skenario 5

36
Penyakit Jantung Kongenital Sianosis Magdalena Pranata 102009156 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana JL. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 email : [email protected] PENDAHULUAN Sebagian kecil bayi atau anak dengan penyakit jantung bawaan mengalami sianosis sentral akibat darah yang tidak tersaturasi oksigen memitasi paru – paru. Meskipun anak yang menderita kelainan ini mungkin tampak sangat bitu, namun anak tersebut dapat sangat sehat sewaktu istirahat. Tetapi bila kebutuhan oksigen tubuh meningkat selama aktivitas, anak tersebut menjadi sangat amat mudah lelah dan sesak napas. Walaupun saturasi oksigen arteri mungkin amat rendah, kecerdasan anak biasanya normal. Polisitemia sekunder terjadi karena hipoksia kronis. Hal tersebut pada mulanya menguntungkan anak karena polisitemia akan meningkatkan jumlah oksigen actual yang diangkut dalam darah. Namun, jika hematokrit melampaui batas tertentu, viskositas darah akan meningkat yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya thrombosis, terutama pada pembuluh darah otak. Emboli akbat thrombosis dan perdarahan akibat koagulopati konsumtif juga diketahui merupakan komplikasi penyakit jantung bawaan 1

Upload: claudia-dadlani

Post on 06-Aug-2015

53 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Penyakit Jantung Kongenital Sianosis

Magdalena Pranata102009156

Mahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana

JL. Arjuna Utara No. 6Jakarta Barat 11510

email : [email protected]

PENDAHULUAN

Sebagian kecil bayi atau anak dengan penyakit jantung bawaan mengalami sianosis

sentral akibat darah yang tidak tersaturasi oksigen memitasi paru – paru. Meskipun anak yang

menderita kelainan ini mungkin tampak sangat bitu, namun anak tersebut dapat sangat sehat

sewaktu istirahat. Tetapi bila kebutuhan oksigen tubuh meningkat selama aktivitas, anak

tersebut menjadi sangat amat mudah lelah dan sesak napas. Walaupun saturasi oksigen arteri

mungkin amat rendah, kecerdasan anak biasanya normal. Polisitemia sekunder terjadi karena

hipoksia kronis. Hal tersebut pada mulanya menguntungkan anak karena polisitemia akan

meningkatkan jumlah oksigen actual yang diangkut dalam darah. Namun, jika hematokrit

melampaui batas tertentu, viskositas darah akan meningkat yang mengakibatkan

kecenderungan terjadinya thrombosis, terutama pada pembuluh darah otak. Emboli akbat

thrombosis dan perdarahan akibat koagulopati konsumtif juga diketahui merupakan

komplikasi penyakit jantung bawaan sianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik dapat dibagi

dalam 2 jenis. Pada jenis yang pertama, paru-paru mengalami penurunan perfusi karena pirau

darah dari kanan ke kiri memintas paru-paru. Tetralogi fallot merupakan contoh yang

tersering yang akan dibahas dalam makalah kali ini.

Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan

dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah

defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang

10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik

Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang

paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke

kiri.1,2,3

1

PEMBAHASAN

A. SKENARIO

Seorang ibu membawa anaknya yang berusia 4 bulan ke poliklinik dengan keluhan

anaknya tampak biru pada saat menangis keras. Sejak lahir anaknya hanya dapat

minum susu sebentar saja dan sering batuk dan pilek. Pada pemeriksaan rontgen

paru tampakpenurunan corakan paru.

B. HIPOTESIS

Anak usia 4 bulan tampak biru saat menangis keras, sering batuk pilek dan hanya

dapat minum susu sebentar karena CHD yang mengarah kepada tetralogi fallot.

C. ANAMNESIS

Anamnesis yang dilakukan menyangkut anamnesis pediatrik secara menyeluruh

kemudian baru dilakukan anamnesis khusus yang mengarah pada kelainan

kardiovaskuler. Bila terjadi sianosis maka perlu ditanyakan kapan mulai timbul,

frekuensinya, lamanya setiap kali serangan dan faktor pencetusnya. Ada atau

tidaknya hambatan perkembangan diketahui dengan menanyakan perkembangan

fisis, motorik serta mental dan kemudian membandingkannya dengan nilai-nilai

normal untuk umur yang sesuai.

Riwayat kehamilan : ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi

(faktor endogen dan eksogen yang mempengaruhi).

Riwayat keluarga : apakah saudara dekatnya ada yang terkena blue babies, lahir

dalam keadaan meninggal karena penyakit jantung kongenital. Dan ditanyakan

apakah terdapat anggota keluarga yang lain mengalami penyakit jantung, seperti

hipertensi, arterosklerosis, stroke, PJB, aritmia, dll.

Riwayat Anak

Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena sulit

untuk makan (ketika makan terasa sesak) sehingga asupan kalorinya sangat

sedikit. Apakah saat beraktifitas mengalami dispneu atau takipneu (karena

inadekuat O2 ke jaringan). Ortopneu biasanya diakibatkan kongesti vena

pulmonary. Berkeringat secara abnormal biasanya disebabkan oleh gagal

jantung kongesti. Nyeri pada dada yang disebabkan karena iskemia pada otot

2

jantung. Pernah mengalami sincope atau tidak (karena stenosis aorta, hipertensi

pulmonal, heart rate yang sangat tinggi/sangat rendah). 2,3

D. PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi

Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru

setelah tumbuh.

         Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.

         Skoliosis (ke arah kanan)

    Serangan sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal

hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas

kusmaul,lemas,kejang,sinkop bahkan sampai koma dan kematian.

         Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah

berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu

sebelum ia berjalan kembali.

         Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak

menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.

Palpasi

         Teraba getaran bising sepanjang tepi sternum kiri

Auskultasi

         Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang

semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi. Bising ini adalah

bising stenosis pulmonal, bukan bising defek septum ventrikel. Darah dari

ventrikel kanan yang menuju ventrikel kiri dan aorta tidak mengalami

turbulensi karena tekanan sistolik antara ventrikel kanan dan kiri hampir

sama. Pada serangan anoksia bising menghilang (aliran darah ke paru

sangat sedikit/tidak ada)

         Bunyi jantung I keras (penutupan trikuspid yang kuat).

         Bunyi jantung II terpisah dengan komponen pulmonal yang lemah

3

Pada bayi dengan usia 4 bulan dengan keadaan tampak biru pada saat menangis

keras, sejak lahir hanya dapat minum susu sebentar saja dan sering batuk dan pilek,

maka pemeriksaan fisik sebagai berikut :

  Inspeksi : bayi tampak kebiruan, bertambah jelas bila menangis ; sering

batuk pilek, pemeriksaan rontgen paru tampak penuruna corakan paru.

Pada skenario tidak dijelaskan dilakukannya:

  Palpasi

  Perkusi

  Auskultasi 1,2,3

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi

oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan

hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial

karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan

PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi

besi.

Pemeriksaan laboratorium rutin penting pada setiap penyakit jantung bawaan

sianotik untuk menilai perkembangan penyakit. Hemoglobin dan hematokrit

merupakan indikator yang cukup baik untuk derajat hipoksemia. Peningkatan

hemoglobin dan hematokrit ini merupakan mekanisme kompensasi akibat saturasi

oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan antara 16-18 g/dl,

sedangkan hematokrit 50-65%. Bila kadar hemoglobin dan hematokrit melampaui

batas tersebut timbul bahaya terjadinya kelainan trombo emboli, sebaliknya bila

kurang dari batas bawah tersebut berarti terjadi anemia relatif yang harus diobati.

Radiologi

Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada

pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat

sehingga seperti sepatu.

4

Cardio thoracic ratio pasien tetralogi fallot biasanya normal atau sedikit membesar.

Akibat terjadinya pembesaran ventrikel kanan dengan konus pulmonalis yang

hilang, maka tampak apeks jantung terangkat sehingga tampak seperti sepatu kayu

(coer en sabot).

Pada 25% kasus arkus aorta terletak di kanan yang seharusnya di kiri, dapat

berakibat terjadinya suatu tarik bayangan trakeobronkial berisi udara di sebelah kiri,

yang terdapat pada pandangan antero-posterior atau dapat dipastikan oleh

pergeseran esophagus yang berisi barium ke kiri. Corakan vascular paru berkurang

dan lapangan paru relatif bersih, mungkin disebabkan oleh aliran darah paru paru

yang berkurang dan merupakan suatu tanda diagnostik yang penting. Bila terdapat

kolateral yang banyak mungkin corakan vascular paru tampak normal, atau bahkan

bertambah.

Pada proyeksi lateral, ruangan depan yang bersih atau kosong dapat atau tidak

dipenuhi oleh ventrikel kanan yang hipertrofi.

Elektrokardiogram

Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi

ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.

Pada neonatus EKG tidak berbeda dengan anak normal. Pada anak mungkin

gelombang T positif di V1, EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.

Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Gelombang P di hantaran II tinggi (P

pulmonal).

Ekokardiografi

Ekokardiografi dapat memperlihatkan setiap kelainan pada tetralogi fallot.

Pelebaran dan posisi aorta berupa diskontinuitas septum ventrikel dan dinding

depan aorta serta pelebaran ventrikel kanan mudah dilihat. Kelainan katup pulmonal

seringkali sulit dinilai, demikian pula penentuan perbedaan tekanan antara ventrikel

kanan dan a.pulmonalis tidak selalu mudah dilakukan.

Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel

kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru.

5

Kateterisasi

Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum

ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis

pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan

tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.

Kateterisasi jantung dan angiokardiografi merupakan metode pemeriksaan utama

untuk menerangkan abnormalitas anatomis tersebut dan untuk menyingkirkan cacat

lainnya, yang menyerupai gambaran suatu tetralogi falot, terutama ventrikel kanan

dengan saluran keluar ganda disertai stenosis pulmonal serta tranposisi arteri dengan

stenosis pulmonal.

Kateterisasi jantung akan mengungkapkan hipertensi sistolik dalam ventrikel kanan

yang sama besarnya dengan tekanan darah sistemik disertai penurunan tekanan yang

mencolok ketika kateter tersebut memasuki ruangan infundibulum atau arteri

pulmonalis. Tekanan darah rata rata dalam arteri pulmonal biasanya sebesar 5-10

mmHg, tekanan darah di dalam atrium biasanya normal. Aorta mungkin dengan

mudah dapat dimasuki dari bilik kanan melalui cacar septum ventrikel tersebut.

Tingkat kejenuhan oksigen arteri tergantung atas pintasan dari kanan ke kiri; pada

waktu istirahat besarnya 75-85%. Contoh darah dari kedua pembuluh vena kava,

atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis seringkali mengandung kadar

oksigen yang sama, sehingga memberikan indikasi mengenai tidak adanya pintasan

dari kiri ke kanan dapat diperlihatkan pada tingkat ventrikel. Angiografi dan atau

kurva pengenceran indikator dapat melokalisasikan tempat pintasan dari kanan ke

kiri atau yang berarah ganda pada tingkat ventrikel tersebut.

Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum

ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis

pulmonal perifer. Melihat ukuran a.pulmonalis. Mendeteksi adanya penurunan

saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis

normal atau rendah.3,4

F. DIAGNOSIS

6

Diagnosis kerja

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan maka diagnosis

kerjanya à Tetralogi Fallot.

Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang

ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel,

stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Komponen yang

paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis

pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif ,

makin lama makin berat. Tetralogi Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan

tipe sianotik. Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi

defek atau lubang  dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara

rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan

lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi

sebagai berikut :

Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga

ventrikel

Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar

dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan

menimbulkan penyempitan

Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri

mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta  keluar dari bilik

kanan

Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena

peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.2,3

7

Gambar 1. Jantung normal dan Jantung TOF10

—-Pada penyakit ini yang memegang peranan penting adalah defek septum

ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel paling sedikit

sama besar dengan lubang aorta. Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik

paling banyak yang tejadi pada 5 dari 10.000 kelahiran hidup dan merupakan

kelainan jantung bawaan nomor 2 yang paling sering terjadi. TF umumnya

berkaitan dengan kelainan jantung lainnya seperti defek septum atrial.2,3—

-

8

Diagnosis Banding

1. Atresisa pulmonal

Yaitu suatu keadaan dimana katup pulmonal mengalami atresia sehingga seluruh

curah jantung akan di pindahkan kedalam aorta dan aliran darah paru tergantung

pada duktus arteriousus menetap. 8

Manifestasi klinis

hampir sama yang yang ditemukan pada tetralogi fallot, dengan pengecualian.

Sianosis terjadi beberapa hari setelah lahir , berbeda dengan tetralogi fallot yang

terjadi dalam tahun pertama kehidupan, bising sistolik tidakada atau lemah, bunyi

jantung pertama sering diikuti dengan klik sedangkan bunyi jantung ke 2 sering

sering dengan kekuatan sedang dan bersifat tunggal,serta dapat terdengar bising

pada setiapbagian dada anterior atau posterior pada duktus srteriusus. Gambaran

pada masa neonatus beraneka ragam. 8

2. Atresia trikuspid

Kelainan ini diperkirakan 2% dari seluruh penyakit jantung bawaan sianotik. Pada

keadaan ini tidak terdapat hubungan antara atrium kanan dan ventriekl kanan. Ini

menyebabkan ventrikel kanan menjadi hipoplastik. Kadang-kadang disertai defek

septum ventrikel. Darah dari atrium kanan akan melalui septum atrium ke atrium

kiri kemudian ke ventrikel kiri lalu ke aorta dan duktus arteriosus bila masih

terbuka. Bila terdapat defek septum ventrikel, darah dari ventrikel kiri akan ke

ventrikel kanan lalu ke arteri pulmonalis. 9

Sianosis timbul pada minggu pertama dan biasanya berat bila tanpa kelainan lain

yang membantu darah ke paru. Bunyi jantung II biasanya tunggal karena

komponen P2 tidak ada. Foto toraks menunjukkan kardiomegali dan berbentuk

bulat atau agak segiempat (Square shape). Corakan pembuluh darah paru menurun

bila tidak teradapat defek spetum ventrikel.

Elektrokardiogram menunjukkan deviasi aksis ke kiri dan mungkin terdapat

hipertrofi ventrikel kiri.

Ekokardiografi akan menunjukkan katup trikuspid atretik dan ventrikel kanan yang

kecil dan ventrikel kiri yang besar.

9

Kateterisasi jantung dan angiografi akan memastikan kelainan anatomi yang ada,

dimana ventrikel kanan tidak dapat dilalui kateter. Penatalaksanaan dengan operasi

paliatif dan korektif

3. Defek septum ventrikel (VSD)

Defek septum ventrikel merupakan Penyakit jantung bawaan (PJB) yang paling

sering ditemukan, sekitar 30% dari semua jenis PJB. Pada sebagian kasus, diagnosis

kelainan ini ditegakkan setelah melewati masa neonatus, karena pada minggu-

minggu pertama bising yang bermakna biasanya belum terdengar karena resistensi

vascular paru masih tinggi dan akan menurun setelah 8-10 minggu. Pada VSD kecil

hanya terjadi pirai dari kiri ke kanan yang minimal sehingga tidak terjadi gangguan

hemodinamik yang berarti. Pada defek sedang dan besar terjadi pirau yang

bermakna dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. VSD terjadi bila sekat ventrikel

tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik

kanan pada saat sistole.

Manifestasi klinik : Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak

terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik. Diameter

dada bertambah, sering terlihat pembonjolan dada kiri. Tanda yang menojol adalah

nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intrakostalis dan region epigastrium.

Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik.

Penatalaksanaan: Pasien dengan VSD besar perlu ditolong dengan obat-obatan utuk

mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretic, misalnya lasix.

Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan membaiknya pernafasan

dan bertambahnya berat badan, rnaka operasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun.

Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup

berkurang. 4,8,9

Gambar 2. Ventrikel Septum Defect/ VSD

10

4. Duktus Arteriosus Persisten (PDA)

Duktus Arteriosus Persisten adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi

lahir. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB. PDA sering dijumpai pada bayi

premature, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi. Sebagian

besar PDA persisten menghubungkan aorta dengan a.pulmonalis kiri. Pada bayi

baru lahir, duktus arteriosus yang semula mengalirkan darah dari a.pulmonalis ke

aorta akan berfungsi sebaliknya karena resistensi vascular paru menurun dengan

tajam dan secara normal mulai menutup. Maka, dalam beberapa jam secara

fungsional tidak terdapat arus darah dari aorta ke a.pulmonalis. Bila duktus tetap

terbuka, terjadi keseimbangan antara aorta dan a.pulmonalis. dengan semakin

berkurangnya resistensi vascular paru maka pirai dari aorta ke arah a.pulmonalis

(kiri ke kanan) makin meningkat.

PDA adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan percabangan

arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary artery) ke aorta desendens tepat di

sebelah distal arteri subklavikula kiri. PAD terjadi bila duktus tidak menutup bila

bayi lahir. Penyebab PAD bermacam-macam, bisa karena infeksi rubella pada ibu

dan prematuritas.

ManifestAsi klinik: Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti

mendengkur, tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak, maka anak

akan mengalami dispnea, jantung membesar, hipertropi ventrikuler kiri akibat

penyesuaian jantung terhadap peningkatan volume darah, adanya tanda machinery

type . Murmur jantung akibat aliran darah turbulensi dari aorta melewati duktus

menetap. Tekanan darah sistolik mungkin tinggi karena pembesaran ventrikel kiri.

Penatalaksanaan: Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan

biasanya diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot

lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat untuk

dilakukan operasi. 4,8,9

11

Gambar 3. Duktus Arteriosus Persisten/ PDA11

5. Transposisi arteri besar/ Transpotition Great artery (TGA)

Apabila pembuluh pembuluh darah besar mengalami transposisiaorta, arteri aorta

dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Anaktidak akan hidup kecuali ada

suatu duktus arteriosus menetap atau kelainanseptum ventrikuler atau atrium, yang

menyebabkan bercampurnya daraharteri-vena. Pada TGA terjadi perubahan tempat

keluarnya posisi aorta dan arteri pulmonalis yakni aorta keluar dari ventrikel kanan

dan terletak di sebelahanterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar

dari ventrikel kiri ,terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya aorta menerima

darah vena sistemik dari vena kava, atriumkanan, ventrikel kanan dan darah

diteruskanke sirkulasi sistemik. Sedang darah dari vena pulmonalis dialirkan

keatrium kiri, ventrikel kiri dan diteruskan ke arteripulmonalis dan seterusnya

keparu.Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebutterpisah

dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasiantara 2 sirkulasi

ini. Pada neonatus percampuran darah terjadi melaluiduktus arteriosus dan foramen

ovale keatrium kanan. Pada umumnyapercampuran melalui duktus dan foramen

ovale ini tidak adekuat, dan biladuktus arteriosus menutup maka tidak terdapat

percampuran lagi di tempattersebut, keadaan ini sangat mengancam jiwa penderita.

Manifesfasi klinik: Transposisi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada

adanyakelainan atau stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainanmerupakan

PDA atau ASD atau VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.

Penatalaksanaan: Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah.

12

Pada saatprosedur, suatu kateter balon dimasukan ketika melakukan kateterisasi

jantung, untukmemperbesar kelainanseptum intra arterial. Pada cara Blalock Halen

dibuatsuatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan.

Sedangkan cara Mustard digunakan untuk koreksi yang permanent. Septum

dihilangkandibuatkan sambungan sehingga darah yang teroksigenisasi dari

venapulmonale kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah

tidakteroksigenisasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonale untuk

keperluansirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelaianan ini telah berkurang

secaranyata dengan adanya koreksi dan paliatif. 4,8,9

Gambar 4. Transpotition Great Artery/ TGA12

G. ETIOLOGI

Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui

secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor

tersebut antara lain :

Faktor endogen :

Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom

Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan

Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,

penyakit jantung atau kelainan bawaan

Faktor eksogen :

Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau

suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter,

(thalidmide,dextroamphetamine.aminopterin,amethopterin, jamu)

Ibu menderita penyakit infeksi : rubella

13

Pajanan terhadap sinar –X

Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang

terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus

penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab

harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke

delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.1,2,3

H. EPIDEMIOLOGI

Tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak,

setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten

atau lebih kurang 10-15% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Di antara penyakit

jantung bawaan sianotik, tetralogi fallot merupakan 2/3nya.11

Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak

ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung

bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus

arteriosus persisten. Di US angka kejadiannya mencapai 3-6 dari 10000 kelahiran.

Tetralogi fallot merupakan penyebab tersering pada PJB yang menyebabkan

sianosis. Lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.12

I. PATOFISIOLOGI

Patologi

Katup pulmonal mungkin mempunyai suatu cincin kecil, seringkali bicuspid

merupakan satu – satunya tempat dimana stenosis terjadi. Hipertrofi oleh krista

supraventrikularis ikut memperberat stenosis infudibulum berukuran besar dan

kontur yang beraneka ragam. Kadang – kadang lintasan jalan keluar ventrikel

mengalami obstruksi lengkap (atresia pulmonal) dalam keadan – keadan demikian,

anatomi arteri – arteri pulmonal sangat bervariasi. Biasanya cacat septum ventrikel

berukuran besar, terletak tepat di bawah katup aorta serta berhubungan dengan

tonjolan – tonjolan aorta posterior dan kanan. Bentuk normal katup – katup mitral

dan aorta tetap dipertahankan. Aorta melengkung kea rah kanan pada kira – kira

20% kejadian, berukuran besar dan meliputi cacat septum ventrikel tersebut,

sehingga dalam perbandingan berbeda – beda berasal dari ventrikel kanan.3,5

14

Patofisiologi

Tetralogi fallot adalah kelainan daerah konotrunkal yang paling sering dijumpai.

Cacatnya disebabkan oleh pemisahan konus yang tidak merata, karena pergeseran

letak sekat trunkus dan konus ke depan. Sehingga pergeseran itu menimbulkan

empat perubahan kardiovaskuler, yaitu :

stenosis infundibularis pulmonalis.

cacat yang besar pada septum interventrikularis.

overriding aorta ( aorta yang keluar langsung di atas sekat yang cacat).

hipertrofi dinding ventrikel karena tekanan sisi kanan yang lebih tinggi.

Karena adanya VSD yang besar dan stenosis pulmonal maka akan terjadi perubahan

hemodinamik. Stenosis pulmonal yang terjadi itu menyebabkan darah yang berasal

dari vena cava superior dan inferior seluruhnya akan tertampung dalam ventrikel

kanan. Kemudian masuk ke aorta tanpa membebani ventrikel kiri, sehingga timbul

hipertrofi ventrikel kanan sedangkan ventrikel kiri relatif kecil. VSD tersebut

menyebabkan terjadinya shunt kanan ke kiri sehingga timbul sianosis. Stenosis

pulmonal menyebabkan aliran darah ke pulmo jadi menurun sehingga terjadi

hipoksemia yang dikompensasi dengan polisitemia. 1,2

Kelainan jantung congenital menyebabkan dua perubahan hemodinamik utama.

Shunting atau percampuran darah arteri dari vena serta perubahan alirandarah

pulmonal dan tekanan darah. Normalnya, tekanan pada jantung kanan lebihbesar

daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir melaluilubang

abnormal pada jantung sehat dari daerah yang bertekanan lebih tinggi kedaerah

yang bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenisasi mengalir ke

dalam sirkulasi sistemik. Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila

ada keterlambatan penipisan normal serabut otot lunak pada arteriola pulmonal

sewaktu lahir.Penebalan vascular meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran

darahpulmonal dapat melampaui sirkulasi sistemik dan aliran darah bergerakdari

kananke kiri.Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta

kenaikan tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung.Manifestasi dari

penyakit jantung congenital yaitu adanya gagal jantung,perfusi tidak adekuat dan

kongesti pulmonal.

15

Pengembalian vena sistemis ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung

normal. Ketika ventrikel kanan menguncup dan menghadapi stenosis pulmonalis,

maka darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam

aorta. Akibatnya terjadi ketidakjenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran

darah paru – paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan,

dapat memperoleh pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang –

kadang dari suatu duktus arteriosus menetap. Puncak tekanan – tekanan sistolis dan

diastolis di dalam setiap ventrikel biasanya sama, seperti juga halnya dengan

tekanan rata – rata pada kedua atrium. Suatu perbedaan atau penurunan tekanan

darah yang dapat diukur yang disebabkan oleh stenosis pulmonal, hampir selalu di

jumpai diseberang aliran keluar ventrikel kanan. Jika terdapat obstruksi terhadap

aliran keluar ventrikel kanan dan cacat septum ventrikel, tanpa disertai pintasan dari

kanan ke kiri, maka anomali demikian dinamakan Fallot asianosis.2,3,4,5

J. GEJALA KLINIK

Anak dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan :

Sesak saat beraktivitas

Berat badan bayi tidak bertambah

Pertumbuhan berlangsung lambat

Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang)

Kebiruan : Kebiruan akan muncul saat anak beraktivitas, makan/menyusu, atau

menangis dimana vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di seluruh

tubuh) muncul dan menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke kiri (right to

left shunt). Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya

oksigen dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh.

Akibatnya jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala

kebiruan.4,6

Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka alami dengan berjongkok

yang justru dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik karena arteri

femoralis yang terlipat. Hal ini akan meningkatkan right to left shunt dan

membawa lebih banyak darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin

berat stenosis pulmonal yang terjadi maka akan semakin berat gejala yang terjadi.

16

Keluhan yang timbul mencerminkan derajat hipoksia. Saat dan beratnya gejala juga

bervariasi, dari yang mengalami sianosis dini dengan serangan anoksia yang berat

dan meninggal pada waktu umur 2-3 bulan, sampai ke keadaan ringan tanpa gejala.

Pada kasus yang berat, sianosis timbul bila pada minggu minggu pertama disertai

serangan biru, polisistemia dini dan penurunan toleransi latihan. Bila bayi dapat

melampaui 2 tahun, gejala tersebut akan berkurang, mungkin akibat terbentuknya

kolateral.

Dispnea terjadi bila penderita melakukan aktivitas fisik. Bayi bayi dan anak anak

yang mulai belajar berjalan akan bermain aktif untuk waktu singkat kemudian akan

duduk atau berbaring. Anak anak yang lebih besar mungkin mampu berjalan sejauh

kurang lebih satu blok, sebelum berhenti untuk beristirahat. Secara khas, anak anak

akan mengambil sikap berjongkok / squatting untuk meringankan dan

menghilangkan dispea yang terjadi akibat aktivitas fisik. Biasanya anak tersebut

dapat melanjutkan aktivitas fisiknya kembali dalam beberapa menit 1 2 Squatting

pada umumnya terdapat pada anak prasekolah, sedangkan anak yang lebih besar

jarang melakukannya karena malu.

Serangan serangan dispnea paroksismal (serangan serangan anoksia “biru”)

terutama merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan penderita. Bayi

tersebut menjadi dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi bertambah hebat,

penderita mulai sulit bernapas dan disusul dengan terjadinya sinkop. Serangan

serangan demikian paling sering terjadi pada pagi hari. Serangan serangan tersebut

dapat berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa jam dan kadang kadang

berakibat fatal. Episode serangan pendek diikuti oleh kelemahan menyeluruh dan

penderita akan tertidur. Sedangkan serangan serangan berat dapat berkembang

menuju ketidaksadaran dan kadang kadang menuju kejang kejang atau

hemiparesis. Awitan serangan biasanya terjadi secara spontan dan tidak terduga.

Serangan yang terjadi itu mempunyai kaitan dengan penurunan aliran darah

pulmonal yang memang mengalami gangguan sebelumnya, yang berakibat

terjadinya hipoksia dan asidosis metabolis.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak dengan gangguan pertumbuhan dan

mungkin perkembangan tinggi badan dan keadaan gizi biasanya dibawah rata rata

17

serta otot otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak. Masa pubertas

terlambat.

Tampak sianosis dari berbagai derajat. Pada usia tahun pertama, sianosis akan

terjadi dan tampak paling menonjol pada mukosa bibir dan mulut serta jari jari

tangan dan kaki. Pada kasus kasus berat, sianosis terjadi pada masa neonatal.

Dengan adanya sianosis berat, maka kulit tampak berwarna biru kehitaman dan

sklera berwarna kelabu akibat kongesti pembuluh pembuluh darah yang

memberikan petunjuk adanya konjungtivitis ringan. Pembentukan jari jari tabuh

pada tangan dan kaki yang menjadi nyata menjelang usia 1-2 tahun. Pada anak

besar dapat terlihat osteoartropati. Tekanan darah dan denyut nadi pada umumnya

normal, tetapi sianosis berat dan polisistemia yang berlangsung beberapa tahun

dapat menyebabkan hipertensi . Gigi geligi sering dalam keadaan buruk, seperti

pada kelainan jantung sianotik lainnya, akibat gangguan perkembangan email.

Sering terjadi hipertrofi gusi dan lidah menunjukan gambaran peta (geographic

tongue). Dapat terjadi kelainan ortopedi berupa skoliosis. Polisistemia dapat

menimbulkan kelainan pada mata, yaitu retinopati berupa pelebaran pembuluh

darah retina. Tetralogi fallot jarang sekali menyebabkan gagal jantung. Bila

terdapat splenomegali harus dicurigai endokarditi. Hemitoraks kiri depan dapat

menonjol ke depan.

Pada pemeriksaan jantung biasanya jantung mempunyai ukuran normal dan impuls

apeks (ictus) tampak jelas. Suatu getaran sistolik (thril) dapat dirasakan pada 50%

kasus di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal ke 3 dan ke 4.

Bising sistolik yang ditemukan seringkali terdengar keras dan kasar; bising tersebut

dapat menyebar luas, tetapi paling besar intensitasnya pada tepi kiri tulang dada.

Bising tersebut dapat bersifat bising ejeksi atau bising pansistolik serta dapat

didahului dengan terdengarnya bunyi klik. Bising sistolik tersebut disebabkan oleh

turbulensi darah yang terjadi di atas lintasan aliran keluar ventrikel kanan serta

cenderung kurang menonjol pada obstruksi berat dan pintasan dari kiri ke kanan.

Bunyi jantung ke 2 terdengar tunggal dan ditimbulkan oleh penutupan katub aorta.

Bising sistolik tersebut jarang disertai bising diastolik; bising terus menerus dapat

terdengar pada setiap bagian dada, baik di anterior maupun posterior; bising

tersebut dihasilkan oleh pembuluh pembuluh darah kolateral bronkus yang melebar

18

atau terkadang oleh suatu duktus arteriosus menetap. Temuan ini sering didapatkan

pada atresi paru.2,3,4,10

K. PENATALAKSANAAN

Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk

memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :

Medika Mentosa

         Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat

pernafasan dan mengatasi takipneu.

         Natrium Bikarbonat 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis

         Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena

permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena aliran darah ke

paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea,

sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat

dilanjutkan dengan pemberian :

         Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut

jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml

cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum

teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.

         Berikan transfusi darah bila kadar hemoglobin kurang dari 15 g/dl, sekali

pemberian 5 ml/kgBB

         Propanolol oral 1 mg/kg/hari dalam 4 dosis dapat digunakan untuk serangan

sianotik

         Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi

         Pemberian Prostaglandin E1 untuk sianosis atau pada keadaan akut (vasodilator

arteriol dan menghambat agregasi trombosit)

         Pemberian Vasopressor pada awal serangan atau jika terapi lain gagal

(methoxamine, phenylephrine)6,7

Non Medika Mentosa

         Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah seperti jongkok.

         Perhatikan kebersihan mulut dan gigi untuk meniadakan sumber infeksi

terjadinya endokarditis infektif atau abses otak.

19

         Hindari dehidrasi6,7

Tindakan Pembedahan

         Bedah paliatif

Bedah paliatif yang biasa dilakukan adalah operasi B-T (Blalock-Taussig) Shunt

yang bertujuan meningkatkan sirkulasi pulmonal dengan menghubungkan

a.subklavia dengan a.pulmonalis yang ipsilateral. Umumnya operasi paliatif

dilakukan pada bayi kecil atau dengan hipoplasia a.pulmonalis dan pasien yang

sering mengalami sianotik. Selain BT Shuntterdapat pula Potts Shunt, Waterston

Shunt, dan Glenn Shunt. Tetapi BT Shunt merupakan yang paling sering

digunakan karena memberikan hasil yang paling baik. Tetapi BT Shunt juga

menimbulkan beberapa komplikasi walaupun angka kejadiannya sangat kecil.

Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain : hipoplasia pada lengan, gangren

pada digitalis, cedera nervus frenikus, stenosis a.pulmonal.

         Bedah Korektif

Pada bedah korektif dilakukan koreksi total yang dapat didahului atau tanpa

bedah paliatif. Bila arteri pulmonalis tidak terlalu kecil, umumnya koreksi total

dilakukan pada pasien tetralogi Fallot di bawah usia 2 tahun.6,7

L. PENCEGAHAN

Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan perkembangan

embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah

besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya penyakit jantung congenital belum dapat

diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh

pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :

Faktor Prenatal :

a. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella, influenza atau chicken fox.

b. Ibu alkoholisme.

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.

d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.

e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya ikut program KB

oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter,

(thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin).

f. Terpajan radiasi (sinar X).

20

g. Gizi ibu yang buruk.

h. Kecanduan obat-obatan yang mempengaruhi perkembangan embrio.

Maka untuk menghindari terjadinya penyakit jantung congetinal akan lebih baik

untuk menghindari beberapa factor yang diduga mempunyai pengaruh pada

peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan seperti diatas.10,11

M. KOMPLIKASI

Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalamiberbagai komplikasi

antara lain:

1. Gagal jantung kongestif / CHF.

2. Renjatan kardiogenik/ Henti Jantung.

3. Aritmia.

4. Endokarditis bakterialistis.

5. Hipertensi.

6. Hipertensi pulmonal.

7. Tromboemboli dan abses otak.

8. Obstruksi pembuluh darah pulmonal.

9. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur).

10. Enterokolitis nekrosis.

11. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau

displasia bronkkopulmoner).

12. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit.

13. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin).

14. Gagal tumbuh.1,2,3,12

N. PROGNOSIS

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa prognosis pasien tetralogi fallot tanpa

operasi adalah tidak baik, meskupun hal ini bergantung pada beratnya stenosis

pulmonal dan terbentuknya sirkulasi kolateral. Pasien dengan dispnea d effort jarang

21

bertahan sampai besar. Pasien tetralogi fallot derajat sedang dapat bertahan sampai

umur 15 tahun, dan hanya sebagian kecil yang hidup sampai dekade ketiga.2,3,12

PENUTUP

Kesimpulan:

Anak dengan kelainan jantung bawaan sianotik tetralogi fallot sangat menentukan

untuk kelangsungan hidup anak mengingat masalah yang dapat menimbulkan komplikasi

yang dapat terjadi pada anak tetralogi fallot bahkan hingga dapat menimbulkan kematian

yang diakibatkan karena hipoksia , syok maupun gagal. Oleh karena itu penatalaksanaan pada

tetralogi fallot harus memiliki keterampilan dan pengetahuan konsep dasar perjalanan

penyakit tetralogi fallot yang baik agar dapat menentukan diagnosa yang tepat bagi anak yang

mengalami tetralogi fallot sehingga angka kesakitan dan kematian dapat ditekan.

DAFTAR PUSTAKA :

1. Hull David, Johnston Derek I. Dasar - Dasar Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC; 2008. hal:

130-151.

22

2. Latief Abdul, Napitupulu Partogi M. Pudjiadi Antonius, Ghazali M.V. Putra Sukman

Tulus. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta : Universitas Indonesia; 2007. hal: 725-

728.

3. Behrman Richard E. Vaughan Victor. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta: ECG;

2005. hal: 726-733.

4. Rubenstein David, Wyne David, Bradley John. Kedokteran Klinis. Edisi 6. Jakarta:

Erlangga; 2007. hal: 329-334.

5. Stanley L. Robbins, Ramzi S. Cotran, Vinany Kumar. Buku Saku Dasar Patologi

Penyakit. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2005. hal: 349-350.

6. Bambang M,Sri endah R,Rubian S. Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak.

Jakarta: EGC; 2005.

7. Doengoes, Marylin E. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.

Jakarta: EGC; 2000.

8. Carpenito, Linda Juall. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC;

2006

9. Mansjoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius;

2000.

10. Heru Cahyadi. 2010. Tetralogi Fallot.

http://medicastore.com/penyakit/899/Tetralogi_Fallot.html. (diunduh tanggal 24 September

2011).

11. Gusty. Reni Prima, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Tetralogi Fallot.

http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-gwtp250.htm.

(diunduh tanggal 24 September 2011).

12. Ide Bagus. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kelainan Jantung Bawaan.

http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2010/04/askep-anak-dengan-penyakit-jantung.html..

(diunduh tanggal 24 September 2011).

23