skenario 2 blok neoplasia

Upload: aria-kapriyati

Post on 01-Nov-2015

264 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sk 2

TRANSCRIPT

SKENARIO 2NYERI PERUT KANAN ATASBLOK NEOPLASIA

Cahya Fitriani1102008056Fitriyah Sabrina1102008107Aditya Rahmanto1102009009Cahya Dwi Lestari1102009059Dea Rizqi Rohmah1102009070Dian Mardiani1102009078Gressi Dwitasari1102009123Indah Triana Putri1102009140

NYERI PERUT KANAN ATAS

Seorang Karyawan, 54 tahun, berobat ke RS YARSI. Pasien mengeluhkan nyeri pada perut kanan atas yang dialami sejak 6 bulan lalu, kumat-kumatan namun dua bulan terakhir nyeri semakin sering. Merasa mual dan selera makan berkurang sejak 4 bulan yang lalu sehingga berat badan berkurang 15 kg. Dari anamnesis diketahui pasien pernah terkena hepatitis 15 tahun yang lalu dan sering mengkonsumsi alkohol.Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45 kg dengan TB 165 cm. Tekanan darah dan tanda vital lainnya normal. Pemeriksaan abdomen Hepatomegali, dengan permukaan hati bernodul, tepi tumpul dan nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan serum transaminase SGPT 110 U/L dan SGOT 60 U/L dengan bilirubin normal, Alpha Feto-Protein (AFP) 1000 U/L (Normal : 59 tahun yaitu 17,2 %.23 Di Indonesia kanker hati banyak ditemukan pada usia 40-50 tahun.20 Menurut penelitian Rifai A. (1995-1998) di RS Wahidin Semarang dengan menggunakan desain cohort, usia rata-rata kejadian penyakit kanker hati adalah 47,5 tahun dengan rasio pria dengan wanita 5,7:1.

Pada umumnya pria lebih banyak menderita kanker hati daripada wanita, dengan perbandingan masing-masing negara yang berbeda-beda.21 Berdasarkan data Globocan (2002), di negara-negara maju rasio penderita kanker hati pria : wanita yaitu 3,3 : 1 sedangkan di negara-negara berkembang 2,5 : 1.4 Kejadian kanker hati lebih tinggi pada pria, bisa disebabkan karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh faktor risiko kanker hati seperti virus hepatitis dan alcohol.

b. Distribusi Frekuensi Menurut Tempat Secara geografis di dunia terdapat tiga kelompok wilayah kanker hati yaitu wilayah tingkat insiden rendah (kurang dari tiga kasus) ; menengah (tiga hingga sepuluh kasus) ; dan tinggi (lebih dari sepuluh kasus per 100.000 penduduk). Tingkat insiden tertinggi tercatat di Asia Timur dan Asia Tenggara serta di Afrika Tengah sedangkan yang terendah di Amerika Tengah. Sekitar 80% kasus kanker hati di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang juga diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi virus hepatitis.

Daerah endemik terdapat di Cina dan sub-Sahara Afrika, yang berhubungan dengan daerah endemik tingkat tinggi carrier hepatitis B dan kontaminasi mycotoxin bahan pangan, biji-bijian yang disimpan, air minum, dan tanah. Faktor-faktor lingkungan adalah penting; orang Jepang di Jepang memiliki insidensi lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di Hawaii, juga memiliki insidensi yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di California.

Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu keganasan yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya ialah sekitar 1 juta kasus, dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1. Tingkat kejadian sama dengan tingkat kematian. Di Amerika Serikat, terdapat 19.160 kasus baru dan 16.780 kematian yang tercatat pada tahun 2007. Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6 : 1.

c. Distribusi Frekuensi Menurut Waktu WHO tahun 2000 melaporkan IR kanker hati di dunia yaitu 9 per 100.000 penduduk.9 Tahun 1999 IR kanker hati pada pria : wanita di Amerika Tengah 2,06 : 1,64 per 100.000 penduduk, di Afrika Tengah 24,21 : 12,98 per 100.000 penduduk, di Asia Timur 35,46 : 12,66 per 100.000 penduduk, dan di Asia Tenggara 18,35 : 5,7 per 100.000 penduduk.25 Di Jepang (2002) IR kanker hati pada pria sebesar 24 per 100.000 penduduk dan di Filipina yaitu 21 per 100.000 penduduk. Di Indonesia (2002) IR kanker hati pada pria : wanita yaitu 20 : 6 per 100.000 penduduk .

2. Faktor Determinan Terjadinya Kanker Hati

Host

Kejadian kanker dapat menyerang semua usia dan golongan. Meskipun demikian, risiko kanker lebih besar saat orang telah berusia lebih dari 40 tahun.27. Berdasarkan jenis kelamin, kejadian kanker hati lebih banyak ditemukan pada pria.21 Menurut penelitian Hadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin yang menggunakan desain case series, umur rata-rata penderita kanker hati yaitu 50,3 dan berdasarkan jenis kelamin, tertinggi pada pria dengan proporsi 81,38% dan terendah pada wanita dengan proporsi 18,62%.

Agent

1. Sirosis Hati Sirosis hati merupakan faktor risiko utama kanker hati di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus kanker hati. Setiap tahun 3-5% dari pasien sirosis hati akan menderita kanker hati, dan kanker hati merupakan salah satu penyebab kematian pada sirosis hati.21 Pada tahun 2002, PMR sirosis hati di dunia yaitu 1,7%.11 Waktu yang dibutuhkan dari sirosis hati untuk berkembang menjadi kanker hati sekitar 3 tahun.

Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis hati. Penggunaan alkohol sebagai minuman, saat ini sangat meningkat di masyarakat. Peminum berat alkohol (>50-70 gr/ hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita kanker hati melalui sirosis hati alkoholik. Mekanisme penyakit hati akibat konsumsi alkohol masih belum pasti, diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati mengalami fibrosis dan destruksi protein yang berkepanjangan akibat metabolisme alkohol yang menghasilkan acetaldehyde. Fibrosis yang terjadi merangsang pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat mengimbangi kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati.22

Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda tiap negara, di negara Barat etiologi sirosis hati tersering diakibatkan oleh alkohol.21. Menurut penelitian Coon dkk. (2008) di Nottingham dengan desain cohort, RR pada peminum alkohol 2,34 untuk terkena kanker hati, RR HBV yaitu 6,41 dan RR HCV yaitu 1,39.29 Sedangkan di Indonesia terutama diakibatkan infeksi virus hepatitis B dan C. Virus hepatitis B menyebabkan sirosis hati sebesar 40-50%, virus hepatitis C sebesar 30-40% dan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.

Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang (63%) menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang (12%) hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan 116 orang lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati, hepatitis B ataupun hepatitis C.30 Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di RS Haji Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati, 35 orang (21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.

2. Hepatitis B dan C Hubungan antara infeksi HBV dan HCV dengan timbulnya kanker hati terbukti. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka kejadian kanker hati yang tinggi.22 Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia, tahun 2003 IR hepatitis B di Indonesia yaitu 14 per 100.000 penduduk. Dan tahun 2005 di Sumatera Utara PR hepatitis B yaitu 52 per 100.000 penduduk.12 Pada tahun 2008, PR hepatitis C di Indonesia 3 per 100.000 penduduk, dengan PR tertinggi di provinsi DKI Jakarta yaitu 31 per 100.000 penduduk.32

Berdasarkan penelitian Greten dkk. (2005) di Jerman pada 389 penderita kanker hati tahun 1998-2003, penderita pria yaitu 309 orang (79,43%) dan wanita yaitu 80 orang (20,57%). Penderita dengan riwayat penyakit sebelumnya hepatitis B yaitu 57 orang (14,6%), hepatitis C yaitu 78 orang (20,05%), hepatitis B dan C yaitu 7 orang, hemokromatosis yaitu 17 orang (4,37%), dan sisanya tidak berhubungan dengan riwayat penyakit sebelumnya.33 Menurut penelitian Nouso dkk. (2008) di Jepang dengan desain cohort, RR penderita hepatitis C untuk terkena kanker hati 0,96 sedangkan RR penderita hepatitis B adalah 1,1.

Karsinogenisitas HBV dan HCV pada hati terjadi melalui proses inisiasi, promosi, dan progresi. Inisiasi diawali dengan integrasi virus hepatitis ke dalam hepatosit yang menimbulkan kelainan kromosom sehingga mengubah sifat-sifat asli hati dan menghambat aktifitas sel penekan tumor. Virus hepatitis terintegrasi meluas ke sel hati karena sudah kebal terhadap respon imunitas. Pada tahap promosi terjadi proses nekrosis dan kematian sel akibat dari aktifitas virus hepatitis yang diikuti regenerasi berulang kali. Pada tahap progresi sel-sel telah mengalami transformasi keganasan dan mengalami replikasi lebih lanjut.

3. Aflatoksin Aflatoksin B1 adalah zat racun yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus, sering ditemukan pada jenis polong-polongan yang sudah menghitam dan mengeriput serta produk olahannya yang kadaluarsa seperti kacang tanah, kacang kedelai, keju dll. Aflatoksin terbentuk dalam makanan yang disimpan berbulan-bulan di lingkungan panas dan lembab. Mekanisme karsinogenisitas aflatoksin sehingga dapat meningkatkan kejadian kanker hati yaitu dengan menghasilkan mutasi-mutasi gen, di mana mutasi gen tersebut bekerja menggangu fungsi penekan tumor.36 Menurut penelitian Gameell dkk. (2009) di Mesir dengan menggunakan desain penelitian case control, terdapat korelasi positif antara kejadian kanker hati dengan kadar aflatoksin dalam tubuh (p 5cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastatis kelenkar limfeperitoneal ataupun jauh, CHILD ATerdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatic atau saluran empedu, CHILD BStadium IIIa: Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh uatama vena porta atau vena kava inferior. Metastatis ke kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya, CHILD A dan BStadium IIIb: Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor metastase, CHILD B

KLASIFIKSI CHILD PUGHABC

Derajat kerusakanminimalsedangberat

Bilirubin serum mg/dl< 2.02.0-3.0> 3.0

Serum Albumin g/dl> 3.53.5-3.0< 3.0

Asites-terkontrolsulit

Nutrisisempurnabaikjelek

Gangguan Neurologi-minimalKoma dalam

Pemanjangan masa PT (detik)< 44-6> 6

LI 7: DIAGNOSIS (ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN PENUNJANG, DIAGNOSIS BANDING)

Diagnosis

AnamnesisSemua keluhan dan gejla klinik ditambah dengan riwayat penyakit, riwayat penyakir keluarga dan factor resiko.

Pemeriksaan fisik 1. Ditemukan benjolan yang besar, keras, dan bermassa nodular besar2. Ditemukan bising arteri3. Ditemukan tanda-tanda sirosis

Pemeriksaan Lab1. Uji faal hatiKarsinoma hati dapat menyebabkan obstruksi daluran empedu atau merusak sel hati akibat penekanan massa tumor atau invasi sel tumor sehingga terjadi gangguan faal hati antara lain SGOT, SGPT, lkali fosfatase, laktat dehidrogenase. Gangguan faal hati ini tak spesifik sebagai petanda tumor.

a. Serum transaminasei. Transaminase : sekelompok enzim yang bekerja sebagai katalisator dalam proses pemindahan gugus amino antara 1 asam amino alfa amino dengan asam alfa ketoii. 2 jenis transaminase yang digunakan menilai penyakit hati :1. Serum glutamik oksaloasetik transaminase (SGOT) atau serum aspartat amino transferase (AST)2. Serum glutamik Piruvik Transaminase (SGPT) atau serum alamine amino transferase (ALT)

SGOT / AST Nilai normal : 8-40 IU/I Indikasi : penyakit hati Interpretasi: Bila nilai AST tinggi kemunkinan Hepatitis akut (cek juga bilirubinnya) Sirosis hati Tumor intra hepatic Obstruktif jaundice Hemolitik jaundice Infark miokard (cek juga LDH) TraumaSecara fisiologis AST / SGOT secara luas didistribusikan dengan konsentrasi yan tinggi didalam hati, otot, ginjal Peningkatan sampai puncak selama 36 jam setelah infark, kembali normal setelah 3 atau 4 hari

SGPT / ALT Nilai normal : 3-6- IU/I Indikasi : penyakit hati dan jantung Interpretasi : Bilai nilai ALT terlalu tinggi, kemungkinan Hepatitis akut (cek juga bilirubin) Nekrosis hati Bila nilai tinggi, kemungkinan Obstruksi jaundice (cek juga AST) Hepatitis kroni Sirosis hati Tumor hati Infark miokard (cek juga LDH) Trauma Bila ALT lebih tinggi dari AST, kemungkinan Hepatitis akut Obstruksi ekstra hepatic Bila ALT lebih rendah dari AST, kemungkinan Sirosis hati Tumor intra hepatic Hemolitik jaundiceSecara fisiologis : jaringan hati kaya enzim ini, juga pada jantung, ginjal dan otot

b. Laktat dehidrogenase (LDH)i. Tidak begitu sensitive untuk diagnose kelainan hepatoselulerii. Peninggian dapat terjadi pada kanker terutama kanker hatiiii. Nilai Normal : 120-280 IU/Iiv. LDH terdapat di semua sel

c. Fosfatase alkali (FA)i. Fosfatse alkali adalah sekelompok enzim yang terdapat dalam kadar tinggi pada empedu dan tulang yang sedang bertumbuhii. Nilai normal : 10-32 IU/Iiii. Indikasi : untuk diagnose penyakit-penyakit hatiiv. Interpretasi : kadar yang tinggi menunjukkan adanya kanker hati yang sedang menyebar.

Diagnosis Banding1. DD hepatoma dengan AFP positifKehamilan, tumor embrional kelnjar reproduktif, metastatis hati dati kanker saluran digestif dalam hepatitis serta sirosis hati. Tumor embrional kelnjar reproduktif : dibedakan dengan gejala klinis dantanda fisik tumor bersangkutan.Kaker gaster dan kanker pancreas : peninggian AFP lebih rensah, yanpa latar belakang penyakit hati, USG, CT, pemeriksaan minum barium dan pencitraan memperjelas diagnosis hepatitis dan sirosis : pemeriksaan fungsi hati, monitor perubahan ALT dan AFP.2. DD hepatoma dengan AFP negativeHemangioma hati, tumor metastatis hati, abses hatu, hidatidosis hati, kista hati, adenoma hati (wanita dengan riwayat minum il KB betahun-tahun),hyperplasia, nodul fokal, dan pseudotumor inflamatorik.

Pemeriksaan Penunjang

a. Alphafetoprotein

Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%, artinya hanya pada 60% 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma.

AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoseluler. Jika AFP 500 ng/L bertahan 1 bulan atau 200 ng/L bertahan 2 bulan : hepatoma. AFP digunakan juga untuk menilai hasil terapi.

Petanda tumor lainnya :Zat petanda hepatoma sangat banyak, tetapi tidak smeuanya spesifik untuk diagnosis. Berikut ini yang relative umum digunakan : Des gamma karboksi Protombin (DCP) Alfa-L-Fukosidase Gamma-glutamil transpeptidase (GGT-II) CA 19-9 Antitripsin Feritin CES

Sistem Antigen antibody hepatitis B dan hepatitis C

b. AJH (aspirasi jarum halus)

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.

c. Gambaran Radiologi

Pesatnya kemajuan teknologi dan komputer membawa serta juga kemajuan dalam bidang radiologi baik peralatannya maupun teknologinya dan memaksa dokter spesialis radiologi untuk mengikuti training dan workshop baik di dalam ataupun di luar negeri sehingga dengan demikian menghantarkan radiologi berada di barisan depan dalam penanggulangan penyakit kanker hati ini dan membuktikan pula dirinya berperan sangat penting untuk mendeteksi kanker hati. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah, dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.

Dengan peralatan radiologi yang baik dan ditangani oleh dokter spesialis radiologi yang berpengalaman sudah terjamin dapat mendeteksi tumor dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapatlah menjawab semua pertanyaan seputar kanker ini antara lain berapa banyak nodule yang dijumpai, berapa segment hati-kah yang terkena, bagaimana aliran darah ke kanker yang dilihat itu apakah sangat banyak (lebih ganas), apakah sedang (tidak begitu ganas) atau hanya sedikit (kurang ganas), yang penting lagi apakah ada sel tumor ganas ini yang sudah berada di dalam aliran darah vena porta, apakah sudah ada sirrhosis hati, dan apakah kanker ini sudah berpindah keluar dari hati (metastase) ke organ-organ tubuh lainnya. Kesemua jawaban inilah yang menentukan stadium kankernya, apakah pasien ini menderita kanker hati stadium dini atau stadium lanjut dan juga menentukan tingkat keganasan kankernya sehingga dengan demikian dapatlah ditaksir apakah penderita dapat disembuhkan sehingga bisa hidup lama ataukah sudah memang tak tertolong lagi dan tak dapat bertahan hidup lebih lama lagi dari 6 bulan.

Radiologi mempunyai banyak peralatanan seperti Ultrasonography (USG), Color Doppler Flow Imaging Ultrasonography, Computerized Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, Scintigraphy dan Positron Emission Tomography (PET) yang menggunakan radio isotop. Pemilihan alat mana saja yang akan digunakan apakah dengan satu alat sudah cukup atau memang perlu digunakan beberapa alat yang dipilih dari sederetan alat-alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi penderita.

i. Ultrasonography (USG)

Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik system bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).

Neo-vascular merupakan ciri khas kanker yaitu pembuluh darah yang terbentuk sejalan dengan pertumbuhan kanker yang gunanya untuk menghantarkan makanan dan oksigen ke kanker itu. Semakin banyak neo-vascular ini semakin ganas kankernya. Walaupun USG color yang sudah dapat memberikan warna dan mampu memperlihatkan pembuluh darah di sekeliling nodule tetapi belum dapat memastikan keberadaan neovascular sehingga dengan demikian akurasi diagnostik hanya sedikit bertambah menjadi berkisar 60% 70%. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, kini sudah ada alat USG yang lebih canggih dan lebih lengkap lagi yaitu Color Doppler Flow Imaging (CDFI) yaitu USG yang selain mampu melihat pembuluh darah di sekitar kanker juga mampu pula memperlihatkan kecepatan dan arah aliran darah di dalam pembuluh darah itu, sehingga dapat ditentukan resistensi index dan pulsatily index yang dengan demikian sudah dapat memastikan apakah pembuluh darah yang mengelilingi nodule itu adalah benar neo-vascularisasi dan berapa banyak adanya. Dengan dapat dipastikan keberadaan neo-vascularisasi ini maka akurasi diagnosa kanker meningkat jadi 80%. Neo-vascularisasi yang baru terbentuk yang memang ada tapi belum terlihat dengan teknik CDFI ini masih bisa dilihat dengan cara diberikan suntikan zat kontras pada penderita sewaktu dilakukan pemeriksaan CDFI USG, zat kontras itu mampu menembus masuk ke dalam neo-vascularisasi yang menyusup di dalam nodule. Dengan demikian akurasi diagnosa meningkat menjadi 90% dan lebih-lebih lagi dapat mendeteksi kanker berukuran lebih kecil dari 1 cm.

Dengan Color Doppler Flow Imaging USG ini juga memungkinkan kita melihat apakah ada portal vein tumor thrombosis yaitu sel-sel kanker (tumor thrombus) yang lepas dan masuk ke dalam vena Porta. Penting sekali memastikan keberadaan tumor thrombus di dalam vena porta ini karena thrombus ini dapat menyumbat aliran darah. Pada keadaan normal semua makanan yang telah dicernakan oleh usus akan dihantarkan ke hati oleh vena porta ini. Bila vena ini tersumbat oleh tumor thrombus maka hati tidak menerima nutrisi lagi dengan kata lain hati tak dapat makanan lagi sehingga sel-sel hati akan mati (necrosis) secara perlahan tetapi pasti dan ini sangat membahayakan penderita karena dapat terjadi gagal hati (liver failure). Tumor thrombus ini bisa ukurannya besar sehingga menutup seluruh lumen vena porta, bisa kecil, dan hanya menutup sebahagian lumen saja sehingga masih bisa ada aliran darah di dalam vena porta ini. Dari hasil USG ini sudah bisa diarahkan dengan tepat tindakan pengobatan apa yang paling sesuai dan bermanfaat untuk penderita apakah akan dilakukan operasi membuang sebahagian hati (reseksi hepatektomi partial) atau tidak, apakah bisa di-embolisasi atau tidak ataukah hanya dilakukan infuse kemoterapi intra-arterial saja. Tapi bila sudah jelas terdapat tumor thrombus di dalam vena porta dan sudah pula menyumbat vena ini, maka tindakan operatif dan embolisasi sudah hampir tidak berarti lagi dan satusatunya cara untuk menyelamatkan penderita adalah dengan cara transplantasi hati (liver transplantation).

ii. CT ScanDi samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scann yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scann, multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan. Lebih canggih lagi sekarang CT scann sudah dapat membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.

iii. Angiografy

Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil pemeriksaan USG dan CT scann diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau non-bedah masih yang mungkin dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT angiography yang dapat memperjelas batas antara kanker dan jaringan sehat di sekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu melakukan operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan di mana harus dibuat batas sayatannya.

iv. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Bila CT scann mengunakan sinar X maka MRI ini menggunakan gelombang magnet tanpa adanya Sinar X. CT angiography menggunakan zat contrast yaitu zat yang diperlukan untuk melihat pembuluh darah. Tanpa zat ini pembuluh darah tak dapat dilihat. Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah. MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan membuat peta pembuluh darah kanker hati ini. Sayangnya ongkos pemeriksaan dengan MRI dan MRA ini mahal, sehingga selalu CT scan yang merupakan pilihan pertama.

v. PET (Positron Emission Tomography)

Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi adalah Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran).

LI 8:PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN

TERAPI KARSINOMA HEPATOSELULERTERAPI BEDAHReseksiReseksi secara umum diterima sebagai terapi awal terpilih, namun demikian belumada penelitian acak terkontrol yang menunjukkan efikasinya. Penelitian semacam ini sulitdilaksanakan karena hanya sedikit pasien yang sesuai untuk tindakan hepatektomi parsialdikarenakan ukuran tumor yang sudah besar, adanya invasi ke vaskuler, multifokalitas,adanya hipertensi portal, ataupun rendahnya sisa cadangan fungsi hepar. Tindakan bedahhanya dipertimbangkan pada pasien tanpa sirosis hati atau dengan sirosis ringan (Childs Acirrhosis), dengan tekanan vena portal normal, dan dengan kadar bilirubin normal pula. Hasilyang baik dicapai apabila kriteria tadi ditambah dengan adanya unifokalitas, tak adanyainvasi ke vaskuler, ukuran tumor kurang daripada 5 cm, dan progresivitas penyakit yangrelatif rendah. Dengan menggunakan seluruh kriteria tersebut, diperkirakan hanya 5% pasienHCC dengan sirosis hati yang dapat menjadi kandidat bagi reseksi bedah. Pada populasipasien yang lolos seleksi ketat tadi, hasil terbaik yang dilaporkan adalah angka survival 3tahun sebesar 50%. HCC bilobi (kedua lobus terkena) biasanya digolongkan sebagaikontraindikasi bagi reseksi, namun penelitian terakhir menyarankan bahwa pada pasiendengan sebuah massa yang dominan di salah satu lobus dengan satu atau dua buah nodultumor berukuran kecil di lobus lainnya mungkin ada gunanya dikerjakan kombinasi antarareseksi atas tumor yang dominan dan ablasi atau kemoembolisasi atas nodul(i) di lobuskontralateralnya.Kontraindikasi absolut bagi reseksi adalah adanya metastasis jauh, trombosis venaporta utama, atau adanya trombosis vena cava inferior. Penyebab tersering mortalitas pascaoperasi adalah kegagalan hati, perdarahan, serta komplikasi sepsis, yang dapatdiperkecil kemungkinannya dengan seleksi pasien secara baik. Pengembangan teknik operasimemungkinkan diangkatnya jaringan hepar yang mengandung nodul HCC secara selektif dengan teknik segmentektomi, atau bahkan secara superselektif dengan subsegmentektomi(tindakan ini dapat dikerjakan dengan panduan USG intraoperasi, yang dikenal sebagaiprosedur Makuuchi).Transplantasi HatiAntusiasme pasien HCC terhadap transplantasi hati meningkat sejak pertengahan1990-an oleh karena peningkatan survival penerimanya. Kriteria seleksi yang ketatmerupakan kunci bagi hasil tadi. Hanya pasien yang dirasa dapat bertahan pada periodeperioperatif yang dipertimbangkan untuk transplantasi. Pasien tersebut juga harus cukup kuatmenjalani pengobatan dan follow-up yang intens bagi penerima transplan. Ketergantunganterhadap alkohol ataupun obat-obatan harus disingkirkan. Yang paling penting, calonpenerima transplan harus tidak sedang menjalani pengobatan bagi penyakit serius yangdiperkirakan secara nyata dapat memperburuk harapan hidup. Semua proses intrinsik di heparyang menuju ke dekompensasi atau kegagalan hati secara teoretis merupakan kontraindikasibagi transplantasi hepar. Secara umum segala bentuk penyakit hepar stadium akhir yangireversibel dan dapat ditangani dengan transplantasi hepar dianggap sebagai indikasi. Apabilaada penyakit sistemik yang melibatkan hepar, terapi sistemiknya harus dicapai dengantransplantasi hepar atau setidaknya efek sistemik transplantasi hepar tidak malahanmemperburuk keadaan.Untuk seleksi pasien HCC calon penerima transplan, secara umum digunakan kriteriaMilan, yaitu pasien dengan lesi tunggal berukuran 5 cm, atau lesi kurang dari 3 buah dan masing-masing berukuran 3 cm. Di Eropa, Barcelona Clinic Liver Cancer Staging and Treatment Approach telah menyusun bagan alur klasifikasi HCC beserta penatalaksanaannya,

Gambar 8.Alur Tatalaksana HCC menurut BCLCDikutip dari: Dancygier H. Clinical Hepatology Vol.2, 2010Seperti tampak pada Gambar 8. Berdasarkan kriteria ini, pasien HCC dibagi menjadi stadiumsangat dini, dini, menengah, lanjut, dan terminal. Transplantasi hati diperuntukkan pasienHCC stadium sangat dini dengan peningkatan tekanan vena porta dan stadium dini tanpapenyulit. Pasien HCC penerima transplantasi hati sesuai algoritma ini dilaporkan memilikiangka survival lima tahun sebesar 60-70%.TERAPI ABLASI LOKALInjeksi Etanol Perkutan (PEI - Percutaneous Ethanol Injection)PEI digunakan untuk terapi HCC yang kecil dan terlokalisir. HCC berukuran kurangdari 3 cm dan berjumlah kurang dari 3 nodul merupakan kandidat yang sesuai bagi PEI. PadaPEI, etanol steril disuntikkan ke nodul tumor dengan panduan USG atau CT. Destruksi seltumor oleh alkohol absolut steril yang diinjeksikan diperkirakan dihasilkan oleh kombinasidari dehidrasi sel, nekrosis koagulasi, serta trombosis vaskuler yang diikuti iskemia jaringan.Hasil nekrosis yang dicapai bergantung pada ukuran nodul. Nodul kecil kurang dari 3 cmbiasanya dapat dihancurkan secara total, sedangkan nodul yang lebih besar hanya parsial saja.Tindakan PEI dapat diulang beberapa hari kemudian bila diperlukan. Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang dapatterjadi akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal. Kontraindikasi PEI meliputiadanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang semua dapatmeningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca-tindakan. Angka survival 3 tahunbagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani dengan PEI dilaporkan sebesar70%.Ablasi Radiofrekuensi (RFA Radiofrequency Ablation)Dibandingkan dengan sel-sel normal, sel-sel ganas ternyata lebih tahan terhadapkerusakan letal akibat pembekuan, namun lebih rentan terhadap kerusakan hipertermik.Berdasarkan sifat ini, saat ini telah dikembangkan suatu metoda ablasi dengan radiofrekuensi,yang merupakan metoda termal lokal untuk menghancurkan tumor dengan memasukkansuatu probe penghantar panas ke dalam tumor (dengan panduan pencitraan, laparoskopik ataulaparotomi) yang kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 60C atau lebih (Gambar 9).Pada suhu tersebut, protein intrasel akan mengalami denaturasi, membran lipid akanmeleleh, dan kematian sel akan segera terjadi. Prosedur ini terbatas penggunaannya, yakniuntuk lesi-lesi subkapsuler dan relatif jauh dari pembuluh darah yang besar (bila terlalu dekatdengan pembuluh darah akan menyulitkan tercapainya temperatur yang cukup tinggi baginekrosis komplit tumor).Pada saat ini telah dikembangkan dan digunakan perangkat untuk menghantarkanpanas radiofrekuensi dengan elektroda yang multipel. Alat ini (yang disebut multielectrodearrays) menyebarkan radiofrekuensi melalui ujung-ujung kawat melengkung seperti kawatpayung, masing-masing berkanul dengan ukuran 14 hingga 16 gauge. Bentuk ini memungkinkan penghantaran radiofrekuensi (yang dikonduksi oleh sejumlah kecil cairansalin yang disalurkan lewat kanul) ke daerah yang lebih luas daripada alat dengan hanya satuujung. Fungsi cairan salin adalah untuk meningkatkan konduksi termal dan memperluas areapermukaan aktif elektroda agar nekrosis koagulasi dapat lebih luas (Gambar 10)Gambar 10 (atas)Hooked Multielectrode Arrays Radiofrequency NeedlesDikutip dari: Ellis, et al,Radiofrequency Ablationfor Cancer, 2004

Gambar 9 (bawah)Skema Ablasi Radio-frekuensi (RF) di hepar. Gambar inimenunjukkan operator memasukkansuatu elektroda RF ke dalam tumor didalam hepar. Elektroda terhubung kegenerator RF. Pemanasan karenatahanan terjadi sebagai akibat dariagitasi ionik di sekitar elektrodamenjadi energi RF yang berosilasiselama usaha untuk mencapai ground (dalam gambar ini, landasan pad sebagai ground di punggung pasientidak tervisualisasi).Dikutip dari: Ellis, et al, Radiofre-quency Ablation for Cancer, 2004Sebuah studi yang membandingkan RFA dengan PEI pada pasien-pasien dengan HCCberukuran lesi hingga 4 cm menunjukkan bahwa RFA unggul dalam hal angka survival 3tahun pasien (74% dibanding 51%). Penelitian yang lain menunjukkan manfaat RFA samasaja dengan PEI. Secara umum, hanya sedikit saja penggunaan RFA yang mencapai nekrosis lengkap tumor, tanpa perbedaan bermakna dalam morbiditas dan peningkatan ketahananhidup pasien.Kryoterapi/Kryoablasi (Cryotherapy/Cryoablation)Kryoterapi atau juga dikenal dengan kryoablasi merupakan salah satu metodapenggunaan sifat termal untuk mengablasi suatu tumor. Kryoterapi ditempuh denganmenggunakan pendinginan/pembekuan yang cepat, biasanya menggunakan gas nitrogen,penghangatan yang lambat, lalu pengulangan siklus pembekuan-penghangatan (freeze-thawcycles) tadi hingga mencapai titik ablasi yang ditandai oleh terbentuknya kristal es pada intra-dan ekstrasel, penggabungan kristal es yang terbentuk (sebagai bola es), dan kerusakanvaskuler setempat. Efek kryoterapi meliputi kerusakan vaskuler, kerusakan organela dandinding sel, dehidrasi sel, serta perubahan pH dan osmolaritas intrasel. Pengulangan sikluspembekuan-penghangatan tadi akan menghasilkan kerusakan jaringan sel tumor target yanglebih luas karena sel tumor dihadapkan pada paparan termal berulang yang merusak.Kerusakan unsur dan dinding sel selama siklus pembekuan-penghangatan sebelumnya akanmenyebabkan meningkatnya konduktivitas termal dan berakibat pendinginan yang lebihcepat serta pembesaran volume jaringan yang dibekukan.Indikasi kryoterapi dalam konteks HCC adalah untuk pasien dengan tumor multipelyang bilobi yang tidak memungkinkan bagi tindakan reseksi subsegmental yang multipel.Dalam kasus ini kryoterapi akan bertindak sebagai pendamping reseksi subsegmental,sehingga memungkinkan destruksi fokal tumor sambil menjaga jaringan hepar yangfungsional. Bagi pasien dengan kondisi umum yang buruk, pendekatan kryoterapi perkutandapat dipertimbangkan.Teknik kryoterapi intraoperatif (cryosurgery) dikerjakan pascareseksi segmental,dengan menempatkan suatucryoprobe dengan panduan ultrasonografi intraoperatif (intraoperative ultrasonography/IOUS) sehingga ujung probe tadi mencapai tengah/pusat lesi tumor yang dituju (Gambar 11, dengan pesawatnya pada Gambar 12). Untuk lesi yang lebihbesar dari 3 cm, dapat dipakai 2Cryoprobe atau lebih agar ablasi lebih cepat dan lebihmenyeluruh ke semua area tumor. Kemudian di bawah pemantauan menggunakan IOUS tadi,pembekuan-penghangatan dikerjakan. Setelah tindakan selesai, hemostasis dikerjakan,dinding abdomen ditutup setelah pemasangan dua buah drain.Zhou dkk. melaporkan angka survival 1, 3, dan 5 tahun pasien HCC yang ditanganidengan kryoablasi berturut-turut sebesar 74%, 48%, dan 32%. Komplikasi pasca-tindakanyang harus diwaspadai cukup banyak, meliputi sindroma cryoshock (merupakan sindromakegagalan multiorgan yang ditandai oleh koagulopati berat, disseminated intravascular coagulation/DIC, acute adult respiratory distress syndrome (ARDS), kegagalan hati,kegagalan hepar, hipotensi atau syok , perdarahan akibat pecahnya bola es yang meluas kekapsul hepar, trombositopenia, pireksia aseptik, aritmia kordis, abses subfrenik atau intrahepatik, fistula bilier, dan komplikasi pulmonal berupa efusi pleura, atelektasis, kolapsparu serta infeksi paru.

Gambar 11.(Atas). Cryosurgery suatukryoterapi saat operasiDikutip dari: Lau WY, A Book on HepatocellularCarcinoma, 2007Gambar 12.(bawah). Mesin ERBE Cryo 6(Elektromedizin, Tbingen, Jerman )Dikutip dari: Lau WY, A Book on HepatocellularCarcinoma, 2007

Ablasi dengan Ultrasonik Intensitas Tinggi Terfokus (High Intensity Focused Ultrasound/HIFU)Ablasi dengan HIFU yang dikembangkan pada tahun 1990-an merupakan metodapenanganan tumor dari luar tubuh dengan memanfaatkan sifat fisika gelombang USG denganmengarahkan, mempenetrasikan, serta memfokuskan energi rendah gelombang ultrasonik diluar tubuh pada area tumor sehingga menjadikan jaringan target tumor suatu fokus nekrosiskoagulasi, tanpa merusak jaringan sekitarnya (Gambar 13). Konsep ini dapat dianalogikandengan memfokuskan sinar matahari dengan kaca pembesar untuk menghasilkan api.Mekanisme utama perusakan sel tumor oleh HIFU adalah secara termal, yakni lewatdenaturasi protein oleh suhu tinggi yang dihasilkan oleh pemfokusan energi ultrasonik tadipada tumor (temperatur di dalam fokus tumor dinaikkan hingga melebihi 80C). Mekanismelainnya adalah penghancuran jaringan oleh efek kavitasi akustik. Gelombang ultrasonik HIFU menyebar ke dalam jaringan sebagai gelombang bertekanan. Oleh karena cairaninterseluler sekitar fokus menjadi bertekanan negatif, suatu waktu akan timbul gelembung-gelembung udara di sana. Gelembung-gelembung udara tadi akan bertumbukan dankemudian menyatu menjadi gelembung yang lebih besar. Saat mencapai diameter yang beresonansi dengan gelombang ultrasonik yang dipancarkan (sekitar 3 m pada frekuensi 1MHz), gelembung-gelembung tadi akan sangat membesar kemudian kolaps dengan cepatpula. Inilah yang disebut dengan kavitasi inersi akustik. Suhu yang amat tinggi danpergeseran tekanan yang terjadi diteruskan ke sekitar gelembung yang kolaps tadi, berakibatkerusakan lokal akibat mekanik dan termal yang terlokalisir. Secara histologis akan jaringantumor akan tampak mengalami nekrosis koagulasi, dan akan didapatkan lubang-lubangtransparan pada lokasi gelembung terjadi. Ablasi menggunakan HIFU dewasa ini membawa hasil yang cukup menggembirakan, khususnya untuk penanganan tumor hati, uterus, ginjal,payudara dan pankreas. Di dunia barat, ablasi menggunakan HIFU masih pada tahap clinicaltrial. Li Chuan-Xing dkk. pada tahun 2003 meneliti manfaat klinis ablasi dengan HIFU padatumor hati primer dan metastasis, menyatakan bahwa HIFU dapat menjadi pilihan terapi yangcukup aman dan efektif untuk kanker hati. Lebih lanjut, Feng Wu dkk. (2005) menyatakanbahwa kombinasi ablasi dengan HIFU dan TACE merupakan pendekatan terapi yang cukup menjanjikan.

Gambar 13. Skema HIFU(High IntensityFocusedUltrasound)Dikutip dari:Adam andMueller,Interventional of RadiologicalTreatment of LiverTumour, 2008Kemoembolisasi Transarterial (=Transarterial Chemoembolization/TACE )HCC adalah suatu tumor yang kaya vaskularisasi, terutama dari arteria hepatika yangmengalirkan sekitar 80-90% suplai darah HCC (sisanya oleh vena porta). Sebaliknyaparenkim hati non-tumor mendapatkan mayoritas suplai darah dari vena porta. Berdasarkanpemahaman ini, dikembangkan terapi TACE yang menggunakan kateterisasi selektif arteriahepatika untuk memasukkan kemoterapi regional, kemudian mengembolisasi arteria yangmemberi suplai darah bagi tumor (tumor-feeding artery)(lihat Gambar 13). Pemberiankemoterapi secara selektif ini bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi bahan kemoterapipada tumor dan untuk mengurangi paparan sistemik. Kemoterapi (yang sering digunakanadalah preparat cisplatin, doxorubicin, mitomycin C , atau kombinasi dari bahan-bahan ini) mula-mula disuntikkan, seringkali dalam bentuk campuran dengan lipiodol, suatu senyawaminyak yang cenderung terakumulasi di dalam jaringan tumor HCC. Akumulasi inikemungkinan akibat peningkatan permeabilitas pada pembuluh darah dan retensi akibatterganggunya aliran limfatik. Tindakan tadi disusul dengan embolisasi feeding artery menggunakan satu atau beberapa bahan embolik (lipiodol selain sebagai bahan pembawaobat, juga merupakan bahan embolik; bahan lain meliputi alkohol polivinil, gelfoam, sertabutiran pelepas-obat/ drug-eluting beads seperti DC/LC Beads, Hepasphere/Quadrisphere,microsphere). (Gambar 14)

Gambar 14.Suplai vaskuler HCC. Angiogram sesaat sebelum TACE (A) yang dibuat melalui suatumikrokateter selektif yang ditempatkan pada satu cabang dari arteria hepatika dekstra (ujung panahhitam) menunjukkan adanya kondisi disorganisasi pada arteriola hepatika yang menyuplai tumor( ujung panah putih). Citra pasca-TACE (B) menunjukkan pooling atau konsentrasi dari senyawacampuran lipiodol kemoterapi di dalam vascular bed yang abnormal dari tumor (ujung panah)Dikutip dari: McMasters and Vauthey, Hepatocellular Carcinoma - Targeted Therapy andMultidisciplinary Care, 2011Untuk kemoembolisasi yang aman, suplai darah bagi jaringan hati non-tumor darivena porta haruslah adekuat. Karena itu, adanya trombosis cabang utama vena portamerupakan kontraindikasi. Kontraindikasi lain meliputi metastasis ekstrahepatik, tumor hatiyang besar (>50% ukuran hepar), sirosis hati yang lanjut, dan kondisi umum yang buruk (skor Child-Pugh 8, kadar bilirubin serum >50 mol/L). Keluhan pasien yang mengikuti tindakan embolisasi meliputi sindroma yang terdiri atas nyeri abdomen, demam, keluhanyang menyerupai flu, kelemahan umum, ataupun mual, yang biasanya membaik spontandalam 2 4 hari, walaupun pada beberapa pasien dapat berlanjut menjadi abses hati. Komplikasi meliputi komplikasi pada tempat injeksi (