skenario 2 trauma kepala (rifka)

18
Wiwing marisya 1102011294 1. Cedera Craniocerebral / Trauma Kepala 1.1. Definisi Menurut Dawodu (2002) dan Sutantoro (2003), cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif / non- kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran. 1.2. Klasifikasi Berdasarkan mekanisme cedera kepala dibagi atas : a. Cedera kepala tumpul : dapat terjadi akibat kecelakaan mobil-motor, jatuh dari ketinggian atau dipukul dengan benda tumpul b. Cedera kepala tembus : disebabkan oleh tembakan peluru, atau cedera tusukan Morfologi cedera kepala a. Fraktur Kranium, dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak 1) Fraktur Calvaria : bisa berbentuk garis atau bintang, depresi atau non depresi, terbuka atau tertutup

Upload: wiwing-marisya

Post on 02-Dec-2015

168 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

trauma kepala skenario 2

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

1. Cedera Craniocerebral / Trauma Kepala

1.1. DefinisiMenurut Dawodu (2002) dan Sutantoro (2003), cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran.

1.2. Klasifikasi

Berdasarkan mekanisme cedera kepala dibagi atas :a. Cedera kepala tumpul : dapat terjadi akibat kecelakaan mobil-motor, jatuh dari ketinggian atau

dipukul dengan benda tumpulb. Cedera kepala tembus : disebabkan oleh tembakan peluru, atau cedera tusukan

Morfologi cedera kepala a. Fraktur Kranium, dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak

1) Fraktur Calvaria : bisa berbentuk garis atau bintang, depresi atau non depresi, terbuka atau tertutup

2) Fraktur basis cranii : - dengan atau tanpa kebocoran cerebrospinal fluid (CSF)- dengan atau tanpa paresis N.VII

b. Lesi Intrakranium1) Lesi fokal : perdarahan epidural

perdarahan subdural perdarahan intraserebral

Page 2: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

2) Lesi difus : komosio ringan Komosio klasik Cedera akson difus

1.3. EtiologiAdapun penyebab cedera kepala karena :a. Kecelakaan lalu lintasb. Kecelakaan olahragac. Penganiayaand. Tertembake. Jatuhf. Cedera akibat kekerasan

1.4. PatofisiologiFungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun otak hanya seberat 2

% dari berat badan orang dewasa, ia menerima 20 % dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80 % dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansi kelabu.

Cedera kepala yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel yaitu oksigen dan nutrien, terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena aliran darah otak menurun, misalnya akibat syok. Karena itu pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu, sehingga oksigenasi tubuh cukup. Gangguan metabolisme jaringan otak akam menyebabkan edem yang mengakibaykan hernia melalui foramen tentorium, foramen magnum, atau herniasi dibawah falks serebrum.

Jika terjadi herniasi jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemik sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian (3).

Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :1) Cedera Primer

Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya duramater, laserasi, kontusio).

2) Cedera SekunderKerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas kompensasi ruang tengkorak.Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.

Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :CPP = MAP – ICPCPP : Cerebral Perfusion PressureMAP : Mean Arterial PressureICP : Intra Cranial Pressure

Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.

3) Edema SitotoksikKerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks

Page 3: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).

4) Kerusakan Membran SelDipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut).Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang berlebih.

5) ApoptosisSinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).Dalam penelitian ternyata program bunuh diri ini merupakan suatu proses yang dapat dihentikan.

PatologiDari gambarannya (neuropatologi), kerusakan otak dapat digolongkan menjadi fokal dan difus, walaupun terkadang kedua tipe tersebut muncul bersamaan. Alternatif yang lain menggolongkan kerusakan otak menjadi primer (terjadi sebagai dampak) dan sekunder (munculnya kerusakan neuronal yang menetap, hematoma, pembengkakan otak, iskemia, atau infeksi).

KERUSAKAN FOKAL1) Kontusio kortikal dan laserasi

Kontusio kortikal dan laserasi bisa terjadi di bawah atau berlawanan (counter-coup) pada sisi yang terkena, tapi kebanyakan melibatkan lobus frontal dan temporal. Kontusio biasanya terjadi multiple dan bilateral. Kontusio multiple tidak depresi pada tingkat kesadaran, tapi hal ini dapat terjadi ketika perdarahan akibat kontusio memproduksi ruang yang menyebabkan hematoma.

2) Hematoma intracranialPerdarahan intracranial dapat terjadi baik di luar (ekstradural) maupun di dalam dura (intradural). Lesi intradural biasanya terdiri dari campuran dari hematoma subdural dan intraserebral, walaupun subdural murni juga terjadi. Kerusakan otak bisa disebabkan direk atau indirek akibat herniasi tentorial atau tonsilar.

3) Intraserebral (Burst lobe)Kontusio di lobus frontal dan temporal sering mengarah pada perdarahan di dalam substansia otak, biasanya dihubungkan dengan hematoma subdural yang hebat.“Burst Lobe” adalah definisi yang biasanya digunakan untuk menerangkan penampakan dari hematoma intraserebral bercampur dengan jaringan otak yang nekrotik, ruptur keluar ke ruang subdural.

4) SubduralPada beberapa pasien, dampaknya bisa mengakibatkan ruptur hubungan vena-vena dari permukaan kortikal dengan sinus venosus, memproduksi hematoma subdural murni dengan tidak adanya bukti mendasar adanya kontusio kortikal atau laserasi.

5) EkstraduralFraktur cranii merobek pembuluh darah meningeal tengah, mengalir ke dalam ruang ekstradural. Hal ini biasanya terjadi pada regio temporal atau temporoparietal. Kadang-kadang hematoma ekstradural terjadi akibat kerusakan sinus sagital atau transvesal.

Page 4: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

6) Herniasi tentorial/tonsillar (sinonim: “cone”)Tidak seperti tekanan intrakranial tinggi yang secara direk merusak jaringan neuronal, tapi

kerusakan otak terjadi sebagai akibat herniasi tentorial atau tonsillar.Peningkatan tekanan intrakranial yang progresif karena hematoma supratentorial, menyebabkan

pergeseran garis tengah (mid line). Herniasi dari lobus temporal medial sampai hiatus tentorial juga terjadi (herniasi tentorial lateral), menyebabkan kompresi dan kerusakan otak tengah..

Herniasi tentorial lateral yang tidak terkontrol atau pembengkakan hemispheric bilateral difus akan mengakibatkan herniasi tentrorial central.

Herniasi dari tonsil serebellar melalui foramen magnum (herniasi tonsillar) dan berikut kompresi batang otak bawah bisa diikuti herniasi tentorial central atau yang jarang terjadi, yaitu traumatik posterior dari fossa hematoma.

KERUSAKAN DIFUS1) Diffused Axonal Injury (DAI)

Tekanan yang berkurang menyebabkan kerusakan mekanik akson secara cepat. Lebih dari 48 jam, kerusakan lebih lanjut terjadi melalui pelepasan neurotransmiter eksitotoksik yang menyebabkan influís Ca 2+ ke dalam sel dan memacu kaskade fosfolipid. Kemungkinan genetik diketahui dengan adanya gen APOE 4, dapat memainkan peranan dalam hal ini. Tergantung dari tingkat keparahan dari luka, efek dapat bervariasi dari koma ringan sampai kematian.DAI terjadi pada 10-15% CKB. 60% DAI berakhir dengan kecacatan menetap dan vegetative state, 35-50% berakhir dengan kematian. Dalam proses biomekanis, DAI terjadi karena adanya proses deselerasi yang menyebabkan syringe trauma (tergunting) karena adanya gaya yang simpang siur.

2) Iskemia serebralIskemia serebral umumnya terjadi setelah cedera kepala berat dan disebabkan baik karena hipoksia atau perfusi serebral yang terganggu/rusak. Pada orang normal, tekanan darah yang rendah tidak mengakibatkan rendahnya perfusi serebral karena adanya ”autoregulasi”, terbukti adanya vasodilatasi serebral.Setelah cedera kepala, bagaimanapun juga sistem autoregulasi sering tidak sempurna/cacat dan hipotensi bisa menyebabkan efek yang drastis. Kelebihan glutamat dan akumulasi radikal bebas juga bisa mengkontribusikan kerusakan neuronal. Penyebab lain iskemia serebral adalah lesi massa yang menyebabkan herniasi tentorial, traksi atau perforasi pembuluh darah, spasme arterial, dan kenaikan TIK karena edema otak. Lokasi iskemia dapat terjadi pada korteks, hipokampus, ganglion basalis dan batang otak.

Pathogenesis Cedera KepalaMekanisme otak normal

Berat otak manusia normal berkisar antara 1200-1400 gram. Dalam keadaan istirahat otak membutuhkan oksigen sebanyak 20% dari seluruh kebutuhan oksigen tubuh dan memerlukan 70% glukosa tubuh. Adanya kebutuhan oksigen yang tinggi tersebut disertai dengan aktivitas metabolic otak yang terjadi terus-menerus memerlukan aliran darah yang konstan ke dalam otak, sehingga otak membutuhkan makanan yang cukup dan teratur. Berkurang atau hilangnya suplai darah ke otak dalam beberapa menit akan menimbulkan gangguan pada jaringan otakdari yang ringan hingga berat berupa kematian sel otak.

Page 5: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

1.5. Diagnosis dan Diagnosis Bandinga. Anamnesis

Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di kamar mandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang-kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya, jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh.

Anamnesis lebih rinci tentang:- Sifat kecelakaan.- Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.- Ada tidaknya benturan kepala langsung.- Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa. Bila si pasien

dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang / turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung / disorientasi (kesadaran berubah)

Indikasi Rawat Inap :- Perubahan kesadaran saat diperiksa.- Fraktur tulang tengkorak.- Terdapat defisit neurologik.- Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak, riwayat minum alkohol, pasien

tidak kooperatif.- Adanya faktor sosial seperti :

a. Kurangnya pengawasan orang tua/keluarga bila dipulangkan.

Page 6: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

b. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.c. Sulitnya transportasi ke rumah sakit.

Pasien yang diperbolehkan pulang harus dipesan agar segera kembali ke rumah sakit bila timbul gejala sebagai berikut :- Mengantuk berat atau sulit dibangunkan. Penderita harus dibangunkan tiap 2 jam selama periode

tidur.- Disorientasi, kacau, perubahan tingkah laku- Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.- Rasa lemah atau rasa baal pada lengan atau tungkai, kelumpuhan, penglihatan kabur.- Kejang, pingsan.- Keluar darah/cairan dari hidung atau telinga- Salah satu pupil lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola mata, melihat dobel, atau

gangguan penglihatan lain- Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat atau pola nafas yang tidak biasa

Rawat inap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan. Observasi ialah usaha untuk menemukan sedini mungkin kemungkinan terjadinya penyulit atau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala.

Pada penderita yang tidak sadar, perawatan merupakan bagian terpenting dari penatalaksanaan. Tindakan pembebasan jalan nafas dan pernapasan mendapat prioritas utama untuk diperhatikan. Penderita harus diletakkan dalam posisi berbaring yang aman.

b. Pemeriksaan FisikHal terpenting yang pertama kali dinilai bahkan mendahului trias adalah status fungsi vital dan status kesadaran pasien.

Status fungsi vitalYang dinilai dalam status fungsi vital adalah:- Airway (jalan napas) dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang

pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher harus berhati-hati bila ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury).

- Breathing (pernapasan) dapat ditemukan adanya pernapasan Cheyne-Stokes, Biot / hiperventilasi, atau pernapasan ataksik yang menggambarkan makin buruknya tingkat kesadaran.

- Circulation (nadi dan tekanan darah). Pemantauan dilakukan untuk menduga adanya shock, terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma epidural.

Status kesadaran pasienCara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan Skala Koma Glasgow; cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan balk oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini pula, perkembangan/perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat. Yang dinilai adalah respon membuka mata, respon verbal dan respon motorik.

Status neurologisPemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis terutama ditujukan untuk mendeteksi adanya

tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal ini perdarahan intrakranial. Tanda fokal tersebut ialah : anisokori, paresis / paralisis, dan refleks patologis..

Page 7: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

Selain trauma kepala, harus diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain seperti trauma thorax, trauma abdomen, fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu dipikirkan dan dideteksi secepat mungkin

c. Pemeriksaan PenunjangFoto Rontgen tengkorak (AP Lateral) biasanya dilakukan pada keadaan: defisit neurologik fokal, liquorrhoe, dugaan trauma tembus/fraktur impresi, hematoma luas di daerah kepala.Perdarahan intrakranial dapat dideteksi melalui pemeriksaan arterografi karotis atau CT Scan kepala yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif, dan hasilnya lebih akurat. Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap rumah sakit. CT Scan juga dapat dilakukan pada keadaan: perburukan kesadaran, dugaan fraktur basis kranii dan kejang.

1.6. Tatalaksana1.7. Komplikasi1.8. Prognosis

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.

Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.

Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.

Penderita bisa mengalami sindroma pasca konkusio, dimana sakit kepala terus menerus dirasakan dan terjadi gangguan ingatan.

Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu yang lama, yang disertai dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati normal.

Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera kepala yang non-fatal. Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang mengendalikan fungsi mental), sedangkan talamus dan batang otak (yang mengatur siklus tidur, suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung) tetap utuh. Jika status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan untuk sadar kembali sangat kecil.www.sanirachman.blogspot.com

2. Fraktur Basis Cranii2.1. Definisi2.2. Etiologi2.3. Patofisiologi2.4. Manifestasi Klinis

Otorrhea atau keluarnya cairan otak melalui telinga menunjukan terjadi fraktur pada petrous pyramid yang merusak kanal auditory eksternal dan merobek membrane timpani mengakibatkan bocornya cairan otak atau darah terkumpul disamping membrane timpani (tidak robek)

Battle Sign (warna kehitaman di belakang telinga) : Fraktur meluas ke posterior dan merusak sinus sigmoid.

Racoon atau pandabear: fraktur dasar tengkorak dari bagian anterior menyebabkan darah bocor masuk ke jaringan periorbital.

Selain tanda diatas fraktur basal juga diindikasikan dengan tanda – tanda kerusakan saraf cranial. Saraf olfaktorius, fasial dan auditori yang lebih sering terganggu. Anosmia dan kehilangan dari

rasa akibat trauma kepala terutama jatuh pada bagian belakang kepala. Sebagian besar anosmia bersifat permanen

Page 8: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

Fraktur mendekati sella mungkin merobek bagian kelenjar pituitary hal ini dapat mengakibatkan diabetes insipidus

Fraktur pada tulang sphenoid mungkin dapat menimbulkan laserasi saraf optic dan dapat menimbulkan kebutaan, pupil tidak bereaksi terhadap cahaya. Cedera sebagian pada saraf optic dapat menimbulkan pasien mengalami penglihatan kabur .

Kerusakan pada saraf okulomotorius dapat dikarakteriskan dengan ptosis dan diplopia Kerusakan pada saraf optalmic dan trigeminus yang diakibatkan fraktur dasar tengkorak

menyebrang ke bagian tengah fossa cranial atau cabang saraf ekstrakranial dapat mengakibatkan mati rasa atau Paresthesia

Kerusakan pada saraf fasial dapat diakibatkan karena fraktur tranversal melalui tulang petrous dapat mengakibatkan facial palsy segera ,sedangkan jika fraktur longitudinal dari tulang petrous dapat menimbulkan fasial palsy tertunda dalam beberapa hari.

Kerusakan saraf delapan atau auditorius disebabkan oleh fraktur petrous mengakibatkan hilang pendengaran atau vertigo postural dan nystagmus segera setelah trauma.

Fraktur dasar melalui tulang sphenoid dapat mengakibatkan laserasi pada arteri karotis internal atau cabang dari intracavernous dalam hitungan jam atau hari akan didapat exopthalmus berkembang karena darah arteri masuk kes sinus dan bagian superior mengembung dan bagian inferior menjadi kosong dapat mengakibatkan nyeri

Jika fraktur menimbulkan ke bagian meningen atau jika fraktur melalui dinding sinus paranasal dapat mengakibatkan bakteri masuk kedalam cranial cavity dan mengakibatkan meningitis dan pembentukan abses, dan cairan otak bocor kedalam sinus dan keluar melalui hidung atau disebut rinorhea. Untuk menguji bahwa cairan yang keluar dari hidung merupakan cairan otak dapat menggunakan glukotest dm (karena mucus tidak mengandung glukosa). Untuk mencegah terjadinya meningitis pasien propilaksis diberikan antibiotik.

Penimbunan udara pada ruang cranial (aerocele) sering terjadi pada fraktur tengkorak atau prosedur –dapat menimbulakn pneumocranium

http://pademen.blogspot.com

3. Perdarahan InterkranialPerdarahan intrakranial adalah perdarahan (patologis) yang terjadi di dalam kranium, yangmungkin ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral (parenkimatosa). Perdarahanintrakranial dapat terjadi pada semua umur dan juga akibat trauma kepala sepertikapitis,tumor otak dan lain-lain.

3.1. Epidural HemorrhagePerdarahan epidural adalah sebuah bentuk cedera kepala yang mudah ditangani yang selalu

berhubungan dengan prognosa yang baik. Pada beberapa kejadian yang jarang, perdarahan seperti itu bisa terjadi spontan. Kemajuan dalam pencitraan CT kontemporer telah memberi konfirmasi diagnosa perdarahan epidural dengan cepat dan akurat.

Perdarahan epidural muncul dalam ruang potensial diantara dura dan kranium. Epi dalam bahasa Yunani berarti diatas. Sebuah perdarahan epidural bisa juga merujuk pada ekstradural (diluar dura).

Perdarahan epidural akibat gangguan pembuluh darah dura, termasuk cabang-cabang arteri dan vena meningea media, sinus venosus dura, dan pembuluh darah kranium. Perdarahan dan pertumbuhan berkelanjutan bisa mengakibatkan hipertensi intrakranial.

Sebanyak 10-20% dari semua pasien dengan cedera kepala diperkirakan mendapat perdarahan epidural, insiden yang sebanding dengan usia terdapat pada populasi pediatri. Kira-kira 17% pasien yang sebelumnya sadar lalu memburuk menjadi koma setelah trauma diketahui  mendapat perdarahan epidural.

DEFENISI          Perdarahan epidural adalah perdarahan yang menghasilkan sekumpulan darah diluar dura mater otak atau tulang belakang. Perdarahan biasanya sebagai akibat dari robeknya arteri meningea media dan mungkin dengan cepat mengancam jiwa. Juga disebut perdarahan ekstradural.

Page 9: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

ETIOLOGI          Trauma merupakan penyebab khas perdarahan epidural, meskipun perdarahan spontan bisa saja muncul. Trauma seringnya berupa benturan tumpul pada kepala akibat serangan, terjatuh, atau kecelakan lain; trauma akselerasi-deselerasi dan gaya melintang. Distosia, ektraksi forseps, dan tekanan kranium berlebihan pada jalan lahir juga mencakup perdarahan pada bayi baru lahir.

PATOFISIOLOGITidak seperti Subdural Hematoma, contusio cerebri, atau trauma difus pada kepala (otak), EDH tidak

dihasilkan akibat gerakan kepala sekunder atau akselerasi kepala. EDH utamanya disebabkan oleh ganguan struktur duramater dan pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur calvaria. Laserasi (robeknya) arteri meningea media dan sinus venosus duramater yang menyertainya merupakan etiologi terbanyak.

Pada fossa posterior, kelainan sinus venosus duramater (misalnya: sinus transversus atau sinus sigmoid) karena fraktur dapat memicu EDH. Kelainan sinus sagitalis superior dapat menyebabkan EDH vertex. Sebab non-arterial lain dari epidural hemorrhage termasuk pelebaran vena, vena diplo, granulationes arachnidales, dan sinus pertrosus.

Sebagian kecil epidural hematom telah dilaporkan tanpa adanya trauma. Etiologinya dapat suatu penyakit infeksi pada kepala, malformasi vaskuler dari duramater, dan akibat suatu metastasis dari tumor ganas tertentu. EDH spontan dapat pula terjadi pada pasien dengan koagulopati akibat masalah medis primer lain (seperti: fase terminal penyakit hati, peminum alkohol kronis, atau penyakit lain yang berkaitan dengan disfungsi platelet).

Banyak hematoma epidural melibatkan kasus trauma, sering juga pada kasus benturan benda tumpul pada kepala. Pasien mungkin memiliki tanda eksternal berupa cidera kepala seperti laserasi kulit kepala, cephalohematoma, atau memar. Cidera sistemik mungkin juga dapat dijumpai. Tergantung dari kekuatan benturan, pasien dapat tanpa hilang kesadaran, penurunan kesadaran singkat, atau kehilangan kesadaran.

Klasik lucid interval terjadi pad 20-50% pasien dengan EDH. Pada awalnya, suatu benturan yang menyebabkan cidera kepala sedikit mempengaruhi kesadaran, setelah perbaikkan kesadaran, EDH berlanjut meluas sampai mengakibatkan  efek massa dari perdarahan itu sendiri sehingga meningkatkan tekanan intrakranial  (TIK), penurunan kesadaran, dan dapat mengalami sindrom herniasi.

Dengan kenaikan TIK, sebuah respon Cushing dapat terjadi. Trias Cushing klasik antara lain hipertensi sistemik, bradikardi, dan depresi nafas. Respon ini biasanya terjadi ketika perfusi cerebri, sebagian batang otak berkurang karena peningkatan TIK. Terapi antihipertensi selama ini dapat memicu iskemik cerebri dan kematian sel yang kritis. Evakuasi lesi massa meringankan “Cushing Respon”.

Penilaian neurologi sangat penting. Perhatian sudah seharusnya dilakukan terhadap tingkat kesadaran, aktivitas motorik, respon membuka mata, verbalisasi, reaksi pupil dan ukurannya, dan tanda lateralisai seperti hemiparesis atau hemiplegia. GCS sangat penting dalam penilaian kondisi klinis terbaru dari pasien. GCS memiliki korelasi positif dengan outcome. Pada pasien sadar dengan lesi massa, fenomena “pronator drift” mungkin membantu untuk menilai klinis signifikasi klinis. “Drifting” ekstrimitas ketika pasien diminta untuk memegang kedua lengan terentang dengan telapak tangan menghadap ke atas menunjukkan efek massa halus namun signifikan. http://drgugum.blogspot.com

GAMBARAN KLINISKebanyakan perdarahan epidural asalnya adalah trauma, seringnya melibatkan benturan tumpul pada

kepala. Pasien mungkin memiliki bukti eksternal cedera kepala seperti laserasi kulit kepala, cephalohematoma, atau kontusio. Cedera sistemik juga dapat muncul. Tergantung pada daya benturan, pasien mungkin saja tidak kehilangan kesadaran, kehilangan kesadaran singkat, atau kehilangan kesadaran berkepanjangan.

Interval lucid klasik muncul pada 20-50% pasien dengan perdarahan epidural. Pada awalnya, tekanan mudah-lepas yang menyebabkan cedera kepala mengakibatkan perubahan kesadaran. Setelah kesadaran pulih, perdarahan epidural terus meluas sampai efek massa perdarahan itu sendiri menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, menurunnya tingkat kesadaran, dan kemungkinan sindroma herniasi.

Page 10: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

Interval lucid yang bergantung pada luasnya cedera, merupakan kunci untuk menegakkan diagnosa perdarahan epidural.

Dengan hipertensi intrakranial berat, respon Cushing mungkin muncul. Trias Cushing klasik melibatkan hipertensi sistemik, bradikardia, dan depresi pernafasan. Respon ini biasanya muncul ketika perfusi serebral, terutama sekali batang otak, dikompromi oleh peningkatan tekanan intra kranial. Terapi anti hipertensi selama ini mungkin menyebabkan iskemia serebral akut dan kematian sel. Evakuasi lesi massa mengurangi respon Cushing.

Penilaian neurologis penting. Perhatian terutama diberikan pada tingkat kesadaran, aktivitas motorik, pembukaan mata, respon verbal, reaktivitas dan ukuran pupil, dan tanda-tanda lateralisasi seperti hemiparesis atau hemiplegia. GCS penting dalam menilai kondisi klinis terkini. GCS positif berhubungan dengan hasil akhir. Pada pasien yang sadar dengan lesi massa, fenomena drift pronator mungkin membantu dalam menilai arti klinis. Arah ekstremitas ketika pasien diminta menahan kedua lengan teregang keluar dengan kedua telapak tangan menghadap keatas mengindikasikan efek massa yang sulit dipisahkan namun penting.

Pada pencitraan yang dihasilkan oleh CT scan dan MRI, perdarahan epidural biasanya tampak berbentuk konveks karena ekspansinya berhenti pada sutura kranium, dimana dura mater sangat erat melekat ke kranium. Perdarahan epidural dapat muncul dalam kombinasi dengan perdarahan subdural, ataupun dapat muncul sendiri. CT-scan mengungkap perdarahan subdural atau epidural pada 20% pasien yang kehilangan kesadaran.

PEMERIKSAAN LABORATORIUMLevel hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung trombosit) penting dalam penilaian

pasien dengan perdarahan epidural, baik spontan maupun trauma. Cedera kepala berat dapat menyebabkan pelepasan tromboplastin jaringan, yang mengakibatkan

DIC. Pengetahuan utama akan koagulopati dibutuhkan jika pembedahan akan dilakukan. Jika dibutuhkan, faktor-faktor yang tepat diberikan pre-operatif dan intra-operatif.

Pada orang dewasa, perdarahan epidural jarang menyebabkan penurunan yang signifikan pada level hematokrit dalam rongga kranium kaku. Pada bayi, yang volume darahnya terbatas, perdarahan epidural dalam kranium meluas dengan sutura terbuka yang menyebabkan kehilangan darah yang berarti. Perdarahan yang demikian mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik; karenanya dibutuhkan pengawasan berhati-hati dan sering terhadap level hematocrit.

PENCITRAANa. Radiografi

o Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga mungkin diamati.

o Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan epidural. Namun, > 90% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini berkurang karena kecacatan kranium yang lebih besar.

b. CT-scan

CT Scan dari EDH akut sebelah kiri. Tampak lesi hiperdens bentuk tipikal convex. Hematom membentuk demikian karena berada di bawah permukaan cranium, dibatasi dengan sutura. Tampak juga midline shift sistem ventricular. Perdarahan ini membutuhkan operasi evakuasi segera.

o CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam mendiagnosa perdarahan epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi tampilan lentikular atau bikonveks.

Page 11: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien dengan perdarahan epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan menghambat ventrikel keempat.

o CSF tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural; karena itu hematom kurang densitasnya dan homogen. Kuantitas hemoglobin dalam hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap.

o Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut memperlihatkan hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan). Hematom kemudian menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu menjadi hipodensitas (yaitu tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati sebagai isodensitas atau area densitas-rendah, yang mungkin mengindikasikan perdarahan yang sedang berlangsung atau level hemoglobin serum yang rendah.

o Area lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana konfirmasi diagnosis CT-scan mungkin sulit. Perdarahan epidural vertex dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam potongan CT-scan aksial tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan efek massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus, rekonstruksi coronal dan sagital dapat digunakan untuk mengevaluasi hematom pada lempengan coronal.

o Kira-kira 10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi intrakranial lainnya. Lesi-lesi ini termasuk perdarahan subdural, kontusio serebral, dan hematom intraserebral

o MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika meluas.

PENGOBATANTerapi Obat-obatan

Pengobatan perdarahan epidural bergantung pada berbagai faktor. Efek yang kurang baik pada jaringan otak terutama dari efek massa yang menyebabkan distorsi struktural, herniasi otak yang mengancam-jiwa, dan peningkatan tekanan intrakranial.

Dua pilihan pengobatan pada pasien ini adalah (1) intervensi bedah segera dan (2) pengamatan klinis ketat, di awal dan secara konservatif dengan evakuasi tertunda yang memungkinkan. Catatan bahwa perdarahan epidural cenderung meluas dalam hal volume lebih cepat dibandingkan dengan perdarahan subdural, dan pasien membutuhkan pengamatan yang sangat ketat jika diambil rute konservatif.

Tidak semua kasus perdarahan epidural akut membutuhkan evakuasi bedah segera. Jika lesinya kecil dan pasien berada pada kondisi neurologis yang baik, mengamati pasien dengan pemeriksaan neurologis berkala cukup masuk akal.

Meskipun manajemen konservatif sering ditinggalkan dibandingkan dengan penilaian klinis, publikasi terbaru “Guidelines for the Surgical Management of Traumatic Brain Injury” merekomendasikan bahwa pasien yang memperlihatkan perdarahan epidural < 30 ml, < 15 mm tebalnya, dan < 5 mm midline shift, tanpa defisit neurologis fokal dan GCS > 8 dapat ditangani secara non-operatif. Scanning follow-up dini harus digunakan untukmenilai meningkatnya ukuran hematom nantinya sebelum terjadi perburukan. Terbentuknya perdarahan epidural terhambat telah dilaporkan. Jika meningkatnya ukuran dengan cepat tercatat dan/atau pasien memperlihatkan anisokoria atau defisit neurologis, maka pembedahan harus diindikasikan. Embolisasi arteri meningea media telah diuraikan pada stadium awal perdarahan epidural, khususnya ketika pewarnaan ekstravasasi angiografis telah diamati.

Ketika mengobati pasien dengan perdarahan epidural spontan, proses penyakit primer yang mendasarinya harus dialamatkan sebagai tambahan prinsip fundamental yang telah didiskusikan diatas.

 Terapi BedahBerdasarkan pada “Guidelines for the Management of Traumatic Brain Injury“, perdarahan epidural

dengan volume > 30 ml, harus dilakukan intervensi bedah, tanpa mempertimbangkan GCS. Kriteria ini menjadi sangat penting ketika perdarahan epidural memperlihatkan ketebalan 15 mm atau lebih, dan pergeseran dari garis tengah diatas 5 mm. Kebanyakan pasien dengan perdarahan epidural seperti itu mengalami perburukan status kesadaran dan/atau memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi.

Page 12: Skenario 2 Trauma Kepala (Rifka)

Wiwing marisya1102011294

Lokasi juga merupakan faktor penting dalam menentukan pembedahan. Hematom temporal, jika cukup besar atau meluas, dapat mengarah pada herniasi uncal dan perburukan lebih cepat. Perdarahan epidural pada fossa posterior yang sering berhubungan dengan gangguan sinus venosus lateralis, sering membutuhkan evakuasi yang tepat karena ruang yang tersedia terbatas dibandingkan dengan ruang supratentorial.

Sebelum adanya CT-scan, pengeboran eksplorasi burholes merupakan hal yang biasa, khususnya ketika pasien memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi atau perburukan yang cepat. Saat ini, dengan teknik scan-cepat, eksplorasi jenis ini jarang dibutuhkan.Saat ini, pengeboran eksplorasi burholes disediakan bagi pasien berikut ini :o Pasien dengan tanda-tanda lokalisasi menetap dan bukti klinis hipertensi intrakranial yang tidak

mampu mentolerir CT-scan karena instabilitas hemodinamik yang berat.o Pasien yang menuntut intervensi bedah segera untuk cedera sistemiknya.

KOMPLIKASIKebanyakan dari komplikasi perdarahan epidural muncul ketika tekanan yang mereka kerahkan

mengakibatkan pergeseran otak yang berarti. Ketika otak menjadi subyek herniasi subfalcine, arteri serebral anterior dan posterior mungkin tersumbat, menyebabkan infark serebral.

Herniasi kebawah batang otak menyebabkan perdarahan Duret dalam batang otak, paling sering di pons. Herniasi transtentorial menyebabkan palsy nervus III kranialis ipsilateral, yang seringnya membutuhkan berbulan-bulan untuk beresolusi sekali tekanan dilepaskan. Palsy nervus III kranialis bermanifestasi sebagai ptosis, dilatasi pupil, dan ketidakmampuan menggerakkan mata ke arah medial, atas, dan bawah.

Pada anak-anak < 3 tahun, fraktur kranium dapat menyebabkan kista leptomeningeal atau fraktur bertumbuh. Kista ini diyakini muncul ketika pulsasi dan pertumbuhan otak tidak mengijinkan fraktur untuk sembuh, lalu menambah robek dura dan batas fraktur membesar. Pasien dengan kista leptomeningeal biasanya memperlihatkan massa scalp pulsatil. PROGNOSIS

Meksipun tujuan akhir adalah mencapai angka kematian 0% dan hasil akhir fungsional baik sebesar 100%, angka kematian keseluruhan pada kebanyakan seri pasien dengan perdarahan epidural berkisar antara 9,4-33%, rata-rata sekitar 10%. Secara umum, pemeriksaan motorik pre-operatif, skor GCS, dan reaktivitas pupil secara pasti berhubungan dengan hasil akhir fungsional pasien dengan perdarahan epidural akut jika mereka berhasil bertahan. Karena banyaknya perdarahan epidural yang terisolasi tidak melibatkan kerusakan struktural otak yang mendasarinya, hasil akhir secara keseluruhan akan menjadi sempurna jika evakuasi bedah yang tepat dilakukan.

Pada pasien trauma cedera otak dengan perdarahan epidural, prognosis lebih baik jika ada interval lucid (sebuah periode kesadaran sebelum kembalinya koma) dibandingkan jika pasien koma sejak mendapat cedera.

http://ningrumwahyun i.wordpress.com

4. Respon CushingCushing's triad (not to be confused with the Cushing reflex) is a sign of increased intracranial pressure. It is the triad of:1. Hypertension (progressively increasing systolic blood pressure) 2. Bradycardia 3. Widening pulse pressure (an increase in the difference between systolic and diastolic pressure over time) Cushing's triad suggests a cerebral hemorrhage in the setting of trauma or an space occupying lesion (e.g. brain tumor) that is growing and a possible impending fatal herniation of the brain. Cushing's triad is named after an American neurosurgeon Harvey Williams Cushing (1869-1939). http://classictriads.com