak Negara

Kepada Daerah, pajak daerah ialah pungutan daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan

oleh daerah untuk petnbiayaan rumah tangga daerah sebagai badan hukum publik. Dalam pasal

56 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah

ditekankan bahwa dengan undang-undang sesuatu pajak negara dapat diserahkan kepada daerah.

Selanjutnya, pelaksanaan pungutan pajak daerah tersebut diatur antara lain di dalam

Undang-undang Nomor 11 Drt tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah dari Pasal 58

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang

kemudian dijabarkan lagi dalam peraturan daerah.

Untuk daerah tingkat I, pajak daerah meliputi antara lain pajak kendaraan bermotor

(PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB), pajak menangkap ikan di perairan

teritorial, pajak kendaraan bermotor alat angkutan di atas air (P-A3), bea balik nama alat

angkutan di atas air (BBN-A3), dari pajak pembuatan kapal kayu. Didasarkan atas berbagai

pertimbangan, seperti besarnya ongkos pungut dibandingkan dengan hasil yang akan diperoleh,

dari kecilnya jumlah penerimaan jenis pajak tertentu di daerah-daerah tertentu, maka dalam

pelaksanaannya dapat saja sebagian ataupun semua jenis pajak yang tercantum dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku dipungut oleh masing-masing daerah tingkat I.

Realisasi penerimaan pajak daerah yang setiap tahun cenderung meningkat menyebabkan

pajak daerah tetap sebagai penyumbang terbesar bagi PAD tingkat I. Dalam tahun anggaran

1988/89 jumlah penerimaan pajak daerah tingkat I seluruh Indonesia adalah sebesar Rp 655

miliar dari dalam tahun anggaran 1993/94 meningkat menjadi sebesar Rp 1.663,8 miliar, yang

berarti mengalami peningkatan sebesar 154 persen, atau pertumbuhan rata-rata sebesar 20,5

persen per tahun. Dalam tahun anggaran 1993/94, penerimaan pajak daerah terbesar terdapat di

Propinsi DKI Jakarta dengan peranan sebesar 46,2 persen dari seluruh penerimaan pajak daerah

Departemen Keuangan RI 371

Page 372: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tingkat I secara nasional, diikuti oleh Propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing

sebesar 12,1 persen dari 11,7 persen, sehingga apabila dijumlahkan peranan pajak daerah dari

ketiga propinsi tersebut meliputi 70 persen dari penerimaan pajak daerah tingkat I secara

nasional. Perkembangan penerimaan pajak untuk daerah tingkat I secara rinci dapat dilihat pada

Tabel V.14.

PertumbuhanNo. Propins; Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V (%)

1. DI Aceh 7.114,14 8.607,70 8.796,95 9.952,00 11.249,71 13.605,81 13,82. Sumatera Vlara 44.864,32 51.150,68 57.653,15 55.486,41 60.168,16 71.328,28 9,73. Sumatera Bara! 9.347,49 9.740,12 13.109,16 16.272,22 16.735,24 19.534,58 15,94. Ri a u 10.752,15 12.482,25 17.291,17 24.155,29 27.353,40 37.931,29 28,75. Jam bi 4.446,59 4.770,77 5.947,22 5.750,14 6.924,06 8.631,71 14,26. Sumatera Se1a!an 16.445,99 16.808,74 20.372,08 22.658,18 21.685,70 26.139,32 9,77. Bengkulu 2.685,25 2.607,08 3.169,80 3.096,39 2.948,67 3.742,29 6,98. Lampung 10.612,82 13.448,04 13.746,22 13.825,13 14.058,09 16.609,97 9,49. OK! Jalana 257.271,16 331.569,51 470.674,14 520.827,11 578.935,77 768.461,67 24,510. Jawa Bara! 66.018,25 87.644,34 128.324,95 138.071,21 149.767,25 200.614,66 24,911. Jawa Tengab 52.329,16 63.565,34 81.633,62 87.942,06 92.939,68 118.195,75 17,712. DI Yogyakarta 9.103,70 10.456,79 14.070,45 15.927,58 18.699,10 23.625,01 2113. Jawa Timor 93.729,64 110.891,99 154.002,13 156.368,83 157.879,14 194.316,74 15,714. Kalimantan Bara! 6.441,91 7.264,53 10.026,32 9.170,89 8.903,08 12.924,63 14,915. Kalimantan Tengab 1.519,94 1.531,15 2.043,89 2.796,10 3.416,81 5.337,55 28,616. Kalimantan Selatan 5.677,11 7.280,43 8.391,47 11.103,59 11.760,13 15.193,14 21,817. Kalimantan Timor 10.737,53 12.854,77 15.203,12 18.735,49 19.130,58 23.205,60 16,718. Sulawesi V!ara 5.327,34 5.915,58 7.792,48 8.444,05 8.610,16 8.778,00 10,519. Sulawesi Tengah 2.512,63 2.993,34 3.808,41 4.060,54 4.918,12 5.867,43 18,520. Sulawesi Selatan 12.772,09 16.664,80 20.541,42 18.540,69 22.811,05 28.124,01 17,121. Sulawesi Tenggara 967,7 1.134,79 1.384,50 1.718,31 2.313,28 3.330,45 2822. B al i 14.736,74 22.774,96 33.087,83 27.804,74 28.460,06 33.445,36 17,823. Nusa Tenggara Bara! 2.723,22 . 3.858,36 5.288,66 5.070,17 4.521,79 5.797,99 16,324. Nusa Tenggara Timur 2.086,57 2.268,53 2.810,11 3.699,03 4.553,69 5.338,13 20,725. Maluku 2.207,65 2.638,82 2.946,06 3.527,03 4.084,26 4.340,12 14,526. Irian Jaya 2.077,02 2.431,94 3.482,78 5.480,75 5.456,57 7.249,42 28,427. Timor Timur 497,97 626,1 733,95 1.316,26 1.908,30 2.104,98 33,4

Jumlah 655.006,08 813.981,45 1.106.332,04 1.191.800,19 1.290.191,85 1.663.773,88 20,5

Repelita IV

Tabel V. 14PENERIMAAN PAJAK DAERAH TINGKAT I PER PROPINSI, 1988/89 -1993/94

(dalam juta rupiah)Repelita V

Jenis pajak daerah tingkat I yang dominan dalam memberikan sumbangan terhadap

penerimaan pajak daerah adalah PKB dari BBN-KB. Selama lima tahun terakhir, sumbangan

penerimaan kedua jenis pajak tersebut terhadap keseluruhan penerimaan pajak daerah tingkat I

rata-rata lebih dari 95 persen. Secara rinci per propinsi, dalam tahun anggaran 1993/94 hanya di

DKI Jakarta dan Propinsi Kalimantan Tengah yang penerimaan PKB dari BBN-KB memberikan

sumbangan terkecil, yaitu masing-masing sebesar 69,5 persen dan 86,5 persen, sedangkan di

sebagian terbesar daerah tingkat I lainnya ternyata proporsinya di atas 92 persen dan bahkan di

Departemen Keuangan RI 372

Page 373: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

DI Yogyakarta, Propinsi Jawa Timur, Propinsi Sulawesi Utara, dan Propinsi Nusa Tenggara

Barat, seluruh penerimaan pajak tingkat I adalah berasal dari PKB dan BBN-KB. Relatif kecilnya

peranan PKB dan BBN-KB terhadap penerimaan pajak di DKI Jakarta disebabkan karena DKI

Jakarta adalah daerah khusus yang dapat memungut pajak-pajak Dari I dan Dari II.

Perkembangan dan sumbangan penerimaan PKB dan BBN-KB terhadap penerimaan pajak

daerah tingkat I secara rinci dapat diikuti dalam Tabel V.15.

Repelita VNo. 1993/94-1 -2 -41. DI Aceh 97,62. Sumatera Utara 96,53. Sumatera Barat 99,74. Ria u 945. Jam b i 97,66. Sumatera Selatan 92,77. Bengkulu 95,48. Lampung 94,69. OKl Jakarta 69,510. . Jawa Barat 98,211. Jawa Tengah 97,812. DI Yogyakarta 10013. Jawa Timur 10014. Kalimantan Barat 94,515. Kalimantan Tengah 86,516. Kalimantan Selatan 96,717. Kalimantan Timor 9818. Sulawesi Utara 10019. Sulawesi Tengah 92,420. Sulawesi Selatan 9821. Sulawesi Tenggara 97,622. Bali 9923. Nusa Tenggara Barat 10024. Nusa Tenggara Timur 94,425. Maluku 99,626. Irian Jaya 99,827. Timor Timur 96,1

Indonesia 84,8

PERANAN PKB DAN BBN-KB TERHADAP PENERlMAAN PAJAK DAERAH TabeI V. 15

PER PROPINSI, 1988/89 DAN 1993/94(dalam persentase)

Repelita IVPropinsi 1988/89

-396,493,699,997,599,399,696,8100

77,199,398,499,999,993,192,699,899,699,9100

98,495,3100

97,693,8100

95,8100

97,2

Realisasi penerimaan PKB dan BBN-KB yang cenderung meningkat selain meningkatkan

kemampuan keuangan daerah tingkat I untuk membiayai belanjanya, juga memberikan dampak

yang positif bagi Dati II. Dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan keuangan, keserasian

dan keseimbangan laju pertumbuhan antar daerah tingkat II, sejak tahun 1992 sebagian dari

penerimaan PKB dan BBN-KB telah disisihkan sebagai sumbangan pemerintah daerah tingkat I

Departemen Keuangan RI 373

Page 374: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kepada daerah tingkat II. Dana sumbangan tersebut dapat digunakan untuk pembiayaan rutin dan

pembiayaan pembangunan, utamanya pada sektor perhubungan dan sektor pariwisata atau sesuai

prioritas daerah tingkat II yang bersangkutan.

5.3.1.1.2. Retribusi daerah

Retribusi daerah adalah salah satu bagian dari pendapatan asli daerah sebagaimana diatur

dalam Undang-undang Nomor 12 Drt 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah dan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Menurut

undang-undang darurat tersebut, retribusi daerah adalah pungutan sebagai imbakan atas

pemakaian atau manfaat yang diperoleh secara langsung oleh seseorang atau badan atas jasa yang

nyata dari pemerintah daerah. Jasa tersebut dapat berupa jasa pekerjaan, jasa atas usaha atau

milik daerah, dan jasa lainnya, termasuk jasa ijin dalam rangka pengendalian, yang secara

langsung memberi manfaat bagi pemakai dan memberikan manfaat secara umum bagi

masyarakat. Pungutan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tarif

yang dikenakan, kualitas dan kuantitas jasa pelayanan yang diberikan, dan tuntutan kebutuhan

masyarakat atas jasa pelayanan tersebut. Selanjutnya, untuk pelaksanaan di masing-masing

daerah pungutan retribusi daerah dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah. Penyusunan,

penetapan dan pengesahan peraturan daerah dimaksud sepenuhnya mengaeu pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Perkembangan penerimaan retribusi daerah tingkat I selama beberapa tahun terakhir ini

menunjukkan peningkatan yang cukup pesat. Hal ini tidak terlepas dari usaha-usaha yang

dilakukan oleh pemerintah daerah untuk secara terus-menerus meningkatkan pelayanan nyata

kepada masyarakat. Secara keseluruhan jumlah penerimaan retribusi daerah tingkat I dalam tahun

anggaran 1988/89 adalah sebesar Rp 61,8 miliar dan dalam tahun anggaran 1993/94 meningkat

menjadi sebesar Rp 339,1 miliar, sehingga selama periode tersebut mengalami tingkat

pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 40,6 persen. Dalam tahun anggaran 1993/94, penerimaan

retribusi daerah tingkat I yang terbesar adalah DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp 141,5 miliar (41,7

persen), diikuti oleh Propinsi Jawa Barat sebesar Rp 29,7 miliar (8,8 persen) dan Propinsi Jawa

Tengah sebesar Rp 22,9 miliar (6,8 persen). Sementara itu, dilihat dari tingkat pertumbuhan rata-

rata pertahun dalam periode 1988/89-1993/94, Propinsi Riau mengalami tingkat pertumbuhan

Departemen Keuangan RI 374

Page 375: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 68,5 persen, diikuti oleh Propinsi Kalimantan Timur sebesar 60,6

persen dan Propinsi Jambi sebesar 57,5 persen. Sumber penerimaan retribusi daerah di ketiga

propinsi tersebut terutama berasal dari penerimaan retribusi izin pengarnbilan pasir, batu dan

kerikil, retribusi rumah sakit dan balai pengobatan, retribusi izin pengarnbilan air bawah tanah

dan retribusi pengujian kendaraan bermotor. Perkembangan realisasi penerimaan retribusi daerah

tingkat I selengkapnya dapat diikuti dalam Tabel V.16.

PertumbuhanNo. Propinsi Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V (%)

1. DI Aceh 1.132,56 1.655,12 2.624,18 3.683,92 4.617,17 77.971,00 47,72. Sumatera Utara 2.459,85 2.690,70 4.473,52 6.189,91 7.554,95 9.449,15 30,93. Sumatera Barat 1.530,17 2.107,18 2.730,26 3.748,05 6.683,05 7.702,74 38,24. Ria u 893,75 1.111,43 1.999,72 15.141,70 13.638,49 12.135,43 68,55. Jambi 428,03 502,36 908,21 1.676,36 2.932,00 4.145,57 57,56. Sumatera Selatan 1.564,81 2.706,48 7.724,02 8.339,80 9.483,35 8.524,16 40,47. Bengkulu 672,62 668,32 848,49 1.127,17 1.318,33 1.950,56 23,78. Lampung 1.600,64 1.757,21 3.564,69 3.819,79 4.157,72 6.438,27 32,19. OKI Jakarta 15.132,48 70.577,74 100.261,05 122.167,42 115.185;65 141.527,62 56,410. Jawa Barat 7.541,81 12.658,22 15.815,55 19.064,36 23.635,27 29.741,37 31,611. Jawa Tengah 9.422,97 10.597,36 12.257,22 14.127,01 20.277,99 22.893,01 19,412. DI Yogyakarta 474,18 609,8 736,05 1.154,01 1.401,32 1.757,29 3013. Jawa Timur 7.135,66 13.348,88 15.424,87 16.965,99 17.952,88 22.576,38 25,914. Kalimantan Barat 834,94 867,92 1.271,67 1.999,69 2.978,85 3.828,05 35,615. Kalimantan Tengah 253, II 346,77 461 547,09 663,58 1.335,52 39,516. Kalimantan Selatan 816,56 1.295,12 3.322,74 2.708,43 5.422,56 6.033,66 49,217. Kalimantan Timur 1.535,58 1.996,66 4.393,60 4.911,98 11.789,91 16.397,34 60,618. Sulawesi Utara 953, II 997,52 1.545,36 1.853,58 2.111,17 4.597,48 3719. Sulawesi Tengah 701,21 906,6 1.249,13 2.654,48 3.459,25 4.101,57 42,420. Sulawesi Selatan 1.843,25 2.472,41 4.569,05 5.597,20 8.383,91 11.179,97 43,421. Sulawesi Tenggara 313,3 323,8 381,8 618,71 749,58 1.563,68 37,922. B a I i 2.554,35 2.827,77 3.538,23 3.803,08 4.028,06 3.910,92 8,923. Nusa Tenggara Barat 684,81 1.152,41 1.438,37 4.009,57 2.684,29 3.235,38 36,424. Nusa Tenggara Timur 576,5 739,86 1.228,73 1.717,37 2.343,71 2.736,87 36,525. Maluku 247,59 880,3 372,35 469,83 476,7 1.199,53 37,126. Irian Jaya 385, II 335,47 649,29 799,66 1.059,22 1.811,53 36,327. Timor Timur 85,43 43 88,84 251,08 282,07 343,5 32,1

Jumlah 61.774,38 136.176,41 193.877,99 249.147,24 275.271,03 339.087,56 40,6

Repelita IV

Tabel V. 16PENERIMAAN RETRmUSI DAERAH TINGKAT I PER PROPINSI, 1988/89 -1993/94

(dalamjuta rupiah)Repelita V

5.3.1.1.3. Bagian laba badan usaha milik daerah

Dasar hukum pembentukan badan usaha milik daerah (BUMD), khususnya perusahaan

daerah, adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahan Daerah dan Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Tujuan

pembentukan perusahaan daerah adalah untuk mengembangkan perekonomian daerah dan

menarnbah penghasilan daerah. Bidang usaha BUMD mencakup berbagai aspek pelayanan

Departemen Keuangan RI 375

Page 376: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dengan mengutamakan pemberian jasa kepada masyarakat, menyelenggarakan kemanfaatan

umum, dan memberikan sumbangan bagi ekonomi daerah yang keseluruhannya harus

dilaksanakan berdasarkan atas-atas ekonomi perusahaan yang sehat.

Perkembangan penerimaan bagian laba BUMD daerah tingkat I cenderung menunjukkan

kenaikan, kecuali dalam tahun anggaran 1993/94. Dibandingkan dengan penerimaan dalam tahun

anggaran 1992/93, realisasi penerimaan bagian laba BUMD Dati I dalam tahun anggaran 1993/94

mengalami penurunan sebesar Rp 8,3 miliar, terutama sebagai darnpak menurunnya tingkat

keuntungan beberapa bank pembangunan daerah (BPD). Jumlah penerimaan laba BUMD dalam

tahun anggaran 1988/89 adalah sebesar Rp 16,7 mi1iar dan dalam tahun anggaran 1993/94

sebesar Rp 31,8 mi1iar, atau mengalami tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 13,8

persen. Dalam tahun anggaran 1993/94, penerimaan bagian laba BUMD terbesar dicapai oleh

DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp 13,6 miliar. Jumlah ini mencakup 42,7 persen dari total

penerimaan bagian laba BUMD tingkat I secara nasional, kemudian diikuti oleh Propinsi Jawa

Tengah dan Propinsi Jawa Barat, masing-masing sebesar Rp 2,7 miliar (8,4 persen) dan Rp 2,5

miliar (7,7 persen). Sebagian terbesar sumber penerimaan laba BUMD tersebut berasal dari

penerimaan bagian laba BPD, sedang untuk DKI Jakarta ditambah dengan penerimaan dari

perusahaan daerah air milium (PDAM). Dilihat dari rata-rata pertumbuhan per tahun, Propinsi

Riau mengalami tingkat pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 105,4 persen, kemudian diikuti oleh

Propinsi Bengkulu dan Propinsi Kalimantan Tengah, masing-masing sebesar 104,7 persen dan

77,2 persen. Sementara itu, dalam periode yang sama beberapa daerah mengalami pertumbuhan

yang menurun, yaitu propinsi-propinsi Larnpung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa

Tenggara Timur, dan Timor-Timur. Perkembangan penerimaan yang berasal dari bagian laba

BUMD daerah tingkat I secara rinci dapat diikuti dalam Tabel V.17.

Departemen Keuangan RI 376

Page 377: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Repelita IV Repelita V PertumbuhaNo. Propinsi Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V

I. OJ Aceh 159,64 214,93 294,26 361,67 390,01 282,76 12,12. Sumalera Vlara 835,65 855,61 1.013,75 2.534,61 1.241.68 1.219,06 7,83. Sumatera Baral 825,75 856,21 550 841,45 919,2 1.048,93 4,94. R i au 25 45,57 278,36 816,47 959,49 913,02 105,45. Jam b i 146,97 170 116,17 364,17 204,37 231,59 9,56. Sumalera Selatan 31,65 112,17 339,36 1.042,54 332,5:1 471,42 71,67. Bengkulu 6 162,5 242,47 267,54 211,5 215,47 104,78. Lampung 238,84 560,47 660,33 203,41 242,65 228,2 -0,99. DKI Jakarta 7.508,92 8.190,09 7.207,16 15.898,49 21.351,43 13.585,98 12,610. Jawa Baral 661,56 957,49 1.162,03 3.100,17 3.443,08 2.459,16 30II. Jawa Tengah 2.311,76 2.426,50 2.730,04 2.987,34 3.251,31 2.681,01 312. DI Yogyakarta 280,08 793,96 169,84 494,53 516,16 728,39 21,113. Jawa Timor 642,05 993,34 941,65 1.441,84 679,37 495,17 -5,114. Kalimantan Baral 189,16 215,98 251.19 408,99 369 348 1315. Kalimantan Tengah 34,62 79,19 103,27 181,66 434,45 604,46 77,216. Kalimantan Selakan 261,67 334,09 20,34 30 224,73 231,83 -2,417. Kalimanlan Timor 246,85 932,16 983,53 1.168,07 1.172,52 1.452,39 42,518. Sulawesi Vtara 640 604,48 831,87 1.020,00 1.020,00 1.350,00 16,119. Sulawesi Tengah 60 50 80 120,39 155,5 65 1,620. Sulawesi Selatan 72,73 200 210,57 335,06 208,96 317,79 34,321. Sulawesi Tenggara 25 55 60 108 206 287 62,922. B a Ii 180,45 208,75 353,17 318,18 355,36 365,77 15,223. Nusa Tenggara Baral 380,4 175 409,28 791,14 828,24 824,56 16,724. Nusa Tenggara Timur 82 15 1,67 5 30 35 -15,725. Maluku 303,68 400 661,68 839,19 750 905 24,426. Irian Jaya 60 94,5 125 226,31 205,46 191,5 26,]27. Timor Timur 510,7 224,14 167,59 213,46 480 302,09 -10

Jumlah 16.7-21;13 19,927,13 19.964,59 36.119,68 40.183,01 31.840,54 13,7

(dalamjuta rupiah)

Tabel V. 17PENERIMAAN BAGIAN LABA PERUSAHAAN DAERAH TINGKAT I

PER PROPINSI, 1988/89 - 1993/94

5.3.1.1.4. Penerimaan dinas-dinas daerah

Penerimaan dinas-dinas adalah penerimaan yang diterima oleh dinas-dinas daerah yang

secara langsung memberikan jasa pelayanan dan jasa perizinan kepada masyarakat, tidak

termasuk dinas pendapatan daerah. Jumlah penerimaan dinas-dinas dari masing-masing propinsi

dalam tahun anggaran 1993/94 umumnya berfluktuasi. Daerah tingkat I seperti Propinsi Jawa

Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur, dan Propinsi Jawa Tengah memperoleh penerimaan dari

dinas-dinas daerah yang relatif cukup besar, sedang penerimaan dari dinas-dinas di daerah yang

lain, seperti Propinsi Kalimantan Barat, Propinsi Kalimantan Tengah, dan Propinsi Kalimantan

Selatan sangat kecil. Sementara itu dilihat dari tingkat perkembangannya, Propinsi Riau

mengalami tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun tertinggi, yakni sebesar 51,8 persen, dan

diikuti oleh Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Sulawesi Tengah, masing-masing sebesar 49,9

persen dan 45,2 persen.

Departemen Keuangan RI 377

Page 378: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

5.3.1.1.5. Penerimaan lain-lain

Hasil penerimaan lain-lain untuk daerah tingkat I seluruh Indonesia dalam tahun anggaran

1988/89 adalah sebesar Rp 34,6 miliar, dan dalam tahun anggaran 1993/94 meningkat menjadi

sebesar Rp 138 miliar, atau mengalami tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 31,9

persen. Walaupun tidak sebesar peranan penerimaan pajak dan retribusi daerah, peranan

penerimaan lain-lain di beberapa daerah cukup besar, seperti di DKI Jakarta, Propinsi Kalimantan

Timur, dan Propinsi. Jawa Barat, yaitu masing-masing sebesar Rp 69,2 miliar, Rp 13,3 miliar dan

7,8 miliar. Sedang dilihat dari rata-rata tingkat pertumbuhannya per tahun, Propinsi Kalimantan

Timur mengalami tingkat pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu 104,9 persen, diikuti oleh DKI

Jakarta dan Propinsi Riau, masing-masing sebesar 79,4 persen dan 70,1 persen. Termasuk

sebagai penerimaan lain-lain adalah penerimaan dari sewa rumah dan gedung milik daerah, hasil

penjualan barang-barang bekas milik daerah, usaha yang dilakukan oleh aparat pemerintah

daerah yang bukan perusahaan daerah untuk menghasilkan jasa yang dapat dipergunakan

masyarakat, serta usaha lainnya dari daerah yang sifatnya tidak rutin.

5.3.1.2. Bagi hasil pajak dan bukan pajak

5.3.1.2.1. Pajak bumi dan bangunan

Ketentuan yang menjadi dasar hukum pemungutan dan pembagian hasil penerimaan PBB

adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 1985 tentang Penetapan Besarnya Persentase Nilai Jual Kena Pajak

pada Pajak bumi dan Bangunan, yang kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12

Tahun 1994, dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1985 tentang Pembagian Hasil

Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1985 disebutkan bahwa pembagian penerimaan PBB

adalah 10 persen untuk pemerintah pusat, 16,2 persen untuk pemerintah daerah tingkat I, 64,8

persen untuk pemerintah daerah tingkat II, dan 9 persen sisanya merupakan upah pungut.

Selanjutnya, untuk lebih meningkatkan kemampuan keuangan daerah tingkat II dan pemerataan

antar daerah, dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 83 Tahun 1994 ditetapkan pula bahwa

terhitung sejak tahun anggaran 1994/95 bagian penerimaan pemerintah pusat sebesar 10 persen

Departemen Keuangan RI 378

Page 379: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dibagikan secara merata kepada selurnh daerah tingkat II. Dengan demikian besarnya penerimaan

daerah tingkat I dan tingkat II dari PBB secara nasional meningkat menjadi 91 persen.

Perkembangan penerimaan PBB daerah tingkat I sejak beberapa tahun terakhir ini

meningkat dengan cepat. Dalam tahun anggaran 1988/89 jumlah penerimaan PBB daerah tingkat

I baru sebesar Rp 103,6 miliar, sedangkan dalam tahun anggaran 1993/94 telah meningkat

menjadi sebesar Rp 412,3 miliar, yang berarti mengalami tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun

sebesar 31,8 persen. Beberapa propinsi yang mengalami tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun

yang cukup tinggi adalah Propinsi Timor Timur yaitu sebesar 127,9 persen, Propinsi Kalimantan

Tengah sebesar 66,1 persen, dari Propinsi Irian Jaya sebesar 57,1 persen. Sementara itu, apabila

dilihat dari besarnya jumlah penerimaan PBB dalam tahun anggaran 1993/94, DKI Jakarta

merupakan propinsi yang menerima PBB paling besar, yaitu sebesar Rp 143,8 miliar, diikuti oleh

Propinsi Riau dan Propinsi Kalimantan Timur masing-masing sebesar Rp 56,4 miliar dan Rp 27,9

miliar. Perkembangan penerimaan PBB daerah tingkat I selengkapnya dapat diikuti pada Tabel

V.18.

Repelita Repelita V PertumbuhanNo. Propinsi Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -91. DI Aceh 4.205,44 6.785,93 7.054,41 8.440,60 10.315,76 11.709,98 22,72. Sumatera Utara 5.688,38 8.636,71 8.981,18 10.308,20 12.048,15 15.773,94 22,63. Sumatera Barat 689,39 1.042,48 1.335,58 1.926,41 2.688,63 3.675,12 39,84. R i au 19.488,92 44.207,82 45.984,66 55.028,68 58.235,68 56.412,80 23,75. Jam b i 952,73 2.029,75 2.304,12 3.101,17 3.529,52 6.191,85 45,46. Sumatera Selatan 4.265,43 5.856,37 8.359,23 11.210,52 13.039,48 18.255,53 33,77. Bengkulu 133,04 445,62 637,31 676,19 607,12 853,23 458. Lampung 1.279,01 2.686,15 2.936,48 3.396,72 3.445,05 3.657,89 23,49. OKI Jakarta 31.582,87 39.649,66 50.258,04 76.606,92 90.826,85 143.765,58 35,410. Jawa Barat 7.332,50 11.964,89 13.891,08 16.346,94 18.266,22 25.422,19 28,211. Jawa Tengah 4.649,33 6.197,94 7.942,61 8.648,06 9.911,79 13.467,60 23,712. 01 Yogyakarta 625,63 737,6 1.335,58 1.028,20 1.068,72 1.751,39 22,913. Jawa Timor 7.127,55 10.051,51 12.139,74 13.342,39 15.660,85 20.702,12 23,814. Kalimantan Barat 764,94 1.048.47 1.476,20 1.703,53 2.309,31 3.523,78 35,715. Kalimantan Tengah 980,03 2.583,54 4.432,41 7.354,50 7.762,67 12.393,65 66,116. Kalimantan Selatan 2.033,15 3.610,67 4.700,88 6.370,82 8.009,75 9.928,10 37,317. Kalimantan Timor 4.887,59 9.879,57 13.429,53 18.477,48 19.957,65 27.879,66 41,718. Sulawesi Utara 466,6 747,79 1.003,23 1.369,77 1.522,52 2.014,61 3419. Sulawesi Tengah 375,31 980,7 1.200,71 1.446,34 1.574,28 1.868,14 37,820. Sulawesi Selatan 1.945,04 2.553,28 4.039,40 4.324,30 5.476,71 7.597,04 31,321. Sulawesi Tenggara 158,8 430,57 612,35 994,3 855,21 1.195,15 49,722. B al i 720,2 894,72 1.322,44 1.540,00 1.954,58 2.640,71 29,723. Nusa Tenggara Barat 446,86 741,21 885,69 1.013,31 1.199,01 1.693,15 30,524. Nusa Tenggara Timor 343,15 455,4 1.437,78 2.309,63 2.257,38 2.245,44 45,625. Maluku 1.227,25 2.542,47 3.241,98 2.957,06 3.368,37 4.686,94 30,726. Irian Jaya 1.253,03 2.766,50 4.996,45 6.803,51 8.124,76 12.000,11 57,127. Timor Timor 16,51 84,41 271,73 434,46 540,32 1.015,48 127,9

Jumlah 103.638,68 169.611,73 206.210,80 267.160,01 304.556,34 412.321,18 31,8

(dalamjuta rupiah)

Tabel V. 18PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAERAH TINGKAT I

PER PROPINSI, 1988/89 - 1993/94

Departemen Keuangan RI 379

Page 380: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

5.3.1.2.2. Iuran hasil hutan dan iuran hak pengusahaan hutan

Iuran hasil hutan (IHH) dan iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) adalah penerimaan

bukan pajak pemerintah pusat, yang sebagian hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah

tingkat I dan pemerintah daerah tingkat II. Dalam Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1990

tentang Pengenaan, Pemungutan, dan Pembagian Iuran Hasil Hutan yang kemudian diubah

dengan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1991 dan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun

1993, ditetapkan bahwa 45 persen dari pungutan IHH digunakan untuk pembiayaan

pembangunan daerah tingkat I (30 persen) dan untuk pembangunan daerah tingkat II (15 persen),

sedangkan sisanya sebesar 55 persen digunakan untuk membiayai rehabilitasi hutan secara

nasional (20 persen), kehutanan daerah (15 persen), dan untuk pembayaran pajak bumi dan

bangunan bagi area blok tebangan (20 persen). Selanjutnya, pembagian hasil IHPH adalah 70

persen untuk daerah tingkat I dan daerah tingkat II, sedangkan sisanya sebesar 30 persen untuk

pemerintah pusat.

Dalam tahun anggaran 1988/89, realisasi penerimaan IHH dan IHPH daerah tingkat I

adalah sebesar Rp 59,2 miliar, dan dalam tahun anggaran 1993/94 meningkat menjadi sebesar Rp

127,9 miliar, yang berarti mengalami kenaikan sebesar Rp 68,7 miliar atau dengan tingkat

pertumbuhan rata-rata per tahun selama periode tersebut sebesar 16,7 persen. Dalam tahun

anggaran 1993/94, jumlah penerimaan terbesar IHH dan IHPH adalah Propinsi Kalimantan

Timur yaitu sebesar Rp 25,4 miliar, diikuti oleh Propinsi Kalimantan Tengah dan Propinsi Riau

masing-masing sebesar Rp 20,9 miliar dan Rp 10 miliar. Sementara itu, dalam periode tersebut

tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun yang tertinggi dicapai oleh Propinsi Irian Jaya, yaitu

sebesar 62 persen, diikuti oleh Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Maluku masing-masing

sebesar 46,3 persen dan 42 persen. Khusus realisasi penerimaan IHH dan IHPH di Propinsi

Sumatera Selatan dan Propinsi Jawa Barat, meskipun dalam periode tersebut mengalami laju

pertumbuhan yang menurun, namun sejak tahun anggaran 1991/92 sampai dengan tahun

anggaran 1993/94 jumlahnya cenderung semakin meningkat. Dalam tahun anggaran 1991/92,

IHH dan IHPH di Propinsi Sumatera Selatan adalah sebesar Rp 1,7 miliar yang meningkat

menjadi sebesar Rp 2,9 miliar dalam tahun anggaran 1993/94. Demikian juga IHH dan IHPH di

Propinsi Jawa Barat dalam tahun anggaran 1991/92 adalah sebesar Rp 514,7 juta dan dalam tahun

anggaran 1993/94 meningkat menjadi sebesar Rp 1 miliar.

Departemen Keuangan RI 380

Page 381: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

5.3.2. Sumbangan dan bantuan pusat

5.3.2.1. Sumbangan pusat

Dalam menunjang pelaksanaan kegiatan rutin di daerah, di samping dana yang bersumber

dari daerah sendiri, pemerintah daerah tingkat I juga memperoleh dana dari pemerintah pusat

dalam bentuk sumbangan. Sumbangan tersebut merupakan dana yang sangat penting bagi

pemerintah daerah tingkat I, karena dengan adanya dana ini pemerintah daerah tingkat I dapat

melaksanakan berbagai kegiatan rutin yang menjadi kewajibannya, khususnya kegiatan yang

berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Sedang bagi pemerintah pusat

sendiri, dengan pemberian sumbangan ini diharapkan jumlah sarana dan mutu pelayanan

masyarakat yang dapat diberikan semakin dapat dipenuhi. Sumbangan pusat meningkat dari

tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan. Dalam

tahun anggaran 1988/89 jumlah sumbangan pusat adalah sebesar Rp 2.044,5 miliar, sedangkan

dalam tahun anggaran 1993/94 jumlahnya meningkat menjadi sebesar Rp 3.929,1 miliar, yang

berarti mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14 persen per tahun.

Subsidi daerah otonom (SDO) merupakan bagian yang terbesar dari sumbangan pusat

yang diberikan kepada pemerintah daerah tingkat I. Dana SDO sebagian besar digunakan untuk

membiayai belanja pegawai daerah dan pegawai pusat yang diperbantukan pada daerah otonom.

Sedangkan sisanya dipergunakan untuk membiayai belanja nonpegawai yang terdiri dari tiga

komponen biaya, yaitu subsidi belanja penyelenggaraan urusan desentralisasi, subsidi belanja

penyelenggaraan urusan dekonsentrasi dan pembantuan, dan subsidi belanja pengembangan

institusi.

Jumlah keseluruhan dana SDO dalam tahun anggaran 1988/89 yang telah disalurkan

kepada pemerintah daerah tingkat I adalah sebesar Rp 2.042,9 miliar dan meningkat menjadi

sebesar Rp 3.921,4 miliar dalam tahun anggaran 1993/94, yang berarti mengalami pertumbuhan

rata-rata sebesar 13,9 persen per tahun. Dana SDO yang disalurkan kepada masing-masing

daerah tingkat I umumnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, kecuali daerah-daerah

tingkat I Lampung, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Bali, yang mengalami penurunan.

Hal tersebut terjadi karena sejak tahun anggaran 1993/94 pengeluaran bagi gaji guru SD di

daerah-daerah tingkat I tersebut tidak lagi dibukukan dalam APBD tingkat I, melainkan dalam

APBD tingkat II yang bersangkutan. Daerah tingkat I yang menerima SDO dengan tingkat

Departemen Keuangan RI 381

Page 382: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pertumbuhan rata-rata per tahun tertinggi adalah daerah-daerah tingkat I Sulawesi Tengah,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, masing-masing sebesar 19,7

persen, 18,8 persen, 18,7 persen, dan 18,5 persen. Sedangkan daerah-daerah tingkat I Nusa

Tenggara Timur, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan walaupun tidak menurun penerimaannya

tetapi mengalami pertumbuhan rata-rata terendah, yaitu masing-masing sebesar 9,8 persen, 8,9

persen, dan 8,4 persen per tahun. Perkembangan jumlah SDO pada masing-masing daerah tingkat

I secara rinci dapat dilihat pada Tabel V.19.

PertumbuhauRata-rata

No. 1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V(%)

1. DI Aceh. 48.08 56,25 62,99 72,68 86,47 105,25 172. Sumatera VJara 154,06 175,24 204,28 218,18 257,9 317,93 15,63. Sumatera Barat 17,66 19,49 19,81 22,26 22,59 27,11 8,94. Riau 10,91 11,97 13,26 15,21 16,76 20,92 13,95. Jambi 7,87 8,71 9,33 10,8 11,55 14,06 12,36. Sumatera Selatan 22,34 22,76 23,88 26,95 29,17 33,51 8,47. Bengkulu 8,75 9,68 10,71 10,79 12,14 14,74 118. . Lampung 66,52 78,99 86,73 100,7 123,61 32,21 -13,59. OK1 Jakarta 118,63 129,58 138,85 156,85 193,22 235,36 14,710. Jawa Barat 365,54 414,43 448,9 506,19 631,72 777,2 16,311. Jawa Tengah 367,54 420,19 452,9 513,84 631,72 788,27 16,512. DI Yogyakarta 59,14 61,66 66,66 85,98 92,48 116,97 14,613. Jawa Timur 390,61 442,81 485,01 548,71 665,22 826,01 16,214. Kalimanlan Barat 47,96 58,17 63,98 72,99 87,48 113,34 18,815. Kalimanlan Tengah 28,68 33,87 36,75 43,21 50,63 67,54 18,716. Kalimanlan Selatan 51,74 61,21 66,99 76,56 92,69 120,94 18,5\7. KaIimanlan Timur 31,53 37,04 39,06 45,89 55,62 22,61 -6,418. Sulawesi Vtara 60,4 70,9 74,08 84,35 101,57 21,71 -18,519. Sulawesi Tengah 34,99 42,43 47,26 54,55 66;67 85,97 19,720. Sulawesi Se1atan 21,52 24,47 25,78 29,22 30,43 35,1 10,321. Sulawesi Tenggara 8,48 6,34 9,67 11,29 12,47 14,87 \1,922. Ba1 i 52,57 61,1 65,97 19,51 21,84 18,94 -18,523. Nusa Tenggara Barat 9,76 11,05 11,74 12,63 13,85 16,78 \1,424. Nusa Tenggara Timur 10,47 11,48 12,48 13,94 14,13 16,69 9,825. MaIuku 8,83 9,79 10,29 11,88 12,69 15,14 11,426. Irian Jaya 28,72 30,44 32,82 36,65 38,54 46,72 10,227. Timor Timor 9,59 10,33 10,76 12,02 12,85 15,53 10,1

Jum1ah 2.042,88 2.320,38 2.530,77 2.813,84 3.373,15 3.921,42 13,9

Propinsi

Repelita IV(dalam Millar rupiah)

Repelita V

Tabel V. 19PENERIMAAN SUBSIDI DAERAH OTONOM DAERAH TINGKAT I

PER PROPINSI, 1988/89 - 1993/94

Besarya persentase SDO terhadap keseluruhan penerimaan pemerintah daerah tingkat I

selama periode 1988/89-1993/94 cenderung mengalami penurunan. Hal ini terlihat dalam Tabel

V.20. Apabila dalam tahun anggaran 1988/89 persentase SDO dalam keseluruhan penerimaan

pemerintah daerah tingkat I adalah sebesar 56 persen, maka dalam tahun anggaran 1993/94

Departemen Keuangan RI 382

Page 383: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

persentase ini menurun menjadi sebesar 46,8 persen. Menurunnya persentase SDO ini disebabkan

karena makin meningkatnya persentase sumber penerimaan lain dalam struktur penerimaan

daerah tingkat I, seperti PAD, PBB, bantuan, maupun pinjaman daerah. Apabila dilihat

persentase SDO terhadap penerimaan masing-masing daerah tingkat I, maka dalam tahun

anggaran 1993/94 daerah-daerah tingkat I Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat

memperlihatkan persentase yang tinggi, masing-masing sebesar 76,7 persen, 72,2 persen, dan

70,9 persen. Sedangkan persentase di daerah-daerah tingkat I DKI Jakarta, Kalimantan Timur,

dan Riau relatif rendah, masing-masing sebesar 14,1 persen, 11 persen, dan 9 persen.

Repelita IV Repelita VNo. Proplnsi 1988/89 1993/941. DI Aceh 58,8 54,12. Sumatera Utara 64 68,13. Sumatera Barat 36,8 27,44. Riau 15,8 95. Jam b i 25,5 16,76. Sumatera Selatan 29,3 18,97. Bengkulu 32,8 24,18. Lampung 59,1 31,89. DKI Jakarta 21,9 14,110. Jawa Barat 75 .70,911. Jawa Tengah 78,1 76,712. DI Yogyakarta 63,7 64,813. Jawa Timur 69,5 72,214. Kalimantan Barat 59,9 57,115. Kalimantan Tengah 50,1 38,316. Kalimantan Selatan 66,1 59,817. Kalimantan Timur 40,3 1118. Sulawesi Utara 62 23,319. Sulawesi Tengah 64,3 55,220. Sulawesi Selatan 34,9 25,421. Sulawesi Tenggara 34,5 20,422. Bali 55,3 18,923. Nusa Tenggara Barat 34,4 23,224. Nusa Tenggara Timur 34,5 18,725. Maluku 25,9 15,626. Irian Jaya 46,3 26,127. Timor Timur 36,9 22,9

Indonesia 56 46,8

Tabel V. 20PERSENTASE SUBSIDI DAERAH OTONOM TERHADAP

DAERAH TINGKAT I PER PROPINSI, 1988/89 DAN 1993/94

5.3.2.2. Bantuan pusat

Bantuan pusat adalah dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan di daerah, dan diarahkan bagi pencapaian

Departemen Keuangan RI 383

Page 384: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

hasil pembangunan yang sebesar-besarnya dalam rangka pemerataan pembangunan antar daerah.

Bantuan pusat, atau yang lebih dikenal dengan program Inpres, diberikan setiap tahun kepada

daerah, baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II, yang jumlahnya didasarkan atas kriteria

tertentu. Jumlah bantuan ini umumnya memperlihatkan kecenderungan yang meningkat dari

tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya pembangunan di daerah-daerah.

Inpres Dati I merupakan salah satu program bantuan pusat yang ditujukan kepada

pemerintah daerah tingkat I. Bantuan tersebut merupakan bantuan yang bersifat bebas, karena

baik perencanaan maupun penggunaannya sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing daerah

tingkat I. Sasaran pemberian bantuan ini adalah untuk meningkatkan keserasian laju pertumbuhan

antar daerah, keserasian sektoral dan regional, serta memeratakan hasil pembangunan.

Pada saat dimulainya program Inpres Dari I tahun anggaran 1974/75, tiap daerah tingkat I

memperoleh dana dengan batas minimum sebesar Rp 500 juta dan maksimum sebesar Rp 5,6

miliar. Jumlah bantuan ini terus ditingkatkan, hingga dalam tahun anggaran 1987/88 setiap

daerah tingkat I memperoleh bantuan dengan batas minimum sebesar Rp 10 miliar dan

maksimum sebesar Rp 12 miliar. Selanjutnya dalam tahun anggaran 1988/89 pemberian bantuan

ditentukan sama besarnya, tanpa batasan minimum dan maksimum, yaitu sebesar Rp 12 miliar

untuk tiap daerah tingkat I. Kemudian mulai tahun anggaran 1990/91, kriteria pemberian dana

diubah, yaitu di samping bantuan dasar yang jumlahnya sama untuk setiap daerah tingkat I

sebesar Rp 14 miliar juga diberikan bantuan tambahan yang danasarkan atas luas wilayah

daratan. Jumlah bantuan dasar yang diberikan dalam tahun anggaran 1991/92,1992/93, dan

1993/94 ditingkatkan lagi masing-masing menjadi sebesar Rp 18 miliar, Rp 22,5 miliar, dan Rp

25 miliar. Di samping peningkatan dalam jumlah bantuan dasar, secara keseluruhan jumlah

Inpres Dari I juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu apabila dalam tahun

anggaran 1988/89 beIjumlah sebesar Rp 324 miliar, maka dalam tahun anggaran 1993/94

jumlahnya meningkat menjadi sebesar Rp 783 miliar, atau mengalami pertumbuhan rata-rata

sebesar 19,3 persen per tahun.

Adanya perubahan dalam kriteria pemberian Inpres Dati I, yaitu dengan diberikannya

bantuan tarnbahan yang didasarkan atas luas wilayah daratan, menyebabkan daerah tingkat I yang

mempunyai wilayah yang luas memperoleh bantuan dengan jumlah yang lebih besar daripada

daerah yang wilayahnya kecil, sementara daerah-daerah tingkat I tersebut pada umumnya

Departemen Keuangan RI 384

Page 385: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

mempunyai penduduk yang jarang. Hal ini tercermin dalam dana Inpres Dari I per kapita per

daerah tingkat I yang dapat dilihat dalam Tabel V.21 dan Grafik V.5. Dalam tahun anggaran

1993/94 daerah-daerah tingkat I Timor Timur, Kalimantan Tengah, dan Irian Jaya mempunyai

Inpres Dari I per kapita yang relatif tinggi dibandingkan dengan daerah lain, masing-masing

sebesarRp 48.596, Rp 37.219, dan Rp 33.317. Sedangkan daerah-daerah tingkat I Jawa Tengah,

Jawa Timur, dan Jawa Barat mempunyai Inpres Dari I per kapita yang relatif rendah, masing-

masing sebesar Rp 1.509, Rp 1.233, dan Rp 661. Rendahnya Inpres Dari I per kapita pada ketiga

daerah ini di samping karena memiliki wilayah daratan yang tidak begitu luas, juga karena

mempunyai jumlah penduduk yang tinggi.

Selain Inpres Dari I, pemerintah daerah tingkat I juga menerima bantuan yang bersifat

spesifik, yaitu Inpres peningkatan jalan dan jembatan propinsi (IPJP). Sasaran dari pemberian

IPJP adalah untuk memperlancar arus angkutan dan distribusi barang dari daerah pertanian dan

industri ke pusat-pusat pemasaran dan sebaliknya, serta untuk membuka daerah-daerah terisolir

dalam rangka pemerataan pembangunan, dan meningkatkan mobilitas serta kelancaran

perekonomian daerah.

No. Repelita IV Repelita VPropinsi 1993/94

1. DI Aceh 9.3412. Sumatera Utara 3.5403. Sumatera Barat 7.2904. Riau 10.9285. J ambi 18.3536. Sumatera Selatan 7.5397. Bengku1u 25.9488. Lampung 5.7299. DKI Jakarta 10.11010. Jawa Barat 66111. Jawa Tengah 1.50912. DI Yogyakarta 8.66313. Jawa Timur 1.23314. Kalimantan Barat 14.96215. Kalimantan Tengah 37.21916. Kalimantan Selatan 12.27717. Kalimantan Timur 20.86018. Sulawesi Utara 15.88319. Sulawesi Tengah 27.52120. Sulawesi Selatan 5.48021. Sulawesi Tenggara 26.73222. Bali 10.41323. Nusa Tenggara Barat 10.95724. Nusa Tenggara Timur 14.41125. Maluku 25.38726. Irian Jaya 33.31727. Timor Timur 48.596

Indonesia 6.135

Tabel V. 21

1988/89 DAN 1993/94(dalam rupiah)

1988/89

3.7081.2193.0993.9756.3682.032

11.0902.256

4.9997.4541.7799.6864.4353.6913.8056.8477.957

17 .0351.999

3.947365431

BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I PER KAPITA PER PROPINSI,

4.185374

3.9109.2764.8396.981

Departemen Keuangan RI 385

Page 386: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Program IPJP dimulai sejak tahun anggaran 1989/90 dengan alokasi dana sebesar Rp 69,5

miliar. Dalam tahun-tahun berikutnya jumlah bantuan ini terus ditingkatkan, dan terakhir dalam

tahun anggaran 1993/94 telah mencapai jumlah sebesar Rp 405,6 miliar, yang berarti mengalami

pertumbuhan rata-rata sebesar 55,4 persen per tahun. Dalam tahun anggaran 1994/95, dalam

rangka upaya peningkatan efisiensi bantuan, pengalokasiannya dimasukkan ke dalam Inpres Dati

Bantuan spesifik lain yang diberikan kepada pemerintah daerah tingkat I selain IPJP

adalah bantuan reboisasi. Bantuan ini diberikan dalam bentuk program Inpres penghijauan dan

reboisasi di mana bantuan penghijauan diberikan kepada pemerintah daerah tingkat II. Program

ini ditujukan untuk menanggulangi tanah-tanah kritis sebagai akibat dari kegiatan perladangan

berpindah serta penebangan hutan secara sembarangan. Selain itu juga untuk meningkatkan

pelaksanaan kegiatan penghijauan dan reboisasi di daerah, serta meningkatkan usaha dan

kelestarian sumber-sumber alam, bulan, tanah, dan air di suatu daerah aliran sungai. Adapun

alokasi dana Inpres penghijauan dan reboisasi untuk seluruh daerah dalam tahun anggaran

1988/89 adalah sebesar Rp 16,5 miliar, sedang dalam tahun anggaran 1993/94 meningkat

menjadi sebesar Rp 104,3 miliar, atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 44,6 persen per

tahun.

5.3.3. Pinjaman pemerintah daerah

Pinjaman dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan salah satu alternatif

sumber dana yang dapat dimanfaatkan pemerintah daerah tingkat I dalam rangka menutupi

kekurangan kebutuhan dana pembangunan di daerah. Pada prinsipnya dana pinjaman tersebut

dimaksudkan sebagai pelengkap bagi sumber dana untuk pembangupan daerah, baik dari

pendapatan asli daerah, maupun dari sumbangan/bantuan pemerintah pusat dan bagi hasil pajak

dan bukan pajak. Dana yang bersumber dari pinjaman tersebut selain untuk menutupi kebutuhan

dana untuk pembangunan juga dapat digunakan untuk penyertaan modal kepada badan usaha

milik daerah (BUMD), seperti untuk penyertaan pada bank pembangunan daerah (BPD),

perusahaan daerah air minum (PDAM), serta perusahaan daerah lainnya, dengan tujuan untuk

meningkatkan perekonomian daerah dan penerimaan daerah sendiri (PDS). Sumber pinjaman

daerah ini dapat berupa pinjaman dari luar negeri yang dipinjam melalui pemerintah pusat

(penerusan pinjaman/SLA), ataupun dana yang berasal dari dalam negeri. Saat ini salah satu dana

Departemen Keuangan RI 386

Page 387: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pinjaman yang bersumber dari dalam negeri adalah dari dana yang tersedia dalam rekening

pembangunan daerah (RPD).

Seiring dengan gerak pembangunan dan peningkatan kebutuhan dana, maka realisasi

pinjaman daerah tingkat I seluruh Indonesia dari tahun ke tahun senantiasa meningkat. Realisasi

jumlah pinjaman pemerintah daerah tingkat I di seluruh Indonesia dalam tahun anggaran 1988/89

adalah sebesar Rp 8,7 miliar, meningkat menjadi sebesar Rp 38,4 miliar dalam tahun anggaran

1993/94, yang berarti mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 34,6 persen.

Pelaksanaan pinjaman oleh pemerintah daerah selama ini senantiasa didasarkan atas kebutuhan

daerah dalam membiayai pembangunannya. Dalam tahun anggaran 1993/94, daerah tingkat I

yang paling besar memanfaatkan pinjaman untuk pembiayaan pembangunan dan investasi

daerahnya adalah DKI Jakarta, sementara pinjaman pemerintah daerah tingkat I lainnya relatif

kecil, bila dibandingkan dengan pinjaman pemerintah DKI Jakarta.

5.3.4. Pengeluaran rutin daerah

Pengeluaran rutin daerah adalah dana yang dikeluarkan untuk menunjang kelancaran

berbagai kegiatan pemerintahan di daerah. Oleh karena itu, tinggi rendahnya aktivitas pemerintah

daerah di bidang pemerintahan juga tercermin dari tinggi rendahnya pengeluaran rutin tersebut.

Meningkatnya jumlah penduduk sangat erat kaitannya dengan meningkatnya kegiatan

pemerintahan di daerah. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan adanya peningkatan

kebutuhan masyarakat di bidang pelayanan, yang pada gilirannya membawa pengaruh terhadap

peningkatan kegiatan administrasi di lingkungan pemerintah daerah. Kecenderungan tersebut

tercermin dari meningkatnya pengeluaran rutin daerah tingkat I dari tahun ke tahun. Dalam tahun

anggaran 1988/89 pengeluaran rutin Dati I masih berjumlah Rp 2.540,1 miliar, sedangkan dalam

tahun anggaran 1993/94 jumlahnya meningkat menjadi sebesar Rp 5.401 miliar, akan mengalami

pertumbuhan rata-rata sebesar 16,3 persen per tahun.

Di antara semua jenis pengeluaran rutin, belanja pegawai merupakan jenis pengeluaran

yang terbesar, yang diikuti oleh belanja barang dan belanja lain-lain, masing-masing sebesar Rp

3.877,5 miliar, Rp 538,1 miliar, dari Rp 435,9 miliar dalam tahun anggaran 1993/94. Sementara

ditinjau dari laju pertumbuhan rata-rata per harian, selama periode 1988/89-1993/94

ganjaran/subsidi/sumbangan memperlihatkan laju tertinggi, yaitu sebesar 27,9 persen, sedangkan

Departemen Keuangan RI 387

Page 388: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

angsuran pinjaman/hutang menunjukkan laju terendah, yaitu sebesar 12,3 persen per harian,

sebagaimana terlihat pada Tabel V.22.

PertumbuhanNo. Propinsi Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V (%)I. Belanja pegawai 1.919,15 2.207,09 2.415,98 2.686,60 3.275,94 3.877,54 15,12. Belanja barang 273,8 304,61 370,65 457,34 507,4 538,05 14,53. Belanja pemeliharaan 82,48 114,04 152,02 208,54 244,71 261,24 25,94. Belanja perjalanan dinas 28,53 32,02 44,14 50,68 54,75 64,4 17,75. Belanja lain-lain 166,86 199,91 275,23 354,66 402,53 435,89 21,26. Angsuran pinjamanlhutang 7,91 9,71 12,58 11,89 11,8 14,13 12,37. Ganjaran/ubsidi/

sumbangan 61,39 69,52 90,56 109,91 173,35 209,72 27,9Jumlah 2,540,14 2.936,91 3.361,15 3.879,60 4.670,48 5.400,97 16,3

Repclita VRepelita

IV

Tabel V. 22PENGELUARAN RUTIN DAERAH TINGKAT I SELURUH INDONESIA, 1988/89 -1993/94

(dalam mitior rupiah)

Ditinjau dari besarnya pengeluaran rutin per daerah tingkat I, pada umumnya daerah-

daerah tingkat I yang berpenduduk banyak mempunyai pengeluaran rutin yang tinggi, seperti

terlihat pada daerah-daerah tingkat I Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta,

yang dalam tahun anggaran 1993/94 masing-masing menunjukkan pengeluatan rutin sebesar Rp

927,1 miliar, Rp 885,6 miliar, Rp 882,1 miliar, dan Rp 818,2 miliar. Sebaliknya di daerah tingkat

I yang mempunyai jumlah penduduk sedikit, seperti di Timor Timur, jumlah pengeluaran

rutinnya juga relatif rendah, yaitu sebesar Rp 21 miliar.

Sementara itu ditinjau dari laju pertumbuhan rata-rata per tahun selama kurun waktu

1988/89-1993/94, pengeluaran rutin di DKI Jakarta mengalami laju pertumbuhan tertinggi, yaitu

sebesar 25,4 persen. Tingginya laju pertumbuhan rata-rata per tahun pengeluaran rutin di DKI

Jakarta dipengaruhi tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, yang terutama disebabkan oleh arus

urbanisasi yang sangat tinggi setiap tahunnya. Laju pertumbuhan rata-rata yang negatif terjadi di

daerah-daerah tingkat I Lampung, Sulawesi Utara, dan Bali. Hal ini, antara lain disebabkan

karena di daerah-daerah tersebut sejak tahun anggaran 1993/94 pembayaran gaji untuk guru SD

tidak lagi diadministrasikan di daerah tingkat I melainkan di daerah tingkat II yang bersangkutan.

Adapun gambaran mengenai pengeluaran rutin masing-masing daerah tingkat I secara rinci dapat

dilihat pada Tabel V.23.

Departemen Keuangan RI 388

Page 389: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Repelita V PertumhuhanNo. Propinsi Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V I. DI Aceh 58,41 69,44 80,1 93,07 112,3 138,25 18,82. Sumatera Utara 181,78 208,67 240,41 255,56 298,95 365,07 153. Sumatera Barat 28,4 32,25 35,47 42,6 47,89 56,57 14,84. Ria u 29,7 38,42 48,86 53,25 66,86 77,04 215. Jambi 12,22 13,62 15,28 16,83 19,93 26,95 17,16. Sumatera Selatan 39,39 41,46 53,69 60,71 65 79,76 15,27. Bengkulu 12,41 13,77 16,11 17,76 19,87 22,81 12,98. Lampung 78,08 93,6 106,87 119,92 145,76 56,74 -6,29. DKI Jakarta 263,94 331,63 445.30 593,38 715,81 818,23 25,410. Jawa Barat 401,6 460,04 510,65 592,09 713,66 882,08 17II. Jawa Tengah 398,49 455,85 494,77 565,03 711,74 885,57 17,312. DI Yogyakarta 67,67 71,62 79,23 100,15 111,41 139,25 15,513. Jawa Timur 456,59 512,4 567,59 654,75 799,99 927,13 15,214. Kalimantan Barat 55,19 67,64 73,99 85,08 104,7 132,94 19,215. Kalimantan Tengah 35,01 41,45 47,11 56,17 67,55 87,33 20,116. Kalimantan Se1atan 59,43 71,79 80,29 91,96 115,54 149,98 20,317. Kalimantan Timur 47,67 56,37 64,47 81,1 I 00,64 79,63 10,818. Sulawesi Utara 69,76 81,69 88,1 97,27 121,13 42,42 -9,519. Sulawesi Tengah 38,44 47,13 53,25 62,67 77,2 98,04 20,620. SulaweSi Selatan 33,23 36,61 42,58 49,Z6 56,85 66,94 1521. Sulawesi Tenggara 11,38 10,16 14,5 15,88 17,46 22,27 14,422. B al i 65,67 75,85 84,12 40,7 49,25 51,17 -4,923. Nusa Tenggara Barat 13,56 15,24 16,9 19,46 23,27 27,95 15,624. Nusa Tenggara Timur 16,34 18,69 20,83 24,61 25,99 29,83 12,825. Maluku 12,52 14,41 17,19 20,04 22,53 28,45 17,826. Irian Jaya 41,76 45,05 50,36 56,11 62,3 87,58 1627. Timor Timur 11,5 12,03 13,11 14,2 16,91 20,96 12,8

Jumlah 2.540,14 2.936,91 3.361,15 3.879,60 4.670,48 5.400,97 16,3

Repelita IV

Tabel V. 23PENGELUARAN RUTIN DAERAH TINGKA T I PER PROPINSI, 1988/89 - 1993/94

(dalam miliar rupiah)

Pengeluaran rutin merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka kelancaran

jalannya pelaksanaan roda pemerintahan di daerah. Sumber dana terbesar untuk pembiayaan

kegiatan rutin tersebut adalah berasal dari SDO. Bila keseluruhan SDO dibandingkan dengan

keseluruhan pengeluaran rutin, akan terlihat besarnya peranan SDO dalam menunjang kegiatan

rutin pemerintah daerah tingkat I. Tabel V.24 dan Grafik V.6 memperlihatkan persentase SDO

yang cukup tinggi dalam komponen pengeluaran rutin seluruh daerah tingkat I, yaitu dalam tahun

anggaran 1988/89 menunjukkan angka sebesar 80,4 persen, dan dalam tahun anggaran 1993/94

sebesar 72,6 persen. Tingginya angka persentase tersebut karena sebagian besar dana SDO adalah

berupa belanja pegawai, sementara belanja pegawai merupakan komponen belanja yang terbesar

dalam keseluruhan pengeluaran rutin daerah tingkat I. Di beberapa daerah tingkat I seperti

Propinsi Jawa Timur, Propinsi Jawa Tengah, dan Propinsi Jawa Barat, persentase SDO dalam

tahun anggaran 1993/94 relatif tinggi terhadap pengeluaran rutin, yaitu masing-masing sebesar

Departemen Keuangan RI 389

Page 390: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

89,1 persen, 89 persen, dan 88,1 persen, sedang di DKI Jakarta, Propinsi Kalimantan Timur, dan

Propinsi Riau peranan SDO relatif rendah, yaitu masing-masing sebesar 28,8 persen, 28,4 persen,

dan 27,2 persen.

5.3.5. Pengeluaran pembangunan daerah

Upaya pemerintah daerah untuk memenuhi tersedianya sarana dan prasarana yang

dibutuhkan masyarakat dilakukan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana yang sudah ada serta

pembangunan sarana dan prasarana yang baru, yang pembiayaannya ditampung dalam

pengeluaran pembangunan daerah. Dengan semakin luasnya jangkauan dan ruang lingkup

pembangunan di daerah-daerah, maka pengeluaran pembangunan juga mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun. Jika dalam tahun anggaran 1988/89 pengeluaran pembangunan seluruh

daerah tingkat I masih berjumlah Rp 811,2 miliar, maka dalam tahun anggaran 1993/94

jumlahnya telah meningkat menjadi sebesar Rp 2.413 miliar, yang berarti mengalami

pertumbuhan rata-rata sebesar 24,4 persen per tahun.

Ditinjau dari pengeluaran pembangunan per sektor, sebagaimana halnya yang terjadi

dalam tahun sebelumnya, dalam tahun anggaran 1993/94 sektor perhubungan dan pariwisata

masih tetap merupakan sektor yang paling dominan, yaitu meliputi sebesar Rp 766,4 miliar.

Sangat dominannya sektor ini karena sebagian besar dananya digunakan untuk membiayai

subsektor perhubungan yang merupakan subsektor yang sangat vital bagi kegiatan ekonomi di

daerah maupun antar daerah. Sedang subsektor pariwisata merupakan subsektor yang makin

mendapat perhatian dalam rangka meningkatkan daya tarik pariwisata Indonesia, terutama bagi

wisatawan mancanegara, dengan sasaran akhir masuknya devisa dalam jumlah yang semakin

besar.

Sektor berikutnya yang memperoleh alokasi cukup besar dalam pengeluaran pembangunan

adalah sektor aparatur pemerintah, yang dalam tahun anggaran 1993/94 menunjukkan angka

sebesar Rp 318,8 miliar. Besarnya pengeluaran sektor aparatur pemerintah ini adalah sejalan

dengan upaya peningkatan sumber daya manusia, baik kuantitas maupun kualitasnya, selaras

dengan semakin beratnya tantangan yang harus dihadapi daerah di masa depan. Sektor ketiga

yang juga cukup dominan adalah sektor pertanian dan pengairan yang berjumlah sebesar Rp

235,7 miliar. Sektor pertanian dan pengairan mempunyai posisi yang strategis karena sektor

Departemen Keuangan RI 390

Page 391: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

ini menjadi landasan bagi pemantapan swasembada pangan dan peningkatan produksi hasil-hasil

pertanian lainnya. Gambaran mengenai pengeluaran pembangunan daerah tingkat I per sektor

secara rinci dapat dilihat pada Tabel V.25.

No. Repelita IV Repelita V1988/89 1993/94

-1 -2 -3 -4I. DI Aceh 82,3 76,12. Sumatera Utara 84,7 87,13. Sumatera Barat 62,2 47.94. Ri au 36,8 27,25. J ambi 64,4 52,26. Sumatera Selatan 56,7 427. Bengkulu 70,5 64,68. Lampung 85,2 56,89. OKI Jakarta 44,9 28,810. Jawa Barat 91 88,1II. Jawa Tengah 92,2 8912. DI Yogyakarta 87,4 8413. Jawa Timur 85,6 89,114. Kalimantan Barat 86,9 85,315. Kalimantan Teng 81,9 77,316. Kalimantan Selatan 87 80,617. Kalimantan Timur 66,1 28,418. Sulawesi Utara 86,6 51,219. Sulawesi Tengah 91 87,720. Sulawesi Selatan 64,8 52,421. Sulawesi Tenggara 74,5 66,822. B al i 80,1 3723. Nusa Tenggara Barat 72 6024. Nusa Tenggara Timur 64 5625. Maluku 70,5 53,226. Irian Jaya 68,8 53,327. Timor Timur 83,4 74,1

Indonesia 80,4 72,6

PERSENTASE SUBSIDI DAERAH OTONOM TERHADAP Tabel V. 24

Propinsi

DAERAH TINGKAT I PER PROPINSI, 1988/89 DAN 1993/94

Departemen Keuangan RI 391

Page 392: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanSektor Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V (%)-2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9

I. Sektor pertanian dan pengairan 99,11 125,13 155,61 192,04 212,27 235,67 18,92. Sektor industri 3,99 5,6 7,32 12,26 11,58 13,09 26,83. Sektor pertambangan dan energi 7,02 8,07 11,39 15,94 18,06 20,52 23,94. Sektor perhubungan don pariwisata 172,37 293,46 502,8 662,92 688,53 766,35 34,85. Sektor perdagangan don koperasi 4,57 3,2 4,97 9,12 10,07 11,69 20,76. Sektor tenaga kerja don pemukiman kembali (92 5,97 9,96 13,48 14,65 15,43 25,77. Sektor pembangunan daerah 116,7 78,3 89,91 117,15 131,91 143,97 4,38. Sektor agama 14,93 18,48 21,4 34,39 37.82 49,11 26,99. Sektor pendidikan, generasi modo,

kebudayaan nasional dan kepereayaanterhadap Tuhan Yang Maha Esa 79,22 85,44 99,74 121,53 143,88 168,38 16,3Sektor kesehatan, kesejahteraan sosial,peranan wanita, kependudukan donkeluarga berencana. 39,74 45,8 54,58 71,37 91,51 115,55 23,8Sektor perumahan rakyat dan pemukiman 27,81 28,61 39,69 51,84 65,38 62,2 17,5Sektor hokum 1,66 2,4 3,35 4,53 4,76 5,59 27,5Sektor keamanan dan ketertiban 10,78 16,07 20,84 38,67 33,2 34,99 26,6Sektor penerangan, pets dan komunikasi sosial 4,65 7,37 12,35 14,35 13,89 13,8 24,3Sektor pengembangan ilmu pengetahuan,teknologi dan penelitian 12,46 15,11 21,73 26,38 32,79 40,32 26,5Sektor aparatur pemerintah 136,77 152,63 227,18 301,57 324,89 318,84 18,4Sektor pengembangan dunia usaha 25,57 37,69 35,41 66,5 78,11 81,97 26,2Sektor sumber alam dan lingkungan hidup 20,07 26,05 36,7 46,02 51,09 69,33 28,1Subsidi pembangunan kepada daerah bawahan 28,64 72,59 142,92 211,14 237,47 246,05 53,8Pembayaran kembali pinjarnan 0,25 0,62 0,17 0,17 0 0,17 -7,9Jumlah 811,19 1.028,57 1.498,02 2.011,33 2.201,84 2,413,01 24,4

Repelita IV Repelita VNo.

-1

10.

II.12.13.14.

Tabel V. 25PENGELUARAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKA T I PER SEKTOR, 1988/89 - 1993/94

(dalam miliar rupiah)

15.

16.17.18.

Di antara pengeluaran pembangunan daerah tingkat I dalam tahun anggaran 1993/94,

jumlah pengeluaran pembangunan DKI Jakarta adalah yang terbesar, yaitu sebesar Rp 585 miliar.

Jumlah pengeluaran pembangunan di DKI Jakarta ini bahkan masih lebih besar daripada jumlah

gabungan pengeluaran pembangunan dari propinsi-propinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Riau, dan

Jawa Tengah, yaitu sebesar Rp 571,7 miliar. Jumlah penduduk yang besar dan padat, di samping

kedudukannya sebagai ibukota negara, menyebabkan pengeluaran pembangunan DKI Jakarta

jumlahnya sangat tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya. Pengeluaran tersebut digunakan

untuk rehabilitasi atas sarana dan prasarana yang sudah ada, maupun untuk pembangunan sarana

dan prasarana lain. Ditinjau dari besarnya laju pertumbuhan rata-rata per tahun per daerah tingkat

I selama periode 1988/89-1993/94, terdapat dua daerah tingkat I yang mempunyai pertumbuhan

tertinggi, yaitu daerah-daerah tingkat I Riau dan Irian Jaya, masing-masing sebesar 44,6 persen

dan 40,8 persen per tahun. Sementara laju pertumbuhan rata-rata terendah terjadi di daerah-

daerah tingkat I Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, masing-masing sebesar 14,2 persen dan 12,6

persen per tahun. Gambaran mengenai perkembangan pengeluaran pembangunan dari masing-

masing daerah tingkat I secara rinci dapat dilihat pada Tabel V.26.

Departemen Keuangan RI 392

Page 393: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Repelita Repelita V PertumbuhaNo. Rata-rata

1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita V -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -91. DI Aceh 18,93 26,89 30 48,27 50,1 51,91 22,42. Sumatera Utara 44,62 58,48 68,5 81,33 84,18 93,51 163. Sumatera Barat 14,62 17,48 27,78 32,07 34,2 38,65 21,54. Riau 19,54 35,24 59,81 83,28 116,59 123,38 44,65. Jambi 15,79 20,42 27,62 40,43 46,05 51,89 26,96. Sumatera Selatan 19,32 31,05 52,38 65,85 68,98 84,77 34,4.7. Bengkulu 13,09 13,23 21,77 29,6 34,07 36,88 238. Lampung 15,68 24,66 36,47 40,31 39,67 41,24 21,39. OKI Jakarta 202,97 272,11 338,7 458,02 516,23 584,96 23,610. Jawa Barat 64,78 69,4 102,21 166,92 181,06 152,8 18,711. Jawa Tengah 58,41 60,43 86,01 112,44 98,44 113,23 14,212. DI Yogyakarta 18,48 15,49 27,64 28,13 30,17 33,52 12,613. Jawa Timur 79,86 86,09 117,39 155,19 166,17 182,29 17,914. Kalimantan Barat 18,56 20,93 34,26 50,8 55,37 58,37 25,815. Kalimantan Tengah 17,51 24,62 37,14 47,2 65,94 81,55 3616. Kalimantan Selatan 15,8 16,9 29,27 32,8 41,35 50,45 26,117. Kalimantan Timur 20,2 27,9 53,64 72,54 78,98 83,29 32,818. Sulawesi Utara 19,05 24,94 33,36 43,87 48,26 48,46 20,519. Sulawesi Tengah 15,32 19,14 37,33 43,16 48,54 57,18 30,120. Sulawesi Selatan 18,62. 29,27 46,53 68,69 65,16 67,22 29,321. Sulawesi Tenggara 12,64 14,66 23,21 33,45 33,74 48,52 30,922. Bali 20,4 25,74 40,86 58,6 39,32 41,25 15,123. .Nusa Tenggara Barat 12,59 15,16 26,23 39,62 39,23 42,87 27,824. Nusa Tenggara Timur 11,9 18,18 27,42 40,17 50,6 54,54 35,625. Maluku 15,02 22,09 36,28 50,8 56,99 62,7 33,126. Irian Jaya 15,15 22,14 53,16 60,38 73,9 83,72 40,827. Timor Timur 12,37 15,95 23,07 27,41 38,57 43,84 28,8

Jumlah 811,19 1.028,57 1.498,02 2.011,33 2.201,84 2.413,01 24,4

Propinsi

Tabel V.26PENGELUARAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKA T I PER PROPINSI, 1988/89 - 1993/94

(dalam miliar rupiah)

Apabila pengeluaran pembangunan dibandingkan dengan total pengeluaran dari masing-

masing daerah tingkat I, maka akan terlihat gambaran sebagaimana tampak dalam Tabel V.27.

Dalam tahun anggaran 1988/89 terdapat 5 daerah tingkat I yang mempunyai persentase di atas 50

persen, yaitu daerah-daerah tingkat I Jambi, Maluku, Sulawesi Tenggara, Timor Timur, dan

Bengkulu, masing-masing sebesar 56,4 persen, 54,5 persen, 52,6 persen, 51,8 persen, dan 51,3

persen. Sedang dalam tahun anggaran 1993/94 persentase tertinggi terjadi di daerah-daerah

tingkat I Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Timor Timur, masing-masing sebesar 68,8 persen,

68,5 persen, dan 67,7 persen. Peningkatan jumlah pengeluaran pembangunan yang relatif besar di

daerah-daerah tersebut erat kaitannya dengan upaya untuk semakin menyebarkan dan

memeratakan pelaksanaan pembangunan ke berbagai daerah.

Departemen Keuangan RI 393

Page 394: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

No. Propinsi Repelita Repelita V1988/89 1993/94

-1 -2 -3 -41. DI Aceh 24,5 27,32. Sumatera Utara 19,7 20,43. Sumatera Barat 34 40,64. Riau 39,7 61,65. J ambi 56,4 65,S6. Sumatera Selatan 32,9 51,57. Bengkulu 51,3 61,SS. Lampung 16,7 42,19. OKI Jakarta 43,5 41,710. Jawa Barat 13,9 14,S11. Jawa Tengah 12,S 11,312. DI Yogyakarta 21,5 19,413. Jawa Timur 14.9 16,414. Kalimantan Barat 25,2 30,515. Kalimantan Tengah 33,3 4S,316. Kalimantan Selatan 21 25,217. Kalimantan Timur 29,S 51,1IS. Sulawesi Utara 21,4 53,319. Sulawesi Tengah 2S,5 36,S20. Sulawesi Selatan 35,9 50,121. Sulawesi Tenggara 52,6 6S,522. Bali 23,7 44,623. Nusa Tenggara Barat 4S,1 60,524. Nusa Tenggara Timur 42,1 64,625. Maluku 54,5 6S,S26. Irian Jaya 26,6 4S,927. Timor Timur 51,S 67,7

Indonesia 24,2 30,9

Tabel V. 27PERSENTASEPENGELUARANPEMBANGUNANTERHADAPTOTALPENGELUARAN DAERAH TINGKA T I PER PROPINSI, 1988/89 DAN

5.4. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tingkat II

5.4.1. Penerimaan daerah sendiri

Sama halnya dengan PDS tingkat I, maka PDS tingkat II adalah penjumlahan PAD dan

penerimaan PBB yang menjadi porsi daerah tingkat II. Peningkatan PDS memiliki arti yang

sangat strategis, baik bagi kepentingan daerah tingkat II maupun kepentingan nasional,

khususnya dalam upaya meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan pemerintahan daerah dan

pembangunan di daerah. Atas dasar pertimbangan tersebut, kemampuan keuangan daerah tingkat

II terus ditingkatkan, baik melalui penggalian PAD maupun penggalian PBB. Dalam pada itu,

diserahkannya kepada daerah tingkat II bagian PBB yang sebesar 10 persen yang selama ini

Departemen Keuangan RI 394

Page 395: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

merupakan porsi penerimaan pusat sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 83

Tahun 1994, diharapkan pula dapat semakin mendorong upaya perbaikan dalam pengelolaan

PDS.

Selama periode 1988/89-1992/93, realisasi PDS tingkat II mengalami peningkatan dari

sebesar Rp 619,6 miliar menjadi sebesar Rp 1.453,3 miliar dengan laju pertumbuhan rata-rata

sebesar 23,8 persen setiap tahunnya. Peningkatan tersebut terjadi, baik pada PAD maupun PBB

tingkat II, dalam jumlah yang cukup berarti, yaitu pertumbuhan rata-rata masing-masing sebesar

18,9 persen dan 31,6 persen per tahun. Perkembangan PDS tingkat II dan proporsinya terhadap

PDB tanpa migas secara lengkap dapat dilihat dalam Tabel V.28.

. Uraian Repe1ita IV1988/89 1989190 . 1990/91 1991/92 1992/93

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7I. 619,59 839,68 1.040,44 1.264,55 1.453,30

403.93 477,92 591.80 705,28 806,75215,66 361,76 448,64 559,27 646,55

2. 2.568,02 3.013,92 4.304,73 5.451,35 6.617.273. 121.606,00 142.454,70 166.518,40**) 192.803,1(;*) 227.795,50 **)4.

24,13 27,86 24,17 23,20 21,96

15,73 15,86 13,75 12,94 12,19

8,40 12,00 10,42 10,26 9,775.

0,51 0,59 0,62 0,66 0,64

0,33 0,34 0,36 0,37 0,35

: *)

PDS tingkat II- PADtingkatlI- PBB tingkat IIPenerimaan APBD tingkat II

Persentase PDS tingkat II terbadappenerimaan APBD tingkat II (I : 2)

**) Angka diperbaiki -

penerimaan APBDPersentase PDS tingkat II terbadapPDB (I: 3)- Persentase PAD tingkat II terhadap

Keterangan

(dalam iniIiar rupiah)Repe1ita V

PDB *)

- Persentase PAD tingkallI terhadappenerimaan APBD- Persentase PBB tingkat II terhadap

PDBDalam tahun takwin, dan atas dasar harga yang baru

1988/89 -1992193

Tabel V. 28PENERIMAAN DAERAH SENDIRI TINGKA T II DAN PROPORSINY A

TERHADAJ" PRODUK DOSTIK BRUTO TJ,'ANPA MIGAS,

Meningkatnya realisasi PAD dan PBB tidak saja berdampak positif dalam upaya

meningkatkan PDS tingkat II secara nominal, tetapi juga meningkatkan rasio PDS tingkat II

terhadap produk domestik regional bruto tanpa migas. PDS dalam tahun anggaran 1988/89 adalah

sebesar Rp 619,6 miliar dan dalam tahun anggaran 1992/93 telah meningkat menjadi sebesar Rp

1.453,3 miliar. Dalam pada itu PDRB tanpa migas tidak termasuk DKI Jakarta dalam tahun 1988

adalah sebesar Rp 101.715,8 miliar dan dalam tahun 1992 telah meningkat menjadi Rp 182.933,9

miliar. Dengan demikian, persentase PDS tingkat II terhadap PDRB tanpa migas telah meningkat

Departemen Keuangan RI 395

Page 396: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dari 0,6 persen menjadi 0,8 persen. Perkembangan tersebut dapat dilihat dalam Tabel V.29.

No. 1988189 1992193PAD PBB Jumlah PBB Jumlah 1988 ") 1992 1988189 1992193

I. DI Aceh 5,59 16,79 22,38 38,95 49,95 2.292.91 3.984,72 1 1,32. 30,17 23,52 53,69 45,4 99,7 7.670,77 13.826,46 0,7 0,73. 12,6 2,48 14,63 11,18 32,47 2.561,24 4.276,21 0,6 0,84. Riau 5,91 3,48 9,4 14,06 23,31 1.991,17 3.769,48 0,5 0,65. Jambi 3,3 3,61 6,91 13,69 19,99 977,82 1.737,37 0,7 1,26. 9,98 14,88 24,87 54,32 76,26 4.859,06 7.610,59 0,5 17. Bengku1u 2,48 0,48 2,95 2,64 6,26 633,59 1.100,53 0,5 0,68-. Lampung 9,14 5,56 14,7 13,17 25,48 2.539,99 4.351,20 0,6 0,69. Jawa Barat 81,17 31,99 113,15 78,47 266,96 20.618,45 37.772,40 0,5 0,710. 75,65 18,62 - 94,27 38.48 174,58 14.799,72 26.809,72 0,6 0,711. 7.78 2,5 10,28 4,13 20,26 1,486,98 2.500,87 0,7 0,812. 73,93 32,35 106,28 69,44 215,27 20.907,81 38.537,73 0,5 0,613. 6,36 2,79 9,15 11,41 22,65 2.092,58 3.702,54 0,4 0,614. 2,23 3,12 5,34 34,52 38,79 1.057,20 1.951,43 0,5 215. 6,44 7,62 14,07 29,48 41.40 1.704,10 3.116,34 0,8 1,316. 9,59 18,22 27,8 79,75 106,29 3.058,00 5.298,15 0,9 217. 8,1 1,71 9,81 5,82 17,76 1.140,79 1.963.00 0,9 0,918. 2,79 1,54 4,32 5,82 10,91 723,44 1.267,62 0,6 0,919. 16,91 8,47 25,38 23,59 55,14 3.580,66 6.071,25 0,7 0,920. 1,64 0,96 2,6 3,31 7,01 629,52 1.063,91 0,4 0,721. Bali 14,36 3,12 17,47 8,12 43,32 2.197,82 3.975,31 0,8 1,122. 4,94 1,77 6,71 4,79 17,52 950,08 1.870,42 0,7 0,923. 6,39 1,54 7,93 9,27 19,8 938,12 1.638,97 0,8 1,224. Maluku 3,47 4,69 8,16 13,44 19,29 1.119,52 1.923,19 0,7 125. Irian Jaya 2,85 3,78 6,63 31,55 39,57 984,38 2.814,49 0,7 1,426. 0,59 0,08 0,67 1,75 3,27 200,09 386,36 0,3 0,8

Indonesia 403,93 215,66 619,58 646,55 1.453,30 101.715,78 182,933,88 0,6 0,8

Keterangan:*) PDRB atas dasar harga yang berlaku. **) angak diperbaiki diperbaiki

Timor Timur 1,52 -806,75

Tabel V.29PENERIMAAN DAERAH SENDIRI TINGKAT II DAN PROPORSINY A TERHADAP

PDRB TANPA MIGAS') PER PROPINSI, 1988/89 DAN 1992/93(dalam miliar rupiah)

Nusa Tenggara Timur 10,625,858,02

3,735,19

Nusa Tenggara Bahal 12,73

11,94Sulawesi Tengab 5,09Sulawesi Se1atan 31.55

Kaliamantan Selatan 11,92Kalimantan Timur 26,54

145,83Kalimantan Barat 11.24

4,28

Propinsi

Sumatera Utara

Sumatera Selatan

S;;Iawesi Vlara

Sulawesi tenggara

Jawa Timur

Jawa TengahDI Yogyakarta

PDS

,Kalimantan Tengab

PDRB

PAD

PDSlPDRB(%)

1154,3

Sumatera Barat 21,299,26

6,321,94

3,6212,31188,5

136,Q916,13

5.4.1.1. Pendapatan asli daerah

Pendapatan asli daerah (PAD) tingkat II terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian

laba perusahaan daerah, penerimaan dari dinas-dinas, dan penerimaan lain-lain. Berdasarkan data

realisasi perhitungan APBD tingkat II setiap tahunnya, realisasi PAD tingkat II menunjukkan

kecenderungan yang semakin meningkat. Dalam tahun anggaran 1992/93 realisasi penerimaan

PAD tingkat II secara nasional mencapai sebesar Rp 806,7 miliar. Dibandingkan dengan realisasi

PAD tingkat II dalam tahun anggaran 1988/89sebesar Rp 403,9 miliar, PAD tingkat II mengalami

pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 18,9 persen. Dalam tahun anggaran 1992/93 peranan

PAD tingkat II terhadap PDS adalah sebesar 55,5 persen.

Realisasi PAD tingkat II antar propinsi setiap tahunnya bervariasi. Hal ini antara lain

disebabkan potensi pungutan PAD dan jumlah Dati II yang berbeda di masing-masing daerah

tingkat I. Berdasarkan realisasi PAD tahun anggaran 1992/93, beberapa propinsi yang memiliki

PAD tingkat II terbesar adalah propinsi-propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah,

masing-masing sebesar Rp 188,5 miliar, Rp 145,8 miliar, dan Rp 136,1 miliar, sehingga apabila

Departemen Keuangan RI 396

Page 397: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

ketiganya dijumlahkan menghasilkan PAD sebesar Rp,470,4 miliar, atau 58,3 persen dari seluruh

PAD tingkat II. Sedangkan propinsi-propinsi yang memiliki PAD tingkat II terkecil adalah

propinsi-propinsi Timor Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara, masing-masing sebesar Rp

1,5 miliar, Rp 3,6 miliar, dan Rp 3,7 miliar. Ketiga propinsi tersebut secara bersama-sama

menghasilkan PAD sebesar Rp 8,8 miliar, atau hanya 1,1 persen dari seluruh PAD tingkat I.

Apabila dilihat angka pertumbuhan rata-rata PAD tingkat II masing-masing propinsi per

tahun dalam kurun waktu 1988/89-1992/93, maka daerah tingkat II di propinsi-propinsi Irian

Jaya, Kalimantan Timur, dan Timor Timur mengalami laju pertumbuhan tercepat, yakni masing--

masing sebesar 29,6 persen, 29 persen, dan 26,9 persen. Sedangkan angka pertumbuhan terkecil

dialami oleh daerah tingkat II di propinsi-propinsi Larnpung, Bengkulu, dan Sulawesi Utara,

masing-masing dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 7,7 persen, 9,9 persen,

dan 10,2 persen. Perkembangan realisasi PAD tingkat II per propinsi dapat dilihat dalam Tabel

V.30.

PertumbuhanRata-rata

No. Repelita VKeseluruhan Rata2 Keseluruhan Rata2 Keseluruhan Rata2 Keseluruhan Rata2 Keseluruhan Rata2 (%)

1. Dl Aceb 5.594,41 559,44 6.123,03 612,3 7.879,11 787,91 8.729,68 872.97 10.999,71 1.099,97 18,42. Sumaler> U""a 30.174,04 1.774,94 32.789,96 1.928,82 40.439,60 2.378,80 46.071,43 2.710,08 54.300,35 3.194,14 15,83. Sumalera Barat 12.157,97 868,43 14.244,31 1.017,45 15.549,25 1.110,66 17.870,96 1.276.50 21.290,00 1520,71 154. Riau 5.910,72 985,12 6.617,72 1.102,95 7.349,05 1.224,84 7.905,42 1.317.57 9.255,34 1.542.56 11,95. Jambi 3.301,85 550,31 3.671,62 611,94 4.577.52 762,92 6.109,00 1.018,17 6.299,17 1.049,95 17.56. Sumalera Solatan 9.981,39 998,14 11.254,45 1.125,45 14.372,71 1.437,27 19.343,90 1.934,39 21.944,79 2.194,48 21,87. Bengkulu 2.475,38 618,85 2.882,49 720,62 3.537,81 884,45 3.746,04 936.51 3.617,22 904,3 9,98. Lampung 9.144,68 2.286,17 9.327,12 2.331,78 11.352,45 2.838,11 11.124,77 2.781,19 12,314,10 2.462,82 7,79. lawa Bara' 81.168,03 3.382,00 99.678,41 4.153,27 131.052,48 5.460.52 159.976,20 6.665,68 188.495,32 7.853,97 23,410. lawa Teu8ab 75.649,96 2.161,43 89.385,77 2.553,88 108.177,13 3.090,78 119.657,63 3.418,79 136.092,44 3.888,36 15,811. Dl YO8yakarta 7.784,18 1.556,84 9.336,34 1.867,27 10.737.58 2.147.52 14.016,82 2.803,36 16.128,59 3.225,72 2012. lawa Timor 73.927,61 1.998,04 86.012,93 2.324,67 110.963,45 2.999,01 128.999,83 3.486,48 145,834,67 3.914,48 18.513. Kalimantan Barat 6.364,26 909,18 8.090,26 1.155,75 9.907,83 1.415,40 10.334,52 1.476,36 11.240,95 1.605,85 15,314. Kalimantan Tengab 2.228,80 371,47 2.431,06 405,18 2.663,83 443,97 6.192,89 1.032,15 4.277,68 712,95 17,715. Kalmantan Selatan 6.444,75 644,48 6.822,09 682,21 7.607,71 760,77 8.659,77 865,98 11.918,20 1.191,82 16,616. Kalimantan Timor 9.588,64 1.598,11 12.220,14 2.036,69 16.277,98 2.713,00 22.641,82 3.773,64 26.539,34 4.423,22 2917. Sulawesi Utara 8.101,33 1.350,22 8.733,38 1.247,63 10.024,10 1.432,01 11.205,20 1.600,74 11.938.57 1.705.51 10,218. Sulawesi Tengab 2.786,70 696,68 3.290,82 822,7 4.237,77 1.059,44 5.429,40 1.357,35 5.085,93 1.271,48 16,219. Sulawesi Selatan 16.911,07 735,26 21.570,29 937,84 23.905,74 1.039,38 28.773,19 1.251,01 31.545,54 1.371.55 16,920. Sulawesi Tengg... 1.642,94 410,74 2.010,16 502,54 3.002,34 750.59 3.598,44 899,61 3.702,61 925,65 22.521. Bali 14.356,35 1.794,54 19.302,52 2.412,82 24.646,87 3.080,86 31.028,55 3.878,57 35.193,17 4.399,15 25,122. Nusa Tengsara Baral 4.939,77 823,3 6.342,79 1.057,13 7.777,63 1.296,27 10.223,92 1.703,99 12.730,83 2.121,81 26,723. Nusa Tengsara Timor 6.391,75 532,65 7.884,29 657,02 8.206,18 683,85 10.111,84 842,65 10.616,70 884,73 13,524. Maluku 3.466,06 866,52 3.862,10 772,42 5.109,84 1.021,97 5.461,26 1.092,25 5.845,18 1.169,04 1425. I,ianlaya 2.846,64 316,29 3.243,47 360,39 5.259,41 584,38 6.811,04 756,78 8.019,87 891,1 29,626. Timor Timur 586,45 45,11 792,86 60,99 979,57 75,35 1.256,73 96,67 1.519,93 116,92 26,9

Jumlah 403.925,73 - 477.920,40 - 595.594,93 - 705.280,25 - 806.746,74 - 18,9Rata-rata - 1.392,SS - 1,636,71 - 2.039,71 - 2.415,34 - 2.753,40 -

Repelita IV Repelita VPropinsi 1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93

Tabel V. 30PENDAPATAN ASLI DAERAH TINGKAT II PER PROPINSI, 1988/89 -1992/93

(dalamjuta rupiah)

Ditinjau dan komposisi PAD tingkat II, retribusi daerah merupakan pos penerimaan

terbesar. Dalam tahun anggaran 1992/93 realisasi retribusi daerah tingkat II mencapai sebesar Rp

446,2 miliar. Pos ini menyumbang sebesar 55,3 persen dari total PAD tingkat II sebesar Rp 806,8

Departemen Keuangan RI 397

Page 398: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

miliar, dan sebesar 30,7 persen dari total PDS tingkat II sebesar Rp 1.453,3 miliar. Sedangkan

pos pendapatan kedua terbesar adalah pajak daerah, yaitu sebesar Rp 222,4 miliar atau 27,6

persen dari total PAD tingkat II, dan 15,3 persen dari total PDS tingkat II. Komposisi masing-

masing pos pendapatan dalam PAD tingkat II dapat dilihat dalam Tabel V.31.

No. 1988/89 1992/93(Rp miliar) (%) (Rp miliar) (%)

1. Pajak 107,44 26,6 222,39 27,572. Retribusi 222,44 55,07 446,22 55,313. 11,92 2,95 23,55 2,924. 23,02 5,7 30,52 3,785. 39,1 9,68 84,07 10,42

Jumlah 403,93 100 806,75 100;00

SELURUH INDONESIA, 1988/89 DAN 1992/93KOMPOSISI PENDAPATAN ASLI DAERAH TINGKAT

Repelita IV Repelita VKomponen PAD

Penerimaan laba BUMD

Penerimaan lain-lain

Tabel V. 31

Penerimaan dinas-dinas

5.4.1.1.1. Pajak daerah

Bagi daerah tingkat II pajak daerah merupakan pos pendapatan kedua terbesar dalam PAD

setelah retribusi daerah. Hingga saat ini, dari sekitar 37 jenis pajak yang dikenakan di daerah

tingkat II, terdapat 7 jenis pajak yang tetap menjadi andalan Pemda tingkat II, yakni pajak

pembangunan I (PP I), pajak penerangan jalan, pajak pertunjukan dan keramaian umum, pajak

reklame, pajak pendaftaran perusahaan, pajak potong hewan, dan pajak bangsa asing.

Sama halnya dengan pajak daerah tingkat I, dasar pemungutan pajak daerah tingkat II

antara lain adalah Undang-undang Nomor 11 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak

Daerah, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1968 tentang Penyerahan Pajak-pajak Negara, kepada

Daerah, dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di

Daerah. Untuk lebih meningkatkan penerimaan pajak daerah tingkat II dan sekaligus untuk

mengembangkan pariwisata di daerah, dengan Inpres Nomor 6 Tahun 1993 tentang Pemungutan

Pajak Pembangunan I dan Retribusi Izin Membangun Hotel di Daerah Tujuan Wisata, telah

dipulihkan kembali besarnya tarif PP I dari 5 persen menjadi 10 persen.

Dalam tahun anggaran 1992/93, realisasi penerimaan pajak daerah tingkat II adalah

sebesar Rp 222,4 miliar. Dibandingkan dengan realisasi tahun anggaran 1988/89 yang sebesar Rp

107,4 miliar, berarti penerimaan pajak daerah tingkat II mengalami pertumbuhan rata-rata per

Departemen Keuangan RI 398

Page 399: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tahun sekitar 19,9 persen. Dalam kurun waktu yang sama pertumbuhan rata-rata tertinggi dialami

oleh daerah tingkat II di propinsi-propinsi Nusa Tenggara Barat, Timor Timur, dan Irian Jaya,

masing-masing sebesar 55,4 persen, 32,9 persen, dan 30,4 persen. Sedangkan pertumbuhan rata-

rata terendah dialami oleh daerah tingkat II di propinsi-propinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi

Utara, dan Bengkulu, masing-masing sebesar 6,1 persen, 6,4 persen, dan 8,1 persen.

Dilihat dari perkembangan realisasi penerimaan pajak daerah tingkat II per propinsi, maka

daerah tingkat II di propinsi-propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah menyumbang

pajak daerah tingkat II terbesar dalam tahun anggaran 1992/93, masing-masing sebesar Rp 43,1

miliar, Rp 34,3 miliar, dan Rp 30,7 miliar. Jumlah keseluruhan pajak daerah tingkat II di ketiga

propinsi tersebut adalah sebesar Rp 108,1 miliar, atau merupakan 48,6 persen dari total pajak

daerah tingkat II tahun anggaran 1992/93. Apabila ditelaah lebih lanjut berdasarkan rata-rata per

daerah tingkat II di masing-masing propinsi, maka propinsi-propinsi Bali, Jawa Barat, dan

Kalimantan Timur memiliki rata-rata penerimaan pajak daerah tingkat II tertinggi dalam tahun

anggaran 1992/93, yaitu masing-masing sebesar Rp 3,2 miliar, Rp 1,8 miliar, dan Rp 1,6 miliar.

Perkembangan realisasi penerimaan pajak daerah tingkat II per propinsi dapat dilihat dalam Tabel

V.32.

Rata-ralaNo. Propinsi 1988/89 Repelila V

Keseluruhan rata-rata Keseluruhan rata-rata Keseluruhan rata-rata Keseluruhan rata-rata Keseluruhan rata-rata

(I) -2 -3 -4 () (6)' -7 (I) 0 -10 (II) -12 . U3)I. Dl Aceh U57.1IO 155,76 1.831.48 183,15 2,082,89 208,29 2,454,91 245,49 2,919,63 291,96 172 Sumalera Uwa 9.131,31 537,14 12.338,01 725,77 15.450,08 908,83 16.744,68 984.98 20.990,12 1.234,71 23,13. Sumalera Baral 2.266,04 161.86 3.452,67 246,62 4.143.39 295,96 4.794,96 342.50 5.157,32 368,38 22,84. Rlau 1.621,26 270,21 2.068,71 344,78 2:M4;tJ! 440,68 2.828,67 471,45 3.483,33 580.56 21,15. Iamb! 597.82 99.64 980,02 163,34 1p;,32 ,'234,39 1.930,88 321,81 1.669.50 278,25 29,36. Sumalera Selatan 2.821,56 282,16 3.126,10 312,61 1.898.91 389.89 5.770,38 577.04 6.404,06 640.41 22.77. Bengkulu 617.28 154,32 669,34 167,34 720,D7 180,02 802,99 200,75 844,47 211,12 8,18. Lompung 2.370.99 592,75 2.769,37 692,34 3.082,39 no.1IO 3.336.05 834,01 3.665.59 733.12 11.59. Jaw. Baral 19.919.92 830 23.462.01 977.58 30.011.13 1.250.46 35.970,16 1.498.76 43.083,98 1.795,17 21,310. Jawa Ten8ab Ig.400;11 525,72 21.703,99 620,11 25.006,71 714,4g 28.07g,75 802,25 30.745,69 g78,45 13.7II. Dl Yogyaltaru 2.649.13 529,83 3.204,21 640.84 4.006,17 801.23 5.289.21 1.057.84 5.963.37 1.192,67 22.512. Jaw. TImor 14.754,14 398.76 17.163.53 463.8g 21.578.97 5g3,22 27.243,gg 736,32 34.298.51 926,99 23.513. Kalimantan Baral 2.483.10 354,73 3.252,80 464,69 3,249,47 464,21 4.012.80 573,26 4.152,59 593,23 13,714. Kalimantan Tengab g15,63 135,94 825.71 137,62 1.033,71 172.29 1.112,75 185,46 1.246,27 207,71 11,2IS. Kalimantan Selatan 2.141.75 214,18 2.678,76 267,88 2.963,18 296,32 3.423.52 342,35 4.041,71 404,17 17,216. Kalimantan Timor 5.036.43 839.41 6,.173,66 1.028,94 6.582,69 1.097.12 7.921.85 1.320,31 9.461,11 1.576,93 17,117. Sulawesi Uwa 2.442t14 407,07 2.380,87 340,12 2.796.79 399,.54 2.858,16 408,31 3.131,35 447,34 6,418. Sulawe,! Tengab 870&2 217.71 988,19, 247,05 1.111O.i14. 290,21 1.248,39 312,1 1.104,65 276,16 6,119. Sulawesi 5olatan 4.072;5-3:, m.in 4.500.52 195,67 5.261;79' 2?J.fz. 6.19.15 270.40' 7,337,11 3)9,01 15.920. Sulawesi Tenggara 299,"';.'" 74;76 308,89 77,22 451.50 112,87 514,21 128.55 675.91 168.98 22.621. Ball 10.087,07 1.260,88 13.244,70 1.655.59 16.350,12 2.043,76 19.631,27 2.453,91 25.236,91 3.154,61 25,822. Nusa Tenggara Baral 352,65 58,78 636,2 10M3 1.074,62 179.10 1.519,26 253,21 2.058,69 343.12 55,423. NUl. Tenggara TImor 415.85 34,65 607,11 50.59 678,65 56.55 m.54 64,88 888,84 74.07 20,924. Maluku 920,83 230.21 998,38 199,68 1.193.38 238,68 1.278.33 255,67 1485,99 297,2 12,725. lrianlaya 651,09 72.34 794,37 88,26 1.483.38 164,82 1.742.59 193,62 1.880,74 208,97 30,426. Timor T'unur 147,38 11.34 232.92 17,92 255,62 19,66 317,72 24,44 459.81 35.37 32.9

Jumlah 107.443.76 - 130.392,51 - 158.566,16 - 187.824,06 - 111.387, 78 - 19,9Rata-rata.. - 370,5 - 446,5 - 543,G4 - 643,23 - 79,OO -

Repelita IV Repelita V1989/90 1991/92

Tabel V. 32

(dalamjuta rupIah)

1992/93

PENERIMAAN PAJAK DAERAH TINGKAT II PER PROPINSI, 1988/89 .1992193

1990/91

Pertumbuhan

Departemen Keuangan RI 399

Page 400: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

5.4.1.1.2. Retribusi daerah

Berbeda dengan penerimaan retribusi daerah tingkat I yang hanya sebesar 15,4 persen dari

PAD tingkat I, retribusi daerah tingkat II memberikan sumbangan terbesar bagi PAD tingkat II.

Hal ini sejalan dengan banyaknya fasilitas ataupun jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah

tingkat II kepada masyarakat. Retribusi daerah dapat berupa pungutan atas ijin untuk

pengendalian dan pungutan atas pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Karena

potensi dan karakteristik jasa pelayanan masing-masing daerah tingkat II berbeda-beda, maka

besar dan jenis retribusi antara satu daerah dengan daerah lainnya cenderung berbeda pula.

Secara nasional, terdapat 137 jenis retribusi daerah tingkat II, namun sejauh ini hanya beberapa

jenis retribusi saja yang potensial dan dikembangkan sebagai sumber penerimaan daerah oleh

Pemda tingkat II.

Penerimaan retribusi daerah tingkat II di seluruh Indonesia dalam tahun anggaran 1988/89

adalah sebesar Rp 222,4 miliar dan dalam tahun anggaran 1992/93 adalah sebesar Rp 446,2

miliar atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 19 persen per tahun. Secara keseluruhan

penerimaan retribusi daerah tingkat II terbesar dalam tahun anggaran 1992/93 dicapai Propinsi

Jawa Barat, kemudian diikuti Propinsi Jawa Timur, dan Propinsi Jawa Tengah, masing-masing

sebesar Rp 109,7 miliar, Rp 91,6 miliar, dan Rp 80,6 miliar, sehingga penerimaan retribusi

daerah tingkat II di ketiga propinsi ini memberikan sumbangan sebesar 63,2 persen terhadap

keseluruhan penerimaan retribusi daerah tingkat II. Sedangkan penerimaan retribusi daerah

tingkat II terkecil dalam tahun anggaran 1992/93 terdapat di Propinsi Timor Timur, kemudian

diikuti Propinsi Kalimantan Tengah, dan Propinsi Bengkulu, masing-masing sebesar Rp 0,7

miliar, Rp 1,5 miliar, dan Rp 2 miliar atau ketiganya meliputi 0,9 persen dari keseluruhan

penerimaan retribusi daerah tingkat II di Indonesia. Pertumbuhan rata-rata retribusi daerah

tingkat II tertinggi dicapai daerah tingkat II di Propinsi Kalimantan Timur dengan tingkat

pertumbuhan rata-rata sebesar 32,8 persen, sedangkan tingkat pertumbuhan terkecil dicapai

daerah tingkat II di Propinsi Riau, sebesar 6,4 persen per tahun. Secara lengkap realisasi

penerimaan retribusi daerah tingkat II per propinsi selama periode 1988/89 hingga tahun

anggaran 1992/93 dapat dilihat dalam Tabel V.33.

Departemen Keuangan RI 400

Page 401: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanRata-rata

No. Repellta VKeseluruhan Rata-Rata Keseluruhan Rata-Rata Keseluruhan Rata-Rata Keseluruhan Rata-Rata Keseluruhan Rata-Rata (%)

I. DI Aceb 2.856,45 285.65 3.227.48 322.75 4.296.74 429.67 4.555.09 455.51 5.220.23 522.02 16.32. Sumatera Utara 13.984.44 822,61 14.763.00 868,41 18.105.18 1.065.01 20.935.62 1.231.51 24.390.82 1.434.75 14.93. Sumatra Barat 8.024.83 573.20 9.401.27 671.52 10.218,47 729.89 11.680.25 834.30 13.812,33 986.60 14.54. Riou 3.715.06 619.18 3.802.75 633.79 3.741.76 623.63 3.883.10 647.18 4.756.05 792.67 6.45. Jamb! 2.245.11 374.19 2.339.40 389.90 2.744.12 457.35 3.750.05 625.01 3.963.26 660.54 15.36. Suma""a Sel.1an 5.031.60 503.16 6.026.26 602.63 7.488.98 748.90 10.560.32 1.056.03 11.928.98 1.192.90 24.17. Ben8kulu 1.303.76 325.94 1.588.90 397.23 1.850.68 462.67 1.807.96 451.99 2.014.68 503.67 11.58. Lunpun8 4.156.83 1.039.21 5.817.46 1.454.37 7.288.89 1.822.22 6.587.64 1.646.91 6.694.21 1.388.84 12,79. JawaBaral 48.968,42 2.040.35 61.674.59 2.569.77 75.831.99 3.159.67 91.606.70 3.816.95 109.737.98 4.572,42 22,410. Jawa Tengah 41.436.21 1.183.89 49.974.51 1.427.84 60.333.38 1.723.81 70.322,54 2.009.22 80.592,00 2.302.63 18.1. II. DI Yogyalwta 3.948.34 789.67 4.256.20 851.24 4.955.17 991.03 6.345.79 1.269.16 7.134.58 1.446.92 16.312. Jawa Timur 45.093.18 1.218.73 53.060.00 1.434.05 75.086.18 2.029.36 85.077.84 2.299.40 91.608.50 2.475.91 19.413. Kalimanlan Baril 3.037.25 433.89 3.950.87 564.41 5.563.17 794.74 5.276.94 753.85 5.875.11 839.30 17.914. Kaliman""l Tengah 1.048.43 174.74 1.031.92 171.99 1.105.47 184.24 1.391.08 231.85 1.491.10 248.52 9.215. Kalimanlan Se1akan 2.930.18 293.02 3.319.59 331.96 3.689.86 368.99 4.503.65 450.36 6.475.79 645.78 21.816. Kalimanlan Timor 3.333.37 555.56 3.762.84 627.14 5.655.19 942.53 7.967.44 1.327.91 10.378.32 1.729.72 32,817. Sulawesi Utara 4.577.61 762.94 5.640.09 805.73 6.453.62 921.95 7.098.54 1.014.08 7.202.15 1.028.88 1218. Sulawesi Tengah 1.408.89 352.22 1.739.68 434.92 2.282.20 570.55 2.933.50 733.38 3.045.43 761.36 21.319. Sulawesi Selakan 10.771.84 468.34 13.699.68 595.64 15.376.16 668.53 19.023.57 827.11 20.460.19 889.57 17,420. Sulaweai Tenggara 1.045.92 261.48 1.399.28 349.82 2.152.27 538.07 2.540.75 635.19 2.340.09 585.02 22.321. Bali 2.847.90 355.99 4.242.92 530.37 5.835.87 729.48 7.347.11 918.39 7.908.50 988.56 29.122. Nu.. Tenggara Bar., 3.984.69 664.12 4.500.49 750.08 5.618.10 936.35 6.808.20 1.134.70 7.474.53 1.245.59 17.023. Nu," Tenggara Timur 3.004.04 250.34 3.556.69 296.39 4.115.84 342.99 5.120.53 426.71 5.410.36 450.86 15.824. Maluku 2.084.27 521,07 2.334.45 466.89 2.595.58 519.12 2.752.47 550.49 3.030.02 606.00 9.825. Irian Jaya 1.266.78 140.75 1.459.93 162.21 1.732.37 192.49 2.116.76 235.20 2.466.17 274.02 18.126. Timor Timur 331.73 25.52 429.95 33.07 460.93 35,46 617.08 47.47 727.71 55.98 21.7

Jumlah 222.437.13 - 267.000,10 - 334,578,17 - 391.610,51 - 446.120.i I - 19Rata-rata - 767,'11. - 914,38 - 1.145,81 - 1.344,56 - 1521.94

Propinsi

Tabel V. 33PENERIMAAN RETRmUSI DAERAH TINGKA T II PER PROPINSI, 1988189 - 1992193

(dalamjuta rupiah)

Repeliia IV1988/89 1989/90

Repeliia V1990/91 1991/92 1992/93

-

5.4.1.1.3. Bagian laba badan usaha milik daerah

Penerimaan daerah dari bagian laba BUMD tingkat II menunjukkan peningkatan,

walaupun peranannya tetap kecil terhadap pendapatan asli daerah. Sebagian besar bagian laba

yang diterima oleh daerah tingkat II tersebut adalah berasal dari laba pemsahaan daerah air

minum (PDAM), namun ada juga beberapa daerah mendapat bagian laba dari perusahaan daerah

lainnya yang jumlahnya tidak sebesar bagian laba dari PDAM. Dalam tahun anggaran 1988/89

besarnya bagian laba BUMD daerah tingkat II seluruh Indonesia adalah sebesar Rp 11,9 miliar

dan meningkat menjadi sebesar Rp 23,6 miliar dalam tahun anggaran 1992/93, atau meningkat

dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 18,5 persen per tahun. Penerimaan terbesar dicapai

oleh daerah tingkat II di Propinsi Jawa Timur, kemudian Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Jawa

Tengah, masing-masing sebesar Rp 7,6 miliar, Rp 4,9 miliar dan Rp 4,7 miliar, sehingga ketiga

propinsi tersebut memberikan kontribusi sebesar 73,2 persen dari keseluruhan penerimaan bagian

laba BUMD tingkat II. Sedangkan penerimaan terkecil dicapai oleh daerah tingkat II di Propinsi

Sulawesi Tenggara, yaitu sebesar Rp 5,8 juta. Perkembangan penerimaan yang berasal dari

bagian laba BUMD tingkat II secara rinci dapat diikuti pada Tabel V.34.

Departemen Keuangan RI 401

Page 402: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumhuhaRata-rata

Repelita VKeseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata.rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata (%)

(I) (%) -3 -4 -6 -7 -8 0 -10 -11 (U) -13I. Dr Aceh 105,88 10,59 15,84 179,25 17,93 289,5 28,95 358,33 35,83 35,62. Samatera Vlara 582,81 34,28 31,46 813,86 47,87 620.70 36,51 698,68 41,1 4,63. Samatera Barat 382,35 27,31 7.53 151,4 10,81 260.90 18,64 311.10 22,22 -54. R i aa 108,45 18,08 22 154,61 25,77 87,72 14.62 79,39 13,23 -7,55. lamhi 22,68 3,78 4,07 30 5 41,56 6,93 216,02 36 75,76. Samatera S"atan 109,64 10,96 17,64 449,24 44,92 364,35 36,44 307,63 30,76 29,47. Bengkala 1,54 0,39 0,09 18,74 4,69 24,7 6,18 47,43 11,86 135,68. Lampang 25,12 6,28 8,74 61,36 15,34 96,74 24,18 64,74 12,95 26,79. lawa Bara' 1.606,64 66,94 91,63 2.992,33 124,68 4.301,66 179,24 4.908,61 204.53 32,210. lawa Tengab 2270 64,88 80,43 4.418,01 126,23 4.074,24 116,41 4.721,79 134,91 20,1II. Dr Yogyakarta 194,55 38.91 46,58 225,41 45,08 419.71 83,94 470,94 94,19 24,712. lawa Timar 4.683,19 126,57 148,68 5.808,68 156,99 7.210,59 194,88 7.603,24 205,49 12,913. Kalimantan Bara' 42,25 6,04 6.04 75 10,71 76,45 10,92- 162,06 23,15 39,914. Kalimantan Tengab 18,08 3,01 6,79 66.58 11,1 74,3 12,38 2%,70 49,45 101,315. Kalimantan Selatan 155,51 15,55 25,86 120,32 12,03 190,4 19,04 271,34 27,13 14,916. Kalimantan Timor 277,92 46,32 93,86 794,6 132,43 1.854,87 309,14 1.332,50 222,08 4817. Salaw"i Vtara 244,09 40,68 14,96 58,75 8,39 139,22 19,89 186,44 26,63 -6,518. Salaw"i Tengab 16,95 4,24 7,04 51,41 12,85 38,24 9,56 68,44 17,11 41,819. Sulawesi Selatan 123,58 5,37 5,18 320,35 13,93 494,25 21,49 318,35 13,84 26,720. Salaw"i Tenggara 0 0 12.50 0 0 69,47 17,37 5,77 1,4421. B al i 682,46 85,31 77.81 678,91 84,86 769,16 96,14 425,07 53,13 -11,222 Na," Tenggara Barat 61,99 10,33 14.57 51,68 8,6\ 177,73 29,62 228,39 38,07 38,523. Nasa Tenggara Timur 109,5 9.13 7,1 115,7 9,64 fI8,28 9,86 131.04 10,92 4,624. Mataka 76,65 19,16 14,42 175,92 35,18 218,93 43,79 168,64 33,73 21,825. Irian laya 13,09 1,45 2,69 144,17 16,02 228,72 25,41 115,65 12,85 72,426. Timor Timor 8.21 0,63 1,76 32,14 2,47 27,67 2,13 52,52 4,04 59

Jamlah 11.924,00 - - 17,088,42 - "'%70,06 - 3550,84% - 18,5Rta. rata - 41,U 48,07 - 61 - 76,1.7 - 80,38 -

Repelita IV

Tabel V. 34PENERIMAAN BAGIAN LABA PERUSAHAAN DAERAH TINGKAT II

PER PROPINSI, 1988/89 - 1992/93(dalamjuta rupiah)

87,4285,16

72,1

119,2350

622.52

563,18104,7428,16

40,74258,62

232,915.501,06

42,25

Repelita V

No. Propinsi 1988/89 1989190 1990191 1991192 1992/93

-5158,36534.82105,46

13224,42

176,39 ,0,34

34,952.199,122.815,07

24,1722,94

14.036,13-

5.4.1.1.4. Penerimaan dinas-dinas daerah

Penerimaan dinas-dinas daerah adalah penerimaan yang berasal dari dinas-dinas daerah di

tingkat II di luar dinas pendapatan daerah. Penerimaan dinas-dinas diperoleh antara lain dari

penjualan bibit tanaman, ternak, dan lain sebagainya. Dalam periode 1988/89-1992/93 realisasi

penerimaan dinas-dinas daerah tingkat II meningkat dari sebesar Rp 23 miliar menjadi sebesar Rp

30,8 miliar dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 7,3 persen per tahun. Penerimaan dinas-dinas

daerah tingkat II di seluruh Indonesia dalam tahun anggaran 1992/93 yang terbesar dicapai oleh

Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Sumatera Utara, masing-masing sebesar Rp 6 miliar dan Rp 5,4

miliar. Laju pertumbuhan rata-rata per tahun penerimaan dinas-dinas tingkat II mengalami

peningkatan, dengan tingkat pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Propinsi Timor Timur, yaitu

sebesar 58,6 persen per tahun.

5.4.1.1.5. Penerimaan lain-lain

Penerimaan lain-lain adalah bagian penerimaan asli daerah yang tidak termasuk dalam pos

penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, dan penerimaan dari dinas-dinas.

Termasuk dalam penerimaan ini antara lain adalah penerimaan sewa rumah dinas milik daerah

dan hasil penjualan barang-barang bekas milik daerah. Sumbangan penerimaan ini terhadap PAD

Departemen Keuangan RI 402

Page 403: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tingkat II dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan. Dalam tahun anggaran 1988/89 besarnya

penerimaan lain-lain adalah sebesar Rp 39,1 miliar dan dalam tahun anggaran 1992/93 meningkat

menjadi sebesar Rp 84 miliar, atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 21,1 persen per

tahun.

Perkembangan penerimaan lain-lain di masing-masing daerah tingkat II pada umumnya

menunjukkan peningkatan, walaupun ada beberapa daerah yang mengalami penurunan.

Penerimaan terbesar dalam tahun anggaran 1992/93 dicapai oleh daerah tingkat II di Propinsi

Jawa Barat, yaitu sebesar Rp 24,8 miliar (29,5 persen), diikuti oleh daerah tingkat II di Propinsi

Jawa Tengah dan Propinsi Jawa Timur, masing-masing sebesar Rp 14,8 miliar (17,6 persen) dan

sebesar Rp 10,6 miliar (12,6 persen). Sedang daerah yang mengalami penurumm penerimaan

tersebut dibandingkan dengan tahun anggaran 1991/92 adalah daerah tingkat II di propinsi--

propinsi Riau, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan

Maluku.

5.4.1.2. Bagi hasil pajak dan bukan pajak

5.4.1.2.1. Pajak bumi dan bangunan

Dasar hukum yang mengatur pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak bumi dan

bangunan adalah pajak pusat yang dipungut oleh daerah dan kemudian dibagihasilkan dengan

pemerintah daerah tingkat I dan II dengan cara pembagian sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 47 Tahun 1985 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Menurut peraturan tersebut 10 persen

dari penerimaan PBB diberikan kepada pemerintah pusat sedangkan 90 persen merupakan bagian

dari pemerintahan daerah, yaitu 16,2 persen merupakan bagian pemerintah daerah tingkat I, 64,8

persen bagian pemerintah daerah tingkat II, dan 9 persen sebagai upah pungut. Selanjutnya

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 83 tanggal 19 Maret 1994,

penggunaan penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian pemerintah pusat yang sebesar 10

persen dikembalikan kepada seluruh daerah tingkat II secara merata.

Penerimaan bagi hasil pajak bumi dan bangunan daerah tingkat II se1uruh Indonesia

dalam tahun anggaran 1988/89 adalah sebesar Rp 215,7 miliar dan meningkat menjadi sebesar

Departemen Keuangan RI 403

Page 404: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Rp 646,6 miliar dalam tahun anggaran 1992/93 dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar

31,6 persen. Secara keseluruhan penerimaan bagi hasi1 pajak bumi dan bangunan terbesar

dicapai oleh daerah tingkat II di Propinsi Kalimantan Timur, yaitu sebesar Rp 79,7 mi1iar,

sedangkan secara rata-rata per daerah tingkat II penerimaan terbesar juga dicapai daerah tingkat

II di Propinsi Kalimantan Timur, yaitu sebesar Rp 13,3 mi1iar, dengan pertumbuhan rata-rata per

tahun sebesar 44,7 persen. Selama periode 1988/89-1992/93, pertumbuhan rata-rata per tahun

tertinggi dicapai oleh daerah tingkat II di Propinsi Timor Timur, kemudian diikuti daerah tingkat

II di Propinsi Kalimantan Tengah dan Propinsi Irian Jaya, masing-masing sebesar 114,8 persen,

82,4 persen, dan 69,9 persen. Sedangkan yang mengalami laju pertumbuhan terkecil adalah

daerah tingkat II di DI Yogyakarta dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 13,4 persen per tahun.

Selanjutnya perkembangan penerimaan pajak bumi dan bangunan daerah tingkat II per propinsi

selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel V.35.

PertumbuhanRala-rata

No. Repelila VKeseluruhan Rata-Rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata (%)

(I) -2 -4 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -12 -13I. DI Aceh 1.678.83 2.591.29 29.231.15 2.923.11 33.255.56 3.325.56 38.952.83 3.895.28 23.42. Sumatcra Utara 1.383.26 1.820.02 35.433.02 2.084.30 38.661.96 2.274.23 45.401.37 2.670,67 17.93. Sumatcra Barat 176.79 298.98 5.596.17 399,73 7.448.92 532,07 11.178.10 798.44 45.84. R i au 580.82 1.037.08 7.613.33 1.268.89 10.614.60 1.769.10 14.058,05 2.343.01 41.75. I amhi 602.00 1.470.48 9.455.36 1.575.89 12.512,47 2.085,41 13.688.73 2.281.45 39.56 Sumatera Selakan 1.488,41 2.604.85 32.830,15 3.283.01 45.149.89 4.514,99 54.316.92- 5.431.69 38.27. Bengkulu 119,46 445.03 2.874.54 718,63 2.573.29 643.32 --2642.13 660.53 53,38. Lampung 1.389.82 2.685,29 11.491.42 2.812.85 -.D..166,84 3.441,71 13.169.33 2.633.87 24.19. Jawa Barat 1.332.75 1.944.12 58.385.37 2.432.12 69.013.73 2.875.57 78.465.99 3.269,42 25.110. Iowa Tengah 531.98 693.07 - 32,662.26 933,21 34.626.20 989.32 38.482.77 1.099.51 19.911 DI Yogyakarta 499.36 566.07 3.656.06 731.21 4.063.86 812,77 4.131.03 826.21 13.412. lawaTimur 874.39 1.241,49 54.657.67 1.477.23 59.759,94 1.615.13 69.439.15 1.876.73 21.013. Kalimanlan Barat 398.51 799,47 6.859.19 979.88 9.292.52 1.327.50 11.409.83 1.629.98 42.214. Kalimantau Tcngah 51?35 1.124.25 17.181.12 2.863,62 28.647.51 4.774.58 34.515.14 5.752.52 82,415. Kalimantan Selatan 762.28 1.399.73 17.283.65 1.128,36 24.528.25 2.452.82 29.478.48 2.974.85 40.216. Kalimantau Timur 3.035.96 7.456.56 50.479.35 8.413.23 12.115.45 12.019,24 79.748.33 13.291.39 44.717. Sulaw"i Vtara 285,32 419.86 4.138.23 591.18 5.118.59 731.23 5.824.15 832.02 35.818. Sulawesi Tengah 383.82 914.49 4.673.92 1.168.48 5.708.52 1.427.13 5.823.01 1.455.75 39.619. Sulawesi Selatan 368.18 538.80 15.354.30 667 _8 19.089.97 830.00 23.591.34 1.025.71 29.220. Sulawesi Tenggara 239.73 481.24 3.359.80 839.95 4.268.36 1.067,09 3.311.54 827.88 36.321. B a I i 389.41 528.03 5.350.63 668.83 6.468.57 808.57 8.123.13 1.015.39 27.122. Nusa tenggara Barat 295.83 511.02 3.741.12 623.52 4.202.30 700.38 4.793.68 798,95 28,223. Nusa Tenggara Timur 128.08 178.08 5.954.94 496.25 7.712.20 642,68 9.270.76 712.56 56.724. M a luku 1.112.90 2.0lO.05 12.068,26 2.413.65 12.133.74 2.426.75 13.443.84 2.688.77 30,125. Irian jaya 420,55 1.346.51 17.996.78 1.999.64 27.148.82 3.016.54 31.456.61 3.505.18 69.926. Timor Timur 6.31 16.95 742.66 57.13 1.387,20 106.71 1.747.24 134,4 114.8

Jumlah - - 449,071.05 - 559.269,26 - 646.553,45 - 31,6Rata-rata 743,64 1.238,'" - 1.537,91 - 1.915,31 - 2.206,67 -

1.774.97 3.{)66.141.536.98'

8.468.21 12.392,41958.90

18.215;73 44.739,37

3.116,09 10.345,487.622,75 13.997,30

2.496.80 2.830.3432.352.61

Propinsi

8.822.8526.048_41.780.13

10.741.1446.673.3424.257.33

45.935.205.596.27

2.939.053.657.95

Repelila IV Repelita V

I988/89 I989/90 1990/91 1991/92 1992/93

-3 -516.788,31 25.912.9223.515,48 30.940.372.475.06 4.185.783.484.92 6.222.503.612.0314.884.07477.825.559.2831.986.0918.619,23

2.789.60

1.711.931.535,26

1.924.983.115.26 4.224.24

2.136.984.691.60 lO.O50.273.784.99 12.118_882.05 220.38

(dalamjuta rupiah)

215,656.02 361.759.84

Tabel V. 35PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAERAH TINGKA T II

PER PROPINSI, 1988/89 . 1992/93

- -

5.4.1.2.2. Bagi hasil bukan pajak

Penerimaan bagi hasil bukan pajak antara lain berasal dari iuran hasil hutan (IHH) dan

iuran hak pengusahaan hutan (IHPH). Dasar hukum pemungutan dan pembagiannya diatur dalam

Departemen Keuangan RI 404

Page 405: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Keputusan Presiden Nomor 30 tahun 1990, dengan ketentuan 45 persen dari pungutan IHH

digunakan untuk pembiayaan pembangunan daerah tingkat I (30 persen) dan untuk pembangunan

daerah tingkat II (15 persen), sedangkan sisanya sebesar 55 persen digunakan untuk membiayai

rehabilitasi hutan secara nasional (20 persen), kehutanan daerah (15 persen), dan untuk

pembayaran pajak bumi dan bangunan bagi area blok tebangan (20 persen). Selanjutnya,

pembagian IHPH adalah 70 persen untuk daerah tingkat I dan daerah tingkat II, sedangkan

sisanya sebesar 30 persen untuk pemerintah pusat.

Penerimaan bagi hasil bukan pajak terbesar dalam tahun anggaran 1992/93 dicapai oleh

daerah tingkat II di Propinsi Kalimantan Timur, yang secara keseluruhan meliputi jumlah sebesar

Rp 8 miliar, diikuti oleh daerah tingkat II di Propinsi Kalimantan Tengah dan Propinsi Riau,

masing-masing sebesar Rp 7 miliar dan Rp 3,1 miliar. Sementara itu, dilihat dari tingkat

pertumbuhan rata-rata per tahun, daerah tingkat II di Propinsi Timor Timur mengalami tingkat

pertumbuhan yang tertinggi, yaitu sebesar 54,2 persen, kemudian diikuti oleh daerah tingkat II di

Propinsi Lampung dan Propinsi Sumatera Utara, masing-masing sebesar 32,2 persen dan 22,1

persen.

5.4.2. Sumbangan dan bantuan pusat serta daerah tingkat I

5.4.2.1. Sumbangan pusat dan daerah tingkat I

Sebagaimana halnya dengan pemerintah daerah tingkat I yang menerima sumbangan dari

pemerintah pusat, maka pemerintah daerah tingkat II juga menerima sumbangan yang berasal

dari pemerintah pusat, di samping sumbangan dari pemerintah daerah tingkat I. Sumbangan pusat

dan daerah tingkat I kepada daerah tingkat II tersebut ditujukan untuk menunjang kegiatan

pemerintahan di daerah, yaitu kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan dan

administrasi di daerah tingkat II.

Pada umumnya sumbangan pusat dan daerah tingkat I menunjukkan peningkatan setiap

tahun sejalan dengan peningkatan kegiatan pemerintahan di daerah tingkat II. Semakin banyak

urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah tingkat II dan semakin

meningkatnya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat merupakan faktor-faktor utama

penyebab peningkatan kegiatan pemerintahan di daerah tingkat II. Bila dalam tahun anggaran

1988/89 jumlah sumbangan pusat dan daerah tingkat I masih sebesar Rp 1.031,4 miliar, maka

Departemen Keuangan RI 405

Page 406: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dalam tahun anggaran 1992/93 telah meningkat menjadi sebesar Rp 1.957 miliar, yang berarti

mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 17,4 persen per tahun.

Pada umumnya propinsi-propinsi yang menerima sumbangan pusat dan daerah tingkat I

dalam jumlah besar adalah propinsi-propinsi yang mempunyai jumlah daerah tingkat II yang

relatif banyak. Banyaknya daerah tingkat II di setiap daerah tingkat I erat kaitannya dengan

jumlah dan penyebaran penduduk. Propinsi-propinsi dimaksud adalah Sulawesi Selatan, Jawa

Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur, yang dalam tahun anggaran 1992/93

menerima sumbangan masing-masing sebesar Rp 239,3 miliar, Rp 157,1 miliar, Rp 144,7 miliar,

Rp 142,9 miliar, dan Rp 135,5 miliar.Sebaliknya propinsi-propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan

Tengah, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Selatan, karena jumlah daerah tingkat II di propinsi-

propinsi tersebut relatif sedikit, maka jumlah sumbangan untuk seluruh daerah tingkat II di

propinsi-propinsi tersebut juga relatif rendah, yaitu masing-masing sebesar Rp 19,8 miliar, Rp

18,3 miliar, Rp 10,9 miliar, dan Rp 9 miliar. Rata-rata jumlah sumbangan pusat dan daerah

tingkat I per daerah tingkat II temyata berbeda antara satu propinsi dengan propinsi lain. Dalam

tahun anggaran 1992/93, daerah-daerah tingkat II di propinsi-propinsi Sumatera Selatan, Nusa

Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara menerima sumbangan rata-rata sebesar, masing-masing

sebesar Rp 14,5 miliar, Rp 14,2 miliar, dan Rp 13,9 miliar. Sebaliknya daerah-daerah tingkat II di

propinsi-propinsi Sulawesi Tengah, Timor Timur, dan Kalimantan Selatan menerima sumbangan

rata-rata terkecil, masing-masing sebesar Rp 2,7 miliar, Rp 2,7 miliar, dan Rp 0,9 miliar.

Sumbangan pusat dan daerah tingkat I sebagian besar diberikan dalam bentuk subsidi

daerah otonom (SDO). Sebagian besar SDO tersebut berupa belanja pegawai, yaitu belanja untuk

membiayai pegawai daerah otonom dan pegawai pusat yang diperbantukan pada daerah otonom,

sedangkan sebagian lainnya berupa belanja nonpegawai yang dibedakan atas subsidi/bantuan dan

ganjaran. Adapun komponen-komponen subsidi/bantuan di dalam komponen belanja nonpegawai

tersebut terdiri atas subsidi/bantuan penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar negeri (SBPP-

SDN), subsidi/bantuan biaya operasional rumah sakit umum daerah (SBBO-RSUD),

subsidi/bantuan pengembangan dan pemeliharaan obyek pariwisata daerah (SBPP-OPD),

subsidi/bantuan pengembangan usaha penambangan daerah (SBP-UPD), dan subsidi/bantuan

biaya operasional penyuluh pertanian (SBBO-PP). Di pihak lain, komponen ganjaran yang ada

dalam komponen SDO nonpegawai tersebut terdiri dari ganjaran Dati II dan ganjaran kecamatan.

Ganjaran Dati II ditujukin untuk membiayai operasional pembantu bupati/walikotamadya,

Departemen Keuangan RI 406

Page 407: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

operasional pengawasan inspektorat wilayah kabupaten/kotamadya, penataran P4, pembinaan

sosial politik, operasional catakan sipil dan administrasi kependudukan, penyelenggaraan

pemerintahan desa, pembinaan administrasi keuangan, pembinaan kelembagaan dan

kepegawaian, kegiatan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK), dan pembinaan generasi

muda/pramuka. Sedangkan ganjaran kecarnatan disediakan untuk biaya operasional wilayah

kecamatan.

Seiring dengan peningkatan kegiatan masing-masing daerah yang bertumpu di daerah

tingkat II, jumlah SDO yang diberikan kepada pemerintah daerah. tingkat II juga senantiasa

menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini sebagaimana tedihat dari penyaluran dana

SDO yang berjumlah Rp 1.012,9 miliar dalam tahun anggaran 1988/89, yang kemudian

meningkat menjadi sebesar Rp 1.892 miliar dalam tahun anggaran 1992/93, yang berarti

mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 16,9 persen per tahun. Bila ditinjau berdasarkan SDO

yang diterima masing-masing daerah tingkat II di tiap propinsi, maka dalam tahun anggaran

1992/93 propinsi-propinsi yang menerima SDO tertinggi adalah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah,

dan Sumatera Selatan, masing-masing menerima sebesar Rp 237,3 miliar, Rp 153,2 miliar, dan

Rp 143,9 miliar. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah SDO yang diterima daerah-daerah

tingkat II di propinsi Sulawesi Selatan temyata lebih tinggi dari pada SDO yang diterima daerah--

daerah tingkat II di propinsi-propinsi di Pulau Jawa, padahal jumlah daerah tingkat II di propinsi-

propinsi di Pulau Jawa lebih banyak dari pada jumlah daerah tingkat II di propinsi Sulawesi

Selatan. Hal ini dapat terjadi karena belanja pegawai untuk pegawai daerah tingkat II di propinsi-

propinsi di Pulau Jawa masih ditangani oleh pemerintah daerah tingkat I, sementara untuk

propinsi Sulawesi Selatan belanja pegawai tersebut sudah diserahkan penanganannya kepada

masing-masing pemerintah daerah tingkat II yang bersangkutan. Dalam pada itu, bila ditinjau

dari laju pertumbuhan dana SDO daerah tingkat II per propinsi, maka daerah-daerah tingkat II di

propinsi-propinsi Bali, Timor Timur, Bengkulu, dan Lampung mempunyai laju pertumbuhan

rata-rata tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 93,3 persen, 22,2 persen, 21,9 persen, dan 21,6

persen per tahun. Sebaliknya daerah-daerah tingkat II di propinsi-propinsi Jawa Timur, Sulawesi

Tengah, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan mempunyai laju pertumbuhan rata-rata

terendah, yaitu masing-masing sebesar 9,9 persen, 7,7 persen, 6,1 persen, dan 4,2 persen per

tahun. Gambaran mengenai perkembangan SDO pada masing-masing daerah tingkat II di tiap

propinsi dapat dilihat pada Tabel V.37.

Departemen Keuangan RI 407

Page 408: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanRata-rata

No. Propinsi Repelita VKeseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata-rata ("')

1. DI Aceh 16.799.38 1.679.94 20.124.93 2.012.49 22.376.46 2.237.65 26.576.12 2.657.61 34.776.05 3.477.61 19.92. Suma- Ulan 55.415.09 3.259.71 66.295.95 3.899.76 70.850.75 4.167.69 80.574.64 4.739.68 70.159.94 4.127.06 6.13. Suma- Barat 68.197.49 4.871.25 81.214.89 5.801.06 87.172,13 6.226,58 ]01.034.98 7.216.78 127.892.91 9.135.2] 17.04. Rlau 38.668.87 6.444.81 46.198.13 7.699.69 51.971.29 8.661.88 60.678.15 10.113.03 75.417.07 12.569,51 18.25. Jambi 31.611.67 5.268.61 38.713.33 6.452.22 42.684.36 7.114.06 49.665.47 8.m.58 62.870.14 10.478.36 18.86. Suma- Selatan 71.385.20 7.138,52 85.654.71 8.565.47 96.943.91 9.694.39 109.991,48 10.999.15 143.888.94 14.388.89 19.27. Bengkulu 17.381.40 4.345,35 21.146.32 5.286,58 23.828.63 5.957.16 29.326,78 7.331.69 38.369,80 9,592.45 21.98. Lampuag 11.825,53 2.956,38 14.420.24 3.605.06 16.190.32 4.O47,5g 18.gI7,54 4.704.3g 25.829.81 5.165.96 21.69. Jawa Barat 77.457.06 3.227,38 82.881.99 3.453,42 91.710,31 3.821.26 104.814,30 4.367.26 '129.953.57 5.414.74 13.810. Jawa Tengab 96.640,61 2.761,16 99.543.23 2.844.09 IOS.927,40 3.026,50 121.220,38 3.463.44 153.164.64 4.376.13 12,211. DI Vogyalwta 11.012,93 2.202,59 12.982,36 2,596,47 14.499.32 2.899,86 16.846,15 3.369.23 20.577,96 4.115,59 16.912. Jawa Timur 88.792.S5 2.399,80 85.406.05 2.308.27 93.666.06 2.531,52 IOS.039.68 2.838,91 129.761.18 3.507.06 9.913. Kalimantan Barat 10.45].18 1.493,03 11.970.09 1.710,01 11.916.83 1.702,40 13.657,25 1.951.04 17.494.04 2.499.15 13.714. Kalimantin Tengab 10.025.37 1.670.90 11.776.69 1.962.78 12.030.13 2.005.02 14.062,24 2.343.71 18.358,57 3.059.76 16.315. Kalimantan Selatan 6.565.47 656,55 6.608,95 660,89 5.178.11 517,81 5.574.82 557,48 7.748,13 774.81 4.216. Kalimantan Timor 10.441.35 1.740.22 12.392,61 2.065,44 11.954.81 1.992,47 14.993.30 2.498,88 19.161.27 3.193,54 16.417. Sulawesi Utara 15.082.85 2.513,81 17.936.13 2.562,30 16.878.29 2.411,18 18.897,47 2.699,64 23.992,58 3.427,51 12,318. Sulawesi Tenggara 8.047.93 2.011,98 9.243.41 2.310.85 8.429.98 2.107,50 8.483,61 2.120.90 10.834.08 2.708,52 7.719. Sulawesi Selatan 117.630.64 5.114.38 146.008,65 6.348,20 156.230,35 6.792.62 178.853.03 7.776.22 237.337.80 10.319.03 19,220. Sulawesi Tenggara 27.734.17 6.933,54 33.857,05 8.464,26 36.985.88 9.246,47 43.549.30 10.1187.32 55.628,51 13.907.13 1921. Bali 6.274.00 784.25 8.213.69 1.026.71 9.348.91 1.168.61 67.244.90 8.405.61 87.540.20 10.942,52 93,322. Nusa Tenggara Baral 44.986.41 7.497.74 53.461,43 8.910,24 58.871.05 9.811.84 67.777,02 11.296,17 85.120.77 14.186.80 17.323. Nusa Tenggara Timor 65.188.18 5.432,35 77,920.36 6.493.36 84.655,18 7.054.60 95.955.25 7.996.27 118.514.19 9.876.18 16,124. Maloku 33.933.83 8.483,46 39.670.12 7.934,02 42.334.74 8.466.95 48.935.27 9.787.05 56.659.17 11.331,85 13.725. Irian Jaya 55.679,66 6.]81.63 64.040,62 7.115.62 67.594.97 7.510,55 75.704,14 8.411,57 IOS.918.85 11,768.76 17.426. Tioror Timor 15.690,48 1.206,96 18.169.00 1.397.62 25.407,12 1.954.39 26.642,21 2.049.40 35.001,84 2.692.45 22.2

Jumlah 1.012.919,28 - 1.16S.850.91 - 1.265.637,19 - 1.504.915,49 - 1.89"'71.19 - 16,9Rata-rata - 3.491,83 - 3.991.64 - 4.334,37 - 5.153,82 - 6.457,14 -

Repelita IV Repelita V

Tabel V. 37SUBSIDI DAERAH OTONOM DAERAH TlNGKA T n PER PROPINSI, 1988/89 . 1992193

(dalam juts rupiah)

19881119 19891!1O 1990191 1991191 1991/93

Sebagai salah satu sumber dana, SDO masih memegang peran yang penting dalam

menunjang berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat II, khususnya

kegiatan di bidang pemerintahan. Perbandingan antara besarnya SDO terhadap total penerimaan

daerah tingkat II menunjukkan persentase yang makin menurun selama periode 1988/89-1992/93,

yaitu apabila dalam tahun anggaran 1988/89 persentase tersebut masih sebesar 39,4 persen, maka

dalam tahun anggaran 1992/93 telah menurun menjadi sebesar 28,6 persen. Turunnya persentase

SDO terhadap penerimaan daerah disebabkan karena makin besarnya jumlah penerimaan dari

sumber yang lain, terutama peningkatan dari PAD dan bagian PBB untuk daerah tingkat II.

Sementara itu bila dilihat persentase SDO terhadap penerimaan daerah tingkat II di masing-

masing propinsi, maka dalam tahun anggaran 1992/93 persentase SDO tertinggi terjadi pada

daerah-daerah tingkat II di propinsi-propinsi Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Selatan, dan Nusa Tenggara Timur, masing-masing sebesar 54,2 persen, 53,3 persen, 51,2 persen,

dan 50,6 persen. Sebaliknya daerah-daerah tingkat II di propinsi-propinsi Kalimantan Timur dan

Kalimantan Selatan memperlihatkan persentase SDO terhadap penerimaan daerah tingkat II yang

relatif rendah, yaitu sebesar 8,4 persen dan 6,1 persen. Rendahnya persentase SDO daerah tingkat

II di kedua propinsi ini karena daerah tingkat II di kedua propinsi tersebut mempunyai sumber

PDS yang relatif tinggi dalam tahun anggaran 1992/93. Gambaran mengenai persentase SDO

Departemen Keuangan RI 408

Page 409: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

terhadap penerimaan daerah tingkat II di tiap propinsi secara rinci dapat dilihat pada Tabel V.38.

No. Propinsi Repelita IV Repelita V1988/89 1992/93

1. DI Aceh 22,1 17,62. Sumatera Utara 32,2 193. Sumatera Barat 54,2 48,94. Riau 54,6 33,85. Jambi 57,3 42,66. Sumatera Selatan 49,4 39,77. Bengkulu 58,8 48,S8. Lampung 21,2 18,39. Jawa Barat 24,6 15,110. Jawa Tengah 31,8 23,S11. DI Yogyakarta 33,7 23,312. Jawa Timur 27,2 1713. Kalimantan Barat 20,4 13,814. Kalimantan Tengah 29,9 12,215. Kalimantan Selatan 15,4 6,116. Kalimantan Timur 16,9 8,417. Sulawesi Utara 41,S 22,818. Sulawesi TengaJ1 21,S 14,119. Sulawesi Selatan 63,6 51,220. Sulawesi Tenggara 67,5 53,321. Bali 12,1 43,122. Nusa Tenggara Barat 66,8 54,223. Nusa Tenggara Timilr 70,9 50,624. Maluku 59,4 44,325. Irian Jaya 67,7 37,726. Timor Timur 75,8 40,5

Jumlah 39,4 28,6

Tabel V.38PERSENTASE SUBSIDI DAERAH OTONOM TERHADAP

PENERIMAAN DAERAH TINGKAT I, 1988/89 DAN 1992/93

5.4.2.2. Bantuan pusat dan daerah tingkat I

Sebagai usaha penyebarluasan dan pemerataan pembangunan di daerah-daerah serta untuk

menyelaraskan dan memperkecil tingkat kesenjangan antar daerah, pemerintah telah menciptakan

program bantuan kepada pemerintah daerah dalam bentuk program Inpres. Program bantuan yang

ditujukan kepada pemerintah daerah tingkat II tersebut meliputi beberapa jenis, yaitu program

Inpres Dati II, program Inpres sekolah dasar (SD), program Inpres kesehatan, serta program

Departemen Keuangan RI 409

Page 410: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Inpres peningkatan jalan dan jembatan kabupaten/kotamadya (IPJK). Selain itu juga disediakan

dana Inpres yang ditujukan khusus untuk desa yang penyalurannya melalui pemerintah daerah

tingkat II, yaitu Inpres desa dan Inpres desa tertinggal (IDT).

Program Inpres Dati II dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja dan memperluas

kesempatan kerja, mempertinggi produksi, memperlancar distribusi, memperbaiki lingkungan

hidup masyarakat yang berpenghasilan renda, serta meningkatkan partisipasi penduduk dalam

pembangunan. Alokasi dana Inpres Dati II didasarkan atas jumlah penduduk pada masing-masing

daerah tingkat II, dengan pengecualian babwa bagi daerah yang berpenduduk kurang dari suatu

jumlah tertentu diberikan bantuan dengan jumlah minimum yang telah ditetapkan. Program ini

dimulai sejak tahun anggaran 1970/71, di mana jumlah bantuan ditetapkan sebesar Rp 50 per

penduduk. Dalam tahun-tahun berikutnya, jumlah bantuan terus ditingkatkan sehingga dalam

tahun anggaran 1988/89 bantuan per kapita yang diberikan adalah sebesar Rp 1.450, dan dalam

tahun anggaran 1991/92 meningkat lagi menjadi Rp 3.000 per jiwa. Selanjutnya dalam tahun

anggaran 1992/93 jumlah bantuan menjadi sebesar Rp 4.000 per jiwa dengan bantuan minimum

sebesar Rp 750 juta untuk tiap Dati II. Jumlah bantuan Inpres Dari II dalam tahun anggaran

1988/89 adalah sebesar Rp 267,2 miliar dan dalam tahun anggaran 1992/93 meningkat menjadi

Rp 825,1 miliar, sehingga selama periode 1988/89-1992/93 jumlah bantuan ini telah mengalami

pertumbuhan rata-rata sebesar 32,6 persen per tahun.

Program Inpres sekolah dasar dimaksudkan untuk memperluas kesempatan belajar bagi

kelompok anak usia 7-12 tahun agar dapat tertampung di sekolah-sekolah dasar. Program ini

ditujukan untuk pembangunan gedung SD baru berikut perbaikannya, penambahan ruang kelas,

pengadaan peralatan sekolah, pembangunan rumah dinas kepala sekolah, guru, dan penjaga

sekolah, serta pengadaan perpustakaan dan peralatan olahraga. Alokasi dana Inpres SD

didasarkan pada rencana fisik yang akan dilaksanakan, standar bangunan dan peralatan yang akan

diadakan, serta biaya satuan untuk tiap kegiatan. Jumlah dana Inpres SD yang telah dialokasikan

terus meningkat dari tahun ke tahun. Apabila dalam tahun anggaran 1988/89 bantuan ini masih

berjumlah Rp 130,5 miliar, maka dalam tahun anggaran 1992/93 jumlahnya telah meningkat

menjadi sebesar Rp 654,5 miliar, yang berarti telah terjadi pertumbuhan rata-rata sebesar 49,6

persen per tahun.

Program Inpres kesehatan adalah program bantuan yang dimaksudkan untuk memberikan

Departemen Keuangan RI 410

Page 411: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pelayanan kesehatan secara lebih merata dan sedekat mungkin dengan masyarakat, terutama bagi

penduduk yang berpenghasilan rendah di perdesaan dan perkotaan, serta untuk meningkatkan

derajat kesehatan rakyat dengan menciptakan lingkungan pemukiman yang sehat. Program ini

direalisasikan dalam bentuk pembangunan pusat kesehatan masyarkat (Puskesmas) termasuk

kelengkapannya, rumah dokter/paramedis, perbaikan/peningkatan Puskesmas, penyediaan

Puskesmas keliling, pengadaan obat-obatan, pengadaan alat medis, pembangunan sarana air

bersih, dan pembangunan jamban keluarga. Inpres kesehatan dialokasikan berdasarkan atas

rencana fisik, standar/prototipe bangunan, peralatan yang dibutuhkan, jenis dan kualitas obat--

obatan, jumlah dokter dan tenaga kesehatan, jenis dan jumlah sarana air bersih, jumlah jamban

keluarga dan pembuangan air limbah, serta biaya satuan untuk tiap kegiatan. Alokasi dana Inpres

kesehatan menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, yaitu apabila dalam tahun anggaran

1988/89 masih berjumlah Rp 98,6 miliar maka dalam tahun anggaran 1992/93 telah meningkat

menjadi sebesar Rp 320 miliar, yang berarti telah berkembang dengan pertumbuhan rata-rata

sebesar 34,2 persen per tahun.

Sementara itu program IPJK dimaksudkan untuk menunjang kelancaran arus lalu lintas

angkutan orang dan barang, khususnya dari sentra-sentra produksi ke tempat-tempat pemasaran,

sehingga dapat menumbuhkan kehidupan perekonomian di daerah-daerah yang pada gilirannya

dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Cara pengalokasian dana

dilakukan menurut jenis dan volume rencana fisik yang akan dilaksanakan, serta satuan biaya

yang ditetapkan untuk setiap kegiatan. Program IPJK yang dimulai sejak tahun anggaran 1979/80

dananya terus ditingkatkan jumlahnya. Dalam tahun anggaran 1988/89 telah dialokasikan dana

sebesar Rp 180 miliar, yang meningkat jumlahnya dalam tahun anggaran 1992/93 menjadi

sebesar Rp 825,6 miliar, yang berarti mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 46,3 persen per

tahun.

Program Inpres desa dimaksudkan untuk mendorong dan menggerakkan usaha swadaya

gotong-royong masyarakat dalam membangun desanya, serta untuk membantu pembangunan

proyek-proyek yang diprioritaskan oleh masyarakat desa dan menunjang kegiatan pembinaan

kesejahteraan keluarga. Inpres desa diberikan secara prorata kepada desa, di mana tiap desa

memperoleh dana dalam jumlah yang sama besarnya dan penggunaan sepenuhnya diserahkan

kepada desa. Meningkatnya intensitas pembangunan di desa-desa menyebabkan jumlah bantuan

untuk tiap desa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam tahun anggaran 1988/89

Departemen Keuangan RI 411

Page 412: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

jumlah bantuan tiap desa diberikan sebesar Rp 1,5 juta, dengan jumlah keseluruhan menjadi

sebesar Rp 112 miliar, sedang dalam tahun anggaran 1992/93 bantuan kepada tiap desa dinaikkan

menjadi sebesar Rp 4,5 juta dengan jumlah bantuan keseluruhannya meningkat menjadi sebesar

Rp 326,5 miliar, yang berarti bantuan keseluruhan selama periode 1988/89-1992/93 mengalami

pertumbuhan rata-rata sebesar 30,7 persen per tahun.

Program IDT adalah program yang dimulai dalam tahun anggaran 1994/95 dan ditujukan

dalam rangka pengentasan kemiskinan, khususnya masyarakat miskin di perdesaan. Inpres ini

diberikan kepada setiap desa yang dikategorikan miskin, yang jumlahnya ditentukan sebesar Rp

20 juta untuk setiap desa miskin. Sasaran Inpres ini lebih ditekankan kepada usaha masyarakat

untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan produksi di berbagai bidang usaha yang

dikembangkan sesuai potensi yang ada di masing-masing desa yang dikategorikan miskin

tersebut, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan sumber-sumber penghasilan masyarakat

di desa tersebut. Melalui Inpres ini dipadukan berbagai program sektoral dan regional antar desa,

sehingga akan berdampak besar terhadap upaya penanggulangan kemiskinan.

Jumlah realisasi seluruh bantuan yang diterima oleh daerah tingkat II, termasuk

diantaranya Inpres Dati II, Inpres SD, Inpres kesehatan, dan IPJK, senantiasa mengalami

peningkatan. Apabila dalam tahun anggaran 1988/89 masih berjumlah Rp 759,5 miliar, maka

dalam tahun anggaran 1992/93 telah meningkat menjadi sebesar Rp 2.795,8 miliar, yang berarti

mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 38,5 persen per tahun. Ditinjau dari realisasi bantuan

yang diterima oleh daerah tingkat II di tiap propinsi, maka dalam tahun anggaran 1992/93 daerah-

daerah tingkat II di propinsi-propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah menerima

keseluruhan bantuan dalam jumlah terbesar, yaitu masing-masing sebesar Rp 390,6 miliar, Rp

376,4 miliar, dan Rp 279,6 miliar. Namun apabila dilihat dari realisasi bantuan rata-rata yang

diterima oleh daerah tingkat II di masing-masing propinsi, maka daerah-daerah tingkat II di

propinsi-propinsi Lampung, Jawa Barat, dan Riau menerima jumlah bantuan rata-rata terbesar,

yaitu masing-masing sebesar Rp 16,5 miliar, Rp 16,3 millar, dan Rp 16 miliar. Sementara itu bila

dilihat dari laju pertumbuhannya, maka daerah-daerah tingkat II di propinsi-propinsi Timor

Timur, Irian Jaya, dan Kalimantan Tengah memperoleh bantuan dengan laju pertumbuhan rata--

rata tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 83,6 persen, 72,9 persen, dan 64,5 persen per tahun.

Peningkatan laju pertumbuhan yang relatif tinggi di ketiga propinsi tersebut selaras dengan upaya

mcmacu pembangunan di propinsi yang bersangkutan. Sebaliknya daerah-daerah tingkat II di

Departemen Keuangan RI 412

Page 413: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

propinsi-propinsi Sumatera Barat, Bali, dan Sulawesi Tengah. memperoleh bantuan dengan laju

pertumbuhan rata-rata yang relatif rendah, masing-masing sebesar 24,3 persen, 23 persen, dan

21,5 persen per tahun.

5.4.3. Pinjaman pemerintah daerah

Selaras dengan kebijaksanaan pemerintah bahwa titik berat otonomi diletakkan pada

daerah tingkat II, maka semakin besar pula tanggung jawab pemerinhah daerah tingkat II dalam

pembiayaan pelaksanaan pembangunan. Untuk itu, selain menggunakan dana PDS dan bantuan

dari pemerintah pusat dan daerah tingkat I, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan dana pembangunan adalah dengan melalui pinjaman. Sebagaimana halnya

dengan pinjaman pemerintah daerah tingkat I, dewasa ini pinjaman bagi pemerintah daerah

tingkat II, termasuk pinjaman untuk BUMD, terutama berasal dari dana yang bersumber dari luar

negeri dalam bentuk penerusan pinjaman (SLA) dan dari dana APBN dalam bentuk rekening

pembangunan daerah (RPD).

Jumlah pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat II termasuk BUMD

senantiasa meningkat sesuai dengan peningkatan kebutuhannya. Dalam kurun waktu 1988/89-

1992/93 jumlah pinjaman daerah tingkat II meningkat dari sebesar Rp 31,5 miliar dalam tahun

anggaran 1988/89 menjadi sebesar Rp 41,7 miliar dalam tahun anggaran 1992/93, yang berarti

mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,3 persen per tahun. Dalam tahun anggaran 1992/93

sejumlah pemerintah daerah tingkat II telah memanfaatkan pinjaman sebagai salah satu sumber

pendanaan dalam pembangunannya. Peminjam yang terbesar diantaranya adalah Kotamadya

Medan, Kotamadya Yogyakarta, dan Kabupaten Aeeh Selatan, masing-masing sebesar Rp 7,4

miliar, Rp 5,5 miliar, dan Rp 4,4 miliar. Namun pemanfaatan dana pinjaman daerah tersebut

relatif masih kecil bagi beberapa pemerintah daerah tingkat II, seperti Kotamadya Sukabumi,

Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Sawahlunto, yaitu masing-masing sebesar Rp 85 juta,

Rp 80,4 juta, dan Rp 62,1 juta.

5.4.4. Pengeluaran rutin daerah

Kegiatan rutin merupakan salah satu kegiatan utama yang dilakukan oleh pemerintah

Departemen Keuangan RI 413

Page 414: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

daerah, termasuk pemerintah daerah tingkat II. Kegiatan rutin umumnya berkaitan dengan

kegiatan pemberian pelayanan kepada masyarakat dan kegiatan administrasi. Sebagai

konsekwensi dari pelaksanaan kegiatan rutin tersebut, pemerintah daerah tingkat II harus

mengeluarkan dana yang tercermin dalam pengeluaran rutinnya, yang meliputi berbagai

komponen biaya, antara lain belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja

perjalanan dinas, angsuran pinjaman/hutang, ganjaran/subsidi/sumbangan, dan belanja lain-lain.

Pengeluaran rutin senantiasa memperlihatkan keeenderungan yang meningkat setiap tahun

sejalan dengan meningkatnya aktivitas pemerintahan di daerah. Meningkatnya kebutuhan

pelayanan kepada masyarakat sebagai akibat pertumbuhan jumlah penduduk tampaknya menjadi

faktor utama penyebab meningkatnya kegiatan rutin tersebut, yang pada gilirannya membawa

pengaruh terhadap meningkatnya kebutuhan dana untuk pembiayaannya. Hal ini tampak dari

realisasi pengeluaran rutin yang dalam tahun anggaran 1988/89 masih berjumlah Rp 1.447,7

miliar, maka dalam tahun anggaran 1992/93 jumlahnya mengalami peningkatan menjadi sebesar

Rp 2.889,6 miliar, yang berarti telah terjadi pertumbuhan rata-rata sebesar 18,9 persen per tahun.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, belanja pegawai masih tetap menjadi kompanen

belanja terbesar, yang dalam tahun anggaran 1992/93 berjumlah Rp 1.882,3 miliar. Hal ini

kiranya erat kaitannya dengan upaya untuk semakin meningkatkan efisiensi pendayagunaan

aparatur pemerintah di daerah.Urutan besarnya pengeluaran rutin Dari II sesudah belanja pegawai

adalah belanja lain-lain dan belanja barang, yang masing-masing dalam tahun anggaran 1992/93

adalah sebesar Rp 417,4 miliar dan Rp 345,7 miliar. Namun ditinjau dari besarnya laju

pertumbuhan rata-rata per tahun, ternyata belanja pegawai bukan merupakan komponen belanja

yang mengalami laju pertumbuhan tertinggi. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada pas

pengeluaran ganjaran/subsidi/sumbangan, yang mengalami laju pertumbuhan rata-rata sebesar

41,4 persen per tahun. Perkembangan tiap komponen belanja dalam pengeluaran rutin daerah

tingkat II secara rinci dapat dilihat pada Tabel V.40.

Departemen Keuangan RI 414

Page 415: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanNo. Jenis pengeluaran Rata-rata

1988/89 1989/90 1990191 1991/92 1992/93 Repelita V (%)

1. Belanja pegawai 1.025,28 1.171,63 1.282,35 1.514,88 1.882,33 16,42. Belanja huang 160,95 199,87 240,64 301,59 345,74 21,13. Belanja pemeliharaan 51,1 56,03 65,56 82,12 94,44 16,64. Belanja perjalanan danos 23,25 27,2 33,76 41,95 54,66 23,85. Belanja lain-lain 149,65 196,82 248,87 325,34 417,42 29,26. Angsuran pinjamanlhutang 13,99 15,74 20,89 24,79 28,51 19,57. G an j aranl s u bsi dil s limb angan 16,65 23,08 28,26 46,02 66,48 41,48. Sisa kurang tab un sebelumnya 6,86 0,22 0 0,63 0 -

Jumlah 1.447,72 1.690,58 1.920,34 2.337,31 2.889,58 18,9

Repelita IV Repelita V

Tabel V. 40PENGELUARAN RUTIN DAERAH TINGKAT II SELURUH INDONESIA, 1988/89-1992/93

(dalam miliar rupiah)

Besarnya pengeluaran rutin daerah tingkat II di suatu propinsi berbeda dengan

pengeluaran rutin daerah tingkat II pada propinsi lainnya. Pada umumnya ada dua faktor yang

sangat besar pengaruhnya terhadap besarnya pengeluaran tersebut, yaitu jumlah penduduk dan

banyaknya jumlah daerah tingkat II di setiap propinsi. Propinsi yang mempunyai jumlah

penduduk dan jumlah daerah tingkat II yang lebih banyak umumnya mempunyai pengeluaran

rutin yang lebih besar pula. Hal ini tampak pada propinsi-propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, yang di samping mempunyai jumlah penduduk yang besar

juga mempunyai daerah tingkat II yang lebih banyak dari pada propinsi lainnya, sehingga jumlah

pengeluaran rutin Dati II untuk propinsi-propinsi tersebut menjadi lebih besar dibandingkan

dengan propinsi-propinsi lainnya. Dalam tahun anggaran 1992/93, daerah-daerah tingkat II di

keempat propinsi tersebut mempunyai pengeluaran rutin masing-masing sebesar Rp 311,4 miliar,

Rp 283,7 miliar, Rp 276,7 miliar dan Rp 251,4 miliar. Bila ditinjau menurut pengeluaran rutin

rata-rata per daerah tingkat II di masing-masing propinsi, maka dalam tahun anggaran 1992/93

propinsi-propinsi Sumatera Selatan, Riau, dan Nusa Tenggara Barat mempunyai pengeluaran

rutin rata-rata per Dati II tertinggi, yaitu masing-masing sebesar Rp 19 miliar, Rp 17 miliar, dan

Rp 16,2 miliar. Sementara itu propinsi-propinsi di Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, dan

Timor Timur mempunyai pengeluaran rutin rata-rata per Dati II yang terendah, masing-masing

sebesar Rp 4,7 miliar, Rp 3,1 miliar, dan Rp 2,9 miliar. Gambaran mengenai pengeluaran rutin

daerah tingkat II per propinsi secara rinci dapat dilihat pada Tabel V.41.

Departemen Keuangan RI 415

Page 416: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanRata-rata

No. Propinsi 19118/89 1989190 1990/91 1991/92 1992/93 Repelita VKeseIuruhan Rata-Rata KeseIuruhan Rata-Rata KeseIuruhan Rata-Rata KeseIuruhan Rata-Rata KeseIuruhan Rata-Rata (%)

1. DI Aceh 34,14 3,41 38,02 3,8 44,46 4,45 52,63 5,26 66,81 6,68 18,32. Sumatera Utara 88,03 5,18 102,57 I 6,03 117,82 6,93 136,37 8,02 132,66 7,8 10,83. Sumatera Barat 79,79 5,7 96,29 6,88 105,12 7,51 123,41 8,82 154,66 11,05 184. Ri au 45,85 7,64 58,13 9,69 67.04 11,17 80,27 13,38 101,8 16,97 22,15. Jam b i 36,32 6,05 44,73 7,45 51,22 8,54 63,57 10,59 '76,27 12,71 20,46. Sumatera Setatan 90,34 9,03 101,57 10,16 122,36 12,24 140,9 14,()9 190,17 19,02 20,57. Bengkulu 19,79 4,95 24,16 6,!» 27,49 6,87 32,92 8,23 42,96 10,74 21,48. Larnpung 21,58 5,4 24,9& 6,24 29,13 7,28 34,48 8,62 45,51 9,1 20,59. Jawa Baral 156,08 6,5 178,17 7,42 207,35 8,64 248,12 10,34 311,44 12,98 18,910. Jawa Tengah 157,62 4,5 173,33 4,95 181,61 5,19 229,37 6,55 283,74 8,11 15,811. DI Yogyakarta 17,43 3,49 21,()l 4,2 24,04 4,81 28,88 5,78 35,3 7,06 19,312. Jawa Timur 156,87 4,24 159,5 4,31 188,66 5,1 221,67 5,99 251,44 6,8 12,513. Kalimantan Barat 19,6 2,8 24,89 3,56 27,02 3,86 33,19 4,74 41,62 5,95 20,714. Kalimantan Tengah 15,61 2,6 19,51 3,25 23,15 3,86 29,39 4,9 37,59 6,27 24,615. Kalimantan Selatan 14,26 1,43 17,51 1,75 18,41 1,84 22,43 2,24 31,05 3,10- 21,516. Kalimakan Timur 30,03 5,01 44,62 7,44 52,13 8,69 79,06 13,18 94,34 15,72 33,117. Sulawesi Utara 22,34 '3,72 26,51 3,79 27,63 3,95 31,52 4,5 38,06 5,44 14,2. 18. Sulawesi Tengah 12,35 3,09 14,91 3,73 15,59 3,9 15,8 3,95 18,72 4,68 1119. Sulawesi Selatan 139,21 6,05 169,85 7,38 185,14 8,05 212,97 9,26 276,75 12,()3 18,720. Sulawesi Tenggara 30,6 7,65 37,52 9,38 42,79 to,70 50,65 12,66 63,35 15,84 2021. Bali 15,14 1,89 20,7 2,59 25,88 3,23 91,14 11,39 116,39 14,55 66,522. Nusa Tenggara Barat 50,33 8,39 60,57 10,1 67,09 11,18 78,14 13,02 97,54 16,26 1823. Nusa Tenggara Timur 71,78 5,98 86,26 7,19 94,92 7,91 108,6 9,05 134,24 11,19 16,924. Maluku 41,04 10,26 49,12 9,82 55,08 11,02 61,7 12,34 71,31 14,26 14,825. Irian Jaya 65,()6 7,23 76,86 8,54 92,16 10,24 99,97 11,11 137,9 15,32 20,726. Timor Timur 16,54 1,27 19,29 1,48 27,04 2,08 30,17 2,32 37,95 2,92 23,1

Jumlah 1.447,72 - 1.690,58 - 1.920,34 - 2.337,31 - 2.889,58 - 18,Rata-rata - 4,99 - 5,79 - 6,58 - 8 - 9,86

Tabel V. 41PENGELUARAN RUTIN DAERAH TINGKAT PER PROPINSI. 1988/89 -1992/93

(dalam miliar rupiah)

Repelita IV Repelita V

9-

Pengeluaran rutin, sebagaimana telah dikemukakan, merupakan penjabaran dari dana-dana

yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan rutin, yang dananya terutama bersumber pada

SDO. Dalam tahun-tahun anggaran 1988/89 dan 1992/93, besarnya peranan SDO terhadap

pengeluaran rutin daerah tingkat II relatif tinggi, yaitu sebesar 40 persen dan 65,5 persen, yang

dapat dilihat dalam Tabel V.42 dan Grafik V.7. Sementara itu peran SDO terhadap pengeluaran

rutin daerah tingkat II di propinsi-propinsi Timor-Timur, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Timur

menunjukkan peran tertiaggi, yaitu sebesar 92,2 persen, 89,3 persen, dan 88,3 persen, dan

sebaliknya di propinsi-propinsi Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur

memperlihatkan peran terendah, yaitu masing-masing sebesar 41,7 persen, 25 persen, dan 20,3

persen dalam tahun anggaran 1992/93.

5.4.5. Pengeluaran pembangunan daerah

Berbagai usaha pembangunan yang dilaksanakan selama ini senantiasa diarahkan bagi

tercapainya satu tujuan nasional, yaitu terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila. Usaha-usaha yang telah ditempuh bagi terwujudnya cita-cita tersebut

antara lain melalui pelaksanaan berbagai program pembangunan, baik yang dilakukan oleh

pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah.

Departemen Keuangan RI 416

Page 417: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah umumnya dijabarkan

dalam bentuk proyek-proyek pembangunan daerah, yang terlihat dalam daftar isian proyek

daerah (DIPDA), dan dilaksanakan dalam setiap tahun anggaran. Sedangkan pendanaannya selain

bersumber dari penerimaan daerah sendiri, yaitu pendapatan asli daerah (PAD) dan pajak bumi

dan bangunan (PBB) serta pinjaman, juga berasal dari bantuan pemerintah pusat berupa dana-

dana Inpres, dan bantuan yang berasal dari pemerintah daerah tingkat I

Repelita IV Repelita VNo. Propinsi 1988/89 1992/93

1. DI Aceh 49,2 52,12. 63 52,93. 85,5 82,74. Riau 84,3 74,15. Jambi 87 82,46. 79 75,77. 87,8 89,38. 54,8 56,89. 49,6 41,710. 61,3 5411 63,2 58,312. 56,6 51,613. 53,3 4214. 64,2 48,815. 46,1 2516. 34,8 20,317. 67,5 6318. 65,2 57,919. 84,5 85,820. 90,6 87,821. Bali 41,4 75,222. 89,4 87,323. 90,8 88,324. Maluku 82,7 79,525. 85,6 76,826. 94,9 92,2

70 65,5

Sulawesi UtaraSulawesi Tengah

Kalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Sumatera UtaraSumatera Barat

Sumatera SelatanBengkuluLampungJawa BaratJawa TengahDI YogyakartaJawa TimurKalimantan Barat

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Timor TimurJumlah

Irian Jaya

Tabel V. 42PERSENTASE SUBSIDI DAERAH OTONOM TERHADAP

PENGELUARAN RUTIN DAERAH TINGKA T II, 1988/89 DAN

Pengeluaran pembangunan daerah adalah wujud dari pengeluaran dana untuk pelaksanaan

proyek-proyek pembangunan daerah. Semakin laju derap pembangunan di daerah dan semakin

luas jangkauan perencanaan dan pelaksanaannya, maka akan semakin meningkat pula jumlah

proyek dan dana yang dibutuhkannya. Hal ini juga tampak pada peningkatan pengeluaran

pembangunan daerah tingkat II, yang dalam tahun anggaran 1988/89 masih berjumlah Rp 1.004,4

miliar, dan jumlahnya telah meningkat menjadi sebesar Rp 3.465,6 miliar dalam tahun anggaran

Departemen Keuangan RI 417

Page 418: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1992/93, yang berarti telah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 36,3 persen per tahun.

Sektor-sektor yang paling banyak menyerap dana pembangunan adalah sektor

perhubungan dan pariwisata, sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan nasional dan

kepereayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta sektor pembangunan daerah, yang dalam

tahun anggaran 1992/93 memperlihatkan angka masing-masing sebesar Rp 1.483,8 miliar, Rp

621 miliar, dan Rp 369,2 miliar. Sementara itu ditinjau dari laju pertumbuhan rata-rata per tahun,

dalam kurun waktu 1988/89-1992/93 temyata sektor industri, sektor sumber alam dan lingkungan

hidup, serta sektor tenaga kerja dan pemukiman menunjukkan laju pertumbuhan rata-rata

tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 80,5 persen, 54,7 persen, Pan 54,3 persen per tahun.

Sedang sektor-sektor penerangan, pers dan komunikasi sosial serta sektor perumahan rakyat dan

pemukiman, relatif mengalami laju pertumbuhan rata-rata yang rendah, yaitu masing-masing

sebesar 22,4 persen dan 15,3 persen per tahun. Perkembangan pengeluaran pembangunan daerah

tingkat II per sektor secara rinci dapat dilihat pada Tabel V.43.

PertumbuNo. Sektor Rata-rata

1988/89 1989190 1990/91 1991/92 1992/93 Repelita V

I. Sektor peltanian dan pengairan 17,18 25,65 38,85 69,12 91,5 51,92. Sektor industa 0,53 1,26 2,32 3,37 5,68 80,53. Sektor peltarnbangan dan energi 3,83 4,69 6,33 13,19 11,31 31,14. Sektor perhubungan don pariwisata 483,45 565,96 1.035,14 1.274,11 1.483,84 32,45. Sektor perdagangan don koperasi 7,46 10,7 18,45 19,11 41,52 53,66. Sektor teBaga kerja dan pemukiman kembali 0,67 1,01 2,43 2,67 3,8 54,37. Sektor pembangunan daerah 139,29 164,52 273,57 292,24 369,2 27,68. Sektor agama 8,39 11,75 15,91 19,08 24,86 31,29. Sektor pendidikan, generasi modo,

kebudayaan nasional dan kepereayaan"terhadap Tuhan Yang Maha Esa 119,2 109,81 364,68 511,99 621,02 51,1

10. Sektor kesehatan, kesejahteraan sosial,peranan wanita, kependudukan dankeluarga berencana. 50,07 77,62 128,95 181,94 234,33 47,1

11. Sektor perumahan rakyat dan pemukiman 16,46 13,78 11,74 16,87 29,04 15,312. Sektor hokum 1,29 1,76 3,02 3,85 4,45 36,213. Sektor kearnanan dan ketertiban 3,33 4,46 7,1 14,09 14,71 4514. Sektor penerangan, pets dan komunikasi sosial 2,58 3,02 3,93 5,11 5,8 22,415. Sektor pengembangan Hmu pengetahuan,

teknologi dan penelitian 8,71 13,35 18,2 22,94 37,8 44,316. Sektor aparatur pemerintah 88,27 126,18 180,93 251,9 331,82 39,217. Sektor pengembangan duBio usaha 14,54 24,45 25,76 33,29 45,\2 32,718. Sektor sumber alam dan lingkungan hidup 10.69 13,28 24,32 42,67 61,26 54,7- Subsidi pembangunan kepada daerah bawahan 14,04 16,59 35,03 26,85 38,57 28,7- Pembayaran kembali pinjaman 14,41 10,76 11,45 12,6 9,97 -8,8

Jumlah 1.004,39 1.200,60 2.208,10 2.816,99 3.465,61 36,3

PENGELUARAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PER SEKTOR, 1988/89 -1992/93

Repelita IV Repelita V

Tabel V.43

(dalam miliar rupiah)

Pengeluaran pembangunan yang meningkat setiap tahun tercermin pula dalam pengeluaran

pembangunan daerah tingkat II pada masing-masing propinsi. Dalam hubungan ini daerah-daerah

Departemen Keuangan RI 418

Page 419: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tingkat II di propinsi-propinsi Timor Timur, Irian Jaya, dan Kalimantan Tengah mengalami

kenaikan dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun tertinggi, yaitu masing-masing sebesar

91,2 persen, 84,6 persen, Pan 61,9 persen per tahun. Pertumbuhan yang tinggi di ketiga daerah

tingkat I tersebut adalah sebagai manifestasi dari upaya penyebaran pembangunan dan laju

pembangunan yang lebih merata ke berbagai daerah. Namun demikian dilihat pari rata-rata

pengeluaran pembangunan per daerah tingkat II dari masing-masing propinsi, maka dalam tahun

anggaran 1992/93 propinsi-propinsi Jawa Barat, Riau, Lampung, Pan Kalimantan Timur

menunjukkan jumlah pengeluaran pembangunan rata-rata yang relatif tinggi, yaitu masing--

masing sebesar Rp 21,5 miliar, Rp 19 miliar, Rp 18,5 miliar, Pan Rp 18,3 miliar. Sementara itu

pengeluaran pembangunan rata-rata per daerah tingkat II yang relatif rendah terjadi di propinsi--

propinsi Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Timor Timur, masing-masing sebesar Rp 7,4

miliar, Rp 7,2 miliar, dan Rp 3,6 miliar. Gambaran mengenai pengeluaran pembangunan daerah

tingkat II per propinsi secara rinci dapat dilihat pada Tabel V.44.

PerturnbuRata-rata

Repelita VKeseluruhan Rata-rata Keseluruhan Keseluruhan Rata-rata Keseluruhan Rata.rata (%)

(I) -2 -3 -4 -5 -6 -7 -9 -10 -11 -12 -13

I. DI Aceh 3,93 56,99 5,7 88,61 102,33 10,23 124.37 12,44 33,42. Sumalera Utara 4,37 89,3 5,25 143.65 184,66 10,86 219,86 12,93 31,23. Sumatera Bara. 2,43 34,36 2,45 65,63 71,85 5,13 HK),40 7,17 31,14. Ria u 3,()6 25,68 4,28 60,26 92,19 5,36 114,11 19,02 57,85. Jambi 2,92 21,77 3,63 42,53 55,34 9,22 70,1 11,68 41,56. Sumatera Se1atan 5,08 51,24 5,12 W4,94 132,8 13,28 161,47 16,15 33,57. Bengkulu 1.69 9,41 2,35 21,37 30,58 7,65 35,46 8,87 51,38. Lampung H,20 32,[{5 8,21 56,49 71,96 17,99 92,57 18,51 29,69. Jawa Barat 6,05 174,68 7,28 3()6,81 395,14 16,46 516,97 21,54 37,310. Jawa Tengah 3,97 155,91 4,45 264,6 3(J9,84 8,85 355,27 10,15 26,511. DI Yngyakarta 2,71 17,48 3,5 29,75 36,07 7,21 51,42 10,28 39,612. Jawa Timur 4,31 184,19 4,98 323,05 381,07 10,3 454,07 12,27 29,913. Kalimantan Barat 4,26 32,37 4,62 49,96 81,22 11,6 83,13 11,88 29,214. Kalimantan Tengah 2,61 20,96 3,49 47,38 78,64 13,11 107,55 17,93 61,915. Kalimantan Seratan 2}1 29,89 2,99 58,63 86,06 8,61 89,08 8,91 34,716. Kalimatan Timur 3,86 42,7 7,12 63,71 89,29 14,88 HJ9,66 18,28 47,517. Sulawesi Utara 1,75 17,73 2,53 33,86 50,8 7,26 63,59 9,08 56,818. Sulawesi Tengah 4,41 16,47 4,12 39,73 42,55 10,64 54,(J9 13,52 32,319. Su1awe,i Se1atan 1,72 51,31 2,23 96,83 135,92 5,91 171,29 7,45 44,320. Sulawesi Tenggara 2,62 9,64 2,41 18,12 29,44 7,36 32,77 8,19 3321. B a 1 i 4,29 43,21 5,4 68,16 63,12 7,89 76,37 9,55 22,222. Nusa Tenggara Barat 2,76 22,03 3,67 45,7 39,85 6,64 57,63 9,61 36,623. Nusa Tenggar. Timur I,5H 22,6 1,88 54,2 78,11 6,51 96,(K) 8,m 5024. Maluku 3,8 14,28 2,86 33,29 49,08 9,82 53,85 10,77 37,225. I";.. Jaya 1,22 16,3 1,81 61,83 91,4 10,16 127,98 14,22 84,626. TimnrTimur 0,27 7,25 0,56 29,03 37,7 2,9 46,52 3,58 91.,2

Jumlah - 1.201.1,60 - 2.208,10 2.816,99 - 3.465,61 - 36,3Rata-rata 3,46 - 4,11 - - 9,65 - 11,83

Tabel V. 44PENGELUARAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKA T II PER PROPINSI, 1988/89 - 1992/93

(rialam milia,' rupiah)

2,231.01"1,39 -

- 7,56

7,624,526,666,87

4,214,538,52

5,8610,62

4,849,93

7,565,958,737,14

7,9

1988/89 1989/90

39.2574,3134,0118,3817,4950,18

6,7732,8

145,28138,93

13,55159,48

29,8315,6727,(J923,16W,5317,6339,4710,46

34,316,5418.9715,2111,02

Rata-rata

..

3,48

KeseluruhanPropinsi

Repelita IV Repelita V

No, 1990/91 1991/92Rata.rata

-8

8,868,45

1992/93

4,6910,047,(J9W,495,34

14,1212,78

-

Departemen Keuangan RI 419

Page 420: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

5.5. Pembiayaan perkotaan

5.5.1. Kebijaksanaan pembangunan perkotaan di Indonesia

Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan

diselenggarakan secara berencana dan terpadu dengan memperhatikan rencana umum tata ruang

(RUTR) , pertumbuhan penduduk, lingkungan pemukiman, lingkungan usaha dan lingkungan

kerja, serta kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial agar terwujud pengelolaan perkotaan yang

efisien dan tercipta lingkungan yang sehat, rapi, aman dan nyaman. Untuk itu perhatian khusus

perlu diberikan pada peningkatan sarana dan prasarana umum yang, layak. Demikian pula

keserasian hubungan antara masyarakat perkotaan dan perdesaan serta antar masyarakat kota

perlu terus diupayakan agar terwujud keserasian kehidupan masyarakat dalam segala aspek

kehidupannya.

Pembangunan perkotaan sangat penting bukan saja karena kota-kota di Indonesia semakin

berkembang, tetapi juga karena adanya tuntutan kebutuhan nyata dari penduduk perkotaan, di

samping adanya pertumbuhan industri dan ekonomi serta pertumbuhan penduduk perkotaan itu

sendiri yang semakin meningkat. Hingga Repelita III, pembangunan perkotaan dikonsentrasikan

pada penyediaan fasilitas-fasilitas pelayanan dasar bagi kebutuhan manusia, seperti persampahan,

air bersih, perbaikan kampung, dan lain sebagainya, dengan perencanaan dan penyusunan

program yang bersifat sektoral. Hal ini ditempuh, karena baik sumber dana maupun sumber daya

manusia di daerah tingkat II dalam masa tersebut masih sangat terbatas, sehingga inisiatif

maupun wewenang dalam pengambilan keputusan terhadap program pembangunan perkotaan

masih banyak dilakukan oleh pemerintah pusat.

Sejak Repelita IV, seiring dengan usaha desentralisasi yang dilakukan hampir di semua

bidang, kebijaksanaan pembangunan perkotaan juga mengalami perubahan. Berdasarkan

landasan ini diharapkan peranserta dan tanggung jawab pemerintah daerah, khususnya daerah

tingkat II, baik dalam perencanaan, penyusunan, maupun pelaksanaan program pembangunan

perkotaan, semakin meningkat. Dalam rangka merealisasikan kebijaksanaan ini, maka disusunlah

konsep pembangunan perkotaan terpadu, dengan pendekatan program pembangunan prasarana

kota terpadu (P3KT) atau "integrated urban infrastructure development program" (IUIDP).

Kebijaksanaan pembangunan perkotaan melalui pendekatan P3KT ini pada dasamya juga

menganut pola keterpaduan pengelolaan sumber-sumber pembiayaan. Namun demikian,

Departemen Keuangan RI 420

Page 421: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

komponen prasarana yang tercakup dalam P3KT masih dibatasi dalam 8 komponen yang

merupakan kebutuhan dasar, yaitu air bersih, air limbah, drainase, pengendalian banjir,

persampahan, perbaikan kampung dan lingkungan pasar (KIP/MIIP), serta jalan kota.

Dalam Repelita VI, terdapat 7 kebijaksanaan pokok dalam pembangunan perkotaan, yaitu

mengembangkan dan memantapkan sistem perkotaan; meningkatkan kemampuan dan

produktivitas kota; meningkatkan kemampuan sumber daya manusia; memantapkan kelembagaan

dan kemampuan keuangan perkotaan; melembagakan pengelolaan pembangunan yang terencana

dan terpadu; memantapkan perangkat peraturan pendukung pembangunan perkotaan; serta

meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan sosial-ekonomi perkotaan. Untuk menghindari

kesenjangan yang semakin melebar antara perkembangan perkotaan dan perdesaan, dalam

Repelita VI mulai diupayakan keseimbangan pembangunan perkotaan dan perdesaan melalui

berbagai kebijaksanaan, diantaranya: Melaksanakan pembangunan secara terpadu, dengan

menciptakan keterkaitan sosial ekonomi yang serasi dan seimbang antara desa dan kota sehingga

mampu memperkecil ketimpangan-ketimpangan antar desa, antar kota, antara desa dan kota, dan

antar golongan masyarakat di kota; peningkatan desentralisasi dan pengembangan otonomi

daerah melalui pemantapan kelembagaan dan kemampuan pendanaan pemerintah daerah;

peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di daerah perkotaan dan perdesaan, khususnya

terhadap penduduk rniskin, melalui peningkatan akses dalam memperoleh pelayanan sosial

ekonomi dan melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan

nilai tambah atas hasil produksinya, dan dalam memasuki pasar tenaga kerja.

Kebijaksanaan lainnya adalah meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih

efisien melalui penyusunan rencana tata ruang kota dan kawasan yang berkualitas, yang

dijabarkan ke dalam rencana tata guna tanah dan air beserta prosedur pelaksanaannya,

menanamkan kesadaran lingkungan hidup yang lebih tinggi pada seluruh lapisan masyarakat dan

dunia usaha, serta meningkatkan kemitraan aengan melibatkan masyarakat dan pengusaha swasta

sehingga mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pembangunan di perkotaan

dan perdesaan.

Dengan demikian hal-hal yang perlu digarisbawahi mengenai kebijaksanaan pembangunan

perkotaan dalam Repelita VI adalah pemantapan desentralisasi; keterpaduan antara pembangunan

perkotaan dan perdesaan; mendorong pengembangan perekonomian, pengentasan kemiskinan

Departemen Keuangan RI 421

Page 422: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dan pemeliharaan lingkungan hidup; peningkatan peranserta swasta dan masyarakat; serta

peningkatan kelembagaan dan sumber daya manusia.

Pendekatan pembangunan perkotaan melalui P3KT dalam Repelita VI akan

disempurnakan dan mulai dikembangkan menjadi pendekatan P3T (Program Pembangunan

Perkotaan Terpadu). Berdasarkan pendekatan ini cakupan komponennya diperluas lagi sehingga

tidak hanya meliputi prasarana kebutuhan dasar saja tetapi juga mencakup sarana dan prasarana

penunjang kegiatan ekonomi di daerah, misalnya pembangunan terminal, pengelolaan lalu lintas

dan angkutan kota, dan pengelolaan pertanahan. Selain itu, pengembangan dan pembangunan

perkotaan juga diarahkan untuk memantapkan fungsi kota dan keterkaitannya secara fungsional

dan spasial agar dapat berfungsi secara optimal dalam penyediaan pelayanan sosial-ekonomi,

tidak hanya dalam kota tetapi juga untuk kawasan sekitarnya.

Berkaitan dengan kebijaksanaan pembiayaan pembangunan perkotaan tersebut, dalam

GBHN 1993 dinyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan plinsip

kemandirian, yaitu sedapat mungkin menggunakan sumber dana yang berasal dari dalam negeri,

sedangkan dana dari luar negeri walaupun tetap dibutuhkan tetapi hanya berperan sebagai

pelengkap saja. Dalam konteks pembangunan daerah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1992 yang menitikberatkan desentralisasi pada daerah tingkat II, peranan

pemerintah daerah tingkat II dalam pelaksanaan pembangunan daerah diharapkan dapat

meningkat pula. Dengan demikian, dari segi pembiayaan pembangunan perkotaan diharapkan

agar persentase kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total pembiayaan dapat

senantiasa meningkat. Sementara itu dalam rangka peningkatan pendapatan daerah tersebut,

sistem perencanaannya yang dikenal dengan "revenue improvement action plan" (RIAP) akan

terus diperbaiki. Dalam pada itu pengembangan kelembagaan akan dilakukan dengan

penyempurnaan "local institution development action plan" (LIDAP), sedangkan dalam rangka

pengembangan sumber daya manusia akan semakin dilembagakan "urban management training

program" (UMTP). Selanjutnya dalam rangka meringankan beban pembiayaan pembangunan

perkotaan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berusaha untuk lebih meningkatkan

partisipasi swasta dalam pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan. Selain

itu, sebagai panduan dalam pelaksanaan manajemen perkotaan mulai disusun pedoman

manajemen kota yang terdiri dari berbagai aspek, seperti penataan ruang, manajemen lahan,

manajemen keuangan, dan lain-lain.

Departemen Keuangan RI 422

Page 423: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

5.5.2. Perkembangan pembiayaan pembangunan perkotaan menurut sektor prasarana

Pada umumnya program investasi perkotaan yang dilakukan dalam Repelita V baru

mencakup penyediaan prasarana/kebutuhan dasar di bidang pekerjaan umum, misalnya

penyediaan air bersih, pengendalian banjir, sanitasi dan drainase, serta perbaikan prasarana

lingkungan kampung dan pasar. Sumber pembiayaannya sebagian besar berasal dari APBN, baik

pembiayaan rupiah maupun pinjaman luar negeri, sedangkan pola pembiayaannya dilakukan atas

dasar pembagian menurut raker proyek dan kategori kota, yaitu kota metropolitan atau kota raya

dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa, kota besar dengan penduduk lebih dari 500 ribu

sampai 1 juta jiwa, kota sedang dengan penduduk lebih dari 100 ribu jiwa sampai dengan 500

ribu jiwa, dan kota kecil dengan penduduk lebih dari 20 ribu jiwa sampai dengan 100 ribu jiwa.

Kota metropolitan meliputi 6 kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, dan

Surakarta, sedangkan kota besar meliputi 13 kota, antara lain Yogyakarta, Malang dan Ujung

Pandang. Sementara itu kota sedang mencakup sekitar 69 kota, dan kota kecil mencakup lebih

dari 250 kota. Di dalam pelaksanaannya, raker-raker proyek urban development project" (UDP)

terbagi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu kelompok kota metropolitan dan besar, misalnya

Bogor-Palembang UDP, Semarang-Surakarta UDP, dan Botabek (Bogor-Tangerang-Bekasi)

UDP, serta kelompok kota sedang-kecil, misalnya West Java-Sumatera Secondary City UDP,

Central Java-DI Yogyakarta UDP, dan Kalimantan UDP.

Pembiayaan pembangunan perkotaan dimaksud pada dasarnya merupakan investasi

perkotaan yang perkembangannya dapat dilihat dari jumlah kumulatif selama Repelita V

(1989/90-1993/94). Jumlah investasi secara kumulatif yang dialokasikan pada semua

sektor/komponen prasarana kota selama Repelita V menunjukkan jumlah sebesar Rp 4.159,3

miliar. Dari jumlah tersebut terlihat bahwa sektor air bersih menempati proporsi paling besar

(43,4 persen), kemudian diikuti sektor jalan kota (23,5 persen), sedangkan yang terendah adalah

sektor perbaikan lingkungan pasar (1 persen). Apabila dilihat dari kecepatan pertumbuhan antar

sektor, terlihat babwa dalam Repelita V pembiayaan drainase berkembang dengan laju

pertumbuhan paling tinggi, yaitu rata-rata sebesar 42,6 persen per tahun, sedangkan sektor

pengendalian banjir menurun dengan laju pertumbuhan negatif terendah, yaitu sebesar negatif

15,2 persen per tahun. Hal itu berhubungan erat dengan telah dapat dikendalikannya banjir di

Departemen Keuangan RI 423

Page 424: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

berbagai kota besar. Perkembangan pembiayaan pembangunan perkotaan untuk semua sektor

prasarana dalam Repelita V, dapat dilihat dalam Tabel V.45. Selanjutnya berikut ini diuraikan

lebih rinci perkembangan pembiayaan perkotaan menurut sektor prasarana per kelompok kota

metropolitan dan besar, dibandingkan dengan kelompok kota sedang dan kecil.

PertumbuhanNo. Sektor Jumlah rata-rata

1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 (%) (%)-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -101. Air bersih 199 332 351,1 465,4 458,7 1.806,20 43,4 23,22. Pengendalian banjir 105,2 41,5 52,6 35,5 54,5 289,3 7 -15,23. Jalan kota 255,9 186,2 206,9 142,2 184,5 975,7 23,5 -7,94. Air limbah 31,4 28,3 18,2 29,4 46,9 154,2 3,7 10,65. Drainase 19,5 29,5 49,8 71,3 80,6 250,7 6 42,66. Persampahan 16,1 38,7 15,4 30,8 58,3 159,3 3,8 37,9 ,7. Perbaikan kampung 4L,4 47,7 46,5 58,2 73,4 268,2 6,4 14,78. Perbaikan lingkungan pasar 9,4 10,5 5,4 5,9 10,1 41,3 1 1,89. Penunjang 48.8 36,3 44,4 53,8 31,1 214,4 5,2 -10,7

J um1ah 727,7 750,7 790,3 892,5 998,1 4.159,30 100 8,2

Repelita V Proporsi

Tabel V. 45PEMBIA Y AAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN

MENU RUT SEKTOR PRASARANA, 1989/90 - 1993/94(dalam miliar rupiah)

Keterangan:*) Danasarkan atas data Urban Policy AcOon Plan Monitoring Indicators dan Pmyek-pmyek Sektoral & UDP.

Pembiayaan prasarana kota bagi kelompok kota metropolitan dan besar menurun dari

sebesar Rp 523,4 miliar dalam tahun anggaran 1989/90 menjadi sebesar Rp 467,8 miliar dalam

tahun anggaran 1993/94. Investasi selama Repelita V yang dialokasikan pada sektor-sektor

prasarana yang ada di kota metropolitan dan besar mencapai jumlah sebesar Rp 2.317,9 miliar.

Selama Repelita V tersebut, pembiayaan prasarana di kota metropolitan dan besar sebagian besar

adalah untuk pembiayaan sektor prasarana air bersih dan jalan kota, yang masing-masing

menunjukkan proporsi sebesar 42,8 persen dan 20,6 persen terhadap jumlah investasi yang ada.

Sedangkan proporsi pembiayaan yang terendah adalah sektor perbaikan lingkungan pasar yaitu

hanya sebesar 0,4 persen terhadap jumlah investasi yang ada.

Sebaliknya di kelompok kota sedang dan kecil terlihat adanya peningkatan yang cukup

berarti. Pembiayaan prasarana perkotaan meningkat dari sebesar Rp 204,3 miliar dalam tahun

anggaran 1989/90 menjadi sebesar Rp 530,3 miliar dalam tahun anggaran 1993/94, atau

meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 26,9 persen. Investasi yang

dialokasikan pada sektor-sektor prasarana selama Repelita V mencapai jumlah sebbar Rp 1.841,4

miliar, yang sebagian besar adalah untuk pembiayaan sektor air bersih dan jalan kota, yaitu

Departemen Keuangan RI 424

Page 425: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

masing-masing menunjukkan proporsi sebesar 44,2 persen dan sebesar 27 persen terhadap jumlah

investasi selama Repelita V. Sebaliknya sektor pengendalian banjir di kelompok kota sedang-

kecil merupakan sektor yang paling sedikit memperoleh alokasi pembiayaan kota.

Proporsi pembiayaan pembangunan prasarana perkotaan di kota metropolitan dan besar

adalah lebih besar daripada yang dilakukan di kota sedang dan kecil dengan perbandingan

masing-masing sebesar 55,7 persen dan 44,3 persen dari keseluruhan pembiayaan pembangunan

prasarana perkotaan selama Repelita V sebesar Rp 4.159,3 miliar. Di kedua kelompok kota

tersebut terlihat babwa proporsi tertinggi dalam investasi prasarana kota dinominasi oleh sektor

air bersih yang kemudian diikuti oleh sektor jalan kota, sedangkan proporsi pembiayaan bagi

sektor-sektor prasarana lainnya tampak bervariasi. Terjadinya fluktuasi di dalam pembiayaan

prasarana kota di masing-masing sektor dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain

besarnya dana yang dialokasikan untuk membiayai prasarana kota, usulan prioritas program

investasi perkotaan dan kebutuhan masing-masing daerah dalam tahun yang bersangkutan.

Perkembangan pembiayaan pembangunan perkotaan selama Repelita V menurut sektor prasarana

per kategori kota beserta proporsi dan kecepatan pertumbuhannya secara lebih rinci dapat diikuti

dalam Tabel V.46

Proporsi PertumbuhKelompok No Jumlah rata-rata

1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 0) (%)(I) -1 -3 . -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 (II)Metropolitan 1. Airbersih 75,4 156,7 235,6 309,1 21S,1 992,9 42,8 29,Sdan 2. 105,2 41,S 52,6 35,5 54,S 289,3 12,5 -15,2Besar 3 lakan kota 255,9 114,5 35,4 24 48,2 478 20,6 -34,1

4 Airlimbah 29,8 26,2 16 22,6 31,4 126.0 5,5 1,35 Drainase 16,7 15,1 26,8 28,6 25 112,2 4,8 10,66 Persampahan 2,6 21,3 4,3 9,3 23,2 60,7 2,6 iIl.87 8,9 9,8 29,3 36 52,1 136,1 5,9 55,S8 2,6 3,3 2,2 0,6 1,3 10 0,4 -15,99 Penonjang 2) 25,3 20,6 29,3 20,5 17 112,7 4,9 -9,5

513,4 409 431,5 486,1 467,8 2.317,90 100 55,7 -1,8ISedang I Airbersih 122,6 175,3 liS,S 156,3 243,6 813,3 44,2 18,7dan 2 0 0 0 0 0 0 0Kecil

3 lakan kota 0 71,7 171,5 118,2 136,3 497,7 27 17,44 Air limba

-

h 1,6 2,1 2,2 6,8 IS,S 28,2 1,5 76,45 Drainase 2,8 14,4 23 42,7 55,6 13M 7,5 111,16 Persampahan 13,5 17,4 11,1 21,S 35,1 98,6 5,4 277 33,S 37,9 17,2 22,2 21,3 132,1 7,2 -10,78 6,8 7,2 3,2 5,3 8,8 31,3 1,7 6,79 Penunjang ,> 23,S 15,7 15,1 33,3 14,1 101,7 5,5 -12

104,3 341,7 358,8 406,3 530,3 1.841,40 100 44,3 26,9717,7 750,7 790,3 891,5 998,1 4,159,3 8,1

Repelita V

Perbaikan lingkungan pasar

(dalam miUar rupiah)

Tabel V. 46PEMBIA Y AAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN

MENURUT SEKTOR PRASARANA PER KELOMPOK KOTA, 1989/90 - 1993/94

Pengendalian hanjir

Sektor

Perbaikan lingkungan pasar

Sub jumlah

Pengendalian banjir

Perbaikan kampung

Sub jumlah

Perbaikan kampung .

Jumlah

Departemen Keuangan RI 425

Page 426: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

5.5.3. Perkembangan pembiayaan pembangunan perkotaan menurut sumber dana

Pembangunan prasarana perkotaan yang dilakukan melalui pendekatan P3KT, termasuk

aspek-aspek pembiayaan dan pemeliharaannya, pada prinsipnya menjadi wewenang dan

tanggung jawab pemerintah daerah tingkat II, sehingga dalam memenuhi pembiayaan

investasinya harus ditunjang dengan dana APBD dan dana BUMD. Namun demikian, mengingat

keterbatasan kemampuan keuangan daerah, maka upaya pemenuhan kebutuhan dana investasi

perkotaan tersebut memerlukan dukungan dari berbagai sumber pembiayaan lainnya, antara lain

dari dana DIP (DIP rupiah murni) dan DIP bantuan luar negeri (DIP-BLN), dana bantuan Inpres

(Inpres Dati I, Dati II, dan IPJK), dana SPABP (surat pengesahan anggaran belanja

pembangunan), dana pinjaman (pinjaman dalam negeri/PDN) dalam bentuk pinjaman dari

rekening pembangunan daerah/RPD dan penerusan pinjaman (subsidiary loan agreement/SLA),

serta dana yang bersumber dari kalangan swasta dan swadaya masyarakat.

Di antara berbagai sumber dana tersebut terlihat bahwa proporsi pembiayaan

pembangunan perkotaan sebagian besar berasal dari DIP rupiah murni, dana yang disalurkan

lewat mekanisme SLA, dan DIP-BLN yang secara kumulatif dari masing-masing adalah sebesar

30,9 persen, 19,4 persen, dan 18 persen terhadap investasi selama Repelita V yang sebesar Rp

4.159,3 miliar. Proporsi terendah dalam pembiayaan prasarana perkotaan bersumber dari dana

yang berasal dari BUMD/PDAM, yaitu hanya sebesar 1,8 persen.

Jumlah investasi untuk kelompok kota metropolitan dan besar dalam tahun anggaran

1989/90 adalah sebesar Rp 523,4 miliar dan dalam tahun anggaran 1993/94 menjadi sebesar Rp

467,8 miliar, yang berarti selama periode tersebut terjadi penurunan dengan laju pertumbuhan

negatif sebesar 2,8 persen. Jumlah investasi prasarana perkotaan selama Repelita V mencapai

sebesar Rp 2.317,9 miliar. Dari jumlah investasi tersebut terlihat bahwa sumber dana yang

berasal dari DIP rupiah murni menempati proporsi tertinggi, yaitu sebesar 31,5 persen, kemudian

diikuti dengan DIP-BLN dan SLA masing-masing sebesar 20,6 persen dan 19,9 persen.

Sementara sumber dana lokal yang berasal dari APBD II dan BUMD peranannya relatif kecil,

masing-masing sebesar 3,1 persen dan 1,6 persen.

Sementara itu dalam kelompok kota sedang dan kecil, nilai investasi perkotaan dalam

tahun anggaran 1989/90 hanya berjumlah sebesar Rp 204,3 miliar, dan telah meningkat menjadi

sebesar Rp 530,3 miliar dalam tahun anggaran 1993/94, yang berarti telah meningkat dengan laju

Departemen Keuangan RI 426

Page 427: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 26,9 persen. Adapun jumlah investasi yang dialokasikan

selama Repelita V mencapai sebesar Rp 1.841,4 miliar. Dari jumlah investasi tersebut terlihat

bahwa sumber dana yang berasal dari DIP rupiah murni tetap menempati proporsi tertinggi, yaitu

sebesar 30,3 persen, kemudian diikuti dengan SLA sebesar 18,8 persen, dan yang terendah adalah

sumber dari BUMD, yaitu sebesar 2 persen terhadap total investasi yang ada dalam Repelita V.

Dari gambaran di atas dapat dikemukakan bahwa pembiayaan pembangunan perkotaan

pada umumnya masih bersumber dari bantuan pemerintah pusat dan pinjaman, karena dana lokal

yang berasal dari APBD II dan BUMD/PDAM masih belum mampu memenuhi kebutuhan

investasi perkotaan yang diperlukan. Hal ini disebabkan besarnya kebutuhan sarana dan

prasarana perkotaan yang mendesak karena perkembangan penduduk, perkembangan permintaan

jasa-jasa perkotaan di satu pihak, dan masih kurangnya kemampuan pemerintah daerah dalam

memobilisasi sumber dana yang ada di lain pihak. Namun demikian, dana yang berasal dari

BUMD dan masyarakat, meskipun proporsi dan jumlahnya secara keseluruhan masih relatif kecil,

tetapi menunjukkan persentase yang tinggi dalam laju pertumbuhan per tahun dibandingkan

dengan sumber dana lainnya, yaitu berkembang dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 144,0

persen, yang kemudian diikuti dengan dana yang disalurkan lewat mekanisme SP ABP sebesar

132,6 persen per tahun. Sedangkan dana yang bersumber dari APBD II selama Repelita V hanya

meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 10,5 persen per tahun. Selain itu dapat

dilihat pula bahwa proporsi SP ABP yang merupakan dana hibah dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah lebih besar di kelompok kota sedang dan kecil daripada di kelompok kota

metropolitan dan besar. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah bagi

kelompok kota sedang dan kecil relatif lebih kecil daripada di kelompok kota metropolitan dan

besar.

5.6. Badan usaha milik daerah dan lembaga dana dan kredit perdesaan

5.6.1. Badan usaha milik daerah (BUMD)

Pembentukan badan usaha milik daerah merupakan salah sartu manifestasi daripada

pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab dalam bentuk menumbuh

kembangkan perekonomian daerah dan sebagai upaya meningkatkan pendapatan asli daerah.

Bidang usaha BUMD meliputi berbagai sektor, antara lain sektor keuangan dan perbankan, sektor

Departemen Keuangan RI 427

Page 428: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

penyediaan air bersih, dan sektor lainnya di luar sektor keuangan, perbankan, dan penyediaan air

bersih. BUMD yang bergerak di sektor keuangan dan perbankan mencakup bank pembangunan

daerah (BPD) dan bank perkreditan rakyat (BPR). Sementara BUMD yang bergerak di sektor

penyediaan air bersih adalah perusahaan daerah air minum (PDAM). BUMD di sektor lainnya

antara lain PD pemotongan hewan, PD kebersihan, PD pasar, PD angkutan, dan PD perparkiran.

Seiring dengan semakin luasnya jangkauan dan ruang lingkup pembangunan daerah, maka

BUMD yang bergerak dalam berbagai jenis usaha tersebut jumlahnya senantiasa meningkat dari

tahun ke tahun. Apabila pada akhir Repelita I jumlah BUMD baru sebanyak 222 unit, maka pada

akhir Repelita V telah meningkat menjadi sebanyak 677 unit, yang terdiri dari BPD sebanyak 27

unit, PDAM dan BPAM sebanyak 293 unit, dan perusahaan daerah lainnya sebanyak 357 unit.

Bank pembangunan daerah (BPD) danirikan oleh setiap pemerintah daerah tingkat I di

seluruh Indonesia, yang dimaksudkan sebagai pemegang kas daerah, pelaksana penerimaan,

penyimpanan, dan penyaluran uang atas perintah dan berdasarkan ketentuan pemerintah daerah.

Pada umumnya sebagian saham BPD juga dimiliki oleh pemerintah daerah tingkat II di wilayah

masing-masing.

Perkembangan BPD selama periode 1989-1993 dapat dilihat dari jumlah aset, sumber

dana, kredit yang disalurkan, perolehan hasil usaha, dan pajak penghasilan yang dibayarkan.

Jumlah aset BPD yang merupakan seluruh kekayaan yang dimiliki BPD dari tahun ke tahun

senantiasa meningkat, sejalan dengan semakin luasnya jangkauan usaha dan semakin besarnya

dana yang berhasil dihimpun dan dikelola. Sampai dengan akhir tahun 1989, aset BPD mencapai

jumlah sebesar Rp 2.872,7 miliar, yang kemudian meningkat menjadi sebesar Rp 6.954 miliar

dalam tahun 1993, yang berarti selama kurun waktu tersebut aset BPD mengalami pertumbuhan

rata-rata sebesar 24,7 persen per tahun.

Dana BPD bersumber dari modal/cadangan dan laba, giro/rekening koran, tabungan,

simpanan berjangka, deposito, dan pinjaman. Jumlah dana dari pihak ketiga yang berhasil

dihimpun, yang terbesar adalah dana masyarakat berupa giro/rekening koran, yang apabila dalam

tahun 1989 baru mencapai jumlah sebesar Rp 745,7 miliar, maka dalam tahun 1993 telah

mencapai Rp 2.428,8 miliar, yang berarti meningkat 3 kali lipat lebih. Peningkatan dana yang

bersumber dari pihak ketiga terutama dari masyarakat tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan

yang diberikan oleh masyarakat kepada BPD semakin meningkat. Hal tersebut juga menunjukkan

Departemen Keuangan RI 428

Page 429: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

bahwa giro mempunyai peranan yang penting dalam aktivitas masyarakat di daerah. Selain itu

dana yang bersumber dari tabungan masyarakat, yang meliputi Tabanas, Taska, dan tabungan

serbaguna, juga menunjukkan peningkatan yang tajam, yaitu dari sebesar Rp 141,4 miliar pada

akhir tahun 1989 meningkat menjadi sebesar Rp 1.301,6 miliar pada akhir tahun 1993, atau

mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 74,2 persen per tahun. Sementara simpanan berjangkal

deposito dalam periode yang sama meningkat dari sebesar Rp 378,1 miliar pada akhir tahun 1989

menjadi sebesar Rp 1.170 miliar pada akhir tahun 1993, yang berarti mengalami pertumbuhan

rata-rata sebesar 32,6 persen per tahun (Tabel V.49).

PertumbuhanNo. Sumber Dana 1989 1990 1991 1992 1993 rata.rata

(%)

1. Modallcadangan dan laba 298,4 372,2 447,4 512,2 566 17,42. Simpanan berjangka 378,1 557,8 737,6 953,2 1.170,00 32,63. Tabungan (Tabanasrraska 141,4 305 .526,8 854,1 1.301,60 ]4,2

dan Tabungan Serbaguna)4. Giro/rekening koran 745,7 848,9 2.036,70 1.968,70 2.428,80 34,35. Pinjaman yang diterima I.I 63,8 1.760,20 802 646,9 628,9 -14,3

Tabel V. 49PERKEMBANGAN SUMBER DANA BANK PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA

PER 31 DESEMBER 1989 . 1993(dalam miliar rupiah)

Salah satu keberhasilan BPD dalam menarik dana dari masyarakat tercermin dari

keberhasilannya dalam memperkenalkan jenis simpanan baru, yaitu simpanan pembangunan

daerah (Simpeda), yang telah menarik banyak minat masyarakat daerah di seluruh Indonesia.

Pada saat diluncurkan, yaitu tahun 1990, Simpeda baru berhasil menarik dana sebesar Rp 140

miliar, namun tiga tahun kemudian, yaitu tahun 1993 telah meningkat menjadi lebih dari 6 kali

lipat, yaitu menjadi sebesar Rp 953,1 miliar.

Dengan keberhasilannya menghimpun dana, maka semakin besar pula kemampuan BPD

dalam memberikan kredit. Apabila dalam tahun 1989 kredit yang disalurkan baru sebesar Rp

1.623,5 miliar, maka sampai dengan akhir tahun 1993 kredit yang disalurkan telah mencapai

sebesar Rp 3.576,3 miliar, yang berarti mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 21,8

persen. Pemberian kredit tetap diarahkan kepada sektor-sektor produktif yang dapat mendorong

pertumbuhan perekonomian daerah, namun mampu mengangkat golongan ekonomi lemah ke

arah yang lebih baik.

Departemen Keuangan RI 429

Page 430: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Keberhasilan BPD dalam kegiatannya juga dapat dilihat antara lain dari hasil

usaha/dividen yang dibagikan kepada para pemegang sahamnya, yaitu kepada Pemda tingkat I

dan Pemda tingkat II, pajak penghasilan yang dibayarkan, dan penyerapan tenaga kerja, baik di

dalam BPD sendiri maupun dalam proyek-proyek yang dibiayainya. Dividen yang dibagikan

dalam tahun 1989 adalah sebesar Rp 16,3 miliar, dan dalam tahun 1993 meningkat menjadi

sebesar Rp 37,8 miliar, atau mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 23,4 persen.

Sedangkan PPh yang dibayar dalam tahun 1989 sebesar Rp 24,2 miliar telah meningkat menjadi

sebesar Rp 48,2 miliar dalam tahun 1993, atau mengalami pertumbuhan rata-rata 18,8 persen per

tahun.

Peranserta dari BPD yang tidak kalah pentingnya dalam pembangunan adalah dalam hal

pembinaan lembaga dana dan kredit perdesaan (LDKP) di 11 propinsi, yaitu di propinsi-propinsi

Aceh, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur,

Kalimantan Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

BUMD selain berperan dalam memberikan jasa pelayanan di sektor keuangan dan

perbankan, juga sangat berperan dalam upaya pemerintah daerah memenuhi salah satu kebutuhan

dasar masyarakat, yaitu air bersih. Penyediaan air bersih bagi masyarakat juga merupakan salah

satu program pemerintah yang berprioritas tinggi. Pembangunan prasarana penyediaan air bersih

dilaksanakan baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan dengan tujuan memberi kemudahan

bagi penduduk unlit mendapatkan air bersih yang memenuhi standar kesehatan dalam jumlah

yang mencukupi, baik untuk keperluan rumah tangga, industri, maupun konsumen lainnya,

seperti perkantoran, rumah sakit, pasar, pelabuhan. Untuk itu telah dibangun sarana pelayanan,

baik dengan sistem perpipaan untuk sambungan rumah, maupun dengan sistem nonperpipaan

(teknologi sederhana tepat guna). Sementara itu, masyarakat yang tidak dapat dicapai dengan

sistem perpipaan telah disediakan kran umum dan hidran umum. Dalam rangka memenuhi

kebutuhan air bersih yang semakin meningkat ini, berbagai teknologi penyediaan air bersih telah

dikembangkan, baik dengan pembangunan instalasi penjernihan air bersih dengan menggunakan

teknologi yang sudah baku, maupun dengan teknologi sederhana tepat guna, seperti menyaring

air dengan menggunakan pasir, baru garing, maupun biji kelor dan lain sebagainya. Di samping

itu dilakukan pula pemanfaatan kapasitas produksi yang telah terpasang tetapi belum

dimanfaatkan sepenuhnya, antara lain melalui perluasan jaringan distribusi, rehabilitasi perpipaan

yang sudah tua dan perbaikan administrasi pelanggan.

Departemen Keuangan RI 430

Page 431: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Selama 5 tahun terakhir, yaitu sampai dengan akhir Repelita V (1993/94), kapasitas

produksi air bersih mencapai 16,2 ribu liter per detik, sambungan rumah telah terpasang sebanyak

1.485 ribu buah, dan hidran umum sebanyak 35 ribu buah, yang dapat dimanfaatkan oleh sekitar

16,6 juta orang. Peningkatan kapasitas produksi dan sambungan pelayanan air bersih tersebut

diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan kegiatan perekonomian

(Tabel V.50).

Repelita V PertumbuhanNo. rata-rata

dan pelayanan 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 (%)

1. Kapasitas produksi (ltr/dtk) 1.483.0 2.976,00 7.167,00 12.647,00 16.247.5 81.92. Sambungan rumah (buah) 296.801,00 503.723.0 778.080,00 909.113,00 1.484.874,00 49,63. Hidran umum (buah) 5.978,00 12.002,00 19.689,00 30.171,00 34.730,00 55,34. Penduduk yang dilayani

(ribu jiwa) 2.879,60 4.998,40 8.069,60 10.727,40 16.572,40 54,9

Tabel V. 50KAP ASIT AS PRODUKSI DAN PELA Y ANAN AIR BERSIH PERKOT AAN

SELURUH INDONESIA, 1989/90 - 1993/94

Kapasitas produksi

Sejauh ini penyediaan air bersih bagi masyarakat dilaksanakan oleh badan pengelola air

minum (BPAM) dan perusahaan daerah air minum (PDAM). BPAM adalah lembaga penyedia air

bersih yang masih dikelola oleh pemerintah pusat, dalam hat ini oleh Departemen Pekerjaan

Umum. Sedangkan PDAM adalah BPAM yang telah dialihkan statusnya menjadi perusahaan

daerah, dengan dipenuhinya berbagai persyaratan serta sudah diserahkannya pengelolaannya

kepada pemerintah daerah. Dengan meningkatnya jumlah PDAM berarti semakin meningkat pula

pengalihan status BPAM menjadi PDAM, yang juga berarti semakin meningkat pula kepercayaan

kepada pemerintah daerah untuk mengelola lembaga penyedia air bersih tersebut. Dalam tahun

1990 jumlah PDAM masih sebanyak 160 unit, sedangkan sampai dengan tahun anggaran 1993/94

jumlah PDAM telah meningkat menjadi sebanyak 276 unit, yang berarti mengalami pertumbuhan

rata-rata sebesar 19,9 persen per tahun. Sementara pengelolaan air bersih yang masih ditangani

oleh BPAM hanyalah di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 8 unit dan di Propinsi Timor

Timur sebanyak 9 unit, sehingga keseluruhan jumlah BPAM adalah sebanyak 17 unit (Tabel

V.51).

Departemen Keuangan RI 431

Page 432: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

No. Propinsi PDAM BPAM Jumlah

I. DI Aceh 10 0 102. Sumatera Utara 17 0 173. Sumatera Barat 14 0 144. Riau 7 0 75. Jambi 6 06. Sumatera Selatan 10 0 107. Bengkulu 4 0 48. Lampung 5 0 59. OK! Jakarta I 0 I10. Jawa Barat 24 0 24II. Jawa Tengah 36 0 3612. DI Yogyakarta 6 0 613. Jawa Timur 37 0 3714. Kalimantan Barat 7 0 715. Kalimantan Tengah 6 0 616. Kalimantan Selatan 10 0 1017. Kalimantan Timur 6 0 618. Sulawesi Utara 7 0 719. Sulawesi Tengah 4 0 420. Sulawesi Selatan 23 0 2321. Sulawesi Tenggara 4 0 422. Bali 8 0 823. Nusa Tenggara Barat 6 0 624. Nusa Tenggara Timur 4 8 1225. Maluku 5 0 526. Irian Jaya 9 0 927. Timor Timur 0 9 9

Jumlah 276 17 293

Tabel V. 51UNIT PELAKSANA PELA Y ANAN AIR BERSIH PER PROPINSI

SELURUH INDONESIA, 1993/94

Mengingat air bersih adalah salah satu kebutuhan dasar masyarakat, sehingga menjadi

salah satu prioritas utama pemerintah dalam pelayanannya kepada masyarakat, maka setiap

pemerintah daerah senantiasa berusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi, sambungan

rumah, dan penyediaan hidran umum bagi masyarakat yang belum terlayani dengan pjpa

sambungan rumah. Namun upaya peningkatan kapasitas produksi, pelayanan, dan penyediaan

hidran umum tersebut sangat erat kaitannya dengan ketersediaan dana. Dalam hat ini, pemerintah

daerah DKI Jakarta sampai dengan tahun anggaran 1992/93 telah berhasil menambah kapasitas

produksi sebanyak 2000 liter/detik dan dalam tahun anggaran 1993/94 menambah lagi kapasitas

produksinya dengan 1000 liter/detik atau meliputi sekitar 27,8 persen dari penambahan kapasitas

Departemen Keuangan RI 432

Page 433: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

produksi secara nasional.

Repelita V1992/93 .1993/94

No. Propinsi Kapasitas Sambungan Hidran Kapasitas Sambungan Hidran Kapasitas Sambungan Hidranproduksi rumah umum produksi rumah umum produksi rumah umum(Itr/dlk) (buah) (buah) (Itr/dtk) (buah) (buah) (Itr/dlk) (buah) (bnah)

I. 01 Aceh 162.0 2.863 263 145 3.807 128 472.5 13.630 9522. Sumatera Utara 107.0 3.233 310 85 24.550 250 365.0 51.631 1.2263. Sumatera Bural 120.0 3.644 370 70 10.433 277 669 39.885 1.7514. Riau 45.0 3.925 290 69,5 6.757 116 165.5 22.067 6855. Jambi 57.5 3.328 386 45 6.515 127 388.5 17.052 1.0056. Sumatera Selatan 67.0 3.508 593 26 14.470 172 363.0 46.917 1.8997. Bengkulu 56.0 2.925 150 11 3.964 102 157.0 10.491 5338. Laung 100.0 3.645 543 75 4.100 147 324.0 22.946 1.3869. OKI JakartA 2.000,00 31.372 0 1.000,00 21.040 0 3.100.0 165.543 1.51110. Jawa Bural 281 11.717 1.071 87.5 121.355 265 2.678.5 250.795 3.004II. Jawa Tengah 496 6.522 818 200.0 121.345 235 1.281,00 233.247 4.25612. DI Yogyakarta 170 2.644 322 139.0 25.000 90 614.0 60.683 1.39613. Jawa Timor 347.5 6.083 446 205 121.134 235 788.5 263.275 2.41314. Kalimantan Barat 68.0 3.789 532 40.0 5.250 176 555 37.733 73015. Kalimantan Tengah 75 2.603 453 325.0 8.570 195 626 18.671 98716. Kalimantan Selatan 50;0 4.114 408 82.5 6.750 245 366 13.081 1.07717. Kalimantan Timor 48.0 3.633 322 42.5 3.455 92 208,5 6.822 57918. Sulawe,i Ulm 120.0 4.541 366 37.5 6.347 156 160.5 16.32/ 1.15419. Sulawe,; Tengah 62 2.440 320 48 3.679 160 193 11.126 83320. Sulawe,i Sdakan 215 4.126 455 50 8.632 200 199 21.400 93421. Sulawe,i Tengg.... 80.0 3.500 369 61.5 6.290 170 210.5 30.427 93822. B.I i 85 3.600 356 85 7.119 140 583 42.123 1.01823. Nnsa Tengg...a B...al 96.0 3.299 338 157.5 3.815 170 304,5 12.034 82124. NIi,a Tengg...a Timor 145 3.178 363 192.5 18.000 160 537.5 36.930 1.39925. Maluku 92 2.525 229 60 4.000 154 186.0 12.942 72526. Irian Jaya 230.0 2.028 261 113 3.525 187 260 9.808 72927. Timor Timor 105 2.248 148 147.5 5.859 200 458.5 17.294 789

Jumlah 5.480,00 131.033 10.482 3.600,50 575.761 4559 16.247,50 1.484.874 34.730

Tabel V. 52PENAMBAHAN PELA Y ANAN AIR BERSlli PERKOT AAN PER PROPINSI,

1992/93 DAN 1993/94

1992/93 1993/94

Dalam hal penambahan sambungan rumah, Propinsi Jawa Barat menempati peringkat

tertinggi, yaitu menambah sebanyak 121,4 ribu sambungan rumah, yang berarti sebesar 21,1

persen dari jumlah penambahan sambungan rumah dalam tahun anggaran 1993/94, yaitu

sebanyak 575,8 ribu buah, yang antara lain disebabkan adanya daerah-daerah pemukiman baru.

Sementara itu daerah yang paling banyak menambah penyediaan hidran umum adalah Propinsi

Sumatera Barat, yaitu sebanyak 277 buah hidran umum. Penyediaan jumlah hidran umum ini

disesuaikan dengan jumlah penduduk dan wilayah yang tidak dapat dijangkau dengan sambungan

pjpa. Secara keseluruhan dalam Repelita V telah terjadi penambahan kapasitas produksi sebanyak

16,2 ribu liter/detik, sambungan rumah sebanyak 1.484,9 ribu buah, dan hidran umum sebanyak

34,7 ribu buah. Rincian penambahan kapasitas produksi, sambungan rumah, dan hidran umum

per propinsi dalam tahun anggaran 1992/93 dan 1993/94 dapat dilihat pada Tabel V.52. Dalam

Repelita V daerah yang mengalami penambahan kapasitas produksi terbesar adalah DKI Jakarta,

yaitu sebesar 3100 liter/detik, sedangkan yang memperoleh sambungan rumah terbanyak adalah

Departemen Keuangan RI 433

Page 434: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Propinsi Jawa Timur, yaitu sebanyak 263,3 ribu buah. Sementara itu, daerah yang melakukan

penambahan hidran umum terbanyak dalam periode yang sama adalah Propinsi Jawa Tengah,

yaitu sebanyak 4,3 ribu buah. Penambahan-penambahan tersebut senantiasa disesuaikan dengan

kapasitas, kebutuhan, dan ketersediaan dana.

Perusahaan daerah lainnya yang bergerak di luar bidang usaha perbankan/jasa keuangan

dan penyediaan pelayanan air bersih hingga saat ini telah berjumlah lebih dari 300 unit, yang

dimiliki dan dikelola oleh Pemda tingkat I atau Pemda tingkat II. Perusahaan-perusahaan daerah

tersebut bergerak di berbagai bidang usaha, antara lain di bidang bangunan/kontraktor, jasa,

pertanian/perkebunan, perdagangan, dan sebagainya. Keberagaman bidang usaha perusahaan

daerah di luar sektor keuangan/perbankan dan penyediaan air bersih tersebut menunjukkan

semakin luas cakupan pembangunan dan aktivitas perekonomian di daerah. Pemerintah daerah

juga senantiasa melakukan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan daerah tersebut, agar

mampu memberikan andil, baik dalam hal penerimaan bagi pemerintah daerah maupun dalam

penyerapan tenaga kerja. Bagi perusahaan daerah yang kegiatan usahanya relatif kecil dan bidang

usahanya relatif terbatas telah dilakukan penggabungan (merger) dengan perusahaan daerah

sejenis yang sudah ada.

5.6.2 Lembaga dana dan kredit perdesaan

Dalam upaya menumbuhkembangkan perekonomian daerah, memperluas kesempatan

kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, sejumlah pemerintah daerah telah

mendirikan lembaga dana dan kredit perdesaan (LDKP). Pada beberapa daerah pembentukan

lembaga ini diprakarsai oleh masyarakat daerah itu sendiri, sesuai dengan budaya dan

karakteristik masyarakat daerah yang bersangkutan, dan perkembangannya ditunjang oleh

pemerintah daerah. Manfaat utama lembaga ini adalah memberikan kesempatan kepada

masyarakat desa dalam memperoleh tambahan modal berupa kredit dengan pelayanan yang cepat

dan dengan prosedur yang sederhana.

Peranan LDKP lebih nampak setelah dikeluarkannya paket kebijaksanaan 27 Oktober

1988 (Pakto) dan paket kebijaksanaan 25 Maret 1989 (Pakmar), serta Undang-undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan, yang mengisyaratkan bahwa LDKP-LDKP tersebut perlu

ditingkatkan statusnya menjadi bank perkreditan rakyat (BPR), sehingga pada gilirannya akan

Departemen Keuangan RI 434

Page 435: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

dapat lebih berperan sebagaimana halnya dengan lembaga perbankan, namun dengan ciri khusus

tetap mengutamakan permodakan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Jumlah LDKP secara nasional dari tahun ke tahun semakin berkembang, apabila dalam

tahun 1991 jumlah LDKP keseluruhan baru berjumlah 1.973 unit, maka dalam tahun 1993 jumlah

LDKP telah mencapai sebanyak 2.047 unit. Dengan demikian selama periode tersebut jumlah

unit LDKP meningkat sebanyak 74 unit atau 3,8 persen. Sampai saat ini LDKP telah didirikan di

berbagai kecamatan dan desa-desa di 11 propinsi dengan nama sesuai kekhususan daerah yang

bersangkutan, yaitu lembaga kredit kecamatan (LKK) di Dr Aceh; lumbung pitih nagari (LPN) di

Sumatera Barat; badan kredit kecamatan (BKK) di Riau, badan kredit kecamatan (BKK) di

Bengkulu; lembaga perkreditan kecamatan (LPK) di Jawa Barat; badan kredit kecamatan (BKK)

di Jawa Tengah, badan usaha kredit perdesaan (BUKP) di Yogyakarta; lembaga kredit usaha

rakyat kecil (LKURK) di Jawa Timur; badan kredit kecamatan (BKK) di Kalimantan Selatan;

lembaga perkreditan desa (LPD) di Bali; dan lembaga kredit perdesaan (LKP) di Nusa Tenggara

Barat (Tabel V.53).

Propinsi LDKP Aset Modal Penabung Tabungan Nasabab Kredit(Unit) (Rp jula) (Rp jula) (orang) (Rp juta) (orang) (Rp juta) Desa Kecamata Desa. Kecamata

DI Aceh1991 19 406 150 0 0 4.170 319 5.463 139 865 191992 19 388 157 0 0 4.030 322 5.463 142 865 191993 19 385 157 0 0 3.601 319 5.463 142 865 19

Sumalera Baral1991 521 4.880 3.409 47.448 1.962 19.479 3.722 2.539 103 835 941992 521 5.277 3.409 52.460 2.289 19.090 2.465 3.472 108 858 941993 521 5.487 2.168 56.873 2.664 19.456 4.195 2.159 109 880 94

Ri au1991 6 142 106 1.064 34 327 63 1.142 78 125 61992 5 31 31 693 11 172 22 1.142 78 125 61993 5 27 12 422 14 106 17 1.142 78 125 6

Bengku1u1991 21 707 254 4.556 75 6.180 673 1.004 21 200 211992 21 737 269 4.464 78 6.120 696 1.004 21 200 211993 21 750 269 3.952 88 6.125 721 1.145 21 200 21

Jawa Barat1991 150 14.966 14.966 54.472 4.956 43.756 12.482 7.096 469 1.372 1151992 150 21.830 21.830 56.563 7.451 49.197 17.219 7.089 469 1.372 1191993 150 30.271 17.049 59.925 6.797 55.064 24.517 7.089 469 1.372 119

Jawa Tengah1991 308 55.061 50.786 206.841 2.010 238.399 11.785 8.543 510 1.864 3081992 308 35.936 30.746 223.463 3.386 279.578 14.806 8.543 510 1.941 3081993 308 32.150 21.411 254.283 8.362 258.521 23.448 8.491 529 2.049 308

DI Yogyakarta1991 14 21 70 0 10 2.051 106 438 73 127 141992 24 52 120 0 37 3.764 257 438 73 194 241993 32 262 502 0 71 5.884 546 438 73 194 32

Jumlah desalkec. yang Jumlah desalkec. yang

MENURUT JUMLAH UNIT, ASET, MODAL, PENABUNG, TABUNGAN, NASABAH, KREDITDAN JANGKAUAN PELA YANAN, PER 31 DESEMBER, 1991 -1993

d; Propins; dOayan; di Propins;

Tabel V. 53LEMBAGA DANA DAN KREDIT PERDESAAN SELURUH INDONESIA

Departemen Keuangan RI 435

Page 436: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

LDKP Aset Modal Penabung Tabungan Nasabah Kredit(Rp juta)

Desa Kecarnatan Desa Kecamatan-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -12Jawa Timur

1991 222 8.782 6.856 166.634 2.040 160.289 8.267 8.378 580 1.678 2221992 222 10.864 8.872 161.439 2.251 158.433 10.249 8.378 597 1.782 2221993 222 14.452 12.648 120.275 2.289 137.959 11.806 8.380 609 1.843 222

Bali1991 631 21.751 3.200 204.087 14.667 93.748 18.776 1.305 51 631 511992 650 36.524 5.547 320.422 26.393 126.861 28.796 1.305 51 650 511993 676 53.448 7.716 281.483 18.948 144.931 39.505 1.305 51 676 51

Kalimantan Selatan1991 32 1.460 1.456 0 0 14.462 1.272 2.439 109 715 321992 34 1.610 1.611 698 22 15.263 1.386 2.439 109 746 341993 34 2.144 1.605 5.158 232 18.128 1.786 2.439 109 836 34

Nusa Tenggara Barat1991 49 2.910 2.376 35.499 746 34.448 2.259 564 59 442 491992 59 4.108 3.117 33.488 981 35.641 2.515 564 59 556 591993 59 5.194 3.385 48.346 1.448 34.507 2.786 564 59 493 59

11 Propinsi1991 1.973 111.086 83.672 720.601 26.500 617.309 59.724 38.911 2.192 8.854 9311992 2.013 117.357 75.709 853.690 42.899 698.149 78.733 39.837 2.217 9.289 6571993 2.(147 144.570 66.922 830.717 4t1.913 684.282 109.646 38.615 2.249 9.533 965

(Rp juta)Propins.

Jumlah desaJkec. yang Jumlah desaJktC. yangdi Prop;nsi dilayan; d; Propins;

(Unit) (Rp juta) (orang) (orang) (Rp juta)

Dilihat dari perkembangannya, keberhasilan yang telah dicapai masing-masing LDKP

berbeda-beda untuk setiap daerah. Di Propinsi Bali, atas kerjasama yang baik antara pemerintah

daerah, bank pembangunan daerah, dan kepala adat, perkembangan LPD semakin meningkat,

baik jumlah unit, agel, modal, penabung, tabungan, nasabah, kredit, maupun jangkauan

pelayanan. Apabila sampai dengan tahun 1991 jumlah LPD baru sebanyak 631 unit, maka sampai

dengan tahun 1993 meningkat menjadi 676 unit, yang berarti dalam periode tersebut telah

bertambah sebanyak 45 unit atau sebesar 7,1 persen. Demikian pula jumlah aset mengalami laju

pertumbuhan rata-rata sebesar 56,8 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp 21,8 miliar dalam

tahun 1991 menjadi sebesar Rp 53,4 miliar dalam tahun 1993. Sementara itu, modal LPD juga

senantiasa meningkat dengan pesat, dengan semakin tingginya minat masyarakat desa di propinsi

Bali untuk memperoleh kredit sebagai tambahan modal kerja untuk membiayai kebutuhan usaha

yang produktif. Sampai dengan tahun 1993, jumlah modal LPD telah meningkat sebesar Rp 4,5

miliar atau 141,1 persen, yaitu dari sebesar Rp 3,2 miliar dalam tahun 1991 menjadi sebesar Rp

7,7 miliar dalam tahun 1993. Jumlah tabungan dan penabung dalam kurun waktu dua tahun

terakhir juga menunjukkan peningkatan yang positif. Apabila jumlah penabung dalam tahun 1991

baru sebanyak 204,1 ribu orang, maka dalam tahun 1993 telah meningkat menjadi sebanyak

281,5 ribu orang. Sedangkan jumlah tabungan telah meningkat sebesar 29,2 persen, yaitu dari

sebesar Rp 14,7 miliar dalam tahun 1991 meningkat menjadi sebesar Rp 18,9 miliar dalam tahun

1993. Dalam kaitan ini, jumlah tabungan per penabung dalam tahun-tahun 1991, 1992, dan 1993

masing-masing adalah sebesar Rp 71,9 ribu, Rp 82,4 ribu, dan Rp 67,3 ribu. Sementara itu,

Departemen Keuangan RI 436

Page 437: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

jumlah kredit rata-rata per nasabah dalam tahun-tahun 1991, 1992, dan 1993 masing-masing

adalah sebesar Rp 200,3 ribu, Rp 227 ribu, dan Rp 272 ribu. Jangkauan pelayanan LPD dalam

periode yang sama telah mencakup seluruh kecamatan yang ada, dan mencakup sekitar 51,8

persen dari seluruh desa yang ada di Propinsi Bali.

LDKP di Propinsi Sumatera Barat, yang dikenal dengan narna lumbung pitih nagari

(LPN), sampai dengan tahun 1993 telah berjumlah 521 unit. Dalam tahun 1991 jumlah seluruh

aset LPN adalah sebesar Rp 4,9 miliar dan dalam tahun 1993 telah meningkat menjadi sebesar Rp

5,5 miliar atau mengalami laju pertumbuhan rata-rata sebesar 6 persen per tahun. Jumlah kredit

yang disalurkan selama periode tersebut juga menunjukkan peningkatan. Apabila dalam tahun

1991 kredit yang dapat disalurkan kepada masyarakat baru sebesar Rp 3,7 miliar, maka dalam

tahun 1993 telah mencapai sebesar Rp 4,2 miliar, atau meningkat sebesar Rp 473 juta atau 12,7

persen. Jumlah tabungan dan penabung pada periode yang sama juga mengalami peningkatan.

Apabila pada akhir tahun 1991 jumlah tabungan seluruhnya mencapai sekitar Rp 2 miliar dengan

jumlah penabung hanya sebanyak 47,4 ribu orang, maka sampai dengan akhir tahun 1993 telah

meningkat menjadi Rp 2,7 miliar dengan penabung sekitar 56,9 ribu orang, yang berarti dalam

periode tersebut jumlah tabungan mengalami laju pertumbuhan rata-rata sebesar 16,5 persen dan

jumlah penabung mengalami laju pertumbuhan sebesar 9,6 persen per tahun. Sementara itu,

jumlah desa yang telah terlayani dalam tahun 1993 mencapai 15,8 persen dari jumlah desa di

propinsi tersebut. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari pembinaan yang dilakukan oleh

Pemda tingkat I dan tingkat II di Propinsi Sumatera Barat bersama-sama dengan BPD setempat.

Di Propinsi Bengkulu, lembaga kredit perdesaan yang dikenal dengan nama badan kredit

kecamatan (BKK) sampai dengan tahun 1993 berjumlah 21 unit, yang bertujuan untuk membantu

permodalan bagi masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor-sektor pertanian,

perdagangan, dan industri kecil. Permodalan BKK dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini

menunjukkan peningkatan, yang dapat dilihat dari perkembangan modalnya yang senantiasa

meningkat. Apabila dalam akhir tahun 1991 modal yang dimiliki baru sebesar Rp 254 juta, maka

sampai dengan tahun 1993 modal tersebut telah meningkat menjadi sebesar Rp 269 juta, yang

berarti dalam periode tersebut mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,9 persen per tahun.

Selain itu jumlah aset senantiasa terus meningkat, yaitu dalam tahun 1993 jumlah aset BKK telah

mencapai sebesar Rp 750 juta, yang berarti telah meningkat sebesar Rp 43 juta atau 6,1 persen

apabila dibandingkan jumlah aset pada tahun 1991 sebesar Rp 707 juta. Demikian juga jumlah

Departemen Keuangan RI 437

Page 438: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

kredit yang tersalurkan ke masyarakat desa dari waktu ke waktu terus bertambah besar

jumlahnya. Apabila dalam tahun 1991 baru sebesar Rp 673 juta, maka sampai dengan tahun 1993

kredit yang disalurkan telah mencapai Rp 721 juta, yang berarti dalam kurun waktu tersebut

meningkat sebesar 13,2 persen. Sedangkan jumlah kredit per nasabah dalam tahun 1991, 1992,

1993 masing-masing adalah sebesar Rp 108,9 ribu, Rp 113,7 ribu, dan Rp 117,7 ribu. Dalam

periode yang sama jumlah desa yang dilayani meningkat sebesar 14 persen dari jumlah desa yang

ada, yaitu dari 1.004 desa dalam tahun 1991 menjadi 1.145 desa dalam tahun 1993. Daerah yang

paling sedikit unit LDKP-nya adalah Propinsi Riau, yaitu sebanyak 6 unit BKK, 1 unit

diantaranya telah dikukuhkan menjadi bank perkreditan rakyat (BPR), dengan bentuk hukum

badan usaha perusahaan daerah.

5.7. Produk domestik regional bruto (PDRB)

Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah, baik yang dilakukan oleh pemerintah

maupun masyarakat swasta, dalam rangka peningkatan kesejahteraan penduduknya, dapat dinilai

melalui tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB). PDRB adalah nilai dari

seluruh produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu

daerah, dalam kurun waktu satu tahun. PDRB merupakan indikator yang sangat penting untuk

mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan daerah yang telah dilaksanakan dan sekaligus

berguna untuk menentukan arah pembangunannya di masa yang akan datang. PDRB juga secara

tidak langsung merupakan salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk menilai

kemampuan daerah dalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya.

Pertumbuhan ekonomi daerah dari tahun ke tahun dapat dilihat melalui besaran PDRB,

baik berdasarkan harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan. Dewasa ini harga konstan

yang digunakan untuk PDRB adalah harga konstan 1983. PDRB yang dihitung berdasarkan harga

konstan menunjukkan pertumbuhan ekonomi daerah secara riil, karena telah dikurangi atau

diperhitungkan faktor inflasi. Berdasarkan laju pertumbuhan PDRB selama periode 1984-1992,

terlihat bahwa kegiatan pembangunan ekonomi di daerah memperlihatkan hasil yang cukup

menggembirakan. Hampir di seluruh propinsi di Indonesia laju pertumbuhan ekonominya di atas

rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Laju pertumbuhan rata-rata PDRB menurut harga yang

berlaku adalah sebesar 14,3 persen, sedangkan menurut harga konstan 1983 adalah sebesar 6,5

Departemen Keuangan RI 438

Page 439: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

persen. Rincian mengenai laju pertumbuhan PDRB menurut propinsi selama periode 1984-1992

berdasarkan harga yang berlaku dan harga konstan 1983 dapat dilihat dalam Tabel V.54 dan

Tabel V.55.

Garnbaran PDRB untuk masing-masing daerah berbeda-beda, yang disebabkan karena

masing-masing daerah mempunyai ciri yang khusus, baik dilihat dari sumber daya alam, jumlah

penduduk, maupun luas wilayahnya. Misalnya Propinsi Jawa Barat, sesuai dengan kondisi

alamnya yang relatif subur, jumlah penduduk yang banyak, dan menerima penanarnan modal

swasta yang cukup besar, PDRB-nya menjadi terbesar dibandingkan daerah lainnya dalam tahun

1992, baik dilihat atas dasar harga berlaku maupun harga konstan 1983. Di lain pihak, Propinsi

Timor Timur mempunyai PDRB yang terkecil dalam tahun yang sama. Bila dilihat dari laju

pertumbuhan rata-rata tahunan PDRB, Propinsi Timor Timur mengalami laju pertumbuhan rata-

rata tertinggi, yaitu sebesar 18,9 persen berdasarkan harga berlaku dan 8,8 persen berdasarkan

harga konstan 1983. Sedangkan tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan Propinsi Jawa Barat

dalam kurun waktu yang sama adalah sebesar 15,3 persen berdasarkan harga berlaku dan 7

persen berdasarkan harga konstan 1983, yang berarti sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan rata-rata PDRB di seluruh propinsi.

Dewasa ini pada beberapa daerah seperti DI Aceh, Riau, dan Kalimantan Timur,

kandungan minyak dan gas bumi (migas) masih merupakan faktor dominan dalam pembentukan

struktur ekonomi daerah. Kontribusi migas yang berarti terhadap total PDRB menyebabkan

perbedaan PDRB yang cukup besar antara daerah yang memiliki migas dengan daerah yang tidak

memiliki migas. Dengan mempertimbangkan peranan kontribusi migas tersebut, maka

perhitungan PDRB dapat dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu PDRB dengan memperhitungkan

migas dan PDRB tanpa migas, karena sebagian besar hasil dari sektor migas tersebut diterima

oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, PDRB yang dapat dipakai sebagai ukuran yang lebih

tepat untuk menggambarkan kondisi dan kegiatan ekonomi di daerah adalah PDRB tanpa migas.

Perkembangan PDRB tanpa migas menurut propinsi selama periode 1984-1992, baik atas

dasar harga berlaku dan harga konstan 1983, dapat dilihat pada Tabel V.56 dan Tabel V.57.

Berdasarkan harga berlaku, PDRB tanpa migas berkembang dengan laju pertumbuhan rata-rata

per tahun sebesar 15,7 persen, sedangkan berdasarkan harga konstan 1983 adalah sebesar 7,3

persen per tahun. Relatif tingginya pertumbuhan PDRB tanpa migas terhadap total PDRB, baik

Departemen Keuangan RI 439

Page 440: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

atas dasar harga berlaku maupun atas harga konstan 1983, secara tidak langsung mencerminkan

bahwa arah kegiatan pembangunan perekonomian daerah telah bergeser dari kegiatan ekonomi

yang bertumpu pada sektor migas ke kegiatan-kegiatan ekonomi di luar sektor migas.

PertumbuhanNo. Propinsi 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 **) rata-rata

(%)-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -121. DI Aceh 4.224,40 4.251,40 5.208,00 5.200,80 6.067,00 6.699,30 7.239,30 7.968,70 8.622,60 9,332. Sumatera Utara 4.361,90 4.701,80 5.182,10 6.439,90 7.907,20 9.324,40 10.774,80 12.111,60 14.316,70 16,023. Sumatera Bacat 1.441,80 1.615,80 1.847,30 2.205,40 2.561,20 2.913,30 3.302,50 3.746,30 4.276,20 14,564. Riau 7.615,70 7.433,10 7.522,20 9.363,50 9.188,80 11.275,20 12.215,30 15.090,70 14.669,90 8,545. Jambi 528,2 577,1 711,4 840,3 991,5 1.214,30 1.396,90 1.577,30 1.787,50 16,466. Sumatera Selatan 4.112,20 4.558,40 4.613,90 5.531,00 6.174,90 7.291,80 7.901,60 8.998,80 10.029,30 11,797. Bengkulu 301,3 359,6 448,3 533 633,6 693,6 806,7 941,7 1.100,50 17,588. Lampung 1.227,40 1.363,60 1.800,40 2.172,10 2.540,00 2.872,90 3.224,60 3.653,90 4.351,20 17,149. OK1 Jalana 10.211,50 11.282,60 12.680,20 14.787,00 16.796,00 19.783,90 22.830,20 26.355,20 30.923,60 14.8610. Jawa Barat 13.144,20 14.635,10 15.715,50 18.656,30 22.500,70 26.324,30 31.707,40 36.606,10 41.064,10 15,3II. Jawa Tengah 8.828,70 10.124,20 11.492,30 13.593,70 16.422,80 18.692,20 21.689,30 25.980,40 30.200,70 16,6212. DI Yogyakana 894,2 993,7 1.162,10 1.300,10 1.487,00 1,651,5 1.900,50 2.200,90 2.500,90 13,7213. Jawa Timur 12.694,60 14.016,80 15.841,80 18.086,30 20.920,90 24.660,80 29.131,50 34.072,00 38.566,70 14,914. Kalimantan Bacat 996,3 1.121,00 1.356,20 1.631,90 2.092,60 2.333,40 2.742,60 3.271,50 3.702,50 17,8315. Kalimantan Tengah 551,9 636,3 742,1 880 1.057,20 1.200,30 1.387,10 1.621,70 1.951,40 17,116. Kalimantan Selatan 1.048,00 1.143,50 1.237,80 1.474,90 1.732,00 2.054,40 2.333,80 2.715,60 3.165,50 14,8217. Kalimantan Timor 5.575,10 5.961,70 5.502,00 7.218,40 7.927,40 8.831,40 10.684,30 12.223,10 13.493,50 11,6818. Sulawesi Utara 745,3 810,8 874,9 1.018,40 1.140,80 1.289,70 1.506,60 1.731,90 1.963,00 12,8719. Sulawesi Tengah 426 479,9 535,3 617,2 723,4 842,7 957,2 1.108,90 1.267,60 14,620. Sulawesi Selatan 2.012,40 2.322,80 2.665,20 2.955,00 3.580,70 4.035,70 4.476,70 5.261,70 6.071,30 14,821. Sulawesi Tenggaca 360,5 372,8 418,9 481,9 629,5 722,7 821,4 966,4 1.063,90 14,4922. Bali 1.092,40 1.441,30 1.694,20 1.936,10 2.197,80 2.552,50 3.017,90 3.502,70 3.975,30 17,5223. Nusa Tenggaca Barat 635,3 709 770,6 855,7 950,1 1.094,50 1.332,60 1.572,40 1.870,40 14,4524. Nusa Tenggaca Timur 594,5 659,4 737,1 848,9 938,1 1.041,40 1.196,80 1.396,50 1.639,00 13,5125. Maluku 580,9 636,6 728,3 940,3 1.130,00 1.355,20 1.498,60 1.750,50 1.940,70 16,2726. Irian Jaya 887,3 933,4 1.074,60 1.142,60 1.299,70 1.633,30 2.183,80 2.696,60 3.059,30 16,7327. Timor Timor 96,.9 112,4 132,7 167,4 200,1 230,8 269,4 327,8 386,4 18,87

PDRB 85.188,90 93.254,10 102.695,40 120.878,20 139.791,00 162.615,40 188.529,50 219.451,00 247.959,50 14,29

**) Angka sementara

(dalam miliar rupiah)

Tabel V. 54PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA BERLAKU

PER PROPINSI, 1984 -1992

Keterangan; *) Angka diperbaiki

Departemen Keuangan RI 440

Page 441: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanNo. Propinsl 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991*) 1992**) rata-rata

%-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -121. DI Aceh 4.098,40 4.209,70 4.229,90 4.593,40 5.009,70 5.418,30 5.715,20 6.019,90 6.271,90 5,462. Sumatera Utara 3.735,30 3.886,50 4.131,70 4.492,40 4.999,20 5.478,90 5.934,60 6.364,60 6.832,70 7,843. Sumatera Baral 1.300,30 1.355,60 1.423,80 1.498,30 1.596,80 1.712,10 1.832,40 1.948,10 2.078,10 6,044. Riau 6.785,40 6.500,60 7,322,7 8.178,20 8.500,90 8.944,80 9.642,70 9.832,80 10.798,20 5,985. Jambi 519,1 556,1 585,9 628,9 697,3 773,9 844,7 892 947,7 7,816. Sumatera Selakan 3.856,80 4.061,00 4.249,40 4.247,80 4.509,30 4.863,60 4.878,50 5.112,90 5.587,90 4,747. Bengkulu 278,3 299,8 331,9 357 395,9 426,7 459,9 497,5 533,9 8,488. Lampung 1.182,80 1.268,70 1.395,60 1.529,40 1.645,00 1.780,40 1.919,50 2.024,70 2.247,90 8,369. D KI Jakarta 9.204,60 9.678,70 10.163,60 10.757,80 11.469,20 12.586,10 13.664,70 14.730,30 15.949,00 7,1110. Jawa Baral 11.940,30 12,671,2 13.504,50 14.035,90 15.167,90 16.409,10 17.959,10 19.195,90 20.582,90 7,0411. Jawa Tengah 8.232,20 8.919,60 9.459,70 10.016,20 10.652,30 11.340,40 12.134,00 13.002,60 13.970,00 6,8312. DI Yogyakarta 809,8 821,3 885,1 921,2 976,4 1.037,70 1.085,10 1.141,40 1.220,60 5,2613. Jawa Timur 11.513,20 12.147,40 12.895,60 13.523,80 14.420,00 15.495,20 16.737,00 17.924,00 19.183,90 6,5914. Kalimantan Baral 899;0 962 1.104,30 1.206,10 1.404,20 1.470,40 1.574,80 1.678,90 1.797,60 9,0515. Kalimantan Tengah 504,3 536,1 589,7 632,5 '686,6 718,9 772,6 837,6 919,6 7,816. Kalimantan Se1atan 960,6 988,2 1.017,00 1.104,70 1.197,50 1.282,90 1.374,70 1.481,60 1.643,60 6,9417. Kalimantan Timur 5.237,00 5.276,40 5.318,40 5.314,90 5.309,20 5.444,60 5.812,00 6.182,00 6.392,40 2,5218. Sulawesi Utara 681,2 704,6 730 770,3 825 873,3 957,5 1.045,90 1.138,90 6,63.i9. Sulawesi Tengah 374,3 392,6 419,5 449,4 486,8 535,2 576 626,1 679,3 7,7320. Sulawesi Selatan 1.829,50 1.964,80 2.149,70 2.227,30 2.450,00 2.608,70 2.784,60 3.049,90 3.279,80 7,5721. Sulawesi Tenggara 322 334,8 366,4 386 420,8 465,1 525,6 585,2 613,4 8,3922. Bali 988,8 1.073,40 1.153,70 1.251,70 1.354,60 1.473,30 1.603,90 1.736,90 1.880,00 8,4223. Nusa Tenggara Bara! 574,5 592,9 629 648,8 690 751,4 818,5 879 954,1 6,5524. Nusa Tenggara Timur 535,2 555,7 585,2 607,8 632,4 667,5 714,4 762,8 821,7 5,5125. Maluku 516,4 538,8 600,7 673,9 734,4 783 857,7 924,7 964,9 8,1326. Irian Jaya 791,2 774,7 820,9 848,3 923,7 1.019,70 1.097,90 1.264,20 1.373,20 7,1427. Timor Timur 87,8 93,8 99,2 107,2 116,9 125,4 140 154,6 172 8,77

PDRB 77.758,30 81.165,00 86.162,90 91.009,30 97.272,00 104.486,40 112.417,50 119.896,00 128.843,10 6,52

**)Angka sementara

(dalam miliar rupiah)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1983PER PROPINSI, 1984 - 1992

Kelerangan : .*)Angka diperbaik

Tabel V, 55

Departemen Keuangan RI 441

Page 442: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PertumbuhanNo. 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 0, 1991 *) 1992**) rata-rata

(%)

I. DI Aceb 1.334,30 1.540,80 1.713,30 1.967.2 2.292,90 2.571,80 2.923,10 3.404,50 3.984,70 14,652. 4.071,4. 4.443,10 4.979,20 6.210,40 7.670,80 9.039,40 10.390,80 11.693,50 13.826,50 16,513. 1.441,80 1.615,80 1.847,30 2.205,40 2.561,20 2.913,30 3.302,50 3.746,30 4.276,20 14,564. Riau 1.167,10 1.315,20 1.459,60 1.714,60 1.991,20 2.332,20 2.592,10 3.328,00 3.769,50 15,785. Jambi 511,2 558,7 704,7 831,6 977,8 1.196,90 1.350,00 1.527,10 1.737,40 16,526. 2.800,90 3.105,50 3.469,30 4.166,70 4.859,10 5.686,70 5.985,90 6.750,80 7.610,60 13,317. Bengkulu 301,3 359,6 448,3 533 633,6 693,6 806,7 941,7 1.100,50 17,588. Lampung 1.227,40 1.363,60 1.800,40 2.172,10 2.540,00 2.872,90 3.224,60 3.653,90 4.351,20 17,149. 10.211,50 11.282,60 12.680,20 14.787,00 16.796,00 19.783,90 22.830,20 26.355,20 30.923,60 14,8610. 10.707,30 12.427,40 14.264,00 16.886,40 20.618,50 23.938,20 28.294,60 33.326,20 37.772,40 17,0711. 8.190,30 9.284,60 10.577,80 12.163,80 14.799,70 16.857,00 19.535,40 23.389,60 26.809,70 15,9812. 894,2 993,7 1.162,10 1.300,10 1.487,00 1.651,5. 1.900,50 2.200,90 2.500,90 13,7213. 12.694,60 14.016,80 15.833,70 18.077,10 20.907,80 24.644,60 29.113,30 34.051,60 38.537,70 14,8914. 996,3 1.121,00 1.356,20 1.631,90 2.092,60 2.333,40 2.742,60 3.271,50 3.702,50 17,8315. 551,9 636,3 742,1 880 1.057,20 1.200,30 1.387,10 1.621,70 1.951,40 17,116. 983,6 1.080,90 1.203,60 1.425,90 1.704,10 2.022,70 2.296,70 2.672,40 3.116,30 15,5117. 1.417,90 1.584,50 1.873,70 2.467,10 3.058,00 3.760,80 4.323,50 4.967,70 5.298:1 17,9118. 745,3 810,8 874,9 1.018,40 1.140,80 1.289,70 1.506,60 1.731,90 1.963,00 12,8719. 426 479,9 535,3 617,2 723,4 842,1 957,2 1.108,90 1.267,60 14,620. 2.012,40 2.322,80 2.665,20 2.955,00 3.580,70 4.035,70 4.476,70 5.261,70 6.071,30 14,821. 360,5 372,8 418,9 481,9 629,5 722,7 821,4 966,4 1.063,90 14,4922. Bali 1.092,40 1.441,30 1.694,20 1.936,10 2.197,80 2.552,50 3.017,90 3.502,70 3.975,30 17,5223. 635,3 709 770,6 855,7 950,1 1.094,50 1.332,60 1.572,40 1.870,40 14,4524. 594,5 659,4 737,1 848,9 938,1 1.041,40 1.196,80 1.396,50 1.639,00 13,5125. Maluku 573,9 628 723,5 932,2 1.119,50 1.341,10 1.487,40 1.737,40 1.923,20 16,3226. Irian Jaya 534,9 602,6 740,1 855,7 984,4 1.323,30 1.907,30 2.447,30 2.814,50 23,0727. 96,9 112,4 132,7 167,4 200,1 230,8 269,4 327,8 386,4 18,87

FORB 66;575,1 74.869,20 85.407,80 100.088,70 118.511,80 137.973,20 159.973,10 186.955,60 214.243,90 15,73

PER PROPINSI, 1984 - 1992(dalam miliar rupiah)

Tabel V 56PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TANPA MIGAS ATAS DASAR HARGA BERLAKU

Propinsl

Sumatera UraraSumatera Barar

Sumatera Selatan

OKI Jakarta

Jawa TengabDI YogyakartaJawa TimurKalimantan BararKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurSulawesi UtaraSulawesi TengabSulawesi SelaranSulawesi Tenggara

Nusa Tenggara Timur

Timor Timur

Keterangan . *) Angkadiperbaik**) Angka sementara

Jawa Barar

Nusa Tenggara Barar

Departemen Keuangan RI 442

Page 443: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

PerturnbuhanNo. ProPinsi 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 **) rata-rata

(%)-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -121. DI Aceh 1.222,00 1.266,00 1.379,00 1.438,10 1.534,70 1.654,80 1.772,90 1.899,40 2.059,90 6,742. Sumatera Utara 3.544,00 3.698,00 3.947,80 4.308,70 4.824,70 5.297,5. 5.736,90 6.159,70 6.622,70 8,133. Sumatera Barat 1.300,30 1.355,60 1.423,80 1.498,30 1.596,80 1.712,10 1.832,40 1.948,10 2.078,10 6,044. Riau 1.035,00 1.102,00 1.162,90 1.273,80 1.374,40 1.521,80 1.653,50 1.811,50 1.986,10 8,495. Jambi 500 535 575 620,2 683,3 753,8 812,4 853,8 907,2 7,736. Sumatera Selatan 2.643,00 2.760,00 2.941,60 3.141,10 3.397,80 3.708,00 3.740,90 3.956,70 4.208,40 5,997. Bengkulu 278,3 299,8 331,9 357 395,9 426,7 459,9 497,5 533,9 8,488. Lampung 1.182,80 1.268,70 1.395,60 1.529,40 1.645,00 1.780,40 1.919,50 2.024,70 2.247,90 8,369. OK1 Jalana 9.204,60 9.678,70 10.163,60 10.757,80 11.469,20 12.586,10 13.664,70 14.730,30 15.949,00 7,1110. Jawa Barat 9.760,00 10.731,00 11.471,30 12.095,90 13.198,30 14.352,30 15.637,30 16.820,10 18.109,90 8,0311. Jawa Tengah 7.594,00 8.135,00 8.604,70 9.031,90 9.685,90 10.297,10 11.042,60 11.772,90 12.578,80 6,5112. DI Yogyakana 809,8 821,3 885,1 921,2 976,4 1.037,70 1.085,10 1.141,40 1.220,60 5,2613. Jawa Timur 11.513,20 12.147,40 12.886,60 13.513,50 14.408,10 15.482,70 16.725,50 17.912,50 19.168,00 6,5814. Kalimantan Barat 899 962 1.104,30 1.206,10 1.404,20 1.470,40 1.574,80 1.678,90 1.797,60 9,0515. Kalimantan Tengah 504,3 536,1 589,7 632,5 686,6 718,9 772,6 837,6 919,6 7,816. Kalimantan Selatan 901 935 989,5 1.067,60 1.173,30 1.256,10 1.346,90 1.452,10 1.610,30 7,5317. Kalimantan Timor 1.316,00 1.412,00 1.584,10 1.839,60 2.071,50 2.203,80 2.338,50 2.504,50 2.557,00 8,6618. Sulawesi Utara 681,2 704,6 730 770,3 825 873,3 957,5 1.045,90 1.138,90 6,6319. Sulawesi Tengah 374,3 392,6 419,5 449,4 486,8 535,2 576 626,1 '679,3 7,7320. Sulawesi Selatan 1.829,50 1.964,80 2.149,70 2.227,30 2.450,00 2.608,70 2.784,60 3.049,90 3.279,80 7,5721. Sulawesi Tenggara 322 334,8 366,4 386 420,8 465,1 525,6 585,2 613,4 8,3922. Bali 988,8 1.073,40 1.153,70 1.251,70 1.354,60 1.473,30 1.603,90 1.736,90 1.888,00 8,4223. Nusa Tenggara Bara! 574,5 592,9 629 648,8 690 751,4 818,5 879 954,1 6,5524. Nusa Tenggara Timur 535,2 555,7 585,2 607,8 632,4 667,5 714,4 762,8 821,7 5,5125. Maluku 510 531 593 662,3 722,8 770,9 848,6 914,1 951,6 8,1126. Irian Jaya 479 495 568,9 616,1 680,2 764,7 908,2 1.096,00 1.208,70 12,2727. Timor Timor 87,8 93,8 99,2 107,2 116,9 125,4 140 154,6 172 8,77

PDRB 60.589,60 64.382,20 68.731,10 72.959,80 78.905,50 85.295,30 91.993,60 98.852,20 106.262,40 7,27

**) Angka sementara

(dalam miliar rupiah)PER PROPINSI, 1984 - 1992

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TANPA MIGAS ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1983

Keterangan : *) Angka diperbaiki

Tabel V. 57

Dalam tahun 1992, propinsi-propinsi yang mempunyai PDRB tertinggi didominasi oleh

seluruh propinsi yang terletak di pulau Jawa, yaitu propinsi-propinsi Jawa Timur, Jawa Barat,

DKI Jakarta, dan Jawa Tengah, masing-masing sebesar Rp 19.168 miliar, Rp 18.109,9 miliar, Rp

15.949 miliar, Rp 12.578,8 miliar. Sedangkan dalam tahun yang sama Propinsi Timor Timur dari

Propinsi Bengkulu merupakan propinsi-propinsi yang mempunyai PDRB terendah, yaitu masing-

masing sebesar Rp 172 , miliar dari Rp 533,9 miliar.

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh besarya kemampuan masing-masing

sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Nilai tambah yang diciptakan oleh masing-

masing sektor menggambarkan peranan sektor-sektor tersebut dalam struktur perekonomian

daerah. Semakin besar nilai tambah yang dihasilkan suatu sektor ekonomi semakin besar pula

ketergantungan daerah yang bersangkutan terhadap kemampuan berproduksi sektor tersebut.

Gambaran struktur perekonomian dalam tahun 1984 dan 1992 menunjukkan bahwa peranan

sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan, restoran, dan hotel merupakan sektor-sektor yang dominan dalam pembentukan

Departemen Keuangan RI 443

Page 444: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

perekonomian daerah. Perubahan struktur ekonomi di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu

disebabkan karena telah terjadi perkembangan dari pergeseran atas sektor-sektor ekonomi

tersebut.

Dari gambaran perkembangan di berbagai sektor berdasarkan harga yang berlaku, ternyata

peranan sektor pertanian masih tetap stabil dan dominan dibandingkan dengan sektor-sektor

lainnya. Kontribusi sektor pertanian terhadap seluruh sektor PDRB, baik dalam tahun 1984

maupun 1992, mencapai lebih dari 21 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian

Indonesia masih bertumpu pada sektor pertanian. Pota kegiatan perekonomian di luar sektor

pertanian mengalami perubahan-perubahan, yaitu selama periode tersebut dominasi sektor

pertambangan dari penggalian dalam persentase terhadap seluruh sektor PDRB telah bergeser

kepada sektor industri dan pengolahan. Sektor yang berfungsi untuk mengolah lebih lanjut hasil--

hasil pertanian dan pertambangan untuk menjadi produk yang lebih besar manfaatnya

mempunyai peranan yang cukup penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah

dewasa ini. Hal ini terlihat dari besarnya kontribusi sektor industri dan pengolahan yang terus

meningkat, yakni dari sebesar 14 persen dalam tahun 1984 menjadi sebesar 20,8 persen terhadap

seluruh PDRB dalam tahun 1992. Sedangkan kontribusi sektor pertambangan dari penggalian

terhadap seluruh PDRB mengalami penurunan, yaitu dari 19,9 persen menjadi 10,9 persen dalam

periode yang sama. Hal ini terutama dipengaruhi oleh penunman kontribusi subsektor migas

terhadap seluruh PDRB dalam kurun waktu tersebut. Sejalan dengan meningkatnya peranan

sektor pertanian dan industri dalam beberapa tahun terakhir ini, maka persentase sektor

perdagangan, restoran, dan hotel terhadap seluruh PDRB juga mengalami peningkatan, yaitu dari

16,3 persen dalam tahun 1984 menjadi 18,9 persen dalam tahun 1992. Di pihak lain, sektor-

sektor lain pada umumnya tidak banyak mengalami perubahan yang cukup berarti. Rincian lebih

lanjut mengenai perkembangan distribusi PDRB berdasarkan sektor ekonomi atau lapangan

usaha atas dasar harga berlaku dan harga konstan 1983 dalam tahun 1984 dari 1992 dapat dilihat

dalam Tabel V.58

Departemen Keuangan RI 444

Page 445: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Persentase PersentaseNo. Lapangan usaha sektor 1984 terhadap 1992*) terhadap

total PORB total PORB(%) (%)

Atas dasar harga yang berlakuI. Pcrtanian 18.688,50 21,94 53.100,40 21,422. Pertambangan dan penggalian 16.962,40 19,91 27.109,00 10,933. Industri pengolaban 11.960,10 14,04 51.398,10 20,734. Listrik, gas dan airminum 832 0,98 3.588,40 1.455. Bangunan 3.857,90 4,53 11.900,40 4,86. Perdagangan, resloran dan botel 13.843,60 16,25 46.762,30 18,867. Pengangkutan dan komunikasi 5.144,00 6,04 15.305,10 6,178. Bank dan lembaga keuangan 2.992,70 3,51 9.855,40 3,989. Usaha sewa bangunan dan tanab 2.028,20 2,38 4.596,60 1,8510. Pemerintahan dan hankam 5.990,50 7,03 16.093,00 6,49II. Jasa-jasa 2.889,40 3,39 8.241,00 3,32

Jumlah 85.188,90 100 247.959,50 100Atas dasar harga konstan 1983

I. Pcrtanian 17.222,30 22,15 25.639,70 19,92. Pertambangan dan penggalian 15.717,60 20,21 18.052,90 14,013. Industri pengolaban 10.917,90 14,04 26.307,80 20,424. Listrik, gas dan air minum 646,6 0,83 1.841,50 1,435. Bangunan 3.575,20 4,6 6.341,90 4,926. Perdagangan, restoran dan botel 12.435,60 15,99 22.958,30 17.827. Pengangkutan dan komunikasi 4.616,30 5,94 8.199,60 6,368. Bank dan lembaga keuangan 2.675,60 3,44 4.909,20 3.819. Usaha sewa bangunan dan tanab 1.861,70 2,39 2.510,50 1,9510. Pemerintahan dan bankam 5.501,90 7,08 7.931,50 6,16II. Jasa-jasa 2.587,70 3,33 4.150,70 3,22

Jumlah 77.758,40 100 128.843,60 100

(dalam miliar rupiah)

Tabel V. 58PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO A TAS DASAR HARGA BERLAKUDAN HARGA KONSTAN 1983 MENURUT LAPANGAN USAHA, 1984 DAN 1992

Keterangan: *j Angka sementara

PDRB per kapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap

penduduk sebagai hasil dari proses produksi seluruh kegiatan ekonomi. PDRB per kapita tanpa

migas secara tidak langsung dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam menilai tingkat

kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Semakin meningkatnya PDRB per kapita tanpa migas

dalam suatu daerah dapat diartikan bahwa kesejahteraan masyarakatnya semakin membaik.

Dalam kaitan ini variabel-variabel yang mempengaruhi perkembangan PDRB per kapita adalah

nilai nominal PDRB itu sendiri dan jumlah penduduk di daerah yang bersangkutan.

Perkembangan PDRB per kapita tanpa migas menurut propinsi selama periode 1984-1992

Departemen Keuangan RI 445

Page 446: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

berdasarkan harga berlaku dapat dilihat dalam Tabel V.59. Dalam periode tersebut, PDRB per

kapita tanpa migas di Indonesia telah meningkat dengan cepat, yakni dari Rp 418,2 ribu dalam

tahun 1984 menjadi Rp 1.161,6 ribu dalam tahun 1992, atau meningkat dengan laju pertumbuhan

rata-rata per tahun sebesar 13,6 persen. Selanjutnya Grafik V.12 menyajikan distribusi PDRB per

kapita tanpa migas atas dasar harga berlaku dalam tahun 1984 dari tahun 1992. Grafik tersebut

memperlihatkan bahwa DKI Jakarta dari Propinsi Kalimantan Timur merupakan 2 propinsi yang

mempunyai PDRB per kapita tanpa migas tertinggi dari lebih mencolok dibandingkan dengan

propinsi lain. Dalam tahun yang sama Propinsi Timor Timur dari Propinsi Nusa Tenggara Timur

merupakan dua propinsi dengan tingkat PDRB per kapita tanpa migas yang terendah. Laju

pertumbuhan rata-rata PDRB per kapita tanpa migas untuk Propinsi Irian Jaya selama periode

1984-1992 tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah lain, yaitu sebesar 18,3 persen per tahun,

sedangkan Propinsi Sumatera Selatan mengalami laju pertumbuhan yang terendah yaitu sebesar

10,4 persen per tahunnya.

PertumbuhanNo. Propinsi 1984 1985 1986 1987 1988 1989" 1990*) 1991 1992**) rata-rata

(%)-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -121. DI Aceh 459 516 558.6 629,4 722 780 863.3 980,9 1.121,90 11,822. Sumatera Utara 449,1 480,2 527,2 647,6 783,8 905,2 1.019,90 1.127.0 1.310,80 14,333. Sumatera Barat 397 437,8 492,6 581,1 664,3 743,8 830,1 927,1 1.035,00 12,724. Riau 456,6 493,6 525,4 597 664,5 746,1 795 980,3 1.068,30 11,215. Jambi 309,8 327,6 399,6 460,6 523,9 620,4 677 742,2 819,8 12,936. Sumatera Selatan 535,8 576,2 624,4 734,4 830,7 943,2 963,2 1.055,80 1.186,10 10,447. Bengkulu 330,5 377,9 451,3 521,6 593,9 622,7 693,9 777,4 873,6 12,928 Lampung 239,1 258,8 332,9 394,3 449,2 495,1 541,5 599 695 14,279. DKI Jalana 1.432,60 1.545,60 1.696,20 1.938,10 2.149,90 2.473,20 2.787,50 3.148,80 3.621,90 12,2910. Jawa Barat 352,4 398,8 446,3 519 617,9 699,6 806,4 927,9 1.029,40 14,3411. Jawa Tengah 308,1 345,2 388,7 442,8 532,7 599,9 687,5 815,4 927,6 14,7712. DI Yogyakana 317,8 351,1 408,3 454,1 516,6 570,8 653,5 754,3 855,8 13,1813. Jawa Timur 416,8 455,3 508,8 575,6 658,8 768,6 898,7 1.042,30 1.164,20 13,714. Kalimantan Barat 360,8 395,4 465,9 556,6 692,8 750,7 860,3 988,1 1.102,20 14,9815. Kalimantan Tengah 496,8 551,4 619 715,4 827,3 904,1 1.005,90 1.134,30 1.318,70 12,9816. Kalimantan Selatan 434,8 467 508,2 592,1 691,7 802,5 890,8 1.015,20 1.161,50 13.07.17. Kalimantan Timur 981,3 1.050,00 1.188,90 1.518,70 1.802,40 2.122,60 2.336,80 2.573,80 2.640,70 13,1718. Sulawesi Utara 330,8 354,2 376,2 432,6 477,1 531,1 610,9 692,8 776 11,2519. Sulawesi Tengah 296,2 324,4 351,9 397,1 452,4 512 565,7 637 707,9 11,520. Sulawesi Selatan 313,8 357.,1 404 443,1 529,5 588,7 644,1 746,5 854,6 13,3421. Sulawesi Tenggara 331,5 330,7 358,5 407,7 514,9 571,6 615,9 700,3 746,6 10,6822. Bali 422 550,3 639,3 723,8 812,3 932,7 1.090,40 1.250,90 1.412,10 16,323. Nusa Tenggara Baral 214,2 234,1 249 272,3 296,1 334 398,2 461 539 12,2224. Nusa Tenggara Timur 202,3 220,5 242,1 275,2 298,9 326,1 368,2 423,1 489,8 11,6825. Maluku 365,3 388,9 436 555,9 650,9 760,2 822,2 937,1 1.013,30 13,626. Irian Jaya 413,9 448,7 530,2 594,3 648,3 842,8 1.174,90 1.417,80 1.582,80 18,2527. Timnr Timur 154,9 i74,4 199,9 247,1 286,7 321,1 363,8 430,8 494,5 15,61

PDRB 418,2 461,2 515,9 5%,0 692 790 898,2 1.030,50 1.161,60 13,62

**) Angka sementara

(dalam ribu rupiah)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TANPA MIGAS PER KAPITAAT AS DASAR HARGA BERLAKU PER PROPINSI, 1984 - 1992

Ke<erangan : *) Angka diperbaiki

Tabel V, 59

Departemen Keuangan RI 446

Page 447: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

No. Propinsi 1990 - 19921. DI Aceh 1,072. Sumatera Utara 0,673. Sumatera Barat 1,384. Riau 1,195. Jambi 1,466. Sumatera Selatan 1,587. Bengkulu 0,238. Lampung 0,479. DKI Jakarta 0,8410. Jawa Barat 0,9511. Jawa Tengah 0,6412. DI Yogyakarta 0,8213. Jawa Timur 0,5414. Kalimantan Barat 0,7515. Kalimantan Tengah 2,0716. Kalimantan Selatan 1,7117. Kalimantan Timur 2,2618. Sulawesi Utara 0,5419. Sulawesi Tengah 1,1520. Sulawesi Selatan 1,0421. Sulawesi Tenggara 0,4622. Bali 0,1923. Nusa Tenggara Barat 0,8824. Nusa Tenggara Timur 1,1425. Maluku 0,2426. Irian Jaya: 1,8227. Timor Timur 2,46

Indonesia 1,06

Tabel V. 60ELASTISITAS PENERIMAAN DAERAH SENDIRI

TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL PER PROPINSI, 1990 - 1992

Peningkatan pert!lmbuhan PDRB secara tidak langsung tereermin dalam keberhasilan

pembangunan ekonomi daerah, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dari peningkatan

penerimaan daerah sendiri (PDS) yaitu PAD ditambah PBB, baik daerah tingkat I maupun tingkat

II, yang sekaligus juga mencerminkan efektivitas pemerintah daerah dalam memobilisasi sumber-

sumber pendapatan daerah. Untuk menilai seberapa besar dampak perubahan PDRB terhadap

PDS digunakan konsep elastisitas (e) yang diperoleh dari hasil bagi antara persentase laju

pertumbuhan PDS dengan persentase laju pertumbuhan PDRB. Perubaban PDS sangat elastis

terhadap perubahan PDRB, jika hasil bagi antara persentase laju pertumbuhan PDS dengan

persentase laju pertumbuhan PDRB lebih dari satu, atau berarti setiap kenaikan PDRB sebesar 1

persen akan menyebabkan terjadinya kenaikan PDS lebih dari 1 persen, dan keadaan sebaliknya

bila elastisitas lebih kecil dari satu. Tabel V.60 menggambarkan elastisitas PDS terhadap PDRB

Departemen Keuangan RI 447

Page 448: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

tanpa migas atas dasar harga berlaku untuk masing-masing propinsi dalam periode 1990-1992.

Terlihat bahwa secara nasional elastisitas PDS terhadap PDRB tanpa migas adalah sebesar 1,1.

Hal ini berarti bahwa secara nasional PDS bersifat elastis terhadap PDRB tanpa migas, sehingga

meningkatnya laju pertumbuhan PDRB telah ikut menaikkan laju pertumbuhan PDS daerah

tingkat I dari II. Keadaan ini sekaligus juga mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu

daerah akan mendukung upaya kemandirian daerah tersebut dalam rangka pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunannya. Rincian lebih lanjut mengenai

perhitungan elastisitas untuk masing-masing propinsi dalam periode 1990-1992 memperlihatkan

bahwa Propinsi Timor Timur, Propinsi Kalimantan Timur, dan Propinsi Kalimantan Tengah

merupakan 3 propinsi dengan tingkat elastisitas tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 2,5, 2,3

dan 2,1.

Departemen Keuangan RI 448

Page 449: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Lampiran 1

JENIS PENERIMAAN JUMLAHA. PENERIMAAN DALAM NEGERI 66.265.200I. Penerimaan mmyak bumidaft gas alam 13.275.6001. Penerimaan minyak bumi 9.812.2002. Penerimaan gas alam 3.463.400II. Penerimaan di luar minyak bumidaft gas alam 52.989.600I. Pajak penghasilan 19.238.6002. Pajak pertambahan nilai barangdan jasa, dan pajak penjualan atasbarang mewah 16.655.2003. Bea masuk 3.543.1004. C u k a i 3.299.2004.1. Cukai tembakau 3.098.7004.2. Cukai lainnya 200.5005. Pajak ekspor 44.4006. Pajak bumi dan bangunan 1.923.400 .7. Pajak lainnya 319.3007.1. Bea meterai 300.0007.2. Bea lelang 19.3008. Penerimaan bukan pajak 6.49 l.l 009. Penerimaan laba bersih minyak 1.475.300B. PENERIMAAN PEMBANGUNAN 11.759.000I. Bantuan program -2. Bantuan proyek 11.759.000JUMLAH 78.024.200

PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARATAHUN ANGGARAN 1995/96

(dalamjuta rupiah)

Departemen Keuangan RI 449

Page 450: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

DASAR PERHITUNGAN UNTUK PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA RAPBN

1995/96

A. PENERIMAAN DALAM NEGERI

I. PENERIMAAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM

Faktor-faktor yang diperhitungkan :

- produksi minyak mentah (termasuk kondensat) diperkirakan rata-rata sebesar 1.520 ribu barel

per hari,

- ekspor LNG diperkirakan 1.295 juta mmbtu per tahun,

- harga rata-rata ekspor minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar US$ 16,5 per barel,

- harga ekspor LNG diperkirakan rata-rata sebesar US$ 2,6048 per mmbtu.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penerimaan minyak bumi dan gas alam diperkirakan

sebesar Rp 13.275,6 miliar.

II. PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM

1. Pajak penghasilan

Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan adalah

berlakunya Undang-undang No. 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.6

Tahun 1983, dan Undang-undang No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang

No.7 Tahun 1983, serta faktor-faktor lainnya, seperti:

- perluasan pemungutan pajak serta withholding yang bersifat final,

- penurunan tarif PPh dan peningkatan lapisan penghasilan kena pajak,

- berkembangnya kegiatan usaha,

Departemen Keuangan RI 450

Page 451: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

- peningkatan penghasilan masyarakat dan dunia usaha,

- ekstensifikasi wajib pajak,

- intensifIkasi pemungutan pajak,

- peningkatan kegiatan penyuluhan pajak,

- peningkatan mutu pelayanan kepada wajib pajak,

- peningkatan efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap wajih pajak.

- meningkatnya kepatuhan wajib pajak

- peningkatan kegiatan penelitian, verifikasi dan pemeriksaan,

- pemanfaatan data untuk mengecek kebenaran laporan wajib pajak,

- peningkatan penagihan aktif atas tunggakan pajak.

Dengan berlakunya hal-hal tersebut, maka penerimaan pajak penghasilan diperkirakan mencapai

sebesar Rp 19.238,6 miliar.

2. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan atas barang mewah

Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi penerimaan pajak pertambahan nilai

barang dan jasa, dan pajak penjualan atas barang mewah adalah berlakunya Undang-undang No.

11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.8 Tahun 1983, serta faktor-faktor

lainnya, seperti:

- perluasan objek pajak,

- perluasan jumlah pengusaha kena pajak melalui verifikasi lapangan terhadap pengusaha yang

tidak melaporkan kegiatan usahanya,

- peningkatan efektivitas pengawasan administrasi dan penegakan hukum terhadap pengusaha

kena pajak,

- pelaksanaan pengecekan silang data PPN dan data PPh,

- intensifikasi pemungutan PPN dan PPnBM,

- peningkatan kerjasama dengan instansi lain.

Departemen Keuangan RI 451

Page 452: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Dengan memperhitungkan hal-hal tersebut, maka penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan

jasa, dan pajak penjualan atas barang mewah diperkirakan mencapai sebesar Rp 16.655,2 miliar.

3. Bea masuk

Perkiraan penerimaan bea masuk didasarkan atas hal-hal sebagai berikut:

- volume impor akan meningkat sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dalam negeri,

- komposisi impor yang semakin mengarah kepada impor bahan baku dan barang modal,

- semakin ditingkatkannya pengawasan dan upaya pencegahan penyelundupan barang barang

impor,

- penyesuaian nilai rupiah terhadap valuta asing.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penerimaan bea masuk diperkirakan mencapai sebesar Rp

3.543,1 miliar.

4. Cukai

4.1. Cukai tembakau

Hal-hal yang dapat mempengaruhi penerimaan cukai tembakau adalah:

- perkembangan produksi rokok dan hasil-hasil tembakau lainnya,

- peningkatan daya beli masyarakat sejalan dengan naiknya pendapatan nasional,

- penyesuaian harga pita cukai dengan perkembangan harga jualnya,

- pencegahan dan pemberantasan pita rokok palsu dan rokok tidak berpita cukai,

- penyelesaian tunggakan-tunggakan cukai.

Berdasarkan hal-hal tersebut, diharapkan dapat diterima cukai tembakau sebesar Rp 3.098,7

miliar.

4.2. Cukai lainnya

Departemen Keuangan RI 452

Page 453: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Cukai lainnya terdiri dari cukai gula, cukai bir, dan cukai alkohol sulingan. Hal-hal yang

mempengaruhi penerimaan adalah:

- peningkatan produksi gula, hie, dan alkohol sulingan,

- intensifikasi pemungutan cukai, serta penyesuaian harga dasar gula dan alkohol sulingan agar

sesuai dengan perkembangan ekonomi.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka cukai lainnya diperkirakan akan menghasilkan penerimaan

sebesar Rp 200,5 miliar.

5. Pajak ekspor

Perhitungan penerimaan pajak ekspor didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:

- peningkatan ekspor nonmigas,

- dikenakannya/dinaikkannya tarif pajak ekspor atas ekspor bahan mentah untuk mendorong

ekspor barang jadi.

Berdasarkan hal tersebut, maka penerimaan pajak ekspor diperkirakan mencapai sebesar Rp 44,4

miliar.

6. Pajak bumi dan bangunan

Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi penerimaan pajak bumi dan bangunan

adalah berlakunya Undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang

No. 12 Tahun 1985 serta faktor-faktor lainnya, seperti:

- penetapan nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOP-TKP) sebesar Rp 8 juta,

- pemutakhiran data subjek dan objek pajak,

- perluasan jumlah wajib pajak dan intensifikasi pemungutan pajak,

- peningkatan penerapan hukum,

- pengembangan sistem administrasi PBB melalui sistem manajemen informasi objek pajak

(Sismiop),

Departemen Keuangan RI 453

Page 454: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

- peningkatan kepatuhan wajib pajak melalui kegiatan penagihan,

- peningkatan kerjasama dengan Pemerintah Daerah.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, maka penerimaan pajak bumi dan bangunan

diperkirakan mencapai sebesar Rp 1.923,4 miliar.

7. Bea meterai

Perkiraan penerimaan danasarkan atas hal-hal sebagai berikut:

- berkembangnya kegiatan dan transaksi yang tercantum dalam dokumen yang dapat dikenakan

bea meterai,

- pengawasan atas pemakaian benda meterai, mesin teraan meterai dan pencetakan tanda lunas

bea meterai,

- peningkatan upaya pencegahan beredarnya meterai tempel palsu.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penerimaan bea meterai diperkirakan mencapai sebesar Rp

300,0 miliar.

8. Bea lelang

Perkiraan penerimaan didasarkan atas hal-hal sebagai berikut:

- pengawasan yang lebih ketat atas pelaksanaan lelang,

- penyempurnaan sistem dan prosedur pelaksanaan lelang,

- penyempurnaan dan peningkatan efektivitas kantor lelang.

Dengan memperhitungkan hal-hal tersebut, maka penerimaan bea lelang diperkirakan mencapai

sebesar Rp 19,3 miliar.

9. Penerimaan bukan pajak

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan adalah :

Departemen Keuangan RI 454

Page 455: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

- peningkatan efisiensi badan usaha milik negara dalam rangka meningkatkan laba,

- intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan oleh departemen/lembaga pemerintah nondepartemen

yang disertai dengan usaha pengawasan yang lebih baik atas pungutan dan penyetoran berbagai

penerimaan departemen/lembaga pemerintah nondepartemen,

- penyempurnaan tarif pungutan yang berlaku.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, penerimaan bukan pajak diperkirakan mencapai sebesar Rp

6.491,1 miliar.

10. Penerimaan laba bersih minyak

Faktor-faktor yang mempengarnhi penerimaan adalah sebagai berikut:

- volume penjualan BBM dalam negeri diperkirakan sebesar 42,97 juta kiloliter,

- harga BBM di dalam negeri sesuai dengan Keppres RI No. 1 Tahun 1993,

- harga rata-rata minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar US$ 16,5 per barel.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka penerimaan dari laba bersih minyak diperkirakan

mencapai sebesar Rp 1.475,3 miliar.

B. PENERIMAAN PEMBANGUNAN

Perkiraan penerimaan bantuan program dan bantuan proyek adalah sebagai berikut :

- dalam tahun anggaran 1995/96 diperkirakan tidak ada realisasi bantuan program,

- di samping adanya realisasi dari komitmen pinjaman baru dalam tahun anggaran 1995/96,

sebagian besar realisasi berasal dari komitmen bantuan proyek tahun-tahun yang lalu.

Berdasarkan perkiraan tersebut, dalam tahun 1995/96 penerimaan pembangunan diperkirakan

mencapai sebesar Rp 11.759,0 miliar.

Departemen Keuangan RI 455

Page 456: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

NomorKode Sektor I Subsektor Jumlah

(I) -2 -31 SEKTOR INDUSTRI 49.912.60401.1 Subsektor Industri 49.912.6042 SEKTOR PERT ANIAN DAN KEHUT ANAN 174.918.30902.1 Subsektor Pertanian 106.787.10402.2 Subsektor Kehutanan 68.131.2053 SEKTOR PENGAIRAN 25.451.99903.1 Subsektor Pengembangan Sumber Daya Air 11.301.56703.2 Subsektor lrigasi 14.150.4324 SEKTOR TENAGA KERJA 103.479.49504.1 Subsektor Tenaga Kerja 103.479.4955 SEKTORPERDAGANGAN,PENGEMBANGAN

USAHA NASIONAL, KEUANGAN DAN KOPERASI 24.761.406.99205.1 Subsektor Perdagangan Dalam Negeri 45.944.35505.2 Subsektor Perdagangan Luar Negeri 25.787.61405.4 Subsektor Keuangan 24.614.545.39905.5 Subsektor Koperasi dan Pengusaha Kecil 75.129.6246 SEKTOR TRANSPORTASI, METEOROLOGI

DAN GEOFISIKA 213.024.47706.1 Subsektor Prasarana Jalan 17.147.58506.2 Subsektor Transportasi Darat 18.213.826

Lampiran 2

ANGGARAN BELANJA RUTIN TAHUN ANGGARAN 1995/96 DIPERINCI MENURUT SEKTOR/SUBSEKTOR (dalam ribu rupiah)

Departemen Keuangan RI 456

Page 457: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Nomor Sektor I SubsektorKode

(I) -2 -306.3 Subsektor Transportasi Laut 103.267.82306.4 Subsektor Transportasi Udara 41.490.20106.5 Subsektor Meteorologi, Geofisika, Pencarian

dan Penyelamatan (I)AR) 32.905.0427 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI 60.551.47407.1 Subsektor Pertambangan 57.318.08107.2 Subsektor Energi 3.233.3938 SEKTOR PARIWISATA, POS DAN

TELEKOMUNIKASI 13.822.86208.1 Subsektor Pariwisata 9.603.47508.2 Subsektor Pas dan Telekomunikasi 4.219.3879 SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH DAN

TRANSMIGRASI 8.537.393.59009.1 Subsektor Pembangunan Daerah 8.484.541.40009.2 Subsektor Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan 52.852.19010 SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP DAN TATA RUANG 127.161.67910.1 Subsektor Lingkungan Hidup 4.302.80410.2 Subsektor Tata Ruang 122.858.87511 SEKTOR PENDIDIKAN, KEBUDA Y AAN NASIONA,.

KEPEReA Y AAN TERHADAP TUHAN YANG MAHAESA, PEMUDA DAN OLAH RAGA 2.857.383.228

11.1 Subsektor Pendidikan 2.592.813.64311.2 Subsektor Pendidikan Luar Sekolah dan Kedinasan 192.861.86011.3 SubsektorKebudayaan Nasional dan Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 63.584.69211.4 Subsektor Pemuda dan 01ah Raga 8.123.033

Jumlah

Departemen Keuangan RI 457

Page 458: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

NomorKode JumJah

(I) -2 -312 SEKTOR KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA

SEJAHTERA 193.068.90612.1 Subsektor Kependudukan dan Keluarga Berencana 193.068.90613 SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL, KESEHATAN,

PERANAN W ANITA, ANAK DAN REMAJA 358.281.87713.1 Subsektor Kesejahteraan Sosial 78.636.05913.2 Subsektor Kesehatan 279.645.81814 SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN 11.813.89514.1 Subsektor Perumahan dan Pemukiman 7.728.58014.2 Subsektor Penataan Kota dan Bangunan 4.085.31515 SEKTOR AGAMA 834.203.69515.1 Subsektor Pelayanan 'Kehidupan Beragama 117.390.79615.2 Subsektor Pembinaan Pendidikan Agama 716.812.89916 SEKTOR ILMu PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI 241.318.54616.2 Subsektor Hmu Pengetahuan Terapan dan Dasar 159.993.91616.3 Subsektor Kelembagaan Prasarana dan Sarana

Hmu Pengetahuan dan Teknologi 22.104.41616.5 Subsektor Kedirgantaraan 1.082.23016.6 Subsektor Sistem Infonnasi dan Statistik 58.137.98417 SEKTOR HUKUM 502.111.44917.1 Subsektor Pembinaan Hokum Nasional 437.877.72417.2 Subsektor Pembinaan Aparatur Hukum 64.233.725

Sektor I Subsektor

Nomor Sektor I SubsektorKode

(I) -2 -318 SEKTOR APARATUR NEGARA DAN

PENGA W ASAN 2.582.853.70518.1 Subsektor Aparatur Negara 2.404.731.17018.2 Subsektor Pendayagunaan Sistem dan Pelaksanaan

Pengawasan 178.122.53519 SEKTOR POLITIK, HUBUNGAN LUAR NEGERI,

PENERANGAN, KOMUNIKASI DAN MEDIA MASSA 1.005.637.79819.1 Subsektor Politik 57.940.55019.2 Subsektor Hubungan Luar Negeri 709.906.23619.3 Subsektor Penerangan, Komunikasi dan Media Massa 237.791.01220 SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN 4.586.903.42020.2 Subsektor ABRI 4.586.732.43820.3 SubsektorPendukung 170.982

JUMLAH 47.240.700.000

Jumlah

Departemen Keuangan RI 458

Page 459: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Nomor Nilai RupiahSektor I Subsektor Rupiah Bantuan Proyek Jumlah

Ekspor(I) -2 -3 -4 -51 SEKTOR INDVSTRl 173.686.000 323.632.000 497.318.00001.1 Subsektor Industri 173.686.000 323.632.000 497.318.0002 SEKTOR PERTANIAN DAN

KEHVTANAN 666.499.000 437.328.000 1.103.827.00002.1 Subsektor Penanian 657.824.000 403.500.000 1.061.324.00002.2 Subsektor Kehutanan 8.675.000 33.828.000 42.503.0003 SEKTOR PENGAlRAN 874.159.000 1.167.866.000 2.042.025.00003.1 Subsektor Pengembangan

Sumber Daya Air 360.007.000 436.193.000 796.200.00003.2 Subsektor lrigasi 514.152.000 731.673.000 1.245.825.0004 SEKTOR TENAGA KERJA 132.801.000 37.765.000 170.566.00004.1 Subsektor Tenaga Kerja 132.801.000 37.765.000 170.566.0005 SEKTOR PERDAGANGAN,

PENGEMBANGAN VSAHANASIONAL, KEVANGANDAN KOPERASI 153.684.000 380.056.000 533.740.000

05.1 Subsektor Perdagangan Dalam Negeri 18.560.000 357.000 18.917.00005.2 Subsektor Perdagangan Luar Negeri 39.800.000 101.666.000 141.466.00005.3 Subsektor Pengembangan Vsaha

Nasional 20.700.000 79.529.000 100.229.00005.4 Subsektor Keuangan 5.824.000 122.784.000 128.608.00005.5 Subsektor Koperasi dan Pengusaha Kecil 68.800.000 75.720.000 144.520.0006 SEKTOR TRANSPORTAS1, ME-

TEOROLOGI DAN GEOFISIKA 3.822.247.000 2.075.669.000 5.897.916.00006.1 Subsektor Pmsarana Jalan 3.117.284.000 799.941.000 3.917.225.00006.2 Subsektor Transportasi Darat 269.320.000 373.806.000 643.126.00006.3 Subsektor Transportasi Laut 223.946.000 330.460.000 554.406.00006.4 Subsektor Transportasi Vdara 194.997.000 554.051.000 749.048.00006.5 Subsektor Meteorologi. Geofisika.

Pencarian dan Penyelamatan (SAR) 16.700.000 17:411.000 34.111.0007 SEKTORPERTAMBANGAN

DAN ENERGI 871.501.000 3.023.336.000 3.894.837.00007.1 Subsektor Pertambangan 38.300.000 56.500.000 94.800.00007.2 Subsektor Energi 833.201.000 2.966.836.000 3.800.037.000

ANGGARAN BELANJA PEMBANGUNAN TAHUN ANGGARAN 1995/96DIPERLUCI MENURUT SEKTOR / SUBSEKTOR

(dalam ribu rupiah)

Kode

Departemen Keuangan RI 459

Page 460: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Nomor Nilai RupiahSeklor I Subseklor Rupiah Jumlah

-1 -2 -3 -4 -58 SEKTOR PARIWISATA, PS

DAN TELEKOMUNlKASI 78.100.000 1.005.760.00008.1 Subseklor Pariwisala 41.000.000 41.000.00008.2 Subseklor Pos dan Telekomunikasi 37.100.000 964.760.0009 SEKTOR PEMBANGUNAN

DAERAH DAN TRANSMIGRASI 5.615.432.000 6.139.190.00009.1 Subseklor Pembangunan Daerah 4.688.742.000 5.113.477.00009.2 Subsektor Transmigrasi dan

Pemukiman Perambah Hulan 926.690.000 1.025.713.00010 SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP

DAN TATA RUANG 277.150.000 517.255.00010.1 Subsektor Lingkungan Hidup 204.608.000 385.295.00010.2 Subsektor Hala Ruang 72.542.000 13 1.960.00011 SEKTOR PENDIDIKAN, KEBUDA.

YAAN NASIONAL, KEPERCA YAANTERHADAP TUHAN YANG MAHAESA, PEMUDA DAN OLAR RAGA 2.608.010.000 3.359.207.000

11.1 Subseklor Pendidikan 2.394.391.000 3.061.756.00011.2 Subsektor Pendidikan Luar Seko1ah

dan Kedinasan 121.124.000 204.956.00011.3 Subsektor Kebudayaan Nasional

dan Kepercayaan TerhadapTuhan Yang MahaEsa 55.100.000 55.100.000

11.4 Subsektor Pemuda dan Olah Raga 37.395.000 37.395.00012 SEKTOR KEPENDUDUKAN DAN

KELUARGASEJAHTERA 252.500.000 300.349.00012.1 Subsektor Kependudukan dan

Keluarga Berencana 252.500.000 300.349.00013 SEKTOR KESEJAHTERAAN

SOSIAL, KESEHATAN, PERANANWANITA, ANAK DN REMAJA 860.192.000 1.051.848.000

13.1 Subsektor Kesejahteraan Sosial 76.976.000 89.419.00013.2 Subseklor Kesehakan 774.231.000 948.213.00013.3 Subsektor Peranan Wanita, Anak

dan Remaja 8.985.000 14.216.00014 SEKTOR PERUMAHAN DAN

PERMUKIMAN 514.116.000 1.102.107.00014.1 Subsektor Perumahan dan Permukiman 487.021.000 1.034.081.00014.2 Subsektor Penataan Kota dan Bangunan 27.095.000 68.026.000

927.660.000

927.660.000

523.758.000424.735.000

99.023.000

KodeBanluan Prorok

dan Kredil

240.105.000180.687.000

59.418.000

751.197.000667.365.000

83.832.000

47.849.000

47.849.000

191.656.00012.443.000

173.982.000

5.231.000

587.991.000547.060.000

40.931.000

Departemen Keuangan RI 460

Page 461: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Nomor Nilai RupiahKolle Seklor I Subseklor Rupiah Jumlah

(I) -2 -3 -4 -5

15 SEKTOR AGAMA 139.565.000 183.274.00015.1 Subsektor Pelayanan Kehidupan

Beragama 20.965.000 23.145.00015.2 Subsektor Pembinaan Pendidikan

Agama 118.600.000 160.129.00016 SEKTORILMUPENGETAHUAN

DAN TEKNOLOGI 500.564.000 711.224.00016.1 Subsektor Teknik Produksi

dan Teknologi 144.753.000 183.478.00016.2 Subsektor 11mB Pengetahuan

Terapan dan Dasar 41.905.000 80.693.00016.3 Subsektor Kelembagaan, Prasarana, dan

Sarana 11mB Pengetahuan dan Teknologi 121.680.000 145.728.00016.4 Subsektor Ke1autan 41.448.000 140.520.00016.5 Subsektor Kedirganlaraan 31.980.000 38.129.00016.6 Subsektor Sistem Informasldan Shalislik 118.798.000 122.676.00017 SEKTOR HUKUM 130.822.000 138.722.00017.1 Subsektor Pembinaan Hukum Nasional 12.190.000 17.217.00017.2 Subsektor Pembinaan Aparatur Hukum 37.477.000 37.631.00017.3 Subsektor Sarana dan Prasarana Hukum 81.155.000 83.874.00018 SEKTOR APARATUR NEGARA

DAN PENGA W ASAN 543.504.000 664.403.00018.1 Subsektor Aparatur Negara 497.912.000 618.811.00018.2 Subsektor Pendayagunaan Sistem

dan Pe1aksanaan Pengawasan 45.592.000 0 45.592.00019 SEKTOR POLiTIK, HUBUNGAN

LUAR NEGERI, PENERANGAN,KOMUNIKASI DANMEDIA MASSA 85.868.000 152.668.000

19.1 Subsektor Politik 5.548.000 0 5.548.00019.2 Subsektor Hubungan Luar Negeri 3.900.000 0 3.900.00019.3 Subsektor Penerangan, Komunikasi

dan Media Massa 76.420.000 143.220.00020 SEKTOR PERTAHANAN DAN

KEAMANAN 724.100.000 1.317.264.00020.1 Subsektor Rakyat Terlalih dan

Perlindungan Masyarakat 2.425.000 0 2.425.00020.2 Subsektor ABR1 657.099.000 1.250.263.00020.3 Subsektor Pendukung 64.576.000 0 64.576.000

JUMLAH 19.024.500.000 30.783.500.000

210.660.000

38.725.000

Banluan Proyekdan Kredil Ekspor

38.788.000

43.709.000

2.180.000

41.529.000

24.048.000

7.900.0005.027.000

2.719.000

99.072.0006.149.000

66.800.000

66.800.000

593.164.000

593.164.000

3.878.000

154.000

120.899.000120.899.000

11.759.000.000

Departemen Keuangan RI 461

Page 462: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Lampiran 4

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 1995

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN

ANGGARAN 1995/96

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

Mengingat

a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1995/96 disusun berdasarkan

prinsip anggaran berimbang yang dinamis;

b. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1995/96 adalah Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Kedua pelaksanaan rencana pembangunan sebagaimana

dimaksud dalam Bab IV Garis-garis Besar Haluan Negara tentang Pembangunan Lima Tahun

Keenam;

c. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1995/96 pada dasarnya

merupakan rencana kerja tahunan pemerintah dalam rangka memelihara dan meningkatkan hasil-

hasil pelaksanaan pembangunan tahuntahun sebelumnya serta meletakkan landasan bagi usaha-

usaha pembangunan selanjutnya;

d. bahwa untuk menjaga kelangsungan jalannya pembangunan, dipandang perlu diatur sisa

anggaran lebih dan sisa kredit anggaran proyek-proyek dalam anggaran pembangunan Tahun

Anggaran 1995/96;

Departemen Keuangan RI 462

Page 463: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

e. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1995/96 perlu ditetapkan

dengan Undang-undang;

1. Pasal 5, Pasal 20, dan Pasal 23 ayat,(1) dan ayat (5) Undang Undang Dasar 1945;

2. Indische Comptabiliteitswet (StaatSBlad Tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana telah beberapa

hali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 7

Indische Comptabiliteitswet (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 2860);

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96.

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Pendapatan negara adalah semua penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan

yang digunakan untuk membiayai belanja negara;

2. Penerimaan dalam negeri adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk

penerimaan pajak, penerimaan dari sektor minyak bumi dan gas alam, dan penerimaan negara

bukan pajak;

3. Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari nilai lawan rupiah bantuan

dan/akan pinjaman luar negeri;

4. Belanja negara adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan;

5. Pengeluaran rutin adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai tugas-tugas umum

Departemen Keuangan RI 463

Page 464: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

pemerintahan dan pembangunan, baik pusat maupun daerah, serta untuk memenuhi kewajiban

atas hutang dalam negeri dan luar negeri;

6. Pengeluaran pembangunan adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai proyek-proyek

pembangunan;

7. Sisa kredit anggaran adalah sisa kewajiban pembiayaan proyek pembangunan pada akhir

yahun anggaran;

8. Sisa anggaran lebih adalah selisih antara realisasi pendapatan negara dan belanja negara;

9. Sektor adalah kumpulan subsektor;

10. Subsektor adalah kumpulan program;

11. Bantuan program adalah nilai lawan rupiah dari bantuan dan atau pinjuman luar negeri dalam

bentuk pangan dan bukan pangan serta pinjaman yang dapat dirupiahkan;

12. Bantuan proyek adalah nilai lawan rupiah dari bantuan dan/akan pinjaman luar negeri yang

digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan.

Pasal 2

(1) Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 1995/96 diperoleh dari :

a. Sumber-sumber Penerimaan Dalam Negeri;

b. Sumber-sumber Penerimaan Pembangunan.

(2) Penerimaan Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a direncanakan

sebesar Rp 66.265.200.000.000,00

(3) Penerimaan Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b direncanakan

sebesar Rp.11.759.000.000.000,00

(4) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 1995/96 sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) dan (3) direncanakan sebesar Rp 78.024.200.000.000,00

Pasal 3

Departemen Keuangan RI 464

Page 465: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

(1) Penerimaan Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri dari sumber-

sumber penerimaan:

a. Penerimaan pajak sebesar Rp 45.023.200.000.000,00

b. Penerimaan dari sektor minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 14.750.900.000.000,00

c. Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 6.491.100.000.000,00

(2) Penerimaan Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri dari sumber-

sumber penerimaan:

a. Bantuan program sebesar nihil;

b. Bantuan proyek sebesar Rp 11.759.000.000.000,00

Pasal 4

(1) Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 1995/96 terdiri dari:

a. Pengeluaran Rutin;

b. Pengeluaran Pembangunan.

(2) Pengeluaran Rutin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp

47.240.700.000.000,00

(3) Pengeluaran Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b direncanakan

sebesar Rp 30.783.500.000.000,00

(4) Jumlah Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 1995/96 sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) dan ayat (3) direncanakan sebesar Rp 78.024.200.000.000,00

Pasal 5

(1) Pengeluaran Rutin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dirinci menurut sektor:

1. Sektor industri sebesar

2. Sektor pertanian dan kehutanan sebesar

Departemen Keuangan RI 465

Page 466: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

3. Sektor pengairan sebesar

4. Sektor tenaga kerja sebesar

5. Sektor perdagangan, pengembangan usaha nasional, keuangan dan koperasi sebesar

6. Sektor transportasi, meteorologi dan geofisika sebesar Rp 213.024.477.000,00

7. Sektor pertambangan dan energi sebesar Rp 60.551.474.000,00

8. Sektor pariwisata, pos dan telekomunikasi sebesar

9. Sektor pembangunan daerah dan transmigrasi sebesar

10. Sektor lingkungan hidup dan tata ruang sebesar

11. Sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

pemuda dan olah raga sebesar Rp 2.857.383.228.000,00

12. Sektor kependudukan dan keluarga sejahtera sebesar

13. Sektor kesejahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita, anak dan remaja sebesar Rp

14. Sektor perumahan dan permukiman sebesar Rp

15. Sektor agama sebesar Rp

16. Sektor ilmu pengetahuan dan teknologi sebesar

17. Sektor hukum sebesar

18. Sektor aparatur negara dan pengawasan sebesar

19. Sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa sebesar Rp

1.005.637.798.000,00

20. Sektor pertahanan dan keamanan sebesar Rp 4.586.903.420.000,00

(2) Perincian sektor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ke dalam subsektor dicantumkan

dalam penjelasan ayat ini.

(3) Pengeluaran Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dirinci menurut

sektor:

Departemen Keuangan RI 466

Page 467: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

1. Sektor industri sebesar

2. Sektor pertanian dan kehutanan sebesar

3. Sektor pengairan sebesar

4. Sektor tenaga kerja sebesar

5. Sektor perdagangan, pengembangan usaha nasional, keuangan dan koperasi sebesar

6. Sektor transportasi, meteorologi dan geofisika sebesar

7. Sektor pertambangan dan energi sebesar

8. Sektor pariwisata, pos dan telekomunikasi sebesar

9. Sektor pembangunan daerah dan transmigrasi sebesar

10. Sektor lingkungan hidup dan tata ruang sebesar

11. Sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

pemuda dan olah raga sebesar Rp 3.359.207.000.000,00

12. Sektor kependudukan dan keluarga sejahtera sebesar

13. Sektor kesejahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita, anak dan remaja sebesar

14. Sektor perumahan dan permukiman sebesar Rp

15. Sektor agama sebesar Rp

16. Sektor ilmu pengetahuan dan teknologi sebesar

17. Sektor hukum sebesar

18. Sektor aparatur negara dan pengawasan sebesar

19. Sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa sebesar Rp

152.668.000.000,00

20. Sektor pertahanan dan keamanan sebesar Rp 1.317.264.000.000,00

(4) Perincian sektor sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ke dalam subsektor dicantumkan

dalam penjelasan ayat ini.

Departemen Keuangan RI 467

Page 468: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Pasal 6

Perincian lebih lanjut dari sektor dan subsektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)

dan (2) ke dalam kegiatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 7

Perincian lebih lanjut dari sektor dan subsektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)

dan (4) ke dalam proyek-proyek ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 8

(1) Pada pertengahan Tahun Anggaran 1995/96 Pemerintah membuat laporan Semester I

mengenai:

a. Realisasi Penerimaan Dalam Negeri;

b. Realisasi Penerimaan Pembangunan;

c. Realisasi Pengeluaran Rutin;

d. Realisasi Pengeluaran Pembangunan;

e. Perkembangan Moneter dan Perkreditan;

f. Perkembangan Neraca Pembayaran dan Perdagangan Luar Negeri.

(2) Dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah menyusun prognosa untuk

6 (enam) bulan berikutnya.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPR selambat-

lambatnya akhir bulan Oktober untuk dibahas bersama oleh DPR dengan Pemerintah.

(4) Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan perkembangan dan/atau

perubahan keadaan dibahas bersama-sama oleh DPR dengan Pemerintah dalam rangka

penyusunan perkiraan Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun

Anggaran 1995/96.

Departemen Keuangan RI 468

Page 469: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Pasal 9

(1) Sisa kredit anggaran proyek-proyek pada Pengeluaran Pembangunan Tahun Anggaran

1995/96 yang masih diperlukan untuk penyelesaian proyek, dengan Peraturan Pemerintah

dipindahkan ke Tahun Anggaran 1996/97 menjadi kredit anggaran Tahun Anggaran 1996/97.

(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya pada akhir triwulan I

Tahun Anggaran 1996/97.

Pasal 10

Sisa Anggaran Lebih Tahun Anggaran 1995/96 dapat digunakan untuk membiayai anggaran

belanja negara tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pasal 11

Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1995/96 berdasarkan Perubahan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal8 ayat (4) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

sebelum Tahun Anggaran 1995/96 berakhir.

Pasal 12

(1) Setelah Tahun Anggaran 1995/96 berakhir, Pemerintah membuat Perhitungan Anggaran

Negara mengenai pelaksanaan anggaran yang bersangkutan.

(2) Perhitungan Anggaran Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah diperiksa oleh

Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat

selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan setelah Tahun Anggaran 1995/96 berakhir.

Pasal 13

Departemen Keuangan RI 469

Page 470: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Ketentuan-ketentuan dalam Indische Comptabiliteitswet (StaatSBlad Tahun 1925 Nomor 448)

sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undangundang Nomor 9 Tahun 1968

tentang Perubahan Pasal 7 Indische Comptabiliteitswet (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor

53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 286b) yang bertentangan dengan bentuk, susunan, dan

isi Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1995. Agar setiap orang mengetahuinya,

memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO

Departemen Keuangan RI 470

Page 471: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam

Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, yang arah kebijaksanaannya ditetapkan Majelis

Permusyawaratan Rakyat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), merupakan

rangkaian proses yang berkesinambungan. Arah kebijaksanaan pembangunan tersebut dijabarkan

dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), sedangkan pelaksanaan operasional

tahunannya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan

dengan hal-hal yang dituangkan dalam APBN senantiasa sejalan dengan arah kebijaksanaan

GBHN maupun Repelita.

Dalam hubungan itu, sejak dimulainya pembangunan secara berencana pada tahun 1969,

pembangunan berbagai sarana dan prasarana serta pembangunan bidang-bidang lainnya telah

dapat mengurangi jumlah penduduk rniskin, dan secara bertahap berhasil meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Hasil-hasil pembangunan tersebut, dalam Repelita VI, selanjutnya

diperbarui, diperdalam, dan diperluas dengan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu

pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan

stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Adapun pelaksanaannya danasarkan pada nilai luhur

dan pengamalan semua sila Pancasila sebagai kesatuan yang utuh.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1995/96, yang merupakan

APBN tahun kedua Repelita VI, memiliki komitmen untuk melakukan pembaruan, pendalaman,

dan perluasan pembangunan, yang mencerminkan tekad untuk mewujudkan bangsa yang maju

dan mandiri serta makin berkualitas, dengan memberikan prioritas kepada pembangunan

ekonomi, dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya

sebagaimana yang tertuang dalam Repelita VI.

APBN Tahun Anggaran 1995/96 tetap menganut prinsip anggaran berimbang yang

dinamis, yang memungkinkan dibentuknya dana cadangan apabila penerimaan negara melebihi

yang direncanakan, dan dimanfaatkannya dana tersebut pada masa penerimaan kurang dari yang

direncanakan atau tidak cukup mendukung program yang telah direncanakan dan/atau yang

sangat mendesak sehingga terjamin kesinambungan pembiayaan yang diiringi oleh stabilitas

ekonomi yang mantap. Dalam prinsip itu, pembentukan tabungan pemerintah, yang merupakan

selisih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin, sangat penting terutama dalam

kaitannya dengan pemupukan investasi dari sektor pemerintah, yang bersama-sama dengan

Departemen Keuangan RI 471

Page 472: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

investasi dari sektor swasta, mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan bantuan luar

negeri, sepanjang tidak memiliki ikatan politik dan tidak memberatkan perekonomian nasional,

masih dapat dipergunakan sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan.

Dalam kaitan dengan kemandirian, berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan

dalam negeri, terutama penerimaan di luar migas terus dilakukan. Peningkatannya senantiasa

diselaraskan dengan perkembangan dunia usaha dan investasi nasional. Untuk itu, telah dilakukan

penyempurnaan atas empat undang-undang di bidang perpajakan. Penyempurnaan tersebut

diperlukan terutama untuk lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan serta menciptakan

iklim investasi yang lebih kondusif bagi masyarakat dalam memberikan kontribusinya bagi

pembiayaan pembangunan. Hal ini mengingat pertumbuhan yang cepat dari pembangunan

nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat pula di bidang ekonomi, sehingga

berkembang bentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan usaha yang belum tertampung dalam

undang-undang yang lama.

Di bidang pengeluaran negara, penghematan dan efisiensi di bidang pengeluaran rutin

makin dipertajam, namun masih dalam batas-batas yang aman guna mendukung terselenggaranya

pemerintahan dan pembangunan, pemeliharaan aset negara, dan pembayaran kewajiban hutang

luar negeri. Dalam kaitan itu, upaya meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri tetap

mendapatkan perhatian sebatas kemampuan keuangan negara memungkinkan. Kebijaksanaan di

bidang pengeluaran pembangunan pada prinsipnya tetap diarahkan pada pemanfaatan dana

pembangunan yang terbatas untuk pembiayaan proyek-proyek produktif di berbagai sektor dan

subsektor yang dapat menunjang pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan

kesejahteraan rakyat banyak. Dalam hubungan ini, prioritas alokasi pembiayaan pembangunan

diarahkan terutama pada pengembangan sektor-sektor yang berkaitan dengan pembangunan

daerah dan transmigrasi, pembangunan sarana dan prasarana dasar, penyediaan berbagai fasilitas

pelayanan dasar, serta pengembangan sumber daya manusia, dengan tetap memberi perhatian

yang cukup pada pemeliharaan lingkungan hidup dan pengembangan berbagai sektor terkait

lainnya. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan pemerataan pembangunan di berbagai daerah di

seluruh wilayah tanah air, sebagai upaya untuk memperkecil kesenjangan pembangunan antar

daerah, maka pembangunan daerah yang relatif tertinggal seperti yang terdapat di kawasan timur

Indonesia, daerah pedalaman, daerah terpencil dan daerah perbatasan tetap ditingkatkan. Guna

mendorong pengembangan kemampuan keuangan daerah dan mewujudkan pelaksanaan secara

Departemen Keuangan RI 472

Page 473: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

nyata otonomi daerah, beberapa bentuk program bantuan pembangunan daerah berupa proyek

khusus Inpres yang sejak tahun anggaran 1994/95 telah diserahkan pengelolaannya kepada

daerah dalam bentuk "block grant" tetap dipertahankan. Demikian pula pelaksanaan program

Inpres desa tertinggal (IDT) yang telah nyata sangat membantu daerah-daerah tertinggal tetap

diteruskan pelaksanaannya.

Dengan memperhatikan hal-hat tersebut, penyusunan APBN tahun anggaran 1995/96

danasarkan pada asumsi sebagai berikut :

a. bahwa meskipun perekonomian Indonesia diperkirakan cukup mantap dan stabil, namun

khususnya yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan negara masih menghadapi tantangan,

terutama perkembangan harga minyak bumi di pasar internasional yang tidak menentu ;

b. bahwa demi mempertahankan kesinambungan pembangunan, pengerahan sumber-sumber dana

di luar minyak bumi dan gas alam perlu terus ditingkatkan, sehingga peranan penerimaan dalam

negeri nonmigas dalam pembiayaan pembangunan senantiasa makin meningkat ;

c. bahwa perubahan atas beberapa ketentuan di bidang perpajakan yang mulai diberlakukan

terhitung mulai tanggal 1 lanuari 1995, dalam jangka pendek akan mengakibatkan kenaikan

penerimaan pajak penghasilan yang tidak setinggi pertumbuhan lima tahun terakhir, walaupun

dalam jangka menengah dan panjang diharapkan dapat memacu perkembangan perekonomian

serta penerimaan negara dari sektor pajak yang lebih tinggi;

d. bahwa kestabilan moneter dan tersedianya barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari yang

cukup tersebar merata dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh rakyat banyak, dapat terus

dipertahankan.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian umum yang digunakan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara dalam Undang-undang ini. Dengan adanya pengertian tentang istilah-istilah

tersebut dapat dicegah adanya salah pengertian atau salah penafsiran dalam pasal-pasal yang

Departemen Keuangan RI 473

Page 474: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

bersangkutan, sehingga dapat dicapai kesatuan cara panuang dan kelancaran dalam pelaksanaan.

Pengertian ini diperlukan karena bersifat teknis dan baku, khususnya dalam pengelolaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 2

Ayat (1), (2), (3), dan (4)

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)

Penerimaan pajak sebesar Rp 45.023.200.000.000,00 yang terdiri dari:

0110 Pajak penghasilan (PPh)

0120 Pajak pertambahan nilai (PPN)

0140 Pajak bumi dan bangunan (PBB)

0210 Penerimaan bea masuk

0220 Penerimaan cukai

0230 Penerimaan pajak eksporl pungutan ekspor

0240 Bea meterai

0250 Bea lelang

Penerimaan dari sektor minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 14.750.900.000.000,00 yang

terdiri dari:

0310 Penerimaan minyak bumi dan gas alam

0320 Penerimaan laba bersih minyak (LBM)

Departemen Keuangan RI 474

Page 475: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 6.491.100.000.000,00 yang terdiri dari:

0410 Penerimaan pendidikan

0411 Uang pendidikan

0412 Uang ujian masuk, kenaikan tingkat, dan akhir pendidikan

0413 Uang ujian untuk menjalankan praktek

0419 Penerimaan pendidikan lainnya

0480 Penerimaan pendidikan swadana

0481 Penerimaan pendidikan swadana

0510 Penjualan hasil produksi, sitaan

0511 Penjualan hasil pertanian, perkebunan

0512 Penjualan hasil peternakan

0513 Penjualan hasil perikanan

0514 Penjualan hasil sitaan

0515 Penjualan obat-obatan dan hasil farmasi

0516 Penjualan penerbitan, film, dan hasil cetakan lainnya

0517 Penjualan dokumen-dokumen pelelangan

0519 Penjualan lainnya

0520 Penjualan aset tetap

0521 Penjualan rumah, gedung, bangunan, dan tanah

0522 Penjualan kendaraan bermotor

0523 Penjualan sewa beli

0529 Penjualan aset lainnya yang berlebih, rusak, dihapuskan

0530 Penerimaan sewa

0531 Sewa rumah dinas, rumah negeri

Departemen Keuangan RI 475

Page 476: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

0532 Sewa gedung, bangunan, gudang

0533 Sewa benda-benda bergerak

0539 Sewa benda-benda tak bergerak lainnya

0540 Penerimaan jasa I

0541 Penerimaan rumah sakit dan instansi kesehatan lainnya

0542 Penerimaan tempat hiburan, taman, museum

0543 Penerimaan surat keterangan, visa, paspor dan SIM, STNK, BPKB

0544 Penerimaan sertifikat pendaftaran tanah

0545 Penerimaan hak dan perijinan

0546 Penerimaan sensor, karantina, pengawasan, pemeriksaan

0547 Penerimaan jasa tenaga, jasa pekerjaan

0548 Penerimaan jasa kantor urusan agama

0549 Penerimaan jasa bandar udara dan pelabuhan

0550 Penerimaan jasa II

0551 Penerimaanjasa lembaga keuangan Gasa giro

0552 Penerimaan iuran hasil hutan, hasil laut, royalti dan denda

0553 Penerimaan iuran lelang untuk fakir miskin

0554 Penerimaan jasa kantor catatan sipil

0555 Penerimaan biaya penagihan pajak-pajak negara dengan surat paksa

0556 Penerimaan uang pewarganegaraan

0559 Penerimaan jasa lainnya

0560 Penerimaan rutin dari luar negeri

0561 Bea visa dan paspor

0562 Bea konsuler

Departemen Keuangan RI 476

Page 477: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

0563 Bea maritim

0564 Bea pemeriksaan

0565 Bea legalisasi dan pembuatan surat keterangan

0566 Bea legalisasi surat-surat perdagangan

0569 Penerimaan rutin lainnya dari luar negeri

0580 Penerimaan penjualan, sewa dan jasa swadana

0581 Penerimaan penjualan swadana

0582 Penerimaan sewa swadana

0583 Penerimaan jasa swadana

0610 Penerimaan kejaksaan dan peradilan

0611 Legalisasi tanda tangan

0612 Pengesahan surat di bawah tangan

0613 Uang meja (leges) dan upah pada panitera badan pengadilan

0614 Hasil denda, denda tilang dan sebagainya

0615 Ongkos perkara

0619 Penerimaan kejaksaan dan peradilan lainnya

0710 Penerimaan dari investasi

0711 Bagian laba dari BUMN

0713 Pelunasan piutang (penerimaan kembali pinjaman)

0810 Penerimaan kembali belanja tahun anggaran berjalan

0811 Penerimaan kembali belanja pegawai pusat

0812 Penerimaan kembali belanja pegawai daerah otonom

0813 Penerimaan kembali belanja pensiun

0814 Penerimaan kembali belanja rutin lainnya

Departemen Keuangan RI 477

Page 478: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

0815 Penerimaan kembali belanja pembangunan rupiah lainnya

0820 Penerimaan kembali belanja tahun anggaran yang lalu

0821 Penerimaan kembali belanja pegawai pusat

0822 Penerimaan kembali belanja pegawai daerah otonom

0823 Penerimaan kembali belanja pensiun

0824 Penerimaan kembali belanja rutin lainnya

0825 Penerimaan kembali belanja pembangunan rupiah lainnya

0880 Penerimaan lain-lain swadana

0881 Penerimaan lain-lain swadana

0891 Penerimaan kembali persekot, uang muka gaji

0892 Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan

0893 Penerimaan kembali, ganti rugi

0894 Penerimaan kembali perhitungan sisa lebih subsidi gaji PNS daerah otonom berdasarkan

SPM nihil KPKN

0899 Penerimaan anggaran lainnya

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1), (2), (3), dan (4)

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)

Departemen Keuangan RI 478

Page 479: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Cukup jelas

Ayat (2)

Pengeluaran rutin sebesar Rp 47.240.700.000.000,00 terdiri dari:

01 SEKTOR INDUSTRI Subsektor Industri

02 SEKTOR PERTANIAN DAN KEHUTANAN

02.1 Subsektor Pertanian

02.2 Subsektor Kehutanan

03 SEKTOR PENGAIRAN

03.1 Subsektor Pengembangan Sumber Daya Air

03.2 Subsektor Irigasi

04 SEKTOR TENAGA KERJA

04.1 Subsektor Tenaga Kerja

05 SEKTOR PERDAGANGAN, PENGEMBANGAN USAHA NASIONAL, KEUANGAN

DAN KOPERASI

05.1 Subsektor Perdagangan Dalam Negeri

05.2 Subsektor Perdagangan Luar Negeri

05.4 Subsektor Keuangan

05.5 Subsektor Koperasi dan Pengusaha Kecil

06 SEKTOR TRANSPORTASI, METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

Departemen Keuangan RI 479

Page 480: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

06.1 Subsektor Prasarana Jalan

06.2 Subsektor Transportasi Darat

06.3 Subsektor Transportasi Laut

06.4 Subsektor Transportasi Udara

06.5 Subsektor Meteorologi, Geofisika, Pencarian dan Penyelarnatan (SAR)

07 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI

07.1 Subsektor Pertarnbangan

07.2 Subsektor Energi

08 SEKTOR PARIWISATA, POS DAN TELEKOMUNIKASI

08.1 Subsektor Pariwisata

08.2 Subsektor Pos dan Telekomunikasi

09 SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH DAN TRANSMIGRASI

09.1 Subsektor Pembangunan Daerah

09.2 Subsektor Transrnigrasi dan Pemukiman Perarnbah Hutan

10 SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP DAN TATA RUANG

10.1 Subsektor Lingkungan Hidup

10.2 Subsektor Tata Ruang

11 SEKTOR PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN NASIONAL, KEPERCAYAAN

TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA, PEMUDA DAN OLAH RAGA

11.1 Subsektor Pendidikan

Departemen Keuangan RI 480

Page 481: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

11.2 Subsektor Pendidikan Luar SekoLah dan Kedinasan

11.3 Subsektor Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

11.4 Subsektor Pemuda dan Olah Raga.

12 SEKTOR KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA SEJAHTERA

12.1 Subsektor Kependudukan dan Keluarga Berencana

13 SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL, KESEHATAN, PERANAN WANITA, ANAK

DAN REMAJA

13.1 Subsektor Kesejahteraan Sosial

13.2 Subsektor Kesehatan

14 SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

14.1 Subsektor Perumahan dan Permukiman

14.2 Subsektor Penataan Kota dan Bangunan

15 SEKTOR AGAMA

15.1 Subsektor Pelayanan Kehidupan Beragama

15.2 Subsektor Pembinaan Pendidikan Agama

16 SEKTOR ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

16.2 Subsektor Ilmu Pengetahuan Terapan dan Dasar

16.3 Subsektor Kelembagaan Prasarana dan Sarana Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

16.5 Subsektor Kedirgantaraan

16.6 Subsektor Sistem Informasi dan Statistik

Departemen Keuangan RI 481

Page 482: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

17 SEKTOR HUKUM

17.1 Subsektor Pembinaan Hukum Nasional

17.2 Subsektor Pembinaan Aparatur Hukum

18 SEKTOR APARATUR NEGARA DAN PENGAWASAN 2.582.853.705.000,00

18.1 Subsektor Aparatur Negara 2.404.731.170.000,00

18.2 Subsektor Pendayagunaan Sistem dan Pelaksanaan Pengawasan 178.122.535.000,00

19 SEKTOR POLITIK, HUBUNGAN LUAR NEGERI, PENERANGAN, KOMUNIKASI

DAN MEDIA MASSA

19.1 Subsektor Politik

19.2 Subsektor Hubungan Luar Negeri

19.3 Subsektor Penerangan, Komunikasi dan Media Massa

20 SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN

20.2 Subsektor ABRI

20.3 Subsektor Pendukung

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Pengeluaran pembangunan sebesar Rp 30.783.500.000.000,00 yang terdiri dari:

Departemen Keuangan RI 482

Page 483: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

(dalam rupiah)Nilai Rupiah

Rupiah Banluan Proyek Jumlahdan Kredil Ekspor

1 SEKTOR INDUSTRI 173.686.000.000,00 323.632.000.000,00 497.318.000.000,00Ol.l Subsektor Industri 173.686.000.000.00 323.632.000.000,00 497.318.000.000,002 SEKTOR PERTANIAN DAN

KEHUTANAN 666.499.000.000,00 437.328.000.000,00 1.103.827.000.000,0002.1 Subsektor Pertanian 657.824.000.000,00 403.500.000.000,00 1.061.324.000.000,0002.2 Subsektor Kehutanan 8.675.000.000,00 33.828.000.000,00 42.503.000.000,003 SEKTOR PENGAIRAN 874.159.000.000,00 1.167.866.000.000,00 2.042.025.000.000,0003.1 Subsektor Pengembangan Sumber Daya Air 360.007.000.000,00 436.193.000.000,00 796.200.000.000,0003.2 Subsektor lrigasi 514.152.000.000,00 731.673.000.000,00 1.245.825.000.000,004 SEKTOR TENAGA KERJA 132.801.000.000,00 37.765.000.000,00 170.566.000.000,0004.1 Subsektor Tenaga Kerja 132.801.000.000,00 37.765.000.000,00 170.566.000.000,005 SEKTOR PERDAGANGAN, PEN GEM.

BANGAN USAHA NASIONAL,KEUANGAN DAN KOPERASI 153.684.000.000,00 380.056,000.000,00 533.740.000.000,00

05.1 Subsektor Perdagangan Dalam Negeri 18.560.000.000,00 357.000.000,00 18.917.000.000,0005.2 Subsektor Perdagangan Luar Negeri 39.800.000.000,00 101.666.000.000,00 141.466.000.000,0005.3 Subsektor Pengembangan Usaha Nasional 20.700.000.000,00 79.529.000.000,00 100.229.000.000,0005.4 Subsektor Keuangan 5.824.000.000,00 122.784.000.000,00 128.608.000.000,0005.5 \ Subsektor Koperasi don Pengusaha KecH 68.800.000.000,00 75.720.000.000,00 144.520.000.000,006 SEKTOR TRANSPORTASI, METEO-

ROLOGI DAN GEOFlSIKA 3.822.247.000.000,00 2.075.669.000.000,00 5.897.916.000,000,0006.1 Subsektor Prasarana ]a!an 3.117.284.000.000,00 799.941.000.000,00 3.917.225.000.000,0006.2 Subsektor Transportasi Dara! 269.320.000.000,00 373.806.000.000,00 643.126.000.000,0006.3 Subsektor Transportasi Laut 223.946.000.000,00 330.460.000.000,00 554.406.000.000,0006.4 Subsektor Transportasi Udara 194.997.000.000,00 554.051.000.000,00 749.048.000.000,0006.5 Subsektor Meteorologi, Geofisika,

Pencarian don Penyelamatan (SAR) 16.700.000.000,00 17.411.000.000,00 34.111.000.000,007 SEKTOR PERTAMBANGAN

DANENERGI 871.501.000.000,00 3.023.336.000.000,00 3.894.837.000.000,0007.1 Subsektor Pertambangan 38.300.000.000,00 56.500.000.000,00 94.800.000.000,0007.2 Subsektor Energi 833.201.000.000,00 2.966.836.000.000,00 3.800.037.000.000,008 SEKTOR PARIWISATA, PS

DAN TELEKOMUNIKASI 78.100.000.000,00 927.660.000.000,00 1.005.760.000.000,0008.1 Subsektor Pariwisata 41.000.000.000,00 0 41.000.000.000,0008.2 Subsektor Pas don Telekomunikasi 37.100.000.000,00 927.660.000.000,00 964.760.000.000,009 SEKTOR PEMBANGUNAN

DAERAH DAN TRANSMIGRASI 5.615.432.000.000,00 523.758.000.000,00 6.139.190.000.000,0009.1 Subsektor Pembangunan Daerah 4.688.742.000.000,00 424.735.000.000,00 5.113.477.000.000,0009.2 Subsektor Transmigrasi don

Pemukiman Perambah Hutan 926.690.000.000,00 99.023.000.000,00 1.025.713.000.000,00

Departemen Keuangan RI 483

Page 484: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

10 SEKTOR LINGKUNGAN HlDUPDAN TATARUANG 277.150.000.000,00 240.105.000.000,00 517.255.000.000,00

10.1 Subsektor Lingkungan Hidup 204.608.000.000,00 180.687.000.000,00 385.295.000.000,0010.2 Subseklor Hala Ruang 72.542.000.000,00 59.418.000.000,00 131.960.000.000,00II SEKTOR PENDIDIKAN, KEBUDA-

YAAN NASIONAL, KEPERCAYAANTERHADAP TUHAN YANG MAHAESA, PEMUDA DAN OLAH RAGA 2.608.010.000.000,00 751.197.000.000,00 3.359.207.000.000,00

11.1 Subsektor Pendidikan 2.394.391.000.000.00 667.365.000.000,00 3.061.756.000.000,0011.2 Subseklor Pendidikan Luar Sekolah

don Kedinasan 121.124.000.000,00 83.832.000.000,00 204.956.000.000,0011.3 Subsektor Kebudayaan Nasionai dan Ke-

poreayaan Temadap Tuhan Yang Maba Esa 55.100.000.000,00 0 55.100.000.000,0011.4 Subseklor Pemuda don Olab Raga 37.395.000.000,00 0 37.395.000.000,0012 SEKTOR KEPENDUDUKAN DAN

KELUARGA SEJAHTERA 252.500.000.000,00 47.849.000.00o,00 300.349.000.000,0012.1 Subseklor Kependudukan don

Keluarga Berencana 252.500.000.000,00 47.849.000.000,00 300.349.000.000,0013 SEKTOR KESEJAHTERAAN

SOSIAL, KESEHA TAN, PERANANW ANITA, ANAK DAN REMAJA 860.192.000,000,00 191.656.000.000,00 1.051.848.000.000,00

13.1 Subseklor Kesejahteraan Sosial 76.976.000.000,00 12.443.000.000,00 89.419.000.000,00.13.2 Subseklor Kesehatan 774.231.000.000,00 173.982.000.000,00 948.213.000.000,0013.3 Subseklor Peranan Wanita, ADak don Remaja 8.985.000.000,00 5.231.000.000,00 14.216.000.000,0014 SEKTOR PERUMAHAN DAN

PERMUKIMAN 514.116.000.000,00 587.991.000.000,00 1.102.107.000.000,0014.1 Subsektor Perumahan don Permukiman 487.021.000.000,00 547.060.000.000,00 1.034.081.000.000,0014.2 Subseklor Penalaan Kolli dan Bangunan 27.095.000.000,00 40.931.000.000,00 68.026.000.000,0015 SEKTOR AGAMA 139.565,000.000,00 43.709.000.000,00 183.274,000,000,0015.1 Subseklor Pelayanan Kehidupan Beragama 20.965.000.000,00 2.180.000.000,00 23.145.000.000,0015.2 Subseklor Pembinaan Pendidikan Agama 118.600.000.000.00 41.529.000.000.00 160.129.000.000,0016 SEKTOR ILMU PENGETAHUAN

DAN TEKNOLOGI 500.564.000.000,00 210.660.000.000,00 711.224,000.000,0016.1 Subseklor Teknik Produksi don Teknologi 144.753.000.000.00 38.725.000.000,00 183.478.000.000,0016.2 Subsektor ninu Pengetahuan Tcrapan dan Dasar 41.905.000.000,00 38.788.000.000,00 80.693.000.000,0016.3 Subseklor Kelembagaan. Prasarana, don

Sarana IImu Pengelabuan don Teknologi 121.680.000.000,00 24.048.000.000,00 145.728.000.000,0016.4 Subsektor Kelaulan 41.448.000.000.00 99.072.000.000,00 140.520.000.000.0016.5 Subsektor Kedirgantaraan 31.980.000.000.00 6.149.000.000,00 38.129.000.000,0016.6 Subsektor Sistem Informasi don Slatistik 118.798.000.000,00 3.878.000.000,00 122.676.000.000,0017 SEKTOR HUKUM 130.822.000.000,00 7.900.000.000,00 138.722.000.000,0017.1 Subsektor Pembinaan Hokum NasiOllai 12.190.000.000,00 5.027.000.000,00 17.217.000.000.0017.2 Subsektar Pembinaan Aparatur Hukum 37.477.000.000,00 154.000.000,00 37.631.000.006,0017.3 Subseklor Sarana don Prosarana Hukum 81.155.000.000,00 2.719.000.000,00 83.874.000.000,0018 SEKTOR APARATUR NEGARA

DAN PENGA W ASAN 543.504.000.000,00 120.899.000.000,00 664.403.000.000,0018.1 Subseklor Aparatur Negara 497.912.000.000,00 120.899.000.000,00 618.811.000.000,0018.2 Subsektor Pendayagunaan Sistem don

Pelaksanaan Pengawasan 45.592.000.000.00 0 45.592.000.000,00

Departemen Keuangan RI 484

Page 485: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

19 SEKTOR POLITIK, BUBUNGANLUAR NEGERI, PENERANGAN,KOMUN1KASI DAN MEDIA MASSA 85.868.000.000,00 66.800.000.000,00 152.668.000.000,00

19.1 Subsektor Politik 5.548.000.000.00 0 5.548.000.000,0019.2 Subsektor Hubungan LuOT Negeri 3.900.000.000,00 0 3.900.000.000,0019.3 Subsektor Penerangan, Kornunikasi

don Media Massa 76.420.000.000,00 66.800.000.000,00 143.220.000.000,0020 SEKTOR PERTAHANAN DAN

KEAMANAN 724.100.000.000,00 593.164.000.000,00 1.317.264.000.000,0020.1 Subsektor Rakyat Terlatib dan

Perlindungan Masyarakat 2.425.000.000,00 0 2.425.000.000,0020.2 Subsektor ABRl 657.099.000.000,00 593.164.000.000,00 1.250.263.000.000,0020.3 Subsektor Pendukung 64.576.000.000,00 0 64.576.000.000,00

Pasal 6

Keputusan Presiden sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal ini ditetapkan pada bulan April

1995.

Pasal 7

Keputusan Presiden sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal ini ditetapkan pada bulan April

1995.

Pasal 8

Ayat (1)

Huruf a, b, c, dan d

Cukup jelas

Huruf e dan f

Masalah perkembangan moneter dan perkreditan serta neraca pembayaran dan perdagangan luar

negeri sebagian besar berada di sektor bukan pemerintah. Oleh sebab itu, penyusunan

kebijaksanaan kredit dan devisa dalam bentuk dan arti seperti Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran

Pembangunan sukar untuk dilaksanakan, sehingga untuk itu dibuat dalam bentuk prognosa.

Ayat (2), (3), dan (4)

Cukup jelas

Departemen Keuangan RI 485

Page 486: NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN … APBN/NK APBN 1995-1996.pdf · berimbang dan dinamis, dipertahankannya sistem devisa bebas, serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berhati-hati,

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1995/1996

Departemen Keuangan RI 486

Pasal 9

Ayat (1) dan (2)

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESlA NOMOR

Pasal 10

Apabila pada akhir tahun anggaran 1995/96 terdapat sisa anggaran lebih, maka sisa tersebut

merupakan tambahan saldo kas negara, yang dipergunakan ootuk membiayai anggaran belanja

tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1) dan (2)

Cukup jelas

Pasal 13

Pasal-pasal ICW yang dinyatakan tidak berlaku adalah:

1. Pasal 2 Ayat (1) tentang susunan anggaran yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang,

dan belanja modal;

2. Pasal 2 Ayat (3) tentang kewenangan Gubernur Jenderal menetapkan perincian lebih lanjut

pos; dan

3. Pasal 72 yang mengatur bahwa pengajuan perhitungan anggaran negara (PAN) kepada DPR

paling lambat tiga tahun setelah tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Pasal 14

Cukup jelas