kajian sejarah pengelolaan, aspek ekonomi · pdf filedimaksud dapat berupa barang-barang...

18
KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI FINANSIAL PENGUSAHAAN DAN PERMASALAHAN TAMAN BURU MASIGIT KAREUMBI Rizki Kurnia Tohir E351160106 Dosen Dr Ir Agus Priyono Kartono MS PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017

Upload: vodien

Post on 25-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI

FINANSIAL PENGUSAHAAN DAN PERMASALAHAN

TAMAN BURU MASIGIT KAREUMBI

Rizki Kurnia Tohir E351160106

Dosen

Dr Ir Agus Priyono Kartono MS

PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2017

Page 2: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Usaha merupakan keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber

untuk mendapatkan manfaat (benefit), atau suatu aktivitas dimana dikeluarkannya

uang dengan harapan akan mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang

dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai suatu unit usaha

(Kadariah 2001). Sedangkan menurut Gray (1992) proyek adalah kegiatan-kegiatan

yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan

mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit. Sumber-sumber yang

dimaksud dapat berupa barang-barang modal, tanah, bahan setengah jadi, bahan

mentah, tenaga kerja dan waktu.

Studi kelayakan usaha merupakan studi yang mengkaji tentang dapat

tidaknya suatu usaha dapat dilaksanakan dengan berhasil. Adapun kriteria

keberhasilan suatu usaha diantaranta: memiliki manfaat ekonomis terhadap usaha

itu sendiri (manfaat finansial), manfaat bagi negara tempat usaha (manfaat ekonomi

nasional) dan manfaat sosial usaha (Husnan dan Suwarsono 2000). Salah satu

pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

perburuan satwa liar. Menurut Undang-undang No. 13/1994 Pengusasahaan kebun

buru dan taman buru merupakan suatu kegiatan untuk menyelenggarakan

perburuan, penyediaan sarana dan prasarana perburuan.

Taman Buru Masigit Kareumbi merupakan salah satu dari 14 taman buru

yang ada di Indonesia. Sebelum tahun 2008 izin pengusahaan Taman Buru Masigit

Kareumbi dipegang oleh PT Prima Multijasa Sarana. Mulai tahun 2008 pengelolaan

Taman Buru Masigit Kareumbi dikelola oleh WANADRI namun lebih mengarah

kepada kegiatan wisata alam seperti outbond, tracking, sepeda dan penginapan

(MKKMK 2015). Dalam kajian kali ini karena yang dikaji mengenai usaha

pelaksanaan kegiatan perburuan maka aspek ekonomi finansial yang dilakukan di

Taman Buru Masigit Kareumbi yang dikaji dilakukan sebelum tahun 2008 menurut

penelitian Hernadi et al. (2007). Selain itu akan dikaji juga permasalahan yang

terjadi saat pemegang izin usaha oleh PT Prima Multijasa Sarana.

Page 3: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

Tujuan

Mengetahui aspek ekonomi finansial pada Taman Buru Masigit Kareumbi

sebelum tahun 2008 dengan pemegang izin usaha perburuan PT Prima Multijasa

Sarana serta permasalahan yang terjadi.

BAB II

METODE

Tempat dan waktu pengumpulan data

Data mengenai kajian aspek ekonomi finansial pengusahaan taman buru

masigit kareumbi kabupaten sumedang jawa barat, dikumpulkan di Kampus Institut

Pertanian Bogor, Dramaga. pada tanggal 20-28 Desember 2016.

Metode pengumpulan dan analisis data

Data didapatkan dengan mengumpulkan literature yang membahas

mengenai kajian aspek ekonomi finansial pengusahaan taman buru masigit

kareumbi kabupaten sumedang jawa barat. Kemudian data dianalisis dengan

mengkomparasi literature yang ditemukan sehingga menjadi satu kesatuan utuh

yang dapat menjelaskan aspek perekonomian pengusahaan taman buru masigit

kareumbi.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

SEJARAH PENGELOLAAN

Periode 1921-1927

Berdasarkan Gouvernment Besluit No. 69 tanggal 26 Agustus 1921 dan G

ouvernment Besluit No. 27 tanggal 27 Agustus 1927, komplek hutan Gunung

Masigit Kareumbi ditetapkan sebagai kawasan hutan.

Page 4: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

Periode 1950an

Kawasan hutan Gunung Masigit Kareumbi dikelola oleh Dinas Kehutanan

Propinsi Jawa Barat. Pengelolaan yang telah dilakukan selama pengelolaan Dinas

Kehutanan diantaranya telah dilakukan kegiatan reboisasi antara tahun 1953 – 1976

dengan jenis tanaman pinus, rasamala, dan puspa seluas 4809,98 Ha (1).

Periode 1966

Pada sekitar tahun 1966, Pangdam Siliwangi, Bpk. Ibrahim Adjie

memprakarsai pengembangan usaha di kawasan ini. Beliau membangun rumah di

salah satu pintu masuk kawasan, yang selanjutnya disebut blok KW. Karena

kesukaan terhadap olahraga berburu, beliau juga mengembangkan dan

mengintroduksi berbagai jenis rusa, diantaranya Rusa Sambar (Cervus unicolor),

Rusa Timor (Cervus timorensis), dan Rusa Tutul (Axis axis).

Usaha ini dilakukan bersama-sama dengan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa

Barat dengan seksi PPA Jawa Barat II dan Pemda Kabupaten bandung dengan

tujuan memanfaatkan sumberdaya satwa liar yang dibina secara baik, sekaligus

mengelola secara efisien. Jumlah rusa yang di introduksi sebanyak 25 ekor pada

lahan berpagar seluas ±4 ha. Setahun kemudian pagar tersebut dibuka dan rusa

dilepaskan ke dalam hutan.

Periode 1970 – 1988

Melalui SK. Menteri Pertanian No 297/Kpts/Um/5/1976 tanggal 15 Mei

1976 kawasan ini ditetapkan sebagai Hutan Wisata dengan fungsi Taman Buru.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 tahun 1978 tentang berdirinya Perum

Perhutani Unit III Jawa Barat, ditetapkan bahwa wilayah kerja Perum Perhutani III

meliputi bekas wilayah Dinas Kehutanan Jawa Barat, diantaranya kawasan TB.

Masigit Kareumbi.

Kemudian pada tahun 1980 dilakukan penataan batas luar oleh Direktorat

Jenderal INTAG Departemen Kehutanan. Peta lampiran batas luar ini disahkan oleh

Menteri Kehutanan pada tanggal 2 Februari 1982. Pada periode ini dibuatlah

Rencana Pengelolaan (Management Plan) Hutan Wisata Buru Gunung Masigit-

Kareumbi Tahun 1979 – 1984 oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Page 5: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

Pelestarian Alam. Dalam rencana pengelolaan tersebut, dilakukan pembagian

zonasi ke dalam 4 zona, yaitu:

- Zona Semi Perlindungan (Wilderness Zone) seluas ± 7.800,7 ha

- Zona Rekreasi (Intensive Use Zone) seluas ± 520 ha

- Zona Perlindungan (Sanctuary Zone) seluas ± 4.100 ha

- Zona Penyangga (Buffer Zone) meliputi areal berjarak ± 500 m dari batas

kawasan ke arah luar.

Berdasarkan PP No. 36 tahun 1986 tentang Perusahaan Umum Kehutanan

Negara (Perum Perhutani) ditetapkan bahwa wilayah kerjanya meliputi hutan

negara yang berada di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, kecuali

Hutan Suaka Alam, Hutan Wisata (termasuk Taman Buru) dan Taman Nasional.

Sebagai tindak lanjut PP tersebut maka pada tanggal 27 Februari 1988 telah

dilakukan serah terima pengelolaan Hutan Wisata Taman Buru Gunung Masigit

Kareumbi, dari Direksi Perum Perhutani kepada Direktur Jenderal Perlindungan

Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) yang disaksikan oleh Menteri Kehutanan di

Bali yang tertuang dalam naskah Berita Acara Serah Terima dengan ketentuan

bahwa Perum Perhutani masih dapat mengelola hutan tanaman pinus pada TB.

Gunung Masigit Kareumbi yang dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan

petunjuk yang dikeluarkan oleh Departemen/ Direktorat Jendral PHPA.

Periode 1988 – 1998

Pada tahun 1990 dilakukan program Perencanaan Tapak (Site Plan) oleh

Fakultas Kehutanan IPB kerja sama dengan BKSDA III. Dalam dokumen tersebut

pembagian kewilayahan kawasan dilakukan sebagai berikut:

- Zona pengelolaan di Blok KW, Ciceuri, Cipancar dan Cibugel, Cikudalabuh

- Zona pengembangbiakan satwa buru di blok KW dan Cibugel

- Zona buru yang merupakan sebagian besar kawasan

- Zona non-buru di Blok Cipancar dan Ciceuri

- Zona penyangga diluar kawasan

Pada tahun 1992 dilakukan kembali program pembuatan rencana

pengelolaan (management plan) dari Direktorat Jenderal PHPA yang disusun oleh

PT. Aristan Ekawasta. Dalam konsep tersebut, kawasan dibagi dalam:

Page 6: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

- Zona pengelolaan intensif

- Zona penangkaran

- Zona peliaran dan perlindungan satwa buru

- Zona padang buru di

- Zona wisata alam lainnya, dan

- Zona desa binaan/ daerah penyangga

Sehingga pada tahun 1990 – 1993 ini dapat disebutkan bahwa TB. Masigit

Kareumbi dijadikan proyek percontohan oleh BKSDA III dengan sumber dana

mencapai Rp. 520 juta. Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk

pembangunan sarana dan prasarana. Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan

No. 104/Kpts/II/1993 tanggal 20 Februari 1993, maka hak pengusahaan TB.

Gunung Masigit Kareumbi diserahkan kembali kepada Perum Perhutani. Kemudian

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 141/Kpts/II/1998 tanggal 25

Februari 1998, Pengusahan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi oleh Perum

Perhutani kembali dicabut.

Periode 1998

Muncul surat dari Menteri Kehutanan No. 235/Menhut/-II/1998, tanggal 25

Februari 1998 yang menyetujui bahwa Hak pengusahaan Taman Buru Gunung

Masigit Kareumbi diserahkan kepada PT. Prima Multijasa Sarana (PMS) yang

berada di blok pemanfaatan dan blok buru seluas 7.560,72 ha. Sedangkan sisanya

seluas 4809,98 ha yang didalamnya terdapat tegakan pinus, hak pengusahaannya

diserahkan kepada Perum Perhutani. Hak pengusahaan tersebut mencakup ijin

untuk memanfaatkan dan menyadap getah.

Dalam perjalanannya kawasan ini kemudian ditetapkan melalui SK. Menhut

No. 298/Kpts-II/98 tanggal 27 Pebruari 1998 dan nama resminya adalah Taman

Buru Gunung Masigit Kareumbi. Surat Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan

No. 733/II/Kum/1998 Tanggal 16 April 1998, tentang Ijin Prinsip Taman Buru

Gunung Masigit Kareumbi dinyatakan bahwa ijin Pengusahaan Perburuan

bertanggung jawab atas kelestarian fungsi kawasan. Selain itu, kepada Perum

Perhutani diberi kesempatan untuk menyadap getah pinus dan tidak untuk

memanfaatkan kayu.

Page 7: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 923/Kpts-

II/1999 Tanggal 14 Oktober 1999, diberikan ijin Pengusahaan Taman Buru kepada

PT. PMS pada blok pemanfaatan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Namun

dalam perjalanannya, pihak pengelola ini terkait kasus penebangan hasil hutan

terutama kayu yang menyeret banyak pihak kepada hukum, terutama pihak

pengelola sendiri sampai akhirnya kawasan ini diambil lagi pengelolaannya oleh

BKSDA.

Periode 2008 s/d Sekarang

Sampai tahun 2008, kawasan ini terutama area “KW” berada dalam kondisi

terbengkalai. Infrastruktur dan bangunan yang dibangun oleh pengelola

sebelumnya termasuk oleh pemrintah dan berbagai program yang telah diluncurkan

lambat laun rusak. Sebagian besar konstruksi bangunan dan infrastruktur.

Bangunan Pusat Informasi Taman Buru milik BKSDA juga tak luput dari perusakan

dan sudah tidak dapat digunakan kembali. Wisma Pemburu, kompleks taman safari

mini, kolam renang, rumah sakit hewan bahkan mesjid juga tidak luput dari

kerusakan. Perambahan kawasan untuk pertanian dan pengambilan kayu untuk

keperluan bahan bangunan serta kayu bakar juga marak. Demikian juga perburuan

liar yang menyebabkan satwa terutama rusa tak berbekas.

Pada sekitar tahun 2006, sesepuh Wanadri yang sering melakukan

perjalanan ke kawasan ini, Remi Tjahari (W-090-LANG) melihat potensi kawasan

yang sangat besar. Namun di balik potensi kawasan sebagai daerah konservasi dan

sangat layak dikembangkan untuk wisata dan pendidikan alam terbuka juga

terdapat potensi kerusakan lingkungan bila tidak dikelola dengan baik. Akhirnya

pada tahun 2007, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri

menyampaikan minat untuk melakukan pengelolaan kawasan pada pihak

Kementrian Kehutanan dan BBKSDA. Setelah menempuh berbagai kewajiban

diantaranya pembuatan Rencana Jangka Pendek dan Menengah, pada bulan April

tahun 2008, BBKSDA mengeluarkan surat keputusan No: 750/ BBKSDA JABAR.

1/ 2008 yang kemudian direvisi oleh SK No. 1111/BBKSDA JABAR.1/2009 yang

pada intinya menyatakan bahwa BBKSDA setuju untuk melakukan kerjasama

kemitraan Optimalisasi Pengelolaan Kawasan dengan Wanadri dan mekanisme

Page 8: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

kerjasamanya ditelurkan kedalam dokumen tersebut dengan diketahui oleh

Departemen Kehutanan.

Selanjutnya, pihak Dewan Pengurus Wanadri menunjuk Koperasi Wanadri

melalui surat No: 02/ SPK/ DP/ XX/ W/ IV/ 2008 untuk membentuk sebuah badan

otonom yang dapat melakukan fungsi-fungsi pengelolaan di TBMK. Maka pada

akhir 2008 dibentuklah tim yang disebut Tim Manajemen Pengelola Kawasan

Konservasi Masigit Kareumbi. Sejak itu tim mulai bekerja melakukan pembenahan

di kawasan utama yang disebut “KW”. Model pembenahan kawasan dengan cara

cost-recovery dan pola pelibatan masyarakat sekitar kawasan serta kolaborasi

dengan berbagai pihak. Strategi tersebut menjadi andalan tim manajemen ini.

Program-program awal yang dilakukan di sini adalah Pendidikan & Pelatihan serta

Program Konservasi Wali Pohon. Sejak diperkenalkan pada akhir 2008 sampai

Maret 2009, program Wali Pohon telah menanam sejumlah 10.500 batang pohon

dengan model adopsi bergaransi selama 5 tahun.

ANALISIS POTENSI TAMAN BURU MASIGIT KAREUMBI

Potensi Kawasan

Menurut data di Kantor Seksi Wilayah III Sumedang luas TBMK seluruhnya

mencapai 12.420,70 ha, terletak di 3 wilayah kabupaten masing-masing 7.452,70

ha (60%) di Kabupaten Sumedang, 2.484 ha (20%) di Kabupaten Bandung, dan

2.484 ha (20%) di Kabupaten Garut. Dari luas TBMK tersebar 60% (7.600,72 ha)

merupakan hutan alam, dan 40% (4.809,98 ha) adalah hutan tanaman (Ditjen

PHPA, 2001). Hasil analisis Citra Landsat TM liputan Juli 2001 menunjukkan

bahwa luas kawasan TBMK adalah 12.547,53 ha atau terdapat selisih pengukuran

sebesar 126,83 ha (1,02%). Komposisi tipe penutupan lahan secara garis besar

terdiri atas hutan alam, hutan tanaman, enclave, dan semak belukar (Tabel 1).

Tabel 1. Penutupan lahan dan penggunaan areal di kawasan TBMK

Tipe Penutupan Lahan

Citra Landsat TM Liputan 2001

Areal

Perburuan

Areal

Non buru Jumlah %

Hutan alam 3.962,3 1.386,2 5.348,5 42,63

Page 9: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

Hutan tanaman 2.684,0 1.861,0 4.545,0 36,22

Semak belukar 253,8 317,9 571,7 4,56

Enclave 33,9 - 33,9 0,27

Lahan kosong 792,0 777,5 1.569,5 12,51

Tertutup awan 131,1 347,8 478,9 3,82

Jumlah 7.857,2 4.690,4 12.547,5 100

Menurut Ratag (2006) jenis vegetasi yang ditemukan di TBMK sebanyak

87 jenis terdiri dari 44 jenis pepohonan dan 43 jenis vegetasi non pohon. Dari sisi

potensi sumber pakan, jumlah jenis vegetasi non pohon (rerumputan, semak

belukar, dan perdu) yang ditemukan di areal pemanfaatan TBMK seluruhnya

terdapat 43 jenis. Sebanyak 33 jenis diantaranya merupakan jenis-jenis yang

dimakan rusa sambar dengan beberapa pakan dominan.

Selanjutnya Ratag (2006) menyebutkan produktivitas hijauan pakan rusa

sambar di TBMK menunjukkan rata-rata pertambahan bobot basah setiap jenis

2.956 kg/ha/hari. Dengan mempertimbangkan jumlah bulan basah yang

berlangsung hanya 7 bulan dalam setahun, maka rata-rata total produktivitas

hijauan pakan sebanyak 20.790,6 kg/ha/th. Berdasarkan hasil pengukuran Citra

Landsat sebagaimana dikemukakan Ratag (2006) pada luas pemanfaatan efektif

6.900,1 ha, total potensi sumber pakan rusa sebanyak 47 394 ton/th. Apabila

kebutuhan makan rusa sambar rata-rata 5,7 kg/ekor/hari dalam bentuk hijauan

segar, maka kawasan TBMK memiliki daya dukung bagi rusa sambar sebanyak

22.780 ekor.

Satwa Buru

Satwa buru yang menjadi target perburuan adalah rusa sambar dan babi hutan.

Jumlah babi hutan di TBMK tidak kurang dari 500 ekor dan akan mengalami

pertambahan secara alami 5% per tahun. Ratag (2006) merekomendasikan bahwa

hasil panen lestari rusa sambar di TBMK dengan introduksi 4.280 ekor akan

menghasilkan jatah panen per tahun sebanyak 624 ekor dengan 416 jantan dan 208

betina (Skenario tanpa breeding). Perburuan dapat dilakukan pada tahun keempat

pengusahaan. Pengadaan populasi rusa awal untuk breeding dilakukan introduksi

tambahan sebanyak 960 ekor yang dikelola secara intensif (Skenario dengan

breeding).

Page 10: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

Pemburu dan Pengunjung

TBMK akan dimanfaatkan oleh pemburu dan pengunjung biasa (wisatawan).

Anggota Perbakin sampai Maret 2004 tercatat 3.031 orang dengan kenaikan per

tahun 4% (Nitibaskara 2005). Jumlah wisatawan mengacu pada rata-rata jumlah

ditempat-tempat wisata di Sumedang dengan faktor koreksi 0,75. Persentasi

anggota Perbakin yang diperkirakan akan memanfaatkan TBMK untuk kegiatan

berburu seperti Tabel 2.

Tabel 2. Persentase (%) anggota perbakin yang akan memanfaatkan TBMK

Kelompok Anggota Perbakin %

Sebagai atlit olahraga menembak 40

Sebagai kelompok pemburu :

a. Pemburu yang memperhitungkan biaya yang

dikeluarkan 30

b. pemburu dari tingkat kerhidupan mapan 12

c. Pemburu dengan motivasi kepuasan berburu. 18

Total persentase (%) 100

Gambaran potensi TBMK (kawasan, satwa buru, pemburu dan pengunjung)

memberikan pemahaman atas macam kegiatan pengusahaan yang bisa di lakukan

dan harus ditunjang dengan sarana prasarana tertentu sesuai macam kegiatan

pengusahaannya. PP 18/1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam menyebutkan

jumlah area untuk pembangunan sarana prasarana tidak lebih dari 10% dari total

luas kawasan. Konsep pengusahaan TBMK dalam penelitian ini dengan 2 pintu

utama (2 blok), masing-masing blok terdapat area penerimaan, area pusat

pengelolaan, pusat kegiatan pengunjung, area peristirahatan dan area breeding.

Total luas untuk keperluan tersebut 405 ha.

Aktivitas pengusahaan TBMK dapat dilakukan dengan upaya-upaya seperti

pengaturan tata ruang (blocking system), pengaturan satwa buru, pengaturan

pemburu dan pengunjung, dan lain-lain. Agar setiap proses kegiatan pengusahaan

TBMK dapat berjalan dengan baik, maka perlu didukung dengan sarana penunjang

yang diperlukan baik sarana perburuan maupun ekowisata, terutama apabila

pengusahaan yang akan dilakukan yaitu dari usaha perburuan dan ekowisata.

Berdasarkan hal itu, maka diperlukan kebutuhan ruang seperti pada Tabel 3.

Page 11: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

Tabel 3. Tata Ruang Pengusahaan TBMK

Uraian Luas (ha) %

Areal non buru 4.690,40 37,38

Areal perburuan - -

a. Area penerimaan 25 0,19

b. Area pusat pengelolaan 70 0,56

c. Area pusat kegiatan pengunjung 165 1,31

d. Area peristirahatan 45 0,36

e. Area penangkaran 100 0,79

f. Area perburuan 7.452,13 59,79

Jumlah Luas Total 12.547,53 100

ANALISIS BIAYA PENGUSAHAAN TAMAN BURU MASIGIT

KAREUMBI

Aspek-aspek Finansial Usaha

a. Payback Period (PP)

Payback Periode adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup

kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) yang menggunakan aliran

kas, dengan kata lain PP merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash

inflow-nya, yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini

dibandingkan dengan maksimum PP yang dapat diterima. Rumus :

𝑃𝑎𝑦𝑏𝑎𝑐𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 =Nilai investasi

Kas masuk bersih 𝑥 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

Kriteria penilaian: Jika PP lebih pendek waktunya dari “maksimum PP”-nya maka usulan investasi dapat diterima. b. Internal Rate of Return (IRR)

Metode Internal Rate of Return digunakan untuk mencari tingkat bunga yang

menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, atau

penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal.

Rumus:

Dimana: t = tahun ke

Page 12: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

n = jumlah tahun

Io = nilai investasi awal

CFt = arus kas bersih

IRR = tingkat bunga yang dicari harganya

c. Net Present Value (NPV)

Net Present Value selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai

sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun

aliran kas terminal) dimasa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang

perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

Rumus :

Dimana: CFt = aliran kas per tahun pada periode t Io = investasi pada tahun

0

K = suku bunga (discount rate) n = jumlah tahun

t = tahun ke

Kriteria Penilaian: Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima

Jika NPV < 0, maka usulan proyek ditolak

Jika NPV = 0, maka nilai perusahaan tetap walau usulan

proyek diterima ataupun ditolak.

d. Profitability Index (PI)

Kriteria lain untuk mengukur rencana investasi adalah dengan menggunakan

metode Profitabilitas Index (PI).

Rumusnya:

𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 =Nilai aliran kas masuk

Nilai investasi

Kriteria nilai: Terima jika PI > 1; Tolak jika PI < 1

e. Break Event Point (BEP)

BEP merupakan keadaan dimana penerimaan pendapatan perusahaan (total

revenue) yang disingkat TR adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya (total

cost) yang disingkat TC. TR merupakan perkalian jumlah unit barang yang terjual

dengan harga satuannya, sedangkan TC merupakan penjumlahan dari biaya tetap

Page 13: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

dan biaya variabelnya (Husnan, 1997).

Rumus: TR = TC atau Q.P = a + b.X

Dimana: Q = tingkat produksi (unit)

P = harga jual per unit

a = biaya tetap

b = biaya variable

Analisis Finansial

Kegiatan pengusahaan TMBK dibedakan menjadi dua kategori yakni (1)

perburuan saja, dan (2) perburuan dan ekowisata. Dalam pengusahaan TBMK ini

terdapat tiga macam biaya yaitu; biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel.

Biaya investasi meliputi biaya persiapan pengusahaan dan pembangunan infra

struktur serta perlengkapannya. Hasil analisis biaya investasi untuk kedua kategori

pengusahaan TMBK seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 5. Biaya investasi pengusahaan TBMK dengan beberapa skenario

Perburuan & Ekowisata Perburuan saja

Uraian (x Rp 1 000.00) (x Rp 1 000.00)

Tanpa

breeding

Dengan

breeding

Tanpa

breeding

Dengan

breeding

Pra Investasi 885.500 885.500 885.500 885.500

Relokasi Enklave 1.478.340 1.478.340 1.478.340 1.478.340

Pembangunan Infra Struktur 2.799.350 2.799.350 2.548.350 2.548.350

Sarana breeding 0 360.200 0 360.200

Penyediaan

Peralatan/Perlengkapan 1.977.970 1.977.970 1.705.470 1.705.470

Jumlah 7.141.160 7.501.360 6.617.660 6.977.860

Sedangkan biaya tetap terdiri dari biaya perencanaan, pembinaan habitat,

pembinaan populasi, pembinaan ketenagaan, pembinaan masyarakat, promosi,

perlindungan dan pengawasan kawasan, gaji karyawan serta biaya operasional,

biaya penyusutan serta beban bunga dan angsuran bank. Selain PajakPenghasilan

(PPh), pengusahaan TBMK memiliki kewajiban untuk memenuhi PP 59/1998 bagi

pengeluaran biaya lain yaitu tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak pada

pengusahaan taman buru seperti pada Tabel 5.

Page 14: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

Tabel 5. Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara bukan pajak pada pengusahaan

Taman Buru

Uraian Satuan Tarif/Satuan

Pungutan izin pengusahaan taman

buru Hektar Rp 25 000.00

Iuran jarahan satwa buru Sesuai jenis komoditi 10%

Iuran hasil usaha perburuan

(Royalti)

Keuntungan bersih tahun

anggaran 5%

Adapun komponen biaya variabel dalam pengusahaan TBMK adalah biaya

introduksi satwa, biaya pelepasan satwa hasil penangkaran dan biaya yang

dikeluarkan untuk breeding meliputi biaya penyediaan pakan tambahan, biaya obat-

obatan, dan penambahan peralatan wisata. Pembelian rusa di Indonesia

diasumsikan Rp 4.000.000,00 per ekor, pakan rusa di penangkaran Rp 750,00 per

ekor per hari dan satu paket obat-obatan untuk rusa Rp 75.000,00 per ekor per tahun

(Sumanto, 2006). Sedangkan biaya pelepasan rusa hasil penangkaran per ekor

diasumsikan sebesar Rp 100.000,00.

Analisis Penerimaan Pengusahaan TBMK

Penerimaan dari pengusahaan TBMK dapat diperoleh dari berbagai sumber

penerimaan seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Sumber Penerimaan Pengusahaan TBMK

Jenis Penerimaan Keterangan Hunting fee Perburuan

Trophy fee Perburuan

Guidee fee Perburuan

Zone tax pemburu Perburuan

Eksport tax Perburuan

Karcis masuk pengunjung Perburuan & Ekowisata

Kamar hotel/penginapan Perburuan & Ekowisata

Sewa Restoran/rumah makan Perburuan & Ekowisata

Sewa Souvenir shop Perburuan & Ekowisata

Masuk kendaraan Perburuan & Ekowisata

Parkir kendaraan Perburuan & Ekowisata

Sewa peralatan wisata dan kolam pancing Perburuan & Ekowisata

Terdapat peluang lain dalam pengusahaan TBMK sebagai sumber

penerimaan. Salah satu sumber penerimaan lain pengusahaan TBMK yaitu

eksport tax yang dalam pelaksanaannya bisa dilakukan dengan bekerjasama

dengan pihak-pihak terkait. Namun karena di Indonesia belum ada taman buru

Page 15: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

yang operasional, maka ketentuan mengenai eksport tax yang diatur oleh

pemerintah belum pernah dilakukan. Penerimaan dari eksport tax tidak

dikalkulasi dalam penelitian ini, karena tidak adanya referensi dan parameter

pendukung. Jadi, penerimaan dari eksport tax dianggap tidak ada. Berbagai

tarif diberlakukan dalam pengusahaan TBMK sebagai sumber penerimaan

seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Berbagai tarif yang diberlakukan pada pengusahaan TBMK

No Uraian Tarif (Rp) No Uraian Tarif (Rp)

1 Trophy fee rusa/ekor 15.000.000,00 11 Sewa kantin/thn 5.000.000,00

2

Trophy fee babi

hutan/ekor 1.500.000,00 12

Sewa souvenir

shop/bln 300.000,00

3

Hunting fee

rusa/ekor 7.500.000,00 13

Sewa kolam

pancing/bln 500.000,00

4

Hunting fee babi

hutan/ekor 1.000.000,00 14

Masuk mobil/unit 5.000,00

5 Guide fee/orang 250.000,00 15 Masuk motor/unit 2.500,00

6

Zone tax pemburu

lokal/orang 50.000,00 16

Parkir mobil/unit 7.500,00

7

Zone tax pemburu

asing/orang 100.000,00 17

Parkir motor/unit 3.500,00

8

Karcis masuk

wisnu/orang 2.500,00 18

Sewa tenda/unit 30.000,00

9

Karcis masuk

wisman/orang 5.000,00 19

Sewa perahu

wisata/jam 2.500,00

10 Hotel/kamar 50.000,00 20

Sewa sepeda

gunung/unit 20.000,00

Analisis NPV dan BCR pada pengusahaan TBMK

Hasil analisis NPV dan BCR dari pengusahaan TMBK ditunjukkan pada

Tabel 8. Pengusahaan TBMK sebagai kawasan wisata buru dan wisata alam lain

memungkinkan memberikan dampak, baik bagi masyarakat yang ada di sekitar

lokasi maupun bagi TBMK itu sendiri. Bagi TBMK itu sendiri, ketika pengusahaan

taman buru profesional dilakukan, maka kelestarian satwa buru sudah seharusnya

terjamin. Dengan demikian, kawasan yang menjadi habitat satwa buru itu sendiri

akan terjaga, sehingga ekosistem di kawasan itu akan terjaga pula. Bagi masyarakat,

pengusahaan TBMK akan dapat memberi arti tersendiri, antara lain melalui:

penyerapan tenaga kerja, menambah penghasilan, menumbuhkan kegiatan

ekonomi, membuka lapangan kerja, dan menciptakan pasar. Dari nilai NPV dan

BCR tersebut jelas menunjukkan bahwa pengusahaan TBMK baik yang

Page 16: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

memadukan kegiatan pengusahaan perburuan dan ekowisata maupun kegiatan

pengusahaan perburuan saja layak dilakukan pada suku bunga riil 9%.

Tabel 8. NPV dan BCR dengan suku bunga rill 9% pada berbagai skenario

pengusahaan

Opsi Skenario NPV(000) BCR

1

Pengusahaan TBMK dari perburuan & ekowisata tanpa

breeding. 24.955.315 1,476

2

Pengusahaan TBMK dari perburuan & ekowisata dengan

breeding 50.160.631 1,677

1 Pengusahaan TBMK dari perburuan saja tanpa breeding 19.293.690 1,386

2 Pengusahaan TBMK dari perburuan saja dengan breeding 36.896.371 1,548

PERMASALAHAN SAAT INI

Dilihat dari pengelolaan oleh PT Prima Multijasa Sarana pada tahun 1999-

2006 bahwa jika dilihat dari analisis NPV dan BCR kegiatan usaha pengusahaan

perburuan dan ekowisata maupun kegiatan pengusahaan perburuan saja layak

dilakukan pada kawasan tersebut, tetapi hal ini dihadangkan kepada beberapa

kendala diantaranya:

1. Pihak pengelola terjerat kasus penebangan hasil hutan terutama kayu yang

menyeret banyak pihak kepada hukum. Sehingga sampai tahun 2008, kawasan

ini berada dalam kondisi terbengkalai. Infrastruktur dan bangunan yang

dibangun oleh pengelola sebelumnya termasuk oleh pemerintah dan berbagai

program yang telah diluncurkan lambat laun rusak. Sebagian besar konstruksi

bangunan dan infrastruktur. Bangunan Pusat Informasi Taman Buru milik

BKSDA juga tak luput dari perusakan dan sudah tidak dapat digunakan kembali.

Wisma Pemburu, kompleks taman safari mini, kolam renang, rumah sakit hewan

bahkan mesjid juga tidak luput dari kerusakan.

2. Perambahan kawasan untuk pertanian dan pengambilan kayu untuk keperluan

bahan bangunan serta kayu bakar juga marak.

3. Perburuan liar yang menyebabkan satwa terutama rusa tak bersisa satupun.

Page 17: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

KESIMPULAN

Pengelolaan/ izin usaha pengelolaan Taman Buru Masigit Kareumbi telah

berpindah tangan pada beberapa pihak. Ketika pengelolaan dilakukan oleh PT

Prima Multijasa Sarana dilakukan penilaian aspek ekonomi finansial dari

pengusahaan TMBK baik dari kategori pengusahaan perburuan saja maupun

pengusahaan perburuan dan ekowisata. Didapatkan bahwa ketika suku bunga riil

9% pengusahaan layak dilakukan dengan nilai BCR berkisar 1.3 – 1.6 dan nilai

NPV berkisar 19.2 – 50.1 milyar rupiah. Namun kegiatan usaha yang dilakukan

oleh PT Prima Multijasa Sarana mendapatkan permasalahan diantaranya

penyalahgunaan kawasan, perambahan hutan dan perburuan. Hingga setelah tahun

2008 Taman Butu Masigit Kareumbi mulai dikelola oleh WANADRI yang lambat

laun meningkatkan kembali potensi kawasan.

DAFTAR PUSTAKA

[Ditjen PHPA] Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam,

Departemen Kehutanan, 1992. Rencana Pengelolaan Taman Buru Gunung

Masigit Kareumbi di Jawa Barat.

Gray J. 1992. The Moral Foundation of Market Institution. London: Institute of

Economic Affairs Health and Welfare Unit.

Hernadi A, Santosa Y, Bahruni, Nitibaskara TU. 2007. Aspek ekonomi finansial

pengusahaan Taman Buru Masigit Kareumbi Kabupaten Sumedang Jawa

Barat. Media Konservasi 9(1): 49-56.

Husnan, S dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta : Unit

Penerbit dan Pe;ncetak AMP YPKN.

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Fakultas Ekonomi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

[MKKMK] Manajemen Pengelola Kawasan Konservasi Masigit Kareumbi. 2015.

Program Ekowisata [internet]. Diakses pada 30-12-2016 tersedia pada

https://kareumbi.wordpress.com/program/ekowisata/.

Nitibaskara, TU. 2005. Dilema Dikotomi Konservasi dan Pemanfaatan. Pusat Studi

Lingkungan. Universitas Nusa Bangsa, Bogor.

Page 18: KAJIAN SEJARAH PENGELOLAAN, ASPEK EKONOMI · PDF filedimaksud dapat berupa barang-barang modal, ... pengusahaan pada bidang kehutanan yang berkaitan dengan satwa liar adalah usaha

Pemerintah Republik Indonesia. 1994. Undang-Undang No. 13 Tahun 1994

Tentang Perburuan Satwa Buru. Jakarta(ID): Sekretariat Negara.

Ratag, E.S.A, 2006. Kajian Ekologi Rusa Sambar (Cervus unicolor) dalam

Pengusahaan Taman Buru Masigit Kareumbi. Tesis Fakultas Kehutanan SPs

IPB Bogor.

Sumanto. 2006. Desain Penangkaran Rusa Timor (Cervus Timorensis) dengan

Sistem Dear Farming. Tesis Fakultas Kehutanan SPs IPB Bogor.