skenario 2 blok neoplasia karsinoma hepatoseluler

23
RAHAYU KARTIKA UTAMI – 1102010226 (CA HEPATOCELULER BLOK NEOPLASIA) 1. KARSINOMA HEPATOSELULER 1.1 DEFINISI Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (sirosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh. Karsinoma hepatoseluler (hepatoma) merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. (Unggul, 2009) 1.2 EPIDEMIOOGI Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah keganasan primer hati. Karsinoma hepatoseluler sekarang menjadi penyebab utama ketiga kematian akibat kanker di seluruh dunia, dengan lebih dari 500.000 orang terpengaruh. Insiden karsinoma hepatoseluler adalah tertinggi di Asia dan Afrika, di mana prevalensi tinggi endemik hepatitis B dan hepatitis C sangat predisposisi untuk perkembangan penyakit hati kronis dan perkembangan selanjutnya karsinoma hepatoseluler. Di Amerika Serikat, usia rata-rata pada diagnosa adalah 65 tahun; 74% kasus terjadi pada pria. Distribusi ras kulit putih termasuk 48%, 15% Hispanik, Afrika Amerika 14%, dan lainnya 24% (terutama Asia). Insiden karsinoma hepatoseluler meningkat dengan umur, memuncak pada 70-75 tahun, namun peningkatan jumlah pasien muda telah terpengaruh, karena pergeseran demografis dari penyakit hati alkoholik terutama kepada mereka yang kelima untuk dekade keenam dari kehidupan sebagai konsekuensi hepatitis B virus dan C yang diperoleh 1

Upload: ayukartikautami93

Post on 07-Dec-2014

144 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

ayu

TRANSCRIPT

Page 1: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

RAHAYU KARTIKA UTAMI – 1102010226 (CA HEPATOCELULER BLOK NEOPLASIA)

1. KARSINOMA HEPATOSELULER

1.1 DEFINISI

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (sirosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.

Karsinoma hepatoseluler (hepatoma) merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. (Unggul, 2009)

1.2 EPIDEMIOOGI

Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah keganasan primer hati. Karsinoma hepatoseluler sekarang menjadi penyebab utama ketiga kematian akibat kanker di seluruh dunia, dengan lebih dari 500.000 orang terpengaruh. Insiden karsinoma hepatoseluler adalah tertinggi di Asia dan Afrika, di mana prevalensi tinggi endemik hepatitis B dan hepatitis C sangat predisposisi untuk perkembangan penyakit hati kronis dan perkembangan selanjutnya karsinoma hepatoseluler.

Di Amerika Serikat, usia rata-rata pada diagnosa adalah 65 tahun; 74% kasus terjadi pada pria. Distribusi ras kulit putih termasuk 48%, 15% Hispanik, Afrika Amerika 14%, dan lainnya 24% (terutama Asia). Insiden karsinoma hepatoseluler meningkat dengan umur, memuncak pada 70-75 tahun, namun peningkatan jumlah pasien muda telah terpengaruh, karena pergeseran demografis dari penyakit hati alkoholik terutama kepada mereka yang kelima untuk dekade keenam dari kehidupan sebagai konsekuensi hepatitis B virus dan C yang diperoleh sebelumnya dalam hidup dan dalam hubungannya dengan perilaku berisiko tinggi. Kombinasi dari hepatitis virus dan alkohol secara signifikan meningkatkan risiko sirosis dan karsinoma hepatoseluler berikutnya.

Tabel 1. Faktor risiko kanker hati primerEurope and United

StatesJapan Africa and Asia

Estimate Range Estimate Range Estimate RangeHBV 22 4-58 20 18-44 60 40-90HCV 60 12-72 63 48-94 20 9-56Alcohol 45 8-57 20 15-33 - 11-41Tobacco 12 0-14 40 9-51 22 -OCPs - 10-50 - - 8 -Aflatoxin Limited exposure

Other < 5 - - - < 5 -

Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan

1

Page 2: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

berkisar antara 2-6 : 1. Daerah endemik terdapat di Cina dan sub-Sahara Afrika, yang berhubungan

dengan daerah endemik tingkat tinggi carrier hepatitis B dan kontaminasi mycotoxin bahan pangan, biji-bijian yang disimpan, air minum, dan tanah. Faktor-faktor lingkungan adalah penting; orang Jepang di Jepang memiliki insidensi lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di Hawaii, juga memiliki insidensi yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di California. (1)

Tabel 2.2 Hal-Hal Essensial Pada Karsinoma Hepatoseluler. (3)

Penyebab UtamaHepatitis B (HBsAg seropositif)Hepatitis C

Diagnosis (sering terlambat)KlinisNyeri, kehilangan berat badan, sakit kuningMassa, bruitKerusakan fungsi hati yang cepat

LaboratoriumAbnormal LFT (30% - "40%)HBsAg seropositif (50%)Peningkatan AFP (Amerika Serikat 30%, Afrika 80%)

ImagingMRI untuk menilai invasi vena hepatik

BiopsiRisiko perdarahanLaparoskopi biopsi dilakukan dengan visi teraman

PengobatanReseksi atau transplantasi hanya merupakan penyembuhan satu-satunyaKriteria untuk reseksiTumor dapat dilepas dengan eksisi lokal atau lobektomiCukup cadangan fungsional di sisa hatiTidak menginvasi hati atau vena portalTidak ada metastasis atau ekstensi extrahepatic

Kriteria untuk transplantasiTerdapat tiga lesi atau lebih sedikitDiameter Kurang dari 5 cmKeberadaan sirosis

PrognosisTingkat Resectability 20%Five-year survival setelah reseksi kuratif: 33% - 64%Five-year survival setelah transplantasi: 19% - 70%Rata-rata bertahan hidup pada penyakit yang tidak dapat direseksi : 4 bulanSingkatan : AFP, alpha-fetoprotein; LFT, liver function test; MRI,magnetic resonance imaging.

1.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Karsinoma merupakan hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum

2

Page 3: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

RAHAYU KARTIKA UTAMI – 1102010226 (CA HEPATOCELULER BLOK NEOPLASIA)

jelas, menurut data yang ada, virus hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang terkait dengan timbulnya karsinoma hepatoseluler.

a. Virus hepatitis HBV: Karsinogenisitas HBV terhadap hati terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.HCV: Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.

b. Aflatoksin Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

c. Pencemaran air minum Algae biru hijau dalam air saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu karsinogen utama.

Faktor resiko

Sirosis hati, merupakan faktor risiko utama HCC dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus. Otopsi pada pasien sirosis didapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor utama hepatoma pada sirosis adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar AFP serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati.

Obesitas, merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.

Diabetes Melitus, merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, diabetes mellitus dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.

Alkohol, peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.

Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati

3

Page 4: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

metabolik (hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit Wilson), kontrasepsi oral, senyawa kimia (thorotrast, vinilklorida, nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.

1.4 KLASIFIKASI

1.5 PATOFISIOLOGI

Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupakan proses khas dari sirosis hepatis yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien-pasien dengan hepatoma, kelainan sirosis tidak selalu ada.

Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan menghambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Sel-sel meregenerasi sel-sel hati yang rusak menjadi nodul-nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus nodul sehingga mulai terbentuk karsinoma hepatoseluler.

Menurut WHO secara histologik HCC dapat diklasifikasikan berdasarkan organisasi struktural sel tumor sebagai berikut: 1). Trabekuli (sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4. Serous

4

Page 5: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

RAHAYU KARTIKA UTAMI – 1102010226 (CA HEPATOCELULER BLOK NEOPLASIA)

Gambar: patofisiologi HCC

Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma

1.6 MANIFESTASI KLINIS

Hepatoma fase subklinis

Fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.

Hepatoma fase klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:

a. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena kembung dan tidak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri seperti tertusuk, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati.

b. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan gangguan fungsi hati.

c. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak GIT, perut tidak bisa menerima makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah.

5

Page 6: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

d. Letih, ↓ berat badan: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya masukan makanan pada tubuh.

e. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi, metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.

f. Ikterus: kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, dapat menyumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.

g. Asites: perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai.

h. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ lain.

1.7 DIAGNOSIS

Kriteria diagnosa karsinoma hepatoseluler menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri. 2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 ng/L. 3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler.

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler. 5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan karsinoma hepatoseluler.

Diagnosa karsinoma hepatoseluler didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

a. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik umumnya didapatkan pembesaran hati yang berbenjol, keras, kadang disertai nyeri tekan. Palpasi menunjukkan adanya gesekan permukaan peritoneum viserale yang kasar akibat rangsangan dari infiltrat tumor ke permukaan hepar dengan dinding perut. Pada auskultasi di atas benjolan kadang ditemukan suatu suara bising aliran darah karena hipervaskularisasi tumor. Gejala ini menunjukkan fase lanjut karsinoma hepatoseluler.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1. Alfa-fetoprotein (AFP)

AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular.

6

Page 7: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

RAHAYU KARTIKA UTAMI – 1102010226 (CA HEPATOCELULER BLOK NEOPLASIA)

Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.

AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.

2. Petanda tumor lainnya

Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA.

3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B

Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.

c. Pemeriksaan Pencitraan

1. Ultrasonografi (USG)

USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma. Kegunaan dari USG adalah memastikan ada tidaknya lesi penempat ruang dalam hati; dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh darah penting dalam hati, berguna dalam mengarahkan prosedur operasi; membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi.

7

Page 8: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

USG karsinoma hepatoseluler, nodul hipoetic USG HCC: nodul gema bulat

2. CT Scan

CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat karsinoma hepatoseluler. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm. CT scan sudah dapat membuat gambar karsinoma dalam 3 dimensi dan 4 dimensi dengan sangat jelas serta memperlihatkan hubungan karsinoma ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.

MD-CT Scan riwayat hepatitis B, tampak nodul HCC3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI merupakan teknik pemeriksaan non-radiasi, tidak memakai zat kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%. Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scan yang meragukan atau pada pasien yang mempunyai kontraindikasi

8

Page 9: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

RAHAYU KARTIKA UTAMI – 1102010226 (CA HEPATOCELULER BLOK NEOPLASIA)

pemberian zat. MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA).

MRI HCC tampak lesi dengan diamer 2,5cm HCC multipel hipervaskular kecil

4. Angiografi arteri hepatica

Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Karsinoma terlihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angiografi memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT scan yang dapat memperjelas batas antara kanker dan jaringan sehat di sekitarnya.

Gambaran : angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan multipel karsinomahepatoseluler sebelum terapi (kiri), dan sesudah terapi (kanan) menunjukkan penurunan

vaskular dan respon terapi.

5. PET (Positron Emission Tomography)

Positron Emission Tomography (PET) merupakan alat diagnosis karsinoma menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa karsinoma dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium HCC sehingga tindakan lanjut penanganan

9

Page 10: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

karsinoma ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase dari karsinoma itu sendiri.

d. Pemeriksaan Lainnya

Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer. Standar diagnosisPada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.

1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati membesar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat menyingkirkan hepatoma metastatik.

3. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer

la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan <5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan >5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatic atau saluran empedu dan/atau Child B.Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B.Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

Tabel.1. Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)Points

Variables 0 1 2

10

Page 11: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

RAHAYU KARTIKA UTAMI – 1102010226 (CA HEPATOCELULER BLOK NEOPLASIA)

i. Jumlah Tumor Single Multiple —Ukuran tumor pada Hepar yang menggantikan hepar normal (%)a

<50 <50 >50

ii. Nilai Child-Pugh A B Ciii. α-Fetoprotein level (ng/mL) <400 400 —iv. Trombosis Vena Porta (CT) No Yes —

a = Luas tumor pada hatiStadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.

1.8 DIAGNOSIS BANDING

1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (+)

Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP.

2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (-)

Hemangioma hati paling sulit dibedakan dari HCC dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik sering cukup sulit dibedakan dari HCC.

1.9 TATALAKSANA

Terapi Bedaha. Metode hepatektomi

Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini. Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5 cm) dapat mencapai 50-60%.

*Hepatektomi beraturan adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, memutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen) tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. *Hepatektomi tak beraturan tidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu berjarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya.

11

Page 12: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

Keberhasilan dari hepatektomi adalah mengontrol perdarahan. Pada waktu reseksi hati, metode mengurangi perdarahan meliputi obstruksi aliran darah porta pertama hati, koagulasi gelombang mikro potongan hati, klem hati, obstruksi temporer satu sisi cabang vena porta dan cabang arteri hepatika, dll. Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang kali.

Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal fungsi hati; timbul beberapa hari hingga beberapa minggu pasca operasi, sering kali berkaitan dengan pasien dengan penyakit hati aktif kronis, sirosis sedang atau lebih, volume hepatektomi terlalu besar, perdarahan selama operasi berlebih, waktu obstruksi porta hati terlalu lama dan obat-obatan perioperatif (termasuk obat anestetik) bersifat hepatotoksik.

Perdarahan pasca operasi, kebanyakan karena hemostasis selama operasi kurang tuntas, sutura ligasi vascular terlepas, gangguan koagulasi, nekrosis permukaan irisan hati. Dapat juga terjadi infeksi subdiafragma, karena pasca operasi terjadi akumulasi darah dan cairan di bawah diafragma, maka timbul abses subfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna atas.Pada hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah ternyata tumor tidak dapat direseksi. Sesudah diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan reseksi.

b. Transplantasi hati

Seiring perkembangan zaman, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya tinggi, donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik untuk transplantasi hati.

c. Terapi operatif nonreseksi

Pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau tidak dapat dilakukan reseksi, sehingga dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatic/kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.

Terapi Lokal

a. Injeksi Etanol Perkutan (PEI - Percutaneous Ethanol Injection)

PEI digunakan untuk terapi HCC yang kecil dan terlokalisir. HCC berukuran <3 cm dan berjumlah kurang dari 3 nodul. Pada PEI, etanol steril disuntikkan ke nodul tumor dengan panduan USG atau CT. Destruksi sel tumor oleh alkohol absolut steril yang diinjeksikan diperkirakan dihasilkan oleh kombinasi dari dehidrasi sel, nekrosis koagulasi, serta trombosis vaskuler yang diikuti iskemia jaringan.  

12

Page 13: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

RAHAYU KARTIKA UTAMI – 1102010226 (CA HEPATOCELULER BLOK NEOPLASIA)

Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang dapat terjadi akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal. Kontraindikasi PEI meliputi adanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang dapat meningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca tindakan. Angka survival 3 tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani dengan PEI dilaporkan sebesar70%.

b. Ablasi Radiofrekuensi (RFA – Radiofrequency Ablation)

Merupakan metode ablasi lokal yang paling sering dipakai dan efektif. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi radio frekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah diulangi.

Pemanasan karena tahanan terjadi sebagai akibat dari agitasi ionik di sekitar elektroda menjadi energi RF yang berosilasiselama usaha untuk mencapai ground. (Ellis, 2004)

Sebuah studi yang membandingkan RFA dengan PEI pada pasien-pasien dengan HCC berukuran lesi hingga 4 cm menunjukkan bahwa RFA unggul dalam hal angka survival 3 tahun pasien (74% dibanding 51%). Penelitian yang lain menunjukkan manfaat RFA sama saja dengan PEI. Secara umum, hanya sedikit saja penggunaan RFA yang mencapai nekrosis lengkap tumor, tanpa perbedaan bermakna dalam morbiditas dan peningkatan ketahanan hidup pasien.

c. Kryoterapi/Kryoablasi (Cryotherapy/Cryoablation)

Kryoterapi merupakan metoda penggunaan sifat termal untuk mengablasi suatu tumor. Menggunakan pendinginan/pembekuan yang cepat, biasanya menggunakan gas nitrogen, penghangatan yang lambat, lalu pengulangan siklus pembekuan-penghangatan hingga mencapai titik ablasi yang ditandai oleh terbentuknya kristal es pada intra dan ekstrasel.

Efek kryoterapi meliputi kerusakan vaskuler, kerusakan organela dan dinding sel, dehidrasi sel, serta perubahan pH dan osmolaritas intrasel. Indikasi kryoterapi pada HCC untuk pasien dengan tumor multiple yang bilobi yang tidak memungkinkan bagi tindakan reseksi subsegmental yang multipel.

Terapi Sistemika. Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5-fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed).b. Terapi hormonalEstrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit, dan secara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen, tamoxifen dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.

13

Page 14: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide). Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin. d. Thalidomide, sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas pada pengobatan HCC.e. Terapi interferon, biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk pengobatan HCC. Mekanisme terapinya meliputi efek langsung anti virus, efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak langsung.f. Molecularly targeted therapy, adalah inhibitor tirosin-kinase multi target dengan kemampuan antiangio genesis pula. 

Radioterapi

Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalis radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri hepar.

Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi, dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti internal terhadap hepatoma. Saat ini untuk memberikan terapi radiasi eksterna bagi pasien HCC yang inoperabel,dikembangkan beberapa teknik,antara lain:

*Three dimensional conformal radiotherapy (3-D-CRT)*Intensity-modulated radiotherapy (IMRT)*Stereotactic body radiotherapy (SBRT)*Proton beam dan heavy ion therapy

14

Page 15: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

RAHAYU KARTIKA UTAMI – 1102010226 (CA HEPATOCELULER BLOK NEOPLASIA)

Bagan terapi HCCTerapi Paliatif

Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut (intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterialembolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal.

Sebaliknya, bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat.

1.10 KOMPLIKASI

Asites, perdarahan saluran cerna atas, enselofati hepatica, sindrom hepatorenal (keadaan pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal yang ditandai dengan gangguan ginjal dan sirkulasi darah).

1.11 PROGNOSIS

Kausa kematian pada karsinoma hepatoseluler akibat kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi. Data 1465

15

Page 16: skenario 2 Blok Neoplasia Karsinoma Hepatoseluler

kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari Institut Riset Hepatoma Univ. Fudan di Shanghai menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus hepatoma di RS Kanker Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca hepatektomi survival 5 tahun 37,6%, untuk hepatoma <5cm survival 57,3%. Tidak sedikit kasus yang pasca reseksi bertahan hidup lama.

Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh:*stadium tumor pada saat diagnosis*status kesehatan pasien*fungsi sintesis hati*manfaat terapi

1.12 PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap HCC adalah suatu tindakan yang berupaya untuk menghindari segala sesuatu yang menjadi faktor risiko terjadinya kanker dan memperbesar faktor protektif untuk mencegah kanker.

Prinsip utama pencegahan kanker hati adalah dengan melakukan skrining kanker hati sedini mungkin. Vaksinasi virus hepatitis B dan C, mencegah pencemaran bahan makanan dengan aflatoksin dan menghindari konsumsi alkohol secara berlebihan.

2. TRANSPLANTASI ORGAN MENURUT ISLAM

Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor:

a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih HidupSeseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan (haram), berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat (Al-Baqorah ayat 195) ”dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”

b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal Dilakukan setelah memastikan bahwa si pendonor ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.

c. Keadaan Darurat *Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali Disimpulkan bahwa darah, kulit hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat dan dibutuhkan. (Fatwa Kibar Ulama Ummah, hal. 939) Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut : Firman Allah swt : ”Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )

16