skin graft
TRANSCRIPT
SKIN GRAFT
A. PENGERTIAN
Skin graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu baik sebagian maupun seluruh kulit yang
diambil atau dilepaskan dari satu bagian tubuh yang sehat (disebut daerah donor) kemudian
dipindahkan atau ditanamkan ke daerah tubuh lain yang membutuhkannya (disebut daerah resipien).
B. INDIKASI
Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang hehat sehingga terjadi
gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang hebat, ulserasi, biopsi, luka
karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang luas. Penempatan graft pada
luka bertujuan untuk mencegah infeksi, melindungi jaringan yang ada di bawahnya serta
mempercepat proses penyembuhan. Dokter akan mempertimbangkan pelaksanaan prosedur skin
graft berdasarkan pada beberapa faktor yaitu: ukuran luka, tempat luka dan kemampuan kulit sehat
yang ada pada tubuh (Blanchard, 2006:2).
Daerah resipien diantaranya adalah luka-luka bekas operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup
secara langsung dengan kulit yang ada disekitarnya dan memerlukan tambahan kulit agar daerah
bekas operasi dapat tertutup sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara optimal
(Heriady, 2005:2)
C. KLASIFIKASI
Beberapa perbedaan jenis skin graft menurut Blanchard (2006) adalah:
1. Autograft
Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain pada orang yang sama.
2. Allograft
Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti.
3. Xenograft
Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau pencangkokkan antara dua spesies yang berbeda.
Biasanya yang digunakan adalah kulit babi.
Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi menjadi 2, yaitu ( Heriady,
2005:2 ) :
1. Split Thicknes Skin Graft ( STSG )
STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis berdasarkan ketebalan kulit yang dipotong, Revis
(2006) membagi STSG sendiri menjadi 3 kategori yaitu :
a) Tipis (0,005 - 0,012 inci)
b) Menengah (0,012 - 0,018 inci)
c) Tebal (0,018 - 0,030 inci)
STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang bagus mempunyai tingkat aplikasi yang lebih luas.
STSG digunakan untuk melapisi luka yang luas, garis rongga, kekurangan lapisan mukosa, menutup
flap pada daerah donor dan melapisi flap pada otot. STSG juga dapat digunakan untuk mencapai
penutupan yang menetap pada luka tetapi sebelumnya harus didahului dengan pemeriksaan
patologi untuk menentukan rekonstruksi yang akan dilakukan.Daerah donor STSG dapat sembuh
secara spontan dengan sel yang disediakan oleh sisa epidermis yang ada pada tubuh dan juga
dapat sembuh secara total. STSG juga mempunyai beberapa dampak negatif bagi tubuh yang
perlu dipertimbangkan. Aliran pembuluh darah serta jaringan pada STSG mempunyai sifat mudah
rusak atau pecah terutama bila ditempatkan pada area yang luas dan hanya ditunjang atau
didasari dengan jaringan lunak serta biasanya STSG tidak tahan dengan terapi radiasi (Revis, 2006:
3). STSG akan menutup selama penyembuhan, tidak tumbuh dengan sendirinya dan harus dirawat
agar dapat menjadi lebih lembut, dan tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan
mempunyai pigmen yang tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucat atau
kadang hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang lebih gelap. Efek dari
penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang abnormal, kehilangan
pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik
atau keindahan. Jika digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin akan
menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka yang dibuat pada daerah donor
dimana graft tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri daripada daerah resipien.
2. Full Thickness Skin Graft ( FTSG )
FTSG lebih sesuai pada area yang tampak pada wajah bila flap (potongan kulit yang disayat dan
dilipat) pada daerah setempat tidak diperoleh atau bila flap dari daerah setempat tidak
dianjurkan. FTSG lebih menjaga karakteristik dari kulit normal termasuk dari segi warna, tekstur/
susunan, dan ketebalan bila dibandingkan dengan STSG. FTSG juga mengalami lebih sedikit
pengerutan selama penyembuhan. Ini adalah sama pentingnya pada wajah serta tangan dan juga
daerah pergerakan tulang sendi. FTSG pada anak umumnya lebih disukai karena dapat tubuh
dengan sendirinya. Prosedur FTSG memiliki beberapa keuntungan antara lain : relatif sederhan,
tidak terkontaminasi / bersih, pada daerah luka memiliki vaskularisasi yang baik dan tidak
mempunyai tingkat aplikasi yang luas seperti STSG.
D. LOKASI SKIN GRAFT
1. Daerah donor
Pilihan daerah donor biasanya berdasarkan pada penampilan yang diinginkan pada daerah
resipien. Hal ini lebih penting pada FTSG karena karakteristik kulit pada daerah donor akan lebih
terpelihara oleh bahan yang dipindahkan pada tempat yang baru. Ketebalan, tektur, pigmentasi,
ada atau tidaknya rambut harus sangat diperhatikan (Revis, 2006:4). Menurut Heriady (2005),
daerah donor untuk FTSG dapat diambil dari kulit dibelakang telinga, dibawah atau diatas tulang
selangka (klavikula), kelopak mata, perut, lipat paha dan lipat siku. Sebagian besar daerah donor
ini sering dipakai untuk menutup luka pada daerah wajah atau leher. Pemotongan yang dilakukan
pada daerah wajah sebaiknya harus berhati-hati untuk mempertahankan kesimetrisan wajah dari
segi estetik. Bagian kulit yang tidak ditumbuhi oleh rambut dan berfungsi untuk melapisi tangan
dapat diambil dari batas tulang hasta dan telapak kaki dengan penyesuaian warna, tekstur dan
ketebalan yang tepat. Graft dengan pigmen yang lebih gelap diperoleh dari preposium (kulup),
scrotum, dan labia minora (Rives, 2006:5).Daerah donor untuk STSG dapat diambil dari daerah
mana saja di tubuh seperti perut, dada, punggung, pantat, anggota gerak lainnya. Namun,
umumnya yang sering dilakukan diambil dari kulit daerah paha (Heriady, 2005:2). Daerah donor
dari paha lebih disukai karena daerah ini lebih lebar dan lebih mudah sembuh (Bakar, 2003:1).
Daerah pantat juga dapat digunakan sebagai daerah donor, tetapi biasanya pasien akan mengeluh
nyeri setelah operasi dan akan memerlukan bantuan untuk merawat luka. Menurut Rives(2006),
kulit kepala dapat digunakan pada prosedur FTSG untuk melapisi daerah wajah yang luas dan
terutama berguna untuk luka bakar yang hebat dengan ketersediaan daerah donor yang terbatas.
Untuk luka pada tangan, daerah lengan atas bagian dalam dapat dipertimbangkan untuk dijadikan
daerah donor.
2. Daerah resipien
Komponen penting yang menjamin suksesnya skin graft adalah persiapan pada daerah resipien.
Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus mampu menerima serta memelihara graft itu
sendiri. Skin graft tidak akan dapat bertahan hidup pada jaringan yang tidak dialiri darah. Skin
graft akan dapat bertahan hidup pada periosteum, perikondrium, dermis, fasia, otot, dan
jaringan granulasi.
Pasien dengan luka akibat aliran vena yang lamban (stasis vena) atau ketidakcukupan arteri
perlu untuk diobati terlebih dahulu sebelum melakukan pemindahan kulit. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan kemungkinan graft dapat bertahan hidup (Rives, 2006:5). Luka juga harus
bebas dari jaringan yang mati dan bersih dari bakteri. Bakteri yang berjumlah lebih dari
100.000/cm² akan berkumpul sehingga dapat menyebabkan graft gagal.
E. PROSES PENYEMBUHAN
Masa penyembuhan dan kelangsungan hidup graft terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Perlekatan dasar
Setelah graft ditempatkan, perlekatan dasar luka melalui jaringan fibrin yang tipis merupakan
proses sementara hingga sikulasi dan hubungan antar jaringan telah benar-benar terjadi.
2. Penyerapan Plasma
Periode waktu antara pemindahan kulit dengan revaskularisasi pada graft merupakan fase
penyerapan plasma. Graft akan menyerap eksudat pada luka dengan aksi kapiler melalui struktur
seperti spon pada graft dermis dan melalui pembuluh darah dermis.Ini berfungsi untuk mencegah
pengeringan terutama pada pembuluh darah graft dan menyediakan makanan bagi graft.
Keseluruhan proses ini merupakan respon terhadap kelangsungan hidup graft selama 2-3 hari
hingga sirkulasi benar-benar adekuat. Selama tahap ini berlangsung, graft akan mengalami edema
dan beratnya akan meningkat hingga 30-50%.
3. Revaskularisasi
Revaskularisasi pada graft dimulai pada hari ke 2-3 post skin graft dengan mekanisme yang belum
diketahui. Tanpa memperhatikan mekanisme, sirkulasi pada graft akan benar-benar diperbaiki
pada hari ke 6-7 setelah operasi. Tanpa adanya perlekatan dasar, imbibisi plasma dan
revaskularisasi, graft tidak akan mampu bertahan hidup.
4. Pengerutan luka
Pengerutan pada luka merupakan hal yang serius dan merupakan masalah yang berhubungan
dengan segi kosmetik tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan pada luka. Pengerutan pada
wajah mungkin dapat menyebabkan terjadinya ektropion, serta retraksi pada hidung.
Kemampuan skin graft untuk melawan terjadinya pengerutan berhubungan dengan komponen
ketebalan kulit yang digunakan sebagai graft.
5. Regenerasi
Epitel tubuh perlu untuk beregenerasi setelah proses pencangkokkan kulit berlangsung. Pada
STSG, rambut akan tumbuh lebih jarang atau lebih sedikit pada daerah graft yang sangat tipis.
Graft mungkin akan kering dan sangat gatal pada tahap ini. Pasien sering mengeluhkan kulit yang
tampak kemerahan. Salep yang lembut mungkin akan diberikan pada pasien untuk membantu
dalam menjaga kelembaban pada daerah graft dan mengurangi gatal.
6. Reinnervasi
Reinnervasi pada graft terjadi dari dasar resipien dan sepanjang perifer. Kembalinya sensibilitas
pada graft juga merupakan proses sentral. Proses ini biasanya akan dimulai pada satu bulan
pertama tetapi belum akan sempurna hingga beberapa tahun.
7. Pigmentasi
Pigmentasi pada FTSG akan berlangsung lebih cepat dengan pigmentasi yang hampir serupa
dengan daerah donor. Pigmentasi pada STSG akan terlihat lebih pucat atau putih dan akan terjadi
hiperpigmentasi dengan kulit tampak bercahaya atau mengkilat. Untuk mengatasi hal ini biasanya
akan dianjurkan untuk melindungi daerah graft dari sinar matahari secara langsung selama 6
bulan atau lebih.
F. KOMPLIKASI
Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang beragam tergantung dari jenis luka
dan tempat skin graft pada tubuh. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain (Blanchard, 2006:2):
1. Kegagalan graft
Menurut Revis (2006), skin graft dapat mengalami kegagalan karena sejumlah alasan. Alasan yang
paling sering terjadi adalah adanya hubungan yang kurang baik pada graft atau kurangnya
perlekatan pada dasar daerah resipien. Timbulnya hematom dan seroma dibawah graft akan
mencegah hubungan dan perlekatan pada graft dengan lapisan dasar luka. Pergerakan pada graft
atau pemberian suhu yang tinggi pada graft juga dapat menjadi penyebab kegagalan graft.
Sumber kegagalan yang lain diantaranya adalah daerah resipien yang buruk. Luka dengan
vaskularisasi yang kurang atau permukaan luka yang terkontaminasi merupakan alasan terbesar
bagi kegagalan graft. Bakteri dan respon terhadap bakteri akan merangsang dikeluarkannya enzim
proteolitik dan terjadinya proses inflamasi pada luka sehingga akan mengacaukan perlekatan
fibrin pada graft. Teknik yang salah juga dapat menyebabkan kegagalan graft. Memberikan
penekanan yang terlalu kuat, peregangan yang terlalu ketat atau trauma pada saat melakukan
penanganan dapat menyebabkan graft gagal baik sebagian ataupun seluruhnya.
2. Reaksi penolakan terhadap skin graft
3. Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien.
4. Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft.
5. Munculnya jaringan parut
6. Hiperpigmentasi
7. Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples pada proses perlekatan graft atau juga karena
adanya torehan, tarikan atau manipulasi jaringan atau organ (Long, 1996:60). Hal ini diduga
bahwa ujung-ujung saraf normal yang tidak menstransmisikan sensasi nyeri menjadi mampu
menstransmisikan sensasi nyeri (Smeltzer, 2002:214). Reseptor nyeri yang merupakan serabut
saraf mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel mast, folikel rambut, kelenjar keringat
dan melepaskan histamin, bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang tergolong
stimuli kimiawi terhadap nyeri. Nosiseptor berespon mengantar impuls ke batang otak untuk
merespon rasa nyeri.
8. Hematom
Hematom atau timbunan darah dapat membuat kulit donor mati. Hematom biasanya dapat
diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini terjadi maka kulit donor harus diambil dan diganti
dengan yang baru (Perdanakusuma, 2006:1). Hematom juga menjadi komplikasi tersering dari
pemasangan graft.
9. Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft
G. PENATALAKSANAAN
Graft atau cangkokan diperoleh dengan berbagai instrumen : pisau tipis seperti silet, pisau graf kulit,
dermatom bertenaga-listrik atau-udara. Cangkokan kulit diambil dari lokasi “donor” atau “host” dan
dipasangkan pada lokasi yang dikehndaki yang disebut lokasi “resipien” atau “graf bed”. Agar cangkokan
kulit dapat hidup dan efektif, beberapa persyaratan harus dipenuhi :
Lokasi resipien harus memiliki pasokan darah yang adekuat sehingga fungsi fisiologi yang normal dapat
berlangsung kembali.
Cangkokan harus melekat rapat dengan dasar (bed) lokasi resipien (untuk menghindari penumpukan
darah atau cairan)
Cangkokan harus terfiksasi kuat (terimobilisasi) sehingga posisinya dipertahankan pada lokasi resipien.
Daerah pencangkokan harus bebas dari infeksi.
Dalam pemasangan pada lokasi resipien, cangkokan kulit atau graf dapat dijahitkan atau tidak ada lokasi
tersebut. Cangkokan ini bisa dipotong dan dibentangkan seperti jala agar menutupi suatu daerah yang
lebar. Proses revaskularisasi (pembentukan kembali pasokan darah) dan pelekatan kembali cangkokan
kulit pada dasar lokasi resipien dinamakan “take”.
Setelah cangkokan kulit terpasang pada tempatnya, cangkokan ini dapat dibiarkan terbuka (pada daerah
yang tidak mungkin dimobilisasi) atau di tutupdengan kasa pembalut tipis atau pembalut tekan
menurut daerahnya.
Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah : pasien diminta untuk menjaga agar daerah
tempat pencangkokan sedapat mungkin dimobilisasi. Untuk cangkokan muka, aktivitas yang
menggunakan tenaga berlebihan harus dihindari. Cangkokan pada tangan atau lengan dapat di
mobilisasi dengan bidai. Kalau cangkokan dipasang pada ekstremitas bawah, bagian tersebut harus
ditinggikan karena jalinan kapiler yang baru bersifat rapuh. Jika ambulasi memungkinkan, pasien dapat
mengenakanstokis elastik untuk mengimbangi tekanan vena.
Kalau cangkokan tampak berwarna merah muda, keadaan ini menunjukkan terjadinya vaskularisasi.
Setelah 2 hingga 3 minggu kemudiann dilakukan pengurutan (masase), untuk melembabkan cangkokan
dan menstimulasi sirkulasi darah. Pemakaian bantal pemanas atau pajatan matahari harus dihindari
untuk mencegah kemungkinan luka bakar dan trauma kulit selanjutnya.